Prof. Dr. Ahmad Tafsir
Filsafat Ilmu
Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan
PENERBIT PT REMAJA ROSDAKARYA BANDUNG
RR.FS0012-04-2009
FILSAFAT ILMU Mengurai Ontologi, Epistemologi,
dan Aksiologi Pengetahuan
Penulis: Prof. Dr. Ahmad Tafsir
Desainer sampul: Iman Taufik
Diterbitkan oleh PT REMAJA ROSDAKARYA
Jl. Ibu Inggit Garnasih No. 40, Bandung 40252
Tlp. (022) 5200287, Faks. (022) 5202529
e-mail: [email protected] website:
www.rosda.co.id
Anggota Ikapi
Cetakan pertama, Juni 2004
Cetakan kedua, Februari 2006
Cetakan ketiga, November 2007
Cetakan keempat, Februari 2009
Hak cipta dilindungi undang-undang pada Penulis
Dicetak oleh PT Remaja Rosdakarya Offset - Bandung
ISBN 979-692-344-0
KATA PENGANTAR
Salah satu kekacauan dalam berpikir orang awam ialah
mereka tidak benar-benar menegaskan perbedaan jenis-
jenis pengetahuan. Dengan kata lain, mereka tidak
mengetahui dengan jelas kapling pengetahuan. Menge- tahui
FILSAFAT ILMU
kapling tersebut amat penting tatkala kita meng- gunakan
pengetahuan tersebut untuk menyesaikan masalah.
Pengetahuan ialah segala yang diketahui. Ternyata
pengetahuan yang dimiliki manusia itu tidaklah satu jenis.
Jenis-jenis pengetahuan itu diuraikan secara singkat tetapi
jelas dalam buku ini. Dapatlah dikatakan buku ini hanya
membicarakan jenis-jenis pengetahuan manusia dan
karakteristiknya.
iv
FILSAFAT ILMU
Buku ini sederhana sekali dan topik bahasannya hanya
sedikit dan telah diusahakan menggunakan bahasa yang
sangat efisien. Dengan membaca buku ini janganlah Anda
menyangka Anda telah mengetahui banyak hal tentang
filsafat pengetahuan; Anda boleh menyatakan bahwa telah
mengetahui hal yang paling penting dalam filsafat
pengetahuan.
Harap Anda baca buku ini dengan sungguh-sungguh.
Merujuk pada subjudul buku ini, saya memang hanya
membahas ontologi, epistemologi, dan aksiologi pengeta-
hun. Pada beberapa bagian memang saya selipkan "bonus".
Maksudnya, uraian itu bukan lagi bahasan inti, tapi saya
merasa perlu membahasnya di sini. Inti permasalahan
terletak pada Bab 1, Bab 2, Bab 3, dan Bab 4. Pada
penghujung Bab 4 (tepatnya pada poin D) saya sajikan
Beberapa Contoh Pengetahuan Mistik sebagai suplemen.
Kalaupun Anda tidak membaca suplemen ini anda tetap
mendapatkan inti pesan buku ini.
Judul buku ini "Filsafat Ilmu", padahal yang dimaksud
ialah filsafat pengetahuan. Hal itu dilakukan dengan
pertimbangan istilah Filsafat Ilmu jauh lebih dikenal
ketimbang filsafat pengetahuan. Berkait dengan itu, saya
tidak bermaksud mengacaukan pengertian ilmu (science)
dan pengetahuan (knowledge). Istilah "ilmu" khusus pada
judul buku ini dimaknai sebagai pengetahuan.
iv
FILSAFAT ILMU
Saya mengucapkan terima kasih kepada para mahasiswa
yang telah memaksa saya menulis buku ini. Terima kasih juga
karena makalah-makalah sebagian mahasiswa, saya tulis ulang
dalam buku ini dengan redaksi yang berbeda. Saya merasa telah
menuliskan bagian yang paling penting dalam filsafat
pengetahuan yang saya kira belum ditulis oleh orang lain.
Sebelum diterbitkan seperti sekarang, buku ini pernah
beredar secara terbatas dan tidak dipasarkan untuk umum.
Setelah digunakan dalam perkuliahan di beberapa perguruan
tinggi, baik jenjang SI, S2, maupun S3, rasanya buku ini perlu
disempurnakan. Buku yang sedang dalam genggaman Anda ini
adalah buku yang telah disempurnakan itu. Semoga bermanfaat.
Prof. Dr. Ahmad Tafsir
DAFTAR ISI
Kata Pengantar - iii
Bab 1 Pendahuluan - 3
Bab 2 Pengetahuan Sain - 21
A. Ontologi Sain - 22
1. Hakikat Pengetahuan Sain — 22
2. Struktur Sain — 25
B. Epistemologi Sain — 27
1. Objek Pengetahuan Sain - 27
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Sain - 28
V
FILSAFAT ILMU
3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain - 35
C. Aksiologi Sain - 37
1. Kegunaan Pengetahuan Sain — 47
2. Cara Sain Menyelesaikan Masalah - 41
3. Netralitas Sain - 45
Bab 3 Pengetahuan Filsafat - 65
A. Ontologi Filsafat — 66
1. Hakikat Pengetahuan Filsafat - 66
2. Struktur Filsafat - 68
B. Epistemologi Filsafat - 80
1. Objek Pengetahuan Filsafat — 80
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Filsafat - 82
3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Filsafat - 87
C. Aksiologi Filsafat - 88
1. Kegunaan Pengetahuan Filsafat - 39
2. Cara Filsafat Menyelesaikan Masalah - 103
3. Cara Orang Umum Menilai - 106
Bab 4 Pengetahuan Mistik - 111
A. Ontologi Pengetahuan Mistik - 112
1. Hakikat Pengetahuan Mistik - 113
2. Struktur Pengetahuan Mistik - 114
vii
FILSAFAT ILMU
B. Epistemologi Pengetahuan Mistik - 117
1. Objek Pengetahuan Mistik - 118
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik - 119
3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Mistik - 121
c. Aksiologi Pengetahuan Mistik — 122
1. Kegunaan Pengetahuan Mistik — 122
2. Cara Pengetahuan Mistik Menyelesaikan
Masalah - 125
D. Beberapa Contoh Pengetahuan Mistik - 136
• Mukasyafah - 137
• Ilmu Laduni — 153
٠ Saefi - 159
• Jangjawokan - 165
• Sihir-178
• Ilmu Kebal-199
• Santet - 205 ٠ Pelet - 209
• Debus - 214
٠ Tentang Jin-218
• Nyambat - 233
• Ilmu Kanuragan - 225
Dviiaiftar Pustaka - 239
Tentang Penulis - 246
FILSAFAT ILMU
BAB 1
PENDAHULUAN
Orang-orang yang mempelajari bahasa Arab mengalami sedikit
kebingungan tatkala menghadapi kata “ilmu”. Dalam bahasa
Arab kata al-'ilm berarti pengetahuan (knowledge), sedangkan
kata “ilmu” dalam bahasa Indonesia biasanya merupakan
terjemahan science. Ilmu dalam arti science itu hanya sebagian
dari al-‘ilm dalam bahasa Arab. Karena itu kata science
seharusnya diterjemahkan sain saja. Maksudnya agar orang
yang mengerti bahasa Arab tidak bingung membedakan kata
ilmu (sain) dengan kata al-‘ilm yang berarti knowledge.
Dalam mata kuliah Filsafat Pengetahuan (Philosophy of
Knowledge) yang didiskusikan tidak hanya pengetahuan sain
{science), disikusikan juga seluruh yang
disebut pengetahuan termasuk pengetahuan yang “aneh-
aneh” seperti pelet, kebal, santet, saefi, dan lain-lain.
Apa sih pengetahuan itu? Pengetahuan ialah semua
PENDAHULUAN
yang diketahui. Menurut al-Qur'an, tatkala manusia dalam
perut ibunya, ia tidak tahu apa-apa. Tatkala ia baru lahir
pun barangkali ia belum juga tahu apa-apa. Kalaupun bayi
yang baru lahir itu menangis, barangkali karena kaget saja,
mungkin matanya merasakan silau, atau badannya merasa
dingin. Dalam rahim tidak silau dan tidak dingin, lantas ia
menangis.
Tatkala bayi itu menjadi orang dewasa, katakanlah
ketika ia telah berumur 40 tahunan, pengetahuannya sudah
banyak sekali. Begitu banyaknya, sampai-sampai ia tidak
tahu lagi berapa banyak pengetahuannya dan tidak tahu
lagi apa saja yang diketahuinya, bahkan kadang- kadang ia
juga tidak tahu apa sebenarnya pengetahuan itu.
Semakin bertambah umur manusia itu semakin banyak
pengetahuannya. Dilihat dari segi motif, pengetahuan itu
diperoleh melalui dua cara. Pertama, pengetahuan yang
diperoleh begitu saja, tanpa niat, tanpa motif, tanpa
keingintahuan dan tanpa usaha. Tanpa ingin tahu lantas ia
tahu-tahu, tahu. Seorang sedang berjalan, tiba-tiba
tertabrak becak. Tanpa rasa ingin tahu ia tahu- tahu, tahu
bahwa ditabrak becak, sakit. Kedua, pengetahuan yang
didasari motif ingin tahu. Pengetahuan diperoleh karena
diusahakan, biasanya karena belajar.
Dari mana rasa ingin tahu itu? Saya tidak tahu, itu dari
mana. Barangkali rasa ingin tahu yang ada pada manusia itu
sudah built-in dalam penciptaan manusia. Jadi, rasa ingin tahu
FILSAFAT ILMU
itu adalah takdir.
Manusia ingin tahu, lantas ia mencari. Hasilnya ia tahu
sesuatu. Nah, sesuatu itulah pengetahuan. Yang diperoleh
tanpa usaha tadi bagaimana? Ya, pengetahuan juga. Pokoknya,
pengetahuan ialah semua yang diketahui, titik.
Salah satu tujuan perkuliahan Filsafat Pengetahuan ialah
agar kita memahami kapling pengetahuan. Ini penting, karena,
dengan mengetahui kapling pengetahuan, kita akan dapat
memperlakukan masing-masing pengetahuan itu sesuai
kaplingnya. Yang akan dibahas berikut ini hanyalah
pengetahuan yang diusahakan. Pengetahuan jenis ini sangat
penting. Jadi, sejak baris ini pengetahuan tanpa usaha itu kita
sisihkan dari pem- bahasan.
Seseorang ingin tahu, jika jeruk ditanam, buahnya apa. la
menanam bibit jeruk. Ia tunggu beberapa tahun, dan ternyata
buahnya jeruk. Tahulah ia bahwa jeruk berbuah jeruk.
Pengetahuan jenis inilah yang disebut peng^huan sain
(scientific knowledge).
Sebenarnya ^ngetahuan sain tidaklah sesederhana itu.
Pengetahuan sain harus berdasarkan logika (dalam
arti rasional). Pengetahuan sain ialah pengetahuan yang
rasional dan didukung bukti empiris. Namun, gejala yang
paling menonjol dalam pengetahuan sain ialah adanya bukti
empiris itu.
Dalam bentuknya yang sudah baku, pengetahuan sain
itu mempunyai paradigma dan metode tertentu. Paradig-
PENDAHULUAN
manya disebut paradigma sain (scientific paradigm) dan
metodenya disebut metode ilmiah (metode sain, scientific
method). Formula utama dalam pengetahuan sain ialah
buktikan bahwa itu rasional dan tunjukkan bukti
empirisnya.
Formula itu perlu sekali diperhatikan karena adakala-
nya kita menyaksikan bukti empirisnya ada, tetapi tidak
rasional. Yang seperti ini bukanlah pengetahuan sain atau
ilmu. Misalnya begini. Bila ada gerhana pukullah
kentongan, gerhana itu akan hilang. Pernyataan itu
memang dapat dibuktikan secara empiris. Coba saja, bila
ada gerhana, pukul saja kentongan, toh lama-kelamaan
gerhana akan hilang. Terbukti kan? Bukti empirisnya ada
kan? Tetapi itu bukan pengetahuan ilmiah (pengetahuan
sain, pengetahuan ilmu) sebab tidak ada bukti rasional yang
dapat menghubungkan berhenti atau hilangnya gerhana
dengan kentongan yang dipukul. Pengetahuan seperti itu
bukan pengetahuan sain, mungkin dapat kita sebut
pengetahuan khayal. Toh jika kentongan tidak dipukul
gerhana itu akan menghilang juga. Tidak ada
pengaruh kentongan yang dipukul (X) terhadap meng-
hilangnya gerhana (Y).
Dari sudut ini dapat pula kita ketahui bahwa objek
penelitian pengetahuan sain hanyalah objek yang empiris
sebab ia harus menghasilkan bukti empiris.
Kita kembali ke contoh jeruk. Jeruk ditanam buahnya
jeruk. Pengetahuan jenis ini sudah berguna bagi petani
jeruk, bagi pedagang jeruk dan bagi seluruh manusia.
FILSAFAT ILMU
Pengetahuan jenis ini sudah berguna dalam memajukan
kebudayaan.
Pengetahuan ini benar asal rasional dan empiris. Inilah
prinsip dalam mengukur benar tidaknya teori dalam sain, ya
dalam sain apa saja. Dalam hal ini harap hati-hati jangan
sampai tertipu oleh bukti empiris saja, seperti contoh
gerhana dan kentongan tadi. .Harus rasional-empiris.
Gerhana tadi: tidak rasional tetapi empiris. Jadi,
pengetahuan sain ini, sekalipun tingkatnya rendah dalam
struktur pengetahuan, ia berguna bagi manusia. Gunanya
terutama untuk memudahkan kehidupan manusia. Teori-
teori sain inilah yang diturunkan ke dalam teknologi.
Teknologi, agaknya bukanlah sain; teknologi merupakan
penerapan teori sain. Atau mungkin juga dapat dikatakan
bahwa teknologi itu adalah sain terapan.
Selanjutnya. Sebagian orang, tidak begitu banyak.
ingin tahu lebih jauh tentang jeruk tadi. Mereka bertanya,
“Mengapa jeruk selalu berbuah jeruk?” Untuk menjawab
pertanyaan ini kita tidak dapat melakukan penelitian
empiris karena jawabannya tidak terletak pada bibit, batang
atau daun jeruk. Lantas bagaimana menjawab pertanyaan
ini? Kita berpikir. Inilah jalan yang dapat ditempuh. Tidak
harus berpikir di kebun jeruk; berpikir itu dapat dilakukan
di mana saja. Yang dipikirkan memang jeruk, yaitu mengapa
jeruk selalu berbuah jeruk, tetapi yang dipikirkan itu
bukanlah jeruk yang empiris; yang dipikirkan itu adalah
PENDAHULUAN
jeruk yang abstrak, yaitu jeruk pada umumnya.
Bila Anda berpikir secara serius, maka akan muncul
jawaban. Ada dua kemungkinan jawaban. Pertama, jeruk
selalu berbuah jeruk karena kebetulan. Jadi, secara
kebetulan saja jeruk selalu berbuah jeruk. Inilah teori
kebetulan yang terkenal itu. Teori ini lemah. Ia dapat
ditumbangkan oleh teori kebetulan itu sendiri. Kedua, jeruk
selalu berbuah jeruk karena ada aturan atau hukum yang
mengatur agar jeruk selalu berbuah jeruk. Para ahli
mengatakan hukum itu ada dalam gen jeruk. Hukum itu
tidak kelihatan. Jadi, tidak empiris, tetapi akal mengatakan
hukum itu ada dan bekerja. Jeruk selalu berbuah jeruk
karena ada hukum yang mengatur demikian. Inilah
pengetahuan filsafat; ini bukan pengetahuan sain.
Kebenaran pengetahuan filsafat hanya
dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Bila rasional,
benar, bila tidak, salah. Kebenarannya tidak pernah dapat
dibuktikan secara empiris. Bila ia rasional dan empiris, maka ia
berubah menjadi pengetahuan sain.
Objek penelitiannya adalah objek-objek yang abstrak,
karena objeknya abstrak, maka temuannya juga abstrak.
Paradigmanya ialah paradigma rasional (rational paradigm),
metodenya metode rasional (Kerlinger menyebutnya method of
reason).
Sampai di sini kita sudah mengenal dua macam
pengetahuan, yaitu pertama pengetahuan sain yang rasional
FILSAFAT ILMU
empiris, dan kedua pengetahuan filsafat yang hanya
rasional. (Perlu segera saya ingatkan bahwa ada kalanya
pengetahuan filsafat itu berada pada level supra rasional).
Kita kembali ke jeruk. Jeruk ditanam buahnya jeruk. Ini
pengetahuan sain. Jeruk selalu berbuah jeruk karena ada hukum
yang mengatur demikian. Ini pengetahuan filsafat.
Masih ada orang, amat kecil jumlahnya, ingin tahu lebih
jauh lagi. Mereka bertanya “Siapa yang membuat hukum itu?”
Pertanyaan ini sulit dijawab. Tetapi masih dapat dijawab oleh
filsafat. Salah satu teori dalam filsafat mengatakan bahwa
hukum itu dibuat oleh alam itu sendiri secara kebetulan. Teori
ini lemah, tadi sudah
dikatakan. Teori lain mengatakan hukum itu dibuat oleh
Yang Maha Pintar. Ini logis (dalam arti supra-rasional).
Jadi, teori kedua ini benar secara filsafat. Ini masih
pengetahuan filsafat. Yang Maha Pintar itu seringkali
disebut Tuhan. Ini masih pengetahuan filsafat.
Masih ada orang, yang jumlahnya segelintir saja, ingin
tahu lebih jauh lagi. Mereka bertanya “Siapa Tuhan itu, saya
ingin mengenal-Nya, saya ingin melihat-Nya, saya ingin
belajar langsung kepada-Nya”. Tuntutan orang-orang
“nekad” ini tidak dapat dilayani oleh pengetahuan sain dan
tidak juga oleh pengetahuan filsafat. Objek yang hendak
mereka ketahui bukanlah objek empiris dan tidak juga dapat
dijangkau akal rasional. Objek itu abstrak-supra-rasional
FILSAFAT ILMU
atau meta-rasional. Kalau begitu bagaimana
mengetahuinya?
Objek abstrak-supra-rasional itu dapat diketahui dengan
menggunakan rasa, bukan pancaindera dan atau akal
rasional. Bergson menyebut alat itu intuisi, Kant
menyebutnya moral atau akal praktis, filosof muslim seperti
Ibnu Sina menyebutnya akal mustafad, shufi-shufi muslim
menyebutnya qalb, dzawq, kadang-kadang dharnir, kadang-
kadang sirr. Pengetahuan jenis ini memang aneh.
Paradigmanya saya sebut paradigma mistik (mystical
paradigm), metodenya saya sebut metode latihan (riyadhah)
dan metode yakin (percaya). Pengetahuan jenis ini saya
sebut pengetahuan mistik (.mistical knowlegde).
Kebenarannya pada umumnya tidak dapat dibuktikan
secara empiris, selalu tidak terjangkau pembuktian
rasional.
Nah, sekarang kita memiliki tiga macam pengetahuan,
masing-masing memiliki objek, paradigma, metode dan
kriteria. Matrik berikut meringkas uraian di atas.
11
PENDAHULUAN
Pengetahuan Manusia
Pengetahuan Objek Paradigma Metode Kriteria
rasional-
SAIN empiris sain metode empiris
ilmiah Rasional
FILSAFAT rasional
MISTIK metode rasa iman, logis,
abstrak- rasional kadang empiris
rasional
latihan,
mistik percaya
abstrak-supra-
rasional
Yang belum diurus di dalam uraian tentang pengetahuan di
atas ialah pengetahuan seni (yaitu tentang indah tidak indah)
dan etika (tentang baik dan tidak baik). Saya belum tahu, di
mana kaplingnya dan bagaimana mengkaplingkannya. Agaknya
objek pengetahuan seni adalah objek empiris, abstrak-rasional,
dan abstrak-supra-rasional; paradigmanya mungkin kumpulan
tiga paradigma di atas, metodenya juga demikian, dan
kriterianya
ialah indah tidak-indah. Mengenai pengetahuan tentang
baik tidak-baik (etika), dugaan saya sampai saat ini,
pengetahuan tentang baik tidak-baik itu sama dengan seni
tadi; ia menggunakan tiga paradigma di atas, metodenya
juga demikian, dan ukurannya ialah baik dan tidak baik.
Nah, baik dan tidak baik itu pun memiliki persoalan yang
tidak sederhana; baik menurut apa? Buruk menurut siapa?
Pada zaman (waktu) kapan? Saya mengharap ada ahli lain
12
FILSAFAT ILMU
yang bersedia dan mau serta mampu menyempurnakan
matrik di atas.
LOGIS dan RASIONAL
Saya mengajarkan filsafat (sebagai dosen) sejak tahun 1970.
Sampai dengan sekitar tahun 2000 saya menganggap “yang
logis” adalah sama saja dengan “yang rasional.” Selama lebih
kurang 30 tahun itu, pokoknya, saya menyamakan saja
pengertian logis dan rasional. Atau lebih tepat saya katakan
saya tidak tahu perbedaannya.
Kira-kira sejak tahun 2001 saya melihat ada perbedaan
antara kedua istilah itu. Adanya perbedaan itu dimulai
ketika saya membaca untuk kesekian kalinya buku Kant.
Kant antara lain mengatakan bahwa rasional itu sebenarnya
sesuatu yang masuk akal sebatas hukum alam. Sebenarnya,
tatkala saya mula-mula membaca
Kant kira-kira tahun 1963, dan cukup intensif pada tahun 1975,
kata-kata Kant itu sudah saya temukan. Memang kebingungan
telah muncul dalam pikiran saya tatkala memabaca itu tetapi
kebingungan itu saya biarkan saja.
Tatkala saya menulis buku ini, yaitu sejak awal tahun 2001,
saya mulai “mendalami” dua istilah itu. Yang saya temukan
ialah seperti uraian berikut ini.
Ternyata istilah logis dan rasional merupakan dua istilah
yang sangat populer dalam arti dua istilah itu amat sering
13
PENDAHULUAN
digunakan orang, baik ia kaum terpelajar maupun kaum yang
bukan tergolong terpelajar, digunakan orang kota dan juga
orang desa, bahkan anak-anak pun banyak yang sering
menggunakan kedua istilah itu.
Ada orang bercerita kepada seseorang yang lain bahwa ia
baru saja mengantarkan temannya yang sakit aneh ke seorang
dukun. Dukun mengobatinya dengan cara yang tidak umum
dikenal. Lantas orang sakit itu sembuh. Orang yang diceritai itu
langsung mengatakan bahwa itu musyrik karena pengobatan itu
tidak rasional. Ada anak-anak saling bercerita tentang hantu,
bahwa ia melihat hantu yang rupanya benini-begini, tingkahnya
begini-begini. Kata yang seorang “ah, sudahlah, itu tidak
rasional” kadang- kadang ia berkata “ah, sudahlah, itu tidak
logis” Apa sih, rasional-nya babi haram? Apa cukup logis
untuk menyimpulkan bahwa surga dan neraka itu ada? Lantas
ada lagi,
“Bila logis oke, bila tidak, nanti dulu.” Demikian contoh
kalimat yang sering kita dengar dari banyak orang.
Apa yang kita dapat? Yang kita dapat ialah (1) memang
dua istilah itu popular dalam arti sering digunakan oleh
hampir semua orang dari semua kelas dan golongan, (2)
Pengguna istilah itu tidak mempedulikan apakah dua istilah
sama persis atau ada persamaan atau sama sekali berbeda.
Nah, saya, seperti yang sudah saya katakan tadi, cuek saja
terhadap hal itu, saya cenderung menyamakannya, dalam
keadaan tidak tahu bahwa dua istilah itu sebenarnya
berbeda, dan itu berlangsung selama lebih kurang 30 tahun,
4
FILSAFAT ILMU
sebagai dosen filsafat. Setahu saya buku-buku pun
demikian.
Saya berkepentingan memperjelas perbedaan itu
disebabkan ada implikasi penting dari perbedaan itu
sebagaimana kelak akan Anda lihat.
Kant mengatakan bahwa apa yang kita katakan rasional
itu ialah suatu pemikiran yang mas uk akal tetapi
menggunakan ukuran hukum alam. Dengan kata lain,
menurut Kant rasional itu ialah kebenaran akal yang diukur
dengan hukum alam.
Teori Kant ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Tatkala
Anda mengatakan Nabi Ibrahim dibakar tidak hangus, itu
adalah hal yang tidak rasional karena menurut hukum alam
sesuatu yang dibakar pasti hangus,
kecuali bahan itu memang materi yang tidak hangus dibakar,
sedangkan Ibrahim itu adalah materi yang hangus dibakar.
Tatkala diceritakan bahwa Nabi Musa melemparkan tongkatnya
ke tanah, lantas tongkat itu menjadi ular, segera saja Anda
mengatakan bahwa itu tidak rasional karena menurut hukum
alam adalah tidak mungkin tongkat dapat berubah menjadi ular.
Tetapi, pesawat terbang yang beratnya ratusan ton, kok dapat
terbang? Ya, karena pesawat itu telah dirancang sesuai dengan
hukum alam. Itu rasional. Orang tidak mungkin kebal karena
hal itu berlawanan dengan hukum alam. Demikianlah sebagian
pernyataan sebagai contoh.
Kesimpulannya jelas: (1) Sesuatu yang rasional ialah
sesuatu yang mengikuti atau sesuai dengan hukum alam; (2)
15
PENDAHULUAN
Yang tidak rasional ialah yang tidak sesuai dengan hukum
alam; (3) Kebenaran akal diukur dengan hukum alam. Jadi, di
sini, akal itu sempit saja, hanya sebatas hukum alam. Itulah
sebabnya saya dapat mengatakan bahwa pemikiran yang
rasional sebenarnya belum dapat disebut pemikiran tingkat
sangat tinggi. Pemikiran rasional belum mampu mengungkap
sesuatu yang tidak dapat diukur dengan hukum alam.
Dulu, saya menyangka yang rasional itu amat tinggi
kedudukannya, ia dapat mengatasi hukum alam. Ter- nyata
tidaklah demikian. Kebenaran rasional itu tidaklah sehebat
yang saya pikirkan, la sebatas hukum alam.
Kebenaran rasional tidak lebih dari kebenaran sejauh yang
ditunjukkan hukum alam.
Bagaimana tentang logis? Kebenaran logis terbagi dua,
pertama logis-rasional, seperti yang telah diuraikan di atas
tadi, kedua logis-supra-rasional. Logis-supra- rasional ialah
pemikiran akal yang kebenarannya hanya mengandalkan
argumen, ia tidak diukur dengan hukum alam. Bila
argumennya masuk akal maka ia benar, sekalipun melawan
hukum alam. Dengan kata lain, ukuran kebenaran logis-
supra-rasional ialah logika yang ada di dalam susunan
argumennya. Kebenaran logis-supra-rasional itu benar-
benar bersifat abstrak. Kebenaran logis-supra-rasional itu
ialah kebenaran yang masuk akal sekalipun melawan
hukum alam.
Nabi Ibrahim dibakar tidak hangus. Ini tidak rasional.
Ya, karena ia tidak sesuai dengan hukum alam. Tongkat
4
FILSAFAT ILMU
Musa dilempar jadi ular. Ini tidak rasional, ia melanggar
hukum alam. Nabi Ibrahim dibakar tidak hangus. Itu tidak
rasional. Tetapi apakah Nabi Ibrahim dibakar tidak hangus
itu juga tidak logis dalam arti supra-rasional?
Tuhan membuat api. Api itu terdiri atas dua substansi,
yaitu api-nya dan panas-nya. Apinya dibuat oleh Tuhan,
panasnya juga dibuat oleh Tuhan. (Jika bukan Tuhan yang
membuatnya, kita harus memberikan uraian yang kuat
untuk menjelaskannya).
17
FILSAFAT II Mil
Sekarang, untuk menyelamatkan utusannya, untuk
sesuatu yang sangat penting, Tuhan mengubah sifat api dari
panas menjadi dingin. Belehkah Tuhan berbuat demikian?
Ya, beleh saja, wong yang membuatnya Dia. Masuk akal.
Inilah yang logis-supra-rasional itu. Jadi, adalah logis saja
api tidak menghanguskan Ibrahim.
Jadi, kasus Ibrahim ini adalah kasus yang tidak rasional
tetapi logis dalam arti logis-supra rasional. Kesimpulannya
ialah: Yang logis ialah yang masuk akal. Terdiri atas yang
logis-rasional dan yang logis-supra- rasional.
Kita dapat membuat bebarapa ungkapan sebagai
berikut:
1) Yang logis ialah yang masuk akal.
2) Yang logis itu mencakup yang rasional dan yang supra-
rasional.
3) Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan
hukum alam.
4) Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun
tidak sesuai dengan hukum alam.
5) Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional atau
dalam pengertian supra-rasional.
Beberapa kesimpulan sebagai implikasi konsep logis di
atas ialah:
1) Isi al-Qur‘an ada yang rasional dan ada yang supra-
rasional.
2) Isi al-Qur'an itu semuanya logis; sebagian logis- rasional
sebagiannya logis-supra-rasional.
18
PEMnaHiii!iaM
3) Rumus metode ilmiah yang selama ini logico-
hypothetico-verificatif; dapat diteruskan dengan
penjelasan logiko itu harus diartikan rasio.
4) Mazhab Rasionalisme tidak dapat diterima oleh sistem
ini; yang dapat diterima ialah mazhab Logisme.
Bab 2 buku ini berisi uraian tentang Pengetahuan Sain,
Bab 3 Pengetahuan Filsafat, dan Bab 4 tentang
Pengetahuan Mistik; masing-masing mengenai ontologi,
epistemologi, dan aksiologinya. Bab ini dilengkapi dengan
Beberapa Contoh Pengetahuan Mistik.
Secara khusus pengetahuan mistik mendapat per- hatian
lebih banyak daripada dua pengetahuan lainnya. Alasannya
antara lain ialah karena hingga draf naskah buku ini
diterbitkan ( 2 0 0 4 )اpengetahuan jenis ini kuraug
mendapat perhatian para ahli. Sementara itu kita
mengetahui bahwa pengetahuan jenis ini memang ada dan
mempengaruhi sebagian anggota masyarakat.
19
BAB 2
PENGETAHUAN SAIN
Pada Bab 2 ini dibicarakan ontologi, epistemologi, dan
aksiologi sain. Uraian mengenai ontologi sain membahas
hakikat dan struktur sain. Uraian tentang struktur sain
tidak terlalu bagus. Hal itu disebabkan oleh begitu banyak
macam sain, karena banyaknya maka banyak yang tidak
saya ketahui. Epistemologi sain difokuskan pada cara kerja
metode ilmiah. Sedangkan pembahasan aksiologi sain
diutamakan pada cara sain menyelesaikan masalah yang
dihadapi manusia.
A. Ontologi Sain
Di sini dibicarakan hakikat dan struktur sain. Hakikat sain
menjawab pertanyaan apa sain itu sebenarnya. Struktur
sain seharusnya menjeiaskan cabang-cabang sain, serta isi
setiap cabang itu. Namun di sini hanya dijelaskan cabang-
cabang sain dan itu pun tidak lengkap.
1. Hakikat Pengetahuan Sain
Pada Bab 1 telah dijelaskan secara ringkas bahwa penge-
tahuan sain adalah pengetahuan rasional empiris. Masalah
rasional dan empiris inilah yang dibahas berikut ini.
Pertama, masalah rasional.
Saya berjalan-jalan di beberapa kampung. Banyak hal
yang menarik perhatian saya di kampung-kampung itu, satu
di antaranya ialah orang-orang di kampung yang satu sehat-
sehat, sedang di kampung yang lain banyak yang sakit.
Secara pukul-rata penduduk kampung yang satu lebih sehat
daripada penduduk kampung yang lain tadi. Ada apa ya?
Demikian pertanyaan dalam hati saya.
Kebetulan saya mengetahui bahwa penduduk kam- pung
yang satu itu memelihara ayam dan mereka mema- kan
telurnya, sedangkan penduduk kampung yang lain tadi juga
memelihara ayam tetapi tidak memakan telurnya, mereka
menjual telurnya. Berdasarkan kenya-
23
taan itu saya menduga, kampung yang satu itu pendu-
duknya sehat-sehat karena banyak memakan telur,
sedangkan penduduk kampung yang lain itu banyak yang
sakit karena tidak makan telur. Berdasarkan ini saya
menarik hipotesis semakin banyak makan telur akan
semakin sehat, atau telur berpengaruh positif terhadap
kesehatan.
Hipotesis harus berdasarkan rasio, dengan kata lain
hipotesis harus rasional. Dalam hal hipotesis yang saya
ajukan itu rasionalnya ialah: untuk sehat diperlukan gizi,
telur banyak mengandung gizi, karena itu, logis bila
semakin banyak makan telur akan semakin seliat.
Hipotesis raya itu belum diuji kebenarannya. Kebena-
rannya barulah dugaan. Tetapi hipotesis itu telah
mencukupi dari segi kerasionalannya. Dengan kata lain,
hipotesis saya itu rasional. Kata “rasional” di sini
menunjukkan adanya hubungan pengaruh atau hubungan
sebab akibat.
Kedua, masalah empiris. Hipotesis saya itu saya uji
(kebenarannya) mengikuti prosedur metode ilmiah. Untuk
menguji hipotesis itu saya gunakan metode eksperimen
dengan cara mengambil satu atau dua kampung yang
disuruh makan telur secara teratur selama setahun sebagai
kelompok eksperimen, dan mengambil satu atau dua
kampung yang lain yang tidak boleh makan telur, juga
selama setahun itu, sebagai ke-
lompok kontrol. Pada akhir tahun, kesehatan kedua
kelompok itu saya amati. Hasilnya, kampung yang makan
telur rata-rata lebih sehat.
Sekarang, hipotesis saya semakin banyak makan telur
akan semakin sehat atau telur berpengaruh positif terhadap
24
kesehatan terbukti. Setelah terbukti —sebaik- nya berkali-
kali— maka hipotesis saya tadi berubah menjadi teori. Teori
saya bahwa “Semakin banyak makan telur akan semakin
sehat” atau “Telur berpengaruh postif terhadap kesehatan,”
adalah teori yang rasional-empiris. Teori‘seperti inilah yang
disebut teori ilmiah (scientific theory). Beginilah teori dalam
sain.
Cara kerja saya dalam memperoleh teori itu tadi adalah
cara kerja metode ilmiah. Rumus baku metode ilmiah ialah:
logico-hypothetico-verificatif (buktikan bahwa itu logis, tarik
hipotesis, ajukan bukti empiris). Harap dicatat bahwa istilah
logico dalam rumus itu adalah logis dalam arti rasional.
Pada dasarnya cara kerja sain adalah kerja mencari
hubungan sebab-akibat atau mencari pengaruh sesuatu
terhadap yang lain. Asumsi dasar sain ialah tidak ada
kejadian tanpa sebab. Asumsi ini oleh Fred N. Kerlinger
(Foundation of Behavior Research, 1973: 378) dirumuskan
dalam ungkapan post hoc, ergo propter hoc (ini, tentu
disebabkan oleh ini). Asumsi ini benar bila sebab akibat itu
memiliki hubungan rasional.
Ilmu atau sain berisi teeri. Teori itu pada dasarnya
menerangkan hubungan sebab akibat. Sain tidak memberi-
kan nilai baik atau buruk, halal atau haram, sopan atau
tidak sopan, indah atau tidak indah; sain hanya memberi-
kan nilai benar atau salah. Kenyataan inilah yang
menyebabkan ada orang menyangka bahwa sain itu netral.
Dalam konteks seperti itu memang ya, tetapi dalam konteks
lain belum tentu ya.
25
2. Struktur Sain
Dalam garis besarnya sain dibagi dua, yaitu sain ke- alaman
dan sain sosial. Contoh berikut ini hendak menjelaskan
struktur sain dalam bentuk nama-nama ilmu. Nama ilmu
banyak sekali, berikut ditulis beberapa saja di antaranya:
1) Sain Kealaman
• Astronomi;
٠ Fisika: mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika
nuklir;
٠ Kimia: kimia organik, kimia teknik;
• Ilmu Bumi: paleontologi, ekologi, geofisika, geokimia,
mineralogi, geografi;
٠ Ilmu Hayat: biofisika, botani, zoologi;
26
2) Sain Sosial
• Sosiologi: sosiologi komunikasi, sosiologi politik,
sosiologi pendidikan
• Antropologi: antropologi budaya, antropologi
ekonomi, antropologi politik;
• Psikologi: psikologi pendidikan, psikologi anak,
psikologi abnormal;
• Ekonomi: ekonomi makro, ekonomi lingkungan,
ekonomi pedesaan;
• Politik: politik dalam negeri, politik hukum, politik
internasional
Agar sekaligus tampak lengkap, berikut ditambahkan
Humaniora.
3) Humaniora
• Seni: seni abstrak, seni grafika, seni pahat, seni tari;
• Hukum: hukum pidana, hukum tata usaha negara,
hukum adat (mungkin dapat dimasukkan ke sain
sosial);
• Filsafat: logika, ethika, estetika;
• Bahasa, Sastra;
• Agama: Islam, Kristen, Confusius;
• Sejarah: sejarah Indonesia, sejarah dunia (mungkin
dapat dimasukkan ke sain sosial);
Demikian sebagian kecil dari nama ilmu (sain).
Ditambahkan juga pengetahuan Humaniora (yang mungkin
dapat digolongkan dalam sain sosial) dalam daftar di atas
hanyalah dengan tujuan agar tampak lengkap. (Bahan diambil
dari Ensiklopedi Indonesia).
27
B. Epistemologi Sain
Pada bagian ini diuraikan objek pengetahuan sain, cara
memperoleh pengetahuan sain dan cara mengukur benar-
tidaknya pengetahuan sain.
1. Objek Pengetahuan Sain
Objek pengetahuan sain (yaitu objek-objek yang diteliti sain)
ialah semua objek yang empiris. Jujun S. Suriasumantri
(Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, 1994: 105)
menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah objek yang
berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia. Yang
dimaksud pengalaman di sini ialah pengalaman indera.
Objek kajian sain haruslah objek-objek yang empiris
sebab bukti-bukti yang harus ia temukan adalah bukti-buk-
yang empiris. Bukti empiris ini diperlukan untuk menguji bukti
rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis.
Apakah objek yang boleh diteliti oleh sain itu bebas?
Artinya, apakah sain boleh meneliti apa saja asal empiris?
Menurut sain ia boleh meneliti apa saja, ia bebas; menurut
filsafat akan tergantung pada filsafat yang mana; menurut
agama belum tentu bebas.
Objek-objek yang dapat diteliti oleh sain banyak sekali:
alam, tetumbuhan, hewan, dan manusia, serta kejadian-kejadian
di sekitar alam, tetumbuhan, hewan dan manusia itu; semuanya
dapat diteliti oleh sain. Dari penelitian itulah muncul teori-teori
sain. Teori-teori itu berkelompok atau dikelompokkan dalam
masing-masing cabang sain. Teori-teori yang telah
b28erkelompok itulah yang saya sebut struktur sain, baik cabang-
cabang sain maupun isi masing-masing cabang sain tersebut.
FILSAFAT ILMU
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Sain
Pengalaman manusia sudah berkembang sejak lama. Yang
dapat dicatat dengan baik ialah sejak tahun 600-an SM. Yang
mula-mula timbul agaknya ialah pengetahuan filsafat dan
hampir bersamaan dengan itu berkembang pula pengetahuan
sain dan pengetahuan mistik.
Perkembangan sain didorong oleh paham Humanisme.
Humanisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa
manusia mampu mengatur dirinya dan alam.
29
Humanisme telah muncul pada zaman Yunani Lama
(Yunani Kuno).
Sejak zaman dahulu, manusia telah menginginkan
adanya aturan untuk mengatur manusia. Tujuannya ialah
agar manusia itu hidup teratur. Hidup teratur itu sudah
menjadi kebutuhan manusia sejak dahulu. Untuk
menjamin tegaknya kehidupan yang teratur itu diperlukan
aturan.
Manusia juga perlu aturan untuk mengatur alam.
Pengalaman manusia menunjukkan bila alam tidak diatur
maka alam itu akan menyulitkan kehidupan manusia.
Sementara itu manusia tidak mau dipersulit oleh alam.
Bahkan sebaiknya —kalau dapat— manusia ingin alam itu
mempermudah kehidupannya. Karena itu harus ada aturan
untuk mengatur alam.
Bagaimana membuat aturan untuk mengatur manusia
dan alam? Siapa yang dapat membuat aturan itu? Orang
Yunani Kuno sudah menemukan: manusia itulah yang
membuat aturan itu. Humanisme mengatakan bahwa
manusia mampu mengatur dirinya (manusia) dan alam.
Jadi, manusia itulah yang harus membuat aturan untuk
mengatur manusia dan alam.
Bagaimana membuatnya dan apa alatnya? Bila aturan
itu dibuat berdasarkan agama atau mitos, maka akan sulit
sekali menghasilkan aturan yang disepakati.
Pertama, mitos itu tidak mencukupi untuk dijadikan sumber
membuat aturan untuk mengatur manusia, dan kedua,
mitos itu amat tidak mencukupi untuk dijadikan sumber
membuat aturan untuk mengatur alam. Kalau begitu, apa
sumber aturan itu? Kalau dibuat berdasarkan agama?
Kesulitannya ialah agama mana? Masing-masing agama
menyatakan dirinya benar, yang lain salah. Jadi, seandainy3a0
aturan itu dibuat berdasarkan agama maka akan banyak
orang yang menolaknya. Padahal aturan itu seharusnya
disepakati oleh semua orang. Begitulah kira- kira mereka
berpikir.
Menurut mereka aturan itu harus dibuat berdasarkan
dan bersumber pada sesuatu yang ada pada manusia. Alat
itu ialah akal. Mengapa akal? Pertama, karena akal
dianggap mampu, kedua, karena akal pada setiap orang
bekerja berdasarkan aturan yang sama. Aturan itu ialah
logika alami yang ada pada akal setiap manusia. Akal itulah
alat dan sumber yang paling dapat disepakati. Maka,
Humanisme melahirkan Rasionalisme.
Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa
akal itulah alat pencari dan pengukur pengetahuan.
Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan
akal pula.
Dicari dengan akal ialah dicari dengan berpikir logis.
Diukur dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis
atau tidak. Bila logis, benar; bila tidak, salah. Nah,
dengan akal itulah aturan untuk mengatur manusia dan
alam itu dibuat. Ini juga berarti bahwa kebenaran itu
bersumber pada akal.
Dalam proses pembuatan aturan itu, ternyata temuan
akal itu seringkali bertentangan. Kata seseorang ini logis,
tetapi kata orang lain itu logis juga. Padahal ini dan itu itu
tidak sama, bahkan kadang-kadang bertentangan, Orang-
orang sophis pada zaman Yunani Kuno dapat membuktikan
bahwa bergerak sama dengan diam, kedua-duanya
sama logisnya. Apakah anak panah yang melesat dari
busurnya bergerak atau diam? Dua-duanya benar. Apa itu
bergerak? Bergerak ialah bila sesuatu pindah tempat. Anak
panah itu pindah dari busur ke sasaran. Jadi, anak pan3a1h
itu bergerak. Anak panah itu dapat juga dibuktikan diam.
Diam ialah bila sesuatu pada sesuatu waktu berada pada
suatu tempat. Anak panah itu setiap saat berada di suatu
PENGETAHUAN SAIN
tempat. Jadi, anak panah itu diam. Ini pun benar, karena
argumennya juga logis. Jadi, bergerak sama dengan diam,
sama-sama logis.
Apa yang diperoleh dari kenyataan itu? Yang diperoleh
ialah berpikir logis tidak menjamin diperolehnya kebe-
naran yang disepakati. Padahal, aturan itu seharusnya
disepakati. Kalau begitu diperlukan alat lain. Alat itu ialah
Empirisisme.
Empirisisme ialah paham filsafat yang mengajarkan
bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris.
32
Nah, dalam hal anak panah tadi, menurut Empirisisme yang
benar adalah bergerak, sebab secara empiris dapat
dibuktikan bahwa anak panah itu bergerak. Coba saja perut
Anda menghadang anak panah itu, perut anda akan tembus,
benda yang menembus sesuatu haruslah benda yang
bergerak. Ya, memang, sesuatu yang diam tidak akan
mampu menembus. Logis juga.
Nah dengan Empirisisme inilah aturan (untuk meng-
atur manusia dan alam) itu dibuat. Tetapi nanti dulu,
ternyata Empirisisme masih memiliki kekurangan.
Kekurangan Empirisisme ialah karena ia belum terukur.
Empirisisme hanya sampai pada konsep-konsep yang umum.
Kata Empirisisme, air kopi yang baru diseduh ini panas,
nyala api ini lebih panas, besi yang mendidih ini sangat
panas. Kata Empirisisme, kelereng ini kecil, bulan lebih
besar, bumi lebih besar lagi, matahari sangat besar.
Demikianlah seterusnya. Empirisme hanya menemukan
konsep yang sifatnya umum. Konsep itu belum operasi- onal,
karena belum terukur. Jadi, masih diperlukan alat lain. Alat
lain itu ialah Positivisme.
Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang
logis, ada bukti empirisnya, yang terukur. “Terukur” inilah
sumbangan penting Positivisme. Jadi, hal panas tadi oleh
Positivisme dikatakan air kopi ini 80 derajat celcius, air
mendidih ini 100 derajat celcius, besi mendidih ini 1000
derajat celcius, ini satu meter panjangnya.
ini satu ton beratnya, dan seterusnya. Ukuran-ukuran ini
operasional, kuantitatif, tidak memungkinkan perbedaan
pendapat. Sebagaimana Anda lihat, aturan untuk mengatur
manusia dan aturan untuk mengatur alam yang kita miliki
sekarang bersifat pasti dan rinei. Jadi, operasional. Bahkan
3d3ada dan pinggul sekarang ini ada ukurannya, katanya, ini
dalam kerangka ukuran kecantikan. Dengan ukuran ini
maka kontes kecantikan dapat dioperasikan. Kehidupan kita
sekarang penuh oleh ukuran.
Positivisme sudah dapat disetujui untuk memulai upaya
membuat aturan untuk mengatur manusia dan mengatur
alam. Kata Positivisme, ajukan logikanya, ajukan bukti
empirisnya yang terukur. Tetapi bagaimana caranya? Kita
masih memerlukan alat lain. Alat lain itu ialah Metode
Ilmiah. Sayangnya, Metode Ilmiah sebenarnya tidak
mengajukan sesuatu yang baru; Metode Ilmiah hanya
mengulangi ajaran Positivisme, tetapi lebih operasional.
Metode Ilmiah mengatakan, untuk memperoleh
pengetahuan yang benar lakukan langkah berikut: logico-
hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-mula buktikan
bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis (berdasarkan
logika itu), kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu
secara empiris.
Dengan rumus Metode Ilmiah inilah kita membuat
aturan itu. Metode Ilmiah itu secara teknis dan rinci
dijelaskan dalam satu bidang ilmu yang disebut Metode
Riset. Metode Riset menghasilkan Model-model Penelitian.
Nah, Model-model Penelitian inilah yang menjadi instansi
terakhir —dan memang operasional— dalam membuat aturan
(untuk mengatur manusia dan alam) tadi.
Dengan menggunakan Model Penelitian tertentu kita
mengadakan penelitian. Hasil-hasil penelitian itulah yang kita
warisi sekarang berupa tumpukan pengetahuan sain dalam
berbagai bidang sain. Inilah sebagian dari isi kebudayaan
manusia. Isi kebudayaan yang lengkap ialah pengetahuan sain,
filsafat dan mistik. Urutan dalam proses terwujudnya aturan
seperti yang diuraikan di atas ialah sebagai berikut:
34
FILSAFAT ILMU
3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Sain
Ilmu berisi teori-teori. Jika Anda mengambil buku Ilmu
(sain) Pendidikan, maka Anda akan menemukan teori-teori
tentang pendidikan. Ilmu Bumi membicarakan teori-teori
tentang bumi, Ilmu Hayat membahas teori-teori tentang
makhluk hidup. Demikian seterusnya. Jadi, isi ilmu ialah
teori. Jika kita bertanya apa ukuran kebenaran sain, maka
yang kita tanya ialah apa ukuran kebenaran teori-teori
sain.
Ada teori Sain Ekonomi: bila penawaran sedikit,
permintaan banyak, maka harga akan naik. Teori ini sangat
kuat, karena kuatnya maka ia ditingkatkan menjadi
hukum, disebut hukum penawaran dan permintaan.
Berdasarkan hukum ini, maka barangkali benar
dihipotesiskan: Jika hari hujan terus, mesin pemanas gabah
tidak diaktifkan, maka harga beras akan naik. Untuk
membuktikan apakah hipotesis itu benar atau salah, kita
cukup melakukan dua langkah. Pertama, kita uji apakah
teori itu logis? Apakah logis jika hari hujan terus harga
gabah akan naik? 35
Jika hari hujan terus, maka orang tidak dapat menjemur
padi, penawaran beras akan menurun, jumlah orang yang
PENGETAHUAN SAIN
memerlukan tetap, orang berebutan membeli beras,
kesempatan itu dimanfaatkan pedagang beras untuk
memperoleh untung sebesar mungkin, maka harga beras
akan naik. Jadi, logislah bila hujan terus harga beras akan
naik. Hipotesis itu lolos ujian pertama, uji logika. Kedua,
uji empiris. Adakan eksperimen. Buatlah hujan buatan selama
mungkin, mesin pemanas gabah tidak diaktifkan, beras dari
daerah lain tidak masuk. Periksa pasar. Apakah harga beras
naik? Secara logika seharusnya naik. Dalam kenyataan
mungkin saja tidak naik, misalnya karena orang mengganti
makannya dengan selain beras. Jika eksperimen itu dikontrol
dengan ketat, hipotesis tadi pasti didukung oleh kenyataan.
Jika didukung oleh kenyataan (beras naik) maka hipotesis itu
menjadi teori, dan teori itu benar, karena ia logis dan empiris.
Jika hipotesis terbukti, maka pada saatnya ia menjadi teori.
Jika sesuatu teori selalu benar, yaitu jika teori itu selalu
didukung bukti empiris, maka teori itu naik tingkat
keberadaannya menjadi hukum atau aksioma.
Agaknya banyak mahasiswa menyangka bahwa hipotesis
bersifat mungkin benar mungkin salah, dengan kata lain,
hipotesis itu kemungkinan benar atau salahnya sama besar,
fifty -fifty. Persangkaan itu salah.
Hipotesis (dalam sain) ialah pernyataan yang sudah benar
secara logika, tetapi belum ada bukti empirisnya. Belum atau
tidak ada bukti empiris bukanlah merupakan bukti bahwa
hipotesis itu salah. Hipotesis benar, bila logis, titik. Ada atau
36
tidak ada bukti empirisnya adalah soal lain. Dari sini tahulah
kita bahwa kelogisan suatu hipotesis — juga teori— lebih
penting ketimbang bukti empirisnya. Harap dicatat, bahwa
kesimpulan ini penting.
c. Aksiologi Sain
Pada bagian ini dibicarakan tiga hal saja, pertama kegunaan
sain; kedua, cara sain menyelesaikan masalah; ketiga,
netralitas sain. Sebenarnya, yang kedua itu merupakan contoh
aplikasi yang pertama.
1. Kegunaan Pengetahuan Sain
Apa guna sain? Pertanyaannya sama dengan apa guna
pengetahuan ilmiah karena sain (ilmu) isinya teori (ilmiah).
Secara umum, teori artinya pendapat yang beralasan. Alasan
itu dapat berupa argumen logis, ini teori filsafat; berupa
argumen perasaan atau keyakinan dan kadang-kadang empiris,
ini teori dalam pengetahuan mistik; berupa argumen logis-
empiris, ini teori sain.
Sekurang-kurangnya ada tiga kegunaan teori sain: sebagai
alat membuat eksplanasi, sebagai alat peramal, dan sebagai
alat pengontrol.
1) Teori Sebagai Alat Ekspalanasi
Berbagai sain yang ada sampai sekarang ini secara umum
berfungsi sebagai alat untuk membuat eksplanasi kenyataan.
Menurut T. Jacob (Manusia, Ilmu dan Teknologi, 1993: 7-
8) sain merupakan suatu sistem eksplanasi yang
37
PENGETAHUAN SAIN
paling dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem
lainnya dalam memahami masa lampau, sekarang, serta
mengubah masa depan. Bagaimana contohnya?
Akhir tahun 1997 di Indonesia terjadi gejolak moneter,
yaitu nilai rupiah semakin murah dibandingkan dengan
dolar (kurs rupiah terhadap dolar menurun). Gejala ini telah
memberikan dampak yang cukup luas terhadap kehidupan
di Indonesia. Gejalanya ialah harga semakin tinggi.
Bagaimana menerangkan gejala ini?
Teori-teori ekonomi (mungkin juga politik) dapat
menerangkan (mengeksplanasikan) gejala itu. Untuk
mudahnya, teori ekonomi mengatakan karena banyaknya
utang luar negeri jatuh tempo (harus dibayar), hutang itu
harus dibayar dengan dolar, maka banyak sekali orang yang
memerlukan dolar, karena banyak orang membeli dolar,
maka harga dolar naik dalam rupiah. Nah, ini baru
sebagian gejala itu yang dieksplanasikan. Sekalipun baru
sebagian, namun gajala itu telah dapat dipahami ala
kadarnya, sesuai dengan apa yang telah dieksplanasikan
itu.
Ada orang tiga bersaudara, dua laki-laki dan satu
perempuan. Mereka nakal, sering mabuk, membuat
keonaran, sering bolos sekolah, tidak naik kelas, pindah-
pindah sekolah. Mereka ditinggal oleh kedua orang tuanya,
ayah dan ibunya masing-masing kawin lagi dan pindah ke
tempat barunya masing-masing. Biaya hidup
tiga bersaudara itu bersama pembantu mereka, tidak
kurang. Dapatkah Anda membuat eksplanasi mengapa
anak-anak itu nakal?
FILSAFAT ILMU
Anda akan dapat menjelaskan (mengeksplanasikan) jika
Anda menguasai teori yang mampu menjelaskan gejala
(nakal) itu. Menurut teori Sain Pendidikan, anak- anak yang
orang tuanya cerai (biasanya disebut broken home), pada
umumnya akan berkembang menjadi anak nakal.
Penyebabnya ialah karena anak-anak itu tidak mendapat
pendidikan yang baik dari kedua orang tuanya. Padahal
pendidikan dari kedua orang tua amat penting dalam
pertumbuhan anak menuju dewasa.
Sebenarnya saya amat tertarik membicarakan topik ini;
senang sekali rasanya menambahkan banyak contoh lain,
tetapi kedua contoh itu agaknya mencukupi untuk
menjelaskan kegunaan teori sebagai alat membuat
eksplanasi.
2) Teori Sebagai Alat Peramal
Tatkala membuat eksplanasi, biasanya ilmuwan telah
mengetahui juga faktor penyebab terjadinya gejala itu.
Dengan “mengutak-atik” faktor penyebab itu, ilmuwan
dapat membuat ramalan. Dalam bahasa kaum ilmuwan
ramalan itu disebut prediksi, untuk membedakannya dari
ramalan dukun.
Dalam contoh kurs dolar tadi, dengan mudah orang ahli
meramal. Misalnya, karena bulan-bulan mendatang hutang
luar negeri jatuh tempo semakin banyak, maka
diprediksikan kurs rupiah terhadap dolar akan semakin
lemah. Ramalan lain dapat pula dibuat, misalnya, harga
barang dan jasa pada bulan-bulan mendatang akan naik.
Pada contoh dua tadi dapat pula dibuat ramalan. Misalny3a9,
PENGETAHUAN SAIN
pada musim paceklik ini banyak pasangan suami istri yang
cerai, maka diramalkan kenakalan remaja akan meningkat.
Ramalan lain: akan semakin banyak remaja putus sekolah,
akan semakin banyak siswa yang tidak naik kelas. Tepat
dan banyaknya ramalan yang dapat dibuat oleh ilmuwan
akan ditentukan oleh kekuatan teori yang ia gunakan,
kepandaian dan kecerdasan; dan ketersediaan data di
sekitar gejala itu.
3) Teori Sebagai Alat Pengontrol
Eksplanasi merupakan bahan untuk membuat ramalan dan
kontrol. Ilmuwan, selain mampu membuat ramalan
berdasarkan eksplanasi gejala, juga dapat membuat kontrol.
Kita ambil lagi contoh tadi.
Agar kurs rupiah menguat, perlu ditangguhkan
pembayaran hutang yang jatuh tempo, jadi, pembayaran
utang diundur. Apa yang dikontrol? Yang dikontrol ialah
kurs rupiah terhadap dolar agar tidak naik. Kontrolnya
40
FILSAFAT ILMU
ialah kebutuhan terhadap dolar dikurangi dengan cara
menangguhkan pembayaran hutang dalam dolar.
Agar kontrol lebih efektif sebaiknya kontrol tidak hanya
satu macam. Dalam kasus ekonomi ini dapat kita tambah
kontrol, umpamanya menangguhkan pembangunan proyek
yang memerlukan bahan import. Kontrol sebenarnya
merupakan tindakan-tindakan yang diduga dapat mencegah
terjadinya gejala yang tidak diharapkan atau gejala yang
memang diharapkan.
Ayah dan ibu sudah cerai. Dipredisksi: anak-anak me-
reka akan nakal. Adakah upaya yang efektif agar anak-
anak itu tidak nakal? Ada, upaya itulah yang disebut
kontrol. Dalam kasus ini mungkin pamannya, bibinya, atau
kakeknya, dapat mengganti fungsi ayah dan ibunya mereka.
Perbedaan prediksi dan kontrol ialah prediksi bersifat
pasif; tatkala ada kondisi tertentu, maka kita dapat
membuat prediksi, misalnya akan terjadi ini, itu, begini
atau begitu. Sedangkan kontrol bersifat aktif; terhadap
sesuatu keadaan, kita membuat tindakan atau tindakan-
tindakan agar terjadi ini, itu, begini atau begitu.
2. Cara Sain Menyelesaikan Masalah
Ilmu atau sain —yang isinya teori— dibuat untuk
memudahkan kehidupan. Bila kita menghadapi kesulitan
(biasanya disebut masalah), kita menghadapi dan menye-
lesaikan masalah itu dengan menggunakan ilmu (sebenarnya
menggunakan teori ilmu). 41
PENGETAHUAN SAIN
Dahulu orang mengambil air di bawah bukit, orang Sunda
menyebutnya di lebak. Tatkala akan mengambil air, orang
melalui jalan menurun sambil membawa wadah air. Tatkala
pulang ia melalui jalan menanjak sambil membawa wadah
yang berisi air. Itu menyulitkan kehidupan. Untuk
memudahkan, orang membuat sumur. Air tidak lagi harus
diambil di lebak. Air dapat diambil dari sumur yang dapat
dibuat dekat rumah.
Membuat sumur memerlukan ilmu. Tetapi sumur masih
menyusahkan karena masih harus menimba, kadang-kadang
sumur amat dalam. Orang mencari teori agar air lebih mudah
diambil. Lantas orang menggunakan pompa air yang
digerakkan dengan tangan. Masih susah juga, orang lantas
menggunakan mesin. Sekarang air dengan mudah diperoleh,
hanya memutar kran. Ilmu memudahkan kehidupan.
Sejak kampung itu berdiri ratusan tahun yang lalu, sampai
tahun-tahun belakangan ini penduduknya hidup dengan
tenang. Tidak ada kenakalan. Anak-anak dan remaja begitu
baiknya, tidak berkelahi, tidak mabuk-mabukan, tidak
mencuri, tidak membohongi orang tuanya. Senang sekali
bermukim di kampung itu. Tiba- tiba jalan raya melintasi
kampung itu. Listrik dipasang,
penduduk mendapat listrik dengan harga murah. Pen-
duduk senang.
Beberapa tahun kemudian, anak mereka nakal. Anak
remaja sering berkelahi, sering mabuk, sering mencuri,
sering membohongi orang tuanya. Penduduk sering bertanya
“Mengapa keadaan begini?” Mereka menghadapi
masalah.
FILSAFAT ILM□
Mereka memanggil ilmuwan, meminta bantuannya untuk
menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Apa yang akan
dilakukan oleh ilmuwan itu? Ternyata ia melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama, ia mengidentifikasi masalah. Ia ingin tahu
seperti apa kenakalan remaja yang ada di kampung itu. Ia
ingin tahu lebih dahulu, secara persis, misalnya berapa
orang, siapa yang nakal, malam atau hari apa saja
kenakalan itu dilakukan, penyebab mabuk, berkelahi dengan
siapa, dan apa penyebabnya, dsb ingin tahu sebanyak-
banyaknya atau selengkap-lrngkapnya tentang kenakalan
yang diceritakan oleh orang kampung kepadanya, ia seolah-
olah tidak percaya begitu saja pada laporan orang kampung
tersebut. Ia mengidentifikasi masalah itu. Identifikasi
biasanya dilakukan dengan cara mengadakan penelitian.
Hasil penelitian itu ia analisis untuk mengetahui secara
persis segala sesuatu di seputar kenakalan itu tadi.
43
PENGETAHUAN SAIN
Kedua, ia mencari teeri tentang sebab-sebab ke- nakalan
remaja. Biasanya ia cari dalam literatur. Ia menemukan ada
beberapa teori yang menjelaskan sebab- sebab kenakalan
remaja. Di antara teori itu ia pilih teori yang
diperkirakannya paling tepat untuk menyelesaikan masalah
kenakalan remaja di kampung itu. Sekarang ia tahu
penyebab kenakalan remaja di kampung itu.
Ketiga, ia kembali membaca literatur lagi. Sekarang ia
mencari teori yang menjelaskan cara memperbaiki remaja
nakal. Dalam buku ia baca, bahwa memperbaiki remaja
nakal harus disesuaikan dengan penyebabnya. Ia sudah
tahu penyebabnya, maka ia usulkan tindakan-tindakan yang
harus dilakukan oleh pemimpin, guru, organisasi pemuda,
ustadz, orang tua remaja dan polisi serta penegak hukum.
Demikian biasanya cara ilmuwan menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Itu adalah cerita tentang cara sain
menyelesaikan masalah. Cara filsafat dan mistik tentu lain
lagi. Langkah baku sain dalam menyelesaikan masalah:
identifikasi masalah, mencari teori, menetapkan tindakan
penyelesaian.
Janganlah hendaknya terlalu mengandalkan sain tatkala
timbul masalah. Ada dua sebab. Pertama, belum tentu teori
sain yang ada mampu menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Teori itu mungkin memadai pada zaman tertentu,
digunakan untuk menghadapi masalah yang
sama pada zaman yang lain, belum tentu teori itu efektif.
Kedua, belum tentu setiap masalah tersedia teori untuk
menyelesaikannya. Masalah selalu berkembang lebih cepat
daripada perkembangan teori. Ilmu kita ternyata tidak
F I L S A F A T ﻻا/اااا
pernah mencukupi untuk menyelesaikan masalah demi
masalah yang dihadapkan kepada kita.
Apabila sain gagal menyelesaikan suatu masalah yang
diajukan kepadanya, maka sebaiknya masalah itu diha-
dapkan ke filsafat, mungkin filsafat mampu
menyelesaikannya. Tentu dengan cara filsafat atau
mungkin
pengetahuan mistik dapat membantu. Yang terbaik ialah
setiap masalah diselesaikan secara bersama-sama oleh sain,
filsafat dan mistik yang berkerja secara terpadu.
3. Bonus
Netralitas Sain
Pada tahun 1970-an terjadi polemik antara Mukti Ali (IAIN
Yogyakarta) dengan Sadali (ITB). Mukti Ali menyatakan
bahwa sain itu netral, sementara Sadali berpendapat sain
tidak netral. Ternyata Mukti Ali hanya memancing, ia tidak
sungguh-sungguh berpendapat begitu.
Dalam ujaran Mukti Ali, waktu itu, sain itu netral,
seperti pisau, digunakan untuk apa saja itu terserah
penggunanya. Pisau itu dapat digunakan untuk mem-
bunuh (salah satu perbuatan jahat) dan dapat juga
digunakan untuk perbuatan lain yang baik. Begitulah teori-
teori sain, ia dapat digunakan untuk kebaikan dan dapat
pula untuk kejahatan. Kira-kira begitulah pengertian sain
netral itu.
Netral biasanya diartikan tidak memihak. Dalam kata
PENGETAHUAN SAIN
“sain netral” pengertian itu juga terpakai. Artinya: sain
tidak memihak pada kebaikan dan tidak juga pada
kejahatan. Itulah sebabnya istilah sain netral sering diganti
dengan istilah sain bebas nilai. Nah, bebas nilai (value free)
itulah yang disebut sain netral; sedangkan lawannya ialah
sain terikat, yaitu terikat nilai (value bound). Sekarang,
manakah yang benar, apakah sain seharusnya value free
atau value bound? Apakah sain itu sebaiknya bebas nilai
atau terikat nilai?
Pembaca yang terhormat, ketahuilah bahwa persoalan
ini bukanlah persoalan kecil. Ia persoalan besar karena
banyak sekali aspek kehidupan manusia yang diatur secara
langsung oleh sain. Jadi, paham bahwa sain itu netral atau
sain itu terikat (tidak netral, memihak), akan
mempengaruhi kehidupan manusia secara langsung.
Karena itu sebaiknya kita berhati-hati dalam menetap- kan
paham kita tentang ini.
Apa untungnya bila sain netral? Bila sain itu kita
anggap netral, atau kita mengatakan bahwa sain sebaik-
nya netral keuntungannya ialah perkembangan sain akan
46