The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by naidiperpus, 2022-06-17 03:40:52

Manajemen keuangan_DF2021223

DFIND_2021223

Keywords: manajemen,keuangan

MANAJEMEN KEUANGAN
Anggaran Transfer ke Daerah
pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara

Dody Dharma Hutabarat
Windasena Winarno
Rizky Diananto

MANAJEMEN KEUANGAN
Anggaran Transfer ke Daerah

pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara

Dody Dharma Hutabarat
Windasena Winarno
Rizky Diananto

Penerbit
Direktorat Sistem Perbendaharaan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Kementerian Keuangan

Manajemen Keuangan Anggaran Transfer ke Daerah pada Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara

Penulis
Dody Dharma Hutabarat
Windasena Winarno
Rizky Diananto

Perancang Sampul
Kholid Harisfauzi

Desainer logo SPAN
Roy Abdurrachman Pasha

Penerbit
Direktorat Sistem Perbendaharaan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan
Gedung Prijadi Praptosuhardjo III Lantai IV
Jalan Budi Utomo No. 6
Jakarta 10710
Email: [email protected]

Diterbitkan tahun 2021.
Hak cipta pada penulis.

Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi
NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional
(https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/deed.id). Dipersilakan
menggunakan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan menyebut sumbernya.
Dipersilakan untuk menggunakan, memperbanyak, menggandakan,
membagikan, dan menyebarkan buku ini dengan bentuk, format, dan cara apa
pun bukan untuk tujuan komersial. Dilarang menggunakan, memperbanyak,
menggandakan, membagikan, dan menyebarkan sebagian atau seluruh isi buku
ini untuk tujuan komersial.

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan

ISBN 978-623-97191-8-0 (cetak)
ISBN 978-623-97219-3-0 (pdf)

xlvi + 180 halaman; 16 x 23 cm

DAFTAR ISI

Daftar Isi iii

Daftar Gambar vii

Daftar Tabel x
Daftar Lampiran xi
Kata Pengantar xii

Sambutan Penerbit xiv
Naskah Akademis Pengembangan Proses Bisnis SPAN xviii

dan Marketplace Pemerintah

Ringkasan Eksekutif xxi

Bab I Pendahuluan 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan Penulisan 3

C. Ruang Lingkup 4

Bab II Pengelolaan Anggaran Transfer Ke Daerah 5

A. Kebijakan Pengelolaan Anggaran Transfer ke Daerah 5

B. Dasar Hukum 8
C. Jenis-Jenis Transfer ke Daerah 10
11
1. Dana Bagi Hasil

2. Dana Alokasi Umum 19

3. Dana Alokasi Khusus 21

4. Dana Otonomi Khusus 24
5. Dana Penyesuaian 27
D. Kebijakan Penganggaran dan Pengalokasian 27
1. Dana Bagi Hasil 27

2. Dana Alokasi Umum 42

iii

Bab III 3. Dana Alokasi Khusus 43
4. Dana Otonomi Khusus 44
5. Dana Penyesuaian 6144
E. Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah 44
1. Skema Sentralisasi 45
2. Skema Desentralisasi 49
F. Akuntansi dan Pelaporan 51
1. Sistem Akuntansi 52
2. Bagan Akun Standar 56
3. Jurnal Standar 56
4. Proses Bisnis 58
Analisis Terhadap Proses Bisnis Saat Ini 60
A. Aspek Pengalokasian Anggaran Transfer ke Daerah 60
1. Aplikasi Pendukung Proses Penerbitan DIPA 61
2. Tidak Terdapatnya Kode Lokasi
62
Daerah Penerima pada DIPA 63
3. Informasi Jenis Transfer Tidak Dapat 64
64
Diketahui Secara Cepat 65
B. Aspek Perikatan
C. Aspek Pembayaran 67
68
1. Sentralisasi Penyaluran 68
2. Desentralisasi Penyaluran 69
3. Penyaluran DBH atas Dasar Alokasi 70

Sementara/Perkiraan Alokasi
D. Aspek manajemen kas

1. Potensi Terjadinya Retur SP2D
2. Belum Optimalnya Perencanaan Kas
E. Aspek Akuntansi

iv

Bab IV Penyempurnaan Proses Bisnis 74
Bab V A. Kerangka Penyempurnaan 74

1. Penganggaran dan Pengalokasian 74
2. Manajemen Komitmen 78

3. Manajemen Pembayaran 79
4. Manajemen Kas 81
B. Proses Bisnis Masa Depan 86
1. Manajemen Supplier 88

2. Dana Bagi Hasil Pajak Bumi Bangunan 90

3. Dana Bagi Hasil PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 105

4. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau 115
5. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 126

6. Dana Alokasi Umum 137

7. Dana Alokasi Khusus 143

8. Dana Otonomi Khusus 149

9. Dana Penyesuaian 155
C. Akuntansi dan Pelaporan 160

1. Mekanisme Pelaporan Sistem Akuntansi

Transfer ke Daerah 160

2. Rekonsiliasi dan Penyusunan Laporan Keuangan 164

3. Laporan Keuangan 166

Strategi Implementasi 172

A. Manajemen Perubahan 173
B. Langkah-Langkah Implementasi 175
176
1. Pemantapan konsep

2. Peninjauan kembali landasan hukum 176
3. Penyiapan infrastruktur 177

v

Bab VI 4. Implementasi restrukturisasi 178
5. Evaluasi dan penyempurnaan 179
Penutup 180
xxiii
Daftar Pustaka

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Hubungan Keuangan Antara Pusat 7
dan Daerah
Gambar 14
2 Porsi Pembagian DBH yang Bersumber dari 17
Gambar Sumber Daya Alam 18
Gambar
Gambar 3 Porsi Pembagian DBH SDA Minyak Bumi 23
4 Porsi Pembagian DBH SDA Gas Bumi
Gambar 5 Proses Penentuan Daerah Tertentu Penerima 24
28
Gambar DAK 29
Gambar 6 Proses Penentuan Besaran Alokasi DAK per 29
Gambar 32
Gambar Daerah 34
Gambar 7 Proses Pengalokasian DBH PBB
8 Proses Pengalokasian DBH BPHTB 36
Gambar 9 Proses Pengalokasian DBH PPh
Gambar 10 Proses Pengalokasian DBH SDA Kehutanan 37
11 Proses Pengalokasian DBH SDA Pertambangan
Gambar 40
Umum
Gambar 12 Proses Pengalokasian DBH SDA Perikanan 41
13 Proses Pengalokasian DBH SDA Pertambangan
Gambar 45
Minyak Bumi vii
14 Proses Pengalokasian DBH SDA Pertambangan

Gas Bumi
15 Proses Pengalokasian DBH SDA Pertambangan

Panas Bumi
16 Proses Bisnis Penyaluran Anggaran Transfer

ke Daerah Secara Sentralisasi

Gambar 17 Proses Bisnis Penyaluran Anggaran Transfer 50
ke Daerah Secara Desentralisasi
Gambar 53
18 Kerangka Umum Sistem Akuntansi Pemerintah 59
Gambar Pusat 84
Gambar 85
Gambar 19 Proses Bisnis Akuntansi
Gambar 20 Ilustrasi Perencanaan Kas 89
21 Model Perencanaan Kas
Gambar 22 Proses Bisnis Manajemen Supplier pada 90
93
Gambar Anggaran Transfer ke Daerah
Gambar 23 Proses Bisnis Penganggaran dan Pengalokasian 95

Gambar DBH PBB 101
24 Proses Bisnis Revisi DIPA DBH PBB
Gambar 25 Proses Bisnis Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB 105
108
Gambar Bagian Pusat yang Dibagikan ke Daerah 110
Gambar 26 Proses Bisnis Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB
Gambar 115
Bagian Daerah 118
Gambar 27 Proses Bisnis Penganggaran dan Pengalokasian 121
Gambar
DBH PPh 126
Gambar 28 Proses Bisnis Revisi DIPA DBH PPh 129
29 Proses Bisnis Penyaluran DBH PPh
Gambar 30 Proses Bisnis Penganggaran dan Pengalokasian

DBH Cukai Hasil Tembakau
31 Proses Bisnis Revisi DIPA DBH CHT
32 Proses Bisnis Penyaluran DBH Cukai Hasil

Tembakau
33 Proses Bisnis Penganggaran dan Pengalokasian

DBH Sumber Daya Alam
34 Proses Bisnis Revisi DIPA DBH SDA

viii

Gambar 35 Proses Bisnis Penyaluran DBH Sumber Daya 132
Gambar Alam
Gambar 137
Gambar 36 Proses Bisnis Penganggaran dan Pengalokasian 139
Gambar Dana Alokasi Umum
Gambar 143
Gambar 37 Proses Bisnis Penyaluran Dana Alokasi Umum 145
Gambar 38 Proses Bisnis Penganggaran dan Pengalokasian
Gambar 149
Gambar Dana Alokasi Khusus
Gambar 39 Proses Bisnis Penyaluran Dana Alokasi Khusus 151
Gambar 40 Proses Bisnis Penganggaran dan Pengalokasian
Gambar 155
Dana Otonomi Khusus 157
41 Proses Bisnis Penyaluran Dana Otonomi 163

Khusus 167
42 Proses Bisnis Penganggaran dan Pengalokasian
168
Dana Penyesuaian
43 Proses Bisnis Penyaluran Dana Penyesuaian 175
44 Flowchart Pelaporan BA-BUN DJPK Dalam

Kerangka SPAN
45 Komponen Laporan Keuangan Pemerintah

Pusat (LKPP)
46 Komponen Laporan Keuangan Pemerintah

Pusat (LK BUN)
47 Langkah-Langkah Implementasi

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Porsi Pembagian DBH yang Bersumber dari 12
Tabel
Tabel Pajak

Tabel 2 Ilustrasi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran 78

Halaman II

3 Peranan Unit Terkait pada Implementasi

Penyempurnaan Manajemen Keuangan 174

Anggaran Transfer Ke Daerah
4 Jumlah Pejabat/Pegawai yang Perlu

Mendapatkan Akses Langsung ke Dalam SPAN 178

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Siklus Akuntansi Mulai Dari Appropriasi Hingga
Lampiran II Realisasi Anggaran Transfer Ke Daerah
Lampiran III Contoh Ilustrasi Format Laporan Sistem
Akuntansi Transfer Ke Daerah (SA-TD)
Jurnal Standar Anggaran Transfer Ke Daerah

xi

KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas
selesainya penyusunan buku yang berjudul Manajemen Keuangan

Anggaran Transfer ke Daerah pada Sistem Perbendaharaan dan

Anggaran Negara. Atas izin-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan

naskah ini dengan lancar.

Buku ini disusun sebagai masukan dalam melakukan

transformasi proses bisnis pengelolaan Anggaran Transfer ke Daerah

sebagai bagian dari pengembangan Sistem Perbendaharaan dan

Anggaran Negara (SPAN). Integrasi proses bisnis dan informasi

pengelolaan Anggaran Transfer ke Daerah ke dalam SPAN diharapkan
dapat meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara dan

pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan yang terkait.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah dalam ini yang dapat
membantu kami menyelesaikan buku tidak

kami sebutkan satu per satu. Secara khusus, terima kasih kami ucapkan

kepada Bapak Paruli Lubis (Direktur Transformasi Perbendaharaan)

dan Bapak Sudarto (Kasubdit TPBE) yang telah memberikan
kepercayaan dan independensi kepada kami untuk menulis buku ini.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada tim DJPK (Rukijo,

Dudi Hermawan, Adam Mansyur, Waliaji, dan Neli) yang telah memberi

kesempatan kepada kami untuk mempresentasikan konsep dan teknis
pelaksanaan proses bisnis Anggaran Transfer ke Daerah pada SPAN

serta memberikan masukan konstruktif. Tak lupa kami juga

mengucapkan apresiasi kepada rekan-rekan tim proses bisnis SPAN

(Bungkus Sasongko, Adi Setiawan, Rahadian Setyo Noegroho, Hemidon,

xii

Ingelia Puspita, dan Slamet Mulyono) yang telah menjadi teman berpikir
dan menghasilkan diskusi yang bermutu.

Akhir kata, semoga buku ini dapat menjadi kontribusi kami
untuk transformasi manajemen keuangan negara di Indonesia.

Tim Penulis

xiii

SAMBUTAN PENERBIT

Salah satu faktor penting untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa adalah ketersediaan buku-buku bermutu yang dapat dijangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat. Buku bukan hanya sebagai jendela
dunia, tapi juga menjadi jendela bagi masa lalu dan masa depan. Dengan
membaca buku, peradaban Indonesia akan semakin maju.

Dari berbagai genre buku yang tersedia di pasar, buku-buku
tentang perbendaharaan negara, hukum keuangan negara, manajemen
keuangan publik, reformasi keuangan negara, dan tema-tema sejenis
dalam konteks Indonesia relatif terbatas. Padahal kebutuhan
masyarakat sangat tinggi. Begitu juga diskursus kebijakan publik sering
terkait dengan topik-topik tersebut. Dengan mengambil peran strategis
sebagai penerbit, Direktorat Sistem Perbendaharaan akan mengisi
kebutuhan ini dan bertindak menjadi pelopor dan pembuka jalan.

Sebagai penerbit, Direktorat Sistem Perbendaharaan akan
menerbitkan buku-buku berkualitas dengan berbagai tema yang terkait
dengan perbendaharaan, keuangan negara, dan kebijakan publik. Selain
didistribusikan pada sejumlah perpustakaan dan perguruan tinggi di
Indonesia, buku-buku tersebut akan tersedia pada berbagai platform
dan repositori yang dapat diakses secara gratis. Harapannya upaya ini
membawa pencerahan bagi akademisi, peneliti, praktisi, dan masyarakat
umum.

Untuk inisiatif pertama, buku-buku yang diterbitkan adalah
sejumlah naskah akademis yang digunakan sebagai dasar
pengembangan proses bisnis Sistem Perbendaharaan dan Anggaran
Negara (SPAN) dan marketplace pemerintah. Ada sejumlah

xiv

pertimbangan signifikansi, relevansi, dan urgensi untuk menerbitkan
naskah-naskah tersebut.

Pertama, SPAN merupakan salah satu tonggak sejarah penting
dalam reformasi keuangan negara setelah pengesahan paket undang
undang di bidang keuangan negara. Perlu dilakukan upaya rekonstruksi
sejarah pengembangan proses bisnis SPAN yang terjadi dalam periode
yang singkat pada tahun 2009-2010. Periode ini cukup kritis mengingat
sudah lewat 10 tahun yang jika tidak segera dikumpulkan, maka naskah
naskah tersebut dikhawatirkan akan hilang atau rusak. Salah satu
penulis utamanya juga telah meninggal dunia yang jika tidak segera
dicari hasil karyanya, maka dikhawatirkan akan hilang untuk selamanya.

Kedua, SPAN merupakan transformasi sukses terbesar yang
pernah dilakukan Kementerian Keuangan yang tidak hanya berdampak
pada perubahan proses bisnis dan struktur organisasi di Direktorat
Jenderal Perbendaharaan (DJPb), tetapi juga pada sejumlah pihak
seperti Bank Indonesia, bank umum, unit eselon I lainnya di
Kementerian Keuangan, kementerian/lembaga, dan masyarakat umum.
SPAN sendiri telah menjadi standar pengembangan sistem informasi di
DJPb dan Kementerian Keuangan, serta telah mendapatkan pengakuan
internasional dan menjadi rujukan bagi sejumlah negara. Pesan moral
dari perjalanan SPAN ini adalah dibutuhkan kemampuan literasi yang
baik untuk menghasilkan reformasi fundamental dalam pengelolaan
keuangan negara. Sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal
Perbendaharaan pada Pengantar Literasi Perbendaharaan tahun 2020,
“seluruh pencapaian ini tentu tidak dapat diraih jika orang-orang di balik
SPAN tidak memiliki kemampuan literasi yang sangat baik”.

Ketiga, referensi akademis, empiris, dan pragmatis tentang
pengembangan sistem berskala besar dalam konteks Indonesia relatif

xv

sedikit. Naskah akademis SPAN tentu dapat menjadi salah satu referensi
bagi inisiatif penyempurnaan proses bisnis dan pengembangan sistem
berskala besar, tidak saja di Indonesia, tetapi juga bagi negara-negara
lain. Studi banding yang dilakukan oleh sejumlah negara ke DJPb
menunjukkan pentingnya publikasi naskah akademis tersebut.

Keempat, desain proses bisnis SPAN merupakan langkah maju
di zamannya. Selain revolusioner, desain proses bisnis tersebut
meletakkan fondasi bagi modernisasi manajemen keuangan negara.
Sebagai contoh, interkoneksi SPAN dan perbankan yang menggantikan
mekanisme manual penyampaian dokumen Surat Perintah Transfer ke
Bank Indonesia dan Surat Perintah Pencairan Dana ke Bank Operasional
dengan teknologi digital telah berhasil meningkatkan efisiensi,
efektivitas, akurasi, dan akselerasi sistem pembayaran pemerintah.

Dan, kelima, saat ini DJPb sedang mengembangkan sistem
pembayaran pemerintah pada platform marketplace. Namun demikian,
literatur manajemen keuangan publik belum menjelaskan teori
marketplace dalam konteks Indonesia dan kaitannya dengan sistem
pembayaran pemerintah. Naskah akademis yang diterbitkan akan
mengisi kekosongan literatur tersebut sekaligus menjelaskan strategi
pengembangan dan operasionalisasinya.

Atas dasar kelima pertimbangan tersebut, tim Subdirektorat
Penelitian dan Pengembangan, dan Kerjasama Kelembagaan pada
Direktorat Sistem Perbendaharaan telah melakukan upaya
pengumpulan naskah akademis SPAN dan marketplace pemerintah, dan
berhasil mengumpulkan 32 naskah dengan total sekitar 4.200 halaman.
Untuk menjaga orisinalitas gagasan, tulisan yang diterbitkan adalah
sesuai aslinya tanpa mengubah isi.

xvi

Buku yang berjudul Manajemen Keuangan Anggaran
Transfer ke Daerah pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran
Negara ini merupakan salah satu dari naskah akademis yang diterbitkan
tersebut. Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada Dody
Dharma Hutabarat, Windasena Winarno, dan Rizky Diananto, tidak
hanya atas peranannya pada upaya modernisasi manajemen keuangan
publik di Indonesia, tapi juga atas kontribusinya bagi kemajuan ilmu
pengetahuan di Indonesia. Kami juga berterima kasih pada seluruh
pihak yang telah membantu penerbitan buku ini.

Tidak ada gading yang tak retak. Kami menyadari bahwa upaya
ini masih memiliki kekurangan. Kami menantikan masukan dan saran
untuk penyempurnaan inisiatif penerbitan berikutnya. Semoga Allah
SWT senantiasa memberi rahmat pada setiap langkah kebaikan yang
kita lakukan.

Jakarta, April 2021

xvii

NASKAH AKADEMIS
PENGEMBANGAN PROSES BISNIS SPAN

DAN MARKETPLACE PEMERINTAH

No. Judul Buku Penulis
1. Manajemen Pelaksanaan Bungkus Sasongko
Purnomo
Anggaran Adi Setiawan, Pramudia
2. ASMinasgntgaeajmrePamenerNnbeeKgnoadmraaihtamreananpdaadna Mulyono Muslim

3. MPNeargnbaaerjnaedmaehnarSauappnldiearnpAandgagaSirsatnem Adi Setiawan, Pramudia
Mulyono Muslim

4. ASMinasgntgaeajmrePamenerNnbeePgneadmrabahaayraaraanndpaanda Rahadian Setyo

Noegroho, Dicky Zahkria
Iman, Rianto Hadi

5. Jatmiko
ApMnagdngaaajSreiasmnteeNnmePgPeaenreabreinmdaaahnarNaeagnardaan Hemidon, Isti’anah,

Sutarman

6. pPaednaggSuinsataemn PKeordbeeLnodkaahsairBaaPnS dan Hemidon

Anggaran Negara Hemidon
7. PBleuneeprrinmtaaPnroNseegsaBriasnGiesnMeroadsuilII

(MPN G2)

8. Kartu Kredit Pemerintah: Dody Dharma Hutabarat,

PTreamnesrfionrtmaahsi Sistem Pembayaran Windasena Winarno,

Rizky Diananto

9. MPNeargnbaaerjnaedmaehnarKaaasnpdaadnaASnigsgteamran Windasena Winarno,

Dody Dharma Hutabarat,

Rizky Diananto

10. Restrukturisasi Rekening Dody Dharma Hutabarat,
Bendahara Pemerintah Windasena Winarno,

11. KMearnjaajLeumaernNKegeeuraingan Satuan Rizky Diananto
Dody Dharma Hutabarat,

Windasena Winarno,

Rizky Diananto

12. PSAeinnsgctgaeaimrrPaaennrNDbeaegnadaraaPheamrearainndtahn pada Dody Dharma Hutabarat,

Windasena Winarno,

Rizky Diananto

xviii

No. Judul Buku Penulis
13. Tanda Tangan Elektronik untuk Dody Dharma Hutabarat,
Windasena Winarno
Transaksi Keuangan Negara Ingelia Puspita, Rudy
14. Buku Besar dan Bagan Akun Iskandar, I Putu Danny
Hadi Kusuma
Standar pada Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Ingelia Puspita, Rudy
Negara Iskandar

15. Sistem Akuntansi Pemerintah Ingelia Puspita, Rudy
pada Sistem Perbendaharaan dan Iskandar, I Putu Danny
Anggaran Negara Hadi Kusuma
Slamet Mulyono, Haris
16. Kerangka Bagan Akun Standar Roseno, Parji
pada Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara Slamet Mulyono, Haris
Roseno, Parji
17. Manajemen Pelaporan pada
Sistem Perbendaharaan dan Slamet Mulyono, Haris
Anggaran Negara Roseno, Parji

18. Reformulasi Proses Rekonsiliasi Slamet Mulyono, Haris
Laporan Keuangan Pemerintah Roseno, Parji
Pusat Slamet Mulyono, Haris
Roseno, Parji
19. Integrasi Pelaporan Keuangan Adi Setiawan, Pramudia
dengan Pelaporan Kinerja pada Mulyono Muslim
Pemerintah Pusat
Adi Setiawan, Pramudia
20. Pelaporan Keuangan Bendahara Mulyono Muslim
Umum Negara
Adi Setiawan, Pramudia
21. Harmonisasi Pelaporan Berbasis Mulyono Muslim
Government Finance Statistics
Adi Setiawan, Pramudia
22. Manajemen DIPA: Integrasi dan Mulyono Muslim

Interkoneksi Proses Bisnis Adi Setiawan, Pramudia
dengan Satker Mulyono Muslim
23. Manajemen Komitmen: Integrasi
dan Interkoneksi Proses Bisnis xix
dengan Satker
24. Manajemen Pembayaran:
Integrasi dan Interkoneksi Proses
Bisnis dengan Satker
25. Integrasi Pelaporan Unit
Akuntansi Kuasa Pengguna
Anggaran dan Laporan

Pertanggungjawaban Bendahara
26. Manajemen Uang Persediaan:

Integrasi Aktivitas Pembukuan
dan Pelaporan di Satuan Kerja

No. Judul Buku Penulis
27. Manajemen Kas: Integrasi dan Adi Setiawan, Pramudia
Mulyono Muslim
Interkoneksi Proses Bisnis

dengan Satker

28. Akuntansi dan Pelaporan: Adi Setiawan, Pramudia

Integrasi dan Interkoneksi Proses Mulyono Muslim

Bisnis dengan Satker

29. Interkoneksi Proses Bisnis Adi Setiawan, Pramudia
Perbendaharaan pada Bendahara Mulyono Muslim

Umum Negara dengan Satuan
Kerja selaku Kuasa Pengguna

Anggaran Dody Dharma Hutabarat,
30. Manajemen Keuangan Anggaran Windasena Winarno,
Rizky Diananto
Transfer ke Daerah pada Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran
Negara

31. Kebijakan Sistem Pengeluaran Dody Dharma Hutabarat
Kas Negara pada Sistem

Perbendaharaan dan Anggaran
Negara

32. Marketplace Pemerintah: Dody Dharma Hutabarat

Kerangka Teori dan Operasional

Pengembangan dan Implementasi

Marketplace Pemerintah di

Indonesia

Seluruh naskah di atas dapat diakses secara gratis pada:
https://bit.ly/SPAN-Marketplace

xx

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pembangunan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
(SPAN) – yang akan menjadi sistem manajemen keuangan dalam
pengelolaan APBN di tahun 2012 – akan membawa implikasi pada
perubahan proses bisnis pengelolaan anggaran. Meski desain utama
pembangunan SPAN berada pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan
(DJPBN) dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), perubahan yang
diusung akan berpengaruh pada proses bisnis di Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan (DJPK) selaku Kuasa Pengguna Anggaran
Transfer ke Daerah. Hal tersebut adalah suatu yang wajar mengingat
bahwa nantinya seluruh mekanisme penganggaran dan penyaluran
APBN akan melalui sistem dan prosedur yang terdapat pada SPAN.

Di dalam kajian ini, poin-poin penting terkait perubahan
proses bisnis pengelolaan Transfer ke Daerah adalah (i) pemberian
akses langsung ke dalam SPAN secara real time dan online bagi
pejabat/petugas pengelola anggaran Transfer ke Daerah pada DJPK, (ii)
penggunaan kode satker dengan kode lokasi provinsi/kabupaten/kota
penerima dana sehingga halaman II DIPA sudah terperinci per
propinsi/kabupaten/kota, (iii) kode lokasi sebagaimana disebut pada
butir (ii) adalah mengacu pada kode daerah yang digunakan oleh Badan
Pusat Statistik, (iv) reklasifikasi akun untuk tiap jenis anggaran
Transfer ke Daerah dari satu akun menjadi beberapa akun dan (v)
penyaluran dana bagi hasil didasarkan atas realisasi penerimaan.

Kajian ini dibatasi pada cakupan pengelolaan transfer ke
daerah yang saat ini menjadi tugas DJPK. Namun demikian, sebagai
bagian dari Bagian Anggaran 999, anggaran Transfer ke Daerah

xxi

mengambil porsi yang signifikan terhadap anggaran belanja negara.
Dengan demikian, integrasi proses bisnis dan informasi pengelolaan
Anggaran Transfer ke Daerah ke dalam SPAN diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara dan pelayanan
kepada seluruh pemangku kepentingan yang terkait. Keberhasilan
pembangunan interkoneksi proses bisnis antara DJPK selaku satker
dan SPAN, ke depannya, akan menjadi cikal bakal integrasi pengelolaan
keuangan negara secara nasional.

xxii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perjalanan reformasi politik di Indonesia membawa implikasi tidak
saja dalam hubungan antara masyarakat dan pemerintah namun
juga hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Hal ini ditandai dengan berlakunya Paket UU Bidang Pemerintahan
Daerah, yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang menggantikan
Paket Undang-Undang yang lama. Pergantian tersebut didasari
dengan pertimbangan bahwa Paket Undang-Undang yang lama
dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,
ketatanegaraan serta tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah.

Perubahan konstelasi politik tersebut memberikan hak otonomi
kepada daerah berupa wewenang yang seluas-luasnya dalam
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat. Hal ini diwujudkan dalam
penyerahan sebagian besar unit vertikal kementerian/lembaga di
daerah kepada pemerintah daerah kecuali urusan politik luar
negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional
serta agama.

1

Pemberian wewenang tersebut turut serta membawa perubahan
dalam hubungan dan perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, di mana pemerintah daerah
diberikan kewenangan yang lebih luas dalam pencarian,
pengelolaan termasuk dalam pengalokasian anggaran negara
sebagai bentuk pembagian tugas antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.

Pemberian kewenangan yang lebih besar tersebut membawa
konsekuensi semakin besarnya porsi pemerintah daerah terhadap
alokasi anggaran negara. Jika sebelumnya pemerintah daerah
relatif mendapatkan porsi yang relatif kecil terhadap APBN, pasca
otonomi daerah, pemerintah daerah mendapatkan alokasi transfer
dana yang cukup signifikan dari pemerintah pusat. Sebagai contoh,
pada APBN TA 2010 pemerintah bersama DPR mengalokasikan
tidak kurang dari Rp. 322 triliun untuk Anggaran Transfer ke
Daerah. Jumlah tersebut setara dengan 31% dari total belanja
negara sebesar Rp. 1.047,7 triliun di tahun yang sama. Anggaran
Transfer ke Daerah merupakan nilai kedua terbesar dalam
komposisi belanja APBN 2010 setelah belanja pemerintah pusat
bagian kementerian/lembaga yang senilai Rp. 340 triliun.

Ditinjau dari tingkat kompleksitas penyaluran, proses
penganggaran dan pertanggungjawaban, Anggaran Transfer ke
Daerah lebih sederhana dibandingkan dengan anggaran belanja
pemerintah pusat bagian kementerian/lembaga. Meski tingkat
kompleksitas Anggaran Transfer ke Daerah lebih sederhana
dibandingkan dengan anggaran belanja pemerintah pusat bagian

2

kementerian/lembaga ditinjau dari proses penganggaran, prosedur
penyaluran dan mekanisme pertanggungjawaban, namun dari sisi
nilai dana, anggaran transfer memiliki implikasi yang cukup
signifikan terhadap APBN. Dengan demikian, penyempurnaan pada
tata kelola Anggaran Transfer ke Daerah akan menyumbang
perbaikan pada tata kelola anggaran negara secara substansial.

Sementara itu, melalui pembangunan Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara (SPAN), Kementerian Keuangan berupaya untuk
mengintegrasikan dan mengotomatisasi sistem manajemen
keuangan yang ada pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan
Direktorat Jenderal Anggaran ke dalam satu database tunggal
dengan kebijakan single entry untuk setiap perekaman data. Meski
pembangunan SPAN lebih difokuskan pada interkoneksi dua unit
eselon I tersebut dengan seluruh satker pada
kementerian/lembaga, namun keikutsertaan Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan (DJPK) sebagai satker/Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) Transfer ke Daerah dalam pembangunan SPAN
akan menjadi kontribusi yang sangat berharga.

B. Tujuan Penulisan

Kajian ini disusun dengan beberapa tujuan, yakni:
1. Menjadi masukan kepada pimpinan pada DJPK dan Ditjen

Perbendaharaan dalam penetapan proses bisnis yang terkait
dengan Anggaran Transfer ke Daerah
2. Sebagai bahan penyempurnaan proses bisnis pengelolaan
Anggaran Transfer ke Daerah

3

3. Menjadi masukan bagi implementasi Sistem Perbendaharaan
dan Anggaran Negara

4. Memperkuat fungsi treasury pada Ditjen Perbendaharaan.
5. Mendukung pembangunan interkoneksi antara DJPK selaku

satker/KPA Anggaran Transfer ke Daerah dan SPAN yang
sedang dibangun.
C. Ruang Lingkup
Pembahasan pada modul ini difokuskan pada analisis dan
penyempurnaan proses bisnis pada DJPK selaku satker dan Kuasa
Pengguna Anggaran Transfer ke Daerah dan interkoneksinya
dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara. Meskipun
demikian, dalam beberapa bagian kajian ini akan disinggung hal
hal yang terkait dengan kebijakan tentang pengalokasian Anggaran
Transfer ke Daerah untuk mendapatkan pemahaman yang
komprehensif.

4

BAB II
PENGELOLAAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH

A. Kebijakan Pengelolaan Anggaran Transfer ke Daerah

Pengesahan Paket Undang-Undang bidang Pemerintahan Daerah
telah memberikan wewenang otonomi daerah yang seluas-luasnya
kepada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Pemberian wewenang
dan tanggung jawab yang semakin besar kepada daerah membawa
implikasi semakin besarnya pendanaan yang harus disediakan
untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut.
Konsekuensinya pembagian wewenang tersebut berdampak pada
distribusi keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan
daerah. Distribusi keuangan tersebut didasari atas prinsip money
follow function di mana distribusi keuangan tergantung pada
distribusi wewenang, tugas dan tanggung jawab. Semakin besar
wewenang, tugas dan tanggung jawab yang diemban, maka
semakin besar pula distribusi keuangan yang diperoleh.

Paket UU tersebut telah meletakkan kaidah-kaidah yang jelas
kebijakan pengelolaan anggaran transfer dari pemerintah pusat ke
pemerintahan daerah dalam bentuk perimbangan keuangan antara
Pemerintah dan pemerintahan daerah. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mendefinisikan
“Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan
daerah” sebagai suatu sistem pembagian keuangan yang adil,

5

proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab
dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan
mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta
besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas
pembantuan.

Di dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dinyatakan
bahwa Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan
Pemerintahan Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara
sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah. Selanjutnya, pemberian sumber keuangan
Negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah
kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan
keseimbangan fiskal. UU tersebut juga menyatakan bahwa
perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan
Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka
pendanaan penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi,
dan Tugas Pembantuan. Dengan mengacu pada prinsip-prinsip
kebijakan perimbangan keuangan tersebut, dapat digambarkan
kerangka hubungan keuangan antara pusat dan daerah (gambar 1).

6

Gamb
Kerangka Hubungan Keuang

Sumber: Direktorat Jenderal Pe

bar 1
gan Antara Pusat dan Daerah

erimbangan Keuangan (2010)

7

Dengan demikian, pengaturan hubungan keuangan pusat dan
daerah didasarkan atas empat prinsip, yakni:
1. Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan

oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah
dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Urusan
yang merupakan tugas pemerintah pusat di daerah tersebut
dibiayai dari dana APBN
2. Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan
oleh Pemerintah kepada daerah. Urusan yang merupakan tugas
pemerintah daerah sendiri tersebut dibiayai dari dana APBD.
3. Tugas pembantuan, yaitu penugasan dari Pemerintah kepada
daerah dan/atau desa dari pemerintah propinsi kepada
kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas
tertentu. Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat
dibiayai dari APBN sedangkan urusan yang merupakan tugas
pemerintah daerah dibiayai dari APBD bersangkutan.

B. Dasar Hukum

Dasar hukum yang menjadi landasan dalam pengelolaan Anggaran
Transfer ke Daerah adalah:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah
2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah

8

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara

5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara

6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Dekonsentrasi dan Tuga Pembantuan

7. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000 tentang
Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah

8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan

9. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang
Pinjaman Daerah

10. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan

11. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Uang Negara/Daerah

12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005
tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;

13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.02/2006 tentang
Tatacara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah;

14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2006
tentang Penetapan Rekening Kas Umum Negara;

15. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang
Bagan Akun Standar;

9

16. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007
tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat;

17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.07/2008
tentang Tata Cara Pelaksanaan Sanksi Pemotongan Dana
Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil dalam Kaitannya
dengan Pinjaman Daerah dari Pemerintah Pusat;

18. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2008
tentang Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari
Penerusan Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan
Rekening Pembangunan Daerah pada Pemerintah Daerah;

19. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.05/2009
tentang Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah;

20. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.07/2010
Tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran
Transfer ke Daerah.

C. Jenis-jenis Transfer ke Daerah

Dilihat dari komposisi APBN, Anggaran Transfer ke Daerah
meliputi pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi fiskal berupa Dana Perimbangan serta Dana Otonomi
Khusus dan Penyesuaian.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah, Dana Perimbangan terdiri atas (i) Dana Bagi
Hasil, (ii) Dana Alokasi Umum dan (iii) Dana Alokasi Khusus.

10

Selanjutnya, Dana Bagi Hasil (DBH) terbagi atas tiga sumber yakni
DBH Pajak, DBH Sumber Daya Alam dan DBH Cukai.

1. Dana Bagi Hasil

a. DBH yang Bersumber dari Perpajakan

DBH yang bersumber dari pajak terdiri atas:
1) DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
2) DBH Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);

dan
3) DBH Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib

Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
4) DBH Cukai

Untuk pertama kali, DBH Cukai dialokasikan dalam APBN 2010.
Pengalokasian DBH Cukai tersebut merupakan pelaksanaan dari
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-VI/2008 tentang
Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang
Cukai terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

Porsi DBH untuk masing-masing penerima diatur secara rinci di
dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 sebagaimana
disajikan pada tabel 1.

11

Tabel 1
Porsi Pembagian DBH yang Bersumber dari Pajak

Proporsi

Porsi Porsi Kab/Kota Upah

No. Jenis Prop. Kab/Kota
dalaLamin
pusat daerah

Penghasil Pungut

Prop.

4132. PBB 10% 90% 16,2% 64,8% 9%

BPHTB 20% 80% 16% 64%

PPh 80% 20% 8% 12%

Cukai 98% 2% 0,6% 0,8% 0,6%

Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2010)

Keterangan tabel 1:
➢ Pembagian DBH PBB porsi pusat yang sebesar 10% dibagi lagi

ke daerah dengan rincian:
- 6,5% untuk dibagi secara merata ke seluruh kab/kota.
- 3,5% untuk dibagi kepada kab/kota yang realisasi

penerimaan PBB sektor perdesaan dan perkotaan pada
tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui target
yang ditetapkan.
➢ Pembagian DBH BPHTB porsi pusat yang sebesar 20% dibagi
lagi ke daerah secara merata.
➢ Pembagian DBH PPh untuk kab/kota yang sebesar 12% dibagi
dengan rincian:

- 8,4% untuk kab/kota tempat Wajib Pajak terdaftar
- 3,6% untuk seluruh kab/kota dalam propinsi

bersangkutan dengan bagian yang sama besar.

12

b. DBH yang Bersumber dari Sumber Daya Alam
DBH yang bersumber dari sumber daya alam terdiri atas:
1) DBH Kehutanan;
2) DBH Pertambangan Umum;
3) DBH Perikanan;
4) DBH Pertambangan Minyak Bumi;
5) DBH Pertambangan Gas Bumi; dan
6) DBH Pertambangan Panas bumi.
Porsi pembagian DBH sumber daya alam disajikan pada gambar 2
berikut.

13

Gambar 2
Porsi Pembagian DBH yang Bersumber dari Sumber Daya Alam

Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2010)
Keterangan gambar 2:
➢ DBH SDA Kehutanan

DBH SDA Kehutanan berasal dari tiga jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kehutanan yang terdiri atas
Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber
Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi.
➢ DBH SDA Pertambangan Umum
DBH SDA Pertambangan Umum terdiri atas iuran eksplorasi
dan eksploitasi (royalty) dan iuran tetap (landrent). Cara
14

menghitung iuran eksplorasi dan eksploitasi = jumlah produksi
yang terjual x persentase tarif (%) x harga jual (US$). Besarnya
tarif berbeda-beda tergantung pada jenis dan kualitas bahan
galian. Cara menghitung iuran tetap = luas wilayah (Ha) x tarif
(Rp atau US$). Bagian daerah dari iuran tetap yang sebesar
80% dibagi lagi sebagai berikut 16% untuk propinsi, 32%
untuk kab/kota penghasil dan 32% untuk kab/kota lain dalam
propinsi bersangkutan.

➢ DBH SDA Perikanan
DBH SDA Perikanan berasal dari Pungutan Pengusahaan
Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP). Cara
menghitung PPP = tarif (US$) x ukuran kapal (DWT) jumlah
produksi yang terjual x persentase tarif (%) x harga jual (US$).
Cara menghitung PHP = hasil produksi (ton) x tarif (%). Bagian
daerah dari iuran tetap yang sebesar 80% dibagi lagi sebagai
berikut 16% untuk propinsi, 32% untuk kab/kota penghasil
dan 32% untuk kab/kota lain dalam propinsi bersangkutan.

➢ DBH SDA Pertambangan Minyak Bumi
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan dimaksud
diperlukan kegiatan-kegiatan yang meliputi penyusunan
rencana (perkiraan) dan realisasi di bidang Dana Bagi Hasil
Sumber Daya Alam (DBH SDA) Migas dari hasil kegiatan KKKS.
Terkait dengan perhitungan DBH SDA Migas per
propinsi/kabupaten/kota, DJPK selanjutnya menghitung
perkiraan alokasi maupun realisasi DBH SDA Migas sebagai

15

dasar penyaluran DBH SDA Migas per
propinsi/kabupaten/kota.

Porsi pembagian DBH SDA minyak bumi berdasarkan Undang
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
yang ditindaklanjuti dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55
Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan adalah sebagai
berikut:
- DBH SDA Minyak Bumi sebesar 15,5% berasal dari

penerimaan negara SDA pertambangan minyak bumi dari
wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah
dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. DBH
tersebut dibagi dengan rincian sebagai berikut:
• 3,1% dibagikan untuk propinsi yang bersangkutan;
• 6,2% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan
• 6,2% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota lainnya

dalam propinsi yang bersangkutan.
- DBH SDA Minyak Bumi sebesar 15,5% berasal dari

penerimaan negara SDA pertambangan minyak bumi dari
wilayah propinsi yang bersangkutan setelah dikurangi
komponen pajak dan pungutan lainnya. DBH tersebut
dibagi dengan rincian sebagai berikut :
• 5,17% dibagikan untuk propinsi yang bersangkutan;

dan
• 10,33% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota

lainnya dalam propinsi yang bersangkutan.

16

Berdasarkan formula perhitungan di atas, maka diperoleh
porsi pembagian DBH SDA minyak bumi sebagaimana
disajikan pada gambar 3.

Gambar 3
Porsi Pembagian DBH SDA Minyak Bumi

Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2010)

➢ DBH SDA Pertambangan Gas Bumi porsi
Berdasarkan perundang-undangan yang sama,
pembagian DBH SDA gas bumi adalah sebagai berikut:

- DBH SDA Gas Bumi sebesar 30,5% berasal dari
penerimaan negara SDA pertambangan Gas Bumi dari
wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah
dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya. DBH

tersebut dibagi dengan rincian sebagai berikut :

• 6,1% dibagikan untuk propinsi yang bersangkutan;
• 12,2% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil;

dan

17

• 12,2% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota
lainnya dalam propinsi yang bersangkutan

- DBH SDA Gas Bumi sebesar 30,5% berasal dari
penerimaan negara SDA pertambangan Gas Bumi dari
wilayah propinsi yang bersangkutan setelah dikurangi
komponen pajak dan pungutan lainnya. DBH tersebut
dibagi dengan rincian sebagai berikut :
• 10,17% dibagikan untuk propinsi yang bersangkutan;
dan
• 20,33% dibagikan untuk seluruh kabupaten/kota
lainnya dalam propinsi yang bersangkutan.

Berdasarkan formula perhitungan di atas, maka diperoleh
porsi pembagian DBH SDA minyak bumi sebagaimana
disajikan pada gambar 4.

Gambar 4
Porsi Pembagian DBH SDA Gas Bumi

Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2010)
18

Khusus untuk daerah otonomi khusus yakni Prop. Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) dan Papua Barat, selain mendapatkan porsi
DBH minyak dan gas bumi seperti gambar 3 dan 4 di atas, kedua
propinsi ini juga mendapatkan porsi tambahan DBH Migas sebagai
bagian dari penerimaan pemerintah propinsi dengan porsi sebagai
berikut:
• Bagian dari pertambangan Minyak Bumi sebesar 55%
• Bagian dari pertambangan Gas Bumi sebesar 40%.

2. Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah adalah dana yang bersumber
dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 menetapkan porsi DAU
sekurang-kurangnya 26% dari Penerimaan Dalam Negeri neto.
Porsi DAU tersebut selanjutnya dibagi kepada pemda dengan
proporsi bagian 10% untuk propinsi dan bagian 90% untuk
kabupaten/kota. Untuk mendapatkan nilai DAU untuk tiap-tiap
daerah digunakan formula sebagai berikut:

DAU = AD + CF

Keterangan formula:
DAU = Dana Alokasi Umum
AD = Alokasi Dasar
CF = Celah Fiskal (selisih antara kebutuhan fiskal dan

kapasitas fiskal)

19

Alokasi Dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri
Sipil Daerah. Kebutuhan fiskal sendiri dipengaruhi faktor-faktor
berikut: variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks
Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per
kapita, dan Indeks

Pembangunan Manusia. Sedangkan kapasitas
fiskal ditentukan oleh Pendapatan Asli Daerah dan DBH. Data yang
digunakan dalam penghitungan DAU diperoleh dari Badan Pusat
Statistik yang menerbitkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan.

Hasil dari perhitungan DAU menggunakan formula di atas
menghasilkan empat kemungkinan, yakni:
- Daerah yang memiliki nilai celah fiskal lebih besar dari nol

akan menerima DAU sebesar alokasi dasar ditambah celah
fiskal,
- Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol akan
menerima DAU sebesar alokasi dasar,
- Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif
tersebut lebih kecil dari alokasi dasar akan menerima DAU
sebesar alokasi dasar setelah diperhitungkan nilai celah fiskal,
sedangkan
- Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif
tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar, tidak
menerima DAU.

20

3. Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu
dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Program/kegiatan yang menjadi prioritas nasional dituangkan
dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun berjalan. Berdasarkan
prioritas nasional tersebut, menteri teknis mengajukan usul
kegiatan khusus dan ditetapkan setelah berkoordinasi dengan
Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional. Selanjutnya, menteri teknis
menyampaikan kegiatan khusus yang telah ditetapkan tersebut
kepada Menteri Keuangan.

Terdapat tiga kriteria yang menjadi acuan dalam menentukan
daerah yang akan menerima alokasi DAK, yakni (i) kriteria umum,
(ii) kriteria khusus dan (iii) kriteria teknis. Besaran alokasi DAK
untuk tiap-tiap daerah ditentukan oleh perhitungan indeks
berdasarkan ketiga kriteria tersebut.

Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan
daerah yang dihitung melalui indeks fiskal netto yang dicerminkan
dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja Pegawai
Negeri Sipil Daerah. Daerah yang memenuhi kriteria umum
merupakan daerah dengan indeks fiskal netto tertentu yang
ditetapkan setiap tahun.

21

Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan (i) peraturan perundang
undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus dan
(ii) karakteristik daerah. Yang dimaksud dengan peraturan
perundang-undangan adalah undang-undang yang mengatur
tentang kekhususan suatu daerah, seperti Undang-Undang
Otonomi Khusus Papua. Dengan demikian, seluruh daerah
(kabupaten/kota) di Provinsi Papua akan diprioritaskan
mendapatkan DAK. Karakteristik daerah dirumuskan melalui
indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan dengan
mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional dan menteri/pimpinan lembaga terkait.
Pada tahun 2009, pemerintah menetapkan karakteristik daerah
yang akan mendapatkan alokasi DAK adalah daerah pesisir
dan/atau kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain,
daerah rawan bencana, daerah yang masuk kategori ketahanan
pangan dan daerah pariwisata.

Kriteria teknis dirumuskan melalui indeks teknis oleh menteri
teknis terkait berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus
yang akan didanai dari DAK. Kriteria teknis tersebut disampaikan
kepada Menteri Keuangan. Pada tahun 2010, terdapat sepuluh
bidang DAK yang kriteria teknisnya ditetapkan oleh
menteri/kepala badan terkait, yakni bidang pendidikan, bidang
kesehatan, bidang jalan, irigasi, air minum, dan sanitasi, bidang
prasarana pemerintahan, bidang kelautan dan perikanan, bidang
pertanian, bidang lingkungari hidup, bidang keluarga berencana,
bidang kehutanan, bidang sarana dan prasarana perdesaan dan
bidang perdagangan.

22

Dengan mengacu pada tiga kriteria di atas, penentuan daerah
penerima alokasi DAK disajikan pada pada gambar 5 berikut.

Gambar 5
Proses Penentuan Daerah Tertentu Penerima DAK

Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2010)
Penentuan besaran alokasi DAK untuk tiap daerah yang berhak
menerima DAK dapat disajikan pada gambar 6 berikut.

23

Gambar 6
Proses Penentuan Besaran Alokasi DAK per Daerah

Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2010)
Selain memenuhi ketiga kriteria di atas, daerah penerima DAK juga
berkewajiban untuk menyediakan Dana Pendamping sekurang
kurangnya 10% untuk dari besaran alokasi DAK yang diterimanya.
Dana Pendamping tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan
fisik.
4. Dana Otonomi Khusus
Dana Otonomi Khusus diberikan dengan adanya pertimbangan
pemerintah dalam rangka integrasi Negara Kesatuan Republik
24

Indonesia. Daerah yang mendapatkan perlakukan Otonomi Khusus
antara lain Papua, Aceh, dan Papua Barat.

Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan
diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua
(Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Bagi Provinsi Papua). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001
tersebut mengalami perubahan seiring adanya pemekaran daerah
baru yaitu propinsi Papua Barat melalui Perpu Nomor 1 Tahun
2008. Sedangkan peraturan perundangan bagi propinsi Aceh
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam).

Berikut adalah beberapa poin berkaitan dengan Dana Otonomi
Khusus:
a. Papua (sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2001)

• Terdapat tambahan porsi bagi hasil DBH SDA minyak bumi
dan gas alam yakni berupa tambahan sebesar 55% untuk
DBH minyak bumi dan 40% untuk DBH gas alam.

• Terdapat tambahan berupa penerimaan khusus dalam
rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara
dengan 2% dari plafon DAU Nasional yang terutama
ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan

• Terdapat dana tambahan dalam rangka pelaksanaan
Otonomi Khusus yang besarnya ditetapkan antara

25

Pemerintah dengan DPR berdasarkan usulan Provinsi pada
setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk
pembiayaan pembangunan infrastruktur.

Otonomi Khusus
Papua

Tambahan DBH Migas DIPA Otsus sebesar Dana Tambahan
(termasuk dalam DIPA 2% dari DAU pembangunan
Nasional infrastruktur
Transfer Daerah)

b. Aceh (sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2001 dan Qanun
Aceh Nomor 2 Tahun 2008)
• Terdapat tambahan porsi bagi hasil DBH SDA minyak bumi
dan gas alam yakni berupa tambahan sebesar 55% untuk
DBH minyak bumi dan 40% untuk DBH gas alam.
• Terdapat tambahan berupa penerimaan khusus dalam
rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara
dengan 2% dari plafon DAU Nasional yang terutama
ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan

Otonomi Khusus
NAD

Tambahan DBH Migas DIPA Otsus sebesar
(termasuk dalam DIPA 2% dari DAU Nasional

Transfer Daerah)

26


Click to View FlipBook Version