Hukum Keluarga Islam 233 B. Hadits Tentang Perempuan Yang Memiliki Kekurangan Akal Dan Agama 1. Hadits Shahih Bukhari د ةَ جػفر كال أختني ّ ثنا شػيد ةَ أبي ٌريً كال أخبدُا محٍ ّ حد غَ غياض ةَ غتد اهلل غَ أبي شػيد الخد ري ّ زيد اةَ أشيً كال خرج على ّ ً في اطأطحى أو فػر إلى اٌصلى فً ّ رشٔل اهلل صلى اهلل عليّ وشي ار فليِا وةً يا رشٔ ّ اْو الن ّ صا ء فلال يا ٌػشر اىنصاء حصدكَ فأريهَ ّ اىن ل اهلل كا ل حهثدن اليػَ وحهفرن اىػشيد ٌا رأيج ٌَ ُاكصات غلو وديَ ّ أذْب ل كيَ وٌا ُلصان دينِا وغليِا يارشٔ اهلل ّب الحازم حَ احدانَ ي كال اىيس شٓادة اىٍرأة ٌرو ُصف شٓا دة اىرجو كيَ ةلي كال فذلم ٌَ ُلصان غليٓا أىيس إذاحاطج ىً حصو وىً حصً كيَ ةلى كال فذلم ٌَ حلصان ديِٓا Artinya: Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Abu Maryam berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ja'far berkata, telah mengabarkan kepadaku Zaid -yaitu Ibnu Aslam- dari 'Iyadl bin 'Abdullah dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada hari raya 'Iedul Adlha atau Fitri keluar menuju tempat shalat, beliau melewati para wanita seraya bersabda: "Wahai para wanita! Hendaklah kalian bersedekahlah, sebab diperlihatkan kepadaku bahwa
234 Hukum Keluarga Islam kalian adalah yang paling banyak menghuni neraka." Kami bertanya, "Apa sebabnya wahai Rasulullah?" beliau menjawab: "Kalian banyak melaknat dan banyak mengingkari pemberian suami. Dan aku tidak pernah melihat dari tulang laki-laki yang akalnya lebih cepat hilang dan lemah agamanya selain kalian." Kami bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, apa tanda dari kurangnya akal dan lemahnya agama?" Beliau menjawab: "Bukankah persaksian seorang wanita setengah dari persaksian laki-laki?" Kami jawab, "Benar." Beliau berkata lagi: "Itulah kekurangan akalnya. Dan bukankah seorang wanita bila dia sedang haid dia tidak shalat dan puasa?" Kami jawab, "Benar." Beliau berkata: "Itulah kekurangan agamanya." Adapun hadits serupa, memiliki lafad yang sama dengan shahih bukhari diriwayatkan juga oleh ibnu majah283 284, sunan abu daud285 dan sunan ad-darimi286 2. Hadits Shahih Muslim Artinya: Telah meriwayatkan Muhammad bin Rumh bin al-Muhajir al-Mishri telah mengabarkan kepada kami al-Laits dari Ibnu al-Had dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: "Wahai kaum wanita! Bersedekahlah kamu dan perbanyaklah istighfar. Karena, aku melihat kaum wanitalah yang paling 283 al-Bukhari, Jami Shahih Bukhari, Jilid l, h.68 284 Yazid al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah, Jilid l, h.1326. 285 Abu Daud Sulaiman Bin al-Asy‘as Abu Daud, Sunan Abu Daud (Beirut: Maktabah al-Asyriyah), Jilid lV, h.214. 286 Abdullah Bin Abdurrahman al-Darimi, Musnad al-Darimi (Saudi Arabiyah: Daru al-MughniLynasir Wa al-Tauzi 1412 M) Jilild l, h.684.
Hukum Keluarga Islam 235 banyak menjadi penghuni Neraka." Seorang wanita yang pintar di antara mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa kaum wanita yang paling banyak menjadi penghuni Neraka?" Rasulullah SAW bersabda: "Kalian banyak mengutuk dan mengingkari (pemberian nikmat dari) suami. Aku tidak melihat mereka yang kekurangan akal dan agama yang lebih menguasai pemilik akal, daripada golongan kamu." Wanita itu bertanya lagi, "Wahai Rasulullah Apakah maksud kekurangan akal dan agama itu?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Maksud kekurangan akal ialah persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki. Inilah yang dikatakan kekurangan akal. Begitu juga kaum wanita tidak mengerjakan shalat pada malam- malam yang dilaluinya kemudian berbuka pada bulan Ramadlan (karena haid). Maka inilah yang dikatakan kekurangan agama." Dan telah menceritakan tentangnya kepada kami Abu ath-Thahir telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahab dari Bakar bin Mudlar dari Ibnu al-Had dengan sanad ini semisalnya." Dan telah menceritakan kepadaku al-Hasan bin Ali al-Hulwani dan Abu Bakar bin Ishaq keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ja'far dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Zaid bin Aslam dari Iyadl bin Abdullah dari Abu Sa'id al-Khudri dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. (dalam riwayat lain disebutkan) Dan telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah serta Ibnu Hujr mereka bertanya, telah menceritakan kepada kami Ismail -yaitu
236 Hukum Keluarga Islam Ibnu Ja'far- dari Amru bin Abu Amru dari al-Maqburi dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, seperti hadits yang semisal dengan hadits Ibnu Umar, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."287 Adapun hadits serupa, memiliki lafad yang sama dengan shahih muslim diriwayatkan oleh sunan abu daud.288 Berdasarkan pengumpulan hadits yang setema tersebut, dapat dilihat hadits tersebut memiliki beberapa jalur sanad. Hal ini menunjukkan bahwa hadits ini banyak diriwayatkan dan memiliki kualitas tinggi, terbukti hadits tersebut terdapat dalam kitabkitab induk hadits yang memiliki kredibilitas yang tinggi diantaranya terdapat dalam shahih bukhari dan shahih muslim. Selain itu varian hadits-hadits tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaanya hanya terdapat dalam redaksi yang sedikit berbeda saja, tidak berbeda dalam hal makna. C. Tinjauan Historis terhadap Hadits Agar dapat memahami hadits dengan baik, tentunya tinjauan historis tidak bisa dipisahkan dari hadits itu sendiri. Menurut Yusuf al-Qardhawi, salah satu aturan dan petunjuk dalam memahami hadits adalah memahami hadits sesuai dengan latar belakang, situasi & kondisi (kaitan), dan maksudnya.289 Sehingga dalam memaknai sebuah hadits tidak berseberangan dengan maksud dan tujuan dari hadits 287 Muslim Bin Al-Hajaj, Jami Shahih Muslim (Beirut: Dar Al-Ihya Turas AlArabi) Jilid l, h. 86. 288 Daud Sulaiman, Sunan Abu Daud, Jilid lV, h. 214 289 Yusuf al-Qardhawi, Kayfa Nata''amalma"a al-Sunnah al-Nabawiyyah. (Kairo: Dar al-Shuruq, 2004), h. 145.
Hukum Keluarga Islam 237 tersebut serta mengurangi atau menyalahi nilai substansinya. Hal ini bisa diterapkan dengan menganalisa latar belakang munculnya sebuah hadits atau yang lebih dikenal dengan istilah sabab al-wurud, serta menelaah kondisi dan situasi ketika hadits tersebut muncul. D. Latar Belakang Munculnya (Sabab al-Wurud) Hadits Dalam kitab al-Bayan wa al-T[’lc` e[ly[ I\h H[gz[b [fHanafi disebutkan bahwa sebab kemunculan hadits ini adalah ketika Rasulullah SAW keluar menuju tempat shalat, kemudian beliau melewati sekelompok perempuan. Pada saat itu, Rasulullah berhenti sejenak dan memberikan nasehat serta arahan terhadap perempuan-perempuan tersebut, hingga muncul ungkapan ‚Y[g[ ’mb[l [f-nisa Ya,, g[ l[’[yno gch h[kcm[h. [kf q[ ^ch. ‛. 290 Mengenai sebab turunnya hadits perempuan kekurangan akal dan agama tidak ada asbab al-wurud yang jelas, Nabi menyampaikan hadits tersebut ketika hari Raya Id. Namun, ada keraguan dari perawi apakah di hari Raya Id al-Fitri atau Id al- Adha. 291Dalam kitab Fathul Bari dijelaskan bahwa Nabi hendak melaksanakanshalat di hari Raya, ketika Nabi melewati kerumunan perempuan. Pada waktu itu Nabi berjanji untuk memberikan khutbah khusus bagi perempuan, dan pada saat itu Nabi menepati janjinya untuk memberikan nasihat serta kabar gembira bagi kaum perempuan. Hadits tersebut diawali dengan pernyataan 290 Ibnu Hamzah al-Hanafi. Al-Bayan wa al-Ta‟rif fi Asbab Wurud al-Hadith al-Sharif. (t.t: Tab‘ah Sayyid Musa, 1329 H), 309. 291 Burhanuddin Bin Hamzah Al-Damaski, Al-Bayan Wa Al-Ta‟rif Fi Asbab Al-Wurud al-Hadist al- Syarif (Beirut: Dar al-Kitab al-A‘rabi), Jilid 1, h. 306.
238 Hukum Keluarga Islam Nabi yang memerintahkan untuk bersedekah kepada para perempuan yang sedang berkumpul pada hari Raya Id.292 Adapun keadaan pada saat itu sudah sangat mendesak, dan ketika Nabi khutbahdihari Raya Id beliau memerintahkan kepada para perempuan untuk bersedekah. Karena pada saat itu sedekah merupakan kebaikan yang paling utama. Kemudian perintah untuk bersedekah tersebut dilanjutkan dengan cerita surga dan neraka yang Nabi lihat ketika peristiwa cml[’ dan gc’l[d. 293 Perkataan Nabi tersebut seolah menjadi bentuk pernyataan agar kaum perempuan pada saat itu lebih memperhatikan sekaligus menggugah kaum perempuan untuk bersedekah.294 Abu Syuqqah memberikan penjelasan yang cukup menarik mengenai bagaimana memahami hadits perempuan kekurangan akal dan agama. Menurutnya, hadits tersebut memiliki konteks khusus yang tidak bisa digeneralisasikan begitu saja. Abu Syuqqah juga menegaskan bahwa hadits itu di nyatakan Nabi pada hari Raya Idul Fitri, yakni ketika Nabi bersama para sahabat sedang bercakap-cakap di dalam masjid setelah menunaikan shalat Ied. Dalam suasana Ied seperti itu, tidak mungkin Nabi secara sengaja mengungkapkan kata- kata yang menyakiti umatnya, termaksud dalam hal ini adalah menyakiti kaum perempuan. Apalagi dalam prilaku keseharian Nabi dikenal sangat santun dalam 292 Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath ulBari, (Jakarta: Pustaka Azam, 2009), Jilid IV, h. 53. 293 Ibid, h. 508 294 Ulfa Zakiyah, Re-Interpretasi Hadis Perempuan Mayoritas Penghuni Neraka (Kajian Hadis Misoginis), (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2015), h.73-74
Hukum Keluarga Islam 239 memperlakukan istri dan anak-anak perempuannya. E. Analisa situasi, kondisi ketika hadits muncul serta memahami arah dan maksud (maqasid) hadits Dari tinjauan ini bisa dibagi menjadi beberapa bentuk analisa, di antaranya: Situasi dan kondisi (munasabah) ketika hadits ini diucapkan.295 Seperti pada pembahasan latar belakang munculnya hadits ini yang menyebutkan bahwa Rasulullah ketika hendak keluar pada waktu hari l[y[ (‘c^), \_fc[o \_ln_go ^_ha[h m_e_figjie j_l_gjo[h kemudian memberikan nasehat serta arahan kepada perempuan-perempuan tersebut. Jika diperhatikan dengan seksama, bagaimana mungkin seorang Rasul yang mulia, yang menjunjung tinggi khuluq al-azim serta diutus untuk menyempurnakan makarim al-akhlaq, pada kondisi atau momen yang bahagia ketika itu, mengungkapkan kata-kata yang isinya merendahkan pribadi perempuan, meremehkan reputasi perempuan, atau menganggap tidak sempurna terhadap diri perempuan. Hadits ini dari sisi melihat pribadi Rasulullah yang mulia, tidak bisa dimaknai dan dipahami bahwa Rasulullah ketika mengungkapkan kata ‚g[ l[’[yno gch h[kcm[h‛ \_lg[emo^ g_l_h^[be[h perempuan dan mencelanya. Kepada siapa (objek) hadits ini ditujukan. Jika ditinjau dari objek atau kepada siapa hadits ini diungkapkan, maka yang dimaksud kelompok perempuan dalam hadits ini adalah para perempuan Madinah yang mayoritas dari kaum 295 Abdul Hlmim Muhammad Abu Shuqqah, Tahrir al-Mar‟ah fi Asri alRisalah. (Kuwait: Dar al- Qalam li al-Nashr wa al-Tauzi, 1999), vol. 1, h. 275
240 Hukum Keluarga Islam Ansar. Umar bin al-Khattab pernah menjelaskan karakteristik perempuan Madinah saat itu, yaitu banyak mendominasi suaminya. Bentuk kata (sighah) yang digunakan dalam mengungkapkan hadits. Sedangkan jika dilihat dari bentuk kata (sighah) yang dipakai oleh Rasulullah dalam mengungkap hadits ini, bukanlah sebagai bentuk penetapan n_lb[^[j e[c^[b [n[o boeog y[ha ogog (n[klcl k[’c^[b [g aw hukm am). Artinya, ungkapan Rasul ini bukanlah sebuah penetapan umum terhadap apa yang Beliau ungkapkan, yakni semua perempuan adalah makhluk yang akal dan agamanya setengah. Namun, ungkapan yang dipakai oleh Rasul lebih dekat kepada ungkapan yang menunjukkan rasa takjub, kagum, terpukau atau terpesona terhadap makhluk yang pada dasarnya atau secara zahir memiliki kekurangan, kelemahan dan kelembutan namun di sisi lain mempunyai kekuatan yang luar biasa, yaitu mampu mengalahkan/menguasai hati laki-laki yang perkasa dan berkemauan keras. Ungkapan Rasul ini lebih mengarah kepada makna takjub terhadap hikmah Ilahi yang meletakkan kekuatan terhadap sesuatu yang lemah (perempuan), atau mengeluarkan kelemahan dari sesuatu yang kuat (laki-laki). F. Maksud Kekurangan akal dan Kekurangan agama dalam Kandungan Hadits Dalam memaknai sebuah hadits tentunya tidak terlepas dari makna kata yang beredar pada saat hadits tersebut muncul. kondisi lingkungan pada saat munculnya ungkapan hadits juga sangat berpengaruh terhadap pemaknaan sebuah hadits. Selain itu, memahami ajaran Islam secara
Hukum Keluarga Islam 241 menyeluruh juga memberikan banyak arti dalam memahami sebuah hadits, agar pemahaman yang disimpulkan dari sebuah hadits tidak dipahami secara parsial, namun lebih komprehensif. Sebagian orang memahami hadits ini secara tekstual dan kemudian dengan mudahny[ g_ha[haa[j ^[’c` b[^cnm chc ^_ha[h [f[m[h nc^[e masuk akal atau tidak sesuai dengan realita yang ada.296 Oleh karena itu, agar makna hadits ini bisa dipahami secara komprehensif, perlu adanya peninjauan terhadap makna ^[lc ohae[j[h ‚m_n_ha[b [e[f ^[h m_n_ha[b [a[g[‛ sehingga membuktikan apakah Rasulullah menggunakan ungkapan ini untuk merendahkan dan mengejek para perempuan atau malah memujinya. G. Makna kekurangan Akal dalam Kandungan Hadits Jika diperhatikan hadits tersebut, kekurangan akal perempuan diidentikkan dengan kesaksian kaum perempuan yang kekuatannya dinilai setengah dibandingkan dengan kesaksian laki-f[ec ‚m[b[^[b [f-g[l’[b gcnmf nishf syahadah al-l[dof‛ (e_m[emc[h j_l_gjo[h m_\[h^cha dengan setengah kesaksian laki-laki). Hadits ini sangat relevan dengan ayat al-Qol’[h mol[n [f-Baqarah (2) ayat 282297 yang berbicara tentang perihal hutang piutang dan kesaksian. Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, Tafsir al-Quran al-Adzim, menjadikan hadits tersebut sebagai penguat ayat 296 Nasir Bin Abdullah al-Ulwan, al-Tibyan Sharh NawaQid Al-Islam, h. 27 297 Arti potongan ayat tersebut: .. .dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-laki (diantaramu). Jika tidal ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang lainnya mengingatkannya..
242 Hukum Keluarga Islam tersebut.298 Namun hal ini harus ditelaah lebih jauh agar terhindar dari kesalahpahaman yang fatal. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, bahwa hadits ini bukanlah merupakan bentuk ketetapan dan justifikasi Rasul atas rendahnya nilai j_l_gjo[h. P_lhy[n[[h ‚eol[ha [e[f‛ n_lm_\on \oe[hf[b norma yang sifatnya mutlak dan melekat pada diri setiap perempuan, kapan pun dan di mana pun. Persoalan seterusnya yang ditimbulkan oleh para kaum feminis adalah bahwa hadits ini dengan jelas telah merendahkan kemampuan akal wanita dengan adanya bukti lain yakni kesaksian dua wanita disamakan dengan seorang laki-laki. Tidak bisa dipungkiri memang sebagian ulama mengakui bahwa kesaksian wanita lemah karena kemampuan akal wanita lebih rendah dibanding laki-laki. Namun demikian, menurut sebagian besar ulama mengatakan bahwa walaupun secara zhahir teks tersebut menunjukkan kelemahan wanita, akan tetapi maksud yang sebenarnya [^[f[b nc^[e ^_gcec[h. T_em my[l’c n_lm_\on m_d[nchy[ b[hy[ menjelaskan perbedaan yang sama sekali bukan bermakna diskriminasi.299 Berkenaan dengan Al-Qol’[h mol[n [f-Baqarah ayat 282 yang menurut kaum feminis merupakan bukti yang mendukung bahwa Islam adalah agama yang misoginis, menurut Musthafa Abd al-Wahid, cara memahaminya tidaklah demikian. Ia berpendapat bahwa pemahaman terhadap ayat di atas, tidaklah berarti kaum perempuan 298 Abu Fida‘ Isma‘il Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim (Beirut: Dar al-Fikr, 2005), jilid I, h. 306. 299 Khlmf Muaammar. “Wacana Kesetaraan Gender”, h. 51
Hukum Keluarga Islam 243 tidak dapat menjadi saksi sendirian. Sebab, masalah kesaksian adalah suatu persoalan yang mudah dilakukan baik oleh laki-laki maupun perempuan yang dapat memenuhi syarat. Walaupun demikian, agama Islam merupakan agama yang sangat memuliakan kaum wanita. Karena wanita mempunyai perasaan yang lembut dan jiwa kasih sayang yang tinggi yang berpotensi untuk memalingkan kesaksian dan menutupi kebenaran yang tidak sesuai dengan perasaannya. Dengan demikian, jika ada dua orang perempuan sebagai saksi, apabila ada salah seorang dari mereka lupa, maka yang lain dapat mengingatkannya (an tadhilla ihdahuma wa tudzakkira ihdahuma al-ukhra), sehingga dapat terhindar dari kesalahan dan dapat menyampaikan kebenaran.300 Adapun menurut Ahmad Musthafa al-Maraghi, persoalan kesaksian perempuanyang ditetapkan dalam Islam harus dua orang, sedangkan bagi laki-laki cukup satu il[ha, ^c ^[f[ghy[ n_le[h^oha l[b[mc[ my[lc’[n ([ml[l [fmy[l’cyy[b) y[cno e_\c[m[[h y[ha \_lf[eo \[bq[ j_l_gjo[h tidak disibukkan dalam aktivitas publik seperti politik dan ekonomi. Oleh karena itu, ingatan mereka dalam masalah ini adalah lemah, akan tetapi dalam masalah keluarga dan rumah tangga, ingatan mereka lebih kuat dibandingkan kaum laki-laki. Karena kekuatan pikiran manusia sangat dipengaruhi oleh sesuatu yang menjadi pusat perhatian dan keinginannya. Sekalipun pada masa sekarang, perempuan telah banyak berkecimpung dalam dunia publik, hukum ini tetap berlaku dan tidak ada perubahan, karen hukum al- 300 Musthafa Abd al-Wahid, al-Islam wa al-Musykillah al-Jinsiyyah (Kairo: Dar al-Ithisham), h. 129
244 Hukum Keluarga Islam Qol’[h g_fcb[n m_mo[nu itu secara menyeluruh bukan parsial, atomistik dan temporal. Sedangkan pada setiap masa, perempuan yang berkecimpung dalamdunia publik (wanita karir), sangat sedikit jumlahnya, maka hukum persaksian dua orang perempuan sebanding dengan seorang laki-laki tetap berlaku tanpa ada perubahan.301 Namun, apakah nilai kesaksian perempuan secara mutlak dinilai setengah/separuh daripada kesaksian lakilaki? Di sinilah kelemahan kita di dalam memahami hadits Nabawi secara totalitas. Sejarah membuktikan bahwa tidak semua kesaksian perempuan diposisikan setengah/separuh daripada kesaksian laki-laki. Sebenarnya, dalam permasalahan persaksian ada kriteria yang harus dimiliki seorang saksi, yaitu: 1. Saksi harus adil dan dhabit dalam menceritakan kejadian sesuai realitas. 2. Antara saksi dan kejadian memiliki kesinambungan atau hubungan yang membuatnya mampu menjelaskan secara detail tentang apa yang dilihatnya.302 Dari dua kriteria tersebut, jelas bahwa seorang saksi harus mempunyai kredibilitas, kemampuan menyimak atau merekam peristiwa yang terjadi serta memiliki kesinambungan yang memberikan kepastian kebenaran peristiwa yang diceritakan. Hal ini berlaku baik bagi saksi laki-laki maupun perempuan. Perlu dijelaskan juga bahwa 301 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Beirut: Dar al-Fikr), jilid. I, juz. III, h. 75. 302 Abdul Hamid Abdullah dan Nazir Muhammad Iyad. Madhahib Fikriyyah fi al-Mizan. (Kairo: Maktabah Rishwan), 86
Hukum Keluarga Islam 245 adanya kelemahan ini, tidak bermakna bahwa kaum wanita adalah inferior dan kaum laki-laki superior karena masingmasing diberi oleh Allah kelebihan dan kekurangan dalam bidang-bidang tertentu. Salah satu kenyataan yang perlu diingatkan disini adalah bahwa ketika Rasulullah Saw. menjelaskan tentang kelemahan wanita dari sisi akal dan agamanya tersebut, beliau tidak menyebut atau bermaksud menegaskan bahwa kaum pria lebih sempurna akal dan agamanya dibanding perempuan. Kesempurnaan agama itu tidaklah bergantung kepada jenis kelamin, karena jenis kelamin tidak menentukan ketajaman akal dan kesempurnaan agamanya. Sebaliknya ketajaman akal dan kesempurnaan agama itu bergantung kepada anugerah Tuhan yang tidak mengenal jenis kelamin dan sejauh mana mereka berusaha. Hal ini bermakna bahwa dalam usaha ke arah kesempurnaan akal dan agama, wanita mempunyai hambatan yang lebih dibanding laki-laki, meski keduanya mempunya potensi yang sama. Hambatan ini bukan berasal dari segi biologis maupun fisiologis, akan tetapi berasal dari fitrah wanita yang berbeda dengan laki-laki, di mana wanita mengalami haid yang pastinya akan menghalanginya untuk beribadah khusus.303 Kemudian dalam kasus-kasus di mana nilai kodrati perempuan yang menyangkut dengan kesaksian tersebut lebih kuat daripada nilai kodrati kaum laki-laki, maka Islam justru lebih mengunggulkan kesaksian perempuan dari pada kesaksian laki- laki. Kesaksian seorang ibu agar putrinya yang dicerai oleh suaminya tidak dibebani masa ‘c^^[b e[l_h[ c\o n_lm_\on m_][l[ nl[hmj[l[h g_h^[j[n 303 Khlmif Muammar. “Wacana Kesetaraan Gender”, h. 51
246 Hukum Keluarga Islam informasi dari putrinya bahwa dirinya belum pernah disentuh (disetubuhi) oleh suaminya, atau ibu tersebut menyaksikan haidnya putri tersebut, maka nilai kesaksian ibu dalam kasus seperti ini jelas lebih akurat daripada kesaksian bapaknya sendiri, apalagi laki-laki lain. Sebagai contoh ketika Rasulullah SAW mengakadnikahkan kedua mempelai, tiba-tiba seorang perempuan memberikan kesaksian bahwa kedua mempelai tersebut adalah sama-sama saudara susuan atau anak susunya, maka secara tegas Rasulullah menerima kesaksian perempuan tersebut dan membatalkan pernikahan kedua mempelai tersebut. Hal ini sangat berbeda sekiranya seorang atau beberapa orang laki-laki memberikan kesaksian dalam kasus tersebut, mungkin Rasul masih akan mempern[hy[e[h: ‚Somohy[ mc[j[?‛ Di sinilah letak nilai keadilan, karena nilai kodrati dalam kesaksian kasus seperti ini bagi perempuan lebih kuat dari pada laki-laki, sehingga nilai kesaksian perempuan diposisikan lebih tinggi dari pada kesaksian laki-laki. Sekiranya kaum laki-laki menuntut kesetaraan dan kesamaan dengan perempuan dalam kasus seperti ini, berarti ia telah keluar dari fitrahnya sendiri, dan justru berdampak kepada ketidakadilan. Dengan demikian kuat dan tidaknya nilai kesaksian bukan karena bersumber dari jenis laki-laki maupun perempuannya, dalam suatu kasus, siapapun yang mempunyai nilai kodrati yang lebih kuat, maka kesaksiannya lah yang patut lebih diunggulkan. Di sinilah letak hakekat makna sebuah keadilan. Dengan demikian, pemahaman terhadap teks hadits tentang kurangnya akal bagiperempuan sama sekali tidak
Hukum Keluarga Islam 247 menunjukkan adanya indikasi merendahkan atau mendiskreditkan posisi kaum perempuan dalam pergaulan sosial (keterkaitannya dengan kasus persaksian). Maka sungguh tidak tepat apa yang dilontarkan oleh kaum feminis yang menyatakan bahwa hadits ini dan juga alQol’[h surat al- Baqarah ayat 282 adalah bukti penindasan dan perendahan derajat dan martabat kaum perempuan dalam Islam. Akan tetapi di dalamnya terdapat hikmah danrahasia-l[b[mc[ my[lc’[n ([ml[l [f-n[mylc’) y[ha n_f[b digariskan oleh Allah, dan kesemuanya adalah demi kemashlahatan manusia.304 H. Makna Kekurangan Agama Dalam Kandungan Hadits Dalam pernyataan teks hadits selanjutnya secara jelas R[mofoff[b SAW g_h_l[hae[h g[eh[ ‚m_n_ha[b [a[g[‛ (nuqsan al-din) yaitu berkaitan dengan kewajiban yang ditinggalkan oleh perempuan seperti puasa dan shalat e_nce[ m_^[ha b[c^. N[goh ‚eol[hahy[ [a[g[‛ ^c mchc nc^[e bisa dimaknai bahwa keimanan perempuan setengah akibat nc^[e m_gjolh[ ^[f[g g_hd[f[he[h my[lc’[n Imf[g. H[f chc bisa dijelaskan sebagai berikut:305 1. Kekurangan (nuqsan) di sini yaitu pada kadar taklif (_g\[h my[lc’[n), \oe[h j[^[ [m[f n[efc`. j[^[ q[eno y[ha lain, dan shalat tidak wajib diqadha. Yang menjadi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal ini bukanlah dari sisi asl al-takalif, akan tetapi bentuk al- 304 Asep Setiawan, Perempuan Sebagai Mayoritas Penghuni Neraka Dan Kelemahannya Dari Sisi Akal Dan Agama (Sanggahan Atas Gugatan Kaum Feminis Terhadap Hadis Misoginis), Tajdid, Vol.18, No.1, 2019, h.18 305 Abdul Hamid Abdullah dan Nazir Muhammad Iyad, Madhahib Fikriyyah fi al-Mizan. h. 83.
248 Hukum Keluarga Islam takalif al-sulukiyyah (cara yang ditempuh dalam menjalankan taklif) saja yang berbeda. Sehingga meskipun perempuan shalat dan puasanya tidak sempurna, bukan berarti keimanannya juga tidak sempurna. Selain itu, tidak sempurnanya shalat dan puasa yang dilakukan oleh perempuan, bukan berarti menjadikan diri perempuan sebagai makhluk yang serba kekurangan dan tidak sempurna. Karena ketidaksempurnaan shalat dan puasa perempuan tersebut berlandaskan tuntunan dan perintah dari Allah SWT y[ha g_ha[nol my[lc’[n Imf[m. 2. Perempuan mendapatkan keringanan dari Allah SWT untuk tidak melaksanakan sebagaian tuntutan (kewajiban) agama dan menggugurkannya, namun hal tersebut tidak mengurangi pahala yang akan didapat. Hal chc \cm[ ^cc\[l[ne[h ^_ha[h m_m_il[ha y[ha \_e_ld[ ‚j[ln ncg_‛ h[goh g_h^[j[n a[dc j_hob. K[l_h[j_lchn[b Allah terhadap perempuan untuk tidak shalat dan puasa, bukanlah bentuk taqsir (menganggap lemah/kurang) terhadap perempuan, namun lebih kepada bentuk takhfif (meringankan) terhadap beban perempuan. Perempuan ^cmc`[nc ‚[a[g[hy[ eol[ha‛ ^c mchc g[eh[hy[ bukanlah sebagai penetapan bahwa agama yang dimiliki perempuan tersebut tidak sempurna, akan tetapi lebih kepada keringanan yang Allah berikan kepada perempuan. Karena dalam kondisi ini, perempuan tidak mempunyai pilihan untuk tetap melanjutkan puasa atau shalatnya. 3. B_le[cn[h ^_ha[h _m_hmc _g\[h my[lc’[n (n[efc` my[l’cyy[b) itu sendiri, muncul sebuah pernyataan bahwa yang
Hukum Keluarga Islam 249 ^cgchn[ if_b my[lc’[n [^[f[b noh^oe j[^[ [nol[h y[ha berlaku. Tunduk atau patuh tersebut adakalanya bisa dilaksanakan dengan menjalankan sebuah perintah, ada pula dengan menjauhi sebuah larangan(imtithal alawamir wa ijtinab al nawahi). Kaitannya dengan hal ini, perempuan mendapatkan larangan untuk melakukan shalat dan puasa ketika haid, hal ini berarti tunduk dan patuh dengan cara menghindar atau menjauhi apa yang dilarang. Dan ketika perempuan tidak melakukan shalat dan puasa pada saat haid,tetap mendapatkan pahala, karena dalam rangka menaati perintah Allah. Menurut Qasim Amin, maksud dari kekurangan perempuan yang disebutkan dalam hadits ini adalah merupakan satu petunjuk bahwa kemungkinan besar adanya kekurangan dalam bidang-bidang tertentu baik secara alamiah maupun insidental. Kekurangan di bidang apapun, tidak mengurangi kemampuan intelektual dan tanggung jawab yang harus dipikul. Diantara tanggung jawab mendasar adalah mengurus anak, karena keberadaan kaum perempuan sangat mempengaruhi generasi mendatang, menurutnya perempuan yang rusak akhlaknya, lebih berbahaya daripada laki-laki yang rusak akhlaknya.306 Allah SWT memberikan beban (taklif) terhadap g[homc[ ohnoe g_hd[f[he[h my[lc’[n Imf[g, \[ce f[ec-laki maupun perempuan. Perempuan sama- sama diberikan _g\[h ^[f[g g_hd[f[he[h my[lc’[n Imf[g, h[goh ^[f[g kondisi tertentu diberikan keringanan dalam menjalankanhy[. K_lcha[h[h y[ha ^c\_lce[h Sy[lc’[n Imf[g n_lb[^[j 306 Qasim Amin, Tahrir Al-Mar‟ah Wa Al-Mar‟at Al-Jadidah ( Kairo: alMaktabat al-Arabiyah,1984), hlm. 157.
250 Hukum Keluarga Islam j_l_gjo[h m_bchaa[ j_ha[g[f[h my[lc’[nhy[ m_n_ha[b (tidak sempurna seperti laki-laki) ini, bukan berarti mengurangi pahala yang akan diperoleh oleh perempuan tersebut. karena ketika perempuan tidak menjalankan e_q[dc\[h my[lc’[n ^cm_\[\e[h if_b m_mo[no m_bchaa[ my[lc’[n melarang perempuan tersebut untuk menjalankannya, itu semua adalah tuntunan yang diberikan Allah yang mengatur dan memberikan taklif terhadap manusia. Oleh karena itu, j_l_gjo[h y[ha nc^[e g_f[em[h[e[h my[lc’[b e[l_h[ [^[ f[l[ha[h my[lc’[b nc^[e j[non ohnoe ^cm[f[be[h dan dianggap bahwa agamanya tidak sempurna. Perempuan secara kodrati mengalami masa haid, namun bukan berarti karena sebab haid tersebut menjadikan perempuan sebagai makhluk yang kotor dan najis dan kemudian mengklaim bahwa Islam merendahkan derajat perempuan, ini adalah kesalahan pemahaman yang fatal. Karena yang dianggap kotor dan najis adalah darah yang keluar, bukanlah perempuannya. Dan perlu dipahami juga bahwa kekurangan tersebut bukan rekayasa ataupun keinginan perempuan yang shalat dan puasa adalah karena Allah semata begitu pula mereka meninggalkan ibadah tersebut juga karena Allah. Dengan keadaan demikian maka mereka dijamin mendapatkan pahala yang besar, jika semuanya diniatkan karena Allah semata.307 Ditinjau dari segi kesehatan, perempuan yang sedang menstruasi (haid) kehilangan darah secara terus menerus dalam kurun waktu 3-7 hari tergantung siklus menstruasi masing-masing, dan banyaknya darah yang keluar berkisar antara 20-80 ml satu kali siklus. Kehilangan darah yang terus 307 Abdul Halim Abu Suqqah, Kebebasan Wanita, Jilid 1. h.294
Hukum Keluarga Islam 251 menerus mengakibatkan perempuan lebih mudah lelah, memiliki kadar emosi yang naik turun, serta rentan terkena anemia. karena melalui darah yang keluar tersebut ia kehilangan mineral zat besi yang sangat penting bagi tubuh.308 Para medis menyarankan agar ketika dalam keadaan haid, perempuan banyak beristirahat dan mengonsumsi makanan yang bergizi. karena dengan hal tersebut darah, magnesium dan zat besi dalam tubuh yang berharga tidak terbuang begitu saja. Hal ini selaras dengan larangan untuk berpuasa dalam kondisi haid. Sehingga bisa dibayangkan jika saja perempuan yang sedang haid masih diwajibkan berpuasa, akan banyak perempuan yang tidak sanggup dan akan menderita anemia kronis, karena ia harus berpuasa pada saat seharusnya ia membutuhkan asupan nutrisi dan zat besi yang cukup untuk kesehatan tubuhnya. Ketika perempuan melakukan shalat dalam gerakan sujud dan loeo’, [e[h g_hchae[ne[h j_l_^[l[h ^[l[b e_ l[bcg, karena adanya kebutuhan sel-sel rahim dan ovarium seperti sel-sel limpa yang membutuhkan banyak darah. Sementara perempuan yang haid, jika menunaikan shalat, akan menyebabkan banyak darah mengalir ke rahimnya. Akibatnya akan terjadi kehilangan darah bersih/darah baik karena keluar bersama darah haid. Selama haid, diperkirakan perempuan akan kehilangan darah dalam jumlah yang banyak. Jika perempuan haid menunaikan shalat, zat imunitas (ketahanan tubuh) di tubuhnya akan hancur. Sebab sel darah putih yang memainkan peran 308http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2012/07/28/hikmah-kenapawanita-haid-tidak- dibolehkan-berpuasa-481446.html
252 Hukum Keluarga Islam sebagai zat imun akan hilang bersama darah haid. Jika hal ini berlaku maka seluruh organ tubuhnya seperti limpa dan otak akan diserang penyakit. Lebih dari itu gerak fisik ketika sujud dan rukuk semakin menambah aliran darah ke rahim akan menyebabkan kekurangan zat besi dari tubuh adalah rahmat dan karunia Allah kepada perempuan, Dia menggugurkan kewajiban shalat dan qadhanya dari mereka. Hal itu tidak berarti bahwa perempuan kurang akalnya dalam segala sesuatu atau kurang agamanya dalam segala hal. Rasulullah SAW telah menjelaskan bahwa kurang akal perempuan itu dilihat dari sudut kelemahan ingatan dalam kesaksian; dan sesungguhnya kurang agamanya itu dilihat dari sudut meninggalkan shalat dan puasa di saat haid dan nifas. Dan inipun tidak berarti bahwa kaum lelaki lebih utama (lebih baik) daripada kaum perempuan dalam segala hal. Akan tetapi meskipun demikian, adakalanya perempuan lebih unggul dari pada laki-laki dalam banyak hal. Betapa banyak perempuan yang lebih unggul akal (kecerdasannya), agama dan kekuatan ingatannya dari pada kebanyakan laki- laki. Sesungguhnya yang diberitakan oleh Nabi Saw. di atas adalah bahwasanya secara umum kaum perempuan itu di bawah kaum lelaki dalam hal kecerdasan akan dan agamanya dari dua sudut pandang yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW tersebut. Kadang ada perempuan yang amal salihnya amat banyak sekali hingga mengalahkan kebanyakan kaum laki-laki dalam beramal salih dan bertakwa kepada Allahu SWT serta kedudukannya di akhirat dan kadang dalam masalah tertentu perempuan itu
Hukum Keluarga Islam 253 mempunyai perhatian yang lebih sehingga ia dapat menghafal dan mengingat dengan baik melebihi kaum laki laki dalam banyak masalah yang berkaitan dengan dia (perempuan). Kaum perempuan juga bersungguh-sungguh dalam menghafal dan memperbaiki hafalannya sehingga ia menjadi rujukan (referensi) dalam sejarah Islam dan dalam banyak masalah lainnya. Hal seperti ini sudah sangat jelas sekali bagi orang yang memperhatikan kondisi dan perihal kaum perempuan di zaman Rasulullah SWT dan zaman sesudahnya. Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, dari aspek sanadnya, hadits ini tidak perlu dipertanyakan lagi kesahihannya karena ia diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim serta Imam lain yang termasuk dalam kutub al- tis"ah. Adapun pernyataan kurangnya akal pada hadits Rasulullah Saw. di atas, dapat dipahami adalah persaksian perempuan yang dinilai separuh persaksian lakilaki. Hal ini sangat relevan karena kondisi pada saat itu lakilaki lebih banyak berinteraksi di luar, sedangkan perempuan di rumah. Sehingga kecermatan persaksian lakilaki lebih akurat dari pada persaksian perempuan. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa kaum wanita pada saat itu, masih sedikit yang berkemampuan dan berkreasi, hal ini dapat dimaklumi karena wanita baru mendapat kebebasan untuk hidup layak dan dihargai yang mana pada waktu sebelumnya (masa jahiliyah) begitu dicampakkan dan dimarginalkan. Dengan datangnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw. kaum wanita sungguh dimuliakan dan dihargai.
254 Hukum Keluarga Islam Terkait dengan masalah kekurangan agama, dapat dipahami juga bahwa hal itu terbatas pada spiritual keagamaan dalam Islam, yang dalam hal ini adalah shalat dan puasa dikarenakan mereka sedang haid atau nifas. Mereka mendapatkan dispensasi untuk tidak melaksanakan shalat dan puasa namun mereka masih bisa menunaikan ibadah lain seperti berdzikir, berdoa, dan menggantinya dengan memperbanyak sholat sunnah ketika sudah suci. Adapun kekurangan tersebut pun bersifat temporer, tidak sepanjang masa dan relatif dalam waktu yang sebentar. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Islam adalah agama yang sangat mengangkat derajat harkat dan martabat kaum wanita, tidak didapati satu ayat pun dalam al-Qur"an yang merendahkan atau mendiskreditkan wanita. Demikian pula halnya dengan hadits Nabi Saw. tidak ada satupun isi kandungan hadits yang menganggap bahwa kaum perempuan adalah makhluk yang tidak sempurna atau inferior seperti mayoritas sebagai penghuni nereka, kurang akal dan agamanya sebagaimana hadits yang dibahas di tulisan ini. Pemahaman dapat diraih, bila keduanya dipahami dengan baik, komprehensif, holistik dan tidak parsialatau atomistik, dan tidak juga dibumbui dengan semangat anti Islam, paham humanisme atau feminisme Barat yang tidak ada sama sekali dasarnya dalam Islam.
Hukum Keluarga Islam 255 Daftar Pustaka A.g Img[noff[b, ‚M[z[bc\ Jolh[f P_gcecl[h Imf[g,Kihm_j Sakinah, Mawaddah dan Rahmah Dalam al-Qol[h‛ (Perspektif Penafsiran al-Quran dan Tafsirnya), Vol. XIV, No. 1 Juni 2015 A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Surabaya : Pustaka Progressif, 1997. Abd al- Aziz Mabruk al-Aḥmadi, dkk, al-Fiqh al-Muyassar, terj: Izzudin Karimi, Cet. 3, Jakarta: Darul Haq, 2016. Abd Al- Qadir Manshur, Buku Pintar Fiqih Wanita, Jakarta:Zaman 2012. Abd Al-Qadir Mansyur, Buku Pintar Wanita, Jakarta: Zaman, 2012. Abd Al-Qodirmanshur. Buku Pintar Fiqih Wanita, Jakarta: Zaman. 2012. Abd al-W[bbā\ [f-Khlmlaf, Ilm Usul al-Fiqh, terj: Moh Zuhri dan Ahmad Qorib, Edisi Kedua, Semarang: Dina Utama, 2015. Abduh, Muhammad. al-Islam wa al-Mar‟ah, Kairo: al-Qahirah al-Tsaqafah al- Arabiyah, 1975.
256 Hukum Keluarga Islam Abdul Aziz Muhammad Azzam & Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fikih Munakahat, Jakarta: Amzah, 2009. Abdul Hamid Kisyik, Bimbingan Islam untuk Mencapai Keluarga Sakinah (Bina‟AlUsrah Al- Muslimah: Mausu’ah Al-Za waj A1-Islami), Penerjemah: Ida Nursida, Bandung: Mizan Pustaka 2005. Abdul Hlmim Muhammad Abu Shuqqah, Tahrir al-M[l’[b `c Amlc al-Risalah, Kuwait: Dar al- Qalam li al-Nashr wa alTauzi, 1999. Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah (Surabaya: PT Bina Ilmu,1995), h. 135. Abdul Rahman Ghazali, Fikih Munakahat, Cet. 5, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009. Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2014. Abdullah Bin Abdurrahman al-Darimi, Musnad al-Darimi (Saudi Arabiyah: Daru al-MughniLynasir Wa al-Tauzi 1412 M. Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Jilid 14 Singapura: Pustaka Nasional, 1999. Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 , Singapura: Pustaka Nasional, 1999. Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Singapura: Pustaka Nasional, 1999. Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Singapura: Pustaka Nasional, 1999. Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Singapura: Pustaka Nasional, 1999.
Hukum Keluarga Islam 257 Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Jilid 7 Singapura: Pustaka Nasional, 1999. Abdur Rohman Al-J[zclc, Fckb ‘Af[ M[^z[bc\of Al\[’[b Joz 4, Beirut: Darl al-Fikr, 1987. Abdur Rohman Al-J[zclc, Fckb ‘Af[ M[^z[bc\of Al\[’[b Joz 4, Beirut: Darl al-Fikr, 1987. Abdurrahman ibn Abi Bakar al-Suyutiy, Al-Asybat wa al-Nazair, Juz 1, (Makkah al-Mukarramat, Maktabat Nizar Mustafa alBaz, 1997. A\^omm[gc’ Ahcm, M_ni^_ R[mofoff[b M_ha[n[mc Pli\f_g[nce[ Rumah Tangga, Jakarta: Qisthi Press, Tt. A\^omm[gc’ Ahcm, M_ni^_ R[mofoff[b M_haatasi Problematika Rumah Tangga (Jakarta: Qisthi Press, Tt. Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Qurtubiy, al-Jami‟ li Ahkam Al-Qur‟ān, Juz V, Kairo: Dar al-Katib al-Arabiy, 1967. Abu al-Fadal Shihabuddin al-Sayyid Mahmud al-Alusiy, Ruh alMa‟aniy fi Tafsir Al- Qur‟ān al-Adhim wa al-Sab‟ alMatsaniy, juz III, t.t.: Dar al-Fikr, t.th Abu Bakar Jabir Al Jazairi, Ensiklopedia Muslim-Minhajul Muslim, Bekasi: PT Darul Falah, 2009. Abû Bakr ibn Muhammad al-Husaynî, Kifâyah al-Akhyâr, juz I, (Surabaya: al-Hidayah, t.th. A\o Fc^[’ Img[’cf I\h K[nmcl, T[`mcl [f-Quran al-Adzim, Beirut: Dar al-Fikr, 2005. Abu Malik Kamal, Fiqh Sunnah Wanita, Jakarta : Al-I'tishom Caahaya Umat, 2007.
258 Hukum Keluarga Islam Abu Malik Kamal, Fiqih Sunnah Wanita, Jakarta ; Al-I'tishom Cahaya Umat, 2007. Abu Malik Kamal, Fiqih Sunnah Wanita, Jakarta ; Al-I'tishom Cahaya Umat, 2007. Abu Tauhid, H., 1990. Beberapa Aspek Pendidikan Islam. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga. Abu Umar Basyir, Sutra Ungu Panduan Berhubungan Intim dalam Perspektif Islam, Solo: Rumah Dzikir, 2006. Add-Qadir Manshur, Buku Pintar Fiqh Wanita, Jakarta: Zaman, 2012. Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta : UII Press, 1996. Ahmad Saebani, Beni. Fiqh Munakahat 2, Bandung:Cv Pustaka Setia ,2020. Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Darus Sunnah, 2014. Ahmad Warsan Munawir,Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Progresif, 1997. Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir, Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997. Aḥmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir ArabIndonesia, Jakarta: Pustaka Progresif, 1984. Ahmad, Solihin Bunyamin, Kamus Induk Al-Qur‟ān, Granada Investa Islami. 2012. Ahmadi Sofyan Azhari, The Art of Islamic Sex, Jakarta: Lintas Pustaka, 2007. Aibak, Kutbhuddin. Metodologi Hukum Islam, tt. th.
Hukum Keluarga Islam 259 Al-Ashfahani, al-Mufradat fi Gharibil-Qol'[h, B_clon: DālofM[‘lc`[b, n.nb. Al-Dahlawi, Hujjatul Balighoh, juz 11, Qahirah: Dar al-Turats, 1355 H. al-Fahham, Muhammad. Berbakti Kepada Orang Tua Kunci Kesuksesan dan Kebahagiaan Anak terj. Ahmad Hotib, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006. Al-Fahnan, Muhammad. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006. Al-Hafiz Shihab al-Din bin al-F[^[f Abg[^ \ch ”Afc \ch H[d[l [f- ”Amk[f[hcy, F[nb [f- Bariy bi Sharh al-Bukhariy, Juz XV, Beirut: Dar al-Fikr, 1993. Ali Ahmad Al Qolimi, Ahkamul Usrah fi as-Sy[lc’[b [fIslamiyyah, Daru An-Nomblib fcf J[g[’[b: 2008. Al-Imam Abu Fida Ismail Ibn Katsir, Tafsir Al-Qol’[h Af-Adzim, Jilid 2, Bandung: Sinar Baru Agresindo, 2000. Al-Imam Abu Fida Ismail Ibn Katsir, Tafsir Al-Qol’[h Af-Adzim, Jilid 2, Bandung: Sinar Baru Agresindo, 2000. Aliy al-”A\\[m Sbcb[\ [f-Din Ahmad bin Muhammad alQastalaniy, Al-Irsyad li Sharh Sahih al-Bukhariy, Juz VIII, Beirut: Dar al-Fikr, 1304. H. Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, jilid. 14, terj. M. Masrida, Jakarta: Pustaka Azam, 2008. Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, jilid. 14, terj. M. Masrida, Jakarta: Pustaka Azam, 2008. al-Soyonc, Lo\ā\ [f-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, terj: Tim Abdul Hayyie, Cet.10, Jakarta: Gema Insani Press, 2015.
260 Hukum Keluarga Islam Amin, Qasim. Tahrir Al-M[l’[b W[ Af-M[l’[n Af-Jadidah ( Kairo: al-Maktabat al-Arabiyah,1984. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2009. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Cet. 5, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; antara Fiqh Munakahat dan Undang- Undang Perkawinan, Cet. 3, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009. Alc`ch A\^off[b, ^ee. ‚Jolh[f Hoeog K_fo[la[ ^[h Hoeog Imf[g, K_^o^oe[h Izch Rodoe So[gc ^[f[g M[m[ ‘I^^[b (Analisis Perspektif Hukum Islam). Volume 2 No.2. JuliDesember 2018. Asghar Ali Engineer, Hak-hak Perempuan dalam Islam. terj. Farid Wajidi dan Cici Farkha Assegaf, Jakarta; LSPPA, 1994. ash-Shiddiqi, Hasbi. Filsafat Hukum Islam, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001. Amg[h, ‚Af-Qadha: Jurnal Hukum Islam dan PerundangUndangan Volume 7 No 2, Desember 2020. As-Subki, Ali Yusuf, Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, Jakarta : Amzah, 2010. As-Subki, Ali Yusuf, Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga Dalam Islam, Jakarta : Amzah, 2010.
Hukum Keluarga Islam 261 Bastiar, Pemenuhan Hak dan Kewajiban suami Istri Mewujudkan Rumah Tangga Sakinah, Jurnal Ilmu Syariah, Perundang undangan dan Hukum Ekonomi Syariah, Vol 1 No 1 Tahun 2018. Basyir, Azar. Hukum Perkawinan Islam, Jogjakarta: UII Press, 1999, hlm.58 BP4, Perkawinan & Keluarga, dalam Membangun Keluarga Sakinah, majalah bulanan. No. 451/XXXVIII/2010, Diterbitkan Badan Penasehatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Pusat. 2010. Budi Suhartawan, Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Perspektif Al-Qol’[h (K[dc[h T_g[nce), Jolh[f Ifgo AfQol’[h ^[h T[`mcl, Vif. 2 Ni. 02 T[boh 2022. Dahlan, Moh. Abdullah Ahmed an-N[’cg: Ejcmn_gifiac Hoeog Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Daud Ali, Mohammad. Hukum Islam- Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2017. Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008. Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008. Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008.
262 Hukum Keluarga Islam Dch[ Y. Sof[cg[h, ‚F_gchcmg_ D[h K_m[f[b[h P[l[^cag[‛, Dalam Http://Dinasulaeman.Wordpress.Com (6 April 2023. Djaman Nur, Fiqih Munakahat, Semarang: Dimas Semarang. Tt. Djazuli, A. Kaidah-kaidah Fiqih, Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah Yang Praktis,Cet ke-7, Jakarta: Kencana, 2017. Dwi Runjani Juwita, Konsep Sakinah Mawaddah Warrahmah Menurut Islam. Jurnal AnNuha. Vol 4 Nomor 2, Desember 2017. 205 F[ckib, ‚K_j_gcgjch[h P_l_gjo[h ^[f[g T_em-Teks Ajaran Agama dalam Perspektc` P_gcecl[h Kihm_lp[nc`‛, ^[f[g Tim Editor PSW UII, kumpulan makalah seminar Penguatan Peran Politik Perempuan, Pendekatan Fiqih Perempuan, Yogyakarta : Lembaga Penelitian UII, 1998. Fazlurrahman, Islam, alih bahasa Ahsin Muhammad, Banung: Pustaka, 1948. Fuadhaili, Ahmad. Perempuan Di Lembaran Suci, h. 151. Gunawan, Heri. Keajaiban Berbakti Kepada Kedua Orang Tua, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014. H.M.A. Tihami dan Sohari Sahrani , Fikih Minahakat; Kajian Fikih Nikah Lengkap, cet. 3, Jakarta: Rajawali Pers, 2013. H.S. Al-Hamdani, Risalah Nikah (Jakarta: Pustaka Amani, 2001. Habieb Bullah, Hadits Tentang Perempuan Setengah Akal Dan Aa[g[hy[ Sno^c M[’[hcf H[^cnm, T[b^cm Vif.11 Nigil 2 Tahun 2020
Hukum Keluarga Islam 263 Hafis, Muhammad dan Jumni Nelli. Hukum Keluarga Islam Indonesia (Konsep Maslahah terhadap Perkembangan Hukum Hukum Keluarga Islam di Indonesia), Yogyakarta: Deefublish, 2023. Hafis, Muhammad. Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia, Yogyakarta: Penamuda Media, 2024. Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Cet. 3, Banda Aceh: Yayasan Pena, 2010. Hamid, Zahri. Pokok-Pokok Perkawinan Islam dan UndangUndang Perkawinan Islam di Indonesia ,cet 1, Yogyakarta: Binacipta, 1978. Hamka, Tafsir al-Azhar juz V, Jakarta: Panjimas, 1986. Hazairin, Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, Jakarta: Tintamas,1975. HR. Muslim dalam pembahasan tentang nikah, bab: Keengganan Isteri Memenuhi Ajakan Suami (2/1059) Hukum Islam: Keluarga Sakinah, Mawaddah, warahmah, Dalam https: //www. facebook.com/ BelajarHukum Islam, diaskes 1 Mei 2021. Hom_ch Mob[gg[^, _n. [ff., ‚Fckb S_emo[fcn[m:Rcm[f[b Imf[g Untuk Pemenuhan Hak-Hak Seksualitas, (Jakarta: BKKBN, 2011). hlm. 9 Husein Muhammad, fiqh Perempuan Refleksi Kiyai Atas Wacana Agama dan Gender, Yogyakarta: Tp,Tt. I\h Romy^, Bc^āy[b [f-Modn[bc^ q[ Ncbāy[b [f-Muqtaṣid, ( terj: Fuad Syaifudin Nur, Jilid 2, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2016.
264 Hukum Keluarga Islam I\h‘Amyol Mob[gg[^ T[bcl, T[`mcl Af-Tahrir Wa Al-Tanwir, Vif. 11’, Tohcmc[: D[l S[bhoh Lc Af-Nasyr Wa Al-Tawzi, 2003. Ibnu Hamzah al-Hanafi. Al-Bayan wa al-T[’lc` `c Am\[\ Wolo^ [fHadith al-Sb[lc`, n.n: T[\’[b S[yyc^ Mom[, 1329 H. Ibnu Jariri Ath-Tb[\[lc, J[gc’ [f-B[y[h [h T[’qcf Ayc Af Qol [h, Jilid 20, Jakarta: Pustaka Azam, 2007. Ibnu Katsir,Tafsir Quran al-Adzim,Dar Fikr,jilid 1, hlm. 491 Ibnu Mansur al-Afriqi, lisan a-‘Al[\, B_clon: D[l [f-Sadrm t.th. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Mukhtaṣar Zad al-M[’[^, _^. Ih, Z[^of M[’[^: J[f[h M_hodo e_ Aebcl[n, (n_ld: K[nbol Sob[l^c), cet. 3, Jakarta: Gema Insani Press, 2011. Ibnul Qoyyim AL-Jauziyah.,t. th.Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud. Beirut:Darul Kutub. Ibrahim dan Darsono, Penerapan Fiqih, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003. Ilyas, Hamim dkk, Perempuan Tertindas, Kajian Hadits-Hadits Misoginis, Yogyakarta:Elsaq Press dan PSW, 2008. Ilyas, Hamim. Perempuan Tertindas Kajian Hadits-Hadits Monogini, Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005. Imam al-Nawawiy, Sahih Muslim bi Sharh al-Nawawiy, Jilid VI, Juz XII, Bairut: Dar al-Fikr, 1983. Imam al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi 14 terj. Fathurrahman, dkk, Ed. M. Iqbal Kadir. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009. Imam As-Suyuthi, Asbabun Nuzul Sebab-Sebab Turunnya Ayat Al-Qol’[h, J[e[ln[ : Pomn[e[ Af-Kautsar, 2014. Imam Ibnu Hajar Al-Asqalaaniy, Fath Al-Baariy, (Darul fikr, tt).
Hukum Keluarga Islam 265 Imam Muhammad Bin Ismail al-Bukhori, al-Adabul Mufrad, Jakarta: Buana Ilmu Ilami, 2005. Imq[h^c, Ah^c ^[h F[nol Ribg[h, ‚K_fo[la[ S[ech[b ^[f[g P_lmj_enc` Fckcb Sohh[b S[yyc^ S[\ck‛, Jolh[f Hoeog dan Pengkajian Islam, Volume 2 No 02 Tahun 2022. M Quraish Shihab, Tafsir Al- Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟ān, Lentera Hati; 2000. M. Ali Maghfur Syadzili Iskandar, Keluarga Sakinah terjemah Qoll[nof ‘Uyoh, Sol[\[y[: Af-Miftah,2009. M. Fuad Abdul Baqi, al-Mo’d[g [f-Mufahraz li Alfad Alquran, Beirut:Dar al-Fikr, 1980. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟ān, hlm. 269-270. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol 14, Jakarta: Lintera Hati, 2002. M. Shyuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa, 1991. M.Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat), Bandung Mizan, 1994. M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 11 Cet.III: Jakarta: Lentera Hati, 2005. M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 11 Cet.III: Jakarta: Lentera Hati, 2005. M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 11 Cet.III: Jakarta: Lentera Hati, 2005. M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 11 Cet.III: Jakarta: Lentera Hati, 2005.
266 Hukum Keluarga Islam M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jilid 11, Cet.III: Jakarta: Lentera Hati, 2005. Machfud, Keluarga Sakinah Membina Keluarga Bahagia, Surabaya: Citra Fajar, 2008. Marzuki Umar Sa'abah, Perilakua Seks Menyimpang Dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam, Yogyakarta : UUI Press, 2001. M[m^[l F M[m’o^c, Imf[g D[h H[e-Hak Reproduksi Perempuan, Bandung: Mizan, 2000. M[m^[l F. M[m‛o^c, Imf[g ^[h H[e-hak Reproduksi Perempuan, Bandung, Mizan, 1997. Md Zawawi Abu Bakar dan Wan Ab. Rahman Khudzri Wan Abdullah, Hak Suami Isteri dalam Perkahwinan Islam: Analisis menurut Fiqh, Journal of ethics legal and governance, Vol. 4, 2008. Misbah bin Zainil Musthofa, Tafsir Jalalain, Surabaya: Hidayah, Tt. Muh. Yusuf Asy Syahir. Tafsir Al-Bahr Al-Muhit, Beirut : Dar AlAlamiyah, 1993. Muhammad Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni, Surabaya : PT. Bina Ilmu, 2008. Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam, edisi kedua, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997. Muhammad ibn Tulun al-Salih, Al-Syadrah fi al-Musthaharah, Juz II, Beirut Dar al- Kutub al- ”cfgcy[b, 1993. Muhammad Izzuddin Taufiq, Panduan Lengkap & Praktis Psikologi Islam, Jakarta: Gema Insani, 2006.
Hukum Keluarga Islam 267 Mob[gg[^ N[mc\ Rc`[’I, T[cmclo [f-Aliyyil Qadir li Ikhtisari Tafsir Ibnu Kasir, Alih bahasa Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani, 1999. Muhammad, Imarah, Ma‟alim al-Manhaj al-Islamiy, Bairut: Dar al-Shuruq. 1991. Muktar, Kamal. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1974. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif AlQur‟ān, cet-2, Dian Rakyat: Jakarta, 2010. Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif AlQur‟ān, cet-2, Dian Rakyat: Jakarta, 2010. Nur cholifah dan Bambang Ali Kusumo, Hak Nafkah anak Akibat Perceraian, Jurnal Wacana Hukum, vol IX, Oktober, 2011. Nur I‟anah, ‚Birr al-Walidain Konsep Relasi Orang Tua dan Anak dalam Islam‛, Buletin Psikologi, Vol. XXV, No. 2 tahun 2017. Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, Jakarta: Paramadina, 2000. Okta Vinna Abriyanti, Hak Nafkah Istri dan Anak Yang Dilalaikan Suami Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Desa Purwodadi 13A Kecamatan Trimurjo, kabupaten Lampung Tengah), Skripsi hukum Keluarga IAIN Metro, 2017. Qodri Azizy, A. Eklektisisme Hukum Nasional-Kompetisi Antara Hukum Islam dan Hukum Umum, Yogyakarta: Gama Media, 2002.
268 Hukum Keluarga Islam Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qol’[h Vif. VII. R. Zainul Mushthofa dan Siti Aminah. "Tinjauan Hukum Islam T_lb[^[j Pl[en_e K[`[’[b S_\[a[c Uj[y[ M_g\_hnoe Keluarga Sakinah." UMMUL QURA 15.1. 2020. Rahmat Rosyadi: Problem Sex, Kehamilan, dan Melahirkan, Bandung: Angkasa, 2006. Rasyid Ridha, Muhammad. Panggilan Islam Terhadap Wanita, pengalihan Bahasa, Afif Muhammad, Cet,1 Bandung:Pustaka, 1986. Rizem Aizid, Fikih Keluarga Terlengkap: Pedoman Praktis Ibadah Sehari-Hari Bagi Keluarga Muslim, Yogyakarta: Laksana, 2018. Rofiq, Ahmad. Hukum Perdata Islam di Indonesia, edisi revisi, cet. ke-1, Jakarta: Rajawali Pers, 2013. Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah, Juz III, Beirut: dar-alFikr, 1983. Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah, Juz III, Beirut: dar-alFikr, 1983. Sayyid Ibrahim, Tafsir fathul qodir, alih bahasa Imam Muhammad as-Syaukani, Jakarta: Pustaka Azam, Tt. Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilal al-Qol[h, n_ld. Am’[^ Y[mch ^ee, Jakarta: Gema Insani, 2004. Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilal al-Qur‟an: Di Bawah Naungan AlQur‟an. Terj. As‟ad Yasin dkk, Jilid 2, Jakarta: Gema Insani, 2001. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz III, Beirut: dar-alFikr, 1983. Sifa Mulya Nurani, Relasi Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Analitis Relevansi Hak
Hukum Keluarga Islam 269 Dan Kewajiban Suami Istri Berdasarkan Tafsir Ahkam Dan Hadits Ahkam), Journal Al-Syakhsiyyah, Vol. 3 No. 1 Tahun 2021. Sohari Sahlan, Fiqh Munakahat Kajian Fiqh Lengkap, Jakarta: Rajawali, 2010. Sohari Sahrani, Munakahat Kajian Fiqih Lengkap, Jakarta: Rajawali, 2010. Sutisna, Atik. Membina Perkawinan yang Bahagia, Bandung: Cahaya Abadi, 1978. Syaikh Imam Al Qurthubi. Tafsir Al-Qurthubi, Cet.I. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008. Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, Jakarta: Bee Media Pustaka, 2017. Syarief, Amiruddin. Menangkal Virus Islam Liberal. Bandung:Persis Pers, 2010. Syarifuddin, Amir. Hukum perkawinan di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2006. Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2007. Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Jakarta : Kencana, 2004. Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat Dan Undang- Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana, 2009. T[o`ck Pli^o]n, Qol’[h Ih MS Wil^, T[`mcl L_hae[j D_j[ln_g_h Agama. 2018.
270 Hukum Keluarga Islam TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam: Tinjauan Antar Mazhab, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001. Wahbah al-Zuḥaili, al-Mu‟tamad fī al-Fiqh al-Syafi‟i, ( Juz 4, Damaskus: Dar al- Qalam, 2011. Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir, jilid. 11, terj. Al-Kattani dkk. Jakarta: Gema Insani, 2013. Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir, jilid. 11, terj. Al-Kattani dkk. Jakarta: Gema Insani, 2013. Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu, Beirut: ArAl-Fiqh, 1997. Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Wasith Jilid 3 terj. Muhtadi, Cet I, Jakarta: Gema Insani, 2013. Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa adillatuhu, (Beirut: Dar alFikr, 19989), jilid II, Cet.II. Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Mohcl [kc^[b my[lc’[b g[hb[d, dcfc^ 1, Damaskus: Darul Fikr, 2005. Wibisana, Wahyu. Perkawinan Dalam Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam -Ta'lim Vol. 14, No. 2. 2016. Yasid Fiqh Realitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Yasid Fiqh Realitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Berbakti Kepada Kedua Orang Tua, Jakarta: Darul Qalam, 2008. Yusuf al-Qardhawi, Kayfa Nata''amalma"a al-Sunnah alNabawiyyah, Kairo: Dar al-Shuruq, 2004. Zainal Arifin, "Tantangan Membentuk Keluarga Sakinah Pada Generasi Milenial." Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman 6.2 2020.
Hukum Keluarga Islam 271 Zainuddin Abdul Aziz Al—M[fc\[lcy, F[nbof Mo’ch. n_ld. Afcy Am’[^, Ko^om: M_h[l[ kudus, 1980.
272 Hukum Keluarga Islam Dr. H. Johari, M.Ag: Lahir di Sungai Alam Bengkalis, 20 Maret 1964. Menempuh pendidikan dasar SD di desanya tamat tahun 1978 melanjutkan ke SMP Negeri 3 Bengkalis tamat 1981, untuk sekolah menengah atas penulis selesaikan di Madrasah Aliyah YPPI Bengkalis tahun 1984. Sejak 1984 penulis pendidikan S1 jurusan Peradilan Agama di Fak. Syariah IAIN Sulthan Syarif Qasim Pekanbaru selesai tahun 1990. Sejak 1991 menjadi ASN di almamaternya IAIN Susqa Pekanbaru. 1993 sd 1995 mendapat kessmpatan studi lanjut S2 di IAIN Sunan Kalijaga dan 2016 menyelesaikan S3 di UIN Suska Riau. Menulis beberapa buku dan junal baik yang berskala nasional maupun internasional. Sekarang penulis mengampu mata kuliah Qawaid Fiqhjyah dan Fiqh Mawaris di program S1 dan mata Kuliah Fiqh Mu'asyarah Zaujiyah di program S2.
Hukum Keluarga Islam 273 Karya Ilmiah yang dihasilkan oleh penulis, selain buku yang ada dihadapan pembaca ini adalah: 1. Moderasi Agama Dalam Perspektif Fiqih (Analisis Konsep Al-Tsawabit Dan Al-Mutaghayyirat Dalam Fiqih Serta Penerapannya Pada Masa Pandemi Covid-19). 2. Istihsan Method And Its Relevance To Islamic Law Reform: Content Analysis Of Fatwa Of Majelis Ulama Indonesia On Corneal Transplant. 3. Impact Of Covid-19 Pandemic On The Implementation Of Islamic Fiqh Al-Tasawabit And Al-Mutaghayyirat Approaches. 4. Maqasid Al-Syariah Sebagai Problem Solver Terhadap Penetapan Hak Asuh Anak Pasca Perceraian. 5. Human Resource Management At Dompet Dhuafa Institution In Indonesia. 6. Re-Interpretation Of Islamic Transaction Principles In Economic Activities. 7. Baznas Breakthrough In Enhancing The Indonesian Mustahik Database. System: Analysis Of Prospect And Difficulties. 8. Empowerment Of Cash Waqf In The Agricultural Sector. 9. Kaidah-Kaidah Fiqh Dan Penerapannya Dalam Ijtihad Medis Kontemporer. 10. Persepsi Hakim Agama Tentang Penggunaan Kalender Hijriyah Dalam Perhitungan Masa Iddah. 11. Beberapa Aspek Fikih Bias Gender Dan Pengaruhnya Terhadap Pengembangan Dakwah. 12. Kajian Terhadap Asas-Asas Teologis Dalam Surah AnNcm[’ Ay[n 129 T_hn[ha Anol[h Kihelcn Mihia[gc
274 Hukum Keluarga Islam Muhammad Hafis, S.H.,M.H.,C.Me. Anak ketujuh dari delapan bersaudara yang mempunyai watak ingin tahu banyak hal dan ingin selalu melakukan hal-hal baru, meskipun itu harus dijalani sendiri tidaklah menjadi penghalang bagi diri. Lahir dari keluarga yang bahagia pada hari senin tanggal 15 Mei 1997. Setelah tamat Sekolah Dasar (SD), penulis melanjutkan j_h^c^ce[h ^c P_m[hnl_h D[lof ‘Ufog 2016, e_go^c[h j[^[ tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan strata satu (S1) di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sultan Syarif Kasim Riau, selesai pada tahun 2020 dengan predikat cumlaude IPK 3, 87, kemudian pada tahun sama pula penulis melanjutkan magister HKI di Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan selesai pada tahun 2022 dengan predikat cumlaude IPK 3,92 dengan masa studi 1 tahun 10 bulan. Selama menjalani masa pendidikan S1 di Riau penulis aktif di organisasi Komunitas Rohani Islam (ROHIS) baik tingkat Fakultas maupun Universitas dan Penulis juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Syariah dan Hukum 2018, selama penulis menjalani pendidikan strata satu (S1) penulis pernah mendapat beasiswa dua kali, Pertama beasiswa dari Peningkatan prestasi akademik (PPA) dan kedua beasiswa PTPN V. Perjuangan S1 di Pekanbaru dan S2 di Yogyakarta mempunyai tantangan berbeda, S2 dengan membuka jualan minuman dan mengajar guru ngaji merupakan tantangan tersendiri, meski merasa sangat kerepotan dalam mengatur waktu antara memenuhi kebutuhan keuangan dan mengejar target S2, selain itu saya juga mempunyai tanggungjawab sebagai koordinator
Hukum Keluarga Islam 275 bidang pelatihan di muamalat center consulting, salah satu lembaga di Pekanbaru yang fokus dalam bidang konsultasi, edukasi hukum dan manajemen pada sektor bisnis syariah dan keluarga Islam, selain itu penulis juga aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Riau-Yogyakarta (HMPR-Y) sebagai wakil ketua umum 2022-2023. Karya Ilmiah yang dihasilkan oleh penulis, selain buku yang ada dihadapan pembaca ini adalah : 1. Buku: Hukum Keluarga Islam Indonesia (Konsep Maslahah terhadap Perkembangan Hukum Keluarga Islam di Indonesia). 2. Buku: Konkritisasi Aturan Munakahat di Indonesia (K_m_f[l[m[h [hn[l[ ‚Hoeog Imf[g‛ ^[h ‚Hoeog N[mcih[f‛). 3. An Interpretive Review Of Interfaith Marriages And Validity In Indonesia Election: Jurnal Mahkamah: Kajian Ilmu Hukum Dan Hukum Islam, Vol. 7, No.2, Desember 2022 P-Issn: 2548-5679 Doi: 10.25217/Jm V7i2.2707. 4. Maqasid Al-Syariah Sebagai Problem Solver Terhadap Penetapan Hak Asuh Anak Pasca Perceraian: Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 22(3), Oktober 2022, 1522-1531. 5. Anak Angkat Sebagai Penghalang Penetapan Ahli Warits Perspektif Maqasid Syariah (Analisis Terhadap Putusan Hakim Pengadilan Agama Pekanbaru Klas 1 No. 181/Pdt.P/2020/PA.Pbr ): Justitiabelen,Vol. 7 No.2 Desember 2021.
276 Hukum Keluarga Islam 6. Akibat Hukum Terhadap Perubahan Perjanjian Perkawinan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 69/Puu-Xiii/2015: Hukum Islam, Vol. 22, No. 2 Desember 2022. 7. Kewajiban Menghadirkan Saksi Dalam Talak Di Pengadilan Agama Dan Relevansinya Dengan Pandangan Ibnu Hazm: Jurnal Ilmiah Ahwal Syakhshiyyah (Jas) Volume 4 Nomor 2 Tahun 2022 EIssn: 2714-7398. 8. Persepsi Keluarga Sakinah Bagi Pasangan Suami Istri Yang Belum Memiliki Anak: Jurnal Ilmiah Ahwal Syakhshiyyah (Jas) Volume 4 Nomor 2 Tahun 2022 EIssn: 2714-7398. Selain karya ilmiah di atas penulis juga aktif menulis di beberapa website dengan tulisan lepas yang dapat dibaca juga oleh pembaca.
Hukum Keluarga Islam 277