Page 35 of 203 berisi makanan, buah-buahan, dan hasil bumi yang nantinya akan dibawa untuk acara Upacara Seren Taun. Berbicara tentang hubungan dengan masyarakat luar ADS, sudah pasti berkaitan dengan interaksi. Proses interaksi yang terjadi antar sesama warga masyarakat di Kelurahan Cigugur didasarkan atas hubungan kekeluargaan, pekerjaan, dan gotong royong. Pada umumnya interaksi yang sering terjadi adalah dengan orangorang yang satu pekerjaan meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda. Hal ini terjadi pada waktu mereka untuk berinteraksi lebih banyak bila dibandingkan dengan orang yang berbeda pekerjaannya. Interaksi diantara warga masyarakat di Kelurahan Cigugur juga terlihat dalam gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat seperti pada kegiatan bakti sosial, jumat bersih dan membuat sarana peribadatan sering dilaksanakan oleh masyarakat di Kelurahan Cigugur. Ketika diadakan kegiatan gotong royong biasanya antara satu anggota masyarakat dengan yang lainnya saling berjumpa. Pada waktu itu mereka saling menyapa dan saling bersenda gurau yang menandakan akrabnya hubungan mereka walaupun berbeda latar belakang dan agamanya. Selain itu, gotong royong, dalam upacara perkawinan dan kematian juga merupakan saat-saat biasanya anggota masyarakat saling berkumpul dan saling berinteraksi. Dalam kehidupan masyarakat tokoh-tokoh agama dan kepala kelurahan dianggap sebagai seorang pemimpin kharismatik yang harus dipatuhi dan dijadikan panutan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kepala Kelurahan dan tokoh-tokoh agama tidak hanya sebagai tokoh panutan, tetapi juga dianggap sebagai tokoh yang mampu menyelesaikan berbagai masalah dalam masyarakat. Dalam hasil penelitian UPI, dijelaskan bahwasanya dalam arsip kelurahan Cigugur tahun 2008, kehidupan beragama, masyarakat Kelurahan Cigugur terlihat harmonis. Hal ini terjadi karena antara masyarakat Cigugur dan Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa memegang teguh rasa toleransi diantara mereka sehingga terjalin suatu hubungan yang baik. Pelaksanaan ritual keagamaan cukup kental, bahkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh masyarakat biasanya dihubungkan dengan nilai-nilai agama. Sarana-sarana peribadatan pun cukup lengkap, terlihat dengan banyaknya tempat peribadatan, seperti masjid yang berjumlah enam, langgar sembilan, dan gereja ada dua buah. Bagi masyarakat komunitas Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang juga tersebar di wilayah Cigugur, tetapi juga di wilayah Jawa Barat lainnya, hidup berdampingan dan bertetangga dengan pemeluk agama yang berbeda. Bahkan tidak jarang dalam suatu keluarga terdapat beberapa keyakinan yang dianut tanpa saling menganggu satu dengan yang lainnya. Contoh konkretnya adalah Ibu Anda selaku istri dari sekertaris kelurahan yaitu bapak Anda, dan rumah yang kelompok diami selama melakukan penelitian sederhana. Keluarga bapak gee daa ada yang Islam, Katolik, Penghayat, macammacam teh, tapi da ah rame weeh kalo lebaran teh ibu yang Katolik suka
Page 36 of 203 ikut ke kaka Ibu yang Islam, kaka Ibu yang Islam ge suka pada dating kalo natal, ah ya rame weh43 Mereka bisa dan terbiasa menerima anggota keluarganya yang berasal dari pemeluk agama yang berbeda. Karena prinsip hidup tersebut, kami sebagai peneliti melihat bahwa kerukunan dalam masyarakat yang beragam dalam agama sangatlah rukun. Sama halnya seperti kerukunan dijunjung tinggi oleh komunitas ADS yaitu “meskipun tidak sepengakuan tetapi mengutamakan pengertian”. Hal ini dilakukan dalam upaya ikut serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera, seperti melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan, bekerja bersama-sama tanpa memandang suku, ras, agama, maupun golongan, baik itu yang datangnya dari pihak pemerintah maupun atas inisiatif dari warga masyarakat itu sendiri. Kegiatan tersebut wujud dari kesadaran akan kerukunan hidup Umat berKetuhanan Yang Maha Esa. Sejalan dengan hal di atas, komunitas ADS sangat menilai tinggi warisan budaya nenek moyangnya, seperti yang telah dituliskan dalam manuskrip oleh Pangeran Madrais. Adat istiadat warisan para leluhurnya tetap dipelihara dalam kehidupan sehari-hari. Tidak dapat dipungkiri bahwa adat istiadat tersebut berhubungan erat dengan sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan ini terlihat di dalam upacara adatnya, seperti yang dapat kita saksikan dalam upacara Seren Taun. Dalam upacara Seren Taun semua warga di Cigugur turut berpartisipasi didalamnya tanpa memandang latar belakang agama, ras, suku dan golongan. Dalam upacara Seren Taun, kita mau ikut juga boleh siapa saja, banyak juga yang berpartisipasi kaya bikin nasi liwet gitu teh. Banyak yang nyumbang kaya buah-buahan terus ikut bantuin bikin apa gitu buat upacara seren taun.44 Kelompok kami nampak santai saat membicarakan terkait Seren Taun dirumah bapak Anda dan juga berbagai hal lainnya yang menyanggkut dengan komunitas ADS dan juga hubungannya dengan masyarakat luar ADS. Gambar 2. 7 Wawancara dengan Bapak Anda (Sekretaris Lurah Cigugur) Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016) 43 Hasil wawancara dengan istri Sekretaris Lurah yaitu Ibu Anda, dirumah Ibu Anda pada tanggal 4 November 2016, pukul 16:48 WIB. 44 Hasil wawancara dengan sekertaris lurah yaitu bapak Anda, dirumah bapak Anda pada tanggal 4 November 2016, pukul 16:48 WIB.
Page 37 of 203 Dalam hal ini, Seren Taun bukan hanya komunitas ADS saja yang mengikuti. Hal ini karena hakikat keberadaan Upacara adat Seren Taun merupakan tuntunan bagi siapapun, suku bangsa, dan agama apapun yang mau bersama-sama bersyukur kepada hakekat Ketuhanan Yang Maha Esa. Keadaan ini perlu diungkapkan karena memang pada kenyataannya Upacara Seren Taun meskipun merupakan tradisi upacara ritual masyarakat Sunda (di Cigugur), tetapi dalam pra dan pelaksanaannya melibatkan berbagai elemen masyarakat Cigugur khususnya dan daerah lainnya tanpa membedakan keyakinan agama, suku, golongan dan sebagainya. Di satu sisi tentunya dalam mendukung pengembangan pariwisata daerah dan nasional, maka adanya upacara Seren Taun di Cigugur ini sekaligus juga merupakan Kalender Even nasional untuk kunjungan wisata budaya dan wisata alam. Komunitas sangat menjunjung kerukunan dalam kehidupan berbangsa. Oleh karena itu, Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat patuh dan taat terhadap program-program yang diusung oleh pemerintah, di mana peran pupuhu atau ketua penghayat memiliki peranan yang besar untuk menggerakan para penganutnya dalam menjalankan program pemerintah.45 Penutup Komunitas ADS di Cigugur merupakan komunitas yang menganut aliran kepercayaan. Seperti pada umumnya, tentunya sebuah komunitas memiliki pemimpin yang mengatur suatu kelompok dan mengontrol kehidupan kelompok tersebut agar menjalani nilai dan norma dalam masyarakat dengan baik. Skema 2. 3 Dinamika Kepemimpinan ADS Sumber: Analisis Penulis (2016) 45 Diakses dari http://a-research.upi.edu.pdf pada tanggal 20 Desember 2016, pukul 22:18 WIB. Pemimpin (pupuhu) di ADS Cigugur Mengatur dan mengontrol kehidupan rakyat komunitas Menciptakan hubungan yang baik dengan rakyat komunitas dan luar Berhubungan baik dengan pemerintahan dalam hal administrasi dan kependudukan Menciptakan hubungan antar kelompok yang harmonis dengan masyarakat komunitas adat dan luar sehingga terjalin toler-
Page 38 of 203 Pemimpin atau yang kerap disebut pupuhu adat dalam komunitas ADS di Cigugur ini sudah mengalami tiga kali pergantian pemimpin. Mulai dari pemimpin Pangeran Madrais, Tedja Buana, Pangeran Djati Kusuma, dan calon pemimpin yang akan menggantikan Pangeran Djati Kusuma yaitu Pangeran Gumirat. Pupuhu dalam komunitas ADS merupakan putera dari pemimpin sebelumnya dan akan selalu seperti itu yakni turun temurun menjadi pemimpin dalam komunitas ADS. Setiap pupuhu memiliki karakteristik yang berbeda untuk mengatur kehidupan masyarakat komunitas ADS. Pupuhu adat dibantu dengan adanya ais pangampih yaitu kaki tangan pupuhu untuk membantu pupuhu dalam koordinasi dengan rakyat. Melalui kepemimpinan masing-masing pemimpin di setiap masanya, tentunya memiliki hubungan yang baik dengan elemen sekitar masyarakat komunitas ADS di Cigugur baik internal maupun eksternal. Hubungan tersebut terjalin dengan baik karena adanya pengawasan dan koordinasi dari pupuhu serta ais pangampih dengan pemerintahan, rakyat komunitas ADS maupun luar ADS. Masyarakat komunitas ADS di Cigugur berharap akan toleransi keberagaman agama yang dianut setiap masyarakat Cigugur dengan ketenangan praktek religius di kehidupan sehari-hari tanpa adanya intoleransi.
Page 39 of 203 Daftar Pustaka Makalah ”Perspektif budaya spiritual adat karuhun urang pengahayat kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa tentang kepemimpinan bangsa indonesia dalam analisis wacana potret krisis multi dimensi bangsa” oleh Ira Indrawardana Nushiron M. Nuh, “Paham Madrais/Adat Karuhun Urang (AKUR) Di Cigugur Kuningan: Studi tentang Ajaran, dan Pelayanan Hak-Hak Sipil”, Jurnal Multikultural dan Multireligius, Vol. X Ira Indrawardana, “Perspektif Buaya Spiritual Adat Karuhun Urang Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tentang Kepemimpinan Bangsa Indonesia Dalam Analisis Wacana Potret Krisis Multi Dimensi Bangsa” George Ritzer dan Douglas J. Goodman, “Teori Sosiologi dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern”, (Bantul : Kreasi Wacana, 2012) http://m.kompasiana.com/piusnovrin/konsep-tuhan-dalam-agama-djawasunda_550ecef4813311c72cbc64a2 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34834/4/Chapter%20II.pdf http://a-research.upi.edu.pdf http://pendis.depag.go.id/index.php?a=artikel&id2=perandepagnationstate http://respository.uinjkt.ac.id.pdf –Faturrahman
Page 40 of 203 Bab 3 Sekolah sebagai Sarana Penguat Hubungan Siswa Beragama: Studi Kasus di SMP Tri Mulya, Bina Cahya dan Yos Sudarso Anggun P.S, Dendi Pernanda. Z, Fanny Handayani, Nida Syarifah, Sifa A. Zulfia Pendahuluan Pendidikan adalah salah satu program pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Pendidikan tidak hanya untuk kalangan tertentu atau wilayah tertentu, pendidikan dapat dirasakan dimana saja dan kapan saja serta melalui media apa saja. Pendidikan merupakan hak anak Indonesia sesuai pasal 31 ayat 1 “setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. Setiap anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan tidak membeda-bedakan secara fisik, suku dan juga agama. Negara Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari beraneka ragam masyarakat, suku bangsa, etnis, kelompok sosial, kepercayaan, agama, dan kebudayaan yang berbeda-beda dari daerah satu dengan daerah lain yang memperkaya khasanah budaya Indonesia. Keanekaragaman tersebut merupakan kekayaan dan aset yang sangat berharga. Penelitian ini ingin menjelaskan tentang hubungan antar siswa yang beragam agamanya di sekolah-sekolah antara lain SMP Tri Mulya, Bina Cahya, dan Yos Sudarso. Sekolah menjadi tempat anak-anak untuk bergaul atau melakukan interaksi sosial di dalam perbedaan agama. Interaksi sosial antar siswa berbagai agama selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain. Dalam bergaul, berbicara, bersalaman, bahkan bertentangan sekalipun kita memerlukan orang lain. Dalam bergaul dengan orang lain selalu ada timbal balik atau melibatkan dua belah pihak. Interaksi adalah proses dimana orang-orang saling berkomunikasi.46 Seperti diketahui bahwa dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Dalam pelaksanaannya interaksi sosial dapat menimbulkan kerjasama dan dapat juga menimbulkan persaingan maupun konflik. Dari keberagaman agama tersebut, maka proses interaksi sosial yang terjadi di sekolah akan melibatkan pihak-pihak yang mempunyai latar belakang agama yang berbeda-beda. Dengan keberagaman agama tersebut dapat memungkinkan terjadinya kerjasama, konflik atau kesalahpahaman diantara siswa. Oleh karena itu, pentingnya interaksi antar siswa berbeda agama agar dapat menumbuhkan sikap keterbukaan, toleransi, menerima perbedaan, menghargai satu sama lain, serta siswa tidak terpecahkan karena perbedaan tersebut, tetapi bergaul atau bersatu karena adanya perbedaan. Namun, masih terdapat dampak negatif akibat dari keanekaragaman tersebut. Sebagai bangsa yang multikultur, para leluhur sudah menyadari akan pentingnya saling menghormati dan saling menghargai antarsesama walau berbeda. Hal ini tercermin dalam semboyan negara kita “Bhinneka Tunggal Ika”. Sehingga, kebersamaan dalam perbedaan menjadi bagian yang harus tetap dipertahankan dalam kehidupan setiap individu di negeri ini. Kebersamaan dalam perbedaan dapat terwujud dengan sikap saling menghargai dan menghormati dalam kehidupan sosial. 46 Tri Martha Doloksaribu, et,al., “Pola Interaksi antar siswa berbeda Agama : Kasus pada kelas X di SMA Negeri 2 Pontianak”, Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Untan, Pontianak, hlm. 2
Page 41 of 203 Perbedaan disikapi sebagai sebuah keniscayaan, bahkan bagian dari sunatullah (given).47 Kebudayaan merupakan akar dari multikulturalisme. Multikulturalisme terdiri dari kata “multi” yang berarti plural dan kulturalisme yang berisi pengertian kultur atau budaya. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan.48 Siswa SMP Tri Mulya, Bina Cahya, dan Yos Sudarso di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat terdiri dari siswa/siswi yang multikultural dengan keanekaragaman agama. Sebagian siswanya beragama Islam, sebagian lagi beragama Kristen Katolik, Protestan, Budha dan di antara mereka ada juga yang menjadi penganut ajaran Sunda Wiwitan atau sering disebut Agama Djawa Sunda (selanjutnya disingkat ADS). Perbedaan yang terjadi tidak menjadikan mereka harus pecah dan saling bermusuhan, karena bagi mereka semuanya adalah saudara, semuanya beragama hanya caranya yang berbeda. Teori fungsional melihat kebudayaan sebagai suatu bentuk yang kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya, setiap saat mengikuti polapola tertentu berdasarkan adat dan tata kelakuan, bersifat konkret dan terjadi di sekeliling.49 Dalam hal ini kebudayaan menentukan situasi dan kondisi bertindak, mengatur dengan sistem sosial berada dalam batasan sarana dan tujuan, yang dibenarkan dan yang dilarang. Kerukunan antarumat beragama di tengah keanekaragaman sosial dan budaya merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia, keberagaman dalam masyarakat Cigugur tidak pernah menimbulkan konflik yang berarti. Isu sara yang menjadi penyulut api perpecahan tak pernah terlihat. Masyarakat hidup dengan sikap toleransi yang mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan. Masyarakat saling menghargai satu sama lain. Dan antar siswa di berbagai sekolahpun seperti itu, mereka menjunjung tinggi sikap toleransi. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain, karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa memerlukan orang lain. Di dalam kehidupan seharihari manusia sebagai makhluk sosial tentu saja tidak akan lepas dari pendidikan, mulai dari pendidikan dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang formal yang terdiri dari siswa-siswi yang memiliki latar belakang agama yang berbeda-beda dan perbedaan tersebut menuntut mereka harus bergaul atau berinteraksi dalam mengikuti pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Melalui lembaga pendidikan anak diasah kecerdasannya. Akan tetapi, selain potensi akademik dengan pola-pola penyerapan ilmu pengetahuan, seorang anak didik juga dibina untuk memiliki moralitas yang baik. Untuk itu di dalam dunia pendidikan ditanamkan pendidikan moral keagamaan agar menjadi insan yang cerdas 47 Syaripullah, “Kebersamaan dalam Perbedaan: Studi Kasus Masyarakat Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat”. Sosio Didaktika, Vol. 1, No. 1 Mei 2014, hlm 65. 48 Parsudi Suparlan, “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural”. Antropologi Indonesia 69 tahun, 2002. 49 Syaripullah, op.cit. hlm 65
Page 42 of 203 dan memiliki moral. Seorang anak akan mengalami perubahan dalam perilaku sosialnya setelah dia masuk ke sekolah. Di sekolah, anak tidak hanya mempelajari pengetahuan dan keterampilan, melainkan sikap, nilai dan norma sosial sehingga sekolah dapat mempengaruhi kepribadian seorang anak. Selain itu, di sekolah diajarkan pula tentang tata krama pergaulan yang ada di dalam kehidupan masyarakat. Atas dasar pemikiran tersebut, tema Sekolah sebagai Sarana Penguat Hubungan Siswa Beragama Studi kasus di SMP Tri Mulya, Bina Cahya, dan Yos Sudarso menarik untuk diteliti. Deskripsi Lokasi Persebaran ADS di Tiga Sekolah Kawasan Cigugur Institusi pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam suatu konstelasi sistem kehidupan bermasyarakat yang lebih besar. Pendidikan di sekolah sebagai institusi formal dibutuhkan oleh masyarakat tidak hanya untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan umum semata, namun ia dibutuhkan secara sosial untuk menciptakan generasi-generasi baru yang akan meneruskan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat bersangkutan. Nilai-nilai dan keyakinan yang dianut oleh masyarakat tersebut diinternalisasikan kepada generasi-generasi muda melalui proses sosialisasi di sekolah. Sejalan dengan hal tersebut Durkheim melihat pendidikan sebagai sebuah metode sosialisasi orang dewasa kepada generasi muda. Menurutnya, anak-anak mereproduksi berbagai norma sosial dan model kultural dari generasi sebelumnya yang di transmisikan melalui nilai kepada generasi muda. Lebih lanjut, Durkheim menjelaskan bahwa pendidikan mencakup berbagai pengaruh yang dilakukan oleh orang dewasa pada anak-anak muda yang belum siap menghadapi kehidupan sosial.50 Kota Cigugur, Kuningan, Jawa Barat merupakan titik sentral dari perkembangan ADS. Terdapat satu bangunan di kawasan Cigugur yang menjadi pusat ADS. Gedung tersebut bernama Paseban Tri Panca Tunggal yang telah diakui sebagai Cagar Budaya Nasional pada tanggal 14 Desember 1976.51 Sebagai sebuah Cagar Budaya Nasional, Paseban Tri Panca Tunggal juga sering disebut sebagai keraton yang berada di Cigugur. Nama Paseban sendiri adalah tempat berkumpul dan bersyukur dalam melaksanakan ketunggalan selaku umat Gusti Hyang Widi Wasa. Kata tri bermakna tiga unsur, yaitu sir, rasa, dan pikir. Sedangkan panca atau lima bermakna lima unsur panca indra dalam menerima keagungan Tuhan Yang Maha Tunggal (Esa).52 Kata tri pula digunakan sebagai nama sekolah di Cigugur dan merupakan salah satu institusi pendidikan yang dimiliki oleh komunitas ADS. Di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat terdapat sekolah yang dikhususkan untuk siswa penganut ADS yaitu Sekolah Menengah Pertama (selanjutnya disingkat SMP) Tri Mulya. SMP Tri Mulya berlokasi di Jl. Raya Sukamulya, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat tepat berada di sebelah barat museum Tri Panca Tunggal. SMP Tri Mulya merupakan satu-satunya layanan pendidikan formal yang secara khusus ditunjukan bagi siswa ADS. Hal ini bertujuan untuk memfasilitasi peserta didik yang berasal dari keluarga keturunan ADS agar mampu untuk meneruskan pendidikan sesuai dengan iklim budaya dan nilai-nilai leluhur yang dianut oleh komunitas ADS. 50 Rakhmat, Hidayat “Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim”. (Jakarta: Raja Gravindo Persada), hlm 90-91 51Syaripullah, Vol. 1, No. 1, Op.Cit, hlm. 70 52Ibid
Page 43 of 203 Selain itu keberadaan SMP Tri Mulya sekaligus merupakan jawaban dan pelayanan pemerintah terhadap hak yang sama bagi warga negara untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan yang tercantum dalam UUD pasal 28C ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Menyusul pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Usaha kami selaku tim peneliti dalam memetakan beberapa sekolah yang menjadi lokasi persebaran siswa ADS yaitu selain Tri Mulya, adalah SMP Yos Sudarso dan PKBM Bina Cahya yang didirikan oleh komunitas gereja katholik St. Carolus. Ketiga sekolah tersebut berada dalam satuan jenjang pendidikan SMP yang masing-masing mewakili karakteristik nilai keagamaan dan kultur dominan masyarakat sekolah yang berbeda-beda. SMP Tri Mulya dibangun sekitar tahun 1959 dibawah naungan Yayasan Tri Mulya. SMP Tri Mulya merupakan sekolah yang secara khusus ditunjukkan bagi anakanak peserta didik yang berasal dari keluarga keturunan ADS, sehingga dominasi peserta didik ADS akan terlihat dibandingkan dengan peserta didik yang menganut agama lain, dan SMP Tri Mulya pun tidak secara ketat membatasi calon peserta didik yang beragama lain untuk bisa bersekolah disana. Sebagai satu-satunya sekolah yang diperuntukkan bagi siswa ADS, sudah tentu mata pelajaran, kontenkonten materi lainnya serta kultur yang ada di sekolah SMP Tri Mulya mengandung unsur-unsur nilai keagamaan yang berasal dari komunitas ADS, sama halnya dengan sekolah-sekolah yang mengadopsi nilai-nilai keagamaan lainnya seperti pesantren dengan kultur islamnya yang kuat. Beberapa murid Non ADS yang memiliki latar belakang agama islam atau katolik terdaftar menjadi siswa di SMP Tri Mulya, dengan kultur budaya yang berbeda para siswa Non ADS beradaptasi sesuai dengan kebutuhannya. Tidak ada kedudukan dan tindakan yang membeda-bedakan diantara keduanya, hanya memang pembelajaran untuk mata pelajaran tertentu yang membuat keadaan dan posisi siswa Non ADS di SMP Tri Mulya seakan akan seperti didominasi meskipun pada realitasnya kondisi tersebut bukan secara sengaja difokuskan untuk mendominasi hanya saja merupakan bagain dari proses pencapaian tujuan yang dikhususkan. Pembelajaran yang religius berlandaskan pemahaman mengenai ADS sebagai agama lokal diturunkan menjadi satu mata pelajaran umum yaitu Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, didalamnya mempelajari pemahaman tentang kepercayaan ADS berkaitan dengan landasan kepercayaannya, rukun-rukun agama hingga ritual ibadah keagamaannya. Yang penting untuk dipahami adalah siswa keturunan ADS tidak seluruhnya bersekolah di SMP Tri Mulya. Beberapa diantaranya tersebar di sekolah-sekolah di kawasan Cigugur, Kuningan meskipun dengan kuantitas yang sangat sedikit sehingga seringkali menjadi minoritas di sekolah tersebut.
Page 44 of 203 Skema 3. 1 Persebaran Siswa ADS di Sekolah Kawasan Cigugur Sumber : Analisis Penulis (2016) Jika sekolah SMP Tri Mulya secara khusus diperuntukkan bagi siswa keturunan ADS sehingga jumlah siswa dan kultur budaya ADS lebih kental disana namun, berbeda dengan sekolah menengah lainnya seperti SMP Yos Sudarso yang secara khusus proses pembelajarannya berpedoman pada nilai-nilai keagamaan Katolik. SMP Yos Sudarso terletak di Jalan RS Sekar Kamulyan, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat No 1516.53 Posisinya tidak terlalu jauh dari Museum Paseban Tri Panca Tunggal dan SMP Tri Mulya karena hanya berjarak sekitar 1,4 kilometer menuju sekolah tersebut. Jika SMP Tri Mulya merupakan Sekolah khusus siswa ADS, SMP Yos Sudarso merupakan salah satu sekolah swasta Katolik di kawasan Cigugur yang sama halnya dengan SMP Tri Mulya dalam proses penerimaan siswa, di SMP Yos Sudarso tidak ada tindakan diskriminatif antara calon peserta didik beragama Katolik dengan peserta didik ADS ataupun pemeluk agama lain. Beberapa siswa ADS dan Non-ADS seperti Islam dan Protestan terdaftar menjadi siswa di SMP Yos Sudarso meskipun hanya sebagai kelompok minoritas. SMP Yos Sudarso merupakan salah satu sekolah favorit dengan jumlah murid terbanyak dibandingkan dengan SMP Tri Mulya dan Bina Cahya yang akan dibahas selanjutnya. Persebaran peserta didik di sekolah kawasan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat lainnya adalah di SMP Bina Cahya. Sekolah tersebut merupakan sekolah kejuruan kejar paket yang didirikan oleh komunitas gereja St. Carolus. Letaknya di sebelah barat SMP Yos Sudarso berada di jalan yang sama tepatnya di Jalan RS. Sekar Kamulyan, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Terdapat 3 kelas yaitu kelas tata boga, kelas menjahit dan perkayuan. Mayoritas siswa disana beragama Katolik dan Protestan. Terhitung hanya beberapa siswa ADS dan Non-ADS seperti muslim yang bersekolah di Bina Cahya. Perbedaan-perbedaan yang menyangkut aqidah bagi warga sekolah seakan-akan bukan sesuatu yang harus dilebih-lebihkan dan menghambat mereka dalam proses interaksi, namun justru sebagai bagian dari 53 Dikutip dalam http://sekolah.data.kemdikbud.go.id/index.php/chome/profil/7026A014-2CF5- E011-B6EC-7FAC3103757B, pada tanggal 20 Desember 2016 pukul 20:13 Siswa ADS SMP Tri Mulya SMP Bina Cahya SMP Yos Sudarso
Page 45 of 203 proses pembelajaran berkaitan dengan nilai-nilai toleransi dan saling menghargai sehingga dijadikan cara bertindak oleh siswa-siswa SMP Bina Cahya. Dominasi Agama di Tiga Sekolah Kawasan Cigugur Sekolah merupakan tempat kedua untuk siswa melakukan interaksi dengan sesama siswa maupun dengan guru. Sekolah menjadi wadah berinteraksinya berbagai agama yang ada di Indonesia, terutama didaerah Cigugur Kuningan Jawa Barat. Fokus penulis dalam melihat perbandingan jumlah agama berada di tiga sekolah yaitu SMP Tri Mulya, Bina Cahya dan Yos Sudarso. Jarak antara sekolah tersebut tidak terlalu jauh satu sama lainnya, khususnya Bina Cahya dan Yos Sudarso yang jaraknya berdekatan. Penulis ingin melihat dominasi agama yang terjadi di tiga sekolah tersebut. Sehingga dapat dilihat apakah dominasi agama mempengaruhi interaksi yang ada atau tidak. Pertama SMP Tri Mulya merupakan sekolah yang mayoritasnya adalah ADS. Sekolah tersebut menggunakan buku ajaran Karuhun Urang yang berpedoman dengan pikukuh tilu dalam mata pelajaran agamanya. Tetapi nama mata pelajaran agama yang ada disebut dengan Himpunan Penghayat Kepercayaan. Siswa yang berada disekolah tersebut terdiri dari berbagai agama. Agama mayoritas yang menjadi keyakinan siswa di SMP Tri Mulya adalah ADS, dan beberapa diantaranya beragama Islam dan Katolik. Salah satu siswa yang penulis wawancarai bernama Neng Sulastri kelahiran Garut 12 April 2002. Ia merupakan salah satu siswa yang menganut keyakinan ADS. Sekarang Neng sedang belajar dikelas sembilan, walaupun kedua orang tuanya tinggal di Garut tetapi ia bersekolah di Tri Mulya. Ia tinggal diasrama yang disediakan oleh Paseban Cigugur, Kuningan. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Neng: iya saya tinggal di asrama biasanya kami yang pengahayat punya kegiatan agama yang sering dilakukan, misalnya itu kaya setiap hari jam 07.00 pagi kami berdoa asrama. Tapi ada yang lebih efektifnya hari minggu pada jam 05.00-06.00 pagi doa bersama dengan penghayat yang lainnya. Terkadang juga ada pengajaran dari Rama Anom biasanya jam 07.00 pagi tapi itu tidak rutin.54 Seperti yang dikatakan oleh Neng bahwa kegiatan berdoa para penghayat biasa dilakukan diasrama. Karena awal dibangunnya SMP Tri Mulya dari pihak Paguyuban maka dominasi agama yang ada adalah ADS atau mereka mengidentifikasi dirinya dengan sebutan penghayat. Di kelas IX tempat Neng belajar mempunyai siswa berjumlah sebelas dimana sepuluh siswa merupakan pengahayat dan satu merupakan siswa yang berkeyakinan agama Islam. Memang jumlah kelas untuk jenjang kelas sembilan hanya ada satu. Begitu juga dengan kelas VII dan kelas VIII masing-masing berjumlah satu kelas. Dalam hal kuantitas SMP Tri Mulya memang memiliki jumlah siswa yang terbilang cukup sedikit jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah pada umumnya terlebih dibandingkan dengan SMP Bina Cahya dan Yos Sudarso yang sama-sama berada di kawasan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. 54 Wawancara dengan Neng Sulastri jam 09.15 pada tanggal 04 November 2016
Page 46 of 203 Gambar 3. 1 Wawancara dengan Neng Sulastri Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan para siswa disekolah tersebut jumlah siswa yang bersekolah memang sedikit. Penurunan jumlah siswa terjadi ketika leluhur penghayat beralih dari keyakinannya sehingga hal tersebut terjadi. Walaupun begitu SMP Tri Mulya masih bertahan sampai sekarang. Agama yang mendominasi di SMP Tri Mulya adalah penghayat atau ADS, karena memang SMP Tri Mulya dibuat awalnya untuk menampung siswa penghayat oleh pihak Paseban Tri Panca Mulya. Berikut merupakan data yang penulis peroleh dari hasil wawancara yang kemudian diolah kembali. Skema 3. 2 Data Siswa dengan Keyakinannya Sumber: Diolah oleh Penulis (2016) Kedua, SMP Bina Cahya merupakan sekolah kejar Paket B atau Paket C yang ditunjukkan kepada siswa yang diharuskan untuk mengulang pelajarannya. Sekolah tersebut mempunyai jurusan memasak, menjahit dan perkayuan. Tidak berbeda jauh dengan SMP Tri Mulya, siswa yang bersekolah di Bina Cahya juga tidak banyak. SMP Bina Cahya mayoritas agamanya adalah Katolik karena memang sekolah Katolik. Mata pelajaran agama disekolah lebih ditujukan kepada budi pekerti yang menjurus kepada etika siswa dalam berperilaku. Walaupun sekolah Bina Cahya merupakan sekolah yang didirikan oleh komunitas gereja St. Kelas VII ADS 10 Siswa Kelas VIII Islam 10 Siswa Kelas IX Katolik 1 Siswa
Page 47 of 203 Carolus dan diorientasikan untuk siswa yang beragama Katolik namun SMP Bina Cahya dalam mekanisme penerimaan siswa sama sekali tidak membatasi untuk para siswanya harus beragama Katolik. Berikut kutipan wawancara penulis dengan Sr. Yuliana selaku kepala sekolah: kami terbuka dengan siapapun untuk masuk kesini, kami disini ada Katolik, Kristen, Islam dan Pengahayat ada. Selain siswa ada juga guru yang pengahayat tapi untuk guru hanya satu. Pelajaran kami disini lebih kepada budi pekerti, untuk agama Katolik ada pelajarannya menjadi satu dengan Kristen. Untuk agama lain saya persilahkan untuk kegiatan-kegiatan sesuai agama mereka.”55 Berdasarkan wawancara tersebut dapat dilihat sekolah Bina Cahya menerima siswa dengan berbagai keyakinan. Dominasi yang memang terlihat adalah agama Katolik tetapi hubungan antara siswa tetap terjaga. Dari yang penulis lihat para siswa tetap berinteraksi dengan baik walaupun agama mereka berbeda. Hal ini dikarenakan memang penekanan pada budi pekerti yang dilakukan oleh Bina Cahya membuat siswanya beretika yang baik, sopan, serta sangat bertoleransi satu sama lainnya. Sehingga, tindakan-tindakan yang diskriminatif tidak terlihat dalam proses pembelajaran baik di dalam maupun luar kelas. Dan hal tersebut mengidentifikasikan bahwa institusi pendidikan dalam hal ini sekolah telah mampu mensosialisasikan nilai-nilai toleransi sehingga dalam prosesnya nilai-nilai tersebut terinternalisasi dan dijadikan pedoman untuk berinteraksi dan bertindak sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat. Gambar 3. 2 Wawancara dengan Sr Yuliana Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) Dari hasil wawancara penulis dengan pihak sekolah Bina Cahya dan siswa yang ada didapatkan jumlah data siswa berdasarkan keyakinan mereka. Seperti yang dituliskan sebelumnya bahwa memang SMP Bina Cahya merupakan sekolah yang didirikan oleh komunitas Gereja Carolus dan pembelajarannya berlandaskan nilainilai keagamaan Katolik sehingga dominasi dipegang oleh siswa beragama 55 Wawancara dengan Sr. Yuliana jam 14.20 pada tanggal 05 November 2016
Page 48 of 203 Katolik. Maka penulis memperoleh data yang menjadi gambaran untuk jumlah data siswa sebagai berikut: Skema 3. 3 Data Siswa dengan Agamanya Sumber : Diolah oleh Penulis (2016) Selanjutnya yang ketiga adalah sekolah Yos Sudarso merupakan sekolah Katolik juga yang berada disatu wilayah dengan Bina Cahya. Tetapi Yos Sudarso mempunyai tiga jenjang yaitu sekolah SD, SMP dan SMA. Penulis hanya fokus kepada sekolah SMP saja karena agar dapat dibandingkan dengan sekolah lainnya. Tidak berbeda jauh dengan sekolah-sekolah sebelumnya Yos Sudarso menerima dengan terbuka siswa dengan agama apa saja untuk bersekolah disana. Namun untuk mata pelajaran agama mereka hanya menyediakan untuk agama katolik. Tetapi untuk agama lain mereka menunjang dengan buku tugas yang diberikan oleh pihak sekolah kepada setiap siswa. Sehingga penilaian sikap serta untuk nilai agama yang bukan beragama Katolik akan dilihat dari buku tugas mereka. Sama dengan sekolah Bina Cahya yang dilihat dari siswa dalam agama lebih kepada budi pekerti mereka dalam berinteraksi dengan siswa. Tidak hanya itu didalam kelas juga mereka diberikan ilmu mengenai budi pekerti. Berikut adalah buku tugas yang diberikan kepada siswa: Gambar 3. 3 Buku Tugas Agama Siswa Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016) Katolik • 22 Islam • 14 Ptotestan • 2 ADS • 1
Page 49 of 203 Menurut Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum yaitu ibu Arta Wuli pelajaran agama mereka memang lebih kepada pembelajaran berbasiskan agama Katolik. Karena pihak sekolah mengikuti arahan dari atasan yaitu kepala yayasannya. Sehingga mata pelajaran agama untuk agama selain Katolik tidak disediakan disini. Tetapi berdasarkan sistem sekolah tetap menerima agama lain selain Katolik. Berikut kutipan wawancara dengan ibu Arta Wuli: ya kami memang sekolah Katolik ya tapi tetap memperbolehkan kepada siswa yang beragama lain untuk tetap sekolah disini. Karena dilingkungan kami memang multiagama ya beragam ada yang Islam, Katolik, Kristen ada pula yang pengahayat ya seperti yang ada di Paseban sana. Untuk mata pelajaran memang kami hanya menyediakan untuk yang beragama Katolik, tapi untuk agama lain kami juga menyediakan buku tugas termasuk untuk siswa yang beragama Katolik”56 Siswa yang bersekolah di Yos Sudarso beragam untuk agamanya, sehingga sekolah tersebut sama dengan yang lainnya terbuka dalam penerimaan siswanya. Agama yang mendominasi memang agama Katolik. Berdasarkan wawancara penulis dengan wakasek Yos Sudarso, penulis memperoleh data yang menunjukkan jumlah siswa yang bersekolah disertai dengan identitas agamanya. Berikut adalah foto yang merupakan data dari SMP Yos Sudarso: Gambar 3. 4 Buku Tugas Agama Siswa Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016) Dominasi agama yang terjadi di tiga sekolah tersebut berbeda satu sama lainnya berdasarkan orientasi sekolah tersebut. Untuk Tri Mulya agama yang mendominasi adalah penghayat sedangkan Bina Cahya dan Yos Sudarso adalah agama Katolik. Dominasi agama yang terjadi bisa saja menimbulkan konflik yang terjadi disekolah tersebut. “In Alain Touraine’s terms, any dominant class is interested in becoming the directing class. The one that can acquire the massive support of all 56Wawancara dengan Arta Wuli jam 15.40 pada tanggal 05 November 2016
Page 50 of 203 the clasess and groups of its specific mode of orientating the control of society” 57 seperti yang dikatakan oleh Alain Tourain kelas dominan bisa saja tertarik untuk menyutradai terhadap kelas lain serta modus kelompok dominan bisa saja berorientasi untuk mengontrol suatu masyarakat. Memang pada masing-masing sekolah agama yang dominanlah yang mengatur untuk masalah mata pelajaran yang akan diberlakukan kepada siswa. “A religion has potential influence at any one or more the three levels at which the degree of a subordinate class autonomy can be analyzed which are class consciousness, class organization and class mobilization”58 dikatakan pula agama memiliki pengaruh potensial pada satu atau lebih tiga tingkat dimana tingkat otonomi kelas bawahan dapat dianalisis dengan kesadaran kelas, organisasi kelas dan mobilisasi kelas. Dominasi agama yang terjadi pada ketiga sekolah tidak menyebabkan hal tersebut. Karena tingkat toleransi yang dimiliki oleh siswa di SMP Yos Sudarso tersebut sangat tinggi. Mereka saling menghargai agama satu sama lain bahkan saling mengingatkan ibadah agama masing-masing. Sehingga interaksi yang terjalin bisa terjaga dari dulu hingga sekarang. Penulis juga membandingkan data siswa dimasing-masing sekolah dengan kepercayaan mereka sebagai berikut. Tabel 3. 1 Perbandingan Latar Belakang Agama Siswa No Nama sekolah Agama ADS Islam Katolik Protestan Buddha 1 Tri Mulya 35 2 1 - - 2 Bina Cahya 1 14 22 2 - 3 Yos Sudarso 2 8 204 46 2 Sumber: Analisis Penulis (2016) Pola Interaksi Siswa antar Kelompok ADS dan Non-ADS Interaksi merupakan hal yang selalu dilakukan manusia sebagai makhluk sosial yang akan saling membutuhkan dan terjadi kapan saja serta dimana saja. Menurut salah satu tokoh sosiologi Gillin dan Gillin, interaksi merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok ataupun antar individu dengan kelompok. Hubungan sosial yang dinamis maka interaksi sosial ini akan terus berjalan dan berkembang sesuai zamannya. Interaksi sosial ini pula dibangun dilingkungan sekolah dimana anak-anak ADS bersekolah, meski memiliki sekolah sendiri yang sudah dipastikan jumlah para pengahayat kepercayaan dominan namun tidak memungkiri bahwa ada pula beberapa agama seperti Islam, Katolik dan Protestan yang menjadi siswa minoritas disana. Sekolah Tri Mulya merupakan sekolah bagi para penghayat kepercayaan tersebut, namun interaksi yang dibangun didalamnya terjalin secara harmonis bahkan keharmonisan itupula 57Otto, Maduro, Religion and Social Conflicts, (New York: Orbis Books Maryknoll:1982) hlm. 73 58 Ibid
Page 51 of 203 dibangun dengan siswa yang bukan pengahayat. Selain sekolah Tri Mulya adapula sekolah lainnya seperi Bina Cahya dan Yos Sudarso. Kedua sekolah tersebut merupakan SMP katolik yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan paseban dan juga dengan SMP Tri Mulya. Kedua sekolah ini merupakan sekolah yang menjunjung tinggi nilai toleransi terhadap sesama siswa bahkan keadaan tersebut sudah menjadi hal yang biasa terjadi. Interaksi sosial yang terjadi di kedua sekolah tersebut juga berjalan dengan harmonis antar sesama siswa, dengan berpedoman dengan nilai budi pekerti maka toleransi umat beragama merupakan hal yang biasa dan agama menjadi hal yang pribadi. Beberapa anakanak ADS yang bersekolah di dua sekolah tersebut menjalani interaksi antar sesama siswa dengan harmonis, sama halnya dengan yang dilakukan oleh siswa ADS dengan Non-ADS di Tri Mulya. Menjadi siswa minoritas di ketiga sekolah tersebut tidak menghalangi interaksi yang terjadi antar kelompok-kelompok agama yang berbeda di wilayah Cigugur tersebut. disini saya mah baik-baik aja ka, main juga sama-sama. Sudah biasa kalau banyak agama gitu, kan dirumah juga campuran kak, tapi sama aja muridmurid juga. Ejek-ejekan agama juga ga ada, disini mah ya sekolah aja gak mikirin agama beda-beda.59 Interaksi sosial memiliki dua bentuk yakni bersifat asosiatif dan disasosiatif, asosiatif adalah proses interaksi sosial yang bersifat positif sedangkan disasosiatif memiliki sifat yang sebaliknya atau negatif dalam proses interaksi di dalam masyarakat. Bentuk-bentuk dari kedua proses tersebut yakni asimilasi, akulturasi, pesaingan dan banyak lagi. Interaksi yang dibangun jika dilihat dari jumlah siswa yang menjadi mayoritas baik ADS dan Non-ADS memiliki tingkat toleransi yang kuat dan tingkat toleransi yang kuat ini mengindikasikan bentuk interaksi yang di bangun adalah asimilasi. Gambar 3. 5 Siswa Muslim dan Katolik di SMP Tri Mulya Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016) 59 Wawancara dengan Izzi (siswa agama islam di Tri Mulya) jam 10.02 pada tanggal Tanggal 05 November 2016
Page 52 of 203 Bentuk-bentuk interaksi sendiri yang bersifat asosiatif terdiri dari akomodasi, asimilasi serta kerjasama. Akomodasi berasal dari kata latin acemodare yang berarti menyesuaikan. Definisi sosiologisnya adalah suatu bentuk proses sosial yang di dalamnya dua atau lebih individu atau kelompok berusaha untuk tidak saling menggangu dengan cara mencegah. Selanjutnya yaitu akomodasi yang terdiri dari dua bentuk yaitu toleransi dan kompromi. Dan asimilasi merupakan proses lanjutan atau proses sosial dalam taraf lanjut. Ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan mengutamakan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Secara singkat asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama walau terkadang bersifat emosional, dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan atau paling sedikit integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan individu. Sejalan dengan pengertian asimilasi tersebut, masyarakat di wilayah Cigugur dapat diidentifikasikan bahwa dengan berbagai macam kepercayaan dan agama yang ada, mereka tetap dapat hidup secara harmonis dan memiliki tujuan yang sama untuk hidup tentram. Proses terjadinya asimilasi yakni: 1. Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaan 2. Orang perorangan sebagai warga kelompok saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama 3. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri Fakto-faktor yang mempengaruhi atau mempermudah proses asimilasi terjadi di dalam masyarakat, yaitu: 1. Toleransi 2. Kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi 3. Sikap menghargai 4. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa 5. Persamaan dalam unsur kebudayaan 6. Perkawinan campuran Salah satu proses asimilasi adalah orang perorangan sebagai warga kelompok yang saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama. Selama di sekolah siswa-siswi Tri Mulya, Bina Cahya, dan Yos Sudarso melakukan interaksi yang lama dan secara intensif maka asimilasi didalam lingkungan ketiga sekolah tersebut berjalan dengan lancar. Bentuk interaksi yang dimunculkan oleh ketiga sekolah tidaklah jauh berbeda, bahkan penulis menyimpulkan bentuk interaksi yang ketiga sekolah gunakan adalah asimilasi. Kunci dari proses ini adalah toleransi antar kelompok, dan kelompok yang dimaksud dalam bahasan ini adalah kelompok agama di sekolah. Keberagaman agama yang ada di tiga sekolah tersebut menjadi penguat hubungan antar siswa, melalui institusi-institusi yang ada lingkungan masyarakat Cigugur seperti keluarga, pertemanan, hingga masyarakat yang terbiasa akan perbedaan telah membuat para siswa memahami nilai-nilai toleransi tersebut sehingga dijadikan pedoman dalam berinteraksi dan bertindak di lingkungan sosialnya khususnya interaksi yang terjalin di lingkungan sekolah, mereka selalu berusaha untuk menciptakan lingkungan yang aman dan tentram.
Page 53 of 203 Hidup berdampingan dengan rasa aman adalah keinginan dan cita-cita seluruh masyarakat, begitupula yang diinginkan oleh masyarakat Cigugur dengan kehidupan sosial yang multiagama. Banyaknya agama tidak menjadi penghalang untuk menjalani hidup berdampingan yang harmonis sesama anggota masyarakat. Sejarah terdahulu telah menjadikan masyarakat Cigugur saat ini sangat toleransi terhadap agama. Di sekolah pemandangan seperti anak muslim yang bersekolah di sekolah Katolik atau sekolah penghayat akan menjadi pemandangan yang biasa. Di sekolah tidak ada pelajaran agama yang mendoktrin satu agama dengan agama yang lain. Ketiga sekolah tersebut lebih menekankan kepada nilai-nilai budi pekerti, sesuai dengan ajaran para leluhur sehingga rasa toleransi antar umat beragamapun tinggi. Asimilasi dibangun di sekolah dengan toleransi beragama, ketika para penghayat kepercayaan bersekolah di sekolah Katolik akan ada perbedaan kebijakan setiap sekolahnya. Tri Mulya adalah sekolah yang khusus dibangun untuk anak-anak keturunan ADS, namun tidak semua siswa di SMP Tri Mulya adalah ADS tetapi siswa dengan agama lain seperti Islam, Katolik dan Kristen pun ada. Keberagaman umat beragama tidak hanya terjadi dikalangan siswa saja, tapi dikalangan guru pun keberagaman terjadi. Sebagian besar staff pengajar di SMP Tri Mulya beragama muslim dan Kristen, hanya ada satu guru yang menganut ADS yaitu bapak Wahyu. Pak Wahyu adalah guru mata pelajaran agama untuk agama kepercayaan, selain menjadi guru agama pak Wahyu sekaligus menjabat sebagai kepala sekolah. Terdapat salah satu siswa SMP Tri Mulya bernama Puji yang beragama Islam, yang mengakui bahwa ia merasa nyaman berada di sekolah tersebut karena tidak ada pembedaan dalam proses interaksi ataupun tindakan-tindakan yang diskriminatif berdasarkan latar belakang agama. Dalam proses interaksi di sekolah tidak ada peristiwa bullying yang dilakukan oleh para siswa mayoritas terhadap siswa minoritas dalam hal agama. Menurut Puji, tidak ada saling ejek antar siswa menjadikan Puji merasa nyaman. Toleransi yang tinggi yang di ajarkan melalui budi pekerti sangat dirasakan oleh Puji pada saat di sekolah. Walaupun mayoritas agama penghayat, SMP Tri Mulya tetap memberikan pendidikan agama kepada siswa lainnya dengan mendatangkan guru agama dari sekolah lain dan hal tersebut sebagai bentuk kesetaraan hak dalam proses pembelajaran di sekolah. Selain itu, SMP Bina Cahya juga menerapkan prinsip yang sama dengan Yos Sudarso mengenai keterbukaan dalam menerima siswa. Gambar 3. 6 Siswi ADS di Bina Cahya Sumber: Dokumen Pribadi (2016)
Page 54 of 203 Selanjutnya adalah SMP Yos Sudarso yang merupakan salah satu sekolah Katolik favorit di wilayah Cigugur, dan sama halnya dengan SMP Tri Mulya, di SMP Yos Sudarso tidak menutup kemungkinan adanya agama lain yang ikut mengenyam pendidikan di sekolah tersebut karena mekanisme penerimaan siswa di SMP Yos Sudarso tidak mengharuskan seluruh siswanya beragama Katolik. Seperti halnya SMP Tri Mulya di Yos Sudarso toleransi antar siswa beragama sangat kental, tidak ada sikap saling ejek antar siswa walaupun mayoritas agama Katolik. Pelajaran yang diberikan mengenai agama tetap pelajaran Katolik namun berbasis budi pekerti, adanya tugas mengenai kegiatan ibadah selain disekolah di jadikan alat untuk mengupayakan pendidikan agama untuk minoritas. Keterbukaan dalam menerima siswa yang menjadikan ADS mampu hadir di sekolah-sekolah yang mayoritas Katolik. Sekolah Katolik memiliki jumlah yang lebih banyak daripada sekolah lainnya dikarenakan sejarah terdahulu menjadikan banyak ADS berpindah agama menjadi Katolik. Siswa-siswa ADS dan Non-ADS seperti Islam yang bersekolah di sekolah Katolik memiliki beberapa alasan dan salah satu alasan yang menarik bagi penulis adalah salah satu orang tua beberapa siswa beragama Katolik atau ADS. walaupun disini adalah sekolah Katolik, tapi kami tetap menerima siswa diluar katolik dengan satu konsekuensi tetap mengikuti pelajaran agama Katolik. Kami memberikan buku tugas agama dan diisi sesuai dengan agama masing-masing, menjadi nilai tambahan agama namun ujian agama tetap menggunakan soal agama Katolik karena bagian dari konsekuensi. 60 Pernyataan yang diungkapkan oleh Wakasek Kurikulum diterima oleh para orang tua siswa diluar agama Katolik. Faktor yang mempermudah asimilasi adalah sikap terbuka dari golongan berkuasa, ketika anak ADS masuk ke sekolah Katolik segala peraturan wajib diikuti oleh siswa ADS dan itu merupakan salah satu sikap terbuka dari penguasa atau dari pihak sekolah. Faktor-faktor yang mempermudah proses terjadinya asimilasi dapat dirasakan di sekolah-sekolah wilayah sekitar paseban, toleransi antar umat beragama sudah menjadi jati diri masyarakat hingga terbawa di lingkungan sekolah dan menginternal didalam diri individu siswa. Beberapa siswa bahkan menjalin hubungan persahabatan yang erat meskipun berbeda agama. Doktrin-doktrin mengenai sikap saling menghargai serta toleransi yang ditanamkan dari orang tua kepada anaknya dan direalisasikan kedalam bentuk yang nyata baik didalam keluarga, masyarakat bahkan di lingkungan sekolah, dan hal tersebut menjadikan keberadaan siswa ADS di sekolah-sekolah menjadi hal biasa bahkan sekolah dapat menjadi sarana penguat antar siswa beragama di wilayah Cigugur. Penutup Bagi warga Desa Cigugur perbedaan bukanlah menjadi suatu penghalang pemersatu, karena dengan adanya perbedaan keyakinan membuat Desa Cigugur ini semakin unik. Meskipun Desa Cigugur ini, terdapat banyak perbedaan tetapi tidak pernah sekalipun warga Desa Cigugur berdebat atau mengalami perpecahan hanya karena perbedaan keyakinan. Sebagai contohnya ialah di sekolah yang merupakan salah satu institusi formal yang berperan penting dalam proses pem- 60 Wawancara dengan staf kurikulum SMP Yos Sudarso Tanggal 05 Nov 2016
Page 55 of 203 bentukan dan sosialisasi. Siswa-siswi SMP Tri Mulya, Yos Sudarso dan Bina Cahya tidak pernah merasa diasingkan atau merasa terdiskriminasi hanya karena berbeda agama. Bahkan semua bisa diterima dengan senang disana. Siswa-siswa disana tidak pernah memilih dengan agama tertentu saja untuk menjadi temannya. Dalam hal ini sekolah telah merepresentasikan kehidupan sosial Cigugur, Kuningan, Jawa Barat yang multiagama. Bagi masyarakat Cigugur, agama adalah hak semua umat manusia dan tidak ada satu orangpun yang berhak bertindak diskriminatif hanya karena latar belakang agama individu tersebut. nilai-nilai tersebut diinternalisasikan bahkan di lingkup institusi pendidikan formal seperti sekolah. Pemahaman warga desa Cigugur akan nilai toleransi tidak hanya diucapkan secara verbal namun gagasan mengenai perilaku toleransi tersebut diwujudkan dalam tindakan sosial yang nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Khusunya siswa-siswi di tiga sekolah tersebut, bagi mereka toleransi bukan lagi soal doktrin orang dewasa terhadap pemikiran dan tindakan mereka. Tapi institusi-institusi keluarga, pertemanan, sekolah hingga masyarakat memberikan gambaran jelas tentang apa yang pantas dilakukan dan apa yang tidak. Sehingga toleransi bukan hanya berisi makna belaka tapi ia dijadikan satu keharusan dalam melakukan tindakan sosial sehingga standar menyimpang di daerah Cigugur, Kuningan adalah ketika individu tersebut tidak mampu menunjukan sikap toleransinya dimasyarakat. Dan untuk menjelaskan analisa diatas, disajikan skema dibawah ini Skema 3. 4 Analisis Pola Hubungan Interaksi Siswa Beragama Sumber: Hasil Analisis (2016) ADS NON-ADS Lembaga Pendidikan Sekolah Pola Interaksi Asimilasi
Page 56 of 203 Daftar Pustaka Martha, Tri. Doloksaribu. Pola Interaksi antar siswa berbeda Agama: Kasus pada kela X di SMA Negeri 2 Pomtianak. Pontianak: Universitas Tanjung Pura Rakhmat, Hidayat. Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim. Jakarta: Raja Gravindo Persada. 2013 Maduro, Otto. Religion and Social Conflicts. New York: Orbis Books Maryknoll. 1982 Syaripullah. Kebersamaan dalam Perbedaan: Studi Kasus Masyarakat Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Sosio Didaktika. 2014. Vol. 1, No. 1. Diunduh Mei 2014 Suparlan, Parsudi. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. Antropologi Indonesia. 2002. http://sekolah.data.kemdikbud.go.id/index.php/chome/profil/7026A014-2CF5- E011-B6EC-7FAC3103757B dikutip pada tanggal 20 Desember 2016 pukul 20:13
Page 57 of 203 Bab 4 Proses Internalisasi Nilai Agama dan Adat: Studi Kasus di Komunitas Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan Annisa Sharfina Praditta, Fajri Pratama, Fauzan Marasabessy, Nur Fiandina Nabila, Siti Nurzanah Pendahuluan Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai masyarakat majemuk yang berasal dari berbagai etnis, suku bangsa, ras, dan agama. Kemajemukan masyarakat di Indonesia ini pun juga akan melahirkan berbagai adat istiadat yang beragam dan membuat Indonesia menjadi negara yang kaya akan budaya. Kebudayaan tersebut tak lepas dari aspek religiusitas masyarakat Indonesia sikap kepercayaan terhadap tuhan. Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat Pulau Jawa, Indonesia. Suku Sunda merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia. Mayoritas orang Sunda beragama Islam, tetapi ada juga sebagian kecil yang beragama Kristen, Hindu, dan Sunda Wiwitan/Jati Sunda.61 Di Indonesia sendiri banyak terdapat berbagai macam kepercayaan salah satunya kepercayaan sunda wiwitan yang komunitas pengikutnya berada di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Sunda wiwitan merupakan sebuah kepercayaan yang berasal dari tanah pasundan yang tidak terlepas dari peran Pangeran Madrais sebagai pendiri dari cikal bakal lahirnya kepercayaan sunda wiwitan. Pada dasarnya, Agama Djawa Sunda (Selanjutnya disebut ADS) merupakan salah satu kepercayaan lokal di Nusantara yang dipercayai oleh sejumlah masyarakat yang tersebar di wilayah Cigugur, Kuningan, beserta beberapa daerah Iainnya di Jawa Barat. Dalam masyarakat penghayat ADS, kepercayaan ini disebut sebagai Sunda Wiwitan. Jika membahas mengenai kepercayaan Sunda Wiwitan, maka awal yang perlu untuk diketahui bersama ialah historis kata Sunda Wiwitan dan pemaknaannya. Sunda Wiwitan berasal dari Kata Sunda dan Wiwitan. Istilah kata “Sunda” menurut Pangeran Djatikusumah dimaknai dalam tiga kategori konsep mendasar, yaitu secara secara Filosofis, Sunda berarti bodas (putih), bersih, cahaya, indah, bagus, cantik, baik dan sebagainya. Sedangkan menurut etnis, Sunda berarti atau merujuk pada komunitas masyarakat suku bangsa Sunda yang Tuhan ciptakan seperti halnya suku dan bangsa lain di muka bumi. Sedangkan Sunda Wiwitan berarti Sunda Sunda asal atau Sunda asli. Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan juga suka dipakai dalam penamaan bagi keyakinan atau sistem keyakinan “masyarakat keturunan Sunda” yang masih mengukuhi keyakinan ajaran spiritual leluhur kesundaan. Penamaan itu tidak muncul serta merta sebagai sebuah konsep penamaan keyakinan oleh komunitas penganut Sunda Wiwitan, tetapi kemudian istilah itu dilekatkan pada beberapa komunitas dan individu Sunda (orang Sunda) yang secara kukuh mempertahankan budaya spiritual dan tuntunan ajaran leluhur Sunda. Dengan demikian Sunda Wiwitan secara harafiah berarti Orang Etnis Sunda awal atau Awal mula orang Sunda.62 Secara etnis, Sunda Wiwitan merupakan kelompok yang hidup berdasarkan 61 Pram, Suku Bangsa Dunia dan Kebudayaannya, Penebar Swadaya Group : 2013, hal: 73 62 Ira Indrawardana, Makalah Kuliah Umum, Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan, hal: 4-8
Page 58 of 203 kekerabatan anggotanya yang memiliki keturunan yang sama dari leluhur atau nenek moyangnya dan mempertahankan budaya dan nilai-nilai religiusitas yang diturunkan oleh nenek moyang secara bersama. Hal ini seperti yang didefinisikan oleh Talcot Parsons tentang etnis, bagi Parsons, etnis merupakan kelompok yang unik dengan sistem kekerabatan yang dimana anggotanya menelusuri asal mereka pada keturunan dari nenek moyang yang semuanya berasal dari kelompok etnis yang dikategorikan sama. Parsons melihat etnisitas sebagai kelompok yang didefinisikan secara menyebar, dengan rasa unik identittas yang sama dalam arti khas sejarahnya. Parsons defines ethnic groups as ‘an aggregate of kinship units, the members of which either trace their origin in terms of descent from a common ancestor or in terms of descent from ancestors who all belonged to the same categorised ethnic group’ (1951: 172). Ethnicity is seen by Parsons (1975: 56) as a ‘diffusely defined group’, with a unique sense of identity embedded in a ‘distinctive sense of its history’.63 Nilai-nilai agama dan adat yang ada dalam kepercayaan Sunda Wiwitan (yang selanjutnya akan disebut ADS) diformulasikan dalam bentuk-bentuk peran dan pedoman yang harus dilakukan oleh para penghayat keperayaan ini. Dalam hal ini seorang individu yang menjadi penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan akan meng-internalisasikan nilai agama dan adat yang berasal dari luar diri inividu melalui proses sosialisasi. Hal inilah yang menjadi menarik perhatian, bagaimana proses sosialisasi antargenerasi yang terjadi pada masyarakat penghayat kepercayaan sunda wiwitan tersebut. Umumnya masyarakat penghayat mewarisi nilai-nilai agama & adat melalui proses pengalaman bersama generasi sebelumnya. Sehingga, nilai-nilai budaya dalam kepercayaan sunda wiwitan bisa dilestarikan secara turun temurun sampai saat ini. Selain itu juga, dalam internalisasi akan terjadi pula bagaimana proses pelembagaan perilaku dan interaksi antar masyarakat Sunda Wiwitan dalam hal kultural yang akan menghasilkan suatu identitas aseli bagi masyarakat Sunda Wiwitan. Jika dikaji dalam konteks kekinian, tema ini tentu amatlah menarik karena dengan mengkajinya akan mempermudah pemahaman mengenai anatomi sejarah agama dan kebudayaan, selain itu studi ini juga memiliki tujuan memperoleh suatu cara bagaimana proses internalisasi nilai agama dan adat antar generasi di komunitas ADS ini berlangsung. Serta pemaknaan ketuhanan menurut masyarakat ADS dan implementasi konsep ketuhanan tersebut pada ajaran-ajaran dalam masyarakat ADS. Selain itu juga penelitian ini dilakukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah hubungan antar kelompok dan gerakan sosial. Untuk memperdalam dan memertajam tujuan tersebut, tulisan ini akan dibagi kedalam beberapa sub pokok pembahasan. Pertama, menjelaskan mengenai pendahuluan, pada bagian ini yang dibahas yaitu latar belakang yang menjadi topik pembahasan. Kedua, menjelaskan mengenai sejarah ADS, pada bagian ini berisi uraian singkat mengenai sejarah awal berkembangnya kepercayaan ADS. Ketiga, membahas mengenai konsep ketuhanan dan penerapannya dalam ajaran-ajaran ADS serta fungsi ajaran ADS dalam menjaga eksistensi ADS di masyarakat kontemporer. Keempat, pada bagian ini akan menjelaskan dan 63 Sinisa Malesevic, The Sociology of Ethnicity, Sage Production : 2004, hal : 47
Page 59 of 203 mendeskripsikan mengenai proses sosialisasi antar generasi yang berlangsung pada masyarakat ADS. Kelima, menjelaskan mengenai proses pelembagaan perilaku dan interaksi secara kultural dalam masyarakat ADS. Dan Terakhir, penutup, menjelaskan kesimpulan dari tulisan yang telah dibahas sebelumnya. Data-data yang diperoleh tim penulis dalam tulisan ini diperoleh dengan melakukan observasi di Cigugur, Kuningan pada tanggal 4-6 Novermber 2016 dan melakukan wawancara mendalam (indepth interview) pada beberapa narasumber yang berkaitan dengan penelitian. Selain itu untuk memperdalam tulisan penulis juga melakukan kajian pustaka dengan membaca beberapa buku dan jurnal yang berkaitan. Sejarah Agama Djawa Sunda (ADS) Secara historis, ADS yang juga dikenal sebagai Igama Djawa Soenda Pasoendan ataupun Aladraisrme, didirikan oleh Pangeran Sadewa Alibassa Widjaja Ningrat atau Madrais pada abad ke-19.64 Sebelum mendirikan ajaran ini, ia mengembara ke sejumlah tempat di Jawa Barat untuk mencari makna hidup. Pengembaraan Pangeran Madrais merupakan babak yang sangat penting dalam sejarah ADS, karena dari pengembaraan itulah ADS dan pokok-pokok ajarannya lahir. Secara teologis, ada yang memandang bahwa ajaran-ajaran ADS merupakan hasi ramuan tasawuf lslam dengan mistisme Jawa yang dibingkai dengan unsur-unsur kebudayaan Sunda. Dalam perkembangannya, ADS menyebar ke sejumlah tempat dan daerah, seperti Indramayu, Majalengka, Ciamis, Bandung, Bogor dan DKI Jakarta. Ketika Jepang mengusir Belanda dan menduduki Nusantara, ADS telah mempunyai pengikut sekitar 200.000 orang. Perjuangannya untuk mengembangkan ADS pun tidak mudah, beberapa kali Madrais harus berurusan dengan pemerintah kolonial Belanda. Selama masa pemerintahan kolonial ini, Pangeran Madrais dan ADS-nya dianggap sebagai kelompok radikal dan berbahaya, sehingga Pangeran Madrais sempat ditangkap dan diadili oleh pemerintah Belanda. Pemimpin ADS diadili dan ditangkap di Kuningan dan Tasikmalaya. Dari tahun 1901 sampai 1908 Pangeran Madrais pernah dibuang ke Merauke dengan tuduhan sebagai pemberontak dan pemeras rakyat. Sekembalinya dari pembuangan, ia kembali membina para pengikutnya untuk memperjuangkan ajaran ADS. Ketika ia meninggal pada tahun 1939, tugas memimpin ADS pun beralih kepada putranya, Pangeran Tedjabuana Alibasa Kusuma Widjaja Ningrat. Di masa kepemimpinan yang kedua ini, ADS banyak mendapat tekanan dari kelompok sosial lain yang berseberangan paham dan juga dan pihak-pihak yang berkuasa, khususnya pada masa pendudukan Jepang dan masa Orde Lama karena di kedua periode tersebut ADS pernah secara resmi dibubarkan. setelah terjadi kasus penginjakkan al-Quran oleh dua orang pengikut Madrais pada 17 April 1964. Sejak peristiwa ini, banyak pengikut Madrais yang masuk Kristen dengan perintah dari Pangeran Tedjabuana untuk berlindung dibawah cemara putih yang diyakini sebagai agama Kristen.65 Tekanan yang begitu berat menerpa ADS dan para pengikutnya, sehingga membuat sang pemimpin saat itu, Tedjabuana, benarbenar menyerah dan mengumumkan pembubaran ADS. Dengan setengah hati, Tedjabuana meninggalkan aliran kebatinan yang dipelopori dan dikembangkan 64 Tendi, Skripsi : Sejarah Agama Djawa Sunda di Cigugur Kuningan 1939-1964, 2016 diakses online pada http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30301/3/TENDI-FAH.pdf, hal: 6 65 Artawijaya, Gerakan Theosofi di Indonesia, Pustaka Al-Kautsar: 2010, hal : 264
Page 60 of 203 oleh ayahnya tersebut, lalu ia beralih menjadi seorang penganut agama Katolik. Karena itu pula, Pangeran Tedjabuana, meminta kepada para pengikutnya untuk tidak lagi meneruskan organisasi ADS, baik secara perorangan maupun secara kolektif. Semangat dari para penganut ADS nampaknya tidak luntur dari tekanan. Hal ini terbukti dengan pendirian sebagian besar dari mereka yang tetap menyatakan kesetiaannya terhadap ADS, meskipun berada di bawah tekanan. Gambar 4. 1 Pangeran Madrais dan Pangeran Gumirat Barna Alam Sumber : Dokumentasi Kelompok (2016) Setelah Pangeran Tedjabuana wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh anak lakilakinya yaitu Pangeran Djatikusumah. Dimasa ini, ADS mulai bangkit dan dikembangkan oleh Pangeran Djatikusumah kembali. Merasa terpanggil untuk mengembangkan apa yang telah dimulai kakek dan ayahnya, Pangeran Djatikusumah mulai membangun kembali masyarakat eks-ADS dengan mendirikan organisasi Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang (PACKU) pada 11 Juli 1981.66 Secara politis, berdirinya PACKU dimungkinkan oleh GBHN 1978, yang mengakui eksistensi aliran kepercayaan dalam wilyah hukum NKRI disamping lima agama yang telah lama diakui secara resmi oleh negara. Setelah melalui perjuangan yang hebat di era Orde Baru, ADS benar-benar kembali ke tengah masyarakat secara terangterangan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid dan sebagian masyarakat meninggalkan agama Katolik untuk kembali lagi sebagai penghayat kepercayaan murni Madrais. Masa kepemimpinan ADS pada saat ini dipegang oleh anak laki-laki dari Pangeran Djatikusumah yaitu Pangeran Gumirat Barna Alam atau yang akrab dipanggil dengan Rama Anom. Hingga saat ini, eksistensi masyarakat adat penghayat Sunda Wiwitan tersebut hidup masih terjaga dan 66 Budi Susanto, Sisi Senyap Politik Bising, Kanisius: 2007, hal: 174
Page 61 of 203 hidup damai di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat bersama para penganut agamaagama Iainnya. Skema 4. 1 Fase-Fase Perkembangan Kepercayaan ADS Sumber: Hasil Analisa Penulis (2016) Konsep Ketuhanan dalam Ajaran-ajaran Pokok ADS dan Fungsinya dalam Menjaga Eksistensi ADS Penghayat kepercayaan merupakan individu atau kelompok yang berkeyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang mengacu pada ajaran budaya religi dan spiritualitas yang asli dari leluhur atau nenek moyang bangsa Indonesia yang diturunkan secara turun temurun. Kepercayaan terhadap leluhur atau nenk moyang ini sudah ada sejak jauh sebelum adanya ajaran-ajaran keagamaan dan keyakinan atau kepercayaan berdasarkan agama-agama seperti Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu).67 Hal ini juga yang ditemukan dalam komunitas ADS di Cigugur, Kuningan. Sebagai penghayat kepercayaan, mereka sejatinya juga mempercayai Tuhan sebagai dzat yang menciptakan segala isi kehidupan ini. Sesorang individu penghayat kepercayaan ini mempercayai dan mempedomani kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa berdasarkan budaya spiritual atau sistem religi adat budaya kesukuan setempat. Dalam kepercayaan ADS. Tuham yang Maha Esa di sebut sebagai Gusti Sikang Sawiji-wiji, Sang Hyang Kersa, Hyang Tunggal, Batara Tunggal. Tuhan ada dan Maha Pencipta, Maha Esa, Maha Kuasa dan Sang Maha Pencipta Alam beserta 67 Ira Indrawardana, Makalah Antropologi, Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Menjaga Nilai-nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pancasila, 2014, hlm. 5. ADS didirikan oleh Pangeran Sadewa Alibassa Widjaja Ningrat atau Madrais pada abad ke-19 Setelah wafat, kepemimpinan ADS di lanjutkan oleh Pangeran Tedjabuana Pada masa kepemimpinan Pangeran Tedjabuana, ADS banyak mendapat tekanan dari kelompok sosial lain Pangeran Tedjabuana memerintahkan pengikutnya untuk memeluk agama lain karena menghadapi berbagai tekanan Pada masa kepemimpinan Djatikusumah, ia mendirikan PACKU tanggal pada 11 Juli 1981 dan mulai bangkit kembali Kepemimpinan ADS dipegang oleh Pangeran Gumirat Barna Alam dan komunitas ini hidup damai sampai saat ini
Page 62 of 203 isinya. Tuhan sebagai unsur yang tanpa wujud dan supranatural, yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang tetaoi melalui rasa. Para penganut ADS, memeluk paham monoteisme, tetapi mereka percaya keberadaan Tuhan berada di manamana maka dari itu mereka harus bersyukur terhadap nikmat Tuhan dari hal-hal yang terkecil. Seperti yang dikatakan leh Pangeran Rama Anom, Tuhan itu sang maha hidup, daya hidup. Daya itu ada karena tuhan lah yang memberikannya. Daya itu merupakan kekuatan. Dalam kepercayaan ADS ada 4 unsur yang harus disyukuri, yaitu api, air, angin dan bumi. Kang Didi dalah seorang penganut ADS meyakini tuhan sebagai Yang Maha Kuasa atas segalanya. Seperti yang ia utarakan berikut: Tuhan itu Yang Maha Esa. Kalo kita percaya Tuhan, maka kita akan mensyukuri segala nikmat yang diberikan Tuhan dari hal yang terkecil pun. Contohnya kalo lagi mau makan atau mengerjakan segala hal kegiatan lain, kita dianjurkan untuk selalu berdoa. Dalam hal makan kita berdoa berharap agar sifat hewan dari makanan yang kita makan tidak masuk ke dalam jiwa raga kita.68 Manusia sebagai yang diyakini oleh masyarakat penghayat, adalah makhluk yang paling sempurna diantara makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Manusia diyakini memiliki Sir-Rasa Pikir dan Akal-Budi (Rasa Rumasa dan Rasa Tumarima). Maka dari itu, manusia harus mengarah kepada sifat pengarahan kepada asal, dimana rasa yang tidak terpisahkan dari sifat kodratnya (seperti rasa nafsu kebinatangan, rakus, dan lain sebagainya). Agar sifat tersebut tidak langsung masuk kedalam diri manusia, para penganutnya perlu mawas diri dan waspada agar sifat/tindakan kebinatangan tersebut tidak masuk ke dalam jiwa melalui makanan yang dimakannya dengan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagi masyarakat ADS, agama itu adalah aturan, gawe, manusia yang terlepas dari cara ciri manusia dan cara ciri bangsa. Berasal dari Bahasa kirata sunda. Ajaran dalam kepercayaan ADS pun juga pada dasarnya berangkat dari cara ciri manusia dan cara ciri bangsa ini. Cara ciri manusia ini adalah unsur-unsur yang ada didalam kehidupan manusia. Ada lima unsur yang termasuk didalam cara ciri manusia yaitu: Welas Asih (Cinta Kasih), Undak Usuk (tatanan dalam keluargaan), Tata Krama (Tatanan Perilaku), Budi Bahasa dan budaya, serta Wiwaha Yudha Naradha (Sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala sesuatu sebelum melakukannya). Selain cara ciri manusia, ada pula cara ciri bangsa yang bersifat universal, semua manusia pada dasarnya mempunyai kesamaan didalam cara ciri manusia. Namun ada hal yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu didasarkan pada cara ciri bangsa yang terdiri dari Rupa, Adat, Bahasa, dan Aksara. Selaku manusia tidak terlepas dari cara ciri manusia yang ada didalam kehidupan manusia yaitu welas asih, undak usuk, tata karma, budi basa dan budaya, wiwaha yudha naraga. Welas asih hanya ada didalam manusianya, tata krama adalah aturan hanya manusia yang punya aturan, wiwaha yudha naradha adalah kodrat sebagai bangsa. Cara-ciri bangsa yang bersifat universal dan membedakannya dengan cara ciri manusia yang 68 Wawancara dengan Kang Didi pada Tanggal 4 November 2016, pukul 16.06
Page 63 of 203 lainnya yaitu, rupa, adat, Bahasa, aksara, dan budaya. Itu yang diajarkan oleh ADS dulu.69 Keyakinan makna ketuhanan pada komunitas ADS/Sunda Wiwitan ini akan terwujud melalui ajaran-ajaran pokok yang ada dalam ADS. Pemaknaan ketuhanan yang diyakini oleh para penghayat kepercayaan ini akan mempengaruhi proses internalisasi agama pada komunitas penghayat nantinya kepada generasi selanjutnya secara turun temurun. Konsep akan Tuhan dalam ajaran ADS nyata tersurat dalam pokok-pokok ajaran yang dinamakan pikukuh tilu. Pikukuk tilu merupakan pedoman yang digunakan dalam berperilaku dalam masyarakat Sunda Wiwitan yang terdiri dari : 1) Ngaji Badan maksud ajaran ini adalah bahwa manusia harus selalu mampu menjaga rasa dan pikirannya agar tidak menyeleweng, 2) Iman Kana Tanah yang berarti eling atau mempunyai maksud agar manusia senantiasa ingat akan segala unsur alam yang telah membentuk dirinya atau selalu ingat pada “tanah”, 3) Ngiblating Ratu Raja yang berarti mengarah atau memiliki orientasi tertentu dalam ajaran ini akan berarti orang yang mampu meratakan atau mengatur bukan saja orang lain tetapi juga dirinya sendiri. Padasarnya cara berdoa orang ADS dengan agama lain memang berbeda tetapi, mereka berkeyakinan bahwa masyarakat ADS saat beribadah tidak ditentukan harus dimana, kapan dan seberapa banyak, karena dalam pandangannya dimanapun Gusti Allah akan mendengarkan doa-doa tersebut. Pemujaan penganut ADS dalam ajarannya juga terjadi secara langsung melalui doa, olah tapa, dan juga berdialog dalam batin. Selain itu juga terjadi secara tak langsung melalui amal kasih terhadap sesama serta menjunjung tinggi bangsa dan negaranya, serta pada aturan yang berlaku. Skema 4. 2 Makna Tuhan dalam Ajaran-ajaran Sunda Wiwitan Sumber: Hasil Analisa Penulis (2016) Para penghayat ADS juga memiliki caranya tersendiri dalam berdoa dan bertapa/berdialog dalam batinnya. Seperti yang dikatakan oleh Pangeran Rama Anom dalam wawancaranya, ia mengatakan bahwa pemahaman di sunda wiwitan lain, kita harus mengenal wajah kita sendirri dalam hal meditasi atau sembahyang, jangan hanya bisa membayangkan wajah di luar jasad kita, tapi yang melekat di jasad kita tidak kenal. Dalam beribadah kepada Tuhan salah satunya dalam olah 69 Wawancara dengan Pak Subrata pada tanggal 5 November 2016, pukul 10.27 • Berdialog dalam batin • Beribadah dan berdoa • Pikukuh • Olah Tapa Tilu Gusti Sikang Sawiji-wiji Sang Hyang Kersa Batara Tunggal Hyang Tunggal
Page 64 of 203 tapa memiliki cara tersendiri yang biasa dilakukan oleh para penghayat kepercayaan ADS. Posisinya itu dimulai dengan duduk sila dan telapak tangan mengadap ke atas lalu diletakan di bawah pusar. antara jempol tangan yang saling disatukan ada kesejajaran dengan posisi hidung. jadi helaan nafas harus sejajar. posisi tubuh harus tegak. Saat melakukan ini, kita mengatakan “Saya menerima ciptaan-Mu ya tuhan.” saat membuang nafas perlahan-lahan sembari mengatakan “Tidak ada daya kekuasaan apapun kecuali atas kehendak-Mu ya Tuhan” kemudian “Semoga atas karsa Tuhan kami bisa menerima cipta dan karsa-Mu ya Tuhan.” kan tugas manusia mengolah alam, merawat alam. semua ciptaan tuhan. Kemudian setelah itu baru masuk ke keheningan, tidak ada permohonan kepada Tuhan. Hanya merasakan kemanunggalannya dengan cara tarik dan keluarkan nafas dengan tahan di pusar, kemudian disalurkan ke mana dulu, ke otak atau ke tempat lainnya. dengan masuknya udara ke otak kita, maka membersihkan otak tersebut. fungsinya seperti anti virus. nafas juga dapat menetralisir amarah yang sedang berkecamuk. Biasanya olah tapa seperti ini dilakukan pada waktu-waktu yang telah ditentukan yaitu tiga kali, sebelum tidur, tengah malam, dan setelah bangun tidur. Gambar 4. 2 Cara ketika Sunda Wiwitan sedang olah tapa Sumber: www.google.com (2016) Keyakinan para penghayat kepercayaan ADS kepada Tuhan juga diyakininya ketika seseorang mengenal pribadi dirinya sendiri maka ia kan mengenal siapa penciptanya atau Tuhannya. Jika seseorang tersebut sudah mengetahui dengan baik dirinya sendiri, maka ia akan memahami siapa yang menciptakannya dan siapa yang menciptakan dunia serta seisinya. Untuk mencapai setiap kebahagiaan dalam dirinya sendiri serta dapat memetakan roh roh-roh apa saja yang mempengaruhi disinya sendiri sela ini. Dengan hal yang demikian, maka manusia akan mengenal Tuhan. Dalam masyarakat ADS dikenal dengan konsep “Andjawat lan andjawab roh susun-susun kang den tunda” yang dipercaya bahwa disekitar manusia terdapat berbagai macam roh yang dapat mempengaruhi dirinya. Maka
Page 65 of 203 dari itu, manusia juga perlu untuk memilih dan mengambil pengaruh roh-roh yng baik dan menjauhkan diri dari pengaruh roh-roh atau sifat kodrat yang buruk. Setiap ajaran-ajaran dalam ADS ini memiliki nilai-nilai spiritualitas yang berguna sebagai pedoman dalam berperilaku para pengahayat ADS. Eksistensi para penghayat ADS sampai saat ini masih dipertahankan yaitu karena mereka masih menjaga ajaran-ajaran ADS. Para penghayat juga menjunjung tinggi nilai toleransi serta nilai kemanusiaan yang sampai saat ini masih dipegang teguh Karena nilai kemanusiaan akan tetap ada tak akan tergerus oleh waktu. Fungsi ajaran ADS sebagai pedoman berperilaku terwujud dari nilai toleransi yang masih dijaga sampai saat ini. Toleransi yang terjalin antar warga dengan berlatar belakang agama yang berbeda-beda di Cigugur sangat baik. Tidak ada perpecahan yang terjadi di Cigugur padahal mereka tinggal dengan keluarga yang memiliki agama yang berbeda. Baginya, setiap agama mengajarkan segala sesuatu yang baik untuk menjalani kehidupannya seperti dilarang saling membunuh, saling mencemooh, bahkan meminum-minuman keras. Ajaran seperti itu juga merupakan pedoman yang diajarkan dalam ADS pula. Pedoman tersebut di perteguh dengan iman kepada Tuhan dan membuka kesadaran batin terhadap sisi kemanusiaan. Selain itu juga, komunitas ADS di Cigugur Kuningan juga didasarkan pada adat istiadat Tapa di Nagara yang bermakna bahwa para penghayat kepercayaan ADS ini hidup dengan cara mengikuti perkembangan sosial budaya yang ada pada masyarakat pada umumnya dan bergaul di Zaman Keramaian. Hal ini berbeda dengan adat sosial budaya Tapa di Mandala dimana masyarakat hidup masih menjaga amanat warisan leluhur dengan tidak mengubahnya sedikit pun dan mereka lebih menutup diri. Masyarakat seperti ini bisa ditemukan dalam masyarakat Baduy.70 Karena adat yang di pegang adalah Tapa di Nagara pada masyarakat ADS, maka sampai saat ini ADS masih terjaga kepercayaannya Karena selain memegang adat dan tradisi yang secara turun temurun diwariskan, masyarakat ADS pun juga masih mengikuti perkembangan zaman yang ada sehingga masih diterima di masyarakat luas dan lebih terbuka. Hal seperti ini juga yang dikatakan oleh Pak Subrata: Sunda Wiwitan/ADS mah emang masih ada sampe sekarang ini karena mah neng adat istiadat disini tercermin dari bukan tapa dimandala (tidak bergaul dijagat keramaian) itu dikanekes, kalo disini tapa di nagara (bergaul dijaman keramaian). Disini menerapkan caraciri masing-masing.71 Bagi salah satu penganut ADS, yaitu Kang Didi pria berusia sekitar 47 tahun ini, eksistensi ADS ada sampai saat ini pun masing-masing orang punya pendirian sendiri, jadi tergantung dari orang tersebut memaknai adat istiadat serta kepercayaannya. Setiap orang harus melestarikan budayanya sendiri tetapi tidak memaksakan tergantung sifat pribadi orang tersebut. Yang terpenting yaitu harus ada toleransi agama masyarakat ADS terhadap masyarakat penganut agama yang lain. Harus saling menghargai karena perbedaan itu indah. Meskipun ia merasa sampai saat ini masih ada diskriminasi dari pemerintah yaitu ia merasa kepercayaan ADS tidak diakui oleh negara hal ini ditunjukkan dengan masyarakat ADS ketika sekolah nilai agamanya dikosongkan dengan tanda (-), begitu juga 70 Ira Indrawardana, Makalah Kuliah Umum, Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan, hal: 11 71 Wawancara dengan Pak Subrata pada tanggal 5 November 2016, pukul 10.27
Page 66 of 203 ketika dewasa membuat KTP pun kolom agama dikosongkan dengan tanda (-) artinya tidak memiliki agama yang diakui oleh negara dan ini salah bentuk diskriminasi. Pada dasarnya, untuk menjaga agar ADS tetep ada, masing-masing orang punya pendirian sendiri, jadi tergantung dari orang tersebut memaknai adat istiadat serta kepercayaannya. Setiap orang harus melestarikan budayanya sendiri tetapi tidak memaksakan tergantung sifat pribadi orang tersebut. Intinya setiap orang ada toleransi agama masyarakat ADS terhadap masyarakat penganut agama yang lain. Harus saling menghargai karena perbedaan itu indah. Walaupun, kita tidak diakui negara agamanya. Negara masih ngasih tanda strip (-) di KTP neng pas di kolom agamanya.72 Gambar 4. 3 Contoh KTP Masyarakat Penghayat ADS Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Proses Sosialisasi Antar Generasi dalam Masyarakat ADS Masyarakat Desa Cigugur, Kuningan, Jawa Barat memang memiliki kepercayaan tersendiri dalam menjalani kehidupan. Agama Djawa Sunda (ADS) merupakan kepercayaan yang telah mereka percayai sejak lama. Berbagai cobaan, masalah serta anggapan bahwa kepercayaan yang sesat mereka terima dalam menjalani kepercayaan tersebut. Namun, hal itu tidak menjadi masalah bagi masyarakat Cigugur untuk tetap menjalani kepercayaan mereka yang telah dipercaya sejak lama. Buktinya, sekarang masyarakat yang mempercayai ADS sudah diterima dikalangan masyarakat lainnya bahkan menjalani kehidupan dengan sangat rukun dan damai. Point utama dari penelitian ini mengenai ADS adalah proses internalisasi antar generasi dan proses pelembagaan kultural. Proses internalisasi antar generasi ditunjukan melalui nilai-nilai toleransi yang ditunjung tinggi antar agama. Sedangkan, proses pelembagaan kultural ditunjukan dalam konsep ke-Tuhanan, keyakinan, bentuk ibadah, tata cara berpakaian yang khas dari masyarakat penghayat, dan pedoman/kitab (pikukuh tilu). Dalam teori etnis parson dengan berdasar pada penekanan Durkheim, hubungan antar masyarakat Penghayat ADS didasarkan atas solidaritas kelompok. Keanggotaan pada etnis Sunda Wiwitan pada kepercayaan ini adalah bentuk khusus dari solidaritas kelompok yang terdiri dari dua bangunan penting yaitu tradisi budaya dan 72 Wawancara dengan Kang Didi pada Tanggal 4 November 2016, pukul 16.06
Page 67 of 203 kepatuhan sukarela kepada kelompok. Dalam hal ini, masyarakat etnis Sunda Wiwitan sebagai penghayat kepercayaan memiliki sistem gadai (sistem pendidikan atau keluarga) yang bertanggung jawab untuk transmisi nilai-nilai dominan yaitu untuk proses sosialisasi dan internalisasi norma dan nilai adat yang ada dalam ajaran-ajaran pokok kelompok penghayat kepercayaan ADS. Keluarga dalam hal ini memiliki peranan penting dalam menjadi agen sosialisasi keagamaan kepada generasinya. Parsons argues that the main sociological feature of ethnic groups is their transgenerational group endurance. Although diffused, ethnicity is a specific form of group solidarity, composed of the two essential building blocks – ‘transgenerational cultural tradition’ and a voluntary adherence to the group (Parsons, 1975: 58). In relation to Parsons’ general systems theory, ethnicity belongs to the fiduciary system3 (together with the educational system or the family), which is responsible for the transmission of dominant values, i.e., for the process of socialization and the internalization of group norms.73 Bagi masyarakat ADS sendiri, ADS ini menjadi sebuh pedoman bagi mereka untuk bertingkah laku dan menjadi pegangan dalam hidup bermasyarajat di era globalisasi seperti sekarang ini. Eksistensi sunda wiwitan masih ada sampai saat ini dimasyarakat itu karena para penghayat ADS sangat menjaga dan melestarikan nilai-nilai agama yang diwariskan para leluhur. Salah satu nilai yang sangat dipegang dalam menjaga keutuhan kepercayaan ADS yaitu Nilai Kemanusiaan. Nilai kemanusiaan ini yang tidak lapuk dimakan oleh waktu selama manusia masih ada. Nilai kemanusiaan yang tidak membeda-bedakan antar golongan. Bertahannya kepercayaan ADS ini tidak lepas dari adanya proses penanaman nilai yang sangat kuat dari generasi ke generasi. Internalisasi atau penanaman nilainilai yang ada pada ADS ini mulai dilakukan dari kecil dalam keluarga. Ini yang membuat masyarakat ADS memiliki kepercayaan yang sangat kuat sehingga yakin dalam menjalani kehidupan sekalipun mendapatkan hambatan. Salah satu narasumber yang kami wawancara mengenai penanaman atau internalisasi nilai-nilai ADS yakni Pak Jauhari, beliau merupakan masyarakat asli Desa Cigugur yang menganut kepercayaan ADS. Beliau lahir pada tahun 1937, Pak Jauhari mengungkapkan bahwa Masyarakat ADS sudah ada sejak lama. ADS itu sendiri memiliki arti mandiri. Beliau mengatakan bahwa dia dan sekeluarga masih mempertahankan ADS ini karena faktor Ajen artinya ketika dilahirkan tidak bisa nawar mau dilahirkan Sunda, Jawa, China sudah menjadi takdir bagi dia dan karena itu beliau mempertahankan ADS ini. Keluarga Pak Jauhari sendiri memang tidak semuanya menganut kepercayaan Sunda Wiwitan. Pak Jauhari dan istrinya serta anak keduanya Kang Didi merupakan Penghayat ADS sedangkan anak pertama Pak Jauhari beragama Islam dan anak ketiga Pak Jauhari beragama Khatolik. Pak Jauhari memberikan kebebasan kepada anak-anaknya dalam menganut dan memilih kepercayaan dalam menjalani hidup. Hal ini dikarenakan menurut Pak Jauhari kepercayaan itu tidak dapat dipaksakan kepada seseorang. Semua kepercayaan itu sama aja, artinya sama-sama mengimani kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, namun hanya caranya yang berbeda. Dalam 73 Sinisa Malesevic, op.cit, hal : 47-48
Page 68 of 203 masyarakat ADS ada beberapa pedoman yang diikuti dalam menjalani hidup yaitu menjalankan cara ciri bangsa dan cara ciri manusia. Bapak juga mengajarkan toleransi di dalam keluarga bapak. Hubungan sesama saudara tetap terjalin dengan baik meskipun memiliki perbedaan terhadap keyakinan. Karena hal yang paling bapak ajarkan kepada anak-anak bapak adalah bagaiman cara menghormati dan menghargai sesama umat manusia.74 Pak Jauhari sebenarnya sudah mengajarkan kepercayaan ADS ini sedari kecil kepada anak-anak mereka. Beliau mengajarkan kepercayaan ini dengan menanamkan nilai-nilai yang ada di ADS seperti Pikukuh Tilu. Namun, sekali lagi Pak Jauhari menjelaskan bahwa dia tidak memaksakan kepada anak-anaknya untuk ikut kepercayaan tersebut. Skema 4. 3 Proses Internalisasi Penanaman Nilai Agama Djawa Sunda Sumber: Hasil Penelitian Lapangan (2016) Narasumber kami selanjutnya bernama Setia Kurnia atau beliau lebih senang dipanggil Kang Setia. Kang Setia terlahir dari keluarga asli Desa Cigugur dan menganut Kepercayaan ADS. Kang Setia merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Kedua orang tuanya bernama Bapak Eman Roheman (50thn) dan Ibu Ika Kartika, serta adik perempuan bernama Ina Kurniasih. Kedua orang tua dari Kang Setia merupakan penganut dari Kepercayaan Sunda Wiwitan yang diturunkan dari generasi sebelumnya. Pengajaran ADS dalam keluarga Kang Setia hanya ditunjukkan atau diberi pemahaman ADS itu apa dan seperti apa. Pengalaman tersebut didapatkan dari kakek neneknya yang kemudian diturunkan ke kedua orang tuanya selanjutnya ke Kang Setia. Proses pengajaran dari orang tuanya itulah yang menjadi sosialisasi ajaran ADS antargenerasi. Kang Setia diperintahkan oleh keluarga untuk mengikuti kegiatan-kegiatan di paseban untuk mendalami ajaran ADS. Sehingga proses pengajaran di paseban tersebut semakin memperkuat apa yang sudah dimiliki Kang Setia dari orang tuanya. Dalam ajaran ADS ada pedoman yang diberikan dalam pengajarannya, yaitu dari Pikuku Tilu yang merupakan pedoman atau tuntunan hidup bagi masyarakat ADS. Didalam buku tersebut banyak cara-cara bagaimana menjalani sebagai masyarakat penganut ADS, berupa aturan dan pedoman atau tuntunan. Menurut Kang Setia juga dalam mendalami ajaran ADS dari orang tuanya untuk mengikuti kegiatan 74 Wawancara dengan Pak Jauhari pada tanggal 4 November 2016, pukul 17.09 Proses Sosialisasi antar Keluarga Orang tua / keluarga sebagai agen sosialisasi Memilih untuk memeluk agama lain Tetap menjadi penghayat kepercayaan
Page 69 of 203 di Paseban. Ada kegiatan di Paseban setiap pagi/sore yaitu kurasan bentuk kegiatannya seperti berdoa bersama. Pada kegiatan tersebut tidak hanya Kang Setia yang mengikuti, tetapi juga adik Kang Setia yang sama-sama diberi sarang oleh orang tuanya untuk mengikuti kegiatan di Paseban. Kang setia juga menjelaskan mengenai Seren Taun, yang menurut Kang Setia itu merupakan acara wajib yang harus diikuti. Karena menurut Kang Setia mengikuti acara Seren Taun sebagai bentuk mempertahankan kebudayaan khususnya di Sunda. Menurut Kang Setia, ajaran ADS itu tidak fokus untuk menyebarkan kepercayaannya kepada banyak orang, tetapi bagaimana mereka mempertahankan kepercayaan ADS tersebut ditengah-tengah masyarakat. Orang-orang yang mengikuti ajaran ADS ini juga menurut Kang Setia kebanyakan bukan karna paksaan tetapi dari hati nurani mereka sendiri untuk mempercayai ADS. Serta juga bisa dari keturunan keluarga mereka yang mempercayai ajaran ADS ini. Tetapi Kang Setia menjelaskan biasanya jika anak-anak keturunan yang menganut ADS itu ingin menikah, mereka akan dibebaskan memilih kepercayaan yang sesuai dengan hatinya, dengan catatan mereka akan menjalankan agamanya dengan sepenuh hati. Jika mereka hanya menjalankan setengah hati itu malah yang dilarang oleh orang tuanya. Menurut Kang Setia juga dari seseorang yang ADS itu pindah ke agama yang lain biasanya agama khatolik atau agama Islam. Khususnya khatolik itu biasanya karena terpaksa, dikarenakan dalam bidang ekonomi dan pendidikan itu sendiri lebih diperhatikan oleh pihak agama khatoliknya. Biasanya juga karena faktor untuk urusan dengan Pemerintahan, yang diwajibkan untuk seseorang memiliki agama. Karena ajaran ADS itu sendiri belum di akui oleh negara sebagai agama. Seseorang ADS yang pindah ke agama lain juga menurut Kang Setia akan tetap mempercayai ajaran ADS, dan agama lain sebagai formalitas suatu urusan pribadi. Menurut Kang Setia juga Akte Kelahiran di masyarakat ADS dahulu atas nama Ibu, tetapi sekarang ada perubahan kedua orang tua ditulis namanya dalam akte tetapi ada keterangan bahwa pernikahan kedua orang tuanya belum diakui oleh negara. Karena memang ajaran ADS itu belum diakui sebagai agama oleh negara. Bapak Subrata dari kecil sudah memberikan pelajaran kepada anak-anaknya bahwa ajaran ADS ini bukan sebagai seremonial tetapi sebagai kenyataan dan menjelaskan apa arti dari kekristenan itu apa dari arti sunda wiwitan dan apa arti falsafah-falsafah kekristenan. Contohnya seperti untuk melakukan apa-apa berdoa kepada yang maha kuasa. Bapak menelaskan kepada anak-anak bapak bahwa semua itu adalah anak dari yang maha kuasa. Meskipun orang tua kita yang menjadi cikal bakal pertemuan sebagai suami istri karena tuhan yang menghendaki ketika kita memiliki keturunan. Semua yang menciptakan adalah yang maha kuasa, anak adalah titipan dari yang maha kuasa. Semua putra tuhan dari maha kuasa yang secara kodratnya tidak boleh lepas dari cara ciri manusia. Saya menjelaskan cara ciri manusia dan cara ciri bangsa kepada anak saya. Kalau dikeluarga bapak tidak dipaksakan urusan keyakinan sejak dewasa adalah hak pribadi, anak bapak ada yang beragama katolik, ada juga yang ADS dua orang, yang satu kristen. Yang istrinya kang ira itu ADS, yang laki-laki sunda wiwitan. Anak yang pertama meyakini agama Kristen tetapi
Page 70 of 203 dia tidak melupakan suatu hukum-hukum adatnya. Secara spiritual dia memang Kristen, tetapi dia tidak melupakan kodratnya sebagai masyarakat sunda wiwitan dia masih menerapkan hukum-hukum adat ADS. 75 Mayoritas para penghayat ADS, dalam keluarganya menganut agama yang berbeda-beda hal ini ditemukan dalam keluarga Pak Subrata, Pak Jauhari, Kang Didi, dan lainnya. Kebanyakan dari para orang tua lebih memberikan kebebasan pada anak-anaknya untuk menganut agama sesuai dengan apa yang diyakininya. Pada dasarnya baginya, agama apapun akan mengajarkan kebaikan dan juga rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seperti anak dari Pak Subrata, anaknya yang memeluk salah satu agama yaitu nasrani ini sebagai formalitas semata dan dilatar belakangi oleh alasan agar proses pernikahan dengan calon suaminya dipermudah dan diakui oleh negara. Baginya, apa yang sudah diajarkan olehnya sudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari anak Pak Subrata. Anak pertamanya bernama Nina Suhartini (Perempuan) beragama Katolik, Anak kedua namanya (Nana Suryana) seorang Sunda Wiwitan, Anak ketiga (Ella Sulasmi) yang merupakan istri Kang Ira Indrawardana seorang Penghayat Sunda Wiwitan, Istri Pak Subrata namanya ibu Awat juga penghayat Sunda wiwitan. Apa yang bapak terapkan sudah tercermin dari kehidupan sehari-hari anak-anak bapak. Hal ini juga balik lagi kepada siapa yang tau kepada diri pribadinya juga akan tau kepada tuhan penciptanya. Pikukuh tilu ini juga bapak terapkan dan ajarkan kepada anak bapak.76 Proses sosialisasi antar generasi pada masyarakat penghayat kepercayaan yang sama bisa dilihat dalam internalisasi agama serta adat dalam keluaga Kang Ira Indrawardana, seorang Dosen Antropologi di Universitas Padjajaran, Bandung. Kang Ira beserta istrinya Ella Sulasmi yang juga merupakan anak dari Pak Subrata dan juga seorang penghayat. Kedua anak Kang Ira juga penghayat ADS seperti orang tuanya. Proses internalisasi nilai agama dan adat dalam keluarga Kang Ira kepada anaknya didahului dengan cara bagaimana ketika seorang anak ini merasa senang terlebih dahulu pada ajaran-ajaran ADS dan memaknai setiap ajarannya serta percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai yang ada dalam setiap aspek kehidupan yang diajarkan oleh Kang Ira dengan menanamkan nilainilai agama dan nilai-nilai kebaikan, terlebih kepada nilai etika hidup kepada anaknya. Saya menanamkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai kebaikan, menanamkan nilai etika hidup kepada anak saya. Kalau dulu anak kita diajarkan agama, ritual-ritual, tidak begitu kita mengajarkan etika pada anak-anak. Kita bukan memaksa kepada anak harus berdoa, harus apal ayatnya, tapi kepada bagaimana mengajarkan anak-anak bagimana menjadi manusia yang baik.77 Pada dasarnya, Kang Ira tidak selalu memaksa kepada anaknya harus berdoa, harus menghafal ayatnya. Tidak diajarkan dengan memaksa kepada anaknya tetapi bagaimana menjadi manusia yang baik. Walaupun dalam kenyataannya 75 Wawancara dengan Pak Subrata tanggal 5 November 2016, pukul 10.27 76 Wawancara dengan Pak Subrata pada tanggal 5 November 2016, pukul 10.27 77 Wawancara dengan Kang Ira Indrawardana pada tanggal 5 November 2016, pukul 19.19
Page 71 of 203 mereka merasa bahwa mereka berbeda dengan anak yang lainnya karena anaknya adalah seorang ADS. Hal ini karena Kang Ira yang berdomisili di Bandung dan mayoritas masyarakat memeluk agama lain. Untuk itu juga Kang Ira menanamkan nilai-nilai dalam ajaran ADS dengan disesuaikan pada lingkungan sosialnya pula. Dalam hal ini, Kang Ira harus memberitahu kepada anaknya bahwa orang sunda pun mempunyai etika yang mengedepankan konteks agamanya dan menjadi dasar pedomannya. Pada dasarnya, Kang Ira juga lebih mengajarkan pengetahuan tentang Paseban dan tradisi-tradisi lingkungan disana. Jika ada acara Seren Taun pun ia mengajak anak-anaknya untuk turut serta. Dengan begitu pula, rasa cinta pada budaya sendiri dan kepercayaan tradisi ADS ini akan tumbuh dan diri anaknya. Secara tidak langsung, ketika anak sadar bahwa anak merasa beda dengan anak yang lain bahwa ia sunda wiwitan. Memberitahu kepada mereka bahwa orang sunda yang mempunyai etika yang mengedepankan konteks agamanya, islam pun juga sunda, yang menjadi dasar pedoman etikanya agama islamnya. Kalau kita menanamkan orang sunda yang baik dengan kodratnya sebagai sunda dengan nilai-nilai tentang etika hidup, ketuhanan, hubungan dengan alam. Dengan syarat tidak ada penekanan bahwa harus berbahasa dan busana sunda tetapi menanamkan cinta kepada budaya sunda. Karena kami orang sunda wiwitan yang sudah tinggal di daerah urban perkotan tidak didesa maka kita menanamkan ajaran ADS juga disesuaikan dengan lingkungan sosial. Kita juga menanamkan pengetahuan tentang paseban tau tentang tradisi-tradisi dilingkungan sini, kalau ada Seren Taun saya ajak kesini. Karena tujuan kita menanamkan kesenangan-kecintaan terlebih dahulu kepada mereka tentang Sunda Wiwitan bukan ketakdiran.78 Proses Pelembagaan Interaksi dan Perilaku Masyarakat Secara Kultural Setiap masyakarat di suatu daerah, memiliki nilai kebudayaannya masing-masing. Definisi dari kebudayaan sendiri menurut ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.79 Melalui proses sosialisasi gagasan yang ingin ditanamkan kepada suatu perkumpulan masyarakat, kemudian terjadinya internalisasi dari gagasan tersebut, sehingga kebudayaan tercipta dan melebur pada masing-masing individu di masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut. Menurut penelitian yang kami lakukan, proses kebudayaan yang terus berjalan sejak zaman dahulu hingga saat ini, masih terlihat dalam kebudayaan masyarakat di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Beberapa masyarakat Cigugur masih dapat ditemui yang melabelkan dirinya sebagai penghayat.80 Kelompok masyarakat yang melabelkan dirinya sebagai penghayat sebagian besar dari golongan dewasa menengah (30-50 tahun) dan dewasa akhir (50 tahun ke atas). Sedangkan, untuk golongan dewasa awal bahkan remaja dan anak-anak, jarang ditemukan sebagai penghayat. 78 Wawancara dengan Kang Ira Indrawardana pada tanggal 5 November 2016, pukul 19.19 79 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, 2013, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta), hlm. 144. 80 Istilah asli informan (invivo) sebagai petunjuk identitas penganut Sunda Wiwitan.
Page 72 of 203 Kelompok yang bukan penghayat, biasanya memiliki agama yang sudah dianggap sah oleh negara Indonesia, seperti Katolik dan Islam. Perbedaan keyakinan ini karena adalah pengaruh kebudayaan-kebudayaan dari luar yang melakukan penyebaran agama pada zaman Indonesia masih di kelilingi kerajaan, seperti Islam, Kristen/Katolik, Hindu, dan Bundha.81 Kelompok penghayat ini umumnya dikenal sebagai masyarakat ADS. Nama aliran yang dihayatinya adalah Sunda Wiwitan. Proses pelembagaan interaksi dan perilaku dalam masyarakat ADS secara kultural sebenarnya untuk melihat bagaimana proses sakralisasi yang dilakukan hingga menuntut masyarakat ADS untuk melakukan hal yang telah disakralkan dan kemudian menjadi suatu kebiasaan mereka dalam berinteraksi dan berperilaku. Patokan yang dipakai dalam proses pelembagaan ini menurut narasumber kami, Pangeran Rama Anom, adalah Pikukuh Pilu. Menurutnya: Pikukuh itu ketentutan hukum yang berasal dari Tuhan yang Maha Pencipta. Di dalam Pikukuh Tilu ada bilangan dua, menyatakan bahwa di dalam kehidupan itu adalah berpasang-pasangan. Ini sudah menjadi Maha Kuasa Sang Maha Pencipta. Untuk bilangan tiga, keseimbangan naluri, rasa, dan berpikir (id, ego, superego). Kalau di Sunda Wiwitan, bilangan tiga, yaitu: 1. Rama: keberadaan sebutan untuk Sang Maha Pencipta; 2. Resi: Manusia; dan 3. Perbu: Sifat Kemanusiaan.82 Pikukuh Tilu ini sebagai sebutan untuk kitab suci bagi penganut aliran kepercayaan Sunda Wiwitan. Patokan berinteraksi dan berperilaku mereka diatur oleh Pikukuh Tilu. Seperti halnya Muslim, memiliki pedoman Al-Qur’an agar jalan hidupnya selamat di dunia dan di akhirat. Mereka menganggap Tuhan Sang Pencipta memberikan simbol bilangan dua sebagai wujud manusia untuk hidup berpasang-pasangan (laki-laki dan perempuan). Kemudian mereka mewujudkannya dengan melakukan pernikahan. Skema 4. 4 Bilangan Tiga dalam Pikukuh Tilu Sumber: Hasil Penelitian Lapangan (2016) Sedangkan untuk stratifikasi antara Tuhan dan umatnya, terbentuk bilangan tiga yang terdiri dari Rama, Resi, dan Perbu. Kekuasaan tertingga berada pada Rama, yaitu Tuhan Sang Maha Pencipta yang membentuk kehidupan manusia. 81 Ira Indrawardana, op.cit, hlm. 2. 82 Wawancara dengan Pangeran Rama Anom, pada Sabtu, 5 November 2016, pukul 11:03-11:35 WIB.
Page 73 of 203 Kemudian manusia menjalankan kehidupan mereka berdasarkan sifat-sifat kemanusiaan, bukan sifat-sifat hewani, di mana masih ada proses rasionalitas di dalamnya untuk memilih yang sesuai dan bermanfaat untuk dirinya dan tidak merugikan alam sekitarnya. Hal di atas sesuai dengan Teori Pilihan Rasional (rational choice theory/RCT) yang dikembangkan oleh James S. Coleman. Ada dua unsur dalam teori Coleman, yakni aktor dan sumber daya.83 Sumber daya di sini merupakan suatu upaya yang dapat dikontrol oleh sang aktor. Aktor berperan untuk memilih mana yang memiliki nilai keuntungan yang besar dan rasional untuk dirinya pada kemudian hari. Aktor akan melakukan penyaringan terhadap pilihan-pilihan yang ditujukan kepadanya. Di dalam kehidupan masyarakat Cigugur yang menganut ADS, bilangan tiga yang terdapat dalam Pikukuh Tilu digunakan oleh masing-masing indvidu yang menganggap dirinya penghayat. Mereka meyakini Tuhan memberikan alam berserta isinya seperti makhluk hidup biotik dan abiotik untuk diatur dan dirawat sedemikian rupa oleh manusia. Manusia (Resi) di sini sebagai aktor utama dalam sistem kehidupan. Mereka dapat mengupayakan kehidupannya dengan memanfaatkan hewan dan tumbuhan disekitarnya. Mereka juga berperilaku sesuai sifat-sifat kemanusiaan, bukan hewani. Sifat hewani di sini maksudnya hanya menuruti hawa nafsu saja, tidak berpikir panjang, dan tidak memiliki nilai etika dan estetika dalam berperilaku. Aktor menyaring hal-hal yang buruk seperti yang melekat pada ciri hewan dan mengambil sifat-sifat kemanusiaannya untuk dipakai dalam kehidupan sehari-hari, seperti toleransi, beretika saat makan, berinteraksi, dan memiliki estetika. Pilihan yang diambil ini sebagai upaya untuk mendapat nilai positif dari Tuhan Sang Pencipta (Rama). Jika mereka tidak menyaring sifat-sifat hewani, maka ia tidak dapat mengontrol secara penuh kehidupannya, sehingga ia tidak dapat dikatakan rasional karena tidak melihat apa yang didapatkannya kemudian hari (benefit). Proses pelembagaan ini juga dapat dilihat dari nilai-nilai kultural yang dianut oleh penghayat ADS. Nilai-nilai kultural yang selalu dijaga dan dilestarikan dari satu generasi ke generasi lainnya menurut Pangeran Rama Anom seperti yang kami kutip di bawah ini. Nilai kemanusian. Nilai yang tidak lapuk oleh waktu. Selama manusia masih dikehendaki untuk menghuni planet bumi ini. Tanpa membeda-beda kan golongan. Ini nilai-nilai kearifan lokal Sunda Wiwitan. Ini mengapa nilainilai agama lain dapat diterima dengan baik oleh Sunda Wiwitan. Jiwa nenek moyang Indonesia adalah jiwa mulia, tidak membeda-bedakan dan semua sama. Tumbuh subur semuanya di bumi Nusantara. Kalau di negara luar kan itu terjadi peperangan dulu agamanya, kalo di Nusantara kan nggak.84 Penganut ADS sangat menjunjung tinggi nilai toleransi. Nilai kemanusiaan yang diturunkan oleh nenek moyang Nusantara. Contohnya seperti penerimaan kebudayaan baru dalam hal agama Islam, Kristen/Katolik, Hindu, dan Budha. Ter- 83 George Ritzer, Teori Sosiologi Modern (Edisi Ketujuh), 2015 (Jakarta: Prenadamedia Group), hlm. 369. 84 Wawancara dengan Pangeran Rama Anom, pada Sabtu, 5 November 2016, pukul 11:03-11:35 WIB.
Page 74 of 203 bukanya dalam menerima hal-hal baru tersebut, membuat Indonesia saat ini menjadi negara plural atau majemuk dengan variasi kebudayaan dari Sabang sampai Merauke. Hal ini juga didukung oleh kebiasaan masyarakat ADS yang memberi kebebasan bagi keturunannya untuk menganut keyakinan yang menurutnya benar dan sesuai kata hatinya. Sehingga tidak sedikit tiap unit keluarga beragam agama di dalamnya. Hal ini sesuai dengan data dari informan yang kami dapatkan saat hari pertama penelitian. Di keluarga saya ada banyak agama, orang tua saya masyarakat adat (Sunda Wiwitan), tapi anak-anaknya ada yang katolik sama muslim.85 Selain Pikukuh Tilu, ada kegiatan khas budaya Sunda yang pada kemudian hari terjadi proses internalisasi dengan nilai-nilai yang ada di Sunda Wiwitan. Sehingga, kebudayaan tersebut terlihat condong seperti milik dari Sunda Wiwitan, padahal sebenarnya kebudayaan tersebut adalah milik bumi Sunda. Mengapa demikian? Karena kelompok yang masih mau mengurus atau melestarikan dengan inisiatif adalah kelompok Sunda Wiwitan berada di daerah Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Gambar 4. 4 Perayaan Seren Taun Sumber: Sumber: www.google.com (2016) Nama dari kebudayaan yang dijelaskan di atas adalah Seren Taun. Seren Taun adalah acara tahunan yang dilaksanakan 22 Raya Agung. Pengurus inti yang mengadakan kegiatan Seren Taun adalah penganut Sunda Wiwitan. Proses pelembagaan kultural melalui Seren Taun ini dimaknai sebagai pesta adat yang pebuh dengan nilai-nilai yang juga selaras dengan ajaran Sunda Wiwitan. Sehingga, ketika mendengar nama Seren Taun maka yang teringat adalah Sunda Wiwitan. Hasil interaksi antara warga yang memangg sangat harmonis antar multi etnis dan multi agama ini juga tercermin pada prosesi Seren Taun dimana dalam upacara adat ini semua pemuka agama dari Islam, Kristen, sampai Sunda Wiwitan hadir dan memberikan doa. Dalam acara Seren Taun ini pun juga semua golongan yang berlatar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda hadir menjadi satu kesatuan dalam 85 Wawancara dengan Ibu Ooh (Penduduk Setempat), pada Jumat, 4 November 2016, pukul 13:46-14:15 WIB.
Page 75 of 203 rangkaian acara. Mereka bersatu menyaksikan upacara tahunan ini dengan penuh hikmat. Selain itu juga, proses pelembagaan kultural yang terjadi pada Seren Taun yaitu pelestarian budaya-budaya Sunda Wiwitan karena dalam rangkaian acara ini ada penampilan kesenian dari pada pengisi acara, selain itu hasil interaksi antar manusia dengan alam yang telah memberikan banyak anugerah dengan tumbuhnya padi dengan subur dan bahan makanan lainnya. Serta wujud dari rasa syukur atas limpahan rezeki yang diperoleh. Hal ini sebagai menunjukan nilai kearifan lokal dari Sunda Wiwitan yaitu nilai kemanusiaan yang penuh dengan toleransi. Prosesi dari acara Seren Taun diutarakan oleh informan kami, yaitu seperti berikut. Pertama pembuangan hama atau pesta dadung dilaksanakan di Taman Mayasih. Ini sebagai pembukaan Seren Taun. Terus setiap jalan ada obor. Dari Cigugur bawah sampai Cigugur atas ada obor. Terus yang utama itu tumbuk padi. Ini disebut sebagai hari puncaknya. Pokoknya banyak acara hiburan, dan yang terakhir itu tumbuk padi. Sekitar 7 hari totalnya, dari pagi sampe malam. Sampai numbuk padi itu banyaknya harus 22 kwintal tidak boleh kurang ataupun lebih. Lalu setelah itu, hasil padi yang telah ditumbuk dibagikan rata kepada seluruh warga Cigugur.86 Gambar 4. 5 Proses Berlangsungnya Pesta Dadung Sumber: www.google.com Gambar di atas merupakan dokumentasi dari acara Pesta Dadung. Pesta dadung merupakan pesta pembuangan hama padi. Pesta dadung juga salah satu rangkaian acara yang dilakukan pada Seren Taun. Acara Pesta dadung diselenggarakan di Area Pesta Dadung yang berada di Taman Hutan Kota Mayasih. Pembuangan hama padi pada Pesta Dadung ini bermakna agar setiap hasil panen seperti padi yang dianggap sakral oleh masyarakat penghayat bebas dari hama padi yang bisa merusak tumbuhnya padi. Maka dari itu, sebagai simbolnya, hama- 86 Wawancara dengan Ibu Eva dan Ibu Ooh (Penduduk Setempat), pada tanggal 4 November 2016, pukul 13:46-14:15 WIB.
Page 76 of 203 hama tersebut akan dibuang di area pesta dadung yang bertempat seperti jurang dalam. Gambar 4. 6 Area Pesta Dadung Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Kemudian pelembagaan kultural lainnya juga terdapat dalam cara penghayat ADS berpakaian. Untuk laki-laki menggunakan ikat kepala batik dan baju hitam. Pakaian masyarakat ADS itu berwarna hitam (tanah) memiliki makna sebagai sumber kehidupan itu berasal dari dalam tanah. Sedangkan Ikat kepala (satu ikatan) memiliki makna walaupun di dalamnya berbeda keyakinan tetapi harus satu dalam ikatan. Hal ini tercermin dari masyarakat di Cigugur, Kuningan yang memiliki beragam agama dan hubungan atar sesamanya berjalan harmonis karena perilaku keseharian mereka yang menjunjung tinggi nilai toleransi antar sesamanya. Sedangkan untuk perempuan menggunakan pakaian baju berwarna putih dan rok berbahan kain. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 4. 7 Pakaian Penghayat ADS untuk Laki-laki Sumber: www.google.com
Page 77 of 203 Jadi, proses pelembagaan interaksi dan perilaku masyarakat ADS secara kultural diadaptasi melalui pedoman Pikukuh Tilu yang setara dengan kitab suci, kegiatan Seren Taun, dan pakaian yang menjadi ciri khas dari Sunda Wiwitan. Di dalam Pikukuh Tilu terdapat bilangan dua dan bilangan tiga. Bilangan dua artinya hidup ini ditakdirkan untuk berpasang-pasangan, sedangkan bilangan tiga artinya di dalam kehidupan ini terdapat tiga unsur yang yang terbentuk secara vertikal, yaitu Rama, Resi, dan Perbu. Selanjutnya, nilai kultural yang diwarisi turun-temurun adalah nilai kemanusiaan, terutama nilai toleransi. Hal ini menyebabkan di dalam masyarakat Cigugur terdapat pluralisme agama, bahkan dalam satu unit keluarga dapat terdiri dari banyak agama. Penutup Kemajemukan masyarakat di Indonesia ini pun juga akan melahirkan berbagai adat istiadat yang beragam dan membuat Indonesia menjadi negara yang kaya akan budaya. Kebudayaan tersebut tak lepas dari aspek religiusitas masyarakat Indonesia sikap kepercayaan terhadap tuhan. Di Indonesia sendiri banyak terdapat berbagai macam kepercayaan salah satunya kepercayaan ADS yang komunitas pengikutnya berada di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Sunda wiwitan merupakan sebuah kepercayaan yang berasal dari tanah pasundan yang tidak terlepas dari peran Pangeran Madrais sebagai pendiri dari cikal bakal lahirnya kepercayaan sunda wiwitan. Kepercayaan ADS tidak serta merta berjalan mulus tanpa halangan, segala macam halangan dan rintangan dihadapi oleh para pemimpin komunitas ADS dan pengikutnya karena kepercayaan ini dianggap sesat dan menyimpang dari ajaranajaran agama lain pada umumnya. Kepercayaan ini sempat mengalami tekanan dari kelompok dan pihak lain pada masa orde lama, hal ini yang membuat Pangeran Tedjabuana, pemimpin ADS pada masa itu untuk memerintahkan para pengikutnya untuk keluar dari ADS dan memeluk agama lain yaitu agama Katolik. ADS mulai bangkit dan diterima kembali pada masa kepemimpinan Pangeran Djatikusumah, anak laki-laki pangeran Tedjabuana dengan membuat Paguyuban Adat Cara Kruhun Urang (PACKU) pada tahun 1981. Hingga saat ini, kepemimpinan ADS dipegang oleh anak laki-laki dari Pangeran Djatikusumah yaitu Pangeran Gumirat Barna Alam dan hidup rukun antar warganya sangat terjaga. Dalam masyarakat penghayat kepercayaan ADS, tuhan dimaknai sebagai Gusti Sikang Sawiji-wiji atau Yang Maha Esa. Pemaknaan tuhan dalam kepercayaan ini, tercermin dalam ajaran-ajaran pokoknya seperti Pikukuh Tilu, tat acara berdoa, dan olah tapa. Nilai-nilai agama yang ada dalam ajaran pokok Sunda Wiwitan ini dijadikan oleh para penghayat kepercayaan untuk dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku dan menjaga eksistensinya hingga saat ini dalam masyarakat global. Wlaupun keberadaannya masih juga mengalami berbagai diskriminasi dari negara dan juga pihak-pihak lainnya. Tetapi, hal ini tak juga menghalangi mereka untuk terus menjaga dan melestarikan adat dan budaya Sunda Wiwitan. Keberadaan Sunda Wiwitan yang masih terjaga sampai saat ini tidak lepas dari proses internalisasi agama dan adat antargenerasi yang terjadi pada keluarga penghayat. Sosialisasi agama dan ajaran-ajaran ADS berlangsung dalam keluarga penghayat. Para orang tua berperan untuk mengajarkan nilai-nilai agama pada anak-anaknya. Nilai-nilai kebaikan, kemanusiaan, serta toleransi tercermin dalam ajaran-ajaran agama yang dilakukannya pada anaknya. Sesudah beranjak
Page 78 of 203 dewasa, mayoritas para orang tua membebaskan kepada nak-anaknya untuk memeluk agama lain yang menjadi pilihannya. Kebanyakan dari anak-anaknya memeluk agama lain hanya sebagai formalitas untuk diakui dalam pernikahan maupun lainnya. Mereka para orang tua percaya bahwa pada dasarnya agama apapun mengajarkan kebaikan, maka dari itu agama apapun yang dianutnya itu adalah kebaikan untuk dirinya. Yang terpenting dalam keluarga adalah toleransi yang terjalin antar sesamanya. Adat dan budaya yang paling khas dari Sunda Wiwitan tersebut ada pada perayaan upacara adat Seren Taun. Dimana dalam hal ini, terjadi proses pelembagaan kultural dari perilaku dan interaksinya tercermin dari nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sehari-harinya yang bisa ditemukan dalam perayaan adat Seren Taun juga. Dalam hal berpakaian juga para masyarakat adat Sunda Wiwitan mempunyai ciri khasnya tersendiri yaitu pakaian hitam dan ikat kepala batik. Pelestarian budaya serta adat Sunda Wiwitan perlu untuk dilestarikan oleh generasigenerasi selanjutnya. Hal ini dilakukan agar, nilai-nilai adat yang berasal dari nenek moyang dan diturunkan secara turun temurun bisa terus ada sampai kapan pun sebagai kelarifan lokal di Indonesia.
Page 79 of 203 Daftar Pustaka Buku : Artawijaya. 2010. Gerakan Theosofi di Indonesia. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar Budi Susanto. 2007. Sisi Senyap Politik Bising Yogyakarta : Kanisius Koentjaraningrat. 2013. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Malesevic, Sinisa. 2004. The Sociology of Ethnicity. London : Sage Production Pram. 2013. Suku Bangsa Dunia dan Kebudayaannya. Jakarta: Penebar Swadaya Group Ritzer, George. 2015. Teori Sosiologi Modern (Edisi Ketujuh). Jakarta: Prenadamedia Group Sumber Referensi Lainnya: Ira Indrawardana. 2014. Makalah Antropologi : Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Menjaga Nilai-nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pancasila Ira Indrawardana. Makalah Kuliah Umum : Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan Tendi. 2016. Skripsi : Sejarah Agama Djawa Sunda di Cigugur Kuningan 1939- 1964, diakses online pada http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30301/3/TENDI-FAH.pdf
Page 80 of 203 Bab 5 Filosofi Ekonomi Masyarakat ADS, Cigugur, Kuningan Clara Dwi Yanti, Fitria Septiani, Ilham Ramadhan, Siti Qoriah, Qays Arrazi Iskandar Pendahuluan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara dengan komposisi suku bangsa yang pluralis di dunia. Bangsa yang tersebar di sekitar 13.000 pulau besar dan kecil ini terdiri dari ratusan etnis, agama, budaya, dan adat istiadat, serta berbicara dalam ratusan bahasa daerah yang khas. Hal itu membuat orientasi kultur kedaerahan selta pandangan hidupnya pun beragam.87Semua aspek sosio-kultural yang beragam itu membuat Indonesia menjadi bangsa dengan tingkat keragaman yang tinggi. Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah sebuah kehidupan dari kelompok mahkluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat-istiadat tertentu. Kemudian masyarakat tertentu itu akan menciptakan kebudayaan tertentu pula serta memiliki banyak unsur yang beranekaragam. Namun demikian seluruh unsur yang banyak tersebut dapat dikategorikan ke dalam 7 unsur yang disebut cultural universals88 di mana salah satu unsurnya adalah religi. Masyarakat daerah sekitar Cigugur kabupaten Kuningan Jawa Barat mengenal suatu komunitas religi percampuran Jawa-Sunda yang diberi nama Komunitas Agama Djawa Sunda (ADS). Komunitas religi ini telah dihayatii masyarakat sekitar, jauh sebelum Indonesia merdeka 17 Agustus 1945. Adapun Agama Djawa Sunda (untuk kemudian dapat diinisialkan dengan: ADS) ini sebenarnya merupakan komunitas orang-orang yang sadar akan rasa kebangsaan dan mempunyai rasa tanggung jawab moral terhadap bangsa sendiri untuk melawan penjajah melalui religi-budaya sebagai wadahnya. Kepercayaan Agama Djawa Sunda (ADS) ini sudah ada sebelum agama- agama asing seperti Hindu, Budha, Kristen, Islam, Kong Hu Cu masuk ke tanah Jawa. ADS merupakan sebuah Cagar Budaya, bukan aliran agama tetapi lebih cenderung bisa diidentifikasikan sebagai penghayat religi-budaya setempat. Semboyan mereka: "Semua umat Tuhan, sepengertian tapi bukan sepengakuan", artinya sekalipun tidak sepengakuan tetapi bisa sepengertian. 87Koentjaraningrat.1986. Peranan Local Genius dalam Akulturasi. Dalam Ayatrohaedi (ed.).Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). (Jakalta: Pustaka Jaya,). hlm. 80. 88 Asmito. 1992. Sejarah Kebudayaan Indonesia. (Semarang: IKIP Semarang Press). Hlm. 43
Page 81 of 203 Skema 5. 1 Skema Pengaruh Filosofi Ekonomi Masyarakat Cigugur, Kuningan Sumber: hasil analisa kelompok (2016) Selain semboyan diatas, para penghayat Agama Djawa Sunda (ADS) juga memiliki filosofis hidup “silih asih, silih asah, silih asuh” yang artinya dalam menjalakan hidup harus (silih asah) saling menajamkan pikiran dan saling mengingatkan, (Silih asuh) saling mengasuh dan saling membimbing dan Silih asih saling mengasihi. Lalu kemudian filisofis inilah yang mempengaruhi bahkan menciptakan pola kehidupan yang berlangsung setiap hari pada masyarakat di Kuningan, Jawa Barat. Dari dasar filosofis ini kemudian dibuat sebuah gerakan yang dinamakan “Jumputan” oleh masyarakat Cigugur, Kuningan, Jawa Barat Penelitian ini dilakukan di daerah Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Peneliti terbentuk dalam sebuah tim kecil yang berfokus pada perilaku ekonomi pada penghayat Sunda Wiwitan atau ADS dan lebih luasnya masyarakat Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode field researches yang dilakukan dalam 3(tiga) hari. Secara garis besar, tulisan ini akan membahas (1) persebaran mata pencaharian masyarakat Cigugur, kemudian membahas lebih dalam kepada (2) bentuk atau tindakan ekonomi masyarakat Cigugur. Dan yang terakhir akan membahas tentang (3) stratifikasi dibidang ekonomi pada masyarakat Cigugur. Komposisi Mata Pencaharian Kelurahan Cigugur Data bidang seksi perekonomian di Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat sangalah beraneka ragam. Mulai dari bidang perindustrian, perdagangan, perusahaan, koperasi, pertanian, kehutanan, kepariwisataan, pertambangan, dan masih banyak jasa yang lainnya. Berikut adalah salah satu data dari bidang pertanian yang kami dapatkan dari data kelurahan setempat. Filosofi ekonomi (silih asih, silih asah, silih asuh) (asal baseuh tikoro) Tindakan Ekonomi (Pereleg/Jumputan) Stratifikasi Ekonomi
Page 82 of 203 Tabel 5. 1 Jumlah Sektor Pertanian di Wilayah Kelurahan Cigugur No. Pertanian Jumlah 1. Padi Sawah 80 Ha 2. Singkong 45 Ha 3. Jagung - 4. Sayur - 5. Budidaya Jamur 1 buah 6. Ternak Sapi 950 ekor 7. Ternak Kambing 59 ekor 8. Ternak Ayam 63.100 ekor 9. Ternak Babi 1.103 ekor Sumber: Data Kelurahan Cigugur (2015) Dari tabel di atas dapat kita ketahui, bahwa pertanian padi sawah merupakan sektor terbesar dalam pertanian di Kelurahan Cigugur ini. Sebanyak 80 Ha dijadikan sebagai lahan untuk bertani. Tak hanya itu, ternyata ternak ayam pun mendominasi diantara ternak sapi, kambing, maupun babi dengan jumlah 63.100 ekor ayam. Ternak babi pun ternyata lebih diminati oleh masyarakat di Kelurahan Cigugur ini, terbukti ternak babi mendapati peringkat kedua terbanyak setelah ternak ayam. Begitu pun yang kami ketahui ketika kami mencoba melakukan observasi di salah satu wilayah di Kelurahan Cigugur, yakni daerah Mayasih. Di sana yang mendominasi hewan ternak adalah babi, mulai dari babi yang kecil sampai yang sangat besar pun ada. Kami juga sempat mengunjungi salah satu kandang peternakan babi di daerah Mayasih. Jenis babinya pun bermacam-macam, ada yang berwarna pink keputihan, coklat, bahkan ada juga yang berwarna hitam. Babi ternak terkadang juga lepas dan keluar dari kandangnya, namun mereka selalu tau tempat asal mereka dan kembali tanpa mengganggu masyarakat setempat. Gambar 5. 1 Salah Satu Peternakan Babi di RT 28 RW 10, Kelurahan Cigugur Sumber : Dokumentasi Kelompok (2016)
Page 83 of 203 Kebanyakan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai peternak babi adalah mereka yang mendapatkan dana bantuan dari Pastur (Belanda) gereja-gereja setempat. Uang yang mereka dapatkan kemudian mereka belanjakan untuk membeli hewan ternak dan segala peralatan yang dibutuhkan. Selanjutnya, pihak gereja menyerah pengelolaan peternakan tersebut kepada mereka masing-masing. Kami pun sempat mewawancarai salah satu warga di daerah Mayasih, yang bernama Ibu Ani (56 tahun). Beliau merupakan salah satu ibu rumah tangga yang juga merangkap sebagai pedagang warung kecil-kecilan dan juga membantu suaminya yang bermata pencaharian sebagai peternak babi. Iya, kalo di sini kebanyakan pekerjaannya sebagai petani, peternak, sama dagang palingan. Tapi emang lebih banyak yang jadi peternak, terutama ternak babi. Saya juga pensiunan, jadi daripada nganggur mending buka warung kecil-kecilan aja di rumah sambil bantu suami ngurus kandang babinya. Di sini peternakan babi ga ada koperasinya kaya peternakan sapi, jadi warga sini paling yang ngelola peternakannya secara mandiri. Modal emang diberikan oleh pihak gereja, tapi untuk selanjutnya mereka menyerahkan ke kitanya masing-masing”89 Skema 5. 2 Jumlah Sektor Perdagangan di Wilayah Kelurahan Cigugur Sumber: Data Kelurahan Cigugur (2015) Selanjutnya ada data dari sektor perdagangan yang ada di Kelurahan Cigugur. Dari skema di atas dapat diketahui bahwa usaha warung di Kelurahan Cigugur mendominasi diantara jenis lainnya di sektor perdagangan. Sebesar 88 buah warung tersebar di wilayah Kelurahan Cigugur yang memang sesuai dengan pengamatan dan observasi lapangan yang kami lakukan. 89 Wawancara mendalam dengan Ibu Ani pada 5 November 2016 pukul 15.10 4 88 12 2 2 Perdagangan Toko Warung Bensin Eceran Toko Material Air Isi Ulang (Refill)
Page 84 of 203 Tabel 5. 2 Data Pekerjaan Penduduk Kelurahan Cigugur No RT Pekerjaan 26 27 28 29 30 1 Pegawai Swasta 24 12 49 3 20 2 Wiraswasta 44 5 24 8 27 3 PNS/TNI/POLRI 8 2 5 1 29 4 Pensiunan 7 2 7 - - 5 Petani 2 3 19 10 1 6 Peternak - 19 25 19 - 7 Pedagang 7 1 10 1 - 8 Supir - - - - - 9 Buruh 8 17 78 10 2 10 Pekerja Lepas 5 8 30 2 - 11 Swasta - - - - - 12 Tidak/Belum Bekerja 103 56 120 28 - Jumlah 208 127 367 82 79 Sumber: Data Kelurahan Cigugur (2016) Data tabel di atas merupakan data pekerjaan penduduk di beberapa RT yang ada di Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupatan Kuningan, Jawa Barat. Salah satu daerah yang menjadi pusat pencarian data kami adalah RT 28 RW 10. Di sana kami menemukan banyak warung, kandang peternakan seperti ternak sapi dan babi, dan juga terdapat koperasi, yakni Koperasi Susu Saluyu. Letaknya tak jauh dari jalan raya dan susu yang didapatkannya pun berasal dari sapi-sapi ternak masyarakat sekitar. Gambar 5. 2 Peternakan Sapi dan Koperasi Susu Saluyu Sumber : Dokumentasi Kelompok (2016)