KARAMNYA REZIM NARKOBA
Pasukan KNIL pertama yang tinggal di Kwini
adalah pasukan KNIL dari Timor. Mereka
tinggal di rumah besar (groot huis) ini,
sejak 1942. Keturunan mereka kini masih
menghuni rumah besar tersebut.
33
KARAMNYA REZIM NARKOBA
34
Salah sisi jendela di rumah besar
(groot huis), Kwini, Jakarta Pusat.
KARAMNYA REZIM NARKOBA 35
menyebutkan, tanggal 25 Maret 1973 Pemprov DKI memindahkan 196
kepala keluarga atau sekitar 1000 jiwa dari Gedung Stovia ke Kampung
Ambon. Setiap keluarga mendapat rumah cicilan seluas 60 meter persegi.
Gedung Stovia selanjutnya dipugar.
David Lilipory, salah seorang eks penghuni Gedung Stovia yang lahir
di sana bercerita, semasa keluarganya tinggal di Gedung Stovia, para
penghuninya menggunakaan ruang bersama-sama. Di sisi selatan, berdiri
gedung gereja yang kini menjadi ruang rapat Museum Kebangkitan
Nasional.
Jumlah keluarga yang tinggal dalam satu ruangan tergantung jumlah
jendela dan jumlah pintu. Apabila di ruangan ada tiga jendela dan dua
pintu, maka ruangan itu bisa ditempati lima keluarga. Apabila hanya
ada satu pintu dan tiga jendela, ruangan itu hanya bisa ditempati empat
keluarga.
Mereka yang masuk lewat pintu hanya keluarga yang tinggal dekat
pintu, sedang keluarga yang kebagian tinggal di tengah ruangan, keluar
masuk lewat jendela yang berukuran besar dan tinggi.
Tentang jendela yang dijadikan pintu itu, Sophia Laturiuw (64)
bercerita. Kakek Sophia, Mesakh Laturiuw, tinggal di AMS. Sang kakek
membangun tangga pendek untuk mencapai jendela.“Jadi kami seperti
maling saat menjenguk opa (kakek). Masuk lewat jendela! Kadang saat
saya datang, opa sudah menunggu di jendela. Saat saya masih kecil,
dia mengangkat saya masuk lewat jendela sehingga saya tak perlu naik
tangga,” kenang Sophia.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Majalah Tempo edisi 13 Mei 2012 menulis, warga yang tinggal di
dalam gedung menyulap sebelas bangsal menjadi petak-petak hunian.
Mereka membuat sekat dengan pemisah dari Papan. Satu petak ditempati
satu keluarga. Satu bangsal seukuran lapangan tenis itu bisa menampung
lima keluarga. Setelah bangsal penuh, para penghuni membangun rumah
mini dari kayu di dalam kawasan itu.
36 Rawa-rawa
Menurut Sheynda, ketika ribuan keluarga eks Batalyon X dipindahkan
ke Komplek Permata tahun 1973, Kampung Ambon masih kawasan
rawa. “Usia saya masih enam tahun, kelas satu SD saat saya pindah ke
sini,” tuturnya. Kala itu listrik belum masuk. Rumah-rumah pun masih
berdinding kayu dan kayu lapis seperti rumah bedeng.
Di tempat baru ini, jumlah warga yang kehilangan pekerjaan di tempat
yang lama, makin banyak. Sebelumnya, mereka bekerja sebagai pelaut,
tenaga kasar di terminal bus dan pelabuhan serta pekerja keamanan. Di
tempat baru, mereka menganggur.
Sebagian mereka lalu menjadi pemeras sampai munculnya arena judi
sabung ayam tahun 1990. Kian banyak warga yang kemudian mengadu
nasib di tempat ini. Meski demikian, suasana terus makin suram. Satu
demi satu warga tak segan mulai merampok. Hasilnya mereka habiskan
untuk berfoya-foya dan mabuk.
Mabuk minuman keras, mabuk ganja. Satu demi satu warga pun mulai
KARAMNYA REZIM NARKOBA 37
menjual ganja eceran. “Kala itu belum ada bandar. Yang ada cuma para
penjual ganja eceran. Baru pada tahun 1999 muncul bandar,” ungkap
Sheynda. Bandar terbesar bernama Donald Patiwael alias Getet.
Peredaran ganja di sana kian berkembang hingga tahun 2008 sampai
kemudian muncul arena judi mickey mouse. Arena judi ini lalu menjadi
pangkalan para pemadat dan memicu makin meluasnya bisnis gelap
ganja.
Untuk membersihkan pemukiman ini, operasi besar dilakukan
Satuan Brimob (Brigade Mobil) Kedung Halang, Bogor, Jawa Barat.
Operasi dilakukan sejak Juli hingga Desember 2008. Polisi menggali
dan membongkar semak dan lahan kosong. Di sana mereka menemukan
puluhan kilogram ganja. “Suasananya mencekam. Selama enam bulan
itu, warga diintai dan dihantui rasa takut,” ucap Sheynda.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Para Bandar
S38 etelah polisi meninggalkan Kampung Ambon, bisnis gelap
Narkoba beralih ke sabu. Bisnis jenis Narkoba yang mulai masuk
awal Januari 2009 ini lekas melambung. Lapak-lapak sabu pun
berdiri.
Kampung Ambon kian riuh rendah. Pendapatan pengojek sepeda
motor melesat. Penghasilan mereka sehari dari antar jemput Ps, Rp
700.000. Pendapatan yang sama diperoleh para juru parkir di setiap
lapak. Para penimbang sabu mendapat Rp 8 juta per bulan. Para pencuci
cangklong Rp 3,5 juta, petugas kebersihan rumah, Rp 2 juta sampai Rp
3 juta.
Setiap pekan, para bandar membagi “uang berisik” kepada para
tetangga sebesar Rp 350 ribu. Uang tersebut diberikan sebagai tanda
maaf karena ketidaknyamanan warga terhadap kehadiran lapak-lapak
yang menjadi sumber suara gaduh.
“Bandar besar sabu pertama di sini namanya Michael Glenn Manuputy.
Ia punya banyak lapak di Kampung Ambon,” tutur Sheynda. Michael
berasal dari luar Kampung Ambon dengan latar belakang keluarga kaya.
KARAMNYA REZIM NARKOBA 39
Rumahnya di Komplek Pertamina, tak jauh dari Kampung Ambon.
Pria yang akrab dipanggil Bozzo ini lalu membeli rumah di Kampung
Ambon dan menjadikan rumah itu rumah madat. Ia ditangkap di rumah
kontrakkannya di Villa Bintaro Regency pada 27 Juli 2009. Bisnis
gelapnya pun runtuh.
Penangkapan Michael tidak membuat bisnis gelap sabu di Kampung
Ambon surut. Sebaliknya, bandar-bandar baru bermunculan. Bandar
yang memiliki lebih dari 10 lapak sabu, disebut sebagai bandar besar.
“Kalau bandar kecil cuma punya 1-2 lapak,” ujar Shyenda.
Habis Michael, terbitlah Morison Manuel Yunus alias Ison. Ison
mengawali kariernya di bisnis gelap Narkoba pada 1998. Pekerjaan
tetapnya, petugas keamanan kantor Satelindo. Pekerjaan sampingannya,
menjadi kaki tangan bandar besar Donald Pattiwael alias Getet.
Donald adalah bandar besar pertama di Kampung Ambon. Waktu
itu, Kampung Ambon masih menjadi pasar ganja. Sabu belum masuk ke
sana. Donald adalah bandar ganja terbesar.
Ia menjadi bandar ganja sejak 1999. Warga Kampung Ambon
memanggilnya, Pablo, merujuk pada nama bandar Narkoba Kolombia,
Pablo Escobar.
Bisnis gelapnya mulai suram setelah ia terjerat kasus hukum pada
31 Januari 2011. Ia dituduh dalang pembunuhan John Svend Pry, adik
Sheynda. Tossi, kakak tertua, mengamuk merusak rumah madat Getet.
Tak satupun warga yang berani meredam amarah Tossi.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Setelah kasus itu, Getet ditinggalkan sebagian besar pekerjanya.
Sebagian mereka pindah bekerja di rumah madat Ison, sedang sebagian
kecil lainnya membuka rumah madat berskala kecil. Getet meninggal
pada 7 Januari 2012.
Baik Getet, Michael, maupun Ison adalah para bandar paling
fenomenal di Kampung Ambon. Di bawah mereka ada nama-nama Edo
Kacili, Ari Morison, Beby Marcela, dan Edo Tupessy.
40 Kata Sheynda, Ison mulai berjualan sabu dengan modal kecil. Ia
membayar sabu yang ia beli setelah sabu laku. “Biasanya setelah tiga hari
mengambil, ia baru mentransfer uang ke bandar,” ujar Sheynda. Di awal
tahun 2009, usaha gelapnya mulai menyamai usaha mantan majikannya,
Getet.
Tahun 2011, Ison membeli empat rumah di Jalan Safir, Kampung
Ambon. Satu dari empat rumah ia jadikan rumah madat. Rumah yang
ia sewa sebagai rumah madat pertama yang ia kelola pun, ia beli. Itulah
rumah madat terpopuler di Kampung Ambon yang dikenal sebagai Lapak
Mangga (rumah madat berpohon mangga di halaman depan).
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Merubuhkan 41
Lapak
KARAMNYA REZIM NARKOBA
42
Seorang penghuni dan pecandu putaw di “terowongan” (rumah
panjang berpundak) di Komplek Militer Berlan diamankan
SatNarkoba Polres Metro Jakarta Timur, 2006.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
April 2006. Hari sudah pukul 01.30. Jalan dan lorong di 43
komplek pemukiman itu, gelap. Cahaya hanya datang dari
lampu-lampu di teras rumah. Bersama tujuh anggota Satuan
Narkoba Polres Metro Jaktim, saya datang dengan tiga mobil
beriringan – Toyota Kijang, Suzuki Carry, dan Daihatsu Feroza. Seluruh
anggota berpakaian bebas. Saya duduk di samping sopir di mobil Kijang.
Tengah malam itu kami hendak menangkap Bandar sabu, Adi Kadar
(40). Dia menghuni salah satu rumah di Komplek Militer Berlan. Letaknya
berhadapan dengan satu pos jaga.
Meski tinggal bersama anak dan istri, rumahnya jadi pangkalan
para penyabu. Mereka menyabu di sana, lalu pergi, dan mabuk di luar
komplek. Setiap hari pecandu datang dan pergi.
Sejak dua tahun terakhir, nama Kadar sudah sering disebut para
penyabu yang kami tangkap. Sayangnya mereka tidak tahu dimana Kadar.
Para pembeli sabu yang kami tangkap, membeli sabu di luar rumah
Kadar, sedang para pembeli sabu di rumah Kadar belum ada satupun
yang bisa kami tangkap.
Satu hari, salah satu anggota saya menangkap penyabu yang baru saja
menikmati sabu di rumah Kadar. Dari dia kami tahu dimana Kadar. Kami
segera merancang operasi senyap. Pesan saya kepada tim, tidak boleh ada
satupun letupan senjata api. Target penangkapan hanya Kadar, bukan Ps.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Di depan rumah Kadar kami melihat ada satu mobil dan deretan
sepeda motor parkir di sana. Sambil memegang senjata api kami bergerak
masuk halaman. Pintu masuk rumah kami hantam hingga jebol.
Di ruang tamu belasan penyabu yang sedang menikmati sabu, berlarian
kabur. Satu dua diantara mereka, jatuh bangun. Tapi sesuai arahan saya, tak
seorang pun anggota yang mengejar mereka. Ya, sasarannya cuma Kadar.
Satu per satu pintu kamar kami buka paksa. Di kamar pojok, kami
44 dapatkan Kadar bersama seorang penyabu--co-pilot satu maskapai
penerbangan swasta.
Kadar tidak melawan. Ia takut melihat kami masing-masing
menggenggam senjata api. Perawakannya kecil. Tubuhnya bersih dari
tato. Jauh dari dugaan saya sebelumnya yang saya membayangkan
tubuhnya tinggi besar, penuh tato.
Kadar pun kami bawa ke Kantor Polres Metro Jaktim bersama 50
gram sabu yang kami sita sebagai barang bukti.
Keesokan hari, saya sampaikan penangkapan Kadar kepada Waka
Polres Metro Jaktim, Ajun Komisaris Besar Hilman Tayib. Saat itu saya
duduk sebagai Kasat Narkoba Polres Metro Jaktim.
Kepada Wakapolres saya mengatakan bahwa kami harus kembali ke
TKP (tempat kejadian perkara) untuk membawa mobil co-pilot. Bersama
anggota Subgar (sub garnisun), kami ke TKP.
Sampai tahun 2008 kami terus beroperasi menangkapi bebeberapa
pengedar sabu di sana, tetapi tak ada lagi “pemain” sebesar Kadar.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
45
Rumah seorang bandar putaw di Komplek Militer Berlan sedang
digeledah SatNarkoba Polres Metro Jakarta Timur, 2007.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
46
Operasi gabungan pembersihan Komplek Militer Berlan dari
peredaran Narkoba, 2007.
Sebenarnya saya sudah mendengar peredaran sabu di komplek itu
sejak 2004. Beruntung kala itu pimpinan meminta saya memprioritaskan
peredaran sabu dan putaw di RW 7, Kebon Pala, Cawang, Jaktim, sampai
tahun 2006. Maklum, saya masih belajar tentang seluk beluk tentang
Narkoba.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Selama dua tahun, kami membasmi para pemilik lapak sabu dan
putaw di sana. Beberapa pengedar terpaksa meregang nyawa di ujung
peluru senjata kami.
47
Inilah salah satu pojok transaksi putaw di
Komplek Militer Berlan, 2007.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Salah satu yang tewas adalah seorang bandar, Sianturi. Dia pernah
dua kali saya tembak. Pada penggrebekan pertama, peluru saya meleset,
tetapi pada penggrebekan kedua, tidak. Sianturi tewas.
Setelah RW 7 bersih dari sabu dan putaw, saya tergoda membersihkan
peredaran Narkoba di pemukiman keluarga militer. Di sana, para
pengedar dan bandar yang datang dari luar komplek memanfaatkan
kengerian komplek tersebut untuk berlindung. Padahal, di Jaktim hanya
48 di Kebon Pala, Cawang, dan komplek militer itu yang menonjol sebagai
pasar Narkoba.
Ketika saya berpikir, beberapa anggota saya sudah menyusup ke sana
dan membawa informasi menarik. Nyali saya pun tumbuh.
Saya lalu menemui satu dari empat komandan komplek. Ia
mengijinkan saya memberantas Narkoba di komplek yang menjadi
tanggungjawabnya dengan syarat, usai beroperasi harus melapor. Dalam
perkembangannya, saya bukan saja melapor, tetapi mengajak polisi
militer dalam setiap operasi. Kerjasama pun terjalin benar dan akrab.
Salah satu titik paling populer di kalangan pengonsumsi Narkoba di
komplek tersebut adalah kandang kuda, dan rumah panggung. Kandang
kuda menjadi pangkalan para penyabu dan pengedar kelas teri, sedang
rumah panggung menjadi tempat para bandar berkumpul.
Semua bandar dan pengedar bukan penghuni komplek. Sebagian
mereka datang dengan naik perahu kecil dari sekitar Jalan Tambak
menyeberang masuk komplek asrama.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
49
Barang bukti hasil penggerebekan SatNarkoba Polres Metro Jakarta Timur di Hotel Mega
Matra, Matraman, 2008. Barang bukti tersebut berupa 1.500 butir ekstasi.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Sekitar tahun 2005, saya pernah menangkap seorang bandar yang
dipanggil Ambon. Dalam penggerebekan pertama, Ambon lolos. Saat tahu
polisi datang, dia melompat dari rumah panggung ke kali, dan hanyut.
Kami pikir dia tewas, tapi mayatnya tak pernah ditemukan. Beberapa
bulan kemudian, saat tim kami menggerebek rumah panggung, Ambon
tertangkap.
50
KARAMNYA REZIM NARKOBA
51
Polres Metro Jakarta Timur bersama jajaran pemerintah kota dan Badan Narkotika Provinsi
memusnahkan ratusan kilogram ganja di halaman Kantor Walikota Jakarta Timur, 2008.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
52
Sketsa jajaran kepolisian SatNarkoba Polres Metro Jakarta Barat,
saat melakukan penggerebekan di Kampung Ambon.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Malam Mencekam 53
di Kampung Ambon
Tahun 2008, usai membersihkan dua pasar Narkoba di Jaktim,
saya dipindahkan ke Direktorat Reserse Narkoba (Dit Narkoba)
Polda Metro Jaya. Tanggal 12 Mei 2012, saya dipindahkan ke
Polres Metro Jakbar sebagai Kasat Narkoba.
Tugas pertama dan utama saya, membersihkan Kampung Ambon
dari Narkoba. Beruntung, selama bekerja di Dit Narkoba Polda Metro,
saya mulai mengenal medan Kampung Ambon.
Di Dit Narkoba Polda Metro itulah saya menemukan kata kunci
membersihkan Kampung Ambon, “Jangan terlalu lama berencana,
jangan terlalu banyak rapat, dan jangan terlalu banyak orang yang tahu”.
Saat saya dilantik menjadi Kasat Narkoba Polres Metro Jakbar, pasar
sabu di Kampung Ambon sedang dipuncak. Dua tahun sebelum saya
menjadi Kasat Narkoba, tak ada operasi. Pasar Sabu Kampung Ambon
lekas tumbuh besar dan menakutkan.
Saya lantas memindahkan persiapan penggrebekan dari kantor ke
warung nasi. Disanalah kami menjahit informasi. Jika jahitan informasi
KARAMNYA REZIM NARKOBA
54
Jalan masuk ke komplek Permata,
RW 07 Kedaung Kaliangke, Jakarta Barat.
KARAMNYA REZIM NARKOBA 55
menarik, kami menindaklanjutinya dengan persiapan operasi. Langkah
kami ke luar dari warung nasi sudah menjadi langkah awal operasi.
Setiap membuat rencana, hanya dua orang yang tahu – Wakasat
Narkoba Komisaris Sujatmo, dan KBO (Kepala Urusan Pembinaan dan
Operasi) Ajun Komisaris Rudy Herawan. Tiga Kanit di bawah saya baru
tahu penggrebekan beberapa saat sebelum dilakukan. Agar persiapan
operasi tidak bocor, saya bisa tiba-tiba mengubah atau membatalkan
rencana operasi.
Salah satu pangkalan milik bandar ganja
pertama di Kampung Ambon, Donald Pattiwael.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
56
KARAMNYA REZIM NARKOBA
57
Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat,
AKBP Gembong Yudha (kedua dari kanan)
saat memantau Kampung Ambon.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
58
Sejumlah personil SatNarkoba Polres Metro Jakarta Barat menunggu kedatangan Kasat Narkoba Polres
Jakarta Barat, AKBP Gembong Yudha. Mereka akan melakukan penyitaan rumah Morison Manuel
Yunus, di Jalan Safir RT 05 RW 07 dan Jalan Nilam RT 06 RW 07 Kampung Ambon. Selain itu polisi juga
menyita rumah Morison yang lain di Sentul, Jawa Barat.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
59
Sejumlah Personil SatNarkoba Polres Metro
Jakarta Barat, berjaga di depan rumah Morison
Jalan Safir RT 05/07 yang bakal disita.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Sejumlah polisi memasuki rumah
mewah Morison di Jalan Safir, Komplek
Permata. Nampak dua polisi bersenjata
lengkap berjaga-jaga di depan rumah.
60
KARAMNYA REZIM NARKOBA 61
Setiap melakukan operasi, saya minta Wakasat dan KBO menunjuk
empat personil pengintai. Setelah ditunjuk, saya menguji sendiri
integritas keempat personil tersebut. Tugas keempat orang tersebut
hanya mengintai dan melapor tanpa tahu kapan operasi dilakukan.
Operasi bisa dilakukan satu jam setelah saya mendapat laporan, atau
berpekan-pekan setelah itu. Tetapi umumnya operasi dilakukan sehari
setelah laporan para pengintai kami terima.
Satu sore, 29 Juni 2012, kami menyiapkan operasi tak terduga dengan
jumlah personil 44 orang, plus seorang pengemudi. Delapan anggota
membawa senapan laras panjang jenis SS1 dan V2. Sebagian membawa
revolver. Tapi kami tak membawa banyak borgol.
Sasarannya, satu lapak di Jalan Berlian nomor 8. Ini adalah operasi
paling menakutkan buat kami. Sebab, operasi yang memadai dilakukan
dengan mengerahkan kekuatan satu batalyon.
Pukul 21.00 mobil yang membawa kami, diparkir di luar komplek.
Dengan sepeda motor, saya dan puluhan personil berpencar masuk
komplek. Rumah target kami kepung dari segala arah.
Penggrebekan pun kami lakukan. Tak disangka, sebanyak 68 penyabu
kami tangkap. Kami kehabisan borgol. Tetapi kami tak kehilangan akal.
Sebagai pengganti borgol, para tersangka kami minta melepas ikat
pinggang. Dengan ikat pinggang mereka, kami mengikat tangan dan kaki
mereka.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta
Barat, AKBP Gembong Yudha bersama
sejumlah jajarannya masuk rumah
Morison.
62
KARAMNYA REZIM NARKOBA
63
SatNarkoba Polres Metro Jakarta Barat menyegel rumah Morison.
Mereka memasang segel Telah Disita. Rumah disita pada 3 Oktober 2013.
Ketika saya minta mobil untuk membawa para tersangka masuk
komplek, tiba-tiba seluruh lampu di Gang Berlian padam di susul bunyi
nyaring tiang listrik dipukul bertalu-talu. Suasana berubah menjadi
mencekam.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Bakal ada serangan brutal. Ya, saya takut. Detik berikutnya terdengar
lemparan batu bertubi-tubi membenturi bagian belakang rumah. Tak
berapa lama, di antara kilat cahaya lampu, saya melihat batu-batu
beterbangan jatuh ke genting. Melihat hal itu, salah seorang anggota,
gemetar. Ia mengambil dan memakai helm.
64
Penandatanganan berkas acara penyitaan rumah
Morison disaksikan aparat kelurahan dan warga.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
65
Setelah menyita rumah Mewah Morison
di Jalan Safir. AKBP Gembong Yudha
memerintahkan jajarannya menyita sejumlah
rumah Morison di tempat lain.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Mungkin sekarang saya bisa tertawa mengenang peristiwa tersebut
sebagai satu hal yang lucu. Tapi saat kejadian, jantung saya berdebar
kencang. Yang kami pikir kala itu, bagaimana kami pergi dari komplek
dengan selamat.
Kepada anggota, saya sering mengatakan, “Jangan panik. Tetap
tenang”. Tapi saat kejadian, kata-kata itu seperti slogan kosong. Nyatanya,
ketika saya yakinkan diri saya dengan berkata dalam hati, “Gembong,
66 jangan panik, tetap tenang”, gagal.
Di tengah kepungan lemparan batu, muncul puluhan pemuda dari
sisi timur rumah. Mereka membawa parang. Jumlah mereka lebih dari
50 orang. Beberapa detik kemudian, muncul puluhan pemuda lain dari
sisi barat menutup jalan ke luar dengan onggokan kayu-kayu.
Sepuluh anggota bersenjata laras panjang saya minta berhadapan
dengan pemuda berparang di sisi barat. Tujuh anggota lain menjaga 68
orang yang sudah diborgol dan diikat. Sebagian personil berhadapan
dengan pemuda yang datang dari sisi timur. Anggota selebihnya
menghadapi lemparan batu dari belakang rumah.
Mereka yang membawa senjata saya perintahkan melepas tembakan
peringatan. Demikian pula saya. Hanya itulah satu-satunya cara mencegah
para pemuda berparang itu maju melawan.
Saya berteriak ke seluruh anggota, “Ada pergerakan, tembak
ditempat!”.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Salah satu lapak di Kampung Ambon ini menjadi
kenangan menakutkan jajaran SatNarkoba Polres Metro
Jakarta Barat. Mereka mendapat perlawanan warga saat
hendak menggerebek lapak tersebut.
67
KARAMNYA REZIM NARKOBA
SatNarkoba Polres Metro Jakarta
Barat menyita rumah Morison
yang lain di komplek yang sama,
Kampung Ambon.
68
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Ketika peristiwa itu sudah berlalu, saya kadang geleng kepala sendiri.
Bayangkan jika para pemuda itu tidak menggubris tembakan peringatan
dan ancaman tembak di tempat. Bayangkan jika para pemuda itu kalap
dan melawan. Akan banyak jatuh korban dari kedua belah pihak yang
berhadap-hadapan. Malam 29 Juni 2012 akan menjadi malam berdarah
di Kampung Ambon.
69
Sejumlah polisi menjaga rumah
Morison yang baru disita.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
70
Media dan warga ikut menyaksikan
jalannya penyitaan rumah Morison.
Morison dibekuk polisi akhir
September 2013.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
71
KARAMNYA REZIM NARKOBA
72
Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta
Barat, AKBP Gembong Yudha,
memantau kegiatan penyitaan
rumah Morison.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Selama setengah jam tembakan peringatan berbunyi sambung
menyambung. Para pemuda dengan wajah berang berdiri mengacung-
acungkan parang. Mulut mereka diam, tapi mungkin deretan gigi mereka
bergemerutuk menahan ledakan amarah.
73
Rumah kembar di Jalan Safir, Komplek Permata ini,
milik Morison yang juga disita untuk negara.
KARAMNYA REZIM NARKOBA Polisi menyusuri gang di
Kampung Ambon untuk
74 menyita rumah Morison
di Jalan Nilam RT 06/07,
Komplek Permata.
SatNarkoba Polres Jakarta
Barat menggeruduk salah satu
rumah Morison yang disita di
Jalan Nilam RT 06/07.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
75
Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat,
AKBP Gembong Yudha (kedua kanan)
memimpin penyitaan rumah Morison
di Kampung Ambon.
Tiba-tiba dari arah utara muncul serombongan ibu-ibu mengibar-
ibarkan bendera putih, tanda menyerah. Dengan jantung masih berdebar
kencang, saya berlari kecil menghampiri mereka sambil berteriak meminta
seluruh anggota menghentikan tembakan peringatan. Saya membujuk
ibu-ibu mendesak para pemuda berparang itu bubar meninggalkan
lokasi.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Suasana berubah hening. Tak seorang pun bicara. Satu demi satu
pemuda mundur.
Setelah seluruh pemuda pergi, saya menghubungi Kapolres Metro
Jakbar, Komisaris Besar Suntana. Tak sampai sejam, 40 personil Brimob
dengan naik 20 sepeda motor, datang. Mereka kemudian menyisir seluruh
sudut Kampung Ambon, mengumpulkan dan menyita parang dan sabu.
Pukul 04.00, operasi tuntas. Kami bersyukur bisa melewati malam
76 yang mengerikan dan keluar dari komplek Kampung Ambon dengan
selamat.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
Masa Perang Besar
Mei 2012 sampai Maret 2013 adalah masa-masa perang besar 77
menghancurkan pasar sabu di Kampung Ambon. Selama masa
itu kami melakukan 10 kali operasi besar. Puluhan operasi
lainnya berlangsung dalam skala kecil.
Sebagian di antara operasi kecil itu, gagal karena tanpa barang bukti.
Meski demikian, kami terus mengganggu bisnis gelap sabu di Kampung
Ambon. Caranya, menangkapi para penyabu yang keluar dari komplek
Kampung Ambon usai mengonsumsi sabu. Kendaraan yang mereka
bawa, kami tahan.
Penangkapan-penangkapan ini membuat para Ps jera datang ke
Kampung Ambon. Sebagian lapak mulai kehilangan banyak Ps dan gulung
tikar. Kebangkrutan para pengelola lapak menular ke para pengelola
lapak lainnya.
Ketika kami tak menemukan barang bukti, itu tandanya operasi bocor.
Jika sudah begini, kami merubuhkan lapak dan memporakporandakan
seluruh perabot lapak.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
78
Sketsa polisi bersenjata lengkap melakukan penggerebekan
salah satu lapak di Kampung Ambon tahun 2012.
KARAMNYA REZIM NARKOBA 79
Langkah ini saya ambil karena para pengelola lapak dan kaki
tangannya berani mencopot garis polisi dan kembali membuka usaha
mereka. Mereka tidak takut polisi.
Setelah beberapa kali kejadian ini berulang, saya meminta anggota
atau informan kami mengamati lapak yang baru saja kami gerebek.
Dalam satu operasi di pertengahan tahun 2012, saya menggerebek
lapak di Jalan Safir. Penggrebekan berlangsung sore hari. Anggota pun
saya perintahkan bubar, tetapi masih dalam posisi siaga. Artinya, siap
dipanggil mendadak.
Dua jam usai penggerebekan, informan di Kampung Ambon
memberitahu saya, pengelola lapak sudah kembali. Mereka membereskan
dan membuka lagi lapak mereka. Ps pun kembali berdatangan.
Saya naik pitam. Malam itu, saya minta KBO menghubungi para Kanit
dan mengumpulkan anggota. Saya bilang “Kita kembali ke Kampung
Ambon. Sasarannya, lapak yang tadi sore kita gerebek”.
Setelah penggrebekan dan penangkapan selesai, anggota merobohkan
atap. Lapak pun kami rubuhkan.
Tindakan ini kemudian menjadi model operasi kami. Lapak kami
rubuhkan jika pengelola merangkap pemilik sudah kami tangkap. Jika
belum berhasil kami tangkap, lapak tidak kami rubuhkan.
Dulu ada sebuah rumah besar memanjang. Modelnya seperti rumah
kontrakan. Ada sekitar tujuh kamar berderet. Saat itu semua kamar
dikelola para bandar kecil.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
80
Penyegelan rumah
Morison di Jalan Safir
RT 05/07 disaksikan
penyewa rumah.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
81
Penandatanganan berkas penyitaan rumah Morison.
Sudah berkali-kali rumah itu kami gerebek, tapi kami gagal menangkap
para pemiliknya. Satu saat, tertangkaplah salah satu pemilik lapak. Bobby
namanya. Kami pun merubuhkan kamar paling ujung milik Bobby.
Kami membutuhkan waktu berbulan-bulan, yaitu sampai seluruh
pemilik lapak para bandar kecil ini bisa kami tangkap. Bangunan panjang
itu sekarang tinggal puing.
KARAMNYA REZIM NARKOBA
82
Rumah mewah milik bandar sabu
terbesar di Kampung Ambon, Morison
Manuel Yunus di Jalan Safir RT 05/07.
Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta
Barat, AKBP Gembong Yudha
menerangkan kepada media yang
meliput jalannya penyitaan rumah
Morison.