The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Candramawa publisher denpasar, 2021-07-23 08:59:20

Kakak Kelas fix layout-dikonversi

Kakak Kelas fix layout-dikonversi

Seketika raut wajah Tasya berubah lesu. Angga yang
menyadari perubahan sikap Tasya langsung panik, tak
seharusnya ia bilang begitu tadi.

"Sya, Abang minta maaf nggak sengaja tadi."
"Iya, Bang. Santai aja kali."

Kakak Kelas~| 93

94 | Anggi Nurhasanah

GABUNGAN

Terkadang hidup itu aneh, siapa sangka rival kita
adalah orang yang kita sayang dan kita jaga.

Kakak Kelas~| 95

Tasya berdehem pelan, lalu kembali berjalan
mendekati brankar Kevin. "Gimana keadaan lo?"
tanya Tasya sekedar basa-basi, sebenarnya ia juga
bingung mau melakukan apa sekarang.
Kevin menatap Tasya kemudian tersenyum walau
hanya tipis tapi masih bisa dilihat oleh Tasya. "Baik." Tasya ber-
oh ria lalu beralih menatap bubur di sebelah meja Kevin.
"Lo nggak makan?" tanya nya lagi.
“Nggak, nungguin lo yang mau suapin gue. Itung-itung
ganti rugi karena lo waktu itu nggak jadi suapin gue,” sahut
Kevin.
"Bisa gitu?" tanya Tasya meledek.
"Bisalah. Gimana?Jadi disuapin nggak nih?"
Tasya tersenyum sambil mengambil mangkuk bubur
itu, ia mulai menyodorkan bubur pada Kevin. "Buka mulutnya!"
titah Tasya, tapi bukannya membuka mulutnya Kevin malah
tersenyum sambil menatap Tasya.
"Heh! Buka mulutnya malah liatin gue," sinis Tasya.
Kevin hanya menanggapi dengan cengiran.
"Si bayi, dibilangin malah nyengir."
"Iya-iya aaaa ...." Kevin membuka mulutnya agar Tasya
bisa menyuapinya walaupun bubur itu rasanya hambar tapi
Kevin tetap memakannya asalkan Tasya yang menyuapinya.
"Oh iya, Sya." Tasya berdehem pelan agar Kevin
melanjutkan pembicaraannya. "Tadi Rian bilang lo nangis waktu
denger gue masuk rumah sakit," lanjutnya.

96 | Anggi Nurhasanah

Tasya memalingkan wajahnya. Malu. Satu katayang
mendeskripsikan keadaannya sekarang.

"Bener?" tanya Kevin sambil mengeluspuncak kepala
Tasya. Tasya hanya diam tak menjawab, ia masih bingung
dengan perasaannya. Tangan Kevin masih setia di atas kepala
Tasya.

"Sya, gue suka sama lo," ujar Kevin. Hal itu mem-buat
jantung Tasya berdegup kencang.

"E-ehh itu perut lo gimana? Masih sakit? Kok bisa
ketusuk. Payah banget lo!" alibi Tasya mengalihkan topik
pembicaraan mereka.

"Udah biasa cowok mah, nggak ada apa-apanya."
"Gaya lo."
"Lebih sakit kalau ditolak cintanya," celetuk Kevin
sambil menatap Tasya Melas.
"Curhat, Vin?" sindir Angga dari depan pintu.
"Ck! ganggu aja," lirih Kevin. Angga hanya
mengedikkan bahunya acuh lalu berjalan kearah sofa diikuti Gio
dan Elang.
"Gimana, Sya?" desak Kevin.
"Hah?" Tasya tampak menimang-nimang, ia melirik
kearah Elang sebentar. Sebenernya Tasya sudah tau tentang
perasaan Elang padanyaapalagi saat masih SMPElang selalu
memberi perhatian lebihkepadanya. Tapi perasaan orang tidak
bisa dipaksakan.
"Itu yang tadi?" jawab Kevin enteng tanpa beban.

Kakak Kelas~| 97

"Lo sembuh dulu baru gue kasih jawaban." Baik Angga,
Elang maupun Gio tak ada yang membuka suara mereka masih
belum mengerti jawaban apa yang Tasya dan Kevin bahas saat
ini.

Tasya kembali menyuapi Kevin. Tak lama kemudian
Bara datang bersama anggota Poison lainnya karena Tasya tadi
yang menyuruh mereka datang.

Kevin menatap mereka semua tak bersahabat."Hai, by,
kangen deh," seru Arkan sambil berjalan kearah Tasya, sesekali
mengedipkan matanya genit. Dinda yang melihat itu tentu saja
tak suka.

"Apa sih lo, Ar. Nggak jelas deh," sahut Dindamemukul
lengan Arkan.

"Cemburu anjir si Dinda, longgak peka banget jadi
orang," sahut Denta.

"Kalah lo, Ar sama Denta.Dia polos-polos gini tau kode
Dinda lah elu?" ledek Rafa .

"Ganteng doang tapi—" ujar Agam menggantung-kan
perkataannya.

"Tapi apa?" tanya fajar.
"Tanya aja nih sama si Rafa." Fajar menoleh kearah
Rafa, Rafa hanya menaikkan alisnya.
"Lanjutannya si Agam dodol."
"Oh, lanjutannya. Lo mau tau, Jar?"
"Iya, apaan?"

98 | Anggi Nurhasanah

"Lanjutannya—" Rafa menjeda sebentar perkataannya.
"Nggak cukup, lanjut part 2."

"Si anying ngelawak lo?" kata fajar kesel, ia merasa
diberi harapan palsu.

"Hahaha mampus lo, Jar dikerjain Agam sama Rafa
lagian mereka dipercaya." Tasya tertawa puas melihat kelakuan
absurd kawan-kawannya itu.

"Buset Queen, jahat bener lo sama gue." Kevin
sekarang percaya kalau memang Queen itu Tasya, orang yang
sama.

"Udah tau gue jahat kenapa lo masih mau sama gue?"
tanya Tasya yang langsung mendapat lirikan tajam dari Kevin.

"Gue kan setia, Queen. Bukan kaya si onoh."
"Udah dih, ribut terus kalian. Nggak tau ini rumah
sakit?" tegur Bara, "perut lo masih sakit?" tanya Bara sambil
meletakkan buah di atas nakas dekat brankar Kevin.
"Aman kok, Bar."
Tasya yang menyadari kecanggungan ini pun membuka
suara. "Gue tadi yang nyuruh mereka kesini. Jadi Bang Gio,
Elang, dan lo juga Bang, bisa pulang. Kalian pasti capek, biar
anak Poison sama gue yangjaga."
Elang dan Gio saling menatap seakan mereka berbicara
lewat telepati. "Yaelah lo pada nggak percaya? Gue nggak
mungkin ngelukain Kevin," sahut Tasya seolah paham apa yang
mereka takutkan.

Kakak Kelas~| 99

"Iya, itu lo, Dek, yang lain gimana? Jelas-jelas itu rival
kita sendiri," jelas Angga.

"Bukannya lo udah tau kalau Queen itu Tasya. Kita
bakalan ikut perintah dari ratu kita, sekalipun itu jagain rival
kita sendiri," celetuk Agam.

"Betul itu, lagian kita juga nggak pernah lukain lo,
Ngga. Karena apa? Karena Queenyang larang kita," tambah
Rafa.

"Tau nih, gue juga ngebet banget sebenarnya bikin
Angga babak belur. Tapi apalah daya gue kalau Queen sendiri
yang nyuruh," kata Bara sambil melirik Tasya.

"Gue selaku leader Poison meminta perdamaian dari
Eagle dark, gimana?"

Rian yang datang sembari membawa beberapa kantong
keresek berisi makanan ringan melotot tak percaya melihat ada
banyak anggota Poison di dalam ruangan Kevin. "Wahapa nih,
mau ngajak ribut di rumah sakit, maneh banyak pisan euy."

"Santai dong, Yan, dengerin dulu lagi rapat nih," jawab
Nisa sambil menjambak rambut Rian.

"Lah Nisa? Dinda juga? Kalian ngapain?" tanya Rian
yang bingung dengan keadaan ini.

"Udah deh, Yan. Diem lo!" sinis Nisa sambil merebut
kantong keresek Rian.

"Bangsat, giliran makanan aja cepet lo." Nisa hanya
menjulurkan lidahnya tanda ia tak peduli.

100 | Anggi Nurhasanah

"Jadi gimana, Vin? Anggota lo juga udah lengkap,"
tanya Tasya lagi.

Kevin nampak bingung sekarang jujur ia sendiri sedikit
ogah apalagi teman-temannya yang sudah jelas-jelas tidak
suka."Gue nggak tau, Sya. Gue serahin ke Gio aja selaku wakil
dan leader pertama Eagle dark."

Gio menatap Kevin tak percaya. "Lah, anying! Kok gue?
Elang aja nihdia kan orang yang paling tua di antara kita."

"Wah lo dikatain tua, Lang," ujar Angga mengom-pori
temannya.

"Kurang ajar lo, Gi. Berani lo sama gue?" ketus Elang.
Tasya memijat pelipisnya melihat tingkah laku teman
abangnya. Semuanya pada gesrek, tak ada yang waras!

"Udah deh, tinggal bilang iya aja susah amat," sindir
Dino sambil meminum cola yang dibawa Rian tadi.

"Jadi gimana?" tanya Tasya sambil menaikkan sebelah
alisnya.

"Oke,deal," sahut Elang.
"Serius?" tanya Tasya dengan mata berbinar-binar.
Elang menganggukkan kepalanya mantap bibirnya terangkat
tersenyum tulus. Memang benar tatapan Elang pada Tasya
beda dari yang lain.
Saking kelewat senang Tasya sampai memeluk Kevin
yang berada di sampingnya. Hal itu jelas membuat Kevin
merintih.

Kakak Kelas~| 101

"Eh, sorry, Vin. Guenggak sengaja," kata Tasya sambil
menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Gak papa sans aja, cuma perih dikit," bohong Kevin
padahal rasanya seperti mau mati saja tadi tapi tak apalah.

"Beneran?" terlihat dari raut wajah Tasya bahwa ia
sungguh menghawatirkan keadaan Kevin.

"Bu bos bisa modus juga ternyata," celetuk Dino yang
langsung dibalas tatapan sinis oleh Tasya. "Ampun bos, nggak
lagi kok," tambah Dino sambil mengangkat jarinya membentuk
hurufV.

Angga berdiri dari kursinya lalu menepuk pelan bahu
Kevin. "Perlu gue panggilin dokter?"

"Nggak usah, Ngga. Guefine kok," jawab Kevin yang
diangguki oleh Angga tapi Angga tetap berjalan keluar ruangan
untuk memanggil sang dokter. "Ck! Kenapa pakai nanya kalau
ujung-ujungnya nggakdidengerin," lirih Kevin.

"Karena dia peduli sama lo."
"Kalau lo peduli nggak sama gue?"
Tasya menangkup pipinya sendiri, sudah dapat
dipastikan pipinya merah saat ini. Tasya menggelengkan
kepalanya keras. "Masa sih?Terus ini kenapa ditutupin? Gemes
tau mau lihat," ujar Kevin sambil menepis pelan tangan Tasya
agar mau berpindah.
"Dunia serasa milik berdua ya bund," sindir Dinda, ia
sengaja mengeraskan kata 'berdua'
"Iya nih, padahal kita disini ramai loh."

102 | Anggi Nurhasanah

"Iyalo pada setan, kecuali gue," sahut Bara ikut
nimbrung.

Angga kembali bersama sosok dokter. "Mohon maaf,
harap semuanya keluar dulu saya mau menjalankan pekerjaan
saya," kata dokter itu sambil berjalan kearah brankar Kevin.

Tasya menarik tangannya dari genggaman Kevin. "Gue
keluar dulu, baik-baik lo disini."

"Iya," jawabnya lesu.
Tasya keluar paling akhir lalu menutup ruangan Kevin.
"Siapa yang masih mau disini tanpa paksaan?" tanya Tasya
sambil menekan kalimat 'paksaan'
"Jelas gue bos."
"Gue juga, Queen."
"Gue mah selalu siap sedia."
"Gue aja deh, rumah sepi banget soalnya."
"Gue juga mau."
"Gue aja deh."
Tasya menepuk jidatnya pening. "Suttt, berisik banget
sih kalian!" Tanpa tunggu lama suasana di lorong tersebut
langsung sepi.
Baik Angga, Gio, Ryan, dan Elang sampai heran
padahal Tasya baru mengucapkan beberapa kata bisa membuat
belasan orang langsung pada kicep.
Gede juga efeknya, batin Angga.

Kakak Kelas~| 103

"Nah, ginikan enak." Tasya menjeda kalimatnya
sebentar. Matanya beralih menatap Arkan. "Ar, lo bawa
mobilkan?"

"Ho’oh."
"Anterin Dinda sama Nisa balik, abis itu lo nggak usah
balik ke sini. Besok sekolah izinin gue buat nggak masuk."
Arkan mengangguk paham, ia berpamitan kemu-dian
menarik Dinda dan Nisa ke parkiran pasalnya mere-ka kekeh
ingin tetapberada di rumah sakit.
"Terus Bara, Dino, Agam, sama lu, Jar tunggudisini."
Tasya tampak sedikit bingung dengan keadaan kali ini,
iamemiliki firasat akan ada serangan lagi.
"Kenapa, Dek?" tanya Angga seolah paham akan raut
wajah Tasya.
"Itu, Bang, gue punya firasat kalau nanti bakalan ada
teror lagi, tapi nggak tau dimana," jelas Tasya, "Fa, lo nyari
temen terserah siapa. Tiga anak kalian jaga depan rumah saki
nanti kabari kalau ada yang mencurigakan!" Rafa
mengacungkan jari jempolnya mantap.
"Terus yang lain mau lo apain, Sya?" tanya Bara sambil
merangkulnya. "Kalian nongkrong di depan minimarket yang
nggak jauh dari sini."
"Yang deket pertigaan itu, Sya?"
"Yoi, nanti gue kesana juga kok."
"Yaudah kalau gitu kita duluan," sahut Denta yang
balas anggukan oleh Tasya.

104 | Anggi Nurhasanah

Kali ini yang tersisa hanyalah anggota Eagle dark dan
juga beberapa anak Poison.

Ceklek!
Dokter itu keluar sembari memberi salam lalu
melangkah pergi begitu saja. Ada yang aneh tidak hanya
sangat lama di dalam tapi juga gerak-geriknya tidak seperti
dokter biasanya.
Tasya langsung masuk kedalam lalu diikuti oleh anak-
anak lainnya. "Vin, lu nggak papa kan? Apa kata dokter tadi?"
"Nggak kok, gue cuma lemes aja." Tasya memegang
kening Kevin yang terasa panasbahkan bibirnya pun mulai
memucat. Ada yang tidak beres.
"Bang Angga, telepon dokter keluarga kita suruh
kesini."
"Gila lo, Sya. Ini udah di rumah sakit lagian dia nggak
kerja disini."
"Ayolah, Bang, cepetan!" pinta Tasya sembari
menggabungkan kedua telapak tangannya memohon.
"Iya-iya, oke bentar gue keluar dulu."
Tasya kembali menatap kearah Kevin, menautkan
jemari mereka. "Vin, lo tahan bentar lagi kok."
"Sya, lo nggak usah lebay gitu deh. Bucin sih bucin tapi
barusan dokter itu keluar dan bilang Kevin nggak papa," celetuk
Agam tiba-tiba.
"Kalian nggak paham, tunggu aja nanti kalian juga
ngerti."

Kakak Kelas~| 105

"Fajar, sini lo!" pinta Tasya sembari melambaikan
tangannya. Fajar mulai mendekati Tasya. Lalu Tasya tampak
membisikkan sesuatu padanya. "Lo pahamkan apa yang harus
lo lakuin?"

"Siap bos, kalau gitu gue keluar dulu."
"Hati-hati inget kata-kata gue." Fajar mengangkat
jempolnya lalu berjalan keluar ruangan.
"Sya, sakit banget.Arghh!Perut gue rasanya kaku
banget," rintih Kevin.
"Lo bisa, Vin. Tunggu bentar lagi ya, demi gue," ujar
Tasya sembari mengelus-elus puncak kepala Kevin. Gio, Elang,
dan Rian tentu saja panik saat Kevin terus-terusan merintih
kesakitan.
"Gue panggilin dokter lagi aja ya kasihan kembaran
gue," final Rian, tetapi Tasya malah menahan tangan Rian.
"Kalau lo nggak mau Kevin tambah kesiksa
mendingnggak usah panggil dokter itu, percaya sama gue."
"Sya, maksud lo apaan sih? Lo mau ngebunuh Kevin
hah?!" teriak Gio kalut.
"Bang, percaya samaTasya. Tasya nggakakan mungkin
menyakiti orang yang Tasya sayang." Gio menatap manik mata
Tasya mencari kebohongan yang ada tapi yang ada hanyalah
ketulusan.
Angga kembali masuk kedalam, matanya memicing
saat mendengar kericuhan dari luar. "Weh! Apa nih ribut-
ribut?!"

106 | Anggi Nurhasanah

"Nggak papa kok, Bang. Dokternya gimana?"
"Aman. Bentar lagi juga sampai kebetulan dia ada di
sekitar sini."
Angga berjalan mendekat kearah Kevin. "Lo kenapa?
Bukannya lebih baik abis diperiksa dokter?Malah kayak orang
sekarat gini."
Takk!!
"Mulut lo, Bang, harusnya tadi kita nggak keluar
semuaada yang di dalem."
"Maksud lo dokter gadungan gitu?" Angga menjeda
kalimatnya sebentar. "Gue sendiri tadi yang panggil tuh dokter
di ruangan, ya kali dokter gadungan bisa punya ruangan di
rumah sakit."
"Dunia emang adil ya, Gam?" ujar Dino sambil
membuka cola-nya.
"Adil gimana maksud lo?" tanya Agam bingung. Ia
masih belum paham alur pembicaraan Dino.
"Adeknya pinter, tapi Abangnya nggak punya otak,"
sahut Dino enteng.
Angga mengerutkan dahinya. "Yang lo maksud gue?"
"Gue tadi sih nggak nyebut merek tapi kalau sadar diri
ya bagus. Iye gak, Gam?" Dino meminta bantuan pada Agam.
Agam mengangguk sambil berusaha menahan tawanya, bisa
habis kalau gini si Dino juga demen banget nyari mati.
"Lo ngajakin gue ribut?" tanya Angga sambil
menggulung lengan bajunya.

Kakak Kelas~| 107

"Siapa yang mau ribut, kita disini mau jagain temen lo
itu." Aura seorang Angga Dewanta Mahardika jangan diragukan
lagi sudah dapat dipastikan Dino tengah menahan rasa
takutnya mati-matian.

"Udah, Bang! Kan kita udah damai. Bercanda doang
Dino, lagian kata-kata Dino lo masukin ke hati yang ada makan
hati terus," nasihat Tasya sambil menarik tangan Angga agar
mau duduk di sampingnya.

"Santai aja kali. Gue bercanda kok, sampek keringetan
gitu si curut," sahut Angga disertai gelak tawanya. Akhirnya
Dino bisa bernapas lega, ia mengusap dadanya sambil terus-
terusan melafalkan nama-nama binatang.

"S-Syaa gue udah nggak kuat lagi," lirih Kevin terbata-
bata, rasanya seperti ditusuk ribuan belati di perutnya.

"Vin, gue yakin lo bisa, bentar lagi ya tahan," pinta
Tasya sambil terus-terusan menggenggam tangan Kevin.

Ceklek!
Tasya yang melihat kedatangan dokter keluarganya itu
langsung berlari kearah sang dokter. "Dok, tolong bantu teman
saya.Saya akan menanggung berapa pun biayanya asal dia
selamat." Dokter itu hanya mengangguk sambil berjalan kearah
Kevin.
Dokter itu mulai memeriksa keadaan Kevin, tak lama
kemudian ia melepas infus yang terpasang. "Untungnya kalian
cepat memanggil sayamungkin kalau tidak nyawa teman kalian
bisa jadi taruhannya."

108 | Anggi Nurhasanah

"Ma-maksuddokter?" Sebenarnya Elang ingin
menanyakan ini sedari tadi apalagi saat dokter itu melepasinfus
tapi mau tidak mau Elang harus menunggu dan percaya pada
dokter itu.

"Infus ini sudah dicampurdengan obat lain, mungkin
saya belum bisa memastikan. Nanti saya akan membawanya ke
lab untuk diperiksa lebih lanjut." Kevin yang tadi napasnya
tersengal-sengal sekarang sudah mulai membaik.

"Saran saya teman kalian dipindahkan ke rumah sakit
dimana tempat saya bekerja. Saya tidak bisa memastikan apa
ada efek samping dari kejadian ini." Tasya mengangguk paham
dengan apa yang dibicarakan olehdokter.

"Tasyabakal secepatnya urus perpindahan ini dok, nanti
dokter bantu sebagai wali Kevin."

"Jadi dia yang namanya Kevin? Pantas saja wajahnya
familiar."

"Dokter kenal?" tanya Angga.
"Anak dari keluarga Brega kan? Papanya Kevin teman
SMP saya. Terakhir melihat Kevin waktu dia masih SD, dia
sudah jauh berubah," jelas sang dokter sambil melirik Kevin.
"Salah satu diantara kalian mungkin bisa ikut dengan saya,
saya kasih racikan obatnya."
"Oh, boleh, dok biar saya saja yang ikut," jawab Agam.
"Ya sudah saya pergi dulu," pamit dokter itu lalu
berjalan keluar.

Kakak Kelas~| 109

"Gue pergi, Queen." Setelah mendapat persetuju-an
dari Tasya, Agam pun keluar mengikuti dokter.

Tasya menatap sendu Kevin yang ditatapnya malah
hanya tersenyum sambil mengusap rambut Tasya.

"Makasih, Sya." Tasya mengangguk, tanpa ia sadari
Tasya meneteskan air matanya, rasanya sakit melihat orang
yang dicintainya menderita, apalagi yang menyebabkan ini
semua dirinya sendiri.

"Suttt! Nggak boleh nangis dong, aku nggak papa kok,"
bujuk Kevin. Tangannya terulur mengusap air mata Tasya.

***
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Baik Gio
maupun Elang juga sudah pulang karena paksaan Tasya. Tasya
menatap Kevin yang sudah terlelap sesekali mengelus
rambutnya. "Gue keluar dulu mau cari angin, kalian jagain
Kevin yang bener."
"Lo mau kemana? Tengah malem gini yang ada masuk
angin," ketus Angga sambil terus menatap layar ponselnya,
mereka bertiga memang sedang mabar sedari tadi, entah sejak
kapan jadi akur gini.
"Minimarket. Lagian ada anak-anak juga, gue pinjem
motor lo, Bar."
"Yaudah ati-ati,nggak usah ngebut." Sebenarnya ada
rasa khawatir di lubuk hati Angga tapi kalaupun di larang Tasya
juga akan tetap nekat.

110 | Anggi Nurhasanah

"Kunci gue sama Rafa tadi gue titipin, entar lo minta
aja sama dia." Tasya mengangguk paham, ia memakai hoodie-
nya lalu berjalan keluar menuju parkiran.

Kakak Kelas~| 111

112 | Anggi Nurhasanah

DI BALIK TEROR

Harus banget hidup sempurna? Memangnya ini
surga?
Kakak Kelas~| 113

Tasya menghampiri anggotanya didepan minimarket.
Tasya langsung mendudukkan badannya tak
berniat membalas sapaan mereka."Agam udah
kesini?"
"Belum, Queen. Bukannya Agam di rumah sakit sama
lo."
"Nggak, dia ambil racikan obat gue kira tadi dia mampir
kesini."
"Kenapa nggak lo aja yang racik?"
"Mana sempat gue, harus ke basecamp yang
barujaraknya jauh banget dari sini."
"Iya juga."
"Lo pada bawa laptop?"
"Gue ada, buat apaan?"
"CCTV! Coba lo chatDinda terus minta kodenya." Tasya
mulai mengotak-atik laptop, ia lumayan bisa jika masalah retas.
"Lo lanjutin, gue mau telepon Angga."
"Sip."
"Bang Angga, si Agam udah balik belum?"
"Agam mampir dulu ke pom bensin makanya lama
baliknya, tadi chatDino."
"Nanti kalau udah balik kasih tau gue!" pinta Tasya, lalu
mematikan panggilan secara sepihak.
"Gimana, udah?" tanya Tasya sambil berjalan
menghampiri anggotanya.

114 | Anggi Nurhasanah

"Udah nih, coba lo cek." Tasya mengangguk kemudian
mengambil alih laptop itu. Meneliti rekaman beberapa jam yang
lalu. Benar apa yang ditakutkan dirinya.

"Itu dokter yang nanganin Kevin?"
"Iya, tadi Kevin kesakitan abis dokter itu keluar, dan
bodohnya gue nggak sadar kalau itu semua gara-gara infus."
Drtt!! Drtt!! Drtt!!
"Siapa?"
"Nomor nggak dikenal, ini nomor yang kemarin," teriak
Tasya sambil menggebrak mejanya. Tasya buru-buru
mengangkat ia tak mau kecolongan lagi.
"Halo,cantik.Gimana? Mau pilih mati atau sekarat?"
"Bangsat lo! Jangan main-main sama gue."
"Padahal aku emang lagi main sama Agam."
Tasya mengepalkan tangannya amarahnya sudah di
ujung tanduk, ia mulai melacak keberadaan nomor itu.
"Cara main lo kotor, gue nggak suka!" ucap Tasya
dengan penuh tekanan.
"Tunggu aja, cantik, nanti aku kirimkan kepala
temanmu ini."
Tasya mematikan panggilan secara sepihak setelah
menemukan lokasinya. "Kita kesana sekarang!" Sebelum
berangkat Tasya mengirimkan lokasinya pada Andra
lalulangsung berangkat mendatangilokasi itu yang jauh dari
rumah sakit.

***

Kakak Kelas~| 115

"Agam, lo masih ngenalin gue nggak?" cowok itu
memang sedari tadi hanya melihat di atas motor tanpa berniat
membantu Agam.

"Gue nggak akan lupain orang yang udah berkhianat
samaQueen termasuk lo," sinis Agam.

"Masih punya nyali lo, coba sebutin apa kata terakhir lo
selagi punya waktu di dunia."

Agam tertawa hambar mendengarnya "Gue yakin lo
duluan yang mati."

Cowok itu berdiri mendekat kearah Agam, kemudian
menendang perut Agam dengan membabi buta.

"Stop it!" teriak Tasya sambil melempar helmnya ke
punggung cowok itu.

"Arghh!" cowok itu menoleh melihat siapa yang berani
melemparinya helm.

"Kenapa? Kaget?" Tasya mendekati cowok itu lalu
melepas asal topinya.

"Gara—" lirih Tasya menjeda perkataannya, "lain kali
lebih pintar," lanjut Tasya sembari menendang perut Gara.

Gara yang belum siap pun terpental ke belakang.
"Anjing!" umpat Gara sembari memegang perutnya.

Tasya berjongkok di depan Agam yang sudah babak
belur. "Gam, gue belum telat kan?" tanya Tasya sambil
memegang pundak Agam.

Agam menggeleng lalu tersenyum padanya. "Lo nggak
pernah telat, Queen. Thanks."

116 | Anggi Nurhasanah

Tasya bernapas lega mendengarnya. "Lang, gue minta
tolong bawa Agam ke rumah sakit, nanti biar kita nyusul."

"Siap, Queen." kata Galang sembari memberi hormat
pada Tasya.

"Gue nggak sabar pengen habisinbedebah sialan ini,"
bisik Andra pada Tasya.

"Banyak bacot lo," teriak Gara, ia melayangkan tinjunya
kearah Andra.

"Weh! Santai dong, Gar. Gue nggak pengen lawan lo,
itu hak Tasya," kata Bara sembari berjalan mundur.

"Thanks, Ndra." Andra mengangguk sembari menaruh
tangannya ke saku hoodie.Tasya berjalan mendekat kearah
Gara. "Lo mau mati atau sekarat?" lirih Tasya sembari menahan
gelak tawanya.

Wajah Gara seketika pucat pasi mendengarnya, ia
berdiri dan mulai memukuli Tasya tapi pukulannya selalu
melesat.

"Skill lo ternyata masih sama, seharusnya kemarin
nggak bikin lo masuk rumah sakit tapi langsung balik ke Tuhan
biar lo nggak buat rusuh."

Gara yang tampak frustrasi mengacak-acak rambutnya
asal, ia menoleh kearah temannya yang lain. "Woi!
Lopadanungguinapa? Serangsekarang," teriak Gara.

Mereka semua sibuk berkelahi masing-masing, apalagi
Tasya dia sedari tadi membabi buta. Berhubung teman yang

Kakak Kelas~| 117

lainnya tak melihatnya Tasya akan membuat karya indah di
tubuh Gara.

Tasya meraih pisau lipatnya disaku hoodie. "Lo mau
gambar apa?" tanya Tasya polos.

"Ja-jangan, Sya. Gue mohon jauhi pisau lo dari gue,"
Gara terus-terusan memohon pada Tasya.

"Bunga aja bagus." Tasya menarik sudut bibirnya mulai
menggambar di kaki Gara. Gara hanya meringis perih saat mata
pisau itu menari-nari di atas kulitnya. Gara tak sanggup lagi
untuk melawan, ia hanya berharap Tasya menghentikan
aktivitasnya.

"Huh, selesai. Tapi kok cuma satu ya, aku mau lagi tapi
ditangan." Tasya menatap tangan Gara. "Kalau nakal dapet
apa?" Pertanyaan Tasya membuat Gara tersentak sembari
menunduk

"Punishment," lirih Gara. Jika dulu Gara yang akan
memberi punishment pada Tasya maka sekarang sebaliknya.

"Gue cuma ngasih itu aja kok jadi santai aja."
"Sya, gue minta maaf." Tasya enggan menjawab ia
sibuk sendiri dengan aktivitasnya, menurutnya itu lebih
menarik.
"Gue cuma pengen balikan sama lo udah itu aja."
"Lo itu obsesi bukan cinta sama gue! Kalau pun lo cinta
sama gue. Gue udah nggak pedulikarena gue udah nemu
pengganti lo."
"Sya, t-tapi gue serius sama lo."

118 | Anggi Nurhasanah

Tasya mendongak menatap mata Gara sebentar. "Gue
juga serius. Lo udah berani sakiti temen gue dan orang yang
gue sayang, jadi jangan harap bisa bernapas lagi," sahut Tasya
dengan penuh tekanan di setiap katanya.

Jleb!
"Arghh!! Gue minta maaf, Queen." Suara Gara yang
cukup kencang itu membuat teman-temannyamenoleh kearah
mereka.
"Cabut," satu kata Tasya yang terlontar setelah
melempar pisau ke sembarang arah.
"Lo tadi apain itu cowok sampek dia teriak kesakitan?"
tanya Zaki penasaran.
"Nggak gue apa-apain, cuma ngasih hukuman sedikit,"
jawab Tasya sembari memakai helmnya. Tasya melajukan
motornya lebih dulu, bahkan sekarang ia mengemudikan
motornya seperti orang kesetanan.

***
Tasya berjalan menuju kamar mandi terlebih dahulu
untuk membersihkan sisa-sisa darah yang terciprat padanya
sebelum masuk ke ruang Kevin.
"Nggak bau darah lagi," ujar Tasya pada dirinya sendiri.
Drtt!! Drtt!! Drtt!!
Tasya meraih ponselnya tertera nama Angga dilayar.
"Mampus pasti marah nih anak, apalagi sekarang udah jam 2
pagi."
"Iya,Bang Angga. Kenapa?"

Kakak Kelas~| 119

"Lo masih tanya kenapa? Lo sekarang dimana, hah?
Gue tadi ke minimarket lo nggak adadisana. Sekarang udah jam
2 Tasya!Cepet balik ke rumah sakit!"

"Tasyatadi kerumah, Bang ketiduran. Nantiaku ke situ
lagi."

"Halah, bohong kamu.Abang udah tau semuanya
sekarang kamu balik!"

"Iya, Tasya jalan ini." Tasya menghela napas kasar
sembari memasukkan ponselnya ke saku.

***
Tasya menatap pintu ruangan Kevin dengan keraguan
terbesit dihatinya. "Gue kenapa takut ya mau masuk?" tanya
Tasya pada dirinya sendiri.
Tasya mulai mengumpulkan keberaniannya, dan
mencari alasan-alasan agar terhindar dari Angga. Belum
sempat Tasya membuka pintunya, pintu itu sudah terlebih
dahulu terbuka menampilkan wajah Angga yang marah.
"Eh, A-Abang tadi, Tasya mau buka pintu eh udah
Abang duluan," kata Tasya sembari meringis.
"Masuk kamu!" titah Angga. Tasya mengembus-kan
napaspasrah lalu berjalan gontai mengikuti Angga dari
belakang.
"Lo dari mana? Katanya nggak ninggalin gue," ketus
Kevin setelah melihat Tasya masuk.
Tasya mendongakkan kepalanya. "Kok bangun? Masih
malem, tidur lagi gih."

120 | Anggi Nurhasanah

"Ditanya kok balik nanya, jawab dulu pertanyaan gue."
Tasya kira tadi Angga yang akan memarahinya tapi
berbanding 180 derajat sekarang.
"Gue nolongin Agam."
"Agam?" teriak Bara dan Fajar bersamaan.
"Iya, Agam ada di UGD sekarang," jawab Tasya
semakin menundukkan kepalanya, ia merasa gagal disaat
orang-orang terdekatnya terluka.
Fajar dan Bara bangkit dari duduknya setelah
mendengar penjelasan dari Tasya. "Kita lihat kondisi Agam
dulu," pamit Bara yang diangguki oleh Tasya.
"Agam? Dia kenapa?" tanya Kevin bingung.
"Dek, kenapa nggak bilang sama Abang? Abang juga
bisa bantuin kamu," lirih Angga sembari memegang pundak
Tasya.
"Tasya, emang sengaja nggak ngasih tau. Kalau nanti
Abang ikut siapa yang jagain Kevin? Lagian tadi Tasya juga
berangkat sama Andra."
"Andra?" tanya Angga semakin bingung.
"Dia udah tau sebelum Abang."
"Yaudah, tapi lo nggak papa kan?" tanya Kevin sembari
mengelus-elus rambut Tasya.
Tasya menggelengkan kepalanya. "Ternyata Gara
pelakunya."
"Gara mantan lo?" tanya Kevin dan Angga barengan.
Tasya mengangguk lemas ada rasa kasihan terbesit dihatinya

Kakak Kelas~| 121

saat ia menusuk Gara tadibagaimanapun juga Gara pernah
menjadi alasannya ia untuk tersenyum.

Angga menepuk-nepuk bahu Tasya seolah memberikan
kekuatannya. "Abang ngerti. Abang keluar dulu." Tasya
mengangguk paham. Tasya juga tau sebenarnya Angga keluar
karena ingin memberi ruang antara dirinya dan juga Kevin.

Kevin menatapnya sendu, ia terus-terusan mengusap
rambut Tasya. "Kamu masih suka sama, Gara?" tanya Kevin
yang mulai mengubah logatnya menjadi aku-kamu.

Tasya menggeleng kepalanya cepat. "Nggak, gue udah
move on sama dia."

"Ah, yang bener?"
"Iya, Kevin Brega."
"Terus sukanya sama siapa?" tanya Kevin lagi.
"Sama lo eh—" Tasya langsung menutup mulutnya
sendiri bego banget dirinya pake acara keceplosan segala.
"Serius, Sya?"
"Nggak!"
"Halah ngaku aja udah, nggak usah malu-malu."
"Siapa yang malu?"
Tangan Kevin beralih menangkup wajah Tasya hal ini
membuat pipi Tasya semakin memerah. Tasya terus menatap
manik mata Kevin sambil menggembungkan pipinya. "Gak usah
di gembungin gitu, nggak bakal bisa lepas juga," goda Kevin
sambil menekan-nekan pipi Tasya.

122 | Anggi Nurhasanah

"Kepin, udah berhenti mainin pipi gue!" ketus Tasya
sembari memukuli lengan Kevin.

"Iya-iya udah nih, lagian kamu gemoy banget kalau
merah gitu."

"Terserah! Mending lo tidur, masih malem!"
"Temenin dong, Neng, sini," jawab Kevin sembari
menepuk-nepuk kasurnya.
Tasya melotot tak percaya. "Ngawur!Mana muat orang
badan lo gede gitu yang ada gue kejepit."
"Kalau muat mau dong?"
"Ogah!" sinis Tasya lalu menelungkupkan kepala-nya.
Kevin mengelus-elus rambut Tasya. "Good night, Sya,"
lirih Kevin.
Udah pagi juga padahal. gobloknya natural, batin
Tasya.

***
"Assalamu'alaikum." Seorang wanita paruh baya mulai
mendekat kearah Kevin.
"Mama dateng?" ketus Kevin sambil terus memakan
buburnya.
"Ya datanglah sayang, masa anak mama masuk rumah
sakit mama diem aja."
Tasya yang menyuapi Kevin menatap heran wanita itu.
"Mama?"
"Iya, saya mamanya Kevin.Kamu sendiri siapa?"
tanyanya ramah.

Kakak Kelas~| 123

Tasya buru-buru meletakkan mangkuk bubur Kevin lalu
bersalaman dengan mamanya Kevin. "Saya Tasya Tante,
temannya Kak Kevin."

Mamanya Kevin nampak melirik Kevin sebentar.
"Temen atau pacarnyaKevin?" godanya.

"Calon mantu, Ma," sahut Kevin asal.
"Eh, nggak kok, Tan. Kak Kevin emang suka gitu,"
jawab Tasya kikuk.
"Iya-iya tante ngerti kok, makasih ya udah jagain anak
Tante." Tasya mengangguk sambil tersenyum.
"Mama harus ke rumah dulu sayang, nganterin barang-
barang nanti mama kesini lagi jagain kamu ya?"
"Loh, Mama tadi nggak pulang dulu?" tanya Kevin
sambil menaikkan sebelah alisnya.
Mamanya Kevin menggeleng sambil mengelus-ngelus
puncak kepala Kevin. "Belum, Mama khawatir sama keadaan
kamu, tapi maafin papa ya dia masih ada meeting jadinya
belum bisa pulang."
Kevin tersenyum getir bahkan disaat dirinya seperti ini
papanya tak ada niatan untuk menjenguk. Apa menunggu
Kevin tiada baru dia mau mengunjunginya? "Iya, nggak papa
Ma. Kevin ngerti kok."
"Yaudah Mama pulang dulu.Nak Tasya, Tante titip
Kevin ya nanti kalau nakal tinggalin aja."
"Iya, Tan. Tante hati-hati ya di jalan."
"Iya."

124 | Anggi Nurhasanah

Kevin menatap mamanya yang mulai menghilang
dibalik pintu, Tasya menepuk pelan pundak Kevin

"Udah gue tau kok, orang tua gue juga sibuk sama
kayak orang tua lo. Mereka kerja keras banting tulang juga
buat kita anaknya, jadi jangan egois," ucap Tasya berusaha
menenangkan Kevin.

Kevin tersenyum. "Iya makasih, suapin lagi dong,"
pinta Kevin.

"Dih, mulai lagi."

Kakak Kelas~| 125

126 | Anggi Nurhasanah

MENINGGAL

Semua pasti akan kembali ke sisi Tuhanentah itu
hari ini ataupun esok. Jadi, ikhlaskan yang pergi.

Kakak Kelas~| 127

Tasya berlari menuju UGD saat mendengar kabar
Agam kritis bahkan air matanya tak berhenti
menetes sedari tadi.
Ujian apalagi ini Tuhan, Kevin saja belum sembuh,
sekarang Agam malah kritis, batin Tasya.
"Sya, Agam," lirih Bara saat Tasya duduk
disampingnya.
"Maafin gue, Bar. Guenggak bisa jagain Agam."
Tasya terus melontarkan kata maaf sambil menepuk-
nepuk punggung Bara. Bara tak menggubrisnya ia hanya
menunduk. Rasa bingung, takut, kesal, marah menjadi satu
sekarang. Mereka semua melihat sosok yang berusaha
menenangkan orang lain tapi air mata dirinya sendiri banjir.
Siapa lagi kalau bukan Tasya.
Gara, itulah yang ada di otak Angga saat ini, dia yang
sudah membuat keadaannya makin runyam. Angga
melangkahkan kakinya keluar melewati anggota Poison.
Gue akan buat perhitungan sama lo, Gar.Lo udah bikin
adik kesayangan gue nangis, batin Angga sembari menaiki
motornya.
Tak dapat dipungkiri nyali Angga bukan main-main, ia
mendatangi basecampThe Blonds sendirian, mengingat
temannya yang lain masih berada di area sekolah jadi Angga
tak mau menunggu mereka.

128 | Anggi Nurhasanah

Saat sampai disana hanya beberapa motor saja yang
terparkir. "Lah, bener disini anying, tapi kok sepi banget buset,"
monolog Angga.

Angga berjalan kedalam sembari membenarkan
rambutnya, ia mengerutkan keningnya saat melihat beberapa
dari mereka memakai pakaian serba hitam.

"Mau ngelayat apa gimana, pada item-item gitu?!"
teriak Angga.

"Ngapain sih, Ngga? Mau nyari ribut? Mending lo balik
deh," kata salah satu cowok berambut pirang, kayanya sih
emang bule nyasar. Padahal Angga sendiri juga blonde tapi
jangan salah Angga masih memiliki gen bule juga.

"Dimana ketua lo? Gue pengen ketemu sama dia."
"Lo belum tau, Ngga? Queen yang ngebunuh Gara,
ketua kita?" jawab cowok itu lagi.
"Hah? Ngebunuh? Seriously? Gue nggak percaya kasih
tau rumahnya," pinta Angga.
"Fine, kita juga mau kesana tapi jangan bikin rusuh lo!"
sinis cowok itu sambil berjalan kearah motornya.
"Heh! Yang bikin rusuh itu lo pada bukan gue."
"Terserah!"
Angga mengikuti anggota the Blonds, ada sedikit rasa
tak percaya jika adiknya sendiri yang membuat Gara mati, tapi
ya memang sisi gelapnya memungkinkan. Ah, entahlah
mungkin hanya jebakan.

Kakak Kelas~| 129

Cowok bule itu berhenti di salah satu rumah, terlihat
bendera kuning disana.

Deg!
Bagai tersambar petir di siang bolong Angga melongo
tak percaya. "Serius ituGara?" tanya Angga memastikan.
"Iya, kenapa? Senengkan lo lihat dia nggak ada?" sahut
angkasa yang berjalan keluar dari rumah.
Angga tak berniat meladeni ocehan Angkasa, ia
berjalan menuju ke rumah itu, rumah minimalis yang terletak di
perumahan.
Angga melihat wanita paruh baya yang menangis
tersedu-sedu menatap wajahGara. Mungkin itu ibunya, wajar
saja jika sampai begitu pasti dia merasa sangat kehilangan.
Angga mendekat kearah sosok wanita paruh baya itu.
"Tante, saya turut berduka cita." Bagaimana pun juga Angga
masih punya hati, walaupun semasa hidupnya Gara selalu
mencari keributan padanya.
"Iya, Nak.Terimakasih," jawab wanita itu sambil
tersenyum getir.
Angga meraih dompet dari sakunya, mengambil
beberapa lembar uang berwarna merah. "Tante ini memang
nggak seberapa, tapi saya harap bisa membantu walaupun
sedikit."
"Nggak usah repot-repot, Nak. Mending uangnya kamu
tabung sajauntukkeperluan kamu sendiri," tolak ibunya Gara.

130 | Anggi Nurhasanah

"Nggak papa, Tan, saya ada uang lebih kok. Tante
terima ya."

"Ah, iya terima kasih banyak, tante jadi ngerepotin
kamu."

"Nggak kok, Tan. Kalau gitu saya pamit dulu ya," pamit
Angga kemudian menjabat tangan ibunya Gara.

Angga melajukan motornya kearah rumah sakit. Jujur
sekarang ini Angga bingung mau bilang gimana ke Tasya.
Gimana pun juga Gara pernah menjadi alasannya untuk
tersenyum.

Angga membulatkan tekadnya untuk memberi tau
Tasya, iamemarkirkan motornya. Tak ada niatan untuk turun, ia
mencari kontak Tasya lalu meneleponnya.

"Sya, kamu ke parkiran sekarang!"
"Kenapa Bang?Kok buru-buru banget?"
"Penting! Abang tunggu."
"Iya-iya Tasya jalan nih bentar."
Angga mengetuk-ngetuk helmnya sambil menunggu
Tasya datang.
"Woi!" teriak Tasya, niatnya sih mengagetkan Angga
tapi Angga tak kaget sama sekali.
"Apa sih? Lo kek anak kecil tau nggak," ujar Angga
sembari mengacak-acak rambut Tasya.
"Dih, berantakan atuhBang rambut Tasya," rengeknya,
tangannya terulur membenarkan rambutnya.
"Naik, Sya."

Kakak Kelas~| 131

"Kemana?"
"Entar abang kasih tau di jalan." jawab Angga sembari
memakai helmnya."
Tanpa banyak tanya lagi Tasya menaiki motor Angga
dengan bantuan pundaknya. Motor Angga mulai melaju
membelah jalanan ibukota yang lumayan rame.
"Bang, mau kemana?" tanya Tasya lagi.
"Ke rumah Gara," jawabnya enteng tanpa beban sama
sekali.
"Hah? Apa? Rumah, Gara? Abang mau ngapain ke
sana?" tanya Tasya beruntutan. Angga hanya mengedikkan
bahunya acuh.
Disana masih banyak anggota The Blondsdan juga
Black Graw yangturut hadir. Tasya menyipitkan matanya saat
melihat bendera kuning.
Tasya menarik lengan Angga meminta penjelasan lebih.
Angga menepuk-nepuk kepala Tasya sambil tersenyum. "Gara
udah nggak ada."
Tasya sontak memukul kepala Angga. "Heh! Ngawur
kalau ngomong."
"Beneran, Sya. Ayo lihat sendiri kalau nggak percaya."
Tasya mengangguk sambil berjalan mengikuti Angga.
Asa menatap Tasya tak suka karena bagaimana pun juga Gara
adalah sepupunya.

132 | Anggi Nurhasanah

Ibunya Gara tersenyum melihat kedatangan Tasya.
"Nak Tasya, udah lama kamu nggak kerumah," sambut ibunya,
walaupun ibunya tersenyum tapi air matanya tetap mengalir.

"Iya, Bu. Tasya sibuk belajar," ucap Tasya sambil
memeluk ibunya Gara.

"Ibu yang sabar ya, Gara pasti sedih kalau ibu sedih
terus dan Tasya minta maaf, Bu," tambah Tasya lagi.

"Kamu kenapa minta maaf, Sya? Kamu mau lihat Gara
untuk yang terakhir kalinya?" tawar ibunya Gara. Tasya
mengangguk sambil mengusap air matanya yang berhasil lolos.

Angga memilih berjalan keluar bergabung dengan
Angkasa. "Atas nama adek gue, gue minta maaf sama lo.Gue
tau Gara sepupu lo," ujar Angga membuka pembicaraan
diantara mereka.

"Gue nggakhabis pikir sama adek lo, Ngga. Bukannya
Gara itu mantannyakok tega banget ngebunuh orang yang
udah pernah bikin dia bahagia," lirih Angkasa.

Angkasa juga menjadi saksi bagaimana
hubunganmerekadahulu.

"Pengkhianat tetap pengkhianat," jawab Angga enteng.
***

Selepas dari pemakaman Tasya dan Angga kembali ke
rumah sakit. Keadaan Kevin mulai membaik tapi disisi lain
Agam masih koma.

Tasya menatap sendu Kevin sambil memainkan
jemarinya.

Kakak Kelas~| 133

"Hai, are you oke, by?" tanya Kevin kemudian menarik
dagu Tasya agar menatapnya.

"Hm?"
"Tadi lo kemana? Kangen tau," rajuk Kevin sambil
menggembungkan pipinya.
"Dih, baru juga ditinggal sebentar."
"Pengen sering-sering bilang kangentapi takut kamu
bosen, padahal aku kangennya beneran," kata Kevin lirih lalu
merunduk.
"Sumpah Bang, lo kenapa sih? Pusing ya? Mau pindah
sekarang aja?" tawar Tasya sambil menangkup wajah Kevin.
Takk!
"Tasya, gue serius! Jangan bercanda mulu," sinis Kevin
lalu menyentil dahi Tasya.
"Aww, sakit Kevin! Emang lo mau gue seriusin?" tanya
Tasya sambil mengusap-usap dahinya.
"Ya maulah pakai ditanya lagi. KUA yuk sekarang, siap
gue!" jawab Kevin dengan semangat 45.
Takk!!
"Sekolah dulu onyon main nikah aje lo, mau kasih adek
gue makan apa? Kayu atau batu?"
"Bangsat lo, Ngga. Sakit goblok!"
"Tuh rasain! Ngga tau Bang Angga galak," sahut Tasya.
"Lo ngapain sih kesini? Ganggu!" sinis Kevin sambil
melayangkan tatapan sengitnya.

134 | Anggi Nurhasanah

"Nggak boleh berduaan nanti yang ketigasetan," jawab
Angga enteng.

"Lah, berati situ setan dong," sahut Rian ikut nimbrung.
"Udah deh nggak usah ribut! Puyeng gue dengerin
kalian," teriakan Tasya langsung membuat semuanya kicep.
Anak pinter," ucap Tasya sambil mengacungkan kedua
jempolnya.
"Eh, iya Bang Gio tumben mau bolos sama curut?"
tambah Tasya.
"Lagi jamnya pak Dengdeng males gue dengerin,"
jawab Gio sambil berjalan kearah Angga.
"Ah, pantesan.Gue juga nggak suka sama itu
gurusering banget Tasya di hukum sama dia."
"Emang lo dihukum apaan?" tanya Elang.
"Dulu aja waktu awal kelas 10 gue ketiduran di kelas
terus ujung-ujungnya disuruh bersihin toilet. Ada lagi, kemaren
gue ketauan bolos di belakang sekolah sama nih Kevin di suruh
muter lapangan tiga puluhkali," jelas Tasya sambil mengingat-
ingat hukuman yang diberikan oleh pak Dengdeng.
"Mantap, Sya. Kan aturan emang dibuat untuk
dilanggar, kalau nggak dilanggar nggak ada faedahnya," sahut
Rian sambil bertepuk tangan.
"Yoi, Bang. Tasya kan diajarin sama Bang Angga, iye
kan?"
"Apaan gue? Orang gue kagak pernah dihukum sama
tuh orang."

Kakak Kelas~| 135

"Heh, lo itu bukan kagak pernah di hukum, emang lo
aja yang suka kabur dari hukuman," timpal Kevin.

"Nah, itu lo tau. Ah, iyaentar sore lo pindah rumah
sakit, udah di urus semua tinggal nunggu aja."

Kevin mengerutkan dahinya belum paham. "Agam? Gue
nggak mau ya kalau nanti habis gue pindah Tasya kudu bolak-
balik di jalan."

"Yaelah lo perhatian amat sama gue, santai aja nanti
kalau Agam udah sadar kita pindahin juga."

"Ohiya, Sya lo nanti balik aja ya biar gue sama anak-
anak yang jaga Kevin," pinta Elang.

"Gue nanti sama anak-anak nungguin Agam, lo pada
jaga bener-bener nih bocah."

"Siapa yang bocah?" tanya Kevin dengan nada
dinginnya.

"Gue, Vin! AnatasyaAuliaMahardika!"
Kevin tersenyum manis sambil menatap gemas Tasya.
"Harus banget ya nungguin Agam?"
"Iya, kenapa? Nggak boleh?"
"Si Kevin cemburu tuh, Sya. Peka dikit dong," sahut
Rian dari belakangnya.
"Bener?" tanya Tasya memastikan.
"Ah, kenapa jadi gue? Dah lah malesin," final Kevin
sembari menutup matanya.
"Nggak usah pura-pura tidur dah," goda Tasya sembari
memukul pelan pipi Kevin.

136 | Anggi Nurhasanah

Kevin mengembuskan napas jengah, ia kembali
membuka matanya. "Ngantuk beneran, semalam baru bisa tidur
pagi, salah?"

Tasya menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil
menunjukkan cengirannya. "Nggak sih."

"Yaudah diem, gue mau tidur." Tasya mengang-guk
paham lalu pergi meninggalkan ruangan Kevin.

"Lo beneran suka sama Tasya, Pin?" tanya Rian hati-
hati.

Kevin menoleh melihat Elang sekilas lalu
menganggukkan kepalanya. Sebenarnya ia tau kalau Elang juga
menyukai Tasya lebih dahulu tepatnya tapi perasaan mana bisa
diajak kerja sama.

"Gue sih nggak masalah ya, mau Kevin ataupun Elang
yang bakal jadian sama adek gue."

"Maksud lo?" tanya Rian belum paham.
"Ya asalkan jangan sampek rusak aja persahabat-an
kita cuma gara-gara cewek. Gue usulin sih kalian gak curang
buat dapetin adik gue," jelas Angga sambil terus memakan apel
yang ia comot dari nakas sebelah Kevin.
"Gue udah nggak suka sama Tasya," celetuk Elang tiba-
tiba, sontak membuat semua temannya menoleh kepadanya.
"Biasa aja kali, nggak usah kaya gitu lihatnya."
"Serius, Lang?" tanya Kevin sembari mengangkat
sebelah alisnya.

Kakak Kelas~| 137

"Iya gue serius. Lagian juga Tasya sukanya sama lo
bukan gue," jawab Elang lagi. Bohong kalau ia sudah tak
memiliki rasa, matanya saja masih menyiratkan rasa sakit yang
berusaha ditutupinya.

"Okey dude, lo pasti dapet yang lebih baik dari adik
gue," ucap Angga sembari menepuk-nepuk pundak Elang.

Elang tersenyum miris, dia yang berjuang bertahun-
tahun tapi tak dilirik sekalipun. Sedangkan yang berjuang dalam
hitungan bulan bisa langsung mendapatkanhati Tasya. Tapi, ya
sudahlah.

"Udahlah, kalau nanti Tasya jodoh Elang juga bakal
balik. Tuhan itu adil bro, gue bukannya ngedukung sebelah
atau gimana ya gue cuma ngasih pendapat aja," kata Gio yang
sedari tadi membisu tapi setia mendengar percakapan teman-
temannya itu.

"Eleh-eleh si Aa Gio maneh bijak pisan euy," ucap Rian
dengan logat Sundanya.

"Lebay lo!Gue maunyusul Tasya, sekalian mau lihat
Agam."

"Sejak kapan lo jadi deket sama anak-anak Poison, Gi?"
Gio mengedikkan bahunya acuh lalu berjalan keluar mengejar
Tasya.

"Sya, tunggu!" teriak Gio, ia berlari mengejar Tasya
yang lumayan jauh darinya.

138 | Anggi Nurhasanah

Mendengar ada yang memanggil namanya, Tasya pun
menoleh ke belakang. "Lah, Bang Gio? Kenapa?" tanya Tasya
sembari membalikkan tubuhnya.

"Lo baik-baik aja kan?" tanya Gio sambilmemegang
pundak Tasya. Perlakuan Gio langsung membuat Tasya
mengerutkan dahinya. Memangnya dia kenapa?

"Gue tanya, Sya. Malah diem bukannya dijawab,"
sarkas Gio.

"Emangnya gue kenapa?" Tasya masih loading dengan
pertanyaan Gio barusan.

"Ck! Bisa lemot juga. Maksud gue, lo nggak papa kan?
Soal yang tadi."

"Ah, Gara maksud lo?" tanya Tasya sambil
menjentikkan jarinya. Gio mengangguk antusias sambil
tersenyum.

"Gue nggak papa kok, malahan gue seneng," jawab
Tasya sambil nyengir.

Gio tampak memiringkan kepalanya. "Maksud lo?
Bukannya kemarin lo nangis ya?" Gio memberikan jeda
sebentar, sambil menurunkan tangannya dari pundak Tasya.

"Terus lo nangis karena apa hah?"
"Ah, itu karena ibunya. Gara kan anak tunggal pasti
ibunya terpukul banget, mana dia baik banget sama gue."
Tasya menjawab sambil memainkan jemarinya.
"Terus? Emangnya kemarin lo apain dia sampaibisa
mati gitu?" tanya Gio penasaran.

Kakak Kelas~| 139

Tasya mengembuskan napasnya lalu mendongak-kan
kepala menatap Gio. Buat apa disembunyikan lagi toh mereka
juga sudah tau, walau belum semuanya maybe.

"Gimana?" tanya Gio lagi.
"Gue nggak bisa cerita disini, kita keluar cari kafe atau
apaan dulu deh," jawab Tasya sambil menarik tangan Gio. Gio
yang ditarik tangannya tampak santai dengan satu tangannya
di dalam saku, ia mengikuti langkah-langkah kecil Tasya.

***
"Si bos belum kesini lagi?" tanya Fajar sambil berjalan
masuk kedalam ruangan Agam. Agam memang sudah
dipindahkan dari UGD.
Dimas menggeleng pelan. "Gue tadi sempet lihat dia di
parkiran sama Gio, kalaunggak salah sih tapi mata gue masih
bagus untuk me-nge-na-li Queen." Dimas menekan kata
mengenali sambil melirik Agam.
"Siapa juga yang bilang mata lo rabun? Nggak ada,
biasa aja dong ngomongnya," cemooh Arkan sambil melempar
kulit kuaci pada Dimas.
"Heh anying! Lempar tuh jangan kulitnya! Tapi yang
masih utuh dong," sinis Dimas, ia membalikkan badannya
kemudian mengambil paksa bungkus kuaci itu dari tangan
Arkan.
"Yeuy dasar!Beli sendiri dongminta mulu kerjaannya."

140 | Anggi Nurhasanah

"Dari pada ribut mulu, mending lo pulang gih, puyeng
gue dengerin kalian, bukannya tambah sehat yang ada tambah
sakit," celetuk Agam dengan nada tak bersahabat.

"Loh?Eh, loudah sadar sejak kapan?" tanya Arkan
beruntutan sambil berjalan mendekat kearah ranjang Agam,
begitu pun anak Poison lainnya.

"Sejak lo ribut sama Dimas," jawab Agam acuh.
"Lo bisa ngomong, Gam? Apa yang lo rasain sekarang?
Mau gue panggilin doktersekarang?" tanya Rafa panik.
Takk!!
"Lo persis emaknya dah, ralat emaknya aja kagak
sampek segitunya," kata Arkan setelah puas melemparkan biji
kuaci yang tadi ia ambil dari tangan Dimas.
"Dosa lo, Ar buang-buang makanan gitu," Kata Rafa
sambil mengusap-usap keningnya.
"Tau lo, Ar. Jangan kasih dia makanan lagi dah," ujar
Bara ikutan.
"Iya bener tuh entar Dinda buat gue aja, biar kagak
dibuang-buang kaya makanan," sahut Fajar. Arkan melotot tak
percaya, kenapa jadi, Dinda?
"Lah anying! Kok bawa nama gue, nyet!" teriak Dinda
dari depan pintu ruangan.
"Ya Allah, Neng geulis bercanda doang ini mah," ujar
Arkan sambil meraih pundak Fajar. "Iya kan, Jar? Kita cuma
bercanda doang," tambah Rafa meminta bantuan Fajar.

Kakak Kelas~| 141

"Iya jelas, biasa kita mah," jawab Fajar disertai
kekehannya, ia tak mau menanggung amukan macan betina
itu.

Dinda mengedikkan bahunya acuh lalu melewati
keduanya begitu saja. "Gam, temen lo nggak ada yang bener,"
adu Dinda pada Agam.

"Temen lo juga, Din kalaulo lupa." Ingat Agam. Dinda
terkekeh lalu melirik teman-temannya. "Queen kemana?"

"Belum kesini, dia nggak bilang sama lo mau kemana?"
tanya Dino yang sedari tadi diam.

Dinda menggelengkan kepalanya. "Gue tadi sama Nisa,
gue pikir Queen udah disini."

"Lah, Nisakemana?" celetuk Denta tiba-tiba. Sontak
membuat temannya menatap dirinya.

"Cie, perhatian sama ayang beb-nya," ujar Rafa sambil
menyenggol lengan Denta.

"Bayi polos gue udah mulai gede ya," ujar Arkan sambil
menepuk-nepuk kepala Denta.

Denta menepis tangan Arkan, ia menatap nyalang
Arkan. "Nggak usah pegang-pegang! Najis!"

"Halah, biasanya juga lo yang nempel, pake segala
bilang najis," sahut Bara.

"Huek, mana ada, itu mah waktu gue nebeng sama dia,
harus dibaik-baikin," jawab Denta.

"Gue granat juga rumah lo, Den. Awas aja kagak gue
kasih tebengan lagi."

142 | Anggi Nurhasanah


Click to View FlipBook Version