The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Candramawa publisher denpasar, 2021-07-23 08:59:20

Kakak Kelas fix layout-dikonversi

Kakak Kelas fix layout-dikonversi

"Mampus lo, Den," ujar Dino.
"Kan gue bilang juga apa si Arkan ambekan," ucap
Denta sambil melirik kearah Arkan.
"Gelo gue liatnya anying," celetuk Nisa yang baru saja
memasuki ruangan.
"Nis, Dentanyariinlonih!" teriak Arkan, Nisa
mengerutkan keningnya. "Nyari gue? Kenapa?"
"Kangen katanya," tambah Arkan sambil melirik Denta
penuh kemenangan, seolah ia puas membalaskan dendamnya.
"Denta? Kangen gue? Hah? Apaan sih? Gue nggak
paham?" jawab Nisa cengo.
"Nggak usah dengerin tai ngomong. Kagak penting,"
sela Denta dengan nada datarnyatapi kupingnya memerah.
Sudahbisa dipastikan pasti dia tengah menahan malu.
"Oh, gue bawa makanan nih, baik kan gue," ujar Nisa
dengan senyuman khasnya.
Arkan buru-buru mengambil kantong plastik dari
tangan Nisa. "Gue tau lo pasti capek sini gue bantuin."
"Halah, lo mah bantu ngabisin!" teriak Rafa.
"Perut aje lo Ar digedein," ujar Dino.
"Perut karet ya gitu, apalagi gratisan beuhh maju paling
depan dia mah," ujar Dinda sambil melirik Arkan yang sudah
sibuk dengan dunia sendiri.
"Buncit tau rasa lo, Ar. Nggak ada yang mau sama lo,
gue ketawa paling keras," ujar Bara disertai kekehan.

Kakak Kelas~| 143

"Enak aje, six pack gini, mau lihat?" ujar Arkan sambil
terus mengunyah makanannya.

"Halah bacot sia!" ujar Fajar sambil ikut duduk
disebelah Arkan.

"Udah ini mah, nanti gue kagak kebagian."

144 | Anggi Nurhasanah

JEVANIO LANGIT ABRAHAM

Percayalah semua pasti akan berjalan dengan baik.
Kakak Kelas~| 145

Setelah beberapa hari alfa, hari ini Tasya kembali
menginjakkan kakinyadi sekolah. Keadaan Agam
dan Kevin pun sudah mulai membaik setelah pindah
rumah sakit.Jadi, tak ada alasan lagi untuk dia bolos. Seperti
biasa ia berangkat bersama Angga—Abangnya.
"Gue tuh nggak suka!" lirih Tasya sembari membuka
pintu mobil, ia hendak keluar tapi tangannya ditahan oleh
Angga.
"Kenapa lo? Kesambet?"
Tasya hanya menggeleng. Angga mengembuskan
napas jengah kemudian meraih ponselnya, mulutnya
membentuk huruf o kali ini dia paham apa masalahnya.
"Oh, pantesan, udah tanggal."
"Apa?" tanya Tasya ketus. Tasyamenutup pintu mobil
dengan keras.
"Lah, kagak turun lo? Malah ditutup lagi." Angga
menjawab sambil menuruni mobilnya berputar kearah samping
mobil. Angga mengetuk kaca pintu itu lalu membukanya. "Ayo
tuan putri turun," titah Angga dengan cengiran andalannya.
Tasya menarik ujung bibirnyasekilas. "Makasih."
Setelah itu, ia berjalan mendahului Angga.
"Eh, biadab lo, Sya. Udah dibukain malah ninggalin!"
teriak Angga.
Tasya langsung menghentikan langkahnya, ia memutar
tubuhnya, menatap Angga dingin. "Lo tadi bilang apa?" tanya
Tasya sambil berjalan mendekati Angga.

146 | Anggi Nurhasanah

"Yaelah kagak, lo mah salah denger kali. Ya udah
mending masuk hayu." Angga merangkulkan tangannya ke
pundak Tasya.

"Awas aja lo!" sinis Tasya sambil mengacungkan jari
tengahnya tepat di depan wajah Angga.

Jikasudah begini waktunya Angga harus mengalah.
"Iya," ucap Angga sembari menurunkan tangan Tasya.

Mereka berjalan bersama di lorong sekolah, bukan
hanya satu dua orang saja yang membicarakannya, lagian siapa
yang tidakmengenal mereka? Senolep-nya kutu buku saja
kenal.

"Sumpah gue juga pengen jadi adiknyaAngga. Pengen
di treat like a queen."

"Bang, aku padamu."
"Sya, sama aku aja hayu."
"Ganteng doang tapi brandalan."
"Sweet banget kayak pacaran."
"Kapan gue punya abang kayak Angga. Udah ganteng,
baik, pengertian lagi."
"Pansos."
"Adiknya cantik, abangnya juga ganteng."
"Bibit elite ya gini nih."
"Sok cantik banget!Padahal gue yang lebih cantik."
Tasya dan Angga sama sekali tak menghiraukan apa
yang mereka bicarakan, bagi mereka itu sudah menjadi
makanan sehari-hari.

Kakak Kelas~| 147

"Wih, tumben akurbiasanya juga kaya kucing sama
tikus," celetuk Andra.

"Berisik lo, kayak nggak ada tempat duduk aja, pakai
nongkrong di tangga," sewot Angga.

"Yaelah lumayan bisa cuci mata, Ngga," jawab Rafa.
"Dasar aligator!Menuhin jalan tau nggak!" kata Angga,
tangannya masih senantiasa bertengger di pundak Tasya.
"Lo pada minggir, gue mau lewat!" sinis Tasya.
"Lewat mah lewat aja kali bos, nih masih banyak
ruang," kata Arkan sambil menepuk-nepuk lantai disebelahnya.
"Heh, mikir dong di atas kosong yang dibawah ini
penuh, lo pikir gue mau kayang, hah?"
"Tau lo, Arkan nggak peka banget," ujar Galang ikut-
ikutan.
"Lah, masalahnya peka sama lewat apaansih?" Arkan
balik tanya sambil terus memakan jajannya. Zaki yang tak mau
keributan pun bangkit lalu berjalan menuju kelasnya.
"Jak, tunggu gue!" teriak Galang lalu menyusul Zaki.
"Gue tanya, malah tuh orang main pergi aje."
"Ganteng doang, eh nggak gantengan gue," sahut
Denta lalu beranjak pergi.
"Bye Arkan," ucap Rafa sambil ikutan pergi.
"Lah, kok pada pergi?Selalu aja gue yang ditinggalin,
heran gue," ucap Arkan sambil terus memakan jajannya.
"Sya, duluan gih." Tasya menganggukkan kepala-nya
lalu menaiki tangga meninggalkan Arkan dan Angga sendirian.

148 | Anggi Nurhasanah

"Apa lo, Ngga? Mau ninggalin gue? Tinggalin aja gue,
sumpah nggak papa demi Alex kagak ngapa-ngapa, tapi lo
mikir lah anjing!" ucapan Arkan barusan membuat gelak tawa
teman-temannya.

***
"Heh itu anak siapa yang lo gondol?" teriak Tasya dari
atas tangga.
Angga menatap Tasya dan anak di gendongannya
bergantian. "Kenapa? Lucu kan dia." ucap Angga sambil
menurunkan anak laki-laki itu.
"Jangan bilang kalau—" Tasya menjeda perkataan-nya
sambil terus menuruni anak tangga.
"Hah? Apaan?" tanya Angga sambil mengangkat
sebelah alisnya.
"Anak lo," ucap Tasya, ia berjongkok didepan anak laki-
laki itu.
Takk!!
"Ngawur, bukanlah! Mana mungkin anak gue," elak
Angga sambil menjitak kepala Tasya.
"Nggak sopan lo! Lagian lo bawa kerumah. Lo nyulik
anak orang?" tuding Tasya sambil menggendong anak laki-laki
itu."Kamu diapain sama Mas ini? Kamu tadi diculik ya? Jauh-
jauh deh sama dia," cecar Tasya sambil berjalan mundur.
"Enak aja kalau ngomong, itu anak tetangga baru kita,
noh yang ada di depan rumah,"
"Terus kenapa bisa disini?" tanya Tasya lagi.

Kakak Kelas~| 149

"Mereka nitip mau keluar kota katanya, jadi nggak ada
yang jaga nih bocah." Angga menjelaskan sambil mencubit pipi
laki-laki itu.

Tasya ber-oh ria. "Nama kamu siapa?" tanya Tasya
sambil mengacak-acak rambut anak kecil itu.

"Aku Jevan, Tante," jawabnya sambil tersenyum.
"Kok tante? Panggil aja kakak, masih muda gue., ketus
Tasya yang membuat gelak tawa Angga.
"Tante! Udah tua lo, anak kecil kan nggak bisa
bohong."
"Dih, tuaan juga lo, makanya ngaca!" ujar Tasya sambil
menatap Angga dingin, ia menurunkan Jevan lalu
menghempaskan badannya ke sofa.
"Ngambek tuh, Jev. Sono samperin, tanggung jawab
lo!" titah Angga sambil menyenggol lengan Jevan.
Jevan mengangguk patuh lalu berjalan mendekati
Tasya. "Kak Tasya, aku bercanda kok. Jangan marah ya," lirih
Jevan sambil menarik-narik ujung kaos milik Tasya. Tasya
hanya meliriknya tanpa berniat menjawab.
Jevan berbalik mengambil sesuatu dari tasnya. "Se-
sebenarnya ini coklat terakhir Jevan, tapi nggak papa buat kak
Tasya aja, asalkan kak Tasya nggak marah lagi," ucap Jevan
sambil menyodorkan sebungkus coklat.
Tasya menarik ujung bibirnya. "Serius buat Kakak?
Terus kamu makan apa?" tanya Tasya sambil mengacak-acak
rambut Jevan.

150 | Anggi Nurhasanah

"Aku masih ada permen lolipop," jawab Jevan sambil
menunduk menatap sepatunya.

"Tapi bener ini buat kakak? Ikhlas nggak?" tanya Tasya
mulai gemas dengan tingkahJevan.

"Ikhlas kok," jawab Jevan menganggukkan kepalanya,
"tapi kakak harus maafin aku!" lanjutnya lagi. Jevan masih
belum berani mengangkat kepalanya, mungkin dia takut.

"Iya, dimaafin kok, sekarang kita beli coklat lagi, minta
duit ke Bang Angga," ucap Tasya sambil menepuk pundak
Jevan.

"Boleh, Kak?" tanya Jevan sambil mendongakkan
kepalanya menatap Tasya.

"Boleh dong, emangnya kamu nggak mau?" tanya
Tasya.

"Mau, Kak," jawab Jevan antusias.
Jevan berjalan menuju kearah Angga, sebenarnya tadi
Angga mendengar apa yang mereka bicarakan, tapi Angga
pura-pura tak mendengarnya. "Bang Angga," panggil Jevan.
"Apaan?"
"Minta duit dong, Bang."

***
Tasya membuka pintu ruangan Kevin, dahinya berkerut
saat melihat mamanya Kevin membereskan barang-barang
bawaan mereka. Sedangkan Kevin hanya duduk di sofa tanpa
niatan untuk membantu, memang anak durhaka.

Kakak Kelas~| 151

"Kevinudah dibolehin pulang ya?" tanya Tasya sambil
menyalami mamanya Kevin.

"Iya, kata dokter gue udah boleh balik," jawab Kevin
ketus.

"Sensian banget sih lo. Tante, anaknya emang suka
gitu ya?" tanya Tasya lagi sambil membantu membereskan
barang-barang Kevin.

"Iya, Sya. Tante aja dari tadi dicuekin."
"Wah, durhaka lo, Pin. Mau kena azab lo?" celetuk
Angga sembari menurunkan Jevan dari gendongannya.
Kevin tak menggubris Angga, ia hanya fokus pada anak
kecil yang mulai berjalan mendekatinya, cukup familiar. "Dia
siapa? Anak lo? Emaknya kemana?"
"Enak aja! Udah dua kali gue dituduh punya anak. Dia
anak tetangga gue," ujar Angga sambil mencebikkan bibirnya.
Mama Kevin terkekeh kecil. "Kok Mama kayak kenal dia
ya, Vin. Kamu inget nggak? Barangkali Mama lihatnya waktu
sama kamu."
Kevin menjentikkan jarinya kemudian menjawab,
"nggak Ma, Kevin lupa."
"Anjir, kirain lo inget," sahut Angga.
"Tetangga lo yang mana?" tanya Gio yang sedari tadi
membisu. Gio memang lebih dulu datangkarena jarak
rumahnya dan rumah sakit cukup dekat.
"Yang rumah kosong itu, Bang. Gue sedikit nggak
percaya sama Bang Angga sih soalnya waktu gue lewat emang

152 | Anggi Nurhasanah

rumahnya kosong, tapi kata bang Angga ada yang nempatin,”
jelas Tasya.

Gio menatap Tasya lalu beralih pada Angga. "Lo nggak
nyulik ini bocah kan?"

"Wah ngadi-ngadi lo, Gi. Tanya aja sama tuh bocil."
Dagunya terangkat kearah Jevan.

"Gue juga kaget waktu itu ada ibu-ibu nyamperin gue
bawa koper gede, katanya sih dia udah pindahan terus tiba-tiba
ada urusan mendesak jadi harus balik dulu. Nah, habis itu dia
nitipin nih bocil. Katanya cuma seminggu," lanjut Angga sambil
mengingat-ingat detail kejadian.

"Masalahnya,Bang! Ini udah seminggu lebih malah. Gue
bukannya nggak suka samaJevan tapi masa emaknya nitipin
anaknya sama orang nggak dikenal," sahut Tasya.

"Bener kataTasya, tuh bocil pasti kangen sama
nyokapnya," timpal Gio sambil mengelus-elus rambut Jevan.

Kevin yang sedari tadi diam, menarik Jevan ke
pangkuannya. "Nama kamu siapa?" tanya Kevin.

"Nama akuJevan." ujar anak keciltersenyum manis.
"Kalau nama lengkapmu?" tanya mamanya Kevin.
"Jevanio Langit Abraham, Tante." Mamanya Kevin
terkejut bukan main lalu berjalan menghampiri Jevan.
"Kamu anaknya, Langit?" tanya Mamanya Kevin sambil
menutup mulutnya. Jevan mengangguk. Kevin hanya sibuk
membolak-balikkan tubuh Jevan dan yang lain hanya
memandanginya.

Kakak Kelas~| 153

"Stop it!" teriak Jevan.
Kevin menghentikan aktivitasnya mengecek Jevan,
alisnya menyatu. "Kenapa?"
"Jevan, pusing, Bang!" Jevan mendengus kesal. "I’m
fine," tegas Jevan lagi.
"Sebenarnya itu bocil siapa, Tan?" tanya Rian yang
baru saja datang. Rian masih belum mengerti apa yang terjadi.
"Dia putranyaLangit yang dulu pernah mukulin Kevin,
kalian ingat?" Rian tampak berpikir keras berusaha mengingat-
ingat kejadian itu.
"Ah, iya, yang waktu SMP-kan? Waktu Kevin sok-sokan
bawa cewek jalan," ucapRian yang langsung mengundang
gelak tawa teman-temannya.
"Enak aja, dia yang minta," sela Kevin sambil melirik
Tasya. Tasya mengulas senyum mendengar penjelasan dari
Kevin.
"Tapi gue nggak pernah lihat nih bocil yang gue tau
cuma bapaknya doang. Lo dari mana aja sih, cil? Gue baru tau
kalau Salsa punya adik."
"Ya emang lo siapanyaSalsa sampek harus tau
kehidupan dia?" tanya Gio sarkastis pada Elang.
Elang berdecak kesal. "Terus nih bocil diapain?" tanya
Elang sambil menunjuk kearah Jevan.
"Tasya sama Angga kan sekolah, jadi Jevan nggak
papa sama Tante biar Tante yang urus."

154 | Anggi Nurhasanah

"Tapi Mah, bukannya Mama sibuk?" tanya Kevin mulai
menginterogasi. Sebulan sekali berada dirumah itu saja sudah
bersyukur, kenapa tiba-tiba mau mengasuh nih bocah.

"Mama ambil cuti dua bulanbuat temenin kamu
kemarin dan masih ada waktu, jadi nggak papakan kalau Jevan
dirumah kita?"

"Terserah," jawab Kevin acuh.
"Kok pada nentuin sendiri sih, Jevan maunya sama
Kakak cantik. Jevan nggak mau pindah!" ujar anak laki-laki itu
sambil bersedekap dada.
Tasya berjalan mendekat ke arah Jevan lalu ia
berjongkok di depan anak itu kemudian mengacak-acak
rambutnya. "Aku nggak papa Tante, biar aku yang urus,
Jevan."
"Kamu yakin, Sya? Nggak ganggu jam belajar kamu?"
"Nggak Tan, lagian Jevan juga sekolah. Seminggu
kemarin juga dia anteng kok sama bibi dirumah sebelum aku
sama bang Angga pulang."
"Yaudah kalau gitu. Nanti kalau butuh apa-apa bilang
sama Tante ya. Jevan kamu jangan nakal sama merekananti
Tante aduin sama papi kamu." Jevan mengangguk antusias.
Baginya rumah Tasya segalanya, ia bisa bebas bermain disana
tanpa merasa dikekang dan yang pasti iatak kurang kasih
sayang.

Kakak Kelas~| 155

"Jevan nggaknyusahin KakTasya! Jevan ng—mph."
Jevan yang berteriak tiba-tiba membuat Kevin membekap
mulut anak kecil itu.

"Diem! Kamu bikin sakit kuping," ujar Kevin kaku.
"Kevin, dia nggak bisa nafas tau!" Tasya melirik tajam
kearah Kevin.
Kevin menatap ke bawah, ia melihat Jevan memukul-
mukul tangan kekarnya. "Janji diem?" tanya Kevin sambil
menaikkan sebelah alisnya. Jevan menganggukkan pun
mengangguk.
"Good boy." Kevin melepaskan tangannya lalu ia
bersandar di sofa dan memejamkan matanya.
Jevan melirik Tasya dan Kevin bergantian. Anak kecil
itu memukul paha Kevin dengan sekuat tenaganya,
membalaskan dendam pribadinya lalu berlari menubruk badan
Tasya seolah mencari perlindungan.
"Shit!" lirih Kevin, ia menatap Jevan sinis.
"Lepasin tangan kecilmu itu!" titah Kevin. Jevan hanya
meliriknya sekilas. Tak peduli dengan ucapan Kevin, ia kembali
menduselkan kepala mungilnya ke ceruk Tasya.
"Kevin, dia masih kecil," ucapMamanya. Kevin berdecak
sebal menanggapi Mamanya yang terus saja membela Jevan
padahal disini yang salah Jevan.
"Tante mau saya anter aja? Kebetulan Elang bawa
mobil," tawar Elang, ia jengah melihat pertikaian Kevin dengan
bocah itu.

156 | Anggi Nurhasanah

"Nggak usah, Lang. Tadi tante kesini samaAnto. Oh, ya,
Kevin kamu mau pulang bareng Mama atau sama temen-temen
kamu?"

"Sama, Gio," jawab Kevin. Mamanya berpamitan lalu
pergi meninggalkan mereka.

"Jadi gimana? Gue bawa dua nyawa sekarang? Gue
balikin dia aja kali ya baru kerumah lo?" tanya Angga sambil
melirik kearah Tasya dan Jevan yang sibuk memainkan iPad-
nya.

"Ke rumah lo aja, Ngga. Kita nongkrong dirumah lo,"
jawab Kevin.

"Gue mah ngikut, di rumah lo ada makanan kan?"
tanya Rian sambil menyikut lengan Angga.

"Pasti, apalagi ada tuh bocil. Beuhh numpuk dikulkas.
Dia demen porotin gue," Angga menjawab disertai kekehan.

Kakak Kelas~| 157

158 | Anggi Nurhasanah

KENTANG COCOL ES KRIM

Nggak papa bikin yang beda dari yang lain, jangan
mau jadi plagiat!

Kakak Kelas~| 159

Tasya menatap jengah rumahnya dari depan sampai
belakang yang sudah mirip kapal pecah. Tasya
memejamkan matanya, lalu menarik napas dalam-
dalam.
"Kamu kenapa?" tanya Kevin sambil merangkul pelan
pundak Tasya.
Tasya nyaris saja memukul Kevin tadi. Dia kaget? Jelas.
Tasya melirik Kevin sekilas lalu beralih memandang Jevan yang
tengah sibukdengan pesawat mainannya.
"Jangan suka nongol tiba-tiba, kayak setan lo! Untung
belum gue tendang tuh kaki," kesal Tasya, "kalau gue punya
penyakit jantung gimana? Mau tanggung jawab?" lanjutnya
sambil menepis tangan Kevin.
"Mampus lo, Vin. Ngambek tuh Dede emes. Sama
AbwangRian aja sini," ujar Rian pada Kevin.
"Ayang sini ayang, Kepinmahnggak asik," ujar Elang
ikut-ikutan.
"Wah, mau nikung dari depan nih ceritanya," ujar Rian.
"Selagi janur kuning belum melengkung sabi-lah ya,"
ujar Elang percaya diri.
"Katanya lo udah move on dari Adek gue kok masih
mau nikung, Lang?" tanya Angga sambil menyikut lengan
Elang.
"Lupa gue, untung lo ingetin." Jawaban Elang sontak
mengundang gelak tawa mereka semua.

160 | Anggi Nurhasanah

"Kakak cantik mending sama Jevan aja. Nanti Jevan
jagain sampai titik darah penghabisan," ujar Jevan sambil
memukul dadanya.

"Kecil-kecil mau jadi fuck boy nih. Saha yang ngajarin?"
ketus Kevin, ia mengedarkan pandangannya pada teman-
temannya. "Lo pada kan yang ngajarin?" ujar Kevin pada
Angga.

"Lah, anying, kok gue? Noh, Rian."
"Gue aja terus! Punya dosa apa sih gue sama lo pada?"
"Salah lo banyak banget! Setan sih lo," sahut Denta
yang datang dari pintu depan sambil menjinjing kantong
keresek.
"Tau lo, Yan. Sini sungkem dulu sama gue," ujar Agam
ikut-ikutan.
"Bangsat! Kalau nistain gue aja pada lancarmulus kayak
jalan baru di aspal."
"Lo enak buat dinistain, Yan. Banyakin sabar, hitung-
hitung nambah tabungan di akhirat," sahut Arkan asal.
"Jevan, Abang bawain lagi mainannya," ujar Bara pada
Jevan.
Jevan tersenyum menghampiri Bara kemudian
menerima kantong mainannya. "Makasih, Bang Bara."
"Buset rumah gue udah kayak panti asuhan. Dimana-
mana banyak mainanbocah," ujar Angga sambil terus merakit
Lego milik Jevan.

Kakak Kelas~| 161

"Padahal baru seminggu ya, Ngga? Coba kalau sebulan,
tiga bulan, beuhh mantap," ujar Denta sambil mengacungkan
kedua jempolnya.

"Lagian kalian kesini bawa mainan terus. Udah cukup
jangan ada yang bawa lagi. Ini tuh banyak banget gila, mana
dari dapur sampek ruang tamu semua berserakan gue yang
beresin encok tau nggak?" ketus Tasya sambil berkacak
pinggang.

"Kamu udah kaya ibu-ibu, Sya," bisik Kevin.
Tasya menatap Kevin nyalang. "Lo tadi bilang apa? Ibu-
ibu? Mata lo tuh masih belekan!" ujar Tasya sambil menjambak
rambut Kevin.
"Ah, sakit, Sya. KDRT kamu mah," ujar Kevin.
"Mending kita makan aja yuk. Gue bawa makanan
banyak ni,." ujar Denta, ia berjalan mendahului teman-
temannya.
"Ikut, Den!" teriak Arkan, ia berdiri menyusul
Dentabegitu pun yang lain.
Bara menggelengkan kepalanya. “Kalau ada makanan
aja cepet lo pada. Dasar perut karet,” ujar Bara.
"Jevan, makan yuk, Kak Denta tadi bawa makanan
kesukaan kamu juga," tawar Bara pada Jevan.
Jevan menggelengkan kepalanya. "Jevan, mau main
dulu. Kak Bara kalau mau makan duluan aja Jevan nggak
mau?" Jevan menjawab sambil terus merakit lego-legonya itu.

162 | Anggi Nurhasanah

"Nanti aku rakitin dah legonya terus besok beli lagi,"
ujar Bara dan Jevan hanya menggeleng.

"Jevan, adakentanggoreng." teriak Tasya dari meja
makan. Tanpa pikir panjang Jevan melemparkan legonya yang
sedari tadi dipangkunya, ia berlari meninggalkan Bara sendirian.

"Kenapa kagak dari tadi sih," gerutu Bara dalam hati, ia
berjalan mengikuti Jevan dari belakang.

"Saingan lo datang tuh, Ar," ujar Denta sambil
menunjuk kearah Jevan yang lari menghampiri mereka.

“Ngalah aja lo sama bocil juga,” sahut Rafa sambil
menepuk pundak Arkan.

"Mana bisa, demi kentang goreng mekdi, gue nggak
akan nyerah." Arkan menjawab sambil memeluk sebungkus
kentang itu.

"Kak Tasya, manakentangnya" teriak Jevan.
Tasya mengangkat tubuh Jevan lalu mendudukkan
tepat disebelahnya. Jevan menatap berbagai makanan di atas
meja, pandangannya jatuh ke tangan Arkan. "Kak, aku mau
kentang itu," ujar Jevan sambil menunjuk kearah Arkan.
"Hayoloh, Ar. Mampus lo, mau ngasih apa ribut sama
Tasya?" kekeh Elang sambil menunjuk Tasya dengan dagunya.
"Baku hantam ajalah! Aku suka keributan," teriak Rafa
sambil memukul-mukul mejanya.
Tak!!
"Berisik monyet!" ujar Bara setelah puas memukul
kepala Rafa.

Kakak Kelas~| 163

"Ya Allah, Baim nggak kuat. Ambil aja nyawa Baim Ya
Allah,. Baim ikhlas," ujar Rafa mendramatiskan.

"Pamali, Rafa," ingat Tasya.
"Iye-iye bercanda doang aing mah, jangan serius gitu,"
ujar Rafa sambil nyengir.
"Nyawa lo bikin bercandaan, cakep lo? Giliran diambil
beneran gue ketawain paling kenceng," ujar Gio
"Masih mau rebutan? Di depan udah gue pesenin," ujar
Kevin pada Arkan.
Arkan langsung melepaskan kentangnya, ia berjalan
kearah Kevin, ia memeluk Kevin dari samping. "Aa Kepinbaik
banget sama gue. Sayang deh," ujar Arkan.
"Lepasin!" ujar Kevin datar. Arkan menanggapi dengan
cengiran setelah itu ia berlari menuju ke depan.
"Akhirnya Jevan bisa tenang makan kentang, nggak
diganggu sama setan," ujar Jevan sambil terus memakan
kentangnya.
"Padahal banyak yang lain kenapa harus kentang sih?"
tanya Gio sambil menggelengkan kepalanya.
"Si Arkanmau buat eksperimen makanya ngebet banget
sama kentang," jelas Bara.
"Eksperimen apaan?" tanya Angga. Bara hanya
mengedikkan bahunya acuh.
"Haloguys, Arkanbaliklagi," teriak Arkan, senyumannya
melebar sambil sesekali menggoyangkan badannya.

164 | Anggi Nurhasanah

"Nggak, Rian, nggak Arkan sama aja bikin mata gue
sepet," ujar Elang sambil memijit pelipisnya.

"Gue malah mikir, mereka twins yang terpisahkan,
maybe?" sahut Angga sambil menatap Arkan lalu beralih ke
Ryan.

"Amit-amit gue punya kembaran kayak gitu," jawab
Rian tak terima.

"Eh, lo pikir gue mau? Kagak! Mending gue kembaran
sama Kepin udah baik, pinter, rajin menabung lagi."

"Halah, lo bilang gitu karena dipesenin kentang kan
udah basi cara lo!" ujar Rian pada Arkan.

"Mana ada, emang bener yang gue bilang. Kenapa lo
nyangkut-nyangkutin sama kentang gue?" ketus Arkan.

"Shit! Kepala gue mau pecah rasanya, cowok kok
mulutnya lemes banget heran," celetuk Tasya, ia menatap Rian
dan Arkan bergantian sedangkan yang ditatap langsung
bungkam.

"Mending lo terusin eksperimen, Ar!" titah Tasya. Arkan
mengangguk paham, ia mengambil es krim mekdi lalu beralih
kearah kentangnya.

"Lo mau ngapain sih?" tanya Gio yang duduk
didepannya.

"Kentang mekdi cocol es krim. Beuhh mantap," ujar
Arkan sembari mempraktikkan perkataannya.

"Gue cuma lihat udah enek, satapalagi cobain muntah
duluan kali," sahut Angga sambil menutup mulutnya.

Kakak Kelas~| 165

"Nggak papa beda dari yang lain, jangan mau jadi
plagiat!" ujar Arkan sambil terus memakannya.

"Aneh, tapi ada," ujar Jevan, ekspresinya tak tahan lagi
rasanya ingin mengeluarkan seisi perutnya.

"Lo sih belum cobain, main kalian kurang jauh," sahut
Arkan sekenanya.

"Iya-in aja biar Arkan demen," celetuk Tasya, lalu
kembali menatap ponselnya.

166 | Anggi Nurhasanah

LOGIKA

Mikirin dia yang bahkan inget nama lo aja kagak,
ngapain sih? Wasting your time banget. Serius!

Kakak Kelas~| 167

"Galau aja terus sampai dia peka!" sindir Dinda
pada Nisa.
Nisa menatap nyalang Dinda. "Bacot
losok tau!" sarkas Nisa.
"Gue tau Nisa, dia itu cuma virtual! Makan hati lo yang
ada kalau sama dia," ujar Dinda.
"Lagian yang deket aja sih. Noh, Denta, Rafa, atau
Arkan. Tinggal pilih," tambah Dinda.
Dinda kesal? Sudah jelas. Nisa selalu bercerita tentang
orang yang samabahkan sampai menangis. Dinda sebenarnya
kasihan melihat Nisa yang terus uring-uringan hanya karena
cowok yang belum jelas itu.
"Gue nggak mau, Dinda. Arkan punya lo dan gue nggak
minat."
"Sekarang gini ya, Nis. Lo udah pernah ketemu sama
dia? Udah lihat tingkah aslinya gimana? Emang lo yakin kalau
dia jaga hati disana? Gimana kalau dia ternyata udah ada pacar
lagi?" cecar Dinda.
"Setengah tahun, Din itu bukan waktu yang sebentar
buat perjuangin dia. Gue nggak mau melepas dia gitu aja. Gue
sayang sama dia." Nisa tengah menahan tangisannya. Suara
isakmulai muncul. Dinda menghela napas, tak ada faedahnya
jika berdebat dengan orang bucin.
"Udah? Lo boleh bertahan tapi inget ada waktunya lo
harus lepasin dia. Dia yang ternyata bukan untuk lo." Dinda
menepuk pundak Nisa berusaha menenangkannya.

168 | Anggi Nurhasanah

"Apaan nih, pakai peluk-pelukan? Ikut dong," ujar
Arkan heboh sambil ikut memeluk Nisa dan juga Dinda.

"Anjir! Sesek napasgue,gila lo, Ar!" Arkan mengurai
pelukannya. "Lah, udah untung gue peluk. Lo tau nggak yang
antri pengen dipeluk gue itu banyak."

"Bodoamat! Yangjelasguebukanmereka!" teriak Dinda
tepat di depan muka Arkan.

"Buset, bau ih mulutnya belum sikat gigi kan lo?" ujar
Arkan sambil menutup hidungnya dengan tangan.

"Enak aja, lo kali yang bau!"
"Kalian nggak capek apa berantem terus?" celetuk Rafa
sambil duduk disebelah Nisa.
"Dia yang mulai duluan," ujar Dinda dan Arkan
serempak.
"Ngomong aja kompak banget, udah deh pusing kepala
gue dengerin kalian," sahut Agam, matanya masih terus fokus
menyalin tugas milik Bara.
"Nis, lo nggak papa?" pertanyaan Rafa hanya di balas
gelengan oleh Nisa.
Rafa tidaksemudah itu dibohongi, sudah terlihat jelas
dari hidung Nisa yang memerah serta suara isak kecil yang
berusaha ia tahan.
Rafa menarik Nisa kedalam pelukannya. "Mikirin dia
yang bahkan inget nama lu aja kagak, ngapain sih? Wasting
your time banget. Serius!" ujar Rafa sambil menyisir rambut
Nisa dengan jarinya.

Kakak Kelas~| 169

"Nangis aja nggak papa, nggak usah ditahan gitu."Nisa
menyembunyikan wajahnya di dada Rafa. Rafa memang selalu
ada untuknya.

"Nisa nangis lagi?" tanya Denta pada Agam. Denta baru
saja sampai di dalam kelasnya.

Agam menoleh kearah Nisa yang berada di pelukan
Rafa, lalu beralih menatap Denta. "Tadi berantem lagi sama
Dinda, gimana hati lo? Menusuk sampai relung hati belum?"

"Biasa aja, udah mati rasa malahan," ujar Denta
disertai kekehan.

Agam menepuk pundak Denta. "Sabar bre, kalau jodoh
mah nggak bakalan ketuker," ujar Agam menyemangati Denta.

Denta memang memiliki perasaan pada Nisa, hanya
Agam satu-satunya yang tau perasaan itu. Toh Nisa sudah
memiliki pacar jadi mau tidak mau Denta harus memendam
perasaan itu dalam-dalam.

***
Tasya pulang lebih awal hari ini dikarenakan
sekolahnya akan diadakan rapat dadakan. Ia berjalan menuju
kamar sembari menyeret tasnya.
Ceklek!
"Dari banyaknya kamar, kenapa harus kamar gue?" lirih
Tasya. Andai hanya Angga yang tidur, Tasya menarik napas
dalam-dalam. "Tau gitu gue langsung balik tadinyesel mampir
ke distro dulu." Tasya melempar tasnya asal.

170 | Anggi Nurhasanah

"Yang punya kamar siapa yang nempatin siapa."
Matanya melirik Jevan yang tengah tidur lalu beralih pada
Angga keemudian ia berjalan menuju kamar mandi untuk
membersihkan badan.

***
Tasya merebahkan tubuhnya diatas kasur Angga. Tasya
kembali berdiri, ia baru ingat akan sesuatu. Tasya berjalan
menuju kamarnya yang memang bersebelahan dengan kamar
Angga, ia mengambil ponselnya lalu kembali lagi.
Tasya mengetik beberapa pesankemudian
memejamkan matanya. Iaharusberistirahat penuh. Mengurus
distro,bersekolah, dan meladeni Jevan tentu begitu banyak
menguras tenaganya.
Drtt!! Drtt!! Drtt!!
"Sialan!" umpat Tasya. Baru saja ia memejamkan mata
ada saja yang mengusik dirinya.
Tasya melirik ponsel, dahinya mengerut saat mendapati
chat itu. "Sumpah untung sayang, kalau nggak udah gue
lemparin lo ke jurang," gerutu Tasya sambil berjalan keluar
balkon.
Kevin melambaikan tangan sembaritersenyum manis.
“Sya, turun atau aku yang masuk?” ujar Kevin tapi Tasya hanya
diam memandangi Kevin di bawah sana.
"Sya, lobudekapagimana sih?" teriak Kevin lagi,
"AnatasyaAuliaMahardika!"

Kakak Kelas~| 171

Tasya menghela napas, tersenyum sekilas lalu kembali
masuk kedalam. "Bangsat, gue ditinggalin." Kevin berjalan
membuka pintu rumah Tasya. Sudah ia duga pintu itu tidak
terkunci.

"Lah, gue kira lo nggak mau turun," ujar Kevin setelah
melihat Tasya yang mulai menuruni tangga.

"Lo kenapa sih, Pin? Bukannya belajar malah
keluyuran," sinis Tasya sambil duduk disebelah Kevin.

"Kalau keluyuran ke rumah calon bini nggak papa kan?
Emang ada yang salah?" Pipi Tasya dibuat memerah karena
gombalan Kevin.

"Gue suka lihat kalau lagi malu-malu kucing gitu," ujar
Kevin, tangannya terulur untuk mengacak-acak rambut Tasya.
Kevin suka melakukannya.

"Kebiasaan! Kalaurambut lo diacak-acakemang mau?
Nggak kan?" sarkas Tasya, tangannya merapikan kembali
rambutnya yang berantakan.

"Kata siapa?" Kevin langsung duduk di karpet bawah, ia
mendongakkan kepalanya sambil tersenyum. "Acak-acak aja!
Aku suka malahan," ujar Kevin sambil meraih tangan Tasya lalu
meletakkan diatas kepalanya.

Bukannya menuruti keinginan Kevin, Tasya malah
menjambak rambut Kevin. Ada rasa puas tersendiri saat Kevin
mengerang kesakitan. "Keenakan di lo kalau di acak-acak,
mending gue jambak biar tambah panjang rambutnya." Tasya
terbahak-bahak melihat ekspresi Kevin yang terkejut.

172 | Anggi Nurhasanah

"Bisa nggak sih lo romantis dikit? Biar ada uwu-nya.
Gue juga pengen uwuwu-an kayak orang lain," ujar Kevin kaku,
matanya masih terus menatap Tasya. Tasya menatap Kevin
aneh, apa benar ini cowok yang dulunya dingin? Kenapa jadi
berubah sepertiini?

"Dih, gila lo. Pulang sana! Lo itu udah kelas 12, bentar
lagi mau ujian."

"Iya, gue gila karena lo, Sya. Lagian tanpa gue belajar
pun gue juga yakin bakalan bisa ngerjain soal-soal itu."

"Alesan aja, udah deh sana balik! Gue mau tidur,
capek!" ujar Tasya sambil mengucek matanya.

Kevin berdiri di depan Tasyasedangkan Tasya
mendongakkan kepalanya. "Mau peluk dulu nggak? Siapa tau
butuh penenang sebelum tidur," goda Kevin sambil menaik
turunkan alisnya.

"Lo lebih mirip pedofil tau nggak, udah sana pulang!"
Tasya membalikkan tubuh Kevin kemudian mendorongnya
sampai depan pintu.

"Lah,nggak mau dipeluk sama gue?" tanya Kevin.
"Nggak!" ujar Tasya lalu menutup pintu. Tasya
menguncinya dari dalam supaya nanti Kevin tak bisa memasuki
rumahnya lagi.
Tasya memegang dadanya memastikan apakah
jantungnya masih berfungsi dengan baik atau tidak.
"Arghh!!Mau pindah ajalah gue ke mars," desis Tasya.

Kakak Kelas~| 173

174 | Anggi Nurhasanah

LEON ANDARA

Kalau emang nggak bisa, nggak usah dipaksa!
Ikhlas juga termasuk perjuangan.
Kakak Kelas~| 175

Tasya mengambil pisau lipat kesayangannya lalu
tersenyum sembari mengusap ujung mata pisau
itu. "Mari kita bermain-main lagi, sayang."
Aura Tasya mulai berubah, kini tak ada lagi Tasya yang
kalemapalagi lembut. Tasya menyimpan pisau itu kedalam
sakunya lalu memakai masker hitam.
"Kak Tasya, mau kemana?" tanya Jevan di ujung pintu.
Jevan mendekat kearah Tasya lalu memeluknya dari belakang
seolah tak mau kehilangan Tasya.
Tasya mengelus tangan Jevan, ia melepas tangan
Jevan perlahan. Tasya berjongkok di depannya. "Aku mau
keluar bentar, kamu dirumah sama bang Angga ya nggak
papakan? Biasanya juga gitu."
"Jevan maunya sama Kakak!" Bibirnyacemberut dan
tangannya ia silangkan di depan dada. "Aku ngambek kalau
ditinggal lagi," ujar anak laki-laki itu lalu memutar badannya.
"Hei, Kakak kasih pinjam ponsel gimana?" Tasya
meraih ponselnya. "Nah, Kak Tasya tau kamu nggak bakalan
bisa nolak, Jevanio Langit Abraham," ujar Tasya sambil
memutar tubuh bocah itu.
Jevan tampak menimang-nimang apa yang akan ia
lakukan. "Deal! Tapi janji ya Kakak bakal pulang cepat?" ujar
Jevan sambil mengacungkan kelingking mungilnya.
Tasya tersenyum, ia menautkan jarinya pada jari Jevan.
"Kalau gitu aku berangkat, bang Angga masih tidur?" tanya

176 | Anggi Nurhasanah

Tasya pada Jevan. Jevan mengangguk, matanya terus
memandang layar ponsel Tasya.

"Emm, kalau nanti ada yang ketuk pintu jangan dibuka!
Jadi anak baik, oke?" Jevan mendongakkan kepala, ia
tersenyum lalu mengangguk antusias.

"Bye, Jevan! Ingat yang Kak Tasya bilang kalau nanti
takut bangunin aja bang Angga?" ujar Tasya lagi, ia berjalan
keluar kamarnya.

Tasya masih memiliki satu ponsel lagi walaupun bukan
iPhone, tetapi masih cukup baik jika hanya untuk menghubungi
rekannya. Tasya memilih memakai mobil hitamnya. "Bahkan
hujan juga ingin bergabung denganku hari ini," lirih Tasya.
Senyumnya merekah kala tangannya menyentuh air yang turun
dari langit itu.

***
Tasya menghentikan mobilditengah jalan yang cukup
sepi, ia mengedarkan pandangannya pada sekitar. Tasya
tersenyum kala melihat sosok yang ia cari akhirnya muncul dari
rumah gubuk tua. Tasya memakai topinya lalu keluar dari
mobil. Badannya terguyur oleh rintikan gerimis.
"Long time no see, Queen," ujar cowok itu sambil
membungkukkan badannya.
"Jangan basi-basi, gue nggak butuh. Mau lo apa?
Cakep lo gunain Gara sebagai tameng, hah? Otak lo busuk tau
nggak!" cecar Tasya.

Kakak Kelas~| 177

Cowok itu tertawa mendengar perkataan Tasya.
"Bukannya lo bencisama dia? Apa masalahnya, sayang?" ujar
cowok itu tanpa beban.

"Jaga mulut lo! Kalau cari lawan yang sepadan, jangan
jadi pengecut lo!"

"Come on girl, mari kita bersenang-senang malam ini."
Tasya menatap tajam cowok itutapi sepertinya tak
menggentarkannya.

"Nggak usah pegang-pegang, cukup bicara mau lo apa
lalu kita selesaikan! Jangan ganggu hidup gue dan orang
terdekat gue!" sarkas Tasya setelah menepis kasar tangan
cowok itu. Ia tau betul laki-laki didepannya itu sangat licik.
Entah apa rencana busuknya sampai berani membawanya
kemari.

"Papa gue," lirihnya, "lo kan yang udah bunuh papa?
Kenapa lo lakuin itu? Apa kesalahan dia sama lo, hah? Jawab!
Kenapa diam aja?!" teriak cowok itu tepat didepan muka Tasya.

"Siapa suruh dia nusuk perusahaan keluarga gue dari
belakang? Itu setimpal sama apa yang dia perbuat," ujar Tasya
berusaha setenang mungkin.

"Lo bisa penjarakan dia! Nggak harus lo renggut nyawa
papa gue! Lo tau seberapa menyesalnya gue saat nggak bisa
minta maaf untuk terakhir kalinya?" Cowok itu luruh ke bawah,
bahunya bergetar menahan air mata yang berusaha turun.

"Gue minta maaf soal papa lo tapi itu udah jadi
konsekuensinya kalau main-main sama gue. Gue nggak akan

178 | Anggi Nurhasanah

tinggal diam apalagi papa lo itu udah berencana buat bunuh
bokap gue. Gue cuma menghindari hal-hal yang nggak
diinginkan aja?" ujar Tasya, "gue rasa nggak ada yang harus
diomongin lagi. Gue balik dan lo ingat jangan pernah usik
kehidupan gue ataupun orang terdekat gue!" sarkas Tasya.

Brakk!!
Cowok itu menutup pintu mobil dengan keras saat
Tasya membukanya. Tasya membalikkan tubuh menatap penuh
tantangan cowok itu. Ia mengambil napas dalam-dalam. "Leon
Andara, gue mau balik! Jangan bikin darah gue makin
mendidih," lirih Tasya.
"Gue suka sama lo! Bahkan udah jatuh cinta dan lo tau
itu. Guenggak mau nyakitin lo tapi kenapa lo tega bunuh papa
gue?" ujar Leon, matanya berkaca-kaca walaupun ditempat
yang lumayan gelap tapi Tasya masih bisa melihatnya.
"Gue udah jelasin alasannya dan makasih udah suka
sama gue. Tapi lebih baik buang jauh-jauh rasa suka lo itu,"
sinis Tasya.
Ditolak mentah-mentah seperti ini sungguh memalukan
bagi Leon, apalagi seumur hidupnyaiatak pernah mengalami
yang namanya ditolak olehseorang perempuan. Bahkan mereka
selalu memujinya karena parasnya yang begitu tampan.
"Ikut gue!" titah Leon sembari menyeret Tasya masuk
ke dalam gubuk tua. Tasya tak melawan biarkan saja nanti ada
waktunya.

Kakak Kelas~| 179

Leon membanting tubuh Tasya pada sebuah sofa,
cukup mengejutkan didalamnya bahkan terdapat berbagai alat
yang emmm ... bisa Tasya gunakan nanti.

"Bilang menyerah, Sya dan gue akan bawa lo pergi dari
sini setidaknya ke tempat yang lebih layak bagi ratu gue," ujar
Leon. Leon membalikkan tubuhnya memunggungi
Tasya.Kesempatan ini langsung saja dimanfaatkan Tasya
dengan sebaik mungkin. Tasya menendang punggung cowok
itu sampai tersungkur.

"Sialan! Lo berani macem-macem sama gue, hah?"
Leon berdiri, ia berniat menjambak rambut Tasya tetapi Tasya
terlebih dahulu menarik tangannya dan segera
mematahkannya.

"Arghh!! Sakit bangsat!" erang Leon. Ini yang Tasya
tunggu-tunggu dari tadi, jeritan kesakitan dari lawannya.

Bukannya melepaskanTasya malah mengambil pisau
lipatnya untuk membuat sedikit ukiran ditangan Leon.

"Psikopat lo! Arghh ... shh ...sakit goblok!" Tasya
menyeringai, ia memilih menghentikan aksinya.

"See? Berhenti suka sama gue, kembali ke negara asal
lo!" ujar Tasya lalu meninggalkan Leon sendiri disana.

Tasya membuka pintu gubuk itu, kira-kira ada sepuluh
sampailima belas orang ada disana. Ia menatap pisau lipatnya
yang masih terdapat darah Leon.

"Leon didalam, tangannya patah setidaknya beberapa
dari kalian harus segera membawanya kerumah sakit, right?"

180 | Anggi Nurhasanah

Orang-orang berbadan besar itu saling berpandangan satu
sama lain sampai salah satu diantara mereka berjalan melintasi
Tasya untuk melihat keadaan tuannya.

Orang itu memapah Leon menuju mobil yang berada di
jalanan. "Kalian berbadan besar dan berjumlah banyak, apakah
mau melawan saya yang hanya membawa pisau lipat kecil ini?"
tanya Tasya dengan wajah seolah-olah dibuat terkejut. "Itu
namanya apa?" Tasya menutup mulutnya lalu membenarkan
kuncir kudanya"Pengecut!" sarkas Tasya.

Tasya berjalan meninggalkan mereka semua yang
masih terdiam. Setelah masuk kedalam mobilia melepas topi
dan juga masker. "Gerah banget gue," lirih Tasya sambil
menancap gas untuk pulang.

***
"Sya, lo tau nggak? Ada anak baru di sekolah kita,
katanya sih kelas 11 Ipa tapi nggak tau kebagian kelas mana,"
ujar Dinda menggebu-gebu. Tasya memutar matanya jengah,
ia mengibaskan tangannya ke atas sebagai tanda tak peduli.
Tetapi Dinda tak berhenti bercerita tentang anak baru
itupadahal Dinda sendiri belum pernah melihatnya. Aneh.
"Sya, lihat deh ganteng banget, itu kayaknya anak
baru. Tapi kok tangannya gitu ya? Patah apa gimana?" ujar
Dinda sambil terus memukul pundak Tasya dengan semangat.
Tasya melirik sebentar lalu kembali fokus dengan
baksonya, baginya anak baru itu tidaklah penting.

Kakak Kelas~| 181

"Sya, dia ke sini! Anjir dia nyamperin kita! Demi apa,
Sya. Gila damage-nya," ujar Dinda lagi.

"Stres lo, Din? Diem aja deh! Berisik tau nggak," ketus
Nisa.

Dinda menatap Nisa sambil menjulurkan lidahnya lalu
kembali menatap anak baru itu. Langkahnya yang lebar
membuatnya cepat sampai di meja mereka.

"Gue boleh gabung?" tanya anak baru itu. Dinda
mengangguk antusias dengan senyummerekahmenatap kagum
cowok blasteran didepannya.

"Tasya juga sekolah di sini? Kebetulan banget ya kita
ketemu lagi," ujar laki-laki itu.

"Hah? Lo udah kenal sama dia, Sya? Kenapa nggak
bilang sihlo punya temen yang ganteng banget," ujar Dinda.
Tasya hanya mengedikkan bahunya, ia tetap melanjutkan
makannya.

"Gue, Leon Andara. Panggil aja Leon, nama lo?" tanya
Leon sambil menyodorkan tangannya pada Dinda.

Plak!
Arkan yang baru saja sampai langsung menepis tangan
Leon. "Eh bangsat, kasar banget sih lo, Ar! Kenapa sih lo?"
"Lo yang kenapa? Udah ada cowok juga masih aja
centil?" sinis Arkan lalu duduk di sebelah Dinda.
"Yaelah cemburuan banget, lagian kita cuma kenalan
kali," sahut Dinda tak mau kalah.

182 | Anggi Nurhasanah

"Dia lebih ganteng dari lo, Ar. Eh btw nama lo?" tanya
Gio sambil menepuk pundak Leon.

"Leon."
"Kenalin gue, Gio. Yang barusan itu, Arkan. Sebelah
gue, Kevin. Terus yang lagi pesen noh rambutnya kayakjamet
dia, Angga," ujar Gio sambil menunjuk kearah Angga. Leon
mengikuti pandangan Gio lalu mengangguk paham.
"Lo anak baru? Muka lo asing banget," tanya Arkan
dengan nada tak suka.
Leon tersenyum lalu mengangguk. "Gue baru balik ke
Indonesia. Gue denger sekolah ini bagus, yaudah gue daftar.
Sebenernya udah dari seminggu yang lalu tapi gue baru masuk
aja. Tangan gue patah," jelas Leon sambil melirik kearah Tasya.
Pandangan mereka sempat bertemu, tetapi Tasya langsung
memutuskan kontak mata mereka.
"Vin, ke perpustakaan yuk. Anterin gue ambil buku
sekalian lo bantu bawa," ujar Tasya sambil menarik tangan
Kevin. Kevin hanya menurut ditarik-tarik oleh Tasya.
"Mereka pacaran?" tanya Leon, ia masih memandang
sendu Tasya dan Kevin yang berjalan keluar kantin.
"Iya, kenapa emang? Lo suka sama adik gue?" tanya
Angga, tangannya sibuk meletakkan mangkuk bakso dan mie
ayam pesanan teman-temannya.
Leon menggelengkan kepalanya. "Kagaklah, gue sama
Tasya udah sahabatan dari kecil mana mungkin gue suka sama
dia," ujar Leon disertai kekehan.

Kakak Kelas~| 183

"Lah, kalian saling kenal? Kok bisa?" Gio menatap
Angga dan Leon saling berpandangan.

"Bokapnya Leon kerja di perusahaan bokap gue, terus
nih bocah sering banget dititipin ke rumah," jelas Angga sambil
merangkul Leon.

"Tangan lo?" Angga melepaskan rangkulannya,
fokusnya beralih pada tangan Leon yang di gips.

"Patah," ujar Leon santai.
"Anjir parah, sumpah lo petakilan banget dari kecil.Gue
kira lo udahanteng, malah sekarang lebih parah."
"Demi apa lo, Ngga? Lo deket banget sama dia, nggak
kawan kita," celetuk Arkan.
"Sejak kapan kita temenan? Kalau bukan karena lo
temennya Tasya udah gue gebukin dari kemarin," sarkas
Angga.
"Ampun suhu," teriak Arkan.

***
"Sya, berhenti dulu!" titah Kevin sambil menarik tangan
Tasya untuk mendekat padanya. "Lo kenapa? Ada masalah?
Marah? Gue bingung woi yang bener aja," ujar Kevin,
tangannya mengacak rambutnya frustrasi karena Tasya enggan
untuk menjawab pertanyaannya.
"Kalau nggak mau jawab yaudah nggak papa. Masuk
kelas aja, bentar lagi bel." Kevin berusaha menarik tangan
Tasya tapi Tasya tetap berdiri di tempatnya.

184 | Anggi Nurhasanah

"Sya, mau lo apa? Gue turuti deh," pasrah Kevin. Kevin
melepastangan Tasya kemudian duduk di kursidisebelahnya.

"Beneran?"
"Iya, cantik."
"Bolos sekolah," ujar Tasya tanpa beban. Kevin
menatapnya sendu. Kevin sebentar lagi ujian dan Tasya malah
mengajaknya untuk bolos sekolah.
"Nggak mau kan? Yaudah." Suara Tasya berubah lesu,
ia mendudukkan dirinya di kursi sebelah Kevin.
"Kata siapa? Mau bangetlah, panas kuping gue di
kelas," ujar Kevin spontan.
"Ambil tas dulu kalau gitu."
"Sya, polos lo kebangetan. Lo mau ambil tas? Nanti
sampai kelas ada guru. Jatohnya dihukum, sayang." Tasya
menganggukkan kepalanya paham. Tasya memang tidak
pernah mabal sampai keluar sekolah.
"Jadi kita mau kemana?" tanya Kevin sambil
menggandeng tangan Tasya melewati koridor yang mulai sepi.
"Danau?"
"Boleh, yuk berangkat tuan putri," ujar Kevin sambil
berlari meninggalkan Tasya.
"Ck! Kurang ajar banget sih ninggalin gue," kesal Tasya
lalu berlari menyusul Kevin.

***

Kakak Kelas~| 185

"Gue sebenarnya malu, masa gue dibonceng cewek
apalagi tadi di lampu merah dilihatin mulu," ujar Kevin sambil
merebahkan tubuhnya di rumput-rumput tepi danau.

"Yaiyalah orang lo ganteng. Maklumin aja, kayak nggak
pernah lihat yang bening aja mereka. Pengen banget gue colok
matanya satu-satu," ujar Tasya sambil mencabuti rumput yang
ada di depannya.

"Cemburukan lo? Ngaku aja deh! Makanya lo kalau
dikasih tuh diterima, nanti kalau dicomot kucing tau rasa.
Nggak bakalan ada cowok yang kayak gue lagi di dunia," ujar
Kevin pada Tasya.

"Dih maksa. Cinta itu nggak bisa dipaksakan."
"Tapi lo cintakan sama gue? Gue udah tau tapi kenapa
sih lo nggak mau jadi pacar gue?"
"Sok tau banget," jawab Tasya, ia mengalihkan
wajahnya. Jujur ia sangat malujikasudah membahas perihalini
ingin rasanya hilang dari dunia sebentar aja.
Kevin mengambil ponselnya lalu mengambil beberapa
foto Tasya dari belakang. Bibirnya terangkat sedikit. "Posting
aja kali ya?" tanya Kevin pada Tasya.
"Hah? Apaan?" tanya Tasya balik, ia masih belum
paham jalur pembicaraan Kevin.
"Telat. Lihatinstagram lo!"
"Apaan sih, Vin. Lopost apa?" tanya Tasya sambil
mengotak-atik ponselnya. "Bangsat, ini gue? Kapan lo fotonya?"
tanya Tasya sambil terus membaca komen.

186 | Anggi Nurhasanah

"Barusan, udah nggak usah dibaca komentarnya!
Nggak penting," ujar Kevin sembari merebut ponsel Tasya lalu
memasukkannya ke dalamsaku celana abu-abunya.

"Aihh!! Kevin, balikin nggak ponselnya!"
"Ambil aja sendiri."
"Kevin! nggak suka ya gue. Lo usil banget sih?" Kevin
mengedikkan bahunya kemudian merebahkan tubuhnya di atas
rumput.
"Sini tiduran dulu," ajak Kevinmerentangkan
tangannya. Tasya merengut tetapi ia mendekat kearah Kevin
dan menjadikan lengan Kevin sebagaibantal.
"Nanti aku kasih ponselnya. Nggak di buang kok."

Kakak Kelas~| 187

188 | Anggi Nurhasanah

SK-II

Dilarang bersandar pada tembok! Bersandarlah
pada bahuku jika kamu lelah.
Kakak Kelas~| 189

Denta tertatih-tatih memasuki basecamp dengan
wajah bonyoknya. Tasya yang duduk di karpet
pun memicingkan mata. "Lo kenapa?" tanya
Tasya. Tasya berdiri lalu menarik Denta untuk duduk di
sebelahnya.
"Nisa, ambilin kotak obat!" titah Tasya matanya masih
memandang luka-luka Denta. "Lo berantem?" tanya Tasya lagi.
Tapi Denta tetap enggan membuka mulutnya.
"Nih kotaknya," ujar Nisa sambil memberikan kotak
obat itu pada Tasya. Nisa yang hendak pergi ditahan oleh
Tasya.
"Di sini aja lo bantuinDenta, kasihan dia," ujar Tasya,
tangannya menyodorkan kotak obat itu kembali pada Nisa.
"Kenapa jadi gue? Kenapa nggak lo aja?" tanya Nisa
sambil duduk di samping Denta.
"Males. Kalau ada lokenapa harus gue?" ujar Tasya
disertai kekehan kecil.
"Maunya obatin, Kevin selain Kevin mana mau dia,"
celetuk Bara.
"Itu lo tau." Tasya tersenyum lalu berjalan
menghampiri Agam.
"Lo pinter banget, Sya. Denta pasti adem panas tuh
badannya," bisik Agam sambil tersenyum puas.
"Nggak tega gue lihat Denta. Mereka cocok sih
sebenarnya tapi sayang Nisa udah terlanjur bucin sama

190 | Anggi Nurhasanah

cowoknya," ujar Tasya, matanya menerawang saat ia
memergoki Denta tengah menangis di rooftop.

"Gimana kalau kita bikin strategi lagi buat bales
dendam?" tanya Tasya sambil melirik Agam.

"Gue sih ayok aja," jawab Agam sambil menyesap
rokoknya.

"Jangan kebanyakan rokok. Nggak baik!" sarkas Tasya
sembari meraih rokok Agam lalu melemparnya ke bawah.

Meskipun ia tidak melarang teman-temannya merokok,
tetapi Tasya tidak terlalu suka jika ada yang merokok
disebelahnya.

"Aish, di buang," ujar Agam dengan raut muka sedih, ia
memandangnanar rokoknya yang sudah tak terbentuk lagi.

"Lebay lo, Gam. Udah tau Queen nggak suka asap
rokok lo malah seenak jidatngerokok disebelahnya," cibir Rafa
pada Agam.

"Masih untung cuma diinjak coba kalau badan lo yang
diinjak. Beuhh!!Rasanya mantap," ujar Fajar.

"Tau lo, Gam gelo gue lihatnya. Nggak usah sok nge-
drama! Muka lo nggak pantes kampret!" ujar Bara setelah puas
menoyor Agam.

"Ya Allah, sakit. Tega banget sama aing?" ujar Agam
sambil mengusap-usap keningnya.

"Jijik astagfirullah. Udahlah sini kumpul, kita harus
ngebantai mereka Minggu depan," ujar Tasya sembari berjalan

Kakak Kelas~| 191

lalu duduk di sofa depan Dinda yang sedari tadi sibuk dengan
laptopnya. Entah apa yang tengah ia lakukan.

Tasya mulai menyusun beberapa strategi yang akan
mereka pakai untuk membantai Black Graw.

"Kalau kita ke sana, bukan kecil kemungkinan pasti
kalah apalagi mereka selalu pakai alat. Gue nggak suka sama
tongkat baseball-nya. Apalagi ada kawatnya kalau kena muka
aing gimana?" ujar Arkan sambil memegangi kedua pipinya.
Drama.

"Gue aja yang cewek nggak mempermasalahkan, Ar lo
jadi cowok kenapa ribet sih?" ujar Dinda, matanya melirik
tajam. Bisa-bisanya dia mempunyai pacar yang rada aneh.

"Yaelah beb, entar kalau muka aku jelek kamu pindah
ke bule itu lagi," ujar Arkanmemonyongkan bibir.

"Sumpah, Ar baku hantam ajalah kita. Di depan kosong
nih. Gereget banget gue ngeliat lo," sinis Dinda.

"Skincare Arkan lebih mahal dari punya lo, Din," celetuk
Dino.

"Emang apaan skincare-nya?"
"Sk-II," ujar Dino enteng.
"Anjip, mending bagi gue aja dah, Ar. Gila, Sya! Masa
skincare dia sama kayak lo, pantesan aja glowing," ujar Nisa
tak terima.
"Aku terkojoed, terjungkal, terombang-ambing, Ter—"
ujar Dinda sambil terus menepuk pundak Nisa.

192 | Anggi Nurhasanah


Click to View FlipBook Version