Parhiasan Tradisional
Parampuan Minangkabau
Perhiasan Tradisional Perempuan Minangkabau Traditional Jewelry of Minangkabau Women
PUTI RENO RAUDHA THAIB
DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI SUMATERA BARAT
TAHUN 2019
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
LINGKUP HAK CIPTA
Pasal 1
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbulsecara
otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan
diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin
Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin
Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk
pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Parhiasan Tradisional
Parampuan Minangkabau
Perhiasan Tradisional Perempuan Minangkabau Traditional Jewelry of Minangkabau Women
Pengarah (Director)
Gubernur Sumatera Barat
Irwan Prayitno
Penasehat Bundo Kanduang Sumbar (The Advisor of Bundo
Kanduang Sumatera Barat)
H.Nevi Zuairina Irwan Prayitno
Penulis (Author)
Puti Reno Raudha Thaib
Penanggungjawab (Supervisor)
Kepala Dinas Kebudayaan Sumatera Barat
Dra. Hj. Gemala Ranti, M.Si.
Koordinator (Coordinators)
Aprimas, S.Pd., M.Pd.
Alih Bahasa (Translator)
Dr. Ike Revita, M.Hum.
Kontributor (Contributors)
Bundo Kanduang Kabupaten/Kota Se Sumatera Barat
Tim Produksi (Production Team)
Nurdayanti
Noviyanti
Defrizal
Tim Fotografer (Photographers)
Andri Tanzil
Andre Septian Arman
Deri Kresnadi
Tata Letak (Layout)
Gusriyono
Desain Sampul (Cover Design)
Gusriyono
Diterbitkan oleh (Publisher)
Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2019
KATO SIPANGKA
Sagalo puji jo syukur, ditunjukkan kapado Tuhan Yang Kuaso, ateh sagalo rahmat sarato karuniaNyo
ateh penyusunan buku “Parhiasan Tradisional Parampuan Minangkabau” dapek disalasaikan dengan
baiak.
Buku Parhiasan Tradisional Parampuan Minangkabau marupokan rangkaian kagiatan pandokumentasian
Pakaian Adaik Jo Tradisi Parampuan Minangkabau nan alah dibukukan sajak tahun 2017 dalam duo edisi.
Pado tahun 2019 ko pandokumentasian khusus pado parhiasan tradisional parampuan Minangkabau.
Pakaian dan parhiasan marupokan warisan budaya nan paralu di jago, paliharo atau dilinduangi.
Sasui jo amanah UU Nomor 5 tahun 2017 tantang Pamajuan Kabudayaan dijalehkan bahwa pamajuan
kabudayaan marupokan upayo maningkekkan katahanan budaya Indonesia di tangah paradaban dunia
malalui palinduangan, pangambangan, pamanfaatan dan pambinaan Kabudayaan. Palinduangan
marupokan upayo manjago kabalanjuik an kabudayaan nan dilakukan jo caro inventarisasi, pangamanan,
pamaliharoan, panyalamaik an dan publikasi. Panyusunan buku ko marupokan bagian dari upayo
palinduangan tahadok karya budaya nan dibuek dek pandahulu. Parhiasan salain baguno untuak
mamparancak/mahias juo mampunyoi makna dan filosofi.
Proses pambuek an buko ko dimuloi jo pandokumentasian nan diiriangi mapresentasikan sarato panjalehan
dari masiang-masiang Kabupaten/Kota di Sumatera Barat. Pandokumentasian ko talaksana atek karajo
samo Dinas Kabudayaan Provinsi Sumatera Barat jo Bundo Kandung Sa-Sumatera Barat. Panyusunan Buku
Parhiasan Parampuan Minangkabau di harokkan dapek dijadikan rujuakkan nan batujuan manyebakan
tantang kakayaan budaya Provinsi Sumatera Barat.
Ucapan tarimo kasiah disampaikan kapado Ibu Hj. Nevi Zuairida Irwan Prayitno salaku panasehat Bundo Kanduang Provinsi Sumatera
Barat, Ibu Prof. Dr. Puti Reno Raudha Thaib salaku Katua Bundo Kanduang Provinsi Sumatera Barat. Bundo Kanduang Kabupaten dan
Kota se-Sumatera Barat sarato pihak nan alah bapartisipasi hinggo tasusunnyo buku ko.
Kami sangaik manyadari, dari panyusunan buku Pahiasan Tradisional Perempuan Minangkabau Iko masih ditamui babarapo
kakurangan jo kalamahan dek karano itu masuak an barupo saran jo kritik sangaik diharokkan untuak panyamporonoan pado
panyusunan buku edisi barikuiknya.
Padang, Desember 2019
Kepala Dinas Kebudayaan
Provinsi Sumatera Barat
Dra. Hj. Gemala Ranti. M.Si
NIP. 19631214 199403 2 004
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penyusunan
buku “Perhiasan Tradisional Perempuan Minangkabau” dapat diselesaikan dengan baik.
Buku Perhiasan Tradisional Perempuan Minangkabau merupakan rangkaian kegiatan Pendokumentasian Pakaian Tradisi Perempuan
Minangkabau yang telah dibukukan sejak tahun 2017 dalam dua edisi. Pada tahun 2019 pendokumentasian khusus pada perhiasan
tradisional perempuan Minangkabau. Pakaian dan Perhiasan merupakan warisan budaya benda yang perlu dijaga, dilestarikan atau
dilindungi.
Sesuai amanah UU Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dijelaskan bahwa Pemajuan Kebudayaan merupakan upaya
meningkatkan ketahanan budaya Indonesia ditengah peradaban dunia melalui Perlindungan, Pengembangan, Pemanfaatan dan
Pembinaan Kebudayaan. Perlindungan merupakan upaya menjaga keberlanjutan kebudayaan yang dilakukan dengan cara
inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan dan publikasi. Penyusunan buku ini merupakan bagain dari upaya
perlindungan terhadap karya budaya yang diciptakan para pendahulu. Perhiasan selain berfungsi untuk mempercantik/menghias juga
memiliki makna dan filosofi.
Proses pembuatan buku ini diawali dengan pendokumentasian dan diiringi dengan presentasi serta penjelasan dari masing-masing
Bundokanduang Kabupaten/Kota di Sumatera Barat. Pendokumentasian ini terlaksana atas kerjasama Dinas Kebudayaan Provinsi
Sumatera Barat dengan Bundo Kanduang Se Sumatera Barat. Penyusunan buku “Perhiasan Tradisional Perempuan Minangkabau”
diharapkan dapat dijadikan referensi yang bertujuan menyebarluaskan informasi tentang kekayaan budaya Provinsi Sumatera Barat.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Hj. Nevi Zuairina Irwan Prayitno selaku Penasehat Bundo Kanduang Provinsi Sumatera
Barat, Ibu Prof. Dr. Puti Reno Raudha Thaib selaku Ketua Bundo Kanduang Provinsi Sumatera Barat, Bundo Kanduang Kabupaten dan
Kota se Sumatera Barat serta semua pihak yang telah berpartisipasi hingga tersusunnya buku ini.
Kami sangat menyadari, dari penyusunan buku Perhiasan Tradisional Perempuan Minangkabau ini masih ditemui beberapa
kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu masukan berupa saran dan kritik sangat diharapkan untuk penyempurnaan pada
penyusunan buku edisi berikutnya.
Padang, Desember 2019
Kepala Dinas Kebudayaan
Provinsi Sumatera Barat
Dra. Hj. Gemala Ranti. M.Si
NIP. 19631214 199403 2 004
viii
FOREWORD
All praises and gratitude are conveyed to Allah, the Almighty God, for the abundance of His grace and gifts so that the preparation of
the book "Traditional Jewelry of Minangkabau Women" can be completed properly.
The Minangkabau Women's Traditional Jewelry book is a series of activities documenting the Minangkabau Women's Traditional Clothes
which have been recorded since 2017 in two editions. In 2019, there is a special documentation on the Minangkabau women's traditional
jewelry. Clothing and Jewelry are the objects of cultural heritage that need to be preserved, sustained, and protected.
In accordance with the mandate of Law No. 5 of 2017 concerning the Advancement of Culture, it is explained that the Advancement of
Culture is an effort to increase the resilience of Indonesian culture in the midst of world civilization through the Protection, Development,
Utilization, and Founding of Culture. Protection is an effort to maintain cultural sustainability which is carried out by means of inventory,
security, maintenance, rescue, and publication. The writing of this book is a means to protect cultural works created by the predecessors.
Jewelry do not only function to beautify or to decorate but it also has meaning and philosophy.
The process of writing this book began with the documentation followed by by presentations and explanations of Bundo Kanduang from
every regency and city in West Sumatera. This documentation was carried out as the collaboration between the Culture Office of West
Sumatera and Bundo Kanduang in West Sumatra Province. The book of 'Minangkabau Women's Traditional Jewelry' is expected to be a
reference to disseminate the information about the cultural richness of the Province of West Sumatra.
Great thank is addressed to Mrs. Hj. Nevi Zuairina Irwan Prayitno as the Advisor of Bundo Kanduang, West Sumatra Province, Prof. Dr.
Puti Reno Raudha Thaib as the Chairperson of the Bundo Kanduang of West Sumatra Province, Bundo Kanduang at all regency and city in
West Sumatra as well as those who have taken part until the finishing of this book.
We are well aware that the book of Minangkabau Women's Traditional Jewelry still has some shortcomings and weaknesses. Thus, the
suggestions and criticism is highly expected to improve the next edition of the book.
Padang, December 2019
Head of Culture Office
Province of West Sumatera
Dra. Hj. Gemala Ranti. M.Si
NIP.19631214 199403 2 004
ix
SAKAPUAH SIRIEH
PANASEHAIK BUNDO KANDUANG PROVINSI SUMATERA BARAT
Dek parampuan Minangkabau, parhiasan indak hanyo sabagai hiasan dalam bapakaian, tapi punyo
makna/arati jo sabagai tando dari warisan budaya.
Sacaro pribadi ambo ingin manyampaikan pujian nan tinggi ateh upayo Dinas Kebudayaan Provinsi
Sumatera Barat nan alah malakukan inventarisasi jo dokumentasi parhiasan tradisional parampuan
Minangkabau. Basamo iko masiang-masiang daerah alah manyampaikan jenir parhiasan tradisional
parampuan yang ado di daerahnyo di sampaikan dek Bundo Kanduang atau Mande Soko.
Iko adolah sabuah karya hebat nan musti diharagoi jo didukuang sado lapisan masyarakaik Minangkabau
pado husunyo, Indonesia pado umumnyo. Kito akan kahilangan warisan budaya nan sangaik baharago ko
bilo kito indak paduli manjago/malinduangi jo maagiah tahu parhiasan tradisional parampuan
Minangkabau.
Selaku penasehaik Bundo Kanduang Provinsi Sumatera Barat, ambo bakainginan manyampaian
tarimokasih dari lubuak hati nan dalam kapado pangurus Bundo Kanduang Provinsi, Penasehaik jo
pangurus Bundo Kanduang Kabupaten/Kota sarato sadonyo anggota Bundo Kanduang nan alah
manyumbangkan pikiran untuak lahianyo buku nan ko. Bundo Kanduang salalu mamainkan paran nan
gadang jo pantiang dalam malinduangi jo mangambangkan nilai-nilai jo warisan budaya Minangkabau,
tamasuak parhiasan tradisional nan manganduang makna dan filosofi. Buku nan ko adolah buku nan
maangkek paran jo guno Bundo Kanduang dalam masyarakaik. Dek karano itu, ambo maarokan sado bundo
kanduang di Sumatera Barat untuak labiah maningkekan guno paran sarato tanggung jawabnyo dalam
malinduangi jo mangambangkan kabudayaan Minangkabau.
Padang, Desember 2019
Hj. Nevi Zuairina Irwan Prayitno
xi
SAMBUTAN
PENASEHAT BUNDO KANDUANG PROVINSI SUMATERA BARAT
Bagi perempuan Minangkabau, perhiasan bukan hanya sebagai hiasan dalam berpakaian, tapi memiliki makna/arti dan sebagai
simbol identitas dari warisan budaya. Sejalan dengan pakaian, perhiasan merepresentasikan keagungan peradaban dan nilai
budaya Minangkabau yang berakardari hukum Islam dalam falsafah Adat basandi syara'-syara' basandi kitabullah. Setiap daerah
di Sumatera Barat memiliki berbagai perhiasan tradisional Perempuan Minangkabau dengan kekhasan daerah masing-masing.
Secara pribadi, saya ingin menyampaikan penghargaan yang tinggi atas ikhtiar Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat yang telah
melakukan inventarisasi dan dokumentasi perhiasan tradisional perempuan Minangkabau. Bersamaan dengan ini masing-masing
daerah telah menyampaikan jenis perhiasan tradisional perempuan yang ada di daerahnya disampaikan oleh Bundokandang atau
Mande Soko.
Ini adalah sebuah karya hebat yang mesti dihargai dan didukung oleh semua lapisan masyarakat Minangkabau pada khususnya dan
Indonesia pada umumnya. Kita akan kehilangan warisan budaya yang sangat berharga ini bila kita tidak peduli merawat, melestarikan,
dan mempromosikan perhiasan tradisional perempuan Minangkabau.
Sebagai penasehat Bundo Kanduang Provinsi Sumatera Barat, saya ingin menghanturkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
Pengurus Bundo Kanduang Provinsi, Penasehat dan Pengurus Bundo Kanduang Kabupaten/Kota, serta semua anggota Bundo
Kanduang yang telah berkontribusi secara monumental untuk lahirnya buku ini. Bundo Kanduang harus selalu memainkan peran
penting dalam melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai dan warisan budaya Minangkabau, termasuk perhiasan tradisional yang
mengandung makna dan filosofi. Ini adalah buku yang mengangkat peran dan fungsi Bundo Kanduang dalam masyarakat. Oleh karena
itu, saya mengharapkan semua Bundo Kanduang diseluruh Sumatera Barat untuk lebih meningkatkan fungsi, peran serta
tanggungjawabnya dalam melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Minangkabau.
Padang, Desember 2019
Hj. Nevi Zuairina Irwan Prayitno
xii
WELCOME SPEECH
THE ADVISOR OF BUNDO KANDUANG OF WEST SUMATERA PROVINCE
For Minangkabau women, jewelry is not only a decoration in clothing but also implies meaning and value as the symboli of the
identity of cultural heritage. In line with clothing, jewelry represents the grandeur of civilization and Minangkabau cultural values
that are rooted in Islamic law in the philosophy of Adat basandi syara '-syara' basandi Kitabullah. Each region in West Sumatra has a
variety of traditional Minangkabau Women's jewelry with the distinctiveness of their respective regions.
Personally, I would like to express my high appreciation for the efforts of the West Sumatra Provincial Culture Office for carrying out an
inventory and documentation of Minangkabau women's traditional jewelry. Along with this, each region has informed the types of
traditional women's jewelry in the area delivered by Bundo kanduang or Mande Soko.
This is a great work that must be acknowledged and supported by all levels of Minangkabau society, in particular and Indonesia, in general.
We will lose this valuable cultural heritage if we do not care, preserve, and promote this traditional Minangkabau women's jewelry.
As the advisor of the Bundo Kanduang of West Sumatra Province, I would like to express my sincere thanks to the Provincial Bundo
Kanduang Board, the advisors and the boards of Bundo Kanduang at each district and city as well as all members of the Bundo Kanduang
who have monumentally contributed to the existence of this book. Bundo Kanduang must always play very important role in preserving
and developing Minangkabau values and cultural heritage, including traditional jewelry that contains meaning and philosophy. This book
has showed the raises of the role and function of Bundo Kanduang in society. Therefore, I expect all Bundo Kanduang throughout West
Sumatera to further enhance their functions, roles and responsibilities in preserving and developing Minangkabau culture.
Padang, December 2019
Hj. Nevi Zuairina Irwan Prayitno
xiii
SAKAPUAH SIRIAH
GUBERNUR SUMATERA BARAT
Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur kito unjuakkan kapado Allah Subhanahu wataala, barakaik
rahmat jo ridho-Nyo Buku Parhiasan Tradisional Parampuan Minangkabau ko bisa di tabikkan. Iko
marupokan palaksanaan amanah Undang-Undang Dasar Naegara Republik Indonesia tahun 1945,
Pasal 32 ayat (1) “bahwa negara mamajukan kabudayaan nasional Indonesia di tangah paradaban dunia nan
manjamin kabebasan masyarakaik dalam mamaliharo jo mangambangkan nilai-nilai budayanyo”. Amanah
konstitusi iko diwujuikkan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tanntang Pamajuan Kabudayaan.
Sumatera Barat sabagai dasar utamo kabudayaan Indonesia alah malahiakan Paraturan Daerah Provinsi
Sumatera Barat Nomor 6 tahun 2014 tantang Panguek an Limbago Adaik jo Palestarian Nilai Budaya
Minangkabau. Parhiasan marupokan bagian dari Pakaian Tradisional Parampuan Minangkabau nan
dipakai satiok ado upacara adaik. Tingginyo paradaban jo Kabudayaan sabuah suku bangsa dapek di caliak
dari corak, mode jo kualitas pakaian adaik sarato parhiasan nan nan dipakai.
Dek karano itu, upayo Pemrintah Provinsi Sumatera Barat, malalui Dinas Kebudayaan untuak
mainventarisasi jo mandokumentasikan babagai corak pakaian jo perhiasan parampuan Minangkabau iko
patuik diharagoi jo didukuang dek sado pihak. Jikok tindakanko talambek dilakuan, mako Minangkabau
kan kahilangan ciek dari babagai identitas budayanyo nan sangaik baharago nan mangakibaikkan anak-
anak kamanakan, cucu, cicit kito kahilangan jati dirinyo sabagai urang Minangkabau. Langkah iko
handaknyo diikuik i jo upayo panginventarisasian jo pandokumentasian babagai identitas bubaya
Minangkabau nan lain, sarupo teknologi jo pakakeh tradisional, arsitektur, makanan tradisional, olahraga
jo permainan tradisional jo nan liannyo.
Akhianyo, ambo maaturkan tarimo kasiah kapado sagalo pihak nan alah bakontribusi dalam panabiak an buku nan ko, sahinggo
bamanfa'aik bagi siapopun nan ingin mandalami kabudayaan Minangkabau, khususnyo parhiasan parampuan.
Padang, Desember 2019
Irwan Prayitno
xv
SAMBUTAN
GUBERNUR SUMATERA BARAT
Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur kita sampaikan kehadhirat Allah Subhanahu wat'ala, berkat rahmat dan ridho-Nya,
Buku Perhiasan Tradisional Perempuan Minangkabau ini bisa diterbitkan. Ini merupakan pelaksanaan amanah Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 32 ayat (1) “bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional
Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya”.Amanah konstitusi ini diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Sumatera
Barat sebagai basis utama kebudayaan Indonesia telah melahirkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 6 tahun 2014
tentang Penguatan Lembaga Adat dan Pelestarian Nilai Budaya Minangkabau. Perhiasan merupakan bahagian dalam Pakaian
Tradisional Perempuan Minangkabau yang pakai pada saat acara adat. Tingginya peradaban dan kebudayaan sebuah suku bangsa
terlihat dari corak, model, dan kualitas pakaian adat beserta perhiasan yang dipakai.
Oleh karena itu, upaya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, melalui Dinas Kebudayaan untuk menginventarisasi dan
mendokumentasikan berbagai corak pakaian perempuan Minangkabau ini patut diapresiasi dan didukung oleh semua pihak. Jika
tindakan ini tidak atau terlambat dilakukan, maka Minangkabau akan kehilangan satu dari berbagai identitas budayanya yang sangat
berharga yang mengakibatkan anak-kamanakan, cucu-cicit kita kehilangan jati dirinya sebagai orang Minangkabau. Langkah ini
hendaknya diikuti dengan upaya penginventarisasian dan pendokumentasian berbagai identitas budaya Minangkabau yang lain,
seperti teknologi dan perkakas tradisional, arsitektur, kuliner, olahraga dan permainan tradisional, dan lain-lain.
Akhirnya, saya menghaturkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penerbitan buku ini, semoga
bermanfaat bagi siapapun yang ingin mendalami kebudayaan Minangkabau, khususnya pakaian perempuan.
Padang, Desember 2019
Irwan Prayitno
xvi
WELCOME SPEECH
THE GOVERNOR OF WEST SUMATERA
Alhamdulillahirabbilalamin. Praise be to Allah, the Almighty God. We thank God to His grace and blessing, the Minangkabau
Women's Traditional Jewelry Book can be published. This is the implementation of the mandate of the 1945 Constitution of the
Republic of Indonesia, Article 32 paragraph (1) ' that the State promotes Indonesia's national culture in the midst of world
civilization by guaranteeing the freedom of the community in maintaining and developing its cultural values'. This mandate is realized in
Law Number 5 of 2017 concerning the Advancement of Culture. West Sumatera as the main base of Indonesian culture has pioneered the
Regional Regulation of the Province of West Sumatera Number 6 of 2014 concerning the Strengthening of Customary Institutions and
Preservation of Minangkabau Cultural Values. Jewelry is a part of Minangkabau Women's Traditional Clothing that is worn during
traditional events. The civilization and culture of a tribe can be seen from the style, models, and quality of traditional clothing and jewelry
used.
Therefore, the efforts of the Government of the Province of West Sumatera, through the Culture Office to inventory and document the
various patterns of Minangkabau women's clothing should be appreciated and supported by all parties. If this action is never done or being
late to be done, the Minangkabau will lose one of its various cultural identities that are so valuable which might cause children and
grandchildren to lose their identity as Minangkabau people. This step should be followed by inventorying and documenting other various
Minangkabau cultural identities, such as traditional technology and tools, architecture, culinary, sport and traditional games, and others.
Finally, I would like to express my gratitude to all who have contributed to the publication of this book. Hopefully it will be useful for
anyone who wants to explore Minangkabau culture, especially women's clothing.
Padang, December 2019
Irwan Prayitno
xvii
DAFTAR ISI (TABLE OF CONTENTS)
KATO SIPANGKA vii
KATA PENGANTAR viii
FOREWORD ix
SAKAPUAH SIRIEH PANASEHAIK BUNDO KANDUANG xi
PROVINSI SUMATERA BARAT xii
SAMBUTAN PENASEHAT BUNDO KANDUANG xiii
PROVINSI SUMATERA BARAT
WELCOME SPEECH THE ADVISOR OF BUNDO KANDUANG
OF WEST SUMATERA PROVINCE
SAKAPUAH SIRIAH GUBERNUR SUMATERA BARAT xv
SAMBUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT xvi
WELCOME SPEECH THE GOVERNOR OF WEST SUMATERA xvii
TANDO JO LAMBANG DALAM ATRIBUT ADAT JO BUDAYA xxi
MINANGKABAU xxiii
TANDA DAN LAMBANG DALAM ATRIBUT ADAT DAN BUDAYA xxv
MINANGKABAU
SIGNS AND SYMBOLS IN TRADITIONAL ATTRIBUTES AND
MINANGKABAU CULTURE
KABUPATEN TANAH DATAR (TANAH DATAR REGENCY) 1
KABUPATEN AGAM (AGAM REGENCY) 13
KABUPATEN LIMAPULUH KOTA (LIMAPULUH KOTA REGENCY) 19
KABUPATEN SOLOK (SOLOK REGENCY) 31
KABUPATEN SIJUNJUNG (SIJUNJUNG REGENCY) 43
KABUPATEN SOLOK SELATAN (SOUTH SOLOK REGENCY) 51
KABUPATEN DHARMASRAYA (DHARMASRAYA REGENCY) 56
KABUPATEN PADANG PARIAMAN
(PADANG PARIAMAN REGENCY) 75
KABUPATEN PASAMAN (PASAMAN REGENCY) 81
KABUPATEN PASAMAN BARAT (WEST PASAMAN REGENCY) 89
KABUPATEN PESISIR SELATAN (SOUTH PESISIR REGENCY) 102
KOTA PADANG (PADANG MUNICIPALITY) 111
KOTA BUKITTINGGI (BUKITTINGGI MUNICIPALITY) 121
KOTA PAYAKUMBUH (PAYAKUMBUH MUNICIPALITY) 136
KOTA SOLOK (SOLOK MUNICIPALITY) 146
KOTA PARIAMAN (PARIAMAN MUNICIPALITY) 158
KOTA PADANG PANJANG (PADANG PANJANG MUNICIPALITY) 167
KOTA SAWAHLUNTO (SAWAHLUNTO MUNICIPALITY) 186
xix
TANDO JO LAMBANG DALAM ATRIBUT
ADAT JO BUDAYA MINANGKABAU
dek
Puti Reno Raudha Thaib
Tando jo Lambang marupokan bahaso tasandiri nan hanyo dapek dipahami sarato dimaknai dek suatu masyarakaik tatantu.
Tando jo lambang nan dipahami masyarakaik Minangkabau alun tantu dapek dipahami dek masyarakaik budaya lain baitu juo
sabalieknyo.
Mampalajari tando jo lambang dalam budaya masyarakaik Minangkabau, marupokan langkah lanjuitan dari pamahaman tahadok
bahaso, budi jo kaindahan nan dimilieki masyarakaik Minangkabau.
Sabagai batasan dari tando jo lambang dapek dikamukokan sabagai barikuik: Tando (sign) adolah sasuatu benda / barang) untuak
manyatokan mukasuik tatantu. Tando disabuik juo kurenah (galagaik), isyaraik, jajak. Ado juo tando baco, tando tangan, tando mato, dll.
Dalam bahaso Minangkabau, juo ado kato untuak tando : bak, saumpamo, amsal. Contohnyo :
Sarine babunyi tando babuko puaso, tando adonyo kabakaran, tando tsunami ka tibo.
Gabak dihulu tando ka ujan. Cewang dilangik tando ka paneh.
Bak sapantun anak balam, sikue jantan sikua batino.
Lah tibo inyo di simpang tigo.
Lambang (simbol) adolah sasuatu nan manganduang mukasuik tatantu. Contoh: Warno hitam tahan sasah, gambar padi lambang
kamakmuran, gambar timbangan lambang kaadilan dll.
Disampiang tu ado atribuik dari adat jo budaya Minangkabau sarupo : Marawa, Palaminan, Cincin kawin, Karih, Rumah gadang,
Tangkuluak tanduak. Contoh:
Apo tando bagi parampuan Minangkabau nan lah manikah?. Apo lambang bagi parampuan Minangkabau nan lah manikah?.
Bapakaian adat menuruik nagari jo kampuangnyo. Pakaian adat Sumaniak, Lintau, Pariaman, Payokumbuah, dan lain-lain.
Tando jo Lambang tu akan salalu ditamukan dalam kagiatan sosial sarato pado barang-barang / atribuik adat budaya Minangkabau
antaro lain:
1. Pado tingkah laku :
a) Manyapu rumah katiko tamu masih ado ( tando manyuruah tamu tu pai). b) Manyuguahkan
carano ka tangah majilih / pasidangan (lambang sakaligus tando bahaso pambicaroan ka dimuloi). c) Mahalau kuciang katiko
minantu sadang lalok. d) Malatakkan daun di talingo sabagai ganti kopiah katiko sholat.
2. Pado barang-barang sarupo : a) Parhiasan : Kaluang, galang, antiang, suntiang, cincin sarato lain-lain jo babagai corak sarato
bantuak. b) Karih : nan dilatakkan di pinggang panghulu jo arah hulu karih tu ka kida, sadangkan arah hulu karih dubalang ka suok. c)
Tungkek pado umumnyo panghulu / datuak bajalan mamakai tungkek sabagai tando. d) Payuang kuniang takambang lambang
kabasaran rajo-rajo. e) Tanaman daun linjuang nan disalekkan di pintu rumah tando ado urang datang ka rumah mangabakan barito
suko jo barito duka, katiko urang nan punyo rumah indak ado di rumah. Bilo daun tu disalekkan jo arah ujuang daunnyo ka ateh tando
kaba suko ado undangan baralek, apobilo ujuang daun tu disalekkan ko bawah tando ado kaba duka (kamatian). f) Marawa tagak tando
ado alek kabasaran adat. Warno marawa hitam, kuniang jo sirah manjadi lambang dari Minangkabau. Warno hitam malambangkan
masyarakaik pakauman dalam nagari nan dipimpin dek panghulu. Warno kuniang malambangan kabesaran kamegahan (rajo)
sadangkan warno sirah malambangkan dubalang (kaamanan). Jadi warno marawa bukanlah manjadi tando. g) Gonjong rumah diagiah
pariuak adalah tando.
xxi
Tando jo lambang pado ukiran, parhiasan, sulaman sarato tanunan nan tacamin pado corak jo bantuak dapek dicaliek badasarkan:
1. Dari pola geometrik
Lingkaran; a) Lingkaran nan bajajar: ula gerang; rago-rago/gondola dll. b) Lingkaran bakaitan: saluak laka. c) Lingkaran bajalin:
tangguak, jarek. d) Lingkaran basambuang: aka, kumbang.
Sagitigo : Pucuk rebung, sitinjau laut.
Sagi ampek : siku-siku baragi
Genjang : saik wajik; saik galamai.
2. Dari Tanaman: Bungo Tanjuang; pisang sasikek jo pisang saparak, bungo pudiang, bungo palo, bungo malati, pucuak rabuang, aka
cino, balimbiang, paku, rotan dll.
3. Dari batu alam : Pualam/polam pado kaluang koban, maniak-maniak, kaco tabentang.
4. Dari air : Sarasah tajun.
5. Dari makanan : Pinyaram, wajik.
6. Dari binatang : Singo, ula, nago, tantadu, itiak, buruang, ikan dll.
7. Dari jabatan jo fungsi : Rajo tigo selo, puti bakuruang dll.
Prinsip dari corak jo bantuak ukiran, parhiasan, tanunan sarato sulaman : Cancang taserak jadi ukie. Panampatan corak jo bantuak
ukiran, parhiasan, tanunan sarato sulaman disasuaikan jo tampek-tampek nan tapek. Makna dari tando jo lambang sarato
panafsirannyo; satiok corak jo bantuak ukiran, parhiasan, tanunan sarato sulaman, diagieh namo dari alam sarato ditafsiran badasarkan
ajaran, hukum jo falsafah: Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah,Syara' Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang Jadi Guru.
Tando jo lambang adolah bahaso dalam ba hubungan antaro sasamp manuasia /urang surang dalam suatu lingka budaya tatantu.
Dalam kahidupan sosial budaya Minangkabau, indak sadonyo dapek disampaikan jo kato-kato. Bilo kato-kato indak dapek manjalehkan,
mako tando jo lambang adolah satu-satunyo caro untuak manyampaikan mukasuiknyo. Syaratnyo; samo-samo dipahami antaro kaduo
balah pihak nan sadang ba hubuangan. Oi, rabab toloang sampaikan..Saluang juo nan ka manyampaian.
Dari apo nan dikamukokan tantang tando jo lambang dalam atribut adat sarato nan dikanduangnyo dalam ukiran, parhiasan,
sulaman sarato tanunan manjadi ciri jo jati diri bagi urang Minangkabau.
Modifikasi nan tajadi kini pado pakaian anakdaro jo marapulai, palaminan nan indak bakarunciangan baiek dalam corak, bantuak,
warno, parhiasan jo caro panampatannyo sacaro lambek laun akan mailangkan : Dasar, fungsi, lambang sarato maknanyo. Mako bilo
salah pasang jo salah latak akan manimbuakan karancuan jo kakacauan pado fungsi jo maknanyo. Mako dalam malakukan modifikasi
jo parubahan harus mangacu kapado acuan dasarnyo. Kalau indak akan maagieh ruang bagi urang lain untuak mambelokkannyo dalam
hal dasar, fungsi sarato maknanyo. Sabagai contoh : 1) Gareja pakai interior palaminan, pandetanyo pakai pakaian datuak. 2) Palaminan
dilatakkan di kandang oto, di halaman. 3) Sulik mambedakan pakaian datuak jo pakaian anak randai,sarato jo pakaian marapulai. 4)
Gonjong nan dipakai untuak kandang ayam, kandang anjiang dll.5) Pakaian anak daro lah bantuak pakaian urang nikah di gereja. Lah
banyak nan indak maikuiti katantuan syara', manutuik aurat parampuan dll.
Untuak itu dituntuik paran jo katagasan tarutamo Bundo Kanduang / mande sako /niniek jo mamak, alim ulama, cadiek pandai, sarato
pamarintah untuak maluruihkannyo kapado acuan dasarnyo. Garakannyo harus dimulai dari Nagari sasagironyo untuak manjago
kalestarian kakayaan dari kaarifan lokal nan dimilieki urang Minangkabau. InsyaAllah.***
xxii
TANDA DAN LAMBANG DALAM ATRIBUT
ADAT DAN BUDAYA MINANGKABAU
oleh
Puti Reno Raudha Thaib
Tanda dan Lambang merupakan bahasa tersendiri yang hanya dapat dipahami atau dimaknai oleh suatu masyarakat tertentu.
Tanda dan lambang yang dipahami masyarakat Minangkabau belum tentu dapat dipahami oleh masyarakat budaya lain begitu
sebaliknya.
Mempelajari tanda dan lambang dalam budaya masyarakat Minangkabau. Merupakan langkah lanjutan dari pemahaman terhadap
bahasa, etika dan estetika yang dimiliki masyarakat Minangkabau.
Sebagai batasan dari tanda dan lambang dapat dikemukakan sebagai berikut: Tanda (sign) adalah sesuatu benda / barang) untuk
menyatakan maksud tertentu. Tanda disebut juga kurenah (gelagat), isyarat, jejak. Ada juga tanda baca, tanda tangan, tanda mata, dll.
Dalam bahasa Minangkabau, juga ada kata untuk tanda : bak, saumpamo, missal. Contoh :
Sirene berbunyi tanda berbuka puasa, tanda adanya kebakaran, tanda tsunami akan tiba.
Gabak dihulu tanda akan hujan.
Seumpama sepantun anak balam, satu jantan satu ekor betina.
Telah tiba dia di simpang tiga.
Lambang (simbol) adalah sesuatu benda / barang yang mengandung maksud-maksud tertentu. Contoh: Warna hitam tahan cuci,
gambar padi lambang kemakmuran, gambar timbangan lambang keadilan dll.
Disamping itu ada atribut dari adat dan budaya Minangkabau seperti : Marawa, Palaminan, Cincin kawin, Keris, Rumah gadang,
Tangkuluak tanduak. Contoh:
Apa tanda bagi perempuan Minangkabau yang sudah menikah?. Apa lambang bagi perempuan Minangkabau yang sudah
menikah? Berpakaian adat menurut nagari dan kampungnya. Pakaian adat Sumanik, Lintau, Pariaman, Payakumbuh, dan lain-lain.
Tanda dan Lambang itu akan selalu ditemukan dalam kegiatan sosial dan benda-benda / atribut adat budaya Minangkabau antara
lain:
1. Pada tingkah laku :
a) Menyapu rumah ketika tamu masih ada ( tanda menyuruh tamu pergii). b) Menyuguhkan
cerana ke tengah persidangan (lambang dari suatu pembicaraan akan dimulai). c) Menghalau kucing ketika menantu sedang tidur.
d) Meletakkan daun di telinga sebagai ganti kopiah ketika sholat. .
2. Pada Benda-benda seperti : a) Perhiasan : Kalung, gelang, anting, sunting, cincin dan lain-lain dengan berbagai motif dan bentuk. b)
Keris : yang diletakkan di pinggang penghulu dengan arah hulu keris tersebut ke kiri, sedangkan arah hulu keris dubalang diarahkan
ke kanan. c) Tongkat pada umumnya penghulu / datuk berjalan memakai tongkat sebagai tanda. d) Payung kuning terkembang
adalah lambang kebesaran raja-raja. e) Tanaman daun linjuang yang diselipkan di pintu rumah adalah tanda ada orang datang ke
rumah mengabarkan berita suka dan duka ketika orang empunya rumah tidak ada di rumah. Bila daun itu diselipkan arah ujung
daunnya ke atas berarti kabar suka ada undangan perkawinan, apabila ujuang daun itu diselipkan ke bawah berarti ada kabar duka
(kematian). f) Marawa tegak tanda ada acara kebesaran adat. Warna marawa hitam, kuning merah menjadi lambang dari
Minangkabau. Warna hitam melambangkan masyarakat dalam perkauman yang dipimpin oleh penghulu. Warna kuning
melambangan kebesaran kemegahan kebesaran (raja) sedangkan warna merah melambangkan dubalang (keamanan). Jadi warna
marawa bukanlah menjadi tanda. g) Gonjong rumah diagiah pariuak adalah tanda.
xxiii
Tanda dan lambang pada ukiran dan perhiasan serta tenunan yang tercermin pada motif dan bentuk ukiran dan perhiasan. Dapat
dilihat berdasarkan:
1. Dari pola geometrik
Lingkaran; a) Lingkaran yang berjajar: ular gerang; rago-rago/gondola dll. b) Lingkaran berkaitan: saluak laka. c) Lingkaran berjalin:
tangguk, jerat. d) Lingkaran bersambung: akar, kumbang.
Segitiga : Pucuk rebung, sitinjau laut.
Segi empat : siku-siku baragi
Genjang : irisan wajik; irisan gelamai.
2. Dari Tanaman: Bunga Tanjung; pisang sesisir dan pisang sekebun, bunga puding, bunga pala, pucuak rabuang, aka cino, buah-
buahan dll.
3. Dari batu alam : Pualam/polam pada kalung koban, manik-manik, kaca terbentang.
4. Dari air : Sarasah terjun.
5. Dari makanan : Pinyaaram, wajik.
6. Dari binatang : Singa, ular, naga, tantadu, itik, burung, ikan dll.
7. Dari jabatan dan fungsi : Raja tiga sela, puti berkurung dll.
Prinsip dari motif dan bentuk ukiran, perhiasan, tenunan serta sulaman : Cencang terserak jadi ukir. Penempatan motif dan bentuk
ukiran, perhiasan, tenunan serta sulaman disesuaikan dengan tempat-tempat yang tepat. Makna dari tanda dan lambang serta
penafsiran; setiap motif dan bentuk ukiran, perhiasan, tenunan serta sulaman. diberi nama dari alam dan ditafsiran berdasarkan ajaran,
hukum dan falsafah : Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah,Syara' Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang Jadi Guru.
Tanda dan lambang adalah bahasa dalam komunikasi antar manusia / individu dalam satu lingkar budaya tertentu. Dalam
kehidupan sosial budaya Minangkabau, tidak semuaya bisa disampaikan dengan kata-kata. Bila kata-kata tidak bisa menjelaskan,
maka tanda dan lambang adalah satu-satunya cara untuk menyampaikan maksudnya. Syaratnya; sama-sama dipahami antara kedua
belah pihak yang sedang berkomunikasi. Oi, rabab tolong sampaikan..Saluang juo nan ka manyampaian.
Dari apa yang dikemukakan tentang atribut dan lambang serta tanda yang dikandungnya dalam ukiran, perhiasan dan sulaman
serta tenunan menjadi ciri dan identitas bagi orang Minangkabau.
Modifikasi yang banyak dilakukan kini pada pakaian penganten, palaminan yang kebablasan, baik dalam bentuk, warna, hiasan
asesoris dan penempatannya secara pelahan akan menghilangkan : Prinsip, fungsi, lambang dan maknanya. Maka bila salah pasang
dan salah letak akan menimbulkan kerancuan pada fungsi dan maknanya. Maka dalam melakukan modifikasi atau perubahan harus
mengacu kepada acuan dasarnya. Kalau tidak akan memberi ruang bagi orang lain membelokannya dalam hal prinsip, fungsi dan
makna. Sebagai contoh : 1) Gereja pakai interior palaminan, pendeta pakai pakaian datuk. 2) Palaminan di garase, di halaman. 3) Sukar
membedakan pakaian datuk jo pakaian anak randai. 4) Gonjong yang dipakai untuk kandang ayam, kandang anjing dll.5) Pakaian
penganten lah bentuk pakaian urang nikah di gereja tidak lagi mengindahkan norma-norma agama islam yang dianutnya, tidak lagi
menutup aurat perempuan dll.
Untuk itu dituntut peran dan ketegasan kita terutama Bundo Kanduang / mande sako /niniek jo mamak, alim ulama, cadiek pandai,
dan pemerintah untuk meluruskannya kepada acuan dasarnya. Gerakannya harus dimulai dari Nagari sesegeranya menjaga kelestarian
kekayaan dari kearifan lokal yang dimiliki orang Minangkabau. InsyaAllah. ***
xxiv
SIGNS AND SYMBOLS IN TRADITIONAL ATTRIBUTES AND
MINANGKABAU CULTURE
by
Puti Reno Raudha Thaib
Signs and symbols are distinctive means of communication that can only be realized or interpreted by a particular community. The
signs and symbols understood by the Minangkabau people may not necessarily be understood by other cultural communities and
vice versa.
Learning the signs and symbols in the culture of the Minangkabau people is a further step in understanding the language, ethics, and
aesthetics of the Minangkabau people.
The limitation of the signs and symbols can be described as follows: A sign is something/ objects / goods to express a particular
purpose. Signs are also called kurenah (attitude), cues, traces. There are also punctuation marks, signatures, eye marks, etc. In the
Minangkabau language, there are also words for signs: bak, saumpamo, misal. For example:
Sirens sound to indicate the time to break the fast, a sign of fire, a sign of a tsunami will arrive.
Gabak at the upstream is a sign of the rain to be.
Like a pantun of child of balam bird, one male, one female.
That had arrived at the three ways-junction.
Symbol is an object / item that contains certain purposes. For example: Black color is washing resistant, image of prosperity is
symbolized by the rice, picture of the scale as the symbol of justice etc.
Beside that, there are attributes of Minangkabau customs and culture such as: Marawa, Palaminan, Wedding rings, Keris, Rumah
gadang, Tangkuluak tanduak. For example:
What is the sign for a married Minangkabau woman? What is the symbol for married Minangkabau women? Wearing adat/
customary cloth according to the nagari and village. Sumanik, Lintau, Pariaman, Payakumbuh, and other traditional clothes.
The signs and symbols will always be found in social activities and objects / attributes of the Minangkabau culture such as:
1. Related to behavior:
a) Sweeping the house while the guests are still there (a sign telling them to leave).
b) Presenting cerana to the middle of the trial (the symbol that a conversation will begin).
c) Driving the cat away when the daughter-in-law is sleeping.
d) Putting leaves on the ears instead of skullcap when praying.
2. Related to the Objects such as:
a) Jewelry: Necklaces, bracelets, earrings, suntiang, rings, and others with various motives and shapes.
b) Keris: placed at the waist of the head with the direction of the head of the keris to the left, while the direction of the head of the keris
dubalang is directed to the right.
c) Walking sticks: Penghulu and Datuk is generally walking with a stick as a sign.
d) The opened yellow umbrella is a symbol of the greatness of the kings.
e) Linjuang leaf plant which is tucked in the door of the house is a sign that someone has come to the house to give news of joy and sorrow
when the owner of the house is not at home. If the leaf is tucked towards the tip of the leaf up, it means that the news is like there is a
marriage invitation, if the leaf is tucked down it means there is news of grief (death).
xxv
f) Marawa is a sign that there is an adat event of greatness. The colors of marawa are black, red, and yellow that becomes the symbol of
the Minangkabau. The black color symbolizes the community in a meeting led by the headman. The yellow color symbolizes the
greatness of the greatness (king) while the red color symbolizes the dubalang (security). So, the color of the marawa is not a sign.
g) Gonjong of the house is given pot is a sign.
Signs and symbols on carvings and jewelry as well as weaving which are reflected in the motives and forms of carvings and jewelry. They
can be identified from:
1. Geometric patterns
· Circle; a) Aligned circle: snake; rago-gago / gondola etc .
a) Interrelated Circles: saluak laka.
b) Interlocking circles: tough, meshes.
c) Continuous circle: root, beetle.
· Triangles: Bamboo shoots, Sitinjau Lauik.
· Quadrangle: new elbows
· Parallelogram: diamond slices; sliced roll.
2. Plants: Tanjung Flowers; a bunch of bananas and one garden of bananas, pudding flowers, nutmeg flowers, bamboo shoots, aka cino,
fruits etc.
3. Natural stone: Marble / pualam on cobblestone necklaces, beads, stretched glass.
4. The water: Sarasah falls.
5. Food: Pinyaram, wajik.
6. Animals: lions, snakes, dragons, tantadu, ducks, birds, fish etc.
7. Position and function: Three-pronged king, enclosed daughter etc.
The principle of the motives and forms of carvings, jewelry, woven and embroidery: Fast scattered into carving. Placement of motives
and forms of carvings, jewelry, woven and embroidery tailored to the right places. The meaning of the signs and symbols and
interpretation; every motif and form of engraving, jewelry, woven and embroidery named from nature and interpreted based on teachings,
laws and philosophies: Adat Basandi Syara ', Syara' Basandi Kitabullah, Syara 'Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang jadi Guru
Minangkabau people learn from the nature).
Signs and symbols are means of communication between humans / individuals in a particular cultural circle. In the socio-cultural life
of the Minangkabau, not all things that can be conveyed through words. If words cannot explain, signs and symbols are the only way to
convey their intentions. Conditions; are equally understood between the two parties who are communicating. Oi, rabab tolong sampaikan.
Saluang juo nan ka manyampaian 'Rabab, please inform, Saluang will deliver.
The above explanation indicates that the attributes and symbols as well as the signs containing in the carving, jewelry, and
embroidery as well as woven are the characteristics and identity of the Minangkabau people.
Modifications that are mostly done now on wedding dress, clothes that are too far, both in the form, color, decoration accessories and
their placement will slowly eliminate: Principles, functions, symbols and their meanings. So, if the wrong pair and the wrong location
occurs, it may cause the confusion in the function and meaning. So, in making the modifications or the changes, everything must refer to
the original reference. Itherwise, this may create the chance for others to bend it in terms of principles, functions and meaning. For
example:
1) The church wears interior palaminan, the priest wears a datuk.
2) Pelaminan in the garage, in the yard.
3) It is difficult to distinguish between grandfather clothes and anak randai' clothes. 4) Gonjong is used for chicken coops, dog coops, etc.
5) Bridesmaid clothing is like the wedding dress in the church, no longer indicating the Islamic religious norms as their faith, no longer
covering the female genitalia etc.
For this reason, our role and assertiveness are demanded, especially Bundo Kanduang / Mande Sako / niniek jo mamak, alim ulama,
cadiek pandai, and the government to align them to their basic guidelines. The movement must start from Nagari as soon as possible to
preserve the wealth of local wisdom owned by the Minangkabau people. In sya Allah. ***
xxvi
KABUPATEN TANAH DATAR
1
2v
SUNTING AMBIANG- SUNTING AMBIANG- SUNTIANG AMBIANG-
AMBIANG DI NAGARI AMBIANG IN NAGARI AMBIANG DI NAGARI
PADANG MAGEK PADANG MAGEK PADANG MAGEK
Dipakai oleh penganten perempuan Suntiang Ambiang-Ambiang is worn by Dipakai dek anak daro bararak ka rumah
berarak ke rumah mertua. Ambiang- the bride when she is walking along the mintuo. Ambiang-ambiang baarati
ambiang berarti ampiang-ampiang atau parade to her mother in law's residential. ampiang-ampiang badakekan. Suntiang
berdekatan. Sunting ini terdiri dari This suntiang consists of some stalks of iko tadiri dari babarapo tangkai bungo
beberapa tangkai bunga yang di tutup di flower covered by an ornate of Rumah nan batutuik jo hiasan rumah gadang nan
belakang dengan hiasan rumah gadang Gadang that can be identified from the tampak dari gonjong jo ukirannyo.
yang terlihat dari gonjong dan ukirannya. gonjong and carvings. The flowers Samantaro bungo malambangkan
Sementara bunga melambangkan symbolizes the women inside Rumah parampuan-parampuan nan barado di
perempuan-perempuan yang berada di Gadang, sumarak in the village, and dalam rumah gadang, sumarak di dalam
dalam rumah gadang, sumarak di dalam ornament in the Nagari. So, the bride kampuang hiasan dalam nagari. Jadi anak
kampung hiasan dalam nagari. Jadi who has sunting on her head is given daro nan mamakai suntiang iko lah
penganten perempuam yang manjujung responsibility in Rumah Gadang as diagieh tangguang jawab di rumah
sunting ini sudah di beri tanggung jawab Bundo Sako . gadang sabagai bundo sako.
di rumah gadang sebagai bundo sako.
3
LAKA-LAKA/SUNTING MAHKOTA DI NAGARI
SUNGAYANG
Dipakai oleh penganten perempuan kaum bangsawan pergi
berarak ke rumah mertua. Laka-laka adalah perhiasan, yang
terbuat dari emas atau perak. Laka-laka ini, terdiri dari empat
tiang yang dijadikan satu puncaknya. Empat tiang ini
menggambarkan empat suku yang ada di nagari. Ke empat tiang
ini diikat dengan sebuah lingkaran yang diibaratkan sebagai
sandi dari adat. Di depannya melambangkan Alqur'an, tiang-
tiang dan sandi dihiasi dengan untaian-untaian bunga yang
melambangkan Bundo Kanduang sebagai hiasan dalam
kampung sumarak dalam nagari. Jadi laka-laka ini
melambangkan Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah,
Syara' Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang Jadi Guru.
LAKA-LAKA/SUNTING MAHKOTA IN NAGARI
SUNGAYANG
Laka-laka / Suntiang Mahkota ( Suntiang like the crown )is
worn by the bride of noble woman when she is walking along the
parade to her mother in law's residential. Laka-laka is jewelry,
made of gold or silver. This laka-laka, consists of four pillars that
made a peak. The four pillars are bound with a circle that is
likened to the code of the custom. The front part symbolizes the
Koran, the pillars and codes are decorated with strands of
flowers that symbolize Bundo Kanduang as decoration in the
village of sumarak in the nagari. So, this laka-laka symbolizes
Adat Basandi Syara ', Syara' Basandi Kitabullah (all customs
used by Minangkabau people must be based on Islamic law,
which in turn is based on the Koran and Sunnah), Syara
Mangato Adat Mamakai (Everything that is ruledby syara ' must
be applied in customs), Alam Takambang jadi guru ( learning
from nature that presents various phenomena).
LAKA-LAKA/SUNTIANG MANGKUTO DI NAGARI SUNGAYANG
Dipakai dek anak daro kaum bangsawan pai bararak ka rumah mintuo. Laka-laka ko tabuek dari ameh jo perak. Laka-laka tadiri dari
ampek tiang nan puncaknyo dijadikan ciek. Ampek tiang tu manggambarkan ampek suku nan ado di nagari. Ka ampek tiang diikek jo
sabuah lingkaran nan diibaraikkan sabagai sandi dari adat. Di mukonyo malambangkan Alqur'an, tiang-tiang jo sandi dihiasi jo
untaian-untaian bungo melambangkan Bundo Kanduang sabagai hiasan dalam kampuang sumarak dalam nagari. Jadi laka-laka ko
malambangkan Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah, Syara' Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang Jadi Guru.
4
TENGKULUK BERTINGKAT TENGKULUK BERTINGKAT TANGKULUAK BATINGKEK
EMAS DI NAGARI LINTAU EMAS IN NAGARI LINTAU AMEH DI NAGARI LINTAU
Dipakai oleh penganten perempuan Tengkuluk bertingkat emas is worn by the BUO
kaum bangsawan (kaum Datuk Pucuk) bride of noble woman ( from the tribal
pergi berarak ke rumah mertua. leader) when she is walking along the Dipakai dek anak daro kaum Datuak
Tingkatnya terbuat dari emas yang parade to her mother in law's residential. Pucuak pai bararak ka rumah mintuo.
serupa dengan tengkuluknya. Tingkat Its level is made of gold which is similar to Tingkeknyo tabuak dari ameh. Tingkek
emas ini melambangkan kekayaan its tengkuluk. This gold level symbolizes ameh ko malambangkan kakayaan
masyarakat Lintau Buo. Di Lintau buo the wealth of the Lintau Buo people. masyarakikt Lintau Buo. Di Lintau buo
adalah tempat kedudukkan Raja Adat, Lintau buo is the place of the seat of the adolah tampek kaduduakkan Rajo Adat,
yang sangat menguatkan pelaksanaan Raja Adat, which greatly strengthens the nan sangaik manguekkan palaksanaan
Adat Salingka Nagari. Tengkuluk implementation of the Adat Salingka Adat Salingka Nagari. Tangkuluak
bertingkat emas ini cuma ada satu, pada Nagari. There is only one gold-stratified batingkek ameh ko hanyo ado ciek yaitu
kaum keturunan Raja-raja. Tengkuluk tengkuluk, among the descendants of the pado kaum katurunan rajo. Tangkuluak
Bertingkat Emas ini juga melambangkan Kings. The Gold -stratified tengkuluk also Batingkek ameh juo malambangkan adat
strata adat kaum raja-raja di Lintau Buo. symbolizes the customary strata of the kaum rajo-rajo di Lintau Buo.
kings in Lintau Buo.
5
SUNTING PUDING SUNTING PUDING SUNTIANG PUDIANG
DI NAGARI BATIPUH IN NAGARI BATIPUH DI NAGARI BATIPUAH
Dipakai oleh penganten perempuan Sunting puding is worn by the bride Dipakai dek anak daro pai bararak ka
pergi berarak ke rumah mertua. Sunting when she is walking along the parade to rumah mintuo. Suntiang pudiang ko
puding ini terbuat dari perak yang to her mother in law's residential. tabuek dari perak malambangkan
melambangkan pengamanan bagi Sunting pudding is made of silver made pangamanan anak daro. Dipakai juo dek
penganten perempuan. Dipakai oleh which symbolizes the security for the pasumandan atau pandampiang jo
pasumandan atau pendamping dan bride. This sunting puding is also worn pambimbiang anak daro. Pudiang adolah
pembimbing penganten perempuan. by pasumandan ( female assistants of the tanaman nan di tanam di muko rumah
Puding ini adalah tanaman yang di tanam bride ) and bridesmaids. Puding is a kind gadang jo di sawah sabagai panangka dari
di depan rumah gadang dan di sawah of plant that is planted in front of a Rumah bamacam panyakik. Pudiang ko ado
sebagai penangkal dari bermacam Gadang and in a rice field as an antidote to bamacam-macam ado Pudiang ameh,
penyakit. Puding ini ada bermacam- various diseases. This Puding has a variety Pudiang itam, Pudiang sirah, Pudiang
macam ada Puding emas, Puding Hitam, of gold pudding, black pudding, red kuniang. Manuruik urang tuo-tuo anak
Puding Merah, Puding Kuning. Menurut pudding, yellow pudding. According to daro musiti dipagari dari sagalo macam
orang tua-tua penganten perempuan the brides' elders, the brides must be panyakik.
harus dibentengi dari segala macam fortified from all kinds of diseases.
penyakit.
6
PERENG ATAU MAHKOTA PERENG OR THE CROWN PEREANG ATAU MANGKUTO
Pereng berguna untuk memperindah Pereng is used for beautifying the front of Pereang baguno untuak mamparancak
kepala yang bagian depan saat memakai the head of the bride when she is wearing kapalo bagian muko katiko mamakai
suntiang. suntiang. suntiang.
7
8
KALUANG
Dipakai oleh penganten perempuan dan Bundo Kanduang pergi berarak
ke rumah mertua. Kalung ini terdiri dari :
1. Kalung pas leher/ Kalung patai-patai
2. Kalung pinyaram
3. Kalung kaban
4. Kalung kuda-kuda
5. Kalung hujan lebat
6. Kalung jariang
7. Kalung rumigo
Semua kalung ini melambangkan kesejahteraan dan keindahan
perempuan perempuan Minangkabau. Kalung dipakai oleh penganten
perempuan dan Bundo Kanduang pergi berarak ke rumah mertua.
NECKLACE
Kalung (Necklace) is worn by the bride and Bundo Kanduang to she is
walking along the parade to to her mother in law's residential. This
necklace consists of:
1. Kalung pas leher/ Kalung patai-patai
2. Kalung pinyaram
3. Kalung kaban
4. Kalung kuda-kuda
5. Kalung hujan lebat
6. Kalung jariang
7. Kalung rumigo
All of these necklaces symbolize the welfare and the beauty of
Minangkabau women. The necklaces are worn by the bride and Bundo
Kanduang when they parade to the in-laws' house.
KALUANG
Dipakai dek anak daro jo Bundo Kanduang pai bararak ka rumah mintuo.
Kaluang ko tadiri dari : Kaluang cakiek lihie, kaluang patai-patai,
kaluang pinyaram, kaluang kaban, kaluang kudo-kudo, kaluang hujan
labek, kaluang jariang, kalung rumigo. Sado kaluang ko malambangkan
kasajahteraan jo karancakkan parampuan parampuan Minangkabau.
Kaluang dipakai dek anak darojo Bundo Kanduang pai bararak ka rumah
mintuo.
9
IKAT PINGGANG PATAH SEMBILAN BELT IKEK PINGGANG
PATAH SEMBILAN PATAH SEMBILAN
Patah Sembilan belt is worn by the bride
Dipakai oleh oleh penganten perempuan and Bundo Kanduang to she is walking Dipakai dek anak daro pai bararak ka
pergi berarak menjelang mertua. along the parade to to her mother in rumah mintuo.
law's residential.
10
GALANG BAHERAM GELANG BAHERAM GELANG BAHERAM
GALANG BOKONG (BAHERAM BANGLES) GELANG BOKONG
GALANG BOLA-BOLA GELANG BOLA-BOLA
GALANG SAWEK/ GELANG BOKONG GELANG SAWEK/
GALANG RANTAI (BOKONG BANGLES) GELANG RANTAI
GALANG GADANG GELANG BOLA-BOLA
(BOLA-BOLA BANGLES) GELANG BESAR
Galang gadang ko dipakai di Nagari GELANG SAWEK/GELANG
Sungayang, Lintau Buo, Padang Magek, RANTAI (SAWEK BANGLES Gelang besar ini dipakai di Nagari
Batipuah. Malambangkan gadih/ /CHAIN BRACELET) Sungayang, Lintau Buo, Padang Magek,
parampuan Minangkabau indak bulieh dan Batipuah. Melambangkan gadis/
sambarang manjangkau sasuatu agar GELANG BESAR perempuan Minangkabau tidak boleh
supayo indak capek tangan sifaik nan (LARGE BANGLES) sembarang menjangkau sesuatu agar
indak elok. supaya tidak capek tangan suatu sifat
This large bracelet is worn in Nagari yang tidak baik.
Sungayang, Lintau Buo, Padang Magek,
and Batipuah. It symbolizes Minang
kabau girls/women not to be arbitrarily
reach out to something. This is related to
the presumptuousness which is regarded
as bad nature.
11
CINCIN CANGGAI CANGGAI RING IN NAGARI CINCIN CANGGAI DI NAGARI
DI NAGARI BATIPUH BATIPUH BATIPUH
Dipakai oleh oleh penganten perempuan Canggai ring is worn by the bride when Dipakai dek anak daro pai bararak ka
pergi berarak ke rumah mertua. Cincin she is walking along the parade to to her rumah mintuo. Cincin ko dipakai juo
ini dipakai saat bertukar tanda. Cincin ini mother in law's residential. This ring is katiko batuka cincin. Cincin ko dibao dek
dibawa calon mempelai laki-laki dan di worn when bertukar tanda (enganged) . marapulai nan di tukajo kain balapak.
tukarkan dengan kain balapak. This ring is carried by the bridegroom and
exchanged with balapak (a kind of
songket cloth or woven made of cotton
yarn and gold thread hand-woven, on top
of a tool called panta so it becomes fabric
cloth).
12
KABUPATEN AGAM
13
14
SUNTING/LAKA-LAKA SUNTING/LAKA-LAKA SUNTIANG/LAKA-LAKA
Sunting ini banyak dipakai oleh anak Sunting is widely used by overseas Suntiang ko banyak dipakai dek anak
rantau yang umumnya dipakai di seluruh children who are generally used rantau nan umumnyo dipakai di saluruah
Minangkabau. Cara pemakaiannya throughout Minangkabau. How to use it is Minangkabau. Caro pamakaiannyo
ditusukan satu persatu kesanggul/gulung stabbed one by one hair bun / roll so that it ditusuakkan ciek-ciek kasanggua/
rambut sehingga merupakan mahkota, looks like a crown. It is done by an expert guluang rambuik sahinggo marupokan
yang dikerjakan oleh seorang ahli sewing on suntiang. This suntiang weighs mangkuto, nan dikarajokan dek urang
pemasang sunting. Sunting ini beratnya approximately 4 kg. There is also suntiang nan pandai mamasangkan suntiang.
diperkirakan lebih kurang 4 kg. Ada juga added with a bun cover made of silver or a Suntiang ko bareknyo labieh kurang 4 kg.
yang ditambah dengan penutup sanggul handkerchief made of velvet studded with Ado juo nan ditambah jo panutuik
yang terbuat dari perak atau sapu tangan silver. sanggua nan tabuek perak atau sapu
yang terbuat dari bahan beludru bertabur tangan dari kain biludu batabua perak.
perak.
15
TAKONDAI DI NAGARI BAYUA
Sunting Takondai adalah pakaian tradisional anak
raja dari nagari Bayua Kecamatan Tanjung Raya,
sunting ini dibuat dari lempengan perak yang di
ukir. Bertingkat yang jumlah tingkatnya harus
ganjil, ada yang tujuh atau lebih, dan tingkatan yang
lebih sedikit digunakan untuk hiasan kepala
pasumandan atau pendamping pengantin
perempuan.
TAKONDAI IN NAGARI BAYUA
Sunting Takondai is the traditional clothing of the
king's son from Nagari Bayua, Tanjung Raya sub-
district. This suntiang was made from carved silver
plates. The suntiang has some levels with odd
number. There are seven or more levels, and the
fewest number of levels are used for headdresses and
bridesmaids.
TAKONDAI DI NAGARI BAYUA
Suntiang Takondai adolah pakaian anak rajo dari
nagari Bayua Kacamatan Tanjung Raya, suntiang ko
dibuek dari perak nan di ukie. Batingkek nan
jumlah tingkeknyo musiti ganjie, ado nan tujuah
atau labieh, tingkek nan labieh saketek digunokan
untuak hiasan kapalo pasumandan atau
pandampiang anak daro.
16
KALUNG PINYARAM KALUANG
PINYARAM/MINSORA NECKLACE/MINSORA PINYARAM/MINSORA
Terdiri dari beberapa lingkar besar dan Consisting of several large and small Tadiri dari babarapo lingka gadang jo
kecil yang di tata dengan apik, kalung ini circles that are arranged nicely. His ketek nan dilatakkan jo baaturan,
disebut juga dengan kalung berserak, necklace is also called a scattered kaluang. Ko disabuik juo jo kaluang
adalah kiasan dari anggota kaum yang necklace. This necklace is a figuration of baserak, adolah kiasan dari anggota kaum
tersebar/berserakan di seluruh nagari the members of the clan spreading nan tasebar/baserakan di saluruah nagari
dengan keaneka ragaman sifatnya throughout the nagari with a diversity of jo babagai ragam sifaiknyo masiang-
masing-masing. their respective. masiang.
17
GELANG MANIK BERGANTO BEAD BANGLES WITH THE GALANG MANIEK BAGANTO
BELL
Gelang-gelang ini dibuat dengan corak Galang-galang ko dibuek jo corak timbua
timbul umumnya dengan teknik pres di These bangles are made with embossed umumnyo jo caro dipres di ateh
atas lempengan logam emas ataupun patterns. They are generally made with lempeangan logam ameh ataupun
sepuhan emas dan hiasan ini ada pula yang the press technique on a gold metal plate sapuhan ameh. Hiasan ko ado pulo nan
dibuat dengan teknik ukir. Pemakaian or gold gilding. Some are also made with dibuek jo caro di ukie. Pamakaian galang
gelang ini mempunyai makna bahwa carving techniques. The use of this bangle ko mampunyoi makna bahaso apo nan
semua yang dikerjakan, hendaknya implies that everything done should not dikarajokan, andaknyo jaan lah
janganlah melampaui batas kemampuan exceed the ability so as not to be malampaui bateh kamampuan supayo
agar tidak kecewa dengan hasilnya. Hal ini disappointed with the results. This indak kacewa jo hasienyo. Hal ko
diibaratkan tatkala kita memakai gelang analogies when we wear a bangle, if what diibaraikkan tatkalo kito mamakai galang
seandainya jangkauan kita terlalu jauh we do is further from the competence, the saandainyo jangkauan kito talalu jauh
maka kemungkinan gelang akan terkait bangle might be stuck when we reach mako kamungkinan galang akan takaik
disaat kita mengambil sesuatu, seandai- something. The bangles are intentionally disaat kito maambiek sasuatu, saandainyo
nya ini terjadi bahwa pekerjaan si pemakai made in layers, from the biggest to the itu tajadi bahaso pakarajaan sipamakai lah
telah melebihi dari kemampuan yang ada. smallest . Accidentally, the bracelet is malabihi dari kamampuannyo. Sangajo
Sengaja gelang dipakai berlapis lapis dari worn in layers from large to small. The galang ko dipakai balapih lapih dari nan
ukuran besar sampai yang kecil. Gelang bangles are worn by the bride and Bundo. gadang sampai nan ketek. Galang dipakai
dipakai oleh oleh penganten perempuan dek anak daro jo Bundo Kanduang.
serta Bundo
18
KABUPATEN LIMAPULUH KOTA
19
20
21
22
KALUNG KABAN DI NAGARI KABAN NECKLACE IN NAGARI KALUANG KABAN DI NAGARI
SITANANG MUARO LAKIN SITANANG MUARO LAKIN SITANANG MUARO LAKIN
Terdiri dari: 3 untai untuk bundo sako naik Kaban Necklace Consists of 3 strands for Tadiri dari: 3 untai untuak bundo sako
kebalai. 3 untai untuk penganten the Bundo Sako to go up to the hall, 3 naik kabalai. 3 untai untuak anak daro nan
perempuan yang asli dan 1 untai pakaian strands for the real bride, and 1 strand of asli, 1 untai untuak pakaian harian bundo
harian bundo kanduang. Dileher the daily Bundo Kanduang's cloth. In the kanduang. Dilihie basusun batingkek-
bersusun bertingkat-tingkat seperti neck, necklace is stratified like a flower, a tingkek sarupo bungo kambang.
bunga kembang. Serangkai seperti string like a bouquet of flowers. As it Sarangkai sarupo karangan bungo. Patuik
karangan bunga. Patut di tengah dia di should be in the middle, she will in the di tangah dilatakkan di tangah. Patuik di
tangah. Patut di atas dia di atas. Yang middle. As it should be above, she will be ateh dilatakkan di ateh. Nan kambangnyo
kembang nya di tengah-tengah. Yang above. The flowers are in the middle. The di tangah-tangah. Nan putiak diujuang
putik diujung dahan. Yang lurus jatuh ke pistil is at the end of the branch. The dahan. Nan luruih jatuah ka bawah.
bawah. Tandanya dia orang tersusun. straight one is falling down. This indicates Tandonyo inyo urang tasusun. Tagak
Tegak selalu dengan aturan. Duduk that she is rule governed. She always salalu jo aturan. Duduak manantang
menantang patut. Patut di tengah jika ke upholds with the rules. Sitting against patuik. Patuik di tangah kok ka tapi.
tepi. Patut di ujung jika di pangkal. Begitu worthy. Worthy in the middle if to the Patuik di ujuang kok ka pangka. Baitu pulo
pula di atas rumah. Menghuni anjung edge. Worthy at the end if at the base. di ateh rumah. Mauni anjuang baganti-
berganti-ganti. Yang patut diam dikati. Similarly, this phenomena occurs in the ganti. Nan patuik diam dikati. Sibungsu
Sibungsu saling berebut. Duduk yang house. Inhabit the pivot alternately. saliang barabuik. Duduak nan indak kan
tidak akan berpaling. Tegak yang tidak Which deserves to be silence. The bapaliang. Tagak indak kan bakisa.
akan berkisar. youngest is fighting over each other.
Sitting that will never turn away. Upright
that will never be in range.
23