The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by naidiperpus, 2022-06-17 03:40:52

Manajemen keuangan_DF2021223

DFIND_2021223

Keywords: manajemen,keuangan

5. Dana Penyesuaian

Dana Penyesuaian diberikan kepada daerah dengan pertimbangan
yang berbeda setiap tahunnya. Tahun 2010 dana penyesuaian yang
disebut dengan dana penyeimbang diberikan kepada daerah
dengan tujuan menjaga kesinambungan dan stabilitas fiskal daerah
serta membantu daerah dalam rangka melaksanakan fungsi
pendidikan sebagai kebijakan Pemerintah Pusat (PMK Nomor
225/PMK.07/2009).

D. Kebijakan Penganggaran dan Pengalokasian

1. Dana Bagi Hasil

a. DBH yang Bersumber dari Perpajakan

1) DBH Pajak Bumi dan Bangunan

Dua bulan sebelum tahun anggaran berjalan, Menteri Keuangan
menetapkan perkiraan alokasi pembagian DBH PBB sebagai dasar
penyaluran tahun anggaran berjalan (gambar 7). Untuk Dana Bagi
Hasil PBB bagian Pusat, perkiraan alokasi tersebut merupakan
dasar penyaluran tahap I dan II masing-masing sebesar 20% dan
50%.

27

Gambar 7
Proses Pengalokasian DBH PBB

Selanjutnya prognosa realisasi penerimaan Ditjen Pajak ditetapkan
sebagai alokasi definitif yang dijadikan dasar penyaluran tahap III
dengan memperhitungkan jumlah dana yang telah dicairkan
selama dua tahap sebelumnya. Pada prognosa tersebut, turut
dialokasikan insentif untuk kabupaten/kota yang realisasi
penerimaan PBB pada tahun anggaran sebelumnya
mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.
2) DBH Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Seperti halnya DBH PBB, dua bulan sebelum tahun anggaran
berjalan, Menteri Keuangan menetapkan perkiraan alokasi
pembagian DBH BPHTB sebagai dasar penyaluran tahun anggaran
berjalan (gambar 8). Untuk Dana Bagi Hasil BPHTB bagian Pusat,
perkiraan alokasi tersebut merupakan dasar penyaluran tahap I
dan II masing-masing sebesar 20% dan 50%.

28

Gambar 8
Proses Pengalokasian DBH BPHTB

Selanjutnya prognosa realisasi penerimaan Ditjen Pajak ditetapkan
sebagai alokasi definitif yang dijadikan dasar penyaluran tahap III
dengan memperhitungkan jumlah dana yang telah dicairkan
selama dua tahap sebelumnya.
3) DBH Pajak Penghasilan
Dua bulan sebelum tahun anggaran berjalan, Menteri Keuangan
menetapkan alokasi sementara pembagian DBH PPh sebagai dasar
penyaluran triwulan I, II dan III masing-masing sebesar 20%
(gambar 9).

Gambar 9
Proses Pengalokasian DBH PPh

29

Selanjutnya pada bulan pertama triwulan IV ditetapkan alokasi
definitif sebagai dasar penyaluran triwulan IV dengan
memperhitungkan jumlah dana yang telah dicairkan selama tiga
triwulan sebelumnya.

b. DBH yang Bersumber dari Sumber Daya Alam

Penetapan Alokasi DBH Sumber Daya Alam diatur dalam pasal 27
PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan:
(1) Menteri teknis menetapkan daerah penghasil dan dasar

penghitungan DBH Sumber Daya Alam paling lambat 60
(enam puluh) hari sebelum tahun anggaran bersangkutan
dilaksanakan setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam
Negeri.
(2) Dalam hal sumber daya alam berada pada wilayah yang
berbatasan atau berada pada lebih dari satu daerah, Menteri
Dalam Negeri menetapkan daerah penghasil sumber daya
alam berdasarkan pertimbangan menteri teknis terkait paling
lambat 60 (enam puluh) hari setelah diterimanya usulan
pertimbangan dari menteri teknis.
(3) Ketetapan Menteri Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menjadi dasar penghitungan DBH sumber daya alam
oleh menteri teknis.
(4) Ketetapan menteri teknis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan kepada Menteri Keuangan.
(5) Menteri Keuangan menetapkan perkiraan alokasi DBH
Sumber Daya Alam untuk masing-masing daerah paling

30

lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya ketetapan
dari menteri teknis.
(6) Perkiraan alokasi DBH Sumber Daya Alam Minyak Bumi
dan/atau Gas Bumi untuk masing-masing Daerah ditetapkan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah menerima
ketetapan dari menteri teknis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), perkiraan bagian Pemerintah, dan perkiraan unsur
unsur pengurang lainnya.

Selain pada PP Nomor 5 tahun 2005, penetapan alokasi transfer ke
daerah juga diatur dalam PMK Nomor 126/PMK.07/2010 pada
pasal 5:
(1) Alokasi transfer ke daerah ditetapkan berdasarkan Undang

Undang mengenai APBN
(2) Alokasi transfer ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) untuk provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan
Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri Keuangan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan dan berlaku sebagai
Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SAPSK).

1) DBH Kehutanan

Alokasi Dana Bagi Hasil SDA Kehutanan untuk masing-masing
daerah adalah merupakan perkiraan. DBH Kehutanan berasal dari:
a. Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH);
b. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH); dan
c. Dana Reboisasi (DR).

31

Gambar 10
Proses Pengalokasian DBH SDA Kehutanan

Proses penganggaran DBH Kehutanan (gambar 10) sama seperti
Dana Bagi Hasil lainnya yang dimulai dari:
(1) Penerbitan Keputusan Menteri Kehutanan tentang penetapan

daerah penghasil dan dasar perhitungan bagian DBH SDA
Kehutanan,
(2) Penerbitan PMK tentang perkiraan alokasi Dana Bagi Hasil
SDA,
(3) Penerbitan SPAT oleh DJPK sebagai dasar DJPBN menerbitkan
DIPA Transfer Dana Perimbangan (Dana Bagi Hasil),
(4) DJPK sebagai KPA membuat Konsep DIPA dan mengajukannya
kepada DJPBN untuk disahkan menjadi DIPA,
32

(5) Dalam hal pagu DIPA perkiraan alokasi DBH SDA Kehutanan
yang ditetapkan dalam satu TA tidak mencukupi kebutuhan
atau realisasi melebihi pagu dalam DIPA, maka dapat
dilakukan penyaluran sesuai realisasi penerimaan setelah
dilakukan revisi,

(6) Dalam hal perhitungan DBH SDA Kehutanan TA 2010 melebihi
pagu sebagaimana ditetapkan dalam UU APBN, maka dapat
dilakukan penyaluran setelah mendapat persetujuan dari
Menteri Keuangan.

2) DBH Pertambangan Umum

Alokasi Dana Bagi Hasil SDA Pertambangan Umum untuk masing
masing daerah adalah merupakan perkiraan. DBH Pertambangan
berasal dari:
a. Iuran Tetap;
b. Royalty.

Proses penganggaran DBH Pertambangan (gambar 11) sama
seperti Dana Bagi Hasil lainnya yang dimulai dari:
(1) Penerbitan Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral

tentang penetapan daerah penghasil dan dasar perhitungan
bagian daerah penghasil pertambangan umum, pertambangan
panas bumi, minyak bumi dan gas bumi,
(2) Penerbitan PMK tentang perkiraan alokasi Dana Bagi Hasil
SDA,
(3) Penerbitan SPAT oleh DJPK sebagai dasar DJPBN menerbitkan
DIPA Transfer Dana Perimbangan (Dana Bagi Hasil),

33

(4) DJPK sebagai KPA membuat Konsep DIPA dan mengajukannya
kepada DJPBN untuk disahkan menjadi DIPA,

(5) Dalam hal pagu DIPA atas perkiraan alokasi DBH SDA
Pertambangan Umum yang ditetapkan dalam satu TA dan
sesuai dengan APBN tidak mencukupi kebutuhan atau realisasi
melebihi pagu dalam DIPA, maka dapat dilakukan penyaluran
sesuai realisasi penerimaan setelah mendapat persetujuan dari
Menteri Keuangan.
Gambar 11
Proses Pengalokasian DBH SDA Pertambangan Umum

34

3) DBH Perikanan
Alokasi Dana Bagi Hasil SDA Perikanan untuk masing-masing
daerah adalah merupakan perkiraan.

Proses penganggaran DBH Perikanan (gambar 12) sama seperti
Dana Bagi Hasil lainnya yang dimulai dari:
(1) Penerbitan Surat Sekretaris Jenderal Departemen Kelautan dan

Perikanan tentang penyampaian data dukungan alokasi DBH
SDA Perikanan
(2) Penerbitan PMK tentang perkiraan alokasi Dana Bagi Hasil
SDA,
(3) Penerbitan SPAT oleh DJPK sebagai dasar DJPBN menerbitkan
DIPA Transfer Dana Perimbangan (Dana Bagi Hasil),
(4) DJPK sebagai KPA membuat Konsep DIPA dan mengajukannya
kepada DJPBN untuk disahkan menjadi DIPA,
(5) Penyaluran untuk Daerah Otonomi Baru dapat dilaksanakan
apabila telah ditetapkan Satuan kerja Perangkat Daerah dan
Pejabat Pengelola Keuangan.

35

Gambar 12
Proses Pengalokasian DBH SDA Perikanan

36

4) DBH Pertambangan Minyak Bumi
Alokasi Dana Bagi Hasil SDA Pertambangan Minyak Bumi dan Gas
Bumi (DBH SDA Migas) untuk masing-masing daerah adalah
merupakan perkiraan.
Gambar 13
Proses Pengalokasian DBH SDA Pertambangan Minyak Bumi

Proses penganggaran DBH Minyak Bumi (gambar 13) sama seperti
Dana Bagi Hasil lainnya yang dimulai dari:
(1) Penerbitan Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral

tentang penetapan daerah penghasil dan dasar perhitungan
37

bagian daerah penghasil pertambangan umum, pertambangan
panas bumi, minyak bumi dan gas bumi,
(2) Penerbitan PMK tentang perkiraan alokasi Dana Bagi Hasil
SDA,
(3) Penerbitan SPAT oleh DJPK sebagai dasar DJPBN menerbitkan
DIPA Transfer Dana Perimbangan (Dana Bagi Hasil),
(4) DJPK sebagai KPA membuat Konsep DIPA dan mengajukannya
kepada DJPBN untuk disahkan menjadi DIPA,
(5) Perkiraan alokasi DBH SDA Minyak Bumi dibagi dengan porsi
15,5% untuk daerah, dengan prosentase 0,5% penggunaannya
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana
pada tahun 2010 diarahkan untuk tambahan anggaran
pendidikan dasar.
(6) Dalam hal pagu DIPA atas perkiraan alokasi DBH SDA Migas
yang ditetapkan dalam satu TA dan sesuai dengan APBN, APBN
Perubahan tidak mencukupi kebutuhan atau realisasi melebihi
pagu dalam DIPA TA berjalan, maka dapat dilakukan
penyaluran sesuai realisasi penerimaan setelah mendapat
persetujuan dari Menteri Keuangan.

5) DBH Pertambangan Gas Bumi

Alokasi Dana Bagi Hasil SDA Pertambangan Minyak Bumi dan Gas
Bumi (DBH SDA Migas) untuk masing-masing daerah adalah
merupakan perkiraan.

Proses penganggaran DBH Gas Bumi (gambar 14) sama seperti
Dana Bagi Hasil lainnya yang dimulai dari:

38

(1) Penerbitan Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral
tentang penetapan daerah penghasil dan dasar perhitungan
bagian daerah penghasil pertambangan umum, pertambangan
panas bumi, minyak bumi dan gas bumi,

(2) Penerbitan PMK tentang perkiraan alokasi Dana Bagi Hasil
SDA,

(3) Penerbitan SPAT oleh DJPK sebagai dasar DJPBN menerbitkan
DIPA Transfer Dana Perimbangan (Dana Bagi Hasil),

(4) DJPK sebagai KPA membuat Konsep DIPA dan mengajukannya
kepada DJPBN untuk disahkan menjadi DIPA,

(5) Perkiraan alokasi DBH SDA Minyak Bumi dibagi dengan porsi
30,5% untuk daerah, dengan prosentase 0,5% penggunaannya
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dimana
pada tahun 2010 diarahkan untuk tambahan anggaran
pendidikan dasar.

(6) Dalam hal pagu DIPA atas perkiraan alokasi DBH SDA Migas
yang ditetapkan dalam satu TA dan sesuai dengan APBN, APBN
Perubahan tidak mencukupi kebutuhan atau realisasi melebihi
pagu dalam DIPA TA berjalan, maka dapat dilakukan
penyaluran sesuai realisasi penerimaan setelah mendapat
persetujuan dari Menteri Keuangan.

39

Gambar 14
Proses Pengalokasian DBH SDA Pertambangan Gas Bumi

40

6) DBH Pertambangan Panas bumi
Alokasi Dana Bagi Hasil SDA Pertambangan Panas Bumi untuk
masing-masing daerah adalah merupakan perkiraan.
Gambar 15
Proses Pengalokasian DBH SDA Pertambangan Panas Bumi

Proses penganggaran DBH Panas Bumi (gambar 15) sama seperti
Dana Bagi Hasil lainnya yang dimulai dari:
(1) Penerbitan Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral

tentang penetapan daerah penghasil dan dasar perhitungan
bagian daerah penghasil pertambangan umum, pertambangan
panas bumi, minyak bumi dan gas bumi,

41

(2) Penerbitan PMK tentang perkiraan alokasi Dana Bagi Hasil
SDA,

(3) Penerbitan SPAT oleh DJPK sebagai dasar DJPBN menerbitkan
DIPA Transfer Dana Perimbangan (Dana Bagi Hasil),

(4) DJPK sebagai KPA membuat Konsep DIPA dan mengajukannya
kepada DJPBN untuk disahkan menjadi DIPA,

(5) Dalam hal pagu DIPA atas perkiraan alokasi DBH SDA Panas
Bumi yang ditetapkan dalam satu TA dan sesuai dengan APBN
atau APBN Perubahan tidak mencukupi kebutuhan atau
realisasi melebihi pagu dalam DIPA TA berjalan, maka dapat
dilakukan penyaluran sesuai realisasi penerimaan setelah
mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.

2. Dana Alokasi Umum

Proses penganggaran DAU dimulai dari:
(1) Penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) APBN pada akhir

tahun TA sebelumnya yang berisi tentang Rincian APBN.
(2) Atas dasar Perpres tersebut, DJPK menerbitkan SPAT sebagai

dasar untuk menetapkan alokasi dana bagi masing-masing
daerah.
(3) DJPK sebagai KPA mengajukan Konsep DIPA sesuai dengan
Perpres kepada DJPBN.
(4) DJPBN mengesahkan DIPA tersebut, dan melakukan
pembayaran DAU kepada pemerintah daerah penerima sesuai
dengan SPM yang disampaikan oleh KPA yaitu DJPK.

42

3. Dana Alokasi Khusus

Proses penganggaran DAK dimulai dari:
(1) Penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) APBN pada akhir

tahun TA sebelumnya yang berisi tentang Rincian APBN.
(2) Atas dasar Perpres tersebut, DJPK menerbitkan SPAT sebagai

dasar untuk menetapkan alokasi dana bagi masing-masing
daerah.
(3) DJPK sebagai KPA mengajukan Konsep DIPA sesuai dengan
Perpres kepada DJPBN.
(4) DJPBN mengesahkan DIPA tersebut, dan melakukan
pembayaran DAU kepada pemerintah daerah penerima sesuai
dengan SPM yang disampaikan oleh KPA yaitu DJPK.
(5) Proses pencairan DAK disertai juga dengan validasi atau
penilaian atas penggunaan DAK bulan sebelumnya.

43

4. Dana Otonomi Khusus

Proses penganggaran Dana Otonomi Khusus dimulai dengan UU
Otonomi Khusus yang mengatur tata kelola keuangan daerah
otonomi khusus. Dengan prosentase yang telah ditetapkan dalam
UU tersebut, daerah otonomi khusus menerima Tambahan DBH
yang berasal dari SDA, DIPA Otonomi Khusus dengan besaran 2%
dari DAU Nasional, dan dana pembangunan infrastruktur (khusus
Papua) setiap tahunnya.

5. Dana Penyesuaian

Proses penganggaran dana penyesuain disesuaikan dengan progam
pemerintah setiap tahunnya, dan tidak diberlakukan sama
sehingga baik dari pagu anggaran maupun daerah penerima
berbeda.

E. Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah

Saat ini terdapat dua skema penyaluran anggaran transfer ke
daerah, yakni sentralisasi dan desentralisasi. Skema sentralisasi
berlaku untuk seluruh jenis anggaran transfer ke daerah kecuali
penyaluran DBH PBB bagian daerah. Penyaluran secara
desentralisasi hanya berlaku untuk penyaluran DBH PBB bagian
daerah.

44

1. Skema Sentralisasi
Yang dimaksud dengan skema sentralisasi adalah penyaluran
anggaran transfer ke daerah dilakukan melalui satu pintu yakni
penerbitan SPM oleh DJPK dan diikuti dengan penerbitan SP2D
oleh KPPN Jakarta II (gambar 16).

Gambar 16
Proses Bisnis Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah

Secara Sentralisasi

Proses Bisnis Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah secara sentralisasi

Penerbitan SPP SPP Penerbitan SPM

Tolak

SPM Pengujian
SPM

Ya

Penerbitan SP2D

Setelmen SP2D

Penerimaan dana
transfer SP2D

Skema sentralisasi diterapkan pada penyaluran anggaran transfer
ke daerah sebagai berikut:

45

a. DBH PBB dan DBH BPHTB bagian Pemerintah yang
dibagikan secara merata kepada kabupaten/kota
Penyaluran DBH PBB dan DBH BPHTB bagian Pemerintah yang
dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten/kota
dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahap, dengan rincian sebagai
berikut:
- Penyaluran DBH PBB pada bulan April dan bulan Agustus
masing-masing sebesar 25% dan 50% dari perkiraan
alokasi
- Penyaluran DBH BPHTB pada bulan April dan bulan
Agustus masing-masing sebesar 25% dari perkiraan
alokasi; dan
- Penyaluran DBH PBB dan DBH BPHTB pada bulan
November didasarkan pada selisih antara alokasi definitif
dengan jumlah dana yang telah dicairkan pada bulan April
dan bulan Agustus

b. DBH PPh
Penyaluran DBH PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
dan DBH PPh Pasal 21 dilaksanakan secara triwulanan,
masing-masing sebesar 20% dari alokasi sementara untuk
triwulan I sampai dengan triwulan III. Sedangkan untuk
penyaluran triwulan IV didasarkan pada selisih antara alokasi
definitif dengan jumlah dana yang telah disalurkan selama
triwulan I sampai dengan triwulan III. Dalam hal terjadi
kelebihan penyaluran karena penyaluran triwulan I sampai
dengan triwulan III yang didasarkan atas alokasi sementara
lebih besar daripada alokasi definitif, maka kelebihan

46

dimaksud diperhitungkan dengan cara pemotongan dalam
penyaluran tahun anggaran berikutnya.

c. DBH Cukai Hasil Tembakau
Penyaluran DBH Cukai Hasil Tembakau dilaksanakan secara
triwulanan, dengan rincian sebagai berikut:
- Triwulan I sebesar 20% dari alokasi sementara;
- Triwulan II sebesar 30% dari alokasi sementara;
- Triwulan III sebesar 30% dari alokasi sementara; dan
- Triwulan IV sebesar selisih antara alokasi definitif dengan
jumlah dana yang telah disalurkan pada triwulan I, II, dan
III.
- Penyaluran triwulan IV dilakukan setelah DJPK menerima
laporan realisasi pelaksanaan DBH CHT semester I.

d. DBH Sumber Daya Alam
Penyaluran DBH SDA dilaksanakan berdasarkan realisasi
penerimaan sumber daya alam tahun anggaran berjalan secara
triwulanan dengan rincian:
- Penyaluran DBH SDA triwulan I dan triwulan II masing
masing dilaksanakan sebesar 20% dari pagu perkiraan
alokasi.
- Penyaluran triwulan III didasarkan pada selisih antara
realisasi penerimaan DBH SDA sampai dengan triwulan III
dengan realisasi penyaluran triwulan I dan triwulan II.
- Penyaluran triwulan IV didasarkan pada selisih antara
realisasi penerimaan DBH SDA sampai dengan triwulan IV

47

dengan realisasi penyaluran triwulan I, triwulan II, dan
triwulan III.

Penyaluran DBH SDA dilaksanakan berdasarkan perhitungan
melalui mekanisme rekonsiliasi data antara pemerintah pusat
dengan daerah penghasil, kecuali DBH SDA Perikanan.

e. Dana Alokasi Umum
Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing
sebesar 1/12 dari besaran alokasi masing-masing daerah pada
awal hari kerja untuk bulan Januari dan 1 (satu) hari kerja
sebelum awal hari kerja bulan berikutnya untuk bulan
Februari sampai dengan bulan Desember.

f. Dana Alokasi Khusus
Penyaluran DAK dilaksanakan secara bertahap, dengan rincian
sebagai berikut:
- Tahap I sebesar 30% dari alokasi DAK, paling cepat
dilaksanakan pada bulan Februari, setelah peraturan
daerah mengenai APBD, Laporan penyerapan penggunaan
DAK tahun anggaran sebelumnya, dan surat pernyataan
penyediaan dana pendamping diterima oleh DJPK;
- Tahap II sebesar 45% dari alokasi DAK, dilaksanakan
selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah
laporan penyerapan penggunaan DAK tahap I, diterima
oleh DJPK;

48

- Tahap III sebesar 25%, dilaksanakan selambat-lambatnya
15 (lima belas) hari kerja setelah laporan penyerapan
penggunaan DAK tahap II, diterima oleh DJPK.

g. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
Penyaluran Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat,
Dana Otonomi Khusus Aceh serta Dana Tambahan
Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus Papua dan Papua
Barat, dilaksanakan secara bertahap, dengan rincian sebagai
berikut:
- Tahap I dilaksanakan pada bulan Maret sebesar 15% dari
alokasi;
- Tahap II dilaksanakan pada bulan Juni sebesar 30% dari
alokasi;
- Tahap III dilaksanakan pada bulan September sebesar
40% dari alokasi;
- Tahap IV dilaksanakan pada bulan November sebesar 15%
dari alokasi.

2. Skema desentralisasi
Yang dimaksud dengan skema desentralisasi adalah penyaluran
anggaran transfer ke daerah yang tidak dilakukan secara satu pintu
melalui penerbitan SPM oleh DJPK dan penerbitan SP2D oleh KPPN
(gambar 17). Dalam mekanisme ini, DJPK menerbitkan Surat Kuasa
Umum kepada Bank Operasional III untuk menyalurkan secara
langsung bagian DBH PBB per daerah ke masing-masing daerah
secara mingguan berdasarkan realisasi penerimaan PBB.

49

Gamba
Proses Bisnis Penyaluran Anggaran Tra

Proses Bisnis Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah seca

Penerimaan Pelimpahan
setoran PBB ke BO III

Laporan Rekap nota kredit
penerimaan

Pengujian
SPM

Pelaporan KPPN Tolak

Pelaporan DJPK Penerbitan SPM
Pengesahan

(triwulanan)

50

ar 17
ansfer ke Daerah Secara Desentralisasi

ara desentralisasi

Pendistribusian
penerimaan

Ya Penerbitan SP2D

SP2D

RKUN RKUN RKUD
(Bag. Pemerintah) (Upah Pungut) (Bag. Daerah)

Skema desentralisasi diterapkan pada penyaluran anggaran DBH PBB
Bagian Daerah dan DBH PBHTB. Transfer DBH PBB dan DBH BPHTB
bagian daerah, termasuk biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah,
dilaksanakan melalui penerbitan Surat Kuasa Umum (SKU) kepada
Bank Operasional III untuk melakukan penyaluran secara langsung ke
Rekening Kas Umum Daerah secara mingguan.

F. Akuntansi dan Pelaporan

Sejalan dengan perubahan basis akuntansi dari basis kas menuju
akrual menjadi basis akrual, perlakuan akuntansi untuk transfer
daerah akan berubah sesuai dengan kebijakan akuntansi yang
sedang disusun dan mengacu pada Draft Peraturan Pemerintah
mengenai Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Akrual.
Implikasi perubahan basis akuntansi terhadap transaksi-transaksi
keuangan pemerintah adalah pada perubahan bagan akun standar
dan jurnal akuntansi.

Salah satu transaksi keuangan yang akan mengalami perubahan
adalah transfer ke daerah, yang merupakan bagian dari transaksi
keuangan yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara Dengan mendasarkan pada Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan
dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, transfer ke
daerah merupakan alokasi dana yang bersumber pada APBN
kepada daerah sebagai bagian dari pelaksanaan desentralisasi,
sehingga pertanggungjawaban Menteri Keuangan selaku
Bendaharawan Umum Negara untuk transfer daerah menjadi salah

51

poin penting yang akan difasilitasi SPAN. Pada bahasan ini, aspek
akuntansi anggaran Transfe ke Daearah akan membatasi
pembahasan transfer ke daerah pada (i) sistem akuntansi, (ii)
bagan akun standar dan (iii) jurnal standar.

1. Sistem Akuntansi

Berkenaan dengan pentingnya proses penyusunan Laporan
Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) untuk memenuhi prinsip
transparansi dan akuntabilitas, sesuai dengan Undang-Undang No
1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 7 ayat 2 yang
menyatakan bahwa Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara berwenang menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan
keuangan negara maka dibutuhkan suatu Sistem Akuntansi
Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi
Bendahara Umum Negara (SA-BUN) yang dilaksanakan oleh
Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang
dilaksanakan oleh tiap Kementerian/Lembaga. Ruang lingkup dari
SAPP adalah seluruh entitas pada Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi
dan/atau tugas pembantuan yang dananya bersumber dari APBN
serta pelaksanaan anggaran pembiayaan dan perhitungan. Secara
ringkas kerangka umum SAPP dapat digambarkan dengan gambar
18 berikut.

52

Gamba
Kerangka Umum Sistem Ak

Sumber: Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat, D

ar 18
kuntansi Pemerintah Pusat

Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.

53

Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) terdiri atas 2 (dua)
sistem yaitu Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN)
dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI). UU No 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa akuntansi
dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara dan Menteri selaku Pengguna Anggaran. Menteri Keuangan
selaku BUN melaksanakan SA BUN, sedangkan Menteri teknis
selaku Pengguna Anggaran melaksanakan SAI.

Berdasarkan PMK 171 tahun 2007 tentang Sistem Akuntansi
Pemerintah Pusat, SA-BUN terdiri dari beberapa sub sistem yaitu :
1. Sistem Akuntansi Pusat (SiAP), yang terdiri dari Sistem

Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN) dan Sistem Akuntansi
Umum (SAU)
2. Sistem Akuntansi Utang Pemerintah dan Hibah (SA-UPH)
3. Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah (SA-IP)
4. Sistem Akuntansi Penerusan Pinjaman (SA-PP)
5. Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah (SA-TD)
6. Sistem Akuntansi Belanja Subsdi dan Belanja Lain-lain (SA
BSBL)
7. Sistem Akuntansi Transaksi Khusus (SA-TK)
8. Sistem Akuntansi Akuntansi Badan Lainnya (SA-BL)

Laporan Keuangan yang dihasilkan oleh SAKUN adalah laporan
arus kas dan neraca KUN, sedangkan laporan yang dihasilkan SAU
adalah laporan realisasi anggaran dan neraca SAU. Laporan
keuangan SiAP merupakan laporan keuangan di tingkat KPPN,
Kanwil, maupun Dit PKN. Pengolahan data dan penyusunan

54

laporan keuangan BUN dilaksanakan oleh masing-masing Unit
Akuntansi Kuasa Bendahara Umum Negara (UAKBUN), Unit
Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara (UAPBUN), dan
Unit Akuntansi Bendahara Umum Negara (UABUN).

Salah satu sistem akuntansi yang menjadi kewenangan Menteri
Keuangan selaku BUN adalah Sistem Akuntansi Transfer Daerah.
Peraturan mengenai Sistem Akuntansi Transfer ke daerah saat ini
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
120/PMK.07/2009 tentang SIstem Akuntansi dan Pelaporan
Transfer ke Daerah. Sistem akuntansi yang digunakan dalam
pencatatan transaksi transfer daerah saat ini adalah sistem
akuntansi transfer daerah pada DJPK dan sistem akuntansi pusat
berupa sistem akuntansi umum (SAU) dan sistem akuntansi kas
umum negara (SAKUN).

Saat ini, akuntansi atas transfer daerah menggunakan basis kas
menuju akrual (cash towards accrual)l. Basis kas menuju akrual
merupakan perpaduan antara basis kas dan akrual, sehingga
pencatatan akuntansi berdasarkan kas masuk atau kas keluar dari
rekening kas negara, namun melakukan akrual pada akhir tahun.
Laporan keuangan yang dihasilkan dari akuntansi berbasis kas
menuju akrual tidak hanya laporan berbasis kas seperti laporan
realisasi anggaran, tapi juga neraca, laporan arus kas, dan catatan
atas laporan keuangan.

55

2. Bagan Akun Standar

Akun-akun yang digunakan pada basis kas menuju akrual untuk
pencatatan transfer daerah antara lain akun asset lancar,
kewajiban jangka pendek, ekuitas dana, pendapatan lain-lain, dan
transfer. Akun asset lancer meliputi piutang transfer dana
perimbangan dan piutang transfer dana otonomi khusus dan
penyesuaian, sedangkan akun kewajiban antara lain akun transfer
dana perimbangan yang masih harus dibayar dan transfer dana
otonomi khusus dan penyesuaian yang masih harus dibayar. Akun
ekuitas dana lancar berupa akun cadangan piutang dan dana yang
disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek. Terakhir, akun
pendapatan berupa pengembalian transfer ke daerah tahun
anggaran yang lalu, sedangkan akun transfer terdiri dari transfer
dana perimbangan dan transfer dana otonomi khusus dan
penyesuaian.

3. Jurnal Standar

Jurnal standar transfer ke daerah saat ini menggunakan tahapan
akuntansi yang sama dengan transaksi lain. Sesuai dengan
perdirjen Per-01/PB/2005 tentang pedoman jurnal standar dan
posting rule pada sistem akuntansi pemerintah pusat, jurnal
standar terdiri dari jurnal standar anggaran, saldo awal, realisasi,
dan penutup. Secara rinci, jurnal standar dapat dikelompokkan
menjadi jurnal standar APBN, jurnal standar DIPA, jurnal standar
saldo awal, jurnal standar realisasi dan jurnal standar penutup.
Jurnal standar ini merupakan dasar pencatatan dan pemrosesan

56

transaksi anggaran, realisasi dan transaksi non anggaran,
sedangkan posting rule merupakan dasar perlakuan akuntansi atas
suatu transaksi keuangan yang bertujuan untuk menghasilkan
laporan keuangan.

Dengan menggunakan basis kas menuju akrual maka akrualisasi
pada akhir tahun akan mendebet asset langsung ke ekuitas dana
lancar. Contohnya pengakuan piutang akan mendebet piutang
transfer daerah pada cadangan piutang. Selain itu, pembebanan
utang pada akhir tahun, akan mendebet dana yang disediakan
untuk pembayaran utang jangka pendek pada utang kepada pihak
ketiga. Saat ini, akuntansi dilaksanakan secara jurnal berpasangan
(double entry) pada setiap tahapan akuntansi dan mengakui akrual
pada akun piutang dan utang transfer pada akhir periode
pelaporan.

Berdasarkan lampiran PMK nomor 120 tahun 2009 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Transfer ke Daerah, jurnal standar

transfer daerah adalah sebagai berikut:

1. Allotment transfer xxx
Dr. Piutang dari BUN

Cr. Allotment transfer xxx

2. Realisasi transfer xxx
Dr. Transfer xxx
Cr. Piutang dari BUN

57

3. Piutang transfer xxx
Dr. Piutang Transfer xxx
Cr. Cadangan Piutang

4. Utang transfer xxx
Dr. Dana yang disediakan untuk pembayaran xxx
Utang jangka pendek
Cr. Utang Transfer

5. Pelunasan piutang xxx
Dr. Cadangan Piutang xxx
Cr. Piutang Transfer

6. Pembayaran utang xxx
Dr. Utang Transfer xxx
Cr. Dana yang disediakan untuk pembayaran
Utang jangka pendek

4. Proses Bisnis
Proses bisnis akuntansi transfer daerah saat ini akan terdiri dari
beberapa tahapan penjurnalan, yaitu (i) Jurnal APBN, (ii) Jurnal
DIPA, (iii) Jurnal Saldo Awal, (iv) Jurnal Realisasi dan (v) Jurnal
Jurnal Penutup.

Proses bisnis akuntansi secara umum dapat digambarkan pada
gambar 19 berikut.

58

Gambar 19
Proses Bisnis Akuntansi

59

BAB III
ANALISIS TERHADAP PROSES BISNIS SAAT INI

Pemetaan terhadap proses dan detil pada mekanisme yang berlaku saat
ini pada pengelolaan dana transfer pada DJPK merupakan hal penting
untuk dilakukan. Aktivitas ini bertujuan untuk:
1. Memetakan dan mendokumentasikan proses bisnis pengelolaan

dana transfer yang berlaku saat ini untuk mendapatkan
pemahaman yang baik
2. Menganalisis proses bisnis pengelolaan dana transfer yang berlaku
serta mengidentifikasi nilai tambah pada setiap proses dan
mencari proses yang duplikasi, berulang dan tidak terhubung
dengan proses lainnya.
3. Melihat potensi target antara yang dapat diimplementasikan segera
sebelum implementasi SPAN sekaligus mengidentifikasi potensi
tantangan yang dapat timbul.
4. Menyempurnakan proses bisnis pengelolaan dana transfer dalam
interkoneksinya dengan SPAN.

A. Aspek Pengalokasian Anggaran Transfer ke Daerah

Hasil analisis pengalolaan anggaran Transfer ke Daerah ditinjau
dari aspek penganggaran dan pengalokasian menunjukkan lima
area yang perlu mendapatkan penyempurnaan yakni:

60

1. Aplikasi Pendukung Proses Penerbitan DIPA

Penerbitan DIPA Transfer ke Daerah saat ini belum menggunakan
aplikasi yang terintegrasi dan masih menggunakan Microsoft Excel
karena belum ada interface antara sistem di DJPK dengan DJPB.

Terkait dengan integrasi aplikasi yang diusung SPAN, diusulkan
agar DJPK selaku KPA Anggaran Transfer ke Daerah memiliki akses
langsung ke dalam SPAN dengan pertimbangan (i) letak satker
DJPK pada Kantor Pusat Kementerian Keuangan dan (ii)
signifikansi nominal dana yang dikelola yang mencapai 33%
belanja negara.

2. Tidak Terdapatnya Kode Lokasi Daerah Penerima pada DIPA

DIPA Dana Alokasi Umum tidak mencantumkan rincian daerah
penerima pada halaman rincian pengeluaran (Halaman II), namun
dicantumkan pada halaman Catatan (Halaman IV) sehingga dapat
menimbulkan kesulitan dalam penatausahaan pencairan dana.

Terhadap masalah ini, diusulkan untuk pemberian kode lokasi
untuk daerah penerima pada DIPA Halaman II. Integrasi database
dalam SPAN akan memperlihatkan keseluruhan pagu dan realisasi
untuk masing-masing daerah penerima jika kode lokasi untuk
masing-masing daerah penerima telah dicantumkan pada DIPA
Halaman II.

61

Kode lokasi sebagaimana dimaksud di atas diambil dari kode lokasi
yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik. Penggunaan kode lokasi
BPS merupakan upaya untuk mengintegrasikan laporan keuangan
pemerintah dan data statistik pemerintah.

3. Informasi Jenis Transfer tidak Dapat Diketahui Secara Cepat

Tabel Mata Anggaran yang ada saat ini membedakan jenis transfer
pada digit ketiga dari enam digit mata anggaran, yakni Transfer
DBH 611, DAU 612, DAK 613, Dana Otsus 621 dan Dana
Penyesuaian 622. Untuk jenis transfer dalam kelompok dana bagi
hasil baru dapat diketahui pada digit keempat, yakni DBH Pajak
6111, DBH SDA 6112 dan DBH Cukai 6113.

Struktur akun tersebut akan menjadi kendala dalam hal
ketersediaan informasi terkait dengan kebijakan penyederhanaan
pencantuman mata anggaran pada DIPA semula 4 digit menjadi
hanya 2 digit. Jika pola akun tidak dilakukan perubahan, maka
DIPA yang disusun tidak akan memberikan informasi yang
memadai untuk membedakan satu jenis transfer dengan transfer
lainnya.

Oleh karena itu, dipandang perlu untuk mengubah akun untuk
transfer ke daerah dari semula baru dapat diketahui dari digit
ketiga atau keempat, menjadi diketahui dari digit kedua dari setiap
akun.

62

Berikut adalah usulan perubahan akun untuk anggaran transfer ke
daerah:
- Jenis belanja 61 untuk transfer DAU
- Jenis belanja 62 untuk transfer DAK
- Jenis belanja 63 untuk transfer DBH SDA
- Jenis belanja 64 untuk transfer DBH PBB
- Jenis belanja 65 untuk transfer DBH Cukai
- Jenis belanja 66 untuk transfer dalam rangka Otsus
- Jenis belanja 67 untuk transfer untuk dana penyesuaian

B. Aspek Perikatan

Dalam praktik saat ini, pasca pembuatan DIPA oleh DJPK dan
pengesahannya oleh DJPBN, DJPK menerbitkan Surat Keputusan
Penetapan Rincian Transfer ke Daerah, yang selanjutnya disingkat
SKP-RTD, yang sebelumnya dikenal dengan nama Surat
Pengesahan Alokasi Transfer (SPAT). Dokumen tersebut berlaku
sebagai surat keputusan yang mengakibatkan pengeluaran atas
beban anggaran yang memuat rincian jumlah transfer per daerah
untuk setiap jenis transfer dalam periode tertentu.

Meski dokumen tersebut berisi detil rincian transfer, namun

informasi yang terkandung dalam SKP-RTD/SPAT, berupa rincian

penyaluran alokasi secara periodik, tidak dapat digunakan secara

efektif sebagai masukan untuk perencanaan kas sebab data rincian

penyaluran alokasi secara periodik tidak dimuat dalam DIPA

halaman III

63

Saat ini informasi pengeluaran tersebut masih terfragmentasi dari
DIPA yang berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan anggaran.
Sejatinya informasi yang terkait dengan rencana pengeluaran
tersebut dimuat di halaman III DIPA sebagai masukan bagi DJPBN
dalam perencanaan kas. Dengan jumlah dana anggaran transfer ke
daerah yang mencapai sepertiga belanja negara, penuangan
rencana pengeluaran ke dalam DIPA menjadi sangat penting.

C. Aspek Pembayaran

Ditinjau dari aspek pembayaran, pengelolaan anggaran Transfer ke
Daerah memiliki tiga titik kelemahan sebagai berikut:

1. Sentralisasi Penyaluran

Penyaluran secara terpusat anggaran transfer ke daerah
dilakukan melalui penerbitan SP2D oleh KPPN Jakarta II
dengan menggunakan mekanisme Bank Operasional. Skema
penyaluran melalui mekanisme Bank Operasional dirasa
kurang tepat mengingat rekening tujuan milik pemerintah
daerah sebagian besar terdapat di Bank Pemerintah Daerah
setempat. Mekanisme ini mengharuskan pencairan dana
anggaran transfer ke daerah harus melewati banyak jaringan
perbankan mulai dari Bank Operasional, Bank Indonesia
hingga Bank Pemerintah Daerah setempat.

Mekanisme tersebut juga cenderung memberikan disinsentif
bagi bank yang terlibat untuk tidak mempercepat perintah

64

transfer (RTGS/SKN) dengan maksud (i) untuk mendapatkan
pengendapan dana dan (ii) untuk menarik pemda untuk
memindahkan rekeningnya ke bank tersebut. Kedua potensi ini
jelas bertentangan dengan prinsip pembayaran pemerintah di
mana semakin cepat dana tersebut berada di tangan pihak
yang berhak akan semakin baik. Sebagai tambahan, transfer
dana melalui Bank Operasional juga mengandung risiko
likuiditas dana mengingat jumlah dana yang akan ditransfer
memuat nilai nominal yang sangat besar.

Berdasarkan pertimbangan di atas, skema sentralisasi
penyaluran melalui bank operasional perlu untuk ditinjau
kembali efisiensi dan efektivitasnya. Dalam hal ini perlu
dipertimbangkan sentralisasi penyaluran anggaran transfer ke
daerah melalui Bank Indonesia sebagai upaya percepatan
penyaluran dana. Penyaluran melalui Bank Indonesia dapat
memperpendek mata rantai perbankan dan diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kepada pemda penerima
anggaran transfer ke daerah.

2. Desentralisasi Penyaluran

Sebagaimana diuraikan pada bab terdahulu, skema
desentralisasi dianut untuk penyaluran DBH PBB Bagian
Daerah. Dilihat dari sisi kepentingan pemda penerima DBH
PBB Bagian Daerah, skema ini sangat menguntungkan
mengingat penyaluran tersebut langsung dilakukan setiap
minggu oleh Bank Operasional III. Namun, ditinjau dari

65

berbagai aspek lainnya, skema desentralisasi ini mempunyai
beberapa kelemahan, yaitu:
a. Bertentangan dengan pasal 12 ayat 2 UU Nomor 1 tahun

2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang berbunyi:
“Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan
melalui Rekening Kas Umum Negara”.
b. Tidak optimalnya kontrol DJPBN dan DJPK terhadap
penerimaan dan penyaluran DBH PBB, mengingat kedua
institusi ini tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan
penerimaan dan penyaluran dana tersebut.
c. Terdapat opportunity cost yang hilang akibat pengendapan
dana di BO III.
d. Mekanisme Penerbitan SPM Pengesahan untuk
mengesahkan penerimaan dan pengeluaran DBH PBB oleh
DJPK untuk kemudian dikirimkan ke KPPN setempat
sesuai dengan lokasi BO III dirasa kurang tepat dan kurang
efektif.

Namun mengingat penyaluran DBH PBB Perdesaan dan
Perkotaan melalui kas negara akan berakhir pada tahun 2013,
maka perlu dipertimbangkan untuk mempertahankan BO III
dalam penyaluran DBH PBB Perdesaan dan Perkotaan. Hal ini
dilakukan agar tidak ada usaha dan tenaga yang terbuang
untuk mengusung perubahan yang relatif tidak akan
berlangsung lama.

66

3. Penyaluran DBH atas Dasar Alokasi Sementara/Perkiraan
Alokasi

Peraturan Menteri Keuangan No. 126/PMK.07/2010 tentang
Pelaksanaan Dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer Ke
Daerah mengatur bahwa penyaluran DBH PBB Bagian
Pemerintah, DBH PPh, DBH CHT dan DBH SDA dilakukan atas
dasar alokasi sementara/perkiraan alokasi yang ditetapkan di
awal tahun, tidak berdasarkan realisasi penerimaan dari
masing-masing DBH.

Mekanisme ini dirasa kurang tepat mengingat idealnya dana
bagi hasil baru dibagikan setelah terdapat realisasi penerima
DBH terkait. Dalam keadaan tertentu, dapat terjadi realisasi
penyaluran melebihi porsi bagi hasil untuk suatu daerah
berdasarkan realisasi penerimaan. Meskipun terdapat
mekanisme untuk perhitungan selisih pembayaran tersebut
atas penyaluran DBH pada triwulan berikutnya atau pada
tahun anggaran berikutnya, termasuk mekanisme pemotongan
DAU, skema penyaluran DBH berdasarkan pagu alokasi
sementara tidak sejalan dengan semangat pembagian DBH
yang semestinya berdasarkan realisasi penerimaan.

Dalam kondisi dimana penyaluran lebih besar dari pada
realisasi penerimaan, itu berarti bahwa pemerintah pusat
harus melakukan pembiayaan (pre-financing) terhadap suatu
pengeluaran yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Semakin
besar nominal pengeluaran tersebut, maka semakin besar cost

67

of fund dalam bentuk bunga obligasi yang harus ditanggung
pemerintah dalam hal anggaran mengalami defisit, termasuk
mengurangi kemampuan pemerintah dalam membiayai
pengeluaran lainnya.

D. Aspek Manajemen Kas

Terkait dengan manajemen kas, terdapat dua hal dalam
pengelolaan anggaran Transfer ke Daerah yang perlu mendapatkan
perhatian, yakni:

1. Potensi Terjadinya Retur SP2D

Retur dapat terjadi karena ketidakakuratan identitas rekening
berupa kesalahan nomor rekening, nama rekening dan nama
bank pada perintah transfer dari DJPK ke KPPN yang bermula
dari pemda terkait. Retur juga dapat terjadi akibat
ketidakaktifan atau terblokirnya rekening pemda tujuan.

Seperti telah dibahas pada aspek penyaluran, penyelesaian
setelmen SP2D penyaluran anggaran Transfer ke Daerah
termasuk penyelesaian retur dapat mengalami perlambatan
karena penggunaan lintas jaringan perbankan, mulai dari Bank
Operasional, Bank Indonesia hingga bank di mana Pemda
membuka rekening.

Untuk meminimalisir terjadinya retur tersebut, salah satu
upaya yang dapat dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan

68

adalah menciptakan mekanisme validasi rekening tujuan
dengan membandingkan data rekening pada SPM dengan
database rekening yang disediakan oleh Bank/Penyedia
jaringan perbankan.
Upaya lainnya adalah mengurangi jaringan pembayaran
dengan pilihan pembayaran langsung dari Bank Indonesia.
Untuk keperluan tersebut, Menteri Keuangan membuka satu
rekening RPKBUNP di Bank Indonesia sebagai salah satu sub
RKUN yang dikhususkan untuk pembayaran anggaran transfer
ke daerah. Penggunaan rekening tersebut tetap mengacu pada
prinsip Treasury Single Account dan digunakan oleh KPPN
untuk melakukan pemindahbukuan dana transfer ke daerah.

2. Belum Optimalnya Perencanaan Kas

Selain terfragmentasinya data rencana pengeluaran dari DIPA,
lebih jauh dalam praktiknya, sejauh ini mekanisme forward
cash planning dari DJPK selaku KPA kepada DJPBN selaku
Kuasa BUN dilakukan melalui forum Cash Planning
Information Network (CPIN). Data yang diperoleh dari forum
tersebut selanjutnya dikumpulkan di Direktorat Pengelolaan
Kas Negara. Namun demikian, tingkat akurasinya belum
optimal.

Hal ini perlu mendapatkan perhatian agar pemerintah secara
lebih baik dapat melakukan upaya-upaya dalam perencanaan
kas. Dengan kata lain, perencanaan kas harus mendapat
perhatian yang lebih baik karena anggaran transfer ke daerah

69

mendapat alokasi yang cukup besar pada APBN.
Penyempurnaan proses bisnis dan arus informasi yang terkait
dengan pengeluaran merupakan langkah awal untuk menuju
perencanaan kas yang lebih baik.

E. Aspek Akuntansi

Sesuai dengan kerangka konseptual akuntansi pemerintah dalam
Draft Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual, basis
akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan
pemerintah adalah basis akrual. Karena Pemerintah diwajibkan
menyusun laporan realisasi anggaran yang menggunakan basis kas,
maka laporan keuangan pemerintah akan berbasis akrual dan kas.

Laporan keuangan berbasis akrual dan kas membedakan
penerimaan dan pendapatan, serta pengeluaran dan belanja.
Penerimaan dan pengeluaran merupakan terminologi yang
digunakan untuk menunjukkan pengakuan berbasis kas, sedangkan
pendapatan dan belanja adalah pengakuan berdasarkan basis
akrual. Penerimaan diakui pada saat uang kas diterima pada
rekening kas umum negara, sedangkan pendapatan diakui pada
saat timbulnya hak atas pendapatan dengan/tanpa adanya
penagihan. Pengeluaran diakui pada saat terjadinya pengeluaran
dari rekening kas umum negara, sedangkan belanja diakui pada
saat timbulnya kewajiban pemerintah, terjadinya konsumsi asset,
dan penurunan manfaat ekonomis atau potensi jasa.

70

Selain penerimaan dan pendapatan, serta pengeluaran dan belanja,
terdapat pengakuan atas pembiayaan, yang dibedakan menjadi
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima di rekening
kas umum negara, sedangkan pengeluaran pembiayaan diakui
pada saat kas dikeluarkan pada rekening kas umum negara.
Dengan demikian, penerimaan dan pengeluaran pembiayaan
menggunakan basis kas.

Pada transfer ke daerah, pengakuan dengan menggunakan basis
kas akan mengakui transfer ke daerah pada saat terjadinya
pengeluaran kas dari rekening Kas Umum Negara. Namun,
pengakuan transfer daerah dengan berbasis akrual akan
berpengaruh terhadap timbulnya piutang dan utang transfer ke
daerah. Utang transfer ke daerah ini belum diatur dalam Draft
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual
Nomor 09 tentang Akuntansi kewajiban, sehingga diusulkan agar
utang transfer diakui ketika telah ada komitmen transfer dari
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah daerah.

Pengakuan untuk transaksi APBN transfer daerah secara diakui
pada saat APBN disetujui namun angka dalam transaksi APBN
untuk transfer daerah ini tidak secara otomatis menjadi patokan
secara umum ketika realisasi hal ini dikarenakan ada beberapa
jenis transaksi transfer daerah memiliki beberapa karakteristik
tertentu yaitu :
1. Transfer DBH Pajak, terdiri dari alokasi pembagian transfer

daerah dari pajak penghasilan, dari PBB, dan BPHTB.

71

Kemudian untuk informasi dari data APBN dan realisasi bisa
terjadi perbedaan karena data APBN (ketika pertama kali
APBN disetujui DPR) yang merupakan perkiraan penerimaan
bagi hasil dari pajak menggunakan data perkiraan penerimaan
dana bagi hasil pajak dengan formulasi tertentu. Sedangkan
ketika proses pembagian dana bagi hasil menggunakan data
penerimaan sesungguhnya (berdasarkan penerimaan
pajaknya). Hal ini akan menyebabkan perbedaan data pagu
belanjanya dalam laporan realisasi anggaran.
2. Transfer DBH Sumber Daya Alam terdiri dari, transfer daerah
dari Minyak Bumi, Gas Bumi, Pertambangan Umum,
Pertambangan Panas Bumi, Hasil Kehutanan, Perikanan. Secara
umum transfer dana DBH ini memiliki karakteristik sama
dengan DBH pajak, yaitu realisasi dan pagu perkiraan dalam
APBN berbeda karena angka realisasi sangat tergantung dari
penerimaan PNBP yang diterima dari alokasi sumber daya
alam.
3. Transfer DAU dan DAK. Berbeda dengan transfer DBH, alokasi
untuk kedua jenis transfer ini sudah bersifat tetap dan
mengikat. Nilai alokasi tidak tergantung pada jumlah
penerimaan negara.
4. Transfer Dana Otonomi Khusus. Karakteristik alokasi transfer
dana Otsus sama dengan DAU, yakni bersifat tetap dan
ditetapkan diawal tahun anggaran, yang diberikan kepada
daerah yang ditetapkan sebagai daerah yang memiliki otonomi
khusus.
5. Transfer Dana Penyesuaian, terdiri dari alokasi dana
penyesuaian propinsi dan kabupaten/kota. Seperti halnya

72

DAU, DAK dan Dana Otsus, alokasi untuk transfer Dana
Penyesuaian memiliki karakteristik bersifat tetap dan
mengikat ketika sejak ditetapkan pada awal tahun anggaran.

73

BAB IV
PENYEMPURNAAN PROSES BISNIS

A. Kerangka Penyempurnaan

1. Penganggaran dan Pengalokasian

a. Alur data appropriation

Implementasi SPAN yang mengintegrasikan database DJA
(hyperion) dan database DJPB (Oracle) – mulai dari appropriation
sampai allotment – berimplikasi pada mekanisme alur data pada
penyusunan dokumen penganggaran yang akan dilaksanakan oleh
DJPK. Berikut alur kerja dimaksud:
1) Proses apportionment (Perpres Rincian APBN) dilaksanakan

pada tahap setelah appropriation dilaksanakan dengan asumsi
bahwa pelaksanan input data apportionment masih diproses
oleh DJA. Setelah Perpres Rincian APBN diterbitkan maka data
appropriation anggaran Transfer ke Daerah akan dimasukkan
dalam database hyperion. Input data appropriation dilakukan
oleh DJA.
2) Data appropriation yang telah dimasukkan dalam database
hyperion akan ditransfer ke dalam database ERP (Oracle)
sebagai data awal dan budget control proses allotment
(penyusunan DIPA).
3) Data appropriation dalam bentuk jurnal appropriation oleh
Ditjen Perbendaharaan yang sudah ditransfer ke dalam

74


Click to View FlipBook Version