Media Pembelajaran Modern 89 E-learning memungkinkan proses pembelajaran dilakukan secara online, memberikan akses yang lebih luas dan fleksibel bagi siswa untuk mempelajari materi kapan saja dan di mana saja (Ajiatmojo, A.S. 2021). Dalam konteks pembelajaran Pancasila, e-learning dapat menjadi alat yang sangat efektif untuk menyampaikan nilai-nilai dasar negara kepada siswa dengan cara yang lebih interaktif dan menarik. Pembelajaran daring ini tidak hanya memfasilitasi penyampaian materi, tetapi juga memungkinkan adanya interaksi dan kolaborasi yang lebih dinamis antara siswa dan pengajar, serta antar siswa itu sendiri. Bab ini akan mengupas tuntas penerapan e-learning dalam pembelajaran Pancasila. Dimulai dengan konsep dasar elearning dan teknologi yang mendukungnya, kita akan menjelajahi bagaimana desain dan metode pembelajaran daring dapat diintegrasikan dalam kurikulum Pancasila. Melalui pemahaman yang mendalam tentang e-learning dan penerapannya dalam pembelajaran Pancasila, diharapkan pengajar, siswa, dan pemangku kepentingan lainnya dapat memaksimalkan potensi teknologi ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan Pancasila. Dengan demikian, nilai-nilai luhur Pancasila dapat tertanam kuat dalam diri siswa, membentuk generasi penerus bangsa yang berkarakter dan berintegritas. Pendahuluan ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang isi bab dan pentingnya e-learning dalam pembelajaran Pancasila. Dengan pendekatan yang komprehensif, bab ini diharapkan dapat menjadi panduan yang berguna bagi mereka yang terlibat dalam pendidikan
90 Media Pembelajaran Modern untuk mengadopsi dan mengembangkan metode pembelajaran daring yang efektif dan inovatif. A. Konsep Dasar E-Learning 1. Definisi E-Learning E-learning, atau pembelajaran elektronik, adalah sebuah metode pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk menyampaikan materi pembelajaran melalui media digital (Putra, A.B. 2019). E-learning memungkinkan siswa untuk mengakses konten pendidikan melalui perangkat elektronik seperti komputer, tablet, atau smartphone yang terhubung dengan internet. Dengan demikian, e-learning menawarkan fleksibilitas waktu dan tempat, memungkinkan proses belajar mengajar berlangsung secara lebih dinamis dan interaktif. 2. Sejarah dan Perkembangan E-Learning E-learning, atau pembelajaran elektronik, memiliki akar sejarah yang cukup panjang, dimulai dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di abad ke-20 (Budiyono, A. 2019). Berikut adalah beberapa tonggak penting dalam sejarah elearning: a. Tahun 1960-an atau era Komputer dan Pembelajaran Awal Pada tahun 1960-an, komputer mulai digunakan untuk tujuan pendidikan (Warsita, B. 2013). Salah satu contoh awal adalah PLATO (Programmed Logic for
Media Pembelajaran Modern 91 Automated Teaching Operations), sebuah sistem pembelajaran berbasis komputer yang dikembangkan di University of Illinois (Mahfudho, Z., et al. 2022). PLATO menyediakan akses ke berbagai kursus melalui terminal komputer yang terhubung ke mainframe. b. Tahun 1970-1980 atau era Perangkat Lunak Pembelajaran Pada dekade ini, perangkat lunak pembelajaran mulai dikembangkan dan digunakan di sekolahsekolah dan universitas. Sistem seperti PLATO terus berkembang, dan perangkat lunak lainnya mulai muncul untuk membantu pengajaran mata pelajaran tertentu, seperti matematika dan bahasa (Hidayatullah, A. 2018). c. 1990-an atau era munculnya Internet dan LMS Dengan munculnya World Wide Web pada awal 1990-an, e-learning mengalami lonjakan besar (Setiawan, Z., et al. 2023). Internet memungkinkan akses mudah ke sumber daya pendidikan di seluruh dunia. Pada saat ini, Learning Management Systems (LMS) seperti Blackboard dan WebCT mulai dikembangkan, memungkinkan institusi pendidikan untuk mengelola kursus online, materi, dan interaksi siswa. d. 2000-an atau era Pertumbuhan Eksponensial Dekade ini melihat adopsi yang luas dari elearning di berbagai sektor. Universitas dan perusahaan mulai menawarkan kursus dan pelatihan online secara besar-besaran. Massive Open Online
92 Media Pembelajaran Modern Courses (MOOCs) mulai muncul, dengan platform seperti Coursera, edX, dan Khan Academy menawarkan akses gratis atau berbiaya rendah ke kursus dari universitas terkemuka di seluruh dunia (Ariani, M., et al. 2023). e. 2010-an atau era Mobile Learning dan Gamifikasi Perkembangan teknologi mobile membuka jalan bagi m-learning (mobile learning), memungkinkan siswa untuk belajar melalui smartphone dan tablet (Najjar, R., et al. 2023). Gamifikasi, atau penggunaan elemen permainan dalam pembelajaran, juga menjadi tren, meningkatkan keterlibatan dan motivasi siswa f. 2020-an atau era Pandemi Covid-19 dan Lonjokan E-Learning Pandemi Covid-19 pada tahun 2020 memaksa jutaan siswa di seluruh dunia untuk beralih ke pembelajaran online (Hendriyani, M., et al. 2021). Ini mempercepat adopsi teknologi e-learning dan mendorong inovasi dalam pengajaran jarak jauh, seperti penggunaan aplikasi video conferencing (Zoom, Microsoft Teams) dan alat kolaborasi digital 3. Manfaat dan Tantangan E-Learning a. Manfaat E-Learning Terdapat beberapa manfaat dari penggunaan elearning dalam pembelajaran (Haryadi, R., & Al Kansaa, H.N. 2021; Sukanto, D. 2020), yaitu sebagai berikut:
Media Pembelajaran Modern 93 1) Aksesibilitas, yaitu nilai manfaat siswa dapat mengakses materi pembelajaran kapan saja dan di mana saja. 2) Fleksibilitas, yaitu nilai manfaat pembelajaran dapat disesuaikan dengan kecepatan dan waktu yang diinginkan oleh siswa, memungkinkan mereka untuk belajar sesuai kemampuan dan kebutuhan pribadi. 3) Efisiensi biaya, yaitu nilai manfaat mengurangi biaya yang terkait dengan transportasi, akomodasi, dan materi cetak, sehingga membuat pendidikan lebih terjangkau bagi lebih banyak orang. 4) Pembelajaran mandiri, yaitu nilai manfaat Mendorong siswa untuk mengambil tanggung jawab atas proses belajar mereka sendiri, mengembangkan keterampilan manajemen waktu dan disiplin diri. b. Tantangan E-Learning Terdapat beberapa tantangan dalam menerapkan e-learning untuk kegiatan pembelajaran (Hasan, H., et al. 2023; Astini, N.K.S. 2020), yaitu sebagai berikut: 1) Koneksi internet, penggunaan e-learning harus membutuhkan akses internet yang stabil dan cepat, yang masih menjadi tantangan di beberapa daerah, terutama di negara berkembang 2) Keterampilan tekologi, untuk menggunakan elearning siswa dan pengajar harus memiliki keterampilan dasar dalam menggunakan
94 Media Pembelajaran Modern teknologi untuk memaksimalkan manfaat elearning. 3) Interaksi sosial, pengguaan e-learning dapat menyebabkan kurangnya interaksi tatap muka dapat mempengaruhi pengalaman belajar sosial dan emosional siswa, serta mengurangi kesempatan untuk berdiskusi secara langsung. 4) Motivasi dan disiplin, penggunaan e-learning memerlukan tingkat motivasi dan disiplin diri yang tinggi dari siswa, karena tidak ada pengawasan langsung dari pengajar. 5) Kualitas dan kredibilitas materi, penggunaan elearning harus memastikan konten yang disediakan berkualitas tinggi dan kredibel adalah tantangan yang perlu diatasi untuk menjaga standar pendidikan. B. Komponen dan Teknologi E-learning 1. Learning Management System (LMS) untuk pembelajaran Pancasila LMS adalah sebuah platform yang dirancang untuk mengelola, mendistribusikan, dan mengevaluasi proses pembelajaran secara digital (Asmiyunda, A., et al. 2023). Dalam konteks pembelajaran Pancasila, LMS dapat memainkan peran vital dalam membuat pembelajaran lebih efektif, menarik, dan mudah diakses.
Media Pembelajaran Modern 95 Pengalaman penulis dalam menggunakan LMS sebagai media pembelajaran daring dalam pembelajaran Pancasila memiliki beberapa fungsi yaitu: (1). Penyampaian materi secara terstruktur; (2). Aksebilitas dan fleksibilitas; (3). Interaktif dan keterlibatan; (4). Evaluasi dan penilaian otomatis; (5). Pelacakan kemajuan belajar, dan; (6). Sumber daya tambahan. Selain itu, pengalaman penulis dalam penggunaan Learning Management System (LMS) dalam pembelajaran Pancasila menawarkan berbagai keuntungan yang dapat meningkatkan efektivitas dan kualitas pendidikan. Dengan LMS, penyampaian materi menjadi lebih terstruktur, aksesibilitas meningkat, dan interaktivitas pembelajaran bertambah. Selain itu, proses evaluasi dan pelacakan kemajuan siswa menjadi lebih efisien. Implementasi yang tepat dan berkelanjutan dari LMS dalam pembelajaran Pancasila dapat membantu menanamkan nilai-nilai dasar negara dengan cara yang lebih menarik dan relevan bagi generasi digital saat ini. 2. Platform dan Alat E-Learning yang Tepat Ada berbagai LMS yang tersedia, baik opensource seperti Moodle, maupun komersial seperti Blackboard dan Canvas. Pemilihan platform yang tepat harus mempertimbangkan kebutuhan spesifik pembelajaran Pancasila, kemudahan penggunaan, dan dukungan teknis. Untuk mendukung proses elearning, pemilihan platform dan alat yang tepat sangatlah penting. Platform e-learning yang tepat
96 Media Pembelajaran Modern dapat meningkatkan pengalaman belajar, memfasilitasi interaksi antara pengajar dan siswa, serta mempermudah pengelolaan materi pembelajaran. Terdapat beberapa platform e-learning yang dapat digunakan dalam pembelajaran Pancasila secara daring, yaitu sebagai berikut: a. Moodle Moodle (Modular Object-Oriented Dynamic Learning Environment) adalah platform Learning Management System (LMS) berbasis open-source yang digunakan untuk membuat kursus online dan mengelola materi pembelajaran (Dhika, H., et al. 2020). Moodle menyediakan berbagai fitur seperti kuis, forum diskusi, dan penilaian, serta fleksibilitas untuk disesuaikan dengan kebutuhan spesifik pengguna. Dari pengalaman penulis, platform e-learning Moodle memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1). Open-source dan gratis; (2). Fleksibel dan dapat disesuaikan dengan spesifik, dan; (3). Menyediakan berbagai. Selain memiliki kelebihan, terdapat kekurangan dari moodle, yaitu: (1). Memerlukan keahlian teknis untuk instalasi dan pengelolaan, dan; (2). Antarmuka pengguna bisa terasa kurang intuitif bagi pemula. b. Canvas Canvas adalah platform LMS berbasis cloud yang dirancang untuk mendukung pembelajaran online dan tatap muka (Susanti, E., et al. 2022). Canvas
Media Pembelajaran Modern 97 menawarkan antarmuka yang user-friendly, integrasi dengan alat lain seperti Google Docs dan Microsoft Office, dan aplikasi mobile yang kuat. Fitur-fiturnya mencakup manajemen kursus, kolaborasi, dan analitik pembelajaran. Dari pengalaman penulis, platform e-learning Canvas memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1). Antarmuka yang user-friendly dan modern; (2). Integrasi yang baik dengan alat-alat pembelajaran lain seperti Google Docs dan Microsoft Office, dan; (3). Aplikasi mobile yang sangat baik. Selain memiliki kelebihan, terdapat kekurangan dari Canvas, yaitu: (1). Biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan platform lain, dan; (2). Beberapa fitur canggih memerlukan biaya tambahan. c. Google Classroom Google Classroom adalah platform gratis dari Google yang membantu pengajar mengelola tugas, menyampaikan materi, dan berkomunikasi dengan siswa secara online (Atikah, R., & Prihatin, R.T. 2021). Terintegrasi dengan berbagai aplikasi Google lainnya seperti Google Drive, Google Docs, dan Google Meet, Google Classroom memudahkan proses pembelajaran jarak jauh dan kolaborasi. Dari pengalaman penulis, platform e-learning Google Classroom memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1). Gratis dan mudah akses; (2). Integrasi yang kuat dengan ekosistem Google, seperti Google Drive, dan Google Meet, dan; (3). Cocok untuk pembelajaran jarak jauh dan kelas hibrida. Selain memiliki
98 Media Pembelajaran Modern kelebihan, terdapat kekurangan dari Google Classroom, yaitu: (1). Fitur terbatas dibandingkan dengan LMS yang lebih khusus, dan; (2). Kurangnya fitur penilaian yang mendalam. d. Blackboard Blackboard adalah platform LMS komprehensif yang menyediakan solusi untuk manajemen kursus, penilaian, dan interaksi antara pengajar dan siswa (Septiani, A.P., et al. 2017). Blackboard menawarkan fitur analitik yang kuat untuk memantau kemajuan belajar, serta dukungan untuk pembelajaran hibrida. Platform ini sering digunakan oleh institusi pendidikan besar karena fitur-fiturnya yang lengkap dan canggih. Dari pengalaman penulis, platform e-learning Blackboard memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1). Fitur lengkap untuk manajemen kursus, penilaian, dan kolaborasi; (2). Dukungan yang baik untuk pmbelajaran hibrida, dan; (3). System analitik yang kuat untuk memantau kemajuan siswa. Selain memiliki kelebihan, terdapat kekurangan dari Blackboard, yaitu: (1). Harga relative mahal, dan; (2). Antarmuka bisa terasa kompleks bagi pengguna baru. Terdapat beberapa alat e-learning yang dapat digunakan dalam pembelajaran Pancasila secara daring, yaitu sebagai berikut: a. Zoom
Media Pembelajaran Modern 99 Zoom adalah platform video conferencing yang memungkinkan pengguna untuk mengadakan pertemuan virtual dengan fitur seperti video dan audio berkualitas tinggi, berbagi layar, breakout rooms, dan rekaman sesi (Setiawan, E., et al. 2023). Zoom banyak digunakan dalam konteks pendidikan, bisnis, dan komunikasi pribadi karena kemudahan penggunaannya dan keandalannya. Dari pengalaman penulis, alat e-learning Zoom memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1). Fitur video conferencing yang andal dan mudah digunakan; (2). Breakout rooms untuk diskusi kelompok kecil, dan; (3). Rekaman sesi yang dapat diakses kembali oleh siswa. Selain memiliki kelebihan, terdapat kekurangan dari Zoom yaitu: (1). Isu keamanan dan privasi, dan; (2). Keterbatasan waktu untuk akun gratis. b. Microsoft Teams Microsoft Teams adalah platform kolaborasi yang mengintegrasikan fitur chat, video conferencing, penyimpanan file, dan integrasi aplikasi Microsoft 365 (Mahfudhillah, H.T. 2022). Teams digunakan untuk komunikasi dan kerja sama tim, memungkinkan pengajar dan siswa untuk mengadakan kelas online, berdiskusi, dan bekerja pada proyek secara real-time. Dari pengalaman penulis, alat e-learning Microsoft Teams memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1). Integrasi yang kuat dengan aplikasi Microsoft Office; (2). Fitur chat dan kolaborasi real-time, dan; dukungan untuk kelas online dan proyek kelompok.
100 Media Pembelajaran Modern Selain memiliki kelebihan, terdapat kekurangan dari Microsoft Teams yaitu: (1). Memerlukan langganan Microsoft 365 untuk fitur lengkap, dan; (2). Antarmuka bisa terasa membingungkan bagi beberapa pengguna. c. Kahoot! Kahoot! adalah platform pembelajaran berbasis permainan yang memungkinkan pengajar untuk membuat kuis interaktif yang dapat dimainkan oleh siswa secara individu atau dalam kelompok (Yuniarti, F., & Rakhmawati, D. 2021). Kahoot! membuat pembelajaran lebih menyenangkan dan menarik dengan elemen kompetisi, membantu meningkatkan partisipasi dan pemahaman siswa. Dari pengalaman penulis, alat e-learning Kahoot! memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1). Alat pembelajaran berbasis permainan yang menyenangkan dan interaktif; (2). Membuat kuis dan permainan edukatif dengan mudah, dan; (3). Menyemangati partisipasi siswa dengan elemen kompetisi, Selain memiliki kelebihan, terdapat kekurangan dari Kahoot! yaitu: (1). Fitur terbatas dalam versi gratis, dan; (2). Bisa kurang cocok untuk materi yang sangat mendalam atau kompleks. d. Quizlet Quizlet adalah alat pembelajaran yang memungkinkan pengguna untuk membuat dan mempelajari flashcards, kuis, dan permainan edukatif (Laswadi, L. 2023). Quizlet membantu siswa dalam
Media Pembelajaran Modern 101 menghafal dan memahami materi dengan berbagai format latihan, dan juga menyediakan akses ke ribuan set flashcards yang dibuat oleh pengguna lain. Dari pengalaman penulis, alat e-learning Quizlet memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1). Alat yang efektif untuk membuat flascards dan kuis; (2). Memfasilitasi pembelajaran mandiri dengan berbagai format latihan, dan; (3). Basis pengguna yang besar dengan banyak materi yang sudah tersedia. Selain memiliki kelebihan, terdapat kekurangan dari Quizlet yaitu: (1). Beberapa fitur canggih hanya tersedia dalam versi berbayar, dan; (2). Fokus lebih pada hafalan dibandingkan pemahaman mendalam. e. Padlet Padlet adalah alat kolaborasi visual yang memungkinkan pengguna untuk berbagi ide dalam bentuk papan virtual (Sanuhung, F., et al. 2022). Dengan Padlet, pengajar dan siswa dapat menambahkan teks, gambar, video, dan link, membuat kolaborasi dan diskusi menjadi lebih dinamis dan interaktif. Padlet cocok untuk brainstorming, proyek kelompok, dan kegiatan kelas yang memerlukan partisipasi aktif. Dari pengalaman penulis, alat e-learning Padlet memiliki beberapa kelebihan, yaitu: Selain memiliki kelebihan, terdapat kekurangan dari Padlet yaitu: 1. Multimedia dalam E-Learning (Video, Audio, Animasi) Multimedia dalam e-learning memainkan peran penting dalam menciptakan pengalaman belajar yang
102 Media Pembelajaran Modern lebih interaktif dan menarik (Rasmani, U.E.E., et al. 2022). Penggunaan berbagai bentuk media seperti video, audio, dan animasi membantu dalam menyampaikan materi pembelajaran secara lebih efektif dan efisien. Setiap jenis media memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan penggunaannya yang tepat dapat meningkatkan keterlibatan dan pemahaman siswa. Multimedia seperti video, audio, dan animasi memainkan peran penting dalam e-learning, masingmasing menawarkan manfaat unik yang dapat meningkatkan pengalaman belajar siswa (Endawan, A..D., & Yati, D.D. 2021). Dengan mengintegrasikan berbagai jenis media secara efektif, e-learning dapat menjadi lebih menarik, interaktif, dan efektif. Tantangan utama adalah memastikan bahwa produksi dan penggunaan multimedia dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi siswa, serta tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. C. Desain Pembelajaran Pancasila dengan E-Learning 1. Metode Desain Instruksional untuk Pembelajaran Pancasila Dalam konteks e-learning, metode desain instruksional yang tepat dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran Pancasila dengan memanfaatkan teknologi dan pendekatan pedagogis yang inovatif. Pada bagian sub bab ini akan membahas beberapa
Media Pembelajaran Modern 103 metode desain instruksional yang dapat diterapkan dalam pembelajaran Pancasila. a. Model ADDIE 1) Analysis (analisis) Analisis dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran, bermanfaat untuk menentukan tujuan pembelajaran Pancasila secara daring agar sesuai dengan tujuan kurikulum dan kebutuhan siswa. Komponen yang dianalisis yaitu: (1). Profil siswa; (2). Kemampuan awal siswa; (3). Gaya belajar siswa, dan; (4). Akses terhadap teknologi. 2) Design (desain) Proses desain dilakukan untuk: (1). Merumuskan tujuan pembelajaran yang spesifik, terukur, dan sesuai dengan kurikulum Pancasila; (2). Merancang strategi pembelajaran yang menggabungkan berbagai elemen multimedia (video, audio, animasi) dan metode interaktif, dan; (3). Merancang alat penilaian untuk mengukur pencapaian tujuan pembelajaran. 3) Development (pengembangan) Proses pengembangan dilakukan untuk: (1). Mengembangkan materi pembelajaran berbasis multimedia yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, dan: (2). Menciptakan atau memilih alat pembelajaran seperti LMS (Learning Management System) yang sesuai. 4) Implementation (implementasi) Proses implementasi dilakukan untuk: (1). Mengimplementasikan desain pembelajaran dalam lingkungan e-learning, memastikan semua siswa memiliki akses yang diperlukan, dan: (2). Memberi-
104 Media Pembelajaran Modern kan pelatihan kepada pengajar tentang penggunaan teknologi dan metode baru. 5) Evaluation (evaluasi) Proses evaluasi dilakukan untuk: (1). Mengumpulkan umpan balik selama proses pembelajaran untuk perbaikan berkelanjutan, dan; (2). Menilai keberhasilan pembelajaran pada akhir periode untuk mengukur pencapaian tujuan. b. Model SAM (Successive Approximation Model) 1) Preparation (persiapan) Mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan membuat rencana proyek awal dengan fokus pada iterasi cepat dan kolaborasi 2) Iterative Design (desain iteratif) Proses ini dilakukan untuk: (1). Membuat prototipe pembelajaran Pancasila secara cepat dan mengujinya dengan sejumlah siswa untuk mendapatkan umpan balik awal, dan; (2). Melakukan revisi cepat berdasarkan umpan balik dan mengulangi proses hingga tercapai desain yang optimal. 3) Development (pengembangan) Mengembangkan materi pembelajaran berdasarkan prototipe yang telah direvisi dan diuji, memastikan kualitas dan efektivitas. c. Model Dick and Carey 1) Identifikasi tujuan pembelajaran, yaitu untuk merumuskan tujuan pembelajaran yang jelas dan sesuai dengan kurikulum Pancasila. 2) Analisis instruksional, yaitu untuk menentukan keterampilan, pengetahuan, dan sikap
Media Pembelajaran Modern 105 yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. 3) Analisis pembelajar dan konteks, yaitu untuk mengumpulkan informasi tentang siswa dan konteks pembelajaran untuk merancang instruksi yang sesuai. 4) Merancang strategi pembelajaran, yaitu untuk merancang strategi pembelajaran yang mengintegrasikan elemen interaktif dan kolaboratif, seperti diskusi kelompok, studi kasus, dan simulasi. 5) Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, yaitu untuk mengembangkan materi yang interaktif dan menarik, seperti video penjelasan, animasi konsep, dan kuis interaktif. 6) Merancang dan melakukan evaluasi formatif, yaitu untuk melakukan tes dan survei untuk mengukur pemahaman siswa secara berkala dan memberikan umpan balik untuk perbaikan. 7) Merancang dan melakukan evaluasi sumatif, yaitu untuk menilai efektivitas keseluruhan pembelajaran pada akhir periode, memastikan tujuan pembelajaran tercapai. Desain instruksional yang tepat dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran Pancasila dalam konteks e-learning. Dengan menggabungkan model desain instruksional seperti ADDIE, SAM, dan Dick and Carey, serta memanfaatkan teknologi dan multimedia, pembelajaran Pancasila dapat disampaikan dengan
106 Media Pembelajaran Modern cara yang lebih menarik, interaktif, dan relevan bagi siswa. Implementasi yang baik dari metode ini akan membantu siswa tidak hanya memahami, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. 2. Pengembangan Materi Pembelajaran Pancasila secara Daring Pengembangan materi pembelajaran Pancasila secara daring memerlukan pendekatan yang komprehensif untuk memastikan materi tersebut tidak hanya informatif tetapi juga menarik dan interaktif (Charismana, D.S., et al. 2023). Digitalisasi materi pembelajaran memungkinkan akses yang lebih luas dan fleksibilitas dalam belajar, sehingga mempermudah siswa dalam memahami dan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila. Terdapat beberapa tahapan untuk pengembangan materi pembelajaran Pancasila secara daring yaitu: (1). Analisis kebutuhan dan tujuan pembelajaran; (2). Perencanaan konten; (3). Pemilihan media pembelajaran dan alat pembelajaran; (4). Pengembangan konten; (5). Implementasi teknologi pembelajaran; (6). Pengujian dan evaluasi, dan; (7). Pelatihan dan pendampingan. Pengembangan materi pembelajaran Pancasila secara daring memerlukan perencanaan yang matang dan pemanfaatan teknologi yang tepat (Muharam, R.S., & Prasetyo, D. 2021). Dengan menggunakan berbagai bentuk multimedia dan alat interaktif, materi
Media Pembelajaran Modern 107 Pancasila dapat disampaikan dengan cara yang lebih menarik dan efektif. Pendekatan ini tidak hanya membantu siswa memahami konsep dan nilai-nilai Pancasila dengan lebih baik, tetapi juga meningkatkan keterlibatan dan motivasi mereka dalam proses pembelajaran. 3. Penggunaan Storyboarding dan Skrip dalam ELearning Dalam pengembangan materi e-learning, penggunaan storyboarding dan skrip sangat penting untuk merancang konten yang terstruktur dan efektif (Laipaka, R. 2017). Storyboarding membantu visualisasi alur pembelajaran, sementara skrip memastikan bahwa narasi dan dialog berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kedua alat ini bersama-sama menciptakan pengalaman belajar yang lebih terorganisir dan menarik bagi siswa. Storyboarding adalah proses membuat sketsa atau diagram untuk merencanakan setiap elemen visual dan interaktif dari materi pembelajaran (Rosmiati, M. 2019). Ini mencakup layout halaman, urutan konten, interaksi pengguna, dan transisi antar halaman atau segmen. Pengalaman penulis dalam menggunakan storyboarding memiliki beberapa manfaat yaitu: (1). Visualisasi alur pembelajaran; (2). Identifikasi kebutuhan multimedia; (3). Koordinasi tim, dan; (4). Penghematan waktu dan biaya. Untuk mengembangkan storyboard terdapat proses atau langkah-langkah
108 Media Pembelajaran Modern dalam pembuatannya (Aisyah, S., et al. 2022). Berikut proses pembuatan storyboard yaitu: (1). Identifikasi tujuan pembelajaran; (2). Menyusun struktur konten; (3). Membuat sketsa visual; (4). Menambahkan interaksi, dan: (5). Revisi dan persetujuan. Selain menggunakan storyboard dalam elearning, menggunakan skrip dalam e-learning juga penting digunakan. Skrip adalah teks yang mencakup narasi, dialog, dan instruksi yang akan digunakan dalam konten e-learning. Skrip memastikan bahwa pesan yang disampaikan konsisten, jelas, dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Skrip dalam e-learning memiliki beberapa manfaat yaitu sebagai berikut: (1). Kejelasan dan konsistensi; (2). Kontrol kualitas, dan; (3). Efisiensi produksi. Untuk menghasilkan skrip yang baik dalam e-learning harus dilakukan dengan tahapan proses yang matang dan persiapan yangbaik juga. Berikut proses tahapan membuat skrip dalam e-learning yaitu: (1). Penulisan draf awal; (2). Pengaturan narasi dan dialog; (3). Penyisipan instruksi teknis; (4). Revisi dan pengeditan; (5). Review dan persetujuan. Implementasi storyboarding dan skrip dalam elearning terdapat langkah-langkah yang harus dipersiapkan agar e-learning dapat digunakan dengan baik dan memaksimalkan kegiatan pembelajaran. Berikut adalah langkah-langkahnya yaitu:
Media Pembelajaran Modern 109 1. Persiapan awal Terdiri dari dua proses, yaitu: (1). Definisikan tujuan pembalajaran dan target audiens, dan; (2). Kumpulkan bahan referensi dan konten yang relevan. 2. Pengembangan storyboard Terdiri dari empat proses, yaitu: (1). Buat outline konten dan urutan topik; (2). Susun sketsa visual untuk setiap halaman atau slide; (3). Rencanakan interaksi dan elemen multimedia, dan; (4). Review dan revisi storyboard sesuai umpan balik 3. Penulisan skrip Terdiri dari empat proses, yaitu: (1). Tuliskan narasi dan dialog yang mendukung storyboard; (2). Masukan intruksi teknis untuk produksi multimedia; (3). Edit dan revisi untuk memastikan kejelasan dan akurasi, dan; (4). Dapatkan persetujuan dari stakeholder dan revisi jika perlu. 4. Produksi dan pengembangan Terdiri dari empat proses, yaitu: (1). Rekam narasi dan dialog sesuai skrip; (2). Kembangkan elemen visual dan interaktif sesuai storyboard; (3). Integrasikan semua elemen dalam platform elearning, dan; (4). Uji coba materi untuk memastikan fungsionalitas dan efektivitas. 5. Evaluasi dan revisi Terdiri dari tiga proses, yaitu: (1). Kumpulkan umpan balik dari pengguna; (2). Lakukan evaluasi
110 Media Pembelajaran Modern formatif untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki, dan; (3). Revisi materi berdasarkan umpan balik dan evaluasi. Penggunaan storyboarding dan skrip dalam e-learning adalah langkah kritis dalam merancang materi pembelajaran yang terstruktur dan efektif. Storyboarding membantu dalam visualisasi alur pembelajaran dan perencanaan elemen multimedia, sedangkan skrip memastikan narasi dan dialog berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dengan menggunakan kedua alat ini secara efektif, pengembang e-learning dapat menciptakan pengalaman belajar yang menarik, interaktif, dan bermakna bagi siswa. 1. Evaluasi dan Revisi Materi Pembelajaran Pancasila Evaluasi dan revisi adalah langkah kritis dalam pengembangan materi pembelajaran untuk memastikan bahwa konten yang disampaikan efektif dan sesuai dengan tujuan pembelajaran (Sarwandi, S., et al. 2023). Dalam konteks pembelajaran Pancasila, evaluasi dan revisi materi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang nilai-nilai Pancasila serta memastikan materi tersebut relevan dan menarik. a. Proses Evaluasi Evaluasi materi pembelajaran Pancasila dapat dibagi menjadi dua jenis: evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Media Pembelajaran Modern 111 1) Evaluasi Formatif Evaluasi yang dilakukan selama proses pengembangan dan implementasi materi untuk memberikan umpan balik yang dapat digunakan untuk perbaikan segera (Winaryati, E. 2018). Tujuan dari evaluasi formatif yaitu untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan materi secara dini dan melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran. Metode yang dilakukan untuk evaluasi formatif terdiri dari beberapa metode yaitu: Kesatu, uji coba dengan siswa. Metode ini untuk melakukan uji coba materi dengan sekelompok kecil siswa untuk mendapatkan umpan balik langsung. Kedua, kuesioner dan survey. Metode ini untuk mengumpulkan data dari siswa mengenai pemahaman, keterlibatan, dan kepuasan mereka terhadap materi. Ketiga, observasi. Metode ini untuk mengamati bagaimana siswa berinteraksi dengan materi, termasuk kesulitan yang mereka hadapi dan aspek yang mereka anggap menarik. Keempat, tes diagnostik. Metode ini untuk menggunakan tes atau kuis untuk mengukur pemahaman siswa tentang materi yang telah diajarkan dan mengidentifikasi area yang membutuhkan penjelasan lebih lanjut. 2) Evaluasi Sumatif Evaluasi yang dilakukan pada akhir suatu periode pembelajaran untuk menilai keberhasilan materi dalam mencapai tujuan pembelajaran (Arofah, E.F. 2021). Tujuan dari evaluasi sumatif dilakukan untuk menilai sejauh mana siswa telah mencapai tujuan
112 Media Pembelajaran Modern pembelajaran yang telah ditetapkan dan menentukan efektivitas keseluruhan materi. Metode yang dilakukan untuk evaluasi sumatif terdiri dari beberapa metode yaitu: Kesatu, tes akhir. Metode ini untuk Menggunakan tes atau ujian akhir untuk mengukur pemahaman siswa tentang seluruh materi yang telah diajarkan. Kedua, proyek dan tugas. Metode ini untuk Menilai tugas akhir atau proyek yang dilakukan oleh siswa sebagai bentuk penerapan nilainilai Pancasila. Ketiga, refleksi siswa. Metode ini untuk Meminta siswa untuk menulis refleksi atau esai tentang apa yang telah mereka pelajari dan bagaimana mereka mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Keempat, analisis data pembelajaran. Metode ini untuk Mengumpulkan dan menganalisis data tentang kinerja siswa selama periode pembelajaran untuk menilai efektivitas materi. b. Langkah-Langkah Revisi Materi Berdasarkan hasil evaluasi, revisi materi pembelajaran Pancasila dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas konten. Langkah-langkah revisi meliputi: 1) Analisis Hasil Evaluasi Menganalisis data dan umpan balik yang telah dikumpulkan dari evaluasi formatif dan sumatif untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki
Media Pembelajaran Modern 113 2) Identifikasi Kelemahan dan Kekuatan Mengidentifikasi bagian dari materi yang kurang efektif atau membingungkan serta bagian yang berhasil dan disukai siswa. 3) Perencanaan Revisi Menyusun rencana revisi yang mencakup perubahan konten, desain, atau metode penyampaian berdasarkan temuan evaluasi. 4) Pelaksanaan Revisi Pelaksanaan revisi terdiri dari tiga komponen, yaitu: (1). Konten, bertujuan untuk Memperbaiki atau menambah informasi yang kurang jelas, menghilangkan bagian yang redundan, dan menambahkan contoh atau ilustrasi yang lebih relevan; (2). Desain, bertujuan untuk Mengubah layout atau tampilan visual agar lebih menarik dan mudah dipahami, memperbaiki elemen multimedia seperti video, audio, dan animasi, dan: (3). Metode penyampaian, bertujuan untuk Mengubah metode pengajaran, seperti menambahkan lebih banyak aktivitas interaktif, diskusi kelompok, atau simulasi. 5) Uji Coba Revisi Melakukan uji coba kembali terhadap materi yang telah direvisi dengan sekelompok siswa untuk memastikan perbaikan yang dilakukan efektif. 6) Evaluasi Lanjutan Melakukan evaluasi formatif lanjutan untuk memastikan revisi yang dilakukan telah berhasil memperbaiki kelemahan dan meningkatkan efektivitas materi.
114 Media Pembelajaran Modern 7) Dokumentasi Perubahan Mendokumentasikan semua perubahan yang dilakukan untuk referensi di masa mendatang dan memastikan konsistensi dalam penyampaian materi. Evaluasi dan revisi materi pembelajaran Pancasila adalah proses berkelanjutan yang penting untuk memastikan kualitas dan efektivitas pembelajaran. Dengan melakukan evaluasi formatif dan sumatif secara rutin, serta melakukan revisi berdasarkan umpan balik yang diperoleh, pengajar dapat meningkatkan pemahaman dan keterlibatan siswa dalam mempelajari nilai-nilai Pancasila. Proses ini juga membantu menciptakan materi pembelajaran yang lebih relevan, menarik, dan sesuai dengan kebutuhan siswa. D. Penutup 1. Kesimpulan Bab ini telah menguraikan berbagai aspek penting terkait penggunaan e-learning dan pembelajaran daring dalam pembelajaran Pancasila. E-learning merupakan pendekatan modern dalam pendidikan yang memanfaatkan teknologi digital untuk menciptakan lingkungan belajar yang fleksibel, interaktif, dan mudah diakses. Dalam konteks pembelajaran Pancasila, e-learning tidak hanya menyediakan sarana untuk mengakses materi secara lebih luas, tetapi juga mendukung berbagai metode pengajaran yang inovatif.
Media Pembelajaran Modern 115 2. Saran atau Rekomedasi Pengembangan Lebih Lanjut Penggunaan e-learning dalam pembelajaran Pancasila membuka peluang besar untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih dinamis, interaktif, dan sesuai dengan kebutuhan zaman. Dengan mengintegrasikan teknologi dan metode pembelajaran yang tepat, pengajaran Pancasila dapat menjadi lebih menarik dan efektif. Proses evaluasi dan revisi yang berkelanjutan juga memastikan bahwa materi pembelajaran selalu relevan dan dapat memenuhi kebutuhan siswa. Pada akhirnya, keberhasilan e-learning dalam pembelajaran Pancasila bergantung pada kemampuan untuk mengatasi tantangan yang ada dan memaksimalkan potensi teknologi untuk mendukung tujuan pendidikan. Dengan komitmen dan kerjasama antara pengajar, siswa, dan pengembang teknologi, pembelajaran Pancasila dapat membawa dampak yang signifikan dalam membentuk generasi muda yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai dasar negara.
116 Media Pembelajaran Modern Daftar Pustaka Aisyah, S., Quthny, A. Y. A., & Susetya, H. H. H. (2022). PROSES PERANCANGAN PENGEMBANGAN MEDIA STORYBOARD TERHADAP PEMBELAJARAN MENGGALI INFORMASI BUKU FIKSI DAN NON FIKSI PADA BAHASA INDONESIA. Karangan: Jurnal Bidang Kependidikan, Pembelajaran, dan Pengembangan, 4(2), 122-134. DOI: https://doi.org/10.55273/karangan.v4i2.197 Ajiatmojo, A. S. (2021). Penggunaan e-learning pada proses pembelajaran daring. TEACHING: Jurnal Inovasi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, 1(3), 229-235. DOI: https://doi.org/10.51878/teaching.v1i3.525 Ariani, M., Zulhawati, Z., Haryani, H., Zani, B. N., Husnita, L., Firmansyah, M. B., ... & Hamsiah, A. (2023). Penerapan Media Pembelajaran Era Digital. PT. Sonpedia Publishing Indonesia. Arofah, E. F. (2021). Evaluasi kurikulum pendidikan. Jurnal Tawadhu, 5(2), 218-229. Astini, N. K. S. (2020). Tantangan dan peluang pemanfaatan teknologi informasi dalam pembelajaran online masa covid-19. Cetta: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(2), 241-255. DOI: https://doi.org/10.37329/cetta.v3i2.452 Asmiyunda, A., Sanova, A., & Ekaputra, F. (2023). Pelatihan Pemanfaatan Aplikasi Platform Open Course Berbasis Moodle Dalam Mengelola Pembelajaran
Media Pembelajaran Modern 117 Daring. Jurnal Pengabdian UNDIKMA, 4(2), 362-370. DOI: https://doi.org/10.33394/jpu.v4i2.7216 Atikah, R., & Prihatin, R.T. (2021). Pemanfaatan google classroom sebagai media pembelajaran di masa pandemi covid-19. PETIK: Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi, 7(1), 7-18. Budiyono, A. (2019). Ruang Lingkup Teknologi Pendidikan Agama Islam di Era Indrustri 4.0. Attaqwa: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 15(1), 64-74. DOI: https://doi.org/10.54069/attaqwa.v15i1.11 Dhika, H., Destiawati, F., Surajiyo, S., & Jaya, M. (2020, July). Implementasi learning management system dalam media pembelajaran menggunakan Moodle. In Prosiding Seminar Nasional Riset Information Science (SENARIS) (Vol. 2, pp. 228-234). DOI: http://dx.doi.org/10.30645/senaris.v2i0.166 Charismana, D. S., Firmansyah, A., Arsyani, N. N., Fatimah, A. N., & Yudha, M. (2023, December). Learning Management System Pinter Pancasila: 21st Century Junior High School Students' Pancasila Learning Media. In INTERNATIONAL CONFERENCE OF HUMANITIES AND SOCIAL SCIENCE (ICHSS) (pp. 237- 242). Endawan, A. D., & Yati, D. D. (2021). Analisis komunikasi kegiatan belajar mengajar berbasis daring (eLearning). JIRA: Jurnal Inovasi dan Riset Akademik, 2(10), 1407-1420. Haryadi, R., & Al Kansaa, H. N. (2021). Pengaruh media pembelajaran e-learning terhadap hasil belajar
118 Media Pembelajaran Modern siswa. At-Ta'lim: Jurnal Pendidikan, 7(1), 68-73. DOI: https://doi.org/10.36835/attalim.v7i1.426 Hasan, H., Hafidz, H., & Nashihin, H. (2023). Efektivitas Pemanfaatan Media E-Learning dalam Pembelajaran Fiqih Kelas VIII di SMP IT Nur Hidayah Surakarta. Attractive: Innovative Education Journal, 5(2), 505-513. DOI: http://dx.doi.org/10.51278/aj.v5i2.764 Hendriyani, M., Artini, N. M., & Tatyana, T. (2021). Dampak Pandemi Covid 19 Terhadap Dunia Pendidikan. Kompleksitas: Jurnal Ilmiah Manajemen, Organisasi Dan Bisnis, 10(2), 13-21. Hidayatullah, A. (2018). Digital learning. UMSurabaya Publishing. Mahfudhillah, H. T. (2022). Mengenal berbagai Learning Managemen System (LMS) sebagai media pembelajaran jarak jauh di madrasah selama pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 1(1), 1- 28. DOI: https://doi.org/10.22219/repositor.v4i2.31086 Laipaka, R. (2017). Penerapan teknologi informasi pembelajaran e-learning menggunakan addie model. JUPITER: Jurnal Penelitian Ilmu dan Teknologi Komputer, 9(1), 1-12. DOI: https://doi.org/10.5281/zenodo.3411828 Laswadi, L. (2023). Desain Lintasan Belajar Matematika dalam Pembelajaran Arimatika Sosial Menggunakan Aplikasi Quizlet untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep. Journal on Education, 6(1), 3578-3587.
Media Pembelajaran Modern 119 Mahfudho, Z., Marthasari, G. I., & Wiyono, B. S. (2022). Evaluasi E-learning dimasa Pandemi COVID-19 dengan menggunakan End-User Computing Satisfaction (Studi Kasus MTsN 4 Malang, Harjokuncaran, Sumbermanjing Wetan). Jurnal Repositor, 4(2). Muharam, R. S., & Prasetyo, D. (2021). Pemanfaatan media youtube untuk mendukung e-learning pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi. Jurnal Citizenship: Media Publikasi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 4(1), 1. DOI: https://doi.org/10.12928/citizenship.v4i1.19444 Najjar, S., & Oktasari, H. (2023, December). Embracing Mobile Learning In Education: Membuka Keuntungan, Menghadapi Tantangan, dan Menjelajahi Prospek Masa Depan. In Prosiding Seminar Nasional Kemahasiswaan (Vol. 1, No. 1, pp. 74-83). DOI: https://doi.org/10.56983/prosidingkemahasiswaan.v1i1 .1458 Nur, R. A. P., Truvadi, L. A., Agustina, R. T., & Salam, I. F. B. (2023). Peran Pendidikan Pancasila dalam membentuk karakter bangsa Indonesia: tinjauan dan implikasi. ADVANCES in Social Humanities Research, 1(4), 501-510. DOI: https://doi.org/10.46799/adv.v1i4.54 Putra, A. B. (2019, October). Perancangan dan Pembangunan Sistem Informasi E-Learning Berbasis Web (Studi Kasus Pada Madrasah Aliyah Kare Madiun). In Prosiding Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi (SENATIK) (Vol. 2, No. 1, pp. 81-85).
120 Media Pembelajaran Modern Rasmani, U. E. E., Nurjanah, N. E., Jumiatmoko, J., Widiastuti, Y. K. W., Agustina, P., & Nazidah, M. D. P. (2022). Multimedia interaktif paud dalam perspektif merdeka belajar. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(5), 5397-5405. DOI: https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i5.2962 Rosmiati, M. (2019). Animasi Interaktif Sebagai Media Pembelajaran Bahasa Inggris Menggunakan Metode ADDIE. Paradigma: Jurnal Komputer Dan Informatika Univiersitas Bina Sarana Informatika, 21(2), v21i2.. DOI: https://doi.org/10.31294/p.v21i2.6019 Sanuhung, F., Salsabila, U. H., Abd Wahab, J., Amalia, M., & Rimadhani, M. I. (2022). Pengunaan Aplikasi Padlet Sebagai Media Pembelajaran Daring Pada Mata Kuliah Teknologi Pendidikan (Studi Kasus Universitas Ahmad Dahlan). Jurnal Pendidikan Glasser, 6(1), 20-28. Sarwandi, S., Siagian, M. V., & Andriyani, M. (2023). Pengembangan E-Modul Interaktif Berbasis ProblemBased Learning Pada Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran. Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran (JRPP), 6(4). DOI: https://doi.org/10.31004/jrpp.v6i4.18641 Septiani, A. P., Herdiani, A., & Suwawi, D. D. J. (2017). Implementasi Interactive And Collaborative Platform Pada Learning Management System. eProceedings of Engineering, 4(1). Setiawan, E., Wijiati, L. N., & Ana, S. (2023, November). Perilaku Mahasiswa Dalam Pembelajaran Melalui
Media Pembelajaran Modern 121 Media Zoom Meeting. In Prosiding Seminar Nasional Ilmu Ilmu Sosial (SNIIS) (Vol. 2, pp. 220-230). Setiawan, Z., Pustikayasa, I. M., Jayanegara, I. N., Setiawan, I. N. A. F., Putra, I. N. A. S., Yasa, I. W. A. P., ... & Gunawan, I. G. D. (2023). PENDIDIKAN MULTIMEDIA: Konsep dan Aplikasi pada era revolusi industri 4.0 menuju society 5.0. PT. Sonpedia Publishing Indonesia. Sukanto, D. (2020). Pembelajaran Jarak Jauh Dengan Media ELearning Sebagai Solusi Pembelajaran Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid19). Syntax, 2(11), 835. DOI: https://doi.org/10.46799/syntax-idea.v2i11.679 Susanti, E., Pratiwi, W. D., Scristia, S., & Araiku, J. (2022). Pelatihan Pengoperasian Canvas Instructure sebagai Learning Management System beserta Potensinya. Jurnal Anugerah, 4(1), 23-35. Warsita, B. (2013). Perkembangan definisi dan kawasan teknologi pembelajaran serta perannya dalam pemecahan masalah pembelajaran. Kwangsan: Jurnal Teknologi Pendidikan, 1(2), 72-94. Winaryati, E. (2018). Penilaian kompetensi siswa abad 21. In Prosiding Seminar Nasional & Internasional (Vol. 1, No. 1). Yuniarti, F., & Rakhmawati, D. (2021). Studi Kasus: Game Dcacn[f ‚K[biin‛ D[f[g P_ha[d[l[h B[b[m[ Inggris. Jurnal Ilmiah Bina Edukasi, 1(1), 46-59.
122 Media Pembelajaran Modern Tentang Penulis Akmal Firmansyah seorang penulis yang terlahir di Jakarta, keturunan suku Jawa dan Sunda. Akmal Firmansyah berhasil meraih gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) pada program studi Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum di Fakultas Ilmu Sosial, Hukum, dan Ilmu Politik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tahun 2024. Saat ini sedang menempuh pendidikan Magister (S2) dalam program studi dan kampus yang sama. Selain menjadi mahasiswa, Akmal Firmansyah juga aktif dalam meneliti dan menulis. Beberapa karya penelitiannya sudah terbit dalam jurnal maupun konferensi terindeks nasional dan internasional. Terdapat beberapa buku hasil karyanya, baik sebagai penulis utama, tim penulis, maupun sebagai editor buku. Berikut beberapa karya bukunya, yaitu: 1. Media Pembelajaran Abad 21: Membangun Karakter Abad 21 dalam Pembelajaran Pancasila (sebagai penulis utama). 2. Pedoman Penggunaan Aplikasi KETIK PINTER (Kemitraan Holistik Pendidikan Karakter) (sebagai tim penulis). 3. Dasar-Dasar Ilmu Politik: Konvensional dan Digital (sebagai tim penulis). 4. Pembelajaran Kewarganegaraan Global (sebagai tim penulis).
Media Pembelajaran Modern 123 5. Ilmu Negara dalam Kajian Interdisipliner (sebagai tim penulis). 6. Kemitraan Holistik dalam Pendidikan Karakter (sebagai editor). 7. Kajian tentang Demokrasi: Pemahaman Mengenai Konsep, Implementasi, dan Dinamikanya Secara Lebih Mendalam (sebagai tim penulis). 8. Pemerintahan Daerah di Indonesia: Kajian tentang Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus di Indonesia (sebagai tim penulis). 9. Pembelajaran PKn Berbasis Tempat (sebagai editor). 10. Media Pembelajaran Modern (sebagai tim penulis).
124 Media Pembelajaran Modern Game Based-Learning endidikan juga mengalami perubahan besar di era teknologi yang terus berkembang. Tidak hanya teknologi mengubah cara kita hidup dan bekerja, tetapi juga cara kita belajar dan mengajar. Game Based Learning (GBL) adalah pendekatan pembelajaran yang lebih baru yang berasal dari kemajuan teknologi. Metode ini menggabungkan elemen-elemen permainan dalam proses pembelajaran untuk membuat belajar lebih menarik dan efektif. Dengan munculnya alat dan platform baru yang mendukung pembelajaran interaktif, teknologi digital telah mengubah dunia pendidikan. Penggunaan teknologi dalam pendidikan dapat meningkatkan keterlibatan siswa, mempermudah pemahaman konsep yang rumit, dan meningkatkan hasil belajar (Sung, Chang and Liu, 2016). Inovasi seperti GBL P
Media Pembelajaran Modern 125 mencapai tujuan pendidikan dengan menggunakan mekanika dan dinamika permainan. Konsep ini didasarkan pada gagasan bahwa belajar melalui permainan dapat meningkatkan motivasi siswa dan membuat proses belajar menjadi lebih menyenangkan dan bermakna (Plass, Homer and Kinzer, 2015). Game Based Learning (GBL) adalah metode pendidikan yang mencapai tujuan pembelajaran tertentu dengan menggunakan elemen permainan. GBL adalah penggunaan permainan digital untuk mengajarkan materi pelajaran tertentu dan mencapai hasil belajar yang diinginkan, menurut Prensky (2007). GBL berbeda dari metode pembelajaran tradisional karena fokusnya adalah pada interaktivitas, keterlibatan aktif, dan umpan balik langsung yang diberikan kepada siswa selama proses pembelajaran. GBL melibatkan penggunaan berbagai jenis permainan, baik digital maupun non-digital, yang dirancang khusus untuk tujuan pendidikan. Menurut Gee (2003), berbagai jenis permainan ini, termasuk teka-teki, simulasi, dan permainan strategi, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, sosial, dan emosional siswa. Selain itu, GBL membuat pengalaman belajar yang menarik dan mendalam dengan menggunakan elemen desain permainan seperti tantangan, imbalan, dan narasi untuk menciptakan pengalaman belajar yang menarik dan mendalam (Shaffer, 2006). Connolly et al. (2012) menyatakan bahwa GBL memiliki potensi untuk meningkatkan keterlibatan siswa dan hasil belajar mereka. Studi mereka menunjukkan bahwa siswa yang belajar melalui permainan memiliki tingkat motivasi yang lebih tinggi dan memiliki
126 Media Pembelajaran Modern pemahaman yang lebih baik tentang materi pelajaran dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional. Meskipun konsep formal Game Based Learning (GBL) baru dikenal dalam beberapa dekade terakhir, konsep ini memiliki sejarah yang panjang. Permainan adalah alat pendidikan yang sebenarnya sudah ada sejak zaman kuno. Misalnya, catur telah digunakan selama berabad-abad untuk melatih keterampilan berpikir kritis dan strategi (Mayer, 2014). Namun, dengan perkembangan teknologi komputer pada paruh kedua abad ke20, GBL muncul di dunia digital. Permainan komputer sederhana mulai digunakan untuk tujuan pendidikan pada tahun 1970-an dan 1980-an. Salah satu contoh awal dari permainan edukasi, Oregon Trail, dirilis pada tahun 1971 dan dimaksudkan untuk mengajarkan siswa tentang sejarah Amerika Serikat (Miller, 2012). GBL mengalami transformasi yang signifikan seiring dengan kemajuan teknologi. Game edukasi menjadi lebih umum digunakan di ruang kelas pada tahun 1990-an dan awal 2000-an karena kemajuan teknologi komputer dan internet. Perkembangan pesat dalam GBL didukung oleh peningkatan aksesibilitas teknologi dan kesadaran akan potensi manfaat pembelajaran berbasis permainan (Van Eck, 2006). Munculnya game berbasis simulasi dan role-playing adalah kemajuan besar karena memberikan siswa kesempatan untuk belajar melalui pengalaman langsung. SimCity pertama kali dirilis pada tahun 1989 dan mengajarkan siswa manajemen sumber daya dan perencanaan kota (Gee, 2003). Selain itu, kemajuan teknologi seperti realitas virtual (VR) dan augmented reality (AR) telah membuka peluang baru bagi GBL. Teknologi ini dapat membuat lingkungan belajar yang
Media Pembelajaran Modern 127 menarik, yang dapat meningkatkan keterlibatan dan pemahaman siswa tentang apa yang diajarkan (Merchant et al., 2014). Selama sepuluh tahun terakhir, penelitian tentang efektivitas GBL telah menunjukkan hasil yang menguntungkan. Studi sistematis yang dilakukan oleh Clark, Tanner-Smith, dan Killingsworth (2016) menemukan bahwa GBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai bidang, seperti bahasa, sains, dan matematika. Beberapa teori utama yang mendukung Game Based Learning (GBL) antara lain. Teori-teori ini memberikan kerangka kerja untuk memahami bagaimana dan mengapa metode ini berhasil: 1. Teori Konstruktivisme, yang didukung oleh Jean Piaget dan Lev Vygotsky, menekankan bahwa pembelajaran adalah proses aktif di mana siswa mengumpulkan pengetahuan baru dari pengetahuan yang telah mereka pelajari sebelumnya. Dengan menyediakan lingkungan belajar yang interaktif, GBL mendukung teori ini. Siswa dapat melakukan kesalahan, bereksperimen, dan belajar dari kesalahan mereka (Piaget, 1972); Vygotsky, 1978. Game edukasi memfasilitasi pemahaman siswa melalui aktivitas langsung dan umpan balik real-time, yang sejalan dengan prinsip-prinsip konstruktivis (Gee, 2003). 2. Teori Motivasi Self-Determination yang dibuat oleh Deci dan Ryan (1985) menekankan betapa pentingnya tiga kebutuhan psikologis dasar: kemampuan, otonomi, dan keterhubungan. Menurut Ryan dan Deci (2000), GBL dapat memenuhi kebutuhan ini dengan memberikan tantangan yang sesuai dengan kemampuan siswa (kompetensi), memberi siswa kontrol atas proses pembelajaran mereka
128 Media Pembelajaran Modern (otonomi), dan seringkali melibatkan kerja sama atau kompetisi dengan teman sebaya (hubungan). 3. Teori Belajar Sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura menunjukkan bahwa peniruan dan observasi sangat penting dalam proses pembelajaran. Game edukasi biasanya menyediakan model perilaku dan strategi yang dapat diamati dan ditiru oleh siswa, memungkinkan pengamatan untuk membantu pembelajaran (Bandura, 1977). Dalam game multiplayer, interaksi sosial membantu siswa belajar dengan bekerja sama dan berbicara satu sama lain (Gee, 2003). Untuk merancang game edukasi yang efektif, beberapa prinsip dasar harus diperhatikan: 1. Interaktivitas adalah komponen utama GBL. Siswa harus berpartisipasi secara aktif dalam permainan, bukan hanya menonton pasif. Ini meningkatkan keterlibatan siswa dan memungkinkan mereka untuk berpartisipasi secara langsung dalam proses pembelajaran (Plass, Homer and Kinzer, 2015). 2. Umpan Balik Real-time dalam GBL sangat penting karena membantu siswa memahami kesalahan dan memungkinkan mereka untuk memperbaikinya segera, yang dapat meningkatkan proses pembelajaran. (Shute, 2008). 3. Adaptasi dan Personalisasi Game edukasi yang efektif harus dapat disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Ini memastikan bahwa tantangan dalam game tidak bosan atau frustrasi karena mereka
Media Pembelajaran Modern 129 sesuai dengan kemampuan mereka (Anderson, Gentile and Dill, 2010) 4. Tujuan dan Imbalan biasanya memiliki tujuan yang jelas dan imbalan yang menarik. Dalam konteks GBL, tujuan pembelajaran harus terintegrasi dengan tujuan game, dan imbalan harus mendorong siswa untuk belajar dan berusaha lebih banyak (Gee, 2003). Game Based Learning (GBL) membantu siswa dengan banyak hal kognitif, salah satunya adalah mereka menjadi lebih baik dalam berpikir kritis dan membuat keputusan strategis. Misalnya, Mayer (2014) melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa permainan edukasi dapat membantu siswa dalam pemecahan masalah dan penalaran analitis. Memori dan pemahaman konsep yang lebih dalam juga dapat ditingkatkan dengan GBL. Siswa seringkali diminta untuk mengingat informasi penting dan menerapkannya dalam berbagai situasi, yang membantu meningkatkan ingatan jangka panjang. Misalnya, telah ditunjukkan bahwa permainan yang menuntut siswa untuk menerapkan aturan matematika dan menghafal matematika dapat meningkatkan kemampuan matematika mereka (Kiili, 2005). Selain itu, GBL dapat meningkatkan inovasi dan kreativitas. Siswa didorong untuk mencoba berbagai solusi dan pendekatan dalam permainan. Ini dapat menumbuhkan inovasi dan kreasi (Plass, Homer and Kinzer, 2015). Selain manfaat kognitif, GBL juga memiliki manfaat sosial dan emosional yang penting. Permainan sering kali membutuhkan kolaborasi dan komunikasi antara pemain, yang dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa. Penelitian menunjukkan bahwa game multiplayer dapat
130 Media Pembelajaran Modern meningkatkan kemampuan kerjasama, empati, dan komunikasi siswa (Voulgari, Komis and Sampson, 2014). GBL juga memiliki manfaat emosional yang signifikan karena dapat membantu siswa mengelola stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional mereka. Permainan yang memiliki elemen yang menarik dan menghibur dapat meningkatkan suasana hati siswa dan mengurangi kecemasan mereka terkait pembelajaran (Granic, Lobel and Engels, 2014). Menurut Ryan dan Deci (2000), keberhasilan dalam permainan juga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri siswa dan memberi mereka perasaan pencapaian dan kemampuan. Kemampuan GBL untuk meningkatkan keinginan siswa adalah salah satu keuntungan terbesarnya. Siswa dapat lebih termotivasi untuk belajar melalui game yang menarik dan menantang. Game yang memberikan rasa otonomi, kompetensi, dan keterhubungan dapat meningkatkan motivasi intrinsik siswa (Deci and Ryan, 1985). GBL tidak hanya dapat membuat pembelajaran lebih menyenangkan, tetapi juga dapat membuat siswa lebih tertarik pada topik yang mereka pelajari. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Hamari et al. (2016) menemukan bahwa komponen permainan seperti poin, lencana, dan papan peringkat dapat meningkatkan motivasi siswa dan tingkat keterlibatan mereka dalam aktivitas belajar. GBL mendorong siswa untuk mencoba hal-hal baru dan belajar dari kesalahan karena memberi mereka lingkungan aman di mana mereka dapat bereksperimen dan gagal tanpa mengalami konsekuensi nyata (Gee, 2003). Umpan balik langsung, yang sering disertakan dalam permainan, juga membantu siswa melacak kemajuan mereka dan membuat mereka tetap termotivasi
Media Pembelajaran Modern 131 untuk mencapai tujuan pembelajaran mereka (Shute, 2008). Agar pembelajaran berbasis game (GBL) berhasil, diperlukan pendekatan dan metode yang terstruktur. Beberapa cara dan teknik yang dapat digunakan termasuk: 1. Integrasi Kurikulum Salah satu pendekatan utama dalam implementasi GBL adalah mengintegrasikan game edukasi ke dalam kurikulum yang ada. Guru dapat memilih atau merancang game yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan standar pendidikan. Misalnya, game simulasi seperti SimCity dapat digunakan dalam pelajaran geografi untuk mengajarkan konsep perencanaan kota dan pengelolaan sumber daya (Gee, 2003). 2. Pembelajaran Berbasis Proyek Strategi pembelajaran berbasis proyek melibatkan siswa dalam tugas-tugas yang menantang dan relevan yang mengharuskan mereka menggunakan keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Game edukasi dapat menjadi inti dari proyek ini, di mana siswa bekerja sama untuk menyelesaikan misi atau tantangan dalam game (Kiili, 2005). 3. Blended Learning Blended learning menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran online. GBL dapat diterapkan sebagai bagian dari pendekatan ini, di mana siswa memainkan game sebagai bagian dari tugas rumah atau aktivitas kelas, dan kemudian mendiskusikan pengalaman
132 Media Pembelajaran Modern mereka dalam sesi tatap muka (Garrison and Vaughan, 2008). 4. Pelatihan dan Dukungan Guru Untuk implementasi GBL yang sukses, guru harus dilatih untuk menggunakan game edukasi secara efektif. Ini termasuk memahami cara memilih game yang sesuai, mengintegrasikan game ke dalam pelajaran, dan menilai hasil belajar siswa dari game tersebut (Kebritchi, Hirumi and Bai, 2010). Implementasi GBL tidak lepas dari berbagai tantangan. Beberapa tantangan utama meliputi: 1. Keterbatasan Sumber Daya Salah satu tantangan terbesar adalah keterbatasan sumber daya, baik dalam bentuk perangkat keras (komputer, tablet, dll.) maupun perangkat lunak (game edukasi yang sesuai). Sekolah-sekolah yang kekurangan dana mungkin kesulitan untuk mengimplementasikan GBL secara luas (Watson, Mong and Harris, 2011). 2. Resistensi terhadap Perubahan Guru dan administrator sekolah mungkin menunjukkan resistensi terhadap perubahan, terutama jika mereka merasa tidak nyaman atau tidak yakin dengan efektivitas GBL. Ini bisa disebabkan oleh kurangnya pemahaman atau pengalaman dengan game edukasi (Ertmer and Ottenbreit-Leftwich, 2010).
Media Pembelajaran Modern 133 3. Penilaian Hasil Belajar Menilai hasil belajar dari game edukasi bisa menjadi tantangan, karena hasil belajar yang dicapai melalui permainan tidak selalu mudah diukur dengan tes tradisional. Diperlukan metode penilaian alternatif yang dapat menangkap keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh melalui GBL (Shute, 2011). Untuk mengatasi tantangan tersebut, beberapa solusi dapat diterapkan: 1. Pengadaan Sumber Daya Pemerintah dan lembaga pendidikan dapat menyediakan dana dan sumber daya untuk membeli perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan untuk GBL. Selain itu, kemitraan dengan perusahaan teknologi dan pengembang game dapat membantu menyediakan game edukasi dengan biaya yang lebih terjangkau (Watson, Mong and Harris, 2011). 2. Pelatihan dan Pengembangan Profesional Mengadakan pelatihan dan pengembangan profesional yang berkelanjutan bagi guru untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan mereka dalam menggunakan GBL. Pelatihan ini harus mencakup cara mengintegrasikan game ke dalam kurikulum, strategi pembelajaran yang efektif, dan metode penilaian (Ertmer and Ottenbreit-Leftwich, 2010). 3. Metode Penilaian Alternatif Mengembangkan metode penilaian alternatif yang dapat menangkap hasil belajar dari game edukasi, seperti
134 Media Pembelajaran Modern portofolio, proyek, dan penilaian berbasis kinerja. Umpan balik langsung dari game juga dapat digunakan sebagai alat penilaian untuk mengukur kemajuan siswa (Shute, 2011). Studi kasus sukses dalam implementasi Game Based Learning (GBL) dapat memberikan wawasan yang berharga tentang efektivitas dan metode penerapan yang berhasil. Berikut adalah beberapa contoh studi kasus sukses: 1. Quest to Learn (Q2L) Quest to Learn (Q2L) adalah sebuah sekolah menengah di New York yang didirikan dengan prinsipprinsip GBL. Sekolah ini mengintegrasikan game sebagai bagian inti dari kurikulum mereka, menggunakan game untuk mengajarkan berbagai mata pelajaran mulai dari matematika hingga sejarah. Studi menunjukkan bahwa siswa di Q2L memiliki tingkat keterlibatan dan motivasi yang tinggi, serta menunjukkan peningkatan dalam pemecahan masalah dan berpikir kritis (Salen et al., 2011). 2. DragonBox DragonBox adalah sebuah game edukasi yang dirancang untuk mengajarkan konsep dasar aljabar kepada anak-anak. Game ini telah digunakan di berbagai sekolah di Norwegia dengan hasil yang sangat positif. Penelitian menunjukkan bahwa siswa yang bermain DragonBox memiliki pemahaman yang lebih baik tentang aljabar dibandingkan dengan mereka yang belajar melalui metode tradisional (Jenkinson, Naughton and Benson, 2013).
Media Pembelajaran Modern 135 3. Classcraft Classcraft adalah sebuah platform gamifikasi yang digunakan untuk meningkatkan keterlibatan siswa di sekolah menengah. Dengan menggunakan elemen-elemen permainan seperti poin, lencana, dan tantangan kelompok, Classcraft telah berhasil meningkatkan partisipasi siswa, mengurangi perilaku negatif, dan meningkatkan hasil akademik (Abrams and Walsh, 2014). Selain studi kasus, berikut adalah beberapa contoh game edukasi yang telah terbukti efektif dalam meningkatkan pembelajaran: 1. Minecraft: Education Edition Minecraft: Education Edition adalah versi modifikasi dari game populer Minecraft yang dirancang khusus untuk digunakan di lingkungan pendidikan. Game ini memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi dan membangun dunia virtual sambil mempelajari berbagai konsep, termasuk matematika, ilmu pengetahuan, sejarah, dan seni bahasa. Studi menunjukkan bahwa Minecraft dapat meningkatkan kreativitas, kolaborasi, dan keterampilan berpikir kritis siswa (Nebel, Schneider and Rey, 2016). 2. SimCityEDU SimCityEDU adalah game simulasi yang digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep seperti perencanaan kota, keberlanjutan, dan pengelolaan sumber daya. Game ini telah digunakan di berbagai sekolah untuk membantu siswa memahami bagaimana keputusan yang mereka buat dapat mempengaruhi lingkungan dan masyarakat.
136 Media Pembelajaran Modern Penelitian menunjukkan bahwa SimCityEDU dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep-konsep tersebut dan meningkatkan keterlibatan mereka dalam pelajaran (Begg, Dewhurst and Macleod, 2013). 3. Kahoot! Kahoot! adalah platform pembelajaran berbasis permainan yang memungkinkan guru untuk membuat kuis interaktif untuk siswa. Dengan elemen kompetitif dan umpan balik langsung, Kahoot! telah terbukti meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Kahoot! dalam kelas dapat meningkatkan pemahaman dan retensi materi pembelajaran (Wang & Tahir, 2020). Evaluasi efektivitas Game Based Learning (GBL) sangat penting untuk memastikan bahwa tujuan pembelajaran tercapai. Beberapa metode yang umum digunakan untuk mengevaluasi efektivitas GBL antara lain: 1. Pretest dan Posttest Metode pretest dan posttest adalah salah satu cara paling umum untuk mengevaluasi efektivitas GBL. Siswa diberikan tes sebelum dan sesudah bermain game untuk mengukur peningkatan pengetahuan atau keterampilan. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini efektif dalam mengukur peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan game edukasi (Papastergiou, 2009). 2. Analisis Log Data Analisis log data melibatkan pengumpulan dan analisis data interaksi siswa dengan game. Data ini dapat
Media Pembelajaran Modern 137 mencakup waktu yang dihabiskan untuk bermain, jumlah level yang diselesaikan, dan tindakan spesifik yang diambil selama permainan. Analisis ini dapat memberikan wawasan tentang bagaimana siswa belajar dan berinteraksi dengan game (Baker & Yacef, 2009). 3. Survei dan Kuesioner Survei dan kuesioner dapat digunakan untuk mengumpulkan data tentang pengalaman siswa dengan game, termasuk tingkat keterlibatan, motivasi, dan persepsi mereka tentang efektivitas game. Survei juga dapat digunakan untuk mengevaluasi aspek emosional dan sosial dari pembelajaran (Sitzmann, 2011). 4. Observasi Kelas Observasi kelas melibatkan pemantauan langsung oleh guru atau peneliti untuk melihat bagaimana siswa berinteraksi dengan game dalam konteks pembelajaran. Observasi ini dapat membantu mengidentifikasi praktik terbaik dan tantangan yang dihadapi selama implementasi GBL (Wouters & van Oostendorp, 2013). Penilaian dan feedback adalah komponen kunci dalam GBL untuk memastikan bahwa siswa mendapatkan manfaat maksimal dari pengalaman belajar mereka. Beberapa pendekatan yang digunakan meliputi Penilaian Otomatis dalam Game, Portofolio Digital, Penilaian Berbasis Kinerja,Umpan Balik Formatif. Seiring dengan kemajuan teknologi dan penelitian dalam bidang pendidikan. Berikut adalah beberapa tren dan inovasi masa depan yang diharapkan akan membentuk masa depan GBL yaitu Realitas Virtual (VR) dan Realitas Tertambah (AR),Kecerdasan Buatan (AI) dan
138 Media Pembelajaran Modern Pembelajaran Adaptif,Pembelajaran Berbasis Data,Gamifikasi Pendidikan Tinggi Untuk memaksimalkan manfaat GBL di masa depan, beberapa rekomendasi dan prospek berikut dapat dipertimbangkan mulai dari Pengembangan Kurikulum yang Komprehensif, Pelatihan Guru dan Pengembangan Profesional, Kolaborasi antara Pengembang Game dan Pendidikan & Penelitian Lebih Lanjut serta tak kalah pentingnya dari hal tersebut kita harus mengingat implikasi dari adopsi GBL dalam pendidikan sangat luas. Beberapa implikasi utama meliputi Perubahan Paradigma Pendidikan, Kebutuhan akan Infrastruktur Teknologi dan Pengembangan Keterampilan Abad 21.