Hukum Keluarga Islam 133 istri yang sama-sama telah balligh namun istri menolak untuk didukhul, atau tidak mampu untuk didukhul. c. Wajib bagi suami memberikan nafkah kepada istri yang sedang hamil dan tertalak \[’ch ^_ha[h n[f[e nca[, ebofo’ [n[o `[m[eb y[ha bukan terjadi Bersama akad, sekalipun suami mati sebelum kandungan dilahirkan selama istri tidak berbuat nusyuz. d. Tidak wajib bagi suami memberi nafkah kepada cmnlc y[ha n_ha[b g_h_gjob g[m[ ‘c^^[b syubhat (istri yang digauli laki-laki lain).145 e. Tidak wajib bagi suami memberi nafkah istri yang meninggalkan rumah kediaman Bersama tanpa izin suami, atau bepergian tanpa izin suami dan tidak disertai oleh mahramnya. f. Tidak wajib bagi suami menafkahi istri yang murtad atau berpindah ke agama lain.146 2. Nafkah Pasca Perceraian Kewajiban suami memberi nafkah masih berlaku sampai dengan terjadinya perceraian sesudah jatuhnya talak, dengan harapan bahwa dapat mengembalikan suami istri menjadi pasangan 145 Zainuddin Abdul Aziz Al—Malibariy, Fathul Mu‟in. terj. Aliy As‘ad. (Kudus: Menara kudus, 1980), hlm. 198-200. 146 Djaman Nur, Fiqih Munakahat, (Semarang: Dimas Semarang. Tt), 106
134 Hukum Keluarga Islam kembali.147 Bentuk nafkah Pasca Perceraian terdiri dari 3 bentuk, diantaranya: a. Nafkah Mon’[b Ulama `cecb g_h^_`chcmce[h gon’[b [^[f[b ‚H[ln[ benda yang diserahkan suami pada istrinya karena j_l]_l[c[h‛.148 K[n[ gon’[b m_lcha ^caoh[e[h ohnoe menyebut barang atau uang pemberian suami kepada istri yang ditalak sebelum dicampuri terlebih dahulu sesuai dengan kesanggupan dan keikhlasannya. K_n_hno[h n_hn[ha gon’[b m_\[a[c cgjfce[mc y[ha muncul akibat perceraian didasarkan pada beberapa ayat al-Qol’[h [hn[l[ f[ch mol[n Af-Baqarah ayat 236: Alnchy[: ‚<.^[h b_h^[ef[b e[go \_lce[h mo[no gon’[b (mo[no j_g\_lc[h) e_j[^[ g_l_e[. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya jof[...‛ 149 Surat Al-Baqarah ayat [2]: 241 147 Abdul Hamid Kisyik, Bimbingan Islam untuk Mencapai Keluarga Sakinah (Bina‟AlUsrah Al- Muslimah: Mausu‘ah Al-Za waj A1-Islami), Penerjemah: Ida Nursida (Bandung: Mizan Pustaka 2005), hlm. 136. 148 Abdur Rohman Al-Jaziri, Fiqh „Ala Madzahibul Arba‟ah Juz 4..,hlm. 576. 149 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 38.
Hukum Keluarga Islam 135 Artinya: "Kepada wanita-wanita yang diceraikan (b_h^[ef[b ^c\_lce[h if_b mo[gchy[) gon’[b g_holon y[ha g[’lo` m_\[a[c mo[no e_q[dc\[h \[ac orang- orang yang takwa." 150 Jumhur ulama sepakat menyatakan bahwa mo[gc q[dc\ g_g\_lce[h gon’[b e_j[^[ cmnlc y[ha ditalak qabl al-dukhul dan maharnya belum ditentukan.151 b. N[`e[b ‘I^^[b Menurut ash-Sbih’[hc iddah adalah suatu nama bagi suatu masa tunggu yang wajib dilakukan oleh wanita untuk tidak melakukan perkawinan setelah kematian suaminya atau perceraian dengan suaminya, baik dengan melahirkan anaknya, atau beberapa kali suci atau haid, atau beberapa bulan tertentu.152 Jumhur ulama sepakat menyatakan bahwa apabila wanita yang menjalani iddah akibat talak l[d’c [n[o ^[f[g e_[^[[h b[gcf, mo[gchy[ q[dc\ menyediakan nafkah yang dibutuhkan wanita tersebut, dengan syarat wanita tersebut tidak ^olb[e[, m_ln[ n[[n ^[f[g g_hd[f[hc n[f[e l[d’chy[.153 Kemudian bagi Perempuan yang dalam iddah n[f[e \[’ch, e[f[o ^c[ g_ha[h^oha c[ \_lb[e doa[ 150 Ibid., hlm. 39. 151 Abdur Rohman Al-Jaziri, Fiqh „Ala Madzahibul Arba‟ah Juz 4…,hlm. 578. 152 Ibid, hlm. 579. 153 Zainuddin Abdul Aziz Al—Malibariy, Fathul Mu‘in. terj. Aliy As‘ad. (Kudus: Menara kudus, 1980), hlm. 231.
136 Hukum Keluarga Islam mengambil kediaman, nafkah, dan pakaian. Berdasarkan al-Qol’[h mol[n [n-Talaq ayat 6: Alnchy[: ‚dce[ g_l_e[ (cmnlc-istri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada g_l_e[ h[`e[bhy[ bchaa[ g_l_e[ \_lm[fch.‛ (Qs. atTalaq:6).154 c. Nafkah Anak Anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak.155 Nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah, baik setelah pernikahan, selama masa iddah, setelah selesai masa iddah, ataupun setelah mantan istri menikah lagi.156 Jumhur ulama sepakat menyatakan bahwa ketika suami mentalak istrinya dan kemudian memiliki anak yang masih kecil dan ditinggalkan bersama ibunya, nafkah anak tersebut menjadi 154 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 559. 155 Nur cholifah dan Bambang Ali Kusumo, Hak Nafkah anak Akibat Perceraian, Jurnal Wacana Hukum, vol IX, Oktober, 2011, hlm. 54. 156 Ali Ahmad Al Qolimi, Ahkamul Usrah fi as-Syari‟ah al-Islamiyyah…hlm. 233.
Hukum Keluarga Islam 137 kewajiban ayahnya, baik istri tersebut dalam keadaan berkecukupan ataupun tidak.157 D. Hikmah Pensyariatan Nafkah Pada masa Arab pra Islam, hubungan antar jenis kelamin banyak ditandai dengan perceraian yang terjadi, seks bebas dan ikatan perkawinan yang bebas, yang kemudian sulit membedakan antara perkawinan dengan prostitusi.158 Pada masa itu masyarakat Arab terkenal dengan budaya patrilineal yang androsentris, praktek- praktek perceraian yang menunjukkan dominasi laki-laki terhadap perempuan secara umum, seperti hak cerai dalam pernikahan yang berada di tangan suami.159 Dengan demikian laki-laki memiliki kekuasaan mutlak terhadap masalah perceraian dan mendorong penyalahgunaan secara terus menerus, mereka biasa menceraikan istri mereka dengan berbagai alasan.160 Bahkan mereka biasa menceraikan istrinya, kemudian mengambil lagi istrinya kapan mereka mau.161 Perempuan dipandang sebagai kegunaan mereka bagi laki-laki, terutama untuk kebutuhan bersenang- 157 Ibid, hlm. 234. 158 Muhammad Rasyid Ridha, panggilan Islam Terhadap Wanita, pengalihan Bahasa, Afif Muhammad, Cet,1 (Bandung:Pustaka, 1986),hlm. 16. 159 Suryani, Kajian Hermeneutika Hadis Tanggung Jawab Nafkah Dan Implikasinya Terhadap Kepemimpinan Rumah Tangga Serta Relevansinya Dalam Pembaharuan Hukum Keluarga Di Indonesia, Disertasi Program Studi Hukum Keluarga, UIN Raden Intan Lampung,hlm. 61. 160 Ibid., hlm. 118. 161 Al-Dahlawi, Hujjatul Balighoh, juz 11, (Qahirah: Dar al-Turats, 1355 H), hlm. 138.
138 Hukum Keluarga Islam senang dan reproduksi. Dengan adanya sistem patrilineal tersebut perempuan mengalami pembatasan peran sosial, yang berdampak pada sebahagian besar perempuan Arabia menjadi sangat tergantung secara ekonomi kepada laki-laki, dan laki-laki menjadi orang yang paling kuat serta berkuasa. Seiring kemajuan pola pikir masyarakat Arab, dengan datangnya Islam, sedikit demi sedikit mulai merubah pemikiran tersebut. Reposisi terhadap perempuan secara perlahan dilakukan dan dikembangkan layaknya peran pada kaum laki-laki.162 Kehidupan rumah tangga dalam budaya arab yang patrilineal ini, menetapkan bahwa seorang istri secara ekonomi sangat tergantung kepada suami, hal ini disebabkan karena keterbatasan istri secara fisik dan psikis, juga fitrah dari wanita (istri) adalah seorang yang lemah, melihat dari kondisi masyarakat arab yang agraris dan belum mengenal teknologi, maka kekuatan fisik dan otot menjadi sarana untuk mencari nafkah, Oleh karena itu tanggung jawab nafkah dibebankan terhadap laki-laki.163 Akan tetapi, apabila ditarik pada masa sekarang, hal ini sudah tidak dapat diberlakukan kembali, karena istri juga bisa mencari nafkah dengan tanpa bekerja menggunakan kekuatan fisik. Laki-laki secara fitrah adalah pemimpin bagi perempuan, yang mana kewajiban memberi nafkah 162 Ibid, hlm. 139. 163 Suryani, Kajian Hermeneutika Hadis Tanggung Jawab Nafkah Dan Implikasinya Terhadap Kepemimpinan Rumah Tangga Serta Relevansinya Dalam Pembaharuan Hukum Keluarga Di Indonesia, Disertasi Program Studi Hukum Keluarga, UIN Raden Intan Lampung, hlm. 244
Hukum Keluarga Islam 139 ditetapkan kepada laki-laki, Muhammad Abduh,164 mengatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin atas perempuan, yakni kepemimpinan yang memiliki arti menjaga, melindungi, menguasai dan mencukupi kebutuhan perempuan dengan menafkahinya. berdasarkan al-kol’[h mol[n [h-Ncm[’ [y[n 34 y[ha mo^[b dijelaskan sebelumnya. Mengingat bahwa kewajiban nafkah ditetapkan terhadap lelaki, dan perempuan pun bisa mencari nafkah di masa yang sekarang, karena mencari nafkah sudah tidak harus menggunakan kekuatan fisik, maka dalam hal ini bisa dikategorikan sebagai dua perbedaan. Yakni, kewajiban nafkah tetap dibebankan terhadap laki-laki, sedangkan mencari nafkah juga bisa dilakukan oleh perempuan. 164 Al-Razy, Mafatih Al-Ghoib, Juz V, (Beirut: Dar al-Fikr, 2007), hlm. 71.
140 Hukum Keluarga Islam IX A. Aturan Hukum Islam Bagi Istri Yang Melakukan Perbuatan Nusyuz dan Penyelesaiannya Pernikahan adalah suatu hal yang senantiasa diharapkan oleh setiap orang, pernikahan tidak hanya sebagai sarana agar seseorang terbebas dari keharaman akan lawan jenisnya. Tapi, untuk menciptakan keluarga yang harmonis, bahagia, dan penuh dengan kasih sayang diantara satu sama lain yang memang sudah menjadi tujuan dari sebuah pernikahan, yaitu dengan menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah. Namun, tidak selamanya dalam menjalani sebuah rumah tangga itu sesuai dengan apa yang dicita-citakan, akan tetapi pertengkaran dan perselisihan juga seringkali turut serta dalam menghiasi rumah tangga. Bahkan sampai dimana suami dan istri tidak bisa mempertahankan apa
Hukum Keluarga Islam 141 yang harus mereka pertahankan. Oleh karena itu, berkenaan dengan problem-problem dalam rumah tangga, seperti nusyuz, serta pengertian dan penyelesaiannya yang erat sekali dalam pernikahan. Baik itu yang ditimbulkan dari kecemburuan, penolakan istri terhadap suami, dan lain sebagainya. B. Ayat dan Konteks Ayat tersebut terdapat dalam Q.S. An-Nisa (3) : 34 sebagai berikut : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari
142 Hukum Keluarga Islam jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. 165 Surah an-Nisa merupakan surah ke 4 dalam Al-Qol’[h yang terdiri atas 176 ayat dan tergolong surah Madaniyyah. Dinamakan An- Nisa (wanita) karena dalam surah ini banyak dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan wanita serta merupakan surah yang paling membicarakan hal itu dibanding dengan surah-surah yang lain. Surah yang lain banyak juga yang membicarakan tentang hal wanita ialah surah At-Talaq Dalam hubungan ini biasa disebut surah An- Nisa dengan sebutan: Surah An-Nisa Al Kubra (surah An-Nisa yang besar), sedang surah At-Talaq disebut dengan sebutan: Surah An-Nisa As-Sughra (surah An-Nisa yang kecil).166 Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Hasan \[bq[m[hy[ c[ \_le[nl[, ‚S_il[ha q[hcn[ ^[n[ha e_j[^[ Rasulullah untuk mengadukan suaminya yang telah g_h[gj[lhy[, g[e[ R[mofoff[b \_lm[\^[, ‚\[ac mo[gc kcmb[mb,‛ f[fo Aff[b g_holohe[h `clg[h-Ny[, ‚K[og f[eclaec cno [^[f[b j_gcgjch \[ac e[og q[hcn[..‛, e_go^c[h wanita tersebut kembali ke rumahnya tanpa membawa j_lchn[b ohnoe g_hakcmb[m mo[gchy[.‛ Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari jalur-jalur periwayatan yang berasal dari Hasan bahwasanya dahulu ada seorang lelaki yang menampar wajahnya istrinya, kemudian wanita tersebut datang kepada Rasulullah untuk 165 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 84. 166 https://id.wikipedia.org/wiki/Surah_An-Nisa diakses pada tanggal 6 mei 2021
Hukum Keluarga Islam 143 mengatakan hal tersebut dan meminta untuk memberikan qishash kepada suaminya, maka Rasulullah mengabulkan j_lgchn[[hhy[, f[fo nolohf[b `clg[h Aff[b, ‚D[h janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa (membaca) Al-Qol [h m_\_fog m_f_m[c ^cq[byoe[h e_j[^[go,.‛, ^[h doa[ noloh `clg[h Aff[b, ‚K[m[g f[ec-laki itu adalah j_gcgjch \[ac e[og q[hcn[...‛ D[h b[^cnm m_j_lnc chc doa[ diriwayatkan dari Ibnu Juraij dan As-Suddi. Diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dari Ali bin Abi Tb[fc\ \[bq[m[hy[ c[ \_le[n[, ‚D[bofo ^[n[ha m_il[ha lelaki dengan istrinya menghadap kepada Rasulullah , e_go^c[h mc cmnlc \_le[n[ e_j[^[ R[mofoff[b, ‚W[b[c Rasulullah, sesungguhnya ia (suamiku) telah menampar q[d[beo m_bchaa[ g_hchaa[fe[h \_e[m,‛ e_go^c[h Rasulullah bersabda, "sesungguhnya ia tidak pantas g_f[eoe[h b[f n_lm_\on.‛ L[fo Aff[b g_holohe[h firmanNya, "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita " maka penguat-penguat hadits di atas memperkuat satu sama lain.167 Ay[n chc noloh j[^[ m[[^ \ch R[\c’ ^[h cmnlchy[ Habibah binti Zaid bin Kharijah bin bin Zubair. Istrinya homyoz e_j[^[ m[’[^ e_go^c[h c[ g_h[gj[l cmnlchy[. Maka berkata ayah dari perempuan tersebut kepada R[mofoff[b SAW. ‚q[b[c R[mofoffah aku telah memberikannya anakku sebagai kehormatan akan tetapi ia g_h[gj[lhy[‛ f[fo R[mofoff[b g_hd[q[\, ‚P_lchn[be[hf[b cmnlchy[ ohnoe g_f[eoe[h Qcmb[mb.‛ Kemudian mereka berdua pergi untuk mengqishas 167 Imam As-Suyuthi, Asbabun Nuzul Sebab-Sebab Turunnya Ayat AlQur‟an (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2014) Hlm, 137
144 Hukum Keluarga Islam suaminya, akan tetapi mereka belum berjalan jauh Rasofoff[b \_lm[\^[. ‚ecn[ g_hachache[h b[f chc [e[h n_n[jc Aff[b g_hachache[h b[f y[ha f[ch‛. (‚K[og f[ec-laki itu adalah pemimpin bagi kamu q[hcn[.‛) Dengan kata lain lelaki itu adalah pengurus wanita, yakni pemimpinnya, kepalanya, yang menguasai, dan yang mendidiknya jika menyimpang. Oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) lebih afdhal daripada kaum wanita, karena itulah maka nubuwwah (kenabian) hanya khusus bagi kaum laki-laki. Demikian pula seorang raja. Karena ada sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam yang mengatakan.168 (‚D[h e[l_h[ g_l_e[ (f[ec-laki) telah menafkahkan m_\[ac[h ^[lc b[ln[ g_l_e[‛). yakni Berupa mahar (mas kawin), nafkah, dan biaya-biaya lainnya yang diwajibkan oleh Allah atas kaum laki-laki terhadap kaum wanita, melalui kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya. Diri lelaki lebih utama daripada wanita, lak-i-laki mempunyai keutamaan di atas wanita, juga laki- lakilah yang memberikan keutamaan kepada wanita. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam kehidupan rumah tangga tidak selalu sesuai apa yang diharapkan oleh setiap pasangan. Percekcokan, ketegangan, pertengkaran, perselisihan, perdebatan, saling mengejek bahkan saling memaki kerap kali terjadi, semua itu hal yang lumrah terjadi dalam perjalanan membina rumah tangga. Akan tetapi sudah semestinya dapat diselesaikan secara arif dengan jalan 168 Al-Imam Abu Fida Ismail Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim, Jilid 2 (Bandung: Sinar Baru Agresindo, 2000), hlm, 297.
Hukum Keluarga Islam 145 bermusyawarah, saling berdialog secara terbuka. Pada kenyataannya sering terjadi persoalan dalam rumah tangga meskipun sekecil apapun dapat mengganggu keharmonisan rumah tangga, sehingga dapat memunculkan hal yang biasa kita kenal dalam hukum islam dengan istilah nusyuz. Hal ini dapat kita temukan dalam ayat Al- Qol’[h mol[b Ah-Nisa ayat 34 di atas. ‚K[og f[ec-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. Ayat di atas sering kali dikutip dan dijadikan sebagai landasan tentang nusyuznya istri terhadap suami, meskipun secara tersurat tidak dijelaskan permulaan terjadinya nusyuz istri terhadap suami melainkan hanya sebatas solusi atau proses penyelesaian terjadinya nusyuz yang ditawarkan oleh ayat tersebut. Atau dapat ditarik kesimpulan dari isi kandungan ayat di atas adalah : 1. Kepemimpinan dalam rumah tangga 2. Hak dan kewajiban suami istri
146 Hukum Keluarga Islam 3. Solusi atau penyelesaian nusyuz yang dilakukan oleh istri. C. Pengertian Nusyuz Kata nusyuz dalam bahasa Arab merupakan bentuk mashdar (akar kata) dari e[n[ ‛نشس -ينشس -نشوزا ‛y[ha \_l[lnc: ‛^o^oe e_go^c[h \_l^clc, \_l^clc ^[lc, g_hihdif, menentang atau durhaka. Dalam konteks pernikahan, makna nusyuz yang tepat untuk digunakan adalah ‚g_h_hn[ha [n[o ^olb[e[‛. m_\[\ g[eh[ chcf[b y[ha paling mendekati dengan persoalan rumah tangga.169 Arti lain dari nusyuz adalah membangkang. Menurut Slamet Abidin dan H Aminuddin, nusyuz berarti durhaka, maksudnya seorang istri melakukan perbuatan yang menentang suami tanpa alasan yang dapat diterima oleh syarak. Ia tidak menaati suaminya atau menolak diajak ke tempat tidurnya. Para ulama memberikan berbagai penjelasan mengenai makna kata nusyuz. Di antaranya, Sayyid Quthb yang menyatakan bahwa makna nusyuz secara bahasa mengungkapkan suatu gambaran kondisi kejiwaan pelaku. Seseorang yang melakukan tindakan nusyuz adalah orang yang menonjolkan dan meninggikan dirinya dengan melakukan pelanggaran dan kedurhakaan170. Oleh karena itu, kata nusyuz seringkali diartikan dengan durhaka. 169 Ahmad Warsan Munawir,Al-Munawir Kamus Arab Indonesia (Yogyakarta : Pustaka Progresif, 1997) , hlm, 1517. 170 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilal al-Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an. Terj. As‟ad Yasin dkk, Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 357.
Hukum Keluarga Islam 147 Menurut Al-Qolno\c, homyoz [^[f[b: ‚M_ha_n[boc ^[n meyakini bahwa istri itu melanggar apa yang sudah menjadi e_n_hno[h Aff[b ^[lc j[^[ n[[n e_j[^[ mo[gc‛.171 Dalam Kompilasi Hukum Islam, istri yang melakukan nusyuz didefenisikan sebagai sebuah sikap ketika istri tidak mau melaksanakan kewajibannya yaitu kewajiban utama berbakti lahir dan batin kepada suami dan kewajiban lainnya adalah menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya172 . Dari definisi di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan nusyuz adalah pelanggaran komitmen bersama terhadap apa yang menjadi kewajiban dalam rumah tangga. Adanya tindakan nusyuz ini adalah merupakan pintu pertama untuk kehancuran rumah tangga. Untuk itu, demi kelanggengan rumah tangga sebagaimana yang menjadi tujuan setiap pernikahan, maka suami ataupun istri mempunyai hak yang sama untuk menegur masing-masing pihak yang ada tandatanda melakukan nusyuz. Menurut Ahmad Warson Munawwir dalam kamusnya memberi arti nusyuz dengan arti sesuatu yang menonjol di dalam, atau dari suatu tempatnya. Jika konteksnya dikaitkan dengan hubungan suami istri maka ia 171 Abu Adillah Bin Muhammad Al-Qurthubi,Jami Al-Ahkami Qur‟an, Jilid 3(Beirut: Darl-Al Fikr,1994) Hlm,150 172 Djuaini, KONFLIK NUSYUZ DALAM RELASI SUAMI-ISTRI DAN RESOLUSINYA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM, Jurnal Hukum Islam, Vol. 15, No. 2, Desember 2016, hlm. 260.
148 Hukum Keluarga Islam mengartikan sebagai sikap istri yang durhaka, menentang dan membenci kepada suaminya.173 Menurut para fuqaha, nusyuz mempunyai beberapa pengertian diantaranya : menurut fuqaha Hanafiyah seperti yang dikemukakan Shaleh Ghanim mendefinisikannya dengan ketidaksenangan yang terjadi diantara suami istri. Ulama madzhab Maliki berpendapat bahwa nusyuz adalah saling menganiaya suami istri. S_^[hae[h g_holon Uf[g[ Sy[`c’cyy[b, homyoz [^[f[b perselisihan antara suami istri. Sementara itu Ulama Hambaliyah berpendapat bahwa nusyuz adalah ketidaksenangan dari pihak istri atau suami yang disertai dengan pergaulan yang tidak harmonis.174 An-Nusyuz artinya tinggi diri; wanita yang nusyuz ialah wanita yang bersikap sombong terhadap suaminya, tidak mau melakukan perintah suaminya, berpaling darinya, dan membenci suaminya. Apabila timbul tandatanda nusyuz pada diri si istri, hendaklah si suami menasihati dan menakutinya dengan siksa Allah bila ia durhaka terhadap dirinya. Karena sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadanya agar taat kepada suaminya dan haram berbuat durhaka terhadap suami, karena suami mempunyai keutamaan dan memikul tanggung jawab terhadap dirinya.175 173 Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997), hlm, 1428. 174 Sohari Sahlan, Fiqh Munakahat Kajian Fiqh Lengkap, (Jakarta: Rajawali, 2010), hlm, 25-26. 175 Al-Imam Abu Fida Ismail Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim, Jilid 2 (Bandung: Sinar Baru Agresindo, 2000) Hlm, 299
Hukum Keluarga Islam 149 D. Bentuk Perbuatan Nusyuz Dari pengertian nusyuz sebagaimana yang telah dijelaskan di atas sebagai sikap pembangkangan terhadap kewajiban-kewajiban dalam kehidupan perkawinan.176 sebenarnya para ulama telah mencoba melakukan klasifikasi tentang bentuk-bentuk perbuatan nusyuz itu sendiri. Dan diantara tingkah laku maupun ucapan yang dianggap sebagai perbuatan nusyuz istri antara lain : 1. Apabila istri menolak untuk pindah ke rumah kediaman bersama tanpa sebab yang dapat ^c\_h[le[h m_][l[ my[l’c. 2. Keluar dari tempat tinggal bersama tanpa seizin suaminya, [e[h n_n[jc g[^zb[\ Sy[`c’c ^[h H[g\[fc berpendapat bahwa apabila keluarnya istri itu untuk keperluan suaminya maka tidak termasuk nusyuz, akan tetapi jika keluarnya istri itu bukan karena kebutuhan suami maka istri itu dianggap nusyuz. 3. Istri menolak untuk tidur bersama suaminya. Dalam suatu hadits dijelaskan tentang kewajiban seorang istri kepada suaminya, untuk tidak menolak apabila diajak oleh suaminya untuk melakukan hubungan suamiistri, yang artinya yaitu: ‚Jce[ m_il[ha mo[gc g_ha[d[e cmnlchy[ ohnoe berhubungan suami- istri, kemudian si istri menolaknya, maka malaikat akan melaknatnya hingga j[ac‛ 176 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam (Yogyakarta : UII Press,, 1996), hlm. 81.
150 Hukum Keluarga Islam 4. Istri yang menolak untuk tidur bersama suaminya, tanpa suatu alasan yang sah maka ia dianggap nusyuz, sesuai dengan dalil yang berbunyi: ‚Nomyoz cno c[f[b [pabila si istri tidak mau m_l[hd[ha [n[o e_fo[l log[b n[hj[ czch mo[gc‛. 5. Membangkangnya seorang istri untuk hidup dalam satu rumah dengan suami dan dia lebih senang hidup di tempat lain yang tidak bersama suami. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tafsir Al-Bahrul Muhit dengan ungkapannya yaitu bahwa perbuatan nusyuz adalah : ‚Nomyoz [^[f[b f[f[chy[ cmnlc ^[f[g g_hd[f[he[h kewajiban di rumah suaminya dan keluarnya istri dari log[b n[hj[ e_chach[h [n[o n[hj[ m_czch mo[gc‛ 177 Menurut Shaleh bin Ghanim, bentuk-bentuk perbuatan nusyuz yang berupa perkataan atau ucapan adalah seperti tutur sapa seorang istri kepada suaminya yang semula lembut, tiba tiba berubah jadi kasar dan tidak sopan. Bila dipanggil suami, istri tidak menjawab, atau menjawab dengan nada terpaksa, atau pura-pura tidak mendengar dan mengulur-ulur jawaban, berbicara dengan suara keras dan nada tinggi, berbicara dengan laki-laki lain yang tidak mahramnya, baik langsung maupun tidak (lewat telepon atau bersurat-suratan), dengan tujuan yang tidak dibenarkan syara‟, mencaci- maki, berkata kotor dan melaknat, menyebarkan berita keburukan suami dengan tujuan melecehkannya di hadapan orang lain, tidak 177 Muh. Yusuf Asy Syahir. Tafsir Al-Bahr Al-Muhit. (Beirut : Dar AlAlamiyah, 1993) Hlm, 251
Hukum Keluarga Islam 151 menepati janji terhadap suami, menuduh suami berbuat mesum dan meminta cerai tanpa alasan yang jelas. Lebih jelasnya Kompilasi Hukum Islam merincikan hal yang berkenaan dengan nusyuz dalam Pasal 84: 1. Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah. (Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya pada pembahasan hak dan kewajiban) 2. Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada Pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya. 3. Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah istri tidak nusyuz. 4. Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan atas bukti yang sah. E. Penyelesaian Nusyuz Kita mengetahui bahwa nusyuz bisa terjadi pada perempuan dan juga laki-laki. Akan tetapi, watak perempuan berbeda dengan laki-laki. Oleh karena itu, penyembuhannya juga berbeda secara teori, karena berbedanya bentuk nusyuz antara mereka178 Seorang suami dalam banyak kesempatan sebagai kepala keluarga boleh mengambil tindakan pendisiplinan demi kemaslahatan. 178 As-Subki, Ali Yusuf, Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam (Jakarta : Amzah, 2010) Hlm . 302
152 Hukum Keluarga Islam Jika diketahui bahwa istrinya telah bersikap nusyuz itu maka suaminya harus bertindak sebagai berikut : 1. Menasehati dengan baik Maka hendaklah ia menasehati istrinya dengan lemah lembut, dan mengingatkannya terhadap apa yang telah diwajibkan Allah kepadanya. Lalu hendaklah ia memberinya harapan akan pahala dari Allah lantaran mentaatinya dan agar ia termasuk kedalam golongan wanita-wanita solehah yang taat kepada Allah dan menjaga kehormatan suaminya saat tidak ada. Lalu hendaklah ia mengingatkan akan hukum Allah jika bermaksiat kepada-Nya, dan bahwasanya apabila ia tetap dengan nusyuznya ia berhak untuk memisahkan tempat tidurnya dan kemudian memukulnya.179 Langkah ini menjadi pilar utama bagi keutuhan dan keharmonisan keluarga. Akan tetapi nasehat yang baik terkadang tidak berguna, mengingat adanya hawa nafsu yang lebih dominan atau adanya kekaguman yang terlalu berlebihan terhadap keindahan. Istri terkadang lupa kalau dirinya adalah partner bagi laki-laki dalam keluarga.180 Nasehat yang baik mempunyai pengaruh yang besar terhadap jiwa dan hati nurani. Firman Allah QS. Fusshilat ayat 34 yang artinya : ‚D[h nc^[ef[b m[g[ e_\[ce[h ^[h e_d[b[n[h. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, 179 Abu Malik Kamal, Fiqih Sunnah Wanita (Jakarta ; Al-I'tishom Cahaya Umat, 2007) Hlm, 537 180 Abd Al- Qadir Manshur, Buku Pintar Fiqih Wanita( Jakarta:Zaman 2012)Hlm, 318
Hukum Keluarga Islam 153 maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia (QS. Fushshilat:34) Ig[g Qolnbo\c g_ha[n[e[h, ‚M[emo^hy[, \_lcf[b wanita-q[hcn[ cno h[m_b[n ^[lc ecn[\off[b‛. J[^c jelaskanlah apa saja yang diwajibkan Allah atas diri mereka agar berinteraksi dan memperlakukan suami dengan baik.181 Suami hendaknya memberi nasehat ketika istri sedang sendirian. Karena dikhawatirkan ada intervensi dari pihak luar terhadap masalah internal keluarga. Suami juga perlu mengingatkan bahwa jika istri meneruskan nusyuz, maka hal itu akan menghancurkan mahligai rumah tangga.182 2. Menjauhi istri (hajr) di tempat tidur Hajr berasal dari kata hijrah yang berarti g_gonome[h. Aff[b \_l`clg[h,‛ Pcm[be[hf[b g_l_e[ ^c n_gj[n nc^ol g_l_e[.‛ ([h-Nisa: 34). Suami menakut nakuti istrinya tersebut dengan cara menjauhinya dan tidak melakukan hubungan intim dengannya, dengan harapan dia tidak akan tahan menghadapi cara ini.183 I\ho A\\[m R.A \_le[n[, ‚[f Hcdl \_l[lnc mo[gc nc^[e menyetubuhi dan menghamili istrinya di ranjangnya, melainkan dia hanya memalingkan punggungnya n_lb[^[j cmnlchy[ ^c l[hd[hahy[‛.184 Kata madhja‟ 181 Abdussami‘ Anis , Metode Rasulullah Mengatasi Problematika Rumah Tangga (Jakarta: Qisthi Press, Tt), Hlm 104 182 Ibid, 107 183 Abu Malik Kamal, Fiqih Sunnah Wanita (Jakarta ; Al-I'tishom Cahaya Umat, 20070 Hlm, 741 184 Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Darus Sunnah, 2014) Hlm, 206
154 Hukum Keluarga Islam berarti tempat tipu muslihat dan daya tarik yang dijadikan oleh perempuan pelaku nusyuz sebagai kekuatannya. Jika suami mampu membentengi diri dari tipu daya tersebut maka istri yang diduga melakukan nusyuz telah kehilangan senjata utamanya Pada akhirnya istri akan kembali tidak nusyuz lagi.185 Langkah ini memiliki ketentuan khusus yang harus diperhatikan suami agar tidak menimbulkan mudharat yang lebih besar lagi. Seperti jangan sampai diketahui oleh anak-anak, karena akan mempengaruhi psikologis mereka atau menyembunyikan dari orang asing agar tidak menimbulkan kesan atau praduga yang salah. Akan tetapi terkadang langkah ini pun tidak berhasil, maka perlu diambil langkah yang berikutnya, meskipun lebih keras tapi bisa ditoleransi ketimbang hancurnya bangunan rumah tangga akibat nusyuz. Perlakuan suami seperti ini diharapkan akan menarik istri untuk bertanya sebab-sebab suami meninggalkannya ditempat tidur. Sehingga istri bisa introspeksi terhadap dirinya. Pisah ranjang adalah hukuman psikologis yang sangat berat. Tak pelak, hukuman yang paling berat bagi manusia adalah hukuman yang menyentuh kelebihannya, yang membuat dirinya ragu akan eksistensinya, dan menghantam sesuatu yang paling dibanggakannya. Sesudah jelas hatinya meragukan eksistensi kewanitaannya. Ia melihat laki-laki yang 185 Abd Al-Qadir Mansyur, Buku Pintar Wanita( Jakarta: Zaman, 2012), Hlm 308
Hukum Keluarga Islam 155 lebih kuat itu berhak untuk ditakuti dan ditaati, dan ia merasa dirinya lemah karena tak bisa lagi membanggakan diri dengan senjata keindahan dan rayuannya melalaui hukum psikologis ini, wanita terpaksa meletakkan senjata. Saat senjata pamungkas tak lagi manjur, bisa dipastikan ia menjadi pihak yang terkalahkan. Dengan begitu ia tak berani berbangga diri. Kebanggaan wanita adalah jika keindahan dan rayuannya berhasil menaklukkan lelaki. Kebanggaan itu sirna jika keindahan dan rayuannya justru menghinakan dirinya.186 3. Jika tidak berhasil maka istrinya boleh dipukul dengan tidak berat. Kalau diteliti dari aspek kebahasaan, kata dharaba, tidak hanya berarti memukul. Memang arti asal kata itu adalah memukul sesuatu dengan yang lain. Tapi kemudian bisa memiliki arti memotong, memenggal, membunuh, meliputi, berpergian, membuat, menjelaskan, memberi perumpamaan, menutupi dan semacamnya. Dari sekian banyak arti ini, secara global kata tersebut mempunyai dua arti. Pertama, melakukan tindakan yang lunak. Untuk makna ini, memiliki arti memberi contoh, menutupi, berpergian, membimbing dan semacamnya. Kedua, melakukan tindakan keras dan kasar. Dalam pengertian ini, dharaba berarti membunuh, memenggal, melukai dan sejenisnya. Untuk menjelaskan kalimat yang banyak arti seperti ini, 186 Abdussami‘ Anis , Metode Rasulullah Mengatasi Problematika Rumah Tangga (Jakarta: Qisthi Press, Tt), Hlm 204
156 Hukum Keluarga Islam harus melihat dan mempertimbangkan berbagai faktor berbagai faktor serta indikasi lainnya187 Berkaca dari perjalanan hidup Rasulullah beliau adalah orang yang sangat menghargai kaum wanita. Salah satu misi beliau adalah meningkatkan harkat martabat perempuan. Penafsiran ulama mengenai kata dharaba adalah bahwa pukulan yang dimaksud ini bukanlah pukulan untuk menyakiti tapi untuk mendidik. Dalam kenyataannya tidak semua perempuan mudah untuk diluruskan suaminya, ada model perempuan yang hanya bisa diluruskan dengan pemaksaan secara fisik. Di dalam memukul perlu diperhatikan hal-hal berikut :188 a. Pukulan itu tidak boleh sampai melukai. b. Tidak memukul wajah, dan dijaga agar pukulan itu tidak mengenai bagian-bagian vital yang dapat membahayakan. Dalam Ihya Ulum al Din, Al Ghazali mengatakan apabila istri berbuat nusyuz sedangkan laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan, maka suaminya mesti mendidik dan membuatnya taat, meski dengan cara paksa. Demikian juga ketika istrinya sengaja meninggalkan shalat, ia harus memaksanya agar mau 187 Yasid Fiqh Realitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002) Hlm, 399 188 Abu Malik Kamal, Fiqh Sunnah Wanita (Jakarta : Al-I'tishom Caahaya Umat, 2007) Hlm, 263
Hukum Keluarga Islam 157 mengerjakan shalat, akan tetapi cara mendidiknya harus dilakukan bertahap.189 Apabila perselisihan dan perseteruan semakin memanas, utuslah dua juru damai, seorang dari keluarga suami dan seorang dari keluarga istri, untuk melakukan perbaikan masalah setelah meneliti kondisi masing-masing suami istri dan mengetahui sebab konflik.190 Tiadalah seorangpun yang ragu bahwa memukul itu lebih sedikit mudharatnya terhadap keadaan dari terjadinya perceraian bagi perempuan yang bercerai berai dalam lingkup keluarga.191 Adapun memukul dengan siwak dan sejenisnya lebih sedikit bahayanya daripada menjatuhkan cerai pada istri. Karena dengan perceraian berarti meruntuhkan bangunan keluarga dan menceraiberaikan keutuhannya. Jika dikiaskan dengan bahaya yang lebih besar maka hukuman ini menjadi yang lebih ringan dengan kebaikan dan keindahan.192 Kata dharaba dalam surat an-Nisa 34 tidak selalu dipandang dengan memukul, akan tetapi juga bisa dimaknai dengan makna-makna lainnya, misalnya ‚g_g\_lc ]ihnib‛. B[lf[m g_hy[n[e[h \[bq[ 189 Add-Qadir Manshur, Buku Pintar Fiqh Wanita (Jakarta: Zaman, 2012) Hlm, 320 190 Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu ( Beirut: Ar-Al-Fiqh, 1997) Hlm,286 191 As-Subki, Ali Yusuf, Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam (Jakarta : Amzah, 2010) Hlm . 308 192 Ibid., 314
158 Hukum Keluarga Islam tindakan pemukulan pada dasarnya bertentangan dengan pandangan dan ajaran tentang kesetaraan di dalam seksualitas yang diajarkan oleh AlQuran bahwa perkawinan harus didasarkan pada cinta, permainan, keharmonisan, dan ketenangan. Sebagai manusia biasa, istri-istri rasul juga pernah berbuat salah dan menyakiti hati. Tapi Rasul tidak pernah memukul dan melakukan tindakan kekerasan pada mereka. Rasul tidak melakukan jalan kekerasan untuk membuat istriistri beliau patuh. Rasul mengedepankan pendekatan kejiwaan daripada harus melakukan tindakan kekerasan kepada istri-istri beliau.193 Terkait dengan kata dharaba, kebanyakan muslim mengartikan sebagai sanksi berupa pemukulan terhadap istri. Namun, Wadud, menjelaskan bahwa kata dharaba bisa \_l[lnc ‚g_goeof‛ ^[h \cm[ jof[ \_l[lnc ‚g_g\_lc ]ihnib,‛ ^[h e[n[ cno nc^[e ^_ha[h e[n[ ^b[l[\[, y[ha \_l[lnc ‛g_goeof ^_ha[h e_l[m ^[h \_lof[ha of[ha.‛ D_ha[h ^_gcec[h, [y[n n_lm_\on b[lom ^c\[][‛ m_\[a[c f[l[ha[h \_lj_lcf[eo e_d[g n_lb[^[j cmnlc.‛ M_meipun hal ini bukanlah satu satunya cara untuk mengartikan kata dharaba, dan sekalipun kita menafsirkannya sebagai kebolehan untuk memukul istri, tetapi cukup beralasan bila kita mengartikannya sebagai bentuk pembatasan, seperti yang dilakukan oleh Wadud. Ada dua alasan yang mendasarinya. Pertama, kita dapat menyimpulkannya dari contoh lain dalam al-Qol[h, y[cno n_hn[ha Y[’ko\ dan istrinya, sebagaimana yang dijelaskan oleh para 193 Yasid Fiqh Realitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002) Hlm, 340
Hukum Keluarga Islam 159 penafsir. Dalam al-Qol’[h, Tob[h g_hyolob Y[’ko\ agar mengambil (dengan tangannya) ‚m_ce[n logjon, maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu g_f[haa[l mogj[b‛ (Q.S. S[^: 44). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa durhakanya seorang istri ada tiga tingkatan: 1. Ketika tampak tanda-tanda kedurhakaannya suami berhak memberi nasehat kepadanya 2. Sesudah nyata kedurhakaannya suami berhak untuk berpisah tidur dengannya. 3. Kalau dia masih durhaka suami berhak memukulnya (dengan catatan sebagaimana yang sudah dijelaskan.194 Namun bila dengan langkah ketiga ini masalah belum dapat diselesaikan baru dibolehkan suami menempuh jalan lain yang lebih lanjut, termasuk perceraian. Firman Aff[b y[ha [lnchy[: ‚Jce[ ^c[ mo^[b n[[n e_j[^[go d[ha[hf[b g_h][lc ][lc d[f[h ohnoehy[‛ (QS. Ah-Nisa : 34) Mengandung arti suami tidak boleh menempuh cara apapun selain dari itu termasuk menceraikannya. Dari pemahaman terhadap ayat di atas jelaslah bahwa Allah tidak menghendaki adanya perceraian kecuali setelah tidak menemukan cara lain untuk mencegahnya.195 Al Quran menegaskan, seandainya tujuan tersebut sudah tercapai tetapi langkah-langkah itu tetap diambil, maka j_f[eohy[ n_f[b \_l\o[n z[fcg. ‚J[ha[hf[b g_h][lc ][lc 194 Sohari Sahrani, Munakahat Kajian Fiqih Lengkap (Jakarta: Rajawali, 2010) Hlm,187 195 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat Dan Undang- Undang Perkawinan. (Jakarta: Kencana, 2009) Hlm, 193
160 Hukum Keluarga Islam d[f[h ohnoe g_hyom[be[hhy[.‛ Af Qol[h e_go^c[h menekankan larangan berbuat dzalim dengan mengatakan bahwa Allah maha tinggi lagi maha besar. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.196 Apabila kekhawatiran perempuan tersebut terbukti, maka tidak ada pilihan baginya, kecuali salah satu di antara dua hal berikut: 1. Menerima terhadap apa yang terjadi. Pilihan inilah yang banyak dilakukan oleh kebanyakan kaum perempuan di negara kita, di bawah penamaan dan dalih yang berbeda-beda. Akan tetapi, ia boleh tidak menerima apa yang terjadi berdasarkan firmannya: ‛M[e[ nc^[e g_ha[j[ \[ac e_^o[hy[ g_ha[^[e[h perdamaian yang sebenar benarnya, dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka. Dan ini mengantarkan j[^[ jcfcb[h e_^o[.‛ 2. Menolak apa yang terjadi. Pilihan ini terjadi ketika seorang perempuan tidak menerima tindakan sewenang wenang dan nusyuz sang suami, atau terhadap pengabaian dan sikap tak acuh terhadap diri dan anak anaknya. Dalam keadaan demikian ayat tersebut memberikan pedoman apa yang seharusnya dilakukan olehnya, yaitu perdamaian antara keduanya, yakni dengan mempertemukan pandangan jernih masing-masing melalui dialog yang menentramkan hati, dan dalam perdamaian tersebut 196 Abd Al-Qodirmanshur. Buku Pintar Fiqih Wanita. Jakarta: Zaman. 2012) Hlm, 322
Hukum Keluarga Islam 161 terdapat kebaikan.197 Ditinjau dari berbagai penjelasan yang telah dipaparkan di atas mengenai nusyuz maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, nusyuz merupakan pelanggaran komitmen bersama terhadap apa yang menjadi kewajiban dalam rumah tangga. Adanya tindakan nusyuz ini adalah merupakan pintu pertama untuk kehancuran rumah tangga. Untuk itu, demi kelanggengan rumah tangga sebagaimana yang menjadi tujuan setiap pernikahan, maka suami ataupun istri mempunyai hak yang sama untuk menegur masing-masing pihak yang ada tandatanda melakukan nusyuz. Cara menyikapi perbuatan nusyuz seorang istri dilakukan dengan cara 3 (tiga) tahap yaitu, pertama dinasihati. Kedua, pisah ranjang dan yang ketiga, memukul dengan catatan tidak menyakiti. Namun, apabila cara ketiga juga tidak bisa terselesaikan, maka melakukan Tahkim dengan Mengutus Dua Orang Hakam Apabila ketiga cara tersebut telah ditempuh, namun tidak berhasil dan pada akhirnya konflik semakin menguat dan bahkan pasangan suami istri saling menuduh telah berbuat zhalim dan aniya (nusyuz), maka permasalahan ini hendaknya dibawa kepada hakam untuk mendamaikan atau memisahkan keduanya, sebagaimana firman Allah SWT: 197Muhammad shahrur. Metodologi Fiqih Islam Kontemporer. (Yogyakarta: Kalimedia), hlm, 459.
162 Hukum Keluarga Islam Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam198dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. Dalam menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir mengetengahkan pendapat fuqaha yang mengatakan bahwa pabila terjadi persengketaan atau perselisihan antara suami istri, maka seorang hakam atau penengah harus menenangkan keduanya dengan mencari akar permasalahannya, lalu membawa mengarahkan keduanya kearah yang dapat dipercaya dan diterima oleh keduanya dan mencegah siapa yang mau berbuat zhalim di antara keduanya. Apabila perselisihannya terus berlangsung dan keduanya bersikukuh dengan pendapatnya masing-masing, maka diharuskan mengutus seseorang yang dapat di percaya dari pihak perempuan dan juga dari pihak laki-laki untuk melihat permasalahan keduanya secara obyektif dan mencari jalan yang lebih maslahat untuk keduanya, yaitu antara berpisah atau bersatu kembali, kedua-duanya boleh ^cjcfcb, n_n[jc my[lc’[n [a[g[ ]ih^iha e_j[^[ \_lmatu kembali, sebagaimana makna ayat tersebut secara eksplisit: ‚Jce[ e_^o[ il[ha b[e[g cno \_lg[emo^ g_ha[^[e[h perbaikan niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri cno‛. 199 198 Hakam ialah juru pendamai. 199 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), j. 2, 297.
Hukum Keluarga Islam 163 X A. Adab dalam Berhubungan Suami Istri dalam Pandangan Hukum Islam Seks merupakan naluri setiap manusia. Siapapun dengan tidak memandang status sosial yang disandangnya baik kaya atau miskin, pejabat atau rakyat jelata lelaki atau perempuan pasti membutuhkannya. Kebutuhan akan seks tersebut bukanlah sesuatu yang merendahkan martabat seseorang. Hal ini berlaku apabila kebutuhan akan seks dilakukan dengan jalan yang sesuai dengan hukum dan ajaran agama. Namun, bila dilakukan dengan melanggar hukum dan ajaran agama tentu saja akan membuat seseorang yang melakukannya bermartabat rendah. Kebutuhan akan seks menggambarkan bahwa kodrat manusia pada dasarnya adalah suka atau cinta terhadap lawan jenis. Rasa suka atau cinta laki-laki kepada perempuan atau sebaliknya, menjadi bagian dari naluri manusia itu sendiri yang berarti bagian dari fitrah manusia.
164 Hukum Keluarga Islam Dalam memenuhi fitrah tersebut, Islam dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan seks haruslah melalui cara yang dihalalkan oleh Islam yaitu melalui pernikahan bukan asal terpenuhinya pemenuhan seks tersebut atau melalui cara yang dilarang dalam Islam.200 Perkawinan pada intinya menunjukkan bahwa manusia memiliki nilai keadaban yang tinggi yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya seperti binatang misalnya. Namun demikian masih saja ada upaya-upaya untuk menyingkirkan institusi pernikahan. Di dalam Islam, pernikahan memiliki tujuan utama yaitu terbentuknya keluarga yang sakinah. Dan dari keluarga sakinah inilah Allah akan menurunkan mawaddah dan rahmah-Nya. Dalam upaya untuk membentuk keluarga sakinah, dibutuhkan banyak hal dan salah satunya adalah masalah hubungan seksual suami istri. Untuk menggapai tujuan tersebut, maka pernikahan haruslah dilandasi oleh nilai yang luhur dan suci dari kedua belah pihak. Suami istri yang cerdas dan bijak tidak akan membatasi diri pada impuls-impuls yang instingtif, dan tidak membatasi diri pada masalah kebendaan. Mereka harus menghayati sepenuhnya persahabatan yang kekal dan saling mendorong ke arah kemajuan. Pada kehidupan pernikahan pengalaman-pengalaman seks mereka bukan merupakan pengalaman yang egoistis, melainkan pengalaman saling 200 Muhammad Izzuddin Taufiq, Panduan Lengkap & Praktis Psikologi Islam, Jakarta: Gema Insani, 2006, hlm. 708
Hukum Keluarga Islam 165 memberi cinta. Segala-galanya yang layak dalam diri suami, segala-galanya yang baik dalam diri sang istri.201 Pemenuhan akan seks suami istri pun harus mengikuti aturan yang berlaku dalam Islam, misalnya hubungan seksual terlarang manakala istri sedang haid atau dilakukan tidak pada tempatnya (dubur). Hal ini menunjukan segala hal berkaitan tentang hubungan seks dalam pernikahan sekalipun, ada aturannya. Hubungan seks antara suami istri yang sesuai dengan aturan yang ditetapkan di dalam Islam akan bernilai ibadah dan menjadi amal shaleh bagi suami istri serta menjadi sumber pahala, dan merupakan ungkapan rasa sukur terhadap nikmat yang diberikan Allah.202 Pola hubungan seks suami istri seperti itu merupakan bagian dari seksualitas. Sebab seksualitas memiliki makna yang lebih luas dari seks itu sendiri, ia menyangkut banyak sisi dalam aktivitas seksual suami istri menuju rumah tangga yang harmonis. Untuk itu peranan dan pemahaman seksualitas amat diperlukan bagi pasangan suami istri. Karena pada dasarnya seks (hubungan intim) bukan hanya berkisar urusan pelampiasan kenikmatan syahwat belaka atau sekedar memasukkan penis (suami) ke dalam vagina (istri), namun lebih dari itu, yaitu bagaimana agar hubungan intim tersebut dapat membuat suami istri terpuaskan bagi keduanya yang pada akhirnya muncul ketenangan dan keharmonisan atau dapat dikatakan aktivitas tersebut adalah suatu sarana yang akan melahirkan 201 Atik Sutisna, Membina Perkawinan yang Bahagia, Bandung: Cahaya Abadi, 1978, hlm. 12 202 Abu Umar Basyir, Sutra Ungu Panduan Berhubungan Intim dalam Perspektif Islam, Solo: Rumah Dzikir, 2006, hlm.53
166 Hukum Keluarga Islam rasa sakînah, mawaddah dan rahmah sebagai tujuan dari perkawinan.203 Seksualitas memegang peranan yang penting dalam Islam, salah satunya adalah dalam masalah hubungan suami istri. Maka itu Islam dengan tegas menolak bahwa untuk kesempurnaan ibadah seseorang harus dilalui dengan menghindarkan diri dari masalah seksual. Penghindaran diri dari masalah seks merupakan sesuatu yang berada di luar kodrat manusia, karena setiap manusia yang normal akan memiliki dorongan seksual atau lazim disebut libido. Dorongan seksual itu bersifat alamiah dan inheren dengan perkembangan fisiologi dan psikologis kehidupan manusia. Adanya dorongan seksual yang terdapat dalam diri manusia, maka muncullah ketertarikan dan keinginan untuk saling menyayangi, mencintai, dan saling berbagi kemesraan \[be[h m[fcha \_lbo\oha[h m_emo[f (dcg[’). H[f chc merupakan sesuatu yang lumrah dan normal dalam diri manusia.204 B. Hubungan Seksual Dalam Hukum Islam 1. P_ha_lnc[h S_em/ Jcg[’ Dalam terminologi fikih, kata seks diistilahkan ^_ha[h m_\on[h dcgâ’ [n[o q[n’o y[ng berarti hubungan seks.205 Dalam kehidupan sehari-hari pengertian seks kerap hanya mengacu pada aktivitas biologis yang 203 Ahmadi Sofyan Azhari, The Art of Islamic Sex, Jakarta: Lintas Pustaka, 2007, hlm. 7 204 Ahmadi Sofyan Azhari, Op. Cit, hlm. 11 205 Abû Bakr ibn Muhammad al-Husaynî, Kifâyah al-Akhyâr, juz I, (Surabaya: al-Hidayah, t.th), h. 37.
Hukum Keluarga Islam 167 berhubungan dengan alat kelamin atau genital belaka. Padahal makna seks sebagai jenis kelamin saja meliputi keseluruhan kompleksitas emosi, perasaan, kepribadian dan sikap seseorang yang berkaitan dengan perilaku serta orientasi seksualnya. Sedangkan seksualitas secara denotatif memiliki makna lebih luas karena meliputi semua aspek yang berhubungan dengan seks, yaitu nilai, sikap, orientasi, dan perilaku. Secara dimensional seksualitas bisa dipilah lagi ke dalam dimensi biologis, psikologis, sosial, perilaku, klinis, dan kultural.206 Seks (sex) adalah suatu konsep tentang perbedaan jenis kelamin manusia berdasarkan faktor-faktor biologis, hormonal, dan patologis. Karena dominannya pengaruh paradigma patriarki dan heteronormatifivitas dalam masyarakat, secara biologis manusia hanya dibedakan secara kaku ke dalam dua jenis kelamin (seks), yaitu laki-laki dan perempuan (female). Demikian pula konsep jenis kelamin yang bersifat sosial, manusia juga hanya dibedakan dalam dua jenis kelamin sosial (gender), yakni laki-laki (man) dan perempuan (woman).207 Pendapat lain mengatakan bahwa kata seks dapat berarti proses reproduksi atau perbedaan karakter jenis kelamin, dan bisa juga mengenai segala hal yang berkenaan dengan 206 Made Oka Negara, ―Mengurai Persoalan Kehidupan Seksual dan Reproduksi Perempuan‖, dalam Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan Kesetaraan, edisi 41, dengan tema utama Seksualitas, (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, Mei 2005), h. 8. 207 Husein Muhammad, et. all., ―Fiqh Seksualitas:Risalah Islam Untuk Pemenuhan Hak-Hak Seksualitas, (Jakarta: BKKBN, 2011). hlm. 9
168 Hukum Keluarga Islam kesenangan atau kepuasan organ digabung dengan rangsangan organ-organ kemaluan atau terkait dengan percumbuan serta hubungan badan koitus. 208 Jimak artinya adalah berhubungan intim suami dan istri. Melakukan jima secara baik dan benar sesuai syariat Islam bisa mendatangkan pahala. Oleh karena itu, dalam melakukan jimak antara suami dan istri tidak hanya sekadar melepaskan syahwat saja, tetapi lebih dari itu, yakni terdapat nilai ibadah di dalamnya. Jimak tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Islam sudah mengatur sedemikian rupa bagaimana tata cara jimak yang benar serta adab-adabnya yang penting diketahui oleh setiap umat Islam, terutama mereka yang sudah menikah. Bahkan Islam juga mengajarkan bacaan doanya yang penting diamalkan sebelum berjimak.209 Aktivitas seksual merupakan kebutuhan sejak manusia lahir sampai tua bahkan sampai ajal menjemput. Sejak bayi lahir, kebutuhan akan pelukan, ciuman, tepukan, dan belaian sudah mulai dirasakan dan pengaruhnya dapat menenangkan, tidak berubah dengan bertambahnya usia. Demikian juga, kecenderungan pada jenis kelamin yang berbeda sudah ada sejak anak-anak. Anak perempuan memiliki kecenderungan pada ayahnya. Sebaliknya anak laki-laki 208 Marzuki Umar Sa'abah, Perilakua Seks Menyimpang Dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam , (Yogyakarta : UUI Press, 2001). 1 209https://www.dream.co.id/stories/jimak-artinya-berhubungan-suami-istriberikut-etika-amalan-dan-doanya-yang-penting-diketahui-220810d.html, diakses pada tanggal 21 september, pada pukul 15:00 WIB
Hukum Keluarga Islam 169 memiliki kecenderungan pada ibunya.210 Dalam teksteks keislaman klasik dijelaskan faidah atau tujuan hubungan seksual. Ada dua faedah atau tujuan utama hubungan seksual. Pertama, agar mendapatkan kelezatan (nikmat yang besar) sensasional. Kedua, untuk mendapatkan keturunan sehingga keberlanjutan generasi penerus dapat dilestarikan211 Di dalam Islam, pernikahan memiliki tujuan utama yaitu terbentuknya keluarga yang sakinah. Dan dari keluarga sakinah inilah Allah akan menurunkan mawaddah dan rahmah-Nya. Dalam upaya untuk membentuk keluarga sakinah, dibutuhkan banyak hal dan salah satunya adalah masalah hubungan seksual suami istri. C. Adab Berhubungan Suami Istri Dalam Rumah Tangga M_f[eoe[h bo\oha[h m_emo[f (dcg[’) [hn[l[ j[m[ha[h suami-istri itu bukan hanya berorientasi untuk mendapatkan anak dan mengembangkan keturunan saja apalagi untuk melampiaskan birahi semata namun merupakan sesuatu yang disyari'atkan karena memiliki nilai pahala sebagaimana sedekah bagi yang melakukannya dan untuk mendapatkan kenikmatan yang sah dan halal selain itu, bahwa aktivitas jima' yang dilakukan oleh pasangan suami-istri bukan hanya merupakan interaksi fisik semata, akan tetapi juga merupakan interaksi psikologis, yang 210 Untung Santosa dan Aam Amiruddin, Cinta & Seks Rumah tangga Muslim, Bandung: Khazanah Intelektual, cet. viii, 2014, hlm.21 211 Abû Hâmid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazâlî, Ihyâ‘`Ulûm al-Dîn, Juz III, h. 107 dan h. 203.
170 Hukum Keluarga Islam melibatkan jiwa dan perasaan, sehingga dalam melakukannya hubungan seksual dengan senyaman mungkin, penuh kasih sayang kelembutan dan syarat etika oleh karena itu, dalam melakukan aktivitas jima' tidak boleh sembarangan ia harus bisa dinikmati oleh kedua pihak (suami-istri), juga tidak boleh dilakukan sekehendaknya karena hubungan seks tidak terlepas dari masalah etis, moral dan hukum agama212 Sebagai salah tujuan dilaksanakannya nikah, hubungan intim menurut Islam termasuk salah satu ibadah yang sangat dianjurkan agama dan mengandung nilai pahala y[ha m[ha[n \_m[l. K[l_h[ Jcg[’ ^[fam ikatan nikah adalah jalan halal yang disediakan Allah untuk melampiaskan hasrat biologis insani dan menyambung keturunan bani Adam. Karena bertujuan mulia dan bernilai ibadah itulah setiap hubungan seks dalam rumah tangga harus bertujuan dan dilakukan secara Islami, yakni sesuai dengan tuntunan Al-Qol’[h ^[h mohh[b R[mofoff[b SAW. M_f[foc jchno pernikahan, maka hubungan seks menjadi halal dan mendapatkan pahala yang besar bahkan merupakan suatu berkah bagi umat Islam karena selain melaksanakan ibadah, juga mendapatkan kenikmatan Hubungan seksual dalam Islam merupakan salah satu tujuan diperintahkannya perkawinan, sehingga hubungan seksual hanya dapat berlaku bagi pasangan yang memang sudah melakukan perkawinan secara legal dalam satu ikatan pernikahan. Untuk itu hubungan seks merupakan suatu hak dan kewajiban bagi pasangan suami istri, dan 212 Rahmat Rosyadi: Problem Sex, Kehamilan, dan Melahirkan, (Bandung: Angkasa, 2006), hlm. 20
Hukum Keluarga Islam 171 relasi ini ada pula pola baku yang memang sudah menjadi acuan yakni, apabila suami berhasrat maka istri tidak boleh menolak melayani pasangannya karena hal demikian merupakan kewajiban bagi istri. Hal tersebut merupakan etika yang tergolong baik bagi seorang istri apabila melayani hasrat suami. Namun hal ini hanya membuat istri seakan melakukan hubungan hanya sekedar memenuhi tanpa ada hasrat ingin melakukan saja.213 Dalam etika hubungan seksual terdapat beberapa kriteria yang perlu di penuhi agar dalam melakukan hubungan seksual tetap dalam koridor dan aturan agama yakni sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Abu Bakar Jabir Al Jazairi yakni: 1. Suami mencintai dan mencumbu istrinya hingga gairah seksualnya muncul. 2. Suami tidak melihat vagina istrinya, karena dikhawatirkan istri tidak menyukainya. 3. Berdoa terlebih dahulu sebelum melakukan hubungan seksual 4. Suami dilarang menggauli istrinya saat sedang haidh, nifas, atau sebelum mandi karena keduanya. 5. Suami diharamkan menggauli istrinya selain divaginanya. 6. Suami tidak boleh melakukan azl kecuali dengan izin istrinya. 213 Masdar F Mas‘udi, Islam Dan Hak-Hak Reproduksi Perempuan, Bandung: Mizan, 2000, hlm. 116.
172 Hukum Keluarga Islam 7. Suami disunnahkan berwudhu jika ingin mengulangi persetubuhan.214 Tata cara berhubungan intim menurut Islam mencakup adab (tata krama) suami-istri saat sebelum, ketika melakukan, hingga sesudah jimak (aktivitas seksual). Adab berhubungan intim dalam Islam ini didasari dalil ayat AlQuran, hadits (sunnah rasul), dan anjuran dari para ulama. Contoh adab berhubungan suami-istri menurut Islam adalah memakai wewangian hingga berdoa sebelum melakukan jimak dan memulainya dengan cumbu-rayu. Banyak dari adab itu merupakan sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Hubungan seksual suami-istri pada dasarnya bukanlah hal yang tabu untuk dibahas dalam Islam, sepanjang tujuannya untuk menjalankan syariat serta diungkapkan secara sopan. Secara umum, ajaran Islam pun tidak terlalu membatasi waktu maupun tempat hubungan suami-istri berlangsung. Pasangan yang terikat perkawinan sah boleh berjimak sepanjang istri dalam kondisi suci (tidak haid dan nifas), serta tidak dilakukan pada siang hari bulan Ramadan. Jimak antara suami-istri merupakan jalan halal yang disediakan Allah bagi manusia untuk melampiaskan hasrat biologi insani serta menyambung keturunan bani Adam. Karena itu, Islam pun mengatur adab hubungan intim suami-istri. Di sisi lain, adab berhubungan intim menurut Islam tidak hanya menyangkut urusan tata krama saat berjimak. Tuntunan adab berjimak juga bertujuan menjaga kesehatan badan dan jiwa, mengangkat derajat 214 Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Ensiklopedia Muslim-Minhajul Muslim, Bekasi: PT Darul Falah, 2009, hlm. 589-590
Hukum Keluarga Islam 173 kemanusiaan, sekaligus memelihara keharmonisan dalam pernikahan.215 Suami yang bijaksana adalah suami yang tidak hanya mementingkan kepuasan diri sendiri, akan tetapi ia juga berupaya memberikan kepuasan kepada istrinya. Karena itu cumbu rayu sangat diperlukan sebelum dimulainya bo\oha[h \[^[h (Jcg[’). Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya yang artinya: ‚J[ha[hf[b m[f[b m_il[ha ^c[hn[l[ e[fc[h g_haa[ofc istrinya sebagaimana hewan menggauli sesamanya. Hendaknya ia mengadakan pemanasan (perantara) terlebih dahulu dengan jalan ciuman dan kata-e[n[ g_ml[.‛ (HR. Turmudzi) Membuat variasi dari aneka posisi dalam bersenggama bukanlah sesuatu yang dilarang. Allah SWT berfirman: ْ ً ُ ن ُ اۤؤ ِسَ ن رْ ثٌ َ ح ْ ً ُ ه ُ ا ل ْ ٔ ُ ح ْ أ َ ف ْ ً ُ ه َ ذ رْ َ ى ح ّٰ ن َ ا ْ ً ُ خ ْ ا ِشئ ْ ٔ ُ ٌ ِ ّ د َ ك َ و ْ ً ُ ِصه ُ ف ْ ُ َ ٔا ِلا ُ ل ُ اح َ و َ ّٰ اهلل ٓا ْ ٔ ُ ٍ َ ي ْ اع َ و ْ ً ُ ه ُ ن َ ا ُ ه ْ ٔ ُ ل ٰ ي ُّ ٌ ِ ِ ر ّ ش َ ب َ و َ ن ْ ِي ٌِِ ْ ؤ ُ ٍ ْ اى Artinya: ‚Imnlc-istrimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tempat bercocok tanam itu bagaimana m[d[ e[go e_b_h^[ec.‛ (QS. AlBaqarah: 223). Pasangan keluarga muslim atau bagi siapa saja yang chach ‚g_h^[n[hac‛ cmnlchy[ [n[o ^c^[n[hac‛ b[lom memperhatikan adab jima itu sendiri. Rasullullah SAW bersabda: 215 https://tirto.id/cara-berhubungan-intim-menurut-islam-sesuai-sunnah-danadab-gNwV, diakses pada tanggal 25 September 2023, pukul 09:00 WIB
174 Hukum Keluarga Islam D[lc ‘An[\[b \ch A\^c Am-Sulami bahwa apabila kalian g_h^[n[hac cmnlchy[ (\_ldcg[’), g[e[ b_h^[ef[b menggunakan penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah) Rasullullah SAW melarang jima tanpa penutup pasti ada maksudnya, selain yang diketahui yaitu adanya mahluk Allah lain yang melihat 147 (dch, kilch ^ff), \cm[ d[^c [h[e y[ha ^cb[mcfe[h ^_ha[h dcg[’ telanjang akan menjadi anak yang kurang mempunyai rasa malu Oleh karena itulah, pengetahuan adab hubungan intim suami istri dalam islam ini sangat penting agar muslimin dan muslimat diharapkan mempunyai keturunan yang baik dan tidak terjebak dalam perilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam. Adab dan Cara B_lbo\oha[h Ihncg ( Jcg[’) y[ha \[ce g_holon Imf[g ^[j[n ^c\[ac ^[f[g 3 e_[^[[h y[cno A^[\ m_\_fog dcg[’, A^[\ m[[n dcg[’ ^[h A^[\ m_n_f[b dcg[’216 Saat yang tepat melakukan hubungan intim suami istri ^c[hdole[h [^[f[b m_n_f[b cmy[’ e[l_h[ b[f cno boeoghy[ sunnah, dan boleh dilakukan setelah maghrib atau sebelum cmy[’. D[f[g e_n_l[ha[h y[ha n_f[b f_q[n ^chy[n[e[h \if_b melakukan hubungan suami istri pada bulan dan hari apapun, kecuali waktu yang telah dianjurkan untuk dihindari. Kemudian etika sebelum melakukan hubungan intim suami istri, dengan ungkapannya:217 216https://www.detik.com/sumut/sumut-bercahaya/d-6528191/adab-danbacaan-doa-sebelum-berhubungan-seks-dalam-islam, diakses pada tanggal 27 september 2023 pukul 14:30 WIB 217 M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar, Keluarga Sakinah terjemah Qurratul ‗Uyun (Surabaya: Al-Miftah,2009) hlm 124
Hukum Keluarga Islam 175 ‚W[b[c n_g[heo= M_f[eoe[h bo\oha[h chncg mo[gc istri dalam keadaan suci adalah suatu kebenaran. B_l\[b[ac[f[b‛ ‚W[b[c j_go^[= K_go^c[h g_g\_lce[h bil[g[n dengan mengucapkan salam, lalu membaca sholawat ^_ha[h e[fcg[n y[ha ^cb[j[f‛ ‚B_lmyoeolf[b [n[m m_gjolh[hy[ [a[g[ m_\[\ g_f[eoe[h j_lhce[b[h. P[b[gcf[b j_hd_f[m[heo=‛ ‚K_go^ian berdoa dan bertaubatlah dari apa yang telah ^c]_a[b ^_ha[h n[hj[ e_l[ao[h‛ Bahwa sesungguhnya sebelum melakukan hubungan intim suami istri memiliki etika yang harus diperhatikan. Di antaranya adalah mensucikan batin (bersuci dari hadats) dan menghiasi batin dengan bertaubat dari segala dosa, dampak negatif (malapetaka) dan dari cela (kekurangan) yang kemudian diteruskan dengan melakukan hubungan intim suami istri dalam keadaan suci. Disamping itu juga membersihkan diri dari kotoran yang tampak dan yang tidak tampak, dengan harapan semoga allah menyempurnakan segala urusan agamanya dengan melakukan hubungan intim pada istrinya, sesuai dengan keterangan yang tertuang dalam hadits:218 ‚B[l[hamc[j[ g_f[eoe[h j_lhce[b[h, g[e[ ^c[ n_f[b menyempurnakan agamanya, maka bertakwalah kepada [ff[b j[^[ \[ac[h m_j_lob y[ha e_^o[‛ 219 218 M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar, ibid, hlm 125 219 Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan Imam Achmad, seperti keterangan yang terdapat dalam kitab Kasyfu Al-Khufa, juz 1, hlm 85, nomor hadits 214 dan kitab kanzu Al-‗Amal, juz XVI, hlm 271, nomor hadits 44403
176 Hukum Keluarga Islam Termasuk etika sebelum melakukan hubungan intim suami istri, adalah melaksanakan kesunnahan ketika memasuki kamar. Kemudian melaksanakan shalat dua rakaat atau lebih dengan membaca surat yang mudah. Setelah shalat dua rakaat lalu membaca Al-fatihah sebanyak tiga kali, dilanjutkan dengan membaca surah Al-ikhlas sebanyak tiga kali, kemudian membaca sholawat atas Nabi Muhammad SAW juga sebanyak tiga kali, mengenai waktuwaktu yang dianjurkan, waktu-waktu yang dilarang dan apa saja yang berkaitan dengan hal itu, baik tata krama ataupun yang lainnya. Sesungguhnya diperbolehkan melakukan hubungan intim suami istri pada setiap saat, baik pada g[f[g [n[o mc[ha b[lc, Ig[g A\o ‘A\^cff[b \ch Af-Chaj mengatakan dalam kitab Al-Madhkal: ‚K[go \if_b g_gcfcb [j[e[b g_f[eoe[h bo\oha[h intim suami istri pada permulaan malam atau akhirnya, tetapi melakukannya pada permulaan malam adalah lebih utama karena menyisihkan waktu mandi yang sangat lama, berbeda apabila melakukannya pada akhir malam, terkadang waktunya sangat sempit dan bahkan dapat tertinggal melaksanakan shalat subuh dengan berjamaah atau bahkan melakukan shalat subuh di luar waktu yang n_f[b ^cn_hnoe[h‛. Disamping itu, melakukan hubungan intim suami istri setelah tidur dapat merubah bau mulut yang dapat mengakibatkan kebencian, sementara maksud dan tujuan dari hubungan intim suami istri adalah simpati dan cinta kasih. Imam Ghazali mengatakan:
Hukum Keluarga Islam 177 ‚Dcg[elobe[h g_f[eoe[h bo\oha[h chncg mo[gc cmnlc pada permulaan malam agar seseorang tidak tidur dalam e_[^[[h \_lb[^[nm‛. Diantara tata krama melakukan hubungan intim suami istri adalah didahului dengan permulaan yaitu seperti bersenda gurau dan bercumbu sampai bangkitnya gairah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammd SAW: ‚m[f[b m[no ^c[hn[l[ e[fc[h d[ha[hf[b g_f[eoe[h hubungan intim dengan istrinya seperti hewan, tetapi m_\[cehy[ [^[ j_l[hn[l[hy[‛ ^cn[hy[e[h ‚[j[ y[ha _hae[o maksudkan dengan perantara itu wahai rasulullah?. R[mofoff[b g_hd[q[\ ‚]cog[h ^[h j_g\c][l[[h‛. Seperti yang telah diterangkan bahwa tergolong dari tata krama melakukan hubungan intim suami istri adalah setelah kondisi perut tidak terasa kenyang dan kondisi badan yang prima, karena melakukan hubungan intim suami istri dalam keadaan kenyang dapat mengakibatkan suatu bahaya, menggerakkan penyakit yang terdapat pada persendian dan lain sebagainya. Oleh karena itu, bagi orang yang ingin menjaga kesehatannya sebaiknya menghindari hal tersebut.220 Seks merupakan naluri setiap manusia. Siapapun dengan tidak memandang status sosial yang disandangnya pasti membutuhkannya. Kebutuhan akan seks tersebut bukanlah sesuatu yang merendahkan martabat seseorang. Islam, dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan akan seks, memandangnya dari berbagai segi. Hal ini menggambarkan bahwa kodrat manusia pada dasarnya 220 M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar, ibid, hlm 180
178 Hukum Keluarga Islam adalah suka atau cinta terhadap lawan jenis. Sehingga membahas tentang hal ini bukanlah hal yang tabuh. Dalam etika hubungan seksual terdapat beberapa kriteria yang perlu dipenuhi agar dalam melakukan hubungan seksual tetap dalam koridor dan aturan agama yakni sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Abu Bakar Jabir Al Jazairi yakni suami mencandai dan mencumbu istrinya hingga gairah seksualnya muncul, Suami tidak melihat vagina istrinya, karena dikhawatirkan istri tidak menyukainya, Berdoa terlebih dahulu sebelum melakukan hubungan seksual, Suami dilarang menggauli istrinya saat sedang haidh, nifas, atau sebelum mandi karena keduanya, Suami boleh menggauli istrinya yang sedang haidh asal tidak divaginanya, Suami diharamkan menggauli istrinya selain divaginanya, Suami tidak boleh melakukan azl kecuali dengan izin istrinya dan Suami disunnahkan berwudhu jika ingin mengulangi persetubuhan.
Hukum Keluarga Islam 179 XI d d A. Adab dalam Berhubungan Suami Istri dalam Pandangan Hukum Islam Diantara tujuan menikah adalah menyalurkan syahwat kepada pasangan yang halal untuk menjaga kemaluan dari yang diharamkan, sebagaimana seorang istri digambarkan seperti tanah tempat bercocok tanam dalam firman Allah SWT : َ و ْ ً ُ ِصه ُ ُف َ ِلأ ۟ ٔا ُ ٌ ِ ّ د َ ك َ و ْ ً ُ خ ْ ِشئ ٰ ى ُ ن َ أ ْ ً ُ ه َ ذ رْ َ ح ۟ ٔا ُ ح ْ أ َ ف ْ ً ُ ه ُ ل رْ ثٌ َ ح ْ ً ُ ن ُ آؤ ِسَ ن ٱ ۟ ٔا ُ ل ُ ح ٱ َ ُ هلل َ وٱ ۟ ٔٓا ُ ٍ َ ي ْ ع ً ُ ه ُ ن َ أ ُ ٔه ُ ل َٰ ي ُّ ٌ ِ ِ ر ّ ش َ ب َ و ٱ َ ِين ٌِِ ْ ؤ ُ ٍ ْ ى Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocoktanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu
180 Hukum Keluarga Islam kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.221 Namun ada kondisi seorang wanita tidak boleh digauli secara intim, salah satunya ketika haid. selain dari nifas, sedang ihram dan siang bulan ramadhan. Sebagaimana firman Allah SWT : ِض ِحي َ اىٍ ِ َ َ غ َ م َ ٔن ُ ســَٔـي َ ي و و َ ُ ك َ ٔ ُ ْ ى ً ذ َ ا ٔا ُ ى ِ ذ َ اعت َ ف َ آء ِصَ ّ اىن ى ِ ِض ف ِحي َ اىٍ ا َ ل َ و ُ َ ُ ْٔ ُ ة لرَ َ ح ى ّٰ ت َ ح َ رن ُ ػٓ َ ي ا َ ِذ ا َ ف َ رن ُ ٓ َ ػ َ ح ُ َ ُ ْٔ ُ اح َ ف ٌَِ ُ يد َ ح ُ ً ُ ن رَ َ ٌ َ ا ُ ّٰ اهلل ُ ِان َ ّٰ ب اهلل ُّ ِح ُ ي َ ين ِ اة ُ ٔ ُ ب اىخ ُّ ِح ُ ي َ و َ يَ ِ ِ ر ّ ٓ َ ػ َ خ اىٍ ٢٢٢ُ Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, "Itu adalah gangguan (sesuatu yang kotor)." Karena itu jauhilah1 istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci.2 Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.222 Maka dari itu, Bolehkah berhubungan dengan istri ketika haid? Jika boleh, adakah batasan atau tidak? Atau tidak boleh berinteraksi sama sekali ketika istri haid? Pembahasan ini cukup penting untuk modal yang belum menikah dan terkhusus yang sudah menikah, agar 221 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 35. 222 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 35.
Hukum Keluarga Islam 181 tidak salah langkah menyikapi kebutuhan syahwat ketika istri sedang haid. 1. Imncgn[’ Imncgn[’ S_][l[ B[b[m[ :223 ُب َ ي َ : غ ُ خاع ْ ٍِ خ ْ الاش ِّ ِ ة َ ع ُ خ َ ٍ َ ِء وح ْ ي ُ اىش ِ ة َ ع َ خ ْ ٍ َ خ ٌَِ اش ْ ُ ع ُّ خ َ ٍ ُ ِفاِع واىخ خ ْ الاُ ٍ د ْ ي َ ٍة في خ ُ د ُ ِداِد ٌ خ ْ ٍث واٌ َ ػ َ ف ْ ِ َ على ٌ ُّ ل ُ د َ ِث ي َ ٍِ ل َ الك ُ و وأص ْ َ ع َ ف َ خ ْ ِّ واُ ِ ة َ ؼ ُ ي َ ت َ أي: ح Al-Imncgnā'o c[f[b chach g_gj_lif_b g[h`[[n ^[h kenikmatan. Diambil dari kata Istamta'a bi asy-syai wa Tamatta'a bihi, yaitu merasa puas dan mendapatkan manfaat. Arti sebenarnya kata ini ialah manfaat dan penambahan masa dalam kebaikan. Imncgn[’ S_][l[ Imncf[b :224 ِِّ ِ ٌاح ّ لد ُ ِ ٍاِع وٌ ه ةالج ُ ذ ُّ ذ َ ل َ ر وح َ ةالآخ ِ ين َ ج ْ و ُ ِد اىز َ أح ُ ِفاع خ ْ اُ ِث َ ت َ داغ ُ طظىٍ ِة ونحٔ ذلم َ ل ْ ت ُ واىل Sepasang suami istri yang saling memberi manfaat serta nikmat saat berhubungan intim dan berbagai pemanasan seperti cumbu rayu, kecupan, dan sebagainya. 2. Istri رجو ْ اى ُ ة َ : اٌرأ ُ ث َ ج ْ و ُ اىز 223 Tim Yayasan Mu‘assasah Ruwad lil Ittisalat wa Taqniyatul Ma‘lumat, Mausu‘ah Al Mushtholahat Al Islamiyah, (Riyadh, Markaz Ruwad At Tarjamah, 2019) 224 Ibid
182 Hukum Keluarga Islam Istri secara Bahasa : Wanitanya seorang lelaki225 : اٌرأة ٌرحتػث ةرجو غَ غريق اىزواج ُ ث َ ج ْ و ُ اىز Istri adalah Seorang wanita yang terikat dengan seorang lelaki melalui jalur pernikahan.226 3. Haid ُ يلان : اىصُ ً غث ُ الحيض ى Haid Secara Bahasa : Mengalir227 رخ ُ غبيػٍث ي ُ ا: دم ً الحيض اصػلاح فرج اىٍرأِة الباىغث َ د ْ عب ُ ِحً يّ اىرُ ٍم ٌػئٌٍث ا ُ ٓا في أي ُ صيت ُ ي Haid secara istilah : Darah alami yang mengalir dari Rahim melewati kemaluan seorang wanita yang sudah baligh, yang didapati pada hari-hari tertentu.228 225 Jubran Mas‘ud, Ar Roid Mu‘jam Lughowy ‗Ashry,(Darul Ilmi LilMalayiin, 1992) 226 Mu‘jam Al Ma‘any al Jaami‘i 227 An Nawawy, Tahrir Alfazh At Tanbih, hlm. 44 228 Asy Syarbainy, Mughni Al Muhtaj, jilid 1, hlm. 108