The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Hartani,S.Pd.,M.Pd, 2023-11-15 21:50:18

PROSIDING SEMNAS

PROSIDING SEMNAS

201 orang yang mempunyai rasa percaya diri akan memiliki konsep diri positif. (b) Harga Diri. Harga diri yaitu penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. Orang yang memiliki harga diri tinggi akan menilai pribadi secara rasional dan benar bagi dirinya serta mudah mengadakan hubungan dengan individu lain. Orang yang mempunyai harga diri tinggi cenderung melihat dirinya sebagai individu yang berhasil percaya bahwa usahanya mudah menerima orang lain sebagaimana menerima dirinya sendiri. Akan tetapi orang yang mempuyai harga diri rendah bersifat tergantung, kurang percaya diri dan biasanya terbentur pada kesulitan sosial serta pesimis dalam pergaulan. (c) Kondisi Fisik. Perubahan kondisi fisik juga berpengaruh pada kepercayaan diri. Menurut Anthony, mengatakan penampilan fisik merupakan penyebab utama rendahnya harga diri dan percaya diri seseorang. (d) Pengalaman hidup. Kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman yang mengecewakan adalah paling sering menjadi sumber timbulnya rasa rendah diri. Lebih lebih jika pada dasarnya seseorang memiliki rasa tidak aman, kurang kasih sayang dan kurang perhatian (Lauster, 2003) 1.3 Pembelajaran Metoda Diskusi Metode diskusi diartikan sebagai siasat untuk menyampaikan bahan pelajaranyang melibatkan siswa secara aktif untuk membicarakan dan menemukan alternatif pemecahan suatu topik bahasan (Sanjaya, 2006). Dalam percakapan itu para pembicara tidak boleh menyimpang dari pokok pembicaraan yaitu masalah yang ingin dicarikan alternatif pemecahannya. Dalam diskusi tersebut guru berperan sebagai pemimpin diskusi, atau guru dapat mendelegasikan tugas sebagai pemimpin itu kepada siswa, walaupun demikian guru masih harus mengawasi pelaksanaan diskusi yang dipimpin oleh siswa. Pendelegasian itu terjadi jika siswa dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok diskusi. Pimpinan diskusi harus mengorganisir kelompok yang dipimpinnya agar setiap anggota diskusi dapat berpartisipasi secara aktif. Metode diskusi kelompok bertujuan memberikan kesempatan kepada tiap-tiap peserta didik untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional (Sumarni, 2017). Metode diskusi, siswa aktif berpikir dan menyampaikan buah pikirannya melalui jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para peserta diskusi sehingga situasi kelas lebih hidup, siswa dapat terlatih dalam mengemukakan pandapat dengan lisan, maupun secara tertulis, yang memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat sehingga membawa kelas pada situasi diskusi kelompok kecil. METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang melibatkan 29 siswa SD Negeri Percobaan Palangka Raya (siswa dikelompokkan menjadi 6 (enam) kelompok. Data dikumpulkan menggunakan instrumen (a) lembar pengamatan aktivitas belajar siswa (b) Tabel identifikasi kebutuhan mendasar manusia/tulis sebanyak-banyaknya minimal 7 (tujuh), dan (c) wawancara. Semua data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Topik materi yang digunakan sebagai sarana membangun kepercayaan diri siswa adalah kebutuhan mendasar manusia melalui metode diskusi.


202 HASIL DAN PEMBAHASAN 1.4 Hasil Jawaban peserta didik sangat bervariasi, rata-rata menjawab melebihi jumlah minimum 7 (tujuh) yang dituliskan. Paling sedikit Sembilan hal dan paling banyak sebelas kebutuhan mendasar manusia yang mereka identifikasi. Secara teori ada banyak hal kebutuhan mendasar manusia bergantung pada tinjauannya. Manusia memiliki kebutuhan dasar (kebutuhan pokok) untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, walaupun setiap individu mempunyai karakteristik yang unik, kebutuhan dasarnya sama. Menurut Abraham Maslow kebutuhan dasar manusia terdiri dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan dan keselamatan, kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri (Kartikasari, 2012). Hasil identifikasi kebutuhan manusia dirangkum pada table 1. Jawaban kelompok satu hingga kelompok enam ada kesamaan dan perbedaannya. Ada beberapa hanya berbeda redaksi saja. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil identifikasi kebutuhan mendasar manusia per kelompok KELOMPOK 1 2 3 4 5 6 Kebutuhan Mendasar Manusia Bahan Makanan Beras Bahan Makanan Beras Beras & Minyak Goreng Beras dan Daging Air bersih Listrik Air bersih dan Listrik Air bersih dan Listrik Air bersih dan Listrik Air bersih dan Listrik Kasih sayang dan perhatian Air bersih LPG Kendaraan Keamanan Kasih sayang dan perhaatian Biaya Sekolah Pakaian Sepatu & Sandal Biaya Sekolah Biaya Sekolah HP Pakaian Bensin Pakaian Rumah Oksigen Bensin Kesehatan Biaya Sekolah Motor & Mobil LPG Lingkungan Sehat Kesehatan Bensin Cinta dan kasih sayang Rumah Bensin LPG Keamanan Listrik Handphone Kesehatan Kesehatan Kesehatan LPG Oksigen Perhatian dan kasih sayang keluarga Keamanan Keamanan Pakaian Rumah Bensin Uang Sekolah Data hasil wawancara kelompok klarifikasi temuan/hasil identifikasi kebutuhan mendasar manusia. P = Pewawan cara, KS = Kelompok Siswa. ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- P : Ada beberapa pertanyaan konfirmasi yang perlu di kros cek pada kalian tapi yang menjawab tidak hanya juru bicara, siapa aja boleh menambahkan jika masih perlu penjelasan P : Apa benar ini table hasil identifikasi kelompok satu (sambil memperlihatkan table hasil pekerjaan kelompok satu) KS-1 : Betul itu punya kami P : Kalian berhasil mengidentifikasi 9 (Sembilan) kebutuhan mendasar, dan satu yang agak beda kalian pilih oksigen sebagai salah satu kebutuhan pokok KS-1 : Karena bencana asap, jadi bernapas perlu oksigen pak P : Oooo… ini idenya siapa KS-1 : Itu idenya KS-1C pak (sambil menunjuk anggota kelompok kode KS-1C) P : Mengapa kesehatan kalian kategorikan kebutuhan mendasar? KS-1 : Ya…ialah pak, banyak uang tapi tidak sehat khan berabe pak (sehat itu mahal pak, KS-1C menambahkan) P : Trima kasih ya… yang lainnya relative sama dengan kelompok lain KS-1 : Sama-sama pak ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- P : Ada beberapa pertanyaan konfirmasi yang perlu di cekiend ri cek pada kalian tapi yang menjawab tidak harus juru bicara, siapa aja boleh menambahkan jika masih perlu penjelasan P : Apa benar ini table hasil identifikasi kelompok kalian (sambil memperlihatkan table hasil pekerjaan kelompok dua) KS-2 : Betul itu hasil kerja kami pak P : Kalian berhasil mengidentifikasi 9 (Sembilan) juga sama seperti kelompok satu KS-2 : Oooo …ya, koq bias pak P : Baapak tidak tahu,,, jangan-jangan kalian nyontek? KS-2 : Dijamin pak, kami tidak nyontek (mungkin kebetulan saja, KS-2E menimpali) P : Bagus jika demikian, dari Sembilan kebutuhan yang kalian identifikasi, mana kebutuhan yang paling pokok atau ju Jika diranking, mana yang paling utama 1,2,3 ,4,5,6,7 KS-2 : Semuanya utama pak, ibaratnya Sembilan bahan pokok paak…


203 P : Wow… luar biasa kelompok ini,,, KS-2 : Ada beberapa yang tepuk tangan… trims atas pujiannya (KS-2B menimpali) P : Mengapa HP dimasukkan sebagai kebutuhan mendasar? KS-2 : Ya… HP kebutuhan pokok pak, bangun pagi cari HP (sarapannya HP pak) kata KS-2D butuh informasi dari HP, isi WA atau facebook dan lain-lain… betul kata yang lain dengan kompak P : Di kelompok lain, mereka pilih Oksigen, LPG, Keamanan, Kesehatan, Rumah, Motor & Mobil serta Uang Sekolah sebagai Kebutuhan mendasar manusia? KS-2 : Kami sangat setuju pak dengan kelompok lain , cuman kami lupa tadi karena hanya diminta minimal 7 (tujuh) ya… kami tulis/ pilih atau dapat Sembilan sudah lebih dua dari yang minimal yang diminta… P : Oke… trims KS-2 : Trims kembali pak ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- P : Ada beberapa pertanyaan konfirmasi yang perlu di cekiend ri cek pada kalian tapi yang menjawab tidak harus juru bicara, siapa aja boleh menambahkan jika masih perlu penjelasan P : Apa benar ini hasil identifikasi kelompok 6 (enam)/ (sambil memperlihatkan table hasil pekerjaan kelompok-6) KS-6 : Betul isekaaali pak P : Secara umum apa yang kalian tulis banyak samanya dengan kelompok lain, cuman dalam bahasa yang berbeda, misalnya kelompok lain menulis dengan “bahan Makanan” kalian tulis beras dan daging? KS-6 : Sebenarnya sama saja pak, cuman yang kami ingat makan nasi dan lauknya daging ayam… jadi itu yang kami tulis (sesungguhnya maksud kami juga itu bahan makanan pak Cuma bahasanya beras dan daging (kata KS-6A) menegaskan P : Ooooo… baiklah jika demikian, namun ada hal lain yang menarik juga, kalian tulis “BENSIN” sebagai kebutuhan mendasar padahal kalian tidak punya MOTOR atau MOBIL? KS-6 : Hehehe… maksud kami, betul kami tidak punya motor atau Mobil… tapi kalo harga BENSIN naik harga bahan pokok naik pak… P : Betul sekali… jawaban alias alasan kalian Bapak guru kagum… terhadap argument… kelompok enam, … KS-6 : Trims atas pujiannya pak P : Kelompok lain, menulis Oksigen, Motor dan Mobil sebagai Kebutuhan Mendasar? KS-6 : Sebenarnya apa kelompok lain tulis… kami juga setuju bahwa oksigen adalah kebutuhan pokok, kalo udara tercemar karena kebakaran hutan, kesekolah kami harus pake masker, sekolah diliburkan dll P : Trims atas jawabannya KS-6 : Kembali kasih pak,… ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- P : Ada beberapa pertanyaan konfirmasi yang perlu di cekiend ri cek pada kalian tapi yang menjawab tidak harus juru bicara, siapa aja boleh menambahkan jika masih perlu penjelasan P : Apa benar ini table hasil identifikasi kelompok kalian (sambil memperlihatkan table hasil pekerjaan kelompok dua) KS-5 : Betul itu hasil kerja kami pak P : Secara umum pilihan kalin tehadap kebutuhan mendasar manusia hamper sama dengan kelompok lain, cuman ada yang agak beda redaksi, misalnya kelompok lain menulis BAHAN MAKANAN, kalian menulisnnya dengan BERAS & MINYAK GORENG? KS-5 : Sebenarnya yang kami maksud juga demikian pak,… hehehe maaf pak kalo kami salah…. P : Kalian tidak saalah, cuman beda aja,…. Ada yang sangat berbeda dengan kelompok lain yakni kalian tulis ada OKSIGEN dab juga LINGKUNGAN SEHAT, maksudnya apa ya… karena hanya kelompok 5 (ima) yang menulis lingkungan sehat sebagai kebutuhan Mendasar, Oksigen di kelompok lain juga ada… KS-5 : Oooo… itu, yang kami maksudkan meski ada oksigen buanyak tetapi lingkungannya tidak sehat ya… mengganggu pernapasan pak P : Oooh… gitu maksudnya KS-5 : Iiiiya pak… P : Ada beberapa kelompok berbeda cara menuliskan hasil identifikasi kelompok, tapi hanya berbeda redaksi, apa peendapat kalian terhadap hal ini? KS-5 : Berbeda cara nulis atau cara memahami sesuatu itu menurut kami wajar dan manusiawi, beda orang beda cara pandangnya P : Trims banyak ya KS-5 : Sama-sama, trima kasi juga pak ----------------------------------------------------------------------------------------------------------- Tabel 1 memaparkan hasil identifikasi yang tuliskan kelompok satu hingga kelompok enam. Secara umum, temuan kelompok satu hingga kelompok enam banyak persamaannya, ada yang menulis bahan makanan, di kelompok lain ditulis dengan Beras saja, beras dan daging atau beras dan minyak goring. Setelah di konfirmasi melalui wawancara, siswa katakan sebenarnya itu juga yang kami maksudkan bahan makanan. Ada kelompok yang menuliskan oksigen sebagai kebutuhan mendasar manusia, setelah dikonfirmasi kelompok yang tidak menuliskan, menerima bahwa oksigen merupakan kebutuhan mendasar karena pengalaman dari bencana tahunan kabut asap, mereka sadari bahwa oksigen adalah kebutuhan mendasar. Argunentasi yang dibangun tiap kelompok menandakan bahwa bahwa siswa berani mengemukakan gagasan yang berbeda secara redaksi, tapi mereka percaya diri bahwa apa yang mereka tuliskan sama maknanya dengan kelompok lain. Berbeda cara membahasakan tapi sesungguhnya maksudnya seperti kelompok lain. Rasa percaya diri siswa tampak ketika wawancara, siswa dengan sabar dan percaya diri mengemukakan argumentasinya. Memeng disadari bahwa percaya diri belum teruji secara individu, namun secara umum, hasil yang diperoleh dari penelitian ini telah memenuhi harapan bahwa siswa dapat mengemukakan pendapatnya secara berani meski dalam knmteks kelompok.Menurut siswa berbeda pendapat sangat wajar dan manusiawi.


204 Dengan metode diskusi siswa dapat mengerti tentang konsep/ide-ide kelompok lain dan menjadikan konsep yang dibahan lebih baik lagi dipahami. Kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan mendasar, jika oksigen berkurang maka akan mengancam kesehatan dan juga keselamatan. Hal tersebut didukung oleh Asmadi yang mengemukakan bahwa kebutuhan akan keselamatan dan keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri dari berbagai bahaya yang mengancam, baik terhadap fisik maupun psikososial (Asmadi, 2008). Mereka (siswa-siswi) dapat mengkonstruksi/meramu dan mengakomodasi informasi secara kelompok. Uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa dengan metode diskusi siswa benar-benar dilibatkan secara penuh dalam proses pembelajaran sehingga siswa dituntut untuk membaca, memahami materi, menyampaikan pendapat, menanggapi pendapat teman memberi saran dan juga menerima saran teman. Hal ini berarti dengan metode diksusi dapat menjadi sarana membangun kepercayaan diri siswa. PENUTUP Pembelajaran dengan metode diskusi dapat membangun kepercayaan diri siswa. Meski terdapat perbedaan redaksi/pendapat namun siswa belajar sabar dan berusaha toleran terhadap perbedaan, dan akhirnya meraka sependapat. DAFTAR PUSTAKA Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien . Jakarta: Salemba Medika. Hakim, T. (2002). Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara. Iswidharmanjaya, A., & Agung, G. (2005). Satu Hari Menjadi Lebih Percaya Diri. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Kartikasari, Dwiyani . dan Fitria Handayani. 2012. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Jurnal Nursing Studies, Vol. 1, No. 1, hal. 175 – 182. [Online] tersedia di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnursing. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Kelima). Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Krishna, A. (2006). Neo Psychic Awarenes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Lauster, P. (2003). Tes Kepribadian (alih bahasa: D.H. Gulo). Jakarta: PT. Bumi Aksara. Mastuti, & Aswi. (2008). 50 Kiat Percaya Diri. Jakarta: PT. Buku Kita. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sumarni, Abduh H. Harun, dan Imran. 2017. Penerapan Metode Diskusi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Kecil Toraranga Pada Mata Pelajaran PKn Pokok Bahasan Sistem Pemerintahan Kabupaten, Kota dan Provinsi. Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 3 No. 4. ISSN 2354-614X


205 PROFIL KEMAMPUAN BERHITUNG SISWA SD NEGERI 3 PANARUNG SETELAH PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN METODE JARIMATIKA Limbun1 ), Annae Purwaty Kamin2 ), Abdul Hadjranul Fatah3 ) ABSTRAK Pembelajaran metode jarimatika menghadirkan proses berhitung yang mudah dilakukan karena gerakan jari-jari tangan menarik perhatian dan minat peserta didik untuk belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan berhitung siswa kelas VI SD Negeri 3 Panarung setelah mengikuti pembelajaran menggunakan metode jarimatika. Penelitian ini melibatkan 27 siswa kelas VI SD Negeri 3 Panarung tahun pelajaran 2019/2020. Ada tiga tahapan penelitian yang dilakukan yakni (1) Pengenalan aspek-aspek jarimatika pada siswa-siswi (2) Melatih kemampuan berhitung siswa melalui pembelajaran metode jarimatika, dan (3) Mengukur kemampuan akhir siswa menggunakan instrument tes kemampuan jarimatika. Data dikumpulkan melalui kegiatan a) pretes dan postes. b)lembar pengamatan aktivitas belajar siswa, c) wawancara menggunakan pedoman wawancara hasil jawaban postes siswa. Semua data yang terkumpul dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berhitung siswa terjadi peningkatan: (a) Sebanyak 92,59% siswa dapat memperagakan simbol satuan dengan tepat kurang dari 3 detik (b) Rata-rata kemampuan berhitung siswa meningkat dari 62,5 menjadi rata-rata 78,6., dan (c) Sebanyak 77,78% siswa dapat menghitung dengan tepat suatu operasi hitung penjumlahan dan pengurangan. Kata Kunci: kemampuan berhitung, metode jarimatika PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Karena itu, eksistensi matematika bagi kebutuhan manusia perlu diberikan sejak dari tingkat sekolah dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Berbicara tentang matematika tidak akan lepas dari ilmu berhitung yang lebih dikenal dengan sebutan aritmatika. Berhitung terdapat di semua cabang matematika seperti geometri, statistika, aljabar dan lain sebagainya. Berhitung juga terdapat di mata pelajaran lain seperti fisika, kimia, biologi bahkan juga ada di ilmu pengetahuan social yaitu mata pelajaran ekonomi. Berhitung digunakan dalam kehidupan seharihari misalnya ketika menghitung uang, menghitung banyaknya penduduk, menghitung hewan ternak, menghitung waktu dan lain sebagainya. Kemampuan berhitung sangatlah penting untuk peserta didik (siswa-siswi) baik diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mengingat arti pentingnya berhitung, maka berhitung diajarkan secara formal sejak siswa berada dipendidikan tingkat dasar. Menurut Saleh (2009) Operasi hitung merupakan jantung dari matematika. Operasi hitung inilah yang membuat perhitungan antar bilangan bisa terjadi. Untuk tingkat dasar, ada lima operasi hitung yang harus diketahui, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perpangkatan. Kegiatan berhitung ini biasanya ada dalam pelajaran metematika. Banyak informasi yang menyatakan


206 bahwa matematika kerapkali menjadi monster yang menakutkan bagi anak. Anak tidak suka belajar matematika. Bahkan mendengar kata matematika saja, dibenaknya sudah tergambar sesuatu yang menyeramkan dan menakutkan. Ada beberapa alasan yang sering disampaikan berkaitan dengan ketakutan anak terhadap matematika, yaitu: (1) teoritis dan abstrak, (2) banyak rumus, (3) isinya cuma hitung-hitungan, (4) guru yang mengajar killer, (6) matematika hanya untuk anak pandai. Anak yang cara pandangnya negatif terhadap matematika biasanya juga akan bersikap negatif terhadap matematika (Sriyanto, 2007). Hal tersebut membuat cara pandang anak menjadi tidak tertarik dengan matematika dan bisa jadi akan berimbas kepada hasil belajar siswa. Oleh karena itu, agar anak bisa belajar matematika dengan baik, maka seorang pendidik harus dapat mengubah cara pandang anak, kemudian membuat anak menjadi tertarik terhadap matematika. Pembelajaran Bermakna Pembelajaran bermakna adalah pembelajaran yang menyenangkan yang akan memiliki keunggulan dalam meraup segenap informasi secara utuh sehingga konsekuensi akhir meningkatkan kemampuan siswa. Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa, sehingga konsepkonsep baru tersebut benar-benar terserap peserta didik (Donas, 2016). Pembelajaran bermakna dapat terjadi apabila konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Trimo dan Rusantiningsih (2008) mengemukakan bahwa pembelajaran yang bermakna akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan. Pengalaman yang diperoleh siswa akan semakin berkesan apabila proses pembelajaran yang diperolehnya merupakan hasil dari pemahaman dan penemuannya sendiri. Dalam konteks ini siswa mengalami dan melakukannya sendiri. Proses pembelajaran yang berlangsung melibatkan siswa sepenuhnya untuk merumuskan sendiri suatu konsep. Keterlibatan guru hanya sebagai fasilitator dan moderator dalam proses pembelajaran tersebut. Metode Jarimatika Berhitung dengan metode jarimatika mudah dipelajari dan menyenangkan bagi peserta didik. Mudah dipelajari karena jarimatika mampu menjembatani antara tahap perkembangan kognitif peserta didik yang konkret dengan materi berhitung yang bersifat abstrak. Jarimatika memberikan visualisasi proses berhitung, peserta didik belajar dengan memanipulasi hal-hal konkret tersebut untuk memepelajari materi matematika yang bersifat abstrak dan deduktif. Metode jarimatika mudah dipelajari segala usia, minimal anak usia 3 tahun. Menyenangkan karena peserta didik merasakan seolah-olah mereka bermain sambil belajar dan merasa tertantang dengan teknik jarimatika. Metode berhitung jarimatika mampu menyeimbangkan kerja otak kanan dan kiri, karena tidak membebani memori otak peserta didik. Hal tersebut dapat


207 ditunjukkan pada waktu berhitung mereka akan mengotak-atik jari-jari tangan kanan dan kirinya secara seimbang. Jarimatika mengajak peserta didik untuk dapat mengaplikasikan operasi hitung dengan cepat dan akurat menggunakan alat bantu jari-jari tangan, tanpa harus banyak menghafalkan semua hasil operasi hitung tersebut. Metode jarimatika praktis dan efisien . Dikatakan praktis karena alat hitungnya jari maka selalu dibawa kemana-mana. Alatnya tidak akan pernah ketinggalan dan tidak akan disita apalagi diambil, jika peserta didik ketahuan memakai jari-jari sebagai alat hitungnya pada saat ujian. Metode jarimatika efisien karena alatnya selalu tersedia dan tidak perlu dibeli. Penggunaan “Jarimatika” lebih menekankan pada penguasaan konsep terlebih dahulu baru ke cara cepatnya, sehingga peserta didik menguasai ilmu secara matang. Selain itu metode tersebut disampaikan secara fun, sehingga peserta didik akan merasa senang, mudah dilakukan dan hasilnya akurat bagaikan sedang “tamasya belajar”. Pengaruh daya pikir dan psikologis karena diberikan secara menyenangkan maka sistem limbik di otak peserta didik akan senantiasa terbuka sehingga memudahkan anak dalam menerima materi baru. Membiasakan peserta didik mengembangkan otak kanan dan kirinya, baik secara motorik maupun secara fungsional, sehingga otak bekerja lebih optimal. Tidak memberatkan memori otak, sehingga peserta didik menganggap mudah, dan ini merupakan step awal membangun rasa percaya dirinya untuk lebih jauh menguasai ilmu matematika secara luas (Wulandani, 2008). METODE Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini melibatkan 27 siswa kelas VI SD Negeri 3 Panarung tahun pelajaran 2019/2020. Ada empat tahapan penelitian yang dilakukan yakni (1) Pretes, peserta didik menjawab 10 soal esay selama 20 menit, (2) Pengenalan aspek-aspek jarimatika pada siswa-siswi (3) Latihan kemampuan berhitung siswa melalui pembelajaran metode jarimatika, dan (4) Postes, peserta didik menjawab 10 soal esay (bobot soal setara dengan soal pretes) selama 20 menit. Data dikumpulkan melalui kegiatan a) pretes dan postes. b) lembar pengamatan aktivitas belajar siswa, c) wawancara menggunakan pedoman wawancara hasil jawaban postes siswa. Semua data yang terkumpul dianalisis menggunakan statistik deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Peserta didik diperkenalkan dengan symbol jari tangan kiri dan tangan kanan. Jari tangan kanan untuk satuan dan jari tangan kiri untuk puluhan. Setelah semua peserta didik dianggap mahir memperagakan symbol jari yang menunjukkan angka satuan dan puluhan, dilanjutkan dengan pelatihan contoh-contoh operasi hitung penjumlahan dan pengurangan. Tabel 1. Rumus tambah lima dan kurang lima Rumus +5 Rumus -5 +4 = +5 – 1 +3 = +5 – 2 +2 = +5 – 3 -4 = -5 + 1 -3 = -5 + 2 -2 = -5 + 3


208 + 1 = +5 – 4 -1= -5 + 4 Tabel 2. Rumus tambah sepuluh dan kurang sepuluh Rumus +10 Rumus -10 + 9 = +10 – 1 + 8 = +10 – 2 + 7 = +10 – 3 + 6 = +10 – 4 + 5 = +10 – 5 + 4 = +10 – 6 + 3 = +10 – 7 + 2 = +10 – 8 + 1 = +10 – 9 - 9 = -10 + 1 - 8 = -10 + 2 - 7 = -10 + 3 - 6= -10 + 4 - 5 = -10 + 5 - 4 = -10 + 6 - 3 = -10 + 7 - 2 = -10 + 8 - 1 = -10 + 9 Data capaian peserta didik menjawab soal pretes dan postes ditabulasi dalam table. Tabel 3 adalah contoh data capaian salah satu peserta didik kode S-12 Tabel 3 Contoh capaian peserta didik kode S-12 No. Soal Pretes (Benar /Salah) Total waktu pengerjaan Postes (Benar /Salah) Total waktu pengerjaan 1. Benar 18 menit Benar 14 menit 2. Benar Benar 3. Salah Benar 4. Benar Benar 5. Benar Benar 6. Salah Benar 7. Salah Benar 8. Benar Benar 9. Salah Benar 10. Benar Benar Tabel 4 Contoh capaian peserta didik kode S-23 No. Soal Pretes (Benar /Salah) Total waktu pengerjaan Postes (Benar /Salah) Total waktu pengerjaan 1. Benar 19 menit Benar 13 menit 2. Benar Benar 3. Salah Benar 4. Salah Benar 5. Benar Benar 6. Benar Benar 7. Benar Benar 8. Benar Benar 9. Salah Benar 10. Benar Benar Cuplikan wawancara peserta didik kode S-12 dan S-23 sebagai berikut:


209 P = pewawancara ; S = kode peserta didik ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- P : Apa betul ini pekerjaan anda (sambil menunjukkan lembar soal dan jawaban peserta didik S-12 : Betul pak P : Pada pretes, jawaban kamu masih ada soal yang salah, apa ada kesulitan mengerjakannya S-12 : Sambil tersipu malu peserta didik menjawab ‘ benar’ ada kesulitan sedikit dan mengerjakan soal dengan cara dikotret P : Dikotret? Maksudnya S-12 : Saya menghitungnya dengan cara diorat-oret dikertas lain P : Jawaban kamu pada postes benar semua, koq bias? Waktunya pun singkat S-12 Ah… soalnya mudah pak, tak perlu dikotret langsung dihitung gunakan jari dan mudah tinggal baca hasil dijari tangan P : Gimana perasaaanmu setelah belajar dengan metode jarimatika S-12 : Perasaan senang sekali (agak tersenyum lebar), kemudian terucap “menghitung menggunakan jari membantu saya dan mengerjakan soal jadi mudah P : Trima kasih nanda… S-12 : Sama-sama pak ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- P : Apa betul ini pekerjaan anda (jawaban peserta didik diperlihatkan pada ybs) S-23 : Betul pak P : Pada pretes, jawaban kamu masih ada tiga soal yang masih salah, apa kamu ada kesulitan? S-23 : Sulit siih tidak pak, cuman waktunya terlalu sedikit yang disediakan yakni cuman 20 menit saja, jadi tergesa-gesa memgerjakannya. P : Waktu duapuluh menit terlalu singkat, tapi kamu kerjakan postes hanya perlu waktu 13 menit dan hasilnya benar semua… koq bisa ya S-23 : Itu beda pak,,,, karena gunakan jari menghitungnya hehe…he (peserta didik agak senyum & girang P : Apa tanggapanmu tentang belajar menghitung dengan metode jarimatika S-23 : Senang sekali pak (sambil senyum lebar), kemudian terucap “coba dari kemarin-kemarin belajarnya” P Memangnya kenapa dengan jarimatika? S-23 Belajar dengan jarimatika, asyik menyenangkan P : Oke trima kasih ya… S-23 : Baik pak, sama-sama ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Belajar sambil memainkan jari-jari tangan menjadikan suasana belajar santai, namun peserta didik nampak antusias dan merasa tertantang dengan metode jarimatika. Pembelajaran agak santai namun peserta didik serius memperhatikan guru yang sedang memperagakan symbol jari. Pak guru mengankat tangan kanan dan berucap “tangan kanan digunakan untuk satuan” kemudian mengangkat tangan kiri. Untuk tangan kiri digunakan sebagai puluhan. Peragaan dilanjutkan, jari tangan kanan dibaca sebagai symbol angka satuan, yaitu: Angka 1 (satu) diwakili oleh jari telunjuk, Angka 2 (dua) diwakili oleh jari telunjuk dan jari tengah. Angka 3 (tiga) ditunjukkan dengan jari (telunjuk, jari tengah dan jari manis) demikian seterusnya untuk angka 4 (empat) ditunjukkan ketika jari telunjuk sampai kelingking terbuka. Angka 5 diwakili oleh jempol saja. Lalu angka 6 (enam) ditunjukkan dengan jempol dan telunjuk, demikian seterusnya hingga angka 9 (sembilan) ditunjukkan jika semua jari tangan kanan terbuka. Gabungan jari tangan kiri dan kanan menunjukkan angka belasan hingga angka 99 (Sembilan puluh Sembilan) angka maksimumnya. Berhitung dengan metode jarimatika tidak membebani memori otak peserta didik. Metode berhitung jarimatika mampu menyeimbangkan kerja otak kanan dan kiri, hal itu dapat ditunjukkan pada waktu berhitung mereka akan mengotak-atik jari-jari tangan kanan dan kirinya secara seimbang. Jarimatika mengajak peserta didik untuk dapat mengaplikasikan operasi hitung dengan cepat dan akurat menggunakan alat bantu jari-jari tangan, tanpa harus banyak menghafalkan semua hasil operasi hitung tersebut.


210 Capaian hasil peserta didik (siswa-siswi) lebih cepat dalam mengerjakan soal-soal matematika dengan jarimatika dibandingkan sebelum peserta didik diperkenalkan metode jarimatika atau menghitung secara tradisional. Pada umumnya peserta didik dapat memperagakan symbol satuan kurang dari tiga detik, tetapi ketika ditanya bagaimana symbol puluhan ada yang langsung memperagakan dan rata-rata benar serta waktunya kurang dari lima detik. Bila guru meminta peserta didik menunjukkan symbol satuan dengan segera mereka memperagakannya dan tepat symbol yang dimaksudkan tersebut. Sebanyak 92,59% siswa dapat memperagakan simbol satuan kurang dari 3 detik. Ini menunjukkan bahwa siswa telah mahir memunculkan lambang satuan sementara yang lainngnya dapat bisa menunjukkan lambang angka dengan tepat juga tetapi lebih dari 3 (tiga) detik. Tabel 3 dan 4 memperlihatkan kemampuan berhitung peserta didik yakni ketepatan dan kecepatan menyelesaikan soal lebih baik setelah belajar berhitung menggunakan metode jarimatika. Rata-rata kemampuan berhitung siswa meningkat (dari rata-rata 62,5 menjadi ratarata 78,6). Sebanyak 77,78% siswa dapat menghitung dengan tepat suatu operasi hitung penjumlahan dan pengurangan. PENUTUP Kemampuan berhitung siswa terjadi peningkatan setelah mengikuti pembelajaran menggunakan metode jarimatika : (a) Sebanyak 92,59% siswa dapat memperagakan simbol satuan dengan tepat kurang dari 3 detik (b) Rata-rata kemampuan berhitung siswa meningkat dari 62,5 menjadi rata-rata 78,6., dan (c) Sebanyak 77,78% siswa dapat menghitung dengan tepat dalam operasi penjumlahan dan pengurangan serta semakin akurat. Peserta didik (siswa SD Negeri 3 Panarung Palangka Raya) dengan cepat dan tepat dapat menyelesaikan soal-soal berhitung. DAFTAR PUSTAKA Donas Ahmad Najib, 2016. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Bermakna (Meaningfull Learning) Pada Pembelajaran Tematik IPS Terpadu Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas III di MI Ahliyah IV Palembang. Jurnal Ilmiah PGMI Volume 2, Nomor 1, Januari 2016 Saleh, Andri. 2009. Kamus Visual Matematika. Jakarta: PT. Multazam Media Utama. Sihombing Belsasar. 2015. Penerapan Teori Ausubel Dengan Menggunakan Metode Inkuiri Pada Matakuliah Kalkulus. Jurnal Pendidikan Matematika dan Terapan. Vol.1, Nomor 3, Edisi Agustus. Sriyanto. 2007. Strategi Sukses Menguasai Matematika. Yogyakarta: Indonesia Cerdas. Trimo & Rusantuningsih. 2008. Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Kolaborasi Metode Quantum Teaching Dan Snowball Throwing. Artikel. [Tersedia] Http://Re- Searchengines.Com/0408trimo.Html.


211 TANTANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TERHADAP BUDAYA LOKAL Holten Sion¹, Neneng Nurwati², Ira Vivi. S³, Wahyu Eka Prasetyo 4 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi dampak TIK terhadap budaya lokal. Artikel ini termasuk jenis artikel ilmiah non penelitian, karena itu teknik penulisan yang digunakan adalah teknik studi pustaka, yaitu mengkaji bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan peluang dan tantangan budaya lokal sebagai akibat dampak kemajuan TIK. Pelaksanaan studi kepustakaan dilakukan melalui 3 (tiga) tahap, yaitu: 1. Mengetahui jenis pustaka, yang dibutuhkan, 2. Mengkaji dan mengumpulkan bahan pustaka, dan 3. Menyajikan studi kepustakaan. Hasil kajian menemukan bahwa tantangan yang TIK meliputi: (a) tantangan yang berkaitan dengan SDM dan (b) tantangan yang berkaitan dengan non SDM. Kata kunci: tantangan, budaya lokal PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sangat cepat menuntut kesiapan yang optimal dari semua pihak. Pemikiran yang demikian dilakukan untuk mempersiapkan sebuah rencana yang efektif di masa depan, dan pemikiran semacam ini yang dikenal dengan manajemen strategic. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Husein Umar (1999), yang mengatakan “manajemen strategik sebagai suatu seni dan ilmu dalam hal pembuatan (formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) keputusankeputusan startegis antara fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuannya pada masa mendatang. Pendapat tersebut didukung oleh Lawrence R. Jauch dan Wiliam F. Gluech (1998), dengan menulis bahwa “….manajemen Strategik adalah sejumlah keputusan dan tindakan yang mengarah pada penyusunan suatu strategi atau sejumlah strategi yang efektif untuk membantu mencapai sasaran….”


212 Didalam konteks artikel ini budaya dimaknai sebagai “suatu sistem dari pikiran dan perasaan (akal budi) manusia yang memiliki kekuatan untuk menjadi dasar dan pedoman dalam menjalani kehidupan yang baik” Koentjaraningrat, 1986). Selanjutnya dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara (didalam Koentjaraningrat, 1986), bahwa “secara universal, budaya diartikan sebagai suatu sistem nilai dan ide yang dihayati oleh sekelompok manusia disuatu lingkungan hidup dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian maka unsur-unsur dari budaya itu sendiri meliputi: (1) wujud idea atau gagasan, (2) wujud aktivitas, dan (3) wujud hasil. Budaya dalam wujud yang pertama berada didalam benak pikiran masyarakat pada suatu tempat tertentu. Kemajuan teknologi yang disebutkan diatas tentu berdampak kepada berbagai aspek kehidupan, diantaranya aspek budaya. Tantangan dapat diartikan sebagai “hal atau objek yang menggugah atau merangsang tekad untuk meningkatkan kemampuan mengatasi masalah untuk bekerja lebih giat” (KBBI, 1994). Sehubungan dengan hal itu, maka kesulitan dapat dipandang sebagai tantangan untuk lebih giat bekerja, atau untuk menanggulangi sesuatu hal atau objek. Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsi dan menganalisis tantangan teknologi informasi dan komunikasi terhadap budaya lokal. METODE Artikel ini termasuk jenis artikel ilmiah non penelitian, karena itu teknik penulisan yang digunakan adalah teknik studi pustaka, yaitu mengkaji bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan peluang dan tantangan budaya lokal sebagai akibat dampak kemajuan TIK. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Roth (dalam Mestika, 2008) yang menyebutkan “untuk melakukan studi kepustakaan, perpustakaan merupakan suatu tempat yang tepat guna memperoleh bahan-bahan dan informasi yang relevan untuk dikumpulkan, dibaca dan dikaji, dicatat dan dimanfaatkan”. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasan (2002) yang mengatakan pelaksanaan studi kepustakaan dilakukan melalui 3 (tiga) tahap, yaitu: 1. Mengetahui jenis pustaka, yang dibutuhkan, 2. Mengkaji dan mengumpulkan bahan pustaka, dan 3. Menyajikan studi kepustakaan. Pada tahap pertama penulis harus dapat mengetahui dan membedakan sumber pustaka, yaitu ada sumber tertulis dan sumber tidak tertulis. Kedua sumber ini dapat digunakan oleh penulis dalam melakukan kajian dan analisis terhadap permasalahan yang ditelaah. Selanjutnya pada tahap kedua adalah melakukan kajian dan pengumpulan bahan pustaka yang biasa disebut bibliografi atau kartu kutipan. Kemudian tahap yang terakhir adalah memaparkan atau menyajikan hasil kajian pustaka itu sendiri baik dalam bentuk kutipan langsung maupun dalam bentuk kutipan tidak langsung.


213 HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data hasil penelitian ditemukan beberapa tantangan yang terjadi pada aspek budaya sebagai akibat pesatnya kemajuan TIK. Adapun yang dihadapi meliputi: (1) tantangan yang berasal dari sumberdaya manusia dan (2) tantangan yang berasal dari sumber daya non manusia. 1. Tantangan Sumbedaya Manusia Sesuai dengan peluang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka salah satu unsur yang sangat penting dalam upaya pengembangan dan pelestarian budaya lokal adalah ketersediaan sumberdaya manusia. Ketersediaan yang dimaksud memiliki pengertian ketersediaan secara kuantitas maupun ketersediaan secara kualitas manusia yang terlibat dalam kegiatan terkait dengan budaya lokal Kalimantan Tengah. Pentingnya sumberdaya manusia ditegaskan oleh Sonny Sumarsono (2003) dengan pernyataan “Sumber Daya Manusia atau human recources mengandung dua pengertian. Pertama, adalah usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi, dalam hal lain SDM mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Pengertian kedua, SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut”. Pendapat tersebut didukung M.T.E. Hariandja (2002) dengan pernyataan “Sumber Daya Manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan disamping faktor yang lain seperti modal. Selanjutnya dikatakan oleh karena itu SDM harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi”. Hal ini berarti bahwa keberadaan peluang menimbulkan tantangan bahwa dibutuhkan banyak orang yang memiliki kepedulian serta komitmen tinggi terhadap keberadaan dan kelestarian budaya lokal. Disamping itu dibutuhkan orang-orang yang memiliki pengetahuan serta keterampilan atau keahlian yang handal terkait dengan budaya lokal Kalimantan Tengah. 2. Tantangan Sumberdaya Non Manusia Keberadaan orang-orang yang peduli dan komitmen serta memiliki keahlian terkait budaya lokal tidak akan menjamin peluang-peluang yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal apabila tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Selanjutnya ketersediaan orang yang peduli dan berkomitmen serta memiliki keahlian terkait budaya lokal dengan sarana dan prasarana yang cukup, tentu tidak akan dapat berjalan lancar apabila tanpa adanya biaya yang sesuai dengan kebutuhan. Sarana adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai alat untuk mencapai makna dan tujuan, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Pengertian ini menjelaskan bahwa sarana merupakan bahan/alat dalam rangka memanfaatkan peluang yang ada untuk mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu eksistensi budaya lokal. Sedangkan prasarana


214 adalah segala sesuatu yang menjadi penunjang utama dalam memanfaatkan peluang pengembangan dan pelestarian budaya lokal itu sendiri. Pentingnya biaya dalam kaitannya dengan pengembangan dan pelestarian budaya, dapat dilihat dari pendapat F. Hernanto (1996) yang memaknai biaya adalah “sejumlah uang yang dinyatakan dari sumber-sumber ekonomi yang dikorbankan (terjadi atau akan terjadi) untuk mendapatkan sesuatu atau untuk mencapai tujuan tertentu”. Pendapat ini didukung oleh Menurut Mulyadi (2013) dengan mengatakan “biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi, sedang terjadi, atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu”. PENUTUP Berdasarkan hasil kajian ditemukan dua tantangan yang muncul sebagai akibat pesatnya kemajuan TIK yaitu: (1) tantangan yang berasal dari sumberdaya manusia dan (2) tantangan yang berasal dari sumberdaya non manusia. Sehubungan dengan simpulan tersebut disarankan kepada pihak pembuat kebijakan untuk selalu memperhatikan dan merencanakan upaya yang efektif untuk menghadapi tantangan TIK terhadap budaya lokal. DAFTAR PUSTAKA Andrew Heywood. 2002. Politics, Second Edition, New York : Palgrave Macmillan. Chavoshbashi, F., Ghadami, M., Broumand, Z., & Marzban, F. (2012). Designing dynamic model for measuring the effects of cultural values on Iran’s economic growth. African Journal of Business Management, 6(26), 7799– 7815. https://doi.org/10.5897/AJBM11.2473 Souiden et al., 2006 Souiden, Nizar Norizan, M. Kassim, and Heung-Ja Hong, 2006, The effect of corporate branding dimensions on consumers’ product evaluation A crosscultural analysis, European Journal of Marketing, Vol. 40 No. 7/8, pp. 825-845 Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas. 2019. Materi Dialog Pemindahan Ibukota Negara di Provinsi Kalimantan Tengah. Tanggal 19 Juli 2019. Edi Suharto. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosia. Bandung. Alfabeta. F. Hernanto. 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta Fritz Morstein Marx. 1988. Publik Konsep, Teori dan Isu. Penerbit Gaya Media Yogyakarta. Goggin, Malcolm L et al. 1990. Implementation, Theory and Practice: Toward a Third Generation, Scott, Foresmann and Company, USA. Gubernur Kalteng .2019. Materi Dialog Pemindahan Ibukota Negara. Disampaikan. Tanggal 19 Juli 2019. Hasan. 2002. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia


215 https://disbud.bulelengkab.go.id/berita/upaya-pelestarian-kebudayaan-daerah-62 2 Agustus 2019. Husein Umar, 1999, Riset Strategi Perusahaan, Edisi Kesatu, Jakarta,. PT Gramedia Pustaka Utama. Jim Ife & Frank Tesoriero. 2006. Community Development. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Hal 447,448,449 ……………Kamus Besar Bahasa Indonesia Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Koentjaraninggrat. 2009. Ilmu Antropologi. Jakarta: Renaka Cipta. Hal 185,186,187,188,189 Lawrence R. Jauch dan Wiliam F. Gluech. 1998. Manajemen Strategik dan Kebijakan Perusahaan. Jakarta: Salemba Lievens, Filip. 2004. Organizational Image / Reputation, in press Encyclopedia of Industrial and Organizational Psychology. Edited by Rogelberg and C. Reeve. Sage Publications, Belgium: Ghent University. Mestika. 2008. Metodo penelitian kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Michael G. Roskin. 2017. Pengantar gramedia.com - ID.B. Guy Peters and Vincent Wright., dalam Robert E. Goodin and Hans-Dieter Klingemann, A New Handbook of Political Science, Part VII, Bab 27 M.T.E. Hariandja 2002. Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. Grasindo/Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Mulyadi. 2013. Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat. Ripley, Rendal B. and Grace A. Franklin. 1986. Policy Implementation and Bureaucracy, second edition, the Dorsey Press, Chicago-Illionis. Sabatier, Sonny Sumarsono. 2003. Ekonomi Sumberdaya Manusia. Jakarta. Ghalia. Syihabudin. 2007. Pengaruh Budaya Dan Citra Perusahaan Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan. Jurnal Ekonomi Modernisasi. Universitas Kanjuruhan Malang. Wahyuni Kartikasari. 2010. Kebudayaan Dalam Hubungan Internasional. Diplomasi Magazine Edisi 1. 2009. Wayne Persons. 2011. Public Policy. Pengantar Teori dan Praktk Analisis Kebijakan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta Wibawa, dkk. 1994. Kebijakan Publik Dan Analisis. Intermedia, Jakarta


216 IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS ETNOMATEMATIKA Nyoto¹, Asih Utami² ABSTRAK Permasalahan peneliti mengajar mata kuliah pembelajaran matematika SD pada mahasiswa PGSD UPR adalah kurangnya kreativitas mahasiswa dalam merancang pembelajaran apabila diberi tugas, masih rendahnya hasil belajar mahasiswa tentang konsep matematika, dan aktivitas pembelajaran yang mereka rancang kurang sesuai dengan kondisi kelas. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan model pembelajaran matematika realistic berbasis etnomatematika sebagai salah satu contoh alternatif pembelajaran yang bisa diterapkan mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran amtematika realistic berbasis etnomatematika dan mengetahui kreativitas mahasiswa dalam merancang pembelajaran matematika SD. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa PGSD sebanyak 41 orang dalam mata kuliah pembelajaran matematika SD.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Aktivitas mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran matematika realistik berbasis etnomatematika tergolong baik dengan presentasi rata-rata 91,43%. Kreativitas mahasiswa dalam merancang pembelajaran matematika berbasis etnomatematika ini telah memenuhi beberapa indikator penilaian kreativitas. Media yang dipakai antara lain rumah betang, mandau, tameng khas kalimantan tengah, hasil kerajinan rotan khas kalimantan tengah dan batik khas kalimantan tengah yang bermotif batang garing. Dari 5 kelompok belajar terdapat 5 kelompok yang memiliki kemampuan fluency, 4 kelompok memiliki kemampuan flexibility dan 2 kelompok memiliki kemampuan novelty. Kata kunci: Pembelajaran Matematika realistic, etnomatematika, kreativitas PENDAHULUAN Permasalahan yang sering muncul saat peneliti mengajar mata kuliah pembelajaran matematika SD pada mahasiswa PGSD UPR adalah kurangnya kreativitas mahasiswa dalam merancang pembelajaran, masih rendahnya hasil belajar mahasiswa tentang konsep matematika, dan aktivitas pembelajaran yang mereka rancang kurang sesuai dengan kondisi kelas. Masih banyak mahasiswa yang hanya membuat pembelajaran dengan metode ceramah sehingga konsep matematika kurang dapat dipahami. Begitu juga untuk konsep-konsep yang terdapat rumus selalu disajikan dengan menuliskan rumus terlebih dahulu, memberikan contoh kemudian siswa diberi latihan soal. Banyak model dan metode yang bisa ditepakan mahasiswa, salah satunya adalah model pembelajaran matematika realistik. Model ini cocok untuk anak SD karena siswa berhadapan langsung dengan kondisi terdekat mereka sehingga konsep matematika lebih mudah dipahami apalagi jika dipadukan dengan kosep-konsep budaya lokal atau daerah seperti lagu daerah, permainan daerah, makanan daerah, dan lain-lain. Merancang pembelajaran matematika


217 di SD harus diusahakan semua kemampuan siswa optimal termasuk kognitif, afektif dan spikomotorik siswa. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) merupakan suatu pendekatan pendidikan matematika yang dikembangkan di Belanda dengan namaRealistic Mathematics Education (RME) yang dalam bangsa Indonesia dikenal dengan pendidikan matematika realistic Indonesia (PMRI). Ide utama pembelajaran matematika realistik adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) konsep dan prinsip matematika di bawah bimbingan orang dewasa [1]. Ada tiga prinsip utama dalam PMR menurut Gravemeijer, yaitu: a) guided reinvention and progressive mathematizing, b) didactical phenomenology, dan c) selfdeveloped models. Ketiga prinsip tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut. 1. Guided reinvention/progressive mathematizing (penemuan kembali terbimbing/pematematikaan progresif) Prinsip ini menghendaki bahwa dalam PMR, dari masalah kontekstual yang diberikan oleh guru di awal pembelajaran, kemudian dalam menyelesaikan masalah siswa diarahkan dan diberi bimbingan terbatas, sehingga siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika sebagaimana ketika konsep, prinsip, sifatsifat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan. Sebagai sumber inspirasi untuk merancang pembelajaran dengan pendekatan PMR yang menekankan prinsip penemuan kembali (reinvention), dapat digunakan sejarah penemuan konsep/prinsip/rumus matematika. 2. Didactical phenomenology (fenomena pembelajaran) Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena pembelajaran, yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu masalah kontekstual untuk digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan PMR, didasarkan atas dua alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi suatu topik yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) untuk dipertimbangkan pantas tidaknya masalah kontekstual itu digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses pematematikaan progresif. 3. Self – developed models (model-model dibangun sendiri). Menurut prinsip ini, model-model yang dibangun berfungsi sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa. Menurut wahyudi salah satu konteks yang dapatdigunakan dalam pembelajaran matematka realistic adalah budaya [2].Penerapan pembelajaranmatematika realistik yang dimodifikasisesuai dengan kearifan lokal daripenduduk setempat. Artinya pembelajaranmatematika yang diberikan sesuai denganadat, istiadat serta budaya masyarakatsetempat dimana sekolah tersebut berada.Pembelajaran matematika yang berkaitan dengan budaya disebut etnomatematika. Tujuan dari etnomatematika adalah untuk mengakui bahwa ada cara-cara berbeda dalam melakukan matematika dengan mempertimbangkan pengetahuan matematika akademik yang dikembangkan


218 oleh berbagai sektor masyarakat serta dengan mempertimbangkan modus yang berbeda dimana budaya yang berbeda merundingkan praktik matematika mereka (cara mengelompokkan, berhitung, mengukur, merancang bangunan atau alat, bermain dan lainnya).[3]. Etnomatematika merupakan matematika yang tumbuh dan berkembang dalam kebudayaan tertentu. Budaya yang dimaksud disini mengacu pada kumpulan norma atau aturan umum yang berlaku di masyarakat, kepercayaan, dan nilai yang diakui pada kelompok masyarakat yang berada pada suku atau kelompok bangsa yang sama. Selain itu etnomatematika dalam bentuk bangunan cagar budaya maupun noncagar budaya serta makanan tradisional memiliki relasi dengan konsep-konsep matematika seperti bangun datar, bangun ruang, himpunan, simetri, statistika, dan aritmetika social [4]. Hal-hal yang dikaji dalam etnomatematika antara lain: 1. Lambang-lambang, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan keterampilan-keterampilan matematis yang ada pada kelompok-kelompok bangsa, suku, ataupun kelompok masyarakat lainnya. 2. Perbedaan ataupun kesamaan dalam hal yang bersifat matematis antara suatu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya dan faktor-faktor yang ada di belakang perbedaan dan kesamaan tersebut. 3. Hal yang menarik atau spesifik yang ada pada suatu kelompok atau beberapa kelompok masyarakat tertentu misalnyacara bersikap, cara berbahasa dan lainnya yang berkaitan dengan matematika. 4. Berbagai aspek dalam kehidupan bermasyarakat yang ada kaitannya dengan matematika.[5] Menurut Sirate ada beberapa aktifitas Etnomatematika, aktifitas tersebut ialah aktifitas membilang, mengukur,aktifitas membuat rancang bangun,aktifitas menentukan lokasi,aktititas bermain, dan aktifitas menjelaskan.[6] METODE Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di program studi PGSD FKIP UPR pada kelas B semester 5 tahun ajaran 2017/2018. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan Oktober 2018. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa kelas B yang menempuh mata kuliah pembelajaran matematika SD yang berjumlah 41 mahasiswa . Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu data yang hasil observasi aktifitas mahasiswa dalam pembelajaran matematika SD dengan menggunakan pembelajaran matematika realistic berbasis etnomatematika dan kreativitas mahasiswa dalam merancang pembelajaran matematika SD. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan lembar penilaian kreativitas. Indikator kreativitas menurut Siswono meliputi fluency, flexibility dan novelty [7].Indikator tersebut diadaptasi untuk mengetahui kemampuan kreativitas mahasiswa dalam merancang pembelajaran matematika SD sebagai berikut:


219 Tabel 1 Indikator Penilaian Berpikir Kreatif Komponen berpikir kreatif Indikator Fluency Mahasiswa mampu membuat pembelajaran matematika berbasis etnomatematika dengan benar Flexibility Mahasiswa mampu membuat pembelajaran matematika berbasis etnomatematika lebih dari satu cara benar dengan menggunakan media yang sama Novelty Mahasiswa mampu membuat pembelajaran matematika berbasis etnomatematika atau strategi yang baru yang belum pernah didapatkan sebelumnya atau berbeda dari teman sebayanya HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran dinilai menggunakan lembar observasi oleh observer dalam hal ini yang menjadi observer adalah peneliti. Penilaian aktivitas mahasiswa dilakukan secara berkelompok sehingga terdapat lima penilain dari lembar aktivitas mahasiswa.Hasilpenilain untuk masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Hasil Observasi Aktivitas Mahasiswa dalam Pembelajaran No Aspek yang dinilai Penilaian untuk kelompok 1 2 3 4 5 Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ti da k 1 Mahasiswa menunjukkan sikap senang dalam pembelajaran matematika realistic √ √ √ √ √ 2 Mahasiswa aktif dalam pembelajaran matematika realistic √ √ √ √ √ 3 Mahasiswa memperhatikan penjelasan dosen dalam pembelajaran matematika realistic √ √ √ √ √ 4 Mahasiswa mengajukan pertanyaan kepada dosen saat pembelajaran matematika realistik √ √ √ √ √ 5 Mahasiswa menjawab pertanyaan dari dosen dalam pembahasan √ √ √ √ √ 6 Mahasiswa mengerjakan tugas dari dosen √ √ √ √ √ 7 Mahasiswa mampu mempresentasikan tugas dengan benar √ √ √ √ √


220 Berdasarkan tabel 1 dapat dihitung rata-rata nilai aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran matematika realistic berbais etnomatematika sebagai berikut: Rata-rata = 32 35 x 100% = 91,43% Berdasarkan kategori penilaian aktivitas mahasiswa maka nilai rata-rata 91,43% tergolong dalam kategori tinggi dengan demikian dapat diartikan bahwa aktivitas mahasiswa sangat baik dalam mengikuti pembelajaran matematika realistic berbasis etnomatematika yang diajarkan dosen. Kreativitas Mahasiswa dalam Merancang Pembelajaran Kreativitas mahasiswa dalam merancang pembelajaran dapat diketahui dari hasil kerja kelompok dalam menyelesaikan tugas yang diberikan dosen sebagai peneliti. Mahasiswa dibagi dalam lima kelompok. Tugas kelompok yang diberikan adalah membuat rancangan pembelajaran matematika berbasis etnomatematika dengan model pembelajaran matematika realistic. Etnomatematika yang digunakan adalah matematika yang berhubungan dengan budaya,adat,kebiasaan, prinsip ataupun lambang-lambang yang digunakan oleh suku Dayak Kalimantan tengah. Dari hasil presentasi kelima kelompok dapat dideskripsikan kreativitas masing-masing kelompok sebagai berikut: 1. Kelompok 1 Kelompok 1 membuat pembelajaran dengan menggunakan media rumah adat Kalimantan tengah. Rumah adat Kalimantan tengah yang biasa disebut sebagai rumah betang. Bentuk rumah betang dapat dilihat pada gambar 1 berikut: Gambar :1 Rumah Betang Kelompok 1 memilih rumah betang sebagai media pembelajaran untuk mengenalkan konsep matematika di SD. Konsep matematika yang dipilih kelompok 1 untuk diajarkan menggunakan media rumah betang antara lain: a. Mengenal bangun datar untuk kelas 1 SD b. Mengenal sudut untuk kelas 3 SD c. Taksiran atau estimasi untuk kelas 4 SD


221 Konsep bangun datar diajarkan dengan membawa miniatur rumah betang ke kelas ata mengajak siswa melihat rumah betang di museum atau di sekitar sekolah yang masih terdapat rumah betang. Guru kemudian memberikan contoh bentuk-bentuk bangun datar sederhana yang ada pada rumah betang. Misal pintu jendela berbentuk persegi panjang, motif pagar tangga berbentuk segitiga dan lain-lain kemudian siswa diminta mengidentifikasi bangun datar apa saja yang ada pada rumah betang tersebut. Konsep sudut diajarkan dengan strategi yang hampir sama dengan konsep bangun datar yaitu dengan membawa miniatur rumah betang ke kelas atau mengajak siswa melihat rumah betang di museum atau di sekitar sekolah yang masih terdapat rumah betang. Guru kemudian memberikan contoh sudut lancip,siku-siku,tumpul,reflek yang ada pada bangunan rumah betang. Setelah itu siswa diminta menyebutkan sudut apa saja yang ada pada rumah betang tersebut. Konsep estimasi diajarkan dengan mengajak siswa masuk dalam rumah betang. Kemudian guru memberikan permasalahan kontekstual untuk dipecahkan siswa. Contoh permasalahanya, jika satu ruang tamu ukuran 10 meter x 10 meter, muat untuk berapa orang tamu jika 1 orang butuh satu kursi dan sedikit tempat kosong untuk menaruh tas?. Dengan membawa siswa masuk ke dalam rumah betang,siswa akan memahami dan mulai berpikir tentang penyelesaian soal yang diberikan guru. Berdasarkan hasil kerja kelompok 1 dapat dianalisis indicator kreativitas mereka yaitu: a. Fluency Rumah adat Kalimantan Tengah sebagai media pembelajaran matematika SD. Media rumah betang sesuai dengan konsep matematika yag dipilih oleh kelompok 1 sehingga dapat dikatakan kelompok 1 memenuhi indikator fluency. b. Flexibility Terdapat tiga konsep matematika yang dapat diajarkan menggunakan rumah betang dengan benar yaitu konsep bangun datar,sudut dan estimasi. Berdasarkan indicator flexibility bahwa mahasiswa dikatakan memiliki kemampuan flexibility jika mampu membuat minimal dua konsep matematika yang berbeda. c. Novelty Rumah adat betang pada umumnya digunakan untuk menerangkan konsep bangun datar ataupun sudut sedangkan kelompok 1 mampu menerangkan konsep estimasi menggunakan rumah betang dengan benar dan termasuk penemuan baru selama peneliti mengajar. 2. Kelompok 2 Kelompok 2 membuat rancangan pembelajaran matematika SD dengan menggunakan media pembelajaran berupa Mandau. Mandau merupakan senjata tajam khas Kalimantan Tengah seperti pada gambar 2 berikut:


222 Gambar 2: Mandau Konsep matematika yang dipilih kelompok 2 untuk diajarkan menggunakan media mandau natara lain: a. Penjumlahan bilangan cacah 1-20 untuk kelas 1 SD b. Pengurangan bilangan cacah 1-20 untuk kelas 1 SD Konsep penjumlahan bilangan cacah 1-20 diajarkan dengan membawa mandau ke dalam kelas. Jumlah mandau yang dibawa ada 3 mandau sehingga contoh penjumlhan yang bisa dilakukan hanya sebatas 1+1 dan 1+2. Kemudian kelompok 2 memberikan gambar mandau yang diprint dan dipotong-potong menurut gambarnya. Gambar tersebut dibagikan kepada kelompokkelompok siswa. Dari gambar print mandau tersebut, kelompok 2 membuat pertanyaan penjumlahan yang hasilnya lebih dari 3. Konsep pengurangan biangan cacah 1-20 yang diajarkan oleh kelompok 2 sama persis strateginya dengan cara mengajar kosep penjumlahan bilangan cacah 1-20. Strategi yang dilakukan dalam mengajarkan konsep pengurangan bilangan cacah yaitu dengan membawa mandau ke dalam kelas. Jumlah mandau yang dibawa ada 3 mandau sehingga contoh penjumlahan yang bisa dilakukan hanya sebatas 3-2, 3-1dan 2-1. Kemudian kelompok 2 memberikan gambar mandau yang diprint dan dipotong-potong menurut gambarnya. Gambar tersebut dibagikan kepada kelompok-kelompok siswa. Dari gambar print Mandau tersebut,kelompok 2 membuat pertanyaan tentang pengurangan bilangan cacah 1-20. Berdasarkan hasil kerja kelompok 2 dapat dianalisis indicator kreativitas mereka yaitu: a. Fluency Mandau sebagai media pembelajaran matematika SD. Media mandau sesuai dengan konsep matematika yag dipilih oleh kelompok 2 sehingga dapat dikatakan kelompok 2 memenuhi indicator fluency. b. Flexibility Mahasiswa mampu menemukan beberapa konsep matematika yang dapat diajarkan menggunakan media mandau. Terdapat dua konsep matematika yang dapat diajarkan menggunakan mandau dengan benar yaitu konsep penjumlahan bilangan cacah 1-20 dan pengurangan bilangan cacah 1-20. Berdasarkan indikator flexibility bahwa mahasiswa dikatakan memiliki kemampuan flexibility jika mampu membuat minimal dua konsep matematika yang berbeda dengan menggunakan media yang sama sehingga kelompok 2 dikatakan memiliki kemampuan flexibility.


223 c. Novelty Konsep penjumlahan dan pengurangan merupakan materi matematika dasar yang pada umumnya bisa menggunakan media apa saja yang berwujud benda nyata termasuk mandau. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam memilih media pembelajaran SD adalah keamanan (savety) jika media pembelajaran tersebut digunakan untuk anak SD. Peneliti menilai jika pembelajaran menggunakan media mandau tidak aman bagi anak SD kelas 1 meskipun menurut kelompok 2 media mandau ini hanya dipegang oleh guru nantinya dan siswa hanya diberi gambar atau bentuk yang menyerupai mandau. 2. Kelompok 3 Kelompok 3 memilih media pembelajaran menggunakan tameng khas Kalimantan Tengah. Tameng ini merupakan senjata perang atau perlindungan diri suku dayak dari musuh. Bentuk tameng khas Kalimantan tengah bisa dilihat pada gambar 3 berikut: Gambar 3: Tameng Kalimantan Tengah Konsep matematika SD yang bisa diajarkan menggunakan media tameng yang telah dipilih kelompok 3 antara lain: a. Konsep sudut (pengukuran sudut menggunakan busur derajat) untuk materi matematika kelas 3 SD b. Konsep bangun datar untuk materi matematika kelas 3 SD c. Konsep sumbu simetri untuk materi matematika kelas 4 SD Berdasarkan hasil presentasi oleh kelompok 3,konsep sudut diajarkan dengan membawa tameng ke dalam kelas kemudian menunjukan bagaimana cara mengukur sudut menggunakan busur derajat. Setelah kelompok 3 memilih salah satu sudut pada tameng untuk dicari besar sudutnya menggunakan busur derajat, kemudian kelompok 3 meminta salah satu siswa untuk maju memperagakan bagaimana mengukur sudut menggunakan busur derajat pada sudut tameng yang belum dicari besar sudutnya. Konsep bangun datar yang dipilih kelompok 3 adalah mengidentifikasi ciri-ciri bangun datar termasuk jumlah sisi,jumlah sudut dan diagonal. Selanjutnya membuat ukiran dari karton yang menyerupai tameng sehingga kertas karton tersebut mudah dilipat dan diperagakan oleh masing-masing siswa ketika mencari sumbu simetrinya.


224 Berdasarkan hasil kerja kelompok 3 dapat dianalisis indikator kreativitas mereka yaitu: a. Fluency Mahasiswa mampu menemukan budaya adat Kalimantan tengah berupa tameng khas kalimantan tengah sebagai media pembelajaran matematika SD. Media tameng sesuai dengan konsep matematika yag dipilih oleh kelompok 3 sehingga dapat dikatakan kelompok 3 memenuhi indicator fluency. b. Flexibility Mahasiswa mampu menemukan beberapa konsep matematika yang dapat diajarkan menggunakan media tameng. Terdapat tiga konsep matematika yang dapat diajarkan menggunakan tameng dengan benar yaitu konsep mengukur sudut menggunakan busur derajat, konsep bangun datar dan sumbu simetri. Berdasarkan indikator flexibility bahwa mahasiswa dikatakan memiliki kemampuan flexibility jika mampu membuat minimal dua konsep matematika yang berbeda dengan menggunakan media yang sama. c. Novelty Media tameng digunakan untuk mengajarkan bangun datar dan sudut memang bukan hal yang baru. Karena dengan mudah dapat ditebak konsep apa yang dapat diajarkan menggunkan media tersebut. Konsep simetri yang dipilih kelompok 3 juga bukan hal yang baru tetapi strategi yang digunakan kelompok 3 dalam mengajarkan sumbu simetri merupakan hal yang baru yaitu dengan membuat ukiran tameng khas Kalimantan Tengah menggunkan karton yang dilipat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kelompok 3 memiliki kemampuan novelty. 3. Kelompok 4 Kelompok 4 memilih media pembelajaran menggunakan hasil kerajinan rotan khas Kalimantan tengah. Kerajinan tangan yang dibuat dari bahan dasar rotan memang merupakan ciri khas suku dayak. Ada dua contoh kerajinan tangan dari rotan yang dipilih kelompok 4 yaitu topi rotan dan tas rotan Kalimantan tengah. Bentuk kerajinan tangan tersebut dapat dilihat pada gambar 4 berikut: Gambar 4: Hasil kerajinan tangan dari rotan khas Kalimantan tengah.


225 Konsep matematika SD yang dipilih kelompok 4 yang dapat diajarkan menggunakan media hasil kerajinan tangan dari rotan berupa topi dan tas tersebut adalah: a. Konsep penjumlahan bilangan cacah 1-20 untuk kelas 1 SD b. Konsep pengurangan bilangan cacah 1-20 untuk kelas 1 SD c. Konsep bangun datar untuk kelas 3 SD Berdasarkan hasil presentasi oleh kelompok 4 dapat diketahui bahwa konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah 1-20 yang diajarkan menggunkan media hasil kerajinan tangan berbahan rotan sama persis dengan kelompok 2 yaitu menghadirkan benda atau media di dalam kelas kemudian memberikan contoh cara menjumlahkan dan mengurangkan menggunakan media topi dan tas berbahan rotan. Sedangkan konsep bangun datar diajarkan dengan mengidentifikasi bangun datar apa saja yang ada pada bentuk topi dan tas berbahan rotan tersebut. Berdasarkan hasil kerja kelompok 4 dapat dianalisis indikator kreativitas mereka yaitu: a. Fluency Mahasiswa mampu menemukan hasil karya khas Kalimantan tengah berupa topi dan tas berbahan rotan sebagai media pembelajaran matematika SD. Telah memenuhi indikator fluency. b. Flexibility Mahasiswa mampu menemukan beberapa konsep matematika yang dapat diajarkan menggunakan media topi dan tas berbahan rotan. Terdapat tiga konsep matematika yang dapat diajarkan menggunakan media topi dan tas berbahan rotan dengan benar yaitu konsep mengukur penjumlahan bilangan cacah 1-20, pengurangan bilangan cacah 1-20 dan konsep bangun datar. Indicator flexibility telah dipenuhi, dengan menggunakan media yang sama sehingga kelompok 4 dapat dikatakan memiliki kemampuan flexibility. c. Novelty Media topi dan tas berbahan rotan digunakan untuk mengajarkan konsep penjumlahan dan pengurangan memang bukan hal yang baru, karena semua benda nyata pada dasarnya bisa digunakan sebagai media pembelajaran untuk penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah. Begitu juga konsep bangun datar yang dipilih juga bukan merupakan hal yang baru karena dengan mudah dapat dilihat bahwa arah berpikir kelompok 4 dalam membuat strategi pembelajaan menggunakan media tas dan topi berbahan rotan tersebut. Dan ternyata ketika presentasi hanya bangun datar lingkaran saja yang dijelaskan oleh kelompok 4 padahal banyak konsep matematika yang dapat digali menggunakan media hasil kerajinan tangan berbahan rotan yang berupa tas dan topi tersebut misalnya mencari nilai phi dengan menggunakan keliling lingkaran topi bebagai ukuran, mencari pola bilangan saat menyulam topi atau menggunakan rotan dan lain sebaginya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kelompok 4 belum memiliki kemampuan novelty. 4. Kelompok 5 Kelompok 5 menggunakan batik khas Kalimantan Tengah sebagai media pembelajaran matematika. Bentuk batik yang dipakai oleh kelompok 5 seperti pada gambar 5 berikut:


226 Gambar 5: Batik khas Kalimantan Tengah dengan motif batang garing Konsep matematika SD yang dipilih kelompok 5 adalah konsep penjumlahan bilangan cacah 1-20 untuk kelas 1 SD Kelompok 5 menyajikan pembelajaran dengan membawa batik dengan ukuran tertentu kemudian meminta siswa menghitung jumlah bunga yang ada pada motif batang garing, menghitung jumlah batang garing pada kain batik dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil kerja kelompok 5 dapat dianalisis indikator kreativitas mereka yaitu: a. fluency Mahasiswa mampu menemukan hasil karya khas Kalimantan tengah berupa batik dengan motif batang garing sebagai media pembelajaran matematika SD. Media batik motif batang garing tersebut telah sesuai dengan konsep matematika yag dipilih oleh kelompok 5 sehingga dapat dikatakan kelompok 5 memenuhi indicator fluency. b. Flexibility Kelompok 5 hanya membahas tentang konsep penjumlahan bilangan bulat 1-20 untuk anak kelas 1 SD sehingga kemampuan untuk mencari banyak alternatif cara pengajaran atau konsep yang dipilih dengan menggunakan media yang sama kurang divergen . Berdasarkan indikator flexibility bahwa mahasiswa dikatakan memiliki kemampuan flexibility jika mampu membuat minimal dua konsep matematika yang berbeda dengan menggunakan media yang sama maka kelompok 5 dapat dikatakan belum memiliki kemampuan flexibility. c. Novelty Kelompok 5 hanya membahas konsep penjumlahan menggunakan media batik bermotif batang garing. Hal demikian bukan merupakan hal yang baru. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kelompok 5 belum memiliki kemampuan novelty. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian mengenai implementasi pembelajaran matematika realistik berbasis etnomatematika pada mahasiswa PGSD FKIP UPR maka dapat disimpulkan bahwa: a. Aktivitas mahasiswa tergolong baik dalam mengikuti pembelajaran. dengan nilai ratarata 91,43 %


227 b. Mahasiswa mampu membuat pembelajaran matematika berbasis etnomatematika dengan indicator memiliki kemampuan fluency untuk kelima kelompok belajar, empat kelompok memiliki kemampuan flexibility dan dua kelompok memiliki kemampuan novelty. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat disampaikan peneliti antara lain: 1. Pembelajaran matematika akan lebih bermakna jika dilakukan dengan benda-benda real dengan demikian pembelajaran matematika realistik sangat cocok untuk diajarkan pada anak SD karena pada dasarnya anak SD masih tergolong dalam usia operasional konkrit. 2. Etnomatematika perlu dikembangkan dan diterapkan dalam pembelajaran agar siswa paham terhadap budaya, adat maupun kebiasaan daerahnya yang mulai dilupakan generasi saat ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Gravemeijer. 1994. Developing Realistik Mathematics Education. Ultrech: Freudenthal Institute. [2] Irawan, Ari & Kencanawaty,Gita. 2017. Implementasi Pembelajaran matematika Realistik Berbasis etnomatematika. Journal of Mathematics education IKIP Veteran Semarang Vol 1 No 2, Hal 74-81. [3] Fajriyah,Euis. 2018. Peran Etnomatematika terkait Konsep Matematika dalam mendukung Literasi.Prosiding Seminar nasionalMatematika.https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ [4] Dwidayati, Nurkaromah. 2018. Pengintegrasian Etnomatematika dalam Pembelajaran Berbasis Masalah.. Prosiding Seminar Matematika UNNES. [5] https://www.usd.ac.id/fakultas/pendidikan/s2_pen_matematika/f1l3/Slides%20ppt%20Etnomatematika.pdf [6] http://repository.fkip.unja.ac.id/file?i=dh60bWkA9d3eYhihu3UXiMedDig4uR36lx6gAUh8ErA [7] Utami, Asih. 2013. Profil Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika ditinjau dari Gaya Kognitif.Tesis tidak diterbitkan : Pascasarjana UM


228 PEMAHAMAN GURU TERHADAP KEARIFAN LOKAL RAWA GAMBUT Sri Endang Mugi Rahayu Henni Mutia Murayani Saragih ABSTRAK Keanekaragaman ekosistem yang ada di wilayah Kalimantan Tengah adalah tanah rawa gambut. Lahan gambut merupakan penghasil karbon yang cukup besar, namun sangat disayangkan, terjadinya perubahan pada lahan gambut akibat pembukaan lahan dan tindakan manusia yang dilakukan secara berlebihan, termasuk kelalaian yang menyebabkan kebakaran yang sangat merugikan. Sehingga karbon sebagai emisi Gas Rumah Kaca yang dapat menyebabkan perubahan iklim dan terjadinya pemanasan global. Oleh karena itu perlunya pemahaman pencegahan kebakaran dan pemanfaatan kearifan lokalrawa gambut. Tujuan penelitian iniadalah untuk mengetahui Pemahaman Guru Terhadap kearifan Lokal Rawa Gambut. Metode penelitian yakni dengan pendekatan kuantitatifdengan metode deskriptif. Populasi dan sampel penelitian adalah 26 orang guru di SDN 1 Kalampangan. Data dikumpulkan melalui kuisioner dan wawancara kepada Kepala Sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman termasuk pada kategori cukup yaitu sebesar 50%. Hal ini menunjukan bahwa pemahaman guru tentang kearifan lokal lahan gambut masih kurang. Kata kunci : Kearifan Lokal, dan Rawa gambut PENDAHULUAN Sumber daya lingkungan di wilayah Kalimantan Tengah Salah satunya Keanekaragaman ekosistem hutan rawa gambut. Lahan gambut merupakan penghasil karbon yang cukup besar dandapar menimbulkan pencemaran yang tinggi dan meningkatnya emisi gas rumah kaca apabila terjadi kebakaran lahan (Noor, 2016:17). Pemahaman mengenai lahan gambut dianggap peneliti kurang hal ini terjadi karena penyalahgunaan lahan yang menyebabkan kebakaran hutan sehingga berdampak bagi kehidupan manusia baik di masa sekarang maupun di masa mendatang. Sehingga perlunya pemahaman guru mengenai lahan gambut dan pencegahan kebakaran hutan gambut yang diharapkan nantinya dapat memberikan pembelajaran bagi siswa mengenai pentingnya pemanfaatan lahan gambut.Pemanfaatan lahan gambut akan meningkat di masa yang akan datang, dikhawatirkan peningkatan kerusakan hutan yang disebabkan akibatpembukaan lahan gambut dan beresiko mengalami kebakaran hutan yang tinggi. Pengelolaan hutan rawa gambut secara berkelanjutan sangat diperlukan agar lahan gambut tidak mengalami kerusakan lebih parah dan dapat dirasakan manfaatnya di masa mendatang. Pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan merupakan hasil laporan Komisi Lingkungan Hidup Sedunia pada tahun 1987 yang dipahami sebagai “pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan masa sekarang, dan masa yang akan datang” (Soemarwoto


229 dalam Noor, 2016: 24). Berdasarkan hal diharapkan dilakukan pembatasan terhadap pembukaan lahan gambut secara serampangan, karena sifat gambut yang rapuh. Menurut Sabiham dalam Noor, 2016: 24 yang dimaksud pengelolaan lahan gambut berkelanjutan adalah setiap pemanfaatan yang memberikan sumbangan nyata untuk masyarakatnya di masa mendatang melalui pendapatan secara ekonomi. Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah “bagaimana Pemahaman Guru Terhadap Kearifan Lokal Rawa Gambut?”Sesuai dengan masalah yang dirumuskan maka tujuan penelitian di atas untuk mengetahui Pemahaman Guru Terhadap Kearifan Lokal Rawa Gambut. METODE Populasi dan sampel penelitian ini berjumlah 26 orang guru. Instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah kuisioner untuk guru SD dan wawancara dengan Kepala Sekolah. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Hasil anaslisis kuisioner dan wawancara digunakan untuk mendeskripsikan tiap butir soal. Setiap jawaban (respons) guru terhadap pertanyaan pada kuesioner dihitung persentasenya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan rumus persentase yang kemudian diiterpretasikan. Adapun analisis data presentase menurut Sugiyono (2012) dengan rumus sebagai berikut: = 100 % Keterangan : P = Presentase yang dicari F = Frekuensi jawaban responden N = Banyaknya responden 100% = Pengali tetap HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara antara peneliti dengan Kepala Sekolah SDN 1 Kalampangan yaitu bapak Satiman, M.Pd diperoleh kesimpulan bahwa rawa gambut adalah lahan yang mudah terbakar, tanah rawa gambut dapat dijadikan lahan pertanian/ perkebunandengan pengelolaan yang sungguh-sunguh yaitu dengan mencampurkan kotoran sapiatau kerbaudengan kompos, selain itu menanam padi di lahan gambut dirasa kurang cocok hal ini karena waktu panen yang lumayan lama, memerlukan penanganan khusus dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehinggadianggap merugikan apabila menanam padi di lahan gambut.


230 Hasil penelitian pada jawaban kuisioner pada butir soal nomor 1,8,9 dan 22mengenai bahwa tanah gambut perlu dijaga kelestariannya karena merupakan anugrah dari Tuhan,Di daerah hutan rawa gambut banyak terdapat berbagai jenis tumbuhan obat-obatan dan tumbuhan langka. Berdasarkan hasil kuisioner tersebut diketahui bahwa guru mempunyai pengetahuan tentang perlunya menjaga kelestarian rawa gambut karena merupakan ciri khas tanah di Kalimantan. Selain itu di lahan gambut dapat tumbuh berbagai obat-obat tradisional seperti kunyit, jahe, kencur dan lain-lain. Namun dari hasil kuisioner juga terlihat sebanyak 5 orang (19,23 %) guru yang sangat setuju apabila lahan gambut ditanami kelapa sawit, karena menguntungkan. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa hanya melihat keuntungan sesaat lahan gambut yang ditanami sawit, padahal tanah yang ditanami sawit dan jika telah mati fungsinya atau tidak dapat diambil buahnya untuk dijadikan minyak, tanah tersebut akan sulit untuk ditanami, dan memerlukan pengelolaan lahan yang intensif apabila akan dijadikan lahan perkebunan lagi. Selain itu tanaman di sekitar sawit akan mati karena sawit menyerap cukup banyak air, efek jangka panjang dari perkebunan sawit adalah rusaknya ekosistem di tanah gambut, karena lahan gambut merupakan kawasan yang berfungsi sebagaikawasan resapan air yang mengatur tersedianya sumber air,sebagai pelindung dari bencana tsunami, dan merupakan habitat ribuan satwa langka dan dilindungi. Apabila lahan gambutterus menerus ditanami sawit tidak menutup kemungkinan di masa mendatang lahan gambut akan semakin habis.Sebanyak 16 orang guru (61,54%) sangat setuju dengan pernyataan Tanah gambut merupakan suatu ekosistem yang mudah rusak, sehingga tidak perlu untuk dipertahankan” dari hasil tersebut terlihat bahwa banyak guru yang sangat setuju bahwa lahan gambut tidak perlu dipertahankan karena mudah rusak, hal ini bertolak belakang dengan butir soal nomor 1 yang menyatakan bahwa tanah gambut merupakan anugerah dari Tuhan dan perlu dijaga kelestariannya. Hasil jawaban kuisioner pada butir soal nomor 2,3, 4 dan 7 mengenaipemahaman guru mengenai berbagai keanekaragaman hayati yang ada di hutan rawa gambut terlihat bahwa pengetahuan guru tentang lahan gambut merupakan habitat banyak jenis hewan. Terdapat berbagai jenis hewan yang hidup di hutan rawa gambut diantaranya satwa endemik seperti buaya, biawak, bekantan, orang utan, beruang madu dan lainnya selain satwa juga terdapa berbagai jenis unggas seperti ayam hutan, betet, beo, dan elang selain satwa dan unggas hidup juga ikan seperti arwana dan ikan pesut, dan umumnya ikan di lahan gambut berwarna merah kecoklatan atau gelap. Selain itu juga banyak hewan ternak domestik yang hidup di hutan rawa gambut seperti ayam, itik, burung, kambing, sapi dan kerbau rawa (Noor, 2016 :19). Akan tetapi berdasarkan hasil kuisioner mengenai bahwa lahan gambut dapat dijadikan sebagai lahan untuk menanam padi di rasa sulit karena membutuhkan proses dan waktu yang lama dengan masa panen 3 bulan sekali dan membutuhkan biaya yang cukup besar, selain itu di daerah dianggap kurang menguntungkan salah satunya karena di daerah Kalampangan tidak ada pabrik untuk pengilingan padi. Hasil jawaban kuisioner pada butir soal nomor 5,6 dan 14mengenai pemahaman guru tentang fungsi dan manfaat hutan rawa gambut yaitu sebagai tempat tinggal makhluk hidup,


231 sebagai tempat mencari makan bagi makhluk hidup karena di hutan rawa gambutdapat tumbuh berbagai macam tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai sumber makanan bagi makhluk hidup lain selain itu hutan rawa gambut juga berfungsi sebagai penyangga banjir hal ini dikarenakan gambut sebagai penyimpan karbon dan juga dapat menyerap air dengan baik, hal ini diungkapkan oleh Rahayu (2007) yang mengatakan bahwa gambut mempunyai peranan penting yaitu sebagai penyangga (buffer)lingkungan. Hal ini berhubungan erat dengan peranan gambut secara hidrologis menyimpan cadangan air yang besar.Kawasan berhutan dan gambut tebal seharusnya dipertahankan sebagai paru-paru dunia dan sebagai cadangan karbon. Selain hal di atas hutan rawa gambut juga dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Hasil jawaban kuisioner pada butir soal nomor 10 dan 13mengenai pemahaman guru tentang sifat lahan gambutyang mudah terbakar dan apabila sudah terbakar akan sulit untuk dikendalikan. Permasalahan yang sering terjadi berulang-ulang dalam pemanfaatan lahan gambut akibat dari pembukaan lahan adalah kebakaran rawa gambut yang biasanya terjadi karena puntung rokok yang di buang sembarangan dan pembakaran yang tidak dijaga sehingga api tidak dapat dikendalikan. Oleh karena itu sangat perlunya pemahaman untuk pencegahan kebakaran lahan gambut serta diharapkan pihak terkait untuk melakukan pelatihan agar kebakaran rawa gambut dapat diantisipasi. Hasil jawaban kuisioner pada butir soal nomor 11, 12 dan 15 mengenai pemahaman guru bahwa kebakaran hutan dapat menyebakan kerusakan di lahan gambut. Karena sifat gambut yang mudah terbakar sehinngga dapat menimbulkan kerugian bagi makhluk hidup antara lain kabut asap yang berdampak pada terganggunya kegiatan pelayaran dan penerbangan, kecelakaan lintas darat dan sungai, selain itu kebakaran hutan rawa gambut juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti (ISFA) Infeksi Saluran Pernafasan Akut, batuk dan asma, kinerja masyarakat juga terganggu karena libur kerja dan libur sekolah akibat kabut asap, produksi tanaman menurun dan meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (Noor, 2016: 12). Hasil jawaban kuisioner pada butir soal nomor 16, 17 dan 18danmengenai pemahaman guru tentang pendidikan lingkungan hidup tidak hanya berkaitan dengan lingkungan tetapi juga berkaitan dengan tingkah laku manusia sehingga perlunya pendidikan lingkungan hidup di lakukan di dunia pendidikan. Sehingga perlunya guru untuk menumbuhkan rasa cinta lingkungan kepada peserta didik agar bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan sekitar, terutama lingkungan gambut. Selain itu diharapkan pembelajaran muatan lokal tidak hanya terpaku akan bahasa daerah tetapi juga dengan kearifan lokal yang ada di sekitar lingkungan pendidikan. Hasil jawaban kuisioner pada butir soal nomor 19, 20 dan 21 dan mengenai pemahaman guru tentangmemberikan pengetahuan tentang hutan rawa gambut kepada peserta didik agar peserta didik mengetahui keuntungan dan kerugian serta manfaat tanah gambut, selain itu agar


232 26.92% 50% 23.08% Persentase Baik Cukup Kurang peserta didik mengetahui dan memahami bahaya dari kebakaran hutan rawa gambut dengan tidak sembarangan bermain api pada saat musim kemarau. Berdasarkan hasil penelitian, Pemahaman Guru Terhadap kearifan Lokal Tanah Rawa Gambut, pemahaman yang termasuk pada kategori cukup yaitu sebanyak 50% merupakan pemahaman yang mendominasi pada penelitian ini. Pemahaman kategori cukup, posisinya masih meragukan. Pada kondisi tertentu dapat bersifat menghambat dan pada kondisi lain dapat pula bersifat mendukung pemberian pengetahuan tentang tanah gambut. Apabila lahan gambut ditanami kelapa sawit, memiliki efek jangka panjang yaitu dapat merusak ekosistem di tanah gambut, lahan gambut merupakan suatu kawasan yang berfungsi sebagai pelindung dari terjadinya bencana tsunami, habitat ribuan satwa langka dan dilindungi, kawasan resapan air yang mengatur ketersediaan sumber air sekitar.Jika terus menerus ditanami sawit maka dalam waktu yang tidak lama lahan gambut akan semakin habis. Hal ini sejalan dengan pendapat Wibowo (2010) yang menyimpulkan bahwa Perluasan pembangunan sawit dapat merugikan lingkungan dan pada akhirnya akan mengkonversi kawasan hutan. Salah satu kawasan hutan dengan tingkat 259 kandungan karbon yang tinggi adalah lahan gambut. Alih fungsi kawasan hutan termasuk pada lahan gambut untuk pengembangan tanaman kelapa sawit masih akan terjadi. Kandungan karbon pada lahan gambut sangat besar tergantung ketebalannya. Emisi GRK akan terjadi apabila lahan gambut tersebut dikonversi, dan didrainase. Emisi yang lebih besar akan terjadi apa bila terjadi kebakaran karena lahan gambut yang dikonversi menjadi lebih mudah kering dan rawan kebakaran. Emisi di Indonesia paling tinggi bukan dari pemanfaatan energi. PENUTUP Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang bagaimana Pemahaman Guru Terhadap kearifan Lokal Tanah Rawa Gambut dapat ditarik Gambar Diagram Persepsi Guru terhadap tanah rawa gambut


233 kesimpulan 1) Tanah rawa gambut merupakan ciri khas tanah Kalimantan tengah, 2) Masih kurangnya pemahaman guru mengenai tanah rawa gambut. Diharapkan bagi guru agar 1)perlunya pengetahuan dan pemahaman mengenai tanah rawa gambut, 2) tanah rawa gambut merupakan tanah khas Kalimantan yang sebaiknya kita jaga dan kita lestarikan, 3) perlunya diadakan pelatihan pencegahan kebakaran hutan bagi guru, 4) pembinaan bagi masyarakat untuk dapat mencegah kebakaran hutan , 5) diharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman guru tentang tanah rawa gambut. DAFTAR PUSTAKA Adiens. 2011. Ringkasan Materi Pendidikan Lingkungan. Dari http://adiens-productionkuningan.blogspot.co.id/2011/11/ringkasan-materi-pendidikan-lingkungan.html Diakses pada tanggal 5 Mei 2018. Arifah, Muin. 2014. Strategi dan Model Muatan Lokal. Dari http://muinarifah.blogspot.co.id/2014/08/strategi-danmodel-mulok-muatan-lokal.html Diakses pada tanggal 5 Mei 2018. Rahayu, Sri Endang M. 2007. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berstrategi Guided Discovery (Penemuan Terbimbing) dengan Tema Gambut untuk Meningkatkan Sikap Positif Siswa SD terhadap Lingkungan di Palangka Raya. Universitas Negeri Malang. Disertasi. http://informasikalteng.blogspot.co.id/2013/06/ringkasan-status-lingkungan-hidup.html. Diakses pada tanggal 5 Mei 2018. Mukhlas, dedi. 2013. Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal KTSP. Dari https://www.academia.edu/4868704/Pengembangan_Kurikulum_Muatan_Lokal_Dalam_Ktsp Diakses pada tanggal 5 Mei 2018 Noor, M. 2016. Lahan Gambut Pengembangan, Konservasi, dan Perubahan Iklim. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Sudrajat, akhmad. 2008. Model Pengembangan Muatan Lokal. Dari https://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2008/07/model-pengembangan-muatan-lokal.pdf. Diakses pada tanggal 5 Mei 2018 Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Sukandarrumidi. 2004. Batu Bara dan Gambut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Undang Undang No. 23 Tahun 1997. Pengelolaan Lingkungan Hidup. dari http://sipongi.menlhk.go.id/cms/images/files/1026.pdf. Diakses pada tanggal 5 Mei 2018 Wibowo, Ari. 2010. Konversi Hutan Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut: Implikasi Perubahan Iklim Dan Kebijakan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Dari file:///C:/Users/ACER/Downloads/242-462-1-SM.pdf. Diakses pada 10 November 2018 Yuwono, Setyo. 2006. Pemahaman dan Partisipasi Masyarakat terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Kabupaten Musi Waras Provinsi Sumatera Selatan. Institut Pertanian Bogor. Tesis.


234


Click to View FlipBook Version