The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Kepemimpinan dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Nurse ''TRISN@'', 2023-08-09 09:55:22

Kepemimpinan dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

Kepemimpinan dan Manajemen Pelayanan Keperawatan

Keywords: PERAWAT

TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 183 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS pelayanan juga ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang kuat, yang menganjurkan agar setiap pegawai memberikan pelayanan secara serius dan sungguh-sungguh untuk memuaskan orang yang dilayani. Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap pegawai yang memilik perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam memberikan pelayanan keperawatan, tentu akan berbeda perawat yang yang memiliki sikap dan atau karakter yang humble dan yang kurang humble dalam memberikan pelayanan keperawatan (Margaretha 2003:201) Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu kepada kepuasan pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap pegawai, komitmen organisasi yang menunjukkan pemberian pelayanan yang baik, dan perilaku dari pegawai dalam memberikan pelayanan, sehingga dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas pelayanan tersebut diyakini oleh orang-orang yang menerima pelayanan akan dilayani dengan baik sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diyakini sesuai dengan kepastian pelayanan. Melihat kenyataan kebanyakan organisasi modern dewasa ini dihadapkan oleh adanya berbagai bentuk penjaminan yang dapat meyakinkan atas berbagai bentuk pelayanan yang dapat diberikan oleh suatu organisasi sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkannya. Suatu organisasi sangat membutuhkan adanya kepercayaan memberikan pelayanan kepada orang-orang yang dilayaninya. Untuk memperoleh suatu pelayanan yang meyakinkan, maka setiap pegawai berupaya untuk menunjukkan kualitas layanan yang meyakinkan sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang memuaskan yang diberikan bentuk-bentuk pelayanan yang sesuai dengan komitmen organisasi yang ditunjukkan dan memberikan kepastian pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Suatu organisasi kerja sangat memerlukan adanya kepercayaan yang diyakini sesuai dengan kenyataan bahwa organisasi tersebut mampu memberikan kualitas layanan yang dapat dijamin sesuai dengan: a. Mampu memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai akan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan berkualitas, dan hal tersebut menjadi bentuk konkret yang memuaskan orang yang mendapat pelayanan. b. Mampu menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan bentuk-bentuk integritas kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai


184 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan dengan aplikasi dari visi, misi suatu organisasi dalam memberikan pelayanan; c. Mampu memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan, agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai dengan perilaku yang dilihatnya. Uraian ini menjadi suatu penilaian bagi suatu organisasi dalam menunjukkan kualitas layanan asuransi (meyakinkan) kepada setiap orang yang diberi pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk kepuasan pelayanan yang dapat diberikan, memberikan pelayanan yang sesuai dengan komitmen kerja yang ditunjukkan dengan perilaku yang menarik, meyakinkan dan dapat dipercaya, sehingga segala bentuk kualitas layanan yang ditunjukkan dapat dipercaya dan menjadi aktualisasi pencerminan prestasi kerja yang dapat dicapai atas pelayanan kerja. 3. Bukti fisik (Tangible) Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh perawat atau petugas kesehatan sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan keperawatan dan atau kesehatan yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan kinerja bagi perawat atau tenaga kesehatan sebagi pemberian pelayanan keperawatan dan atau kesehatan kepada customer (Parasuraman, 2001). Berarti dalam memberikan pelayanan keperawatan, setiap pasien, keluarga pasien dan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan menginginkan pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang ditunjukkan oleh pengembang pelayanan, sehingga pelayanan kesehatan yang diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi pelayanan yang digunakan, performance pemberi pelayanan yang sesuai dengan karakteristik pelayanan yang diberikan dalam menunjukkan prestasi kerja yang dapat diberikan dalam bentuk pelayanan fisik yang dapat dilihat. Bentuk-bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan sebagai kualitas layanan dalam rangka meningkatkan prestasi kerja, merupakan salah satu pertimbangan dalam manajemen organisasi.


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 185 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Arisutha (2005:49) menyatakan prestasi kerja yang ditunjukkan oleh individu sumber daya manusia, menjadi penilaian dalam mengaplikasikan aktivitas kinerjanya yang dapat dinilai dari bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan. Biasanya bentuk pelayanan fisik tersebut berupa kemampuan menggunakan dan memanfaatkan segala fasilitas alat dan perlengkapan di dalam memberikan pelayanan, sesuai dengan kemampuan penguasaan teknologi yang ditunjukkan secara fisik dan bentuk tampilan dari pemberi pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Dalam banyak organisasi, kualitas layanan fisik terkadang menjadi hal penting dan utama, karena orang yang mendapat pelayanan dapat menilai dan merasakan kondisi fisik yang dilihat secara langsung dari pemberi pelayanan baik menggunakan, mengoperasikan dan menyikapi kondisi fisik suatu pelayanan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi modern dan maju, pertimbangan dari para pengembang pelayanan kesehatan, senantiasa mengutamakan bentuk kualitas kondisi fisik yang dapat memberikan apresiasi terhadap orang yang memberi pelayanan. Nursalam (2011) menyatakan bahwa kualitas layanan keperawatan berupa kondisi fisik merupakan bentuk kualitas layanan kesehatanb nyata yang memberikan adanya apresiasi dan membentuk imej positif bagi setiap individu yang dilayaninya dan menjadi suatu penilaian dalam menentukan kemampuan dari pengembang pelayanan tersebut memanfaatkan segala kemampuannya untuk dilihat secara fisik, baik dalam menggunakan alat dan perlengkapan pelayanan, kemampuan menginovasi dan mengadopsi teknologi kesehatan, dan menunjukkan suatu performance tampilan yang prima, terampil, berwibawa dan memiliki integritas yang tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang ditunjukkan kepada pasien yang mendapat pelayanan keperawatan. Selanjutnya, tinjauan Gibson, Ivancevich, Donnelly (2003) (yang melihat dinamika dunia kerja dewasa ini yang mengedepankan pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat maka, identifikasi kualitas layanan fisik mempunyai peranan penting dalam memperlihatkan kondisi-kondisi fisik pelayanan tersebut. Identifikasi kualitas layanan fisik (tangible) dapat tercermin dari aplikasi lingkungan kerja berikut. a. Kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja secara efisien dan efektif.


186 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan b. Kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai akses data dan inventarisasi otomasi kerja sesuai dengan dinamika dan perkembangan dunia kerja yang dihadapinya. c. Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang menunjukkan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja. Uraian ini secara umum memberikan suatu indikator yang jelas bahwa kualitas layanan sangat ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang inti pelayanannya yaitu kemampuan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja yang dapat dilihat secara fisik, mampu menunjukkan kemampuan secara fisik dalam berbagai penguasaan teknologi kerja dan menunjukkan penampilan yang sesuai dengan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja. 4. Empati (Empathy) Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan kesehatan memerlukan adanya pemahaman dan pengertian kesamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila semua pihak inter professional kolaboration, yang berkepentingan dengan pelayanan kesehatan memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam menyelesaikan atau menanani pelayanan kesehatan dengan memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan (Parasuraman, 2001). Empati dalam suatu pelayanan keperawatan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelayanan kesehatan untuk mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat pengertian dan pemahaman dari masing-masing profesi. Pihak yang memberi pelayanan harus memiliki empati memahami masalah dari pihak yang ingin dilayani. Pihak yang dilayani seyogyanya memahami keterbatasan dan kemampuan orang yang melayani, sehingga keterpaduan antara pihak yang melayani dan mendapat pelayanan memiliki perasaan yang sama. Artinya setiap bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang dilayani diperlukan adanya empati terhadap berbagai masalah yang dihadapi orang yang membutuhkan pelayanan. Pihak yang menginginkan pelayanan membutuhkan adanya rasa kepedulian atas segala bentuk pengu


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 187 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS rusan pelayanan, dengan merasakan dan memahami kebutuhan tuntutan pelayanan yang cepat, mengerti berbagai bentuk perubahan pelayanan yang menyebabkan adanya keluh kesah dari bentuk pelayanan yang harus dihindari, sehingga pelayanan tersebut berjalan sesuai dengan aktivitas yang diinginkan oleh pemberi pelayanan dan yang membutuhkan pelayanan. Berarti empati dalam suatu organisasi kerja menjadi sangat penting dalam memberikan suatu kualitas layanan sesuai prestasi kerja yang ditunjukkan oleh seorang pegawai. Empati tersebut mempunyai inti yaitu mampu memahami orang yang dilayani dengan penuh perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan adanya keterlibatan dalam berbagai permasalahan yang dihadapi orang yang dilayani. Bentuk kualitas layanan dari empati orang-orang pemberi pelayanan terhadap yang mendapatkan pelayanan harus diwujudkan dalam lima hal berikut. a. Mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang penting. b. Mampu memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani mempunyai kesan bahwa pemberi pelayanan menyikapi pelayanan yang diinginkan. c. Mampu menunjukan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani merasa memiliki wibawa atas pelayanan yang dilakukan. d. Mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal yang diungkapkan, sehingga yang dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk-bentuk pelayanan yang dirasakan. e. Mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal yang dilakukan, sehingga yang dilayani menjadi tertolong menghadapi berbagai bentuk kesulitan pelayanan. Bentuk-bentuk pelayanan ini menjadi suatu yang banyak dikembangkan oleh para pengembang organisasi, khususnya bagi pengembang pelayanan modern, yang bertujuan memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan dimensi empati atas berbagai bentuk-bentuk permasalahan pelayanan yang dihadapi oleh yang membutuhkan pelayanan, sehingga


188 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan dengan dimensi empati ini, seorang pegawai menunjukkan kualitas layanan sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkan. 5. Keandalan (Reliability) Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang andal, artinya dalam memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi, sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh masyarakat (Parasuraman, 2001). Tuntutan keandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dilayani dalam memperlihatkan aktualisasi kerja pegawai dalam memahami lingkup dan uraian kerja yang menjadi perhatian dan fokus dari setiap pegawai dalam memberikan pelayanannya. Inti pelayanan keandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang andal, mengetahui mengenai seluk belum prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak positif atas pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, menguasai, andal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang ditekuninya (Parasuraman, Zeithamal Berry, 1985 dan (Parasuraman, 2001). Kaitan dimensi pelayanan reliability (keandalan) merupakan suatu yang sangat penting dalam dinamika kerja suatu organisasi. Keandalan merupakan bentuk ciri khas atau karakteristik dari pegawai yang memiliki prestasi kerja tinggi. Keandalan dalam pemberian pelayanan dapat terlihat dari keandalan memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki, keandalan dalam terampil menguasai bidang kerja yang diterapkan, keandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai pengalaman kerja yang ditunjukkan dan keandalan menggunakan teknologi kerja. Keandalan dari suatu individu organisasi dalam memberikan pelayanan sangat diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja yang terus


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 189 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS bergulir menuntut kualitas layanan yang tinggi sesuai keandalan individu pegawai. Keandalan dari seorang pegawai yang berprestasi, dapat dilihat dari berikut. a. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat pengetahuan terhadap uraian kerjanya. b. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang terampil sesuai dengan tingkat keterampilan kerja yang dimilikinya dalam menjalankan aktivitas pelayanan yang efisien dan efektif. c. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan pengalaman kerja yang dimilikinya, sehingga penguasaan tentang uraian kerja dapat dilakukan secara cepat, tepat, mudah dan berkualitas sesuai pengalamannya. d. Keandalan dalam mengaplikasikan penguasaan teknologi untuk memperoleh pelayanan yang akurat dan memuaskan sesuai hasil output penggunaan teknologi yang ditunjukkan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa kualitas layanan dari keandalan dalam suatu organisasi dapat ditunjukkan keandalan pemberi pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk karakteristik yang dimiliki oleh pegawai tersebut, sesuai dengan keberadaan organisasi tersebut. Seorang pegawai dapat andal apabila tingkat pengetahuannya digunakan dengan baik dalam memberikan pelayanan yang andal, kemampuan keterampilan yang dimilikinya diterapkan sesuai dengan penguasaan bakat yang terampil, pengalaman kerja mendukung setiap pegawai untuk melaksanakan aktivitas kerjanya secara andal dan penggunaan teknologi menjadi syarat dari setiap pegawai yang andal untuk melakukan berbagai bentuk kreasi kerja untuk memecahkan berbagai permasalahan kerja yang dihadapinya secara andal. B. Audit Internal Mutu Pelayanan Keperawatan Audit internal adalah suatu kegiatan uapaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan (menilai kesesuaian antara fakta dengan kriterianya) dan konsultasi oleh tim independen secara internal, serta objektif yang dirancang untuk memberikan memberikan evaluasi, serta nilai tambah sekaligus memajukan kegiatan organisasi dalam mencapai tujuannya. Auditor internal yang dipilih, sesuai standar kompetensi dan memiliki pengalaman sebagai


190 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan assessor, serta memiliki sertifikat kompetensi, Auditor internal membantu manajemen dalam hal: 1. Memonitor aktivitas yang tidak dapat dilakukan manajemen, ketika tim audit setiap tahun mengajukan jadwal audit ke manajemen eksekutif (contoh audit asuhan keperawatan, audit infeksi nosokomial); 2. Mengidentifikasi dan meminimalkan risiko; 3. Memvalidasi laporan untuk manajemen senior dengan melakukan tinjauan terhadap laporan untuk meyakinkan akurasi, ketepatan waktu dan maknanya, sehingga keputusan manajemen yang didasarkan pada laporan tersebut lebih valid; 4. Meninjau kegiatan yang sudah berlalu dan sedang berjalan; 5. Kegiatan audit program berupa penilaian kebijakan atau program pada saat masih dalam rancangan, pada saat diimplementasikan, dan hasil aktual yang dicapai oleh kebijakan atau program tersebut; 6. Membantu manajer karena masalah dapat timbul bila manajer tidak cermat mengendalikan aktivitasnya-auditor internal pada umumnya dapat menemukan masalah tersebut dan memberikan rekomendasi perbaikannya. Objektivitas Audit Internal Audit internal harus memiliki kriteria tertentu, yaitu: 1. Harus objektif dalam melaksanakan audit dan ini merupakan sikap mental independen yang harus dijaga dalam menjalankan audit; 2. Memiliki kejujuran atas hasil produknya dan tidak melakukan kompromi atas kualitas audit; 3. Menjaga agar tidak terjadi penugasan audit kepada auditor yang secara nyata atau potensial memiliki konflik kepentingan dengan penugasan auditnya; 4. Tidak dibebani tanggung jawab operasional. Pelaksanaan Audit di Keperawatan 1. Dilakukan oleh tim mutu pelayanan keperawatan yang bertugas menentukan masalah keperawatan yang perlu diperbaiki.


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 191 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS 2. Menentukan kriteria untuk memperbaiki masalah serta menilai pelaksanaan perbaikan yang telah ditetapkan. 3. Merupakan bagian integral dari tim mutu rumah sakit dan bisa merupakan salan satu komponen dari komite keperawatan. 4. Menyampaikan hasil laporan secara periodik pada komite keperawatan untuk seterusnya disampaikan pada pimpinan rumah sakit sebagai bahan pertimbangan kebijakan lebih lanjut. 5. Diperlukan kerja sama dengan berbagai departemen yang ada di rumah sakit untuk dapat mengidentifikasi masalah, menentukan kriteria dan merencanakan perbaikan, seperti departemen farmasi, infeksi nosokomial, rekam medis, pelayanan medis, bagian pemasaran dan lain-lain. C. Audit Internal Mutu Pendidikan Tinggi Keperawatan Audit internal mutu pelayanan keperawatan dilakukan oleh tim audit mutu internal secara berkala di Rumah Sakit. Sedangkan Audit internal mutu pendidikan tinggi keperawatan dilalukan melaui UPM. Audit dilalukan secara berkala, semester, tahunan dan kalau diperlukan. Standar memgacu pada lembaga penjamin mutu, baik skala nasional maupun internasional. Membudayakan mutu dalam suatu organisasi. Mendokumentasikan apa yang dilakukan dan melakukan apa yang tertulis dalam SPO. D. Akreditasi Rumah Sakit Konsep dasar akreditasi Pengertian Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu proses dimana suatu lembaga independen baik dari dalam atau pun luar negeri, biasanya non pemerintah, melakukan assesment terhadap Rumah Sakit berdasarkan standar akreditasi yang berlaku. Rumah Sakit yang telah terakreditasi akan mendapatkan pengakuan dari Pemerintah karena telah memenuhi standar pelayanan dan manajemen yang ditetapkan. Demikian tadi adalah definisi dari akreditasi Rumah Sakit. Sebuah proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan budaya mutu di rumah sakit, sehingga Rumah Sakit senantiasa berusaha meningkatkan akan mutu dan juga keamanan dari pelayanan ke-


192 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan sehatan yang diberikannya. Dan ini adalah salah satu dari tujuan akreditasi Rumah Sakit. KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) adalah merupakan suatu lembaga independen dalam negeri sebagai pelaksana akreditasi RS yang bersifat fungsional dan non-struktural. Sedangkan yang dimaksud dengan JCI (Joint Commission International) adalah merupakan badan akreditasi non profit yang berpusat di Amerika Serikat dan bertugas menetapkan dan menilai standar performa para pemberi pelayanan kesehatan. Akreditasi JCI ini atau JCI merupakan suatu lembaga independen Luar Negeri yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan sebagai pelaksana Akreditasi Internasional. Standar Akreditasi Nasional terangkum dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit, sedangkan Standar Akreditasi Internasional terangkum pada edisi ke 4 Joint Commission International Accreditation Standars for Hospital. Tujuan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit diantaranya : 1. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Rumah Sakit yang bersangkutan karena berorientasi pada peningkatan mutu dan keselamatan pasien. 2. Proses administrasi, biaya serta penggunaan sumber daya akan menjadi lebih efisien. 3. Menciptakan lingkungan internal RS yang lebih kondusif untuk penyembuhan, pengobatan dan perawatan pasien. 4. Mendengarkan pasien dan keluarga, serta menghormati hak-hak pasien serta melibatkan merek adalah proses perawatan. 5. Memberikan jaminan, kepuasan serta perlindungan kepada masyarakat atas pemberian pelayanan. Untuk Akreditasi RS 2012 tahun yang kemarin resmi peluncurannya oleh dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH di Hotel Bidakara, bertepatan dengan acara Rapat Kerja Kesehatan Nasional 2012 tanggal 1 Maret. Untuk versi 2012 ini, KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) mengadopsi penuh standar akreditasi rumah sakit versi JCI (Joint Commission International) ditambah tiga point MDGs (Millenium Development Goals). http://askep-net. blogspot.co.id/2013/02/akreditasi-rumah-sakit.html


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 193 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Definisi dari Federasi Akreditasi International (ISQua, 2015) akreditasi adalah pengakuan publik melalui badan nasional akreditasi independen atau mandiri atas prestasi rumah sakit dengan seluruh civitas hospitalia yang telah memenuhi standar akreditasi, dibuktikan melalui assessment pakar (feer) eksternal yang independen. Akreditasi rumah sakit dapat diartikan secara umum yaitu sebagai pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada rumah sakit karena telah memenuhi standar yang ditentukan dengan tujuan meningkatkan mutu dari pelayanan rumah sakit tersebut. Sedangkan Federasi Akreditasi Internasional (ISQua) mendefinisikan akreditasi rumah sakit sebagai suatu pengakuan publik melalui suatu badan nasional akreditasi rumah sakit atas prestasi RS dalam memenuhi standar akreditasi yang dibuktikan melalui suatu asesmen pakar setara (peer) eksternal yang independent. Tujuan dilakukannya akreditasi rumah sakit oleh Departemen Kesehatan adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan perlindungan terhadap pasien. Melalui akreditasi, diharapkan manajemen rumah sakit dapat menerapkan SOP (Standard Operating Precedure) dengan baik sehingga pasien terlindungi dari malpraktik. Dengan mengikuti program akreditasi, berarti rumah sakit telah melakukan pelayanan dan perlindungan secara menyeluruh terhadap pasien. Karena itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan, rumah sakit harus mempunyai aturan-aturan yang wajib dilaksanakan seperti hospital bylaws, medical staf bylaws, pedoman medico-legal dan SOP-SOP yang terkait dengan pelayanan profesi. Di Indonesia Akreditasi RS dilakukan oleh KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ada beberapa hal yang penting untuk diketahui berkaitan dengan Akreditasi ini, antara lain: 1. STANDAR Mengacu pada defenisi di atas maka Rumah Sakit, maka perlu untuk diketahui scara jelas tentang standar yang baik pada rumah sakit dan masing-masing unit/bagian pelayanan penunjang lainnya seperti pelayanan medis, pelayanan keperawatan, administrasi dan manajemen, rekam medis, pelayanan UGD, farmasi, dll. Standar ini terbentuk dari beberapa


194 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan elemen utama yaitu: Struktur yang terdiri dari fasilitas fisik, organisasi, sumber daya manusianya, sistem keuangan, peralatan medis dan nonmedis, AD/ART, kebijakan, SOP/Protap, program, dsb. Proses yaitu semua pelaksanaan operasional dari staf/unit/bagian RS kepada pasien/ keluarga masyarakat pengguna jasa RS tersebut. Hasil (outcome) adalah perubahan status kesehatan pasien, perubahan pengetahuan/pemahaman serta perilaku yang mempengaruhi status kesehatannya di masa depan, dan kepuasan pasien. Dari ketiga elemen ini yang lebih penting adalah hasil/outcome, karena menentukan mutu suatu layanan. Hasil biasanya diukur dengan indikator RS atau indikator klinis. Hasil (outcome) berbeda dengan luaran (output), contoh jumlah pasien operasi (PO) adalah luaran, sedangkan hasil adalah jumlah pasien operasi yang ada Infeksi Luka Operasi (PILO) dibagi jumlah pasien yang dioperasi (PILO/PO kali 100%). 2. PERSIAPAN Persiapan Akreditasi di RS dimulai dengan membentuk Pokja (Kelompok Kerja) untuk masing-masing bidang pelayanan (yan), misalnya: Pokja pelayanan Gawat Darurat, Pokja pelayanan Medis, Pokja Keperawatan, dsb. Pokja-pokja ini akan mempersiapkan berbagai standar untuk diterapkan unit/bagiannya, mendorong penerapannya dan kemudian melakukan penilaian, yang disebut sebagai self assessment. Penilaian dilakukan dengan menggunakan instrumen dari KARS. Instrumen ini terdapat pada satu buku yang tersedia di KARS terjilid sekaligus untuk 16 pelayanan. yaitu Laporan Survei Akreditasi RS, utamanya berisi Pedoman Khusus/ Survei dari masing-masing pelayanan, pedoman ini tidak lain adalah instrumen yang digunakan untuk menilai atau “mengukur” sejauh mana RS sudah menerapkan standar. Pedoman khusus ini untuk masing-masing pelayanan berisi tujuh standar, terdapat parameter yang masing-masing jumlahnya berbeda-beda, kemudian ada skor, dan keterangan DO (Definisi Operasional) serta CP (Cara Pembuktian). Dianjurkan agar Pokja mempelajari instrumen ini dengan cermat dan mencoba melakukan penilaian masing-masing pelayanannya.


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 195 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS 3. JENIS Ada beberapa jenis Akreditasi Rumah sakit yaitu: (Yan = Pelayanan) a. Lima Pelayanan dengan nilai parameter sebesar 112 parameter, yaitu: 1) Administrasi dan Manajemen (24), 2) Pelayanan Medis (18), 3) Pelayanan Gawat Darurat (31), 4) Pelayanan Keperawatan (23), 5) Rekam Medis (16). b. Dua belas Pelayanan dengan nilai parameter sebesar 254 parameter, yaitu: 1) Administrasi dan Manajemen (24), 2) Pelayanan Medis (18), 3) Pelayanaan Gawat Darurat (31), 4) Pelayanaan Keperawatan (23), 5) Rekam Medis (16), 6) Pelayanaan Farmasi (16), 7) Keselamatan Kerja, Kebakaran Kewaspadaan bencana-K3- (27), 8) Pelayanan Radiologi (18), 9) Pelayanan Laboratorium (23), 10) Pelayanana Kamar Operasi (25), 11) Pelayanan Pengendalian Infeksi (17), 12) Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi (16). c. Enam belas pelayanan dengan nilai parameter sebesar 319 parameter, yaitu: 1) Administrasi dan Manajemen (24), 2) Pelayanan Medis (18), 3) Pelayanan Gawat Darurat (31), 4) Pelayanan Keperawatan (23), 5) Rekam Medis (16), 6) Pelayanan Farmasi (16), 7) Keselamatan Kerja, Kebakaran Kewaspadaan bencana-K3- (27),


196 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 8) Pelayanan Radiologi (18), 9) Pelayanan Laboratorium (23), 10) Pelauyanan Kamar Operasi (25), 11) Pelayanan Pengendalian Infeksi ( 17), 12) Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi (16) 13) Pelayanan Rehablitasi Medis (16), 14) Pelayanan Gizi (17), 15) Pelayanan Intensif (17), 16) Peyanan Darah (15). Sampai saat ini rumah sakit yang telah terakreditasi untuk 16 bidang pelayanan berjumlah 13 rumah sakit. 4. TAHAP Akreditasi pada sesuatu RS wajib dilakukan untuk lima pelayanan, ini adalah merupakan Akreditasi Tingkat Dasar yaitu pelayanan nomor 1 s/d 5. Tiga tahun kemudian RS meningkatkan diri dan diakreditasi untuk 12 pelayanan, disebut Akreditasi Tingkat Lanjut (pelayanan nomor 1 s/d 12). Dan tiga tahun kemudian RS dapat diakreditasi untuk total 16 pelayanan (Akreditasi Tingkat Lengkap). Bila upaya penerapan standar, perbaikan elemen-elemen standar struktur, proses dan hasil sudah cukup baik, yaitu melalui Penilaian Self Assessment, misalnya nilai yang diperoleh sudah mencapai 80-85 %, maka sudah dapat mengajukan permohonan untuk disurvei oleh KARS. 5. MANFAAT Berdasarkan literatur luar negeri serta pengalaman KARS di Indonesia, ada beberapa manfaat yang diperoleh RS dengan adanya Akreditasi yaitu: a. Peningkatan pelayanan (diukur dengan clinical indicator), b. Peningkatan administrasi dan perencanaan, c. Peningkatan koordinasi asuhan pasien, d. Peningkatan koordinasi pelayanan, e. Peningkatan komunikasi antara staf, f. Peningkatan sistem dan prosedur,


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 197 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS g. Lingkungan yang lebih aman, h. Minimalisasi risiko, i. Penggunaan sumber daya yang lebih efisien, j. Kerjasama yang lebih kuat dari semua bagian dari organisasi, k. Penurunan keluhan pasien dan staf, l. Meningkatnya kesadaran staf akan tanggung jawabnya, m. Peningkatan moril dan motivasi, n. Re-energized organization, o. Kepuasan pemangku kepentingan (stakeholder). 6. PENILAIAN Keputusan Akreditasi. Penilaian hasil oleh surveyor kemudian diajukan ke KARS. Ada beberapa nilai akreditasi antara lain,: a. Tidak Diakreditasi (Tidak Lulus), b. Akreditasi Bersyarat: nilai total >65 % - <75 %, tidak ada nilai < 60%, 1 tahun disurvei/nilai lagi pelayananan yang nilainya di bawah 75%. c. Akreditasi Penuh: nilai total > 75 %, tidak ada nilai < 60%, 3 tahun masa berlaku. d. Akreditasi Istimewa: 5 tahun masa berlaku, didapat setelah 3 X berturut-turut lulus. Beberapa hal yang perlu diketahui sebagai persiapan untuk akreditasi menyangkut SANTOSA BANDUNG INTERNATIONAL HOSPITAL. Antara lain: 1. Informasi umum tentang Santosa Bandung International Hospital Visi dan Misi Santosa Bandung International Hospital. 2. Nama direktur/direksi. 3. Maksud kata “International hospital” pada SBIH. (International maksudnya, rumah sakit ini menjalin hubungan dengan rumah sakit luar negri dan mengirimkan staff ke luar negri untuk belajar dan menerima staff dari rumah sakit luar, untuk saling berbagi informasi terutama dalam hal pelayanan medis).


198 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan Beberapa Definisi yang Umum dalam Pelayanan Rumah Sakit Berikut beberapa istilah umum yang kerap di dapati dalam rumah sakit yang sebaikya diketahui oleh seluruh staff. (sesuai dengan Surat Keputusan NOMOR: 560/MENKES/SK/IV/2003) antara lain: 1. Pelayanan Medik adalah pelayanan yang bersifat individu yang diberikan oleh tenaga medik, para medik perawatan berupa pemeriksaan, konsultasi, tindakan medik; 2. Pelayanan Rawat Jalan adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan pelayanan kesehatan lainnya tanpa menginap di rumah sakit; 3. Pelayanan Rawat Darurat adalah pelayanan kedaruratan medik yang harus diberikan secepatnya untuk mencegah/menanggulangi risiko kematian atau cacat; 4. Pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau upaya pelayanan kesehatan lainnya dengan menginap di rumah sakit; 5. Pelayanan Rawat Sehari (One Day Care) adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau upaya pelayanan kesehatan lain dan menempati tempat tidur kurang dari 24 (dua puluh empat) jam; 6. Pelayanan Rawat Siang Hari (Day Care) adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi mental dan atau upaya pelayanan kesehatan lain maksimal 12 (dua belas) jam; 7. Rawat Rumah adalah pelayanan pasien di rumah untuk observasi, pengobatan, rehabilitasi medik pasca rawat inap; 8. Tindakan Medik Operatif adalah tindakan pembedahan kepada pasien yang menggunakan pembiusan umum, pembiusan local atau tanpa pembiusan; 9. Tindakan Medik Non Operatif adalah tindakan kepada pasien tanpa pembedahan untuk membantu penegakan diagnosis dan terapi; 10. Pelayanan Penunjang Medik adalah pelayanan kepada pasien untuk membantu penegakan diagnosis dan terapi; 11. Pelayanan Rehabilitasi Medik dan Rehabilitasi Mental adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien dalam bentuk pelayanan fisioterapi, tera


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 199 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS pi okupasional, terapi wicara, ortotik/prostetik, bimbingan sosial medis dan jasa psikologi serta rehabilitasi lainnya; 12. Pelayanan Medik Gigi dan Mulut adalah pelayanan paripurna meliputi upaya penyembuhan dan pemulihan yang selaras dengan upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut serta peningkatan kesehatan gigi dan mulut pada pasien di rumah sakit; 13. Pelayanan Penunjang Non Medik adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien di Rumah Sakit yang secara tidak langsung berkaitan dengan pelayanan medik antara lain hostel, administrasi, laundry dan lain-lain; 14. Tarif adalah sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan kegiatan pelayanan di rumah sakit, yang dibebankan kepada pasien sebagai imbalan atas jasa pelayanan yang diterimanya; 15. Biaya Overhead adalah biaya yang timbul karena kegiatan yang dilaksanakan sehingga menimbulkan biaya fixed dan biaya variabel : a. Biaya Fixed meliputi biaya penyusutan, gaji pegawai honorer, dan gaji pegawai tetap serta biaya lainnya bersifat tetap yang terkait pelayanan langsung kepada pasien. b. Biaya Variabel meliputi Jasa Sarana yang diterima oleh rumah sakit atas pemakaian sarana, fasilitas rumah sakit, yang digunakan langsung dalam pencegahan rangka pencegahan, observasi, diagnosis, pengobatan dan konsultasi, visite, rehabilitasi medik dan atau pelayanan lainnya. 16. Penjamin adalah orang atau badan hukum sebagai penanggung biaya pelayanan kesehatan dari seseorang yang menggunakan/mendapat pelayanan di rumah sakit; 17. Unit Cost adalah besaran biaya satuan dari setiap kegiatan pelayanan yang diberikan rumah sakit, yang dihitung berdasarkan standar akuntansi biaya rumah sakit. Demikianlah sekilas gambaran umum tentang akreditasi rumah sakit yang saya dapat kumpulkan, semoga ini dapat bermamfaat dan manambah pengetahuan kita terutama menjelang pelaksanaan akreditsi yang akan dilaksanakan.


200 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan Akreditasi Rumah Sakit Akreditasi : Berdasarkan UU RI N0. 20/2003 Pasal 60 ayat (1) dan (3), akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka. Akreditasi JCI ini atau JCI merupakan suatu lembaga independen Luar Negeri yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan sebagai pelaksana Akreditasi Internasional. Standar Akreditasi Nasional terangkum dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit, sedangkan Standar Akreditasi Internasional terangkum pada edisi ke 4 Joint Commission International Accreditation Standars for Hospital. Tujuan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit, diantaranya : 1. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan Rumah Sakit yang bersangkutan karena berorientasi pada peningkatan mutu dan keselamatan pasien. 2. Proses administrasi, biaya serta penggunaan sumber daya akan menjadi lebih efisien. 3. Menciptakan lingkungan internal RS yang lebih kondusif untuk penyembuhan, pengobatan dan perawatan pasien. 4. Mendengarkan peisn dan keluarga, sera menghormati hak-hak pasien serta melibatkan merek adalam proses perawatan. 5. Memberikan jaminan, kepuasan serta perlindungan kepada masyarakat atas pemberian pelayanan kesehatan. Tujuan dan Manfaat Akreditasi Rumah Sakit 1. Tujuan Akreditasi Rumah Sakit Tujuan akreditasi rumah adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, sehingga sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang semakin selektif dan berhak mendapatkan pelayanan yang bermutu. Dengan demikian mutu pelayanan kesehatan diharapkan dapat mengurangi minat masyarakat untuk berobat keluar negeri (KARS, 2012). Menurut Permenkes Nomor 012 Tahun 2012 Pasal 2, akreditasi bertujuan untuk:


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 201 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS a. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit; b. Meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit; c. Meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi; d. Mendukung program pemerintah di bidang kesehatan. 2. Manfaat Akreditasi Rumah Sakit Menurut Kementerian Kesehatan RI, manfaat akreditasi rumah sakit adalah sebagai berikut : a. Bagi pasien dan masyarakat, antara lain : pasien dan masyarakat memperoleh pelayanan sesuai dengan standar yang terukur. b. Bagi petugas kesehatan di rumah sakit, antara lain : menimbulkan rasa aman dalam melaksanakan tugasnya oleh karena rumah sakit memiliki sarana, prasarana dan peralatan yang telah memenuhi standar. c. Bagi rumah sakit, antara lain : sebagai alat ukur untuk negosiasi dengan pihak ketiga misalnya asuransi, perusahaan dan lain-lain. d. Bagi pemilik rumah sakit, antara lain : sebagai alat mengukur kinerja pengelola rumah sakit. e. Bagi perusahaan asuransi, antara lain : acuan untuk memilih dan mengadakan kontrak dengan rumah sakit. Dasar Hukum Akreditasi Rumah Sakit 1. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit. 4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/Menkes/Per/I/2010 tentang klasifikasi Rumah Sakit. 5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit 6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 428/Menkes/SK/XII/2012 tentang Penetapan Lembaga Independen Pelaksana Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia.


202 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan Persiapan Akreditasi di RS dimulai dengan membentuk tim Pokja (Kelompok Kerja). Tim pokja dibentuk untuk masing-masing bidang pelayanan, misalnya. Tim Pokja tersebut adalah Pokja pelayanan Gawat Darurat, Pokja pelayanan Medis, Pokja Keperawatan, dsb. Tim kelompok kerja ini akan mempersiapkan berbagai standar untuk diterapkan unit atau bagiannya. Tim kelompok kerja juda mendorong penerapannya dan kemudian melakukan penilaian. Penilaian ini disebut sebagai self assessment. Penilaian dilakukan dengan menggunakan instrumen dari KARS. Instrumen ini terdapat pada satu buku yang tersedia di KARS terjilid sekaligus untuk 16 pelayanan. Judul buku adalah Laporan Survei Akreditasi RS, utamanya berisi Pedoman Khusus/Survei dari masing-masing pelayanan, pedoman ini tidak lain adalah instrumen yang digunakan untuk menilai atau “mengukur” sejauh mana RS sudah menerapkan standar. Pedoman khusus ini untuk masing-masing pelayanan berisi tujuh standar, terdapat parameter yang masing-masing jumlahnya berbeda-beda, kemudian ada skor, dan keterangan DO (Definisi Operasional) serta CP (Cara Pembuktian). Dianjurkan agar Pokja mempelajari instrumen ini dengan cermat dan mencoba melakukan penilaian masing-masing pelayanannya. Jenis Pelayanan Jenis pelayanan yang diakreditasi adalah (beserta jumlah parameternya): - Lima Yan: 1. Administrasi & Manajemen (24), 2. Yan Medis (18), 3. Yan Gawat Darurat (31), 4. Yan Keperawatan (23), 5. Rekam Medis (16), (5 Yan total = 112 Parameter). - Duabelas Yan: 6. Yan Farmasi (16), 7. Keselamatan Kerja, Kebakaran Kewaspadaan bencana-K3- (27), 8. Yan Radiologi (18), 9. Yan Laboratorium (23), 10. Yan Kamar Operasi (25), 11. Yan Pengendalian Infeksi ( 17), 12. Yan Perinatal Risiko Tinggi (16), (12 Yan total = 254 parameter). - Enambelas Yan: 13. Yan Rehablitasi Medis (16), 14. Yan Gizi (17), 15. Yan Intensif (17), 16. Yan Darah (15), (16 Yan) = 319 parameter. Akreditasi pada sesuatu RS wajib dilakukan untuk lima pelayanan, disebut Akreditasi Tingkat Dasar yaitu pelayanan nomor 1 s/d 5. Tiga tahun kemudian RS meningkatkan diri dan diakreditasi untuk 12 pelayanan, disebut Akreditasi Tingkat Lanjut (pelayanan nomor 1 s/d 12). Dan tiga tahun ke


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 203 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS mudian RS dapat diakreditasi untuk total 16 pelayanan (Akreditasi Tingkat Lengkap). Bila upaya penerapan standar, perbaikan elemen-elemen standar struktur, proses dan hasil sudah cukup baik, yaitu melalui Penilaian Self Assessment, misalnya nilai yang diperoleh sudah mencapai 80-85 %, maka sudah dapat mengajukan permohonan untuk disurvei oleh KARS. Manfaat Berdasarkan literatur luar negeri dan juga pengalaman KARS di Indonesia, manfaat yang diperoleh RS karena akreditasi adalah sbb: 1. Peningkatan pelayanan (diukur dengan clinical indicator), 2. Peningkatan administrasi dan perencanaan, 3. Peningkatan koordinasi asuhan pasien, 4. Peningkatan koordinasi pelayanan, 5. Peningkatan komunikasi antara staf, 6. Peningkatan sistem dan prosedur, 7. Lingkungan yang lebih aman, 8. Minimalisasi risiko, 9. Penggunaan sumber daya yang lebih efisien, 10. Kerjasama yang lebih kuat dari semua bagian dari organisasi, 11. Penurunan keluhan pasien dan staf, 12. Meningkatnya kesadaran staf akan tanggung jawabnya, 13. Peningkatan moril dan motivasi, 14. Re-energized organization, 15. Kepuasan pemangku kepentingan (stakeholder). Keputusan Akreditasi. Penilaian hasil oleh surveyor kemudian diajukan ke KARS, dan keputusan Akreditasi dapat sbb: - Tidak Diakreditasi (Tidak Lulus), - Akreditasi Bersyarat: nilai total >65 % – <75 %, tidak ada nilai < 60%, 1 tahun disurvei/nilai lagi Yan yang nilainya di bawah 75%. - Akreditasi Penuh: nilai total > 75 %, tidak ada nilai < 60%, 3 tahun masa berlaku.


204 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan - Akreditasi Istimewa: 5 tahun masa berlaku, didapat setelah 3 X berturut-turut lulus. Akreditasi adalah penilaian kualitas dari organisasi layanan kesehatan. Jovanoic tahun 2015. 4 Pilar tersebut meliputi kegiatan-kegiatan : 1. Kelompok Standar Berfokus Kepada Pasien. 2. Kelompok Standar Manajemen Rumah Sakit. 3. Kelompok Sasaran Keselamatan Pasien. 4. Kelompok Sasaran Menuju Millenium Development. Lembaga akreditasi Berikut adalah lembaga-lembaga akreditasi : 1. KARS 2. ISO 9001 3. JCI Berbagai model evaluasi exsternal pelayanan kesehatan, bias melalui lembaga lembaga sebagai berikut: Menurut Satoto.(2014). 1. Akreditasi. 2. ISO. 3. Malcolm Baldridge. 4. EFQM (Europian Foundation For Quality Management). 5. Visitatie. 6. ISQua (International Sociatey For Quality Health Care). Evaluasi mutu rumah sakit yang terbaik adalah dengan kegiatan akreditasi. Keunggulan akreditasi rumah sakit adalah: 1. Standar yang dipakai adalah spesifik untuk pelayanan kesehatan. 2. Dikembangkan oleh pakar pelayanan kesehatan di rumah sakit yang sudah mempunyai pengalaman di rumah sakit. 3. Assement element-elemen akreditasi pelayanan kesehatan terlengkap; struktur proses, hasil/out come, lebih difokuskan ke hasil atau produknya. 4. Menggunakan surveior yang ahli dan praktisi kesehatan di rumah sakit.


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 205 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Sumber Acuan Akreditasi Rumah Sakit yang terbaru 1. International principles for health care standars, a framework of requirement for standars, 3rd edition December 2017, International Society for quality in health care (ISQua). 2. Joint Commission International Accreditaion Standards for Hospitals 4 rd Edition, 2011. 3. Instrument Akreditasi Rumah Sakit, Edisi 2007, Komisi akreditasi Rumah Sakit. E. Akreditasi Pendidikan Tinggi Keperawatan 1. LAM-PT Kes – BAN PT Berdasarkan keterangan yang dikutip dari laman 4ICU, ada penjelasan soal aspek penilaian dan metode yang digunakan. Tiga kriteria utama Ada 3 kriteria utama sebuah perguruan tinggi (PT) dapat diikutsertakan dalam penilaian 4ICU. Pertama, terakreditasi oleh badan akreditasi nasional atau daerah setempat. Misalnya, di Indonesia oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Sementara, PT yang belum terakreditasi tak masuk dalam kriteria penilaian 4ICU. Kedua, PT yang menyediakan pendidikan tingkat Strata 1 (sarjana) dan/ atau Pascasarjana, baik tingkat Master (S2) atau Doktoral (S3). Dengan demikian, lembaga pendidikan yang hanya menyediakan pendidikan vokasi, pendidikan berbasis militer, kelas-kelas seminar, dan sebagainya tidak dilibatkan dalam penilaian 4ICU. Terakhir, PT yang dinilai menerapkan sistem pendidikan secara langsung dengan bertatap muka, atau lebih dikenal sebagai sistem tradisional, format pendidikan di kelas yang mempertemukan dosen dan mahasiswanya. Artinya, proses pembelajaran dilakukan secara offline dengan fasilitas-fasilitas gedung sebagai sarana pertemuannya. Metodologi pemeringkatan Pemeringkatan dilakukan menggunakan uniRank University Ranking yang sudah terdaftar sebagai Global University Ranking oleh IREG Observatory on Academic Ranking and Excellence. Sistem algoritma yang digunakan berdasarkan pada 5 website netral dan independen yang diekstraksi, yakni Moz Domain Authority, Alexa Global Rank, SimilarWeb Global Rank, Majestic Reffering Domains, dan Majestic Trust Flow. Data yang digunakan untuk pemeringkatan diambil dari pekan yang sama untuk


206 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan meminimalisasi fluktuasi yang ada dan memaksimalkan pembandingan. Selanjutnya, dilakukan penyaringan sebelum masuk proses komputasi untuk mendeteksi adanya outlier dalam data mentah. Untuk PT yang mengadopsi subdomain sebagai halaman muka website resminya, akan dilakukan investigasi dan tinjauan lebih lanjut terhadap Alexa Global Rank dan SililarWeb Global Rank. Ketika outlier terdeteksi dan data subdomain telah ditinjau dan disesuaikan, data matriks web dinormalisasi menjadi skala 0-100 dengan mempertimbangkan sifat logaritma yang digunakan beberapa website penilai yang digunakan. Nilai-nilai yang muncul dalam skala tersebut kemudian dikumpulkan berdasarkan algoritma rata-rata yang menghasilkan skor akhir dan peringkat website sebuah PT. Oleh karena itu, secara sederhana dapat dikatakan penilaian yang dilakukan oleh 4ICU menjadikan website universitas atau institut sebagai bahan penilaiannya. Dengan demikian, PT yang sudah memenuhi 3 kriteria sebelumnya tidak akan bisa masuk dalam penilaian jika tidak memiliki website institusi, website sudah kadaluarsa, atau website menggunakan domain blogspot, wordpress dan sebagainya. Peningkatan ranking USM dalam webometric tidak dapat dilakukan dengan cara sepotong-potong (parsial) dan hanya diserahkan pada lembaga tertentu apalagi sebuah team kecil. Pimpinan universitas perlu mengeluarkan kebijakan khusus untuk mengatrol peringkat USM dalam webometric. Beberapa universitas dalam negeri sudah melangkah lebih jauh untuk meningkatkan peringkat. Universitas Indonesia (UI) misalnya, sudah mengeluarkan Surat Edaran khusus (tahun 2008) untuk meningkatkan peringkat di webometric. Selain itu UI juga telah membentuk tim khusus webometric sejak Mei 2008 dengan susunan sebagai berikut : - Prof. Ketut Surajaya (SU) - Dr. Ir. Riri Fitri Sari (PPSI) - Prof. Dr. Multamia Lauder (Dit Pend) - Gatot F Hertono, PhD (PPSP) - Dra. Henny S. Widyaningsih, M.Si (Humas & Protokoler) - Ir. Adhi Yuniarto MSc (PPSI) - Dra. Luki Wijayanti (Perpustakaan Pusat) - Donny Gahrial Adian (Perencanaan)


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 207 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Tim UI ini mempunyai tugas antara lain: a. Mengintegrasikan seluruh website diFakultas/Departemen/Grup Riset ke dalam website UI, sebagai identitas UI BHMN berbudaya corporate. b. Memperbaiki content website dengan informasi yang akurat, reliable dan updating data yang cepat. c. Membuat aturan yang mewajibkan seluruh sivitas akademika memanfatkan sistem informasi dan web site UI, antara lain, webmail, weblog, upload materi kuliah, UI-ana yang dapat di download dari Lontar. d. Peningkatan referensi ke website UI melalui koordinasi dengan institusi partner dan alumni. (Sumber : Suyatno, 2009) Contoh lainnya adalah Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), pada webometric bulan Agustus 2009, belum masuk dalam daftar rangking 6.000. Kemudian dibentuktim khusus untuk menaikan peringkat diwebometric, sekarang berada di posisi 2950 (world) dan 35 (Indonesia)–webometric Juli 2013-. Bahkan UMM pernah berada di rangking 1440 (world) dan 19 (Indonesia) pada penilaian webometric januari 2013. Tentunya bukan sesuatu yang tibatiba (dadakan), mesti ada sesuatu program dan manajamen TI yang mereka siapkan. Khusus bagi USM, beberapa aspek yang terkait dengan upaya peningkatan peringkat USM dalam webometric antara lain: a. Kebijakan penerapan ICT di kampus (Perlu Surat Keputusan Rektor) b. Peningkatan kualitas networking (jaringan dan bandwith) Untuk bandwidth saat ini sudah sangat cukup, yaitu 8 Mbps, apalagi dibantu pihak ketiga (Indosat-superwifi-dan telkom-flashzone-). Sedangkan jaringan internet, intranet dan hotspot memang masih sangat perlu ditingkatkan kualitasnya. Untuk kualitas kecepatan internet di USM yang saya rasakan masih belum stabil (terkadang cepat, kadang lambat dan terkadang disconnect) dan sepertinya belum ada standarisasi kecepatan internet dimasing-masing titik hotspot. Kecepatan internet ini sangat diperlukan dalam hal menunjang kebutuhan dalam hal pencarian literaturliteratur untuk penelitian atau pun untuk mengunggah karya ilmiah.


208 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan c. Pengembangan website universitas yang dinamis, menyatu dan lengkap isinya Saat ini Lembaga Puskom hanya menangani koneksi internet dan tidak terlibat dalam pembuatan dan pengembangan Web site USM (saat ini dikelola oleh Team IT (masih terpisah-pisah)). Sistem akademik USM dikelola PSIT (terpisah), Sistem perpustakaan (digilib) dikelola Lembaga UPT Perpustakaan (masih terpisah). Dan juga diperlukan kesatuan akses (semua memakai domain “usm.ac.id”), konten lengkap, dan performa menarik. Website juga memperhatikan dengan cermat semua persyaratan dan kriteria yang dikeluarkan oleh penyelenggara webometric. d. Kebijakan tegas bagi peneliti untuk “diwajibkan” meng-upload naskah publikasi dalam bahasa Indonesia dan Inggris di LPPM-USM Semua peneliti (dosen dan mahasiswa) yang difasilitas LPPM USM perlu diwajibkan meng-upload naskah publikasi dan artikel ilmiah lain ke website USM, khususnya di journal.usm.ac.id yang merupakan bagian dari website usm.ac.id. Seperti di UI, apabila dosen yang selesai penelitian tidak mengup-load di journal online, maka segala sesuatu yang terkait dengan urusan administrasi keuangan dan lain-lain tidak dapat dilakukan. e. Meningkatkan kemampuan perpustakaan digital (digilib.usm.ac.id) Untuk menambah konten ilmiah (skripsi, tesis, dan lain-lainnya). Perpustakaan sebagai ujung tombak dari publikasi ilmiah perlu segera diberi tugas yang lebih besar lagi, yaitu mengembangkan: e-book, e-journal, e-grey literatutre dan e-local content : 1) Pengembangan E-Book Pengembangan koleksi e-book dapat dilakukan dengan pembelian atau pengembangan buku hasil karya dari civitas akademika. Kalau kita mengembangkan koleksi e-book dari pembelian penulis tidak yakin bahwa hal itu akan berpengaruh secara langsung terhadap peringkat Webometric. Namun apabila pengembangan e-book berasal dari hasil karya civitas akademika akan sangat berpengaruh terhadap peringkat Webometric. 2) Pengembangan E-Journal Sama halnya dengan e-book, pengembangan e-journal berlangganan (link.springer.com) tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap Webometric. Namun pengembangan ejournal milik universitas akan dapat meningkatkan unsur-unsur dalam kriteria Webometric.


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 209 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS 3) Pengembangan E-Grey Literature. Grey literature atau literatur kelabu adalah koleksi yang tidak diterbitkan secara luas. Yang termasuk koleksi ini adalah skripsi, tesis, disertasi dan laporan penelitian. Apabila perpustakaan perguruan tinggi sudah medigitalkan koleksi tersebut, potensi untuk meningkatkan peringkat Webometric sangat besar. 4) Pengembangan E-Local Content. Sama halnya e-grey literature, e-local content sangat pontensial untuk meningkatkan peringkat Webometric. f. Menggembangkan e-learning untuk meningkatkan konten pembelajaran diwebsite E-learning dapat dikembangkan di program sarjana maupun pascasarjana. Saat ini, konten pembelajaran dalam bentuk materi perkuliahan juga belum banyak (sudah menyatu dengan sia.usm.ac.id). Hal ini perlu ditingkatkan lebih jauh lagi untuk meningkatkan konten website, sehingga meningkatkan konten Files, baik .doc;. ps;. pdf; maupun .ppt. g. Menggalakkan upload artikel ilmiah bagi dosen dan mahasiswa di journal.usm.ac.id. Perlu dilakukan kampanye besar-besaran tentang meng-upload karya ilmiah bagi dosen dan mahasiswa ke dalam website, khususnya pada site yang sudah diberikan masing-masing, yaitu journal.usm.ac.id dan digilib.usm.ac.id. h. Membentuk tim khusus ”webometric” (jika dipandang perlu) Tampaknya, USM sudah saatnya membentuk Tim Khusus Webometric yang terdiri unit-unit strategis guna membantu pimpinan dalam pemetaan, perencanaan, implementasi dan juga melakukan evaluasi secara berkelanjutan terkait dengan website, sehingga peringkat webometric USM dapat meningkat. 2. Asian Education Berdasarkan informasi dari Kepala Kantor Internasional Unpad dr. Ronny Lesmana, M. Kes., AIFO, PhD, rilis peringkat QS AUR 2019 menunjukkan peringkat yang sama dengan posisi Unpad pada QS AUR 2018, yaitu peringkat keenam di tingkat nasional. Semua perguruan tinggi secara umum mengalami normalisasi data.


210 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan Hasil peringkat ini berbeda dengan peringkat versi QS World University Rankings 2019 yang telah dirilis Juni lalu. Dalam rilis QS WUR 2019, Unpad berada pada posisi keempat dari 9 perguruan tinggi Indonesia yang masuk dalam pemeringkatan tersebut. Perbedaan peringkat ini didasarkan adanya perbedaan pada beberapa poin penilaian. Dr. Ronny menjelaskan, dalam QS AUR 2019, ada beberapa perbedaan metodologi penilaian jika dibandingkan dengan QS WUR 2019. Adanya normalisasi data dan perbedaan metodologi ini menyebabkan hasil pemeringkatan antara QS WUR dan QS AUR juga berbeda. “Data-data yang di-submit dan dipakai pada QS AUR adalah data yang sama digunakan pada QS WUR,” ujar Dr. Ronny. Pada sistem QS AUR 2019, parameter penilaian meliputi reputasi akademik (30%), reputasi staf (20%), rasio mahasiswa dan dosen (10%), kerja sama riset internasional (10%), jumlah sitasi penelitian (10%) dan jumlah penelitian per fakultas (5%), rasio dosen bergelar Doktor (5%), proporsi antara internasionalisasi akademik (2,5%) dan proporsi mahasiswa internasional (2,5%), serta proporsi antara program pertukaran mahasiswa yang masuk (2,5%) dan program pertukaran mahasiswa keluar (2,5%). Ada tiga parameter yang disorot Dr. Ronny, yaitu rasio mahasiswa, persentase sitasi, dan kerja sama penelitian internasional. Parameter rasio mahasiswa dalam QS AUR 2019 berbeda poin dengan QS WUR 2019. Secara nilai, parameter rasio mahasiswa dalam QS WUR 2019 memberikan nilai tinggi untuk Unpad. “Sementara pada QS AUR 2019, data Unpad dinormalisasi dengan jumlah dosen bergelar Doktor di fakultas serta berapa publikasi yang dihasilkan per fakultas. Hal tersebut menjadikan poinnya di QS AUR kecil, sementara pada QS WUR nilainya besar,” ujar Dr. Ronny. Untuk itu, fakultas perlu mendorong peningkatan dosen bergelar Doktor hingga memperoleh jabatan guru besar. Peningkatan ini juga selaras dengan aturan Kemenristekdikti yang menargetkan bahwa dosen perguruan tinggi minimal bergelar Doktor pada 2020 mendatang. Parameter kedua, angka persentase sitasi publikasi Unpad. Secara kuantitas, kata Dr. Ronny, jumlah publikasi terindeks Scopus di Unpad sangat baik. Namun, sebagian besar publikasi itu masih berada pada jurnal Q3 dan Q4, yang peluang disitasi per tahunnya tidak besar.


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 211 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Dorongan dosen untuk mampu publikasi di jurnal Q1 terus diupayakan oleh Unpad. Upaya ini diwujudkan melalui sejumlah fasilitasi berupa hibah riset hingga penguatan aspek kepemimpinan akademik. Dengan meningkatnya jumlah publikasi di Q2 dan Q1, sitasi Unpad juga akan meningkat. Selanjutnya, kerja sama jejaring riset tingkat internasional menjadi penilaian yang cukup penting. Unpad telah banyak menjalin kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi maupun institusi di tingkat internasional. “Secara keseluruhan, mitra luar negeri yang tergambar dari produk publikasi terindeks Scopus belum tergambar dengan banyak negara, hanya beberapa negara tertentu. Ini poinnya besar,” jelas Dr. Ronny. Dengan memanfaatkan peluang kerja sama riset antar institusi mitra di luar negeri, akademisi Unpad harus aktif menggelorakan aktivitas riset bersama. Publikasi ilmiah tetap menjadi tujuan akhir. Namun, hal terpenting dalam aktivitas riset tersebut adalah bagaimana produk yang dihasilkan bisa dihilirkan dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.* 3. Word Class University Di era globalisasi saat ini, pendidikan telah menjadi perkara yang sangat penting. Orang-orang mencari universitas yang berkualitas terbaik. Harvard University, Stanford University, UC Berkeley, Universitas Oxford adalah beberapa universitas yang telah dikenal sebagai top 500 universitas dunia berdasarkan Peringkat Akademik Universitas Dunia 2015. Kita sering mendengar nama-nama itu dalam kegiatan penelitian, dan universitas mereka telah menghasilkan banyak orang yang benar-benar memenuhi syarat dalam bidang mereka. Begitupun di dunia Islam, mahasiswa Muslim mana yang tidak menginginkan menempuh studi disebuah universitas kelas dunia? Dan dosen Muslim mana yang tidak bercita-cita memiliki sebuah lingkungan akademis yang kualitasnya kelas dunia? Slogan World Class University atau research university dalam satu dekade ini semakin gencar kita dengar. Setiap perguruan tinggi di manapun dibelahan dunia ini akhirnya bercitacita menjadi satu diantara sekian banyak World Class University. Secara global, pengertian World Class University dapat dipahami sebagai mekanisme perankingan dalam skala internasional. Artinya segi


212 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan operasional, fasilitas, metode, dan lulusan perguruan tinggi yang mampu bersaing di tingkat internasional. World Class University mulai bermunculan di kawasan Asia khususnya Singapura, Korea Selatan, Cina, Hongkong, Thailand, Jepang, Vietnam dan Taiwan dengan anggaran yang besar dan didukung oleh kebijakan dari pemerintahnya. Munculnya universitas kelas dunia di Asia tentu akan bersaing dengan universitas di Eropa dan Amerika yang selama ini menguasai di dunia, World Class University dianggap sebagai suatu sistem kompetitif, yang mengarah pada “One-Dimensional Man” artinya menggiring pada satu sistem yang sama akibat dari adanya globalisasi dan modernisasi. Seperti dikemukakan Philip G Albach dalam The Costs and Benefits of World-Class Universities (2005), ‘universitas kelas dunia’ adalah ‘universitas yang memiliki ranking utama di dunia, yang memiliki standar internasional dalam keunggulan (excellence)’. Keunggulan tersebut mencakup antara lain keunggulan dalam riset yang diakui masyarakat akademis internasional melalui publikasi internasional, keunggulan dalam tenaga pengajar (profesor) yang berkualifikasi tinggi dan terbaik dalam bidangnya, keunggulan dalam kebebasan akademik dan kegairahan intelektual, keunggulan manajemen dan governance, fasilitas yang memadai untuk pekerjaan akademis, seperti perpustakaan yang lengkap, laboratorium yang mutakhir, dan pendanaan yang memadai untuk menunjang proses belajar-mengajar dan riset. Dan tidak kurang pentingnya, keunggulan dalam kerja sama internasional, baik dalam program akademis, riset dan sebagainya. Beberapa lembaga peneliti telah berdiri untuk melakukan riset di berbagai universitas di dunia, seperti Academic Ranking of World Universities (ARWU), Times Higher Education (THE), ataupun Webometrics. Dari beragam syarat lembaga peneliti tersebut, terdapat tiga syarat inti yang patut diperhatikan pertama, bagaimana perguruan tinggi merancang kegiatan riset yang dapat menghasilkan invensi dan inovasi kualitas dunia. Kedua, bagaimana agar tulisan peneliti atau dosen dapat dipublikasikan oleh jurnal akademik internasional dan dapat menjadi referensi oleh peneliti dan dosen PT lain. Dan ketiga, bagaimana staf atau alumni suatu PT dapat meraih penghargaan-penghargaan bertaraf internasional.


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 213 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Program WCU di Indonesia World Class University (WCU) mulai dikenal luas di Indonesia sejak akhir Januari 2006 ketika Departemen pendidikan Nasional (Diknas) membentuk Tim Gugus Tugas Penetapan 10 Perguruan Tinggi (PT) yang dipersiapkan untuk menjadi universitas kelas dunia. Tahun berikutnya, Diknas kembali menyiapkan 50 PT untuk tujuan yang sama; terdiri dari 27 PT negeri dan 23 PT swasta. Dari persiapan tersebut pihak Diknas kemudian mendorong ke 50 PT untuk melakukan dialog dengan sejumlah rekanan mulai dari tingkat ASEAN hingga ketingkat dunia, juga menjanjikan akan memberikan fasilitas untuk mengikuti akreditasi internasional. Pada tahun-tahun berikutnya berbagai PT di Indonesia berlomba-lomba untuk menjadi universitas berskala internasional. WCU tampaknya telah menjadi syarat utama bagi PT di Indonesia untuk meningkatkan kualitas agar mampu bersaing dengan PT luar negeri. Kemenristekdikti menjadikannya arus dengan agenda yang dinamakan “Peningkatan Reputasi Perguruan Tinggi Indonesia Menuju World Class University (WCU)”. Melalui agenda ini, tahun 2010 pemerintah menargetkan 11 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) besar di Indonesia untuk bisa masuk ke dalam kelompok World Class University (WCU). Namun pada awal tahun 2015 menunjukkan baru dua kampus (UI dan ITB) yang memenuhi target tersebut. Mandat tersebut diberikan kepada UI, ITB, UGM, Unair, IPB, Undip, UNS (universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta), ITS Surabaya (Institut Teknologi Sepuluh November), Universitas Brawijaya, Unpad dan Unhas. Lima perguruan tinggi di Indonesia ditargetkan masuk dalam jajaran 500 perguruan tinggi top di dunia pada 2019 yakni Unair, ITS, UGM, ITB, dan UI. Pemerintah akan mengucurkan dana sebesar Rp 5 miliar per tahun kepada lima perguruan tinggi itu. Dana tersebut digunakan sebagai pembiayaan atas solusi jangka pendek seperti memperbarui data-data dosen asing, meningkatkan jumlah peneliti dan mahasiswa internasional, dan mengumpulkan data-data penelitian. Selain itu, ada lembaga khusus (bisa merupakan bagian kerja sama internasional) yang disiapkan mengurusi soal perbaruan informasi data ke lembaga pemeringkatan. Karena bukanlah rahasia lagi, bahwa tidak banyak PT di Indonesia yang mampu bersaing di tingkat internasional, bahkan untuk level nasional saja, sebagian besar belum memenuhi harapan. Banyak faktor penyebabnya sejak dari tradisi universitas yang relatif baru, hanya sejak masa pasca


214 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan Kemerdekaan Indonesia mulai memiliki universitas, pembiayaan yang minim, kualifikasi sumber daya dosen yang rendah, fasilitas yang tidak memadai, tidak ada atau kurangnya jaringan nasional dan internasional, dan sejumlah faktor lainnya. Tak kurang pentingnya, Pemerintah Indonesia dalam kebijakan politik pendidikannya sejak masa kemerdekaan hampir tidak pernah memprioritaskan pendidikan tinggi. Hal inilah yang membuat berkumandangnya seruan berulang untuk meningkatkan peringkat universitas di Indonesia agar menjadi universitas ‘kelas dunia’. Neoimperialisme di Balik WCU Penjajahan gaya baru sangat tampak dibalik World Class University. Barat melalui lembaganya yaitu WTO yang diprakarsai oleh Amerika Serikat, yang berdiri pada tanggal 1 Januari 1995, dijadikan kendaraan politik untuk proses globalisasi aspek pendidikan. GATT-WTO sebagai salah satu skema penghisapan yang mengikat bagi seluruh negara anggotanya dalam aspek perdagangan, telah menjalankan skema liberalisasi tidak hanya dalam aspek perdagangan, namun juga menarik sejumlah sektor publik ke dalam sektor jasa sehingga dapat diperdagangkan dan memberikan keuntungan yang melimpah. Di bawah kesepakatan General Agreement on Tariffs and Service (GATS-WTO), WTO telah meletakkan liberalisasi perdagangan sektor jasa pendidikan berdampingan dengan liberalisasi layanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, serta jasa-jasa lainnya. Kepentingan ekonomi negara-negara majulah sesungguhnya yang berada di balik agenda liberalisasi pendidikan. Paling tidak, ada tiga negara yang paling mendapatkan keuntungan besar dari bisnis pendidikan, yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Pada tahun 2000 ekspor jasa pendidikan Amerika mencapai US $14 milyar. Di Inggris sumbangan ekspor pendidikan mencapai 4 persen dari total penerimaan sektor jasa negara tersebut. Demikian juga dengan Australia, yang pada tahun 1993, ekspor jasa pendidikan dan pelatihan telah menghasilkan AUS $1,2 milyar. Tidak mengherankan tiga negara tersebut yang amat getol menuntut sektor jasa pendidikan melalui WTO. Melihat data-data tersebut, menjadi mudah dimengerti bahwa perdagangan jasa pendidikan sebenarnya digerakkan untuk mengejar keuntungan ekonomi semata oleh negara-negara maju. Tujuan pendidikan akhirnya digantikan dengan hitungan untung rugi dalam logika bisnis.


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 215 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Indonesia sendiri mulai mengikatkan diri dalam WTO sejak tahun 1994. Dengan diterbitkannya Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) “Agreement Establising the World Trade Organization”. Tahun 2001 pemerintah Indonesia kembali meratifikasi kesepakatan internasional, yakni kesepakatan bersama tentang perdagangan jasa (General Agreement On Trade And Service/GATS) dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dimana pendidikan dijadikan sebagai salah satu dari 12 komoditas (barang dagangan). Dengan demikian para investor bisa menanamkan modalnya disektor pendidikan (terutama untuk pendidikan tinggi). Pada akhirnya semakin melegitimasi adanya komersialiasi pendidikan tinggi, pelepasan tanggung jawab negara dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi dan berdampak pada semakin rendahnya akses pendidikan tinggi yang mampu dinikmati oleh rakyat Indonesia. Indonesia pun telah mengadopsi KBE (Knowledge Based Economy, Ekonomi Berbasis Pengetahuan). WCU sendiri merupakan salah satu capaian program KBE tersebut. Arti penting capaian WCU bagi kesuksesan agenda KBE adalah posisi strategis institusi pendidikan tinggi sebagai inti dari sistem ilmu. Dimana menurut World Bank, pendidikan adalah salah satu dari 4 pilar yang sangat penting agar suatu negara dapat berpartisipasi sepenuhnya dalam knowledge economy. Indonesia menjadikan KBE sebagai arah pembangunan nasional. Ini sebagaimana yang tercantum dalam RPJPN tahun 2005-2025. “Pengembangan iptek untuk ekonomi diarahkan pada peningkatan kualitas dan kemanfaatan iptek nasional dalam rangka mendukung daya saing secara global. Hal itu dilakukan melalui peningkatan, penguasaan, dan penerapan iptek secara luas dalam sistem produksi barang/jasa, pembangunan pusat-pusat keunggulan iptek, pengembangan lembaga penelitian yang handal, perwujudan sistem pengakuan terhadap hasil pertemuan dan hak atas kekayaan intelektual (HAKI)...”. WCU melalui konsep HAKI-nya akan mengakibatkan para intelektual muslim ikut terseret dalam arus yang makin menjauhkan mereka dari idealisme intelektualitasnya. Dengan adanya WCU, aktualisasi keilmuan mereka bukan untuk kemaslahatan umat, tetapi untuk aspek ekonomi/bisnis. Bahkan secara tidak sadar, mereka dijadikan alat oleh penjajah. Sekulerisasi pendidikan pun tampak dalam program WCU, kaum intelektual muslim seakan dituntut menguasai pengetahuan dan kemampuan yang dapat digunakan sebagai modal utama memasuki ekonomi pasar bebas, tu-


216 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan juannya agar dapat berkompetisi dan memenangkan kompetisi global itu. Dampak globalisasi membuat negara-negara berkembang merasa harus menyetarakan kualitas dirinya sejajar dengan negara-negara maju dilihat dari Human Development Index (HDI), Program for International Student Assessment (PISA), dan lainnya. Para penjajah Barat telah merancang bagi dunia Islam, sistem pendidikan dan tsaqafah atas dasar pandangan hidup ala Barat, yaitu berupa pemisahan materi dari ruh dan pemisahan agama dari negara. Penjajah Barat menjadikan kepribadian mereka sebagai satu-satunya sumber tsaqafah umat Islam. Akibatnya, menjadikan intelektual muslim berpikir dan berbuat berdasarkan standar barat. Terjadilah pergeseran paradigma berpikir mereka, tidak lagi Islam, melainkan ide-ide barat beserta turunannya. Mereka tidak lagi berjalan sebagaimana perintah Rabb-nya, tapi mereka jadi lebih patuh pada perintah tuannya. Komersialisasi dan pembajakan riset melalui publikasi pada jurnal internasional sebagai salah satu kriteria penentu WCU terlihat dari begitu berkuasanya korporasi seperti scopus, Elsevier dan Quacquarelly Symonds dalam menentukan peta riset. Melalui kewenangannya menentukan kriteria riset yang layak dipublikasi dan kepada siapa hasil riset itu akan diberikan dan untuk kepentingan apa. Tragisnya pemerintah kita terus mendorong publikasi seperti ini. Seperti dikeluarkannya surat edaran implementasi SNPT pada program pasca sarjana yang salah satunya berisi kewajiban publikasi bagi mahasiswa program magister dijurnal internasional. Pada tahun 2017 agar komersialisasi riset berjalan massif, Kemenristek Dikti menyediakan total anggaran Rp 390 miliar, dana ini lebih tinggi dari tahun lalu. Bahayanya, kondisi bangsa ini tetap tertinggal di bidang riset dan teknologi, namun semakin menguatnya cengkaraman kafir penjajah terhadap berbagai hasil riset yang telah menguras daya intelektual generasi bangsa. Jenjang pendidikan tinggi adalah jenjang puncak yang paling dekat relasinya dengan dunia industri. Karena itu biasanya produktivitas riset/penelitian selalu mendapat stimulasi dari kebutuhan dunia industri yang membutuhkan inovasi tinggi. Arus WCU mengekalkan kondisi de-industrialisasi di dunia Islam karena mengarahkan penelitian di dunia Islam agar melayani kebutuhan industri negara kapitalis, bukan industri nasional di negaranya sendiri. Kriteria penilaian WCU, dilihat dari indikator THE misalnya, membuat kampus layaknya sebuah korporasi yang berupaya untuk meraup untung dari aktivitas intelektual terutama penelitian untuk dunia industri global yang


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 217 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS jika perlu meninggalkan kepentingan negeri sendiri. Hal ini sesuai dengan arus pendidikan tinggi menjadi industri tersier yang dipelopori oleh WTO dengan menetapkan pendidikan sebagai salah satu industri sektor tersier. Akibat desakan WTO untuk ratifikasi GATS tersebut, pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan Perpres no.111/2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Perpres tersebut telah memasukkan bidang pendidikan sebagai salah satu bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal asing bahkan dengan penyertaan modal maksimum 49%. Ini adalah jebakan hegemoni kekuatan asing pada sistem pendidikan di dunia Islam. Dari sini terlihat jelas bahwasanya World Class University hakikatnya adalah penjajahan intelektual didunia Islam. Dengan tidak adanya kemandirian dalam aspek pendidikan, akhirnya pemerintah negeri muslim teramat bergantung pada barat dan miskin visi orisinil untuk memajukan pendidikan peradaban mereka sendiri. Ketika pemerintah dunia Islam berusaha keras ingin menjadi universitas kelas dunia dengan segala persyaratannya, maka artinya sistem pendidikan di dunia Islam telah tunduk di bawah dikte perusahaan penerbitan, lembaga penelitian dan kampus asing. Oleh karena itu, WCU hanyalah skenario hegemoni barat terhadap sistem pendidikan dunia Islam. Pengangguran Lulusan Universitas Meningkat Badan Pusat Statistik (BPS) melansir data terbaru: jumlah pengangguran per Februari 2019 menurun. Tapi, dari sisi pendidikannya. Lulusan diploma dan universitas makin banyak yang tidak bekerja. Sebab lulusan Diploma dan S.1 menganggur adalah : 1. Keterampilan tidak sesuai kebutuhan. 2. Ekspektasi penghasilan dan status lebih tinggi. 3. Penyediaan lapangan kerja terbatas. Mayoritas pekerja adalah lulusan SD ke bawah, dimana prosentasenya adalah sebagai berikut: 1. SD ke bawah berjumlah 41 % 2. SMP berjumlah 18 % 3. SMA berjumlah 18 % 4. SMK berjumlah 11 %


218 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 5. Diploma I/II/II berjumlah 3 % 6. Universitas berjumlah 10 % Pendidikan Para penganggur itu dari bulan Februari 2017 sampai Februari 2019 adalah : 1. SD ke bawah, tingkat penganggurannya menurun 25%, dari 3,5% di tahun 2017 menjadi 2,7 % di tahun 2019. 2. SMP tingkat penganggurannya menurun 6%, dari 5,4 % di tahun 2017 menjadi 5,0 % di tahun 2019. 3. SMA tingkat penganggurannya menurun 3,6%, dari 7,0 % di tahun 2017 menjadi 6,8 % di tahun 2019. 4. SMK tingkat penganggurannya menurun 6,9 %, dari 9,3 % di tahun 2017 menjadi 8,3 % di tahun 2019. 5. DIPLOMA I/II/III tingkat penganggurannya meningkat 8,5%, dari 6,4% di tahun 2017 menjadi 6,9 % di tahun 2019 6. Universitas tingkat penganggurannya meningkat 25%, dari 5% di tahun 2017 menjadi 6,2% di tahun 2019. F. Akreditasi Puskesmas Inti pertama untuk akreditasi Puskesmas adalah: 1. Tidak boleh berbohong. Apabila sudah dikerjakan bilang sudah kalau belum bilang belum. 2. Jalur evakuasi harus searah, maksudnya tujuannya keluar, dari yang paling belakang ke depan dan tempelannya harus bisa dilihat jelas. 3. Di meja pendaftaran harus ada masker dan penjelasan tentang batuk, jika pasien batuk langsung diberikan masker. 4. Bangku ditulis keterangan, siapa yang harus duduk dibangku itu, misalnya lansia/pasien dewasa lainnya. 5. 6 langkah cuci tangan harus ditempel tiap ruangan, dan di depan pintu masuk harus disiapkan wastafel juga.


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 219 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS A. Konsep Dasar Kinerja Pengertian Kinerja atau performance menurut Supriyanto dan Ratna (2007) adalah efforts (upaya atau aktivitas) ditambah achievements (hasil kerja atau pencapaian hasil upaya). Selanjutnya kinerja dirumuskan sebagai P E + A. Performance = Efforts + Achievement Kinerja berasal dari kata to perform artinya (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (To do or carry of a execute), (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu intense atau niat (to discharge of fulfill), (3) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab (to execute or complete an understanding), (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person, machine). Robbins S, 1996, mendefinisikan kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan (A= ability), motivasi (M= motivation) dan kesempatan (O- opportunity). Performance = f.(AxMxO). Dalam perkembangannya disadari bahwa dalam melaksanakan fungsi dan kegiatan karyawan berhubungan dengan kepuasan dan tingkat besaran imbalan, sehingga dapat ditambahkan faktor lain yaitu (1) harapan mengenai KINERJA PERAWAT 8 BAB


220 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan imbalan, (2) persepsi terhadap tugas, (3) dorongan eksternal atau kepemimpinan (4) kebutuhan A Maslow, (5) faktor pekerjaan (desain, umpan balik, pengawasan dan pengendalian). Jadi kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan (achievement) suatu program kegiatan perencanaan strategis dan operasional organisasi (efforts) oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitas dan kualitas, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawabnya, legal dan tidak melanggar hukum, etika dan moral. Kinerja sendiri merupakan penjabaran visi, misi tujuan dan strategi organisasi. Figure Diagram skematis teori perilaku dan kinerja (Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donelly JR., James H., 1997) Robbins (1996: 170-184) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai sikap Umum individual terhadap pekerjaannya. Menurut Robbins ada yang perlu diingat yaitu bahwa pekerjaan lebih dari sekadar menghadapi kertas, menunggu pelanggan, atau mengendarai truk. Namun termasuk di dalamnya adalah bagaimana berhubungan dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, menaati standar kinerja, dan tinggal di dalam kondisi kerja yang sering kali tidak ideal.


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 221 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Dari teori produktivitas menurut Kopelman, 1986. Faktor penentu organisasi yakni kepemimpinan dan sistem imbalan berpengaruh ke kinerja individu atau organisasi melalui motivasi, sedangkan faktor penentu organisasi, yakni pendidikan berpengaruh pada kinerja individu atau organisasi melalui variabel pengetahaun, keterampilan atau kemampuan. Kemampuan dibangun oleh pengetahuan dan keterampilan tentang kerja. Figur Model Proses Perilaku X (Fishbein, 1979) Karakteristik Pengetahuan Sikap Niat Perilaku X “Performance is defined as the record of outcomes produced on a specific job Function or activity during a specified time period” Robbin S.P, (2002). Kinerja merupakan usaha dari hasil pekerjaan dalam menjalankan fungsi/tugas khusus atau kegiatan selama periode tertentu. Kinerja (performance) merupakan fungsi dari kemampuan (ability), motivasi (motivation) dan kesempatan atau lingkungan kerja (opportunity). Figure hubungan antara kinerja dan faktor kinerja (Robbins, S.P. 1990) Ability (can do factors) dibangun oleh pengetahuan, keterampilan dan aptitude seseorang, sedangkan motivasi (will do factors) dibangun oleh motivasi, personality. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam satu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai moral maupun etika. Kinerja merupakan penampilan hasil karya personel baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu


222 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan organisasi. Kepuasan kerja sebagai sikap umum individual terhadap pekerjaannya. Kinerja adalah upaya (aktivitas) ditambah hasil kerja, (Supriyanto dan Ratna, 2007. Figure Hubungan Faktor Orgaisasi, Individu dan Kinerja (Gibson, 1997 dalam Supriyanto S., dan Ratna 2007) Kinerja merupakan perilaku organisasi yang secara langsung berhubungan dengan produksi barang atau penyampaian jasa. Informasi tentang kinerja organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kinerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya. Pengertian kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan, kecuali jika keadaan sudah menjadi sangat buruk atau segala sesuatu menjadi serba salah. Kadang beberapa atasan atau manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja yang ada sehingga perusahaan/instansi menghadapi krisis yang serius.


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 223 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS B. Kinerja Profesi Keperawatan Menurut Gillies (2007) menyatakan bahwa penilaian adalah suatu proses menilai tentang hasil asuhan keperawatan pada pasien untuk mengevalusi kelayakan dan keefektifan tindakan. Kinerja seseorang tidak pernah mencapai 100 % atau titik terendah 0%, tetapi bila diberikan motivasi bisa mencapai 80-90 % (Hersey & Blanchard, 2011). Dengan demikian perawat yang melakukan tindakan akan bertanggung jawab, dimana hal ini akan meningkatkan akontabilitas perawat itu sendiri. Tolak ukur penilaian yang berorientasi kepada perawat adalah berdasarkan standar proses keperawatan. Standar proses asuhan keperawatan meliputi 4 komponen yaitu : standar I adalah pengkajian, standar II adalah kegiatan perencanaan standar III adalah implementasi dan standar IV meliputi evaluasi (Australian Nursing Federation, 1989). Proses keperawatan yang meliputi lima langkah yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Depkes RI, 1997). Standar asuhan keperawatan menurut ANA (American Nurses Association, 1991) adalah standar I (pengkajian), standar II (diagnosa keperawatan), standar III (identifikasi hasil), standar IV (implementasi) dan standar V (evaluasi). Dalam buku ini penulis akan menerapkan standar asuhan keperawatan dari Depkes RI (1997), dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal untuk mendapatkan informasi kesehatan pasien dan menentukan masalah kesehatannya (Depkes RI, 1997).Tahap pengkajian antara lain mengumpulkan data (obyektif dan subyektif), membuat analisis data dan merumuskan diagnosis keperawatan. Aspekaspek pengkajian meliputi pemeriksaan fisik, status psikososial-spiritual, pola hidup sehat, dilakukan dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk, dilakukan perawat yang bertanggungjawab terhadap pasien tersebut. 2. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan jelas, singkat dan pasti tentang masalah pasien serta pengembangan yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan (Depkes RI, 1997). Diagnosa keperawatan dapat dibagi menjadi aktual (masalahnya nyata) dan risiko (masalah akan terjadi bila tidak dilakukan tindakan keperawatan). Rumus untuk menulis diagnosa adalah PES. P singkatan dari problem atau ma-


224 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan salah kesehatan. E singkatan dari Etiologi atau penyebab. S singkatan dari Symptom/Syndrome atau tanda/gejala. Adapun aspek diagnosa keperawatan yaitu sesuai prioritas masalah, mencakup masalah psikososial, mencakup kurangnya pengetahuan, dan dirumuskan dengan benar/ PES (patofisiologi-etiologi-syndrom/sympton). 3. Perencanaan Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan terpenuhinya kebutuhan pasien (Depkes RI, 1997). Langkah-langkah yang harus diikuti dalam membuat rencana asuhan keperawatan adalah menetapkan urutan prioritas masalah, merumuskan tujuan yang akan dicapai dan menentukan rencana tindakan keperawatan. Aspek dalam tahap perencanaan adalah rencana asuhan keperawatan dikembangkan oleh perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut, memuat tujuan dan kriteria hasil, mencakup tindakan observasi keperawatan, mencakup terapi keperawatan, mencakup pendidikan kesehatan, mencakup tindakan kolaborasi, rencana asuhan keperawatan melibatkan pasien/keluarga. 4. Implementasi Implementasi adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukandengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi (Depkes RI, 1997). Langkah-langkah tindakan keperawatan adalah tahap persiapan (terutama alat dan bahan) dan tahap pelaksanaan (mengutamakan keselamatan dan keamanan serta kenyaman pasien). Aspek-aspek yang ada pada tahap implementasi adalah tindakan observasi, terapi keperawatan, pendidikan kesehatan, dan kolaborasi serta respon pasien terhadap tindakan keperawatan. 5. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang rencana keperawatan (Depkes RI, 1997). Langkah-langkah evaluasi yaitu mengumpulkan data perkembangan pasien, menafsirkan perkembangan, membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan, mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normalnya. Penafsiran hasil evaluasi antara laintujuan tercapai, tujuan tercapai sebagian, tujuan tidak tercapai. Aspek-aspek yang harus


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 225 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS ada pada tahap evalusi adalah diagnosa keperawatan dievaluasi setiap hari sesuai hasil SOAP dan diagnosa keperawatan yang sudah teratasi terlihat didokumentasi. C. Pengukuran Kinerja Manajer pemula setingkat kepala ruangan akan menilai kinerja perawat terhadap pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen yang telah diberikan kepada perawat pelaksana. Kinerja keperawatan yang akan dinilai adalah penerapan asuhan keperawatan dari pengkajian, perencanaan, diagnosa keperawatan, implementasi sampai evaluasi. Di bawah ini akan dibahas tentang penilaian kinerja pelayanan keperawatan. Pengertian llyas (2001), penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personal dalam suatu organisasi melaui instrumen penilaian kinerja. Menurut Ruky (2004) kinerja adalah tahap akhir dari proses manajemen prestasi kerja. Hasibuan (2003) menyatakan kinerja adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan. Menurut Tappen (2010) yang mengutip dari Hansen & Wernerfelt (1989), penilaian kinerja adalah kegiatan pimpinan ingin mengetahui apa yang telah dikerjakan bawahan, berapa banyak yang telah dikerjakan dan kapan dikerjakan. Depkes RI (2002) mengartikan penilaian kinerja sebagai suatu cara untuk mengetahui kualitas kerja staf sesuai dengan uraian tugasnya. Adapun penulis memberikan pendapat tentang penilaian kinerja adalah suatu evaluasi terhadap kualitas penampilan kerja perawat dibandingkan dengan standar kerja (SAK/SOP) yang ditetapkan dalam kurun waktu tertentu. Teknik Penilaian Beberapa cara melakukan penilaian kinerja antara lain penilaian sendiri (self assessment) dan penilaian 360 derajat. Penilaian sendiri dilakukan atas dasar teori kontrol dan interaksi simbolik, Kedua teori tersebut mendorong dan memberikan kerangka pemikiran bagi pemahaman fungsi penilaian sendiri (Asford, 1990, dalam Ilyas, 2001). Menetapkan tehnik penilaian sendiri yang akan dipakai sehingga untuk mengukur gaya kepemimpinan dan penerapan fungsi manajemen keperawatan hanya dilakukan oleh bawahan saja (perawat pelaksana). Unsur pimpinan adalah kepala ruangan sedangkan bawahannya adalah perawat pelaksana, sehingga bila menggunakan


226 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan penilaian 360 derajat tidak memenuhi syarat (tidak ada atasan atau selevel dengan karu). Penilaian sendiri secara teori ada kekurangan dan kelebihannya (dalam gambar di bawah). Penilaian sendiri dalam penelitian ini didisain dalam bentuk kuesioner. Hasil yang dapat diharapkan bagi manajer adalah adanya menjadi umpan balik yang positip tingkat profesionalisme perawat baik kepala ruangan maupun perawat pelaksana. Tindak lanjutnya adalah perencanaan pengembangan sumber daya manusia dan profesionalisme pelayanan keperawatan (Ilyas, 2001). Gambar Model Akurasi Persepsi Pribadi Sumber: Yammarino and Atwater, “Understanding self-perception accuracy-implications for human resource management”, Humanresource management, Vol.32, (num 1 & 3, Summer and Fall, 1993) dikutip oleh Ilyas (2001) D. Instrumen Kinerja Faktor yang memengaruhi kinerja ini sesuai dengan konsep kinerja (Robbins, 2002). Faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) adalah sebagai berikut. 1. Human performance = ability+ motivation. 2. Motivation = attitude + situation. 3. Ability = knowledge + skill. Selanjutnya Robbins (2002) mengemukakan bahwa: Kinerja karyawan (Employee Performance) adalah tingkat di mana karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah proses yang mengukur kinerja karyawan. Penilaian kinerja pada umumnya mencakup aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 227 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS pekerjaan. Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan atau yang diberikan. Program penilaian karyawan yang dianut oleh perusahaan, dapat menimbulkan kepercayaan moral yang baik dari karyawan terhadap perusahaan. Adanya kepercayaan dikalangan karyawan bahwa mereka akan menerima imbalan sesuai dengan prestasi yang dicapainya, akan merupakan rangsangan bagi karyawan untuk memperbaiki prestasinya. Selanjutnya bila karyawan diberitahu kelemahan-kelemahannya. Maka dengan bantuan pimpinan mereka berusaha untuk memperbaiki diri masing-masing. Penilaian karyawan dapat menimbulkan loyalitas terhadap perusahaan bila pemimpin mengembangkan dan memajukan karyawannya melalui pemberian sarana pendidikan khusus bagi karyawan yang memerlukannya. E. Indikator Kinerja Keperawatan Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Menurut Gibson (1997), ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja. 1. Faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2. Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja. 3. Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system). Sementara itu yang dimaksud dengan dimensi kinerja menurut Gomes, (1997), memperluaskan dimensi prestasi kerja karyawan yang berdasarkan: 1. Quantity of work; jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. 2. Quality of work; kualitas kerja berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. 3. Job knowledge; luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.


228 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 4. Creativeness; keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. 5. Cooperation; kesetiaan untuk bekerja sama dengan orang lain. 6. Dependability; kesadaran dan kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja. 7. Initiative; semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungn jawabnya. 8. Personal qualities; menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 229 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS A. Konsep Dasar Motivasi Penampilan kerja adalah akibat adanya interaksi antara dua variabel, yaitu kemampuan melaksanakan tugas dan motivasi. Kemampuan melaksanakan tugas merupakan unsur utama dalam menilai kinerja seseorang. Namun, tugas tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa didukung oleh suatu kemauan dan motivasi. Jika seseorang telah melaksanakan tugas dengan baik, maka dia akan mendapatkan kepuasan terhadap hasil yang dicapai dan tantangan selama proses pelaksanaan. Kepuasan tersebut dapat tercipta dengan strategi memberikan penghargaan yang dicapai, baik berupa fisik maupun psikis dan peningkatan motivasi. Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu. Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan, terutama dalam berperilaku. Dari berbagai macam definisi motivasi, ada tiga hal penting dalam pengertian motivasi, yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan dan tujuan. PEMIMPIN SEBAGAI MOTIVATOR 9 BAB


230 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan Kebutuhan muncul karena seseorang merasakan sesuatu yang kurang, baik fisiologis maupun psikologis. Dorongan merupakan arahan untuk memenuhi kebutuhan, sedangkan tujuan adalah akhir dari satu siklus motivasi. Memotivasi adalah proses manajemen untuk memengaruhi tingkah laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang membuat orang tergerak (Stoner dan Freeman, 1995: 134). Menurut bentuknya, motivasi terdiri atas: 1. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri individu; 2. Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu; 3. Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit secara serentak dan menghentak dengan cepat sekali. Unsur Motivasi Motivasi mempunyai tiga unsur utama yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang mereka miliki dengan apa yang mereka harapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti daripada motivasi. Pada dasarnya motivasi mempunyai sifat siklus (melingkar), yaitu motivasi timbul, memicu perilaku tertuju kepada tujuan (goal), dan akhirnya setelah tujuan tercapai, motivasi itu berhenti. Tapi itu akan kembali pada keadaan semula apabila ada suatu kebutuhan lagi. Siklus ini dapat digambarkan sebagai berikut. Figur Siklus Motivasi (Robbins, S.P, 2002)


TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 231 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Siklus tersebut merupakan siklus dasar. Untuk memahami motif pada manusia dengan lebih tuntas, ada faktor lain yang berperan dalam siklus motif tersebut, yaitu faktor kognitif. Seperti kita ketahui bahwa kognitif merupakan proses mental seperti berpikir, ingatan, persepsi. Dengan berperannya faktor kognitif dalam siklus motif, maka driving state dapat dipicu oleh pikiran ataupun ingatan. Berbagai Teori Motivasi (Stoner dan Freeman, 1995) Landy dan Becker mengelompokkan banyak pendekatan modern pada teori dan praktik menjadi lima kategori: teori kebutuhan, teori penguatan, teori keadilan, teori harapan, dan teori penetapan sasaran. 1. Teori kebutuhan Teori kebutuhan berfokus pada kebutuhan orang untuk hidup berkecukupan. Dalam praktiknya, teori kebutuhan berhubungan dengan apa yang dilakukan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut teori kebutuhan, motivasi dimiliki seseorang pada saat belum mencapai tingkat kepuasan tertentu dalam kehidupannya. Kebutuhan yang telah terpuaskan tidak akan lagi menjadi motivator. teori-teori yang termasuk dalam teori kebutuhan adalah: a. Teori Hierarki Kebutuhan menurut Maslow. Teori ini dikembangkan oleh Abraham Maslow, yang terkenal dengan kebutuhan FAKHA (Fisiologis, Aman, Kasih Sayang, Harga Diri, dan Aktualisasi Diri) di mana dia memandang kebutuhan manusia sebagai lima macam hierarki, mulai dari kebutuhan fisiologis yang paling mendasar sampai kebutuhan tertinggi, yaitu aktualisasi diri. Menurut Maslow, individu akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang paling menonjol atau paling kuat bagi mereka pada waktu tertentu. b. Teori ERG. Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi (Existence, kebutuhan mendasar dari Maslow), kebutuhan keterkaitan (Relatedness, kebutuhan hubungan antar pribadi) dan kebutuhan pertumbuhan (Growth, kebutuhan akan kreativitas pribadi, atau pengaruh produktif). Teori ERG menyatakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi mengalami kekecewaan, kebutuhan yang lebih rendah akan kembali, walaupun sudah terpuaskan.


232 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan c. Teori tiga macam kebutuhan John W. Atkinson, mengusulkan ada tiga macam dorongan mendasar dalam diri orang yang termotivasi, kebutuhan untuk mencapai prestasi (need for achivement), kebutuhan kekuatan (need of power), dan kebutuhan untuk berafiliasi atau berhubungan dekat dengan orang lain (need for affiliation). Penelitian McClelland juga mengatakan bahwa manajer dapat mencapai tingkat tertentu, menaikkan kebutuhan untuk berprestasi dari karyawan dengan menciptakan lingkungan kerja yang memadai. d. Teori motivasi dua faktor Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg di mana dia meyakini bahwa karyawan dapat dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri dan di dalamnya terdapat kepentingan yang disesuaikan dengan tujuan organisasi. Dari penelitiannya, Herzberg menyimpulkan bahwa ketidakpuasan dan kepuasan dalam bekerja muncul dari dua faktor yang terpisah. Semua faktor-faktor penyebab ketidakpuasan memengaruhi konteks tempat pekerjaan dilakukan. Faktor yang paling penting adalah kebijakan perusahaan yang dinilai oleh banyak orang sebagai penyebab utama ketidakefisienan dan ketidakefektifan. Penilaian positif terhadap berbagai faktor ketidakpuasan ini tidak menyebabkan kepuasan kerja tetapi hanya menghilangkan ketidakpuasan. Secara lengkap, beberapa faktor yang membuat ketidakpuasan adalah kebijakan perusahaan dan administrasi, supervisi, hubungan dengan supervisor, kondisi kerja, gaji, hubungan dengan rekan sejawat, kehidupan pribadi, hubungan dengan bawahan, status dan keamanan. Faktor penyebab kepuasan (aktor yang memotivasi) termasuk prestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan, semuanya berkaitan dengan isi pekerjaan dan imbalan prestasi kerja. Berbagai faktor lain yang membuat kepuasan yang lebih besar, yaitu: berprestasi, pengakuan, bekerja sendiri, tanggung jawab, kemajuan dalam pekerjaan, dan pertumbuhan. 2. Teori keadilan Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi pekerjaan adalah evaluasi individu atau keadilan dari penghargaan


Click to View FlipBook Version