FILSAFAT ILMU
Netralitas Filsafat
Tatkala menjelaskan netralitas sain kita berkesimpulan
seharusnya sain itu tidak netral artinya sain itu seharusnya
tidak bebas nilai. Filsafat bagaimana?
Ada berbagai hal yang menarik untuk diperhatikan
mengenai pertanyaan itu. Pertama, dalam filsafat ada Filsafat
Nilai atau Etika. Filsafat Etika adalah cabang filsafat yang
khusus membicarakan nilai, yaitu nilai baik, buruk. Karena
etika membicarakan nilai maka pastilah etika itu tidak bebas
nilai. Adalah mungkin nilai yang digunakan dalam etika itu
bukan nilai dari agama, tetapi tetap saja ia tidak netral karena
ia telah membicarakan buruk dan baik.
Kedua, filsafat itu adalah pemikiran orang, karena
pemikiran orang maka tidaklah mungkin orang itu netral
dalam berpikir; sekurang-kurangnya hasil pemikiran itu telah
berpihak pada pemikir itu. Berbeda dengan sain. Peneliti sain
tidak berpikir, teori sain disusun berdasarkan data yang
terkumpul bukan disusun berdasarkan pemikiran peneliti.
Ketiga, masih ada kemungkinan netralnya filsafat, yaitu
pada logika. Mungkin saja logika itu netral. Untuk me-
mastikan ini kita dapat menganggap logika itu esensinya sama
dengan esensi matematika. Nah, jika matematika dapat
dianggap netral, maka logika juga dapat netral.
Seandainya Logika kita anggap netral, itu bukan berarti
filsafat itu netral, sebab masih menjadi persoalan apakah
logika itu filsafat atau bukan filsafat. Jika Anda termasuk yang
berpandangan bahwa logika itu adalah bagian dari filsafat,
maka Anda harus berpendapat bahwa sebagian dari filsafat
107
PENGETAHUAN FILSAFAT
adalah netral.
108
FILSAFAT ILMU
BAB 4
PENGETAHUAN MISTIK
Harap Anda lihat Bab 1. Di situ ada pengetahuan Sain, ada
pengetahuan Filsafat, dan ada pengetahuan Mistik.
Pengetahuan Sain adalah pengetahuan yang logis-empiris
tentang objek yang empiris. Pengetahuan Filsafat adalah
pengetahuan logis (dan hanya logis) tentang objek yang abstrak
logis. Kata logis di sini dapat dalam arti rasional dapat juga
dalam arti supra-rasional. Pengetahuan Mistik adalah
pengetahuan supra-rasional tentang objek yang supra-rasional.
Berikut ini ditambahkan uraian tentang pengetahuan mistik
tersebut.
Diuraikan berikut ini ontologi pengetahuan mistik,
epistemologi pengetahuan mistik, dan aksiologi pengetahuan
mistik.
A. Ontologi Pengetahuan Mistik
Diuraikan di sini hakikat pengetahuan mistik dan struktur
pengetahuan mistik.
1. Hakikat Pengetahuan Mistik
Mistik adalah pengetahuan yang tidak rasional; ini pengertian
yang umum. Adapun pengertian mistik bila dikaitkan dengan
agama ialah pengetahuan (ajaran atau keyakinan) tentang
Tuhan yang diperoleh melalui meditasi atau latihan spiritual,
bebas dari ketergantungan pada indera dan rasio (A.S. Hornby,
A Leaner’s Dictionary of Current English, 1957: 828).
Pengetahuan mistik adalah pengetahuan yang tidak dapat
dipahami rasio, maksudnya, hubungan sebab akibat yang
terjadi tidak dapat dipahami rasio. Pengetahuan ini kadang-
kadang memiliki bukti empiris tetapi kebanyakan tidak dapat
dibuktikan secara empiris.
Di dalam Islam, yang termasuk pengetahuan mistik ialah
pengetahuan yang diperoleh melalui jalan tasawuf.
Pengetahuan yang diperoleh misalnya tercakup dalam istilah
ma’rifah, al-ittihad, atau hulul. Pengetahuan mukasyafah, juga
adalah pengetahuan mistik dalam tasawuf yang diperoleh
memang bukan melalui jalan indera atau jalan rasio.
Kekebalan juga termasuk pengetahuan mistik karena tidak
dapat diterangkan melalui logika sebab-akibat. Orang dapat
kebal karena latihan-latihan tertentu dan bekerjanya hasil
latihan itu tidak dapat dipahami oleh rasio. Yang tidak dapat
dipahami oleh rasio ialah hubungan sebab akibatnya atau
mengapanya. Tetapi pengetahuan ini (kekebalan) dapat
dibuktikan secara empiris.
Sufi besar ternyata tidak kagum terhadap kekebalan atau
yang sejenis dengan itu. Pada suatu ketika ada orang yang
menyampaikan berita kepada Abu Yazid bahwa si fulan dapat
pergi ke Mekah hanya dalam tempo satu malam saja. Abu
Yazid menjawab, apa yang harus diherankan, setan juga dalam
tempo sekejap dapat pergi dari barat ke timur, padahal ia
dilaknat Allah. Pada waktu yang lain ada orang yang
menyampaikan berita lain kepada Abu Yazid bahwa si fulan
dapat berjalan di atas air. Abu Yazid menjawab, ular pun
dapat berjalan di atas air dan bahkan dapat berada di dalam
air dan burung dapat terbang di angkasa (Abu al-Siraj al-
Thusy, Al-Luma, 1996: 400).
Pengetahuan mistik (sebenarnaya pengetahuan yang
bersifat mistik) ialah pengetahauan yang supra-rasional tetapi
kadang-kadang memiliki bukti empiris.
2. Struktur Pengetahuan Mistik
Dilihat dari segi sifatnya kita membagi mistik menjadi dua,
yaitu mistik biasa dan mistik magis.
Mistik-biasa adalah mistik tanpa kekuatan tertentu Dalam
Islam mistik yang ini adalah tasawuf. Mistik magis ialah
mistik yang mengandung kekuatan tertentu dan biasanya
untuk mencapai tujuan tertentu. Mistik- magis ini dapat
dibagi dua yaitu mistik-magis-putih dan mistik-magis-hitam.
Mistik-magis-putih dalam Islam contohnya ialah mukjizat,
karamah, ilmu hikmah, sedangkan mistik-magis-hitam
contohnya ialah santet dan sejenisnya yang menginduk ke
sihir, bahkan boleh jadi mistik-magis-hitam itu dapat disebut
sihir saja. Berikut adalah uraian tentang mistik-mistik itu,
disarikan dari makalah yang ditulis oleh Ajid Thohir, maha-
siswa S2 IAIN Bandung angkatan 1997/1998.
Istilah mistik-magis-putih dan mistik-magis-hitam
digunakan sekedar untuk membedakan kriterianya. Orang
menganggap mistik-magis-putih adalah mistik magis yang
berasal dari agama langit (Yahudi, Nasrani, Islam), sedangkan
mistik-magis-hitam berasal dari luar agama itu. Dalam
praktiknya keduanya memiliki kegiatan yang relatif sama,
nyaris hanya nilai filsafatnya saja yang berbeda. Kesamaan itu
terlihat karena mistik- magis-putih menggunakan wirid, do’a
sedangkan mistik-
113
magis-hitam menggunakan mantra, jampi, yang keduanya
pada segi praktik sama. Kemiripan juga terlihat pada segi lain:
mistik-magis-putih menggunakan wafaq-wafaq dan isim-isim
sedangkan mistik-magis-hitam menggunakan rajah-rajah dan
jimat. Wafaq, isim, rajah, jimat sama menggunakan benda-
benda (material) sebagai perwujudan kekuatan supranatural.
Perbedaan mendasar ada pada segi filsafatnya. Mistik-
magis-putih selalu dekat dan berhubungan dan bersandar pada
Tuhan, sehingga dukungan Ilahi sangat menentukan. Hal ini
berjalan sejak kenabian, pada nabi magis-putihnya ialah
mukjizat, pada pemilik magis putih selain Nabi disebut
karamah. Kekuatan supranatural pada nabi ada juga yang
ditunjukkan melalui benda seperti mukjizat Nabi Musa. Dalam
benda seperti itu telah terdapat kekuatan ilahiah (Ibn
Khaldun, Muqaddimah, 1986: 690).
Rasulullah SAW pernah menggunakan mistik-magis- putih
yaitu tatkala Abu Bakar disengat binatang berbisa di Gua Tsur
saat mereka bersembunyi di sana. Rasulullah niembacakan
beberapa ayat al-mu'awwidzatain (surat al- Nas dan al-Falaq)
kemudian menyemburkannya pada luka sengatan dan atas
izin Allah sembuh seketika. Kenyataan seperti ini masih
dipraktikkan sampai sekarang oleh pemegang mistik-magis-
putih yang sering disebut sebagai ahli hikmah. Penyebutan
ahli hikmah bagi mereka
merupakan suatu esensi yang mendasari kegiatan itu secara
filosofis: mereka dekat dengan Tuhan dan mengetahui hikmah
kedekatan itu. Ini menjelaskan sebagian dari epistemologi
magis putih serta aksiologinya.
Mistik-magis-hitam selalu dekat, bersandar dan
bergantung pada kekuatan setan dan roh jahat. Menurut Ibn
114
Khaldun (1986: 684) mereka memiliki kekuatan di atas rata-
rata manusia, kekuatan mereka itu memungkinkan mereka
mampu melihat hal-hal gaib, karena dukungan setan dan/atau
roh jahat tadi. Jiwa-jiwa yang memiliki kemampuan magis ini
dapat digolongkan menjadi tiga.
Pertama, mereka yang memiliki kemampuan atau
pengaruh melalui kekuatan mental atau himmah. Itu
disebabkan jiwa mereka telah menyatu dengan jiwa setan atau
roh jahat. Para filosof menyebut mereka ini sebagai ahli sihir
dan kekuatan mereka luar biasa.
Kedua, mereka yang melakukan pengaruh magisnya dengan
menggunakan watak benda-benda atau elemen- elemen yang
ada di dalamnya, baik benda angkasa atau benda yang ada di
bumi. Inilah yang disebut jimat-jimat yang biasa disimbolkan
dalam bentuk benda-benda material atau rajah.
Ketiga, mereka yang melakukan pengaruh melalui
kekuatan imajinasi sehingga menitnbulkan
berbagai fantasi pada orang yang dipengaruhi. Kelompok ini
disebut kelompok pesulap (sya’badzah).
Uraian itu menjelaskan sebagian dari epistemologi dan
aksiologi mistik-magis-hitam.
Karena secara filosofis dua kelompok ini berbeda dalam
epistemologi dan aksiologi maka kita dengan jelas dapat
membedakan keduanya. Keduanya menggambarkan realitas
manusia: baik dan jahat, mukmin dan kafir, memegang yang
haq dan mengambil yang bathil. Maka wajar bila mereka
memperoleh sebutan yang satu putih dan yang satu hitam.
115
PENGETAHUAN MISTIK
B. Epistemologi Pengetahuan Mistik
Bagaimana pengetahuan mistik diperoleh? Objek empiris
dapat diketahui sain, objek abstrak-rasional dapat diketahui
filsafat, sisanya, yaitu yang abstrak-suprasional diketahui
dengan apa? Dengan mistik. “Mistik disini bukan lagi kata
sifat tetapi nama, sejajar dengar sain dan filsafat.
Manusia ingin tahu. Ia ingin tahu apa rasa tebu. Ia
cicipi, tahulah ia tebu rasanya manis. Ini pengetahuan
empiris. Inilah pengetahuan sain. Manusia ingin tahu
mengapa air tebu manis. Ia berpikir. Ia temukan bahwa manis
karena ada hukum yang mengatur sehingga
Tuhan,malaikat, surga, neraka, jin, dan lain-lain. Termasuk
objek yang hanya dapat diketahui melalui pengetahuan mistik
ialah objek-objek yang tidak dapat pahami oleh rasio, yaitu
objek-objek supra-natural (supra-rasional), seperti kebal,
debus, pelet, pengunaan jin, santet.
Anda percaya bahwa debus itu benar-benar ada dan
terjadi? Kata Anda, “percaya.” Mengertikah Anda bagaimana
itu terjadi? Tidak, Anda tidak mengerti bila Anda
menggunakan rasio, sebab kekebalan itu tidak rasional. Anda
dapat memahaminya melalui pengetahuan mistik, yaitu jalan
supra-rasional.
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik
Bagaimana memperoleh pengetahuan mistik? Di atas sudah
dikatakan bahwa pengetahuan mistik itu tidak diperoleh
melalui indera dan tidak juga dengan menggunakan akal
rasional. Pengetahuan mistik diperoleh melalui rasa.
Immanual Kant mengatakan itu melalui moral, ada yang
mengatakan melalui intuisi, ada juga yang mengatakan
melalui insight, al-Ghazali mengatakan melalui dhamir, atau
PENGETAHUAN MISTIK
tebu selalu manis. Ini pengetahuan rasional. Inilah
pengetahuan filsafat. Manusia ingin tahu juga siapa
yang membuat hukum yang mengatur tebu selalu
manis? Ia temukan Tuhan. Ini masih pengetahuan
filsafat. Manusia juga ada yang ingin tahu Tuhan itu
siapa, seperti apa. Ini adalah objek abstrak-supra-
rasional. Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah
pengetahuan mistik.
Pengetahuan mistik ialah pengetahuan yang
diperoleh tidak melalui indera dan bukan melalui rasio.
Pengetahuan ini diperoleh melalui rasa, melalui hati
sebagai alat merasa. Kalau indera dan rasio adalah alat
mengetahui yang dimiliki manusia, maka rasa atau
hati, juga adalah alat mengetahui. Manusia laksana
radio penerima. Siaran empiris ia terima dan pahami
dengan menggunakan alat indera; siaran yang tidak
empiris tetapi rasional, ia terima dan pahami melalui
akal rasional yang bekerja secara logis. Nah, siaran-
siaran yang amat rendah frekuensinya, sehingga bukan
saja indera tidak mampu menangkapnya, akal rasional
pun pun tidak sanggup menangkapnya, dapat ditangkap
dengan rasa.
118
FILSAFAT ILMU
1. Objek Pengetahuan Mistik
Yang menjadi objek pengetahuan mistik ialah objek yang
abstrak-supra-rasional, seperti alam gaib termasuk
Tuhan, malaikat, surga, neraka, jin, dan lain-lain.
Termasuk objek yang hanya dapat diketahui melalui
pengetahuan mistik ialah objek-objek yang tidak dapat
dipahami oleh rasio, yaitu objek-objek supra-natural
(supra-rasional), seperti kebal, debus, pelet, pengunaan
jin, santet.
Anda percaya bahwa debus itu benar-benar ada dan
terjadi? Kata Anda, “percaya.” Mengertikah Anda bagai-
mana itu terjadi? Tidak, Anda tidak mengerti bila Anda
menggunakan rasio, sebab kekebalan itu tidak rasional.
Anda dapat memahaminya melalui pengetahuan mistik,
yaitu jalan supra-rasional.
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Mistik
Bagaimana memperoleh pengetahuan mistik? Di atas
sudah dikatakan bahwa pengetahuan mistik itu tidak
diperoleh melalui indera dan tidak juga dengan
menggunakan akal rasional. Pengetahuan mistik
diperoleh melalui rasa. Immaanual Kant mengatakan
itu melalui moral, ada yang mengatakan melalui intuisi,
ada juga yang mengatakan mealui insight, al-Ghazali
119
FILSAFAT ILMU
mengatakan melalui dhamir, atau qalbu. Ya, sekarang,
bagaimana itu diperoleh?
Anda ingin mengetahui bagaimana hakikat
Tuhan?Atau sebagian dari hakikat-Nya? Kata kaum
sufi, Anda
119
qalbu. Ya, sekarang, bagaimana itu diperoleh?
Anda ingin mengetahui bagaimana hakikat Tuhan? Atau
sebagian dari hakikat-Nya? Kata kaum sufi, Anda
harus menghilangkan sebanyak mungkin unsur nasut pada diri
Anda dan memperbesar unsur lahut. Unsur nasut ialah unsur
jasmani, unsur lahut ialah unsur rohani. Bila kita tidak lagi
terlalu banyak dipengaruhi unsur nasut, maka unsur lahut itu
akan dapat berkomunikasi dengan Tuhan, yang Tuhan itu
semuanya lahut.
Untuk menghilangkan atau mengurangi unsur nasut itu
manusia harus membersihkan rohaninya, membersihkan dari
nafsu-nafsu jasmaniah. Ia harus memperkuat rohaninya.
Rohaninya akan sensitif atau peka. Caranya antara lain
seperti yang diajarkan oleh kaum sufi. Thariqat dalam hal ini
adalah cara dalam membersihkan diri. Thariqat dalam hal ini
merupakan epistemologi untuk memperoleh pengetahuan
mistik.
Pada umumnya cara memperoleh pengetahuan mistik
adalah latihan yang disebut juga riyadhah. Dari riyadhah itu
manusia memperoleh pencerahan, memperoleh pengetahuan
yang dalam tasawuf disebut ma’rifah.
Pengetahauan mistik yang lain, seperti kebal, bagaimana
cara memperolehnya? Sama saja dengan yang di atas tadi
yaitu latihan. Umumnya latihan itu adalah latihan batin. Pelet
dan santet diperoleh juga dengan metode yang sama. Dapatlah
disimpulkan —sekalipun kasar— bahwa epistemologi
pengetahuan mistik ialah pelatihan batin.
3. Ukuran Kebenaran Pengetahuan Mistik
Kebenaran sain diukur dengan rasio dan bukti empiris, gila
teori sain rasional dan ada bukti empiris, maka teori benar.
Ukuran kebenaran pengetahuan filsafat adalah logis Bila teori
filsafat logis, berarti teori itu benar. Logis berarti masuk akal.
120
Logis dalam filsafat dapat berarti rasional atau supra-rasional.
Kebenaran pengetahuan mistik diukur dengan berbagai
ukuran. Bila pengetahuan mistik itu berasal dari Tuhan, maka
ukurannya ialah teks Tuhan yang menyebutkan demikian.
Tatkala Tuhan dalam al-Qur'an mengatakan bahwa surga
neraka itu ada, maka teks itulah yang menjadi bukti bahwa
pernyataan itu benar. Ada kalanya ukuran kebenaran
pengetahuan mistik itu kepercayaan. Jadi, sesuatu dianggap
benar karena kita mempercayainya. Kita percaya bahwa jin
dapat disuruh melakukan sesuatu pekerjaan. Ya, kepercayaan
kita itulah ukuran kebenarannya. Ada kalanya kebenaran
sesuatu teori dalam pengetahuan mistik diukur dengan bukti
empiris. Dalam hal ini bukti empiris itulah ukuran
kebenarannya. Kebal adalah sejenis pengetahuan mistik.
Kebenarannya dapat diukur dengan kenyataan empiris
misalnya sese- orang memperlihatkan di hadapan orang banyak
bahwa Ia tidak mempan ditusuk jarum.
Satu-satunya tanda pengetahuan disebut pengetahuan
(bersifat) mistik ialah kita tidak dapat menjelaskan hubungan
sebab akibat yang ada di dalam sesuat kejadian mistik. Dalam
contoh kebal, kita tidak dapat menjelaskan secara rasional
mengapa jarum tidak mampu menembus kulit orang kebal. Jadi,
yang bersifat mistik itu ialah “mengapa” nya. Akan lebih
merepotkan kita memahami sesuatu teori dalam pengetahuan
mistik bila teori itu tidak punya bukti empirik; sulit diterima
karena secara rasional tidak terbukti dan bukti empirik pun
tidak ada.
C. Aksiologi Pengetahuan Mistik 121
Di sini dibahas kegunaan pengetahuan mistik dan cara
pengetahuan mistik menyelesaikan masalah.
1. Kegunaan Pengetahuan Mistik
Mustahil pengetahuan mistik mendapat pengikut yang begitu
banyak dan berkembang sedemikian pesat bila tidak ada
gunanya. Uraian tentang kegunaan pengetahuan mistik
seharusnya menyangkut mistik biasa, putih, dan mistik hitam.
Kegunaannya mencakup area yang sangat luas.
Pengetahuan mistik itu amat subjektif, yang paling tahu
penggunaannya ialah pemiliknya. Seharusnya kita bertanya
kepada salik (pengamal tasawuf), para pengamal ahli hikmah,
atau kepada dukun mereka gunakan untuk apa
pengetahuannya itu. Secara kasar kita dapat mengetahui
bahwa mistik yang biasa digunakan untuk memperkuat
keimanan, mistik-magis-putih digunakan untuk kebaikan,
sedangkan mistik-magis-hitam digunakan untuk tujuan jahat.
Di kalangan sufi (pengetahuan mistik biasa) dapat
mententramkan jiwa mereka, mereka bahkan menemukan
kenikmatan luar biasa tatkala “berjumpa” dengan kekasihnya
(Tuhan). Pengetahuan mereka sering dapat menyelesaikan
persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh sain dan filsafat.
Pemegang mistik-magis putih menggunakan pengetahuannya
untuk kebaikan, seperti untuk pengobatan, mendamaikan
suami istri yang sedang cekcok. Dukun patah tulang —
misalnya- dapat mengobati patah tulang secara mistik (ini
mistik-magis-putih) sementara dokter (pemegang sain) tidak
dapat menyelesaikannya.
Jenis mistik lain seperti kekebalan, pelet, debus, dan lain-
lain diperlukan atau berguna bagi seseorang sesuai dengan
situasi dan kondisi tertentu, terlepas dari benar atau tidak
penggunaannya. Kebal —misalnya- dapat digunakan dalam
pertahanan diri, debus dapat diguna-
kan sebagai pertahanan diri dan juga untuk pertunjukan
hiburan. Jenis ini dapat meningkatkan harga diri Sementara
122
mistik-magis hitam, dikatakan hitam, antara lain karena
penggunaannya untuk kejahatan.
Kegunaan mistik-mistik ini semakin tergeser oleh produk
modern. Pelet tergeser oleh “pelet Jepang” alias uang;
kekebalan tergeser oleh senjata berat, sebab tidak ada orang
kebal terhadap rudal. Agaknya pengetahuan mistik akan
terseleksi sesuai dengan kebutuhan dan keadaan zaman.
Mistik yang dapat membawa pada ketenangan batin akan
bertahan dan semakin dicari orang.
Untuk menilai apakah mistik-magis itu hitam atau putih,
kita melihatnya pada segi ontologinya, epistemologinya, dan
aksiologinya. Bila pada ontologi terdapat hal-hal yang
berlawanan dengan nilai kebaikan, maka dari segi ontologi
mistik-magis itu kita sebut hitam. Bila pada cara
memperolehnya (epistemologi) ada yang berlawanan dengan
nilai kebaikan maka kita akan mengatakan mistik-magis itu
hitam. Bila dalam penggunaan (aksiologi) nya untuk kejahatan
maka kita menyebutnya hitam.
2.Cara Pengetahuan Mistik Menyelesaikan Masalah
Pengetahuan mistik menyelesaikan masalah tidak melalui
proses inderawi dan tidak juga melalui proses rasio. Itu
berlaku untuk mistik putih dan mistik hitam.
Uraian berikut menjelaskan secara agak luas cara
pengetahuan mistik menyelesaikan masalah (disarikan dari
makalah Ajid Thohir).
Hampir seluruh masyarakat beragama di dunia mengakui
adanya kehidupan mistik, termasuk jenis-jenis mistik yang
mengandung kekuatan magis. Jadi, ada dua macam mistik,
yaitu mistik yang biasa dan mistik magis. Istilah “mistik”
menunjukkan pengertian kegiatan spiritual tanpa penggunaan
123
PENGETAHUAN MISTIK
rasio. Ini berlaku bagi dua macam mistik itu. Sedangkan
“mistik-magis” adalah kegiatan mistik yang mengandung
tujuan-tujuan untuk memperoleh sesuatu yang diingini
penggunanya. Mistik- magis itu disebut mistik juga karena
sangat mirip dengan aktivitas spiritual yang dilakukan oleh
masyarakat beragama (lihat Reymond Firth, Human Types,
1960: 184- 185). Aktivitas jiwa manusia yang serba ingin tahu
tentang hal-hal di luar dirinya semakin mengukuhkan adanya
kehidupan mistik, juga mistik magis (Ibn Miskawaih, Tahdzib
al-Akhlaq, 1994: 35). Sejak masa primitif sampai masa
modern ini kenyataannya mistik tetap digunakan sekalipun
dalam kondisi tertutup.
124
PENGETAHUAN MISTIK
Islam, sebagai agama yang memiliki nilai-nilai universal
bagi kehidupan manusia sebenarnya telah memberi jalan
cukup jelas tentang keberadaan mistik yang gaib itu.
Masyarakat Islam ketika berhadapan dengan tradisi- tradisi
lokal seperti Yunani, Persia, India, warisan Arab Kuno (seperti
Ibrani, Kaldea, Suryani) yang kaya dengan praktik mistik-
magis terdorong dan terilhami untuk memformulasikan
kembali kegiatan ini dalam bentuk- bentuk yang selaras
dengan nilai-nilai Islam. Dari sinilah agaknya muncul dan
berkembangnya tradisi mistik-magis dalam Islam.
Pengetahuan magis yang berkembang di penduduk
Mesopotamia (yang terdiri dari bangsa Syria dan Kaldea) dan
bangsa Mesir, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab
sekitar abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Di antara buku- buku yang
berisi berbagai informasi tentang pengetahuan magis dan
berbagai praktik yang mereka lakukan ialah al-Falahah al-
Nabathiyyah karya orang Babilonia. Dari buku-buku seperti
itulah dalam dunia Islam muncul buku-buku mistik seperti
Mashahif al-Kawakib al-Sab'ah, Kitab Thamtham al-Hindi
dan sebagainya.
Di timur, Persia, muncul Jabir Ibn Hayyan —juga ilmuwan
Kimia— sebagai tokoh yang ahli dalam mengungkap keahlian
sihir. Di Barat, Andalusia, muncul Maslamah Ibn Ahmad al-
Majrithy sebagai tokoh matematika dan sihir. Dialah yang
banyak meringkas manuskrip
—tentang ini— dan menyusunnya secara sistematik berikut
berbagai metodenya dalam karyanya Ghayat al- Hakim (lihat
Ibn Khaldun, 1986: 681-683). Tokoh lain yang menyenangi
bidang ini masih banyak seperti Abu Abbas al-Buny, Abu
Bakar al-Khawarizmy, Abu Hamid al- Ghazaly, Tsabit Ibn
Qurrah al-Kharany, Abu Ma’syar al- Balkhy, Khalaf Ibn Yusuf
al-Dismasany, Salim bin Tsabit al-Baghdady (al-Marzuqy, tt:
2).
Dari sini muncul lagi istilah baru dalam dunia mistik- magis
dalam dunia Islam, yaitu ‘ulum al-hikmah yang berisi antara
lain rahasia-rahasia huruf al-Quran yang mengandung
kekuatan magis, rahasia wafaq, rahasia asma ilahiyah, ayat-
ayat ilahiyah dan sebagainya.
Tampaknya, pengetahuan mistik-magis ini selain
berkembang sebagai akibat pengaruh dari luar seperti disebut
di atas, juga —paling mendasar— sebagai pengaruh
pengetahuan dan pengalaman spiritual mereka. Dapat
dikatakan demikian karena kenyataan menunjukkan bahwa
tokoh-tokoh mistik-magis itu kebanyakan sufi-sufi besar. Ibn
Khaldun (Muqaddimah, 1981: 664-694) dan Sihristany (al-
Milal wa al-Nihal, tt: 260-262) mengakui bahwa dunia mistik-
magis yang menggunakan kekuatan rohaniah selalu muncul
dari orang-orang suci (maksudya sufi) yang selalu mengolah
kekuatan spiritualnya. Bagi mereka yang sampai mengalami
kasyf, berbagai kekuatan luar dan kondisi alam pun tunduk di
bawah
tekanan pancarannya. Boleh jadi berbagai potensi dirinya
mengembang dan melingkupi hukum alam sejalan dengan
pancaran ilahiyah yang ada dalam dirinya.
Dari berbagai kontemplasi dan pengolahan spiritual para
tokoh yang disebut di atas akhirnya mampu merumuskan
berbagai formulasi kekuatan rohaniah yang terkandung dalam
ayat-ayat al-Qur'an. Dan setiap pecahan huruf Arab yang
terkandung dalam al-Qur'an itu, kata al- Syilby, selalu memuji
Allah dalam suatu bahasa tertentu (Annemarie Schimmel,
Dimensi Mistik dalam Islam, 1986: 424) dan ia memiliki
magis tertentu bila dipraktikkan. Kekuatan alam (aflak) pun
akhirnya tunduk di bawah sinar Ilahi dan dukungan-Nya
126
melalui huruf-huruf dan nama-nama indah-Nya. Melalui
kalam Ilahi inilah jiwa-jiwa ilahiyah yang aktif di dunia dapat
digunakan oleh manusia untuk tujuan-tujuan yang
dikehendakinya.
Jiwa-jiwa ilahiyah ini bukan hanya terdapat pada beribu-
ribu malaikat-Nya tetapi juga pada roh-roh yang ada dalam
alam ini. Di sinilah hukum alam atau sunnatullah berada pada
kekecualian seperti terjadi pada peristiwa mukjizat para nabi.
Dengan demikian pada perkembangan selanjutnya dunia
mistik-magis Islam terbagi menjadi dua kelompok, pertama,
mistik-magis dalam bentuk wirid-wirid (termasuk
menggunakan ayat atau surat al-Qur'an), kedua, mistik-magis
dalam bentuk benda-benda yang telah
diformulasikan sedemikan rupa yang biasanya berupa wafaq-
wafaq atau isim-isim tertentu. Dalam masyarakat primitif
bentuk pertama berupa bacaan mantra dan bentuk kedua
fetish.
Cara Kerja Mistik-Magis-Putih
Cara kerja mistik-magis-putih ialah sebagai berikut. Para ahli
hikmah dengan metode kasyf telah menemukan bahwa di
dalam agama ada muatan-muatan praktis untuk digunakan
dalam menyelesaikan masalah seperti mengatasi sesuatu
kebutuhan. Mereka menyadari bahwa kekuatan Tuhan baik
yang ada dalam diri-Nya atau yang ada dalam firman-Nya
dapat digunakan oleh manusia. Kitab-kitab yang pernah
diturunkan pada para rasul memiliki ayat-ayat yang
menggambarkan Tuhan sangat berkuasa dalam segala hal.
Dengan memanfaatkan janji dan gambaran Tuhan seperti itu
ayat-ayat itu digunakan untuk menggugah Tuhan memenuhi
janji-Nya. Pada kondisi seperti itu ayat-ayat al-Quran atau
127
PENGETAHUAN MISTIK
kitab langit lainnya sering digunakan sebagai perantara
menghubungkan manusia dengan Tuhan. Bahkan asma-asma
Tuhan sering digunakan para ahli bidang ini untuk Meminta
sesuai dengan kebutuhannya, misalnya, jika ia ingin kaya
maka harus diperbanyak menyebut asma Tuhan yang
berhubungan dengan kaya seperti kata ya ghany, ya razzaaq,
dan lain-lain.
Pengertian yang dapat diambil ialah bahwa do’a dan wirid
dapat menjembatani manusia dengan kebutuhannya dan
Tuhan yang memiliki apa yang dibutuhkan itu. Para ahli
hikmah telah mengembangkan teknik-teknik membuat wirid
dan do’a untuk keperluan seperti itu. Teknik itu di-
kembangkan dalam apa yang disebut asrar al-huruf (rahasia-
rahasia huruf) dan asrar al-asma (rahasia-rahasia nama
Tuhan). Dalam pandangan mereka huruf-huruf itu masing-
masing memiliki bilangan nilai dan masing-masing huruf
memiliki khadam yang berbeda dan juga kekuatan yang
berbeda. Bahkan karakter huruf-huruf itu pun berbeda satu
sama lainnya. Ada huruf yang berkarakter al-ma’iyah (air)
seperti huruf dai, ha, lam, ‘ain, ra, kha, dan ghain; yang
memiliki karakter al-hawa’iyah (udara) seperti jim, zaay, kaf;
karakter al-thurabiyah (tanah) seperti huruf ba, waw; karakter
al-nariyah (api) seperti alif, tha, mim, fa.
Masing-masing wirid atau do’a yang sering ditentukan
bilangan dalam pembacaannya, biasanya sesuai dengan
kekuatan yang ada di dalam wirid atau do’a itu (lihat Ali Abu
Hayullah al-Marzuqy, al-Jawahir al-Lama’ah, tt. 13,18-19, 52-
54). Jika seseorang dapat atau sanggup mempraktikkan wirid
atau do’a sesuai dengan rumusan maka kekuatan ilahiyah
FILSAFAT ILMU
(khadam atau malaikat) akan dapat dimanfaatkan untuk
mencapai tujuan yang dike hendaki. Terlebih jika diikuti oleh
jiwa yang bersih, misalnya dengan berpuasa dan tirakat.
Cara yang kedua ialah dengan cara memindahkan jiwa-jiwa
ilahiyah atau khadam yang ada di dalam huruf- huruf al-Qur'an
atau yang ada di dalam asma-asma Allah. Cara inilah yang
disebut wafaq atau isim. Istilah wafaq berasal dari kata wafaqa
(sesuai atau selaras), artinya jiwa-jiwa ilahiyah ditarik sesuai
dengan karakternya. Jiwa ilahiyah atau khadam harus masuk
dan menempati asma atau huruf yang ditulis pada sesuatu
benda, biasanya kulit ari kijang, kulit harimau, atau pada
logam (emas dan tembaga). Benda yang digunakan untuk wafaq
itu harus sesuai dengan kebutuhan makna huruf atau asma
yang digunakan.
Kekuatan manusia harus pula diperhitungkan agar sesuai
dengan kekuatan wafaq atau isim yang akan digunakan. Untuk
menghitung kekuatan seseorang ahli hikmah biasanya
menghitung kekuatan yang ada pada nama seseorang dan
nama ibu yang melahirkannya.
Wafaq atau isim harus ditulis dengan menggunakan tinta
tertentu, pada kondisi tertentu. Dalam pandangan ulama
hikmah, waktu memiliki karakter dan potensi. Waktu yang 24
jam itu terbagi oleh tujuh kekuatan yang disimbolkan oleh
bintang (zodiak): atharid, zuhal, marikh, musytari, qamar,
syams, dan zuhrah. Setiap hari peredaran bintang itu
mengalami perubahan, dengan demikian setiap hari memiliki
karakter berbeda dalam setiap jamnya. Karena itu, maka para
ahli hikmah harus 129
memindahkan kekPuEaNtaGnEkThaA dHaUmAyNanMg aI dS aT dI aKlam sebuah wafaq
harus hati-hati. Itulah sebabnya hal ini disebut wafaq. Jadi, pada
dasarnya para ahli itu menggunakan kekuatan supra natural
yang ada pada khadam dalam wirid atau do’a, wafaq atau isim
untuk tujuan tertentu.
Cara Kerja Mistik-Magis-Hitam
Cara kerja mistik-magis-hitam telah digambarkan antara lain
oleh Ibn Khaldun (1986: 686) sebagai berikut. Kita melihat
dengan mata kepala sendiri cara seorang tukang sihir
membuat gambar calon korbannya. Digambarkannya dalam
bentuk yang ia inginkan, ia rencanakan untuk membuat
orang tersebut mengadopsi, baik dalam bentuk simbol- simbol
atau nama-nama atau atribut-atribut. Lalu ia bacakan
mantra bagi gambar yang diletakkannya sebagai ganti orang
yang dituju, secara kongkrit dan simbolik. Selama mengulang-
ulang kata-kata buruk itu, ia mengumpulkan air ludah di
mulutnya lalu menyemburkannya pada gambar itu. Lalu ia
ikatkan buhul pada simbol menurut sasaran yang telah
disiapkan tadi. Ia menganggap ikatan buhul itu memiliki
kekuatan dan efektif dalam praktik sihir.
Ia meminta jin-jin kafir untuk berpartisipasi agar
mantra itu lebih kuat. Gambar korban dan nama-nama buruk
itu memiliki roh jahat. Roh itu dari tukang dengan tiupannya
(napasnya) dan melekat pada air
yang disemburkannya ke luar. Ia memunculkan lebih banyak
roh jahat. Akibatnya, segala sesuatu yang dituju tukang sihir
tadi benar-benar terjadi.
Kita juga menyaksikan bagaimana orang mempraktikkan
sihir. Ada yang menunjuk pada pakaian atau selembar kulit
sebagai perantara dan membacakan mantra-mantra. Dan,
lihat, sasaran itu putus dan robek. Dia juga menunjuk pada
perut kambing di padang rumput, dan usus kambing itu putus.
Bonus
Ilmu Putih vs Ilmu Hitam
Di tengah masyarakat kita mendengar orang membedakan
ada ilmu putih ada ilmu hitam. “Ilmu” yang mereka maksud
ialah mistik-magis itu.
Pada akhir buku ini Anda akan menemukan beberapa
contoh “ilmu” dimaksud. Tidaklah dengan mudah saya
menjawab seandainya Anda bertanya “Apakah ini ilmu putih
atau ilmu hitam.”
Seringkali orang mengatakan bahwa “ilmu” ini putih
karena mantranya diambil dari al-Qur’an atau karena
mantranya menggunakan bahasa Arab. Betulkah demikian?
Ada Juga yang mengatakan bahwa putih atau hitam
itu ditentukan oleh tujuannya, maksudnya, ditentukan oleh
untuk apa “ilmu” itu digunakan.
Sungguh tidak mudah membuat perbedaan itu Namun,
secara teoretis, perbedaan itu dapat dilihat dari segi ontologi,
epistemologi, maupun aksiologi mistik magis tersebut. Bila
pada ontologi (misalnya mantranya) melawan ajaran benar
(agama misalnya), maka “ilmu” itu kita golongkan hitam.
Misal lain dalam ontologi, teorinya mengatakan bahwa
mantra harus ditulis dengan menggunakan darah haid
sebagai tintanya. Tentu ini tergolong hitam. Pada segi
131
PENGETAHUAN MISTIK
epistemologinya, seandainya melawan ajaran yang benar,
maka “ilmu” itu kita katakan hitam. Misalnya, untuk
mencapai tujuan “ilmu” itu kita harus berlari di tengah
kampung dalam keadaan telanjang bulat, atau untuk
mencapai tujuan “ilmu” itu seseorang harus memerawani
tujuh wanita. Pada segi aksiologi juga demikian. Bila “ilmu”
itu digunakan untuk tujuan melawan ajaran yang benar,
maka ia akan aksiologi ia digolongkan hitam. Bila pelet
digunakan untuk merekatkan suami istri, pada segi aksiologi
pelet itu putih. Bila pelet itu digunakan untuk memisahkan
suami istri, maka dari segi aksiologi pelet itu termasuk hitam.
Suatu ilmu mistik magis haruslah lolos dalam uji ontologi,
epistemologi, maupun aksiologinya. Tidak lolos dari salah satu
saja berakibat “ilmu” itu dapat digolongkan hitam. Alat
pengujinya ialah ajaran kebenaran.
132
FILSAFAT ILMU
Netralitas Pengetahuan Mistik
Sain yang begitu kelihatan netralitasnya, setelah direnungkan
ternyata tidak netral. Pengetahuan filsafat yang disangka
cukup untuk disebut netral, ternyata lebih tidak netral dari
pada sain. Pengetahuan mistik dengan mudah dapat dilihat
bahwa ia tidak netral.
Sebagian dari pengetahuan mistik adalah mengenai agama
seperti surga, neraka, tasawuf. Bagian ini jelas sekali tidak
netral. Isi ilmunya itu sendiri adalah ajaran agama yang jelas
tidak netral. Mistik magis (baik yang putih maupun yang
hitam) selalu memiliki sifat individualistik, karena itu ia
subjektif. Bila subjektif, maka sudah jelas ia bersifat tidak
netral. Apakah sebaiknya pengetahuan mistik bebas nilai?
Seperti halnya sain dan filsafat, mistik juga harus tidak bebas
nilai. Sekalipun kita menginginkan ia bebas nilai toh itu tidak
mungkin, karena sifat pengetahuan mistik itu tidak bebas
nilai.
Beberapa Contoh Pengetahuan Mistik
Berikut ini beberapa contoh pengetahuan mistik dengan
sedikit uraiannya, umumnya disarikan dari makalah
mahasiswa Pascasarjana IAIN Bandung. Dimuat contoh-
contoh ini di dalam buku ini adalah dengan tujuan sebagai
suplemen. Dengan membaca contoh-contoh ini diharapkan
Anda lebih memahami apa itu pengetahuan (yang bersifat)
mistik.
Contoh-contoh tersebut umumnya kelengkapannya sengaja
tidak disempurnakan. Itu saya lakukan berdasarkan saran
beberapa pihak. Karena dikhawatirkan ada pembaca
menggunakan contoh itu untuk niat jahat. Ya, saya khawatir
teori dalam contoh itu Anda praktekkan. Sebenarn1y3a3,
PENGETAHUAN MISTIK
sekalipun saya lengkapkan, itu toh belum tentu Anda akan
berhasil menerapkannya. Saya, sebagai penulis buku ini, juga
tidak mampu dan tidak berhasil menerapkannya.
Selain itu perlu juga Anda ketahui bahwa pemakaian kata
“ilmu” seperti pada istilah ilmu saefi, ilmu kebal adalah ilmu
dalam pengertian pengetahuan (knowledge).Selain itu dikenal
juga kata ilmu dalam arti ngelmu (bahasa Jawa) yang
memiliki pengertian sendiri.
MUKASYAFAH1)
Ontologi
Mukasyafah adalah salah satu contoh pengetahuan mistik, ini
termasuk mistik putih. Bagaimana ontologinya,
epistemologinya, serta aksiologinya? Cobalah ikuti uraian
berikut ini.
Inti semua ilmu pengetahuan adalah kesadaran
(conciousness) tentang hubungan dan kesatuan subjek- objek
(Karl Jasper, Philosophical Faith and Revelation, 1967: 61).
Pengetahuan filsafat —oleh karena itu— muncul dari
kesadaran tentang relasi subjek-objek. Fenomena ini
digambarkan oleh kesadaran metodologis Descartes cogito ergo
sum, suatu kesadaran rasional. Sistem Dercartes diawali
dengan skeptisisme, segala sesuatu harus diragukan. Karena
itu kita dapat mengatakan bahwa pengetahuan filsafat
diawali dengan pemisahan subjek-objek, demikian pula
dengan sain.
Berbeda halnya dengan filsafat dan sain, pengetahuan
mukasyafah justru diawali oleh asumsi dan kesadaran tentang
adanya kesatuan esensial secara asasi antara subjek-objek,
yaitu manusia —Tuhan. Hal ini dirumuskan 0 eh Ha'iri (Ilmu
134
Hudluri: Prinsip-prinsip Epistemologi dalam Islam, 1994: 20)
sebagai berikut. FILSAFAT ILMU
1) Mukasyafah diadaptasi dari makalah Ahmad Gibson al-Bustami, Mahasiswa S2
IAIN Bandung Angkatan 1997/1998.
Tuhan dalam Diri-Diri dalam Tuhan
Mukasyafah adalah salah satu tangga menuju pengetahuan
tentang dan dalam Tuhan, suatu pengetahuan hakikiah.
Mukasyafah adalah upaya penyingkapan hijab-hijab yang
menutupi diri. Secara esensial penyingkapan adalah peng-
hancuran tirai yang menutup objek dengan jalan rohani Tabir
dalam rohani terdiri dari dua jenis, yaitu tirai penutup (hijab i
rayni) yang tidak mungkin dapat disingkap dan kedua tirai
pengabur (hijab i ghayni) yang dapat dicampakan. Maksudnya
ialah bagi orang-orang yang telah sengaja menutup hatinya
dari gairah pencarian akan tertutup dan sangat sulit dibuka,
bagi orang-orang yang terus menerus berusaha mencari dan
membuka hijab itu, hijab itu akan terbuka. Persoalan
epistemologi ialah bagaimana cara mencampakkan tirai
pengabur (hijab i ghayni) itu.
Pengetahuan mukasyafah berpijak pada asumsi bahwa
Allah itu ada, dan selain Allah ada juga. Akan tetapi terdapat
perbedaan sifat ontologis mendasar antara ada Allah dan ada
selain Allah.
Pengetahuan tentang alam (selain Allah) diperoleh hanya
jika manusia melakukan konseptualisasi pengalaman
inderawinya. Setelah itu barulah ia dapat melakukan
penalaran lebih lanjut tentang alam tersebut. Pengetahuan
yang diperoleh tidak lebih dari imajinasi manusia tentang
objek tersebut. Heideger menyatakan manusia tahu sejauh hal
itu ada dalam bahasa.
Kepasifan alam menuntut manusia aktif, supaya alam
berbicara tentang dirinya. Aktivitas manusia itu dimulai dengan
135
PENGETAHUAN MISTIK
aktivitas inderawi, kemudian barulah aktivitas rasio.
Penghidupan rasio itu diperlukan untuk menghidupkan
cerapan-cerapan indera tadi. Perolehan indera menjadi
perolehan bermakna tatkala ditafsirkan oleh rasio.
Berbeda dengan itu, pengetahuan mukasyafah diperoleh
melalui pengalaman langsung. Tuhan berupa objek yang aktif.
Artinya, Tuhan sebagai objek pengetahuan secara aktif
menyatakan dirinya. Dari situ diterima pengetahuan oleh
subjek.
Wujud keaktifan Tuhan sebagai objek ialah dalam bentuk
pewahyuan dan dalam rahasia alam ciptaan-Nya. Penampakan
Tuhan pada alam dan wahyu, secara epistemologis masih
memerlukan instrumen dan potensi inderawi dan rasio, agar
mencapai kesadaran dan pengetahuan tentang Tuhan. Tetapi,
pengetahuan tentang Tuhan seperti ini masih berupa
pengetahuan pada tingkat filsafat, dus masih spekulatif.
Tuhan mempunyai dua sisi, sisi esensi dan sisi eksistensi.
Tatkala Tuhan bereksistensilah Ia dapat dipahami, yaitu
tatkala Ia berhubungan dengan selain Dia. Jadi, kita tidak akan
dapat mengetahui esensi Tuhan. Tuhan
diketahui tatkala Ia dalam penampakan, dus tatkala Ia
berhubungan dengan yang lain, yaitu dalam ciptaan-Nya. Ini
masih pada level pengetahuan filsafat.
Sistem pengetahuan mukasyafah berpijak pada asumsi
(keyakinan) bahwa Tuhan memancarkan pengetahuan-Nya
Tetapi pengetahuan yang dipancarkan-Nya itu tidak dapat
dipahami oleh indera atau pun rasio. Pengetahuan yang
dipancarkan-Nya itu hanya dapat dipahami oleh potensi
spiritual kita. Indera dan akal rasional itu tidak hanya tidak
mampu memahaminya, bahkan juga menjadi penghalang (hijab)
136
PENGETAHUAN MISTIK
tatkala potensi spiritual kita berusaha menangkap pengetahuan
itu. Karena itu pada saat pencerapan pengetahuan Tuhan oleh
potensi spiritual itu, potensi indera dan rasio dinonaktifkan
untuk sementara. Yang dilakukan ialah membiarkan potensi
spiritual (yaitu hati, qalb) menerima dan menampung
pengetahuan tersebut.
Tetapi bagaimana manusia menonaktifkan potensi indera
dan akal rasional dan mengaktifkan qalbu-nya?
Karena pengetahuan mukasyafah terkait dengan situasi
batin tertentu maka epistemologinya akan bersifat psikologis,
yaitu mengusahakan agar potensi spiritual atau batin itu
sanggup membuka diri dan menangkap pengetahuan Tuhan
tersebut. Cara menonaktifkan indera dan akal rasional dan
mengaktifkan qalbu itulah yang merupakan bahasan ilmu
mukasyafah. Uraian berikut mencoba menjelaskan hal itu
sebagiannya.
137
FILSAFAT ILMU
Dalam al-Qur’an disebut empat istilah yang ber- naan
dengan batin manusia yaitu nafs, roh, qalb, dan 'aql Empat
istilah ini dalam khazanah Islam simpang siur pengertiannya
karena memang al-Qur’an tidak menerangkannya secara tegas.
Bahkan roh itu dikatakan Tuhan tidak akan diketahui oleh
manusia. Padahal dalam literatur shufi roh merupakan dimensi
tertinggi sedangkan nafs terendah.
Roh berasal dari akar kata rih (angin), sementara nafs (jiwa)
sama dengan nafas. Barangkali dari definisi itu dapat
disimpulkan bahwa manusia dapat merasakan kenadiran roh
seperti manusia memahami adanya angin dan adanya gemerisik
daun ditiup angin: tarikan nafas menunjukkan adanya roh.
Barangkali begitu.
Roh tercipta dari cahaya, sebagaimana malaikat, sepenuhnya
terpisah dari dunia materi. Roh adalah realitas tunggal dan
sederhana. Sebaliknya badan terbuat dari tanah liat yang gelap
dan mempunyai banyak bagian. Tidak mungkin ada kaitan
langsung antara realitas yang bercahaya dan tunggal dengan
realitas yang gelap dan mempunyai banyak bagian. Mungkin
jiwa adalah penengah antara keduanya yang memiliki sifat
kedua realitas yang berlawanan itu. Jiwa terbuat dari api. Ia
adalah campuran antara cahaya dan gelap, tunggal dan jamak.
Al-Ghazali dalam konteks tersebut melihat ada dua
kecenderungan jiwa manusia, yaitu bersifat ketuhanan
(rabbani) dan kesetanan (syaythani). Yang pertama naik dan
yang kedua turun. Yang pertama adalah yang menarik ke
Tuhan, yang kedua adalah yang menarik ke materi. Selama
kecenderungan manusia kepada materi maka ia akan didominasi
oleh materi, manusia akan cenderung pada kejahatan; jika
kecenderungan ke atas atau ke Tuhan maka yang mendominasi
138
FILSAFAT ILMU
adalah Tuhan maka jiwa akan sampai pada kedamaian bersama
Tuhan.
Al-Qur’an menggunakan istilah qalb dan menyebutnya
sebanyak 132 kali. Makna dasar qalb ialah membalik, kembali,
pergi maju mundur, berubah, naik turun, mengalami
perubahan. Dari sejumlah penampakannya dalam al-Qur’an
secara garis besar ia menunjuk hati dalam diri manusia. Atau
dapat dimaknai sebagaimana makna dasar tadi, sebagai tempat
bagi kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kesalahan.
Secara luas al-Qur’an menyebut hati sebagai alat yang
membuat manusia menjadi manusiawi, pusat kepribadian
manusia. Karena manusia terikat dengan Tuhan maka pusat ini
merupakan tempat manusia bertemu dengan Tuhan.
Karena merupakan pusat sejati manusia maka Tuhan
menaruh perhatian khusus pada apa yang dilakukan hati itu
dan kurang memperhatikan perbuatan manusia lainnya. Tidak
ada celanya kau berbuat salah kecuali jika hatimu
menyenanginya (QS. 33: 5). Bandingkan juga
dengan QS. 2: 118, 225; 8: 70 atau dengan hadis Tuhan
tidak melihat badanmu atau bentukmu melainkan hatimu.
Hati juga kunci kemunafikan. Tuhan berkata, Tuhan tahu
apa yang ada di dalam hatimu (QS. 33: 51). Orang- orang
munafik itu takut jika diturunkan sebuah surat yang
mengungkapkan apa-apa yang tersirat di dalam hati mereka
(QS. 9: 64; 3: 167; 48: 11). Hati juga digambarkan memiliki mata
dan telinga karena itu ia merupakan pusat pandangan,
pemahaman dan ingatan atau dzikr (QS. 79: 8; 22: 46; 18: 57;
47: 24; 50: 37; 18: 28; 21: 2; 7: 179; 59: 14). Sehingga wajar saja
bila iman tumbuh di dalam hati, juga keraguan tumbuh di sana,
penyelewengan dari jalan lurus juga wajar (QS. 49: 14; 64: 11;
58: 22; 18: 13-14; 48: 4; 16: 22; 3: 8; 9: 45).
139
PENGETAHUAN MISTIK
Al-Qur’an menempatkan kebaikan-kebaikan seperti
kesucian, kelembutan, keluasan, perdamaian, cinta dan taubat
di dalam hati. Namun kebaikan itu tidak melekat di dalam hati.
Jika Tuhan tidak mensucikan hati, maka hati akan sakit,
berdosa, jahat, kasar (QS. 5: 41; 26: 87- 89; 22: 32; 49: 7; 3: 103;
3: 159; 57: 27; 50: 33; 13: 28). Untuk itu hati hendaknya lembut
dan bersifat reseptif terhadap petunjuk Ilahi, cahaya dan cinta.
Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an tersebut di atas dapatlah
diketahui dua hal, pertama, hati pada dasarnya bersifat netral,
ia diciptakan mempunyai kecenderungan
140
PENGETAHUAN MISTIK
lurus atau bengkok (sesat), kedua, hati diperintahkan oleh
Tuhan untuk cenderung pada sifat baik, seperti pada petunjuk,
iman, cahaya, cinta.
Dalam kenyataan sesungguhnya, hati terperangkap antara
dua sisi yaitu cahaya dan kegelapan, roh dan jasad Hati
mungkin dikuasai oleh “jiwa yang menguasai kejahatan” yang
diselubungi oleh kegelapan. Hati mungkin berada di antara
jiwa dan roh, yang di situ kegelapan dan cahaya bersaing. Hati
dengan demikian adalah lokus bagi ingatan akan Tuhan, ia
merupakan tempat kebimbangan (hawa) muncul dan
mengubah individu menjadi begini atau begitu sekaligus
tempat pertimbangan (hilm) dari akal, muncul dan
cenderunglah hati pada kebaikan.
Kenyataan itu dikemukakan oleh al-Ghazali, katanya, hati
dapat diibaratkan sebagai cermin yang memantulkan segala
sesuatu di sekitarnya. Melalui penerimaannya ia mampu
mendapatkan setiap sifat yang ada. Jika hati hidup dalam
situasi kacau dan rasio ditaklukkan, hati menjadi hati yang
mendung dan gelap. Jika keseimbangan yang benar
ditegakkan, cermin itu mencerminkan kecemerlangan rohani
dan mampu meraih sifat-sifat Tuhan.
Hubungan antara hati, roh, jiwa dan badan dikemukakan
oleh Abdul Razzaq Kasyani, salah seorang tokoh Mazhab Ibn al-
Arabi lewat takwilnya terhadap surat al-Nur ayat 35: Katanya,
hati adalah substansi yang bercahaya dan terpisah antara roh
dan jiwa. Melalui
hatilah kemanusiaan sejati (al-insaniyyah,) terwujud, para
filosof menyebutnya jiwa rasional. Roh adalah dimensi
batinnya dan jiwa hewan adalah tunggangannya serta dimensi
lahirnya yang terletak di antara dia (hati dan jasad). Maka al-
141
PENGETAHUAN MISTIK
Qur’an membandingkan hati dengan cermin dan bintang yang
bercahaya, sementara roh dibandingkan dengan lampu. Inilah
firman-Nya, ”Perumpamaan cahaya-Nya bagaikan cahaya
corong berpelita di dalamnya; pelita itu di dalam relung kaca,
relung kaca itu bagaikan cahaya bintang yang gemerlapan,
dinyalakan dengan minyak dari pohon zaitun yang tumbuh di
lembah kudus penuh restu, yang cukup mendapat sinar
matahari sejak terbit sampai terbenam” (QS. 24: 35). Pohon itu
adalah jiwa, relung itu adalah badan (Sachiko Murata, The
Tao of Islam, 1996: 383).
Kondisi tersebut selalu ada dalam pertentangan, dua sisi
jiwa mengakomodasikan kecenderungan roh dan atau badan.
Jiwa sebagai suatu kekuatan negatif menarik individu
menjauhi cahaya dan akal, sementara roh menarik individu
mendekati Tuhan. Dari sudut pandang ini hubungan antara
roh dan jiwa penuh ketegangan dan pertentangan, tetapi bila
jiwa menyerah pada cahaya roh, maka hubungan itu akan
penuh keselarasan dan kesedangan. Maka hubungan yang
baik dan damai antara roh dan jiwa seringkali dibandingkan
dengan perkawinan Akal Pertama dan Jiwa Universal.
Perkawinan yang akan
melahirkan hati, atau dari sisi jiwa disebut dengan al- nafs al-
muthma’innah.
Kemampuan hati untuk terus menerus menghadap ke arah
roh inilah yang menjadi inti penyingkapan hijab tadi.
Pengarahan hati itu merupakan hal yang sulit, hati kadang-
kadang teguh menghadap ke arah roh, kadang-kadang
sebaliknya. Itu digambarkan oleh Syuhrawardi berikut:
Hendaknya kamu mengetahui bahwa badanku ini murni
terpoles dan hitam. Aku sendiri tidak mempunyai cahaya,
tetapi jika aku berada di seberang matahari, maka kesamaan
142
FILSAFAT ILMU
cahayanya muncul pada cermin badanku yang proporsinya
sesuai dengan derajat oposisinya, sebagaimana bentuk-bentuk
ragawi lainnya muncul dalam cermin. Ketika derajat
oposisinya bertambah, aku beranjak dari nadir sebagai bulan
sabit, ke zenit sebagai bulan purnama (Syuhrawardi, Hikayat-
hikayat Mistis, 1992: 106).
Dalam gambaran tersebut Syuhrawardi menyimbolkan
suasana hati dengan bulan yang hanya dapat bersinar jika
berhadapan langsung dengan matahari, sumber cahaya- Bulan
tidak mungkin selamanya purnama (dalam arti selalu dapat
memantulkan sinar matahari secara sempurna), bulan
terkadang sabit bahkan terkadang gelap. Kecenderungan hati
manusia pun demikian, tidak mampu terus menerus sanggup
memantulkan cahaya-cahaya. Untuk itu diperlukan riyadhah,
yaitu latihan yang memungkinkan hati tetap ajeg menghadap
roh.
143
Epistemologi FILSAFAT ILMU
Metodologi Penyingkapan Tabir
Ibn Sina membagi kegiatan penempuh jalan cahaya dalam dua
tahapan, yaitu iradah (kehendak) dan riyadhah (latihan).
Iradah yaitu munculnya hasrat berpegang teguh pada jalan
yang membimbing menuju Tuhan. Menurut Ibn Sina iradah
adalah kerinduan yang dirasakan manusia tatkala dirinya
kesepian dan tidak berdaya, ia ingin bersatu dengan
kebenaran agar tidak merasa kesepian dan lepas dari
ketakberdayaan.
Adapun riyadhah ialah latihan. Ini mempunyai tiga tujuan:
• menyingkirkan segala sesuatu selain Allah yang
menghalangi perjalanan spiritual;
• menundukkan jiwa yang cenderung menyuruh berbuat
jahat (al-nafs al-ammarah) ke jiwa yang tenang (al- nafs al-
muthma‘innah);
• melembutkan jiwa batiniah (talthif al-sirr) dengan tujuan
membuatnya siap menerima pencerahan (lihat Murtadla
Muthahhari, Menapak Jalan Spiritual, 1995: 68-70).
Ibn Sina dalam Isyarat mengatakan bahwa tipe kezuhudan
yang benar akan dapat membantu meraih
tujuan pertama. Yang mendukung bagi tercapainya tujuan
kedua (menundukkan jiwa yang selalu membujuk diri berbuat
jahat ke jiwa yang tenang) ialah:
1. melakukan ibadah dengan sepenuh hati;
2. suara yang baik dan merdu dalam ucapan-ucapan
spiritual yang dapat menyejukan qalbu (seperti dalam
berdoa, membaca ayat al-Qur’an, wirid);
3. pemberian bimbingan oleh guru yang mempunyai
kehalusan kalbu (Muthahhari, Menapak Jalan Spiritual,
1995: 71-72);
144
FILSAFAT ILMU
Tujuan ketiga dapat diraih melalui pemikiran yang jernih
dan cinta tanpa pamrih, yaitu dengan cara melembutkan jiwa
batin serta membersihkan jiwa dari segenap kotoran dan noda.
Cinta yang dimaksud ialah cinta yang bersifat spiritual dan
intelektual, yang lahir karena sifat- sifat baik orang yang
mencintai bukan karena nafsu jahat.
Penyatuan iradhah dan riyadhah dalam diri salik akan
menyebabkan diri sanggup melihat kilasan-kilasan cahaya
Ilahi dan merasakan pantulan keagungan Allah dalam
kalbunya yang dirasakan sangat menyenangkan tetapi begitu
cepat berlalu. Kondisi ini digambarkan oleh Ali bin Abi Thalib
dalam Nahj al-Balaghah: Seseorang
ang shaleh dan beriman menghidupkan kalbunya serta
menghilangkan egonya sampai segala sesuatu yang keras dan
kasar menjadi lunak dan lembut. Cahaya terang benderang
laksana kilat bersinar di hadapannya, menunjukinya jalan
serta membantunya bergerak maju menuju Allah. Pintu-pintu
mendorongnya maju sehingga dia sampai ke gerbang
kedamaian dan keselamatan serta tiba di tujuan tempat ia
harus menetap. Kakinya kokoh dan kuat, tubuhnya senang
sebab ia menggunakan kalbunya serta menyenangkan
Tuhannya (Khutbah No.218)
Keadaan ini disebut awqat (saat-saat penerimaan). Semakin
sering salik melakukan riyadhah maka semakin kerap ia
dikuasai keadaan ini, suasana penerimaan cahaya yang
menyenangkan dan cepat berlalu. Manakala salik mengalami
kemajuan ia akan dikuasai oleh keadaan ini bahkan sampai
ketika ia tidak melakukan riyadhah sekali pun. Setiap kali
salik memikirkan semesta alam dia seketika dikuasai oleh
suatu keadaan yang di situ ia melihat manifestasi keagungan
Allah dalam segala sesuatu. Pada tahap ini kadang-kadang
salik merasa gelisah batin dan dengan riyadhah lebih jauh
145
PENGETAHUAN MISTIK
keadaan ini berubah menjadi ketenangan. Saat seperti itu
membuat ia kerasan dan ingin terus berada dalam tahapan itu
sehingga ia akan sedih jika keadaan itu lenyap.
146
PENGETAHUAN MISTIK
Setelah melewati tahap itu salik tanpa sama sekali
melakukan pengekangan diri, kalbunya bersinar laksana
cermin bening yang di sana ia melihat manifestasi keagungan
Allah setiap saat. Ia menyukai keadaan ini lantaran dapat
bersatu dengan Allah. Dalam kedudukan ini ia melihat Allah
dan dirinya sendiri (seperti orang di depan cermin kadang
melihat kaca kadang melihat dirinya sendirinya sendiri). Pada
tahap berikutnya bahkan bayangannya sendiri tidak kelihatan
yang ada hanya Allah. Ditulis Syuhrawardi:
Idris bertanya pada bulan sejauh mana persahabatannya
dengan matahari. Ia menjawab, setiap kali aku memandang
diriku sendiri aku melihat matahari karena kesamaan cahaya
matahari muncul dalam diriku, disebabkan kehalusan
permukaanku dan wajahku yang terpoles, yang cocok untuk
menerima cahayanya. Karena itu setiap kali aku memandang
diriku aku melihat matahari secara keseluruhan. Tidaklah
kamu tahu jika sebuah cermin dipegang menghadap matahari,
bentuk matahari itu muncul di dalamnya? Jika seseorang
dapat membayangkan bahwa cermin itu mempunyai mata dan
memandang pada dirinya sendiri saat ia berhadapan
dengan matahari, ia akan dapat melihat matahari. Ia akan
berkata, akulah matahari, sebab ia akan melihat dalam dirinya
hanya ada matahari. Jika seseorang berkata akulah yang real
atau mulialah diriku atau
betapa hebatnya aku, maka patutlah kita maklum
(Syuhrawardi, Hikayat-hikayat Mistis, 1992: 106).
Tahapan-tahapan ini dalam al-Hikmah al-Muta’aliyah
hanyalah penyingkapan tahap pertama yaitu penyingkapan
yang didapat dalam perjalanan dari makhluk menuju Khalik.
Proses penyingkapan akan dilanjutkan pada perjalanan tahap
kedua yaitu bersama Tuhan dalam Tuhan, perjalanan tahap
ketiga yaitu dari Tuhan menuju makhluk, dan perjalanan
147
PENGETAHUAN MISTIK
menuju tahap keempat yaitu dari makhluk Tuhan bersama
Tuhan. Dalam perjalanan kedua salik mengenal nama dan
sifat Allah dan ia dinafasi oleh sifat itu; dalam perjalanan
ketiga ia kembali ke makhluk guna membimbing mereka tetapi
tidak terpisah dari Allah. Dalam perjalanan ke empat salik
melakukan perjalanan di tengah-tengah orang banyak disertai
Allah. Dalam perjalanan terakhir ini salik tetap bersama orang
banyak serta membantu mereka untuk bertemu dengan Allah.
Keadaan dimana seorang salik mengalami kebersamaan
dalam perjalanan bersama Allah, salik menemukan ayat-ayat,
perwujudan-perwujudan Tuhan dalam, bersama, dirinya.
Ketika itulah terlempar dari mulut salik yang kata-kata
“ganjil” seperti anna al-Haqq, Anallah, dan lain-lain.
Dalam tasawuf keadaan itu dikenal dengan istilah ma'rifah
atau wihdat al-wujud atau hulul. Dalam penger-
tian epistemologis hal itu tidak dipahami sebagai kesatuan
esensial, dzatiyah, akan tetapi kesatuan pengetahuan,
kesatuan epistemologis. Istilah al-haqq tidak diartikan sebagai
esensi objek pengetahuan melainkan diartikan sebagai relasi
subjek-objek.
Kesatuan subjek-objek seperti itu merupakan kondisi
tatkala subjek mengetahui hal-hal gaib. Hijab yang
menghalangi pandangan manusia untuk mengetahui yang gaib,
pengetahuan Ilahi, telah tersingkap. Jenis pengetahuan inilah
yang disebut pengetahuan mukasyafah, pengetahuan yang
diperoleh dari kebersatuan pengetahuan objek-subjek karena
hijab telah tersingkap.
148
ILMU LADUNI2)
Ontologi
Dalam tasawuf dikeFnaI lL StigA aF aA lTat IuLnMtuUk berkomunikasi secara
rohaniah, yaitu kalbu untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, roh
untuk mencintai Tuhan, dan sirr untuk musyahadah yakni
menyaksikan keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Tuhan
secara yakin (Ensiklopedi Islam, 3: 89). Ketiga unsur itu
sebenarnya menyatu, kesatuan itu secara umum disebut hati.
Jika hati tersebut dikosongkan dari segala sesuatu yang buruk
dan diisi dengan dzikrullah, maka hati itu akan mencapai
pengetahuan yang disebut dengan laduni.
Dalam kondisi seperti itu orang tersebut telah mencapai
tingkatan wali Allah atau manusia Tuhan (lihat Abu Bakar
Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tashawwuf, 1989: 276). Ia
biasanya memiliki kesaktian dan kekuatan gaib yang luar
biasa, seperti tidak tampak ketika bersama-sama orang
banyak, dapat berjalan di atas air, memegang api,
menyembuhkan orang sakit, memperpanjang umur (lihat
Abdul Qadir Zailani, Koreksi Terhadap Ajaran Tashawwuf,
1996: 205). Selanjutnya dikatakan ia mengerti hal ihwal semua
makhluk, dapat
2) Ilmu Laduni disarikan dari makalah Usep Saefullah, Mahasiswa S2 IAIN andung
Angkatan 1998/1999
mengetahui pikiran orang lain sebelum orang itu meng
ucapkannya, dapat mengetahui seseorang akan mati.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa ilmu
laduni ialah ilmu batiniah yang bukan merupakan hasil
pemikiran; ilmu laduni adalah ilmu yang diterima langsung
melalui ilham, iluminasi, atau inspirasi dari sisi Tuhan
(Ensiklopedi Islam, 3: 90).
Adanya ilmu laduni dibenarkan oleh al-Qur’an seperti
disebut dalam surat al-Kahfi ayat 65 “Dan telah Kami ajarkan
149
PENGETAHUAN MISTIK
(kepada Khidir) ilmu dari Kami”. Pada ayat 60 sampai ayat 82
surat itu diceritakan tentang ilmu laduni yang dimiliki Nabi
Khidir. Nabi Khidir melubangi perahu, dan Nabi Musa tidak
mengerti alasannya; Nabi Khidir membunuh seorang pemuda,
dan Nabi Musa tidak paham alasannya, alasannya ialah
karena Nabi Khidir telah mengetahui apa-apa yang belum
terjadi mengenai ketiga episode itu. Musa tidak
mengetahuinya. Dalam contoh ini Nabi Khidir memperoleh
ilmu laduni tentang itu sedangkan Nabi Musa tidak.
Kisah di atas dapat dijadikan dalil tentang adanya ilmu
laduni. Dari kisah itu diketahui bahwa ilmu laduni diberikan
kepada nabi, dalam hal ini Nabi Khidir. Dalam surat Jin ayat
26-27 dikatakan Dia-lah Tuhan yang mengetahui yang gaib,
dia tidak memperlihatkan kepada seseorang pun tentang yang
gaib itu kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya. Jadi menurut
ayat ini pengetahuan
tentang yang gaib hanya diberikan Tuhan kepada Nabi yang
dikehendakinya.
Namun sekalipun demikian ilmu laduni dapat juga dimiliki
oleh orang selain nabi dan rasul dengan syarat orang itu telah
mencapai maqam itu. Berdasarkan sejarah ternyata ada orang
(bukan nabi atau rasul) mampu mencapai maqam itu dan ia
memiliki ilmu laduni.
Epistemologi
Kaum sufi meyakinkan tatkala seseorang telah mencapai
maqam wali Allah, maka pada kondisi itu Tuhan menjadikan
matanya dapat melihat “seperti” Mata Tuhan, telinganya
dapat mendengar “seperti” Telinga Tuhan, karena itu mereka
dapat berhubungan dengan alam gaib, seperti dengan roh,
dengan malaikat, serta mengetahui hal-hal yang belum terjadi
150
FILSAFAT ILMU
(lihat Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Kemurnian, 1980:
107).
Maqam itu dapat dicapai dengan cara membersihkan diri
(hati) melalui riyadhah dan mujahadah. Riyadhah dan
mujahadah itu akan menghasilkan musyahadah (tembus
pandang) pada ke-Ilahian Tuhan setelah terbukanya hijab
(dinding pembatas) antara hamba dan Tuhannya. Ketika itulah
hamba tersebut menerima ilmu laduni (Ensiklopedi Islam, 3:
90). Pelaksanaan riyadhah dan
mujahadah itu biasanya dilakukan di bawah bimbingan guru
yang telah menguasai ilmu ini.
Berdasarkan konsultasi kepada seorang kiayi di
Cicalengka, ilmu laduni diperoleh melalui riyadhah. Dari
riyadhah itu timbul keyakinan. Riyadhah itu dilakukan di
bawah bimbingan guru, biasanya kiayi. Urutan riyadhah dari
seorang kiayi di Cicalengka ialah sebagai berikut.
1. harus minta maaf kepada kedua orang tua;
2. membasuh kedua ibu jari kaki mereka lantas air
pembasuh itu diminum;
3. ber-syahadah (ber-bay’at) di depan mereka;
4. berpuasa yang jumlahnya disesuaikan dengan tanggal
kelahirannya;
5. dilanjutkan berpuasa 41 hari, malamnya membaca wirid
antara lain laqad jaa‘akum rasulun min anfusikum ... (al-
Taubah dua ayat terakhir) dan awal surat al-Baqarah
diawali dengan alif lam mim;
6. syukuran;
7. berhenti puasa selama 41 hari;
8. puasa lagi selama 101 hari dan malamnya wirid 0.1-
asma’ulhusna diakhiri juga dengan sedekah;
9. berhenti puasa selama 101 hari;
151
PENGETAHUAN MISTIK
10. puasa lagi selama 1001 hari, malamnya wirid dan
ditambah dengan tasbih, salawat dan doa-doa, hari terakhir
tidak makan tidak tidur 24 jam;
11. setelah selesai puasa 1001 hari kemudian diurut kembali
ke bawah dengan buka puasa makanan berbeda-beda, di
antaranya:
a) tiga hari tiga malam berbuka dengan telor ayam dengan
kecap, fungsinya supaya ucapan benar;
b) tujuh hari tujuh malam berbuka dengan tahu mentah
dan garam, fungsinya agar luas pemikiran dan
pengetahuan;
c) sebelas hari sebelas malam berbuka dengan air kelapa
beserta isinya, fungsinya agar dapat memahami apa
yang tidak dipahami akal (akal rasional);
d) puasa 21 hari berbuka biasa (dengan hewan bernyawa),
malamnya wirid istighfar 9 kali, membaca la
tudrikuhu l absar wa huwa yudrikuhu l absar wa
huwa lathifun khabir 6666 kali, fungsinya agar dapat
melihat alam gaib.
Syarat menjalani riyadhah ini haruslah berumur 30 tahun
atau sudah menikah. Untuk menjaga ilmu yang telah dimiliki
serta agar dapat diaplikasikan, maka selalu
diwiridkan:
asma’ulhusna;
la haula wa laa quwwata illa billah; la ilaha illallah;
surat ikhlas.
Aksiologi
Kegunaan ilmu laduni ialah sebagai berikut.
Agar dapat memahami ilmu dengan tepat;
Dapat mengetahui tingkatan ilmu seseorang;
152
FILSAFAT ILMU
Mengetahui karakter seseorang;
Dapat mengambil ilmu orang lain yang diinginkan;
Dapat membedakan antara jin, setan, malaikat dan
dapat berdialog dengan mereka itu;
Dapat mengetahui penyakit seseorang dan dapat
menyembuhkannya;
Dapat mengobati orang kena santet;
Dapat mengetahui jodoh seseorang dan nasibnya;
Dapat mengetahui kematian seseorang, kalau mungkin
mengundurnya;
Dapat mengetahui keinginan seseorang tanpa ia
mengatakannya.
153
SAEFI3)
Ilmu saefi amat terkenal di kalangan pesantren. Kita sering
mendengar Saefi Angin, Saefi Air, dan saefi lainnya. Tapi saefi
juga dapat diplesetkan menjadi "sae fikiran" dalam bahasa
Sunda beFrIaLrtSi A bFeArbT aiIkL MsaUngka. Berikut ini ada sedikit
perkenalan dengan ilmu saefi.
Ontologi
Dari segi etimologi, kata “saefi” (bahasa Arab) berarti pedang.
Kata ini dipakai mungkin karena pedang adalah senjata yang
tajam. Dari segi terminologi, saefi adalah nama ilmu yang
terdiri dari rentetan bacaan menurut bilangan dan waktu
tertentu yang disandarkan kepada Allah. Dilihat segi
substansinya saefi adalah doa yang dibaca terus-menerus atau
berulang-ulang menurut bilangan dan waktu tertentu. Karena
doa itu dibaca berulang-ulang maka doa itu akan menjadi
darah daging orang itu sehingga nilai doa itu akan memiliki
ketajaman seperti tajamnya pedang yang diasah berulang kali.
Doa yang tajam di sini maksudnya ialah doa yang cepat
dikabulkan Tuhan.
3) Ilmu Saefi disarikan dari makalah Jamaludin dan Maman, Mahasiswa S2 IAIN
EpiBsatnedumngoAlnogkgaitadna19n98A/19k9s9iologi
Bagaimana cara memperoleh pengetahuan saefi? Pada
dasarnya pengetahuan saefi diperoleh seperti memperoleh
pengetahuan hikmah. Pengetahuan saefi adalah salah satu
pengetahuan magis putih. Cara-cara memperoleh pengetahuan
saefi sangat beragam, tergantung pada siapa gurunya dan
saefi apa yang ia inginkan.
Pada umumnya pengetahuan magis diperoleh melalui
puasa, tetapi ternyata tidak semua pengetahuan saefi
diperoleh melalui puasa. Ada saefi yang dip1e5r4oleh hanya
FILSAFAT ILMU
dengan melakukan wirid saja sebanyak bilangan tertentu
seperti Saefi Mughni, Saefi Dzulfaqar dan lain-lain. Selain itu
banyak saefi yang dipelajari dengan berpuasa dan wirid, ada
juga yang ditambah dengan tidak memakan makanan yang
bernyawa, tidak bersebadan selama menuntut saefi tertentu
seperti untuk Saefi Angin, Saefi Air. Jadi ada berbagai cara
memperoleh pengetahuan saefi, tergantung pada gurunya dan
jenis saefinya. Namun, secara umum saefi diperoleh dengan
banyak dzikrullah dan menjauhi maksiat.
Berikut ini ada beberapa macam saefi dan cara
memperolehnya.
j) Saefi Dzulfaqar
pengetahuan ini apabila dimiliki, orang yang memilikinya
berwibawa. Wiridnya sebagai berikut:
Cara mengamalkannya sebagai berikut:
• Hadiah kepada Rasulullah SAW.
* Membaca wirid di atas 21 kali dilakukan pada malam hari
selama seminggu (bila dimulai malam Jumat maka akan
selesai malam Jumat berikutnya, jadi dibaca 7 malam).
2) Saefi Mughni
Saefi ini dapat menyebabkan pemilik atau pengamalnya
mendadak kaya.
Wiridnya ialah sebagai berikut:
155
PENGETAHUAN MISTIK
Cara mengamalkannya sebagai berikut: •
Hadiah kepada Rasulullah SAW.
• Membaca wirid di atas sebanyak 300 kali pada malam hari
selama seminggu.
3) Saefi Umum
Saefi ini apabila diamalkan maka apapun yang diinginkan
akan mudah tercapai.
Wiridnya sebagai berikut:
156
Cara mengamalkanya sebagai berikut:
FILSAFAT ILMU
• Shalat hajat 2 rakaat
• Hadiah kepada Rasulullah SAW.
• Membaca wirid di atas 41 kali dilakukan di malam hari.
4) Saefi Antazaman
Saefi ini dapat menyelamatkan orang dari pengaruh negatif arus
zaman.
Teks wiridnya sebagai berikut:
Cara mengamalkannya:
• Hadiah kepada Rasulullah SAW.
• Membaca wirid di atas berulang-ulang.
JANGJAWOKAN4)
Di tatar Sunda, istilah Jangjawokan masih dikenal
masyarakat. Masih ada juga sebagian warga masyarakat
mempelajarinya dan ada yang mengajarkannya, masih ada
juga yang menggunakannya. Jangjawokan adalah semacam
ucapan untuk tujuan magis tertentu.
157