The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ALCo Regional Papua, 2023-02-15 08:19:54

KFR Tahunan 2022 Provinsi Papua

KFR TAHUNAN 2022 Papua

Kanwil DJPb Provinsi Papua i


1


2


iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK RINGKASAN EKSEKUTIF DASHBOARD MAKRO FISKAL REGIONAL BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1.1 Pendahuluan 1.2 Tujuan dan Sasaran Pembangunan Daerah 1.3 Tantangan Daerah 1.3.1 Tantangan Ekonomi Daerah 1.3.2 Tantangan Sosial Kependudukan 1.3.3 Tantangan Geografis Wilayah 1.3.4 Tantangan Daerah Sebagai Dampak Covid-19 BAB II ANALISIS EKONOMI REGIONAL 2.1. Analisis Indikator Makro Ekonomi 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto 2.1.2 Suku Bunga 2.1.3 Inflasi 2.1.4 Nilai Tukar 2.2. Analisis Indikator Kesejahteraan 2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2.2.2 Tingkat Kemiskinan 2.2.3 Tingkat Ketimpangan (Rasio Gini) 2.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan dan Tingkat Pengangguran 2.2.5 Nilai Tukar Petani (NTP) 2.2.6 Nilai Tukar Nelayan (NTN) 2.3 Reviu Capaian Kinerja Makro Kesra Regional BAB III ANALISIS FISKAL REGIONAL 3.1. Pelaksanaan APBN Tingkat Provinsi 3.1.1 Pendapatan Negara 3.1.2 Belanja Negara 3.1.3 Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 3.1.4 Surplus/Defisit APBN 3.1.5 Pengelolaan BLU Pusat 3.1.6 Pengelolaan Manajemen Investasi Pusat 3.1.7 Isu Strategis Pelaksanaan APBN di Daerah 3.2 Pelaksanaan APBD Tingkat Provinsi (Konsolidasi Pemda) 3.2.1 Pendapatan Daerah 3.2.2 Belanja Daerah 3.2.3 Surplus/Defisit APBD 3.2.4 Pembiayaan Daerah 3.2.5 Perkembangan BLU Daerah 3.2.6 Isu Strategis Pelaksanaan APBD 3.3 Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian 3.3.1 Pendapatan Konsolidasian 3.3.2 Pendapatan Konsolidasian 3.3.3 Surplus/Defisit 3.3.4 Pembiayaan Konsolidasian 3.3.5 Kontribusi Pengeluaran Pemerintah dalam Perekonomian BAB IV ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN POTENSIAL REGIONAL 4.1 Pendahuluan


iv 4.2 Sektor Unggulan Daerah 4.2.1 Profil Sektor Unggulan Daerah Berdasarkan Lapangan Usaha 4.2.2 Kontribusi Sektor Unggulan Daerah Terhadap Ketenagakerjaan 4.2.3 Kontribusi Sektor Unggulan Daerah Terhadap Pendapatan Negara dan Daerah 32 4.2.4 Dukungan Alokasi Anggaran APBN dan APBD 4.2.5 Tantangan Fiskal Pada Sektor Unggulan Daerah 4.2.6 Dukungan Kebijakan dan Stimulus Fiskal yang Diperlukan 4.3 Sektor Potensial Daerah 4.3.1 Profil Sektor Potensial Daerah Berdasarkan Lapangan Usaha 4.3.2 Kontribusi Sektor Potensial Daerah Terhadap Ketenagakerjaan 4.3.3 Kontribusi Sektor Potensial Daerah Terhadap Pendapatan Negara dan Daerah 32 4.3.4 Dukungan Alokasi Anggaran APBN dan APBD 4.3.5 Tantangan Fiskal Pada Sektor Potensial Daerah 4.3.6 Dukungan Kebijakan dan Stimulus Fiskal yang Diperlukan BAB V ANALISIS TEMATIK: HARMONISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH 5.1 Pendahuluan 5.2 Harmonisasi Belanja K/L dengan DAK Fisik, DAK Nonfisik, dan Dana Desa 5.2.1 Harmonisasi Belanja K/L dengan DAK Fisik 5.2.2 Harmonisasi Belanja K/L dengan DAK Nonfisik 5.2.3 5.2.3 5.3 Harmonisasi Belanja PusatDaerah Berbasis Prioritas Nasional Pada RPJMN/D 38 5.3.1 Harmonisasi Belanja PusatDaerah pada PN 1 5.3.2 Harmonisasi Belanja PusatDaerah pada PN 2 5.3.3 Harmonisasi Belanja PusatDaerah pada PN 3 5.3.4 Harmonisasi Belanja PusatDaerah pada PN 5 5.3.5 Harmonisasi Belanja PusatDaerah pada PN 6 5.3.6 Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 7 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan 6.2 Rekomendasi


v DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah Untuk Mendanai Pembangunan Daerah Tabel 1.2. Sasaran Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua Tabel 1.3. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2017-2021 (Juta Rupiah) Table 1.4. Distribusi Persentase RT Menurut Kabupaten/Kota dan Sumber Kelistrikan di Provinsi Papua (persen), 2021 Table 1.5. Penduduk Usia Kerja dan Angkatan Kerja (Ribu Jiwa) Table 1.6. Tingkat Kriminalitas Provinsi Papua Table 1.7. Tingkat Kepadatan Penduduk Provinsi Papua Table 1.8. Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua, 2021 Table 1.9. Jumlah Kasus Penyakit di Provinsi Papua, 2021 Table 1.10. Angka Melek Huruf Papua (persen) Table 1.11. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan per Agustus (Persen) Tabel 1.12. Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kabupaten/Kota dan Topografi Wilayah Tabel 1.13. Tantangan Pandemi di Provinsi Papua Des 2022 Tabel 2.1. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Pengeluaran Papua 2022 Tabel 2.2 Tingkat Komoditas Tabel 2.3. Hasil Reviu Efektivitas Kebijakan Makro Ekonomi dan Kesejahteraan Provinsi 2022 Tabel 2.4 Pengaruh Operasi Pemerintah (Konsolidasian APBN dan APBD) per Sektor (dalam miliar Rupiah) Tabel 2.5. Pengaruh Operasi Pemerintah terhadap Sektor Riil (dalam miliar Rupiah) Tabel 2.6. Pengaruh Operasi Pemerintah terhadap Sektor Eksternal (dalam juta USD) Tabel 2.7. Pengaruh Operasi Pemerintah terhadap Sektor Penerimaan (dalam miliar Rupiah) Tabel 3.1. I-Account APBN Tabel 3.2. Realisasi Pajak Per Sektor Tabel 3.3. Realisasi Pajak Per Wilayah Tabel 3.4. Realisasi Pajak Per Sektor Tabel 3.5. Komponen Pendapatan PNBP Tabel 3.6. Realisasi Belanja Per Jenis Belanja Tabel 3.7. TKD di Papua Tabel 3.8. Perbandingan TKD di Wilayah Papua, Papua Barat dan Maluku


vi Tabel 3.9. Nilai Aset BLU Tabel 3.10. Tingkat Kemandirian BLU Tabel 3.11. Hasil Monev Satker Potensial BLU di Papua Tabel 3.12. KUR Per Sektor Tabel 3.13. KUR Per Penyalur Tabel 3.14. KUR Per Wilayah Tabel 3.15. KUR Per Skema Tabel 3.16. I-Account APBD 2022 Tabel 3.17. Realisasi Komponen PAD APBD Provinsi Papua Tahun 2020-2022 (miliar rupiah) Tabel 3.18. Komponen Realisasi Pendapatan Transfer Tabel 3.19. Komponen Realisasi Pendapatan LLPDyS Tabel 3.20. Belanja Berdasarkan Fungsi Tabel 3.21. Rasio Defisit APBD 2020-2022 Tabel 3.22. Rasio Keseimbangan Primer Provinsi Papua Tahun 2020-2022 Tabel 3.23. Profil dan Jenis Layanan BLUD di Papua Tabel 3.24. SK Kepala Daerah Penetapan BLUD Tabel 3.25. I-Account Konsolidasian Tabel 3.26. Tax Ratio Tabel 3.27. Belanja Per Kapita Tabel 3.28. Kontribusi Belanja terhadap PDRB Papua Tahun 2020-2022 Tabel 3.29. Kuadran Realisasi Belanja – Rasio Dana di Perbankan Tabel 4.1. Hasil Penghitungan Analisis I-O Tabel 4.2. Linkages antar Sektor Usaha di Papua Tabel 4.3. Multiplier Effect tiap Sektor Usaha Tabel 4.4. Kontribusi Sektor Unggulan Daerah Terhadap Pendapatan Negara dan Daerah Tabel 4.5. Dukungan DAK Fisik terhadap Sektor Usaha Tabel 4.6. Profil Sektor Potensial Daerah Berdasarkan Lapangan Usaha Tabel 4.7. Pemetaan Potensi Pengembangan Industri Pengolahan per Wilayah Adat Tabel 5.1. Harmonisasi Belanja K/L dan DAK Fisik Tabel 5.2. Harmonisasi Belanja K/L dan DAK Nonfisik Pendidikan Tabel 5.3. Harmonisasi Belanja K/L dan DAK Nonfisik Kesehatan Tabel 5.4. Harmonisasi Belanja K/L dan DAK Nonfisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Ketenagakerjaan, dan Kependudukan Tabel 5.5. Harmonisasi Belanja K/L dan DAK Non Fisik PPA, Penanaman Modal, dan Ketahanan Pangan Tabel 5.6. Harmonisasi Belanja K/L dan Dana Desa Tabel 5.7. Alokasi Belanja Wajib Provinsi Papua Tabel 5.8. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 1 Tabel 5.9. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 2


vii Tabel 5.10. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 3 Tabel 5.11. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 5 Tabel 5.12. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 6 Tabel 5.13. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 7


viii DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Penggunaan lahan Provinsi Papua Gambar 5.1. Sinergi Pendanaan Dalam RIPPP dan RAPPP


ix DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Persen Luas Daratan Kawasan Hutan Grafik 1.2. Nilai PMTB Provinsi Papua Grafik 1.3. Jumlah PNS Provinsi Papua Grafik 1.4. Kondisi Jalan Provinsi Papua (km) Grafik 1.5. Struktur Jalan Provinsi Papua (km) Grafik 1.6. Mata Pencaharian Masyarakat Papua 2022 Grafik 1.7. Banyaknya Desa/Kelurahan Menurut Jenis Bencana Grafik 1.8. Indeks Risiko Bencana Papua Grafik 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Regional Papua Maluku dan Nasional (persen) Grafik 2.2. Pertumbuhan Ekonomi Papua Per Sektor Pengeluaran (yoy, persen) Grafik 2.3. Distribusi PDRB Pengeluaran Provinsi Papua (persen) Grafik 2.4. Laju Pertumbuhan PDRB Lapangan Usaha Per Sektor Provinsi Papua (persen) Grafik 2.5. Distribusi PDRB Pers Sektor Lapangan Usaha Provinsi Papua (persen) Grafik 2.6. PDRB Per Kapita Regioan Papua Maluku dan Nasional Grafik 2.7. Perkembangan Ekspor Provinsi Papua Tahun 2020-2022 (US$ juta) Grafik 2.8. Perkembangan Impor Provinsi Papua Tahun 2020-2022 (US$ juta) Grafik 2.9. Perkembangan ICOR Regional Papua Maluku (rasio) Grafik 2.10. Perkembangan BI 7-Day Repo Rate Tahun 2019-2022 (persen) Grafik 2.11. Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman pada Bank Umum 2016-2022 Grafik 2.12. Posisi Simpanan Masyarakat Rp & Valas Bank Umum dan BPR Regional Papua Maluku (Miliar) Grafik 2.13. Posisi Pinjaman Masyarakat Rp & Valas Bank Umum dan BPR Regional Papua Maluku (Miliar) Grafik 2.14. Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Simpanan berjangka pada Lembaga Keuangan (12 Bulan) Grafik 2.15. Pergerakan Laju Inflasi Nasional dan Regional Papua Maluku (yoy, persen) Grafik 2.16. Tren Pergerakan Kurs Rp per US$ 1 dan Neraca Perdagangan Papua (juta $) Tahun 2022 Grafik 2.17. Laju Pertumbuhan IPM Regional Papua dan Maluku 2018-2021 Grafik 2.18. Nilai IPM Regional Papua dan Maluku Tahun 2017-2022 Grafik 2.19. IPM Menurut Kabupaten/Kota, 2021 Grafik 2.20. Tingkat Kemiskinan Nasional dan Regional Papua Maluku (persen) Grafik 2.21. Jumlah dan Tingkat Kemiskinan Pedesaan dan Perkotaan Tahun 2018 - 2022 (ribu jiwa, persen)


x Grafik 2.22. Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Papua 2022 Grafik 2.23. Perkembangan Gini Ratio Nasional dan Regional Papua Maluku Grafik 2.24. Perkembangan Gini Ratio menurut wilayah Provinsi Papua Grafik 2.25. TPAK Nasional dan Regional Papua Maluku (persen) Grafik 2.26. TPT Nasional dan Regional Papua dan Maluku Grafik 2.27. NTP Provinsi Papua 2020-2022 Grafik 2.28. NTN Provinsi Papua 2020-2022 Grafik 3.1. Tax Ratio Provinsi Papua Papua (%) Grafik 3.2. Realisasi Penerima dan Pemberi Hibah Grafik 3.3. Pagu dan Realisasi K/L Terbesar di Papua tahun 2022 Grafik 3.4. Pagu dan Realisasi K/L Terbesar di Papua tahun 2022 Grafik 3.5. Penyaluran UMi di Papua Tahun 2022 Grafik 3.6. Komponen Realisasi PAD Grafik 3.7. Realisasi Belanja Daerah Tahun 2020-2022 (miliar rupiah) Grafik 3.8. Realisasi Belanja Operasi Tahun 2020-2022 (miliar rupiah) Grafik 3.9. Realisasi Belanja Modal Tahun 2020-2022 (miliar rupiah) Grafik 3.10. Realisasi Belanja Tidak Terduga Tahun 2020-2022 (miliar rupiah) Grafik 3.11. Realisasi Belanja Transfer Tahun 2020-2022 (miliar rupiah) Grafik 3.12. Kuadran Realisasi Belanja – Rasio Dana di Perbankan


xi RINGKASAN EKSEKUTIF Sasaran Pembangunan dan Tantangan Daerah Semangat Pembangunan Provinsi Papua yang memiliki 29 Kabupaten/Kota dengan luas 32.027.839 hektar yang terbagi menjadi 576 distrik, 5.560 desa/ kelurahan dan menjadi tempat tinggal bagi 4.355.445 jiwa dijalankan dengan visi “Bangkit, Mandiri Dan Sejahtera Yang Berkeadilan” sebagaimana tertuang dalam RPJMD Provinsi Papua 2019- 2023. Untuk mewujudkan visi tersebut, dirumuskan misi-misi pembangunan sebagai berikut: (1) Memantapkan kualitas dan daya saing SDM; (2) Memantapkan rasa aman, tentram dan damai serta kehidupan demokrasi memperkuat bingkai NKRI; (3) Penguatan tata kelola pemerintahan; (4) Penguatan dan percepatan perekonomian daerah berbasis potensi unggulan lokal dan pengembangan wilayah berbasis kultural secara berkelanjutan; dan (5) Percepatan pembangunan daerah tertinggal, terdepan, terluar dan tertentu. Pembangunan Provinsi Papua dengan status wilayah Otonomi Khusus, Sebagian besar dipengaruhi oleh besarnya sumber daya alam berupa pertambangan (minyak dan gas alam) serta aktivitas perdagangan. Hal tersebut berakibat pada terpusatnya aktivitas perekonomian pada Jayapura dan Merauke sebagai Aktivitas perdagangan serta Mimika sebagai lokasi pertambangan. Pesatnya perekonominan pada 3 kabupaten/ kota tersebut mengakibatkan adanya kesenjangan ekonomi wilayah. Kesenjangan perekonomian di beberapa kabupaten/kota menyebabkan yaitu tidak meratanya kualitas dan kuantitas fasilitas pelayanan Kesehatan, Pendidikan, maupun infrastruktur lainnya seperti jalan dan listrik. Dilihat dari kondisi geografis, Provinsi Papua memiliki wilayah yang beragam mulai dari daerah pesisir pantai hingga daerah pegunungan. Hal ini mengakibatkan Provinsi Papua lebih rentan terhadap adanya bencana seperti kebakaran lahan dan hutan, gempa tektonik, dan bencana tsunami. Kompleksitas penanganan pandemi Covid-19 menjadi tantangan bagi Provinsi Papua karena meperburuk keadaan endemi sebelumnya seperti malaria. Keterbatasan infrastruktur, tingginya kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan pola hidup yang kurang bersih juga memperburuk keadaan saat pandemi berlangsung. Analisis Ekonomi Regional Pada tahun 2022, berbagai gejolak geopolitik perekonomian dunia hingga nasional silih berganti menyelimuti perekonomian Papua. Penanganan pandemi yang sudah masuk tahun ke-3 sejak tahun 2020, kenaikan Net Ekspor daerah di Pasar Internasional, kenaikan suku bunga Bank Indonesia, serta melajunya angka inflasi nyatanya telah mendorong pertumbuhan perekonomian Papua sebesar 2,70 persen (yoy). Sementara itu, angka PDRB Papua pada 2022 menurut harga berlaku mencapai mencapai Rp261,80 triliun dan atas


xii dasar harga konstan 2010 mencapai Rp172,90 triliun. Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Jasa keuangan dan asuransi mengalami laju pertumbuhan tertinggi sebesar 12,97 persen (yoy. Dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa Luar Negeri mengalami laju pertumbuhan tertinggi sebesar 13,87 persen (yoy). Selain itu, sektor pertambangan dan penggalian masih melanjutkan dominasinya terhadap PDRB Provinsi Papua dengan capaian kontribusi sebesar 38,6 persen. Pada komponen net ekspor, nilai mencapai US$5.795,14 juta atau meningkat sebesar 42,87 persen (yoy) sehingga berkontribusi 35,61 persen terhadap PDRB. Selain itu, laju inflasi mencapai 5,68 persen (yoy) jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya (1,79 persen) dan inflasi nasional (5,51 persen). Dari sisi kesejahteraan masyarakat, terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat Papua yang ditunjukan dengan penurunan ketimpangan (rasio gini) menjadi 0,393, penurunan tingkat kemiskinan menjadi 26,8 persen, nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengalami peningkatan menjadi 61,39, dan menurunnya tingkat pengangguran menjadi 2,83 persen. Peningkatan disebabkan oleh mulai pulihnya mobilitas masyarakat serta dukungan pemerintah pusat maupun daerah yang mendorong kenaikan volume kegiatan ekonomi dan transaksi perdagangan. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua memiliki tingkat sensitivitas yang rendah dan positif terhadap tingkat kemiskinan. Artinya jika terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen, maka tingkat kemiskinan akan berkurang, walaupun dibawah satu persen. Sampai 2022, pengeluaran pemerintah di Provinsi Papua masih menjadi komponen utama dalam pemulihan dan pertumbuhan ekonomi daerah terutama pada daerah pedesaan. Hal ini didukung bahwa 94,23 persen jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua sebagian besar berada di daerah pedesaan. Analisis Fiskal Regional Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN dan APBD) menggambarkan kondisi keuangan pemerintah yang berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan dan alokasi belanja pemerintah (pusat dan daerah) untuk satu periode tahun anggaran yang ditetapkan dalam peraturan. Pendapatan negara dan hibah Provinsi Papua terdiri dari pendapatan perpajakan dan PNBP. Realisasi Pendapatan Negara pada tahun 2022 tercatat sebesar Rp14.053,29 miliar atau mengalami pertumbuhan 29,06% (yoy). Pertumbuhan pada Pendapatan Negara didorong oleh seluruh komponen. Hingga akhir tahun 2022, realisasi Pendapatan Negara sudah mencapai 135,63% dari targetnya yang sebesar Rp10.361,74 miliar. Belanja Negara terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat dan TKD. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp13.345,59 miliar atau menurun -9,30% (yoy). Sementara TKD terealisasi Rp49.224,84 miliar atau naik 9,86%. Komponen realisasi Pendapatan Daerah terdiri dari PAD, Pendapatan Transfer, Transfer Antar Daerah, dan Lain-lain PAD yang Sah. Realisasi Pendapatan Daerah sebesar Rp41.267,82 miliar mengalami penurunan -15,88% (yoy). Komponen Belanja Daerah terdiri dari Belanja Operasi, Belanja Modal, Belanja Tidak Terduga dan Belanja Transfer. Realisasi Belanja Daerah sebesar Rp39.048,74 miliar menurun -22,82% (yoy).


xiii Komponen Pendapatan Konsolidasian terdiri dari Pendapatan Perpajakan, PNBP, Hibah, dan Transfer, Realisasi Pendapatan Konsolidasian sebesar Rp13.998,18 miliar atau naik 9,70% (yoy). Komponen Belanja Konsolidasian terdiri dari Belanja Pemerintah dan Transfer. Realisasi Belanja Konsolidasian sebesar Rp52.394,33 miliar atau turun -19,77% (yoy). Analisis Sektor Unggulan dan Potensial Daerah Berdasarkan tabel I-O Papua tahun 2022 hasil updating menggunakan metode modified RAS dalam rangka menilai dampak perubahan penciptaan output atau total nilai produksi dari sektor ekonomi untuk memenuhi permintaan diperoleh hasil bahwa sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu sektor konstruksi dengan nilai sebesar 2,5798. Sementara itu, sektor real estate memiliki angka pengganda pendapatan tertinggi sebesar 1,1897 dan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menjadi sektor dengan pengganda tenaga kerja tertinggi sebesar 0,3894 .Dari sisi keterkaitan antar sektor, sektor yang memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) adalah sektor informasi dan komunikasi, sementara sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu sektor konstruksi. Tingginya nilai pada sektor konstruksi ini karena perlambatan pada sektor konstruksi akan berdampak pada sektor lain secara keseluruhan, terutama terkait penyediaan akses infrastruktur pendukung. Di sisi sektor potensial daerah, industri pengolahan merupakan sektor yang patut diperhitungkan dan perlu mendapat dukungan fiskal. Sektor industri pengolahan sesungguhnya memiliki nilai pengganda yang cukup besar pada semua jenis pengganda (output, income, dan employment), yaitu masing-masing sebesar 1,9033; 1,0776; dan 0,0075. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa sektor industri pengolahan berpotensi menjadi pengganda yang besar bagi sektor lainnya dan mampu menggerakkan perekonomian. Industri pengolahan, terutama pengolahan dari komoditas pertanian, perkebunan, dan perikanan, mampu memberikan nilai tambah atas hasil produksi bahan mentah di sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. Analisis Tematik: Harmonisasi Belanja Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Harmonisasi belanja pusat dan daerah merupakan pilar keempat dalam Undang-Undang Harmonisasi Kebijakan Pusat dan Daerah. Dalam konteks regional Papua, belanja K/L dan DAK Fisik dalam pelaksanaannya telah memiliki keselarasan dikarenakan proses penganggaran yang sudah saling melengkapi dan menghindari adanya duplikasi. DAK memiliki kemampuan dalam mengintervensi belanja pemerintah daerah agar selaras dengan kepentingan pemerintah pusat di daerah sehingga ada nilai tambah dari sisi harmonisasi tujuan pembangunan. Hal tersebut diarahkan dalam rangka meminimalisasi horizontal imbalance melalui pemerataan penyediaan infrastruktur serta percepatan pembangunan aksesibilitas dan konektivitas daerah. Begitu juga dengan harmonisasi belanja K/L dan DAK Nonfisik yang pelaksanaan dan proses penganggarannya telah selaras dan tidak saling tumpang tindih. Melalui kedua belanja tersebut, telah terwujud berbagai capaian bidang di Papua


xiv dengan menyasar pada pemberdayaan dan peningkatan kesehatan dan pendidikan Orang Asli Papua (OAP) yang telah terfasilitasi. Selanjutnya harmonisasi K/L dan Dana Desa dalam pelaksanaannya tidak saling tumpang tindih dan saling melengkapi dengan fokus dana desa pada pemberdayaan masyarakat desa/kampung dan infrastruktur desa di Papua yang tersebar di 5.411 desa dengan kondisi geografis yang tergolong sulit, sementara fokus belanja K/L yang lebih menekankan pada bidang pemberdayaan dan infrastruktur yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Harmonisasi belanja pemerintah pusat dan daerah tertuang dalam Prioritas Nasional (PN) yang diwujudkan dalam berbagai major project. Hasil reviu antara target dengan capaian/realisasi, tercatat bahwa 6 dari 7 PN berlokasi atau teralokasi di Papua yaitu Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan (PN 1), Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan (PN 2), Meningkatkan SDM Berkualitas dan Berdaya Saing (PN 3), Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar (PN 5), Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim (PN 6), serta Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik (PN 7).


xv


xvi


xvii


xviii


xix


xx


xxi


xxii


1 BAB I SASARAN PEMBANGUNAN DAN TANTANGAN DAERAH 1.1 Pendahuluan Mewujudkan keselarasan antara pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah yang adil dan merata merupakan tujuan utama penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu bentuk dukungan yang baik ialah pendanaan yang berasal dari penghimpunan pendapatan maupun dari pengalokasian anggaran belanja baik pada APBN maupun APBD demi mendukung dan menyelaraskan pembangunan daerah. Pembangunan Daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah provinsi dan masyarakatnya mengelola sumbersumber daya yang ada serta membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor lainnya untuk merangsang pembangunan bidang sosial-ekonomi dan fisik (infrastruktur) yang dilaksanakan secara terpadu. UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua merupakan bentuk pengakuan dan perhatian khusus dari pemerintah pusat pada Provinsi Papua untuk kedua kalinya (jilid 2) untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Papua dalam pemerintahan dan pembangunan sesuai dengan adat istiadat dan potensi yang dimiliki, sehingga penyelesaian permasalahan pembangunan diharapkan dapat ditanggulangi secara lebih kontekstual untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Papua. Tahun 2022 merupakan tahun pertama pelaksanaan otonomi khusus Provinsi Papua jilid 2. Pada era sebelumnya, otonomi khusus telah memberikan warna dan perubahan di berbagai sendi kehidupan masyarakat. Diharapkan agar otonomi khusus Provinsi Papua pada edisi kedua ini dapat memberikan dampak yang lebih signifikan bagi Provinsi Papua dalam pembangunan bidang sosial-ekonomi dan fisik (infrastruktur). Perumusan pembangunan di Provinsi Papua secara teknis dilakukan dengan mengevaluasi pelaksanaan program, kegiatan dan capaian kinerja pembangunan, serta identifikasi atas permasalahan-permasalahan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Penyusunan pembangunan yang tepat merefleksikan kebutuhan serta keberpihakan pada Orang Asli Papua (OAP) dan masyarakat miskin yang paling rentan, serta penguatan basis data untuk penanganan dan melakukan intervensi sosial ekonomi secara langsung. Hal ini selaras dengan visi, misi, dan sasaran pembangunan daerah yang tercantum dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua tahun 2019-2023 yang juga telah mengacu dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Terlepas dari hal tersebut, tantangan daerah baik dari sisi ekonomi, sosialkependudukan, serta tantangan geografis dan wilayah, perlu mendapatkan perhatian yang lebih oleh Pemerintah


2 Daerah maupun Pemerintah Pusat. Dengan kondisi Papua yang ada, ditambah dengan dampak pandemi COVID-19 yang masih dirasakan di tahun 2022 dan situasi geopolitik Rusia – Ukraina yang mulai terjadi di awal tahun 2022, perlu strategi yang sedikit berbeda agar kebijakan fiskal yang telah diambil Pemerintah di Provinsi Papua dapat dilaksanakan secara efektif dalam rangka mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. 1.2 Tujuan dan Sasaran Pembangunan Daerah Tujuan pembangunan daerah merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan visi dan misi yang menunjukkan hasil akhir rencana pembangunan pada jangka waktu tertentu, dengan memperhatikan permasalahan dan isu strategis daerah. Sedangkan Sasaran Pembangunan Daerah merupakan penetapan target atau hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan di daerah pada periode tertentu. Oleh karena itu, tujuan dan sasaran pembangunan daerah digunakan untuk memberikan arah pada program pembangunan daerah serta dalam rangka memberikan kepastian operasional dan keterkaitan antara misi dengan program yang dijalankan sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang ukuran-ukuran terlaksananya misi dan tercapainya visi. Tujuan dan sasaran pembangunan dijadikan sebagai prioritas tertinggi dalam perencanaan pembangunan jangka menengah yang selanjutnya akan menjadi dasar dalam mengukur kinerja pembangunan secara keseluruhan. 1.2.1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2022 merupakan tahun keempat dari pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua yang telah berlangsung dari tahun 2019 hingga tahun 2023. Pelaksanaan pembangunan di Papua sesuai yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Papua 2019-2023 dilakukan dengan meningkatkan kemandirian, kemitraan, dan keterlibatan Orang Asli Papua dalam segala bidang pembangunan yang berorientasi pada kemandirian dan kemapanan lokal berbasis keberlanjutan, ketahanan pangan, kemampuan daya saing, yang didukung perlindungan perempuan dan anak, serta menekankan pada kesetaraan gender dan terwujudnya lembaga jaminan sosial. Arah pembangunan jangka menengah Papua 2019-2023 memiliki tema “Memantapkan Pembangunan yang didukung SDM Berkualitas dan Kemapanan di Bidang Ekonomi, Sosial, Budaya, Politik, dan Lingkungan.” Pelaksanaan pembangunan di Papua sesuai yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Papua 2019-2023 dilakukan dengan meningkatkan kemandirian, kemitraan, dan keterlibatan Orang Asli Papua dalam segala bidang pembangunan yang berorientasi pada kemandirian dan kemapanan lokal berbasis keberlanjutan, ketahanan pangan, kemampuan daya saing, yang didukung perlindungan perempuan dan anak, serta menekankan pada kesetaraan gender dan terwujudnya lembaga jaminan sosial. Arah pembangunan jangka menengah Papua 2019-2023 memiliki tema “Memantapkan Pembangunan yang didukung SDM Berkualitas dan Kemapanan di Bidang Ekonomi, Sosial, Budaya, Politik, dan Lingkungan.” Berdasarkan tema pembangunan dan mencermati tantangan pembangunan masa depan, Visi Provinsi Papua tahun


3 No Uraian Proyeksi 2019 2020 2021 2022 2023 A Kapasitas Riil 7.255,26 7.617,18 7.998,04 8.397,94 8.817,84 B Penggunaan Kapasitas Riil B.1 Prioritas I Belanja langsung Program Prioritas untuk Pencapaian visi dan misi Daerah Tahun 2019-2023 6.430,04 6.782,66 7.169,62 7.664,85 7.997,84 B.2 Prioritas II Sumber : RPJMD Provinsi Papua (2019-2023) Berdasarkan visi dan misi yang telah ditetapkan, dijabarkan tujuan pembangunan yang menunjukkan suatu kondisi yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Selanjutnya, sasaran dapat dirumusankan dari kondisi yang menggambarkan tercapainya tujuan, berupa hasil pembangunan daerah dan perangkat daerah yang diperoleh dari pencapaian outcome dan impact dari program yang dilaksanakan perangkat daerah. Tujuan dan sasaran pembangunan Provinsi Papua sesuai dengan RPJMD tahun 2019-2023 adalah sebagai berikut: (a) Meningkatkan Kualitas SDM yang berdaya saing; (b) Meningkatkan keamanan, ketentraman dan ketertiban yang berbasis kohesivitas sosial dan harmonisasi keberagaman potensi kehidupan masyarakat Papua; (c) Meningkatkan Tata Kelola Kepemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; (d) Pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan; (e) Mewujudkan percepatan pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur daerah guna menopang pengembangan wilayah serta akses pada layanan dasar dan pasar; dan (f) Meningkatkan pemerataan pembangunan. 1.2.2. Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD adalah dokumen perencanaan tahunan daerah, yang merupakan penjabaran dari RPJMD. Secara operasional, RKPD memuat arahan 2019-2023 adalah “Papua Bangkit, Mandiri dan Sejahtera Yang Berkeadilan.” Untuk mewujudkan visi tersebut, dirumuskan misi-misi pembangunan sebagai berikut: (1) Memantapkan kualitas dan daya saing SDM; (2) Memantapkan rasa aman, tentram dan damai serta kehidupan demokrasi memperkuat bingkai NKRI; (3) Penguatan tata kelola pemerintahan; (4) Penguatan dan percepatan perekonomian daerah berbasis potensi unggulan lokal dan pengembangan wilayah berbasis kultural secara berkelanjutan; dan (5) Percepatan pembangunan daerah tertinggal, terdepan, terluar dan tertentu. Tabel 1.1. Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah Untuk Mendanai Pembangunan Daerah


4 untuk mencapai kinerja pemerintahan yang menjadi tanggung jawab masingmasing Kepala Perangkat Daerah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang ditetapkan dalam Rencana Kerja Perangkat Daerah (Renja-PD). Dokumendokumen perencanaan tersebut berpedoman kepada Visi Provinsi Papua 2018 – 2023 sebagai alat ukur kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah dalam merealisasikan program dan kegiatan. RKPD Provinsi Papua Tahun 2022 selain disusun dengan mempedomani RPJMD Provinsi Papua Tahun 2018- 2023, juga berpedoman pada dokumen perencanaan pembangunan lainnya, seperti rencana tata ruang, RPJPD, RPJP dan RPJM Nasional. Di samping itu, RKPD Provinsi Papua Tahun 2022 ini disusun dengan memperhatikan sumber daya dan potensi yang dimiliki, faktorfaktor keberhasilan, evaluasi kinerja pembangunan 2 (dua) tahun sebelumnya serta isu-isu strategis yang berkembang. Tabel 1.2. Sasaran Indikator Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Papua No Sasaran Makro Tahun ke 1 Tahun ke 2 Tahun ke 3 Tahun ke 4 Tahun ke 5 1 P e r t u m b u h a n Ekonomi 5,24% 5,56% 5,91% 6,26% 6,62% 2 Inflasi 2,36% 2,36% 2,34% 2,30% 2,26% 3 IPM 61,15 62,20 63,27 64,36 65,47 4 Kemiskinan 29,47% 29,15% 28,81% 28,48% 28,16% 5 Pengangguran 2,70% 2,50% 2,32% 2,16% 2,00% 6 Rasio Gini 0,3946 0,3919 0,3893 0,3866 0,3840 7 NTP 90,65% 92,90% 95,21% 97,58% 100,00% 8 NTN 104,17% 104,37% 104,58% 104,79% 105,00% Sumber : RPJMD Provinsi Papua (2019-2023) RKPD tahun 2022 merupakan tahapan keempat dari pelaksanaan RPJMD Provinsi Papua Tahun 2019-2023. Untuk Pembangunan tahun 2022 ini difokuskan pada upaya Memperkuat agenda Papua berkeadilan dengan menurunnya kesenjangan antar daerah dan antar individu, meningkatnya ketahanan masyarakat, jaminan kesejahteraan, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan tetap mempertahankan asset alam Papua. RKPD Papua 2022 disusun antara lain berdasarkan isu-isu strategis nasional dan daerah pada tahun 2022, tema RKP 2022, serta arah kebijakan pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Papua Tahun 2005 – 2025. Sementara itu, pendekatan yang digunakan dalam penyusunan RKPD Papua 2022 adalah kebijakan money follow program priority. Money Follow Priority Program merupakan pendekatan anggaran diarahkan untuk mendukung pelaksanaan program/kegiatan prioritas yang bersifat penting dan mendesak. Hal tersebut menjadikan RKPD 2022 sangat strategis untuk memastikan tercapainya sasaran-sasaran utama RPJMD 2019- 2023 dalam proses mewujudkan Papua Bangkit, Mandiri, Dan Sejahtera Berkeadilan. Secara substansial rumusan terhadap tema pembangunan RKPD tahun 2022 adalah: “Memperkuat Pemulihan Ekonomi Masyarakat, Jaminan Kesejahteraan Sosial dan


5 Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan serta Berkelanjutan”. 1.3 Tantangan Daerah Dalam setiap pelaksanaan tahapan pembangunan yang berkelanjutan baik itu jangka pendek (RKPD) maupun jangka menengah (RPJMD) yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah terutama dalam pelaksanaan otonomi daerah, terdapat berbagai kondisi tantangan yang perlu diperhatikan dalam pembangunan daerah sekaligus juga menjadi isu strategis daerah mengingat dampak signifikan yang ditimbulkan. Sejak Pandemi Covid-19 melanda pada tahun 2020, terdapat tantangan baru yang perlu dihadapi pada setiap daerah di seluruh Indonesia. Terlebih lagi, ketidakpastian kondisi ekonomi global dampak konflik Rusia – Ukraina yang terjadi di sepanjang tahun 2022 turut menambah tantangan dalam upaya menjaga kondisi ekonomi regional. Oleh sebab itu, diperlukan beberapa penyesuaian agar dapat survive dalam menghadapi tantangan tersebut 1.3.1 Tantangan Ekonomi Daerah 1.3.1.1. Tantangan Pengelolaan Potensi Sumber Daya Alam Sumber Daya Alam merupakan segala sesuatu yang berasal dari alam dan bisa dimanfaatkan dengan baik oleh manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Provinsi Papua salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki banyak potensi sumber daya alam didalamnya, mulai banyaknya luas hutan yang masih bertumbuh, adanya sumber mineral dan pertambangan dan sebagainya. Grafik 1.1. Persen Luas Daratan Kawasan Hutan Sumber : BPS (diolah) Jika dilihat dari persen pesebaran Hutan di Indonesia, Provinsi Papua memiliki hutan dengan persentase 24 persen dari total keseluruhan hutan di Indonesia. Ini menunjukan Papua memiliki potensi besar di SDA hutan. Dengan luasnya hutan Papua, ini bagaikan pisau bermata dua. Artinya jika dapat memanfaatkannya dengan baik maka akan menjadi sebuah potensi yang besar, sebaliknya jika tidak diurus dengan baik maka akan menjadi sebuah permasalahan yang cukup rumit untuk diselesaikan.


6 Tantangan yang dihadapi Provinsi Papua dalam mengelola sumber daya alam yang beragam ialah kondisi kontur tanah dan dataran yang tidak merata yang mengakibatkan sulitnya akses maupun pembukaan akses terhadap lahan yang kaya akan sumber daya alam. Terkait dengan potensi pertambangan adalah bagaimana memanfaatkan hasil tambang tersebut dengan efektif dan efisien agar hasil tambang dapat dirasakan oleh masyarakat saat ini hingga dimasa yang akan datang. 1.3.1.2. Tantangan dalam menciptakan iklim dan potensi investasi yang kondusif Iklim investasi yang cukup besar dan kondusif merupakan salah satu penunjang dalam pembangunan ekonomi suatu daerah. Daerah dengan iklim investasi yang besar dan kondusif serta berkelanjutan akan membuat suatu pembangunan dan perekonomian daerah berkembang secara pesat dalam kurun waktu yang relatif singkat. Tentu saja hal tersebut diharapkan oleh semua daerah didunia tidak terkecuali Papua. Iklim investasi suatu daerah dapat juga digambarkan dari nilai PMTB suatu daerah. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) adalah pengeluaran untuk barang modal yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun dan tidak merupakan barang konsumsi. PMTB mencakup bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, bangunan lain seperti jalan dan bandara, serta mesin dan peralatan. Grafik 1.2. Nilai PMTB Provinsi Papua Sumber : BPS (diolah) Nilai PMTB Provinsi Papua pada 2022 sebesar Rp83.810 miliar (harga berlaku) dan Rp48.750 miliar (harga konstan). Secara umum nilai PMTB Papua mengalami peningkatan dikarenakan para investor memperkirakan kondisi perekonomian di Papua akan segera membaik setelah adanya pandemi. Selain itu, masih banyak potensi yang dapat digali di Provinsi Papua yang sampai saat ini belumm mampu dimaksimalkan oleh para investor. Namun perlu diketahui bahwa masih banyak investor juga yang takut untuk memulai usaha dan investasi rill di tanah papua karena kondisi yang tidak menentu setiap harinya. Provinsi Papua dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif terbilang cukup menantang. Hal ini dikarenakan investasi di Papua merupakan investasi dengan biaya tinggi. Jarak yang jauh


7 1.3.1.3. Tantangan birokrasi dan pelayanan perizinan Birokrasi merupakan suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, di mana lebih banyak orang berada di tingkat bawah daripada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya sipil dan militer. Birokrasi di Indonesia dihadapkan pada permasalahan yang serupa di hampir semua regional, diantaranya birokrasi yang terlalu gemuk secara organisasi, peraturan perundang undangan yang belum harmonis, dan pelaku birokrasi yang ditempatkan di posisi yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Grafik 1.3. Jumlah PNS Provinsi Papua Sumber : BPS (diolah) Pada Provinsi Papua, jumlah ASN sejak tahun 2019 mengalami pertumbuhan yang signifikan. Hal ini dikarenakan banyaknya kebutuhan ASN di daerah yang belum terpenuhi sehingga diadakan proses perekrutan formasi CPNS pada tahun 2019 dan 2020 yang jumlahnya melebihi dari jumlah PNS yang pensiun (surplus pegawai). Penambahan jumlah ASN diprediksi akan mengalami pertambahan karena mulai tahun 2023 akan ada DOB atau Daerah Otonomi Baru. Tentu hal ini akan menambah jumlah ASN Daerah karena kebutuhan akan dinas-dinas baru bermunculan. Tantangan birokrasi Provinsi Papua adalah bagaimana memaksimalkan potensi dari setiap ASN daerah yang ada agar bekerja profesional dan bekerja sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, pegawai daerah juga diharapkan memiliki jenjang Pendidikan yang tinggi sebagai bekal pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam menuntaskan setiap permasalahan administrasi daerah. Untuk itulah, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kualitas Pendidikan di Papua baik melalui Belanja K/L dan Daerah untuk fungsi Pendidikan, DAK Fisik untuk infrastruktur sekolah, DAK Non Fisik untuk BOS, BOP, dan tunjangan tenaga pendidik, serta belanja Pendidikan sebesar 20% dari dana otonomi khusus specific grant. Terkait dengan pelayanan perizinan, sejauh ini birokrasi perizinan di Provinsi Papua masih kurang terdigitalisasi secara menyeluruh karena sebagian besar administrasi perizinan masih dikerjakan secara manual. Digitalisasi pada sistem perizinan merupakan tantangan tersendiri bagi Pemda Papua, hal ini dikarenakan butuh SDM yang memadai untuk dapat mengoperasikan


8 digitalisasi perizinan tersebut. Selain perizinan administratif, ada juga perizinan secara adat. Di Papua perizinan secara adat masih di akui oleh pemerintah daerah, hal ini karena masyarakat adat dipercaya sebagai leluhur yang harus di hormati dan merupakan salah satu kekayaan keanekaragaman di tanah Papua. Yang menjadi tantangan adalah banyak masyarakat adat yang seringkali mengakuisisi tanah yang bukan hak mereka dengan melakukan pemalangan terhadap suatu bangunan. Ini tentu bukan kondisi yang ideal bagi pelaku bisnis dan investor, mengingat akan timbul biaya yang tinggi untuk dapat menyelesaikan perizinan adat tersebut. 1.3.1.4. Tantangan Kesenjangan Sosial Kondisi perekonomian provinsi Papua secara makro cukup erat kaitannya dengan perekonomian nasional. Kebijakan-kebijakan ekonomi dari pemerintah pusat maupun daerah akan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi ekonomi Provinsi Papua yang menuntut adanya penyesuaian terhadap asumsi yang sebelumnya digunakan. Perekonomian Papua hingga saat ini masih bertumpu pada sektor pertambangan, dengan kabupaten/ kota yang menjadi penggerak utama ialah Jayapura, Mimika, dan Merauke yang sekaligus selalu menjadi acuan dalam perhitungan IHK Provinsi Papua. Jayapura merupakan Ibukota Provinsi Papua yang sekaligus menjadi wilayah pusat pelayanan dikarenakan terdapat banyak kantor perwakilan pemerintahan yang ada. Selanjutnya Kabupaten Mimika yang merupakan salah satu kabupaten yang cukup maju dikarenakan imbas dari adanya sektor pertambangan yaitu PT Freeport Indonesia. Terakhir, Kabupaten Merauke yang menjadi salah satu kota pusat kegiatan jasa dan perdagangan. Tabel 1.3. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2017-2021 (Juta Rupiah) Regency/City 2017 2018 2019 2020 2021 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Merauke 12.880.197,72 14.536.817,92 16.023.135,34 16.037.189,56 16.731.240,86 Jayawijaya 6.802.801,85 7.614.070,79 8.331.539,26 8.269.882,36 8.455.277,80 Jayapura 12.891.148,42 14.531.351,24 16.381.306,12 16.062.753,72 17.177.622,79 Nabire 9.483.997,59 10.340.871,94 11.084.220,05 11.194.890,90 12.044.693,23 Kepulauan Yapen 3.610.759,64 3.907.656,82 4.250.565,02 4.152.741,46 4.485.396,89 Biak Numfor 4.991.922,71 5.183.882,22 5.486.107,53 5.223.669,50 5.495.536,48 Paniai 3.529.979,29 3.894.878,91 4.181.796,55 4.283.393,78 4.446.734,78 Puncak Jaya 1.207.060,98 1.300.994,67 1.404.627,28 1.387.234,12 1.407.071,97 Mimika 74.227.269,06 85.333.875,01 54.834.540,28 63.393.415,75 95.228.231,20 Boven Digoel 4.264.634,00 4.566.549,78 4.818.163,77 4.821.050,40 4.958.684,10 Mappi 2.428.701,71 2.674.531,74 2.957.682,98 2.995.009,66 3.100.289,82 Asmat 2.038.249,15 2.258.836,80 2.470.834,23 2.569.010,86 2.694.634,31 Yahukimo 2.049.187,57 2.231.866,09 2.422.166,84 2.504.255,58 2.626.037,93 Peg. Bintang 1.620.159,59 1.763.242,60 1.913.609,00 1.968.754,16 2.079.566,63 Tolikara 1.346.817,43 1.463.354,55 1.593.214,05 1.672.316,20 1.720.528,85


9 Regency/City 2017 2018 2019 2020 2021 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Sarmi 2.292.218,73 2.534.430,42 2.819.691,88 2.938.839,74 3.113.047,98 Keerom 2.540.848,76 2.701.905,41 2.855.769,65 2.924.343,71 3.070.627,35 Waropen 1.762.695,91 1.916.368,63 2.052.786,84 2.044.761,02 2.117.286,75 Supiori 893.200,62 946.748,46 1.009.182,25 1.042.046,53 1.087.346,71 Mamberamo Raya 1.333.828,01 1.484.862,81 1.646.546,47 1.722.532,99 1.835.562,16 Nduga 1.019.098,32 1.118.455,39 1.216.569,56 1.269.942,27 1.345.724,47 Lanny Jaya 1.530.443,55 1.676.460,88 1.828.866,55 1.930.042,15 2.020.051,93 Mamberamo Tengah 988.831,57 1.080.533,34 1.163.650,26 1.213.549,36 1.261.727,85 Yalimo 1.007.186,18 1.115.609,90 1.221.433,89 1.283.663,57 1.354.408,92 Puncak 1.150.191,15 1.286.280,95 1.400.812,17 1.438.051,20 1.513.264,81 Dogiyai 1.098.784,65 1.207.712,89 1.313.231,87 1.355.634,40 1.411.759,29 Intan Jaya 1.086.636,90 1.183.785,69 1.248.658,73 1.273.026,86 1.303.563,47 Deiyai 1.157.359,22 1.267.399,51 1.389.136,93 1.435.664,55 1.492.901,19 Kota Jayapura 28.117.031,35 30.422.576,27 32.325.747,50 32.032.133,94 33.199.634,45 Jumlah Kabupaten/ Kota 189.351.241,62 1.463.354,55 1.593.214,05 1.672.316,20 1.720.528,85 Papua 188.938.078,74 210.600.573,21 189.510.696,13 199.232.884,44 235.343.249,91 Sumber : BPS Provinsi Papua Jika dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut harga berlaku sejak tahun 2017, memang ada kesenjangan ekonomi cukup besar antarwilayah kabupaten/kota di Provinsi Papua. Dari 29 Kabupaten dan Kota, kabupaten Mimika menduduki posisi pertama PDRB tertinggi pada Provinsi Papua. Hal ini dikarenakan andil sektor pertambangan yaitu PT Freeport Indonesia sebagai penyumbang terbesar dalam pendapatan domestik. Ketergantungan ekspor Provinsi Papua terhadap satu komoditi yaitu tambang tembaga yang diproduksi oleh PT. Freeport Indonesia yang mencapai kurang lebih 80 persen dari total ekspor Papua. Tidak hanya itu, secara konsisten berurutan Kabupaten Mimika juga selalu menjadi yang tertinggi di Provinsi Papua. Sedangkan untuk posisi PDRB terendah berada pada Kabupaten Supiori. Hal ini dikarenakan akses yang masih kurang memadai sehingga kegiatan perekonomian seperti perdagangan barang dan jasa tidak sebaik kabupaten lainnya. 1.3.1.5. Tantangan dukungan Permodalan dan Infrastruktur Ekonomi Selama tahun 2021, kondisi jalan di Provinsi papua hanya 34,62 persen dari 1134,329 km yang berada dalam kondisi baik, sisanya dalam kondisi sedang (46,27 persen), rusak (9,65 persen), dan rusak berat (9,45 persen). Selain itu, kontur jalan di Provinsi Papua hanya 8,77 persen yang telah beraspal, sedangkan sisanya masih berupa tanah, batu/ kerikil, dan rerumputan. Kondisi tersebut mengakibatkan banyak daerah di Provinsi Papua yang terhambat perekonomiannya karena jalan yang baik dan memadai merupakan tulang punggung bagi perputaran kegiatan perdagangan barang dan jasa, serta menjadi penghubung utama antar wilayah di Provinsi Papua yang memiliki jarak antar kabupaten/kota yang sangat jauh.


10 Grafik 1.4. Kondisi Jalan Provinsi Papua (km) Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah) Selain konektivitas jalan, pembangunan infrastruktur untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah dan antar sektor adalah terkait kelistrikan karena tidak dapat dipungkiri hingga saat ini kegiatan manusia masih sangat bergantung oleh adanya energi listrik. Sistem Rasio kelistrikan Provinsi Papua saat ini dapat dikatakan masih belum merata. Banyak daerah yang masih belum dijangkau oleh sistem kelistrikan langsung yang diberikan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Grafik 1.5. Struktur Jalan Provinsi Papua (km) Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah)


11 Rasio elektrifikasi (RE) adalah perbandingan jumlah pelanggan rumah tangga yang memiliki sumber penerangan baik dari listrik Perusahaan Listrik Negara (PLN) maupun listrik non-PLN dengan jumlah rumah tangga. Secara keseluruhan, Provinsi Papua masih memiliki nilai rasio elektrifikasi yang rendah. Disebabkan karena luasnya wilayah dan jarak antar rumah tangga cukup jauh, membuat besarnya biaya penyambungan sehingga masih banyak rumah tangga dengan sumber penerangan listrik non PLN. Table 1.4. Distribusi Persentase RT Menurut Kabupaten/Kota dan Sumber Kelistrikan di Provinsi Papua (persen), 2021 Kabupaten/Kota Listrik PLN Listrik Non-PLN Bukan Listrik Jumlah Merauke 89,37 4,87 5,76 100,00 Jayawijaya 64,71 20,79 14,50 100,00 Jayapura 91,69 6,83 1,47 100,00 Nabire 92,79 3,18 4,03 100,00 Kepulauan Yapen 66,80 12,76 20,44 100,00 Biak Numfor 99,55 - 0,45 100,00 Paniai 6,77 74,09 19,15 100,00 Puncak Jaya - 3,24 96,76 100,00 Mimika 85,98 7,13 6,89 100,00 Boven Digoel 42,93 35,65 21,43 100,00 Mappi 26,55 62,83 10,62 100,00 Asmat 21,75 20,76 57,49 100,00 Yahukimo 4,17 61,67 34,17 100,00 Pegunungan Bintang - 47,07 52,93 100,00 Tolikara - 99,52 0,48 100,00 Sarmi 81,10 16,64 2,26 100,00 Keerom 86,36 1,43 12,20 100,00 Waropen 42,69 30,19 27,12 100,00 Supiori 69,45 11,35 19,21 100,00 Mamberamo Raya 0,43 97,19 2,37 100,00 Nduga 8,95 50,20 40,85 100,00 Lanny Jaya 0,11 76,46 23,43 100,00 Mamberamo Tengah 2,28 74,37 23,36 100,00 Yalimo 3,06 69,83 27,11 100,00 Puncak 0,05 80,20 19,75 100,00 Dogiyai 3,82 21,38 74,80 100,00 Intan Jaya 0,91 83,33 15,76 100,00 Deiyai - 82,57 17,43 100,00 Kota Jayapura 100,00 - - 100,00 Papua 43,92 35,20 20,88 100,00


12 Sumber : BPS Provinsi Papua Keterbatasan kapasitas infrastruktur Provinsi Papua pada akhirnya berpengaruh pada peningkatan biaya produksi, koleksi dan distribusi yang pada gilirannya memperburuk daya saing produk yang dihasilkan. Keterbatasan dan rendahnya kualitas infrastruktur jalan dan listrik menjadi penyebab utama tingginya biaya ekonomi. Terlebih, infrastruktur pelabuhan laut dan bandar udara yang memadai terbatas hanya terdapat di beberapa kabupaten (bandara yang cukup besar dan memadai hanya Bandara di Kabupaten Jayapura, Sentani). Berbagai biaya ekonomi yang membebani ini harus ditanggung oleh para pelaku ekonomi secara langsung sehingga berpengaruh pada tingginya harga barang, serta kurangnya minat berinvestasi dari para pelaku ekonomi. 1.3.1.6. Tantangan Ketenagakerjaan Salah satu pembangunan daerah yang baik adalah tidak hanya memperhatikan bagaimana konektivitas saja, namun juga memperhatikan tentang kualitas sumber daya manusia yang akan berdampak pada ketenagakerjaan daerah tersebut. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam ketenagakerjaan adalah rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki angkatan kerja, khususnya Orang Asli Papua (OAP). Table 1.5. Penduduk Usia Kerja dan Angkatan Kerja (Ribu Jiwa) Status Keadaan Ketenagakerjaan 2020 2021 2022 Penduduk Usia Kerja (PUK) 2449,15 2494,14 2560,75 Angkatan Kerja 1767,4 1952,78 1991,1 - Bekerja 1691,75 1887,78 1934,77 - Pengangguran 75,66 65,0 56,33 Bukan Angkatan Kerja 681,74 541,37 569,65 TPT (%) 4,28 3,33 2,83 - Laki-laki 4,79 3,75 3,34 - Perempuan 3,56 2,74 2,12 TPAK (%) 72,16 78,29 77,75 - Laki-laki 79,84 86,41 85,49 - Perempuan 63,47 69,10 69,09 Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah) Komposisi angkatan kerja pada Agustus 2022 terdiri dari 1,93 juta orang penduduk yang bekerja dan 56,33 ribu orang pengangguran. Apabila dibandingkan Agustus 2021, jumlah angkatan kerja meningkat sebanyak 38,32 ribu orang. Penduduk bekerja naik sebanyak 46,99 ribu orang, sementara pengangguran turun sebanyak 8,67 ribu orang. Tantangan ketenagakerjaan di Provinsi Papua adalah bagaimana melatih dan mendidik orang asli papua (OAP) dalam memiliki kualitas produktivitas untuk


13 dapat menunjang pekerjaan mereka. Hal ini dikarenakan masih banyak OAP yang mengenyam Pendidikan hanya sampai sekolah dasar dan banyaknya pekerja dari luar pulau yang mulai berdatangan. Terkait dengan lapangan pekerjaan, masyarakat OAP cukup sering dilibatkan dalam proyek konstruksi seperti pembangunan maupun preservasi jembatan dan jalan sehingga mereka dapat memperoleh pekerjaan dan penghasilan meskipun sifatnya temporer. 1.3.1.7. Tantangan Keamanan Daerah Salah satu hal yang penting dalam memperlancar pembangunan suatu daerah ialah tingkat keamanan yang ditunjukan dari rendahnya tingkat kriminalitas yang terjadi. Kriminalitas sederhananya merupakan segala tindakan atau sesuatu yang dilakukan individu, kelompok, ataupun komunitas yang melanggar hukum atau suatu tindakan kejahatan, sehingga mengganggu keseimbangan atau stabilitas sosial dalam masyarakat. Ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat merupakan salah satu hal penting yang perlu dijaga untuk memperlancar pembangunan (UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah). Table 1.6. Tingkat Kriminalitas Provinsi Papua Tahun Penduduk (jiwa) Tindak Pidana % 2018 3.300.200 7.153 0,22% 2019 3.347.100 8.551 0,26% 2020 4.303.707 8.005 0,19% 2021 4.355.445 6.864 0,16% Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah) Tingkat kriminalitas harus terus dipantau dan ditangani dengan baik agar dapat ditekan dan tidak meningkat setiap tahunnya. Angka kriminalitas merupakan angka yang biasa digunakan untuk mengukur tindak kejahatan pidana. Secara umum angka kriminalitas di Papua cenderung fluktuatif berkisar pada rasio 0,16 persen hingga 0,26 persen pada kurun waktu 2018 hingga 2021. Terpantau kasus tertinggi pada tahun 2018 yaitu sebesar 8551 kasus dan terus menurun pada tahun berikutnya. Salah satu upaya dalam menciptakan serta memenuhi rasa aman dalam masyarakat adalah dengan keberhasilan pembangunan nasional. Rasa aman yang tercipta mempengaruhi kondisi masyarakat yang lebih produktif dalam melakukan kegiatannya termasuk kegiatan perekonomian. Kegiatan perekonomian yang berjalan dengan lancar merupakan salah satu syarat dalam menciptakan stabilitas dan keberhasilan pembangunan yang adil dan Makmur. Untuk itulah, pembangunan yang merata perlu dilakukan agar menstimulus kegiatan perekonomian dan menciptakan masyarakat yang produktif dan minim tidak kriminalitas. Pemerintah melalui kebijakan fiskalnya terus berupaya untuk mengurangi tingkat kriminalitas melalui alokasi belanja pada sektor pertahanan dan keamanan, serta alokasi belanja pada sektor perlindungan sosial, infrastruktur, serta Pendidikan dan Kesehatan. Alokasi belanja tersebut diharapkan mampu mengurangi ketimpangan sosial yang merupakan salah satu pembentuk tingginya tingkat


14 kriminalitas pada suatu daerah. 1.3.2 Tantangan Sosial Kependudukan 1.3.2.1. Kondisi, Struktur, dan Jumlah Kependudukan (Demografi) Provinsi Papua sebagai salah satu provinsi di Indonesia memiliki jumlah rasio kepadatan penduduk yang relatif tidak merata. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk per satuan luas. Kepadatan penduduk kasar atau crude population density (CPD) menunjukkan jumlah penduduk untuk setiap kilometer persegi luas wilayah. Tingkat pertumbuhan penduduk Provinsi papua sayangnya belum diimbangi oleh beberapa layanan dan fasilitas di sejumlah daerah. Kondisi wilayah dengan infrastruktur yang terbatas akan menyulitkan masyarakat jika jumlah penduduk meningkat, meskipun jumlah penduduk tersebut masih relatif sedikit jika dibandingkan dengan luas wilayahnya. Table 1.7. Tingkat Kepadatan Penduduk Provinsi Papua Kabupaten/Kota Presentase Penduduk Kepadatan Penduduk (jiwa/km2 ) Rasio Jenis Kelamin 2020 2021 2020 2021 2020 2021 1. Merauke 5,37 5,32 5,24 5,26 109,82 109,46 2. Jayawijaya 6,26 6,27 38,34 38,87 109,01 108,65 3. Jayapura 3,86 3,87 14,89 15,1 109,21 108,85 4. Nabire 3,93 3,92 15,22 15,38 111,19 110,82 5. Kepulauan Yapen 2,62 2,62 54,96 55,71 107,97 107,62 6. Biak Numfor 3,13 3,1 51,75 51,97 105,29 104,95 7. Paniai 5,12 5,13 44,17 44,79 121,48 121,06 8. Puncak Jaya 5,22 5,23 34,41 34,89 117,45 117,05 9. Mimika 7,25 7,26 14,42 14,62 120,6 120,18 10. Boven Digoel 1,49 1,49 3,62 3,65 113,6 113,22 11. Mappi 2,52 2,52 12,91 13,06 106,76 106,42 12. Asmat 2,56 2,56 7,02 7,12 107,79 107,44 13. Yahukimo 8,15 8,17 20,46 20,74 120,23 119,82 14. Pegunungan Bintang 1,81 1,79 13,94 13,99 118,13 117,73 15. Tolikara 5,51 5,52 21,59 21,89 119,54 119,13 16. Sarmi 0,96 0,96 1,53 1,54 114,01 113,62 17. Keerom 1,43 1,43 2,56 2,58 111,81 111,45 18. Waropen 0,79 0,79 1,06 1,08 112,93 112,55 19. Supiori 0,52 0,52 33,24 33,7 108,42 108,06 20. Mamberamo Raya 0,85 0,85 1,53 1,55 110,46 110,09


15 Kabupaten/Kota Presentase Penduduk Kepadatan Penduduk (jiwa/km2 ) Rasio Jenis Kelamin 2020 2021 2020 2021 2020 2021 21. Nduga 2,48 2,48 83,56 84,64 119,89 119,48 22. Lanny Jaya 4,56 4,56 156,74 158,57 119,24 118,83 23. Mamberamo Tengah 1,18 1,17 22,55 22,76 112,41 112,04 24. Yalimo 2,37 2,37 47,04 47,69 113,96 113,58 25. Puncak 2,67 2,65 14,24 14,34 112,89 112,52 26. Dogiyai 2,7 2,71 27,42 27,8 109,29 108,93 27. Intan Jaya 3,14 3,14 34,43 34,91 111,41 111,04 28. Deiyai 2,3 2,31 184,39 186,95 113,22 112,84 29. Kota Jayapura 9,26 9,28 425,76 431,67 114,19 113,81 30. Papua 100 100 13,49 13,65 114,23 113,86 Sumber : BPS Provinsi Papua Rasio penduduk Provinsi Papua pada Tahun 2021 sebesar 13, 65, meningkat 16 poin dari tahun sebelumnya yaitu 2020. . Sebaran penduduk cenderung tidak merata karena perbedaan sarana transportasi dan aksesibilitas, infrastruktur yang cukup bagus, variasi aktivitas ekonomi yang cukup tinggi, serta keadaan ekonomi yang lebih baik di wilayah tertentu. Kota Jayapura merupakan penyumbang rasio kepadatan penduduk tertinggi provinsi Papua dengan rasio 431,67. Hal ini dikarenakan status Jayapura yang merupakan Ibukota Provinsi dan sudah banyaknya layanan serta fasilitas pemerintah yang dibangun sehingga memudahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Sebaliknya, rasio terendah berada pada kabupaten Waropen. Hal ini dikarenakan Waropen bertempat pada pulau tersendiri yang memiliki akses tidak sebaik kabupaten lainnya sehingga masih sedikit penduduk yang memutuskan untuk tinggal disana jika dibandingkan dengan luas wilayahnya. 1.3.2.2. Pola Kesehatan Masyarakat Salah satu prioritas utama dalam pembangunan daerah adalah dengan tersedia serta memadainya fasilitas dan pelayanan Kesehatan yang mampu menjangkau dan dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Rumah sakit, puskesmas, klinik, posyandu, apotek, dan praktek dokter mandiri merupakan bagian dari fasilitas dan pelayanan Kesehatan. Pada tahun 2021, Fasilitas Kesehatan di Provinsi Papua didominasi oleh Posyandu sebanyak 3.521 unit. Sedangkan, jumlah rumah sakit di Provinsi Papua ada sebanyak 45 unit. Dinas Kesehatan Provinsi Papua juga mencatat jumlah rumah sakit terbanyak ditemukan di Kota Jayapura sebanyak delapan unit. Selain itu, pada periode waktu yang sama, tenaga kesehatan di Provinsi Papua pada tahun 2021 didominasi oleh tenaga keperawatan sebanyak 8.437 orang.


16 Table 1.8. Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua, 2021 Kabupaten/Kota Dokter Perawat Bidan Farmasi Ahli Gizi 1. Merauke 124 472 309 50 35 2. Jayawijaya 75 383 157 50 12 3. Jayapura 89 461 241 74 51 4. Nabire 54 448 231 39 39 5. Kepulauan Yapen 43 411 134 36 28 6. Biak Numfor 80 556 266 58 30 7. Paniai 34 413 129 14 8 8. Puncak Jaya 20 95 32 14 3 9. Mimika 173 1 066 431 91 43 10. Boven Digoel 45 330 206 42 24 11. Mappi 25 304 206 36 16 12. Asmat 37 255 166 28 15 13. Yahukimo 17 170 84 27 10 14. Pegunungan Bintang 33 161 84 37 22 15. Tolikara 24 164 117 13 4 16. Sarmi 22 196 139 20 13 17. Keerom 33 234 114 30 29 18. Waropen 5 133 38 7 8 19. Supiori 24 177 71 15 13 20. Mamberamo Raya 26 130 58 12 8 21. Nduga 3 99 9 4 1 22. Lanny Jaya 7 115 67 6 5 23. Mamberamo Tengah 14 77 35 8 10 24. Yalimo 13 79 34 4 5 25. Puncak 17 38 34 9 - 26. Dogiyai 5 99 28 3 - 27. Intan Jaya 7 74 28 23 1 28. Deiyai 2 4 - - - Kota/Municipality 1. Jayapura 393 1 293 305 193 95 Papua 1 444 8 437 3 753 943 528 Sumber : BPS Provinsi Papua Ketersediaan tenaga kesehatan atau tenaga medis merupakan salah satu indikator penting, setelah tersedianya fasilitas kesehatan. Namun penyebaran tenaga medis pada Provinsi Papua belum merata, dan masih hanya terpusat pada Kabupaten/Kota tertentu saja. Tercatat terdapat 1444 dokter, 8437 perawat, 3753 bidan, 943 farmasi, dan 528 ahli gizi di seluruh Provinsi Papua. Sebagian besar tenaga Kesehatan di Provinsi Papua berada pada Kota Jayapura


17 (Dokter : 393, Perawat : 1293), Merauke (Dokter: 124, Perawat: 472), dan Mimika (Dokter: 173, perawat: 1066). Kondisi ini menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi tidak optimal karena tenaga medis cenderung lebih terkonsentrasi di daerah yang sudah ramai dan memiliki fasilitas yang lebih memadai. Sedangkan untuk daerah dengan akses yang relatif lebih sulit jarang sekali tersedia tenaga medis walaupun fasilitas seperti puskesmas sudah tersedia. Table 1.9. Jumlah Kasus Penyakit di Provinsi Papua, 2021 Penyakit Jumlah Persentase Malaria 246.705,0 93,81% TB Paru 8.827,0 3,36% Pnumonia 6.374,0 2,42% Kusta 1.090,0 0,41% Jumlah 262.996,0 100,00% Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah) Indikator lain yang berpengaruh terhadap kualitas kesehatan masyarakat Papua selain fasilitas dan pelayanan kesehatan adalah ancaman dari penyakit endemi yang ada. Terdapat 4 jenis penyakit endemi yaitu malaria, TB Paru, Pneumonia, dan Kusta. Tercatat selama tahun 2021 terdapat 246.705 kasus malaria, 8.827 TB Paru, 6.374 Pneumonia, dan 1090 Kusta. Kombinasi antara jumlah ketersediaan fasilitas pelayanan Kesehatan dan jumlah tenaga medis yang memadai dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Tingginya tingkat Kesehatan masyarakat dapat mempengaruhi angka harapan hidup (AHH). Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan ratarata tambahan umur seseorang yang diharapkan dapat terus hidup. AHH Provinsi Papua pada 2021 adalah 65,93 tahun artinya penduduk Provinsi Papua memiliki umur hidup berkisar 65-66 tahun. Angka ini masih berada cukup jauh dibawah angka harapan hidup Indonesia yang mencapai 71,85 tahun pada 2022. AHH tertinggi berada pada Kabupaten Mimika sebesar 72,36 tahun dan AHH terendah ada pada Kabupaten Nduga 55,43 tahun. Tingginya AHH pada kabupaten Mimika disebabkan oleh besarnya pengaruh dari PT Freeprt Indonesia yang memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat dan wilayah disekitarnya. 1.3.2.3. Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu komponen utama dalam melakukan pembangunan daerah yang berkelanjutan secara jangka panjang. Semakin baik tingkat Pendidikan suatu daerah maka kualitas SDM daerah akan berbanding lurus dengan tingkat pendidikannya. Terlebih untuk saat ini, banyak penduduk putra-putri daerah yang selalu ingin memajukan daerahnya sendiri tidak terkecuali Provinsi Papua.


18 Table 1.10. Angka Melek Huruf Papua (persen) Umur Kota Desa 15-19 99,83 89,15 20-24 99,78 86,16 25-29 99,63 72,93 30-34 99,68 69,43 35-39 98,29 62,72 40-44 98,34 59,36 45-49 98,15 63,37 50+ 96,62 60,21 Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah) Sampai dengan tahun 2021, Angka Melek Huruf (AMH) Provinsi Papua menunjukkan perubahan yang positif dengan persentase sebesar 78,87 persen, atau naik dari tahun sebelumnya (77,90 persen). Besaran angka tersebut didorong oleh persentase angka melek huruf penduduk perkotaan yang lebih besar dibandingkan pedesaan. Rendahnya AMH pada pedesaan di Provinsi Papua disebabkan oleh faktor internal seperti kemampuan dan keinginan belajar yang sudah menurun maupun faktor eksternal seperti terbatasnya ketersediaan akses pendidikan keaksaraan bagi mereka. Selain angka melek huruf, gambaran mengenai pembangunan pendidikan dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan. Semakin tinggi tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan maka semakin baik pula kualitas sumber daya manusianya. Pada 2022, penduduk Provinsi Papua masih didominasi oleh tamatan SD ke bawah (tidak/belum pernah sekolah/belum tamat SD/ tamat SD), yaitu sebesar 60,14 persen. Sementara penduduk tamatan Diploma I/II/III dan Universitas sebesar 6,62 persen. Distribusi penduduk bekerja menurut pendidikan masih menunjukkan pola yang sama dengan 2021. Table 1.11. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan per Agustus (Persen) Pendidikan 2020 2021 2022 Tamat SD Kebawah 56,34 56,63 60,14 Tamat SMP 17,48 17,32 16,1 Tamat SMA 12,61 12,66 13,52 Tamat SMK 3,94 4,22 3,62 Tamat Universitas 7,76 7,58 5,57 Tamat Diploma I/II/III 1,87 1,61 1,05 Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah) Dari jumlah tingkat Pendidikan yang ditamatkan pada Provinsi Papua yang masih cenderung didominasi oleh tamatan SD kebawah atau tidak memiliki ijazah maka tingkat ilmu pengetahuan dan pendidikan lanjut di perguruan tinggi menjadi sebuah kebutuhan yang wajib di Provinsi Papua. Jumlah lulusan


19 perguruan tinggi yang ada sekarang dirasakan masih belum cukup memadai dibandingkan dengan besarnya sumber daya alam yang dimiliki. Ditambah dengan sebaran lulusan tersebut yang didominasi oleh kabupaten/kota besar saja seperti Kota Jayapura. 1.3.2.4. Karakteristik Masyarakat Indonesia merupakan negara multikultural yang terdiri atas ratusan suku bangsa dengan bahasa, budaya, dan adat kebiasaan yang khas. Ratusan suku bangsa ini tersebar di seluruh penjuru wilayah Indonesia, tak terkecuali di wilayah Pulau Papua di ujung timur yang meliputi Provinsi Papua. Beberapa suku adat yang tinggal di Pulau Papua terbiasa hidup di alam liar pedalaman hutan tropis. Suku-suku ini dikenal luas karena memiliki tradisi dan adat kebiasaan yang unik. Pertama yaitu tangguh Berjalan Kaki. Karena hidup jauh di pedalaman hutan, beberapa masyarakat dari suku-suku di Papua berada sangat jauh dari pusat keramaian di wilayah perkotaan. Sehingga untuk menjual hasil ladang mereka harus berjalan kaki dari tempat tinggal menuju wilayah perkotaan yang membutuhkan waktu berhari-hari. Kebiasaan ini telah dilakukan sejak dahulu, oleh karena itu tak heran jika fisik masyarakat adat Papua cukup tangguh untuk berjalan kaki hingga berhari-hari lamanya. Selanjutnya, Tradisi Menikah. Setiap suku di Papua memiliki tradisi yang berbeda-beda dalam kaitannya dengan pernikahan. Namun pada umumnya menggunakan mas kawin berupa barang berharga dengan harga yang luar biasa fantastis. Biasanya mas kawin tersebut berupa senjata api peninggalan kolonialisme Belanda dan Jepang, hewan ternak seperti babi, kain tenuh berpuluhpuluh lembar, hingga manik-manik. Terakhir, Tari Perang merupakan salah satu tarian yang menggambarkan jiwa kepahlawanan dan kegagahan masyarakat Papua. Tarian ini biasanya dipentaskan sebagai pengobar api semangat saat akan berperang dengan suku lainnya. Tari Perang dilakukan oleh sekelompok pria dengan panah, parang, dan berbagai senjata lainnya. Karena persaingan antar suku sudah tidak ada, kini Tari perang lebih sering dipentaskan untuk menyambut tamu yang datang berkunjung ke wilayah mereka. 1.3.2.5. Mata Pencaharian Sektor pertanian masih menjadi sumber utama mata pencaharian penduduk Provinsi Papua. Tercatat sebesar 71,49 persen masyarakat Papua bekerja pada sektor pertanian, dilanjutkan sektor perdagangan (6,78 persen), dan administrasi pemerintahan (5,68 persen). Papua memiliki luas lahan pertanian yang begitu luas. Hal ini terlihat dari jumlah luas lahan daratan yang dimiliki Papua yang mencapai 21,9% dari total tanah seluruh Indonesia. Selain pertanian, masyarakat juga melakukan aktivitas berkebun dan menangkap ikan (nelayan).


20 Grafik 1.6. Mata Pencaharian Masyarakat Papua 2022 Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah) Akan tetapi banyaknya jumlah masyarakat yang bekerja disektor pertanian tidak di imbangi dengan regenerasi dari para generasi muda masyarakat papua. Terlebih alat yang digunakan untuk Bertani Sebagian besar masih merupakan alat konvensional. Petani di Papua seharusnya melakukan adaptasi agar dapat bersaing dengan petani luar wilayah papua sehingga menghasilkan produk pertanian yang lebih cepat dan berkualitas. 1.3.2.6. Pola Sosial dan Pertanahan Provinsi Papua memiliki ciri khas dalam hal kepemilikan tanah yaitu adanya hak ulayat. Tanah hak ulayat merupakan status tanah secara adat dan dikuasai oleh kepala adat atau ondoafi. Pada umumnya di wilayah lingkaran hukum adat Papua dikenal dua sistem penguasaan/ kepemilikan tanah yaitu kepemilikan komunal dan individu. Kepemilikan komunal masih dibedakan lagi menjadi hak kepemilikan berbasis marga kecil, yaitu klan atau marga tertentu dan hak kepemilikan berbasis marga besar, yaitu hak kepemilikan kampung. Sedangkan kepemilikan individu bukan perorangan melainkan berdasar keturunan. Secara internal ada tata aturan yang mengatur ke dalam keluarga tentang pembagian hak dari penguasaan maupun pengelolaan tanah dan di sana diakui bagian setiap anggota sesuai dengan marganya. Namun kekuasaan kepemimpinan atas tanah secara sosial religi berada pada orang tertentu yang berasal dari garis keturunan tertua. Dalam hak kepemilikan komunal yang berdasarkan gabungan klan, kepala Ondoafi mempunyai kekuasaan untuk mengatur hak tersebut dibantu oleh sejumlah orang (khoselo). Kawasan ulayat yang dimiliki kelompok-kelompok suku ini sangat luas dan membutuhkan beberapa hari untuk dapat melintasinya. Seringkali Ketika kita melintasi kawasan tersebut tidak dijumpai pemukiman atau bahkan manusia. Walaupun demikian, mereka mengenal batas-batas hak ulayat, misalnya dalam bentuk pohon


21 besar, gunung, sungai, rawa, batu besar dan sebagainya. Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa kawasan demikian tidak bertuan adalah tidak tepat. Hukum adat sudah mengatur kepemilikan tanah, hutan, gunung dan segala yang ada di dalamnya di seluruh tanah Papua. Bagi masyarakat Papua sendiri, tanah mengandung arti yang sangat penting. Tidak hanya sekedar memiliki nilai ekonomis, tetapi juga memiliki nilai religius. Pandangan filosofis masyarakat Papua menganggap tanah sebagai “ibu” bagi mereka, sehingga apapun dan bagaimanapun caranya harus dipertahankan dan tidak dapat diperjualbelikan. Menurut Oloan Sitorus, konsep yang mendasari hukum adat mengenai tanah adalah konsep komunalistik religius. Namun, karakteristik masyarakat Papua yang memandang tanah secara religius ini sering tidak sejalan dengan kebutuhan pembangunan yang sangat memerlukan tanah sebagai obyek untuk pembangunan. Hingga saat ini, Seringkali terjadi permasalahan ketika tanah telah dikuasai (dijual) kepada suatu pihak lain (bahkan Negara), masih terdapat anggota keluarga (marga/turunan) yang berupaya mempertahankan tanah tersebut atau meminta ganti rugi kembali. Padahal status kepemilikan dan pengelolaan sudah berpindah dari kepala adat atau keturunan tertua melalui proses jual beli yang sah secara hukum dengan adanya sertifikat pelepasan hak tanah adat. Anggota keluarga tersebut melakukan pemalangan (penutupan akses) dengan alasan tidak/belum mendapatkan bagian dari hasil penjualan. 1.3.3 Tantangan Geografis Wilayah 1.3.3.1. Luas wilayah yang mempengaruhi sebaran penduduk Provinsi Papua merupakan Propinsi paling Timur di Republik Indonesia dan merupakan daerah yang relatif belum banyak dirambah oleh aktivitas manusia dibanding daerah lain di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari kepadatan penduduk yang merupakan angka jumlah rata-rata penduduk pada setiap kilometer persegi suatu daerah. Semakin merata kependudukan di suatu daerah maka semakin baik persebaran penduduknya. Artinya, masyarakat sudah percaya bahwa diseluruh wilayah tersebut sudah dapat mengakses beberapa fasilitas pelayanan seperti Kesehatan, Pendidikan, maupun layanan administrasi pemerintahan lainnya. Tabel 1.12. Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kabupaten/Kota dan Topografi Wilayah Kabupaten Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kabupaten/Kota dan Topografi Wilayah Lembah Lereng/Puncak Dataran 2014 2018 2021 2014 2018 2021 2014 2018 2021 Merauke - - - - - - 168 190 190 Jayawijaya 129 56 11 183 184 241 20 91 80 Jayapura 30 22 6 23 28 95 91 94 43 Nabire 8 3 - 16 22 58 59 64 31


22 Kabupaten Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kabupaten/Kota dan Topografi Wilayah Lembah Lereng/Puncak Dataran 2014 2018 2021 2014 2018 2021 2014 2018 2021 K e p u l a u a n Yapen 12 21 2 38 4 130 115 140 33 Biak Numfor 1 2 - 9 3 23 254 257 245 Paniai 34 82 3 21 50 180 15 84 33 Puncak Jaya 79 139 10 197 123 283 26 40 9 Mimika 6 6 1 24 23 78 122 123 73 Boven Digoel 1 - - 16 17 2 93 93 110 Mappi 3 - - 2 - 12 159 164 152 Asmat - - 3 - - 20 212 221 198 Yahukimo 44 30 5 439 439 482 35 49 31 P e g u n u n g a n Bintang 43 72 10 176 149 264 58 56 3 Tolikara 49 13 61 453 464 467 26 68 17 Sarmi 5 5 2 1 1 39 104 104 70 Keerom 9 13 5 2 4 40 50 74 46 Waropen 17 - 1 - 26 37 63 91 73 Supiori - - - - - 31 38 38 7 M a m b e r a m o Raya 9 9 - 6 6 7 44 44 52 Nduga 5 2 6 243 235 235 - 11 7 Lanny Jaya 5 5 26 98 342 326 40 9 3 M a m b e r a m o Tengah 5 2 - 54 56 59 - 1 - Yalimo 1 55 6 251 167 285 26 78 9 Puncak 1 - 4 73 192 196 6 14 6 Dogiyai 42 45 - 34 29 71 3 5 8 Intan Jaya - 38 - 78 43 97 - 16 - Deiyai 10 21 - 14 29 50 6 17 17 Kota Jayapura 3 3 - 1 2 28 35 34 11 Provinsi Papua 551 644 162 2452 2638 3836 1868 2270 1557 Sumber: BPS Papua Jika dilihat dari tabel jumlah desa menurut kabupaten/ kota dan Topografi wilayah, pemukiman masyarakat Papua masih dominan berada di daerah lereng atau puncak sejak tahun 2014 hingga 2021. Hal ini memang sejalan dengan kondisi geografis Provinsi Papua yang masih dipenuhi oleh oleh daerah dataran tinggi dan perbukitan. Kabupaten Yahukimo berada diurutan pertama yang masyarakatnya lebih banyak tinggal di puncak. Sedangkan untuk wilayah dataran, kabupaten Biak Numfor menjadi urutan pertama. Dari data tersebut terlihat bahwa persebearan pemukiman warga masih terpusat di kabupaten dan


23 1.3.3.2. Kontur dan Kondisi Geografis Posisi Provinsi Papua secara geografis terletak antara garis koordinat 01°00’ LU - 9°10’ LS dan 134°00’ BT - 141°05’ BT dengan luas 32.027.839 hektar. Wilayah administrasi Provinsi Papua terdiri dari 28 kabupaten dan 1 kota, yang terbagi menjadi 576 distrik, 5.560 desa/ kelurahan. Sementara jika diperhatikan dari luas wilayah, terlihat jelas bahwa Kabupaten Sarmi memiliki luas yang paling besar di Papua yakni mencapai 3.558.900 hektar, dan yang paling kecil adalah Kabupaten Supiori hanya seluas 52.800 hektar. Sedangkan bila diamati menurut wilayah adat, berturut-turut luas wilayah yang paling besar adalah Wilayah Mamta seluas 8.624.691 hektar, kemudian Anim Ha seluas 8.215.000 hektar, La Pago seluas 7.467.900 hektar, Mee Pago seluas 5.507.848 hektar, dan terakhir Saireri seluas 2.212.400 hektar. Gambar 1.1. Penggunaan lahan Provinsi Papua Sumber : Papua.go.id Berdasarkan Peta Penggunaan lahan Provinsi Papua, dapat terlihat bahwa penggunaan lahan di Provinsi Papua masih didominasi oleh penggunaan hutan lebat/hutan rawa. Banyaknya lahan hutan di papua biasanya digunakan oleh warga sekitar untuk membuka perkebunan dan lahan persawahan secara mandiri. Selain hutan, papua juga memiliki banyak danau rawa. Salah satu danau yang terkenal di Papua adalah danau sentani, Danau Sentani adalah sumber air utama untuk keperluan sehari-hari masyarakat sekitar danau. Danau Sentani dimanfaatkan pula untuk perikanan tangkap, perikanan budidaya dan wisata. Selain itu, Papua jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di seluruh Indonesia memiliki persentase luas hutan yang cukup besar, berkontribusi sebesar 24% luas daratan kawasan hutan secara nasional. Hal ini merupakan potensi sekaligus tantangan bagi Provinsi Papua kedepannya. Dengan hutan yang luas, ekonomi hijau menjadi salah satu potensi sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi Provinsi Papua. Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Indonesia memiliki hutan hujan tropis ketiga terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektar yang mampu menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton. Dari data tersebut, maka total emisi karbon yang mampu diserap Indonesia kurang lebih sebesar 113,18 gigaton, dan jika pemerintah Indonesia dapat menjual kredit karbon dengan harga USD5 di


24 pasar karbon, maka potensi pendapatan Indonesia mencapai USD565,9 miliar atau setara dengan Rp8.000 triliun. Pemanfaatan luas hutan yang baik akan menjadi potensi yang luar biasa bagi Papua dan memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat sekitar. 1.3.3.2. Risiko Bencana Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat baik yang disebabkan oleh faktor alam atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Grafik 1.7. Banyaknya Desa/Kelurahan Menurut Jenis Bencana Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah) Berdasarkan data historis, jenis bencana yang sering terjadi di Provinsi Papua dalam kurun sepuluh tahun ke belakang adalah gempa bumi, banjir, dan tanah longsor. Jenis bencana lain yang juga terjadi adalah kekeringan, kebakaran hutan, angin kencang, dan gelombang pasang laut. Bencana tersebut perlu diwaspadai mengingat akan berdampak pada ketahanan pangan. Banjir dan kekeringan akan berdampak pada gagal panen. Angin kencang, badai tropis dan gelombang pasang akan berpengaruh terhadap distribusi pangan, terutama di wilayah Provinsi Papua yang masih sangat bergantung pada moda transportasi udara dan laut. Kebakaran/ deforestasi hutan akan berdampak pada ketersediaan sumber-sumber air. Peningkatan kapasitas penanggulangan bencana merupakan salah satu strategi peningkatan kedaulatan pangan


25 Grafik 1.8. Indeks Risiko Bencana Papua Sumber : BPS Provinsi Papua (diolah) Sampai dengan triwulan II 2022 telah terjadi 6 kejadian bencana di Provinsi Papua yang didominasi oleh bencana banjir dan longsor atau masuk dalam kategori frekuensi rendah (< 50 kejadian bencana). Berdasarkan data terakhir, sebagian besar daerah di Provinsi Papua belum memiliki Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Tahun 2022. Puncak Musim Hujan di Papua diprediksi terjadi di bulan Januari – Februari 2023. Hal ini berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologis seperti banjir dan tanah longsor. 1.3.4 Tantangan Daerah Sebagai Dampak Covid-19 Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung sejak tahun 2020 hingga saat ini seakan sudah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang tetap perlu untuk diwaspadai. Hingga saat ini Provinsi Papua telah terkonfirmasi 50.095 Kasus dengan jumlah meninggal 580 jiwa dan sembuh 49.314 jiwa dengan Recovery rate mencapai 98,44% dan Positivity Rate sebesar 1,15%. Walaupun recovery rate yang tergolong tinggi, capaian vaksinasi di Provinsi Papua masih tergolong rendah. Karena dengan sasaran sebesar 2.932.640 jiwa, hanya 889.966 jiwa yang sudah dosis pertama dan dosis berikutnya semakin menurun. Tabel 1.13. Tantangan Pandemi di Provinsi Papua Des 2022 Aspek Jumlah Rumah Sakit 45 Dokter 1.444 Perawat 8.437 Total Kasus 50.095 - Meninggal 580 - Sembuh 49.314 - Baru Terkonfirmasi 10 - Recovery Rate 98,44 % - Positivity Rate 1,15 %


26 Aspek Jumlah Sasaran Vaksinasi 2.932.640 - Dosis 1 889.966 - Dosis 2 686.116 - Dosis 3 230.615 - Dosis 4 2.958 Sumber : BPS Papua, Covid-19 Papua, Vaksin.Kemenkes (diolah) Berdasarkan data BPS terakhir, Penduduk usia kerja yang terdampak COVID-19 sebanyak 23,37 ribu orang, mengalami penurunan sebanyak 148,62 ribu orang atau sebesar 86,41 persen (yoy). Apabila dilihat dari komponen dampak COVID-19 terhadap penduduk usia kerja, sebanyak 0,60 ribu orang merupakan pengangguran karena COVID-19; 1,59 ribu orang bukan angkatan (BAK) karena COVID-19; 0,64 ribu orang sementara tidak bekerja karena COVID-19; dan 20,55 ribu orang penduduk bekerja mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19 Selama pandemi COVID-19 terjadi, pemerintah daerah di Papua telah mengambil berbagai kebijakan antara lain pembatasan akses transportasi baik darat, laut, dan udara, pembatasan aktivitas sosial masyarakat dengan pemberlakuan jam malam untuk membatasi aktivitas masyarakat diluar rumah, serta kebijakan pemerintah daerah terkait penanganan dampak COVID-19 dari aspek kesehatan maupun aspek ekonomi. Adanya pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak yang cukup kompleks bagi sendi-sendi kehidupan masyarakat, sehingga menjadikan kondisi tersebut suatu tantangan yang harus dihadapi baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Tantangan sebagai akibat adanya COVID-19 di Provinsi Papua yaitu : Penyebaran COVID-19 mendorong pemerintah Provinsi Papua untuk menerapkan kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat yang disebut sebagai Pembatasan Sosial yang Diperluas dan Diperketat (PSDD) sebagai upaya pencegahan penyebaran; Pemulihan perekonomian Papua dari Lapangan Usaha tranportasi dan pergudangan terhambat oleh penurunan pergerakan masyarakat yang sejalan dengan upaya pemerintah untuk menekan laju penyebaran COVID-19.


27 RIPPP: Babak Baru Pembangunan Papua dalam kerangka Otsus Jilid II Kehadiran Undang-Undang Nomor 2 tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua merupakan babak baru untuk perubahan Papua yang lebih baik. Babak baru ini ditandai dengan perumusan langkah-langkah strategis sebagaimana termuat dalam Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) Tahun 2022-2041. RIPPP membawa semangat, paradigma, desain, dan terobosan baru dalam rangka mewujudkan lompatan kesejahteraan Papua dalam 20 tahun mendatang. RIPPP memiliki prinsip-prinsip dasar strategis, yang dikembangkan secara harfiah dari kata “Papua”, yang dimaknai sebagai Pemberdayaan, Afirmasi, Perlindungan, Universal, dan Akuntabilitas. Sebelumnya, dalam rangka percepatan pembangunan di wilayah Papua, telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Instruksi presiden ini membawa semangat transformasi otonomi khusus berlandaskan pendekatan afirmatif, holistik, berkesetaraan gender, dan kontekstual Papua yang difokuskan pada 5 (lima) kerangka baru untuk Papua (The New Framework for Papua), yaitu: (1) percepatan pembangunan sumber daya manusia unggul, inovatif, dan berkarakter; (2) percepatan transformasi dan pembangunan ekonomi Papua yang berkualitas dan berkeadilan; (3) percepatan pembangunan infrastruktur dasar secara terpadu; (4) peningkatan dan pelestarian kualitas lingkungan hidup, peningkatan ketahanan bencana dan perubahan iklim, dan pembangunan rendah karbon; serta (5) percepatan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik. Dalam pelaksanaanya, Inpres Nomor 9 Tahun 2020 menjadi kerangka utama dalam penyusunan RIPPP. RIPPP hadir untuk mengintegrasikan misi besar yang diamanatkan dalam instruksi presiden tersebut dengan menekanan pada fokus percepatan 20 tahun ke depan yaitu peningkatan kapasitas dan daya saing Orang Asli Papua (OAP). RIPPP memuat arah besar percepatan pembangunan Papua yang bersifat terobosan dengan menekankan pentingnya fokus perhatian terhadap upaya pengembangan sumber daya manusia (SDM) masyarakat Papua, sehingga OAP dapat berdaya saing dan mampu mengembangkan ekonomi serta meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya. Hal ini diharapkan dapat membawa perubahan signifikan bagi OAP di berbagai bidang kehidupan baik di tingkat lokal, regional, nasional, dan bahkan internasional. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, pembangunan SDM masyarakat Papua perlu ditopang dengan peningkatan akses infrastruktur dasar dan konektivitas, kualitas lingkungan hidup, tata kelola pembangunan yang baik, serta memperhatikan tanah adat/ ulayat, kebudayaan, dan harmoni sosial sebagai prasyarat keberhasilan


Click to View FlipBook Version