BAB 7
CONTOH
ARTIKEL ILMIAH POPULER
Ketika membaca artikel ilmiah populer di media massa,
seringkali kita berpikir negatif bahkan ragu karena tulisan
sangat sederhana bisa dimuat di media massa. Artinya,
bukan persoalan rumit dan tidaknya sebuah naskah bisa
dimuat, tetapi tergantung pada substansi materi dan cara
pengungkapan. Seorang penulis perlu memberanikan diri
mengungkap misterifenomena aktual dengan bahasa
ringan.
Berikut penulis sajikan beberapa contoh artikel ilmiah
populer yang pernah dimuat di beberapa media massa,
sebagai bahan acuan dan pemikiran memotivasi sahabat-
sahabat pembaca untuk segera menulis.
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 43
MENJADI KARTINI MASA KINI
Oleh R. Tantiningsih
Era globalisasi banyak ditandai adanya loncatan-loncatan nilai,
segalanya serba praktis, modern, cepat dan instan. Orang sudah tidak
lagi berpikir bagaimana memproduksi, tetapi berupaya bagaimana
memperoleh secara mudah. Perubahan nilai menuju arah kepraktisan
inilah yang begitu terasa di segala bentuk dan dimensi kehidupan.
Pada dimensi tugas misalnya, kita akan menemui srikandi-
srikandi yang mulai memperoleh kesempatan sebagai pemimpin. Hal
yang zaman orde baru nyaris tak terpikirbayangkan, kini menjadi hal
biasa terjadi. Wakil presiden, menteri, bupati, ketua DPRD, dan
camat pada era ini sudah tidak menjadi milik kaum pria, tetapi
wanita pun juga mampu menduduki posisi tersebut.
Dahulu, kebebasan kaum wanita sempat terbelenggu adat
tradisi kolot. Seorang wanita umur 12 tahun harus masuk masa
pingitan yaitu masa di mana anak gadis tidak boleh keluar rumah
hingga nanti dewasa. Selebihnya hak mendapat pengajaran juga
terampas. Zaman itu, kaum wanita yang penting duduk manis di
rumah dengan segala macam belenggu membalutnya. Bersanggul
lengkap dengan kebaya dan kain wiron. Itulah potret wanita zaman
dahulu, bahkan saya masih ingat, para guru juga melakukan hal
serupa ketika mengajar anak didiknya.
Pergeseran Nilai dan Budaya
Pergeseran nilai dan budaya terjadi. Kemampuan kaum wanita
untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan kaum laki-
laki, dapat menepis anggapan bahwa wanita hanyalah kanca
wingking yang tugasnya di dapur, sumur, kasur, masak, macak
(berhias), dan manak (melahirkan), tidaklah benar.
44 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
Secara jujur harus diakui, wanita akan tampak lebih anggun,
lembut, dan menunjukkan sifat kewanitaannya ketika berhias
layaknya Ibu Kartini. Namun adanya pergeseran nilai dan budaya,
secara evolusif tradisi tersebut luntur bersamaan dengan
perkembangan zaman.
Kaum wanita yang dulu dianggap rendah sekarang mulai
diperhitungkan keberadaanya. Inilah masa kebangkitan kaum wanita
begitulah ungkapan John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam
bukunya Mega Trends 2000. Menurutnya, memasuki gerbang tahun
2000 yang merupakan fajar milenium ketiga akan ditandai dengan
kebangkitan agama, munculnya sosialisme pasar bebas, gaya hidup
global dan nasionalisme kultural, dasawarsa wanita dalam
kepemimpinan, abad biologi dan kejayaan individu.
Secara realitas, prediksi itu terjadi. Kemajuan wanita
Indonesia pada abad milenium begitu menonjol. Bias gender yang
akhir-akhir ini menjadi fenomena aktual seakan-akan menguji
kemampuan wanita dalam memberi sumbangsihnya menuju
optimalisasi dimensi kehidupan sekitar. Kaum wanita (ibu) selalu
menjadi bahan bahasan memasak atau pergi ke pasar. Coba kita lihat
buku pelajaran bahasa Indonesia, pasti tertulis, ibu memasak, ibu
pergi ke pasar. Mengapa bukan bapak yang memasak atau ke pasar?
Mengapa harus bapak ke kantor, bapak membaca koran?
Wanita Karier dan Istri
Ilustrasi sederhana itulah yang mengilhami perjuangan Kartini
mencari titik persamaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita.
Karenanya, berbahagialah „Kartini‟ zaman sekarang yang tinggal
nglungguhi klasa kang gumelar dan dilahirkan dalam kondisi bebas
pingitan. Hal yang cukup signifikan adalah bagaimana menempatkan
pribadi „Kartini‟ yang harus all round di segala bidang?
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 45
Tidak bisa dimungkiri, „Kartini‟ sekarang adalah wanita karier
dengan ciri khas rambut pendek. Hal sangat berbeda dengan „Kartini‟
zaman dulu yang selalu terbebani sanggul. „Kartini‟ sebagai wanita
karier tidak bisa lepas dari „Kartini‟ sebagai istri. Kedua fungsi tadi
harus berjalan seimbang. Bagaimana menyeimbangkannya?
Bukankah banyak Kartini sekarang menjadi lupa ketika ia sukses
sebagai wanita karier? Bahkan, ketika kesempatan emas menuju
peningkatan karier terbuka, „Kartini‟ sekarang ingin berubah menjadi
pria?
Pertanyaan-pertanyaan di atas tidak boleh dipandang sebelah
mata. Kecenderungan yang ada dewasa ini, sangat rentan akan
adanya gejala wanita akan berubah jadi pria. Ia tak mau lagi
mengurus anaknya lantaran sudah ada babysitter. Ia tak mau lagi
mencuci dan memasak karena sudah ada mesin cuci dan pembantu
rumah tangga. Ia tak mau lagi meladeni suaminya dengan dalih
mempunyai hak dan kewajiban sama. Ia kerapkali merasa lelah
dengan aktivitas kerja, sementara sang suami merasa tak lagi
diperhatikan.
Empat Angon
Jika dicermati, kondisi-kondisi negatif di atas berawal dari
adanya pergeseran nilai dan budaya teramat cepat, sehingga kaum
wanita seperti mendapatkan angin segar dalam memosisikan diri.
Lantas, bagaimana „Kartini‟ sekarang memosisikan diri sebagai
wanita karier dan seorang istri?
Menurut hemat saya, ada beberapa hal yang sekiranya dapat
menjadi rambu-rambu dan pembatas agar „Kartini‟ masa kini tidak
lupa kodratnya bahwa ia adalah seorang wanita yang tidak mungkin
bisa beralih fungsi sebagai pria. Pertama, angon kandha dalam
pengertian „Kartini‟ masa kini senantiasa membicarakan segala
sesuatu kepada suaminya. Hal ini bukan berarti selalu menunggu
46 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
keputusan suami, tetapi sebagai wujud penghormatan kepada suami
sebagai guru laki dan budaya demokratis di lingkungan keluarga.
Kedua, angon sarira yang bernuansa berhias diri dalam arti
luas. Seorang wanita harus selalu tampil cantik di hadapan suaminya.
Jangan hanya kelihatan cantik ketika menghadiri pesta. Karenanya,
perlu merawat diri luar dalam. Rawat luar ditandai kecantikan paras,
dan rawat dalam ditandai amalan religuis. Kesinergisan rawat luar
dalam akan menjadikan „Kartini‟ sebagai sosok cantik luar dalam.
Ketiga, angon balai wisma yang mengacu pada kodrat
„Kartini‟ sebagai wanita yang harus mengurus rumah tangga.
„Kartini‟ masa kini tidak boleh melupakan kodratnya sebagai wanita.
Walau sudah menjadi wanita karier, ia tidak boleh lupa diri. Ia harus
menyempatkan waktu mengurus anak-anak, memasak, mencuci, dan
yang tak kalah penting adalah meladeni suami.
Keempat, anggon mangsa yang berkaitan pemanfaatan waktu.
Hal ini menjadi perlu lantaran ada kebiasaan wanita kerapkali lupa
waktu ketika sudah bertemu teman merumpi. Di sinilah perlunya
seorang wanita bisa andum waktu, bukan lantaran sudah bebas dari
pingitan lalu bisa bebas ke mana saja, tetapi harus ada batas-batas
waktu di mana ia harus menyelesaikan tugas dan tanggung jawab.
Sifat Pluralis
Rasanya tidaklah adil ketika persyaratan ideal „Kartini‟ masa
kini tidak dibarengi persyaratan ideal seorang pria. Seorang pria
menurut pandangan „Kartini‟ masa kini harus menjadi sosok punya
tanggung jawab tinggi dan mau bekerja sama, tidak hanya ingin
enaknya sendiri. Sekali tempo juga perlu membantu memasak,
mencuci, belanja ke pasar, dan lainnya yang menjadi tugas istri.
Hal tersebut bukan berarti tidak menghormati suami, tetapi
sebagai manifestasi kebersamaan dan kekeluargaan membina rumah
tangga. Jadi jangan hanya dilihat hitam putihnya, tetapi nuansa
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 47
pluralis juga harus diterima. Artinya kita perlu belajar menerima
keberagaman pluralis, bukan hanya memperlakukan sesuatu serba
sama.
Ketika nuansa pluralis sudah dipahami antara suami dan istri,
tentu nantinya tidak akan terjadi hal-hal tabu. Ibu tidak lagi hanya
memasak dan pergi ke pasar saja, tetapi juga dapat membaca koran
dan pergi ke kantor layaknya hal yang dilakukan bapak.
Inilah sebetulnya wujud pemahaman nilai-nilai kepahlawanan
Kartini sebagai pejuang emansipasi wanita. „Kartini‟ sekarang bukan
lagi „Kartini‟ dalam pingitan, tetapi „Kartini‟ yang dihadapkan
fenomena gender. Oleh karena itu, peringatan Hari Kartini dipandang
tepat untuk mengajak kaum pria agar memahami adanya sikap
pluralis yaitu sifat keberagaman, kemajemukan, dan keberbedaan
menuju terwujudnya kondisi aman, tenteram, dan damai. Seperti
surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, “Kaum muda masa
sekarang, tiada pandang pria atau wanita, wajiblah berhubungan.
Secara individu memang dapat berbuat sesuatu dalam memajukan
bangsa kami, tetapi apabila kita berkumpul bersatu, mempersatukan
tenaga, bekerja sama, tentu usaha itu akan lebih besar hasilnya.”
Akhir kata, selamat memperingati Hari Kartini bagi saudara-
saudaraku kaum wanita. Semoga damai di hati, damai di dunia, dan
damai selalu.
R. Tantiningsih, pendidik di kota Semarang, seorang ibu rumah
tangga.
―dimuat di Koran Sore Wawasan, 20 April 2001.
48 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
MEMBINA PRAMUKA BERNUANSA EDUKATIF
Oleh R. Tantiningsih
Tanggal 14 Agustus merupakan hari bersejarah karena tiap
tanggal tersebut seluruh anggota gerakan Pramuka memperingati hari
lahirnya Pramuka di Indonesia. Tahun ini, gerakan Pramuka genap
berusia 41 tahun. Sebuah proses perjalanan panjang gerakan
Pramuka yang dahulu dikenal dengan nama Pandu.
Lantas, apa sumbahsih Pramuka dalam pembinaan generasi
muda selama kurun waktu 41 tahun tersebut? Pertanyaan tersebut
merupakan evaluasi diri bagi gerakan Pramuka yang saat ini
dihadapkan pada tugas dan tanggung jawab berat, yakni
menumbuhkembangkan tunas-tunas muda harapan bangsa.
Dalam konteks pemahaman generasi muda yang hendak
ditumbuhkembangkan gerakan Pramuka, orang memahami bahwa
generasi muda adalah mereka yang masih berada di bangku
pendidikan. Pemahaman tersebut ada benarnya karena aktivitas
Pramuka memang hanya kegiatan di dunia pendidikan.
Tempat Pembinaan
Sebenarnya, gerakan Pramuka sudah menyediakan tempat
pembinaan generasi muda selain di dunia pendidikan, melalui satuan
karya, gudep teritorial, pandu wreda, dan hiprada. Namun, orang
masih berasumsi bahwa Pramuka hanya merakyat di dunia
pendidikan. Itu pun, intensitasnya makin menurun.
Di dunia pendidikan dasar (SD dan SLTP), gerakan Pramuka
boleh dikatakan merupakan kegiatan esktrakurikuler paling eksis
dibanding ekstrakurikuler lain. Hal ini karena seluruh siswa wajib
mengikuti kegiatan tersebut, walau menurut aturan main
keanggotaan Pramuka bersifat sukarela.
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 49
Menginjak pendidikan menengah, gerakan Pramuka sudah
tidak diminati anggotanya. Walaupun secara data kuantitatif semua
siswa di pendidikan menengah menjadi anggota Pramuka, tetapi
secara aktivitas cenderung menurun. Bahkan hari-hari latihan
Pramuka yang lazim dilaksanakan hari Jumat, tidak menunjukkan
perkembangan signifikan.
Apalagi di perguruan tinggi, kegiatan Pramuka seolah-olah
tidak terdengar. Walaupun tersedia fasilitas dan anggaran memadai,
tetap saja para mahasiswa tidak tertarik bergabung Pramuka.
Lantas, bagaimana para pembinanya? Semua pendidik pasti
melalui proses pembekalan menjadi seorang pembina, setidaknya
mereka pernah mengenyam pendidikan Pramuka. Ironisnya, kondisi
pembina Pramuka di setiap jenjang pendidikan tidak jauh berbeda
dengan kondisi peserta didiknya sendiri. Mereka hanya merasa
menjadi pembina Pramuka ketika mendapat tanggung jawab sebagai
pembina gugus depan.
Fenomena aktual tersebut nyata-nyata terjadi di lapangan,
bukan mengada-ada. Itulah tantangan gerakan Pramuka saat ini.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Bukanlah secara administratif,
gerakan Pramuka sudah mempunyai AD dan ART yang layak
dikembangkan?
Pergeseran Nilai
Mencerna dan memahami permasalahan yang dihadapi
gerakan Pramuka sudah tentu diperlukan kajian mendalam mengenai
perjalanan panjan. Menurut pemahaman saya sebagai pembina
Pramuka, permasalahan krusial terjadi di tubuh gerakan Pramuka
berawal dari adanya pergeseran nilai. Nilai-nilai luhur yang hendak
disemaikan gerakan Pramuka sebagai wadah pembinaan generasi
muda bergeser ke nilai-nilai praktis yang lebih mengedepankan sifat
instan.
50 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
Semua pembina Pramuka tentu sependapat bahwa kegiatan
kepramukaan mengandung nilai-nilai persatuan, patriotisme,
kemandirian, kebersamaan, kreativitas, tangung jawab, kedisiplinan,
dan sebagainya. Namun, perkembangan zaman yang ditandai
derasnya arus informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan
nilai-nilai tersebut bergeser perlahan-lahan.
Contohnya hal kemandirian yang lebih mudah dilihat dari
kegiatan perkemahan, dalam bentuk memasak. Fenomena aktual
yang saat ini nge-trend adalah ketidakterikatan anggota Pramuka
dalam memasak. Mereka lebih berkonsentrasi pada kegiatan,
sementara para pembina yang menjadi koki atau malah dipesankan di
warung makan.
Demikian juga, nilai kedisiplinan berpakaian yang mudah
dikenali dari pemakaian tanda-tanda gerakan Pramuka. Fakta
menunjukkan masih banyak anggota gerakan Pramuka yang
mengenakan tanda-tanda tidak tepat. Bahkan, masih ada pembina
Pramuka yang belum paham di mana letak tanda-tanda Pramuka
seperti pandu dunia, lokasi, pelantikan, TKU, TKK, dan sejenisnya.
Sesuatu yang sifatnya praktis memang lebih mudah dipahami
daripada hal dogmatis. Pentingnya nilai praktis dilandasi pemikiran
bahwa setiap nilai luhur gerakan Pramuka sudah tentu memiliki nilai
guna yang bisa dikembangkan dengan muatan edukatif.
Praktis dan Edukatif
Nilai-nilai luhur gerakan Pramuka yang masih merupakan
gambaran umum perlu diterjemahkan dalam bentuk nilai praktis
bernuansa edukatif. Konsekuensinya, gerakan Pramuka perlu
mengantisipasi pergeseran nilai dengan seperangkat kegiatan praktis
bernuansa edukatif agar nilai-nilai luhur yang hendak disemaikan
dapat berbenih subur di kemudian hari.
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 51
Kegiatan praktis bernuansa edukatif dapat ditempuh gerakan
Pramuka melalui pengelolaan kegiatan menarik di setiap tingkatan.
Pramuka Siaga yang memiliki pertemuan besar Pesta Siaga,
Penggalang dengan Jambore, Penegak/Pandega dengan Raimuna,
dan Pembina dengan Karang Pamitran merupakan satu bentuk
kegiatan yang menjadi prioritas utama.
Tiap tahunnya, kegiatan tersebut selalu dirancang dengan pola
yang sama sehingga terkesan menjemukan sehingga perlu sentuhan
nilai praktis edukatif, diantaranya dengan memangkas kegiatan-
kegiatan yang kurang bermanfaat dan mengganti dengan kegiatan
yang ada hubungannya dengan pendidikan di sekolah, khususnya
penanaman budi pekerti.
Setidaknya ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan acuan
gerakan Pramuka dalam mengansipasi pergeseran nilai.
Pertama, pertegas kembali komitmen Pramuka sebagai wadah
pembinaan generasi muda. Langkah nyata dapat ditempuh dengan
membekali generasi muda dengan nilai-nilai praktis bernuansa
edukatif sesuai dengan tingkatan.
Kedua, mengangkat fenomena aktual yang berkembang di
dunia pendidikan dengan serangkaian kegiatan sebagai personifikasi
kemunculan fenomena tersebut. Narkoba yang lekat dengan
kenakalan remaja, bisa dijadikan bahan dialog berbentuk diskusi,
seminar, lokakarya, dan sejenisnya. Demikian pula, pemberlakuan
manajemen berbasis sekolah dalam dunia pendidikan, mungkinkah
hal serupa diterapkan di gerakan Pramuka dengan manajemen
berbasis gugus depan?
Ketiga, memanfaatkan derasnya arus informasi, ilmu
pengetahuan, dan teknologi dengan kegiatan mengacu pada nilai
praktis, seperti pembuatan teknologi tepat guna, sistem
komputerisasi administrasi dan jaringan internet, kegiatan ilmiah dan
penelitian.
52 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
Keempat, memperkuat kerja sama, koordinasi, interaksi
antaranggota Pramuka, pembina Pramuka, dan institusi/kwartir
sebagai wahana mempererat tali persaudaraan dalam menumbuhkan
tunas-tunas muda harapan bangsa.
Pergeseran nilai yang mengancam eksistensi Pramuka tidak
akan terjadi apabila seluruh anggota tanggap sasmita sehingga
dengan kebersamaan mampu mengembalikan nilai-nilai luhur lebih
praktis dan bernuansa edukatif.
Akhir kata, selamat memperingari HUT Pramuka ke-41 bagi
seluruh warga gerakan Pramuka. Semaikan tunas-tunas muda
harapan bangsa agar kelak menjadi generasi muda yang mampu
membangun negeri Indonesia tercinta, menjadi negeri indah dan
damai.
R. Tantiningsih, pembina Pramuka di kota Semarang
―dimuat di Koran Sore Wawasan, 13 Agustus 2002.
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 53
PRAMUKA, BERSATU DALAM KEBERSAMAAN
Oleh R. Tantiningsih
Digigit semut adalah hal biasa. Rasa gatal, sakit, dan jengkel
selalu menyertainya. Tidak hanya itu, jika ada gula atau makanan
dikerumuni semut ada rasa sedikit tak rela di relung hati kita.
Peristiwa tersebut membuat image negatif terhadap semut. Tak
jarang mereka dibenci, diusir, bahkan dimusnahkan dengan berbagai
cara.
Sebenarnya ada sisi lain yang dapat kita teladani dari semut,
yang mungkin jarang kita perhatikan ataupun cermati. Ketika seekor
semut menemukan secuil makanan, ia akan memanggil teman-
temannya untuk makan bersama. Ia tidak akan memakan makanan
itu sendirian sebelum teman-temannya datang. Secuil makanan itu
akan mereka makan bersama di tempat yang aman dengan
menggotong bersama-sama.
Tidak hanya itu, saat di jalan berjumpa teman-teman, mereka
akan berhenti sejenak untuk menyapa dengan saling menyentuhkan
kepala masing-masing. Mereka lakukan hal tersebut tanpa paksaan,
penuh kesadaran, dan dilakukan turun temurun. Kebersamaan,
kegotongroyongan, dan kekeluargaan kental inilah yang pantas kita
ambil nilai plusnya.
Nilai Kebersamaan
Tentu sebagai manusia yang dikaruniai cipta, rasa, dan karsa
tidak mau kalah dengan semut tadi. Seharusnya lebih baik dari semut
yang hanya binatang kecil dan sangat jauh jika dibandingkan dengan
manusia. Namun kenyataannya terbalik, nilai-nilai yang seharusnya
dimiliki, diuri-uri, dan dipegang teguh tersebut kini lambat laun
makin luntur.
54 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
Jika kenyataan ini berlarut-larut dibiarkan, cerita bahwa
bangsa kita merupakan bangsa besar dan menjunjung tinggi nilai-
nilai persatuan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan,
hanya akan menjadi dongeng belaka.
Hampir tidak ada lagi bunyi lesung penumbuk padi yang
dikerjakan perempuan-perempuan desa, atau bergotong royong
dalam hal sosial seperti mendirikan rumah bersama-sama. Rasa
senang susah pahit getir bukan lagi milik bersama, tetapi mengarah
pada duwekku-duwekku duwekmu-duwekmu dan akhirnya bermuara
individualisme serta egoisme tinggi.
Fenomena di atas merupakan tantangan bagi generasi muda
khususnya para anggota Gerakan Pramuka Indonesia. Apakah di hari
jadinya yang ke-42 tahun ini sanggup memelopori kembali nilai
kebersamaan, persatuan, dan kesatuan yang saat ini pudar? Langkah
apa yang kiranya patut diambil sebagai sikap peduli terhadap
keterpurukan nilai-nilai tersebut?
Praja Muda Karana (Pramuka) merupakan wadah kegiatan
salah satu organisasi yang tidak asing di telinga kita. Dalam berbagai
hal sepak terjang Pramuka selalu muncul di setiap kesempatan baik
yang bersifat sosial, kemanusiaan, maupun event-event tertentu, baik
kegiatan rutin maupun insidental.
Dalam semua kegiatan, Pramuka selalu mengedepankan nilai
kebersamaan, persatuan, kesatuan, dan kegotongroyongan. Hal ini
bisa kita lihat dengan adanya sistem berkelompok untuk semua
jenjang seperti sistem barung (satuan terkecil Siaga), sistem regu
(satuan terkecil Penggalang), sistem sangga (satuan terkecil
Penegak), dan sistem reca (satuan terkecil Pandega).
Satuan-satuan terkecil itu membentuk kelompok lebih besar
yaitu perindukan (kumpulan Barung), pasukan (kumpulan Regu),
dan racana (kumpulan Penegak/Pandega). Kelompok-kelompok itu
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 55
akhirnya membentuk gudep, kwartir ranting, kwartir cabang, kwartir
daerah, dan kwartir nasional.
Ikatan kuat tanpa memandang golongan, status, jabatan
pendidikan ini efektif dan efisien untuk menggalang kebersaman,
persatuan, dan kesatuan bangsa, sebab Pramuka ada di setiap lapisan
masyarakat tanpa batas usia maksimal dan pendidikan, semua bisa
masuk menjadi anggota.
Pramuka Kuno?
Beberapa event-event besar yang mampu menggalang
persatuan dan kesatuan serta membutuhkan kerja sama cukup tinggi
seperti Jambore dan Raimuna. Di sinilah seluruh anggota gerakan
Pramuka utusan berkumpul menunjukkan kebolehan dalam berbagai
hal mulai dari imtak, patriotisme, keterampilan, seni dan budaya,
ilmu pengetahuan, hingga kepedulian diri pada lingkungan yang
menunjukkan rasa kemanusiaan cukup tinggi.
Khusus di Jawa Tengah ada satu kegiatan yang menjadi cirri
khas Kwarda Jateng dalam memperingati HUT Pramuka yakni
kegiatan ETK (Estafet Tunas Kelapa). Melalui kegiatan inilah para
Pramuka di Jawa Tengah bersatu dan bersama mengarak tunas
kelapa secara berganti (estafet) dari daerah satu menuju daerah lain
dengan start dan finish ditentukan. Gambaran berbagai kegiatan
tersebut merupakan tindakan nyata dari para anggota gerakan
Pramuka Indonesia yang sudah mencerminkan sikap kebersamaan,
kegotongroyongan dan menjunjung tinggi nilai persatuan dan
kesatuan.
Namun sayangnya tidak semua orang suka Pramuka
khususnya generasi muda saat ini. Mereka lebih senang pada
kegiatan yang bersifat hura-hura, modern, dan menyenangkan
walaupun kadang harus mengambil risiko tinggi. Yang bertentangan
jauh dengan nilai-nilai ketimuran kita seiring berkembangnya ilmu
56 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
pengetahuan dan teknologi sangat pesat ini, tak mengherankan jika
budaya kita yang adiluhung tergeser sedikit demi sedikit bahkan
mulai terkikis satu per satu.
Akibatnya generasi muda harapan bangsa yang digadang-
gadang akan menjadi penerus bangsa mudah terpecah belah, selalu
mengedepankan egoisme dan gampang sekali melakukan hal-hal
negatif seperti tawuran antarpelajar, tawuranantar kampung, dan
gampang sekali terkontaminasi narkoba.
Pergeseran nilai-nilai tersebut juga besar pengaruhnya
terhadap Gerakan Pramuka. Pramuka dianggap kuno, hanya
menampilkan kegiatan kemah, tepuk, dan bernyanyi. Bahkan ada
yang beranggapan Pramuka hanya membuang-buang tenaga tanpa
menghasilkan apa-apa (materi).
Penilaian ironis ini hendaknya bisa ditepis para anggota
Pramuka itu sendiri, dengan mengadakan kegiatan yang tidak hanya
itu-itu saja misalnya mengadakan seminar, memfungsikan
keterampilan-keterampilan yang ada maupun bentuk kreativitas baru
sebagai barang produksi yang bisa dipasarkan dan tentunya masih
banyak lagi lainnya.
Sistem Among
Zaman kolonial Belanda, sistem among Ki Hajar Dewantara
digunakan untuk melengkapi kekurangan pendidikan kolonial yang
dinilainya terlalu intelektualistik. Tujuan sistem among adalah
menginternalisasikan nilai-nilai melalui pendidikan budi pekerti,
kesenian, pelajaran sejarah nasional, dan olahraga pencak silat yang
bernilai kultural dalam rangka mendidik peserta didik seutuhnya.
Konsep dasar sistem among dilaksanakan secara terpadu
meliputi, “Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi teladan), ing
madya mangun karsa (di tengah membangun semangat, dan tut wuri
handayani (di belakang memengaruhi).” Ketiga sikap dasar tersebut
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 57
merupakan inti pembinaan gerakan Pramuka yang tidak bisa dipisah-
pisahkan karena merupakan kebulatan sikap.
Konsep ing ngarsa sung tuladha dalam gerakan Pramuka
dapat diaktualisasikan dengan mengembangkan sifat-sifat iman,
takwa, bersih, rajin, teliti, tekun, ramah, sabar, suka menolong,
hormat dan menghormati orang lain, sopan dan halus dalam tutur
kata serta perbuatan.
Internalisasi konsep tersebut mensyaratkan pembina Pramuka
(guru) pada level pendidikan tingkat apa pun menjadi suri teladan.
Hal ini lantaran konsep luhur tersebut lebih terfokus dalam
pendidikan bernuansa afektif (rasa karsa) daripada kognitif.
Kondisi masyarakat yang makin modern dan mengalami era
globalisasi dengan aneka ragam norma dan nilai sosiokultural yang
mengitari peserta didik sudah tentu menjadi hambatan utama yang
dimungkinkan dapat memengaruhi penerapan ing ngarsa sung
tuladha. Untuk itu dalam setiap tindakan seorang Pramuka harus
memberi contoh misalnya cara berpikir, berkata, dan berbuat selalu
dilandasi kebenaran, suka menolong, rela berkorban, berbudi pekerti
baik, dan sebagainya.
Situasi yang makin tidak menentu ini diperlukan sikap ing
madya mangun karsa, di mana Pramuka harus mampu mengobarkan
semangat persatuan dan kesatuan dengan jalan meningkatkan
kepedulian terhadap sesama, ikut merasa sedih jika saudara-saudara
terkena musibah, mengampanyekan anti kekerasan, dan
meningkatkan rasa kekeluargaan.
Konsep perilaku tut wuri handayani, mensyaratkan Pramuka
harus dapat memberi dorongan kuat kepada generasi muda,
khususnya tunas-tunas bangsa agar bisa mempertahankan nilai-nilai
luhur tersebut, dengan cara ikut serta setiap kegiatan di masyarakat
seperti menjaga ketertiban dan keamanan, kerja bakti, membersihkan
lingkungan, dan sebagainya.
58 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
Jika sistem among ini dilaksanakan sungguh-sungguh oleh
para Pramuka Indonesia, niscaya nilai-nilai yang saat ini hampir
pudar akan kembali lagi. Dan negeri yang terkoyak-koyak ini akan
jaya kembali, mengiringi langkah-langkah putra negeri.
Akhir kata, tidak ada kata indah yang dapat memaknai
Gerakan Pramuka yang saat ini memperingati HUT ke-42, kecuali
menggalang kebersamaan demi terwujudnya persatuan dan kesatuan
untuk seluruh anak bangsa di negeri Indonesia tercinta.
__dimuat di koran sore Wawasan, 13 Agustus 2003.
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 59
WANITA MEMILIKI KEKUATAN GANDA
Oleh R. Tantiningsih
Pemilu telah usai, tetapi perjuangan wanita berjalan terus.
Kuota 30% untuk wanita duduk di kancah politik, merupakan angin
segar. Kesempatan ini jangan disia-siakan begitu saja. Inilah era
kebangkitan wanita Indonesia, ikut berperan menentukan nasib
bangsa.
Tampilnya presiden perempuan dalam memimpin bangsa,
mampu menunjukkan pada dunia bahwa persamaan derajat diakui
sepenuhnya. Bias gender yang selama ini sering terdengar dan cukup
mengkhawatirkan kaum wanita, sudah terjawab. Kekhawatiran kini
berubah menjadi kenyataaan menggembirakan.
Namun kepercayaan yang diberikan pada kaum wanita ini
akankah terus langgeng? Bagaimana caranya agar kepercayaan yang
tergenggam tersebut tidak lepas begitu saja? Itu semua tergantung
pada diri kaum wanita itu sendiri. Di Hari Kartini inilah, kaum
wanita harus menjawab tantangan tersebut.
Bukan Kaum Lemah
Wanita itu makhluk lemah, mudah dikalahkan, hanya
pendamping suami dan pajangan belaka. Konsep sederhana yang
melecehkan kaum wanita begitu kental di telinga. Sampai-sampai
ada lagu yang liriknya menyatakan bahwa wanita itu dijajah pria
sejak dulu, dijadikan perhiasan sangkar madu. Sungguh, pukulan
berat bagi kaum wanita sebagai penerus cita-cita Kartini.
Kalau kita tengok sepintas dari cerita pewayangan tokoh
Srikandi, yang dapat menangkap durjana jelmaan Mustakaweni
dengan ketangkasan dan kesigapan, sejarah Cut Nyak Dien yang
gigih mengadakan perlawanan penjajajahan Belanda. Walau harus
60 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
menanggung berbagai penderitaan, ditinggal gugur suami, dan hidup
bergerilya dari hutan ke hutan, atau perjuangan Kartini memajukan
kaum wanita melawan sifat-sifat feodal demi emansipasi.
Kenyataan tersebut menunjukkan wanita itu bukan kaum
lemah yang mudah dipermainkan atau hanya sebagai pengikut suami
seperti ungkapan suwarga nunut neraka katut. Tanpa wanita negara
tak akan jaya, barangkali ungkapan ini cocok diperuntukkan bagi
penerus Kartini. Sebagai wanita yang dikaruniai kodrat melahirkan
keturunan, merupakan kehormatan tersendiri yang tak dapat dibayar
dengan apa pun.
Dengan adanya kaum wanita, garis keturunan dapat
diteruskan. Itu berarti perjuangan bangsa dapat berjalan. Posisi yang
begitu penting ini, rasanya tidak adil jika kaum hawa selalu
dinomorduakan.
Padahal dalam posisi persiapan generasi penerus bangsa,
wanitalah yang pertama memegang peran penting mendidik
keturunan. Mulai dari kandungan hingga mempersiapkannya menjadi
insan berbudi pekerti luhur, berguna bagi bangsa dan berbakti bagi
ibu pertiwi.
Wanita memiliki kekuatan ganda yang tidak dipunyai kaum
pria. Hal ini akan terlihat jelas, manakala mempunyai profesi ganda,
selain ibu rumah tangga juga sebagai wanita pekerja. Di sinilah para
wanita dituntut dapat membagi waktu, tenaga, keterampilan
mengurus rumah tangga, mendidik anak, mengurus suami dan
mengembangkan karier.
Kekuatan ganda ini jika dapat dimanfaatkan semaksimal
mungkin, niscaya hasilnya akan sangat memuaskan. Sukses berumah
tangga, sukses mendidik anak, juga sukses meniti karier apa pun itu
pekerjaannya asalkan positif.
Sayangnya, kekuatan ini belum sepenuhnya diperankan kaum
wanita. Mereka belum menyadari, kalau Tuhan memberikan karunia
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 61
bagi kaum wanita untuk digunakan sebaik-baiknya. Agar dapat
membaktikan diri pada keluarga khususnya masyarakat dan negara
tercinta.
Sering penulis cermati ada keluarga yang orang tuanya sukses,
tetapi anak-anaknya mengalami kegagalan. Biasanya terjadi pada
keluarga yang orang tuanya selalu sibuk dan mengabaikan anak-
anak. Di sini peran ibu (wanita) sangat terlihat. Sejauh mana
kedekatan emosional anak dengan orang tua dapat direkatkan, saling
mengisi, memahami, dan memberi pengertian satu sama lain.
Untuk itu, satu kuncinya agar fenomena di atas tidak terjadi
yaitu menggunakan kekuatan ganda dengan menerapkannya pada
kehidupan berumah tangga, untuk membangun masyarakat tenteram,
damai, dan sejahtera.
Pemimpin Perempuan
Saat ini pemerintah baru memberi porsi 30% untuk wanita
dalam menduduki kursi legislatif, bisa dikatakan belum maksimal.
Mungkin di masa mendatang akan ada kenaikan kuota, mengingat
penduduk Indonesia sebagian besar adalah wanita.
Kuantitas perempuan yang mendominasi kekuatan bangsa,
hendaknya juga memberikan sumbangsih demi kelangsungan cita-
cita negara. Kekuatan ini, jika digalang baik akan menghasilkan
power luar biasa. Sejak memasuki era reformasi, kasus
kepemimpinan yang sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
seringkali ditemukan. Beberapa pejabat melakukan tindak korupsi
aset negara, yang akhirnya harus menjalani persidangan.
Belum lagi oknum-oknum tertentu yang lolos proses hukum
menjadi polemik berkepanjangan di negeri ini. Dan kalau kita
cermati, mayoritas para pelaku KKN adalah kaum lelaki. Mengapa
demikian?
62 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
Ada beberapa faktor yang mendorong. Pertama, sepak terjang
kaum lelaki yang cukup luas merupakan alasan kuat menggunakan
dana dengan berbagai alasan kerja luar kota. Demikian juga
kunjungan kerja ke tempat-tempat tertentu, akan mempertinggi
pengeluaran.
Kedua, kaum lelaki tidak biasa mengatur keuangan rumah
tangga, sehingga dengan seenaknya menggunakan dana yang ada.
Kebiasaan kaum lelaki menggunakan uang tanpa perhitungan, tidak
seperti kaum wanita yang selalu cermat dalam membelanjakan uang.
Ketiga, secara emosional kaum lelaki mengedepankan rasio
dalam melakukan sesuatu termasuk saat korupsi. Mungkin benar kata
Fontana (1981) dalam bukunya “Psychology for Teacher” bahwa
laki-laki cenderung maju dalam kemampuan hitung menghitung
(numerik), sedangkan wanita cenderung sedikit bicara dan tidak
memiliki rasa ingin dihargai (self esteem) berlebihan dibanding laki-
laki.
Dengan demikian dapat dimaknai apabila pemimpin bangsa
dipegang kaum perempuan dimungkinkan dapat menekan angka
korupsi tersebut. Mengingat perempuan sangat terbatas langkahnya,
terbiasa mengatur keuangan keluarga dan selalu menggunakan
perasaan untuk setiap mengambil keputusan.
Apalagi saat ini, negara sedang „sakit‟ sehingga mendambakan
pemimpin bersih, mengerti akan kepentingan rakyat, bisa momong
sekaligus ngemong dan mempunyai power menggalang persatuan
dan kesatuan bangsa. Wanita mempunyai keunggulan-keunggulan
tertentu dalam memimpin, tetapi juga memiliki kelemahan. Untuk
menggalang kekuatan atau power yang ada di masyarakat, biasanya
kurang berhasil. Hal ini mungkin dikarenakan terbatasnya langkah
sehingga kaum wanita mengalami kegagalan.
Untuk itu dalam konteks ini diperlukan keahlian tersendiri.
Kelemahan itu dapat diatasi dengan cara sering mengadakan
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 63
koordinasi dengan pihak-pihak berkompeten. Sehingga nantinya
didapatkan keputusan matang, mantap, dan tepat. “Keputusan
didasarkan akronim BAL (benar, akurat, dan lengkap),” kata K.H.
Abdullah Gymnastiar.
Cinta Ilmu
Memang perlu persiapan khusus menjadi pemimpin wanita,
karena tidak semua dapat memenuhi syarat. Wanita harus
mempunyai kemampuan tertentu (skill) guna menunjang tugas yang
akan dibebankan di pundaknya.
Dalam hal ini tidak memandang mudah dan sulitnya suatu
pekerjaan, tetapi apa pun tugasnya seharusnya siap dipikul. Untuk
mendukung program tersebut ada jurus-jurus khusus yang dapat
dijadikan cambuk bagi wanita di antaranya:
Pertama, tidak meninggalkan kodratnya sebagai wanita,
walaupun mempunyai kewajiban memimpin bangsa. Keluarga
hendaknya jangan ditinggalkan, tetap mendidik anak, mengurus
suami, dan keluarga.
Kedua, meningkatkan kualitas diri dengan menambah
wawasan, meningkatkan jenjang pendidikan, dengan didorong rasa
haus akan informasi, ilmu pengetahuan dan niat mengeksplorasi
segala kemampuan yang ada guna kesejahteraan masyarakat.
Ketiga, menghilangkan bias gender. Adanya perbedaan derajat
antara wanita dan lelaki, melahirkan asumsi beragam. Masyarakat
awam berpendapat, bahwa anak lelaki lebih bisa mikul dhuwur
mendhem jero dibanding anak perempuan. Kepemimpinan kaum
laki-laki, lebih baik dibanding kaum wanita. Anggapan-anggapan
seperti ini, seharusnya tidak terdengar lagi.
Keempat, mempunyai dedikasi tinggi. Wanita mempunyai rasa
bahwa dirinya akan lebih berarti. Bahwa selain mengurus rumah
tangga juga dapat mendarmabaktikan diri untuk masyarakat dan
64 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
negara. Dedikasi tinggi sangat diperlukan, sebagai pendorong
semangat berkarya tanpa merasa terpaksa.
Jika keempat jurus tersebut benar-benar diterapkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, niscaya menuai
hasil menggembirakan. Kelembutan dan kehalusan wanita, bukanlah
pajangan semata. Jika kemampuan diri dapat ditingkatkan dan dapat
menjadi pemimpin wanita serta menjadi wanita yang dipimpin, akan
tercipta keharmonisan rumah tangga, masyarakat, nusa, dan bangsa.
R. Tantiningsih. Pendidik dan ibu rumah tangga. Tinggal di
Semarang
__dimuat di Wawasan, Rabu Pon, 21 April 2004.
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 65
PRAMUKA PEREKAT BANGSA?
Oleh R. Tantiningsih
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai alat pemersatu
bangsa, begitu kental di hati bangsa Indonesia. Ratusan juta
masyarakat Indonesia yang tersebar dengan berbagai macam adat
istiadat dan budaya berbeda-beda ternyata dapat disatukan dengan
semboyan tersebut.
Namun belakangan ini nilai-nilai yang terkandung dalam
Bhinneka Tunggal Ika sepertinya diabaikan kelestariannya. Terbukti
dengan adanya kerusuhan di berbagai daerah yang ingin melapaskan
diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, perang antarsaudara,
dan dipicu pihak-pihak tertentu yang mengutamakan kepentingan
golongan.
Untuk itu diperlukan generasi-generasi kuat, tangguh, peduli
keutuhan bangsa, dan berpegang teguh nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila, khususnya semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Salah satu wadah generasi muda yang menjunjung nilai-nilai
tersebut adalah Pramuka. Selama 43 tahun Pramuka mengabdikan
dirinya untuk bangsa Indonesia. Di usianya yang cukup tua, Pramuka
Indonesia dihadapkan berbagai persoalan. Bagaimana peran Pramuka
dalam mempersatukan bangsa Indonesia? Karya nyata apa yang
mampu disumbangkan Pramuka untuk bangsa Indonesia?
Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan tantangan bagi
gerakan Pramuka. Mampukah Pramuka Indonesia menjawab
tantangan tersebut? Kiranya pada ultahnya yang ke-43 ini Gerakan
Pramuka Indonesia perlu wawas diri, mengoreksi kembali dan
mengadakan inovasi-inovasi guna meningkatkan kegiatan gerakan
Pramuka agar lebih bermutu dan berdaya guna bagi nusa bangsa.
66 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
Perekat Bangsa
Pramuka perekat bangsa melalui karya nyata, merupakan tema
yang diangkat Kwartir Daerah Jawa Tengah dalam HUT Pramuka
ke-43. Tema tersebut demikian fundamental manakala gerakan
Pramuka dijadikan satu ikatan pemersatu bangsa yang tersebar di
seluruh wilayah Indonesia. Kuantitas yang tidak sedikit ini
merupakan sumber daya manusia cukup baik jika dimanfaatkan
penuh. Salah satunya sebagai mediator pemersatu bangsa.
Kekentalan persahabatan antar-Pramuka dapat dilihat dari
berbagai kegiatan yang mampu menciptakan suasana persatuan dan
kesatuan, tanpa memandang perbedaan suku, agama, warna kulit,
bahasa, maupun budaya. Seperti Jambore, Raimuna, maupun
perkemahan Siaga. Dalam kegiatan ini semua anggota Pramuka
berbaur, saling bekerja sama, rukun, dan akrab.
Tugas anggota Pramuka selanjutnya setelah mampu menjalin
persatuan dan kesatuan dalam gerakan Pramuka yaitu
menginternalisasikanya pada kehidupan sehari-hari. Dengan cara
mengembangkan, meningkatkan, dan menjalin persatuan dan
kesatuan dalam semua aspek kehidupan.
Selain itu peran serta para pembina maupun tokoh Pramuka
juga sangat penting, dari mereka inilah rasa persatuan dan kesatuan
mulai ditanamkan. Selanjutnya setelah nilai-nilai kesatuan persatuan
dihayati dan dipahami baru diamalkan di kehidupan sehari-hari.
Gerakan Pramuka juga memiliki potensi strategis untuk pembinaan
remaja. Gerakan ini dengan luwes menampung para remaja dengan
segala kegiatannya yang bersifat mendidik dan menyenangkan.
Apalagi saat ini kaum remaja banyak mendapat sorotan
berbagai pihak karena penyimpangan-penyimpangan yang menuju
tindak kriminal, seperti narkoba, kekerasan, pencurian, perkelahian,
dan sebagainya, yang menjadi pemicu kemerosotan moral bangsa.
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 67
Era globalisasi ini membuat para remaja dalam proses transisi
pilihan sistem nilai dan budaya yang amat membingungkan. Budaya
dan sistem nilai asing selalu mengalir melalui televisi maupun media
cetak dengan bebas. Oleh karena itu diperlukan kegiatan remaja yang
mampu mengarahkan mereka dalam memilih secara tepat, sistem
nilai dan budaya yang sesuai norma-norma bangsa Indonesia.
Perihal nilai, Rokeach (1973) dalam bukunya The Nature of
Human Values mengklasifikasikan menjadi dua yakni nilai
instrumental dan nilai terminal. Nilai instrumental dapat dilihat
seperti: bercita-cita keras, berwawasan luas, berkemampuan, ceria,
bersih, bersemangat, pemaaf, penolong, jujur, imajinatif, mandiri,
cerdas, logis, cinta, taat, sopan, tanggung jawab, dan pengawasan
diri.
Nilai terminal meliputi hidup nyaman, bergairah, rasa
berprestasi, kedamaian, keindahan, persamaan, keamanan keluarga,
kebebasan, kebahagiaan, keharmonisan diri, kasih sayang matang,
rasa aman secara luas, kesenangan, keselamatan, rasa hormat,
pengakuan sosial, persahabatan abadi, dan kearifan.
Jika ditelaah secara mendalam, nilai Rokeach tersebut sangat
dekat dengan Dasadarma Pramuka. Refleksi nyata dari pengalaman
Dasadarma Pramuka dapat dilihat dari berbagai bentuk nilai yang
dijabarkan Rokeach.
Lantaran kentalnya nilai-nilai positif, maka gerakan Pramuka
diharapkan mampu menjadi filter bagi perilaku penyimpangan di
kalangan remaja. Kegiatan-kegiatan Pramuka yang disodorkan
sangatlah positif dan mempunyai nilai plus. Sudah waktunya
Pramuka menjadi tempat bergengsi bagi para remaja dalam mencari
jati dirinya.
68 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
Karya Nyata
Dalam kiprahnya, Pramuka sebagai wadah pembinaan
generasi muda bangsa, perlu memusatkan perhatian pada persoalan-
persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia. Gerakan Pramuka
dituntut dapat menunjukkan karya nyata.
Berbagai persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia di
antaranya masalah lingkungan dan penganggur. Masalah lingkungan
adanya polusi udara, air, tanah, penggundulan hutan, eksploitasi
kekayaan laut, dan masih banyak lagi. Sedangkan masalah
penganggur ini disebabkan sumber daya manusia yang sangat
rendah, tetapi menuntut pekerjaan menghasilkan uang tanpa mau
bersusah payah.
Mencermati berbagai persoalan di atas, bentuk karya nyata
dari anggota Pramuka dalam memecahkan persoalan tersebut,
sangatlah dinanti-nanti. Masalah lingkungan dapat dipecahkan
bersama dengan cara mengadakan reboisasi, gerakan sadar
lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan,
membersihkan sungai-sungai tercemar. Jika gerakan ini dilakukan
seluruh anggota Pramuka senusantara, niscaya dapat meringankan
permasalahan bangsa.
Persoalan penganggur memang merupakan hal signifikan bagi
bangsa Indonesia. Pramuka juga dapat membantu mengatasi masalah
tersebut. Di antaranya peran Saka atau Satuan Karya dapat dijadikan
tempat geladi sesuai bakat dan kemampuan masing-masing. Selain
itu penciptaan teknologi tepat guna, pelatihan keterampilan, dan
kegiatan magang di instansi-instansi tertentu dapat dijadikan wahana
anggota Pramuka dalam upaya mengatasi kesulitan mencari kerja.
Dengan cara-cara di atas diharapkan anggota Pramuka mampi
menciptakan suatu pekerjaan, sehingga mereka dapat terampil, selalu
berkarya, dan mandiri.
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 69
Di hari jadinya yang ke-43 tahun ini semoga para anggota
Pramuka dapat menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa serta
mampu menampilkan karya nyata. Selamat memandu!
__dimuat di koran sore Wawasan, 14 Agustus 2004.
70 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
KEKUATAN TALI CINTA KASIH IBU
Oleh R. Tantiningsih
Ada hal istimewa, saat peringatan Hari Ibu tahun 2003 lalu.
Waktu itu, penulis memberi tugas kepada anak-anak, menulis surat
untuk ibunya sebagai luapan cinta kasih. Salah satu surat sangat
berkesan, berisi ucapan terima kasih mendalam bagi ibu. Ia bercerita
bahwa ibunya selalu bekerja keras mencukupi kebutuhan
keluarganya sendiri semenjak ditinggal ayahnya menghadap Sang
Khalik.
Terkadang ibunya harus pulang malam karena mendapat tugas
sebagai perawat di salah satu rumah sakit. Tak jarang ia pun harus
menunggu kepulangan ibunya hingga larut malam, dan ia sampai
ketiduran di sofa sendirian. Dalam surat tersebut si anak juga
menceritakan kerinduan pada ayahnya. Sang ibu dengan tenang
selalu mengobati kerinduan anaknya dengan cerita-cerita ayah yang
bijaksana, baik hati, perhatian pada keluarga, dan suka bekerja keras.
Sepertinya semangat yang diberikan ibunya begitu mengena di
hati si anak. Terbukti ketekunan belajar anaknya membuahkan hasil
tidak mengecewakan. Anak tersebut selalu menempati peringkat lima
besar di kelas. Kisah nyata di atas menunjukkan bahwa peran ibu
dalam rumah tangga sangat besar nilainya. Hal ini membuktikan
bahwa seorang ibu mampu menjadi motivator bagi anaknya untuk
maju dan berprestasi di sekolah.
Persoalan paling fundamental adalah sudahkah para ibu
menunaikan tugas sebagai ibu bijaksana? Hal-hal apa saja yang perlu
diperhatikan untuk meningkatkan peran dalam kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut, kiranya perlu disikapi positif
sebagai pemacu kaum ibu untuk lebih meningkatkan peran dalam
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 71
keluarga. Saat inilah moment tepat sebagai sarana introspeksi di Hari
Ibu.
Bumbu Kasih Sayang
Fenomena yang berkembang di lapangan selama ini,
senantiasa menempatkan ibu sebagai tukang masak, mencuci,
mengasuh anak, mengurus rumah tangga, dan melayani suami. Bagi
orang awam melihat tugas seperti itu terkadang meremehkan.
Bahkan banyak yang beranggapan ibu rumah tangga enak. Tidak
harus kerja keras, uang tinggal minta suami semuanya beres, di
rumah selesai memberesi rumah bisa melihat televisi dengan santai.
Tugas ibu rumah tangga sebenarnya sangat berat, tetapi mulia.
Bayangkan, seorang ibu harus bangun pagi-pagi menyiapkan sarapan
pagi, menyiapkan keperluan kerja suami serta anak-anak yang mau
berangkat sekolah. Begitu suami dan anak-anak berangkat, ibu
memberesi rumah, siangnya menyiapkan makan siang dan
seterusnya, hingga malam masih harus menyiapkan makan malam.
Belum lagi membelajari anaknya, paling tidak menunggui anak-anak
belajar sampai seisi rumah lelap tidur baru semua pekerjaan selesai.
Bagi ibu rumah tangga yang kebetulan sebagai wanita karier
tetapi dapat melalukan tugas di atas, lebih mulia lagi dan memiliki
nilai plus. Selain dapat mencari tambahan penghasilan untuk
meringankan beban suami, juga masih dapat mengurus keluarga
dengan baik.
Mengingat sekarang ini jarang sekali wanita karier yang
mampu mengurus rumah tangga, menyempatkan masak untuk
keluarga apalagi beres-beres rumah, kebanyakan mereka
menyerahkan sepenuhnya kepada pembantu rumah tangga (PRT).
Padahal sebenarnya dari tangan ibu, kemesraan dan keharmonisan
rumah tangga dapat terjaga. Suami maupun anak-anak lebih nikmat
makannya, jika makanan tersebut merupakan masakan ibu karena
72 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
ada satu bumbu yang tidak dijual di toko-toko tetapi hanya ada
dalam diri ibu yaitu kasih sayang.
Begitu juga keperluan anak dan suami akan lebih tepat
dipakai, jika yang menyiapkan juga ibu. Karena dari sentuhan
tangan ibu pula kasih sayang selalu menyertai anak dan suami
sepanjang aktivitas mereka. Untuk itu, jadilah ibu yang memiliki
nilai plus, tidak hanya masak, manak (melahirkan), macak (berhias)
saja. Akan tetapi mampu memberi warna dalam rumah tangga,
mengerjakan segala sesuatu dengan senang, penuh kasih sayang,
tanpa tertekan, maupun terpaksa. Niscaya keluarga harmonis dapat
diwujudkan.
Cantik
Tidak kalah pentingnya perlu juga mencoba resep cantik.
Cantik bukan berarti seorang ibu harus memiliki wajah cantik, sebab
wajah cantik belum tentu cantik juga hatinya. Namun jika memiliki
wajah cantik diimbangi hati cantik, itu dambaan semua orang.
Cantik merupakan singkatan dari kata cerdas, akal, norma,
terdidik, iman, kodrat. Hendaknya seorang ibu mempunyai senjata
cantik ini jika ingin mewujudkan keluarga harmonis.
Cerdas. Seorang ibu harus mampu mendidik anak, melayani
segala keperluan suami dengan baik, mengurus rumah tangga,
berbaur dalam masyarakat, memberi dorongan suami berkarier,
memberikan semangat pada anak-anak belajar, serta mampu menebar
kasih sayang di keluarga.
Akal. Seorang ibu harus berakal budi panjang, dapat
menyelesaikan segala permasalahan keluarga dengan baik. Ada
permasalahan, selesaikan dengan kepala dingin, pertimbangan
matang, tanpa pertengkaran, dan dewasa menyikapi permasalahan.
Norma. Seorang ibu harus mempunyai norma, etika, dan tata
krama dalam pergaulan sehari-hari, membiasakan lemah lembut,
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 73
penuh kesopanan dan sesuai adat ketimuran. Begitu juga dalam
berbusana, memakai busana yang sopan empan papan (sesuai
kegunaan dan tempatnya). Tak kalah penting dalam hal bertingkah
laku, hendaknya juga sesuai norma yang ada di masyarakat.
Terdidik. Untuk menjadi ibu baik yang berwawasan luas salah
satunya dengan cara meningkatkan pendidikan baik ditempuh formal
maupun nonformal. Dapat juga dengan memperkaya keterampilan
dan mengasah kemampuan, mengikuti berbagai kursus sebagai
sarana meningkatkan bakat dan minat. Rajin mencari informasi hal-
hal baru untuk menambah wawasan, bisa melalui media massa,
buku-buku maupun melalui internet.
Iman. Potensi yang ada pada diri ibu haruslah diimbangi
dengan iman dan takwa terhadap Tuhan yang Maha Esa. Apalagi ibu
sebagai pendidik pertama dalam keluarga, perlu penanaman iman
dan takwa sejak dini. Hal ini akan terwujud apabila dimulai dari diri
ibu terlebih dulu. Seorang ibu yang penuh iman dan takwa dengan
sendirinya menjadi teladan bagi anak-anak. Dengan demikian akan
tercipta keluarga religius penuh kedamaian dan ketenteraman.
Kodrat. Kal yang tidak dapat ditinggalkan seorang ibu adalah
kodrat sebagai wanita haid, melahirkan, dan menyusui. Namun
demikian janganlah menjadi penghalang dalam berkarier maupun
berkarya. Itu semua anugerah mulia dari Tuhan kepada wanita yang
dipercaya meneruskan keturunan sebab itu semua merupakan proses
kehidupan manusia.
Tali Cinta Ibu
Kekeliruan besar jika ada ibu yang tidak mau menyusui
anaknya. Menyusui anak bukan sekadar menyuplai makanan dari ibu
ke anak melalui air susu. Akan tetapi lebih jauh sebagai pengikat
batin dan tali cinta maupun kasih sayang ibu terhadap anaknya.
74 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
Jika dicermati sekarang ini banyak anak yang menunjukkan
sikap agresif seperti melawan orang tua. Bahkan diberitakan di
media massa baik cetak maupun elektronik ada anak belasan tahun
yang berani membunuh orang tua kandungnya sendiri. Fenomena ini
bukan semata-mata kesalahan anak terhadap orang tua, tetapi karena
kurang kuatnya tali cinta mereka sebagai anak akibat kurang air susu
dari ibu.
Penulis amati rata-rata ibu-ibu sekarang tidak mau menyusui
anaknya dengan alasan tidak mau repot, lebih berat karier lantaran
ada susu instan.
Demikian berartinya air susu ibu (ASI) karenanya para ibu
hendaknya tidak meninggalkan kodrat sebagai wanita. Akan lebih
baik jika menjadikan kodrat tersebut sebagai anugerah luar biasa.
Dengan demikian hidup ini akan mudah dijalani penuh rasa syukur
tanpa satu penyesalan pun.
Hari Ibu menjadi pengingat bagi kaum ibu bahwa anak-anak
ada karena ibu, suami ada karena ibu, ibu juga ada karena ibu. Ibu
yang selalu membawa kedamaian dan ketenangan merupakan cahaya
bagi kehidupan manusia.
R. Tantiningsih. Pendidik dan ibu rumah tangga. Tinggal di
Semarang.
__dimuat di Wawasan, 22 Desember 2004.
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 75
SAATNYA PEREMPUAN BERPIKIR HOLISTIK
Oleh R. Tantiningsih
Ketika Dewi Sinta diragukan kesetiaannya oleh Sri Rama, hati
Sinta hancur berkeping-keping. Sinta sangat kecewa, dan tanpa ragu-
ragu lagi ia menceburkan diri pada kobaran api yang disiapkan untuk
membakar dirinya hidup-hidup (pati obong). Namun karena Sinta
benar-benar suci dan setia kepada Sri Rama, kobaran api itu tidak
dapat membakarnya. Tubuh Sinta utuh, tidak terbakar sedikit pun,
termasuk busana putih yang dikenakan.
Sepenggal kisah Ramayana di atas, merupakan wacana yang
dapat direnungkan sebagai pelajaran berharga khususnya bagi kaum
perempuan. Kesetiaan seorang perempuan, mampu meredam api
amarah yang dapat berkobar setiap saat, kapan pun dan di mana pun.
Seperti kisah yang dialami Dewi Sinta, tokoh digambarkan penuh
kelembutan dan kesetiaan serta memiliki wajah cantik rupawan.
Ironisnya, perempuan yang seharusnya memiliki sifat lembut,
setia penuh kasih sayang, di zaman serba modern dan global ini
sepertinya jauh dari nilai-nilai tersebut. Mungkin hal ini bentuk
pemberontakan jiwa atas image yang lama melekat bahwa
perempuan adalah makhluk lemah, dapat ditindas dan dimainkan
kaum lelaki. Sifat perempuan pun akhirnya menjadi keras, angkuh,
dan egois. Hal ini bisa dicermati dengan maraknya tayangan berita
aktual tentang perilaku-perilaku perempuan ke arah tindak kriminal.
Hal ini bukanlah rekor yang patut dibanggakan kaum
perempuan. Namun perlu dijadikan cermin hidup agar citra
perempuan tidak makin buruk. Sikap bagaimana yang dapat
dijadikan sarana untuk membuat citra lebih baik? Peran apa saja
yang dapat menghilangkan bias gender saat ini? Peringatan hari
Kartini saat ini merupakan momentum tepat bagi kaum perempuan
76 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
untuk melakukan refleksi diri dan meneladani sifat-sifat Raden
Ajeng Kartini sesungguhnya.
Kunci Utama
Pengamatan penulis terhadap kasus yang menimpa Sri Utami,
warga Purbalingga, yang tewas dibunuh suaminya sendiri, sungguh
tragis dan ironis. Padahal suaminya seorang guru SD. Seperti
penuturan keluarga Sri Utami, dia adalah sosok istri yang
menghormati suami, selalu mengasuh kedua anak dan melayani
suami dengan baik (Wawasan, 7-9 April 2005).
Perempuan adalah makhluk lemah. Demikianlah yang terjadi
pada Sri Utami. Kelemahan inilah yang selalu dimanfaatkan kaum
lelaki sebagai ajang pelampiasan hasrat, nafsu, emosi, dan
sejenisnya.
Hal semacam itu akan lebih mudah terjadi, jika dalam
keluarga tidak ada saling pengertian, memahami, percaya, dan selalu
menjalin komunikasi baik. Untuk menghilangkan image bahwa
perempuan makhluk lemah, perlu dibangun fondasi kuat. Agar
derajat perempuan lebih terhormat atau setidaknya sejajar kaum
lelaki.
Ada empat kunci utama yang dapat dilakukan kaum
perempuan untuk mengangkat derajat kewanitaan. Yakni dengan
kesetiaan, kasih sayang, pengertian, dan kecerdasan.
Kesetiaan. Dalam hal ini perempuan harus punya rasa setia
pada keluarga, suami, janji, dan kodratnya sebagai perempuan.
Kesetiaan sejati niscaya dapat mendatangkan anugerah luar biasa
dalam keluarga tersebut.
Kasih sayang. Seorang perempuan mempunyai perasaan
lembut, akan lebih baik jika disertai kasih sayang tulus pada
keluarga, suami, anak-anak, serta sesama.
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 77
Pengertian. Dalam suatu keluarga maupun pergaulan sehari-
hari diperlukan pengertian. Seyogianya kaum perempuan memiliki
kesadaran saling mengerti baik dalam kehidupan berkeluarga
maupun bermasyarakat. Sehingga akan terwujud suasana kehidupan
harmonis.
Kecerdasan. Perempuan akan lebih terangkat harkat dan
martabatnya jika dalam diri selain memiliki kesetiaan, kasih sayang,
dan pengertian juga memiliki kecerdasan. Sekarang ini bukan Kartini
tempo doeloe yang serba terbatas memperoleh pendidikan. Ilmu
pengetahuan bisa diperoleh di mana saja. Hal ini keuntungan
tersendiri bagi kaum perempuan untuk meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, dan wawasan.
Keempat kunci utama perempuan tersebut merupakan
pegangan dalam setiap langkah menata diri dan keluarga, serta
bergaul di masyarakat plural. Penataan langkah holistik dalam
kehidupan yang dijalankan perempuan akan memberikan penguatan
positif dalam mengaktualisasikan peran sesuai keberadaannya di
masyarakat.
Berpikir Holistik
Terkait pentingnya berpikir holistik bagi perempuan, Hent
(2001) dalam bukunya ―Holistik Education Network of Tasmania‖
mengatakan, setidaknya ada tiga konsep yang perlu dijadikan
landasan berpikir holistik. Yakni, keterkaitan (connectedness),
keutuhan (wholennes), dan proses menjadi (being).
Konsep keterkaitan perlu dimiliki seorang perempuan dengan
berpikir sistem. Setiap permasalahan senantiasa dicari adanya
keterkaitan antara bagian yang satu dengan yang lain sebagai satu
kesatuan. Konsep keutuhan mensyaratkan perempuan untuk
memahami makna keseluruhan sebagai interelasi sinergis antara
bagian-bagian kehidupan dengan keseluruhan.
78 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
Dalam konteks ini perempuan harus memahami dimensi manusia
secara integral, baik fisik, emosi, intelektual, spiritual, seni, dan
sosial. Konsep proses memberikan pemahaman kepada perempuan
agar senantiasa terbuka terhadap perkembangan baru yang selaras
dengan norma dan adat istiadat di negeri kita. Hasil penelitian
Sudarmani dan Sri Rejeki (2002) menunjukkan bahwa peran
perempuan bervariasi tergantung pada latar belakang sosial ekonomi,
seperti pendidikan, jenis pekerjaan, beban kerja, dan tingkat
penghasilan, serta lingkungan sosial.
Perempuan mempunyai peran penting di mana pun dan dalam
profesi apa pun. Perlu disadari kaum perempuan, peran tersebut
dapat ditingkatkan jika ada kemauan dan kesadaran berbuat lebih
baik. Pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan peran sertanya
dalam membangun bangsa dan negara sesuai profesi merupakan hal
yang tidak bisa dihindari. Jika sebagai ibu rumah tangga, jadilah ibu
rumah tangga yang baik. Jika jadi wanita karier tingkatkan prestasi
tanpa meninggalkan tanggung jawab terhadap keluarga dan kodrat
sebagai perempuan.
Tiga peran perempuan yang sebenarnya cukup berat yaitu
tanggung jawab terhadap keluarga, bangsa sebagai penerus
keturunan, dan kehidupan masyarakat sesuai bidang karier. Namun
demikian hendaknya peran tersebut tidak menjadi beban bagi kaum
perempuan. Akan tetapi menjadi suatu tugas kehormatan yang harus
diterima dan dijalankan dengan tulus dan senang hati.
Di tengah kekritisan kaum perempuan yang sering menjadi
korban kekerasan, ternyata Tuhan masih memberi anugerah kepada
„Kartini-Kartini‟ muda untuk memegang peran penting pada roda
pemerintahan. Seperti halnya bupati perempuan, camat perempuan,
bahkan presiden kita pun pernah dipegang seorang perempuan. Bias
gender yang selama ini menjadikan perempuan selalu di nomor dua,
mulai kembali dipertimbangkan lagi.
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 79
Hal ini tidak luput dari perjuangan kaum perempuan sendiri
untuk mencerdaskan diri, memacu prestasi, menambah wawasan, dan
mempunyai prinsip kuat untuk maju. Masih dalam rangkaian
peringatan Hari Kartini di negeri ini, semoga kaum perempuan
mampu meningkatkan diri dengan belajar berpikir holistik yakni
berpikir keseluruhan. Bawakan setaman keharuman bunga, demi
kemajuan bangsa dan negara.
Guru SD Negeri Anjasmoro 02 Semarang
―dimuat di koran Wawasan, Sabtu Kliwon, 23 April 2005.
80 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
GURU CENGKILING DAN AMORAL
Oleh R. Tantiningsih
Ironis. Demikian pandangan masyarakat yang patut
dilontarkan untuk dunia pendidikan. Menjelang peringatan Hari
Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2005 lalu, dunia pendidikan
digemparkan kasus penamparan guru BK terhadap siswanya. Guru
tersebut emosi saat mendapat tulisan-tulisan tidak senonoh di buku
bimbingan siswa. Kasus yang berujung pada tindak kekerasan ini
menimbulkan konflik serius. Akibatnya timbul opini pro maupun
kontra dalam menanggapi.
Ada yang menyayangkan tindakan guru tersebut, bahkan
mengecapnya sebagai cengkiling. Akan tetapi ada juga yang
menyalahkan perbuatan siswa yang mengundang emosi guru. Belum
selesai mencermati kasus ini, Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) pun dipusingkan kembali dengan perbuatan seorang guru di
Kecamatan Prambanan, Klaten, yang diduga melakukan perbuatan
asusila: mencabuli lima siswanya (Wawasan, 1 Mei 2005).
Dunia pendidikan yang seharusnya mencerminkan sikap-sikap
intelektual , berbudi pekerti, dan menjunjung tinggi moral, justru
dicoreng segelintir oknum pendidik (guru). Para pendidik sudah
seharusnya menyikapi kasus ini dengan bijak, merenungkan kembali
mengapa hal ini bisa terjadi dan upaya apa saja yang dapat
menyelesaikan kasus seperti di atas.
Problem Faktor
Pendidikan merupakan upaya mencerdaskan anak bangsa.
Berbagai upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan,
gencar-gencarnya dicanangkan. Salah satunya dengan
memperhatikan kompetensi.
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 81
Siswa merupakan subjek didik yang harus diperhatikan
keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi tidak boleh
diabaikan. Tugas utama guru mendidik dan mengembangkan
berbagai potensi itu.
Untuk menghadapi berbagai permasalahan menyangkut siswa,
hendaknya pendidik juga memperhatikan potensi-potensi yang ada
dalam diri siswa. Kasus di atas bisa muncul karena berbagai faktor.
Pertama, adanya malapraktik (meminjam istilah Prof Mungin) yaitu
melakukan praktik salah, miskonsep. Guru salah dalam menerapkan
hukuman pada siswa. Apa pun alasannya, tindak kekerasan dan
pencabulan terhadap siswa merupakan pelanggaran.
Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik,
mental, maupun emosional. Kesiapan fisik, mental, dan emosional
guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah pihak siap
secara fisik, mental, dan emosional, proses belajar mengajar akan
lancar, interaksi siswa dan guru terjalin harmonis layaknya orang tua
dan anak.
Ketiga, kurangnya penanaman nilai-nilai budi pekerti di
sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi.
Kalaupun ada, sifatnya hanya pelengkap, lantaran diintegrasikan
pada berbagai mata pelajaran. Namun realitas di lapangan, pelajaran
yang didapat siswa kebanyakan hanya dijejali berbagai materi.
Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan justru
dilupakan.
Tipe Kejiwaan
Selain ketiga faktor di atas juga dipengaruhi tipe-tipe
kejiwaan, seperti yang diungkapkan Plato dalam “Tipologi Plato”,
bahwa fungsi jiwa ada tiga, yaitu: pikiran, kemauan, dan perasaan.
Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan berkedudukan di
dada, dan perasaan berkedudukan di tubuh bagian bawah. Atas
82 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
pembedaan tersebut, Plato juga membedakan bahwa pikiran itu
sumber kebijaksanaan, kemauan itu sumber keberanian, dan perasaan
itu sumber kekuatan menahan hawa nafsu.
Permasalahan di atas terjadi karena pikiran, kemauan, dan
perasaan tidak sinkron. Perasaan tidak dapat mengendalikan hawa
nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat
berpikir bijak. Selaras dengan Plato, Freud juga membagi
kepribadian dalam tiga sistem, yaitu Das Es (the id) yaitu aspek
biologis, Das Ich (the ego) yaitu aspek psikologis, dan Das Ucber Ich
(the super ego) yaitu aspek sosiologis.
Kasus di atas jika dihubungkan dengan teori kepribadian
Freud, akan condong ke arah Das Ich (the ego) aspek psikologis.
Manusia berperilaku demikian, karena adanya dorongan memenuhi
kebutuhan dan menggunakan cara-cara memenuhi kebutuhan
tersebut. Seperti halnya kasus pada guru BK tersebut, ia
berkeinginan menyelesaikan persoalan agar siswanya cepat jera.
Maka ditamparlah siswa tersebut. Sementara siswa merasa tidak puas
dengan bimbingan yang ada, ia melampiaskannya dalam bentuk
tulisan-tulisan jorok.
Begitu juga kasus guru yang mencabuli siswanya. Ia berbuat
demikian karena adanya hasrat memenuhi kebutuhan biologis.
Sementara siswa mengikuti ajakan guru, karena iming-iming uang
dan permen (kembang gula), di samping takut melawan.
Solusi
Dalam hal ini diperlukan trik-trik khusus untuk mengantisipasi
agar kasus seperti di atas tidak terulang lagi. Untuk itu dunia
pendidikan perlu menata diri dalam menghadapi berbagai
permasalahan plural tersebut. Upaya yang dapat menyelesaikan
kasus di atas, yaitu:
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 83
Pertama, menyiapkan tenaga pendidik yang benar-benar
profesional, dapat menghormati siswa secara utuh. Seperti yang
diungkapkan Nasution (1995) dalam bukunya “Didaktik Asas-Asas
Mengajar” bahwa salah satu ciri guru baik adalah guru yang
memahami dan menghormati siswa. Guru mengajar yang dihadapi
adalah siswa. Siswa merupakan manusia utuh bukan tong kosong
ataupun makhluk lebih rendah dari gurunya. Siswa merupakan
manusia penuh yang butuh perlakuan hormat. Agar kelak menjadi
manusia dewasa yang dihormati dan dan juga menghormati orang
lain.
Jika guru sudah memahami dan mau menghormati siswa,
niscaya peristiwa-peristiwa memalukan di atas tidak akan terjadi.
Guru akan dihormati siswa dan siswa juga akan menghormati guru.
Guru dapat memahami siswa dan siswa juga dapat memahami guru.
Kedua, guru merupakan key succses factor dalam keberhasilan
budi pekerti. Dari gurulah, siswa mendapat action exercise dari
pembelajaran yang diberikan. Aubrey C Daniels dalam bukunya
“Other People Habits” mengemukakan bahwa seorang pendidik
harus mampu menggunakan penguatan positif (positive
reinforcement), agar orang-orang sekitar dapat bertingkah laku
terbaik dalam hidup.
Ketiga, budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di
sekolah-sekolah. Siswa cerdas tanpa didasari budi pekerti, akan
menjadi siswa berutal bahkan membahayakan dunia. Generasi muda
yang seharusnya menjadi penerus bangsa, justru dapat
menghancurkan. Untuk itulah perlu sekali adanya pelajaran budi
pekerti di sekolah.
Keempat, adanya kerja sama dan interaksi erat antara siswa,
guru (sekolah), dan orang tua. Pendidikan tidak akan berhasil tanpa
keterlibatan siswa, guru, dan orang tua. Ketiga komponen ini saling
84 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
berkaitan, mendukung, sehingga kelancaran dan keharmonisan
pendidikan mencapai tujuan yang diharapkan, akan berhasil.
Semoga dengan adanya empat upaya yang merupakan solusi,
dapat segera mengakhiri kemelut di dunia pendidikan. Citra pendidik
(guru) akan kembali berjaya dalam mencetak generasi penerus
bangsa yang cerdas, berbudi pekerti, dan berakhlak tinggi.
R. Tantiningsih, guru SD Negeri Anjasmoro 02 Semarang
―dimuat di koran Wawasan, Sabtu Legi, 14 Mei 2005.
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 85
AMBISI ORANG TUA, ANAK JADI KORBAN
Oleh R. Tantiningsih
Seorang ibu ikut memberi aba-aba saat anaknya mengikuti
lomba menyanyi. Gerakan tangan dan mulut dari sang ibu harus
diikuti anaknya yang berada di pentas. Akibatnya konsentrasi anak
terpecah, tidak bisa bebas mengekspresikan diri. Selesai pentas si
anak tidak gembira, ia cemberut karena tidak dapat menyanyi total,
dan si ibu marah-marah menyalahkan anak.
Kondisi seperti itu juga terjadi di ajang lomba menggambar.
Seorang ibu dengan peralatan lebih canggih yaitu HP sibuk memberi
kode kepada anaknya lewat alarm yang dibunyikan agar anak
tersebut dapat mememanfaatkan waktu yang disediakan. Bahkan
mengirim SMS yang memberi arahan warna-warna yang harus
digunakan. Hasilnya juga sama, anak tidak bisa konsentrasi total
karena tergantung pada kode orang tua.
Dua fenomena di atas merupakan gambaran ambisi orang tua
agar anaknya menjadi juara. Orang tua akan bangga jika anaknya
berprestasi tetapi kadang tidak mengukur kemampuan dan keinginan
anak.
Barangkali si ibu dalam cerita di atas belum memahami makna
kreativitas sesungguhnya. Jika ditelaah lebih dalam, kreativitas
sebenarnya merupakan sifat yang ada dalam diri setiap orang, punya
gradasi atau tingkatan berbeda-beda. Ada orang yang sangat kreatif
(misalnya artis atau penemu-penemu), ada pula orang kreatif untuk
diri sendiri dan lingkup kecil sekitar.
Kreatif tidak selalu harus baru 100%. Berhasil menirukan
temuan orang lain untuk keperluan sendiri, juga merupakan
kreativitas. Karena itu, Stenberg dan Lubart (1996) menyatakan
86 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
bahwa orang kreatif adalah seseorang yang mau dan mampu buy low
and sell high.
Orang terkadang mengidentikkan proses kreatif dengan bakat
anak. Anak kreatif didukung bakat tentunya akan “tumbang” (baca:
tumbuh dan berkembang) lebih optimal jika dibanding anak kreatif
tanpa bakat. Namun demikian, proses kreatif tidak bisa dipandang
hitam dan putih. Semua membutuhkan proses yang namanya belajar.
Bagaimana sikap tepat memahami bakat anak? Pada peringatan hari
anak ini, waktu tepat bagi orang tua untuk koreksi diri, belajar
memahami bakat anak dan memberi pendidikan tepat.
Ambisi
Orang tua yang menginginkan anaknya berprestasi dalam
bidang akademik juga sering memaksa anak untuk belajar sampai
larut malam. Bahkan ada yang memakai kekerasan jika si anak tidak
menunjukkan prestasi sesuai harapan orang tua. Robert (1985)
mengatakan bahwa akan ada pengaruh negatif yang timbul jika orang
tua menggunakan hukuman badan. Pengaruh tersebut yakni
kenakalan remaja yang makin menjadi.
Orang tua yang berambisi, anaknya yang berprestasi, adalah
mereka yang beranggapan prestice orang tua akan naik dan merasa
berhasil mendidik apabila anaknya berprestasi terhadap bidang
tertentu..
Seorang anak akan kehilangan masa kecil indah jika orang tua
tidak tepat memberi fasilitas pendidikan. Kebanyakan orang tua
senang jika anak-anaknya ikut les atau sanggar-sanggar tertentu
apalagi ternama.
Mereka percaya bahwa kegiatan tersebut akan sangat berguna
untuk anak di kemudian hari dalam menghadapi persaingan di zaman
keras ini. Mereka lupa bahwa yang menjalankan itu semua adalah
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 87
anaknya, yang belum tentu suka, mampu, dan berminat terhadap
kegiatan-kegiatan yang dipilih orang tua.
Anak terlahir sebagai manusia unik dengan berbagai anugerah,
sifat, dan bakat berbeda-beda. Meskipun terlahir dari orang tua,
tetapi tidak berarti orang tua mutlak dapat membentuk anaknya
sesuka hati.
Orang tua perlu membantu anaknya menjadi pribadi utuh
sesuai keinginan anak, bukan keinginan orang tua. Sungguh pendapat
menyesatkan apabila orang tua menghendaki anaknya harus seperti
orang tuanya, sehingga orang tua merasa bahwa yang dilakukan
adalah terbaik untuk anak-anak.
Anak-anak yang termakan ambisi orang tua akan berjalan
tertatih-tatih dalam mengembangkan bakat dan potensi. Anak akan
merasa tertekan, tidak bebas berekspresi, selalu terbebani ambisi
orang tua.
Dunia Anak
Dunia anak merupakan dunia ceria. Masa anak-anak yang
menyenangkan, tanpa problem, dan beban sudah seharusnya dalam
genggaman mereka. Akan sangat disayangkan jika masa tersebut
terenggut ambisi orang tua mereka sendiri.
Orang tua memahami anak-anaknya merupakan conditio sine
qua none untuk dilakukan. Anak tidak cukup diberi makan,
dibesarkan, dan difasilitasi segala keperluannya saja. Mereka
membutuhkan kasih sayang, pengertian, dan pemahaman dari orang
tua tentang pribadi, keinginan, dan impian-impiannya.
Pemahaman orang tua terhadap anak-anaknya dapat dilakukan
tiap hari dengan mengamati tingkah laku. Apalagi bagi orang tua
yang setiap hari mengawasi anak-anak, akan mudah memahami dan
mengerti karakter, bakat, dan minat yang ada dalam diri si anak.
88 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
Anak merupakan mutiara orang tua, generasi penerus. Untuk
itu orang tua seyogianya bisa memberi pendidikan baik yang sesuai
kemampuan anak, dengan berbagai perencanaan matang.
Mutiara hati ini jangan sampai hilang atau gagal hanya karena
salah langkah dan asuhan, atau menjadi korban ambisi orang tua.
Dalam hal ini diperlukan jurus-jurus tertentu yang dapat dijadikan
sejata bagi orang tua dalam mendidik, menelusuri bakat, dan minat
anak-anak.
Adapun sikap yang dapat dilakukan orang tua untuk
mengembangkan bakat dan kemampuan anak yaitu:
Pertama, memahami keterbatasan anak. Anak merupakan
pribadi unik, antara anak satu dengan yang lain tidak sama. Mereka
juga tidak dapat dibanding-bandingkan. Ada anak menonjol di
bidang tertentu, tetapi ada pula yang terbatas kemampuannya. Anak
tidak perlu dipaksa memiliki kemampuan lebih. Biarkan anak
mengakui keterbatasannya, sehingga anak akan tampil apa adanya,
lebih sehat sebagai pribadi utuh.
Kedua, menciptakan suasana kondusif dan kreatif.
Perkembangan bakat dan kemampuan anak akan lebih optimal jika
kegiatan-kegiatan anak dilakukan dalam suasana menyenangkan dan
rekreatif. Latihan atau les di sanggar-sanggar sebaiknya dipilih yang
dapat meningkatkan motivasi anak untuk berkembang. Anak
biasanya akan lebih senang kegiatan yang memadukan proses
belajar, disiplin, dan permainan.
Ketiga, senantiasa memberi dorongan. Motivasi orang tua
merupakan dorongan semangat yang luar biasa bagi perkembangan
bakat dan kemampuan anak. Anak yang mampu menunjukkan
prestasi sekecil apa pun hendaknya diberi reward yang sifatnya
mendidik dan mendorong mereka untuk terus berkarya. Sedangkan
bagi anak yang belum berhasil jangan dicela, dihukum, atau
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 89
dimarahi. Tugas orang tua dalam hal ini memberi dorongan,
semangat, dan membesarkan hatinya agar tidak putus asa.
Orang tua yang melakukan tiga hal di atas merupakan keluarga
protektif. David (1992) mengatakan bahwa keluarga protektif lebih
menekankan tugas dan saling menyadari perasaan satu sama lain.
Dalam keluarga ini ketidakcocokan sangat dihindari karena lebih
menyukai suasana kedamaian. Sikap orang tua lebih banyak pada
upaya memberi dukungan, perhatian, dan garis-garis pedoman
sebagai rujukan kegiatan. Hal ini lantaran esensi keluarga adalah
komunikasi dialogis yang didasarkan pada kepekaan dan rasa
hormat.
Keluarga protektif barangkali dapat dijadikan gambaran
kehidupan bagi orang tua dalam mendidik anak. Anak yang
dibesarkan di keluarga protektif niccaya akan menjadi anak penuh
percaya diri, menjadi pribadi utuh, kreatif dan berbakat, serta
kemampuan bisa diandalkan.
Entah diperingati atau tidak, Hari Anak Nasional perlu
dimaknai. Satu hal yang perlu diperhatikan orang tua yakni pahami
keterbatasan anak dengan mengembangkan potensi yang dimiliki.
Jangan biarkan anak-anak merana dalam kehidupannya seperti
tertulis di novel “Anak-anak Mengasah Pisau” karya Triyanto
Triwikromo. Biarkan mereka tersenyum menikmati hangatnya
mentari, sejuknya embun pagi, dan indahnya suara alam.
R. Tantiningsih, Guru SDN Anjasmoro 02 Semarang
―dimuat di koran sore Wawasan, 23 Juli 2005.
90 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.
HARUSKAH GURU BANTU DEMO?
Oleh R. Tantiningsih
Masalahpendidikan di Indonesia tak kunjung reda.
Permasalahan krusial muncul silih berganti. Mulai dari anggaran
pendidikan, sarana dan prasarana, kurikulum berubah, sampai pada
proses perekrutan tenaga kependidikan yang masih menyisakan
kegetiran.
Sosok guru lugu, sederhana, bertutur kata halus, ramah, sabar,
penuh dedikasi, setia pada tugas, mengabdi sepenuh hati, menerima
anugerah Sang Pencipta dengan tulus (nrimo ing pandum),
merupakan gambaran profil guru yang sesungguhnya. Barangkali
profil itu hanya dapat dijumpai di masa lampau.
Masihkan profil guru di atas dapat dijumpai pada masa
sekarang ini? Rasanya langka menemukan guru yang demikian.
Masa sekarang bukannya masa Umar Bakri yang penuh
kesederhanaan.
Keberadaan guru bukan sekadar pelengkap, tetapi dituntut
beretos kerja tinggi. Akan tetapi sudah sepantasnya diperhitungkan
keberadaannya. Haruskah guru bantu se-Indonesia mengadakan
demo demi nasib mereka? Apakah tidak ada jalan lain
menyelesaikan masalah tersebut? Padahal tanggung jawab mereka
terhadap dunia pendidikan sama beratnya dengan para guru yang
notabe sudah Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Persyaratan Berat
Kalau membaca Wawasan Minggu, 21 Agustus bahwa guru
bantu se-Indonesia mengancam akan demo. Itu artinya dunia
pendidikan belum dapat memecahkan permasalahan yang akhir-akhir
ini menjadi wacana berbagai media massa. Guru bantu yang
Tulisan Ilmiah Populer untuk Kenaikan Pangkat 91
keberadaannya di bawah pemerintah pusat, lahir secara nasional.
Namun permasalahan yang terjadi tidak bisa diselesaikan secara
nasional.
Terkait perekrutan tes PNS, forum guru bantu mengharap
prioritas utama dalam perekrutan PNS adalah guru bantu tanpa
syarat. Aturan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun ini
menyatakan bahwa guru bantu yang bisa ikut tes adalah yang berusia
maksimal 35 tahun dengan masa kerja 1-8 tahun, guru bantu yang
usianya 40 tahun dengan masa kerja 8-20 tahun.
Hal yang sangat memberatkan bagi guru bantu adalah
pembatasan usia. Padahal, di Surabaya 80% di antaranya berusia di
atas 40 tahun (Wawasan, 21 Agustus). Pernyataan lain juga dirasa
memberatkan bagi guru bantu, yaitu yang diangkat langsung adalah
tenaga honorer yang penghasilannya dibiayai anggaran pendapatan
dan belanja negara/anggaran pendapatan dan belanja daerah
APBN/APBD). Sedangkan keberadaan guru bantu baru tiga tahun
ini. Dengan adanya kebijakan seperti itu, berarti pengabdian mereka
yang sudah belasan tahun sepertinya tidak diakui sama sekali.
Padahal, merujuk salah satu rekomendasi Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah (2005) dalam seminar
internasional “Membangun Solidaritas Guru, Meningkatkan Kualitas
Profesionalisme dan Kesejahteraan” adalah mendesak agar
rekrutmen guru dilaksanakan profesional yaitu objektif, transparan,
adil, komprehensif, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN) dengan memberi prioritas/pertimbangan khususnya pada guru
bantu, kontrak, dan wiyata bakti yang sah.
Pertanyaan sederhana yang lantas muncul, mengapa
pemerintah tidak berani membahasakan secara implisit tentang guru
bantu dalam rekrutmen CPNS? Formasi tenaga kependidikan yang
berbeda-beda antardaerah juga bisa menjadi kendala penerimaan
CPNS nanti. Mereka yang berasal dari daerah yang formasinya
92 Rustantiningsih, S.Pd., M.Pd. & Trimo, S.Pd., M.Pd.