Page 85 of 203 Filosofi Ekonomi Masyarakat Penganut kepercayaan Djawa Sunda atau Sunda Wiwitan memiliki banyak seali filosofi yang telah menginternal secara turun temurun. Filosofi ini menyangkut berbagai bidang kehidupan dan intinya adalah untuk selalu merasa cukup dengan kondisi kehidupan mereka. Salah satu bidang kehidupan yang mendapat pengaruh langsung dari filosofi kepercayaan djawa Sunda ini adalah bidang ekonomi. Ekonomi, sosial dan politik merupakan tiga bidang kehidupan yang tidak dapat dipisahkan pengaruhnya satu sama lain. Filosofi ekonomi masyarakat Djawa Sunda sendiri menginternal melalui sosialisasi yang di konstruksi oleh proses politik dari pihak Paseban sebagai pemimpin di masyakat dan oleh masyarakat itu sendiri. Filosofi yang akhirnya mempengaruhi kehidupan masyarakat di bidang ekonomi adalah “Asal basuh tikoro” (Asal basah tenggorokan). Filosofi ini terkesan sederhana namun sarat makna dan nilai historis. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kami selama penelitian di wilayah kecamatan Cigugur, kami mendapakan beberapa informan yang bersedia memaparkan mengenai salah satu filosofi yang telah mereka dapatkan dari orang tua masing-masing dan diturunkan kembali kepada anak-anaknya. Pak Rusman (67 tahun) salah satu informan kami menyatakan bahwa, Asal baseuh tikoro maksudnya adalah nasihat untuk selalu berusaha sekuat tenaga untuk kehidupan kita, sesulit apapun kondisinya harus tetap berusaha dan jujur dalam mencari nafkah.90 Pak Rusman merupakan salah satu penganut Sunda Wiwitan sejak lahir dan memilih untuk tetap mengosongkan kolom agamanya ketika muncul tuntutan untuk memaksa masyarakat penganut kepercayaan adat untuk memlih satu dari lima agama yang diakui di Indonesia.91 Pak Rusman menuturkkan bahwa hingga hari ini, beliau tidak memiliki buku nikah dan anak-anaknya tidak memiliki akta kelahiran. Realitas ini membuktikan bahwa kepercayaan djawa sunda dibangun diatas landasan filosofi yang kuat dan teruji oleh zaman, tingkat keyakinan pak Rusman dan beberapa penganut ADS lain mengenai kebenaran klaim kepercayaannya sudah begitu menginternal melalui konstruksi sosial masyarakat. Filosofi asal baseuh tikoro menjadi menarik bila dikaji dari perspektif etnisitas, karena filosofi tersebut lahir dari perilaku sosial masyarakat yang melibatkan elemen adat sebagai alat untuk mempertahankannya. Seperti yang diungkapkan oleh seorang tokoh interaksionis yaitu Blumer, bahwa “The leaders of the dominant group aim to maintain the group centered perception of the social world in order to preserve their privileged position.”92Analisis Blumer terhadap tema etnisitas dari perspektif interaksionis bis akita gunakan untuk memahami posisi paseban sebagai dominant group yang melakukan sentralisasi persepsi masyarakat sunda wiwitan untuk mempertahankan legitimasinya sebagai pemimpin di wilayah tersebut. Mekanisme sentralisasi persepsi bisa jadi tidak disadari oleh masyarakat karena proses hegemoni yang mengikat tataran ide dan konseptual, bukan fisik dan teknis. Salah satu cara paseban dalam melakukan sentralisasi persepsi adalah 90 Wawancara mendalam dengan Pak Rusman (penganut sunda wiwitan), pada 5 November 2016 pukul : 16.41 91 Ira Indrawardana, “Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Menjaga Nilai-Nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pancasila”, hal. 9 92Sinisa Malesevic, “The sociology of ethnicity”, Sage Publications, London Hal. 68
Page 86 of 203 dengan mengadakan “Sarasehan” atau pertemuan rutin setiap bulan untuk mengkonstruksi persepsi sesuai dengan kepentingan paseban sebagai the dominant group. Berkaitan dengan bidang ekonomi, filosofi asal baseuh tikoro berimplikasi pada kondisi ekonomi mayoritas masyarakat Sunda wiwitan. Filosofi ini sudah menginternal dan menjadi nilai atau norma yang mengikat masyarakat. Sehingga, masyarakat tidak mengenal dan tidak melegitimasi perilaku anggotanya yang bersikap pamer atau bermewah-mewahan, namun masyarakat juga tidak terbiasa meminta bantuan ketika berada dalam kesulitan ekonomi, karena asal baseuh tikoro mengajarkan untuk berusaha sekuat tenaga untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa menyusahkan orang lain. Manusia itu mahluk yang sempurna kata Tuhan, ia memilih sir, rasa dan pikir. Jadi sangat mengecewakan bila ketiga kelebihan tersebut tidak dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan dirinya sendiri, kita harus usaha dulu dan pantang menyusahkan orang lain.93 Filosofi asal baseuh tikoro bisa kita identifikasi melalui tipologi tindakan ekonomi yang dibuat oleh Weber. Weber mengklasifikasikan tindakan ekonomi menggunakan pendekatan terhadap individu yang membangun konstruksi makna berdasarkan konstruksi sosial yang melingkupinya, filosofi asal baseuh tikoro bisa kita masukan dalam tindakan ekonomi tradisional karena bersumber dari konvensi atau tradisi masyarakat dan tidak sepenuhnya melibatkan akal atau rasionalitas dalam membangun makna atas tindakannya tersebut.94 Artinya, dalam masyarakat sunda wiwitan, penggunaan akal atau rasionalitas masih dibatasi oleh aturan adat yang mengikat dan memaksa mereka untuk mengikutinya. Hal ini akan terus berlangsung hingga muncul generasi penerus dan adaptasi nilai dan norma yang berlaku di masyarakat Sunda wiwitan. Seperti yang dijelaskan Talcott Parson dalam analisisnya mengenai the boundaries of an ethnic group: Just as in the kinship context an individual is ascriptively the child of his parents, so in a societal community the citizen is ascriptively one of the heirs of his forebears in the societal community and will be one of the ‘progenitors’ of the future community so that many of the consequences of the actions of contemporaries cannot be escaped by future members in new generations.95 Berdasarkan penjelasan Parsons diatas, kita dapat memahami bahwa filosofi ekonomi yang kemudian mengikat masyarakat Sunda Wiwitan untuk mematuhi aturan tersebut akan terus berlangsung hingga generasi berikutnya lahir dan kembali mengadopsi nilai dan norma yang berasal dari filosofi tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut kita juga bisa menyimpulkan bahwa tindakan ekonomi yang dilakukan masyarakat Djawa Sunda di wilayah Cigugur akan selalu dibatasi oleh nilai dan norma yang telah menginternal dalam tataran ide dan konseptual. 93 Wawancara mendalam dengan Pak Rusman (penganut sunda wiwitan), pada 5 November 2016 pukul : 18.15 94 Wawancara mendalam dengan Pak Rusman (penganut sunda wiwitan), pada 5 November 2016 pukul : 17.20 95 Malesevic, Op.Cit, Hal. 48
Page 87 of 203 Stratifikasi dalam bidang Ekonomi pada Masyarakat Cigugur Kuningan Dari berbagai perbedaan kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka yang menonjol adalah fenomena stratifikasi (tingkatan-tingkatan) sosial. Perbedaan itu tidak semata-mata ada, tetapi melalui proses; suatu bentuk kehidupan (bisa berupa gagasan, nilai, norma, aktifitas sosial, maupun benda-benda) akan ada dalam masyarakat karena mereka menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna untuk mereka. Fenomena dari stratifikasi sosial ini akan selalu ada dalam kehidupan manusia, sesederhana apapun kehidupan mereka, tetapi bentuknya mungkin berbeda satu sama lain, semua tergantung bagaimana mereka menempatkannya.96 Pada masyarakat Cibubur Kuningan, strata yang ada di daerah ini berbeda dengan strata yang ada di kota seperti Jakarta. Stratifikasi yang ada di daerah ini lebih kepada sifat moral yang merupakan hasil konstruksi nilai-nilai dari Sunda Wiwitan yang mereka yakini. Hasil temuan lapangan peneliti kesulitan mengupas tabunya tingkatan sosial yang ada di Masyarakat Cigugur Kuningan, faktor waktu dan keterbatasan informan membuat kami kesulitan. Hampir semua informan yang kami wawancarai mengatakan tidak adanya tingkatan atau strata dalam Masyarakat Cigugur Kuningan. Berikut penuturan wawancara dengan Bapak Didi (55 tahun) teu aya di dieumah, kabehana sarua. Aya kabiasaan saling bantu, jadi teu aya segen segenan. Jiga bapa, lamun boga boled nya dibere ka tatangga, ka dulur. Ke kitu sarua kabehana oge.97 Maksud dari hasil wawancara di atas yakni tidak adanya tingkatan sosial di daerah Cigugur Kuningan, ada kebiasaan saling bantu dan tidak ada rasa sungkan. Contohnya kalau Pak didi punya ubi semua tetangga ikut diberi dan sodara-sodara pun turut diberi pula. Konstrksi nilai yang pakai oleh Masyarakat Cigugur Kungingan merupakan kebiasaan yang akhrinya menginternalisasi seperti nilai “silih asah, silih asih, silih asuh” yang artinya saling mengingatkan, saling membimbing dan saling mengasihi. Meskipun nilai tersebut ada dalam aliran kepercayaan Sunda Wiwitan, tapi nilai tersebut telah menginternalisasi dalam setiap etnis sunda yang ada di Masyarakat Cigugur Kuningan sekalipun beragama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan lainya. Nilai tersebut telah menjadi kebiasaan dan harus diikuti oleh Masyarakat Cigugur Kuningan. Stratifikasi yang ada di daerah Cigugur Kuningan ini bersifat fleksibel atau terbuka dan bentuk dari itu bersifat lebeling. Adapun data lain yang menunjukan Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan, dapat di analisis stratifikasi sosial penganut kepercayaan Sunda Wiwitan jika di tinjau dari segi tingkat pendidikan dan mata pencaharian, sebagai berikut : Menurut Tingkat Pendidikan Berdasarkan data analisis yang telah di peroleh, tingkat pendidikan masih rendah. Karena masyarkat Cigugur mayoritas bekerja setelah lulus Sekolah Dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup, rata-rata masyarakat Cigugur mengambil pekerjaan 96 Syarif Moeif. 2008. Bahan Ajar Struktur Sosial: Stratifikasi Sosial. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Bahan_Kuliah_2.pdf diakses pada tanggal 20 Desember pukul 20.00 WIB 97 Hasil wawancara bersama Bapak Didi (55 tahun) pada tanggal 5 November pukul 13.00 WIB
Page 88 of 203 setelah lulus Sekolah Dasar untuk meneruskan pekerjaan orang tuanya dan hal ini sudah membudaya. Analisis data yang didapat di lapangan, hanya minoritas orang yang menganggap pendidikan itu penting. Sehingga masyarakat mayoritas bekerja di daerah sendiri, sedangkan minoritas yang mengambil pekerjaan di luar daerah.Stratifikasi sosial di Cigugur menurut tingkat pendidikan menunjukkan bahwa orang yang memiliki derajat yang tinggi adalah orang yang berpendidikan tinggi, karena orang yang berpendidikan adalah orang yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dalam memimpin masyarakat untuk berkembang. Menurut Mata Pencaharian Berdasarkan analisis menurut mata pencaharian, mayoritas mengambil mata pencaharian dalam segi bisnis, karena masyarakat menganggap segi bisinis akan menghasilkan penghasilan yang menjanjikan atau lebih. Tetapi masyarakat yang mengambil mata pencaharian sebagai Pegawai Negeri (PNS) akan lebih dihormati di mata masyarakat. Analisis data yang didapat di lapangan menunjukan bahwa mayoritas masyarakat mengambil mata pencaharian wirausaha sebagai petani, peternak, pedagang dan lain-lain. Dan masyarakat menganggap wirausaha adalah hal yang umum atau mudah untuk di jadikan sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan ekonomi di bandingkan dengan mengambil mata pencaharian melalui pendidikan. Stratifikasi sosial di Cigugur menurut mata pencaharian menunjukkan bahwa orang yang bekerja melalui pendidikan akan lebih dihargai dan dihormati dibandingkan masyarakat yang mengambil mata pencaharian sebagai wirausaha tanpa melalui pendidikan. Penutup Masyarakat Sunda Wiwitan atau ADS merupakan masyarakat dengan karakteristik khas yang tidak bisa ditemui di wilayah lain. Latar historis yang melingkupi masyarakat ADS menciptakan konstruksi sosial yang unik dan menarik untuk dikaji dari berbagai aspek kehidupan. Komunitas religi ini telah dihayatii masyarakat sekitar, jauh sebelum Indonesia merdeka 17 Agustus 1945. Adapun Agama Djawa Sunda (untuk kemudian dapat diinisialkan dengan: ADS) ini sebenarnya merupakan komunitas orang-orang yang sadar akan rasa kebangsaan dan mempunyai rasa tanggung jawab moral terhadap bangsa sendiri untuk melawan penjajah melalui religi-budaya sebagai wadahnya. Filosofi ekonomi Asal basah tikoro merupakan salah satu hal yang menarik dari masyarakat ADS. Kehidupan mereka yang sederhana dan jauh dari istilah foya-foya ternyata didasari pada penerapan filosofi ini secara menyeluruh dan holistik. Diatas sudah disebutkan analisis mengenai filosofi ini dari perspektif etnisitas sebagai bidang keilmuan yang lahir untuk mengkaji dinamika etnis sebagai satu entitas yang tidak bisa dipisahkan dari realitas sosial bangsa Indonesia sebagai bangsa yang plural. Analisis mengenai tindakan ekonomi ADS diatas kemudian kembali menyadarkan kita bahwa sebenarnya bangsa ini masih memiliki harapan untuk menghilangkan degradasi moral yang menjangkiti generasi mudanya. Bahwa masih ada kearifan local yang bisa digali untuk kembali mengukuhkan identitas sejati bangsa ini.
Page 89 of 203 Daftar Pustaka Koentjaraningrat.1986. Peranan Local Genius dalam Akulturasi. Dalam Ayatr ohaedi (ed.). Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). (Jakarta: Pustaka Jaya). Asmito. 1992. Sejarah Kebudayaan Indonesia. (Semarang: IKIP Semarang Press). Indrawardana, Ira. Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Menjaga Nilai-Nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pancasila. Sinisa Malesevic, “The sociology of ethnicity”, Sage Publications, London. Moeif, Syarif. 2008. Bahan Ajar Struktur Sosial: Stratifikasi Sosial. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Bahan_Kuliah_2.pdf diakses pada tanggal 20 Desember pukul 20.00 WIB
Page 90 of 203 Bab 6 Perspektif Komunitas Agama Djawa Sunda (ADS) mengenai Lingkungan Hidup. Studi Kasus: Di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat Aulia Daie Nichen, Dewi Rosdayanti S, Eka Yuliana, Janu Satrio, Rahmi Yunita Pendahuluan Indonesia adalah negara yang majemuk, dimana di dalamnya terdapat berbagai unsur yang menyatu menjadi Bangsa Indonesia. Slogan yang dikedepankan ialah ‘Bhineka Tunggal Ika’ yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Slogan inilah yang seharusnya dapat terlihat di berbagai sudut bangsa Indonesia. Tetapi tidak semua tempat merepresentasikan slogan tersebut. Salah satu tempat yang merepresentasikan slogan itu ialah pada masyarakat Komunitas Agama Djawa Sunda (ADS) yang terletak di Kelurahan Cigugur, Kuningan Jawa Barat. Jika kita ingin melihat slogan ‘Bhineka Tunggal Ika’ maka dapat melihat ke masyarakat ini. Masyarakat ini sangat heterogen dari segi agama/kepercayaan yang dianutnya. Di dalam masyarakat tersebut terdapat berbagai agama termasuk agama Sunda Wiwitan. Namun uniknya tidak pernah ada gesekan di dalam masyarakat tersebut. Di dalam ajaran sunda wiwitan sendiri mengutamakan persatuan di ranah sosial dan mengesampingkan perbedaan agama. Kabupaten Kuningan sebagai daerah yang masih asri menyimpan sebuah masyarakat yang luar biasa pluralnya. Kabupaten Kuningan dengan salah satu gunungnya yaitu gunung Ciremai menjadi sebuah tempat yang pas untuk tumbuh dan berkembangnya Ajaran Sunda Wiwitan. Ajaran itu sendiri tersebar di berbagai daerah. Namun berpusat di Cigugur. Komunitas ini menjadi komunitas agama leluhur yang sudah pasti berkaitan dengan lingkungan hidup. Lingkungan hidup bagi masyarakat ADS menjadi sebuah wadah pembelajaran yang kemudian harus dilestarikan. Terdapat juga beberapa mitos yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Namun, dibalik semua itu ajaran ADS sendiri merupakan ajaran dimana roh kemanusiaan yang harus dianut oleh manusia itu sendiri dan seseorang harus lepas atau tidak boleh terpengaruh oleh roh hewani. Termasuk dalam memaknai lingkungan hidup. Sejarah Singkat berdirinya ADS Pada awal kemunculannya, ajaran ini merupakan ajaran yang ditujukan untuk meneruskan perjuangan menentang penjajahan. Kyai Madrais atau pangeran Madrais menjalankan amanat leluhur yaitu berjuang menentang penjajahan. Kyai Madrais sendiri melawan penjajahan tidak secara fisik, namun emakai cara halus dengan jalan menanamkan kembali rasa kepribadian dan persatuan bangsa. Inilah yang menjadi awal dari ajaran Agama Djawa Sunda. Sebab apabila rasa kepribadian dan persatuan bangsa sudah tertanam, maka dengan sendirinya bangsa indonesiaa akan melakukan perlawanan kepada pemerintah kolonial Belanda kala itu.
Page 91 of 203 Gambar 6. 1 Pangeran Madrais Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Awalnya memang Kyai Madrais mendirikan sebuah pondok pesantren yang di dalamnya mengajarkan agama islam. Namun sekalipun di dalamnya mengajarkan agama Islam, kyai Madrais selalu menganjurkan untuk dapat menghargai cara dan ciri kebangsaan sendiri (Jawa Sunda). Dan Kyai Madrais sendiri tidak membenarkan perbuatan menjiplak cara atau ciri budaya bangsa lain dalam hal ini ajaran agama yang dapat melupakan ciri budaya sendiri. Ajaran Kyai Madrais menitikberatkan pada kesadaran kebangsaan sebagai dasar kesadaran serta iman kepada Tuhan. Kesadaran kemanusiaan dimana salah satu isinya adalah kesadaran tidak mau diperbudak. Inilah yang kemudian membuat pemerintah Kolonial Belanda memperketat pengawasan kepada Kyai Madrais dan pengikutnya, bahkan Kyai Madrais sempat diasingkan ke Merauke. Setelah kembali dari Merauke pada tahun 1908, rumah Kyai Madrais tetap diawasi bahkan diadakan penjagaan terhadap Kyai Madrais dan pengikutnya. Namun, pada akhirnya Ajaran Kyai Madrais diperbolehkan oleh pemerintah colonial Belanda dengan catatan di dalam ajarannya harus menyanjung pemerintah Belanda kala itu. Meskipun pemerintah colonial Belanda sudah mengakui tuntunan Kyai Madrais sebagai Hukum Adat, tetapi pengawasan ketat tidak berubah layaknya dahulu. Tidak hanya itu, berbagai cara juga dilakukan untuk melumpuhkan pengaruhnya, terutama dengan mengobarkan hasutan untuk memecah belah bangsa sendiri. Dan pada tahun 1939, Pangeran Madrais meninggal dunia. Prinsip Kyai Madrais yang ditanamkan kepada pengikutya yaitu untuk mencapai ‘merdeka lahir dan batin’. Itulah bagian yang paling esensial dan misi utamanya sebagai aturan, patokan dan ukuran hidup manusia. Ajaran Kyai Madrais itu sendiri tidak hanya untuk patokan atau ukuran saja, melainkan juga untuk menegakkan citra’Hak Asasi Manusia’ di muka bumi. Caranya adalah dengan menegakkan kembali roh kemanusiaan yang salah satunya adalah menumbuhkan rasa kebangsaan yang tidak mau dijajah oleh bangsa lain. Kyai Madrais menitikberatkan kepada kesadaran diri baik fungsi diri sebagai manusia maupun fungsi pribadi
Page 92 of 203 selaku anggota suatu bangsa. Selanjutnya, Pangeran Madrais mengekspresikan pikirannya sebagai berikut: 1. Percaya ka Gusti Sikang Sawiji-wiji (Percaya Kepada Tuhan Yang Maha Esa) 2. Ngaji Badan (Mawas Diri/intropeksi diri) 3. Akur rukun jeung sasama bangsa (hidup rukun dengan sesame) 4. Hirup ulah pisah ti mufakat (mengutamakan musyawarah untuk mufakat) 5. Hirup kudu silih tulungan (hidup harus saling tolong menolong) Produk pemikiran Pangeran Madrais yang konkret adalah Pikukuh Tilu. Pikukuh berarti peneguh, sedangkan Tilu berarti tiga. Tiga peneguh ini dijadikan landasan hidup untuk mencapai kesempurnaan hidup. Isi Pikukuh Tilu tersebut ialah, Ngaji Badan, Tuhu/Mituhu Kana Tanah dan Madep ka Ratu-Raja 3-2-4-5 lilima 6. Ngaji badan yaitu sadar bahwa secara anatomis wujud kita terdiri dari 20 unsur sesuai dengan sifat ilahi. Mikukuh kana tanah mengandung dua persepsi, yaitu Tanah Amparan (Tanah Air/Tanah Tumpah Darah) dan Tanah Adegan (Ukuran sifat wujud manusia). Madep ka Ratu-Raja 3 (Sir Rasa, Pikir/Tekad, Ucap, Lamapah), Ratu-Raja 2 (sifat berpasangan), Ratu-Raja 4 (Aktivitas dua tangan dan dua kaki), Ratu-Raja 5 (Panca Indera), Ratu-Raja Lilima (sifat dari panca indera), dan RatuRaja 6 (wjud/sifat wujud).98 Selanjutnya tuntunan ini terdaftar pada Badan Koordinasi Kebatinan Indonesia pada tahun 1956. Kemudian dengan terentuknya himpunan Kepercyaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa (HPK) maka pada tahun 1982 membentuk lembaga secara fomal dengan sebutan Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang dan telah terdaftar pada Direktorat Jendral Bina Hayat dengan wilayah kerja meliputi Jawa Barat dan sekitarnya. Makna Lingkungan Hidup Bagi Masyarakat ADS Dalam pemanfaatan lingkungan hidup ini, lingkungan hidup sebagai penunjang perekonomian warga pada bidang peternakan mereka memiliki usaha Peternakan di Desa Cigugur dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan. Di Desa cigugur ini kebanyakan warganya berternak sapi dan babi, selain karena faktor lokasi yang cocok untuk perkembangan peternakan juga, karena perternakan ini menjadi mata pencaharian dan investasi bagi masyarakat Desa Cigugur. Berikut adalah data mengenai jumlah ternak sapi di Kecamatan Cigugur. Tabel 6. 1Perkembangan Populasi Sapi Perah di Kecamatan Cigugur Periode 2008-2012 No Komponen 2008 2009 2010 2011 2012 1 Populasi (ekor) 4.958 5.017 6.049 6.448 4.834 2 Produksi (liter) 28.502 868.048 870.097 912.000 25.502 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan 98 Kang Rai Bachtiar, Pikukuh Tilu (Pemaparan Budaya Spiritual), Bogor: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nasional, 2013, hal 5
Page 93 of 203 Dari tabel di atas terlihat bahwa secara umum rentang lima tahun usaha peternakan sapi di Kecamatan Cigugur bisa dikatakan meningkat, populasi sapi terbanyak yaitu pada tahun 2011 dan pada tahun 2012 usaha peternakan sapi mengalami penurunan karena pada tahun 2012 harga pakan tidak sebanding dengan produktifitas. Menurut informasi dari Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan pada tahun 2013 dan pada tahun berikutnya, usaha peternakan diprediksi akan mengalami kenaikan jumlah peternak dan jumlah ternak di delapan desa/kelurahan tersebut. Kenaikan jumlah peternak dan jumlah ternak pada tahun 2013 menjadi gambaran akan kenaikan pada tahun berikutnya, berikut adalah data jumlah peternak dan jumlah ternak pada tahun 2013.99 Selain peternkan sapi masyarakat Desa Cigugur pun banyak yang berternak babi, salah satu narasumber yang kami wawancarai yaitu Pak Anda, ia memiliki peternakan babi. Babi-babi yang diternak tersebut 95% didistribusikan ke luar kota, dan sebagian kecilnya di konsumsi untuk kebutuhannya. Hasil ternaknya itu di distribusikan ke wilayah Jakarta, Bandung, dan lain-lain. Gambar 6. 2 Peternakan Babi Milik Pak Anda Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Gambar di atas adalah peternakan babi milik Pak Anda yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Pak Anda tidak mengurus peternakan sapiny sendiri, tetapi dia memiliki pegawai untuk membantunya. Peternakan babi Pak Anda ini cukup luas dan babinya pun cukup banyak mulai dari yang berukuran besar sampai yang kecil. Babi-babi ini 95% untuk dijual ke luar kota, ke Bandung, Jakarta, kadangkadang juga kita konsumsi sendiri, tapi jarang-jarang sih de. Babi yang ukuran kecil aja harganya kisaran Rp400.000/ekor nya. Lumayan kebutuhan juga terpenuhi dari peternakan babi ini.100 Menurut penuturannya Pak Anda, peternakan babi ini juga sebagai mata pencahariannya yang menjadi andalannya untuk memenuhi kebutuhannya seharihari.Selain beternak pak Anda juga bekerja sebagai staf kelurahan. Tetapi mata 99 Gusyah Risti, 2012, Hubungan Kualitas Lingkungan Dengan Tingkat Kesehatan Masyarakat Sekitar Usaha Peternakan di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan, respository.upi.edu, diakses pada 19 desember 2016 pukul 09:49 100 Hasil wawancara dengan Pak Anda, pada tanggal 05 November 2016, pukul 14:30
Page 94 of 203 pencaharian yang paling diandalkan yaitu peternakan babinya. Menurutnya selama ini dari tahun ke tahun peternakan babi Pak Anda mengalami kenaikan. Selain pada bidang peternakan, adapula di bidang pertanian yang merupakan sektor basis usaha bagi masyarakat desa untuk pemenuhan kebutuhan ekonominya masing-masing. Desa Cigugur merupakan kawasan daerah dataran menengah atas dengan suhu yang sejuk dan tanahnya yang subur. Potensi lahan bagi pengembangan sektor pertanianpun sangat tinggi, sehingga pertanian mnjadi salah satu sektor ekonomi yang cukup tinggi bagi masyarakat Desa Cigugur. Gambar 6. 3 Petani Saat Sedang Panen Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Pertanian di Desa Cigugur masih luas dan sebgian besar penduduknya itu bermata pencaharian sebagai petani. Dari gambar diatas bisa kita lihat para petani sedang memanen hasil padinya. Hasil dari bertani ini masih dapat dijadikan strategi bertahan hidup bagi masyarakat desa Cigugur yang bertani, mu petani ataupun buruh taninya itu sendiri.Dalam pemanfaatan lingkungan hidup Desa Cigugur ini menganggap bahwa lingkungan merupakan sumber kelangsungan hidup mereka. Desa Cigugur ini memiliki potensi sumber daya alam yang cukup beragam, mulai dari hutan, pertanian, perikanan, peternakan, perairan, serta sumber daya pariwisata. Keberadaan sumber daya inipun tentunya dipengaruhi oleh kondisi fisik di daerah Desa Cigugur ini. Beberapa daerah di Desa Cigugur ini merupakan daerah resapan air. Seiring berjalannya waktu daerah resapan air ini beralih fungsi menjadi tempat penambangan batu dan pasir, sehingga menyebabkan resapan air di Desa Cigugur ini semakin terancam. Pada akhirnya dibangunlah kawasan lindung hutan kota. Pembangunan hutan kota inipun dapat dijadikan suatu upaya penyelamatan lingkungan yanng semakin lama semakin rusak apabila dibiarkan begitu saja. Di Desa Cigugur ini terdapat dua hutan kota, yaitu yang pertama berada di sebelah timur dan berbatasan dengan Kelurahan Kuningan di bukit Bungkirit, sehingga hutan kota ini diberi nama Hutan Kota Bungkirit. Hutan kota yang kedua yaitu Hutan Kota Mayasih yang berada di sebelah barat, berbatasan dengan Desa Cisantana.
Page 95 of 203 Gambar 6. 4 Hutan Kota Mayasih Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Gambar di atas merupakan kenampakan Hutan Kota Mayasih, hutan kota ini dibangun di atas lahan bekas galian batu yang dibiarkan, lalu lahan tersebut di rehabilitasi agar kembali menjadi lahan yang produktif. Pada akhir 2012 hutan kota ini lalu pindah tangan ke PEMKAB Kuningan. Oleh PEMKAB kuningan hutan kota Mayasih ini disulap menjadi tempat yang indah. Gunung Batu Mayasih menjadi objek wisata alam yang areanya dipenuhi dengan bebatuan besar, di tempat tersebut juga dibangun “Saung” atau Gazebo untuk bersantai. Di Hutan Kota Mayasih ini pun menjadi tempat untuk ritual sebelum melaksanakan upacara Seren Taun. Ini dulunya lahan bekas pertambangan batu de, engga keurus terus dipindah tangan sama PEMKAB Kuningan, terus diurus jadi tempat wisata. Banyak yang suka hunting foto disini dari mulai anak-anak sampe orang tua. Disini juga jadi tempat buat upacara dadung sebelum upacara seren taun101 Selain hutan kota, Desa Cigugur yang merupakan kaki Gunung Ciremai juga memaknai Gunung Ciremai sebagai sumber kehidupan mereka, karena Gunung Ciremai merupakan mata air segala penjuru daerah Kuningan, bahkan sampai ke daerah luar Kuningan seperti Brebes. Secara tidak langsung masyarakat sangat bergantung kepada Gunung Ciremai, karena jika Gunung Ciremai lama kelamaan lahannya digarap untuk kepentingan pribadi para individu yang tidak bertanggung jawab, otomatis mereka juga kehilangan hidupnya, karena hilangnya sumber mata air yang menjadi sumber kehidupannya. Kemudian dalam perkembangannya, lingkungan dari Desa Cigugur ini bagi mereka ialah sebagai sumber mata pencaharian. Yang mana Desa Cigugur ini memiliki potensi sumber daya alam yang beragam, yang pertama itu sumber daya pertanian. Komoditas pertanian yang memiliki nilai produktivitas tinggi adalah padi sawah yang terdapat di seluruhwilayah di Kabupaten Kuningan. Termasuk di wilayah Cigugur, kebanyakan dari masyarakat Desa Cigugur bermata pencaharian petani, mau ia yang mempunyai lahan sawah sendiri lalu bertani padi, ataupun ia yang sebagai buruh tani saja. Lahan sawah di Desa Cigugur terbilang cukup luas, 101 Hasil wawancara dengan Pak Adi penjaga loket Taman Hutan Kota Mayasih tanggal 05 November 2016 pukul 15:20 WIB
Page 96 of 203 lahan hijau yang terpapar luas bisa memanjakan mata kita yang berkunjung ke desa itu. Gambar 6. 5 Lahan Pertanian di Desa Cigugur Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Gambar di atas merupakan lahan persawahan di Desa Cigugur. Pada saat peneliti mengunjungi lahan persawahan ada beberapa petani yang sedang memanen padi nya. Ternyata mereka hanyalah buruh tani, jadi lahan yang digarapnya adalah lahan milik orang lain bukan miliknya. Mereka hanya di bayar oleh pemilik sawah itu untuk mengurus sawahnya. Iya ini lagi panen de tapi ngga seberapa, cuma sedikit. Saya mah disini cuma ngurus sawah orang, buruh tani.102 Jadi pemilik sawah hanya membayar buruh tani untuk merawat sawahnya, kebanyakan dari pemilik sawahnya bertempat tinggal jauh dari lahan sawahnya itu. Sehingga mereka membayar buruh tani dan mempercayai pengurusan sawahnya kepada buruh tani tersebut. Lalu selain pertanian ada juga sumber daya perikanan, banyak masyarakat desa Cigugur yang mengembangkan usahanya dalam memproduksi ikan yang nantinya dipasarkan, walaupun ada juga hasil produksinya yang dikonsumsi untuk kebutuhan hidupnya sendiri. Kemudian sumber daya peternakan juga sangat berkembang di Desa Cigugur ini, banyak masyarakat yang mempunyai peternakan. Kebanyakan peternak di desa Cigugur berternak sapi dan babi. Hasil ternaknya pun sebagian besar untuk di kirim dan dijual ke luar kota, walaupun terkadang sedikitnya untuk di konsumsi oleh mereka sendiri. Desa Cigugur ini juga kaya akan sumber daya pariwisatanya, seperti kolam terapi ikan, air terjun, dan lain-lain. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Lingkungan Pada masyarakat Agama Djawa Sunda (ADS) yang berbasis lingkungan hidup terdapat pemanfaatan lingkungan hidup untuk masyarakat setempat yakni dalam pemenuhan hidupnya yang menyangkut orang banyak. Yang mana pada hal ini mereka bergantung kepada alam. Namun, seiring dengan adanya hal tersebut muncul kebijakan pemerintah yakni seperti adanya sistem Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Yang mana semenjak di berlakukannya sistem Taman 102 Hasil wawancara Ibu Inah tanggal 04 November 2016 pukul 14:50 WIB
Page 97 of 203 Nasional pada Gunung Ciremai dan gunung-gunung lainnya yang ada di nusantara oleh pemerintah pusat di bawah Kementerian Kehutanan, masyarakat setempat pada akhirnya tidak diizinkan lagi untuk melancarkan kegiatannya seperti menanam sayur-mayur di sekitar lahan hutan maupun lereng Gunung Ciremai itu sendiri. Sehingga kepedulian masyarakat pun menjadi berkurang atas kondisi yang terjadi di sekitaran gunung tersebut. Berbeda ketika masih dikelola oleh Perum Perhutani, terdapat kebijakan yang pola pengelolaan hutannya dengan melibatkan masyarakat setempat. Masyarakat diberikan kesempatan dengan dipersilahkan untuk bercocok tanam di lereng Gunung Ciremai sambil menjaga hutan di sekitarnya serta diperbolehkan untuk mengangkut akar ataupun rantingranting pohon yang berjatuhan untuk dijadikan kayu bakar. Gambar 6. 6 Taman Nasional Gunung Ciremai Sumber: www.google.com (2016) Selain itu, ketika diterapkannya sistem Taman Nasional Gunung Ciremai tersebut, pihak pengelola dan Pemda setempat akhir-akhir ini seperti sengaja memberikan ruang kepada pihak luar untuk menanamkan modal yang berkaitan dengan ekspolarasi sumber daya yang ada di dalamnya. Hal itupun juga seperti cacat hukum bila diamati pergerakannya karena hanya diputuskan secara tertutup dan sepihak tanpa bertatap muka dengan masyarakat yang berada di sekitaran gunung itu sendiri. Tetapi ketika diberlakukan taman nasional, masyarakat yang sengaja ataupun ketahuan oleh petugas (Polhut) bila membawa akar-akar pohon tersebut akan dihukum dan diadili. Dan pernah ada satu kasus sepele, yaitu terdapat seorang nenek tua yang ketangkap tangan membawa 2 buah cokelat dan pada akhirnya berujung ke hukuman penjara selama 6 bulan lamanya. Seperti uraian dari Pangeran Gumirat Barna Alam yang merupakan salah satu tokoh penting Sunda Wiwitan. Ya, terus belum lama eh tapi udah dulu sih ada peristiwa sepele. Ada nenek-nenek yang dianggap mencuri 2 buah cokelat dan pas ketahuan langsung dihukum penjara sampe 6 bulan, dan yang koruptor kita tahu mereka aja hukumannya bisa bebas dengan gampangnya.103 103 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.15 WIB
Page 98 of 203 Maka dari itu, dengan adanya sistem taman nasional tersebut seakan-akan menguasai lahan yang hanya berorientasi ke logika ekonomi. Baik dalam hal membantu pendapat APBN maupun APBD tanpa mementingkan hajat hidup orang banyak di sekitar wilayah Gunung Ciremai. Dalam hal ini, isu yang pernah dibesarkan adalah munculnya keterlibatan perusahaan asal Amerika yang bergerak di bidang energi, yakni Chevron Corporation. Perusahaan ini rupanya berusaha untuk menggali kekayaan energi panas bumi yang bisa dieksplor melalui kecanggihan alat besarnya di dalam tubuh Gunung Ciremai. Eksplorasi berupa proyek pembangkit listrik geothermal tersebut sebenarnya masih berbentuk rencana yang siap dilakukan karena perusahaan Chevron itu sendiri yang memenangkan tender dari Kementrian ESDM. Namun pada akhirnya, Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) dari Kementerian ESDM, Rida Mulyana menyebut bahwa PT Chevron Indonesia yang merupakan pemenang lelang tender mengundurkan diri dari proyek tersebut.104 Akan tetapi, berdasarkan kabar yang beredar di wilayah sekitar Gunung Ciremai, Bakrie Group yang merupakan korporasi daripada Aburizal Bakrie itu sendiri juga ikut andil dalam melibatkan perusahaannya untuk mengurus eksplorasi geothermal di Gunung yang dimaksudkan. Gambar 6. 7 Proyek Chevron Sumber: www.google.com (2016) Berkaca dari pengalaman kerusakan dan kerugian alam di bumi Papua dengan adanya tangan Freeport ataupun lumpur lapindo hasil rancangan dari Bakrie Group. Masyarakat yang berada di wilayah kaki gunung itu pun terutama bagi masyarakat Desa Cigugur Kuningan itu sendiri tidak terima dan protes dengan slogan Save Ciremai atas adanya pengelolaan sumber daya oleh pihak asing dengan rencana proyek geothermalnya. Seperti uraian dari Pangeran Gumirat Barna Alam yang merupakan salah satu tokoh penting Sunda Wiwitan. Bagaimana kalo Gunung Ciremai sampai jadi dikelola baik oleh PT Chevron ataupun oleh Grup Bakrie. Chevron sudah hengkang karena diprotes 104http://www.mongabay.co.id/2015/01/23/chevron-batalkan-proyek-geothermal-ciremai-mengapa/, (diakses pada tanggal 23 November 2016 pukul 19.24)
Page 99 of 203 masyarakat karena rencana Geothermal dan sekarang cuma beda pemain aja yaitu Grup Bakrie yang ingin menggantikan perusahaan yang sebelumnya buat mengelola geothermal yang sama tujuannya. Dan itu bagi kita juga sama saja bisa ngerusak alam yang kita manfaatkan sampai sekarang. Kita punya contoh kaya PT Lapindo yang dikeloa oleh Grup Bakrie yang ternyata ngerusak alam juga.105 Rencana proyek tersebut rupanya tidak disosialisaikan ataupun tidak meminta persetujuan dahulu kepada masyarakat setempat sebagai pihak yang merasakan manfaatnya. Karena selama ini keberadaan gunung tersebut cukup membantu kehidupan orang banyak dalam memenuhi kebutuhannya. Adanya rencana Berdasarkan tuntunan leluhurnya, masyarakat Sunda Wiwitan sudah seharusnya mengutamakan penjagaan kondisi lingkungan dengan dalih mengasihi lingkungan alam dan sekitarnya. Dan pada akhirnya, atas partisipasi dan kesadaran masyarakat setempat, adanya proyek kebijakan Geothermal tersebut sengaja dihentikan oleh pengurus Taman Nasional Gunung Ciremai baik dari pihak Kementerian ESDM, Bupati, maupun Pemda setempat berkat desakan warga yang tidak ingin sumber daya lingkungannya dirusak untuk kepentingan dan keuntungan segelintir orang semata. Masyarakat setempat pun tentunya juga menyampaikan tuntutan untuk merealisasikan harapannya. Seperti yang di katakan oleh Pengeran Gumirat Barna Alam berikut. Tuntutan yang masyarakat sampaikan yaa intinya siapapun tidak boleh mengganggu atau jangan sampai hajat kehidupan orang banyak yang ada di sekitar situ yang di sekitar lereng Ciremai dihilangkan atau diganggu karena di sana juga banyak situs-situs arkelologi yang berharga. Maka kalo ada campur tangan yang ingin menghabisi alam gunung ciremai tersebut pastinya bakalan merusak situs-situs bersejarah, alam seperti sumber mata air yang seperti itu.106 Dari adanya kasus-kasus di atas maka muncul permasalahan yang menganggu masyarakat yang menyangkut kepada kehidupan masyarakat di desa cigugur ini yakni dengan adanya dari kebijakan-kebijakan pemerintah. 105 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.24 WIB 106 Wawancara penulis pada tanggal 4 November 2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.24 WIB
Page 100 of 203 Skema 6. 1 Dampak Lingkungan Hidup Terhadap Rutinitas Masyarakat Sumber: Hasil Analisis Kelompok (2016) Pada masyarakat ADS dan Lingkungan Hidup di Desa Cigugur ini bahwa lingkungan disini merupakan hajat hidup dari manusia. Yang mana dari lingkungan hiduplah mereka untuk betahan hidup dan bagi mereka yang diajarkan oleh para leluhurnya menerapkan prinsip harus menjaga alam karena jika tidak menjaga alam akan terjadi bencana alam bagi kehidupan manusia. Kemudian terkait dengan hubungan masyarakat cigugur khususnya warga sunda wiwitan dengan lingkungan hidup di wilayahnya, lingkungan yang cukup berpengaruh sebagai magnet kehidupan sebenarnya lebih tertuju pada Gunung Ciremai sejak dahulu kala.Para leluhur masyarakat sunda wiwitan itu sendiri sudah menganggap bahwasannya Gunung Ciremai tersebut merupakan suatu hal yang sacral bagi kehidupan di sekitarnya. Gunung Ciremai merupakan sumber kesejahteraan dan kehidupan masyarakat setempat. Namun seiring dengan itu muncul problematika yang cukup menganggu masyarakat yakni dari adanya kebijakan terkait sistem Taman Nasional Gunung Ciremai dan juga kasus adanya pembangkit energi Geothermal di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang dibuat oleh pemerintah dan pihak swasta seperti yang dijelaskan di atas sebelumnya. Dengan demikian maka berdampak kepada kehidupan dari masyarakat seperti tidak diizinkan lagi untuk menanam sayur-mayur di sekitar lahan hutan maupun lereng Gunung Ciremai itu sendiri. Sehingga kepedulian masyarakat pun menjadi berkurang atas kondisi yang terjadi di sekitaran gunung tersebut. Berbeda halnya ketika masih dikelola oleh Perum Perhutani, terdapat kebijakan yang pola pengelolaan huLingkunga n hidup sebagai hajat hidup eksplorasi lingkungan hidup Pemerintah dan lembaga swasta Dampak eksplorasi Tuntutan Masyarakat
Page 101 of 203 tannya dengan melibatkan masyarakat setempat. Masyarakat diberikan kesempatan dengan dipersilahkan untuk bercocok tanam di lereng Gunung Ciremai sambil menjaga hutan di sekitarnya serta diperbolehkan untuk mengangkut akar ataupun ranting-ranting pohon yang berjatuhan untuk dijadikan kayu bakar. Selain itu pula dampak selanjutnya adalah munculnya keterlibatan perusahaan asal Amerika yang bergerak di bidang energi, yakni Chevron Corporation. Perusahaan berusaha untuk menggali kekayaan energi panas bumi yang bisa dieksplor melalui kecanggihan alat besarnya di dalam tubuh Gunung Ciremai. Eksplorasi berupa proyek pembangkit listrik geothermal. Dari hal-hal tersebut maka timbul upaya dari masyarakat untuk menuntut kasus diatas seperti adanya Save ciremai dan juga menolak hal tersebut dengan melakukan aksi kepada pemerintah bahwa dengan hal demikian seakan sudah merusak lingkungan alam yang menyangkut kepada orang banyak. Amanat Leluhur Dalam perkembangan dari zaman ke zaman masyarakat komunitas Agama Djawa Sunda (ADS) ini mereka masih tetap menjaga dan melestarikan amanat dari leluhurnya yang mana hal ini berkaitan pada hajat hidup orang banyak. Dalam melestarikan lingkungan sesuai amanat dari leluhur yang mana harus menjaga alam karena jika tidak menjaga alam akan terjadi bencana alam bagi kehidupan manusia. Hal tersebut salah satu contohnya ialah dijadikan sebagai tradisi untuk menjaga keberlangsungan kehidupan manusia yakni seperti setiap ada calon pengantin yang ingin menikah wajib menyediakan benih tanaman pohon keras seperti mahoni/jati minimal 5 batang bibit pohon yang ditanam di lingkungan. Selain itu juga jika menebang 1 pohon maka harus menanam kembali 10 pohon itu untuk menjaga kelestarian lingkungan. Prinsip demikian diamanatkan oleh leluhur karena lebih baik meninggalkan mata air di lingkungan alam dari pada meninggalkan warisan air mata untuk anak cucu kita. Seperti yang di uraikan oleh Pangeran Gumirat berikut. Dalam menjaga keberlangsungan hidup disini masyarakat di wilayah cigigur ini khususnya masih tetap menjaga lingkungan seperti yang mana bagi masyarakat cigugur disini lebih baik meninggalkan mata air dari pada air mata untuk generasi anak cucu kita nanti. Biasanya itu dilakukan dengan menjaga lingkungan dengan cara setiap ada calon pengantin yang ingin menikah wajib menyediakan benih tanaman pohon keras seperti mahoni/jati minimal 5 batang bibit pohon yang ditanam di lingkungan. Dan jika ada yang menebang 1 pohon maka harus menanam kembali 10 pohon di lingkungan sekitar107 Dari hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa sebagai generasi yang sudah tua juga harus memikirkan generasi bangsa selanjutnya agar alam tidak akan rusak nantinya. Jika saat ini saja kita sudah merusak alam yakni dapat dikatakan menimbun air mata untuk lingkungan alam bagaimana pada generasi selanjutnya. Oleh karena itu pada komunitas ADS ini filosofi tersebut tetap dijaga demi keberlangsungan hajat generasi penerus bangsa di kemudian hari. Jadi dengan begitu, kita pun juga harus meninggalkan mata air yang dalam hal ini adalah menyediakan sumber daya alam yang sekiranya dapat kita jaga dan di rawat untuk dapat 107 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.30 WIB
Page 102 of 203 digunakan dan di nikmati oleh anak cucu kita kelak dan juga pada hal ini di maksudkan agar kita sebagai manusia agar tidak egois untuk menikmati apa yang ada sekarang ini tanpa memikirkan untuk masa depan selanjutnya. Dan juga selain dengan menjaga lingkungan, filosofi tersebut juga dikaitkan dengan upacara Seren Taun yang merupakan amanat dari leluhur untuk menjaga lingkungan agar tidak terjadi bencana pada lingkungan mereka nantinya. Dalam menjaga lingkungan ini masyarakat Sunda Wiwitan disini percaya bahwa jika kita baik kepada alam maka alam akan baik kepada kita dan jika kita merusak alam maka alam akan kembali merusak kita karena itu merupakan prinsip dari hukum alam. Sebenarnya sih tidak hanya berlaku bagi Sunda Wiwitan saja, dalam setiap agama hal ini kan juga ada gitu kalau kita harus menjaga apa yang sudah di berikan oleh maha pencipta108 Dengan demikian bahwa kita sebagai makhluk hidup yang sudah diberikan oleh maha pencipta kita harus menjaganya. Hal tersebut seperti apa yang dilakukan oleh masyarakat sunda wiwitan yang mana mereka masih tetap menjaga amanat dari leluhurnya bagi keberlangsungan hidupnya kini maupun untuk yang masa akan datang. Kearifan Lokal Berbasis Lingkungan Dalam Komunitas Agama Djawa Sunda (ADS), mereka menganut nilai-nilai kemanusiaan yang sangat kental kaitannya dengan lingkungan hidup. Nilai-nilai tersebut yang kemudian membimbing manusia untuk hidup selalu berdampingan dan mengasihi alam. Nilai-nilai ini kemudian menjadi pedoman hidup manusia atau masyarakat Cigugur untuk dapat menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan hidup. Nilai-nilai kemanusiaan ini dijadikan tradisi oleh masyarakat Cigugur. Ada beberapa contoh tradisi yang kaitannya dengan lingkungan alam. Misalnya tradisi calon pengantin sebelum menikah syaratnya wajib menanam pohon keras seperti pohon mahoni, jati minimal 5 bibit pohon untuk ditanam di lingkungan. Hal ini dimaksudkan untuk membuat lingkungan Cigugur tetap asri dan menjaga amanah dari para leluhur agar tetap menjaga lingkungan dengan baik dan tidak merusak lingkungan. Selain itu, masyarakat disana jika ingin menebang 1 pohon wajib nantinya menggatinya dengan menanam 10 pohon. Hal ini dilakukan masyarakat Cigugur agar pohon-pohon yang ada di wilayah atau hutan Cigugur tidak kehilangan fungsinya. Karena lagi-lagi amanat dari leluhur bahwa masyarakat Cigugur harus menjaga dan merawat alam, karena jika tidak merawat alam akan menjadi bencana bagi manusia itu sendiri. Seperti dikutip dari wawancara kepada Pangeran Gumirat Barna Alam bahwa: Prinsip leluhur demikian karena ada filosofisnya, jadi amanat dari para leluhur adalah lebih baik meninggalkan mata-mata air di lingkungan alam, dari pada kita meninggalkan warisan air mata untuk anak cucu kita.109 Jadi, amanat dari para leluhur sudah jelas yakni agar masyarakat Cigugur sebagai generasi sekarang untuk tetap menjaga lingkungan. Hal tersebut dilakukan agar nantinya tidak hanya mewariskan air mata bagi generasi-generasi penerus. Maka 108 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.30 WIB 109 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.15 WIB
Page 103 of 203 sudah sepatutnya bahwa masyarakat Cigugur merawat lingkungan sesuai dengan amanat leluhur. Lalu dalam menjalankan amanat dan kebudayaan leluhur di wilayah cigugur ini mereka melakukan upacara adat Seren Taun yang dilaksanakan setahun sekali. Menurut Intani dan Andayani (2006), Seren Taun berasal dari dua kata yaitu kata Seren dan Taun. Seren berasal dari kata serah atau menyerahkan dan Taun berasal dari kata tahun. Berdasakan hal tersebut, arti Seren Taun menurut makna katanya adalah serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya.110 Seren Taun merupakan upacara adat yang merupakan ungkapan rasa syukur dan doa masyarakat sunda atas segala rezeki dan nikmat yang didapat selama setahun yang telah berlalu terutama dibidang pertanian. Menurut penuturan Bapak Saleh Malik sebagai warga masyarakat Cigugur yang menajdi informan menyatakan bahwa: Seren Taun itu salah satu bentuk rasa syukur kita karena selama setahun ini sudah diberi nikmat oleh Tuhan. Ya namanya manusia kita memang wajib bersyukur dengan memanjatkan doa-doa neng.111 Gambar 6. 8 Upacara Adat Seren Taun Sumber: www.google.com (2016) Seren Taun dilaksanakan setiap tanggal 22 Raya agung menurut perhitungan sunda yang juga memiliki makna tersendiri. Dalam Seren Taun ini selain ritualritual yang bersifat sakral digelar juga kesenian, hiburan dan kreativitas masyarakat. Misalnya seperti pameran batik, tari-tarian seperti tari Buyung dan kreativitas masyarakat seperti membuat patung naga-nagaan yang terbuat dari hasil bumi seperti buah-buahan. Acara Seren Taun yang paling inti adalah menumbuk padi yang hasil tumbukannya dibagikan kepada warga-warga sekitar yang kurang mampu. Uniknya hasil tumbukan padi yang berupa beras ini berjumlah 22 kwintal sesuai dengan bilangan angka tanggalan. Yang mana 20 kwintal untuk di 110 Untung Prasetyo dan Sarwititi Sarwoprasodjo, Komodifikasi Upacara Tradisional Seren Taun dalam Pembentukan Identitas Komunitas, diakses dari http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewFile/5823/4491, pada tanggal 22 Desember 2016 pukul 04:30 WIB 111 Wawancara penulis dengan Bapak Saleh Malik , pada tanggal 4 November 2016 pukul 13:00 WIB
Page 104 of 203 tumbuk dan dibagikan kepada warga. Maksud dari bilangan 20 kwintal ini menggambarkan unsur anatomi tubuh manusia. Dan 2 kwintalnya lagi digunakan sebagai benih padi. Maksud dari bilangan 2 tersebut juga mengacu pada pengertian bahwa kehidupan siang dan malam, suka duka, baik buruk dan sebagainya. Selain itu, dengan suka rela warga juga membawa buah beti yakni buah-buahan dan umbi-umbian yang tidak terlepas dari hasil bumi. Dalam acara seren taun terdapat ibu-ibu yang nyunggi atau nyuwun yang artinya memohon, sedangkan laki-lakinya memikul yang artinya bahwa lelaki memang harus memikul tanggung jawab. Terdapat juga pasangan muda-mudi yang berjumlah 11 orang berjalan jejer, 11 ini dalam Bahasa Sunda yaitu sewelas, sehingga dapat diartikan sebagai welas asih yaitu pengasih dan penyayang. 11 pasangan muda-mudi ini menggambarkan sebagai benih-benih harapan bangsa yang memiliki rasa welas asih. Skema 6. 2 Upacara Adat Seren Taun Sumber: Hasil Analisis Kelompok (2016) Sebelum diadakan Seren Taun, 5 hari sebelumnya diadakan lebih dahulu Pesta dadung, yaitu tanggal 18 Raya agung. Pesta dadung merupakan tradisi yang sudah turun temurun di masyarakat Cigugur Kuningan Jawa Barat. Pesta dadung ini merupakan upacara sakral masyarakat sebagai perwujudan dari rasa syukur atas berhasilnya panen. Pesta dadung dilaksanakan di Hutan Taman Kota Mayasih atau dulu disebut sebagai Situ Hyang. Pesta Dadung ini intinya adalah pembuangan hama, yang cara pembuangannya disiapkan konsumen hama seperti burung, tikus dan lainnya. Karena menurut ajaran ADS ciptaan Tuhan tidak boleh dibunuh, asal tidak saling mengganggu. Dari Pesta Dadung ini masyarakat ADS saling bertemu dan membentuk suatu pola interaksi, yaitu seperti saling bertegur sapa, dan melakukan upacara-upacara adat secara bersamaan. Seperti yang uraikan oleh Bu wiwin berikut. Seren Taun Upacara sakral perwuju dan rasa syukur Dilaksan akan pada 22 Raya Agung Menumb uk padi hasil kebun mayarak at 5 hari sebelumn ya diadakan pesta dadung (pembua ngan hama) Ajang berkump ul masyara kat
Page 105 of 203 Seren Taun ini dari mana-mana dateng de, jadi bikin kita ngumpul meskipun nggak kenal jadi bertegur sapa, jadi kan yang tadinya ngga kenal jadi kenal. Silaturahmi erat satu sama lain, soalnya kita meskipun berbedabeda tapi nggak pernah ada konflik, semuanya saling membantu mau siapapun yang membutuhkan bantuan itu.112 Dari penuturan Ibu wiwin melalui Upacara Seren Taun ini bisa menyatukan masyarakat ADS dari manapun asalnya. Ini membuat tali persaudaraan antara masyarakat ADS menjadi semakin erat. Upacara Seren Taun juga merakit interaksi antara masyarakat yang berbeda kepercayaan semakin menyatu dan dapat menerima kebergaman antar umat beragama. Walaupun masyarakat Cigugur sangat beragam dalam hal kepercayaan, namun tidak menyurutkan mereka untuk tetap bergotong royong, menjaga solidaritas dan berinteraksi dengan baik. Terbukti ketika acara Seren Taun, dari berbagai kepercayaan datang untuk merayakan Seren Taun. Ketika berdoa mereka menggunakan kepercayaan masing-masing untuk mengucapkan rasa syukurnya terhadap sang pencipta. Cara doanya pun bergiliran, misal dimulai dari Penghayat, kemudian Katolik, Islam, dan seterusnya. Tentunya Seren Taun merupakan hal yang dapat dibanggakan oleh warga Kuningan, pasalnya ketika acara Seren Taun banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang mendatangi acara tersebut. Gambar 6. 9 Lokasi Pesta Dadung Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Inti dari acara Seren Taun ini adalah sebagai wujud konkret dalam rangka mensyukuri nikmat dari sang Kuasa dan merupakan ajang perekat masyarakat dengan toleransi kepercayaan yang sangat tinggi. Masyarakat disana percaya, bahwa perilaku yang baik lebih penting ketimbang kepercayaan yang dianutnya. Karena semua kepercayaan pada dasarnya mengajarkan hal yang sama yakni saling mengasihi dan menyayangi. Mitos dan Rasionalisasi: Logis-Metafisik Mitos merupakan cerita rakyat yang terjadi antara mulut ke mulut yang dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos tidak semata-mata merupakan hal yang harus tidak dipercaya, karena mitos ini memiliki 112 Wawancara penulis dengan Bu Wiwin, pada tanggal 04 November 2016, pukul 13:00 WIB
Page 106 of 203 rasionalitas-rasionalitas yang pasalnya mitos ini ada untuk menjaga kelestarian alam bahkan menjaga keharmonisan dalam bermasyarakat. Seperti halnya di Cigugur Kuningan, terdapat beberapa mitos yang kemudian dapat dirasionalisasi. Misalnya pemberian sesaji di sawah, mitosnya pemberian sesaji atau sesajen di sawah dimaksud sebagai bentuk persembahan kepada para makhluk atau roh-roh halus dan para jin yang dapat memberikan perlindungan, memberikan pertolongan dan tidak mengganggu manusia. Rasionalitasnya adalah kita hidup selalu berdampingan dengan alam, yang mana di alam ini manusia hidup tidak seorang diri, ada makhluk ciptaan lain yang juga menempati ruang alam ini, seperti binatang. Menurut penuturan infroman bernama Pangeran Gumirat Barna Alam mengatakan bahwa: Sebenarnya itu hanya mitos saja, Jadi rasionalitasnya, pemberian sesaji ini agar makhluk-makhluk yang ada disawah seperti semut, ular dan sebagainya yang memerlukan makan dapat diberi oleh kita, karena tidak terlepas dari prinsip untuk mengasihi segala ciptaan yang Kuasa. 113 Mitos lainnya adalah mitos tentang Ikan Dewa. Ikan Dewa oleh masyarakat Cigugur Kuningan dianggap sakral karena konon jumlahnya yang tidak berkurang juga tidak bertambah. Kolam ikan ini terdapat didekat Paseban Tri Panca Tunggal. Apabila kolam dikuras, ikan-ikan ini akan hilang entah kemana, namun saat kolam diisi air mereka akan kembali lagi dengan jumlah seperti semula. Sampai pada hari ini masyarakat Cigugur Kuningan masih memercayai mitos tersebut. Bahkan masyarakat tidak ada yang berani mengambil ikan ini karena ada kepercayaan bahwa barang siapa yang berani mengganggu ikan tersebut akan mendapat kemalangan. Gambar 6. 10 Kolam Ikan Dewa Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Mitos tersebut kemudian dapat dirasionalitaskan bahwa Ikan Dewa disini diartikan bukan sebagai dewa yang semestinya, melainkan berupa kepanjangan daripada “Gede Dawa” yang bila diartikan sebagai ikan yang bentuknya cukup besar dan 113 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.45 WIB
Page 107 of 203 panjang. Menurut informan kunci yang bernama Pangeran Gumirat Barna Alam mengatakan bahwa: Ya itu mah kepercayaan masayarakat sini saja. Padahal sebenarnya tidak seperti itu. Ketika air dikuras otomatis air kurasan akan mengalir kesaluran air yang bermuara disungai, dan secara logisnya ikan akan mendekati sumber air dan mengikuti aliran air tersebut. Karena tingkat kelangkaan atas ikan dewa ini, maka ikan dewa ini terancam punah dan tingkat reproduksi dari ikan dewa ini cukup lambat, nah hal ini kemudian yang membuat ikan dewa ini jumlahnya dapat dibilang tidak berkurang maupun bertambah.114 Pada intinya mitos itu sendiri sebenarnya merupakan salah satu bentuk dari upaya pelestarian lingkungan. Dengan adanya mitos yang dipercaya oleh masyarakat Cigugur maka secara tidak sadar hal itu dilakukan semata-mata untuk melestarikan lingkungan hidup Skema 6. 3 Rasionalisasi Mitos Sumber: Hasil Analisis Kelompok (2016) Selanjutnya terkait dengan hubungan masyarakat Cigugur khususnya warga Sunda Wiwitan dengan lingkungan hidup di wilayahnya, lingkungan yang cukup berpengaruh sebagai magnet kehidupan sebenarnya lebih tertuju pada Gunung Ciremai sejak dahulu kala.Para leluhur masyarakat Sunda Wiwitan itu sendiri sudah menganggap bahwasannya Gunung Ciremai tersebut merupakan suatu hal yang sacral bagi kehidupan di sekitarnya.Pangeran Madrais sebagai ikonik dari Sunda Wiwitan tersebut dianggap memiliki keterikatan batin yang cukup kuat dengan Gunung Ciremai.Beliau menganggap bahwa Gunung Ciremai merupakan 114 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.45 WIB pemberian sesaji di sawah: persembahan kepada roh-roh halus Ikan Dewa: ikan keramat karena jumlahnya yang tidak bertambah dan berkurang Mitos (cerita rakyat yang terjadi antara mulut ke mulut) pemberian sesaji di sawah: memberi makan pada makhluk lain seperti binatang di sawah Ikan Dewa: tidak bertambah tidak berkurang karena proses reproduksi yang lama Rasionalitas (menjaga kelestarian alam)
Page 108 of 203 sumber kesejahteraan dan kehidupan masyarakat setempat.Pasalnya pada tahun 1936, Pangeran Madrais bersama pengikutnya beserta masyarakat di sekitaran gunung tersebut pergi ke atas guna mendaki Gunung Ciremai dengan tujuan meredamkan kondisi gunung yang sedang meletus pada saat itu. Mereka secara bersamaan mendaki ke atas dengan membawa berbagai sesajian, beberapa kambing, dan alat music gamelan yang sengaja untuk dimainkan di atas tepatnya di pos pesanggrahan sebelum mencapai puncak gunung tersebut. Pas Gunung Ciremai mau meletus pada saat itu masyarakat kita disini dulu bukannya takut dan lari ngejauhi gunungnya gitu tapi kita malah berbondong-bondong naik ke gunungnya buat ngeredamin gunungnya dengan bawa alat musik, dan bawa kaya kambing juga. Nah uniknya kambing kan biasanya kalo di ikat lehernya memberontak tapi ini dia pasrah aja kayak emang udah tau gitu kalau akan dijadikan tumbal.115 Dan pada kenyataannya, letusan Gunung Ciremai itu sendiri akhirnya bisa redam dengan sendirinya dengan bermacam lantunan doa yang bersifat lahiriah. Mereka pun menganggap hal itu juga sebagai bantuan daripada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi, konon katanya Pangeran Madrais pada saat itu juga menyatakan bahwasannya meskipun letusan Gunung Ciremai dapat diredam, maka imbas daripada redamnya letusan tersebut akan beralih ke suatu konflik besar yang cukup berpengaruh dalam kehidupan di dunia. Konflik yang dimaksudkan di sini adalah munculnya perang dunia I dan perang dunia II, dan rupanya terbukti kemunculannya setelah beberapa tahun adanya letusan di gunung tersebut. Di samping itu, Pangeran Madrais itu sendiri di akhir-akhir hidupnya masih sempat membangun rumah-rumah sederhana di sekitaran lereng Gunung Ciremai yang kini lokasinya disebut dengan Curug Goong yang merupakan tempat napak tilas dan sekaligus lokasi meninggalnya Pangeran Madrais itu sendiri. Beliau meninggal di curug tersebut karena adanya prediksi atas dirinya sendiri bahwa Pangeran Madrais merasa sudah dekat dengan ajalnya. Beliau sudah tahu bahwa ia akan meninggal di sana, dan kebetulan beliau sedang berada di Gunung Ciremai bersama para pengikutnya dan turun menuju Curug Goong tersebut. Namun kata meninggal tersebut bagi warga Sunda Wiwitan itu sendiri disebut sebagai “Ngahiyang” yang berarti menyatu dengan alam dengan zat ilahinya. Meskipun hal itu merupakan dongeng yang disakralkan, namun menurut paham warga sekitar menyatakan bahwa para leluhurnya akan menghabiskan akhir hidupnya di tempat yang seperti itu. Penutup Masyarakat Desa Cigugur merupakan masyarakat multi agama dan memiliki adat yang masih kental dipelihara, menjadi salah satu rujukan dalam penataan lingkungan yang bersahabat dengan alam. Sejak dahulu masyarakat Desa Cigugur sangat menjaga lingkungannya, karena menurut mereka itu adalah amanat leluhur mereka. Bagi masyarakat Desa Cigugur lingkungan merupakan sumber kehidupan bagi manusia, karena mereka hidup selalu berdampingan dengan alam. Salah satu contohnya masyarakat Desa Cigugur memanfaatkan Gunung Ciremai sebagai sumber mata air yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti kebutuhan pokok, pertanian, peternakan, dan lain-lain. 115 Wawancara dengan Pak Wisnu, pada tanggal 04 November 2016, pukul 14:15 WIB
Page 109 of 203 Namun, dengan seiring berkembangnya zaman, dan penguasa yang ingin menggerus nilai-nilai yang sudah tertanam di masyarakat Cigugur. Salah satu contohnya yaitu adanya pembangunan Geotermal yang meresahkan masyarakat, karena pembangunan proyek ini sebagian besar merusak tatanan sosial maupun lingkungan. Selain itu banyak juga warga yang kehilangan lahan perekonomian. Pemerintah pun disini tidak bermusyawarah dengan masyarakat atas keputusan yang menyangkut hajat orang banyak. Pada dasarnya masyarakat Desa Cigugur telah mendapat amanat dari para leluhur, agar melestarikan lingkungan. Amanat yang disampaikan yaitu "Lebih baik meninggalkan mata air, daripada meninggalkan airmata". Artinya disini bahwa kita sebagai generasi saat ini jangan sampai mewariskan air mata kepada generasi penerus.
Page 110 of 203 Daftar Pustaka Buku : Kang Rai Bachtiar. 2013. Pikukuh Tilu (Pemaparan Budaya Spiritual). Bogor: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nasional Sumber Referensi Lainnya: e-journal.upi.edu/index.php/gea/article/view/3353 Gusyah Risti, 2012, Hubungan Kualitas Lingkungan Dengan Tingkat Kesehatan Masyarakat Sekitar Usaha Peternakan di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan, respository.upi.edu Untung Prasetyo dan Sarwititi Sarwoprasodjo, Komodifikasi Upacara Tradisional Seren Taun dalam Pembentukan Identitas Komunitas, diakses dari http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewFile/5823/4491, http://www.mongabay.co.id/2015/01/23/chevron-batalkan-proyek-geothermalciremai http://rubik.okezone.com/read/37024/upacara-adat-seren-taun-di-cigugur-kakigunung-
Page 111 of 203 Upacara Seren Taun untuk Memperkuat Budaya Lokal: Studi Kasus di Komunitas Sunda Wiwitan, Cigugur, Kuningan Dini Auliya, Hanifah, Nidya Putri Dinanty, Safitri Wulandari Soputan, Wisnu Audy P Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara multikultural yang berada di Asia Tenggara. Karena keberagaman suku ini, Indonesia menjadi kaya akan budaya dari setiap suku-suku yang ada. Keberagaman budaya yang dimiliki masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah sebuah potensi untuk membentuk identitas kita sebagai bangsa Indonesia116. Meskipun masyarakat yang terdiri dari banyak kebudayaan, namun antara pendukung kebudayaan saling menghargai satu sama lain. Selain itu masyarakat multikultural di Indonesia juga menganut paham multikulturalisme, yaitu paham yang beranggapan bahwa berbagai budaya yang berbeda memiliki kedudukan yang sederajat. Salah satu budaya yang berada di Indonesia adalah Upacara Seren Taun. Upacara Seren Taun adalah ungkapan syukur dan do’a masyarakat sunda atas suka duka yang mereka alami terutama di bidang pertanian selama setahun yang telah berlalu dan tahun yang akan datang. Seren taun dilaksanakan setiap tanggal 22 Rayagung sebagai bulan terakhir dalam perhitungan kalender Sunda. Selain ritual-ritual yang bersifat sakral, digelar juga kesenian dan hiburan. Dengan kata lain kegiatan ini merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan juga dengan sesama makhluk atau alam baik lewat kegiatan kesenian, pendidikan, dan sosial budaya. Untuk memperdalam tujuan tulisan, tulisan ini dibagi kedalam beberapa sub-bab pokok pembahasan. Pertama, menjelaskan mengenai pendahuluan, pada bagian ini yang dibahas adalah pendeskripsian upacara Seren Taun beserta rangkaian acaranya. Kedua, membahas mengenai konteks historis ADS. Ketiga, membahas mengenai Seren Taun sebagai pengikat kelompok agama. Keempat, membahas mengenai perspektif multi religi dalam melihat upacara Seren Taun. Terakhir, penutup, menjelaskan kesimpulan dari tulisan yang telah dibahas sebelumnya. Data-data yang diperoleh tim penulis dalam tulisan ini diperoleh dengan melakukan wawancara dan kajian pustaka. Konteks Historis Sunda Wiwitan Berangkat dari asumsi dasar bahwa Tuhan Semesta Alam ini (dengan berbagai sebutan dan cara bersembahyang dari berbagai sistem kepercayaan di dunia) telah menciptakan manusia dengan bangsa-bangsanya, dan di antaranya adalah manusia yang hidup dengan mencirikan kebudayaan Sunda. Dilihat dari peristilahannya, kata ‘Sunda’ telah dikenal sejak lama baik dalam peta dunia (geografis) maupun budaya dunia (filosofis). Adapun dalam aspek kesukubangsaan, istilah Sunda mengacu pada posisi dan rasa kesukubangsaan yang dinegasikan dengan posisi dan rasa kebangsaan setelah Republik Indonesia berdiri. 116 Paulus Wirotomo dkk. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 2012, hh.87
Page 112 of 203 ‘Sunda Wiwitan’ terdiri atas dua kata: Sunda dan Wiwitan. Istilah ‘Sunda’ (menurut P. Djatikusumah) dimaknai dalam tiga kategori konseptual dasar, yaitu: (1) filosofis: Sunda berarti bodas (putih), bersih, cahaya, indah, bagus, cantik, baik dan seterusnya; (2) etnis: Sunda berarti atau merujuk pada komunitas masyarakat suku bangsa Sunda yang Tuhan ciptakan seperti halnya suku dan bangsa lain di muka bumi. Dalam hal ini berkaitan dengan kebudayaan Sunda yang melekat pada cara dan ciri manusia Sunda; (3) geografis: Sunda berarti mengacu sebagai penamaan suatu wilayah berdasarkan peta dunia sejak masa lalu terhadap wilayah Indonesia (Nusantara), yaitu sebagai tataran wilayah ‘Sunda Besar’ (The Greater Sunda Islands) meliputi himpunan pulau yang berukuran besar (Sumatera, Jawa, Madura, Kalimantan) dan ‘Sunda Kecil’ (The Lesser Sunda Islands), yaitu deretan pulau yang berukuran lebih kecil dan terletak di sebelah timur Pulau Jawa (Bali, Lombok, Flores, Sumbawa, Sumba, Rote, dan lain-lain).117 Kata ‘wiwitan’ secara literal berarti ‘asal mula’, sedangkan ‘Sunda Wiwitan’ berarti Sunda asal atau Sunda asli. Menurut pengakuan dan kepercayaan orang Kanekes, leluhur merekamempunyai hubungan langsung dengan Adam (manusia pertama) danagama yang mereka anut disebut Sunda Wiwitan. Selanjutnya, Sunda Wiwitanjuga sering dipakai sebagai penamaan atas keyakinan atau sistem keyakinan“masyarakat keturunan Sunda” yang masih mengukuhkan ajaran spiritualleluhur kesundaan. Penamaan itu tidak muncul serta merta sebagai sebuahkonsep penamaan keyakinan oleh komunitas penganut Sunda Wiwitan,tetapi kemudian dilekatkan pada beberapa komunitas dan individu Sunda (orang Sunda) yang dengan kokoh mempertahankan budaya spiritual dan tuntunan ajaran leluhur Sunda. Dengan demikian Sunda Wiwitan secara literal berarti “Orang Etnis Sunda Awal” atau “awal mula orang Sunda”. Sunda Wiwitan yang sejauh ini oleh para antropolog Indonesia dianggap sebagai salah satu sistem religi dan identitas masyarakat Sunda, khususnya di masyarakat Baduy atau Kanekes. Dasar religi masyarakat Baduy dalam ajaran Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang bersifat monoteistis, penghormatan kepada roh nenek moyang, dan kepercayaan kepada satu kekuasaan yakni Sang Hyang Keresa (Yang Maha Kuasa), yang disebut juga Batara Tunggal (Yang Maha Esa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Maha Gaib), serta yang bersemayam di Buwana Nyungcung (Buana Atas). Orientasi, konsep, dan pengamalan keagamaan ditujukan kepada pikukuh (pedoman atau aturan) untuk menyejahterakan kehidupan di jagat mahpar (dunia ramai). Dalam dimensi sebagai manusia sakti, Batara Tunggal memiliki keturunan tujuh orang batara yang dikirimkan ke dunia melalui Kabuyutan (wilayah yang disakralkan dalam komunitas Baduy); “titik awal bumi” ialah Sasaka Pusaka Buana. Konsep buwana bagi orang Baduy berkaitan dengan titik awal perjalanan dan tempat akhir kehidupan. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, perubahan besar terjadi di Indonesia. Euforia kebebasan bangsa Indonesia telah menyebabkan munculnya perjuangan untuk menyebarkan berbagai ideologi di Indonesia. Euforia tersebut rupanya juga melanda kalangan aliran kepercayaan atau kebatinan. Selama masa perang kemerdekaan dari tahun 1945-1949 terjadi pula 117Ira Indrawana, Berketuhanan dalam Perspektif Sunda Wiwitan, Universitas Padjajaran Bandung, Indonesia, h,: 110
Page 113 of 203 gerakan mendirikan organisasi-organisasi kebatinan. Begitu juga euforia tersebut melanda para pengikut Gerakan Sosial Madrais. Tedjabuana yang sejak 1944 menetap di Bandung, pada 1945 setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, ia pindah ke Tasikmalaya lalu ke Garut. Disekitar Tasikmalaya dan Garut masih terdapat beberapa pengikut Gerakan Sosial Madrais yang masih setia menganut ajaran Madrais. Pada 1946 Tedjabuana diminta oleh para pengikut Gerakan Sosial Madrais yang masih tersisa di Cigugur untuk kembali ke Cigugur. Rupanya masih terdapat keinginan dari para mantan pengikut Gerakan Sosial Madrais untuk mengembalikan ajaran-ajaran Madrais dan atau Gerakan sosial Madrais. Dukungan kuat dari mantan pengikut Gerakan Sosial Madrais di Cigugur Kuningan, Tasikmalaya dan Garut membuat Tedjabuana bersemangat untuk mendirikan kembali Igama Djawa Soenda Pasoendan. Akan tetapi, karena situasi yang belum memungkinkan, Tedjabuana masih berpindah-pindah tempat tinggal dari Tasikmalaya-Bandung pada periode 1945-1948 dan sesekali ke Garut, maka hal itu belum dapat diwujudkan. Pada 1948 Tedjabuana sebetulnya diundang panitia Kongres Kebudayaan Indonesia ke-2 untuk berkumpul bersama tokoh-tokoh kebatinan lainnya pada kongres di Magelang pada 20-24 Agustus 1948. Akan tetapi, rupanya Tedjabuana tidak menghadiri undangan. Ketidakhadiran Tedjabuana tidak diketahui penyebabnya. Kemungkinan Tedjabuana tidak menerima langsung surat undangan karena keberadaannya masih berpindah-pindah antara Bandung-Tasikmalaya. Kongres kebudayaan Indonesia tersebut dibuka oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta dan Menteri Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Dalam Kongres itu para tokoh penghayat kebatinan atau aliran kepercayaan mendeklarasikan diri agar diakui eksistensinya oleh pemerintah Indonesia. Setelah mendengar berita tentang jalannya kongres tersebut, Tedjabuana kemudian mengumumkan berdirinya kembali Igama Djawa Soenda Pasoendan dengan nama baru yaitu Agama Djawa-Sunda (selanjutnya disingkat ADS) di Cigugur pada September 1948. Kata Agama Djawa Sunda dipilih untuk nama organisasi pengikut Gerakan Sosial Madrais. Nama ini diambil dari mengadaptasi nama sebelumnya, yaitu Igama Djawa Soenda Pasoendan menjadi ADS. Pada 1955, Tedjabuana diundang oleh Wongsonegoro untuk datang dalam pertemuan para pengikut kebatinan di Semarang pada 19-21 Agustus 1955. BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia) dibentuk oleh para pengikut kebatinan pada 19-21 Agustus 1955 di Semarang. Menurut Tokoh-tokoh kebatinan yang hadir ketika itu adalah Wongsonegoro, Mei Kartawinata, Tedjabuana, Ramuwisit, dan Romodjati. Sejak itu, Tedjabuana menjadi salah satu tokoh kebatinan yang dihormati dalam BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia). Dalam pertemuan itu nama Madrais dihormati setara dengan pendiri-pendiri kebatinan yang lain sepeti Ki Ageng Suryomentara pendiri aliran Kawruh Bejo, M. Subuh Sumohadiwidjojo pendiri aliran SUBUD (Susila Budhi Dharma), Sosrokartono pendiri aliran Sang Alip, Mei Kartawinata pendiri aliran Perjalanan, Sunarto Mertowardojo pendiri aliran Pangestu (Paguyuban Ngesti Tunggal), Sukinohartono pendiri aliran Sumarah. BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia) tersebut diketuai oleh Mr Wongsonegoro. Dalam kongres kebatinan itu, Djatikusumah cucu Madrais diangkat sebagai ketua BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia) Jawa Barat. Sementara Basuki
Page 114 of 203 Nursananingrat diangkat sebagai sekretaris BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia) Jawa Barat. Setelah kongres itu, mereka melakukan pendataan letak para pengikut Gerakan Sosial Madrais penganut ADS berada. Rupanya para pengikut ADS itu tersebar di beberapa daerah-daerah. Sejak itu Gerakan Sosial Madrais yang telah ada sejak akhir Abad ke-19, mulai terorganisasi secara rapi dan modern. Pada tahun 1960-an mulai terjadi konflik di Cigugur. Konflik Cigugur 1964 terjadi antara kaum muslim dan para pengikut ADS. Konflik ini sebetulnya adalah dampak dari ketegangan politik di tingkat nasional. Ketegangan politik di tingkat nasional telah memanaskan situasi di tingkat lokal. Konflik-konflik massa pendukung Partai Komunis Indonesia dengan kalangan Islam terjadi dibeberapa tempat di Indonesia. Apalagi Pemerintah Orde Lama kala itu ikut menekan keberadaan kaum pengikut ADS karena para pengikut ADS dianggap tidak beragama dan hanya menjalankan ajaran-ajaran kebatinan. Akibat dari tekanan dari berbagai pihak yang terjadi pada masa Orde Lama, pada 19 September 1964 Tedjabuana yang sedang sakit parah menyatakan diri kepada Gereja Kristen Katholik Paroki Cirebon dimana ia dirawat bahwa ia berniat akan memeluk Kristen Katholik. Lalu pada 21 September 1964 Tedjabuana membuat surat resmi yang ia tanda tangani untuk itu. Beberapa pengikut Aliran Kepercayaan Madrais kemudian merespon cepat surat itu dengan menyatakan diri mengikuti Tedjabuana memeluk Agama Kristen Katholik. Akan tetapi, banyak yang tidak percaya dan kemudian menjenguk Tedjabuana di Pastoral Paroki Cirebon sekaligus menanyakan kebenaran berita itu. Saat dijenguk oleh para pengikut ADS itulah, Tedjabuana mengatakan bahwa ia teringat pesan ayahandanya yaitu Madrais suatu saat nanti kamu harus berteduh di bawah Pohon Cemara Putih yang bisa menyelesaikan keadaan alam. Menurut Tedjabuana pesan Madrais itulah yang menyebabkan ia memilih memeluk Agama Kristen Katholik. Akibatnya kemudian para pengikut ADS yang menjenguk itu spontan mengatakan akan memeluk Agama Kristen Katholik. Tafsir akan bisikan gaib ini sebetulnya berbeda-beda. Djatikusumah cucu Madrais menafsirkan kalimat itu sebagai berteduh sementara di cemara putih. Suatu saat jika badai telah reda, kembali keluar dari cemara putih. Sementara beberapa pengikutnya menafsirkan dengan berlindung selamanya di cemara putih. Tindakan Tedjabuana ini sebetulnya telah menyelamatkan sebagian besar pengikut ADS dari pembantaian pengikut Partai Komunis Indonesia. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak para pengikut kebatinan yang dianggap sebagai Komunis dan dihukum mati pada sekitar 1965-1967. Sejak itu sebagian besar pengikut ADS berpindah agama menjadi pemeluk Agama Kristen Katholik. Sebagian kecilnya memeluk Agama Kristen Protestan dan Agama Islam. Pada 5 Maret 1978, Tedjabuana meninggal dunia. Tedjabuana meninggal pada usia 86 tahun dan dimakamkan di dekat makam Madrais dan makam istri Tedjabuana bernama Siti Saodah. Meninggalnya Tedjabuana ayah dari Djatikusumah, membuat Djatikusumah mengambil alih tampuk kepemimpinan para pengikut ajaran Madrais. Ketika itu Djatikusumah rupanya telah dipandang para mantan pengikut ADS sebagai seorang pemimpin baru bagi organisasi mereka. Djatikusumah sebagai cucu dari Madrais dan secara tradisional mewarisi kepemimpinan para pengikut di Cigugur. Ia merasa perlu untuk memimpin menggerakkan kembali bekas ADS yang pernah ada. Kekondusifan suasana pada masa awal Orde Baru telah membuatnya terpikir kembali untuk menghidupkan Gerakan Sosial Madrais di Cigugur. Oleh karena itu, bersama dengan para mantan pengikut ADS yang
Page 115 of 203 masih berpikiran sama dengannya ia mulai membuat perencanaan untuk menghidupkan kembali. Langkah pertama tentunya adalah penyelenggaraan Upacara Adat Seren Taun. Oleh karena itu, Djatikusumah dan para mantan pengikut Gerakan Sosial Madrais yang telah memeluk beberapa agama merencanakan untuk mengadakan upacara adat Seren Taun sebagai upacara adat warisan nenek moyang mereka. Upacara adat Seren Taun adalah upacara adat yang dijalankan setiap tahun sekali pada 22 Rayagung tahun Saka S|nda oleh para pengikut Aliran Kepercayaan Madrais yang tergabung dalam ADS sebelum mereka membubarkan diri pada 1964. Perayaan Seren Taun terakhir secara sederhana diselenggarakan pada 1963.Tepat pada 22 September 1978 perayaan Seren Taun dapat diselenggarakan kembali di Desa Cigugur Kabupaten Kuningan. 22 September 1978 merupakan tanggal yang bertepatan dengan 22 Rayagung tahun Saka Sunda. Djatikusumah memimpin sendiri Perayaan Seren Taun tersebut dari Gedung Paseban Tri Panca Tunggal. Ribuan orang berkumpul di depan Paseban Tri Panca Tunggal. Tidak kurang dari 5000-an orang telah kembali untuk merayakan Perayaan Seren Taun. Kesuksesan menggelar Perayaan Seren Taun itu adalah sebuah tonggak munculnya kembali aktifitas pengikut Aliran Kepercayaan Madrais pada Masa Orde Baru di Cigugur. Selain itu, kesuksesan penyelenggaraan Upacara Adat Seren Taun itu adalah bukti bahwa Djatikusumah masih dianggap pemimpin tradisional bagi para mantan penghayat ADS. Pada tahun 1980 Djatikusumah mengadakan gerakan untuk memunculkan kembali organisasi para pengikut ADS dengan mendirikan suatu organisasi bernama Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang (selanjutnya disebut PACKU). PACKU diharapkan dapat menjadi suatu tempat berkumpul untuk kegiatan budaya, adat dan kesenian warisan leluhur masyarakat Cigugur. Tidak terdapat tujuan negatif maupun tujuan politis ketika PACKU berdiri selain untuk mempertahankan warisan leluhur masyarakat Cigugur dalam berkebudayaan dan berkesenian. Djatikusumah mendirikan PACKU karena menafsirkan ramalan Madrais diatas berbeda, yaitu berteduh adalah sementara tidak selamanya. Artinya suatu saat nanti harus keluar dari tempat berteduhnya yaitu keluar daRi bawah cemara bodas atau cemara putih. PACKU didaftarkan oleh Djatikusumah ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Bina Hayat pada awal Maret 1981. Pada 31 Maret 1981 mendapatkan nomer pengesahan sebagai aliran kepercayaan oleh Dirjen Bina Hayat dengan nomer 1.192/F.3/II.1/1981. Dengan demikian pada 31 Maret 1981 PACKU telah sah terdaftar sebagai aliran kepercayaan di Indonesia. Sejak itu Djatikusumah dan beberapa anggota PACKU telah resmi kembali menjadi penghayat aliran kepercayaan. Kemudian pada 11 Juli 1981 Djatikusumah cucu Madrais mengumumkan berdirinya PACKU. Kemudian pada 17 Juli 1981 PACKU bergabung dengan Badan Koordinasi Musyawarah Antar Pengikut Kepercayaan Terhadap Tuhan YME, suatu organisasi underbow/bawahan Golongan Karya (Golkar). Kepengurusan dalam PACKU kemudian dibentuk oleh para pengikut aliran kepercayaan pada 23 Agustus 1981 dengan cara bermusyawarah di Gedung Tri Panca Tunggal. Mereka yang menjadi pengurus pada organisasi PACKU ini adalah orang-orang yang menyatakan kembali menjadi pengikut Aliran Kepercayaan Madrais mengikuti Djatikusumah. Akan tetapi Pemerintah Orde Baru yang represif sepertinya belum menginginkan
Page 116 of 203 munculnya kembali PACKU. PACKU mulai mendapatkan tantangan yang sangat serius pada 25 Agustus 1982. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada tahun 1982 mengeluarkan SK no: KEP-44/K.2.3/8/1982 Tentang Pelarangan Terhadap Aliran Kepercayaan PACKU. Menurut SK Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat itu PACKU pada hakekatnya adalah kelanjutan dari ADS atau Madraisme yang telah dilarang sejak 1964. Sejak itu maka PACKU dan seluruh kegiatannya dilarang oleh Pemerintah Jawa Barat. Pada pertengahan September 1982 pihak PACKU telah menerima surat itu dari seorang utusan Kejaksaan Negeri Kabupaten Kuningan. Berita pelarangan PACKU oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat itu dimuat dalam Koran Mandala Bandung. Seren Taun, upacara adat yang sedianya akan dilaksanakan di Cigugur pada tahun tersebut dibubarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan. Sejak itu walaupun resmi terdaftar sebagai aliran kepercayaan di Indonesia, para pengikut tidak dapat melaksanakan kegiatan peribadatan mereka. Pemerintah Indonesia saat itu telah berlaku kontroversial pada PACKU yaitu mengakui sebagai aliran kepercayaan tapi melarang kegiatannya. Setelah Orde Baru runtuh pada tahun 1998, kemudian para pengikut Aliran Kepercayaan Madrais kembali mengorganisir diri. Pada tahun 1999 mereka mendirikan Adat Karuhun Urang (AKUR) suatu komunitas adat untuk menjalankan kegiatan-kegiatan adat budaya mereka. Kegiatan adat budaya terbesar mereka adalah Upacara Seren Taun. Sejak runtuhnya Orde Baru kegiatan upacara adat Seren Taun telah dapat diadakan kembali. Upacara Seren Taun kemudian menjadi obyek pariwisata yang ditonton oleh masyarakat banyak bahkan para penontonnya datang dari mancanegara. Pada masa sekarang Seren Taun telah menjadi kegiatan rutin tahunan yang mendatangkan devisa bagi Kabupaten Kuningan. Dengan demikian, keberadaan para pengikut Aliran Kepercayaan Madrais yang tergabung dalam AKUR telah menguntungkan untuk mendatangkan pendapatan daerah bagi Kabupaten Kuningan. 118 Seren Taun sebagai Pengikat Kelompok Agama Seren Taun adalah upacara adat panen padi masyarakat Sunda yang dirayakan semata-mata untuk mengucap rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi yang di dapat setiap tahunnya. Upacara ini berlangsung khidmat dan semarak di berbagai desa adat Sunda, terkhusus wilayah Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Upacara adat sebagai syukuran masyarakat agraris ini diramaikan ribuan masyarakat sekitarnya, bahkan dari beberapa daerah di Jawa Barat dan mancanegara. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Yuyun, seorang warga Cigugur yang mengikuti upacara adat yang berlangsung setahun sekali ini Acara Seren Taun itu pesta rakyat gitu kalo disini mah. Yaa buat ngerayain hasil tani yang di dapat setiap tahunnya, seperti padi, umbi-umbian, dan hasil bumi lainnya gitu. Seneng aja gitu kita mah liat ramai-ramai gitu. Dagangan juga lebih laku karena banyak pengunjung dari luar yang ikut meramaikan jadi sedikit lebih besar pendapatannya kalo ada perayaan ini.119 Menurut ibu Yuyun perayaan Seren taun yang dilaksanakan setiap tahunnya selalu ramai pengunjung. Keunikan Upacara Seren Taun di Cigugur yang sarat 118 www.jiwanusantara.com, diakses tanggal 21 Desember 2016 pukul 22.30 WIB 119 Wawancara penulis, 4 November 2016, pkl 10.30 WIB
Page 117 of 203 dengan seni dan budaya Sunda ini bukan hanya terletak pada makna dari simbolsimbol yang mereka bawakan, tetapi juga tampak pada kebersamaan warga dari beragam masyarakat adat yang tetap hidup dan berkembang di nusantara yang biasanya turut hadir untuk memeriahkan Upacara Seren Taun di desa Cigugur.120 Ibu Yuyun yang juga seorang pedagang di desa Cigugur merasa perayaan tersebut menjadi ladang pendapatan para pedagang yang berdagang disekitar lingkungan wilayah Paseban saat acara seren taun tersebut berlangsung. Gambar 7. 1 Rangkaian acara Seren Taun (Ngajayak) Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Istilah Seren Taun berasal dari kata dalam Bahasa Sunda seren yang artinya serah, seserahan, atau menyerahkan, dan taun yang berarti tahun. Jadi Seren Tahun bermakna serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya.121 Dalam konteks kehidupan tradisi masyarakat peladang Sunda, seren taun merupakan wahana untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang dilaksanakan pada tahun ini, seraya berharap hasil pertanian mereka akan meningkat pada tahun yang akan datang. Menurut catatan sejarah dan tradisi lokal, perayaan Seren Taun sudah turuntemurun dilakukan sejak zaman Kerajaan Sunda purba seperti kerajaan Pajajaran. Upacara ini berawal dari pemuliaan terhadap Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dalam kepercayaan Sunda kuno. Sistem kepercayaan masyarakat Sunda kuno dipengaruhi warisan kebudayaan masyarakat asli Nusantara, yaitu animisme-dinamisme pemulian arwah karuhun (nenek moyang) dan kekuatan alam, serta dipengaruhi ajaran bercorak Hindu. Masyarakat agraris Sunda kuno memuliakan kekuatan alam yang memberikan kesuburan tanaman dan ternak, kekuatan alam ini diwujudkan sebagai Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dan kesuburan. Upacara seren taun bukan sekadar tontonan, melainkan juga tuntutan tentang bagaimana manusia senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha 120 http://repository.unpad.ac.id/7382/1/pikiranrakyat-20101126-simbolisserentauncigugur.pdf, diakses pada tgl 4 Desember 2016, pkl 19.45 WIB 121 http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewFile/5823/4491, diakses pada tgl 4 Desember 2016, pkl 21.00 WIB
Page 118 of 203 Kuasa, terlebih di kala menghadapi panen. Upacara ini juga dimaksudkan agar Tuhan memberikan perlindungan di musim tanam mendatang. Rangkaian ritual upacara Seren Taun berbeda-beda dan beraneka ragam dari satu desa ke desa lainnya, akan tetapi intinya adalah prosesi penyerahan padi hasil panen dari masyarakat kepada ketua adat. Padi ini kemudian akan dimasukkan ke dalam leuit (lumbung) utama dan lumbung-lumbung pendamping. Pemimpin adat kemudian memberikan indung pare (induk padi/bibit padi) yang sudah diberkati dan dianggap bertuah kepada para pemimpin desa untuk ditanan pada musim tanam berikutnya. Puncak acara seren taun biasanya dibuka sejak pukul 08.00, diawali prosesi ngajayak (menyambut atau menjemput padi), lalu diteruskan dengan tiga pergelaran kolosal, yakni tari buyung, angklung Baduy, dan angklung buncis-dimainkan berbagai pemeluk agama dan kepercayaan yang hidup di Cigugur. Rangkaian acara bermakna syukur kepada Tuhan itu dikukuhkan pula melalui pembacaan doa yang disampaikan secara bergantian oleh tokoh-tokoh agama yang ada di Indonesia. Selanjutnya, dilaksanakan kegiatan akhir dari Ngajayak, yaitu penyerahan padi hasil panen dari para tokoh kepada masyarakat untuk kemudian ditumbuk bersama-sama. Ribuan orang yang hadir pun akhirnya terlibat dalam kegiatan ini, mengikuti jejak para pemimpin, tokoh masyarakat, maupun rohaniwan yang terlebih dahulu dipersilakan menumbuk padi. Puluhan orang lainnya berebut gabah dari saung bertajuk Pwah Aci Sanghyang Asri (Pohaci Sanghyang Asri). Gambar 7. 2 Rangkaian acara Seren Taun (Tari Jamparing) Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Multikultural adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas
Page 119 of 203 budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain122 . Sejarah multikulturalisme adalah sejarah masyarakat majemuk Amerika, Kanada, Australia adalah dari sekian negara yang sangat serius mengembangkan konsep dan teori-teori mulikulturalisme dan juga pendidikan multikultur. Ini dikarenakan mereka adalah masyarakat imigran dan tidak bisa menutup peluang bagi imigran lain untuk masuk dan bergabung di dalamnya. Akan tetapi, negara-negara tersebut merupakan contoh negara yang berhasil mengembangkan masyarakat multikultur dan mereka dapat membangun identitas kebangsaannya, dengan atau tanpa menghilangkan identitas kultur mereka sebelumnya, atau kultur nenek moyangnya. Dalam sejarahnya, multikultural diawali dengan teori melting pot yang sering diwacanakan oleh J Hector seorang imigran asal Normandia. Dalam teorinya Hector menekankan penyatuan budaya dan melelehkan budaya asal, sehingga seluruh imigran Amerika hanya memiliki satu budaya baru yakni budaya Amerika, walaupun diakui bahwa monokultur mereka itu lebih diwarnai oleh kultur White Anglo Saxon Protestant (WASP) sebagai kultur imigran kulit putih berasal Eropa. Kemudian, ketika komposisi etnik Amerika semakin beragam dan budaya mereka semakin majemuk, maka teori melting pot kemudian dikritik dan muncul teori baru yang populer dengan nama salad bowl sebagai sebuah teori alternatif dipopulerkan oleh Horace Kallen. Berbeda dengan melting pot yang melelehkan budaya asal dalam membangun budaya baru yang dibangun dalam keragaman, teori salad bowl atau teori gado-gado tidak menghilangkan budaya asal, tapi sebaliknya kultur-kultur lain di luar WASP diakomodir dengan baik dan masing-masing memberikan kontribusi untuk membangun budaya Amerika, sebagai sebuah budaya nasional. Dengan berbagai teori di atas, bangsa Amerika berupaya memperkuat bangsanya, membangun kesatuan dan persatuan, mengembangkan kebanggaan sebagai orang Amerika. Namun pada dekade 1960-an masih ada sebagian masyarakat yang merasa hak-hak sipilnya belum terpenuhi. Kelompok Amerika hitam, atau imigran Amerika latin atau etnik minoritas lainnya merasa belum terlindungi hakhak sipilnya. Atas dasar itulah, kemudian mereka mengembangkan multikulturalisme, yang menekankan penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak minoritas, baik dilihat dari segi etnik, agama, ras atau warna kulit. Multikulturalisme pada akhirnya sebuah konsep akhir untuk membangun kekuatan sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai latar belakang etnik, agama, ras, budaya dan bahasa, dengan menghargai dan menghormati hak-hak sipil mereka, termasuk hak-hak kelompok minoritas. Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan123. Masyarakat Indonesia merupakan 122 Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174) http://11036nurfazrina.blogspot.co.id/2012/06/sejarah-multikultural-multikultural.html. Diakses 17 Desember 2016, jam 11:30 123 (Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007) http://11036nurfazrina.blogspot.co.id/2012/06/sejarah-multikultural-multikultural.html. Diakses 17 Desember 2016, jam 11:30
Page 120 of 203 masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut. Kebudayaan adalah sesuatu yang menempel dalam kehidupan manusia. Kebudayaan lahir dari interaksi manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu budaya dan kebudayaan adalah sesuatu yang khas pada setiap komunitas. Kebudayaan bersifat memenuhi kebutuhan komunitas itu sendiri (self-sufficient). Kebudayaan adalah cara sebuah masyarakat mengatasi persoalannya sendiri. Suatu masyarakat dengan berbagai macam budaya membutuhkan suatu pemikiran untuk mempersatukannya untuk menjadi suatu bangsa yang utuh dan besar. Kegagalan pemilihan proses penyatuan suatu bangsa menyebabkan kegagalan menjadi bangsa dan rusaknya atau hilangnya suatu budaya. Pada masa kini masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama memiliki gagasan untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama. Gagasan itu dirumuskan dalam konsep masyarakat majemuk, dimana suatu pola hubungan yang mengakui adanya persamaan ras, suku dan antar golongan serta sudah mengenal pengakuan persamaan hak di bidang politik, perdata, ekonomi dan lain-lain. Namun telah memberikan makna yang penting di kemajemukan masyarakat itu. Dalam masyarakat majemuk terdapat berbagai perbedaan sosial, budaya dan politik yang dikukuhkan sebagai hukum ataupun sebagai konvensi sosial yang membedakan mereka yang tergolong sebagai dominan yang menjadi lawan dari yang minoritas. Selanjutnya menjadi sebuah konsep melting pot (tempat melebur). Konsep melting pot adalah melebur berbagai unsur yang berbeda untuk menjadikan satu bentukan baru. Gambarannya mungkin mirip bumbu pecel, kacang, cabe, mungkin juga daun jeruk purut, garam, dan bahan-bahan lain dilebur jadi satu menjadi bumbu pecel, kemudian terbentuk gumpalan berwarna merah kehitaman atau kecokelatan. Tidak terlihat lagi bentuk asli kacangnya. Juga sulit menemukan di mana garamnya, daun jeruk purutnya, atau cabenya. Bentuk asli seluruh bahan tadi telah dilebur (dengan cara dihancurkan) untuk menyusun bentukan baru berupa bumbu pecel. Seperti itukah gambaran sebuah bangsa?. Dalam konsep melting pot, jati diri setiap etnis atau suku dihilangkan. Tidak ada lagi yang namanya suku Sunda, Betawi, Timor, Papua, Dayak. Hanya ada adalah satu suku besar bernama Indonesia. Masalahnya, bangsa Indonesia terdiri atas banyak suku yang budayanya sangat beragam. Apabila konsep melting pot seperti diterapkan dalam kehidupan berbangsa, bukan tidak mungkin etnis-etnis yang merasa dipaksa melebur lebih memilih keluar dan menjadi separatis. Seiring berjalannya waktu, konsep ini seringkali mengalami kegagalan dan kelemahan di penerapannya. Melting pot diupayakan untuk menyatukan seluruh budaya yang ada dengan meleburkan seluruh budaya asal masing-masing. Maka kemudian dikembangkan suatu konsep baru yang bernama multikulturalisme.Multikulturalisme ini yang akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui
Page 121 of 203 dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayaan.124 Keberagaman yang ada di masyarakat merupakan bagian dari adanya perbedaan. Seperti di negara kita, Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau memiliki karakter yang berbeda-beda, misalnya ras, suku bangsa, perilaku, agama, sistem sosial, interaksi, dan lain sebagainya. Adanya perbedaan tersebut harus disyukuri dengan saling menghargai antarsesama sebagai bentuk mengamalkan ajaran agama. “Berbeda-beda, tetapi tetap satu jua”, semboyan tersebut kita kenal dengan sebutan Bhineka Tunggal Ika, semboyan yang tertera pada lambang negara Republik Indonesia. Arti dari semboyan tersebut lebih menunjukan bahwa kemajemukan dan keberagaman bangsa Indonesia dipersatukan oleh ideologi Pancasila. Semboyan itu tidak muncul begitu saja, tetapi digali dari kondisi bangsa Indonesia yang kaya akan suku bangsa, rasa, dan agama yang mendiami pulau Nusantara. Selain itu, keberagaman terbentuk melalui perbedaan pekerjaan, pengelompokan sosial dan politik yang melahirkan kelas sosial, seperti kelas bawah, kelas menengah, dan kelas atas. Jika keberagaman tidak dirajut melalui solidaritas sosial, akan muncul ancaman perpecahan yang bermuara pada konflik sosial. Namun, jika keberagaman terjalin melalui tindakan gotong royong, maka dapat berpotensi menguatkan kohesi sosial. Menguatnya kohesi sosial dalam masyarakat merupakan modal sosial untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tengah maraknya berbagai konflik sosial. Gambar 7. 3 Rangkaian acara Seren Taun (Kentongan Sewu) Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Pada acara Tradisi Seren Taun di Cigugur juga terdapat berbagai macam tarian adat Sunda, kesenian, dan permainan anak-anak sunda zaman dahulu yang biasa ditampilkan pada acara kolosal Seren Taun di Paseban, bahkan dari berbagai macam agama juga ikut serta dalam memeriahkan dan mendukung acara tersebut. Terbukti dengan seperti keikut sertaan kepanitiaan berbagai macam agama di acara tersebut serta di adakannya acara doa bersama yang mewakili dari agama 124http://11036nurfazrina.blogspot.co.id/2012/06/sejarah-multikultural-multikultural.html. Diakses 17 Desember 2016, jam 11:30
Page 122 of 203 masing-masing serta penghayat ADS. Hal itu juga berupaya untuk bisa tetap mempertahankan tradisi Sunda serta sebagai upaya memperat hubungan antar sesama umat beragama, selain itu inti dari acara Seren Taun yaitu sebagai upacara adat panen padi masyarakat Sundayang dirayakan semata-mata untuk mengucaprasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi yang di dapat setiap tahunnya. Di acara Seren Taun juga diupayakan untuk bisa tetap mempertahankan kesenian-kesenian khas Sunda, lagu-lagu Sunda, tarian-tarian Sunda, permainan-permainan anak-anak dan lain sebagainya supaya tidak hilang di telan zaman modern atau globalisasi. Mengenai penjelasan akan fenomena ini, penulis menyertakan kutipan wawancara dengan bapak Kento Subarman (69 tahun) yang merupakan masyarakat asli Cigugur dan seorang Penghayat, selaku Wakil Ketua Bidang 1 acara Seren Taun. Dengan berbagai etnis yang majemuk hal itu bisa berinteraksi dan silaturahmi. Dalam hal acara seren taun kita tidak menunjukan atribut agama tetapi di acara ini kita sebagai acara syukuran masyarakat agraris. Yang lebih menonjol sifat-sifat benda, produk hasil pertanian, yang diawali 18 Raya Gung. Pada upacara puncaknya terdapat upacara damar sewu sebagai simbolisasi kita satu sama lain harus saling menerangi dengan oborobor yang sumbernya dari satu api yang kemudian menyebar ke seluruh penjuru lainnya. Ini artinya sebagai realitas satu sama lain bisa saling menerangi dan tidak untuk berlomba-lomba mengalahkan satu sama lain. Kemudian keesokan harinya diadakan acara pesta angon atau pesta anak gembala. Dalam hal ini, kemudian ada acara membuang hama tanaman dalam hal ini hama bukan di bunuh tetapi kita tempatkan ditempat yang sesuai. Kemudian ada pesta Danu, lanjut malamnya ada pentas seni dan budaya. Malam terakhirnya itu diadakan doa bersama lintas iman dari berbagai agama yang hadir.125 Dari hasil wawancara tersebut telah dijelaskan berbagai macam rangkaian upacara adat Seren Taun di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat oleh bapak Kento yang pada dasarnya dalam acara Seren Taun tersebut telah diikuti oleh berbagai macam etnis dan berbagai macam agama, bahkan tidak dipungkiri bahwa pada acara tersebut juga turis atau warga negara asing dari luar negeri juga suka ikut datang menyaksikan acara moment tersebut seperti, dari Malaysia, Singapore, Amerika, dan lain sebagainya. Selain itu, terlebih oleh bapak Dodo Budiono (62 tahun) selaku Wakil Bidang 2 pada acara Seren Taun, beliau menambahkan. Seren taun itu bukan milik satu golongan tetapi milik semua golongan dari awal mulai dari pelaksananya mulai dari panitia sampai pelaksana multi agama, multi etnis sehingga semua bisa berkiprah, ikut serta dalam acara Seren Taun. Selain itu, maka disinilah bisa kita lihat makna dari keberagaman Indonesia bersatu menjadi satu sesuai dengan semboyan kita Bhinneka Tunggal Ika. 126 Hal itu menunjukan bahwa acara Seren Taun itu bukan milik satu golongan tetapi milik semua golongan mulai dari acara pelaksanaannya hingga akhir dari penutupan acara pelaksanaannya diikuti dan dilaksanakan oleh semua etnis, 125 Wawancara penulis pada 4 November 2016, pada jam 15.10 WIB 126 Wawancara penulis pada 5 November 2016, pada jam 16.10 WIB
Page 123 of 203 suku, agama dan lain sebagainya. Sehingga dalam acara Seren Taun ini kita bisa lihat makna dari semboyan Indonesia Bhinneka Tunggal Ika yaitu meskipun berbebeda tetapi tetap satu juga dalam acara Seren Taun tersebut yang diadakan di Paseban. Pada acara Seren Taun ini kaitannya dengan konsep melting pot adalah bahwa di acara tersebut semua etnis, agama, suku, bahasa, dan lain sebagainya melebur menjadi satu dari berbagai unsur yang berbeda untuk menjadikan satu bentukan baru. Sehingga tidak ada dalam acara Seren Taun yang diadakan di Paseban dan mereka membawa golongan masing-masing atau agama masingmasing. Karena pada dasarnya inti acara Seren Taun adalah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang telah diberikan selama setahun penuh seoerti hasil bumi khususnya di daerah agraris. Dalam konsep melting pot, jati diri setiap etnis atau suku dihilangkan. Tidak ada lagi yang namanya suku Sunda, Betawi, Timor, Papua, Dayak, dan lain sebagainya. Hanya ada adalah satu suku besar bernama Indonesia yang di laksanakan di Cigugur, Jawa Barat. Sehingga makna dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa kita lihat pada acara ini. Perspektif Multi Religi terhadap SerenTaun Wilayah Cigugur merupakan wilayah yang masyarakatnya mempunyai agama yang beragam. Setiap agama memiliki pandangan yang berbeda mengenai acara SerenTaun yang notabenenya merupakan pesta rakyat agraria yang berada di wilayah Cigugur. Ada respon yang negatif maupun positif dengan diadakannya acara Seren Taun. Tentunya hal ini sah-sah saja, mengingat bahwa setiap orang atau agama boleh memandang acara ini dengan perspektifnya masing-masing. Tergantung dengan cara mereka memandang acara SerenTaun tersebut. Dalam pandangan agama Islam melihat acara Seren Taun, bahwasannya itu adalah hak dari setiap orang untuk mengikuti acara tersebut. Ustadz Uci yang merupakan salah satu tokoh di pesantren yang letak pesantren tersebut tidak jauh dari wilayah Cigugur mengatakan bahwa meskipun acara Seren Taun tersebut diikutkan oleh seluruh pemeluk agama yang berbeda-beda, namun pihak pesantren tidak terlibat sama sekali mengenai acara ini. Pihak Pondok Pesantren kita tidak ada yang terlibat dalam acara tersebut. Dan dari atasan Kemenag itu juga dilarang, meskipun setiap tahunnya selalu ada surat yang dating ke KUA. Terkecuali kemungkinan besar para penduduk asli Cigugur yang beragama Islam mereka ikut berpartisipasi dan terlibat.127 Dari pemaparan Ustadz Uci yang juga merupakan salah satu staff di Kantor Urusan Agama (KUA) bahwasannya pihak KUA selalu mendapatkan surat undangan untuk menghadiri acara tersebut, namun dari pihak Kementerian Agama (Kemenag) melarang pihak KUA untuk menghadiri acara tersebut. Namun surat-surat yang datang dari pihak penyelenggara acara seren taun, tetap diterima dengan baik oleh pihak KUA. Hal yang mendasari pihak KUA melarang tidak menghadiri acara tersebut adalah karena itu termasuk dalam bentuk toleransi yang ada di Agama Islam. Bahwasannya toleransi yang dimaksud adalah tidak mencampuri urusan agama dalam hal ritual keagamaan. Karena perbedaan Aqidah inilah, maka pihak KUA tidak menghadiri acara tersebut. Lain halnya dengan masyarakat asli Cigugur yang beragama Islam yang notabenenya tinggl di wilayah tersebut. 127 Wawancara penulis, 5 November 2016 pukul 13.25 WIB
Page 124 of 203 Masyarakat yang menganut agama Islam ini ikut terlibat dalam acara seren taun tersebut. Gambar 7. 4 Rangkaian acara Seren Taun (Doa Lintas Agama) Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Dalam pandangan agama Kristen Protestan, Pak Yayan yang selaku pendeta dari Gereja Kristen Pasundan mengatakan bahwa dalam mengikuti hal ini bukan karena atas nama agama namun atas nama pribadi saja. Namun, pihak gereja juga membantu dengan cara mengutus pendeta untuk mengikuti acara tersebut. Hal ini dibuktikan dengan pihak gereja mengirimkan Pak Yayan untuk berkontribusi dalam acara ini sebagai pendeta yang membacakan doa dalam salah satu rangkaian acara seren taun tersebut, yaitu acara doa lintas agama. Selain hal itu, seseorang dari pihak gereja yang mengikuti acara tersebut hanya atas nama pribadi, bukan atas nama pihak gereja. Selain itu juga agama Kristen Protestan memandang acara seren taun ini hanyalah sebagai acara kebudayaan, bukanlah sebagai acara kegamaan seperti yang dilakukan oleh pihak gereja agama Katholik. Seren Taun merupakan acara pesta rakyat yang dijalankan oleh masyarakat Agraris. Acara ini penggabungan dari pesta panen dan acara tahun baru (penyerahan tahun). Penyerahan Seren Taun di Gereja Katholik, berbeda dengan Gereja Kristen pasundan (GPK). Gereja Kristen Katolik merayakan SerenTaun dalam konteks agama, bukan dalam konteks kebudayaan. Hal ini disebabkan karena adanya sejarah yakni, pada zaman Pangeran Tedja Buana menganut menjadi Khatolik kemudian ada perjanjian disana antara Pangeran dengan penganut Khatoliknya, ia menyerahkan tradisi ini kepada penganutnya supaya tidak musnah dan dititipkan dilingkunganGereja. Pangeran Tedja memiliki pikiran dan takut bahwa acara ini akan pudar seiring berjalannya waktu. Namun terjadi kesalahpahaman yang membuat pemeluk agama Khatolik menganggap bahwa Seren Taun merupakan acara yang bersifat keagamaan128 128wawancara penulis, 5 November 2016 , pukul 11.00 WIB
Page 125 of 203 Lain halnya dengan Kristen Protestan, pihak gereja Katholik melaksanakan acara seren taun juga dalam konteks keagamaan. Acara seren taun yang dilaksanakan pihak gereja Katholik adalah sebelum perayaan seren taun yang diadakan oleh pihak Paseban. Artinya pihak gereja selalu melaksanakan seren taun sebelum tanggal 22 Rayagung. Pihak gereja Katholik sendiri secara kelembagaan tidak ada sangkut pautnya dengan acara seren taun yang diadakan oleh pihak Paseban. Jika ada umat Katholik yang mengikuti acara tersebut, bukan dalam konteks keagamaan namun hanya atas nama pribadi saja. Pihak gereja Katholik yang diwakili oleh Pak Mulyana selaku sekretaris gereja mengatakan bahwa acara seren taun yang diadakan oleh pihak Paseban memiliki unsur nilai keagamaan dari para Penghayat Agama (ADS) yang membuat pihak gereja Katholik melaksanakan acara tersebut di gereja. Acara Seren Taun yang dilaksanakan di gereja katolik dilaksanakan sebelum tanggal 22 Rayagung. Pihak gereja Katolik secara kelembagaan tidak ada sangkut paut dengan acara Seren Taun (yang dilaksanakan di paseban). Tetapi hal itu kembali lagi ke individu-individunya masing-masing bagi mereka yang ingin mengikuti dan ikut berpartisipasi. Dari sudut pandang tradisi SerenTaun itu baik dan harus dilestarikan, hanya saja saya menilai SerenTaun yang dilakukan di Paseban masih ada nilai-nilai dari para penghayat tersebut yang masih belum bisa lepas, seperti nilai-nilai soal tempat, nilai atau makna tanggal 22 Rayagung. Karena di Gereja sendiri pada dasarnya tidak selalu harus berpatokan pada tanggal untuk melaksanakan perayaanSeren Taun. Saya juga tidak pernah mengikuti Seren Taun di Paseban. Saya ikut pastisipasi dalam bentuk sumbangan uang saja129 Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pihak Katholik beranggapan bahwasannya ada nilai-nilai tersembunyi dalam acara seren taun yang memang sengaja dilakukan oleh kaum penghayat. Hal ini dibuktikan dengan adanya kekhususan tanggal 22 Rayagung dalam hal perayaan acara seren taun dan tempat pelaksaan seren taun yaitu di Paseban. Meskipun acara tersebut selalu dibilang sebagai acara kebudayaan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa acara tersebut terdapat nilai-nilai penghayat. Dalam perspektif para penghayat (ADS), bahwasannya acara seren taun merupakan acara yang dilakukan sebagai sarana silaturahim dengan semua masyarakat yang berbeda keyakinan. Acara seren taun ini bukan merupakan acara keagamaan yang dilakukan oleh para penghayat, namun acara kebudayaan yang dapat diikuti oleh seluruh elemen masyarakat dan juga dari agama lain selain ADS. Tidak ada atribut agama manapun yang berada di acara ini. Acara seren taun ini murni hanyalah sebagai tanda ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang diperoleh selama setahun dan menjadi hasil bumi yang membantu dalam hal perekonomian masyarakat wilayah Cigugur. Hasil bumi yang digunakan dalam upacara seren taun lebih kepada hasil bumi masyarakat agraris karena wilayah Cigugur yang merupakan wilayah pertanian. Penutup Dari uraian bab-bab diatas dapat diketahui bahwasanya upacara seren taun adalah upacara adat yang dapat diikuti oleh seluruh elemen masyarakat dan dari 129wawancara penulis 5 November 2016, pukul 10.00 WIB
Page 126 of 203 agama manapun Rangkaian ritual upacara Seren Taun berbeda-beda dan beraneka ragam dari satu desa ke desa lainnya, akan tetapi intinya adalah prosesi penyerahan padi hasil panen dari masyarakat kepada ketua adat. Padi ini kemudian akan dimasukkan ke dalam leuit (lumbung) utama dan lumbung-lumbung pendamping. Pemimpin adat kemudian memberikan indung pare (induk padi/bibit padi) yang sudah diberkati dan dianggap bertuah kepada para pemimpin desa untuk ditanan pada musim tanam berikutnya. Puncak acara seren taun biasanya dibuka sejak pukul 08.00, diawali prosesi ngajayak (menyambut atau menjemput padi), lalu diteruskan dengan tiga pergelaran kolosal, yakni tari buyung, angklung Baduy, dan angklung buncis-dimainkan berbagai pemeluk agama dan kepercayaan yang hidup di Cigugur. Rangkaian acara bermakna syukur kepada Tuhan itu dikukuhkan pula melalui pembacaan doa yang disampaikan secara bergantian oleh tokoh-tokoh agama yang ada di Indonesia. Selanjutnya, dilaksanakan kegiatan akhir dari Ngajayak, yaitu penyerahan padi hasil panen dari para tokoh kepada masyarakat untuk kemudian ditumbuk bersama-sama. Ribuan orang yang hadir pun akhirnya terlibat dalam kegiatan ini, mengikuti jejak para pemimpin, tokoh masyarakat, maupun rohaniwan yang terlebih dahulu dipersilakan menumbuk padi. Puluhan orang lainnya berebut gabah dari saung bertajuk Pwah Aci Sanghyang Asri (Pohaci Sanghyang Asri). Acara Seren Taun itu bukan milik satu golongan tetapi milik semua golongan mulai dari acara pelaksanaannya hingga akhir dari penutupan acara pelaksanaannya diikuti dan dilaksanakan oleh semua etnis, suku, agama dan lain sebagainya. Sehingga dalam acara Seren Taun ini kita bisa lihat makna dari semboyan Indonesia Bhinneka Tunggal Ika yaitu meskipun berbe-beda tetapi tetap satu juga dalam acara Seren Taun tersebut yang diadakan di Paseban. Pada acara Seren Taun ini kaitannya dengan konsep melting pot adalah bahwa di acara tersebut semua etnis, agama, suku, bahasa, dan lain sebagainya melebur menjadi satu dari berbagai unsur yang berbeda untuk menjadikan satu bentukan baru. Sehingga tidak ada dalam acara Seren Taun yang diadakan di Paseban dan mereka membawa golongan masing-masing atau agama masing-masing. Karena pada dasarnya inti acara Seren Taun adalah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang telah diberikan selama setahun penuh seoerti hasil bumi khususnya di daerah agraris. Dalam konsep melting pot, jati diri setiap etnis atau suku dihilangkan. Tidak ada lagi yang namanya suku Sunda, Betawi, Timor, Papua, Dayak, dan lain sebagainya. Hanya ada adalah satu suku besar bernama Indonesia yang di laksanakan di Cigugur, Jawa Barat. Sehingga makna dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa kita lihat pada acara ini. Untuk menjelaskan analisa diatas, dibawah ini disajikan skema kesimpulan. Skema 7. 1 Seren Taun sebagai pengikat multi religi KONSEP MELTING POT MULTIKULTURALISME (BHINNEKA TUNGGAL IKA) TRADISI PENGIK AT SELURUH SEREN TAUN MULTI RELIGI MASYARA KAT AGRARIS
Page 127 of 203 Sumber: Hasil Analisis (2016) Skema ini menjelaskan tentang Desa Cigugur, Kuningan, yang mayoritas warganya ialah petani, mereka memiliki sawah dan perkebunannya sendiri, maka dari itu disebut sebagai masyarakat agraris. Masyarakat agraris Sunda kuno memuliakan kekuatan alam yang memberikan kesuburan tanaman dan ternak, kekuatan alam ini diwujudkan sebagai Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dan kesuburan. Upacara Seren Taun bukan sekadar tontonan, melainkan juga tuntutan tentang bagaimana manusia senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, terlebih di kala menghadapi panen. Upacara ini juga dimaksudkan agar Tuhan memberikan perlindungan di musim tanam mendatang. Sebagian besar penghasilan masyarakat berasal dari bumi, seperti padi, sayur, buah, umbi dan hasil kebun lainnya. Masyarakat agraris kuningan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi yang mereka terima setiap tahunnya secara rutin. Kebiasaan tersebutlah yang melahirkan sebuah tradisi yang mereka sebut sebagai Seren Taun. Istilah Seren Taun berasal dari kata dalam Bahasa Sunda seren yang artinya serah, seserahan, atau menyerahkan, dan taun yang berarti tahun. Jadi Seren Taun bermakna serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya. Dalam acara Seren Taun ini, keikutsertaan kepanitiaan berbagai macam agama di acara tersebut serta di adakannya acara doa bersama yang mewakili dari agama masing-masing serta penghayat ADS. Hal itu sebagai bentuk upaya untuk bisa tetap mempertahankan tradisi Sunda serta sebagai upaya memperat hubungan antar sesama umat beragama. Meskipun berbeda-beda agama, namun mereka yang mengikuti upacara Seren Taun tidak membawa identitas agama, namun bersatu dalam wadah multikulturalisme yang tergambar dalam Bhineka Tunggal Ika. Daftar Pustaka Buku Wirotomo, Paulus dkk. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 2012
Page 128 of 203 Jurnal http://repository.unpad.ac.id/7382/1/pikiranrakyat-20101126-simbolissere ntauncigugur.pdf, diakses pada tgl 4 Desember 2016, pkl 19.45 WIB http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewFile/5823/4491, diakses pada tgl 4 Desember 2016, pkl 21.00 WIB http://11036nurfazrina.blogspot.co.id/2012/06/sejarah-multikultural-multiku ltural.html. diakses 17 Desember 2016, jam 11:30 Indrawardana, ira. 2014. Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan, [pdf]. (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=272106&val=3919&title=Berketuhanan%20dalam%20Perspektif%20Kepercayaan%20Sunda%20Wiwitan, diakses pada tanggal 7 Desember 2016) www.jiwanusantara.com, diakses tanggal 21 Desember 2016 pukul 22.30 WIB Bab 8 Respon Warga Sekitar Terhadap Komunitas Agama Djawa Sunda (ADS) di Cigugur, Kuningan Dian Wahyono, Dwi Kostiana, Hayatul Ainiah, Petrick Pendahuluan Indonesia merupakan Negara dengan masyarakat yang majemuk.. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara dengan komposisi suku bangsa yang pluralis di dunia. Bangsa ini merupakan bangsa yang terdiri dari
Page 129 of 203 ratusan etnis, agama, budaya, dan adat istiadat, serta berbicara dalam ratusan bahasa daerah yang khas. Hal itu membuat orientasi kultur kedaerahan serta pandangan hidupnya pun beragam.130 Semua aspek sosiokultural yang beragam itu membuat Indonesia menjadi bangsa dengan tingkat keragaman tinggi yang tinggi. Keberagaman tersebut tak lepas dari aspek religiusitas masyarakat Indonesia mengenai bagaimana sikap kepercayaan mereka akan adanya tuhan. Indonesia pun memiliki berbagai suku dengan keunikannya masing-masing. Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat Pulau Jawa, Indonesia. Suku Sunda merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia. Di Indonesia sendiri banyak terdapat berbagai macam agama yang diakui dinataranya Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Namun sesungguhnya di Indonesia pun memiliki kepercayaan-kepercayaan lokal yang sudah ada sejak dahulu.Kepercayaan lokal muncul dan berkembang di lokalitas dengan latar belakang kehidupan, tradisi, adat istiadat dan kultur yang berbeda-beda. Sangat beralasan apabila rumusan sila pertama Pancasila berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Ini membuktikan secara jelas bahwa bangsa Indonesia pada hakikatnya percaya kepada Tuhan.131 Dalam hal ini masing-masing komunitas pemeluk agama dan kepercayaan mempunyai interpretasi dan pandangan teologis sendiri-sendiri sesuai ajaran agama dan kepercayaan mereka masing-masing. Keberadaan kepercayaan-kepercayaan lokal yang banyak dipeluk oleh suku-suku di Indonesia semakin menambah panorama pluralitas, keberagaman dan kemajemukan bangsa Indonesia. Fakta bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang pluralistik semakin dirasakan dengan banyaknya agama, kepercayaan, tradisi, seni dan kultur yang sudah lama hidup subur dan berkembang di tangah-tengah kehidupan bangsa Indonesia. Agama dan kepercayaan bagi bangsa Indonesia merupakan suatu hal yang sangat penting dan fundamental yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari sisi kehidupan mereka. Kemajemukan bangsa Indonesia bagai dua sisi mata pisau yang sangat berlainan, di satu sisi memang merupakan sumber potensi kekayaan budaya yang sangat berharga, namun di sisi yang lain kemajemukan itu juga dapat menjadi sumber potensi keresahan, ketegangan, perselisihan dan konflik sosial. Terkait hal ini, kemampuan dalam mengelola perbedaan dan keragaman merupakan kunci utamanya. Salah satu sistem keyakinan atau kepercayaan lokal yang perkembangannya penuh dengan dinamika, baik itu yang bersifat positif maupun negatif, adalah perkembangan Agama Djawa Sunda selanjutnya disebut dengan ADS. ADS merupakan sebuah sistem kepercayaan masyarakat sampai saat ini masih bertahan dengan berbagai dinamikanya. Komunitas ADS merupakan kepercayaan sejumlah masyarakat Sunda yang tersebar di daerah Jawa Barat, terutama yang ada pada daerah Kecamatan Cigugur, Kuningan ini. ADS yang ada di Cigugur bukanlah satu-satunya, namun juga tersebar pada masyarakat Baduy di Kabupaten Lebak, maupun di daerah Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Namun daerah Cigugur Kuningan karena merupakan tonggak awal perkembangan Agama Djawa Sunda ini. 130 Ahmad Syafii Mulid, Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal di Indonesia, Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan. 2012, hlm. 11 131 Selu Marghareta Kushendrawati, Komunitas Agama Djawa Sunda: Sebuah Fenomena Religiositas Masyarakat Di Kuningan Jawa Barat, 2010. Hlm.7
Page 130 of 203 Perkembangan ADS Tahun 1960-1980 Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, perubahan besar terjadi di Indonesia. Euforia kebebasan bangsa Indonesia telah menyebabkan munculnya perjuangan untuk menyebarkan berbagai ideologi di Indonesia. Euforia tersebut rupanya juga melanda kalangan aliran kepercayaan atau kebatinan. Skema 8. 1 Fase-Fase Perjuangan Sunda Wiwitan di Desa Cigugur Sumber: Pengamatan Lapangan (2016) Pada tahun 1960-an mulai terjadi konflik di Cigugur. Konflik Cigugur terjadi antara kaum muslim dan para pengikut ADS. Konflik ini sebetulnya adalah dampak dari ketegangan politik di tingkat nasional. Ketegangan politik di tingkat nasional telah memanaskan situasi di tingkat lokal. Konflik-konflik massa pendukung Partai Komunis Indonesia dengan kalangan Islam terjadi dibeberapa tempat di Indonesia. Apalagi Pemerintah Orde Lama kala itu ikut menekan keberadaan kaum pengikut ADS karena para pengikut dianggap tidak beragama dan hanya menjalankan ajaran-ajaran kebatinan. Akibat dari tekanan dari berbagai pihak yang terjadi pada masa Orde Lama, pada 19 September 1964 Tedjabuana yang sedang sakit parah menyatakan diri kepada Gereja Kristen Katolik Paroki Cirebon dimana ia dirawat bahwa ia berniat akan memeluk Kristen Katolik. Lalu pada 21 September 1964 Tedjabuana membuat surat resmi yang ia tanda tangani untuk itu. Beberapa pengikut Aliran Kepercayaan Madrais kemudian merespon cepat surat itu dengan menyatakan diri mengikuti Tedjabuana memeluk Agama Kristen Katolik. Akan tetapi, banyak yang tidak percaya dan kemudian menjenguk Tedjabuana di Pastoral Paroki Cirebon sekaligus menanyakan kebenaran berita itu. Saat dijenguk oleh para pengikut Agama Djawa Sunda itulah, Tedjabuana mengatakan bahwa ia teringat pesan ayahandanya yaitu untuk berteduh dibawah pohon cemara putih. Seperti yang dikatakan oleh Kang Ira: Pada tahun 1848 berdiri kepercayaan ADS di cigugur pada tahun 1960 warga ADS berbondongbondong pindah ke katolik pada tahun 1980 warga kembali kepada ADS, sunda wiwitan sampai saat ini ADS berjuang agar kepercayaan sunda wiwitan diakui oleh negara
Page 131 of 203 memang sejarahnya Tedjabuana mengingat pesan ayahnya yaitu Isuk jaga ning geto anjeun bakal ngiuhan di handapeun camara bodas anu bisa ngabeberes alam.132 Menurut Tedjabuana pesan Madrais itulah yang menyebabkan ia memilih memeluk agama Kristen Katolik. Akibatnya kemudian para pengikut ADS yang menjenguk itu spontan mengatakan akan memeluk agama Kristen Katolik. Tafsir akan bisiskan gaib itu sebenarnya berbeda-beda. Djatikusumah cucu Madrais menfasirkan kalimat itu sebagai berteduh sementara dibawah pohon cemara putih. Suatu saat jika badaai telah reda, kembali keluar dari cemara putih. Sementara, ada beberapa yang menfasirkan untuk berteduh selamanya di bawah pohon cemara putih.Tindakan Tedjabuana ini sebetulnya telah menyelamatkan sebagian besar pengikut ADS dari pembantaian pengikut Partai Komunis Indonesia. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak para pengikut kebatinan yang dianggap sebagai Komunis dan dihukum mati pada sekitar 1965-1967. Sejak itu sebagian besar pengikut ADS berpindah agama menjadi pemeluk Agama Kristen Katolik. Sebagian kecilnya memeluk agama Kristen Protestan dan agama Islam. Lahirnya Kembali ADS Tahun 1980 Setelah perpindahan penghayat menjadi pemeluk agama Katolik, kehidupan bermasyarakat berjalan dengan baik. Gereja Katolik di Cigugur melakukan inovasiinovasi dalam kegiatan keagamaannya. Seperti yang dikatakan oleh Pak Maulana: setelah berbondong-bondong masuk ke Katolik, pihak kami berusaha melayani dan memberikan yang terbaik untuk mereka. Agar mereka mengerti bahwa pilihan mereka adalah hal yang tepat.133 Gereja Katolik benar-benar menyambut kedatangan mantan penghayat dengan baik. Disamping melakukan pembinaan nilai-nilai dan cara hidup Katolik, pihak gereja juga mengadakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengadakan perbaikan kondisi pendidikan, kesehatan dan ekonomi umat yang mendapat sambutan baik tanpa ada persoalan yang berarti, baik yang datang dari pemerintah maupun masyarakat setempat. Namun demikian, setelah lebih kurang 16 tahun Gereja Katolik melakukan kegiatannya, tepatnya pada tahun 1981 Pangeran Djatikusumah yang adalah cucu Pangeran Madrais, mendirikan sebuah aliran kepercayaan baru yang diberi nama Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang yang disingkat PACKU. Secara politis berdirinya PACKU dimungkinkan oleh GBHN 1978, yang mengakui eksistensi aliran kepercayaan dalam wilayah hukum NKRI di samping lima agama yang telah lama diakui secara resmi oleh negara. Setelah PACKU berdiri, sekitar 2.000 orang Katolik eks ADS di seluruh daerah keuskupan Bandung mengajukan surat pernyataan mengundurkan diri dan keluar dari Katolik yang kemudian masuk menjadi anggota PACKU. Surat pernyataan tersebut ditandatangani atau diberi cap jempol oleh yang bersangkutan dan ditujukan kepada pastor di masing-masing paroki. Peristiwa masuknya sebagian umat Katolik eks ADS menjadi anggota PACKU dibarengi dengan terjadinya pertentangan, bukan saja pada tingkat perbedaan pendapat melainkan juga pertentangan sikap dan tindakan, di antara mereka yang masuk PACKU dan mereka 132 Hasil wawancara dengan Kang Ira pada tanggal 4 November 2016 pukul 18.20 133 Hasil wawancara dengan Pak Maulana pada tanggal 4 November 2016 pukul 14.20
Page 132 of 203 yang tetap tinggal menjadi Katolik. Pertentangan tersebut menemukan bentuknya yang tragis ketika hal tersebut terjadi di dalam konteks keluarga. Pikukuh Tilu Sebagai Pedoman Komunitas ADS Pikukuh Tilu merupakan pedoman yang digunakan oleh komunitas Agama Djawa Sunda dalam menjalankan kehidupan mereka. Pikukuh Tilu sendiri merupakan prase yang berasal dari bahasa Sunda. Dilihat dari segi bahasa, pikikih tilu terdiri dari dua kata. Pikukuh dan tilu. Pikukuh berasal dari kata kerja kukuh yang yang diberi awalan pi. Kukuh berarti pasti, tetap, teguh, dan konsisten. Sedangkan awalan pi mempunyai fungsi untuk membentuk kata kerja menjadi kata benda. Jadi pikukuh berarti. Satu hal yang harus selalu dipegang teguh karena sudah menjadi sebuah kepastian. Sedangkan tilu adalah tingkatan bilangan yang dalam bahasa indonesia berarti tiga. Gambar 8. 1 Pikukuh Tilu Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016) Secara sederhana Pikukuh Tilu bisa diartikan tiga ketentuan yang harus selalu dipegang dan dilakukan secara konsisten dalam kehidupan. Menurut pangeran Djati Kusumah, Pikukuh Tilu adalah sebuah ketentuan dan kenyataan yang sudah melekat pada diri manusia sejak manusia lahir. Oleh karenanya manusia dituntut untuk mengetahuai dan menyadarinya. Namun sebenarnya kitab ini tidak terlalu diketahui banyak oleh orang lain, seperti yang dikatakan oleh Pak Maulana: Kalo kita kan punya kitab ya, kalo mereka katanya sih punya. Namanya Pikukuh Tilu.134 134 Hasil wawancara dengan Pak Maulana pada tanggal 4 November 2016 pukul 14.35
Page 133 of 203 Penganut ADS tidak memiliki kitab suci “resmi” tertulis, tetapi mereka mempunyai kitab hayat, ayat titis tulis menjadi panduan kehidupannya penganut. Ada beberapa konsep kunci dalam ADS yang sangat membantu dalam memahami pikuku tilu. Di antara konsep tersebut adalah Tuhan, manusia, dan manusia sejati. Tuhan dalam keyakinan ADS ada di atas segala-galanya. Tuhan adalah maha esa, maha kuasa, maha adil maha pengasih, maha penyayang, maha murah, dan maha bijaksana. Tuhan tidak dapat dipisahkan dengan ciptaan-Nya terutama dengan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Penganut ADS menyebut Tuhan dengan Gusti Sikang Sawiji-Wiji. Wiji artinya inti, inti kelangsungan kehidupan di dunia. Tuhan ada dalam setiap entitas yang ada, keesaan Tuhan ada dalam setiap ciptaannya. Tuhan adalah penyebab keberadaan mansia di muka bumi. Pengnut ADS meyakini bahwa manusia dan Tuhan adalah manunggal. Manunggal artinya tidak ada keterpisahan antara Tuhan sebagai pencipta dan manusia sebagai ciptaan-Nya. Penganut ADS meyakini bahwa mansuia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Mereka meyakini bahwa Tuhan, manusia, dan alam pada hakikat manunggal. Manunggal dalam pengertian tunggalnya bukan satu dan pisahnya tidak menjadi dua. Tunggal bukan dalam artian nungelis, sendiri. Tetapi manunggal. Selalu ada keterkaitan dengan selain-Nya di jagat raya. Tuhan ada dalam setiap entitas Seren Taun Sebagai Upaya Pelestarian Adat Pada dasarnya Upacara Seren Tahun adalah upacara syukur panen padi yang dilaksanakan masyarakat Sunda khususnya di wilayah Desa Adat Sunda. Di Kuningan sendiri, upacara ini dilakukan oleh komunitas masyarakat di Desa Cigugur. Upacara Seren Taun di Desa Cigugur Kuningan dilaksanakan pada tanggal 22 Bulan Rayagung dan dipusatkan di Pendopo Paseban Tri Panca Tunggal tempat kediaman Pangeran Djatikusumah yang dibangun pada 1840. Bulan Rayagung adalah bulan terakhir dalam penanggalan kalender Sunda kuno. Dalam perayaan Seren Taun ini pun juga semua golongan hadir, dengan masingmasing berlatar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda hadir untuk bekerja sama mensukseskan acara ini. Mereka bersatu menyaksikan upacara tahunan ini dengan penuh hikmat. Namun, makna yang mereka dapat dari perayaan ini pun berbeda-beda dipengaruhi dengan pengalaman agama mereka masingmasing. Pada Seren Taun yaitu pelestarian budaya-budaya Sunda Wiwitan dilaksanakan dengan rangkaian penampilan kesenian dari pada pengisi acara, selain itu hasil interaksi antar manusia dengan alam yang telah memberikan banyak anugerah dengan tumbuhnya padi dengan subur dan bahan makanan lainnya. Serta wujud dari rasa syukur atas limpahan rezeki yang diperoleh. Hal ini sebagai menunjukan nilai kearifan lokal dari Sunda Wiwitan yaitu nilai kemanusiaan yang penuh dengan toleransi. Gambar 8. 2 Acara Seren Taun
Page 134 of 203 Sumber: googleimage.com Upacara Seren Taun sarat akan nilai-nilai sakral, budaya, kesenian dan pendidikan. Seren Taun merupakan salah satu warisan budaya masyarakat agraris Jawa Barat sebagai ungkapan rasa syukur pada Tuhan YME atas hasil panen dalam setahun. Upacara Seren Taun merupakan acara penyerahan hasil bumi berupa padi untuk disimpan ke dalam lumbung atau dalam bahasa Sunda disebut leuit. Seperti yang dikatakan oleh Pak Malki: iya disini masih ada upacara Seren Taun. Semua warga nyumbang hasil padi Padinya 22 kwintal, ga lebih ga kurang. Habis itu nanti dilakukan upacara, padinya nanti dibagikan pada yang kurang mampu.135 Padi yang ditumbuk pada puncak acara yaitu sebanyak 22 kwintal dengan pembagian 20 kwintal untuk ditumbuk dan dibagikan kembali kepada masyarakat dan 2 kwintal digunakan sebagai benih. Kegiatan ini pun dijadikan sebagai ajang mempererat tali silaturahmi sesame warga Cigugur. Yang menghadiri acara ini pun bukan hanya ADS, warga non ADS pun banyak yang menghadiri kegiatan ini. Respon Adaptif Warga Sekitar Terhadap Komunitas ADS Cigugur adalah sebuah Desa di lerang Gunung Ciremai, Cigugur terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada tahun 1848 di tempat ini berdiri sebuah aliran kepercayaan yang dikenal dengan ADS atau dikenal pula sebagai Madraisme mengambil nama pendirinya, Pangeran Madrais Alibasa Widjaja Ningrat, yang dipercaya sebagai keturunan Sultan Gebang Pangeran Alibasa I. ADS atau yang dikenal dengan Sunda Wiwitan ini adalah agama atau kepercayaan yang dianut oleh sebagian warga Cigugur, Sunda Wiwitan ini adalah budaya leluhur yang dilestarikan oleh warga asli Desa Cigugur maupun pendatang, Wiwitan sendiri memiliki arti leluhur jadi dapat diartikan bahwa Sunda Wiwitan yaitu leluhur Sunda. Secara umum di daerah kuningan ini banyak ditemukan benda-benda purbakala sehingga membuat daerah Kuningan ini disebut sebagai kampung tua, disebut sebagai kampung tua karena ditemukan situs purbakala Cipari berumur 2000-3000 sm di kampung Cipari yang letaknya bergandengan dengan Desa Cigugur dan juga ditandai dengan adanya peradaban karena adanya masyarakat, Cigugur juga 135 Hasil wawancara dengan Pak Malki pada tanggal 5 November 2016 pukul 13.00