78 3.1.1.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak Berdasarkan data realisasi pada tahun 2022, tercatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Papua mencapai Rp693,7 miliar, meningkat sebesar Rp115.22 miliar atau 19,93% dari tahun sebelumnya. Tidak berbeda jauh dengan tahun sebelumnya, kontribusi PNBP hanya mencapai 4,93% dari total Pendapatan Negara. Komponen PNBP berasal dari Pendapatan PNBP Lainnya dan Pendapatan BLU. Komponen Pendapatan PNBP Lainnya menjadi kontributor tertinggi dengan nilai Rp590,81 miliar atau 85,22% dari keseluruhan realisasi PNBP. Adapun, Pendapatan BLU dengan nilai Rp102,46 miliar memiliki kontribusi sebesar 14,78%. Pendapatan BLU bersumber dari 3 (tiga) satker BLU di Provinsi Papua, yakni Poltekbang Jayapura, RS Bhayangkara, dan RS Marthin Indey. Kenaikan terjadi pada komponen PNBP Lainnya dikarenakan peningkatan aktivitas pengadaan barang dan jasa oleh pemda, penerimaan bea lelang dan penggalian piutang negara oleh KPKNL di lingkup Provinsi Papua. Penggalian piutang negara saat ini mulai serius untuk dilakukan dengan pembentukan Tim Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) yang diketuai Kakanwil DJKN Papabaruku beserta anggotanya yakni Kepala KPKNL Jayapura, Kepala KPKNL Biak, dan Asisten Perdata dan Tata Usaha Kejaksaan Tinggi Papua. Tabel 3.5. Komponen Pendapatan PNBP Penerimaan PNBP Target 2020 Realisasi 2020 Target 2021 Realisasi 2021 Target 2022 Realisasi 2022 Pendapatan SDA - - - - - - Bag. Pemerintah Atas Laba BUMN - - - - - - Pendapatan PNBP Lainnya 359,83 514,46 377,90 453,54 423,59 590,81 Pendapatan BLU 68,64 132,36 38,00 124,50 92,64 102,46 Total 428,47 646,82 415,90 578,04 516,23 693,27 Sumber: SiKRI (diolah) 3.1.1.3. Penerimaan Hibah Tidak terdapat penerimaan hibah yang dicatat pada I Account APBN di Papua, namun terdapat penerimaan hibah yang diterima langsung oleh satker di lingkup Prov. Papua. Sepanjang tahun 2022, telah diterbitkan nomor register hibah sebanyak 98 NPHD dengan nilai total Rp238,09 miliar berupa Hibah Langsung dalam bentuk Kas senilai Rp189,28 miliar dan Hibah Langsung dalam bentuk barang senilai Rp48,81 miliar. Dari hibah langsung bentuk kas telah dilakukan revisi DIPA sebesar Rp114,79 miliar dan telah dilakukan realisasi senilai Rp112,14
79 miliar. Grafik 3.2. Realisasi Penerima dan Pemberi Hibah 3.1.2. Belanja Negara Belanja Negara adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sebagai pengeluaran negara, belanja juga berguna sebagai stimulus fiskal dengan mengucurkan tambahan belanja pemerintah. Secara umum, stimulus fiskal terdiri dari tambahan belanja pemerintah dan pengurangan beban pajak. 3.1.2.1. Belanja Pemerintah Pusat (BPP) Belanja Pemerintah Pusat (BPP) adalah bagian dari Belanja Negara yang digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah pusat baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah. Mekanisme belanja harus disusun sedemikian rupa sehingga proses belanja dapat dilakukan secara terkendali dan tidak terjadi kebocoran APBN. Pada tahun 2022, pagu BPP di lingkup Provinsi Papua mencapai Rp14.013,21 miliar atau turun -10,89% (yoy). Kontraksi yang terjadi di tahun 2022 berbanding terbalik dengan kondisi tahun 2021 yang mengalami pelebaran fiskal hingga 12,81% (yoy) sebagai langkah pemerintah menghadapi pandemi. Realisasi BPP hingga akhir tahun 2022 mencapai Rp13.345,60 miliar atau 95,24%, atau naik dari performa tahun sebelumnya yang mencatat
80 realisasi sebesar 93,56%. Fluktuasi pagu BPP selama tiga tahun terakhir merupakan bentuk fleksibilitas kebijakan fiskal yang menyesuaikan dengan kondisi pandemi dan kapasitas fiskal yang ada. Dari sisi kinerja APBN, perlu diakui bahwa kinerja BPP di tahun ini lebih optimal dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun realisasi tahun 2022 secara rupiah menunjukkan kontraksi dibandingkan tahun 2021, namun kinerja realisasi terhadap pagu justru menunjukkan peningkatan, yaitu sebesar 95,24%, sementara tahun 2021 hanya sebesar 93,56%. Besarnya pagu belanja yang mampu terealisasi ini menjadi indikasi kinerja pemerintah semakin membaik dibandingkan tahuntahun sebelumnya. 3.1.2.2. Berdasarkan Jenis Belanja Tabel 3.6. Realisasi Belanja Per Jenis Belanja I-Account (Miliar Rupiah) TA 2020 2021 2022 %Growth (2021- 2022) PAGU REALISASI %REAL PAGU REALISASI %REAL PAGU REALISASI %REAL BELANJA PEMERINTAH PUSAT (BPP) 13.940,99 13.184,81 94,58% 15.726,98 14.714,36 93,56% 14.013,20 13.345,59 95,24% -9,30% Belanja Pegawai 4.039,38 3.865,19 95,69% 4.114,84 4.044,53 98,29% 4.474,53 4.422,86 98,85% 9,35% Belanja Barang 5.173,75 4.762,39 92,05% 5.428,70 5.162,41 95,09% 4.871,98 4.661,40 95,68% -9,70% Belanja Modal 4.603,90 4.434,67 96,32% 6.028,13 5.352,49 88,79% 4.533,65 4.128,57 91,07% -22,87% Belanja Bantuan Sosial 23,58 23,22 98,49% 14,59 14,59 100,00% 14,13 14,13 100,00% -3,17% Belanja Lainlain 100,38 99,34 98,96% 140,73 140,34 99,73% 118,91 118,64 99,77% -15,47% Sumber: MEBE (diolah) Kontraksi BPP secara rupiah utamanya disebabkan oleh menurunnya nilai Belanja Modal dan Belanja Barang hingga akhir tahun 2022. Belanja modal sendiri tercatat sebesar Rp4.128,57 miliar atau menurun -22,87% (yoy). Namun secara presentase realisasi, belanja modal hingga akhir tahun 2022 mencapai 91,07% atau meningkat dari performa tahun sebelumnya yang hanya sebesar 88,79% di tengah penurunan Pagu Belanja Modal sebesar -20,85% (yoy) karena telah berlalunya berbagai event nasional besar pada tahun lalu seperti PON XX dan Peparnas. Selain itu, eskalasi gangguan keamanan yang terjadi di beberapa tempat menyebabkan penyaluran Belanja Modal terhambat. Pola yang terjadi dari tahun ke tahun, komponen Belanja Modal bersifat slow and back loaded expenditure atau mayoritas realisasi terjadi di akhir tahun, berimplikasi pada kurang optimalnya penyerapan Belanja Modal. Realisasi Belanja Barang secara rupiah pada tahun 2022 juga mengalami penurunan yang cukup signifikan. Realisasi belanja barang senilai Rp4.661,40 miliar, mengalami kontraksi -9,70% (yoy). Realisasi Belanja Barang bisa jadi lebih tinggi apabila SK Penetapan Pejabat Pengelola Anggaran pada beberapa satuan kerja dikeluarkan tepat waktu sehingga proses lelang pengadaan barang dan jasa juga dapat dilakukan sesuai jadwal.
81 Komponen BPP lainnya yang mengalami kontraksi secara nilai rupiah adalah Belanja Lain-lain dengan penurunan realisasi sebesar Rp22,21 miliar atau turun sebesar -15,83%. Penyerapan Belanja Lain-Lain sendiri sudah mencapai Rp118,64 miliar atau sebesar 99,77%, naik dari serapan periode sebelumnya yaitu sebesar 99,72%. Pagu Belanja Lain-Lain menurun sebesar -15,50% (yoy) menjadi Rp118,91 miliar. Belanja Lain-Lain Provinsi Papua adalah belanja satuan kerja Kanwil DJPb Provinsi Papua dalam rangka penyelenggaraan Ongkos Angkut Beras TA.2022. Belanja ini berfungsi sebagai subsidi pendanaan dalam pendistribusian beras bagi PNS di wilayah Provinsi Papua. Belanja Bantuan Sosial mengalami penurunan dengan realisasi sebesar Rp14,13 miliar, atau menurun -3,17% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp14,59 miliar. Hingga akhir tahun 2022, realisasi Belanja Bantuan Sosial sendiri telah mencapai 100% dari pagu yang ditetapkan. Di sisi lain, Belanja Pegawai mencatatkan peningkatan pada realisasinya walaupun hanya sebesar 9,35% (yoy). Dengan kontribusi mencapai 33,14%, Belanja Pegawai menahan penurunan BPP menjadi lebih dalam. Realisasi Belanja Pegawai pada tahun 2022 tercatat sebesar Rp4.422,86 miliar atau 98,85% dari pagu. Performa serapan Belanja Pegawai pada tahun ini, lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 98,31%. 3.1.2.3. Berdasarkan Kementerian Negara/Lembaga Grafik 3.3. Pagu dan Realisasi K/L Terbesar di Papua tahun 2022 Sumber: MEBE (diolah)
82 BPP di Provinsi Papua dialokasikan untuk 463 satker, 42 K/L dan 1 Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN). Dari keseluruhan BA, jumlah total Belanja K/L mengalami penurunan sebesar -9,30%. Kondisi ini terjadi akibat menurunnya pendanaan untuk program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Kenaikan alokasi belanja yang cukup siginifikan terjadi pada alokasi belanja Badan Pusat Statistik (121,5% yoy) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (6,84% yoy). Pagu belanja BPS yang meningkat signifikan terutama disebabkan peningkatan belanja untuk output data dan informasi publik sebesar Rp255,87 miliar. Berbeda dengan tahun sebelumnya yang justru mengalami penurunan pagu sebesar -Rp61,61 miliar sebagai dampak pemangkasan anggaran untuk penanganan pandemi. Pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, walaupun kenaikan pagu cukup besar namun masih lebih kecil jika dibandingkan kenaikan pagu tahun sebelumnya yang mencapai Rp175,19 miliar. Kenaikan pagu didominasi untuk kegiatan dukungan pelayanan internal perkantoran Polri senilai Rp90,85 miliar atau 12,18% (yoy) dan dukungan manajemen dan teknis pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat senilai Rp19,98 miliar atau 6,03% (yoy). Pagu belanja terbesar pada tahun 2022 dimiliki oleh Kementerian PUPR senilai Rp4.350,33 miliar dan Kementerian Pertahanan senilai Rp2.616,44 miliar. Angka pagu yang besar ini nyatanya mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya masiing-masing senilai -22,02% dan -13,44%. Penurunan pagu pada Kementerian PUPR disebabkan adanya pengurangan pagu yang signifikan pada Program Infrastruktur Konektivitas (pembangunan jalan, jembatan, jalan penghubung) senilai Rp694,71 miliar atau -17,49% (yoy) dan Program Perumahan dan Kawasan Permukiman (pembangunan perumahan rakyat, rumah subsidi) senilai Rp382,08 miliar atau -41,71% (yoy). Pengurangan pagu pada Kementerian Pertahanan dikarenakan pengurangan belanja pembelian Alutsista, Non Alutsista, Sarpras Pertahanan dan Sumber Daya Pertahanan. Capaian tingkat serapan belanja pemerintah pusat pada tahun 2022 belum mencapai 100%. Hampir semua K/L memiliki realisasi yang kurang dari 100% dan menumpuk di akhir tahun. Pada K/L dengan nilai pagu terbesar seperti Kementerian PUPR baru mencatatkan realisasi senilai Rp3.901,13 miliar atau 89,67% dan Kementerian Pertahanan senilai Rp2.607,64 miliar atau 99,66% dari pagu. Hanya Kejaksaan Republik Indonesia yang berhasil merealisasikan seluruh pagunya. Capaian tersebut menunjukan masih adanya permasalahan pada hampir semua K/L yang disebabkan keterlambatan pelaksanaan dan pembayaran pekerjaan dan kurangnya koordinasi. Selain itu, permasalahan lain seperti status lahan tanah yang belum jelas, lelang yang terpusat dan perubahan pada kontrak multi years sehingga perlu penyesuaian pagu, membuat pelaksanaan kontrak terhambat. Permasalahan eksternal seperti gangguan keamanan, pemalangan, cuaca buruk, penyedia jasa yang tidak sesuai dengan kualifikasi juga memperburuk realisasi pekerjaan yang berjalan.
83 3.1.2.4. Berdasarkan Fungsi Grafik 3.4. Pagu dan Realisasi K/L Terbesar di Papua tahun 2022 Sumber: MEBE (diolah) Belanja Pemerintah Pusat dibagi menjadi 11 fungsi yakni fungsi pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, perlindungan lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial. Pada tahun 2022, terjadi kenaikan pagu pada beberapa belanja fungsi seperti fungsi pelayanan umum 14,89% (yoy), ketertiban dan keamanan 5,99% (yoy), agama 9,83% (yoy), pendidikan 7,04% (yoy), serta fungsi pariwisata dan budaya yang kembali mendapatkan alokasi senilai Rp1,8 miliar setelah pada tahun sebelumnya tidak dianggarkan. Di sisi lain, terjadi penurunan pada pagu pertahanan -13,44% (yoy), ekonomi -18,47% (yoy), lingkungan hidup -5,88% (yoy), perumahan dan fasilitas umum -44,21% (yoy), kesehatan -16,67% (yoy), dan perlindungan sosial -48,64% (yoy). Penurunan yang siginifikan pada pagu fungsi perumahan dan fasilitas umum sejalan dengan penurunan pagu Kementerian PUPR yang sedang mengalami penyempitan anggaran. Kontraksi yang terjadi pada fungsi perlindungan sosial dikarenakan penurunan alokasi belanja dalam rangka penanganan pandemi yang pada tahun sebelumnya cukup besar dialokasikan. Pagu belanja fungsi ekonomi menjadi pagu belanja terbesar selama tahun 2020- 2022. Besarnya pagu ini disesuaikan dengan kebutuhan Provinsi Papua dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, pembangunan infrastruktur, serta produktivitas dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat. Di sisi lain, belanja fungsi pariwisata dan budaya menjadi pagu belanja fungsi terkecil selama dua tahun berturut-turut, bahkan sempat tidak memiliki pagu di tahun 2021. Sektor pariwisata sebagai salah satu sektor potensial di Papua masih belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Padahal Provinsi Papua terkenal dengan keanekaragaman
84 hayati, keunikan tempat dan destinasi wisatanya. 3.1.3. Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKD) Pagu TKD pada tahun 2022 mengalami kenaikan senilai Rp186,09 miliar, dari pagu tahun sebelumnya senilai Rp45.155,14 miliar. Kenaikan pagu TKD dikarenakan adanya kenaikan pagu DAK Fisik yang mencapai Rp468,72 miliar. Kenaikan pagu DAK Fisik konsisten selama dua tahun berturut-turut sejalan dengan pembangunan proyek-proyek pemerintah di Papua yang dimasifkan. Pagu Dana Otsus yang mengalami kenaikan senilai Rp239,24 miliar juga menyebabkan pembengkakan pagu TKD, walaupun pada tahun 2021 sempat mengalami kontraksi sebagai akibat realokasi anggaran untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Diharapkan dengan adanya kenaikan pagu Dana Otsus ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Pemda untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan proyek-proyek strategis, penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan kualitas SDM di Papua. Penurunan pagu Dana Desa senilai Rp239,24 miliar atau -11,71% (yoy) menjadi penghambat kenaikan pagu TKD. Kontraksi pagu Dana Desa sebagai imbas dari penurunan pagu secara nasional sebesar Rp4 triliun. Tabel 3.7. TKD di Papua I-Account (Miliar Rupiah) TA 2020 2021 2022 %Growth PAGU REALISASI %REAL PAGU REALISASI %REAL PAGU REALISASI %REAL (2021-2022) Dana Alokasi Umum Rp20.870,25 Rp20.797,20 99,65% Rp20.494,06 Rp20.494,06 100,00% Rp20.502,05 Rp20.502,05 100,00% 0,04% Dana Bagi Hasil Rp3.053,55 Rp3.035,78 99,42% Rp4.920,34 Rp4.917,43 99,94% Rp5.095,14 Rp9.692,95 190,24% 97,11% Dana Alokasi Khusus Fisik Rp3.607,22 Rp3.305,06 91,62% Rp3.611,47 Rp3.390,42 93,88% Rp4.080,19 Rp3.612,11 88,53% 6,54% Dana Alokasi Khusus Nonfisik Rp2.021,25 Rp1.950,09 96,48% Rp2.653,67 Rp2.533,47 95,47% Rp2.586,06 Rp2.345,49 90,70% -7,42% Dana Otsus, DIY, DID Rp8.187,30 Rp8.187,30 100,00% Rp8.041,54 Rp8.041,54 100,00% Rp8.280,78 Rp8.278,47 99,97% 2,95% Dana Desa Rp5.350,39 Rp5.350,39 100,00% Rp5.434,06 Rp5.429,73 99,92% Rp4.797,01 Rp4.793,77 99,93% -11,71% Sumber: Simtrada (diolah) Pada tahun 2022, realisasi TKD di lingkup Provinsi Papua mencapai Rp49.225,17 miliar atau 108,57% dari pagu. Serapan TKD yang melebihi pagu ini sesuai dengan trend nasional yang juga mengalami surplus realisasi mencapai 101,42%. Performa pagu pada tahun ini relatif jauh lebih tinggi jika dibandingkan tahuntahun sebelumnya yang hanya 99,23% di tahun 2021 dan 98,92% di tahun 2020. Realisasi pagu juga meningkat sebesar 9,86% (yoy) dan menjadi realisasi terbesar selama dua tahun ke belakang. Hal ini tidak terlepas dari nilai pagu yang juga melebar secara konsisten selama dua tahun berturut-turut. Pemerintah serius untuk memberikan alokasi pagu yang lebih kepada Provinsi Papua dalam rangka mengejar ketertinggalan infrastruktur, pengurangan kemiskinan, dan peningkatan kualitas SDM di Papua.
85 Tabel 3.8. Perbandingan TKD di Wilayah Papua, Papua Barat dan Maluku PAGU Wilayah 2020 2021 2022 Nasional Rp772.380,98 Rp802.341,06 Rp804.780,47 Papua Rp43.089,97 Rp45.155,14 Rp45.341,22 Papua Barat Rp19.708,69 Rp17.992,03 Rp19.809,46 Maluku Rp11.932,58 Rp12.665,35 Rp11.989,20 Maluku Utara Rp10.280,05 Rp11.020,95 Rp10.772,88 REALISASI Wilayah 2020 2021 2022 Nasional Rp762.530 Rp789.595 Rp816.246 Papua Rp42.626 Rp44.807 Rp49.225 Papua Barat Rp19.585 Rp17.861 Rp21.994 Maluku Rp11.812 Rp12.509 Rp11.769 Maluku Utara Rp10.236 Rp10.935 Rp11.914 Sumber: Simtrada (diolah) Selama dua tahun terakhir, pagu dan realisasi TKD di Provinsi Papua konsisten tumbuh sejalan dengan penyaluran TKD Nasional yang juga meningkat, berbeda dengan wilayah di regional Papua, Papua Barat dan Maluku yang cenderung berfluktuasi. Pengaruh pandemi sangat jelas dirasakan di provinsi lain dengan adanya fluktuasi pagu dan realisasi yang sama dengan peningkatan dan penurunan kasus aktif Covid-19. Pada tren pagu TKD yang dialokasikan di Provinsi Papua mengalami kenaikan sebesar 0,41% walaupun jumlah kasus Covid-19 turun. Pemerintah konsisten memberikan TKD yang bertumbuh karena mempertimbangkan banyaknya proyekproyek pemerintah di Provinsi Papua. Selain itu, ketertinggalan pembangunan infrastruktur di Papua mendorong pemerintah untuk memberikan perhatian lebih dengan tetap menaikan pagu TKD. 3.1.3.1. Dana Transfer Umum (DTU) Dana Transfer Umum Provinsi Papua terbagi menjadi dua yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Pangsa terbesar dari realisasi TKD ke Provinsi Papua tahun 2022 adalah DAU dengan kontribusi sebesar 41,65%. Realisasi DAU sendiri mencapai Rp20.502,05 miliar atau naik 0,04% (yoy). Serapan DAU hingga akhir tahun 2022 sudah mencapai 100% dari pagunya. Pagu DAU sempat mengalami kontraksi -1,80% pada tahun 2021 sebagai dampak realokasi anggaran. Dalam kurun waktu 2 (dua) tahun berturut-turut, realisasi DAU menunjukan performa yang maksimal dengan realisasi mencapai 100%. Kinerja ekspor yang meningkat mendorong realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) tumbuh. DBH hingga akhir tahun 2022 tercatat sebesar Rp9.692,95 miliar, tumbuh 97,11% (yoy) atau lebih baik dari tahun sebelumnya yang sebesar 61,98% (yoy). Angka realisasi DBH terhadap pagu pada tahun 2022 sebesar 190,24% diatas serapan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 99,94%. Secara konsisten, realisasi DBH mengalami pertumbuhan
86 positif selama dua tahun berturut-turut. 3.1.3.2. Dana Transfer Khusus (DTK) Dana Transfer Khusus (DTK) secara agregat mengalami pertumbuhan sebesar 0,57% (yoy). Realisasi DAK Fisik pada tahun 2022 senilai Rp3.612,11 miliar atau tumbuh sebesar 6,54% (yoy). Serapan DAK Fisik hingga akhir tahun 2022 hanya mencapai 88,53% atau tercatat lebih rendah dari tahun sebelumnya dengan nilai sebesar 93,88%. Di sisi lain, sama seperti tahuntahun sebelumnya, DAK Fisik menjadi komponen TKD dengan serapan paling rendah dibandingkan dengan komponen pengeluaran lainnya. Fenomena slow back loaded perlu dimitigasi dengan mekanisme pelaksanaan pengadaan dan pelelangan proyek yang dilakukan dengan lebih cepat, sehingga realisasi dapat dilakukan dengan lebih maksimal. Komponen DAK Fisik memiliki multiplier effect yang tinggi terhadap perekonomian di Provinsi Papua, sehingga diharapkan realisasi dilakukan pada pembangunan infrastruktur dan juga peningkatan akses kelogistikan yang berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat di Provinsi Papua. Realisasi DAK Nonfisik mengalami kontraksi di tahun 2022 senilai -7,42% (yoy). Penurunan pagu menjadi salah satu alasannya, disamping performa belanja yang menurun. Serapan DAK Nonfisik pada tahun 2022 senilai 90,70%, jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 95,47%. Fluktuasi pagu DAK Nonfisik sejalan dengan adanya kasus Covid-19 yang digunakan untuk pembayaran insentif tenaga kesehatan dan tenaga medis, sehingga pada tahun 2021 terjadi kenaikan alokasi Rp632,42 miliar. 3.1.3.3. Dana Insentif Daerah (DID), Otonomi Khusus, dan Keistimewaan Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang mencatatkan pangsa terbesar kedua TKD, Dana Otsus justru berada di posisi ketiga dengan nilai realisasi Rp8.278,47 miliar. Serapan Dana Otsus pada tahun 2022 mencapai 99,97%, lebih rendah jika dibandingkan dua tahun sebelumnya yang berhasil memaksimalkan realisasi senilai 100%. Realisasi Dana Otsus mengalami kenaikan sebesar Rp263,93 miliar atau 2,95% (yoy). 3.1.3.4. Dana Desa Pada tahun 2022, realisasi Dana Desa tercatat sebesar Rp4.793,77 miliar atau terkontraksi sebesar -11,71% (yoy). Kontraksi yang terjadi sejalan dengan penurunan pagu Dana Desa yang cukup dalam sebesar Rp637,05 miliar atau -11,72%. Penurunan pagu Dana Desa di Provinsi Papua sejalan dengan penurunan pagu Dana Desa secara nasional. Walaupun demikian, terdapat perbaikan performa realisasi Dana Desa sebesar 99,93%, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 99,92%. 3.1.4. Surplus/Defisit Berdasarkan realisasi Pendapatan Negara dan Belanja Negara di Provinsi Papua, defisit anggaran pada tahun 2022 mencapai -Rp48.517,14 miliar atau 99,03% dari target yang sudah ditetapkan. Defisit anggaran ini sedikit
87 membaik dibandingkan periode sebelumnya senilai 0,24%. Hal ini disebabkan peningkatan pendapatan yang lebih besar jika dibandingkan kenaikan belanja pada tahun 2022. Defisit APBN ini sempat melebar pada tahun 2021 disebabkan kenaikan belanja yang digunakan untuk penanganan pandemic Covid-19 dan menurunnya mobilitas masyarakat selama pandemi menurunkan pendapatan. 3.1.5. Pengelolaan BLU Pusat 3.1.5.1 Profil dan Jenis Layanan Satker BLU Pusat Pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) tertuang pada Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannnya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Tujuan BLU adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktik bisnis yang sehat. Terdapat 3 (tiga) satker yang sudah berstatus BLU yang menjadi ruang lingkup pembinaan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua yang terdiri dari 2 (dua) satker BLU rumpun kesehatan dan 1 (satu) satker BLU rumpun pendidikan. Satker-satker tersebut yaitu Rumah Sakit Bhayangkara Jayapura, Rumah Sakit Tk. II Marthen Indey, dan Politeknik Penerbangan Jayapura. Rumah Sakit Bhayangkara Jayapura diresmikan tanggal 28 April 2004 oleh Kapolda Papua saat itu Irjen Pol Drs. G. M. Timbul Silaen. Surat Keputusan Kapolri No. Pol: Skep/ 1/ II / 2006 tanggal 9 Februari 2006 tentang Pembentukan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat IV di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No:YM. 02. 04. 3. 1. 582 tanggal 26 Januari 2007 tentang pemberian ijin penyelenggaraan kepada Mabes Polri untuk menyelenggarakan rumah sakit umum dengan Rumkit Bhayangkara Papua, Jalan Jeruk Nipis, Furia, Jayapura. Pada tanggal 25 Mei 2012 Rumkit Bhayangkara Jayapura ditetapkan sebagai Rumah Sakit kelas C dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: HK.03.05/I/842/12 dan didukung dengan Keputusan Kapolri No: KEP/546/IX/2012 tanggal 26 September 2012 tentang Rumah Sakit Bhayangkara Jayapura dinaikkan tingkatnya menjadi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat III Jayapura Polda Papua. Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat III Jayapura ditetapkan sebagai BLU berdasarkan No. Penetapan KMK No.500/KMK.05/2015 dengan tanggal penetapan 9 April 2015. Rumah Sakit Tk. II Marthen Indey ditetapkan sebagai BLU berdasarkan nomor penetapan No.64/KMK.05/2020 pada tanggal 28 Februari 2020. Rumah Sakit Tk II Marthen Indey mempunyai tugas pokok memberikan dukungan kesehatan dan pelayanan kesehatan bagi prajurit TNI AD, PNS dan keluarganya di wilayah Kodam XVII/Cenderawasih. Disamping tugas tersebut, Rumah Sakit Tk. II Marthen Indey ditunjuk oleh Pusat Kesehatan TNI sebagai Rumah sakit
88 Sandaran Utama Satgas Ops. Kodam XVII/Cenderawasih. Politeknik Penerbangan Jayapura ditetapkan sebagai satker BLU pada tanggal 30 September 2016 berdasarkan nomor penetapan No.739/ KMK.05/2016. Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Jayapura berawal dari Diklat Perhubungan Wilayah V yang didirikan sebagai ekspansi Pusdiklat Perhubungan Udara Curug(sekarang Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Udara). Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor:KM.22 Tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Jayapura dengan wilayah kerja Propinsi Maluku dan Irian (Papua). Pada tanggal 15 April 2019, Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Jayapura secara resmi berganti nama menjadi Politeknik Penerbangan Jayapura sebagaimana tertuang pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 28 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Politeknik Penerbangan Jayapura. 3.1.5.2 Perkembangan Pengelolaan Aset, PNBP, RM, dan BLU Pusat Tabel 3.9. Nilai Aset BLU TAHUN RS BHAYANGKARA RS MARTHIN INDEY POLTEKBANG JAYAPURA ASET LANCAR ASET TETAP ASET LAINNYA JUMLAH ASET LANCAR ASET TETAP ASET LAINNYA JUMLAH ASET LANCAR ASET TETAP ASET LAINNYA JUMLAH 2019 9,23 42,13 - 51,36 12,95 15,15 0,13 28,23 4,89 332,55 1,25 338,69 2020 27,04 56,02 - 83,06 42,49 50,42 0,09 93,00 5,21 339,87 1,46 346,54 2021 43,60 56,39 - 99,99 49,88 42,11 0,06 92,05 5,20 351,05 1,33 357,58 2022 44,74 107,04 - 151,78 21,64 46,41 0,04 68,09 6,12 345,14 1,27 352,53 Sumber Neraca BLU 2022 (diolah) Dari ketiga satker BLU di Provinsi Papua, Poltekbang Jayapura menjadi BLU dengan aset terbesar senilai Rp352,53 miliar pada tahun 2022. Aset yang dimiliki oleh Poltekbang Jayapura cenderung fluktuatif dengan kenaikan terbesar pada tahun 2021 senilai 3,19% (yoy). Kenaikan aset utamanya didorong oleh kenaikan pada komponen Aset Tetap sebesar Rp11,18 miliar, menyebabkan aset Poltekbang Jayapura tahun 2022 naik, walaupun pada komponen Aset Lancar dan Aset Lainnya turun dan menjadi penghambat kenaikan. Aset Lancar baru mengalami kenaikan performanya pada tahun 2022 setelah adanya kebijakan pelonggaran mobilitas sebagai dampak pandemi mulai diberlakukan pada tahun ini. Volume aset di Rumah Sakit Bhayangkara trus mengalami peningkatan sejak tahun 2019. Kenaikan aset ini sejalan dengan kenaikan Aset Tetap dan Aset Lancar setiap tahunnya. Pada tahun 2022 ini, terjadi peningkatan volume aset yang cukup signifikan pada Rumah Sakit Bhayangkara senilai Rp51,79 miliar atau 51,80% (yoy). Peningkatan ini didorong oleh kenaikan pada komponen Aset Tetap yang sangat tinggi sebagai akibat adanya realisasi Belanja Modal senilai Rp40 miliar bersumber dari rupiah murni dan Rp1,54 miliar bersumber dari realisasi PNBP. Pada Aset Lancar, pertumbuhan sempat menembus angka 192,96% (yoy) di tahun 2020. Kondisi ini jauh lebih besar jika dibandingkan realisasi yang terjadi di tahun 2022, dimana realisasi Aset Lancar hanya naik tipis sebesar 2,61%. Aset Lainnya pada Rumah Sakit Bhayangkara dari tahun ke tahun selalu
89 bernilai nol dikarenakan amortisasi yang dilakukan setiap tahunnya. Nilai aset pada Rumah Sakit Marthin Indey terus mengalami fluktuasi. Namun demikian, nilai aset terkecil terjadi pada tahun 2022 dimana aset yang tercatat sebesar Rp68,09 miliar. Kenaikan aset sempat terjadi di tahun 2020 mencapai 65,13% (yoy). Kemudian nilai aset terus turun hingga di tahun 2022 penurunan aset terjadi senilai 26,03% (yoy), menjadi penurunan aset terbesar selama 4 (empat) tahun terakhir ini. Penurunan pada tahun 2022 terutama disebabkan perolehan Aset Lancar yang semakin berkurang. Tercatat pada tahun 2022, nilai Aset Lancar hanya sebesar Rp21,64 miliar atau turun 56,62% (yoy). Penurunan ini disebabkan Piutang Aset Lancar yang berkurang seluruhnya mencapai Rp37,77 miliar atau 100% (yoy). Aset Lainnya yang dimiliki Rumah Sakit Marthin Indey relatif kecil dibandingkan komponen aset yang lain. Kontribusi Aset Lainnya pada tahun 2022 hanya sebesar 0,06% dari total aset. Begitupun kontribusi di tahuntahun sebelumnya yang tidak lebih dari 1% dari total aset. Aset Lainnya pada Rumah Sakit Marthin Indey berupa aset tak berwujud yang telah dilakukan amortisasi. 3.1.5.3 Kemandirian BLU Tabel 3.10. Tingkat Kemandirian BLU TAHUN RS BHAYANGKARA RS MARTHIN INDEY POLTEKBANG JAYAPURA PNBP BELANJA TK. KEMANDIRIAN PNBP BELANJA TK. KEMANDIRIAN PNBP BELANJA TK. KEMANDIRIAN 2019 19,60 28,48 68,82% 37,86 53,91 70,23% 36,23 195,26 18,55% 2020 77,01 64,18 119,99% 60,84 66,35 91,70% 4,27 37,92 11,26% 2021 51,62 56,44 91,46% 67,23 84,20 79,85% 6,04 64,96 9,30% 2022 48,64 98,25 49,51% 50,33 76,67 65,64% 7,77 61,63 12,61% Pola pengelolaan keuangan BLU memberikan keleluasaan satker mengelola sumber daya dan menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat yang ditujukan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pemberian keleluasaan pada BLU diharapkan juga dapat membentuk kemandirian BLU dalam pendanaannya. Kemandirian yang tercipta dapat diukur dengan menggunakan rasio PNBP BLU terhadap total realisasi belanja. Secara umum, tingkat kemandirian BLU fluktuatif di masing-masing BLU. Tingkat kemandirian Rumah Sakit Bhayangkara pada tahun 2022 tercatat sebesar 49,51% atau turun -41,95% (yoy). Penurunan ini disebabkan realisasi PNBP merosot menjadi Rp48,64 miliar atau turun -5,77% (yoy), sedangkan realisasi belanja mengalami kenaikan sebesar Rp41,81 atau 74,08%. Sebelumnya pada tahun 2020, tingkat kemandirian Rumah Sakit Bhayangkara melaju pesat hingga diangka 119,99%, ditandai dengan realisasi PNBP yang lebih besar dibandingkan belanjanya. Hal ini disebabkan pandemi Covid-19 yang melanda di awal tahun, sehingga jumlah pasien mengalami pelonjakan. Sama halnya dengan Rumah Sakit Bhayangkara, Rumah Sakit Marthin Indey juga mengalami tren penurunan pada tingkat kemandiriannya. Penurunan sebesar -14,20% disebabkan realisasi PNBP yang lebih rendah dibandingkan realisasi belanja, walaupun kedua pos ini sama-sama mengalami kontraksi. Selama rentang tahun 2019 hingga 2022, tingkat kemandirian terbesar terjadi pada tahun 2020 disebabkan pandemi yang melanda pada tahun itu.
90 Poltekbang Jayapura mencatatkan kenaikan pada tingkat kemandiriannya menjadi 12,61%, tidak seperti kedua BLU di wilayah Papua lainnya yang mengalami kontraksi. Walaupun demikian, tingkat kemandirian pada Poltekbang Jayapura jauh lebih kecil dibandingkan kedua BLU diatas. Pendapatan Rupiah Murni masih mendominasi pendanaan di Poltekbang Jayapura. Selama 4 (empat) tahun ke belakang, tercatat tingkat kemandirian terbesar terjadi pada tahun 2019 dengan rasio mencapai 18,55%. 3.1.5.4 Potensi Satker PNBP Menjadi Satker BLU Tidak semua satker yang memiliki PNBP dapat berubah menjadi satker BLU. Profiling dilakukan terhadap satker pengelola PNBP yang berpotensi dan layak untuk naik level menjadi BLU. Terdapat 7 (tujuh) satker pengelola PNBP yang berpotensi menjadi BLU yaitu UPBU Mozez Kilangin, Universitas Cenderawasih, Universitas Musamus, Politeknik Kesehatan Jayapura, STAKPN Sentani, Lantamal X Jayapura, dan IAIN Fattahul Muluk. Pada ketujuh satker tersebut, telah dilakukan monev dan selanjutnya diberikan rekomendasi terhadap satker pengelola PNBP yang berpotensi menjadi Satker BLU, tertuang dalam tabel di bawah. Tabel 3.11. Hasil Monev Satker Potensial BLU di Papua No. Nama Satker Hasil Monev Rekomendasi 1 UPBU Mozez Kilangin Sedang berproses menjadi BLU; Bulan Juli akan dilakukan visitasi oleh Direktorat PPKBLU untuk diberikan rekomendasi perbaikan dokumen. Kanwil DJPb memberikan pendampingan untuk proses menjadi BLU. 2 Universitas Cenderawasih Berminat menjadi BLU Satker perlu koordinasi dengan unit Eselon I mengenai keinginan untuk menjadi satker BLU. Perlu pendampingan lebih lanjut dari Kanwil DJPb mengenai persyaratan dan prosedur menjadi satker BLU. 3 Universitas Musamus 4 Politeknik Kesehatan Jayapura 5 STAKPN Sentani Ada keinginan menjadi BLU. 6 Lantamal X Jayapura Penentuan satker untuk berproses menjadi BLU bergantung pada keputusan dari unit Eselon I. Untuk Tahun 2021, terdapat 2 STAKPN yang ditetapkan untuk berproses menjadi BLU. STAKPN Sentani belum termasuk yang ditetapkan. Satker melakukan koordinasi dengan Unit Eselon I untuk meyakinkan unit Eselon Inya agar menetapkan STAKPN Sentani untuk berproses menjadi BLU di tahun berikutnya.
91 3.1.6. Pengelolaan Manajemen Investasi Pusat 3.1.6.1. Penerusan Pinjaman Penerusan pinjaman adalah pinjaman luar negeri atau pinjaman dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah Pusat yang diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah atau BUMN yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu. Penerusan pinjaman Pemerintah Pusat (SLA) menjadi salah satu bentuk investasi pemerintah yang ditatausahakan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan. SLA merupakan penerusan pinjaman dari Pemerintah Pusat kepada BUMN/BUMD/ Pemda. Status SLA untuk BUMD/Pemda di Papua sampai dengan 31 Desember 2022 tidak ada. 3.1.6.2. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit atau pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada UMKMK di bidang usaha yang produktif dan layak, akan tetapi belum bankable dengan plafond sampai dengan Rp500 juta yang dijamin oleh perusahaan penjaminan. Pada tahun 2022, Provinsi Papua tercatat menyalurkan KUR kepada debitur dengan nilai mencapai Rp2.813,07 miliar atau mengalami kenaikan hingga 27,17% (yoy). Kenaikan penyaluran KUR berbanding terbalik dengan jumlah debitur yang justru menurun. Tercatat debitur KUR pada tahun 2022 sebanyak 45.237 debitur atau terkontraksi -9,62%. Ini terjadi karena adanya promosi yang intensif pada skema KUR Kecil dan Mikro sehingga terjadi kenaikan penyaluran yang tajam mencapai Rp491,07 miliar. Sejak tahun 2020 hingga 2022, jumlah penyaluran KUR konsisten mengalami pertumbuhan, sedangkan jumlah debitur berfluktuasi dengan jumlah tertingginya terjadi pada tahun 2021. Tabel 3.12. KUR Per Sektor Tahun 2022 2021 2020 NAMA_SEKTOR JML_ DEBITUR JML_ PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_ PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_ PENYALURAN PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN 9.688 567.916.900.000 9.588 367.820.477.540 7.004 258.962.970.470 PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN 22.933 1.443.797.667.056 26.217 1.175.982.764.190 16.747 685.296.357.313 INDUSTRI PENGOLAHAN 1.870 113.207.500.000 2.667 109.867.841.124 2.615 92.176.397.850 JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA, HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA 3.927 205.402.700.000 3.722 158.869.692.213 2.128 96.268.702.365 PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM 2.040 171.837.600.001 2.371 144.451.787.953 1.655 91.474.676.758
92 Tahun 2022 2021 2020 NAMA_SEKTOR JML_ DEBITUR JML_ PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_ PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_ PENYALURAN PERIKANAN 968 56.785.300.000 1.276 47.570.900.000 778 31.501.730.000 REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN 706 86.205.000.000 729 65.783.770.000 442 40.686.283.300 TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI 2.963 150.451.500.000 3.315 129.127.250.001 1.747 60.238.870.913 JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL 41 8.102.000.000 60 3.929.000.000 58 2.373.000.000 KONSTRUKSI 85 8.528.100.000 89 7.493.000.000 41 2.896.000.000 JASA PENDIDIKAN 15 811.000.000 16 645.000.000 12 904.000.000 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 1 25.000.000 2 550.000.000 - - Sumber: SIKP 2022 (diolah) Secara sektoral, penyaluran KUR terbesar pada tahun 2022 diberikan pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran dengan jumlah penyaluran mencapai Rp1.443,8 miliar atau 51,32% dari total penyaluran KUR. Jumlah penyaluran pada sektor ini meningkat secara konsisten sejak tahun 2020 dan terus mengalami peningkatan mencapai 22,77% (yoy) pada tahun 2022. Kenaikan pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran menunjukan geliat ekonomi para pelaku UMKM semakin membaik dengan semakin besarnya permodalan yang disalurkan. Kenaikan rata-rata penyaluran pada sektor ini juga menunjukan permodalan yang disalurkan benar-benar dirasakan manfaatnya dalam rangka memperbesar ekspansi pasar yang diharapkan oleh pelaku UMKM. Sektor lain yang juga mengalami peningkatan adalah sektor Pertanian, Perburuan dan Kehutanan dengan peningkatan jumlah penyaluran 54,40% (yoy) pada tahun 2022. Sebagai salah satu sektor potensial investasi di Papua, keberadaan sektor ini benarbenar diharapkan untuk berkembang. Dengan semakin masifnya permodalan yang diperoleh, mendorong para pelaku ekonomi semakin mudah untuk mengembangkan usahanya. Tabel 3.13. KUR Per Penyalur Tahun 2022 2021 2020 NAMA_SEKTOR JML_ DEBITUR JML_ PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_ PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_ PENYALURAN BPD Jabar dan Banten 1 250.000.000,00 - - 1 100.000.000,00 BPD Jawa Tengah 8 1.575.000.000,00 3 292.945.000,00 3 130.000.000,00 BPD Papua 1.308 87.947.866.670,00 1.151 71.950.745.000,00 539
93 Tahun 2022 2021 2020 NAMA_SEKTOR JML_ DEBITUR JML_PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_ PENYALURAN BPD Riau Kepri - - 1 100.000.000,00 1 60.000.000,00 BPD Sumatera Utara 2 420.000.000,00 1 120.000.000,00 1 50.000.000,00 Bank BRI Syariah - - 2 180.000.000,00 18 742.000.000,00 Bank Central Asia 2 351.000.000,00 5 411.000.000,00 4 228.000.000,00 Bank Mandiri 3.740 465.308.665.000,00 3.685 355.079.168.000,00 2.699 247.775.039.000,00 Bank Negara Indonesia 977 264.811.900.000,00 883 212.643.427.666,00 614 141.861.230.663,00 Bank Rakyat Indonesia 36.663 1.829.990.710.001,00 42.847 1.563.794.556.815,00 27.686 922.889.629.306,00 Bank Tabungan Negara 15 2.830.000.000,00 1 350.000.000,00 4 1.095.000.000,00 SIKP UMi 1.039 4.241.145.386,00 1.448 6.299.563.916,00 1.657 8.730.280.000,00 BPD DI Yogyakarta 2 120.000.000,00 - - - - BPD DKI Syariah 1 25.000.000,00 - - - - BPD Jawa Tengah Syariah 1 500.000.000,00 - - - - BPD Jawa Timur 1 120.000.000,00 - - - - BPD Sulut dan Gorontalo 2 525.000.000,00 1 50.000.000,00 - - Bank Sinarmas 1 400.000.000,00 - - - - Bank Syariah Indonesia (dh. BSM) 9 645.000.000,00 24 820.076.624,00 - - Ditjen PPR - Kemenkeu 228 141.167.680.000,00 - - - - PT. Pegadaian Syariah 1.237 11.841.300.000,00 - - - - Sumber: SIKP 2022 (diolah) Bank Rakyat Indonesia (BRI) menjadi penyalur KUR terbesar pada tahun 2022 dengan kontribusi mencapai 65,05%. Kontribusi yang besar ini konsisten dilakukan sejak tahun 2020. Sebagai perbankan dengan jumlah kantor cabang dan kas terbesar di Papua, Bank BRI secara intensif melakukan promosi KUR melalui Marketing Analisis dan Mikro.
94 Tabel 3.14. KUR Per Wilayah Tahun 2022 2021 2020 NAMA_SEKTOR JML_ DEBITUR JML_PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_ PENYALURAN Kab. Asmat 469 22.559.000.000 415 16.610.010.000 190 6.073.330.000 Kab. Biak Numfor 2.840 164.736.730.002 3.187 127.104.740.000 1.958 83.498.690.000 Kab. Boven Digul 1.526 81.371.970.000 1.391 51.327.490.000 727 30.054.260.000 Kab. Deiyai (Deliyai) 31 2.348.000.000 81 3.457.000.000 142 4.808.500.000 Kab. Dogiyai 48 3.504.000.000 134 5.933.000.000 53 2.140.000.000 Kab. Intan Jaya 60 2.830.790.000 111 4.248.000.000 7 568.940.000 Kab. Jayapura 4.481 223.077.890.000 4.802 170.905.113.000 3.223 102.541.106.592 Kab. Jayawijaya 2.227 171.410.850.000 2.319 121.814.921.168 1.243 54.790.840.000 Kab. Keerom 1.910 131.194.940.000 2.358 124.137.360.000 1.670 84.045.768.246 Kab. Kepulauan Yapen 718 74.677.630.000 1.997 79.065.700.000 931 39.434.020.000 Kab. Lanny Jaya 19 3.014.000.000 21 2.646.000.000 14 843.500.000 Kab. Mamberamo Raya 335 10.706.000.000 430 8.513.100.000 1 10.000.000 Kab. Mamberamo Tengah 6 1.124.000.000 3 705.000.000 6 135.000.000 Kab. Mappi 951 41.102.000.000 939 34.047.000.000 724 17.842.799.652 Kab. Merauke 7.008 418.266.640.000 7.221 324.146.945.382 5.631 228.600.885.240 Kab. Mimika 4.453 293.312.320.001 4.668 232.721.095.000 3.460 133.654.740.000 Kab. Nabire 4.144 342.715.750.000 4.645 271.904.146.475 3.369 177.427.953.359 Kab. Nduga 1 350.000.000 - - 1 10.000.000 Kab. Paniai 435 22.803.000.000 369 13.897.230.000 196 6.769.550.000 Kab. Pegunungan Bintang 319 15.081.600.000 460 15.874.570.000 238 8.559.000.000 Kab. Puncak 1 7.730.000 3 58.770.000 1 7.820.000 Kab. Puncak Jaya 262 4.383.782.694 111 1.133.613.916 2 18.260.000 Kab. Sarmi 938 52.287.820.000 1.418 44.398.270.000 1.119 34.953.482.501 Kab. Supiori 289 8.974.260.000 315 9.465.030.000 215 4.517.660.000 Kab. Tolikara 14 2.000.000.000 29 4.133.673.526 19 1.421.920.000
95 Tabel 3.14. KUR Per Wilayah Tahun 2022 2021 2020 NAMA_SEKTOR JML_ DEBITUR JML_PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_ PENYALURAN Kab. Tolikara 14 2.000.000.000 29 4.133.673.526 19 1.421.920.000 Kab. Waropen 693 38.434.900.000 883 25.426.340.000 453 13.468.300.000 Kab. Yahukimo 385 24.421.100.000 351 15.004.900.000 292 11.964.000.000 Kab. Yalimo 4 130.000.000 5 390.000.000 8 663.530.000 Kota Jayapura 10.670 656.243.564.360 11.385 502.772.464.554 7.333 313.780.133.379 Sumber: SIKP 2022 (diolah) Daerah dengan jumlah penyaluran KUR terbesar yaitu Kota Jayapura dengan jumlah penyaluran mencapai Rp656,24 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 10.670 debitur. Sementara itu, daerah dengan penyaluran KUR terendah yaitu Kabupaten Puncak dengan jumlah penyaluran Rp7,73 juta dengan jumlah debitur sebanyak 1 (satu) debitur. Kondisi ini berlangsung sejak tahun 2020, mengindikasikan bahwa persebaran KUR di Provinsi Papua masih timpang dengan sebagian besar berada di daerah yang memiliki perekonomian relatif lebih maju. Tabel 3.15. KUR Per Skema Tahun 2022 2021 2020 NAMA_SEKTOR JML_ DEBITUR JML_PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_PENYALURAN JML_ DEBITUR JML_ PENYALURAN KECIL 4.335 1.125.288.200.002,00 4.111 907.006.489.911,00 2.718 544.759.990.073,00 MIKRO 34.337 1.497.691.441.669,00 35.165 1.224.905.521.528,00 23.134 759.762.718.896,00 SUPERMI 5.298 44.681.800.000,00 9.327 73.865.250.000,00 5.718 49.526.000.000,00 TKI 1 14.657.666,00 PENJ 228 141.167.680.000,00 UMI 1.039 4.241.145.386,00 1.448 6.299.563.916,00 1.657 8.730.280.000,00 Sumber: SIKP 2022 (diolah) Jika dilihat berdasarkan skema, sejak tahun 2020 hingga 2022, penyaluran KUR terbesar disalurkan menggunakan skema Mikro dengan jumlah penyaluran selama 3 (tiga) tahun mencapai Rp3.482,36 dengan. Jumlah penyaluran skema Mikro pada tahun 2022 sebesar 1.497,69 miliar dengan jumlah debitur mencapai 34.337 debitur. Skema Mikro secara konsisten terus mengalami pertumbuhan dengan pertumbuhan terbesarnya terjadi pada tahun 2021 sebesar Rp465,14 miliar atau
96 61,22% (yoy). Begitupula yang terjadi pada skema kecil yang terus mengalami pertumbuhan baik dari sisi jumlah penyaluran, maupun dari sisi jumlah debitur. 3.1.6.3. Kredit Ultra Mikro (UMi) Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) merupakan pembiayaan yang didesain khusus untuk pelaku usaha ultra mikro. Kontribusi mereka terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga termasuk signifikan. Namun, mereka umumnya belum mampu mengakses pembiayaan perbankan atau belum bankable. Oleh karena itu, Pemerintah meluncurkan Pembiayaan UMi sebagai salah satu Program Prioritas Nasional agar usaha ultra mikro bisa tumbuh berkembang, naik kelas menjadi bankable, dan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian Indonesia. Grafik 3.5. Penyaluran UMi di Papua Tahun 2022 Sumber: SIKP UMi 2022 (diolah) Penyaluran UMi di Provinsi Papua dilakukan melalui Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) antara lain Pegadaian, PNM dan Koperasi Mitra Dhuafa. Hingga akhir tahun 2022, tercatat penyaluran UMi senilai Rp6,45 miliar dengan jumlah debitur 1.527 debitur. Penyaluran tersebut dilakukan melalui 3 (tiga) LKBB yakni PNM, Pegadaian, dan Koperasi Mitra Dhuafa. Penyaluran terbesar dilakukan melalui PNM senilai Rp4,97 miliar dengan jumlah debitur 1.206 debitur. Jumlah ini relatif jauh lebih besar dibandingkan kedua lembaga penyalur yang lain. Penyebabnya adalah preferensi masyarakat untuk memilih lembaga penyalur yang memiliki kedekatan yang lebih lama terjalin.
97 Selain itu, sebaran kantor layanan yang jauh lebih banyak dan daya penetrasi yang tinggi pada agen penyalur PNM membuat volume penyaluran lebih tinggi. 3.1.7. Isu Strategis Pelaksanaan APBN di Daerah Seperti yang diketahui pada tabel I-Account APBN, Belanja Modal menjadi belanja dengan nilai realisasi terendah dengan realisasi 91,07% pada tahun 2022. Berbagai permasalahan timbul mengakibatkan terhambatnya penyaluran Belanja Modal. Salah satu penyebab utama terhambatnya penyaluran Belanja Modal yakni adanya tantangan dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ). Pengadaan barang/ jasa pada hakikatnya adalah upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang/jasa yang dibutuhkannya, dengan menggunakan metode dan proses tertentu agar dicapai kesepakatan spesifikasi, harga, waktu, dan kesepakatan lainnya. Agar tujuan dari pengadaan barang/jasa tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka kedua belah pihak yaitu pihak Pengguna dan Penyedia haruslah selalu berpatokan kepada filosofi pengadaan barang/jasa, tunduk kepada etika dan norma pengadaan barang/ jasa yang berlaku, mengikuti prinsipprinsip, metode dan proses pengadaan barang dan jasa yang baku. Secara regulasi, pengadaan barang dan jasa didefinisikan dalam pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yakni “…kegiatan Pengadaan Barang/ Jasa oleh Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak diidentifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan”. PBJ memiliki peran penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan public dan perkembangan perekonomian nasional. Setiap tahun, anggaran yang digunakan untuk belanja barang dan jasa yang dibutuhkan untuk pelayanan public, pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur mencapai setengah dari yang dialokasikan. Karena peran PBJ yang sangat besar dalam pembangunan perekonomian nasional, maka menjadi sangat penting peran dan keterlibatan para pelaku usaha, termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam PBJ. Meskipun tingkat keparahan Covid-19 di Papua cenderung menurun selama tahun 2022, namun iklim usaha dan bisnis tidak serta merta kembali menuju normal. Terkait aktivitas PBJ, beberapa proses pengadaan terhambat disebabkan oleh anggaran satker masih diblokir atau belum disediakan sesuai rencana anggaran yang diminta. Imbasnya, kontrak-kontrak yang belum terselesaikan karena keterbatasan pagu anggaran. Sepanjang tahun 2022, realisasi belanja pengadaan masih berada di bawah target. Hal ini dikarenakan oleh berbagai kendala serta tantangan yang dihadapi oleh satker di lingkup Kanwil DJPb Provinsi Papua antara lain terkait tantangan kontrak pra DIPA, perubahan pagu anggaran, keterlambatan penerbitan SK Pejabat Perbendaharaan, serta kurangnya penyedia barang, jasa, dan bahan baku pengerjaan proyek. 3.1.7.1. Tantangan Kontrak Pra DIPA Kontrak Pra DIPA atau tender dini merupakan salah satu langkah yang
98 dapat ditempuh untuk mempercepat proses penyerapan anggaran demi meningkatkan kinerja pelaksanaan anggaran. Pengaturannya dapat ditinjau pada pasal 50 Perpres Nomor 12 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pada satker di lingkup Kanwil DJPb Provinsi Papua hanya terdapat 2 (dua) satker yang melaksanakan tender PraDIPA pada tahun 2022, yakni Lapas Perempuan Kelas III Jayapura dan Lapas Narkotika Jayapura, dengan total nilai kontrak mencapai Rp485 juta. Jumlah ini relatif minim dibandingkan total pagu yang dialokasikan pada satker lingkup Kanwil DJPb Provinsi Papua. Kontrak Pra-DIPA atau tender dini dihadapkan pada sejumlah tantangan. Hal utama yang menjadi perhatian adalah tingkat perencanaan yang masih lemah. Mengingat waktunya yang pendek, tentu kontrak Pra-DIPA haruslah direncanakan dengan matang. Hal yang tidak kalah pentingnya ialah dalam hal penunjukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). PPK yang ditunjuk untuk mengurusi kontrak Pra-DIPA berisiko menimbulkan permasalahan terkait hak finansial yang diterima, serta tanggung jawab apabila terjadi wanprestasi dalam kontrak PraDIPA dimaksud di kemudian hari. Mengingat waktunya yang pendek, maka tentu saja tidak semua jenis pengadaan harus dilakukan kontrak Pra-DIPA. Pelaksanaan tender Pra-DIPA sebaiknya hanya diprioritaskan pada pekerjaan kontruksi yang memerlukan waktu relative lama untuk penyelesaiannya. Terkait penunjukan PPK, sebaiknya dipastikan bahwa PPK yang ditunjuk juga menjadi PPK pada kegiatan PBJ yang sama pada tahun berikutnya. Hal ini untuk menjamin adanya prinsip akuntabilitas secara penuh dari seorang PPK. 3.1.7.2. Perubahan Pagu Anggaran Perubahan pagu anggaran yang mengakibatkan pagu anggaran satker diblokir sebagian, terutama yang terkait pagu kontrak yang dibiayai SBSN. Kondisi demikian banyak terjadi pada satker-satker di bawah Kemenhub dan Kemen PUPR. Adanya revisi anggaran dari Eselon I menyebabkan jangka waktu penyelesaian kontrak menjadi berubah sehingga berdampak pada rendahnya penyerapan anggaran. Untuk mengantisipasi hal yang demikian, diharapkan satker agar lebih aktif berkoordinasi dengan Eselon I K/L masing-masing, dan unit kerja yang mengurusi perencanaan dan keuangan agar perubahan anggaran yang terjadi tidak memberikan dampak negative yang tidak dapat diantisipasi dalam hal realisasi anggaran. 3.1.7.3. Keterlambatan Penerbitan SK Pejabat Perbendaharaan Beberapa satker Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan mengalami kesulitan dalam proses PBJ dikarenakan belum adanya SK Pejabat Perbendaharaan yang mengakibatkan rendahnya serapan anggaran. Kejadian yang sama berulang setiap tahun. Permasalahan bermuara pada tidak adanya komitmen yang kuat untuk mengeksekusi anggaran yang telah dialokasikan. Untuk itu diperlukan adanya komunikasi yang intens antara Kanwil DJPb/KPPN dengan pemerintah daerah otonom setempat, mengingat urgensi pelaksanaan anggaran, yang menyangkut kinerja yang diukur dengan IKPA satker.
99 3.1.7.4. Kurangnya Penyedia Barang, Jasa, dan Bahan Baku Pengerjaan Proyek Letak geografis Papua yang jauh dari sentra produksi barang dan jasa strategis dan memenuhi kualifikasi standar barang dan jasa mengakibatkan alternatif pemilihan vendor menjadi minim. Minimnya penyedia barang dan jasa menyebabkan satker terpaksa memilih penyedia dengan tingkat kompetensi yang kurang. Seringkali penyedia tidak memahami prosedur PBJ yang harus dilakukan seperti membuat tagihan secara tepat waktu atau sesuai dengan termin yang tertera pada surat perjanjian kerja. Daftar tagihan sendiri menjadi dasar untuk satker dapat melakukan pembayaran pekerjaan. Tagihan yang terlambat dikeluarkan berdampak pada menurunnya nilai IKPA terkait penyelesaian tagihan dan penyerapan anggaran. Disamping itu, ketersediaan bahan baku untuk pengerjaan suatu proyek tidak bisa diperoleh dengan mudah karena harus didatangkan dari Pulau Jawa, atau Sulawesi sehingga menghambat proses pengerjaan. 3.2. Pelaksanaan APBD Tingkat Provinsi (Konsolidasi Pemda) Realisasi Pendapatan Daerah di lingkup Provinsi Papua hingga akhir tahun 2022 sudah mencapai Rp41.267,82 miliar atau 85,62% dari target yang telah ditetapkan. Realisasi tersebut mengalami penurunan -15,88% (yoy). Di sisi lain, Belanja Daerah juga mengalami penurunan -43,05% (yoy). Realisasi Belanja Daerah hingga akhir tahun 2022 sudah mencapai Rp28.811,16 miliar atau 76,19% dari pagu yang sudah ditetapkan. Performa realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah cenderung menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 96,20% dan 95,87%. Penurunan performa realisasi ini disebabkan karena penurunan yang signifikan pada komponen terbesar Pendapatan Daerah (Pendapatan Transfer) dan Belanja Daerah (Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa). Tabel 3.16. I-Account APBD 2022 I-Account (Miliar Rupiah) TA 2020 2021 2022 %Growth (2021- 2022) PAGU REALISASI %REAL PAGU REALISASI %REAL PAGU REALISASI %REAL PENDAPATAN DAERAH 54.475,63 54.970,37 100,91% 50.993,02 49.056,47 96,20% 48.198,37 41.267,82 85,62% -15,88% PAD 2.972,56 4.128,00 138,87% 3.627,40 4.118,27 113,53% 4.123,48 3.443,99 83,52% -16,37% Pendapatan Transfer 34.133,81 41.233,89 120,80% 45.460,57 42.236,67 92,91% 42.795,25 36.394,35 85,04% -13,83% Transfer Antar Daerah 16.601,30 8.364,70 50,39% 1.374,89 1.375,18 100,02% 830,12 790,63 95,24% -42,51% Lain-lain PAD yang Sah 767,96 1.243,78 161,96% 530,16 1.326,35 250,18% 449,52 638,85 142,12% -51,83% BELANJA DAERAH 56.057,46 46.923,29 83,71% 52.772,44 50.592,04 95,87% 50.140,26 39.048,74 77,88% -22,82% Belanja Operasi 35.445,79 29.597,69 83,50% 34.292,64 32.960,89 96,12% 32.614,60 27.094,95 83,08% -17,80% Belanja Pegawai 15.162,85 10.539,64 69,51% 14.449,29 11.391,14 78,84% 12.323,10 10.237,58 83,08% -10,13% Belanja Barang dan Jasa 13.927,11 13.692,10 98,31% 15.157,20 15.901,62 104,91% 16.609,65 13.314,12 80,16% -16,27%
100 I-Account (Miliar Rupiah) TA 2020 2021 2022 %Growth (2021- 2022) PAGU REALISASI %REAL PAGU REALISASI %REAL PAGU REALISASI %REAL Belanja Barang dan Jasa 13.927,11 13.692,10 98,31% 15.157,20 15.901,62 104,91% 16.609,65 13.314,12 80,16% -16,27% Belanja Bunga 92,55 48,70 52,62% 76,96 61,33 79,69% 48,52 24,31 50,10% -60,36% Belanja Subsidi 78,47 60,21 76,73% 47,01 37,53 79,83% 54,52 24,11 44,22% -35,76% Belanja Hibah 5.517,25 4.354,10 78,92% 3.852,01 4.789,81 124,35% 2.944,56 2.758,95 93,70% -42,40% Belanja Bantuan Sosial 667,56 902,94 135,26% 710,17 779,46 109,76% 634,25 735,88 116,02% -5,59% Belanja Modal 9.650,11 6.648,39 68,89% 7.804,89 7.065,18 90,52% 9.930,50 7.228,94 72,80% 2,32% Belanja Modal 9.650,11 6.648,39 68,89% 7.804,89 7.065,18 90,52% 9.930,50 7.228,94 72,80% 2,32% Belanja Tidak Terduga 259,53 1.202,33 463,27% 431,42 604,71 140,17% 500,52 324,54 64,84% -46,33% Belanja Tidak Terduga 259,53 1.202,33 463,27% 431,42 604,71 140,17% 500,52 24,54 64,84% -46,33% Belanja Transfer 10.702,03 9.474,88 88,53% 10.243,49 9.961,26 97,24% 7.094,64 4.400,31 62,02% -55,83% Belanja Bagi Hasil 956,27 725,06 75,82% 802,55 837,75 104,39% 572,32 415,06 72,52% -50,46% Belanja Bantuan Keuangan 9.745,76 8.749,82 89,78% 9.440,94 9.123,51 96,64% 6.522,32 3.985,25 61,10% -56,32% SURPLUS/ DEFISIT -1.581,83 8.047,08 -508,72% - 1.779,42 - 1.535,57 86,30% - 1.941,89 2.219,08 -114,27% -244,51% PEMBIAYAAN 1.535,42 5.373,79 349,99% 1.780,83 3.993,12 224,23% 1.935,09 863,21 44,61% -78,38% Penerimaan Pembiayaan 2.680,41 5.994,58 223,64% 3.002,34 5.320,39 177,21% 2.447,18 1.239,72 50,66% -76,70% Pengeluaran Pembiayaan 1.144,99 620,79 54,22% 1.221,51 1.327,27 108,66% 512,09 376,51 73,52% -71,63% SiLPA/SiKPA - 46,41 13.420,87 -28918,06% 1,41 2.457,55 174294,33% - 6,80 3.082,29 -45327,79% 25,42% Sumber: SIKD DJPK (diolah) 3.2.1. Pendapatan Daerah Pendapatan Daerah adalah hak Pemda yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Pendapatan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Mayoritas Pendapatan Daerah hingga akhir tahun 2022 masih diperoleh oleh Pendapatan Transfer dengan pangsa sebesar 88,19%. Realisasi Pendapatan Transfer sudah mencapai 85,04% dari pagunya, menurun dari periode sebelumnya yang sebesar 92,91%. Data realisasi Pendapatan Daerah bersumber dari SIKD, dimana data yang disajikan bergantung pada kedisiplinan Pemda dalam melakukan pemutakhiran data realisasi. Realisasi Pendapatan Daerah pada tahun 2022 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan yang terjadi signifikan dengan dibarengi dengan performa realisasi yang sangat menurun.
101 3.2.1..1. Pendapatan Asli Daerah Grafik 3.6. Komponen Realisasi PAD Sumber: SIKD DJPK (diolah) PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Komponen PAD terdiri dari pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, serta Lain-lain PAD yang Sah. Perkembangan pagu PAD selama 3 (tiga) tahun terus mengalami peningkatan, dengan kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2021 senilai Rp496,08 miliar atau 13,68% (yoy). Pada tahun 2020 kenaikan pagu PAD senilai 13,68%. Pada tahun 2022, realisasi PAD di Provinsi Papua mengalami penurunan -16,37% (yoy). Dengan realisasi yang diperoleh sebesar 83,52% dari target, tingkat realisasi ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 113,53%. Turunnya angka realisasi disebabkan kontraksi realisasi pada komponen Pajak Daerah yang selama ini diandalkan oleh pemerintah daerah. Sejak tahun 2020, Pajak Daerah selalu menyumbangkan angka diatas 1 triliun dan menjadi salah satu penyumbang terbesar realisasi PAD Papua.
102 Tabel 3.17. Realisasi Komponen PAD APBD Provinsi Papua Tahun 2020-2022 (miliar rupiah) I-Account (Miliar Rupiah) TA 2020 2021 2022 PAGU REALISASI %REAL PANGSA PAGU REALISASI %REAL PAGU REALISASI %REAL PAJAK DAERAH 1719,22 638,16 37,12% 18,53% 2055,32 2319,08 112,83% 1684,11 1452,77 86,26% RETRIBUSI DAERAH 163,63 115,37 70,51% 3,35% 175,72 163,17 92,86% 174,2 157,36 90,33% HPKDYD 1352,74 1048,14 77,48% 30,43% 360,81 578,61 160,36% 165,43 102,17 61,76% LLPDYS 887,9 1642,32 184,97% 47,69% 1035,55 1057,41 102,11% 948,83 2415,71 254,60% Sumber: SIKD DJPK (diolah) Kenaikan pagu yang konsisten berbanding terbalik dengan realisasi PAD yang justru mengalami penurunan. Realisasi PAD pada tahun 2022 terkontraksi -16,37% (yoy), lebih dalam dari kontraksi tahun sebelumnya yang hanya -0,24% (yoy). Penurunan realisasi ini disebabkan penurunan signifikan pada pajak daerah yang diperoleh pada tahun 2022 senilai -72,48% (yoy), padahal pada tahun 2021 sempat mengalami kenaikan 59,63% (yoy) dan menjadi komponen terbesar bagi PAD. Penurunan Pajak Kendaraan Bermotor ditengarai menjadi salah satu penyebab penurunan realisasi Pajak Daerah melalui kebijakan Pemerintah Provinsi Papua memberikan diskon atau keringanan pokok Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) bagi wajib pajak. Sebelumnya, Pemprov Papua juga menerbitkan kebijakan penghapusan denda Pajak Kendaraan Bermotor bagi wajib pajak, yang pada akhirnya berdampak pada penurunan nilai realisasi PAD. Realisasi retribusi daerah cenderung fluktuatif sejak tahun 2020. Pada tahun 2022, realisasi turun sebesar -Rp47,80 miliar atau -29,29%. Tingkat ketercapaian pada tahun 2022 mencapai 70,51%, lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 92,86%. Retribusi daerah Provinsi Papua mayoritas diperoleh dari Retribusi Jasa Umum yang mencatatkan kontribusi hingga 66,02% dari total retribusi. Penurunan Retribusi Jasa Umum cukup berpengaruh dalam penurunan nilai realisasi retribusi. Normalitas aktivitas masyarakat masih belum mampu mendongkrak kenaikan retribusi karena masih kurang optimalnya pelayanan umum yang diberikan oleh pemerintah daerah. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan seluruh pemerintah daerah di Provinsi Papua pada tahun 2022 mengalami kenaikan signifikan sebesar Rp469,53 miliar atau 81,15% (yoy). Tingkat ketercapaian pada tahun 2022 mencapai 77,48%, lebih rendah dari tahun sebelumnya, disebabkan kenaikan pagu yang juga signifikan. Realisasi pada komponen ini menjadi penyumbang terbesar kedua setelah Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dengan kontribusi mencapai 30,43% dari total pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan. Komponen ini terutama disumbang oleh Bagian Laba yang Dibagikan kepada Pemerintah Daerah (Dividen) atas Penyertaan Modal pada Pemerintah Swasta, mencapai 81,29%. Dividen yang diberikan oleh perusahaan swasta ini mendorong pendapatan daerah mengalami kenaikan. Kontribusi terbesar PAD pada tahun 2022 yakni komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (LLPDYS)
103 senilai Rp1.642,32 miliar, 3,98% dari total Pendapatan Daerah. Realisasi ini meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 55,32% (yoy). Kenaikan realisasi yang signifikan ini sangat membantu pemerintah daerah di Provinsi Papua dalam mendongkrak realisasi PAD. Realisasi LLPDYS didorong oleh realisasi pada komponen jasa giro yang mencapai Rp1.023,7 miliar. Penempatan dana yang dilakukan oleh pemerintah daerah menghasilkan pendapatan bunga, jasa giro, dan komisi yang besar. Tingkat kemandirian fiskal suatu daerah dapat diukur dengan memperhitungkan rasio PAD dengan keseluruhan belanja yang dilakukan pada tahun anggaran berjalan. Berdasarkan realisasi PAD, tingkat kemandirian fiskal daerah Provinsi Papua pada tahun 2022 senilai 11,95%, sedikit meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 8,14%. Namun demikian, peningkatan rasio yang terjadi tidak menggambarkan kondisi peningkatan PAD. Realisasi PAD yang turun juga dibarengi dengan penurunan realisasi Belanja Daerah yang lebih dalam, sehingga peningkatan rasio PAD bersifat semu semata. Kinerja pemerintah dalam meng-collect PAD-nya masih belum optimal dengan kondisi target pendapatan yang semakin tinggi. Kondisi ini menyebabkan ruang fiskal daerah semakin menyempit dan dibutuhkan akselerator fiskal melalui kebijakan yang komprehensif dan tepat sasaran seperti kebijakan perpajakan daerah. Ke depan, pemerintah daerah di Papua diharapkan senantiasa melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap objek pajak di Provinsi Papua melalui perbaikan iklim usaha dan peningkatan kualitas sumber daya manusia agar dapat terus meningkatkan rasio kemandirian fiskal. 3.2.1..2. Pendapatan Transfer Tabel 3.18. Komponen Realisasi Pendapatan Transfer I-Account (Miliar Rupiah) TA 2020 2021 2022 PAGU REALISASI %REAL PANGSA PAGU REALISASI %REAL PAGU REALISASI %REAL TRANSFER PEMPUS 42.795,25 36.394,35 85,04% 0,00% 45.460,57 42.236,67 92,91% 34.133,81 41.233,89 120,80% TRANSFER ANTAR DAERAH 830,12 790,63 95,24% 0,00% 1.374,89 1.375,18 100,02% 16.601,30 8.364,70 50,39% Sumber: SIKD DJPK (diolah) Pendapatan transfer merupakan pendapatan yang berasal dari transfer pemerintah pusat (dana perimbangan/ TKD) dan dapat berupa transfer antar daerah. Pada tahun 2022, Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat memiliki pagu sebesar Rp42.795,25 miliar, turun -5,86% (yoy). Sementara itu, Pendapatan Transfer Antar Daerah juga mengalami penurunan -39,62%, dengan pagu senilai Rp830,12 miliar. Kondisi ini dilakukan oleh pemerintah pusat untuk mendorong pemerintah daerah agar semakin kreatif dalam mencipatakan pembiayaan alternatif dan mengoptimalkan pendapatan asli daerahnya. Peningkatan pagu Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat sebenarnya sudah pernah dinaikan pada tahun 2021 dalam rangka membantu pemerintah daerah menanggulangi wabah pandemi. Dengan membaiknya kondisi pandemi, pemerintah berinisiatif untuk menormalisasikan besaran dana transfer yang ada sehingga secara bertahap pagu mengalami pengurangan.
104 Hingga akhir tahun 2022, nilai realisasi Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat mencapai Rp36.394,35 miliar atau turun -13,83% (yoy). Tingkat ketercapaian realisasi pagu sebesar 85,04%, turun dari realisasi tahun sebelumnya yang sebesar 92,91%, apalagi jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2020 yang mencapai 120,80%. Pada Transfer Antar Daerah, realisasi pada tahun 2022 mencapai 95,24%, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 100,02%. Penurunan tingkat ketercapaian realisasi ini mengindikasikan adanya kinerja pemerintah daerah yang belum optimal dalam merealisasikan anggarannya. Kontribusi terbesar pada Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat adalah Dana Perimbangan dengan realisasi mencapai Rp31.310,43 miliar, 86,03% dari Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat atau 75,87% dari total Pendapatan Daerah. Realisasi Dana Perimbangan mengalami peningkatan 4,73% (yoy). Kenaikan jumlah PNS pada tahun 2022 menyebabkan kenaikan gaji, tunjangan dan THR yang diberikan. Hal ini berimplikasi pada peningkatan DAU yang direalisasikan, utamanya untuk belanja pegawai. Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) menjadi komponen terbesar kedua dengan kontribusi mencapai Rp3.235,83, 8,89% dari total Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat atau 7,84% dari total Pendapatan Daerah. Realisasi Dana Otsus dan DTI mengalami penurunan signifikan sebesar -65,22% (yoy). Dana Insentif Daerah (DID) menjadi kontributor terkecil dalam penyaluran Pendapatan Transfer dengan total Rp58,81 miliar atau 0,16% dari total Pendapatan Transfer. 3.2.1..3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah (LLPDyS) Tabel 3.19. Komponen Realisasi Pendapatan LLPDyS I-Account (Miliar Rupiah) TA 2020 2021 2022 PAGU REALISASI %REAL PANGSA PAGU REALISASI %REAL PAGU REALISASI %REAL Pendapatan Hibah 18,33 417,38 2277,03% 65,33% 157,67 579,69 367,66% 534,28 1.020,61 191,03% Dana Darurat - - 0,00% 0,00% - - 0,00% - - 0,00% Lain-lain Pendapatan 431,19 221,47 51,36% 34,67% 372,49 746,66 200,45% 233,68 223,17 95,50% Sumber: SIKD DJPK (diolah) Sejak tahun 2020, pagu LLPDyS terus mengalami penurunan, LLPDyS merupakan pendapatan daerah yang meliputi Pendapatan Hibah, Dana Darurat, dan Lain-Lain Pendapatan Sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penurunan pagu pada tahun 2022 dibarengi dengan penurunan realisasi yang signifikan sebesar -51,83% (yoy). Penurunan pada kedua komponen pendapatan di LLPDyS mengakibatkan kontraksi realisasi. Pendapatan Hibah tercatat sebesar Rp417,38 miliar atau turun -28,00% dengan kontribusi sebanyak 65,33% dari total LLPDyS. Lain-lain Pendapatan Sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan tercatat sebesar Rp 221,47 miliar atau turun -70,34% (yoy) dengan kontribusi mencapai 34,67%. 3.2.2. Belanja Daerah Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang
105 nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja Daerah bersumber dari PAD, Pendapatan Transfer, dan LLPDyS. Belanja daerah di Papua pada tahun 2022 tercatat sebesar Rp39.048,74 miliar atau turun -22,82% (yoy). Dengan pagu sebesar Rp50.140,26 miliar, realisasi belanja daerah mencapai 77,88%, mengalami penurunan performa jika dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 95,87% dengan pagu yang jauh lebih besar. Rendahnya realisasi belanja tersebut jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu disebabkan oleh keterlambatan berbagai pelaksanaan kegiatan, pandemi, dan pengadaan barang dan jasa yang terlambat. Data realisasi belanja daerah bersumber dari SIKRi, dimana data yang disajikan bergantung pada hasil pemutakhiran data realisasi oleh Pemda. Realisasi pada tahun 2022 menunjukan kontraksi yang cukup dalam dibandingkan tahuntahun sebelumnya yang dimungkinkan karena adanya time-lag antara belanja daerah yang telah direalisasikan dengan yang dicatat/dilaporkan. 3.2.2.1. Berdasarkan Jenis Belanja Berdasarkan jenis belanjanya, Belanja Daerah diklasifikasikan menjadi 4 (empat) yakni Belanja Operasi, Belanja Modal, Belanja Tidak Terduga, dan Belanja Transfer. Tren realisasi Belanja Daerah dalam kurun waktu 2020- 2022 mengalami fluktuasi di masingmasing komponennya. Hampir seluruh komponen pada Belanja Daerah mengalami kontraksi, hanya Belanja Modal yang sedikit mengalami kenaikan realisasi. Grafik 3.7. Realisasi Belanja Daerah Tahun 2020-2022 (miliar rupiah) Sumber: SIKD DJPK 2022 (diolah)
106 3.2.2.1.1. Belanja Operasi Grafik 3.8. Realisasi Belanja Operasi Tahun 2020-2022 (miliar rupiah) Sumber: SIKD DJPK 2022 (diolah) Belanja Operasi merupakan belanja untuk memenuhi kegiatan seharihari pemerintah daerah dan memberi manfaat dalam jangka pendek. Belanja operasi meliputi Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, Belanja Bunga, Belanja Subsidi, Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial. Secara keseluruhan, Belanja Operasi pada tahun 2022 mengalami penurunan realisasi sebesar -17,80% (yoy). Tingkat ketercapaian Belanja Operasi mencapai 83,08%, menjadi yang terendah sejak tahun 2020. Adanya penurunan realisasi terjadi diakibatkan penurunan pagu Belanja Operasi sebesar -4,89% (yoy). Kinerja Pemda yang lamban dalam merealisasikan anggarannya, memperburuk ketercapaian anggaran di Papua. Sebagai kontributor terbesar pada Belanja Operasi, tren realisasi Belanja Barang dan Jasa sangat berpengaruh. Tren realisasi Belanja Barang dan Jasa terkontraksi dengan adanya keterlambatan pengadaan barang dan jasa. Dengan realisasi mencapai Rp13.314,12 miliar, realisasi Belanja Barang dan Jasa menjadi yang terendah sejak 2020 dengan penurunan -16,27%, sementara tingkat ketercapaiannya hanya sebesar 80,16%. Kontribusi Belanja Barang dan Jasa cenderung naik menjadi 49,14%, jika dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 48,24%. Realisasi Belanja Pegawai sebesar Rp10.237,58 miliar memberikan kontribusi sebesar 37,78%. Dengan serapan anggaran yang mencapai 83,08%, masih terdapat ruang fiskal bagi Pemda untuk memaksimalkan pagunya. Realisasi belanja Pegawai ini menjadi yang terendah jika dibandingkan 2 (dua) tahun sebelumnya, dengan penurunan realisasi mencapai -10,13%.
107 Belanja Bantuan Sosial dengan realisasi sebesar Rp735,88 miliar merupakan pos yang memiliki serapan tertinggi dengan nilai sebesar 116,02%. Tingginya serapan Belanja Bantuan Sosial disebabkan penurunan pada pagu belanjanya. Walaupun tingkat realisasinya tinggi, nilai nominal realisasi justru menurun -5,59% (yoy). Penurunan pagu Belanja Hibah mengakibatkan penurunan pada realisasi Belanja Hibah mencapai -42,40%. Dengan tingkat ketercapaian sebesar 93,70%, nilai serapan anggaran Belanja Hibah turun jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 124,35% dari pagunya. Namun angka ini lebih baik jika dibandingkan tahun 2020 yang hanya sebesar 78,92%. Belanja Subsidi menjadi belanja dengan tingkat serapan terendah senilai 44,22% dengan angka mencapai Rp24,11 miliar. Sementara itu, Belanja Bunga dengan realisasi sebesar Rp24,31 miliar menjadi belanja dengan penurunan realisasi terbesar mencapai -60,36%. Kontribusi kedua belanja tergolong rendah sebesar 0,09% pada Belanja Bunga dan 0,09% pada Belanja Subsidi. 3.2.2.1.2. Belanja Modal Grafik 3.9. Realisasi Belanja Modal Tahun 2020-2022 (miliar rupiah) Sumber: SIKD DJPK 2022 (diolah) Belanja Modal dengan realisasi mencapai Rp7.228,94, mengalami kenaikan realisasi sebesar 2,32% (yoy). Tren realisasi yang terjadi dalam kurun waktu 3 tahun cenderung naik, dengan peningkatan yang konsisten sepanjang tahunnya. Kenaikan realisasi yang ada perlu dijaga guna memaksimalkan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan di Papua. Tingkat serapan sebesar 72,80%, menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 90,52%.
108 Penurunan performa ini disebabkan angka pagu yang naik, namun kinerja realisasi cenderung sama dengan tahun sebelumnya. Kenaikan pagu yang terjadi dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas belanja modal sehingga infrastruktur dan aset yang dimiliki pemda di Papua dapat meningkat. Komponen belanja modal memiliki multiplier effect yang tinggi terhadap perekonomian Provinsi Papua, sehingga diharapkan realisasi dapat dilakukan secara lebih merata sepanjang tahun 3.2.2.1.3. Belanja Tidak Terduga Grafik 3.10. Realisasi Belanja Tidak Terduga Tahun 2020-2022 (miliar rupiah) Sumber: SIKD DJPK 2022 (diolah) Tren realisasi Belanja Tidak Terduga cenderung menurun sejak 2020. Realisasi sebesar Rp324,54 miliar pada tahun 2022, menurun -46,33% (yoy). Angka realisasi yang turun berkebalikan dengan nilai pagunya yang terus mengalami kenaikan. Adapun tingkat serapan tahun ini hanya sebesar 64,84%, jauh lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 140,17%. Belanja Tidak Terduga merupakan pengeluaran anggaran atas beban APBD untuk keperluan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Pandemi yang melanda sejak awal tahun 2020, merupakan peristiwa yang tidak dapat diprediksi sebelumnya menyebabkan kenaikan realisasi yang tinggi pada Belanja Tidak Terduga. Dengan kondisi pandemi yang mulai terkendali dan pemerintah mampu memproyeksikan beban anggaran yang bisa disiapkan dalam penanganan pandemi menyebabkan kontraksi pada realisasi Belanja Tidak Terduga.
109 3.2.2.1.4. Belanja Transfer Grafik 3.11. Realisasi Belanja Transfer Tahun 2020-2022 (miliar rupiah) Sumber: SIKD DJPK 2022 (diolah) Tren realisasi Belanja Transfer di Papua fluktuatif sejak tahun 2020. Kenaikan terjadi pada tahun 2021 sebesar Rp486,38 miliar, dan kemudian merosot tajam di tahun 2022 sebesar Rp5.560,95 miliar atau -55,83% (yoy), menjadi penurunan terbesar dibandingkan pos belanja yang lain. Tingkat serapan anggaran di tahun 2022 menjadi yang terendah dibandingkan 2 (dua) tahun sebelumnya sebesar 62,02%. Belanja Transfer merupakan pengeluaran uang dari pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya dan/atau dari pemerintah daerah ke pemerintah desa. Belanja Transfer di Papua meliputi Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan. Penurunan Belanja Transfer utamanya disumbangkan oleh Belanja Bantuan Keuangan dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan Bantuan Keuangan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota ke desa yang merosot tajam.
110 3.2.2.2. Berdasarkan Fungsi Tabel 3.20. Belanja Berdasarkan Fungsi FUNGSI BELANJA 2020 2021 2022 Perumahan Umum 4.595.068.056.493,93 906.093.186.622,53 557.382.120.345,41 Perlindungan Sosial 715.441.146.062,23 153.516.603.878,80 514.926.085.859,40 Pendidikan 7.094.746.213.410,34 3.480.652.895.884,75 2.944.247.851.456,47 Pelayanan Umum 23.878.247.393.959,30 40.030.725.633.301,50 27.815.640.511.907,70 Pariwisata Budaya 255.222.800.599,53 45.029.098.548,75 127.588.589.193,95 Lingkungan Hidup 430.611.778.926,21 170.916.640.936,79 1.145.306.651.090,16 Ketertiban & Keamanan 1.019.927.658.033,02 309.369.165.185,27 575.454.980.155,80 Kesehatan 5.563.924.987.391,16 3.159.697.465.691,51 2.688.876.827.102,34 Ekonomi 3.370.099.781.217,63 2.336.045.398.449,05 2.679.323.864.071,81 TOTAL 46.923.289.816.093,30 50.592.046.088.499,00 39.048.747.481.183,00 Sumber: SIKD DJPK 2022 (diolah) Berdasarkan fungsinya, APBD Papua dapat diklasifikasikan menjadi 9 (Sembilan) fungsi yakni fungsi ekonomi, kesehatan, ketertiban dan keamanan, lingkungan hidup, pariwisata, pelayanan umum, pendidikan, perlindungan sosial serta perumahan dan fasilitas umum. Berdasarkan data APBD Papua tahun 2022, porsi belanja terbesar yakni pada belanja fungsi pelayanan umum dengan realisasi mencapai Rp 27.815,64 miliar atau 71,23% dari total belanja. Hal ini sudah tepat sesuai dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah yang utama yakni pemberian layanan kepada masyarakat. Porsi belanja pariwisata menjadi yang terkecil pada tahun 2022 sebesar Rp127,59 miliar atau 0,33% dari total belanja. Hal ini ironi, mengingat besarnya potensi alam dan sumber daya di Papua yang bisa dijadikan sebagai objek wisata masih belum diperhatikan dengan baik oleh pemerintah setempat. Kegiatan pembangunan infrastruktur pariwisata di Papua masih mengandalkan pendanaan dari pusat melalui APBN seperti pengembangan 19 destinasi pariwisaata di Biak yang didukung oleh Kemenparekraf, Pengembangan Taman Nasional Wasur di Kabupaten Merauke dan Taman Nasional Lorentz. Semua Pemda di Papua masih belum menetapkan belanja fungsi pendidikan dan kesehatan sebagaimana ketentuan mandatory spending dimana alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBD sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4) dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat (1) dan besar anggaran kesehatan dialokasikan minimal 10% dari APBD di luar gaji sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Realisasi belanja fungsi pendidikan seluruh pemda di Papua hanya sebesar 7,54%, sedangkan belanja kesehatan 6,89%, jauh dari ketentuan yang telah ditetapkan. 3.2.3. Surplus/Defisit Surplus/Defisit APBD merupakan selisih lebih atau kurang antara Pendapatan Daerah dengan Belanja Daerah. Pada tahun 2022 kondisi APBD menunjukan Surplus sebesar Rp2.219,08 miliar. Kondisi ini berbanding terbalik dengan
111 yang terjadi di tahun 2021 dimana APBD mengalami Defisit mencapai -Rp1.535,57 miliar. Tren realisasi yang menuju Surplus ini disebabkan adanya realisasi Belanja Daerah yang rendah, sementara kinerja Pendapatan Daerah lebih besar dibandingkan Belanja Daerah. Kondisi realisasi Belanja Daerah yang rendah ini terutama dikarenakan kontraksi terjadi pada Belanja Operasi dan Belanja Transfer menyebabkan angka Surplus semakin naik. Jika ditelusuri pada tahun 2020, kondisi APBD saat itu juga mengalami surplus sebagai akibat realisasi belanja yang juga rendah dari pagunya. Hal ini dikarenakan adanya pandemi yang melanda mengakibatkan kegiatan-kegiatan Pemda yang sudah direncanakan harus dibatalkan atau ditunda. Mobilitas yang menurun dan adanya regulasi PPKM membuat kinerja belanja terhambat. Sementara itu, pendapatan daerah cenderung tetap sehingga menciptakan Surplus pada APBD sebesar Rp8.047,08. Untuk mengetahui perkembangan surplus/defisit yang terjadi pada APBD pada seluruh Pemda di Papua dapat dilihat melalui rasio berikut. Tabel 3.21. Rasio Defisit APBD 2020-2022 Tahun Surplus Terhadap Pendapatan 2020 14,64% 2021 -3,13% 2022 5,38% Sumber: BPS, SIKD DJPK 2022 (diolah) Rasio surplus APBD terhadap total pendapatan daerah mencerminkan performa fiskal pemerintah daerah dalam menghimpun pendapatan untuk memenuhi kebutuhan belanja daerahnya. Rasio menunjukan terjadi kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya sehingga memberi gambaran kinerja fiskal yang meningkat, dan mampu menopang belanja daerah. Data realisasi Surplus/Defisit Daerah bersumber dari SIKD, dimana data yang disajikan bergantung pada kedisiplinan Pemda dalam melakukan pemutakhiran data realisasi. Realisasi pada tahun 2022 menunjukan perbedaan yang cukup tinggi dibandingkan pagunya dimungkinkan karena rendahnya kedisiplinan Pemda dalam melakukan pencatatan/pemutakhiran data. 3.2.4. Pembiayaan Daerah Pembiayaan Daerah adalah seluruh penerimaan yang harus dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali. Pembiayaan Daerah terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan. Tren realisasi Pembiayaan Daerah yang terjadi cenderung menurun selama 3 (tiga) tahun ini. Realisasi Pembiayaan Daerah pada tahun 2022 sebesar Rp863,21 miliar atau 44,61% dari pagunya. Tingkat ketercapaian realisasi Pembiayaan Daerah mengalami penurunan sebesar -78,38% (yoy). Kondisi ini utamanya disebabkan adanya tingkat realisasi yang sangat rendah pada Pembiayaan Daerah. Tingkat realisasi pada tahun 2022 menjadi yang terendah sejak tahun 2020. Penurunan Penerimaan SiLPA tahun sebelumnya sebesar -Rp3.777,93
112 miliar berdampak pada penerimaan pembiayaan yang juga menurun. Data realisasi Pembiayaan Daerah bersumber dari SIKD, dimana data yang disajikan bergantung pada kedisiplinan Pemda dalam melakukan pemutakhiran data realisasi. Realisasi pada tahun 2022 menunjukan perbedaan yang cukup tinggi dibandingkan pagunya dimungkinkan karena rendahnya kedisiplinan Pemda dalam melakukan pencatatan/pemutakhiran data. 3.2.5. Rasio Keseimbangan Primer Keseimbangan Primer (Primary Balance) atau Surplus/Defisit Primer merupakan selisih pendapatan daerah dengan belanja daerah setelah belanja dikurangi dengan belanja bunga. Keseimbangan Primer menunjukkan kemampuan belanja daerah dalam rangka menjalankan program dan kegiatannya setelah dihilangkan belanja yang tidak terkait seperti belanja bunga. Keseimbangan primer dapat berupa defisit primer jika bernilai negatif atau surplus primer jika bernilai positif. Nilai tersebut selain dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan belanja, juga dipengaruhi oleh besarnya bunga. Semakin besar bunga, semakin besar perbedaan nilainya dengan keseimbangan umum (pendapatan dikurangi belanja). Keseimbangan primer mampu menunjukan kondisi likuiditas Pemda dalam melaksanakan program dan kegiatannya, yaitu dengan menggunakan rasio keseimbangan primer terhadap PDRB yang merupakan jumlah keseimbangan primer dibagi dengan PDRB. Semakin besar rasio surplus keseimbangan primer, maka semakin likuid APBD dalam membayar kewajiban jangka pendeknya. Bahkan jika rasio menunjukan angka negative (defisit primer), itu berarti keuangan Pemda dalam kondisi likuid. Tabel 3.22. Rasio Keseimbangan Primer Provinsi Papua Tahun 2020-2022 Tahun Keseimbangan Primer Rasio Keseimbangan Primer 2020 8.095,78 4,06% 2021 -1.474,24 -0,63% 2022 2.243,39 0,85% Sumber: BPS, SIKD DJPK 2022 (diolah) Diketahui dari tabel diatas, keseimbangan primer pada tahun 2022 sebesar 2.243,39 naik jika dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 1.474,24. Hal ini menunjukan kemampuan daerah dalam memenuhi kebutuhan belanjanya semakin meningkat. Rasio keseimbangan primer pada tahun 2022 juga mengalami peningkatan. Hal ini menunjukan peningkatan likuiditas Pemda dalam melaksanakan program dan kegiatannya, serta peningkatan kemampuan Pemda dalam membayar kewajiban jangka pendeknya.
113 3.2.6. Perkembangan BLU Daerah Tabel 3.23. Profil dan Jenis Layanan BLUD di Papua No. Jenis Layanan Satker BLUD Pemda 1 Pelayanan Kesehatan RSUD Abepura Pemprov Papua 2 Pelayanan Kesehatan RSUD Jayapura Pemprov Papua 3 Pelayanan Kesehatan RSUD Mimika Pemkab Mimika 4 Pelayanan Kesehatan RSUD Biak Pemkab Biak Numfor 5 Pelayanan Kesehatan RSUD Merauke Pemkab Merauke 6 Pelayanan Kesehatan RSUD Nabire Pemkab Nabire 7 Pelayanan Kesehatan RSUD Yowari Pemkab Jayapura 8 Pelayanan Kesehatan RSUD Paniai Pemkab Paniai 9 Pelayanan Kesehatan RSUD Supiori Pemkab Supior Sumber: Pemda, BPKP (2021) Badan Layanan Umum Daerah atau disingkat BLUD adalah Unit Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (UPT) di lingkungan pemerintah daerah di Indonesia yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/ jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLUD merupakan bagian dari perangkat Pemerintah Daerah, dengan status hukum tidak terpisah dari Pemerintah Daerah. Berbeda dengan SKPD pada umumnya, pola pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Provinsi Papua memiliki 9 entitas yang telah ditetapkan sebagai instansi yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPKBLUD) yang seluruhnya bergerak di bidang pelayanan kesehatan. Semua BLUD di Papua masih belum mampu menerapkan pola pengelolaan keuangan dan tata kelola kinerja yang baik dan benar sesuai aturan yang ada. Hal ini terbentur dengan adanya regulasi Pemda yang belum sejalan dengan kaidah penerapan BLUD di Satker. Dilihat dari aspek legal, penetapan status RSUD di Provinsi Papua sebagai BLUD didasarkan pada Surat Keputusan Kepala Daerah sebagai berikut: Tabel 3.24. SK Kepala Daerah Penetapan BLUD No. Satker BLUD Pemda 1 RSUD Abepura SK Gubernur Nomor 188.4/389/Tahun 2014 tanggal 3 November 2014 2 RSUD Jayapura SK Gubernur Nomor 188.4/151 Tahun 2017 3 RSUD Mimika SK Bupati Nomor 184 Tahun 2011 tanggal 9 Desember 2011 4 RSUD Biak SK Bupati Nomor 261 Tahun 2013 5 RSUD Merauke SK Bupati Nomor 632 Tahun 2014 tanggal 29 Agustus 2014 6 RSUD Nabire SK Bupati Nomor 10 Tahun 2015 tanggal 27 Januari 2015
114 No. Satker BLUD Pemda 7 RSUD Yowari SK Bupati Jayapura nomor 188.4/138 tahun 2018 tanggal 23 Februari 2018 8 RSUD Paniai SK Bupati Nomor 99 tahun 2013 9 RSUD Supiori SK Bupati Nomor 72 Tahun 2015 Sumber: Laporan BLUD Tahunan 2022 Kanwil DJPb Papua Perjalanan BLUD di Provinsi Papua untuk menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 tidaklah mudah. Dalam peraturan tersebut, UPT yang telah ditetapkan sebagai BLUD harus menyesuaikan proses bisnisnya agar sesuai dengan pedoman teknis yang diatur dalam Permendagri 79 Tahun 2018 paling lambat 2 tahun setelah peraturan diundangkan. Oleh sebab itu perlu dilakukan monitoring dan analisis terhadap regulasi yang harus disesuaikan dimaksud agar tujuan peningkatan layanan kepada masyarakat dapat tercapai. Pada tahun 2022, terdapat 6 (enam) BLUD yang sudah dilakukan asistensi meliputi RSUD Yowari, RSUD Mimika, RSUD Biak, RSUD Merauke, RSUD Abepura, dan RSUD Jayapura. Pada tahun 2022, total pendapatan BLUD di Papua adalah sebesar Rp148,24 miliar, terkontraksi -53,63% (yoy). Tingkat serapan ini lebih rendah jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp319,66 miliar. Penurunan realisasi disebabkan meredanya kasus Covid-19 yang berdampak pada penurunan pendapatan yang diperoleh BLUD yang seluruhnya bergerak di sektor kesehatan. 3.2.7. Isu Strategis Pelaksanaan APBD Sebagai instrument yang digunakan oleh Pemda dalam mengatur pelaksanaan kebijakan di tahun anggaran berjalan, APBD memiliki peranan yang sangat penting bukan hanya dalam memberikan pelayanan umum yang optimal kepada masyarakat, namun juga memiliki multiplier effect bagi peningkatan kesejahteraan dan kemajuan pembangunan di Papua. Dalam pelaksanaannya, APBD Papua tahun 2022 dihadapkan pada berbagai isu strategis yang semestinya menjadi perhatian bagi Pemda maupun Pemerintah Pusat. Isu strategis yang terjadi diantaranya terkait dengan tingkat penyerapan belanja daerah yang rendah dan tidak terlaksananya mandatory spending yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Serapan belanja di tahun 2022 tergolong menjadi yang terendah sejak tahun 2020 dengan tingkat realisasi tidak lebih dari 77,88%. Tingkat realisasi yang rendah ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama berkaitan dengan kapasitas SDM yang dinilai belum optimal. Kedua, karakteristik slow and back loaded expenditure erat melekat pada penyedia barang dan jasa di Papua dimana penagihan kontrak dilakukan diakhr masa pekerjaan. Ketiga, banyaknya pemda yang terlambat menetapkan SK Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa. Keempat, kekakuan anggaran akibat perlunya persetujuan DPRD dalam perubahan anggaran. Berdasarkan data realisasi Belanja Daerah pada tahun 2022, diketahui realisasi belanja fungsi pendidikan dan fungsi kesehatan belum memenuhi
115 ketentuan mandatory spending seperti yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Mandatory spending yang dimaksud yakni alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBD sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4) dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat (1) serta besar anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10% dari APBD di luar gaji (UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan). Realisasi belanja pada tahun 2022 yakni pada belanja fungsi pendidikan sebesar Rp2.944,25 miliar memiliki kontribusi hanya sebesar 7,54%. Sementara itu, pada belanja kesehatan realisasi mencapai Rp2.688,88 atau 6,89%. Realisasi yang sangat jauh dari harapan ini, perlu dimitigasi dengan adanya penganggaran yang memperhatikan peraturan-peraturan yang ada. 3.3. Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian Tabel 3.25. I-Account Konsolidasian Uraian 2020 2021 2022 %Growth Realisasi %Proporsi Realisasi %Proporsi Realisasi %Proporsi PENDAPATAN KONSOLIDASIAN 17.279,64 63:37 16.912,90 64:36 18.553,51 76:24 9,70% Pendapatan Perpajakan 11.761,97 88:12 12.629,62 82:18 13.998,18 95:5 10,84% PNBP 4.497,06 13:87 3.703,59 16:84 4.137,95 17:83 11,73% Hibah 1.020,61 0:100 579,69 0:100 417,38 0:100 -28,00% Transfer - 0:100 - 0:100 - 0:100 0,00% BELANJA KONSOLIDASIAN 60.108,10 22:78 65.306,40 23:77 52.394,33 25:75 -19,77% Belanja Pemerintah 50.633,22 26:74 55.345,14 27:73 47.994,02 28:72 -13,28% Transfer 9.474,88 82:18 9.961,26 82:18 4.400,31 92:8 -55,83% SURPLUS/ DEFISIT - 42.828,46 5:95 - 48.393,50 8:92 - 33.840,82 (-2): (-102) -30,07% PEMBIAYAAN 5.373,79 0:100 3.993,12 0:100 863,21 0:100 -78,38% Penerimaan Pembiayaan 5.994,58 0:100 5.320,39 0:100 1.239,72 0:100 -76,70% Pengeluaran Pembiayan 620,79 0:100 1.327,27 0:100 376,51 0:100 -71,63% SiLPA/SiKPA - 37.454,67 6:94 - 44.400,38 9:91 - 32.977,61 (-2): (-102) -25,73% Sumber: OM SPAN, MEBE, SIKD DJPK (diolah) Pendapatan Pemerintahan Umum (General Government Revenue) atau Pendapatan Konsolidasian Tingkat Wilayah merupakan konsolidasian antara seluruh pendapatan pemerintah pusat dan daerah suatu wialayah dalam satu periode pelaporan yang sama, dan telah dilakukan eliminasi atas akun-akun resiprokal (berelasi). Pendapatan konsolidasian pada tahun 2022 tercatat sebesar Rp18.553,51 miliar, tumbuh 9,70% (yoy) didorong adanya peningkatan pada Pendapatan Perpajakan senilai 10,84% (yoy) dan PNBP senilai 11,73% (yoy).
116 Belanja Pemerintahan Umum (General Government Spending) atau Belanja Konsolidasian Tingkat Wilayah merupakan konsolidasian antara seluruh belanja pemerintah pusat dan daerah suatu wilayah dalam satu periode pelaporan yang sama, dan telah dilakukan eliminasi atas akunakun resiprokal (berelasi).Belanja konsolidasian mengalami penurunan dikarenakan adanya kontraksi pada kedua komponen. Belanja Pemerintah mengalami penurunan -13,28% (yoy), sedangkan komponen Transfer menurun signifikan -55,83% (yoy). 3.3.1. Pendapatan Konsolidasian 3.3.1.1. Analisis Perkembangan dan Kontribusi Pendapatan Konsolidasian Pendapatan Konsolidasian di Provinsi Papua terdiri dari Pendapatan Perpajakan, PNBP, Hibah, dan Transfer. Proporsi terbesar dalam Pendapatan Konsolidasian adalah Pendapatan Perpajakan sebesar 75,45%, dengan porsi terbesar dimiliki oleh Pendapatan Perpajakan Pemerintah Pusat (95%). Porsi Pendapatan Perpajakan naik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 74,67%. Proporsi PNBP sebesar 22,30%, tumbuh jika dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 21,90% dengan bagian terbesar berasal dari PNBP Pemda (83%). Adapun Pendapatan Hibah memiliki porsi sebesar 2,25%, turun dibandingkan porsi sebelumnya yang mencapai 3,43%, dengan keseluruhan bagiannya berasal dari Pendapatan Hibah Pemda. Tidak tercatat Pendapatan Hibah yang berasal dari APBN, namun hanya ada hibah yang diberikan kepada Satker. 3.3.1.2. Analisis Pertumbuhan Pendapatan Konsolidasian Realisasi Pendapatan Konsolidasian dalam kurun waktu tiga tahun terus mengalami fluktuasi. Pada tahun 2022, realisasi Pendapatan Konsolidasian mengalami kenaikan sebesar 9,70% (yoy). Peningkatan ini cukup baik mengingat pada tahun 2021, realisasi Pendapatan Konsolidasian turun sebesar -2,12% (yoy). Peningkatan terjadi pada beberapa komponen pendapatan, antara lain Pendapatan Perpajakan dan PNBP. Fluktuasi pada Pendapatan Konsolidasian sangat dipengaruhi realisasi Pendapatan Perpajakan dikarenakan porsinya yang besar. Realisasi Pendapatan Perpajakan tahun 2022 mencapai Rp13.998,18, tumbuh 10,84% (yoy). Kenaikan juga terjadi di tahun sebelumnya sebesar 7,38% (yoy). Kenaikan ini disebabkan adanya aktivitas perekonomian yang kembali pulih pasca pandemi berimbas pada peningkatan pajak pusat. Peningkatan juga terjadi pada realisasi PNBP sebesar 11,73% (yoy), menjadi yang terbaik diantara pos pendapatan lainnya. Kenaikan PNBP ditopang dari kenaikan Pendapatan Dividen atas Penyertaan Modal pada BUMN, BUMD, dan Swasta, serta penerimaan jasa giro yang tinggi. Penurunan realisasi terjadi pada Pendapatan Hibah sebesar -28,00% (yoy). Kontraksi yang terjadi sedikit lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai -43,20% (yoy). Kecenderungan penurunan dikarenakan nilai hibah yang diperoleh Pemda menurun.
117 3.3.1.2. Rasio Pajak (Tax Ratio) Tabel 3.26. Tax Ratio Tahun 2020 2021 2022 PDRB ADHB (triliun rupiah) 198,93 235,34 262,52 PAJAK (triliun rupiah) 11,76 12,63 13,99 TAX RATIO 5,91% 5,37% 5,33% Sumber: SIKD, OMSpan, BPS Tax Ratio atau rasio pajak adalah perbandingan penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang dapat digunakan sebagai alat ukur dalam menilai kinerja perpajakan. Pada tahun 2022, nilai Tax Ratio Provinsi Papua sebesar 5,33%. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan Tax Ratio nasional yang mencapai 10,4%. Tax Ratio ini menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,37%. Penurunan tax ratio ini disebabkan kinerja Pendapatan Perpajakan Pemda yang merosot tajam di tengah geliat perekonomian Provinsi Papua yang terus meningkat. Nilai Tax ratio yang rendah ini menunjukan bahwa porsi penerimaan pajak terhadap perekonomian di wilayah Papua masih sangat kecil, dan jauh lebih rendah dari porsi belanja terhadap PDRB. Potensi perpajakan yang seharusnya dapat diterima seharusnya dapat dioptimalkan oleh pemerintah dengan usaha intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan perpajakan sehingga dapat menumbuhkan penerimaan perpajakan. 3.3.1.3. Kontribusi Pendapatan terhadap Perekonomian Pada tahun 2022, PDRB Papua tercatat Rp262,516 triliun dengan pertumbuhan mencapai 2,70% (yoy). Pada periode yang sama, realisasi Pendapatan Konsolidasian mengalami peningkatan sebesar 9,70% (yoy). Berdasarkan besarnya perbedaan selisih antara angka peningkatan Pendapatan Konsolidasian dengan peningkatan PDRB yaitu 7% (9,70%-2,70%), mengindikasikan bahwa selama tahun 2022 laju kenaikan Pendapatan Konsolidasian sejalan dengan perbaikan ekonomi dengan ditandai peningkatan PDRB yang signifikan. 3.3.2. Belanja Konsolidasian 3.3.2.1. Analisis Perkembangan dan Kontribusi Belanja Konsolidasian Belanja Konsolidasian di Provinsi Papua terdiri dari Belanja Pemerintah dan Transfer. Kontribusi terbesar dalam Belanja Konsolidasian adalah Belanja Pemerintah sebesar 91,60%, dengan porsi terbesar dimiliki oleh Belanja Pemerintah Daerah (72%). Porsi Belanja Pemerintah naik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 84,75%. Pada tahun 2022, kontribusi Transfer mencapai 8,40%, turun dari tahun sebelumnya yang sebesar 15,25%. Realisasi Transfer secara keseluruhan disumbangkan oleh Transfer Pemda baik transfer ke Kabupaten/Kota maupun Desa.
118 3.3.2.2. Analisis Pertumbuhan Belanja Konsolidasian Realisasi Belanja Konsolidasian mengalami fluktuasi dengan adanya kenaikan pada tahun 2021 sebesar 8,65% (yoy). Kemudian, pada tahun 2022 realisasi turun -19,77% menjadi Rp52.394,33 miliar. Hal ini menunjukan adanya penurunan performa belanja, baik dari sisi pemerintah pusat maupun dari sisi pemerintah daerah. Penurunan yang signifikan pada Belanja Konsolidasian sebagai akibat dari kontraksi yang cukup dalam di kedua pos belanja yakni Belanja Pemerintah dan Transfer. Sebagai bagian terbesar belanja, Belanja Pemerintah memegang peranan penting dalam realisasi belanja. Fluktuasi yang terjadi pada Belanja Pemerintah sejalan dengan fluktuasi Belanja Konsolidasian dengan kenaikan di tahun 2021. Penurunan terjadi pada tahun 2022 sebesar -13,28% (yoy) sebagai imbas penurunan performa realisasi belanja baik di Pemerintah Pusat maupun di Pemerintah Daerah. Belanja Transfer pada tahun 2022 juga mengalami kontraksi. Adanya penurunan pagu menyebabkan realisasi juga lebih kecil. Kontraksi yang terjadi sebesar -55,83% (yoy), jauh dibawah kontraksi Belanja Konsolidasian yang hanya sebesar -19,77%. 3.3.2.3. Analisis Belanja Per Kapita Belanja perkapita Papua tahun 2022 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan yang signifikan pada Belanja Konsolidasian menyebabkan Belanja Per Kapita menurun tajam ditengah kenaikan jumlah penduduk yang mencapai 0,18% (yoy) pada tahun 2022. Tabel 3.27. Belanja Per Kapita Tahun 2020 2021 2022 Belanja Konsolidasian (miliar rupiah) 60.108 65.306 52.394 Jumlah Penduduk 0,004303707 0,004355707 0,004363707 Belanja Perkapita 13.966.586,81 14.993.295,79 12.006.839,94 Sumber: OM SPAN, MEBE, SIKD DJPK (diolah) 3.3.3. Surplus/Defisit Keseimbangan umum atau Surplus/ Defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan daerah dan belanja daerah dalam tahun anggaran yang sama. Surplus/defisit dalam LKPK-TW merupakan gabungan surplus defisit APBD ditambah dengan surplus/defisit LKPP Tingkat Wilayah. Pada tahun 2022, tercatat Defisit Konsolidasian sebesar -Rp33.840,82 miliar. Defisit yang terjadi mengalami penurunan sebesar 30,07% (yoy). Penurunan Defisit yang terjadi dikarenakan membaiknya realisasi Pendapatan Konsolidasian sementara Belanja Konsolidasian terus mengalami kontraksi.
119 3.3.4. Pembiayaan Konsolidasian Pembiayaan Konsolidasian adalah seluruh penerimaan yang harus dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali. Pembiayaan konsolidasian terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Pembiaayaan di tahun 2022 sebesar Rp863,21 miliar, dimana nilai ini bersumber dari Penerimaan Pembiayaan sebesar Rp1.239,72 miliar dan Pengeluaran Pembiayaan sebesar Rp376,51 miliar. Sumber penerimaan pembiayaan konsolidasian terbesar ditopang oleh SiLPA daerah yang terjadi di tahun sebelumnya mencapai 100%. Di sisi lain, porsi terbesar untuk pengeluaran pembiayaan konsolidasian berasal dari Pembayaran Cicilan Pokok Utang yang Jatuh Tempo sebesar Rp288,47 miliar atau 76,62% dari total Pengeluaran Pembiayaan. 3.3.5. Kontribusi Pengeluaran Pemerintah dalam Perekonomian Menurut pendapat Keynes (yang dijelaskan dalam Sukirno, 2000), suatu segi permintaan merupakan ketergantungan utama di dalam kegiatan perekonomian, yakni yang dimaksud adalah ketergantungannya pada suatu pengeluaran agregat dalam waktu tertentu. Ada empat komponen dalam pengeluaran agregat diantaranya pengeluaran oleh pemerintah, pengeluaran dalam bentuk konsumsi rumah tangga, investasi oleh pihak swasta, serta ekspor-neto. Pengeluaran pemerintah ini adalah salah satu komponen terpenting dalam agregat. Persamaan keseimbangan pendapatan nasional menurut Keynes yaitu: Y=C+I+G+NX Ket: Y = Pendapatan Nasional C = Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga G = Pengeluaran Pemerintah NX = Ekspor-Impor Dari persamaan tersebut diperoleh gambaran pengaruh G terhadap Y. Menurut Keynes, upaya pemerintah dalam peningkatan pengeluaran pemerintah (G) di tingkatan lebih besar daripada pendapatan nasional agar bisa tercapai seimbangnya kecenderungan mengkonsumsi PDRB merupakan penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu dalam satu kurun waktu tertentu. Kontribusi Pemerintah terhadap PDRB dari Belanja Pemerintah secara sederhana dihitung dengan cara membandingkan nilai Pengeluaran Konsumsi Pemerintah dengan PDRB. Sedangkan kontribusi Pemerintah terhadap PDRB dari Investasi (belanja modal) dihitung dari perbandingan nilai PMTB dibagi dengan PDRB.
120 Tabel 3.28. Kontribusi Belanja terhadap PDRB Papua Tahun 2020-2022 2020 2021 2022 PDRB ADHB (triliun rupiah) 198,93 235,34 262,52 PMTB (triliun rupiah) 69,31 77,28 83,81 Belanja Konsolidasian (triliun rupiah) 60,11 65,31 52,39 Kontribusi Belanja Konsolidasian terhadap PDRB 30,22% 27,75% 19,96% Kontribusi PMTB terhadap PDRB 34,84% 32,84% 31,93% Sumber: OMSpan, MEBE, SIKD DJPK, BPS Provinsi Papua, Kontribusi Belanja Konsolidasian terhadap PDRB Papua pada tahun 2022 mencapai 19,96%, turun jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 27,75%. Kondisi ini menunjukan bahwa kontribusi belanja pemerintah pusat dan daerah kurang signifikan terhadap perekonomian regional. Idealnya, kontribusi Belanja Konsolidasian berada diatas 25% atau lebih dari seperempat PDRB di Papua. Sementara itu, kontribusi PMTB terhadap Belanja Konsolidasian cukup tinggi sebesar 31,93%. Dibandingkan tahun sebelumnya, nilai ini mengalami penurunan sebesar -0,91% (yoy). Pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah perlu memahami betul perannya dalam eksekusi anggaran belanja sebagai entitas terbesar pengelola belanja di Papua. Belanja pemerintah memiliki multiplier effect yang berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu adanya upaya-upaya signifikan dalam rangka peningkatan realisasi belanja.
121 Kinerja APBD dan Rasio Dana di Perbankan Grafik 3.12. Kuadran Realisasi Belanja – Rasio Dana di Perbankan Sumber: SIKRI, Direktorat Pengelolaan Kas Negara (diolah) Sampai dengan Desember 2022, ratarata realisasi belanja APBD di Papua baru mencapai 72,84% Sementara total saldo RKUD pemda di regional Papua pada bulan Desember 2022 tergolong cukup tinggi. Daerah-daerah dengan rasio dana di perbankan tinggi dan realisasi belanja yang rendah (kuadran II) pada tahun anggaran 2023 perlu di dorong agar dapat berpindah ke kuadran yang lebih baik (kuadran I dan IV). Di wilayah Papua, jumlah daerah yang termasuk dalam Kuadran II yaitu 6 daerah (20%), Kuadran I: 4 daerah (23,33%), Kuadran III: 10 daerah (33,33%), dan Kuadran IV: 7 daerah (23,33%). Tabel B.3 Kuadran Realisasi Belanja – Rasio Dana di Perbankan Daerah pada Kuadran II (Perlu Perhatian) Daerah pada Kuadran IV (Ideal) No Pemda %Realisasi Belanja Dana di Bank/ Size APBD No Pemda %Realisasi Belanja Dana di Bank/ Size APBD 1 Boven Digoel 60,21% 12,78% 1 Deiyai 91,20% 1,49% 2 Kepulauan Yapen 56,31% 7,32% 2 Intan Jaya 102,58% 1,28% 3 Mamb. Raya 69,74% 5,67% 3 Jayapura 100,31% 2,78% 4 Mamb. Tengah 31,42% 10,70% 4 Mimika 81,02% 0,03% 5 Mappi 59,05% 9,40% 5 Peg. Bintang 92,67% 4,03% 6 Provinsi Papua 56,57% 6,83% 6 Yahukimo 97,44% 0,29% 7 Kota Jayapura 103,33% 3,11% Sumber: SIKRI, Direktorat Pengelolaan Kas Negara (diolah)
122 Halaman ini sengaja dikosongkan
123
124
125 BAB IV ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN POTENSIAL DAERAH 4.1. Pendahuluan Diberlakukannya Undang-Undang mengenai Otonomi Daerah akan berimplikasi luas dalam sistem perencanaan pembangunan di daerah. Pemerintahan Daerah akan memiliki kewenangan yang lebih besar di dalam merencanakan arah pembangunannya. Di sisi lain, pemerintah daerah akan semakin dituntut untuk lebih mandiri di dalam memecahkan masalah-masalah pembangunan di daerahnya. Otonomi daerah juga mengisyaratkan semakin pentingnya pendekatan pembangunan dengan basis pengembangan wilayah dibanding pembangunan dengan pendekatan sektoral. Pembangunan berbasis pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku-pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional dan sinergis antar sektorsektor pembangunan, sehingga setiap program-program pembangunan di dalam kelembagaan sektoral selalu dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. 4.2. Analisis Sektor Unggulan Daerah: Pendekatan Input-Output Model 4.2.1. Profil Sektor Unggulan Daerah Berdasarkan Lapangan Usaha Sektor unggulan berkaitan dengan suatu perbandingan dimana sektor dikatakan unggul jika dapat bersaing dengan sektor yang sama di suatu daerah lain. Sektor unggulan merupakan penentu utama pertumbuhan ekonomi daerah yang berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Richardson, 2000). Sektor unggulan suatu daerah memiliki hubungan erat dengan PDRB daerah bersangkutan. Melalui data PDRB memberikan informasi mengetahui output pada sektor ekonomi dan melihat pertumbuhan di wilayah tersebut. Selain itu dapat menentukan sektor unggulan daerah, dan memberikan indikasi bagi perekonomian karena jika potensi yang dimiliki lebih besar maka akan lebih cepat tumbuh dibandingkan sektor lainnya. Struktur perekonomian wilayah selama ini masih bersifat parsial dan masih belum dapat mendektesi pengaruh investasi dalam perencanaan pembangunan wilayah. Tentu hal ini sangat berpengaruh dalam kegagalan pelaksanaan perencanaan, sehingga diperlukan model analisis yang dapat menyatukan perencanaan pembangunan wilayah. Model analisis Input Output (I-O) bisa dibilang model analisis yang ampuh untuk mengukur keterkaitan antar sektor. Model analisis ini digunakan sebagai keperluan perencanaan dan juga evaluasi hasil-hasil pembangunan yang bersifat menyeluruh baik skala Nasional maupun skla Kabupaten. Tabel I-O merupakan uraian statistik
126 dalam bentuk matriks yang menyajikan data-data atau informasi tentang transaksi barang dan jasa serta keterkaitan antar satuan kegiatan ekonomi di dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu dengan menggunakan tiga asumsi dasar yaitu: a. Homogenity, setiap sektor ekonomi hanya memproduksi satu jenis barang/jasa dengan susunan input tunggal (seragam) b. Proportionality, input output setiap sektor mengikuti prinsip fungsi liner dimana kenaikan dan penurunan output suatu sektor sebanding dengan input yang digunakan c. Additivity, total efek dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek kegiatan masingmasing sektor yang terpisah. Beberapa konsep penting dari variabel yang digunakan dalam analisis input output yaitu: a. Output, merupakan nilai dari seluruh faktor produksi yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah b. Input antara, merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa yang digunakan habis dalam proses produksi. Contohnya: bahan baku, bahan penolong, jasa perbankan dan sebagainya. c. Input primer, merupakan input atau biaya yang timbul sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi. Contohnya: upah/gaji, surplus usaha, penyusutan barang modal dan pajak tak langsung netto. d. Permintaan akhir, merupakan permintaan atas barang dan jasa yang digunakan untuk konsumsi akhir, terdiri dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor-impor. Terdapat 2 (dua) metode untuk menyusun suatu tabel input-output (IO) yaitu metode panjang (long-way) dan metode pendek (short-cut). Pada analisis ini akan digunakan metode pendek (short-cut) mengingat metode ini Metode ini tidak melakukan penyusunan tabel I-O seperti metode panjang (longway), tetapi menggunakan tabel I-O yang telah tersedia yaitu dengan cara melakukan proses updating data terbaru namun sifatnya terbatas dengan tetap menggunakan koefisien-koefisien input yang sama karena diasumsikan bahwa tidak terdapat perubahan teknologi selama periode waktu tertentu. Pada analisis ini yang digunakan sebagai dasar perhitungan yaitu tabel I-O Provinsi Papua dengan 17 sektor (lapangan usaha) yang dikelompokkan dalam 52 klasifikasi usaha, mulai dari pertanian tanaman pangan (I-01) sampai jasa lainnya (I-52). Kemudian dari tabel I-O per sektor tersebut, dilakukan updating menggunakan metode modified RAS (Ratio Allocation System) model Miller dan Blair (1985), yaitu dengan memperbaharui satu atau beberapa koefisien input kegiatan produksi tertentu berdasarkan data yang diperoleh atau studi yang tersedia, untuk selanjutnya dilakukan proses iterasi terhadap kuadran 1 dan kuadran 3 setelah data kuadran 3 (permintaan akhir) diperbaharui. Dari 52 klasifikasi usaha pada tabel I-O Papua kemudian dikelompokkan dalam 17 sektor yang dapat memberikan gambaran keseluruhan dari perekonomian wilayah dihitung berdasarkan transaksi total produsen. Aplikasi yang digunakan untuk memperoleh tabel I-O updating dalam
127 analisis ini yaitu Aplikasi Input Output Regional kerja sama antara Pusat Antar Universitas (PAU) Studi Ekonomi UGM, Edocon dan Bappenas. Aplikasi tersebut merupakan aplikasi yang dikembangkan dari model I-O Miller dan Blair untuk perencanaan ekonomi daerah secara sektoral. 4.2.1.1. Analisis Pengganda (Multiplier) Analisis ini digunakan untuk menilai dampak perubahan variabel eksogen (permintaan akhir) suatu sektor terhadap penciptaan output atau total nilai produksi dari semua sektor ekonomi yang diperlukan untuk memenuhi permintaan. 4.2.1.2. Pengganda Output Tabel 4.1 Angka Pengganda (Multiplier) 17 Sektor Ekonomi Papua Tahun 2022 Metode Modified RAS Kode I-O SEKTOR MULTIPLIER OUTPUT INCOME EMPLOYMENT 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,131199536 0,954560627 0,389388992 2 Pertambangan dan Penggalian 2,442346023 0,948812767 0,00165314 3 Industri Pengolahan 1,903273187 1,077626648 0,007498072 4 Pengadaan Listrik dan Gas 1,435413295 1,023110155 0,000648068 5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 1,009170325 1,004422772 0,000289856 6 Konstruksi 2,579888846 0,708507951 0,008226133 7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1,900149871 0,801031367 0,03577445 8 Transportasi dan Pergudangan 2,187257393 0,827852073 0,016006731 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,50177798 1,139531682 0,014465177 10 Informasi dan Komunikasi 1,501359806 1,023806543 0,00052157 11 Jasa Keuangan dan Asuransi 1,242368967 1,08016211 0,001313661 12 Real estate 1,79890651 1,189720947 0,001300195 13 Jasa Perusahaan 1,528623951 1,155694019 0,004464049 14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,309029189 0,748487247 0,019297975 15 Jasa Pendidikan 1,507524869 1,103156188 0,014063519 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,413173671 1,095323155 0,007316727 17 Jasa Lainnya 1,506056664 1,074637542 0,006739829 Sumber: Hasil Olah Data Aplikasi I-O PAU UGM-Bappenas