The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Dakam buku ini sepintas digambarkan penginjilan abad ke-17 dan ke-19, serta diuraikan secara berkesinambungan sejarah jemaat-jemaat dan pergumulan Kepulauan Tanimbar, khususnya Taimbar Selatan pada masa Gereja Protestan di Hindia Belanda (Indische Kerk) sampai terbentuknya Gereja Protestan Maluku (GPM) dan Klasis Tanimbar Selatan.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by johansaimimasinaga, 2021-12-12 08:17:51

Menenun Injil di Kepulauan Tanimbar: Sejarah Perkembangan Protestantisme di Tanimbar Selatan

Dakam buku ini sepintas digambarkan penginjilan abad ke-17 dan ke-19, serta diuraikan secara berkesinambungan sejarah jemaat-jemaat dan pergumulan Kepulauan Tanimbar, khususnya Taimbar Selatan pada masa Gereja Protestan di Hindia Belanda (Indische Kerk) sampai terbentuknya Gereja Protestan Maluku (GPM) dan Klasis Tanimbar Selatan.

Keywords: Injil,Protestantisme,Tanimbar Selatan

16. JEMAAT GPM MATAKUS

Sejarah Jemaat GPM Matakus ini disusun sebagai fakta
yang diperoleh dari penghuni awal yang menduduki desa
matakus. Sumber informasi tentang sejarah Jemaat ini tidak
semuanya ditemukan karena penghuni awal sebagiannya
sudah meninggal dan tinggal beberapa orang yang tidak bisa
dikonfirmasi, karena masalah usia yang sudah lanjut (pikun).
Jemaat GPM Matakus berada di pulau kecil yang terpisah dari
pulau-pulau lainnya. Seluruh masyarakat di Matakus adalah
anggota jemaat GPM, yang semuanya berasal dari Selaru.
Dengan demikian, corak hidup Jemaat GPM di pulau kecil ini
dapat dibangun sebagai suatu kekuatan dan keunikan di
dalam pelayanan GPM secara keseluruhan.

LETAK GEOGRAFIS

Jemaat GPM Matakus berada pada posisi antara
Saumlaki/Yamdena dan Pulau Selaru yang dinamakan Pulau
Matakus. Secara geografis Jemaat GPM Matakus berbatasan
dengan: sebelah Timur berbatasan dengan laut Arafura,
sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Angwarmase,
sebelah Utara berbatasan dengan Lermatang, dan sebelah
Selatan berbatasan dengan Adaut. Jarak tempuh ke pusat
kecamatan 30 menit sampai 60 menit, sedangkan jarak
tempuh ke pusat Kabupaten dan Klasis sekitar 30 menit

284

sampai 60 menit. Transportasi yang digunakan adalah
speedboad, ketinting dan kapal motor kayu.

SEJARAH TERBENTUKNYA KAMPUNG

Menurut tradisi Lisan yang berkembang di Kepulauan
Tanimbar Selatan menyatakan bahwa Pulau Matakus berasal
dari seekor belut (Morea: Kuse’ dalam bahasa selaru).
Menurut cerita hewan ini suka menelan anak-anak kecil di
pantai Adaut dan Olilit (pulau-pulau yang berada di sekitar
Matakus). Hewan ini kemudian dibunuh oleh seorang nenek
dengan melemparkan sebuah batu yang telah di bakar
sampai merah ke dalam mulut hewan tersebut
mengakibatkan hewan ini mati dan berubah menjadi pulau
Matakus. Pulau Matakus dulunya menjadi rebutan dari orang
Adaut dan Olilit. Berdasarkan cerita perebutan Pulau
Matakus oleh dua desa tersebut mengatakan bahwa sebelah
barat adalah milik orang Adaut sedangkan Sebelah Timur
milik orang Olilit. Hal ini mengakibatkan Pemerintah Maluku
Tenggara mengambil alih Pulau Matakus.

Pulau Matakus ini mulanya tidak berpenghuni. Oleh
kekosongan ini Pemerintah Belanda membuka
Onderneming/Perusahaan, kemudian dijadikan perkebunan
Kelapa yang dibuka tahun 1925-1942. Pertama kali
Pemerintah Belanda mengirimkan, ‘Meneer Mustamu’ untuk

285

menjaga dan mengolah perkebunan kelapa ini, kemudian
tenaga/pekerja didatangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda
ke pulau ini. Tenaga pekerja ini didatangkan dari dari
berbagai desa yang berada di Pulau Selaru, antara lain: orang
Adaut, Werain, dan Eliasa. Hal ini terbukti bahwa yang
mendiami pulau Matakus kebanyakan orang Eliasa, Werain,
Adaut, Lingat, Fursuy dan Kandar. Semuanya berasal dari
pulau Selaru.

Pada tahun 1942-1972 Kebun Kelapa ini diserahkan
oleh Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Maluku
Tenggara, dengan menugaskan; ‘Meneer Tetelepta’ untuk
mengawasinya. Pada Tahun 1972-1985 status perkebunan
kelapa ini dirubah menjadi dusun oleh Pemerintah Maluku
Tenggara dengan Kepala Dusun Ruben Moriolkosu dan pada
tahun 1985-2005 dirubah menjadi desa. Seiring dengan
status dusun menjadi desa di bawah kepemimpinan R.
Moriolkosu, Desa Matakus mulai berkembang.

Sejak kepemimpinan R. Moriolkosu telah dibentuk 2
soa yaitu Soa Lapney dan Soa Resa yang terdiri dari marga-
marga (Moriolkosu, Turalely, Boinsera, Kelmaskosu,
Amarduan dan Silalebit, dan Slarmanat) dan 3 kesatuan yg
diresmikan melalui Tabweri, yaitu kesatuan remaja, senter
dan herkules. Selanjutnya Perkembangan dusun Matakus
mengalami kemunduran yang sangat drastis ketika status
dusun menjadi lingkungan, perubahan status ini terjadi pada

286

tahun 2005-2009 dan yang memerintah pada saat itu adalah
Y. Matrutty. Secara resmi Pulau Matakus dijadikan desa
definitif pada tanggal 10 maret 2009 sampai sekarang. Desa
Matakus dipimpin oleh seorang karteker (K. Batmomolin)
dari tahun 2009-2010, selanjutnya dipimpin oleh seorang
Kepala Desa yang bernama O. Minanlarat dari tahun 2010-
2015. Kepemimpinan desa atakus pun dilanjutkan oleh
pejabat kepala desa A. Jamlean dari tahun 2015-September
2018 dari pegawai kantor Camat Tanimbar Selatan dan
meresmikan 1 kesatuan yaitu bunga tanjung. A. Jamlean pun
digantikan oleh pejabat baru utk proses pemilihan kepala
desa baru yaitu R.Z. Dasmasela, S. IP.

AGAMA KRISTEN PROTESTAN MASUK DI MATAKUS

Umat yang datang di Jemaat GPM Matakus sudah
menganut agama Kristen Protestan di Jemaat asal. Sejak
Meneer Tetelepta bertugas pada tahun 1942-1972
dilaksanakan ibadah-ibadah yang berlangsung di bawah
pohon oleh para pekerja di kebun kelapa. Jumlah mereka
saat itu adalah 30 Kk dengan jumlah jiwa 60 orang. Untuk
kepentingan ibadah, mereka mendirikan sebuah gedung
gereja darurat dengan menggunakan daun rumbia dan
dinding “palupu”, sekitar tahun 1950-an. Pada tahun 1960-
an terjadi bencana alam yang melanda Kabupaten Maluku

287

Tenggara (Sekarang MTB) membuat orang Matakus kembali
ke daerah asalnya masing-masing dan baru kembali ke
perkebunan di Matakus setelah bencana tersebut benar-
benar selesai. Sekembalinya mereka ke Matakus pada Tahun
1970-an, Gedung Gereja Maranatha yang rusak karena
bencana alam didirikan kembali oleh orang-orang Matakus
di bawah kepemimpinan Meneer Tetelepta. Karena Matakus
merupakan dusun dari Saumlaki, maka awal berdirinya
Jemaat ini merupakan sektor dari Jemaat GPM Saumlaki.
Karena itu, tongkat kepemimpinan Jemaat GPM Matakus
masih dipegang oleh Wakil Ketua Majelis Jemaat. Wakil
Ketua Majelis Jemaat itu, antara lain (terlampir).

Sejak kepemimpinan para Wakil Ketua Majelis Jemaat
GPM Matakus telah terbentuk 2 unit pelayanan. Para pendeta
dari Kantor Klasis membantu pelayanan, termasuk melayani
Perjamuan Kudus kepada Jemaat di Matakus. Keinginan
Jemaat untuk melembaga menjadi satu Jemaat yang mandiri
secara orlganiasi tercapai pada tahun 1989. Jemaat Matakus
dinyatakan berdiri sendiri oleh BPH Sinode GPM pada tahun
1989 dan BPH Sinode menugaskan Pdt. N. Ipabloly sebagai
Ketua Majelis Jemaat GPM Matakus yang pertama. Sejak awal
berdirinya Jemaat GPM Matakus sampai saat ini sudah
melakukan Persidangan Jemaat sebanyak 20 kali
persidangan.

288

Perkembangan Jemaat GPM Matakus sangat pesat, hal
ini terbukti lewat momen Sidang Klasis Tanimbar Selatan ke-
17 diselenggarakan di Jemaat GPM Matakus dari tanggal 27-
30 Januari 1991. Tercatat dari tahun 1991– 2012 para
pendeta yang sudah melayani di Matakus berjumlah 5 orang
(terlampir).

PERTUMBUHAN JEMAAT HINGGA SAAT INI

Pada masa kepemimpinan Pdt. N. Ipabloly, S.Th sebagai
Ketua Majelis Jemaat, tahun 1991-1994, dilakukan
pemekaran jemaat dari 2 unit pelayanan menjadi 3 unit
pelayanan. Selanjutnya, pada tahun 2007-2011 dibentuk 2
sektor pelayanan, yakni Sektor Logos dan Sektor Eksodus
dan penambahan 1 unit menjadi 4 unit pelayanan (Unit
Logos, Unit Eden, Unit Sinai dan Unit Sion). Jumlah jiwa
jemaat sampai sekarang ini adalah 478 jiwa dari 106 Kk,
Laki-laki = 244 orang dan Perempuan = 234 orang.

Pada tahun 2004 kegiatan Bindiklat dilakukan di
Jemaat GPM Matakus dengan menghadirkan seluruh Pendeta
se-Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Pada tahun 2009,
Jemaat GPM Matakus untuk kedua kalinya dipercayakan
sebagai tuan dan nyonya persidangan Klasis GPM Tanimbar
Selatan. Kepercayaan yang diberikan Klasis kepada Jemaat
GPM Matakus ini diterima dengan baik dan anggota Jemaat

289

bersama para pelayan di Jemaat terlibat bersama untuk
menyukseskan persidangan tersebut. Pada tahun 2010
kegiatan Klasis GPM Tanimbar Selatan kembali dilakukan di
Jemaat GPM Matakus, yakni kegiatan TOT Laki-laki se-Klasis
Tanimbar Selatan.

Jemaat GPM Matakus ikut berbenah untuk membangun
Jemaat baik secara rohani maupun pembangunan fisik.
Pembangunan fisik berupa pembangunan infrastruktur di
dalam Jemaat, meliputi pembangunan gereja baru yang
diawali dengan peletakan batu bermula pada 20 Oktober
2013 oleh Pdt. Max. Syauta, S. Th (Ketua Klasis) dan Bupati
Maluku Tenggara Barat, Bito Temar dan seluruh Pelayan
Klasis Tanimbar Selatan. Proses pembangunan gereja ini
masih terus berlangsung sampai sekarang.

Gedung Gereja Jemaat GPM Matakus yang Sedang dalam Proses
Pembangunan

Pada masa pemerintahan Bupati Maluku Tenggara
Barat, S. Oratmangun, Desa/Jemaat Matakus diresmikan oleh

290

Menteri Pariwisata sebagai tempat wisata pada tahun 2003.
Acara peresmian ini dihadiri juga oleh Perdana Mentri
Darwin, namun kegiatan-kegiatan wisata tidak dapat
berjalan dengan baik. Di masa Pemerintahan B. S. Temar
sebagai Bupati Maluku Tenggara Barat baru dikembangkan
pariwisata di Matakus sehingga dapat berjalan dengan baik.
Kemudian P. Fatlolon sejak menjadi Bupati MTB, Ia lebih
menekankan untuk wisata di Matakus ditata lebih baik
dengan mempersiapkan pembangunan infrastruktur dalam
Jemaat maupun pembangunan mentalitas masyarakat
sebagai persiapan menyambut Matakus sebagai daerah
wisata yang akan dikunjungi oleh wisatawan mancanegara
dan wisatawan dalam negeri.

Untuk lebih memperkenalkan Matakus sebagai daerah
destinasy wisata, maka Pemuda Gereja Protestan Maluku
Klasis Tanimbar Selatan bersama seluruh pemuda dari
denominasi di Kabupaten Maluku Tenggara Barat
melaksanakan kegiatan festival Matakus yang berlangsung
pada bulan oktober 2017 dengan menampilkan tari-tarian
daerah sebagai promosi ke dunia luar.

Demikian sejarah Jemaat GPM Matakus yang
daripadanya dapat dipetik hikmat, betapa “Aku menanam,
Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberikan
pertumbuhan” (1Kor. 3:6).

291

17. JEMAAT GPM WESAWAK

LETAK GEOGRAFIS

Wesawak, merupakan salah satu jemaat yang berada di
bagian selatan Kepulauan Tanimbar, tepatnya di bagian
Barat Pulau Yamdena dengan batas-batas wilayah pelayanan
Jemaat, antara lain: sebelah Timur berbatasan dengan Jemaat
GPM Saumlaki; sebelah Barat berbatasan dengan Jemaat
GPM Marantutul; sebelah Utara berbatasan dengan Klasis
Tanimbar Utara; sebelah Selatan berbatasan dengan Jemaat
GPM Lermatang.

Secara administratif, Wesawak merupakan bagian
administratif dari wilayah pemerintahan Desa Ilngei,
kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara
Barat. Jarak tempuh dari Wesawak ke pusat kecamatan ± 18
km, sama seperti jarak tempuh ke pusat Kabupaten/Pusat
Klasis, sebab letak kecamatan Tanimbar Selatan berada di
Pusat Kabupaten. Perjalanan pun hanya ditempuh waktu ±
30 menit dengan menggunakan angkutan darat.

Wesawak sebenarnya merupakan suatu pemukiman
transmigrasi lokal (resettlement) yang menampung
penduduk dari Pulau Selaru dan Pulau Yamdena. Program
yang digagas oleh Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara
melalui Dinas Transmigrasi (menurut salah satu sumber
awalnya adalah Program Bangdes Propinsi Maluku) ini

292

diawali dengan pembebasan tanah sejak tahun 1995. Tidak
jelas berapa luas tanah yang dibebaskan dan diperuntukkan
untuk berapa banyak keluarga transmigran lokal. Sampai
saat ini, status dan bukti kepemilikkan tanah dan rumah yang
ditempati oleh pemiliknya tidak jelas. Pemerintah Daerah
Kabupaten Maluku Tenggara Barat, saat dikonfirmasi
mengenai proses awal resettlemen Wesawak ini dan siapa
yang harus bertanggungjawab terhadap tidak adanya bukti
kepemilikan tanah dan rumah, mengaku tidak mengetahui
secara pasti karena tidak ada suatu dokumen pun yang
menjelaskan persoalan ini. Yang jelas seluruh proses itu
dilakukan di kabupaten induk (Maluku Tenggara kala itu).

Terhitung sejak 31 Agustus 1995, lokasi transmigrasi
Wesawak untuk pertama kalinya dihuni oleh 50 Kepala
Keluarga, 30 diantaranya adalah warga Gereja Protestan
Maluku, sementara 20 KK adalah saudara Katolik. Mereka
sebagian besar berasal dari desa Eliasa (pulau Selaru).
Beberapa keluarga lainnya berasal dari desa Matakus,
Werain, Lingat, Wowonda dan Ilngei. Harapan untuk
membangun masa depan yang baru sehingga dalam waktu 6
(enam) bulan, setelah keberadaan mereka di tempat itu,
masing-masing keluarga lebih memusatkan perhatian untuk
mengelola kebun pada lahan masing-masing.

293

AGAMA KRISTEN PROTESTAN DAN
PERKEMBANGANNYA

Desakan untuk memenuhi kebutuhan spiritual baru
terasa, saat muncul kesadaran untuk bersekutu dalam
ibadah bersama karena latar belakang keagamaan dan
organisasi gereja yang sama, yakni Gereja Protestan Maluku.
Momentum itu terjadi pada pada awal September 1995,
beberapa hari setelah menempati wilayah transmigrasi.
Berawal dari hari ulang tahun salah satu anggota gereja yang
menempati wilayah transmigrasi ini.

Sebagai orang yang dituakan, bapak Oktovianus
Jacobus dipercayakan untuk melayani ibadah syukur hari
ulang tahun tersebut. Setelah itu, ibadah dilakukan secara
insidentil sesuai kesediaan masing-masing pemilik rumah,
karena pelayanan yang belum terorganisir, ketiadaan sarana
peribadatan, dan belum adanya tenaga pelayan.

Pada tanggal 6 September 1996, bersamaan dengan
Perayaan HUT ke-61 Gereja Protestan Maluku, Ketua Klasis
GPM Tanimbar Selatan (saat itu), Pendeta W.B.Pariama, S.Th,
hadir di tengah-tengah warga transmigrasi di Wesawak,
sekaligus beribadah bersama dengan anggota Jemaat.
Setelah itu, disepakati untuk pelayanan ibadah minggu
dimulai pada pekan berikutnya, dari rumah ke rumah warga,
yang dilayani secara bergilir oleh warga dewasa yang telah
sidi dan tidak sedang berada dalam tindak disiplin gereja

294

atau tidak sedang berada dalam persoalan moral tertentu.
Sedangkan untuk pelayanan sakramen, akan dikoordinasikan
dengan Badan Pekerja Klasis. Mekanisme ibadah seperti ini
berlangsung terus hingga tahun 1999.

Karena kebutuhan pelayanan yang mendesak, pada
pertengahan tahun 1999, warga resettlemen Wesawak
dipersiapkan untuk mengikuti tahapan-tahapan pemilihan
Majelis Jemaat GPM, masa bakti 2000-2005, di bawah
koordinasi Badan Pekerja Klasis. Dari proses itu, terpilih
sepasang Penatua dan Diaken yang dipercayakan untuk
melayani umat di resettlemen Wesawak. Agar pelayanan di
resettlemen Wesawak dapat berlangsung dengan baik,
Majelis Jemaat GPM Saumlaki diminta oleh Badan Pekerja
Klasis untuk mengkoordinasikannya. Artinya, untuk waktu
dan pelayanan ibadah tertentu diatur oleh Majelis Jemaat
GPM Saumlaki. Karena itu, secara fungsional resettlemen
Wesawak ditempatkan sebagai salah satu Sektor Pelayanan
dari Jemaat GPM Saumlaki, hanya untuk menata dan
memudahkan pelayanan. Pelayanan ibadah di Wesawak
semakin teratur, saat seorang warga (Keluarga Haruna)
mengizinkan rumahnya digunakan sebagai tempat ibadah
sementara.

Karena kebutuhan akan sarana peribadahan yang
representatif, pada tanggal 19 Juli 2000 dibentuk Panitia
Pembangunan Gedung Gereja, ditindaklanjuti dengan

295

pembersihan dan pengukuran lokasi pada 12 Agustus 2000.
Karena terbatasnya sumber daya manusia, soliditas antar
personil panitia yang masih renggang dan proses
penyesuaian pada masa transisi yang membutuhkan waktu,
maka upaya dana untuk pembangunan tersebut baru
dilakukan pada September 2000, bersamaan dengan
pengumpulan material lokal. Tanpa menunggu lama, tanggal
24 September 2000 digunakan sebagai momentum
peleletakan batu pertama. Usai peletakan batu pertama,
kegiatan sejenak berhenti, dan fokus diarahkan untuk upaya
dana. Pemancangan tiang bermula dan proses pembangunan
selanjutnya secara bertahap dilaksanakan kembali pada
tanggal 6 September 2002.

Berdasarkan Surat Keputusan BPH Sinode GPM, Nomor
: 214/IV/PI, tanggal 12 Mei 2005, Penginjil Nehemia Samuel
Wuarlela dimutasikan dari Jemaat GPM Eliasa ke Jemaat
GPM Saumlaki sebagai Pendeta Jemaat. Karena kebutuhan
tenaga Pelayan Firman yang definitif dan untuk
mengkoordinir penyelenggaraan pelayanan gereja, oleh
Badan Pekerja Klasis GPM Tanimbar Selatan, Penginjil
Nehemia Samuel Wuarlela kemudian ditempatkan di Sektor
Pelayanan Wesawak. Beliau adalah penginjil pertama yang
bertugas di Sektor Pelayanan Wesawak. Dengan dibantu oleh
Majelis Jemaat Periode 2000-2005 yaitu: Penatua
Nikodemus Lololuan, Penatua Oktovianus Jacobus, Penatua

296

Marlatu Moriolkossu, Penatua Fredrik Watumlawar, Diaken
Jacob Emray, dan Diaken Ny. Selvina Laratmasse/K.

Kemudian pelayanan Jemaat dilanjutkan oleh Majelis
Jemaat periode 2005-2010 hasil Pemilihan November 2004,
yaitu: Penatua Mathius Luma, Penatua Ny.Lorina
Lamerburu, Diaken Jacob Embray, dan Diaken Ny. Lentjie
Moriolkossu/T.

Secara perlahan-lahan, penataan pelayanan di Sektor
Pelayanan Wesawak mulai dibenahi, baik dari sisi organisasi,
administrasi maupun pelayanan, termasuk di dalamnya
optimalisasi peran dan tanggungjawab Panitia Pembangunan
Gedung Gereja.

Sejak hadirnya Penginjil Nehemia Samuel Wuarlela,
koordinasi pelayanan dengan Jemaat GPM Saumlaki terputus
dengan sendirinya. Kenyataan itu ditandai dengan
pelaksanaan “Sidang Jemaat GPM Wesawak” di luar
kebijakan yang digariskan oleh Majelis Jemat GPM Saumlaki.
Karena itu, secara struktural maupun fungsional, terhitung
sejak kehadiran beliau di tahun 2005, Sektor Pelayanan
Wesawak telah “menjelma” menjadi Jemaat yang definitif,
tanpa sepengetahuan Majelis Jemaat GPM Saumlaki dan
Badan Pekerja Klasis. Secara organisasi, administrasi dan
pelayanan, seluruh fungsi, peran dan tanggung jawab sebagai
Jemaat definitif sudah dipraktekkan oleh “Majelis Jemaat
GPM Wesawak”.

297

Kenyataan ini mendorong Badan Pekerja Klasis untuk
segera memproses statusnya sebagai Jemaat definitif. Untuk
sampai pada tingkat itu, para Pelayan, Panitia dan umat
didorong untuk segera menyelesaikan pembangunan gereja.
Hingga akhir Mei 2010 penyelesaian pekerjaan dinyatakan
tuntas. Dalam proses ini, bantuan beberapa warga Katolik
untuk menopang pembangunan dan penyelesaian gedung
gereja patut dihargai. Pada waktunya, sebagaimana yang
ditargetkan oleh Panitia, gedung gereja yang dinamakan
“Sejahtera” diresmikan penggunaannya pada tanggal 12
September 2010 bersamaan dengan momentum
pengresmian pelembagaan Sektor Pelayanan Wesawak
menjadi Jemaat GPM Wesawak yang definitif berdasarkan
Surat Keputusan Badan Pekerja Harian Sinode GPM Nomor :
12/Skep/SND/E.2/9/2010 tertanggal 07 September 2010.
Jadi secara organisasi dan administrasi pelayanan Gereja
Protestan Maluku, Jemaat Wesawak baru menjadi salah satu
Jemaat GPM secara definitif pada tanggal 12 September
2010, dengan 1 Sektor dan 2 Unit Pelayanan (Imanuel dan
Maranatha).

Secara mandiri, Jemaat GPM Wesawak terpisah dari
Jemaat GPM Saumlaki, namun sampai saat ini Jemaat GPM
saumlaki tetap menyatakan topangannya bagi Jemaat GPM
Wesawak dengan menjadikan Jemaat GPM Wesawak sebagai
Jemaat Mitra. Topangan yang diberikan bukan hanya dalam

298

bentuk moriil, tetapi juga secara materiil. Tampu pelayanan
Jemaat GPM Wesawak terus dilanjutkan dengan terpilihnya
Majelis Jemaat Periode 2010-2015, yaitu: Penatua Ny.
Martha Unenor/Batlolone, Penatua Matheis Sobalely, Diaken
Ny. Kelmaskosu/Sahetapy, dan Diaken Ny. Agustina
Sobalely/Sabono.

Selain sebagai wilayah resettlemen, sejak tahun 2007,
oleh Markas Besar TNI melalui Komando Daerah Militer
(KODAM) XVI PATTIMURA secara khusus Kodim 1507
Maluku Tenggara Barat telah ditempatkan satu Batalyon
TNI-AD di Wesawak, untuk menjaga pertahanan dan
keamanan Kabupaten MTB sebagai wilayah terluar dari
teritorial NKRI karena berbatasan langsung dengan
Australia. Untuk tahap awal telah ditempati 40 orang
anggota TNI, 18 orang diantaranya merupakan warga gereja
yang juga memiliki hak dan tanggung jawab baik untuk
dilayani maupun untuk membangun Jemaat. Dalam
perkembangan sampai saat ini, jumlah anggota TNI yang
ditempatkan di Batalyon Infantri 734 Lor Labai (sekarang
menjadi Batalyon Infantri 734 Satria Nusa Samudera) sudah
lebih dari 200 orang.

Sejalan dengan dinamika perkembangan jemaat, maka
oleh Majelis Pekerja Harian Sinode GPM dengan Surat
Keputusan Nomor: 190/IV/Pa tertanggal 25 Maret 2011
menempatkan Pendeta Fredrik Abraham Haumahu, S.Th

299

sebagai Ketua Majelis Jemaat GPM Wesawak menggantikan
Penginjil Nehemia Samuel Wuarlela yang memasuki masa
purnabakti. Acara Serah terima Jabatan pelayanan Jemaat
diserahterimakan dari Wakil Ketua Majelis Jemaat (Penatua
Ny. M.Unenor/Batlolone sebagai Wakil Ketua Majelis Jemaat)
kepada Pendeta Fredrik Abraham Haumahu, S.Th pada
tanggal 22 Mei 2011 oleh Anggota Majelis Pekerja Klasis
GPM Tanimbar Selatan Pendeta Ny. L. Rangkoratat/B, S.Th.
Acara Serah terima Jabatan pelayanan ini juga dihadiri oleh
Penatua M. Baumasse dan Pendeta Ny. W. Sabono-Noya, S.Th
sebagai Anggota Majelis Pekerja Klasis GPM Tanimbar
Selatan.

Demi menjangkau pelayanan kepada Warga Jemaat
GPM yang bermukim di Desa Ilngei, Wowonda, Lorulun,
Tumbur, Arui Bab dan Arui Das (Desa-desa penganut
Katholik - semuanya di Pulau Yamdena) oleh Majelis Pekerja
Klasis GPM Tanimbar Selatan berdasarkan Surat Keputusuan
Nomor : 09/SKEP/KTS/E.2/05/2012, tertanggal 07 Mei
2012, maka pelayanan kepada Warga Jemaat GPM kemudian
dialihkan tanggungjawab pendampingan dan pelayanannya
dari Majelis Jemaat GPM Saumlaki kepada Majelis Jemaat
GPM Wesawak dalam suatu Ibadah Penyerahan pada tanggal
13 Mei 2012. Acara Penyerahan tanggungjawab pelayanan
diserahkan dari Majelis Jemaat GPM Saumlaki melalui Ketua
Majelis Jemaat GPM Saumlaki Pendeta Herman Reinhard

300

Tupan, M.Th kepada Anggota Majelis Pekerja Klasis Pendeta
Ny. W. Sabono-Noya, S.Th bertindak atas nama Majelis
Pekerja Klasis menyerahkan tanggungjawab pelayanan
kepada Majelis Jemaat GPM Wesawak melalui Ketua Majelis
Jemaat Pendeta Fredrik Abraham Haumahu, S.Th. Ibadah
Penyerahan tanggungjawab pelayanan ini dipimpin oleh
Pendeta Ny. W. Sabono-Noya, M.Th. Sejak saat itu, praktis
tugas-tugas pelayanan terhadap Jemaat di wilayah-wilayah
ini kemudian menjadi tanggungjawab Majelis Jemaat GPM
Wesawak untuk ditatalayani demi pertumbuhan ke depan.

Surat Keputusan ini, kemudian disampaikan kepada
pihak-pihak yang berhak mengetahui, diantaranya Pemimpin
Paroki dari Desa-desa penganut Katolik yang disebutkan di
atas, dan hal ini dirasa sangat memberi dampak positif bagi
perkembangan pelayanan gereja. Sebab dengan terbuka,
mereka (saudara Katolik) menerima segala bentuk
pelayanan dari Gereja Protestan.

Dengan hadirnya Yonif 734 dalam wilayah Pelayanan
Jemaat GPM Wesawak, dengan segala dinamikanya, maka
pada awal tahun 2012 dibentuklah Unit Pelayanan yang
baru, yakni Unit Mahanaim. Praktis tanggung jawab
pelayanan semakin bertambah. Diangkatlah sekondus
Penatua Andreas de Fretes dan Diaken Darius Korneles
sebagai Majelis Pendamping Unit Pelayanan Mahanaim.

301

Dinamika pelayanan terus berkembang, manakala
kembali terjadi mutasi Ketua Majelis Jemaat. Pendeta Fredrik
Abraham Haumahu, S.Th dimutasikan ke Jemaat GPM Lingat
dan sebagai Pendeta Muda ditempatkanlah Pendeta Robert
Stewart Lawalata, S.Si sebagai Ketua Majelis Jemaat GPM
Wesawak berdasarkan SK MPH Sinode GPM No. 18/I/Pa.
Proses serah terima jabatan dilakukan dalam ibadah minggu
14 April 2013 dengan dihadiri Ketua Klasis Pendeta Max.
Chr. Syauta, S.Th bersama staf MPK.

Batalyon Infanteri 734 terus mengalami
perkembangan. Hal itu telihat dari pemindahan Markas
Komando dari Wesawak ke Desa Lauran. Diawali dengan
turunnya 1 Kompi (Kompi Bantuan) pada akhir Agustus
2013 sampai turunnya Kompi Markas dan Kompi Senapan B
pada awal April 2014. Praktis seluruh aktivitas Batalyon
telah berfokus di Desa Lauran. Sementara Markas Komando
lama dijadikan sebagai Kompi (Kompi senapan A dan Kompi
Senapan C).

Seiring dengan berpindahnya Markas Komando dari
Wesawak ke Desa Lauran, maka berpindah pula sebagian
besar anggota jemaat GPM Wesawak dari Unit Mahanaim.
Menyikapi hal ini, maka Majelis Jemaat GPM Wesawak
melakukan pendekatan dengan Majelis Pekerja Klasis dan
Majelis Jemaat GPM Saumlaki (mengingat Desa Lauran
secara administratif termasuk wilayah pelayanan Jemaat

302

GPM Saumlaki). Atas kesepakatan bersama, semua anggota
Yonif 734 yang beragama Kristen Protestan dalam lingkup
kesatuan tetap dilayani oleh Jemaat GPM Wesawak. Pada 25
Mei 2014 dibentuklah Unit Pelayanan Baru, yakni Unit
Siloam dalam lingkup Kesatuan Yonif 734 yang menempati
Markas Komando, di Desa Lauran. Bertambah lagi satu unit
pelayanan, namun masih tetap dilayani oleh 6 orang Majelis
Jemaat.

Baru pada bulan November 2014, dipilihlah 8 orang
Majelis Jemaat Periode 2015-2020, yaitu: Penatua A. de
Fretes, Penatua Ny. F. Tonrate/W, Penatua Ny. L.
Murilkossu/T, Penatua Ny. M. Luturmas/M, Diaken Ny. A.
Sobalely/S, Diaken Ny. C. de Fretes/K, Diaken S. Jaflaun, dan
Diaken G. Lainata.

Dinamika Pelayanan tidak berhenti sampai di situ.
April 2015, lokasi Bandar Udara Saumlaki dipindahkan dari
Kota Saumlaki ke Petuanan Tumbur-Lorulun. Sebagian besar
pegawai pada akhirnya dipindahkan dari Saumlaki ke
Perumahan Bandar Udara. Kondisi ini serta merta
berdampak juga pada tanggung jawab pelayanan di Jemaat
GPM Wesawak. 31 Mei 2015 Jemaat GPM Wesawak kembali
membentangkan sayap pelayanannya dengan melakukan
ibadah Minggu Perdana di Lokasi Bandar Udara Mathilda
Batlayeri Amtufu-Lorulun untuk melayani para pagawai
Bandar Udara yang beragama Kristen Protestan.

303

Pelayanan di Lokasi Bandar Udara Mathilda Batlayeri
terus berjalan, hingga di akhir tahun 2017, tiga keluarga
yang berdomisili di Polsek Wertamrian (Lorulun)
menggabungkan diri dalam pelayanan di Jemaat GPM
Wesawak. Tepatnya 09 November 2017 Ibadah perdana
dilakukan di lokasi Polsek Wertamrian.

Seiring berjalannya waktu, muncul semangat anggota
Jemaat untuk terus membangun Jemaat ini. Warga Jemaat
yang berdomisili di Desa Ingei, Wowonda, Lorulun, Tumbur,
Bandara, Polsek, Arui, memiliki keinginan kuat agar mereka
dibentuk menjadi satu unit Pelayanan. Karena itu, dalam
persidangan ke-XI Jemaat GPM Wesawak, 28 Februari - 01
Maret 2018, perwakilan Jemaat-jemaat Domisili
diikutsertakan sebagai Peserta Luar Biasa Persidangan.
Dalam Sidang Gerejawi inilah diputuskan sebuah
Rekomendasi untuk membentuk satu Unit Pelayanan bagi
warga Jemaat yang berdomisili di Desa Ilngei – Arui.

Akhirnya, dalam ibadah Minggu, 08 April 2018
dibentuklah satu unit pelayanan dengan nama Unit Diaspora
yang menjangkau wilayah Desa Ingei, Wowonda, Tumbur,
Lorulun, Bandara Mathilda Batlayeri, Polsek Wertamrian,
Sangliat Krawain, Arui Bab, Arui Das. Perwakilan wilayah-
wilayah tersebut kemudian dilantik sebagai Koordinator
Unit Pelayanan dan Unit Diaspora menyatakan kesediaannya
untuk menjadi Panitia Sidang Jemaat ke-XII tahun 2019.

304

Dengan demikian, Jemaat GPM Wesawak sampai saat
ini telah dilayani oleh 3 orang Pendeta, yakni Penginjil (em.)
Penginjil Samuel Wuarlela (14 Agustus 2005 – 01 Desember
2009); Pendeta Fredrik Abraham Haumahu, S.Th (22 Mei
2011 – 14 April 2013); Pendeta Robert Stewart Lawalata, S.Si
(14 April 2013 – sekarang). Dengan jumlah KK sebanyak
105, dan jumlah jiwa sebanyak 410. Laki-laki 210 orang,
Perempuan 200 orang, yang tersebar dalam 5 Unit
Pelayanan: Imanuel (Wilayah Resettlemen), Maranatha
(Wilayah Resettlement); Mahanaim (Yonif 734/SNS, Kompi
Senapan A, Kompi Senapan C); Siloam (Kompi Markas,
Kompi Senapan B, Kompi Bantuan); Diaspora (Ilngei,
Wowonda, Lorulun, Tumbur, Bandara Mathilda Batlayeri,
Polsek Wertamrian, Sangliat Krawain, Arui Bab, Arui Das).

Demikian sejarah Jemaat GPM Wesawak yang bisa
diulas dalam tulisan ini. Dengan keyakinan iman kami
mengungkapkan madah syukur Kami Memanam dan
Menyiram, Tetapi Allah yang Memberi Pertumbuhan.

CATATAN AKHIR BAGIAN 5

1 Lihat: A. G. Honing, Ilmu Agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000),
hlm. 13-27.
2 Z. Sedubun, Menguak Tabir Yamdena (Saumlaki: Klasis Tanimbar
Selatan, 1996), hlm. 15-17, 55, 58.
3 Ibid., hlm. 59; juga Hasil Wawancara dengan Esau Sabonu dan Kepala
Desa Welutu, Kundrat Sairdekut.

305

4 Hasil Wawancara dengan Esau Sabonu dan Kepala Desa Welutu,
Kundrat Sairdekut; juga hasil Wawancara dengan Bapak Fredek
Wuritimur; Z. Sedubun, op. cit., hlm. 92.
5 Ibid.
6 Hasil Wawancara Esau Sabonu dan Kepala Desa Welutu Kundarat
Sairdekut Menguak Tabir Yamdena, Pdt. Z. Sedubun, Klasis Tanimbar
Selatan tahun 1996, hlm. 61, 92.
7 Hasil Wawancara dengan Esau Sabonu dan Kepala Desa Welutu,
Kundrat Sairdekut
8 Ibid.,: juga Z. Sedubun, op. cit., hlm. 92.
9 Hasil Wawancara dengan Esau Sabonu dan Kepala Desa Welutu,
Kundarat Sairdekut
10 Ibid.
11 Ibid.
12 Uang Natsar hanya pada rumah terakhir yang kemudian oleh Keluarga
Sambonu (keluarga yang terakhir dalam proses tikam tanah)
membawanya ke gereja.
13 Pemerintah Desa yang baru dilantik telah menetapkan Tata Tertib
Desa yang baru sebagai sebuah refleksi atas perkembangan hidup
bermasyarakat dengan segala dinamika sosial yang terjadi, tertanggal 12
September 2012.
14 Persoalan ini kemudian ditulis dalam sebuah Skripsi oleh Eka
Matrutty/Haluruk (Alumni STAKPN-Ambon) pada Oktober 2011.
15 Salinan Buku Baptisan Jemaat GPM Namtabung (berdasarkan aslinya).
16 Sekarang berusia 85 tahun. Beliau pun mengatakan bahwa, kakeknya
adalah salah satu siswa pertama yang mengenyam pendidikan SR ketika
itu.
17 Hasil Wawancara dengan Bpk. Nik Haluruk (mantan MJ) dan Bpk.
Armus Masombe (Ketua Pemuda).
18 Hasil Wawancara dengan Bpk. Hein Nimreskossu (mantan MJ), saat
bertugas sebagai MJ
19 Penuturan cerita dari orang tatua mengatakan bagi siapa yang datang
terlambat saat lonceng dibunyikan maka mereka diberi sanksi yaitu
duduk di sekitar orang yang sementara bekerja dan menatap saja.Hal ini
membuat mereka tidak berani terlambat karena merasa malu dan takut.
20 Biasanya diawali dengan memotong dan menebang pohon-pohon yang
telah ditentukan, membersihkan dan membakarnya sebelum datang
musim hujan untuk menanam.

21 Pdt. Z. Sedubun, Menguak Tabir Yamdena: 350 Tahun Gereja
Protestan Berkembang di Kepulauan Tanimbar (Saumlaki: Klasis GPM
Tanimbar Selatan, 1996), hlm. 62.

22 Ibid.,; Renstra Jemaat GPM Kandar.

306

23 Hasil wawancara dengan Pnt. Y. Matruty.
24 Hasil Wawancara dengan Bpk. Silas Turalely, Selasa 29 Mei 2018.
25 Hasil Wawancara dengan Bpk, Melkianus Slarwamin, 18 Mei 2018.
26 Hasil Wawancara dengan Bpk. Pelipus Slarmanat (90 tahun), 27 Mei
2018.
27 Hasil Wawancara dengan Bpk. Pelipus Slarmanat (90 tahun), 27 Mei
2018.
28 Hasil Wawancara dengan Bpk. Pelipus Slarmanat (90 tahun), 27 Mei
2018.
29 Hasil Wawancara dengan Bp. Ishak Slarmanat.
30 Misalnya keluarga yang menyebabkan masalah akan datang kepada
keluarga yang menjadi korban dan meminta maaf dengan membawa sopi
sebagai simbol penghormatan dan juga kain tenun sebagai simbol
perlindungan terhadap terhadap orang basudara dan perlindungan.
Kehadiran mereka selalu diwakili oleh orang tua dari marga yang
bersangkutan bersama dengan pelaku. Setelah pembicara seputar
masalah selesai, maka diikuti dengan minum sopi bersama setelah itu
masalah selesai dan persaudaraan terjalin kembali.
31 Memang dalam sejarah injil di jemaat-jemaat, nyaris kita
menggunakan patokan Baptisan pertama sebagai waktu masuknya injil.
Tetapi menurut Bpk. A. Lololuan, orang-orang Lingat telah mengenal
Injil ketika dibawa oleh Guru Injil Pentury. Barulah satu tahun kemudian
mereka bersedia dibaptis oleh Guru Injil Salarony ketika menggantikan
Pentury.
32 Hasil Wawancara dengan Ny. F. N. Kelibulin (mantan Majelis Jemaat
GPM Saumlaki)
33 Hasil Wawancara dengan Bpk. Y. Sabarlele (mantan Majelis Jemaat
GPM Saumlaki)
34 Hasil Wawancara dengan Bpk. Y. Sabarlele
35 Hasil Wawancara dengan Bpk Y Sabarlele dan Bpk. O. Yakobus
36 Hasil Wawancara dengan Ny. F. N. Kelibulin
37 Hasil Wawancara dengan Bpk. Bpk. Y. Sabarlele.
38 Hasil Wawancara dengan Bpk. Pnt. A. J. Homy, Sekretaris Majelis
Jemaat, Ketua Tim Swakelola
39 Penulisan ini bersumber pada tulisan Wesley Johanes, Di Sisi Sungai
Rmoye (Makatian, 2013).
40 D. H. Kolff, Voyages of The Dutch Brig of War, Dourga, Through
Southern and Little-Known Parts of The Moluccan Archipelago, and Along
The Previously Unknown Southern Coast of New Guinea, performed during
the years 1825 & 1826, London, James Maden, 1840, 271-274.
41 A. Lopuhaa, “Sejarah Perkembangan Jemaat”, 2008.
42 Lokasi sekitar rumah keluarga Bpk. Lewi Refutu, Librek Huninhatu
dan Bpk. Johanis Owandity sekarang.
43 Lokasi sekitar rumah Bpk. Demi Laiyan sekarang ini.

307

44 Sungai Bambu, atau sungai betong.
45 Informan Bpk. George Fordatkosu pada tgl. 15 Sep. 2018
46 Informan Bpk. Meli Fordatkosu, Bpk. Yoap Kemaskosu (Mantan
Kepala Desa Fursuy), Bpk. Fiktor Temartenan; Bpk. Lewi Linansera dan
Bpk. George Fordatkosu pada tgl. 15 Sep. 2018
47 Hasil Wawancara dengan Pdt. Ny. W. Noya, pada tgl. 15 Sep. 2018
48 Hasil Wawancara dengan Pdt. Ny. A. Mailuhu/S. S.Th (Mantan Pendeta
Fursuy tahun2003 - 2008) pada tgl. 15 Sep. 2018
49 Data Jemaat GPM Fursuy thn. 2018
50 Hasil wawancara dengan Bpk. Christian Fenanlabir.
51 Hasil Wawancara dengan Bpk. Marthinus Rangkoratat.
52 Hasil Wawancara dengan Bpk. Simram Rangkoratat.
53 Hasil Wawancara dengan Bpk. Christian Fenanlabir.
54 Hasil Wawancara dengan Bpk. Simram Rangkoratat.
55 Hasil Wawancara dengan Bpk. Christian Fenanlabir.

308


Click to View FlipBook Version