The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku "Dasar-Dasar Ilmu Manajemen" merupakan panduan komprehensif yang dirancang untuk memberikan pemahaman mendalam tentang konsep-konsep fundamental dalam ilmu manajemen. Buku ini dibuat untuk membantu pembaca, baik yang merupakan mahasiswa, praktisi, maupun individu yang berkecimpung dalam bidang manajemen, untuk memahami berbagai aspek dan prinsip manajemen secara menyeluruh.

Dalam buku ini, penulis mengajak pembaca menjelajahi empat pilar utama dalam ilmu manajemen: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Setiap bab disajikan dengan bahasa yang jelas dan didukung oleh contoh-contoh praktis yang relevan, sehingga memudahkan pembaca untuk memahami konsep yang dibahas.

buku ini juga membahas tentang manajemen dalaly konteks global, etika dalam manajemen, serta tantangan dan peluang dalam manajemen kontemporer. Dengan pendekatan yang terstruktur dan analitis, buku ini memberikan wawasan yang berharga bagi siapa saja yang ingin memahami dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam kehidupan profesional mereka.

"Dasar-Dasar Ilmu Manajemen adalah buku yang esensial bagi mereka yang ingin mendalami ilmu manajemen, serta bagi para profesional yang berkeinginan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam bidang ini.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-01-26 03:16:15

Dasar-Dasar Ilmu Manajemen

Buku "Dasar-Dasar Ilmu Manajemen" merupakan panduan komprehensif yang dirancang untuk memberikan pemahaman mendalam tentang konsep-konsep fundamental dalam ilmu manajemen. Buku ini dibuat untuk membantu pembaca, baik yang merupakan mahasiswa, praktisi, maupun individu yang berkecimpung dalam bidang manajemen, untuk memahami berbagai aspek dan prinsip manajemen secara menyeluruh.

Dalam buku ini, penulis mengajak pembaca menjelajahi empat pilar utama dalam ilmu manajemen: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Setiap bab disajikan dengan bahasa yang jelas dan didukung oleh contoh-contoh praktis yang relevan, sehingga memudahkan pembaca untuk memahami konsep yang dibahas.

buku ini juga membahas tentang manajemen dalaly konteks global, etika dalam manajemen, serta tantangan dan peluang dalam manajemen kontemporer. Dengan pendekatan yang terstruktur dan analitis, buku ini memberikan wawasan yang berharga bagi siapa saja yang ingin memahami dan menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam kehidupan profesional mereka.

"Dasar-Dasar Ilmu Manajemen adalah buku yang esensial bagi mereka yang ingin mendalami ilmu manajemen, serta bagi para profesional yang berkeinginan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam bidang ini.

189 management process is said to consist of four functions: planning, organizing, inpluencing and controlling‛ ^[j[t disimpulkan bahwa fungsi manajemen yaitu: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan. Berikut penjelasan lebih terperinci mengenai fungsi g[h[d_g_h y[ha ^cj[j[re[h if_b C[h^r[ ^[h Rc`[’I (2016): 1. Perencanaan Perencanaan merupakan langkah awal dalam setiap kegiatan manajerial pada setiap organisasi. Dalam melakukan perencanaan yang baik seorang manajer harus memikirkan jauh ke depan dengan harapan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan nantinya lebih minim resiko dan kekeliruan. Terry (dalam Candra dan Rc`[’I, 2016) g_ha_gue[e[h ‚jf[hhcha cs tb_ s_f_]tcha and relating of facts and the making and using of assumption regarding the future in the visualization and formulation of proposed activities, belive necessary to achieve desired resufts.‛ Berdasarkan penjelasan di atas terdapat tiga unsur pokok dalam kegiatan perencanaan, yaitu 1) pengumpulan data, 2) analisis fakta dan 3) penyusunan rencana yang konkrit. Kegiatan perencanaan yang disusun sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal sebagaimana yang ^cd_f[se[h if_b C[h^r[ ^[h Rc`[’I (2016), y[ctu: a. Perencanaan adalah menetapkan alternatif b. Perencanaan harus realistis dan ekonomis c. Perlu koordinasi dalam perencanaan d. Perencanaan harus didasarkan pengalaman, intuisi, dan pengetahuan


190 e. Perencanaan harus dilandasi partisipasi f. Perencanaan harus memperhitungkan segala kemungkinan g. Perencanaan harus fleksibel h. Perencanaan harus dapat menjadi landasan bagi fungsi-fungsi manajemen yang lain i. Perencanaan harus dapat mendayagunakan secara maksimal fasilitas-fasilitas yang tersedia j. Perencanaan harus dinamis k. Perencanaan harus cukup waktu l. Perencanaan seharusnya didasarkan pada penelitian Dengan mempertimbangkan beberapa hal di atas maka diharapkan seorang pemimpin dapat membuat perencanaan yang lebih baik dan lebih efektif. 2. Pengorganisasian Pengorganisasian merupakan proses penetapan struktur peran yang dibutuhkan untuk memasukkan orang-orang ke dalam sebuah organisasi (Rohman, 2017). Dcd_f[se[h juf[ if_b C[h^r[ ^[h Rc`[’I (2016) \[bw[ pengorganisasian merupakan usaha penciptaan hubungan tugas yang jelas antara personalia. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pada tahap ini seorang manajer memberdayakan orang-orang yang terlibat di dalam organisasi atau perusahaan tersebut, fasilitas-fasilitas yang tersedia demi terwujudnya tujuan yang telah dirumuskan pada tahapan perencanaan awal. Sebagaimana yang dipaparkan Wijayanti (dalam Rohman, 2017) bahwa fungsi pengorganisasian adalah


191 penetapan sumber daya-sumber daya dan kegiatankegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, perancangan dan pengembangan kelompok kerja, penugasan tanggung jawab tertentu, dan pendelegasian wewenang dari atasan terhadap sumber daya manusia yang ada di bawahnya. 3. Pengarahan Langkah berikutnya pada aktivitas manajerial adalah pengarahan yang oleh sebagian ahli disebut juga sebagai fungsi leading atau memimpin (Rohman, 2017). Pada fungsi ini orang yang memiliki wewenang memberikan pengarahan, bimbingan serta motivasi supaya setiap orang dalam organisasi memberikan kontribusinya melalui kerjasama dalam mencapai tujuan organisasi. Seorang manajer atau pemimpin harus dapat berkomunikasi, memberikan petunjuk, berinisiatif, serta dapat memberikan dorongan terhadap orang-orang di bawahnya karena berhasil tidaknya pencapaian tujuan sangat dipengaruhi oleh efektifitas kepemimpinan yang dijalankan, pemberian motivasi, serta pengembangan komunikasi antara atasan dan bawahan. 4. Koordinasi M_hurut Wch[r^c (^[f[g C[h^r[ ^[h Rc`[’I, 2016) koordinasi menunjukkan bahwa unsur-unsur dalam sebuah organisasi saling berhubungan dan mereka menunjukkan keterkaitan sedemikian rupa sehingga semua orang melakukan tindakan yang tepat pada waktu yang tepat untuk mencapai tujuan. Dijelaskan pula oleh Rohman (2017) bahwa pengkoordinasian merupakan berbagai upaya atau tindakan yang dilakukan seorang manajer untuk menghindari terjadinya kekacauan,


192 percekcokan, kekosongan kegiatan dengan jalan menghubungkan, menyatukan dan menyelaraskan tugastugas dan pekerjaan bawahan dalam rangka mencapai tujuan bersama. Koordinasi yang baik tidak bisa berjalan tiba-tiba, tetapi harus dibangun oleh seorang manajer melalui kemampuan komunikasi yang baik dengan para bawahan. Kelancaran fungsi koordinasi yang baik merupakan factor yang sangat penting dalam tercapainya tujuan. Jika tidak terjadi koordinasi yang baik dari semua elemen organisasi bisa dipastikan bahwa sulit mencapai tujuan organisasi. Sebagaimana dijelaskan oleh Rohman (2017) bahwa koordinasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dapat menjadi penyumbang besar kegagalan dalam mencapai tujuan organisasi. 5. Pengawasan Di dalam fungsi manajemen, pengawasan merupakan tahapan terakhir yang dilakukan oleh para manajer. C[h^r[ ^[h Rc`[’I (2016) g_g[j[re[h \[bw[ pengawasan atau controlling merupakan proses pemantauan atau pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan organisasi untuk menjamin supaya semua pekerjaan berjalan sesuai dengan rencana yang telah dilakukan. Pendapat lain mengatakan bahwa pengawasan merupakan fungsi manajemen yang berkaitan dengan prosedur pengukuran hasil kerja terhadap tujuan yang telah ditentukan. Jika proses pengawasan ini dijalankan dengan baik oleh seorang manajer maka dapat meminimalisir adanya kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan


193 organisasi. Sehingga tujuan organisasi yang sudah ditetapkan di awal dapat tercapai dengan maksimal. Dengan memahami setiap fungsi manajemen dan mampu mempraktekkannya dengan baik dalam mengambil suatu keputusan diharapkan dapat tercipta suatu keputusan yang baik (Agus dan Yuni, 2020). Dijelaskan pula bahwa suatu keputusan yang baik adalah keputusan yang dapat merepresentasikan fungsi-fungsi manajemen tersebut dan sesuai dengan persyaratan dalam perspektif manajemen pengambilan keputusan. Adapun persyaratan tersebut adalah: a. Keputusan yang diambil harus memenuhi persyaratan rasionalitas dan logika b. Keputusan yang diambil harus melalui pendekatan ilmiah digabung dengan daya pikir yang kreatif, inovatif, intuitif dan bahkan rasional. c. Keputusan yang diambil harus dapat dilaksanakan d. Keputusan yang diambil harus diterima dan dipahami dengan baik oleh semua orang yang terlibat dan dapat melaksanakan keputusan tersebut. Untuk didapatkannya suatu keputusan yang baik tentu saja diperlukan seorang pemimpin yang mampu memahami dan menguasai fungsi-fungsi manajemen yang telah dipaparkan di atas. Tetapi di samping itu gaya kepemimpinan juga sangat penting dan berpengaruh terhadap cara seorang manajer atau pemimpin dalam mengambil suatu keputusan. Sebagaimana dijelaskan oleh Hikmat (dalam Heni, 2021) bahwa proses pengambilan keputusan berkaitan secara langsung dengan kecerdasan seorang pemimpin. Dalam


194 mengambil sebuah keputusan, seorang pemimpin perlu memiliki pikiran dan kehati-hatian, karena dia dapat membawa organisasi ke arah tujuan yang ingin dicapai bersama. Seorang pemimpin juga harus bisa memilih berbagai alternatif yang terbaik, sehingga dituntut juga kemampuan analisis untuk memilih pemecahan masalah yang rasional. Dijelaskan oleh Heni (2021) terdapat tujuh variabel yang berpengaruh dalam gaya pengambilan keputusan yang digunakan olen manajer atau pimpinan, yaitu: a. Pentingnya kualitas keputusan untuk keberhasilan institusi b. Derajat informasi yang dimiliki oleh manajer c. Derajat pada masalah yang terstruktur dalam organisasi d. Pentingnya komitmen bawahan dan keterampilan membuat keputusan e. Kemungkinan keputusan autokratik dapat diterima f. Komitmen bawahan yang kuat terhadap tujuan institusi g. Kemungkinan bawahan konflik dalam proses akhir pada keputusan akhir. Suparno menyebutkan bahwa terdapat empat gaya seorang pemimpin dalam mengambil keputusan yaitu: 1. Gaya direktif Pengambilan keputusan dengan gaya direktif merupakan pengambilan keputusan dengan melakukan pengarahan atau pemberian instruksi. Seorang manajer


195 yang menggunakan gaya direktif dalam mengambil keputusan mempunyai toleransi rendah terhadap sesuatu yang ambigu atau tidak jelas, sangat berorientasi pada tugas dan masalah teknis. Mereka sangat efisien dan logis. 2. Gaya analitik Para pemimpin yang menggunakan gaya analitik dalam menganbil keputusan sering dinilai sebagai pengambil keputusan yang cermat (Heni, 2021). Mereka menggunakan dasar analisis terhadap fenomena yang terjadi. Pimpinan yang menggunakan gaya ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap ambiguitas. Mereka lebih cenderung suka menganalisis sesuatu dan mengevaluasi lebih banyak informasi dan alternatif. Dalam pengambilan keputusan biasanya membutuhkan waktu yang lama dan mereka cenderung memiliki gaya kepemimpinan otokratis. 3. Gaya konseptual Gaya konseptual adalah pengambilan keputusan yang menggunakan dasar konsep berdasarkan fenomena yang terjadi. Biasanya sebelum membuat keputusan, para pembuat keputusan ini terlebih dahulu membahas sesuatu dengan orang sebanyak mungkin untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan selanjutnya mengandalkan intuisi dalam mengambil keputusan. Mereka cenderung bagus dalam menemukan solusi yang kreatif dalam menyelesaikan masalah dan lebih berani mengambil resiko (Suparno).


196 4. Gaya perilaku Seorang pemimpin yang mengambil keputusan dengan gaya ini selalu menggunakan dasar anailisis terhadap perilaku bawahan atau rekan kerja. Mereka biasanya bekerja dengan baik bersama orang lain dalam suasana keterbukaan dan saling bertukar pendapat. Mereka terbuka terhadap saran dan kritik, lebih bersahabat dan menyukai informasi yang bersifat verbal daripada tulisan. Tetapi kendalanya mereka yang memiliki gaya perilaku tidak bisa membuat keputusan y[ha t_a[s g_r[s[ tc^[e hy[g[h dce[ g_ha[t[e[h ‚tc^[e‛ kepada orang lain (Suparno). Keempat gaya seorang pemimpin dalam mengambil keputusan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas erat kaitannya dengan tipe tipe dan gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang manajer. Tipe kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang manajer mempengaruhi gaya mereka dalam mengambil suatu keputusan. Sebagaimana dijelaskan oleh Indriani Kesha (2020) bahwa seorang pemimpin membutuhkan gaya kepemimpinan yang efektif untuk meningkatkan kinerja para pegawai dalam mencapai tujuan organisasi. Karena kepemimpinan menjadi peran yang sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu gaya atau tipe kepemimpinan bisa menjadi pedoman yang baik dalam proses pengambilan keputusan. Terdapat delapan gaya kepemimpinan yang dipaparkan oleh Kesha (2020) yaitu: a. Kepemimpinan demokratis (partisipatif) adalah pemimpin yang dapat memperhitungkan masukan-


197 masukan dari bawahannya sebelum mengambil keputusan. b. Kepemimpinan otoriter, merupakan pemimpin yang tidak memikirkan dampak dari keputusan yang telah diambil untuk orang lain. c. Kepemimpinan delegatif, yaitu pemimpin yang memberikan kebebasan kepada para bawahan untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya. d. Kepemimpinan strategis, yaitu pemimpin yang berusaha mengimbangi serta memastikan bahwa kondisi setiap bawahan saat bekerja tetap kondusif dan stabil. e. Kepemimpinan transaksional merupakan pemimpin yang dapat memberikan sebuah imbalan kepada bawahannya jika pekerjaan yang mereka kerjakan berkualitas, memuaskan dan sesuai target yang diharapkan. f. Kepemimpinan transformasional, yaitu pemimpin yang selalu mengupayakan atau mengubah tim/bawahannya ke arah yang lebih baik. g. Kepemimpinan karismatik yaitu pemimpin yang bisa menggerakan bawahannya secara alami ke arah tujuan organisasi tertentu h. Kepemimpinan birokrasi yaitu pemimpin yang dalam menjalankan tugasnya selalu memperhatikan SOP dan ketentuan yang berlaku. Sedangkan menurut Fahmi (dalam Agus dan Yuni, 2020) beberapa gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:


198 a. Kepemimpinan karismatik meruapakan kekuatan dan daya tarik yang luar biasa dari seorang pemimpin yang akan diikuti dan disegani oleh semua bawahannya. b. Kepemimpinan paternalistis bersikap melindungi bawahan sebagai seorang bapak atau sebagai seorang ibu yang penuh kasih sayang. c. Kepemimpinan militeristis banyak menggunakan sistem perintah, sistem komando dari atasan ke bawahan. Bersikap keras, tegas dan sangat otoriter, menginginkan semua bawahannya selalu patuh. d. Kepemimpinan otokatis didasarkan kepada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi e. Kepemimpinan laissez faire sering kali membiarkan bawahan berbuat semaunya sendiri, semua pekerjaan dan tanggung jawab dilakukan oleh bawahan. f. Kepemimpinan populistis ini mampu menjadi pemimpin rakyat dengan berpegang pada nilai-nilai masyarakat tradisional. g. Kepemimpinan administratif adalah gaya kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan tugas-tugas administratif secara efektif. h. Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan kepada pengikutnya. Barnawi (dalam Kesha 2020) memaparkan adanya tiga macam situasi kepemimpinan yang dapat menentukan gaya kepemimpinan, yaitu:


199 a. Kualitas hubungan antara pemimpin dan bawahan yang meliputi kepribadian, watak dan kecakapan atasan. b. Struktur tugas, adalah tugas-tugas yang diberikan disusun ke dalam pola yang jelas atau sebaliknya. c. Kewibawaan kedudukan pemimpin yaitu bagaimana dia bersikap kepada bawahannya. Secara umum pengambilan keputusan adalah suatu proses berfikir, menilai, dan mempertimbangkan beberapa alternatif yang tersedia kemudian memilih salah satu tindakan yang dianggap sebagai keputusan terbaik dalam pemecahan masalah. Pengambilan keputusan yang baik merupakan bagian yang penting dan krusial bagi suatu manajemen yang baik. Karena keputusan-keputusan yang diambil sangat mempengaruhi suatu organisasi atau perusahaan menyelesaikan masalah, mengalokasikan sumber daya dan meraih sasaran. Kemakmuran, kesuksesan atau kegagalan suatu perusahaan bergantung dari ketepatan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang manajer.


200


201 8


202 SEBAGAI mahkluk sosial manusia dikenal sebagai Homo Homini Socius yang memiliki keinginan dan kebutuhan untuk dapat berinterkasi dan berkumpul dengan sesamanya. Aktifitas berkumpul dan berinteraksi ini dikenal dengan istilah berorganisasi. Mc. Shane dan Von Glnow (2010:4) yang mengemukakan bahwa ‚Ora[hcz[tcihs [r_ groups of people who wire cht_r^_j_h^_htfy tiw[r^ sig_ jurjis_s… Tbriuabiut history, organizations have consisted of people who communicate, coordinate, and collaborate with each other to []bc_v_ ]iggih i\d_]tcv_s‛. Dalam organisasi, individu-individu yang unik berkumpul, berkolaborasi, dan berkoordinasi untuk mencapai tujuan tertentu. Keunikan individu yang beragam inilah yang kemudian memunculkan hal-hal penting di dalam organisasi, seperti kekuasaan dan konflik. Kekuasaan adalah kemapuan aktual atau kemampuan potensial yang dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang lain tersebut akan bersikap atau bertindak sesuai dengan yang diharapkan atau yang dinginkan. Semakin tinggi kedudukan seseorang di dalam organisasi maka semakin besar pula kekuasaan yang dimilikinya dan begitu pula sebaliknya. Pemimpin yang menggunakan kekuasaan mereka dengan pengawasan diri akan lebih efektif dari pada pemimpin yang memegang dan menggunakan kekuasaan untuk menyesuaikan diri dengan orang lain atau dengan orang yang mengabaikan kekuasaan mereka (McCelland & David H Burnham). Pemimpin yang baik akan menggunakan atau menjalankan kekuasaan dengan membatasi perilaku orang lain.


203 Pada dasarnya Kekuasaan yang berada didalam sebuah organisasi terdiri dari : 1. Kekuasaan Posisi Didalam kelompok atau organisasi formal kekuasaan seseorang diperoleh atau melekat pada posisi yang disandangnya. Seorang pemimpin akan mempunyai kekuasaan yang lebih besar dari posisi dibawahnya dikarenakan kekuasannya melekat pada jabatan yang disandangnya. 2. Kekuasaan Pribadi Karakteristik pribadi dapat pula menjadi sumber kekuasaan. Seseorang yang senantiasa berbicara benar dan berpilaku jujur, adil dan berfikir tangkas akan menciptakan kekuasaan kharismatik bagi orang lain. Di dalam keadaan ini yang menonjol adalah nilai-nilai kepribadian individu. Mereka yang mempunyai karakteristik pribadi yang terpuji dengan sendirinya akan mudah memperoleh kekuasaan. 3. Kekuasaan Keahlian Seorang yang semakin ahli akan semakin didengar pendapat dan nasehatnya oleh orang yang tidak ahli sepanjang orang yang kurang ahli tersebut sangat menyadari ketidaktahuannya dan sangat menyadari tentang keahlian yang diperlukan. Orang yang ahli akan lebih mudah mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu atau mengubah sikapnya. Keahlian mempunyai pengaruh yang sangat besar, kuat dan dominan terhadap berbagai aspek kehidupan. Orang lebih cenderung datang kepada yang ahli, karena seorang ahli berbicara


204 berdasarkan prinsip ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Kekuasaan pribadi akan sangat diperoleh melalui keahlian ilmu dan teknologi, melalui kharisma karena mempunyai pribadi terpuji dan melalui pakasaan (kudeta). 4. Kekuasaan Kesempatan Kekuasan diperoleh dikarenakan hasil konsep tempat yang benar pada saat yang benar. Seseorang tidak berusaha mempertahankan posisi formal didalam kelompok atau organisasi untuk memperoleh informasi yang penting yang diperlukan orang lain. Orang yang menduduki posisi formal akan melepaskan kekuasaannya atau memberikan sebagain kekuasaannya manakala ada orang yang lebih tepat menduduki jabatan tersebut. Kekuasaan kesempatan artinya memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menduduki suatu jabatan jika dipandang layak untuk menyandang jabatan tersebut. Konsep perlu dikembangkan didalam organisasi bahwa mengundurkan diri dari suatu jabatan atau memberikan kekuasaan kepada orang lain merupakan sifat yang sangat terpuji. Menurut French dan Raven (1969), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari : 1. Reward Power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahanarahan pemimpinnya. 2. Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahanarahan pemimpinnya.


205 3. Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya. 4. Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karateristik pribadinya, reputasinya, atau kharismanya. 5. Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seseorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dibidangnya. Otoritas dan Legitimasi adalah dua konsep yang sering digunakan dalam ilmu sosial dan politik untuk memahami dasar-dasar pemerintahan dan kekuasaan. Keduanya memiliki peran yang penting didalam menjelaskan mengapa suatu pemerintahan atau lembaga memiliki kekuasaan yang sah atau diakui oleh masyarakat. 1. Otoritas Otoritas merujuk pada hak atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk mengendalikan, memerintah, atau mempengaruhi individu atau kelompok lain. Otoritas dapat diberikan oleh undangundang, norma sosial, atau faktor-faktor lain yang memberikan kekuasaan kepada individu atau kelompok tertentu. Otoritas sering dihubungkan dengan kekuasaan, tetapi jika memiliki dimensi normative yang kuat, yang berarti bahwa otoritas sering dianggap sah oleh masyarakat. Menurut Max Weber, E]ihigy [h^ Si]c_ty‛ (1992), seorang sosiologis Jerman terkenal, mengklasifikasikan otoritas dalam tiga jenis utama:


206 a. Otoritas Tradisional: Berdasarkan tradisi, warisan, atau norma yang diwariskan dari generasi ke generasi. Contohnya, raja atau pemimpin adat. b. Otoritas Rasional-Legal: Berdasarkan peraturan tertulis dan hukum yang sah. Ini sering ditemui dalam sistem pemerintahan modern. c. Otoritas Karismatik: Didasarkan pada kepribadian atau kualitas istimewa dari individu yang memimpin, yang membuat orang-orang tertarik dan mengikutinya. 2. Legitimasi Legitimasi adalah konsep yang berkaitan dengan kepercayaan dan penerimaan masyarakat terhadap otoritas atau pemerintahan. Dalam konteks politik, legitimasi mengacu pada tingkat dukungan atau persetujuan yang diberikan oleh masyarakat kepada pemerintah atau pihak yang berwenang. Pemerintah yang dianggap sah memiliki lebih banyak dukungan dan kredibilitas. Menurut Robert A. Dahl, "Polyarchy: Participation and Opposition" (1971), seorang ahli ilmu politik terkenal, menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat memberikan legitimasi kepada pemerintahan, termasuk: a. Keabsahan konstitusional: Pemerintah yang mengikuti prinsip-prinsip konstitusi atau hukum yang berlaku dianggap lebih sah. b. Dukungan masyarakat: Tingkat dukungan masyarakat terhadap pemerintah atau otoritas yang ada sangat penting untuk legitimasi.


207 c. Efektivitas: Pemerintah yang efektif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat cenderung memiliki tingkat legitimasi yang lebih tinggi. Dalam praktiknya, otoritas dan legitimasi seringkali berhubungan erat. Otoritas yang didasarkan pada legitimasi yang kuat lebih cenderung efektif dan stabil. Kehilangan legitimasi dapat mengakibatkan otoritas yang melemah atau bahkan runtuh. Oleh karena itu, pemahaman tentang otoritas dan legitimasi penting dalam analisis politik dan sosial. Distribusi kekuasaan adalah konsep yang penting dalam ilmu politik dan sosiologi, yang merujuk pada cara kekuasaan dibagi atau didistribusikan di dalam suatu masyarakat atau sistem politik. Konsep ini melibatkan pertimbangan tentang siapa yang memiliki akses dan kontrol terhadap kekuasaan, serta bagaimana kekuasaan tersebut dibagi di antara berbagai lembaga atau individu. Beberapa ahli terkenal telah berbicara tentang distribusi kekuasaan dalam konteks sosial dan politik, dan berikut adalah penjelasan singkat bersama dengan sumber referensinya: 1. Teori Trias Politica oleh Montesquieu: Charles-Louis de Secondat, Baron de La Brède et de Montesquieu, seorang filsuf Prancis abad ke-18, adalah salah satu pemikir pertama yang mengemukakan gagasan tentang distribusi kekuasaan dalam karya berjudul "The Spirit of the Laws" (1748). Ia menyatakan bahwa kekuasaan harus dibagi menjadi tiga cabang: eksekutif, legislatif, dan yudikatif, dengan masing-masing cabang memiliki kewenangan dan tugasnya sendiri. Konsep ini menjadi dasar bagi


208 sistem pemerintahan tiga cabang yang banyak diterapkan di berbagai negara demokratis. 2. Teori Elit oleh C. Wright Mills: Sosiolog Amerika C. Wright Mills mengembangkan teori elit dalam bukunya yang berjudul "The Power Elite" (1956). Teori ini mengemukakan bahwa kekuasaan di Amerika Serikat terpusat pada segelintir elit ekonomi, politik, dan militer. Mills berpendapat bahwa kekuasaan yang sesungguhnya ada di tangan kelompok-kelompok elit ini, dan distribusi kekuasaan sebenarnya sangat tidak merata dalam masyarakat. 3. Teori Pluralisme oleh Robert Dahl: Robert A. Dahl, seorang ilmuwan politik terkemuka, mengembangkan teori pluralisme dalam karyanya "Who Governs?" (1961). Teori ini menekankan ide bahwa dalam masyarakat demokratis, kekuasaan tidak hanya dimonopoli oleh elit, tetapi terdistribusi di antara berbagai kelompok kepentingan yang bersaing. Dalam sistem pluralis, kelompok-kelompok kepentingan berperan dalam pembuatan keputusan politik, dan distribusi kekuasaan lebih terdesentralisasi. Distribusi kekuasaan adalah elemen kunci dalam pemahaman tentang struktur politik dan sosial dalam suatu masyarakat. Pendekatan berbeda dari berbagai ahli ini memberikan wawasan yang beragam tentang cara kekuasaan didistribusikan dan dijalankan dalam berbagai konteks politik dan sosial. Kekuasaan referent adalah salah satu jenis kekuasaan dalam teori kekuasaan yang didefinisikan oleh sosial ilmuwan politik dan teoretikus kekuasaan, seperti Max


209 Weber dan John French. Kekuasaan referent terkait erat dengan pengaruh yang dimiliki oleh individu atau kelompok atas dasar daya tarik mereka dan kepercayaan yang diberikan oleh orang lain. Ini adalah bentuk kekuasaan yang seringkali tidak bergantung pada sumber daya material atau ancaman, melainkan pada atribut kepribadian, karisma, atau pengaruh pribadi.Konsep kekuasaan referent bisa ditemukan dalam pemikiran para ahli berikut: 1. Max Weber: Max Weber adalah seorang sosiolog dan ilmuwan politik Jerman yang mengembangkan konsep "kekuasaan karismatik" dalam kerangka pemikiran tentang kekuasaan referent. Menurut Weber, kekuasaan karismatik adalah kekuasaan yang berasal dari daya tarik pribadi, karisma, atau kepribadian seorang pemimpin. Orang-orang mengikuti pemimpin ini karena mereka terpesona oleh kualitas atau kepribadian unik pemimpin tersebut. Kekuasaan referent sering kali terkait dengan pemimpin agama, pemimpin politik, atau tokoh-tokoh sosial yang memiliki pengikut setia. 2. John French dan Bertram Raven: John French dan Bertram Raven adalah dua psikolog sosial yang mengembangkan model lima kekuatan sosial dalam hubungan antar manusia, termasuk kekuasaan referent. Dalam model ini, kekuasaan referent adalah salah satu bentuk kekuasaan yang muncul dari pengaruh seseorang yang muncul dari rasa identifikasi atau penghargaan orang lain terhadap mereka. Orang-orang mematuhi atau mengikuti individu tersebut karena mereka mengagumi, menghormati, atau ingin mirip dengan mereka. Kekuasaan referent sering kali terlihat dalam berbagai konteks, seperti dunia politik, agama, hiburan, atau bahkan dalam hubungan pribadi. Ini adalah bentuk


210 kekuasaan yang dapat sangat memengaruhi tindakan dan keputusan individu atau kelompok, terutama jika individu yang memilikinya dianggap sebagai panutan atau model teladan. Konflik adalah segala bentuk interaksi yang bersifat oposisi atau interaksi yang bersifat antargonistik. Konflik terjadi karena perbedaan dan kelangkaan kekuasaan, perbedaan atau kelangkaan posisi sosial dan posisi sumber daya atau karena disebabkan sistem nilai dan penilaian yang berbeda. 1. Sumber Konflik Konflik terjadi pada dua tingkat, yaitu tingkat antar pribadi dan tingkat antar kelompok. Konflik dibedakan kedalam konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan organisasi dan karena seringkali bersifat konstruktif. Konflik disfungsional adalah suatu konflik yang menghambat tercapainya tujuan organisasi dan karenanya seringkali bersifat destruktif (merusak). Konflik fungsional sangat dibutuhkan oleh organisasi, sedangkan konflik disfungsional meskipun tidak diinginkan akan tetapi keberadaan konflik disfungsional ini tidak dapat dihindari. Konflik disfungsional pasti ada pada setiap organisasi maka harus diupayakan untuk menjadi konflik fungsional. Konflik disfungsional akan merugikan semua pihak, baik individu, kelompok maupun organisasi. Konflik disfungsional akan mengarah kepada keharncuran organisasi bisnis. Oleh karena itu, berbagai penyebab munculnya konflik disfungsional ini harus dieliminir semaksimal mungkin.


211 a. Perbedaan Kepentingan Perbedaan dalam kepentingan merupakan salah satu sumber utama konflik. Ini terjadi ketika individu atau kelompok memiliki tujuan, kebutuhan, atau prioritas yang berbeda. Misalnya, dalam konteks organisasi, konflik dapat muncul ketika departemen berusaha untuk mengoptimalkan sumber daya sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing, yang mungkin bertentangan dengan departemen lain. Sejumlah ahli telah membahas peran perbedaan kepentingan dalam konflik: Kenneth W. Thomas dan Ralph H. Kilmann mengembangkan Thomas-Kilmann Conflict Mode Instrument (TKI) yang menyediakan lima gaya penyelesaian konflik, yang salah satunya adalah "Competing" atau bersaing. Ini sesuai dengan situasi di mana perbedaan kepentingan sangat kuat, dan seseorang mencoba untuk memaksakan kepentingannya sendiri. b. Perbedaan Nilai dan Tujuan Perbedaan nilai, keyakinan, dan tujuan juga seringkali menjadi sumber konflik. Ketika individu atau kelompok memiliki nilai-nilai yang bertentangan atau tujuan yang berbeda, hal ini dapat menghasilkan ketidaksetujuan dan konflik. Misalnya, dalam organisasi, perbedaan etika atau prinsip-prinsip yang mendasari pengambilan keputusan dapat memicu konflik. Beberapa ahli telah mengungkapkan pandangan mereka tentang sumber konflik ini:


212 Mary Parker Follett, seorang pionir dalam manajemen konflik, menekankan pentingnya penyelesaian konflik berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi dan pemahaman bersama. Dia memandang konflik sebagai kesempatan untuk mencapai solusi yang memuaskan semua pihak dengan mengintegrasikan berbagai nilai dan tujuan. c. Persepsi dalam Organisasi Persepsi individu dan kelompok dalam organisasi dapat mempengaruhi bagaimana konflik muncul. Ketidakpahaman dan ketidaksepahaman bisa timbul jika individu memiliki persepsi yang berbeda tentang situasi, tindakan, atau niat orang lain. Dalam hal ini, beberapa ahli telah memberikan wawasan mereka: Deborah Tannen, seorang ahli linguistik, telah mengidentifikasi perbedaan dalam gaya komunikasi antara pria dan wanita yang dapat menyebabkan kesalahpahaman. Dia menekankan pentingnya pemahaman tentang perbedaan persepsi dan gaya komunikasi yang berbeda. 2. Gejala Konflik Gejala konflik adalah awal penyebab terjadinya sebuah konflik. Gejala konflik yang pada umumnya muncul dan akan nampak dipermukaan adalah : a. Adanya Komunikasi yang Lemah Hal ini terjadi karena keputusan yang diambil berdasarkan informasi yang salah. Dua kelompok (minimal) akan bergerak kearah yang berlawanan berdasarkan permasalahan yang sama.


213 b. Adanya Permusuhan dan Irihati Antar Kelompok Hal ini disebabkan karena adanya perlakuan dan sikap yang tidak adil dari pemimpin kepada bawahan (rakyatnya), baik secara individu atau kelompok. c. Adanya Friski Antar Pribadi Hubungan anatar individu seringkali berada dalam kelompok yang berbeda. Individu yang berada dalam kelompok lain biasanya akan mendapat atau akan dipengaruhi oleh kebiasaan kelompok tersebut sehingga ketika kembali kepada kelompoknya sering kali tanpa menyadari telah membawa gagasan atau kebiasaan kelompok lain. Dalam keadaan demikian akan mudah muncul konflik. d. Eskalasi Arbitrasi Semakin banyak kelompok yang konflik, maka biasanya kelompokkelomok ini akan dipaksa melakukan arbitrasi (jalan damai). Suatu misal, seringkali dua bagian berkonflik mengenai satu penanganan kasus, antara bagian keuangan dengan perencanaan, bagian perencanaan dengan opslap, bagian keuangan dengan ops-lap dan lainlain. Dimana bagian keuangan seringkali memaksa memperketat penggunaan anggaran sedangkan bagian lain meminta kelonggaran atau sebaliknya. e. Adanya Moral yang Rendah Orang yang mempunyai moral rendah seringklai menampakkkan konflik dibandingkan bersahabat. Kinerja orang yang bermoral rendah cenderung kurang baik dan seringkali bertindak tanpa perhitungan yang cermat. Dalam keadaan demikian tidak menutup kemungkinan akan banyak muncul konflik. f. Adanya Perbedaan Keyakinan yang Ekstrim Jika orang-orang yang ada dalam suatu tatanan


214 kehidupan atau organisasi berpegang kepada keyakinan tertentu dengan fanatisme yang sangat tinggi dengan tidak mentolerir keyakinan orang lain, maka keadaan ini juga akan memicu konflik. 3. Manajemen Konflik Manajemen konflik adalah proses penting dalam mengatasi konflik dan ketegangan dalam organisasi. Ada berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam manajemen konflik, dan para ahli telah memberikan pandangan mereka mengenai upaya menghindari konflik, penyelesaian konflik, dan cara mengurangi dampak negatif dari konflik. a. Upaya Menghindari konflik Upaya untuk menghindari konflik adalah salah satu pendekatan dalam manajemen konflik. Ini dapat digunakan ketika pihak-pihak yang terlibat dalam konflik memilih untuk menghindari konfrontasi atau merasa bahwa konflik tersebut tidak penting. Beberapa ahli telah memberikan wawasan mereka tentang pendekatan ini: Kenneth Thomas dan Ralph Kilmann mengembangkan Thomas-Kilmann Conflict Mode Instrument (TKI), yang mencakup gaya "Avoiding" atau menghindari. Ini sesuai dengan situasi di mana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mencoba untuk menghindari konfrontasi dan mengabaikan isu-isu yang mungkin memicu konflik. b. Penyelesaian Konflik Penyelesaian konflik adalah pendekatan yang lebih proaktif dalam manajemen konflik. Ini melibatkan identifikasi sumber konflik, komunikasi terbuka, negosiasi, dan pencarian solusi yang memuaskan semua


215 pihak yang terlibat. Beberapa ahli telah memberikan pandangan mereka tentang pendekatan ini: Mary Parker Follett, seorang pionir dalam manajemen konflik, menekankan pentingnya penyelesaian konflik berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi dan pemahaman bersama. Dia melihat konflik sebagai peluang untuk mencapai solusi yang memuaskan semua pihak dengan mengintegrasikan berbagai perspektif dan nilai. c. Mengurangi Dampak Negatif Konflik Manajemen konflik juga mencakup upaya untuk mengurangi dampak negatif dari konflik. Ini terjadi ketika konflik tidak dapat dihindari atau dipecahkan dan fokus bergeser pada meminimalkan dampak buruknya pada organisasi. Beberapa ahli telah memberikan pandangan mereka tentang pendekatan ini: John Burton, seorang ahli konflik, menyoroti perlunya upaya dalam mengelola konflik dengan baik, terutama ketika dampak negatif mungkin terjadi. Dia berpendapat bahwa konflik yang dikelola dengan baik dapat menghasilkan perubahan positif dan inovasi. 4. Komunikasi Efektif Komunikasi efektif adalah kunci dalam manajemen konflik dan dalam konteks organisasi secara umum. Para ahli telah memberikan pandangan mereka tentang komunikasi efektif, serta dampak dari komunikasi yang buruk pada konflik. a. Dampak Komunikasi buruk pada konflik John Burton, seorang ahli konflik, menyoroti bahwa komunikasi yang buruk seringkali menjadi penyebab


216 konflik. Ketika komunikasi gagal, informasi tidak disampaikan dengan jelas, dan persepsi yang salah dapat muncul. Ini dapat memicu ketidakpercayaan, ketegangan, dan konflik. Kenneth Thomas dan Ralph Kilmann dalam ThomasKilmann Conflict Mode Instrument (TKI) mengidentifikasi bahwa komunikasi yang tidak efektif dapat memicu konflik. Gagasan salah satu gaya penyelesaian konflik mereka, "Avoiding," mencerminkan upaya untuk menghindari komunikasi yang bisa memicu konfrontasi. Deborah Tannen, seorang ahli linguistik, telah mengidentifikasi perbedaan dalam gaya komunikasi antara pria dan wanita yang dapat menyebabkan kesalahpahaman dan konflik. Kurangnya pemahaman terhadap gaya komunikasi yang berbeda ini dapat memperburuk konflik. b. Prinsip Komunikasi Efektif Mary Parker Follett, seorang ahli dalam manajemen konflik, menekankan pentingnya komunikasi terbuka dan inklusif. Dia berpendapat bahwa konflik dapat dipecahkan atau dihindari melalui komunikasi yang mempromosikan partisipasi aktif dan pemahaman bersama. Kenneth Thomas dan Ralph Kilmann dalam model konflik mereka menekankan pentingnya kolaborasi sebagai salah satu dari lima gaya penyelesaian konflik yang efektif. Kolaborasi mengharuskan komunikasi terbuka dan kerjasama aktif untuk mencapai solusi yang memuaskan semua pihak.


217 Deborah Tannen menyoroti pentingnya pemahaman dalam komunikasi. Menurutnya, kesalahan persepsi dan kesalahpahaman seringkali muncul akibat kurangnya pemahaman mengenai konteks, budaya, dan gaya komunikasi yang berbeda. Komunikasi yang efektif memerlukan upaya untuk memahami perspektif orang lain.


218


219 9


220 DENGAN memahami pengawasan dan pengendalian sebagai salah satu fungsi manajemen akan memberikan kejelasan bahwa pengawasan diperlukan terutama untuk menjawab pertanyaan apakah kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan dalam organisasi sudah sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Untuk ini tentunya diperlukan penilaian terhadap hasil baik yang sedang dilaksanan maupun yang sudah dilaksanakan, dan apabila terdapat penyimpangan perlulah selanjutnya diadakan perbaikan atau corrective, dan kesemuanya ini akan juga menjadi umpan balik bagi perencanaan selanjutnya. Setelah mempelajari modul ini semoga dapat mengerti tentang apa dan bagaimana fungsi pengawasan (controlling) sebagai salah satu fungsi manajemen. Dengan harapan dapat: 1. Menjelaskan pentingnya pengawasan dan pengendalian dalam manajemen; 2. Merinci teknik dan cara-cara pengawasan dan pengendalian; 3. Mengidentifikasi beberapa hal yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pengawasan dan pengendalian; 4. Menjelaskan dan membedakan berbagai jenis pengawasan dan pengendalian. M_hurut Stih_r ^[h W[he_f: ‚P_ha[w[s[h \_r[rtc j[r[ manajer berusaha untuk meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah atau jalur tujuan. Apabila salah satu bagian dalam organisasi menuju arah yang salah, para manajer berusaha untuk mencari sebabnya dan kemudian mengarahkan kembali ke jalur tudu[h y[ha \_h[r ‚. Sementara itu menurut McFarland: ‚Cihtrif cstb_ jri]_ss \y which an executive gets the performance of his subordinates to correspond as closely as possible to chosen plans, orders,


221 i\d_]tcv_s, ir jifc]c_s ‚. (Pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan ). Selanjutnya (Soewartojo, 1995:131-132) menyatakan bahwa: ‚Controlling‚ s_rcha ^ct_rd_g[be[h juf[ ^_ha[h j_ha_h^[fc[h, termasuk di dalamnya pengertian rencana-rencana dan normanorma yang mendasarkan pada maksud dan tujuan manajerial, dimana norma-norma ini dapat berupa kuota, target maupun pedoman pengukuran hasil kerja nyata terhadap yang ditetapkan. Pengawasan merupakan kegiatan kegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan dalam kerangka norma-norma yang ditetapkan atau dalam keadaan keseimbangan bahwa pengawasan memberikan gambaran mengenai hal-hal yang dapat diterima, dipercaya atau mungkin dipaksakan, dan batas pengawasan (control limit) merupakan tingkat nilai atas atau bawah suatu sistem dapat menerima sebagai batas toleransi dan tetap memberikan hasil yang cukup memuaskan. Dalam manajemen, pengawasan (controlling) merupakan suatu kegiatan untuk mencocokkan apakah kegiatan operasional (actuating) di lapangan sesuai dengan rencana (planning) yang telah ditetapkan dalam mencapai tujuan (goal) dari organisasi. Dengan demikian yang menjadi obyek dari kegiatan pengawasan adalah mengenai kesalahan, penyimpangan, cacat dan hal-hal yang bersifat negatif seperti adanya kecurangan, pelanggaran dan korupsi. Dengan demikian pengawasan dapat diartikan sebagai usaha menentukan apa yang sedang dilaksanakan dengan cara menilai hasil/prestasi yang dicapai dan kalau terdapat penyimpangan dari standar yang telah ditentukan, maka segera diadakan usaha perbaikan, sehingga semua hasil/prestasi yang dicapai sesuai dengan rencana. Dari definisi tersebut ada kemungkinan timbul anggapan bahwa kegiatan pengawasan itu


222 bersifat negatif dan merupakan penghambat, karena pengawasan dilihat sebagai kegiatan mencari dan memperbaiki penyimpangan yang sedan atau telah terjadi. Mengingat bahwa pada dasarnya dalam kegiatan apa pun sering terjadi: kekeliruan, melemahnya usaha, ketidakefektifan petunjuk-petunjuk, sehingga terjadi penyimpangan yang tidak diinginkan, maka fungsi pengawasan mutlak diperlukan. Pengawasan merupakan kegiatan positif, karena mengarahkan kegiatan kearah standar yang telah ditentukan sesuai dengan rencana yang dibuat. Pengawasan dilakukan pada semua tingakatan manajemen. Pada manajemen tingkat atas (pucuk pimpinan) biasanya pengawasan dilakukan terhadap seluruh bagian/unit perusahaan. Sedangkan pada manajemen tingkat menengah dan bawah, pengawasan dilakukan pada unit pimpinannya masing-masing. Pengawasan biasanya dilakukan dengan cara menentukan prestasi yang dicapai, kemudian membandingkannya dengan standar yang telah ditentukan (prestasi yang diinginkan). Donnelly, et al, mengelompokkan pengawasan menjadi 3 Tipe pengawasan yaitu : 1. Pengawasan pendahuluan (preliminary control) Pengawasan pendahuluan atau feedforward controls. Pengawasan pendahuluan , atau sering di sebut steering controls. Dirancang untuk mangantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu di selesaikan. Pengawasan yang terjadi sebelum kerja dilakukan. Pengawasan Pendahuluan menghilangkan penyimpang-


223 an penting pada kerja yang diinginkan yang dihasilkan sebelum penyimpangan tersebut terjadi. Pengawasan Pendahuluan mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasilhasil yang direncanakan. Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi-deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber daya yang digunakan pada organisasi-organisasi. Sumber-sumber daya ini harus memenuhi syarat-syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan. Dengan ini, manajemen menciptakan kebijaksanaankebijaksanaan, prosedur-prosedur dan aturan-aturan yang ditujukan pada hilangnya perilaku yang menyebabkan hasil kerja yang tidak diinginkan di masa depan. Dipandang dari sudut prespektif demikian, maka kebijaksanaan-¬kebijaksanaan merupakan pedomanpedoman yang baik untuk tindakan masa mendatang. Pengawasan pendahuluan meliputi; Pengawasan pendahuluan sumber daya manusia, Pengawasan pendahuluan bahan-bahan, Pengawasan pendahuluan modal dan Pengawasan pendahuluan sumber-sumber daya financial. 2. Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control) Pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan atau concurrent control. Pengawasan ini, sering di sebut pengaw[s[h ‚y[-tc^[e‛, scereening control [t[u ‚\_rb_htc-t_rus‛,^cf[eue[h selama suatu kegiatan berlangsung.


224 Pengawasan yang terjadi ketika pekerjaan dilaksanakan. Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa sasaran-sasaran telah dicapai. Concurrent control terutama terdiri dari tindakan-tindakan para supervisor yang mengarahkan pekerjaan para bawahan mereka. Direction berhubungan dengan tindakan-tindakan para manajer sewaktu mereka berupaya untuk: a. Mengajarkan para bawahan mereka bagaimana cara penerapan metode¬-metode serta prosedur-prsedur yang tepat. b. Mengawasi pekerjaan mereka agar pekerjaan dilaksanakan sebagaimana mestinya. 3. Pengawasan Feed Back (feed back control) Pengawasan umpan balik atau feedback control. Pengawasan umpan balik, juga dikenal sebagai pastaction controls, mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah di selesaikan. Pengawasan Feed Back yaitu mengukur hasil suatu kegiatan yang telah dilaksakan, guna mengukur penyimpangan yang mungkin terjadi atau tidak sesuai dengan standar. Pengawasan yang dipusatkan pada kinerja organisasional dimasa lalu. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian sumber daya atau operasioperasi aktual. Sifat kas dari metode-metode pengawasan feed back (umpan balik) adalah bahwa dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai landasan untuk mengoreksi tindakan-tindakan masa mendatang. Adapun sejumlah metode pengawasan feed back yang banyak dilakukan oleh dunia bisnis yaitu:


225 a. Analysis Laporan Keuangan (Financial Statement Analysis) b. Analisis Biaya Standar (Standard Cost Analysis) c. Pengawasan Kualitas (Quality Control) d. Evaluasi Hasil Pekerjaan Pekerja (Employee Performance Evaluation) Wiliam H. Newman menetapkan prosedure sistem pengawasan dimana dikemukakan 5 jenis pendekatan, yaitu: 1. Merumuskan hasil yang di inginkan Manajer harus merumuskan hasil yang akan dicapai sejelas mungkin . tujuan yang dinyatakan secara umum atau eur[ha d_f[s s_j[rtc ‚j_haur[ha[h \c[y[ iv_rb_[^‛ [t[u ‚g_hchae[te[h j_f[y[h[h f[haa[r[h‛, j_rfu ^c ruguse[h f_\cb d_f[s s_j[rtc ‚j_haur[ha[h \c[y[ iv_rb_[^ ^_ha[h 12%‛ [t[u ‚g_hy_f_s[ce[h s_tc[j e_fub[h eihsug_h ^[f[g w[etu j[fcha f[g[ tca[ b[rc ‚ di samping itu, hasil yang di inginkan harus dihubungkan dengan individu yang bertanggung jawab atas pencapaian.Yang dihubungkan dengan individu yang melaksanakan. 2. Menetapkan penunjuk hasil Tujuan pengawasan sebelum dan selama kegiatan dilaksanakan adalah agar manajer dapat mengatasi dan memperbaiki adanya penyimpangan sebelum kegiatan di selesaikan . tugas penting manajer adalah merancang program pengawasan unttuk menentukan sejumlah indicator-indikator yang terpercaya sebagai petunjuk apabila tindakan koreksi perlu di ambil atau tidak.


226 Beberapa yang dapat membantu manajer memperkirakan apakah hasil yang di inginkan tercapai atau tidak, yaitu: a. Pengukuran masukan Ada beberapa metode untuk mengukur pemasukan dalam keberhasilan suatu pengawasan: 1) Kepatuhan terhadap Standar: Salah satu cara paling langsung untuk mengukur keberhasilan pengawasan adalah dengan menilai sejauh mana organisasi atau individu yang diawasi mematuhi standar yang telah ditetapkan. Misalnya, jika ada standar kualitas atau keamanan yang harus dipatuhi, maka dapat diukur berapa persen dari waktu atau produk yang memenuhi standar tersebut. 2) Tingkat Kualitas: Pemasukan dapat diukur melalui tingkat kualitas produk atau layanan yang dihasilkan. Jika pengawasan berhasil meningkatkan kualitas produk atau layanan, maka itu bisa dianggap sebagai hasil positif. Ini bisa melibatkan pengukuran tingkat cacat, tingkat kepuasan pelanggan, atau parameter lain yang relevan. 3) Efisiensi Operasional: Pengawasan yang efektif dapat mempengaruhi efisiensi operasional. Anda dapat mengukur apakah proses atau aktivitas yang diawasi berjalan lebih efisien setelah pengawasan diterapkan. Ini dapat berupa pengukuran waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas, pengurangan limbah, atau peningkatan produktivitas.


227 4) Keamanan: Dalam beberapa kasus, pengawasan bertujuan untuk memastikan keamanan. Misalnya, dalam industri manufaktur, pengawasan keberhasilan dapat diukur melalui penurunan tingkat kecelakaan atau insiden keselamatan lainnya. 5) Penghematan Biaya: Pengawasan yang efektif dapat membantu mengidentifikasi pemborosan dan pengehematan biaya. Pengukuran pemasukan dapat mencakup penghematan biaya yang dihasilkan dari tindakan perbaikan yang diambil setelah pengawasan. 6) Peningkatan Keputusan: Jika pengawasan menghasilkan informasi yang lebih baik atau lebih akurat yang membantu dalam pengambilan keputusan, ini dapat dianggap sebagai pemasukan dalam keberhasilan pengawasan. Misalnya, jika pengawasan menyediakan data yang lebih baik untuk perencanaan strategis, maka peningkatan dalam keputusan strategis dapat diukur. 7) Efektivitas Tindakan Perbaikan: Jika pengawasan mengidentifikasi masalah dan tindakan perbaikan berhasil mengatasi masalah tersebut, efektivitas tindakan perbaikan dapat diukur. Anda dapat melihat apakah masalah yang sama muncul kembali atau apakah perbaikan yang diterapkan telah berdampak positif dalam jangka panjang. b. Hasil-hasil pada tahap-tahap permulaan beberapa hasil kunci yang harus dicapai dalam tahap permulaan pengawasan:


228 1) Penetapan Tujuan dan Sasaran Pengawasan: Tahap permulaan harus dimulai dengan penetapan tujuan dan sasaran yang jelas untuk pengawasan. Anda perlu menentukan apa yang ingin dicapai melalui pengawasan tersebut. Misalnya, apakah Anda ingin meningkatkan kualitas produk, meningkatkan efisiensi operasional, atau memastikan kepatuhan terhadap peraturan tertentu. 2) Penetapan Standar dan Kriteria Pengukuran: Standar atau kriteria yang akan digunakan untuk menilai kinerja atau hasil harus ditetapkan dengan jelas. Standar ini bisa berupa angka, pedoman, atau aturan yang harus diikuti. Misalnya, jika Anda mengawasi kualitas produk, standar kualitas harus ditetapkan. 3) Pemilihan Metode dan Alat Pengawasan: Tahap permulaan juga melibatkan pemilihan metode dan alat yang akan digunakan dalam pengawasan. Apakah Anda akan menggunakan inspeksi fisik, pengukuran kinerja, survei pelanggan, atau metode lainnya? Ini harus diputuskan dengan cermat berdasarkan tujuan dan sifat pengawasan. 4) Penunjukan Tim atau Individu Pengawas: Anda perlu menentukan siapa yang akan bertanggung jawab atas pengawasan. Apakah akan ada tim khusus, supervisor, atau individu tertentu yang akan melakukan tugas ini? Pastikan bahwa individu atau tim ini memiliki kualifikasi dan keterampilan yang sesuai.


229 5) Penentuan Frekuensi Pengawasan: Anda perlu menentukan seberapa sering pengawasan akan dilakukan. Apakah akan dilakukan secara rutin atau hanya pada waktu-waktu tertentu? Frekuensi pengawasan harus sesuai dengan kebutuhan dan risiko yang terlibat. 6) Pengembangan Proses Pelaporan: Tahap permulaan harus mencakup pengembangan proses pelaporan yang jelas. Ini mencakup format laporan, siapa yang akan menerima laporan, dan seberapa cepat laporan harus disampaikan setelah pengawasan dilakukan. 7) Pelatihan dan Persiapan: Pastikan individu atau tim yang akan melakukan pengawasan telah mendapatkan pelatihan yang sesuai. Mereka harus memahami prosedur, standar, dan metode yang akan digunakan dalam pengawasan. 8) Pengalokasian Sumber Daya: Tentukan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan pengawasan dengan efektif. Ini termasuk anggaran, peralatan, dan personil yang dibutuhkan. c. Gejala-gejala Ada beberapa gejala umum yang menunjukkan keberhasilan dalam pengawasan: 1) Pencapaian Tujuan dan Sasaran: Salah satu tanda paling jelas keberhasilan pengawasan adalah ketika tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam pengawasan tercapai atau bahkan melebihi ekspektasi. Ini menunjukkan


230 bahwa pengawasan berkontribusi positif terhadap pencapaian hasil yang diinginkan. 2) Kualitas yang Meningkat: Jika pengawasan berfokus pada peningkatan kualitas produk atau layanan, gejala keberhasilan dapat dilihat melalui peningkatan dalam kualitas tersebut. Misalnya, penurunan tingkat cacat atau peningkatan dalam kepuasan pelanggan. 3) Efisiensi Operasional: Keberhasilan pengawasan juga dapat diindikasikan melalui peningkatan efisiensi dalam proses atau operasi yang diawasi. Ini bisa berupa pengurangan limbah, penghematan biaya, atau peningkatan produktivitas. 4) Peningkatan Keamanan: Jika pengawasan bertujuan untuk memastikan keamanan, gejala keberhasilan bisa dilihat dalam penurunan insiden atau kecelakaan yang terkait dengan keamanan. 5) Kepatuhan yang Meningkat: Jika pengawasan bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan atau pedoman tertentu, keberhasilan dapat dilihat dalam peningkatan tingkat kepatuhan. Ini berarti bahwa organisasi atau individu yang diawasi telah mematuhi aturan dengan lebih baik. 6) Umpan Balik Positif: Jika individu atau tim yang diawasi memberikan umpan balik positif terhadap pengawasan, ini dapat dianggap sebagai gejala keberhasilan. Ini menunjukkan bahwa pengawasan dianggap bermanfaat dan


231 membantu dalam meningkatkan kinerja mereka. 7) Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik: Keberhasilan pengawasan juga dapat dilihat dalam perbaikan dalam pengambilan keputusan. Jika pengawasan menyediakan data yang lebih baik atau informasi yang lebih akurat untuk pengambilan keputusan, ini bisa dianggap sebagai hasil positif. 8) Tindakan Perbaikan yang Efektif: Jika masalah atau ketidaksesuaian terdeteksi melalui pengawasan, gejala keberhasilan dapat dilihat dalam efektivitas tindakan perbaikan yang diambil. Jika tindakan tersebut berhasil mengatasi masalah dengan baik, ini menunjukkan keberhasilan pengawasan. 9) Penghargaan atau Pengakuan: Jika organisasi atau individu yang diawasi menerima penghargaan atau pengakuan atas kinerja yang baik yang telah ditingkatkan melalui pengawasan, ini dapat dianggap sebagai tanda keberhasilan. 10) Kontinuitas dan Perbaikan Berkelanjutan: Keberhasilan pengawasan juga dapat dilihat dalam upaya untuk menjaga pengawasan sebagai proses berkelanjutan dan terus-menerus meningkatkannya. d. Perubahan dalam kondisi yang di asumsikan Ada beberapa perubahan kondisi yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengawasan: 1) Perubahan dalam Tujuan dan Sasaran Organisasi: Jika organisasi mengubah tujuan strategisnya, maka sasaran dan prioritas


232 pengawasan juga dapat berubah. Pengawasan perlu disesuaikan untuk mencerminkan perubahan ini. 2) Perubahan dalam Lingkungan Regulasi: Perubahan dalam regulasi atau peraturan yang berlaku dapat memengaruhi apa yang perlu diawasi dan standar kepatuhan yang harus dipenuhi. Pengawasan harus selaras dengan perubahan ini. 3) Perubahan Teknologi: Kemajuan teknologi dapat memengaruhi bagaimana pengawasan dilakukan. Penggunaan teknologi baru, seperti analisis data besar (big data analytics) atau kecerdasan buatan (artificial intelligence), dapat meningkatkan kemampuan pengawasan. 4) Perubahan dalam Proses Bisnis: Jika organisasi mengubah atau meningkatkan proses bisnisnya, pengawasan harus menyesuaikan untuk memastikan bahwa proses tersebut tetap efisien dan memenuhi standar yang ditetapkan. 5) Perubahan dalam Struktur Organisasi: Perubahan dalam struktur organisasi, seperti penggabungan departemen atau perubahan dalam manajemen, dapat memengaruhi bagaimana pengawasan diarahkan dan dikelola. 6) Perubahan dalam Persyaratan Pelanggan: Jika persyaratan atau preferensi pelanggan berubah, pengawasan perlu menyesuaikan untuk memastikan bahwa produk atau layanan tetap memenuhi harapan pelanggan. 7) Perubahan dalam Risiko Bisnis: Perubahan dalam risiko bisnis, termasuk risiko operasional,


233 keuangan, atau keamanan, dapat memengaruhi fokus dan intensitas pengawasan yang diperlukan. 8) Perubahan dalam Sumber Daya: Jika anggaran atau sumber daya manusia yang dialokasikan untuk pengawasan berubah, maka hal ini dapat memengaruhi kemampuan untuk melakukan pengawasan yang efektif. 9) Perubahan dalam Kepemimpinan: Perubahan dalam kepemimpinan organisasi, termasuk kepemimpinan yang baru, dapat membawa perubahan dalam budaya perusahaan dan prioritas manajemen, yang dapat memengaruhi pendekatan terhadap pengawasan. 10) Perubahan dalam Tantangan Eksternal: Faktorfaktor eksternal seperti perubahan dalam pasar, persaingan, atau kondisi ekonomi dapat memengaruhi konteks di mana pengawasan beroperasi dan memerlukan penyesuaian. 3. Menetapkan standar penunjuk dan hasil Penetapan standar untuk penunjukan dan hasil akhir adalah bagian penting perancangan proses pengawasan. Tanpa penetapan standar manajer mengkin memberikan perhatian yang lebih terhadap penyyimpangan kecil atau tidak bereksi terhadap penyimpangan besar. Dihubungkan dengan kondisi yang dihadapi. 4. Menetapkan jaringan informasi dan umpan balik Langkah keempat dalam perancangan suatu siklus pengawasan adalah menetapkan sarana untuk pengumpulan informasi penunjuk dan pembandingan petunjuk terhadap standar. Jaringan kerja komunikasi di anggap


234 baik bila aliran ttiddak hanya ke atas tetapi juga kebawah kepada siapa yang harus cukup efisien untuk menyediakan informasi balik yang relevan kepada personalia kunci yang memerlukannya. Dimana komunikasi pengawasan didasarkan pada prinsip manajemen by excetion yaitu atasan diberi informasi bila terjadi penyimpangan pada standar. 5. Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi Langkah terakhir adalah penbandingann penunjukkan dengan standar, penentuan apakah tindakan koreksi perlu diambil dan kemudian pengambilan tindakan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil satu kesimpulan bahwa proses pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan kegiatan organisasi, oleh karena itu setiap pimpinan harus dapat menjalankan fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan implikasi terhadap pelaksanaan rencana, sehingga pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses pengawasan dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan suatu rencana. Mengenai pentingnya pelaksanaan pengawasan untuk mensukseskan rencana, Winardi (2000:172) mengungkapkan bahwa: ‚j_ha[w[s[h \_r[rtc g_g\u[t s_su[tu t_rd[^c, s_su[c dengan apa yang menurut rencana akan terjadi. Perencanaan dan pengawasan boleh dikatakan tidak dapat kita pisahkan satu sama lain, dan mereka ibarat: e_g\[r sc[g ^[f[g \c^[ha g[h[d_g_h‛.


235 Bidang strategik yang dapat membuat organisasi secara keseluruhan mencapai sukses yaitu : 1. Transaksi Keuangan a. Analisis Laporan Keuangan (Financial Statement Analysis) Analisa laporan keuangan merupakan proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu mengevalusi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan untuk menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa mendatang. b. Manajemen Kas (Cash Management) c. Pengelolaan Biaya (Cost Control) 2. Hubungan Manajer dan Bawahan Hubungan antara manager dan bawahan juga harus baik dan terjaga. Sebisa mungkin ada hubungan 2 arah antara manager dan bawahan, bukan hubungan searah dimana manager terus-terusan memberi perintah kepada bawahan tanpa mau mendengar keluhan dan perasaan bawahannya. Bila ada hubungan harmonis seperti keluarga dalam suatu perusahaan maka akan tercipta team kerja yang solid dan kuat dalam menjalankan perusahaan. 3. Operasi-operasi Produktif Alat-alat pengawasan yang paling dikenal dan paling umum digunakan adalah :


236 1. Manajemen Pengecualian (Management by Exception) Manajemen pengecualian adalah teknik pengawasan yang memungkinkan hanya penyimpangan kecil antara yang direncanakan dan kinerja aktual yang mendapatkan perhatian dari wirausahawan. Manajemen penegecualian didasarkan pada prinsip pengecualian, prinsip manajemen yang muncul paling awal pada literatur manajemen. Prinsip pengecualian menyatakan bahwa bawahan menangani semua persoalan rutin organisasional, sementara wirausahawan menangani persoalan organisasional non rutin atau diluar kebiasaan. 2. Management Information System (MIS) yaitu suatu metoda informal pengadaan dan penyediaan bagi manajemen, informasi yang diperlukan dengan akurat dan tepat waktu untuk membantu proses pembuatan keputusan dan memungkinkan fungsi-fungsi perencanaan, pengawasan dan operasional organisasi yang dilaksanakan secara efektif. MIS dirancang melalui beberapa tahap utama yaitu : a. Tahap survei pendahuluan dan perumusan masalah. b. Tahap desain konseptual c. Tahap desain terperinci. d. Tahap implementasi akhir. Kriteria agar MIS berjalan efektif, yaitu : a. Mengikut sertakan pemakai dalam tim perancangan b. Mempertimbangkan secara hati-hati biaya system c. Memperlakukan informasi yang relevan dan terseleksi e. Adanya pengujian pendahuluan


237 f. Menyediakan latihan dokumentasi tertulis bagi para operator dan pemakai system Sedangakan kriteria utama MIS efektif yaitu : a. Pengawasan terhadap kegiatan yang benar b. Tepat waktu dalam pemakainya c. Menekan biaya secara efektif d. System yang digunakan harus tepat dan akurat e. Dapat diterima oleh yang bersangkutan 3. Analisa Rasio Rasio adalah hubungan antara dua angka yang dihitung dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Analisa rasio adalah proses menghasilkan informasi yang meringkas posisi financial dari organisasi dengan menghitung rasio yang didasarkan pada berbagai ukuran finansial yang muncul pada neraca dan neraca rugi-laba organisasi. 4. Penganggaran Anggaran dalam organisasi ialah rencana keuangan yang menguraikan bagaimana dana pada periode waktu tertentu akan dibelanjakan maupun bagaimana dana tersebut akan diperoleh. Anggaran juga merupakan laporan resmi mengenai sumber-sumber keuangan yang telah disediakan untuk membiayai pelaksanaan aktivitas tertentu dalam kurun waktu yang ditetapkan. Disamping sebagai rencana keuangan, anggaran juga merupakan alat pengawasan. Anggaran adalah bagian fundamental dari banyak program pengawasan organisasi. Pengawasan anggaran atau Budgetary Control itu sendiri merupakan suatu sistem sasaran yang telah ditetapkan dalam suatu anggaran untuk mengawasi kegiatan-


238 kegiatan manajerial, dengan membandingkan pelaksanaan nyata dan pelaksanaan yang direncanakan. Karakteristik Pengawasan Yang Efektif a. Akurat b. Tepat waktu c. Obyektif d. Terpusat pada titik-titik pengawasan strategic e. Realistic secara ekonomis f. Realistic secara organisasional g. Terkoordinasi dengan alliran kerja organisasi h. Fleksibel i. Bersifat sebagai petunjukan dan operasional j. Diterima para anggota organisasi Pengawasan dalam Manajemen Pengawasan atau controlling merupakan salah satu fungsi dalam manajemen. Controlling berperan memberikan penilaian dan koreksi pada kinerja karyawan. Dengan controlling, karyawan yang kurang telaten bisa diarahkan agar pekerjaannya memenuhi target. Controlling dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap kegiatan di dalam perusahaan, sehingga akan ketahuan karyawan mana yang melakukan tugas dengan benar sesuai dengan rencana dan karyawan mana yang berleha-leha atau salah melaksanakan tugas. Pengawasan berperan penting dalam suatu organisasi dan perusahaan, apalagi jika organisasi tersebut memiliki


Click to View FlipBook Version