1 ISSN 2597-985X PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN Tema: Pembelajaran Generasi Milenial Yang Berkarakter (Penyelenggara: Ikatan Alumni dan Asosiasi Mahasiswa Program Magister Pendidikan Dasar Program Pascasarjana Universitas Palangka Raya Palangka Raya, 30 November 2019) Penerbit Jurnal MANGGATANG UTUS Program Magister Pendidikan Dasar Program Pascasarjana Universitas Palangka Raya 2019
2 PENGELOLA JURNAL MANGGATANG UTUS Program Magister Pendidikan Dasar Program Pascasarjana Universitas Palangka Raya Pelindung Direktur Program Pascasarjana UPR Pimpinan Umum Prof. Dr. Holten Sion, M.Pd Pimpinan Redaksi Dr. Abdurahman, M.Pd Dewan Redaksi Dr. FX. Manesa, H.T, M.Pd Dr. Wawan Kartiwa, M.Si Dr. H.U.Z. Mikdar, M.Pd Dr. Edison, M.Pd Dr. Untung. F. Soan, M.Pd Bendahara Dr. Hj. Sri Endang Mugi Rahayu, M.Pd Penyunting Ahli Prof. Dr. Joni Bungai, M.Pd Prof. Dr. Eddy Lion, M.Pd Prof. Dr. Helmut, Y. Bunu, M.Pd Prof. Dr. Agus Haryono, M.Pd Pelaksana Teknis Dr. Nyoto, M.Pd Dr. H. Kuswari, M.Si
3 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME atas penyertaanNya saja artikel ini dapat disusun dan dipublikasikan. Kumpulan artikel ini merupakan makalah yang sudah dipresentasikan didalam SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN TEMA: PEMBELAJARAN GENERASI MILENIAL YANG BERKARAKTER, yang diselenggarakan telah di Hotel Luwansa Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah pada Hari Sabtu tanggal 30 November 2019. Ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan dukungannya sehingga karya ilmiah ini dapat tersusun dan dipublikasikan. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Palangka Raya, 12 Desember 2019 REDAKSI
4 DAFTAR ISI TEKNOLOGI, INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN PENDIDIKAN YANG BERKEADILAN …………………………….. 1 – 6 Hartani PEMAHAMAN WARGA SEKOLAH TERHADAP STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN ……………………………. 7 - 10 Yulite PEMBELAJARAN BERDASARKAN HASIL SUPERVISI AKADEMIK DI SEKOLAH DASAR ………………………….… 11 -15 Parada HUBUNGAN KOMITMEN DENGAN KINERJA GURU ………….. 16-19 Rocky Triasa Putra & Balimbuk PENGARUH LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA …………………………………………….. 20-25 Limbun., Tumirah., Purnama Yadi STUDI KOMPARASI NILAI UJIAN NASIONAL BERDASARKAN LINGKUNGAN SEKOLAH …………………… 26-31 Carolina Fransiska., Muran., Hj. Sri Rahmah HUBUNGAN DAYA TAHAN STRES DENGAN KINERJA GURU ………………………………………………………. 32-36 Mardi Lubin dan Maria KESENIAN KARUNGUT DALAM MEMOTIVASI PENDIDIKAN KARAKTER ………………………………………………. 37-43
5 Holten Sion, Nyoto, H. Hery Mulyadi FILOSOFI “PENYANG HINJE SIMPEI” DALAM PENGUATAN KARAKTER …………………………….. 44-47 Carolina Fransiska dan Limbun NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KEARIFAN BUDAYA LOKAL TRADISI “WARA NAPING SALIMBAT DI PESISIR SUNGAI BARITO KALIMANTAN TENGAH …………… 48-53 Ira Vivi Suanti PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEGIATAN SENI BUDAYA DI SDN 8 MENTENG PALANGKA RAYA ……………………..… 54-60 Nenni Triana KEMAMPUAN GURU DALAM PENGOPERASIAN APLIKASI RAPORT K-13 SEKOLAH DASAR GUGUS II DI KECAMATAN TEWANG SANGALANG GARING .......................................................... 61-63 Yahya Pahriadi dan Stepanus PENGGUNAAN ISTILAH BAHASA INGGRIS DALAM NASKAH DINAS YANG BERKARAKTER …………………… 64-70 Febrina Natalia KEBIJAKAN KEPALA SEKOLAH INKLUSIF SDN 4 PALANGKA MENGATASI KELANGKAAN GURU PEMBIMBING KHUSUS …………………………………………….. 71-77 Hartani dan Bedha Tamela HUBUNGAN SUPERVISI PENDIDIKAN DENGAN APLIKASI PEMBELAJARAN MODEL GABUNGAN ANTARA CERAMAH DAN KERJA KELOMPOK DI SDN 1 MARANG …………………… 78-81 Nekopely
6 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN KONSEP LIMBAH DAN PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN MODEL PBM TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA ……………………………………………… 82-91 Indriati PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KELAS ……………………………………………………….. 92-98 Kirisman Using Flashcards for Teaching English Vocabulary in Elementary School ……………………………………………………… 99-107 Kitri Rahmanti dan Wahyuningsih Usadiati PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN KOMIK SCIENCE UP PENDIDIKAN PADA MATERI PEMANASAN GLOBAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 14 PALANGKA RAYA ……………………………. 108-112 Amalia Yulianti, Supramono, Yula Miranda STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS PTERIDOPHYTA DI HUTAN DESA PATAI KECAMATAN CEMPAGA KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR ……………………………. 113-118 Siti Atikah The Effect of Giving Recess Time to Increase Students’ Focus……………… 119-122 Indriani Nadila INSTRUCTIONAL MEDIA IN TEACHING ENGLISH TO YOUNG LEARNERS ………………………………………………………. 123-127 Bella Ayu Fitria
7 NILAI-NILAI PENILAIAN SIKAP YANG TERKANDUNG DALAM SEMBOYAN PENYANG HINJE SIMPEI DI SD NEGERI 1 PENDAHARA …………………………………….. 128- 135 Olberto ANALISIS PERILAKU GENERASI MILENIAL TERHADAP BELANJA ONLINE PADA ERA MODERN ……………………………. 136-144 Indra Priyanto Unsur Visual: Kreativitas Penciptaan Body Painting Mahasiswa Sendratasik Universitas Palangka Raya 2019 ……………………………. 144-154 Iwan Pranoto. Reko, Lina Kristina, Dayanti Uyun ANALISIS KESULITAN BELAJAR MENANGGAPI SUATU CERITA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS III …………………………………….. 155-160 Rini Meningkatkan Hasil Belajar Perkalian Dengan Menggunakan Media Rak Telur Rainbow Pada Siswa Kelas II SDN-1 Kota Besi Hulu Kecamatan Kota Besi Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2019 ……………………………. 161-166 Ritae Permatasari STRATEGI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA SDN -3 MELAYU ……………………………………. 167-172 Sumilah IMPLEMENTASI APLIKASI e-RAPOR DI SDN 5 PANARUNG …….. 173-177 Tety Surya Kalawa KORELASI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR DENGAN HASIL BELAJAR SISWAPADA MATA PELAJARAN IPA ………………… 178-183 Taufik Rahman
8 THE EFFECT OF GUIDED COMPOSITION TECHNIQUES ON DISCUSSION TEXT MADE BY THE STUDENTS OF ENGLISH EDUCATION STUDY PROGRAM OF PALANGKA RAYA UNIVERSITY IN ACADEMIC YEAR 2019 …………………………. 184-189 Awelma Stefhany MEMBANGUN KEPERCAYAAN DIRI SISWA MELALUI DISKUSI PADA PEMBELAJARAN TOPIK KEBUTUHAN MENDASAR MANUSIA …………………………… 190-195 Suriati, Annae Purwaty Kamin, Abdul Hadjranul Fatah PROFIL KEMAMPUAN BERHITUNG SISWA SD NEGERI 3 PANARUNG SETELAH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN METODE JARIMATIKA ……………………… 196-201 Surie, Annae Purwaty Kamin, Abdul Hadjranul Fatah TANTANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI BUDAYA LOKAL ………………………………. 202-206 Holten Sion, Neneng Nurwati, Ira Vivi. Suanti, Wahyu Eka Prasetyo IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS ETNOMATEMATIKA ……………………… 207-218 Nyoto, Asih Utami Pemahaman Guru Terhadap Kearifan Lokal Rawa Gambut PEMAHAMAN GURU TERHADAP KEARIFAN LOKAL RAWA GAMBUT ………………………………………………………… 219-224 Sri Endang Mugi Rahayu dan Henni Mutia Murayani Saragih PERAN ORANG TUA DALAM PENANANAM PENDIDIKAN NILAI PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR PADA MASYARAKAT PINGGIRAN PERKOTAAN …………………………….. 225-335 Abd Rahman Azahari
9 METODE PEMBELAJARAN RESITASI BAGI SISWA DI DAERAH TERPENCIL ……………………………………………… 236-241 Selamat Riadi UPAYA PENGAWAS DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU MELALUI SUPERVISI KLINIS PADASDN 3 LEMO 1 D I KABUPATENBARITO UTARA ……………………………………. 242-249 Darsono PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR ………………………. 250-255 Ishajiripiansyah IMPLEMENTASI GERAKAN LITERASI DALAM MENINGKATKAN MINAT BACA SISWA DI SDN-1 MELAYU ………………………………… 256-260 Ery Hartati MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENERAPKAN METODE PEMBERIAN BALIKAN PADA SISWA KELAS IV SDN 4 BAAMANG TENGAH SEMESTER I MATERI PECAHAN SENILAI ………………………………………………….. 261-267 Wahyu Eka Prasetio
10 TEKNOLOGI, INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PELAYANAN PENDIDIKAN Hartani ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi peran TIK dalam memberikan pelayanan pendidikan berdasarkan sudut pandang “keadilan”. Data dikumpulkan melalui wawancara dan FGD dengan melibatkan 30 orang nara sumber atau informan. Hasil penelitian menunjukan bahwa TIK memiliki peran yang adil dalam memberikan pelayanan pendidikan bagi masyarakat dimana dan kapan saja untuk semua jenis dan jenjang pendidika. Kata kunci: Pelayanan, teknologi, berkeadilan PENDAHULUAN Berdasarkan data tahun 2017/2018 terlihat bahwa secara umum APM Kalimantan Tengah berada di atas APM secara nasional, dimana; APM untuk SD/sederajat 98,35%, APM SMP/sedarajat 96,44%, dan APM SM/sederajat 77,54% (Borneo News 18 Mei 2018). Bilamana dicermati, kenyataan dunia pendidikan yang demikian sangatlah bertentangan dengan karakteristik daerah Kalimantan Tengah, dimana secara geografis memiliki luas 1,5 kali pulau Jawa, dengan kesulitan transportasi serta komunikasi yang sulit, sebagai akibat dari kondisi alam yang dimiliki. Namun demikian secara angka terlihat bahwa telah terjadi kenaikan APM yang berkelanjutan dan cukup signifikan. Menurut Etriyanto (2019) yang menyebutkan bahwa melalui pemanfaatan TIK kita dapat meningkatkan mutu pendidikan, yaitu dengan cara membuka lebar-lebar akses ilmu pengetahuan dan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Pernyataan tersebut didukung oleh Rusman, dkk (2011) yang mengartikan TIK secara umum adalah semua teknologi yang berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian informasi. Hal ini didukung pernyataan Kadir dan Triwahyuni (2005) yang mengatakan bahwa seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi juga merambah kepada pemanfaatan teknologi informasi dalam dunia pendidikan. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam penyelenggaraan pendidikan yang bijak akan dapat memberikan keuntungan dan dampak positif bagi pengguna. Menurut Wahono (2005) keuntungan yang dimaksud meliputi: menghemat
11 waktu dan biaya pembelajaran, dapat menjangkau wilayah geografis yang lebih luas, dan lebih banyak materi pembelajaran yang tersedia yang dapat di akses tanpa memerhatikan ruang dan waktu. Berdasarkan phenomena tersebut, maka dimasa yang akan datang memungkinkan terjadinya penyelenggaraan pendidikan yang memiliki jangkauan sangat luas sehingga mampu menjangkau masyarakat kapan dan dimana saja. Ungkapan ini mendukung pendapat Uno, Hamzah, Lamatenggo, Nina (2011) yang menyatakan kecenderungan dunia pendidikan di Indonesia di masa mendatang salah satunya berkembangnya pendidikan terbuka dengan modus belajar jarak jauh (distance learning). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi tentang teknologi komunikasi dan informasi dalam peran melayani pendidikan. METODE Artikel ini merupakan merupakan hasil penelitian kualitatif, karena datanya berupa kata-kata dari orang yang diperoleh secara alamiah (Sugiyono, 2013). Penelitian kualitatif sering disebut sebagai penelitian naturalistik karena penelitian dilakukan pada kondisi yang alami (natural setting). Karena itu data yang dikumpulkan, dianalisis, diinterpretasikan, dan disimpulkan adalah data yang berupa kata-kata atau pernyataan orang-orang. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2007) yang mengemukakan “metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data kualitatif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, FGD, dan telaahan kepustakaan dengan melibatkan informan yang meliputi para akademisi dan praktisi pendidikan, mahasiswa fully online, serta peserta Pendidikan Profesi Guru dengan jumlah 30 orang. Data dianalisis dengan menggunakan teknik model analisis interaktif yang mencakup kegiatan; pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles & Huberman, 1992). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan dari berbagai unsur dapat dibuat ringkasan sebagaimana terdapat pada tabel berikut. Tabel 1: Ringkasan Wawancara No. Fokus Wawancara (Pertanyaan) Hasil (Jawaban Informan) 1. Perkembangan pendidikan dari perspektif kesempatan mengenyam pendidikan Secara umum dikatakan bahwa kesempatan masyarakat untuk memperoleh pendidikan sudah sangat terbuka untuk seluruh jenis serta jenjang pendidikan. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya
12 Angka Partisipasi Murni (APM) dari tahun ke tahun, yang juga ternyata di atas APM secara nasional. 2. Pemanfaatan TIK dan perannya dalam mendorong perkembangan pendidikan dari perspektif kesempatan mengenyam pendidikan Secara umum dikatakan bahwa kesempatan memperoleh pendidikan tidak terlepas dari adanya pemanfaatan TIK. Bahkan ada sebagian kabupaten yang memiliki sarana/prasarana video conference di setiap kecamatan dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pelayanan pendidikan/pengajaran. Data Focus Group Discussion (FGD) Berdasarkan hasil kegiatan Focus Group Discussion (FGD) diperoleh 3 (tiga) kesimpulan yaitu: (1) TIK berperan dalam melayani pendidikan bagi masyarakat yang jauh dari lembaga pendidikan. Secara kuantitas diperoleh persentase terhadap kriteria pendapat 27 orang (sangat setuju), 2 orang (setuju), dan 1 orang (ragu-ragu). Gambar 1: Grafik Pendapat 30 Orang Peserta FGD Berdasarkan hasil wawancara seperti pada tabel: 1 Ringkasan Hasil Wawancara, diperoleh data bahwa hampir seluruh informan memberikan pernyataan bahwa peran TIK sangat besar dan penting dalam memperluas kesempatan bagi masyarakatat dalam mengikuti pendidikan/pembelajaran. Selain itu berdasarkan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) seperti terdapat pada tabel: 1dapat dijelaskan bahwa keberadaan dan pemanfaatan TIK merupakan salah satu strategi didalam meningkatkan kesempatan memperoleh pendidikan. Kesimpulan ini dapat dilihat dari persentase pendapat atau jawaban peserta FGD seperti berikut ini. Dari 30 informan terdapat 27 orang (90%) memiliki pendapat “sangat setuju” bahwa TIK berperan dalam memberikan pelayanan pendidikan yang adil kepada masyarakat yang memiliki tempat tinggal jauh dari lembaga 0 10 20 30 Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Peran TIK dalam pelayanan masyarakat yg jauh dari Lembaga Pendidikan f Kategori
13 pendidikan. Sisanya 2 orang (6,66%) memiliki pendapat “setuju”, dan 1 orang (3,33%) mengatakan ragu-ragu. Sedemikian pentingnya peran TIK seperti yang ditemukan dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Miarso (dalam Mukhtar dan Iskandar, 2011) yang mengatakan “TIK sangat mampu menjadi fasilitator utama untuk meratakan pendidikan di indonesia, karena TIK yang memiliki kemampuan untuk meratakan pendidikan di Indonesia. Sehubungan dengan pernyataan tersebut, maka seyogianyalah pihak terkait khususnya pemerintah dapat memberikan perhatian khusus terhadap fakta bahwa TIK memiliki peran besar terhadap pemerataan layanan pendidikan yang adil dan merata. Pernyataan ini mendukung pendapat Mukhtar dan Iskandar (2011) yang mengatakan “lembaga pendidikan penting membangun sistem yang mendukung terwujudnya lingkungan pembelajaran generasi baru dengan cara pemanfaatan teknologi TIK terkini untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, administrasi, serta interaksi dan kolaborasi antara guru, siswa orang tua, komunikasi, dan sekolah yang lebih efektif dan murah”. Berdasarkan uraian di atas, maka terlihat dengan jelas bahwa pemanfaatan TIK sesungguhnya disamping memiliki peran penting dalam pemerataan layanan pendidikan yang adil, sekaligus juga menjalankan amanah dari cita-cita dan konstitusi yang berlaku dalam negara Republik Indonesia. Berkaitan dengan pemerataan pendidikan dapat dilihat pada TAP MPR No. IV/MPR/1999 mengamanatkan, antara lain”mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas tinggi”. TAP MPR tersebut mendukung amanah yang terdapat didalam UUD 1945 pasal 31 yang mengatakan “bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya”, dan didukung dengan UU Nomor: 20 tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, dan pasal 11, ayat (1) menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”. Pernyataan “hak yang sama” dan “tanpa diskriminasi” menunjukan bahwa pelayanan dan kesempatan memperoleh pendidian harus dilakukan dengan “adil”. Dengan kata lain semua warga negara berhak atas pendidikan tanpa memandang ras, suku, agama, ataupun golongan. Pemahaman tentang adil seperti di atas sesuai dengan pendapat Ulpianus (dalam Sudjana, 2018) berpendapat bahwa keadilan adalah penentuan yang pasti dan mengikat untuk memberikan pada tiap orang haknya, termasuk didalamnya hak atas pendidikan. antarkelompok bisa menikmati pendidikan secara sama”.
14 PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan 3 (tiga) peran TIK dalam pendidikan di Kalimantan Tengah, yaitu: (1) memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang tinggal jauh dari lembaga pendidikan, (2) memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang tidak bisa meninggalkan tugas dan pekerjaannya, dan (3) memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang berpindah-pindah tempat tinggal. Disarankan kepada pihak pembuat kebijakan agar dalam rangka meningkatkan pelayanan pendidikan yang berkeadilan dapat memberikan prioritas pembangunan pendidikan dengan berbasis kepada TIK. DAFTAR PUSTAKA Etriyanto. 2013. Peran Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Etriyanto. 2013. Peran Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan (https://bdkpadang.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=745:etriyantofe b&catid=41:top-headlines&Itemid=158 (1diambil: Oktber Hermawan Dian Permana. 2019. Angka Partisipasi Murni Pendidikan Kalteng Ikut Naik Mengikuti APK. Borneonews. Tanggal 22 Mei 2019 Kota Palangka Raya) H.M. Sirozi. 2018. Peran dan Fungsi ICT Dalam Pendidikan. UIN Raden Fatah. Palembang Limbong Tobing. 2010. Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia 415 (Makalah Seminar Internasional, Universitas Negeri Manado ISSN 1907-2066) Miles, M.B., Hebberman, A.M., dan Saldana, J. 2014. Qualitative Data Analysis, A Methods. Sourcebook edition 3. USA: sagepublication. Moleong, Lexy J.(2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Mukhtar dan Iskandar. 2011. Desain Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Gaung Persada Press. Rochaety, E., P. Rahayuningsih, P.G. Yanti. 2006. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. Sudjana. 2018. Hakikat Adil Dan Makmur Sebagai Landasan Hidup Dalam Mewujudkan Ketahanan Untuk Mencapai Masyarakat Sejahtera Melalui Pembangunan Nasional Berdasarkan Pancasila. Jurnal Ketahanan Nasional Vol. 24, No.2, Agustus 2018, Hal 135-151. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: C.V. Alfabeta. TAP MPR No. IV/MPR/1999. Tentang Garis-garis Besar Haluan Negara. Uno, Hamzah B dan Lamatenggo, Nina. 2011. Teknologi Komunikasi dan Informasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. UU Nomor: 20 tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional. UUD. Republik Indonesia Tahun 1945. Wahono, R Satria. 2005. Pengantar E-Learning dan Pengembanganya. (online). Tersedia: www. ilmu komputer.com. di akses 15 November 2016.
15 PEMAHAMAN WARGA SEKOLAH TERHADAP STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Yulite ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang pemahaman warga sekolah terhadap Standar Nasional Pendidikan sesuai dengan yang termaktub didalam PP Nomor: 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Pendekatan yang digunakan didalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, hal ini sesuai dengan pendapat Data dianalisis dengan menggunakan teknik Analisis Interaktif yang meliputi tahapan: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik analisis data dilakukan dengan model analisis interaktif. Hasil penelitian Berdaskan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pemahaman warga sekolah terhadap 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan belum seluruhnya baik, karena masih ada sebagian dari standar yang berada dalam kategori cukup. Kata kunci: Warga sekolah, Standar Nasional Pendidikan PENDAHULUAN Berbagai upaya dilakukan dalam meningkatkan kompetensi guru, baik melalui pendidikan maupun kegiatan pelatihan. Salah satu kegiatan yang dilakukan secara berkala dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan profesionalitas guru adalah pemberian bantuan yang dilakukan oleh kepala sekolah ataupun para pengawas sekolah, yaitu dikenal dengan supervisi. Apa yang dilakukan didalam kegiatan supervise pada prinsipnya adalah bertujuan untuk membantu para guru dalam memperbaiki kualitas pembelajaran. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Goog carter (dalam Sahertian, 1986) yang mengatakan Supervisi adalah usaha dari petgas sekolah dalam memimpin guru dan petugas sekolah lainnya dalam memperbaiki pengajaran termasuk menstimuli, meneleksi pertmbuhan jabatan dan perkembangan guru dan merevisi tujuan pendidikan, bahan pengajaran, dan metode mengajar dan evaluasi pengajaran. Kegiatan supervis memiliki peran yang sangat penting dalam peningkatan kompetensi guru yang kemudian bermuara kepada kelancaran pembelajaran itu sendiri. Dengan demikian, rangkaian usaha supervisi akan memperlancar pencapaian tujuan kegiatan belajar mengajar (Depdikbud, 1986). Melalui kegiatan supervise juga akan diketahui mengenai pemahaman kepala sekolah, guru-guru dan warga sekolah lainnya tentang 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan. Adapun Standar Nasional Pendidikan yang dimaksud meliputi: (a) standar kompetensi lulusan, (b) standar isi, (c) standar proses, (d) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (e) standar sarana dan prasarana, (f) standar pengelolaan, (g) standar
16 pembiayaan, dan (h) standar penilaian (PP Nomor: 19 Tahun 2005) Tentang Standar Nasional Pendidikan. Pemahaman ini yang merupkan hasil kegiatan supervisi sangat penting sebagai bahan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan, dalam merencanakan kegiatan yang efektif bagi peningkatan kemampuan profesinalitas para guru. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang pemahaman warga sekolah terhadap Standar Nasional Pendidikan sesuai dengan yang termaktub didalam PP Nomor: 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. METODE Pendekatan yang digunakan didalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2007) yang mengatakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Strauss dan Corbin (2003), yang menegaskan bahwa penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak boleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Pendapat tersebut sesuai dengan Creswell (2010) yang menyebutkan bahwa melalui pendekatan kualitatif peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami. Data dianalisis dengan menggunakan teknik Analisis Interaktif yang meliputi tahapan: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik analisis data dilakukan dengan teknik analisis interaktif dari Milles dan Huberman (1992) yang meliputi: reduksi, penyajian, verifikasi dan simpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data seperti pada tabel berikut ini. Tabel 1 Ringkasan Hasil Penelitian No. Standar Hasil Penelitian % 1 Standar kompetensi lulusan pemahaman yang cukup baik ∓ 72 2 Standar isi pemahaman yang cukup baik ∓ 71 3 Standar proses pemahaman yang cukup baik ∓ 73 4 Standar pendidik dan tenaga kependidikan pemahaman yang cukup ∓ 69 5 Standar sarana dan prasarana pemahaman hanya cukup ∓ 63 6 Standar pengelolaan pemahaman hanya cukup ∓ 65 7 Standar pembiayaan pemahaman agak kurang ∓ 62 8 Standar penilaian pemahaman yang cukup baik ∓ 73
17 Berdasarkan data pada tabel 1 dapat dijelaskan bahwa yang pertama adalah tingkat pemahaman warga sekolah terhadap Standar kompetensi lulusan sudah cukup baik . Hal ini secara kuantitatif dapat dilihat dalam persentase yang menunjukan hampir tigaperempat dari jumlah warga sekolah sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap standar kompetensi lulusan. Ini berarti sebagian besar warga sekolah sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap kemampuan dan keterampilan apa yang perlu dimiliki oleh para lulusan sekolah tersebut. Berdasarkan data pada tabel 1 dapat dijelaskan bahwa tingkat pemahaman warga sekolah terhadap Standar isi sudah cukup baik . Hal ini secara kuantitatif dapat dilihat dalam persentase yang menunjukan hampir tigaperempat dari jumlah warga sekolah sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap standar isi. Berdasarkan data pada tabel 1 dapat dijelaskan bahwa tingkat pemahaman warga sekolah terhadap Standar proses sudah cukup baik . Hal ini secara kuantitatif dapat dilihat dalam persentase yang menunjukan hampir tigaperempat dari jumlah warga sekolah sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap standar proses. Ini berarti sebagian besar warga sekolah sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap mekanisme dan prosedur kerja yaitu apa yang harus serta sebaiknya harus dilakukan. Berdasarkan data pada tabel 1 dapat dijelaskan pemahaman warga sekolah terhadap pendidik dan tenaga kependidikan sudah cukup baik . Hal ini secara kuantitatif dapat dilihat dalam persentase yang menunjukan sekitar duapertiga dari jumlah warga sekolah sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap standar pendidik dan tenaga kependidikan. Ini berarti sebagian besar warga sekolah sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap kemampuan dan keterampilan apa yang perlu dimiliki oleh setiap orang dari warga sekolah serta apa dan bagaimana harus melakukan tugas dan kewajibannya baik sebagai pendidik maupun sebagai tenaga pendidik. Berdasarkan data pada tabel 1 dapat dijelaskan pemahaman warga sekolah terhadap sarana dan prasarana hanya tergolong dalam kategori cukup . Hal ini secara kuantitatif dapat dilihat dalam persentase yang menunjukan belum sampai tigaperempat dari jumlah warga sekolah sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap standar pengelolaan . Berdasarkan data pada tabel 1 dapat dijelaskan pemahaman warga sekolah terhadap sarana dan prasarana hanya tergolong dalam kategori cukup . Hal ini secara kuantitatif dapat dilihat dalam persentase yang menunjukan belum sampai tigaperempat dari jumlah warga sekolah sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap standar saran dan prasarana. Berdasarkan data pada tabel 1 dapat dijelaskan pemahaman warga sekolah terhadap pengelolaan hanya tergolong dalam kategori cukup . Hal ini secara kuantitatif dapat dilihat dalam persentase yang menunjukan belum sampai tigaperempat dari jumlah warga sekolah sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap standar pengelolaan. Berdasarkan data pada tabel 1 dapat dijelaskan pemahaman warga sekolah terhadap standar pembiayaan hanya tergolong dalam kategori agak kurang . Hal ini secara kuantitatif dapat dilihat dalam persentase yang menunjukan belum sampai duapertiga dari jumlah warga sekolah sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap standar
18 pembiayaan. Berdasarkan data pada tabel 1 dapat dijelaskan pemahaman warga sekolah terhadap stnadar penilaian sudah tergolong dalam kategori baik . Hal ini secara kuantitatif dapat dilihat dalam persentase yang menunjukan hampir tiga perempat dari jumlah warga sekolah sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap standar penilaian. Mencermati data hasil penelitian terlihat bahwa ada 4 standar atau 50% yang masih dibawah angka 70. Hal ini dapat dikatakan bahwa pemahaman warga sekolah terhadap 8 Standar Nasional Pendidikan masih perlu ditingkatkan lagi. Pabila hal ini dilakukan, maka apa yang diharapkan sebagai fungsi atau tujuan supervise terwujud. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Nawawi (1988:103) mengemukakan bahwa supervisi sebagai melihat atau meninjau dari atas atau menilik dan menilai dari atas yang dilakukan oleh pihak atasan (orang yang memiliki kelebihan) terhadap perwujudan kegiatan dan hasil kerja bawahan. Inspeksi diartikan sebagai kegiatan menyelidiki kesalahan para bawahan (guru) dalam melaksanakan instruksi atau perintah serta peraturan dari atasannya. Data pada tabel 1 tersebut di atas dapat digambarkan seperti diagram di bawah ini. Gambar 1 Tingkat Pemahaman Warga Sekolah Terhadap SNP PENUTUP Berdaskan data hasil penelitian dapat disimpullkan bahwa tingkat pemahaman warga sekolah terhadap 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan belum seluruhnya baik, karena masih ada sebagian dari standar yang berada dalam kategori cukup. Sehubungan dengan hal tersebut diharapkan agar setiap kepala sekolah selalu memberikan dan meningkatkan pemahaman para warga sekolahnya terhadap 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan. 56 58 60 62 64 66 68 70 72 74 % Pemahaman
19 DAFTAR PUSTAKA Depdikbud. 1986. Kurikulum Sekolah Dasar: Pedoman Supervisi Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud. Miles, Matthew B., dan A. Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif. Universitas Indonesia-UI Press. Jakarta (1992) Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif: Remaja Rosdakarya. Bandung Nawawi, H. 1988. Administrasi Pendidikan. Jakarta: CV. Haji Masagung. Purwanto, M. N. 2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sahertian, P. A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
20 PEMBELAJARAN BERDASARKAN HASIL SUPERVISI AKADEMIK DI SEKOLAH DASAR Parada ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi proses pembelajaran berdasarkan hasil supervisi yang dilakukan oleh pengawas sekolah di SDN3 Samba danum Kecamatan Katingan Tengah Kabupaten Katingan. Analisis Interaktif yang meliputi tahapan: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik analisis data dilakukan dengan model analisis interaktif. Hasil Penelitian menunjukan bahwa proses pembelajaran secara umum sudah baik, namun masih ditemukan hal yang kurang baik yaitu ketersedian dan pemanfaatan TIK serta pojok baca yang kurang tertata rapi. Kata Kunci: Pembelajaran, Supervisi, Akademik PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan proses interaksi siswa dengan pendidik didalam sebuah lingkungan atau situasi yang drencanakan secara sengaja untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Melalui belajar seseorang diharapkan dapat mengalami perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik, yaitu dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak dapat menjadi dapat melakukan sesuatu. Dengan demikian maka menurut para ahli, belajar merupakan hasil dari interaksi stimulus dan respon (Modul PPG, 2019). Sehubungan dengan pengertian tersebut, maka pembelajaran tidak lain adalah suatu aktivitas atau proses yang dapat diamati atau diobservasi, yaitu mulai dari membuka pembelajaran sampai kepada kegiatan menutup pembelajaraan (Sion, 2019). Supervisi akademiki merupakan salah satu proses didalam memberikan bantuan kepada guru untuk meningkatkan kemampuan mengajar. Sedangkan orang yang melakukan supervise disebut dengan supervisor. Pengertian supervise tersebut sesuai dengan pendapat Mc. Nerney (dalam Sahertian, 1986) yang mengatakan Supervisi adalah prosedur memberikan arah serta mengadakan penilaian secara kritis terhadap proses pembelajaran. Karena itu supervisor itu sendiri sering dikatakan sebagai “gurunya guru”, karena merekalah yang mengajar guru untuk lebih baik. Tujuan dan fungsi Supervisi adalah mengembangkan sutuasi belajar mengajar agar lebih baik (Sahertian, 1986). Secara rinci tujuan supervise adalah membantu guru agar memiliki kemampuan yang baik dalam: merumus tujuan pembelajaran, membimbing murid, menggunakan sumber belajar, memenuhi kebutuhan belajar siswa, menilai kemajuan belajar siswa, penyesuaian diri,
21 komitmen terhadap pembinaan sekolah (Sahertian dalam Madyo, 2003). Pentingnya supervise ini disebabkan ada beberapa masalah yang sering dialami para guru yaitu permasalahan yang dihadapi guru dalam mengajar dibedakan menjadi dua, yaitu guru kurang menguasai keterampilan dasar mengajar sehingga proses belajar siswa di kelas masih belum optimal dan kurangnya kepercayaan dan kesadaran mengenai diri sendiri dari pihak guru (Burhanuddin dkk, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi proses pembelajaran berdasarkan hasil supervise yang dilakukan oleh pengawas sekolah di SDN-3 Samba danum Kecamatan Katingan Tengah Kabupaten Katingan. METODE Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif, hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2007) yang mengatakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Strauss dan Corbin (2003), yang menegaskan bahwa penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak boleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Pendapat tersebut sesuai dengan Creswell (2010) yang menyebutkan bahwa melalui pendekatan kualitatif peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami. Data dianalisis dengan menggunakan teknik Analisis Interaktif yang meliputi tahapan: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik analisis data dilakukan dengan teknik analisis interaktif dari Milles dan Huberman (1992) yang meliputi: reduksi, penyajian, verifikasi dan simpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan terhadap hasil supervise akademik dapat dilihat pada tabel rangkuman dibawah ini. Tabel 1: Tabel Rangkuman hasil Penelitian No. Pengamatan Hal yang Baik Hal yang Kurang Baik Aktivitas Pendampingan 1 Guru membuka pembelajaran Hampir semua keterampilan dilakukan - Pengawas memotivasi dan memperkuat guru untuk mempertahankan hal tersebut 2 Aktivitas siswa Hampi seluruh siswa menunjukan keaktifan dalam pembelajaran - Pengawas memotivasi dan memperkuat guru untuk mempertahankan hal tersebut
22 3 Penggunaan sumber belajar Materi dan bukubuku paket cukup lengkap dan siswa dapat belajar pada pojok baca Pojok baca belum tertata dengan baik/rapi Pengawas memberikan saran agar pojok baca yang ada ditata dengan baik 4 Kegiatan guru Secara umum akativitas guru sebagai pengajar sudah cukup baik - Pengawas memotivasi dan memperkuat guru untuk mempertahankan hal tersebut 5 Metode Metode yang digunakan bervariasi dan sesuai dengan tema yang diajarkan - Pengawas memotivasi dan memperkuat guru untuk mempertahankan hal tersebut 6 Media Media yang digunakan bervariasi dan sesuai dengan tema yang diajarkan - Pengawas memotivasi dan memperkuat guru untuk mempertahankan hal tersebut 7 Sikap siswa Siswa bersikap sopan dan ramah - Pengawas memotivasi dan memperkuat guru untuk mempertahankan hal tersebut 8 TIK Ada keinginan untuk menggunakannya Tetapi fasilitas pendukung sangat kurang Pengawas memberikan pencerahan dan saran 9 Penilaian Dilakukan sesuai teknik an alat - Pengawas memberikan pencerahan dan saran 10 Menutup pelajaran Semua dilakukan dengan baik - Pengawas memberikan pencerahan dan saran Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukan bahwa secara umum proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik. Namun demikian dari sepuluh aspek yang diamati masih ditemukan dua aspek yang masih terlihat kurang baik dalam pembelajaran yaitu aspek “pojok baca” yang masih belum tertata dengan baik dan “fasilitas TIK yang sangat kurang”. Belum tertata rapi pojok baca menjelaskan bahwa kemampuan guru dalam mengelola kelas perlu untuk ditingkatkan. Hal ini mengingat bahwa pengelolaan kelas atau manajemen kelas merupakan tugas guru yang harus dilakukan dengan baik bersamaan dengan tugas mengajarnya. Dalam hal ini guru dituntut harus bisa menggunakan semua sumberdaya yang dimiliki kelas secara optimal untuk beljar siswa (Sion, 2005). Dengan kata lain guru harus dapat memanfaatkan pojok baca yang dimiliki kelas untuk kepentingan belajar anak. Pendapat ini sesuai dengan pendapat yang mengatakan supervise sebagai upaya membantu guru dalam memperbaiki proses belajar mengajar (Madyo,
23 2003). Pendapat ini juga didukung oleh sahertian (2000) yang mengatakan fungsi utama supervisi adalah perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran serta pembinaan pembelajaran sehingga terus dilakukan perbaikan pembelajaran. Kelemahan yang berikut adalah dalam ketersediaan fasilitas TIK yang sangat kekurangan. Sehubungan dengan hal inia diperlukan upaya untuk melakukan kegiatan perencanaan dan pengadaan fasilitas TIK. Temuan tentang kelemahan dan kekurangan penataan pojok baca dan TIK ini sangat berharga dalam upaya merencanakan dan melaksanakan perbaikan pendidikan dan pembelajaran dimasa mendatang. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Wiles (2007) yang mengatakan secara umum supervisi memiliki kegunaan untuk memberikan bantuan dalam mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Karena itulah kegiatan supervise yang dilakukan oleh supervisor adalah sangat penting. Hal ini telah ditegaskan oleh Burhanuddin, dkk (2007) yang mengatakan bahwa guru membutuhkan orang lain yang mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman yang lebih dari guru berkaitan dengan tugas pendidikan dan pengajaran. Pernyataan ini didukung juga oleh Sergiovani (1987) mengemukakan kegiatan supervisi dilakukan dalam lima tahap, yaitu: 1. Preobservation conference (pertemuan sebelum observasi), 2. Observation of teaching (observasi guru mengajar), 3. Analysis and strategy (analisis dan penentuan strategi), 4. Postobservation conference (pertemuan setelah observasi). PENUTUP Berdasarkan data dapat disimpulkan bahwa menunjukan bahwa proses pembelajaran secara umum sudah baik, namun masih ditemukan hal yang kurang baik yaitu ketersedian dan pemanfaatan TIK serta pojok baca yang kurang tertata rapi. Sehubungan dengan simpulan tersebut disarankan agar pihak pembuat kebijakan dapat merencanakan dan mengadakan fasilitas TIK untuk keperluan pembelajaran secara bertahap. DAFTAR PUSTAKA Burhanuddin, dkk. 2007. Supervisi Pendidikan dan Pengajaran Konsep, Pendekatan, dan Penerapan Pembinaan Profesional. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Depdikbud. 1975. Kurikulum Sekolah Dasar 75 Buku III D: Pedoman Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud. Depdikbud. 1986. Kurikulum Sekolah Dasar: Pedoman Supervisi Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud. Miles, Matthew B., dan A. Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif. Universitas Indonesia-UI Press. Jakarta (1992) Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif: Remaja Rosdakarya. Bandung
24 Nawawi, H. 1988. Administrasi Pendidikan. Jakarta: CV. Haji Masagung. Purwanto, M. N. 2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sahertian, P. A. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Sergiovani, T. J. 1987. The Principalship: a Reflective Practice Perpective. Masachusetts: Allyn and Bacon, Inc. Sion. Holten. 2019. Micro Teaching. Literasi Dayak. Palangka Raya Wiles, K. 1987. Supervision for Better School. New York: Prentice Hall, Inc.
25 HUBUNGAN KOMITMEN DENGAN KINERJA GURU Rocky Triasa Putra¹ Balimbuk² ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi hubungan komitmen dengan kinerja guru. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif deengan rancangan korelasional. Sampel penelitian 32 dengan teknik pengambilan teknik purposive serta instrument kuesoner dan dokumen. Hasil penelitian tidak terdapat hubungan antara komitmen dengan kinerja guru. Kata kunci: komitmen, kinerja, guru PENDAHULUAN Komitmen dapat diartikan sebagai suatu bentuk kesediaan seseorang untuk menyediakan waktu dan tenaga yang lebih banyak demi keberhasilan pekerjaannya (Deaux, 1988). Sedangkan menurut Steers (1983) adalah merupakan sifat psikologis seseorang yang sangat khusus berkaitan dengan organisasi yang meliputi pemahaman pada pekerjaan, loyalitas, dan kepercayaan atas nilai-nilai dari organisasi. Pengertian komitmen diatas memiliki persamaan dengan pengertian komitmen yang dikemukakan oleh Mathis dan Jackson (2000) yang mengartikan bahwa komitmen adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan berkeinginan tetap ada didalam organisasi tersebut. Dengan kata lain, komitmen diartikan juga sebagai rasa identifikasi, keterlibatan, dan loyalitas atau kesetiaan yang dinyatakan seseorang terhadap perusahaan (Gibson, Ivancevich, dan Donnely, 1984). Dengan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa komitmen itu adalah derajat tentang sejauh mana seseorang anggota suatu organisasi memihak suatu organisasi dan tujuan-tujuannya serta berminat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi itu (Robbins, 1996). Menurut Per Dalin, dkk (1994) komitmen guru merupakan perasaan positif dan perasaan memiliki dari seorang guru sehingga memberikan prioritas yang besar terhadap tugasnya. Pengertian tersebut menunjukan bahwa komitmen memiliki hubungan dengan kepuasan kerja guru. Selain itu komitmen juga memberikan kemungkinan untuk guru mencurahkan kemampuannya secara optimal dalam pelaksanaan tugas sebagai pendidik dan pengajar. Dengan demikian baik proses maupun hasil pembelajaran, dengan
26 adanya komitmen yang tinggi akan dapat meningkat. Pernyataan diatas sesuai dengan ungkapan berikut yang mengatakan bahwa komitmen guru berpengaruh terhadap perbaikan profesi guru serta hasil kerja guru (1994:229). Kinerja menurut Griffin (2004) adalah “seluruh perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan yang diharapkan oleh organisasi untuk ditampilkan oleh individu”. Dalam pengertian ini istilah kinerja digunakan untuk menjelaskan tentang perilaku yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai seseorang yang berhubungan dengan tugas dan pekerjaan. Tugas dan pekerjaan yang dimaksud ditampilkan dengan nyata sebagaimana tujuan yang diharapkan dimana orang tersebut bertugas. Adapun tugas dan tanggung jawab yang dimaksud memiliki persyaratan bwerupa jumlah dan mutu yang dicapai oleh seseorang didalam bekerja. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Wibowo (2011), yang mengatakan kinerja dapat dikatakan sebagai suatu hasil dari pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan dari startegi organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan suatu kontribusi pada ekonomi. Didalam istilah kinerja, maka perilaku seseorang harus sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dan harapan yang diharapkan. Dengan kata lain didalam bekerja seseorang terikat dengan nilai-nilai atau aturan yang berlaku dimana yang bersangkutan bekerja. Pada sisi lain pegawai atau karyawan didalam melakukan pekerjaan tidak boleh menyimpang dari tugas-tugas pokok yang telah diberikan kepadanya. METODE Sesuai dengan tujuan dari penelitian yang akan menganalisis hubungan komitmen guru dan daya tahan terhadap stres dengan kinerja guru guru, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penelitian kuantitatif (Sugiyono, 2000., Arikunto, 1997), dengan rancangan korelasional/kausal (Ary, Jacobs & Razavich, 2002). Hal ini mengingat data dari penelitian ini adalah berupa angka/bilangan yang digunakan untuk memprediksi seberapa hubungan antara variabel independen (variabel bebas) dengan variabel dependen (variabel terikat). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 32. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisis data terhadap komitmen guru diperoleh hasil sebagai berikut: Mean 45,94, Median 49,00, Modus 51, Simpangan baku 7,309, Skor minimum 29 dan skor maksimum. Bilamana dikelompokan dapat dilakukan dengan cara membagi 6 (enam) kelas interval dengan 3 (tiga) kategori, sehingga diperoleh 6:3 = 2. Berdaskan hasil analisis data, diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang positif antara komitmen dengan kinerja guru. Dengan kata lain Ho diterima dan Ha ditolak. Meskipun sebaliknya terlihat bahwa ada hubungan yang bersipat negatif dengan koefisien korelasi – 0,464 dengan signifikansi
27 0,007. Dalam penelitian David dan Allan (dalam Sion, 2005) menyimpulkan bahwa komitmen yang tinggi akan lebih memperkuat semangat kerja (performansi) sehingga hasil yang dicapai atau prestasi kerja cenderung lebih berkualitas. Penelitian ini sesuai dengaan hasil penelitian Vroom dan Yetton (dalam Sion, 2005) yang menyebutkan bahwa bilamana komitmen semakin meningkat maka akan berpengaruh positif terhadap pelaksanaan kerja dan hasil-hasilnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa apabila guru-guru di SDN Percobaan memiliki komitmen yang tinggi maka ada kemungkinan akan dapat meningkatkan kinerja dari guru yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mangkunegara (2002) yang mengatakan didalam bekerja seseorang terikat dengan nilainilai atau aturan yang berlaku dimana yang bersangkutan bekerja. Pada sisi lain pegawai atau karyawan didalam melakukan pekerjaan tidak boleh menyimpang dari tugas-tugas pokok yang telah diberikan kepadanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang mengatakan kinerja adalah hasil kerja syarat kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Artinya adalah bahwa kinerja seseorang seharusnya memenuhi syarat tentang seberapa banyak/besar dari hasil pekerjaan dan tingkat kualitas dari pekerjaan itu sendiri. Adapun tujuan penelitian ini adalah: Untuk mendeskripsi dan menganalisis hubungan komitmen dengan kinerja guru. Pernyataan ini menegaskan kembali bahwa komitmen merupakan salah hal penting dalam pelaksanaan tugas seseorang guru atau pendidik. Hal ini diperkuat oleh Ekosusilo (2003) yang mengatan bahwa para pendidik perlu meningkatkan komitmennya untuk mengelola sekolah dalam mencapai kemajuan. Mencermati komitmen, maka tidak dapat dipisahan dengan dorongan berperilaku atau apa yang disebut dengan motivasi. Dengan komitmen yang tinggi maka seseorang akan lebih terdorong untuk melakukan sesuatu pekerjaaan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sehubungan dengan hal itu maka menurut Supriyanto (2001) “indikasi komitmen yang tinggi terlihat dalam tinggi-rendahnya motivasi seseorang, artinya jika komitmen seseorang rendah maka akan rendah pula motivasi yang bersangkutan, sebaliknya apabila komitmen tinggi, maka tinggi pula motivasi orang tersebut (Rocky, 2019). Berdasarkan uraian di atas dapat digarisbawahi bahwa knerja guru berhubungan dengan berbagai faktor yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Sehubungan dengan hal tersebut maka untuk meningkatkan kinerja guru sebaiknya dilakukan secara terpadu, sitematis dan komprehensif. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dalam upaya meningkatkan kinerja guru ada 2 (dua) faktor yang seharusnya diperhatikan secara bersamaan yaitu peningkatan komitmen dan daya tahan terhadap stres kerja guru. Hal yang perlu diingat adalah bahwa kedua faktor yang disebutkan tadi sebaiknya tidak diadakan atau dikuatkan secara parsial atau terpisah-pisah tetapi dilakukan secara terpadu (sinergis). Artinya adalah ketika komitmen diadakan atau ditingkatkan maka bersamaan dengan itu pula bagaimana daya tahan guru terhadap stres kerja semakin ditingkatkan juga. Dengan kata lain peningkatan
28 komitmen bukan sekedar pada dimensi “pikiran dan perasaan” semata, tetapi sampai kepada “pola tindak” yang nyata dalam setiap guru. PENUTUP Berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara komitmen dengan kinerja guru di SDN Percobaan Kota Palangka Raya. Namun demikian faktor komitmen tidak secara langsung diabaikan karena dalam situasi dan kondisi tertentu variabel ini dapat menjadi faktor penting dalam kinerja. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Eko Riswanto. 2013. Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Melalui Kepuasan Kerja Karyawan Pada bank Artha Graha Internasional, Tbk. Pekanbaru. Jurnal: Jom FEKON Vol. 1 No. 5 Juli 2013 Griffin, Ricky. W. 2004. Manajemen Jilid 2. Edisis ketujuh .Jakarta : Erlangga Mangkunegara,Anwar Prabu. 2010. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia.Bandung: Refika Aditama Mathis, R,L, & Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid 1 dan 2. (Alih bahasa : Bayu Brawira). Jakarta : Salemba Empat. Per Dalin. 1994. How School Improve. An International Report: British Library Cataloguing in Publication Data. Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi . Diterjemahkan oleh : Hadyana Pujaatmaka. Jakarta: Prenhallindo. Rocky, T. 2019. Hubungan Komitmen Dengan Kinerja Guru SDN Percobaan Palangka Raya.( Tesi tidak dipublikasi, Pascasarjana UPR. Palangka Raya) Sion, H. 2008. Keterampilan Manajerial Kepala Sekolah, Komitmen, Daya tahan Stres kerja, Kepuasan Kerja dan Performansi mengajar Guru di Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Pendidikan Univ. Negeri Malang Jilid15 Nomor 2 Juni 2008. Sugiyono. 2000. Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung. Steers, Richard M. 1980. Organizational Effectiveness, A Behavior Wibowo. 2011. Manajemen Perubahan.Jakarta: Rajawali Pers.
29 PENGARUH LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA Limbun¹ Tumirah² ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi perbedaan nilai ujian nasional siswa yang berada dekat dengan jalan raya dibandingkan dengan yang berada di lingkungan tenang. Penelitian ini melibatkan 65 sampel dan analisis data dilakukan dengan teknik uji t. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan nilai ujian nasional siswa yang berada didekat jalan raya dibandingkan dengan nilai siswa yang berada di lingkungan tenang. Kata kunci: daerah jalan raya, daerah tenang PENDAHULUAN Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh seseorang dari aktivitas belajar yang telah dilakukan, oleh sebab itu istilah prestasi belajar sering disamakan artinya dengan hasil belajar. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Mappa (1977) dikatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa dalam bidang studi tertentu dengan menggunakan teks standar sebagai alat pengukur keberhasilan belajar seorang siswa. Salah satu faktor eksternal yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap hasil belajar siswa adalah lokasi atau pada lingkungan dimana dan bagaimana suatu gedung sekolah berada. Dalam konteks penelitian ini yang dimaksud dengan lokasi gedung sekolah, lebih memberi tekanan kepada bagaimana saling hubungan antara “lingkungan di sekitar sekolah” itu sendiri dengan “prestasi belajar siswa” di sekolah tersebut. Asumsi adanya saling hubungan antara lingkungan dan hasil belajar siswa, didukung oleh Muhibbin Syah (2009), yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor eksternal, yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa. Kondisi lingkungan yang dimaksud terbentuk disebabkan letak bangunan sekolah misalnya bangunan sekolah yang berdekatan dengan jalan raya, tempat perbelanjaan (pasar), dan pemukiman penduduk. Bila dicermati dengan saksama, maka sesungguhnya peristiwa belajar menuntut adanya dukungan dari lingkungan, dimana pembelajaran itu berlangsung. Pernyataan ini menjelaskan bahwa belajar yang efektif sangat tergantung juga dengan dimana atau pada
30 lingkungan seperti apa belajar itu terjadi. Dalam hal ini berarti belajar yang baik serta mendapat hasil yang baik berhubungan dengan baik atau tidaknya lingkungan belajar itu sendiri. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Abdurrahman (1993) yang mengatakan bahwa belajar adalah interaksi dengan individu, lingkungan yang membawa perubahan sikap, tindakan, perbuatan, dan perilaku. Pendapat ini ingin menegaskan bahwa individu dalam hal ini siswa dalam konteks belajar tidak dapat dipisahkan dari dimana atau tempat yang bersangkutan belajar, tepatnya selalu berkaitan dengan lingkungan belajaryang didalam penelitian ini disebut dengan “lingkungan sekolah”. Jalan raya dapat diartikan sebagai jalan besar atau main road yang menghubungkan satu daerah dengan daerah lain (Agus Murdieono, http://www.academia.edu: diambil 20 Februari 2017). Pengertian daerah dalam penelitian ini adalah tempat atau lingkungan baik dalam pengertian yang luas maupun dalam pengertian yang lebih sempit, misalnya: propinsi, kabupaten, kota, kecamatan, ataupun desa. Terjadinya hubungan antar daerah atau tempat atau lingkungan yang satu dengan yang lain dilakukan dengan adanya dan berfungsinya alat-alat transportasi darat. Transportasi darat yang dimaksud pada umumnya adalah jenis-jenis kendaraan yang memiliki mesin seperti mobil dan sepeda motor, meskipun masih ada sebagian kecil masih ada kendaraan lainnya. Selain pengertian tentang jalan raya seperti dipaparkan di atas, ada juga pengertian yang mengatakan bahwa jalan raya adalah jalan utama yang menghubungkan suatu kawasan dengan kawasan lain (https://id.m.wikipedia.orgwiki: diambil 20 Februari 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi perbedaan nilai ujian nasional siswa yang berada dekat dengan jalan raya dibandingkan dengan yang berada di lingkungan tenang. METODE Ditinjau dari data penelitian yang seluruhnya berupa angka-angka yang menggambarkan tentang prestasi belajar siswa sekolah dasar didalam hal ini adalah nilai Ujian Nasional pada Tahun Pelajaran 2015/2016, maka penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian kuantitatif (Sugiyono, 2000., Arikunto, 1997). Sampel penelitian ditentukan dengan teknik purposive dengan besar sampel 65. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji beda dua mean ( uji t). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis ditemukan nilai t sebesar -12,740 dan Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05, maka ho ditolak dan ha diterima. Artinya adalah terdapat perbedaan nilai ujian nasional antara siswa yang berada di sekolah berdekatan dengan jalan raya dibandingkan dengan siswa yang berada pada lingkungan sekolah yang tenang di Kecamatan Pahandut Kota Palangka. Adanya pengaruh lingkungan terhadap hasil belajar
31 dikemukakan juga oleh Muhibbin Syah (2010) yang mengatakan “disamping faktor individual, terdapat pula satu faktor lagi yang berpengaruh terhadap prestasi belajar, yaitu faktor sosial, atau sering disebut faktor eksternal, yang diartikan sebagai kondisi lingkungan di sekitar siswa”. Pendapat ini didukung oleh Sumadi Suryabrata (2006), yang menyebutkan “letak gedung sekolah harus memenuhi syarat-syarat seperti tidak terlalu dekat dengan kebisingan/jalan ramai dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan ilmu kesehatan sekolah”. Temuan tentang adanya hubungan positif lingkungan belajar di sekolah dengan prestasi belajar siswa, mendapat dukungan dari hasil penelitian yang mengkaji tentang bagaimana pengaruh dari lingkungan belajar terhadap hasil belajar siswa. Iswanti Utami (2012) dalam penelitian tesis yang berjudul: Pengaruh Lingkungan Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Muhammadiyah Sokonandi Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012, juga menemukan bahwa: terdapat hubungan posistif antara lingkungan belajar dengan hasil belajar siswa. Selengkapnya hasil penelitian tersebut adalah: berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi atau p sebesar 0,414. Besarnya pengaruh atau kontribusi adalah 17,1% dengan persamaan regresi Y = -0,541 +0,200x, sisanya 82,9% ditentukan oleh faktor lain. Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan penelitian Tia Nur Meilida (2016) dengan judul Hubungan Antara Lingkungan Belajar Di Sekolah Dengan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Mulya Asri Kecamatan Tulang Bawang Tengah Tahun Pelajaran 2015/2016. Dalam kesimpulan penelitian ini menunjukan ada hubungan yang positif antara lingkungan belajar di sekolah dengan prestasi belajar IPS dengan koefisiensi korelasi sebesar 0,673, dan terdapat hubungan yang erat antara lingkungan belajar di sekolah dengan prestasi belajar IPS dengan koefisiensi korelasi sebesar 0,673 lebih besar dari pada r tabel yaitu 0,266. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka terbukti bahwa keberadaan kendaraan yang melintas pada jalan raya baik langsung maupun tidak langsung akan dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa pada sekolah yang berdekatan dengan jalan raya tersebut. Pandangan lalu-lalang kendaraan yang melintas ditambah dengan suara mesin kendaraan bermotor, sudah tentu mempengaruhi konsentrasi belajar para siswa. Munculnya asumsi bahwa keberadaan sekolah yang berdekatan dengan jalan raya akan berpengaruh terhadap belajar dan hasil belajar siswa dapat dijelaskan melalui beberapa ciri khas dari jalan raya yang meliputi: (a) jalan raya digunakan untuk kendaraan bermotor, (b) jalan raya digunakan untu masyarakat umum, (c) jalan raya dibiayai negara, (d) jalan raya penggunaannya diatur oleh undang-undang (https://id.m.wikipedia.orgwiki: diambil 20 Februari 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi perbedaan nilai ujian nasional antara siswa yang berada di sekolah berdekatan dengan jalan raya dibandingkan dengan siswa yang berada pada lingkungan sekolah yang tenang di Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya.
32 Berdasarkan data pada tabel 4.5 yaitu Data Nilai Ujian Nasional Siswa Lulusan Sekolah yang ada di lingkungan yang tenang telah ditemukan mean 246,481, median 250,000, modus 252,00, dan simpangan baku 8,2392. Hasil analisis data terhadap 53 orang siswa lulusan menunjukkan bahwa nilai ujian nasional yang diperoleh dapat dikatakan baik. Hal ini dapat dilihat dari jumlah lulusan dimana ditemukan lebih dari tiga perempat dari semua lulusan berhasil memperoleh nilai diatas rata-rata kelompok, diatas mean, dan diatas modus. Sedangkan sisanya sekitar seperempat bagian dari jumlah lulusan berada dibawah rata-rata kelompok, dibawah modus, dan juga dibawah median. Meskipun demikian, nilai-nilai yang berada dibawah rata-rata kelompok, dibawah modus, dan dibawah median terlihat cukup baik dan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan nilai lulusan yang berada di lingkungan pasar, jalan raya, dan pemukiman penduduk. Dengan simpangan baku sebesar 8,2392, dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan tidak ditemukan nilai-nilai yang ekstrim diantara 53 orang lulusan. Atau dengan kata lain secara keseluruhan nilai ujian para lulusan sekolah dasar yang berada di lingkungan yang tenang, adalah nilai-nilai yang menggambarkan keadaan atau fakta yang sebenarnya dan dapat dipercaya secara ilmiah. Mencermati nilai ujian nasional dari keempat jenis lingkungan sekolah seperti diuraikan di atas, dapat digarisbawahi bahwa lingkungan suatu sekolah menunjukkan pengaruh terhadap hasil belajar, termasuk didalamnya hasil ujian. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Slameto (1991) yang mengemukakan bahwa “belajar juga merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh studi perubahan tingkahlaku yang baru serta keseluruhan hasil yang telah dicapai dalam interaksi dengan lingkungannya”. Dalam pendapat tersebut terlihat bahwa hasil belajar tidak dapat dipisahkan dari dukungan lingkungan, baik lingkungan secara fisik/non fisik, dan juga lingkungan sosial-budaya. Sedemikian pentingnya masalah lingkungan sekolah, juga ditegaskan oleh Dalyono (2005) yang mengatakan bahwa “secara sosio kultural, lingkungan mencakup segenap stimulus, interaksi, dan dalam hubungannya dengan perlakuan ataupun karya orang lain”. Sehubungan dengan hal tersebut, maka adalah keharusan untuk setiap gedung sekolah yang dibangun harus mempertimbangkan kelayakan dan persyaratan tertentu, sehingga lingkungan yang ada dapat memberikan dukungan yang positif terhadap proses belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas, semakin memperjelas bahwa lingkungan belajar dalam hal ini lingkungan sekolah adalah salah satu faktor penting dalam menentukan prestasi belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Majid (2007) yang mengatakan bahwa” lingkungan belajar di sekolah merupakan faktor penting dalam meningkatkan prestasi belajar siswa”. Pentingnya lingkungan sekolah sebagai temapt belajar bagi siswa didominasi oleh faktor-faktor yang bersipat fisik, seperti keadaan ruang kelas, tata ruang dan situasi serta kondisi disekitar sekolah (Limbun, 2017). Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Novak dan Gowing (dalam Ali, 2002) mengistilahkan lingkungan “fisik tempat belajar dengan
33 istilah “millien” yang berarti konteks terjadinya pengalaman belajar. Lingkungan ini meliputi keadaan ruangan, tata ruang, dan berbagai situasi fisik yang ada disekitar tempat berlangsungnya proses belajar mengajar”. Pada sisi lain, menurut Fuad (2008), “lingkungan dapat berupa hal -hal yang nyata, seperti tumbuhan, orang keadaan, politik, sosial - ekonomi, binatang, kebudayaan, kepercayaan, dan upaya lain yang dilakukan manusia termasuk di dalamnya pendidikan”. Berdasarkan pengertian ini, maka lingkungan belajar dan lingkungan sekolah sebenarnya tidak terbatas pada pengertian secara fisik saja, namun menyangkut juga hal-hal yang non fisik. Memaknai pengertian lingkungan fisik sebagaimana disebutkan di atas, maka lingkungan sekolah seperti: pasar, jalan raya, pemukiman penduduk, dan lingkungan yang tenang, kesemuanya adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar. Berdasarkan data Nilai Ujian Nasional Siswa Lulusan Sekolah yang ada di lingkungan jalan raya telah ditemukan mean 206,412, median 210,000, modus 211,00, dan simpangan baku 21,4678. Hasil analisis data terhadap 57 orang siswa lulusan menunjukkan bahwa masih terdapat sekitar sepertiga bagian dari seluruh lulusan yang memiliki nilai di bawah nilai rata-rata kelompok. Angka tersebut menjelaskan bahwa nilai ujian nasional para lulusan sekolah dasar yang berada disekitar lingkungan jalan raya masih tergolong rendah. Indikasi tentang rendahnya nilai para lulusan sekolah dasar yang berada di lingkungan jalan raya semakin jelas apabila dilihat dari jumlah lulusan yang memperoleh nilai dibawah modus dan dibawah median. Dengan data tersebut, ditemukan lebih dari separoh dari jumlah lulusan ternyata masih memiliki nilai yang berada dalam kategori kelompok “bawah”, sedangkan lulusan yang memiliki nilai termasuk dalam kategori “atas” jumlahnya masih kecil, atau belum mencapai seperlima bagian dari keseluruhan jumlah lulusan. Dengan simpangan baku sebesar 21,4678, dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan tidak ditemukan nilai-nilai yang ekstrim diantara 57 orang lulusan. Atau dengan kata lain secara keseluruhan nilai ujian para lulusan sekolah dasar yang berada di lingkungan sekolah berdekatan dengan jalan raya, adalah nilai-nilai yang menggambarkan keadaan atau fakta yang sebenarnya dan dapat dipercaya secara ilmiah. PENUTUP Berdasarkan data dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai ujian nasional antara siswa yang berada di sekolah berdekatan dengan jalan raya dibandingkan dengan siswa yang berada pada lingkungan sekolah yang tenang di Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya. Dengan kata lain nilai rata-rata ujian nasional siswa lulusan sekolah pada lingkungan yang tenang lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan dengan nilai rata-rata siswa lulusan sekolah yang berada pada lingkungan jalan raya. Sehubungan dengan kesimpulan maka disarankan kepada pihak pembuat kebijakan agar sebelum pembangunan ruang kelas dan gedung sekolah baru, hendaknya dilakukan pengkajian dan perencanaan
34 yang mendalam terkait dampak lingkungan, diharapkan pembangunan ruang kelas dan gedung sekolah baru tidak berada atau berdekatan dengan jalan raya, pasar, dan pemukiman penduduk. DAFTAR PUSTAKA Abdurahman. 1993. Pengelolaan Pelajaran. Ujung Pandang: Bintang Selatan. Ali, Muhammad. 1995. Penelitian Kepemimpinan Produser dan Strategi. Bandung: Angkasa. https://id.m.wikipedia.org.wiki.jalan raya (diambil: 20 Februari 2017) http://www.academia.edu: (diambil 20 Februari 2017) Limbun. 2017. Analisis Komparasi Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Berdasarkan Lingkungan Sekolah Di Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya Tahun Pelajaran 2015/2016. (Tesis tidak dipublikasi. Pascasarjana UPR. Palangka Raya) Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Remaja Rosda Karya: Bandung. Muhibbin Syah, 2010. Psikologi Pendidikan (Dengan Pendekatan Baru), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm. 129) Sugiyono. 2000. Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung.
35 STUDI KOMPARASI NILAI UJIAN NASIONAL BERDASARKAN LINGKUNGAN SEKOLAH Carolina Fransiska¹ Muran² ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan nilai ujian nasional siswa yang berada di dekat pasar dengan yang berada di lingkungan tenang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 60 siswa yang lulus dalam ujian nasional, serta diambil dengan teknil purposive. Teknik analisis yang digunakan adalah uji t, dengan hasil: terdapat perbedaan nilai antara siswa yang berada di daerah pasar dengan yang berada di daerah tenang. Kata kunci: pasar dan tenang PENDAHULUAN Menurut data laporan WHO tahun 1988 sebagaimana yang disampaikan oleh Ditjen PPM & PLP, Depkes RI (1995), menyatakan bahwa 8 – 12% penduduk dunia telah menderita dampak kebisingan dalam berbagai bentuk. Dampak negatif dan merugikan dari kebisingan tersebut meliputi aspek jasamani dan rohani serta merambah semua umat manusia. Berbagai pengaruh khusus akibat kebisingan berupa gangguan pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, psikofisiologis, gangguan mental, kinerja, pengaruh terhadap perilaku permukiman, ketidak nyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari (Mansyur, 2003 dalam http://aditindi.blogspot.co.id/2011/02/kebisingan-mempengaruhiperilaku.html(20 Desember 2016). Bila dicermati terlihat jelas bahwa dampak negatif tersebut berhubungan dengan hidup dan kehidupan manusia seperti kesehatan serta seluruh aktivitas yang dilakukan oleh semua umat manusia itu sendiri. Pernyataan tersebut secara lengkap ditegaskan oleh Departemen Kesehatan RI, yang menegaskan dampak dari kebisingan di lingkungan perumahan terhadap kesehatan masyarakat antara lain gangguan komunikasi, gangguan psikologis, keluhan dan tindakan demonstrasi, sedangkan keluhan somatik, tuli sementara dan tuli permanen merupakan dampak yang dipertimbangkan dari kebisingan dilingkungan kerja/ industri. Sedangkan gangguan kesehatan psikologis berupa gangguan belajar, gangguan istirahat, gangguan sholat, gangguan tidur dan gangguan lainnya (Depkes, 1995).
36 Pada saat ini keberadaan sebuah gedung sekolah banyak ditemukan berada dipinggir jalan raya, yang identik dengan keramaian bahkan kebisingan, sebagai akibat bunyi yang ditimbulkan dari mesin-mesin kendaraan bermotor. Adapun sumber-sumber kebisingan itu sendiri menurut Prasetio (1985) bersumber dari: (a) bising interior yaitu sumber bising yang bersumber dari manusia, alat-alat rumah tangga, atau mesin-mesin gedung, (b) bising outdoor yaitu sumber bising yang berasal dari lalu lintas, transportasi, industri, alat-alat mekanis yang terlihat dalam gedung, tempat-tempat mpembangunan gedung, perbaikan jalan, kegiatan olahraga dan lain -lain di luar ruangan atau gedung. Keberadaan atau letak gedung sekolah seperti ini sudah tentu tidak menguntungkan dan tidak konduksif sebagai tempat bagi anak-anak untuk menuntut ilmu pengetahuan. Keberadaan gedung sekolah yang berdekatan dengan jalan raya, memang memiliki potensi dampak negatif yang cukup banyak, misalnya: kebisingan, keamanan, polusi udara, pengalihan objek pandang, dan sebagainya. Secara empris terbukti bahwa sumber bising di lingkungan sekolah sebesar 86% berasal dari suara mesin mobil (M. Arief, 2005). Adapun dampak-dampak negatif dari lokasi tempat sekolah seperti disebutkan di atas, selanjutnya berakibat pada proses belajar siswa menjadi terganggu. Dengan adanya gangguan pada proses pembelajaran, maka dapat diprediksi seperti apa hasil belajar atau apa yang disebut dengan prestasi belajar siswa pada sekolah dengan kondisi seperti yang disebutkan di atas tadi. Dampak-dampak negatif dari kebisingan terlihat juga dalam pendapat Umiati (2011) yang dalam penelitiannya, menyatakan bahwa kebisingan lalu lintas yang tinggi dalam waktu yang cukup lama akan menimbulkan ketidaknyamanan dan membuat lingkungan sekitar menjadi terganggu. Istilah tidak nyaman dan terganggu dalam dunia pendidikan merupakan faktor internal yaitu faktor yang berasal dari lingkungan siswa (eksternal). Hal ini meberi makna bahwa kebisingan itu sendiri akan membuat siswa tidak nyaman dan merasa terganggu dalam belajar. Gangguan akibat kebisingan terhadap belajar dikemukakan oleh Anza HanaWafiroh (2013), yang efek kebisingan yang terpapar pada siswa yang sedang belajar mengakibatkan penurunan pada kinerja belajar siswa terutama dalam belajar membaca misalnya gangguan konsentrai saat membaca. Pengaruh lingkungan sekolah yang bising juga diperkuat oleh Hidayati (2007) yang mengatakan apabila kebisingan terpapar pada seseorang yang sedang belajar, maka kebisingan yang sangat rendah sekalipun dianggap mengganggu, sumber kebisingan yang berdampak pada seseorang yang belajar bukan hanya bersumber dari dalam ruangan saja akan tetapi juga sekeliling dan luar ruangan belajar tersebut. Selain berada berdekatan dengan jalan raya, terdapat cukup banyak pula gedung sekolah yang berada berdekatan dengan perumahan atau pemukiman penduduk. Letak sekolah yang demikian tentu berdampak terhadap konsentrasi siswa dalam pembelajaran. Letak sekolah yang berdekatan dengan rumah tempat tinggal penduduk cenderung berpengaruh terhadap pendengaran maupun penglihatan para siswa terhadap kegiatan
37 penduduk yang ada disekitar sekolah. Sebagai contoh misalnya, pada saat belajar bisa saja terdengar suara atau bunyi yang berasal dari rumah tempat tinggal penduduk. Kondisi seperti ini tentu akan mengganggu konsentrasi para siswa pada saat mengikuti kegiatan pembelajaran, baik didalam kelas maupun diluar kelas. Demikian juga dengan indera penglihatan siswa yang seharusnya tidak terganggu dengan adanya penduduk perumahan yang lewat (lalu-lalang) di sekitar gedung sekolah, semuanya akan berdampak terhadap proses serta hasil belajar siswa. Selain berdekatan dengan pemukiman atau perumahan penduduk, dapat ditemukan juga beberapa gedung sekolah yang berdekatan dengan pusat/tempat perbelanjaan, seperti pasar misalnya. Keberadaan sekolah seperti ini seperti mendapat dampak yang tidak jauh berbeda dengan sekolah yang berada ditepi jalan raya atau berdekatan dengan perumahan penduduk, yang cenderung ramai bahkan menjurus kepada kebisingan. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat yang menyebutkan “:... letak Sekolah Dasar yang berdekatan dengan pasar dan atau terminal berpotensi terganggu akibat kebisingan yang menjadi gangguan bagi anak-anak di sekolah, peserta didik sering tidak dapat berkonsentrasi belajar...”(http://kelasinspirasiyogyakarta.org/kelas-inspirasi-yogyakarta-di-negeri-serbaada/ (diambil tanggal 22 Desember 2016). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan nilai ujian nasional siswa yang berada di dekat pasar dengan yang berada di lingkungan tenang. METODE Bilamana ditinjau dari data penelitian yang seluruhnya berupa angka-angka yaitu nilai ujian nasional yang menggambarkan tentang prestasi belajar siswa sekolah dasar didalam hal ini adalah nilai Ujian Nasional pada Tahun Pelajaran 2015/2016, maka penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian kuantitatif (Sugiyono, 2000., Arikunto, 1997). Adapun yang menjadi Sampel penelitian adalah siswa yang lulus ujian nasional dan ditentukan dengan teknik purposive dengan besar sampel 60. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji beda dua mean ( uji t). HASIL DAN PEMBAHASAN Dengan t sebesar -9,049 dan Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05, maka ho ditolak dan ha diterima. Artinya adalah terdapat perbedaan nilai ujian nasional antara siswa yang berada di sekolah berdekatan dengan pasar dibandingkan dengan siswa yang berada pada lingkungan sekolah yang tenang di Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya. Apabila dicermati secara mendalam, terlihat bahwa rata-rata nilai ujian nasional yang berada pada urutan tertinggi adalah para siswa lulusan dari sekolah dengan lingkungan yang tenang dan kondusif. Kenyataan ini dapat dimengerti bahwa belajar sesungguhnya membutuhkan suatu situasi dan kondisi tenang, teratur, dan juga tertib.
38 Dengan situasi yang demikian maka keseluruhan aktivitas belajar siswa khususnya perhatian atau konsentrasi dapat berfungsi secara optimal. Situasi belajar yang demikian dapat diartikan sebagai kondisi yang kondusif, yaitu suatu “ketenangan dan ketertiban dalam suatu masyarakat dalam melakukan berbagai macam aktivitas. Contoh: dalam berlalu-lintas (http://www.pengertianmenurutahli.com: diambil 22 Februari 2017). Adanya pengaruh lingkungan terhadap hasil belajar dikemukakan juga oleh Muhibbin Syah (2010) yang mengatakan “disamping faktor individual, terdapat pula satu faktor lagi yang berpengaruh terhadap prestasi belajar, yaitu faktor sosial, atau sering disebut faktor eksternal, yang diartikan sebagai kondisi lingkungan di sekitar siswa”. Pendapat ini didukung oleh Sumadi Suryabrata (2006), yang menyebutkan “letak gedung sekolah harus memenuhi syarat-syarat seperti tidak terlalu dekat dengan kebisingan/jalan ramai dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan ilmu kesehatan sekolah”. Selain menemukan bahwa rata-rata nilai ujian nasional siswa lulusan sekolah di lingkungan tenang yang ternyata lebih baik, melalui penelitian ini juga ditemukan bahwa lingkungan sekolah yang berdekatan dengan jalan raya, lingkungan pasar, dan lingkungan pemukiman penduduk. Berdasarkan data terbukti bahwa nilai rata-rata ujian nasional siswa lulusan dari ketiga lingkungan sekolah yang disebutkan di atas tadi semuanya lebih rendah apabila dibandingkan dengan siswa lulusan dari sekolah pada lingkungan yang tenang (Limbun, 2017). Sehingga melalui analisis data yang dilakukan dengan teknik Uji T, ditemukan perbedaan yang signifikan antara nilai ujian nasional siswa lulusan dari sekolah dengan lingkungan yang tenang ketika dibandingkan dengan nilai ujian nasional siswa lulusan dari sekolah yang berada di lingkungan pasar, jalan raya, dan pemukiman penduduk. Bila dicermati secara mendalam, maka hasil dari penelitian ini didukung oleh beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan. Dalam penelitian yang berjudul Hubungan Lingkungan Pendidikan Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas II Jurusan Teknik Mekanik Otomotif SMK Se Kabupaten Sleman, Adi Kristianto (2012) menyimpulkan bahwa “lingkungan masyarakat memiliki hubungan positif dengan prestasi belajar siswa”. Secara terperinci hasil penelitian tersebut menyimpulkan: Lingkungan Sekolah berhubungan positif dan signifikan dengan prestasi Belajar (r=0,556; p<0,05); Lingkungan Masyarakat berhubungan positif dan signifikan dengan prestasi belajar (r=0,249; p <0,05). Lingkungan Sekolah memiliki hubungan yang terkuat, dan Lingkungan masyarakat memiliki hubungan yang terlemah dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI Jurusan Teknik Mekanik Otomotif SMK se-Kabupaten Sleman. Kesimpulan penelitian tersebut didukung juga oleh Rahajanti Fitriana Pusparani (2013) yang didalam penelitiannya menyimpulkan: “terdapat pengaruh positif dan signifikan lingkungan sekolah terhadap prestasi belajar Akuntansi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Bandongan Tahun Ajaran 2012/2013, dengan besar t hitung 2,743 lebih besar dari t tabel 1,983”. Kesimpulan yang hampir sama tentang pengaruh lingkungan sekolah terhadap
39 hasil belajar siswa dikemukakan oleh Andriyani Aulia Mufti (2011) yang menyimpulkan “lingkungan sekolah berpengaruh positif terhadap prestasi belajar Ekonomi siswa”. Hasil penelitian ini sesuai pendapat Davis Cornwell dalam Djalante, 2010 (dalam Anza Hana Wafiroh, 2013) mendefinisikan, bahwa kebisingan berasal dari kata bising yang artinya semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu, atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Pernyataan ini menunjukan bahwa terjadinya kebisingan itu adalah akibat adanya “bunyi”, baik yang berasal dari manusia maupun benda-benda. Bunyi-bunyi yang dimaksud terkadang tidak biasa atau tidak diharapkan, tetapi tetap saja muncul, sehingga menjadi faktor yang mengganggu pendengaran. Kehadiran bunyi yang demikian selain tidak diharapkan juga terkadang mengganggu situasi dan kondisi ataupun kegiatan yang sedang dilakukan oleh seseorang. Sebagai contoh misalnya: siapa yang tidak merasa terganggu bilamana pada saat duduk tenang atau sedang beristirahat, tiba-tiba terdengar suara mesin kendaraan yang keras melintas di depan rumah. Bagi orang yang memiliki kesehatan yang baik, mungkin tidak berdampak dalam masa waktu yang lama, tetapi kejadian yang lain mungkin terjadi apabila yang bersangkutan mengindap suatu penyakit tertentu. Penjelasan di atas sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (1996) yang mendefinisikan, bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian ini baik secara teoritis maupun secara praktis terlihat bahwa lingkungan belajar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi atau hasil belajar siswa. PENUTUP Berdasarkan data dapat disimpulkan bahwa nilai ujian nasional siswa yang berada didaerah tenang berbeda secara signifikan apabila dibandingkan dengan nilai ujian nasional siswa yang berada di daerah pasar. Sehubungan dengan kesimpulan maka disarankan kepada pihak pembuat kebijakan agar sebelum pembangunan ruang kelas dan gedung sekolah baru, hendaknya dilakukan pengkajian dan perencanaan yang mendalam terkait dampak lingkungan, diharapkan pembangunan ruang kelas dan gedung sekolah baru tidak berada atau berdekatan dengan pasar. DAFTAR PUSTAKA Adi Kristianto. 2012. Hubungan Lingkungan Pendidikan Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas II Jurusan Teknik Mekanik Otomotif SMK se -Kabupaten Sleman. Skripsi; UNY. Yogyakarta. Anza Hana Wafiroh.2013. Pengukuran Tingkat Kebisingandilingkungan SMPN 2 Jember Skripsi. Universitas Jember: Jember Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
40 Hidayati, N. 2007. Pengaruh Arus Lalu Lintas Terhadap Kebisingan (Studi Kasus Beberapa Zona Pendidikan Di Surakarta). Dinamika TEKNIK SIPIL .Volume 7, No. 1, Januari 2007: 45-54. Limbun. 2017. Analisis Komparasi Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Berdasarkan Lingkungan Sekolah Di Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya Tahun Pelajaran 2015/2016. (Tesis tidak dipublikasi. Pascasarjana UPR. Palangka Raya) Menteri Lingkungan Hidup. 1996.Tentang: Baku Kebisingan. Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: Kep -48/MENLH/1996/25 November 1996 . Jakarta. M. Arief. 2005. Pengaruh Bising Terhadap Prestasi Belajar Murid Sekolah Dasar. Tesis: Tesis. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta. Muhibbin Syah, 2010. Psikologi Pendidikan (Dengan Pendekatan Baru), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm. 129) Sumadi Suryabrata, 2004. Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, hlm. 232) Umiati, S. 2011. Pengaruh Tata Hijau Terhadap Tingkat Kebisingan Pada Perumahan Jalan Ratulangi Makassar. Teknika 2. 2011. 12-19.
41 HUBUNGAN DAYA TAHAN STRES DENGAN KINERJA GURU Mardi Lubin¹ Maria² ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi hubungan antara daya tahan stres dengan kinerja guru. Jenis penelitian yang digunakan adalah korelasional dengan teknik sampel purposive, sehingga sampel ada sebesar 32 . Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara daya tahan stres dengan kinerja guru. Kata Kunci: daya tahan stres, kinerja guru PENDAHULUAN Stres merupakan respon penyesuaian diri (proses kejiwaan) individu terhadap lingkungan, situasi atau peristiwa fisik yang spesial (Kreimer dan Kinicki, 1989: 564). Sedangkan Davis dan Martha (dalam Limbun, 2017) mengatakan “stres” adalah ketegangan fisik atau mental atau kondisi yang membuat ketegangan, dan ketegangan ini adalah sebagai tekanan batin yang merupakan reaksi terhadap setiap perubahan. Kedua pengertian ini terlihat memiliki kesamaan yang mengartikan bahwa stres sebagai kondisi yang tegang baik secara fisik maupun secara mental pada seseorang, ketika mengahadapi suatu peristiwa atau situasi tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Grath (dalam Rocky, 2019) yang menegaskan bahwa stres adalah emosi yang dirasakan ketika seseorang menghadapi suatu ancaman atau kesempatan. Dengan demikian stres bisa muncul sebagai akibat adanya suatu ancaman atau suatu peluang. Sejalan dengan uraian diatas dikatakan oleh Robbins (1996) stres adalah kondisi dinamik dalam mana seseorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraints), atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Munculnya stres pada diri seseorang dapat dilihat dari pendapat beberapa ahli. Stres dimulai dari penilaian individu terhadap sesuatu (Coon,1986). Adapun sumber dari stres (stressor) adalah lingkungan, tubuh, dan pikiran (Davis Marta,1995). Berdasarkan kedua
42 pengertian tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa munculnya stres berasal dari hasil penilaian pemikiran seseorang terhadap lingkungannya. Sedangkan penyebab (stressor) yang mengakibatkan stres kerja menurut Arismunandar (Sion, 2005) meliputi: (a) ketidaksesuaian pekerjaan, (b) beban berlebihan ,(c) hubungan dengan pimpinan, (d) hubungan dengan teman sekerja, (e) tuntutan peran/tugas, (f) struktur organisasi, (g) kepemimpinan organisasi, (h) ketidaksesuaian penghasilan/gaji, (i) iklim kerja, (j) peralatan kerja, (k) promosi, (I) pendidikan dan pengembangan, dan (m) lingkungan fisik. Kinerja menurut Griffin (2004) adalah “seluruh perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan yang diharapkan oleh organisasi untuk ditampilkan oleh individu”. Dalam pengertian ini istilah kinerja digunakan untuk menjelaskan tentang perilaku yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai seseorang yang berhubungan dengan tugas dan pekerjaan. Tugas dan pekerjaan yang dimaksud ditampilkan dengan nyata sebagaimana tujuan yang diharapkan dimana orang tersebut bertugas. Adapun tugas dan tanggung jawab yang dimaksud memiliki persyaratan bwerupa jumlah dan mutu yang dicapai oleh seseorang didalam bekerja. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Wibowo (2011), yang mengatakan kinerja dapat dikatakan sebagai suatu hasil dari pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan dari startegi organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan suatu kontribusi pada ekonomi. Didalam istilah kinerja, maka perilaku seseorang harus sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dan harapan yang diharapkan. Dengan kata lain didalam bekerja seseorang terikat dengan nilai-nilai atau aturan yang berlaku dimana yang bersangkutan bekerja. Pada sisi lain pegawai atau karyawan didalam melakukan pekerjaan tidak boleh menyimpang dari tugas-tugas pokok yang telah diberikan kepadanya. METODE Sesuai dengan tujuan dari penelitian yang akan menganalisis hubungan komitmen guru dan daya tahan terhadap stres dengan kinerja guru guru, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan penelitian kuantitatif (Sugiyono, 2000., Arikunto, 1997), dengan rancangan korelasional/kausal (Ary, Jacobs & Razavich, 2002). Hal ini mengingat data dari penelitian ini adalah berupa angka/bilangan yang digunakan untuk memprediksi seberapa hubungan antara variabel independen (variabel bebas) dengan variabel dependen (variabel terikat). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 32. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa daya tahan guru terhadap stres kerja tidak memiliki hubungan positif yang signifikan dengan kinerja guru. Hal ini terlihat dari
43 hasil analisis yaitu dimana koefisien korelasi sebesar -0,135, dengan demikian secara parsial tidak terdapat hubungan positif yang signifikan antara daya tahan terhadap stres kerja dengan kinerja guru di SDN Percobaan Kota Palangka Raya. Sebaliknya berdasarkan data antara daya tahan tehadap stres kerja dengan kinerja guru menunjukkan adanya hubungan yang negatif. Hal ini menjelaskan bahwa ada kecenderungan apabila daya tahan terhadap stres kerja meningkat, maka akan diikuti menurunnya kinerja guru. Tidak ditemukannya hubungan yang positif dan signifikan antara daya tahan tehadap stres kerja dengan kinerja guru disamping bertentangan dengan beberapa teori juga memperoleh dukungan dari sebagian teori bahkan hasil penelitian yang relevan. Menurut Widyastuti (1999) daya tahan terhadap stres nilai ambang yang mengandung pengertian sebagai ketahanan atau kekuatan yang memampukan seseorang menghadapai sumber stres (stressor). Pendapat tersebut didukung Sana (1999) yang mengatakan daya tahan stres atau nilai ambang adalah keleluasan seseorang dalam menenggang (menghadapi secara prontal) stressor sehingga gampang terhindar dari stressor. Dengan demikin meurut Rocky (2019), daya tahan terhadap stres yang dimaksud dalam penelitian ini tidak lain adalah ketahanan atau kekuatan guru di SDN Percobaan Palangka Raya didalam menghadapi sumber stress (stressor). Adapun yang menjadi sumber stressor diantaranya adalah lingkungan sekolah dan situasi serta kondisi kerja yang ada dan salah satunya yang diasumsikan adalah dengan adanya sistem sekolah fullday. Pernyataan ini sesai dengan hasil penelitian Surya (1997) yang menyimpulkan bahwa aktivitas dalam lingkungan kerja merupakan salah satu sumber terjadinya stres kerja. Berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa secara umum guru-guru yang ada di sekolah ini menunjukkan daya tahan yang cukup kuat atau cukup tinggi terhadap sumbersumber stres. Dengan kenyataan ini sangat mungkin bagi guru-guru memiliki kekuatan fisik dan mental terhadap lingkungan dan situasi serta kondisi kerja yang ada dan berlaku di sekolah tersebut. Dengan kata lain pemberlakuan sistem sekolah fullday yang semula diduga akan menjadi sebuah stressor bagi guru-guru pada sekolah tersebut, terbukti tidak seperti yang diperkiran. Artinya pemberlakuan sistem sekolah fullday tidak berpengaruh negatif yang dapat menjadikan guru-guru secara serius merasa tertekan baik secara fisik maupun secara mental. Kondisi yang demikian merupakan salah satu alasan mengapa tidak ditemukannya hubungan positif yang signifikan antara daya tahan guru terhadap stres kerja dengan kinerja guru di sekolah tersebut. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Kreitner & Kinichi, 1989., Robbins (1996) yang mengatakan bahwa: “ stres tidak selalu identik dengan hal yang buruk/negatif dan stres memiliki 3 (tiga) tingkatan”. Selanjutnya dikatakan bahwa: (a) stres pada tingkat yang berat (serius) atau sebaliknya stres pada tingkat yang ringan/tidak ada stres akan dapat mengganggu performansi dalam kinerja, namun (b) stres pada tingkat yang sedang dapat meningkatkan kinerja seseorang”. Ungkapan-ungkapan tentang tingkatan stres dalam kaitannya dengan kinerja seperti di atas, memiliki makna seseorang termasuk guru yang mengalami stres pada tingkat berat
44 adalah seseorang yang mengalami perasaan tertekan yang berat baik secara fisik maupun secara mental. Dalam kondisi seperti ini adalah sesuatu yang mustahil bagi orang tersebut untuk dapat melakukan tugas dan pekerjaan dengan baik. Sebaliknya bagi individu yang termasuk kelompok stres pada tingkat rendah/tidak ada stres, juga tidak dapat diharapkan dapat menampilkan kineja yang optimal. Hal ini disebabkan bahwa sesungguhnya stres itu adalah semacam tantangan bagi setiap individu untuk dapat melakukan sesuatu tampilan atau kinerja yang optimal dalam rangka menghadapi atau mengatasi tantangan tersebut. Jadi, apabila stres rendah atau tidak ada stres, maka artinya tidak ada tantangan, dengan tidak ada tantangan maka tidak ada upaya atau tindakan (kinerja) untuk mengatasi tantangan tersebut. Salah satu hasil penelitian yang mendukung penelitian ini adalah hasil penelitian Sion (2005) yang menemukan bahwa koefisien korelasi antara daya tahan terhadap stres kerja dengan kinerja guru di SDN Terpencil Kabupaten Gunung Mas hanya -0, 060. Berdasarkan uraian di atas, maka temuan yang menunjukkan tidak ada hubungan positif antara daya tahan terhadap stres kerja dengan kinerja guru di SDN Percobaan adalah hal yang dapat diterima secara akal sehat. Hal ini brati bahwa guru-guru yang berada di sekolah ini secara umum atau rata-rata memiliki tingkat stres yang tergolong rendah, atau dengan kata lain memiliki daya tahan yang tinggi/kuat terhadap stres, tidak terkecuali dengan berlakunya sistem sekolah fullday, sehingga merasa adanya tantangan didalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di sekolah. Dikarenakan tidak adanya tantangan, maka upaya dan tindakan (kinerja) yang optimal tidak terjadi pada guru-guru di sekolah ini. Seperti halnya komitmen yang tidak memiliki hubungan dengan kinerja guru, tidak ditemukannya hubungan antara daya tahan guru terhadap stres kerja dimungkinkan juga dengan adanya “aspek kebiasaan” guru pada sekolah tersebut. Dengan kata lain bahwa pada dasarnya para guru di sekolah ini sudah terbiasa dengan tugas dan pekerjaan yang dapat dikategorikan kompleks bahkan berat. Artinya adalah sebagai sekolah terbaik dan sekolah favorit tugas dan tanggung jawab guru-guru pada sekolah ini, tentu akan lebih besar dibandingkan dengan guru-guru yang berdaa disekolah lainnya. Para guru sudah terbiasa dengan tuntutan yang mungkin dapat membuat perasaan, pikiran tertekan bahkan menyebabkan kelelahan fisik sebagai akibat dari lingkungan dan pekerjaan yang seharihari dilakukan di sekolah. Tuntutan tersebut dilakukan dengan tujuan agar reputasi dan prestasi serta eksistensi sekolah sebagai sekolah terbaik tetap terjaga dan terpelihara dengan baik, bahkan ditingkatkan. Kehidupan sekolah yang demikian tentu berdampak kepada semakin menguatnya daya tahan para guru terhadap berbagai sumber stres (stressor), sehingga dengan daya tahan stres yang tinggi dapat berakibat kepada dorongan atau motivasi guru-guru dalam melaksanakan tugas. Sehingga begitu sistem sekolah fullday yang sekarang sudah diberlakukan di sekolah tersebut tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap daya tahan guru terhadap stres kerja yang kemudian tidak
45 memberikan dampak positif terhadap kinerja para guru yang ada di SDN Percobaan Kota Palangka Raya. PENUTUP Berdasarkan data ditemukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara daya tahan stres dengan kinerja guru. Meskipun demikian disarankan bahwa didalam masalah kinerja masalah stres tetap menjadi perhatian bagi setiap manajer pada setiap jenjang manajemen. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Ary, D.L., & Razavich, A. 1985. Introduction to Research in Education. New York : Holt Reinhard and Winston. Griffin, Ricky. W. 2004. Manajemen Jilid 2. Edisis ketujuh .Jakarta : Erlangga Limbun. 2017. Analisis Komparasi Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Berdasarkan Lingkungan Sekolah Di Kecamatan Pahandut Kota Palangka Raya Tahun Pelajaran 2015/2016 (Tesis tidak dipublikasi Pascasarjana UPR Palangka Raya) Racky. T (2019) Hubungan Komitmen dan Daya Tahan Stres Dengan Kinerja Guru SDN Percabaan Palangka Raya (Tesis tidak dipublikasi Pascasarjana UPR Palangka Raya) Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi . Diterjemahkan oleh : Hadyana Pujaatmaka. Jakarta: Prenhallindo. Sion, H. 2005. Hubungan antara Komitmen dan Kepuasan Kerja Guru dengan Performansi Mengajar Guru SDN di Daerah Terpencil. Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP) Malang Jilid 13, Nomor 1 Februari 2006: Univ. Negeri Malang. Sugiyono. 2000. Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta: Bandung. Widyastuti. 1999. Mengenal Stres. Makalah Disampaikan tanggal 15 November 1999. Di GKI Bromo Malang.
46 KESENIAN KARUNGUT DALAM MEMOTIVASI PENDIDIKAN KARAKTER Holten Sion ¹ Nyoto² H. Hery Mulyadi³ ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fungsi Karungut memotivasi siswa dalam pendidikan karakter masyarakat suku Dayak Kalimantan Tengah. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan rancangan etnografi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara: (a) wawancara, (b) observasi, (c) dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan teknik analisis interaktif dari Milles dan Huberman yang meliputi: reduksi, penyajian, verifikasi dan simpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat peranan dan fungsi kesenian Karungut memotivasi siswa dalam pendidikan karakter. Kata Kunci: Karungut, Karakter PENDAHULUAN Menurut Hasanah (2013) dan Marzuki, (2012) “pendidikan tidak hanya menekankan pada penyediaan proses dan penyediaan fasilitas yang hanya mengarah pada penguasaan ilmu pengetahuan saja, tetapi memfasilitasi juga pada tumbuh-kembangnya karakter yang mulia”. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Martin Luther King (dalam Kamiran, 2012) yang mengatakan bahwa “intelligence plus character... that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter... adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya)”. Menurut Lickona (2012) “karakter itu dimanifestasikan seseorang dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati dan menghargai orang lain”. Pengertian karakter tersebut sesuai dengan pendapat Wynne (dalam Ersis, 2014) yang mengatakan “karakter menandai dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku seharihari”. Karena itu yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah bentuk kegiatan manusia yang di dalamnya terdapat suatu tindakan mendidik yang diperuntukkan bagi generasi selanjutnya (Doni, 2007). Selanjutnya dikatakan, tujuan pendidikan karakter
47 adalah untuk membentuk individu secara terus-menerus dan melatih kemampuan diri demi menuju kearah hidup yang lebih baik. Pendapat tersebut sesuai dengan pernyataan Kurniawan (2014) yang mengatakan bahwa “pada dasarnya nilai-nilai pendidikan karakter merupakan pengembangan dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia. Kesenian “Karungut” yang dimaksud adalah termasuk jenis seni sastra dalam bentuk lisan yang dilantunkan/dinyanyikan dengan irama yang khas serta diiringi oleh alat musik tradisional yang disebut dengan “kecapi” (Setiawan 2016). Asumsi adanya keterkaitan kesenian dengan pendidikan karakter dapat terlihat didalam tulisan Anna, M (2015), yang mengatakan“ untuk membentuk karakter, unsur yang sangat dekat dan mudah dicerna adalah dengan olah seni budaya. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa melalui kegiatan kesenian dapat dibangun karakter manusia yang utuh baik sebagai makluk pribadi, mahluk sosial, dan mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Wardani (2011) yang mengatakan “bagi generasi penerus sebagai aset bangsa untuk pembangunan manusia Indonesia ke depan, satu hal yang harus diupayakan dengan serius adalah aktualisasi pendidikan karakter berbasis seni budaya. Karungut bagi suku Dayak bukan hanya sekedar melantunkan syair-syair yang indah didengar dan menjadi sebuah hiburan semata, tetapi lebih dari pada itu didalam syair-syair Karungut” terkandung nilai-nilai kebajikan. Nilai-nilai kebajikan yang dimaksud diantaranya: kebersamaan dalam kerukunan, etika dan moral, kerjasama, tanggung jawab, kejujuran, keadilan, percaya diri, dan sebagainya. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Setiawan (2016) yang mengatakan bahwa “Karungut” melantunkan syair-syair tentang kebajikan dan kebijakan yang diramu dari legenda hidup, nasihat, teguran dan peringatan mengenai kehidupan sehari-hari manusia dan masyarakat suku Dayak. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fungsi Karungut memotivasi siswa dalam pendidikan karakter masyarakat suku Dayak Kalimantan Tengah. METODE Adapun pendekatan yang digunakan didalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif, dan sesuai dengan pendapat Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2007) yang mengatakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Strauss dan Corbin (2003), yang menegaskan bahwa penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak boleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Ditinjau dari sipatnya, maka penelitian ini termasuk jenis etnografi, yang berarti menguraikan dan menapsirkan suatu budaya atau sistem kelompok sosial, dimana peneliti menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan, dan cara hidup.
48 Pengumpulan data dilakukan dengan cara: (a) wawancara, (b) observasi, (c) dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan dengan teknik analisis interaktif dari Milles dan Huberman (1992) yang meliputi: reduksi, penyajian, verifikasi dan simpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu fungsi Karungut adalah mendorong atau memotivasi siswa dalam belajar tentang bagaimana karakter yang baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “ajakan” memiliki makana sebagai “anjuran” atau “permintaan supaya berbuat” atau “membangkitkan hati supaya melakukan sesuatu. Didalam pengertian ajakan, selain bermakna sebagai anjuran atau permintaan, terdapat juga kata “membangkitkan”, karena itu fungsi “Karungut” dalam hal ini adalah anjuran, permintaan dan sekaligus sebagai motivasi yang dilakukan agar seseorang melakukan sesuatu yang dikehendaki. Pernyataan tersebut didukung oleh beberapa seniman “Karungut” yang berhasil diwawancarai oleh peneliti, yang mengatakan bahwa “kami sebagai seniman merasa bertanggung jawab agar pesan-pesan yang kami sampaikan dan kami tegaskan itu, tidak hanya sekedar informasi atau kabar kebaikan saja, tetapi juga kami mengajak dan meminta agar nilai-nilai moral tersebut dapat dipraktekkan didalam kehidupan”. Pendapat diatas sesuai dengan kesimpulan penelitian Irianto (2017) yang mengatakan “kesenian tradisional dapat dilihat sebagai identitas kultural masyarakat pendukungnya, yang berfungsi secara sosial dan ritual. Didalam kesenian “Karungut” juga ada upaya untuk membangkitkan keingingan (motivasi) atau semangat para pendengar untuk dapat mengaplikasikan makna yang terkandung didalam kesenian tersebut. Hal ini sesuai dengan pengertian motivasi sebagaimana yang dikatakan oleh beberapa ahli, diantaranya Sardiman (2006) yang mengatakan “motif merupakan daya penggerak dari dalam untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan”. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Djamarah (2002)., Hamalik (2003) yang mengatakan bahwa motivasi berfungsi sebagai pendorong, penggerak dan pengarah dari perbuatan seseorang. Mencermati fungsi dari pada motivasi tersebut, maka didalam konteks penelitian ini fungsi yang dimaksud berkaitan dengan pertanyaan: bagaimana kesenian tersebut dapat menjadi tenaga pendorong sekaligus menjadi tenaga yang membuat pendengar tertarik untuk melakukan didalam kehidupan nyata nilai-nilai karakter yang terdapat didalam syair-syair kesenian “Karungut”. Berikut ini dipaparkan satu bait contoh kutipan syair “Karungut” yang menunjukkan fungsi ajakan (motivasi). Bahasa Dayak Bahasa Indonesia Judul “Mahaga Petak Danum” Judul “ Melestarikan Tanah dan Air” Inyampai ku akan gagenep biti Berita ini disampaikan untuk setiap orang Mangat itah ela landang laya Agar kita tidak terbuai lengah
49 Himbing lenge kilau tampung kunci Berpegang tangan seperti anak kunci pada gantungannya Haga petak-danum tuntang bahu-himba Memelihara tanah air dan hutan rimba Berdasarkan uraian di atas, maka secara jelas terlihat bahwa kegiatan kesenian pada umumnya dan “Karungut” pada khususnya memiliki fungsi yang sangat penting didalam pelaksanaan pendidikan karakter. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Tamin (2015) yang memberikan arti dan menyebutkan fungsi seni adalah “….karya manusia yang dengan ide dan kemauan yang mempunyai nilai keindahan dan membangkitkan perasaan orang lain, dan memiliki fungsi: religius, pendidikan, komunikasi….”. Secara empiris melalui kegiatan penelitian, fungsi kesenian (Reog) juga telah ditemukan oleh Kristiadi (2006), yang membuat salah satu kesimpulan bahwa “Bagi masyarakat setempat Reog tradisi bermakna sebagai hiburan, tuntunan, sebagai identitas sosial, makna persatuan, religi, pelapisan sosial, makna kebudayaan (mewarisi budaya leluhur). Pernyataan Kesimpulan penelitian tersebut didukung oleh temuan penelitian Arnisah Siti (2017) yang menyimpulkan bahwa “nilai-nilai karakter dapat ditemukan pada setiap bait dan baris syair Karungut, dan ada tiga nilai karakter yang dominan, yaitu (a) karakter cinta lingkungan, (b) karakter nilai budaya, dan (c) karakter potensi diri. Temuan tersebut didukung oleh hasil penelitian Suwarno Murijat (2015) yang menyimpulkan antara lain: (1) nilai pedagogis yang dapat dipetik dari karungut adalah nilai: (a) menjalankan tradisi dalam kehidupan bermasyarakat, dan (b) menjalin hubungan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, dapat disimpulkan bahwa: karungut memiliki fungsi sebagai ajakan (motivasi) dengan tujuan mengajak dan mendorong orang atau pendengar melaksanakan nilai-nilai karakter. Beberapa saran yang diajukan dari hasil penelitian ini, meliputi: (1) Bagi semua pihak, khususnya pemerintah daerah diharapkan dapat merancang serta melaksanakan sistem pelestarian dan pengembangan terhadap kesenian ini, hal ini penting dilakukan agar kesenian tersebut tetap eksis di era kehidupan global dan millennia ini. (2) Bagi pemerintah daerah dalam hal ini dinas pendidikan dan kebudayaan diharapkan dapat merancang sistem penyelenggaraan pendidikan karakter yang efektif, salah satunya adalah dengan melakukan optimalisasi fungsi kesenian “Karungut” itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Agus Maladi Irianto. Kesenian Tradisional Sebagai Sarana Strategi Kebudayaan di Tengah Determinasi Teknologi Komunikasi. NUSA, Vol. 12. No. 1 Februari 2017. Semarang (2017) Andjar, Any, Menyingkap Serat Wedatama. Aneka Ilmu. Semarang (1983)
50 Anna, dkk. 2015. Pembentukan Karakter Berbasis Pendidikan Seni Budaya Tingkat Sekolah Dasar di Kota Malang Jawa Timur. Laboratorium Antropologi untuk Riset dan Aksi (LAURA) Antropologi UGM bekerja sama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya,Yogyakarta (2015) Budhisantoso, S, Kesenian dan Kebudayaan di Indonesia, makalah dalam diskusi. Terbitan buku perdana STSI PRESS. Surakarta (1991) Cut Zurnali. Pengaruh Pelatihan dan Motivasi Terhadap Perilaku Produktif Karyawan Divisi Long Distance PT Telkom Tbk, Tesis, Unpad, Bandung (2004) Darsono, Max. dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. IKIP Semarang Press, Semarang (2000). Davies, Ivor K. (penerjemah: Sudarsono S., dkk.) Pengelolaan belajar. Jakarta: C.V. Rajawali dan PAU-UT. Jakarta (1987) Dimyati. Belajar dan Pembelajaran. Depdikbud. Jakarta (2005) Djamarah,Syaiful Bahri. Strategi Belajar Mengajar.Rineka Cipta. Jakarta (2002) Doni Kusuma A. Pendidikan Karakter. Grasindo. Jakarta (2007) Ersis , W.A. Pendidikan Karakter. Niaga Sarana Mandiri. Bandung (2014) Gredler, Margaret E. Bell. (penerjamah Munandir). Belajar dan Membelajarkan. C.V. Rajawali dan PAUUT. Jakarta (1991) Hamalik,Oemar.2003.Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Bandung (2003) Hasanah. Implementasi Nilai-nilai Karakter Inti di Perguruan Tinggi. Jurnal Pendidikan Karakter Tahun III, Nomor 2, Juni 2013 UNY. Yogyakarta (2013) Hastanto, Sri. “Ilmu dan Seni” dalam Seminar Peksiminas I 2-5 Oktober 1991, STSI PRESS. Surakarta (1991) Hastanto, Sri. “ Pendidikan Karawitan: Situasi dan Angan-Angan”, dalam jurnal seni STSI Surakarta edisi Maret 1997. Surakarta (1997) Sion dan Affandi. 2018. Fungsi Kesenian Tradisional Karungut dalam Pendidikan Karakter Masyarakat Suku Dayak Kalimantan Tengah (Makalah disampaikan pada International Conference on Teacher Training and Education 2018 (ICTTE 2018) http://www.artikelsiana.com/2015/09/pengertian-seni-fungsi-macam-macam-seni.html (diambil 7 Mei 2018) https://familinia.com/pengertian-seni-beserta-fungsi-dan-macam-macam-seni/ (diambil 7 Mei 2018) Irianto. Psikologi Umum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta (1991) Kamiran. Pembelajaran Karawitan Di Sekolah Dalam Rangka Pendidikan Karakter Bangsa. Tesis tidak dipublikasi. Universitas Muhammadiyah Malang: Malang (2012)