The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Awalnya, Kampung Ambon adalah kawasan pasar gelap ganja hingga tahun 2008 sampai akhirnya diporakporandakan Satuan Brimob (Brigade Mobil) Kedung Halang, Bogor, Jawa Barat. Operasi dilakukan sejak Juli hingga Desember 2008.

Setelah polisi meninggalkan Kampung Ambon, bisnis gelap Narkoba beralih
ke sabu tahun 2009. Kampung Ambon pun kian riuh rendah. Hanya dengan
mengantar jemput para pemadat, penghasilan para pengojek sepeda motor di sana mencapai Rp 700.000 sehari. Para juru parkir pun memperoleh pendapatan yang sama. Para penimbang sabu mendapat Rp 8 juta per bulan. Para pencuci cangklong Rp 3,5 juta, petugas kebersihan rumah, Rp 2 juta sampai Rp 3 juta.

Setiap pekan, para bandar membagi “uang berisik” kepada para tetangga
sebesar Rp 350 ribu. Uang tersebut diberikan sebagai tanda maaf karena
ketidaknyamanan warga terhadap kehadiran lapak-lapak yang menjadi sumber suara gaduh.

Mei 2012 sampai Maret 2013 menjadi masa Polres Metro Jakbar menabuh
genderang perang besar di Kampung Ambon. Pasar gelap sabu di kampung yang kini disebut Komplek Permata itu mulai gulung tikar setelah bandar besar terakhir, Morison Manuel Yunus ditangkap pada 22 September 2013, yaitu enam bulan setelah lapak pemadat paling ramai miliknya, Lapak Mangga, diporakporandakan.

Usai perang besar, Polres Metro Jakarta Barat melakukan berbagai langkah preventif dan preemtif lewat program RW Bebas Narkoba. Program yang dilakukan bersama seluruh pemangku kepentingan ini, bertujuan memulihkan kehidupan sosial dan ekonomi warga di RW 7, Kedaung Kaliangke, Cengkareng tersebut.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by edi ismail, 2020-01-20 09:55:59

KARAMNYA REZIM NARKOBA

Awalnya, Kampung Ambon adalah kawasan pasar gelap ganja hingga tahun 2008 sampai akhirnya diporakporandakan Satuan Brimob (Brigade Mobil) Kedung Halang, Bogor, Jawa Barat. Operasi dilakukan sejak Juli hingga Desember 2008.

Setelah polisi meninggalkan Kampung Ambon, bisnis gelap Narkoba beralih
ke sabu tahun 2009. Kampung Ambon pun kian riuh rendah. Hanya dengan
mengantar jemput para pemadat, penghasilan para pengojek sepeda motor di sana mencapai Rp 700.000 sehari. Para juru parkir pun memperoleh pendapatan yang sama. Para penimbang sabu mendapat Rp 8 juta per bulan. Para pencuci cangklong Rp 3,5 juta, petugas kebersihan rumah, Rp 2 juta sampai Rp 3 juta.

Setiap pekan, para bandar membagi “uang berisik” kepada para tetangga
sebesar Rp 350 ribu. Uang tersebut diberikan sebagai tanda maaf karena
ketidaknyamanan warga terhadap kehadiran lapak-lapak yang menjadi sumber suara gaduh.

Mei 2012 sampai Maret 2013 menjadi masa Polres Metro Jakbar menabuh
genderang perang besar di Kampung Ambon. Pasar gelap sabu di kampung yang kini disebut Komplek Permata itu mulai gulung tikar setelah bandar besar terakhir, Morison Manuel Yunus ditangkap pada 22 September 2013, yaitu enam bulan setelah lapak pemadat paling ramai miliknya, Lapak Mangga, diporakporandakan.

Usai perang besar, Polres Metro Jakarta Barat melakukan berbagai langkah preventif dan preemtif lewat program RW Bebas Narkoba. Program yang dilakukan bersama seluruh pemangku kepentingan ini, bertujuan memulihkan kehidupan sosial dan ekonomi warga di RW 7, Kedaung Kaliangke, Cengkareng tersebut.

Editor Awalnya, Kampung Ambon adalah kawasan pasar gelap ganja hingga tahun
Windoro Adi 2008 sampai akhirnya diporakporandakan Satuan Brimob (Brigade Mobil) Kedung
Halang, Bogor, Jawa Barat. Operasi dilakukan sejak Juli hingga Desember 2008.
Tim Penulis
Windoro Adi Setelah polisi meninggalkan Kampung Ambon, bisnis gelap Narkoba beralih
Dany Putra ke sabu tahun 2009. Kampung Ambon pun kian riuh rendah. Hanya dengan
Theo Yonathan Simon Laturiuw mengantar jemput para pemadat, penghasilan para pengojek sepeda motor di
sana mencapai Rp 700.000 sehari. Para juru parkir pun memperoleh pendapatan
Foto yang sama. Para penimbang sabu mendapat Rp 8 juta per bulan. Para pencuci
Polres Metro Jakarta Barat cangklong Rp 3,5 juta, petugas kebersihan rumah, Rp 2 juta sampai Rp 3 juta.
Windoro Adi
Theo Yonathan Simon Laturiuw Setiap pekan, para bandar membagi “uang berisik” kepada para tetangga
sebesar Rp 350 ribu. Uang tersebut diberikan sebagai tanda maaf karena
Karikatur ketidaknyamanan warga terhadap kehadiran lapak-lapak yang menjadi sumber
Didie SW suara gaduh.

Penata Letak Mei 2012 sampai Maret 2013 menjadi masa Polres Metro Jakbar menabuh
Kuntoro genderang perang besar di Kampung Ambon. Pasar gelap sabu di kampung yang
kini disebut Komplek Permata itu mulai gulung tikar setelah bandar besar terakhir,
Morison Manuel Yunus ditangkap pada 22 September 2013, yaitu enam bulan ARSIP METRO
setelah lapak pemadat paling ramai miliknya, Lapak Mangga, diporakporandakan.

Usai perang besar, Polres Metro Jakarta Barat melakukan berbagai langkah
preventif dan preemtif lewat program RW Bebas Narkoba. Program yang dilakukan
bersama seluruh pemangku kepentingan ini, bertujuan memulihkan kehidupan
sosial dan ekonomi warga di RW 7, Kedaung Kaliangke, Cengkareng tersebut.

Gembong Yudha & Tim Tri Brata

KARAMNYA 1. Berbakti kepada nusa
dan bangsa dengan
REZIM NARKOBA penuh ketakwaan
terhadap Tuhan yang
Maha Esa.

2. Menjunjung tinggi
kebenaran, keadilan
dan kemanusiaan
dalam menegakkan
hukum negara kesatuan
Republik Indonesia yang
berdasarkan pancasila
dan undang-undang
dasar 1945.

3. Senantiasa melindungi,
mengayomi Dan
melayani masyarakat
dengan keikhlasan
untuk mewujudkan
keamanan dan
ketertiban.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

i

KARAMNYA REZIM NARKOBA

ii Diterbitkan pertamakali oleh:
ARSIP METRO
Cetakan Pertama: Oktober 2014
ISBN: 978-602-97129-8-8

Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang keras mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari
penerbit.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 2 :
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta ata Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak

ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana
Pasal 72 :
1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal
49 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau dengan paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta).

KARAMNYA REZIM NARKOBA

iii

KARAMNYA REZIM NARKOBA

iv

KARAMNYA REZIM NARKOBA

sambutan

Mengakhiri Abad Gelap Madat

v

Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh

Pembaca yang budiman, dibanding
dengan wilayah lain, terutama
sejak awal 1990-an, jumlah kasus
Narkoba di Jakarta Barat (Jakbar),
terbanyak. Di Batavia, pada pertengahan
abad ke 18, wilayah Jakarta Barat memiliki
komplek rumah candu (opium) kaum jetset.

Letaknya di Jalan Perniagaan Raya, di
lingkungan RT 9 RW 12, dan RT 4 RW 5, Kelurahan Roa Malaka,
Tambora, Jakbar. Dulu, jalan ini disebut Jalan Ji-Lak-Keng yang
artinya Jalan 26 Bangunan. Ke-26 bangunan tersebut menjadi rumah

KARAMNYA REZIM NARKOBA

rumah candu, prostitusi, dan rumah judi para pesohor Batavia dan
asing.

Jika pembaca melintas Jalan Pejagalan yang berbatasan
dengan wilayah Jakarta Utara, masih tampak reruntuhan deretan
gudang di era VOC (Veereniging Oostindische Compagnie). Selain
untuk menyimpan rempah-rempah, gudang-gudang tersebut juga
menyimpan candu.

vi Di masa Gubernur Jenderal VOC, Gustaaf Baron van Imhoff (1745),
sistem perdagangan bebas candu, mulai berlaku. Tak kurang dari 56

ton candu dipasok VOC ke Batavia dan didistribusikan ke seluruh

Pulau Jawa pada tahun 1619 sampai tahun 1799.

Mengisap candu yang kemudian menjadi gaya hidup kelas
menengah atas penduduk Pulau Jawa itu, kemudian mendorong
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mendirikan pabrik candu tahun
1894 di belakang komplek UI, Salemba, Jakarta Pusat (dulu disebut
Struiswijk atau Gang Tengah), dan di Jatinegara (Meester Cornelis).

Di tahun 1990 sampai tahun 2000, Jakarta, terutama di sentra
hiburan malam di Mangga Besar Jakbar, dan Kemang Jakarta Selatan,
ekstasi mewabah.

Setelah ekstasi surut, muncul wabah sabu. Lagi-lagi Jakbar
dijadikan sentra pembuatan dan perdagangan gelap sabu oleh para
pelaku kriminal.

KARAMNYA REZIM NARKOBA vii

Beberapa lokasi yang menonjol adalah Kampung Boncos, Komplek
apartemen di kawasan Taman Palem, Kampung Ambon, dan di
beberapa tempat yang berbatasan dengan Tangerang.

Di antara lokasi tersebut, Kampung Ambon menjadi pasar gelap
sabu paling menonjol. Tempat inilah yang kemudian membuat
wilayah hukum Polres Metro Jakbar terstigma sebagai wilayah paling
rawan Narkoba di Jakarta.

Untuk menghilangkan stigma tersebut, Polres Metro Jakbar
bekerja keras membebaskan kawasan pemukiman ini dari Narkoba.

Bergandengan tangan dengan Badan Narkotika Nasional, TNI,
serta instansi terkait lainnya, Polres Metro Jakbar didukung Polda
Metro Jaya serta Mabes Polri, mulai melakukan serangkaian operasi
besar.

Alhamdulillah, kerjasama yang baik ini akhirnya mampu
membebaskan kawasan pemukiman ini dari Narkoba.

Langkah selanjutnya adalah menjalankan program RW Bebas
Narkoba yang menjadi bagian dari Program Sigahtan (Sistem
Pencegahan Kejahatan) yang kini menjadi program andalan kami.

Saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada semua
pihak yang terlibat dalam pembebasan kawasan yang kini bernama
Komplek Permata.

Terimakasih terutama saya sampaikan kepada Kasat Narkoba
Polres Metro Jakbar, Ajun Komisaris Besar Gembong Yudha dan

KARAMNYA REZIM NARKOBA

jajarannya. Terimakasih juga kepada semua yang terlibat penerbitan
buku ini.

Semoga semua langkah yang sudah kita lakukan bersama,
memperkuat tekad pemerintah membebaskan Indonesia dari
Narkoba, 2015.

Jakarta, Oktober 2014

viii Salam hormat,

Kapolres Metro Jakbar
Komisaris Besar DR Fadil Imran, MSi

KARAMNYA REZIM NARKOBA ix

pengantar penulis

Represif, Preventif, dan Preemtif
Menumpas, Mencegah, Menyuluh

Tanggal 12 Mei 2012, saya
dipindahkan ke Polres Metro
Jakarta Barat (Jakbar) sebagai
Kasat Narkoba. Tugas pertama
dan utama saya, membersihkan Kampung
Ambon dari Narkoba. Saat saya dilantik,
pasar gelap sabu di Kampung Ambon sedang
dipuncak.

Mei 2012 sampai Maret 2013 kami
mulai menabuh genderang perang besar,
menghancurkan pasar sabu di Kampung
Ambon atau yang kini bernama Komplek Permata. Selama masa itu kami
melakukan 10 kali operasi besar.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

Agar bisnis gelap Narkoba ini cepat gulung tikar, kami bukan hanya
menangkapi para bandar dan merubuhkan lapak-lapak mereka, tetapi
juga menangkapi para penyabu yang keluar dari komplek.

Pekan demi pekan para penyabu pun mulai jera datang ke Kampung
Ambon. Sebagian lapak mulai kehilangan banyak Ps dan gulung tikar.
Kebangkrutan para pengelola lapak menular ke para pengelola lapak
lainnya.

x Runtuhnya pasar sabu di Kampung Ambon ditandai dengan
penggerebekan Lapak Mangga, Sabtu (16/3/2013). Pemiliknya adalah

Morison Emanuel Yunus alias Ison (45), bandar besar sabu terakhir di

Kampung Ambon.

Sebelum Ison ada Michael Glenn Manuputty yang ditangkap tahun
2009. Michael kemudian menghuni penjara Tangerang, Banten.

Tindakan represif yang kami lakukan tentu tidak serta merta membuat
Komplek Permata bersih dan steril dari Narkoba. Sebagian warga di RW
7, Kelurahan Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat (Jakbar)
yang awalnya menggantungkan hidupnya dari bisnis gelap Narkoba,
kehilangan pendapatan.

Inilah yang membuat mereka masih mudah tergiur dengan godaan
bisnis gelap Narkoba. Oleh karena itu kami bersama para pemangku
kepentingan lainnya, melangkah melakukan tindakan preventif dan
preemtif. Kedua tindakan ini tidak berdiri sendiri, dalam tahap yang
berbeda, melainkan jalin menjalin.

KARAMNYA REZIM NARKOBA xi

Sistem, personil, dan perangkat kerja pun kami siapkan. Kerjasama
dengan unsur lain kami perkuat. Jajaran pemerintah kota Jakbar, TNI,
dan tentu saja para tokoh masyarakat di Komplek Permata.

Tindakan preventif kami lakukan dengan membuka komunikasi
dialogis dengan seluruh pemangku kepentingan, terutama warga RW
7. Tanggal 11-15 Agustus 2014 kami mulai menyapa dan mendata warga
lewat door to door system.

Satu demi satu pintu rumah warga, kami ketuk. Dan seperti sudah
kami duga, warga menyambut dingin langkah awal kami. Tetapi kami
tidak menyerah.

Ada pepatah mengatakan, “Tak kenal maka tak sayang”. Pepatah itulah
yang kemudian membuat kami terus memperbaiki pola berkomunikasi
dengan warga hingga kami mendapatkan cara berkomunikasi yang tepat
dengan mereka.

Salah satu hasilnya adalah, Perayaan Kemerdekaan RI yang meriah di
Kampung Permata. Perayaan 17 Agustus 2013 ini untuk pertama kalinya
melibatkan hampir seluruh warga, dan berlangsung semarak.

Anak-anak warga yang bertahun-tahun ketakutan karena sering
melihat aksi kekerasan di Kampung Permata, hari itu berhamburan
ke luar rumah mengikuti bermacam lomba dan menikmati bermacam
minuman ringan dan penganan yang kami sediakan.

Kami memanfaatkan momentum ini sebagai peluang meningkatkan
semangat warga melaksanakan program kami, “RW bebas Narkoba”.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

Inilah momentum yang baik untuk menjalin kepercayaan di antara para
pemangku kepentingan, terutama warga RW 7, Kedaung Kaliangke,
Cengkareng.

Sementara itu, personil kami lainnya mulai memperketat patroli
lingkungan. Tentu saja langkah preventif ini tidak akan maksimal tanpa
diiringi tindakan preemtif berupa penyuluhan penyadaran warga tentang
bahaya Narkoba dan pengamanan lingkungan.

xii Harapan kami, penyuluhan tersebut bisa memberi kesadaran tentang
lingkungan yang lebih sehat tanpa Narkoba. Kami berasumsi, dengan

munculnya kesadaran baru tersebut, warga kian bersemangat berswadaya

menjaga dan membebaskan lingkungannya dari Narkoba.

Usaha kami tidak sia-sia. Kian banyak warga yang mau terlibat patroli
lingkungan bersama kami.

Tindakan preventif yang kami siapkan bersama instansi terkait
adalah memulihkan perekonomian warga pasca penumpasan Narkoba
di Komplek Permata. Bekerjasama dengan pemerintah provinsi dan
pemerintah kota, para pemuka masyarakat, donator serta Badan
Narkotika Nasional (BNN), kami melakukan pelatihan-pelatihan usaha
kecil.

Sampai kini, tindakan preventif, preemtif yang kami lakukan sejak
awal Agustus 2013, masih berlangsung. Demi memperlancar proses
pemulihan kepercayaan dan semangat warga, tindakan represif kami
kurangi. Lagi pula, “Rezim” Narkoba itu sudah karam.

KARAMNYA REZIM NARKOBA xiii

Sebagian warga sudah tergerak membebaskan lingkungannya dari
bahaya Narkoba. Para pecandu pun tak takut lagi berkunjung dan berobat
ke poliklinik BNN di Kampung Ambon.

Meski demikian, masih banyak pekerjaan rumah yang harus
diselesaikan para pemangku kepentingan untuk memulihkan dan
mendorong kehidupan warga RW 7 menjadi lebih sehat, sejahtera, dan
kuat rohani maupun jasmani.

Sukses tidaknya membawa warga Komplek Permata menata hidup
mereka lebih baik, tergantung seluruh pemangku kepentingan, terutama
warga RW 7.

Lewat buku ini, saya ingin berbagi pengalaman dengan pembaca.
Mudah-mudahan buku ini memberi inspirasi dalam memelihara kawasan
pemukiman yang bebas Narkoba.

Terimakasih untuk Kapolres Metro Jakbar, Komisaris Besar Fadil
Imran yang terus memberi dorongan dan arahan dalam melakukan
tindakan represif, preventif dan preemtif membebaskan pemukiman
dari ancaman Narkoba, atau yang dikenal sebagai program “RW Bebas
Narkoba”.

Di tangan beliau, program ini kemudian bermuara pada program
Sistem Pencegahan Kejahatan (Sigahtan). Terimakasih kepada rekan-
rekan kerja saya di kepolisian, kawan-kawan di BNN, jajaran pemerintah
provinsi dan kota, kawan-kawan wartawan, serta kawan-kawan TNI yang
terlibat dalam pembebasan RW 7 Kedaung Kaliangke, Cengkareng, dari
cengkeraman Narkoba.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

Terimakasih, dan mohon maaf atas kekurangan dan kesalahan saya
selama melaksanakan program “RW Bebas Narkoba”.

Jakarta, Oktober 2014
Salam Hormat,

xiv

Kasat Narkoba Polres Metro Jakbar
AKBP Gembong Yudha, SP, SH

KARAMNYA REZIM NARKOBA

daftar isi

v 5 xv

Sambutan 1999-2002
Kapolres Metro Jakarta Barat
Komisaris Besar Polisi
DR. Mohammad Fadil Imran, MSi

ix 13

Pengantar Penulis KNIL – Batalyon X
Kasat Narkoba Polres Metro
Jakarta Barat 38
Ajun Komisaris Besar Polisi
Gembong Yudha, SP, SH Para Bandar

1

Riwayatmu

KARAMNYA REZIM NARKOBA 128

41 Program Rw Bebas Narkoba
di Kompleks Permata
Merubuhkan Lapak Cengkareng

53 190

Malam Mencekam Menjemput Harapan
di Kampung Ambon
205
xvi
Penjara yang Meluap

77Masa Perang Besar

119

Rw Bebas Narkoba

KARAMNYA REZIM NARKOBA

Riwayatmu 1

KARAMNYA REZIM NARKOBA

2

Suasana lomba 17 Agustus 2014,
di RW 07, Komplek Permata,
Kelurahan Kedaung Kaliangke,
Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat.
Anak-anak lomba memasukkan paku
ke dalam botol.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

Dua orang berperawakan tinggi besar berkulit hitam itu 3
duduk di gardu, tak jauh dari portal Jalan Mutiara, Komplek
Perumahan Permata, Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta
Barat (Jakbar). Mereka memperhatikan mobil kami melintas.
Saya membuka kaca mobil. Dua orang tadi melambaikan tangan sambil
tersenyum.

Ibu-ibu RW 07, Komplek Permata, Kelurahan Kedaung Kaliangke, Kecamatan Cengkareng, Jakarta
Barat. Berlomba di acara 17-an, pada 17 Agustus 2014. Mereka berpasangan diiringi musik sambil
bergoyang mempertahankan Jeruk dijidat agar tak jatuh.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

Kami melintas menyusur jalanan komplek. Matahari pagi berpadu
dengan bermacam aktivitas dan senyum warga.

Pagi itu, Selasa (19/8/2014) pukul 09.00, saya hendak apel rutin di pos
terpadu, di Jalan Safir, Komplek Permata. Kali ini apel dipimpin Kapolres
Metro Jakbar, Komisaris Besar Fadil Imran. Kapolres mengingatkan
jajarannya agar terus intensif mendekati warga mencegah Narkoba
kembali ke komplek perumahan.

4 Di sebelah pos terpadu, terdapat lapangan bola basket. Usai apel
tampak sejumlah polisi bermain bola basket bersama warga. Beberapa

polisi lain berkeliling menyapa dan mengunjungi warga.

Lomba makan kerupuk. Anak-
anak di Komplek Permata lomba
makan kerupuk di acara 17-an,
pada 17 Agustus 2014.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

1999-2012

Komplek Permata yang dulu lebih popular dengan sebutan 5
Kampung Ambon, mulai menjadi sentra ganja dan sabu pada
tahun 1999-2012. Berawal dari masuknya ganja sampai akhirnya
mencapai puncak keemasan sabu pada 2009. Inilah kampung dimana
orang bebas berdagang dan mengonsumsi Narkoba. Miliaran rupiah
berputar setiap hari di sana.

Bukan hal mudah masuk ke Kampung Ambon kala tempat ini masih
dikenal sebagai kampung sabu. Dimana-mana dipasang CCTV (close
circuit television). Portal-portal di setiap mulut jalan, dijaga ketat
sepanjang hari. Dengan nada keras dan curiga, para penjaga portal
menanyakan maksud dan tujuan orang luar datang.

Dulu, ada 47 lapak (rumah madat) sabu di sana. Lapak-lapak ini
adalah rumah warga yang disewa para bandar sabu. Di setiap jalan di
sana -- Jalan Nilam, Berlian, Intan, Safir, Mirah, Akik, Kristal, Jambrud,
Kecubung, Biduri, Badar, dan Pirus, bertebaran lapak. Hanya Jalan
Mutiara saja yang bersih dari tebaran lapak. Hanya dua dari sembilan RT
di lingkungan RW 07, yang bebas dari lapak.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

Kebanyakan lapak, bisa menampung sekitar 30 pengonsumsi sabu
(penyabu), tetapi beberapa lapak lainnya, seperti Lapak Mangga di Jalan
Intan, bisa menampung lebih dari 50 penyabu.

Lapak Mangga berbentuk mezzanine. Di lantai mezzanine berderet
lima meja panjang. Panjang setiap meja, 7 meter. Lapak ini milik terpidana
bandar sabu Morison Manuel Yunus.

Menurut Sheynda Lohy Nitalessy (48), Ketua RT 07/07 Komplek

6 Permata, sistem lapak sabu berlangsung sejak 2009. Kehadiran lapak-
lapak ini adalah ide para bandar sabu yang membuat para penyabu

merasa aman dari tindakan para penegak hukum.

“Penyabu bisa membeli dan mengonsumsi sabu di sana. Usai
menikmati sabu, mereka bisa keluar komplek dan melanjutkan aktivitas
masing-masing,” ucap Shyenda di rumahnya di Jalan Mutiara nomor 78.

“Dulu saya biasa mampir di satu lapak di Jalan Mirah. Di lapak itu
sabunya bagus,” ucap seorang penyabu.

Lapak di Kampung Ambon umumnya berupa rumah tipe 45. Ruang
rumah disekat menjadi 4-5 ruang. Ruang depan adalah ruang tamu tempat
calon pembeli mengantri setelah membayar sejumlah uang kepada kasir.
Di bagian depan biasanya ada 2-3 orang duduk di depan meja.

Di atas meja ada alat timbangan. Dengan timbangan itu, salah seorang
pekerja menimbang sabu sesuai permintaan tamu. Tamu atau Ps (pasien),
umumnya datang berkelompok. Selain alat timbangan, diletakkan pil
ektasi atau happy five di dalam toples yang juga dijual.

KARAMNYA REZIM NARKOBA 7

Tidak jauh dari meja kasir tersedia bong (alat penghisap sabu),
sedotan plastik untuk menyerok shabu dari plastik kemasan, cangklong
atau tabung kaca sebagai tungku memanaskan sabu hingga menjadi
asap yang bisa dihirup, serta korek gas yang telah dimodifikasi untuk
digunakan sebagai kompor.

Masih di meja kasir terpampang tulisan yang menjelaskan bermacam
paket sabu. Ada paket seperempi atau seperempat gram seharga Rp
350.000, setengki atau setengah gram sekitar Rp 700.000, dan se G (baca:
se-ji atau satu gram) yang biasanya dijual dengan harga Rp 1.200.000.
“Kalau Ps sudah langganan tetap, pas lagi bokek kasir membolehkan Ps
membeli sabu Rp. 100.000. Tapi dikasih sesukanya. Paling cuma bisa
empat kali sedot udah abis tuh sabu,” ungkap penyabu.

Sebelum membeli sabu, para Ps harus menyerahkan KTP (kartu tanda
penduduk) dan menitipkan telepon selular (Ponsel) nya yang sudah
dimatikan pada pekerja lapak. KTP dan Ponsel baru diserahkan kembali
saat Ps selesai mengonsumsi sabu (menyabu). Kalangan Ps yang sudah
dikenal lama sebagai pelanggan, kadang tidak harus menyerahkan KTP-
nya.

“Para Ps yang sedang mabuk berat sabu, umumnya paranoid
(ketakutan) kalau mendengar suara Ponsel atau melihat orang lain
menggunakan Ponsel. Para pengelola lapak pun kadang khawatir lapak
bakal digerebek setelah ada komunikasi Ponsel,” ujar seorang penyabu.

Setelah mendapat giliran, Ps masuk ke salah satu ruang untuk para
penyabu. Ruang diberi sekat-sekat. Di setiap sekat ada meja dengan lebar

KARAMNYA REZIM NARKOBA

dan tinggi masing-masing 30 sentimeter. Permukaan meja memanjang
sepanjang sekat atau sepanjang tembok.

Usai menyabu, Ps harus segera meninggalkan ruang karena ada Ps
lain menunggu giliran mendapat tempat. Alasan lain, ruang penyabu juga
pengap karena asap sabu. “Biasanya Ps menyabu dalam 15-30 menit,”
ujar pecandu sabu.

Ada lapak yang menyediakan kamar-kamar untuk berhubungan

8 intim. Kamar-kamar tersebut bisa digunakan oleh pasangan atau Ps
perempuan yang menukar tubuhnya dengan sabu karena tidak punya

uang. Hubungan intim dilakukan usai menyabu.

Seorang pria yang pernah menjadi penimbang sabu tahun 2011
bercerita, dalam sehari, lapak yang dia jaga di Jalan Berlian, mampu
menghabiskan 3-4 ons sabu. Setiap shift (8-12 jam) satu lapak mampu
menghabiskan 1,5-2 ons sabu.

Saat bekerja, ia dibekali satu ons sabu.

“Jika satu gram sabu Rp 1,2-Rp 1,5 juta, satu shift saja pendapatan satu
lapak bisa Rp 150 juta,” ungkapnya. Di setiap ons sabu yang dibungkus
plastik bening, lanjutnya, selalu tertera kode berupa huruf dan angka.
Huruf menandakan kualitas barang, sedang angka menandakan bandar
si pemasok.

“Kode A7. Itu artinya, sabu berkualitas A atau berkualitas bagus,
sedang angka tujuh adalah identitas bandar pemasok sabu tersebut.
Angka mencapai belasan saja,” ucap pria tadi. Sabu berkode A, B, C

KARAMNYA REZIM NARKOBA 9

umumnya berasal dari Iran. Sabu berkode D, E, dan F, umumnya berasal
dari Cina. Sabu berhuruf G dan seterusnya adalah sabu buatan lokal.

Hingar Bingar Kekerasan

Hampir sepanjang hari, komplek tersebut diwarnai deru kendaraan
bermotor, lenguh pasangan, dentuman house music, dan perkelahian
para pemabuk dengan para centeng lapak sabu bersenjata tajam.

Para Ps mengalir datang dan pergi. “Pelajar, mahasiswa, pekerja
swasta, pekerja seks komersial, artis, pejabat, aparat sipil, polisi, dan
militer. Semuanya datang ke Kampung Ambon,” ucap Sheynda.

Danny Mantiri (51), salah seorang warga di sana bercerita, suatu
malam datanglah seorang aparat keamanan negara di salah satu lapak
di Jalan Berlian. Setelah mabuk, ia berbuat onar dan dipukuli. Ia lalu
mengeluarkan senjata api sambil mengancam Danny.

Danny pun balik menantang, “Ayo, tembak saya kalau berani. Kalau
saya mati, kamupun bakal tinggal nama keluar dari kampung ini,” ungkap
Danny. Aparat itu lalu mengurungkan niatnya dan ke luar dari Kampung
Ambon.

Di lain waktu, lanjut Ketua RW 07, Yeni Napitupulu, petugas gabungan
datang menggerebek Kampung Ambon. “Kalau lagi operasi, anak-anak
tidak boleh keluar. Teriakan, lemparan batu, bunyi peluru, terdengar di
hampir setiap sudut kampung,” tutur Yenny.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

10

Sketsa, seorang polisi bersenjata laras panjang
mengawasi para pasien narkoba yang digerebek di
salah satu lapak Narkoba di Kampung Ambon, pada....

KARAMNYA REZIM NARKOBA 11

Suasana mencekam seperti ini sering terjadi, “Dan seperti tak pernah
ada akhirnya. Inilah yang membuat warga lalu berpikir, lebih baik tidak
ada penggrebekan saja,” ucap Yenny. Sebagian warga yang tidak tahan
dengan suasana seperti ini, memilih pindah.

Di bulan lain, pada Oktober 2004, lanjut Dany, sekitar 10 polisi
menangkap enam pengedar ganja dan menyita 64 paket ganja di salah
satu lapak di Jalan Berlian. Melihat hal itu, sejumlah warga melempari
polisi. Kegaduhan tersebut membuat puluhan warga lain yang membawa
senjata tajam, berdatangan.

Awalnya mereka menduga ada pencuri. Tetapi kemudian ikut
membaur dengan warga lainnya, mengusir ke- 10 polisi. Mereka memaksa
enam pengedar ganja yang sudah ditangkap, dibebaskan sementara 64
paket ganja, dikembalikan.

Saat melakukan operasi, polisi memang harus masuk ke pemukiman
tersebut dalam jumlah banyak. Namun, saat operasi besar dilakukan,
bocor. Bagaimana mereka tahu? Siapa yang memberikan informasi?

Kata Sheynda, operasi sering bocor karena ulah oknum yang menjadi
kepanjangan tangan para bandar. “Itu sudah jadi rahasia umum warga
Kampung Ambon,” ujarnya.

Danny Mantiri melanjutkan, sekalipun polisi berhasil masuk ke
dalam komplek. Razia yang dilakukan pasti tidak akan berjalan optimal.
Para bandar sudah kabur, lapak sepi, dan barang bukti pun sedikit yang
didapat.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

“Pernah ada operasi besar. Polisi membawa anjing-anjing pelacak
untuk mengendus sabu. Beberapa warga lalu melepaskan anjing kampung
untuk mengganggu anjing-anjing pelacak polisi,” lanjut Danny.

Menurut dia, para bandar di Kampung Ambon berhasil mengompakkan
sebagian besar warga untuk mendukung bisnis Narkoba. “Jika terdengar
suara tiang listrik dipukul berulangkali, warga bersiaga,” ucap Dany.

12

KARAMNYA REZIM NARKOBA

KNIL – Batalyon X

Sejarah Kampung Ambon berawal dari kawasan hunian pasukan 13
Batalyon X, KNIL (Koninklijke Nederlands Indisch Leger), dan
keluarganya. Pasukan ini dibuat Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, Van Den Bosch, saat Perang Jawa atau Perang Pangeran
Diponegoro, tahun 1825-1830. KNIL akhirnya dibubarkan Pemerintah
Kolonial Hindia Belanda tanggal 26 Juli 1950 setelah pada tanggal 27
Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan RI.

Salah satu batalyon KNIL yang ditempatkan di Jakarta adalah
Batalyon X. Markas mereka ada di Lapangan Banteng, tepatnya di lokasi
Hotel Borobudur sekarang.

Menurut salah seorang anak anggota Batalyon X, Raymond
Raymondus Saru (69), pasukan Batalyon X bermukim di enam lokasi.
Empat lokasi di Jakarta Pusat, dan dua di Jakarta Timur.

Di Jakarta Pusat, dilokasi pertama, mereka ditempatkan di gedung
Stovia (School tot Opleiding van Indische Artsen atau Sekolah Dokter
Pribumi, kini Gedung Museum Kebangkitan Nasional) di Jalan Dokter
Abdul Rahman Saleh nomor 26. Di lokasi kedua dan ketiga, mereka

KARAMNYA REZIM NARKOBA

14

Gedung Museum Kebangkitan Nasional di Jalan
Abdurrahman Saleh No 26, Jakarta Pusat. Gedung
yang didirikan Pemerintah Hindia Belanda tahun
1899 ini, dulu bernama Stovia (School tot Opleiding
van Inlandsche Artsen) atau Sekolah Kedokteran
Bumiputera.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

15

KARAMNYA REZIM NARKOBA

16

Salah satu bagian dalam gedung Stovia.
Setelah Belanda mengakui kemerdekaan
Indonesia. Gedung ini dijadikan tempat
penampungan pasukan KNIL Batalyon X.

Di dalam gedung ini, keluarga dan personil
KNIL Batalyon X pernah tinggal dan beranak

pinak disana sejak 1950.Tahun 1973,
Gubernur DKI Ali Sadikin memindahkan

mereka ke Komplek Permata.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

Salah seorang petugas museum 17
menunjukkan gedung yang pernah
menjadi tempat ibadah keluarga dan
personil KNIL Batalyon X. Gedung tersebut
bernama Gereja Silo. Nama Gereja Silo
kemudian dipakai sebagai nama Gereja di
Komplek Permata, Cengkareng.

ditempatkan di dua komplek sekolah Hindia Belanda di kawasan Kwini,
Pasar Senen, serta di salah satu gedung di Jalan Kramat 7.

Mereka mulai menempati lokasi pertama di Gedung Stovia tahun
1945, yaitu setelah Gedung Stovia dijadikan gedung SMA (AMS --
Algemeene Middelbare School). Saat dijadikan gedung AMS, sekolah
dokter dipindahkan ke satu gedung di Jalan Salemba yang kini menjadi
gedung Fakultas Kedokteran UI.

Di lokasi kedua dan lokasi ketiga mereka menghuni asrama para
mahasiswa sekolah dokter yang kemudian dijadikan gedung SMP (MULO,
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, kini gedung SMA PSKD 3), dan satu
asrama lain yang kini menjadi gedung SD Negeri 03, Senen.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

18

Bangsal. Di sini pernah tinggal para murid Stovia. Setelah para
mahasiswa kedokteran tersebut dipindahkan ke komplek Fakultas
Kedokteran UI di Salemba, Jakarta Pusat, bangsal ini menjadi
tempat tinggal keluarga dan personil KNIL Batalyon X.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

19

Tulisan ini terpampang
di bangsal di mana para
mahasiswa kedokteran Stovia

tinggal.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

20

Patung seorang
mahasiswa Stovia
di bangsal komplek
gedung Stovia.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

21

KARAMNYA REZIM NARKOBA

22

Suasana di salah satu
bangsal di gedung Stovia.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

23

Petugas museum
memperlihatkan sebuah koper

yang pernah dipakai salah
seorang mahasiswa Stovia.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

24

Pekarangan dalam
di gedung Stovia.

Halaman dalam Sekolah PSKD 3
di Jalan Taman Kebon Sirih 3,
Kwitang, Jakarta Pusat.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

25

Suasana SMA 3 PSKD di Jalan Taman
Kebon Sirih 3, Kwitang, Jakarta Pusat.

Di Jakarta Timur, pasukan Batalyon X KNIL dan keluarganya di
tempatkan di Bidaracina, dan di Komplek Militer Berlan di kawasan
Matraman.

Menurut Raymond, pasukan KNIL pertama yang tinggal di Kwini
adalah pasukan KNIL dari Timor. Mereka tinggal di rumah besar (groot
huis) di kawasan Kwini, di atas lahan seluas 4.400 meter persegi, sejak
1942. Keturunan mereka kini masih menghuni rumah besar tersebut.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

26

Gedung SD Negeri 03, Senen, Jakarta Pusat ini
pernah menjadi tempat tinggal keluarga dan
personil KNIL Batalyon X.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

27

KARAMNYA REZIM NARKOBA

28

Gedung SD Negeri 03, Senen, Jakarta Pusat,
tampak depan.

KARAMNYA REZIM NARKOBA
Gedung SD Negeri 03, Senen, Jakarta
Pusat, tampak depan samping.

29

Salah satu keluarga dan personil KNIL Batalyon X berfoto di depan Gedung
Stovia. Lelaki memeluk Bayi : Joseph Jonathan Laturiuw, Perempuan
berdiri: Suljati, Perempuan menunduk : Oma Lien, Anak perempuan kecil,
berdiri : Sophia Laturiuw, Anak lelaki kecil, berdiri : George Laturiuw.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

30

Raymond Raymondus Saru (69), berjalan
bersama tetangga penghuni rumah besar
(groot huis) Kwini, Jakarta Pusat.

KARAMNYA REZIM NARKOBA 31

“Orang-orang Timor ini masuk Jakarta atas jaminan Profesor Yohanes,
orang kepercayaan pemerintah Hindia Belanda,” ungkap Raymond saat
ditemui di Jalan Kwini, Agustus 2014.

Oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, komunitas keluarga Batalyon
X (kecuali yang tinggal di Berlan dan rumah besar di Kwini) dipindah
ke Kampung Ambon dalam tiga dekade. Harian Kompas (22/3/1973)

Raymond Raymondus Saru (69), satu-
satunya saksi sejarah tertua tentang

keluarga dan personil KNIL Batalyon X.

KARAMNYA REZIM NARKOBA

32


Click to View FlipBook Version