The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Islam adalah agama yang memberikan perhatian besar terhadap pentingnya institusi keluarga. Sebab, Keluarga merupakan jiwa dan tulang punggung sebuah suatu Negara, kesejahteraan yang dirasakan oleh merupakan gambaran dari keadaan keluarga yang hidup di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, jika kita ingin menciptakan Negara yang sejahtera, damai dan sentosa (baldatun thayyibatun) landasan yang harus kita bangun (starting) adalah masyarakat yang baik (thayyibah) adapun pilar yang harus ditegakkan, Dengan figur seorang ayah yang bijaksana, ibu penyantun, lembut dan bisa mendidik serta membesarkan anak-anak dengan penuh kasih sayang akan membentuk karakter البيت anak menjadi baik dan kuat melalui didikan seorang ibu, inilah arti dari )Ibulah guru pertama dalam sebuah keluarga( مدرسة الأولى Anak-anak dari didikan inilah yang akan mengisi ruang-ruang kepemimpinan, ruang-ruang penegak hukum, ruang-ruang perpolitikan di Indonesia dan seterusnya. Tentunya ini penghargaan dan keistimewaan yang besar terhadap setiap orang tua, bahwa untuk mewujudkan generasi emas baik dan berkualitas di dalamnya ada kontribusi besar setiap orang tua. Sebab masa depan seorang anak sangat ditentukan dimana, dan bersama siapa ia berada.

Tidak kalah penting adalah, bahwa kemajuan dan karakteristik suatu Negara dan

bangsa yang maju dan bernilai positif di setiap line kehidupan Negara harus ditopang dengan kualitas karakter dan moral rakyatnya (masyarakatnya),

sedangkan masyarakat itu bagian dari anggota keluarga tersebut.

Apabila sebuah keluarga mempunyai nilai moral dan karakter yang bagus. Meskipun sebuah Negara sedang berkembang, maka Negara itu akan menjadi Negara yang maju dan berperadaban tinggi dengan kualitas unggul (emas).

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-05-04 04:22:08

Hukum Keluarga Islam

Islam adalah agama yang memberikan perhatian besar terhadap pentingnya institusi keluarga. Sebab, Keluarga merupakan jiwa dan tulang punggung sebuah suatu Negara, kesejahteraan yang dirasakan oleh merupakan gambaran dari keadaan keluarga yang hidup di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, jika kita ingin menciptakan Negara yang sejahtera, damai dan sentosa (baldatun thayyibatun) landasan yang harus kita bangun (starting) adalah masyarakat yang baik (thayyibah) adapun pilar yang harus ditegakkan, Dengan figur seorang ayah yang bijaksana, ibu penyantun, lembut dan bisa mendidik serta membesarkan anak-anak dengan penuh kasih sayang akan membentuk karakter البيت anak menjadi baik dan kuat melalui didikan seorang ibu, inilah arti dari )Ibulah guru pertama dalam sebuah keluarga( مدرسة الأولى Anak-anak dari didikan inilah yang akan mengisi ruang-ruang kepemimpinan, ruang-ruang penegak hukum, ruang-ruang perpolitikan di Indonesia dan seterusnya. Tentunya ini penghargaan dan keistimewaan yang besar terhadap setiap orang tua, bahwa untuk mewujudkan generasi emas baik dan berkualitas di dalamnya ada kontribusi besar setiap orang tua. Sebab masa depan seorang anak sangat ditentukan dimana, dan bersama siapa ia berada.

Tidak kalah penting adalah, bahwa kemajuan dan karakteristik suatu Negara dan

bangsa yang maju dan bernilai positif di setiap line kehidupan Negara harus ditopang dengan kualitas karakter dan moral rakyatnya (masyarakatnya),

sedangkan masyarakat itu bagian dari anggota keluarga tersebut.

Apabila sebuah keluarga mempunyai nilai moral dan karakter yang bagus. Meskipun sebuah Negara sedang berkembang, maka Negara itu akan menjadi Negara yang maju dan berperadaban tinggi dengan kualitas unggul (emas).

Hukum Keluarga Islam 33 kemaslahatannya.42 Ia berpendapat, dengan merujuk kepada pandangan al-Tayyibiy, bahwa dalam hadits ini الرعي bukanlah merupakan tujuan. Eksistensinya dimaksudkan untuk menjaga sesuatu yang dipercaya alMalik kepadanya. Seorang pemimpin tidak diperkenankan menggunakan kekuasaannya kecuali ada izin dari Sy[lc’الرعي dalam hal ini merupakan sebuah simbol ( جمشيل ,( tidak lebih dari itu. Untuk itulah pada awalnya hadits ini dijelaskan secara global, kemudian diperinci dan diakhiri dengan penegasan harf al- tanbih (اال (secara berulangulang.43 Ada juga yang berpendapat, kata al-Asqalaniy, bahwa termasuk dalam pandangan umum ini kepemimpinan shakhsiyah (personal) yang tidak mempunyai suami (istri), pembantu dan anak. Individu yang tidak mempunyai siapa-siapa ini pada dasarnya merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri, sehingga ia wajib menjaganya agar dapat melaksanakan seluruh perintah dan menjahui setiap larangan, baik perilaku, ucapan, kekuatan dan panca indera. Dari itulah sifat kepemimpinan pada dasarnya tidak bergantung pada eksistensi orang lain yang dipimpin nya. Al-Wastaniy (795-858 H.) juga sepakat dengan mereka kecuali dia menambahkan bahwa arti dasar kata راع adalah .وظرت اليه berarti رعيث فال وا Kalimat). pengawasan (الىظر Makna dasar ini yang kemudian menunjukkan kata راع 42 Al-Hafiz Shihab al-Din bin al-Fadal Ahmad bin „Ali bin Hajar al- „Asqalaniy, Fath al- Bariy bi Sharh al-Bukhariy, Juz XV (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), hlm. 5. 43 Al-Asqalaniy, Fath al-Bariy, hlm. 6.


34 Hukum Keluarga Islam bahwa berarti ظر وا .dan setiap orang yang dipercaya mengawasi sesuatu dituntut bisa berbuat adil, seperti laki32 laki terhadap keluarganya.44 Dari beberapa penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa ulama hadits sepakat ini menunjuk pada arti pemimpin yang bertanggung jawab atas semua hal yang dipercayakan kepadanya, karena ia adalah amanah, seorang pemimpin dituntut berbuat adil dan sesuai dengan syariat (Islam). Sekalipun demikian ada yang berpendapat bahwa kepemimpinan disini merupakan sebuah simbol dari sebuah tanggung jawab yang dimiliki setiap orang, bahkan setiap individu adalah merupakan pemimpin dan setiap anggota tubuhnya adalah terpimpin bagi dirinya sendiri agar mengerjakan segala perintah dan menjauhi setiap larangan. Berangkat dari pengertian pemimpin yang seperti itu, ulama hadits sepakat bahwa laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya (ahlul)nya. Tanggung jawab itu meliputi: pemenuhan seluruh haknya, nafkah, pakaian dan hubungan yang baik dan memerintah keluarganya untuk taat kepada Allah SWT. Serta melindungi mereka dengan hartanya dengan baik. Apabila tidak ada anggota keluarganya, laki-laki tersebut bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Tanggung jawab keluarga yang dimaksudkan mencakup seluruh anggota rumah, istri, anak, pembantu dan yang lainnya. Sedangkan perempuan diberi tugas dan bertanggung jawab dalam rumah, harta dan anak (suami)nya, karena ia 44 Ibid., hlm. 97.


Hukum Keluarga Islam 35 tidak bisa keluar rumah tanpa izin suaminya. Tanggung jawab tersebut ditunjukkan dengan kebaikan pelayannya dalam menyediakan kebutuhan hidup, memberikan nasehat pada suami, menjaga harta, keluarga dan tamu suaminya, serta menjaga dirinya sendiri. Semua tanggung jawab tersebut dilakukan dalam rangka berkhidmat pada suaminya.45 Bidang Kerja dan Tanggung Jawab Keluarga Dalam Pandangan Ulama Hadits: Laki-laki: Bekerja di luar rumah, Mencukupi kebutu, han, Memerintah, Mencari harta, Melindungi keluarga, Bekerja untuk tugas, Keluar rumah tanpa izin. Adapun perempuan: Bekerja di dalam rumah, Menyiapkan kebutuhan, Memberi saran, Menjaga harta, Menjaga dirinya-anak (suami)nya, Berkhidmah pada suami, Keluar rumah dengan izin suami. Jika dilihat pada pembagian kerja sosialnya, maka pandangan ulama tersebut membagi kepemimpinan keluarga pada dua model kepemimpinan, umum dan khusus. Kepemimpinan umum lebih banyak mendominasi keputusasaan dan oleh karenanya tingkatan strukturalnya lebih tinggi dari kepemimpinan khusus. Dalam stratifikasi seperti ini laki-laki harus ditaati dan dihormati. Pelaksanaan kewajiban bagi kepemimpinan khusus, hanyalah merupakan sebuah pengkhidmatan terhadap kekuatan otoritas kepemimpinan umum. Sekalipun pandangan ulama hadits tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah pandangan yang konsisten, akan tetapi dapat terlihat juga adanya kejanggalan- 45 al-Qastalaniy, al-Irsyad. Juz VIII, hlm.99.


36 Hukum Keluarga Islam kejanggalan. Pertama, bahwa perempuan wajib menjaga diri apabila laki-laki (suami)nya tidak ada dirumah. Pandangan ini nampak aneh karena menjaga diri dari berbuat maksiat dan berbuat hina adalah kewajiban setiap umat Islam laki-laki dan perempuan, seperti yang ditunjukkan oleh Al- Qol’[h [f-Ah’[g(6): 151 ^[h [f-Iml[’ (17):32. Kedua bahwa perempuan (istri) harus selalu dalam rumah dengan beban-beban kerja domestik dan menjaga anak-anak. Pandangan ini bertentangan dengan sejarah yang menunjukkan bahwa para muslimah di masa Nabi saw. Juga turut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial di luar rumah, bahkan di dalam perang. Jika studi kritik matan diterapkan dalam mencermati pandangan ini, maka tentu bisa dimakzulkan karena bertentangan dengan sejarah yang diriwayatkan secara sahih. Ketiga, bahwa perempuan harus berkhidmah dan taat kepada suami. Pandangan ini bertentangan dengan konsep tauhid yang mengharuskan manusia berkhidmah dan taat kepada Allah swt. Dan syariah yang dijelaskan oleh Rasulullah saw. Pandangan dari al-Shanqitiy bahwa pengabdian dan ketaatan hanya merupakan hal Allah swt, dan Rasulnya. Untuk itulah Rasulullah saw Melarang taat pada suami apabila keluar dari syariah. Seandainya Islam mensyariatkan ketaatan itu pada suami secara dhatiy maka tak akan ada pengecualian. Akan tetapi, karena ketaatan pada suami bukanlah pada dirinya secara dhatiy maka Rasulullah memberikan ketentuan tersebut. Ini artinya


Hukum Keluarga Islam 37 bahwa ketaatan kepada suami pada dasarnya bukanlah taat pada dirinya, melainkan taat kepada syariat. Dengan memahami penjelesan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kata Qawwanuna merupakan bentuk jamak dari kata qawwam, yang terambil dari kata qama. qoma, qoimun, qowwamu, qawwanuna. yang artinya: berdiri, tengah berdiri, terus menerus, dan pemimpinpemimpin. Al-Maraghi menjelaskan makna Qawwam disini merupakan bentuk keutamaan laki-laki dari pada perempuan. Diantara keutamaan tersebut adalah: pertama, fitrawiyun yang menunjukan kepada kekuatan laki-laki dan kesempurnaan bentuk yang diikuti dengan kemampuan akal dalam berfikir laki-laki itu lebih kuat dibandingkan perempuan, sehingga mereka (laki-laki) dapat berfikir dengan sehat dalam memulai satu urusan dan dapat menanganinya dengan tenang. Kedua, Kasabiyyun yaitu kemampuan laki-laki dalam bekerja dan menangani urusan-urusan. Oleh karena itu laki-laki (suami) memiliki beban untuk memberi nafkah terhadap istri dan berfungsi sebagai kepala keluarga, di antara tugas kaum lelaki ialah memimpin kaum perempuan dengan melindungi dan memelihara mereka. Sebab makna Qiyam tidak lain adalah bimbingan dan pengawasan di dalam melaksanakan apa-apa yang ditunjukkan oleh suami dan memperhatikan segala perbuatan istri. Menurut Sayyid Quthb surat an-Ncm[’ 4:34 chc menjelaskan tentang konsep kepemimpinan dalam rumah tangga yakni berhubungan dengan pembagian tugas anggota keluarga (laki-laki sebagai pemimpin). Sayyid


38 Hukum Keluarga Islam Quthb mengemukakan kepemimpinan dalam organisasi keluarga berada di tangan laki-laki. Alasan kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga adalah karena Allah melebihkan laki-laki dengan tanggung jawab kepemimpinan beserta kekhususan-kekhususan dan keterampilan yang dibutuhkannya serta menugasi laki-laki untuk memberi nafkah kepada seluruh anggota organisasi keluarga. Allah menciptakan manusia terdiri dari dua jenis kelamin yaitu laki- laki dan perempuan. Tentu saja bukan untuk dipertentangkan atau saling merendahkan. Akan tetapi dibalik itu banyak hikmah yang terkandung di dalamnya. Islam menilai bahwa perempuan adalah pasangan laki-laki. Artinya, tidak berbeda kelas, melainkan sederajat karena masing-masingnya pasangan bagi yang lainnya dan saling membutuhkan. Ini menunjukan bahwa laki-laki dan perempuan saling membutuhkan dan saling melengkapi. Sebagaimana firman Allah dalam Qs.An-Nisa 4:1 dan Qs.Al-Baqarah 2:187. Begitu pula dengan perempuan mereka harus taat kepada pemimpin mereka (suami). Tetapi ini tentunya tidak berarti kepemimpinan tersebut sewenang wenang, menindas dan bersifat pemaksaan. Akan tetapi kepemimpinan tersebut menekankan pentingnya keadilan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Sehingga tidak menyebabkan perempuan tertindas. Adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan itu bukan untuk saling menjatuhkan dan menunjukan akan ketidak konsistenan. Hanya saja hal tersebut merupakan sesuatu


Hukum Keluarga Islam 39 yang bersifat qudratullah dan alamiah yang menuntut perbedaan hukum antara keduanya (laki-laki dan perempuan). Jika menentang kodrat alam itu sendiri, maka berarti ia menentang nilai-nilaikemanusiaan yang Allah ciptakan.


40 Hukum Keluarga Islam III A. Hak-Hak Orang Tua Untuk Mendapatkan Dari AnakAnaknya Orang tua merupakan komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu. Orang tua juga terbentuk karena adanya ikatan perkawinan yang sah. Seorang ayah memiliki peran yang sangat besar dalam keluarga berupa menafkahi, melindungi, mendidik dan lain sebagainya. Sedangkan ibu adalah Wanita yang telah melahirkan, menyusui dan menjaga anak sepanjang waktu. Kemudian anak adalah buah hati dari perkawinan yang sah tersebut. Keberadaan anak menjadi penyejuk hati serta penenang jiwa, serta merupakan anugerah dari Allah swt untuk para orang tua. Oleh karena itu saat anak lahir orang tua akan memberikan nama yang berhak untuk anaknya, mengasuh dan mendidik mereka hingga tumbuh


Hukum Keluarga Islam 41 dewasa, menyayangi mereka setulus hati, merawat mereka di saat sakit, menafkahi serta melindungi mereka dari segala macam bahaya yang mengancamnya. Setiap orang tua mempunyai kewajiban terhadap anak-anaknya, begitu pula sebaliknya bahwa seorang anak mempunyai kewajiban kepada orang tuanya. Dimana orang tua harus mendidik dan membimbing anak-anaknya yang belum dewasa, sebaliknya kewajiban anak harus patuh, hormat, mengurus serta merawat orang tuanya. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan kewajiban setiap muslim. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk berbakti kepada kedua orang tua, seperti memenuhi hak orang tua, menyayangi, dan merawat mereka. Begitu pula dalam sebuah hadits Rasulullah saw dalam sebuah kesempatan pernah menyatakan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua lebih baik daripada jihad. Sungguh sangat disayangkan, jika seorang anak yang masih memiliki orang tua yang renta tapi justru hal itu tidak bisa menjadi sebab ia masuk surga. Adanya batasan hak orang tua terhadap anak dan terlindunginya hak anak juga diatur dalam Hukum Islam. Dengan adanya hak maka timbullah kewajiban bagi orang tua maupun anak, dimana hak anak merupakan kewajiban orang tua dan begitu juga sebaliknya hak orang tua juga merupakan kewajiban bagi anaknya. Melihat perkembangan zaman saat ini, maka banyak terjadi perubahan terutama pola interaksi anak dengan orang tua yang dinilai semakin jauh dari akhlak islami. Anak-anak zaman sekarang sering mengabaikan kewajibannya terhadap orang tuanya sendiri, ia merasa


42 Hukum Keluarga Islam sibuk dengan aktivitasnya sehari-hari sampai kewajibannya untuk merawat dan mematuhi orang tuanya tidak dapat terpenuhi. Untuk itu, dalam makalah ini penulis akan membahas tentang bagaimana hak orang tua dari anaknya dalam pandangan Islam. B. Perspektif Hukum Islam Terhadap Hak Orang Tua Islam telah mengajarkan kepada semua manusia yang berakal bahwa segala kebaikan terletak pada Ridho Allah swt, sedangkan keburukan terletak pada kemurkaan-Nya. Salah satu kemulian yang Allah swt berikan kepada orang tua adalah Dia menggantungkan keridhoannya terhadap keridhoan orang tua, dengan kata lain keridhaan dan kemurkaan Allah Swt terletak pada pola interaksi seorang anak kepada orangtuanya dan ihsan salah satu dari berbuat baik kepada kedua orang tua.46 Ungkapan tersebut dinukil dari sebuah hadits berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. Berikut ini bunyi hadits ridho orang tua adalah ridho Allah SWT: وغَ غتد اهلل رضي اهلل غٍِٓا غَ اىِبي صلى اهلل عليّ وشيً كال رضى اهلل في رضى اىٔالدين وشخع اهلل اىٔلدين )اخرجّ التدٌذي، وصححّ اةَ حتان والحانً( Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma dari Nabi shallallaahu'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Ridho 46 Muhammad Al-Fahnan, Berbakti Kepada Kedua Orang Tua, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006), hlm. 78.


Hukum Keluarga Islam 43 Allah terdapat pada ridho orang tua, dan murka Allah juga terdapat pada murkanya orang tua." (HR.Tirmidzi). Hadits di atas menerangkan bahwa sebagai seorang anak dianjurkan untuk selalu patuh dan berbakti kepada orang tuanya agar terhindar dari murkanya Allah swt. Perintah berbuat baik dan berbakti kepada orang tua adalah wajib atas seorang muslim dan salah satu bentuk ketaatan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt. Dalam kaitannya hubungan antara anak dan orang tua terdapat peraturan dan panduan- panduan khusus dibuat oleh Allah. Di dalam al-Qol’[h, Aff[b mqn g_hd_f[me[h \[bq[ tentang hak-hak dan kewajiban apa saja yang harus dipenuhi oleh orang tua, demikian pula sebaliknya, selain hal-hal tersebut ditujukan kepada orang tua, anak-anak juga mendapatkan hal yang sama, meskipun kelasnya berbeda. Agar terwujud dan terpelihara kualitas keluarga secara sempurna maka hukum Islam mengatur peran orang tua dan anak, hubungan hukum itu berupa hak-hak dan kewajiban yang dapat dibedakan yaitu yang bersifat materiil dan immaterial.47 Dalam al-Qol’[h doa[ n_lah disebutkan tentang perintah untuk seorang anak berperilaku dan mengasuh orang tua dengan baik serta berbakti kepad keduanya. FirmanAllah swt sebagai berikut dalam QS. Al-Iml[’ [y[n 23. 47 Zahri Hamid, Pokok-Pokok Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan Islam di Indonesia ,cet 1 (Yogyakarta: Binacipta, 1978), hlm. 10.


44 Hukum Keluarga Islam Alnchy[ : ‚D[h Tob[hgo n_f[b g_g_lchn[be[h moj[y[ kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‚[b‛ ^[h d[ha[hf[b e[go membentak mereka dan o][je[hf[b e_j[^[ g_l_e[ j_le[n[[h y[ha gofc[‛.48 Ayat tersebut menunjukkan bahwa anak harus berbuat baik dengan sebaik-baiknya terhadap orang tua. Sikap taat terhadap perintah harus tertanam dalam diri anak, akan tetapi ketaatan disini bukan bersifat mutlak, karena apabila orang tua menyuruh anak untuk berbuat maksiat maka tidak ada kewajiban untuk menaati orang tuanya. Dengan hilangnya ketaatan bukan berarti membebaskan anak bersikap semena-mena melainkan harus tetap hormat dan sayang terhadap orang tua, termasuk didalamnya memberikan nafkah serta mendoakan keduanya. Selanjutnya terdapat firman Allah swt yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu nikmat yang telah diterima oleh manusia yang lebih banyak daripada setelah 48 Departemen Agama RI, Al Qalam dan Terjemahnya, ( Bandung:Syamil Cipta Media, 2005),hlm. 285.


Hukum Keluarga Islam 45 nikmat yang diberikan oleh Allah swt melainkan nikmat yang dicurahkan oleh ibu bapak. Apabila ibu bapak atau salah seorang dari keduanya telah sampai kepada keadaan lemah dan berada di sisi pada akhir hayatnya, maka anak wajib mencurahkan belas kasih dan perhatian kepada kedua orang tua, dan memperlakukan keduanya sebagai seorang yang mensyukuri orang yang telah memberikan nikmat kepadanya. Hal ini sebagaimana tercantum dalam QS. Luqman: 14 yang berbunyi: Alnchy[: ‚D[h K[gc j_lchn[be[h e_j[^[ g[homc[ (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada- Kof[b e_g\[fcgo‛.49 Menurut penafsiran Hasbi Ash-Shiddiqiy dalam Tafsir An-Nur menjelaskan bahwa mengenai surah Luqman ayat 14 yakni : Allah telah memerintahkan kepada manusia supaya dia mensyukuri-Nya, atas nikmat-nikmat yang telah dicurahkan-Nya kepada mereka, dan supaya mensyukuri pula terhadap ibu bapaknya, karena sejak lahirlah, orang tua yang menjadikan sebab berwujudnya manusia itu dan karena orang tua telah merasakan berbagai kesukaran dalam mendidik dan mengasuh 49 Ibid., 412.


46 Hukum Keluarga Islam anaknya. Perlakukan kedua orang tua dalam segala urusan-urusan keduniawi dengan cara yang paling baik, yang dikehendaki oleh prikemanusiaan yang tinggi seperti memberi makan, pakaian, perumahan, bergaul baik, dan sebagainya.50 Berterima kasih kepada orang tua, termasuk bersyukur kepada Allah dan taat kepada kedua orang tua dalam hal yang bukan durhaka kepada Allah adalah termasuk taat kepada Allah swt. C. Hak-Hak Orang Tua Dari Anaknya Hak-hak orang tua dari anaknya merupakan kewajiban anak kepada orang tua biasa disebut dengan birrul walidain, salah satu perilaku yang sangat dijunjung tinggi nilainya dalam agama Islam. Di dalam al-Qur"an perintah berbakti kepada orang tua terulang sebanyak 16 kali. Selain itu, perintah Birrul walidain juga sering disandingkan dengan pemenuhan hak-hak Allah, seperti perintah bersyukur dan larangan menyekutukan Allah.51 Seperti yang telah disebutkan dalam QS. an-Nisa" ayat 36 : 50 Ibid., 312. 51 Nur I‟anah, ―Birr al-Walidain Konsep Relasi Orang Tua dan Anak dalam Islam‖, Buletin Psikologi, Vol. XXV, No. 2 tahun 2017, hlm. 114.


Hukum Keluarga Islam 47 ‚S_g\[bf[b Aff[b ^[h d[ha[hf[b e[go g_gj_lsekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anakaddsnak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan apa yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai il[hail[ha y[ha mig\iha ^[h g_g\[haa[e[h ^clc.‛ Dalam tafsir al-Azhar dikatakan bahwa kita diperintahkan untuk berlaku baik kepada kedua orang tua, yaitu dengan cara khidmah kepada keduanya dan hormat, cinta dan kasih sayang. Beberapa hal tersebut merupakan perintah kedua setelah perintah taat kepada Allah. Karena dengan adanya kedua orang tua, seseorang merasa mempunyai nikmat yang besar dalam kehidupan.52 Pada ayat ini, dipaparkan bahwa pertama-tama seseorang diperintahkan untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan suatu apapun. Perintah kedua yaitu berlaku hormat dan khidmah, cinta dan kasih terhadap orang tua, karena dengan perantara kedua orang tua, Allah telah memberikan karunia yang sangat besar kepada kita, yaitu dapat merasakan hidup di dunia ini. Sejak seseorang lahir, Allah telah mentakdirkan dan meniupkan rasa kasih-sayang di dalam hati kedua orang tua untuk dicurahkan pada anak-anaknya. Kedua orang tua akan melakukan berbagai cara supaya anaknya dapat hidup dengan aman, nyaman, tercukupi segala kebutuhannya, orang tua akan mengusahakan semuanya. Oleh karena itu, jasa orang tua tidak bisa dibayar dengan 52 Hamka, Tafsir al-Azhar juz V (Jakarta: Panjimas, 1986), hlm. 63.


48 Hukum Keluarga Islam harta, sekalipun harta tersebut banyak. Justru yang paling dianjurkan dalam membalas jasa kedua orang tua adalah dengan berbakti sungguh-sungguh dan mendoakannya. Semoga Allah mengasihi mereka sebagaimana mereka mengasihi kita di waktu masih kecil dan supaya diampuni dari segala dosa.53 Dalam ayat yang lain bahkan perintah untuk berbakti kepada orang tua juga disandingkan dengan perintah untuk menunaikan shalat dan zakat, seperti dalam QS. al-Baqarah: 83. Ditinjau dari nilai kemanusiaan, alasan lain mengapa kita diwajibkan untuk berbakti kepada orang tua adalah sebab orang tua telah berjasa besar kepada seorang anak, bahkan sebelum seorang anak dilahirkan, hal ini sesuai dalam QS. Luqman: 14. Disamping itu, al-Quran juga memberikan alasan lain yang mendasari bahwa seorang anak diharuskan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana telah disebutkan dalam QS. al-Ahqaf : 15. Diantara cara- cara untuk berbakti kepada orang tua adalah: D. Kewajiban anak untuk berterimakasih atau bersyukur kepada orang tua Pengertian dari bersyukur kepada orang tua yaitu selalu berterima kasih kepada mereka atas segala jasa yang tidak terhingga yang telah diberikan kepada kita dan tidak akan pernah bisa tergantikan oleh apapun di dunia ini.54 Rasa syukur kepada orang tua merupakan salah satu wujud 53 Hamka, Tafsir al-Azhar juz V (Jakarta: Panjimas, 1986), hlm. 63. 54 Heri Gunawan, Keajaiban Berbakti Kepada Kedua Orang Tua (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 23.


Hukum Keluarga Islam 49 dari rasa syukur kepada Allah.55 Hal ini sesuai dengan alQur"an yang terdapat dalam QS. Luqman ayat 14: "Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-ayahnya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambahtambah, dan menyapihnya dalam dua tahun Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu ayahmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu."56 QS. Luqman ayat 14 berkaitan dengan ayat sesudahnya, yaitu ayat 15. Kedua ayat ini (14 dan 15) dinilai oleh banyak ulama bukan termasuk nasihat Luqman kepada anaknya, tetapi untuk menunjukkan bahwa dalam al-Qol’[h g_g\_lc j_habilg[n[h n_lb[^[j il[ha y[ha berbakti kepada kedua orang tua merupakan perintah kedua setelah perintah untuk mengagungkan Allah (terdapat juga dalam QS. al-Ah’[g : 151 ^[h QS. [f-Iml[’: 23). Quraish Shihab mengatakan dalam tafsirnya alMishbah bahwa QS. Luqman ayat 14-15 berbicara tentang jasa ibu -seseorang yang selalu mendampingi anaknya dari 55 Muhammad al-Fahham, Berbakti Kepada Orang Tua Kunci Kesuksesan dan Kebahagiaan Anak terj. Ahmad Hotib (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006), hlm. 137. 56 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 412.


50 Hukum Keluarga Islam kandungan, melahirkannya, menyusui, dan bahkan lebih dari semua itu-. Ketika berbicara tentang konteks kelahiran anak, peranan ayah lebih ringan dibandingkan dengan peranan yang ditanggung oleh ibu. Meski demikian, sebesar apapun peranan ayah dalam proses kelahiran anak, jasanya tetap tidak boleh diabaikan.57 Sebagai seorang anak, mendoakan kedua orang tua hukumnya wajib. Hal ini sesuai QS. al-Isra" ayat 24 : ‚R[\\c, Tob[heo= K[mcbcf[b e_^o[ il[ha no[eo, m_\[a[cg[h[ g_l_e[ g_ha[mcbceo ^c q[eno e_]cf.‛58 Wahbah Zuhaili menyatakan dalam Tafsir al-Wasith bahwa Allah memerintahkan manusia untuk berbakti, taat, dan memenuhi hak-hak kedua orang tua, utamanya seorang ibu.59 Oleh sebab itu, Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah diberikan, dan berterima kasih kepada kedua orang tua, karena dengan jasa mereka berdua, seseorang 57 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, kesan, dan Keserasian al-Qur‘an Vol. XI, hlm. 128. 58 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 284. 59 Wahbah memaparkan mengenai peranan ibu dalam kehidupan anaknya, tidak hanya dimulai ketika seorang anak lahir, namun juga melewati proses mengandung –terkadang seorang ibu melewati hari-harinya dalam keadaan yang lemah-, melahirkan hingga nifas, menyusui dan menyapih selama dua tahun. Selanjutny merawat siang dan malam hingga anaknya tumbuh menjadi dewasa.


Hukum Keluarga Islam 51 ada. Wahbah juga mengatakan bahwa orang tua merupakan sumber kebaikan seseorang setelah Allah.60 E. Kewajiban anak untuk berkata baik kepada orang tua. Kewajiban ini tercantum dalam QS. al-Iml[’ [y[n 23 : ‚D[h nob[hgo n_f[b g_g_lchn[be[h moj[y[ e[go jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu ayahmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali- kali janganlah kamu mengatakan kepada kepada e_^o[hy[ j_le[n[[h ”[b" ^[h d[ha[hf[b e[go g_g\_hn[e mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang gofc[.‛61 Setelah digambarkan dengan jelas mengenai ayat tentang khidmat dan bakti kepada kedua orang tua, dilanjutkan dengan sikap yang harus dilakukan oleh seorang anak terhadap kedua orang tuanya, yaitu bersikap lemah lembut dan tidak pernah sekalipun mengatakan kata uffin terhadap orang tua. 60 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Wasith Jilid 3 terj. Muhtadi, Cet I (Jakarta: Gema Insani, 2013), hlm. 102. 61 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 284.


52 Hukum Keluarga Islam K[n[ o``ch ^[f[g [y[n chc, g_holon A\c R[d[’ [f ‘Anb[lc^cy [dalah kata-kata yang mengandung kejengkelan dan kebosanan, meskipun kata tersebut tidak diucapkan dengan suara keras.62 Tidak hanya itu, seseorang juga tidak diperbolehkan untuk membentak orang tua. Sudah seharusnya kepada orang tua, untuk bertutur kata yang baik, mulia, dan beradab. Dalam tafsir al-Wasith dijelaskan bahwa jika kedua orang tua atau salah satu dari keduanya berusia lanjut, maka seorang anak harus menunaikan lima kewajiban yaitu: 1. Pertama, nc^[e \_le[n[ ‚[b‛, e[l_h[ e[n[ ‚[b‛ merupakan suatu kata yang menyiratkan kekesalan dan keluhan. 2. Kedua, tidak membentak keduanya dengan melakukan tindakan buruk. Salah satunya yaitu kata ‚[b‛ y[ha g_loj[e[h j_le[n[[h \oloe n_lm_g\ohyc dan dimaksudkan untuk menunjukkan kekesalan. 3. Ketiga, ucapkan perkataan yang baik kepada kedua orang tua. Qaulan kariiman merupakan perkataan yang mengandung berbagai kebaikan, seperti lembut, maknanya baik, penghormatan, pengagungan, dan malu. 4. Keempat, merendahkan diri terhadap kedua orang tua dengan perbuatan. Rendah di sini maksudnya adalah memposisikan diri sebagai pihak yang tunduk dan patuh kepada kedua orang tuanya dalam segala hal, baik perkataan, perbuatan, dan segalanya. Hal ini 62 Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Panjimas, 1986), hlm. 41.


Hukum Keluarga Islam 53 merupakan suatu wujud kasih sayang kepada keduanya. 5. Kelima, memohonkan ampunan kepada Allah bagi kedua orang tua saat keduanya memasuki usia tua dan setelah wafat.63 Dari pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa seseorang diperintahkan untuk berkata baik kepada orang tua, yaitu dengan tidak membentak dan berkata kasar kepada keduanya. Mayoritas orang tua ketika sudah mencapai usia lanjut, akan menjadi seperti anak kecil lagi, seperti tidak terkontrolnya emosi, perkataan ataupun perilakunya. Begitu juga dengan perasaanya, terkadang kurang bersikap toleran dan sedikit merasa tersinggung dengan hal-hal yang bersifat sepele, seperti melayani orang tua makan, bersih-bersih -terkait dengan dirinya sendiri-, sakit dan lain sebagainya. F. Kewajiban anak untuk mentaati semua perintah orang tua Dalam agama, telah diperintahkan bahwa mentaati orang tua hukumnya adalah wajib. Baik perintah yang dilakukan oleh kedua orang tua berifat wajib, sunnah, ataupun mubah. Melaksanakan perintah orang tua diutamakan lebih dahulu daripada melaksanakan ibadahibadah sunnah lainnya.64 Selagi perintah tersebut tidak berupa kemaksiatan dan menjurus pada hal-hal yang 63 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Wasith Jilid II terj. Muhtadi, Cet. I (Jakarta: Gema Insani, 2013), hlm. 367- 368. 64 Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Berbakti Kepada Kedua Orang Tua (Jakarta: Darul Qalam, 2008), hlm. 2.


54 Hukum Keluarga Islam ^cf[l[ha if_b my[lc’[n. Dcd_f[me[h ^[f[g QS. Lokg[h [y[n 15 : Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.65 Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu e_ld[e[h.‛ Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya, sebab turunnya ayat ini adalah ketika Sa"ad bin Abi Waqqash telah memeluk agama Islam dan ibunya yang bernama Hamnah binti Abu Sufyan bin Umaiyah bersumpah tidak akan makan.66 Senada dengan Quraish Shihab dalam tafsir alMishbah yang mengatakan bahwa jika kedua orang tua atau salah satu dari mereka, memaksa untuk 65 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 412. 66 Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi 14 terj. Fathurrahman, dkk, Ed. M. Iqbal Kadir. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 156.


Hukum Keluarga Islam 55 menyekutukan Allah -dimana seorang anak tidak mengetahui hal tersebut- setelah Allah dan para rasul-Nya menjelaskan tentang kebatilan mempersekutukan Allah, dan setelah kita menggunakan akal pikiran, maka janganlah seorang anak mematuhi keduanya. Akan tetapi, jangan sampai memutuskan hubungan dengan kedua orang tua atau tidak menghormati keduanya. Tetaplah berbakti kepada kedua orang tua dan mentaati semua perintahnya, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.67 Dalam tafsiran ayat tersebut sudah jelas dikatakan bahwa seseorang diperintahkan untuk mematuhi segala perintah yang diberikan oleh orang tua, selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama. Namun, apabila mereka tetap memaksa untuk berbuat kebatilan, sudah seharusnya seseorang tersebut mampu menolak dengan ucapan yang halus, tidak menyakiti ata menyinggung dan harus tetap bersikap baik kepada keduanya. G. Kewajiban anak memberi nafkah kepada orang tua Terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 215: 67 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‘an, hlm. 131.


56 Hukum Keluarga Islam Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-ayah, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang- orang miskin dan orangil[ha y[ha m_^[ha ^[f[g j_ld[f[h[h‛. D[h [j[ m[d[ kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.68 S_\[\ nolohy[ [y[n chc [^[f[b Anb[’ \_le[n[, ‚ [y[n chc turun terkait dengan seorang laki- laki yang datang g_h_goc N[\c, e_go^c[h \_le[n[, ‚Aeo johy[ m[no ^ch[l." K_go^c[h N[\c \_lm[\^[, ‚ch`[ee[hlah kepada dirimu." Laki-f[ec n_lm_\on \_le[n[ f[ac, ‚Aeo g_gjohy[c ^o[ ^ch[l." B_fc[o \_lm[\^[ ‚ch`[ee[hf[b e_^o[hy[ e_j[^[ e_fo[la[go’. I[ \_le[n[, ‚Aeo g_gjohy[c nca[ ^ch[l." B_fc[o \_lm[\^[, ‚ch`[ee[h e_j[^[ j_f[y[hgo." I[ \_le[n[, ‚Aeo g_gjohy[c _gj[n dinar." Beliau \_lm[\^[,’Ih`[ee[hf[b e_j[^[ e_^o[ il[ha no[go." I[ berkata,"Aku mempunyai lima dinar." Beliau bersabda," ch`[ee[hf[b e_j[^[ e_l[\[ngo." I[ \_le[n[, ‚Aeo mempunyai enam dinar." Beliau bersabda,"Infakkanlah di jalan Allah, yang ini lebih sedikit pahalanya." Hadits tersebut menunjukkan bahwa infak kepada keluarga merupakan infak yang paling utama.69 Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini berbicara tentang nafkah dan pembagiannya. Dalam tafsir al-Misbah pembagian tersebut meliputi, 68 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 33. 69 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Wasith Jilid I, hlm. 98.


Hukum Keluarga Islam 57 1. Pertama, untuk kedua orang tua, dengan alasan karena mereka berdua telah berjasa membesarkan anaknya. 2. Kedua, untuk kerabat, baik kerabat yang dekat maupun kerabat yang jauh. 3. Ketiga, untuk anak-anak yatim yaitu anak-anak yang belum dewasa dan telah ditinggal wafat oleh ayahnya. 4. Keempat, untuk orang-orang miskin yang membutuhkan bantuan. 5. Kelima, untuk orang-orang yang kehabisan bekal saat dalam perjalanan.70 Begitu juga dengan Wahbah Zuhaili dalam tafsirnya alWasith menjelaskan bahwa infak yang paling utama adalah infak kepada kedua orang tua, anak, dan istri, karena mereka merupakan kerabat yang paling dekat. Kemudian setelah itu, adalah infak kepada kerabat yang jauh, anak yatim, orang miskin, dan ibnu sabil. Memberi infaq (nafkah) kepada kedua orang tua, anak, istri, merupakan infak yang bersifat wajib.71 Dalam tafsir yang lain, yaitu tafsir al-Munir dikatakan bahwa ayat ini menjelaskan tentang alokasi penyaluran sedekah secara sukarela, diantaranya yaitu orang kaya harus memberi nafkah yang layak kepada kedua orang tuanya yang miskin sesuai dengan kondisi mereka, baik berupa makanan, pakaian, dan lain sebagainya. Ayat ini juga menunjukkan beberapa konsep yang lain, yaitu nafkah sedikit maupun banyak pasti akan mendapat 70 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‘an, hlm. 459. 71 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Wasith Jilid I, hlm. 97-98.


58 Hukum Keluarga Islam balasan dari Allah, jika diniatkan ikhlas karena Allah. Adapun orang yang berhak untuk menerima nafkah adalah kerabat yang paling dekat, anak wajib memberi nafkah kepada kedua orang tuanya.72 Dari penafsiran tersebut, terlihat jelas bahwa anak mempunyai kewajiban untuk memberikan nafkah kepada orang tua. memberikan nafkah kepada orang tua menempati urutan pertama dalam hal nafkah dan pembagiannya. Hal ini didasarkan karena orang tua merupakan orang yang paling berjasa dalam membesarkan anak-anaknya. H. Kewajiban anak selalu mendoakan kedua orang tua Bagi seorang anak, mendoakan kedua orang tua hukumnya adalah wajib. Sikap ini juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur besarnya kasih sayang seorang kepada orang tuanya. Ukuran tolak ukur tersebut dapat dilihat dari seberapa rajin seorang anak mendoakan orang tuanya agar mendapat rahmat dari Allah. Hal ini sesuai dalam alQur"an surah al-Iml[’ [y[n 24: ‚D[h l_h^[be[hf[b ^clcgo n_lb[^[j g_l_e[ \_l^o[ dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai 72 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir Jilid I terj. Abdul Hayyie, dkk Cet. I (Jakarta: Gema Insani, 2013), hlm. 484.


Hukum Keluarga Islam 59 Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".73 Dari ayat di atas sudah terlihat dengan jelas bahwa seseorang diperintahkan untuk merendahkan dirinya terhadap kedua orang tua dengan serendah-rendahnya. Selain bersikap rendah hati terhadap keduanya, hal lain yang tidak kalah penting adalah seseorang harus selalu mendoakan kedua orang tua, yaitu dengan memohonkan belas kasih Allah, sebagaimana mereka berdua mengasihi anaknya sewaktu kecil. Dalam tafsir al-Wasith dikatakan bahwa memohonkan kasih sayang kepada Allah untuk kedua orang tua, dilakukan ketika keduanya memasuki usia tua dan bahkan setelah wafat. Ayat ini merupakan landasan bahwa berbakti kepada orang tua tidak cukup hanya dengan perkataan saja, akan tetapi juga dengan perbuatan. Salah satunya adalah dengan mendoakan keduanya agar selalu diberikan rahmat dan kasih sayang dari Allah swt, dan hendaknya anak mengu][je[h ^[f[g ^i[hy[, ‚W[b[c Tuhanku, sayangilah kedua orang tuaku sebagaimana g_l_e[ n_f[b g_h^c^ceeo ^c q[eno e_]cf‛. Dc mchc, m_il[ha anak diminta untuk berbakti kepada kedua orang tua secara lahir maupun batin.74 Quraish shihab berkata dalam tafsirnya bahwa ayat ini merupakan perintah kepada seorang anak untuk bersikap rendah hati terhadap kedua orang tua, disebabkan oleh kasih sayang terhadap mereka, bukan karena takut atau 73 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 284. 74 Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Wasith Jilid II, hlm. 368.


60 Hukum Keluarga Islam malu apabila dicela orang jika tidak menghormatinya, dan \_l^i’[f[b ^_ha[h nofom: ‚W[b[c Tob[heo, e[mcbcf[b e_^o[ orang tuaku sebagaimana mereka telah mendidikku ^cq[eno e_]cf‛.75 Dari uraian diatas sudah jelas bahwa salah satu bentuk berbakti kepada kedua orang tua adalah selalu mendoakan keduanya. Memohonkan belas kasih Allah untuk kedua orang tua, sebagaimana kedua orang tua mengasihi anaknya diwaktu kecil. Selalu mendoakan kedua orang tua dan berbuat baik kepada mereka berarti telah membuktikan bahwa seorang anak telah berbakti kepada kedua orang tuanya baik berbakti secara lahir maupun batin, yaitu bukan hanya berbakti dalam perkataan saja, akan tetapi juga dalam perbuatan. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa hak-hak orang tua dari anaknya merupakan kewajiban anak kepada orang tua biasa disebut dengan birrul walidain, salah satu perilaku yang sangat dijunjung tinggi nilainya dalam agama Islam. Di dalam al-Qol’[h perintah berbakti kepada orang tua terulang sebanyak 16 kali. Diantara cara-cara untuk berbakti kepada orang tua adalah: 1. Kewajiban anak untuk berterima kasih atau bersyukur kepada orang tua, yaitu selalu berterima kasih kepada mereka atas segala jasa yang tidak terhingga yang telah diberikan kepada kita dan tidak akan pernah bisa 75 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‘an Vol. VII, hlm. 68.


Hukum Keluarga Islam 61 tergantikan oleh apapun di dunia ini. Rasa syukur kepada orang tua merupakan salah satu wujud dari rasa syukur kepada Allah. 2. Kewajiban anak untuk berkata baik kepada orang tua, yaitu bersikap dan berkata dengan lemah lembut serta tidak pernah sekalipun mengatakan kata uffin terhadap orang tua. 3. Kewajiban anak untuk mentaati semua perintah orang tua, Melaksanakan perintah orang tua hukumnya wajib dan diutamakan lebih dahulu daripada melaksanakan ibadah-ibadah sunnah lainnya selagi perintah tersebut tidak berupa kemaksiatan dan menjurus pada hal-b[f y[ha ^cf[l[ha if_b my[lc’[n. 4. Kewajiban anak memberi nafkah kepada orang tua. Memberi infaq (nafkah) kepada kedua orang tua, anak, istri, merupakan infak yang bersifat wajib. 5. Kewajiban anak selalu mendoakan kedua orang tua. Mendoakan kedua orang tua hukumnya adalah wajib dan sikap ini juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur besarnya kasih sayang seorang kepada orang tuanya. Ukuran tolak ukur tersebut dapat dilihat dari seberapa rajin seorang anak mendoakan orang tuanya agar mendapat rahmat dari Allah.


62 Hukum Keluarga Islam IV A. Hak-Hak Anak terhadap Orang Tuanya Menurut ketentuan Pasal 1 UU RI No. 1 Tahun 1974, tentang perkawinan, tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Membentuk keluarga artinya membentuk kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Membentuk rumah tangga artinya membentuk kesatuan hubungan suami istri dalam satu wadah yang disebut rumah kediaman bersama. Bahagia artinya ada kerukunan dalam hubungan antara suami dan istri atau antara suami, istri dan anak-anak dalam rumah tangga. Kekal artinya berlangsung terus menerus seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja atau dibubarkan menurut kehendak pihak-pihak. Perkawinan kekal tidak mengenal batas waktu. Perkawinan yang bersifat sementara bertentangan dengan asas perkawinan kekal. Perkawinan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa artinya


Hukum Keluarga Islam 63 perkawinan tidak begitu saja menurut kemauan pihak-pihak melainkan sebagai karunia Tuhan kepada manusia sebagai makhluk beradab. Dalam kenyataannya, tujuan perkawinan itu banyak juga yang tercapai secara tidak utuh, tercapainya itu baru mengenai pembentukan keluarga atau pembentukan rumah tangga karena dapat diukur secara kuantitatif. Sedangkan predikat bahagia dan kekal belum, bahkan tidak tercapai sama sekali. Hal ini terbukti dari banyaknya terjadi perceraian. Memahami bahwa perkawinan adalah peristiwa hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban suami dan istri maka dengan putusnya perkawinan atau perceraian akan mengakibatkan tidak hanya perubahan hak dan kewajiban terhadap suami istri tetapi juga hak dan kewajiban terhadap anak. B. Dasar Hukum Ada beberapa istilah yang sering digunakan Al-Qol’[h ohnoe g_hohdoe e_j[^[ j_ha_lnc[h ‚[h[e‛, [hn[l[ f[ch e[n[ ‚[f-q[f[^‛ [n[o ‚[f-[of[^‛ (m_j_lnc y[ha n_l][hnog ^[f[g QS.al-Balad: 3, QS.at-Taghabun: 15, QS. Al-Anfal: 28 dan QS at-T[ab[\oh: 14), ‚[f-c\ho‛ [n[o ‚[f-\[hoh‛ (m_j_lnc y[ha tercantum dalam QS. Luqman: 13, QS. Al- Kahfi: 46, QS. Ali Iglih: 14), ‚[f-abof[g‛ (m_j_lnc y[ha n_l][hnog ^[f[g QS. Maryam: 7, QS. As- Shaffat: 101). Demikian pula dalam hadits-hadits Nabi, istilah alwalad, al-aulad, al-maulud, al-ibnu, al-banin, dan al-ghulam sering digunakan untuk memberikan pengertian anak ini, disamping kadang-kadang juga menggunakan istilah lain m_j_lnc ‚[n-nbc`fo‛. D[f[g m_\o[b b[^cnm lcq[y[n Boeb[lc-


64 Hukum Keluarga Islam Momfcg, N[\c S[q, \_lm[\^[:‚Ah[e-anak itu bagaikan kupueojo mola[‛. A^[hy[ [y[n-ayat al-Qol‘[h ^[h [f-Hadits yang berbicara tentang anak seperti di atas, dan sebenarnya masih banyak lagi dalam ayat atau hadits Nabi yang lain, menunjukkan betapa perhatian Islam terhadap anak. Atau dengan perkataan lain, Islam memandang bahwa anak memiliki kedudukan atau fungsi yang sangat penting, baik untuk orang tuanya sendiri, masyarakat maupun bangsa secara keseluruhan. Dikisahkan dalam Al-Qol‘[h (QS. Maryam: 4-6) tentang kegelisahan Nabi Zakana. Zakaria mengadu pada Tuhannya: Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdo'a kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya akukhawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai. Dari doa Zakaria ini tergambar dengan tegas bahwa salah satu fungsi dan kedudukan anak bagi orangtuanya adalah sebagai pewaris, bukan hanya pewaris dalam bidang harta benda saja, tetapi yang lebih penting adalah juga sebagai pewaris dalam perjuangan. Zakaria sangat gelisah bahwa sepeninggal dia kelak, tidak didapati orang yang bisa dipercaya untuk melanjutkan misi perjuangannya Untuk itulah tiada henti-hentinya, siang maupun malam, pagi g[ojoh j_n[ha, Z[e[lc[ n_lom \_l^i’[ ohnoe ^ce[lohc[ [h[e Apa yang dialami Zakaria, ternyata dialami pula oleh Ibrahim a s. Hal ini bisa dibaca dalam QS. as-Shaffat: 100,


Hukum Keluarga Islam 65 yang mengisahkan doa Ibrahim agar ia dianugerahi seorang anak. Kalau doa Zakaria akhirnya dikabulkan Allah dengan dikarunia Yahya, Ibrahim pun dikabulkan Allah dengan dikarunia Ismail.Kedua-duanya, baik Yahya maupun Ismail, di kemudian hari berfungsi sebagai penerus perjuangan ayahnya, kedua-duanya menjadi Nabi utusan Allah. Apa yang menjadi harapan Zakaria dan Ibrahim ini ternyata juga menjadi harapan semua orangtua. Karena memang begitulah yang dinashkan dalam al-Qol’[h, \[bq[ m[f[b satu fitroh manusia, adalah adanya rasa kecintaan dan kerinduan kepada anak.Firman Allah dalam QS. Ali Imran: 14, ‚Dcd[^ce[h ch^[b j[^[ (j[h^[ha[h) g[homc[ e_]chn[[h kepada apa-apa yang diingini, yaitu pada wanita-wanita, anak- [h[e,...‛ D[f[g [y[n y[ha f[cn, yaitu QS.al-Furqan: 74, Allah melukiskan bahwa anak keturunan itu sebagai ‚koll[n[ [’yoh‛ (j_hy_doe b[nc), m_^[ha ^[f[g [y[n y[ha f[ch lagi (QS.Al-K[b`c: 46), ^ca[g\[le[h m_\[a[c ‚zch[nof b[y[nc^^ohy[‛ (j_lbc[m[h bc^oj). B_acnof[b ^[f[g kehidupan sehari-hari, apa yang dinashkan oleh Al-Quran ini memang benar adanya. Setiap orangtua, betapapun kaya dan tinggi jabatannya, rasanya belum lengkap hidupnya bila belum dikaruniai anak76 . Hidupnya terasa hambar, sunyi, sepi dan tidak bermakna. Akhirnya, ia pun rela berkorban harta untuk periksa ke berbagai dokter ahli kandungan, atau bahkan ke dukun-dukun, hanya sekedar untuk memperoleh anak. Disamping itu, peran anak dalam ajaran Islam juga sebagai 76 Abdullah Nashih Ulwan,1985. TarbiyatulAuladfil Islam. Beirut: Darus Salam


66 Hukum Keluarga Islam amal orang tua yang pahalanya tiada putus-putus dan tetap akan mengalir walaupun orangtuanya telah meninggal dunia. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah S[q.^[f[g m[\^[hy[:‚Aj[\cf[ g[homc[ g[nc, g[e[ jonomf[b amalnya kecuali dari 3 perkara, yaitu dari shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mau g_h^i[e[hhy[‛. (HR Boeb[lc-Muslim). Disamping itu, peran anak dalam ajaran Islam juga sebagai amal orang tua yang pahalanya tiada putus-putus dan tetap akan mengalir walaupun orangtuanya telah meninggal dunia. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Rasuloff[b S[q.^[f[g m[\^[hy[:‚Aj[\cf[ g[homc[ g[nc, maka putuslah amalnya kecuali dari 3 perkara, yaitu dari shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh y[ha g[o g_h^i[e[hhy[‛. (HR Boeb[lc-Muslim). Dari hadits di atas, kedudukan anak disamping sebagai pelanjut perjuangan orangtua, pelestari keturunan dan sebagainya, tetapi juga sekaligus sebagai investasi amal bagi orangtuanya yang pahalanya terus menerus tiada henti.Itulah barangkali yang menyebabkan Allah menyebut peristiwa kelahiran anak itu sebagai sesuatu yang menggembirakan77 . D[f[g QS.M[ly[g. 7 Aff[b SWT \_l`clg[h:‚H[c Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pemah menciptakan orang yang serupa dengan di[‛ (QS.M[ly[g 7). 77 Abu Tauhid, H., 1990. Beberapa Aspek Pendidikan Islam. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga.


Hukum Keluarga Islam 67 C. Hak-Hak Anak dalam Islam Umumnya orang sudah maklum, bahwa yang dimaksud hak adalah sesuatu yang mestinya didapatkan atau diperoleh untuk dirinya dari orang lain. Lawan dari kata hak adalah kewajiban, yaitu sesuatu yang harus diberikan atau dilakukan dirinya untuk keuntungan orang lain. Jadi yang dimaksud hak anak ialah segala sesuatu, baik itu berupa hal yang konkrit maupun yang abstrak, yang semestinya didapatkan atau diperoleh oleh anak dari orangtuanya atau walinya.Apa yang menjadi hak anak, berarti menjadi kewajiban bagi orang tua atau walinya.78 Dalam bagian pendahuluan makalah ini telah dikemukakan adanya 4 hak anak yang telah dirumuskan oleh Konvensi Hak-Hak Anak PBB, dan telah dikemukakan pula adanya 5 hak anak yang telah dirumuskan oleh UURI No 4 tahun 1979; lalu yang menjadi pertanyaan dalam tulisan ini adalah bagaimana mengenai rumusan dari ajaran Islam? Apa saja yang menjadi hak anak atas orang tua atau walinya?. Ternyata cukup banyak ayat-ayat Al-Qol‘[h ^[h b[^cnm N[\c y[ha membicarakan mengenai hak-hak yang harus diperoleh anak ini, antara lain: 1. Hak untuk hidup dan tumbuh berkembang. 2. Hak mendapatkan perlindungan dan penjagaan dari siksa api neraka. 3. Hak mendapatkan nafkah dan kesejahteraan. 4. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran 5. Hak mendapatkan keadilan dan persamaan derajat 6. Hak mendapatkan cinta kasih 78 Ibnul Qoyyim AL-Jauziyah.,t. th.Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud. Beirut:Darul Kutub.


68 Hukum Keluarga Islam 7. Hak untuk bermain Demikianlah sekurang-kurangnya ada tujuh macam hak anak yang telah digariskan oleh ajaran Islam79. Dan ini tidak berarti bahwa hanya 7 macam hak itu saja, sebab masih ada kemungkinan ada hak-hak yang lain yang belum tertangkap oleh makalah ini karena keterbatasan waktu. D. Hak Untuk Hidup Dan Tumbuh Berkembang Ada sejumlah aturan-aturan umum dan prinsip-prinsip dasar sebagai pedoman, dimana Islam mengajarkan bahwa menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh berkembangnya anak itu merupakan keharusan, sedangkan meremehkan atau mengendorkan pelaksanaan prinsip-prinsip dasar tersebut dianggap sebagai suatu dosa besar. Hal ini dapat dibaca dalam beberapa ayat Al-Qol’[n, antara lain: QS. An-Ncm[’: 29 "Dan janganlah kamu membunuh dirimu, m_mohaaobhy[ Aff[b [^[f[b M[b[ P_hy[y[ha e_j[^[go‛ (QS An-Ncm[’; 29) Dalam penjelasannya, Al-Qol’[h ^[h T_ld_g[b[hhy[ (Dep. Agama, 1974: 122) menerangkan bahwa yang dimaksud larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang 79 Ibnu ‗Alan As-Shiddiqit.,tth.Dalilul Falihin. Mesir: Maktabah Musthafa AlBani.


Hukum Keluarga Islam 69 lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan. QS. Al-Ah’[g: 151 ‚D[h d[ha[hf[b e[go g_g\ohob dcq[ y[ha diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan m_mo[no (m_\[\) y[ha \_h[l...‚ (QS. Ah‘[g: 151) Q.S Al-Ah’[g: 151 Dari ayat-ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap anak itu punya hak untuk hidup dan tumbuh berkembang sesuai dengan fitrahnya.Hak hidup ini bukan hanya dimulai sejak anak telah dilahirkan, tetapi sejak dalam kandungan dan bahkan sejak janin belum memiliki ruh sekalipun.Artinya, Islam tidak membenarkan seseorang dengan sengaja tanpa alasan-alasan yang dibenarkan agama, untuk melakukan aborsi. E. Hak Mendapatkan Perlindungan dan Penjagaan Dari Siksa Api Neraka Meskipun Allah telah melengkapi manusia dengan kecenderungan alamiyah untuk menghindar dari bahaya yang mengancamnya ternyata Allah masih juga secara tegas


70 Hukum Keluarga Islam mengingatkan kepada setiap orang tua untuk terus menerus melindungi danmenjaga diri dan keluarganya, khususnva anak anak dan istrinya, dari siksa api neraka.Tercantum dalam QS.At-Tahrim 6. Allah berfirman: ‚W[b[c il[ha-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka" (QS AtTahrim: 6). Athiyah Al-Abrosyi (Abu Tauhied, 1990:2) mengomentari ayat di atas dengan mengatak[h:‚Aj[joh juga keadaan orang tua menjaga anaknya dari bahaya api dunia, makamenjaganya dari bahaya api akherat adalah d[ob f_\cb on[g[.‛ J[^c [y[n ^c [n[m g_ha[d[le[h e_j[^[ orang-orang yang beriman agar menjaga diri mereka dan keluarganya dari siksa api neraka, yaitu siksaan Allah yang akan ditimpakan dineraka kepada orang-orang yang berbuat dosa di dunia.Jadi, yang dimaksudkan dengan menjaga dalam ayat tadi ialah dengan selalu mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik, yaitu melaksanakan perintahperintah Allah serta tidak mengerjakan perbuatan yang dilarangnya80. Hal ini relevan dengan sabda Nabi S[q:‚P_lchn[be[hf[b [h[ego g_ha_ld[e[h j_lchn[bperintah (Allah) dan menjauhi larangan-larangan (Allah). Maka yang demikian itulah cara menjaga mereka dari siksa [jc h_l[e[‛(HR I\ho J[lcl ^[f[g N[mbcb Ufq[h, 1985:145). F. Hak mendapatkan nafkah dan kesejahteraan ‚N[`e[b‛ \_l[lnc ‚\_f[hd[‛, ‚e_\onob[h jieie‛. Maksudnya, ialah kebutuhan pokok yang diperlukan oleh orang-orang yang membutuhkannya, (Kamal Muchtar, 80 Kamal Muchlar.1974.Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang


Hukum Keluarga Islam 71 1974: 127). Sebagian ahli fikih berpendapat bahwa yang termasuk dalam kebutuhan-kebutuhan pokok itu, ialah pangan, sandang dan tempat tinggal; sedang ahli fikih yang lain berpendapat bahwa kebutuhan pokok itu hanyalah pangan saja(Kamal Muchtar, 1974:127). Para ahli fikih, umumnya membagi orang-orang yang berhak menerima nafkah dari seseorang itu dalam 4 macam, yaitu: pertama, nafkah ushul, yaitu bapak, kakek, n_lom e_ [n[m; e_^o[, h[`e[b `olo’, y[cno [h[e, ]o]o, n_lom e_ bawah; ketiga, nafkah kerabat, yaitu adik, kakak, terus menyamping; dan keempat, nafkah istri. Dari pembagian macam orang yang berhak menerima nafkah itu, salah m[nohy[ [^[f[b [h[e (h[`e[b `olo’)81 . Orangtua yang mampu berkewajiban memberikan nafkah kepada anak-anaknya sampai sang anak mempunyai kemampuan untuk menafkahi dirinya sendiri.Artinya, anak yang belum mampu berhak mendapatkan nafkah dari orangtuanya yang mampu. G. Hak Mendapatkan Pendidikan dan Pengajaran Bila QS.at-Tahrim: 6 memerintahkan agar orangtua menjaga dan melindungi anak-anaknya dari siksa api neraka, ini berarti ia diwajibkan untuk melakukan pendidikan dan pengajaran terhadap anak-anaknya dengan sebaik-baiknya. Sebab bagaimana anak akan terhindar dari siksa api neraka bila ia tidak tahu tentang perbuatan-perbuatan yang 81 Muhammad Nurbin Abdul Khafidz Suwaidi,1992. .Manhajut Tarbiyatin Nabawiyah lit Thifli. Kuwait: Maktabah AL-Manar Al-Islamiyah.


72 Hukum Keluarga Islam mendatangkan dosa? Bagaimana anak bisa tahu tentang perbuatan dosa bila ia tidak diberi didikan dan pengajaran secara cukup? Oleh sebab itu, pendidikan dan pengajaran adalah merupakan wasilah yang tidak boleh tidak harus diperoleh oleh setiap anak. Sayyid Sabiq dalam Islamuna (tth.: 236) mengartikan e[n[ ‚[f-qck[y[b‛ ^[f[g `clg[h Aff[b QS. An-Tahrim: 6 ini m_\[a[c \_lceon: ‚M_hd[a[ ^clc ^[h e_fo[la[ ^[lc [jc h_l[e[ adalah dengan pengajaran dan pendidikan, menumbuhkan mereka atas akhlak utama, dan menunjukkan mereka kepada hal-hal yang bermanfaat dan membahagiakan mereka82.‛ H. Hak Mendapatkan Keadilan dan Persamaan Derajat Islam memandang bahwa semua manusia, baik itu antara pria dan wanita ataupun antara yang lainnya, adalah memiliki derajat yang sama di sisi Allah. Yang membedakan antara mereka adalah tingkat ketaqwaannya semata Allah berfirman dalam QS. Al-Hujurat: 13, Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan; dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal walaupun demikian, secara khusus Islam telah mengingatkan agar setiap orangtua berlaku adil terhadap anak-anaknya. Ibnu Qoyyim 82 Sayyid Sabiq.t. th.Islamuna. Beirut: Darul Kitab Al-Arabi.


Hukum Keluarga Islam 73 Al-Jauziyyah dalam kitab Tuhfatul Maudud (tth.: 179) menulis hadits riwayat al-Baihaqi yang menceritakan adanya seorang laki-laki yang duduk bersama Nabi. Tibatiba anak laki-lakinya datang dan ia menyambutnya dengan menciumnya serta mendudukkan di pangkuannya. Selang beberapa waktu kemudian datanglah anak perempuannya, dan ia menyambutnya tanpa menciumnya serta mendudukannya di sampingnya. Melihat kejadian itu, Nabi S[q. \_lm[\^[: ‚K_h[j[ nc^[e e[o j_lf[eoe[h e_^o[hy[ m_][l[ [^cf?.‛[f.(QS [f-Hujurat: 13) Walaupun demikian, secara khusus Islam telah mengingatkan agar setiap orangtua berlaku adil terhadap anak-anaknya. Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah dalam kitab Tuhfatul Maudud (tth.: 179) menulis hadits riwayat alBaihaqi yang menceritakan adanya seorang laki-laki yang duduk bersama Nabi. Tiba-tiba anak laki-lakinya datang dan ia menyambutnya dengan menciumnya serta mendudukkan di pangkuannya. Selang beberapa waktu kemudian datanglah anak perempuannya, dan ia menyambutnya tanpa menciumnya serta mendudukannya di sampingnya. M_fcb[n e_d[^c[h cno, N[\c S[q. \_lm[\^[: ‚K_h[j[ nc^[e e[o perlakukan keduanya secara adil.‛ I. Hak Mendapatkan Cinta Kasih Sudah menjadi fitrahnya bila setiap orang tua mencintai anak-anaknya.Walaupun demikian, Islam masih juga memerintahkan agar orangtua memperlihatkan perasaan cinta kasihnya itu kepada anak-anaknya, sehingga anak betul-betul merasa bahwa orangtuanya itu mencintai dan mengasihi.Setiap anak punya hak untuk mendapatkan dan


74 Hukum Keluarga Islam merasakan ujud nyata dari perasaan cinta kasih orang tuanya. Anak adalah anak, bukan orang tua berbadan kecil. Artinya, menurut alaminya, usia anak adalah usia bermain. Pernyataan yang demikian dibenarkan oleh para ahli psikologi perkembangan maupun para ahli pendidikan.Untuk itu, sangatlah tidak dibenarkan bila orang tua dengan sengaja menjauhkan anak-anaknya dari dunia bermain ini. Setiap anak punya hak untuk bermain sesuai dengan tingkat perkembangan usianya.Yang penting buat orangtua adalah bisa mengarahkan permainan anak ini kearah yang positif.Misalnya yang bisa memperluas pengetahuan anak83 . Begitulah, sekurang-kurangnya ada tujuh macam hak anak yang harus diperhatikan oleh setiap orang tuanya menurut ajaran Islam, yaitu:pertama, hak untuk hidup dan tumbuh berkembang;kedua, hak mendapatkan perlindungan dan penjagaan dari siksa api neraka;ketiga, hak mendapatkan nafkah dan kesejahteraan;keempat, hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran;kelima, hak mendapatkan keadilan dan persamaan derajat;keenam, hak mendapatkan cinta kasih; dan ketujuh, hak untuk bermain. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa hanya ada tujuh macam itu saja yang menjadi hak anak. Dengan mengkaji ayat-ayat al- Qol’[h ^[h b[^cnm-hadits Nabi secara lebih mendalam, akan ditetemukan pula hak-hak yang lain.84 83 Unicef Indonesia,tth.Mengasuh Anak Menurut Ajaran Islam. Jakarta: Unicef Indonesia 84 ibid


Hukum Keluarga Islam 75 V A. Hak-hak Suami dalam Pernikahan Berdasarkan Perspektif Fikih Mo[’my[l[b Zaujiyah Perkawinan adalah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk menempuh kehidupan berumah tangga. Sejak mengadakan perjanjian melalui akad, kedua belah pihak telah terkait dan sejak itulah mereka mempunyai hak dan kewajiban, yang tidak memiliki sebelumnya.85 Yang dimaksud hak disini adalah apa-apa yang diterima seseorang dari orang lain, sedangkan kewajiban adalah apa yang mesti dilakukan seseorang terhadap yang lain tersebut. Kewajiban timbul karena hak yang melekat pada subjek hukum. Dan dari perkawinan inilah sehingga terbentuknya sebuah keluarga yang terdiri dari kepala keluarga dan 85 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 2, (Bandung:Cv Pustaka Setia ,2020), hlm 11


76 Hukum Keluarga Islam anggota keluarga serta mempunyai pembagian tugas dan kerjanya masing masing, serta hak kewajiban bagi masingmasing anggotanya, yang harus dipahami sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan tujuan pernikahan. Pelaksanaan dan kewajiban dapat diartikan sebagai pemberian kasih sayang dari satu anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lainnya. Sebaliknya, penerimaan hak merupakan penerimaan kasih sayang oleh satu anggota keluarga dari anggota keluarga yang lain. Maka dengan adanya hak dan kewajiban dalam sebuah rumah tangga, sehingga dapat mewujudkan suatu keluarga yang sakinah mawaddah warahmah, seperti yang tertera dalam dalam surat Ar-Rum: 21 ‚^[h ^c[hn[l[ n[h^a-tanda (kebesaranNya) ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenis-jenismu sendiri,agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepada-Nya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih sayang. Sungguh pada dasar demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Aff[b) \[ac e[og y[ha \_l`cecl.‛ Sebaliknya dalam suatu rumah tangga sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh pola interaksi antara keduanya, tentunya tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh lingkungan di luar rumah. Untuk melihat suatu rumah tangga dalam keadaan mawadah warahmah itu dapat dilihat dari bagaimana pola komunikasi suami-istri terbentuk, dan interaksi hak dan kewajiban di antara keduanya terjalin.86 86 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2007), hlm 159


Hukum Keluarga Islam 77 Agama Islam mengajarkan bahwa setiap perbuatan harus dilakukan semata-mata karena mengharap ridho dari Allah SWT.Artinya, seseorang yang telah menikah berarti juga memasuki dunia dan kehidupan yang baru pula.Sehingga harus bisa memadukan antara urusan duniawi dengan urusan ukhrawi yang berdimensi insani dengan yang profan secara arif dan bijaksana. Kehidupan dalam bingkai perkawinan harus dijalani dengan penuh kesadaran, rasa kasih sayang, saling hormat-menghormati, mampu menjaga rahasia dan aib masing-masing dan bisa saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Antara suami istri harus bisa saling memahami dan menjaga hak dan kewajibannya masing-masing secara adil dan seimbang sesuai dengan Q.S. al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi: َ ة َ يل َ ً ى ُ ه َ ل ُ ِحو ُ ِم أ ٱ ا َ ِ ي ّ ىص ٱ ُ د َ ف ىرُ ٰ ى َ ل ِ إ ً ُ ِه آئ ِسَ ن ُ َ ْ اس ُ َ ِلب ً ُ ه ُ ل ً ُ ُخ َ أ و اس َ َ ِلب ُ َ ُ ٓ ُ ى Artinya:Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Dari ayat tersebut jelas bahwa pola hubungan yang dikehendaki adalah hubungan saling membutuhkan antara satu pihak (suami) dengan pihak lainnya (istri). Antara suami dan istri memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang harus dihormati dan dijaga dengan sepenuh hati demi terwujudnya cita-cita perkawinan, yaitu kehidupan bersama (suami istri) yang sakinah, mawaddah wa rahmah (penuh


78 Hukum Keluarga Islam ketenangan dan kasih sayang) baik di dunia maupun nanti di akhirat.87 B. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Istri Pengertian hak secara etimologis berarti hak milik, kepunyaan, dan kewenangan. Secara definitif hak merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku, melindungi kebebasan dan kekebalan serta menjamin akan adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Namun, dalam mengatur dan melaksanakan kehidupan suami istri untuk mencapai tujuan perkawinan, agama mengatur hak-hak dan kewajiban mereka sebagai suami istri, jadi yang dimaksud dengan hak disini adalah sesuatu yang merupakan hak milik atau dapat dimiliki oleh suami istri yang diperoleh dari hasil perkawinannya. Hak ini hanya dapat dipenuhi dengan memenuhinya, membayar atau dapat juga hilang seandainya yang berhak rela apabila haknya tidak dipenuhi oleh pihak lain. Kewajiban berasal dari kata wajib yang artinya harus. Dalam kamus Bahasa Indonesia kewajiban dapat diartikan dengan sesuatu diwajibkan, sesuatu yang harus dilakukan, jadi yang dimaksud dengan kewajiban dalam hubungan suami istri adalah hal-hal yang dilakukan atau diadakan oleh salah seorang suami istri untuk memenuhi hak dari pihak lain.88 87 Wibisana, Wahyu. Perkawinan Dalam Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta'lim Vol. 14, No. 2. 2016. 88 Kamal Muktar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1974), Cet.Ke-1, hlm. 126


Hukum Keluarga Islam 79 Allah telah menganugerahkan kepada hambanya, setiap manusia yang ada didunia ini dikaruniai hak dan kewajiban. Hak-hak manusia diantaranya yakni hak untuk hidup, hak untuk memilih, dan hak untuk bahagia. Menjadi rumah tangga yang sakinah merupakan salah satu impian manusia untuk memperoleh hak bahagianya di dunia maupun di akhirat. Kewajiban dalam keluarga harus ditunaikan agar hak bahagia tersebut tercapai. Kebahagian dalam rumah tangga yang sakinah yaitu dengan menjalankan hak dan kewajiban antara suami, istri, dan bersama-sama. Dalam Al-Qol’[h n_f[b ^cd_f[me[h g[m[f[b b[e b[e suami istri yang sangat detail untuk dipelajari sebagai motivasi menuju keluarga yang sakinah, Al-Qol’[h Sol[n AhNisa menerangkan:89 ا َ ٓ ُّ ي َ أ ََٰٓ ي ٱ َ ِذين ُ ل ْ ٔا ُ ن َ اٌ َ ء ا َ ل ُّ ِحو َ ي ً ُ ه َ ل ن َ أ ْ ٔا ُ ذ ِ ر َ ح ٱ َ آء ِصَ ّ ىن ا ٗ رْ َ ن ا َ ل َ و ُ َ ُ ْٔ ُ ي ػظُ َ ح ْ ٔا ُ ت َ ذْ َ ِخ ى ػِض َ ت ِ ة آ َ ٌ ُ َ ُ ْٔ ُ ٍ ُ يخ َ اح َ ء ٓا ُ ل ِ إ ن َ أ َ ين ِ أح َ ي ث َ ِحش َٰ ف ِ ث ة َ ِ ِ ّ ي َ ب ُّ ٌ ُ َ ُ وْ ُ ِشر ا َ ع َ ِب و وِف ٱ ػرُ ىٍ ن َ ِ إ َ ف ُ َ ُ ْٔ ُ ٍ ُ ْخ ِ ر َ ن ي َ ش ْ ٔا ُ ْ هرَ َ ن ح َ أ َٰٓ ى سَ َ ػ َ ف َ و َ جػ َ ي َ ٔٗا و ٱ ُ ُ هللِفيِّ ٗ يد َ خ ا ا ٗ ِيد ر َ ن Artinya: Wahai orang-orang beriman Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai 89 Andi Iswandi dan Fatur Rohman, ―Keluarga Sakinah dalam Perspektif Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq‖, Jurnal Hukum dan Pengkajian Islam, Volume 2 No 02 Tahun 2022, Hlm. 107


80 Hukum Keluarga Islam mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya. (Q.S An-Nisa 4:19) Dalam mengatur dan melaksanakan kehidupan suami istri untuk mencapai tujuan perkawinannya. Agama Islam mengatur tentang hak dan kewajiban mereka sebagai suami istri. Masing–masing suami istri jika menjalankan kewajiban dan memperhatikan tanggung jawabnya maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan suami istri. Dengan demikian terwujudlah keluarga yang sesuai dengan tuntunan agama yaitu sakinah mawaddah dan warahmah. C. Hak-Hak Suami dalam Perspektif Fikih Dalam kontek Indonesia, suatu perkawinan dianggap sah apabila telah memenuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP 1974) dan aturan pelaksanaannya yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 (PP 9 tahun 1975). Dengan demikian maka segala konsekuensi hukum yang terjadi akibat perkawinan (hubungan suami istri) baik itu yang menyangkut soal hak dan juga kewajiban berlaku efektif setelah dipenuhinya unsur-unsur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Hal tersebut di atas, sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam pasal 2 dari UUP 1974 dan dipertegas dalam Penjelasan Umum nomor 4 yang menerangkan tentang keabsahan perkawinan, yaitu pertama, perkawinan dianggap sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan hukum agama dan atau kepercayaannya; kedua,


Hukum Keluarga Islam 81 perkawinan sebagaimana tersebut harus dan telah dicatatkan sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dengan ketentuan tersebut maka segala bentuk perkawinan yang dilakukan tanpa adanya 2 prinsip asas keabsahan sebagaimana tersebut, dianggap tidak sah secara hukum. Hal ini sesuai dengan apa yang ditegaskan dalam Penjelasan pasal 2 ayat 1 dari UUP 1974 yang menyatakan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum agama dan kepercayaan sesuai yang diatur dalam UUD 1945. Artinya, perkawinan harus terjadi sesuai dengan ketentuan agama atau kepercayaan yang diyakini orang tersebut, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau karena hal lain yang (telah) ditetapkan oleh undang-undang. Terkait hal tersebut, Hazairin menyatakan bahwa tidak ada kemungkinan bagi orang Islam untuk melanggar aturan hukum agamanya. Demikian juga halnya dengan umat beragama lain seperti Kristen, Hindu, Budha dan lain sebagainya. Sehingga dalam konteks perkawinan, mereka semua (masing-masing umat beragama) juga akan patuh dan tunduk pada ajaran agama atau kepercayaannya masingmasing. Inilah ruh sesungguhnya dari prinsip keabsahan perkawinan yang tertuang dalam UUP tahun 1974, yaitu bahwa sah tidaknya perkawinan diukur dengan: pertama, apakah perkawinan tersebut telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum agama dan atau kepercayaannya masingmasing atau tidak; kedua, apakah perkawinan tersebut juga


82 Hukum Keluarga Islam telah dicatatkan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.90 Dalam masyarakat Muslim, fikih atau secara umum disebut hukum berperilaku memberikan arahan tentang tata cara bertingkah laku yang didasarkan oleh Al-Qur‟an dan Al-Hadits. Fikih berbicara mengenai segala bentuk tingkah laku manusia, termasuk di dalamnya hak dan kewajiban suami istri dalam membina keluarganya. Dalam membangun rumah tangga suami istri harus sama-sama menjalankan tanggungjawabnya masing-masing agar terwujud ketentraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan hidup berumah tangga.91 Hak suami merupakan tanggungjawab yang wajib dilakukan oleh istri. Menurut Mat Saad Abdul Rahman, hak suami ialah tanggungjawab yang tidak seharusnya diabaikan oleh istri apabila berlangsungnya akad perkahwinan di antara mereka berdua. Hak suami atas istrinya adalah suatu yang sensitif dan perlu dijaga. Mengabaikannya boleh menyebabkan akibat yang buruk di dunia dan di akhirat. Ini kerana kunci untuk memasuki syurga bagi istri terletak pada keredhaan suaminy[ (A’ncy[b Saqar, 2005). Sabda Nabi SAW yang bermaksud: ‚Jce[f[o g_g_lchn[be[h m_m_il[ha ohnoe \_lmodo^, pasti saya akan memerintahkan seseorang perempuan ohnoe modo^ e_j[^[ mo[gchy[.‛ (Riwayat al-Tirmizi) 90 Hazairin, Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 (Jakarta: Tintamas,1975), Hlm 5-6 91 Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2014) Hlm 155


Click to View FlipBook Version