merupakan susastra yang ditulis pada                                                     pencipta seni memandang seni Rampak Bedug
masa pemerintah-an Majapahit. Jika benar                                                 sebagai sebuah karya seni yang patut dihargai
demikian, berarti bedug telah ada sejak masa                                             (Muna Zakiah, 2014)
Majapahit (XIV-XVI Masehi) (Mudzakkir,
2008).                                                                                   Fungsi Rampak bedug:
Seni Rampak Bedug                                                                             Rampak Bedug sebagai sebuah seni
     Dalam perkembangan selanjutnya, bedug                                               bukan hanya sekadar hiburan yang menjadi
                                                                                         tontonan warga masyarakat, lebih dari itu
yang wujudnya dapat kita temukan di hampir                                               seni Rampak Bedug memiliki fungsi dan nilai
setiap masjid dan digunakan sebagai media                                                yang terkandung di dalamnya, fungsi dan nilai
informasi masuknya waktu shalat ini kemudian                                             tersebut antara lain adalah:
dijadikan sebagai salah satu model kesenian.
Salah satunya adalah kesenian Rampak Bedug.                                              • Nilai Religi, yakni menyemarakan bulan
Kesenian Rampak Bedug adalah kesenian                                                         suci Ramadhan dengan alat-alat yang
yang menggunakan media bedug yang ditabuh                                                     memang dirancang para ulama pewaris
secara serempak.                                                                              Nabi. Selain menyemarakan Tarawihan
                                                                                              juga sebagai pengiring Takbiran dan
     Kata “Rampak” mengandung arti                                                            Marhabaan.
“Serempak”. Jadi “Rampak Bedug” adalah seni
bedug dengan menggunakan waditra berupa                                                  • Nilai rekreasi/hiburan.
“banyak” bedug dan ditabuh secara “serempak”
sehingga menghasilkan irama khas yang enak                                               • Nilai ekonomis, yakni suatu karya seni
didengar. Rampak bedug hanya terdapat di                                                      yang layak jual. Masyarakat pengguna
daerah Banten sebagai ciri khas seni budaya                                                   sudah biasa mengundang seniman
Banten (Muna Zakiah, 2014).                                                                   rampak bedug untuk memeriahkan acara-
                                                                                              acara mereka.
     Pada mulanya seni Rampak Bedug
dimaksudkan untuk menyambut bulan suci                                                   • “Rampak Bedug” dapat dikatakan sebagai
Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, persis                                                     pengembangan dari seni bedug atau
seperti seni ngabedug atau ngadulag. Tapi                                                     ngadulag. Bila ngabedug dapat dimainkan
karena merupakan suatu kreasi seni yang                                                       oleh siapa saja, maka “Rampak Bedug”
genial dan mengundang perhatian penonton,                                                     hanya bisa dimainkan oleh para pemain
maka seni Rampak Bedug ini berubah menjadi                                                    profesional. Rampak bedug bukan hanya
suatu seni yang “layak jual”, sama dengan                                                     dimainkan di bulan Ramadhan, tapi
seni-seni musik komersial lainnya. Walau para                                                 dimainkan juga secara profesional pada
pencetus dan pemainnya lebih didasari oleh                                                    acara-acara hajatan (hitanan, pernikahan)
motivasi religi, tapi masyarakat seniman dan                                                  dan hari-hari peringatan kedaerahan
                                                                                              bahkan nasional. Rampak bedug
           Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/kesenian-rampak-bedug-dari-banten/       merupakan pengiring Takbiran, Ruwatan,
                                                                                              Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar),
                                                                                              dan lagu-lagu bernuansa religi lainnya.
                                                                                         • Di masa lalu pemain rampak bedug terdiri
                                                                                              dari semuanya laki-laki. Tapi sekarang
                                                                                              sama halnya dengan banyak seni lainnya
                                                                                              terdiri dari laki-laki dan perempuan.
                                                                                              Mungkin demikian karena seni rampak
                                                                                              bedug mempertunjukkan tarian-tarian
                                                                                              yang terlihat indah jika ditampilkan oleh
                                                                                              perempuan (selain tentunya laki-laki).
                                                                                              Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki
                                                                                              5 orang dan perempuan 5 orang. Adapun
42 | Ensiklopedi Islam Nusantara
fungsi masing-masing pemain adalah          pelestarian tradisi khas Indonesia. Biasanya
     sebagai berikut pemain laki-laki sebagai    festival ini diadakan di malam hari raya Idul
     penabuh bedug dan sekaligus kendang         Fitri dan diadakan di alun-alun kota atau
     sedangkan pemain perempuan sebagai          kabupaten. Selain sebagai sebuah lomba
     penabuh bedug, baik pemain laki-laki        yang diikuti oleh masyarakat, festival bedug
     maupun perempuan sekaligus juga sebagai     juga merupakan bagian dari upaya menjalin
     penari (Muna Zakiah, 2010).                 ukhuwah islamiyyah dan mengandung nilai
                                                 dakwah.
Sejarah Rampak Bedug
                                                 Bedug Terbesar di Dunia
     Tahun 1950-an merupakan awal mula
diadakannya pentas rampak bedug. Pada                 Bedug Kyai Bagelen atau Bedug Pendowo
waktu itu, di Kecamatan Pandeglang pada          adalah bedug salah satu bedug peninggalan
khususnya, sudah diadakan pertandingan           bersejarah yang cukup terkenal. Bedug yang
antar kampung. Sampai tahun 1960 rampak          berada di dalam masjid Darul Muttaqien
bedug masih merupakan hiburan rakyat, persis     Purworejo ini merupakan bedug terbesar di
ngabedug. Awalnya rampak bedug berdiri di        dunia. Bedug ini merupakan karya besar umat
Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini          Islam Indonesia. Pembuatan bedug ini atas
menyebar ke daerah-daerah sekitarnya hingga      perintah dari Adipati Cokronegoro I, bupati
ke Kabupaten Serang.                             Purworejo pertama yang terkenal sangat
                                                 peduli terhadap perkembangan agama Islam.
     Kemudian antara tahun 1960-1970 Haji
Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam           Pada awal mulanya, ia ingin mempunyai
seni rampak bedug. Rampak bedug yang             sebuah bangunan masjid agung yang terletak
berkembang saat ini dapat dikatakan sebagai      di pusat kota alun-alun purworejo. Maka dari
hasil kreasi Haji Ilen. Rampak bedug kemudian    itu kemudian di bangunlah sebuah masjid
dikembangkan oleh berempat yaitu: Haji Ilen,     di sebelah barat alun alun purworejo pada
Burhata, Juju, dan Rahmat. Dengan demikian       tanggal 16 april 1834 M dan tepatnya hari
Haji Ilen beserta ketiga bersahabat itulah yang  minggu. Bupati Cokronagoro I memerintahkan
dapat dikatakan sebagai tokoh seni Rampak        pembuatan Bedug dengan ukuran yang luar
bedug. Dari mereka berempat itulah seni          biasa besar dengan tujuan supaya dentuman
rampak bedug menyebar. Hingga akhir tahun        bunyi bedug tersebut terdengar sejauh
2002 ini sudah banyak kelompok-kelompok          mungkin sebagai panggilan waktu shalat
pemain rampak bedug (Muna Zakiah, 2014)          umat Islam untuk berjamaah di masjid agung
                                                 tersebut.
     Sebagai sebuah kesenian daerah, tradisi
rampak bedug merupakan bagian dari upaya              Raden Patih Cokronagoro bersama
pelestarian terhadap tradisi dan kebudayaan      Raden Tumenggung Prawironagoro yang juga
daerah setempat. Di tengah gempuran              merupakan adik dari Cokronagoro I menjadi
modernisasi ini seni Rampak Bedug harus terus    pelaksana tugas membuat Bedug besar itu.
melakukan inovasi-inovasi dalam mengemas         Sama seperti bahan pembuatan masjid
seni pertunjukannya agar tetap diminati oleh     yang menggunakan kayu jati pilihan, bedug
masyarakat sembari tetap mempertahankan          besar ini pun juga disepakati untuk dibuat
nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di    dari pangkal kayu jati bang bercabang lima.
dalamnya.                                        Daerah tempat asal pohon jati tersebut adalah
                                                 Dusun Pendowo, Desa Bragolan, Kecamatan
Festival Bedug                                   Purwodadi.
     Di sejumlah daerah di Indonesia, festival        Bedug yang mempunyai nama bedug
bedug diselenggarakan di setiap tahun.           Kyai Bagelen atau Bedug Pendowo tersebut
Festival bedug merupakan bagian dari upaya       mempunyai panjang sekitar 282 cm garis
                                                 tengah depan 194 cm garis tengah belakang
                                                 Edisi Budaya | 43
180 cm keliling bagian                                                              dan dirawat untuk
depan 601 cm keliling                                                               mengenang   para
bagian belakang 564                                                                 pembuatnya  juga
cm dengan jumlah paku                                                               perkembangan Islam
depan 120 buah dan                                                                  di tanah Bagelen
jumlah paku belakang                                                                atau Purworejo nama
98 buah dan lulangnya                                                               kabupaten saat ini.
dari kulit banteng,                                                                 Bedug yang sudah
menjadikan bedug                                                                    berusia 177 tahun
ini termasyhur dan                                                                  kini menjadi ikon
terkenal di Asia dan              Bedug Kyai Bagelen (Bedug Pendowo)                kebanggan umat Islam
Dunia.                            Sumber: Koleksi Foto Drs. Eko Riyanto, Widiharto  di wilayah Purworejo
     Sampai sekarang                                                dan akan menjadi saksi
bedug pendowo menjadi cagar budaya atau  sejarah perkembangan Islam di daerah selatan
peninggalan budaya yang harus di jaga    wilayah Jawa Tengah.
                                                                                    [Jamaluddin Muhammad]
                                            Sumber Bacaan
Hery Nuryanto, Sejarah Perkembangan Teknologi dan Informasi, Jakarta: Balai Pustaka, 2012
http://www.telusurindonesia.com/menengok-bedug-terbesar-purworejo.html#
Hendri F Isnaeni, Tak-Tak-Tak, Dung, Ini Sejarah Bedug, Dung, 2010 http://historia.id/budaya/taktaktak-dung-ini-
         sejarah-bedug
Mudzakkir Dwi Cahyono, Waditra Bedug dalam Tradisi Jawa, 2008 http://nasional.kompas.com/
         read/2008/09/24/18422736/waditra.bedug.dalam.tradisi.jawa
http://banjarkab.go.id/festival-bedug-tahun-ini-lebih-meriah/
Muna Zakiah, Kesenian Rampak Bedug dari Banten, 2014, http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1439/kesenian-
         rampak-bedug-dari-banten
44 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Berjanjen
Istilah Kata                                     kaum Muslim adalah sesuatu yang utama.
                                                 Bentuk-bentuk bacaan pelantunan shalawat
Pada umumnya, hari kelahiran Nabi                kepada Nabi Muhammad SAW juga beraneka
        Muhammad SAW disebut Mawlid, sebuah      ragam. Bahkan bukan hanya shalawat-
        istilah kata yang juga sering berarti    shalawat yang dilantunkan, melainkan juga
peringatan-peringatan yang diselenggarakan       pembacaan biografi beliau. Salah satu bentuk
pada hari kelahiran Nabi Muhammad, tanggal       pembacaan shalawat dan biografi serta sifat-
12 Rabiul Awwal. Di Jawa, bulan Rabiul Awwal     sifat dan perilaku Nabi Muhammad SAW
dinamakan bulan mulud (diambil dari kata         dikenal dengan istilah barzanjian.
maulid, sebuah nama yang menunjukkan
bulan kelahiran Nabi). Istilah lain dari Maulid       Istilah barzanjian sendiri merujuk kepada
adalah milad (hari kelahiran, ulang tahun) dan   seorang pengarangnya bernama Syaikh Ja’far
partisip pasif mawlud, dari akar kata bahasa     bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad
Arab walada. (Annemarie Schimmel, 1995:          Al-Barzanji. Jadi, barzanjen adalah sebuah
200)                                             tradisi pembacaan sirah atau biografi Nabi
                                                 Muhammad SAW serta sifat dan prilakunya
     Masyarakat Muslim di berbagai Negara        dan disertai dengan pelantunan shalawat-
memberikan penghormatan kepada Nabi              shalawat dengan menggunakan kitab yang
Muhammad SAW dengan beragam cara. Salah          disusun oleh Syaikh Ja’far al-Barzanji.
satunya adalah dengan memperingati hari
kelahiran Nabi yang kemudian di Indonesia             Kitab Maulid Al-Barzanji karangan Syaikh
dikenal dengan istilah muludan (dari akar kata   Ja’far al-Barzanji ini termasuk salah satu kitab
mawlid).                                         maulid yang paling populer dan paling luas
                                                 tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik
Menurut Schimmel, di Mesir, tradisi              Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan
                                                 Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan
mawlid terus berlangsung dari zaman              mereka membacanya dalam acara-acara
                                                 keagamaan yang sesuai. Kandungannya
Fathimiyyah  hingga  dinasti-dinasti             merupakan Khulasah (ringkasan) Sirah
                                                 Nabawiyah yang meliputi kisah kelahiran
berikutnya. Para penguasa Mamluk pada abad       beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah,
                                                 akhlaq, peperangan hingga wafatnya.
ke-14 dan 15 biasa memperingati mawlid (pada
                                                      Keturunan Barzanji (Barzinji) yang
umumnya bukan pada tanggal 12 rabiul awwal,      menjadikan nama keluarga tersebut menjadi
                                                 nama yang dikenal luas di Indonesia adalah
tetapi tanggal 11) dengan penuh kebesaran di     cicitnya, Ja’far Ibn Hasan Ibn Abd al-Karim
                                                 Ibn Muhammad (1690-1764), yang lahir di
pelataran benteng Kairo. (Schimmel, 1995:        Madinah dan menghabiskan seluruh usianya
                                                 di sana. Dia menulis sejumlah karya tentang
201-202)                                         ibadah yangmenjadi sangat populer di dunia
                                                 Islam pada saat itu, dan di Indonesia sampai
     Sementara di Indonesia, tradisi peringatan  sekarang ini. (Martin, 2015: 31)
Nabi Muhammad SAW atau mawlid ini biasanya
dengan membaca dan melantunkan shalawat
kepada Nabi Muhammad SAW dilakukan secara
individual maupun berjamaah (komunal).
Pembacaan dan pelantunan shalawat kepada
Nabi Muhammad SAW bagi kaum Muslim yang
menganut paham Ahlussunnah wal Jamaah
adalah sunnah. Oleh karena itu, pembacaan
shalawat kepada Nabi Muhammad SAW bagi
                                                 Edisi Budaya | 45
Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan          Selain kitab barzanji, beberapa kitab
untuk meningkatkan kecintaan kepada              serupa lainnya yang juga cukup populer di
Rasulullah SAW dan meningkatkan gairah           tengah masyarakat Indonesia dan dibaca dalam
umat. Dalam kitab itu riwayat Nabi SAW SAW       kegiatan-kegiatan adalah diba’ (yang kemudian
dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam        popular dengan istilah diba’an), simtuddurar,
bentuk puisi dan prosa (nasar lawan dari         dliya’ al-lami’, dan kitab-kitab serupa lainnya
nadzam) dan kasidah yang sangat menarik.         yang berisi tentang shalawat kepada Nabi
Secara garis besar, paparan Al-Barzanji dapat    Muhammad sekaligus biografi sang Nabi dari
diringkas sebagai berikut: (1) Sislilah Nabi     lahir sampai wafatnya.
adalah: Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin          Definisi, Cakupan dan Kompleksitas
Qusay bin Kitab bin Murrah bin Fihr bin Malik    Istilah
bin Nadar bin Nizar bin Maiad bin Adnan. (2)
Pada masa kecil banyak kelihatan luar biasa           Istilah barzanjen (pembacaan maulid
pada dirinya. (3) Berniaga ke Syam (Suraih)      barzanji) ini kemudian pada gilirannya
ikut pamannya ketika masih berusia 12 tahun.     merujuk pada sebuah kegiatan pembacaan
(4) Menikah dengan Khadijah pada usia 25         maulid Nabi dengan menggunakan kitab
tahun. (5) Diangkat menjadi Rasul pada usia      barzanji. Sebenarnya tidak hanya kitab ini
40 tahun, dan mulai menyiarkan agama sejak       yang dijadikan pedoman atau kitab yang
saat itu hingga umur 62 tahun.                   dibaca dalam maulid. Terdapat kitab-kitab
                                                 lain dengan isi yang hampir serupa dengannya
Tradisi Barzanjian di Nusantara                  seperti Diba’, Simtuddurar, atau Syaraf al-Anam,
                                                 dan kitab-kitab yang berisi sirah dan pujian-
     Menurut Martin, teks keagamaan yang         pujian kepada Nabi Muhammad SAW lainnya.
paling populer di seluruh Nusantara, yang
hanya kalah populer dengan al-Qur’an, adalah          Di Indonesia, pembacaan maulid barzanji
karya yang dikenal sebagai barzanji. Sebuah      ini dilakukan oleh masyarakat Islam yang sering
kitab mawlid yang dibaca oleh masyarakat         disebut kelompok tradisionalis. Kalangan
Nusantara tidak hanya di sekitar tanggal         pesantren dan masyarakat-masyarakat yang
12 Rabi’ al-Awwal, hari kelahiran Nabi           masih memegang tradisi yang diwariskan
Muhammad SAW., tetapi juga pada banyak           leluhurnya masih berpegang teguh melakukan
upacara yang lain: pada berbagai upacara yang    pembacaan maulid Nabi, meski kalangan lain
mengikuti daur kehidupan manusia seperti         yang sering disebut modernis dan puritan
pemotongan rambut seorang bayi untuk             menganggap pembacaan maulid Nabi dalam
pertama kalinya (aqiqah), dalam situasi krisis,  segala bentuknya adalah sesuatu yang
sebagai bagian dari ritual untuk mengusir        dianggap mereka sebagai bid’ah. Sesuatu yang
setan, atau secara rutin dijadikan sebagai       bukan saja tidak boleh dilakukan, melainkan
bagian dari wiridan berjamaah yang dilakukan     harus dibuang-buang jauh.
secara rutin. (Martin, 2015: 22)
                                                      Perdebatan-perdebatan sunnah vis a
     Masih menurut Martin, tradisi pembacaan     vis bid’ah dalam tradisi pembacaan barzanji
dan popularitas kitab barzanji ini merupakan     ini hingga kini masih berlangsung. Bahkan
sebuah bukti bahwa Islam di Nusantara            bisa jadi tidak akan pernah selesai. Sebab
memiliki hubungan atau bahkan bisa dikatakan     kedua kelompok ini di samping memiliki cara
terpengaruh oleh tradisi Kurdi, Irak. Sebab,     pandang sendiri juga mempunyai dalil dan
tidak pernah diperhatikan sebelumnya bahwa       argumentasi yang lain. Di sisi lain, terdapat
barzanji (lebih tepatnya: barzinji) adalah nama  ruang yang harus dipahami oleh terutama
dari keluarga ulama dan syekh-syek tarekat       kelompok yang menganggap bahwa tradisi
yang paling berpengaruh di daerah Kurdistan      barzanji ini adalah sebuah perbuatan bid’ah
bagian Selatan. (Martin, 22)                     adalah bahwa pembacaan barzanji memiliki
                                                 nilai dakwah yang cukup efektif. Ia secara tidak
46 | Ensiklopedi Islam Nusantara
langung merupakan bagian dari sebuah sarana         Aspek Keberlangsungan (continuity) dan
mendakwahkan akhlak, sifat, dan perilaku            Perubahan (change) Istilah
Nabi Muhammad SAW.
                                                         Tradisi pembacaan barzanji yang esensinya
     Ta’rifin sebagaimana dikutip oleh Wasisto,     adalah sebentuk pujian yang ditujukan kepada
mengatakan bahwa dalam pembacaan                    Nabi Muhammad SAW sebenarnya telah ada
maulid barzanji atau berzanjen ini paling           semenjak rasulullah SAW masih hidup. Hal ini
tidak memiliki nilai-nilai kebaikan berupa:         sebagaimana dikatakan oleh Syekh Ibrahim al-
Pertama, meningkatkan semangat kecintaan            Bajuri yang mengatakan bahwa tiga sahabat
dan pengamalan nilai kesalehan kepada Nabi          Nabi yang merupakan seorang penyair,
Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah                yaitu Hasan Ibnu Tsabit, Abdullah Ibnu
yang patut dicontoh oleh masyarakat masa            Rawahah, dan Ka’ab Ibnu Malik. Ketiganya
kini. Dalam hal ini, terdapat transfer nilai-nilai  adalah sahabat-sahabat Nabi yang pernah
luhur yang bisa diambil dari sosok Nabi sendiri     membacakan puisi-puisi tentang pujian Nabi.
untuk bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-
hari. Kedua, merekatkan ukhuwah islamiyah                Sedangkan berkenaan dengan tradisi
diantara umat Islam karena pergelaran bazanji       perayaan maulid nabi sendiri telah dirayakan
sendiri selalu melibatkan banyak orang dan          oleh masyarakat Muslim sejak abad kedua
massa melihatnya juga banyak sehingga               hijriah. Hal ini berdasarkan pada apa yang ditulis
disamping mendapatkan nilai edukasi dari            oleh Nuruddin Ali dalam kitabnya berjudul
pembacaan tradisi barzanji serta meningkatkan       Wafaul Wafa bi Akhbar Dar al-Musthafa,
interaksi antar sesama masyarakat. Ketiga,          dikatakan bahwa Khaizuran (170 H/ 786 M),
meningkatkan amalan ibadah tertentu bagi            ibu Amirul Mukminin Musa al-Hadi dan al-
individu yang senantiasa membaca barzanji           Rasyid, datang ke Madinah dan memerintahkan
di setiap waktu senggangnya karena barzanji         kepada penduduk untuk mengadakan Maulid
secara langsung menuntun seseorang untuk            Nabi SAW di Masjid Nabawi. Kemudian beliau
mengamalkan salah satu poin dalam rukun             ke Mekkah dan memerintahkan agar penduduk
iman yakni kepada Rasul dan Nabi Allah.             Mekkah juga menyelenggarakan Maulid di
(Wasisto, 2012)                                     rumah-rumah mereka.
                                                    Edisi Budaya | 47
Khairuzan merupakan sosok yang memiliki          Oleh karena itulah, tradisi barzanji ini
pengaruh cukup besar di masa pemerintahan        kemudian berkembang pesat di kalangan
tiga khalifah Dinasti Abbasiyyah. Yaitu pada     pesantren-pesantren yang tersebar di Jawa
masa pemerintahan khalifah al-Mahdi bin          Tengah maupun Jawa Timur. Nahdlatul
Manshur al-Abbas, Khalifah al-Hadi dan           Ulama (NU) yang notabene dianggap sebagai
Khalifah al-Rasyid. Melalui “pengaruh”-nya ini,  pesantren besar dianggap sebagai organisasi
Khairuzan menginstruksikan perayaan hari         pelestari tradisi ini. Hal ini dikarenakan
lahir Nabi SAW. Al-Azraqi mengatakan bahwa       pengaruh Syi’ah di NU sangat besar dan
kota Mekah memiliki satu sudut istimewa yang     mendalam. Kebiasaan membaca
sangat dianjurkan dijadikan tempat shalat.
Tempat itu adalah rumah Rasulullah SAW                barzanji atau Diba’i yang menjadi ciri
dilahirkan. Tempat itu, menurut al-Azraqi,       khas masyarakat NU berasal dari tradisi
kemudian dialih-fungsikan menjadi masjid         Syi’ah. Makanya kemudian Kiai Abdurrahman
oleh Khairuzan. (Tsauri, 2015: 37)               Wahid atau Gus Dur pernah menyebut
                                                 bahwa salah satu pengaruh tradisi Syiah
     Sementara proses transmisi tradisi          dalam corak keislaman di Indonesia adalah
perayaan maulid di Indonesia tentu tidak         praktik nyanyian (biasa disebut juga pujian)
bisa dilepaskan dengan proses islamisasi         menjelang shalat yang biasa dipraktikkan di
yang terjadi di negeri ini. Para penyebar dan    kalangan warga nahdliyyin (NU). Nyanyian itu
pendakwah Islam di Nusantara menjadikan          berisi pujian untuk “ahl albait” atau keluarga
tradisi maulid ini sebagai media dakwah.         Nabi, istilah yang sangat populer di kalangan
Bahkan dikatakan memiliki dampak yang            Syiah maupun nahdliyyin. Bunyi nyanyian itu
cukup baik.                                      ialah: Li khamsatun uthfi biha, harra al Waba’
                                                 al Hathimah, al Mushthafa wa al Murtadla, wa
     Bersamaan dengan masuk dan                  Ibnuahuma wa al Fathimah. Terjemahannya:
berkembangnya Islam di Nusantara serta           Aku memiliki lima “jimat” untuk memadamkan
dijadikannya maulid sebagai bagian dari          epidemi yang mengancam; mereka adalah
dakwah yang dilakukan oleh para penyebar         al Musthafa (yakni Nabi Muhammad), al
ajaran Islam di negeri ini, peringatan maulid    Murtadla (yakni Ali Ibnu Abi Talib, menantu
Nabi dalam bentuk pembacaan barzanji             dan sepupu Nabi), kedua putra Ali (yakni Hasan
ini juga berlangsung. Hal ini sebagaimana        dan Husein), dan Fatimah (istri Ali). Gus Dur
dikatakan oleh Suparjo, bahwa masuknya           menyebut gejala ini sebagai “Syiah kultural”
tradisi barzanji ke Indonesia tidak terlepas     atau pengaruh Syiah dari segi budaya, bukan
dari pengaruh orang-orang Persia yang pernah     dari segi akidah. (Wasisto Raharjo Jati, 2012)
tinggal di Gujarat yang berpaham Syiah yang
pertama kali menyebarkan Islam di Indonesia.          Pembacaan barzanji dilakukan oleh
Pendapat ilmiah yang lain mengatakan bahwa       masyarakat Nusantara memiliki beragam
tradisi barzanji sendiri dibawa oleh ulama       tradisi dan kekhasan di setiap daerah
bermahzab Syafii terutama Syekh Maulana          masing-masing. Sebagian besar masyarakat
Malik Ibrahim yang dikenal gurunya Wali Songo    Islam Nusantara membacakan naskah kitab
berasal kawasan Hadramaut (Yaman) dalam          barzanji ini pada bulan mulud (Rabiul Awwal)
menyebarkan Islam di daerah pesisir Sumatera     bulan dimana Nabi Muhammad SAW lahir
Timur maupun Pantai Utara Jawa yang dikenal      sebagai bagian dari rangkaian peringatan
amat toleran dan moderat dalam berdakwah         kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pembacaan
dengan mengasimilasikannya dengan tradisi        ini biasanya dilakukan di masjid-masjid atau
maupun kultur lokal. Seni barzanji kemudian      mushalla. Jadi, pembacaan barzanji ini tidak
turut menginsipirasi Sunan Kalijaga untuk        bisa dilepaskan dari tradisi maulid Nabi
menciptakan lagu li-ilir maupun tombo ati        Muhammad SAW.
yang sangat familiar di kalangan pesantren
dalam melakukan dakwahnya di kawasan                  Selain dilakukan di masjid dan mushala-
pedalaman Jawa (Suparjo, 2008: 180).             mushala, pembacaan barzanji juga diadakan
                                                 di rumah-rumah masyarakat. Biasanya, orang
48 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Para santri Babakan Ciwaringin dalam Pementasan Teater Permata Kalung
Barzanji di TIM, Jakarta
(Sumber foto: http://www.djarumfoundation.org/aktivitas/ detail_kegiatan/284/5/kalung-permata-barzanji)
yang menjadi tuan rumah pengajian barzanji    maulid barzanji yang dilakukan oleh
ini memiliki hajat baik berbentuk tasyakuran  masyarakat Islam di Bugis adalah tradisi
atas kelahiran anak dan hal lainnya. Mereka   pembacaan barzanji di daerah-daerah lain
mengundang tetangga-tetangganya untuk         seperti Cirebon. Selain dilakukan di Masjid
turut serta dalam pembacaan maulid barzanji   dan mushala, masyarakat Muslim yang
di rumahnya. Tuan rumah akan menyediakan      memiliki hajat baik berupa tasyakuran dalam
hidangan makan dan menyiapkan “berkat”        segala bentuknya juga melakukan pembacaan
(makanan yang dibungkus dengan sebuah         maulid ini di rumahnya masing-masing. Di
wadah atau plastik) untuk dibagikan kepada    sebuah desa di Cirebon misalnya, masyarakat
para jamaah yang datang mengikuti pembacaan   yang telah melakukan walimah ursy atau
barzanji.                                     khitan, esok hari setelah acara walimah
                                              akan mengundang tetangga-tetangganya
     Dalam tradisi masyarakat Muslim Bugis,   untuk membacakan maulid barzanji secara
tuan rumah yang mengadakan pembacaan          berjamaah. Penduduk sekitar diundang
barzanji di rumahnya terlebih dahulu membuat  untuk turut mendoakan acara walimah yang
sebuah hidangan yang akan dibawa keluar dan   dilakukan sehari sebelumnya sekaligus sebagai
diletakkan di depan Imam (seorang ulama yang  bentuk tasyakuran.
memimpin pembacaan barzanji). Hidangan
yang dalam bahasa Bugis dinamakan “nanre           Dalam pembacaan barzanji ini ada sebuah
barzanji” (makanan barzanji) ini kemudian     istilah lain yang merujuk pada sebuah waktu
didoakan oleh sang Imam agar menjadi          saat pembacaan naskah barzanji telah sampai
berkat bagi tuan rumah dan para jamaah yang   pada kalimat “asyraqal badru ‘alaina” yang
mengikuti pembacaan barzanji. (M. Junaid,     kemudian diikuti dengan tindakan berdiri
2005)                                         oleh para peserta atau jamaah. Berdirinya
                                              para jamaah ini sebagai bentuk penghormatan
     Hampir sama dengan tradisi pembacaan
                                                                                                         Edisi Budaya | 49
terhadap Nabi Muhammad SAW yang diyakini            di kalangan santri atau masyarakat Islam di
turut hadir dalam pembacaan barzanji. Istilah       pedesaan-pedesaan. Ia bahkan sejak lama
lain untuk menyebut hal ihwal ini adalah            telah merambah ke dalam panggung teater.
marhabanan atau mahallul qiyam (posisi              Barzanji di pentaskan secara teatrikal oleh para
berdiri).                                           seniman dan pegiat kebudayaan. Adalah WS
                                                    Rendra, seniman yang dikenal sebagai “burung
     Pada saat mahallul qiyam ini kemudian          merak” menampilkan teater kasidah barzanji.
pujian-pujian terhadap Nabi Muhammad                Pementasan Shalawat Barzanji beranjak
dilantunkan. Pujian-pujian berbentuk puisi          dari naskah terjemahan Syubah Asa yang
Arab ini dibacakan oleh seorang Imam yang           sebenarnya merupakan sequel dari Kasidah
diikuti oleh para jamaah dengan khusyuk.            Barzanji yang pernah menghebohkan jagad
Syair-syair indah dibacakan dengan nada-nada        perteateran nasional pada tahun 1970. Sekuel
tertentu dan pilihan serta terkadang diiringi       ini kali pertama dimainkan di Taman Ismail
dengan tabuhan rebana.                              Marzuki Jakarta, yang pada waktu itu berhasil
                                                    menyedot penonton paling banyak sepanjang
     Pembacaan barzanji atau barzanjen              sejarah pertunjukan teater di Indonesia.
adalah salah satu tradisi yang memiliki akar
yang kuat dan bertahan hingga sekarang.                    Ken Zuraidah, istri dari WS Rendra,
Sebuah pembacaan sirah atau biografi, sifat-        sepeninggal suaminya mencoba melakukan
sifat, prilaku, dan puisi-puisi yang berisi pujian  sosialisasi teater barzanji ini ke pesantren-
kepada Nabi Muhammad SAW yang umumnya               pesantren. Hasilnya, ia berhasil menarik
dilaksanakan pada bulan mulud (rabiul awwal),       simpati kalangan pesantren. Bahkan ia
serta bulan-bulan lainnya, diadakan di masjid-      melakukan kolaborasi dengan pesantren
masjid, mushala bahkan di rumah-rumah               Babakan Ciwaringin Cirebon melakukan
penduduk sebagai bentuk penghormatan                pementasan Kasidah Barzanji ini di Taman
kepada Nabi Muhammad SAW.                           Ismail Marzuki Jakarta dan tiga kota lainnya.
                                                    Pementasan teater barzanji ini menarik
Dari Masjid-Masjid ke Pangung Teater                simpati banyak kalangan.
     Barzanji tidak hanya menjadi daya tarik                                                 [Muhammad Idris Mas’udi]
                                            Sumber Bacaan
Ahmad Tsauri, Sejarah Maulid Nabi; Meneguhkan Semangat Keislaman dan Kebangsaan Sejak Khairuzan (173 H) Hingga
         Habib Luthfi Bin Yahya, Pekalongan: Menara Publisher, 2015
A. Khoirul Anam, dkk, Ensiklopedia NU, Jakarta: Mata Bangsa dan PBNU, 2014
Annemarie Schimmel, And Muhammad is His Messenger: The Veneration of the Prophet in Islamic Piety, penterjemah Astuti
         dan Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1998) cet. V
Martin Van Bruinessen, Pesantren, Kitab Kuning dan Tarekat (Jogjakarta: Gading Publishing, 2015) Cet. II
M. Junaid, Tradisi Barzanji Sya’ban Masyarakat Bugis Wajo Tanjung Jabung Timur, Jurnal Kontekstualita Jurnal Penelitian
         Sosial Keagamaan Vol. 20 No. 1 tahun 2005
Ta’rifin, Tafsir Budaya atas Tradisi barzanji dan Manakib, Jurnal Penelitian Vol. 7 No. 2 tahun 2010
Wasisto Raharjo Jati, Tradisi, Sunnah, dan Bid’ah: Analisa Barzanji dalam Perspektif Cultural Studies, Jurnal el Harakah Vol.
         14 No. 02 Tahun 2012
http://www.djarumfoundation.org/aktivitas/detail_kegiatan/284/5/kalung-permata-barzanji
50 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Basapa
Sebagaimana kesulitan menentukan               melahirkan konflik antara penganut ajaran
       kapan awal pertama kali Islam masuk     lslam yang taat dan kelompok masyarakat yang
       ke Nusantara, begitu pula yang terjadi  masih ingin mempertahankan tradisi tersebut,
dengan daerah Minangkabau. Secara umum         yang kemudian di Minangkabau dikenal
sebagaimana diyakini oleh para sarjana Barat   dengan nama Perang Paderi. Di beberapa
bahwa Islam masuk ke Nusantara abad ke-13      daerah di Nusantara, ketegangan seperti ini
masehi. Sementara di Minangkabau agama         juga bisa ditemukan, walau tetap diakui oleh
lslam mulai berpengaruh pada abad ke-14        para ahli bahwa Islam di Nusantara pada
yang dibawa oleh para mubaligh dan pedagang.   umumnya disebarkan dengan jalan damai.
      Dengan masuknya agama lslam ke                Namun tetap tidak dapat dihindari bahwa
Minangkabau, hal tersebut memberikan           pertemuan ajaran Islam dengan budaya lokal
pengaruh besar kepada masyarakat               melahirkan suatu bentuk wujud adaptasi dan
Minangkabau sehingga Islam menjadi bagian      adopsi, terlebih dengan kuatnya pengaruh
yang tidak terpisahkan dari adat Minangkabau.  aspek esoterik ajaran Islam yaitu tasawuf yang
Sejarahwan, Taufik Abdullah, bahkan pernah     ikut secara massif berpartisipasi di dalam
mengatakan bahwa, “Minangkabau merupakan       penyebaran Islam di Nusantara. Salah satu
salah satu daerah yang mengalami proses        bentuk adaptasi dan adopsi ajaran Islam dan
lslamisasi yang sangat dalam dan agama lslam   budaya lokal ini di dalam tradisi orang Minang
telah menyatu dengan kehidupan masyarakat.     adalah basapa.
      Begitu kuatnya pengaruh Islam ke dalam        Ucapan orang Minang dengan istilah
kehidupan masyarakat Minang sehingga           basapa sebenarnya berasal dari kata bersafar
dikenal suatu pepatah yang sangat populer      yang tidak lain adalah gabungan antara kata
bahwa di Minang “Adat basandi sarak,           ber dan kata Safar. Kata Safar merupakan bulan
sarak basandi Kitabulla” yang mengandung       kedua dalam penanggalan tahun Hijriyah. Pada
pengertian bahwa setiap orang Minang adalah
penganut Islam, dan jika tidak lslam berarti            Makam Syekh Burhanuddin Ulakan.
hilanglah keminangannya, karena adatnya
yang bersendikan Kitabullah (Al Qur’an).                     Sumber: http://jalan2.com/
      Sebagaimana pola umum yang berlaku
tentang masuknya Islam ke Nusantara
dengan jalan damai (peaceful penetration)
yang mengakibatkan terjadinya proses
harmonisasi antara adat istiadat dan ajaran
Islam, masyarakat Nusantara pada umumnya
dapat menerima ajaran Islam karena dianggap
tidak bertentangan dengan hukum adat yang
mereka miliki. Walaupun pada sedikit kasus
ditemukan ketegangan antara ajaran Islam
dan adat lokal yang masih dijalani masyarakat
seperti kebiasaan berjudi. Ketegangan ini
                                               Edisi Budaya | 51
bulan Safar sebagian umat Islam berziarah ke                    Maqbaroh Syekh Burhanuddin Ulakan.
komplek makam Syekh Burhanuddin yang
terletak di Ulakan, Pariaman, pada hari Rabu                             Sumber: http://jalan2.com/
setelah tanggal 10 pada bulan Safar. Tradisi
berziarah ke makam Syekh Burhanuddin            itu sangat dalam, yang telah dipakai bertahun-
pada bulan Safar ini yang dikenal dengan        tahun. Tuan Syekh berkata: “Siapa di antara
nama bersafar yang dalam ucapan lidah orang     murid-muridku yang sudi membersihkan
Minang kemudian menjadi basapa. Menurut         kakus untuk mengambil tempat kapur sirihku
Fathurahman, penentuan acara basapa setelah     yang jatuh ke dalamnya?” Murid-murid
tanggal 10 Safar berkaitan dengan hari yang     yang banyak merasa keberatan, lantas Pono
diyakini sebagai tanggal wafatnya Syekh         berkata bahwa ia sanggup mengambilnya dan
Burhanuddin Ulakan, yaitu 10 Safar 1111         mulailah Pono bekerja membersihkan sumur
H/1691 M.                                       hingga tempat kapur sirih itu didapatnya,
                                                sehingga bertambah yakinlah Syekh Abdul
     Syekh Burhanuddin dikenal sebagai          Rauf. Selanjutya Syekh Abdul Rauf berdoa
penyebar tarekat Syattariyah di Minangkabau.    dan berkata, tanganmu akan dicium oleh
Namun meskipun Syekh Burhanuddin Ulakan         Raja, penghulu, orang-orang besar dan murid-
adalah tokoh ulama tarekat Syattariyyah,        muridmu tidak akan putus-putusnya sampai
tetapi dalam acara basapa ini, mereka yang      akhir zaman dan ilmu kamu akan memberkati
hadir tidak saja berasal dari penganut tarekat  dunia ini.
Syattariyyah, melainkan juga masyarakat
Muslim pada umumnya. Ritual basapa                   Dalam cerita lain disebutkan saat Syekh
ini dilakukan untuk menghormati Syekh           Burhanuddin menyelesaikan studinya:
Burhanuddin yang dianggap telah berjasa
dalam penyebaran tarekat Syattariyyah                Setelah ujian tersebut dilaluinya, dan
khususnya, dan Islam pada umumnya.                   ilmu yang diberikan oleh Syekh Abdul
                                                     Rauf sudah semuanya dipahami, maka
     Dengan demikian tradisi basapa terkait          Syekh Abdul Rauf merasa bahwa Pono
erat dengan Syekh Burhanuddin penyebar               sudah benar-benar mantap keimanannya
tarekat Syattariyah di Minangkabau yang              sehingga digantilah nama Pono menjadi
juga merupakan murid dari Syekh Abdurrauf            Burhanuddin yang berarti penyuluh
Singkel. Berdasarkan sumber-sumber yang              agama, dan diberi gelar Syekh. Nama ini.
ada dilaporkan bahwa Burhanuddin dilahirkan          diberikan pada saat Syekh Burhanuddin
di Padang Panjang pada abad ke-17 M yang             akan kembali ke Minangkabau dan beliau
memiliki nama kecil Pono. Setelah belajar            juga memberikan sebuah buku tuhfah
Islam kepada seorang ulama terkenal di Lubuk         dan empat lembar jubah, ikat pinggang
Alung, Tuanku Madinah, maka atas saran               dan sebuah kopiah dari negeri Yaman.
gurunya tersebut Burhanuddin kecil diminta
meneruskan menuntut ilmu kepada Syekh
Abdurrauf Singkel di Aceh, seorang mursyid
tarekat Syattariyah di Nusantara. Setelah
belajar selama 13 tahun, Burhanuddin kembali
ke Minangkabau, berlabuh di Pariaman.
     Dalam berguru kepada Syekh Abdurrauf,
Burhanuddin alias Pono mengalami ujian-ujian
bagi ketinggian dan kebersihan ruhaninya,
diceritakan:
     Pada suatu hari Syekh Abdul Rauf
memakan sirihnya, tiba-tiba tempat kapur
sirihnya jatuh ke dalam kakus yang mana kakus
52 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Semua pemberian ini melambangkan           Burhanuddin di dalam penyebaran Islam ini,
     tanda kebesaran dengan ilmu yang sudah     para pengikutnya kemudian menghormatinya
     penuh di dalam hati. Syekh Burhanuddin     dengan melakukan tradisi basapa.
     diminta kembali ke Minangkabau untuk
     megamalkan dan mengembangkan                    Dalam praktiknya, pelaksanaan tradisi
     semua ilmu yang telah diperolehnya         basapa dilakukan dua kali yang dikenal
     selama berguru di Aceh. Mulai saat itu     dengan istilah sapa gadang (Safar besar) dan
     resmilah Syekh Burhanuddin diangkat        sapa ketek (Safar kecil). Sapa gadang adalah
     sebagai kalifah Syekh Abdul Rauf untuk     upacara basapa pertama yang dilakukan
     daerah Minangkabau.                        setelah tanggal 10 bulan Safar yang diikuti
                                                oleh peziarah dalam jumlah yang besar yang
     Sekembalinya Syekh Burhanuddin             berasal dari berbagai daerah di Sumatera
ke Minangkabau, bersama sahabat-                Barat serta provinsi lainnya seperti Riau dan
sahabatnya mereka menyebarkan Islam             Jambi. Sementara sapa ketek adalah tradisi
dengan menekankan bahwa ajaran Islam            basapa yang dilakukan seminggu setelah sapa
tidak bertentangan dengan adat istiadat         gadang dilakukan untuk menampung peziarah
Minangkabau. Kesepakatan ini dibuat             dari daerah Padang Pariaman dan masyarakat
dengan menemui Yang Dipertuan Agung             perantau dari Padang Pariaman, sekaligus
Raja Pagaruyung yang kemudian melahirkan        menujuh hari dari hari wafatnya sang Syekh.
keputusan Marapalam. Sejak itu Syekh            Dalam kenyataannya pada sapa ketek peziarah
Burhanuddin secara leluasa menyebarkan          yang datang juga berasal dari luar daerah
Islam di ranah Minang yang sejak saat itu       Padang Pariaman.
lahirlah pepatah: “Adat basandi Syara’, Syara’
basandi Kitabullah, Syara’ mangato, Adat nan         Dalam aktivitas berziarah atau basapa ini
mamakaikan, Syara’ mandaki, Adat manurun.”      banyak peziarah yang melakukan aktivitas-
Sebagai balas budi atas jerih payah Syekh       aktivitas yang berhubungan dengan ajaran
                                                agama lslam seperti: pertama, ziarah dan
Maqbaroh Syekh Burhanuddin Ulakan.
Sumber: http://jalan2.com/
                                                Edisi Budaya | 53
berdoa; kedua, shalat, baik shalat wajib maupun  kompleks makam yang diberi dengan tanda
sunnat; dan ketiga, dzikir.                      tertentu ataupun yang tidak diberi tanda serta
                                                 surau-surau yang ada di sekeliling makam.
     Namun ada juga praktik-praktik yang         Peziarah lain ada yang memanfaatkan rumah-
masih dipengaruhi dari kepercayaan dan           rumah penduduk dan daerah terbuka untuk
budaya lokal seperti mengambil pasir makam       melaksanakan basapa.
Syekh Burhanuddin, mengambil air sumur
di komplek makam dengan tujuan-tujuan                 Tujuan utama para peziarah umumnya
tertentu, meletakkan ramuan obat-obatan dan      selain untuk melakukan ziarah ke makam
kemenyan di atas makam, mengambil air di         Syekh Burhanuddin, juga untuk menunaikan
kimo (kulit-kulit kerang besar), mengambil air   atau melepas nazar, memperoleh kesehatan
batu ampa (batu pipih berwarna hitam yang        dan ketenangan.
terus disirami air pada saat basapa), membawa
dan meletakkan hewan peliharaan seperti               Tradisi basapa dilaksanakan dimulai pada
ayam dan kambing, atau meletakkan sesajen.       malam hari setelah shalat Maghrib sampai
Pada tahun-tahun sebelumnya bahkan, makam        shalat Subuh besok paginya, baik pada basapa
Syekh Burhanuddin yang ditutupi dengan kain      gadang maupun ketek. Ritual keagamaan
tirai makam diambil oleh sebagian peziarah       yang dilaksanakan mulai dari shalat wajib,
dengan jalan disobek sebahagiannya untuk         shalat sunnah, dzikir, berzanji, shalawat Nabi,
tujuan-tujuan tertentu.                          dan pengajian agama dilaksanakan sesudah
                                                 shalat Isya. Sementara aktivitas-aktivitas
     Dalam praktiknya basapa dapat dilakukan     “tambahan” lain yang mengikuti ritual agama
secara individual ataupun berkelompok:           seperti mengambil pasir kubur, mengambil
untuk yang melakukannya secara individual,       air sumur dan air kimo, mengambil air batu
tempat pelaksanaan dilakukan di lapangan         ampa dilakukan sesudah shalat Maghrib dan
di sekeliling makam dan di dalam masjid          sebelum shalat Isya. Dengan masuknya waktu
Syekh Burhanuddin. Sedang untuk yang             shalat Subuh besok harinya berakhirlah tradisi
melakukannya secara berkelompok, tempat          basapa.
pelaksanaan basapa di lapangan di dalam
                                                                                                            [Ismail Yahya]
                                            Sumber Bacaan
Adri Febrianto, Sinkretisme dalam Upacara Basapa di Makam Syekh Burhanuddin, Laporan Penelitian, Jurusan Sejarah,
         Fakultas Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang, 2000
Oman Fathurahman http://oman.uinjkt.ac.id /2007/03/ritual-basapa-di-minangkabau.html
54 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Berkah/Berkat/Barokah
Kata “berkah” atau “berkat” atau                    digunakan dalam ragam cakap.
         “barokah” berasal dari bahasa arab al-
         barakah ()ﺍﻟﺒﺮﻛﺔ. Di dalam kamus-kamus          Sedangkan kata “berkat” yang kedua yang
Arab, al-barakah memiliki arti pertumbuhan,         terdapat dalam KBBI berkedudukan sebagai
pertambahan, kebaikan. Jika mengkaji konteks        partikel yang searti dengan karena dan akibat
makna berkah yang ada di dalam Al-Qur’an            (2008:180). contoh: berkat bantuannya kami
dan hadits, maka berkah mengandung makna            dapat pulang segera, sama dengan karena
“manfaat” atau inti dari kebaikan sesuatu.          bantuannya kami dapat segera pulang.
Ar-Râghib al-Asfihânî mendefinasikan al-
barakah sebagai “tsubût al-khair al-ilâhî fî syai’       Dalam ragam cakap (Jawa khususnya),
(tetapnya kebaikan Tuhan di dalam sesuatu).”        lebih sering diucapkan berdasarkah pelafalan
(al-Asfihânî, 2000:87). Sementara dalam             bahasa Arab /barokah/. Kata barokah yang
kamus Al-Munawwir, kata ini diterjemahkan           digunakan dalam bahasa Indonesia merujuk
sebagai nikmat (Munawwir, 1997:78). Dengan          pada rahmat/nikmat dari tuhan. Selain itu,
demikian, apabila sesuatu dikatakan berkah,         juga merujuk pada berkah yang bermakna doa
artinya sesuatu itu memiliki banyak kebaikan        restu orang suci. Akan tetapi, pada dasarnya
dan kenikmatan yang bersifat tetap, karena          keduanya merupakan hal yang sama. Barokah
dijadikan demikian oleh Allah Swt.                  dari kiai misalnya, merupakan berkah dari
                                                    Tuhan. Mendapat berkah (barokah) dari Tuhan
      Kata berkah diserap ke dalam bahasa           karena didoakan oleh orang yang suci. Jadi,
Indonesia menjadi dua bentuk yang berbeda,          pada dasarnya rahmat dan nikmat tetaplah
yaitu “barokah” dan “berkat”. Keduanya              dari Tuhan. Selain berkah dan barokah, kata
memiliki makna yang serupa tapi tak                 berkat juga sering digunakan dalam ragam
sama. “Berkah” dalam Kamus Besar Bahasa             tutur (khususnya Jawa) yang sama persis
Indonesia (2008:179) yang masuk dalam kelas         artinya dengan arti yang ketiga dalam KBBI,
kata nomina memiliki makna ‘karunia Tuhan           yaitu makanan yang dibawa sepulang kenduri.
yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan
manusia’. Sedangkan kata “berkat” dalam                  Dalam masyarakat tutur Jawa yang suka
KBBI Pusat Bahasa, memiliki dua makna               otak-atik-gathuk (cara mencari asal-usul dari
yang berbeda (homonim). Kata berkat yang            yang sudah ada), berkat (biasa juga dilafalkan
pertama memiliki empat makna, yaitu: 1.             /brekat/) memiliki arti mari dibrekno diangkat,
karunia Tuhan yang membawa kebaikan dalam           setelah diletakkan kemudian diangkat.
hidup manusia; 2. doa restu dan pengaruh baik       Memang dalam kenduri yang berlaku dalam
dari orang yang dihormati (guru); 3. makanan        masyarakat begitu adanya. Makanan yang
dan sebagainya yang dibawa pulang sehabis           telah dibungkus dalam kotak atau wadah lain,
kenduri; 4. mendatangkan kebaikan atau              dibagikan dengan cara diletakkan di hadapan
bermanfaat (2008:179-180). Berdasarkan              peserta kenduri kemudian diangkat oleh
kelas katanya, kata berkat dalam arti 1, 2, dan     masing-masing peserta untuk dibawa pulang.
3 berkedudukan sebagai nomina. Sedangkan
arti yang keempat merupakan verba yang                   Oleh karena sangat luasnya makna kata
                                                    berkah tersebut, dalam Tesaurus Alfabetis
                                                    Bahasa Indonesia (TABI), kata berkah memiliki
                                                    Edisi Budaya | 55
Ribuan warga memadati sebidang tanah lapang di samping kompleks
makam Ki Ageng Wonolelo, di Dukuh Pondok, Widodomartani, Ngemplak.
Sumber http://jogja.tribunnews.com/
sinonim yang tidak sedikit. Dalam TABI Pusat   Nusantara kerap melakukan kegiatan mencari
Bahasa, berkah bersinonim dengan bantuan,      keberkahan hidup yang biasa dikenal dengan
berkat, hidayah, hidayat, inayat, karunia,     istilah ngalap berkah (jawa). Ngalap berkah
kebahagiaan, kurnia, pangestu, pertolongan,    adalah suatu kegiatan untuk mencari manfaat
rahmat, restu, sempena, dan tuah (2009:83).    dan kebaikan dari suatu Dzat, benda, manusia
Kata berkah ini berantonim dengan musibah.     atau sesuatu yang dianggap memiliki manfaat
                                               dan kebaikan yang dicari manusia tersebut.
     Pada dasarnya, hidayah dan hidayat;       Dalam bahasa Arab ngalap berkah dapat disebut
kurnia dan karunia; bantuan dan pertolongan;   dengan istilah tabarruk yang kemudian di Jawa
rahmat, hidayah dan inayah; memiliki makna     dikenal dengan tabarukan. Bertabarruk dengan
yang sama, dan sudah sering didengar oleh      sesuatu berarti mencari berkah (manfaat/
masyarakat luas. Yang terasa masih asing       kebaikan) dengan perantaraan sesuatu
adalah tuah dan sempena. Sempena dalam         tersebut. (Ibnu al-Atsîr, 1/120).
KBBI diberi label (kl) yang berarti kata yang
digunakan dalam ragam melayu klasik, suah           Secara sosiologis, manusia, bahkan
jarang digunakan dalam percakapan dewasa ini   makhluk yang lain, memang mempunyai
dan searti dengan kata tuah. Kata tuah selain  hasrat yang sama untuk menginginkan
memiliki arti berkat (berkah) juga memiliki    keberkahan hidup, baik dalam bentuk materi,
arti keramat dan sakti.                        kesehatan atau hal-hal lain yang dibutuhkan
                                               makluk tersebut. Nah, untuk mendapatkan
     Dari sekian banyak pengertian barokah,    berkah tersebut, manusia akan berusaha
berkah, dan berkat di atas, maka hidup         sekuat tenaga walaupun usaha tersebut
seseorang akan indah bila digunakan untuk      belum tentu masuk akal atau baik bagi orang
mencari berkah. Dengan kata lain, agar         lain. Karenanya, praktik ngalap berkah dapat
kehidupan dapat dinikmati dengan penuh         dilakukan pada tempat-tempat tertentu yang
kebahagiaan, maka seyogianya digunakan         dianggap keramat (suci dan bertuah yang dapat
untuk mencari nikmat yang berasal dari         memberikan efek magis), seperti kuburan para
Tuhan, bukan nikmat duniawi semata.            wali, pohon-pohon yang dianggap keramat
                                               atau bangunan-bangunan tua. Kegiatan
     Dalam perkembangannya, umat Islam
56 | Ensiklopedi Islam Nusantara
tersebut biasanya juga dilakukan pada waktu-                 barokah, dan tabarruk yang dikategorikan
waktu tertentu seperti, selasa kliwon, jumat                 salah kaprah karena bertentangan dengan
kliwon atau hari-hari yang dianggap keramat.                 ajaran Islam. Baik tabrruk kategori pertama
                                                             dan kedua mencakup beberapa bentuk, bias
     Seiring dengan masuknya Islam ke                        tabarruk dengan perkataan dan perbuatan,
Nusantara, tradisi ngalap berkah yang                        tempat, waktu, makanan atau minuman dan
demikian itu “diislamisasi” dengan merubah                   dengan Nabi Saw.
orientasi dan tujuan ritualnya, bahkan ada
juga yang dirubah bentuk ritusnya. Para                           Contoh tabarruk kategori pertama
pendakwah Islam awal seperti wali songo di                   misalnya membaca Al-Qur’an, berdzikir,
Jawa, telah berhasil menyuntikkan nilai-nilai                belajar ilmu agama dan mengajarkannya,
Islam dalam tradisi ngalap berkah, sehingga ia               makan dengan berjamaah dan menjilati jari
menjadi aktifitas yang dilakukan dengan cara                 sesudah makan (perkataan & perbuatan),
berdoa dan munajat yang ditujukan hanya                      i’tikaf di masjid, tinggal di Mekkah, Madinah
kepada Allah Swt, Dzat yang Maha Pemberi                     atau Syam (tempat), beribadah di malam
barakah. Cara lain untuk mendapatkan berkah                  Lailatul Qodar, banyak berdoa di waktu
misalnya adalah dengan bekerja keras, karena                 sahur, shalat di sepertiga malam terakhir
bekerja juga merupakan kegiatan untuk                        (waktu), meminum madu dan air zam-zam,
mencari keberkahan atau kebermanfaatan.                      memakai minyak zaitun, mengonsumsi jintan
Dengan demikian ngalap berkah tidak lagi                     hitam (makanan & minuman), dan berebut
berkaitan dengan sesuatu yang mistis (magis),                ludah Nabi Saw, mengambil keringatnya,
tapi menjadi ritual yang ditujukan dan                       mengumpulkan rontokan rambutnya ketika
dipersembahkan untuk Allah Swt.                              beliau masih hidup, dan berziarah ke makan
                                                             beliau.
     Dalam perkembangannya kemudian,
ngalap berkah (tabbaruk) dikategorikan oleh                       Adapun contoh tabarruk kategori kedua
para ulama menjadi dua macam yaitu; tabarruk                 (terlarang) adalah meminta kekayaan kepada
yang diketahui secara pasti atau ada dalilnya                Nyai Roro Kidul (penjaga laut selatan) di
bahwa sesuatu tersebut mendatangkan                          Yogyakarta, berobat dengan benda-benda
                                                             keramat seperti keris dan semacamnya tanpa
           Gambar berkat.                                    meminta pertolongan kepada Allah, berebut
                                                             kotoran “Kyai Slamet” yang biasa dilakukan
                 Sumber: http://sugitcakgit.blogspot.co.id/  di Surakarta dan lain-lain. Kehadiran Islam
                                                             di Nusantara telah berhasil memberikan
                                                             warna profetik-monoteistik terhadap ritus
                                                             keagamaan ngalap berkah yang telah menjadi
                                                             tradisi dan diwarisi dari generasi ke generasi.
                                                                                                                        [M. Ulinnuha]
                                            Sumber Bacaan:
Munawwir, A.W. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997).
Sugono, Dendy (peny.), Kamus Besar Bahasa Indoesia Pusat Bahasa edisi keempat. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
         2008)
Sugono, Dendy (peny.), Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Mizan, 2009).
Ibnu al-Atsir, an-Nihayah fi Gharib al-Hadits, (Kairo: Bab el-Halabi, t.th.), Juz, 1
                                                             Edisi Budaya | 57
Bisyaroh
Pengertian                                       tidak menghapkannya, dalam arti, tanpa
                                                 bisyaroh pun mereka akan tetap melakukan
Bisyaroh secara bahasa berasal dari kata         hal tersebut.
        Bahasa Arab Bisya<rah yang berarti
        kabar gembira, dalam arti sebuah kabar        Penulis juga menjumpai atau menemukan
gembira yang Allah turunkan kepada umatnya,      istilah bisyaroh dalam masyarakat kususnya
baik melalui al-Qur’an maupun ucapan rasul.      di daerah Indramayu. Istilah Bisyaroh yang
Umumnya dalam masyarakat Indonesia,              penulis temukan di masyarakat Indramayu
istilah bisyaroh merupakan tanda terima          adalah untuk menunjukkan tanda terima
kasih atas jasa yang telah dilakukan seseorang   kasih atas jasa seseorang yang telah melakukan
yang diminta untuk melakukan sesuatu dalam       sesuatu dalam hal ibadah, seperti; bisyaroh
hal ibadah. Istilah Bisyaroh, lebih sering       untuk mubaliq (penceramah), bisyaroh untuk
kita dengar dalam dunia Pondok Pesantren,        pemimpin tahlil, dan bisyarah untuk para
dibandingkan dengan yang ada di masyarakat.      pemimpin dalam acara-acara keagamaan yang
Makna Bisyaroh dalam pondok pesantren            lainnya. Penulis juga menjumpai penggunaan
adalah pesangon atau insentif. Pergeseran        istilah tersebuat dalam masyarakat Cirebon,
makna Bisyaroh dari “kabar gembira” menjadi      Jombang, dan Kediri. Hasil wawancara penulis
“pesangon atau insentif”, tidak terlepas dari    di daerah Indramayu, menunjukkan bahwa
tradisi dan kebudayaan yang ada di dalam         istilah bisyaroh berasal dari kalangan pondok
Pondok Pesantren.                                pesantren, yang kemudian digunakan dalam
                                                 masyarakat. Menurut penulis, ini merupakan
      Pada saat ini, kususnya di kalangan        salah satu contoh terjadinya komunikasi atau
pesantren, Istilah Bisyaroh (pesangon)           hubungan pesantren dengan masyarakat
digunakan untuk sebutan gaji atau bayaran        sekitarnya.
terhadap para pengurus atau ustad atas
dasar jasa layanan, atau jasa pengajaran di      Bentuk Bisyaroh
podok pesantren. Pemahaman ini, bisa anda
jumpai dalam pondok pesantren salaf, seperti;         Jenis dari Bisyaroh yang diberikan kepada
Pondok pesantren Kempek, Babakan, Lirboyo,       seseorang sangat beragam, sesuai dengan
Sarang, dan sebagainya. Secara keumuman          apa yang dimiliki dan kegiatannya. Bisyaroh
dalam pesantren, jumlah Bisyaroh itu tidak       tersebut, ada yang berbentuk barang kebutuhan
besar, tidak seperti gaji atau honor yang biasa  sehari-hari, (besar, pakaian, peralatan mandi,
diterima oleh para pekerja pada umumnya.         dan lain-lain) dan ada juga yang berbentu
Hal ini di karenakan, mereka tidak bertujuan     uang, sesuai dengan kebiasaan dari masing-
untuk berkerja, melainkan untuk tujuan           masing daerah. Biasanya bentuk bisyaroh
mulia, yaitu mengharap barokah (berkah) dan      di pondok pesantren yang diberikan kepada
khidmah (pengabdian) terhadap kiai. Bisyaroh     para pegaiwainya, berupa; beras, peralatan
dalam dunia pesantren, lebih pada sikap          mandi, dan uang, yang cukup dalam waktu
penghargaan kiai terhadap para pembantunya       satu bulan dengan hidup yang sederhana. Hal
(pengajar dan pegaiwai yang lain) atas sesuatu   ini berbeda, dengan bisyaroh yang di terima
yang mereka kerjakan, walaupun, mereka
58 | Ensiklopedi Islam Nusantara
oleh para mubalig (penceramah). Para mubalig     komunikasi seperti ini, akan melahirkan sikap
menerima bisyarah dalam bentuk makanan           keseganan santri kepada kiai, dan model
dan uang.                                        komunikasi ini, akan lebih mudah dalam
                                                 proses transfer of knowledge, serta dipandang
Tradisi Bisyaroh                                 cukup ideal dalam pendidikan akhlak.
     Kita sepakat bahwa pondok pesantren              Penjelasan di atas, menunjukkan adanya
adalah lembaga pendidikan keagamaan yang         hubungan (komunikasih) timbal-balik antara
mandiri, baik dari segi materi (kebutuhan        kiai dan santri dalam mengembangkan
keluarga dan operasional pesantren), maupun      pendidikan dan perekonomian pesantren, yang
non materi (kulikulum pesantren). Hal ini,       bersifat kelembagaan dan personal. Hubungan
dapat dilihat dari segi masih tetap eksisnya     ini, bukan hanya hubungan antara guru dan
lembaga tersebut dalam kurun waktu yang          murid, tetapi juga hubungan kemitraan dalam
panjang. Pondok pesantren dengan sosok           membangun dan mengembangkan pondok
figure besar seorang kiai akan terus mengelola   pesantren. Penulis berpendapat bahwa
pondok pesantrennya agar tetap eksis, baik       hubungan kemitraan dan kebaikan kiai ini,
dari segi kurikulum, peekonomian dan lulusan     yang memunculkan sejarah adanya istilah
yang diinginkan, serta mempertahankan            bisyaroh dalam pondok pesantren.
pesantrennya agar tetap menjadi pilihan
ditengah-tengah lembaga-lembaga pendidikan            Manajemen unik yang ada di pondok
yang lain.                                       pesantren, akan susah bahkan mustahil
                                                 untuk di praktikkan ke dalam lembaga-
     Salah satu kontrol kiai dalam memenuhi      lembaga pendidikan yang lain, di luar pondok
kebutuhan materi, baik untuk kepentingan         pesantren. Lembaga pendidikan di luar
keluarga ataupun pesantrennya, dengan cara       pesantren akan kesusahan dalam menjaring
membuat usaha. Usaha yang biasa digeluti oleh    tenaga handal, bila menggunakan system
para kiai adalah pertanian dan perdagangan.      bisyaroh dalam menggaji karyawannya. Ada
Kiai dalam memenej usahanya, butuh terhadap      beberapa penelitian bahwa system bisyaroh
para pegawai yang keumuman adalah para           adalah salah satu dari kelemahan pondok
santrinya, yang dianggap memiliki kapasitas      pesantren, dengan alasan minimnya bisyaroh
atau dengan pertimbangan-pertimbangan lain.      yang diterima pegawai. Hal ini akan berdampak
Disisi lain, kedewasaan santri dan kemauan       pada sebagian pegawai yang kurang puas
mereka untuk mandiri (tidak bergantung lagi      dengan minimnya insentif, atas dasar tesebut,
pada orang tua) serta keinginan mereka untuk     kemudian pegawai akan bercabang dengan
meringankan beban orang tua, ada beberapa        mencari pekerjaan lain agar dapat mencukupi
santri yang ikut serta mengabdi di pesantren     kebutuhan hidupnya. Penulis tidak sependapat
sebagai dewan asatidz dan khodim. Hal ini,       dengan kesimpulan tersebut. Hemat penulis,
akan terjadinya komunikasih antara kiai dan      hal tersebut, kemungkinan besar ada
santri lebih inten.                              dilembaga pendidikan yang lain, bukan pondok
                                                 pesantren, dengan alasan, tujuan para pegawai
     Menurut Mansur Hidayat dalam                di pondok pesantren bukan untuk bekerja,
penelitiannya tentang, Model Komunikasi Kyai     berbeda dari lembaga-lembaga yang lain.
dengan Santri di Pesantren Raudhatul Qur’an An-
nasimiyyah, menyatakan bahwa komunikasi               Pada awalnya, masyarakat Indonesia juga
antara kiai dengan santri terjadi sangat inten,  memiliki tradisi yang menyerupai system
baik melalui lembaga yaitu pesantren, maupun     bisyaroh, yang kita kenal dengan gotong-
secara langsung. Lebih lanjut ia menyatakan      royong. Kita masih menjumpai, masyarakat
bahwa sifat komunikasi kiai ke santri adalah     dengan inisiatifnya sendiri akan membantu
intruksi yang mutlak, sedangkan model            tetangganya yang sedang memiliki hajat atau
komunikasi santri kepada kiai adalah terbatas    musibah, tetapi tradisi ini, lama kelamaan
dalam lingkup persoalan tertentu. Menurutnya     sudah mulai luntur, seiring dengan perubahan
                                                 social budaya masyarakat.
                                                 Edisi Budaya | 59
Kesimpulan                                            pesantren.
     Model penggajian bisyaroh (pesangon)        2. Para pegawai di pondok pesantren
hanya dapat di praktikkan dalam dunia                 keumumannya adalah para santri (murid)
pesantren, dan akan kesulitan jika dipraktikkan       pondok tersebut.
pada lembaga-lembaga yang lain. Hal yang
membedakan hal tersebut yaitu;                   3. Para pegawai di pondok pesantren
                                                      keumumannya belum menikah, sehingga
1. Tujuan pegawai (khodim) di pondok                  kebutuhan materi masih relative minim.
     pesantren bukan untuk bekerja, tetapi
     pengabdian (mencari berkah/barokah),        4. Kaderisasi atau regenerasi para pegawai di
     berbeda dari tujuan para pegawai pada            pondok pesantren berjalan dinamis.
     lembaga-lembaga lain, di luar pondok
                                                                                                                [Ayatullah]
                                            Sumber Bacaan
M. Dian Nafi’ dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren (Yogyakrta: Forum Pesantren, 2007)
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, esai-esai pesantren, (yogyakarta: LKiS, 2001)
Abdurrahman Wahid, Prolog, Pesantren Masa Depan; Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, ed. Marzuki
         Wahid dkk. (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999)
Mansur Hidayat, Model Komunikasi Kyai dengan Santri di Pesantren, Jurnal Komunikasi ASPIKOM, Volume 2 Nomor 6,
         Januari 2016
60 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Buka Tableg
Dalam Islam nusantara, rumah (Jawa:                     Fondasi rumah (Tableg)
          Omah) adalah bagian dari proses
          meneguhkan sikap mental keislaman                  Sumber: desainrumahmini.com
dalam keluarga. Rumah disamping sebagai
tempat berlindung dari dingin, panas dan             Kesadaran akan pentingnya fondasi
mara bahaya dari luar, juga sebagai media       rumah juga dibarengi dengan kesadaran
pemagangan budaya berbasis nilai-nilai Islam    eksistensi adanya situasi dan kondisi dimana
baik dalam hubungan dengan Allah Swt,           rumah itu dibanguan. Si calon penghuni
sesama manusia, dan juga sekaligus dengan       sebagai pribadi yang beragama Islam sangat
lingkungannya menuju kebahagian hidup           sadar akan adanya dunia lahir dan dunia
dunia dan akhirat. Maka proses mendirikan       batin. Fondasi rumah adalah aspek lahir dalam
rumah di nusantara merupakan salah satu         memperkuat struktur bangunan, sementara
momentum penting yang diawali dengan            terhindarnya dari gangguan “dunia lain” serta
persiapan lahir maupun batin yang bersih dan    dimensi etik dan estetik dalam fondasi rumah
suci melalui ritual khusus yang disebut dengan  adalah aspek dunia batin yang tak tampak,
buka tableg.                                    namun bisa dirasakan dan dihayati.
      Buka tableg atau sering disebut buka           Kesadaran diri batiniah inilah yang dalam
pandeman merupakan prosesi ritual yang          tradisi Jawa disebut pramana, sehingga bagi
diselenggarakan sebelum penggalian tableg       umat Islam hal sebagai wujud kewaspadaan
atau pandeman (fondasi) rumah. Kata Buka        dalam menjalani hidup termasuk ketika akan
tableg dari bahasa Jawa buka berarti membuka    mendirikan rumah, buka pandeman. Pramana
atau memulai, dan tableg berarti fondasi. Maka  muncul apabila jiwa manusia dalam keadaan
buka tableg bermakna membuka atau memulai       nglilir (bangkit). Sementara kebangkitan
pembangunan fondasi rumah yang sangat           jiwa akan memupuk nurani yang terang
penting bagi ketahanan sebuah rumah.            (Endraswara, 2016: 242).
      Fondasi rumah memiliki fungsi sangat           Ritual buka tableg adalah bagian dari upaya
penting, yaitu untuk menahan beban berat        membangikutkan jiwa batin calon penghuni
dari semua komponen di atasnya. Sebuah          rumah agar rumah yang akan dibangun ini
bangunan yang baik untuk rumah, baik            bisa megantarkan penghuninya mendapatkan
itu bangunan bertingkat tinggi ataupun
berukuran kecil, kekuatan utamanya terletak
pada fondasinya. Karena itu dalam membuat
fondasifondasi perlu mempertimbangkan
jumlah konstruksi yang akan berada di atas
fondasifondasi tersebut. Pertimbangan
ini selain untuk memastikan kekuatan
fondasifondasi bangunan di atasnya, efisensi
biaya juga sebagai dasar estetika sebuah
rumah.
                                                Edisi Budaya | 61
pepadhang (cahaya penuntun) sehingga           anugerah, keinginan terpenuhi dan menanam
tercipta keluarga harmonis (sakinah mawaddah   berhasil; (5) Jumadilawal, prihatin, hati gelap,
wa rahmah).                                    kekurangan rezeki; (6) Jumadilakir, banyak
                                               rezeki, tetapi tidak bermanfaat, kecurian,
Persiapan Ritual Buka Tableg                   sering kena denda; (7) Rejeb, sering sedih,
                                               menanam tidak jadi, sering kisruh; (8) Sakban,
     Waktu pelaksanaan ritual buka tableg      banyak, rezeki, apa yang dicita-citakan tercapai;
bukanlah sembarangan, tetapi merupakan         (9) Ramelan, selalu sengsara, banyak orang iri,
hari tertentu yang didapatkan dari “orang      dan kena masalah; (10) Sawal, prihatin, orang
pintar” yang biasanya adalah kiai sepuh        lain iri, sering kena masalah; (11) Dulkangidah,
yang dianggap memiliki kelebihan secara        selalu dikasihi sanak saudara dan orang tua;
spiritual. Ada perhitungan khusus untuk        (12) Besar, banyak rezeki. Selain bersasarkan
mengawali mendirikan rumah atau buka           bulan, penentuan pendirian awal pendirian
tableg. Mengapa perhitungan atau dalam Jawa    rumah juga sering berdasarkan pertimbangan
disebut pèthungan Jawa dianggap penting,       hari kelahiran melalui suatu perhitugan
hal ini tak lepas dari alam pikiran Jawa yang  khusus (Endraswara, 2016: 132-133).
selalu asosiatif. Meskipun setiap hari adalah
sebagai hari yang berpotensi untuk melakukan        Sekali lagi itu semua berdasarkan ngelmu
kebaikan, namun dunia diciptakan selalu        titin Jawa. Namun begitu Islam sudah mulai
berpasangan, misalnya ada laki-laki dan        masuk di nusantara, terutama di Jawa melalui
perempuan, ada baik dan buruk, ada swarga      kiprah para Walisongo, sedikit mengalami
dan ada neraka. Swarga diasosiakan sebagai     pergeseran. Ngelmu titen tetap dimanfaatkan,
tempat yang enak membahagiakan, sementara      namun diiringi dengan ritual doa dan
neraka sebagai tempat yang tidak enak          ketulusan niat dalam mendirikan rumah.
menyengsarakan.                                Ngelmu titen adalah bagian dari kearifan lokal
                                               namun perlu “disyahadatkan” bahwa kebaikan
     Seperti dimaklumi bersama bahwa dunia     sebuah hunian tidak semata-mata ditentukan
Jawa memiliki ngelmu titen, maka segala        oleh bulan atau hari, tetapi faktor anugerah
sesuatu harus diupayakan benar-benar cocog     dari Sang Pencipta, Allah Awt.
(cocok, sesuai). Prinsip cocog dalam tradisi
Jawa inilah sebagai buah dari ngelmu titen,         Maka pola akulturasi tradisi dan Islam
yaitu ilmu yang berlandaskan kebiasaan         dalam mendirikan rumah itulah yang kemudian
yang berulang-ulang, dicatat, direnungkan,     diwujudkan dalam bentuk ritual buka tableg
dan diamalkan (Endraswara, 2016: 27).          yang dimulai pada hari-hari yang terpilih tadi,
Orang Jawa dan beberapa suku di nusantara      meskipun tidak terlalu kaku. Hari apa pun
berpegang pada prinsip cocog dan ngelmu titen  prinsipnya bisa saja mendirikan rumah atau
sebagai salah satu rujukan dalam meniti arah   buka tableg, namun yang terpenting adalah
hidupnya termasuk dalam mendirikan rumah.      diringi dengan doa sebagaimana tertuang
                                               dalam prosesi buka tableg.
     Maka dalam mendirikan rumah,
orang Jawa umumnya menggunakan                 Prosesi Ritual Buka Tableg
perhitungan memet (sungguh-sungguh)
dengan memperhatikan baik buruknya bulan            Ritual ini dilakukan dengan menggelar
menurut ngelmu titen, meski hal ini tidak      bancakan atau slametan yang biasanya
sebagai sebuah kemutlakan. Pertimbangan        diiringi dengan doa rasulan (doa dengan
bulan tersebut antara lain: (1) Muharram atau  wasilah Kanjeng Rasul Muhammad SAW)
Suro biasanya akan mendapatkan kesusahan,      atau manaqiban (doa dengan wasilah
sakit susah obatnya: (2) Sapar menunjukkan     Waliyyulah Syaikh Abdul Qadir al-Jilani)
sakit-sakitan, namun tidak sampai mati; (3)    di tempat yang akan didirikan rumah itu.
Rabingulawal, menanam tidak jadi, mandeg       Untuk memeriahkan acara tersebut, biasanya
di tengah jalan; (4) Rabingulakir, mendapat    shāhibul hājat (yang punya gawe) mengundang
62 | Ensiklopedi Islam Nusantara
saudara/keluarga dan tetangga sebelah yang            kuluban urap sayur alami dari kebun.
dipimpin oleh kiai langgar atau kiai kampung          Tumpeng yang terbuat dari nasi kuning
untuk berdoa dengan maksud agar semua                 dengan dibuat meninggi sebagai wujud
rencana pembangunan rumah bisa berjalan               kepasrahan total kepada Dzat Yang Maha
lancar, tidak ada halangan serta mendapatkan          Tinggi (al-Aliy) dan pemberi rizki (al-
kemudahan dalam menyelesaikan rumah                   Razaq) serta harmoni dalam mambangun
tersebut. Keterlibatan keluarga dan tetangga          relasi sesama manusia dan dengan
sebelah dalam bancakan buka tableg tersebut           lingkungan sekitar. Sementara lauk-
sebagai wujud kesadaran sosial calon pemilik          pauk dan kluban urap sebagai pengingat
rumah bahwa dirinya tidak bisa hidup tanpa            pentingnya menjaga kesimbangan
orang lain, maka dalam mengawali pendirian            lingkungan semesta alam baik dari
rumah tersebut juga tak lepas dari peran orang        dunia binatang (fauna) maupun dunia
lain.                                                 tetumbuhan (flora).
     Namun sebelum acara buka tableg dimulai                     Nasi Tumpeng dan seperangkat kuluban/
ada ubarampe yang dipersiapkan sebagai wujud                     lauk yang biasa digunakan untuk pelengkap
sesajian yang akan dipersembahkan untuk para                     ritual buka tableg
hadirin yang budiman. Simbol-simbul ritual
yang diwujudkan dalam bentuk bermacam-                                    Gambar 2 (Koleksi Nur Said):
macam ubarampe merupakan ekspresi
atau pengejawentahan dari penghayatan            d. Jadah pasar atau jajan pasar, yaitu
dan pemahaman akan “realitas yang tak                 belanjaan jajan yang dibeli dari pasar
terjangkau” sehingga menjadi “sangat dekat”.          tradisional. Jajan pasar adalah lambang
                                                      dari sesrawungan (hubungan kemanusiaan,
     Dengan berbagai simbul-simbul dalam              silaturrahim) dan sekaligus lambang
ritual dan ubarampe tersebut terasa bahwa             kemakmuran. Hal ini diasosiasikan
Allah SWT selalu hadir dan terlibat dan               bahwa pasar pusat bertemunya berabagai
“menyatu” dalam dirinya (manunggaling kawulo          lapisan masyarakat dan sekalgus tempat
Gusti). Hal ini juga sebagai kesadaran manusia        bermacam-macam barang hasil pertanian
bahwa dirinya adalah tajalli, atau bagian yang        dan juga jajan tardisional yang khas
tak terpisahkan dari Sang Pencipta (Sholikhin,        nusantara. Di pasar inilah setiap orang
2010: 49; Endraswara, 2016: 230). Beberapa            bisa menemukan apa saja dan semua
ubarampe untuk ritual buka tableg tersebut            kebutuhan akan terpernuhi.
antara lain:
                                                 e. Kembang setaman, yaitu bermacam-
a. Bubur abang-putih (merah-putih) sebagai            macam bunga (setaman, satu taman)
     perlambang mengingatkan kejadian                 yang biasanya terdiri dari lima atau tujuh
     manusia yang terdiri dari darah merah dan        macam kemudian dicampur dalam air di
     darah putih dan sekaligus sebagai lambang        baskom juga sebagai wujud persembahan
     keberanian (merah) dalam menegakkan              kepada Yang Maha Indah. Tujuh bunga
     kebenaran dalam berkeluarga (putih).             dalam bahasa Jawa (pitu), harapannya
                                                      mendaptkan pitulungan (pertolongan)
b. Ingkung ayam jantan, yaitu daging ayam
     jago matang yang diikat masih utuh
     seperti sedang bersujud, diasosiasikan
     agar manusia selalu njungkung (bersujud).
     Ingkung jago juga sebagai lambang
     pentingnya menghilangkan nafsu sok
     jagoan dalam hidup sehingga yang tersisa
     adalah rasa empati, ramah dan cinta kasih.
c. Nasi tumpeng dan lauk-pauk secukupnya
     yang dihias mengitari tumpeng dilengkapi
                                                 Edisi Budaya | 63
dari Allah SWT dalam menggapai cita-cita    kepada Allah Swt.
     dan harapan yang mementaskan nilai-nilai
     rukun Islam yang lima (dilambangkan              Semua itu dilakukan sebagai tawasul
     dengan lima warna bunga). Bunga adalah      kepada kekasih Allah yaitu para nabi dan
     simbol keindahan dengan harapan agar        juga para waliyyullah yang diyakini memiliki
     kehidupan yang akan dilalui melalui         keberkahan atas ridla Allah Swt.
     rumah tersebut bisa dinikmati dengan
     indah baik dalam keluarga, dengan                Begitu doa selesai, maka dilanjutkan
     tetangga maupun dalam masyarakat            makan bersama atas sesajian yang telah
     yang lebih luas (Said, 2012: 89; Triyanto,  dipersiapkan sebelumnya. Sebagian sajian
     2001: 186-187; Santoso, 2001). Di           dimakan oleh khalayak yang hadir di tempat
     harapkan rumah yang sedang dibangun         ritual, namun sebagian yang lain juga dibagikan
     ini nantinya bisa menjadi tempat hunian     kepada tetangga sebelah yang terdekat dan
     yang menenteramkan sehingga para            sekaligus sebagai penanda dan kulo nuwun
     penghuninya selalu betah di rumah bagai     (mohon permisi) bahwa segera akan ada warga
     di taman yang selalu membuat siapa pun      baru yang menghuni di lingkungan itu yakni
     betah berlama karena keindahannya tadi.     yang sedang buka tableg.
     Begitu sarana atau ubarampe sudah           Pemaknaan dan Kontekstualisasi
disiapkan, maka seorang kiai kampung
yang dipasrahi untuk mewakili tuan ramah,             Mencermati prosesi dalam ritual buka
mengantarkan atau menyampaikan tujuan            tableg yang berkembang dalam tradisi Islam
dari ritual tersebut kepada masyarakat atau      di Jawa menunjukkan bahwa pengaruh Islam
tetangga sebelah yang hadir untuk ikut           sangat kuat meskipun aspek kejawaannya juga
sambatan, yaitu gotong royong menggali tanah     kental. Do’a yang dipanjatkan semua tujuan
untuk buka pandeman/tableg.                      akhirnya adalah kepada Allah Swt. Kalau dalam
                                                 praktikpraktiknya dengan menghadirkan
     Acaranya biasanya diselenggarakan di        shalawat dan pembacaan manaqib Syaikh
hamparan tanah terbukayang akan didirikan        Abdul Qodir Jilani, hal itu sebagai ikhtiar
rumah dengan menggelar tikar secukupnya.         dalam memperkuat komunikasi dengan Allah
Rentetan acara antara lain diawali pembukaan     SWT melalui orang yang dicintaiNya yakni
dengan membaca surat al-Fatihah yang             para Nabi dan para wali.
pahalanya disampaikan kepada Nabi terpilih,
Muhammad Saw, para sahabat, dan juga                  Terlihat juga dalam mengawali ritual buka
keluarganya. Juga disampaikan kepada para        tableg didahului dengan doa-doa khusus serta
wali, ulama dan guru-guru yang telah wafat       pembacaan Surat al-Fatihah yang ditujukan
yang berperan dalam menyampaikan ajaran          kepada para Nabi, keluarga dan sahabatnya.
Islam masuk dalam diri yang punya hajat          Juga ditujukan kepada para wali, para guru,
dan manusia pada umumnya. Hadiah surat           serta para leluhur yang telah wafat, khususnya
al-Fatihah juga ditujukan secara khusus          kepada orang tua, keluarga dan orang-orang
kepada orang tua, sanak saudara serta semua      saleh (shālihin), serta kaum Muslimin dan
kaum Muslimin dan Muslimat yang telah            Muslimat. Kesadaran ini menunjukkan bahwa
mendahului menghadap Sang Pencipta.              ritual buka tableg sebagai momen untuk selalu
                                                 mengingat asal-usulnya (sangkan paraning
     Setelah pembukan dengan hadlrah             dumadi), dengan mengingat para leluhur
atau tawasul tersebut sudah lengkap, maka        yang sudah meninggal sebagai isyarat rumah
dilanjutkan doa rasulan atau sebagian dengan     hanyalah sebagai tempat singgah sementara.
pembacaan manaqib Syekh Abdul Qadir              Karena itu kesadaran dan niat yang bulat bahwa
Jilani. Doa rasulan memang doa khusus            rumah sebagai media dalam memerankan
yang isinya banyak pujian-pujian terhadap        diri sebagai hamba dan khalifatullah di bumi
Nabi Muhammad SAW atas kemuliaan dan             menjadi fondasi dalam menempuh hidup di
keteladanannya sebagai wasilah dalam berdoa      rumah baru yang akan dibangun itu.
64 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Maka ketika rumah sudah jadi, harus tetap
memiliki kesalehan sosial terutama kepada
kepada tetangga sebelah dengan selalu berbagi
kebaikan sebagaimana ketika buka tableg
juga berbagi dengan sedekah makan bersama
dan sambatan, gotong royong buka tableg.
Momentum buka tableg mengingatkan diri
betapa menusia sebagai makhluk sosial tidak
akan bisa hidup tanpa partisipasi orang lain.
Tetapi semakin kerja sama yang kuat maka
fondasi rumah juga akan kuat, sebagaimana
tableg yang terdiri dari pasir, batu, kapur, air
serta para tukang batu yang menyatu akhirnya
terciptalah fondasi rumah yang kokoh sehingga
membuat rumah nantinya tetap tegak berdiri
meskipun hujan, angin dan panas akan selalu
menerpanya. Inilah indahnya kebersamaan
dalam buka tableg.
                                                                [Nur said]
               Sumber Bacaan
Endraswara, Suwardi, Prof. Dr., (2016). Falsafah Hidup
         Jawa, Menggali Kebijakan dari Intisari Filsafat
         Jawa. Yogyakarta: Cakrawala.
Said, Nur. (2012). Tradisi Pendidikan Karakter dalam
         Keluarga, Tafsir Sosial Rumah Adat Kudus. Kudus:
         Brillian Media Utama.
Santoso, Revianto Budi. (2000). Omah; Membaca Makna
         Rumah Jawa, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000.
Sholikhin, Muhammad, KH. (2010). Ritual dan Tradisi
         Islam Jawa. Yogyakarta: Narasi.
Triyanto. (2001). Makna Ruang & Penataannya dalam
         Arsitektur Rumah Kudus.Semarang: Kelompok
         Studi Mekar.
                                                                            Teks Doa Rasul/Rasulan
                                                                            Dokumen Nur Said
                                                                                                    Edisi Budaya | 65
66 | Ensiklopedi Islam Nusantara
C
  Cigawiran
Cium Tangan
Cigawiran
(Garut, Jawa Barat)
Cigawiran adalah seni tarik suara Islam        mengasuh sebuah pesantren di sana. Raden
        Nusantara yang berasal dari desa       Hadji Djalari bukan hanya piawai dalam ilmu-
        Cigawir, Garut, Jawa Barat (Sunda).    ilmu agama Islam, tetapi juga mahir dalam
Tembang Cigawiran berbeda dengan tembang-      kesenian Sunda, utamanya kesenian tembang.
tembang khas Sunda lainnya, seperti Cianjuran
dan Ciawian, karena selain memiliki cengkok    Ia pun mulai menggunakan seni tembang
dan karakter yang khas, Cigawiran juga sangat  Sunda sebagai sarana berdakwah, agar pesan-
kental dengan nuansa Islaminya. Cigawiran      pesan luhur ajaran agama Islam mudah diteri-
bisa dikatakan salah satu produk seni-budaya   ma semua kalangan masyarakat Sunda. Pesan-
hasil akulturasi antara agama Islam dengan     pesan luhur ajaran agama Islam dituangkan
budaya lokal.                                  dalam bentuk “guguritan” (puisi Sunda, atau
                                               pupuh dalam tradisi Jawa) yang beraturan
    Cigawiran menjadi jenis seni tembang dan   dan sarat akan keluhuran nlai-nilai sastrawi.
budaya Islam Sunda yang unik karena berasal    Syair-syair itu kemudian dilantunkan dengan
dan lahir dari rahim pesantren yang notabena   suara yang indah dan nada yang khas. Maka
adalah basis utama perkembangan dakwah         terciptalah tembang langgam Cigawiran yang
agama Islam di Nusantara.                      .masyhur itu
    Dalam sejarahnya, tembang Cigawiran        Selain menyampaikan pesan-pesan
dikembangkan oleh Raden Hadji Djalari pada
tahun 1823 M. Beliau adalah salah seorang      luhur ajaran agama Islam, Cigawiran juga
ulama dari desa Cigawir, Garut, yang juga
                                               menyampaikan nilai-nilai budaya dan tata
  Sumber: http://www.kangkamal.com/
                                               karama Sunda yang khas, petuah-petuah yang
                                               berkaitan dengan aspek-aspek kebenaran
                                               dalam  kehidupan,
                                               termasuk di dalamnya
                                               tentang keindahan alam
                                               Sunda yang tiada banding.
                                                  Pada perkembangannya,
                                               tradisi Cigawiran kemudian
                                               diteruskan, dilestarikan,
                                               dan dikembangkan oleh
                                               panerus H. Djalari dari
                                               generasi ke generasi, mulai
                                               dari Raden Hadji Abdullah
                                               Usman, Raden Muhammad
                                               Isa, hingga pada generasi
                                               kontemporer yang diampu
                                               oleh Raden Agus Gaos,
                                                      Edisi Budaya | 69
Raden Muhammad Amin dan Raden Iyet                             Aya naon di jerona
Dimyati.                                                      Sihoreng ujudna seni
   Salah satu contoh dari syair tembang                           Nu dicandak
Cigawiran adalah syair tembang “Bubuka Lagu                   Ku para alim ulama
Ela-Ela” (Sinom);
                                                Tembang Sunda Cigawiran biasanya
              Bismillah wiwitan kedah        dilantunkan oleh penembang lelaki atau
              Muji ka Gusti Hyang Widi       perempuan secara perorangan. Cigawiran
               Salawat sinareng salam        dilantunkan dalam majlis pengajian, acara-
             Mugi tetep ka kanjeng Nabi      acara keagamaan, atau bahkan perayaan
              Miwah ka sakumna jalmi         upacara tradisional dan hajatan. Termasuk
                                             yang membedakan Cigawiran dengan tembang
                Anu turut sarta tumut        Sunda lainnya, adalah Cigawiran dapat
                Kana pilacak anjeuna         dinyanyikan secara berjamaah, yang biasanya
        Kukuh pengkuh teu (tur?) gumingsir   dilakukan pada acara-acara pengajian.
                Deungdeung mayeuh
                 Dugi ka poe kiamat             Hingga saat ini, wilayah perkembangan
             Cigawir ma’na nu asan (?)       Cigawiran masih berada di sekitaran pesantren
                Cai nu ngalir na gawir       di Cigawir, dan belum meluas ke luar wilayah
                 Dugi ka yaumal jaza         tersebut. Pesantren-pesantren di Cigawir lah
                 Mugi ulah saat deui         yang menjadi media yang mewadahi, menjaga,
                Urang sungsi tur pilari      melestarikan, dan mengembangkan tradisi
               Pibekeleun geusan hirup       seni khas Islam Sunda-Nusantara ini.
                                                                                              [A. Ginanjar Sya’ban]
                                             Bahan Bacaan:
Budiwati, D.S. 2003. Tembang Sunda Cigawiran: Sosialisasi Nilai-Nilai Budaya dan Fungsi Tembang Sunda Cigawiran
         Pada Kehidupan Masyarakat Cigawir. Bandung. Tesis Universitas Pendidikan Indonesia.
Cigawiran. Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Garut. www.pariwisata.garutkab.go.id
Rahmi, Isna Asri (2015). Rumpaka Tembang Pesantren Hariring Dangding Cigawiran Karya K.R. Iyet Dimyati: Kajian
         Struktural dan Semiotik. Bandung. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia.
70 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Cium Tangan
Budaya merupakan kristalisasi nilai dan                          KH. Mustofa Bisri, salah satu kiai panutan
        pola hidup yang dianut suatu komunitas.                  masyarakat Muslim di tanah Jawa.
        Budaya tiap komunitas tumbuh dan
berkembang secara unik, karena perbedaan                                   Sumber: Tim Anjangsana Islam Nusantara 2017
pola hidup komunitas itu. Salah satu sumber
terbentuknya budaya dalam suatu komunitas        ungkapan permohonan maaf kepada orang
adalah agama. Sebagai agama mayoritas yang       tua, dan meminta doa restunya.
dianut oleh bangsa Indonesia, sedikit banyak
ajaran Islam membentuk kebudayaan bangsa            Di Indonesia, instensitas pelaksanaan
Indonesia, salah satunya adalah tradisi cium     majelis pengajian, ditambah ketokohan dan
tangan.                                          keluasan ilmu pimpinan menjelis seperti kyai,
                                                 ustaz, atau habib, lambat laun menimbulkan
      Tradisi cium tangan lazim dilakukan        sikap hormat jamaah kepada pimpinan majelis.
sebagai bentuk penghormatan dari seorang         Sikap hormat tersebut lahir dengan sendirinya
anak kepada orang tua, dari seorang awam         sebagai sebagai bentuk hormat murid kepada
kepada tokoh masyarakat atau agama, dari         gurunya. Oleh karena itu praktik mencium
seorang murid ke gurunya. Untuk yang terakhir    tangan (muqbil) kepada para pimpinan majelis
ini menjadi trend tersendiri terlebih menjelang  oleh jamaahnya bukanlah bentuk kultus
dilaksanakannya ujian nasional (UN) di sekolah   kepada manusia seperti yang dituduhkan
atau madrasah. Tidak jelas dari mana tradisi     sebagian orang.
ini berasal, namun ada dugaan kebiasaan
ini berasal dari pengaruh budaya Arab yang          Majelis khotmil Qur’an Al-Hidayah di
tentunya berasal dari ajaran Islam. Di Eropa     Surakarta dalam buletinnya menyinggung
lama, dikenal tradisi cium tangan juga, tetapi   masalah ini ketika ada jamaah yang bertanya:
sebagai penghormatan seorang pria terhadap       “Bagaimana pula hukum mencium tangan
seorang wanita yang bermartabat sama atau        ulama?”
lebih tinggi. Dalam agama Katolik Romawi,
cium tangan merupakan tradisi yang dilakukan
dari seorang umat kepada pimpinannya (Paus,
Kardinal).
    Di Indonesia, selain cium tangan dikenal
juga tradisi sungkem. Tradisi sungkem lazim
di kalangan masyarakat Jawa, tapi mungkin
tidak lazim di suku lain. Sungkem dilakukan
sebagai tanda bakti seorang anak kepada
orang tuanya, seorang murid kepada gurunya.
Sungkem biasa dilakukan jika seorang anak
akan melangsungkan pernikahan, atau saat
hari raya Idul Fitri (bagi muslim), sebagai
                                                 Edisi Budaya | 71
Dengan mengutip Hadis dalam Sunan Abi                     Tamu yang berkunjung mencium
Daud hadis no. 4548 dari Zari’ ra. Ketika beliau             tangan KH. Maimun Zubair Sarang.
menjadi salah satu delegasi suku Abdil Qais,
beliau berkata, “Kemudian kami bersegera                            Sumber: Tim Anjangsana Islam Nusantara 2017.
turun dari kendaraan kita, lalu kami mengecup
tangan dan kaki Nabi saw.”                        tangan Kyai ditarik sedikit ke atas agar dalam
                                                  posisi yang tidak melebihi posisi rukuk tadi.
   Kalau mengecup tangan dan kaki Nabi            Tetapi tidak semua orang memahami teknik
saw dianggap sebagai bentuk kultus dan itu        seperti ini seperti orang awam, mereka hanya
dilarang, tentu Nabi akan melarang para           meniru amaliah yang dilakukan para santri
sahabatnya mengecup tangan dan kaki beliau.       tanpa mengetahui duduk persoalannya.
Sementara ulama merupakan pewaris para            Mereka mencium setiap tangan orang yang
Nabi, yang dengan ilmu dan akhlaknya umat         sudah lanjut, bolak-balik, dengan melebihi
memberikan penghormatan kepada mereka,            batas rukuk.
salah satunya dengan mencium tangan mereka.
                                                       Dilarangnya mencium tangan melebihi
   Teknik berjabat tangan secara umum diwali      batas rukuk alasannya karena tidak seorang
dengan ucapan salam, kemudian maju sambil         pun pantas disembah kecuali Allah. Toleransi
mengulurkan tangan, disertai engan wajah          berjabat tangan hanya sebatas mencium
berseri-seri dan senyum menyungging di            tangan dan itu hanya kepada orang tua dan
sudut bibir. Menjabat tangan kawan dengan         guru atau orang alim atau orang saleh. Hal
sekali ayun dan mantap itu tidak perlu diikuti    ini berdasarkan: “disunahkan mencium tangan
dengan mencium tangan kawan. Mencium              orang saleh, orang alim, orang zuhud” (HR.
tangan biasanya dilakukan kepada orang tua        Usamah bin Syuraih, Abu Dawud mengtakan
atau kepada guru atau kepada orang saleh.         sanadnya kuat. Usamah mengatakan: kami
Bagian yang dicium adalah telapak tangan          berdiri lalu mencium tangan Nabi).
bagian luar, tetapi sebagian santri ada yang
mencium bolak balik tangan kiainya. Alasan                                                                   [Ismail Yahya]
yang dikemukakan adalah bagian di luar saja
dicium apalagi yang dalam. Maka cara yang
paling sempurna haruslah mencium luar
dalam.
   Bila berjabat tangan, apalagi dalam posisi
mencium tangan tidak diperbolehkan melebihi
posisi orang yang sedang rukuk. Oleh karena itu
jika seorang Kyai duduk, santri berdiri, supaya
tidak melebihi batas rukuk, santri hendaknya
jongkok atau bila tidak memungkinkan maka
                                            Sumber Bacaan
Novi Andari, Perbandingan Budaya Indonesia dan Jepang (Tinjauan Tradisi Penamaan dan Gerak Isyarat Tubuh), Jurnal
         Parafrase Vol. 09, No. 02 September 2009, hlm. 27-28.
Majlis Khotmil Qur’an Al-Hidayah, Anda Bertanya Kami Menjawab II. Website: http://mkqalhidayah.co.cc
Munawir Abdul Fattah, Tradisi Orang-orang NU (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), hlm. 214-216.
72 | Ensiklopedi Islam Nusantara
D
 Dayah
Diniyah
 Dungo
Dayah
Dayah di Aceh merupakan sebutan                   mendiskusikan permasalahan-permasalahan
         untuk lembaga pendidikan semacam         yang timbul yang berkaitan dengan ajaran
         pesantren di Jawa atau surau di Padang.  Islam lazim disebut zawiyah. Dari zawiyah-
Secara bahasa, kata dayah diserap dari bahasa     zawiyah semacam itu muncul lembaga
Arab zawiya yang berarti ‘sudut’, mengacu         pendidikan di Aceh yang dinamakan Dayah.
pada tempat-tempat di sudut masjid Madinah        Melalui lembaga ini Islam mengakar kuat di
sebagai pusat pendidikan dan dakwah Islam         Aceh.
pada masa Nabi Muhammad saw. Kehadiran
dayah sebagai lembaga pendidikan Islam dan           Lembaga dayah diperkirakan telah ada
pengkaderan ulama di Indonesia diperkirakan       di Aceh pada sekitar tahun 840 M. (225 H.),
setua hadirnya Islam di Nusantara.                dimulai sejak Islam datang pertama kali ke
                                                  daerah tersebut. Sultan Karajaan Peureulak
Sejarah                                           mendirikan lembaga pendidikan Islam di Aceh
                                                  dengan mendatangkan para pengajar dari
   Sejarah tumbuhnya dayah di Aceh erat           Arab, Persia, dan Gujarat. Dayah ini disebut
kaitannya dengan perjalanan dakwah Islam di       Dayah Cot Kala, disandarkan kepada nama
daerah tersebut. Tome Pires mencatat bahwa        tokoh ulama yang memegang kendali dayah
pada sekitar abad ke-14 di Samudra Pasei telah    tersebut, yaitu Teungku Chiek Muhammad
terdapat kota-kota besar yang di dalamnya         Amin (Teungku Chik Cot Kala).
terdapat pula orang-orang yang berpendidikan.
Hal ini diperkuat oleh Ibnu Batutah yang             Dayah Cot Kala pada masa itu telah
menyebutkan bahwa pada saat itu Pasei sudah       menjadi pusat pendidikan Islam pertama
merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara      di Asia Tenggara. Lembaga ini dipandang
dan di sini banyak berkumpul ulama-ulama          berjasa dalam menyebarkan Islam dengan
dari negeri-negeri Islam. Ibnu Batutah juga       banyaknya lulusan yang menjadi ulama
menyebutkan bahwa Sultan Malikul Zahir            dan pendakwah Islam ke berbagai penjuru
(1297-1326) adalah orang yang cinta kepada        kepulauan Nusantara. Dakwah ini merangsang
para ulama dan ilmu pengetahuan. Ketika           lahirnya kerajaan-kerajaan Islam di berbagai
hari Jumat tiba, Sultan melaksanakan salat        daerah, seperti Kerajaan Islam Samudera
di Mesjid dengan mengenakan pakaian ulama         Pasai, Kerajaan Islam Benua, Kerajaan Islam
dan setelah itu mengadakan diskusi dengan         Lingga, Kerajaan Islam Darussalam, dan
para ulama. Ulama-ulama terkenal pada waktu       Kerajaan Islam Indra Jaya. Kerajaan-kerajaan
itu antara lain Amir Abdullah dari Delhi, Kadhi   ini kemudian melebur pada awal abad ke-16
Amir Said dari Shiraz, Tajuddin dari Isfahan.     menjadi Kerajaan Aceh Darussalam dengan
Teungku Cot Mamplam dan Teungku Cot               raja pertama bernama Ali Mughayatsyah yang
Geureudong.                                       memerintah pada 916-936 H./1511-1530 M.
   Perkumpulan (halaqah) semacam itu,                Kehadiran Dayah Cot Kala kemudian diikuti
yang dilakukan di sudut-sudut bagian masjid       oleh dayah-dayah lainnya, antara lain Dayah
untuk menyampaikan ajaran Islam atau              Seureuleu di Kerajaan Lingga (Aceh Tengah) di
                                                  bawah pimpinan Syekh Sirajuddin, didirikan
                                                  Edisi Budaya | 75
antara tahun 1012-1059; Dayah Blang Peria      1) Dayah Tgk. Chiek Tanoh Abee, terletak
di Kerajaan Samudra Pasei (Aceh Utara) di           di dekat Selimeum (Aceh Besar). Dayah
bawah Pimpinan Teungku Chiek Biang Peuria           ini diperkirakan berdiri pada sekitar
(Teungku Ja’kob), didirikan antara tahun            awal abad ke-19 oleh seorang ulama
1155-1233; Dayah Batu Karang di Kerajaan            yang datang dari Bagdad, Syekh Idrus
Tamiyang di bawah pimpinan Teungku Ampon            Bayan (Teungku Chiek Tanoh Abee), atas
Tuan; Dayah Lamkeneeun di Kerajaan Lamuria          permintaan Sultan Muhammad Syah
Islam (Aceh Besar) di bawah pimpinan Teungku        (1824-1836). Dayah ini termasuk Dayah
Syekh Abdullah Kan’an, didirikan antara tahun       yang besar dan paling berpengaruh selama
1196-1225; Dayah Tanoh Abee juga di Aceh            abad ke-19. Sampai sekarang daya yang
Besar, didirikan antara tahun 1823-1836.            ini mempunyai khazanah yang lengkap
Selain itu juga ada Dayah Tiro di Pidie yang        dengan buku-buku hasil karya para ulama
didirikan antara 1781-1795.                         terkenal masa lampau, ada di antaranya
                                                    yang berumur lebih 400 tahun.
   Dengan dukungan sultan, lembaga-lembaga
pendidikan agama Islam terus menyebar          2) Dayah Tgk. Chiek Kuta Karang (Dayah
hingga ke daerah di pedalaman. Meunasah,            Ulee Susu). Dayah ini diperkirakan berdiri
mesjid, rangkang dan dayah sebagai lembaga          pada sekitar paruh kedua abad ke-19 oleh
pendidikan Islam di Samudra Pasei pada waktu        Syekh Abbas Ibnu Muhammad (Teungku
itu telah memegang peranan penting dalam            Chiek Kuta Karang) yang pada waktu itu
mencerdaskan rakyat ketika itu, sama halnya         menjadi Kadi Malikul Adil Sultan Ibrahim
juga di kemudian hari pada masa kerajaan            Mansyur Syah (1857 - 1870).
Aceh Darussalam.
                                               3) Dayah Lam Birah. Dayah ini diperkirakan
   Ketika Malaka ditaklukkan Portugis               berdiri pada akhir abad ke-18 oleh dua
(tahun 1511 M), perkembagangan dayah di             bersaudara yaitu: Ja Meuntroe dan
Aceh justru bertambah dengan hijrahnya              Bendahara yang keduanya kemudian
beberapa ulama dan mubaligh Islam Malaka ke         digelari dengan Teungku Chiek Lam Birah.
Aceh. Di sana mereka juga turut serta dalam         Mereka hidup sekitar masa pemerintahan
menyiarakan agama Islam dengan mendirikan           Sultan Johan Syah (1735-1960) dan masa
dayah. Kegiatan pendidikan Islam di Aceh            pemerintahan Sultan Mahmud Syah atau
ini mengalami zaman keemasan pada masa              Tuanku Raja (1760-1781). Setelah itu
Kerajaan Aceh Darussalam dipegang oleh              selama abad ke-19 dayah ini dipimpin
Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Kemajuan          oleh Teungku Chiek Cot Keupeung dan
pendidikan pada waktu itu ditandai oleh             Teungku Chiek Lam Baro.
banyaknya ahli ilmu pengetahuan (ulama)
yang berkumpul terutama di ibu kota kerajaan   4) Dayah Lam Nyong. Dayah ini diperkirakan
dan usaha pembangunan lembaga-lembaga               berdiri pada masa pemerintahan Sultan
pendidikan di seluruh wilayah kerajaan. Di          Mahmud Syah (1870-1874), didirikan
antara yang sangat masyhur adalah Syekh             oleh Teungku Syekh Abdussalam (Teungku
Nurrudin Arraniri, Syekh Ahmad Khatib               Chiek Lam Nyong).
Langin, Syekh Syamsuddun al-Sumatrani,
Syekh Hamzah Fansuri, Syekh Abdur Rauf, dan    5) Dayah Lam Krak. Dayah ini diperkirakan
Syekh Burhanuddin yang kemudian menjadi             berdiri masa pemerintahan Sultan
ulama besar di Minangkabau.                         Sulaiman Syah (1836-1857). Didirikan
                                                    oleh Datu Muhammad (seorang pejabat
   Pembangunan dayah tidak hanya terjadi            tinggi pemerintahan pada waktu itu).
pada masa kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam,
tetapi juga pada masa kemundurannya (akhir     6) Dayah Lam Pucok di Aceh Besar. Dayah
abad ke-18 dan ke-19). Sejumlah dayah yang          ini diperkirakan berdiri pada waktu yang
diperkirakan didirikan dan berkembang               relatif bersamaan dengan pendirian Dayah
selama abad ini antara lain ialah:                  Lam Krak, yaitu pada masa pemerintahan
                                                    Sultan Sulaiman Syah (1836-1857).
76 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Didirikan oleh Teungku Muhammad Sa’ad           lebih dikenal sebagai Teungku Chiek
     (Teungku Chiek Lam Pucok).                      Pantee Geulima ialah anaknya Teungku
                                                     Chiek Haji Ismail. Selama perang ulama
7) Dayah Lam U di Aceh Besar. Dayah ini              ini turut aktif melawan Belanda dengan
     diperkirakan berdiri relatif bersamaan          mengerahkan sebagian besar murid
     dengan berdirinya Dayah Lam Nyong,              (santri)-nya ke medan pertempuran
     yaitu pada masa pemerintahan Sultan             sampai ke Aceh Besar. Pada Februari
     Mahmud Syah (1870-1874). Diridikan              1901 Teungku Chiek Haji Ismail gugur
     oleh Teungku Syekh Umar (Teungku Chiek          dalam pertempuran mempertahankan
     Di Lam U).                                      Kuta Batee Iliek (Samalanga) bersama
                                                     dengan para ulama pemimpin dayah di
8) Dayah Rumpet di Kuala Daya, pantai                sekitar benteng pertahanan itu (antara
     barat Aceh. Dayah ini diyakini masyarakat       lain Teungku Chiek Lueng Keubeu dan
     setempat telah berdiri sejak masa               Teungku Chiek Kuta Glee).
     Poteumeureuhom Daya, salah seorang raja
     yang terkenal Lamho Daya. Namun dayah         Selain itu masih ada sejumlah sejumlah
     ini diperkirakan mencapai kemajuan         dayah lainnya yang didirikan dan/atau
     selama abad ke-19, terutama pada masa      berkembang pada sekitar akhir abad ke-18
     pimpinan Teungku Muhammad Yusuf            hingga awal abad ke-19, yaitu: Dayah Lam
     (Teungku Chiek Di Rumpet).                 Bhuk dan Dayah Krueng Kalee di Aceh Besar,
                                                Dayah Meunasah Biang di Samalanga, serta
9) Dayah Teungku Chiek Di Tiro, terletak        beberapa Dayah di sekitar kuta pertahanan
     di daerah Pidie. Dayah ini merupakan       Batee Iliek yang memegang peranan penting
     salah satu dayah yang cukup terkenal di    selama perang Belanda, antara lain: Dayah Cot
     daerah IX Mukim Keumangan. Dayah           Meurak dan Dayah Pulo Baroh di Aceh Utara.
     ini mencapai kemajuan pesat pada masa
     Teungku Muhammad Saman atau yang              Selama perang kolonial Belanda, dayah
     masyhur dengan sebutan Teungku Chiek       memegang peranan penting dalam pengerahan
     Di Tiro (1836-1891), seorang ulama         tenaga pejuang (murid) ke medan pertempuran
     penggerak Perang Sabi melawan Belanda      maupun dalam menumbuhkan semangat juang
     yang sangat terkenal (sekarang telah       rakyat secara masal. Sejak Belanda menyatakan
     diangkat sebagai Pahlawan nasional).       perang kepada Kesultanan Aceh pada tanggal
     Sebelum kepemimpinannya, dayah ini         26 Maret 1873 keberadaan ulama dayah selalu
     terdiri dari dua dayah yaitu:              menjadi ujung tombak dalam pertahanan
                                                dan perlawanan. Contoh mencolok misalnya
     (1) Dayah Tiro Keumangan, dipimpin         ketika agresi pertama Belanda ke Aceh pada
          oleh Teungku Dhiek Muhammad           tahun 1873. Belanda mengalami kesulitan
          Amin atau yang dikenal juga dengan    mengetahui letak keraton tempat kediaman
          sebutan Teungku Chiek Dayah Cut       sultan karena pusat perlawanan berasal dari
          (guru Tgk. Muhammad Saman), dan       Masjid Raya di Kutaraja. Demikian kerasnya
                                                perlawanan sehingga masjid itu dianggap
     (2) Dayah Tiro Cumbok, berada di           sebagai benteng keraton. Butuh waktu
          sebelah Dayah Tiro Keumangan          sekitar sepuluh bulan bagi Belanda untuk
          dengan dibatasi oleh sungai. Dayah    dapat benar-benar menguasai Masjid Raya
          ini dipimpin oleh Teungku Chiek Übet  tersebut dari tangan kaum muslimin pejuang
          (paman Tgk. Muhammad Saman).          Aceh. Dengan telah dikuasainya Masjid Raya
                                                Kutaraja, pertahanan keraton pun semakin
10) Dayah Tgk. Chiek Pantee Geulima, di         lemah. Selanjutnya, hanya butuh 18 hari bagi
     Aceh Pidie. Dayah ini didirikan pada masa  Belanda untuk dapat menguasai Keraton.
     pemerintahan Sultan Muhammad Syah
     (1870-1874) oleh Teungku Chiek Pantee         Meskipun pada saat itu Belanda
     Ya’cob, seorang ulama yang dianggap        memproklamirkan kejatuhan Aceh, tetapi
     sebagai pengarang hikayat terkenal,
     Hikayat Malem Dagang. Namun yang
                                                Edisi Budaya | 77
perjuangan para ulama dan santri dayah terus    ulama - dengan menawarkan “pemerintahan
berlanjut, baik melalui gerilya maupun perang   sendiri” bagi para uleebalang dengan cara
terbuka, yang berlangsung hingga sekitar        korteverklaring (deklarasi singkat) pada tahun
tahun 1912. Peran ulama dayah benar-benar       1874. Cara ini menghasilkan hubungan yang
jelas terlihat setelah pemimpin-pemimpin        tidak harmonis antara uleebalang dan ulama
pemerintahan adat, yaitu raja-raja kecil        hingga memunculkan konflik berdarah di
yang disebut uleebalang makin banyak yang       antara mereka pada selang beberapa waktu
mengakui kedaulatan Belanda, para pemimpin      setelah Indonesia Merdeka.
agama tidak mengikuti langkah para pemimpin
adat itu. Sebagian besar dari pemimpin agama       Dengan cara tersebut Belanda berhasil
menempuh jalan meneruskan perlawanan            memecah belah persatuan rakyat Aceh
bersenjata, bahu-membahu bersama-sama           yang pada gilirannya menyebabkan konflik
dengan para uleebalang dan keluarga mereka      berkepanjangan antara kelompok pendukung
yang anti Belanda untuk mengeluarkan            uleebalang dengan pendukung sultan. Di antara
Belanda dari tanah Aceh.                        para uleebalang ada yang telah mempersiapkan
                                                deklarasi dan ada pula yang masih setia pada
   Sejalan dengan itu muncullah tipe            sultan. Dalam keadaan demikian, sultan
kepemimpinan kharismatik dari para ulama.       mendapatkan dukungan yang sangat kuat
Rakyat Aceh yang sebagian terbesar adalah       dari para ulama, mereka sangat anti terhadap
petani dan tidak semua sanggup mengikuti        Belanda. Mereka memimpin perlawanan
pendidikan agama untuk mampu mendalami          terhadap Belanda. Bersama para petinggi
kitab-kitab agama, menumpukkan harapan          istana yang tetap setia kepada sultan, para
mereka kepada para ulama dan teungku-           ulama ikut berperang dengan berlandaskan
teungku lainnya tidak saja sebagai orang yang   ajaran agama. Dengan strategi gerilya mereka
dapat memberi petunjuk dan bimbingan            terus berjuang menghalangi Belanda.
tentang bagaimana seharusnya bersikap dan
bertindak dalam menghadapi agresi Belanda,         Selama perang kolonial Belanda,
tetapi juga sebagai orang yang mampu            dayah memegang peranan penting dalam
menimba dari kitab suci al-Qur’än dan sunah     pengerahan tenaga pejuang (murid) ke medan
Nabi dalam menghadapi krisis. Para ulama        pertempuran maupun dalam menumbuhkan
tampil sebagai pemberi arahan dengan antara     semangat juang rakyat secara masal, terutama
lain menggubah hikayat perang sabil untuk       melalui pembacaan Hikayat Perang Sabi di
mengerahkan rakyat dan mengumpulkan dana        dayah-dayah, rangkang, meunasah dan mesjid;
untuk melawan musuh.                            dan bahkan ada dayah seperti dayah di sekitar
                                                Batee Iliek - yang langsung menjadi pusat
   Pada bulan Desember 1877, misalnya,          pertahanan. Karena itu tidak mengherankan
Teungku Muhammad Amin Dayah Cut Tiro            apabila selama akhir abad ke-19 banyak dayah
menyerukan agar barang siapa yang yakin akan    yang terbengkalai atau langsung diserang oleh
Allah dan Rasul-Nya hendaklah berperang         tentara Belanda karena dianggap sebagai basis
sabil ke Aceh Besar. Rakyat dianjurkannya       konsentrasi kekuatan pejuang rakyat.
untuk berpuasa tiga hari, membaca Qur’an
dan mengadakan kenduri, memberi sedekah         Perkembangan
untuk menolak bala serta bertobat jika telah
melanggar syariat Islam.                           Peperangan dahsyat antara Aceh dan
                                                Belanda yang terjadi hingga memasuki abad
   Kegigihan para ulama dayah dalam bertahan    ke-20 menyebabkan banyak tempat pengajian
atau melawan ketika kesultanan Aceh diserang    agama atau dayah yang digunakan sebagai
Belanda digambarkan Amiruddin sbb:              pusat kegiatan perlawanan luluh lantak. Hal
                                                ini terjadi misalnya pada dayah di Lembada
   Dalam usaha mereka untuk menguasai           yang terbakar bersama koleksi kitabnya yang
Aceh, Belanda mencoba memisahkan kekuatan-      sangat banyak.
kekuatan tradisional - sultan, uleebalang, dan
78 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Tidak banyak yang diketahui perihal            dan Dayah Teupin Raya yang didirikan oleh
proses pendidikan dayah waktu itu, kecuali        Teungku Chiek Teupin Raya sedang di Aceh
sebagai pusat motivasi sekaligus kekuatan         Utara antara lain: Dayah Tanjungan, Dayah
perlawanan terhadap Belanda. Barulah setelah      Mesjid Raya, Dayah Kuala Biang, Dayah Biang
perang rakyat semesta berhenti (lebih kurang      Bladeh, Dayah Cot Meurak, Dayah Juli, Dayah
tahun 1904; meskipun perlawanan secara            Pulo Kiton yang didirikan oleh Teungku Chiek
bergerilya tetap berlangsung) para ulama          Pulo Kiton dan masih banyak lagi.
(Teungku Chiek) kembali memperhatikan
nasib pendidikan rakyat mereka. Dayah-dayah          Di daerah Aceh Barat, selain dibangun
dan rangkang yang selama ini ditinggalkan         kembali Dayah Rumpet oleh keturunan
kembali dibangun. Tampaknya, sejak waktu          Teungku Chiek Muhammad Yusuf, pada
itu untuk menyebut dayah atau rangkang            perempatan pertama abad ke-20 juga didirikan
kadang-kadang digunakan juga Pasantren            beberapa pesantren. Di antaranya, yaitu di
sebagaimana di Jawa. Bahkan, di daerah Aceh       Ujung Kalak dan Biang Meulaboh; di Paya
Barat dan Selatan istilah ini lebih populer bila  Lumpai Samatiga dipimpin oleh Teungku
dibandingkan dengan dayah dan rangkang.           Syekh Abu Bakar (sampai tahun 1936).
                                                  Sebelum membangun pesantren ini Syekh Abu
   Dayah atau pesantren yang didirikan            Bakar memperoleh pendidikan di Dayah Lam
atau dibangun kembali pada pertengahan            Bhuk, Aceh Besar. Jumlah santri pada masing-
pertama abad ke-20, antara lain di Aceh           masing pesantren tersebut dalam ukuran
Besar: Dayah Tanoh Abee, Dayah Lam Birah          puluhan orang. Selain itu di Kuala Bhee Woyla
oleh Teungku H. Abbas (Teungku Chiek Lam          terdapat juga pesantren di bawah pimpinan
Birah) sementara adiknya Teungku H. Jakfar        Teungku Ahmad; di Peureumeu di bawah
(Teungku Chiek Lam Jabad) mendirikan              pimpinan Teungku Ahmad; di Peureumbeu di
Dayah Jeureula; selanjutnya Dayah Lam             bawah pimpinan Teungku Di Tuwi. Pesantren
Nyong, Dayah Lam U, Dayah Lam Bhuk,               ini juga menampung santri adalah jumlah
Dayah Ulee Susu, Dayah Indrapuri didirikan        puluhan orang.
oleh Teungku Chiek Indrapuri, Dayah Lam
Seunong oleh Teungku Chiek Lam Seunong,              Di daerah Aceh Selatan, sejak perempatan
Dayah Ulee U oleh Teungku Chiek Ulee U,           pertama abad ke 20 juga berdiri beberapa
Dayah Krueng Kalee, Dayah Montasik. Dayah         dayah/pesantren. Di antaranya, Dayah Teungku
Piyeurig, Dayah Lam Sie dan masih banyak          Syekh Mud di Biang Pidie. Teungku Syekh Mud
lagi. Sedang Teungku Fakinah, seorang pejuang     memperoleh pendidikan di Dayah Lam Bhuk
wanita, setelah berhenti berjuang pada tahun
1910, mendirikan Dayah Lam Diran sebagai                       Dayah Umi Rawiyah.
kelanjutan dayah neneknya di Lam Krak dan di
Lam Pucok. Suatu keistimewaan dari dayah ini                            Sumber: http://www.wikiwand.com/ace/Dayah
adalah, kepada santri wanita selain diajarkan
ilmu agama juga diajarkan berbagai jenis
ketrampilan, seperti menjahit, menyulam dan
sebagainya.
   Di daerah Aceh Pidie dibangun kembali
atau didirikan dayah-dayah antara lain:
Dayah Tiro, Dayah Pantee Geulima, Dayah
Cot Plieng, Dayah Biang, Dayah Leupoh Raya,
Dayah Garot/Gampong Aree, Dayah Ie Leubeu
yang didirikan oleh Teungku Muhammad
Arsyad (Teungku Chiek Di Yan), Dayah
Meunasah Raya oleh Teungku Muhammad
Yusuf (Teungku Chiek Geulumpang Minyeuk)
                                                  Edisi Budaya | 79
dan Dayah Indrapuri, Aceh Besar. Setelah        mereka mendirikan pesantren di kampung
kemerdekaan Dayah Teungku Syekh Mud             halamannya.
bernama Pesantren Bustanul Huda. Di Suak
Samadua berdiri pula pesantren dengan nama         Setelah Indonesia merdeka lembaga-
Islahul Umam di bawah pimpinan Teungku Abu      lembaga pendidikan Islam tradisional di Aceh,
dan Teungku M. Yasin. Di Terbangan berdiri      sebagaimana halnya di daerah-daerah lain,
Pesantren Al-Muslim di bawah pimpinan           tampaknya dapat hidup dan berkembang
Teungku H. M. Di Tapaktuan berdiri Pesantren    terus berdampingan dengan lembaga-lembaga
Al-Khairiyah di bawah pimpinan Teungku          pendidikan modern, seperti madrasah,
Zamzami Yahya dan Labuhan Haji berdiri          sekolah dan sebagainya yang didirikan oleh
pesantren yang juga disebut Al-Khairiyah; di    pemerintah dan badan-badan swasta lainnya.
bawah pimpinan Teungku Mohammad Ali             Pada era pembangunan, dayah/pasantren tetap
Lampisang. Perlu dijelaskan ketiga pesantren    difasilitasi untuk tumbuh dan berkembang.
yang disebutkan terakhir kemudian sistemnya     Sebagaimana layaknya pendidikan formal,
diubah menjadi sistem madrasah (sistem          pendidikan non-formal dayah/pesantren juga
klasial), sehingga sejak saat itu pesantren     dilindungi dan diberi bantuan. Dalam kaitan
tersebut tidak dapat lagi digolongkan ke dalam  ini, pada tahun 1968, Presiden Soeharto hadir
lembaga pendidikan tradisional. Semua tenaga    meresmikan sebuah Dayah Teungku Chiek di
pengajar di pesantren-pesantren tersebut        Kota Pelajar Mahasiswa Darussalam Banda
memperoleh pendidikan di salah satu dayah/      Aceh yang diberi nama Dayan Teungku Chiek
pesantren yang terdapat di Aceh Besar. Bahkan   Pante Kulu, diambil dari nama seorang ulama
Teungku Syekh Mud dan Teungku Mohammad          pejuang, pengarang Hikayat Perang Sabi,
Ali Lampisang sendiri berasal dari Aceh Besar.  Teungku Haji Muhammad yang digelar dengan
                                                Teungku Chiek Pante Kulu.
     Selain itu, pada permulaan pendudukan
militer Jepang tahun 1942 di Aceh Selatan          Dayah-dayah terus tumbuh dan
juga didirikan sebuah pasantren yang            berkembang dengan dinamikanya masing-
sampai sekarang terkenal di seluruh Aceh,       masing. Kemampuan dan kesediaan dayah
yaitu: Pasantren Darussalam Labuhan Haji.       untuk mengadopsi nilai-nilai baru akibat
Pasantren telah ini membuka sistem madrasah     modernisasi, menjadikan dayah berkembang
(sekolah), di samping jalur pendidikan          dari yang tradisional ke modern. Beberapa
tradisional dayah/pasantren. Sistem madrasah    dayah, seperti telah disebutkan, mampu
tetap mempelajari kitab-kitab sebagaimana       bersaing di tengah kebutuhan zaman, tetapi
dayah/pasantren. Tiga jenjang pendidikan        tidak sedikit pula justru tenggelam. Namun
yang ditawarkan di Pasantren Darussalam,        demikian, lembaga pendidikan dayah tetap
yaitu: tingkat Subiah (pendahuluan, 3           terpelihara dengan sistemnya yang khas,
tahun), tingkat Ibtidaiyah (dasar, 7 tahun),    meskipun selalu saja ada perubahan untuk
dan tingkat Bustanul-Muhaqqiqin (mahir, 3       mendukung eksistensinya.
tahun). Sejak tahun 1968, jenjang pendidikan
tersebut mengalami perubahan, yaitu: tingkat    Pembelajaran
Ibtidaiyah (4 tahun), Tsanawiyah (3 tahun),
Aliyah (3 tahun) dan Bustanul Muhaqqiqin (3        Pada dasarnya di Aceh terdapat dua jenis
tahun). Pada tahun pertama didirikan, dayah/    dayah, yaitu: dayah biasa dan dayah teungku
pesantren ini telah memiliki 60 santri dan 125  chiek. Dibedakan dengan dayahpada umumnya,
pengikut tarekat. Jumlah tersebut meningkat     dayah teungku chiek dipimpin oleh oleh seorang
drastis pada 20 tahun berikutnya. Pada          ulama besar. Teungku Chiek merupakan gelar
tahun 1962 jumlah santrinya mencapai 1839       bagi seorang ulama besar yang luas kajiannya
orang dengan pengikut tarikat 1900 orang.       dalam berbagai cabang ilmu Islam. Hal ini
Lulusannya banyak yang telah menjadi ulama      yang menyebabkan dayah teungku chiek
tersebar di hampir seluruh Aceh, bahkan ada     dipandang memiliki kedudukan lebih tinggi
juga yang di luar daerah. Sebagian besar dari   dibandingkan dayah-dayah lainnya, meskipun
80 | Ensiklopedi Islam Nusantara
dayah yang lain juga tetap lebih tinggi tingkat  seorang Teungku Chiek. Meskipun demikian,
pembelajarannya dibandingkan dengan di           ada pula dayah yang menyediakan tiga jenjang
rangkang atau masjid.                            sekaligus, yaitu rangkang (tingkat dasar),
                                                 balee (tingkat menengah), dan dayah manyang
   Dalam melaksanakan tugasnya pemimpin          (tingkat lanjut) sebagaimana telah berlangsung
dayah selalu dibantu oleh beberapa orang         sejak Kesultanan Aceh.
santri senior yang dipandang lebih luas
pengetahuannya. Guru bantu ini biasa disebut        Dengan kata lain, mereka yang belajar di
Teungku di Rangkang, sedang pemimpin             dayah -munkin juga di rangkang- biasanya
dayah itu sendiri disebut Teungku Di Balee       adalah aneuk dara dan aneuk muda yang
(harus dibedakan dengan teungku balee yang       telah memiliki dasar, setidaknya telah
statusnya sama dengan teungku meunasah).         mampu membedakan huruf-huruf Arab yang
Dalam proses pembelajaran, teungku di            merupakan modal dasar untuk keberhasilan
rangkang belajar pada teungku di balee;          proses belajar mengajar di dayah. Karena di
sedangkan para santri yang baru datang           dayah mereka akan belajar ilmu agama yang
mereka belajar pada teungku di rangkang. Di      lebih luas dan lebih mendalam. Meskipun
samping itu para santri yang sudah agak lama     demikian, hal ini tidak menutup kemungkinan
di sana, meskipun belum menjadi teungku di       adanya ureung ciek, yaitu orang-orang dewasa
rangkang juga langsung belajar pada teungku      yang telah berumur sekitar 25 tahun ke atas,
di balee.                                        untuk menimba ilmu di sana. Demikian
                                                 juga tidak menutup kemungkinan adanya
   Para santri dayah pada dasarnya tidak         orang yang sudah berkeluarga meninggalkan
dibatasi usia. Tetapi secara tradisional         keluarganya di gampong pergi merantau, yang
masyarakat Aceh mengenal tingkatan               disebut jak meudagang atau jak beut ke suatu
pembelajaran bagi usia-usia tertentu. Anak-      dayah teungku chiek untuk memperdalam
anak pada usia dini, baik aneuk miet ineung      ilmunya.
(anak wanita, umur sekitar 5—13/14 tahun)
juga aneuk miet agam (anak laki-laki, umur          Kegiatan pembelajaran di dayah biasanya
sekitar 5-14/15 tahun) belajar di rumoh kepada   berlangsung pada malam hari, yaitu setelah
Teungku di Rumoh, baik kepada Teungku            salat Magrib, sekitar jam 19.30-22.00 WIB;
Inoung (wanita) ataupun kepada Teungku Agam      kadang-kadang juga pada pagi hari setelah
(laki-laki), yaitu suami-isteri yang mendiami    salat Subuh sampai jam 09.30 WIB dan sore
rumah tersebut. Setelah munculnya lembaga        hari setelah salat Asar, sekitar jam 16.00
meunasah, anak laki-laki, baik anouk miet agam   sampai pukul 17.30 WIB (waktu disesuaikan
ataupun aneuk muda pindah ke meunasah,           dengan sekarang). Kegiatan belajar itu
belajar pada teungku meunasah; sedangkan         berlangsung sepanjang minggu, kecuali malam
anak perempuan, baik anouk miet inoung           Jumat yang umumnya digunakan untuk acara
maupun aneuk dara tetap belajar di rumoh pada    kesenian yang bernafaskan Islam, seperti
teungku inoung yang biasanya adalah isteri       qasidah, dalael, meureukon yaitu semacam
dari teungku meunasah. Di tempat tersebut        diskusi kelompok membahas masalah agama;
mereka belajar dasar-dasar ilmu agama Islam,     pesertanya dibagi dalam dua kelompok dan
khususnya membaca Alquran. Selain belajar        tanya-jawab berlangsung dengan dilagukan
di Rumoh atau meunasah, di antara anak usia      dan sebagainya.
dini juga ada yang belajar di mesjid. Beberapa
meunasah atau masjid juga mengadakan                Di samping memperdalam Alquran dan
pengajian umum rutin untuk pengenalan            bahasa Arab, mata pelajaran utama yang
agama Islam lebih lanjut. Pendidikan Islam       diajarkan di lembaga pendidikan dayah
selanjutnya, di tingkat menengah, adalah         meliputi berbagai cabang ilmu pengetahuan
Rangkang, gurunya disebut Teungku Di             Islam yang pada waktu itu sedang berkembang
Rangkang. Barulah setelah itu mereka dapat       di dunia Islam. Cabang-cabang ilmu
belajar di dayah teungku chiek di bawah asuhan   pengetahuan tersebut, antara lain ialah: ilmu
                                                 fiqh (hukum Islam), ilmu tafsir, ilmu hadits,
                                                 Edisi Budaya | 81
ilmu tasawuf, etika/akhlak, ilmu tauhid,          rasa bertanggung jawab terhadap ilmu yang
ilmu mantiq (logika), ilmu hisab/astronomi        dimiliki. Melalui metode itu para santri
dan masih banyak lagi. Kitab-kitab yang           dayah diharapkan dapat termotivasi untuk
dipergunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu          mengembangkan pengetahuannya, karena
itu semuanya dalam bahasa Arab, seperti untuk     menurut tradisi dayah, pengetahuan seseorang
ilmu fiqh, kitab-kitab Bajuri, Matan Minhaj,      diukur oleh jumlah buku yang telah dipelajari
Fathul mu’min, Fathul wahab, al-Mahalli dan       dan kepada teungku dayah mana ia telah
lain-lain; untuk ilmu tafsir; Al-Jalalain, Shawi  berguru.
dan lain-lain; sedang untuk ilmu tasawuf, kitab
standar yang dinilai cukup baik ialah kitab Ihya  Fungsi Sosial
‘ulumiddin karangan Imam Ghazali.
                                                     Dayah merupakan lembaga otonom
   Kitab-kitab klasik tersebut dipelajari         yang bergerak di bidang pembelajaran dan
secara berjenjang berdasarkan tingkatan           pendidikan agama. Sebagai lembaga otonom,
kelas keahlian. Pembelajaran dimulai dengan       dayah berada di bawah kendali penuh Sang
kitab-kitab yang sederhana, biasanya berupa       Teungku Chik, baik pembangunan maupun
kitab jawoe (kitab Arab Melayu) kemudian          kegiatannya. Sebuah dayah pada dasarnya
dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih         didirikan atas inisiatif ulama (Teungku atau
tinggi atau mendalam isinya yang murni            Teungku Chiek), baik inisiatif itu muncul atas
berbahasa Arab. Dengan demikian tingkatan         dorongan cita-citanya sendiri, maupun karena
suatu dayah sebenarnya dapat diketahui dari       permintaan uleebalang, imeum mukim,
jenis kitab-kitab yang diajarkan/dipelajari.      atau pemuka masyarakat setempat yang
                                                  menghendaki. Lahan yang digunakan untuk
   Pada masa perang kolonial Belanda di           membangun dayah berstatus wakaf, baik
Aceh, para santri yang sedang belajar di dayah,   diberikan oleh masyarakat umum maupun
selain belajar ilmu agama juga selalu dibekali    milik pribadi teungku pimpinan. Pada masa
dengan semangat “ajaran perang sabi” sehingga     lalu, masyarakat sekitar membantu aktif
pada waktunya kelak, setelah meninggalkan         pembangunan fisik sarana dan prasarana
rangkang atau dayah, mereka rela terjun ke        dayah secara gotong royong dan memberikan
kancah peperangan untuk mempertahankan            sebagian hasil pertanian mereka untuk
agama dan negara dari penjajahan kaphee           mencukupi kebutuhan dayah. Atas dasar
Belanda. Akan tetapi, pada zaman modern hal       keterkaitan antara ulama dan masyarakat
ini sudah jarang dilakukan.                       itulah kehadiran dayah tidak dapat lepas dari
                                                  fungsi sosialnya bagi masyarakat.
   Tuntutan zaman modern adalah
kemandirian. Lembaga dayah dituntut                  Nuraini menyebutkan adanya empat
mampu membina para santrinya untuk dapat          fungsi signifikan dayah, yaitu sebagai: (1)
membina diri dan berdiri sendiri agar tidak       pusat belajar agama dan cendekiawan, (2)
menggantungkan sesuatu kepada orang lain          benteng terhadap kekuatan melawan serangan
kecuali kepada Tuhan. Oleh sebab itu, para        penjajah, (3) agen pembangunan, dan (4)
teungku dayah selalu menaruh perhatian dan        sekolah bagi masyarakat.
mengembangkan watak pendidikan. Murid
dididik sesuai dengan kemampuannya. Anak-         1) Dayah sebagai Pusat Belajar Agama dan
anak yang cerdas dan memiliki kelebihan                Cendekiawan
kemampuan dibandingkan yang lain, diberi
perhatian istimewa dan selalu didorong                 Seperti telah diungkapkan, dayah
untuk mengembangkan diri. Untuk membina                merupakan lembaga pendidikan pertama
kemandirian dan pengembangan diri itu,                 di Aceh. Lembaga ini telah banyak
metode pembelajaran pada kelas yang lebih              dikunjungi oleh para cendekiawan yang
tinggi dapat dilakukan melalui diskusi atau            kemudian tersohor pada zamannya.
berdebat (meudeubat). Metode ini dipandang             Beberapa ulama terkemuka yang
efektif untuk membentuk kepribadian dan                pernah belajar di Aceh antara lain Syekh
82 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Muhammad Yusuf al-Makkasari (1626-                   atau tidak sanggup menjalankan roda
     1699), dari Makasar, Syekh Burhanuddin               kepemimpinan. Tokoh ulama dayah yang
     dari Minangkabau yang kemudian                       aktif melakukan perlawanan terhadap
     menyebarkan Islam di Ulakan. Selain itu,             Belanda ketika itu antara lain: Teungku
     Daud al-Fatani dari Pattani (sekarang                Abdul Wahab Tanoh Abee (Tgk. Chik
     satu wilayah di Thailand), yang kemudian             Tanoh Abee), Teungku Chik Dayah Cut,
     dikenal di Mekkah sebagai Murid                      Teungku Muhammad Saman (Teungku
     Muslim dari Asia Tenggara juga pernah                Chik Di Tiro), Teungku Chik Kuta
     mengunjungi Aceh sekitar tahun 1760-an.              Karang, Teungku Dayah Krueng Kale,
                                                          Tgk. Chik Pante Kulu, dsb. Di samping
     Sejak sejak Hamzah Fansuri sampai                    seruan para ulama dayah secara lisan,
     kedatangan Belanda, ada 13 ulama dayah               pembacaan Hikayat Prang Sabi di dayah-
     yang menulis kitab; karya yang ditulis               dayah membangkitkan motivasi dari para
     jumlahnya 114 kitab. Dari kitab-kitab                pasukan santri.
     tersebut terdiri dari berbagai subjek,
     seperti tasawuf, kalam, logika, filsafat,       3) Dayah sebagai Agen Pembangunan
     fiqh, hadits, tafsir, akhlaq, sejarah, tauhid,
     astronomi, obat-obatan, dan masalah                  Pada kenyataannya dayah, khususnya di
     lingkungan.                                          era pembangunan saat ini, tidak hanya
                                                          penting dalam pembinaan bidang agama.
2) Peran Dayah dalam Melawan Penetrasi                    Tuntutan dunia modern merupakan
     Penjajah                                             tantangan yang harus dihadapi lembaga
                                                          dayah. Untuk menghadapi tantangan
     Pada saat perang Aceh melawan Belanda,               itu, saat ini dayah-dayah melengkapi
     keterlibatan para ulama dayah dalam                  lulusannya dengan berbagai keahlian
     pertahanan dan perlawanan jelas terlihat.            praktis. Dalam hal ini, apa yang terjadi
     Terlebih ketika banyak uleebalang                    di Dayah Darussalihin Lam Ateuk, Aceh
     yang memilih tunduk kepada Belanda                   Besar, dapat dijadikan contoh. Para santri
Dayah MUDI Mesra berada di Desa Mideuen Jok,
Kemukiman Mesjid Raya Samalanga, Bireuen Aceh
Sumber: http://ulama-aceh.blogspot.co.id/
                                                     Edisi Budaya | 83
di sana dibekali keterampilan menjahit. 4) Dayah sebagai Sekolah bagi Masyarakat
Anak laki-laki diajarkan menjahit         Belajar di dayah tidak membutuhkan
kopiah sementara murid perempuan          banyak uang. Umumnya, dayah-dayah
diajarkan menjahit pakaian wanita.        tidak membebankan murid-murid
Di beberapa dayah, kegiatan koperasi      untuk membayar uang pendidikan.
juga digalakkan hal ini bertujuan untuk   Sebagaimana dilaporkan oleh Kustadi
membina kemandirian ekonomi santri.       Suhendang, 47 persen dayah-dayah
Hal semacam ini sebenarnya bukan hal      tidak memungut uang pendidikan; 20
baru, karena sebelum kedatangan Belanda   persen memberlakukannya, tetapi tidak
ke Aceh, beberapa ulama yang tamat dari   mewajibkan dengan jumlah tertentu.
dayah juga aktif dalam bidang ekonomi,    Bagi murid yang fakir miskin, dayah
khususnya bidang pertanian. Sebagai       dengan sendirinya menyediakan makan,
contoh, Teungku Chik di Pasi memimpin     yang diberikan oleh Teungku (pimpinan
masyarakat membangun sistem irigasi,      dayah) atau dari masyarakat yang selalu
seperti yang dilakukan oleh Tgk. Chik di  siap membantu. Mengajar dipandang
Bambi dan Tgk. Chik di Rebee. Demikian    sebagai ibadah, keadaan ini menjadikan
pula pada sekitar tahun 1963, Teungku     agak mudah bagi masyarakat untuk
Daud Beureueh menjadi motor penggerak     memperoleh kesempatan belajar. Sebagai
pembuatan jalan-jalan, pengadaan          guru, teungku bukan hanya bertanggung
jembatan, membangun jaringan irigasi      jawab dalam hal mengajar, namun juga
dan pembersihan irigasi yang telah lama.  berfungsi sebagai penasehat, pelatih,
Para ulama Dayah juga mempunyai           pembimbing dan penolong. Hubungan
kemampuan mendorong masyarakat            antara murid dan guru lebih pada
untuk berpartisipasi dalam proses         hubungan personal ketimbang hubungan
pembangunan yang dapat meningkatkan       birokrasi.
nilai-nilai kemanusiaan.
                                  Sumber Bacaan  [A. Ginanjar Sya’ban]
Amirudin, “Ulama Dayah” dalam Dody S. Truna, dan Ismatu Ropi (ed.), Pranata Islam Di Indonesia. (Jakarta: Logos
         Wacana Ilmu, 2002).
Tim Peneliti DEPDIKBUD RI, Sejarah Pendidikan... (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984)
Amiruddin, The Response of The Ulama Dayah (McGill University, 1994), hlm. xx; Amirudin, op.cit.
Tome Pires, The Suma Oriental..., Vol I translated and edited by Armando Cortesao, Printed for the Hakluyt-Cociety,
         London. 1944.
Ibnu Batuttah, Travel in Asia and Afrika, translated and edited by H.A. R. Gibb, George Routledge & Son, Ltd., London,
         dst.; T. Iskandar, Aceh Dalam Lintasan Sejarah. Prasasaran pada Seminar Kebudayaan dalam rangka PKA II. Banda
         Aceh 1972, hlm. x
Zainudin, Tarich Atjeh dan Nusantara (Medan: Pustaka Iskandar Muda, 1961), hlm. xx.; Bustamam-Ahmad, Islam Historis
         (Yogyakarta: Galang Press, 2002)
Arnold, The Preaching of Islam (Jakarta: Widjaya, 1979)
Ali Hasjmy. “Pendidikan Islam... ”, Sinar Darussalam, no 63 (1975), hlm. x-x; lihat juga Tim Peneliti DEPDIKBUD RI,
         op.cit.,
Tim Badan Pendidikan dan Pembinaan Dayah, Dayah: Sejak Sultan Hingga Sekarang. http://archive.is/bppd.acehprov.
         go.id (Selasa, 08 Januari 2013 M | 26 Safar 1434 H) diakses melalui laman (xxxxx) pada September 2016.
Ali Hasjmy, op.cit., hlm. x-x; Tim Peneliti DEPDIKBUD RI, op.cit., hlm. 14; Lihat juga Snouck Hurgronje, Aceh: Rakyat dan
         Adat Istiadatnya (Jakarta: INIS, 1997) II,.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Indonesia, (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995),.
Muhammad Amin Dayah Cut Tiro pada Teungku di Dalam, 3 Zulkaedah 1294 [9 Desember 1877], Cod. Or.
Baihaqi, “Ulama dan Madrasah Aceh” dalam Taufik Abdullah (ed.), Agama dan Perubahan Sosial (Jakarta: Raja Grafindo
         Persada, 1996),
Ali Hasjmy, “Srikandi Teungku Fakinah,” Sinar Darussalam, no. 66, Pebruari 1976,; H.M. Zainuddin, Srikandi Atjeh,
         Iskandar Muda, Medan, 1965;
Rusdi Sufi, Pandangan dan Sikap Ulama di Daerah Istimewa Aceh (Jakarta: LIPI, 1987),
Alyasa’ Abubakar, Manuskripsi Dayah Tanoh Abee: Kajian Keislaman di Aceh pada masa Kesultanan, Kajian Islam (Banda
         Aceh: Ar-Ranirry Press, 2000)
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta: Raja Grafindo
         Persada, 1999),
Nuraini, “Potret Islan Tradisional Dayah dan Ulama Aceh Abad ke-20 dalam Perspektif Sejarah”, Jurnal Mudarrisuna, vol.
         4 No. 2 (Juli-Desember, 2014)
84 | Ensiklopedi Islam Nusantara
Diniyah
Kata diniyah berasal dari Bahasa arab             kemudian berkembang, dengan lahirnya
         yang berarti keagamaan, dari akar kata   madrasah, PTAI (Perguruan Tinggi Agama
         din yang memiliki arti; pasrah, tunduk,  Islam), Madrasah Diniyah dan seterusnya.
patuh, tingkah laku, kebiasaan, kepercayaan,
tauhid, ibadah. Umumnya kata din bermakna         Masa Awal
agama. Kata din dalam al-qur’an diulang
sebanyak 101 kali, dan memiliki makna yang           Pendidikan keagamaan dalam tradisi Islam
bermacam-macam. Menurut Harun Nasution,           memiliki model yang beragam, terlebih setelah
paling tidak ada empat unsur yang terkandung      umat Islam yang hampir ada diseluruh penjuru
dalam agama yaitu; percaya terhadap               dunia. Pendidikan keagamaan Islam memiliki
keagungan hal gaib, dengan percaya terhadap       pola yang berbeda-beda, baik pendidikan yang
yang gaib manusia akan bahagia dunia akhirat,     ada di berbagai wilayah. Model dan kurikulum
rasa takut terhadap hal gaib, dan menyakini       pendidikan keagamaan yang berada di Arab
kesucian hal gaib. Menurut Atho Mudhar            Saudi, bisa jadi berbeda dengan yang ada di
istilah “agama” dan “keagamaan” memiliki          Iran, Turki, Mesir, Maroko, Tunis atau wilayah-
pemahaman yang berbeda. Kajian agama Islam        wilayah yang lainnya, termasuk di Indonesia.
adalah kajian yang membahas agama Islam itu
sendiri, sedangkan kajian keagamaan Islam            Madrasah telah muncul sebagai lembaga
meliputi seluruh kajian yang berhubungan          Pendidikan di dunia sejak abad 11 M dan telah
dengan Islam, dan dapat didekati dari berbagai    tumbuh berkembang pada masa kejayaan
aspek.                                            Islam. Di antaranya yang terkenal adalah
                                                  Madrasah yang dibangun oleh perdana menteri
    Penjelasan di atas, menunjukkan bahwa         Nizham Al-Mulk, yang populer dengan nama
pengertian diniyah adalah pembahasan              Madrasah Nizhamiyah. Pendirian Madrasah
tentang keagamaan dari berbagai aspek. Kata       ini telah memperkaya khasana lembaga
diniyah dalam tradisi Indonesia, umumnya          pendidikan di lingkungan masyarakat Islam,
bersandingan dengan istilah madrasah. Kata        karena pada masa sebelumnya masyarakat
“madrasah” juga berasal dari bahasa Arab yang     Islam hanya mengenal pendidikan tradisional
berarti tempat belajar. Kata “madrasah” berasal   yang diselenggarakan di masjid-masjid, pada
dari akar kata “darasa” (telah belajar). Jadi     saat itu Islam telah berkembang secara luas
pengertian madrasah diniyah adalah tempat         dalam berbagai macam ilmu pengetahuan,
(lembaga pendidikan) yang mengkaji agama          dengan berbagai macam aliran atau madzab
dari berbagai sudut pandang atau pendekatan.      dan pemikirannya. Pembidangan ilmu
                                                  pengetahuan tersebut bukan hanya meliputi
    Pergeseran makna diniyah sebagai lembaga      ilmu-ilmu yang berhubungan dengan Al-
pendidikan, akan terus berubah, seiring           qur’an dan Hadis, tetapi juga bidang-bidang
dengan perkembangan pendidikan keagamaan          filsafat, astronomi, kedokteran, matematika
yang ada di Indonesia. Pada awalnya               dan ilmu kemasyarakatan. Lahirnya Madrasah
pendidikan diniyah di Indonesia hanya dikenal     di dunia Islam pada dasarnya merupakan
pada lembaga pendidikan Pondok Pesantren,
                                                  Edisi Budaya | 85
usaha pengembangan
dan penyempurnaan
zawiyah-zawiyah dalam
rangka menampung
pertumbuhan  dan
perkembangan ilmu
pengetahuan dan jumlah
pelajar yang semakin
meningkat.
Pada abad ke 14
Ibnu Batuta pernah
menjadi guru hadis di
lembaga pendidikan                Siswa Madrasah Diniyah Nidhomiyah Putra, Kencong.
Al-Mansur di Baghdad.
Pada masa Al-Maghrizi             Sumber: ARRAHMAH.CO.ID
di mushalla ‘Amr dibuka 8 kelas dalam bidang kedokteran, falaq, dan lain lain. Tradisi
ilmu fiqih. Pada abad ke 14 di Al-Azhar, banyak keilmuan di madrasah dapat dilihat dari tiga
lembaga pendidikan madrasah didirikan aspek. Pertama, aspek transformasi madrasah.
diantaranya di mushalla Al-Hakim. Madrasah Dilihat dari sisi keilmuan, ilmu yang diajarkan
Naysabur adalah lembaga pendidikan yang di madrasah masih merupakan kelanjutan
memfokuskan pada kajian fiqh Syafii. dari yang diselenggarakan di masjid. Kedua,
Salahuddin adalah raja yang pertama kali aspek aliran agama. Madrasah merupakan
memperkenalkan madrasah di Yerussalem. lembaga sunni atau aliran fiqh dan hadits dan
Beliau telah mendirikan 31 madrasah yang madrasah menolak filsafat dan mantiq Yunani
khusus kajian ilmu yang berkaitan dengan al- karena mantiq merupakan pintu menuju
qur’an dan al-hadist. Perkembangan lembaga filsafat dan kesesatan. Hal ini mengakibatkan
pendidikan madrasah di wilayah Spanyol, madrasah kurang memperhatikan ilmu-ilmu
Persia, dan Tunisia tergolong sangat banyak, yang berbasis logika dan filsafat kuat seperti
di antaranya madrasah al-Ma’rad, al-Saffarin, ilmu kimia, fisika, kedokteran dll. Apalagi
al-Halfa’iyyah, dan sebagainya.
                                                  metode yang dominan di madrasah adalah
   Pada perkembangan berikutnya yang              iqra’ (ceramah) dan imla’ (dikte) sehingga
dipelopori oleh Dahhâk bin Muzâhim                lebih merangsang budaya menghafal dari pada
berkembang pendidikan ke arah yang                memahmi. Ketiga, Aspek politik pemerintah.
lebih sistematik, dan ditambahkan disiplin
pengetahuan yang lain. Pada waktu itu murid       Masa Perkembangan
beliau mencapai 3.000 siswa.
                                                     Lembaga pendidikan Islam di Indonesia
     Pembelajaran di Madrasah yang paling         telah muncul dan berkembang seiring dengan
utama adalah kajian al-qur’an dan al-hadist,      masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia.
dengan dukungan bahasa Arab, serta kajian         Lembaga pendidikan Islam telah mengalami
kajian yang lain, di ataranya, ilmu yang          perkembangan jenjang dari jenisnya. Seirama
berkaitan dengan al-qur’an (tafsir, dan qira’ah   dengan perkembangan bangsa Indonesia
al-sabah), ilmu yang berkaitan dengan hadits      sejak masa kesultanan, masa penjajahan dan
(al-nasikh al-mansukh, dan musthalah hadits),     masa kemerdekaan. Perkembangan tersebut
kajian teologi, filsafat, fiqh, tasawuf, faraid.  telah mengubah pendidikan dari bentuk
Ilmui-lmu tersebut tergolong dalam ulum           tradisional menjadi lembaga pendidikan
naqliyahyangtermaktubdalamMukaddimanya            formal dengan landasan pendidikan nasional
Ibn Khaldun. Sedangkan yang tergolong             seperti Madrasah yang saat ini kita kenal
ulum aqkliyyah, yaitu; mantiq, aritmatika,        bersama, Madrasah merupakan fenomena
geometri, astronomi, musik, tarbiyyah,
86 | Ensiklopedi Islam Nusantara
modern yang muncul pada awal abad ke- 20       sangat bersifat lokal, pemberian pembelajaran
dengan sebutan mengaca kepada lembaga          tidak seragam, sering tidak ujian untuk
pendidikan yang memberikan pelajaran           mengetahui keberhaasilan siswa.
agama Islam tingkat dasar, menenga, dan atas.
Perkembangan lembaga pendidikan Islam             Dengan demikian kehadiran Madrasah
merupakan reaksi terhadap faktor-faktor yang   dalam perkembangannya penuh dinamika
berkembang dari luar lembaga pendidikan        yang sangat kompleks. Pendidikan Islam
yang secara taradisional sudah ada, terutama   setidaknya mempunyai latar belakang:
sejak munculnya pendidikan modern.
Dengan kata lain perkembangan Madrasah         1. Sebagai manifestasi dan realisasi
adalah hasil tarik menarik antara pesantren         pembaharuan sistem pendidikan Islam
sebagai lembaga pendidikan asli yang sudah
ada dengan pendidikan modern. Madrasah         2. Usaha penyempurnaan terhadap sistem
merupakan perkembangan lebih lanjut                 pendidikan pesantren ke arah suatu sistem
dari pesantren, suatu lembaga pendidikan            pendidikan yang lebih memungkinkan
keagamaan yang konon bentuknya sudah                untuk menempuh jenjang yang lebih
dikenal penduduk nusantara sejak zaman              tinggi.
hindu budha, di masa lalu pesantren hanya
mengajarkan pengetahuan agama.                 3. Sebagai upaya menjembatani antara
                                                    sistem pendidikan tradisional yang
   Dengan perkembangan yang sangat                  dilakukan pesantren dengan sistem
pesat, dalam hal ini pendidikan di Madrasah         pendidikan modern.
sudah seharusnya menjadi perioritas dalam
mencerdaskan pengembangan pengetahuan,            Menulusuri sejarah pertumbuhan dan
dan mampu menghadapi tantangan zaman           perkembangannya, Madrasah ternyata
dan bangsa. Madrasah merupakan hasil           tidak dapat dipisahkan dari perkembagan
perkembanan modern dari pendidikan             masyarakat atau tegasnya seluruh kehidupan
pesantren. Menurut sejarah bahwa sebelum       masyarakat. Di antara aspek yang menonjol
Belanda menjajah Indonesia, lembaga            dalam mempengharuhi perkembangan
pendidikan Islam yang ada adalah pesantren     Madrasah itu sejak klasik ialah aspek politik
yang memusatkan kegiatannya untuk              dan pemikiran. Hanon mengatakan bahwa
mendidik siswanya untuk mendalami ilmu         Madrasah pada permulaan perkembangannya
agama. Ketika Belanda membutuhkan tenaga       merupakan lembanga pendidikan yang mandiri
terampil untuk membantu administrasi           (swadana dan swakelola), tanpa bimbingan
pemerintah jajahannya di Indonesia, maka       dan bantuan materil dari pemerintah. Kini
diperkenalkannya jenis-jenis pendidikan        Madrasah di Indonesia sudah mendapatkan
yang berorientasi pada pekerjaan. Proklamasi   perhatian pemerintah dan ditetapkan
Kemerdekaan pada tahun 1945 ternyata           sebagai model sumber pendidikan nasional.
melahirkan kebutuhan banyak tenaga pendidik    Selanjutnya seiring dengan perkembangan
yang terampil untuk menangani administrasi     zaman dan peta politik bangsa, Madrasah
pemerintah dan untuk membangun negara          dengan berbagai kebijakan pemerintah
dan bangsa. Untuk mengimbangi kemajuan         semakin mendapat pengakuan dan menempati
zaman, di kalangan umat Islam, timbul          posisi yang strategis karena peranannya dalam
keinginan untuk memodernkan lembaga            mencerdaskan kehidupan bangsa (cerdas
pendidikan mereka dengan pendidikan            intelektual cerdas emosional dan cedas
Madrasah. Perbedaan Madrasah dengan            spiritual) terasa semakin dibutuhkan.
pesantren terletak pada sistem pendidikannya.
Madrasah menganut sistem pendidikan formal        Madrasah Diniyah adalah salah satu
dengan pemberian ujian yang terjadwal dan      lembaga pendidikan keagamaan pada jalur
segala proses belajar seperti halnya sekolah.  luar sekolah yang diharapkan mampu secara
Sedangkan pesantren dengan kurikulum yang      menerus memberikan pendidikan agama
                                               Islam kepada anak didik yang tidak terpenuhi
                                               pada jalur sekolah yang diberikan melalui
                                               sistem klasikal serta menerapkan jenjang
                                               Edisi Budaya | 87
pendidikan yaitu: Madrasah Diniyah Awaliyah,    lembaga-lembaga pendidikan agama, maka
dalam menyelenggarakan pendidikan agama         penyelenggaraan Madrasah Diniyah mendapat
Islam tingkat dasar selama selama 4 tahun dan   bimbingan dan bantuan Departemen Agama.
jumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu;   Dalam perkembangannya, Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah Wustho menyelenggarakan        yang di dalamnya terdapat sejumlah mata
pendidikan agama Islam tingkat menengah         pelajaran umum disebut Madrasah lbtidaiyah.
pertama sebagai pengembangan pengetahuan
yang diperoleh pada Madrasah Diniyah            Jenis Pendidikan Diniyah
Awaliyah, masa belajar selama selama 2 (dua)
tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam             Pendidikan Diniyah (keagamaan) di
pelajaran seminggu; dan Madrasah Diniyah        Indonesia ada beberapa macam, seperti;
Ulya, dalam menyelenggarakan pendidikan         majlis ta’lim, pondok pesantren, madrasah,
agama Islam tingkat menengah atas dengan        madrasah diniyah, perguruan tinggi dan
melanjutkan dan mengembangkan pendidikan        univesitas di bawah naungan Kementrian
Madrasah Diniyah Wustho, masa belajar 2         Agama. Model pendidikan diniyah dilihat dari
(dua) tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam    diakuinya ijazah (syahadah) oleh pemerintah
per minggu.                                     dapat dibagi menjadi dua.
   Dalam perkembangan berikutnya,               Pendidikan Keagamaan formal
pendidikan di Madrasah ini juga beradaptasi
dengan perkembangan zaman dan mengambil            Pendidikan Keagamaan Formal adalah
bentuk-bentuk lembaga pendidikan modern.        lembaga pendidikan keagamaan yang
Hal ini diperkuat dengan di undangkannya        legalitas ijazahnya diakui oleh pemerintah
UU Sistem Pendidikan Nasional yang              Indonesia. Model pendidikan ini, terdapat dua
ditindaklanjuti dengan disyahkannya PP No.      macam yaitu; Pendidikan Keagamaan yang
55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama          kurikulumnya diatur oleh pemerintah dan
dan keagamaan memang menjadi babak baru         Pendidikan Keagamaan yang kurikulumnya
bagi dunia pendidikan agama dan keagamaan       diatur sendiri.
di Indonesia, diakuinya adanya sekolah umum
yang berciri khas keagamaan yang merupakan      a) Pendidikan Keagamaan yang
pengakuan atas keberadaan Madrasah dan               kurikulumnya diatur pemerintah
sekolah Islam. Karena itu berarti negara telah       • Madrasah (Madrasah Ibtidaiyah,
menyadari keanekaragaman model dan bentuk                 Madrasah Tsanawiyah, dan
pendidikan yang ada di Indonesia.                         Madrasah Aliyah)
                                                     • Pendidikan Tinggi Agama Islam
   Keberadaan peraturan perundangan                       (PTAI)
tersebut telah menjadi ”tongkat penopang”            • Univesitas Islam (UI)
bagi Madrasah Diniyah. Karena selama
ini, penyelenggaraan pendidikan diniyah         b) Pendidikan Keagamaan yang
ini tidak banyak diketahui bagaimana pola            kurikulumnya diatur sendiri
pengelolaannya. Tapi karakteristiknya                • Pondok Pesantren Mu’adalah
yang khas menjadikan pendidikan ini layak                 (disamakan)
untuk dimunculkan dan dipertahankan                  • Ma’had ‘Ali
eksistensinya.                                       • Madrasah Diniyah
   Sebagian Madrasah Diniyah khususnya          Pendidikan Keagamaan non formal
yang didirikan oleh organisasi-organisasi
Islam, memakai nama Sekolah Islam, Islamic         Pendidikan Keagamaan non-Formal adalah
School, Norma Islam dan sebagainya. Setelah     lembaga pendidikan keagamaan yang legalitas
Indonesia merdeka dan berdiri Departemen        ijazahnya tidak diakui oleh pemerintah
Agama yang tugas utamanya mengurusi             Indonesia. Keterangan lebih lanjut mengenai
pelayanan keagamaan termasuk pembinaan          Pendidikan Keagamaan Non Formal telah
                                                dijelaskan secara rinci dalam PP no. 55 tahun
                                                2007tentangpendidikanagamadankeagamaan
88 | Ensiklopedi Islam Nusantara
pasal 22 yaitu bahwa “Pendidikan diniyah         Islam Nusantara.
nonformal diselenggarakan dalam bentuk
pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan al-     Pesantren bukan hanya sebagai pusat
Qur’an, Diniyah Takmiliyah, atau bentuk lain     lembaga pendidikan yang konsen dalam
yang sejenis. Pendidikan diniyah nonformal       mengkaji pengetahuan keagamaan (diniyah),
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat         tetapi juga menjadi sumber pemahaman
berbentuk satuan pendidikan. Pendidikan          keagamaan masyarakat sekitarnya. Hubungan
diniyah nonformal yang berkembang menjadi        timbal balik antara pesantren dan masyarakat
satuan pendidikan wajib mendapatkan izin         lambat laun tidak bisa dipisahkan dan saling
dari kantor Departemen Agama Kabupaten/          mempengarugi. Atas dasar ini, pesantren
Kota setelah memenuhi ketentuan tentang          merupakan bagian dari budaya setempat.
persyaratan pendirian satuan pendidikan”,
seperti;                                         Kesimpulan
• Pondok Pesantren
• Majlis Ta’lim                                     Diniyah (keagamaan) dalam tradisi
• Madrasah Diniyah Takmiliyah.                   pendidikan Islam memiliki pemahaman yang
                                                 luas, disebabkan seluruh pendidikan yang telah
Titik singgung Diniyah dengan Islam              berkembang sekarang dapat dihubungkan
Nusantara                                        dengan agama. Universitas Islam Negeri
                                                 Jakarta program pasca sarjana misalnya, telah
   Pendidikan Diniyah, kususnya pesantren        membuka studi Islam. Ia menyakini bahwa
di Indonesia memiliki keunikan dari berbagai     ajaran agama dapat dilihat dari berbagai aspek,
hal. Perkembangan tradisi keilmuan dan           termasuk dalam bidang pengetahuan. Hal
pengetahuan Islam Nusantara tidak bisa           ini menunjukkan bahwa pendidikan diniyah
dilepaskan dari sejarah perkembangan             mengalami kemajuan yang luar biasa, yang
pensantren. Hal ini dapat kita lihat dalam       awalnya hanya mengkaji permasaalan ibadah
beberapa karya sarjana, yang konsen terhadap     saja.
perkembangan keilmuan dan pengetahuan
                                                                                                                [Ayatullah]
                                            Sumber Bacaan
M. Dian Nafi’ dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren,
Sa’dullah Affandy, Menyoal Status Agama-Agama Pra Islam (Bandung: Mizan, 2015).
Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UI Press, 2001), Jilid 1, 3.
H.M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011)
Haidar Putra Dauly, Pendidikkan Islam dalam System Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta; Pranada Media, 2004),
Hasbullah, Sejarah Pendidikkan Islam Lintas Sejarah Perubahan dan Perkembangan, (Jakarta; LKiS, 2004),
Akmal Hawi, Otonomi Pendidikan dan Eksistensi Madrasah, Jurnal Madrasah dan Pendidikan Agama Islam Quantum No.1,
         (Sulsel; MDC, 2006),
Abdurrahman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: Grafindo Persada, 2004),
Ari Furchan, Tranformasi Pendidikan Islam Indonesia, (Bandung: CV. Bumi Aksara, 2005),
Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998),
Asrori S. Karni, Etos Studi Kaum Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam (Jakarta: PT Mizan Publika, 2009),
H. Amin Haedari, Transformasi Pesantren, (Jakarta: LekDis dan Media Nusantara, 2006),
Departemen Agama, Sejarah Perkembangan Madarsah, (Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998),
         30, Himpunan Perundang-Undangan, Standar Nasional Pendidikan, (Bandung: FokusMedia, 2008), 2. Lihat juga
         Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),
Affandi Mochtar, Pendidikan Islam; Tradisi Keilmuan dan Modernisasi, (Yogyakarta: Pustaka Isfahan, 2008),
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi, Esai-esai Pesantren, (Yogyakarta: LKiS, 2001),
                                                 Edisi Budaya | 89
Dungo
Dungo (bahasa Jawa) berasal dari                         Illustrasi santri sedang berdoa.
          kata do’a yang diambil dari bahasa
          Arab yaitu al-du’a berarti memanggil,                Sumber http://www.andikafm.com/news/detail/2036/1
mengundang, meminta tolong, memohon,
dan sebagainya. Do’a dalam al-Qur’an memiliki    perubahan. Islam datang ke Nusantara dan
banyak arti, diantaranya al-Nida’ (panggilan),   mengubah tradisi dungo menjadi dungo yang
al-Thalab (permintaan), al-Qaul (perkataan/      bernafas Islam.
ucapan), al-‘Ibadah (ibadah), al-Isti’anah
(minta pertolongan). Dungo dapat diartikan,           Datangnya tokoh Wali Songo di bumi
permintaan seorang hamba kepada Tuhan.           Nusantara memiliki jasa besar dalam
                                                 mengislamkan Nusantara, khususnya Jawa.
      Istilah Dungo berakar pada Bahasa Arab     Wali Songo memiliki metode dakwah dan
yaitu Do’a Istilah tersebut kemudian dijawakan   pengajaran Islam yang unik, sehingga Islam
menjadi Dungo. Kata dungo dalam masyarakat       dengan cepat menyebar di belahan pelosok
Islam Jawa memiliki kemiripan dengan kata        Nusantara. Wali Songo menyebarkan ajaran
jampi. Dalam masyarakat Indramayu terdapat       Islam dengan tanpa membrangus tradisi yang
istilah “dungo sholat, dungo zakat, dungo        ada di Nusantara. Mereka memberi ruh ajaran
puasa” atau “jampi sholat, jampi zakat, jampi    Islam pada tradisi tersebut.
puasa”, dan sebagainya. Persamaan makna dua
istilah itu, masih ditemukan sampai sekarang.         Masyarakat Nusantara boleh melakukan
                                                 ritual mapag sri (ritual yang dilakukan
Fungsi Dungo                                     masyarakat Jawa menjelang musim tanam
                                                 padi), tetapi ritual tersebut kemudian diisi
    Masyarakat Nusantara, khususnya Jawa         dengan dzikir dan tahlil bersama. Ketika
dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu    salah satu keluarga hamil, masyarakat Jawa
mengaturkan do’a. Dungo memiliki beberapa        biasanya mengadakan ritual, tetapi ritual itu
fungsi, di antaranya:                            tidak dihilangkan oleh Wali Songo, cuma ritual
1. Sebagai bentuk penghambaan makhluk            itu diisi dengan membaca al-qur’an, biasanya
                                                 membaca surat Muhammad, al-Rahman,
      pada sang Khaliq2. Sebagai amal ibadah     Maryam, dan Yusuf.
3. Sebagai solusi dalam permasalahan dunia
                                                      Tradisi yang dibangun Wali Songo masih
      dan akhirat                                dapat dijumpai hingga sekarang, khususnya
4. Sebagai media untuk meningkatkan              dalam masyarakat Jawa.
      dimensi spritual.                                         Sumber Bacaan
Titik singgung Istilah Dungo dengan              Syukriadi Sambas dan Tata Sukayat, Epistimologi Doa,
Islam Nusantara                                           (Bandung: TPK Warois, 2002).
      Praktek dungo dalam masyarakat
Nusantara, sebelum datangnya Islam itu
memiliki dua bentuk: pertama, ritual dengan
mengucapkan jampi; dan kedua, hanya
mengucapkan jampi. Dungo ditunjukkan
pada roh nenek moyang dan dewa-dewa
(dalam tradisi Hindu-Bhuda). Seiring dengan
berjalanya waktu, tradisi itu mengalami
90 | Ensiklopedi Islam Nusantara
E
Ela-Ela dan Kolano Uci Sabea
