Mengurai Dinamika Sosial Copyright© PT Penerbit Penamuda Media, 2024 Penulis: Thoriqi Firdaus, S.Pd., Finna Wijayanti, S.Pd., Nurotul Wafiroh, S.Pd., Eka Widayanti, S.Pd., Aulia Mutiara Putri, S.Pd., Nurul Fadilah S.Pd., Thoriqi Firdaus, S.Pd., Maulida Ridani, S.Pd., M.Pd., Yuni Hartati Eliya Rosa, S.Pd., Gr., Kinanti Pangestu, S.Pd. Editor: Gemuh Surya Wahyudi, M.A. ISBN: 978-623-8586-57-8 Desain Sampul: Tim PT Penerbit Penamuda Media Tata Letak: Enbookdesign Diterbitkan Oleh PT Penerbit Penamuda Media Casa Sidoarium RT 03 Ngentak, Sidoarium Dodeam Sleman Yogyakarta HP/Whatsapp : +6285700592256 Email : [email protected] Web : www.penamuda.com Instagram : @penamudamedia Cetakan Pertama, Juni 2024 x + 149, 15x23 cm Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin Penerbit
v ondisi sosial beserta dengan dinamikanya yang terjadi di tengah masyarakat tidak dapat diduga, setiap aktor dalam masyarakat memiliki perannya masing-masing dalam membentuk kondisi sosial. Jaringan-jaringan antar setiap aktor dalam masyarakat juga tidak luput dipengaruhi. Baik buruknya struktur jaringan masyarakat sangat bergantung kepada peran para aktornya. Dinamika-dinamika yang terjadi di tengah masyarakat akibat dari jaringan-jaringan sosial sangat masif bergerak, sehingga nilai dan norma yang sudah disepakati oleh aktor dan kelompok sosial dapat berubah. Hal tersebut juga tidak luput dari perubahan tatanan sosial yang sudah menjadi status quo di tengah masyarakat. Hari ini, masifnya dinamika-dinamika sosial yang terus bergerak berpengaruh terhadap perubahan norma dan nilai di segala sektor sosial, seperti ekonomi, pendidikan, budaya, dan politik. Semakin masifnya dinamika sosial di tengah masyarakat membuat norma dan nilai yang dijadikan acuan semakin kabur, tidak ada norma dan nilai yang dianggap paling benar. Setiap individu ataupun kelompok sosial memiliki kesempatan untuk menawarkan kepada masyarakat bahwa nilai dan norma yang diyakininya paling benar. Ruang publik dijadikan arena untuk pertarungan norma dan nilai. Akibatnya, struktur masyarakat yang paling kecil menjadi korban dari semrawutnya pertarungan norma dan nilai ini. Buku ini hadir untuk menguraikan secara perlahan semrawutnya dinamika sosial yang terjadi di tengah K
vi masyarakat. Melalui jalan akademis, selain sebagai penjaga ilmu pengetahuan para penulis dalam buku ini juga berkontribusi dalam menghadirkan solusi-solusi akibat dari masifnya pergerakan dinamika sosial. Melalui buku ini juga, para penulis daj[t ^cs_g[te[h s_\[a[c ‚[a_h j_haur[c \_h[ha eusut ^ch[gce[ sisc[f‛. Editor Gemuh Surya Wahyudi, M.A.
vii Kata Pengantar ..................................................................... v Daftar Isi ............................................................................ vii Bab 1. Pengantar Sosial Humaniora ......................................... 1 Bab 2. Teori Sosial dalam Perspektif Humaniora ....................... 6 A. Analisis Strukturalisme dalam Kajian Sosial ......................6 B. Pendekatan Fungsionalisme dalam Sosiologi................... 10 C. Kontribusi Interpretatif terhadap Pemahaman Sosial ....... 14 Bab 3. Identitas dan Konstruksi Sosial .................................... 17 A. Pembentukan Identitas Individu Dalam Konteks Sosial .... 20 B. Pengaruh Media Massa Dalam Pembentukan Identitas Sosial ........................................................................... 21 C. Dinamika Identitas Gender Dalam Masyarakat Kontemporer ................................................................ 24 D. Kesimpulan .................................................................. 26 Bab 4. Kesenian dan Ekspresi Budaya dalam Masyarakat .......... 28 A. Peran Seni dalam Membentuk Identitas Budaya .............. 28 B. Peran Seni dalam Membentuk Identitas Budaya .............. 34
viii C. Interprestasi Seni Sebagai Cerminan Realitas Sosial .........35 D. Pengaruh Globalisasi terhadap Ekspresi Budaya Lokal......39 Bab 5. Politik, Kekuasaan dan Konflik Sosial ........................... 44 A. Analisis Kekuasaan dalam Perspektif Humaniora.............44 B. Konsep Kekuasaan.........................................................46 C. Dinamika Konflik Sosial Dalam Masyarakat .....................49 D. Peran Identitas Politik dalam Dinamika Konflik ...............51 Bab 6. Globalisasi dan Tantangan Sosial ................................. 53 A. Dampak Globalisasi terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat ...................................................................56 B. Ketidaksetaraan Global dan Konsekuensi Sosialnya ..........60 C. Perubahan Nilai-Nilai dalam Konteks Globalisasi .............62 Bab 7. Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan ............... 65 A. Analisis sosial terhadap isu lingkungan ...........................67 B. Peran masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan.....71 C. Konflik antara pembangunan dan konservasi lingkungan .74 Bab 8. Migrasi dan Multikulturalisme ..................................... 78 A. Dinamika Migrasi dan Pengaruhnya Terhadap Budaya .....78 B. Tantangan Integrasi dalam Masyarakat Multikultural.......83 C. Pendidikan Multikultural sebagai Upaya Harmonisasi Sosial............................................................................86 Bab 9. Teknologi dan Transformasi Sosial ............................... 90 A. Dampak Teknologi Informasi dalam Sosial Humaniora.....90
ix B. Etika dan Tanggung Jawab Sosial dalam Penggunaan Teknologi ..................................................................... 93 C. Tantangan Etika dalam Era Digital.................................. 96 Bab 10. Penelitian Sosial dalam Perspektif Humaniora ............. 98 A. Metode Penelitian Kualitatif dalam Kajian Sosial Humaniora ..................................................................100 B. Eksplorasi Data Kualitatif dalam Memahami Masyarakat.113 C. Peran Penelitian dalam Memecahkan Masalah Sosial......122 Daftar Pustaka ................................................................... 131 Tentang Penulis ................................................................. 145
x
Mengurai Dinamika Sosial - 1 1 erubahan sosial merupakan suatu fenomena yang menjadi perbincangan hangat saat ini. Kehidupan sosial yang mengalami perubahan sudah menjadi hal yang tidak terelakkan dalam kehidupan manusia. Perkembangan teknologi, perubahan lingkungan, dan globalisasi mempengaruhi dinamika sosial yang terus bergerak dan mempengaruhi cara individu untuk hidup, berinteraksi, dan memahami dunia. P
2 - Mengurai Dinamika Sosial Buku Mengurai Dinamika Sosial berusaha untuk menggali dan memahami lebih dalam terkait aspek-aspek yang membentuk dinamika tersebut melalui sudut pandang sosial dan humaniora. Eksplorasi berbagai fenomena-fenomena terhadap lingkungan sekitar melalui teori sosial yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan dalam bidang humaniora, dapat memberikan kita pemahaman mengenai fenomena sosial yang sangat kompleks. Konstruksi sosial menganggap bahwa suatu individu atau masyarakat saat ini telah mengalami perubahan identitas. Perilaku Masyarakat saat ini menunjukkan bahwa interaksi manusia dalam membangun struktur sosial yang lebih kompleks, harus memperhatikan bagaimana manusia membangun identitas diri sendiri melalui interaksi dengan orang lain. Perubahan identitas sosial sangat berkaitan erat dengan norma, nilai, dan interaksi sosial, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh peran masyarakat. Perubahan sosial ini berdampak pada bagaimana kesenian dan ekspresi budaya dalam Masyarakat yang turut mengalami perubahan. Seni dan budaya dapat menjadi suatu cerminan dalam dinamika sosial. Ekspresi artistik dapat mencerminkan, menantang dan mengubah struktur sosial yang ada. Budaya dan kesenian dapat mempengaruhi bagaimana masyarakat membangun generasinya melalui perilaku. Pengaruh tersebut saling berkaitan satu dan yang lainnya dan bersifat mengikat, sehingga manusia tidak dapat dipisahkan dari budayanya karena dapat membentuk identitas diri. Problematika yang terjadi saat ini adalah seni dan budaya yang membentuk karakter bangsa sudah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Pelestarian budaya saat ini sampai
Mengurai Dinamika Sosial - 3 menjadi perhatian yang mendalam bagi para pemangku kepentingan. Globalisasi sangat berdampak pada Masyarakat kita sehingga akulturasi budaya perlu dilaksanakan. Globalisasi menjadikan arus informasi, budaya, ekonomi mempengaruhi lintas batas negara dengan mengubah struktur sosial sehingga menjadi tantangan baru dalam kehidupan sosial. Fenomena kompleks yang terjadi akibat arus globalisasi mengacu pada meningkatnya interkoneksi dan interdependdensi antara masyarakat bahkan antar negara negara di seluruh dunia. Perkembangan ini memberikan manfaat yang dapat dimaksimalkan oleh Masyarakat, namun juga harus mempertimbangkan dampak dan meminimalisir efek negatifnya seperti halnya hilangnya identitas sosial bagi kalangan muda. Perubahan dan hilangnya identitas sosial membawa kita pada isu-isu lingkungan yang menjadi permasalahan kompleks. Aktivitas manusia dan lingkungan tidak menunjukkan adanya sinergi yang mengarah pada masa depan yang lebih baik. Konsep keberlanjutan sampai dicanangkan melihat lingkungan yang sudah mengalami kerusakan yang sangat parah. Lingkungan yang mengalami kerusakan, selain akibat dari arus globalisasi juga dipengaruhi oleh politik dan kekuasaan. Adanya kekuasaan yang didistribusikan demi kepentingan pribadi menjadikan sumber daya terus mengarah pada pemusnahan alam. Konflik sosial seringkali muncul akibat kebijakan-kebijakan yang memunculkan perebutan sumber daya alam. Lingkungan sangat mempengaruhi dinamika sosial, begitupun sebaliknya. Hal ini karena beberapa dinamika sosial
4 - Mengurai Dinamika Sosial sangat besar dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Perilaku dan Keputusan individu dalam Masyarakat menjadi suatu integrasi antara keseimbangan dan perkembangan sosial, hal ini bertujuan untuk mengembangakan beberapa strategi dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan baik secara alami maupun sosial. Kerusakan dan perubahan lingkungan menjadikan kehidupan sosial Masyarakat semakin tidak tertata dengan baik. Dampak dari hal tersebut menjadikan manusia mengalami pergerakan sehingga mereka melakukan migrasi. Pergerakan manusia dari satu tempat ke tempat lainnya untuk memperbaiki kehidupan sosialnya akan mempengaruhi struktur sosial dan budaya, sehingga menjadi tantangan berat yang dihadapi oleh Masyarakat. Migrasi menjadi pengaruh yang sangat kompleks dan multifaktor terhadap dinamika sosial. Perbedaan budaya yang seringkali menjadi konflik dan kesulitan dalam melakukan adaptasi menjadikan tantangan baru dalam kehidupan sosial. Perubahan sosial akibat migrasi menjadikan adanya dinamika ekonomi dan keterkaitan dengan struktur sosial yang dapat menjadikan konflik berkepanjangan bahkan akan merusak hubungan sosial. Dampak buruk dari migrasi memang sangat mengkhawatirkan tentang perubahan sosial yang akan terjadi sangat signifikan. Namun selain berdampak buruk pada kehidupan sosial, migrasi juga memiliki peluang yaitu dengan adanya diversifikasi budaya yang dapat mempengaruhi dinamika sosial secara positif. Cara pandang dan bagaimana penerimaan Masyarakat terhadap budaya yang berbeda dan beradaptasi
Mengurai Dinamika Sosial - 5 yang baik akan menciptakan suatu dampak negatif menjadi dampak yang positif. Keterkaitan budaya dalam dinamika sosial ini selain disebabkan oleh manusianya sendiri, juga dapat terjadi akibat teknologi yang dapat menjadikan adanya perubahan dan juga transformasi. Perkembangan teknologi yang dapat membawa informasi secara cepat dapat mempengaruhi berbagai isu yang terjadi di masyarakat. Penyebaran hoax dan isu isu sosial dan politik akan sangat mempengaruhi dinamika sosial Masyarakat. Dinamika sosial harus menjadi suatu hal yang sangat diperhatikan karena menyangkut kehidupan dan interaksi manusia dan lingkungannya. Pentingnya penelitian sosial untuk menjelaskan fenomena fenomena yang komplek dapat menjadi suatu pengembangan program dan kegiatan sosial yang efektif dalam mengatasi permasalahan permasalahan sosial. Penelitian juga menjadikan para pemangku kebijakan dapat mengembangkan strategi yang efektif dengan berdasarkan pada metode yang sistematis dan logis. Dengan demikian, buku ini diharapkan dapat menjadi acuan dan pedoman yang bermanfaat bagi para pembaca untuk memahami dan menanggapi dinamika sosial yang terjadi di sekitar. Struktur penulisan yang komprehensif dengan pendekatan yang holistik diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan bagi siapa saja yang ingin memahami dan mendalami terkait permasalahan-permasalahan yang menjadi dinamika sosial. Melalui pemahaman yang baik, tentunya diharapkan kita dapat berkontribusi dalam menciptakan Masyarakat yang lebih harmonis, peka terhadap sosial, dan berkelanjutan.
6 - Mengurai Dinamika Sosial 2 Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sering kali menampakan fenomena sosial sebagai hasil dari dinamika kehidupan manusia. Fenomena-fenomena tersebut sangat kompleks dan beragam. Manusia sebagai salah satu pengisi kehidupan di bumi terbentuk dalam
Mengurai Dinamika Sosial - 7 struktur yang berkaitan satu sama lain sehingga membentuk sebuah fungsi yang disebut dengan masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat menjalankan fungsinya secara individu. Diperlukan kerjasama satu sama lain dalam mencapai berbagai tujuan dalam hidup. Ilmu sosial merupakan salah satu cabang ilmu yang mempelajari perilaku manusia yang berubah-ubah menyesuaikan perkembangan zaman. Ilmu sosial terbagi kedalam berbagai cabang diantaranya geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, psikologi, dan ilmu politik. Artinya kajian sosial menitikberatkan kepada berbagai bentuk fenomena kehidupan manusia dalam lingkup ilmu sosial. Kajian tersebut bukan hanya sebatas pada manusianya saja namun juga berbagai bentuk komponen pendukungnya. Masyarakat yang memiliki struktur kehidupan dinamis, tentu akan bergerak secara teratur mengikuti perkembangan zaman. Strukturalisme merupakan pendekatan penting yang mengakui makna sebagai hasil dari pola atau keteraturan yang dapat diidentifikasi dan ada diluar pengaruh individu (Hawari, 2017). Berbeda dengan Baker (2007) yang mengartikan pemahaman strukturalis terhadap kebudayaan menitikberatkan pada perhatian terhadap sistem relasi struktur yang menjadi dasarnya (Barker, 2007). Dalam pengertian tersebut, strukturalisme memuat dua poin penting yaitu pola atau keteraturan dan sistem relasi struktur untuk dapat menganalisis fenomena sosial dalam masyarakat. Hasil dari pendekatan strukturalisme dapat dilihat secara
8 - Mengurai Dinamika Sosial komprehensif apabila adanya sinergi antara pola atau keteraturan dan landasan struktur. Strukturalisme menurut Edmund Leach adalah struktur sosial dianggap sebagai sesuatu yang ada secara objektif, mirip dengan kerangka tubuh manusia atau interdependensi antara berbagai organ dalam tubuh manusia (Brian Morris, 2007; Sari Devi, 2018). Artinya, strukturalisme tidak dapat berdiri sendiri dalam menjalankan fungsinya. Komponen-komponen yang ada dalam struktur kajian ini adalah sosial, saling berkolaborasi dalam menemukan makna. Seperti halnya sistem kerja organ tubuh manusia, jika salah satu komponen struktur sosial mengalami gangguan tentu sistem pendukungnya juga akan terkena dampaknya. Struktur sosial terbagi dalam dua kategori yaitu stratifikasi sosial dan diferensiasi (Aji, 2015). Stratifikasi sosial memiliki unsur utama status (kedudukan) dan peran sedangkan diferensiasi sosial dapat dilihat dari karakteristik fisik, sosial dan budaya (Nur Basir, 2020). Dalam konteks ini, sebuah struktur dalam kehidupan masyarakat sangat ditentukan oleh kedudukan dan perbedaan sosial. Sehingga pada akhirnya, sebuah struktur dalam masyarakat akan bervariasi menyesuaikan dengan stratifikasi dan diferensiasi kelompok masyarakat tersebut. Pandangan lain mengenai strukturalisme datang dari Ferdinand de Saussure (1857-1913). Struktural pada awalnya dipandang oleh Ferdinand de Saussure untuk mengkaji linguistik termasuk bahasa, tanda, sistem simbol, ekspresi wajah, bahasa tubuh, teks, sastra, dan
Mengurai Dinamika Sosial - 9 semua bentuk komunikasi. Seiring perkembangan zaman struktural telah beralih pada kajian berbagai bidang (Irvan Maulana S, Rovi Muhajjili and Ilham S, 2022). Roland Barthes (Perry, 2007) memperluas kajian struktural dalam bidang kehidupan sosial (Yamin Saud, S.Ali and B. Demallino, 2020). Bukan hanya bahasa, tetapi juga perilaku sosial, seperti pertandingan gulat, tayangan televisi, busana, masakan, dan aspek lain dari kehidupan sehari-hari, dapat dianggap sebagai tanda-tanda yang merepresentasikan praktik-praktik dalam masyarakat (Yamin Saud, S.Ali and B. Demallino, 2020). Transisi linguistik mencakup semua fenomena sosial yang pada akhirnya akan diinterpretasikan kembali sebagai tandatanda. Berbicara mengenai strukturalisme pada kajian diluar linguistik, Claude Levi-Strauss memiliki pandangan berbeda yang mengartikan struktur tidak mengacu pada manifestasi langsung dari pikiran manusia, tetapi merupakan susunan logis persamaan matematis yang mewakili fenomena yang sedang diselidiki (Sari Devi, 2018). Strukturalisme Levi ini sering disebut dengan strukturalisme antropologis. Penemuan yang utama adalah fenomena sosial seperti sistem kekerabatan dapat dianggap sebagai sistem komunikasi, yang memungkinkan untuk dianalisis secara struktural (Yamin Saud, S.Ali and B. Demallino, 2020). Dalam hal ini sebagai contoh kolaborasi budaya dapat dianalisis dengan cara yang sama digunakan pada percakapan, kedua kejadian tersebut adalah pertukaran sosial yang bisa dipahami dengan menggunakan antropologi struktural.
10 - Mengurai Dinamika Sosial Sosiologi merupakan salah satu cabang ilmu sosial yang memiliki fokus kajian pada kehidupan masyarakat. Teori sosiologi merupakan struktur proporsi yang terorganisir secara logis yang menuntun pada pemahaman empiris yang menyeluruh (Adibah, Zahara, 2017). Berdasarkan catatan sejarah, sosiologi pertama kali dikenalkan oleh Auguste Comte (1798-1857), yang mengartikan sosiologi sebagai ilmu yang perlu dimaknai dengan cara observasi serta mengidentifikasi secara terstruktur bukan hanya mengandalkan kekuasaan dan spekulasi (Tonny Nasdian, 2015). Pengertian sosiologi menurut Emile Durkheim (1858-1917) merupakan ilmu yang mengkaji lembaga-lembaga sosial berupa pandangan-pandangan serta perilaku yang sudah tercatat, yang mayoritas menundukkan para anggota masyarakat. Sedangkan Wliam F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff dalam bukunya yang berjudul ‚Si]cifiay‛ edisi keempat memandang sosiologi sebagai penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan menghasilkan organisasi sosial. Alvin Bertrand menjelaskan sosiologi sebagai studi mengenai hubungan antar manusia (human relationship) (Subadi, 2008). Masyarakat dan pola perilaku menjadi pokok kajian dalam ilmu sosiologi. Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli sosiologi, dapat disimpulkan bahwa dalam mengaplikasikan ilmu sosiologi kedalam kehidupan masyarakat perlu memperhatikan berbagai aspek
Mengurai Dinamika Sosial - 11 diantaranya memahami bahwa masyarakat memiliki pola perilaku yang terstruktur, interaksi antar individu merupakan hal yang sangat kompleks, dan masyarakat merupakan suatu organisasi sosial. Pola perilaku terstruktur terbentuk melalui dinamika kehidupan yang dijalani bersama hingga membentuk suatu kesepakatan yang diakui bersama, sehingga dalam mengenalkan polapola terbaru memerlukan suatu proses pendekatan khusus. Kompleksnya interaksi antar individu terjadi karena masyarakat Indonesia yang majemuk dan dibarengi dengan berbagai bentuk kepentingan individu. Sedangkan masyarakat sebagai organisasi sosial tentu telah memiliki tujuan, visi misi, dan aturan yang dipatuhi bersama. Pemahaman terhadap aspek-aspek tersebut diperlukan dalam rangka memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai masyarakat dan kehidupanya. Meskipun kajian sosiologi menitikberatkan pada interaksi kehidupan sekelompok masyarakat, namun perlu adanya pendekatan yang mendalam untuk mengkaji fenomena yang terjadi. Pendekatan fungsionalisme muncul sebagai bagian dari proses kajian masyarakat yang menggambarkan hubungan antara struktur dan lembaga sosial berskala besar. Fungsionalisme diartikan sebuah masyarakat dianggap sebagai kumpulan kelompok yang bekerjasama secara terstruktur, beroperasi dengan cara yang teratur sesuai dengan aturan dan nilai yang dianut oleh sebagian besar anggota masyarakat.
12 - Mengurai Dinamika Sosial Secara pokok, fungsionalisme memiliki prinsipprinsip berikut: 1. Masyarakat adalah sistem kompleks yang tersusun dari bagian-bagian yang saling terhubung dan bergantung satu sama lain, dimana setiap bagian memiliki pengaruh signifikan terhadap yang lain. 2. Setiap elemen dalam masyarakat hadir karena memiliki peran penting dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan stabilitas masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, keberadaan setiap elemen dapat dijelaskan dengan mengidentifikasi kontribusinya terhadap keseluruhan masyarakat. 3. Semua masyarakat memiliki mekanisme integrasi yang mengikat mereka bersama, salah satunya adalah kesetiaan anggota pada serangkaian nilai dan keyakinan yang serupa. 4. Masyarakat cenderung menuju keseimbangan dinamis, dimana gangguan pada satu bagian akan memicu penyesuaian pada bagian lainya untuk mencapai harmoni dan stabilitas. 5. Meskipun perubahan sosial dianggap sebagai peristiwa yang jarang terjadi, Ketika terjadi, perubahan tersebut biasanya membawa konsekuensi yang menguntungkan bagi masyarakat secara keseluruhan (Stephen K. Sanderson, 2000). Dalam hubunganya dengan sosiologi pendekatan fungsionalisme memiliki peran penting dalam rangka mengontrol keterlaksanaan struktur masyarakat dalam menjalankan fungsinya. Pendekatan fungsionalisme dalam sosiologi mampu memberikan gambaran bahwa masyarakat merupakan sistem yang
Mengurai Dinamika Sosial - 13 kompleks, memiliki keterhubungan, makhluk yang memiliki eksistensi, homeostatis, dan dinamis. Teori fungsionalisme struktural menitikberatkan pada keteraturan sosial dan cenderung mengabaikan konflik serta perubahan dalam masyarakat (Kalleberg, 2007; Chairul Basrun Umanailo, 2023). Dalam pandangan ini, masyarakat diartikan sebagai suatu kelompok yang telah memiliki sistem terstruktur yang disepakati bersama sehingga menghasilkan interaksi yang berpola. Pola-pola tersebut diwujudkan dalam bentuk kerjasama yang mana dalam perspektif fungsionalis, masyarakat dipandang sebagai rangkaian kelompok yang bekerja sama secara terstruktur, mengikuti aturan dan nilai-nilai yang dipegang oleh mayoritas (Merton, 1957). Dalam teori fungsionalisme struktural Parsons memandang sosiologinya kedalam tiga topologi sebagai kunci utama untuk menganalisis penampilan diri yaitu: 1. Persyaratan yang diperlukan untuk fungsi (penyesuaian, pencapaian tujuan, penggabungan, dan pemeliharaan pola) bahwa sebuah sistem dapat survive jika memiliki fungsi Adaptation (A) atau adaptasi, Goal Attainment (G) atau fungsi pencapaian, Integration (I) atau integrasi, dan Latent PatternMaintenance (L) atau pemeliharaan pola. Dalam menjalankan fungsinya pada suatu aktivitas untuk memenuhi satu atau beberapa kebutuhan sistem, maka keempat fungsi tersebut harus berjalan beriringan. 2. Level analisis perilaku sosial (tindakan, karakter, kehidupan sosial, dan budaya).
14 - Mengurai Dinamika Sosial 3. Fase perubahan dalam masyarakat (perbedaan, peningkatan adaptasi, integrasi, dan penyebaran nilainilai)(Turama, 2018; Yamin Saud, S.Ali and B. Demallino, 2020). Studi sosial selalu berkaitan dengan pemahaman terhadap realitas sosial. Pemahaman tersebut dilakukan dalam rangka menganalisis berbagai aspek krusial untuk memecahkan masalah sosial, menyusun kebijakan yang efisien, dan memberikan kontribusi perubahan sosial yang lebih baik. Masyarakat sebagai pencipta dari realitas sosial, selalu bergerak secara dinamis dalam memunculkan realitas yang baru. Bagi Berger, konstruksi realitas sosial merupakan proses dimana individu berinteraksi dan membentuk realitas yang ada (Berger and Luckmann, 1966; Adhi Dharma, 2018). Sehingga pemahaman terhadap realitas sosial tidak dapat dilakukan secara instan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mendapatkan pemahaman mengenai realitas sosial dengan menggunakan metode interpretatif. Metode ini berfokus pada interpretasi makna yang diberikan oleh individu atau kelompok terhadap fenomena sosial tertentu. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusinya dalam mengeksplorasi pemahaman sosial. Memahami fenomena sosial berdasarkan interpretatif menekankan pada interpretasi makna. Pendekatan interpretatif atau yang biasa disebut dengan interpretif digunakan dalam rangka memahami realitas sosial dari
Mengurai Dinamika Sosial - 15 perspektif subjektif yang berbeda-beda, berlandaskan dengan kompleksitas dan keragaman pengalaman manusia. Pendekatan interpretatif merupakan suatu kerangka kerja dalam masyarakat yang menginterpretasikan perilaku secara rinci dengan melakukan pengamatan langsung (Newman, 1997; Muslim, 2016). Pengamatan langsung yang dilakukan terhadap realitas sosial dapat memberikan gambaran yang valid atas fakta sosial yang sedang terjadi. Interpretasi terhadap perilaku secara rinci memberikan sumbangsih yang besar terhadap kajian ilmuilmu sosial. Perilaku masyarakat yang diidentifikasi berdasarkan pendekatan interpretatif dapat memberikan jawaban atas urgensi pengkajian perilaku tersebut. Hasil dari proses pengamatan secara langsung, menjadi penentu dalam mencari solusi yang efektif dalam mengatasi berbagai bentuk perilaku yang menyimpang dalam kehidupan masyarakat. Interpretatif memandang fakta sebagai entitas yang unik, yang terkait erat dengan konteks dan makna khusus, yang merupakan inti dalam memahami signifikansi sosial. Dalam perspektif interpretatif, fakta dianggap sebagai sesuatu yang fleksibel, terhubung dengan sistem makna dalam pendekatan tersebut. Fakta tidak bersifat netral, objektif, atau tidak memihak. Fakta dipahami sebagai tindakan spesifik dan situasional, yang bergantung pada interpretasi individu dalam konteks sosial. Pendekatan interpretatif mengindikasikan bahwa situasi sosial memiliki tingkat ambiguitas yang tinggi. Tindakan dan pernyataan dapat memiliki banyak makna dan dapat
16 - Mengurai Dinamika Sosial diinterpretasikan dengan berbagai cara (Newman, 2000; Muslim, 2016). Metode interpretatif juga dinilai sebagai cara dalam menampilkan dan memberikan pemahaman mengenai data empiris secara sosial mengenai kenyataan yang sebenarnya (realitas) dan fakta sosial (Muhammad, 2020). Fenomena sosial sangat riskan dengan adanya manipulasi fakta dan data. Masyarakat sering terbawa opini yang beredar dan banyak dipercaya oleh mayoritas kelompok, sehingga menimbulkan pemahaman yang mispersepsi. Hal tersebut jika dibiarkan dapat mengancam kesalahpahaman yang berdampak terhadap pola perilaku mereka. Pendekatan interpretatif hadir sebagai Solusi dalam mengungkapkan realitas dan fakta secara akurat berdasarkan metode yang handal. Berdasarkan paparan diatas mengenai pendekatan interpretatif, dapat diketahui bahwa kontribusi interpretatif terhadap pemahaman sosial sangatlah besar. Sumbangsih yang diberikan oleh pendekatan interpretatif dapat membantu ilmu-ilmu sosial dalam menganalisis realitas yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Analisis yang mendetail dan mendalam dalam pendekatan interpretatif, dapat mengungkapkan makna, fakta, dan realitas yang sebenar-benarnya dalam masyarakat. Pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap pola perilaku masyarakat menjadikan ilmu sosial dapat teramati dengan aktual. Pada akhirnya pendekatan interpretatif menjadi alternatif yang bermanfaat untuk ilmu sosial dalam menganalisis realitas sosial, pertimbang-an pengambilan kebijakan yang dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan Pembangunan sosial.
Mengurai Dinamika Sosial - 17 3 ‚Who am I?‛ Sudahkah kita tau, siapa diri kita sebenarnya? ertanyaan reflektif inilah yang akan menemani kita dalam pembahasan bab ini mengenai identitas dan kontruksi sosial. Dalam perjalanan hidup yang kompleks ini, kita sering kali disuguhkan dengan pertanyaan yang menggugah: Siapakah diri kita sebenarnya? Bagaimana kita membentuk dan mengartikan identitas kita dalam tengahtengah jaringan hubungan sosial yang terus berubah? Jawaban P
18 - Mengurai Dinamika Sosial atas pertanyaan-pertanyaan ini membawa kita dalam penjelajahan yang mendalam tentang identitas manusia dan konstruksi sosial. Identitas, sebagaimana menjadi inti dari eksistensi kita sebagai individu, terus-menerus dipahami, dipertanyakan, dan didefinisikan ulang dalam interaksi sosial kita sehari-hari. Sementara itu, konstruksi sosial, mengajarkan kita bahwa realitas sosial yang kita alami dan kita terima bukanlah sesuatu yang mutlak, melainkan hasil dari proses kompleks interaksi manusia dengan lingkungan sosialnya (Berger & Thomas, 2013). Bab ini mengajak kita untuk memahami lebih dalam tentang identitas dan konstruksi sosial, dengan memperhatikan tiga aspek utama: pembentukan identitas individu dalam konteks sosial, pengaruh media massa dalam pembentukan identitas sosial, serta dinamika identitas gender dalam masyarakat kontemporer. Sebelum lanjut membahas ketiga masalah itu, mari kita merenungkan pandangan singkat para ahli tentang identitas dan konstruksi sosial. Dari sudut pandang sosiologi, psikologi, dan antropologi, kita akan menjelajahi pemikiran-pemikiran yang membentuk landasan bagi pemahaman kita tentang konsep-konsep ini. Identitas adalah cara individu atau kelompok mengidentifikasi diri mereka sendiri dalam konteks sosial. Identitas bisa meliputi aspek-aspek seperti jenis kelamin, ras, etnisitas, agama, orientasi seksual, status sosial, dan banyak lagi. Berdasarkan social identity theory, seseorang akan mengklasifikasikan diri mereka sendiri terhadap kategori sosial tertentu, misalkan umur, gender, status ekonomi sosial,
Mengurai Dinamika Sosial - 19 ketertarikan, ketrampilan, dan lainnya (Wibisono & Sasia, 2020). Menurut ahli sosiologi seperti George Herbert Mead, identitas tidaklah bawaan, melainkan hasil dari interaksi sosial. Ini berarti bahwa identitas seseorang terbentuk melalui proses interaksi dengan orang lain dan lingkungannya (Kussanti et al., 2021). Ahli lain seperti Erik Erikson mengemukakan bahwa identitas adalah hasil dari perkembangan psikologis yang berlangsung sepanjang hidup, dengan individu berusaha untuk menemukan peran dan makna dalam kehidupan mereka (Luzar, 2015). Berbeda dengan identitas, Konstruksi sosial mengacu pada pandangan bahwa realitas sosial, termasuk norma, nilai, dan institusi, tidaklah "alami" atau baku, melainkan dibentuk oleh interaksi dan kesepakatan manusia. Ahli-ahli seperti Peter Berger dan Thomas Luckmann, dalam buku mereka "The Social Construction of Reality" (1966), menjelaskan bahwa realitas sosial adalah hasil dari proses sosial di mana manusia memberikan makna pada pengalaman mereka melalui interaksi dan kesepakatan bersama (Demartoto, 2012). Konsep ini juga menyoroti bahwa apa yang dianggap "benar" atau "normal" dalam suatu masyarakat bisa berbeda dari satu tempat ke tempat lain, atau dari satu waktu ke waktu lain, karena konstruksi sosial tersebut berubah seiring waktu dan tergantung pada konteks budaya dan sejarah.
20 - Mengurai Dinamika Sosial Pembentukan identitas individu dalam konteks sosial adalah proses yang dinamis dan kompleks. Proses ini dipengaruhi oleh interaksi individu dengan lingkungannya, serta oleh berbagai faktor sosial, budaya, dan kultural. Dengan memahami proses ini, kita dapat lebih memahami cara individu membentuk identitasnya dan bagaimana identitas tersebut terus berkembang seiring dengan interaksi sosialnya (Utami, 2015). Pembentukan identitas individu merupakan proses yang kompleks dan terus-menerus terjadi sepanjang kehidupan seseorang. Identitas individu tidak hanya ditentukan oleh faktor internal seperti kepribadian dan nilai-nilai personal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial di sekitar kita (Umi Zuhriyah, 2024). Konteks sosial yang mencakup keluarga, teman sebaya, sekolah, dan masyarakat umumnya memiliki peran yang kuat dalam membentuk identitas individu. Keluarga, sebagai unit sosial pertama yang kita alami, sering kali menjadi landasan utama dalam pembentukan identitas. Interaksi dengan orangtua, saudara, dan kerabat lainnya membentuk pola pikir, nilai-nilai, dan keyakinan yang menjadi bagian penting dari identitas kita (Fatmawati, 2016). Selanjutnya, teman sebaya juga memiliki dampak yang signifikan dalam membentuk identitas individu. Selama masa remaja dan dewasa muda, teman sebaya sering menjadi sumber pengaruh yang kuat dalam hal
Mengurai Dinamika Sosial - 21 gaya hidup, minat, dan perilaku. Interaksi dengan teman sebaya membantu individu untuk memahami diri mereka sendiri dalam konteks sosial yang lebih luas dan memperluas pandangan mereka tentang dunia (Kurniawan & Sudrajat, 2018). Sekolah yang menjadi salah satu institusi social juga memainkan peran penting dalam pembentukan identitas individu (Dwi Indah Cahyani et al., 2021). Selain sebagai tempat untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan, sekolah juga merupakan tempat di mana individu berinteraksi dengan berbagai macam teman sebaya, guru, dan otoritas lainnya. Pengalaman di sekolah membentuk sikap, nilai-nilai, dan aspirasi karir yang menjadi bagian dari identitas seseorang. Tidak kalah pentingnya, lingkungan masyarakat juga memengaruhi pembentukan identitas individu. Normanorma budaya, nilai-nilai sosial, dan ekspektasi tentang peran gender dan status sosial secara kolektif membentuk identitas sosial individu. Interaksi dengan beragam kelompok sosial di masyarakat membantu individu untuk memahami perbedaan, memperluas perspektif, dan menemukan tempat mereka dalam jaringan sosial yang lebih luas (Adi, 2022). Media massa telah menjadi kekuatan dominan dalam membentuk identitas sosial di era modern. Dengan penetrasi yang luas dan pengaruh yang besar, media
22 - Mengurai Dinamika Sosial massa memiliki kemampuan untuk membentuk persepsi, nilai-nilai, dan citra tentang diri kita sendiri dan masyarakat di sekitar kita. Salah satu cara utama di mana media massa membentuk identitas sosial adalah melalui representasi. Media massa, baik itu televisi, film, majalah, atau platform digital, menampilkan gambaran tentang siapa kita sebagai individu dan bagaimana masyarakat seharusnya berperilaku. Representasi ini memainkan peran penting dalam membentuk norma-norma sosial, citra tubuh ideal, dan stereotip tentang berbagai kelompok dalam Masyarakat (Dewi, 2017). Sebagai contoh, industri hiburan sering kali menampilkan standar kecantikan yang tidak realistis, yang dapat memengaruhi persepsi kita tentang tubuh dan selfesteem. Begitu pula, representasi tentang gender, ras, etnisitas, dan orientasi seksual dalam media massa dapat memperkuat stereotip dan prasangka, serta mempengaruhi bagaimana kita memahami diri kita sendiri dan orang lain. Selain representasi, media massa juga memengaruhi pembentukan identitas sosial melalui agenda-setting dan framing (Amalia, 2020). Agenda-setting mengacu pada kemampuan media massa untuk menentukan topik-topik dan isu-isu yang menjadi perhatian utama Masyarakat. Dengan memilih untuk menyoroti atau mengabaikan suatu topik, media massa dapat memengaruhi apa yang kita anggap penting dan relevan dalam kehidupan seharihari.
Mengurai Dinamika Sosial - 23 Sementara itu, framing mengacu pada cara media massa mempresentasikan informasi dengan cara tertentu, yang dapat mempengaruhi cara kita memahami dan menafsirkan berbagai isu. Misalnya, framing positif atau negatif tentang suatu kelompok atau peristiwa dapat memengaruhi sikap dan pandangan kita terhadap mereka (Santosa, 2017). Namun, pengaruh media massa dalam pembentukan identitas sosial tidak selalu bersifat negatif. Media juga dapat menjadi sarana untuk memperluas pandangan kita tentang dunia dan mempromosikan inklusivitas serta kesetaraan. Dengan menyediakan platform bagi berbagai suara dan perspektif, media massa dapat membantu kita memahami dan menghargai keragaman dalam Masyarakat (Regita et al., 2024). Oleh karena itu, kesadaran kritis terhadap pengaruh media massa sangat penting dalam membentuk identitas sosial yang sehat dan inklusif. Dengan menjadi konsumen media yang cerdas, kita dapat mengenali dan mengkritisi representasi yang tidak akurat atau merugikan, serta memilih untuk mendukung media yang mempromosikan kesetaraan dan keragaman. Dengan demikian, sementara media massa memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan identitas sosial, kita juga memiliki kekuatan untuk menafsirkan dan merespons informasi yang kita terima. Dengan kesadaran diri dan keterampilan kritis, kita dapat membentuk identitas sosial yang lebih autentik dan inklusif dalam masyarakat yang semakin terhubung ini.
24 - Mengurai Dinamika Sosial Dalam masyarakat kontemporer yang terus berubah, dinamika identitas gender menjadi salah satu isu yang paling kompleks dan relevan. Identitas gender tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang statis atau baku, melainkan sebagai spektrum yang luas dan fluida yang melibatkan pengalaman individu dan sosial yang unik (Anindya, 2016). Pertama-tama, penting untuk memahami bahwa identitas gender bukanlah hanya tentang laki-laki dan perempuan. Konsep gender kini semakin diperluas untuk mencakup berbagai identitas seperti non-biner, genderqueer, bigender, dan banyak lagi. Masyarakat kontemporer semakin menyadari bahwa gender bukanlah sesuatu yang terbatas pada dua kategori yang kaku, tetapi sebuah spektrum yang kompleks dan bervariasi (Rozi, 2022). Dalam masyarakat kontemporer yang semakin terbuka dan inklusif, individu memiliki kebebasan yang lebih besar untuk mengekspresikan identitas gender mereka sesuai dengan yang mereka rasakan. Ini tercermin dalam perubahan dalam bahasa, kebijakan, dan normanorma sosial yang semakin mengakomodasi keberagaman identitas gender. Namun, di sisi lain, masyarakat kontemporer juga masih dihadapkan pada tantangan dan diskriminasi terkait dengan identitas gender. Stereotip gender yang kuno, diskriminasi dalam pekerjaan, dan kekerasan terhadap
Mengurai Dinamika Sosial - 25 individu berdasarkan identitas gender masih menjadi masalah serius yang perlu diatasi. Selain itu, perubahan dalam dinamika keluarga dan hubungan sosial juga mempengaruhi identitas gender dalam masyarakat kontemporer. Konsep tradisional tentang peran gender dalam keluarga dan masyarakat semakin diperdebatkan, dengan semakin banyak individu yang menolak norma-norma yang menetapkan apa yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Media massa juga memainkan peran penting dalam membentuk dan memengaruhi identitas gender dalam masyarakat kontemporer. Representasi gender dalam media, baik itu film, televisi, atau iklan, dapat memperkuat atau meruntuhkan stereotip dan ekspektasi gender dalam Masyarakat (Hariyanto, 2009). Namun, di tengah perubahan dan tantangan ini, masyarakat kontemporer juga menyaksikan gerakan yang kuat untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan hakhak individu. Gerakan feminis, gerakan LGBTQ+, dan aktivis hak asasi manusia telah menjadi kekuatan penting dalam memperjuangkan hak-hak individu dan merespons diskriminasi berbasis gender. Dengan demikian, dinamika identitas gender dalam masyarakat kontemporer mencerminkan perubahan yang kompleks dan beragam dalam pandangan dan praktik sosial. Sementara kita menghadapi tantangan dan konflik, kita juga menyaksikan pertumbuhan dan perubahan menuju masyarakat yang lebih inklusif dan berkeadilan gender.
26 - Mengurai Dinamika Sosial Dalam pembahasan tentang identitas dan konstruksi sosial, kita telah menjelajahi serangkaian konsep yang kompleks dan relevan dalam pemahaman tentang siapa kita sebenarnya dalam masyarakat yang terus berubah. Dari pemahaman tentang identitas sebagai hasil dari interaksi sosial hingga konstruksi sosial yang membentuk realitas sosial kita, kita dapat melihat bagaimana proses ini memengaruhi cara kita memahami diri kita sendiri dan orang lain di sekitar kita. Pembahasan ini mengajak kita untuk merenungkan pertanyaan mendasar: "Siapakah diri kita sebenarnya?" Pertanyaan ini tidak hanya menjadi pusat eksplorasi filosofis, tetapi juga menjadi pendorong untuk memahami dinamika identitas individu dalam konteks sosial yang luas. Dengan menggali pandangan para ahli dari berbagai disiplin ilmu, kita dapat lebih memahami bahwa identitas bukanlah sesuatu yang bawaan, melainkan hasil dari interaksi sosial dan proses psikologis yang berkelanjutan. Pembahasan ini juga menyoroti pentingnya pembentukan identitas individu dalam konteks sosial yang melibatkan berbagai faktor seperti keluarga, teman sebaya, sekolah, dan masyarakat umumnya. Melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya, individu membentuk nilai-nilai, keyakinan, dan perilaku yang menjadi bagian integral dari identitas mereka. Selanjutnya, kita juga menjelajahi peran yang dimainkan oleh media massa dalam pembentukan identitas sosial. Media massa, dengan kekuatan dan
Mengurai Dinamika Sosial - 27 penetrasi yang luas, memiliki kemampuan untuk membentuk persepsi dan citra tentang diri kita sendiri dan masyarakat di sekitar kita. Namun, penting untuk diingat bahwa pengaruh media tidak selalu positif, dan kesadaran kritis terhadap representasi media sangat penting dalam membentuk identitas sosial yang sehat dan inklusif. Terakhir, pembahasan ini mengulas dinamika identitas gender dalam masyarakat kontemporer. Identitas gender tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang statis atau baku, tetapi sebagai spektrum yang luas dan fluida. Dalam masyarakat yang semakin terbuka dan inklusif, individu memiliki kebebasan yang lebih besar untuk mengekspresikan identitas gender mereka sesuai dengan yang mereka rasakan. Namun, tantangan dan diskriminasi terkait dengan identitas gender juga masih menjadi masalah serius yang perlu diatasi. Secara keseluruhan, pembahasan ini menunjukkan bahwa identitas sosial kita merupakan produk dari interaksi kompleks antara faktor internal dan eksternal. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang proses ini, kita dapat membentuk identitas yang lebih autentik dan inklusif, serta membantu membangun masyarakat yang lebih adil dan berkeadilan gender.
28 - Mengurai Dinamika Sosial 4 1. D_`chcsc ‘Identitas’ Konsep "identitas" didefinisikan sebagai A sense of self that develops as the child differentiates from j[r_hts [h^ `[gcfy [h^ t[e_s jf[]_ chsi]c_ty‛ (Jary dan Jary, 1991). Konsep ini mengacu pada pemahaman
Mengurai Dinamika Sosial - 29 dan gambaran masyarakat tentang siapa diri mereka dan apa yang paling penting bagi mereka. Sumber identitas yang penting tampaknya mencakup kebangsaan, etnis, seksualitas (homoseksual, heteroseksual, biseksual), gender, dan kelas. Meskipun individulah yang mempunyai identitas, konsep ini juga mengacu pada kelompok sosial di mana individu tersebut berada, dan berfungsi sebagai dasar identifikasi pribadi. Penting untuk diingat bahwa cara seseorang berpikir tentang dirinya dan persepsi dirinya di mata orang lain tidak selalu sesuai sepenuhnya. Identitas pribadi mungkin berbeda dengan identitas sosial. Misalnya, seseorang yang dipandang oleh masyarakat sebagai laki-laki mungkin melihat dirinya sebagai perempuan yang terjebak dalam tubuh laki-laki. Alo Liliweri (2007: 67) menjelaskan bahwa kata identitas secara etimologi berasal dari kata identitas. Ini berarti: 1) Keadaan atau kenyataan bahwa sesuatu itu sama dan mirip satu sama lain, 2) Suatu keadaan atau fakta yang sama antara dua orang atau dua benda, 3) Suatu kondisi atau fakta yang menggambarkan suatu hal yang sama antara dua orang (individu) atau dua kelompok atau benda, 4) menunjukkan kebiasaan memahami identitas dalam [rtc ‚s[g[‛. P[h^[ha[h chc s_tc^[ehy[ g_gcfcec beberapa kesamaan dengan pandangan H.A.R. Tilaar (2007) mengutarakan pendapatnya. menyatakan identitas berkaitan dengan individu. Namun, Alo Lilliweli memandang identitas dalam pengertian yang lebih luas, menghubungkannya tidak hanya dengan
30 - Mengurai Dinamika Sosial orang tetapi juga dengan objek yang memiliki karakteristik yang sama. Perkembangan konsep identitas tidak hanya berkaitan dengan suku, bahasa, pandangan dunia, adat istiadat, dan agama. Namun ia juga ada di tempat (ruang). Selanjutnya Watson (2007) menyatakan bahwa konsep identitas tempat bergantung pada berbagai faktor seperti makanan, produk, penataan ruang, dan lingkungan binaan (2007: 161). Tata ruang dan lingkungan binaan terikat pada cerminan masyarakat di dalamnya. Misalnya saja Kota Tarakan yang memiliki ruang kota yang muncul dari aktivitas ekstraksi minyak bumi di masa lalu, sehingga menciptakan komunitas pertambangan dan identitas komunitas heterogen yang berkembang hingga saat ini. Hall (1995) juga menyatakan bahwa kita memandang identitas tempat sebagai bagian dari imajinasi atau penataan ruang suatu 'pemandangan' (lanskap). Identitas daerah dan nasional seringkali dikaitkan dengan penataan ruang, dan penataan ruang ini digunakan untuk membentuk makna masyarakat (Watson, 2007: 167). Pemahaman tentang identitas suatu tempat dan warisan budaya yang terkait dengannya memerlukan identifikasi.Noerhadi Magetsari (2009: 7) berpendapat bahwa warisan budaya pada hakikatnya merupakan konstruksi spiritual, kedua sebagai nilai tambah terhadap realitas, dan ketiga sebagai landasan untuk mengkonstruksi wacana tertentu seperti identitas. Tujuan dari komunikasi identitas adalah untuk
Mengurai Dinamika Sosial - 31 menyadarkan masyarakat akan identitasnya sendiri, atau untuk memperkuat identitas yang telah mereka ketahui, meningkatkan kepercayaan diri mereka terhadap perkembangan diri selanjutnya. 2. P_htchahy[ ‘Identitas’ Konsep identitas menjadi semakin penting dalam sosiologi. Meskipun sosiolog awal jarang menggunakan istilah ini, karya mereka juga menyentuh teori identitas. Misalnya, sebagian besar penelitian awal mengenai kelas sosial di Inggris cenderung melihat identitas kelas sebagai hal penting dalam pemahaman masyarakat tentang siapa mereka. Penelitian tentang kesadaran kelas sering kali berasumsi bahwa identitas kelas pada umumnya kuat. Mereka juga menunjukkan pentingnya identitas lain seperti gender, seksualitas, dan etnis. Beberapa sosiolog percaya bahwa penelitian semacam itu membahas konsep identitas modern. Identitas dianggap stabil, terbagi secara luas ke dalam kelompok sosial, dan didasarkan pada sejumlah variabel penting, seperti kelas dan kebangsaan. Belakangan ini, teori identitas poststrukturalis dan postmodern telah mengadopsi konsep yang sangat berbeda. Mereka cenderung percaya bahwa identitas memiliki banyak segi dan identitas yang dimaksud dapat sering berubah dan mengandung banyak kontradiksi. Misalnya, seseorang mungkin bertindak lebih "maskulin" dalam situasi tertentu dan lebih "feminin" dalam situasi lain. Selain itu, tidak ada lagi perbedaan yang jelas dan tegas
32 - Mengurai Dinamika Sosial mengenai makna identitas perempuan dan laki-laki. Mungkin ada banyak pilihan dan cara untuk tampil kuat (maskulin) atau anggun (feminim). Menurut perspektif ini, masyarakat secara aktif menciptakan identitasnya sendiri. Identitas tidak dapat lagi direduksi menjadi kelompok sosial dimana seseorang berada. Masyarakat mempunyai lebih banyak pilihan mengenai kelompok sosial mana yang mereka inginkan, dan perilaku berbelanja serta bentuk konsumsi lainnya dapat membentuk dan terkadang mengubah identitas mereka. Menurut banyak penulis, sebagian besar masyarakat modern saat ini tidak lagi memiliki pemahaman yang stabil tentang konsep identitas, dan identitas mereka terfragmentasi. 3. D_`chcsc ‘Budaya’ ‚K_\u^[y[[h‛ [^[f[b e_s_furub[h ][r[ bc^uj suatu masyarakat tertentu. Hal ini juga mencakup gagasan bahwa budaya 'dipelajari' dan 'dibagikan' atau dimiliki bersama oleh anggota masyarakat. Namun harus diakui bahwa kebudayaan merupakan konsep yang sangat kompleks. Raymond Williams, seorang ahli teori budaya terkemuka, menyatakan dalam bukunya Kata Kunci bahwa ``budaya adalah salah satu dari dua atau tiga kata kompleks '' (Williams, 1976). Secara etimologis, kata kebudayaan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Sansekerta buddhayah, bentuk jamak dari buddhi (pikiran atau akal). Kata ini secara umum dapat diartikan sebagai ``hal-hal yang berhubungan dengan akal dan budi
Mengurai Dinamika Sosial - 33 g[husc[. K[t[ ‚culture‛ ^[f[g \[b[s[ Ihaarcs [^[f[b ‚culture‛. S_][r[ _tcgifiacs, e[t[ t_rs_\ut \_r[s[f ^[rc \[b[s[ L[tch ]if_r_, y[ha \_r[rtc ‚g_g\[d[e [t[u g_ha_rd[e[h‛ [t[u ‚g_g\[d[e [t[u g_haif[b t[h[b‛. Dalam bahasa Indonesia, kata budaya diterjemahkan sebagai budaya. Hal ini untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai logika budaya kata dalam bahasa Inggris (Koentjaraningrat, 1993: 9). Konsep ini digunakan dalam berbagai cara (penelitian ilmiah dan kehidupan sehari-hari), tetapi secara implisit atau eksplisit bertentangan dengan ‚e_\u^[y[[h‛ ^[h ‚[f[g‛ (nature). Segala benda dan benda yang dihasilkan atau dilakukan manusia bersifat budaya, sedangkan benda yang ada atau terjadi tanpa campur tangan manusia merupakan bagian dari alam. Christopher Jencks menggambarkan \u^[y[ ^[f[g j_ha_rtc[h chc s_\[a[c ‚s_a[f[ s_su[tu yang bersifat simbolik, yaitu aspek-aspek yang ^cj_f[d[rc ^[rc g[sy[r[e[t g[husc[‛ (J_h]es, 1993). 4. ‘I^_htc^[s’ ^[h ‘Bu^[y[’ Konsep identitas erat kaitannya dengan gagasan kebudayaan. Identitas dibentuk oleh budaya atau subkultur dimana seseorang menjadi anggota atau berpartisipasi. Harus diakui bahwa ada juga teori identitas yang melihat hubungan antara identitas dan budaya dari berbagai sudut pandang. Teori modern yang dipengaruhi budaya dan teori identitas berasumsi bahwa identitas muncul secara langsung sebagai akibat dari partisipasi dalam budaya atau
34 - Mengurai Dinamika Sosial subkultur tertentu. Misalnya, orang yang tinggal di Inggris diharapkan memiliki identitas Inggris yang kuat. Teori-teori yang dipengaruhi oleh teori postmodern cenderung menekankan kompleksitas keInggris-an dan keragaman penafsiran identitas Inggris oleh masyarakat Inggris dari kelompok etnis dan kebangsaan yang berbeda. Stephen Frosh berpendapat bahwa meskipun identitas muncul dari budaya, budaya bukanlah satusatunya yang membentuk identitas seseorang. Ia mengungkapkan pandangannya sebagai berikut: Teori sosiologi dan psikologi saat ini berpendapat bahwa identitas seseorang sebenarnya bersifat ganda, mungkin terdilusi, dikonstruksi melalui pengalaman; Teori ini menekankan bahwa identitas adalah sesuatu yang dikodekan dalam bahasa. Dalam mengembangkan identitasnya, masyarakat memanfaatkan jaringan sosial yang mereka alami secara langsung dan sumber daya budaya yang tersedia bagi mereka di masyarakat secara luas. Proses konstruksi identitas secara signifikan dibentuk dan dipengaruhi oleh kontradiksi dan tren lingkungan sosiokultural di sekitarnya (Frosh, 1999: – 413). Seni dan budaya berperan penting dalam memperkuat identitas masyarakat. Identitas komunitas mengacu pada
Mengurai Dinamika Sosial - 35 karakteristik unik, nilai-nilai, tradisi, dan warisan budaya yang menjadi ciri suatu kelompok atau komunitas. Melalui berbagai ekspresi seni dan budaya, suatu masyarakat dapat menggali dan memperkuat identitasnya, melestarikan warisan budayanya, serta memajukan keberagaman dan persatuan di antara anggotanya (Anugrah, 2023). Seni dan budaya berperan penting dalam memperkuat jati diri masyarakat. Melalui seni dan budaya, masyarakat dapat melestarikan dan memamerkan warisan budaya mereka, membangun interaksi dan ikatan emosional antar anggota masyarakat, mendorong keberagaman dan toleransi, serta menghasilkan dampak sosial dan ekonomi yang positif. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk mendukung pengembangan seni dan budaya, memperkuat identitas kolektif dan memajukan masyarakat secara keseluruhan. Seni sebagai salah satu unsur kebudayaan memanifestasikan dirinya dalam berbagai objek dan peristiwa yang dikemas dalam bentuk estetis. Hal tersebut diciptakan untuk mengekspresikan emosi, pengalaman, pengetahuan dan keyakinan serta ditujukan untuk membangun keterampilan kreatif dan kesadaran budaya (apresiasi) pada siswa yang akan menjalani kehidupannya di masyarakat (Emah, W., 2021). Sejak Plato, hubungan antara seni dan realitas telah ditafsirkan berulang kali. Ada tiga kelompok pendapat utama mengenai hubungan antara seni dan realitas. 1)
36 - Mengurai Dinamika Sosial Seni adalah tiruan atau peniruan terhadap kenyataan, 2) Seni adalah penyempurnaan realitas, 3) Seni benar-benar terpisah dari kenyataan. Sebelum membahas argumen tersebut, penulis terlebih dahulu memaparkan pengertian seni dan realitas. Seni disebut juga seni yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan, pengetahuan, kepandaian, keterampilan dalam kamus bahasa Belanda-Melayu Klinkert. Pemahaman ini sesuai dengan kata bahasa Inggris "art", yang berarti "seni membuat atau menampilkan", dan ditemukan dalam "Art an The Arts" dari World Book Encyclopedia. Seni di sini lebih mengacu pada tindakan dan keterampilan daripada pengetahuan (Sumarjo, 2000: 42). Pemahaman tentang seni ini tampaknya sesuai dengan asal kata Yunani art: techne, yang berarti keterampilan. Istilah realitas diperkenalkan ke dalam filsafat pada abad ke-13 oleh Duns Scotus, yang menggunakan istilah tersebut sebagai sinonim untuk keberadaan. Realitas mencakup apa yang ada dan apa yang ada (misalnya potensi). Dictionary of Philosophy karya Lawrence Buggs mempunyai beberapa definisi tentang realitas, antara lain: Segala sesuatu yang ada. Jumlah dari segala sesuatu yang ada. alam semesta; keadaan atau kualitas dari apa yang nyata atau sebenarnya ada mencakup semua yang ada (Bagus, 1996: –937). Seperti disebutkan di atas, hubungan antara seni dan realitas dimulai sejak Plato. Plato mengatakan bahwa seni adalah tiruan atau peniruan realitas. Realitas, sebaliknya, merupakan tiruan dari dunia gagasan. Sebuah karya seni adalah tiruan dari sebuah tiruan. Misalnya, karena
Mengurai Dinamika Sosial - 37 seorang pematung membuat patung penggembala kerbau, ia hanya meniru kawanan kerbau di dunia nyata, dan kawanan kerbau di dunia nyata hanyalah tiruan dari dunia gagasan (Ratna, 2007: 26 ). Teori imitasi yang ketat dan tanpa kompromi memandang kekuatan spontanitas sebagai elemen yang destruktif dan bukan konstruktif. Spontanitas dianggap sebagai "penyimpangan" dari bentuk murni sesuatu. (Cassirer, 1987: -210). Aristoteles, berbeda dengan Plato, mengatakan bahwa seni adalah penyempurnaan realitas. Seniman mempunyai misi untuk menciptakan karya seni yang melampaui kenyataan. (Ratona, 2007: 26). Misalnya saja pemandangan gunung atau persawahan menjadi lebih indah jika dilukis oleh pelukis di atas kanvas. Perdebatan antara mimesis (seni adalah tiruan realitas) dan kreasi (seni adalah ekspresi manusia) belum usai. Di Barat, hubungan antara seni dan realitas selalu menjadi isu terkini. Pada Abad Pertengahan, karya seni perlu meniru alam, dan manusia perlu meniru ciptaan Tuhan. Keindahan yang diciptakan manusia merupakan j_rwudu^[h ^[rc ‚s[tu‛, g_sec wudu^hy[ guhaech berbeda. Sekitar abad ke-18, masyarakat mulai meninggalkan gagasan tentang karya seni yang meniru alam. Subjek Pencipta dipahami sebagai Pencipta yang mutlak. Tokoh penting pada periode ini adalah JeanJacques Rosseau, yang menulis buku Confessions. Karena Rosseau menghadirkan manusia sebagai subjek yang hanya mengikuti hukumnya sendiri, manusia mampu membayangkan apa pun melalui imajinasinya sebagai
38 - Mengurai Dinamika Sosial orang yang segudang pengalaman Puncak kemampuan individu sebagai pencipta tema terjadi pada abad ke-19, yang disebut abad Romantis, ketika puisi menjadi genre yang dominan. Seni berupaya memisahkan diri dari kenyataan (Ratna, 2007: 28). Belakangan, teori mimesis muncul kembali pada abad ke-19, dengan realisme dan naturalisme sebagai alternatif terhadap seni yang selalu merupakan ekspresi personal. Realisme menyatakan bahwa seni adalah cermin realitas, atau cermin masyarakat. Sebaliknya, para naturalis bersikeras bahwa seniman bekerja dari sudut pandang ilmiah. Sebuah karya seni harus diawali dengan observasi dan eksperimen. Tidak diperlukan fantasi sama sekali. Kaum naturalis dengan jelas menolak kaidah seni Aristoteles, yang menekankan ciri-ciri umum dan universal dari semua karya seni. Kaum naturalis menekankan perlunya ekspresi konkrit dan individual dalam karya seni (Sumarjo, 2000: 130-131). Menurut analisis Mazhab Frankfurt, eihs_j ‚s_hc uhtue s_hc‛ guh]uf ^[rc a[a[s[h gi^_rh t_ht[ha individuasi, yang tumbuh dari ontologi yang tidak lain adalah Heidegger. Konsep ini memisahkan karya seni dari konteks sosio-historisnya. Jebakan kedua, mirip dengan filsafat positivis, adalah bahwa sebuah karya seni harus identik dengan realitas dunia itu sendiri. Proses dialektis antara karya seni dan kenyataan sudah tidak terjadi lagi. Sebuah karya seni hanya menegaskan realitas yang ada dan kehilangan kemampuan menempatkan dirinya pada posisi kritis. Peran dan fungsi sebuah karya seni di sini hanyalah untuk terus menerus menggambarkan realitas.
Mengurai Dinamika Sosial - 39 Di tengah perdebatan antara abstraksionisme dan surealisme (masing-masing mengaku paling benar), Mazhab Frankfurt merestorasi momen sejarah di mana seni rupa mampu mengatasi kemandulan sebelumnya dan kembali kritis (Soetomo, 2003: 14-15). Gfi\[fcs[sc \u^[y[ [^[f[b ‚s_r[hae[c[h jris_s y[ha menjadikan hubungan antara akal dan pikiran manusia g_hd[^c r_f[tc` ch^_j_h^_h t_rb[^[j wcf[y[b a_iar[`cs. ‛ Hal ini menciptakan situasi di mana akal dan jiwa manusia terintegrasi dan saling berhubungan di berbagai belahan dunia. Pemahaman ini tidak menutup kemungkinan akan munculnya budaya pop global atau biasa disebut dengan budaya pop global, yaitu budaya tren regional, yang disebarluaskan dan diterima dalam tataran global atau global. Hal ini sesuai dengan pendapat hiperglobalis yang menyatakan bahwa globalisasi budaya adalah homogenisasi dunia di bawah naungan budaya populer Amerika, konsumerisme Barat pada umumnya. Made Gede Arimbawa, 2011: 175) menyatakan bahwa globalisasi budaya adalah proses homogenisasi dunia dengan mengemas budaya populer Amerika. Kebudayaan lokal yang hidup dalam suatu masyarakat biasanya timbul dari dorongan spiritual masyarakat dan ritual-ritual lokal yang mempunyai arti spiritual dan material yang besar bagi kehidupan sosial masyarakat
40 - Mengurai Dinamika Sosial desa. Kebudayaan suatu daerah sangat erat kaitannya dengan masyarakat yang hidup di lingkungan tersebut dan dengan segala kondisi alam yang ada di lingkungan tersebut. Mereka ditampilkan dalam berbagai acara adat desa, seperti bersih-bersih desa, dimana roh nenek moyang disembah sebagai penjaga desa. Tujuan dari ritual ini adalah agar wali membawa kesejahteraan bagi desa. Terlepas dari kepercayaan tersebut, ritual bersih-bersih desa berdampak positif terhadap lingkungan. Jika di desa tidak ada sampah, maka sungai yang mengaliri persawahan juga akan berfungsi dengan lancar. Ketika lingkungan desa menjadi lebih bersih dan sehat, hasil panen juga akan lebih baik. Kebudayaan lokal yang diungkapkan melalui ritual adat mempunyai peranan yang sangat penting. Mendorong solidaritas masyarakat saat melaksanakan upacara untuk menyatukan niat, aspirasi dan perasaan warga setempat. Seperti halnya seni lainnya, budaya daerah secara historis selalu memiliki nuansa kontekstual, dan seni tidak dapat dilihat tanpa adanya fungsi tertentu bagi sebagian masyarakat dalam setiap budaya. Globalisasi secara tidak sengaja telah membawa perubahan pada nilai-nilai masyarakat. Perubahan ini tampaknya tidak hanya terkait dengan perubahan nilainilai budaya, namun juga perubahan sikap dan pandangan terhadap nilai-nilai budaya. Pengaruh global secara tidak sengaja telah melahirkan mobilitas sosial sehingga berdampak pada perubahan hubungan antar nilai-nilai budaya dalam kehidupan masyarakat. Dampak globalisasi dan kemajuan teknologi komunikasi secara tidak sengaja