The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Islam adalah agama yang memberikan perhatian besar terhadap pentingnya institusi keluarga. Sebab, Keluarga merupakan jiwa dan tulang punggung sebuah suatu Negara, kesejahteraan yang dirasakan oleh merupakan gambaran dari keadaan keluarga yang hidup di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, jika kita ingin menciptakan Negara yang sejahtera, damai dan sentosa (baldatun thayyibatun) landasan yang harus kita bangun (starting) adalah masyarakat yang baik (thayyibah) adapun pilar yang harus ditegakkan, Dengan figur seorang ayah yang bijaksana, ibu penyantun, lembut dan bisa mendidik serta membesarkan anak-anak dengan penuh kasih sayang akan membentuk karakter البيت anak menjadi baik dan kuat melalui didikan seorang ibu, inilah arti dari )Ibulah guru pertama dalam sebuah keluarga( مدرسة الأولى Anak-anak dari didikan inilah yang akan mengisi ruang-ruang kepemimpinan, ruang-ruang penegak hukum, ruang-ruang perpolitikan di Indonesia dan seterusnya. Tentunya ini penghargaan dan keistimewaan yang besar terhadap setiap orang tua, bahwa untuk mewujudkan generasi emas baik dan berkualitas di dalamnya ada kontribusi besar setiap orang tua. Sebab masa depan seorang anak sangat ditentukan dimana, dan bersama siapa ia berada.

Tidak kalah penting adalah, bahwa kemajuan dan karakteristik suatu Negara dan

bangsa yang maju dan bernilai positif di setiap line kehidupan Negara harus ditopang dengan kualitas karakter dan moral rakyatnya (masyarakatnya),

sedangkan masyarakat itu bagian dari anggota keluarga tersebut.

Apabila sebuah keluarga mempunyai nilai moral dan karakter yang bagus. Meskipun sebuah Negara sedang berkembang, maka Negara itu akan menjadi Negara yang maju dan berperadaban tinggi dengan kualitas unggul (emas).

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-05-04 04:22:08

Hukum Keluarga Islam

Islam adalah agama yang memberikan perhatian besar terhadap pentingnya institusi keluarga. Sebab, Keluarga merupakan jiwa dan tulang punggung sebuah suatu Negara, kesejahteraan yang dirasakan oleh merupakan gambaran dari keadaan keluarga yang hidup di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, jika kita ingin menciptakan Negara yang sejahtera, damai dan sentosa (baldatun thayyibatun) landasan yang harus kita bangun (starting) adalah masyarakat yang baik (thayyibah) adapun pilar yang harus ditegakkan, Dengan figur seorang ayah yang bijaksana, ibu penyantun, lembut dan bisa mendidik serta membesarkan anak-anak dengan penuh kasih sayang akan membentuk karakter البيت anak menjadi baik dan kuat melalui didikan seorang ibu, inilah arti dari )Ibulah guru pertama dalam sebuah keluarga( مدرسة الأولى Anak-anak dari didikan inilah yang akan mengisi ruang-ruang kepemimpinan, ruang-ruang penegak hukum, ruang-ruang perpolitikan di Indonesia dan seterusnya. Tentunya ini penghargaan dan keistimewaan yang besar terhadap setiap orang tua, bahwa untuk mewujudkan generasi emas baik dan berkualitas di dalamnya ada kontribusi besar setiap orang tua. Sebab masa depan seorang anak sangat ditentukan dimana, dan bersama siapa ia berada.

Tidak kalah penting adalah, bahwa kemajuan dan karakteristik suatu Negara dan

bangsa yang maju dan bernilai positif di setiap line kehidupan Negara harus ditopang dengan kualitas karakter dan moral rakyatnya (masyarakatnya),

sedangkan masyarakat itu bagian dari anggota keluarga tersebut.

Apabila sebuah keluarga mempunyai nilai moral dan karakter yang bagus. Meskipun sebuah Negara sedang berkembang, maka Negara itu akan menjadi Negara yang maju dan berperadaban tinggi dengan kualitas unggul (emas).

Hukum Keluarga Islam 83 Hadits di atas jelas menunjukkan darjat suami serta tanggungjawab yang mesti dilaksanakan oleh istri ke atas suaminya. Perbuatan sujud di dalam Islam lazimnya dilakukan oleh manusia sebagai hamba kepada pencipta iaitu khalik. Justeru itu, hadits di atas menggambarkan betapa seorang istri wajib mematuhi dan mentaati seseorang suami. Walau bagaimanapun, istri dikecualikan daripada mentaati suami pada perkara-perkara yang mungkar. Sabda Nabi SAW yang bermaksud:92 ‚Tc^[e \if_b m_il[ha cmnlc g_hn[[nc mo[gchy[ n_lb[^[j perkara-j_le[l[ g[emc[n‛ (Riwayat al-Bukhari) Kewajiban istri terhadap suami merupakan hak suami yang harus dipenuhi oleh istri, yaitu: 1. Istri Mentaati Suami Seorang suami berhak atas kepatuhan istri, yaitu di mana seorang istri wajib mentaati suaminya, baik terhadap perkara yang rahasia maupun yang terang atau jelas.Seorang istri harus mentaati suaminya karena akan mendatangkan keharmonisan dalam keluarga. Sebaliknya, ketidakpatuhan dan ketidaktaatan istri akan mendatangkan kekecewaan dan keretakan dalam hubungan keluarga. Hal ini tidak terlepas bahwa dalam kondisi apapun, suami adalah pemimpin dalam keluarga berdasar pada QS. Al-Nisa ayat 34 sebagaimana berikut: 92 Md Zawawi Abu Bakar dan Wan Ab. Rahman Khudzri Wan Abdullah, Hak Suami Isteri dalam Perkahwinan Islam: Analisis menurut Fiqh, Journal of ethics legal and governance, Vol. 4, 2008, hlm 39


84 Hukum Keluarga Islam ٱ ُ ال َ ِ ج ىرّ َ ٔن ُ ٌ ُٰ ٔ َ ك ى َ ل َ ع ٱ آِء ِصَ ّ ىن ا َ ٍِ ة َ و ظُ َ ف ٱ ُ ُ هلل ً ُ ٓ ػظَ َ ٰى ة َ ل ع ػ ض َ َ ة آ َ ٍ ِ ة َ و ْ ٔا ُ ل َ ُف َ أ ٌَِ ً ِ ِٓ ى َٰ ٌٔ َ أ َ فٱ جُ َٰ ِح ي ىصُٰ جٌ َٰ ت ِ ن َٰ ك ج َٰ ِفظ َٰ ِب ح ي َ ِيغ ّ ل ا َ ٍِ ة ِفؼ َ َ ح ٱ ُ ُ ِتي وٱ هلل َ ُٰ ى َ ٔن ُ اف َ خ َ ت ُ َ ُ ْ َ ٔز ُ ش ُ ن ُ َ ُ ْٔ ُ ِػظ َ ف َ وٱ رُ ُ ِ ْج ي ف ُ َ ُ ِع ِج وْ ٱ ا َ ظَ ىٍ َ وٱ ُ َ ُ ْٔ ُ ة ِ إن ِ ضر َ ف ً ُ ه َ ػِ َ غ َ أ ا َ ل َ ف ْ ٔا ُ تغ َ ح ُ َ ِ يٓ َ ي َ ع ا ً يل ِ ب شَ ُ ِن إ ٱ َ ُ هلل َ ظن َ ط ا ّٗ ِي ي َ ع َ ن ا ٗ يد ِ ت Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Berdasar ayat di atas, keharmonisan dalam rumah tangga sangat bergantung pada bagaimana peran dan fungsi suami sebagai pemimpin keluarga melakukan metode kepemimpinannya untuk mengatur keluarganya. Jika kepemimpinan itu buruk maka keharmonisan keluarga akan terancam karena pada saat bersamaan istri yang mestinya patuh dan taat juga akan melakukan perlawanan. Tegasnya, suami wajib menjadi qawwamun yang benar-benar mampu menguasai istri dan keluarganya secara arif dan bijaksana sehingga mendapat kewibawaan, dipatuhi dan ditaati oleh istri beserta segenap anggota keluarga yang lain dalam kondisi apapun juga, baik saat ada di lingkungan


Hukum Keluarga Islam 85 keluarga ataupun saat tidak ada (bepergian atau berada di luar rumah.93 Menurut Ibnu Abbas dalam tafsir Ibnu Katsir, yang dimaksud dari ءِ ِ َسآ ُمو َن َعلَى ٱلنّ و َّٰ ِّر َجا ُل قَ ٱل adalah kaum lakilaki merupakan pemimpin bagi kaum wanita. Artinya dalam rumah tangga seorang suami adalah kepala rumah tangga yang harus didengar dan ditaati perintahnya, oleh karena itu sudah seharusnya seorang Istri mentaati suaminya jika memerintahkannya dalam kebaikan. Menurut Ibnu Abbas maksud kata َّٰ تَ ق َّٰ نِتَ adalah para istri yang taat kepada suami. Artinya wanita sholeh itu salah satu tandanya adalah taat kepada suami selama perintahnya tidak bertentangan dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.94 Menurut Wahbah Zuhaili hak kepemimpinan keluarga yang diberikan kepada suami ini adalah karena seorang suami memiliki kecerdasan (rajahatul ”[kf), `cmce y[ha eo[n, m_ln[ e_q[dc\[h g_g\_lce[h mahar dan nafkah terhadap istrinya. Sehingga dalam implementasinya seorang suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga. Hal yang sama dikemukakan oleh Hamka, menurutnya ayat tersebut bukanlah perintah, sehingga laki-laki wajib memimpin perempuan, dan kalau tidak 93 Sifa Mulya Nurani, Relasi Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Analitis Relevansi Hak Dan Kewajiban Suami Istri Berdasarkan Tafsir Ahkam Dan Hadits Ahkam), Journal Al-Syakhsiyyah, Vol. 3 No. 1 Tahun 2021, hlm 110 94 Budi Suhartawan, Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Perspektif AlQur‟an (Kajian Tematik), Jurnal Ilmu Al-Qur‘an dan Tafsir, Vol. 2 No. 02 Tahun 2022, hlm 120


86 Hukum Keluarga Islam dipimpin berdosa. Akan tetapi ayat tersebut bersifat pengkhabaran, yakni menyatakan hal yang sewajarnya, dan tidak mungkin tidak begitu. Argumen yang dikemukakan oleh Hamka adalah lanjutan ayat tersebut yang menyatakan bahwa laki-laki dilebihkan Tuhan daripada perempuan. Laki-laki kuat tubuhnya, tegap badannya sedang perempuan lemah. Argumen yang dikemukakan oleh Wahbah al-Zuhaili maupun Hamka memberikan legitimasi terhadap teori nature, yang menyatakan ada perbedaan alami antara laki-laki dan perempuan sehingga ada sex devision. Laki-laki dibekali oleh Allah dengan karakter tertentu, mampu membuahi indung telur pada rahim perempuan. Sedangkan perempuan hanya mampu melakukan proses kehamilan, melahirkan dan menyusui.95 Hak-hak suami terdapat pula dalam sabda Rasulullah Saw sebagai berikut: Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basysyar sedangkan lafazhnya dari Al Mutsanna keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah dia berkata; Saya pernah mendengar Qatadah telah menceritakan dari Zurarah bin Aufa dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Apabila seorang istri enggan bermalam dengan 95 Bastiar, Pemenuhan Hak dan Kewajiban suami Istri Mewujudkan Rumah Tangga Sakinah, Jurnal Ilmu Syariah, Perundang undangan dan Hukum Ekonomi Syariah, Vol 1 No 1 Tahun 2018, hlm 82


Hukum Keluarga Islam 87 memisahkan diri dari tempat tidur suaminya, maka Malaikat akan melaknatnya sampai pagi." Dan telah menceritakan kepadaku Yahya bin Habib telah menceritakan kepada kami Khalid yaitu Ibnu Al Harits, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dengan isnad ini, beliau bersabda: "Sampai dia (istri) kembali (kepada suaminya). 2. Menjaga Maruah Suami Istri bertanggungjawab untuk menjaga maruah suami. Terdapat dua kaedah untuk menjaga kemuliaan suami, pertama menjauhi kekejian yaitu zina dan yang kedua menjauhi pendahuluan-pendahuluannya (muqadimah zina) dan apa yang boleh menarik kepadanya. Menurut Mat Saad Abd Rahman, istri bertanggungjawab untuk menjaga kehormatan suami dan hartanya semasa ketiadaan suami. Istri tidak boleh bergaul bebas (ikhtilat), mendedahkan aurat serta menjaga kemuliaan dan kehormatan suami. Selain itu, istri tidak boleh bertabarruj melainkan untuk suami kerana perbuatan itu akan merangsangkan kaum lelaki hingga menimbulkan fitnah. Asming Yalawae menjelaskan antara cara menjaga kehormatan ialah tidak membenarkan lelaki ajnabi untuk memasuki rumah semasa suami tiada di rumah, menjauhi perkara-perkara melalaikan, mengingati Allah serta hari akhirat, menjauhi daripada bergaul dengan wanita yang rosak akhlak dan haram keluar rumah tanpa mahram.


88 Hukum Keluarga Islam 3. Menjaga perasaan suami Wanita atau istri mestilah menggunakan semua jalan untuk menarik keredhaan suami dan menjauhi kemarahannya. Istri perlu menjaga penampilan diri, berhias untuk suami serta memberi layanan yang baik terhadap suami. Islam menekankan tentang persamaan hak suami istri berdasarkan fitrah masing-masing. Istri perlu berhias untuk suami dan suami perlu berhias untuk istri. Ini berdasarkan dalil hadits Nabi SAW daripada Ibnu Abbas r.a berkata: ‚Aeo moe[ \_lbc[m untuk istriku sebagaimana aku suka istriku berhias ohnoeeo‛ Istri juga wajib mengelakkan suami daripada berkecil hati ketika diajak bersama. Ini termasuk dalam menjaga perasaannya. Sabda Nabi SAW yang bermaksud: Ketika seorang lelaki mengajak istrinya untuk memenuhi kehendaknya (jimak) maka istrinya wajib memenuhi, meskipun ia berada di dalam dapur. (Riwayat al-Tirmizi) Dalam hadits yang lain Baginda SAW bersabda yang bermaksud: Daripada Abu Hurairah r.a., Nabi SAW bersabda: Apabila seorang suami mengajak istrinya, lalu istri itu tidak memenuhinya sampai semalaman hingga suaminya marah kepadanya, maka malaikat mengutuk istri itu sampai ke pagi. (Riwayat al-Bukhari)


Hukum Keluarga Islam 89 Dua hadits di atas menjelaskan tentang hikmah pernikahan yaitu untuk suami hidup berkasih sayang dan memenuhi fitrah sebagai suami istri. Istri wajib menjaga perasaan suami sebagaimana suami wajib menjaga perasaan istri.96 4. Mengikuti Tempat Tinggal Suami Islam adalah sistem keluarga, rumah dalam pandangan Islam adalah tempat tinggal yang di dalamnya ada naungan jiwa yang telah bertemu dengan ikatan pernikahan dengan penuh rasa sayang, cinta, saling simpati, saling menutupi aib, berbuat baik, melindungi dan saling mengasihi. Setelah menikah biasanya yang jadi permasalahan suami istri adalah tempat tinggal, karena kebiasaan orang Islam Indonesia pada masa-masa awal menikah suami istri masih ikut di rumah orang tua salah satu pasangan. Lalu kemudian mencari tempat tinggal sendiri. Dalam hal ini seorang istri sepatunya mengikuti dimana suami bertempat tinggal, entah itu di rumah orang tuanya atau di tempat kerjanya. Karena hal tersebut merupakan kewajiban seorang istri untuk mengikuti dimana suami bertempat tinggal, sebagaimana firman Allah Swt., Al-Qol’[h Sol[n Ath Thalaaq: 6 ً ُ جِدن ُ ِ َ و ّ ٌ ً ُ نخ َ ه شَ ُ يد َ ٌَِ ح ُ َ ُ ْٔ ُ شِهِ َ أ Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami) bertempat tinggal menurut kemampuan kamu 96 Md Zawawi Abu Bakar dan Wan Ab. Rahman Khudzri Wan Abdullah, hlm 42


90 Hukum Keluarga Islam Imam Qatadah berkata apabila engkau hanya memiliki lokasi di sebelah rumahmu tempatkanlah istrimu. Pada tempat yang bisa ditinggali berdua secara sederhana dan membangun keluarga dengan penuh kesederhanaan. Bahkan dalam Tafsir Al Wasith disebutkan bahwa tempatkanlah (istri) dimana kamu bertempat tinggal dan bersama kalian menurut kemampuan. Sedangkan Ibnu Abbas mengatakan semampu kalian. Artinya tidak perlu mewah-mewah yang penting bisa nyaman dan tenang.97 5. Istri mentadbir rumah tangga suami Antara tanggung jawab istri dalam memenuhi hak suami ialah melayani suami dan memelihara harta bendanya. Ia merupakan satu bentuk daripada etika timbal balas suami istri yang dijelaskan oleh Al-Juzairi. Ini kerana suami keluar bekerja untuk mencari nafkah untuk keluarga manakala istri pula mengurus rumah tangga dan anak-anak. Mustafa al-Khin, Mustafa alBugha dan Ali Al-Syarbaji menjelaskan rahsia diwajibkan ke atas suami untuk memberikan nafkah kepada istri antaranya mesti dibina di atas salah satu daripada tiga asas berikut: a. Suami bertanggungjawab mengetuai rumahtangga dan bertanggungjawab memberikan nafkah kepada istri dan anak-anak b. Istri mengambil alih semua tanggungjawab tersebut sebagai ganti kepada tanggungjawab suami 97 Budi Suhartawan, hlm 121


Hukum Keluarga Islam 91 c. Suami istri bekerja sama melaksanakan tugas mencari harta dan memberikan nafkah. Menurut Wahbah al-Zuhaili, istri bertanggungjawab untuk menjaga hak suami seperti rumahnya, hartanya dan anak-anaknya. Istri perlu mendidik anakanak dengan ilmu agama, kebaikan dan melaksanakan kewajiban agama. Asming Yalawae menjelaskan dalam menjaga harta suami, istri perlu membuat persediaan dan mengelakkan pembaziran, sentiasa berpuas hati dan tidak meminta lebih daripada keperluan, dan berganding bahu dengan suami dalam menjaga harta suami. Suami memainkan peranan sebagai ketua rumahtangga dan istri adalah pengurusnya. Ini berdasarkan hadits Nabi SAW yang bermaksud: Masing-masing daripada kamu adalah pemimpin dan masing-masing daripada kamu akan ditanya (diminta pertanggung jawaban) atas apa yang dipimpinnya. Seorang amir adalah pemimpin. Seorang lelaki adalah pemimpin keluarganya. Seorang istri adalah pemimpin atas rumah suaminya serta anaknya. Oleh kerana masing-masing daripada kamu adalah pemimpin dan masing-masing daripada kamu diminta bertanggung jawab tentang apa yang dipimpinnya. (Riwayat al-Bukhari 6. Memelihara anak-anak suami Istri bertanggungjawab sama seperti suami dalam kewajipan ini, sama ada pada pentadbiran harta yang lazim untuk pemeliharaan ke atas suami saja atau ke


92 Hukum Keluarga Islam atas suami dan istri secara serentak. Adapun jika anakanak itu ialah anak-anak suami daripada selainnya maka pemeliharaan terhadap mereka termasuk dalam kategori pergaulan dengan cara yang baik terhadap suami. Memelihara dan mendidik anak-anak termasuk lah menjaga pemakanan serta memelihara anak-anak sehingga mereka dapat berdikari. Sebagai pengurus rumah tangga istri perlu memelihara, memberi didikan, mengasuh dan menyusukan anak-anak suami. Selain melakukan tanggung jawab menguruskan anakanak, ia juga termasuk dalam tanggung jawab untuk menjaga perasaan suami. Ini kerana apabila anak-anak suami berada dalam keadaan selamat ia akan memberi semangat dan motivasi kepada suami untuk bekerja lebih kuat untuk mencari nafkah. Walau bagaimanapun, sebahagian fuqaha menyatakan menjaga anak juga adalah hak bersama suami istri.98 Sebagai kesimpulan, hak-hak suami menjurus kepada hak bukan harta seperti ketaatan, menjaga perasaannya, menjaga marwahnya, memelihara anakanak dan menjaga hartanya. Walau bagaimanapun terdapat juga hak-hak lain yang dibincangkan oleh segelintir sahaja seperti keikhlasan istri dan berkabung juga adalah hak suami. Dari penjelasan di atas, maka dapat difahami bahwa agama Islam mengatur tentang hak dan kewajiban mereka sebagai suami istri. Masing–masing 98 Md Zawawi Abu Bakar dan Wan Ab. Rahman Khudzri Wan Abdullah, hlm 43-44


Hukum Keluarga Islam 93 suami istri jika menjalankan kewajiban dan memperhatikan tanggung jawabnya maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan suami istri. Dengan demikian terwujudlah keluarga yang sesuai dengan tuntunan agama yaitu sakinah mawaddah dan warahmah. Hak-hak suami yang wajib dilaksanakan oleh istri menurut perspektif fikih disini pemakalah merangkum ke dalam 6 bagian, yang pertama, Istri mentaati suami, yang kedua menjaga maruah suami, ketiga menjaga perasaan suami, yang keempat, mengikuti tempat tinggal suami, yang kelima Istri mentadbir rumahtangga suami, dan yang terakhir istri menjaga anak-anak suami.


94 Hukum Keluarga Islam VI d A. Hak-hak Istri dalam Pernikahan berdasarkan Perspektif Fikih Mo[’my[l[b Z[odcy[b Allah SWT menciptakan seluruh makhluk berpasangpasangan tanpa kecuali, sekecil apapun ciptaan Allah SWT pasti mempunyai pasangannya masing-masing tidak terkecuali manusia. Sebagai makhluk Allah SWT yang paling sempurna dan juga sebagai khalifah di muka Bumi, manusia mempunya tanggung jawab mematuhi ketentuanketentuan yang Allah SWT. telah tetapkan baik melalui Firman-Nya maupun melalui Sabda Rasul-Nya. Salah satu ketentuan-Nya adalah tentang pernikahan dan tanggung jawab yang timbul akibat adanya pernikahan tersebut. Setiap manusia pasti punya keinginan untuk menikah dan membangun rumah tangga yang harmonis karena menikah merupakan salah satu sunnatullah. Namun banyak sekali rumah tangga yang tidak bahagia disebabkan kurangnya pengetahuan pasangan suami istri tentang


Hukum Keluarga Islam 95 bagaimana membentuk suatu rumah tangga yang sakinah mawadah dan rahmah sesuai petunjuk Al-Qol’[h. Menikah bukan hanya bertujuan untuk meneruskan keturunan, namun seyogyanya menikah merupakan ikatan sah dari dua insan berbeda, dua karakter yang berbeda, dua pikiran yang berbeda, dan dua sifat yang berbeda yang kemudian disatukan dalam bahtera rumah tangga sebagai suami istri. Penyatuan tersebut tentu akan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya, sehingga Allah SWT sebagai Sang Maha Pencipta dalam Firmannya telah memberikan aturan-aturan bagi manusia, agar manusia menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai suami istri sehingga pada akhirnya dapat mengantarkan rumah tangganya sebagai suatu lingkungan yang harmonis sebagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qol’[h. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan lebih fokus untuk membahas tentang hak-hak istri dalam perspektif fiqh. B. Hak-Hak Istri dalam Rumah Tangga Diferensiasi peran dalam rumah tangga berhubungan erat dengan hak dan kewajiban suami maupun istri dalam keluarga. Hak-hak yang dimiliki oleh suami maupun istri adalah seimbang dengan kewajiban yang dibebankan kepada mereka. Dasar dari hak dan kewajiban masingmasing suami maupun istri ini adalah firman Allah dalam al-Qol’[h mol[n [f-Baqarah ayat 228:


96 Hukum Keluarga Islam Artinya: ...Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. (Qs. al-Baqarah : 228)1 Maksud dari ayat tersebut adalah bahwa yang dimiliki oleh seorang istri adalah seimbang dengan kewajiban istri tersebut terhadap suaminya. Istri memiliki hak-hak yang berkenaan dengan harta benda, yaitu mahar, nafkah dan hak-hak yang tidak berkenaan harta benda, yaitu : interaksi yang baik dan adil. Diantara kesekian hak tersebut, persoalan nafkah dan interaksi yang baik adalah hak yang lebih difokuskan dalam pembahasan ini.99 1. Nafkah Nafkah merupakan hak seorang istri, dan sebaliknya pemberian hak ini kewajiban suami terhadap istri. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam al- Qol’[h mol[n [f-Baqarah ayat 2233 Penentuan kadar nafkah suami dalam firman Allah dalam surat at- Thalaq ayat 7: Alnchy[ :‚H_h^[ef[b il[ha y[ha g[gjo g_g\_lc nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak 99 H.S. Al-Hamdani, Risalah Nikah (Jakarta: Pustaka Amani, 2001), hlm. 151


Hukum Keluarga Islam 97 memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak [e[h g_g\_lce[h e_f[j[ha[h m_mo^[b e_m_gjcn[h.‛ (QS. at-Thalaq : 7) Maksud ayat di atas adalah bahwa kewajiban sebagai suami memberikan nafkah dan pakaian adalah sebagai dasar atas hubungan suami istri apabila menurut nafkah itu merupakan kewajiban suami yang harus dipenuhi selama tuntutan itu masih wajar dalam pelaksanaan pemberian nafkah hendaknya dengan cara yang baik, kemudian suami dalam memberikan nafkah tidak merasa terbebani karena dalam pemberian nafkah terhadap istri menurut kemampuan suami.100 Para ahli fikih banyak yang membahas panjang lebar dalam menentukan kadar wajib nafkah. Mereka merincinya berdasarkan tradisi dan zaman yang berlaku saat ini. Kewajiban memberi nafkah oleh suami kepada istrinya yang berlaku dalam fikih didasarkan kepada prinsip pemisahan harta antara suami dan istri. Prinsip ini mengikuti alur pikir bahwa suami itu adalah pencari rezeki, rezeki yang diperolehnya itu menjadi haknya secara penuh dan untuk selanjutnya suami berkedudukan sebagai pemberi nafkah. 101 Dalam soal nafkah ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 100 Ibn‗Asyur Muhammad Tahir, Tafsir Al-Tahrir Wa Al-Tanwir, Vol. 11‘, (Tunisia: Dar Sahnun Li Al-Nasyr Wa Al-Tawzi, 2003) 101Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.166


98 Hukum Keluarga Islam a. Nafkah harus mencukupi kebutuhan istri dan anakanak secara patut, hal ini tentunya berbeda-beda berdasarkan kondisi, tempat dan waktu b. Nafkah harus berdasarkan kemampuan suami. TM. Hasbi Ash Shiddieqy, dalam Hukum-Hukum Fiqh Islam: Tinjauan Antar Mazhab memaparkan berbagai pendapat mazhab. Menurut Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, nafkah istri itu diukur berdasarkan keadaan. Kata asy-Syafi'i nafkah istri diukur dengan ukuran syara' dan disesuaikan dengan keadaan suami, dimana orang kaya memberikan dua mudd sehari, orang yang sedang keadaannya memberi satu setengah mudd sehari, dan orang papa memberi satu mudd sehari. Menurut Imam yang tiga lagi, wajib atas orang kaya memberikan nafkah kepada istrinya yang kaya nafkah orang kaya. Wajib atas suami yang papa memberikan kepada istrinya yang papa nafkah yang benar-benar dibutuhkan. Lazim atas yang kaya memberikan kepada istri yang fakir nafkah pertengahan. Wajib atas suami yang papa terhadap istrinya yang kaya memberikan sekedar yang perlu sekali dan yang selainnya menjadi tanggungannya (hutangnya). Ringkasnya yang dilihat dalam soal-soal nafkah, adalah keadaan suami istri.102 102TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam: Tinjauan Antar Mazhab(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), hlm. 259


Hukum Keluarga Islam 99 Alnchy[ : ‚D[h \_la[off[b ^_ha[h g_l_e[ m_][l[ g[’lo`.‛(Qm. [h-Nisa : 19) Ibnu Hazm (w. 456 H), salah satu ulama di kalangan mazhab Dzhahiriyah menuliskan dalam kitabnya Al-Mob[ff[ \cf Anm[l m_\[a[c \_lceon: ‚D[h seorang suami wajib menafkahi istri semenjak akad nikah terjadi, baik istrinya itu sudah diajak jima" maupun belum (istri masih kecil) baik istrinya nusyuz maupun tidak, kaya maupun miskin, masih mempunyai ayah ataupun yatim, gadis maupun janda, merdeka g[ojoh \o^[e, m_mo[c e[^[l b[ln[ mc mo[gc.‛ Al-Babarty (w. 786 H), salah satu ulama di kalangan mazhab Hanafiyah menuliskan dalam kitabnya Al- 'ch[y[b Sy[lbof Hc^[y[b m_\[a[c \_lceon : ‚M[b[l adalah sejumlah harta yang diwajibkan kepada suami dalam suatu akad nikah sebagai imbalan halalnya jima', baik dengan sebab penyebutan mahar atau karena [^[hy[ [e[^‛.103 Ash-Shawi (w. 1241 H), salah satu ulama di kalangan mazhab Malikiyah menuliskan dalam kitabnya Hasyiatu Ash-Shawi Ala Asy-Syarhi AshSb[abcl m_\[a[c \_lceon : ‚Sb[^[k, ^cm_\on doa[ g[b[l yaitu sesuatu yang diberikan pada istri sebagai bentuk cg\[f[h cmncgn[.‛104 Al-Malibari (w. 987 H), salah satu ulama di kalangan mazhab Syafi'iyyah menuliskan 103 Muhammad bin Muhammad Al-Babarty, Al-'inayah Syarhul Hidayah, Beirut: Dar al- Fikr, tt, jilid 3 hlm. 316 104 Ahmad bin Muhammad Ash-Shawi, Hasyiatu Ash-Shawi Ala Asy-Syarhi Ash-Shaghir, Kairoh: Dar al-Ma'arif, tt, jilid 2 hlm. 428


100 Hukum Keluarga Islam ^[f[g ecn[\hy[ F[nbof Mo'ch m_\[a[c \_lceon : ‚S_mo[no yang wajib diberikan sebab adanya pernikahan atau dcg[.‛105 Al-Buhuti (w. 1051 H), salah satu ulama di kalangan mazhab Hanabilah menuliskan dalam kitabnya Kasysyaf Al- Qchh[' m_\[a[c \_lceon : ‚P_ha_lnc[h AmShadaq adalah pemberian dalam pernikahan baik itu disebutkan pada saat akad atau sesudahnya dengan lc^b[ ^[lc e_^o[hy[ [n[ojoh ^[lc b[ecg‛. Meskipun mahar merupakan simbol atau lambang tanggungjawab dan cinta suami kepada istrinya, namun mahar harus berupa materi minimal atau barang senilai harga sebuah cincin besi, seperti yang diisyaratkan Nabi saw kepada seorang pemuda miskin yang tidak mampu memberi mahar berupa materi, Nabi saw \_lm[\^[: Alnchy[: ‚Lcb[nf[b q[f[ojoh m_\_hnoe ]ch]ch ^[lc \_mc.‛ L[fo ^c[ j_lac e_go^c[h e_g\[fc f[ac m_l[y[ \_le[n[: ‚Tc^[e [^[ q[b[c R[mofoff[b \[be[h ]ch]ch besi pun tidak ada, hanya ini sarungku (Sahl berkata, ia memiliki selembar sarung), maka wanita itu bisa g_h^[j[n m_j[lobhy[.‛ R[mofoff[b m[q \_ln[hy[ f[ac: ‚Aj[ y[ha \cm[ e[o j_l\o[n ^_ha[h m[lohago cno? Karena jika kau memakainya maka ia tak bisa g_g[e[chy[?‛ Ol[ha cno f[fo ^o^oe ]oeoj f[g[, f[fo c[ berdiri pergi dan Rasulullah saw menyuruh memanggilnya. Setelah ia datang, beliau bersabda: ‚Aj[ m[d[ y[ha e[o \cm[ ^[lc Af-Qol’[h?‛ I[ M_hd[q[\: ‚S[y[ \cm[ mol[n chc, mol[n chc ^[h mol[n chc,‛ c[ menghitung surat-surat yang ia bisa. Beliau Saw 105 Al-Malibari, Fathul Mu'in, jilid 0 hlm. 485


Hukum Keluarga Islam 101 \_ln[hy[: ‚Aj[e[b e[o b[`[f mol[n-mol[n cno?‛ I[ menjaw[\: Y[. B_fc[o \_lm[\^[: ‚B[q[f[b q[hcn[ cno karena aku telah menikahkan kau dengan mahar AlQol’[h y[ha e[o b[`[f cno. *HR Boeb[lc ^[h Momfcg+.106 Hadits di atas menunjukkan, bahwa pemberian mahar berupa sebentuk cincin besi dapat dianggap sebagai standar mahar bagi fakir miskin. Hal itu menunjukkan sifat fleksibilitas hukum Islam dalam penentuan mahar. Dengan demikian yang dapat dijadikan mahar adalah segala sesuatu yang memiliki nilai dan halal serta bermanfaat bagi istri baik berupa material maupun non material (jasa), misalnya mengajarkan Al-Qol’[h e_j[^[ cmnlc [n[o d[m[ f[chhy[ sesuai dengan keinginan istri. Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan, bahwa mahar merupakan hak mutlak dari istri sehingga dia berhak memprotes terhadap tindakan orang yang membatasi jumlah maharnya. Jelasnya, hukum Islam tidak menentukan ukuran khusus tentang besar kecilnya mahar, sehingga pada saat khalifah Umar bin Khattab berencana membatasi jumlah mahar maksimal 40 uqyah, kontan ide Umar itu dikritik seorang perempuan yang vokal mengatakan, bahwa Umar tidak berhak memberi batasan mahar. Kewajiban seorang suami terhadap istrinya dalam bentuk bukan materi : 106 Muhammad Fu‘ad Abdul Baqi, Shohi Bukhari Muslim, (Jakarta: PT Elex Media Komputido, 2017), hlm. 153


102 Hukum Keluarga Islam 1. Di Perlakukan Sopan Mendapatkan perlakuan yang sopan dari suami, dihormati serta diperlakukan dengan baik, Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 223 yang artinya :‚Imnlc-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu e_b_h^[ec.‛ (QS. [f-Baqarah : 223).107 Pergaulan yang baik harus dimulai dengan sikap lemah lembut, baik dalam ucapan maupun dalam tingkah laku terhadap istri, tertuang dalam QS. alNcm[:04/19 y[ha [lnchy[: ‛D[h \_la[off[b ^_ha[h mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah g_hd[^ce[h j[^[hy[ e_\[ce[h y[ha \[hy[e.‛108 Dari ayat di atas suami harus melakukan pergaulan yang baik terhadap istrinya, meski ada sifat-sifat yang mungkin kurang disenangi oleh suami. Pergaulan yang baik harus dimulai dengan sifat lemah lembut, baik dalam ucapan maupun dalam tingkah laku terhadap istri. Sikap lemah lembut terhadap istri telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw. dalam pergaulannya dengan istri- istrinya. Sikap senda gurau yang dapat menimbulkan suasana hangat, ceria dan rileks dalam kehidupan rumah tangga.109 107 Departemen Agama RI 108 Departemen Agama RI 109 Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah (Surabaya: PT Bina Ilmu,1995), h. 135.


Hukum Keluarga Islam 103 2. Hak Mendapatkan perhatian. Mendapatkan perhatian penuh kepada istri dan setia kepada istri dengan cara menjaga kesucian suatu pernikahan dimana saja berada. Untuk maksud itu suami wajib memberikan rasa tenang bagi istrinya, memberikan cinta dan kaasih sayang kepada istrinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. alRum/30: 21 Alnchy[: ‚D[h ^c [hn[l[ n[h^[-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang \_l`cecl‛ 3. Mendapatkan Pendidikan Berusaha mempertinggi keimanan, ibadah, dan kecerdasan seorang istri dengan cara memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Seorang istri berhak mendapatkan pendidikan dari seorang suami. Hal ini dapat disandarkan pada AlQol’[h mol[n An-Tahrim ayat 6.


104 Hukum Keluarga Islam Alnchy[ : ‚W[b[c il[ha-orang yang beriman, peliharalah dirimu (dan anakmu) dan istrimu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka. Dan mereka selalu g_ha_ld[e[h [j[ y[ha ^cj_lchn[be[h.‛ (QS. An-Tahriim [66]: 6)17 Dalam sebuah hadits juga disebutkan: Alnchy[ :‚K_g\[fcf[b e_ cmnlcgo, nchaa[ff[b ^c tengah-tengah mereka, ajarkanlah mereka, dan j_lchn[be[hf[b g_l_e[.‛ (HR Boeb[lc ^[h Momfcg).110 Dari hadits ini sesungguhnya banyak hal yang bisa kita ambil pelajaran, sabdanya, (Ajarkanlah mereka), berkaitan dengan pengajaran (agama) secara teoritis. Istri dididik dan diajarkan tentang kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan perkara agama, misalnya salat, menutup aurat, adab berbicara dan keluar rumah, mendidik anak sesuai syariat, dan sebagainya. Juga mengajarkan tentang haid dan nifas, karena banyaknya kewajiban agama yang berkaitan dengan perkara ini. Sedangkan perkataan Nabi saw (Perintahkanlah 110 Muhammad Fu‘ad Abdul Baqi, hlm.


Hukum Keluarga Islam 105 mereka). Ini lebih berkaitan dengan praktik atau pengamalan. Karena bisa jadi tidak semua istri yang sudah diajarkan konsep-konsep Islam, kemudian mengamalkannya. Kewajiban suami adalah mengingatkan, menegur, dan memerintahkan istri ketika dia jumpai istrinya lalai dalam melaksanakan perkara-j_le[l[ y[ha q[dc\ \[achy[. Sy[ceb ‘A\^of ‘A^zcg Af-Badawi dalam kitabnya Al-Wajiiz fi Fiqhis Sohh[b q[f Kcn[[\cf ‘Azccz \_le[n[, ‚Dc [hn[l[ b[e cmnlc yang menjadi kewajiban suami adalah suami memerintahkan istri untuk menegakkan agamanya dan menjaga shalatnya. 4. Ditutupi kekurangan Suami hendaknya memaafkan kekurangan istri, dan suami harus melindungi istri dan memberikan semua keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Artinya : ‚mo[gc [^[f[b j[e[c[h \[ac istri dan istri [^[f[b j[e[c[h \[ac mo[gc‛ Fungsi pakaian yang pertama adalah untuk menutup aurat. Kedua, untuk menghangatkan agar n_lbch^[l ^[lc a[haao[h m_bchaa[ g_l[m[ [g[h. ‚D[h yang ketiga untuk menghias, menghias istrinya dengan keindahan dan kemuliaan sehingga jati diri suami terjaga. Namun yang dimaksud pakaian di sini adalah berfungsi untuk menutupi kekurangan yang ada pada pasangan.


106 Hukum Keluarga Islam 5. Nafkah Batin Memenuhi kebutuhan biologis yang merupakan kodrat pembawa hidup. Oleh karena perkawinan antara lain ditentukan oleh hajat biologis ini.111 Nafkah batin yakni nafkah yang diberikan kepada istri berupa kebahagiaan dan pemenuhan kebutuhan biologis sang istri. Kebutuhan biologis yang terpenuhi akan sangat mempengaruhi keharmonisan hubungan keluarga. Dari pembahasan diatas penulis menyimpulkan bahwa seorang istri mempunyai dua hak dari suaminya yaitu hak materiil berupa nafkah dan hak non materiil berupa interaksi baik dari suaminya, dimana hak istri tersebut menjadi kewajiban suami untuk memenuhinya. Meskipun seorang suami adalah pemimpin keluarga tetapi wajib berbuat baik kepada istrinya dan membimbing pada saat istri berbuat salah. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hak-hak yang dimiliki oleh suami maupun istri adalah seimbang dengan kewajiban yang dibebankan kepada mereka. Istri memiliki hak-hak yang berkenaan dengan harta benda, yaitu mahar, nafkah dan hak-hak yang tidak berkenaan harta benda, yaitu : Mendapatkan perlakuan yang sopan dari suami, dihormati serta diperlakukan dengan baik, Mendapatkan perhatian penuh kepada istri dan setia kepada istri dengan cara menjaga kesucian suatu pernikahan dimana saja berada, Berusaha mempertinggi keimanan, ibadah, dan kecerdasan 111 Azar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, Jogjakarta: UII Press, 1999, hlm.58


Hukum Keluarga Islam 107 seorang istri dengan cara memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa, Suami hendaknya memaafkan kekurangan istri, dan suami harus melindungi istri dan memberikan semua keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya, nafkah kebutuhan biologis yang merupakan kodrat pembawa hidup.


108 Hukum Keluarga Islam VII A. Kesetaraan Hak dan Kewajiban dalam Pernikahan Allah SWT menciptakan seluruh makhluk berpasangpasangan tanpa kecuali, sekecil apapun ciptaan Allah SWT pasti mempunyai pasangannya masing-masing tidak terkecuali manusia. Sebagai makhluk Allah SWT yang paling sempurna dan juga sebagai khalifah di muka Bumi, manusia mempunya tanggung jawab mematuhi ketentuanketentuan yang Allah SWT. telah tetapkan baik melalui Firman-Nya maupun melalui Sabda Rasul-Nya. Salah satu ketentuan-Nya adalah tentang pernikahan dan tanggung jawab yang timbul akibat adanya pernikahan tersebut. Menikah bukan hanya bertujuan untuk meneruskan keturunan, namun seyogyanya menikah merupakan ikatan sah dari dua insan berbeda, dua karakter yang berbeda, dua pikiran yang berbeda, dan dua sifat yang berbeda yang kemudian disatukan dalam bahtera rumah tangga sebagai suami istri. Penyatuan tersebut tentu akan menimbulkan


Hukum Keluarga Islam 109 hak dan kewajiban antara keduanya, sehingga Allah SWT sebagai Sang Maha Pencipta dalam Firmannya telah memberikan aturan-aturan bagi manusia, agar manusia menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai suami istri sehingga pada akhirnya dapat mengantarkan rumah tangganya sebagai suatu lingkungan yang harmonis sebagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam Al- Qur‟an. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia yang menjalaninya, dan bagi yang belum menjalaninya juga akan menyiapkan bekal baik dari kesiapan mental, ekonomi, dan agama demi mencapai keluarga yang bahagia, impian seluruh manusia. Dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan telah disebutkan bahwa tujuan diadakannya nikah itu untuk membentuk keluarga yang harmonis, kekal dan penuh cinta. Bunyi UU tersebut n_l^[j[n ^[f[g P[m[f 1 m_\[a[c \_lceon: ‚P_le[qch[h adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuh[h[h Y[ha M[b[ Em[.‛ Perkawinan yang sah di suatu negara adalah perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan peraturan yang berlaku. Seperti halnya di Negara Indonesia, dimana perkawinan yang dianggap sah itu berdasarkan tuntunan agama masing-masing serta peraturan perundangundangan yang berlaku. Hal ini termuat dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 dan 2 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).


110 Hukum Keluarga Islam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 dan 2, yang berbunyi: ‚(1) P_le[qch[h [^[f[b m[b [j[\cf[ ^cf[eoe[h g_holon hukum agama masing- masing dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-oh^[ha[h y[ha \_lf[eo.‛ Pasal 2 KHI berbunyi: ‚P_le[qch[h g_holon boeog cmf[g [^[f[b pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqon gholidhon untuk mentaati perintah Allah dan g_f[em[h[e[hhy[ g_loj[e[h c\[^[b.‛ Sesuai dengan pasal 80 Kompilasi Hukum Islam (KHI) n_hn[ha e_q[dc\[h mo[gc y[ha \_l\ohyc ‚mo[gc q[dc\ melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup dalam rumah tangga sesuai dengan k_g[gjo[hhy[.‛112 Dengan ketentuan tersebut keduanya dapat mengetahui mana hak suami maupun hak istri dan mana kewajiban suami maupun kewajiban istri. Hak-hak istri merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami karena peran istri sangat penting dalam hidup berumah tangga. Apabila pihak istri mendapatkan haknya secara penuh dalam kehidupan rumah tangga, secara otomatis kebutuhan hidup dalam rumah tangga akan tercukupi. Karena istri dalam kehidupan rumah tangga adalah jantung keluarga. Setelah istri mendapatkan haknya dari suami maka istri juga mempunyai suatu kewajiban dalam rumah tangga yang b[lom ^cj_hobc. ‚Imnlc q[dc\ g_ha[nol log[b n[haa[ m_\[ce 112 Pasal 80 ayat 2, Kompilasi Hukum Islam


Hukum Keluarga Islam 111 \[cehy[.‛113 Kewajiban ini merupakan hak seorang suami, maka dari itu sangat penting bagi pasangan suami istri untuk mengerti akan hak dan kewajiban yang harus dijalankan. Salah satu kebutuhan dalam berumah tangga yang harus dipenuhi oleh suami adalah kebutuhan ekonomi (nafkah). Nafkah adalah pemberian dari suami kepada istri untuk diinfakkan untuk keperluan keluarga. Nafkah merupakan kewajiban material yang harus dipenuhi oleh suami kepada istrinya, nafkah seorang suami bermacam macam wujudnya bisa berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, pengobatan maupun perlindungan.114 Al-Quran meletakan tanggung jawab pada suami untuk memberikan nafkah kepada istrinya dalam keadaan bagaimanapun, karena pada hakikatnya derajat suami lebih tinggi satu tingkat dari pada istri. Oleh sebab itu dalam hidup berumah tangga baik istri kaya, maupun istri mempunyai pendapatan tersendiri, istri tidak diwajibkan memberikan kepada suami. Bahkan apabila istri adalah seorang yang kaya dan suami adalah orang miskin, maka suami tetap wajib memberi nafkah sesuai kemampuannya. Selain wajib menafkahi seorang istri, suami juga menjadi pemimpin dan kepala rumah tangga dalam keluarga. Suami juga memikul tanggung jawab untuk selalu senantiasa membina serta mengembangkan kehidupan keluarga menuju taraf yang lebih baik lagi. 113 Pasal 34 ayat 2, Undang-Undang No 1 Tahun 1974. 114 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, ..., 374.


112 Hukum Keluarga Islam B. Hak Dan Kewajiban Suami Istri dalam Rumah Tangga Yang dimaksud dengan hak disini adalah apa-apa yang di terima oleh seseorang dari orang lain, sedangkan yang di maksud dengan kewajiban adalah apa yang mesti dilakukan seseorang terhadap orang lain. Dalam hubungan suami istri dalam rumah tangga suami mempunyai hak dan begitu pula istri mempunyai hak.115 Hak suami merupakan kewajiban bagi istri, sebaliknya, kewajiban suami merupakan hak bagi istri. Dalam kaitan ini ada empat hal: 1. Kewajiban suami terhadap istrinya, yang merupakan hak istri dari suaminya. 2. Kewajiban istri terhadap suaminya, yang merupakan hak suami dari istrinya. 3. Hak bersama suami istri 4. Kewajiban bersama suami istri Masalah hak dan kewajiban suami Istri dalam UndangUndang Perkawinan diatur di dalam Bab VI Pasal 30-34, Dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Bab XII Pasal 77-84. Pasal 30 UU Perkawinan menyatakan: "Suami Istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah n[haa[ y[ha g_hd[^c m_h^c ^[m[l ^[lc momoh[h g[my[l[e[n‛. Dalam rumusan redaksi yang berbeda Kompilasi Pasal 77 ayat (1) berbunyi: "Suami Istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, 115 Amir Syarifuddin, Hukum perkawinan di Indonesia,( Jakarta: Prenada Media,2006), hlm. 159.


Hukum Keluarga Islam 113 mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat". Ketentuan tersebut didasarkan kepada firman Allah surat Al-Rum (30):21: Dalam Pasal 31 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Bagian Kedua tentang Kedudukan Suami Istri Pasal 79 menyatakan: 1. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup dalam masyarakat. 2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. 3. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga. Pasal 32 UU Perkawinan jo. Pasal 78 KHI menegaskan: 1. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap. 2. Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami istri bersama. Pasal 34 UU Perkawinan menegaskan: 1. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperiuan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. 2. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaikbaiknya. Adapun ayat (3) isi dan bunyinya sama dengan ayat (5) Pasal 77 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.


114 Hukum Keluarga Islam Pengaturan ketentuan hak dan kewajiban suami istri dalam kompilasi lebih sistematis dibanding dalam Undangundang Perkawinan. Hal ini tentu dapat dimaklumi, karena kompilasi dirumuskan belakangan, setelah 17 tahun sejak Undang-undang Perkawinan dikeluarkan. Dalam Undangundang Perkawinan pengaturan hak suami dan istri lebih bersifat umum. Di bawah ini akan dikutip ketentuanketentuan yang lebih rinci dari Kompilasi Hukum Islam. 1. Hak Istri (Kewajiban Suami) Hak istri adalah suatu kewajiban mutlak yang harus dipenuhi oleh seorang suami. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi suami yaitu mahar, nafkah, pendidikan dan pengajaran, memimpin dan melindungi keluarga, serta memperlakukan istri dengan baik. Pasal 79 KHI a. Suami adalah kepala keluarga, dan istri ibu rumah tangga. b. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Kandungan Pasal 79 KHI tersebut didasarkan kepada OS Al-Nisa' (4)-32. Pasal 80 Kompilasi mengatur kewajiban suami terhadap istri dan keluarganya, sebagai berikut:


Hukum Keluarga Islam 115 a. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama. b. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. c. Suami wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa, dan bangsa d. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: 1) Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi istri. 2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan, dan biaya pengobatan bagi istri dan anak. 3) Biaya pendidikan bagi anak. e. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya. f. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b. g. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz. Dasar hukum dari ketentuan Pasal 80 Kompilasi adalah surat Al-Nisa' (4:34:


116 Hukum Keluarga Islam Tentang kewajiban suami untuk menyediakan tempat kediaman, Kompilasi mengaturnya dalam Pasal 81 sebagai berikut: a. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau bekas istri yang masih dalam iddah. b. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat. c. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga. d. Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuan serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya. Pasal 81 KHI tersebut sejalan dengan apa yang dijelaskan Allah dalam surat Al-Talaq (65):6:


Hukum Keluarga Islam 117 ‚T_gj[ne[hf[b g_l_e[ (j[l[ cmnlc) ^c g[h[ e[go bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (istriistri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anakanak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan ([h[e cno) ohnoehy[‛. 116 2. Hak Suami (Kewajiban Istri) Hak dari suami adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan dan dipenuhi seorang istri. Sehingga selain menuntut haknya terpenuhi, kewajiban yang melekat pada dirinya pun juga harus terlaksana. Ada beberapa hal yang harus dilakukan seorang istri untuk suaminya yaitu patuh dan memperlakukannya dengan baik, memberikan ketentraman pada suami, berkabung untuk suaminya yang meninggal, dan memahami posisi suami. Seorang istri harus taat kepada suaminya, selagi tidak diperintahkan dalam kemaksiatan karena mentaati makhluk untuk barmaksiat terhadap sang khaliq adalah perbuatan yang salah. Hal itu hak kepemimpinan suami yang telah ditetapkan Allah swt. 116 Departemen Agama RI, al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), h. 559.


118 Hukum Keluarga Islam ‚K[og f_f[ec [^[f[b j_gcgjch \[ac e[og wanita‛ 117 a. Menjaga kehormatan Seorang istri tidak boleh mengizinkan laki-laki lain yang masuk ke dalam rumah, kecuali setelah mendapat izin dari suami.15 Rasulullah saw. Bersabda: Shahih Muslim 1704: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi' telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq telah menceritakan kepada kami Ma'mar dari Hammam bin Munabbih ia berkata: ini adalah hadits yang telah diceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami, dari Muhammad Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam -ia pun menyebutkan beberapa hadits, di antaranya adalah- Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Seorang wanita janganlah berpuasa (sunnah) ketika suaminya ada, kecuali dengan seizinnya. Dan jangan pula ia membolehkan orang lain masuk ke rumahnya melainkan dengan izin suaminya. Dan sesuatu yang disedekahkan oleh sang istri dari usaha suaminya tanpa perintah suami, maka setengah dari pahala sedekah itu bagi suaminya." (Hadits ini Shahih). b. Menjaga harta suami Istri mempunyai tanggung jawab menjaga harta suaminya. Ia tidak boleh membelanjakan atau 117 Q.S An Nisa‟ (4): 34


Hukum Keluarga Islam 119 menggunakan kecuali sudah mendapat izin dari sang suami. R[mofoff[b m[q. \_lm[\^[, ‚[j[\cf[ mo[gc m_^[ha pergi maka ia(istri) bertanggung jawab untuk menjaga dirinya s_h^clc ^[h b[ln[ mo[gchy[.‛ (HR Abg[^ ^[h an- Nasa‟i). c. Berhias untuk suami Seorang istri harus sering berhias untuk suaminya sehingga suaminya tidak tergoda untuk terjerumus kepada tindakan yang dilarang agama. Rasulullah saw. bersabda: Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ”[f[cbc q[ m[ff[g, ‚Sc[j[e[b q[hcn[ y[ha j[fcha \[ce?‛ J[q[\ \_fc[o, ‚Y[cno y[ha j[fcha g_hy_h[hae[h dce[ dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suagc \_h]c‛ (HR. Ah-Nasa'i no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih) d. Menata rumah tangga Di antara tanggung jawab istri adalah mengatur urusan rumah tangga. Hal ini berdasar sabda Nabi saw. Ketika beliau menikahkan Fathimah r.a., putrinya, dengan Ali r.a.. beliau berkata kepada Ali r.a., ‚K[go \_ln[haaoha d[q[\ n_lb[^[j olom[hurusan di luar rumah, sedangkan kamu, Fathimah, bertanggung jawab atas urusan-urusan di dalam log[b.‛


120 Hukum Keluarga Islam Asma‟ binti Abi Bakar juga pernah berkata: ‚S[y[ g_f[y[hc [z-Zubair dalam semua urusan rumah tangga. Dia mempunyai seekor kuda, saya g_l[q[nhy[, g_g\_lc g[e[h, ^[h g_hd[a[hy[.‛ Alhasil, seorang istri berkewajiban menjaga dan mengatur rumah tangga. Ia harus bertanggung jawab dengan tugasnya itu. Dan, termasuk yang menjadi tanggung jawabnya adalah mengatur urusan-urusan rumah tangga dengan cermat. e. Melahirkan dan merawat anak Melahirkan merupakan kodrat wanita yang selalu menjadi keinginannya dalam hidup. Allah swt. Telah mensinyalir hal ini dalam firman-Nya, ‚Aff[b g_hd[^ce[h \[ac e[go cmnlc-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu-]o]o‛118 f. Memberi nafkah untuk kebutuhan rumah tangga apabila diperlukan Islam menganjurkan kepada istri yang berkecukupan untuk memberikan nafkah kepada suaminya yang sedang dilanda kesulitan dalam mencari rezeki. Para ahli fikih membolehkan istri untuk memberikan zakat hartanya kepada suaminya yang memang membutuhkan. Dasar dari keputusan fuqoha tersebut adalah pemberian zakat kepada sanak 118 QS An Nahl (16): 72


Hukum Keluarga Islam 121 kerabat yang berhak harus diprioritaskan, dan suami merupakan kerabat yang paling dekat dari sang istri. Adapun kewajiban istri yang dalam UU Perkawinan Pasal 34 diatur secara garis besar pada ayat (2), dalam Kompilasi diatur secara lebih rinci dalam Pasal 83 dan 84. Pasal 83. a. Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam. b. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari hari dengan sebaik-baiknya. Pasal 84 a. Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah. b. Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada Pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya. c. Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah istri tidak nusyuz. d. Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan atas bukti yang sah. (lebih lanjut pada sub-bab pembahasan nusyuz)


122 Hukum Keluarga Islam VIII d d A. Hukum Konkrit tentang Nafkah: Q.S Al-Baqarah [2]: 233 Islam adalah agama yang menghendaki keadilan, menetapkan ketentuan yang seimbang antara kewajiban dan hak, tidak terkecuali dalam kehidupan rumah tangga. Rumah tangga diawali dengan perkawinan yang merupakan pintu gerbang sacral untuk membentuk keluarga yang sejahtera bagi setiap anggotanya. Dengan demikian sebagai konsekuensi dari suatu perkawinan adalah timbulnya kewajiban dan hak yang mesti diterima, kewajiban istri merupakan hak suami dan kewajiban suami merupakan hak istri. Dalam Qs. Al-Baqarah 2:233 sebagian ayatnya menjelaskan bahwa kewajiban suami diantaranya adalah menafkahi istrinya. menurut As-Al-Sayyid Sabiq yang wajib diberikan terhadap istri yang berupa penyediaan kebutuhan seperti makanan, pakaian dan


Hukum Keluarga Islam 123 tempat tinggal, walaupun istri tersebut kaya, nafkah tetap merupakan suatu kewajiban119. istri dibatasi dan ditahan untuk suaminya, Istri wajib mentaati suaminya, tinggal di rumah, mengurusnya dan mengasuh anaknya.120 Sebagai penyeimbangannya maka suami wajib untuk mencukupi kebutuhan istri dan menafkahinya. Kadar nafkah yang wajib ditanggung oleh suami menurut Ibnu Qadimah suami berusaha mencukupi kebutuhan istri disesuaikan dengan kemampuannya.121 Pemberian nafkah dalam Islam merupakan salah satu perkara yang penting karena hal ini berhubungan dengan berlangsungnya hidup keluarga yang baik dan juga sebagai suatu upaya yang dimaksudkan untuk menghargai peran istri dalam rumah tangga. Pemenuhan nafkah yang baik dan sesuai merupakan salah satu kunci dalam menjaga pernikahan. Ketika ditinjau dari urgensinya, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan ini layak untuk dibahas. 119 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz III (Beirut: dar-alFikr, 1983), hlm. 430. 120 Ibid.,hlm. 432. 121 Ali Ahmad Al Qolimi, Ahkamul Usrah fi as-Syari‟ah al-Islamiyyah, (Daru An-Nushroh lil Jama‘ah: 2008), hlm. 230.


124 Hukum Keluarga Islam B. Ayat dan Konteks Allah berfirman dalam Q.S al-Baqarah (2):233 sebagai berikut: Alnchy[:‚ D[h c\o-ibu hendaklah menyusui anakanaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anaknya kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah


Hukum Keluarga Islam 125 kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat [j[ y[ha e[go e_ld[e[h.‛ 122 I\ho ‘A\\[m g_lcq[yatkan bahwa surat Al-Baqarah diturunkan di Madinah dan sebagian besar diturunkan permulaan tahun hijrah, kecuali ayat 281 yang turun di Mch[ j[^[ m[[n b[dc q[^[’,123 sedangkan riwayat lain dari Abdullah Ibnu Zubair, dan Zaid bin Tsabit menegaskan bahwa seluruh surat Al-Baqarah diturunkan di Madinah.124 Ayat sebelumnya, secara umum menjelaskan tentang penyusuan, nafkah serta ijarah. Penafsiran yang lengkap tentang ayat tersebut dijelaskan dalam tafsir Fath al- Qadir dan Fath al-Munir sebagai berikut: (hendaklah mereka menyusukan), susuan ini berbentuk berita tapi bermakna perintah, yang berfungsi untuk memberi penekanan agar hal itu diwujudkan.125 (Penuh) n_lg[moe mbc`[b go’[ee[^[b, y[ha 122 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 37. 123 Misbah bin Zainil Musthofa, Tafsir Jalalain, (Surabaya: Hidayah, Tt), hlm. 205. 124 Muhammad Nasib Rifa‘I, Taisiru al-Aliyyil Qadir li Ikhtisari Tafsir Ibnu Kasir, Alih bahasa Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 1999), I: 73. 125 Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir aqidah syari‟ah manhaj, jilid 1, (Damaskus: Darul Fikr, 2005), 565


126 Hukum Keluarga Islam menegaskan bahwa indikasi ini adalah hakiki, bukan perkiraan.126 (Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan) bolo` f[g \_le[cn[h ^_ha[h (y[l^i’h[) y[ha \_l[lnc f[g tersebut adalah manshub.127 hal ini ditujukan bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Ini menunjukkan, bahwa penyusuan selama dua tahun bukan sebuah keharusan, tapi merupakan penyusuan yang sempurna, sehingga boleh kurang dari itu.128 (Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu sebatas kemampuannya), takdirnya adalah (wa alal mauludi ) yang berarti kata al walad adalah h[c\of `[’cf dari al-maulud. 129yaitu al walad yang berarti anak, menjadi pengganti pelaku dari al-maulud yang berarti dilahirkan. C. Macam-Macam Nafkah Keluarga Istilah nafkah adalah istilah yang diadopsi dari Bahasa arab dan memiliki banyak arti, disesuaikan dengan konteks penggunaannya dalam kalimat. Nafkah 126 Sayyid Ibrahim, Tafsir fathul qodir, alih bahasa Imam Muhammad asSyaukani (Jakarta: Pustaka Azam, Tt), 940 127 Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir aqidah syari‟ah manhaj, jilid 1…., 565 128 Sayyid Ibrahim, Tafsir fathul qodir, alih bahasa Imam Muhammad asSyaukani,hlm. 939. 129 Wahbah Zuhaili, Tafsir al-Munir aqidah syari‟ah manhaj, jilid ,hlm. 565.


Hukum Keluarga Islam 127 adalah bentuk kata dasar atau kata benda dari kata kerja anfaqa-yunfiqu yang berarti lari, atau habis dan musnah, atau dalam bentuk masdar infaqa yang berarti al-ikhraj yaitu mengeluarkan.130 Secara etimologis, nafaqa berarti perbuatan memindahkan dan mengalihkan sesuatu. Secara terminologi menurut al-Sayyid Sabiq nafkah yang wajib diberikan terhadap istri yang berupa penyediaan kebutuhan seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal, walaupun istri tersebut kaya, nafkah tetap merupakan suatu kewajiban.131 Jika dilihat dari pandangan ulama berbeda-beda, seperti penjelasan Imam Malik yang mengatakan bahwa nafkah adalah sesuatu berupa makanan yang bisa mencukupi keadaan atau kebutuhan manusia yang tidak melampaui batas.132 Adapun macam-macam nafkah terbagi kepada lima orang,133 yaitu: 1. Nafkah istri. Orang yang wajib memberinya nafkah adalah suaminya, baik istri yang hakiki seperti istri yang masih berada dalam perlindungan suaminya yang tidak di talak, atau istri yang ditalak dengan talak raj‟i sebelum masa iddahnya habis. 2. Nafkah wanita yang ditalak ba'in sejak masa iddahnya. Jika hamil, Orang yang wajib memberikan nafkah adalah suami yang mentalaknya, dan 130 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 19989), jilid II, Cet.II. hlm. 765. 131 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz III (Beirut: dar-alFikr, 1983), hlm. 430. 132 Abdur Rohman Al-Jaziri, Fiqh „Ala Madzahibul Arba‟ah Juz 4, (Beirut: Darl al-Fikr, 1987), hlm. 556. 133 Ali Ahmad Al Qolimi, Ahkamul Usrah fi as-Syari‟ah al-Islamiyyah, ….hlm. 199.


128 Hukum Keluarga Islam nafkah terhadap wanita yang ditalak dalam keadaan hamil ini dihentikan jika ia telah melahirkan bayinya, tapi jika ia menyusui anaknya, maka ia berhak mendapatkan upah atas penyusunnya. 3. Nafkah orang tua. orang yang wajib memberinya nafkah adalah anaknya. Nafkah ini dihentikan, jika ia telah kaya, atau anak yang menafkahinya jatuh miskin, sehingga ia tidak mempunyai sisa uang dari makanan sehari-harinya, karena Allah tidak membebani seseorang kecuali dengan apa yang Allah karuniakan kepadanya. 4. Nafkah anak. Orang yang wajib memberinya nafkah adalah bapaknya. Nafkah terhadap anak laki-laki dihentikan jika ia telah baligh dan nafkah terhadap anak perempuan dihentikan jika ia telah menikah. Tapi dikecualikan bagi anak laki-laki yang telah baligh, jika ia menderita sakit atau gila, maka nafkah terhadapnya tetap masih menjadi tanggungan orang tuanya (ayahnya). 5. Nafkah budak, orang yang wajib memberikannya nafkah adalah majikannya. Para budak yang lakilaki maupun yang perempuan, apabila ditahan untuk melakukan sesuatu pekerjaan, maka pemiliknya berkewajiban memberi nafkah atasnya dan memberi pakaian menurut yang ma'ruf (patut). Jenis nafkah ini dikategorikan dalam dua aspek, yaitu nafkah lahir dan nafkah batin. Nafkah lahir adalah semua kebutuhan yang berhubungan dengan kebutuhan


Hukum Keluarga Islam 129 jasmani termasuk sandang pangan.134 Sedangkan nafkah batin adalah kebutuhan rasa aman bagi istri dan keturunannya dari segala gangguan serta bahaya yang mengancam,135 Selain fungsi keamanan, nafkah batin juga mencankup sebagai nafkah yang berbentuk hubugan seksual.136 Hal tersebut didasarkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abi Daud : Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musa bin Img[’cf, n_f[b g_h]_lcn[e[h e_j[^[ H[gg[^, n_f[b mengabale[h e_j[^[ e[gc A\o Q[z[’[b Af B[b[fc, ^[lc H[ecg \ch Mo’[qcy[b Af Qomy[clc ^[lc [y[bhy[, c[ berkata; aku katakan; wahai Rasulullah, apakah hak istri salah seorang diantara kami atasnya? Beliau Berkata: Engkau memberikan makan apabila engkau makan, memberikan pakaian apabila engkau berpakaian, janganlah engkau memukul wajah, jangan engkau menjelek-jelekkannya (dengan perkataan atau cacian) dengan mengatakan; semoga Allah memburukkan q[d[bgo.‛ 1. Nafkah sebagai Kewajiban Suami Adapun penyebab diwajibkannya pemberian nafkah suami kepada istri adalah adanya akad pernikahan yang sah.137 Menurut Al-Sayyid Sabiq 134 Suryani, Kajian Hermeneutika Hadis Tanggung Jawab Nafkah ….hlm. 124. 135 Husein Muhammad, fiqh Perempuan Refleksi Kiyai Atas Wacana Agama dan Gender, (Yogyakarta: Tp,Tt).hlm. 152. 136 Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. (Jakarta : Kencana, 2004), hlm. 165. 137 Okta Vinna Abriyanti, Hak Nafkah Istri dan Anak Yang Dilalaikan Suami Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Desa


130 Hukum Keluarga Islam istri dibatasi dan ditahan untuk suaminya, istri wajib mentaati suaminya, tinggal di rumah, mengurusnya dan mengasuh anaknya. Sebagai penyeimbangannya maka suami wajib untuk mencukupi kebutuhan istri dan menafkahinya.138 Kadar nafkah yang wajib ditanggung oleh suami menurut Ibnu Qadimah suami berusaha mencukupi kebutuhan istri disesuaikan dengan kemampuannya.139 Pendapat ini merupakan hasil dari pendapat Imam Syafc’c y[ha memandang bahwa kadar nafkah disesuaikan dengan kemampuan suami dengan pendapat dari mazhab Maliki dan Mazhab Hambali, bahwa nafkah suami terhadap istri disesuaikan dengan kebutuhan istri.140 Pada penjelasan sebelumnya bisa kita lihat bahwa nafkah yang harus diberikan terhadap istri disesuaikan dengan kadar kemampuannya, mengacu pada firman Allah SWT QS. At-Thalaq (65) ayat 7 : Purwodadi 13A Kecamatan Trimurjo, kabupaten Lampung Tengah), Skripsi hukum Keluarga IAIN Metro, 2017, hlm. 19. 138 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz III (Beirut: dar-alFikr, 1983), hlm. 432. 139 Ali Ahmad Al Qolimi, Ahkamul Usrah fi as-Syari‟ah al-Islamiyyah,hlm. 230. 140 Abdur Rohman Al-Jaziri, Fiqh „Ala Madzahibul Arba‟ah Juz 4, (Beirut: Darl al-Fikr, 1987), hlm. 558.


Hukum Keluarga Islam 131 Artinya: Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan. 141 Dalam Tafsir al-Misbah diterangkan, ayat ini menjelaskan tentang kewajiban suami untuk memberi nafkah dan kadar pemberiannya, dengan menyatakan bahwa hendaklah orang yang mampu yaitu mampu dan memiliki banyak rezeki untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya sebatas kadar kemampuannya dan dengan demikian hendaklah ia memberi sehingga anak istrinya kelapangan dan keluasaan berbelanja. Dan orang yang disempitkan rezekinya yaitu orang terbatas penghasilannya, maka hendaklah ia memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya artinya jangan sampai dia memaksakan diri untuk nafkah itu dengan cara mencari rezeki dari sumber yang tidak direstui Allah. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sesuai dengan apa yang allah berikan kepadanya, Karena itu janganlah (istri) menuntut terlalu banyak yang 141 Departemen Agama RI, Al-Hikmah Al-Qur an dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), hlm. 559.


132 Hukum Keluarga Islam melebihi kadar kemampuan suami, karena Allah akan memberikan kelapangan setelah kesulitan.142 Kadar besarnya nafkah yang harus diberikan oleh suami kepada istri dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat para ulama mazhab. Walaupun pada dasarnya semua ulama mazhab sepakat bahwa besarnya nafkah yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan istri, hanya saja Imam Syafi'i menentukan jumlah besaran nafkah yang diberikan, sedangkan ulama mazhab lain tidak menentukan besarannya. Menurut Imam Syafi`i, kadar nafkah yang harus diberikan oleh suami miskin kepada istrinya adalah satu mud. Hal ini sebagaimana ^cd_f[me[h jof[ if_b I\ho Romy^: ‚Sy[`c'c berpendapat bahwa nafkah itu ditentukan besarnya. Atas orang yang kaya dua mud, atas orang yang sedang satu setengah mud, dan orang miskin satu mud.143 Adapun beberapa macam kriteria nafkah yang wajib dan tidak wajib diberikan kepada istri diantaranya:144 a. Wajib bagi suami memberi nafkah kepada istri yang telah Di dukhul walau belum mencapai usia baligh. b. Tidak wajib bagi suami memberi nafkah kepada 142 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol 14, ( Jakarta: Lintera Hati, 2002 ),hlm. 303. 143 Abdul Wahid Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid,..hlm. 519. 144 Ali Ahmad Al Qolimi, Ahkamul Usrah fi as-Syari‟ah al-Islamiyyah,..hlm. 233.


Click to View FlipBook Version