The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ediyansyah.mpdi, 2023-03-06 03:08:20

ilovepdf_merged1

ilovepdf_merged1

Page 135 of 203 dikenal sebagai Desa padaran karena pada masa itu tinggallah seorang wali bernama Ki Gede Padaran. Gambar 8. 3 Desa Cigugur dan Situs Purbakala Cipari Sumber: www.googleimage.co.id Warga Cigugur dalam menjalani kehidupannya dalam aspek hubugan sosial antar sesama umat menekankan kepada aspek perilaku artinya jika menjalin hubungan baik dengan sesama umat manusia itu merupakan ibadah menurut kepercayaan mereka, karena mereka mempercayai bahwa budi luhur atau pekerti manusia dalam menjalin hubungan sosial sesama manusia dapat berjalan dengan baik itu merupakan sebuah ibadah, dan memang mereka penganut kepercayaan Sunda Wiwitan atau yang disebut sebagai penghayat sangat menekankan sekali aspek berprilaku atau budi pekerti. Keberadaan ADS ini banyak sekali mendapat rintangan pasalnya stereotif yang di tunjukan untuk Cigugur ini adalah agama yang menyesatkan, menurut ibu Ratu Dewi Kanti sebagai keturunan dari pangeran Alibasa, beliau menjelaskan bahwa Sunda Wiwitan adalah suatu usah untuk melestarikan nilai leluhur daerah kuningan Jawa Barat tetapi dibalas dengan stigmanisasi bahwa Sunda Wiwitan agama baru aliran menyesatkan. Pada tahun 1960 masyarakat Sunda Wiwitan berbondog-bondong pindah keyakinan menjadi Katolik hal ini disebabkan banyaknya rintagan yang di rasakan oleh warga Sunda Wiwitan karena pada saat itu negara tidak menghiraukan keberadaan kepercayaan tersebut. Mereka berpindah kepercayaan menjadi Katolik karena pemimpin penggagas Sunda Wiwitan berpindak kepercayaan menjadi Katolik, dengan analogi “berteduh dibawah cemara putih” yang artinya dimana masalah diibaratkan sebagai hujan turun lalu umat manusia di ibaratkan sebagai pengendara motor di perjalanan yang sedang berlindung dari hujan tersebut, setelah hujan berhenti pengendara dapat melanjutkan kembali perjalanan mereka artinya disini akibat banyaknya rintangan yang di alami oleh ADS mereka berteduh di dalam kepercayaan Katolik setelah itu pada tahun 1980 mereka kembali kepada kepercayaan Sunda Wiwitan dan memperjuangkannya samapai sekarang sebagai kepercayaan yang diakui oleh negara. Hal ini menyebabkan adanya multi agama yang timbul di daerah Cigugur, dari mulai ADS itu sendiri, Katolik, Islam, protestan, dan hindu, tetapi meskipun banyaknya


Page 136 of 203 agama yang dianut oleh masyarakat di Desa Cigugur, tidak membuat mereka berkonflik satu sama lain karena memang para penghayat menjaga sekali habluminanas mereka sebagai umat beragama. Memang tidak dipungkiri konflik pasti selalu ada, kang Yayan sebagai warga Cigugur beliau adalah seorang pendeta protestan, menjelaskan bahwa didalam kehidupan tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan konflik akan selalu ada tetapi konflik yang terjadi di Desa Cigugur ini bukanlah bersangkutan dengan kepercayaan atas keyakinan yang dianut oleh warga Cigugur yang multi tersebut melainkan lebih kepada konflik permasalahan inti keluarga seperti warisan keluarga. Seperti yang diutarakan kang Yayan pendeta Kristen Protestan: Memang de, di Desa Cigugur ini multi agama bahkan disini didalam satu keluarga pun mereka multi agama ada, tetapi kerukunan antara umat beragama, antara sesama manusia sangat kami junjung tinggi terbukti meskipun banyaknya agama yang dianut diDesa ini tidak membuat kami berkonflik. Memang yang namanya konflik akan selalu ada tetapi konflik yang terjadi disini bukanlah tentang keyakinan kami tetapi lebih kepada konflik inti keluarga seperti warisan. Seperti saya, saya ini warga Cigugur saya sebagai pendeta Kristen protestan saya menjalin hubungan baik dengan paseban dengan kang Ira, dengan pak Wono sebagai pemuka agama Islam kami sama-sama menjaga kerukunan dan keamanan Desa Cigugur ini, saya pernah menjadi wakil ketua di acara Seren Taun.136 Faktor mendalam yang membuat warga beragama di Desa Cigugur ini akur yakni pertalian darah faktor mendalamnya ialah adat istiadat, kerifan lokal, seperti acara pernikahan, acara pemakaman meskipun mereka berbeda keyainan tetapi mereka tetap saling membantu bergotong royong. Di Desa Cigugur ini ada acara tahunan yaitu acara syukuran panen hasil bumi yang disebut Seren Taun, meskipun sebagian warga ada yang menganggap bahwa acara Seren Taun ini sudah beralih menjadi acara keagamaan paseban yakni keyakinan Sunda Wiwitan tetapi warga lain masih terlibat andil di acara tersebut seperti kang Yayan beliau warga asli Cigugur sebagai pendeta protestan beliau bahkan pernah menjadi wakil ketua di acara Seren Taun dua tahun yang lalu beliau berpendapat meskipun saat ini ada anggapan bahwa Seren Taun menjadi acara keagamaan dari keyakinan Sunda Wiwitan tetapi beliau memaknainya dengan bijaksana bahwa ini pun acara kami bersama sebagai warga Cigugur, bahwa sebagai generasi penerus mereka harus melestarikan kebudayaan ini dengan ikut berperan serta dalam acara meskipun didalamnya terdapat ritual keagamaan tetapi beliau tidak mengusik kesakralan acara tersebut. Seperti yang dikatakan kang Yayan: Saya berperan serta dalam acara Seren Taun saya mengganggap bahwa ini merupakan kebudayaan kami bersama meskipun kami berbeda keyakinan dan Seren Taun ini di pegang oleh paseban kalau di dalam acaranya sedang dilakukan ritual keagaman, saya tidak mengusik kehusyuk’an acara tersebut saya berpartisipasi menjaga keamanan dengan prinsip itulah saya berpandangan terhadap Seren Taun, paseban dan Sunda Wiwitan.137 136 Hasil wawancara dengan Kang Yayan pada tanggal 5 November 2016 pukul 10.38 137 Hasil wawancara dengan Kang Yayan pada tanggal 5 November 2016 pukul 11.00 Hasil wawancara dengan Kang Ira pada tanggal 5 November 2016 pukul 17.50


Page 137 of 203 Acara Seren Taun ini adalah acara syukuran hasil panen bumi sebagai masyarakat agraris kepada sang maha kuasa bahwa sanya mereka diberikan hasil bumi yang melimpah yang mesejakterakan kehidupan mereka, acara ini dilaksanakan setiap tanggal 22 Rayaagung. Seperti yang diutarakan oleh Kang Ira: tanggal 22 tersebut di pilih dari kalender Sunda acara syukuran ini dilakukan satu minggu full dengan serangkaian acara di dalamnya, acara ini dilakukan dengan mengadakan doa bersama festival budaya dan kesenian Sunda daerah kuningan Desa Cigugur jawa barat.138 Di dalam prosesi acara syukuran Seren Taun pada tanggal 22 Rayaagung sebagai puncak acara yakni acara penumbukan padi, selain membawa hasil panen bumi seperti padi, buah-buahan, dan sayur mayur untuk diarak oleh warga di dalamnya juga terdapat acara seperti festival budaya dan kesenian seperti damar sewu tari, pesta dadung, diadakan juga dialog masyarakat dan petani, diadakan doa bersama di gedung paseban dilanjut dengan tariaan Pwah Aci, lalu adanya acara enumbukan padi dan ditutup dengan penas senit penutup yang dilakukan di taman sari paseban. Sebagai rangkaian upacara prosesi syukuran hasil panen bumi yang melimpah kepada sang maha kuasa dan juga sebagai kegiatan hubungan manusia dengan penciptanya serta manusia dengan sesama mahluk alam lainnya dan hubungan baik manusia dengan manusia melalui kegiatan sosial, budaya dan pendidikan yang di balut dalam acara syukuran Seren Taun tersebut. Gambar 8. 4 Upacara Seren Taun Desa Cigugur Sumber: www.googleimage.co.id Di Cigugur sendiri selain acara Seren Taun terdapat acara prosesi pekawinan di adat Sunda Wiwitan seperti proses toto’ongan, proses masaran yaitu diberikanya petuah dari sepuh adat pusat atau daerah dan juga ada proses nyereuhan yaitu melamar. Selain prosesi adat perkawinan ada juga prosesi adat kelahiran yakni diberikan petuah-petuah, pada proses kelahiran sebelum lahir diberikan petuah yakni harus menjaga pola makan, pola pikir, pola rasa. Setelah proses kelahiran ada proses pendidikan bahwasanya seletah lahir orang tua harus menjaga uca-


Page 138 of 203 pan, perbuatan, karena mereka para penghayat mempercayai bahwasanya perilaku-perilaku buruk yang di lakukan orang tua dapat berimbas kepada anaknya. Seperti Kang Ira utarakan: Pada saat si ibu sedang hamil gitu yah, mereka harus menjaga ucapan, perbuatan karna secara gak langsung bisa berimbas kepada si janin, ini tidak tahayul bisa di teliti secara ilmiah berhentinya sepersekian detik saraf motoric janin ia sensitive misal jika melihat ayam sedang di potong dilihat nih sama ibu hamil ini sensitive nih peka bisalah berimbas kepada si janin nantinya entah perilaku apanya lah.139 Selanjutnya ada prosesi kematian atau pemakaman di Desa Cigugur di dalam adat Sunda Wiwitan jasad yang hendak di kebumikan di kenakan pakaian adat baik untuk pria maupun untuk wanita, lalu jasad di masukan ke dalam peti sebelum di kebumikan mereka beranggapan bahwa hal ini dilakukan untuk menghormati sang jasad, setelah itu didoakan nya sang jasad dengan doa pangjajat dengan harapan agar roh lapang jalannya kembali ke sang pencipta dan tidak gentayangan. Kembali lagi mengingat bahwasanya Desa Cigugur merupakan Desa yang multi agama jika dilakukannya prosesi-prosesi seperti pernikahan kelahiran dan pemakaman seluruh warga gotong royong membantu prosesi tersebut tidak terkecuali yang berbeda keyakinan, karena mereka berhubungan baik. Seperti dilakukannya prosesi pemakaman untuk penghayat warga berkumpul membatu dan mendoakan sesuai kepercayaan masing masing lalu diakhiri dengan ketentuan secara Sunda adat Sunda Wiwitan. Di Cigugur sendiri, Sunda Wiwitan sebagai sebuah aliran kepercayaan yang dianut sebagian masyarakat Cigugur memiliki bangunan yang dijadikan tempat sakral untuk berkumpul beribadah dan bermusayawarah kepercayaan Sunda Wiwitan, yaitu paseban, paseban sendiri berada di Desa Cigugur tepat berdiri di pinggir jalan utama dan berseberangan dengan sekolah menengah pertama tri mulya, dimana smp ini di peruntukan untuk penghayat artinya banyak anak-anak dari kepercayaan Sunda Wiwitan yang bersekolah di smp tri mulya tersebut tetapi di smp tri mulya itu tidak semua murid dengan kepercayaan Sunda Wiwitan tetapi dengan kepercayaan lain seperti Katolik, Islam, dan protestan pun ada di dalamnya dan juga anak-anak yang bersekolah di smp tri mulya tidak hanya warga penghayat asli Cigugur melainkan pendatang seperti dari daerah tasik, garut yang memang memiliki kepercayaan sebagai Sunda Wiwitan dan bersekolah di smp tri mulya tersebut. Jadi Sunda Wiwitan sebagai kepercayaan ini adalah sebuah masyarakat yang berada pada sebuah ruang yang sangat terbuka dengan berbagai pengaruhnya. Seperti yang diutarakan Kang Ira: Saya sama bapak saya, kakak saya dua, cewe yang cowo sudah meninggal ada ade cewe, bapak kan gak begini hey kalian semua wajib harus mendahului paseban. Engga bapa membebaskan, Cuma kalo kesaya ke anak cowo si bapak agak beda dikit gitu, secara khusus pun dia Cuma gobrol dikit bapak mah Cuma amanat nanti kalau sudah besar jangan melupakan paseban. 140 139 Hasil wawancara dengan kang Ira pada tanggal 5 November 2016 pukul 18.20 140 Hasil wawancara dengan kang Ira pada tanggal 5 November 2016 pukul 18.40


Page 139 of 203 Paseban sebagai ruang yang sangat terbuka membantu baik itu umat Katolik kah, Islam kah, protestan kah banyak dari mereka yang “sebah bakti” kepada paseban artinya jika warga meminta bantuan, dan di bantu, jadi diharapkan agar siapapun itu yang pernah datang ke Desa Cigugur ke paseban mempunyai pemahaman bahwa pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan menjunjung budaya masing-masing dalam keragaman jadi pada akhirnya dapat menjadi tempat pertemuan antar suku, antar agama dan dapat bertoleransi. Dari awal kemunculan aliran kepercayaan ini memang mendapat kan banyak rintangan pasalnya aliran kepercayaan ini memiliki maksud untuk melestarikan budaya leluhur tanah Djawa Sunda Desa Cigugur tersebut. Tetapi dalam perjalanannya Sunda Wiwitan ini mendapatkan stigmanisasi sebagai agama baru aliran sesat, dengan maksud berteduh dikala hujan para penghayat berlindung di dalam kepercayaan Katolik tetapi para penghayat tetap memperjuangkan ADS ini, pada tahun 1980 mereka kembali kepada Sunda Wiwitan dan memperjuangkan keberadaannya agar diakui oleh negara demi menjaga budaya leluhur tanah Djawa Sunda tersebut. Respon Resisten Warga Sekitar Cigugur Terhadap Komunitas ADS Sejak sebagian besar pengikut ADS berpindah agama menjadi pemeluk Agama Kristen Katolik. Sebagian kecilnya memeluk Agama Kristen Protestan dan Agama Islam. Dari sinilah sedikit demi sedikit mulai timbul rasa enggan empati dari warga Katolik terhadap pengikut ADS, walaupun tak begitu mencuat ke publik, namun dari penuturan salah satu narasumber kami yaitu Bapak Maulana selaku pengurus serta sekertaris gereja Katolik Desa Cigugur, beliau pribadi mengkritik keras sikap pengikut ADS yang seakan-akan mempermainkan agama. Seperti yang beliau katakan: sebenarnya kami pemeluk Katolik punya pengalaman pahit, dimana waktu dulu mereka berbondong-bondong keluar dari agama kami. Walaupun itu udah lama, rasa sakit itu masih ada. Seakan mereka mempermainkan agama kami, mereka hanya menjadikan agama kami sebagai persinggahan.141 Berpindahnya kembali pengikut ADS dari Katolik ke Sunda Wiwitan menjadi pertanyaan besar bagi pada warga Katolik. Ada perasaan yang begitu menyakitkan bagi mereka, ADS terkesan mempermainkan agama mereka hanya untuk berlindung dari hal-hal yang mengancam. Setelah Katolik menerima ADS untuk bergabung, entah mengapa mereka para penghayat kembali lagi berbondongbondong membangun ADS. Meskipun masih ada beberapa dari mereka yang bertahan di agama Katolik. Menurut bapak Maulana, banyak nilai-nilai Sunda Wiwitan yang sama dengan Katolik salah satunya ialah tentang perkawinan, yaitu perkawinan sekali seumur hidup, nilai-nilai kasih dan masih banyak lagi. Ini menjadi dasar sejarah bagaimana dahulu Tedjabuana yang mengingat pesan Madrais yang telah menyelamatkan pengikut ADS dari segala macam bahaya pada masa itu. Terkait anggapan bahwa Gereja Katolik ingin bersaing untuk mengadakan Misa’ Seren Taun sebagai tandingan dengan Seren Taun yang diadakan oleh Paseban 141 Hasil wawancara dengan Pak Maulana pada tanggal 4 November 2016 pukul 14.00


Page 140 of 203 itu adalah anggapan yang salah. Pengadaan seren taun yang diadakan dianggap sebagai sarana untuk mengakomodir agar umat Katolik dapat tetap memanjatkan syukur terhadap Tuhan dengan cara mereka. Seperti yang diutarakan Bapak Maulana: Suka terdengar isu bahwa kita ingin buat seren taun saingan sama Passeban, padahal mah ya tidak. Kita hanya mencari cara bagaimana agar umat kami dapat tetap memanjatkan syukur dengana cara agama kami, namun tidak meninggalkan budaya kami. Kita juga tetap memasukan budaya-budaya yang ada, dengan diringi alat musik khas sunda yang ada.142 Gambar 8. 5 Alat Musik Sunda di Gereja Katolik Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016) Disadari ataupun tidak untuk mempertahankan ADS yang sekarang di Desa Cigugur sangatlah tidak mudah, dengan berkurangnya penerus ADS yang sebagian besar sudah mulai sadar akan kebutuhan beragama, dengan alasan tersebut banyak anak-anak yang menetap dan meninggalkan Sunda Wiwitan walaupun secara garis keturunan mereka termasuk kedalam garis keturunan ADS. Dengan membiarkan anak-anak pengikut ADS bebas memilih agama mereka sendiri, ini seakan-akan menjadi bumerang pribadi akan keberlangsungan ADS di Desa Cigugur, bahkan sekarang banyak terlihat anak-anak pengikut ADS yang bukan asli dari Desa Cigugur, melaikan pengikut ADS yang dari luar Desa Cigugur yang menitipkan anaknya untuk belajar di Desa Cigugur. Ini pun menjadi permasalahan bagaimana nanti keberlangsungan penerus ADS kedepannya, walaupun terlihat “adem ayem” saja di publik namun inilah fakta lapangan yang kami temukan. Banyak faktor yang mempengaruhi salah satu contohnya ialah kemudahan dalam pengurusan surat-surat di ruang lingkup pemerintahan dan sudah mulai terbukanya pandangan-pandangan akan pengertian agama sesungguhnya setelah para pengikut ADS memasuki Katolik. 142 Hasil wawancara dengan Pak Maulana pada tanggal 4 November 2016 pukul 14.15


Page 141 of 203 Respon menolak yang secara tersirat pun dilakukan oleh salah satu pemuka agama Islam yang tinggal di Cigugur yaitu Pak Wono. Beliau merupakan anak dari pemuka agama Islam pertama yang ada di wilayah itu. Ia mengatakan bahwa seringkali tamu-tamu yang datang ke Cigugur adalah orang-orang penting yang memberikan dana untuk warga Paseban, sehingga warga yang beragama Islam merasa dibedakan dan keluarga Paseban terlalu di istimewakan. Seperti yang beliau katakan: Banyak orang-orang penting yang datang ngasih dana ke mereka. Orang yang datang kesini juga jarang ada yang ke masjid. Biasanya kalo kesini ada keperluan dengan paseban saja.143 Dahulunya warga Cigugur mayoritas pemeluk agama Islam. Dahulu juga sebenarnya Paseban merupakan sebuah pesantren. Madraispun merupakan pemeluk Islam, namun perkembangan dan perubahan pun mulai terjadi. Setelah berubah kepemimpinan akhirnya terjadi perubahan cara pemimpinan hingga akhirnya menjadi seperti saat ini. Hubungan Pak Wono dengan keluarga Paseban tergolong baik, namun ia tidak terlalu berpartisipasi banyak dalam perayaan Seren Taun, ia hanya mengikuti rangkaian-rangkaian yang baginya masih boleh diikuti. Kerukunan di Desa Cigugur Desa Cigugur merupakan daerah dengan komposisi agama yang cukup beragam. Selain itu, yang menjadi ciri khas Desa ini ialah keberadaan Paseban Tri Panca Tunggal yang menjadi tempat bernaung bagi para penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Istilah Penghayat sendiri adalah istilah awam yang diberikan kepada mereka para penganut agama lokal di Jawa Barat yaitu Sunda Wiwitan. Meskipun Desa Cigugur memiliki masyarakat yang multi etnis, kerukunan di Desa ini tetap terjaga dengan baik. Hal ini dapat tercermin dari kegiatan Seren Taun yang rutin setiap tahun dijalani dan melibatkan hampir seluruh masyarakat Cigugur. Kerukunan yang terjalin di Desa Cigugur ini terjadi karena antara masyarakat Cigugur dan penghayat kepercayaan sama-sama memegang teguh rasa toleransi diantara mereka sehingga terjalin suatu hubungan yang baik. Pelaksanaan ritual keagamaan cukup kental, bahkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh masyarakat biasanya dihubungkan dengan nilai-nilai agama. Sarana-saran peribadatan pun cukup lengkap, terlihat dari banyaknya jumlah rumah-rumah ibadah di Desa Cigugur. Setidaknya ada enam masjid, sembilan langgar, dan dua buah gereja di Desa ini. Bagi masyarakat Cigugur, hidup berdampingan dan bertetangga dengan pemeluk agama yang berbeda bukan merupakan sebuah masalah. Bahkan tidak jarang dalam suatu keluarga terdapat beberapa keyakinan yang dianut tanpa ada konflik antara satu dengan yang lainnya. Hal ini merupakan perwujudan dari nilai yang dianut oleh masyarakat adat Cigugur yaitu, “meskipun tidak sepengakuan yang penting sepengertian”. Selain itu, kerukunan di Desa Cigugur juga dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu hubungan pertalian darah, adanya sikap saling menghargai dan menghormati, dan yang terakhir sikap gotong royong yang melekat erat di masyarakat Cigugur.Faktor yang pertama adalah hubungan pertalian darah. Dari hasil temuan di lapangan dapat dikatakan bahwa faktor pertalian darah cukup berpengaruh di masyarakat Cigugur. Pada dasarnya, sebagian besar masyarakat 143 Hasil wawancara dengan Pak Wono pada tanggal 4 November 2016 pukul 16.35


Page 142 of 203 disini masih diikat oleh ikatan tali kekeluargaan, yang apabila ditarik garis keturunannya, akan ditemui kesamaan. Setidaknya itulah yang diutarakan oleh Kang Yayan: Desa Cigugur ini, mau blok manapun, bisa diurut masih punya silsilah hubungan kekerabatan. Ada yang karena pernikahan jadi masuk Islam, ada yang karena hubungan sosial harus berpindah agama, itu adalah hal yang wajar disini...144 Ikatan pertalian darah yang ada memiliki hubungan yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam keluarga besar terlihat bahwa terjadi suatu perbedaan dalamsegi keyakinan. Dengan adanya perbedaan-perbedaan keyakinan tersebut maka tidak bisa dipungkiri bahwa akan muncul suatu konflik. Tetapi konflik-konflik yang dilatarbelakangi oleh perbedaaan-perbedaan keyakinan ini bisa diredam karena danya ikatan pertalian darah ini. Dengan demikian terlihat bahwa ikatan kekeluargaan ini memiliki faktor penting yang mempengaruhi kerukunan di Desa Cigugur. Faktor yang kedua adalah adanya sikap saling menghormati dan enghargai antar umat beragama. Masayarakat Cigugur menciptakan suasana yang tertib, aman dan rukun dalam kehidupan beragama karena masayrakat selalu memupuk sikap saling menghormati dan menghargai antar umat beragama yang berbeda. Hal ini terlihat dari berbagai sikap atau perilaku yang mereka tanamkan seperti mengembangkan sikap-sikap terpuji yang mencerminkan sikap saling menghormati dan menghargai sesama pemeluk agama. Mereka tidak memaksakan suatu agama kepada orang lain, hal ini disebabkan karena keyakinan beragama merupakan masalah pribadi yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan yang mereka yakini. Dengan perilaku tersebut, kehidupan beragama yang tertib, aman dan rukun dapat tercapai. Faktor yang terakhir adalah gotong royong. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas dari ketergantungan kepada orang lain. Sejak lahir manusia memerlukan bantuan dan kerja sama orang lain. Karena kondisi seperti itulah manusia harus melatih diri sejak dini untuk menjalin hubungan baik dengan orang lain dan bekerja sama dalam menyelesaikan pekersaan atau suatu masalah. Masyarakat Desa Cigugur disini secara umum masih memegang teguh nilai-nilai adat istiadat nenek moyang secara utuh. Seperti halnya gotong royong, masyarakat disini selalu mengerjakan semua hal dalam bentuk kerja sama baik yang bersifat pribadi maupun sosial kemasyarakatan. Prinsip hidup seperti inilah yang terlihat di masyarakat Desa Cigugur. Yang mana gotong royong menjadi suatu tradisi masyarakat setempat dan merupakan suatu elemen yang berkembang dari waktu ke waktu. Gotong royong inilah yang menjadi satu faktor pendorong terwujudnya suasana yang harmonis di masyarakat Desa Cigugur. Menurut bapak Maulana, banyak nilai-nilai Sunda Wiwitan yang sama dengan Katolik salah satunya ialah tentang perkawinan, yaitu perkawinan sekali seumur hidup, nilai-nilai kasih dan masih banyak lagi. Ini menjadi dasar sejarah bagaimana dahulu Tedjabuana yang mengingat pesan Madrais yang telah menyelamatkan pengikut ADS dari segala macam bahaya pada masa itu. Disadari ataupun tidak untuk mempertahankan ADS yang sekarang di Desa Cigugur sangatlah tidak mudah, dengan berkurangnya penerus ADS yang sebagian besar sudah mulai sadar akan kebutuhan 144 Hasil wawancara dengan Kang Yayan pada tanggal 5 November 2016 pukul 12.00


Page 143 of 203 beragama, dengan alasan tersebut banyak anak-anak yang menetap dan meninggalkan Sunda Wiwitan walaupun secara garis keturunan mereka termasuk kedalam garis keturunan ADS. Dengan membiarkan anak-anak pengikut ADS bebas memilih agama mereka sendiri, ini seakan-akan menjadi bumerang pribadi akan keberlangsungan ADS di Desa Cigugur, bahkan sekarang banyak terlihat anak-anak pengikut ADS yang bukan asli dari Desa Cigugur, melaikan pengikut ADS yang dari luar Desa Cigugur yang menitipkan anaknya untuk belajar di Desa Cigugur. Ini pun menjadi permasalahan bagaimana nanti keberlangsungan penerus ADS kedepannya, walaupun terlihat “adem ayem” saja di publik namun inilah fakta lapangan yang kami temukan. Banyak faktor yang mempengaruhi salah satu contohnya ialah kemudahan dalam pengurusan surat-surat di ruang lingkup pemerintahan dan sudah mulai terbukanya pandangan-pandangan akan pengertian agama sesungguhnya setelah para pengikut ADS memasuki Katolik. Soal kerukunan di Desa Cigugur tidak diragukan kembali keutuhannya, bahkan menyangkut soal kerusuhan demo yang ada di DKI Jakarta warga Desa Cigugur pun ikut membahas dengan tokoh-tokoh Desa Cigugur itu sendiri, tutur bapak Maulana. Tidak ada yang mempermasalahkan keberadaan ADS selagi itu meyangkut tradisi/kebudayaan khususnya Desa Cigugur. Penutup Uraian diatas telah memberikan sedikit gambaran mengenai Sunda Wiwitan sebagai salah satu kepercayaan masyarakat Desa Cigugur Kuningan Jawa Barat. Sunda Wiwitan merupakan budaya leluhur tanah djawa Sunda yang hendak dilestarikan oleh masyarakat Desa Cigugur kuningan Jawa Barat, sebagai generasi penerus saat ini. Sunda Wiwitan sendiri merupakan aliran kepercayaan yang di hayati oleh sebagian masyarakat Cigugur yang mana dengan maksud sebagai upaya pelestarian budaya yang diturunkan oleh pangeran Alibasa I. Skema 8. 2 Hubungan Pikukuh Tilu dalam Kehidupan Masyarakat ADS Sumber: Analisis Kelompok (2016) Aliran kepercayaan atau agama yang terdapat di Desa Cigugur Kuningan Jawa Barat ini tidak hanya Sunda Wiwitan melainkan multi agama, artinya disana berkembangan agama-agama dan kepercayaan seperti Islam, Katolik, hindu, dan kristen. Walaupun Desa Cigugur tersebut multi agama tetapi kerukunan dan kedamaian antar umat beragama sangat rukun terjalain dengan baik, di Desa Cigugur sendiri memiliki kebudayaan daerah seperti upacara Seren Taun, yakni ADS reborn (1980) Pikukuh Tilu Seren Taun Respon Adaptif Respon Resisten Kerukunan Warga Cigugur


Page 144 of 203 upacara yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada sang maha kuasa atas panen hasil bumi yang melimpah sebagai daerah agraris, upacara yang dilakukan ini bukan hanya bertujuan sebagai rasa syukur tetapi juga untuk melestarikan kebudayaan daerah serta menjaga silaturahmi atau hubungan baik sesama masyarakat Cigugur kuningan jawa barat. Keberagaman yang terdapat di Desa Cigugur ini membuat masyarakatnya menjaga kerukunan didalam keberagaman tersebut. Daftar Pustaka Mulid, Ahmad Syafii. 2012. Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal di Indonesia. Jakarta: Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan


Page 145 of 203 Kushendrawati, Selu Marghareta. 2010. Komunitas Agama Djawa Sunda: Sebuah Fenomena Religiositas Masyarakat Di Kuningan Jawa Barat. Bab 9 Upaya yang Dilakukan Nonoman dalam Keberlanjutan Agama Djawa Sunda Irzandy Amri Maulana, Putri Nur Octavia, Setya Dewi, Yurika Sevaka Widastuti


Page 146 of 203 Pendahuluan Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan masyarakat, karena agama memberikan sebuah sistem nilai yang memiliki derivasi pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Agama sebagai pedoman yaitu mengarahkan kehidupan sesuai dengan cita-cita agama. Dengan situasi yang tidak pasti agama merupakan kepastian yang membuat tenang. Terdapat agama asli Nusantara yang sejak sebelum proklamasi sudah terbentuk yang saat ini disebut agama lokal, agama lokal atau agama tradisional telah ada sebelum agama Hindu, Budha, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Islam dan Konghucu masuk ke Nusantara (Indonesia). Indonesia adalah satu bangsa untuk semua suku bangsa dan bangsa yang ada dan hidup di Bumi Nusantara.Semua suku bangsa memiliki kebebasan berkebudayaan demi kemajuan Indonesia yang dimiliki bersama. Aspek berkebudayaan di dalamnya terkandung aspek religius atau aspek berkepercayaan terhadap “Tuhan” yang diyakininya. Jika, kita merujuk pada keanekaragaman kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, berarti kita akan melihat keanekaragaman kepercayaan terhadap Tuhan dengan segala ekpresi budaya spiritual dalam berbagai ritual yang dilakukannya. 145 Kesemua kehidupan berkepercayaan itu kemudian dijadikan landasan bersama sebagai bangsa Indonesia dalam kerangka sistem nilai kepercayaan bersama terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Di Indonesia, agama lokal sering disebut dengan budaya, adat istiadat dan tradisi ritual, yang dilakukan tidak menonjolkan ataupun diakui oleh penganutnya dalam salah satu dari bagian negara. Kepercayaan lokal merupakan seuatu kesatuan kelompok pemahaman keagamaan yang bersifat lokal. Kepercayaan itu sudah pernah ada dan hingga kini tetap bertahan dan berkembang yang disebarluaskan oleh pendirinya sendiri atau penerusnya. Terdapat banyak aliran kepercayaan disetiap wilayah Indonesia. Kepercayaan ini tentunya mempunyai namanya sendiri, salah satunya adalah sunda wiwitan. Agama ini juga dikenal sebagai Cara Karuhun Urang (tradisi nenek moyang).Sunda Wiwitan adalah agama atau kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (animisme dan dinamisme) yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda. Ajaran Madrais beberapa kali mengalami perubahan nama, yakni Agama Djawa Sunda (selanjutnya ditulis ADS), kemudian berubah menjadi Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang (selanjutnya ditulis PACKU) dan terkahir Adat Karuhun Urang (selanjutnya ditulis AKUR) dan sekarang seringkali disebut dengan Sunda Wiwitan. Perubahan tersebut disebabkan karena tekanan dari pihak luar.146 Agama Sunda Wiwitan juga memiliki unsur monoteisme purba, yaitu di atas para dewata dan hyang dalam pantheonnya terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa yang tak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa.Sunda wiwitan ini berpusat di daerah Cigugur, 145Ira Indrawardana, Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan,Kuliah Umum, UNPAR Bandung, 28 April 2014, h. 1 146Achmad Rosidi, Perkembangan Paham Keagamaan Lokal Di Indonesia, Kementerian Agama Ri Badan Litbang Dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta, 2011, h.21


Page 147 of 203 Kuningan, Jawa Barat. Karena agama Sunda Wiwitan ini dikembangkan oleh Pangeran Madrais yang berasal dari Cigugur. Skema 9. 1 Pokok-Pokok Ajaran Sunda Wiwitan Sumber: Diolah Penulis Bedasarkan Refrensi(2016)147 Percaya Ka Gusti Sikang merupakan bahasa sunda yang berarti percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ngaji Badan yaitu intropeksi atau restropeksi diri, dengan intropeksi diri individu bisa mengetahui apa yang harus dilakukan setiap ada masalah yang dating. Akur Rukun Jeung Sasama Bangsa yaitu sebagai masyarakat Sunda Wiwitan harus hidup rukun baik sesame Sunda Wiwitan ataupun dengan kepercayaan lainnya. Hirup Ulah Pisah di Mufakat yaitu megutamakan musyawarah untuk mencapai kemufakatan. Hirup Kudu Silih Tulungan yang artinya hidup harus saling tolong menolong. Terdapat paseban di tengah-tengah masyarakat pemeluk kepercayaan sunda wiwitam. Keberadaan Paseban Tri Panca Tunggal ini menjadi penting untuk melestarikan ajaran-ajaran yang telah ditanamkan para pendahulu.Ritual-ritual penting ajaran komunitas ini berlangsung di komplek Paseban. Salah satu kegiatan tahunan yang digelar dengan cukup meriah, dan melibatkan berbagai komunitas adalah upacara Seren Taun. Kepercayaan sunda wiwitan merupakan ajaran leluhur maka posisinya sangat rentan sekali untuk tergerus oleh arus modernisasi di Indonesia. Untuk mengatasi problem tersebut maka dibutuhkan kerja sama yang kuat untuk mempertahankan ajaran dan nilainilai leluhur yang ada. Untuk mempertahankan nilai-nilai leluhur dibutuhkan pemuda sebagai pewaris kebudayaan yang bisa menjaga dan mempertahankan kepercayaan sunda wiwitan yang sudah dibentuk oleh Madrais. Pemuda (nonoman sunda) saat ini hanyalah pewaris dari ajaran yang telah dibuat dan penerus kepercayaan dan adat istiadat sunda. Nonoman yang memiliki kepercayaan Sunda Wiwitan saat ini berjumlah semakin sedikit. Hal ini disebabkan 147 Nuhrison M Nuh, Paham Madrais (AKUR) Di Cigugur Kuningan, h.36 Percaya Ka Gusti Sikang Sawiji-wiji Ngaji Badan Atur Rukun Jeung Sasama Bangsa Hirup Ulah Pisah di Mufakat Hirup Kudu Silih Tulungan


Page 148 of 203 karena berbagai alasan salah satunya pendidikan dan pekerjaan yang mengharuskan nonoman memilih agama yang telah diakui oleh negara. Agar adat istiadat bisa terus bertahan dan tidak tergerus oleh zaman maka nonoman harus bisa mempertahankan ajaran dan adat istiadat sunda yang sudah ada sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia. Peran dari nonoman sangat penting untuk keberlanjutan kepercayaan ini. Berdasarkan latar belakang diatas, tentunya kami memiliki tujuan dari observasi yang dilakukan di masyarakat penghayat agama (Sunda Wiwitan) di Cigugur. Tujuan tersebut antara lain meneliti pandangan kaum muda terhadap keberlanjutan komunitas ADS. Untuk menggali dan mempertajam tujuan penulisan, tulisan ini akan dilengkapi oleh data pendukung yang akan dibagi menjadi beberapa sub pokok pembahasan. Bagian pertama, menjelaskan suatu pengantar menegnai Sunda Wiwitan dan Nonoman sebagai suatu gambaran umum mengenai inti dan tujuan penelitan. Kedua, kondisi geografis wilayah penelitian. Ketiga, menjelaskan tentang proyeksi kaum muda terhadap penganut ADS. Keempat, kegiatan, kontribusi yang dilakukan kaum muda ADS dalam keberlanjutan ADS beserta hambatan yang dialami. Kelima, mengenai keterlibatan kaum muda dalam gerakan-gerakan yang dijalankan oleh penganut ADS. Terakhir, penutup, merupakan bagian yang terdapat kesimpulan dari adanya peneltian ini. Data-data didapat dengan cara bertanya atau wawancara kepada kaum muda yang menganut ADS dan internet yang diakses dari berbagai website. Dengan demikian informasi yang didapat akan lebih memperjelas analisa penulisan ini. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletaj pada titik koordinat 108o23 o - 108o47 o Bujur Timur dan 6 47 – 7 12 Lintang Selatan. Dilihat dari sisi geografisnya Letak geografis Kecamatan Cigugur terletak pada kordinat 108 o BB-156 o BT, 06,57 o LU-723 o LS. Gambar 9. 1 Lokasi Cigugur Sumber: Google Maps Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan secara definitif diresmikan pada tanggal 07 Febuari 1992, berlokasi di kaki gunung Ciremai pada ketinggian 661 meter diatas permukaan air laut dengan suhu rata-rata 230C sampai dengan 270C sampai dengan 270C. Sementara Luas wilayah kecamatan Cigugur ± 3.369.576 ha, dengan batas- batas wilayah sebagai mana berikut ini, Tabel 9. 1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kecamatan Cigugur


Page 149 of 203 Uraian Keterangan 1. Batas Wilayah a. Sebelah Utara: b. c. Sebelah Selatan: d. e. Sebelah Barat: f. g. Sebelah Timur: 2. Ketinggian dari Permukaan Laut 3. Luas Kecamatan 4. Jumlah Penduduk Berbatasan dengan Kecamatan Kramatmulya Berbatasan dengan Kecamatan Kadugede Berbatasan dengan Kecamatana Majalengka Berbatasan dengan Kecamatan Kuningan 661 (mdpl) 3.369.576 Ha 44.332 Jiwa Sumber: diolah penulis berdasarkan refrensi148 Proyeksi Kaum Muda terhadap Penganut ADS Ajaran Djawa Sunda merupakan sebuah ajaran yang dianut oleh orang-orang yang berlatar belakang budaya sunda. Dalam hal ini para penganut ADS disebut sebagai seorang penghayat. Pada sub bab ini akan dibahas mengenai proyeksi para pemuda dari penganut ADS terhadap ajaran yang diyakininya. Poyeksi disini meliputi bagaimana pandangan kaum muda mengenai ADS, hubungan kaum muda dengan masayarakat di luar ADS, dan kekahwatiran kaum muda terhadap keberlanjutan ADS. Selain itu pada sub bab ini juga akan terlihat perbandingan antara pandangan kaum muda ADS yang memiliki intelektual menengah dengan kaum muda dengan intelektual yang tinggi. Berbagai pandangan mengenai ADS diutarakan oleh berbagai narasumber yang merupakan kaum muda dari penganut ADS. Salah satunya ialah pandangan bahwa ADS merupakan sebuah keyakinan dan bukan sebuah agama. Seperti yang diketahui bahwa agama di Indonesia yang telah diresmikan terdiri dari enam yakni, Islam, Katolik, Protestan, Budha, Hindu, dan Konghucu, dalam hal ini menurut salah satu kaum muda yakni Kang Ari bahwa ADS bukan sebuah agama dan tidak ingin disebut sebagai agama, karena yang dilakukan oleh penganut ADS ialah hanya meneruskan nilai-nilai leluhur dari zaman dahulu dan mengikuti ajaranajarannya. Hal tersebut diutarakan oleh Kang Ari sebagai berikut; Sebenarnya ADS itu bukan agama. Kalo agama kan seperti Islam, Hindu, Buddha, Katolik, Kristen, tapi kalo kitamah penghayat dan tidak mau disebut sebagai agama, karena kita gak mau dibilang buat agama baru. Kita hanya meneruskan leluhur kita dari zaman dulu yang disebut sunda wiwitan.... ADS kan kebanyakan mengikuti ajaran leluhur, jadi saya merasa sebagai orang sunda, saya dilahirkan di tanah sunda dan saya harus 148http://kec-cigugur.kuningankab.go.id/sites/default/files/halaman-lampiran/PROFIL% 20KECAMATAN%20CIGUGUR%20TAHUN%20_0.pdf diakses pada tanggal 7 Desember pukul 20.38 wib.


Page 150 of 203 mengikuti peraturan di daerah sunda ini. Kalo orang sunda memiliki adat, nah berarti itu yang harus dijalankan dan dijaga...149 Dari kutipan diatas kita dapat melihat mengapa Kang Ari tidak ingin menyebut ADS sebagai sebuah agama ialah karena dia merasa bahwa ADS ialah sebuah keyakinan yang diyakini oleh masing-masing individu. Kang Ari merasa dirinya adalah orang Sunda, lahir di tanah sunda, dan tinggal di daerah sunda maka ia merasa berkewajiban untuk mengikuti peraturan dan menjalankan adat yang ada di tanah sundanya. Sebuah keyakinan yakni ADS yang ia jalankan ialah semata-mata untuk menghormati dan meneruskan leluhur-leluhur pada zaman dahulu, jadi Kang Ari tidak menganggap bahwa ADS merupakan sebuah agama.Hal yang sama juga diutarakan oleh kaum muda lainnya yakni Kang Jarwan, yang menganggap bahwa ADS merupakan sebuah ajaran leluhur yang harus dilestarikan. Kang Jarwan menganut ADS atas dasar kehendaknya sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain. Bahkan saat ini keluarga besarnya menganut agama Islam dan hanya Kang Jarwan lah yang menganut ADS. Hal tersebut ialah karena Kang Jarwan menyadari bahwa dirinya adalah orang sunda dan menurutnya jika bukan orang-orang sunda yang menjalankan dan meneruskan ajaran ADS lalu siapa lagi yang akan melestarikannya. Penuturannya dalam sebuah wawancara ialah sebagai berikut, ADS itu ya bagi saya tuh satu-satunya ajaran leluhur yang harus saya teruskan. Berhubung saya orang sunda, kalau bukan saya dan yang lain yang meneruskan siapa lagi.150 Gambar 9. 2 Wawancara bersama Narasumber Kang Ari dan Kang Jarwan Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Dari berbagai pandangan kaum muda mengenai ADS, rata-rata dari mereka ialah menganggap bahwa ADS ialah sebagai perjuangan untuk tetap mempertahankan dan melestarikan budaya-budaya sunda dari leluhur-leluhur pada zaman dahulu. Mereka para kaum muda ADS merasa bertanggung jawab atas budaya-budaya sunda dan mereka merasa sebagai orang sunda yang lahir dan tinggal di tanah sunda sehingga mereka diharuskan untuk memperjuangkan budaya sunda. Jika orang-orang sunda lainnya hanya sekedar berkata bahwa “sunda adalah budaya 149 Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di sekitaran Paseban 150 Wawancara oleh Kang Jarwan, (32 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di sekitaran Paseban


Page 151 of 203 kita yang harus dilestarikan” tanpa ada tindakan nyata untuk melestarikan, maka para penganut ADS menganggap bahwa mereka benar-benar ada untuk menjaga dan mempertahankan secara turun-temurun budaya sunda dari leluhur-leluhur mereka. Kaum muda ADS pasti juga harus melakukan hubungan sosial dengan masyarakat sekitarnya yang juga berbeda keyakinan. Di Cigugur merupakan sebuah daerah yang masyarakatnya memiliki keyakinan yang heterogen. Dalam hal ini para kaum muda peganut ADS memiliki hubungan yang baik terhadap masyarakat yang ada seperti halnya yang dikatakan oleh Kang Ari yang menyatakan bahwa ia memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat di sekitar Cigugur dan tidak ada perlakuan berbeda terhadap dirinya walaupun memiliki keyakinan yang berbeda dari masyarakat kebanyakan, hal itu disampaikan dalam kutipan wawancara berikut, Hubungannya dengan pemuda dan masyarakat lain yang bukan penghayat biasa-biasa saja. Walaupun kita punya keyakinan yang berbeda tapi kita punya tingkah laku yang baik, nanti orang lain akan baik juga ke kita.151 Hal serupa juga dinyatakan oleh Kang Uyan yang merasakan hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar. Menurutnya sebagai manusia yang memiliki adat kita tidak akan menilai golongan seseorang tetapi melihat sebagai manusia. Bahkan menurut penuturannya di keluarganya terdapat anggota keluarga yang beragama Islam dan Katolik dan mereka masih berhubungan dengan baik hingga saat ini. Hal tersebut berdasarkan penuturannya sebagai berikut, Hubungannya baik. Kita mah sebagai masyarakat adat tidak menilai golongan tapi melihat sebagai manusia, malahan di keluarga saya juga ada yang Islam ada yang Katolik. Orang dari manapun dan siapapun itu saudara kami, karena sempurna itu dari sejumlah perbedaan yang isa menyatu bareng.152 Berbeda dengan yang dikatakan oleh Kang Kurnia yang mengatakan bahwa ia merasakan perlakuan yang bereda dari masyarakat di sekitarnya. Kang Kurnia merupakan lulusan dari Universitas Muhammadiyah Cigugur, dan mengambil jurusan pendidikan keolahragaan. Kang Kurnia menceritakan pada saat dia mengenyam pendidikan tingkat tingginya banyak perlakuan diskriminatif yang ia rasakan seperti diberikan perkataan yang tidak enak yakni bagong/babi terhadap dirinya, setiap ditanya mengenai alasan kenapa memilih jurusan keolahragaan maka teman-temannya akan mengatakan bahwa Kang Kurnia sudah biasa mengejar bagong/babi, jadi setiap harinya jika menyinggung soal bagong/babi maka semuanya akan tertuju ke Kang Kurnia. Selain itu juga pada saat mengikuti mata kuliah Al-Islamiyah, ia sering dikatakan belum sunat oleh teman-temannya, walaupun dengan nada lelucon tetapi tetap saja Kang Kurnia merasa dirinya dikucilkan. Hal ini berdasarkan wawancara sebagai berikut, Saya masuk jurusan olahraga. Dulu tuh sempet ditanya kenapa masuk olahraga terus punya kelebihan apa, terus, temen itu bilang bahwa saya itu pelari marathon terus dosennya nanya kenapa bisa jadi pelari marathon, 151 Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di sekitaran Paseban 152 Wawancara oleh Kang Uyan, (42 tahun) pada tanggal 4 November 2016, pukul 16.26, di Pos Paseban


Page 152 of 203 olahraganya seperti apa. Nah dari sana tuh bilang temen saya bilang kegiatan sehari-hari saya itu memburu bagong, jadi yang bersifat bagong itu langsung semua orang melihatnya ke saya. Oh saya merasa engga enak. Sampe pas pelajaran Al-Islam saya lupa cuma intinya temen itu bilang yang ini tuh belum disunat, sebenernya ini tuh cumin lelucon. Mereka itu bilang sunatnya itu pake gergajih lah apalah, jadi buat bercandaan. Karena saya cuman sendiri di Muhamadiyah saya tuh ngerasanya gimana gitu jadi merasa dikucilkanlah istilahnya.153 Gambar 9. 3 Wawancara bersama Narasumber Kang Kurnia Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Dari tabel dibawah ini dapat terlihat bahwa hubungan kaum muda yang menganut ADS dengan masyarakat disekitar mereka terjadi perbedaan antara kaum muda yang memiliki tingkat intelektual menengah yakni Kang Ari, Jarwan, dan Uyan, dengan Kang Kurnia yang memiliki intelektual lebih tinggi karena berhasil mengenyam pendidikan hingga sarjana. Perbedaan perlakuan masyarakat tersebut juga didasarkan pada hubungan yang lebih luas yang dimiliki oleh Kang Kurnia. Berbeda dengan Kang Ari, Jarwan, maupun Uyan yang hanya lulusan Sekolah menengah, saat ini pun mereka hanya merasakan hubungan sosialisasi dengan masyarakat yang berada di sekitaran Cigugur saja. Sedangkan.Kang Kurnia memiliki hubungan diluar masyarakat Cigugur, yakni di sebuah universitas yang terdiri dari orang-orang dari berbagai daerah. Wajar jika Kang Kurnia merasa dikucilkan atau di diskriminasi karena di universitasnya ia merupakan satu-satunya orang yang menganut ADS. Tabel 9. 2 Perbedaan Kaum Muda Intelektual Tinggi dan Kaum Muda Intelektual Menengah 153 Wawancara oleh Kang Kurnia, (24 tahun ) pada tanggal 5 November 2016, pukul 10.24, di Pos Paseban


Page 153 of 203 Sumber: Analisis Penulis (2016) Mengenai keberlanjutan ADS, para kaum muda ada yang merasakan kekhawatiran dan ada juga yang tidak merasa khawatir. Mereka yang merasa khawatir ialah karena saat ini jika dilihat kaum muda yang menganut ADS di wilayah Cigugur hanya tinggal beberapa orang saja, bahkan sudah hampir punah. Hal tersebut dikarenakan sistem administrasi seperti pembuatan KTP yang dipersulit. Para pemuda pasti memerlukan KTP sebagai sebuah identitas entah untuk melamar pekerjaan atau apapun itu, namun karena pada kolom KTP penganut ADS hanya berisi strip (-) maka jarang dari mereka yang diterima untuk bekerja. Jadi, mereka harus mengganti kolom agamanya menjadi salah satu dari agama yang legal di Indonesia. Hal tersebut dinyatakan oleh Kang Jarwan sebagai berikut, Masa depan nonoman bisa dikatakan punah, sebenernya setiap nonoman pasti punya keturunan tapi semakin jarang, jadi kedepannya nonoman ADS semakin punah atau berkurang dikatakan punah karena sekarang kan pekerjaan harus mengisi kolem agama, sedangkan kan ADS ini kolem agama di KTP nya strip, kalo gak ada kolom agama nyari pekerjaan susah. Mungkin kedepannya nonoman di ADS semakin berkurang karena pekerjaan. Tapi kalo masalah dia mengakui sebagai penghayat ya mengakui tapi didalam hatinya.154 Sedangkan kaum muda yang tidak merasa khawatir terhadap keberlanjutan ADS ialah karena menurut mereka keyakinan seseorang tidak akan bisa dipaksakan. Keyakinan merupakan urusan masing-masing individu dan bersifat pribadi. Setiap orang tidak akan bisa memaksakan seseorang untuk meyakini sesuatu. Atas dasar itulah beberapa kaum muda tidak merasa adanya kekhawatiran. Namun, jika membahas mengenai keberlanjutan ADS para kaum muda penganut ADS di Cigugur ini juga tidak dapat memprediksi bagaimana kedepannya. Bertahan atau tidaknya ADS d masa yang akan datang mereka belum bisa mengetahuinya, yang pasti mereka yang sekarang masih menganut ADS akan tetap terus mempertahankan keyakinannya dan terus memerjuangkan budaya sunda agar tetap terus bertahan. Walapun tidak dipungkiri saat ini arus modernisasi juga membuat para 154 Wawancara oleh Kang Jarwan, (32 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di sekitaran Paseban Kaum Muda Intelektual Tinggi Kang Kurnia (24) Pendidikan Universitas Muhammadiyah Cigugur Hubungam sosial kurang baik (Adanya diskriminatif dan dikucilkan) Lingkup sosial yang lebih luas Kaum Muda Intelektual Menengah Kang Ari(32), Kang Jarwan(37), Kang Uyan (42) Pendidikan Sekolah Menegah Atas Hubungan sosilal dengan masyarakat baik Lingkup sosial hanya sekitar Cigugur


Page 154 of 203 penganut terutama kaum muda banyak yang tergoyah untuk meninggalkan budaya sundanya karena mengikuti perkembagan zaman. Hal inilah yang dinyatakan oleh Kang Ari berikut, Kekhawatiran berlanjutnya ADS itu tergantung sama individu masing-masing, karena kepercayaan kan tidak bisa dipaksakan. Jadi sebenarnya tidak ada kekhawatiran, karena keyakinan kan tergantung pribadi masing-masing. Susah juga memprediksi karena adanya modernisasi, kebanyakan orang sekarang meninggalkan budayanya karena mengikuti zaman. Orang sunda sekarang banyak yang tidak mengerti bahasa sunda, makannya kita harus mejaga kalo ADS ingin tetap bertahan. Ya kalo bisa sih bertahan lah.155 Dari penuturannya tersebut kita dapat melihat bagaimana Kang Ari mengutarakan pedapatnya mengenai modernisasi yag saat ini sedang pesat terjadi yang mengakibatkan banyaknya kaum muda yang telah meninggalkan budaya-budaya sunda dan berpaling untuk mengikuti perkembangan zaman. Dapat dilihat bahwa Kang Ari juga tidak dapat memprediksi bagaimana keberlanjutan ADS nantinya dan hanya dapat berharap bahwa ADS masih akan terus bertahan. Apa yang dikjawatirkan oleh Kang Ari mengenai modernisasi yang semakin pesat dan dapat menggerus budaya-budaya Sunda yang menjadi ciri khas dari ADS sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Talcott Parsons dalam pembahasan mengenai Functionalism: Ethnicity, Modernization and Social Integration, ....the salience of ethnic group identities is a temporary phenomenon, an aberration caused by differentiation tendencies inherent in dramatic social change. Once social change is completed, evolutionary processes will continue as social systems move towards more complex differentiation and a new form of organic solidarity. 156 Dalam kutipan tersebut dapat terlihat bagaimana Parsons berpendapat bahwa kekhasan dari identitas kelompok etnis adalah fenomena yang sementara dan ketika perubahan sosial telah rampung, proses evolusi akan berlanjut sebagai sistem sosial yang terus bergerak kearah yang lebih kompleks diferensiasinya dan sebagai bentuk baru dari solidaritas organik. Parson cenderung melihat modernisasi akan menggerus adanya kekhasan etnis sama seperti anggapan bahwa etnisitas akan menjadi bentuk-bentuk asosiasi modern. Dalam hal ini apa yang dikhawatirkan Kang Ari bisa saja terjadi dimana kaum muda pengaut ADS yang tersisa saat ini akan bergerak mengikuti perkembangan zaman dan melupakan etnis mereka, yang nantinya akan berakhir kepada tergerusnya kekhasan etnis akibat modernisasi yang semakin pesat. Kegiatan, Kontribusi dan Hambatan untuk Mempertahankan Keberlanjutan ADS Suatu kegiatan merupakan sebuah operasi individu yang untuk kegunaannya dalam penjadwalan dapat dipandang sebagai suatu satuan kegiatan terkecil yang tidak dirinci lagi. Semua individu atau masyarakat mempunyai kegiatan yang 155 Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di sekitaran Paseban 156 Sinisa, Malasevic, The Sociologi of Etnicity, (London: Sage Publication), 2004, h.55


Page 155 of 203 mencirikan kelompok tertentu. Seperti halnya kelompok penghayat yang mempunyai berbagai kegiatan rutin maupun tidak rutin yang dilaksanakan dalam rangka keberlanjutan ADS. Salah satunya ialah kegiatan yang diselenggarakan setiap minggu di awal bulan. Hal ini dikatakan oleh kang Ari sebagai berikut: Disini terdapat kumpulan-kumpulan untuk membahas ajaran-ajaran ADS. Kegiatan perkumpulan tersebut tidak ada namanya karena, karna berkumpul hanya untuk sekedar berdiskusi. Setiap malam minggu pertama setiap bulan terdapat perkumpulan dari berbagai penghayat di berbagai daerah (pemimpin/sesepuhnya) yang dinamakan ais pengampih.157 Menurut penuturan kang Ari diatas bahwa selain kegiatan rutin setiap tahun yang dilakukan oleh seluruh ADS yaitu acara Seren Taun, ada juga acara yang setiap bulannya dilakukan oleh nonoman dan pemimpin dari berbagai daerah yang berkumpul di Paseban untuk berdiskusi. Hal ini juga diakui oleh Kang Ira bahwa kegiatan itu berlangsung secara terus menerus hanya saja, tidak semua bisa mengikuti kegiatan perkumpulan ini. Dikarenakan jarak dan waku yang semua orang memiliki kesibukan dan kegiatan lainnya. Namun menurut Kang Ari kegiatan ini sangat berepengaruh karena pada perkumpulan itu membahas mengenai berbagai macam masalah dan solusinya, berikut penuturannya: Perkumpulan ini membicarakan tentang ajaran-ajaran, sharing pengetahuan tentang kehidupan, bagaimana kita menghadapai kehidupan dan menyikapi berbagai dinamika kehidupan, pekerjaan dan pendidikan. Dan juga sharing pengalaman-pengalaman yang didapatkan, masyarakat disini kan kehidupannya berbeda, pekerjaannya berbeda pasti mengalami dinamika dan tantangan masing-masing sebagai penganut kepercayaan sunda wiwitan mengamati fenomena diluar agar kita tidak buta dengan lingkungan sekitar.158 Berbeda dengan Kang Ari dan Kang Ira, menurut kang Kurnia kegiatan untuk melestarikan ADS atau adat dan istiadat bisa dilakukan dengan berbagai kegiatan kesenian sunda seperti bermain gamelan, kecapi dan suling yang dilaksanakan secara rutin di Paseban.Tidak semua yang mengikuti acara tesebut merupakan penganut ADS, namun dari semua agama yang ingin melestarikan adat dan istiadat Sunda juga ikut serta dalam kegiatan yang diselengarakan tersebut. Semua kalangan ikut bergabung dalam kegiatan tersebut di Paseban saat sore hari, berikut penuturan lengkapnya: Bukan pemuda, tapi yang mengajak semua bersatu. Seperti kegiatan gamelan, kecapi, suling, termasuk termasuk untuk hari libur ada kegiatan khusus anak-anak ADS ynag dari daerah-daerah lain. Acaraya disini namanya kurasan, semacam seresehan. Anak-anak muda saling mengenal satu sama lain, dan ada yang mengarahkan, dikasih petuahpetuah. Biasanyanya anak muda kumpul di sekitaran Paseban pukul 6 sore. 157 Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di sekitaran Paseban 158 Wawancara oleh Kang Ira tanggal 5 November 2016, pukul 18.05, di Paseban


Page 156 of 203 Hal tersebut juga sama seperti yang dikatakan oleh Kang Wawan, Uyan dan Agus bahwa Paseban mendukung seluruh kegiatan yang berkaitan dengan adat Sunda, Paseban secara terbuka meminjamkan peralatan, tempat untuk melakukan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan kelestariahn adat Sunda. Tujuan terbukanya Paseban dan dukungan dari Paseban atas semua kegiatan yang dilakukan adalah agar adat istiada budaya Sunda yang telah dibangun oleh leluhur-leluhur mereka tidak tergerus dengan arus modernisasi dan pembangunan yang terus berkembang. Gambar 9. 4 Wawancara bersama Kang Wawan, Kang Agus, dan Kang Uyan Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Sedangkan untuk kontribusi, para nonoman sangat banyak berkontribusi dalam mempertahankan atau memikirkan keberlanjutan ADS. Kontribusi sendiri memiliki arti sesuatu yang dilakukan untuk membantu menghasilkan atau mencapai sesuatu bersama-sama dengan orang lain atau untuk membantu membuat sesuatu yang sukses. Nonoman berkontribusi dimulai dari hal yang kecil hingga berkontribusi dalam hal yang besar. Hal yang terkecil ynag dilakukan oleh nonoman ialah seperti menjaga paseban dari pagi hingga malam hari agar tempat peninggalan leluhur tersebut tetap aman sampai mengajarkan kesenian Sunda kepada anak-anak kecil penerus budaya Sunda. Seperti halnya yang dilakukan oleh Kang Agus, Kang Agus merupakan pemain gamelan yang cukup handal dan sebagai pelatih gamelan di Paseban. Sedangkan Kang jarwan dan Kang Ari sendiri berkontribusi untuk mempertahankan adat dan nilai dalam kepercayaannya. Berikut penuturannya: Kontribusi saya hanya sekedar bisa bantu-bantu di Paseban, kontribusi birokrasi atau aparat belum bisa.Hanya saya terus menjaga nilai-nilai luhur


Page 157 of 203 dan budaya sunda, karena menjaga Paseban yang merupakan cagar budaya juga kan dapat disebut kontribusi.159 Kontribusi terbesar yang diberikan oleh nonoman di Cigugur bisa dilihat dari Kang Kurnia, Kang Kurnia merupakan lulusan S1 yang mengabdi untuk ADS dalam bentuk mengajar di Sekolah Trimulya tanpa di gaji. Sekolah Trimulya merupakan sekolah yang dibangun oleh masyarakat yang berkepercayaan ADS dan sekolah ini merupakan satu-satunya sekolah yang mengajarkan atau menanamkan nilainilai dan adat istiadat ADS. Selain mengajar di sekolah Trimulya Kang Kurnia juga tinggal di Paseban dan mengabdikan diri sepenuhnya untuk Paseba dan harus selalu siap jika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Paseban. Berikut penuturan lengkapnya: Bagi saya, saya sebagai ADS tetap disini, tetap memeperjuangkan tinggal disini bagi saya itu udah kontribusi karena kenyatannya kan banyak yang tidak sanggup tinggal disini. Karena tinggal disini kan engga digaji, ini saya kuat disini juga karena orang tua saya tinggal disini juga jadi dekat.Mengajar di SMP Trimulya tetapi tidak digaji. Ngajar di Trimulya itu ga bisa di sebut pekerjaan, karena itu kan yayasan dan saya ga digaji. SMP Trimulya baru-baru ini juga mau ditutup karena kekurangan siswa, dan saya ngajar juga ga pernah digaji besar, paling digaji semampunya.Dulu sempat dengar, digaji 150.000 dibagi untuk beberapa guru.160 Kang Uyan dan Kang Wawan yang merupakan penjaga Paseban, berkontribusi untuk menjaga Paseban dan lingkungan disekitarnya. Menurut mereka kontribusi yang wajib dimiliki oleh semua penganut ADS adalah menjaga nama baik Paseban dan menjelaskan apa itu ADS kepada masyarakat awam. Menurut mereka hal tersebut merupakan merupakan kegiatan yang paling ampuh agar ADS tidak dipandang sebelah mata oleh berbagai pihak. Melihat kegiatan dan kontribusi dari nonoman untuk mempertahankan atau melestarikan ADS cukup baik dengan cara-cara kultural. Sebab jika nonoman yang berada di Paseban tidak ada keinganan untuk mengabdi pada Paseban untuk melestarikan atau mempertahankan maka siapa yang akan meneruskan atau melanjutkan sesepuh-sesepuh ADS yang kini sudah beranjak tua. Dengan kontribusi yang diberikan oleh setiap nonoman di Paseban, dapat melestarikan ajaran ADS dan juga mengenalkan ke orang luar mengenai budaya Sunda. Hal-hal kecil yang dilakukan oleh nonoman pun juga berdampak besar bagi keberlanjutan ADS. Seperti dengan menggunakan ikat kepala khas Paseban kemana-mana, orang lain jadi penasaran dan ingin tau bahkan ingin mengikuti menggunakan ikat kepala khas Paseban. Ikat kepalasa Paseban yang awalnya hanya digunakan oleh orangorang Paseban saja, ketika nonoman beraktifitas diluar Paseban menggunakan ikat kepala banyak orang lain mengikutinya. Bahkan menurut Kang Ari lebih dahulu orang-orang ADS yang menggunakan ikat kepala dibanding Walikota Bandung. 159Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di sekitaran Paseban 160Wawancara oleh Kang Kurnia, (24 tahun), pada tanggal 5 November 2016, pukul 10.24, di Pos Penjaga Paseban


Page 158 of 203 Dapat kita lihat bahwa dengan hal kecil nonoman mampu melestarikan ajaran ADS sekaligus memperkenalkan budaya Sunda kepada masyarakat luas. Selain dengan menggunakan ikat kepala sebagai kontribusi untuk melestarikan ADS, banyak juga nonoman yang mengabdi pada Paseban dengan menjadi abdi dalam seperti Kang Ari. Kang Ari merupakan abdi dalam yang bekerja sebagai supir pribadi Paseban. Selain itu ada Kang Jarwan dan Kang Wawan yang menjadi penjaga Paseban. Dengan mengabdi kepada Paseban para nonoman ini merasa mampu mempertanahkan ADS dan menjaga ADS seperti yang dikatakan oleh Kang Wawan: Dengan mengabdi seperti ini kita sudah dapat menjaga Paseban dari apapun, kita siap capek siap melek terus menjaga Paseban. Untuk mempertahankan ADS ya kita juga melakukan kegiatan dengan diskusi sesama nonoman disini, karna kan kalau bukan kita siapa lagi yang nantinya akan melanjutkan ADS nantinya.161 Jika kita melihat dari apa yang dikatakan oleh Kang Wawan tersebut, peran dari nonoman untuk mempertahankan ADS itu sangat diperlukan. Apa yang dilakukan oleh Kang Wawan, Kang Ari, dan Kang Jarwan cukup efektif untuk mempetahankan ADS agar terus ada dengan cara mengabdi kepada Paseban. Selain mengabdi pada Paseban, juga terdapat kegiatan seperti diskusi yang dilakukan oleh nonoman untuk membahas tentang ADS. Diskusi yang dilakukan oleh para nonoman ini berperan untuk keberlangsungan ADS nantinya, karena nonoman ini lah yang akan melestarikan dan mempertahankan keberlangsuan ADS. Skema 9. 2 Kegiatan dan Kontribusi Nonoman untuk Keberlanjutan ADS Sumber: Analisis Penulis (2016) Namun, setiap kegiatan dan kontrubusi yang dilakukan oleh kaum muda pasti memiliki hambatan. Hambatan disini dihadapi oleh semua nonoman dalam kegiatan dan kontribusi yang dijalankannya. Salah satu hambatan nonoman ialah 161 Wawancara oleh Kang Wawan 40 Tahun, pada tanggal 4 November 2016 pukul 16.15 wib di Pos Penjaga Paseban Kegiatan dan Kontribu si Nonoman Menyelenggara kan dan mengajarkan kesenian Sunda Menjaga lingkungan Paseban dan menjaga nama baik Paseban Mengajar di SMP Trimulya Mengikuti kegiatan perkumpulan nonoman ADS


Page 159 of 203 pada saat mengadakan acara harus izin dengan pihak paseban jika tidak diizinkan maka kegiatan tersebut tidak akan berjalan. Hambatan lainnya adalah membutuhkan fisik yang kuat dan hati yang ikhlas karena dalam mengurus Paseban tidak ada bayaran bagi pengurus dan harus menjaga Paseban ketika malam hari hingga pagi hari. Hambatan yang paling besar ialah dapat dilihat dari bidang pendidikan. Banyak anak-anak yang sekolah diluar SMP Trimulya, waktu yang dihabiskan anak-anak di sekolahnya terlalu banyak sehingga sangat sedikit waktu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang ada. Seperti memainkan gamelan, kecapi, berbagai seni Sunda lainnya dan menghadiri kegiatan perkumpulan. Hal ini dinyatakan oleh Kang Kurnia: Hambatannya dari anak-anak sekolah SMP kebawah yang tidak masuk ke sekolah Trimulya, dan masuk ke sekolah Yosudarso atau Mts, memiliki banyak kegiatan di sekolah sehingga jarang mengikuti kegiatan yang ada di ADS.Kalo anak SMA karena banyak ekskul-ekskul. Melihat keprihatinan terhadap kaum muda ADS, karena hanya beberapa yang melanjutkan studi hingga S1, rata-rata kaum mudanya hanya lulusan SMA.162 Peran nonoman untuk mempertahankan atau melestarikan ADS cukup vital dan berpengaruh. Semangat seorang pemuda yang di dalam hatinya sudah tertanam ADS sangat berarti untuk ADS, karena dengan semangat dan keinginan mereka untuk mempertahankan ADS maka nonoman siap berkontribusi apapun untuk mempertahankan ADS. Dengan potensi yang ada para nonoman juga melakukan kegiatan untuk melestarikan ADS agar ADS tetap terus ada. Kegiatan yang dilakukan oleh nonoman bertujuan untuk mempertahankan dan melestarikan ADS sendiri, dengan tujuan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh nonoman membuat ADS terjaga keberlanjutannya. Nonoman merupakan sebuah pioneer untuk mempertahankan dan melestarikan ADS agar tetap ada. Dengan kegiatan yang dilakukan oleh nonoman baik dalam bidang kesenian, pengabdian pada Paseban, atau dengan kontribusi yang sifatyta cultural mampu melestarikan ADS nantinya. Tidak hanya dengan kegiatan yang memang dilakukan oleh nonoman sendiri, kegiatan yang dilakukan bersamaan dengan pihak Paseban pun juga dapat mempertahankan dan melestarikan ADS. Jadi dalam hal ini peran nonoman untuk mempertahankan dan melestarikan ADS sangatlah penting dan berarti, karena nonoman memiliki kesadaran lebih dan semangat pemuda yang tinggi untuk mempertahankan keberlanjutan ADS. Kolaborasi Paseban dan Nonoman agar ADS Diakui Negara Negara secara formal hanya mengakui enam agama di Indonesia yakini Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Dengan demikian hanya agamaagama tersebutlah yang memiliki repersentasi di Kementrian Agama baik itu dipusat maupun di daerah. Agama-agama yang mendapatkan pengakuan memiliki ruang untuk mengekspresikan ajaran-ajaran melalui praktek-praktek kegamaannya. Namun hal ini berbeda dengan para pengaut agama-agama lokal, khusunya ADS yang berada di Kuningan, Jawa Barat. Para penganut kepercyaan 162Wawancara oleh Kang Kurnia, (24 tahun) pada tanggal 5 November 2016, pukul 10.24, di Pos Penjaga Paseban


Page 160 of 203 agama lokal tidak dapat mengekpresikan kepercayaan mereka secara bebas. Kepercayaan mereka belum diakui oleh negara. Konstitusi dan birokasi membuat mereka seolah-olah tidak memiliki keyakinan atau kepercayaan. Kelompok ”penghayat kepercayaan” ini kemudian pada perkembangannya mengalami istilah pelabelan sebagai ”penghayat murni dan tidak murni” bagi mereka yang terkategorikan sebagai ”penghayat kepercayaan murni” adalah mereka yang pada kolom agama di KTPnya tidak mencantumkan nama agama umum, sementara bagi mereka yang terkategorikan sebagai ”penghayat kepercayaan” tidak murni” adalah mereka yang mengukuhi ajaran budaya spiritual leluhur suku bangsanya tetapi masih mencantumkan kolom agama umum pada KTPnya (tentunya karena berbagai alasan karena keterpaksaaan dan situasi kondisi politis atau administratif yang mengkondisikan seperti itu).163Padahal UUD 1945, khususnya dalam pasal 28 a dan 28 c yang memberikan kebebasan pada Hak Asasi Manusia, termasuk dalam mengenai kepercayaan.164 Bagi penghayat kepercayaan ketika mengisi kolom agama hanya memberikan garis datar pendek saja atau strip (-). Ketentuan ini, bahkan sudah diundangkan pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk).Dalam aturan itu, bahkan sudah mencakup terkait sumpah janji bagi PNS serta penid tatan perkawinan.165 Seperti yang dikatakan salah satu narasumber kami yaitu Kang Ari, bahwa sebenarnya negara telah mengakui mengenai ADS atau Agama Djawa Sunda. Namun pada perakteknya dalam birokasi pemerintahan masih kurang terlaksana dengan baik. Dimana dalam hal ini hak-hak sipil warga masih belum diakui oleh pemerintah daerah, khususnya pemerintah daerah Kuningan. Misalnya saja dalam pengurusan KTP, Akta Kelahiran, hingga menggurus atau mencatatkan pernikahan masih sulit. Dalam hal ini warga adat hanya diakui dalam Undang-undang saja, tapi pada kenyataannya hal tersebut tidaklah sama. Para warga ada seolah dianak tirikan dalam urusan birokasi. Mereka para penghayat dalam pembuatan KTP harus mengikuti atau mengisi kolom agama mereka dengan agama yang telah diakui oleh pemerintah. Hal tersebut diungkapkan oleh Kang Ari sebagai berikut: Sebenarnya Pemerintah Pusat sudah mengatur tetapi pada saat kita mengurusnya terkadang dipersulit juga dan diharuskan memilih salah satu Agama.Pada saat pembuatan ktp penulisan kolom agama di Kuningan ada yang kosong atau berisi penghayat.Semua itu tergantung dari Pemdanya.Di Kuningan boleh menulis kosong atau penghayat tetai harus pintar-pintar memberi alasan atau melobby.166 Bahkan Kang Ari pun menuturkan, ketika ia membuat KTP elektronik atau e-ktp, pada kolam agama di KTP nya tersebut dituliskan bahwa ia beragama Islam. Hal tersebut merupakan bentuk formalitas yang dilakukan oleh pihak kelurahan yang 163 Indrawardana, Ira. Posisi “Penghayat Kepercayan” dalam Masyarakat Plural di Indonesia. h 10 164 Nuh, Nuhrison M. Pemahaman Madrais/Adat Karuhun Urang (Akur) di Cigugur Kuningan: Studi tentang Ajaran dan Pelayanan Hak-hak Sipil. h. 558 165http://radarbanyumas.co.id/penghayat-kepercayaan-kabupaten-banyumas-sudah-lama-milikiktp/ Radarbanyumas.co.id diakses pada tanggal 2 November 2016 pukul 02:58 WIB 166Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun) pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di sekitaran Paseban


Page 161 of 203 mengharuskan ia untuk memilih satu agama. Namun ia pun menolaknya, ia pun melaporkan hal tersebut kepada Pemda. Ketika KTP menjadi permasalahan yang sangat krusial bagi para ADS, hal ini pun yang mengancam jumlah nonoman atau pemuda ADS. Dimana jumlah nonoman semakin kesini semakin sedikit karena setiap warga adat diharuskan memilih mengisi kolam agamanya dengan agama yang diakui. Hal tersebut memaksa para pemuda untuk mengikutinya, para pemuda yang tidak mau direpotkan dengan urusan birokrasi semacam itu, mereka hanya bisa mengikutinya saja demi dimudahkannya dalam pengurusan KTP dan administrasi lainnya. Kehidupan modern menuntup mereka untuk melakukan itu semua. Dalam hal ini KTP dibutuhkan untuk melamar pekerjaan. Nonoman atau para pemuda yang kolom agamanya kosong maka maka akan sulit dalam mendapatkan pekerjaan. Hal inilah yang memaksa para nonoman untuk mengisi kolom agama mereka dengan agama yang diakui oleh pemerintah. Dari berbagai kesulitan yang di hadapi oleh para nonoman, khusunya dalam hal administras, para nonoman melakukan berbagai gerakan untuk memperjuangkan ADS agar dikui oleh negara sehingga permasalahan administrasi yang mempersulit mereka dapat segera teratasi. Gerakan para pemuda ADS agar diakui oleh negara diantaranya ialah dengan berusaha untuk melestarikan atau mempertahankan adat istiadat mereka. Seperti yang dikatakan Kang Ari pada saat wawancara berikut: Kita seperti ini mempertahankan adat dengan cara sereun taun agar diakui oleh negara.167 Narasumber nonoman lainnya yakni Kang Jarwan, mengatakan bahwa pergerakan yang dilakukan oleh para penganut ADS langsung kepusat atau langsung pada Pemerintah Pusat. Hal tersebut karena menurutnya jika kita hanya melakukannya pada Permerintah Daerah saja tidak akan direspon. Mereka hanya mendengarkan saja tanpa adanya respon dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh penganut ADS. Berikut ini adalah pernyataan Kang Jarwan dalam kutipan wawancara, kita tuh terlihat diam tapi pergerakan kita tuh gak langsung ke daerah ini kita langsung ke pusat. Kalau kita melakukan pergerakan dibawah tidak ada respon, kita hanya didengarkan tetapi tidak ada gerkan atau respon. Makannya suka ada pekumpulan seperti perkumpulan di Jakarta, perkumpulan dari berbagai wilayah yang mepercayakan kepercayaan leluhur, hasil dari perkumpulan itu akte kita bisa diakui walupun aktenya telah lahir dari seorang ibu dan nama ayah tidak dicantukan. Mungkin orang-orang melihat bahwa tidak ada pergerakan yang dilakukan oleh penghayat, namun kami melakukan gerakan itu langsung ke pusat.168 Gerakan nyata yang dilakukan oleh para nonoman penganut ADS ialah dengan keterlbatan mereka dalam memperjuangkan ADS agar mendapat pengakuan dari negara dengan mendatangi DPRD untuk menuntut pengakuan ADS kepada Pemerintah. Menurut narasumber yang kami wawancarai yang terlibat langsung 167 Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di sekitaran Paseban 168Wawancara oleh Kang Jarwan, (32 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di sekitaran Paseban


Page 162 of 203 pada gerakan tersebut, bahwa Ibu Dewi Kanti lah yang menggerakan para nonoman agar melakukan gerakan langsung ke pemerintah. Hal tersebut seperti dinyatakan oleh Kang Wawan sebagai berikut: ..kami tuh tidak hanya sebatas bicara aja, tapi pernah sampai dateng ke DPRD kami dating untuk meminta dan memohon gimanalah itu pernah kami lakukan.169 Dalam pergerakan pemuda ADS ini tidak terlepas dari pengaruh beberapa pihak dari Paseban, dimana setiap pergerakan yang dilakukan oleh para pemuda harus terlebih dahulu mendapatkan persetujauan dari pihak Paseban dan para sesepuh adat lainnya. Hal ini senada dengan yang disamapaikan oleh Kang Wawan sebagai berikut, kami instruksi satu komando, walaupun disini banyak orang-orang tua yang sudah paham ngerti gitu tapi harus ada izin dulu dari sesepuh adat/ ketua adat.170 Sama halnya yang dikatakan oleh Kang Ira bahwa secara umum pengerakan ADS tidak ada, hanya masing-masing dari para penganut bermain dalam ruang-ruang yang sudah ada misalnya di Himpunan Masyarakat Bhineka Tunggal Ika (HMBTI) yang didirikan di Bandung, dan aktif dalam komunitas Jakatarub. Minimnya sumber daya mengharuskan kami bergabung dengan gerakan atau perkumpulan yang telah ada, sehingga tidak bisa melakukan gerakan sendiri. Menurut Kang Ira gerakan yang dilakukan hanya sebagai penghayat, mencair kedalam oraganisasi yang telah ada. Gerakan-gerakan agar ADS diakui negara harus terus dilakukan oleh para penghayat baik itu langsung dari Paseban ataupun dari masyarakat sendiri dan juga nonoman yang ada. Karena gerakan agar diaku negara ini adalah gerakan yang panjang, tidak bisa secara cepat langsung diakui negara. Dan yang terpenting adalah tidak hanya diakui oleh negara, tetapi dalam administrasi di dinas kependudukan dan catatan sipil juga dapat diterima agar mendapatkan hak yang sama seperti masyarakat lainnya. Kolaborasi antara Paseban dan nonoman untuk bergerak di inisiasikan oleh Raden Oki yang juga seorang suami dari Ratu Kanti Dewi. Raden Oki menggerakan pemuda agar ikut bergerak untuk keberlangsungan ADS yang diakui oleh negara nantinya. Penulis juga pernah menonton di youtube bahwa pernah dilakukannya Rapat Dengan Pendapat Umum antara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAT) dengan anggota DPR di Gedung Nusantara II dalam membahas RUU Pengakuan dan Perlindungan Adat terlihat disana ada Pangeran Djatikusuma dan juga Ratu Dewi Kanti. Gerakan-gerakan seperti ini juga harus terus dilakukan. 169 Wawancara oleh Kang Wawan, (54 tahun), pada tanggal 5 November 2016 pukul 16.26, di sekitaran Paseban. 170Wawancara oleh Kang Wawan, (54 tahun), pada tanggal 5 November 2016 pukul 16.26, di sekitaran Paseban.


Page 163 of 203 Skema 9. 3 Kolaborasi Paseban dan Nonoman Sumber: Analisis Penulis (2016) Dalam skema tersebut bersifat proses dan hirarki. Dimulai dari pandangan nonoman terhadap keberlangsungan ADS dari apa yang dirasakan langsung oleh nonoman, harapan nonoman terhadap ADS nantinya akan seperti apa, dan rasa khawatir akan keberlangsungan ADS sendiri sehingga menimbulkan keinginan untuk mempertahankan dan melestarikan ADS. Ketika sudah ada keinginan untuk mempertahankan dan melestarikan ADS maka terdapat sebuah kontribusi dan kegiatan yang dilakukan oleh nonoman. Kontribusinya diantaranya ialah seperti dengan mengabdi kepada Paseban sebagai abdi dalam dan dengan cara-cara cultural seperti menggunakan ikat kepala khas Paseban, menggunakan baju adat Sunda agar tetap melestarikan budaya ADS dan lain sebagainya. Sedangkan kegiatannya adalah dengan melakukan diskusi sesama nonoman membahas tentang ADS termasuk membahas bagaimana keberlanjutan ADS nantinya. Selain itu, terdapat juga kegiatan kesenian seperti latihan alat musik kecapi, gamelan, dan angklung agar terus dapat mempertahankan dan melestarikan ADS. Dengan berdiskusi dan menjalankan kegiatan kesenian maka para nonoman dapat mempertahankan dan melestarikan ADS agar tetap eterus bertahan. Selain kegiatan dan kontribusi ada pula gerakan sosial yang dilakukan oleh nonoman agar ADS diakui oleh Negara. Gerakan tersebut seperti mengikuti pihak Paseban dalam berdialog bersama DPR, ikut serta ketika pihak Paseban bertemu dengan Aliansi Masyarakat Adan Nasional, dan dengan begitu dari sini nonoman menjadi mengethaui tentang apa saja yang harus diperjuangkan untuk ADS dan langkah apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan ADS serta diakui oleh Negara. Namun, dari kegiatan yang dilakukan oleh nonoman semua harus atas dasar izin dari pihak Paseban, jadi nonoman tidak bisa sembarangan melakukan kegiatan apapun. Begitu pula dengan gerakan sosial yang diikutinya, itu semua atas keputusan Paseban yang melibatkan pihak nonoman. Posisi nonoman dalam keterlibatannya untuk mempetahankan dan melestarikan ADS dengan kegiatan dan kontribusi yang diberikan di Paseban adalah tidak memiliki otoritas tetapi dibutuhkan oleh Paseban. Nonoman Kegiatan dan Kontribusi Nonoman Gerakan Sosial agar ADS diakui oleh Negara Pandangan Nonoman terhadap ADS dan keberlantuannya Paseban Posisi antara nonoman dengan paseban


Page 164 of 203 Keberadan nonoman dalam kegiatan atau gerakan yang ada baik yang diselenggarakan oleh pihak Paseban maupun inisiatif sendiri dari nonoman menjadi sebuah pertanyaan besar. Dimana posisi nonoman dalam hal ini? Apakah nonoman termajinalkan? Apakah nonoman tidak dibutuhkan dalam kegiatan atau gerakan? Atau apakah nonoman terangkul oleh pihak Paseban? Jawaban dari pernyataan tersebut akan penulis jawab melalui analisi tekstual berdasarkan data yang penulis punya. Posisi nonoman disini adalah dibutuhkan atau dilibatkan dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Paseban. Bahkan nonoman pun juga dapat menjalankan kegiatan sendiri, meskipun memang harus berdasarkan izin dari pihak Paseban. Penulis melihat nonoman disini memiliki potensi yang cukup besar perannya untuk mempertahankan dan melestari ADS sendiri. Jadi, rasanya tidak mungkin jika pihak Paseban tidak melibatkan nonoman untuk segala kegiatan atau gerakan yang dilaksanakan oleh pihak Paseban sendiri. Posisi nonoman dalam skema adalah saling berhadapan dengan Paseban, maksudnya adalah nonoman dan Paseban sama-sama saling membutuhkan. Paseban membutuhkan nonoman untuk menjalankan kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak Paseban. Selain itu, pihak Paseban juga melibatkan nonoman dalam gerakan-gerakan agar ADS diakui oleh negara. Sementara itu, nonoman membutuhkan Paseban dalam setiap kegiatan yang dijalankannya, karena berdasarkan izin dari Paseban sendiri lah maka kegiatan dari nonoman dapat terlaksanakan. Artinya disini penulis ingin mengatakan bahwa nonoman dilibatkan dan terangkul oleh pihak Paseban. Namun nonoman tidak memiliki otoritas untuk menjalankan kegiatan nonoman sendiri, karena dalam menjalankan kegiatan harus berdasarkan wewenang `dari Paseban. Otoritas adalah kekuasaan yang diyakini legitimasinya.171. Dalam hal ini nonoman terlibat jelas tidak memiliki kekuasaan dan tidak memiliki wewenang apapun. Dengan tidak memiliki otoritas maka dapat dikatan nonoman hanya dapat pasrah atau berserah diri kepada pihak Paseban dalam setiap kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh nonoman apakah diberikan izin atau tidak. Penutup Berdasarkan uraian diatas telah memberikan sedikit gambaran mengenai pergerakan nonoman atau pemuda ADS dalam mempertahankan tradisi adat leluhur mereka. Agar adat istiadat bisa terus bertahan dan tidak tergerus oleh zaman maka nonoman harus bisa mempertahannkan ajaran dan adat istiadat sunda yang sudah ada sebelum proklamasi. Mengenai keberlanjutan ADS, para kaum muda ada yang merasakan kekhawatiran dan ada juga yang tidak merasa khawatir. Mereka yang merasa khawatir ialah karena saat ini jika dilihat kaum muda yang menganut ADS di wilayah Cigugur hanya tinggal beberapa orang saja, bahkan sudah hampir punah. Hal tersebut dikarenakan sistem administrasi seperti pembuatan KTP yang dipersulit. Dari dipersulitnya dalam pembuatan KTP akan berakibat pada sulitnya para pemuda ADS dalam mencari pekerjaan. Sehingga kebanyakan dari para pemuda lebih memilih meninggalkan ADS demi mendapatkan pekerjaan yang diinginkan oleh mereka. Meskipun ada beberapa diantara mereka 171 Kadir, Abdul. Prinsip-prinsip Dasar Rasionalitas Birokrasi Max Weber Pada Organisasi Perangkat Daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik Volume 1. 1 juli 2015. h. 42


Page 165 of 203 didalam hatinya yang mengakui bahwa kepercayaan mereka tetap ADS meskipun di KTP mereka mengikuti agama yang diakui pemerintah. Tidak hanya itu terdapat pula gerakan dari Paseban yang juga diikuti oleh nonoman agar diakui oleh Negara. Dari itu semua akhirnya terdapat posisi antara Paseban dan Nonoman. Dimana posisi pasebab dan nonoman saling berhadapan, maksudnya antara nonoman dan paseban satu sama lain saling membutuhkan. Paseban membutuhkan nonoman untuk menjalankan kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak Paseban. Selain itu, pihak Paseban juga melibatkan nonoman dalam gerakan-gerakan agar ADS diakui oleh negara. Sementara itu, nonoman membutuhkan Paseban dalam setiap kegiatan yang dijalankannya, karena berdasarkan izin dari Paseban sendiri lah maka kegiatan dari nonoman dapat terlaksanakan


Page 166 of 203 Daftar Pustaka Achmad Rosidi, Perkembangan Paham Keagamaan Lokal Di Indonesia, Kementerian Agama RI Badan Litbang Dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta, 2011 Ira Indrawardana, Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan, Kuliah Umum, UNPAR Bandung, 28 April 2014. Indrawardana, Ira. Posisi “Penghayat Kepercayan” dalam Masyarakat Plural di Indonesia. Nuhrison M Nuh, Paham Madrais (AKUR) Di Cigugur Kuningan Nuh, Nuhrison M. Pemahaman Madrais/Adat Karuhun Urang (Akur) di Cigugur Kuningan: Studi tentang Ajaran dan Pelayanan Hak-hak Sipil Kadir, Abdul. Prinsip-prinsip Dasar Rasionalitas Birokrasi Max Weber Pada Organisasi Perangkat Daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik Volume 1. 1 juli 2015 Sinisa, Malasevic, 2004. The Sociologi of Etnicity. London: Sage Publication Internet http://kec-cigugur.kuningankab.go.id/sites/default/files/halaman-lampiran/PROFIL% 20KECAMATAN%20CIGUGUR%20TAHUN%20_0.pdf diakses pada tanggal 7 Desember pukul 20.38 wib. http://radarbanyumas.co.id/penghayat-kepercayaan-kabupaten-banyumas-sudah-lama-miliki-ktp/ Radarbanyumas.co.id diakses pada tanggal 2 November 2016 pukul 02:58 WIB


Page 167 of 203 Bab 10 Pemberdayaan sebagai Reproduksi Eksistensi Kebudayaan: Studi Kasus di Komunitas Sunda Wiwitan, Cigugur Kuningan. Christian Perdana Putra, Dandy Asprilla Gili, Indrawati, Muhammad Rizky Fajar Utomo, Shanti Septiani Pendahuluan Berdasarkan kajian antropologi, Indonesia terdiri atas lebih dari 500 suku dan sub suku bangsa dengan ciri-ciri bahasa dan kebudayaan tersendiri. setiap suku bangsa dan sub suku bangsa di Indonesia dapat dikatakan mempunyai satu daerah asal, pengalaman sejarah, dan nenek moyang tersendiri. Suku bangsa atau etnis adalah golongan sosial yang memiliki ciri-ciri tersendiri berdasarkan ciriciri budaya etnisnya dan cenderung dipertahankan keberadaan ciri-ciri budaya mereka, khususnya oleh pada pendukung etnis tersebut. Gambaran saling mempertahankan keberadaan ciri-ciri budaya etnis ini begitu indah terlukiskan dan hidup dalam betangan pulau-pulau di nusantara ini sehingga para pendiri bangsa ini pantaslah memberikan motto kepada bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika.172 Setiap masyarakat, setiap etnik setiap bangsa memiliki kebudayaan masing-masing.Setiap individu dalam masyarakat, etnik, bangsa di dunia berdinamika mengusung kebudayaannya. Terjadinya upaya saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan lain sudah berlangsung berabad-abad.Sehingga terkadang agak sulit mencari kebudayaan yang bersifat genuine atau “asli”. Namun demikian setiap kebudayaan dalam masyarakat memiliki penciri yang diketahui oleh masyarakat pengusungnya atau masyarakat lain meski hanya dalam bentuk stereotype atau penilaian yang bersifat perkiraan terhadap budaya lain.173 Suatu kenyataan bahwa bangsa indonesia terdiri dari suku-suku bangsa, dengan latar belakang sosio-budaya yang beraneka ragam. Kemajemukan tersebut tercermin dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu di perlukan sikap yang mampu mengatasi ikatan-ikatan primordial, yaitu kesukuan dan kedaerahan.174 Sunda Wiwitan adalah agama atau kepercayaan tradisional akan pemujaan terhadap Tuhan tunggal tertinggi maha kuasa yang tak berwujud, Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai agama yang telah ada jauh sebelum Islam dan Hindu memasuki peradaban Indonesia, Sunda Wiwitan memiliki kebudayaan kesundaan yang kini tengah berhadapan dengan modernisasi global. Guna menjaga eksistensi akan budaya kesundaannya, kaum Sunda Wiwitan melestarikan kebudayaan kesundaannya yang dalam bidang seni musik, rupa (batik) dan tari. Kaum Sunda Wiwitan berpendapat bahwa eksistensi kebudayaan merupakan karakter suatu bangsa. Untuk memperdalam tujuan tulisan, tulisan ini akan dibagi kedalam beberapa sub pokok pembahasan. Pertama, menjelaskan mengenai pendahuluan, pada bagian ini sebagai pengantar dalam tulisan ini. Kedua, membahas mengenai 172 Ira Indrawardana. 2016. Bahan Mata Kuliah Umum. Dosen Antropologi FISIP Unpad 173 Ibid. Hal 2 174 Habib Mustopo. 1989. Manusia dan Budaya. Surabaya:Usaha Nasional. hal.14


Page 168 of 203 perkembangan pemberdayaan budaya sunda wiwitan. Ketiga, pada bagian ini akan menjelaskan mengenai pemberdayaan dalam bidang kesenian. Keempat, pada bagian ini akan menjelaskan mengenai bagaimana mempertahankan eksistensi melalui pemberdayaan seni. Kelima, pada bagian ini akan membahas mengenai kebudayaan sunda wiwitan di tengah arus modernisasi. Dan Terakhir, penutup, menjelaskan kesimpulan dari tulisan yang telah dibahas sebelumnya dengan ditambah skema yang mencakup semua pembahasan. Data-data yang diperoleh tim penulis dalam tulisan ini diperoleh dengan melakukan kajian pustaka. Dengan sumber bahan yang berasal dari buku, jurnal, dan bahan ajar yang di dapat. Perkembangan Pemberdayaan Budaya Sunda Wiwitan Kebudayaan merupakan suatu produk dari suatu masyarakat dan juga merupakan aspek penting bagi identitas masyarakat itu sendiri. Tiap-tiap masyarakat pasti memberdayakan kebudayaannya agar tidak punah dan juga agar mereka tetap menjaga identitas mereka sebagai bagian dari suatu masyarakat. Sebuah argumen, yang dikenal dengan antiesensialisme, menyatakan bahwa identitas bukanlah sesuatu yang eksis; ia tidak memiliki kualitas universal atau esensial. Ia merupakan hasil konstruksi diskursif, produk diskursus atau cara bertutur yang terarah tentang dunia ini. Dengan kata lain, identitas itu dibentuk dan diciptakan ketimbang ditemukan oleh representasi, terutama oleh bahasa175 . Hal ini lah yang terjadi pula dalam masyarakat Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Pemberdayaan kebudayaan Sunda Wiwitan ini telah dimulai sejak zaman Ayahanda dan Ibunda Pangeran Gumirat Barna Alam. Saat itu Pangeran Djatikusuma, ayahanda dari Pangeran Gumirat, mencintai seni lalu berniat untuk melestarikannya dan membentuk lembaga kesenian yang dinamai Lingkung Seni Purwawirahma. Tujuan dari pembentukan lembaga seni ini antara lain adalah untuk melestarikan budaya yang ada pada masyarakat Sunda Wiwitan yang diharapkan akan membawa dampak positif seperti menguatnya identitas sebagai Masyarakat Sunda Wiwitan – khususnya masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur. Dalam pemberdayaan ini, terjadi pula konstruksi yang dibentuk dan diciptakan oleh petinggi adat Sunda Wiwitan Cigugur. Pemberdayaan kebudayaan yang dimulai sejak zaman Pangeran Djatikusuma itu dilanjutkan oleh Pangeran Gumirat hingga saat ini. Menurut penuturan Pangeran Gumirat, pemberdayaan masyarakat Cigugur – khususnya masyarakat Sunda Wiwitan, dalam bidang seni selain merupakan pemberdayaan juga merupakan pelestarian kebudayaan. Pemberdayaan yang telah dilakukan tersebut dilakukan selain bertujuan untuk melestarikan juga bertujuan untuk meningkatkan rasa betapa pentingnya arti mempertahankan budaya meskipun masyarakat Cigugur telah memeluk agama yang berbeda.Pemberdayaan kebudayaan Sunda Wiwitan ini telah berkembang dan tidak hanya dilakukan di wilayah Paseban Tri Panca Tunggal saja. Pemberdayaan ini ternyata telah diperluas melalui sekolah-sekolah lewat jalur ekstrakurikuler dan kursus-kursus yang berkaitan dengan pemberdayaan seni seperti membatik, menari, dan lain sebagainya dengan mengirim surat kepada Kepala Sekolah di tiap sekolah di Cigugur untuk membuka pelatihan/pemberdayaan budaya setempat. 175 Chris Barker. 2013. Cultural Studies: Teori dan Kebudayaan, Penerjemah: Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Hlm.12.


Page 169 of 203 Pangeran Gumirat, dalam pemberdayaan seni di Masyarakat Cigugur, ternyata juga berperan penting yakni sebagai penggagas pemberdayaan seni di bidang batik. Sama seperti Pangeran Djatikusuma, bermula dari kecintaannya pada seni terutama seni batik, Pangeran Gumirat pun juga memberdayakan seni batik dan telah berjalan selama 10 tahun lamanya. Motif batik diambil dari relief yang ada di Paseban Tri Panca Tunggal, yakni antara lain Motif Pakem, Motif Lereng Kujang dan Motif Sekar Galuh. Motif Lereng Kujang dan Motif Sekar Galuh merupakan motif yang mewakili kekhasan Paseban Tri Panca Tunggal. Gambar 10. 1 Tempat Pembuatan Batik Sumber: Dokumentasi Penulis (2016) Batik adalah suatu kegiatan yang berawal dari menggambar suatu bentuk di atas kain dengan menggunakan lilin batik (malam) kemudian diteruskan dengan pemberian warna. Ditinjau dari teknik pembuatannya, maka seni kerajinan membatik terbagi atas; batik tulis/canting, batik cap, dan batik printing.176 Pemberdayaan kebudayaan Sunda Wiwitan yang ada di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat ini selain juga melalui pihak Paseban Tri Panca Tunggal, ternyata juga dibantu oleh keluarga inti dari setiap masyarakat yang ada di sana. Gambar 10. 2 Wawancara dengan Kang Agus Sumber: Dokumentasi Penulis (2016) 176 Mila Karmila. 2010. Ragam Kain Tradisional Nusantara. Jakarta: Bee Media Indonesia. hal 10


Page 170 of 203 Nampak bahwa pemberdayaan kebudayaan Sunda Wiwitan yang ada di Cigugur, tidak hanya khusus diperuntukkan bagi mereka yang beragama Djawa Sunda namun juga bagi mereka yang beragama non-ADS. Bahkan keluarga inti pun membantu melestarikan budaya ini secara tidak langsung, melalui anak itu sendiri yang belajar di Paseban Tri Panca Tunggal lalu berlatih di rumah dengan bimbingan orang tua atau mungin melalui orang tua yang memberikan pengajaran dan pelatihan mengenai budaya yang didapat dari Paseban Tri Panca Tunggal atau sumber lainnya. Pemberdayaan seni yang ada di Cigugur ini pun mengalami perkembangan pada minat masyarakat, perubahan sarana dan prasarana yang menunjang pemberdayaan dan juga keterlibatan budaya Sunda Wiwitan di ranah publik yang lebih luas. Awal mula pemberdayaannya, sebagaimana dituturkan oleh Pangeran Gumirat, respon masyarakat sangat antusias dan mendaftarkan dirinya untuk mempelajari budaya setempat. Bahkan menurut Pangeran Gumirat, pemberdayaan yang dilakukan hingga sekarang ini membawa dampak positif bagi banyak pihak antara lain dari segi ekonomi. Pemberdayaan dalam seni batik, meskipun orientasinya pelestarian budaya setempat, ternyata pemberdayaan seni batik ini juga berorientasi ekonomi meskipun itu bukan orientasi utama. Orientasi ekonomi ini dapat dilihat melalui terlibatnya Batik khas Paseban Tri Panca Tunggal dalam pangsa pasar dan juga diminati hampir oleh sebagian besar turis, peneliti bahkan juga konsumen batik. Menurut Pangeran Gumirat, batik khas Paseban Tri Panca Tunggal ini sangat diminati karena motifnya yang langka dan sulit didapatkan di pasaran. Cara pembuatan batik pun berkembang. Mulai dari menggunakan canting (secara tulis) hingga cap. Selain itu, perkembangan juga dialami dalam pemberdayaan seni tari. Perkembangan yang ada pada pemberdayaan seni tari ini juga terletak pada orientasi dan nilai tarian itu sendiri. Sama seperti seni batik, orientasi awal diberdayakannya seni tari adalah untuk melestarikan budaya setempat sekaligus menjaga estetika tarian khas Sunda Wiwitan yang kerap ditampilkan saat Upacara Seren Taun, namun ternyata seni tari ini pun tak hanya dipergunakan saat Upacara Seren Taun namun juga diikutkan dalam kompetisi-kompetisi. Skema 1 Fase Perkembangan Pemberdayaan Budaya Sunda Wiwitan Sumber: Analisa Penulis (2016) Pangeran Djatikusuma Pemberdayaan yang dilakukan masih sangat berorientasi pada pelestarian budaya sekaligus penguatan identitas, dibentuknya lembaga kesenian "Lingkung Seni Purwawirahma", masih dilakukan dalam lingkup Paseban Tri Panca Tunggal, respon masyarakat positif dan cukup antusias. Pangeran Gumirat Pemberdayaan berorientasi ganda meskipun orientasi tersebut bukanlah prioritas, terdapat pergeseran nilai dalam seni tersebut, respon masyarakat masih positif namun antusias masyarakat berkurang (khususnya generasi muda) dan telah menyebarluas melalui sekolah-sekolah di Cigugur.


Page 171 of 203 Menurut Pangeran Gumirat, tarian yang biasa dibawakan selama Upacara Seren Taun pernah menjadi juara satu dalam kompetisi tarian se-Kabupaten Kuningan dan mampu meningkatkan minat generasi muda untuk mencintai budayanya sendiri. Berikut pernyataan Pangeran Gumirat: Karena Upacara Seren Taun bisa meriah, nama sekolah juga bisa terangkat, siswa-siswa bisa ikut senang menampilkan tarian yang telah juara 1 di kabupaten kuningan. Itulah trik-trik nya, sehingga minat generasi muda masih kental untuk mencintai budayanya sendiri.177 Dari sini dapat di lihat bahwa seni tari yang biasa ditampilkan dalam momen-momen keagamaan dan bernilai sakral telah menjadi profan dengan diikutsertakan dalam kompetisi-kompetisi tarian se-Kabupaten Kuningan. Nilai tarian yang semula bersifat sakral dan digunakan untuk acara-acara keagamaan yang suci, mulai luntur dan digunakan dalam kompetisi-kompetisi yang sifatnya profan. Menurut Emile Durkheim, Yang Sakral merupakan sesuatu yang dianggap memiliki kekuatan melebihi manusia, bernilai suci, diagung-agungkan, sangat mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat dan bersifat supranatural. Yang Sakral ini tercipta melalui ritual-ritual yang mengubah kekuatan moral masyarakat menjadi simbol-simbol religius yang mengikat individu dalam suatu kelompok. Sedangkan Yang Profan merupakan sesuatu yang dianggap bersifat duniawi dan terpisah dari Yang Sakral178. Yang Profan dapat menjadi Yang Sakral jika dianggap suci/keramat dan dilakukannya ritual untuk mengagungkan Yang Profan. Begitupun Yang Sakral dapat menjadi Yang Profan apabila mulai ditinggalkannya Yang Sakral atau berkurangnya nilai religiusitas Yang Sakral. Pemberdayaan dalam Bidang Kesenian Seni pada hakekatnya adalah proses pekerjaan manusia yang hasilnya dapat diamati dan dipersepsi sebagai sesuatu yang indah dan bernilai. Seni dapat dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia.179 Seni adalah segala kegiatan manusia untuk mengkomunikasikan pengalaman batinnya pada orang lain. Pengalaman batin ini divisualisasikan dalam tata susunan yang indah dan menarik sehingga dapat memancing timbulnya rasa senang atau puas bagi siapa yang menghayatinya. Visualisasi ini dapat ditangkap oleh: 1. Indera raba menjadi seni rupa, 2. Indera mata menjadi seni tari dan seni sastra, 3. Indera dengar menjadi seni musik/suara dan drama. 180 Kesenian merupakan salah satu bentuk budaya yang dalam proses penciptaannya mengutamakan perasaan sebagai salah satu unsur budaya. Ini tidak berarti bahwa dalam kesenian tidak ada unsur lain, seperti unsur pikiran atau cipta dan unsur 177Hasil wawancara penulis beserta tim peneliti pada tanggal 5 November 2016 pukul 13.00 178 George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2014. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern, Penerjemah: Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana. hal.104 179 Olga D. Pandeirot dan Sri Kawurian. 2015. Pendidikan Seni dan Keterampilan. Jakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. hal 5 180 Ibid, hal 8


Page 172 of 203 etika atau karsa.181 Kesenian merupakan perwujudan ungkapan jiwa melalui media rupa (gambar, lukis, patung, dll), suara (musik, nyanyian, instrumental, dll), gerak (tari, teater), dan bahasa (sastra, ceritera). Biasanya, pemberdayaan yang sering dilakukan masyarakat banyak adalah seperti pelatihan, atau kegiatan-kegiatan yang menunjang masyarakat untuk melakukan sesuatu agar menghasilkan penghasilan. Tetapi, pemberdayaan yang dilakukan oleh masyarakat Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat yang paling menonjol yaitu dalam bidang kesenian. Bentuk-bentuk pemberdayaannya yaitu terdapat kesenian musik, tari-tarian, dan membatik. Tujuan dari pemberdayaan ini adalah untuk melestarikan budaya agar tidak luntur dari pengaruh arus globalisasi, dan kesejahteraan masyarakat Cigugur. Pemberdayaan melalui kesenian tari banyak beragam tari-tarian yang diajarkan kepada orang tua sampai anak kecil. Macam-macam tarian yang diajarkan yaitu ada tari buyung, tari batik, tari panah, tari kaulungan barudak. Untuk yang mau mengikuti kegiatan ini juga tidak dengan paksaan, secara sukarela saja yang memang mau mengikutinya. Kemudian, yang melatih nya juga dari masyarakat asli Cigugur tersebut yang masih muda-muda. Terkadang ada orang Bandung juga yang datang untuk melatih tarian-tarian tersebut. Kegiatan seni tari ini juga sering digunakan setiap ada acara besar di Cigugur. Seperti yang diutarakan oleh Ibu Mik Winarti : Kalau setiap ada acara seren taun atau festival-festival banyak yang latihan untuk tari-tarian dan memainkan alat musik nya. 182 Banyak masyarakat yang sangat antusias untuk mengikuti acara seren taun atau festival-festival dengan berlatih tarian-tariannya agar dapat tampil dengan maksimal. Sehingga dilihatnya juga sangat indah dengan berbagai macam tarian-tarian yang di tampilkan. Kemudian pemberdayaan seni musik, terdapat alat alat musik seperti degung, kecapi, gamelan, angklung yang berasal dari Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Yang ikut memainkan alat musik disini ada anak muda sampai dengan orang dewasa. Respon masyarakat untuk berlatih alat-alat musik di Cigugur juga sangat baik, seperti yang diutarakan oleh Kang Agus: Sangat antusias sekali, memang benar-benar mau ikut. Ada juga yang dateng jauh-jauh dateng kesini untuk belajar alat-alat musik disini, bukan dari penghayat saja. Belajar alat musik nya juga belajar dengan sendirinya, alami saja tidak ada guru yang melatihnya. Disini tidak ada yang jago, tetapi semuanya sama sama belajar.183 Bahkan yang ingin berlatih alat-alat musik nya bukan dari penghayat saja, itu menunjukkan bahwa masyarakat masih ingin melestarikan kebudayaannya agar tidak luntur dengan berkembangnya jaman. Alat-alat musik tersebut juga digunakan pada saat acara seren taun di Paseban, Cigugur. 181 M. Soedarsono. 1992. Pengantar Apresiasi Seni. Jakarta: Balai Pustaka. hal 174 182 Hasil wawancara dengan ibu Mik Winarti pada tanggal 4 November 2016 Pukul 13.35 183 Hasil wawancara penulis beserta tim peneliti pada tanggal 5 november 2016 pukul 10.30


Page 173 of 203 Gambar 10. 3 Alat-Alat Seni Musik Sumber: Dokumentasi Penulis (2016) Seperti yang diutarakan oleh Kang Agus, bahwa dalam belajar alat musik di daerah Cigugur tidak ada yang melatih. Mereka sama-sama saling belajar semuanya untuk memainkan alat musiknya. Jadi tidak ada yang paling jago dalam memainkan alat musiknya. Kemudian pemberdayaan kesenian membatik yang dilakukan oleh masyarakat Cigugur mempunyai manfaat yaitu batik itu bisa melatih kita untuk kesabaran, bisa juga dipakai sebagai media meditasi dan perlu konsentrasi juga. Filosofis batik itu sendiri, kalau dibalik menjadi kitab. Jadi intinya ada nilai-nilai tersendiri dari batik itu sendiri. Motif-motifnya juga beraneka ragam dan memiliki makna-makna tersendiri, ada motif pakem, ada motif aplikasi. Kalau motif pakem, lebih cenderung ke warna-warna, lebih ke warna klasik (sogan, coklat, item, krem) termasuk batik pedalaman, sedangkan motif aplikasi lebih bebas berekspresi. Harganya juga sangat terjangkau tergantung pembuatan, motif dan warnanya seperti yang diutarakan oleh Kang Agus: Kalau dari harganya, batik tulis kisarannya sekitar Rp 150.000 – Rp 1.000.000, kalau batik cap kisarannya sekitar Rp 300.000 – Rp 500.000 tergantung motif dan warna nya juga, kalau batik printing paling sekitar Rp 100.000. 184 184 Hasil wawancara penulis beserta tim peneliti pada tanggal 5 november 2016 pukul 10.30


Page 174 of 203 Gambar 10. 4 Motif-Motif Batik dan Filosofisnya Sumber: Dokumentasi Penulis (2016) Tetapi, pembuatan batik disini semata-mata hanya untuk melestariakan saja, bukan cenderung untuk berjualan yang di budget kan sampai semaksimal mungkin. Kalau ada yang memesan tetap di buatkan sesuai pesanannya dan hasilnya pun juga untuk masyarakat tersebut dalam pembuatan kain batiknya. Karena kita lebih cenderung ke nilai-nilai filosofis batik yang kita miliki. Seperti yang telah dipaparkan oleh Kang Asep (30Tahun): Motif-motif batik yang ada di dalam Paseban ini di ambil dari relief-relief yang ada di gedung Paseban ini,, udah sepuluh tahun berjalan. Kita memberdayakan masyarakat, tetapi kita lebih cenderung ke nilai-nilai filosofis batik itu sendiri. Motif sekar galuh dan motif lereng kujang lebih mewakili khas dari Paseban ini. Pemberdayaan disini juga dengan penuh kesadaran, tanpa ada jadwal masing-masing. Berjalan dengan sendirinya saja. Batik itu bisa melatih kita untuk kesabaran, bisa dipakai sebagai media meditasi, perlu konsentrasi juga. Filosofis batik itu sendiri, kalau kata nya dibalik menjadi “kitab”. Jadi intinya ada nilai-nilai tersendiri dari batiknya. 185 185 Hasil wawancara penulis beserta tim peneliti pada tanggal 5 November 2016 pukul 12.05


Page 175 of 203 Gambar 10. 5 Wawancara dengan kang Asep Sumber: Dokumentasi Penulis (2016) Mempertahankan Eksistensi Komunitas ADS Komunitas, organisasi, maupun kelompok sosial merupakan wadah bagi setiap individu untuk mencapai tujuannya. Keberadaan suatu komunitas membutuhkan pengakuan dari masyarakat agar dapat bertahan di tengah beragamnya komunitas lain.186 Pada dasarnya manusia terlahir sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya agar dapat bertahan hidup. Sebagai makhluk sosial dalam usaha memenuhi kebutuhannya tersebut manusia membutuhkan orang lain. Pada umumnya individu yang tergabung dalam suatu komunitas atau kelompok memiliki kesamaan-kesamaan seperti kesamaan pekerjaan, kesamaan agama, kesamaan tujuan dan lain-lain. Oleh karena itu, di dunia sosial sangat banyak komunitas-komunitas yang beragam sehingga mempertahankan eksistensi agar dapat terus bertahan di tengah realita keberagaman tersebut menjadi sangat penting. Di mana pun, kesenian merupakan salah satu perujudan kebudayaan. Kesenian juga selalu mempunyai peranan tertentu di dalam masyarakat yang menjadi ajangnya. Demikian pula di indonesia, kesenian dapat ditinjau dalam konteks kebudayaanmaupun kemasyarakatannya. Ditinjau dalam konteks kebudayann, akan ternyata berbagai corak ragam kesenian yang ada di indonesia ini terjadi karena adanya lapisan-lapisan kebudayaan yang bertumpuk dari jaman ke jaman. Di samping itu, keanekaan corak kesenian disini juga terjadi karena adanya berbagai lingkungan budaya yang hidup berdampingan dalam satu masa sekarang ini.187 186 Eka Yuliana, “Strategi Mempertahankan Eksistensi Komunitas Virginity Jogja”, diakses dari http://eprints.uny.ac.id/22680/9/ringkasan%20eka.pdf, pada tanggal 18 Desember 2016 pukul 10.22 wib. 187 Edi Sedyawati dan Sapardi Djoko Damono. 1983. Seni dalam Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hal.7


Page 176 of 203 Komunitas ADS atau yang disebut dengan sunda wiwitan188 juga memiliki usahausaha dalam terus menjaga eksistensi mereka. Seperti yang ada pada masyarakat sunda wiwitan di Cigugur Kuningan. Dalam kasus ini, masyarakat sunda wiwitan sering mendapatkan berbagai macam tindakan diskriminatif, sehingga tindakan atau usaha untuk bertahan menjadi sangat penting agar mereka dapat terus bertahan, dan terbukti mereka masih terus bertahan sampai sekarang. Masyarakat sunda wiwitan di Cigugur Kuningan menggunakan pemberdayaan seni untuk mempertahankan eksistensi mereka. Bukan tanpa alasan masyarakat sunda wiwitan ini dapat bertahan sampai sekarang, pemberdayaan seni yang dilakukan masyarakat sunda wiwitan di Cigugur Kuningan ini dilakukan dengan sungguhsungguh dan oleh semua lapisan masyarakat. Seni bagi masyarakat sunda wiwitan adalah sesuatu yang membedakan mereka dengan komunitas lainnya. Oleh karena itu rasa memiliki terhadap kesenian sendiri sangat tinggi pada masyarakat sunda wiwitan. Dengan begitu pemberdayaan seni yang dilakukan dapat berjalan secara efektif dan efisien sehingga mampu mempertahankan eksistensi sunda wiwitan di Cigugur Kuningan. Bayangkan saja tindakan diskriminatif yang terus menerus didapat masyarakat sunda wiwitan seperti kolom agama pada KTP yang mana mereka dipaksa untuk memilih salah satu agama yang berlaku di Indonesia sudah cukup untuk membuat seseorang menyerah, akan tetapi tidak bagi masyarakat sunda wiwitan di cigugur, mereka tetap mempertahankan adat mereka, mempertahankan eksistensi mereka, melalui apa yang mereka miliki yaitu kesenian, baik seni tari, seni musik, dan batik khas sunda wiwitan. Pemberdayaan masyarakat dalam hal ini melalui seni pada masyarakat sunda wiwitan sebagai upaya mempertahankan eksistensi mereka sudah dilakukan sejak zaman Pangeran Djatikusuma. Seperti yang disampaikan oleh anaknya, Pangeran Gumirat Bama Alam: Zaman ayahanda saya Pangeran Djatikusuma dan Ibunda memberdayakan masyarakat itu untuk pelestarian seni budaya. Lalu dibentuklah sebuah lembaga kesenian yang bernama Lingkung Seni Purwawirahma. Itu pemberdayaan nya disamping untuk pelestarian seni budaya, juga agar masyarakat lebih merasa memiliki tentang betapa pentingnya arti mempertahankan budaya sunda, walaupun masyarakat sendiri sudah memeluk agama yang berbeda-beda. Kalau budaya itu harus dipisahkan dengan kepentingan agama. Kemudian dalam seni membatik tulis,juga difungsikan untuk meningkatkan perekonomian warga di bidang industri perbatikan.189 188 Sunda wiwitan adalah penamaan bagi keyakinan atau system keyakinan “masyarakat keturunan Sunda” yang dilekatkan pada beberapa komunitas dan individu Sunda yang secara kukuh mempertahankan budaya spiritual dan tuntunan ajaran leluhur Sunda ( Ira Indrawardana. Memahami Fenomena Sunda Wiwitan Masa Kini.. Jurnal Majemuk, Edisi 34 September-Oktober 2008, hal.17) 189 Hasil wawancara dengan Pangeran Gumirat Bama Alam pada tanggal 5 November 2016 pukul 13.00


Page 177 of 203 Gambar 10. 6 Wawancara dengan Pangeran Gumirat Sumber : Dokumentasi Penulis (2016) Berdasarkan pernyataan Pangeran Gumirat di atas, pemberdayaan kesenian yang dilakukan di sunda wiwitan telah dilakukan sejak zaman ayahnya, Pangeran Djatikusuma. Yang awalnya bertujuan untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap kesenian atau budaya sunda. Meskipun pada saat itu sampai sekarang agama yang dipeluk masyarakat Cigugur Kuningan sudah beragam akan tetapi pemberdayaan seni itu harus dipisahkan dengan kepentingan agama, hal tersebut menjadi salah satu faktor mengapa pemberdayaan seni pada masyarakat Cigugur Kuningan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pada sub-bab sebelumnya telah dijelaskan pemberdayaan budaya dalam bidang kesenian, setidaknya ada seni tari, seni musik, dan membatik. Dari pemberdayaan tersebutlah eksistensi masyarakat sunda wiwitan di Cigugur Kuningan dapat terus bertahan di tengah-tengah keberagaman. Pemberdayaan yang dilakukan sangat mengusung nilai-nilai persatuan. Di mana masyarakat Cigugur Kuningan paham betul bahwa di daerah mereka memiliki keberagaman agama atau multi agama, sehingga pemahaman tentang nilai-nilai kesatuan harus sangat dipahami. Seperti halnya masyarakat sunda wiwitan yang melakukan pemberdayaan seni melalui latihan menari misalnya, dalam prakteknya tidak hanya masyarakat sunda wiwitan saja yang mengikuti latihan menari tersebut, tetapi masyarakat Cigugur Kuningan lainnya baik itu yang beragama islam ataupun katolik juga ikut dalam latihan tersebut. Hal ini sangat efektif dalam mempertahankan eksistensi masyarakat sunda wiwitan. Pemberdayaan seni atau budaya yang telah dilakukan sangat lama ini sangat efektif dalam mempertahankan eksistensi masyarakat sunda wiwitan, karena setiap tahunnya ada upacara adat yang disebut dengan Seren Taun190 yang sudah 190 Upacara adat masyarakat sunda yang digelar setiap tahun. Upacara adat ini adalah upacara panen padi. Upacara ini berlangsung secara khidmat dan semarak dengan berbagai pertujunkan


Page 178 of 203 pasti kesenian yang telah diberdayakan tadi akan ditampilkan dalam upacara tersebut, sehingga eksistensi masyarakat sunda wiwitan ini dapat terus bertahan. Ada satu hal yang sangat penting dalam mempertahankan eksistensi masyarakat sunda wiwitan melalui pemberdayaan seni, yaitu adalah pemahaman akan nilainilai kesatuan. Pada faktanya masyarakat Cigugur Kuningan memiliki agama yang beragam, jika saja nilai-nilai kesatuan tidak dipahami dengan baik mungkin saat ini tidak ada sunda wiwitan di Cigugur Kuningan. Seperti yang disampaikan oleh salah satu masyarakat sunda wiwitan yang juga dianggap sesepuh yaitu mbah Harga (82 tahun), berikut pernyataan beliau: Jadi sejarahnya kalo sunda wiwitan itu kita menjadi manusia bukan kehendak kita, memiliki bangsa, adat, bahasa, aksara, budaya dll bukan kehendak kita, tapi dari kitanya harus melestarikan dan kita harus bersatu. Jadi masayarakat cigugur ini diberdayakan dengan nilai-nilai persatuan. 191 Gambar 10. 7 Wawancara dengan Mbah Harga Sumber : Dokumentasi Penulis (2016) Berdasarkan pernyataan mbah Harga yang merupakan salah satu sesepuh di masyarakat sunda wiwitan, bagi masyarakat sunda wiwitan mereka dilahirkan sebagai manusia bukanlah kehendak mereka, begitupun memiliki bangsa, budaya, dan lain-lain. Tugas kita sebagai manusia hanya untuk melestarikan apa yang telah ada, dengan nilai-nilai persatuan. Tidak heran memang mengapa masyarakat sunda wiwitan, masyarakat adat, komunitas agama djawa sunda yang adalah minoritas dan sering menerima tindakan diskriminatif dapat terus mempertahankan eksistensinya. Pemberdayaan seni yang dilakukan dengan nilai-nilai persatuan membuat kehidupan di Cigugur Kuningan berlangsung secara damai dan hampir tidak ada konflik. Memberdayakan masyarakat sunda wiwitan dengan tidak menutup diri dengan masyarakat pemeluk agama lain membuat masyarakat sunda wiwitan tetap eksis sampai sekarang. Pemilihan seni sebagai jalan untuk memberdayakan kesenian yang telah diperdayakan dan upacara ini selalu dihadiri oleh berbagai macam lapisan masyarakat, jadi tidak terbatas hanya masyarakat sunda wiwitan saja. 191 Hasil wawancara dengan Mbah Harga salah satu sepuh di sunda wiwitan pada tanggal 4 November 2016 pukul 11.48


Page 179 of 203 masyarakatnya juga bukan tanpa alasan. Seni dianggap sebagai sesuatu yang dapat menyatukan umat, sesuatu yang dicintai semua orang, sehingga dengan menjaga seni tentunya kita menjaga sesuatu yang dicintai oleh semua orang. Selain itu juga seni yang diberdayakan ini dapat memberikan keuntungan juga bagi masyarakat sunda wiwitan, misalnya saja batik khas sunda wiwitan yang dibuat bukan untuk dijual, akan tetapi jika ada yang mau membelinya tidak masalah. Artinya tujuan pemberdayaan seni yang dilakukan pada masyarakat sunda wiwitan bukan untuk dikomersialisasi tetapi murni untuk melestarikan budaya serta menjaga eksistensi mereka, namun jika ada yang tertarik membeli itu tidak masalah. Namun dalam usaha mempertahankan eksistensinya tentu saja ada hambatanhambatan yang dialami atau dirasakan, misalnya saja jumlah anak muda di sunda wiwitan sudah berkurang karena banyak yang telah pindah ke luar daerah, seperti pernyataan Kang Agus (22 tahun) salah satu anak muda di sunda wiwitan: Anak-anak muda lebih suka musik modern dibandingkan musik tradisional. Masyarakat disini lebih cenderung ke seni tari, tarian disini memang baku untuk acara Seren Taun. Kendalanya ketinggalan dengan yang lain-lain, selain itu juga anak-anak muda disini juga kebanyakan sudah pindah ke luar daerah misalnya saja anak perempuan kalau dia menikah dengan orang di luar daerah sini ya dia ikut suaminya, terus juga yang kuliah di luar Kuningan juga kan pada sibuk lah jadinya, tapi biasanya kalau seren taun semuanya pada pulang kesini untuk ikut merayakan dan kumpul dengan keluarganya. 192 Dari pernyataan Kang Agus di atas, hambatan yang dialami terbilang hambatan yang memang akan terjadi di kehidupan ini, karena masyarakat ini dinamis dan selalu berubah-ubah. Hanya saja pada masyarakat sunda wiwitan ini nilai-nilai persatuannya sangat kuat, sehingga tidak hanya pemeluk sunda wiwitan saja yang terlibat tetapi masyarakat yang beragama lain juga turut berpartisipasi dalam pemberdayaan seni dalam mempertahankan eksistensi sunda wiwitan di Cigugur Kuningan. Kebudayaan Sunda Wiwitan dan Arus Modernisasi Global Modernisasi ialah suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya. 193 Dalam era globalisasi yang sekaligus memunculkan kepentingan pasar, para seniman tradisional ikut tertantang memenuhi permintaan masyarakat. Para seniman (pengrajin) pembuat barang-barang seni biasanya melayani mayarakatnya untuk upacara sakral dan kegiatan lain yang berhubungan dengan aktivitas ketradisionalan. Barang-barang seni yang dihasilkannya masih mempunyai nilai artistik tinggi. Karena mengetahui banyaknya masyarakat yang datang dan para pedagang yang memesannya, maka para seniman pengrajin mulai mengalihkan perhatiannya untuk memenuhi permintaan pembeli. Akhirnya, keluarlah produk barang seni yang sudah tidak didasarkan atas ide dan selera seniman tradisional karena sematamata hanya untuk memenuhi kebutuhan pemesannya dalam bentuk massal. Selera seniman disesuaikan dengan selera konsumen. Maka dibuatlah barang-barang seni sebanyak-banyaknya dengan cara mengemas menjadi bentuk minim dengan tujuan agar dapat dibeli dengan harga murah dan mudah dibawa kemana- 192 Hasil wawancara dengan kang agus pada tanggal 5 November 2016 Pukul 10. 30 193 R.G.Soekadijo. 1982. Modernisasi. Jakarta: PT Gramedia. Hal.1


Page 180 of 203 mana, tanpa memperhitungkan mutu barang seni tersebut. Terjadilah transformasi budaya yang menyatakan pembuatan barang-barang seni itu merupakan mode of consumption artinya dibuat untuk memenuhi konsumsi pembeli. Barang-barang tradisional itu dapat dijumpai di toko-toko atau stand-stand di pinggir jalan yang mudah dijangkau oleh pembeli, antara lain keris, pedang, topeng, batik, wayang, kuda kepang, dan sebagainya. Anehnya, barang-barang tradisional itu laku cepat, dan ini sebagai akibat banyaknya interaksi manusia di era globalisasi yang ditopang oleh teknologi komunikasi modern. Berbicara tentang wilayah-wilayah yang memiliki keragaman budaya, salah satu wilayah yang memiliki kebudayaan mengenai Sunda Wiwitan adalah Kabupaten Kuningan yang tepatnya berada pada desa Cigugur. Pada desa Cigugur ini kita dapat menjumpai banyak kebudayaan yang masih memegang teguh pada prinsip mereka dalam bermasyarakat salah satu contohnya adalah atraksi kesenian daerah yang beraneka ragam serta budaya pengrajin batik yang masih banyak ditekuni di desa Cigugur. Bukan hanya pengrajin batik saja yang dapat kita jumpai pada desa Cigugur ini namun jika kita mellihat lebih jauh lagi masih banyak yang mendalami tarian-tarian adat contohnya saja seperti tari buncis dan tari buyung. Cara mempertahankan kepercayaan ADS dengan cara mewariskan budaya pada regenerasinya tidak hanya dengan adat seperti tarian saja namun ada juga yang mempertahankan eksistensi mereka lewat pengrajin batik. Pangeran Gumirat Barna Alam merupakan tokoh yang menggagas untuk memberdayakan budaya pada desa Cigugur dengan cara membuat atau memproduksi batik. Dalam desa Cigugur ada lembaga kesenian yang bernama Lingkung Seni Purwawirahma. Menurut beliau walaupun masyarakat pada desa Cigugur banyak memeluk agama yang berbeda namun budaya harus dipisahkan dengan hal tersebut. Jika kita melihat masyarakat pada desa Cigugur memang masyarakat pada desa tersebut telah mencontohkan bagaimana seharusnya semboyan Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu dapat dilaksanakan dengan baik seperti contohnya agama yang beragam dalam masyarakat Cigugur menggambarkan kepada kita bagaimana toleransi beragama dapat dilihat dengan jelas. Upaya masyarakat pada desa Cigugur dalam mempertahankan budaya yang mereka anut tidak semata-mata berjalan dengan lancar, masih ada beberapa kendala yang dirasakan pada saat berupaya dalam mempertahankan budaya mereka salah satunya ada informan yang kami wawancarai, beliau memang merupakan pengrajin batik yang ada di desa Cigugur. Menurut pendapat beliau kendala yang dirasakan pada saat memberikan pelajaran tentang bagaimana membuat batik adalah kendala waktu. Kendala waktu yang dimaksud disini adalah sebagian besar masyarakat pada desa Cigugur sudah menghabiskan waktunya disekolah dan juga masih banyak yang kuliah dan kerja. Program pemberdayaan yang sangat paling mempengaruhi agar tetap bisa melestarikannya adalah dari keluarga dan dari sesepuh. Menurut beliau seni pada masyarakat Cigugur merupakan senjata untuk tetap merasakan kalau masyarakat pada desa Cigugur memang memiliki budaya sendiri. Pada zaman yang sudah modern ini memang banyak tantangan karena semuanya sudah berkembang dengan pesat, namun masyarakat desa Cigugur tetap berusaha dalam melestarikan budaya yang mereka punya salah satu contohnya adalah budaya batik yang memang mereka memiliki motif-motif dari desa Cigugur sendiri. Menurut pendapat


Page 181 of 203 beliau yang merupakan paling inti dari seni adalah sebagai benteng senjata kita untuk melawan arus global yang masuk ke negara kita. Budaya yang sangat jarang dijumpai dan sangat khas dari masyarakat Cigugur adalah adanya Perelek. Salah satu program sumbangan secara sukarela yang sudah menjadi tradisi dalam masyarakat desa Cigugur. Perelek merupakan sumbangan sukarela yang dilakukan dengan cara menempatkan wadah pada setiap rumah yang dimana pemilik rumah dianjurkan untuk menyumbang secara sukarela pada setiap hari. Seperti yang telah dipaparkan oleh pangeran Gumirat: Terkait dana, kalo di sunda wiwitan itu suka ada Perelek. Di setiap rumah itu yah walaupun tidak besar nominal nya, jadi sisa pengembalian beli rokok, beli cabe rawit, nanti 200 rupiah atau paling besar 500 rupiah dimasukkan ke dalam gelas aqua perhari nya. Nah itu nanti akan ada yang ngumpulin untuk kas pemberdayaan masyarakat. Untuk segala macam nya, karena dari masyarakat kegunaannya untuk masyarakat itu sendiri. 194 Dalam budaya perkotaan perelek ini tidak jauh berbeda dengan iuran hanya saja sumbangan sukarela yang menjadi perbedaan, jadi tidak ada paksaan berapa jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk budaya perelek ini. Seperti yang dipaparkan oleh ibu Mik Winarti (65Tahun): Kalo dana yah dari masyarakat sini aja, berasal dari kaki sendiri. Pada saling gotong royong. Tapi ada juga yang memberikan sumbangan dana, tetapi itu jarang sekali. Jadi lebih kepada sumbangan sukarela. Jadi dana kita disini berasal dari swadaya masyarakat, Penarikan dananya, dibikin sistem untuk masalah biaya, dibuat bebas saja. Tapi kita disini tujuannya beda, bukan lebih cenderung ke industry, tetapi lebih ke seni dan budaya untuk melestarikan budaya. 195 Gambar 10. 8 Wawancara dengan ibu Mik Winarti Sumber : Dokumentasi Penulis (2016) 194 Hasil wawancara dengan Pangeran Gumirat Bama Alam pada tanggal 5 November 2016 pukul 13.00 195 Hasil wawancara dengan ibu Mik Winarti pada tanggal 4 November 2016 Pukul 13.35


Page 182 of 203 Hambatan yang dirasakan dalam melestarikan batik yang sudah sejak lama menjadi senjata untuk mempertahankan eksistensi mereka adalah teknologi serta generasi sekarang yang lebih cenderung mengadopsi budaya-budaya menyimpang salah satu contoh yang beliau sebutkan adalah anak-anak banyak lebih memilih merasakan menjadi geng motor ketimbang membatik karena menurut beliau anakanak sekarang tidak mau bersabar padahal yang paling penting dalam membuat batik adalah kesabaran. Jadi dapat kita lihat secara perlahan budaya menyimpang yang lazimnya dilakukan oleh masyarakat kota secara perlahan sudah mulai masuk kedalam kehidupan masyarakat desa Cigugur. Hal ini yang memang harus diperhatikan dalam kehidupan bermasyarakat. Karena seperti yang kita ketahui pada masyarakat perkotaan istilah geng motor sudah menjadi budaya yang menyimpang bukan tidak mungkin jika kebudayaan tersebut akan menyebar luas, maka dari itu faktor keluarga yang sangat berperan dalam mendidik anak sejak dini untuk lebih mengetahui dan mengajarkan budaya-budaya yang seharusnya dilestarikan. Kedua tarian ini yang menjadi simbol dalam masyarakat Cigugur, seperti yang kita ketahui zaman sekarang sudah banyak tarian-tarian yang lebih modern dan lebih dilihat oleh orang banyak. Namun pada tarian ini lah masyarakat desa Cigugur menunjukkan eksistensi mereka terhadap arus globalisasi yang sudah mendunia. Menurut para informan yang sudah di wawancara tarian-tarian ini memang merupakan budaya yang bisa dibilang sangat berperan penting maka dari itu sekolahsekolah di desa Cigugur menjadikan tarian tersebut sebagai ekstrakurikuler, karena mereka sadar tidak mungkin hanya dari yang dewasa saja yang harus bisa dalam seni tarian tersebut maka dari itu mereka berfikir bahwa sudah saatnya anak-anak atau generasi selanjutnya yang meneruskan tradisi dari tarian tersebut. Berbicara tentang pewarisan budaya dalam kepercayaan sunda wiwitan, ada salah satu adat yang mereka anut yaitu Pikukuh Tilu. Pikukuh Tilu ini berasal dari bahasa sunda Pikukuh berasal dari kata Kukuh yang berarti teguh, konsisten. Sedangkan Tilu merupakan jumlah bilangan yang berarti dalam bahasa Indonesia adalah 3. Jadi Pikukuh Tilu dapat didefinisikan sebagai, tiga ketentuan yang harus dipegang teguh dan konsiten dalam kehidupan.196 Hal ini merupakan faktor yang mempengaruhi masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur tetap mempertahankan nilainilai adatnya meskipun lingkungannya telah banyak terjadi perubahan. Masyarakat kepercayaan Sunda Wiwitan terus berupaya mempertahankan nilai adat serta regenerasinya agar tidak hilang ditelan arus era globalisasi. Dalam proses mempertahankan nilai-nilai adat dalam kepercayaan Sunda Wiwitan, konsep Pikukuh Tilu menjadi salah satu faktor yang mengapa masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur masih dapat mempertahankan nilai-nilai adat yang saat ini masih dilestarikan meskipun terjadi berbagai perubahan baik dari dalam kelompoknya maupun luar kelompoknya. Konsep Pikukuh Tilu inilah yang memberikan banyak esensi dalam masyarakat desa Cigugur, sehingga masyarakat taat terhadap ajaran-ajaran yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya. 196 Nana,Gumilang. 2013. Pikukuh Tilu. Bogor: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN). hal 5


Page 183 of 203 Tidak dapat dibantah, arus globalisasi yang berjalan dengan cepat memang menjadi ancaman bagi eksistensi budaya yang ada pada desa Cigugur. Globalisasi memang keniscayaan yang tidak dapat dicegah, tetapi efeknya yang mampu mematikan budaya lokal juga tidak boleh kita biarkan begitu saja. Budaya lokal perlu memperkuat daya tahannya dalam menghadapi era globalisasi. Namun, menolak globalisasi bukan merupakan pilihan yang tepat karena bisa saja menghambat ilmu pengetahuan. Salah satu upaya yang paling penting adalah pemahaman falsafah budaya. Pemahaman falsafah budaya ini harus segera mungkin disosialisasikan kepada generasi yang selanjutnya akan menjadi penerus penggerak budaya dalam masyarakat Cigugur. Dengan adanya sosialisasi tentang pentingnya tarian, batik, dll yang di dalamnya mengandung unsur-unsur budaya yang melekat dengan desa Cigugur. Karena itu sosialisasi atau pelestarian budaya yang ada memang mutlak dilakukan. Pemangku budaya juga tentu harus melakukan pengembangan kesenian tradisional tersebut. Pembenahan jati diri juga merupakan salah satu hal yang penting dalam melestarikan budaya-budaya yang ada pada masyarakat desa Cigugur. Pada dasarnya pemabangunan jati diri ini bertujuan untuk memperkokoh identitas diri masyarakat Cigugur. Serta memanfaatkan teknologi untuk memperkenalkan lebih dalam terhadap budaya budaya yang ada di desa Cigugur. Penutup Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk. Kemajemukan masyarakat Indonesia salah satunya terlihat dari beragamnya kebudayaan daerah yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara, sebagai suatu sistem yang adaptif berdasarkan kondisi lingkungan alam dan manusianya. Indonesia adalah satu bangsa untuk semua suku bangsa dan bangsa yang ada dan hidup di Bumi Nusantara. Semua suku bangsa memiliki kebebasan berkebudayaan demi kemajuan Indonesia yang dimiliki bersama itu. Sesuatu dimaknai atau dikatakan sebagai suatu kebudayaan dalam keilmuan Antropologi dan Sosiologi, Pertama bahwa kebudayaan itu harus menunjuk pada adanya pola (Pattern) sebagai suatu “ukuran baku”. Kedua, suatu kebudayaan merujuk pada sesuatu yang menjadi milik bersama atau lebih bersifat kolektif, bukan sebatas pada identitas perseorangan atau individu. Ketiga, bahwa suatu kebudayaan akan diwariskan dengan cara disosialisasikan, diajarkan oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya untuk selanjutnya diterapkan dan diteruskan kembali. Pada akhirnya proses tersebut memiliki dimensi tradisi. Keempat, karena memiliki dimensi tradisi maka eksistensinya relatif stabil dan mantap. Artinya stabilitas dari kebudayaan itu hanya berlaku pada periode waktu tertentu, dengan catatan karena pada dasarnya kebudayaan sebagai alat yang digunakan oleh manusia untuk menghadapi tantangan hidupnya dalam beradaptasi dengan perkembangan alam dan lingkungannya. Tiap-tiap masyarakat pasti memberdayakan kebudayaannya agar tidak punah dan juga agar mereka tetap menjaga identitas mereka sebagai bagian dari suatu masyarakat. Pemberdayaan yang dilakukan oleh masyarakat Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat yang paling menonjol yaitu dalam bidang kesenian. Bentuk-bentuk pemberdayaannya yaitu terdapat kesenian musik, tari-tarian, dan membatik.


Page 184 of 203 Dalam skema di bawah ini dapat dilihat bahwa pemberdayaan Budaya Sunda Wiwitan di Masyarakat Cigugur, Kuningan, Jawa Barat sudah dilakukan sejak era Pangeran Djatikusuma dengan mendirikan Lingkung Seni Purnawirahma. Lalu dilanjutkan oleh anaknya Pangeran Gumirat. Ada tiga seni dalam Lingkung Seni Purnawirahma, yaitu Seni Musik, Seni Tari dan Seni Batik. Dalam pemberdayaan Seni Musik, yang diberdayakan adalah kemampuan masyarakat untuk memainkan alat musik tradisional. Adapun dalam Seni Tari, yang diberdayakan adalah kemampuan masyarakat untuk menari tarian tradisional khas Sunda Wiwitan yang ada di Desa Cigugur ini yang antara lain adalah Tari Buyung, Tari Panah,Tari Kaulungan Budak dan Tari Batik. Sedangkan dalam Seni Batik, yang diberdayakan adalah kemampuan masyarakat untuk membatik dengan motif khas Sunda Wiwitan Desa Cigugur, yakni Batik Pakem, Batik Lereng dan Batik Sekar Galuh. Pemberdayaan seni yang ada dalam Lingkung Seni Purnawirahma, juga dilakukan melalui keluarga inti yakni keluarga, melalui sekolah dengan kegiatan ekstrakurikulernya dan juga melalui seniman-seniman yang ada di Paseban Tri Panca Tunggal dalam seminar atau pelatihan-pelatihan yang diadakan di Paseban Tri Panca Tunggal.Selama pemberdayaan berjalan, Lingkung Seni Purnawirahma mendapatkan bantuan dana dari Masyarakat Desa Cigugur dan juga dari hasil transaksi batik khas yang telah dibuat. Dengan adanya pemberdayaan pada ketiga bidang seni ini, maka masyarakat yang berkebudayaan Sunda Wiwitan yang ada di Desa Cigugur, Kuningan, Jawa Barat ini tetap ada dan eksis. Karena Kaum Sunda Wiwitan berpendapat bahwa eksistensi kebudayaan merupakan karakter suatu bangsa, sehingga tujuan dari pemberdayaan ini adalah untuk melestarikan budaya agar tidak luntur dari pengaruh arus modernisasi, dan juga untuk kesejahteraan masyarakat Cigugur.


Click to View FlipBook Version