128 Berdasarkan hasil perhitungan terlihat bahwa sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu sektor dengan nilai pengganda output terbesar yaitu sektor konstruksi, dengan nilai sebesar 2,5798. Nilai tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor konstruksi sebesar RP1 juta, sementara sektor lain diasumsikan tetap, maka akan meningkatkan output seluruh sektor di dalam perekonomian sebesar Rp2,5798 juta. Kontribusi sektor konstruksi dalam perekonomian sudah tidak diragukan lagi, tanpa sektor konstruksi maka kebutuhan akan sarana prasarana penunjang pembangunan tidak akan tercukupi. Sektor konstruksi dalam perkembangannya telah menjadi salah satu penggerak perekonomian karena sektor konstruksi dapat menimbulkan dampak pengganda atau “multiplier effect” (Sutjipto A.). Wujud akhir dari aktivitas sektor konstruksi sendiri meliputi saran prasarana infrastruktur seperti bangunan rumah sakit, sekolah, Gedung perkantoran, rumah, drainase, jalan, jembatan, bendungan, rel kereta api, pelabuhan, bandara, irigasi dan sistem pertanian, telekomunikasi, jaringan listrik dan sebagainya. Ketersediaan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, dan lain sebagainya yang merupakan Social Overhead Capital, memiliki keterkaitan sangat kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang antara lain dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan infrastruktur seperti jalan raya dan jembatan di Provinsi Papua akan membuka akses bagi masyarakat dalam melaksanakan aktivitas ekonomi. Pembangunan infrastruktur yang baik akan menjadi jaminan lancarnya pergerakan barang dan jasa sehingga mampu meningkatkan nilai tambah perekonomian. Infrastruktur jalan yang memadai diharapkan mampu untuk mendorong konektivitas pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat produksi mengingat kondisi topografi wilayah Papua yang bervariasi mulai dari dataran rendah hingga perbukitan yang terjal. Jalan Trans Papua sebagai contoh, merupakan salah satu infrastruktur yang ditujukan untuk membuka daerah terisolir dan mengatasi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Semenjak adanya jalan Trans Papua ini antar kota yang semula hanya bisa dicapai dengan pesawat dapat dicapai dengan jalur darat yang juga berdampak kepada harga barang di pasar yang menjadi lebih murah. Hal tersebut menandakan bahwa Trans Papua membuka pintu perniagaan antar wilayah yang semula tidak terjadi. Setelah jalan ini terhubung, hanya dibutuhkan satu hari satu malam dengan berjalan kaki dari Jayapura menuju Yalimo (Katharina,2018). Perjalanan tersebut dahulu membutuhkan waktu sebulan lamanya. Kehadiran Trans Papua secara ekonomi bernilai tinggi karena bisa memangkas waktu distribusi barang, sehingga harga bahan pokok menjadi lebih terjangkau (Jimmy, 2020). Dampak positif pembangunan dapat dirasakan oleh masyarakat. Proyek jalan trans Papua membuat wilayah ini akhirnya bisa ditembus dengan jalan darat. Jalan trans Papua merupakan salah satu proyek infrastruktur utama Pemerintahan Joko Widodo di Papua dan Papua Barat. Proyek tersebut masuk dalam proyek strategis nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020- 2024. Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KPUPR) menyebutkan, panjang jalan trans Papua di Papua mencapai 2.902 km. Ini meliputi ruas Jalan Merauke-Tanah Merah-Waropko (543 km), WaropkoOksibil (136 km), Dekai-Oksibil (225 km), dan Kenyam-Dekai (180 km). Lalu, Wamena-Habema-Kenyam-Mamug (295
129 km), Jayapura-Elelim-Wamena (585 km), Wamena-Mulia-Ilaga-Enarotali (466 km), Wagete-Timika (196 km), dan EnarotaliWagete-Nabire (285 km). Setelah sektor konstruksi, sektor pertambangan dan penggalian turut menjadi sektor dengan angka pengganda terbesar, dengan nilai 2,4423. Sektor pertambangan dan penggalian telah sejak lama menjadi contributor terbesar PDRB Provinsi Papua. Dengan keberadaan PT Freeport Indonesia di Kab. Mimika nilai output sektor ini memiliki angka pengganda yang besar karena berkontribusi terhadap pendapatan pemerintah dan masyarakat sekitar. 4.2.1.3. Pengganda Pendapatan Sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan, terlihat bahwa sektor real estate memiliki angka pengganda tertinggi sebesar 1,1897 Hal ini berarti bahwa apabila permintaan akhir pada sektor ini meningkat sebesar Rp1 juta, sementara sektor lain diasumsikan tetap, maka pendapatan masyarakat pada seluruh sektor di dalam perekonomian akan turut naik sebesar Rp1,18 juta. Cakupan industri ini adalah real estat yang dimiliki atau disewa, Kawasan pariwisata, real estate atas dasar balas jasa dan sewa rumah yang dihuni sendiri oleh pemiliknya. Pengelolaan Kawasan pariwisata mampu memberikan dampak pengganda pendapatan dengan banyaknya kedatangan wisatawan. Setelah sektor real estate, sektor dengan angka pengganda pendapatan terbesar yaitu sektor jasa perusahaan, dengan nilai 1,155. Dampak sektor ini terhadap pendapatan masyarakat berasal dari jasa professional yang membutuhkan tingkat pelatihan tinggi dan menghasilkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan khusus yang tersedia untuk pengguna, serta kegiatan yang mendukung operasional usaha atau bisnis secara umum. Jasa yang membutuhkan ketrampilan khusus akan memiliki daya tawar dan imbal hasil yang tinggi sejalan dengan tingkat ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki. Peningkatan kapasitas dan ketrampilan sumber daya manusia di Provinsi Papua diperlukan agar mampu meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat Papua. 4.2.1.4. Pengganda Tenaga Kerja Pada angka pengganda tenaga kerja sebagaimana hasil perhitungan, terlihat bahwa sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menjadi sektor dengan pengganda tenaga kerja tertinggi (0,3894). Keadaan ini menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor ini sebesar Rp1 juta, sementara sektor lain diasumsikan tetap, maka akan meningkatkan kesempatan kerja seluruh sektor ekonomi sebanyak 389 orang. Sektor Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja secara masif. Hal ini karena sifatnya yang padat karya atau membutuhkan pekerja manusia dalam penyelenggaraan usaha, terutama melihat luasnya lahan pertanian dan perkebunan serta perairan Provinsi Papua. Provinsi Papua memiliki garis pantai sepanjang 1.170 mil laut dengan luas perairan territorial mencapai 45.510 km. Ekonomi masyarakat terutama orang asli Papua sangat erat hubungannya dengan ekosistem hutan, danau, sungai dan pertanian. Dimana salah satunya adalah perkebunan rakyat yang merupakan subsektor yang paling dominan digeluti oleh masyarakat Papua, terutama pada lima komoditi unggulan
130 antara lain kopi arabika, kakao, karet, kelapa dan sagu. Setelah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor dengan angka pengganda tenaga kerja terbesar yaitu sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (0,0357). Sektor ini meliputi perdagangan besar dan eceran (yaitu penjualan tanpa perubahan teknis) dari berbagai jenis barang baik penjualan secara grosir (perdagangan besar) maupun eceran dan merupakan tahap akhir dalam pendistribusian barang dagangan selain produk mobil, sepeda motor, dan spareparts. Selain angka pengganda tenaga kerja, sektor ini juga konsisten menjadi tiga besar sektor dengan serapan tenaga terbesar di Provinsi Papua. 4.2.1.5. Analisis Keterkaitan Antar Sektor Melalui model I-O dapat diidentifikasi sektor–sektor yang mampu mendorong pertumbuhan sektor lainnya dengan cepat atau sering juga disebut sebagai sektor unggulan. Untuk menentukan sektor unggulan tersebut dapat menggunakan metode pengukuran keterkaitan antar sektor (industrial linkage analysis) oleh Chenery-Watanabe (1958) yang membagi ke dalam dua bagian yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage). Rasmussen sebagaimana dalam Hirschman (1958) berpendapat lain dimana keterkaitan antar sektor terbagi menjadi dua yaitu dampak langsung (direct effect) dan dampak tidak langsung (indirect effect). Tabel 4.2. Nilai Keterkaitan (Linkages) Antar Sektor Ekonomi Papua Tahun 2022 Metode Modified RAS Sektor Linkages Backward Forward Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,131199536 1,429938731 Pertambangan dan Penggalian 2,442346023 1,247264715 Industri Pengolahan 1,903273187 1,265256115 Pengadaan Listrik dan Gas 1,435413295 2,115323281 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 1,009170325 1,325577122 Konstruksi 2,579888846 1,080181066 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1,900149871 1,532570494 Transportasi dan Pergudangan 2,187257393 1,66659962 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,50177798 1,55553614 Informasi dan Komunikasi 1,501359806 2,316524068 Jasa Keuangan dan Asuransi 1,242368967 1,270588906 Real estate 1,79890651 1,088565933 Jasa Perusahaan 1,528623951 2,156871245 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,309029189 1,062514525 Jasa Pendidikan 1,507524869 1,025138965 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,413173671 1,036020637 Jasa Lainnya 1,506056664 1,188212429 Sumber: Hasil Olah Data Aplikasi I-O PAU UGM-Bappenas
131 Keterkaitan ke belakang (backward linkage) adalah dampak dari suatu kegiatan produksi terhadap permintaan barang dan jasa sebagai input yang diperoleh dari sektor lain atau dapat disebut juga sebagai daya penyebaran. Sedangkan keterkaitan ke depan (forward linkage) adalah dampak yang ditimbulkan karena penyediaan hasil produksi suatu sektor terhadap penggunaan input oleh sektor lain atau disebut juga sebagai derajat kepekaan. Berdasarkan perhitungan keterkaitan antar sektor di Papua, sektor dengan keterkaitan ke belakang (backward linkage) terbesar yaitu sektor konstruksi. Tingginya nilai pada sektor ini karena ketergantungan yang tinggi dari semua sektor terhadap penyediaan infrastruktur. Jika dilakukan simulasi maka terlihat bahwa adanya peningkatan permintaan akhir (Rp1 juta) pada sektor konstruksi akan berdampak (backward) pada peningkatan output total Papua sebesar Rp2,5798 juta. Adanya perlambatan pada sektor konstruksi akan berdampak pada sektor lain secara keseluruhan. Sementara itu pada simulasi lainnya, adanya kenaikan permintaan akhir pada sektor lainnya (Rp1 juta), akan berdampak (forward) pada peningkatan output sektor informasi dan komunikasi sebesar Rp2,316 juta. Hal ini menjadi wajar karena kebutuhan akan jaringan komunikasi yang besar tidak diimbangi dengan ketersediaan dan proses penyediaan yang rumit (berbiaya tinggi). Adanya peningkatan output harus didorong oleh keseluruhan sektor, meskipun proses peningkatan memiliki kerumitan dan ketidaklayakan secara finansial. Kondisi ini membuat pembangunan pada sektor ini perlu kolaborasi antara pihak swasta dan pemerintah sebagai pemilik dana non komersial. 4.2.1.6. Hasil Analisis Sektor Unggulan Daerah Dari nilai keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang dapat ditentukan sektor unggulan dalam perekonomian Papua adalah semua sektor dalam perekonomian. Semua sektor memiliki nilai indeks forward linkage dan backward linkage lebih dari satu, atau berarti bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan yang kuat dengan sektor lainnya baik yang digunakannya dalam proses produksi maupun yang akan menggunakannya sebagai input dalam proses produksi. Berdasarkan tabel I-O Papua menurut 17 sektor, semua sektor adalah unggulan, di antaranya yang memiliki nilai tertinggi adalah sektor konstruksi, pertambangan dan penggalian, informasi dan komunikasi, serta jasa perusahaan. 4.2.1.7. Pergeseran Nilai Sektor Unggulan Daerah Apabila dibandingkan dengan dua tahun terakhir, tentunya pandemi menjadi faktor yang tidak bisa dikesampingkan dalam melihat pergeseran nilai sektor. Tahun 2022 merupakan masa transisi pandemi menuju endemi COVID-19, mobilitas dan perkenomian perlahan mulai pulih meskipun di sisi yang lain dihadapkan pada kondisi geopolitik dampak konflik Rusia – Ukrania dan perekonomian global yang dinamis. Kondisi tersebut saling berkaitan mengingat perubahan pada satu sektor akan berdampak kepada sektor yang lain. Sebagai contoh, penurunan sektor transportasi pada masa pandemi akan berdampak pada penurunan produksi atau aktivitas sektor industri. Pergeseran satu sektor industri berpotensi besar mengubah sektor hilir dan hulunya mengingat suatu sektor
132 tidak dapat mengandalkan kekuatannya sendiri tanpa adanya dukungan dari sektor yang lainnya. Tabel 4.3 Perubahan Angka Pengganda (Multiplier) 17 Sektor Ekonomi Papua Tahun 2021 – 2022 (persen) Sektor Linkages OUTPUT INCOME EMPLOYMENT Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan - 0,190849 0,030406 - 0,047078 Pertambangan dan Penggalian - 0,024088 0,001027 - 0,000080 Industri Pengolahan - 0,280478 0,047396 0,006403 Pengadaan Listrik dan Gas 0,016786 0,000675 0,000320 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang - 0,004563 - 0,001992 - 0,000507 Konstruksi 0,090103 - 0,028370 - 0,000358 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor - 0,042829 - 0,053714 - 0,006411 Transportasi dan Pergudangan 0,177900 - 0,078947 0,004291 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,119032 - 0,004434 0,008397 Informasi dan Komunikasi - 0,153079 0,002669 -0,000183 Jasa Keuangan dan Asuransi 0,042911 0,012986 -0,000864 Real estate - 0,018374 0,034782 0,000561 Jasa Perusahaan 0,061437 0,029910 0,000326 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0,041616 0,019320 - 0,004287 Jasa Pendidikan - 0,008139 0,007673 - 0,000579 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,024640 0,002478 0,000270 Jasa Lainnya - 0,001720 - 0,007949 -0,002192 Sumber: Hasil Olah Data Aplikasi I-O PAU UGM-Bappenas Perbandingan nilai pengganda output antara tahun 2022 dan 2021 menunjukkan bahwa hampir sebagian sektor mengalami shifting negatif output. Nilai perubahan tersebut menunjukkan bahwa pengaruh pandemi dan ketidakpastian kondisi ekonomi global di tahun 2022 cukup memberikan tekanan pada pemulihan ekonomi terutama kepada sektor-sektor tersebut. Jika industri pengolahan yang dalam hal ini adalah nonmigas terkendala oleh rendahnya belanja hasil produksi dalam negeri, kebijakan hirilisasi industri yang masih bergerak lambat, transformasi otomatisasi dan digitalisasi revolusi industri 4.0 yang tidak merata baik dari sisi sektoral maupun skala industri, maka sektor pengadaan listrik dan gas terkendala batu bara sebagai bahan bakar utama pembangkit yang mengalami kenaikan harga. Permasalahan tersebut membuat dampak pengganda sektor tersebut terhadap sektor lainnya menurun cukup signifikan. Sementara pada pengganda pendapatan, pergeseran negatif terbesar terjadi pada sektor transportasi dan pergudangan. Sektor transportasi dan pergudangan adalah enabler untuk sektor yang lainnya. Pemulihan sektor ini akan mendorong percepatan pemulihan berbagai aktivitas ekonomi di berbagai sektor lainnya. Sebagian besar insentif bagi sektor Transportasi dan
133 Pergudangan diberikan untuk menjaga cash flow dan menahan gelombang PHK, antara lain berupa perpanjangan insentif pajak, restrukturisasi penyelesaian kredit bagi usaha di sektor transportasi baik yang ada di sektor perbankan maupun lembaga jasa keuangan non perbankan, serta bantuan subsidi gaji/upah. Pada nilai pengganda tenaga kerja, perubahan negatif terbesar terjadi pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Meskipun sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan masih mencatat sebagai sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, namun penurunan nilai penggandanya dimungkinkan disebabkan oleh penurunan permintan akhir dari sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan. 4.2.2. Kontribusi Sektor Unggulan Daerah terhadap Sektor Ketenagakerjaan Kontribusi sektor unggulan daerah terhadap ketenagakerjaan rupanya cukup signifikan dirasakan. Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2022, tiga lapangan pekerjaan yang menyerap tenaga kerja paling banyak adalah Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yaitu sebesar 71,49 persen; Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 6,78 persen, dan Administrasi Pemerintahan sebesar 5,68 persen. Dominasi tiga lapangan pekerjaan diatas dalam menyerap tenaga kerja masih sama seperti dua tahun ke belakang. Sebagai salah satu sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, Pertanian masih belum mampu mendongkrak produktivitas tenaga kerja terhadap PDRB sektoral. Tenaga kerja di sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan justru merupakan yang terendah. Sementara itu produktivitas tenaga kerja tertinggi ada di sektor informasi dan komunikasi serta sektor pertambangan. Hal ini disebabkan karena proses produksi yang masih mengandalkan cara tradisional, belum adanya infrastruktur yang mumpuni, serta akses permodalan yang masih sukar dicapai oleh para petani/nelayan. 4.2.3. Kontribusi Sektor Unggulan Daerah terhadap Pendapatan Negara dan Daerah Tabel 4.4. Kontribusi Sektor Usaha terhadap Pendapatan Perpajakan Papua Tahun 2022 No Sektor Usaha Pendapatan Pajak Growth Kontribusi 1 Administrasi Pemerintahan dan Jaminan Sosial Wajib 2.339,15 122,05% 27,77% 2 Pertambangan dan Penggalian 2.187,63 5,88% 25,97% 3 Konstruksi 990,52 -44,43% 11,76% 4 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil 577,91 24,88% 6,86% 5 Jasa Keuangan dan Asuransi 361,05 1% 4,29% Total Sektor Unggulan 6.456,27 12,83% 76,65% 6 Industri Pengolahan 342,68 20,84% 4,97% 7 Transportasi dan Pergudangan 259,12 -4,37% 3,08%
134 No Sektor Usaha Pendapatan Pajak Growth Kontribusi 8 Jasa Persewaan, Ketenagakerjaan, Perjalanan dan Penunjang 190,92 35,65% 2,27% 9 Kegiatan Jasa Lainnya 187,36 147,27% 2,22% 10 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 125,36 65,50% 1,49% 11 Sektor Lainnya 861,75 79,91% 10,23% Total Keseluruhan 8.423,46 19,51% 100% Total Sektor Unggulan 6.456,27 12,83% 76,65% Sumber: Kanwil DJP Papua, Papua Barat, dan Maluku (diolah) Sektor Konstruksi serta Pertambangan dan Penggalian sebagai pengganda output terbesar berdasarkan hasil perhitungan IO menunjukkan kontribusi yang tergolong dominan terhadap pendapatan negara di Provinsi Papua. Sektor konstruksi serta pertambangan dan penggalian masing-masing berkontribusi sebesar 11,76% dan 25,97% dari total penerimaan pajak di Provinsi Papua. Sementara sektor unggulan lain yang merupakan pengganda pendapatan dan tenaga kerja terbesar justru masih menunjukkan kontribusi yang tergolong rendah. Seperti pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang menjadi pengganda tenaga kerja terbesar namun hanya mampu berkontribusi sebesar 1,49% dari total penerimaan pajak. Hal ini bisa terjadi karena beberapa kondisi seperti seperti proses produksi yang masih tradisional, belum adanya infrastruktur yang memadai, masih lemahnya kemampuan petani dan nelayan dalam mengakses permodalan, dan sebagainya. 4.2.4. Dukungan Alokasi Anggaran APBN dan APBD Pemerintah terus berkomitmen untuk memberikan dukungan finansial dalam membantu pemerintah daerah mengembangkan sektor-sektor unggulan dan potensialnya. Salah satu dukungan finansial yang diberikan yaitu melalui pengalokasian DAK Fisik Penugasan. Pada sektor konstruksi sebagai pengganda output terbesar, dukungan pemerintah terlihat pada alokasi DAK Fisik Penugasan Bidang Jalan sebesar Rp468,23 miliar yang penyalurannya telan mencapai 95%. Sementara dukungan alokasi pada sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan sebagai pengganda tenaga kerja terbesar tampak pada alokasi DAK Fisik Penugasan Bidang Irigasi sebesar Rp24,93 miliar, Bidang Kelautan dan Perikanan sebesar Rp69,86 miliar, Bidang Pertanian sebesar Rp52,18 miliar. Sementara untuk sektor dengan pengganda pendapatan terbesar, yang salah satunya berasal dari Kawasan pariwisata, mendapat dukungan alokasi pendaanaan DAK Fisik Penugasan Bidang Pariwisata sebesar Rp25,59 miliar.
135 No Sektor Usaha Pendapatan Pajak Growth Kontribusi 8 Jasa Persewaan, Ketenagakerjaan, Perjalanan dan Penunjang 190,92 35,65% 2,27% 9 Kegiatan Jasa Lainnya 187,36 147,27% 2,22% 10 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 125,36 65,50% 1,49% 11 Sektor Lainnya 861,75 79,91% 10,23% Total Keseluruhan 8.423,46 19,51% 100% Total Sektor Unggulan 6.456,27 12,83% 76,65% Sumber: Kanwil DJP Papua, Papua Barat, dan Maluku (diolah) Sektor Konstruksi serta Pertambangan dan Penggalian sebagai pengganda output terbesar berdasarkan hasil perhitungan IO menunjukkan kontribusi yang tergolong dominan terhadap pendapatan negara di Provinsi Papua. Sektor konstruksi serta pertambangan dan penggalian masing-masing berkontribusi sebesar 11,76% dan 25,97% dari total penerimaan pajak di Provinsi Papua. Sementara sektor unggulan lain yang merupakan pengganda pendapatan dan tenaga kerja terbesar justru masih menunjukkan kontribusi yang tergolong rendah. Seperti pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang menjadi pengganda tenaga kerja terbesar namun hanya mampu berkontribusi sebesar 1,49% dari total penerimaan pajak. Hal ini bisa terjadi karena beberapa kondisi seperti seperti proses produksi yang masih tradisional, belum adanya infrastruktur yang memadai, masih lemahnya kemampuan petani dan nelayan dalam mengakses permodalan, dan sebagainya. 4.2.4. Dukungan Alokasi Anggaran APBN dan APBD Pemerintah terus berkomitmen untuk memberikan dukungan finansial dalam membantu pemerintah daerah mengembangkan sektor-sektor unggulan dan potensialnya. Salah satu dukungan finansial yang diberikan yaitu melalui pengalokasian DAK Fisik Penugasan. Pada sektor konstruksi sebagai pengganda output terbesar, dukungan pemerintah terlihat pada alokasi DAK Fisik Penugasan Bidang Jalan sebesar Rp468,23 miliar yang penyalurannya telan mencapai 95%. Sementara dukungan alokasi pada sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan sebagai pengganda tenaga kerja terbesar tampak pada alokasi DAK Fisik Penugasan Bidang Irigasi sebesar Rp24,93 miliar, Bidang Kelautan dan Perikanan sebesar Rp69,86 miliar, Bidang Pertanian sebesar Rp52,18 miliar. Sementara untuk sektor dengan pengganda pendapatan terbesar, yang salah satunya berasal dari Kawasan pariwisata, mendapat dukungan alokasi pendaanaan DAK Fisik Penugasan Bidang Pariwisata sebesar Rp25,59 miliar.
136 Tabel 4.5. Kontribusi APBN/D terhadap Sektor Unggulan Daerah DAK Fisik Alokasi Persentase Penyaluran Industri Kecil dan Menengah 13.403.969.000,00 85% Irigasi 24.926.180.000,00 94% Jalan 468.226.950.000,00 95% Kehutanan 10.554.598.000,00 72% Kelautan dan Perikanan 69.864.798.000,00 95% Lingkungan Hidup 21.826.303.000,00 99% Pariwisata 25.591.919.000,00 92% Pertanian 52.184.541.000,00 93% Transportasi Perairan 61.105.115.000,00 71% Transportasi Perdesaan 348.470.596.000,00 92% Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 9.572.267.000,00 99% Sumber: OMSPAN (diolah) 4.2.5. Tantangan Fiskal pada Sektor Unggulan Daerah Provinsi Papua sesungguhnya memiliki potensi/kekuatan yang apabila dikelola dengan baik, merupakan upaya “membangunkan raksasa yang tidur”. Pertama, adalah status otonomi khusus yang tidak hanya memberikan Papua kewenangan yang besar dalam tata Kelola pemerintahan namun juga tambahan dukungan finansial dalam rangka pelaksanaan otsus. Kedua, jumlah penduduk di Provinsi Papua yang relatif sedikit dibandingkan provinsi lain, dimana masalah demografi kerap menjadi kendala pemerataan kesejahteraan di provinsi dengan jumlah penduduk yang banyak. Kekuatan yang ketiga merupakan kekayaan alam Papua yang berlimpah, seperti yang ditunjukkan oleh data-data berikut ini (Kompak, 2019): 1. Deposit bahan tambang emas dan tembaga yang berada di kawasan konsensi Freeport yang mencapai kurang lebih 2,5 miliar ton. Tidak hanya itu, setidaknya masih ada 10 titik dengan bahan tambang yang berlimpah di sepanjang pegunungan tengah Papua. 2. Potensi lestari kayu komersial mencapai 540 juta m3, yang apabila diolah menjadi berbagai produk industri kayu (flooring, molding, mebel, dll.) dapat mencapai nilai paling sedikit US$500 miliar. 3. Kawasan hutan produksi konversi untuk membangun perkebunan skala besar yang luas dimana setiap satu juta hektar kawasan hutan produksi konversi yang ditanami kelapa sawit bisa menghasilkan bahan bakar nabati (BBN) dalam bentuk minyak biodiesel sebanyak 130.000 barrel per hari. 4. Setiap satu juta hektar hutan produksi konversi yang diputuskan untuk tetap dipertahankan sebagai hutan alam (intact forest) dan diikutsertakan dalam program carbon-trade melalui pendekatan avoided deforestation (pencegahan deforestasi) bisa menghasilkan penerimaan tunai sampai mencapai kurang lebih tiga triliun rupiah. 5. Provinsi Papua memiliki hutan sagu hingga berjuta hektar, dimana pengolahan pati sagu dari hutan sagu
137 ini bisa menghasilkan 15.000 kiloliter bioethanol per hektar. Selain itu, Tanah Papua juga memiliki potensi nipah yang diperhitungkan bisa menghasilkan berjuta kiloliter bioethanol. 6. Panjang pantai Papua mencapai 2.000 mil, dengan luas perairan 228.000 km2, dan memiliki 1,3 juta ton potensi lestari perikanan per tahun. Dari total hutan di Provinsi Papua seluas 31.406.664 hektar, lebih dari 14 juta hektar adalah hutan lindung dan hutan konservasi. Dalam hutan-hutan ini tersimpan potensi flora dan fauna endemik luar biasa. Ini adalah potensi pariwisata alam yang luar biasa. Bila ditambahkan dengan potensi pariwisata budaya, apabila dikelola dengan benar, mampu menghasilkan pendapatan sampai miliaran dolar setiap tahun. Melihat fenomena di atas, maka kita akan berada pada kesimpulan bahwa terjadi paradoks yang luar biasa. Papua sesungguhnya memiliki kekayaan alam yang berlimpah baik dari deposit bahan tambang maupun kawasan hutan yang luas. Selain itu, dukungan finansial yang besar sehubungan dengan pelaksanaan otonomi khusus menjadi keunggulan tambahan bagi Papua. Namun, apabila kita memerhatikan keadaan Papua saat ini, maka kita akan menemui paradoks yang luar biasa. Di satu sisi Papua berlimpah akan sumber daya alam dan pendanaan, namun di sisi lain persentase penduduk miskin di Papua masih merupakan yang tertinggi di Indonesia. Beberapa tantangan yang dihadapi dalam memaksimalkan potensi yang dimiliki antara lain: hasil sumber daya alam yang diekspor masih dalam bentuk raw material, kapasitas SDM yang belum mampu bersaing, kondisi geografis dan infrastruktur yang belum memadai, kondisi keamanan dan penegakan hukum yang rendah, serta rendahnya pelaku UMKM. a. Pengolahan Sumber Daya Alam Kutukan sumber daya (juga dikenal sebagai the paradox of plenty) mengacu pada kegagalan banyak negara yang kaya akan sumber daya untuk mendapatkan keuntungan penuh dari kekayaan sumber daya alam tersebut, dan meresponnya bagi kesejahteraan masyarakat. Sementara di sisi lain, masyarakat berharap untuk melihat hasil pembangunan yang lebih baik setelah negara menemukan sumber daya alam, negara-negara kaya sumber daya cenderung memiliki tingkat konflik yang lebih tinggi dan otoritarianisme, dan tingkat stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, dibandingkan negara tetangga yang tidak memiliki sumber daya berlimpah (NRGI, 2015). Meskipun Provinsi Papua mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif namun nyatanya belum mampu memberi transfer payment yang maksimal terhadap tingkat kesejahteraan penduduk. Dimana secara sektoral, dapat dilihat pada pondasi perekonomian Provinsi Papua yang sangat bertumpu pada satu sektor dominan saja, yaitu pertambangan. Ketimpangan berikutnya yang mencolok di Provinsi Papua adalah ketimpangan antarwilayah. Dimana selama ini hanya ada dua wilayah di Provinsi Papua yang paling berperan terhadap perekonomian Papua yaitu Kabupaten Mimika dan Kota Jayapura. Namun kedua wilayah tersebut tidak banyak memberi trickledown effect bagi wilayah-wilayah sekitar lainnya. Kegiatan penanaman modal di Papua selama ini lebih dominan pada pengembangan usaha yang bersifat eksploitatif sumberdaya alam dan belum mengarah pada pengembangan manufaktur yang berbasis pada kemampuan penguasaan teknologi
138 b. Pengembangan Kapasitas SDM Perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah tidak hanya bergantung pada faktor sumber daya alamnya, melainkan lebih mengandalkan kemampuannya sumber daya manusia. Negara-negara yang kaya sumber daya cenderung menjadi ekonomi dengan harga tinggi dan, mungkin sebagai konsekuensinya, negara-negara ini cenderung kehilangan pertumbuhan yang didorong oleh ekspor. Komponen manusia di pembangunan berkelanjutan memainkan peran utama. Tingginya kualitas tenaga kerja, melalui peningkatan pengetahuan dan penguasaan teknologi di suatu negara, dapat meningkatkan produktivitas. Ketika membahas tentang pertumbuhan baik negara maju atau negara pada umumnya, faktor seperti pendidikan dan teknologi perbaikan memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi (Saleh, H dkk, 2020). Ketersediaan tenaga kerja lokal yang terampil dan bependidikan cukup baik masih sangat terbatas, sehingga investor harus mendatangkan tenaga kerja dari luar dengan biaya yang lebih mahal c. Kondisi Geografis dan Sarana Infrastruktur Terbatasnya infrastruktur yang menghambat distribusi produk ke tempat pemasaran, dan bahan baku ke tempat produksi. Kondisi ini akhirnya menyebabkan biaya transportasi menjadi sangat tinggi, sehingga membebankan para investor. Tingginya tingkat kemahalan, yang memaksa investor harus membebankannya pada harga produk barang/jasa yang dipasarkan. Kondisi ini pada akhirnya juga mengurangi daya saing produk. d. Kondisi Keamanan dan Penegakan Hukum Hak ulayat sampai saat ini masih dianggap sebagai ancaman, bukan sebagai tantangan yang harus dihadapi. Kondisi ini mengakibatkan pemberian lahan kepada investor masih memerlukan proses kesepakatan yang Panjang. Untuk mengatasi hal tersebut dan mendorong iklim usaha dan investasi yang kondusif di daerah, maka diperlukan produk peraturan daerah yang mampu memberikan rasa keamanaan bagi investor tanpa mengesampingkan adat setempat. Produk peraturan daerah tersebut setidaknya perlu mempunyai karakteristik antara lain: a) memiliki kesesuaian dengan peraturan-peraturan yang lebih tinggi yang berlaku; b) tidak mengakibatkan hambatan lalu-lintas distribusi barang dan atau jasa yang bersifat tarif maupun non tarif (tidak bertentangan dengan free internal trade principle); c) tidak mengakibatkan pungutan berganda (double taxation) dengan Pajak-pajak Pusat (PPh, PPN, PBB, dll) atau dengan Pajak/ Retribusi Daerah lainnya; d) besaran tarifnya berada dalam batas kewajaran sehingga tidak mengakibatkan ekonomi biaya tinggi; e) tidak diskriminatif. Perda yang tidak mengakibatkan penguasaan ekonomi pada kelompok-kelompok orang (tidak berpotensi menciptakan struktur pasar yang monopolis dan oligopolis); f) tidak mengharuskan atau mewajibkan investor untuk menjalin kemitraan dengan mitra lokal dari daerah yang bersangkutan; g) menjamin kepastian hukum dan menjamin setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum; h) menjamin kepastian standar pelayanan (perda-perda yang berkaitan dengan perizinan); dan i) perda yang ramah terhadap lingkungan, yaitu perda yang mendukung pengelelolaan sumber daya alam dengan baik agar sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.
139 e. Pengembangan UMKM Upaya pengembangan UMKM dalam rangka penguatan sektor unggulan daerah rupaya sering terkendala masalah pembiayaan. Pihak perbankan sangat berhati-hati dalam memberikan pinjaman kepada pelaku UMKM disebabkan para calon debitur/pelaku UMKM belum mampu memberikan keyakinan yang memadai kepada perbankan, baik dari sisi jaminan, prospek usaha, arus kas usaha maupun umur usaha yang dimiliki. Selain masalah pembiayaan, rendahnya literasi mengenai pengelolaan keuangan/permodalan dan ketrampilan berwirausaha turut menjadi penghambat pengembangan UMKM di Provinsi Papua, para pelaku UMKM belum sepenuhnya memahami penggunaan kredit dan pengelolaan keuangan sehingga kredit yang didapat habis untuk hal yang bersifat konsumtif. Tidak hanya itu, masih kuatnya persepsi Orang Asli Papua (OAP) terkait pemberian kredit yang dianggap sebagai bagian dari bantuan tanpa adanya kewajiban pengembalian. Potensi UKM Papua sangat besar, hanya saja dibutuhkan pendampingan dan bimbingan untuk meningkatkan kualitas olahan dan kemasannya sampai ke pemasarannya. 4.2.6. Dukungan Kebijakan dan Stimulus Fiskal yang Diperlukan Sektor konstruksi dan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menjadi salah satu sektor unggulan yang mampu memberikan pengganda output, pendapatan, dan tenaga kerja terbesar. Dalam upaya memberikan dukungan terhadap sektor-sektor unggulan daerah tersebut, komitmen pemerintah provinsi Papua dituangkan dalam program pengembangan sektor unggulan dalam prioritas pembangunan daerah untuk tahun 2022, sebagaimana tertuang dalam misi keempat Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2022, yaitu “Penguatan dan Percepatan Perekonomian Daerah sesuai Potensi Unggulan Lokal dan Pengembangan Wilayah berbasis Kultural secara Berkelanjutan” melalui strategi antara lain: Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan a. Peningkatan efisiensi modernisasi dan nilai tambah di sektor tanaman pangan/perkebunan/peternakan dengan mutu dan kualitas prima b. Peningkatan produktivitas tanaman pangan/perkebunan/ peternakan melalui penerpaan teknologi, serta fasilitasi pemasaran c. Perbaikan sistem distribusi dan logistik komoditas tanaman pangan/ perkebunan/ peternakan termasuk pergudangan secara terintegrasi dengan memperhatikan suplpy change. d. Menjaga kestabilitas harga dan komoditas tanaman pangan/ perkebunan/ peternakan yang dapat memerikan keuntungan kepada petani dan peternak. e. Penelitian dan pengembangan bibit unggul, dan penyuluhan untuk penggunan secara tepat dan akurat yang dapat dijaga. f. Pengembangan klaster ekonomi berbasis komoditas unggulan tanaman pangan/perkebunan/peternkan yang terhubung dengan PW, PL, PN g. Penguatan kelembagaan petani/ peternak untuk peningkatan produktivitas dan pemasaran dalam masyarakat lokal. h. Memantapkan hubungan antar wilayah/daerah/kampung dengan membangun infrastruktur dan
140 keterkaitan sistem produksi dan distribusi komoditas pertanian dan perkebunan, serta pelayanan yang kokoh serta berkesinambungan. i. Penguatan kemauan dan kemampuan masyarakat kampung untuk berinovasi dalam produksi dan mengelolan anaman pangan/ perkebunan/ peternakan lokal. j. Mengembangkan jarinagn informasi pasar lokal untuk komoditas unggulan pertanian/perkebunan/ peternakan ditiap wilayah. k. Pengembangan industri pertanian/ perkebunan/perternakan yang berbasis padat karya Sektor Konstruksi a. Meningkatkan akses transportasi antar moda dalam mendukung pengembangan ekonomi wilayah/daerah dan akses bagi seluruh masyarakat di wilayah Papua. b. Memantapkan hubungan antar wilayah/ daerah/ kampung dengan penyediaan infrastruktur transportasi dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan antar wilayah / daerah yang kokoh serta berkesinambungan. c. Meningkatkan kapasitas daya tampung jaringan irigasi dalam mendukung aktivitas ekonomi masyarakat. d. Penyediaan dan pengelolaan air baku e. Meningkatkan ketersediaan rumah layak huni bagi masyarakat Strategi tersebut kemudian dimanifestasikan dalam berbagai belanja daerah pada tahun 2022 untuk mendukung pencapaian sasaran tersebut. Selain dukungan pembiayaan dari APBD, fasilitas kredit program yang disediakan pemerintah pusat seperti KUR dan UMi dapat menjadi alternatif bagi para pelaku usaha di sektor unggulan daerah dalam upaya mengembangkan usahanya. Kemudahan yang ditawarkan KUR dan Umi seperti syarat yang relatif mudah, bunga yang rendah, serta penambahan plafon pinjaman pada tahun 2022 seharusnya mampu memberikan stimulus bagi pengembangan sektor unggulan daerah. 4.3. Analisis Sektor Potensial Daerah 4.3.1. Profil Sektor Potensial Daerah Berdasarkan Lapangan Usaha Tabel 4.6. Perkembangan Realisasi Nilai Investasi di Papua Tahun 2022 PMDN 2021 2022 Proyek Investasi (Rp. Juta) Proyek Investasi (Rp. Juta) Sektor Primer Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Peternakan 24 202.098,3 11 430.136,1 Kehutanan 5 9.093,5 7 7.575,3 Perikanan 3 10,0 Pertambangan 1 0,0 6 142.094,0 Total(Sektor) 30 211.191,8 27 579.815,4
141 PMDN 2021 2022 Proyek Investasi (Rp. Juta) Proyek Investasi (Rp. Juta) Sektor Sekunder Industri Makanan 3 290.800,0 6 1.762,5 Industri Tekstil 4 429,6 Industri Kayu 6 11.257,3 5 5.826,3 Industri Kertas dan Percetakan 1 0,0 Industri Kimia Dan Farmasi 2 5,0 Industri Karet dan Plastik 1 0,0 1 25,0 Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya 1 0,0 Industri Mesin, Elektronik, Instrumen Kedokteran, Peralatan Listrik, Presisi, Optik dan Jam 2 1.758,0 Industri Kendaraan Bermotor dan Alat Transportasi Lain 1 11,3 2 3,0 Industri Lainnya 4 0,0 4 8.566,0 Total(Sektor) 17 302.068,6 26 18.375,4 Sektor Tersier Listrik, Gas dan Air 15 41.749,5 7 11.020,2 Konstruksi 130 190.406,3 177 44.239,3 Perdagangan dan Reparasi 184 33.163,9 227 145.532,1 Hotel dan Restoran 14 1.887,2 31 28.191,1 Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi 34 114.485,7 37 49.921,5 Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran 3 2,0 4 23.375,3 Jasa Lainnya 46 15.889,8 43 2.180,3 Total(Sektor) 426 397.584,4 526 304.459,8 Total 473 910.844,8 579 902.650,6 Sumber: BPKM (diolah) Kebijakan investasi di Papua telah lama difokuskan pada beberapa sektor tertentu sebagai kekuatan atau potensi yang dimiliki. Sektor-sektor tersebut sebagaimana hasil perhitungan tabel I-O, diperkirakan dapat memberikan berbagai dampak positif bagi ekonomi dan kesejahteraan. Seperti sektor konstruksi yang memiliki pengganda output terbesar dan daya penyebaran terbesar, serta derajat kepekaan tertinggi. Kemudian sektor jasa lainnya dengan fokus pada kegiatan real estate serta pertanian, perkebunan, dan kehutanan sehingga memiliki pengganda pendapatan dan tenaga kerja terbesar. Demikian halnya jasa perusahaan, dengan fokus pada peningkatan dimensi keterampilan melalui penyediaan dan perluasan akses pelatihan sehingga mampu menjadi pengganda pendapatan. Berdasarkan data dari BKPM, realisasi investasi di Papua yang bersumber dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada tahun 2022 secara kumulatif mengalami sedikit penurunan. Meskipun total proyek investasi mengalami pertumbuhan positif sebesar 106 proyek, namun secara nilai rupiah terjadi penurunan nilai investasi sebesar 0,89 persen atau senilai Rp8.194,2 juta. Sektor primer yang meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan
142 pertambangan memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan investasi secara agregat. Di sisi lain, sektor sekunder dan tersier justru menunjukkan penurunan, terutama nilai investasi pada sektor sekunder yang mengalami penurunan cukup drastis sebesar 93,92% atau sebesar Rp283.693,2 juta. Industri makanan menjadi kontributor terbesar dalam penurunan nilai investasi, hal ini memerlukan perhatian khusus mengingat industri makanan merupakan sektor industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Provinsi sebesar 62,97%, disusul oleh industri kayu, barang dari kayu dan gabus sebesar 19,15%. Hal ini menunjukkan bahwa tersedia ruang pengembangan yang cukup besar bagi industri pengolahan, terutama agar hasil dari pertanian, perkebunan, dan perikanan mampu diolah menjadi barang yang memiliki nilai tambah dan tidak hanya berakhir pada produksi bahan mentah. Apabila merujuk pada hasil perhitungan input-output sebelumnya, sektor industri pengolahan sesungguhnya memiliki nilai pengganda yang cukup besar pada semua jenis pengganda (output, income, dan employment), yaitu masingmasing sebesar 1,9033; 1,0776; dan 0,0075. Nilai tersebut mengindikasikan bahwa berarti sektor industri pengolahan berpotensi menjadi pengganda yang besar bagi sektor lainnya dan mampu menggerakkan perekonomian. 4.3.1.1. Investasi Sektor Industri Pengolahan Selain potensi alam berupa mineral logam (tembaga, emas, mangan, aluminium, nikel, cobalt, corum dan besi), serta mineral industri bahan galian golongan C (bahan konstruksi, batu gamping, marmer, asbes, dan gypsum) yang berlimpah dan menjadi objek utama investasi sektor pertambangan, Provinsi Papua tercatat juga memiliki potensi investasi di sektor industri pengolahan. Terdapat berbagai macam jenis industri yang termasuk dalam kategori industri pengolahan. Menurut KLBI BPS yang berdasar pada International Standard Industrial Classification of all Economic Activities (ISIC), terdapat 24. klasifikasi industri yang termasuk dalam industri pengolahan yang diantaranya adalah Makanan, Minuman, Tekstil dan Pakaian Jadi, Otomotif, Elektronik, Kimia, dan Farmasi. Dari berbagai klasifikasi tersebut, salah satu jenis industri pengolahan yang sesuai dengan kondisi wilayah Papua adalah industri pengolahan makanan dan minuman yang dapat memanfaatkan hasil komoditas pertanian, perkebunan, dan perikanan yang tersebar di seluruh wilayah Papua. Berdasarkan data dari BKPM, terdapat dua peluang investasi pada industri pengolahan. Salah satunya adalah dari sektor perkebunan berupa produk kopi. Kopi jenis arabica di pegunungan Papua memiliki aroma yang lebih manis dibandingkan kopi arabica dari wilayah lain di Indonesia. Potensi ini menjadikan kopi arabica Papua khususnya dari Wamena diharapkan oleh penggemar kopi dalam dan luar negeri menjadi jenis kopi specialty unggulan Papua. Kopi arabica Papua tidak kalah uniknya dan perlu lebih dikenal di seluruh Indonesia sebagai salah satu variasi kopi dengan cita rasa yang khas. Peluang ini dapat menjadi hal yang menggembirakan bagi Kabupaten Jayapura untuk menyambut investor dengan mempersiapkan kawasan industri sebagai dukungan hilirisasi industri pengolahan kopi. Berlokasi di Kawasan Industri Bonggrang dengan luas total lahan tersedia +/- 5 Ha mampu menampung kapasitas total 960 ton/ tahun produk Specialty Wamena (240 ton/tahun) dan Bubuk Kopi Cendrawasih (720 ton/tahun). Industri pengolahan kopi ini memiliki Benefit Cost Ratio 1,23
143 dengan nilai Net Present Value sebesar Rp 261.537.894.644. Total Project Cost senilai Rp 351.306.818.298 (Capital Structure: 60% Owned Capital, 40% Loan) akan memiliki estimasi Payback Period 5 Tahun 7 Bulan. (BKPM, 2021) Industri pengolahan yang juga berpotensi memberikan ruang untuk investasi adalah Industri pengolahan pati sagu terintegrasi yang berlokasi di Distrik Unurum Guay, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Kapasitas produksi pati sagu diperkirakan mencapai 21 ribu ton/tahun, dengan hasil samping berupa briket berkapasitas 17 ribu ton/tahun. Industri pengolahan pati sagu terintegrasi terdiri dari lahan pabrik dan fasilitas penunjang seluas ±10 Ha, serta lahan perkebunan seluas ±15.000 Ha yang berlokasi di Kawasan Hutan Produksi. Potensi tegakan sagu di lahan perkebunan tersebut mencapai 40 – 60 pohon sagu masak tebang (PMT) per hektar. Selain bahan baku dari lahan perkebunannya, potensi suplai bahan baku juga dapat dipenuhi dari kemitraan dengan masyarakat di Kawasan Perhutanan Sosial (PIAPS) seluas 17.344,59 hektar (estimasi tegakan sagu sekitar 70 – 85 PMT per hektar) dan 8 Unit Pengolahan Hasil (UPH) dengan potensi suplai masing-masing UPH mencapai 100 – 200 pohon per hari. Total biaya investasi pembangunan industri pati sagu terintegrasi di Distrik Unurum Guay adalah Rp 660,8 miliar. Estimasi nilai CAPEX Rp 535,66 miliar dan OPEX Rp 125,17 miliar. Masa pengembalian proyek 9 tahun 6 bulan, IRR 12,6% dan Nilai NPV 183,09 miliar. (BKPM, 2021). 4.3.1.2. Investasi Sektor Ekonomi Hijau. Selain sektor ekonomi potensial pada sektor industri pengolahan, terdapat potensi ekonomi bagi pengembangan ekonomi hijau bagi Indonesia, khususnya Provinsi Papua. Dengan hutan yang luas, ekonomi hijau menjadi salah satu potensi sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi Provinsi Papua. Pada dasarnya, masing-masing negara memiliki batasan karbon yang diperbolehkan untuk dilepaskan. Sehingga memungkinkan negara-negara yang menghasilkan emisi karbon lebih tinggi bisa membeli hak untuk melepaskan lebih banyak karbon dioksida ke atmosfer dari negara yang memiliki emisi karbon lebih rendah. Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Indonesia memiliki hutan hujan tropis ketiga terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektar yang mampu menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton. Gambar 4.1. Alur Carbon Credit
144 Dari data tersebut, maka total emisi karbon yang mampu diserap Indonesia kurang lebih sebesar 113,18 gigaton, dan jika pemerintah Indonesia dapat menjual kredit karbon dengan harga USD5 di pasar karbon, maka potensi pendapatan Indonesia mencapai USD565,9 miliar atau setara dengan Rp8.000 triliun. Gambar 4.2. % Luas Daratan Kawasan Hutan Sumber: BPS (diolah) Provinsi Papua sendiri berkontribusi terhadap 24 persen Kawasan hutan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ekonomi hijau dan menambah pendapatan di regional melalui beberapa upaya antara lain: a. Pengembangan Bank Sampah b. Pengembangan Desa Wisata Pendaftaran hutan Papua dalam proyek REDD+ (Reducing Emission from Deforestration and Forest Degradation adalah mekanisme yang dibangun untuk memberi insentif positif bagi negara berkembang yang bersedia dan mampu mengurangi emisi gas rumah kaca melalui pengurangan deforestasi dan degradasi hutan) 4.3.2. Kontribusi Sektor Potensial Daerah terhadap Ketenagakerjaan Berdasarkan data BPS terkait sebaran tenaga kerja di Papua periode Agustus 2022, sektor Industri Pengolahan menyerap tenaga kerja sebanyak 50.176 orang atau 1,96 persen. dari total jumlah penduduk bekerja di Papua. Serapan tenaga kerja tersebut menempatkan sektor Industri Pengolahan pada peringkat keenam sektor lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja terbanyak di Papua, dibawah sektor unggulan seperti Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, sektor Perdagangan, Administrasi Pemerintahan, Transportasi, Jasa Pendidikan, dan Konstruksi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki potensi dan ruang untuk dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak apabila dikembangkan dengan lebih serius, yang pada akhirnya diharapkan mampu mengurangi angka pengangguran dan tingkat kesenjangan masyarakat Papua. 4.3.3. Kontribusi Sektor Potensial Daerah terhadap Pendapatan Sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan, terlihat bahwa sektor industri pengolahan memiliki angka pengganda yang cukup tinggi yaitu sebesar 1,0776.
145 Hal ini berarti bahwa apabila permintaan akhir pada sektor ini meningkat sebesar Rp1 juta, sementara sektor lain diasumsikan tetap, maka pendapatan masyarakat pada seluruh sektor di dalam perekonomian akan turut naik sebesar Rp1,07 juta. Kontribusi industri pengolahan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua tergolong masih kecil, namun industri pengolahan mempunyai potensi untuk menjadi salah satu sektor lapangan usaha penggerak laju perekonomian di Papua. Dari sisi pendapatan, kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap penerimaan pajak pada tahun 2022 adalah sebesar Rp342,68 miliar atau 4,07 persen dari total penerimaan pajak di Papua (data Kanwil DJP Papua, Papua Barat, dan Maluku). 4.3.4. Dukungan Pemerintah terhadap Sektor Potensial Daerah Dalam upaya mendukung potensi investasi di sektor industri pengolahan tersebut, pemerintah mengalokasikan APBN sebesar Rp35.206.964.000,- melalui program nilai tambah dan daya saing industri. Sementara dari sisi APBD, dukungan finansial ditunjukkan oleh pemerintah daerah melalui pengalokasian urusan pemerintah bidang perindustrian sebesar Rp2.399.904.030 dan bidang ketenagakerjaan sebesar Rp2.407.369.322. Dalam upaya mendukung potensi investasi di sektor industri pengolahan tersebut, pemerintah memberikan insentif fiskal antara lain berupa tax allowances, fasilitas impor, dan tax super deduction. Tax Allowance sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/PMK.010/2020 jo. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 96/PMK.010/2020 merupakan fasiltas berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah nilai penanaman modal berupa aktiva tetap selama 6 tahun masing-masing sebesar 5% per tahun; (2) Depresiasi yang dipercepat atas atas aktiva tetap berwujud dan amortisasi yang dipercepat atas aktiva tak berwujud; (3) Pengenaan PPh final atas dividen sebesar 10% (atau lebih rendah berdasarkan tax treaty); (4) Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 tahun tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Sementara dari sisi impor. Pemerintah memberikan pembebasan bea masuk atas impor mesin serta barang dan bahan untuk pembangunan atau pengembangan industri sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.011/2009 jo. Nomor 188/PMK.010/2015. Selain itu, pemberian fasilitas super tax deduction turut memberikan ruang yang lega bagi pengembangan usaha tanpa terbebani oleh pajak, super tax deduction memberikan fasilitas pengurangan pajak penghasilan bruto hingga 200% untuk praktik kerja dan pemagangan serta insentif pengurangan pajak penghasilan bruto hingga 300% sebagaimana diatur dalam PMK No.153/PMK.010/2020 dan No.128/PMK.010/2019. 4.3.5. Tantangan Fiskal pada Sektor Potensial Daerah Untuk sektor industri, salah satu tantangan yang dihadapi industri nasional saat ini adalah daya saing yang rendah di pasar internasional. Faktor yang menyebabkan rendahnya daya saing tersebut antara lain adanya peningkatan biaya energi, tingginya biaya ekonomi, serta belum memadainya layanan
146 birokrasi. Tantangan lain yang dihadapi adalah masih lemahnya keterkaitan antar industri (industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil dan menengah), adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen di dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan ekonomi antardaerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa komoditas tertentu. Sektor industri Papua hanya berkontribusi sebesar 2 persen terhadap pembentukan PDRB provinsi karena saat ini kegiatan perekonomian masih didominasi oleh kegiatan pertambangan. minimnya konstribusi industri pengolahan terhadap pembentukan PDRB di Provinsi Papua menunjukkan bahwa potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang dikelola sebagai input produksi belum berfungsi optimal. Masalah keamanan, aksebilitas dan konektivitas masih menjadi kendala utama dalam menarik minta investor untuk datang dan berinvestasi di Papua. Potensi sumberdaya alam Papua yang besar dalam perekonomian harus berimbas pada kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha mandiri, seperti keberadaan industri rakyat. Sektor industri usaha mikro, kecil, dan menengah perannya tidak begitu besar dalam pembentukan ekonomi Papua, namun berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan di Provinsi Papua. 4.3.6. Dukungan Kebijakan dan Stimulus Fiskal yang Diperlukan Dari sisi kebijakan, sektor Industri Pengolahan telah ditetapkan menjadi salah satu proyek prioritas nasional (major project) dalam PN 1 RPJMN 2020- 2024, termasuk untuk Provinsi Papua. Penetapan ini kemudian ditindaklanjuti dengan penyediaan belanja pusat pada alokasi anggaran satker daerah kementerian/Lembaga lingkup Provinsi Papua. Hal ini direspon oleh pemerintah daerah dengan turut menyediakan alokasi belanja daerah pada unit perangkat daerah untuk mendukung pengembangan industri pengolahan di Provinsi Papua. Penyediaan alokasi belanja daerah tersebut sebagai bentuk sinkronisasi kebijakan daerah dalam mendukung pencapaian sasaran dan prioritas nasional sekaligus mendukung pencapaian prioritas daerah, Komitmen pemerintah daerah dalam mengembangkan industri pengolahan sebagai salah satu sektor potensial daerah dituangkan dalam RKPD Tahun 2022. Salah satu strategi yang dilakukan yaitu penguatan pusat pertumbuhan sebagai penggerak utama pertumbuhan (engine of growth) dengan menggali potensi dan keunggulan daerah di setiap wilayah adat. Dalam hal ini diperlukan pengembangan industri pengolahan produk pertanian, perkebunan, perikanan, dan/atau peternakan di wilayah penyangga (hinterland) yang diiringi pengembangan lokasi pemasaran, dan peningkatan skill OAP agar aktif terlibat dalam pengembangan sektor unggulan tersebut. Industri pengolahan menjadi sektor sekunder dalam upaya pengembangan perekonomian wilayah berbasis komoditas lokal. Pemetaan potensi pengembangan industri pengolahan per wilayah adat ditunjukkan dalam tabel di bawah.
147 Tabel 4.6. Pemetaan Potensi Pengembangan Industri per Wilayah Adat di Papua Wilayah Adat La Pago Amin Ha Mee Pago Mamta Saereri Industri pengolahan sagu, buah merah,ubi jalar, kopi Industri pengolahan tebu, kelapa sawit, peternakan, dan pengalengan ikan Industri pengolahan hasil pertambangan, pertanian, dan/ atau perkebunan Industri pengolahan ikan dan hasil perkebunan industri kayu, Sumber: Bappeda Papua
148
149
150
151 ANALISIS TEMATIK: HARMONISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH 5.1. Pendahuluan Otonomi dapat dianggap sebagai hak untuk bertindak secara independen dalam keadaan tertentu. Otonomi ini dapat menyebabkan adanya otoritas legislatif, administratif, dan yudikatif yang eksklusif di daerah (Lapidoth, 1997). Dalam konsep hukum, otonomi sering disebut sebagai “pemerintahan sendiri” (Heintze, 1998). Otonomi ini juga dapat dicirikan sebagai mekanisme pembagian kekuasaan internal yang dirancang untuk melestarikan keragaman budaya dan etnis sambil melindungi integritas suatu bangsa (Benedikter, 2009). Indonesia sebagai negara kesatuan menganut sistem otonomi daerah berdasarkan asas desentralisasi. Mengenai konsekuensi hukum dari penerapan sistem tersebut, daerah diberikan kewenangan, dalam bentuk opsi dan fleksibilitas, untuk membangun pemerintahannya sendiri seluas mungkin (Prasetio & Nurdin, 2021). Meskipun daerah diberikan kewenangan untuk menjalankan pemerintahannya sendiri sebesar-besarnya, namun kebijakan dan produk hukum daerah yang ada harus sejalan dengan kebijakan nasional. Sehubungan dengan pelaksanaan desentralisasi tersebut, monev preventif menjadi penting mengingat kesinergisan perencanaan pembangunan pusat dan daerah sering menjadi problem utama. Tujuan pengawasan preventif menurut Revrisond Baswir antara lain mencegah terjadinya Tindakan-tindakan yang menyimpang dari dasar yang telah ditentukan dan memberi pedoman bagi terselenggaranya pelaksanaan kegiatan secara efesien dan efektif. Selain itu juga untuk menentukan sasaran dan tujuan yang akan dicapai dan menentukan kewenangan dan tanggung jawab sebagai instansi sehubungan dengan tugas yang harus dilaksanakan. Hal ini meliputi kesesuaian antara RPJMD dan RPJMN, sinergi pusat dan daerah dalam mewujudkan program prioritas nasional, dan optimalisasi anggaran terakit dengan pembagian urusan antara pemerintah pusat dan daerah. Perencanaan pusat dan daerah yang tidak sinergis menyebabkan pembangunan tidak efektif dan efisien. Pembangunan menjadi berbiaya tinggi dan manfaatnya menjadi tidak optimal karena ada tumpang-tindih dan duplikasi program di suatu lokasi. Padahal, sumber daya (anggaran) seharusnya bisa dimanfaatkan untuk program di lokasi lainnya. Sinergi dan gerak langkah kebijakan APBN dan APBD masih belum berjalan optimal sehingga perlu diperkuat untuk dapat menjaga kesinambungan fiskal. Hal-hal tersebut berdampak pada pencapaian output dan hasil pembangunan yang tidak optimal dan tidak merata di daerah. Oleh karena itu diperlukan kebijakan baru yang berorientasi pada kinerja dan kapasitas dalam meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat melalui sinergi dan kolaborasi untuk mendukung target pembangunan nasional, termasuk di dalamnya harmonisasi belanja pusat
152 dan daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah hadir dengan upaya reformasi yang komprehensif, tidak hanya dari sisi fiskal seperti pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, transfer ke daerah, dan pembiayaan, tetapi juga memperkuat belanja daerah agar lebih efisien, fokus, dan sinergis dengan pemerintah pusat yang menjadi pilar keempat dalam hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Penataan dalam UU HKPD diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperkuat peran pemerintah daerah yang bersama-sama dengan pemerintah pusat bersinergi untuk mencapai tujuan nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan dan memberikan perlindungan kepada segenap bangsa dan negara. UU HKPD merupakan upaya reformasi struktural di bidang desentralisasi fiskal guna menciptakan alokasi sumber daya nasional yang lebih efisien melalui tata kelola keuangan yang lebih transparan, akuntabel, dan berkeadilan. hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Pilar keempat yaitu harmonisasi belanja pusat dan daerah, agar dapat menyelenggarakan pelayanan publik yang optimal sekaligus tetap menjaga kesinambungan fiskal. Dalam UU HKPD dirumuskan desain Transfer ke Daerah yang dapat berfungsi sebagai countercyclical policy, penyelarasan kebijakan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pengendalian defisit APBD, dan refocusing APBD dalam kondisi tertentu. Selain itu juga perlunya sinergi Bagan Akun Standar (BAS) sehingga dapat dilakukan penyelarasan program, kegiatan, dan output. Penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan daerah diperlukan sebagai upaya gotong-royong untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang ditetapkan, mengingat banyaknya jenis program dan kegiatan yang ada di daerah dapat membuat daerah tidak fokus apa yang harus dilakukan. 5.2. Harmonisasi Belanja K/L dengan DAK Fisik, DAK Nonfisik, dan Dana Desa 5.2.1. Harmonisasi Belanja K/L dengan DAK Fisik Fokus DAK Fisik TA 2022 adalah mempertajam fokus kegiatan DAK sehingga berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi sebagai respon dampak pandemi COVID-19. Pada tahun 2022 ini, ke-16 bidang DAK Fisik dikelompokkan menjadi 3 tematik yaitu Tematik Penguatan DPP dan Sentra IKM, Tematik Food Estated dan Sentra Produksi Pangan, serta Tematik Peningkatan Konektivitas Kawasan untuk Pembangunan Inklusif di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Secara garis besar, arah kebijakan umum DAK Fisik TA 2022 adalah sebagai berikut: a. Melanjutkan penguatan focus kegiatan DAK yang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi sebagai respon dampak pandemi COVID-19. b. Melanjutkan penguatan atas pemerataan layanan dan penyediaan infrastruktur dasar di daerah. c. Meningkatkan akuntabilitas pengelolaan DAK Fisik antara lain melalui
153 penguatan pengelolaan berbasis kinerja secara berkelanjutan dan meningkatkan kualitas pengawasan. d. Mempertajam penentuan lokasi prioritas berbasis sektoral dan regional e. Memperkuat sinergi pemanfaatan DAK Fisik dengan kegiatan yang didukung oleh sumber pendanaan lainnya (Belanja K/L) f. Mendukung pemulihan pelaku UMKM dan Koperasi melalui menu DAK Fisik UMKM (pelaksanaan UU Cipta Kerja) dan DAK Fisik Perdagangan. g. Berdasarkan usulan daerah dan/ atau aspirasi anggota DPR dengan memperhatikan prioritas nasional, kemampuan keuangan negara, kapasitas fiskal dan kinerja daerah, serta tata Kelola keuangan yang baik. Arah kebijakan tersebut memberikan pagar bagi pengalokasian DAK Fisik agar selaras dengan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2022. Keselarasan dengan Belanja K/L telah terwujud mengingat sinkronisasi telah dilakukan ketika proses perencanaan dan penganggaran. Sinkronisasi dilakukan oleh DJA melibatkan DJPK pada saat proses pembahasan Belanja K/L, sementara DJPK melibatkan DJA pada proses pembahasan DAK Fisik. Sinkronisasi meliputi pemetaan potensi duplikasi kebijakan belanja K/L dengan DAK Fisik dalam bentuk Dana Dekon/TP dan Bantuan Pemerintah (Banper). DAK Fisik di wilayah Papua diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu: (1) DAK Reguler. DAK Reguler adalah DAK yang diarahkan untuk membantu mendanai kegiatan untuk penyediaan pelayanan dasar dengan target pemenuhan Standar Pelayanan Minimal dan ketersediaan sarana dan prasarana. Terdapat 5 bidang dalam kategori DAK Reguler, yaitu Jalan, Kesehatan dan Keluarga Berencana, Pendidikan, Transportasi Laut/Perairan dan Transportasi Pedesaan; dan (2) DAK Penugasan. DAK Penugasan adalah DAK yang diarahkan untuk mendukung pencapaian prioritas nasional yang menjadi kewenangan daerah, lingkup kegiatan spesifik serta lokasi prioritas tertentu. Kategori ini terdiri dari 11 bidang, yaitu Air minum, Industri Kecil dan menengah, Irigasi, Jalan, Kelautan dan Perikanan, Kesehatan dan Keluarga Berencana, Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pariwisata, Pertanian, Perumahan dan Permukiman dan Sanitasi.
154 Tabel 5.1. Harmonisasi Belanja K/L dengan DAK Fisik Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) Kategori Belanja K/L Bidang DAK Fisik Capaian Hasil Reviu Output Realisasi Capaian Output Realisasi Jalan 261,28 km 2.486,65 Jalan 167,92 km 718,14 Terdapat keselarasan kebijakan pengalokasian belanja pemerintah pusat dan DAK Fisik dalam rangka meminimalisasi horizontal fiscal imbalance antara pemerintah daerah pada level yang sama melalui pemertaan penyediaan infrastruktur serta percepatan pembangunan aksesbilitas dan konektivitas daerah Jembatan 6.791 m 421,74 Jembatan 128 m 1,39 Irigasi 136 unit 74,95 Irigasi 872,85 hektar 23,68 Sanitasi 640 KK 6,76 Sanitasi 2.888 unit 96,36 SPAM 'Perluasan SPAM Kabupaten/ Kota 14,80 SPAM 12535 SR 142,07 Rumah Susun 791 unit 159,01 Perumahan dan Permukiman 754 unit 110,30 Rehabilitasi Sarana Pendidikan 1.804 unit 144,95 Revitalisasi PAUD/ SKB/ SLB/ SD/ SMP/ SMA 163 unit 75,82 Pasar 6 unit 18,00 - - - Untuk menghindari duplikasi output belanja, pembangunan bandar udara menjadi kewenangan pemerintah pusat dan tidak menggunakan DAK Fisik Bandar Udara Baru 2 unit 11,63 - - - Sumber: OMSPAN, SIMTRADA, MEBE, dan Bappeda Provinsi Papua (data diolah) Dari kertas kerja di atas, dapat dilihat bahwa output antara Belanja K/L dan Belanja DAK Fisik sudah selaras dan tidak terjadi duplikasi. Hal tersebut antara lain disebabkan karena DAK Fisik merupakan dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus fisik yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Di samping itu, rencana kegiatan DAK Fisik per Jenis per bidang/subbidang juga telah dikoordinasikan dan telah disetujui oleh Kementerian Negara/Lembaga terkait serta tercantum dalam sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi. Beberapa tantangan yang dihadapi Pemerintah dalam penyaluran DAK Fisik antara lain: a. Sistem/jaringan internet yang tidak bagus di beberapa daerah serta gangguan jaringan internet pada beberapa Pemda yang menyebabkan Pemda kesulitan dalam melakukan upload dokumen persyaratan penyaluran DAK Fisik.
155 b. Adanya penggantian penjabat pada SKPD/OPD serta minimnya jumlah SDM yang menangani pengadaan barang/jasa di Pemda sehingga berakibat proses lelang menjadi terlambat. c. Penerbitan Perda APBD yang sangat lambat sehingga penyaluran tidak dapat dilakukan lebih awal. d. Lambatnya SKPD dalam melakukan proses lelang atas pekerjaan DAK Fisik akibat keterlambatan peneribitan Perda APBD. e. Pelaksanaan tender pengadaan yang memakan waktu lama. f. Permasalahan di internal Pemda dimana penggantian pejabat lama oleh pejabat baru tidak disertai dengan informasi mengenai program/kegiatan yang bersumber dari dana DAK Fisik, sehingga membutuhkan waktu lama dalam proses administrasi terkait DAK Fisik. g. Pejabat Pemda yang terkait sering melakukan kegiatan di luar kantor, sehingga penandatanganan dokumendokumen DAK Fisik yang membutuhkan tanda tangan dari pejabat yang terkait menjadi terhambat. h. Terlambatnya penyelesaian laporan pertanggungjawaban penggunaan DAK Fisik tahun anggaran sebelumnya, yang merupakan salah satu syarat penyaluran DAK Fisik pada tahun anggaran berjalan. i. Letak geografis lokasi proyek yang sulit terjangkau sehingga menyebabkan sulitnya mencari rekanan/pihak ketiga yang ingin melaksanakan kegiatan proyek di lokasi tersebut. j. Kurangnya koordinasi pada internal pemda yaitu antara BPKAD selaku pengelola keuangan dengan pihak SKPD/OPD selaku pengelola teknis kegiatan. k. Kondisi keamanan di beberapa daerah tidak kondusif sehingga pelaksanaan proyek-proyek yang didanai dari DAK Fisik menjadi terhambat. l. Kompetensi SDM yang belum memadai untuk menangani proses penyaluran DAK Fisik pada Pemerintah Daerah sehingga proses penginputan hingga proses unggah laporan harus diselesaikan dalam rentang waktu yang cukup lama. 5.2.2. Harmonisasi Belanja K/L dengan DAK Non Fisik Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik merupakan bagian dari Dana Transfer Khusus yang dialokasikan dalam APBN kepada daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang bersifat operasional, dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik yang merupakan urusan daerah sesuai kebutuhan dan prioritas daerah, serta selaras dengan prioritas nasional. Prinsip dari DAK Non Fisik yaitu: a. Membantu dan melengkapi kekurangan pendanaan bagi kegiatan khusus operasional dalam rangka pelaksanaan pelayanan dasar publik berdasarkan standar pelayanan minimal (SPM) yang selaras dengan program prioritas nasional dan menjadi kewenangan urusan pemerintah daerah. b. Dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah, sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN.
156 c. Dapat berupa pengalihan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran Kementerian Negara/ Lembaga yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi urusan Daerah DAK Non Fisik terdiri antara lain BOS, BOP PAUD, TPG ASN Daerah, Tamsil Guru ASN Daerah, TKG ASN Daerah, dan DAK Non Fisik Lainnya yang disepakat Pemerintah (BOK, BOKB, Dana Ketahanan Pangan dan Pertanian, Dana Fasilitasi Penanaman Modal, Dana Layanan Kepariwisataan, Bantuan BLPS, Dana PPA, PK2UKM, PK2SIKM. Secara garis besar, arah Kebijakan DAK Non Fisik TA 2022 adalah sebagai berikut: a. Melanjutkan penyempurnaan besaran unit cost dengan penerapan unit cost majemuk untuk BOP PAUD dan BOP Pendidikan Kesetaraan. b. Pengalokasian Dana BOS per provinsi, kabupaten, kota sesuai kewenangannya untuk meningkatkan efektifitas pelaporan, pertanggangjawaban dan pembinaan. c. Penyaluran langsung untuk BOP Pendidikan Kesetaraan dan BOP Paud dari RKUN ke Rekening Lembaga/ sekolah. d. Perluasan target output Tunjangan Guru dengan penambahan output guru PPPK untuk dana TPG, Tamsil dan TKG, sesuai amanat UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN. e. Pendanaan untuk mendukung kegiatan Bidang Industri Kecil dan Menengah yang merupakan urusan daerah sesuai prioritas nasional dan meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk di dalam Sentra IKM. Upaya harmonisasi dan sinkronisasi antara Belanja K/L dan DAK Non Fisik telah dilakukan sejak proses penganggaran dan perhitungan alokasi. Dalam perhitungan alokasi, K/L berkoordinasi dengan DJPK dan Bappenas. Dari belanja K/L yang dikelompokkan dalam bidang nonfisik, seperti Kesehatan, Pendidikan, PPA, penanaman modal. KUKM dan kependudukan memiliki kegiatan yang berbeda dengan DAK Nonfisik. Selain itu, tidak semua bidang menjadi fokus dari belanja keduanya. Belanja daerah banyak didanai melalui DAK Nonfisik, sementara belanja K/L lebih fokus kepada belanja pemerataan sesuai dengan prioritas nasional.
157 Tabel 5.2. Harmonisasi Belanja K/L dengan DAK Non Fisik Bidang Pendidikan Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) Kategori Belanja K/L Bidang DAK Fisik Capaian Hasil Reviu Output Realisasi Capaian Output Realisasi Bantuan Lembaga/ Operasional Bantuan Madrasah 3 T 6 lembaga 0,85 BOP Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan - Pendidikan Anak Usia Dini 38,47 Terdapat keselarasan antara belanja sektor Pendidikan dan pemanfaatan DAK Non Fisik untuk penggunaan dana BOP, BOS, dan tunjangan kepada tenaga pendidik Lembaga Pendidikan Keagamaan yang diberikan Bantuan 36 lembaga 0,94 Dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Kesetaraan 17,30 Pesantren Penerima BOP 15 lembaga 0,25 Dana Bantuan Operasioanal Penyelenggaraan (BOP) Museum dan Taman Budaya 1,50 Prasarana SMAK Swasta 2 3,00 Bantuan Pendidikan Dasar dan Menengah Guru Non PNS Penerima Insentif/ Tunjangan 1.113 guru 6,86 Dana TPG, TKG, dan DTP Guru ASN Daerah Dana Tunjangan Khusus Guru ASN Daerah 93,51 Bantuan Pendidikan Tinggi Dosen Non PNS yang Menerima Tunjangan Profesi 447 dosen 15,02 Dana Tunjangan Profesi Guru ASN Daerah 351,38 Dana Tambahan Penghasilan Guru ASN Daerah 23,30 Bantuan Pendidikan Dasar dan Menengah Siswa Penerima BOS 4.503 siswa 4,58 BOS Dana Bantuan Operasional Sekolah Bantuan 1.147,91 Pendidikan Dasar dan Menengah 1.702 siswa 1,54 ‘Prasarana Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah Prasarana Madrasah yang ditingkatkan (SBSN) 1 unit 5,12 - - - Untuk menghindari duplikasi output belanja, pembangunan sarana dan prasaran melalui SBSN menjadi kewenangan pemerintah pusat Sumber: OMSPAN, SIMTRADA, MEBE, dan Bappeda Provinsi Papua (data diolah)
158 Tabel 5.3. Harmonisasi Belanja K/L dengan DAK Non Fisik Bidang Kesehatan Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) Kategori Belanja K/L Bidang DAK Fisik Hasil Reviu Capaian Output Realisasi Capaian Output Realisasi Sarana Distribusi Sediaan Farmasi yang di fasilitasi dan dibina 40 Badan Usaha 0,13 BOK Jumlah Kabupaten Yang Ikut Pertemuan Pencatatan dan Pelaporan Program Gizi; 29 kab/kota 554,71 Terdapat keselarasan antara belanja sektor Kesehatan dan pemanfaatan DAK Non Fisik Bidang Kesehatan terkait fasilitasi pembinaan, pelayanan Kesehatan serta pemberdayaan dan pembinaan keluarga berencana 'Fasilitasi dan Pembinaan Masyarakat Mendukung Germas 1 Kelompok 0,20 Jumlah Laporan Perbaikan Gizi Masyarakat; 29 laporan 'Kelompok BKL yang mendapat fasilitasi dan pembinaan Pelayanan Ramah Lansia 26 Kelompok 0,15 Jumlah Peserta Yang Mengikuti Pelatihan Surveilans Kewaspadaan Pangan Gizi; 80 orang kali 'Kelompok UPPKA percontohan di Kampung KB yang mendapat fasilitasi dan pembinaan ‘Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanggulangan masalah kesehatan prioritas Pemberdayaan Ekonomi Keluarga 87 Kelompok 0,85 BOKB Jumlah Balita Yang Mendapatkan PMT; 1000 orang 89,38 'Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanggulangan masalah kesehatan prioritas 11 Kelompok 0,23 Jumlah Ibu Yang Mendapat PMT; 710.000 orang 'Pengabdian Masyarakat Berbasis Riset 32 Kelompok 0,81 'PIK Remaja dan BKR yang mendapat fasilitasi dan pembinaan Edukasi Kespro dan Gizi bagi Remaja Putri sebagai Calon Ibu 507 Kelompok 2,11 'Revitalasi Posyandu 58 Kelompok 0,39 'Rumah data kependudukan paripurna yang difasilitasi di kampung KB 67 0,61 ‘Fasilitasi dan Pembinaan Keluarga 'Keluarga dengan baduta yang mendapatkan fasilitasi dan pembinaan 1000 HPK 13.904 Keluarga 0,06
159 Kategori Belanja K/L Bidang DAK Fisik Hasil Reviu Capaian Output Realisasi Capaian Output Realisasi ‘Fasilitasi dan Pembinaan Lembaga 'Desa Pangan Aman 13 Desa 1,04 BOKB 'Faskes yang mendapat fasilitasi dan pembinaan dalam meningkatkan kualitas pelayanan KBKR yang sesuai dengan standar pelayanan 466 Faskes 0,68 'Pasar aman dari bahan berbahaya 12 Pasar 0,50 'Sekolah dengan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) aman 56 PJAS 0,75 'Fasilitasi dan Pembinaan Pemerintah Daerah 30 pemda 4,12 'Layanan Kegawatdaruratan dan rujukan (katagori II) 121 layanan 0,11 'Layanan Kesehatan Haji Daerah 1 layanan 0,04 'layanan pemeriksaan orang, barang, alat angkut 1638 layanan 2,22 'Layanan penemuan aktif surveilans migrasi malaria 80 layanan 0,07 'Layanan pengendalian faktor risiko lingkungan 246 layanan 0,46 'Layanan pengendalian faktor risiko penyakit DBD 140 layanan 0,15 'Layanan pengendalian faktor risiko penyakit di bandar udara 454 layanan 0,27 'Layanan pengendalian faktor risiko penyakit di pelabuhan 360 layanan 0,14 'Layanan pengendalian faktor risiko penyakit di pelabuhan penyeberangan 48 layanan 0,03 'Layanan pengendalian faktor risiko penyakit di PLBN 139 layanan 0,11 'Layanan pengendalian faktor risiko penyakit diare 156 layanan 0,07 'Layanan pengendalian faktor risiko penyakit malaria 86 layanan 0,11 'Layanan pengendalian faktor risiko penyakit pada situasi khusus 216 layanan 0,27 'Layanan survei faktor risiko penyakit DBD 360 layanan 0,12 'Layanan survei faktor risiko penyakit diare 186 layanan 0,06
160 Kategori Belanja K/L Bidang DAK Fisik Hasil Reviu Capaian Output Realisasi Capaian Output Realisasi 'Layanan survei faktor risiko penyakit HIV AIDS 15 layanan 0,05 'Layanan survei faktor risiko penyakit malaria 106 layanan 0,18 'Layanan survei faktor risiko penyakit pes 128 layanan 0,33 'Layanan survei faktor risiko penyakit TB 35 layanan 0,16 Sumber: OMSPAN, SIMTRADA, MEBE, dan Bappeda Provinsi Papua (data diolah) Tabel 5.4. Harmonisasi Belanja K/L dengan DAK Non Fisik Bidang UMKM, Ketengakerjaan, dan Kependudukan Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) Kategori Belanja K/L Bidang DAK Fisik Hasil Capaian Output Realisasi Capaian Output Realisasi Reviu ‘Fasilitasi dan Pembinaan Masyarakat ‘Dukungan Pemberdayaan KUMKM di Daerah; 10 orang 0,98 KUKM, Ketenagakerjaan, dan UMKM Peningkatan Pemahaman dan Pengetahuan Perkoperasian serta Kapasitas dan Kompetensi SDM Koperasi; 308 orang 1,98 'Penguatan SDM KUMKM melalui Pendampingan; 104 orang 0,89 Peningkatan Pemahaman dan Pengetahuan UKM serta Kapasitas dan Kompetensi SDM UKM; 120 Orang 0,78 Fasilitasi dan Pembinaan UMKM Pelayanan Adminduk Penetapan Kebijakan Teknis di Bidang Pencatatan Sipil ‘Data dan Informasi Publik ‘Pemutakhiran basis data keluarga Indonesia (PBDKI); 29 layanan 9,94 Penataan Tata Kelola Pelaksanaan Pencatatan Sipil Skala Provinsi 0,10 Koordinasi Berkala Antar lembaga Pemerintah dan Lembaga Non Pemerintah Kewenangan Provinsi terkait Pencatatan Sipil Penyusunan Tata Cara Perencanaan, Pelaksanaan, Pemantauan, Evaluasi, Pengendalian dan Penyusunan Pelaporan Adminduk Terkait Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan; 29 lokasi 0,25 Penyusunan Tata Cara Pengelolaan Data Kependudukan yang Bersifat Data Perseorangan, Data Agregat dan Data Pribadi di Provinsi dan Kabupaten/Kota 0,45 'Fasilitasi dan Pembinaan Pemerintah Daerah 'Bimbingan teknis Intensifikasi dan Ekstentifikasi kegiatan Bangga Kencana di Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB); 29 daerah 0,20 Bimbingan Teknis Terkait Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pendayagunaan Data Kependudukan; 5 orang 0,20 'Pengembangan SDM Bidang Ekonomi Kreatif (Dekonsentrasi); 2 Orang 0,50 Pelayanan Kepariwisataan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia Kesenian Tradisional; 30 Orang; 50 Guru; 50 Seniman 0,06 'Pengembangan SDM Bidang Pariwisata (Dekonsentrasi); 2 Orang 0,48 'Pengembangan Sistem Informasi Kepariwisataan Nasional; 2 Daerah 1,40 Sumber: OMSPAN, SIMTRADA, MEBE, dan Bappeda Provinsi Papua (data diolah)
161 Tabel 5.4. Harmonisasi Belanja K/L dengan DAK Non Fisik Bidang UMKM, Ketengakerjaan, dan Kependudukan Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) Kategori Belanja K/L Bidang DAK Non Fisik Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Ketenagakerjaan, dan Kependudukan Hasil Reviu Capaian Output Realisasi Capaian Output Realisasi 'Fasilitasi dan Pembinaan Masyarakat ‘Dukungan Pemberdayaan KUMKM di Daerah; 10 orang 0,98 KUKM, Ketenagakerjaan, dan Kependudukan UMKM Peningkatan Pemahaman dan Pengetahuan Perkoperasian serta Kapasitas dan Kompetensi SDM Koperasi; 308 orang 1,98 Terdapat keselarasan pada pelayanan adminduk dan pengembangan pariwisata antara belanja pemerintah pusat dan pemanfaatan DAK Non Fisik. Sementara pada belanja sektor KUKM, peningkatan kapasitas koperasi menjadi kewenangan pemerintah daerah melalui pemanfaatan DAK Non Fisik ‘Penguatan SDM KUMKM melalui Pendampingan; 104 orang 0,89 Peningkatan Pemahaman dan Pengetahuan UKM serta Kapasitas dan Kompetensi SDM UKM; 120 Orang 0,78 'Fasilitasi dan Pembinaan UMKM 0,15 'Data dan Informasi Publik 9,94 Pelayanan Adminduk Penetapan Kebijakan Teknis di Bidang Pencatatan Sipil 0,10 Penataan Tata Kelola Pelaksanaan Pencatatan Sipil Skala Provinsi 0,25 Koordinasi Berkala Antar lembaga Pemerintah dan Lembaga Non Pemerintah Kewenangan Provinsi terkait Pencatatan Sipil 0,45 Penyusunan Tata Cara Perencanaan, Pelaksanaan, Pemantauan, Evaluasi, Pengendalian dan Penyusunan Pelaporan Adminduk Terkait Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan; 29 lokasi 0,20 Penyusunan Tata Cara Pengelolaan Data Kependudukan yang Bersifat Data Perseorangan, Data Agregat dan Data Pribadi di Provinsi dan Kabupaten/Kota 0,06 Bimbingan Teknis Terkait Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pendayagunaan Data Kependudukan; 5 orang 0,30 'Fasilitasi dan Pembinaan Pemerintah Daerah ‘Bimbingan teknis Intensifikasi dan Ekstentifikasi kegiatan Bangga Kencana di Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB); 29 daerah 0,20 Pelayanan Kepariwisataan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia Kesenian Tradisional; 1,20 'Pengembangan SDM Bidang Ekonomi Kreatif (Dekonsentrasi); 2 Orang 0,50 'Pengembangan SDM Bidang Pariwisata (Dekonsentrasi); 2 Orang 0,48 'Pengembangan Sistem Informasi Kepariwisataan Nasional; 2 Daerah 1,40 Sumber: OMSPAN, SIMTRADA, MEBE, dan Bappeda Provinsi Papua (data diolah)
162 Tabel 5.5. Harmonisasi Belanja K/L dengan DAK Non Fisik Bidang PPA, Penanaman Modal, dan Ketahanan Pangan Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) Kategori Belanja K/L Bidang Hasil Reviu Capaian Output Realisasi Realisasi PPA - - PPA Penyediaan Layana Pengaduan Masyarakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Tingkat Daerah Provinsi dan Lintas Daerah Kabupaten/Kota; 91 orang 0,30 Untuk menghindari duplikasi output, program pelayanan perlindungan perempuan dan anak menjadi kewenangan pemerintah daerah melalui pemanfaatan DAK Non Fisik Koordinasi dan Sinkronisasi Pelaksanaan Penyediaan Layanan Rujukan Lanjutan bagi Perempuan Korban Kekerasan Kewenangan Provinsi; 91 orang 0,25 Pelayanan Perlindungan Perempuan dan Anak Lainnya 0,50 Penanaman Modal Fasilitasi Modal 1 lembaga 0,34 Fasilitasi Penanaman Modal 10,10 Terdapat keselarasan antara belanja sektor penanaman modal pemerinta pusat dan pemanfaatan DAK Non Fisik untuk meningkatkan perekonomian regional Ketahanan Pangan 'Fasilitasi Kegiatan Pangan Nusa 10 daerah 0,12 Ketahanan Pangan dan Pertanian Ketahanan Pangan dan Pertanian 4,80 Terdapat keselarasan antara belanja sektor ketahanan pangan pemerinta pusat dan pemanfaatan DAK Non Fisik 'Sarana Pascapanen Tanaman Pangan 69 unit 2,60 'Sarana Pengolahan Hasil Tanaman Pangan (PEN) 40 unit 0,48 'Desa Pangan Aman 13 desa 1,04 Sumber: OMSPAN, SIMTRADA, MEBE, dan Bappeda Provinsi Papua (data diolah) Beberapa tantangan yang dihadapi Pemerintah dalam penyaluran DAK Non Fisik antara lain: a. Data capaian output BOS yang bersumber dari belanja K/L ditentukan oleh kedisiplinan dan keakuratan Satker K/L dalam mengisi capaian output di OMSPAN. b. Rekomendasi penyaluran BOS berdasarkan hasil input sekolah melalui aplikasi Dana BOS, yang memerlukan keakuratan dalam melakukan input data. 5.2.3. Harmonisasi Belanja K/L dengan Dana Desa Dana Desa adalah dana yang dialokasikan dalam APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan digunakan sejalan
163 dengan PN dan prioritas daerah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Penggunaan Dana Desa oleh desa berdasarkan pada hasil keputusan musyawarah desa yang ditetapkan melalui peraturan desa tentang RKP Desa sesuai dengan kewenangan desa. Penggunaan Dana Desa mengacu pada Peraturan Prioritas Penggunaan Dana Desa dan Peraturan Kewenangan Desa. Arah kebijakan Dana Desa TA 2022 antara lain: a. Penggunaan Dana Desa tahun anggaran 2022 diprioritaskan pada tiga poin yaitu pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa, program prioritas nasional sesuai kewenangan desa, dan mitigasi dan penanganan bencana alam dan nonalam sesuai kewenangan desa. b. Penyempurnaan kebijakan pengalokasian, perbaikan sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dan penggunaan, serta pengenaan sanksi penghentian penyaluran apabila terdapat desa bermasalah atau Kepala Desa menyalahgunakan Dana Desa. c. Penyempurnaan kebijakan pengalokasian meliputi perbaikan formula perhitungan dan bobot alokasi, penyaluran langsung dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Desa (RKDes), serta program perlindungan sosial berupa BLT dan mengutamakan tenaga kerja dan bahan baku lokal dalam pembangunan infrastruktur. Tabel 5.6. Harmonisasi Belanja K/L dengan Dana Desa Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) Kategori Belanja K/L Bidang Dana Desa Capaian Hasil Reviu Output Realisasi Capaian Output Realisasi Jalan 261,28 km 2.486,65 Jalan Desa 45.720 m 80,60 Terdapat keselarasan dalam pembangunan jalan oleh pemerintah pusat dan pemanfaatan dana desa dalam rangka peningkatan aksesbilitas dari dan menuju kampung Sanitasi 640 KK 6,76 Sanitasi 1317 unit 3,09 Terdapat keselarasan dalam pembangunan SPAM Air Bersih oleh pemerintah pusat yang didukung oleh pembangunan MCK dan pengelolaan sampah desa melalui pemanfaatan dana desa MCK 455 unit 14,70 Pengelolaan Sampah Desa 5 unit 0,06 SPAM 'Perluasan SPAM Kabupaten/ Kota 14,80 Sumber Air Bersih 601 unit 11,39 Sambungan Air Bersih 1.189 m 1,80 Terdapat keselarasan dalam pembangunan SPAM Air Bersih oleh pemerintah pusat dan pemanfaatan dana desa Jembatan 6.791 m 421,74 Jembatan Desa 817 unit 7,97 Terdapat keselarasan dalam pembangunan jembatan oleh pemerintah pusat dan pemanfaatan dana desa dalam rangka peningkatan aksesbilitas dari dan menuju kampung Embung 3 unit 0,36 Embung Desa 6 unit 0,15 Terdapat keselarasan dalam pembangunan embung oleh pemerintah pusat dan pemanfaatan dana desa Rumah 791 unit 159,01 RTLH 3.871 unit 234,86 Terdapat keselarasan pembangunan rumah oleh pemerintah pusat yang didukung dengan bantuan renovasi RLTH pada masyarakat kampung sebagai pemanfaatan dana desa
164 Kategori Belanja K/L Bidang Dana Desa Capaian Hasil Reviu Output Realisasi Capaian Output Realisasi Rehabilitasi Sarana Pendidikan 1.804 unit 144,95 Gedung/ Bangunan PAUD/ TK/ TPA/ TKA/ TPQ/ Madrasah Non-Formal Milik Desa 19 unit 1,88 Terdapat keselarasan sarana Pendidikan oleh pemerintah pusat yang didukung dengan pembangunan sekolah non formal bagi masyarakat sebagai pemanfaatan dana desa Bantuan Keluarga 48 Keluarga 0,28 BLT KK 1.323.462 KK 1.974,39 Terdapat keselarasan dalam pemberian bantuan sosial oleh pemerintah pusat dan pemanfaatan dana desa Bantuan Pangan/ Sembako/ Pendidikan/ Pengobatan 82.229 KK 151,97 Fasilitasi Modal 1 lembaga 0,34 Penyertaan Modal BUMDes 1,44 Terdapat keselarasan fasilitasi modal usaha oleh pemerintah pusat dan didukung oleh penyertaan modal BUMDES untuk memajukan perekonomian desa Pasar 6 unit 18,00 Pasar Desa 5 pasar 0,14 Tedapat keselarasan dalam rangka optimalisasi pasar antara pemerintah pusat dan pemanfaatan dana desa menuju desa yang mandiri dan produktif BOS 3.949 orang 4,72 Jumlah Siswa Penerima Bea Siswa 22.965 orang 51,10 Terdapat keselarasan Bantuan operasional sekolah oleh pemerintah pusat dan siswa penerima beasiswa sebagai pemanfaatan dana desa Irigasi 136 unit 74,95 - - - Untuk menghindari duplikasi belanja pemerintah dan penggunaan dana desa, pembangunan irigasi menjadi kewenangan pemerintah pusat - - - Lumbung Desa 1.773 unit 63,14 Untuk menghindari duplikasi belanja pemerintah dan penggunaan dana desa, pembangunan lumbung desa cukup menggunakan dana desa Sumber: OMSPAN, SIMTRADA, MEBE, dan Bappeda Provinsi Papua (data diolah) Dari kertas kerja di atas, dapat dilihat bahwa output antara Belanja K/L dan Belanja Dana Desa telah selaras dan tidak terdapat duplikasi. Terdapat beberapa bidang saja yang selaras yaitu terkait pembangunan/penyediaan jalan, irigasi, sanitasi, dan air bersih. Hal tersebut antara lain disebabkan sifat khusus dari Dana Desa yang merupakan dana yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Penyaluran Dana Desa dilaksanakan melalui KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa. KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa melaksanakan penyaluran Dana Desa berdasarkan dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa yang telah disampaikan oleh pemda ke KPPN melalui aplikasi OMSPAN secara lengkap dan benar. Sesuai ketentuan di atas penyaluran Dana Desa mulai Tahun Anggaran 2021 disalurkan secara bertahap dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Desa (RKD) melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) yang untuk selanjutnya dilakukan pemotongan Dana Desa setiap daerah kabupaten/ kota dan dilakukan penyaluran dana atas hasil pemotongan Dana Desa
165 tersebut ke RKD. Pemotongan Dana Desa setiap Daerah kabupaten/kota dan penyaluran dana hasil pemotongan Dana Desa ke RKD sebagaimana dimaksud dilaksanakan berdasarkan surat kuasa pemindahbukuan Dana Desa dari bupati kepada kepala KPPN. Dana Desa yang telah disalurkan dari RKUN ke RKD akan digunakan untuk melaksanakan kegiatan prioritas dan kegiatan-kegiatan yang ditetapkan dalam APBDes sesuai bidang yang telah ditentukan. Bidang yang dapat dibiayai dari Dana Desa antara lain Bidang Pembangunan Desa, Penyelenggaraan Pemerintahan, Pembinaan Kemasyarakat, Pemberdayaan Masyarakat, dan Penanggulangan Bencana Keadaan Darurat dan Mendesak Desa. Dana Desa yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat desa sesuai peruntukannya, wajib dilaporkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, baik laporan dalam bentuk hardcopy/fisik maupun laporan elektronik yang diupload melalui aplikasi OMSPAN. Kucuran alokasi dana desa dilakukan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak 2015 telah memberikan dampak langsung kepada warga hingga pelosok negeri karena dukungan pembiayaan dana desa dapat menjawab pemenuhan kebutuhan program dasar bagi masyarakat berbagai kampung di Provinsi Papua. Alokasi dana desa merupakan implementasi dari kebijakan Nawacita Presiden Joko Widodo yang membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui alokasi dana dengan berbagai program diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja, mengatasi kesenjangan dan mengentaskan kemiskinan warga di desa. Beberapa tantangan yang dihadapi Pemerintah dalam penyaluran Dana Desa antara lain: a. Terlambatnya Peraturan Daerah tentang APBD 2022 sehingga Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa Setiap Desa juga terlambat. b. Terlambatnya Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pembagian dan Penetapan Rincian Dana Desa Setiap Desa juga membuat Peraturan Kampung tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)/Anggaran dan Pendapatan Kampung (APBK) terlambat. c. Terlambatnya aparat pemerintah desa dalam menyusun dan menyampaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)/Anggaran dan Pendapatan Kampung (APBK) kepada Bupati/Walikota. d. Kendala jaringan internet di beberapa pemda sehingga sulit melakukan akses ke Aplikasi OMSPAN untuk melakukan perekaman dan unggah data persyaratan penyaluran maupun realisasi Dana Desa. e. Belum optimalnya peran tenaga pendamping desa dalam memberikan asistensi dalam pengelolaan Dana Desa. f. Terdapat beberapa Desa yang letaknya sangat jauh dari ibukota kabupaten sehingga menyulitkan desa untuk membuat laporan keuangan Desa, berkomunikasi dan berkonsultasi dengan pihak pemerintah daerah, maupun dalam mengambil uang Dana Desa di bank. g. Keterbatasan SDM khususnya di desa dan kurangnya pemahaman dan atensi perangkat desa untuk melaporkan realisasi dan capaian output ke Pemerintah Daerah secara tepat waktu, termasuk adanya keterlambatan
166 dalam penyampaian laporan pertanggungjawaban Dana Desa tahun anggaran sebelumnya. h. Keterbatasan bahan/material untuk pembangunan yang akan dilaksanakan serta mahalnya harga bahan/material tersebut khususnya di wilayah pegunungan tengah Papua. i. Beberapa kegiatan Desa yang bersifat swakelola tertunda karena adanya pembatasan di luar rumah. j. Konflik horisontal yang terjadi di beberapa wilayah papua yang sulit ditebak maupun dikendalikan khususnya perihal pemilihan kepala daerah. k. Dalam pembagian BLT, terdapat kampung yang jumlah KPM nya sangat besar sehingga pembagian BLT nya harus menunggu periode penyaluran Dana Desa berikutnya. l. Dokumen penyaluran yang diajukan masih tidak lengkap atau sesuai peraturan sehingga harus ditolak dan diperbaiki, dokumen penyaluran yang diajukan di akhir periode pengajuan. m. Khusus wilayah Kabupaten Nabire terkendala dengan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang Pilkada yang dijadwalkan pada tanggal 28 Juli 2021, berimbas pada keterlambatan dalam penyusunan dokumen persyaratan penyaluran seperti Peraturan Kepala Daerah dan pengesahan APBD. n. Perubahan mekanisme reviu APIP dari post-review menjadi pre-review belum tersosialisasi dengan baik di lingkungan Inspektorat Daerah. o. Pekerjaan yang tidak selesai dikarenakan kondisi kahar maupun keterlambatan oleh pihak ketiga 5.2.4. Harmonisasi Belanja Pusat dan Daerah: Respon Penyesuaian Harga BBM Salah satu contoh manifestasi harmonisasi belanja pusat dan daerah adalah dalam hal perlindungan sosial. Realisasi APBN program perlindungan sosial dalam upaya pemulihan ekonomi nasional yang ditujukan untuk Provinsi Papua di tahun 2022 tercatat Rp2,50 triliun. Bantuan perlindungan sosial ini diantaranya disalurkan kepada Program Keluarga Harapan kepada 94.883 Keluarga Penerima Manfaat (KPM), bansos sembako 71.151 KPM, Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng 72.256 penerima. Sementara untuk realisasi bantuan sosial tambahan dalam merespons kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), pemerintah sudah menyalurkan sebanyak Rp 46,54 miliar kepada 76.265 KPM dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp32,3 miliar kepada 53.832 KPM di Provinsi Papua. Di samping alokasi anggaran melalui APBN, pemerintah juga menganggarkan program perlindungan sosial melalui APBD. Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan telah menginstruksikan kepada pemerintah daerah agar menganggarkan 2% dari Dana Transfer Umum (DTU) untuk belanja wajib APBD dalam rangka memberikan bantuan sosial bagi masyarakat di daerah masing-masing sebagai upaya penanganan dampak inflasi pascakenaikan harga BBM. Belanja wajib perlindungan sosial ini telah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022. Kebijakan tersebut mewajibkan pemerintah daerah mendukung program penanganan dampak inflasi, melalui belanja wajib perlindungan sosial untuk periode bulan Oktober 2022 sampai dengan bulan Desember 2022. Belanja wajib
167 perlindungan sosial ini akan digunakan untuk pemberian bantuan sosial, termasuk kepada ojek, usaha mikro, kecil, dan menengah, dan nelayan, penciptaan lapangan kerja; serta pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah sebagaimana tersaji dalam tabel di bawah. Tabel 5.7. Belanja Perlindungan Sosial 2% dari DTU Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) No. Daerah Bantuan Sosial Penciptaan Lapangan Kerja Subsidi Sektor Transportasi Perlindungan Sosial Lainnya Total Real % Real % Real % Real % Real % 1 Provinsi Papua - 0,00% 0,70 8,42% - 0,00% - 0,00% 0,70 2,47% 2 Kab. Biak Numfor 0,83 40,51% - 0,00% - 0,00% 1,50 99,22% 2,33 65,53% 3 Kab. Jayapura - 0,00% 0,35 74,29% - 0,00% 1,46 57,09% 1,81 40,00% 4 Kab. Jayawijaya 1,60 4,28% - 0,00% - 0,00% - 0,00% 1,60 4,28% 5 Kab. Merauke 1,09 18,95% - 0,00% - 0,00% 0,62 86,04% 1,71 26,45% 6 Kab. Mimika - 0,00% - 0,00% 1,01 90,99% 10,06 40,73% 11,07 42,89% 7 Kab. Nabire 4,28 0,43 - 0,00% 1,15 5,85 8 Kab. Paniai 1,36 - 0,00% 0,55 1,36 99,95% 3,27 99,98% 9 Kab. Puncak Jaya 1,35 30,65% - 0,00% - 0,00% - 0,00% 1,35 30,65% 10 Kab. Kepulauan Yapen 3,40 98,55% - 0,00% - 0,00% - 0,00% 3,40 98,55% 11 Kota Jayapura 1,45 0,45 99,99% 2,11 - 0,00% 4,01 12 Kab. Sarmi 2,85 74,88% - 0,00% - 0,00% - 0,00% 2,85 66,17% 13 Kab. Keerom 3,22 - 0,00% - 0,00% 0,15 40,97% 3,37 93,97% 14 Kab. Yahukimo 1,05 43,75% 1,50 52,63% - 0,00% - 0,00% 2,55 47,62% 15 Kab. Pegunungan Bintang 2,10 56,67% 0,60 54,18% - 0,00% 0,20 16,37% 2,89 41,28% 16 Kab. Tolikara 4,56 - 0,00% - 0,00% 0,68 67,95% 5,24 94,23% 17 Kab. Boven Digoel 2,25 68,18% - 0,00% 1,10 73,33% - 0,00% 3,35 69,79% 18 Kab. Mappi - 0,00% 0,11 7,87% 0,06 4,77% 0,06 1,68% 0,23 1,54% 19 Kab. Asmat - 0,00% - 0,00% - 0,00% 0,77 56,50% 0,77 14,64% 20 Kab. Waropen 3,59 - 0,00% - 0,00% - 0,00% 3,59 21 Kab. Supiori - 0,00% 1,43 - 0,00% 0,59 2,02 67,83% 22 Kab. Mamberamo Raya 4,34 - 0,00% - 0,00% - 0,00% 4,34 23 Kab. Mamberamo Tengah 5,00 0,43 - 0,00% - 0,00% 5,43 24 Kab. Yalimo 1,33 94,69% - 0,00% - 0,00% - 0,00% 1,33 30,80% 25 Kab. Lanny Jaya 1,50 - 0,00% - 0,00% 2,45 97,90% 3,95 98,69% 26 Kab. Nduga 2,53 1,00 - 0,00% - 0,00% 3,53 27 Kab. Dogiyai 2,70 54,02% 0,44 44,12% - 0,00% - 0,00% 3,14 46,21% 28 Kab. Puncak 4,18 - 0,00% - 0,00% - 0,00% 4,18 29 Kab. Intan Jaya 1,14 28,48% - 0,00% - 0,00% - 0,00% 1,14 26,44% 30 Kab. Deiyai 4,50 - 0,00% 1,75 1,00 18,02% 7,25 59,92% Sumber: DJPK (data diolah)
168 5.3. Harmonisasi Belanja Pusat – Daerah Berbasis Prioritas Nasional pada RPJMN/D Pembangunan suatu negara merupakan kegiatan kolosal dan berkesinambungan yang melibatkan seluruh aspek pemerintahan dan menyerap sumber daya, baik pusat maupun daerah. Proses berkesinambungan tersebut dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan diakhiri dengan pengendalian. Perencanaan menjadi sangat krusial sebagai starting point dari pembangunan mengingat perencanaan menentukan arah, prioritas, dan strategi pembangunan. Perencanaan yang baik menandai telah dilewatinya setengah perjalanan pembangunan, sisanya tinggal memastikan konsistensi pelaksanaan terhadap perencanaan dan pengendalian yang efektif. Selama keseluruhan proses tersebut dapat berjalan dengan baik maka pembangunan hanya tinggal menunggu waktu untuk sampai kepada tujuan. Perencanaan pembangunan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. UndangUndang tersebut menjadi payung hukum bagi pelaksanaan perencanaan pembangunan dalam rangka menjamin tercapainya tujuan negara. Menurut Undang-Undang tersebut, rencana pembangunan terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan rencana Kerja Pemerintah (RKP). Rencana pembangunan ini memuat arah kebijakan pembangunan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Untuk itu, daerah akan menindaklanjuti dengan Menyusun RPJP Daerah dan juga RPJM Daerah yang mengacu pada RPJP dan RPJM Nasional serta membuat program pembangunan dan kegiatan pokok yang akan dilaksanakan melalui RKP yang disusun oleh Kementerian/Lembaga. Tahun 2022 menandai tahun ketiga dalam RJPMN Tahun 2020 – 2024 sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020- 2024. Dalam RPJMN tersebut, terdapat 7 agenda pembangunan nasional yang merupakan terjemahan dari Visi Misi Presiden. Agenda pembangunan nasional yang selanjutnya disebut Prioritas Nasional (PN) tersebut yaitu: PN 1 – Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan; PN 2 – Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan; PN 3 – Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing; PN 4 – Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan; PN 5 – Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pembangunan Ekonomi dan Pelayanan Dasar; PN 6 – Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim; PN 7 – Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik. Kedudukan RKP Tahun 2022 yang merupakan penjabaran tahun ketiga dari RPJMN Tahun 2020–2024 tersebut memuat komitmen pemerintah untuk memberikan kepastian kebijakan, kerangka pendanaan, kerangka
169 kelembagaan, kerangka regulasi, serta kerangka evaluasi, dan pengendalian dalam melaksanakan pembangunan nasional. RKP Tahun 2022 merupakan respon pemerintah yang sistematis, konkret, antisipatif, dan adaptif dalam menjawab tantangan serta dinamika pembangunan, termasuk pandemi COVID-19. Tahun 2022 menjadi momentum bagi pemulihan ekonomi dan reformasi struktural agar Indonesia lepas dari tekanan COVID-19 dan kembali bangkit melanjutkan Agenda Pembangunan dalam RPJMN Tahun 2020–2024. Untuk mendukung pelaksanaan PN, RKP Tahun 2022 memuat 45 MP yang diharapkan memiliki kontribusi signifikan terhadap pencapaian target pembangunan RPJMN maupun RKP. Dalam pelaksanaannya, jumlah MP selalu mengalami pemutakhiran, pada RPJMN Tahun 2020–2024 terdapat 41 MP, kemudian bertambah menjadi 43 MP pada RKP Tahun 2021. Dengan mempertimbangkan berbagai dinamika pembangunan, jumlah MP kembali bertambah pada RKP Tahun 2022 menjadi 45 MP. Di tingkat lokal, pemerintah provinsi/kab/ kota menyusun RPJP Daerah secara mandiri yang kemudian dijabarkan dalam RPJM Daerah yang memuat visi dan misi dari kepala daerah terpilih. Selanjutnya, program pembangunan dan kegiatan pokok tahunan dituangkan dalam RKPD. Dalam konteksi Provinsi Papua, RKPD Pemerintah Provinsi Papua Tahun 2022 ditetapkan melalui Peraturan Gubernur Papua Nomor 38 Tahun 2021 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Papua Tahun 2022. Dalam RKPD tersebut dijabarkan 5 (lima) misi pembangunan untuk mendukung visi pembangunan Provinsi Papua yaitu “PAPUA BANGKIT, MANDIRI DAN SEJAHTERA YANG BERKEADILAN”. Lima misi tersebut yaitu: a. Memantapkan Kualitas dan Daya Saing SDM b. Memantapkan Rasa Aman, Tentram dan Damai serta Kehidupan Demokrasi memperkuat Bingkai NKRI c. Penguatan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik d. Penguatan dan Percepatan Perekonomian Daerah sesuai Potensi Unggulan Lokal dan Pengembangan Wilayah berbasis Kultural secara Berkelanjutan e. Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Tertentu Kelima misi program pembangunan Provinsi Papua tersebut lebih lanjut dijabarkan menjadi 7 (tujuh) tujuan pembangunan, 33 (tiga puluh tiga) sasaran pembangunan dan 159 strategi pembangunan. RPJP Daerah, sebagaimana RPJP Nasional, hanya memuat hal-hal mendasar dengan tujuan memberikan keleluasan yang cukup bagi penyusunan RJPMN/D dan RKP/D. Namun, keleluasaan yang diberikan ini berpotensi menimbulkan ketidaksinambungan dan ketidaksinergisan antara perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Untuk itu perlu dilihat harmonisasi belanja pusat dan daerah, terutama terkait prioritas nasional yang tertuang dalam RKP dan RKPD, sebagai Langkah evaluasi mengenai konsistensi dan kesinergisan antara perencanaan pembangunan pusat dan daerah.
170 5.3.1. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 1 Agenda pembangunan prioritas nasional pertama (PN 1) dalam Nawacita Kedua adalah “Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan.” Dukungan Belanja Pusat dan Daerah dalam upaya mencapai prioritas nasional disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 5.8. Harmonisasi Belanja Pusat – Daerah Berbasis Prioritas Nasional 1 pada RPJMN/D Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) Prioritas Nasional Belanja K/L Proyek Prioritas Output Realisasi Belanja Daerah Capaian Realisasi Hasil Reviu Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kemenaker; KemenkopUKM; Kemendag Kemen Perindustrian Kementan; KLHK Penguatan Kewirausahaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Koperasi 161 industri, 1 koperasi dan 1 layanan 1,53 Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Tenaga Kerja; Dinas Pertanian dan Pangan;Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral; Dinas PUPR; Dinas Kelautan dan Perikanan Pemberdayaan Usaha Kecil yang dilakukan Melalui Pendataan Kemitraan Kemudahan Perijinan Penguatan Kelembagaan dan Koordinasi Dengan Para Pemangku Kepentingan 0,50 Terdapat keselarasan kebijakan belanja pemerintah pusat dan daerah dalam upaya memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan melalui dukungan alokasi belanja pada sektor UMKM, ketahanan pangan, serta Infrastruktur Pendukung kemandirian pangan. Untuk menghindari duplikasi pembangunan infrastruktur disesuaikan dengan kewenangan pusat/ provinsi/daerah 'Penguatan Pilar Pertumbuhan dan Daya Saing Ekonomi 70 layanan dan 6 unit prasarana bidang perindustrian dan perdagangan 41,12 Pengembangan Usaha Kecil dengan Orientasi Peningkatan Skala Usaha Menjadi Usaha Menengah; 50 UMKM 1,00 'Peningkatan Ekspor Bernilai Tambah Tinggi dan Penguatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) 14 daerah 0,11 Penyelenggaraan Promosi Dagang melalui Pameran Dagang dan Misi Dagang bagi Produk Ekspor Unggulan yang terdapat pada lebih dari 1 (satu) Daerah Kabupaten/Kota dalam Provinsi 0,80 Peningkatan Ketersediaan Akses dan Kualitas Konsumsi Pangan 400 Ha Kawasan Ubi Jalar, 5 km2 lahan, 31.975 produk sertifikat, 3 embung, 8 unit irigasi, 33.700 benih 27,71 Penyediaan Infrastruktur dan Seluruh Pendukung Kemandirian Pangan pada berbagai Sektor sesuai Kewenangan Daerah Provinsi 1,00 Penyediaan dan Penyaluran Pangan Pokok atau Pangan Lainnya sesuai dengan Kebutuhan Daerah Provinsi dalam rangka Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan 1,20 Koordinasi Sinkronisasi dan Pengadaan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi 0,30 Promosi Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal Pelaksanaan Pengawasan Keamanan Pangan Segar Distribusi Lintas Daerah Kabupaten/Kota 2,36 'Peningkatan Kuantitas/ Ketahanan Air untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi 23.963 Ha Kawasan Konservasi, 2 Badan Usaha, 2 Danau 9,55 Penetapan Zona Konservasi Air Tanah pada Cekungan Air Tanah dalam Daerah Provinsi 4,40 Pembangunan Unit Air Baku
171 Prioritas Nasional Belanja K/L Proyek Prioritas Output Realisasi Belanja Daerah Capaian Realisasi Hasil Reviu Peningkatan Nilai Tambah Lapangan Kerja dan Investasi di Sektor Riil dan Industrialisasi 1700 Ha Kawasan Perkebunan, 16 UMKM, 98 unit sarpras 31,68 Peningkatan Produktivitas Nilai Tambah Akses Pasar Akses Pembiayaan Penguatan Kelembagaan Penataan Manajemen Standarisasi dan Restrukturisasi Usaha; 100 koperasi 0,25 Peningkatan Pengelolaan Kemaritiman Perikanan dan Kelautan 255 sertifikat, 49 lembaga, 1 kapal, 16 sarpras 94,32 Pengelolaan Penangkapan Ikan di Wilayah Sungai Danau Waduk Rawa dan Genangan Air Lainnya yang dapat Diusahakan Lintas Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Daerah Provinsi 0,30 Penetapan Lokasi Pembangunan serta Pengelolaan Pelabuhan Perikanan Provinsi 8,23 Pengelolaan Pembudidayaan Ikan di Laut 10,85 Sumber: OMSPAN, SIMTRADA, MEBE, dan Bappeda Provinsi Papua (data diolah) 5.3.2. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 2 Agenda pembangunan prioritas nasional kedua (PN 2) yaitu “Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan” oleh pemerintah daerah Provinsi Papua diselaraskan ke dalam RPJMD pada Misi 5 yaitu “Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Tertentu”. Di Provinsi Papua yang menjadi prioritas nasional kedua ini antara lain Pembangunan Wilayah Papua dengan target laju pertumbuhan PDRB wilayah Papua sebesar 5,92 – 6,26%; Pembangunan Destinasi Pariwisata Pengembangan Biak - Teluk Cendrawasih dengan target rasio pertumbuhan investasi Kawasan terhadap pertumbuhan investasi Provinsi Papua lebih dari 1; Pengembangan Komoditas Unggulan di Provinsi Papua (Kakao, Kopi, dan Perikanan Tangkap); Pengembangan Kawasan Perkotaan (Kota Jayapura); Pengembangan Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, Perdesaan, dan Transmigrasi; dan Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Daerah dan Hubungan Pusat-Daerah di Provinsi Papua. Dukungan Belanja Pusat dan Daerah dalam upaya mencapai prioritas nasional disajikan dalam tabel sebagai berikut:
172 Tabel 5.9. Harmonisasi Belanja Pusat – Daerah Berbasis Prioritas Nasional 2 pada RPJMN/D Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) Prioritas Nasional Belanja K/L Proyek Prioritas Output Realisasi Belanja Daerah Capaian Realisasi Hasil Reviu 'Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan Kemendes PDTT; Kemendag Kementerian Agraria dan Tata Ruang Pengembangan Wilayah Papua 206 kelompok 34,44 DPMK Pemberdayaan Lembaga kemasyarakatan yang Bergerak di Bidang Pemberdayaan Desa dan Lembaga Adat Tingkat Daerah Provinsi serta Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat yang Masyarakat Pelakunya Hukum Adat yang Sama Berada di Lintas Daerah Kabupaten/Kota 1,65 Terdapat keselarasan antara kebijakan belanja pemerintah pusat dan daerah dimana terdapat alokasi belanja yang difokuskan untuk mengembangkan daerah tertinggal di wilayah Papua melalui program pemberdayaan kampung/desa dan masyarakat khususnya Orang Asli Papua (OAP) Pemberdayaan Masyarakat Kampung 0,40 Pengelolaan Sarana dan Prasarana Wilayah Adat Orang Asli Papua 5,95 Pemberdayaan Orang Asli Papua 1,20 Sumber: OMSPAN, SIMTRADA, MEBE, dan Bappeda Provinsi Papua (data diolah) 5.3.3. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 3 Pemerintah daerah Provinsi Papua menyelaraskan pembangunan prioritas nasional ketiga (PN 3) “Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing” dengan menetapkan Misi 1 pada RPJMD yaitu “Memantapkan Kualitas dan Daya Saing SDM”. Peningkatan SDM Berkualitas dan Berdaya Saing dijabarkan antara lain melalui program percepatan penurunan kematian ibu dan stunting, Pendidikan dan pelatihan vokasi untuk industri 4.0, reformasi sistem perlindungan sosial dan Kesehatan nasional. Dalam konteks penurunan stunting, hal ini menjadi penting mengingat Angka stunting Provinsi Papua pada 2022 cukup tinggi yaitu di angka 29,5% dengan kabupaten Nabire penyumbang persen tertinggi dengan 55,4% dan Kabupaten Pegunungan Bintang terendah 20,6%. Faktor penyebab tingginya angka stunting di Papua antara lain Rendahnya awareness orang tua terhadap asupan gizi anak, rendahnya ketahanan pangan, dan tingginya tingkat kemiskinan esktrem. Peningkatan kualitas SDM dari sisi Kesehatan, selain melalui program penurunan stunting, juga diupayakan melalui program reformasi Kesehatan yang dijabarkan dalam berbagai bauran belanja pemerintah diantaranya dalam bentuk bantuan pendidikan program pendidikan dokter spesialis (PPDS)/program pendidikan dokter gigi spesialis (pdgs) Papua dan Papua Barat, pendayagunaan dokter spesialis di wilayah Papua dan Papua barat, penugasan khusus tenaga kesehatan di Papua dan Papua Barat, workshop bidang imunisasi di papua dan papua barat, workshop petugas imunisasi dalam rangka pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Papua dan Papua barat, penemuan kasus dan surveilans faktor risiko malaria tingkat Provinsi Papua dan Papua Barat, surveilans kipi di papua dan papua barat, OM akses internet Papua dan Papua Barat. Dukungan Belanja Pusat dan Daerah dalam upaya mencapai prioritas nasional disajikan dalam tabel sebagai berikut:
173 Tabel 5.10. Harmonisasi Belanja Pusat – Daerah Berbasis Prioritas Nasional 3 pada RPJMN/D Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) Prioritas Nasional Belanja K/L Proyek Prioritas Output Realisasi Belanja Daerah Capaian Realisasi Hasil Reviu 'Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing BPOM; Kemenag; Kementerian ATR; Kementerian Kelautan dan Perikanan Kemenkes Kemanaker KLHK; KemenPUPR; Kemendikbud; Kemenhub; Kementan; Kemensos 'Pengendalian Penduduk dan Penguatan Tata Kelola Kependudukan 22 publikasi/sensus, 67 kelompok, 29 layanan 58,67 Dinas Sosial Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak; Dinas Pendidikan Perpustakaan dan Arsip Daerah;Dinas Kesehatan;Dinas Olah Raga dan Pemuda; Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Tenaga Kerja Program Pengelolaan Profil Kependudukan 0,13 Terdapat keselarasan dalam rangka pengintegrasian bantuan sosal melalui pegelolaan profil kependudukan dan adminduk menuju skema perlindungan sosial yang holistik Program Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan 1,31 Pemberdayaan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial Provinsi 0,30 'Pengentasan Kemiskinan 85.500 bidang peta/ SK/SHAT Tanah 15,97 Program Rehabilitasi Sosial 2,21 'Penguatan Pelaksanaan Perlindungan Sosial 26 kelompok, 20 publikasi/pendataan 119,02 Program Perlindungan dan Jaminan Sosial 1,15 Program Pengarusutamaan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 0,60 Program Perlindungan Anak 0,30 'Peningkatan Pemerataan Layanan Pendidikan Berkualitas 1.825 unit sarpras, 10.370 orang, 7 layanan, 372 lembaga pendidikan 117,32 Program Pengelolaan Pendidikan (SMA; SMK; Pendidikan Khusus) 167,64 Terdapat keselarasan antara belanja pusat dan daerah dalam upaya membentuk SDM yang berdaya saing melalui jalur pendidikan. Untuk menghindari duplikasi maka dukungan terhadap sektor pendidikan disesuaikan dengan kewenangan pusat/ provinsi/daerah 'Peningkatan Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan 4 laboratorium/alat laboratorium, 466 alat/obat faskes, 13 desa pangan man, 4.518 layanan 56,38 Penyediaan Fasilitas Pelayanan Sarana Prasarana dan Alat Kesehatan untuk UKP Rujukan UKM dan UKM Rujukan Tingkat Daerah Provinsi 89,30 Terdapat keselarasan antara belanja pusat dan daerah untuk pemenuhan dan penguatan fasyankes serta peningkatan SDM Kesehatan Penyediaan Layanan Kesehatan untuk UKP Rujukan UKM dan UKM Rujukan Tingkat Daerah Provinsi 84,69 Pengembangan Mutu dan Peningkatan Kompetensi Teknis Sumber Daya Manusia Kesehatan Tingkat Daerah Provinsi 6,15 'Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing 1 unit sarpras, 10 kelompok, 5 lembaga, dan 1.446 orang 33,37 Program Pengembangan Kapasitas Daya Saing Kepemudaan 2,30 Terdapat keselarasan belanja pusat dan daerah dalam upaya menciptakan SDM yang berdaya saing melalui pelaksanaan Pendidikan dan pelatihan keterampilan serta sertifikasi kompetensi tenaga kerja Program Pengembangan Kapasitas Daya Saing Keolahragaan 16,60 Program Pelatihan Kerja dan Produktivitas Tenaga Kerja 1,25 Peningkatan Produktivitas Nilai Tambah Akses Pasar Akses Pembiayaan Penguatan Kelembagaan Penataan Manajemen Standarisasi dan Restrukturisasi Usaha 0,25 Sumber: OMSPAN, SIMTRADA, MEBE, dan Bappeda Provinsi Papua (data diolah)
174 5.3.4. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 5 Pembangunan prioritas nasional kelima (PN 5) pada Nawacita adalah “Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar.” Komitmen pemerintah dalam upaya memperkuat infrastruktur di Provinsi Papua tercermin dari berbagai major project yang khusus ditujukan untuk Provinsi Papua antara lain pembangunan Jalan Trans Papua Merauke – Sorong dan Pembangunan Jembatan Udara 37 Rute di Papua. Pembangunan infrastruktur di Papua menjadi fokus pemerintahan yang bertujuan untuk menciptakan keadilan, mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesenjangan antar wilayah, serta mengurangi tingginya harga di masingmasing wilayah selain itu tujuan dan proyek ini untuk meningkatkan ekonomi di Provinsi Papua serta meningkatkan ketersediaan jaringan jalan, mengingat Jalan Trans Papua Ruas JayapuraMamberamo adalah bagian dari jalan non tol di Papua yang merupakan tulang punggung regional Pulau Papua. Proyek Pembangunan Jalan Trans MamberamoElelim masuk ke dalam Major Project (Jalan Trans Papua Merauke-Sorong) RPJMN 2020 – 2024. Dukungan Belanja Pusat dan Daerah dalam upaya mencapai prioritas nasional disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 5.11. Harmonisasi Belanja Pusat – Daerah Berbasis Prioritas Nasional 5 pada RPJMN/D Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) Prioritas Nasional Belanja K/L Proyek Prioritas Output Realisasi Belanja Daerah Capaian Realisasi Hasil Reviu 'Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar Badan SAR Nasional; Kemenhub; Kemen PUPR; Kementerian ATR 'Konektivitas Jalan 55 km dan 1.291 m pembangunan jalan. Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Permukiman; Dinas Perhubungan Penyelenggaraan Terdapat keselarasan kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam upaya memperkuat infrastruktur melalui dukungan alokasi belanja infrastruktur berupa pembangunan jalan, jembatan, bandar udara, Pelabuhan, penyediaan akses air minum dan permukiman. Untuk menghindari duplikasi, pembangunan jalan memperhatikan kewenangan antara pusat dan daerah. Pembangunan bandar udara baru dilakukan melalui belanja pusat sementara sarpras pendukung melalui belanja daerah 1.899 km dan 13.637 m preservasi jalan, 2.427,33 Jalan Provinsi 14.379,61 'Konektivitas Laut 8 layanan, 1 unit replacement trestle dan dermaga Pelabuhan laut Sarmi, dan 1 unit lanjutan pembangunan faspel Moor 117,85 Pembangunan Pelabuhan Pengumpan Regional 9,80 'Konektivitas Udara 6.449 layanan angkutan kargo dan BBM perintis, 6 unit pengembangan bandar udara 514,57 Penyediaan Sarana dan Prasarana Bandara/Lapangan Udara; 12 unit 31,00 'Keselamatan dan Keamanan Transportasi 4 operasi keselamatan, 300 orang yang dilatih, 432 unit pemeliharaan sarpras 18,28 Audit dan Inspeksi 692,38 Keselamatan LLAJ di 35,32 Jalan 0,58 Penyediaan Akses Perumahan dan Permukiman Layak Aman dan Terjangkau 722 rumah susun. 2 Ha permukiman 210,07 Pembangunan Perluasan dan Pengembangan SPAM; 12.535 SR 142,07 Program Pengembangan Permukiman 542,52 Sumber: OMSPAN, SIMTRADA, MEBE, dan Bappeda Provinsi Papua (data diolah)
175 5.3.5. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 6 Pembangunan prioritas nasional kelima (PN 5) pada Nawacita adalah “Membangun Lingkungan Hidup Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim.” Komitmen pemerintah dalam upaya memperkuat infrastruktur di Provinsi Papua tercermin dari berbagai major project antara lain pembangunan fasilitas pengolahan limbah B3 dan penguatan sistem peringatan dini bencana. Penanganan bencana menjadi penting mengingat Papua memiliki Indeks Risiko Bencana sebesar 122,38 di tahun 2022, atau berada pada kategori sedang. Berdasarkan data historis, jenis bencana yang sering terjadi di Provinsi Papua dalam kurun sepuluh tahun ke belakang adalah gempa bumi, banjir, dan tanah longsor. Jenis bencana lain yang juga terjadi adalah kekeringan, kebakaran hutan, angin kencang, dan gelombang pasang laut. Bencana tersebut perlu diwaspadai mengingat akan berdampak pada ketahanan pangan. Banjir dan kekeringan akan berdampak pada gagal panen. Angin kencang, badai tropis dan gelombang pasang akan berpengaruh terhadap distribusi pangan, terutama di wilayah Provinsi Papua yang masih sangat bergantung pada moda transportasi udara dan laut. Kebakaran/ deforestasi hutan akan berdampak pada ketersediaan sumber-sumber air. Peningkatan kapasitas penanggulangan bencana merupakan salah satu strategi peningkatan kedaulatan pangan Dukungan Belanja Pusat dan Daerah dalam upaya mencapai prioritas nasional disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 5.12. Harmonisasi Belanja Pusat – Daerah Berbasis Prioritas Nasional 6 pada RPJMN/D Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) Prioritas Nasional Belanja K/L Proyek Prioritas Output Realisasi Belanja Daerah Capaian Realisasi Hasil Reviu Membangun Lingkungan Hidup Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim BMKG; KLHK; Kementerian Kelautan dan Perikanan 'Peningkatan Ketahanan Bencana dan Iklim 575 Ha Rehabilitasi Hutan, 5 unit sarpras bidang pertanian dan lingkungan hidup, 758.000 bibit berkualitas 25,18 Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup; Satuan Polisi Pamong Praja dan Penanggulangan Bencana Daerah Pelayanan Pencegahan dan Kesiapsiagaan terhadap Bencana 0,62 Terdapat keselarasan antara belanja pusat dan daerah dalam program pencegahan dan penanganan bencana serta pengendalian limbah. Untuk menghindari duplikasi belanja terkait perizinan PPLH menjadi kewenangan daerah Pelayanan Penyelamatan dan Evakuasi Korban Bencana 1,44 Penataan Sistem Dasar Penanggulangan Bencana 1,07 Program Pencegahan Penanggulangan Penyelamatan Kebakaran dan Non Kebakaran 0,49 Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam dan Sosial Provinsi 1,69 'Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup 305.988 Ha pemuliihan ekosistem keanekagaraman spesies, lahan pertambangan, 9,69 Program Pengendalian Pencemaran dan/atau kerusakan Lingkungan Hidup 0,45 Pengelolaan Keanekaragaman Hayati Provinsi 1,25 Program Pengendalian Bahan Berbahaya Bahan Berbahaya dan beracun (B3) dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah B3) 1,20 Pembinaan dan Pengawasan Izin Lingkungan dan Izin PPLH yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi 0,50 Penyelenggaraan Pendidikan Pelatihan dan Penyuluhan Lingkungan Hidup untuk Lembaga Kemasyarakatan Tingkat Daerah Provinsi 0,95 Penanganan Sampah di TPA/TPST Regional 0,70 Pemanfaatan Hutan di Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung 6,90 Pelaksanaan Perlindungan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi 3,40
176 Prioritas Nasional Belanja K/L Proyek Prioritas Output Realisasi Belanja Daerah Capaian Realisasi Hasil Reviu Pemanfaatan Hutan di Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung 6,90 Pelaksanaan Perlindungan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi 3,40 Sumber: OMSPAN, SIMTRADA, MEBE, dan Bappeda Provinsi Papua (data diolah) 5.3.6. Harmonisasi Belanja Pusat-Daerah pada PN 7 Pembangunan prioritas nasional kelima (PN 5) pada Nawacita adalah “‘Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik.” Dukungan Belanja Pusat dan Daerah dalam upaya mencapai prioritas nasional disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 5.12. Harmonisasi Belanja Pusat – Daerah Berbasis Prioritas Nasional 7 pada RPJMN/D Tahun 2022 (realisasi dalam miliar rupiah) Prioritas Nasional Belanja K/L Proyek Prioritas Output Realisasi Belanja Daerah Capaian Realisasi Hasil Reviu 'Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik KemenkumHAM; KJRI; Kemenhan; KemenPUPR; BPKP; BPPU; BNN; Kepolisian RI; KPU; MA 'Konsolidasi Demokrasi 64,95 Sekretariat Daerah; Bappeda Pertahanan dan Keamanan Nasional menjadi kewengan pemerintah pusat sehingga tidak ditemukan belanja pada pemerintah daerah 'Menjaga Stabilitas Keamanan Nasional Pencegahan dan pemberatasan narkotika pada 8 desa, Pembangunan polsek, pos perbatasan, rumdis TNI/Polri, armada dan senjata total 67 unit, 6 operasi militer selain perang 138,90 'Penegakan Hukum Nasional 200 perkara, penyuluhan dan bantuan hukum untuk 4.206 layanan bantuan hukum, 1.896 pos bantuan hukum 1,66 'Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola 21 rekomendasi 2,90 Fasilitasi Reformasi Birokrasi dan Akuntabilitas Kinerja 3,68 Terdapat keselarasan kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam upaya reformasi birokrasi Fasilitasi Pelaksanaan dan Evaluasi Penelitian dan Pengembangan Bidang Aparatur dan Reformasi Birokrasi 0,71 Fasilitasi Pelaksanaan dan evaluasi Penelitian dan Pengembangan Bidang Keuangan dan Aset Daerah Reformasi Birokrasi 0,83 Sumber: OMSPAN, SIMTRADA, MEBE, dan Bappeda Provinsi Papua (data diolah) 5.4. Tantangan Harmonisasi Belanja Pusat dan Daerah Permasalahan lain yang menyangkut sinergi perencanaan dan penganggaran antara pusat dan daerah adalah belum sinkronnya jadwal rencana pembangunan, baik vertikal (antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah) maupun horisontal (antarsektor). Misalnya pada tahun 2018, terdapat sekitar 171 daerah yang menyusun RPJMD 2018-2022. Di sisi lain, RPJMN yang disusun pemerintahan pusat akan berakhir pada 2019. Dengan demikian, urgensi menyesuaikan RPJMD dengan RPJMN tidak lagi relevan karena RPJMN
177 akan berubah pada 2019, atau hanya terpaut satu tahun dari penyusunan RPJMD di 171 daerah tersebut. Dengan demikian, terdapat potensi ketidaksesuaian antara kegiatan K/L yang dibiayai APBN dan kegiatan SKPD yang dibiayai APBD. Untuk itu, selain melakukan sinkorinisasi produk perencanaan tersebut, Kementerian Dalam Negeri perlu menajamkan sasaran kegiatan SKPD yang sesuai dengan prioritas Renja K/L. Selain mengoptimalkan peran musrenbang, pemerintah pusat bisa mengalihkan kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ke daerah dalam skema Dana Alokasi Khusus (DAK) dan mencantumkan lokasi kegiatan dalam Renja K/L dan RKA-K/L. Dengan pencantuman lokasi kegiatan, pemerintah daerah dapat melakukan sinkronisasi kegiatan dengan pemerintah pusat. Masalah lainnya, belum seragamnya nomenklatur dan kodifikasi kegiatan K/L yang dibiayai APBN dengan kegiatan SKPD yang didanai APBD. Sebab itu, harmonisasi nomenklatur dan kodefikasi kegiatan K/L dan SKPD perlu dilakukan oleh pemerintah pusat.