151 pembelian secara online. Hal ini sesuai dengan penelitian Constantinides (2010) bahwa perilaku belanja online ditentukan oleh variabel kegunaan, estetika, interaksi, dan bauran pemasaran. Para pelanggan Shoppe juga menjelaskan bahwa terdapat keuntungan ketika berbelanja online dengan melihat ketersediaan produk yang lebih luas. Pengaruh secara parsial variabel bebas (kegunaan, estetika, interaksi dan bauran pemasaran) pada Perilaku Pembelian Online. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel kegunaan berpengaruh pada perilaku belanja online pelanggan Shopee. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan kemampuan situs shoppe dapat efektif dan efisien dalam hal mencari produk yang diinginkan. Temuan tersebut konsisten dengan studi Constantinides (2010) yang menjelaskan bahwa kegunaan sebagai faktor yang memengaruhi perilaku pembelian online konsumen generasi milenial. Oleh karena itu, kegunaan memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku pembelian online generasi milenial yang terkait menyajikan kemudahan dan kegunaan saat berbelanja online disitus. Pengaruh estetika (X3) pada perilaku pembelian online (Y) Pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel estetika berpengaruh secara signifikan pada perilaku pembelian online. Hal tersebut menujukkan bahwa estetika yang menarik dengan tampilan visual yang memikat membuat pelanggan shopee merasa senang ketika berbelanja online. Persaingan di pasar online saat ini sangat ketat, sehingga tampilan dapat menjadi fokus oleh pemasar online untuk saling bersaing. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Constantinides (2010) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan. Pengaruh interaksi (X3) pada perilaku pembelian online (Y) Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada variabel interaksi berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku pembelian secara online. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan interaksi yang terdapat pada aplikasi shopee memudahkan para pembeli khususnya generasi milenial menghadirkan layanan yang lebih personal pada para pelanggan. Interaksi juga dapat diberikan dengan melihat komentar pelanggan lainnya terkait dengan pengalaman yang sudah terjadi. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Constantinides (2010) bahwa interaksi dengan pengalaman menjadi unsur yang penting dalam pembelian online. Pengaruh bauran pemasaran (X4) pada perilaku pembelian online (Y) Pada penelitian ini juga melihat bahwa aspek bauran pemasaran berpengaruh signifikan pada perilaku belanja online generasi milenial. Pengaruh tersebut menjelaskan bahwa promosi, harga, produk, dan kesan pada Shopee sangat nyaman bagi konsumen
152 generasi milenial pada Shopee. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Constantinides (2010) bahwa bauran pemasaran yang disediakan oleh Shopee id telah memengaruhi konsumen generasi milenial untuk berbelanja online di situs tersebut. Shopee id memiliki promosi yang menarik pada bauran pemasaran mereka, seperti sudut penawaran yang termasuk penawaran harian, penawaran mengejutkan, dan penawaran merek. PENUTUP Penelitian ini mengetahui bahwa variabel kegunaan, estetika, interaksi dan bauran pemasaran berpengaruh secara signifikan baik secara parsial maupun simultan. Hal tersebut menjelaskan bahwa Shopee sangat serius dalam pembuatan konten untuk memudahkan para pelanggan berbelanja online dengan tampilan yang menarik, interaksi yang dilakukan dan bauran pemasaran yang terdapat pada Shopee. Penelitian ini masih memiliki keterbatasan, sehingga hasilnya kurang dapat menggeneralisasi perilaku generasi milenial terhadap belanja online secara keseluruhan. Berikutnya diharapkan untuk dapat memberikan saran kepada penulis agar kesempurnaan penelitian di masa mendatang . DAFTAR PUSTAKA Adnan, Hooria. (2014). An Analysis of the Factors Affecting Online Purchasing Behavior of Pakistani Consumers. International Journal of Marketing Studies, Vol. 6, No. 5. Published by Canadian Centerof Scienceand Education. Ariff, Mohd Shoki Md, et al. (2013). Web-based Factors Affecting Online Purchasing Behaviour. IOP Conf. Series : Materials Science and Engineering. Published by IOP Publishing. Baeva, Anelina Yasenova. (2011). Online Consumer Behavior: Web Experience Elements in Online Clothing Market. Master Thesis, Universidade de Coimbra. Bajpai, Akansha and Dr. Cheng-Wen Lee. (2014). Online Buying Behavior: A Cross Country Study Between India and Taiwan. International Journal of Research in Finance & Marketing, Volume 4,Issue 5. Constantinides, Efthymios. (2010). Influencing the online consumer’s behavior: the Web experience. Internet Research, Volume 14, Number 2, pp. 111-126. Published by Emerald Group Publishing Limited. Ghozali, Imam. (2012). “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20”. Semarang : UNDIP. Kompas, (2016). “PenggunaInternet diIndonesia Capai 132 Juta” https://tekno.kompas.com/read/2016/10/24/15064727/2016.pengguna.internet.di.indonesia.ca pai.132.juta.. Kühn, S.W, Spies and D.J. Petzer. 2015. Online servicescape dimensions as predictors of website trust in the South African domestic airline industry. Southern African Business Review. 19 (1): 44-71
153 Krbová, Petra and Tomáš Pavelek. (2015). Generation Y: Online Shopping Behaviour of the Secondary School and University Students. Acta Universitatis Agriculturae et Silviculturae Mendelianae Brunensis, 63(2): 567–575. Lachman, m. Leanne., and Deborah l. Brett. (2013). Generation Y: Shopping and Entertainment in the Digital Age. Washington, D.C: Urban Land Institute. Li, Chenghuan. (2014). Factors influencing customers' choices of online Merchants. Master's thesis, Department of Information and Service Economy, Aalto University, School of Business. Marketeers, (2018).“Trik Ampuh Garap Pasar Millennilas 2018’ http://marketeers.com/menggarap-pasar-millennials-di-artpreneur-talk-2018/ Petra, Klapilová Krbová. (2016). Generation Y Attitudes towards Shopping: A Comparison of the Czech Republic and Slovakia. Journal of Competitiveness. Vol. 8, Issue 1, pp. 38–54. Republika, (2016). “2020, generasi milenial akan dominasi Indonesia”. https://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/trend/16/03/04/o3hzva384-2020-generasimilenial-akandominasi-indonesia San, Lim Ying., Azizah Omar, and Ramayah Thurasamy. 2015. Online Purchase: A Study of Generation Yin Malaysia. International Journal of Business and Management, Vol. 10, No. 6. Shergill, Gurvinder S and Zhaobin Chen. (2005). Web Based-Shopping: Consumers’ Attitudes towards Online Shopping in New Zealand. Journal of Electronic Commerce Research, Volume 6 No.2. Singarimbun, M dan Sofyan Effendi. (2006). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES Suki, Norazah Mohd and Norbayah Mohd Suki. (2013). Consumer Online Shopping Behavior: The Effect of Internet Marketing Environment, Product Characteristics, Familiarity and Confidence, and Promotional Offer. International Journal of Social, Education, Economics and Management Engineering, Volume 7 No. 3. Tabatabaei, Manouchehr. (2009). Online Shopping Perceptions of Offline Shoppers. Georgia Southern University. Issues in Information Systems. Volume X, No. 2, 2009 Tribunbisnis, (2019).“kalahkan Tokopedia dan lazada, Shopee pimpin persaingan industri e-commerce asia tenggara di 2018. http://www.tribunnews.com/bisnis/2019/01/07/kalahkantokopedia-lazada-shopeepimpin-persaingan-industri-e-commerce-asia-tenggara-di-2018 Uzun, Hana and Mersid Poturak. (2014). Factors Affecting Online Shopping Behavior of Consumers. European Journal of Social and Human Sciences, Vol. (3), No. 3.
154 Unsur Visual: Kreativitas Penciptaan Body Painting Mahasiswa Sendratasik Universitas Palangkaraya 2019 Iwan Pranoto¹. Reko², Lina Kristina³, Dayanti Uyun⁴ ABSTRAK Berkembangnya suatu system pendidikan di dalam kelompok institusi pendidikan tinggi terjadi terjadi dengan adanya wadah yang dimuat didalam kurikulum pendidikan, salah satu pembelajaran yang dimuat dalam proses belajar adalah pendidikan seni, didalam pendidikan seni terdapat beberapa bagian proses belajar baik secara teoritis maupun praktis. Kegiatan pembelajaran seni yang diciptakan dalam sebuah lingkungan institusi, salah satunya penciptaan body painting di lingkungan prodi Sendratasik, FKIP, Universitas Palangka Raya. Karyabody painting merupakan wujud kreativitas mahasiswa yang menekankan pembelajaran berbasis budaya lokal, yang tidak lepas dari unsur-unsur visual yang dimuaat dalam karya body painting, guna kepentingan pertunjukan seni drama, tari dan musik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriftif, dengan Teknik pengumpulan data meliputi observasi, studi pustaka, pengalaman estetis, dokumen pendukung. Hasil dari pembahasan ini meliputi beberapa karya body painting yang diciptakan oleh mahasiswa sebanyak 15 orang, yang mengkaji bentuk unsur-unsur visual sebagai dasar proses berkarya guna menumbuhkan pembelajaran yang kreativitas, kebudayaan lokal yang menjadi dasar dalam proses berkarya mahasiswa guna mendukung kegiatan pertunjukan seni drama, tari dan musik, serta bentuk estetika pada karyabody painting dengan berbagai macam bentuk visual seperti ornamen Dayak, tumbuhan, manusia, dan fantasi. Keyword:Unsur Visual, Kreativitas, Body Painting, Sendratasik PENDAHULUAN Pembelajaran seni merupakan suatu proses kreativitas yang dikembangkan pada lingkungan pendidikan, secara formal, nonformal dan informal. Dalam pembelajaran seni yang dilakukanmeliputi beberapa elemen visual pada setiap pelaksanaan pembelajaran dalam penciptaan karya seni. salah satunya adalah pembelajaran body painting, guna mendukung kegiatan pertunjukan seni drama, tari dan musik. Seperti yang disampaikan oleh Ocvirk (1992: 73) bahwa the art elements line, shape, value, texture and color, unsurunsurvisual yang digunakan dalam proses penciptaan sebuah karya eni pada bagian tubuh manusia mewujudkan ekspresi jiwa menjadi karya seni, guna mencapai sebuah hasil yang disesuaikan dengan konsep karya. Berikut ini unsur-unsur visual sebagai acuan dalam berkarya seni, salah satunya adalah karya body painting . Garis dan titik merupakan unsur yang terdapat pada karya seni merias, dalam bentuk dua dimensi dan tiga dimensi. Terciptanya suatu garis pada karya seni secara visual
155 merupakan bagian dari komunikasi yang berupa tanda-tanda tertentu, serta terdapatnya makna-makan dalam hasil rias pada bagian body yang digunakan dalam pementasan seni pertunjukan. Seperti yang disampaikan oleh Ocvirk (1992: 76-77) bahwa garis merupakan bagian dasar untuk berkomunikasi melalui sebuah karya seni. Terbentuknya garis merupakan suatu ide pikiran pencipta seni yang berawal dari titik, kemudian dituangkan pada bidang-bidang tertentu sehingga memiliki bentuk. Seperti yang disampaikan oleh Darmawan (1992: 23) bahwa titik merupakan unsur seni visual yang terkecil dan terpenting, selain itu titik merupakan unsur pembentuk unsur visual lainnya, garis,unsur rupa yang terangkai memanjang oleh kumpulan titik. Terbentunya ruang pada penciptaan karya seni body painting, merupakan suatu konsep yang memperhitungkan lebar dan tinggi dan menjali kesatuan yang utuh. Seperti yang disampaikan oleh Dharsono (2007: 79) bahwa ruang dalam unsur visual dibagi atasdua macamya ituruang nyata dan ruang semu. Ruang semu bagian yang dapat ditangkap oleh indra penglihatan permukaan bentuk dan ruang sebagai gambaran sesungguhnya yang tampak pada taferil/layar, sedangkan ruang nyata adalah bentuk dan ruang yang benar-benar dapat dibuktikan dengan indra peraba. Bidang dan ruang merupakan unsur yang menunjukkan kesan keluasan, kedalaman, cekungan, jauh dan dekat. Hal itu dibuktikan dengan adanya prespektif pada setiapobjek yang terdapat pada suaturuang. Seperti yang disampaikan oleh Ocvirk (1992: 194-195) bahwa terdapat nya prespektif satu titik hilang dan dua titik hilang pada suatu ruangan, sehingga menimbulkan kesan dimensi. Terdapat berbagai macam jenis ruang objek rias dan busana yang dikenakan dalam kegiatan pementasan, salah satunya lingkaran, bagian ini akan memberikan kesan yang berbeda jika ukuran kedua lingkaran itu berbeda. Tekstur merupakan bagian dari unsur visual yang perlu diperhatikan dalam kegiatan tata rias dan busana, bagian ini memberikan kesan yang sifatnya bisa diraba halus, licin, kasar, berkerut. Seperti yang disampaikan oleh Dharsono (2007: 75) bahwa tekstur pada permukaan karya seni dapat dibuat menggunakan media tertentu dan dibantu menggunakan alat-alat. Tekstur visual ini dipengaruhi oleh media dan kemampuan dalam mengeksplorasi bahan yang digunakan dalam kegiatan tata rias dan busana, sehingga member kesan yang ditangkap oleh mata itu kasar akan tetapi sesungguhnya halus atau sebaliknya, sehingga terdapat berbagai macam jenis tekstur. Seperti yang disampaikan oleh Ocvirk (1992: 137) bahwa tekstur ebenarnya, dapat diartikan berupa tiruan, abstract, buatan. Setiap bagian tekstur yang dimunculkan pada sebuah karya seni merupakan bagian dari kreativitas seniman dalam menuangkan idenya. Seperti yang disampaikan oleh Dharsono (2007: 76) bahwa warna merupakan cahaya yang dipantulkan dari permukaan benda dan ditangkap oleh indra penglihatan. Terdapatnya pantulan cahaya yang dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat di permukaan benda, sehingga dapat direspon otak, sehingga menimbulkan kesan pada objek yang dapat
156 di tangkap secara visual. Seperti yang disampaikan oleh Ocvirk (1992: 149) bahwa warna merupakan bagian ekspresi manusia yang divisualkan, sehingga dapat mempengaruh perasaan manusia. Hal itu dibuktikan dengan konsep warna yang dituangkan pada kegiatan merias dan menata sebuah busana, sehingga memiliki kesan yang tidak lepas dari nilainilai estetis. Proses pembelajaran body painting merupakan suatu bentuk kemampuanma hasiswa dalam mengelola objek budaya yang dikembangkan guna mendukung pertunjukan seni drama, tari dan musik, dengan konsep esteti sunsur-unsur visual. Seperti yang disamapaikan oleh Pranoto (2016:175) bahwa perkembangan karya seni melalui pendidkan secara formal, nonformal dan informal tidak lepas dari karya seni visual. Terdapat unsur visual pada karyaseni body painting yang meliputi garis, ruang, bentuk, tekstur, warna. Unsur visual yang terdapat pada karya body painting yang diciptakan oleh mahasiswa Sendratasik UPR ini menjadi kan munculnya nilai-nilai estetis pada karyaseni yang berkembang pada lingkungan institusi pendidikan seni. Berdasarkan bentukkarya visual body painting yang dilakukan oleh mahasiswa sendratasik UPR tidak lepas dari unsurunsurb udaya pendukung. Seperti yang disampaikan oleh Seperti yang disampaikan oleh Richard E. Porter (dalam Mulyana 2010: 214) bahwa enam unsur budaya yang mempengaruhi persepsi manusia terhadap karya seni rupa meliputi, kepercayaan, pandangan dunia, organisasisosial, tabiat manusia, orientasi kegiatan, dan persepsi entang diri dan orang lain. Dari pendapat yang dikemukakan bahwa persepsi masyarakat Dayak Kanayatn terhadap tempayan ba nyanyi memiliki pengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat baik itu secara individu maupun kelompok. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan interdisiplin dengan metode kualitatif studi kasus, dengan didukung beberapa disiplin ilmu seperti sosial, kebudayaan, estetika, dan komunikasi. Proses pengumpulan data diperoleh dari lapangan dengan cara pengamatan, wawancara, dan kedokumenan terkait serta relevan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Seperti yang disampaikan oleh Rohidi (2011: 218) bahwa keabsahan atau sering disebut kedapat percayaan merupakan suatu informasi data yang dapat dipercaya dan masukakal. Untuk mencapai suatu data yang terercaya maka diperlukan triangulasi data yaitu: (a) triangulasi data, (b) triangulasisumber dan (c) tiangulasi metode.Tahapan penyajian data mengacu pada sumber yang diperoleh pada saat di lapangan, dan data yang telah menjawab rumusan masalah. Pada bagian kesimpulan dan verifikasi data, ditariklah suatu kesimpulan berdasarkan datadata yang diperoleh yang kemudian direduksi dan disajikan, berdasarkan permasalah pada penelitian.
157 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Proses KreativitasPenciptaanSeni Body Painting Penciptaan karya seni memerlukan kreativitas selalu berhubungan dengan aktivitas manusia yang disadari, maksudnya seni dihasilkan oleh manusia dengan sengaja, (Astini, 2018: 4).Kesengajaan didalam mencipta seni memerlukan persiapan. Sebelum memasuki proses penciptaan karya seni body painting yang dilakukan oleh mahasiswa SENDRATASIK Universitas Palangka Raya, didalam proses berkarya ini terdapat 15 mahasiswa. Kegiatan pembelajaran ini merupakan suatu aktifitas mahasiswa gunamen dukung beberapa kegiatan pertunjukan seni yang meliputi seni drama, tari dan musik. Dalam proses penciptaan karya seni body painting terdapat proses penciptaan karya yang akan di tampilkan, sehingga mempengaruhi konsep karya yang akan diciptakan. Pembuatan karya body paintingyang dilakukan oleh mahasiswa dapat mengendalikan pikiran dan emosi, sehingga dapat memunculkan minat dalam berkarya, hal yang dilakukan untuk memunculkan kembali ide-ide ini melakukan kegiatan lain seperi rekreasi, dan beristirahat, hal ini dilakukan untuk mengendalikan pisikologi mahasiswa. Berikutini gambar konsep pemikiran mahasiswa dalam penciptaan karya body painting secara pisikologi. Dari ulasan gambar yang telah dipaparkan, menjelaskan suatu kerangka berpikir mahasiswa dalam penciptaan body painting dalam mendukung kegiatan pertunjukan seni drama, tari dan music merupakan suatu proses pembelajaran yang dilakukan di lingkungan kampus yang di muat dalam perkuliahan dengan acuan menciptakarya body painting, berdasarkan ide dan gagasan mahasiswa.Seperti yang disampaikan oleh Faricha 2015: 2,terdapat beberapa karakter dalam kegiatan tata rias dan busana yang diperlukan dalam pementasan salah satunya adalah membuat karya body painting pada penari, dengan mempertimbangkan konsep karya. Berikutnya ini beberapa bagian tahapan dalam pengembangan ide dalam penciptaan pembelajaran body painting; (a) Mahasiswa melakukan proses pembuatan karya body painting, mahasiswa ini akan merancang konsep-konsep karya dengan cara membuat sketsa rancangan terlebih dahulu, dan menigkatkan wawasan dengan adanya patokan karyat erdahulu, ataukarya orang lain, (b) Tahapan yang dilakukan selanjutnya dalam mencipta body painting ialah menentukan tema, tempat, serta pertunjukan seni yang akan diperankan, dan penikmat mural, (c) Tahapan dalam penciptaan karya body painting mahasiswa menuangkan kreativitasnya, memiliki kekhasan pada goresan, pewarnaan, dan simbole-simbol, hingga karya yang diciptakan selesai dan akan diperankan dalam mendukung kegiatan seni drama, tari dan musik. Keluaran (keputusan) Masuk (Informasi) Proses (berpikir)
158 Gambar: Penciptaan body painting mahasiswasendaratsik Sumber: Marisaan (2019) 2. UnsurEstetisKaryaBody Painting Dalam proses penciptaan bentuk estetis karya body painting yang dilalukan oleh mahasiswa tidak lepas dari unsur visual sepertititik, garis, bentuk, bidang, warna, gelap terang dan tekstur. Proses berkarya yang dilakukan meliputi beberapa tahapan seperti pencapaian suatu garis pada karyabody painting, dengan menghubungkan dua buah titik atau jejak titik-titik yang bersambungan atau berdempetan. Seperti yang disampaikan oleh Dharsono (2007: 70) mengungkapkan bahwa garis merupakan dua titik yang dihubungkan, hingga terbentuknya bermacam-macamjenis garis, pendapat lain seperti yang disampaikan oleh Darmawan (1992: 24) bahwa terdapa beberapa bentuk garis di antaranya: garislurus, garis lengkung, garis patah-patah, zigzag, spiral dan garis tidak beraturan. Pencapaian garis-garis merupakan adanya hubungan satu kesatuan antara penciptaseni dan media yang digunakan. Seperti yang disampaikan oleh Ocvirk (1992: 83), bahwathe personality or emotional quality of the line is greatly dependent on the nature of the medium. Dari pendapat yang disampaikan bahwa untuk mencapai suatu garis pada karyaseni, di pengaruhi oleh kondisi fisik seniman dan media yang digunakan. Hal itu dijumpai pada proses awal terjadinya garis ialah terciptanya titik sehingga unsu rupa pada kegiatan merias dan menata busana dalam seni pertunjukan menghasilkan symbol atau arti serta makna oleh para seniman, dalam mempengaruhi lingkungan masyarakat.
159 Gambar: Kumpulan titikmenjadigariskarya body painting Sumber: Dea Riana (2019) Bagian ini merupakan hasil dari kumpulan garis yang memiliki bentuk sehingga memiliki unsur-unsur estetis. Seperti yang disampaikan oleh Dharsono (2007: 71) bahwa bidang dan ruang merupakan bagian yang terjadi karena dibatasi oleh kontur garis serta adanya kontur pada karya body painting. Terdapa berbagai macam bidang dan ruang pada karya visual sehingga menjadi suatu bentuk, merupakan suatu dasar penting dalam membuat karakter dalam kegiatan penciptaan karya body painting, guna mencapai kepentingan estetis dalam kegiatan seni perunjukan.Terciptanya suatu tumpukan garis pada bidang tertentu menghasilkan ruang, dan dimens bentuk dalam pengembagan diri dalam menciptakan karya body painting guna mendukung pertunjukan seni drama, tari dan musik.Seperti yang disampaikan oleh Dharsono (2007: 72) bahwa bidang dibagi dua, yaitu bidang simetris dan asimetris. Bidang simetris pada kegiatan penciptaan karya body painting merupakan suatu karya yang memiliki permukaan yang sama pada setiap sisinya jika disusun sama rata, sedangkan bidanga simetris merupakan karya tata rias dan busana yang memiliki proporsi bentuk yang sama, tetapi memiliki keseimbangan yang berbeda. Berbagai macam jenis warna yang digunakan untuk menuangkan ide pada bidang tertentu oleh para penciptas eni, warna merupakan suatu bentuk yang menimbulkan pesan pada setiap objek seni. Seperti yang disampaikan oleh Ocvirk (1992: 152) bahwa terdapat komposisiwarna yang merupakan suatu susunan atau kesatuan warna pada bidang tertentu, dengan menunjukkan kesatuan yang harmonis, dengan beberapa bagian warna yaitu warna primer, sekunder, tersier. Warna primer adalah warna yang tidak diperoleh dari pencampuran warna lain, warna pokok atau dengan kata lain warna yang terbebas dari unsurwarna-warna lain, seperti merah, kuning, biru. Warna sekunder adalah merupakan
160 pencampuran dari duawarna primer seperti percampuran biru campur kuning jadihi jau, biru campur merah jadi ungu atau violet, merah campur kuning jadi jingga. Warna tersier adalah pencampuran dari dua warna sekunder. Dari pendapat yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahwa warna merupakan suatu kumpulan cahaya yang ditangkap oleh mata, sehingga menimbulkan kesan dan pesan. Munculnya suatu pengalaman pada diri seseorang pencipta seni sehingga warna merupakan bagian dari unsur pemikiran yang dituangkan pada media tertentu, sehingga memiliki bentuk dan memiliki nilai-nilai estetis. Gambar: Analisis visual karya body painting Sumber: Reko (2019) 3. FungsiPembelajaranPenciptaanKaryaBody Painting Funt, dengan cara memunculkan ide-ide kreativias yang kemudian dituangkan dalam suatu bidang permukaan tubuh manusia, terdapat beberapa karya yang dihasilkan dalam kegiatan body painting seperti, burung enggang, kelakai, babukung, uhat bajakah semar, galang pai bawai, bauerajati. Karya body painting yang diciptakan oleh mahasiswa meliputi fungsi sebagai proses kreasi diri, serta fungsi body painting sebagai kebutuhan pertunjukan seni, meliputi kegiatan drama, tari dan musik. Hal itu dilakukan guna mendukung identitas dengan menbuat rias body painting merupakan suatuproduk seni yang berkembang pada masyarakat, memiliki makna serta simbol yang tersirat sehingga menjadi suatu identitas bermakna (Maria, 2016;1). Berikut ini beberapa karya berdasarkan fungsinya;
161 Fungsikaryabody paintingsebagaihiasantubuhmanusiadalam kegiatankarnavalbudaya Dayak di Kalimantan Tengah, denganmemunculkan motif kelakai, sebagaiidentitasbudayaDayak di Kalimantan. Fungsi karya body painting pada tubuh penari dalam kegiatan pertunjukan seni di kota Palangkaraya. Body painting seperti identitas budaya tari Dayak pedalaman. Gambar: Fungsi Body painting dalamkegiatanseni Sumber: Reko (2019) Berbagai macam jenis karyabody painting yang diciptakan sebagai identitas budaya Dayak yang ada di Kalimantan, dimuat guna mendukung suatu kegiatan berkesenian bagi komunitas tari, atau komunitas kelompok masyarakat. Body painting dibuat guna mempertegas identitas pengguna dalam suatu kegiatan pertunjukans eni, atau karnaval budaya. Berikut ini karya yang diciptakan guna mendukung identitas budaya dalam pertunjukan seni. Burungenggang, sebagaikarya body painting yang Uhatjakahsemar, merupakansuatujenistanamankanton gsemar yang dapatditemukan di Gelangpaibawai, motif gelangpenari, biasanyajenisjelangini di
162 mencirikanjenisburu ng di Kalimantan, memilikimaknakehid upanmanusia dan alamsemesta. hutan Kalimantan, memilikimakna yang berkaitandengankehidupanmausiater hadaplingkungannya. gunakandalamkegiatanupacarat radisionalmasyarakat Dayak di Kalimantan. Babukung, merupakan topeng yang di gunakan pada saatupacarakematian bagibeberapa sub suku Dayak di Kalimantan, topeng inimemilikimakna yang dapatmenolakbala, ataurohjahat. Tambun, merupakanstilasibentuknaga, yang dibuatsalingmebelakangi, bagimasyarakat Dayak, nagaadalahmahlukmitologi yang diyakinisebagaijelmaanlelulur. Kelakai,jenistanamanpaki s yang dapat di temukan di Kalimantan, motif inimemilikimaknasebagaisimb olkehidupanmanusia yang harusmelewatilikulikukehidupan, gunamencapaikehidupan yang abadi. Gambar: Makna dan jeniskaryabody paintingdalammendukungpertunjukanseni Sumber: IwanPranoto (2019) PENUTUP Bentuk unsur-unsur visual sebagai dasar proses berkarya guna menumbuhkan pembelajaran yang kreativitas, kebudayaan lokal yang menjadi dasar dalam proses berkarya mahasiswa guna mendukung kegiatan pertunjukan seni drama, tari dan musik, serta bentuk estetika pada karyabody painting dengan berbagai macam bentuk visual seperti ornamen Dayak, tumbuhan, manusia, dan fantasi. DAFTAR PUSTAKA Astini, Siluh Made. MaknaDalamBusana Drama Tari Arja di Bali. Journal Harmonia 2018 Darsono, 2007, Estetika, Bandung:RekayasaSains
163 Dharmawan. 1992.Pegangan Pendidikan Seni Rupa. Bandung: Armico Farica, Nur.dkk.Modifikasi Tata Rias Pengantin Putri Berjilbab Mojo Putri Mojokerto. Jurnal Tata Rias, Vol 5, No 1, 2016 Maria, Utaminingtya. Desain Rias BusanaTokohSeniPertunjukanSandurRonggoBudoyo di DesaBaktiharjoKecamatanSemandingKabupatenTubanditinjaudarifungsi dan simbol. Jurnal Apron Vol 2, No1. 2013 Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi. Bandung. Rosda Ocvirk. O. 1992. Art Fundamentals: Theory and Partice. Boston: Library of Congress Cataloging in Publiscation Data. Pranoto, Iwan. 2015. “Kriya Anyam Bambu Masyarakat Dayak Kanayatn di Kalimantan Barat”. Prosiding. Seminar Nasional Pendidikan Seni UNNES 2015: Hal 54-71. _____________. 2016. Guci Cina Singkawang. Prosiding. Seminar Antar Bangsa 2016: Hal 175-188 Rohidi, Tjeptjep Rohendi. 2011. Metodologi Penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara. _______________________. 2014. Pengembangan Media Pembelajaran Seni Budaya Berbasis Kearifan Lokal (Wayang Sebagai Sumber Gagasan). Jurnal Imajinas
164 ANALISIS KESULITAN BELAJAR MENANGGAPI SUATU CERITA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS III Rini ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab peserta didik kesulitan dalammenjabarkan soal menanggapi suatu cerita.Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, yaitu yang dilakukan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti ini adalah instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan makna dari pada generalisasi. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa analisis kesulitan belajar peserta didik dalam menanggapi suatu cerita yaitu: 1. Internal (a) faktor minat (b) faktor konsentrasi, dan (c) faktor motivasi. 2. Faktor ekternal yaitu faktor dari kondisi lingkungan. Kata kunci : Kesulitan Dalam Menanggapi Suatu Cerita PENDAHULUAN Pendidikan merupakan proses terjadinya pendewasaan yang terjadi akibat pembiasaan pola asuh yang ditanamkan, mendewasakan anak dan berlangsung terus menerus, hal senada diungkapkan Suyanto (2010: 13) Pola asuh merupakan suatu sistem atau cara pendidikan, pembinaan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi pendidikan anak merupakan pijakan bagi seseorang untuk mencapai proses pembiasaan alam kehidupan sehari-hari baik itu dalam lingkungan keluarga maupun sekolah dan unsur-unsur yang saling berhubungan yang dapat mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan yang ditunjukkan dengan hasil belajar yang memuaskan. Menurut Uno (2006: 21) hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu; keefektifan, efesiensi dan daya tarik. Maka hasil belajar merupakan pencerminan dari kesuksesan atau ketercapaian tujuan belajar yang tertuang dalam proses pembelajaran yang standar isinya telah ditentukan oleh pemerintah, maka pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah merumuskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
165 potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. “ Permendikbud No 22 Tahun 2016 tentang “Standar proses pendidikan dasar dan menengah selanjutnya disebut standar proses merupakan kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan dasar menengah untuk mencapai kompetensi lulusan” Dari permasalahan yang timbul di maka perlu solusi yang sesuai dengan prinsip pembelajaran aktif. Guru sebagai fasilitator yang memegang kunci keberhasilan tujuan pembelajaran, Suprijono (2013: 12) Guru bertindak sebagai “panglima”, guru dianggap paling dominan, dan guru dipandang sebagai orang yang paling mengetahui. Berdasarkan masalah yang ada pada siswa Kelas III , maka guru hendaknya memilih model pembelajaran yang tepat, memberikan penyajian mata pelajaran yang menarik, membuat siswa aktif dalam suasana kelompok yang bertujuan adanya interaksi sosial antara guru dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, sehingga pembelajaran tidak berpusat pada guru, namun berpusat pada siswa. Suprijono (2013: 13) Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Selain itu memperhatikan pendekatan yang mampu menstimulus setiap siswa dalam mengaitkan mata pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Analisis kesulitan belajar dalam materi menanggapi suatu cerita pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas III di “ METODE Pendekatan yang akan di pakai oleh peneliti dalam meneliti yaitu sesuai dengan jenis penelitian yang akan digunakan. Pendekatan kualitatif merupakan salah satu pendekatan penelitian menekaknkan kepada aspek fenomenologi dan sudut pandang konstruktivisme dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Menurut maleong (2004: 10-13) menjelaskan ada sebelas ciri-ciri dari pelaksanaan kualitatif yaitu: latar belakang yang bersifat ilmiah, manusis sebagai sumber instrument utama, mengunakan obeservasi, wawancara dan dokumen untuk menjaring data, analisis lebih bersifat induktif, menyususn teori dari bawah ke atas (grounded theory), analisis bersifat deskriptif, mementingkan proses dari pada hasil, masalah disesuaikan dengan focus penelitian, dalam memvalidasi instrumen/data dengan kriteria tersendiri (triangulasi, pengecekan sejawat, uraian rinci, dan sebagainya), memakai desain sementara di sesuaikan dengan kenyataan di lapangan, dan hasil penelitian di rundingkan dan di sepakati bersama oleh manusia yang di jadikan sumber data.
166 peneliti melakukan perkajian pada suatu objek. Sebagai instrumen dan penelitian, data-data yang di peroleh di lapangan akan dideskripsikan secara induktif dari proses samapai pada tahap penentuan makna verifikasi serta pelaporan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil dianalisis temuan masalah sebagai berikut: 1. Faktor Internal a. Pesiologis ( Jasmaniah ) Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga narasumber, menyatakan bahwa kondisi fisik narasumber mempengaruhi konsentrasi dan fokus narasumbr pada saat pembelajaran matematika berlangsung. b. Psikologis 1) Kecerdasan intelegensi peserta didik Berdasarkan hasil wawancara tiga narasumber menyatakan bahwa kesulitan menjabarkan soal matematika tentang penjumlahan dengan cara panjang. Hal ini di karenakan peserta didik sudah terbiasa mengunakan cara pendek untuk menjawab soal tentang penjumlahan. 2) Minat Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga narasumber menyatakan bahwa pelajaran matematika pata materi penjumlahan cara panjang itu sangat tidak menarik dan membosankan. Dikarenakan pada saat menjelaskan materi tersebut guru tidak menggunkan media sehingga membuat peserta didik tidak tertarik dan merasa bosan pada saat proses belajar berlangsung. 3) Bakat Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga narasumber 2 dari 3 narasumber tersebut memiliki potensi pada mata pelajaran bahasa Indonesia. 2 dari 3 narasumber tersebut memperoleh nilai yang bagus pada mata peajaran bahasan Indonesia dan pada saat proses pembelajaran berlangsung dua narasumber tersebut sanggat aktif pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Hal ini berbanding terbalik pada mata pelajaran matematika mereka mengalami kesulitan untuk memahami materi tentang penjumlahan cara panjang. 4) Sikap
167 Berdasarkan hasil wawancara dari tiga narasumber menyatakan bahwa sikap dari teman-temannya tidak membuat dia nyaman pada saat menjawab soal. Sebab selalu di olok-olok oleh teman sejawatnya karena tidak bisa menjawab soal yang di berikan oleh guru. Sehingga dia merasa malu apabila di minta untuk menjawab. 2. Faktor Ekternal Berdasarkan hasil wawancara dari tiga narasumber dilihat dari faktori lingkungan sekola. Ketiga narasumber mengatakan bahwa mereka merasa senang apabila bertemu dengan teman-temannya di sekolah. Guru-guru dan kepala sekolah memiliki hubungan yang sanggat baik dengan ketiga narasumber sehingga tidak menghambat ataupun menganggu proses belajar dari ketiga narasumber. Penelitian ini menguatkan hasil penlitian Jumratul yang menyimpulkan bahwa : Peningkatan Keterampilan Bercerita Siswa Dengan Menggunakan Media Gambar Pada Pelajaran Bahasa Indonesia Di SD. Berdasarkan uraian hasil analisis data “Dengan menggunakan media gambar pada mata pelajaran bahasa Indonesia terjadi peningkatan keterampilan bercerita siswa di kelas III Sekolah Dasar Negeri 06 Kubu”, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1) Siswa menggunakan lafal yang tepat dalam bercerita pada pelajaran bahasa Indonesia di kelas III Sekolah Dasar Negeri 06 Kubu mengalami peningkatan, Dilihat dari nilai Prosentase siklus I 73,33 %, siklus II 80,00 %. (2) Siswa menggunakan intonasi yang tepat dalam bercerita pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas III Sekolah Dasar Negeri 06 Kubu dapat memotivasi siswa dalam bercerita.Peningkatan dari siklus I 73,33%, siklus II 80,00 %. (2) Siswa menggunakan jeda yang tepat dalam keterampilan bercerita pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas III Sekolah Dasar Negeri 06 Kubu . Terjadi peningkatan dari siklus I 46,66 %, siklus II 66,66 %. (3) Siswa menggunakan ekpresi yang tepat dalam bercerita pada mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas III Sekolah Dasar Negeri 06 Kubu, Peningkatan dari siklus I 46,66 % dan siklus II 73,33 %. Dikarenakan pembelajaran yang tidak menggunakan media pembelajaran sehingga membuat peserta didik kesulitan memahami materi. Penelitian tersebut yang memperkuat hasil analisis peneliti bahwa peserta didik belum mampu dalam menanggapi suatu cerita serta menentukan ide pokok, mencatat hal- hal penting dalam suatu cerita, menanggapi suatu peristiwa dengan jelas dan terperinci, dan menyesuaikan masalah dengan cerita yang di tanggapi
168 PENUTUP Maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang menjadi kesulitan belajar peserta didik yaitu menentukan ide pokok, mencatat hal-hal penting dalam suatu cerita, menanggapi suatu peristiwa dengan jelas dan terperinci, menyesuaikan masalah dengan cerita ditanggapi. Untuk mengatasi kesulitan dalam belajar terutama mata pelajaran Bahasa Indonesia maka perlu bantuan guru yang benar-benar memahami tentang materi Bahasa Indonesia dalam proses belajar. Agar mendapatkan generasi yang memiliki kemampuan mahir dalam mata pelajaran khususnya Bahasa Indonesia sesuai apa yang di harapkan oleh guru. Adapun saran-saran yang ingin peneliti yang sampaikan sebagai berikut : 1. Bagi kepala sekolah di harapkan dapat lebih mendukung penuh dan memfasilitasi guru-guru dalam pelatihan (penataran) untuk meningkatkan SDM guru dalam mengajar di sekolah. 2. Bagi para guru diharapkan dapat termotivasi memperbaiki kinerja dan strateginya dalam melaksanakan pengajaran dikelas agar dapat meningkatkan kualitas belajar dan hasil belajar peserta didik. 3. Bagi orang tua peserta didik diharapkan agar lebih memperhatikan kualitas belajar anaknya di rumah. 4. Bagi peserta didik diharapkan lebih termotivasi dalam belajar khususnya menanggapi suatu cerita pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
169 DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Abidin, Y, (2012), Pembelajaran membaca berbasis pendidikan karakter, Bandung: PT Refika Aditama Alwi, H, (2006), Pembinaan Bahasa Indonesia, Jakarta : Universitas Terbuka Deddy, M , (2013), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Diplan Dan M. Andi Setiawan (2018), Metodologi Penelitian Pendidikan. CV. Samu Untung. Jawa Tengah. Djamara Syaiful Bahri, (2011), Pesikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta Geger (2013), Faktor-Faktor Kesulitan Belajar Peserta Didik Dalam
170 Meningkatkan Hasil Belajar Perkalian Dengan Menggunakan Media Rak Telur Rainbow Pada Siswa Kelas II SDN-1 Kota Besi Hulu Kecamatan Kota Besi Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2019 Rita Permatasari ABSTRAK Rak telur merupakan barang habis pakai yang akan menjadi limbah jika tidak dimanfaatkan kembali, rak telur dapat dimanfaatkan sebagai alat peraga dalam pembelajaran. Pemberian warna menggunakan cat yang berwarna-warni yang disesuaikan warna pelangi sehingga menjadi media pembelajaran yang menarik bagi siswa. Oleh sebab itu, penulis memberikan nama “RAK TELUR RAINBOW”. Dengan media ini penulis menyajikan konsepoperasi hitung perkalian dengan konkret untuk siswakelas II SDN-1 Kota Besi Hulu Kecamatan Kota Besi Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun Pelajaran 2019. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan Siswa kelas II SDN-1 Kota Besi Hulu Kecamatan Kota Besi Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun Pelajaran 2019 pada Materi Perkalian dengan menggunakan Media Rak Telur Rainbow.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Nopember tahun 2019 dengan jumlah siswa kelas II sebanyak 20 siswa dengan rincian, laki- laki sebanyak 10 siswa dan perempuan 10 siswa. Siswa kelas II ini cenderung visual kinestetik, dimana siswa lebih suka bergerak dan berbicara,sehingga untuk fokus mendengar tidak mampu lama.Akibatnya siswa kurang konsentrasi dan menalar.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan Siklus I dan Siklus II. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran perklaian dengan menggunakan media Rak Telur Rainbow dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam materi perkalian pada siswa kelas II SDN-1 Kota Besi Hulu Kecamatan Kota Besi Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun Pelajaran 2019. Hal ini dibuktikan pada hasil penelitian siklus I, rata-rata kemampuan siswa dalam materi perkalian mencapai 64 dimana jumlah siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM = 60) masih ada 9 siswa (55%). Pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa pada materi perkalian sudah mencapai 77,3 sedangkan siswa yang nilainya mencapai kriteria ketuntasan minimal 16 dari 20 siswa (80%). Disarankan agar guru sebaiknya menggunakan media rak telor rainbow dalam melakukan proses pembelajaran perkalian di kelas II. Kata Kunci : Rak Telur Rainbow, Perkalian PENDAHULUAN Mempersiapkan siswa menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan merupakan salah satu tujuan disuguhkannya materi matematika di jenjang sekolah dasar. Dalam peraturan menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi telah disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berfikir logis, kritis, analitis, sistematis dan kreatif serta mampu bekerja sama. Matematika sebagai ilmu dasar dalam pendidikan memiliki peran dalam upaya peningkatan sumber daya manusia utamanya pada peningkatan intelektual yang diharapkan mampu mencetak individu-individu yang kreatif, mandiri, dan beretos kerja tinggi serta memiliki daya saing.
171 Selain itu, Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi aljabar, geometri, logika matematika, peluang dan statistika. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel (Depdiknas, 2003: 6) Pendekatan dan strategi pembelajaran hendaknya mengikuti kaidah pedagogik secara umum, yaitu pembelajaran diawali dari kongkrit ke abstrak, dari sederhana ke kompleks, dan dari mudah ke sulit, dengan menggunakan berbagai sumber belajar (Depdiknas, 2003: 11). Siswa Sekolah Dasar umumnya berkisar umur 6 sampai 12 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Sehingga memerlukan alat bantu berupa media dan alat peraga yang lebih cepat dipahami dan dimengerti serta tidak mudah dilupakan oleh siswa. Perkalian merupakan proses aritmetika dasar dimana satu bilangan dilipatgandakan sesuai dengan bilangan pengalinya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa perkalian adalah penjumlahan berulang. Di kelas II SDN-1 Kota Besi Hulu Kecamatan Kota Besi Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun Pelajaran 2019 mengalami kesulitan untuk memahami konsep operasi hitung perkalian dan pembagian melalui metode ceramah. Terlebih lagi apabila mereka diberikan soal dalam bentuk cerita. Akibatnya, mereka kelihatan menganggap susah Matematika bahkan tidak tertarik untuk belajar setiap waktunya pelajaran matematika. Padahal operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian merupakan dasar pelajaran Matematika. Hal ini mengakibatkan peserta didik kurang memahami materi yang disampaikan, sehingga hasil belajar peserta didik menjadi kurang memuaskan. Dalam buku Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar oleh Nana Sudjana (2002) hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Selain pengertian itu Kunandar dalam Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru (2007) menerangkan bahwa hasil belajar ialah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi pembelajaran. Bagaimana dapat mengupayakan agar proses pembelajaran siswa dilaksanakan dengan tampilan yang berbeda dan menarik? Mengkreasikan media pembelajaran sederhana dan terjangkau menjadi alternatif yang dipilih, yaitu dengan menggunakan media Rak Telur Rainbow dan Bijian-Bijian. Rak telur merupakan barang habis pakai yang akan menjadi limbah jika tidak dimanfaatkan kembali, rak telur dapat dimanfaatkan sebagai alat peraga dalam pembelajaran. Pemberian warna menggunakan cat yang berwarna-warni yang disesuaikan warna pelangi sehingga menjadi media pembelajaran yang menarik bagi siswa. Oleh sebab itu, penulis memberikan nama “RAK TELUR RAINBOW”. Dengan media ini penulis menyajikan konsep operasi hitung perkalian dengan konkret untuk siswa. Berdasarkan uraian di atas, dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan perkalian dengan menggunakan media rak telur. Sehingga penulis ingin mengadakan penelitian yang berhubungan dengan masalah tersebut yaitu ”Peningkatan Hasil Belajar Siswa Materi Perkalian Pada Tema Bermain Di Lingkunganku Sub Tema Bermain Di Lingkungan Rumah dengan menggunakan Media Rak Telur Rainbowkelas II SDN-1 Kota Besi Hulu Kecamatan Kota Besi Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun Pelajaran 2019”.Berdasarkan latar belakang yang telah diuaraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah meningkatan kemampuan Siswa kelas II SDN-1 Kota Besi
172 Hulu Kecamatan Kota Besi Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun Pelajaran 2019 pada Materi Perkalian dengan menggunakan Media Rak telur rainbow?” METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama (Arikunto, 2009: 3). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas yang dikutip dari Suharsimi Arikunto (2009:16) adalah sebagai berikut: HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Siklus I Penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas II SDN 1 Kota Besi Hulu Kecamatan Kota Besi Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun Pelajaran 2019 sesuai dengan rancangan pembelajaran dan tahapan-tahapan yang telah direncanakan. Berikut ini peneliti paparkan data hasil penelitian tindakan kelas tersebut yang dianilisis lebih lanjut. Berikut Grafik batang hasil belajar siswa siklus I : Berdasarkan hasil temuan yang menunjukkan hasil kognitif materi perkalian dengan keberhasilan hanya mencapai 55 % (11 orang siswa) yang belum cukup memenuhi harapan 0 5 10 15 Tuntas Tidak Tuntas Jumlah Siswa Perencanaan Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan SIKLUS II Perancanaan Pengamatan Pengamatan Refleksi Pelaksanaan
173 peneliti. Untuk menguatkan hasil penelitian maka akan dilakukan siklus II disarankan perbaikan sebagai berikut : a) Pada saat pelaksanaan pembelajaran sebaiknya siswa sering diingatkan akan prosedur kelas. b) Saat menjelaskan tentang perkalian guru menekankan kepada siswa bahwa perkalian merupakan penjumlahan berulang. c) Memperkaya pemahaman siswa melalui soal-soal perkalian dengan menggunakan media rak telur rainbow. Menurut pengamatan pada waktu guru memberikan materi siswa terlihat kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran, ada sebagian siswa terlihat tidak fokus dengan penjelasan guru, sehingga terdapat beberapa siswa yang masih kesusahan untuk menghitungnya. Siswa merasa kesulitan dan bingung untuk mengoperasikan perkalian. Peneliti melakukan evaluasi terhadap temuan-temuan dalam pembelajaran siklus I, kemudian melakukan sharing dengan observer. Maka peneliti melakukan perbaikan yang dilakukan pada siklus berikutnya. Perbaikannya adalah dengan menambahkan media benda kongkrit yang bisa menarik minat dan perhatian siswa yakni berupa media rak telur rainbow. Serta lebih banyak memberikan latihan soal yang bervariasi tentang perkalian. Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata kemampuan materi perkalian di kelas II SDN-1 Kota Besi Hulu Kecamatan Kota Besi Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun Pelajaran 2019 adalah 77,3. Ini menunjukkan terjadi peningkatan nilai bila dibandingkan pada akhir Siklus I. Demikian juga jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat dari 11 menjadi 16 dari 20 siswa. Jadi hanya ada empat siswa yang belum mencapai KKM yang terus mendapat bimbingan dari guru, sebagaimana pada gambar berikut : Hasil Belajar Siswa Siklus II Perbandingan rata-rata skor kemampuan siswa dalam memahami perkalian di akhir siklus I dan siklus II dapat divisualisasikan dengan gambar sebagai berikut Perbandingan Hasil Belajar Nilai Rata-rata Siswa Siklus I dan Siklus II 0 5 10 15 Tuntas Tidak Tuntas Jumlah Siswa
174 Berdasarkan gambar dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa Kelas II SDN Tumang Miwan Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas Semester I Tahun Pelajaran 2019 dalam memahami perkalian dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan setelah diterapkannya media pembelajaran menggunakan media rak telur rainbow.Berdasarkan hasil penelitian siklus I dan Siklus II dapat disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam memahami perkalian siswa Kelas II SDN Tumang Miwan Kecamatan Kurun Kabupaten Gunung Mas Semester I Tahun Pelajaran 2019 meningkat dari 64 pada siklus I menjadi 77,3 pada siklus II dengan menggunakan media Rak Telur Rainbow. Berikut ini adalah diagram ketuntasan dari pratindakan, siklus 1 dan siklus 2 Diagram 4.3 Perbandingan Prosentase Ketuntasan Pratindakan, Siklus I dan Siklus II PENUTUP Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan media Rak Telur Rainbow dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam materi perkalian pada siswakelas II SDN-1 Kota Besi Hulu Kecamatan Kota Besi Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun Pelajaran 2019.Hal ini dibuktikan pada hasil penelitian siklus I, rata-rata kemampuan siswa dalam materi perkalian mencapai 64 dimana jumlah siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM = 60) masih ada 9 siswa (55%). Pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa pada materi perkalian sudah mencapai 77,3 sedangkan siswa yang nilainya mencapai kriteria ketuntasan minimal 16 dari 20 siswa (80%). Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, ada 64 77.3 0 20 40 60 80 100 Siklus I Siklus II Nilai Rata-rata Prosentase Ketuntasan Pratindakan Siklus 1 Siklus 2
175 beberapa saran yang peneliti kemukakan, yaitu: a. Guru kelas perlu mempertimbangkan pembuatan media belajar yang sesuai dengan Kompetensi Dasar agar menarik minat belajar siswa sehingga pemahaman siswa meningkat, b Penerapan penggunaan media pembelajaran harus memperhatikan alokasi waktu dan kesesuaian media dengan materi pembelajaran, c. Materi pada penelitian ini terbatas pada perkalian kelas II namun dapat pula dikembangkan pada materi yang lain. DAFTAR PUSTAKA Abdurahman M,(2003) ,Pendidikan bagi anak Berkesulitan Belajar.Rineka Cipta Jakarta Asmawi,dkk.(2005) Tes dan Asesmen di SD .Universitas Terbuka,Depdiknas Agus T dkk(Desember 2002) Pendidikan Anak Di SD.Universitas Terbuka. Universitas Terbuka Depdiknas Arikunto, S. 2002 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Ahmad Susanto. (2016). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group Badudu, J.S, dan Sultan M. Zein. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Bandler, John Grinder, dan Michael Grinder. 2008. Neuro Linguistic Programming (NLP). (Online). (http:///www.Binakreatif. blogspot.com, diakses pada tanggal 22 Maret 2010). De Porter, Hernachi. 2000. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa. Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdikbud. 2004. Kurikulum SMK Edisi 2004 Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen Program Keahlian Adminstrasi Perkantoran. Jakarta; Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Dikdasmen. Depdiknas. (2003). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SD dan MI. Jakarta: Depdiknas Djamarah, S. 2004. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional. Gafur, A. 2000. Gaya Belajar Mahasiswa. Yogyakarta: Proyek NKK IKIP Yogyakarta. Hadi, S. 2007. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset. Habeyh. 2004. Kamus Populer. Jakarta: Centre. Jahiri, K. 2008. Gaya Belajar. Bandung: IKIP Bandung. Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Nawawi, Hadari. 2012. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadja Mada University Patton, Maleong. 2000. Analisis Multivariat Arti dan Interpretasi. Jakarta:Rineka Cipta. Prashnig, B. 2008. The Power Of Learning Style. (Online). (http://www.Binakreatif.blogspot.com, diakses pada tanggal 22 Maret 2010). Purminta, W.J.S. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Rahman. 2008. Metode Statistik. Bandung: Tarsito. Suardirnan. 2008. Psykologi Pendidikan. Yogyakarta: Balai Pustaka. Syah, M. 2007. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pedoman Penulisan Skripsi FKIP universitas Palangka Raya Tahun 2017, edisi Juli.
176 STRATEGI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SISWA SDN -3 MELAYU Sumilah ABSTRAK Menurut Burhanuddin dan Sumiati (2007 : 115) pendidikan karakter diartikan sebagai upaya terencana untuk membantu oranguntuk memahami, peduli, dan bertindak atas nilai-nilai etika/moral. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan berfikir dan berbuat yang membantu orang hidup dan bekerja bersama-sama sebagai keluarga, teman, tetangga, masyarakat, dan bangsa. Pengembangan pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Pembentukan karakter peserta didik dikembangkan melalui tahap pemgembangan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Pendidikan karakter di sekolah dapat dilaksanakan secara terpadu pada tiap kegiatan sekolah. Setiap aktivitas peserta didik di sekolah dapat digunakan sebagai media untuk menanamkan karakter, mengembangkan konasi, dan memfasilitsi peserta didik berperilaku sesuai nilai-nilai yang berlaku. Setidaknya terdapat 3 jalur utama dalam menyelenggarakan pendidikan karakter di sekolah, yaitu (a) terpadu melalui kegiatan pembelajaran, (b) terpadiu melalui kegiatan ekstrakurikuler, dan (c) terpadu melalui kegiatan pembiasaan. PENDAHULUAN Kemajuan suatu bangsa dan negara sangat ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM) tang bermutu, yang tidak hanya dilihdt dari penguasaan ilmupengetahuan dan teknologi saja, melainkan juga karakter atau perilakunya. Untuk memenuhi SDM yang memiliki kompetensi dan karakter diperlukan sistem pendidikan yang baik. Undang-undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasionalpada pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Penyelenggaraan pendidikan di setiap jenjang termasuk di SD, harus dilaksanakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik agar beretika, bermoral, sopan santun dan mampu berinteraksi dengan masyarakat. Kompilasi berbagai hasil penelitian (Suyanto, 2009) 2 menunjukkan pengeruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor resikopenyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah bisa dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani secara serius akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari
177 masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja masa kini seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, dan sebagainya. Mereka akan fokus dengan belajarnya untuk mencapai tujuan hidupnya di masa mendatang. Oleh sebab itulah mengapa pendidikan karakter harus dikembangkan sejak anak usia dini. Tidak lain dan tidak bukan tujuannya adalah agar dapat membentuk anak-anak yang berilmu pengetahuan unggul, namun juga memiliki karakter, kepribadian dan akhlak yang baik dan mulia, yang selalu perpegang teguh pada iman dan taqwa. METODE Di sini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dengan cara observasi/pengamatan. Obyek yang penulis teliti adalah kejadiankejadian yang ada di tempat umum di lingkungan sekitar penulis, yang dilakukan oleh anak-anak remaja, yang menurut penulis itu sudah merupakan tingkah laku yang menyimpang dari anak usia tersebut. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari observasi/pengamatan yang penulis lakukan di beberapa tempat umum, sering penulis dapati sekumpulan anak-anak remaja yang bergerombol. Seperti di Stadion, di sekolah/kantor yang tidak perpagar setelah jam sekolah/kantor berakhir, di pelabuhan, di tempat-tempat terbuka yang jauh dari keramaian, bahkan ada juga di rumah si anak yang ditinggal oleh orang tuanya. Kebanyakan ini dilakukan oleh anak remaja laki laki, Tapi tidak jarang juga yang berkolaborasi antara anak laki-laki dan perempuan. Biasanya yang sering kumpul-kumpul seperti itu adalah anak usia SD kelas tinggi sampai anak usia SMA. Jumlah mereka tidak menentu. Ada yang satu kelompoknya 3 sampai 5 anak, ada juga yang lebih, bahkan sampai 10 anak. Pertama adalah merokok. Anak yang tadinya belum bisa mulai belajar dari temannya yang sudah bisa. Dengan senang hati yang sudah bisa mengajari temannya yang belum bisa, supaya semua temannya menjadi bisa, dan menjadi lebih kompak grupnya. Awalnya iseng-iseng, tapi lama kelamaana akan kecanduan. Makanya tidak mengherankan saat ini kalau ada anak SD yang sudah bisa merokok. Bahkan ke sekolahpun ada yang membawa rokok untuk mempengaruhi teman-temannya. Kedua, menghisap Lem FOX (atau sering disebut ngelem) Biasanya dilakukan dengan cara lem beserta tempatnya dimasukkan ke dalam plastik, dan hidung si pemakai juga dimasukkan ke dalam plastik tersebut. Ada yang plastiknya dipegang begitu saja, ada juga yang dimasukkan ke dalam baju untuk menghindari penglihatan orang dari luar. Maka dengan leluasalah dia menghirup aroma lem tersebut, yang kemudian akan menimbulkan efek bagi pemakainya. Dan ini sering penulis dapatkan bekasnya di lingkungan sekolah tempat penulis dulu bertugas. Ketiga, menonton Film Porno.
178 Pengaruh perkembangan teknologi, hampir setiap anak sekarang sudah memegang HP. Dengan memanfaatkan teknologi internet, anak akan dapat mengakses semua program yang ada di dunia maya, termasuk Film Porno. Bagi anak remaja yang sipat ingin tahunya besar, jika menemukan hal-hal baru dia akan penasaran, dan setelah menonton maka dia akan bawa teman-temannya untuk sama-sama menonton. Akibat dari kegiatan ini dikhawatirkan anak akan mencoba, baik dengan jalan memperkosa atau terjadi hubungan seks bebas diantara anak-anak remaja tersebut. Keempat, mabuk-mabukan Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan minum minuman keras atau mengkonsumsi obat-obatan yang dioplos. Sering dilakukan oleh remaja yang sudah agak besar, seperti usia SMP ke atas. Efeknya kalau sudah mabuk, si anak akan berkata-kata dan bertingkah laku yang tidak terkontrol, sehingga bisa memicu mereka melakukan hal-hal yang membahayakan baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Kelima, balapan liar Ada sebagian anak remaja yang ingin menunjukkan jati dirinya dengan mengendarai motor yang berkecepatan tinggi. Bahkan dengan suara knalpot yang sangat bising. Sehingga terkesan norak dan kurang ajar. Mereka biasanya membentuk komunitas, yang pada saat-saat tertentu mereka akan mengadakan ajang seperti balapan yang sifatnya liar/tidak resmi. Kalau hal ini dilakukan di jalan umun, maka otomatis akan mengganggu bahkan membahayakan pengguna jalan yang lain. Dan dari komunitas seperti inilah yang kemudian timbul geng-geng motor yang keberadaannya sangat meresahkan masyarakat. Slain itu masih banyak lagi tingkah laku-tingkah laku menyimpang lainnya dari anak-anak remaja saat ini. Oleh karena itulah kita sebagai pendidik merasa prihatin, dan berfikir bagaimana cara menanggulangi dan mengantisipasi hal-hal tersebut agar tidak terus berkembangdan tumbuh subur di lingkungan kita. Pendidikan karakter menurut Ryan dan Bohlin (1999), karakter merupakan suatu pola perilaku seseorang. Orang yang berkarakter baik memiliki pemahaman tentang kebaikan, menyukai kebaikan, dan mengerjakan kebaikan tersebut. Orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Pengetian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2008) adalah ”bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak” Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak”. Beberapa ciri orang yang memiliki karakter menurut Howard Kirschenbaum (1995) antara lain : hormat, tanggung jawab, peduli, disiplin, loyal, berani dan toleran. Seseorang yang berkarakter mulia memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti percaya diri, rasional, logis, kritis, analistis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, sabar, hati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif dan tabah. David Elkind dan Freddy Sweet Ph.D (2004) menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya untuk membantu peserta didik memahami, peduli, dan
179 berperilakusesuai nilai-nilai etika yang berlaku. Lebih lanjut dijelaskanbahwa pendidiksn ksrskter adalah segala sesuatu yang dilakukan Guru yang mampu mempengaruhi peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku Guru, cara Guru berbicara atau menyyampaikan materi, bagaimana Guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Menurut T. Ramli (2001), pendidikan karakter mempunyai esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriterianya adalah nilai-nilai sosial tertentu yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam kontek s pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritaspembangunan nasional. Semangat itu secaraImplisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005 – 2025, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan Visi pembangunan nasional , yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradap berdasarkan falsafah Pancasila. (Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa : Puskurbuk, Januari 2011). Seiring dengan kebijakan pemerintah dalam rangka menanamkan dan mengembangkan pendidikan karakter kepada generasi muda sebagai generasi penerus bangsa, maka kami selaku pihak sekolah punya kewajiban dan tanggung jawab yang besar untuk mewujudkan cita-cita pemerintah dan bangsa Indonesia. Setidaknya terdapat tiga jalur utama dalam penyelenggaraan pendidikan karakterdi sekolah, yaitu (a) terpadu melalui kegiatan pembelajaran, (b) terpadu melalui kegiatan Ekstrakurikuler, dan (c) melalui pembiasaan-pembiasaan yang positif. Tempat pelaksanaan pendidikan karakter bisa di kelas maupun di luar kelas dalam berbagai kegiatan sekolah (Darmiyati, dkk : 2010) a. Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai fasilitasidiperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelaspada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi)yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. Dalam struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah, pada dasarnya setiap mata pelajaran memuat materi-materi yang berkaitan dengan karakter. Integrasi pendidikan karakter pada mata pelajaran di sekolah mengarah pada internalisasi nilai-nilai di dalam tingkah laku sehari-hari melalui proses pembelajaran dari tahapan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.
180 b. Pendidikan Karakter melalui kegiatan ekstrakurikulerdipandang sangat relevan dan efektif. Nilai-nilai karakter seperti kemandirian, kerjasama, sabar, empati, cermat, dan lainnya dapat diinternalisasikan dan direalisasikan dalan setiap kegiatan Ekstrakurikuler. Ekstrakurikuler dapat diartikan sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka. Kegiatan tersebut dilakukan di dalam sekolah dan/atau di luar lingkungan sekolah dalam rangka memperluas pengetahuan dan meningkatkan keterampilan. Dengan kata lain, ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar jam pelajaran yang ditujukan untuk membantu perkembangan peserta didik, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan/atau tenaga lainnya yang berkemampuan di sekolah atau di luar sekolah. c. Pendidikan karakter melalui pembiasaan-pembiasaancontohnya antara lain : 1. Pembiasaan yang bersifat harian misalnya: berbaris di depan kelas setiap pagi mau masuk kelas, dilanjutkan dengan memberi sapaan kepada Guru saat mau masuk kelas dengan pilihan berupa jabat tangan, tos dengan telapak tangan, tos dengan tangan mengepal atau berpelukan. Setelah di dalam kelas, literasi setiap pagi 15 menit sebelum pelajaran dimulai, siswa dibiasakan dengan berdoa setiap mengawali dan mengakhiri pelajaran, mengacungkan tangan bila mau menjawab atau bertanya, disiplin dalam mengikuti proses pembelajaran, cuci tangan sebelum makan, dan lain-lain. Pulang sekolah siswa dibiasakan mengerjakan sholah duhur berjamaah secara bergantiantiap kelas. 2. Pembiasaan yang bersifat mingguan misalnya : Upacara Bendera setiap hari Senin, yang dilanjutkan dengan bersalaman antara semua siswa dan semua dewan guru dan pegawai sekolah. Senam pagi setiap hari Selasa dan Rabu, Kegiatan Keagamaan setiap Kamis pagi,kerja baksi setiap Jumat pagi, dan Pramuka (ekskul wajib) setiap Sabtu pagi. 3. Pembiasaan yang bersifat bulanan misalnya sebulan sekali setiap hari Jumat minggu pertama setelah kerja bakti semua siswa dan Guru sarapan bersama dari bekal yang bibawa masingmasing siswa/guru. 4. Pembiasaan yang bersifat tahunan misalnya peringatan hari-hari besar Nasional seperti HUT Proklamasi Kemerdekaan RI, Hari Kartini, Hari Pahlawan, dan sebagainya. Selain itu juga peringatan hari besar agama seperti Maulid Nabi ataupun Isra Mi’raj 5. Pembiasaan dengan waktu yang tidak mengikat misalnya mengikuti pawai dalam rangka tahun baru Islam, STQ, atau pawai 17 Agustus. PENUTUP Pada saat ini remaja yang berada pada masa pertumbuhan dan perkembangan memiliki kepribadian yang masih labil, dan sedang mencari jati diri untuk membentuk karaktar. Pendidikan sejak usia dini sampai usia remaja menjadi momen yang penting dan menentukan karakter seseorang setelah dewasa. Oleh karena itu usaha-usaha yang dilakukan dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah melalui kegiatan-kegiatan pendidikan yang berkaitan dengan komponen-komponen sekolah, pada jenjang SD sangat penting dilakukan. Lingkungan sekolah (Guru dan siswa) memiliki peran yang kuat dalam membentuk karakter anak. Perlu ada kerjasama yang baik antara sekolah dan keluarga dalam mengembangkan pendidikan karakter anak. Proses pendidikan karakter di sekolahdikembangkan melelalui berbagai kegiatan di sekolah bertujuan untuk membentuk peserta didik yang berilmu pengetahuan unggul, juga memiliki karakter, kepribadian dan akhlak yang baik dan mulia
181 DAFTAR PUSTAKA Azzet, A.M., 2011. UrgensiPendidikan Karakter di Indonesia. Yogyakarta : Arruz Media. Burhanuddin dan Sumiati, 2007. Metode Pembelajaran Darmiyati, Zulhamdan dan Muhsinatun 2010. Pengembangan model Pendidikan Karakter terintegrasi dalam Pembelajaran Bidang Studi di SD. e-jurnal. Cakrawala Pendidikan. UNY Kevin Ryan & Karen E. Bohlin (1999). Building Character in Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to Life. San Francisco: Jossey Bass Koesoema, D.A.. 2007. Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa : Puskurbuk, Januari 2011 Suryosubroto,B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.
182 IMPLEMENTASI APLIKASI e-RAPOR DI SDN 5 PANARUNG Tety Surya Kalawa ABSTRAK E-rapor adalah sebuah sistem aplikasi berbasis Web yang di harapkan dapat merubah pola kerja guru dari pola manual ke pola digital dan juga dapat mempermudah guru dalam melakukan penilaian ke siswa bahkan sampai ke cetak rapor dan evaluasi nilai hasil belajar siswa, E-rapor di harapkan dapat memberikan manfaat untuk dunia pendidikan dan dapat memberikan efek positif terhadap dunia pendidikan untuk lebih berkembang dan maju terhadap dunia digital.Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi aplikasi erapor,mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambatnya. Kata kunci :implementasi, e-raport PENDAHULUAN Aplikasi E-Raport yang telah diluncurkan oleh Kemendikbud baik untuk SD/MI telah berlangsung kurang lebih 3 tahun. Guru disibukkan dengan tugasnya sebagai pendidik, dimana guru dalam fungsi tugasnya Merencanakan, Mengajar, Mendidik dan Melakukan Evaluasi atau Penilaian terhadap peserta didik di setiap akhir semester.Kalau selama ini penilaian dilakukan secara manual yaitu guru menuliskan Raport dengan menggunakan tinta pulpen, setelah diluncurkan E-Raport maka penilaian Raport di lakukan dengan digital dimana guru harus merencanakan penilaian dan melakukan penilaian secara semi online.Kenapa dikatakan semi online? Karena penilaian tdk serta merta langsung dikirim ke server kemendikbud, melainkan disimpan sementara di server sekolah. Setelah stake holder yang berkompeten untuk mengisikan penilaian(Guru Mata Pelajaran dan Wali Kelas) baru nanti nilai akan dikirimkan ke Server Kemendikbud.Penilaian E-Rapor memiliki tingkat keribetan yang tinggi ketika sudah berhadap K13 di bandingkan KTSP.Penggunaan E-Rapor pada K13 membuat Guru harus ekstra mengisi raport dan berkutat dengan bantuan komputer atau pun laptop. Bahkan guru secara bersama mengerjakan E-Rapor di Lab Komputer Sekolah.Sebelum meng-entri data E-Raport guru harus mempersiapkan data yang akan di entry untuk setiap KD (Kompetensi Dasar). Secara sekilas mudah atau gampang, tetapi kenyataan dilapangan bahwa guru harus mengisikan nilai pada KDKD tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah Nilai-nilai yang diisikan KD demi KD yang tertera pada rapor adalah nilai jadi berupa Nilai Pengetahuan, Nilai Ketrampilan dan Nilai Sikap. Pengolahan nilai ini kemana masuknya?Aplikasi ini canggih dan mutkhakir karena berbais web dan databasenya bisa mengambil langsung dan melakukan koneksi data dengan dapodik.Alur pengentrian dan pengolahan nilai sesuai alur yang ada pada buku panduan penilaian kurikulum 2013 jenjang SD Revisi 2018, Aplikasi akan berjalan lamban loading pada laptop dibawah atau masih sama dengan spesifikasi minimal laptop dalam juknis bos.Harus terinstal pada laptop aplikasi dapodik, sehingga jika ada guru yang mau
183 entri laptop dapodik (yang terinstal aplikasi raport) harus selalu on/hidup.Jika belum familiar apalagi belum pernah mempelajari panduan penilaian SD akan nampak ribet sekali.Idealnya aplikasi sudah mulai dikerjakan pada awal tahun pelajaran dan entri nilai secara berkala. METODE Artikel ini termasuk penelitian kualitatif,Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori ini juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Aplikasi e-Rapor SD telah diujicobakan pada bulan Juli 2019 dengan melibatkan LPMP, Pusat Teknologi dan Komunikasi Kemdikbud, dan praktisi pendidikan. Selanjutnya aplikasi tersebut pada bulan Agustus 2019 telah disosialisasikan kepada 68 Kabupaten/kota di 34 provinsi masing-masing sebanyak 15 SD dengan sasaran sebanyak 1.020 SD (daftar 68 lokasi sosialisasi e-Rapor SD pada Lampiran 1). Menindaklanjuti sosialisasi tersebut, Direktorat Pembinaan SD telah meluncurkan Penggunaan aplikasi e-Rapor SD. pada tanggal 15 Oktober 2019 di Hotel Mecure Surabaya oleh Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah bersamaan dengan pembukaan kegiatan Lomba Budaya Mutu SD.Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan menjelaskan bahwa penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah terdiri atas penilaian hasil belajar oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian hasil belajar dimulai dengan merencanakan penilaian, menyusun instrumen, melaksanakan penilaian, mengolah dan memanfaatkan, serta melaporkan hasil penilaian.Namun dalam penerapannya Aplikasi ini tentu saja mengalami hambatan yang gangguan yang serta merta tidak dapat dengan mudah diatasi,Dimulai dari kesiapan SDM dalam hal ini Pendidik dan Ketenaga Pendidikan,kemampun Pendidik dalm menggunakan IT,jaringan internet juga yang tidak maksimal sehingga menyebabkan keterlambatan dalam mengakses aplikasi ini. Tahun pelajaran 2019/2020 Aplikasi ini serentak dilaksanakan di Kota Palangka Raya sebagai salah satu Pilot Projek di Kalimantan Tengah . SDN 5 Panarung termasuk salah satu SDN yang mulai mengimplementasikannya. Berdasarkan data yang diperoleh dari jumlah Tenaga Pendidik dan Ketenaga Pendidikan sebagai berikut :
184 Tabel 1 Data Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan No Data Guru Jumlah Jumlah Rombel Mahir Komputer 1 Guru Kelas 10 orang 10 2 2 Guru Mapel 4 Orang 1 3 Tenaga Ops dan TU 2 2 16 5 Dari analisis dari tabel data diatas dapat diketahui bahwa Pengerjaan Input E-Raport yang seharusnya dilakukan oleh masing – masing wali kelas malah menjadi tanggung jawab operator sekolah, dikarenakan ketidak mampuan mengikuti perkembangan Teknologi yang sangat cepat. Rata – rata dilembaga Sekolah Dasar (SD) penduduknya atau dewan gurunya di kisaran umur mendekati purna tugas. Mau tidak mau yang muda yang berkreasi. Aplikasi e-raport, adalah aplikasi yang dirancang sebagai alat bantu yang di pergunakan oleh user.Implementasi aplikasi e-rapor di SDN 5 Panarung berdasarkan analisis data diatas tentu banyak sekali mengalami hambatan,dimana aplikasi ini bisa diterapkan dengan baik salah satunya guru/Tenaga Pendidik mampu menguasai IT.Rapor adalah sesuatu yang dinantikan oleh setiap siswa di Sekolah. Bagi sekolah, proses menghasilkan rapor adalah agenda besar dan rutin di setiap semester. Proses penginputan nilai, perhitungan nilai, hingga penggabungan nilai dari berbagai guru mata pelajaran menjadi proses yang harus presisi dan terkadang memakan waktu.Berkaca kembali ke belakang, proses penyusunan rapor konvensional dilakukan oleh wali kelas yang menerima laporan dari berbagai guru. Prosesnya pun cukup sederhana setiap guru menyetor sebuah berkas Excel setiap berkas Excel dikumpulkan dan kemudian dijadikan satu oleh wali kelas, pada kondisi yang lebih konvensional guru menuliskan langsung rapor ke orang yang disediakan kemudian disatukan oleh wali kelas.Berbagai resiko mungkin terjadi dengan proses konvensional ini mulai dari berkas yang hilang, integrasi berkas Excel yang memakan waktu dan rentan kesalahan, hingga berkas Excel yang terancam terkena rusak karena virus atau worm.Permasalahan tersebut memunculkan inisiatif untuk menggeser paradigma kesulitan dan resiko dalam menyusun rapor menjadi sesuatu yang lebih produktif dan juga rendah resiko. ERapor memiliki peluang besar sebagai basis data sekolah karena juga memiliki fasilitas portal yang dibutuhkan untuk tata kelola dokumen dan penyimpanan data-data sekolah melalui teknologi yang dikenal dengan Microsoft Azure / Server.E-rapor adalah sebuah sistem aplikasi berbasis Web yang di harapkan dapat merubah pola kerja guru dari pola manual ke pola digital dan juga dapat mempermudah guru dalam melakukan penilaian ke siswa bahkan sampai ke cetak rapor dan evaluasi nilai hasil belajar siswa, E-rapor di harapkan dapat memberikan manfaat untuk dunia pendidikan dan dapat memberikan efek positif terhadap dunia pendidikan untuk lebih berkembang dan maju terhadap dunia digital.
185 Penilaian Hasil Belajar adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan. Penilaian hasil belajar dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah.Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan setelah proses pembelajaran suatu kompetensi muatan pembelajaran untuk kurun waktu satu semester dan satu tahun pelajaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik berfungsi untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dilaksanakan untuk memenuhi fungsi formatif dan sumatif dari sebuah penilaian. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik memiliki tujuan untuk: 1.mengetahui tingkat penguasaan kompetensi; 2.menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi; 3.menetapkan program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi; 4.memperbaiki proses pembelajaran; dan 5.memetakan mutu satuan pendidikan. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik menggunakan acuan kriteria, yaitu kemajuan peserta didik dibandingkan dengan kriteria capaian kompetensi yang ditetapkan. Penilaian Autentik Penilaian autentik merupakan pendekatan, prosedur, dan instrumen penilaian proses dan capaian pembelajaran peserta didik dalam penerapan sikap spiritual dan sikap sosial, penguasaan pengetahuan, dan penguasaan keterampilan yang diperolehnya dalam bentuk pelaksanaan tugas perilaku nyata atau perilaku dengan tingkat kemiripan dengan dunia nyata, atau kemandirian belajar. Bentuk penilaian autentik mencakup penilaian berdasarkan pengamatan, tugas ke lapangan, portofolio, proyek, produk, jurnal, kerja laboratorium dan unjuk kerja, serta penilaian diri. Penilaian Non Autentik Bentuk penilaian non-autentik mencakup tes, ulangan, dan ujian Penilaian hasil belajar peserta didik menerapkan : Prinsip umum; Prinsip umum penilaian meliputi sahih, objektif, adil, terpadu, terbuka, holistik dan berkesinambungan, sistematis, akuntabel, dan edukatif. Prinsip khusus, yaitu: Materi penilaian dikembangkan dari kurikulum, Bersifat lintas muatan atau mata pelajaran, Berkaitan dengan kemampuan peserta didik, Berbasis kinerja peserta didik, Memotivasi belajar peserta didik, Menekankan pada kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik, Memberi kebebasan peserta didik untuk mengkonstruksi responnya, Menekankan keterpaduan sikap, pengetahuan, dan keterampilan, Mengembangkan kemampuan berpikir divergen.
186 ,Menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran, Menghendaki balikan yang segera dan terus menerus, Menekankan konteks yang mencerminkan dunia nyata, Terkait dengan dunia kerja, Menggunakan data yang diperoleh langsung dari dunia nyata, Menggunakan berbagai cara dan instrumen. PENUTUP Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Aplikasi e-rapor adalahaplikasi yang dirancang sebagai alat bantu yang di pergunakan oleh user.Dapat diterapkan dengan baik di Sekolah jika didukung oleh Jaringan internet yang bagus,SDM yang baik dalam hal penguasaan computer/ IT.Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan, Saran bahwa untuk penerapan Apliksi e-raport ini sebaiknya benar-benar tenaga pendidik diberikan kegiatan Bimbingan teknis agar aplikasi ini dapat maksimal diterapkan. DAFTAR PUSTAKA LPMP, Pusat Teknologi dan Komunikasi Kemdikbud, dan praktisi pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan Budiman. 2011. Pengembangan Aplikasi Rapor Berbasis Web Studi Kasus Madrasah Aliyah Negeri 4 Jakarta. Universitas Islam Negeri Sarif Hidayatullah Jakarta
187 KORELASI PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA Taufik Rahman ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang bagaimana hubungan antara penggunaan media gambar dengan hasil belajar siswa di SDN Kuluk Habuhus. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, jumlah sampel40 orang siswa. Instrumen yang gunakan untuk mengumpulkan data variabel media gambar (X)yaitu denganangket, observasi, dan wawancara. Berdasarkan hasil analisa data diperoleh hasil berupa angka koefisien korelasi product moment rxy = 0,696 dan rtabel = 0,312, ini berarti bahwa rxy lebih besar dari pada rtabel sehingga dapat dikatakan terdapat korelasi positif antara variabel media gambar dengan hasil belajar siswa.Kemudian di peroleh nilai thitung= 5,974dan ttabel = 2,024 pada taraf signifikan 5%. Ini berarti bahwa thitung lebih besar dari ttabel(5,974 >2,024) artinya Ha diterima dan Ho ditolak. Kata kunci: Media gambar, Hasil belajar PENDAHULUAN Peranan pendidikan sangat penting dalam menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan pendidikan yang baik diharapkan akan menghasilkan Sumber Daya Manusia yang baik dan hal ini sangat dibutuhkan sekali oleh bangsa dan negara kita yang sedang membangun. Oleh karena itu, untuk kelancaran kegiatan belajar mengajar, seorang guru harus dapat mempertimbangkan bagaimana agar kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan dengan efektif dan efesien, sehingga memungkinkan untuk pencapaian tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini guru harus dapat menentukan strategi yang diterapkan dalam proses belajar mengajar, tentunya dengan mempertimbangkan kebutuhansiswa, agar potensi mereka betul-betul dapat berkembang secara maksimal.Menurut Nasution (1988: 26), “Suatu pengajaran dikatakan berhasil dengan baik, apabila pengajaran itu membangkitkan proses belajar mengajar yang kreatif dan efesien, salah satu pertimbangan tersebut yang memungkinkan untuk itu adalah penggunaan alat pengajaran.” Adapun media merupakan salah satu alat bantu bagi para pendidik dalam menyajikan dan memperjelas materi pelajaran serta membantu siswa dalam memahami apa yang disajikan. Media merupakan rangkuman materi, sehingga bagi siswa dapat membantunya dalam mengikuti alur penjelasan karena sajian tidak hanya dalam uraian bahasa (kata-kata).Dengan metode mengajar yang beragam dan variatif maka situasi dalam mengajar akan hidup, siswa tidak merasa bosan, sehingga penuh minat mengikuti kegiatan belajar. Media pembelajaran dapat berjalan maksimal, apabila memiliki ketepatan pemakaian tergantung pada waktu dan materi yang diberikan.Natawijaya (1979) menguraikan bahwa dengan adanya media pengajaran yang sesuai dengan fungsinya sebagai alat bantu maka media tersebut membantu guru dalam mengajukan dan memperjelas materi pelajaran dan membantu murid untuk memahami
188 materi.Penggunaan media pengajaran tidak lain agar menghindari verbalisme yang sering sangat menyulitkan anak didik untuk menangkap pesan yang disampaikan, dengan adanya media dalam bentuk gambar, bagan misalnya akan membantu guru memperjelas pesan yang disampaikan.Ibrahim, (1988: 23) mengemukakan bahwa “media pengajaran adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pengajaran di sekolah”. Harjanto (2005), menguraikan beberapa alasan, mengapa media pendidikan dapat berkenaan dengan manfaat media pendidikan proses belajar siswa antara lain: a) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. b) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran. c) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dan lainlain. d) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Melihat pentingnya media pengajaran maka guru harus dapat memilah alat/bahan yang dipergunakan, artinya tidak asal-asalan tetapi harus didasarkan pada kriteria pemilihan yang obyektif serta dikaitkan pula dengan relevansi dengan bahan, strategi dan tujuan pelajaran, karena tidak semua media dapat dijadikan media pengajaran. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Edmund Faison (Sudjana, 1989) tentang media pengajaran menunjukkan bahwa penggunaan media dapat meningkatkan prestasi anak didik dibandingkan tanpa menggunakan media.Di sekolah-sekolah umumnya juga tersedia beberapa jenis media pengajaran yang bertujuan untuk melengkapi komponen kegiatan proses belajar mengajar di kelas, tentunya kreasi dari guru-guru untuk membuat/mengadakan media pengajaran yang sesuai dengan mata pelajaran, bahan, tujuan, dan tingkat kelas, juga sangatlah diharapkan. Walaupun media instruksional sangat membantu dalam proses belajar mengajar, namun kenyataannya masih ada para guru yang belum memanfaatkan media instruksional, sehingga akan kurang efektif dalam meningkatkan proses belajar mengajar, dalam arti guru hanya menjelaskan materi yang bersifat abstrak sehingga anak didik merasa jenuh dan bosan terhadap proses belajar mengajar yang disampaikan oleh guru. METODE Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Surakhmad (1990: 154), menegaskan bahwa ada sifat-sifat tertentu yang pada umumnya terdapat dalam metode deskriptif, sehingga dipandang sebagai ciri, adalah: 1) Memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang actual, 2) Data dikumpulkan mula-mula disusun,dijelaskan kemudian dianalisis.Selanjutnya menurut Moleong
189 (1993: 11) bahwa penelitian deskriptif adalah “Penelitian yang memaparkan tentang karakteristik data dan variabel yang diteliti. Jadi, penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang hasil dari penelitiannya dapat diukur dan disajikan dalam bentuk angka”. Rancangan penelitian adalah keseluruhan proses dari penelitian tentang hal-hal yang berkaitan dengan objek yang diteliti agar mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian non eksperimen tepatnya penelitian korelasional dengan rumus product moment. r Keterangan: X = Media Gambar (Variabel bebas) Y = Hasil Belajar (Variabel Terikat) r = Koefisien Korelasi Populasi pada penelitian ini berjumlah 40 orang siswa. Menurut Arikunto (1991: 107) yang mengatakan bahwa “Apabila populasi kurang dari 100 (seratus), lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.Berdasarkan pendapat tersebut, maka dalam penelitian ini seluruh populasi dijadikan sebagai sampel (sampel total). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket, observasi, dan wawancara. Untuk menguji tingkat kesahihan alat ukur dilakukan uji coba Validitas yaitu dengan mengkorelasikan skor setiap item antara variabel X dan Variabel Y. Data yang telah terkumpul dari hasil wawancara dan observasi yang akan disajikan sebagai bahan pelengkap data yang diperoleh dari hasil penyebaran angket.Sedangkan data yang diperoleh dari hasil penyebaran angket akan disusun dalam bentuk tabel-tabel (Tabulasi Data) yang kemudian dihitung untuk mengetahui berapa nilai yang diperoleh dari masing-masing siswa yang tergolong dalam sampel penelitian. Kemudian dikorelasi dengan data yang diperoleh dan hasil jawaban siswa yaitu dalam bentuk hasil belajar. Data yang diperoleh akan penulis analisis dengan menggunakan rumus koefisien korelasi ProductMoment (r) sebagai berikut: rxy = ∑ − ∑ .∑ √{.∑ − (∑) 2}{.∑ − (∑) 2} Untuk menginterpretasi hasil hitung koefisien korelasi (r), yaitu jika ingin mengetahui seberapa besar tingkat hubungan variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y) atau penggunaan media gambar (X) dengan hasil belajar siswa (Y) sesuai dengan ketentuan yang berlaku berikut ini : X Y
190 Tabel Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Tentang Koefisien Korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000 Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat Sumber data : (sugiyono 2013:250) Selanjutnya di lakukan uji hipotesis ( uji t ) untuk mengetahui apakah Ho diterima atau ditolak, yaitu dengan cara memasukan nilai koefisien korelasi tersebut kedalam rumus t hitung berikut ini : t= √− √− Nilai t hitung tersebut kemudian di bandingkan dengan nilai t tabel dengan derajat kebebasan (db) = n-2 dan taraf signifikan 5%. 1. Jika thitung≥ttabel, maka Hoditolak dan Ha diterima. 2. Jika thitung≤ ttabel, maka Ha ditolak dan Ho diterima. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan datadari hasil penyebaran angket yang disusun dalam bentuk tabel persiapan uji korelasi, kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus korelasi Product moment dari Karl Pearson. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jasa komputer yaitu dengan menggunakan program IBM SPSS 26 for window untuk melihat seberapa kuat korelasi antara variabel penggunaan media gambar (X) dengan variabel hasil belajar (Y), diperoleh hasil rxy = 0,696. kemudian dibandingkan dengan nilai rtabelyang terlebih dahulu dicari derajat kebebasannya (db), db = N-2 jadi db = 40 – 2 = 38. Dengan memeriksa rtabelproduct moment ternyata untuk N=38 pada taraf signifikan 5% diperoleh nilai rtabel= 0,312.Berdasarkan perhitungan statistik mengenai variabel penggunaan media gambar dengan hasil belajar IPA siswa di SDN Kuluk Habuhus di peroleh hasil berupa angka koefisien korelasi product moment rxy = 0,696 dan rtabel = 0,312, ini berarti bahwa rxy lebih besar dari pada rtabel sehingga dapat dikatakan terdapat korelasi positif antara variabel penggunaan media gambar dengan hasil belajar siswa. Selanjutnya di lakukan uji hipotesis (uji t) untuk mengetahui apakah Ho diterima atau ditolak, yaitu dengan cara memasukan nilai koefisien korelasi tersebut kedalam rumus t hitung
191 sehingga memperoleh nilai t hitung = 5,974. Kemudian t hitung di bandingkan dengan nilai t tabel dengan derajat kebebasan db = N-2 dan taraf signifikan 5%. Ternyata dikatakan bahwa nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel (5,974 >2,024), hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan media gambar dengan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Product Moment dari Karl Pearson, terdapat hubungan yang positif antara penggunaan media gambar (X) dengan hasil belajar (Y) ini berarti bahwa penggunaan media gambar oleh guru dalam proses belajar mengajar akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal tersebut dibuktikan dengan besarnya nilai rhitung dari pada rtabel (rhitung0,696>rtabel0,312), maka berdasarkan pedoman interprestasi terhadap koofisien hubungan antara media gambar (X) dengan hasil belajar (Y) berada pada tingkat hubungan yang kuat. Selanjutnya sebanyak 3 orang (7,57%) siswa mendapatkan nilai 90 - 100 yang termasuk dalam kategori mendapatkan nilai istimewa, 13 orang (32,5%) siswa mendapatkan nilai 80 yang dalam kategori mendapatkan nilai sangat baik dan 18 orang (45%) siswa mendapatkan nilai 70 yang termasuk dalam kategori mendapatkan nilai baik, sedangkan siswa yang mendapatkan nilai 60 dengan kategori cukup yaitu 6 orang (15%). Tinggi rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor menyangkut faktor fisiologis seperti fisiologis secara umum dan kondisi panca indra dan faktor psikologis seperti minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif siswa (Sumadi, 1996: 249). Bertumpu pada perolehan hasil analisis data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media gambar dalam proses belajar mengajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena antara penggunaan media gambar dengan hasil belajar siswa mempunyai hubungan yang positif. PENUTUP Dari hasil penelitian dan analisis data dengan rhitung 0,696 >rtabel0,312 penulis menyimpulkan koefisien analisis menunjukan hubungan yang kuat (korelasi positif) antara media gambar denganhasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di SDN Kuluk Habuhus. Selanjutnya diperoleh nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel (5,974 >2,024)Ternyata Ha diterima dan Ho ditolak,sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan media gambar dengan hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil-hasil ditemukan dalam penelitian ini, maka dapat disampaikan beberapa saran-saran kepada guru-guru hendaknya : 1) media yang tersedia dapat digunakan seefektif mungkin dalam rangka mencapai keberhasilan belajar siswa secara optimal, 2)Sebagai guru yang profesional dituntut bisa menguasai media gambar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, 3) Guru sebagai tenaga pengajar dituntut tidak hanya mengajar ilmu pengetahuan kepada siswa tetapi juga menanamkan moral dan akhlak siswa sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, 4) Diharapkan guru-guru dapat bersemangat untuk kreatif membuat media gambar yang menarik.Sehubungan dengan hasil penelitian ini diharapkan kapada Bapak Kepala Dinas Pendidikan untuk memberikan pelatihan kepada para guru tentang pembuatan dan penggunaan media gambar. Bagi siswa diharapkan
192 mampu berupaya untuk meningkatkan hasil belajar dengan mengembangkan cara belajar yang baik serta disiplin belajar sesuai dengan waktu yang ditentukan seoptimal mungkin. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 1991. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Elly. 1986. Media Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali. Hamalik, O. 1989. Media Pendidikan. Bandung: Alumni. Harjanto. 2005. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Https://tu.laporanpenelitian.com/2014/12/29.html?m=1(diakses pada tanggal 18 Oktober 2019. Pukul 22:45 WIB) Ibrahim. 1988. Media Pendidikan I. Malang: FIP IKIP Malang. Moleong, L.J. 1993. Penelitian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru. Nasotion. 1998. Metodologi Penelitian Naturalisasi. Bandung: Pn. Tarsito Natawijaya & Moesin, H. A. M. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Natawijaya, R. 1979. Alat Peraga dan Komunikasi pendidikan. Jakarta: Depdikbud. Sudjana, N. 1987. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Surakhmad, W. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode, Teknik. Bandung: Tarsito. Yunita Irma Suhardi Marli & Zahara. 2012 Korelasi Antara Penggunaan Media Gambar Dengan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa. Vol 1, No 1 Hal.9- 10.
193 THE EFFECT OF GUIDED COMPOSITION TECHNIQUES ON DISCUSSION TEXT MADE BY THE STUDENTS OF ENGLISH EDUCATION STUDY PROGRAM OF PALANGKA RAYA UNIVERSITY IN ACADEMIC YEAR 2019 Awelma Stefhany ABSTRACT This study was conducted to find out whether or not there is effect of guided composition techniques on discussion text. In this study, Guided Composition Techniques refer to Scrambled Sentences Composition, Scrambled Paragraph Composition, and Unpunctuated Sentences. And the subject of the study was all of the English Education Study Program of Palangka Raya University in academic year 2019. The writer used experimental method in this study. To collect the data needed, the writer used a test. The writer prepared two texts to be composed by the students. The text was discussion text. The tests were in form of Scrambled Sentences, Scrambled Paragraph, and Unpunctuated Sentences. The Procedures in taking the data were editing, coding, scoring and tabulating. The data were analyzed by using non-parametric test based on Kruskall-Wallis Test, and elaborated in detail using MannWhitney Test. The result of the statistics analysis by using non-parametric test based on Kruskal-Wallis shows that Sig... 000 is less than 0.05. It means that the Null Hypothesis (Ho) is rejected and Alternative Hypothesis (Ha) is accepted. In other words, there is a significant difference of the Guided Composition Techniques on the Discussion Text made by the Students of English Education Study Program of Palangka Raya University in academic year 2019. Keywords : Guided Composition Techniques INTRODUCTION Everybody needs to communicate each other. The purpose is to make interaction among them. Language is an instrument for communicating and interacting. In general, there are three ways of how language is used: spoken language, written language and gesture language. Men use those to express their ideas and wishes; besides, they use them to convey the messages. In order to communicate and face up the globalization era, people must be able to understand another language beside his/her own language orally and written. As English is the international language which also used for practical, professional and educational purposes, therefore the government has decided that English is one of the subjects that is taught as the compulsory subject from junior secondary school up to University level. Based on curriculum 2013 for English, one of the skills that should be mastered by students is writing. Through writing, students can express ideas, and experiences. They can extend information both important and unimportant cases written. Writing also helps them to think critically and share opinions to others. It is the most important medium for self-expression, for communicating, and for discovery of meaning.
194 But, sometimes students find, it is not easy to write something. They have to produce a good writing that does not contain poor ideas. It should be also correct organizing in a chronological events order to be composed coherent. So, readers can understand the written messages clearly. As the English curriculum requires that student of university level should be able to writer a text, especially discussion text, so it needs to know how to compose the text correctly based on its generic structure. The generic structure of the text are Issue; statement and preview, argument for and against or statement of differing points of view; point and elaboration, conclusion or recommendation. Therefore, to make writing class is more interesting and helping in easy order to write, it should some techniques needed. Through the techniques, students will be more effective to organize their ideas written. In this case, they are used in composing the discussion text. METHOD AND PROCEDURE As the study was aimed to know about the effect of guided composition techniques on discussion text, so, the data needed in this study was student’s score as the result of the test in composing the text. It was taken from the students of English Education Study Program of Palangka Raya University in academic year 2019. In this study, the writer used experimental method. The aim was to find out the effect of guided composition technique on the discussion text made by the student. There is no manipulation of subject, conditions, or treatments by the researcher. The design of the research method is randomized post-test only design. The design as follow: Where : R = Random assignment A, B & C = Experimental groups X1 = Treatment for scrambled sentences X2 = Treatment for scrambled paragraph X3 = Treatment for unpunctuated sentences O1 = Post-test for scrambled sentences O2 = Post-test for scrambled paragraph O3 = Post-test for unpunctuated sentences R A ( G e rr o tt a n d W i g n B X1O1 X2 O2 C X3 O3
195 Test of Homogeneity of Variance 8.568 2 72 .000 7.499 2 72 .001 7.499 2 57.854 .001 8.647 2 72 .000 Based on Mean Based on Median Based on Median and with adjusted df Based on trimmed mean Score Levene Statistic df1 df2 Sig. Tests of Normality .181 25 .033 .931 25 .090 .309 25 .000 .721 25 .000 .146 25 .178 .946 25 .209 Assignment SS SP US Score Statistic df Sig. Statistic df Sig. Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk a. Lilliefors Significance Correction RESULT OF THE STUDY In this chapter, the writer would like to present the description of the data obtained. The following was the description of student’s ability on composing discussion text in form of raw score. Where SS test was scrambled sentences with text I and text II, SP test was scrambled paragraph with text I and text II, and US with Text I and Text II. In this test the subject of the sample was divided into three groups. They were students group A, B, C. They were given different treatment. Group A is given SS, group B is SP, and group C is US. It meant score of the students compared to among the groups. To feature the comprehensive description of the data, the writer would like to describe the data in the following table. Test of the Statistical Analysis Requirements Before the data were counted by using formula parametric or non-parametric statistic, it was necessary to know whether the data were in normal distribution or not, and homogeneous or not. The parametric assumption should be fulfilled are test of normality and test of homogeneity. Non-parametric formula uses if the data do not fulfil test of normality and test of homogeneity. According to Sugiyono (2004:8) “Statistic non parametrisdigunakanuntukmenganalisis data yang berbentuk nominal dan ordinal dantidakdilandasipersyaratan data harusberdistribusi normal”. Test of Normality of Guided Composition Techniques The following is the result of the data test normality. Table above shows that the result of test normality based on Shapiro-Wilk. As can be seen in the table, the significance value resulted from the application of the Shapiro-Wilk test are: SS=.033, SP=.000, US=.178. It meant that the data of SS and US are in normal distribution, but SP is not. Then, from the result of the test of normality above, it can be concluded that the data are not in normal distribution. Test of Homogeneity of Guided Composition Techniques
196 Test Statisticsa,b 52.879 2 .000 Chi-Square df Asymp. Sig. Score a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Assignment Test Statisticsa .000 325.000 -6.138 .000 Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Score a. Grouping Variable: Assignment To test the homogeneity of variance between groups’ scores, one test is used: Lavene statistic. The result of the test can be concluded in the table 4.3 above. The significance value based on mean = .000, based on median = .001, based on median and with adjusted df = .001, and based on trimmed mean = .000. The significance value resulted from the application of the Lavene test of homogeneity of variance are less than the value of the predetermined significance = .05. It means that the data above are not homogeneous. In brief, based on the test of normality and homogeneity above, the writer used formula non-parametric statistic based on Kruskal-Wallis ranks test to count the data, and to prove in detail the result of data analysis based on KruskalWallis, the writer used Mann-Whitney Test to compare among SS, SP, and US. DATA ANALYSIS The hypotheses of the study are: (1) The Hypothesis Null (Ho): There is no significant difference of guided composition techniques on the composition text’s ability, (2) The Hypothesis Alternative (Ha): There is significant difference of guided composition techniques on the composition text’s ability. The following is the table of the result of test statistics based on the Kruskal-Wallis rank test to determine the hypothesis is accepted or rejected. The tableshows that the statistic data analysis. It can be seen the value of Chi-Square= 52.879, df= 2, and sig.=.000. Since sig.=.000 is less than 0.05. So it can be concluded thattheNull Hypothesis (Ho) is rejected and Alternative Hypothesis (Ha) is accepted. It means that there is significant difference of guided composition techniques on composition text’s ability. However, it can be concluded that SS≠SP, SS≠US, and SP≠US. Since there is significant difference of guided composition techniques here, that is why it is necessary for the writer to discuss it in detail. Therefore, it should be proved. It was using non-parametric test based on Mann-Whitney Test to compare between SS-SP, SS-US, and SP-US. The Result of Hypothesis Testing Trough Mann-Whitney Test SS and SP The following is the table of the result of test statistics based on Mann-Whitney Test to determine the hypothesis is accepted or rejected between SS and SP.
197 Test Statisticsa 177.000 502.000 -2.637 .008 Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Score a. Grouping Variable: Assignment Test Statisticsa .000 325.000 -6.137 .000 Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Score a. Grouping Variable: Assignment Table shows that since sig. is less than .05. It can be concluded that Ho is rejected and Ha is accepted. It means that there is significant difference between SS and SP on the student’s ability in composing the discussion text. SS and US The following is the table of the result of test statistics based on Mann-Whitney Test to determine the hypothesis is accepted or rejected between SS and US. Tableshows that since sig. is less than .05. It can be concluded that thenull hypothesis (Ho) is rejected and hypothesis alternative (Ha) is accepted. It meant that there is significant difference between SS and US on the student’s ability in composing the discussion text. SP and US The following is the table of the result of test statistics based on Mann-Whitney Test to determine the hypothesis is accepted or rejected between SP and US. Tableshows that since sig. is less than .05. It can be concluded that thenull hypothesis (Ho) is rejected and hypothesis alternative (Ha) is accepted. It means that there is significant difference between SP and US on the student’s ability in composing the discussion text. In brief, the result of the data counted using Mann-Whitney Test is: 1. SS-SP = sig. .000. It means that Ho is rejected and Ha is accepted. So, there is significance difference between techniques SS and SP 2. SS-US = sig. .008. It means that Ho is rejected and Ha is accepted. So, there is significance difference between techniques SS and US
198 SS SP U S Assignment 10.00 15.00 20.00 25.00 Score 20.00 8.00 26.00 3. SP-US = sig. .000. It meant that Ho is rejected and Ha is accepted. So, there is significance difference between techniques SP and US It can be concluded that there is significance difference among SS, SP and US. Based on the explanation above, the result of the data analysis trough Kruskal-Wallis and Mann-Whitney Test are equal. The result is: there is significance difference of guided composition techniques on the students’ ability. It means that SS≠SP, SS≠US, and SP≠US. So, it can be concluded that the hypothesis testing of the data: The Null hypothesis (Ho) is rejected and The Alternative Hypothesis (Ha) is accepted Then, the result above presented in the following graph. REFERENCES Axelrod, Rise B. and Cooper, Charles R. 1991. TheSt.Martin’sGuideToWriting. New York :St.Martin’s Press, Inc. USA Arikunto, Suharsimi.1997. ProsedurPenelitian. Jakarta: PT. RenikaCipta. Byrne, Donn. 1979. TeachingWritingSkill. England : Longman Depdiknas. 2013. Kurikulum2013StandarKompetensiBahasaInggris. Jakarta Doraisamy. 1979. ObjectiveEnglishandRevision. The Dushkin Publishing Group, Inc. Guilfort, Connecticut Echols, M. John and Shadily, Hassan. 1992. KamusIndonesia – InggrisEdisiKetiga. Jakarta: P.T. Gramedia Grounlund, Norman E. 1981. MeasurementandEvaluationinTeaching. New York: Macmilland Publishing CO.INC Heaton, JB. 1979. WritingEnglishLanguageTest. New York: Longman Group Limited. Madsen, Harold.S. 1983. TechniquesinTesting. New York : Oxford University Press Sugiyono. 2004. StatistikNonparametris. Bandung: Alfabeta
199 MEMBANGUN KEPERCAYAAN DIRI SISWA MELALUI DISKUSI PADA PEMBELAJARAN TOPIK KEBUTUHAN MENDASAR MANUSIA Suriati1 ), Annae Purwaty Kamin2 ), Abdul Hadjranul Fatah3 ) ABSTRAK Kepercayaan diri merupakan salah satu syarat yang esensial bagi individu untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas sebagai upaya dalam mencapai prestasi. Pembelajaran dengan metode diskusi dapat digunakan untuk membangun kepercayaan diri siswa. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan kepercayaan diri siswa melalui diskusi pada pembelajaran topik kebutuhan mendasar manusia. Penelitian ini melibatkan 29 siswa kelas V SD Negeri Percobaan Palangka Raya tahun pelajaran 2019/2020. Data dikumpulkan menggunakan instrumen (a) lembar pengamatan aktivitas belajar siswa (b) Tabel identifikasi kebutuhan mendasar manusia, dan (c) wawancara. Semua data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) semua kelompok mengemukakan pendapat dengan percaya diri, santun dan berdasarkan fakta. 2) Kebutuhan mendasar manusia yang berhasil diidentifikasi kelompok siswa sangat bervariasi, 3) Kebutuhan mendasar manusia paling menarik dibahas dalam diskusi adalah kesehatan, keamanan dan kebutuhan energy (bahan bakar). Kata Kunci: kepercayaan diri, diskusi, kebutuhan mendasar PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh setiap individu dalam masyarakat. Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk menjadikan diri lebih baik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pembelajaran, pembimbingan dan pelatihan. Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku sdi dalam masyarakat dan kebudayaan (Kemendikbud, 2016). Dalam pendidikan, inidividu akan mengikuti proses pembelajaran atau proses belajar mengajar, dimana belajar merupakan hal mendasar yang akan dihadapi oleh individu untuk memperoleh informasi dan hal-hal yang belum diketahui demi kemajuan hidupnya, baik dalam lingkungan sosial maupun dalam lingkup akademik. Tujuan dari proses pembelajaran adalah untuk mencapai sebuah hasil belajar yang optimal. Hasil belajar yang optimal ini, diharapkan seluruh peserta didik mampu memperoleh prestasi yang memuaskan. Setiap peserta didik akan berusaha untuk mendapatkan prestasi yang baik. Dalam mencapai tujuan tersebut, mereka akan bersaing secara sehat dengan teman sebayanya untuk menunjukkan kemampuan yang mereka miliki. Secara sederhana prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah atau perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya
200 ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Keberhasilan dan kegagalan seseorang akan ditentukan atau ditunjukkan oleh prestasi belajar tersebut. 1.1 Kepercayaan diri Kepercayaan diri merupakan salah satu syarat yang esensial bagi individu untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas sebagai upaya dalam mencapai prestasi. Namun demikian kepercayaan diri tidak tumbuh dengan sendirinya. Kepercayaan diri tumbuh dari proses interaksi yang sehat di lingkungan sosial individu dan berlangsung secara kontinu dan berkesinambungan. Rasa percaya diri tidak muncul begitu saja pada diri seseorang, ada proses tertentu didalam pribadinya sehingga terjadilah pembentukan rasa percaya diri (Hakim, 2002). Kepercayaan diri dalam bahasa Inggris disebut juga self confidence. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, percaya diri merupakan percaya pada kemampuan, kekuatan, dan penilaian diri sendiri (Depdikbud, 2008). Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak, gembira, optimis, cukup toleran, dan bertanggung jawab (Ghufron dan Risnawati, 2010). Percaya diri tercermin juga pada penerimaan atas kegagalan dan melampaui rasa kecewa yang disebabkan dalam sekejap (Krishna, 2006). Jadi, sikap percaya diri tidak hanya berorientasi pada sikap yakin pada kemampuan diri saja. Dengan adanya sikap percaya diri, akan melatih diri untuk tidak putus asa dan berjiwa besar. Menurut Lauster (2003) kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Terbentuknya kemampuan percaya diri adalah suatu proses belajar bagaimana merespon berbagai rangsangan dari luar dirinya melalui interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan Iswidharmanjaya dan Agung (2005) mengatakan dengan kepercayaan diri yang cukup, seseorang individu akan dapat mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya dengan yakin dan mantap. Kepercayaan yang tinggi sangat berperan dalam memberikan sumbangan yang bermakna dalam proses kehidupan seseorang, karena apabila individu memiliki kepercayaan diri yang tinggi, maka akan timbul motivasi pada diri individu untuk melakukan hal-hal dalam hidupnya. Dengan kepercayaan diri, individu dapat meningkatkan kreativitas dirinya, sikap dalam mengambil keputusan, nilai-nilai moral, sikap dan pandangan, harapan dan aspirasi. Menurut Mastuti dan Aswi (2008) individu yang tidak percaya diri biasanya disebabkan karena individu tersebut tidak mendidik diri sendiri dan hanya menunggu orang melakukan sesuatu kepada dirinya. Semakin tinggi kepercayaan diri semakin tinggi pula apa yang ingin dicapai. 1.2 Faktor-faktor Pembentuk Kepercayaan diri Kepercayaan diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya: (a) Konsep diri. Terbentuknya kepercayaan diri pada seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulan suatu kelompok. Konsep diri merupakan gagasan tentang dirinya sendiri. Seseorang yang mempunyai rasa rendah diri biasanya mempunyai konsep diri negatif, sebaliknya