The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ediyansyah.mpdi, 2023-03-06 03:08:20

ilovepdf_merged1

ilovepdf_merged1

Page i of 203 PERSPEKTIF RELIJIUSITAS DAN GERAKAN SOSIAL KOMUNITAS ADS CIGUGUR, KUNINGAN Editor: Rakhmat Hidayat, PhD Fauzan Marasabessy


Page ii of 203 PERSPEKTIF RELIJIUSITAS DAN GERAKAN SOSIAL KOMUNITAS ADS CIGUGUR, KUNINGAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang keras memperbanyak, memfotokopi sebagian atau seluruh isi buku ini, serta memperjualbelikannya tanpa mendapat izin tertulis dari Penerbit Labsos. ©2017, Penerbit Labsos, Jakarta Editor : Rakhmat Hidayat, PhD Fauzan Marasabessy Tata Letak : Ilham Ramadhan Desain Sampul : Janu Satrio Penerbit : LABSOS Cetakan kesatu: Januari 2017 ISBN :


Page iii of 203 Prolog Masyarakat Sunda Wiwitan masih berkembang di beberapa daerah di Jawa Barat. Sunda Wiwitan secara umum merupakan bentuk kepercayaan atau religi yang berkembang di tanah Pasundan Jawa Barat. Dalam kepercayaannya, Sunda Wiwitan mempercayai akan kehadiran kekuasaan tertinggi yang biasa disebut sebagai sang hyang kersa atau gusti sikang sawiji-wiji (Tuhan yang tunggal). "Sunda Wiwitan, secara umum merupakan bentuk kepercayaan atau religi yang berkembang di tanah Pasundan (khususnya kerajaan Pajajaran) Jawa Barat" Sang hyang kersa, dipercaya oleh pemeluk Sunda Wiwitan hidup di tempat yang tinggi dan agung yang disebut sebagai Buana Agung atau Buana Nyungcung. Dalam kepercayaan Sunda Wiwitan, mereka setidaknya mempercayai ada tiga macam lapisan kosmologis dunia; Pertama adalah Buana Agung yang merupakan tempat gusti sikang sawiji-wiji berada; Kedua adalah Panca Tengah tempat manusia, binatang, dan hewan hidup; Ketiga adalah Buana Larang, tempat roh-roh jahat bersemayam. Selain secara kosmologis membagi dunia pada tiga macam lapisan, secara filosofis pemeluk Sunda Wiwitan juga membagi konsep peranan hidup manusia menjadi tiga macam peran dan atau ketentuan yang disebut sebagai tri tangtu. Konsepsi tri tangtu ini lebih mengacu pada pandangan akan konsepsi keseimbangan peneguh dunia dan dilambangkan dengan raja sebagai sumber wibawa, rama sebagai sumber ucap (yang benar), dan resi sebagai sumber tekad (yang baik). Salah satunya yang masih bertahan adalah komunitas ADS di Cigugur, Kuningan Jawa Barat. Cigugur adalah sebuah desa di lerang Gunung Ciremai yang sekarang sudah menjadi sebuah kelurahan atau bahkan kecamatan. Secara administratif, Cigugur terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang berjarak sekitar 35 km ke arah selatan kota Cirebon, atau sekitar 168 km dari kota Bandung. Komunitas penghayat ADS merupakan sebuah komunitas adat yang muncul sekitar tahun 1848 yang didirikan oleh seorang pria bernama Pangeran Sadewa Alibassa Kusuma Wijaya Ningrat atau yang lebih dikenal sebagai Pangeran atau Ki Yayi Madrais. Komunitas penghayat ADS mengidentifikasikan diri mereka dengan istilah penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Istilah penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menurut mereka mengacu dari perilaku penghayatan yang secara utuh dilakukan dalam keyakinan, ucapan, dan perbuatan mereka sehari-hari (sir, rasa, pikir) terhadap ‘getaran-getaran’ dari Dzat Tuhan yang berasal dari dalam diri maupun yang berasal dari luar diri mereka. Penggunaan istilah untuk mengidentifikasikan diri mereka sebagai komunitas penghayat ADS, menurut mereka lebih pada identifikasi yang dilakukan oleh pihak luar kelompok khususnya yang dimulai oleh kolonial Belanda untuk mengidentifikasi kelompok sosial yang menganut dan menjalankan ajaran-ajaran yang diberikan oleh Pangeran Sadewa Alibassa Wijaya Kusuma Ningrat atau yang lebih dikenal sebagai Madrais. Meskipun istilah ADS merupakan hasil dari identifikasi atau panggilan yang diberikan oleh kolonial Belanda, beberapa dari mereka merasa tidak keberatan dengan panggilan tersebut asalkan dengan ‘catatan’ istilah ADS tersebut bukan mengacu pada pengertian bahwa mereka telah membentuk


Page iv of 203 sebuah agama baru melainkan lebih pada pemaknaan dalam kata per kata didalamnya. Agama dimaknai sebagai ageman (pegangan) atau bisa juga sebagai aturan gawe manusa (aturan hidup manusia), sedangkan Djawa Sunda mengacu pada sebuah singkatan Adjawat Lan Adjawab Roh Susun-Susun kang den tunda yang berarti memilih dan menyaring getaran-getaran yang ada di alam semesta yang senantiasa berinteraksi dan mempengaruhi dalam hidup manusia. Buku ini adalah kompilasi tulisan dari hasil penelitian lapangan (field work) mata kuliah Hubungan Antar Kelompok dan Gerakan Sosial. Kegiatan field work dilaksanakan pada tanggal 3-7 November 2016. Buku ini memang bukan pertama yang membahas Sunda Wiwitan di Cigugur tetapi berupaya memperkaya kajian Sunda Wiwitan sebagai dinamika kepercayaan lokal yang masih bertahan di Indonesia. Sebagai upaya memperkaya kajian tersebut, harapannya buku ini menjadikan diskusi tentang komunitas Sunda Wiwitan lebih menarik. Selamat Membaca ! Jakarta, 10 Februari 2017 Rakhmat Hidayat


Page v of 203 Daftar Isi PROLOG............................................................................................................III DAFTAR ISI ........................................................................................................V DAFTAR GAMBAR............................................................................................IX DAFTAR SKEMA..............................................................................................XII DAFTAR TABEL............................................................................................. XIV BAB 1 ADVOKASI KOMUNITAS ADS (AGAMA DJAWA SUNDA) UNTUK MENDAPATKAN PENGAKUAN DARI NEGARA: STUDI KASUS DI CIGUGUR, KUNINGAN, JAWA BARAT................................................................................1 Pendahuluan .................................................................................................................1 Profil ADS ......................................................................................................................2 Upaya Legitimasi Administratif Hak Sipil .......................................................................4 Kesabaran Revolusioner................................................................................................8 Penutup.......................................................................................................................14 Daftar Pustaka.............................................................................................................16 BAB 2 DINAMIKA KEPEMIMPINAN DALAM KOMUNITAS AGAMA DJAWA SUNDA CIGUGUR – KUNINGAN...................................................................................17 Pendahuluan ...............................................................................................................17 Profil Komunitas ADS ..................................................................................................17 Sejarah Terbentuknya Komunitas ADS ........................................................................19 Pola Kepemimpinan di Komunitas ADS .......................................................................22 Struktur Kepemimpinan ..............................................................................................27 Relasi dengan pemerintah...........................................................................................31 Hubungan dengan Masyarakat Luar ADS.....................................................................34 Penutup.......................................................................................................................37 Daftar Pustaka.............................................................................................................39


Page vi of 203 BAB 3 SEKOLAH SEBAGAI SARANA PENGUAT HUBUNGAN SISWA BERAGAMA: STUDI KASUS DI SMP TRI MULYA, BINA CAHYA DAN YOS SUDARSO .....40 Pendahuluan ...............................................................................................................40 Deskripsi Lokasi Persebaran ADS di Tiga Sekolah Kawasan Cigugur.............................42 Dominasi Agama di Tiga Sekolah Kawasan Cigugur .....................................................45 Pola Interaksi Siswa antar Kelompok ADS dan Non-ADS .............................................50 Penutup.......................................................................................................................54 BAB 4 PROSES INTERNALISASI NILAI AGAMA DAN ADAT: STUDI KASUS DI KOMUNITAS SUNDA WIWITAN DI CIGUGUR, KUNINGAN ...........................57 Pendahuluan ...............................................................................................................57 Sejarah Agama Djawa Sunda (ADS) .............................................................................59 Konsep Ketuhanan dalam Ajaran-ajaran Pokok ADS dan Fungsinya dalam Menjaga Eksistensi ADS .............................................................................................................61 Proses Sosialisasi Antar Generasi dalam Masyarakat ADS ...........................................66 Proses Pelembagaan Interaksi dan Perilaku Masyarakat Secara Kultural ....................71 Penutup.......................................................................................................................77 Daftar Pustaka.............................................................................................................79 BAB 5 FILOSOFI EKONOMI MASYARAKAT ADS, CIGUGUR, KUNINGAN ..............80 Pendahuluan ...............................................................................................................80 Komposisi Mata Pencaharian Kelurahan Cigugur ........................................................81 Filosofi Ekonomi ..........................................................................................................85 Stratifikasi dalam bidang Ekonomi pada Masyarakat Cigugur Kuningan......................87 Penutup.......................................................................................................................88 Daftar Pustaka.............................................................................................................89 BAB 6 PERSPEKTIF KOMUNITAS AGAMA DJAWA SUNDA (ADS) MENGENAI LINGKUNGAN HIDUP. STUDI KASUS: DI CIGUGUR, KUNINGAN, JAWA BARAT..............................................................................................................90


Page vii of 203 Pendahuluan ...............................................................................................................90 Sejarah Singkat berdirinya ADS ...................................................................................90 Makna Lingkungan Hidup Bagi Masyarakat ADS..........................................................92 Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Lingkungan .................................................96 Amanat Leluhur.........................................................................................................101 Kearifan Lokal Berbasis Lingkungan...........................................................................102 Mitos dan Rasionalisasi: Logis-Metafisik ...................................................................105 Penutup.....................................................................................................................108 Daftar Pustaka...........................................................................................................110 BAB 7 UPACARA SEREN TAUN UNTUK MEMPERKUAT BUDAYA LOKAL: STUDI KASUS DI KOMUNITAS SUNDA WIWITAN, CIGUGUR, KUNINGAN ........... 111 Pendahuluan .............................................................................................................111 Konteks Historis Sunda Wiwitan................................................................................111 Seren Taun sebagai Pengikat Kelompok Agama ........................................................116 Perspektif Multi Religi terhadap SerenTaun ..............................................................123 Penutup.....................................................................................................................125 Daftar Pustaka...........................................................................................................127 BAB 8 RESPON WARGA SEKITAR TERHADAP KOMUNITAS AGAMA DJAWA SUNDA (ADS) DI CIGUGUR, KUNINGAN...................................................... 128 Pendahuluan .............................................................................................................128 Perkembangan ADS Tahun 1960-1980.......................................................................130 Lahirnya Kembali ADS Tahun 1980 ............................................................................131 Pikukuh Tilu Sebagai Pedoman Komunitas ADS.........................................................132 Seren Taun Sebagai Upaya Pelestarian Adat .............................................................133 Respon Adaptif Warga Sekitar Terhadap Komunitas ADS ..........................................134 Respon Resisten Warga Sekitar Cigugur Terhadap Komunitas ADS ...........................139 Kerukunan di Desa Cigugur........................................................................................141 Penutup.....................................................................................................................143


Page viii of 203 BAB 9 UPAYA YANG DILAKUKAN NONOMAN DALAM KEBERLANJUTAN AGAMA DJAWA SUNDA.............................................................................................. 145 Pendahuluan .............................................................................................................146 Kondisi Geografis Wilayah Penelitian ........................................................................148 Proyeksi Kaum Muda terhadap Penganut ADS ..........................................................149 Kegiatan, Kontribusi dan Hambatan untuk Mempertahankan Keberlanjutan ADS ....154 Kolaborasi Paseban dan Nonoman agar ADS Diakui Negara......................................159 Penutup.....................................................................................................................164 Daftar Pustaka...........................................................................................................166 BAB 10 PEMBERDAYAAN SEBAGAI REPRODUKSI EKSISTENSI KEBUDAYAAN: STUDI KASUS DI KOMUNITAS SUNDA WIWITAN, CIGUGUR KUNINGAN. 167 Perkembangan Pemberdayaan Budaya Sunda Wiwitan ............................................168 Pemberdayaan dalam Bidang Kesenian.....................................................................171 Mempertahankan Eksistensi Komunitas ADS ............................................................175 Kebudayaan Sunda Wiwitan dan Arus Modernisasi Global .......................................179 Penutup.....................................................................................................................183 Daftar Pustaka...........................................................................................................186 EPILOG........................................................................................................... 187 BIODATA EDITOR.......................................................................................... 189


Page ix of 203 Daftar Gambar Gambar 1. 1Peta Letak Cigugur, Kuningan......................................................3 Gambar 1. 2 Upcara Adat Seren Taun di Cigugur, Kuningan .........................4 Gambar 1. 3 Pengkosongan kolom agama pada KTP.....................................6 Gambar 1. 4Wawancara dengan Pangeran Gumirat........................................7 Gambar 1. 5 Wawancara dengan Bapak Dodo...............................................11 Gambar 2. 1 Wawancara dengan Ibu Kanti Dewi...........................................20 Gambar 2. 2 Pangeran Madrais.......................................................................24 Gambar 2. 3 Pangeran Tedja Buana ...............................................................25 Gambar 2. 4 Pangeran Djati Kusuma .............................................................26 Gambar 2. 5 Pangerat Gumirat Barna Alam...................................................27 Gambar 2. 6 Bersama Pak Kento, sesepuh adat Komunitas ADS................30 Gambar 2. 7 Wawancara dengan Bapak Anda (Sekretaris Lurah Cigugur).36 Gambar 3. 1 Wawancara dengan Neng Sulastri ............................................46 Gambar 3. 2 Wawancara dengan Sr Yuliana..................................................47 Gambar 3. 3 Buku Tugas Agama Siswa .........................................................48 Gambar 3. 4 Buku Tugas Agama Siswa .........................................................49 Gambar 3. 5 Siswa Muslim dan Katolik di SMP Tri Mulya.............................51 Gambar 3. 6 Siswi ADS di Bina Cahya ...........................................................53 Gambar 4. 1 Pangeran Madrais dan Pangeran Gumirat Barna Alam ...........60 Gambar 4. 2 Cara ketika Sunda Wiwitan sedang olah tapa ..........................64 Gambar 4. 3 Contoh KTP Masyarakat Penghayat ADS .................................66


Page x of 203 Gambar 4. 4 Perayaan Seren Taun .................................................................74 Gambar 4. 5 Proses Berlangsungnya Pesta Dadung ....................................75 Gambar 4. 6 Area Pesta Dadung.....................................................................76 Gambar 4. 7 Pakaian Penghayat ADS untuk Laki-laki...................................76 Gambar 5. 1 Salah Satu Peternakan Babi di RT 28 RW 10, Kelurahan Cigugur......................................................................................................82 Gambar 5. 2 Peternakan Sapi dan Koperasi Susu Saluyu ............................84 Gambar 6. 1 Pangeran Madrais.......................................................................91 Gambar 6. 2 Peternakan Babi Milik Pak Anda ...............................................93 Gambar 6. 3 Petani Saat Sedang Panen.........................................................94 Gambar 6. 4 Hutan Kota Mayasih ...................................................................95 Gambar 6. 5 Lahan Pertanian di Desa Cigugur..............................................96 Gambar 6. 6 Taman Nasional Gunung Ciremai..............................................97 Gambar 6. 7 Proyek Chevron..........................................................................98 Gambar 6. 8 Upacara Adat Seren Taun ........................................................ 103 Gambar 6. 9 Lokasi Pesta Dadung ............................................................... 105 Gambar 6. 10 Kolam Ikan Dewa .................................................................... 106 Gambar 7. 1 Rangkaian acara Seren Taun (Ngajayak)................................ 117 Gambar 7. 2 Rangkaian acara Seren Taun (Tari Jamparing) ...................... 118 Gambar 7. 3 Rangkaian acara Seren Taun (Kentongan Sewu)................... 121 Gambar 7. 4 Rangkaian acara Seren Taun (Doa Lintas Agama)................. 124


Page xi of 203 Gambar 8. 1 Pikukuh Tilu.............................................................................. 132 Gambar 8. 2 Acara Seren Taun ..................................................................... 133 Gambar 8. 3 Desa Cigugur dan Situs Purbakala Cipari .............................. 135 Gambar 8. 4 Upacara Seren Taun Desa Cigugur......................................... 137 Gambar 8. 5 Alat Musik Sunda di Gereja Katolik......................................... 140 Gambar 9. 1 Lokasi Cigugur ......................................................................... 148 Gambar 9. 2 Wawancara bersama Narasumber Kang Ari dan Kang Jarwan ................................................................................................................. 150 Gambar 9. 3 Wawancara bersama Narasumber Kang Kurnia..................... 152 Gambar 9. 4 Wawancara bersama Kang Wawan, Kang Agus, dan Kang Uyan ................................................................................................................. 156 Gambar 10. 1 Tempat Pembuatan Batik....................................................... 169 Gambar 10. 2 Wawancara dengan Kang Agus............................................. 169 Gambar 10. 3 Alat-Alat Seni Musik ............................................................... 173 Gambar 10. 4 Motif-Motif Batik dan Filosofisnya......................................... 174 Gambar 10. 5 Wawancara dengan kang Asep ............................................. 175 Gambar 10. 6 Wawancara dengan Pangeran Gumirat................................. 177 Gambar 10. 7 Wawancara dengan Mbah Harga........................................... 178 Gambar 10. 8 Wawancara dengan ibu Mik Winarti ...................................... 181


Page xii of 203 Daftar Skema Skema 1. 1 Upaya Pengakuan ADS ..................................................................5 Skema 1. 2 Rekomendasi Komunitas ADS Kepada Pemerintah...................13 Skema 2. 1 Dinamika Kepemimpinan dan Keberlanjutan Komunitas Paseban.....................................................................................................22 Skema 2. 2Struktur Kepemimpinan Adat .......................................................30 Skema 2. 3 Dinamika Kepemimpinan ADS.....................................................37 Skema 3. 1 Persebaran Siswa ADS di Sekolah Kawasan Cigugur...............44 Skema 3. 2 Data Siswa dengan Keyakinannya ..............................................46 Skema 3. 3 Data Siswa dengan Agamanya ....................................................48 Skema 3. 4 Analisis Pola Hubungan Interaksi Siswa Beragama ..................55 Skema 4. 1 Fase-Fase Perkembangan Kepercayaan ADS ............................61 Skema 4. 2 Makna Tuhan dalam Ajaran-ajaran Sunda Wiwitan....................63 Skema 4. 3 Proses Internalisasi Penanaman Nilai Agama Djawa Sunda.....68 Skema 4. 4 Bilangan Tiga dalam Pikukuh Tilu...............................................72 Skema 5. 1 Skema Pengaruh Filosofi Ekonomi Masyarakat Cigugur, Kuningan...................................................................................................81 Skema 5. 2 Jumlah Sektor Perdagangan di Wilayah Kelurahan Cigugur ....83 Skema 6. 1 Dampak Lingkungan Hidup Terhadap Rutinitas Masyarakat .. 100 Skema 6. 2 Upacara Adat Seren Taun .......................................................... 104 Skema 6. 3 Rasionalisasi Mitos .................................................................... 107


Page xiii of 203 Skema 7. 1 Seren Taun sebagai pengikat multi religi ................................. 126 Skema 8. 1 Fase-Fase Perjuangan Sunda Wiwitan di Desa Cigugur ......... 130 Skema 8. 2 Hubungan Pikukuh Tilu dalam Kehidupan Masyarakat ADS... 143 Skema 9. 1 Pokok-Pokok Ajaran Sunda Wiwitan......................................... 147 Skema 9. 2 Kegiatan dan Kontribusi Nonoman untuk Keberlanjutan ADS158 Skema 9. 3 Kolaborasi Paseban dan Nonoman........................................... 163 Skema 10. 1 Pemberdayaan Budaya Sunda Wiwitan .................................. 185


Page xiv of 203 Daftar Tabel Tabel 2. 1 Karakteristik Kepemimpinan .........................................................23 Tabel 3. 1 Perbandingan Latar Belakang Agama Siswa................................50 Tabel 5. 1 Jumlah Sektor Pertanian di Wilayah Kelurahan Cigugur.............82 Tabel 5. 2 Data Pekerjaan Penduduk Kelurahan Cigugur.............................84 Tabel 6. 1Perkembangan Populasi Sapi Perah di Kecamatan Cigugur Periode 2008-2012 ....................................................................................92 Tabel 9. 1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kecamatan Cigugur.......... 148 Tabel 9. 2 Perbedaan Kaum Muda Intelektual Tinggi dan Kaum Muda Intelektual Menengah ............................................................................. 152


Page 1 of 203 Bab 1 Advokasi Komunitas ADS (Agama Djawa Sunda) Untuk Mendapatkan Pengakuan dari Negara: Studi Kasus di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat Afif Nur Miftah, Agista Anduarima, Hana Purnama Fauziyah, Hikari Annisa, Septya Sari Tri Rahayu Pendahuluan Penelitian ini ingin menjelaskan bagaimana upaya-upaya masyarakat komunitas Agama Djawa Sunda (selanjutnya disingkat ADS) untuk mendapatkan pengakuan dari negara khususnya hak-hak administratif. Negara Indonesia merupakan negara yang terdiri dari beberapa pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Indonesia juga merupakan negara yang multi budaya dan multikultural. Masyarakat majemuk yang ada di Indonesia membuat bangsa ini memiliki kebudayaan dan kultural yang beraneka ragam. Bahwasanya di dalam kebudayaan tersebut terdapat unsur religi. Hal ini yang terjadi pada masyarakat daerah Cigugur, Kuningan, Jawa Barat mengenal komunitas religi percampuran JawaSunda yang kemudian dinamakan dengan Komunitas ADS. Komunitas ini telah dihayati serta muncul di masyarakat jauh sebelum Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Komunitas ADS didirikan oleh Pangeran Madrais Alibassa Kusuma Wijaya Ningrat yang merupakan putra dari Pangeran Alibassa 1, Sultan Gebang yang masih ada hubungan dengan Kesultanan Cirebon. Komunitas ADS didirikan oleh Kyai Madrais dimaksudkan sebagai sikap perlawanan terhadap VOC pada tahun 1840. Komunitas yang sering dikenal dengan sebutan ADS ini merupakan komunitas yang di dalamnya beranggotakan orangorang yang sadar akan rasa kebangsaan dan nasionalisme serta mempunyai rasa tanggung jawab moral terhadap bangsa sendiri untuk melawan penjajah melalui religi-budaya sebagai wadahnya. ADS ini sebenarnya sudah ada di Indonesia sebelum agama-agama asing masuk ke Indonesia, seperti agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha, Hindu, Konghucu. Bahwasanya ADS merupakan cagar budaya, bukan aliran agama tetapi bisa diidentifikasikan sebagai penghayat religi-budaya setempat. Semboyan mereka: “Semua umat Tuhan, sepengertian tapi bukan sepengakuan”, artinya sekalipun tidak sepengakuan tetapi bisa sepengertian, walaupun tidak sama keyakinan namun dapat saling mengerti. Oleh karena itu orang-orang penghayat ADS ini tidak membedakan agama lain seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha, Hindu, Konghucu bahkan non-agama sekalipun karena komunitas selain merupakan religi budaya juga lebih mendasarkan diri pada masalah kemanusiaan. Walaupun, Komunitas ADS sudah muncul sebelum Indonesia merdeka, keberadaan mereka belum diakui oleh pemerintah sampai sekarang ini sebagai suatu komunitas religi yang ada di Indonesia. Maka dari itu Komunitas ADS ini melakukan berbagai upaya agar keberadaan mereka diakui oleh pemerintah. Upaya Advokasi Komunitas ADS untuk mendapatkan pengakuan dari negara telah dilakukan sejak zaman kepemimpinan Presiden Soekarno hingga sampai saat ini. Respon yang paling mendukung ialah Gusdur, ia sangat memperdulikan masyarakat-masyarakat yang termarjinalkan terutama soal kepercayaan lokal yang ada di Indonesia.


Page 2 of 203 Hal-hal yang diupayakan oleh komunitas ADS yaitu menuntut haknya agar terpenuhi sesuai dengan UUD 1945. Upaya-upaya dilakukan melalui jaringan-jaringan yang mendukung ADS agar mendapat pengakuan dari negara, seperti jaringan dengan Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI), Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Jaringan Antar Umat Beragama (JAKATARUB). Selain melakukan jaringan dengan aliansi lain, Komunitas ADS juga pernah mendatangi gedung parlemen DPR, hingga berkunjung ke kantor Komnas HAM untuk menuntut hak mereka sebagai warga Negara Indonesia. Komunitas ADS melakukan upaya ini agar hak sipil mereka sebagai warga negara dapat mereka rasakan juga seperti akte kelahiran, pencantuman agama Sunda Wiwitan di KTP, administrasi dalam perkawinan dan lain-lain. Namun upaya yang mereka lakukan belum mendapatkan respon yang positif dari pemerintah. Penulis lebih memfokuskan pada upaya-upaya yang dilakukan oleh komunitas ADS agar mendapat pengakuan dari negara khususnya hak-hak administratif. Hak-hak yang belum terpenuhi terbut membuat masyarakat komunitas ADS merasa terdiskriminasi oleh pemerintah. Mereka sebagai warga negara Indonesia telah melaksanakan kewajibannya sebagai wargan negara Indonesia tetapi belum memperoleh haknya yang sesuai. Oleh karena itu, upaya-upaya akan terus dilakukan oleh masyarakat komunitas ADS untuk mendapatkan pengakuan yang berupa bentuk respon dari masyarakat. Profil ADS Komunitas ADS merupakan kepercayaan pada sejumlah masyarakat Sunda yang tersebar di daerah Jawa Barat, terutama yang ada pada daerah Kecamatan Cigugur, Kuningan ini. Kepercayaan masyarakat Sunda ini sebenarnya bukan hanya terdapat pada daerah Kecamatan Cigugur saja, tetapi juga tersebar pada masyarakat Baduy di Kabupaten Lebak, maupun di daerah Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Namun di sini penulis lebih meneliti komunitas ADS yang ada pada daerah Kecamatan Cigugur, Kuningan karena merupakan tonggak awal perkembangan ADS ini. Batasan-batasan wilayah Kecamatan Cigugur ini pada bagian timur wilayah adalah dataran rendah, sedang di bagian barat berupa pegunungan, dengan puncaknya Gunung Ceremai yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kramatmulya. Di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kuningan, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kadugede. Kemudian, secara administratif pula daerah ini berbatasan dengan sebelah utara yaitu Kabupaten Cirebon. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Brebes. Di sebelah selatan yaitu Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Cilacap. Dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Majalengka.


Page 3 of 203 Gambar 1. 1Peta Letak Cigugur, Kuningan Sumber: www.google.com Letak geografis Kecamatan Cigugur sendiri yang berada di dataran tinggi menjadikan penduduk sekitar berprofesi sebagai petani. Hal ini terlihat dari lingkungan sekitar yang banyak di kelilingi oleh sawah-sawah milik penduduk sekitar. Tidak hanya itu, keadaan geografis pada dataran tinggi ini menjadikan penduduk sekitar mempunyai usaha peternakan seperti peternakan sapi perah, domba, ayam, maupun babi. Profesi lain yang terlihat di sekitar juga terdapatnya banyak tambak ikan mas, ikan nila, maupun ikan gurame. Dari sinilah upacara adat yaitu Upacara Seren Taun diadakan sebagai ungkapan syukur masyarakat sekitar atas hasil panen yang baru dilewati serta memohon berkah dan perlindungan kepada Tuhan pada musim berikutnya. Komunitas ADS sendiri merupakan Cagar Budaya di daerah Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Hal ini disepakati oleh orang awam sebagai dasar-dasar religiositas adat karuhun Sunda dengan sebutan Pikukuh Tilu atau Tri Tangtu yang berarti kesatuan tiga.1 Kepercayaan ini dahulunya didirikan oleh Pangeran Madrais Alibassa Kusuma Wijaya Ningrat yang masih mempunyai ikatan dengan Kasultanan Cirebon. Ia mendirikan Kepercayaan ADS ini sebenarnya dengan maksud untuk membangkitkan kesadaran masyarakat dalam melawan penjajahan Belanda dengan sistem perdagangan VOC. Namun oleh karena dirasa mengancam sistem tersebut, akhirnya Pangeran Madrais ini pernah ditangkap dan dibuang oleh Belanda ke Boven Digul Papua Barat pada tahun 1901. 1 Selu Margaretha Kushendrawati, Komunitas Agama Djawa-Sunda: Sebuah Fenomena Religiositas Masyarakat di Kuningan-Jawa Barat. (Jakarta : Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2010)


Page 4 of 203 Gambar 1. 2 Upcara Adat Seren Taun di Cigugur, Kuningan Sumber: www.google.com Kepercayaan ADS ini juga pada perkembangannya seringkali disejajarkan dengan ajaran keagamaan. Kepercayaan ini mengajarkan bagaimana setiap orang memiliki rasa kepribadian dan persatuan bangsa yang tinggi. Karena itu, ajaran ini sempat dibubarkan pada masa Indonesia dalam transisi dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru pada masa kepemimpinan Pangeran Tedja Buwana. Masyarakat yang mengikuti ajaran ini juga dianjurkan pemerintah untuk masuk kesalah satu agama seperti agama Islam, Kristen, Hindu, maupun Budha karena dianggap sebagai masyarakat yang menganut agama baru selain agama-agama yang telah diresmikan oleh negara. Uniknya, sampai saat ini pun sebagian dari mereka tetap ada yang berpendirian teguh dalam menganut kepercayaan ADS ini. Upaya Legitimasi Administratif Hak Sipil Setelah kita membaca terkait dengan profil dari ADS pembahasan selanjutnya ialah terkait dengan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh komunitas ADS untuk mendapatkan sebuah pengakuan tentang hak administratif mereka sebagai warga Indonesia. Sunda wiwitan sebenarnya merupakan sebuah wujud dari kepercayaan yang dianut oleh para penghayat dari kepercayaan leluhur nusantara, pengahayat di Indonesia sendiri banyak sekali ragamnya dari setiap daerah yang masingmasing penghayat tersebut juga melakukan dan menginginkan upaya pengakuan dari negara khususnya hal administratif. ADS sendiri sebenarnya pada mulanya merupakan sebutan dari para kolonial Belanda kala itu. Kolonial Belanda sengaja menyebut sunda wiwitan dengan sebutan ADS karena pada saat itu, terjadinya politik adu domba yang akan menimbulkan perpecahan diantara umat beragama. Sementara dari komunitas ADS sendiri, menyebut diri mereka sebagai sunda wiwitan, dimana sunda wiwitan ini di cetuskan oleh pangeran Madrais kala itu. Berikut ini merupaka skema dari komunitas ADS :


Page 5 of 203 Skema 1. 1 Upaya Pengakuan ADS Sumber : Analisis Penulis (2016) Berangkat dari politik adu domba, sebenarnya saat inipun komunitas ADS merasa masih ada diskriminasi oleh pemerintah Indonesia. Dapat disebut sebagai diskriminasi karena terdapatnya jarak perbedaan dalam mendapatkan persamaan hak dan tanggung jawab diantara warga negara terutama diskriminasi yang dirasakan oleh kalangan penganut religi lokal seperti komunitas ADS. Diskriminasi-diskriminasi tersebut dirasakan dalam hal-hal administratif seperti, tidak tercantumnya agama pada kolom Kartu Tanda Penduduk mereka. Bukti administratif warga sipil yang dianggap membedakan seseorang atau masyarakat etnis Sunda yang memeluk keyakinan Sunda Wiwitan dan non-Sunda Wiwitan (penganut agama umum seperti Islam, Kristen, dll.) ialah bahwa pada kolom agama di Kartu Tanpa Penduduk tidak tercantum agama semit atau agama yang datang dari ‘luar’ (negeri). Kondisi ini juga terjadi pada “agama-agama adat” Nusantara seperti parmalim, pelebegu, kaharingan, kejawen, aluk ta dolo, dsb. Hal ini berkaitan dengan UU Administrasi Kependudukan No. 23 tahun 2006. Berdasarkan UU tersebut dikenal istilah golongan “penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa” yang dibedakan dari golongan sosial “penganut agama” versi pemerintah. Penghayat Kepercayaan adalah istilah singkat bagi kaum Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Bab I pasal 1 ayat 19 dikatakan, “Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, selanjutnya disebut penghayat kepercayaan, adalah setiap orang yang mengakui dan meyakini nilai-nilai penghayatan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.” Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan peraturan tersebut di atas pada Bab I pasal 1 ayat 18 dijelaskan: “Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan dan peribadatan terhadap Agama Leluhur Nusantara Kolonial Belanda


Page 6 of 203 Tuhan Yang Maha Esa serta pengalaman budi luhur yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.”2 Selain dari KTP juga masih banyak hak-hak administratif yang tidak dapat dipenuhi oleh masyarakat komunitas ADS antara lain dipersulit dalam pembuatan kartu keluarga (KK), tidak diberikannya surat nikah oleh kantor catatan sipil, tidak adanya akte kelahiran bagi anak dari pasangan sah diantara mereka, kosongnya nilai agama pada raport sekolah dan sebagainya. Menurut komunitas ADS hal-hal tersebut membuktikan sebagai tindakan diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan dengan agama-agama resmi lainnya yang ada di Indonesia. Dengan adanya diskriminasi tersebut maka akan sulit pula bagi mereka, untuk mendapatkan hak-hak sebagai warga Negara Indonesia. Dalam komunitas Sunda Wiwitan sebagai warga negara Indonesia yang telah menjalankan kewajibannya hal yang paling dirasakan ialah, sulitnya akses dalam memperoleh hak-hak sipil mereka. Gambar 1. 3 Pengkosongan kolom agama pada KTP Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) Oleh sebab itu, komunitas ADS sejak berdiri pada zaman Pangeran Madrais hingga sampai saat ini terus melakukan upaya legitimasi administratif hak sipil yang sesuai sebagai warga negara. Beberapa diantaranya yang dilakukan para penganut religi lokal sejauh ini sebatas pada upaya-upaya melakukan dialog dengan pihak KOMNAS HAM, mengajukan gugatan hukum ke PTUN tentang ketidakmauan kantor cacatan sipil mencatatkan peristiwa hukum (perkawinan) masyarakat penghayat, dialog bersama antar umat beragama, adat dan kepercayaan serta kegiatan-kegiatan seremonial yang bersifat cultural spiritual local seperti upacara seren taun, hajat bumi, pesta laut, ngalaksa dan sikap-sikap arif lainnya dalam konteks untuk menunjukkan toleransi yang nyata di masyarakat kita yang pluralis ini.3 2 Ira, Indrawardana, Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan, Kuliah Umum di UNPAR Bandung, 2014, hlm.10 3 Ira, Indrawardana, Dimensi Agresivitas Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Atas Diskriminasi Agama Oleh Negara, 2004, Bandung hlm. 5


Page 7 of 203 Selain itu, komunitas ADS juga menjalin hubungan dengan jaringan-jaringan yang memiliki satu pemahaman tentang kepercayaan atau kebatinan dalam upaya pengakuan untuk mendapatkan hak-hak sipil sebagai warga Negara Indonesia. Bagi mereka hal tersebut begitu penting, sebagai suatu jaminan di kehidupan mereka mendatang. Jaringan-jaringan pendukung komunitas ADS diantaranya, Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI), Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB). Jaringan-jaringan tersebut merupakan usaha dalam pencapaian tujuan mendapatkan kemudahan hak sipil masyarakat komunitas ADS. Mulanya, jaringan tersebut bekerjasama dengan Sunda Wiwitan atas dasar kepercayaan dan pemahaman yang sejalan. Seperti, jaringan BKKI yang merupakan jaringan yang pertama bekerjasama dengan Sunda Wiwitan. Seperti yang dituturkan oleh Pangeran Gumirat: Kami sudah berusaha melakukan upaya-upaya advokasi tersebut dari masa pemerintahan Soekarno, pada awalnya kami mendapatkan dukungan dari BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia) yang didalamnya tedapat agama-agama leluhur seperti, Kejawen, Parmalin Kharingan, untuk menyejajarkan hak kami.4 Dalam penjelasannya, dijelaskan pula bagaimana komunitas ADS berusaha sekuat tenaga dengan memberikan surat kepada pemerintah terkait keinginan mereka untuk mendapatkan pengakuan dan kesejajaran, mengadakan musyawarah internal, dan melaksanakan seminar terkait dengan Sunda Wiwitan. Keinginan mereka sendiripun sangat bepatokan dengan harapan mendapatkan hak sebagai warga Negara yang tercantum dalam UUD 1945. Mereka melakukan gugatan action terhadap ketidak adilan yang dilakukan Negara terhadap komunitas mereka. Gambar 1. 4 Wawancara dengan Pangeran Gumirat Sumber: Dokumen Pribadi (2016) 4 Wawancara dengan Pangeran Gumirat, Tgll 04 November 2016, Pukul 14:33 WIB


Page 8 of 203 Meskipun, upaya-upaya tersebut telah dilakukan sejak lama, namun dampak yang dirasakan oleh komunitas ADS sangat sedikit. Hanya saja, pemerintah memberikan perhatian berupa dana perbaikan terhadap bangunan adat komunitas ADS, karena bangunan-bangunan dari komunitas ADS merupakan sebuah cagar budaya yang di sebut sebagai paseban. Sementara itu, pada permasalahan hak sipil belum ada dampak yang dirasakan oleh komunitas ADS. Mereka masih sangat sulit dalam mendapatkan akses jaringan yang tekait dengan hak-hak sipil mereka. Misalnya, ketika mereka ingin melaksanakan pernikahan sesama Sunda Wiwitan dan ingin mendapatkan surat atau akte pernikahan yang resmi dari catatan sipil, untuk mendapatkannya maka mereka melaksanakan pernikahan tersebut dengan cara memanipulasi kepercayaan ke dalam salah satu induk agama resmi ketika pernikahan tersebut berlangsung, ketika telah selesai pernikahan maka, mereka kembali menjadi penghayat Sunda Wiwitan. Hal yang dilakukan mereka semata-mata hanya ingin mendapatkan suatu pengakuan dan kesejajaran hak sipil. Tetapi tidak semua masyarakat komunitas ADS melakukan hal tersebut, mereka tetap berpegang teguh pada kepercayaannya sebagai penghayat Sunda Wiwitan. Dalam melaksanakan pernikahan, tetap sesuai dengan adat dan cara yang dimiliki masyarakat komunitas ADS walaupun pada nantinya mereka tidak akan mendapatkan hak sipil seperti akte atau surat pernikahan dari catatan sipil. Upaya-upaya yang dilakukan masyarakat komunitas ADS ini akan terus berjalan hingga mendapatkan pengakuan yang sama sebagai warga negara terutama dalam hak administratif. Keberadaan komunitas masyarakat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang masih cenderung tereliminasi secara kehidupan sosial, terutama pendiskriminasian mereka dalam kebijakankebijakan publik, maka pihak pemerintah harus lebih arif melihat upaya-upaya mereka dalam memperjuangkan penyetaraan hak-hak sipilnya, sebagaimana dijelaskan dalam UUD’45 pasal 28 ayat 1 bahwa semua warga negara mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Hal ini mengingat bahwa keberadaan masyarakat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa cenderung bukan sebagai suatu upaya penformalitasan religi tapi menekankan pada sikap dan gerakan moral manusiawi untuk mempertahankan kepribadian bangsa, yang berdasar pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia (berdasarkan warisan nenek moyangnya). Oleh karena itu perlu adanya ketegasan dari pihak pembuat kebijakan khususnya badan-badan legislatif dan eksekutif untuk memberikan keleluasaan ruang gerak masyarakat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai bagian dari masyarakat religius adat bangsa Indonesia yang berdasarkan pada religi lokal, berupa dihilangkannya pendiskriminasian masalah sosial dan pelegitimasian hak-hak sipilnya dalam setiap dinamika kehidupan masyarakatnya.5 Kesabaran Revolusioner Pada tahap kesabaran revolusioner ini, sangat berkaitan dengan gerakan sosial masyarakat Sunda Wiwitan. Seperti yang diungkapkan Giddens, gerakan sosial dilakukan dan ditandai dengan tujuan atau kepentingan bersama6 , dalam hal ini 5 Ira, Indrawardana, Reposisi Pemahaman Agama dan Kepercayaan dalam konteks Kebudayaan dan Kebangsaan, 2002, Bandung, hlm. 6 6 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Fakultas Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, 2000), hlm.195


Page 9 of 203 ialah upaya legitimasi hak sipil masyarakat Sunda Wiwitan. Selain itu, gerakan sosial dilakuakan dengan deadanya tujuan jangka panjang, yaitu untuk mengubah atau mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di dalamnya.7 Upayaupaya yang dilakukan oleh komunitas ADS untuk mendapatkan pengakuan administratif hak sipil telah banyak dilakukan, dimulai dari adanya penyampaian surat, musyawarah internal dan diskusi-diskusi dengan berbagai jaringan yang memiliki satu pemahaman dan dengan anggota-anggota legislatif yang berkaitan dengan hak administratif. Untuk melakukan upaya dalam teori gerakan sosial yang ditulis Donatella Della dan kawan-kawan yaitu : Building or reproducing identities is an important component of the processes through which individuals give meaning to their own experiences and to their transformation over time.8 Hal diatas menjelasakna membangun atau mereproduksi identitas merupakan komponen penting dari proses melalui makna individu atau memberi makna pada pengalaman mereka sendiri dan untuk mereka bertransformasi dari waktu ke waktu. Untuk melakukan upaya pengakuan ADS harus membangun identitas agae memiliki makna yang jelas. Upaya yang sudah dilakukan sejak berdirinya komunitas ADS sampai dengan saat ini belum dapat dikatakan berhasil tetapi sudah ada respon yang muncul dari pemerintah. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa lebih baik masyarakat kaum penghayat berlindung pada salah satu agama induk yang ada di Indonesia (Islam, Kristen, Budha dan lainnya) agar tetap mendapatkan hak administratif sebagai warga negara Indonesia. Tetapi hal tersebut tidak ditanggapi oleh masyarakat komunitas ADS, karena menurut mereka keutuhan tradisi jauh lebih penting dari sekedar kebutuhan administrasi, walaupun sampai saat ini masih terjadi diskriminasi sistemik terhadap komunitas kaum penghayat. Keutuhan tradisi masyarakat komunitas ADS akan terus mereka junjung tinggi, karena mereka akan selalu hidup dengan dasar kebudayaan adatnya, tanpa harus memaksakan kepada masyarakat lain. Dengan dasar keyakinan “agama adat” kesukubangsaanya itu, maka mereka akan menjaga tatanan budaya bangsa dari pengaruh-pengaruh negatif budaya dan ajaran bangsa lain yang tidak sesuai dengan Pancasila. Adanya hukum adat perkawinan, kematian dan siklus kehidupan yang terus dikukuhkan dalam sistem perilaku sehari-hari, maka ketahanan budaya mereka akan menjadi modal kuat dalam menjaga ketahanan budaya bangsa Indonesia. Kedua, kaum penganut agama adat leluhur itu biasanya mereka lebih mengenal alam dan lingkungannya yang berdasarkan sistem kosmologis kepercayaan mereka akan selalu dijaga dari kerusakan-kerusakan akibat ulah keserakahan perilaku manusia dalam mengekploitasi sumberdaya alam. Dengan demikian, alam nusantara yang pada akhir-akhir ini mengalami degradasi lingkungan seperti gundulnya hutan-hutan tropis, punahnya beberapa vegetasi dan biota khas Indonesia, rusaknya alam karena polusi dan eksplorasi mineral 7 Ibid, hlm. 195 8 Donatella, Della, dkk, Social Movements : An Introduction, (Australia: Blackwell Publishing, 2006), Part 4 : Collective Action and Identity, hlm. 91


Page 10 of 203 yang berlebihan diharapkan kembali lestari seandainya ruang hidup dan “kemerdekaan hak-hak sipolekbud mereka” dilindungi dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang jelas dan tegas. 9 Adanya praktek-praktek aparat pemeritahan yang melakukan upaya diskriminatif terhadap kaum penghayat baik berupa kebijakan yang tidak jelas dan pelayanan publik yang tidak adil terkait perlindungan hak-hak sipil mereka (kaum penghayat adat ataupun kepercayaan organisasi) menunjukkan perjuangan bangsa ini dalam menegakkan pancasila sebagai Ideologi Negara masih “belum harga mati” alias “belum tuntas”.10 Hal inilah yang membuat masyarakat komunitas pengahayat terus melakukan upaya dari adanya tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah. Selain upaya-upaya yang telah disebutkan pada subbab sebelumnya yaitu dengan membentuk jaringan-jaringan yang memiliki satu pemahaman dengan komunitas pengahayat yang diantara lain adalah Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI), Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB). Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI) adalah sebuah organisasi yang terbentuk pada tahun 1955 yang diawali dengan pertemuan para tokoh kebathinan yang ada di seluruh Indonseia. Fungsi dari BKKI ini adalah untuk sebagai wadah para komunitas pengahayat yang ada di Indonsia. Wadah tersebut digunakan untuk berdiskusi mengenai keberadaan dan perlindungan komunitas pengahayat di Indonesia serta untuk melakukan upaya pengakuan atau legitimasi dari pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, komunitas ADS pun ikut bergabung kedalam BBKI untuk menjalin jaringan dan komunikasi yang berkaitan dengan aliran kepercayaan kebathinan. Hal tersebut seperti apa yang dituturkan oleh Pangeran Gumirat: Kita juga bekerja sama dengan berbagai organisasi, seperti BKKI yang upayanya melalui kongres, untuk share atau mencari solusi untuk mengupayakan hak-hak hidup sebagai warga negara.11 Selain menjalin jaringan dengan BKKI, komunitas ADS juga menjalin jaringan dengan Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) yang berdiri pada tahun 2006 dan berfokus pada isu-isu kebhinakaan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. ANBTI berusaha memperjuangkan hak-hak agama minoritas yang tidak tercatat dalam kolom agama di KTP, sama halnya dengan upaya yang dilakukan oleh komunitas ADS. Perjuangan ANBTI adalah mempertahankan warisan budaya bangsa dengan berpegang teguh pada dasar negara Pancasila dan empat pilarnya, yakni UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Merah Putih. Perjuangan pokok adalah menjadikan Pancasila sebagai rumah bersama bangsa Indonesia. Yang penting adalah penghargaan atas keberagaman masyakat Indonesia dengan segala kearifan lokalnya. Sesuai dengan tujuan dari komunitas ADS untuk terus mempertahankan warisan budaya, untuk itu mereka 9 Ira, Indrawardana, Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Menjaga Nilai-Nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pancasila, 2014, Bandung, hlm.11 10 Ibid, hlm.12 11 Wawancara dengan Pangeran Gumirat, tanggal 04 November 2016, Pukul 14:36 WIB


Page 11 of 203 bergabung dan menjalin jaringan kepada ANBTI.12 Berikut pernyataan yang dikemukakan oleh Bapak Dodo: Bentuk-bentuk upaya yang kita lakukan yaitu berdialog atau menjalin jaringan dengan ANBTI, adanyaa komunikasi dengan komunitas lain agar kita dapat diakui dan mendapatkan keabsahan sebagai keyakinan dan memiliki hak administratif yang akan berdampak pada anak.13 Gambar 1. 5 Wawancara dengan Bapak Dodo Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) Jaringan yang dijalin oleh komunitas ADS lainnya yaitu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) adalah organisasi kemasyarakatan (ORMAS) independen yang anggotanya terdiri dari komunitas-komunitas masyarakat adat dari berbagai pelosok nusantara. Aliansi ini dimaksudkan sebagai wadah perjuangan masyarakat adat untuk menegakkan hak-hak adatnya, eksistensinya dan kedaulatan dalam mengatur dirinya sendiri. “Pandangan Dasar Kongres Masyarakat Adat Nusantara 1999 tentang Posisi Masyarakat Adat terhadap Negara” telah menegaskan bahwa masyarakat adat yang menjadi anggota AMAN adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya.14 AMAN berkaitan dengan hak-hak adat, yang sama dimiliki oleh komunitas ADS untuk terus mempertahankan hak-hak adat yang dimilikinya seperti upacara seren taun agar tetap dapat bereksistensi sebagai masyarakat adat nusantara yang ada di Indonesia. 12 http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2014/11/06/303696/agama-di-ktp-dikosongkantidak-selesaikan-masalah diakses pada tgl 25 November 2016 Pukul 12:45 WIB 13 Wawancara dengan Bapak Dodo pada tgl 05 November 2016, Pukul 11.00 WIB 14 https://www.tempo.co/topik/lembaga/4/aliansi-masyarakat-adat-nusantara-aman diakses pada tgl 25 November 2016 Pukul 12:48 WIB


Page 12 of 203 Yang terakhir yatu jaringan yang dijalin oleh komunitas ADS adalah Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB), bertujuan untuk menghadirkan toleransi dan kerukunan antar umat beragama dengan pengenalan yang mendalam antar satu sama lain. Jaringan ini menekankan pergerakannya pada bidang budaya dan penguatan kesadaran masyarakat. JAKATARUB bersifat independen, tidak berafiliasi dengan partai politik atau ada di bawah lembaga lainnya.15 Di dalam komunitas ADS toleransi yang tercipta sangat tinggi, mereka dapat hidup berdampingan dengan agama-agama resmi yang ada di Indonesia bahkan dalam satu keluarga. Menjadi hal biasa apabila dalam satu keluarga terdiri dari multi agama atau banyak agama seperti dalam sebuah keluarga sang ayah seorang penghayat, ibu beragama katholik dan anak-anaknya ada yang beragama islam atau yang lainnya. Adanya keragaman dan perbedaan tersebut menjadikan masyarakat komunitas ADS memiliki rasa toleransi dan hidup rukun antar umat beragama. Dari sumber yang kami peroleh tidak pernah ada konflik antar penghayat dengan agama-agama lainnya yang ada di Desa Cigugur, mereka hidup saling berdampingan, menghargai dan menghormati. Hal tersebut dapat diketahui ketika ada upacara atau perayaan seren taun, tidak hanya komunitas ADS saja yang merayakan tetapi seluruh masyarakat Desa Cigugur yang terdiri dari multi agama. Dari penjelasan sebelumnya mengenai jaringan-jaringan yang dijalin oleh komunitas ADS untuk mengupayakan segala upaya yang diusahakannya. Banyak lagi jaringan-jaringan yang dijalin terkait dengan pemahaman yang sama dengan komunitas ADS sebagai penghayat. Menjalin jaringan-jaringan juga merupakan sebuah upaya yang telah dilakukan oleh komunitas ADS agar mendapatkan pengakuan dan hak administratif sebagai warga negara oleh pemerintah Indonesia. Dengan melakukan upaya-upaya untuk mendapatkan pengakuan hak administratif sebagai warga bangsa Indonesia serta menjalin jaringan-jaringan dengan berbagai organisasi yang memiliki satu pemahaman dengan aliran kebathinan atau kepercayaan. Masyarakat komunitas ADS mulai merasakan adanya respon dari upaya-upaya yang telah dilakukan sejak zaman kepemimpinan Pangeran Madrais hingga sampai saat ini. Walaupun respon pemerintah tersebut lambat tapi pasti, memag komunitas ADS atau komunitas penghayat lainnya membutuhkan dan harus memiliki kesabaran. Kesabaran yang disebut sebagai kesabaran revolusioner yaitu kesabaran yang membutuhkan waktu hingga puluhan tahun dan dapat memperoleh hasil. Seperti yang telah dituturkan oleh Ibu Dewi Kanti mengenai kesabaran revolusioner : Respon pemerintah terhadap kami, bagi kami lambat tapi pasti. Kami merasakan upaya-upaya yang telah kami lakukan. Bagi komunitas seperti kami memang membutuhkan kesabaran revolusioner. Membutuhkan kesabaran puluhan tahun yang luar biasa. Sekecil apapun langkah kami setidaknya sampai tahun 2016 ini kami telah berhasil mendorong sampai tingkat presiden untuk membuat satgas kebhinekaan.16 Kesabaran revolusioner yang telah dilakukan oleh komunitas ADS, sehingga mendapat respon dari pemerintah yang berupa membuat Satgas Kebhinekaan 15 http://jakatarub.org/ diakses pada tgl 25 November 2016 Pukul 13:00 WIB 16 Kuliah Umum Ibu Dewi Kanti di Paseban Desa Cigugur, Kuningan pada tgl 5 November 2016 Pukul 14:15 WIB


Page 13 of 203 dengan tujuan agar dapat melindungi warga negara yang menganut kepercayaan terhadap leluhur tidak hanya kepada Sunda Wiwitan tetapi untuk semua penghayat. Tidak hanya hal tersebut respon dari pemerintah, tetapi bermacammacam menurut komunitas ADS, yang membuat komunitas ADS rawan utnuk di diskriminasi lagi. Hal tersebut dapat diketahui bahwa masalah administrasi tentang perkawinan sudah di diskusikan sampai ke Mahkamah Konstitusi. Kesejajaran yang pasti antara hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia, masih menjadi polemik yang di alami oleh komunitas ADS. Beberapa respon yang muncul dari pemerintah tidak membuat masyarakat komunitas ADS mengehentikan upaya-upaya yang dilakukannya. Mayarakat komunitas ADS terus mengupayakan hak-hak administratif, selain dengan upaya-upaya yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Terdapat rekomendasi-rekomendasi yang telah diakukan oleh komunitas ADS kepada pemerintah Indonesia diantaranya sebagai berikut : Skema 1. 2 Rekomendasi Komunitas ADS Kepada Pemerintah Sumber : Hasil Analisis Penulis (2016) Rekomendasi yang disampaikan masyarakat komunitas ADS kepada pemerintah mengenai upaya-upaya pengakuan administratif hak sipil dimaksud agar mempermudah pemerintah mengetahui apa yang diinginkan dari masyarakar komunitas ADS serta para pengahayat lainnya. Rekomendasi yang pertama yaitu mengenai Sosialisasi Keputusan MK No. 140/PUU-VII/2009 yang berisi : UU Pencegahan Penodaan Agama tidak menentukan pembatasan kebebasan beragama, akan tetapi pembatasan untuk mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama serta pembatasan untuk melakukan penafsiran atau kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama yang dianut di Indonesia.


Page 14 of 203 Umumnya UU PNPS Nomor 1 Tahun 1965 ini dianggap tidak melakukan diskriminasi dan pembatasan berdasarkan penafsiran pasal 1 Pancasila yang menekankan penyelenggaran pemerintahan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan pasal 29 ayat (1) UUD 1945 bahwa Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sehingga tidak ada ruang bagi kepercayaan di luar “yang percaya pada Tuhan” dan ateisme. Kecenderungan penafsiran itu juga dapat dilihat dalam pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan, TAP MPR IV/MPR/1978 tentang GBHN, Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 477/74054 tanggal 18 November 1979, dan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-108/J.A/5/1984. Intinya, peraturan-peraturan itu menganggap bahwa aliran kepercayaan bukanlah agama (maupun agama baru) sebagaimana diatur dalam UU PNPS.17 Dari adanya keputusan MK ini masyarakat komunitas ADS memberi saran kepada pemerintah agar melakukan sosialisasi terhadap keputusan MK tersebut. Rekomendasi yang kedua yaitu mengenai Kurikulum Pendidikan Agama Leluhur, secara formal memang kurikulum agama leluhur tidak ada di sekolah. Bagi anak-anak yang masih sekolah dan merupakan seorang penghayat di sekolah harus mengikuti salah satu pelaran agama resmi karena tidak ada pelajaran dari agama leluhur atau mereka tidak mengikuti pelajaran agama manapun, sehingga pada akhirnya dalam raport pada mata pelajaran agama tidak ada nilai yang tercantum atau kosong, yang dapat menyebabkan akumulasi nilai siswa menjadi berpengaruh apabila di rata-rata. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan agama leluhur masyarakat komunitas ADS rekomendasikan agar dapat dipelajari dan memiliki nilai oleh siswa komunitas ADS ataupun pengahayat lainnya. Rekomendasi yang ketiga yaitu pemutihan akte kelahiran yang dimaksudkan agar anak-anak komunitas ADS memiliki akta kelahiran yang resi dari catatan sipil. Di dalam akte kelahiran juga dapat tertera nama kedua orangtua, tidak hanya seperti sebelumnya yang tercantum hanya nama dari bapak atau ibu saja yang menganut agama resmi. Sama halnya dengan rekomendasi Pembuatan Masal Akta perkawinan Adat, agar masyarakat komunitas ADS yang ingin melangsungkan pernikan dapat dicatat di catatn sipil dan melaksanakan pernikahan secara adat masyarakat komunitas ADS. Upaya-upaya dengan memberikan rekomendasi tersebut diharapkan dapat memberikan kesempatan terhadap komunitas Sunda Wiwitan dalam memperoleh kesejajaran dan mendapatkan hak-hak sipil mereka. Hal tersebut dirasa perlu mereka lakukan, Karena hal ini berpengaruh tehadap kehidupan mereka dimasa mendatang sebagai jaminan warga Negara. Walaupun sebenarnya, sampai sekarangpun upaya-upaya tersebut tak jarang mendapatkan penolakan-penolakan dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Penutup Keberadaan para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia masih banyak mengacu pada beberapa kategori penganut sistem keyakinan baik yang berdasar pada agama-agama adat leluhur suku-suku bangsa, maupun ajaran-ajaran tuntunan hidup para tokoh pendiri dari organisasi kepercayaan. Keberadaan kaum penghayat kepercayaan ini pada hakikatnya adalah 17 http://hukum.unsrat.ac.id/mk/mk2009_140.pdf diakses pada tgl 25 November 2016 Pukul 13:35 WIB


Page 15 of 203 para warga bangsa Indonesia yang menjadikan nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia yang notabene terkristalisasi dalam Pancasila sebagai Ideologi Negara.18 Sunda wiwitan sebenarnya merupakan sebuah wujud dari kepercayaan yang dianut oleh para penghayat dari kepercayaan leluhur nusantara, pengahayat di Indonesia sendiri banyak sekali ragamnya dari setiap daerah yang masing-masing penghayat tersebut juga melakukan dan menginginkan upaya pengakuan dari negara khususnya hal administratif. Keberadaan komunitas masyarakat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang masih cenderung tereliminasi secara kehidupan sosial, terutama pendiskriminasian mereka dalam kebijakan-kebijakan publik, maka pihak pemerintah harus lebih arif melihat upaya-upaya mereka dalam memperjuangkan penyetaraan hak-hak sipilnya, sebagaimana dijelaskan dalam UUD’45 pasal 28 ayat 1 bahwa semua warga negara mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Upaya yang sudah dilakukan sejak berdirinya komunitas ADS sampai dengan saat ini belum dapat dikatakan berhasil tetapi sudah ada respon yang muncul dari pemerintah. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa lebih baik masyarakat kaum penghayat berlindung pada salah satu agama induk yang ada di Indonesia (Islam, Kristen, Budha dan lainnya) agar tetap mendapatkan hak administratif sebagai warga negara Indonesia. Tetapi hal tersebut tidak ditanggapi oleh masyarakat komunitas ADS, karena menurut mereka keutuhan tradisi jauh lebih penting dari sekedar kebutuhan administrasi, walaupun sampai saat ini masih terjadi diskriminasi sistemik terhadap komunitas kaum penghayat. Maka dari itu, masyarakat komunitas ADS terus memperjuangkan hak-haknya khususnya hak administratif sebagai warga negara Indonesia. 18 Ira, Indrawardana, Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Menjaga Nilai-Nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pancasila, 2014, Bandung, hlm.14


Page 16 of 203 Daftar Pustaka Sumber Buku Donatella, Della, dkk. 2006. Social Movements : An Introduction, Australia: Blackwell Publishing, Part 4 : Collective Action and Identity Sunarto, Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Fakultas Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia Margaretha, Selu. 2010. Komunitas Agama Djawa-Sunda: Sebuah Fenomena Religiositas Masyarakat di Kuningan-Jawa Barat. Jakarta : Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Sumber Internet www.pikiran-rakyat.com diakses pada tanggal 25 November 2016 https://www.tempo.com diakses pada tanggal 25 November 2016 http://jakatarub.org/ diakses pada tanggal 25 November 2016 http://hukum.unsrat.ac.id/mk/mk2009 diakses pada tanggal 25 November 2016 Sumber Lainnya Ira Indrawardana. 2014. Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan, Kuliah Umum di UNPAR Bandung. Ira Indrawardana. 2004. Dimensi Agresivitas Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Atas Diskriminasi Agama Oleh Negara, Bandung. Ira, Indrawardana. 2002. Reposisi Pemahaman Agama dan Kepercayaan dalam konteks Kebudayaan dan Kebangsaan, Bandung. Ira, Indrawardana. 2014. Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Menjaga Nilai-Nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pancasila. Bandung.


Page 17 of 203 Bab 2 Dinamika Kepemimpinan Dalam Komunitas Agama Djawa Sunda Cigugur – Kuningan Aisyah Puteri Masferisa, Dzaqi Arrafi, Esa Sulistiani, Firda Ayu Putri Fadlilah Pendahuluan Indonesia memiliki beraneka ragam budaya, suku, bahasa dan juga agama. Di Indonesia terdapat lima agama yang telah diakui oleh negara yaitu Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu. Namun dalam sejarah persebaran agama di Indonesia terdapat beberapa kepercayaan yang ditanamnkan dan hingga kini masih dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia khususnya di pulau jawa. Ajaran kepercayaan tersebut sering kali dikenal dengan sebutan Agama Djawa Sunda (ADS) atau masyarakat dibeberapa daerah menyebutnya sebagai sunda wiwitan. ADS ini lahir pada tahun 1848 di Gebang, Cirebon Timur. Pendiri ADS adalah Pangeran Sadewa Madrais Kusuma Wijaya Ningrat. Ia merupakan putra dari Pangeran Alibassa I, Sultan dari Kasultanan Gebang. ADS seringkali disebut juga sebagai Madraisme mengingat pendirinya yang bernama Madrais. Kepercayaan ini kemudian berkembang cukup pesat didaerah Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Sekitar tahun 1940-an, tercatat bahwa anggota ADS mencapai sekitar 60.000 orang, sebelum akhirnya ADS ini dibubarkan karena dianggap melawan pemerintah kolonial.19 Selain itu kerpercayaan ini juga ditemukan dibeberapa desa di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Seperti di Kanekes, Lebak-Banten, Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, Cisolok-Sukabumi, Kampung Naga-Tasikmalaya dan juga di Cigugur-Kuningan. Dalam hal ini penulis akan menggambarkan bagaimana kepemimpinan Komunitas Penghayat ADS di Cigugur, Kuningan. Tepatnya di wilayah sekitar Paseban Tri Panca Tunggal yang menjadi pusat kegiatan komunitas pengahayat didaerah ini. Tulisan ini diharapkan mampu menggambarkan sejarah kepemimpinan serta pola kepemimpinan di Paseban Tri Panca Tunggal Cigugur Kuningan. Tulisan ini akan memaparkan bagian-bagian penting yakni antara lain : Pertama,Profil Komunitas ADS. Kedua, Sejarah dan Pola Kepemimpinan ADS. Ketiga, Struktur Kepemimpinan. Keempat, Hubungan Kelompok ADS dengan Pemerintah. Kelima, penutup. Keenam, daftar pustaka. Ketujuh, lampiran berupa dokumen doto dan data yang didapatkan. Metodologi penelitian yang digunakan dalam paper ini adalah Metode Kualitatif, yakni observasi dan wawancara mendalam. Observasi dilakukan antara lain pada tanggal 4 dan 5 November 2016. Wawancara pun dilakukan agar data yang didapatkan lebih maksimal dengan 5 (lima) narasumber yaitu, Pangeran Gumirat Barna Alam, Ibu Dewi Kanti Setianingsih, Bapak Kento, Bapak Anda dan Ibu Anda. Profil Komunitas ADS Agama Djawa Sunda adalah sebuah kepercayaan yang dianut oleh sejumlah masyarakat yang tersebar di desa Cigugur, Kuningan. Pada tahun 1848 di tempat ini berdiri sebuah aliran kepercayaan yang dikenal dengan nama Agama Djawa 19 Di akses dari http://m.kompasiana.com/piusnovrin/konsep-tuhan-dalam-agama-djawasunda_550ecef4813311c72cbc64a2 pada tanggal 13 Desember 2016 pukul 13.00 WIB


Page 18 of 203 Sunda disingkat ADS atau dikenal pula sebagai Madraisme mengambil nama pendirinya, Pangeran Madrais Alibasa Widjaja Ningrat, yang dipercaya sebagai keturunan Sultan Gebang Pangeran Alibasa I. dari ajaran Pangeran Madrais tersebut yang kemudian terbentuk sebuah komunitas atau paguyuban dimana anggota dari kelompok ini memiliki ikatan batin yang murni dan kuat dan ini dapat terlihat dari bagaimana mereka berkumpul atas dasar kesamaan kepercayaan dan juga karena rasa ikatan batin yang kuat juga keinginan untuk tetap mempertahankan kepercayaan dan tradisi warisan leluhur mereka. Dalam ajaran ADS ini mereka tidak memiliki kitab tertulis seperti halnya pengertian agama versi negara, namun dalam melaksanakan hukum kemanusiaan berpedoman pada ajaran yang disebut Tri Tangtu atau Pikukuh Tilu yang berisi Tri Tangtu na raga (naluri, rasa, pikir), kemudian Tri Tangtu nagara (rama, resi, prebu) dan Tri Tangtu di buana (daya, cipta dan karsa). Tiga ketentuan tersebut ada ditulis dalam naskah Sunda buhun Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian dan Amanat Galunggung yang di dalamnya mengandung pesan-pesan moral tentang hubungan manusia dengan Sanghyang Maha Kersa (Tuhan Yang Maha Esa) hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan dengan alam ekologis dan petunjuk untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin.20 Anggota dari Komunitas ADS ini memusatkan kegiatan komunitas mereka di Paseban Tri Panca Tunggal, rumah peninggalan Kiai Madrais yang didirikan pada 1860, dan yang kini dihuni oleh Pangeran Djatikusuma beserta keluarganya. Paseban ini merupakan benda atau tempat yang kemuudian dijadikan sebagai cagar budaya yang juga merupakan pusat dilaksanakannya kegiatan seren taun masyarakan setempat. Di dalam Komunitas ADS sejak awal mula diajarkannya kepercayaan ini memiliki seorang pemimpin yang menjadi pupuhu atau ketua adat dari komunitas ini. Pemimpin tersebut berawal dari Pangeran Madrais sebagai pendiri atau pencetus dari adanya ADS ini, kemudian tonggak kepemimpinan ADS digantikan oleh Pangeran Tedja Buana, kemudian oleh Pangeran Djatikusuma dan saat ini komunitas ADS dipimpin oleh Pangeran Gumirat Barna Alam. Namun di saat Indonesia dinyatakan merdeka dari penjajahan asing, tepatnya tanggal 21 September 1964, Pangeran Tedjabuana sebagai pimpinan ADS ketika itu terpaksa harus membuat pernyataan bermeterai yang isi pokoknya membubarkan organisasi ADS, ia dan keluarganya menyatakan diri menjadi penganut Katolik. Selain menandatangani surat tersebut, pimpinan ADS juga meminta para pengikutnya untuk tidak lagi meneruskan organisasi ADS, baik secara perorangan maupun secara kolektif. Sebagai akibat peristiwa tersebut, terjadilah perpindahan masal para penganut ADS menjadi penganut agama Katolik. Dan dengan demikian pula mulailah kegiatan Gereja Katolik di Cigugur. Di samping melakukan pembinaan nilai-nilai dan cara hidup Katolik, pihak gereja juga mengadakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengadakan perbaikan kondisi pendidi- 20 Dikutip dari Makalah ”Perspektif budaya spiritual adat karuhun urang pengahayat kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa tentang kepemimpinan bangsa indonesia dalam analisis wacana potret krisis multi dimensi bangsa” oleh Ira Indrawardana, pada tanggal 13 Desember 2016 pukul 15.30 WIB


Page 19 of 203 kan, kesehatan dan ekonomi umat yang mendapat sambutan baik tanpa ada persoalan yang berarti, baik yang datang dari pemerintah maupun masyarakat setempat. Untuk mereka yang hirau dan giat memperjuangkan terwujudnya kerukunan antar umat beragama di tanah air, kisah komunitas religius ADS dari Cigugur memberi ilustrasi, betapa rentan dan sensitifnya akibat sebuah kebijakan negara ketika melakukan intervensi dalam kehidupan beragama. Ada dua kepentingan yang hampir tidak pernahterjalin dengan baik, kepentingan negara dan kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat religius lokal seperti para penganut ADS. Hampir semua kebijakan negara yang dibuat dalam kaitan dengan para pemeluk ADS, baik kebijakan pemerintah kolonial Belanda, Jepang, maupun Indonesia, hampir semuanya memihak pada kepentingan negara. Nyaris tidak ada kebijakan negara yang menempatkan kepentingan para penganut ADS sebagai bagian dari publik yang berhak mendapatkan perlindungan dan pelayanan dari negara. Sebagai masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda yang tentunya samasama menganut ajaran leluhur Sunda dan kasundaan, seperti halnya masyarakat adat Sunda lainnya yang memiliki beberapa aturan adat sebagai aturan tidak tertulis tetapi dihayati dan dijadikan sebagai pedoman kehidupan sosial dan budaya masyarakatnya. Tetapi ada juga masyarakat atau warga yang terkategorikan penghayat dan bukan termasuk ke dalam komunitas adat dan berada pada kelompok organisasi aliran kebatinan atau organisasi kepeayaan dan perorangan. Suatu pelanggaran yang dilakukan oleh warga komunitas penghayat Sunda Wiwitan dalam lingkungan masyarakat adat biasanya mendapatkan sangsi sosial untuk menyadarkan kembali warganya agar kembali pada perlilaku yang kemanusiaan semestinya sesuai ajaran keyakinannya. Sedangkan bilamana warga penghayat organisasi aliran kebatinan atau organisasi kepercayaan melanggar terhadap aturan organisasinya, maka mereka akan diberi sangsi sesuai AD/ART organisasi dan tidak jarang yang dikeluarkan dari keanggotaan organisasi kepercayaan tersebut. Sejarah Terbentuknya Komunitas ADS Istilah agama sering ditelisik dari kacamata ilmu sosiologi dan antropologi. Kedua cabang ilmu sosial merupakan pisau analisis yang tepat untuk kata agama, karena dikaji dari aktivitas dan kehidupan manusia seharihari secara langsung. Secara sosiologis, Tischler mengemukakan bahwa agama adalah suatu gejala sosial yang bersifat inheren didalam setiap masyarakat yang ada didunia tanpa terkecuali. Sosiologi terkemuka dunia barat ini juga menambahkan bahwa agama adalah sistem kepercayaan yang kemudian diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu.21 Kelompok melihat ADS dari kacamata sosiologi, dapat disimpulkan bahwasanya ADS adalah sebuah agama. ADS telah melakukan suatu perilaku sosial, jika sosiologi mensyaratkan adanya perilaku sosial, maka ADS telah memenuhi syarat tersebut. 21 Dikutip dari respository.uinjkt.ac.id.Pdf oleh Faturrahman. Dalam uraian Henry L. Tischler dalam bukunya yang masyhur, Introduction to Sociology, ( Chicago: Holt, Rinehart and Wiston, 1990) hlm.380. Pada tanggal 13 Desember 2016, pukul 14:00 WIB.


Page 20 of 203 Gambar 2. 1 Wawancara dengan Ibu Kanti Dewi Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) Menurut hasil wawancara dengan Ibu Kanti Dewi selaku keturunan dari Pangeran Madrais, Agama Djawa Sunda didirikan oleh Pangeran Madrais. Beliau merupakan sosok nasionalis yang ingin mempertahankan tanah air dalam situasi keterjajahan bangsa. Beliau membangkitkan kesadaran petani untuk berani melawan terhadap VOC, namun bukan berdasarkan kekerasan fisik. Saat terjadi perlawanan di Tambun, komunitasnya mengalami kekalahan, sempat ditangkap pula. Pengikut Pangeran Madrais ada 8 yang dihukum gantung namun Pangeran Madrais sendiri berhasil melarikan diri dengan ilmu kanuragannya. Beliau berpandangan bahwasanya, kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Darisana beliau mulai merefleksikan (menenangkan diri) di kampung susuru, Panawangan Ciamis, dan mendapatkan pewahyuan (petunjuk) untuk melanjutkan gerakan kebudayaan tanpa perlawanan fisik. Sejak saat itu, mulai disusun tulisan atau manuskrip dengan tulis tangan Pangeran Madrais. Manuskrip tersebut bergaya tulisan hanacaraka (aksara sunda) dan berisi tentang ajaran, tuntunan, baik mengenai kesadaran kemanusiaan ataupun kebangsaan. Bagi Pangeran Madrais, syarat mutlak perdamaian didunia, setiap manusia harus menyadari sebagai manusia yang memiliki kesadaran. Karastersistik kesadaran menurut beliau ada 5 point diantara lain; cinta kasih, welas asih, undak usuk, tatak rama, bahasa. Dengan lima karakteristik tersebut, perdamaian akan terwujud. Sebenarnya hal tersebut adalah konsep tentang kesetaraan antar bangsa sudah beliau pikirkan sebelum PBB dibentuk. Nilai-nilai pluralism sudah diletakan sebagai pondasi di era itu. Semua ajarannya telah dituangkan dalam manuskrip, karena Pangeran Madrais meyakini bahwasanya tinggalan tradisi tulisan itu sangat penting. Dan semua manuskrip itu tersimpan rapih didalam sebuah lemari di Paseban Tri Panca Tunggal, Cigugur Kuningan. 22 Dari hasil wawancara dengan Ibu Kanti Dewi dan beberapa literatur yang kelompok baca, dapat disimpulkan bahwasanya sebelum mendirikan Agama Djawa Soenda Pasoendan, Pangeran Madrais terlebih dahulu sibuk mengembara kesana kemari untuk memperdalam pengetahuan dan ilmu kebatinannya. Dalam petualangannya itu, beliau terlibat dalam pelbagai peristiwa yang cukup penting 22 Hasil Wawancara dengan Ibu Kanti Dewi, pada tanggal 5 November 2016. Pukul 10:16 WIB


Page 21 of 203 dan mendasar. Seperti yang telah dipaparkan oleh Ibu Kanti Dewi, salah satu adalah keterlibatan Pangeran Madrais dalam sebuah kerusuhan yang dapat dipadamkan oleh pemerintah Kolonial di Tambun Bekasi pada tahun 1869. Dalam peristiwa yang berkaitan dengan konflik antara petani dengan tuan tanah tersebut, Pangeran Madrais memiliki peran yang sangat penting karena berperan sebagai otak gerakan dan disebut sebagai Rama Pangeran Alibassa dari Cirebon. Dalam kasus Tambun, sebab yang menjadi faktor pendorong terjadinya peristiwa tersebut adalah penderitaan dan kemelaratan petani akibat pelbagai tindakan tuan tanah Cina yang selalu mengeksploitasi para petani penggarap tanahnya. Sejak beliau diketahui terlibat dalam peristiwa itu, pemerintah kolonial pun mulai memerhatikan Pangeran Madrais beserta keluarganya dengan lebih waspada, dan bahkan, Pangeran Madrais yang menjadi otak gerakan sosial itu dihukum mati oleh pemerintah Hindia Belanda, meski kemudian hal itu tidak terjadi karena adanya suatu peristiwa yang terjadi di luar batas kewajaran.23 Pasca kejadian tersebut, Pangeran Madrais selalu berpindah-pindah tempat bahkan mengganti namanya. Tidak hanya berkisar di wilayah Jawa bagian barat, namun pelariannya begitu jauh sampai ke wilayah Jawa Timur. Disana, beliau mengganti nama menjadi Gusti Ahmad agar pemerintah kolonial tidak mengendus kehadirannya. Pengembaraan Pangeran Madrais ke sejumlah daerah di tanah Jawa berakhir ketika beliau memiliki niat untuk mempersunting calon istrinya di Cigugur pada tahun 1880-an. Selanjutnya, beliau menghentikan pelariannya dan menetap serta tinggal di sebuah rumah sederhana yang sekarang telah menjadi gedung Paseban Tri Panca Tunggal. Setelah menetap di Cigugur, Pangeran Madrais mulai meninggalkan kehidupan yang berbau duniawi dan lebih sering mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang-orang yang sudah berusia separuh baya semacam itu seringkali mengedepankan urusan-urusan akhirat ketimbang urusan-urusan dunia. Aktivitas Pangeran Madrais yang dipenuhi dengan kegiatan positif itu mengundang banyak orang untuk belajar ilmu agama kepadanya. Tamu yang datang ke kediaman Madrais awalnya hanya terdiri dari satu dua orang saja, namun lama-kelamaan, orang yang datang ke sana semakin banyak.24 Karena pengikut yang semakin banyak dari hari ke hari, Pangeran Madrais akhirnya berinisiatif untuk membentuk suatu komunitas supaya pengikutnya dapat lebih teratur dan terkelola dengan baik. Sekitar tahun 1885, pengikut ajaran Pangeran Madrais terbentuk. Untuk menompang komunitasnya, beliau mendirikan sebuah saung sebagai wadah dalam bercengkrama dengan pengikutnya. Tempat pengajaran yang dibuat Madrais itu dikenal oleh kalangan luas sebagai paguron atau perguruan. Dalam literatur yang penulis baca, hasil penelitian Faturrahman, jadi materi yang diajarkan oleh Madrais di paguron itu pada mulanya hanyalah ilmu pengetahuan keagamaan saja, khususnya agama Islam sehingga kemudian tempat itu seringkali disebut pula sebagai pesantren. Dalam perjalanannya, ia mengajarkan seluruh pengetahuannya, termasuk pengetahuan ilmu kebatinan dan 23 Buah pikiran dari penggabungan hasil wawancara dengan literature respository.uinjkt.ac.id.pdf –Faturrahman, hlm. 110 24 respository.uinjkt.ac.id –Faturrahman, op.cit hlm.112


Page 22 of 203 budaya Sunda. Bahkan, kedua bidang yang terakhir ini menjadi materi yang sangat dominan sekali diajarkan oleh Madrais di kediamannya.25 Dan itu lah asal muasal atau sejarah terbentuknya komunitas Agama Djawa Sunda. Pola Kepemimpinan di Komunitas ADS Kepemimpinan berasal dari kata pimpin, yang memuat dua hal pokok yaitu pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan atau mengatur dan juga menunjukan ataupun memengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik fisik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak semua orang mempunyai kesamaan dalam menjalankan kepemimpinannya.26 Pola kepemimpinan sendiri memiliki peran penting dalam sebuah kepemimpinan. Pola kepemimpinan sendiri dikembangkan oleh seorang pemimpin. Sejauh mana seorang pemimpin tersebut dapat mengawasi dan memajukan orang yang dipimpinnya. Pola kepemimpinan diartikan sebagai suatu cara penampilan karakteristik atau tersendiri.27 Berbicara mengenai figur kepemimpinan bermoral yang dapat mengaktualisasi nilai-nilai spiritual menurut presfektif Ajaran Sunda Karuhun Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME. Sebagai “wastu siwong” yang dimaknai sebagai manusia sejati atau dalam ajaran Islam disebut Insan Kamil, atau dalam ajaran Kristen menurut gambaran “Citra Allah”, ajaran Sunda Karuhun dalam menghayati “kemanusiaan dan kebangsaan” lebih menekankan aspek penghayatan makna hidup baik yang tersurat maupun tersirat. Juga menekankan aspek cara-ciri manusia (human character) dan kesadaran diri selaku bangsa (nation character). Dengan pengertian bangsa bikan dalam artian ras atau konsep negara melainkan lebih menggali, mengedepankan substansinya selaku manusia dalam merasakan getaran karakter spiritual tiap daerah, sesuai dengan karakter spiritual yang tumbuh dan berkembang di daerah tersebut. Skema 2. 1 Dinamika Kepemimpinan dan Keberlanjutan Komunitas Paseban Sumber: Analisis penulis (2016) 25 Dikutip dari respository.uinjkt.ac.id.pdf oleh Faturrahman. Dalam uraian Henry L. Tischler dalam bukunya yang masyhur, Introduction to Sociology, ( Chicago: Holt, Rinehart and Wiston, 1990) hlm.380. Pada tanggal 15 Desember 2016, pukul 00:15 WIB. 26 Dikutip dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34834/4/Chapter%20II.pdf pada tanggal 15 Desember 2016, pukul 00:59 WIB 27 Ibid, hlm.2 Menggali nilai luhur (tahap awal kristalisasi ajaran) Melembagakan ajaran dan membangun identitas kelompok (deklarasi ADS) Pengembangan ajaran ADS (PAKCU DAN AKUR) Madrais Tedjabuana Djatikusuma Resistensi penjajah Resistensi pemerintah Pemerintah : Resistensi ke partisipasi


Page 23 of 203 Skema diatas menjelaskan tentang pergantian kepemimpinan yang telah berganti sebanyak tiga kali. Dalam komunitas ADS, kepemimpinan telah diganti sebanyak tiga kali. Kepemimpinan tersebut didapati dari garis keturunan laki-laki. Maksudnya, pemimpin ADS pada periode berikutnya akan dipimpin oleh anak laki-laki dari pemimpin ADS itu sendiri. Kepemimpinan tersebut diganti setelah seorang pemimpin yang menjabat telah wafat. Pergantian pemimpin tersebut mulai dari Pangeran Madrais, Pangeran Tedja Buana, dan Pangeran Djati Kusuma. Pada saat ini, karena Pangeran Djati Kusuma sudah berusia lanjut, kini sebagian tugasnya diselingi oleh Pangeran Gumirat yakni anak biologis dari Pangeran Djati Kusuma. Bentuk pendidikan atau pembekalan untuk menjadi seorang pemimpin sudah diajarkan sejak kecil. Calon pemimpin yang berasal dari garis keturunan laki-laki) dari pemimpin ADS sejak kecil sudah diberikan arahan, bimbingan terkait kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingkat usia. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh narasumber kami, yakni Pangeran Gumirat Barna Alam. Beliau mengatakan bahwa: Pembekalan-pembekalannya aja dari sejak kecil diberikan arahan, diberikan bimbingan tapi diseseuaikan dengan tingkatan usia. 28 Selanjutnya pada setiap masa kepemimpinan biasanya masing-masing mempunyai gaya dan pola kepemimpinannya tersendiri karena permasalahan yang dihadapi pada setiap waktunya berbeda-beda dan akhinya membentuk pola kepemimpinan yang berbeda-beda dari setiap pemimpin. Tabel 2. 1 Karakteristik Kepemimpinan No Nama Karakteristik Kepemimpinan 1 Pangeran Madrais Tegas, lugas, berani, 2 Pangeran Tedjabuana Negosiator, tidak suka konfrontasi 3 Pangeran Djatikusuma Tegas, teguh pada prinsip, demokratis, egaliter Sumber: Analisis Penulis (2016) Tabel diatas memaparkan tentang karakteristik masing-masing pemimpin. Berawal dari periode kepemimpinan Pangeran Madrais, Pangeran Tedja Buana dan Pangeran Djatikusuma. Penjelasan tentang masing-masing karakter pemimpin akan dijelaskan dalam pemaparan selanjutnya. 1. Pangeran Madrais Pangeran Madrais merupakan putera kepangeranan (kebangsawanan). Karakteristik Pangeran Madrais yaitu lugas, tegas, dan meninggalkan hal konkret melalui tulisan yang disimpan rapi di Paseban Tri Panca Tunggal. Karakteristik Pangeran 28 Hasil wawancara dengan Pangeran Gumirat Barna Alam, di saung sekitar lingkungan paseban pada tanggal 5 November 2016, pukul 13:27 WIB.


Page 24 of 203 Madrais membuat Pangeran Madrais disegani dan ditakuti oleh rakyatnya saat masa kepemimpinannya. Tulisan Pangeran Madrais merupakan sebuah curahan hati keseharian beliau semasa memimpin komunitas ADS dan keluh kesah selama memimpin. Gambar 2. 2 Pangeran Madrais Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016) Pangeran Madrais yang merupakan tokoh pendiri dari ADS yang merumuskan bagaimana isi dari ajarannya dan melakukan banyak perlawanan dan juga penyebaran ajaran Madraisme atau Agama Djawa Sunda. Pangeran Madrais merupakan putera kepangeranan (kebangsawanan). Karakteristik Pangeran Madrais sendiri, yaitu lugas, tegas, berani dan merasa harus mewarisi sesuatu yang berguna bagi penerusnya. Keberanian dan ketegasannya terlihat dalam sepak terjang Pangeran Madrais melakukan gerakan resistensi terhadap penjajah Belanda dan VOC. Pada masanya, banyak tanah adat yang dicaplok oleh penjajah untuk kebijakan ‘tanam paksa’. Pangeran Madrais kemudain membangun kesadaran kaum tani dan mengkoordinir perlawanan fisik dan perlawanan budaya dengan menanam bawang (tanaman yang tidak diperintahkan untuk ditanam oleh VOC). 2. Pangeran Tedja Buana Karakteristik Pangeran Tedja Buana yaitu beliau berupaya menyampaikan tulisan yang ditulis Pangeran Madrais dengan menerapkannya kepada rakyatnya dan bersikap tegas dalam memimpin komunitas ADS kala itu


Page 25 of 203 Gambar 2. 3 Pangeran Tedja Buana Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016) Karakteristik kepemimpinan Pangeran Tedja Buana, yaitu berupaya menyampaikan tulisan warisan Pangeran Madrais, lebih menghindari konfrontasi dengan pihak manapun dan memilih untuk membangun dialog atau bernegosiasi. Pangeran Tedjabuana sendiri memimpin pada tahun 1939-1965 di mana situasi nasional sedang berupaya mencari bentuk dan isi negara Indonesia yang ideal. Usahanya membangun dialog dengan pihak-pihak di luar komunitas ADS dibuktikan dengan aktivitasnya di BKKI yang dalam setiap kongresnya dihadiri oleh Presiden Soekarno. Pada masa beliau, nama Agama Djawa Sunda (ADS) baru dideklarasikan. Sejak saat itu Pangeran kedua Kasepuhan Paseban ini memperjuangkan hak-hak sipil anggota komunitasnya melalui berbagai dialog, salah satunya lewat Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan (Bakor Pakem). Pada akhir kepemimpinannya, ADS banyak mendapat tekanan dari pemerintah maupun masyarakat sekitar. Karena memang menghindari konfrontasi yang dapat lebih merugikan komunitasnya secara fisik dan non fisik akhirnya beliau menyatakan ADS dibubarkan. Kalimat yang terkenal dari Pangeran Tedjabuana yang diakuinya sebagai ilham pada detik akhir kepemimpinannya adalah “Berlindung di bawah cemara putih”. 3. Pangeran Djatikusuma Karakteristik Pangeran Djatikusuma: Berani mengambil resiko dalam mengambil keputusan, Sangat demokratir dan egaliter.


Page 26 of 203 Gambar 2. 4 Pangeran Djati Kusuma Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016) Karakteristik Pangeran Djati Kusuma adalah berani mengambil resiko dalam mengajarkan adat, sangat demokratis, egaliter. Sosoknya memang begitu karismatik, sebagaimana Pupuhu-pupuhu sebelumnya. Setelah 17 tahun ADS membubarkan diri, Pangeran Djatikusuma menyatakan keluar dari Agama Katolik dan mendirikan PAKCU (Paguyuban Adat Karuhun Urang) pada tahun 1981 yang diikuti oleh 1600 orang pengikutnya.29 Namun, dengan terbitnya surat dari Kejari No. 44 Tahun 1982, PAKCU dibubarkan kembali oleh pemerintah.30 Maka, sejak dibubarkannya PAKCU, Pangeran Djatikusumah menyebut ajarannya AKUR (Adat Karuhun Urang). Dengan itu, Pangeran Djatikusuma tetap dapat mengajarkan dan mengembangkan ajaran Pangeran Madrais dengan leluasa. Usaha Pangeran Djatikusuma dengan mendirikan PAKCU, dan AKUR menunjukkan tekadnya dalam usaha pengembangan ajaran leluhur. memang pangeran Djatikusuma orangnya kekeh, tegas sama pendirian, dan tidak terlalu memperdulikan pikiran orang lain atas ketegasannya memegang prinsip.31 Pangeran Djatikusuma dinilai demokratis dalam menjalankan perannya sebagai pupuhu. Beliau dalam mengambil keputusan tidak begitu saja atas kehendak pribadi, namun masih memberi ruang kepada para pembantu tugasnya seperti sekretaris, bendahara, dan ais pangampih untuk memberikan masukan. Beliau juga tidak menutup pintu jika ada warga yang ingin bertemu dan membicarakan suatu persoalan. Tidak ada prosedur yang rumit jika ingin bertemu langsung dengan Pangeran Djatikusuma. 29 Nushiron M. Nuh, “Paham Madrais/Adat Karuhun Urang (AKUR) Di Cigugur Kuningan : Studi tentang Ajaran, dan Pelayanan Hak-Hak Sipil”, Jurnal Multikultural dan Multireligius, Vol. X, h 555. 30 Ibid., hh 556. 31 Wawancara Ibu Kanti Dewi, di Paseban Tri Panca Tunggal pada tanggal 05 November 2016, pukul 10:16 WIB


Page 27 of 203 Fase menarik pada era kepemiminan Djatikusuma adalah perubahan sikap pemerintah terhadap AKUR. Sikap pemerintah kala memasuki era reformasi mau tidak mau harus merubah wajahnya yang represif menjadi demokratis. Wujud nyata perubahan sikap pemerintah adalah partisipasinya dalam upacara Seren Taun yang sebelumnya sempat dilarang. Kini setiap penyelenggaraan Seren Taun, pemerintah daerah dan pusat beserta aparat keamanan turut berpartisipasi, misalnya dalam segi pendanaan dan pengamanan acara. Beberapa elit politikpun sering hadir dalam kegiatan Seren Taun sebagai wujud keseriusan membangun hubungan baik pemerintah dengan masyarakat. 4. Pangeran Gumirat Barna Alam Karakteristik Pangeran Gumirat: Demokratis dan mampu membangun hubungan baik dengan rakyat maupun pemerintahan Gambar 2. 5 Pangerat Gumirat Barna Alam Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016) Karakteristik Pangeran Gumirat yaitu Demokratis dan mampu membangun hubungan baik dengan rakyat maupun pemerintahan. Pangeran Gumirat merupakan pemimpin yang bersikap demokratis kepada anggota komunitas dan juga dengan pihak luar. Membangun hubungan baik dan juga pemimpin yang berusaha untuk terus menjaga tatanan nilai yang telah ada sebelumnya. Pangeran Gumirat belum resmi menjadi pemimpin komunitas ADS saat ini karena ayahnya Pangeran Djatikusuma masih hidup sehingga belum bisa digantikan. Hanya saja beliau membantu mengontrol rakyat komunitas ADS karena ayahnya sedang sakit dan memberikan amanah kepada Pangeran Gumirat yang nanti akan menjadi pemimpin setelah ayahnya meninggal dunia. Struktur Kepemimpinan Pimpinan tertinggi dalam tatanan elit adat komunitas Cigugur adalah “Pupuhu”. Pupuhu adalah figur (panutan) bagi masyarakat komunitas ADS Cigugur. Pupuhu memiliki peran, seperti memberikan dawuh (arahan) kepada masyarakat komunitas Cigugur jika diminta ataupun tidak diminta. Biasanya Pupuhu mendapatkan informasi tentang kondisi masyarakatnya dari Ais Pangampih. Selain memberi dawuh, peran Pupuhu adalah membangun dialog dengan tokoh agama lain dan mencari titik kesamaan yang dapat digunakan sebagai pijakan untuk merekatkan solidaritas sosial.


Page 28 of 203 “Pupuhu, sebagai Rama, harus menjadi pengarah dengan dawuh-dawuhnya, selain itu Pupuhu juga memiliki peran penting dalam hubungan antar kelompok, yakni membangun solidaritas dengan mencari kesamaan-kesamaan dengan golongan lain.”32 Dalam kapasitas figur kepemimpinan disebutkan, bahwa “Parigeuing (kepemimpinan) bisa berbentuk perintah, memerintah dengan bijaksana dan menarik simpati”33 Dalam Amanat Galunggung, parigeuing disebut juga sebagai Dasa Pasanta yang berarti sepuluh peneguh hati. Dapat dikatakan Dasa Pasanta adalah nilainilai lokal masyarakat soal bagaimana seharusnya sosok seorang pemimpin. Isi Dasa Pasanta adalah sebagai berikut34 : 1. Guna, perintah yang diberikan oleh pemimpin harus jelas manfaatnya 2. Rama, artinya ramah 3. Hook, artinya kagum 4. Pesok, artinya bangga 5. Asih, artinya kasing sayang 6. Karunya, artinya karunia 7. Mupreruk, artinya manusiawi 8. Ngulas, artinya koreksi 9. Nyecep, artinya penentram 10. Ngala angen, dapat menarik simpati rakyat Pupuhu tidak dipilih secara langsung oleh masyarakat. Pupuhu diangkat dari garis keturunan laki-laki Pupuhu sebelumnya. Pupuhu akan mempersiapkan pengganti dari putranya jika dirasa sudah saatnya harus ada yang melanjutkan estafet kepemimpinan. Dalam kondisi khusus, jika Pupuhu tidak memiliki putra, maka mau tidak mau putrinya yang harus menggantikan posisi Pupuhu. Kalo sekarang kan sudah ada Rama Anom yang disiapkan sebagai ini (pengganti Pangeran Djatikusumah), ya..kalo di tempat lain memang pernah ada kejadian kebetulan tidak ada putra, terpaksa putrinya.35 Sosok Pupuhu, sejak Ki Madrais hingga Pangeran Djatikusumah diakui oleh Kantidewi memiliki karisma yang kuat di mata masyarakatnya. Sosok Pupuhu secara hirsotris dipandang sebagai pimpinan, pembela, pahlawan yang juga mendapatkan ilham menjadi sumber legitimasi otoritasnya. Dalam konsep Weber tentang otoritas, Pupuhu bisa saja diidentifikasi sebagai otoritas kharismatik. Otoritas yang mendapat legitimasi dari karisma didasarkan pada kesetiaan para pengikutnya terhadap kesucian yang tidak lazim, sisi teladan, heroisme, atau kekuatan khusus (seperti, mukjizat) yang dimiliki pemimpin.36 Ki Madrais memang orangnya sangat karismatik, dan peneruspenerusnyapun demikian termasuk ayah saya (Pangeran Djatikusumah), 32 Wawancara Rama Anom 33 Ira Indrawardana, “Perspektif Buaya Spiritual Adat Karuhun Urang Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tentang Kepemimpinan Bangsa Indonesia Dalam Analisis Wacana Potret Krisis Multi Dimensi Bangsa”, h 3. 34 Loc.Cit. 35 Wawancara Pak Kento, dirumah Pak Kento pada tanggal 04 November 2016, pukul 15:15 36 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, “Teori Sosiologi dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern”, (Bantul : Kreasi Wacana, 2012), h 140.


Page 29 of 203 itu yang juga menjadi kekuatan setiap pimpinan adat selama ini untuk menjalankan perannya.37 Rama Anom sebagai calon penerus memang telah disiapkan dengan cara pembiasaan melakukan beberapa tugas-tugas pemimpin adat. Rama Anom menuturkan bahwa dirinya diminta oleh tetua adat untuk lebih sering turun ke masyarakat untuk melihat, mendengar, dan membicarakan langsung apa saja masalah yang sedang terjadi. Rama Anom dilatih untuk terbiasa memberikan dawuh pada saat masyarakat membutuhkan arahan. Selain itu, bagi para keturunan Pupuhu, diwajibkan untuk mengkaji tulisan-tulisan peninggalan Ki Madrais yang berisi ajaran Sunda Wiwitan tentang ‘kesadaran kemanusiaan dan kebangsaan’ yang saat ini dokumennya tersimpan di Paseban. Pupuhu dalam menjalankan kepemimpinannya dibantu oleh seorang sekretaris dan bendahara. Untuk posisi tersebut dipilih langsung oleh Pupuhu, bisa dari kalangan keluarga pangeran ataupun di luar keluarga pangeran. Pada era Pangeran Djatikusumah, sekretarisnya adalah Pak Kento. Penulis beruntung dapat bertemu dengan Pak Kento saat turun lapangan di Komunitas Paseban, Cigugur, Jawa Barat. Namun, penulis tidak berhasil menemui bendahara komunitas Paseban Cigugur. Tugas besar yang dimiliki oleh Pupuhu dalam memimpin kehidupan kominitas ADS Cigugur juga dibantu oleh Ais Pangampih. Ais Pangampih adalah perwakilan Pupuhu yang ada di setiap wilayah-wilayah atau mereka menyebutnya ‘blok’. Ais Pangampih, bertugas melakukan pendampingan, pengawasan, dan memberi arahan di lapangan kepada masyarakat di setiap blok. Namun, tidak berarti Ais Pangampih memiliki wewenang yang otonom. Ais Pangampih biasanya menampung terlebih dahulu aspirasi yang disampainkan oleh masyarakat kemudian di bawa ke dalam forum pertemuan Ais Pangampih untuk dibicarakan apa solusinya bersama-sama. Jika persoalan cukup pelik, masalah itu dibawa ke hadapan Pupuhu untuk dimintai keputusannya. Masalah yang disampaikan oleh masyarakat kepada Ais Pangampih meliputi halhal yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari. Elit adat dalam hal ini benarbenar menjadi referensi atau rujukan masyarakat dalam memecahkan suatu permasalahan. Masyarakat meminta arahan mulai dari hal besar sampai hal kecil, seperti meminta nama untuk anak, ada kesulitan ekonomi, konflik antara suami dan istri, konflik antara tetangga, musibah penyakit dan kematian, dan sebagainya. Semua itu disampaikan secara terbuka kepada Ais Pangampih selaku perwakilan pimpinan adat. Ais Pangampih memang tugasnya seperti wakil Pupuhu, beliau menjadi mata dan telinga di tengah-tengah masyarakat lah gitu. Mereka ada kumpul rutinnya setiap beberapa pekan sekali untuk membicarakan masalah apa yang terjadi di masyarakat masing-masing wilayah dan mencari solusi bersama. Jika tidak mampu dipecahkan baru mereka sampaikan ke Pupuhu. Dari Pupuhu nanti memberi arahan lalu diteruskan ke masyarakat lewat Ais Pangampih lagi.38 37 Wawancara Ibu Kanti Dewi, di Paseban Tri Panca Tunggal, pada tanggal 5 November 2016, pukul 10:16 WIB 38 Wawancara Pak Kento, dirumah Pak Kento pada tanggal 04 November 2016, pukul 15:15


Page 30 of 203 Berbeda dengan Pupuhu, pergantian Ais Pangampih dipilih dan diangkat oleh masyarakat di masing-masing blok. Kesamaan di antara Pupuhu dan Ais Pangampih adalah tidak ada pakem soal masa jabatan elit-elit adat. Pergantian Ais Pangampih dilakukan jika memang masyarakat merasa perlu dan sudah saatnya Ais Pangampih memilih penerusnya. Sistem pemilihan Ais Pangampih dilakukan dengan cara musyawarah dalam forum pertemuan warga. Masing-masing anggota masyarakat boleh mengusulkan nama yang dinilai pantas menggantikan Ais Pangampih. Nama yang diusulkan kemudian ditimbang kemudian disetujui oleh Pupuhu. Skema 2. 2Struktur Kepemimpinan Adat Sumber: Pengamatan Lapangan (2016) Dari skema diatas dapat terlihat bagaimana struktur kepemimpinan komunitas ADS yang juga menunjukan garis hirarki dalam kominutas ini ketika ada suatu hal yang harus segera ditangani seperti pada organisasi lainnya yang masing-masing memiliki kedudukan, peran serta status yang harus dijalankan. Kelompok mewawancarai Pak Kento yang dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai sesepuh dari Paseban yang kemudian kelompok mendokumentasikan gambar setelah dilakukan proses wawancara bersama Pak Kento. Gambar 2. 6 Bersama Pak Kento, sesepuh adat Komunitas ADS Sumber: Dokumentasi Penulis (2016) sekretaris Ais Pangampih Ais Pangampih Ais Pangampih Pupuhu bendahara


Page 31 of 203 Selain itu juga struktur dan juga pemimpin dari komunitas ADS ini juga mendapatkan penghormatan dari masyarakat luar komunias atau warga sekitar Paseban dan umumnya oleh masyarakat luas karena beliau dinilai mampu untuk memimpin dengan baik kelompok adat yang banyak mendapatkan sorotan dan terus menjaga adat istiadat warisan leluhur mereka. Dan diharapkan dengan adanya pemimpin yang demokratis dan juga mampu mengayomi anggota dan masyarakat luar komunitas adat. Harapan tentang pemimpin yang baik serta mampu mengayomi bukan hanya harapan komunitas adat saja namun juga oleh masyarakat luas Indonesia. Tentunya dengan adanya pemimpin yang bermoral, berintelektual, plural, demokratis, anti diskriminasi dan loyal kepada rakyat maka ia akan sanggup melakukan tindakan nyata yang berpihak pada semua warga bangsa tanpa terkecuali menjadi harapan masyarakat luas. Relasi dengan pemerintah Komunitas ADS dalam hubungannya dengan pemerintah setempat terjalin dengan baik khususnya dalam hal administrasi ataupun urusan kependudukan selalu menjalin komunikasi dan koordinasi antara pihak paseban yang dalam hal ini adalah pengurus atau wadah dari keberadaan komunitas ini dengan pihak pemerintah setempat. Selain itu juga pihak paseban dan pemerintah setempat berkerja sama dalam melaksanakan acara seren taun yang rutin dilaksakan setiap tahunnya karena acara ini bukan hanya milik komunitas ADS atau paseban saja namun milik masyarakat Kuningan khususnya kecamatan Cigugur yang memiliki banyak budaya dan beraneka agama juga keyakinan. Cigugur merupakan sebuah kelurahan yang terletak di kaki Gunung Ciremai dan berjarak 30 km ke arah selatan kota Cirebon. Kelurahan Cigugur termasuk pada wilayah administratif Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Kuningan dengan luas wilayah 300 Ha, dengan batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara: berbatasan dengan Kelurahan Cipari. Sebelah Timur: berbatasan dengan Kelurahan Kuningan. Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kelurahan Sukamulya. Sebelah Barat: berbatasan dengan Desa Cisantana. Kelurahan Cigugur terletak kurang lebih 3,5 km ke arah Barat dari pusat kota. Kuningan dengan letak geografis ketinggian 660 m dari permukaan laut. Bentuk permukaan tanahnya berupa perbukitan dengan keadaan tanah yang subur karena merupakan hasil pelapukan yang berasal dari gunung Ciremai. Di daerah Cigugur, terdapat tiga sumber mata air ini dipergunakan penduduk untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mengairi areal pesawahan. Disamping itu, banyak penduduk yang mempergunakan air tersebut untuk memelihara ikan tawar dengan membuat kolam. Kelebihan air yang dihasilkan dari ketiga mata air itu untuk mensuplai kebutuhan air sebagian masyarakat kelurahan Kuningan dan Cirebon. 39 Berbicara tentang hubungan pemerintah, peran pemerintah daerah kabupaten Kuningan terhadap komunitas ADS. Rupanya, kesalahan anggapan hanya ada 5 agama yang diakui boleh jadi didasarkan pada struktur Departemen Agama yang hanya terdiri atas Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu/ Budha. Hal ini telah menimbulkan masalah yang cukup penting. 39 Diakses dari http://a-research.upi.edu.pdf dalam (Suganda, 2003 dalam http : // www.urang sunda.Or.Id) pada tanggal 20 Desember 2016, pukul 19:37 WIB.


Page 32 of 203 Mengenai pelarangan agama kita bisa mengambil ilustrasi kalau pembubaran atau pelarangan suatu partai politik saja dapat memerihkan, terlepas dari benar atau salahnya partai tersebut, apalagi pelarangan agama yang berkenaan dengan keyakinan terhadap sesuatu yang bersifat ultimate dalam kehidupan seseorang yang menyangkut keselamatan hidupnya, tidak hanya sekarang melainkan juga nanti setelah mati. Kalau orang bertepo seliro dengan mencoba meletakan diri ditempat mereka yang kehilangan kebebasannya dalam menganut keyakinannya, mungkin orang tidak akan begitu mudah mencabut kebebasan orang lain dalam berkeyakinan yang jelas-jelas dijamin oleh konstitusi negara kita. Di sini kita perlu menegaskan bahwa tidak mengakui keberadaan suatu agama sama saja dengan tidak menghargai hak asasi manusia. Adanya suatu agama tidak perlu mendapat pengakuan dari suatu negara, karena bisa jadi suatu agama ada sebelum negara itu ada. Keberadaan suatu agama juga tidak memerlukan pengakuan Departemen Agama yang suatu saat bisa saja dihapus sesuai kebutuhan (Madjid, Nurcholish; 2001: 113-115). Seiring dengan itu, pelarangan terhadap berbagai aliran atau faham keagamaan dalam kenyataannya tidak akan efektif. Sebab hal ini menyangkut keyakinan pribadi seseorang dan keyakinan tidak mungkin ditaklukan dengan kekuasaan (negara). Dengan demikian, fungsi legitimasi agama berupa pembenaran dan pengukuhan dari pemerintah juga penting guna menyukseskan program-program pembangunan yang diselenggarakan. Sehubungan dengan hal itu peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam penglegitimasian tersebut. Berkaitan dengan masalah tersebut, Pemerintah Daerah Kuningan juga mempunyai turunan dalam pengawasan terhadap Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang ada di kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan. Dalam rangka kelancaran roda Pemerintah Daerah Kuningan, khususnya yang menaungi atau membawahi masalah keagamaan yang berkaitan dengan Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa di Kelurahan Cigugur Kuningan, maka sesuai dengan pelimpahan kewenangannya Pemerintah Daerah Kuningan melimpahkan masalah ini. Adapun instansi terkait tersebut diantaranya adalah Departemen Agama Kabupaten Kuningan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan dan Bakor Pakem. Pelimpahan ini dilaksanakan sebagai upaya pembinaan dan memfasilitasi aparatur pemerintahan dalam rangka pelaksanaan kebijakan-kebijakan pusat ataupun peraturan daerah. Berdasarkan penelitian terungkap bahwa peran Pemerintah Daerah terhadap Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa di Kelurahan Cigugur Kuningan yang diwakili oleh instansi-instansi terkait sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah Daerah Kuningan adalah sebagai berikut: Pertama, Dinas Pariwisata dan Budaya. Pemerintah Daerah melalui Dinas Pariwisata dan Budaya berkaitan dengan masalah Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, berfungsi hanya sebatas melindungi Benda Cagar Budaya. Hal ini tercantum dalam UU RI No.5 tahun 1992 tentang Benda-benda Cagar Budaya dan Peraturan Dearah (Perda) Kabupaten Kuningan Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengelolaan Museum, Kepurbakalaan dan Nilai Tradisional.


Page 33 of 203 Perhatian pada bidang budaya diwujudkan dengan pemeliharaan dan penugasan gedung Paseban Tri Panca Tunggal. Gedung ini dimanfaatkan baik untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan maupun kebudayaan, yaitu: Sebagai tempat penyelenggaraan Upacara Seren Taun yang digelar tiap tahun. Sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda bersejarah seperti; macam-macam senjata, yaitu keris, tombak, dan sebagainya. Lalu koleksi alat-alat kesenian daerah dari masa lampau dan perkembangannya. Selain itu sebagai perpustakaan, disana terdapat buku-buku sejarah, buku-buku keagamaan atau kepercayaan dari setiap agama dan kepercayaan penghayatan kepada Tuhan yang Maha Esa. Tempat tersebut juga sebagai pusat perkembangan seni budaya, contohnya untuk atihan karawitan dan seni tari daerah. Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan khususnya peran Dinas Pariwisata dan Budaya yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 7 Tahun 2006 yang berkaitan dengan Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa lebih tepat dalam pengelolaan Nilai Tradisional, yaitu konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting yang berguna dalam hidup dan kehidupan manusia yang tercermin dalam ide dan sikap dalam perilaku serta selalu berpegang teguh kepada adat istiadat. Sementara itu, peran Dinas Pariwisata dan Budaya yang tercantum dalam UU RI no.5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya. Cagar budaya yang dimaksud adalah “Paseban Tri Panca Tunggal”, yaitu tempat berkumpul khususnya para Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pemaparan yang disampaikan diatas diambil dari hasil penelitian Universitas Pendidikan Indonesia, hasil wawancaranya dengan Suryono, pada tanggal 22 Juni 2009. Dengan demikian, pada dasarnya peran Pemerintah Daerah Kuningan di sini adalah melakukan pengelolaan, pemeliharaan, melindungi, mengamankan dan melestarikan peninggalan budaya serta meningkatkan kepedulian dan kesadaran terhadap peninggalan budaya daerah. 40 Kedua, Departemen Agama. Indonesia sering disebut sebagai nation state yang unik karena memiliki departemen yang khusus menangani masalah kehidupan beragama. Pembentukan Departemen Agama (dahulu Kementerian Agama) pada tanggal 3 Januari 1946 atau lima bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan. Keputusan yang mengakomodasi aspirasi para pemimpin Islam tersebut semakin mempertegas bahwa agama merupakan elemen yang penting dan terkait secara fungsional dengan kehidupan bernegara. Departemen Agama dibentuk dalam rangka memenuhi kewajiban pemerintah untuk melaksanakan isi Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29. Pasal tersebut berbunyi, ayat (1) Negara berdasar atas keTuhanan yang Maha Esa, ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Menurut kaidah bahasa Indonesia dan berdasarkan penjelasan Bung Hatta bahwa kata-kata “itu” di belakang kata kepercayaan dalam pasal tersebut menunjukkan makna kesatuan di antara agama dengan kepercayaan. Jadi, yang dimaksud adalah kepercayaan di dalam agama, bukan kepercayaan di luar agama. Dengan demikian tugas Departemen Agama adalah membina umat beragama sesuai yang 40 Diakses dari http://a-research.upi.edu.pdf (dengan penemuan UPI dari hasil wawancara dengan Suryono pada tanggal 22 Juni 2009), hlm.153. diakses pada tanggal 20 Desember 2016, pukul 20:24 WIB.


Page 34 of 203 digariskan UUD 1945. Prinsip fundamental dalam UUD 1945 mengamanatkan supaya ajaran dan nilai-nilai agama selalu berperan dan memberi arah bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Berkenaan dengan itu, dalam Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978 tentang Kebijakan mengenai Aliran-aliran Kepercayaan yang ditandatangani Menteri Agama Alamsjah Ratu Perwiranegara, antara lain ditegaskan bahwa Departemen Agama yang tugas pokoknya adalah melaksanakan sebagian tugas pemerintahan umum dalam pembangunan di bidang agama tidak akan mengurusi persoalan-persoalan aliran kepercayaan yang bukan merupakan agama tersebut.41 Pemerintah daerah melalui Departemen Agama Kuningan berfungsi dan berperan sebagai instansi yang memberikan pengawasan, pembinaan dan bimbingan agar tidak terjadi penyempalan-penyempalan agama, penyimpangan-penyimpangan serta tidak membuat agama baru seperti yang diharapkan Departemen Agama sendiri. Selain itu, Departemen Agama Kuningan juga berperan dalam memberikan penjelasan tentang perkawinan Penganut Kepercayaan dan Pengahayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik itu mengenai perkawinan campuran maupun statusnya terdaftar atau tidak di kantor Catatn Sipil. Selain Departemen Agama, ada Bakor Pakem (Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat). Di Indonesia, lembaga yang berhak dan memiliki kewenangan khusus untuk menangani masalah aliran sesat ini adalah Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM). Tim Pakem ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung No.KEP-108/JA/5/1984. Sementara, dasar hukum terkait dengan penindakan terhadap aliran-aliran sesat didasarkan pada UU No.1/PNPS/1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Untuk diketahui, Kejaksaan Agung mengenal dua delik dalam bidang agama yaitu delik penyelewengan agama dan delik anti agama. Penetapan itu didasarkan pada Surat Kejaksaan Agung RI No. B-1177/D.1/101982 tanggal 30 Oktober 1982 tentang Tindak Pidana Agama dalam UU No. 1/PNPS/1965 yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi di seluruh Indonesia. Pemerintah daerah melalui Kejaksaan Negeri dan Bakor Pakem Kuningan berperan sebagai lembaga yang memberikan penanganan dan pengawasan terhadap perkembangan Penghayat Kepercayaan di Cigugur Kuningan serta aliran-aliran kepercayaan lainnya yang ada di Kabupaten Kuningan. 42 Hubungan dengan Masyarakat Luar ADS Komunitas ADS membangun hubungan kekeluargaan dengan mayarakat yang bukan pengahayat atau penganut kepercayaan. Hubungan kekeluargaan tersebut terjalin karena ikatan batin dan juga atas dasar sejarah leluhur keluarga mereka masing-masing yang memiliki kesamaan satu dengan yang lainnya. Keharmonisan ini dapat terlihat ketika acara seren taun akan diadakan, acara ini berpusat di Paseban Tri Panca Tunggal namun warga sekitar Paseban berbondong-bondong mengirimkan makanan dan membantu mmepersiapkan kelengkapan acara seren taun ini. Selain itu, mereka juga berpartisipasi dalam pembuatan gunungan yang 41 Diakses dari http://pendis.depag.go.id/index.php?a=artikel&id2=perandepagnationstate pada tanggal 20 Desember 2016, pukul 20:42 WIB 42 http://a-research.upi.edu.pdf, op.cit hlm.156


Click to View FlipBook Version