32 1) Fear of failure. Dalam banyak kasus bisnis, perubahan kerap menimbulkan pembelajaran, penyesuaian dan suasana baru. Dalam Kondisi tersebut, insan perusahaan/organisasi cenderung merasa lebih nyaman dengan hal yang diketahuinya dibandingkan dengan hal yang belum diketahui.Hal ini disebabkan anggapan bahwa perubahan berarti mengarah kepada sesuatu yang belum diketahui. Dengan demikian banyak stakeholder dan insan perusahaan/organisasi merasa tidak nyaman dan takut jika nantinya ia dianggap tidak memiliki kemampuan yang cukup tentang sesuatu yang baru tersebut sehingga menciptakan rasa takut akan kegagalan. 2) Lack of motivation. Dengan adanya perubahan, banyak orang beranggapan bahwa perubahan tersebut tidak memberikan manfaat. Dengan anggapan tersebut, insan di perusahaan/organisasi kerap mengalami rasa takut jika perubahan nantinya akan menurunkan job security, power atau status. Dengan demikian insan di perusahaan/ organisasi menjadi enggan berubah. 3) Procrastination. Kadang kala insan perusahaan/organisasi terjebak dalam rutinitas aktivitas. Dengan Kondisi ini umumnya individu atau grup dalam perusahaan/organisasi terlewatkan untuk melakukan renewal dalam segala hal. Hal ini lebih disebabkan oleh rutinitas dan akitivas yang monoton dan cenderung menjadikan insan di perusahaan menunda dalam melakulan perubahan. Secara mental rutinitas dan aktivitas yang monoton membentuk pola pikir individu atau grup merasa
33 masih banyak “pekerjaan” yang harus diselesaikan dan cenderung merasa masih banyak waktu untuk melakukan perubahan. 4) Un-convenience of change. Banyak individu atau grup dalam perusahaan/organisasi merasa sulit menerima perubahan. Hal ini terjadi karena munculnya keraguan terhadap kepiawaian inisiator perubahan. Dengan demikian sering terjadi rasa dislike yang muncul bahkan apiori terhadap inisiator dan anggota agen perubahan. Sering juga terjadi resistensi terhadap perubahan diikuti dengan munculnya karyawan yang menjadi lebih kritis, sebagian kalangan berusaha dan mencoba menemukan kesalahan organisasi. Bahkan tidak jarang munculnya provokasi terhadap karyawan lain sehingga menjadikan suasana tidak nyaman. Implikasi lain yang kerap terjadi adalah sesama karyawan diliputi rasa saling curiga. 5) Lack of communication. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya resistensi terhadap perubahan di perusahaan/organisasi adalah penerimaan Informasi yang tidak utuh terkait dengan perubahan. Tidak jarang juga muncul polemik atas simpang siurnya Informasi atas peruabahan tersebut. Dari kondisi tersebut, sangat memungkinkan terjadi perang “rasa percaya” dalam internal perusahaan/organisasi. Dimana sebagian karyawan mencoba menggunakan data secara lebih selektif, karyawan saling menyalahkan satu dengan yang lain akibat Informasi yang tidak “clear.” Jika kondisi ini terus berkembang dan tanpa ada upaya meredam, tiak Tertutup kemungkinan terjadi sabotase oleh karyawan sendiri. Munculnya berbagai hoax hingga melakukan manipulasi atau mungkin mencoba mendistorsi fakta. 6) Threat of group inertia. Proses kerja adalah salah satu faktor yang menyebabkan resistensi terhadap perubahan yang
34 berkaitan dengan mekanisme kerja atau proses kerja. Hubungan kerja adalah faktor yang mempengaruhi resistensi terhadap perubahan yang berkaitan dengan hubungan kerja seperti norma-norma dalam organisasi maupun dalam unit kerja. Hal lain yang sering menimbulkan resistensi terhadap perubahan adalah karena setiap perubahan akan mengganggu zona nyaman (comfort zone), yaitu kebiasaankebiasaan kerja yang selama ini dirasakan nyaman. Dalam kaitan dengan pengembangan sistem Informasi, organisasi tidak melakukan inovasi jika tidak ada tuntutan perubahan lingkungan yang substansial. Dalam hal ini organisasi mengadopsi inovasi ketika terdapat keharusan dan tuntutan. Organisasi pada umumnya mengharapkan adanya perubahan atas nilai, norma, dan kelompok kepentingan.Umumnya muncul harapan besar organisasi/perusahaan dimana dengan adanya perubahan, organisasi/perusahaan dapat meningkatkan kekuatan organisasi terhadap faktor luar Dalam banyak kasus bisnis, hal ini kerap tidak berjalan mulus. Hal ini lebih disebabkan adanya kelompok kepentingan, nilai yang dianut dan berlaku Sejak lama, dan struktur organisasi yang bersifat “status quo.” Dalam kaitannya dengan penerapan sistem Informasi di dalam perubahan pada perusahaan/organisasi, hal ini sering dikaitkan dengan faktor lingkungan internal perusahaan/organisasi itu sendiri. Menurut
35 (Sasongko.T.E.A, Sumarga. H, 2022), faktor internal pada lingkungan bisnis suatu perusahaan terdiri dari 3 (tiga) aspek, yaitu: 1) Aspek kekuatan bisnis organisasi, yaitu kemampuan organisasi/perusahaan dalam menyikapi perubahan maupun ekses dari interaksi organisasi/perusahaan dengan pelaku usaha dan stakeholder. 2) Aspek sumber daya manusia, umumnya SDM menjadi pondasi kekuatan perusahaan tetapi SDM dapat berpotensi menjadi ancaman bagi organisasi/perusahaan apabila tidak dikelola dengan baik. 3) Aspek management assets dan teknologi, dimana di dalamnya terdapat sistem organisasi, informasi dan berbagai teknik operasional. Bahkan di dalamnya juga termasuk aset fisik maupun non-fisik yang dimiliki perusahaan/organisasi. Lebih lanjut terkait dengan aspek teknis dan non-teknis, penerapan dan pengembangan sistem Informasi dalam suatu organisasi/perusahaan umumnya memiliki berbagai masalah. Adapun masalah yang sering muncul dalam pengembangan sistem informasi di organisasi/perusahaan adalah: 1) Kurang mampunya manajemen perusahaan menterjemahkan scope dan ukuran sistem Informasi yang akan diterapkan. Umumnya hal ini terjadi salah kaprah dalam menjabarkan sistem Informasi itu sendiri. Dimana kerap manajemen perusahaan menterjemahkan pengembangan sistem Informasi adalah domain dari unit kerja Information technology (IT). 2) Minimnya literasi dalam pengembangan sistem Informasi pada perusahaan/ organisasi. Tidak jarang hal ni berdampak pada minimnya penyerapan fasilitas yang disediakan. Di samping itu hal ini diperburuk dengan “tidak menyambungnya” paradigma manajemen perusahaan dengan operator dan pelaksana
36 pengembangan sistem Informasi. Hal ini sering menyebabkan pengembangan sistem Informasi hanya menyentuh pada unit kerja atau bagian tertentu saja serta tidak adanya linkage antar bagian yang akan dikoneksikan. 3) Pola pikir manajemen yang kadangkala yang masih dianggap terlalu konservatif. Dimana banyak para pimpinan puncak menganggap pengembangan sistem Informasi adalah suatu proyek yang bersifat “cost center” sehingga para pengambil keputusan pada akhirnya terjebak hanya dalam lingkup pemikiran untung-rugi. Padahal pengembangan dan penerapan sistem Informasi pada perusahaan/organisasi merupakan suatu Investasi yang pada akhirnya akan dapat Meningkatkan nilai (value) perusahaan. 4) Kesalahan dalam menempatkan skala prioritas. Hal ini umumnya erring terjadi pada perusahaan/organisasi yang belum memiliki pondasi yang kuat dalam hal aspek legal. Hal lain yang menyebabkan luputnya pengembangan dan penerapan sistem Informasi dalam kerangka skala prioritas adalah terciptanya dikotomi model bisnis. Kondisi ini umumnya terjadi pada perusahaan skala kecil dan Menengah (UMKM) dan perusahaan yang memiliki model binis sebagai produsen tingkat 1, dimana perusahaan beroperasi hanya sebatas memproduksi hanya untuk memenuhi pesanan yangbersifattetap dan rutin. C. Organisasi Dan Hubungannya Dengan Sistem Informasi Pengembangan sistem (system development) sering diartikan sebagai upaya menyusun suatu sistem yang baru untuk menggantikan sistem yang lama secara permanen atau temporer. Pada uraian Sebelumnya telah dijelaskan bahwa pengembangan sistem informasi kerang diringi dengan terjadinya resistensi dari internal perusahaan sehingga memicu adanya permasalahan seperti adanya
37 ketidakberesan dan pertumbuhan organisasi. Di samping itu peran manjer dan manajemen puncak perusahaan Menentukan keberhasilan pengembangan dan penerapan sistem Informasi. Pada uraian sebelumnya juga telah dikemukakan bahwa penerapan dan pengembangan sistem Informasi pada era saat ini adalah suatu keharusan oleh perusahaan/organisasi. Penerapan dan pengembangan sistem informasi pada perusahaan/organisasi tentunya tidak lepas dari peran individu atau grup sebagai insan di dalamnya. Dalam tinjauan teori pengelolaan perusahaan yang baik (Good Corporate Governance), Hubungan organisasi dengan perilaku individu dalam organisasi karena adanya keragaman dapat dijadikan aset yang dapat saling melengkapi untuk menciptakan tujuan organisasi. Pada konteks defenisi teknis, organisasi dianggap sebagai suatu entitas yang memiliki struktur formal. Dimana didalamnya terdapat sumberdaya, modal, tenaga kerja, dan Informasi. Sedangkan dalam tinjauan defenisi behavioral, organisasi merupakan suatu institui yang terdiri sekumpulan hak, hak khusus, kewajiban, dan tanggung jawab yang harus diseimbangkan selama periode tertentu melalui konflik dan resolusi konflik. Sistem informasi dan organisasi pada hakekatnya memiliki hubungan yang saling terkait satu sama lain. Sistem informasi harus selalu disesuaikan dengan organisasi. Organisasi harus mampu mengoptimalkan sistem informasi sehingga mendapatkan keuntungan dari teknologi-teknologi yang ada. Interaksi antara teknologi informasi dan organisasi sanat dipengaruhi oleh faktor mediasi, yaitu lingkungan, kultur, struktur, prosedur baku, proses bisnis, politik, keputusan manajemen, dan peluang. Manajer harus mampu memahami sistem informasi, karena sangat akan mempengaruhi kehidupan organisasi. Manajer perlu memilih sistem apa dan menemukan cara san strategi yang tepat sistem Informasi dapat dibangun di dalam organisasi.
38 Seorang manajer diharapkan memahami mengenai hubungan antar organisasi, sistem informasi, dan kaitannya dengan strategi bisnis. Manajer dituntut dapat memahami tentang memanfaatkan sistem informasi dalam mendukung strategi perusahaan/organisasi dan memanfaatkan sistem informasi dapat membantu dalam membuat keputusan secara lebih tepat. Pada umumnya, setiap perusahaan memiliki ciri-ciri dan ke-khas-an perusahaan. Dengan begitu manajer dan para pimpinan puncak dapat menyelaraskan ide dan upaya penerapan sistem Informasi termasuk di Dalamnya adalah seni dan strategi pada saat mendesain, membangun, dan menjalankan sistem informasi manajemen. Dalam praktiknya, infiltrasi atas sistem Informasi terhadap organisasi serta penerapannya tidak selalu berjalan mulus. Hal ini lebih disebabkan adanya mediasi dari beberapa aspek, dimana faktor ini dapat menjadi katalisator dalam mendukung percepatan, namun jika beberapa aspek tersebut tidak dikelola dan diabaikan maka akan menjadi penghambat bagi organisasi/perusahaan. Gambar 2. 4 Hubungan organisasi dan sistem informasi
39 Bagi perusahaan/organisasi yang telah memiliki acuan, standar dan tata kelola organisasi yang tentu akan dengan mudah Melakukan Penyesuaian-penyesuai akibat terjadinya perubahan atau karena Munculnya penghambat. Namun sebaliknya bagi organisasi/ perusahaan yang selama ini berjalan secara apa adanya, tanpa adanya acuan dan standar proedur yang baku tentunya akan kesulitan dalam beradaptasi terhadap perubahan. Bahkan Ketika dihadapkan dengan Kondisi yang diluar dugaan malah terjadi management negligence, dimana pada Kondisi ini sudah tidak beraturan lagi peran dari tiap level manajemen. Bahkan tidak jarang terjadi posisi peran yang terbalik antara level manajemen atas/puncak atau level bawah. Dalam praktik manajemen pada umumnya , ada 3 (tiga) tingkatan manajemen yaitu Top Management, Middle Management dan First line/lower Management. Tiap-tiap tingkatan memiliki kewenangan dan tugas yang berbeda kualitasnya. Top management umumnya lebih berhubungan dengan hal-hal yang bersifat strategis seperti penetapan visi misi, rencana tujuan capaian perusahaan (Goal setting), perumusan kebijakan dan program strategis yang menyangkut hidup dan matinya perusahaan, serta perencaan pengembangan usaha. Pada posisi level ini, posisi pelaksana diserahkan Chief Executive Officer (CEO), dalam penyebutan lain yang lebih popular adalah dewan direksi (BOD), manager tinggi atau dengan istilah penyebutan lain dengan menyesuaikan dengan gaya dan kebijakan perusahaan. Pada posisi middle management lebih banyak bertugas dalam bentuk hal-hal yang terkait dengan kebijakan mikro atau hal yang terkait dengan arah gerak department/divisidivisi teknis yang dibawahi kendalinya. Hal lain yang menjadi tugas pada posisi manajemen ini adalah menjamin sinergi dinamis dan menjamin arah kebijakan manajemen puncak dapat diterjemahkan
40 pada jenjang manajemen menengah/middle. Sedangkan Firstline/lower management lebih cenderung berperan pada tataran operasional dan pengelolaan teknis. Biasanya acauan teknis dan petunjuk operasional sudah terbentuk dalam divisi, department atau sub divisi/sub department. First-line/lower management lebih banyak berurusan dengan pelaksanaan kebijakan teknis dalam ruang lingkup yang lebih sempit. Pada level first-line/lower management ini nantinya akan terbentuk dan terstruktur dalam kelompok-kelompok kecil yang berperan langsung pada jenjang operasional dan klerikal. Gambar 2. 5 Tingkatan kemampuan manajemen Memperhatikan luasnya peran, wewenangan dan tugas yang harus dijalankan, harusnya kemampuan manajerial yang harus dimiliki di tiap level akan berbeda porsinya. Robert Karz menjabarkan porsi kecakapan/skill yang harus dimiliki di setiap levelnya dan terbagi dalam tiga jenis keterampilan/skil, yaitu kemampuan konseptual atau kemampuan strategis (Strategic/conceptual skill), kemampuan berhubungan dengan manusia (human skill) dan kemampuan teknis (technical skill). Kemampuan konseptual lebih menekankan kepada tentang analisis kondisi, merencanakan, membuat sistem, dan membuat pemecahan masalah. Kemampuan berhubungan dengan manusia merupakan kecakapan khusus yang harus dimiliki oleh
41 semua manajer karena manajer pasti akan menggerakkan manusia, dimana tenaga manusia adalah sumber daya yang paling utaman pada perusahaan. Peran Manusia hingga saat ini massih mendominasi seluruh aspek hajat bisnis. Tanpa ada tenaga manusia, aset-aset lain seperti uang dan sarana prasarana tidak akan bergerak. Selanjutnya adalah kemampuan teknis yaitu kemampuan yang berhubungan dengan hal-hal detail, teknis dan operasional praktis dalam setiap lingkup divisi/unit-unit kerja di perusahaan(Cartenz, 2019). Dari gambar 2.5 di atas sebenarnya sudah tergambar dengan jelas bahwa levelisasi kemampuan pada manajemen sudah tertata dan diatur secara harmoni. Dalam praktik bisnis kebanyakan, justru masih banyak manajer yang abai bahkan tidak sesuai antara posisinya dengan porsi kemampuannya. Dalam banyak kasus kerap ditemukan, seorang manajer pada lini/level middle, tapi masih saja direpotkan dengan urusan teknis dan klerikal dan hanya memang yang bersangkutan merasa lebih nyaman dengan Pekerjaan yang demikian serta kurang mahir pada kemampuan menejerial yang sesuai dengan levelnya. Dalam kasus lain, ada juga executive yang levelnya pada top manager tapi kemampuan konseptual/strategic nya sangat minim. Ada juga dalam beberapa kasus bisnis, dimana seorang pegawai yang berada pada lower management level, tetapi justru orang seperti ini yang memiliki kemampuan strategis/konseptual di perusahaan. Malah perusahaan merasa enggan untuk melakukan kaderisasi pada pegawai yang memiliki talenta seperti ini sehingga kerap menimbulkan demotivasi pada pegawai. Tidak berimbangnya kemampuan dan posisip pekerjaan dalam suatu perusahaan/organisasi berpotensi memicu terjadinya benturan kepentingan hingga konflik dalam perusahaan/organisasi. Tidak jarang pada akhirnya terjadi “perang kubu” pada internal
42 perusahaan. Selanjutnya terjadi pola kerja yang menganut pola individualis dan hilangnya kepedulian interpersonal dalam perusahaan. Dalam upaya penerapan dan pengembangan sistem Informasi di perusahaan, kondisi demikian sangatlah tidak kondusif. Jika perusahaan tetap memaksakan dilakukan penerapan dan pengembangan sistem Informasi, sementara aspek SDM dan beberapa faktor internal perusahaan belum sejalan dalam pemikiran tentunya hal ini akan menjadi sia-sia. D. Manajemen Sistem Informasi Pada Perusahaan Atau Organiasi Perusahaan yang menyadari arti pentingnya sistem informasi, biasanya perusahaan tersebut membentuk suatu unit kerja departemen sistem Informasi. Dimana dalam unit kerja ini terdiri dari para ahli, seperti programer, analisis sistem, pemimpin proyek, dan manajer sistem informasi. Secara umum, Programer adalah ahli teknis profesional dan terlatih yang bertugas membuat kode-kode instruksi perangkat lunak untuk komputer. Analis sistem bertugas menyusun link-link utama antar kelompok sistem informasi dan kelompok-kelompok lainnya dari organisasi. Dalam hal ini keberhasilan utama dalam Membangun sistem Informasi menjadi tugas analis sistem, karena pada unit inilah masalahmasalah bisnis dan persyaratannya diurai dan diterjemahkan untuk selanjutnya menjadi prasyarat informasi dan sistem. Selanjutnya, pengelolaan dan operasionalisasi penerapan sistem informasi pada perusahaan atau organisasi berada pada manajer sistem Informasi. Unit kerja ini adalah pemimpin tim dan para ahli yang terbentuk yang terdiri dari programer dan analis, manajer proyek, manajer fasilitas fisik, manajer telekomunikasi, dan kepala kelompok sistem kantor. Manajer sistem informasi juga bertindak sebagai pengendali dan administrator untuk pengoperasian perangkat atau instrumen yang digunakan dan mengatur aktivitas tenaga
43 manusia/operator di dalamnya. Manajer sistem Informasi juga diharapkan menjadi harmony dan menjaga kordinasi dengan para tenaga ahli dan konsultan yang dilibatkan dalam management information system project. Tidak jarang pada beberapa perusahaan, unit kerja sistem informasi dipimpin oleh seorang Chief Information Officer (CIO). Posisi ini adalah golongan manajemen senior/top management yang bertugas menjamin keseluruhan operasional dan pengelolaan teknologi Informasi. Umumnya CIO mendorong dan memfasilitas perluasan pemanfaatan teknologi informasi dalam Rangka mengoptimalkan rancangan sistem ionformasi di perusahaan. Melalaui unit kerja/depertemen sistem Informasi nantinya akan dipetakan Kebutuhan sistem Informasi pad tiap-tiap unit kerja dan keterhubungan (lingkage) antar tiap unit kerja dan Hubungan unit kerja terhadap pihak eksternal. Pihak atau unit kerja yang berkentingan langsung dan memanfaatkan sistem Informasi disebut end-user. Posisi end-user juga dapat diposisikan sebagai perwakilan di luar kelompok sistem informasi sebagai objek sasaran pengembangan aplikasi. End-user atau pengguna akhir memainkan peran yang semakin besar dalam perancangan dan pengembangan sistem informasi. Gambar 2. 6 Hubungan pendekatan teknologi atas penerapan sistem informasi
44 Dari gambar 2.6 di atas dapat deskripsikan bahwa dengan menyesuaikan dengan level manajemen dalam perusahaan, setiap level manajemen pada dasarnya merupakan end-user dari penerapan sistem Informasi. Aspek-aspek, seperti: Kapasitas, bentuk aktivitas, sifat interaksi antar unit dan interaksi dengan pihak eksternal serta tujuan organisasi akan menentukan bentuk, pola dan model sistem Informasi yang akan diterapkan pada unit kerja atau level manajemen terkait. Dalam perspektif bisnis, pengembangan sistem Informasi dengan pendekatan teknologi memiliki beberapa pandangan, yaitu: 1) Dalam pandangan organisasi. Keberadaan sistem informasi diharapkan menjadi alat pemecahan masalah organisasi dengan menyesuaikan jenis organisasi. Dalam hal ini organisasi harus menjabarkan dan menterjemahkan peran fungsi organisasi. Hal ini juga ditentukan dengan bentuk budaya dan paradigma organisasi. Disamping itu penting bagi para manajer untuk memahami riwayat organisasi, jumlah investasi yang telah dilakukan, kemampuan dan kecakapan SDM dalam mendukung pengembangan sistem Informasi. 2) Dalam pandangan manajemen. Keberadaan sistem informasi diharapkan sebagai sarana pemecahan masalah manajemen tentunya hal ini menyesuaikan dengan tingkatan manajemen. Para manajer diharapkan dapat memilah berbagai kepentingan di dalam organisasi serta mendefinisikan dan menjabarkan bentuk, jenis tugas dan model pengembilan keputusan dalam sistem informasi yang akan didesain. Dalam hal ini peran dari top manajemen sangat menentukan keberhasilan pengembangan dan penerapan sistem karena keberadaan sistem informasi dan pengembangannya di masa mendatang akan mendukung pencapaian tujuan manajemen. 3) Dalam Pendekatan teknologi. Keberadaan sistem informasi menjadi situmulus dalam menjawab tuntutan kecepatan dan akurasi informasi yang dibutuhkan perusahaan. Penerapan
45 sistem Informasi dengan Pendekatan teknologi diharapkan akan membawa implikasi positif bagi perusahaan. Dalam banyak kasus bisnis, penerapan sistem informasi terbukti dapat membentuk efisiensi atas pemanfaatan sumber daya, diantaranya: dapat mereduksi pemakaian tenaga manusia, pelaksanaan tugas manajer dapat dimoderasi dengan teknologi bahkan saat ini mulai disubstitusikan seiring dengan berkembangnya teknologi berbasis artificial intelligence (AI), hari kerja dapat dilaksanakan secara lebih fleksibel terutama selama masa pandemi covid-19, serta segala bentuk operasionalisasi dapat dilaksanakan dengan serba otomatis. Implikasi dan berbagai dampai positif atas optimasilasi sistem informasi berbasis teknologi tersebut saat ini menjadi daya tarik bagi industri dan menjadi konsep bisnis yang popular. Umumnya perusahaan yang menggunakan konsep bisnis demikian memiliki alasan untuk meningkatkan jumlah efisiensi tanpa harus mengurangi nilai Investasi dan nilai perusahaan (value). Gambar 2. 7 Komponen Objek dam pengguna sistem informasi
46 Dalam pendekatan teknologi, dimana optimasilasi sistem Informasi umumnya lebih didominasi pada teknologi berbasis komputer. Ada 3 (tiga) aspek yang menjadi perhatian bagi para manajer dalam upaya mengembangkan sistem Informasi, yaitu: ➢ Pertama, aspek teknis dimana aspek teknis yang bekerja pada sistem Informasi lebih bersifat matematis, sistematis dan menuntuk kecakapan fisik dan formal dari para operator di dalamnya. ➢ Kedua, aspek perilaku dimana perusahaan sebagai organisasi dan individu di Dalamnya menjadi satu kesatuan dalam memformat sistem Informasi. Dengan demikian hal ini menjadi penceus terbentuknya perilaku dalam organisasi/perusahaan. Perilaku ini nantinya akan dpengaruhi dengan gaya dalam mengutilasi sistem, teknik dan gaya manajemen dalam mengimplementasikan sistem informasi, dan model rancangan kreatif yang nantinya akan mebentuk respon individu dan grup terhadap sistem yang dibangun. ➢ Ketiga adalah lingkungan dimana hal ini adalah gabungan dari pendekatan teknis dan perilaku. Ketika Manusia (brainware) dan teknologi (hardware) berkolaborasi hal ini akan menimbulkan citra (image) serta respon lingkungan atas implementasi sistem informasi. Salah satu keberhasilan penerapan sistem Informasi adalah dengan menempatkan respon dan apresiasi lingkungan atas karakter, bentuk, pola dan estetika dalam mengembangkan dan menerapkan sistem Informasi berbasi teknologi. E. Perubahan Sistem Informasi Pada Perusahaan Perusahaan/organisasi berada di dalam lingkungan. Pada posisi ini perusahaan memanfaatkan sumber-sumber dari lingkungan dan
47 menyediakan produk untuk di-deliver ke lingkungan. Pada Kondisi ini, perusahaan dan lingkungan memiliki symbiosis yang bersifat 2 (dua) arah/timbal balik. Di satu sisi, perusahaan bersifat open dan bergantung pada lingkungan. Di dalam lingkungan berlaku etika dan norma yang mengikat, dengan demikian perusahaan harus mentaati hal yang terkandung di dalamnya. Dalam norma hukum yang berlaku, perusahaan harus merespons regulasi dan aturan yang diberlakukan oleh pemerintah termasuk juga hukum tak tertulis namun direstui negara, seperti hukum adat yang berlaku secara khusus di suatu daerah oleh karena alasan otonomi atau alasan lainnya. Di sisi lain, lingkungan umumnya mengalami perubahan secara cepat. Perusahaan dituntut untuk dapat mengakses perubahan dilingkungan. Faktor utama atas kegagalan perusahaan adalah ketidakmampuan untuk mengadaptasi perubahan lingkungan yang cepat dan minimnya sumber daya. Penerapan sistem informasi yang baik dapat membantu manajemen perusahaan dalam beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Penerapan sistem informasi berbasis teknologi bagi perusahaan dapat membentuk beberapa keunggulan, diantaranya adalah: ➢ Dapat membantu manajemen perusahaan dalam menemukan potensi dan peluang bisnis baru. ➢ Penerapan sistem Informasi Berbasis teknologi dapat mengubah jenis usaha menjadi lebih kontemporer dan menjanjikan. ➢ Dapat memberikan solusi yang lebih cepat sehingga perusahaan dapat mendapatkan berbagai opsi yang bermanfaat dalam menentukan strategi bisnis dalam persaingan pasar. Disamping itu penerapan sistem informasi berbasis teknologi pada perusahaan juga memungkinkan terjadinya pergeseran paradigma di industri. Ada beberapa dampak dan pergeseran paradigma manajemen
48 terkait dengan penerapan sistem informasi di perusahaan, diantaranya adalah: ➢ Terbukanya Informasi secara luas. Umumnya Informasi ini dapat diakses melalu berbagai media yang terbuka atau saluran Informasi elektronik lainnya. ➢ Pergeseran paradigma industri sebagai dampak penerapan sistem informasi adalah berkurangnya sumber daya yang bersifat fisik. Hal ini disebabkan munculnya berbagai kemudahan dalam menjalankan opeasional dan aktivitas usaha sehingga keberadaan sumber daya fisik mulai berkurang. ➢ Berkembangnya pola dan konsep layanan yang mengedepankan konsep otomatisasi. Penggunakan teknologi Informasi telah mendorong terbentuknya konfigurasi program dengan menempatkan coding dan algoritma yang dibentuk secara otomatis. ➢ Penerapan sistem informasi berbasis teknologi membentuk gugus Kebiasaan baru dalam perusahaan. Dengan demikian hal ini berpotensi mengubah pola kebiasaan, perilaku organisasi dan culture perusahaan secara perlahan.
49 Post-test 2 Silahkan klik tautan berikut ini: https://tinyurl.com/1postes2 Atau scan QR code berikut ini, dan kerjakanlah soal di dalamnya :
50 BAB 3 PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI Pada bab-bab sebelumnya telah diuraikan bahwa sistem adalah suatu komponen jaringan kerja dari prosedur yang saling terkait serta saling menunjuk secara simultan untuk melakukan suatu aktivitas dalam upaya mencapai suatu tujuan. Dalam perspektif manajemen, sistem sering dikaitkan dengan prosedur. Dimana prosedur dapat dikatakan suatu rangkaian operasionalisasi kegiatan yang melibatkan beberapa entitas di dalam suatu unit atau bidang pekerjaan tertentu. Umumnya prosedur diciptakan untuk menjamin penanganan ataupun keselarasan dalam aktivitas dalam lini tertentu. Hal-hal yang menjadi perhatian dalam perumusan suatu prosedur diantaranya adalah bentuk dan jenis pekerjaan termasuk juga sifat pekerjaan. manusia yang menjadi pelaksana. waktu pelaksanaan serta metode atau cara dalam menyelesaikan pekerjaan. sistem dikatakan baik dan eligible jika seluruh entitas yang dirangkai di dalamnya mempunyai kaitan dan juga saling memperkuat dengan berdampingan dengan pemanfaatan sumber daya. suatu sistem yang baik juga diharapkan mampu menterjemahkan tujuan dan sasaran perusahaan. A. Sasaran Pengembangan Sistem Informasi Menurut (Sasongko, 2020), pengembangan Sistem Informasi menyesuaikan dengan kebutuhan organisasi dan lini operasional yang akan menggunakan sistem Informasi. Pengembangan suatu sistem yang baru pada dasarnya untuk menggantikan sistem yang lama secara keseluruhan atau memperbaiki sistem yang telah ada. Selanjutnya sektor-sektor organisasi/bisnis yang menjadi subjek pengembangan sistem Informasi adalah:
51 a. Sistem Informasi Akuntansi (accounting information systems), menyediakan informasi dan transaksi keuangan. b. Sistem informasi pemasaran (marketing information systems), menyediakan informasi untuk penjualan, promosi penjualan, kegiatan-kegiatan pemasaran &kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran. c. Sistem informasi manajemen persediaan (inventory management information systems). d. Sistem informasi personalia (personnel information systems). e. Sistem informasi distribusi (distribution information systems). f. Sistem informasi pembelian (purchasing information systems). g. Sistem informasi kekayaan (treasury information systems). h. Sistem informasi analisis kredit (credit analysis information systems). i. Sistem informasi penelitian dan pengembangan (research and development information systems). j. Sistem informasi analisis software. k. Sistem informasi teknik (engineering information systems). Alasan Pengembangan Sistem Informasi: Setiap perusahaan/organisasi memiliki motiv dan tujuan yang beragam atas alasan Melakukan pengembangan sistem Informasi. Namun yang paling dominan alasan dala melakukan pengembangan sistem informasi, seperti pada gambar berikut:
52 Gambar 3. 1 Alasan pengembangan Sistem Informasi Adapun sasaran pengembangan sistem Informasi terdiri dari 6 (enam) sasaran, yaitu: i. Kinerja, yang dapat diukur dari throughput dan respon time. Throughput: jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan pada suatu saat tertentu. Respon time: Rata-rata waktu tertunda di antara dua transaksi. ii. Kualitas informasi yang disajikan. iii. Keuntungan (penurunan biaya). Berhubungan dengan jumlah sumber daya yang digunakan.
53 iv. Kontrol (pengendalian). Sasaran ini lebih mengarah kepada proses bisnis dan alur proses informasi dan komunikasi akan lebih terarah dan terkendali v. Efisiensi. Dengan mengoptimalkan sistem, sejatinya operational cost akan lebih terkendalikan sehingga akan mereduksi penggunaan anggaran operasional organisasi/perusahaan. Disamping itu akan terhindar dari penghamburan. vi. Pelayanan Prinsip-prinsip pengembangan sistem, adalah: a. Sistem yang dikembangkan adalah untuk pengguna didalam dan luar lingkungan Institut Pendidikan Indonesia. b. Sistem yang dikembangkan adalah investasi modal yang besar. Maka setiap investasi modal harus mempertimbangkan 2 hal berikut ini: ➢ Semua alternatif yang ada harus diinvestigasikan ➢ Investasi yang terbaik harus bernilai c. Sistem yang dikembangkan memerlukan orang yang terdidik. d. Tahapan kerja dan tugas-tugas yang baru dilakukan dalam proses pengembangan sistem. e. Proses pengembangan sistem tidak harus urut. f. Jangan takut membatalkan proyek pengembangan sistem. g. Dokumentasi harus ada untuk pedoman dalam pengembangan sistem. Bila dalam operasi sistem yang sudah dikembangkan masih timbul permasalahan-permasalahan yang tidak dapat diatasi dalam tahap pemeliharaan sistem, maka perlu dikembangkan kembali suatu sistem untuk mengatasinya dan proses ini kembali ke proses yang pertama. Siklus ini disebut dengan siklus hidup suatu sistem. Dimana hal tersebut dapat didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilaksanakan oleh
54 profesional dan pemakai sistem informasi untuk mengembangkan dan mengimplementasikan sistem informasi (Wahyudin & Rahayu, 2020). Gambar 3. 2 Siklus Hidup Pengembangan Sistem B. Perencanaan Kebutuhan Sistem Informasi Secara umum setiap perusahaan/organisasi membutuhkan adanya keterpaduan arah agar dapat menerapkan konsep dan sistem yang telah ditetapkan serta dalam upaya pemanfaatan sumber daya yang efisien. Selanjutnya konsep dan sistem tersebut dirumuskan dalam suatu formulasi strategi korporat perusahaan/organisasi. Banyak strategi
55 yang dapat diterapkan oleh perusahaan dan organisasi, namun yang laing dominan adalah penerapan strategi dengan Pendekatan penerapam dan pemanfaatan sistem informasi (SI). Di sisi lain penerapan sistem informasi juga kerap disandingkan penerapan teknologi informasi (TI). Dimana keberadaan TI pada suatu perusahaan/organisasai berperan sebagai pendukung untuk mendukung fungsi bisnis dan perkembangan organisasi. Dari uraian tersebut, dibutuhkan suatu keselarasan perencanaan strategi pengembangan sistem informasi yang bertujuan untuk menetapkan suatu strategi sistem informasi dalam sebuah organisasi dengan tujuan perusahaan/organisasi agar dapat diidentifikasi bentuk, jenis dan model aplikasi apa yang dibutuhkan oleh perusahaan/organisasi (portofolio aplikasi). Gambar 3. 3 Struktur analisis kebutuhan sistem informasi
56 Dari gambar 3.3 memperlihatkan bahwa dalam perencanaan sistem informasi terdapat beberapa saaran Kebutuhan yang harus ditelusur dan di analisis. Dalam merancang sistem informasi pada perusahaan atau organisasi, manajemen perusahaan bekerjasama dengan para ahli, perancang (programmer), analis dan stakeholder harusnya membuatkan tabulasi dan pendataan kebutuhan secara fisik maupun non-fisik atas suatu sistem yang akan dibangun. Perencanaan dan perancangan sistem informasi secara umum terdapat 3 (tiga) pangkal kebutuhan, yaitu: Kebutuhan sosial, Kebutuhan perangkat dan Kebutuhan teknis. a. Kebutuhan Sosial. Menurut (Mayadewi, 2014), dalam mengembangkan sistem informasi, perencanaan kebutuhan di dalamnya dilakukan dengan melakukan identifikasi dan analisis lingkungan. Ada beberapa metode analisis yang sering digunakan, diantaranya adalah: analisis PEST, analisis SWOT dan analisis Value chain dan analisis CSF (Critical Success Factor). Analisis PEST adalah analisis terhadap faktor lingkungan eksternal bisnis yang mencakup bidang (Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi). Dalam perencanaan kebutuhan sistem informasi, PEST analysis digunakan ketika melakukan asesmen potensi pasar dan kemampuan bisnis perusahaan atau organisasi. Arah analisis PEST adalah merumuskan struktur dan kerangka untuk menilai posisi strategi atas goal setting perusahaan terhadap rencana penerapan sistem informasi. Analisis SWOT merupakan suatu metode penyusunan strategi perusahaan atau organisasi dengan memadukan elemen-elemen yang ada pada lingkungan internal dan ekternal perusahaan. Pada Analisis SWOT, berbagai faktor diidentifikasi secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan, dimana faktor ini terdiri dari aspek kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), kesempatan atau peluang (opportunities), dan
57 ancaman (threats). Pada perencanaan sistem informasi, analisa ini didasarkan pada hubungan atau interaksi antara aspek-apek tersebut dan selanjutnya dilanjutkan dengan penetapan kebijakan dan pemetaan langkah strategis atas konsep sistem informasi yang akan diterapkan (Sasongko.T.Sumarga.Rauf, 2022). Analisis Value Chain (Rantai Nilai), analisis ini merupakan intrumen yang bermanfaat untuk memahami aktivitas- aktivitas yang membentuk nilai suatu output yang dikaitkan dengan upaya menciptakan nilai bagi pelanggan/user. Dalam perencanaan sistem informasi, analisis value chain membantu perusahaan dalam mengidentifikasi posisi perusahaan dan menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam rantai nilai serta mengurangkan atau mengeliminasi aktivitas yang tidak bermanfaat sehingga tercipta kemudahan dan meningkatkan kualitas sistem informasi (Sasongko, 2020). Gambar 3. 4 Model rantai nilai (value chain) pada industri
58 Critical Success Factor (CSF) adalah suatu analisis dengan mencermati berbagai hal kritis pada suatu lingkup organisasi atau perusahaan. Tujuan dari CSF adalah menginterpretasikan obyektif secara lebih jelas untuk menentukan aktivitas yang harus dilakukan dan informasi apa yang dibutuhkan. Dimana analysis ini dilakukan untuk mentyerjemahkan faktor-faktor yang memberi dampak pada keberhasilan perusahaan. Analisis ini dapat bekerja jika objek atau entitas pada organisasi atau perusahaan dapat diidentifikasi. Pada praktiknya, analisis ini memberikan citra (image) pada perusahaan tentang aspek kritis apa saja pada setiap aktivitas dan proses bisnis perusahaan yang mempengaruhi kinerja perusahaan dalam mencapai visi dan misi serta keberhasilan bisnisnya. b. Kebutuhan Perangkat Analisis kebutuhan sistem atas perangkat keras (hardware) menjadi penting dalam mendukung terciptanya sistem informasi yang berkualitas. Banyak jenis dan model perangkat keras yang dapat digunakan, hal ini menyesuaikan dengan tingkat kebutuhan operasionalisasi sistem terhadap teknologi yang perlu disediakan. Dalam menganalisis Kebutuhan perangkat keras (hardware), sekurangnya-kurangnya harus tersedia perangkat unit yang bersifat mandatory, seperti: perangkat pemasukan, perangkat pemrosesan, perangkat keluaran. Selain itu perlu ditambah dengan beberapa perangkat pendukung, seperti: perangkat driver, perangkat pengaktif (server), perangkat penyimpanan (save), perangkat perekaman, perangkat penampilan, perangkat pengantar modulasi dan demodulasi (modem), perangkat Jaringan (network), dan sebagainya tegantung dari Kebutuhan pengguna (user).
59 Sedangkan analisis kebutuhan perangkat lunak (software) umumnya digunakan untuk mendukung dalam perancangan dan penerapan konsep sistem informasi. Umumnya software hanya dipahami sebagai suatu fasilitas dan fungsi yang sudah dipasang (installed) pada suatu perangkat keras, seperti: Software yang luncurkan oleh Microsoft, oracle, dsb. Dalam hal ini software dimaksud tidak hanya fasilitas dan fungsi tersebut, namun dapat dikembangkan pemahaman ke arah yang lain, contohnya adalah aplikasi yang sudah terformat dan siap digunakan (ready to use), digital driver system (Android, IoS, dsb). Pada prinsipnya software ada yang bersifat mekanis dan ada yang bersifat non-mekanis. Software yang bersifat mekanis adalah software yang berupa fungsi atau fasilitas yang pengoperasiannya menyatu dengan suatu perangkat keras (hardware). Sedangkan software yang bersifat non-mekanis adalah suatu software yang bukan melekat pada perangkat lain. Software ini dapat diartikan sebagai suatu petunjuk pengoprasian (guidance), manual basic operation, atau secara umum dapat dianggap sebagai oftware non-mekanis adalah standard operating procedure (SOP). Pemanfaatan software yang akan digunakan, hal ini menyesuaikan dengan kebutuhan user/manajemen dan lingkungan bahkan dikaitkan dengan hasil analisis kebutuhan pada aspek lainnya. c. Kebutuhan Teknis. Pada praktik manajemen sistem informasi, perancangan konsep sistem informasi dilakukan dengan berbasis komputer atau berbasis web. Dalam membangun sistem berbasis web tersebut umumnya ada beberapa kebutuhan yang diperlukan, seperti: kebutuhan interface (antar muka), kebutuhan data dan kebutuhan fungsional.
60 ➢ Kebutuhan interface (antar muka) dibutuhkan pada saat pengolahan data dalam suatu rancangan sistem informasi, analisis kebutuhan ini meliputi beberapa Persepsi, seperti: Apakah sistem yang akan dibangun bersifat user friendly (mudah dikenali) ? Apakah sistem yang akan dibangun mampu menyimpan data-data yang dimasukkan oleh admin dan user ? Apakah sistem yang akan dibangun memiliki fasilitas untuk menambah, memperbaharui dan menghapus semua data yang ada di dalam storage, dan beberapa analisis Kebutuhan yang disesuaikan dengan persepsi user/ manajemen dan lingkungan. ➢ Kebutuhan data yang akan dianalisis adalah hal-hal yang nantinya akan menguraikan Karakter dan sifat data, seperti: data hasil resume yang akan di tampilkan sebagai informasi kepada user, data resume yang akan menjadi end process dalam pencarian data yang dibutuhkan oleh user. ➢ Kebutuhan fungsional dari perancangan suatu sistem umumnya terdiri dari fungsi-fungsi yang yang dimunculkan sebagai entitas pada tampilan sistem (surface) yang akan digunakan. Operasionalisasi pada aspek fungsional ini nantinya mencakup, seperti: ❖ Otoritas passcode yaitu kode yang dipasagkan pada admin dan user kemudian dari passcode tersebut user akan diberikan hak akses oleh admin untuk menjalankan sistem. ❖ Data resume serta informasi lainnya pada tampilan sistem pengelolaan data ini untuk mengubah, menambah dan menghapus yang dilakukan oleh admin misalnya: formulir pada saat user Melalui
61 proses mandatory login atau register pada suatu sistem informasi. ❖ Fungsi ubah data yang dilakukan oleh user dalam hal ini user dapat mengubah data dan informasi sebagai data resume. Kebutuhan fungional ini dapat juga dikembangkan dengan menambah informasi berupa masukan dan interaksi antara user dan admin. ➢ Kebutuhan non-fungsional. Menurut (Santi et al., 2015), kebutuhan non-fungsional adalah Kebutuhan pendukung atas suatu sistem, dimana didalamnya terdapat beberapa aspek seperti: Operational dimana analisis Kebutuhan ini untuk Menjawab Apakah sistem ini bersifat online berbasis web atau dektop version dan optimalisai data apakah diambil dari yang isian user dan admin. Security dimana fungsi atau aspek ini umumnya dilengkapi autentikasi user oleh admin. Information umumnya fungsi ini menampilkan notifikasi, tersedianya fasilitas download dan link yang dibutuhkan. Performance dimana fungsi ini lebih cenderung menampilkan masa operasionalisasi sistem atau pembataan operasional sistem. Umumnya fungsi ini diterapkan pada sistem informasi yang didedikasi pada sektor layanan publik. C. Perspektif Bisnis Pada Sistem Informasi Saat ini peran sistem Informasi terhadap bisnis sangat dirasakan manfaatnya terutaman dalam menumbuhkan saling ketergantungan antara kemampuan menggunakan teknologi informasi dan kemampuan untuk menerapkan strategi perusahaan dan mencapai tujuan perusahaan.
62 Dalam pandangan (Ridwan, 2013), Perusahaan bisnis banyak berinvestasi dalam sistem informasi untuk mencapai enam tujuan bisnis strategis, yaitu: ➢ Keunggulan operasional. ➢ Produk baru, layanan, dan model bisnis. ➢ Keintiman pelanggan dan pemasok. ➢ Peningkatan pengambilan keputusan. ➢ Keunggulan kompetitif. ➢ Bertahan hidup. Dalam sistem kontemporer ada saling ketergantungan antara sistem informasi perusahaan dan kemampuan bisnisnya. Perubahan dalam strategi, peraturan, dan proses bisnis semakin membutuhkan perubahan perangkat keras, perangkat lunak, database, dan telekomunikasi. Seringkali, apa yang organisasi ingin lakukan tergantung pada sistem apa yang akan diizinkan untuk dilakukan (Putra, M. Yananto, 2020). Gambar 3. 5 Perspektif Bisnis Pada Sistem Informasi
63 Pengembangan sistem Informasi kerap disebut sebagai suatu kegiatan untuk menghasilkan sistem informasi berbasis komputer untuk menyelesaikan persoalan perusahaan/organisasi atau memanfaatkan peluang (oppurtinities) yang timbul. Pengembangan sistem dapat berupa menyusun sistem yang baru untuk menggantikan sistem lama secara keseluruan atau memperbaiki sistem yang telah ada, hal itu dilakukan karena sistem sebelumnya memiliki masalah, tidak efisiennya operasi, dan lain sebagainya. Banyak alasan bagi perusahaan/organisasi dalam Mengembangkan sistem informasi. Salah alasan dan paling sering terungkap adalah permasalahan seperti adanya ketidakberesan dan pertumbuhan organisasi, selain itu untuk meraih berbagai peluang lain. Hal ini tidak lepas dari adanya instruksi dari Manajemen atau pimpinan (Putra, M. Yananto, 2020). Pada uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa kebutuhan sistem informasi merupakan kemampuan, syarat maupun kriteria yang harus ada dan dipenuhi oleh sistem informasi, sehingga apa yang diinginkan pemakai dari sistem informasi dapat diwujudkan. Uraian Kebutuhan sistem ini berisi analisa kebutuhan sistem informasi seperti kebutuhan
64 sistem,kebutuhan fungsional, kebutuhan non-fungsional, keamanan, serta paduan dalam proses melakukan analisa kebutuhan. Umumnya bagi perusahaan/organisasi yang secara inisial memulai merancang dan mengembangkan konsep sistem informasi memformat dokumen analisa Kebutuhan Sistem Informasi Manajemen ini menggunakan System Development Life Cycle (SDLC). Hal ini disebabkan metode ini dianggap ringkas dan mudah untuk diterapkan. Dengan adanya dokumen Analisa ini, perusahaan yang sebelumnya menggunakan kegiatan manual akan beralih menggunakan sistem untuk proses otomatisasi dan meningkatkan keefektifan dalam melakukan proses bisnis dari segi waktu produktifitas hingga meminimalisir risiko yang akan terjadi dalam perusahaan. Pada sistem informasi berbasis web, konsep analisis SDLC sering digunakan. Dimana website dikenal sebagai sebuah sarana didalam sistem komputerisasi yang telah dilengkapi dengan berbagai fitur dan didesain sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan yang akan digunakan pada penginputan suatu data tertentu yang bertujuan untuk mempermudah, mempercepat dan mengakuratkan data yang telah diolah. System Development Life Dycle (SDLC) terdiri dari beberapa tahap project yang dimulai dari fase perencanaan, analisis, perancangan, implementasi hingga pemeliharaan sistem. Konsep SDLC ini dianggap sebagai dasar pada berbagai jenis model pengembangan perangkat lunak untuk membentuk suatu kerangka kerja untuk perencanaan dan pengendalian pembuatan sistem informasi. SDLC merupakan proses mengembangkan atau mengubah suatu sistem perangkat lunak dengan menggunakan model-model dan metodologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem-sistem perangkat lunak sebelumya. Secara teknis dalam penerapannya, SDLC memiliki beberapa model, antara lain: ❖ Sequential Model atau Waterfall. ❖ Parallel Model.
65 ❖ Iterative Model. ❖ Prototyping Model. ❖ RAD (Rapid Application Development) Model. ❖ Spiral Model. ❖ VShaped Model, dan ❖ Agile Development. Gambar 3. 6 Contoh rancangan sistem informasi pada layanan toko online Dalam penerapan SDLC secara inisial, penerapan konsep ini memang membantu dalam merumuskan konsep yang lebih terstruktur. Umumnya organisasi/perusahaan ingin mencapai produktifitas kinerja yang optimal, namun organisasi/perusahaan belum memiliki literatur yang tepat mengenai spesifikasi kebutuhan dari sistem tersebut. Padahal spesifikasi kebutuhan sistem itu sangat penting untuk menyelaraskan antara kebutuhan pengguna dalam menyelesaikan
66 masalahnya, sehingga perangkat lunak atau sistem yang dibangun sesuai dengan tujuan dan fungsinya. Kendala lain yang sering dihadapi adalah perusahaan kurang memahami persiapan atau langkah awal dalam membuat rancangan sistem informasi termasuk kebutuhan spesifikasi perangkat yang cocok untuk membangun sistem informasi secara baik dan benar. Ditambah lagi dengan awamnya teknik membedakan antara kebutuhan fungsional maupun non fungsional dari sistem tersebut. Pada pengembangan sistem informasi pada umumnya, Aktivitas ini lebih diserahkan kepada manajemen proyek. Dimana manajemen proyek bertugas agar proyek dapat terlaksana dengan efisien, tepat waktu, dan mencapai hasil yang diinginkan. Namun sayangnya Aktivitas proyek tersebut sering terjadi miss-understanding dan slackcommunication antara pelaksana proyek dengan pemilik sistem informasi. Hal yang sering terjadi pada praktik pengembangan sistem informasi adalah Steering committee dalam hal ini adalah manajemen perusahaan/organisasi jarang ikut terlibat langsung dengan detail pekerjaan. Tanggung jawab jatuh ke tangan tim proyek. Hal ini yang menyebabkan sering terjadi suatu proyek yang berlarut pada pekerjaannya sehingga pada akhirnya harus dilakukan re-schedule. Oleh karena itu, dalam perancangan sistem informasi dan perencanaan suatu proyek, sebaiknya sesuatu harus dimulai dari rencana dan harus disepakati bersama antara para stakeholder dengan pihak pelaksana proyek. Tim proyek meliputi semua orang yang ikut berpartisipasi dalam pengembangan sistem informasi. Satu tim dapat memiliki anggota dengan jumlah yak terbatas, dimana tim ini terdiri atas gabungan beberapa orang pengguna, spesialis informasi, bahkan melibatkan auditor internal dengan harapan desain sistem dapat memenuhi beberapa persyaratan tertentu dilihat dari segi keakuratan, controling, security, dan provenly.
67 D. Pendekatan Teknologi Pada Sistem Informasi Revolusi industry 4.0 saat ini tengah menuju society 5.0. Dalam konteks informasi, menjadi sebuah pelita dimana keberadaannya menjadi keharusan dan dapat diakses dengan optimal, informasi merupakan jendela bagi manusia untuk bisa memandang dunia dengan perspektif yang lebih luas dan bermanfaat bagi kehidupan. Keberadaan sistem informasi dalam kehidupan manusia saat ini sangat membantu dalam mempermudah kehidupan, segala bidang pekerjaan memanfaatkan kemajuan teknologi dalam bidang otomatisasi, secara fisik terlihat jauh dan sulit namun dapat diakses dalam sekejap mata hanya dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi. Dalam konteks informasi, keberadaan sistem informasi menjadi keharusan dan dapat diakses dengan optimal, informasi merupakan jendela bagi manusia untuk bisa memandang dunia dengan perspektif yang lebih luas dan bermanfaat bagi kehidupan. Keberadaan sistem informasi dalam kehidupan manusia saat ini sangat membantu dalam mempermudah kehidupan, segala bidang pekerjaan memanfaatkan kemajuan teknologi dalam bidang otomatisasi, secara fisik terlihat jauh dan sulit namun dapat diakses dalam sekejap mata hanya dengan memanfaatkan teknologi sistem Informasi (Mohamad Ridwan, 2021).
68 Tabel 3. 1 Perkembangan pendekatan sistem informasi Keanekaragaman fungsi-fungsi utama dalam perusahaan berdampak terhadap beragamnya sistem informasi yang ada pada perusahaan tersebut. Keragaman sistem informasi tersebut terjadi karena informasi sudah menjadi sumber daya perusahaan yang penting dan strategis dalam mendukung efisiensi dan efektivitas kinerja perusahaan. Setiap tingkatan dalam perusahaan memiliki sistem informasi dengan karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sistem informasi harus dapat memberikan informasi sebagai dukungan dan layanan perusahaan sesuai tingkatannya. Perkembangan teknologi di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam berbagai bidang. Hal tersebut turut dipengaruhi dengan ketersediaan akses internet yang kian mudah bagi masyarakat. Perusahaan dan organisasi dari berbagai sektor tentunya telah menggunakan teknologi dan dukungan internet dan menjalankan proses bisnisnya (Sasongko, 2020). Perkembangan sistem informasi yang lebih moderat dirasakan keberadaannya dimulai pada tahun 1960-an. Jika sebelumnya pengembangan sistem informasi masih bersifat konvensional serta masih bersifat manual, sehingga kualitas informasi yang dihasilkan
69 tidak secepat sekarang. Namun mulai masa itu, pengembangan sistem informasi telah Memasuki era baru, dimana optimalisasinya dengan dipadukan pada perkembangan teknologi informasi pada saat itu. Pada tahun 1960 menandakan era baru pengembangan sistem informasi, dimana saat itu mulai dikembangkan sebuah sistem informasi manajemen berbasis komputer. Namun saat itu, sistem informasi masih fokus pada penyediaan laporan-laporan berkala dan kebanyakan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi dan sistem transaksi. Diawali dengan perkembangan sistem informasi manajemen dan kebutuhan dari manajer terus berubah dan meningkat maka perkembanglah sistem-sistem yang lain seperti Sistem Pendukung Keputusan (SPK), Sistem Informasi Eksekutif (SIE), Sistem Informasi Perkantoran (SIP), Sistem Pakar, Enterprise Resource Planning (ERP). Selanjutnya dimulailah pola manajemen sistem informasi berbasis data, seperti pada gambar berikut. Lingkungan Lingkungan Data Informasi Pihak Pemecah Masalah Organisasi Peranti Lunak Pembuat Keputusan Model Matematis Basis Data Sistem Inforamsi Manajemen Gambar 3. 7 Model Sistem Informasi berbasis data
70 Dari perspektif fungsional, sistem informasi adalah media yang diimplementasikan secara teknologi untuk keperluan pencatatan, penyimpanan, dan penyebaran ekspresi kebahasan serta untuk mendukung pembuatan inferensi. Sedangkan dari perspektif struktural, sistem informasi terdiri dari kumpulan orang, proses, data, model, teknologi dan Sebagian Bahasa yang diformalkan yang membentuk struktur kohesif untuk melayani beberapa tujuan atau fungsi organisasi. Suatu sistem informasi dapat didefinisikan secara teknis sebagai sekumpulan komponen yang saling terkait untuk mengumpulkan atau mengambil, memproses, menyimpan, dan mendistribusikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan pengendalian dalam suatu organisasi. Gambar 3. 8 Model Pengembangan Sistem Informasi Pada praktis bisnis sesungguhnya, umumnya penerapan sistem informasi melekat dengan rumusan strategi korporasi perusahaan. Banyak pelaku usaha dan manajemen yang merasakan dampak atas Implementasi sistem informasi. Secara langsung, kehadiran sistem informasi membawa dampak positif bagi perkembangan usaha, diantaranya:
71 ➢ Membentuk sifat dan karakter produk, dengan demikian kehadiran sistem informasi dapat menciptakan re-positioning produk di maa mendatang. ➢ Kehadiran sistem informasi juga dapat mempengaruhi Siklus hidup produk (product life cycle). Banyak produk yang tercipta berbasis sistem informasi pada akhirnya menderivasi umur siklu daur hidup produknya. Umumnya derivasi umur Siklus ini cenderung menjadi lebih Panjang. ➢ Biaya operasional dan produksi dapat dimimalisir sehingga mendorong terciptanya efisiensi bagi perusahaan. Gambar 3. 9 Model keunggulan kompetitif Kehadiran sistem informasi juga dapat dirasakan pada lingkungan, yang pada akhirnya menggeser pola dan konsep strategi binis. Secara sosial, kehadiran istem informasi pada lingkungan bisnis dapat memberikan Dampak positif, diantaranya:
72 ➢ Akibat meningkatnya daya tawar produk, menjadikan tingkat produksi meningkat sehingga akan mendotong daya serap pasar. ➢ Kehadiran sistem informasi pada bisnis akan mendorong jangkauan Pemasaran menjadi relative lebih luas, mampu menjangkau pasar yang baru dengan melewatai batas ruang dan waktu. ➢ Implementasi sistem informasi pada bisnis akan meningkatkan nilai bisnis (value), sehingga akan membentuk daya tawar yang lebih stabil jika dibandingkan dengan kompetitor. Menurut (Sasongko, 2020), ekses dari meningkatnya value bagi bisnis atas kehadiran sistem informasi dapat mengembangkan keterkaitan yang erat dengan konsumen dan pemasok. Dengan demikian manajemen perusahaan dapat men-setting rencana produki dan investasi secara lebih efisien dan efektif. Selanjutnya dampak sosial atas Implementasi sistem informasi ini dapat dilihat pada model bisnis kekuatan kompetitif pada gambar 3.7 di atas.
73 Post-test 3 Silahkan klik tautan berikut ini: https://tinyurl.com/POSTEST-3 Atau scan QR code berikut ini, dan kerjakanlah soal di dalamnya :
74 BAB 4 SISTEM PENGOLAHAN DATA A. Sistem Manajemen Data Salah satu proses penting dalam perancangan sistem informasi ada kapabilitas dan kemampuan tim proyek dalam mengelola data. Dalam hal ini data diterjemahkan sebagai unsur dasar informasi yang bersifat umum dan dapat dikelompokkan berdasarkan arah kebutuhan manajemen. Dalam praktik bisnis berbasis sistem informasi, data kerap dianggap sebagai resource yang berharga bahkan dalam persepsi beberapa organisasi modern data dianggap sebagai intangible-asset. Kemampuan dalam mengoptimalkan data serta kemampuan dalam berakselerasi terhadap berbagai jenis data yang berkembang, perusahaan/organisasi membuat investasi besar dalam penyimpanan data dan penyediaan infrastruktur manajemen untuk men-support Investasi tersebut. Selanjutnya perusahaan/organisasi yang sadar Investasi dan aset akan menggunakan sistem manajemen data untuk menjalankan operasi menuju tercapainya “kecerdasan bisnis” dan optimalisasi data secara lebih efektif. Database atau basis data merupakan kumpulan data (elementer) yang secara logic berkaitan dalam merepresentasikan fenomena/fakta secara terstruktur dalam domain tertentu untuk mendukung aplikasi pada sistem tertentu. Basis data/database juga dapat dipandang sebagai kumpulan data yang saling berhubungan yang merefleksikan faktafakta yang terdapat di organisasi. Basis data mendeskripsikan statute organisasi/perusaan/sistem. Ketika satu kejadian muncul di dunia nyata mengubah statute organisasi/perusahaan sistem maka satu perubahan pun harus dilakukan terhadap data yang disimpan di basis data (Yulistiyono, 2019).
75 Gambar 4. 1 Kedudukan basis data terhadap statute Perusahaan/organisasi Manajemen data adalah proses pengumpulan, penyimpanan, pengamanan, dan penggunaan data organisasi. Meski memiliki beberapa sumber data berbeda saat ini, organisasi harus menganalisis dan mengintegrasikan data untuk memperoleh kecerdasan bisnis guna perencanaan strategis. Manajemen data mencakup semua kebijakan, alat, dan prosedur yang meningkatkan kegunaan data dalam batasbatas hukum dan peraturan. Dari pandangan tentang database dan manajemen data tersebut, pada perkembangannya memunculkan suatu elemen yang disebut database management system (DBMS). Database Management systems (DBMS) adalah kumpulan program yang mengkoordinasikan semua kegiatan yang berhubungan dengan basis data. Dengan adanya berbagai tingkatan pandangan dalam suatu basis data maka untuk mengakomodasikan masing-masing pengguna dalam piranti lunak manajemen basis data biasanya terdapat bahasa-bahasa tertentu yang disebut Data Sub language.
76 Histori pemanfaatan basis data dan konsep pengelolaan database ini diawali Sejak Tahun 1970-an. Saat ini dikenal sebagai masa awal era komputer penyimpanan dan penggunaan data menjadi focus aplikasi yang utama. DBMS general purpose pertama, yang didesain oleh Chales Bachman di General Electric pada awal tahun 1960-an, disebut Integrated Data Store (IDS). DBMS ini membentuk dasar untuk model data jaringan, yang distandarisasi oleh Conference on Data System Language (CODASYL) dan sangat mempengaruhi sistem database sepanjang tahun 1960an. Baschman adalah orang pertama yang menerima ACM’s Turing Award (semacam Hadiah Nobel untuk ilmu komputer) untuk karyanya dalam bidang database, beliau menerima penghargaan tada tahun 1973. Pada akhir tahun 1980an, model relasional mengkonsolidasi posisinya sebagai paradigm DBMS yang dominan, dan sistem database semakin banyak digunakan. Bahasa query Standar (Standard Query LanguageSQL) untuk database relasional, dikembangkan sebagai bagian proyek sistem R IBM dan diperbaharui pada tahun 1999 danmulai saat itu digunakan oleh American National Standards Institute (ANSI) dan International Organization for Standardization (ISO). Sejak saat itu pula tercapai banyak kemajuan dalam berbagai area sistem database. Penelitian pun diarahkan kepada bahasa query yang lebih kuat dan modle data yang lebih kaya, dengan penekanan pada dukungan analisis data yang kompleks dari semua bagian perusahaan. Beberapa vendor (misalnya, DB2, IBM, Oracle 8, Informix2 UDS). Pada masa perkembangannya, yang menarik adalah munculnya beberapa paket enterprise resource planning (ERP) dan management resource planning (MRP), yang menambah layer substansial dari fitur berorientasi aplikasi pada DBMS utama. Paket yang digunakan secara luas meliputi sistem dari Baan, Oracle, PeopleSoft, SAP, dan Siebel.
77 Saat ini basis data sudah menjadi umum digunakan yang menjalankan aktivitas bisnisnya dengan berbasis sistem informasi. Banyak manfaat yang didapat atas pemberdayaan database yang tepat, diantaranya adalah: ➢ Keakuratan (accuracy), dengan menggunakan database keakuratan dari informasi yang didapat jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan manual atau tanpa basis data. ➢ Kerangkapan data (redundansi) bisa di kurangi, basis data yang dirancang sudah didisain seminimal mungkin terjadinya redundansi daya. ➢ Kecepatan (Speed), kecepatan pemrosesan (simpan, rubah, hapus, tampil). ➢ Standarisasi data, standarisasi tabel yang ada di dalam database bisa diterapkan untuk memudahkan pengembangan database yang sudah ada. ➢ Efisiensi ruang penyimpanan (space), ruang yang dibutuhkan untuk melakukan penyimpanan jauh lebih efisien, karena seluruh berkas yang ada bisa dikemas dan disimpan dalam Komputer. ➢ Keamanan (security), untuk memberikan kemanan yang maksimal, programmer bisa mendesain sistem keamanan dan menentukan siapa saja penggunanya. ➢ Kebersamaan pemakai (sharebility), dengan berbasis komputer dan jaringan maka database bisa digunakan secara bersama-sama sesuai hak akses dalam waktu yang bersamaan. ➢ Perbedaan kebutuhan dapat diseimbangkan, setiap pengguna pasti membutuhkan data atau informasi yang berbeda dan itu bisa diatur agar database tidak terlalu berat waktu di akses oleh banyak pengguna.
78 B. Pengelolaan Data Elektronik Pada uraian Sebelumnya telah dijelaskan bahwa data merupakan unsur dasar informasi yang bersifat umum dan dapat dikelompokkan berdasarkan arah kebutuhan manajemen. Database merupakan kumpulan data-data yang terpadu yang disusun dan disimpan dalam suatu cara sehingga memudahkan untuk dipanggil kembali. Sedangkan sistem manajemen database (Database manajemen system) merupakan suatu program komputer yang digunakan untuk memasukkan, mengubah, menghapus, memanipulasi dan memperoleh data/informasi dengan praktis dan efisien. 1. Rancangan konsep database Dalam konsep perancangan sistem, data Terbentuk dan terstuktur dalam suatu tingkatan (hierarchy), dimana hierarki atau struktur data dimaksud dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 4. 2 Struktur hierarki data ➢ Bit. Merupakan bilangan biner yang hanya mempunyai duakemungkinan nilai, yaitu 0 dan 1. Sistem angka biner
79 ini merupakan dasar yang bisa digunakan untuk komunikasi antara manusia dan mesin (komputer). ➢ Byte. Bagian terkecil yang dialamatkan dalam memori, 1 byte terdiri dari kumpulan 8 bit biner yang kombinasi nilainya digunakan untukmenyatakan satu buah karakter. ➢ Item Data. Merupkan satuan terkecil dari data yang mempunyai arti. Item data biasanya disebut juga dengan field data atau elemen data, yang dapat diberi namasebagai identitasnya. ➢ Agregat Data. Terdiri dari sekumpulan item/field/atribut dalam suatu record yang diberi namatertentu dan dianggap sebagi satu kesatuan yang utuh. Sebagai contoh, agregatdata dengan nama tanggal tersusun dari item data hari, bulan dan tahun. ➢ Record atau tuple. Kumpulan dari item data dan atau agregat datayang saling berhubungan untuk menyatakan suatu objek tertentu. ➢ File. Adalah kumpulan record sejenis yang saling terelasi dan disimpan didalam media penyimpanan yang dapat diidentifikasi dengan suatu nama. ➢ Database. Kumpulan berbagai file yang record, agregat maupun itemdatanya mempunyai hubungan dengan record, agregat maupun item data pada file lainnya sedemikian rupa sehingga membentuk suatu struktur yang dapatmelayani kebutuhan informasi untuk suatu masalah tertentu. ➢ Sistem Basis Data. Merupakan sekumpulan dari basis data yang bisa digunakan oleh pemakai secara bersama-sama.
80 Selanjutnya dari pengorganisasian struktur data berdasarkan tingkatan/hierarki nya, data dapat dikelompokkan berdasarkan jenis modelnya. Adapun jenis model data adalah sebagai berikut: ➢ Model Data Logika berbasis Objek. Model data logika berbasis objek (object-based logical model) digunakan untuk mendeskripsikan data pada tingkat konseptual dan view. Pendeskripsian data pada model ini dibuat berdasarkan fakta sehingga memberikan kemampuan penstrukturan secara fleksibel. ➢ Model Data Logika Berbasis Record. Model data Logika berbasis record merupakan model data logika berbasis objek biasanya digunakan untuk menyatakan stuktur logika database secara keseluruhan. Selain itu juga digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana gambaran penerapannya dalam tingkat yang lebih tinggi daripada gambaran fisiknya. ➢ Model Data Fisik. Model data fisik digunakan untuk menggambarkan data pada tingkat paling rendah. Pada model data ini dijelaskan bagaimana data pada sistem database disimpan pada perangkat penyimpanan secara fisik. Berbeda dengan model data logika, hanya ada beberapa model data fisik yang digunakan. Dua model yang sudah cukup dikenal secara luas, diantaranya adalah: unifying model, memory frame. Dalam Implementasi operasionalnya, sistem informasi lebih sering dengan mengoptimalkan teknologi berbasis elektronik dimana teknologi computer yang popular dan selalu dipilih dalam pengoperasian sistem informasi. Dimana Sistem komputer (computer system) pada instrument pengoperasinya terdiri dari perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Database yang sudah Terbentuk dan terstruktur dapat dibentuk model nya sehingga dapat dikontrol dengan baik. Selanjutnya dalam
81 pemrosesan atau pengolahan, database membutuhkan sebuah perangkat lunak. Perangkat lunak yang bekerja menganut konsep DBMS. DBMS nantinya kana memformulasikan database sehingga dapat diolah dan diformat bentuk output nya. Dalam mengolah dan memformulasikan database, ada beberapa langkah pengoperassioan dasar database yang berbasis komputer. Langkah tersebut dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 4. 3 langkah pengoperasian dasar database ➢ Pembuatan basis data (Create database), adalah langkah awal pengoperasian setelah data telah dikumpulkan. ➢ Penghapusan basis data (Drop database), hal ini dilakukan setelah dilakukan filtering atau funneling atas data yang layak dan dibutuhkan. ➢ Pembuatan tabel (Create Table), table dirancang sebagai wadah identifikasi dan pengelompokan data sebelum dilakukan kodefikasi data.