The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Candramawa publisher denpasar, 2021-07-23 08:59:20

Kakak Kelas fix layout-dikonversi

Kakak Kelas fix layout-dikonversi

"Fokus guys, ini bahas gimana kita menang malah
ujung-ujungnya skincare gue lagi yang kena," ujar Arkan.

"Lo sih yang mulai, kalau lo nggak mulai ya nggak
bakalan gini." ujar Rafa.

"Anying! Gue lagi yang kena." ketus Arkan.
"Come on! Gue harus cabut habis ini. Jangan lama-
lama ributnya," lirih Tasya.
"Ya udah kita bawa senjata juga. Bawa sniper, belati,
panah, pisau lipat, granat, bom asap," ujar Bara santai.
"Lo yakin? Kalau mereka mati gimana? Kita pasti
berurusan sama polisi, mau nggak mau," ujar Dinda sambil
menatap Bara tak yakin lalu beralih pada Tasya.
"Gue setuju, tapi ingat jangan buang-buang peluru,
gunain pas waktu genting aja. Sebisa mungkin kita gunain
pisau lipat sama belati kalau bisa jangan gunain apa-apa?" ujar
Tasya.
"Gue bawa sniper kalau gitu," ujar Arkan sambil
memainkan rambutnya.
"Masalahnya cuma gini, lo mampu nggak bos?" seru
Dinda tepat di depan muka Arkan.
"Aduh by, kuahnya ikut tumpah nih. Ah, anyingkan!"
ujar Arkan. Tangannya terulur mengambil tisu lalu mengelap
wajahnya.

Kakak Kelas~| 193

194 | Anggi Nurhasanah

DILUAR RENCANA

Tidak semua hal harus sesuai rencana kita? Ada
kalanya akan berbeda. Jadi, ikuti saja layaknya air

mengalir dengan tenang.

Kakak Kelas~| 195

Tasya menghentikan motornya tepat di halaman
basecamp. Ini adalah pertama kalinya ia
mengizinkan anggotanya memakai sniper.
Walaupun koleksi mereka banyak dan ada berbagai tipe,
namun itu semua hanya dijadikan hiasan sertasebagai alat
berjaga-jaga jika nantinya mereka berada dalam kondisi
mendesak.
"Langsung berangkat? Kenapa kagak masuk lo?" tanya
Dinda sambil memakai sarung tangan hitamnya.
Tasya turun dari motornya. Ia berjalan mendekati
Dinda. "Lo nggak takut kalau nanti kita dipenjara?" bisik Tasya.
Dinda mengerutkan kening tak biasanya Tasya menanyakan ini.
Dinda menggeleng lalu tersenyum kepada Tasya.
"Menurut gue, bokap lo cukup kaya buat ngeluarin kita dari
sana," jawab Dinda enteng.
"Pala lo pitak, entar bokap gue tau dong kalau gue
ternyata bukan anak baik-baik," ucap Tasya sembari
mengerucutkan bibirnya.
"Reputasi gue mau di kemanain, Din?" tanya Tasya
sambil mengacak-acak rambutnya. Kalau bukan karena Gio
ember mana mungkin Angga mengetahui tentang dunia
gelapnya.
"Batalin aja. Gue heran sama cewek, ada yang
gampang malah milih yang susah. Ribet!" celetuk Denta.
Rupanya cowok itu tengah mendengar pembicaraan Tasya dan
Dinda.

196 | Anggi Nurhasanah

"Sopankah begitu? Udah nguping, tiba-tiba nyaut lagi,"
sarkas Dinda. Denta tak merespon ucapan Dinda ia berlalu
begitu saja meninggalkan kedua orang itu.

"Dentabangsat! Guedikacangin!" teriak Dinda. Tasya
menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku sahabatnya
itu.

"Sya! Lo mau kemana?" tanya Dinda saat Tasya
berjalan meninggalkannya.

"Masuklah bego."
"Ya Tuhan, gue ditinggallagi," ucap Dinda penuh
dramatis. Cocok memang jika disandingkan dengan Arkan,
sama-sama nggak tau malu. Katanya definisi jodoh
pencerminan diri kita—true?

***
Kini segala sesuatunya sudah mereka siapkan, baik
persiapan fisik maupun perlengkapan masing-masing anggota.
Tasya tersenyum miring ada sekitar delapan puluh orang yang
ia bawa.
"Queen! Gawat! Anak Black Graw udah deket, gue liat
di balkon. Bentar lagi mereka pasti sampai!" teriak Dino, ia
berlari menyusuri tangga kalang kabut.
"Ck! Mereka tau basecamp baru kita?" tanya Tasya
sambil mengangkat alisnya.
"Maybe, tapi sumpah mereka banyak banget, ratusan
kalau nggak salah?" ujar Dino sambil menggaruk tengkuknya
tidak yakin.

Kakak Kelas~| 197

"Kayak mau demo," sahut Denta.
"Males banget, kalau basecamp kita yang baru bakalan
banyak mayat nanti," celetuk Bara sambil menepuk pundak
Tasya.
"Ubah rencana!" ujar Tasya sambil duduk kembali di
sofa.Anggotayang lain mendekat dan mendengarkan dengan
saksamatanpa ada satu pun yang membantah, sebab
bagaimanapun juga mereka percayajika Tasya tak akan
membuat mereka kecewa.
"Kalian kemarin udah belajar pake sniper. Gue nggak
akan tunjuk. Tolong yang ngerasa punya bakat ke lantai atas,
bantu yang lain dari bawah. Jangan sampai kena anggota.
Ingat!" ujar Tasya datar.
"Gue dibawah aja," ujar Bara sambil mengambil pisau
lipatnya. Tasya menggeleng tak setuju. "Please Bar, lo di atas
gue tau kemampuan lo," ujar Tasya memelas.
Bara menghela napas kasar. "Fine!" ujar Bara sambil
berjalan menuju lantai atas.
"Din, lo di kamar gue. Lo pantau dari CCTV kalau nanti
ada apa-apa lo telepon abang gueatau Andra minta bantuan,"
ujar Tasya. Dinda mengangguk paham sambil menenteng
sniper-nya.
"Eh, lo ngapain bawa sniper?" tanya Arkan sambil
menunjuk kearah sniper yang di pegang Dinda.
"Buat jaga-jaga. Kalau lo mau jomblo nggak papa,
nggak usah gue bawa," ujar Dinda enteng. Arkan hanya

198 | Anggi Nurhasanah

menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia menunjukkan cengiran
khasnya.

"Yaudah, hati-hati by!" teriak Arkan yang disoraki
teman-temannya.

"Lo bucin nggak tau tempat," sinis Agam.
"Sopan lo kaya gitu? Di depan jomblo?" ujar Rafa.
"Iri bilang boss!" seru Arkan.
"Udah fokus! Cepat ambil posisi masing-masing," ujar
Tasya lalu berjalan keluar yang diikuti anggotanya.
Angkasa tersenyum miring saat melihat Tasya keluar
dari basecamp. Tasya memutar bola matanya malas sambil
mengikat rambutnya seperti ekor kuda.
"Panjang umur banget lo ya? Baru aja gue mau
samperin tapi lo udah samperin gue duluan. Merasa tersanjung
gue," ujar Tasya setelah selesai menguncir rambutnya.
"Ahh, long time no see, Queen. Terakhir di pemakaman
Gara?" sapa Angkasa sambil membawa tongkat baseballdi
pundaknya.
"Lo masih nggak terima tentang sepupu lo itu? Lo
harus terima kenyataan kalau sepupu lo itu udah mati," sarkas
Tasya. Mata Angkasa memerah.
"Lo nggak ada hak buat ngebunuh dia!" teriak Angkasa.
"Lo juga nggak ada hak buat gebukinDenta. Keroyokan
lagi. Banci!" sahut Tasya enteng. Tangannya mengelus-elus
pisau lipat yang ada ditangannya.

Kakak Kelas~| 199

"Bacot lo!" teriak Angkasa, ia mulai menyerang Tasya
tapi Tasya dengan lihai menghindari tongkat baseball milik
angkasa.

Begitu pun yang lain, mereka mulai membabi buta
tanpa peduli apa yang akan terjadi dengan mereka nantinya.
Darah berceceran dimana-mana, suara tembakan menggelegar
seolah menertawakan mereka yang sudah terjatuh tak berdaya
di tanah.

Bara terus memfokuskan bidikan pada Angkasa, ia
sudah sangat geram ingin segera menembaknya, tetapi Tasya
pasti akan marah besar padanya. Bara beralih kearah lain lalu
menarik pelatuknya perlahan. "Good bye!" lirih Bara.

***
Dindaterus mengamati komputer yang menampilkan
CCTV seluruh ruangan. Sesekali ia juga beralih memandang ke
bawah dari jendela, ia sebenarnya ingin ikut membabi buta.
Rasanya pasti akan seru. Tapi Dinda juga harus berjaga-jaga
sebab tidak ada yang tau kedepannya bagaimana.
"Ck! Bisa-bisanya gue punya temen psikopat," ujar
Dinda sambil terus mengamati Tasya. Tangan Tasya dengan
lihai membuat karya seni dengan pisau lipatnya, mengoreskan
ke kulit lawannya.
"Kenapa lo menghindar terus? Serang gue dong!
Takut?" tanya Angkasa yang mulai kelelahan menyerang Tasya.
Tasya menyeringai dibalik masker hitamnya.

200 | Anggi Nurhasanah

"Bodoh!" ujar Tasya, ia mulai memukuli Angkasa
sampai babak belur sesekali ia menggoreskan pisaunya.

"Aww!! Sakit bangsat!" Angkasa meringis saat pisau
lipat Tasya mengenai wajahnya yang mulus, tetapi Tasya sama
sekali tak mengindahkannya, ia terus memukul Angkasa tanpa
henti. Angkasa berusaha menangkis pukulan Tasya yang terus
melayang ke tubuhnya.

"Lo terlalu meremahkan gue, Sa," ujar Tasya lalu
menghentikan aktivitasnya.

Angkasa mengusap hidungnya yang mulai meneteskan
darah. Angkasa menunduk hendak meraih tongkat baseball-
nya.

Brukkk!!
Tanpa Angkasa sadari Agam yang berada di
belakangnya memukul tengkuknya. Angkasa terbaring di tanah.
"Kenapa nggak lo bunuh aja sih?" tanya Agam pada Tasya.
"Biarin aja, kasihan," ujar Tasya acuh, ia berjalan
menuju sasaran yang lain. Ia juga tidak segan-segan untuk
menggorok leher lawannya.
"Sialan! Apa cuma gue yang ngerasa kalau orangnya
tambah banyak?" tanya Nisa setelah berhasil bersanding
dengan Tasya.
Tasya yang sibuk dengan lawannya, mengerutkan
dahinya padahal dari lantai atas anggotanya yang lain juga
terus menembakinya. Tapi belum juga abis.

Kakak Kelas~| 201

Tasya melirik anggotanya yang lain, terlihat jelas dari
ekspresi mereka pasti sudah sangat kelelahan. Tasya
mempercepat gerakannya tak ingin membuang waktu. Ia harus
segera menyelesaikan ini semua.

"Bisa mati gue kalau kaya gini! Black Grawsama anak
The Blonds banyak banget bangsat!" teriak Arkan sambil
melayangkan tongkat baseballberkawat tepat dikepala
lawannya, "merinding gue, nyet! Ngebunuh orang gini,"
lanjutnya setelah lawannya terjatuh dengan kepala yang tak
lagi utuh.

"Parah! Gue suka bau anyir," ujar Dino tiba-tiba. Tasya
menoleh sekilas pada Dino saat cowok itu mengatakannya.

"Gue suka cara lo," teriak Tasya lalu beralih pada
lawannya lagi. Senyum Tasya mengembang walau tertutup
masker dari matanya bisa dilihat dia sangat bahagia
melakukannya.

"Emang bener lopsikopat." Tasya menoleh saat
mendengar suara Kevin. Ingin rasanya mengumpati Dinda
mengapa gadis itu menghubungi Kevin secepat ini.

"Queen, gue datang. Tungguin!" teriak Dinda dari
balkon.

"Kalau lagi berantem ajak-ajak dong," ujar Kevin sambil
mengerucutkan bibirnya, ia masih terdiam di belakang Tasya
tanpa ingin membantu.

"Nggak ada gunanya lo disini, kalau cuma ngomong
doang. Balik gih!" sinis Tasya yang sibuk menghajar lawannya.

202 | Anggi Nurhasanah

"Iya deh, gitu aja ngambek," sahut Kevin kemudian
mengangkat tubuh Tasya.

"Lah anying ngapain lo? Turunin gue!" titah Tasya.
Kevin malah tersenyum menanggapinya.

"Tendang dong tuh dia udah bangun lagi," ujar Kevin.
Tasya mengikuti apa yang dikatakan Kevin. Serasa
collab berdua. Elang yang melihatnya hanya mencibir tak suka.
"Modus aja loudah tau genting!” teriak Elang.
"Sirik aja lo jadi orang," ujar Angga sambil melempar
lawannya pada Elang.
"Anying, kaget, nyet!" teriak Elang lagi, ia menendang
perut lawannya lalu membenturkan kepala-nya.
"Buset, Lang dosa lo bunuh anak orang. Entar dikutuk
sama emaknya," sahut Rian yang tak jauh dari Elang.
"Bacot lo, Yan! Sini lo, gue jedotin juga pala lo!" sarkas
Elang.
Bara hanya tersenyum melihat kedatangan mereka, ia
juga bisa mendengar perdebatan-perdebatan kecil diantara
mereka.
"Gue turun dah, kalian jaga sini! Gatel banget tangan
gue," ujar Bara sambil meletakkan sniper-nya.
"Okelah, terserah lo," jawab Rafa acuh, ia masih terus
menembaki mereka. Sesekali meminum air yang tadi ia ambil
dari kulkas.
"Gue tuh kalau bawa sniper gini, serasa kaya main
pubg anying," seru Dimas.

Kakak Kelas~| 203

"Tapi inget ya, dosanya tinggal kali aja sama yang udah
lo bunuh," ujar Rafa disertai kekehannya.

***
Andra yang baru datang bersama Galang dan Zaki
dibuat kaku seketika. "Serius? Ini yang tepar mayat?" tanya
Galang sambil melepas helmnya.
Andra hanya menggeleng tak peduli, berbeda dengan
Zaki, ia malah mendekati lalu mengecek nadi mereka.
"Mati?" tanya Galang polos.
Zaki mengangguk, lalu melirik ke atas balkon. Terlihat
Dimas, Rafa, dan tentunya beberapa anggota Poison lainnya.
"Gimana nggak mati orang mereka pakai sniper," ujar Zaki lalu
bergabung dengan lainnya. Walaupun pendiam Zaki juga mahir
dalam bela diri dalam hitungan menit ia bisa langsung
merobohkan lawannya.
"Yaudahlah yuk, kasihan yang lain pasti capek. Kita
bantuin terus kita pesta abis ini," ujar Galang sambil menepuk
lengan Andra.
Andra mengangguk setuju, ia merenggangkan otot
tangannya sebentar lalu memukul punggung lawannya dari
belakang.
"Anjing!"
"Maju sini lo!" sinis Andra. Andra cukup mahir
mematikan serangan lawan, lalu melintirkan tangannya lalu
menendang lawannya ke depan.

***

204 | Anggi Nurhasanah

"Pelan-pelan dong, Sya. Ikhlasnggak sih ngobatinnya?"
ujar Kevin sambil memukul pelan lengan Tasya.

"Lo cowok bukan? Masa gini doang sakit? Kalau sakit
nggak usah berantem!" sinis Tasya.

Kevin menghela napasnya kasar. "Sini gantiangue yang
obatin lo," ujar Kevin sambil menepis tangan Tasya.

"Gue nggak papa!" sarkas Tasya, emosinya masih
belum membaik. Berhubung Tasya tadi memakai masker jadi
mukanya tak ada yang luka. Walaupun Tasya brandalan ia
masih memikirkan resiko yang terjadi. Lebih baik
mengantisipasi dari pada mengobati kan?

"Lengan lo itu," ujar Kevin enteng sambil menunjuk
lengan Tasya. Tasya memutar bola matanya jengah ia
menyodorkan tangannya tepat di depan muka Kevin.

"Biasa aja kali, nggak gitu juga."
"Harusnyaakuyangdi sana!" teriak Rian sambil melirik
kearah Elang.
"Gue udah move on!" sahut Elang tak terima.
"Ah, masa? Tapi muka lo masih kelihatan sad boy gitu,
Lang," seru Arkan ikut-ikutan.
"Berani lo sama gue? Kalau nggak ada gue, udah
ketusuk lo tadi," ujar Elang pada Arkan.
"Ampun suhu," ujar Arkan sambil mengangkat kedua
jarinya sebagai tanda damai.
"Gue mau muntah anying! Bau anyir banget," teriak
Nisa tiba-tiba.

Kakak Kelas~| 205

Beberapa dari mereka yang mengalami luka parah
sudah dibawa ke rumah sakitsedangkan yang mati masih
tergeletak mengenaskan di pelataran. "Bentar lagi orang-orang
gue ke sini buat kuburin mereka, longgak usah panik gitu," ujar
Tasya pada Nisa.

206 | Anggi Nurhasanah

PDKT

Aku berharap kamu bisa menjadi hati terakhir
dalam jangka waktu yang panjang.

Kakak Kelas~| 207

Sekarang Tasya dan Kevin tengah berada di parkiran
sekolah, mereka berdua memang sengaja
berangkat bersama padahal seharusnya hari ini
Kevin berangkat siang hari. Ah, cowok itu memang selalu saja
pandai mencari cela untuk modus pada Tasya.
Kevin menyugar rambutnya sebentar, lalu memutar
tubuh Tasya, ia memasukkan ponsel berlogo apel itu lalu
menutup kembali resleting tas Tasya.
"Wait! Apa yang lo masukin didalam tas gue?" tanya
Tasya. Matanya menyipit penuh kecurigaan.
"Bom atom," jawab Kevin sekenanya.
"Sialan lo!" sinis Tasya sambil mencubit perut Kevin.
Kevin hanya meringis kesakitan.
"Lo belajar yang bener! Awas aja sampai gue liat nilai
lo dibawah 80!" ujar Tasya sambil menuding Kevin.
"Lo meragukan kepintaran gue? Tenang aja gue bakal
dapet nilai sempurna," jawab Kevin dengan nada angkuhnya.
"Sungguh membagongkan!" ujar Tasya sambil
mengibaskan tangannya ke udara.
"Yeuy, dibilangin juga. Kalau sampai nilai gue ada yang
sempurna gimana?" tanya Kevin mencolek dagu Tasya.
"Genit banget sih lo!" Tasya menepis tangan Kevin
kasar. "Gue bakal turutin kemauan lo," imbuhnya.
"Deal?" Kevin menyodorkan tangannya. Tasya tau
Kevin pintar tapi bukan berarti dia bisamendapat nilai sempurna

208 | Anggi Nurhasanah

bukan? Apalagi saat ini yang tengah cowok itu hadapi ujian
nasional ditambah cowok itu sering membolos.

Tasya tersenyum manis lalumenjabat tangan Kevin.
"Deal," ujar Tasya kemudian berlalu meninggal-kan Kevin
sendirian.

"Lo taruhan sama orang yang salah, Sya," lirih Kevin.
Kevin juga melangkahkan kakinya, tujuannya kali ini
perpustakaan. Ia akan belajar disana beberapa jam sampai
waktu ujiannya tiba.

Kevin bukanlah tipe orang yang sulit menyerap
pelajaran bahkan jika dia maudalam semalam pun ia bisa
menyelesaikan pelajaran satu semester. Tetapi untuk sekarang
ini ia harus menghindari sistem kebut semalam sebab itu bisa
membuatnya kurang fit dipagi hari. Bahkan bisa saja nanti ia
akan tertidur saat ujian.

Duk!
Kevin mendongakkan kepala saat sebotol minuman
dingin mendarat tepat di mejanya. "Lo?" Kevin tidak pikun, ia
tau betul dia cowok yang berada di kantin bersama temannya
tempo lalu.
"Leon Andara," ujarnya memperkenalkan diri lalu
menyodorkan tangannya.
Kevin tersenyum sekilas menatap Leon yang sudah
duduk didepannya. "Kevin," ujar Kevin sambil menjabat tangan
Leon sebentar lalu kembali bergulat dengan buku-bukunya.
"Lo pacaran sama Tasya?" tanya Leon tanpa basa-basi.

Kakak Kelas~| 209

Kevin melepaskacamatanya, ia menatap Leon seolah
meminta penjelasan lebih untuk pertanyaan yang ia ajukan
barusan.

"Gue cuma penasaran," ujar Leon yang mengerti akan
tatapan Kevin.

"Belum, tapi udah dapet lampu ijo. Doain aja," ujar
Kevin enteng. Leon tersenyum kecil mendengar jawaban Kevin
berarti ia masih memiliki kesempatan untuk mengambil hati
Tasya.

"Gue duluan bro, bentar lagi bel," pamit Leon. Kevin
hanya mengangguk sebagai respon-nya. "Minuman itu nggak
gue kasih racun. Masih tersegel," timpal Leon sambil berjalan
meninggalkan Kevin sendirian.

"Lo boleh mengagumitapi nggak akan berpotensi untuk
memiliki!" lirih Kevin. Matanya menatap ke depan melihat Leon
yang mulai menghilang dibalik pintu.

***
Brak!
Tasya menegakkan kepalanya, ia sama sekali tak
merasa kaget dengan kejadian barusan. "Kenapa Pak?" tanya
Tasya polos tangannya sibuk mengucek matanya.
Dinda yang menyaksikan dari depan merutuki
kebodohan Tasya. Bagaimana bisa ia sesantai itu—nggak waras
memang!
"Enak habistidur?" tanya Pak Dengdeng dengan
senyum ramah di bibirnya.

210 | Anggi Nurhasanah

"Iya Pak, ini masih ngantuk. Saya lanjutin boleh?" izin
Tasya.

"Boleh, tapi jangan ikut pelajaran saya! Keluar!!"
"Oke Pak, terima kasih." Tasya bangkit dari duduknya
kemudian berjalan sempoyongan keluar kelas. Nyawanya masih
belum terkumpul sepenuhnya.
"Eh, Bu bos," lirih Arkan saat melihat Tasya hampir
menabrak pintu.
"Gila! Kebo! Mau molor kemana lagi coba tuh bocah,"
cibir Dinda sambil terus mengamati Tasya.
"Kamu kenapa diam? Cepat selesaikanlalu kita bahas
PR yang kemarin!" titah pak Dengdeng. Dinda hanya bisa
mengangguk pasrah tak ada gunanya melawan guru yang ada
malah terkena hukuman.

***
Kevin tengah berjalan menuju kantin, di tengah koridor
Kevin menghentikan langkahnya saat melihat seorang gadis
yang berjalan sempoyongan.
"Eh," ujar Tasya refleks saat tubuhnya terhuyung pada
seseorang. Tasya mendongakkan kepalanya menatap siswa
yang lebih tinggi darinya. Berani sekaliia asal tarik tubuh orang.
"Anjing, sia—?" kata-kata Tasya menggantung saat
mengetahui siapa pelakunya.
Kevin berdecak sembari mengeratkan pegangan-nya di
pundak Tasya. "Lo mabuk apa gimana sih kok sempoyongan
gitu jalannya," sinis Kevin.

Kakak Kelas~| 211

"Kagak! Gue ngantuk banget serius."
Tanpa mengatakan apa-apa lagi Kevin langsung
menggendong Tasya ala brydal style. Beruntung saat ini
waktunya masuk, jadi koridor sepi hanya ada beberapa siswa di
luar.

***
"Lo berat banget sumpah, Sya," ujar Kevin sambil
menghempaskan tubuh Tasya ke sofa. Lumayan keras padahal
tapi gadis itu tak kunjung bangun.
"Masih untung gue yang gendong, coba kalau tadi
bukan gue, Sya. Arghh!! Lo ceroboh banget sih," kesal Kevin.
Meski nyatanya Tasya tak bisa mendengar suaranya
tapisetidaknya Kevin bisa merasakan sedikit lega saat bisa
meluapkan rasa kekesalannya itu.
Kevin berjongkok didepan sofa membenarkan anak
rambut yang menutupi wajah Tasya.
"Cantik." Satu kata yang terlontar dari mulut Kevin.
Setelah itu ia berjalan menuju bangku sebelahnya.
Mengerjakan beberapa soal-soal yang sekiranya nanti akan
keluar saat ujian.
Sesekali Kevin mencuri-curi pandang pada Tasya. Gadis
itu sepertinya benar-benar kelelahan dengan kejadian kemarin.
Jangankan Tasya, Kevin saja tubuhnya masih terasa encok.
"Kak Gilang, hiks-hiks. Jangan tinggalin aku."
Kevin mengerutkan dahinya. "Gilang? Siapa?" Kevin
mendekati Tasya yang tengah mengingau.

212 | Anggi Nurhasanah

Keringat dingin sebesar biji jagung mengalir di pelipis
Tasya. Bibir mungilnya terus menyebut nama Gilang.

"Sya, bangun!" ujar Kevin sembari mengelap keringat
gadis itu.

Tasya membuka matanya perlahan kemudian
mengerjap-ngerjapkannya seperti anak kecil. "Kenapa?"
tanyanya sambil mengucek mata.

Kevin membantu Tasya duduk dengan benar. "Lo terus
nyebut nama Gilang tadi. Gilangsiapa emangnya?" tanya Kevin
hati-hati.

Tasya menarik napas dalam-dalam, ia menatap Kevin
sambil mengerucutkan bibirnya. "Kakak gue." Tasya menatap
sendu Kevin lalu ia menjatuhkan kepalanya di pundak Kevin.

Kevin masih berusaha mencerna perkataan Tasya. Apa
maksud dari kakak? Bukannya kakaknya itu cuma Angga?
Memang ada lagi? Atau sepupunya, maybe.

Kevin merasa pundaknya basah oleh air mata Tasya.
"Kenapa nangis?" tanya Kevin sambil mengelus rambut Tasya.

"Kangen hiks sama kak Gilang." Tasya masih
sesenggukan ia semakin mengeraskan tangisannya. Kevin yang
tidak tau apa masalah gadis itu hanya bisa menepuk-nepuk
pundaknya.

Kevin melirik jam tangannya 15 menit lagi ia harus
masuk ke labuntuk ujian. Kini ia dapat mendengar dengkuran
pelan dari Tasya.

Kakak Kelas~| 213

"Tunggubentar, Sya. Nggak lama kok," lirih Kevin
setelah membenarkan tubuh Tasya yang tengah tertidur pulas.
Jejak air mata yang mengalir di pipinya masih terlihat jelas.

Kevin berjalan keliling perpustakaan mencari seseorang
yang dapat menjaga Tasya untuk sementara waktu.

"Eh, lo, boleh minta tolong?" tanya Kevin datar. Gadis
bermata empat itu celingak-celinguk lalu menunjuk dirinya
sendiri.

"Iya, lo."
"Kenapa, Kak?" tanyanya sambil menundukkan kepala.
"Jagain cewek yang tidur di sofa deket jendela nanti
kalau dia bangun bilangin gue lagi ujian." Gadis itu
mengangguk patuh lalu melenggang pergi meninggalkan Kevin
sendirian.

***
"Gilang siapa?" ujar Kevin tiba-tiba.
"Gilang yang mana dulu? Di sekolah kita yang namanya
Gilang berjibun, Pin." sahut Rian.
"Gue juga nggak ngerti," jawab Kevin matanya
menerawang lurus saat Tasya terus memanggil nama itu.
"Lah stres! Tanya tapi kagak tau," sewot Elang sambil
membanting buku Lks Gio.
"Eh, bangsat! Buku gue, " teriak Gio sambil memungut
bukunya dilantai. Tatapannya tajam pada Elang. "Awas lo!"
"Sorry, Gi. Gue refleks tadi," ujar Elang sambil
mengangkat dua jarinya.

214 | Anggi Nurhasanah

"Tadi Tasya terus manggil nama itu," jelas Kevin.
Angga menatap Kevin serius. "Dia pasti tidurkan? Kok
sama lo?" Angga percaya pada Kevin jika Kevintidak mungkin
berbuatmacam-macam pada Tasya, tetapi Kevin juga manusia
biasa yang bisa kapanpun melakukannya bukan?
"Gue tadi liat dia sempoyongan di koridor, terus gue
bawa ke perpustakaan, Tasya juga nangis tadi."
"Hah? Adik gue nangis?" Angga yang mendengar
penjelasan Kevin langsung berdiri hendak menghampiri Tasya
tapi Kevin menahannya.
"Bentar lagi masuk lo nggak usah aneh-aneh, dianggak
papa kok," ujar Kevin meyakinkan. Angga kembali duduk sambil
mengacak-acak rambutnya frustrasi.
"Emang Gilang siapa? Mantannya Tasya?" tanya Rian.
"Abang kandung gue," jelas Angga. Gio dan Elang
saling pandang, sejak kapan Angga memiliki kakak? Bukannya
dia hanyadua bersaudara.
"Maksud lo?" tanya Kevin
"Waktu gue umur enam tahun bang Gilang ngajak
Tasya jalan-jalan di sekitar komplek. Terus Tasya balik sambil
nangis dia terus teriak nama bang Gilang. Gue yang waktu itu
terlalu kecil nggak paham maksud dia akhirnya gue diem nggak
respon."
"Terus?" tanya Gio.
Angga menarik napasnya dalam-dalam. "Nggak lama
bokap balik terus Tasya ngajak kita kerumah kosong yang ada

Kakak Kelas~| 215

di ujung komplek. Gue kaget banget waktu lihat bang Gilang
udah tergeletak di sana. Nyokap gue sampai pingsan waktu itu
dan Tasya yang terus nangis sambil meluk tubuh bang Gilang."

"Bang Gilang dibunuh maksud lo?" tanya Elang hati-
hati.

"Gue nggak ngerti, Tasya kalau ditanya pasti langsung
nangis, nggak mau jawab. Dia bilang itu semua salah dia,
seharusnya dia nolong bang Gilang waktu itu."

"Kalaupun bener bang Gilang dibunuh, Tasya yang
masih kecil mana bisa melawan orang dewasa," ujar Gio.

Kevin menepuk pundak Angga beberapa kali bahkan
cowok itu sudah berkaca-kaca mungkin sebentar lagi akan
nangis.

"Tapi polisi bisa menangkap pelakunya?" tanya Rian.
Angga hanya menggeleng pelan, rasanya sakit saat
menceritakan masa lalu keluarga mereka.

"Mengingat masa lalu memang sakit tapi hidup terus
berjalan. Berusaha ikhlas adalah jalan yang terbaik," celetuk
Rian.

216 | Anggi Nurhasanah

JANGAN BANDEL!

Jangan memaksa jika memang orang itu tidak
mau, jika tak ingin berakhir menyakitkan.
Kakak Kelas~| 217

"Anatasya Aulia Mahardika, diharap untuk datang
ke lapangan utama." Suara Dewa sang ketos
SMA Alaska menggema disetiap sudut
sekolah.
"Gue nggak salah denger kan? Ngapain lo disuruh
kesana?" tanya Dinda yang tengah duduk disebelah Tasya.
"Udahlah biarin, nggak penting tuh pasti," sahut Tasya
yang masih setia menatap layar ponselnya.
"Heh, Sya rame banget di lapanganpada nungguin lo
dah kayaknya," ujar Arkan mendekat kearah bangku Dinda.
"Eh, Dinda sayang," ujar Arkanmengedipkan sebelah
matanya.
"Geli gue anjirr! Serius," teriak Nisa dari bangku
belakang.
"Tau lo, Ar," ujar Dinda.
"Lo juga mau-maunya pacaran samaArkan," sahut Nisa
lagi.
"Lah, suka-suka gue dong! Yang pacaran gue, kenapa
lo yang sewot," teriak Dinda pada Nisa.
"Dasar cewek, ribut mulu. Coba sehari aja bisa nggak
kalo kagak ribut?" seru Agam dari depan kelas.
"Gam, minggir lo anying! Jangan di depan AC gitu bau
keringat lo nggak enak, tercemar nih kelas," teriak salah satu
murid cewe di kelas.

218 | Anggi Nurhasanah

"Nggak papaNeng, keringat abwang mah wangi," sahut
Agam enteng. Cewek itu mengedikkan bahunya acuh lalu pergi
keluar kelas.

"Sya, lo yakin nggak mau kesana? Coba dulu yuk, kali
aja pentingyang manggil jugaDewa. Nggak mungkin dia main-
main," ujar Dinda.

"Dinda ada benarnya, Sya. Ya kali aja ketos bikin ulah,
bisa di depak nanti sama guru Bk," sahut Nisa.

Brakk!!
Tasya menggebrak mejanya, sontak ia menjadi pusat
perhatian di kelas.Tanpa berniat menggubris mereka ia pun
langsung berjalanmenuju lapangan utama.
Tasya mengerutkan dahinya saat melihat
banyakmanusia disana. Tasya berjalan membelah lautan
manusia untuk sampai ke tengah. “Norak banget,” cibir Tasya
saat melihat kertas yang dibawa anak-anak bertulisan
'I Love You Tasya'
Leon membalikkan badannya sambil membawa sebuket
bunga mawar. Tasya memutar bola matanya malas, apa kurang
jelas kemarin saat iamengatakan takmenyukainya. Masih saja
kekeh.
Leon berjalan mendekati Tasya, ia berjongkok
didepannya. "Will you be mine?" ujar Leon dengan senyum
dibibirnya.

Kakak Kelas~| 219

Kalau di lihat-lihat Leon memang memiliki raut wajah
yang nyaris sempurna. Tetapi, tidak! Sebab di hati Tasya hanya
ada satu nama dan tidak akan berubah.

Teriakan anak-anak yang meminta Tasya untuk
menerima Leon membuat kupingnya panas. Ia mengambil
sebuket bunga itu tanpa menjawab pertanyaan Leon.

Tasya bisa melihat Kevin yang melihatnya dengan
muka lesu. Tasya tersenyum lalu pergi meninggalkan Leon dan
berjalan menghampiri Kevin.

"Apa?!" tanya Kevin dengan muka datarnya.
"Buat kamu," ujar Tasya sambil menyodorkan sebuket
bunga itu. Leon yang berada ditengah lapangan melongo tak
percaya. Secepat itu Tasya membuatnya terbang tinggi lalu
menjatuhkannya seperti air hujan.
"Maksudnya? Mau pamer kalau udah punya cowok?"
tanya Kevin sinis, tangannya bersedekap dada.
Tasya terkekeh pelan. "Siapa bilang gue nerima dia?"
Tasya membalikkan badannya melihat Leon yang masih berdiri
ditengah lapangan.
"Leon,janganbandel! Tanganlobarusembuh," teriak
Tasya lalu memberikan bunga itu asal pada gadis disebelahnya.
Tasya menarik tangan Kevin menjauh dari kerumunan manusia
itu.
"Maksud lo apa?" tanya Kevin setelah mereka sampai di
belakang sekolah.

220 | Anggi Nurhasanah

Tasya menggelengkan kepalanya. "Nggak ada, cuma
ngingetin Leon kalau gue nggak bisa anggap dia lebih dari
seorang teman," jelas Tasya, ia merebahkan tubuhnya di
rumput-rumput samping Kevin.

"Gue tadi ke perpustakaan tapi lo udah nggak ada,"
ujar Kevin menatap Tasya lekat, "soal bang Gilang, lo nggak
papa?" tanya Kevin hati-hati.

Tasya membuka matanya lalu menatap Kevin
sebentarkemudian ka mendudukkan badan. "Gue kangen bang
Gilang ...." Tasya menjeda perkataannya."Asal lo tau, sifat gue
itu terbentuk dari kejadian dua belas tahun lalu. Gue nyesel
waktu itu nggak bisa melindungi bang Gilang. Harusnya gue
nolong dia, bukan malah kabur," ujar Tasya. Kevin masih setia
mendengarkan, sesekali mengusap pelan punggung Tasya.

"Bang Gilangpasti kesiksa waktu itu. Gara-gara
bajingan itu dia jadi nggak ada. Gue udah janji buat nemuin
yang udah bunuh bang Gilang tapi dua belas tahun ini nihil.
Gue nggak dapet apa-apa," ujarnya sesenggukan.

"Udah kalau nggak kuat jangan dilanjut, lain kali nggak
papa," ujar Kevin sambil memeluk Tasya. Tasya
menenggelamkan kepalanya di atas dada bidang Kevin. Ia juga
memukul-mukul dada Kevin. Ia butuh pelampiasan untuk rasa
sakitnya itu.

***
"Gila, bisa-bisanya Leon nembakTasya," seru Angga
setelah duduk di bangku kantin.

Kakak Kelas~| 221

"Songong banget sih dia, pakai acara nembak di
lapangan lagi. Makan tuh penolakan Tasya," ujar Elang
menggebu-gebu.

"Santai dong! Makan nih bakso mang Didi, dari pada
ngamuk-ngamuk," ujar Rian menyodorkan mangkuk bakso.

"Kalau cuma temenan it’s okaytapi kalau kayak gini
ogah gue. Dia kan resek bisa darah tinggi gue," ujar Angga lagi.

"Ngapain kalian yang ribet? Yang nentuin kan, Tasya,
yangjalani jugaTasya. Nambah beban pikiran aja lo pada," ujar
Gio.

"Bukan gitu, Gi. Gue cuma nggak mau Kevin jadi sad
boy kayak gue. Cukup gue aja," ujar Elang sambil memakan
baksonya.

222 | Anggi Nurhasanah

BEASISWA

Realita itu memang pahityang manis itu satu atap
bersamamu.
Kakak Kelas~| 223

Hari ini adalah kelulusan kelas 12 SMA Alaska.Hari
dimana mereka melepas semua beban pikiran
sebab tak lagi merasa pusing dengan tugas-tugas
maupun ujian.
"Anjay, lo lulus, Ngga?" tanya Andra dengan nada tak
percaya.
"Anying lo!" seru Angga tak terima, secara tidak
langsung Andra tengah meledeknya.
"Gue bakal kangen sama lo, Bang," ujar Arkan sambil
menyalami Rian.
”Halah, bilang aja entarkagak ada yang bisa lagi
nemenin lo ke club kan.” Arkan meringis saat mendengar
perkataan Rian, sayangnya itu semua memang benar.
"Woi! Guemau ikut coret-coret dong!" teriak Rafa
sambil berlari mendekat.
"Polusi lo anying," sinis Gio. Rafa enggan
mendengarkan Gio, dia tengah sibuk sendiri dengan
karyadibaju Kevin.
"Lo ngapain ikut coret-coret?" tanya Dinda
mengintimidasi.
"Bikin kenang-kenangan, setidaknya gue juga pernah
temenan samaKevin."
"Semerdeka lo, Fa," ujar Elang.
"Lo nggak mau coret juga di baju gue?" tanya Angga
pada Rafa.
"Serius? Bolehemang?" tanya Rafa polos.

224 | Anggi Nurhasanah

"Boleh, kenapa enggak. Nihdi belakang masih kosong
dikit buat lo," jawab Angga. Dengan semangat 45 Rafa pun
beralih pada baju Angga.

"Eh, iya, btw kalian mau kuliah dimana?" tanya Nisa.
"Belum mikir," jawab Kevin enteng.
"Gue paling deket sini ajalah," ujar Gio.
"Kalau lo, Lang?" tanya Angga.
"Ngikut Gio gue mah," ujarnya sambil nyengir.
"Sumpah lo nggak ada kreatif-kreatifnya, Lang. Ngikut
mulu," sinis Angga.
"Terserah gue lah, kok situ yang ngatur!"
"Masalah itu mahbiarin aja yang penting tuhkapan
traktirannya?" tanya Galang sambil bersedekap dada.
"Lah iya, setuju gue masa lulus nggak ada traktirannya.
Nggak asik." sahut Dinda.
"Di kafenyaZaki," sahut Angga asal.
"Zaki punya kafe? Sejak kapan?" tanya Denta,
pandangannya menatap Angga lalu beralih pada Zaki.
"Udah lama. Gue gabungan samaTasya," jawab Zaki,
sementara yang lain hanya mengangguk paham.
"Nggak mau ngucapin apa gitu?" tanya Kevin sambil
menarik Tasya menjauh dari kerumunan teman-temannya.
"Apa?" tanya Tasya.
"Coba lihat mading!" titah Kevin lalu memutar tubuh
Tasya. Tasya menatap daftar peserta ujian mencari nama
Kevin.

Kakak Kelas~| 225

"Nama lo mana sih?" tanya Tasya, matanya terus
menatap di daftar nilai dari bawah.

Kevin mendengus kesal. "Kalau nyari tuh mulai dari
atas, bukan dari bawah!" sinis Kevin dengan muka datarnya.

Tasya beralih menatap daftar nilai dari atas, matanya
memicing melihat nama Kevin, menyusuri nilai cowok itu.

Kevin Brega. Matematika: 98. Bahasa Indonesia: 100.
Ilmu Pengetahuan Alam: 95.Bahasa Inggris: 100.

"Curang lo yak, pasti lo pake kunci jawaban kan?
Ngaku! Dapet dari mana?" tanya Tasya sambil menunjuk muka
Kevin.

"Gue jujur! Itu murni nilai gue!"
"Terus?"
"Lo lupa? Apa pura-pura lupa?"
"Apaan sih, Kepin? Gue nggak ngerti," ujar Tasya
frustrasi.
"Katanya lo mau turutin permintaan gue," tagih Kevin.
"Oh, yaudah, lo mau apa?" tanya Tasya sambil
memegang kedua lengan Kevin.
"Seharian ini lo harus sama gue." Perkataan Kevin
membuat Tasya mengernyit.
"Maksudnya? Tapi nanti gue juga balik kerumah kan?"
tanya Tasya polos.
Kevin menggelengkan kepalanya. Tasya berusaha
menatap yang lain asalkan bukan Kevin sedangkan Kevin masih
betah menatap Tasya dalam-dalam.

226 | Anggi Nurhasanah

"Aish, gue cewe! Ya kali nggak pulang," ketus Tasya.
Kevin menarik dagu Tasya untuk menatapnya manik matanya.

"Sehari, Sya, lagian juga lo biasanya trek-trekan, jarang
pulangkan?" jawab Kevin memohon.

"Mau apaan dulu? Dan kenapa harus sampek malam
kan bisa tuh besoknya lagi."

"Kita nggak tau kapan kita harus pergi,"
"Lo ngomong kaya mau mati aja deh," ujar Tasya lalu
tertawa.
"Gue suka kalau lo ketawa gitu, sampek merem
matanya." Kevin membuat Tasya menghentikan tawanya lalu
berdehem sebentar.
"Woi, Vin, Sya. Ayo kita keliling kota," teriak Elang
sambil menghampiri keduanya.
"Sekarang?" tanya Tasya.
"Iyalah, kita mau pamer kalau kita udah resmi lulus dari
SMA Alaska duh gue seneng banget dah," ujar Rian menggebu-
gebu.
Tasya memilih menaiki ninja hitamnya, mereka
beriringan menyusuri jalanan kota Bandung. Ada juga beberapa
yang berteriak heboh. Memamerkan bahwa dirinya sudah lulus.
Ada-ada saja tingkah mereka.
Tak terasa senja mulai menyingsing, mereka
memutuskan untuk pulang kerumah masing-masing. Tapi tidak
berlaku untuk Tasya dan Kevin mereka memilih untuk singgah
sejenak di warung seblak pinggir jalan.

Kakak Kelas~| 227

"Lo doyan seblak?" tanya Tasya. Bukankah kebanyakan
cowok membencinya. Kevin mengangguk sebagai jawaban.

Tasya mengernyit beberapa kali. "Serius? Nggak
terpaksa gara-gara gue kan?"

"Nggak, cantik," jawab Kevin sambil mengacak-acak
rambut Tasya.

"Aish, abis ini kita ke kafe dulu ya?"
"Ganti baju aja dulu, masa mau kelayapan pake baju
SMA gini hmm?"
"Oke fine, tapi lo juga ganti kan? Nanti ketemu di kafe
aja," tawar Tasya.
Kevin menggelengkan kepalanya. "Nggak! Nanti gue
jemput."
"Gue nggak buka penawaran!" ujar Kevin cepat, Tasya
yang hendak berbicara langsung menutup mulutnya rapat-
rapat.
"Ini seblaknya Neng, Mas," kata penjual seblak sambil
menyodorkan dua mangkuk seblak.
Tasya tersenyum ramah. "Makasih, Mang,"
"Iya Neng, ini tehkabogoh?"
"Bukan, Mang cuma temen," ujar Tasya sambil melirik
kearah Kevin.
"Doain aja, Mang," timpal Kevin. Tasya kaget dengan
ucapan Kevin tapi secepat mungkin mengubah raut wajahnya
menjadi datar.

228 | Anggi Nurhasanah

"Iya, lagian Neng Tasya geulis, Mas-nya juga ganteng,
cocok pisan ini mah. Eh, kalau gitu saya tinggal dulu, mau bikin
pesanan buat yang lain." Kevin mengangguk sembari
tersenyum tipis kemudian pandangannya beralih pada Tasya.

"Sya, guenanti bakalan kuliah di luar negeri,” ujar Kevin
serius.

***
Kevin menekan bel rumah Tasya, ia tadi juga sudah
memberi tau Tasya agar menunggunya sebentar.
Ceklek!
Tasya dapat melihat sosok Kevin yang tengah
menunggunya sambil bermain ponsel. "Udah lama nunggu?"
Suara Tasya terdengar parau, matanya juga sembab
seperti habis menangis. Kevin mendekati Tasya lalu menyurai
pelan rambutnya.
"Lo nangis?" tanya Kevin, tangannya menarik Tasya
untuk lebih mendekat. Walaupun senja sudah berganti langit
malam, tetapi Kevin masih bisa melihat jelas mata sembab
Tasya.
"Emang kelihatan banget?" tanya Tasya sambil
menatap Kevin sendu.
Kevin mengangguk, tangannya terulur untuk merapikan
anak rambut Tasya. "Kenapa nangis?" tanya Kevin lembut.
"Nggak papa kok, cuma kangen sama bang Gilang,"
jawab Tasya, ia mengalihkan pandangan menatap apapun itu
asalkan tak bertemu dengan mata Kevin.

Kakak Kelas~| 229

"Yaudah, masuk gih udah ditunggu sama anak-anak,"
ujar Kevin sembari membukakan pintu mobilnya.

"Tumben bawa mobil," celetuk Tasya saat Kevin sudah
mulai menjalankan mobilnya.

"Nggakpengen kamu sakit karena angin malam," ujar
Kevin kaku. Tasya bergumam sebentar lalu menatap jendela
sebelahnya.

"Jalanan lebih menarik dari pada aku ya?"
"Hah?"
"Gak jadi!"
Tasya hanya tersenyum simpul, pandangannya kembali
pada jalanan. Tak ada yang berani membuka pembicaraan di
antara keduanya.
"Turun!" titah Kevin setelah mereka sampai diparkiran.
Tasya menatap punggung Kevin yang pergi lebih dahulu tanpa
menunggunya.
"Gue salah? Padahal dia sendiri yang bakalan ninggalin
gue, harusnya gue dong yang marah!" cibir Tasya.
Pandangannya menyapu seluruh kafe, kafenya
memang tidak terlalu besar, tetapi cukup ramai
didatangiapalagi terdapat beberapa rak buku yang memang
disediakan untuk di baca.
"Woi! Bu bos datang nih!" teriak Dino dengan
semangat, Tasya tersenyum sekilas lalu menghampiri meja
Dino.

230 | Anggi Nurhasanah

"Nggak kesana aja?" tanya Bara. Tasya menoleh pada
Bara lalu mengangguk pelan. "Nanti aja,"

"Sumpah ya lo kali ini cantik banget, Queen," ujar Fajar
sambil terus menatap Tasya.

"Lo kemana aja sih, Jar? Dari dulu Queen udah cantik
kali," sahut Agam disusul gelak tawa temannya.

"Ngomong-ngomong kuliah lo gimana, Bar?"
"Baik, Sya tinggal nunggukonfirmasi skripsinya," ujar
Bara lalu menegak kopinya.
"Kira-kira gue bakalan kuliah dimana ya?"
"Lo kelas 11 aja belum kelar udah mikir mau kuliah,
emangnya lo yakin bakalan lulus, Gam?" sahut Arkan dari
bangku ujung.
"Yang setiap pagi minta sontekan nggak usah sok
keras!" teriak Agam pada Arkan.
"Halah tai, lo juga minta sontekan ke Nisa," teriaknya
tidak terima.
"Sama-sama minta sontekan nggak usah ribut. Sekali
lagi ribut gue gorok tuh leher," sinis Tasya. Kepalanya memang
pusing apalagi ditambah temannya yang sedari tadi terus
berdebat hanya karena masalah sepele.
"Sya, sini dah ngapain di situ entar ketularan
virusnya Agam!” teriak Dinda.
"Enak aja mulut lo sini gue ulek pakai cabe," balas
Agam.

Kakak Kelas~| 231

"Udah, gue kesana dulu," pamit Tasya yang diangguki
oleh Bara.

"Sebelum lo ulek mulut gue, udah gue jorokin lo ke
aspal biar mati sekalian," ujar Dinda.

"Ayo sini ribut kita!"
"Berisik bangsat!" teriakan Tasya membuat seluruh
penghuni kafe terdiam, bahkan ada beberapa pengunjung yang
menatapnya tak suka.
"Mbak Tasya ada yang bisa saya bantu?" tanya salah
satu pegawainya.
“Nggak usah, Dit. Makasih,” jawab Tasya. Dita
mengangguk mengerti.
Suasana hening menyelimuti mereka, tak ada yang
berani membuat kegaduhan lagi. “Lo nggak seharusnya gini,
Sya. Lo bikin pelanggan kita jadi takut,” bisik Zaki yang duduk
di belakangnya.
Tasya menghela napaslalu berjalan menuju
ruangannya. Setelah kepergian Tasya barulah mereka mulai
membuka suara.
“Merinding banget cuy, lihat nih bulu kuduk gue!” ujar
Elang sembari menunjukkan lengannya.
“Itu baru teriakannyaudah bikin satu kafe bungkam,
adik gue tuh,” ujar Angga membanggakan dirinya.
“Gara-gara lo sih, Din, Tasya ngambekkan jadinya,”
ujar Nisa menyalahkan Dinda.
“Kok gue sih, tuhAgam.”

232 | Anggi Nurhasanah

“Gue mau ke kamar mandi dulu,” pamit Kevin.
“Yoi, cepetan gue mau bahas penting soalnya,” ujar
Rian.
“Yang keluar dari mulut lo itu nggak ada penting-
pentingnya, Bang,” sahut Arkan.

***
Ceklek!
Tasya sama sekali tak menggubris siapa yang akan
masuk ke ruangannya, ia malah kembali menyelimuti seluruh
tubuhnya.
Derap langkah semakin terdengar jelas. Tasya
memejamkan matanya.
Srett!
“Gue tau lo belum tidur,” bisik Kevin tepat di
telinganya. Tadinya Tasya berpikir Angga yang akan datang
ternyata malah Kevin.
Kevin tersenyum miring saat ide jahil terbesit di dalam
otaknya. “Masih belum mau bangun? Yaudah anggap aja
memang dia tidur, cium dikit boleh kali ya?” ucap Kevin berniat
menggoda Tasya.
Mendengar perkataan Kevin membuat Tasya kaget
bukan main, ia berniat untuk banguntapi ternyata muka Kevin
sudah berada didepannya.
Tasya melebarkan matanya saat bibirnya bersentuhan
dengan bibir Kevin.Bukan ini yang Tasya inginkan. Buru-buru

Kakak Kelas~| 233

Tasya mendorong dada Kevin sampai terjungkal ke bawah.

Bruk!
“Arghh! Kevinfirstkissgue!” teriak Tasya. Beruntung
ruangan Tasya kedap suara jadi tidak akan memicu keributan
nantinya.
“Duh, sakit punggung gue,” Kevin meringis sambil
memegangi punggung belakangnya. Bukannya mendapat
simpati dari Tasya yang ada malah tatapan mematikan. “Apa?”
tanya Kevin sembari berdiri lalu duduk di tepi kasur Tasya.
“Lo! Arghh! Udahlah, pergi sana!” kesal Tasya.
“Bukan gue yang cium lo tapi lo yang cium gue, habis
itu pakai acara dorong gue lagi sakit nih punggung. Tanggung
jawab lu!” balas Kevin.
“Lo frontal banget sih,” sarkas Tasya, ia dapat
merasakan panas di area pipinya yang sudah pasti memerah
sekarang. Buru-buru ia menutup dengan bantal yang
dipakainya tadi.
“Nggak usah ditutup gitu, itu juga first kiss gue kok jadi
adil,” ucap Kevin enteng. Bisa-bisanya dia bersikap biasa saja
padahal jantung Tasya seakan mau copot rasanya.
“Gue besok berangkat ke Amerika, lo antar gue ke
bandara kan?” tanya Kevin sambil meraih bantal satunya lagi, ia
membenarkan duduknya agar bisa menatap Tasya.

234 | Anggi Nurhasanah

Tasya menurunkan bantalnyalalu melempar asal pada
muka Kevin. “Ngapain nggak kuliah disini aja? Kan banyak yang
deket, kenapa harus jauh gitu?” tanya Tasya beruntutan.

Kevin memegang kedua bahu Tasya, menatapnya
dalam-dalam. “Sya, gue harus kesana. Ini buat masa depan
gue, tunggu gue balik lagi. Seandainya lo udah sama cowok
lain, gue nggak papa! Yang jelas gue bakalan berjuang disana
demi lo. Demi anak kita nanti.”

Mereka memang bukan sepasang kekasihtapi rasanya
berat untuk merelakan kepergian salah satu diantara mereka.

Tasya yang memang belum pernah menunjukkan
bagaimana perasaannya, dia sendiri juga tidak tau. Tapi yang
jelas dia tak ingin Kevin pergi jauh.

“Emang gue mau sama lo?” tanya Tasya.
“Ya harus maulah,” seru Kevin sambil memiting kepala
Tasya tidak sakit tapi cukup engap bagi Tasya.
“Goblok lo! Lepasin! Bisa mati gue!” teriak Tasya sambil
memukul lengan Kevin.

***
Kevin membawa Tasya ke rooftop hotel milik
keluarganya untuk melihat pemandangan kota Bandung dari
atas sana. “Gue nggak mau pulang!” sinis Tasya pada Kevin.
“Kenapa? Betah ya sama gue?” goda Kevin.
“Pede! Gue suka aja sama pemandangan disiniapalagi
bisa lihat bintang lebih dekat.” Mendengar perkataan Tasya,
Kevin pun berjalan pergi meninggalkannya.

Kakak Kelas~| 235

“Gue ditinggalin? Sendirian gitu?” cibir Tasya saat
melihat punggung Kevin yang menghilang ditelan lift.

Sekitar 15 menit Kevin kembali dengan tas hitamnya.
Tasya mengerutkan kening heran. “Lo ninggalin gue buat ambil
itu?” tanya Tasya lalu mendekati Kevin yang sibuk memasang
entah apa itu. “Itu apaan?” tanya Tasya lagi, tetapi Kevin tetap
bungkam bahkan untuk melirik Tasya pun tidak.

“Lo diemin gue? Gue tinggal balik nih!” ketus Tasya.
“Sebentar, dikit lagi,” jawab Kevin.
Tasya menghela napas. Kevin memang aneh terkadang
care dan terkadang juga bersikap dingin. Tasya berdecak kesal,
tangannya berkacak pinggang melihat Kevin. “Moodyan!” cibir
Tasya.
Tasya terus mengamati Kevin yang sibuk merakit
teropong bintang. Tasya juga beberapa kali menguap, rasa
ingin tidur diranjang empuknya semakin tinggi.
“Pin, gue mau tidur! Pulang ayo,” ajak Tasya, ia
menyenderkan tubuhnya pada tembok pembatas.
Kevin meliriknya sekilaslalu mendekati Tasya. “Sini
dulu, katanya mau lihat bintang lebih deket,” ujar Kevin sambil
menarik tangan Tasya.
“Besok aja, Kepin. Gue ngantuk banget.”
“Bentar aja, nih liat!”
“Gimana mau lihat, gue nggaknyampe,” kesal Tasya,
Tasya bahkan sampai berjinjit untuk mencapai lensa.

236 | Anggi Nurhasanah

“Pendek,” ejek Kevin. Kevin mendekat ke belakang
Tasya lalu mengganjal sepatunya di bawah kaki Tasya.

“Dah tuh nggak jinjit lagi.”
Posisi mereka sungguh dekat, Kevin juga melingkarkan
tangannya diperut Tasya, dagunya mengusal di leher Tasya.
“Modus anjir!” sinis Tasya.
“Nggak! Lagian gue baik, lo pikir dengan lo injak kaki
gue nggak sakit?”
“Siapa suruh?” Kevin enggan menjawab Tasya. Cewek
itu kepala batu, jadi mau gimana pun keadaannyakalau tak
mau mengalah tidak akan berakhir perdebatan mereka.
“Bintangnya bagus banget, pengen gue bawa pulang.
Kenapa gue baru pakai sekarang sih, tau gini gue udah beli
teropong dari dulu,” teriak Tasya antusias bahkan rasa
kantuknya mendadak hilang saat melihat bintang.
“Bilang apa?” bisik Kevin tepat disamping telinga Tasya.
“Makasih,” ucap Tasya sambil tersenyum.
“Cantik.”
“Hah?”
“Nggak.”
Sungguh saat ini jantung Tasya dibuat maraton tengah
malam, apalagi perutnya yang geli dengan perlakuan Kevin
rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu yang beterbangan di
dalam sana.

Kakak Kelas~| 237

238 | Anggi Nurhasanah

KILLING DAY

Tak mudah untuk merelakan seseorang, tapi apa
boleh buat jika takdir yang membawanya pergi.

Menangis pun sudah tidak ada gunanya.

Kakak Kelas~| 239

Pagi ini adalah jadwal penerbangan Kevin. Paling
tidak Tasya bisa mengantarkan cowok itu ke
bandara. Melepasnya untuk 4 tahun? Arghh!!
memikirkannya sangat membuat Tasya tersiksa.
"Kenapa berhenti? Tuh Kevin di sana, masih jauh," ujar
Angga sambil menepuk pundak Tasya.
"Lo duluan deh," jawab Tasya sambil mendorong
punggung Kevin. Tasya menghela napas, dia tidak boleh
menangis. Semua demi kebaikan Kevin, Tasya tidak mau
menjadi penghalang masa depan Kevin.
Gerak-gerik Kevin tak luput dari pandangan
Tasya.Pikirannya berkelanamembayangkan resiko terbesar—
kehilangan untuk selamanya.
"Woi, Sya. Sini! Mepet waktunya," teriak Rian
tangannya melambai pada Tasya. Tasya mengangguk lalu
melangkah mendekati mereka.
"Ma, Kevin mau ngomong sama Tasya dulubentar.
Boleh?" izin Kevin. Mamanya pun mengangguk sembari
tersenyum.
Setelah mendapat izin dari mamanya, ia menarik Tasya
untuk menjauh dari mereka. Merekamembutuhkan waktu
berdua sebentar saja.
"Kenapa?" tanya Tasya.
"Kamu mau nungguin?" tanya Kevin balik.
"Hah? Nungguin apa?"

240 | Anggi Nurhasanah

"Nungguin aku cuma 4 tahun, sayang," ujar Kevin
sambil menangkup pipi Tasya.

Sudah! Sudah cukup Tasya tak kuat lagi menahan air
matanya. "Lo te-tega banget sama gue! Se-setelah baperin gue
dengan seenak jidat, terus gue di tinggalin," lirih Tasya, ia
menumpahkan seluruh kekesalannya pada Kevin.

Kevin mengusap air mata Tasya. "Hei, gue bisa batalin
kok,” ucap Kevin dan mendapattatapan horor dari Tasya

"Heh! Nggak gitu maksud gue! Lo harus tetep kesana,
gue nggak papa," tolak Tasya.

"Makanya jangan nangis, gue nggak bisa lihat lo nangis
apalagi itu semua karena gue."

Tasya mengusap kasar sisa-sisa air matanya. "Udah
nggak nangis kok, sekarang berangkat. Jaga kesehatan
disana."

"Cieee perhatian banget."
"Nggak!"
Kevin tersenyum tipis. "Nggak mau peluk?"
"Nggak."
"Yakin? Nanti nyesel, gue bakalan pergi 4 tahun."
"Nggak usah diingetin gitu!" ujar Tasya sambil
memeluk erat Kevin, seolah tak mau kehilangan.
"Jaga diri baik-baik ya ganteng, sampai ketemu di titik
terbaik menurut takdir," lirih Tasya, tapi masih bisa didengar
jelas oleh Kevin.

Kakak Kelas~| 241

Kevin semakin mengeratkan pelukannya, aroma
stroberi khas dari rambut gadis itu menyeruak kedalam
hidungnya. "Gue suka wangi rambut lo, pasti cewek disana
nggak ada yang kayak gini wanginya," bisik Kevin.

Tasya mengurai pelukan mereka. "Maksud lo? Kalau
ada yang samalo bakalan sama dia gitu?"

"Cemburu?" tanya Kevin, "kata orang-orang sih
cemburu tanda sayang." Kevin menggoda Tasya.

"Apa sih lo!" Bukannya menjawabKevin malah tertawa
lalu meninggalkan Tasya.

"Hobi banget ninggalin gue, dasar cowok!" cibir Tasya
sambil berjalan mengikuti cowok itu dari belakang.

"Gimana, Sya?" tanya Elang sembari menaik turunkan
alisnya.

"Gimana apanya?"
"Lo nggak mau ikut?" tanya Elang.
Tasya menggeleng lemah. "Gue masih sekolah ya, gila
aja mau ke sana, ngapain coba?"
"Kali aja lo mau ngintilin, Kevin," celetuk Gio yang
sedari tadi diam. Tasya mengalihkan pandangannya pada Gio,
menatap horor cowok itu.
Mohon perhatian! Panggilan terakhir penumpang
pesawat udara dengan nomor penerbangan IDR 4125 tujuan
New York dipersilahkan segera naik ke pesawat udara melalui
pintu 8. Terimakasih.

242 | Anggi Nurhasanah


Click to View FlipBook Version