The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Istiqomah 59isty, 2021-02-02 07:24:26

layout NTB 2021 fix awal

layout NTB 2021 fix awal

tidak perlu menunggu punya teman sesama praktisi atau takut terlihat aneh
dan kerepotan membawa barang ini dan itu kesana kemari.Memang
kebanyakan dari kita sekarang ini masih terjebak dalam lingkungan yang
produksi sampahnya melampaui batas karena jiwa yang konsumtif dan yang
sayangnya lagi justru hal itu dianggap normal dan biasa-biasa saja.Tidak heran
jika penumpukan sampah terus terjadi sehingga menyebabkan lingkungan
tercemar dan semakin hari semakin memprihatinkan. Oleh karena itu, gerakan
yang dilakukan oleh MTs Negeri 3 Mataram ini patut ditiru oleh sekolah-
sekolah lain dan terus dikembangkan. Tidak sulit menjalankan sesuatu asalkan
kita kompak, bekerja sama, dan berkomitmen penuh untuk menjalankan
program zero wasteini.

Saat memulai zero waste, mungkin kita akan merasa asing dan merasa
kaku jika situasi sekitar masih awam dengan hal tersebut.Waktu sekarang ini
justru momentum yang tepat untuk menjadi perintis di lingkungan sekitar dan
mengajak orang-orang di sekitar kita untuk melakukan gaya hidup zero waste.
Pastikan dengan ber-zero waste ini kita bisa menunjukkan manfaat positifnya
untuk lingkungan sekolah menjadi bersih dan sehat dalam proses belajar setiap
harinya, dengan rasa nyaman disertai dengan udara yang bersih dan segar.
Dengan tindakan dan bukti nyata, biasanya orang-orang akan lebih mudah
terinspirasi dan mengikuti gerakan yang sudah kita lakukan.Untuk itu, marilah
mulai bersikap peduli dari diri sendiri, dari rumah dan lingkungan sendiri, dari
hal yang paling sederhana, dan sejak saat ini juga! Mari ajak keluarga kecil dulu
untuk ubah gaya hidup jadi lebih sehat dengan bahan makanan alami.

82

STOP SAMPAH MASUK SEKOLAH

Oleh Bambang Hermanto,S.Pd.MBA

Guru SMA Negeri 1 Dompu NTB

Secara nyata akses negatif akibat kemajuan teknologi meningkat
secara tajam dan bahaya yang selalu menghadang selama ini adalah
merosotnya nilai moral. Oleh karena itu untuk mencegah perlu ada tindakan
nyata yang dilakukan secara bersama dalam penangananya.Baik di lingkungan
sekolah,keluarga,publik dan lainya sehingga pola pikir yang tidak terbiasa
menjadi biasa sebagai sebuah gerakan literasi dapat dilaksanakan dengan baik.

Kaitan literasi Sekolah, yang merupakan bagian sebuah gerakan
literasi di lingkungan Pendidikan dan Kebudayaan yang juga merupakan bagian
dari Gerakan Literasi Nasional. Tentu saja pada bagian ini, sekolah kami
mengambil peran sebagai konsekuensi dan komitmen yang tinggi mendidik
karakter peserta didik ,membentuk kesadaran pentingnya membangun
budaya melalui pembiasaan ,salah satunya menjaga serta melestarikan
lingkungan tempat tinggal dan sekitar kita.

Sebut saja salah satu contoh Program yang dicanangkan pemerintah
akhir Tahun 2019 yaitu mensukseskan NTB bebas sampah Tahun 2023 ( ZERO
WASTE ).Program ini sebenarnya sudah lama dilaksanakan oleh setiap sekolah.
Hanya saja penangananya belum merata dan masih bersifat umum dan
tadisional serta tidak memperhatikan danpak yang ditimbulkan akibat
penangananya yang tidak professional. Jadi jangan heran ada sampah yang
dikumpulkan lalu dibakar, ada yang dipisahkan menurut jenisnya (sampah
organik dan non oganik).

Sampah Organik yang dimaksud smpah yang berasal dari sisa mahluk
hidup yang mudah terurai secara alami tanpa proses campur tangan manusia
untuk dapat terurai. Sedangkan Sampah Non Organik adalah sisa buangan dari
suatu produk atau barang yang sudah tidak digunakan lagi, tetapi masih dapat
didaur ulang menjadi barang yang bernilai. inipun pengolahanya tidak merata
di setiap sekolah karena terkendala dengan sarana mesin daur ulang.

83

Stop Sampah Masuk Sekolah bukan berarti melarang membawa
semua jenis sampah di sekolah.Akan tetapi bahwa secara hirarki artinya yang
bermakna semua produk atau barang yang tidak mudah terurai/non organik
dari penjual / di kantin sekolah dibatasi sesuai hasil kesepakata bersam.
Misalnya saja kemasan minuman atau makanan tambahan gelas plastik, nasi
kotak diganti dengan gelas dan piring kaca. Sedangkan untuk kemasan /botol
air minum,siswa membawa sendiri dari rumah untuk mengisi air galon yang
sudah dipersiapkan dari sekolah sejumlah siswa yang ada. Terbukti cara ini
dapat memberikan keringanan pengeluaran bagi orang tua murid seta pihak
sekolah mampu mengurangi tumpukan sampah kemasan/botol plastik setiap
hari rata- rata lebih kurang 200 sampai 350 botol, belum termasuk jenis
sampah organik.

Namun demikian penanganan sampah oleh pihak sekolah memang
bervariasi dengan cara caranya masing masing. Sumber Daya tentang tata
kelola persampahan disamping sarana maupun alat pengolahan sampah juga
menjadi problem dan tidak mungkin dibiarkan berlarut larut,tanpa ada solusi
serta pemecahan masalah yang berarti untuk kepntingan bersama. Harus ada
kerja sama pihak sekolah dengan pemerintah setempat tentang penanganan
sampah hingga sampah tidak lagi menjadi isyu umum yang berlarut larut
karena tidak adanya penaganan yang berarti.

Bayangkan saja sampah yang dihasilkan rata-rata puluhan kilo hingga
ratusan kilo perhari. Berarti jika tidak ditangani secara benar maka akan
menjadi tumpukan sampah tentu saja jelas akan mengganggu proses kegiatan
belajar mengajar di sekolah akibat tercemar bau yang tidak sedap.

Kondisi nyata inilah maka SMA 1 Dompu, mulai merubah cara dan
kebiasaan pengurangan produksi sampah dengan system ZERO WASTE dalam
kemasan STOP SAMPAH MASUK SEKOLAH, merupakan Program Penguatan
yang bertujuan untuk mengurangi smpah plastik/non organik secara bertahap
pelan- pelan tapi pasti menjadi terbiasa.

Program ini harus dilaksanakan secara terpadu. Mengapa terpadu ?
Agar konsep dapat terukur dan mencapai hasil. Tolok ukur pencapaian harus
terencana dengan baik, pelaksananya tentu harus melibatkan semua warga

84

sekolah dan pihak-pihak terkait yang berkepentingan,seperti orang tua/wali
murid serta Komite Sekolah.

Program dengan system ZERO WASTE yang meloncing diperkirakan
pertengahan Tahun 2019 oleh Bapak Gubernur NTB, juga sertamerta ikut
digaungkan semua jenjang pendidikan dari tingkat pendidikan dasar hingga
menengah ini sebagian besar tidak terlalu membebani sebab sudah lama jauh
sebelum program Zero Waste meloncing sekolah tersebut sudah
menerapkanya, termasuk SMA 1 Dompu.Tinggal ke depan membenahi dan
melakukan penguatan sesuai diharapkan Bapak Gubernur kita. Lain halnya
sekolah yang masih terus dilakukan pendekatan dan pembinaan oleh instansi
terkait karena memang di samping Sumber Daya harus difasilitasi dengan
sarana minimal cukup untuk sebuah perubahan kea rah perbaikan. Tapi,
kembali pada kita semua sadar atau tidak tentunya kita butuh keikhlasan dan
merasa memiliki tanggungjawab moral bahwa sampah adalah sebuah
persoalan yang harus ditangani serius oleh kita bersama.

Sekolah yang memotori Gerakan Peduli Sampa pertama kali ini,
Program Prioritasnya mengikutsertakan siswa kelompok ekskul PMR dan
PRAMUKA dalam setiap kegiatan. Karena PMR dan PRAMUKA identik dengan
kemanusiaan dan lingkungan. Disamping mereka diperkenalkan tentang hal hal
yang menantang, mereka juga kita dampingi bagaimana mencintai dan
menghargai keindahan alam lingkungan kita. Implementasinya bersama
mereka kita berkemah wisata sambil menyisir sampah sepanjang pantai
buangan para wisatawan serta mengajak untuk berkomunikasi langsung
berbahasa inggris.

Program ini secara tidak langsung tidak saja dapat merubah sikap
prilaku siswa, namun juga dapat menggugah hati kita bahwa pentingya
kerjasama mendidik mebimbing anak anak dalam sebuah gerakan yaitu “
Gerakan Peduli Sampah “ Gerakan Peduli Sampah adalah bentuk kepedulian
yang sudah menjadi kalender tahunan dalam Program Budaya Bersih . Gerakan
ini dibawah pembinaan Organisasi Intra Sekolah yang menyentuh langsung
lingkungan, alam dan masyarakat.

Mereka yang tergabung dalam kelompok ini, tidak hanya peduli
dengan Zero Waste di sekolah akan tetapi mereka lebih dari itu, yaitu menyisir

85

sampah pinggir sungai dalam kota dan pesisir pantai daerah pariwisata. Sikap

yang dilakukan ini mendapat respon positif sebagian masyarakat dan

pemerintah setempat sekaligus menunjukan proaktif mensosialisasikan sadar

bersih bahwa “ Sungai dan Pantai Bukanlah Tempat Pembuangan Sampah “

Banyak orang berbicara, bersuara tentang sampah dan tidak sedikit di antara

kita yang membuang sampah sembarangan. Sampai kapan kita menyadari

sampah itu adalah masalah kita.

Selain Gerakan Peduli Sampah dengan menyisir Sungai dan Pantai di

perkotaan dan tempat pariwisat, tindakan nyata yang dilakukan secara rutin

setiap hari dari pagi tiba di sekolah sampai jam pulang sekolah adalah :

1. Siswa diperbolehkan membawa makanan dan diwajibkan membawa

tempat air minum sendiri untuk mengisi air galon yang disiapkan

sekolah.

2. Diwajibkan setelah tiba di sekolah, semua siswa memungut sampah dan

membuang pada tempatnya.

3. Pada saat istrahat pertama maupun kedua, siswa tetap menjaga

kebersihan di dalam dan luar kelas.

4. Pada waktu jam pulang sekolah, semua siswa wajib memungut sampah

dan membuang sampah pada tempat sampah sambil antrian menuju

pintu keluar

Kegiatan nyata dimaksud tidak
terlepas dari kerja ekstra kita sehingga

harapan yang menjadi mimpi mimpi

kita, seperti dukungan keikutsertaan

semua pihak sekolah,terpenuhinya

dana operasonal, sikap control kepala

sekolah, kerjasama dengan

pemerintah tentu akan diperhatikan.

Dokumentasi kegiatan peduli sampah Karena itu, kita terus
pembina osis beserta siswa sma negeri berupaya untuk memikirkan sedikit
1 dompu di pantai ria kec. Pajo kab. demi sedikit misalnya pemenuhan
Dompu kebutuhan saran, memotivasi siswa,
guru, pegawai, membuat kesepakatan
dengan komite sekolah,penegasan

86

fungsi control manajeria kepala sekolah, dan meminimalkan pelanggaran tata
tertib sekolah yang diperkuat dengan SOP (Standar Operasional Prosedur).

Sebagai bentuk pengambilan keputusan, oleh pejabat publik tentunya
secara obyektif dapat menilai hasil Evaluasi Kinerja (evakin) Kepala Sekolah
tentu saja dalam hal ini sebagai penyelenggara pendidikan. Apakah sekolah
yang dipimpinya telah mampu mengimplementasikan bentuk kegiatan Zero
Waste ? Apakah sekolah yang dipimpinya telah memenuhi atau hamper
memenuhi 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan atau tidak ?
Hal ini dilakukan sebagai barometer apakah sekolah layak diberikan dana
bantuan sarana prasarana,termasuk bahan Evaluasi Kinerja Kepala Sekolah

cakap atau tidak untuk dipromosikan kembali sebagai Kepala Sekolah.
Profil Penulis

Bambang Hermanto dilahirkan 19 September 1961 di dompu sebagai
putra kelima dari pasangan Muhammad Hasan (Almarhum) yang
berprofesi sebagai Guru Agama dengan Hj.SitiNurmi.

Pendidikan Dasar dan Menengah ditempuh di Daerah kelahiran.
Pendidikan Diploma II 1985 di UNRAM, STKIP Bima 1996. Kegiatan mengajar mulai
tahun 1986 dan menjadi guru di beberapa SMP. Tahun 2001 – 2015 dimutasikan
jadi Kepala di beberapa SMP, menjadi guru kembali 2017 sampai dimutasikan
menjadi Kepala SMA 1 Pekat , SMA 1 Menggelewa dan Kepala SMA 2 Dompu;
terakhir sampai dimutasikan menjadi guru tahun 2017 di SMA 1 Dompu hingga
sekarang.

Pernah mejadi guru teladan , berprestasi (2001),Kepala Sekolah
Berprestasi (2009) tingkat Kabupaten dan Provinsi. Juara II Nasional Lomba PTK
oleh Direktorat Kementrian RI di Bandung (2012), Mendapat RecommendationOf
Letters And Science /Penghargaan dari Amerika Serikat, The Dedegree Of Master
Of Business Administration ( MBA) dari University Of California Amerika Serikat
atas prestasi dan kredibilitas sebagai guru dan kepala sekolah.

Mendapat penghargaan Piala Citra Sebagai Indonesian Figure Of
Education Award 2015 Sebagai kepala sekolah yang memiliki dedikasi yang tinggi
dalam dunia pendidikan. Menjadi Instruktur K-13 tahun 2016. Dalam bidang
Keorganisasian ; menjadi Ketua MKKS SMA 2010-2017, Ketua IGI Kab. Dompu-
Sekarang, Menjadi Pengurus Muhammadiyah Kab. Dompu – Sekarang, dan
Pengurrus KNPI tahun 2001-2004, Ketua MGMP Bahasa SMP/SMA 1985-2000.

Saat ini hidup bersama Isteri yang berprofesi sebagai guru (kepala
sekolah) dan dikaruniai empat orang anak dan dua cucu. Yang pertama perwat
kedua pengusaha ketiga dan empat polisi.

87

MS. FUTURE ‘’My School is Free of Trash’’

Oleh Rahmatullah, S.Pd, M.A

Kepala SMPS IT Darul Ihsan NW Balik Batang

Sampah adalah salah satu ancaman terbesar bagi umat manusia di
muka bumi ini. Dampaknya yang tidak hanya mengancam keberlangsungan
hidup umat manusia namun juga menganggu keseimbangan ekosistem,
membuatnya menjadi salah satu masalah serius dan terberat yang dihadapi
umat manusia hari ini juga dimasa mendatang. Bahkan, The Global Food

System mengakui bahwa sampah
adalah masalah yang harus segera
diatasi guna menjaga kese-
imbangan ekologi (Fernandez,
2017).
Di Indonesia, sampah adalah
pemandangan yang hampir bisa
kita saksikan setiap hari tidak hanya
di kota-kota besar namun juga di
pelosok – pelosok desa. Selain
memperoduksi sampah sendiri, Indonesia juga menerima sampah import dari
banyak negara – negara diluar sana seperti Australia, Canada, Ireland, Italy,
New Zealand, Inggris dan Amerika. Seperti yang dilansir dari BBC News pada
tanggal 14 November 2019, sampah yang di import ke Indonesia meningkat
hingga 141% (BBC News, 2019).
Setelah membahas masalah sampah yang mendunia, import sampah
yang kuantitasnya terus meningkat di Indonesia, sekrang bagiamana dengan
kita di Nusa Tenggara Barat. Begitu Rich Horner merilis video singkatnya ketika
menyelam di manta point di Nusa Penida Bali, seorang penyelam asal California
juga melakukan hal yang serupa di salah satu Gili di Lombok Utara. Dari video
yang dirilis oleh kedua penyelam tersebut, dapat dilihat bahwa puluhan ton
gumpalan sampah berserakan dibawah laut, hal itu membuat mereka terlihat
seperti sedang berenang di lautan sampah. Bukan hanya dilaut, ada banyak
sampah yang masih banyak terlihat dipinggir – pinggri jalan, pasar, kali, dan
banyak tempat lainnya. Kasus – kasus diatas menandakan bahwa management
pengelolaan sampah di Nusa Tenggara Barat masih sangat jauh dari kata
maksimal. Hal ini juga diakui oleh Sekdis Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(LHK) NTB. Dari 3.388 ton sampah yang di produksi, 83% tidak mampu di kelola

88

dengan baik. Dengan kata lain sampah – sampah tersebut tidak mampu
mereka tangani.

Pertanyaan pertama, memangnya kenapa kalau sampah ada dimana –
mana, merajalela dan tidak terurus? Well! Ada ribuan efek negatif yang akan
timbul apabila sampah dibiarkan terus menumpuk dimana – mana. Yang
pertama, tentu saja dengan berserakannya sampah dimana – mana akan
meercemarkan tanah, air tanah dan makhluk – mahluk hidup dibawah tanah.
Selanjutnya, racun-racun dari partikel plastik yang masuk ke dalam tanah akan
membunuh hewan-hewan pengurai di dalam tanah seperti cacing dan lainnya.
Yang ketiga Polychlorinated Biphenyl (PCB) yang tidak dapat terurai meskipun
termakan oleh binatang maupun tanaman akan menjadi racun berantai sesuai
urutan rantai makanan. Selain itu, kantong - kantong plastik yang tertimbun
didalam tanah akan mengganggu jalur air yang teresap ke dalam tanah
sehingga banjir, longsor dan lainnya bisa saja terjadi. Yang ke lima, sampah –
sampah non – organic dapat menurunkan kesuburan tanah. Kenapa? karena
plastik juga akan menghalangi sirkulasi udara di dalam tanah dan ruang gerak
makhluk bawah tanah yang mampu meyuburkan tanah. Kemudian apa yang
terjadi ketika tanah sudah tidak subur, tanaman akan tumbuh tidak subur
sehingga hasil panen berkurang bahkan terancam gagal. Dan pada akhirnya
kita akan menghadapi masalah pangan. Selanjutnya, kantong plastik yang sukar
diurai, mempunyai umur panjang dan ringan, sehingga akan mudah
diterbangkan angin hingga ke kali – kali bahkan laut sekalipun. Selain dapat
mencemarkan air laut, sampah tersebut juga akan membuat hewan-hewan
laut terjerat dalam tumpukan sampah – sampah plastik. Selain itu hewan-
hewan laut seperti lumba-lumba, penyu laut, dan anjing laut menganggap
kantong - kantong plastik tersebut sebagai sebuah makanan sehingga pada
akhirnya mereka akan mati karena tidak dapat mencernanya. Ketika hewan-
hewan itu mati, kantong plastik yang berada di dalam tubuhnya tetap tidak
akan hancur menjadi bangkai dan dapat meracuni hewan lainnya. Yang
terakhir, pengelolaan sampah yang kurang baik, dapat menyebabkan
meningkatnya toxic dioxins didalam makanan, sehingga mengancam
keberlangsungan hidup umat manusia. Zat tersebut diatas dapat memicu
kangker, kerusakan sistem kekebalan dan perkembangan tubuh. International
Pollutants Elimination Network (IPEN) mengatakan bahwa kandungan zat
dioxins pada satu butir telur di salah satu kota di Jawa Timur adalah 70 kali
lebih tinggi dari pada standar yang ditetapkan oleh Eroupean safety standards
atau yang tertinggi di Asia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampah
saat ini telah menjadi ancaman yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia.

89

Well! Setelah membahas secara singkat mengenai perkembangan
ancaman sampah secara global, nasional dan local, sekarang saatnya kita
membahas masalah solusi. So Proud! Nusa Tenggara Barat melalui
pemerintahan NTB Gemilang mengusungkan program NTB Zero Waste.
Pemerintah secara penuh, serius dan menyeluruh telah melibatkan seluruh
stake holder yang ada untuk menyukseskan NTB yang bebas dari sampah.
Namun, program besar ini tentu saja membutuhkan waktu untuk bisa
mewujudkannya. Meskipun program ini sudah dimulai sejak pertengahan 2018
lalu, gerakan program ini masih terkesan sangat lamban terutama ditingkat
Kabupaten/Kota (suarantb.com, 2019).

Sampah adalah masalah kita bersama, maka setiap instansi
pemerintah maupun swasta berkewajiban untuk menggalakkan gerakan Zero
Waste. Hal serupa juga sangat dianjurkan untuk dilakukan di sekolah – sekolah.
Sekolah adalah tempat berkumpulnya tunas -tunas bangsa, tempat dimana
tunas – tunas itu belajar untuk tumbuh dan bersikap dimasa dewasanya. Maka,
sekolah adalah tempat terbaik untuk mengatasi masalah sampah dimasa –
masa mendatang.

MS FUTURE ‘’My School is Free of Trash’’ adalah program yang kami
terapkan dan kami tawarkan untuk menyadarkan para tunas bangsa yang ada
disekolah – sekolah untuk mengerti bahaya sampah, cara memilah dan
mengelolanya. Ada lima hal prinsip yang ditawarkan untuk menyukseskan MS
FUTURE. Pertama, membuat regulasi yang jelas dan mendetail tentang tata
cara pengelolaan sampah dilingkungan sekolah. Regulasi ini harus mencakup
seluruh lini SDM dan SDA sekolah. Di sekolah kami, peraturan tentang cara
memperlakukan sampah ini meliputi keharusan siswa untuk membawa botol
minum sendiri, melarang siswa untuk membawa atau menggunakan plastik –
plastik sekali pakai, sanksi bagi mereka yang membuang sampah sembarangan
dan reward bagi mereka yang berhasil menjadi ikon zero trash di sekolah.

Kedua, melakukan kerjasama dengan instansi – instansi terkait yang
peduli terhadap penanganan sampah seperti Bank – Bank Sampah, Universitas
– Universitas, juga Masyarakat sekitar. Kerjasama ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman para profesional kepada siswa, guru, orang tua siswa
juga masyarakat sekitar akan bahaya sampah dan pentingnya mengelola
sampah dengan baik. Pada tanggal 16 Oktober 2019, kami menanda tangani
MoU dengan Universitas Hamzanwadi yang salah satu poinnya adalah tentang
kerjasama pengelolaan sampah di sekolah kami. Kegiatan tersebut juga
dirangkai dengan penyuluhan Waste Management dan pembagian botol
minum kepada siswa – siswa oleh pihak Universitas. Dengan adanya kegiatan –

90

kegiatan seprti ini, besar harapan bahwa kesadaran dan pengetahuan siswa
juga guru tentang pengelolaan sampah akan meningkat. Ketiga, membentuk
TIM Zero Trash yang beranggotakan para siswa dan guru. Tim yang
beranggotakan 24 siswa dan 3 guru pendamping ini bertugas sebagai inisiator,
controller dan supervisor pengelolaan sampah di sekolah. Tim ini berisikan
siswa dari VII hingga kelas X. Dengan adanya tim ini di masing – masing kelas,
maka secara sendirinya kelas menjadi lebih bersih dan rapi melalui inisiasi dan
pengawasan dari tim tersebut. Selanjutnya, memaksimalkan penggunaan
school wall zone atau dinding – dinding disekolah terutama dimana para siswa
sering berkumpul, bermain dan berdiskusi. Dinding tersebut digunakan sebagai
media kampanye untuk terus mengingatkan siswa akan pentingnya sekolah
yang bebas dari sampah. Poster – poster atau himbauan – himbaun seperti
‘’Sampah Mengancam Anak Keturunanmu, Sekolahku Bebas Sampah, Buang
Sampah di Tempatnya, Aku Peduli Sampah beserta Sanksi Bagi Mereka yang
Membuang Sampah Sembarangan. Terakhir, mengajak pengelola – pengelola
kantin untuk turut aktif terlibat dalam menyukseskan program tersebut.

Pedagang – pedagang disekolah kami undang dan kami berikan
pemahaman tentang sampah. Setelah itu meminta mereka untuk tidak
menggunakan kantong – kantong plastik dalam menyajikan dagangannya.
Kantong – kantong plastik tersebut bisa diganti dengan piring atau mangkok
dan botol minum siswa yang selesai dipakai bisa dibersihkan lagi. Pedagang –
pedagang disekolah adalah sumber utama sampah disekolah. Saat para
pedagang menyadari betapa berbahayanya sampah, maka dengan sendirinya
mereka akan mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai atau
sampah – sampah non organic lainnya. Dengan diterapkannya langkah –
langkah tersebut diatas, a school that free of trash is very likely to be crated.
Kemudian harapan Indonesia untuk memiliki generasi penerus yang bebas dari
sampah bukanlah hal yang mustahil.

Sebagai penutup, apakah kita akan membiarkan masalah sampah yang
sedang menggelobal menjadi urusan para petinggi dan penguasa dunia saat ini
saja atau kita akan membiarkan masalah export import sampah di Indonesia
menjadi konsen pemerintah saja, ataukah kita akan mulai ikut terlibat untuk
mengatasi masalah tersebut? Ingat! sampah adalah masalah setiap tidak
bersama, maka masalah ini tidakn akan terselesaikan hanya oleh mereka -
mereka yang sedang berkuasa atau beberapa pelaku pengelola sampah saja,
masalah ini hanya akan teratasi apabila secara bersama – sama kita memulai
gerakan yang bebas dari sampah. Gerakan seperti ini hanya akan terjadi
apabila setiap manusia sadar akan bahaya sampah kemudian mereka tau cara

91

mengelola sampah tersebut. Program MS. FUTURE hadir sebagai solusi,
menjadi langkah kongkrit untuk menyadarkan generasi masa depan bangsa
betapa berbahayanya ancaman sampah dan betapa perlunya ilmu pengelolaan
sampah. Sehingga budaya bebas sampah yang diterapkan disekolah akan
menjadi budaya yang dibawa kepada lingkungan keluarga dan masyarakat. | *

Mr. Rahmat adalah sapaan akrab dari Bapak Rahmatullah, S. Pd., M.A.
Mr. Rahmat adalah seorang peneliti, pendidik, penulis dan influencer.
Mengawali karir sebagai guru, Bapak Rahmat kini adalah pemilik sekaligus
direktur dari Bale Edukasi Indonesia, lembaga yang bergerak dibidang
pendidikan, sosial dan ekonomi. Selain itu Mr. Rahmat juga saat ini memimpin
sebuah sekolah menengah bernama SMP IT Darul Ihsan NW Balik Batang yang
terletak di Kecamatan Montong Gading, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Namanya semakin terkenal setelah Mr. Rahmat menempuh studi masternya di
University of Birmingham, Inggris, program School Improvement and
Educational Leadership kemudian mulai mengembangkan karirnya sebagai
peneliti dan influencer. Penelitiannya telah banyak dilakukan di beberapa
sekolah di Indonesia dan Inggris. Selain itu, Mr. Rahmat saat ini juga aktif
menulis buku, tercatat buku No School For Bullying dan Berbagi Praktik Baik
telah di cetak. Lebih lanjut beliau sangat aktif dalam menulis berbagai artikel di
beberapa surat kabar lokal dan nasional.

92

PENGELOLAAN SAMPAH SKALA RUMAH TANGGA
SECARA MANDIRI BERBASIS “ZERO WASTE”

Oleh Nuraini

Kepala SDN 1 Dasan Tereng

Menurut El Haggar (2007), meningkatnya volume sampah saat ini,
disebabkan oleh kenaikan tingkat populasi dan standar gaya hidup. Semakin
maju dan sejahtera kehidupan seseorang, maka semakin tinggi jumlah sampah
yang dihasilkan.

Peningkatan jumlah sampah akan terjadi seiring dengan deret ukur,
sedangkan ketersedian lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah,
mengikuti deret hitung. Hal ini mengakibatkan, lahan TPA memiliki umur yang
pendek, karena tidak mampu lagi menampung sampah yang ada. Rendahnya
teknologi yang dimiliki dan lemahnya infrastruktur, menimbulkan permasalahan
sampah yang cukup rumit, terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
Pemerintah selaku stakeholder, mempunyai kewajiban untuk menerapkan
sistem pengelolaan sampah yang efektif, dalam mengatasi permasalahan
sampah. Selain itu, peran serta masyarakat juga diharapkan dapat membantu
mengatasi masalah tersebut, karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
masalah, akibat keberadaan sampah mempunyai andil besar dalam memper-
buruk tata kelola sampah.

Konsep pengelolaan sampah 3R, sudah tidak asing lagi di telinga
masyarakat. Konsep ini sangat cocok diterapkan di negara berkembang, yang
karena keterbatasan teknologi, maka kenyataannya penerapan konsep 3R
dalam kehidupan sehari-hari, masih jauh dari yang diharapkan. Prinsip Reduce,
Reuse, Recycle (3R) yang menjadi ujung tombak dalam menangani sampah di
lingkungan masyarakat, seakan hanya slogan yang tidak mengena.

Sampah adalah barang atau benda yang telah habis nilai manfaatnya.
Definisi ini menimbulkan kesan negative, yang menjadikan sampah dipandang
sebagai benda yang harus segera disingkirkan dari halaman rumah, dengan
cara apapun. Tentu paradigma tentang pengertian sampah ini harus diubah,
agar masyarakat memiliki kesadaran untuk mengelola sampah masing-masing,

93

sehingga permasalahan lingkungan karena sampah dapat terminimalisir. Kholil
(2004) dalam Saribanon (2009) mengemukakan, bahwa pengelolaan sampah di
masa yang akan datang, perlu lebih dititikberatkan pada perubahan cara pan-
dang dan perilaku masyarakat, dan lebih mengutamakan keterlibatan masya-
rakat dalam pengelolaannya (bottom-up), sebab terbukti, pendekatan yang
bersifat top-down, tidak berjalan secara efektif. Solusi untuk mengatasi masalah
ini, adalah melalui pengelolaan sampah secara mandiri sejak dari rumah.
Pengelolaan sampah skala rumah tangga, dapat dilakukan dengan konsep zero
waste.

Prinsip nol sampah atau zero waste, merupakan konsep pengelolaan
sampah yang didasarkan pada kegiatan daur ulang (Recycle). Pengelolaan
sampah dilakukan dengan melakukan pemilahan, pengomposan, dan pengum-
pulan barang layak jual (Ika, 2000). Menurut Maharani dkk. (2007), peng-
gunaan kembali, minimalisasi, dan daur ulang sampah, adalah hal yang sangat
perlu dilakukan untuk mengurangi timbulan sampah yang membebani TPA dan
lingkungan. Jika memungkinkan, 3R dilakukan sejak dari sumber timbulan
sampah, sehingga terjadi minimalisasi sampah yang diangkut menuju TPA.
Teknik pengelolaan sampah yang mengurangi volume sampah ke TPA dalam
rumah tangga, diperlukan teknik zero waste. Pengelolaan secara zero waste,
merupakan pengelolaan dengan melakukan pemilahan, pengomposan, dan
pengumpulan barang layak jual (Ika, 2000). Hal ini dimaksudkan supaya jumlah
sampah yang masuk ke TPA, seminimal mungkin bahkan hingga nol sampah.
Berdasarkan konsep tersebut, hal yang harus dilakukan pertama kali, adalah
pemilahan sampah berdasarkan kategorial, misalnya sampah organik basah,
organik kering, non-organik plastik, kertas, logam, beling, dan lain-lain.

Pemilahan dalam rumah tangga, harus didukung oleh pewadahan
berupa tong sampah yang memadai. Selain itu, pemahaman mengenai pen-
tingnya pemilahan sampah, harus didukung oleh seluruh anggota keluarga,
sehingga kegiatan ini, dapat berjalan dengan baik. Pemilahan di awal, ketika
sampah timbul memudahkan proses pengelolaan sampah. Tong sampah yang
harus disediakan dalam rumah, cukup dibagi untuk 2 jenis sampah, yaitu
sampah organic, dan nonorganik. Selain itu, kebutuhan tong sampah untuk
mendukung pemilahan, juga perlu diperhatikan.

94

Kebutuhan tong sampah tergantung pada gaya hidup dalam keluarga
dan kondisi rumahnya. Jika rumah memiliki halaman yang luas dan banyak
ditumbuhi tanaman, maka perlu disediakan tong untuk sampah organik sapuan
halaman yang cukup besar, dan tong sampah anorganik kecil. Untuk di dalam
rumah seperti ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, cukup disediakan tong
sampah nonorganik. Sedangkan di dapur, harus disediakan tong sampah untuk
organik dan nonorganik. Tong sampah organik yang disediakan, sebaiknya
memiliki ukuran yang cukup besar, karena di dapur, akan banyak dihasilkan
sampah sisa makanan dan sisa potongan sayuran serta buah. Selain itu, tong
sampah ini, sebagai sentra pembuangan sampah organik yang mungkin timbul
dari ruang tamu, ruang keluarga, dan kamar tidur. Hal ini dikarenakan aktivitas
anggota keluarga di ruang manapun, memungkinkan untuk menghasilkan
sampah organik.

Sampah yang telah terpilah menjadi sampah basah dan kering
selanjutnya dilakukan pengelolaan yaitu pengomposan dan pengumpulan
sampah layak jual.Pengomposan merupakan teknik untuk mengolah sampah
organik. Ada beberapa teknik mengolah sampah organic, antara lain melalui
pengomposan, pembuatan briket, dan biogas. Namun, teknik yang paling
mudah dilakukan pada skala rumah tangga, adalah mengubah sampah organik
menjadi kompos. Pengomposan adalah proses penguraian terkendali bahan-
bahan organik menjadi kompos, yaitu bahan yang tidak merugikan lingkungan.
Pada dasarnya, sampah organik dapat terurai secara alami di alam, tetapi pada
kondisi yang tidak dikontrol, bisa menyebabkan proses peruraian ini akan
menimbulkan dampak lingkungan, seperti lingkungan menjadi kotor, muncul
bau tidak sedap, rembesan air lindi yang tidak terkendali, dan lain sebagainya.
Pengomposan sampah organik dalam rumah tangga, yaitu sisa makanan, sisa
potongan sayur dan buah serta, sampah sapuan halaman, dilakukan dalam alat
yang disebut komposter.

Pemilahan di awal ketika sampah muncuk, akan memudahkan proses
pengelolaan sampah nonorganik. Sampah nonorganik rumah tangga, secara
umum dibagi menjadi plastik, kertas, kaca, logam, kain, dan di luar kategori itu.
Masing-masing sampah tersebut memiliki nilai jual, karena sampah ini masih
bermanfaat sebagai bahan daur ulang. Jika sampah organik rumah tangga

95

dikelola secara mandiri (on site) dengan cara dikomposkan, maka sampah
nonorganik harus dikelola dengan bantuan pihak ketiga (off site).

Pihak ketiga yang dapat mendukung pengelolaan sampah nonorganik,
adalah para pelaku usaha daur ulang informal, antara lain pemulung, tukang
loak, lapak, bandar kecil dan bandar besar (Raihan dan Damanhuri, 2010).
Selanjutnya Raihan dan Damanhuri (2010), dalam penelitiannya yang dilakukan
di kota Bandung, mengemukakan bahwa mata rantai perjalanan sampah,
dimulai dari pemulung yang akan menjual barang daur ulang ke pihak tukang
loak. Selanjutnya pihak tukang loak akan menjual barang kepada pihak lapak.
Pihak lapak akan menjual barangnya kepada pihak bandar kecil dan bandar
besar. Bandar besar adalah penampung terakhir yang menjual barangnya ke
pabrik, atau industri daur ulang. Pelaku usaha yang secara langsung dapat
berinteraksi dengan pelaku pengelola sampah rumah tangga, adalah pemulung
dan tukang loak. Namun, tidak mustahil juga akan terjadi interaksi langsung
antara pelaku pengelola sampah rumah tangga dengan lapak dan bandar kecil,
serta sebagian kecil bandar besar. Bandar besar pada umumnya hanya mau
menerima pembelian dengan batasan berat minimal, namun ada juga yang
menerima dari pelaku individu, loak, maupun lapak.

Pihak ketiga lain yang saat ini sedang berkembang adalah bank
sampah. Bank sampah merupakan salah satu sistem baru, dalam mengelola
sampah yang berkembang di Indonesia. Bank sampah melakukan tiga kegiatan,
meliputi penghimpunan sampah nonorganik yang berpotensi untuk didaur
ulang atau diubah menjadi bahan yang mempunyai nilai jual, menyalurkan
bahan daur ulang dan produk dari sampah, dan melakukan bagi hasil dari hasil
penjualan kekonsumen (Martono, 2011).

Mekanisme bank sampah ini, adalah melayani pengumpulan sampah
nonorganik daur ulang dari masyarakat, yang diberi istilah dengan menabung
sampah. Kemudian setelah terkumpul, pihak bank akan menjual sampah ke
pengepul (lapak atau bandar kecil) yang selanjutnya hasil penjualan diserahkan
ke masyarakat kembali, berdasarkan jumlah sampah yang telah ditabung.
Keberadaan bank sampah ini, tentu menjadi alternatif solusi dalam menangani
sampah nonorganik rumah tangga.

96

Pengelolaan sampah rumah tangga secara mandiri, sangat bergantung
pada keberadaan pihak ketiga di lingkungan sekitar rumah. Hal ini dikarenakan
salah satu prinsip dari zero waste adalah pengumpulan barang yang layak jual.
Sehingga setelah pengumpulan dilakukan terhadap sampah nonorganik rumah
tangga, maka langkah selanjutnya adalah pemindahan sampah nonorganik
bernilai jual dari dalam rumah ke pihak ketiga, yakni pemulung keliling, tukang
loak, atau bank sampah.

Ada perbedaan mendasar antara pemulung dengan tukang loak.
Pemulung dalam mencari barang daur ulang, hanya bermodalkan karung,
sedangkan tukang loak bermodalkan gerobak yang memiliki daya tampung
lebih besar (Raihan dan Damanhuri, 2010). Selain itu, pemulung tidak membeli
sampah daur ulang, sedangkan tukang loak memiliki modal untuk membeli
sampah daur ulang dari rumah tangga. Sehingga ada dua kemungkinan, yaitu
apabila sampah nonorganik telah dikumpulkan dan dipindahtangankan ke
pemulung, maka pelaku pengelola sampah rumah tangga tidak mendapatkan
nilai tambah secara ekonomi, sedangkan bila dipindahtangankan ke tukang
loak, maka akan mendapatkan nilai tambah ekonomi. Namun dibandingkan
dengan tukang loak, pemulung memiliki kelebihan, yakni tidak memilih-milih
sampah yang akan diangkut. Sedangkan tukang loak cenderung akan memilih
barang yang benar-benar memberikan keuntungan, hingga sampah yang nilai
jualnya sangat rendah, tidak akan dibeli.

Lain halnya dengan bank sampah, pelaku pengelola sampah harus
mendatangi lokasi bank tersebut, untuk menabungkan sampahnya, dan perlu
sedikit usaha untuk mengangkut sampah. Namun, keadaan ini akan berbeda
jika bank sampah tersebut sudah cukup maju sehingga melayani penjemputan
sampah sehingga meringankan beban konsumen. Kelebihan bank sampah ini
adalah, banyaknya jenis sampah yang dapat ditabung, dan adanya transaksi
yang jelas, sehingga konsumen mengetahui jumlah tabungan yang dimilikinya.
Sedangkan kelemahannya, bank sampah ini masih sangat sedikit jumlahnya,
hingga sulit ditemui di lingkungan sekitar masyarakat. Namun, sebagai alter-
natif baru dalam penanganan permasalahan sampah, bank sampah ini memiliki
peranan yang cukup besar, dalam mengubah paradigma masyarakat tentang
sampah yang selalu dikonotasikan dengan hal yang kotor dan bau, menjadi

97

sesuatu yang bernilai tinggi, seperti bersih, sesrta kesan bahwa hampir seluruh
sampah nonorganik itu memiliki nilai jual, hanya tinggi atau rendahnya harga
biasanya tergantung beberapa faktor. Menurut Raihan dan Damanhuri (2010),
faktor utama yang mempengaruhi fluktuasi harga rongsokan dari pabrik adalah
permintaan konsumen akan barang olahan pabrik tersebut. Jika permintaan
konsumen sedang tinggi, pabrik memerlukan banyak rongsokan untuk diolah
menjadi bahan baku, sehingga harga rongsokan bisa naik. Sebaliknya, jika
permintaan konsumen turun, pabrik jadi tidak memerlukan banyak rongsokan,
sehingga harga turun. Bila kegiatan pembangunan ekonomi menurun, maka
produksi, pendapatan, tabungan, dan investasi juga akan turun. Kegiatan
perusahaan berkurang. Arus barang dan jasa ikut berkurang. Sehingga menjadi
kegiatan perdagangan pun berkurang, termasuk kegiatan perdagangan bahan
potensial daur ulang.

Sampah rumah tangga yang terbesar volume sampahnya adalah
plastik. Hal ini dikarenakan berkembangnya industri dan perubahan gaya hidup
masyarakat yang mengarah pada konsumerisme, menyebabkan plastik telah
menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat saat ini (Putra, 2010). Pada rumah
tangga, sampah plastik yang sering dihasilkan adalah tas kresek, wadah, atau
botol kemasan produk seperti shampo, air mineral, dan lain-lain, serta plastik
kemasan berlapis aluminium foil. Dari ketiga jenis plastik ini yang tidak memiliki
nilai jual bagi pihak ketiga, adalah plastik kemasan berlapis aluminium foil. Hal
ini dikarenakan plastik ini tidak dapat dilebur, karena adanya lapisan aluminium
foil. Oleh karena itu, pengelolaan yang dapat dilakukan pada sampah ini,
adalah dengan mendaur ulang menjadi kerajinan atau produk berguna.

Pengelolaan sampah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya)

Sampah B3 merupakan komponen yang akan dihasilkan dalam rumah tangga,
walaupun volumenya sangat rendah. Contoh sampah B3 antara lain batu
batere, lampu bohlam/neon, wadah kemasan pembersih lantai, sisa racun
tikus/serangga, sisa oli, dan lain sebagainya.

Sampah B3 tidak dapat diolah atau dikelola oleh para pelaku daur
ulang, karena sampah B3 termasuk dalam sampah spesifik yang menurut UU

98

Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, sampah spesifik adalah
sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya, memerlukan
pengelolaan khusus.

Berhasil atau tidaknya konsep zero waste ini, selain didukung aspek
teknis yang jelas, tentu juga harus didukung oleh aspek sosial-budaya pada
masing-masing anggota keluarga. Pelaksanaan pengelolaan sampah dengan
konsep zero waste pada rumah tangga, pada umumnya diinisiasi oleh salah
satu anggota keluarga, yang dapat bertindak sebagai agent of change (agen
perubah). Agent ofchange ini terbentuk karena bertambahnya pengetahuan
seseorang tentang lingkungan, terutama mengenai dampak sampah terhadap
lingkungan yang diperoleh dari luar rumah.

Meningkatnya pengetahuan ini, akan dapat memicu terbentuknya
persepsi individu mengenai sampah, dan pada akhirnya menimbulkan inisiatif
untuk melakukan tindakan nyata dalam menjaga lingkungan, yang salah
satunya dengan mengelola sampah rumah tangga. Tingkat pengetahuan
memberikan kontribusi yang memadai bagi terbentuknya persepsi individu,
sedangkan aksebilitas terhadap informasi, khususnya mengenai pemilahan dan
daur ulang sampah, secara tepat memberikan kontribusi terhadap persepsi
individu dan partisipasi dalam pengelolaan sampah (Saribanon, 2009).

Menurut Saribanon (2009), selain sebagai agen perubah, inisiator juga
akan berperan sekaligus sebagai block leader, atau individu yang mengajukan
dirinya secara sukarela (bekerja tanpa mendapatkan upah/pembayaran) untuk
mendistribusikan informasi konservasi lingkungan. Jadi, individu inisiator selain
memulai pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis zerowaste secara teknis, ia
juga mendelegasikan dirinya untuk menyebarluaskan informasi danmemotivasi
anggota keluarga yang lain, untuk melakukan pengelolaan sampah terutama
dalam pemilahan sampah.

Keberhasilan penyebarluasan informasi kepada anggota keluarga, akan
tergantung pada beberapa faktor. Menurut Utami (2008), faktor-faktor yang
mempengaruhi partisipasi dalam pemilahan sampah rumah tangga adalah
pendidikan, jenis kelamin, dan persepsi individu. Semakin tinggi pendidikan
dan persepsi seseorang terhadap kebersihan, maka makin tinggi pula kemampuan
memilah sampahnya. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang berpen-

99

didikan tinggi, tentu semakin mudah informasi diterima oleh mereka. Jenis
kelamin perempuan, lebih tinggi kemampuan memilah sampahnya, bila
dibandingkan laki-laki. Apabila sebuah keluarga mempunyai jumlah wanita
lebih banyak, maka partisipasi pelaksanaan pengelolaan sampah akan semakin
baik. Pada akhirnya, pilihan cara pengelolaan sampah berbasis zero waste,
secara teknis terutama pada sampah layak jual, apakah akan diberikan ke
pemulung; atau dijual ke tukang loak; atau ditabung di bank sampah, bukanlah
inti dari pengelolaan sampah berbasis zero waste, tapi yang terpenting adalah
kesadaran pada tiap individu, bahwa sampah harus dikurangi masuk ke TPA,
atau tidak berada di tempat pembuangan liar, sehingga kegiatan ini mampu
menjadi ujung tombak mengatasi permasalahan sampah dalam mensukseskan
Program NTB Bebas Sampah Tahun 2023.

Sarapan Bersama (Sabar) Langkah Awal Menuju Zero Waste di Sekolah

Isu kekinian yang sedang berkembang secara meluas di semua lapisan
adalah zero waste atau bebas sampah. Konsep zero waste ini, oleh pemerintah
provinsi Nusa Tenggara Barat dicanangkan pada pertengahan tahun 2018, di
beberapa regional wilayah Nusa Tenggara Barat. Dalam program zero waste ini,
Dinas Lingkungan Hidup berkoordinasi dengan para Bupati dan Walikota.

Untuk mewujudkan NTB bebas sampah tahun 2023, berbagai upaya
dilakukan, dari mulai penyusunan perda tentang pengeloaan sampah, sampai
pada digelontorkan dukungan anggara dalam APBD. Perda ini sudah masuk ke
dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) di DPRD NTB. Sehingga melalui
kerjasama dan peran aktif pemerintah kabupaen, pemerintahan desa, bukan
mustahil program Nusa Tenggara Barat zero waste atau bebas sampah, dapat
terwujud nyata.

Zero waste atau bebas sampah atau nol sampah, sebenarnya bagai-
mana sebisa mungkin mengurangi penggunaan bahan/material yang mence-
mari lingkungan, terutama bahan sekali pakai (sedotan, plasrik, cofy cup, dan
rekan-rekannya). Terpenting dari zero waste adalah meminimalisir sampah,
tidak cukup mendaur ulang, mengingat kemampuan daur ulang masih rendah.

100

Zero waste dimulai dari menolak pengunaan bahan-bahan tidak ramah
lingkungan, sulit terurai, dan tentu saja tidak sekali pakai. Alternatif setelah
penolakan, adalah mencari penggati yang lebih ramah lingkungan (tidak sekali
pakai), membawa tempat makan sendiri, tempat belanja sendiri, membawa
tempat minum sendiri, yang bukan merupakan botol kemasan.

SD Negri 1 Dasan Tereng, yang merupakan bagian dari masyarakat
pun, bisa mengambil langkah untuk turut mendukung program ini, didasarkan
pada kebermanfaatan dari program ini. Salah satu langkah yang dilakukan oleh
sekolah untuk mendukung zero waste, adalah program sarapan bersama
(sarapan bareng) dengan melibatkan guru, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Program ini dilaksanakan sebelum mulai pembelajaran jam pertama, bagi anak
yang masuk pagi. Sarapan tidak hanya berupa nasi, tapi bisa berupa roti dan
makannan lainnya, yang mengandug karbohidrat.

Program Sabar (sarapan bersama, sarapan bareng) di sekolah,
merupakan salah satu pilihan untuk mendukung terlaksananya zero waste.
Pada program ini, anak diminta untuk membawa sarapannya, atau membeli
sarapan di kantin sekolah, dengan menyiapkan tempat nasi dari bahan, bukan
yang sekali pakai. Hal ini ditempuh karena belajar dari pengalaman, anak yang
membawa nasi atau membeli nasi di sekolah dengan bungkus kertas nasi, atau
bahan sekali pakai, merupakan penyumbang sampah terbanyak di sekolah.

Bisa dibayangkan misalnya, satu

sekolah dengan jumlah anak 345

orang, dan semua sarapan di kantin

sekolah, atau membawa sarapan

dari rumah dengan pem-bungkus

kertas nasi atau sejenisnya, maka

dalam 1 hari, akan ada sampah

kertas nasi sejumlah 345 lembar.

Lalu bagaimana kalau dalam waktu

Anak SDN 1 Dasan Tereng bawa tempat 1 minggu, 1 bulan, dan seterusnya?
makan dan minum masing-masing. Berapa banyak sampah yang akan
terkumpul? Berapa banyak tong

sampah yang harus disiapkan

sekolah? Betapa cepatnya sampah akan menggunung di tempat pembuangan

akhir di sekolah? Demikian juga dengan sampah plastik yang berasal dari

bungkus snak, minuman kemasan dan sejenisnya, akan terjadi hal yang sama

dengan kasus di atas.

101

Sekolah bisa berupaya mengurangi beban bumi dari sampah sampah
plastik, mengingat sampah jenis ini merupakan sampah yang tidak bisa hancur.
Salah satu teknik yang bisa dilakukan bersamaan dengan program sabar
(sarapan bareng) adalah satu anak satu tong sampah (tong sampah berupa
botol minuman) yang selalu siap dibawa setiap hari. Setidak-tidaknya sampah
mereka masing-masing bisa dimasukkan ke dalam botol mereka sendiri dan
dijadikan ecobrik untuk dimanfaatkan di sekolah.

Sampah di sekolah masih memerlukan penanganan untuk bisa
mencapai zero waste yang diharapkan. Tahapan dari 5R yang dipolulerkan oleh
Bea Jhonson yaitu refuse, reduse, reuse, recycle dan rot yang belum bisa
dilaksanakan secara menyeluruh atau sempurna oleh sekolah. Ada 4 tahapan
yang memilki kemungkinan besar bisa dilakukan sekolah yakni: Refuse
(menolak pemakaian barang yang tidak perlu), Reduse (menghindari
pemakaian/pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam jumlah
besar), Reuse (menggunakan kembali alat), Recycle (mendaur ulang untuk
dijadikan benda yang bermanfaat). Sedangkan rot (membusukkan sampah
organik menjadi kompos) bisa dilakukan akan tetapi memerlukan peralatan
dan tenaga di sekolah.

Sarapan bersama rupanya mampu mengurangi sampah. Sarapan
yang dijadwalkan oleh sekolah dengan memantau pelaksanaannya mulai dari
tempat nasi yang dibawa anak dan tempat minum yang bukan dari botol
minuman sekali pakai termasuk pemnatuaan terhadap kantin sekolah
merupakan langkah awal mengurangi sampah di sekolah. Dampak pembiasaan
ini akan berpengaruh kepada perilaku anak di rumah. Mereka akan
menempatkan sampah plastik mereka pada botol atau akan mendaur ulang
botol minuman, gelas minuman menjadi barang yang bermanfaat.

Secara rinci pelaksanaan “sabar” atau sarapan bersama atau sarapan
barang sebagai langkah awal mendukung zero waste di sekolah khususnya di
SDN 1 Dasan Tereng adalah: membangun kesepakatan awal atau komitmen
awal bersama guru, anak dan wali murid untuk mendukung kegiatan ini berupa
menyiapkan wadah tempat sarapan bagi putra dan putrinya masing-masing,
mengatur jadwal sabar, anak membawa sarapan sendiri dari rumah berisi nasi
atau makanan lainnya dalam wadah berupa termpat nasi dan botol minuman
yang bukan dari tempat minum sekali pakai, memantau pelaksanaan sabar di
setiap kelas oleh kepala sekolah

Kelebihan dari program ini adalah dari nilai kesehatan, anak
mengkonsumsi makannan sehat, , anak terbiasa sarapan yang meupakan cikal
bakal pola hidup sehat, sarapan berdampak pada semangat dan konsentrasi

102

belajar; dari segi nilai religiusitas, anak dilatih untuk berdoa sebelum dan
sesudah makan, belajar mensyukuri rezeki yang sudah diterima; sedangkan
dari nilai karakater gotong royong; anak terbiasa berbagi, saling memberi
karena tidak menutup kemungkinan ada anak yang tidak membawa sarapan.

Pelaksanaan program sabar (sarapan bersama, sarapan bareng) juga
telah mampu menekan sampah di sekolah. Sampah yang ada di sekolah setelah
pelaksanaan ini hanya berupa sampah daun atau sampah organik. Sekolah bisa
dalam kondisi bersih selama pelaksanaan pembelajaran, bahkan sampai
keesokan harinya. Sekolah tampak asri sehingga seluruh warga sekolah merasa
nyaman berada di sekolah.

Zero waste merupakan sebuah sebuah proses yang tidak datang
dengan instan. Oleh karena itu mari bersama-sama selamatkan bumi, kurangi
beban bumi, lestarikan alam, hijaukan bumi agar bumi tetap layak untuk dihuni
dengan penghuni bumi hidup selalu sehat.

Perlunya komitmen dari seluruh komponen untuk terlaksananya zero
waste di semua lapisan masyarakat. | * **

Nuraini, S.Pd, lahir di Keling, Lombok Barat 51 tahun yang
lalu. Menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1983.
Melanjutkan ke SMP 1 Narmada dan tamat pada tahun
1986. Menyelesaikan Sekolah Pendidikan Guru di SPG Negeri
Mataram pada tahun 1989. Pada tahun 1991, ia mengawali
karirnya sebagai guru di Sekolah Dasar Negeri Tanak Tepong.
Selanjutnya dipindah tugas ke sekolah pada jenjang yang
sama sampai tahun 2006.
Sejak tahun 2007, ia diberi amanah sebagai kepala sekolah di Sekolah
Dasar Negri 2 Dasan Tereng, hingga saat ini masih menjalankan tugas sebagai
kepala sekolah di SDN 1 Dasan Tereng.
Dalam masa karirnya, ia telah menyusun beberapa tulisan dalam
bentuk Penelitian Tindakan Sekolah, Penelitian Tindakan Kelas, Best Practice,
antologi puisi, antologi surat, tulisan dalam bentuk ficer dan cerita fiksi, yang
sudah diterbitkan oleh penerbit ber-ISBN.
Catatan lainnya: No HP. 081805597038| Email: [email protected].

103

BERSEDEKAH DENGAN SAMPAH

Oleh Muhamad Irham

Mudir Pondok Pesantren Sa’adatuddarain Praya

1. Sampah Sumber Masalah di Masyarakat

Tidak dapat dipungkiri, bahwa sampah merupakan salah satu masalah
terbesar di Indonesia. Setiap hari, Indonesia memproduksi ribuan ton sampah
yang berasal dari: pabrik, pasar dan toko, gedung-gedung perkantoran,
sekolah, hotel, restoran, tempat wisata, tempat hiburan, perumahan
penduduk dan lain sebagainya. Jika kita memperhatikan truk-truk pengangkut
sampah satu persatu, kita hampir tidak bisa menghitung berapa kali truk
pengangkut sampah mondar-mandir ke tempat pembuangan akhir lalu
menumpukkannya hingga menggunung. Ini membuktikan bahwa sampah di
Indonesia diproduksi secara massif dan kontinyu. Memang harus diakui dalam
kenyataannya tak ada seorangpun yang bisa terbebas untuk tidak
menghasilkan sampah setiap harinya, karena masyarakat Indonesia sangat
dipengaruhi oleh gaya konsumtif yang begitu tinggi.

Kini, Indonesia bisa dikatakan sebagai Negara darurat sampah,
mengingat bahwa sampah telah menjadi bagian dari sumber pencemaran
lingkungan yang bukan hanya di darat melainkan hingga di kawasan laut.
Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah memiliki pengaruh yang
besar kepada buruknya kesehatan mahluk hidup yang bukan hanya manusia
melainkan hewan dan tumbuhan di sekitarnya. Akhir-akhir ini di berbagai
tempat kita saksikan banyaknya ikan yang mati, terumbu karang yang rusak
dan rumput laut yang produksinya turun drastis. Di tempat yang lain pula kita
lihat beberapa jenis penyakit telah banyak pula menimpa para penduduk di
sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS). Inilah dampak buruk yang
ditimbulkan dari sampah.

Lalu bagaimana pemerintah mengatasi permasalahan ini? pertanyaan
ini mungkin saja telah lama kita dengar, bahkan pemerintah sudah melakukan
apa yang seharusnya dilakukan. Khusus di daerah kita di Nusa Tenggara Barat,
Bapak Gubernur beserta jajarannya telah mencanangkan sebuah program yang
bisa menjadi solusi atas permasalahan sampah ini. Program tersebut bernama
Zero Waste. Penyadaran masyarakat akan pentingnya hidup bersih dan
bagaimana mengelola sampah menjadi sesuatu yang bernilai adalah bagian

104

dari misi program ini. Program ini akan berjalan jika adanya dukungan semua
pihak. Tanpa keterlibatan masyarakat secara menyeluruh, program ini akan
sulit terlaksana.

Menindaklanjuti program yang sangat baik ini, pemerintah diharapkan
mampu merangkul semua elemen masyarakat tidak terkecuali pondok-pondok
pesantren yang notabene memiliki figure yang didengar dan dipatuhi yaitu
kyainya.

2. Peran Pondok Pesantren dan Tuan Guru Sebagai Penggerak

Pondok pesantren merupakan masyarakat kecil yang di dalamnya
berkumpul sekelompok manusia yang beraktifitas bersama dipimpin oleh
seorang kyai. Di Nusa Tenggara Barat seorang kyai yang lebih dikenal dengan
sebutan Tuan Guru ini memiliki peran yang sangat penting bagi kelangsungan
aktifitas civitas pondok pesantren. Tuan Guru menjadi sosok panutan yang
didengar dan ditiru oleh para santri dan jamaahnya. Oleh karena itu, seorang
Tuan Guru harus memiliki visi dan misi yang jelas dan pandai menyusun
startegi agar tujuan yang diharapkan benar-benar tercapai dengan sempurna.

Dalam hal penanganan sampah, para Tuan Guru dapat menyelipkan
pesan-pesan moral dalam setiap pengajian di depan murid-muridnya yang
membahas tentang kewajiban hidup bersih sebagai syarat sempurnanya
sebuah ibadah, tentang bahayanya membuang sampah sembarangan yang
dapat berakibat rusaknya lingkungan dan ekosistem di dalamnya, kesadaran
akan pentingnya udara segar untuk kesehatan, dan hal-hal lain yang sangat
erat hubungannya dengan program canangan Gubernur kita tersebut.

Maka, jika ini terlaksana maka pondok pesantren dan lingkungan
sekitarnya dapat dijadikan contoh bagi warga di sekelilingnya. Namun,
memang tidak cukup hanya sebatas teori saja. Perlu ada tindakan riel yang
dilakukan oleh civitas pondok pesantren seperti: membiasakan memilah
sampah organik dan unorganik, membuat pupuk kompos, memanfaatkan
sampah plastik untuk dijadikan bahan membuat karya seni yang hasilnya nanti
dapat bernilai ekonomi.

3. Mengubah Sampai Menjadi Berkah

Mengintip sedikit dari celah-celah pagar sebuah pondok pesantren di
Lingkungan Wakan Kelurahan Leneng Kecamatan Praya yaitu Pondok
Pesantren Sa’adatuddarain al-Azhar al-Sharif terdapat satu program yang

105

bukan hanya mensukseskan program pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat
saja melainkan untuk kepentingan pondok pesantren itu sendiri secara khusus.
Pimpinan pondok pesantren ini, TGH. M. Izzi Muhsin Ma’mun telah
mengeluarkan himbauan sejak enam tahun yang lalu agar para jamaah
pengajian dapat membantu pelaksanaan pembangunan pondok pesantren
dengan kemampuan masing-masing. Menurutnya keterlibatan masyarakat
sangat penting terhadap proses pembangunan fisik maupun nonfisik sebuah
pondok pesantren. Andil masyarakat ini membuktikan bahwa kepedulian umat
tentang pentingnya sebuah lembaga ilmu agama dan keislaman yang layak
sangatlah penting. Masa depan umat sebagai generasi bangsa yang kuat dalam
segi agama haruslah dipersiapkan sejak dini.

Memang, secara ekonomi jamaah majlis ta’lim yang dikelola oleh
Pondok Pesantren Sa’adatuddarain al-Azhar al-Sharif sebagian berasal dari
masyarakat menengah ke bawah yang merasa berat untuk menyumbang
dengan sejumlah uang. Selain dari kalangan petani, ada juga yang berasal dari
para pensiunan yang menghabiskan masa tua untuk menutut ilmu. Meski
begitu, semangat mereka untuk membangun pondok pesantren sangatlah
tinggi. Itu diapresiasi dengan baik oleh Tuan Guru. Kemudian Tuan Guru
menghimbau untuk bersedekah dengan sampah plastik.

Pada awalnya ada sikap ragu, takut dan hawatir yang dirasakan oleh
para jamaah. Betapa lancang rasanya menyumbang dengan sampah. Namun
seiring waktu, sampah-sampah plastik yang dikumpulkan kini berubah menjadi
beberapa ruang belajar yang manfaatnya langsung dirasakan oleh para santri.

Sistem pengumpulan sampah dilakukan dengan cara perorangan
maupun berkelompok. Para jamaah membawa sampah-sampahnya pada
setiap pengajian majlis ta’lim dilaksanakan. Sampah-sampah yang terkumpul
dijual setiap minggunya kepada bank sampah. Hasilnya ditabung dan
digunakan sepenuhnya untuk pembangunan pondok pesantren. Betapa mulia
dan sederhana apa yang dilakukan oleh para jamaah ini. Andai saja hal ini
dapat dilakukan oleh pondok pesantren lain, maka akan tercapai apa yang
diharapkan pemerintah, menjadikan NTB sebagai daerah yang bebas dari
sampah di tahun 2023. Tujuannya bukan hanya itu saja, tapi kemandirian
pondok pesantren pun akan tampak dari kegiatan positif semacam ini, kecil
dan sederhana namun memiliki manfaat yang luar biasa.

4. Bagaimana Mencapai NTB Bebas Sampah Tahun 2023

106

Cita-cita untuk menjadikan daerah kita terbebas dari sampah di tahun
2023 bukanlah sebatas isapan jempol belaka jika seluruh komponen
masyarakat kita ikut berpartisipasi mensukseskan gerakan ini. Hal yang
dilakukan oleh Pondok Pesantren Sa’adatuddarain al-Azhar al-Sharif
merupakan salah satu bagian terkecil dari usaha yang dilakukan masyarakat.
Mungkin masih banyak pula lembaga-lembaga lain atau secara perorangan
yang sudah melaksanakan kegiatan semacam ini. Oleh karena itu perlu kiranya
sosialisasi dilakukan secara terus menerus dan diadakan pendampingan ke
instansi-instansi pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan, lembaga-lembaga
kemasyarakatan, rumah-rumah ibadah, dan masyarakat umum yang
bersentuhan langsung dengan permasalahan sampah ini. Dengan begitu, insya
allah apa yang menjadi harapan pemerintah kita akan dapat terwujud.

Praya, 8 Desember 2019

Muhamad Irham, S.Pd.I. Lahir di Praya 7 Oktober 1981.
Menyelesaikan studi S-1 di IAIN Mataram pada Fakultas
Tarbiyah Jurusan Pendidikan Bahasa Arab pada tahun
2005. Sekarang, beraktivitas menjadi guru Bahasa Arab
di Pondok Pesantren Sa’adatuddarain Praya. Selain itu
juga menulis puisi dan cerpen. Puisi-puisinya termuat
dalam beberapa antologi puisi, di antaranya: Pesona
Ranah Bundo (Dinas Pariwisata Padang, 2018),
Senyuman Lembah Ijen (Pemkab Banyuwangi, 2018),
Jarak dan Rindu (Spasi Media, 2018), serta cerpennya yang berjudul
“Kesedihan Terselubung” dimuat dalam antologi cerpen Harmoni Rindu
(Anlitera, 2018). Sedangkan bukunya yang telah terbit Mutiara-Mutiara
Hikmah (Basmallah Publisher, 2018), Senja di Rinjani (Guepedia, 2018),
Kumpulan Cerpen Lukisan di Dinding Langit (Guepedia, 2019), Kumpulan Puisi
Mantra-mantra dari Pulau (Kekata Publisher, 2018), Petualangan Keluarga
Ilalang (Kantor Bahasa NTB, 2019), Ibuku Hebat (Kantor Bahasa NTB, 2019).
Penulis dapat dihubungi melalui Email : [email protected] WA.
081907889145

107

PENERAPAN PROGRAM
KONSEP ZERO WASTE DI SEKOLAH

Oleh Mansur, S.Pd.I, M.Pd.
Guru SMP Negeri 1 Praya Timur

Konsep zero waste merupakan konsep yang masih baru dan asing bagi
kebanyakan masyarakat Indonesia terlebih bagi mereka yang tidak pandai
berbahasa Inggris, karena zero waste berasal dari bahasa Inggris yang artinya
nol sampah. Jadi, zero waste merupakan suatu konsep pengurangan produksi
sampah. Salah satu cara penerapan zero waste adalah dengan cara
mengurangi sampah. Cara ini bisa diterapkan di seluruh lapisan masyarakat.

Bangsa Indonesia memperkenalkan konsep zero waste ini ke hal layak
ramai, salah satunya caranya melalui sosialisasi ke sekolah-sekolah. Penerapan
zero waste di lingkungan sekolah dapat memberikan kontribusi dalam
pemeliharaan lingkungan, yakni dengan cara meminimalisir pembuangan
sampah sembarangan atau memanfaatkannya kembali dengan cara
pengolahan kembali dengan kata lain didaur ulang menjadi barang siap pakai.

Sudah ada beberapa lembaga swasta atau yayasan non pemerintah
sudah melakukan pengenalan serta pelatihan mengenai zero waste. Yayasan
Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPPB) yang berlokasi di Kota
Bandung telah melaksanakan kegiatan kampanye hidup bebas sampah. Dimana
kampanye itu bertujuan untuk mengajak masyarakat khususnya ibu rumah
tangga agar mau melakukan upaya pengurangan sampah dan penekanan
volume sampah. Sebagian besar ibu rumah tangga menyetujui gagasan zero
waste tersebut dan turut menerapkan gagasan tersebut dalam kesehariannya1.

Jadi, tidak hanya di lingkungan rumah tangga saja atau keluarga saja
untuk penerapan zero waste, tapi pengenalan program zero waste juga dapat

1 Komari, A. S., Sikap Ibu Rumah Tangga Terhadap Penerapan Program Zero
waste Lifestyle di Kelurahan Sukaluyu Kota Bandung (Studi Deskriptif
Terhadap Anggota Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi
Bandung dengan Latar Belakang Status Sosial Ekonomi Berbeda), Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2014

108

dilakukan di lingkungan lain seperti di sekolah, kampung-kampung, lembaga
dan instansi lainnya. Nah, di lingkungan sekolah untuk dapat menerapkan
program zone waste harusnya memberlakukan suatu aturan yang mengajarkan
para peserta didik untuk melakukan pemisahan sampah organik dan non
organik. Pihak sekolah harus berperan aktif dengan salah satu caranya yakni
menyediakan bak sampah khusus untuk sampah organik dan menyediakan bak
sampah yang non organik sehingga sejak dini peserta didik sudah di didik dan
dibiasakan menempatkan sesuatu pada tempatnya dan mereka bisa
membedakan sampah yang organik dan sampah yang non organik.

Peningkatan timbulan sampah dapat menimbulkan risiko negatif
terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Di daerah perkotaan,
terutama di kota-kota negara berkembang, masalah dan isu mengenai sampah
merupakan permasalahan yang sangat penting dan harus segera diatasi2.

Dari apa yang di paparkan di atas memang betul, bahwa penumpukan
sampah sangat berdampak negatif terhadap lingkungan dan juga kesehatan
masyarakat yang berada di sekitarann dimana sampah tersebut menumpuk.
Misalnya berkembang biaknya binatang-binatang yang membawa virus
penyakit dan bau menyengat yang sangat tidak enak untuk di hirup. Terlebih
lingkungan sekolah seharusnya harus benar-benar nol dari sampah ataupun
tumpukan sampah karena lingkungan sekolah merupakan lingkungan formal
untuk pendidikan yang harus steril dari masalah-masalah baik sampah,
keributan dan lainnya.

Penerapan prinsip Reduce, Reuse dan Recycle (3R) juga diharapkan
dapat menyelesaikan masalah sampah secara terintegrasi dan menyeluruh
sehingga tujuan akhir kebijakan Pengelolaan Sampah Indonesia dapat
dilaksanakan dengan baik3.

2 Alsheyab, M. dan Kusch, S., “Decoupling Resources Use from Economic
Growth Chances and Challenges of Recycling Electronic Communication
Devices”, Journal of Economy, Business and Financing, Vol. 1 No. 1, pp. 1615-
1619, 2013
3 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Lampiran
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2011 Tentang
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2012 Buku III: Pembangunan Berdimensi
Kewilayahan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2012

109

Jadi, kegiatan pengurangan sampah bertujuan agar seluruh lapisan
masyarakat, baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat luas khususnya
di lingkungan sekolah harusnya melaksanakan kegiatan pembatasan timbulan
sampah. Menerapkan pendauran ulang dan pemanfaatan kembali sampah
atau yang lebih dikenal dengan sebutan Reduce, Reuse dan Recycle (3R) melalui
upaya-upaya cerdas, efisien dan terprogram harus perlu diupayakan terutama
dalam lingkungan sekolah dalam bentuk kebijakan yang di regulasikan oleh
pihak sekolah atau oleh pihak Dinas pendidikan kabupaten/kota atau provinsi
sehingga penerapan zero waste terlaksana dengan baik.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga mewajibkan produsen melakukan kegiatan 3R dengan cara
menghasilkan produk dengan menggunakan kemasan yang mudah diurai oleh
proses alam dan yang menimbulkan sampah sesedikit mungkin, menggunakan
bahan baku produksi yang dapat didaur ulang dan diguna ulang dan/atau
menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk didaur ulang
dan dimanfaatkan kembali.

3R merupakan singkatan dari reuse, reduce, dan recycle. Adapun
makna dari kata-kata tersebut ialah Reuse berarti menggunakan kembali
sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi
lainnya. Reduce berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan
sampah. Dan Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi
barang atau produk baru yang bermanfaat.

Untuk diketahui bahwa ruang lingkup zero waste itu sendiri terdiri atas
beberapa konsep yang telah dikembangkan sebagai sistem pengelolalaan
sampah berkelanjutan. Dari beberapa konsep tersebut adalah menghindari,
mengurangi, menggunakan kembali, merancang ulang, regenerasi, daur ulang,
memperbaiki, memproduksi kembali, menjual kembali serta mendistribusikan
kembali sumber sampah.4

Oleh karena itu, strategi zero waste dalam prakteknya dapat
berkembang dengan baik. Zero waste tidak hanya mendorong proses daur

4 Zaman, A. U., “Roadmap Towards Zero Waste Cities”, International Journal
of Waste Resources, Vol. 4 No. 2, pp. 100-106, 2014

110

ulang tetapi juga bertujuan untuk mengatur kembali rancangan, produk dan
distribusi dalam pencegahan atau pengurangan jumlah sampah. Hal ini penting
di sosialisakan kepada peserta didik dengan cara praktik baik oleh pendidik
(guru) di sekolah baik dengan instruksi kepala sekolah dan dari dinas
pendidikan atau dari kesadaran pendidik (guru) itu sendiri sehingga zero waste
menjadikan sekolah bersih, rapi dan indah sehingga proses belajar mengajar di
sekolah tersebut menjadi aman, nyaman dan kondusif.

Konsep zero waste merupakan suatu konsep berkelanjutan nyata yang
dapat diterapkan di sekolah-sekolah5. Jadi, penerapan program zero waste di
sekolah tujuannya untu mengajarkan peserta didik untuk mengembangkan dan
mempraktekkan pengetahuan mengenai konsep sistem berkelanjutan dengan
cara mengurai produksi sampah sehingga sekolah merupakan kunci dari
seluruh lapisan masyarakat agar konsep zero waste dapat terlaksana dan
berjalan dengan lancar dan baik.

Kerja sama dari seluruh pihak sangat dibutuhkan dalam pelaksanan
zero waste di sekolah baik itu peserta didik, pendidik, staf sekolah, kepala
sekoalh, komite sekolah singkatnya masyarakat (stakeholder) sekolah.
Pengenalan zero waste dilaksanakan dengan cara pengajaran, pelatihan dan
kerja sama pelaksanaan program pengurangan sampah sehingga penerapan
program konsep zero waste (nol sampah) di dalam lingkungan sekoalh sekolah
dapat berjalan dengan baik.

“Man syabba ‘ala syai-in syabba ‘alaih” artinya “barang siapa yang
terbiasa terhadap sesuatu maka terbiasalah ia”. Maksud dari kata bijak
tersebut ialah apabila kita terbiasa ataupun membiasakan seseorang untuk
berkata sesuatu atau berbuat sesuatu maka akan selalu terbiasa mengataka
atau berbuat sesuatu tersebut. Dalam dunia pendidikan atau di sekolah
seorang pendidik (guru) tugasnya tidak hanya mengajar akan tetapi juga
mendidik. Penerapan zero waste (nol sampah) memiliki kesamaan dengan
ajaran Islam yakni “Kebersihan itu sebagaian dari iman”. Maka, penerapan zero
waste di sekolah secara tidak langsung, kita telah membiasakan anak didik
untuk terbiasa dalam menerapkan kebersihan yang dianjurkan dalam Islam,

5 Schumpert, Kary, Dietz dan Cyndra., “Zero Waste: A Realistic Sustainability
Program for Schools”, School Business Affairs, Vol. 78 No. 2, pp. 14-17, 2012

111

sehingga kebiasaan baik tersebut akan terus mereka praktikkan dalam
kehidupan sehari-hari mereka, baik dalam lingkungan sekolah maupun
lingkungan luar sekolah bahkan samapi mereka selesai dan dewasa. Itu semua
karena pembiasaan yang baik yang diterapkan pendidik kepada peserta didik.

Mansur, S.Pd.I, M.Pd., lahir di Ponggong, Kopang,
Kabupaten Lombok Tengah pada tanggal 25 Juni 1983,
merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari
pasangan Marwiyadi dan Jenah. Pada tahun 1995
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri
DURIAN, dan pada tahun 1998 menyelesaikan pendidikan
Sekolah Menengah Pertama di SMP Putra At-Tohiriyah
Bodak, dan selanjutnya menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMU Putra
At-Tohiriyah Bodak pada tahun 2001. Tahun 2005 berhasil menyelesaikan
pendidikan di Fakultas Tarbiyah IAIN Mataram, mengambil program studi
D2/PGMI. Pada tahun tersebut langsung transfer (melanjutkan pendidikan) ke
S1/PAI, dan selesai pada tahun 2008.
Pada tahun 2015 mendapat kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan pada Pascasarjana (S2) Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang, dalam program studi Manajemen Pendidikan Islam atau
S2/MPI, yang merupakan beasiswa Kemenag, Direktorat Kasi PAIS untuk Guru
PAI. Pengalaman sebagai pendidik, dimulai sejak Januari 2009, diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagai guru, dan ditempatkan di SMP Negeri 1
Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah, sampai sekarang. Pada tanggal 10
Oktober 2010, menikah dengan Nani Nurhasanah, S. Pd dan dikaruniai seorang
putri, yaitu Zafara Mannani Nazra.

112

KIAT SEKOLAH
MENSUKSESKAN ‘ZERO WASTE’
UNTUK PEMENUHAN MUTU LAYANAN SUBSIDI SILANG

Oleh Hj. Erni Rohanah,S.Pd.,M.Si

Pengawas Sekolah Kabupaten Lombok Barat

Menurut Permendikbud No 28 Tahun 2016 pada pasal 1 ayat 4
dinyatakan bahwa, ‘’ Sistem Penjaminan Mutu Internal Pendidikan Dasar dan
Menengah, yang selanjutnya disingkat SPMI-Dikdasmen adalah suatu kesatuan
unsur yang terdiri atas kebijakan dan proses yang terkait untuk melakukan
penjaminan mutu pendidikan yang dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan
dasar dan satuan pendidikan menengah untuk menjamin terwujudnya
pendidikan bermutu yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional
Pendidikan (SNP). Kebijakan ini telah memberikan tugas kepada semua satuan
pendidikan untuk meningkatkan mutunya secara internal.

Peningkatan mutu secara internal ini dilaksanakan dengan membentuk
Tim Penjaminan Mutu Pendidikan Sekolah (TPMPS). TPMPS ini kemudian
melaksanakan tugasnya dengan melaksanakan siklus SPMI dimana kegiatannya
meliputi telaah SNP, analisis rapor mutu sekolah, perencanaan pemenuhan
mutu, pelaksanaan pemenuhan mutu, audit internal dan penetapan standar
mutu yang baru. Siklus SPMI ini memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk
menetapkan sendiri kelemahan mutu sekolah yang perlu ditingkatkan.

Sekolah belum melaksanakan subsidi silang untuk membantu siswa
kurang mampu merupakan salah satu kelemahan mutu yang banyak terjadi di
sekolah model maupun sekolah imbas. SDN 1 Jembatan Gantung adalah salah
satu sekolah model SPMI. Berdasarkan hasil analisis rapor mutu sekolahnya,
ditemukan memiiki kelemahan pada beberapa indikator dan sub indikaor dari
masing-masing standar. Adapun standar kompetensi lulusan yang menjadi
masalah pada sekolah tersebut adalah indikator sekolah belum memiliki
kemampuan pada dimensi kompetensi keterampilan khususnya kemampuan
berfikir dan bertindak kreatif dan produktif. Kelemahan ini menjadi masalah
mutu pendidikan di SDN 1 Jembatan Gantung. Sementara salah satu akar

113

masalah berasal dari standar pembiayaan yaitu indikator 8.1 Sekolah
memberikan layanan subsidi silang dengan akar masalah pada sub indikator
8.1.3 Melaksanakan subsidi silang untuk membantu siswa kurang mampu.
Layanan subsidi silang ini seyogyanya dianggarkan dari dana sekolah yaitu
bantuan operasinal sekolah (BOS). Akan tetapi, pendanaan layanan subsidi
silang ini jarang terealisasi karena sekolah masih memerlukan dana BOS untuk
membiayai unsur lainnya.

Permasalahan sekolah belum memiliki kemampuan berfikir dan
bertindak kreatif dan produktif dengan salah satu akar masalah sekolah belum
memberikan layanan subsisdi silang yang ditemukan di SDN 1 Jembatan
Gantung ini kemudian memotivasi penulis untuk menginspirasi sekolah binaan
lainnya untuk menggunakan dana sharing swadaya masyarakat dalam
pemenuhan mutu layanan subsidi silang tersebut. Dana swadaya masyarakat
ini berasal dari sumbangan masyarakat. Sumbangan masyarakat ini dihimpun
melalui kegiatan atau program sekolah. Adapun kegiatan yang ditawarkan
adalah bersedekah menggunakan sampah yang dibawa siswa dari rumahnya
masing-masing. Kegiatan ini sekaligus mensukseskan program Zero Waste (nol
sampah) pemerintah Provinsi NTB. Program Zero Waste yang dilaksanakan
melalui kegiatan sedekah sampah ini kemudian ditawarkan kepada TPMPS
sekolah model dan sekolah imbas.

Kegiatan Sedekah Sampah sebagai Program Zero Waste di Sekolah

Sedekah sampah adalah kegiatan menyumbang menggunakan
sampah. Sampah yang disumbangkan adalah sampah non organik. Beberapa
jenis sampah non organik yang disumbangkan yaitu sampah botol plastik,
bungkus snack, kopi, permen, tutup botol plastik, gelas plastik, dan lain-lain.
Sampah- sampah ini dikumpulkan oleh siswa dan wali murid di rumahnya
masing-masing selama seminggu. Selanjutnya setiap hari sabtu siswa
membawanya ke sekolah untuk diserahkan kepada tim pelaksana sedekah
sampah..

Tim pelaksana sedekah sampah terdiri dari siswa, guru dan tenaga
kependidikan. Petugas ini ada yang bertindak sebagai ketua, sekretaris,
bendahara, koordinator pemilah sampah dan koordinator penjualan sampah.
Selanjutnya tim pelaksana sedekah sampah akan berkoordinasi dengan TPMPS

114

untuk menentukan jadwal kegiatan dalam rangka pemenuhan mutu layanan
subsidi silang kepada siswa tidak mampu.

Dalam rangka mensukseskan program zero waste untuk pemenuhan
mutu layanan subsidi silang maka dibuat SOP sebagai standar pelaksanaan.
Adapun SOP layanan subsidi silang melalui kegiatan sedekah sampah adalah :
1. Rapat TPMPS

Kepala Sekolah melaksanakan rapat dengan TPMPS untuk menetapkan
bahwa sekolah akan melaksanakan pemenuhan mutu untuk layanan subsidi
silang. Layanan ini akan dibiayai dari dana swadaya masyarakat. Dana
tersebut dikumpulkan melalui kegiatan sedekah sampah.
2. Sosialisasi kepada siswa, orang tua siswa, guru dan tenaga kependidikan
Hasil rapat TPMPS kemudian disosialisasikan secara berturut-turut mulai
dengan memberikan pengaruh kepada guru dan tenaga kependidikan,
siswa dan masyarakat yang akan terkena kegiatan sedekah sampah.
3. Pembentukan Tim Pelaksana Sedekah Sampah
Kegiatan selanjutnya adalah membentuk tim pelaksana sedekah sampah
baik tingkat sekolah maupun tingkat kelas. Pada tingkat sekolah diberikan
tanggungjawab kepada ketua TPMPS sebagai ketua Tim dan pengurus
TPMPS sebagai anggotanya. Sedangkan pada tingkat kelas diberikan
tanggungjawab kepada guru kelas atau wali kelas sebagai koordinator di
kelasnya masing-masing dan beberapa siswa sebagai anggota.
4. Melaksanakan sedekah sampah
Pelaksanaan program Zero Waste melalui kegiatan sedekah sampah
dilaksanakan dengan cara siswa dan orang tua siswa mengumpulkan
sampah di rumah setiap hari dan dibawa siswa ke sekolah setiap minggu
yaitu setiap hari sabtu. Pada hari minggu siswa yang bertugas secara
bergantian memilah sampah plastik. Ada sampah plastik yang masih baik
dan ada sampah plastik yang kurang baik. Sampah plastik yang baik akan di
buat prakarya dan sampah plastik yang kurang baik akan dijual langsung
kepada tukang pengumpul sampah.
5. Memproduksi atau membuat karya dari sampah
Hasil pemilahan sampah yang dapat dijadikan prakarya di kumpulkan dan
siswa sesuai dengan kelasnya memproduksi sampah tersebut menjadi
prakarya yang dapat terjual atau dipasarkan.
6. Menjual sampah yang tidak terpakai
Sementara sampah yang tidak terpakai untuk prakarya dapat dijual setiap
minggu kepada tukang pengumpul sampah.

115

7. Menjual karya dari sampah
Hasil prakarya dari sampah yang dibuat oleh siswa selanjutkan dapat
dipasarkan melalui bazaar sekolah sehingga diperoleh juga dana untuk
diberikan kepada siswa yang tidak mampu.

8. Memberikan subsidi silang kepada siswa tidak mampu
Kegiatan terakhir yang dilakukan dari kegiatan sedekah sampah ini adalah
memberikan subsidi silang kepada siswa kurang mampu dalam bentuk uang
saku, pakaian sekolah dan perlengkapan sekolah sesuai dengan dana yang
berhasil diperoleh. Kegiatan subsidi ini dilaksanakan setiap semester atau
setiap akhir tahun pelajaran.
Keberhasilan kegiatan sedekah sampah ini tidak akan terlepas dari

peran guru dan kepala sekolah. Oleh karena itu komitmen dan keikhlasan
menjadi tim pelaksana sedekah sampah adalah amal yang akan terus mengalir
dan diingat oleh siswa sepanjang hidupnya. Selain itu sedekah sampah
merupakan pembelajaran bagi siswa untuk peduli kepada orang lain,
menambah keimanan dan ketaqwaan siswa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjalin silaturahim antara sekolah dan orang tua wali serta meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat akan pentingnya kebersihan sampah
di lingkungannya.

Layanan subsidi silang kepada siswa yang kurang mampu adalah salah
satu kelemahan mutu yang dapat dibiayai oleh kegiatan sedekah sampah.
Masih banyak kelemahan mutu sekolah yang berasal dari standar lainnya yang
dapat dibiayai dari dana sedekah sampah. Adapun kelemahan mutu yang dapat
didanai juga dari sedekah sampah adalah standar sarana prasarana seperti
pembuatan taman baca, menghias taman sekolah, memperbaiki atau
melengkapi fasilitas kantin sekolah. Sementara standar lainnya yang dapat
dipenuhi dengan program zero waste adalah memperbaiki proses
pembelajaran dari pembelajaran yang kurang aktif dan kreatif menjadi
pembelajaran yang aktif dan kreatif dengan kompetensi siswa dapat
memanfaatkan dan membuat karya dari bahan sampah.

Dalam rangka mensukseskan Zero Waste untuk memenuhi layanan
subsidi silang, maka pengawas sekolah bekerjasama dengan kepala UPTD
Dikbud kecamatan Lembar untuk mensosialisasikan program ini ke sekolah
binaan masing-masing. Penulis sebagai pengawas bina mencoba memotivasi
sekolah mensukseskan program ini melalui kegiatan sedekah sampah. Penulis
berharap kegiatan sedekah sampah ini dapat membantu siswa yang kurang
mampu agar dapat membeli alat-alat perlengkapan sekolahnya.

116

Adapun kesulitan yang ditemui dalam pelaksanaan sosialisasi program
zero waste melalui sedekah kegiatan sedekah sampah ini adalah kurangnya
komitmen dan wawasan warga sekolah akan pentingnya memilah sampah
serta tidak tersedianya tempat untuk mengumpulkan sampah. Solusi yang
penulis berikan adalah memberi masukan kepada sekolah untuk menugaskan
siswa memilah sampah dari rumah sehingga di sekolah sampah sudah terpilah
menjadi sampah yang digunakan untuk membuat prakarya dan sampah yang
langsung dapat dijual. Sekolah kemudian bekerjasama dengan pengumpul
sampah atau bank sampah setiap minggu datang ke sekolah untuk membeli
sampah tersebut.

Semoga kegiatan ini dapat menginspirasi semua sekolah untuk
bertindak sama seperti yang di lakukan di SDN 1 Jembatan Gantung.
Mensukseskan Zero Waste berarti turut serta mensukseskan pemenuhan mutu
layanan subsidi silang kepada siswa tidak mampu. | ***

Hj. Erni Rohanah,S.Pd.,M.Si, lahir di Rumak 11
Mei 1973. Lulus pendidikan di SDN 2
Jembatan Kembar tahun 1984, SMP 2 Gerung
tahun 1988, SPGN Mataram tahun 1991, S1
di IKIP Mataram jurusan pendidikan Biologi
tahun 1996, dan S2 di UPBJJ UT Mataram
Jurusan Administrasi Publik tahun 2013. Karir
dimulai dari menjadi guru tahun 1993, lalu menjadi kepala sekolah tahun 2007,
dan sekarang sebagai pengawas sekolah Dinas Dikbud Lombok Barat tahun
2016-sekarang. Beberapa tulisan yang sudah terbit adalah buku Publikasi
Ilmiah Pengembangan Profesi Guru, Antologi Best Practice Sekolah Dasar,
Artikel Karya Kreatif Best Practice 2019 , Antologi Jejak Cinta dan Pengabdian,
dan Antologi Jejak Literasi Pendidik Milenial.

117

DEKONSTRUKSI PRAKSIS ‘ZERO WASTE’
SEBAGAI CARA HIDUP MASYARAKAT NTB

Oleh Habiburrahman

Guru SMAN 2 Narmada

State of The Art Zero Waste sebagai Abstraksi (Sekilas Pandangan)

Jika sekiranya tujuan dari sebuah program atau rencana bahkan gagasan
sebagaimana "Zero waste” pada prinsipnya ditentukan oleh pandangannya
tentang dirinya sendiri namun bukan pada objek programnya, melainkan pada
pelaku dan pelaksana program yang mengetengahkan pertanyaan-pertanyaan
tentang bagaimana dirinya sebagai manusia lahir maupun bagaimana
sesungguhnya alam semesta ini muncul. Makna dari tujuan hidup manusia
yang memiliki prinsip dalam kehidupannya bahkan tujuan kepemilikan manusia
berdasar sumber daya yang ada di tangannya serta hubungannya antar
sebagian manusia dengan sebagian yang lain bahkan hubungan manusia
dengan object lain (lingkungan alam sekitarnya) tentu tujuan hidup manusia
akan selaras dan bermakna sebagai sejarah Peradaban kehidupan.

Bayangkan ketika tujuan hidup hanya untuk mencapai kepuasan diri
dengan mengabaikan orang lain atau bahkan objek sekalipun yang memiliki
hubungan efek imbal balik dengan alam sekitar, tentu nafsu ingin memenuhi
keinginan diri sebagaimana hukum rimba yang kuat akan menang akan memicu
kerusakan yang lebih serius dalam tatanan kehidupan. Demikian pula ketika di
kaitkan dengan hubungannya dengan sesama manusia akan menjadi semakin
renggang, kerusakan terhadap alam akan semakin nyata dan struktur
kehidupan manusia dengan alam tentu akan semakin tidak tampak
keindahannya atau bahkan saling merusak satu sama lain.

Oleh karena itulah tujuan dan strategi dari sebuah program zero waste
pada hakikatnya adalah hasil logis dari pandangannya terhadap dirinya sendiri
dan di tambah lagi dengan hakikat yang kedua bagaimana mereka

118

melaksanakan dan melakukan tindakan sebagai hasil keyakinan dan
kepercayaan dirinya yang selaras dengan sustenebilitas alam semesta.

Ide dan Gagasan sebagai Cara Pandang terhadap Sebuah program

Setiap pandangan tentang Zero Waste di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB)
haruslah terlebih dahulu melihat pandangan umum kehidupan masyarakat dan
tujuan-tujuan yang seirama dengan program pemerintah. Masyarakat pada
dasarnya membantu pemerintah menguji strategi dan sistem dalam
merealisasikan bahkan mungkin dengan cara yang sekuler yang sebenarnya
bertentangan dengan yang didasarkan pada pandangan pandangan hidup
modern dapat membantu pemerintah merealisasikan pandangan yang
konsisten dengan pandangan-pandangan yang sudah melekat dalam struktur
kehidupan masyarakat Nusa Tenggara Barat.

Komitmen keberagaman dan keberagama’an kita yang mendalam
dalam struktur masyarakat NTB terhadap persaudaraan dalam keadilan
menyebabkan konsep kesejahteraan bagi masyarakat sebagai tujuan pokok
dalam membangun masyarakat NTB yang sejahtera. Kepuasan dan kesehatan
fisik, kedamaian mental, kebahagiaan Jasmani dan Rohani, hanya dapat dicapai
melalui realisasi yang seimbang antara kebutuhan materi dan kebutuhan
Rohani dari personalitas masyarakat dan secara bertingkat semua itu dicapai
ketika hubungannya dengan Tuhan, dengan manusia dan alam sekitar dalam
Tenggo yang seirama.

Pemenuhan kebutuhan spiritual menghendaki pembangunan moral
yang berbeda dengan materi yang menghendaki pembangunan sumber daya
material dari manusia serta pemenuhan itu tercapai bilamana alam sekitar
tetap dilestarikan sebagai bagian dari cara hidup mereka, salah satunya dengan
melaksanakan program Zero Waste di Nusa Tenggara Barat.

Mungkin saja masyarakat sekuler meremehkan adanya pembangunan
moral namun belakangan di era 4.0 ini justru dunia mulai mengakui komitmen
pandangan tentang pembangunan materi dengan keadilan adalah tidak
mungkin tanpa adanya pembangunan moral dan pada saat yang sama

119

menghendaki adanya penggunaan sumberdaya yang adil dan efisien dalam
keseimbangan keduanya (alam dan sesama).

Mewujudkan misi menuju “NTB Bebas Sampah 2023” yang berarti
menuju ketiadaan sampah sepertinya mustahil untuk di realisasikan. Akan
tetapi sikap kita dalam melihat masalah ini harus berbeda pada tingkatan motif
dan tujuan program ini di buat. Pastikan bahwa semua itu bukan hanya
sebatas jargon, namun hal itu adalah sebuah harapan di mana harapan itu di
upayakan dalam rangka merealisasikan misi pemerintah tahun 2023 menuju
NTB yang bersih dari sampah.

Bersih dari sampah hanya akan menjadi angan-angan ketika kita
memahami itu hanya sebatas perspektif orang ketiga atau yang kita sebut
sebagai pengamat. Sebagai seorang pengamat hanya bisa melihat sesuatu
sebagai orang luar (outsider). Pengamat tidak mengikat mereka untuk
melakukan apa yang dikatakannya. Ia hanya sebagai komentator dalam melihat
suatu fenomena zero waste ini. Sebagai salah satu dari sekian program
pemerintah yang ada, zero waste harus memiliki langkah menarik untuk
menjadikannya menjadi program unggulan pemerintah provinsi dan semua itu
bukan suatu hal yang mustahil, asal dilakukan dengan teknologi yang tepat
yakni model yang mendekatkan dalam rangka memudahkan dan memberikan
guidance bagi pelakunya (masyarakat). Dalam konteks ini, zero waste harus
dilihat sebagai diri yang melakukan, bukan hanya sekedar pemahaman biasa
sebagai sebuah obyek yang biasa. Karena jika zero waste dilihat hanya sebuah
object program yang berbeda dengan diri kita yang menjalani aktivitas dengan
tujuan mulia itu, maka yang terjadi adalah penghamburan anggaran dan waktu
bagi kegagalan suatu program yang awalnya sungguh menjanjikan kesehatan,
kebersihan dan ketentraman masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang
kita cintai. Sebagai orang kedua (sebagai pelaku) dalam menjalankan program
zero waste hendaknya kita memposisikan diri sebagai pemain. Inilah yang
sering kita sebut sebagai latihan praktis (Practical Science) dan bukan sekedar
teori sebagaimana pengamat bisa melakukan itu dengan tanpa harus menjadi
pelaku dan tanpa harus menjadi bagian dari program zero waste tersebut.

Kita dan para pemain memiliki aktivitas yang berfungsi sebagai pelaku
pertandingan tersebut. Yang saya maksudkan adalah perspektif kita terhadap

120

zero waste harus mencerminkan bahwa kita bukan orang ketiga yang hanya
mampu mengamati sebuah obyek atau menyaksikan sebuah peristiwa di mana
kita sebagai subjek hanyalah berfungsi sebagai penonton atau observer atau
pengamat yang menjadikan object program (zero waste) hanyalah sebuah
peristiwa yang diamati seolah-olah seperti kita sedang membaca karya sastra
karena kita tidak melihat bahwa tujuan-tujuan komunikatif dari sebuah
program itu di alamatkan pada diri kita.

Relasi pengamat dengan yang diamati (program zero waste) itu hanya
bersifat asimetris dan hanya Monologis di mana para pelakunya tidak terlibat
secara langsung dengan program tersebut. Karena ketidakterlibatan itulah,
maka kita sebagai pengamat hanya bersikap objektif terhadap fenomena yang
diamati. Maka sikap Imparsial inilah yang sangat menonjol dalam kegiatan yang
hanya sekedar angin lalu semata selama program itu hanya dilihat sebagai
bentuk deskripsi tentang hasil pengamatan yang dilaporkan seorang pengamat
bahkan oleh saya sendiri sebagai penulis kepada komunitas pengamat yang
lain. Cara pandang seperti inilah yang saya sebut sebagai program yang di
perspektifkan sebagai simbolik semata dan kita hanya sebagai pengamat yang
kita sebut sebagai orang ketiga dalam melihat program zero waste tersebut.
Bahkan program itu bukanlah sebuah object alami yang bisa dipahami melalui
proses pengamatan semata akan tetapi dia tidak bisa hanya ditafsirkan hanya
sebagai program tekstual dalam ranah kognitif intelektual yang melampui
aktivitas prosedural biasa karena penafsir hanya berhubungan dengan isi
fikirannya yang berbentuk simbolik. Perspektif penafsir juga hanya
menggunakan perspektif orang ketiga yang bersikap netral, rasional dan
objektif terhadap program-program tekstual yang tertulis dalam sebuah
program pemerintah yang di tuangkan melalui diskripsi rencana dengan
anggaran yang bernama zero waste tersebut.

Dari seluruh paparan yang saya ilustrasikan di atas, sesungguhnya
hanyalah pintu masuk dalam membangun program-program yang tidak hanya
melahirkan pemenuhan teks-teks kuantitatif dalam merealisasikan anggaran-
anggaran semata, dimana tidaklah mengherankan bila produk akhir dari
interaksi program zero waste adalah diskripsi pengetahuan atau penafsiran
tentang zero waste yang kemudian dilaporkan dan dibaca serta di evaluasi oleh

121

komunitas penafsir juga dalam hal ini pengamat zero waste. Melainkan
program tersebut adalah atraktor dari agent-agent eksekutor dalam
mensukseskan gawe besar jangka panjang program pemerintah Provinsi NTB
hingga tahun 2023 nanti.

Idealitas Program sebagai Hasil kesimpulan atas Tawaran Gagasan.

Jika merujuk pada argumentasi di atas, maka saya berkesimpulan bahwa syarat
keberhasilan sebuah program tidak hanya terkait dengan kebenaran epistemik
dari isi program tersebut sebagaimana yang dilihat dari perspektif pengamat.
Akan tetapi terkait dengan pengakuan terhadap otoritas pemerintah dalam hal
ini pemerintah daerah yang merancang program zero waste dan kepatuhan
melaksanakan perintah dengan cara melaksanakan apa yang diperintahkan dan
memberikan serta melahirkan kesadaran terhadap semua individu masyarakat
bahwa zero waste tersebut inhern dalam diri kita sebagai cara hidup kita
sebagai manusia serta menjadikannya sebagai cara individu untuk menjaga
kesehatannya dan sebagai cara komunitas dalam memelihara keberlangsungan
kehidupan umat manusia.

Perbedaan cara melihat perspektif orang kedua (sebagai pelaku)
dengan perspektif orang ketiga (sebagai pengamat) sebagaimana yang telah
dibahas panjang lebar dari isi tulisan di atas, menunjukkan setidaknya terjadi
perbedaan komitmen untuk melakukan dan melaksanakan program zero waste
terhadap diri pelaku sendiri (perspektif orang kedua) jika dibandingkan dengan
cara-cara konvensional yang hanya melihat sebuah program sebagaimana cara
pandang seorang pengamat yang berada di luar sebagai seorang evaluator
(Perspektif orang ketiga).

Kesimpulan Penutup sebagai Argumentasi Akhir (Sebuah Contoh Sudut Pandang
terhadap Gagasan).

Sekarang kita perhatikan dua contoh kalimat berbeda berikut ini ; yang
pertama “saya siap menjadi agen zero waste” lalu kalimat kedua “kata Pak Abi,
bahwa saya siap menjadi agent zero waste”. Kalimat pertama menunjukkan

122

komitmen bahwa dia adalah agen dari program zero waste tersebut.
Sedangkan kalimat kedua adalah hanya bertugas dan berfungsi melaporkan
apa yang di katakan pak Abi untuk berkomitmen melaksanakan program Zero
waste.

Sekarang kita lihat program pemerintah yang berkomitmen
menjalankan seluruh agenda program kerja zero waste dengan menggunakan
kalimat sederhana di atas; maka yang terjadi dalam diri setiap orang adalah
menjadi agen program tersebut dan satunya lagi hanya berfungsi sebagai
reporter yang tugasnya hanya mengulang kembali (melaporkan) program yang
dicanangkan oleh pemerintah daerah semata tanpa ada komitmen langsung
dalam dirinya bahwa dia berkomitmen untuk melakukan itu, dia hanya sekedar
mengetahui bahwa program itu baik tapi tidak memiliki komitmen untuk
melaksanakan program tersebut.

“Jika setiap program adalah katalistor yang mendekatkan, maka setiap
tindakan adalah tujuan dalam rangka menyatukan dan mewujudkan setiap
program”. | ***

HABIBURRAHMAN, lahir di Pagutan, pada 31 Desember 1982.
Jl. Lalu Mesir Turida Timur, kel. Turida, Kecamatan Sandubaya,
Kota Mataram. Ia Mengajar di SMA Negeri 2 Narmanda, Jl.
Ahmad Yani 05, Narmada Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Ia aktif di Luar Sekolah bersama Yayasan Pembelajaran Gelar
Hidup (Divisi Sekolah Perjumpaan), yang berlokasi di Gedung
Lt.1, Kantor Pusat Islamic Centre Hubbul Wathan Mataram, NTB.

2. HIPKA INDONESIA Wilayah NTB (Himpunan Pengusaha Muda Kahmi), Jl.
Pendidikan 68 Mataram NTB.

123

PILOT PROJECT SMPN 3 POTO TANO
PAGI BERSIH SEMUA KERJA

UPAYA MEWUJUDKAN NTB ‘ZERO WASTE TAHUN 2023’
Oleh Mulyadi, S. Pd.I.

Guru SMPN 3 Poto Tano – KSB

Environment Problem

Semakin tinggi kebudayaan dan teknologi manusia ternyata juga
menimbulkan permasalahan lingkungan hidup, khususnya permasalahan
sampah. Semakin banyak dan beragamnya jenis bahan baku yang digunakan
untuk memproduksi berbagai macam barang, limbah yang ditimbulkannya pun
semakin banyak.

Permasalahan sampah harus segera ditangani dengan serius agar tidak
berlarut-larut sehingga mengganggu kesehatan. Sampah yang dibiarkan
menumpuk dan membusuk menjadi sarang kuman dan penyakit, merusak
keindahan lingkungan dan menebarkan bau busuk yang menyengat hidung
menyebabkan lingkungan tidak sehat dan sangat merugikan.

Membangun kesadaran pentingnya kebiasaan hidup bersih, dengan
menelorkan real program and real action dari seluruh stakeholders juga urgent
untuk dilaksanakan.

The Japans system

Tingkat keadaban kita sebagai masyarakat dalam menciptakan
lingkungan yang bersih, bebas dari sampah masih rendah. Terlihat sangat jelas
indikator keadaban kita bila disandingkan dengan sebagian negara yang
masyarakatnya memiliki kepedulian tinggi terhadap lingkungan yang bersih dan
nyaman. Sebut saja Jepang, negara yang lebih dikenal negeri bunga sakura,
sebagaimana yang dideskripsikan oleh mantan Rektor Universitas Hasanudin
(Unhas) Makassar sekaligus pemerhati masalah sosial Prof. Radi A. Gani ketika
beliau mengunjungi Negara kekaisaran Jepang.

Dalam tulisan yang dimuat di kolom opini Koran harian fajar Makassar
edisi Selasa 13 Januari 2015 tersebut menguraikan kekaguman beliau atas
tingginya budaya masyarakat negeri matahari terbit itu, diantaranya;
“kedatangan saya pagi hari di Bandara Haneda -Tokyo membuat saya harus
mencari kamar peturasan. Saya berhasil menemukannya bukan melalui tulisan

124

(karena hampir semuanya dalam huruf kanji), melainkan cukup dengan
gambar yang sangat jelas maksudnya. Terus terang, saya cukup kikuk untuk
buang hajat, karena begitu bersihnya dan begitu aromatis. Airnya sangat
bening dan bersih”.

“Di Bandara Internasional Halim Perdana Kusuma Jakarta, saya
dengan mudah menemukan kamar peturasannya, bukan karena petunjuk yang
jelas, tetapi semata-mata karena bau pesingnya. Di dalam kamar berserakan
puntung rokok dan kertas-kertas lainnya. Meskipun di situ telah disediakan
tempat sampah. Benarkah tingkat keadaban suatu negeri selalu tercermin
pada bagaimana masyarakatnya menuntut kebiasaan bersih sebagai suatu
kebutuhan pokok di lingkungannya beraktivitas?”.

Ketika berkesempatan mengelilingi kota-kota besar di Jepang,
Perjalanan beliau di mulai dari Tokyo, sampai Fokuoka, dan kota-kota besar
lainnya seperti Osaka, Okayama, Kyoto, dan lain-lain. “ Setiap orang menjaga
kebersihan kereta, tak ada yang bercakap dan tertawa lepas. Kalau mereka
tidak membaca, mereka milih tidur atau berdiam memejamkan mata dan tidak
mengusik ketenangan penumpang lain”.

Prinsip dan konsep kesuksesan hidup masyarakat Jepang (the key to
Japans competitive succes) dengan istilah Kaizen yaitu perbaikan berkesinam-
bungan, Jepang dalam membiasakan hidup bersih bagi warganya adalah
melalui sistem pendidikan. Budaya hidup bersih masyarakat Jepang telah
terbentuk sejak dibangku pendidikan. Kalau mau ada perubahan, semua
berawal dari pendidikan. Karena investasi perubahan itu ada di pendidikan.
Sehingga tidak heran sekolah-sekolah di Jepang, mewajibkan siswanya untuk
membersihkan semua ruangan dan lingkungan sekolahnya. Bahkan sebagian
besar sekolah di Jepang tidak memperkerjakan petugas kebersihan atau
penjaga sekolah. Para siswa di Jepang setiap hari dibagi menjadi beberapa
kelompok . Pekerjaan yang ditugaskan akan diroling perkelompok sepanjang
tahun.

Morning Clean All Work

SMPN3 Poto Tano adalah salah satu sekolah yang paling unik di
Kabupaten Sumbawa Barat. Keunikan sekolah ini selain beragam agama (Islam
& Hindu), Suku (Samawa, Mbojo, Sasak, Bali dan Jawa), sekolah ini juga unik
karena memiliki program pagi bersih semua kerja (Morning clean all work).
Program yang di launching pada awal tahun pelajaran 2018/2019 ini
melibatkan siswa kelas VIII sebagai kelas percobaan program tersebut. Para

125

siswa dibagi dalam lima team work untuk melaksanakan tugas kebersihan di
lima lokasi kerja; Ruang kelas, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang tata
usaha dan ruang BK - UKS. Setiap hari team melaksanakan tugas kebersihan
menggunakan rolling place system berdasarkan time schedule yang disusun
bersama wali kelas. Semua anggota team aktif bekerja; ada yang menyapu, ada
yang memungut sampah untuk dibuang ditempat pembuangan sampah,
sebagian ada yang mengepel lantai, membersihkan toilet, membersihkan kaca
jendela, membersihkan dan merapikan meja bapak/ibu guru. Aktivitas
pembersihan ini berlangsung sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai.

Program pagi bersih semua kerja yang bersifat direct action, by plan,
implementing and controlling program ini berjalan efektif, sehingga mendapat
apresiasi dari seluruh warga sekolah dan orang tua wali murid. Berdasarkan
hasil evaluasi program, pada tahun pelajaran 2019/2020 seluruh stakeholders
bersepakat untuk melanjutkan dan meningkatkan secara kuantitas dan kualitas
program pagi bersih semua kerja, dengan melibatkan seluruh siswa kelas VII
dan kelas VIII, yang diikuti dengan penambahan lokasi kerja, sehingga ruangan
dan lingkungan sekolah semua sudah tercover.

The positive effect

Dampak positif dari program ini antara lain; meningkatnya kesadaran
akan hidup bersih baik dilingkungan sekolah maupun di rumah mereka masing-
masing. The real experience, menunjukan bahwa salah satu persoalan besar di
sekolah ini adalah masalah sampah. Sampah banyak berserakan dimana –
mana, para siswa meninggalkan sampah berupa bungkusan bekas makanan,
minuman dan snack ditempat mereka duduk makan. Namun setelah program
pagi bersih semua kerja dilaunching, persoalan sampah sudah sangat
berkurang, sungguh luar biasa dampak positif dari program ini, karena
mengajarkan para siswa agar merasa memiliki sekolah tersebut, ini melatih
para siswa untuk bertanggung jawab dan membersihkan apa yang mereka
miliki, mengajarkan pada mereka untuk bekerja dalam team dan saling
membantu. Para siswa akan selalu menjaga kebersihan dan tidak mudah buang
sampah sembarangan, ketika melihat sampah tanpa disuruh mereka langsung
memungut dan membuangnya ditempat pembuangan sampah atau di bak –
bak sampah yang telah disediakan. Selain itu, mereka juga akan selalu
menghargai pekerjaan orang lain.

126

Zero Waste tahun 2023

Sekiranya sekolah-sekolah di Nusa Tenggara Barat memiliki real program and
direct action dalam membiasakan hidup bersih bagi warga sekolahnya,
Bayangkan 75% saja dari seluruh siswa – pelajar se-Nusa Tenggara Barat
memiliki kesadaran tinggi akan hidup bersih yang diperoleh dari sebuah proses
kebiasaan di sekolah, dan mampu membias hingga ke rumah-rumah mereka,
dan tempat-tempat umum (public places), maka yakin dan percaya salah satu
upaya terobosan sederhana ini bisa membawa provinsi yang berjulukan Bumi
Gora ini dalam waktu yang tidak terlalu lama akan terbebas dari persoalan
sampah (zero waste 2023). | ***

MULYADI lahir di Sumi - Bima pada tanggal 17 September
1982, melalui orang tua tercinta Usman Mahmud (alm)
dan St. Fatimah H. Daud (almarhumah). Menyelesaikan
pendidikan S1 di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan jurusan
pendidikan Bahasa inggris UIN Alauddin Makassar tahun
2005. Selama berkecimpung di dunia kampus, penulis
aktif di organisasi HMI cabang Gowa Raya, di organisasi
daerah penulis di percaya sebagai ketua umum Pengurus
Besar Himpunan Mahasiswa Bima (PB. HMB) Makassar
tahun 2005-2007. Pernah menjadi asisten dosen beberapa perguruan tinggi di
Bima, mengajar di SMPN 2 Buyasuri Kabupaten Lembata NTT tahun 2009-2017,
sejak Oktober 2017 mengajar di SMPN 3 Poto Tano Kabupaten Sumbawa Barat
NTB. Sejak tahun 2006 aktif menulis di beberapa media massa lokal di Bima,
NTT dan sekarang di Sumbawa Barat Post. Pernah menulis buku dengan judul
“Himpunan Mahasiswa Bima Makassar (Antara Wacana dan Gerakan) penerbit
Yayasan Pendidikan Makassar ISBN 978-979-24-8253-9 Edisi Pertama April
2007. Menikah dengan seorang gadis pujaan hati berdarah campuran chiness,
Dessy Wulandari Rukmana pada tanggal 4 Juli 2011 dan telah dikaruniai tiga
orang putri tercinta; Khulidatul Aisy Salsabila, Rizky Putri Sakila, dan Keysa
Rabiatul Izzaty.

127

DARI MILENIAL
UNTUK ‘ZERO WASTE’

Oleh Nesya Salsabilah

Siswi SMAN 7 Malang

Cita-cita,tujuan hingga keresahan sedang dipandang oleh milenial.
Kebiasaan ,keteraturan dan kemampuan sedang dirakit oleh milenial. Lalu
apakah mereka pernah memikirkan gaya hidup yang membuat mereka
bergantungan pada kondisi kali ini, apa mereka sadar tentang apa yang
membuat dia senang hidup diera yang sekarang ini. Beban hidup bangsa akan
kita panggul di punggung kita lalu apakah sudah kita melaksanakan hal baik
untuk masa depan nanti? Tentu jawabanya belum karena kita masih di era
tidak peduli keadaan,tidak peduli kondisi dan acuh karena terbiasa.

Kopi dinikmati untuk dirasakan,kopi diseduh untuk
menghangatkan,kopi di buat untuk keinginan. Kisah kecil mengenai kopi pada
era 90 an , lalu pada era ini apa manfaat kopi? Kopi dinikmati untuk
berfoto,kopi dihidangkan untuk menunjukan gelas plastik dengan brand bagus
tanpa menyadari sekali foto-minum-buang. Apakah ini manfaat kopi era ini?.
Sampah bukan lagi masalah utama yang dihadapi tetapi yang perlu di hadapi
adalah kebiasaan masyarakat dengan penggunaan sampah berhari-harinya.

Ulah manusia dari mencoba hingga terbiasa membuat mereka tidak
menyadari bahwa apa yang dia lakukan tidak baik untuk dirinya sendiri. Banyak
industri-industri besar masih konsumtif dengan penggunaan sampah, pada era
sekarang semua yang dipakai akan menghasilkan sampah tidak akan
mengurangi tetapi selalu menambah. Usaha selalu dilakukan oleh pihak-pihak
aktifis lingkungan, pada sekolah-sekolah banyak yang mengupayakan sistem
‘zero waste’ tetapi usaha seperti ini akan mengedukasi hanya dalam lingkup
kecil. Orang diluar sana tidak akan mengerti apa itu ‘zero wate’ mengapa kita
harus melakukan itu mereka tidak akan mengerti maka dari itu untuk
mewujudkan ‘zero waste’ sebagai pilot project harus diupayakan menjadi
peraturan yang mengikat untuk masyarakat.

128

Rencana Pilot project untuk progam zero waste akan menjadi tahapan
untuk menyukseskan progam ini. Dengan adanya ini kita dapat berkerja sama
dengan aktivis lingkungan,sekolah-sekolah hingga kelompok-kelompok
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga(PKK) dan progam ini akan lebih efisien
jika ada sebuah peraturan yang mengikat. Dikarenakan Negara kita adalah
Negara hukum untuk itu adanya perturan yang mengikat masyarakat akan
mereka taati dan jalani. Efisien kerja ini membantu agar kita berupaya bersama
tidak hanya dalam lingkup orang yang akan menjaga lingkungan saja tetapi
harus ditujuhkan pada berupaya mengedukasi semua masyarakat untuk ikut
dalam gerakan ini.

Zero waste tidak harus merupakan progam yang formal Karena diera
sekarang semua yang formal akan selalu membosankan, dari saya sebagai
generasi milenial jadikan progam ini sebagai progam yang bebas,progam yang
dapt dipahami dengan mudah dan nentinya akan menjadi kebiasaan yang
harus dilalukan oleh masyarakat. Karena diluar sana akan banyak pertanyaan
mengapa gerakan ini laksakan dan mengapa kita harus uahakan dan terapkan
pada kehidupan kita ini.

Untuk jawaban dari semua pertanya sebenarnya jawabannya adalah
“ini kisah kita tentang hancurnya semesta dari buasnya ulah manusia”. Dari
riset yang saya baca dan lihat atapun saya dengar bahwa sekarang maraknya
climate change dan ini memang benar bahwa climate change is real. Kita sudah
merasakan bahawa perubahan iklim yang signifikan dan mengapa kita belum
sadar karena kita tidak pernah terfikirkan bahwa banyak diluar sana yang
kehausan,banyak petani yang menangis karena lahannya haus,banyak hewa-
hewan yang menelan sampah plastik kita,banyak pemukiman daerah sungai
tercemar karena sampah kita. Kita hanya memikirkan kesenangan dan
keindahan sebelah mata tanpa kita ketahui bahwa orang lain menangis orang
lain sedih karena hal kecil yang kita lakukan.

Kita tidak lagi berdiri dengan kaki kita sendiri tetapi kita sedang berdiri
dan berlari berusaha mitigasi terhadap hal hal yang tidak kita inginkan supaya
tidak terjadi . saya pernah bertemu dengan sosok figur wanita yang tangguh
saya bertanya’apa pengalaman ibu terhadap progam zero waste disekolah ini’
ia menjawab “walaupun saya dicaci dan dimaki dan walaupun tenaga saya

129

terkuras untuk menegakan adanya peraturan ini saya tetap berjuang untuk
peraturan ini karena saya ingin memberi kenangaan indah pada anak-anak saya
disekolah bahwa kebiasaan baik yang saya terapkan akan berguna untuk
harimu dimasa depan”

Saya memahami bahwa zero waste ini bukan lagi sebuah peraturan
ataupun kewajiban tetapi sebuah kebudayaan yang harus ada dalam diri
masing-masing karena dengan progam ini bukan hanya sampah yang kita
perangi tetapi keterampilan,kebersian,kerapian,ketertiban akan kita dapat
dalam progam ini. Zero waste tampak pada hal ‘nol dari sampah’ tetapi yang
perlu kita garis bawahi adalah kita tidak bisa lari dari sampah tapi kita harus
mengurangi sampah yang kita buat setip harinya.

Keinginan saya untuk jumpa dengan mentri lingkungan saya ingin
berjabat tangan dengan beliau dan saya ingin mencurahkan keresahan saya
sebagai milenial melihat kebiasaan para milenial dengan menghabiskan uang
orang tua serta membelanjakan dengan menimbulkan banyak sekali sampah
lalu saya akan tanyakan pada beliau mengenai cara memanusiakan manusia
dan menghewankan hewan dengan baik jika masih saja kesadaran masrakat
yang acuh tak acuh oleh ribuah orang yang sedang kehausan, kepanasan,
kebanjiran tercemar airnya tercemar, karena lingkungannya banyak tumpukan
sampah serta melihat hewan yang mati karena sampah yang tidak dapat
terolah dan tidak habis habisnya bertambah.

Zero waste akan mengurangi masalah yang dihadapi serta selain zero
waste kita juga bisa membuat progam ‘pakai lagi’ dimana kita manfaatkan
barang barang yang masih bisa dipakai lalu sisahnya yang tidak bisa diolah agar
tidak menimbulkan banyak masalah. Sudah sering masalah sampah ditangani
dengan daur ulang tapi untuk sekarang ini kita daur ulang saja tidak akan bisa
cukup untuk menykseskan progam zero waste. Contohnya dengan kesadaran
masing-masing seprti membawa kantong tas ketia belanja, membawa tumblr
ketika membeli makanan/minuman.

Disamping zero waste kita harus menerapkan progam “tumblerisasi”
dimana akan megajarkan pengurangan ampah platik serta membiasakan hidup
sehat dan juga efisien waktu yang baik. Karena zero waste merupakan bebas
sampah salah satu filosofi yang mengajak kita untuk mendesain dan mengelola

130

produk-produk secara sistematis demi menghindari dan mengurangi jumlah
dan dampak buruk dari sampah juga material-material habis pakai.

Untuk itu solusi untuk mengobati bumi yang sedang sakit kita harus
membuat progam progam untuk membantu penyembuhan, karena Indonesia
belum bisa memaksimalkan progam daur ulangnya maka dari itu diperlukan
cara untuk bekerja sama selurh masyarakat agar menyukseskan progam ini.
Tidak mudah tentunya mengubah kebiasaan kita yang sering menggunakan
barang sekali pakai menuju Zero Waste Lifestyle, namun secara perlahan kita
bisa melakukan hal itu jika disertai dengan keinginan untuk mengubah
kebiasaan tersebut.

Ini bukan lagi beban Negara melainkan beban kita semua sebagi warga
Negara untuk itu mari kita lalui bersama mengobati bumi yang sedang sakit
karena kita. Dan mengubah pola hidup yang tidak benar menjadi lebih baik
jangan takut untuk berupaya tapi takutlah menjadi orang yang payah , 2023
bebas dari sampah,2023 bebas dari kenangan sampah dan 2023 bumi sembuh
mari kita jaga bumi kita ini buat ku,buatmu, dan buat kita semua. | ***

Perempuan yang lahir di kota Malang bernama Nesya
Salsabilah 18 tahun, aktifitas sehari-hari sebagi siswa di
SMAN 7 Malang Jatim, dan aktif di organisasi lingkungan
Gensalim, kota Malang. Cita-cita saya untuk progam zero
waste ini semoga semua orang dapat berpartisipasi dalam
gerakan ini. Untuk media sosial saya, di instagram:
nesyasalsabilah, atau email: [email protected].

131


Click to View FlipBook Version