Penerapan circular economy pada proses penyamakan kulit ….Bidayatul Choiriyah, et al.
Penerapan circular economy pada proses penyamakan kulit dengan metode
reduce, recycle, recovery dan reuse
Application of circular economy in the leather tanning process with reduce, recycle,
recovery and reuse method
Bidayatul Choiriyaha, Farrasnanda Noni Abriatikab, Mujiantoc, Septerina Nuning Nur
Aenid
aBalai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Jl. Sukonandi No.9,
Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta
bBalai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, Jl. Kimangunsarkoro No.6,
Kota Semarang, Jawa Tengah
cBalai Besar Kulit, Karet, dan Plastik, Jl. Sukonandi No.9,
Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta
dBalai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, Jl. Kimangunsarkoro No.6,
Kota Semarang, Jawa Tengah
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Industri penyamakan kulit adalah salah satu industri yang menghasilkan limbah
berbahaya bagi lingkungan karena mengandung krom. Oleh karena itu, diperlukan
metode untuk mengurangi dan mengolah limbah salah satunya dengan penerapan
circular economy. Prinsip circular economy yaitu mengurangi sampah dan menggunakan
sumber daya secara maksimal. Penerapan circular economy dapat dilakukan dengan
metode 4R (Reduce, Recycle, Recovery dan Reuse). Tujuan penulisan artikel penerapan
4R ini untuk memberikan informasi kepada industri penyamakan kulit tentang metode
mengurangi limbah dan memanfaatkan kembali limbah sehingga mengurangi biaya
produksi. Hal yang dapat diterapkan pada industri penyamakan kulit adalah reduced
chrome dengan garam kalium dan sodium silikat, recycle limbah padat penyamakan kulit
menjadi panil, recovery krom dari limbah shaving dan reuse garam. Penerapan tersebut
tetap memperhatikan kualitas kulit samak dan mengurangi limbah yang dibuang ke
lingkungan serta memberikan keuntungan untuk industri penyamakan kulit.
Kata Kunci : ekonomi sirkular, industri penyamakan kulit, limbah, krom
ABSTRACT
Leather tanning industry is one of the industries that produces hazardous waste for
the environment because it contains chromium. Therefore, a method is needed to reduce
and treat waste, one of which is the application of a circular economy. The principle of
circular economy is to reduce waste and use resources optimally. The application of
circular economy can be done using the 4R method (Reduce, Recycle, Recovery and
Reuse). The purpose of writing this 4R application article is to provide information to the
leather tanning industry about methods of reducing waste and reusing waste so as to
reduce production costs.. Things that can be applied to the leather tanning industry are
reduction of chromium with potassium salt and sodium silicate, recycling of solid waste
from tanning leather into panels, recovery of chrome from shaving waste and reuse of
salt. The application still pays attention to the quality of the leather and reduces the waste
that is discharged into the environment and provides benefits for the leather tanning
industry.
Keywords : circular economy, leather tanning industry, waste, chrom
H a l | 85
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 85 - 92
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan bahan dasar untuk industri kulit di Indonesia terus meningkat seiring
peningkatan permintaan masyarakat pada produk berbahan kulit, terutama untuk proses
penyamakan. Kulit samak sudah lama digunakan oleh manusia dan memiliki sifat yang
tidak dimiliki oleh bahan alami maupun bahan buatan. Kulit hewan yang telah banyak
digunakan untuk kulit samak, diantaranya kulit kambing, domba, kerbau, sapi dan kelinci.
Sedangkan untuk keperluan khusus biasanya menggunakan kulit anjing, beruang, buaya,
ular dan ikan.
Kulit samak merupakan bahan setengah jadi untuk membuat sepatu dan pakaian
kulit serta produk lain berbahan kulit. Proses penyamakan kulit terdiri dari banyak proses,
tetapi intinya ada 3 proses utama yaitu proses beam house/awal, penyamakan dan
proses akhir/finishing. Zat penyamak yang umumnya digunakan adalah penyamak
minyak, nabati, sintetis, dan mineral (Rafsanjani , Apriyanto, Cakrawala , 2016).
Proses penyamakan kulit yang ada di Indonesia kebanyakan menggunakan
penyamak krom (Dewi, 2002). Permasalahan yang sering terjadi adalah mahalnya harga
bahan penyamak krom sehingga perlu untuk dicarikan alternatif bahan lain yang dapat
digunakan dan memiliki fungsi yang sama tetapi lebih ekonomis. Selain itu untuk
mendukung program pemerintah dalam mengurangi limbah perlu penerapan circular
economy di industri penyamakan kulit. Limbah hasil penyamakan kulit merupakan limbah
dalam golongan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) sehingga limbah hasil
penyamakan perlu diolah dahulu sebelum dibuang ke lingkungan, dan juga perlu upaya
untuk mengurangi limbah penyamakan kulit. Prinsip circular economy yaitu mengurangi
sampah dan mengolah material semaksimal mungkin.
Material yang dapat dimaanfaatkan sebagai alternatif yaitu bahan penyamak
“Reduce-Chrome”, yaitu garam kalium (K2Cr2O3) yang telah disusutkan atau direduksi
sehingga valensi Cr nya berubah Cr6+ menjadi Cr3+. Selain itu, dapat digunakan juga
bahan sodium silikat yang dikombinasikan dengan bahan krom. Sodium silikat merupakan
bahan kimia ramah lingkungan dan mempunyai daya samak sehingga dapat dijadikan
alternatif untuk mengurangi penggunaan kromium (Jayusman, 1986).
Permasalahan kedua yang terjadi dari industri pengolahan maupun penyamakan
kulit adalah pencemaran limbah hasil industri yang dapat berbentuk padat, air limbah dan
gas. Limbah padat yang dihasilkan adalah protein terlarut, bulu, daging, potongan-
potongan kulit, sisa fleshing, shaving, debu buffing, sludge dan babakan kayu. Keadaan
yang demikian dapat menjadi masalah yaitu beban lingkungan apabila limbah tersebut
dibuang begitu saja. Berdasarkan hal tersebut, maka limbah padat shaving dan kayu
bekas bahan penyamak nabati dapat direcycle untuk dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan seperti papan partikel (panil), proses recovery limbah krom untuk menghemat
penggunaan bahan penyamak, dan mengurangi biaya pembuangan limbah ke landfill.
Tujuan penulisan artikel penerapan circular economy di industri penyamakan kulit
adalah untuk memberikan informasi kepada industri tentang cara mengurangi limbah/
sampah yang dibuang ke lingkungan, memanfaatkan kembali limbah secara langsung
atau dengan pengolahan ulang sehingga dapat mengurangi biaya produksi penyamakan
kulit.
II. KONSEP CIRCULAR ECONOMY
Circular Economy adalah alternatif untuk memanfaatkan secara maksimal sumber
yang ada dengan cara mengurangi sampah dan menggunakan kembali baik secara
langsung atau dengan pengolahan terlebih dahulu. Circular economy memiliki
pendekatan yang berbeda dengan ekonomi linier. Ekonomi linier menggunakan prinsip
buat-gunakan-buang. Sedangkan circular economy menggunakan prinsip meminimalkan
pemanfaatan sumber daya, mengurangi sampah, meminimalkan emisi dan energi
terbuang dengan menutup siklus produksi-konsumsi. Penutupan siklus produksi-konsumsi
H a l | 86
Penerapan circular economy pada proses penyamakan kulit ….Bidayatul Choiriyah, et al.
dilakukan dengan memperpanjang umur pemakaian produk, inovasi, pemeliharaan,
reuse, recycling dan upcycling. Konsep circular economy dalam hal keberlanjutan produk
dapat dilakukan melalui beberapa metode misalnya: daur ulang limbah, mengurangi
sumber limbah, dan penggunaan kembali limbah (Anonim, 2020).
Prinsip dari konsep circular economy lebih dikenal dengan istilah 4R yaitu Reduce,
Reuse, Recycle, Recovery dan Repair. Prinsip 5R dapat diterapkan melalui pengurangan
penggunaan sumber daya (reduce) dengan optimasi sumber daya yang dapat digunakan
kembali (reuse) dan pemakaian hasil dari proses daur ulang (recycle) maupun dari proses
perolehan kembali (recovery) atau dengan perbaikan (repair)(Kementerian Perindustrian,
2019).
Menurut Kirchherr, Reike, Hekkert (2017), circular economy adalah sistem ekonomi
berdasarkan model bisnis yang reduce, reuse, recycle material dalam proses pembuatan,
pengiriman dan penggunaan menggantikan sistem end-of-life dengan tujuan tercapainya
pembangunan berkelanjutan sehingga lingkungan berkualitas, kemakmuran ekonomi dan
keadilan sosial untuk masa sekarang dan masa depan di tingkat mikro, menengah dan
makro.
Faktanya economy circular saat ini sudah didukung oleh pelaku usaha. Hal tersebut
dikarenakan pemilik usaha mencegah naiknya biaya oleh daya dukung lingkungan dalam
hal pengadaan bahan baku. Selain itu berkaitan juga dengan perubahan iklim yang
menuntut menggunakan energi tak terbarukan dengan efisien. Pemilik usah berusaha
melakukan peningkatan efektivitas proses agar pemakaian material efisien. Circular
economy tidak hanya diterapkan di satu sektor secara linier, tetapi keterkaitan antar
sektor industri dalam mencapai tujuan pembangunan berkesinambungan sehingga
membuat suatu kelompok industri yang kompleks dan berkelanjutan (Purnawan,
Manullang, Wahyudi, 2021)
III. INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT
Industri penyamakan kulit merupakan jenis industri yang potensial di Indonesia dan
menyerap tenaga kerja banyak serta bisa mendatangkan devisa. Menurut Anonim (2007),
jumlah industri penyamakan di Indonesia skala kecil dan rumah tangga sebanyak 240
usaha dengang kapasitas terpasang 6,76 juta square feet/tahun, sedangakan skala
menengah dan besar ada 67 industri dengan kapasitas terpasang 178,7 juta square
feet/tahun.
Industri penyamakan kulit merupakan industri yang mengolah kulit mentah menjadi
kulit samak yang siap digunakan dalam pembuatan produk dari kulit. Proses penyamakan
kulit, menghasilkan air limbah, limbah padatan dan gas.
Proses penyamakan kulit terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut (Setiyono
dan Yudo, 2014):
1. Proses Beam house (Pra-Penyamakan)
a. Perendaman dalam air selama 12 jam bertujuan membersihkan darah, protein,
kotoran serta larutan garam.
b. Perendaman atau liming dalam larutan kapur untuk menghilangkan bulu dan
bagian kulit yang tidak digunakan. Sodium sulfida digunakan sebagai bahan untuk
membengkakkan kulit. Selanjutnya diolah lagi dengan kapur (reliming).
c. Proses pencukuran dan pembersihan secara mekanik jaringan ekstra dari sisi
daging kulit, selanjutnya memisahkan 2/3 lapisan atas dari bagian bawah dengan
kapur.
d. Proses menghilangkan kapur dengan asam lemah (latic acid) dan
pemukulan/bating dengan bahan kimia pembantu untuk membersihkan sisa-sisa
bulu dan protein yang hancur.
H a l | 87
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 85 - 92
e. Pengawetan dengan larutan garam dan pengasaman hingga pH tertentu untuk
mencegah pengendapan garam-garam krom pada serat kulit menggunakan asam
sulfat.
2. Penyamakan (Tanning)
Proses Penyamakan menggunakan krom sulfat untuk menstabilkan jaringan
protein (Kolagen) dari kulit.
3. Pasca Penyamakan (Finishing)
a. Pressing untuk menghilangkan kelembaban kulit segar.
b. Shaving atau pencukuran .
c. Pewarnaan dan pelembutan kulit dengan minyak-minyak emulsi (fatliquoring),
penyamakan sekunder terkadang dilakukan menggunakan tanin sintesis (syntans)
dan ekstrak penyamakan.
d. Pengeringan dan pencukuran akhir.
e. Pelapisan permukaan dan buffing (finishing)
Menurut Manahan (1992), industri penyamakan kulit menghasilkan air limbah, padat
dan gas yang berbahaya terhadap lingkungan. Industri yang menggunakan kromium
trivalen menghasilkan air limbah yang berwarna kebiruan. Air limbah dan limbah padat
diduga juga mengandung krom valensi VI dan krom valensi III.
Menurut Pratiwi, Prasetya, Sumarni (2013), industri penyamakan kulit menghasilkan
limbah padat dan air limbah yang mengandung krom(III) dan krom(VI), Hexavalent
chromium (krom(VI) lebih bersifat toksik daripada trivalencromium (krom(III) dan jika
kondisi lingkungan sesuai, senyawa krom dapat bertransformasi. Krom terdapat dalam
tiga bentuk teroksidasi yaitu krom(II), krom(III) dan krom(VI) di lingkungan (Slamet, 2013).
Sebagian besar industri penyamakan menggunakan krom trivalen dalam proses
penyamakan karena efektif, hemat, dan mudah diperoleh. Di industri penyamakan kulit
krom digunakan untuk menyamak agar menghasilkan kulit yang mempunyai sifat tahan
terhadap panas dan kemuluran serta kelemasan yang tinggi (Wiharti, Riyanto, Fitri, 2011).
Komponen utama bahan penyamakan kulit adalah logam krom yang berpotensi
menimbulkan pencemaran lingkungan. Pencemaran tersebut berasal dari pembuangan
limbah baik dalam bentuk padat, cair maupun gas. Karakteristik air limbah yang dihasilkan
biasanya berwarna keruh dan berbau tidak sedap, karena masih mengandung sisa
daging dan darah, bubur kapur, bulu halus, protein terlarut, sisa garam, asam, sisa cat
dan zat samak krom (Yazid, Bastianudin, Usada 2007).
Proses produksi penyamakan kulit menghasilkan air limbah yang mengandung
senyawa krom. Proses penyamakan kulit menggunakan senyawa kromium sulfat antara
60- 70% dalam bentuk larutan kromium sulfat. Pada proses penyamakan larutan kromium
sulfat tidak semuanya terserap oleh kulit pada sehingga sisanya dikeluarkan dalam
bentuk cairan (Joko, 2003).
Limbah padat yang diturunkan dari penyamakan kulit dikelompokkan menjadi
5 (lima) kelompok menurut IUE-2 (2008) sebagai berikut :
a. Trimming (green and limed) adalah hasil samping dari proses trimming kulit segar
berupa limbah kulit dan hasil dari proses pengapuran.
b. Limed splits adalah hasil samping pada proses pengapuran dari pembelahan kulit
berupa limbah kulit
c. White splitting adalah hasil samping dari proses pembelahan kulit yang disamak
dengan bahan penyamak nabati.
d. White shaving adalah limbah pada proses shaving menggunakan bahan penyamak
ramah lingkungan (aldehid, bahan samak nabati, dan syntan).
e. Blue splits dan shavings adalah hasil samping dari proses splitting dan shavings
menggunakan bahan penyamak krom.
H a l | 88
Penerapan circular economy pada proses penyamakan kulit ….Bidayatul Choiriyah, et al.
IV. PENERAPAN CIRCULAR ECONOMY DI INDUSTRI PENYAMAKAN
4.1. Reduce penggunaan krom
Penggunaan krom sangat berbahaya bagi lingkungan sehingga diperlukan metode
untuk mengurangi penggunaannya. Pada prinsip circular economy mengurangi
penggunaan material disebut juga dengan reduce. Dalam industri penyamakan kulit
metode reduce dapat diterapkan dengan mencari bahan alternatif yang lebih aman.
Bahan alternatif yang dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan bahan krom tanpa
mengurangi kualitas kulit samak adalah garam kalium (K2Cr2O3) dan sodium silikat.
4.1.1 Garam Kalium (K2Cr2O3)
Bahan penyamak “reduced-chrome” adalah garam kalium (K2Cr2O3) yang telah
direduksi (disusutkan) sehingga valensi Cr nya berubah dari Cr6+ menjadi Cr3+. Bahan
penyusut yang biasanya digunakan adalah glukosa, gula, molase (tetes) sedangkan asam
yang dipergunakan adalah asam sulfat (Jayusman, 1986). Bahan penyamak tersebut
digunakan sebagai alternatif untuk pengurangan penggunaan krom murni yang dapat
meminimalisasi biaya dengan fungsi yang tidak kalah bagusnya. Harga “reduced-chrome”
per Kg Rp 3.500, harga krom per Kg Rp 13.000.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan “reduced-chrome” maupun
kombinasi antara reduce chrome dengan krom tidak berpengaruh nyata misalnya pada
kekuatan tarik. Produk yang dihasilkan sesuai dengan SNI yaitu minimum 10,20 N/cm3
contohnya pada kulit suede (Dewi, 2002). Sehingga alternatif penggunaan reduce chrome
pada proses penyamakan kulit dapat dijadikan salah satu solusi untuk menekan biaya
pengolahan kulit samak.
4.1.2 Sodium Silikat
Sodium silikat merupakan bahan kimia yang ramah lingkungan dan mempunyai
daya samak sehingga dapat dijadikan alternatif untuk mengurangi penggunaan krom.
Banyaknya sodium silikat yang terikat maka akan meningkatkan kemasakan kulit
sehingga penggunaan dapat mengurangi penggunaan krom. Penelitian yang dilakukan
oleh Rihastiwi Setiya Murti dengan judul “Pemanfaatan Sodium Silikat untuk Menurunkan
Penggunaan Krom pada Penyamakan Kulit (Tahun II)” bidang penelitian Balai Besar Kulit,
Karet dan Plastik (BBKKP) menghasilkan data uji bahwa sodium silikat cocok digunakan
sebagai bahan untuk pretreatment pada proses pikel. Dengan adanya sodium silikat ini,
suhu kerut akan meningkat meskipun krom yang digunakan 6% (Murti, 2019).
Uji morfologi kulit juga dilakukan menggunakan Scanning Electron Microscope
(SEM), dimana kulit yang disamak menggunakan bahan penyamak kombinasi krom
dengan sodium silikat mempunyai serat-serat kulit yang lebih kompak dan lebih tebal. Hal
ini disebabkan karena adanya sodium silikat yang melapisi serat kemudian terdeposisi di
permukaan serat-serat kulit sehingga serat tampak lebih kompak dan tebal. Adanya
coating sodium silikat pada permukaan kulit ini diperkirakan juga mempengaruhi suhu
kerut dari kulit tersamak (Murti, 2019).
4.2 Recycle Limbah Padat Penyamakan untuk Panil
Papan partikel merupakan papan tiruan terbuat dari bahan partikel kayu atau bahan
berserat lain (lignosellulosa) dengan cara melakukan perekatan partikel kayu dengan
suatu perekat, dibantu pengerasannya dengan tekanan panas dan katalisator. Papan
partikel dapat dikelompokkan berdasarkan kerapatan, pengembangan tebal, jenis bahan
perekat yang dipakai dan proses produksinya. Tipe papan tiruan ada 3 yaitu:
1. Tipe rendah : kerapatan < 0,59 g/cm3 dan pengembangan tebal 24 jam <20%
2. Tipe sedang : kerapatan 0,59-0,80 g/cm3 dan pengembangan tebal 24 jam 20-75%
3. Tpe tinggi : kerapatan > 0,80 g/cm3 dan pengembangan tebal 24 jam 15-40%
H a l | 89
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 85 - 92
Recycle limbah padat penyamakan kulit yang dimanfaatkan menjadi papan partikel
(panil)adalah limbah shaving kulit. Proses pencampuran antara sisa kayu limbah bahan
penyamak nabati dan limbah proses shaving menggunakan perekat urea formaldehide
atau phenol formaldehide. Telah dilakukan penelitian yang menunjukkan hasil bahwa
mutu penampilannya sesuai dengan persyaratan SNI 03-2105-1996. Papan panil yang
dibuat dari hasil recycle limbah kayu dan shaving penyamakan kulit tersebut dikategorikan
ke dalam tipe tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan karena sesuai
dengan kriteria (Rumiyati dan Pertiwi, 2001).
4.3 Recovery krom dari limbah shaving
Limbah shaving merupakan limbah berbentuk padatan dari kulit samak yang tidak
mudah terdegradasi oleh mikrobia, tidak mudah hancur oleh proses fisik dan kimia,
memiliki volume yang relatif besar dan ringan (Sutyasmi, 2010). Besarnya jumlah limbah
shaving di industri penyamakan kulit ditunjukkan pada Gambar 1. Komposisi kimianya
terdiri dari air 25,42%, abu 11,29%, Cr2O35,42%, dan lemak 3,21% (Sangeeth,
Saravanakumar & Porchelvan, 2009). Limbah shaving harus dibuang ke landfill karena
mengandung krom, jika dibuang bersama sampah ke lingkungan dikhawatirkan krom
akan teroksidasi menjadi krom valensi VI sehingga perlu direcovery agar tidak
membahayakan lingkungan. Industri penyamakan kulit lebih memilih membuang langsung
dari pada ke landfill karena biayanya mahal (Okoh et al., 2012).
Gambar 1. Limbah shaving di salah satu industri penyamakan
Menurut Sutyasmi dan Supraptiningsih (2014), proses recovery krom dari limbah
shaving terdiri dari dua proses yaitu hidrolisis dan penyamakan. langkah pertama adalah
hidrolisis limbah shaving menggunakan larutan NaOH menggunakan tangki stainless
steel yang berisi air 10 Liter dengan konsentrasi larutan NaOH 1-3%. Hidrolisis dilakukan
pada suhu 100oC selama 1 jam. Setelah proses hidrolisis lalu proses memisahkan krom
dan protein kolagen dengan metode menyaring lumpur/padatan yang mengandung krom
akan tertinggal di saringan kemudian direcovery menggunakan asam sulfat pekat. Tahap
kedua adalah penyamakan menggunakan kromosal B dan krom hasil recovery. Total
krom yang diperlukan untuk proses penyamakan kulit awet garaman sebanyak 8% dari
berat kulit. Perbandingan kromosal B dan krom hasil recovery paling optimal sebesar
40:60. Pemakaian krom hasil recovery untuk menyamak kulit memenuhi SNI 0253:2009
(tentang Kulit bagian atas alas kaki-kulit kambing).
Industri penyamakan kulit yang mempunyai kapasitas produksi sebesar ± 3000
lembar kulit/hari atau penggunaan krom sebanyak ± 657 kg/hari dan harga krom Rp
40.000,-/kg, maka dapat dilakukan penghematan krom sebesar ± 394 Kg/hari atau setara
dengan Rp 15.760.000,-. Selain pengurangan biaya pembelian krom, juga dapat
mengurangi biaya pembuangan limbah ke landfill dan mengurangi kadar krom yang
terbuang ke lingkungan (Sutyasmi dan Supraptiningsih, 2014).
H a l | 90
Penerapan circular economy pada proses penyamakan kulit ….Bidayatul Choiriyah, et al.
4.4 Reuse limbah garam
Limbah garam dari proses perontokan dapat digunakan kembali untuk mengurangi
limbah dan mengurangi biaya pembelian garam. Sisa rontokan garam yang dihasilkan
dari 5,4 ton kulit sebesar 1 ton, biasanya hanya dibuang ke lingkungan untuk penimbunan
tanah sehingga dapat meningkatkan salinitas tanah. Limbah garam ini dapat
dimanfaatkan untuk proses pickling atau pengasaman agar kulit tidak membengkak saat
pengasaman (Anonim, 2004). Limbah garam tersebut telah terkontaminasi bakteri
halophilik dan halotoleran sehingga tidak bisa digunakan untuk proses pengawetan.
Kebutuhan garam untuk proses pengasaman kulit hasil proses buang kapur atau bloton
4,5 ton sebanyak 17 ton (± 765 Kg). Untuk menjamin derajat baume 7oBe dibutuhkan
garam baru sebesar 25%. Jika industri penyamakan kulit mengolah kulit mentah 5,4 ton
maka penghematan biayanya sebesar Rp 12.824.000,- (Asumsi 75% x 765 x Rp 800,-
(asumsi harga garam per Kg) (Prayitno, 2009).
V. KESIMPULAN
Metode yang dapat diterapkan oleh industri penyamakan kulit adalah reduce
chrome dengan garam kalium dan sodium silikat, recycle limbah padat penyamakan kulit
menjadi panil, recovery krom dari limbah shaving dan reuse limbah garam sisa proses
perontokan. Penerapan metode tersebut dapat mengurangi limbah yang dibuang ke
lingkungan dan mengurangi biaya proses produksi dengan tetap memperhatikan kualitas
kulit samak dan mengurangi limbah yang dibuang ke lingkungan serta memberikan
keuntungan untuk industri penyamakan kulit.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan YME, kepala Balai Besar Kulit,
Karet dan Plastik, Kepala Balai Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, serta semua
pihak yang telah membantu dalam penulisa karya tulis ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.(2004).IUE Recomendation on cleaner technologies for leather production. The
Documents of International Union of Environment (IUE) Commision, USA.
Anonim.(2007). Profil spesifikasi kulit tersamak Indonesia. USAID, SENADA, APKI,
APRISINDO, Jakarta
BSN (Badan Standarisasi Nasional). (2009). SNI 0253:2009: Kulit bagian atas alas kaki-
kulit kambing. Jakarta, Indonesia:BSN.
Dewi, Gede, D., Kesuma, N. (2002). Pengaruh penggunaan kombinasi "reduced-chrome"
dan "chrome" pada penyamakan kulit kelinci "suede" terhadap kekuatan tarik,
kemuluran dan sifat organoleptik,1, 58
Anonim.(2020). Ekonomi Sirkular. Retrieved from
https://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_sirkular,
IUE (The International Union Environment Commission)-2. (2008). Recomendation for
tannery solid by product management Retrieved from http://www.iultcs.org/pdf/IUE2-
2008
Kirchherr, D. Reike, and M. Hekkert. (2017). conceptualizing the circular economy: an
analysis of 114 definitions.Resour.Conserv. Recycl., 127, 221-232,
doi:10.1016/j.resconrec.2017.09.005
Jayusman. (1986). Pengetahuan Bahan. Seksi pengawasan mutu dan nirmalisasi balai
pengembangan barang kulit, Yogyakarta.
Joko, T. (2003). Penurunan Kromium (Cr) dalam limbah cair proses penyamakan kulit
menggunakan senyawa alkali Ca(OH)2, NaOH, dan NaHCO3. Studi Kasus di PT.
Trimulyo Kencana Mas Semarang. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2(2)
H a l | 91
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 85 - 92
Manahan, S.E.(1992). Enviromental chemistry, 6th, Ed, Lewis Publ: New York.
Murti, Rihastiwi Setiya. (2019). Pemanfaatan sodium silikat untuk menurunkan
penggunaan krom pada penyamakan kulit (Tahun II). 2 ed., vol. 2, Yogyakarta:
Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik
Okoh, S., Okunade, I. O., Adeyemo, D. J., Ahmed, Y.A., Audu, A. A., & Amali, E. (2012).
Residual chromium in leather by instrumental neutron activation analysis. American
Journal of Applied Sciences,9(3), 327-330.
Anonim. (2021). Penerapan Circular Economy Berpotensi Dorong Substitusi Impor Sektor
Industri. Retrieved from https://kemenperin.go.id/artikel/22260/Penerapan-Circular-
Economy-Berpotensi Dorong-Substitusi-Impor-Sektor-Industri
Pratiwi,D.T., A.T. Prasetya dan W. Sumarni.(2013). Penentuan kadar kromium dalam
limbah industri dengan metoda presipitasi menggunakan Cu-Pirolidin Ditio karbamat
(Skripsi Sarjana). Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Prayitno. (2009). Kajian penerapan recycle, reuse dan recovery untuk proses produksi
kulit wet blue pada industri penyamakan kulit. Majalah Kulit, Karet, dan Plastik,
25(1), 45-52
Purnawan, M, Manullang, J.R., Wahyudi, K. (2021). Cullet dalam ekonomi sirkular
industri kaca. Balai Besar Keramik. Bandung.
Rafsanjani, R., Apriyanto, H., Cakrawala, C. (2016). Proses pengolahan dan penyamakan
kulit kambing (Capra aegagrus hircus) menggunakan bahan penyamak Chromosal
B, 1, 48.
Rumiyati, Pertiwi, S. (2001). Laporan penelitian produk/teknik produksi. Pemanfaatan
limbah padat dari proses penyamakan kulit untuk papan partikel (panil), 1, 28.
Sangeeth, M. G., Saravanakumar, M. P., & Porchelvan,P. (2009). Pollution potential of
chrome shavinggenerated in tanning process. Journal of AppliedSciences in
Environmental Sanitation, 11, 11-15.
Setiyono dan Yudo, S.(2014). Daur ulang air limbah industri penyamakan kulit (studi
kasus di lingkungan industri kulit, Magetan, Jawa Timur). Jakarta: Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Slamet,S., Riyadi, D., Wahyu.(2013). Pengolahan limbah logam berat chromium (VI)
dengan Fotokatalis Tio. Makara Teknologi, 7(1), 27-32
Sutyasmi, S. (2010). Pemisahan protein dalam limbah shaving industri penyamakan kulit.
Dalam Prosiding Workshop Nasional KaryaTulis Ilmiah Jurnal Riset Industri.
Bandung, Indonesia: BPKIMI.
Sutyasmi, Sri, and Supraptiningsih. (2014). Pemanfaatan kembali krom limbah shaving
untuk penyamakan kulit.Journal of Leather, Rubber, and Plastics, 30(2), 87-94.
Wiharti, Riyanto dan N. Fitri. (2011). Aplikasi metode elektrolisis menggunakan elektroda
Platina (Pt), Tembaga (Cu) dan Karbon (C) untuk penurunan kadar Cr dalam limbah
cair industri penyamakan kulit di Desa Sitimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta
(Skripsi Sarjana). Jurusan Ilmu Kimia, FMIPA, Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta.
Yazid, M., A. Bastianudin dan W. Usada. (2007). Seleksi bakteri pereduksi krom di dalam
limbah cair industri penyamakan kulit menggunakan metode ozonisasi. Pusat
teknologi akselerator dan proses bahan, batan yogyakarta. Prosiding PPI–PDIPTN.
Yogyakarta, Indonesia: Pustek Akselerator dan Proses Bahan–BATAN.
H a l | 92
4R Pengolahan limbah plastik sebagai campuran aspal…….Harris A.S., et al.
4R Pengolahan limbah plastik sebagai campuran aspal
4R Plactic waste management for ashpalt mixing
Harris A.S.a,*, Muhammad F.a, Rahmat A.M.a, Nanang J.P.b
a Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang
Jl.Perindustrian II No.12 KM.9, Sukarami, Palembang, Indonesia
b Balai Riset dan Standardisasi Industri Ambon Besar
Jl. Kebun Cengkih, Sirimau, Ambon, Indonesia
*[email protected].
ABSTRAK
Pengelolaan Sampah khusunya sampah plastik di Indonesia masih menggunakan
pola lama yaitu dengan Kumpul-angkut-buang. Pengelolaan sampah plastik dengan
metode 4R (reduce, reuse, recycle dan replace) masih belum diterapkan. Jumlah dari
sampah plastik di Indonesia termasuk jenis sampah yang mendominasi dari berbagai
jenis sampah yang ada saat ini yaitu sebanyak 17.01% dari total timbunan sampah. Efek
Pengelolaan sampah plastik yang kurang tepat dapat menimbulkan efek seperti
pencemaran lingkungan dan udara. Pemanfaatan dari limbah plastik saat ini bisa
menggunakan cara recycling plastik dan upcycling sebagai pencampuran dalam
pembuatan jalan atau aspal. Metode dalam pencampuran atau pembuatan aspal
menggunakan metode dry process dan wet process. Selain itu pemilihan sampah plastik
juga memiliki beberapa persyaratan untuk bahan pencampurannya. aspal yang
menggunakan campuran limbah plastik lebih memilki daya tahan yang baik, daya tahan
perkerasan dan stabilitas aspal yang meningkat mencapai 40%. Dengan metode
pengolahan sampah plastik bercampur aspal tersebut diharapkan bisa menjadi jalan
keluar pengelolaan limbah plastik yang sesuai dengan Circular Economy 4R (reduce,
reuse, rycle, dan replace).
Kata Kunci : 4R, sampah, sampah plastik, aspal
ABSTRACT
Waste management, especially plastic waste in Indonesia, still uses the old pattern,
namely Collect-transport-throw away. Plastic waste management using the 4R method
(reduce, reuse, recycle and replace) has not yet been implemented. The amount of plastic
waste in Indonesia, including the type of waste that dominates the various types of waste
currently available, is 17.01% of the total waste pile. Effects Improper management of
plastic waste can cause effects such as environmental and air pollution. Utilization of
plastic waste at this time can use plastic recycling and upcycling as a mixture in the
manufacture of roads or asphalt. Methods in mixing or making asphalt using dry process
and wet process methods. In addition, the selection of plastic waste also has several
requirements for the mixing material. asphalt that uses a mixture of plastic waste has
better durability, pavement durability and asphalt stability which increases to 40%. With
this method of processing plastic waste as a mixture of asphalt, it is hoped that it can be a
solution for managing plastic waste in accordance with the Circular Economy 4R (reduce,
reuse, recycle, dan replace).
Keyword : 4R, waste, plastic waste, asphalt
I. PENDAHULUAN
Salah satu persoalan besar yang dialami beberapa Negara di dunia pada era
sekarang ialah sampah. Sampah yang tidak dikelola dengan benar bisa menjadi petaka
dan juga wabah bagi suatu negara. Dan pada kenyataanya bangsa kita juga sedang
H a l | 93
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 93 - 102
menghadapi permasalahan tersebut. Menurut data yang dirilis Kemenlhk, pada tahun
2020 tumpukan sampah di negara kita tercatat di angka 67,8 juta ton. Terlebih
pengelolaan sampah di Indonesia masih didominasi oleh pola lama yaitu pola (kumpul-
angkut-buang) alias pola liner dimana pola ini sudah tidak dipakai oleh beberapa negara
maju, khususnya negara-negara yang mengadopsi pola terkini, yaitu dengan
memaksimalkan pemanfaatan nilai ekonomi sampah (Circullar Economy) dengan cara
penerapan reduce, reuse, recycle dan replace (4R). Masalah lain terkait pengelolaan
sampah yang ada di Indonesia yaitu daya serap dari kegiatan daur ulang yang masih
rendah. KemenLHK menyebut angkanya dikisaran 11 persen. Bandingkan dengan Korea
Selatan yang mencapai 50 persen dari total produksi sampah nasional mereka atau
masih lebih rendah dari Kolombia sebesar 20 persen (Setiawan, 2021).
Dari beberapa jenis sampah, plastik merupakan salah satu sampah yang
mendominasi. Terbukti SIPSN menyebut sampah plastik pada tahun 2020 menyumbang
sekitar 17,01% dari total tumpukan sampah di Indonesia (Permana, 2019). Hal ini karena
plastik termasuk salah satu produk yang mempunyai banyak penggunaannya mulai dari
bahan untuk pembuatan pipa, kemasan, kantung dan masih banyak lagi. Selain itu
menurut sifatnya plastik memiliki karakteristik yang fleksibel dan kuat selain itu dalam
pembuatannya relative murah dan mudah sehingga harga jual pun tidak terlalu mahal
yang membuat plastik menjadi favorit bagi penggunanya baik masyarakat maupun
industri. Namun seiring berjalannya zaman tanpa disadari limbah yang berupa sampah
plastik semakin menumpuk dan yang semakin parahnya plastik termasuk hidrokarbon
yang tidak mudah terurai. Membuat sampah plastik menjadi tertimbun dan tidak terkelola
dengan benar (Purwonugroho & Parulian, 2018). Adapun data yang didapat dari
Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2019 tumpukan sampah plastik berkisar
16,4% dari timbunan sampah, sedangkan pada tahun 2020 naik menjadi 17,01% dari total
67,8 juta ton timbunan sampah. Hal ini menjadi salah satu persoalan yang dihadapi bangs
akita dan diperlukan sistem pengelolaan yang benar.
Pemerintah melalui kementerian PUPR berupaya menanggulangi permasalahan
sampah yaitu dengan membangun TPA regional, TPS-3R, Sanitasi Berbasis Masyarakat
(Sanimas), Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Instalasi Pengolahan Lumpur
Tinja (IPLT). Selain itu, pemanfaatan limbah plastic sebagai bahan campuran aspal juga
termasuk menjadi salah satu program yang dicanangkan pemerintah melalui
KemenPUPR (Jay, 2019) Namun, Sebagian besar yang terjadi di masyarakat atau di TPA
(Tempat Pembuangan Akhir), sampah plastik yang sudah semakin tertimbun itu dibakar
dengan maksud agar jumlah sampah plastik berkurang. Akan tetapi cara seperti ini
tentunya tidak baik bagi lingkungan karena akan membuat udara menjadi tercemar,
karena hasil pembakaran tersebut akan membentuk gas hidrogen sulfida (H2S), gas
klorida (CI) dan karbon monoksida (CO) yang beracun dan berbahaya (Purwonugroho &
Parulian, 2018).
Adapun cara mengelola sampah plastik lainnya yaitu dengan memanfaatkan
sampah plastik didaur ulang jadi suatu barang/produk yang menjadi bentuk baru dan
memiliki nilai guna. Selain itu daur ulang juga harus memikirkan jangka panjang, jangan
sampai setelah mendaur ulang plastik tercipta sampah atau limbah lainnya.
Aspal mengandung senyawa hidrokarbon yang terdiri dari kandungan sulfur,
oksigen, serta klor. Berdasarkan kuantitas umumnya 80% massa aspal adalah karbon,
10% hidrogen, 6% belerang, selebihnya oksigen, nitrogen serta sejumlah renk besi, nikel
dan vanadium. Dari senyawa yang ada pada aspal tadi, penambahan sampah plastik bisa
meningkatkan keistimewaan aspal serta menurunkan dampak lingkungan dari sampah
plastik, dan bisa mengurangi jumlah sampah palstik yang ada.
Hal | 94
4R Pengolahan limbah plastik sebagai campuran aspal…….Harris A.S., et al.
II. LIMBAH PLASTIK
Plastik adalah polimer sintesis yang karakteristiknya susah terurai di alam.
Diperlukan masa hampir puluhan decade untuk mengurai plastik dengan sempurna. Jika
pemakaian plastik bertambah terus-menerus sementara masa penguraiannya sangat
lama maka dipastikan penumpukan limbah plastik tidak akan terhindarkan. Plastik secara
umum dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu thermoplastic dan termoset. Tipe Thermoplastik
merupakan tipe plastic yang dapat dipanaskan untuk dilunakkan terlebih dahulu untuk
dapat digunakan kembali. Sedangkan tipe termoset tidak dapat dilunakkan kembali
(Purnamasari, 2010). Berdasarkan jenisnya, terdapat 6 jenis plastik yaitu Polyethylene
Terephthalate (PET) contohnya adalah botol minuman, High Density Polyethylene
(HDPE) ditemukan pada tutup botol minuman, Polyvinyl Chloride (PVC) misalnya pada
pipa saluran dan kabel listrik, Low Density Polyethylene (LDPE) pada kantong plastic atau
kresek, Polypropylene (PP) pada bungkus kemasan makanan, Polystyrene (PS)
contohnya sterofoam (Pusjatan, 2017), dan Polycarbonate (PC) serta plastik multilayer
(Dharini, 2008).
Pada dasarnya sampah plastik terbagi dari beberapa komposisi yaitu 46%
Polyethylene (HDPE dan LDPE), 16% Polystyrene (PS), 16% Polypropylene (PP), 7%
Polyvinyl Chloride (PVC), 5% Acrylonitrile-Butadiene-Styrene (ABS), 5% Polyethylene
Trephthalate (PET), serta polimer-polimer lainnya. Plastik yang dihasilkan saat ini diatas
70% berasal dari Polyethylene (PE), Polpropylene (PP), Polystyrene (PS), dan Polyvinyl
Chloride (PVC) (Praputri, Mulyazmi, Sari, & Martinz, 2016).
Dari beberapa jenis plastik, jenis HDPE dan LDPE yang paling cocok digunakan
dalam pengaplikasian untuk campuran aspal. Karena untuk menjadi campuran aspal
plastik terlebih dahulu melalui proses pencacahan dan plastik jenis ini lebih mudah untuk
dicacah dibanding jenis plastik lainnya. Selain itu, plastik jenis ini cukup kuat sehingga
sangat cocok untuk menjadi campuran aspal.
Plastik Low Density Polyethylene (LDPE) merupakan termoplastik yang terbuat dari
minyak bumi. Plastik ini mempunyai tingkat densitas yang rendah yaitu (0,910-0,940)
gr/cm3, hanya bersifat reaktif terhadap oksidator yang kuat dan tidak bersifat reaktif oleh
suhu kamar dan titik leleh dari jenis LDPE yaitu sekitar (105-115)°C (Afriyanto, 2019).
Saat ini plastik merupakan limbah atau sampah yang menjadi momok hampir di
seluruh dunia. Tidak hanya bagi negara berkembang tapi juga bagi beberapa negara
maju layaknya Jepang, Inggris, serta Amerika. Pemanfaatan bahan plastik di negara-
negara Eropa Barat dewasa ini hingga 60kg/orang/tahun, sedangkan Amerika Serikat
mencapai 80kg/orang/tahun (Inswa.or.id, 2020). Menurut riset yang di lakukan oleh Jenna
R. Jambeck dari University of Georgia, di tahun 2010 terdapat 275 juta ton sampah plastik
yang dihasilkan di seluruh dunia. Sekitar 4,8-12,7 juta ton dibuang sembarangan dan
membuat laut tercemar.
Di negara kita sendiri, kecendrungan menimbun sampah plastik pada kurun waktu
15 tahun terakhir, khusunya daerah perkotaan, mulai dari 11% di tahun 2005 menjadi
15% di tahun 2015. Sebanyak 9,85 milyar lembar per tahun dihasilkan yang bersumber
dari hanya dari 90 gerai ritel se Indonesia (Ditjen-ppkl-KEMENLHK, 2018). Menurut
penelitian Jambeck pada tahun 2015, tercatat bahwa Indonesia menjadi negara kedua
penghasil sampah plastik dilaut sebesar 1,29 Juta Ton/Tahun hanya kalah dari China
3,53 Juta Ton/Tahun (Ditjen-ppkl-KEMENLHK, 2018). pada tahun 2019 ada sekitar 16,4%
dari total keseluruhan sampah yang ada merupakan sampah plastik dan mengalami
kenaikan menjadi 17,01% pada tahun berikutnya (Sipsn-menlhk, 2019). Hal ini tentunya
bakal meningkat dikemudian hari apabila tidak diatur secara tegas serta belum
digencarkan solusinya. Mengingat kebutuhan plastik yang sangat besar tidak hanya bagi
masyarakat umum pun juga bagi sector industry. Ada beberapa cara untuk
menanggulangi limbah plastic yaitu dengan penggunaan furoshiki (kain persegi),
H a l | 95
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 93 - 102
pengolahan limbah dengan metode fabrikasi dan menggunakan plastic biodegradable
(Nasution, 2015).
2.1. Circular economy
Ada beberapa faktor kunci untuk menciptakan pemecahan persoalan pengendalian
sampah, layaknya penggunaan plastik bekas produk kemasan, yaitu salah satunya
adalah sinergi yang tercipta antar stakeholder dalam pembangunan tata kelola
persampahan yang terpusat dan berkesinambungan. Dan pendekatan yang bisa
diexplorasi adalah pengendalian berkesinambungan melalui Circular Economy.
Circular economy merupakan sistem ekonomi dimana produk/jasa diperjualbelikan
dan merupakan suatu closed cycle yang didesain untuk mempertahankan setinggi
mungkin product value, produk samping, dan bahan lainnya. Secara umum, konsep ini
bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dengan tetap mempertahankan
value suatu sumber daya atau untuk menciptakan recycling dari suatu produk,
pembaharuan kembali dan pemanfaatan yang lebih optimal, serta material suatu daur
hidup yang lebih panjang (Bocken, 2018).
Konsep Circular Economy bukan lagi sekedar merancang model industri dengan
prinsip zero waste, namun berfokus pada faktor sosial serta ketersediaan sumber daya
maupun energi yang berkesinambungan (Shiftindonesia, 2021). Metode yang cukup
familiar yang mendukung Circular Economy adalah 4R yang memiliki singkatan dalam
bahasa inggris Reuse, Reduce, Replace dan Recycle. Metode ini merupakan
penyelesaian dalam persoalan limbah plastik. Salah satunya dengan mendaur ulang atau
memanfaatkannya menjadi campuran pembuatan aspal.
Selain menjadi tumpuan dalam menyelesaikan permasalahan sampah plastik,
penggabungan sampah plastik dengan aspal ini juga bermanfaat dalam menekan biaya
pembangunan insfrastruktur jalan. Manfaat lain yang didapat yaitu jalanan yang terbuat
dari campuran sampah plastik dan aspal ternyata mempunyai pondasi yang tahan
dibanding aspal tanpa campuran sehingga mengurangi biaya perawatan infrastruktur
jalan.
2.2. Aspal
Menurut definisinya, Aspal merupakan suatu cairan yang lekat atau berbentuk
padat, yang terdiri dari hydrocarbons maupun turunannya, sifatnya tidak mudah menguap
dan apabila dipanaskan akan lunak secara bertahap serta terlarut dalam trichloro-
ethylene. Aspal berwarna hitam atau kecoklatan, memiliki sifat kedap air dan adhesive
(British Standard, 1989).
Adapun fungsi aspal pada saat digunakan sebagai material perkerasan jalan adalah
sebagai berikut:
1. Sebagai bahan pengikat, yaitu membentuk ikatan yang kuat antara aspal dan
agregat maupun antara sesama aspal.
2. Sebagai bahan pengisi, yaitu mengisi celah rongga antar butir agregat dan pori –
pori yang ada pada butir agregat itu sendiri.
Jalan raya termasuk satu diantara beberapa prioritas dalam pembangunan
nasional, dikarenakan penggunaan jalan raya sebagai lalu lintas sarana trasportasi, baik
pengiriman maupun perjalanan dalam menggerakkan ekonomi nasional. Di tahun 2017
pembangunan infrastruktur jalan semakin pesat di berbagai pelosok tanah air, tidak
berpusat di pulau jawa saja (Wirabrata, 2019). Akan tetapi kendala yang tidak jarang
ditemukan misalnya struktur jalan yang tidak stabil serta mudah rusak. Tingkat kestabilan
perkerasan jalan yang rendah menjadi salah satu factor penyebab jalan menjadi retak dan
timbul alur (Situmorang, 2019). Hal ini bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan. Salah
satu langkah agar kualitas jalan raya meningkat yaitu dengan melakukan pencampuran
Hal | 96
4R Pengolahan limbah plastik sebagai campuran aspal…….Harris A.S., et al.
bahan tambah (additive) untuk meningkatkan kualitas jalan. Tentunya bahan tambah ini
harus mempunyai kriteria karakter yang mendukung ketahanan dan kekuatan dari jalan.
Pada umumnya limbah plastik di Indonesia banyak dikategorikan dalam bentuk
PET, PE, PP. Dimana dari segi karakteristik fisik memiliki titik softening antara suhu
110°C hingga 140°C. Selama proses softening plastik tidak menghasilkan gas (beracun).
Plastik hasil softening mampu menghasilkan film diatas aggregat (batu/kerikil), dengan
teknik penyemprotan diatas agregat panas pada range suhu ±160°C. PCA (Plastics
Coated Agregate) memiliki ketahanan dan kualitas yang lebih unggul dari pada aspal
pada umumnya (Purwonugroho & Parulian, 2018).
III. PENERAPAN LIMBAH PLASTIK MENJADI ASPAL
Untuk menanggulangi permasalahan dari menumpuknya limbah sampah plastik
yaitu salah satunya dengan harus meninggalkan konsep lama yang menganut konsep
Model linear economy yang bersifat take – make – dispose (ambil-pakai-buang) yang kita
gunakan selama beberapa decade terakhir. Konsep yang sudah harus digencarkan yaitu
Circular Economy yang berpedoman pada mengurangi sampah dan memaksimalkan
sumber daya yang ada. Dalam sistem circular economy, sampah yang terbuang, emisi
dan energi terbuang, penggunaan sumber daya diminimalkan dengan menutup siklus
produksi-konsumsi melalui perpanjangan umur produk, daur ulang menjadi produk lain
(upcycling), daur ulang ke produk semula (recycling), remanufaktur, pengunaan kembali,
dan inovasi desain. Dalam konteks keberlanjutan produk plastik, konsep circular economy
diterapkan melalui beberapa cara seperti upcycling plastik dan recycling plastik sebagai
campuran aspal (Chandra Asri Petrochemical, 2020).
Gambar 1. Circular Economy Aspal Plastik
Limbah plastik sebagai bahan perkerasan jalan sebenarnya bukanlah hal yang
baru. Seorang peneliti di India telah memanfaatkan plastik sebagai bahan jalan telah
diterapkan pada > 20.000 mil jalan di India (Susanto, 2019). Sedangkan beberapa daerah
di Indonesia sendiri sudah menerapkan hal ini. Pada tahun 2019 wali kota Tegal
menandai pengerjaan proyek tersebut dengan sepanjang 1.800 m yang dimana
membutuhkan 267.000 lembar atau sekitar 500 kg plastik. Selain tegal, KemenPupr
menyebutkan beberapa ruas jalan di daerah Cilincing, Surabaya, Medan, Semarang &
Rest Area Tol Tangerang-Merak sudah menerapkan proyek ini. Lebih lanjut Kemenpupr
menyebutkan sudah sekitar 22,7 km jalanan nasional yang menggunakan aspal dengan
campuran plastik pada tahun 2019 (PUPR, 2017). Adapun penggunaan aspal plastik
sendiri membutuhkan sekitar 2,5 ton-3 ton plastik kresek untuk mengaspal jalan
sepanjang 1 kilometer. Dengan catatan lebar jalan 7 meter dengan dua lajur dan
ketebalan 4 sentimeter (Prabowo, 2019). Untuk kadar aspal maksimum yang dipakai
adalah 6,5% dari total campuran, sedangkan kadar plastik yang direncanakan sebesar
H a l | 97
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 93 - 102
0%, 2%, 4% dan 6% dari kadar aspal yang digunakan. Kemudian plastik yang sudah
ditimbang dilelehkan dalam wadah yang berbeda dengan wadah aspal. Setelah plastik
meleleh, kemudian dicampurkan kedalam aspal yang sedang dipanaskan dan diaduk
sampai plastik dan aspal tercampur merata (Rahmawati, 2017).
Bahan utama penyusun perkerasan jalan adalah agregat, aspal, dan bahan pengisi
(filler). Agar mendapat perkerasan jalan yang mempunyai kualitas mumpuni, maka
kualitas bahan-bahan yang diperlukan juga harus berkualitas.
Agregat merupakan material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah dan kerak
tungku besi, yang dipakai secara bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk
membentuk suatu beton semen hidraulik atau adukan (Wikipedia, 2021).
Terdapat 2 metode dalam pembuatan atau pencampuran limbah plastik terhadap
aspal, yaitu:
a) Wet Process, namun dalam pengerjaannya metode ini hanya dapat menyerap
maksimal 1%. Ketika Campuran plastik melebihi 1% maka aspal akan mudah
getas dan tidak memenuhi persayaratan
b) Dry Process, pada metode ini penyerapan menjadi lebih maksimal mencapai 4%
- 6% sehingga metode ini yang terus dikembangkan dan digunakan
(KemenPUPR, 2017).
Selain metode pembuatannya, ada pula persyaratan plastik yang harus diperhatikan,
diantaranya:
a) Plastik yang dipilih harus dipilih, dicacah, dicuci dan kering
b) Bebas dari bahan organic karena akan mencemari campurannya
c) Harus 100% lolos saringan 3/8 inch
Berikut merupakan tahapan/proses dalam pencampuran plastik terhadap aspal
menggunakan metode kering (dry process):
1. Agregat atau bahan yang berisi batu pecah abu batu, batu bulat, dan pasir
dipanaskan pada suhu 170°C
2. Melakukan proses menyortir limbah plastik sesuai persyaratan yang berlaku
3. Mencampur sampah plastik dengan agregat yang sudah dipanaskan sehingga
akan menghasilkan polymer coated agregat atau agregat yang dilapisi plastik
4. Panaskan aspal ± 160°C
5. Campurkan polymer coated agregat dengan aspal yang telah dipanaskan
sehingga akan menjadi campuran aspal plastik
6. Hamparkan dan padatkan campuran aspal tersebut di jalan.
Gambar 2. Proses Pencampuran Sampah Plastik dengan Aspal
Hal | 98
4R Pengolahan limbah plastik sebagai campuran aspal…….Harris A.S., et al.
Selain itu menurut kemenpupr ada beberapa kelebihan dari aspal plastik, beberapa
diantaranya (PUPR, 2018):
a) Mempunyai level penerasan yang unggul.
b) Jejak roda yang ditinggalkan pada saat kendaraan melewati aspal basah tidak
berbekas
c) Stabilitas aspal meningkat 40%
d) Jika dibandingkan dengan aspal biasa, mempunyai daya tahan yang tinggi.
IV. KEKURANGAN DAN KELEBIHAN PENAMBAHAN PLASTIK
4.1. Kekurangan
1. Pada saat menambah plastik campuran aspal, maka rongga pada campuran (VIM)
menjadi naik. Tentunya hal tersebut membuat campuran menjadi bercelah
sehingga air dan udara bisa merembes diantara rongga-rongga dalam campuran
yang berakibat aspal mudah teroksidasi sehingga lekatan antar butiran agregat
menjadi berkurang menagkibatkan terjadinya pelepasan butiran (revelling) dan
pengelupasan permukaan (stripping) pada lapis perkerasan.
2. Tingkat ketahanan campuran berkurang, dikarenakan celah yang berisi aspal yang
menjadi turun, membuat stabilitas marshall sisa juga tambah turun sehingga
rongga yang ada pada campuran menjadi meningkat dan membuat campuran
menjadi tidak terlalu rapat menjadikan aspal mudah dioksidasi.
3. Biaya yang dikeluarkan pada penambahan plastik ini lebih besar dari biasanya,
karena plastik harus dipanaskan terlebih dahulu supaya menjadi halus, setelah
halus kemudian disaring lagi dengan menggunakan filter khusus no. 200.
4.2. Kelebihan
1. Nilai kelelehan berada diatas standar yang ditentukan walaupun menyusut
menjadi lebih kecil dengan adanya penambahan plastic tersebut. Selain itu
campuran menjadi lebih resistan pada perubahan plastis, gelombang
(washboarding), alur (rutting) dan bleeding.
2. Menurunkan jumlah limbah plastik yang sulit diurai untuk pemanfaatan filler dalam
campuran beraspal.
3. Menjadi solusi pada pengadaan aspal.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil ulasan yang penulis lakukan terhadap penerapan teknologi
pengolahan limbah plastik, terutama penulis fokus pada penerapan penggunaan limbah
plastik menjadi aspal dapat disimpulkan bahwa, untuk menanggulangi permasalahan dari
menumpuknya limbah sampah plastik yaitu salah satunya Circular Economy yang
bertumpu pada pengurangan sampah dan pengoptimalan sumber daya yang tersedia.
Dalam sistem circular economy, pemanfaatan sumber daya, barang tidak terpakai, emisi
dan energi terbuang diminimalkan dengan cara menutup siklus produksi-konsumsi
dengan memperlebar usia produk, desain inovasi, perawatan, reuse, remanufaktur, daur
ulang ke produk awal (recycling), dan daur ulang menjadi produk baru (upcycling). Dalam
konteks keberlanjutan produk plastik, konsep circular economy dapat diaplikasikan
melalui recycling plastik, upcycling plastik sebagai campuran aspal. Penggunaan plastik
sebagai campuran aspal dapat mengoptimalkan karakteristik aspal dan sekaligus
mengurangi dampak lingkungan dari sampah plastik, dan bisa mengurangi jumlah
sampah palstik yang ada. Berdasarkan data penelitian Kementerian PUPR dari Pusat
Penelitian Jalan dan Jembatan, sudah banyak melakukan penerapan Plastik sebagai
Campuran Aspal di beberapa daerah seperti Jawa Tengah, Bali, dan Makassar.
Kemudian dari pihak Swasta, PT. Chandra Asri Petrochemical juga sudah menerapkan
penggunaan plastik sebagai campuran Aspal dan mengaplikasikan di beberapa bagian
H a l | 99
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 93 - 102
jalan di perusahaanya. Hal ini menunjukkan, bahwa penerapan teknologi Aspal Plastik
sudah banyak digunakan di masyarakat dan menujukkan kepedulian beberapa kalangan,
bahwa teknologi ini bisa digunakan, dan dapat memberikan solusi bagi pengelolaan
sampah plastik di Indonesia.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pertama kami ucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang sudah
memberikan berkat yang luar biasa kepada kami untuk menyelesaikan karya tulis ini.
Selain itu kami ucapkan terimakasih kepada Balai Riset dan Standarisasi Industri
Banjarbaru selaku panitia Seminar Industri Hijau 2021 yang telah memfasilitasi kegiatan
ini. Dengan diselenggarakannya acara ini kami dapat belajar lebih jauh mengenai
berbagai cara dan peluang untuk dapat berpartisipasi mewujudkan industri yang lebih
baik dan ramah lingkungan. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada banyak
pihak yang membantu terutama, Baristand Industri Palembang dan Baristand Industri
Ambon yang telah memfasilitasi kami sehingga review jurnal ini dapat terwujud, serta
kepada tim revisi yang telah membantu memberikan saran dan masukan yang
membangun sehingga membuat karya tulis ini menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Afriyanto, B., Indriyati, E.W., Hardini, P. (2019). Pengaruh limbah plastik low density
polyethylene terhadap karakteristik dasar aspal. Purbalingga:Universitas Jenderal
Soedirman
Bocken, N.M.P.; Schuit, C.S.C. Kraaijenhagen, C. (2018). Experimenting with a circular
business model: Lessons from eight cases. Environmental Innovation and Societal
Transitions
Chandra Asri Petrochemical. (2020). Circular economy. Indian Concrete Journal, 94(1),
19–23.
Dharini, M. (2008). Studi terhadap timbulan sampah plastik multilayer serta upaya reduksi
yang dapat diterpakan di Kecamatan Jambangan Surabaya. Teknik Lingkungan
ITS, 1–13.
Ditjen-ppkl-KEMENLHK. (2018). Deklarasi “Kendalikan sampah plastik industri.” Retrieved
from www.Ppkl.Menlhk.Go.Id.
https://ppkl.menlhk.go.id/website/reduksiplastik/pengantar.php
Permana, Erric.2019 Indonesia hasilkan 67 juta ton sampah pada 2019. Retrieved from
https://www.aa.com.tr/id/headline-hari/indonesia-hasilkan-67-juta-ton-sampah-pada-
2019/1373712
Inswa.or.id. (2020). Fenomena sampah plastik di Indonesia. Retrieved from
www.Inswa.or.Id. https://inswa.or.id/fenomena-sampah-plastik-di-indonesia/
Jay, 2019. Menteri Basuki : Pengurangan sampah tidak hanya mengandalkan
infrastruktur namun juga kesadaran masyarakat. Retrieved from
https://pu.go.id/berita/menteri-basuki-pengurangan-sampah-tidak-hanya-
mengandalkan-infrastruktur-namun-juga-kesadaran-masyarakat
Hadid, M., Ubudiyah, A., & Apriyani, D.W. (2020). Alternatif aspal modifikasi polimer
dengan menggunakan sampah plastik kemasan makanan. Jurnal Manajemen Aset
Infrastruktur & Fasilitas, 4(1)
KemenPUPR. (2017). Kembangkan pemanfaatan limbah plastik untuk aspal [file video].
Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=5FCT7F4Ugx8
Nasution, R.S. (2015). Berbagai cara penanggulangan limbah plastik. Banda Aceh: UIN
Ar-Raniry
Prabowo, Dani. (2019). Aspal karet dan plastik, mana lebih baik?. Retrieved from
https://properti.kompas.com/read/2019/02/15/223118121/aspal-karet-dan-plastik-
mana-lebih-baik
Hal | 100
4R Pengolahan limbah plastik sebagai campuran aspal…….Harris A.S., et al.
Praputri, E., Mulyazmi, Sari, E., & Martynis, M. (2016). Pengolahan limbah plastik
polypropylene sebagai bahan bakar minyak (BBM) dengan proses pyrolysis.
Seminar Nasional Teknik Kimia – Teknologi Oleo Petro Kimia Indonesia Pekanbaru,
Indonesia, 1(1), 159–168
Purwonugroho & Parulian. (2018). Pengolahan limbah plastik high density polyethylene
(hdpe) dan polyprophylene (Pp) dengan metode mix plastic coated aggregate untuk
meningkatkan kualitas aspal beton (Skripsi Sarjana). Undergraduate thesis, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember
PUPR. (2017). Teknologi campuran beraspal menggunakan limbah plastik (aspal plastik).
pusat litbang jalan dan jembatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
PUPR. (2018). Kementerian PUPR terapkan teknologi aspal plastik dan aspal karet dalam
pemeliharaan jalan nasional. Retrieved from www.Pu.Go.Id.
https://pu.go.id/berita/kementerian-pupr-terapkan-teknologi-aspal-plastik-dan-aspal-
karet-dalam-pemeliharaan-jalan-nasional
Purnamasari, E.P., Surayaman, F. (2010). Pengaruh penggunaan limbah botol plastik
sebagai bahan tambah terhadap karakteristik lapis aspal beton (Laston).
Yogyakarta:Universitas AtmaJaya Yogyakarta
Pusjatan. (2017). Teknologi campuran beraspal menggunakan limbah plastik (teknologi
aspal plastik). Solo : Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
Rahmawati, Anita. (2017). Perbandingan penggunaan polypropilene (PP) dan high
density polyethylene (HDPE) pada campuran laston_WC. Media Teknik Sipil
Journal, 15 (1),11-19
Setiawan, Anton. (2021) Membenahi tata kelola sampah nasional. Retrieved from
https://indonesia.go.id/kategori/indonesia-dalam-angka/2533/membenahi-tata-
kelola-sampah-nasional
Shiftindonesia. (2021). Apa itu konsep circular economy? Retrieved from
www.Shiftindonesia.Com. http://shiftindonesia.com/apa-itu-konsep-circular-
economy/
Situmorang, P. Yofianti,D. Safitri,R. (2019). Penggunaan Plastik LDPE (Low Density
Polyethylene) sebagai substitusi aspal pada campuran ac-wc. Bangka Belitung:
Universitas Bangka belitung
Sipsn-menlhk. (2019). Komposisi Sampah. Retrieved from www.Sipsn.Menlhk.Go.Id.
https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/public/data/komposisi
Susanto, Iwan. (2019). Penerapan terbatas aspal plastik & aspal karet di jalan lingkungan
Pusjatan. Bandung : Nuansa Cendikia
Wikipedia, Agregat (Komposit), (online), Retrieved from
https://id.wikipedia.org/wiki/Agregat_(komposit), diunduh pada 10 Juli 2021.
Wirabrata, Achmad. (2019). Dampak pembangunan jalan tol terhadap sektor lain. Jakarta
: Puslit Badan Keahlian DPR RI
H a l | 101
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 93 - 102
Hal | 102
Identifikasi penerapan circular economy pada teknologi destilator limbah.…. Agil C. Yusufadz, et al.
Identifikasi penerapan circular economy pada teknologi destilator limbah
plastik muryani sebagai alternatif bbm
Identification of the application of circular economy on muryani plastic waste
distillation technology as an alternative fuel oil (BBM)
Agil C. Yusufadza,*, Achmad Rosyidina,*, Resa F. Gintinga,*, Tazkiyah F. Yamanb,*
a Balai Riset dan Standardisasi Industri Bandar Lampung
Jl. Soekarno Hatta KM. 1, Rajabasa, Kota Bandar Lampung, Indonesia
b Balai Riset dan Standardisasi Industri Ambon
Jl. Kebun Cengkeh, Batu Merah Atas, Kota Ambon, Indonesia
*[email protected]
ABSTRAK
Menurut data dari NPAP (The National Plastic Action Partnership), tercatat kurang
lebih 4,8 juta ton sampah plastik per tahun di Indonesia yang tidak dapat terkelola dengan
baik, seperti sampah yang dibakar di ruang terbuka (48%), kemudian sampah yang tidak
dikelola dengan layak di tempat pembuangan sampah resmi (13%) dan sisanya
mencemari saluran air dan laut (9%). Pengelolaan sampah plastik selalu menjadi
masalah. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi untuk penanganan masalah sampah plastik
yang lebih efektif melalui teknologi terbarukan yang tepat. Pak Muryani merupakan
pencipta teknologi destilator limbah plastik yang dapat mengubah limbah plastik menjadi
alternatif BBM ( Bahan Bakar Minyak ). Dari alat tersebut dapat dihasilkan 3 jenis bahan
bakar, antara lain: premium, solar dan minyak tanah. Metode yang digunakan adalah
studi kasus dengan pengamatan social media baik youtube maupun media mainstream
dan website. Peneliti hanya membatasi pada alat tersebut karena alat tersebut dapat
mengubah limbah plastik menjadi alternatif BBM yang mempunyai value economy.Dalam
produksinya, alat destilator limbah plastik muryani dapat mengolah limbah plastik menjadi
BBM alternatif sebanyak 2 kali sehari. Untuk satu kali proses membutuhkan waktu 4 jam
dengan output satu kali proses sebesar 10 liter. Dari 10 liter BBM alternatif yang
dihasilkan yaitu 60% solar, 25% premium, dan 15% minyak tanah. Adapun suhu yang
dibutuhkan selama proses pembuatannya yaitu 200°C. Untuk mengahasilkan 3 jenis BBM
alternatif, alat tersebut mengadopsi design sistem pemisahan berdasarkan berat jenis
cairan hasil proses pirolisisnya.Teknologi destilator limbah plastik Muryani dikategorikan
sebagai salah satu jenis circular economy, karena teknologi tersebut memanfaatkan
produk yang telah usai siklus hidupnya menjadi bahan bakar alternatif dan bahan bakar
alternatif tersebut dapat dijadikan sebagi peluang bisnis. Teknologi destilator limbah
plastik Muryani dapat menjadi solusi untuk pengolahan limbah plastik sekaligus dapat
menghasilkan nilai ekonomi.
Kata Kunci : sampah plastik, BBM alternatif, teknologi destilator limbah plastik muryani
ABSTRACT
According to data from NPAP (The National Plastic Action Partnership), there are
approximately 4.8 million tons of plastic waste per year in Indonesia that cannot be
managed properly, such as waste that is burned in open spaces (48%), followed by
unmanaged waste. properly disposed of in official waste disposal sites (13%) and the
remainder pollutes waterways and seas (9%). Plastic waste management has always
been a problem. Therefore, a solution is needed to deal with the problem of plastic waste
more effectively through appropriate renewable technology. Mr. Muryani is the creator of
plastic waste distillation technology that can convert plastic waste into alternative fuel (fuel
oil). From this tool, 3 types of fuel can be produced, including: premium, diesel and
kerosene. The method used is a case study by observing social media, both YouTube and
mainstream media and websites. Researchers only limit this tool because it can convert
H a l | 103
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 103 - 112
plastic waste into an alternative fuel that has economic value. In its production, the
Muryani plastic waste distiller can process plastic waste into alternative fuel 2 times a day.
For one process it takes 4 hours with a one-time output of 10 liters. Of the 10 liters of
alternative fuel produced, 60% diesel, 25% premium, and 15% kerosene. The
temperature required during the manufacturing process is 200°C. To produce 3 types of
alternative fuel, the tool adopts a separation system design based on the specific gravity
of the liquid resulting from the pyrolysis process. Muryani plastic waste distillator
technology is categorized as one type of circular economy, because the technology
utilizes products that have finished their life cycle into alternative fuels and materials.
These alternative fuels can be used as business opportunities. Muryani's plastic waste
distillator technology can be a solution for processing plastic waste while at the same time
generating economic value.
Keywords : plastic waste, alternative fuel oil, muryani plastic waste distillator technology
I. PENDAHULUAN
Permasalahan persampahan kini semakin menjadi concern yang mengkhawatirkan
di Indonesia. Tidak hanya terjadi di kota metropolitan, masalah tersebut juga timbul di
kota sedang dan kecil. Hal tersebut disebabkan karena pertumbuhan ekonomi dan
pertumbuhan penduduk di indonesia yang semakin meningkat, sehingga berdampak
pada bertambahnya timbulan jumlah dan jenis sampah.
Sampah plastik selalu menjadi perhatian khusus di Indonesia. Hal tersebut
didasarkan pada data perolehan sampah plastik yang mencapai 15% dari total perolehan
sampah nasional, dimana pertumbuhan rata-rata penduduk indonesia saat ini sebesar
14,7% per tahun sehingga sampah plastik menduduki peringkat kedua terbesar setelah
sampah makanan/organik (Kholidah, 2018; Dhokhikah, 2015; Trihadiningrum, 2006).
Beberapa penelitian terhadap perolehan sampah plastik juga dilakukan di beberapa kota
besar yang ada di indonesia dengan data yg didapatkan sebagai berikut : Jakarta (14%),
Surabaya (10,8%), dan Palangkaraya (15%) (Dhokhikah, 2015; Aprilia, 2012; Permana,
2010).
Menurut karakteristik dari plastik, plastik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
thermoplastic dan thermosetting. Thermoplastic merupakan jenis bahan plastik yang
dapat digunakan sebagai material daur ulang yang diubah menjadi bentuk material lain
dengan proses pemanasan. Contoh dari thermoplastic antara lain yaitu Polyethylene,
Polypropylene, Nylon, Polycarbonate. Sedangkan thermosetting ialah jenis plastik yang
tidak dapat dilelehkan untuk didaur ulang atau dibuat produk lain. Contoh plastik yang
termasuk thermosetting antara lain Phenol formaldehyde, Urea Formaldehyde, Melamine
Formaldehyde (Das, 2007).
Berdasarkan asalnya, sampah dibedakan menjadi dua jenis yaitu sampah plastic
dari industri dan sampah plastik dari rumah tangga. Sampah plastik industri biasanya
dihasilkan dari industri pembuatan plastik atau dari industri packing. Sedangkan sampah
plastik rumah tangga diperoleh dari aktivitas manusia sehari-hari seperti plastik kemasan,
plastik tempat makanan atau minuman (Syamsiro, 2013).
Menurut data dari NPAP (The National Plastic Action Partnership), tercatat kurang
lebih 4,8 juta ton sampah plastik per tahun di Indonesia yang tidak dapat terkelola dengan
baik, seperti sampah yang dibakar di ruang terbuka (48%), kemudian sampah yang tidak
dikelola dengan layak di tempat pembuangan sampah resmi (13%) dan sisanya
mencemari saluran air dan laut (9%). Pengelolaan sampah plastik selalu menjadi
masalah. Sebagai contoh, pengelolaan sampah plastik dengan metode pembakaran
dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara yaitu berupa emisi dioxin yang bersifat
karsinogen.
Hal | 104
Identifikasi penerapan circular economy pada teknologi destilator limbah.…. Agil C. Yusufadz, et al.
Adapun pengelolaan sampah plastik lainnya yaitu dengan metode recycle. Metode
tersebut dianggap kurang efektif karena hanya mengubah sampah plastik ke bentuk baru,
sehingga volume sampah plastik pun tidak berkurang. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi
lain untuk penanganan masalah sampah plastik yang lebih efektif melalui teknologi
terbarukan yang tepat.
Pak Muryani merupakan pencipta teknologi destilator limbah plastik yang dapat
mengubah limbah plastik menjadi alternatif BBM ( Bahan Bakar Minyak ). Dari alat
tersebut dapat dihasilkan 3 jenis bahan bakar, antara lain: premium, solar dan minyak
tanah. Dengan berlatar belakang sebagai petugas kebersihan di kelurahan Wlingi Kab.
Blitar, pak Muryani memanfaatkan teknologi buatanya untuk mengurangi sampah plastik
dan dijadikan sebagai peluang usahanya. BBM dari alat tersebut biasanya dibeli oleh
petani untuk bahan bakar mesin traktor dan warga sekitar untuk sepeda motornya.
Penelitian ini berujuan untuk mengidentifikasi penerapan circular economy pada
teknologi destilator limbah plastik Muryani sebagai alternatif BBM. Peneliti berharap
teknologi buatan pak Muryani dapat dikaji dan dikembangkan lebih lanjut sebagai
penanganan sampah nasional yang dapat menghasilkan nilai ekonomis.
II. KORPUS DATA DAN METODE
Korpus data penelitian ini adalah alat destilator limbah plastik Muryani yang diambil
dari media sosial (youtube). Peneliti hanya membatasi pada alat tersebut karena alat
tersebut dapat mengubah limbah plastik menjadi alternatif BBM yang mempunyai value
economy. Sedangkan untuk metode penelitian ini menggunakan metode studi kasus.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Gambaran umum alat destilator limbah plastik Muryani
Alat destilator limbah plastik Muryani sebenarnya terlihat seperti mesin destilator
pada umumnya. Alat tersebut juga menggunakan proses pirolisis dalam pengolahan
limbah plastik. Proses pirolisis adalah proses pemecahan rantai polimer menjadi senyawa
yang lebih sederhana melalui proses pembakaran. Proses pirolisis terdiri dari 3 tahapan
yaitu tahap pembakaran, tahap kondensasi dan tahap penghentian. Tahap pembakaran
diawali dengan membakar sampah plastik didalam reaktor, kemudian sampah plastik
akan berubah menjadi uap hasil pirolisis yang mana uap tersebut akan dialirkan menuju
kondensor untuk mengalami tahap kondensasi. Didalam kondensor, uap hasil pirolisis
akan dikondensasikan menjadi fase cair dan cairan tersebut dikumpulkan. Setelah semua
uap berubah menjadi cairan, proses pirolisis memasuki tahap penghentian. Proses
penguapan berhenti setelah 40 menit ketika suhu uap yang mengembun pada dinding
reaktor, turun hingga di bawah 80°C. Sifat, hasil, dan komposisi kimia cairan yang
dihasilkan oleh pirolisis sampah plastik tergantung pada rekayasa proses dan jenis
sampah yang dipakai dalam proses pirolisisnya (Hamidi, 2013). Minyak hasil pirolisis
memiliki dua kelebihan yaitu pertama, minyak hasil pirolisis bersifat anhidrat (tidak
mengandung air) dan kedua, minyak hasil pirolisis tidak mengandung oksigen. Sehingga
minyak hasil pirolisis lebih baik jika dibandingkan dengan biodisel ataupun bioethanol.
Karena minyak hasil pirolisis memiliki nilai kalor yang besar dan tidak menimbulkan korosi
(Hidayah, 2018).
Dalam produksinya, alat destilator limbah plastik muryani dapat mengolah limbah
plastik menjadi BBM alternatif sebanyak 2 kali sehari. Untuk satu kali proses
membutuhkan waktu 4 jam dengan output satu kali proses sebesar 10 liter. Dari 10 liter
BBM alternatif yang dihasilkan yaitu 60% solar, 25% premium, dan 15% minyak tanah.
Adapun suhu yang dibutuhkan selama proses pembuatannya yaitu 200°C. Berikut
gambaran cara kerja alat destilator limbah plastik Muryani dalam memproduksi BBM
alternatif yang disajikan pada Gambar 1.
H a l | 105
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 103 - 112
Pengumpulan limbah
plastik dari TPA
Pemilahan dan
pengeringan sampah
Pemasukan sampah ke dalam
reaktor pembakaran
Pembakaran sampah dengan
suhu 200°C (4 jam)
BBM alternatif siap
digunakan
Gambar 1. Cara Kerja Alat Destilator Limbah Plastik Muryani
Alternatif BBM Muryani biasanya dimanfaatkan oleh para petani untuk bahan bakar
mesin traktor dan bagi warga sekitar untuk sepeda motornya. BBM alternatif Muryani
dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan BBM pada umumnya. Hal
inilah yang membuat BBM alternatif Muryani dilirik oleh masyarakat sekitar.
3.2 Design alat destilator limbah plastik Muryani
Alat destilator limbah plastik muryani dapat mengubah limbah plastik menjadi 3 jenis
BBM alternatif antara lain : premium alternatif, solar alternatif dan minyak tanah alternatif.
Untuk mengahasilkan 3 jenis BBM alternatif, alat tersebut mengadopsi design sistem
pemisahan berdasarkan berat jenis cairan hasil proses pirolisisnya. Adapun data berat
jenis fluida dari ketiga jenis BBM alternatif yang dihasilkan oleh alat destilator limbah
plastik muryani, antara lain : premium (0.68 kg/L) , minyak tanah (0.78-0.81 kg/L)
(Mulyadi, 2010) , dan solar (0.86 kg/L).
Hal | 106
Identifikasi penerapan circular economy pada teknologi destilator limbah.…. Agil C. Yusufadz, et al.
Gambar 2. Alat Destilasi Limbah Plastik Muryani
Keterangan Gambar :
1. Inlet Destilator 6. Pipa penyalur
2. Tungku Pembakaran 7. Kondensor
3. Reaktor 8. Kran Minnyak Tanah
4. Tangki Penampung Gas Hasil Pirolisis 9. Kran Premium
5. Tangki Penampungan Solar 10. Kran Solar.
Berdasarkan kapasitasnya, alat destilator limbah plastik muryani dibedakan menjadi
2 jenis alat, yaitu : alat dengan kapasitas 10 kg dan 50 kg. Adapun material yang dipakai
untuk manufaktur alat tersebut yaitu stainless steel. Untuk membuat alat dengan
kapasitas 10 kg dibutuhkan waktu manufaktur selama 20 hari. Seluruh proses manufaktur
dikerjakan sendiri oleh pak muryani dengan dibantu seorang anaknya. BBM alternatif
yang dihasilkan dari alat tersebut belum bisa langsung digunakan, karena dalam BBM
alternatif tersebut masih terdapat timbal dan logam-logam pengotor lainya sehingga
setelah proses pirolisis masih ada proses selanjutnya. BBM alternatif tersebut harus
dijernihkan lagi dengan alat yg berbeda dan alat tersebut dibuat oleh anaknya. Proses
penjernihan membutuhkan waktu selama 2 hari, setelah BBM tersebut sudah dipastikan
jernih makan BBM alternatif muryani siap dijual.
3.3 Kelebihan dan kekurangan alat destilator limbah plastik Muryani
Setiap hasil inovasi teknologi pasti memiliki suatu kelebihan dan kekurangan dari
teknologi tersebut. Untuk alat destilator limbah plastik muryani mengklaim memiliki
kelebihan sebagai berikut :
3.3.1 Output alat destilator berupa 3 jenis BBM Alternatif
Alat destilator limbah plastik muryani dapat mengubah limbah plastik menjadi 3 jenis
BBM alternatif antara lain : premium alternatif, solar alternatif dan minyak tanah alternatif.
Pak muryani dan timnya mengklaim tersebut karena terdapat sebuah rahasia didalam
rangkaian kondensor yang dapat memisahkan secara sempurna dari 3 jenis BBM
alternatif. Pemisahan 3 jenis BBM alternatif menggunakan prinsip berat jenis fluida,
dimana yang paling ringan menjadi output fraksi pertama dan yg paling berat menjadi
output fraksi terakhir.
Gambar 3. BBM Alternatif Muryani
H a l | 107
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 103 - 112
3.3.2 Alat destilator sebagai solusi untuk mengurangi timbulan sampah plastik
Dalam wawancara di acara hitam putih, pak muryani menegaskan bahwa
penemuan alat destilator limbah plastik didasarkan atas permasalahan sampah plastik yg
ada di daerahnya dan bukan bermaksud untuk memproduksi BBM alternatif. Seperti yang
kita ketahui bersama, sampah plastik susah untuk diuraikan secara alami, sampah plastik
membutuhkan waktu sekitar kurang lebih 100 tahun untuk dapat terurai secara alami dan
alat destilator limbah plastik muryani dapat mengelola sampah plastik menjadi BBM
alternatif dengan waktu proses yang singkat yaitu 4 jam. Kapasitas dari alat tersebut juga
besar yaitu kapastias alat 10 kg dan 50 kg, dengan kapasitas tersebut alat destilator
limbah plastik muryani dapat secara efektif mengurangi sampah plastik yang ada di
daerahnya.
Disamping dua kelebihan diatas, alat destilator limbah plastik muryani juga memiliki
beberapa kekurangan diantaranya :
3.3.3 Plastik yang digunakan berjenis LDPE(Low Density Polyethylene)
Jenis bahan plastik yang digunakan pada alat destilator limbah plastik muryani
adalah sampah plastik dengan jenis Low Density Polyethylene (LDPE) berupa kantong
kresek, plastik pembungkus, dan jenis plastik tipis lainnya, yang berasal dari TPA wilayah
Wlingi Kab. Blitar (Surono, 2013). Sebelum digunakan, sampah plastik LDPE dikeringkan
terlebih dahulu dengan suhu panas matahari. Kemudian sampah plastik LDPE akan
dimasukan kedalam reaktor dan proses pirolilis dapat dimulai dengan temperatur
pembakaran sebesar 200°C. Setelah satu jam, temperatur pembakaran mencapai kurang
lebih 75°C dan premium alternatif mulai menetes. Beriringan dengan bertambahnya
waktu temperatur pembarakan juga semakin naik mencapai 200°C. Pada temperatur
100°C solar mulai menetes dengan rasio perbandingan tetes 10:1 (Premium : Solar).
Kemudian pada temperatur 150°C rasio perbandingan tetes berubah menjadi solar yang
lebih banyak menetes daripada premium. Terakhir pada temperatur 200°C minyak tanah
mulai menetes.
Gambar 4. Bahan Sampah Plastik LDPE (Low Density Polyethylene)
3.3.4 Beberapa BBM alternatif muryani dari hasil produksi tidak sesuai dengan titik
didih fluida masing-masing
Alat destilator limbah plastik muryani memproduksi BBM alternatif dengan titik didih
fluida sebagai berikut : premium (75°C) , solar (150°C) dan minyak tanah (200°C).
Berdasarkan data tersebut, diketahui dua dari tiga jenis BBM muryani diproduksi tidak
Hal | 108
Identifikasi penerapan circular economy pada teknologi destilator limbah.…. Agil C. Yusufadz, et al.
sesuai dengan titik didihnya. Adapun titik didih fluida yang seharusnya dicapai oleh BBM
alternatif muryani : premium (70-140°C) , solar (200-350°C) dan minyak tanah (180-
250°C).
3.4 Identifikasi circular economy pada alat destilator limbah plastik Muryani
Pada prinsipnya, circular economy merupakan sistem untuk memanfaatkan
semaksimal mungkin suatu produk yang telah usai siklus hidupnya agar tidak sekadar
menjadi tumpukan limbah (Sariatli, 2017). Alat destilator limbah plastik muryani dapat
memanfaatkan produk yang telah usai siklus hidupnya menjadi bahan bakar alternatif dan
bahan bakar alternatif tersebut dapat dijadikan sebagi peluang bisnis. Oleh karena itu,
alat destilator limbah plastik Muryani dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis dari
circular economy.
Gambar 5. Proses Produksi BBM Alternatif Muryani
3.5 Estimasi laba bisnis BBM alternatif Muryani
Melihat peluang bisnis BBM di kabupaten Blitar, BBM alternatif Muryani memiliki
potensi ekonomi yang tinggi, terlebih harga BBM pada umumnya cenderung fluktuatif.
Berdasarkan data yang kami peroleh jika dalam sehari kapasitas produksi BBM alternatif
hanya 20 liter, maka didapatkan estimasi laba kotor berikut:
Harga Premium = Rp 7.000,- /liter
Harga Solar
Harga Minyak Tanah = Rp 6.500,- /liter
Harga Gas LPG 3 kg
Waktu proses = Rp 9.500,- /liter
Hasil Premium
Hasil Solar = Rp 22.000,- /liter
Hasil Minyak Tanah
Penggunaan Gas LPG = 4 jam x 2 = 8 jam
= 2.5 liter x 2 = 5 liter
= 6 liter x 2 = 12 liter
= 1.5 liter x 2 = 3 liter
= 1 tabung gas x 2 = 2 tabung gas
Perhitungan Laba : = Rp 7.000,-/liter x 5 liter = Rp 35.000,- (per hari)
a. Laba Premium = Rp 6.500,- /liter x 12 liter = Rp 78.000,- (per hari)
b. Laba Solar = Rp 9.500,- /liter x 3 liter = Rp 28.500,- (per hari)
c. Laba Minyak Tanah = Rp 35.000 + Rp 78.000 + Rp 28.500 = Rp 141.500,- (per hari)
d. Total laba kotor = Total Laba Kotor - Biaya Energi
e. Total laba bersih = Rp 141.500 – ( 2 tabung gas x Rp 22.000 )
= Rp 97.500,- (per hari)
H a l | 109
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 103 - 112
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil pembahasan identifikasi penerapan circular economy pada teknologi
destilator limbah plastik Muryani maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai
berikut :
1. Teknologi destilator limbah plastik Muryani dikategorikan sebagai salah satu jenis
circular economy, karena teknologi tersebut memanfaatkan produk yang telah
usai siklus hidupnya menjadi bahan bakar alternatif dan bahan bakar alternatif
tersebut dapat dijadikan sebagi peluang bisnis.
2. Teknologi destilator limbah plastik Muryani dapat menjadi solusi untuk
pengolahan limbah plastik sekaligus dapat menghasilkan nilai ekonomi.
3. Beberapa BBM alternatif muryani dari hasil produksi tidak sesuai dengan titik
didih fluida masing-masing.
4. Jenis bahan sampah plastik yang digunakan pada alat destilator limbah plastik
muryani yaitu jenis LDPE (Low Density Polyethylene) berupa kantong kresek,
plastik pembungkus daging,dan jenis plastik tipis lainnya, yang berasal dari TPA
wilayah Wlingi Kab. Blitar.
5. Didapatkan data total laba bersih BBM alternatif dalam sehari sebesar Rp
97.500,-
6. Peneliti berharap teknologi buatan pak Muryani dapat dikaji dan dikembangkan
lebih lanjut sebagai penanganan sampah nasional yang dapat menghasilkan nilai
ekonomis.
UCAPAN TERIMAKASIH
Dalam penulisan jurnal ilmiah ini, peneliti banyak mendapatkan bimbingan dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dengan
segala kerendahan hati peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Dra. Prima Yudha Hayati, M.T.A., selaku Kepala Baristand Industri Bandar Lampung
2. Ransi Pasae, ST, MM, M.ling selaku Kepala Baristand Industri Ambon
3. Tim Penyusun jurnal ilmiah yang telah membantu dalam penyusunan jurnal ilmiah ini
4. Keluaga atas support yang telah diberikan selama ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia, A. T. (2012). Inorganic and hazardous solid waste management: Current status
and challenges for Indonesia. Procedia Environmental Sciences, 640– 647.
Das, S. P. (2007). Pyrolysis and Catalytic Cracking of Municipal Plastic Waste for
Recovery of Gasoline Range Hydrocarbons.Theses. National Institute of
Technology Rourkela.
Dhokhikah, Y. T. (2015). Community participation in household solid waste reduction in
Surabaya, Indonesia. 153-162.
Ermawati, R. (2011). Konversi Limbah Plastik Sebagai Sumber Energi Alternatif. Jurnal
Riset Industri Vol. V, No. 3. Jakarta : Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian
Perindustrian.
Genga, Y. F. (2012). Towards a national circular economy indicator system in China: an
evaluation and critical analysis. Journal of Cleaner Production, vol. 23, 2012, no. 1,
216–224.
Hamidi, N. T. (2013). Pyrolysis of Household Plastic Wastes. British Journal of Applied
Science & Technology, 3(3), 417-439.
Hidayah, N. S. (2018). A Review on Landfill Management in the Utilization of Plastic
Waste as an Alternative Fuel. Proceeding The 2nd International Conference on
Energy, Environmental and Information System (ICENIS 2017).
Hal | 110
Identifikasi penerapan circular economy pada teknologi destilator limbah.…. Agil C. Yusufadz, et al.
Kadir. (2012). Kajian Pemanfaatan Sampah Plastik Sebagai Sumber Bahan Bakar Cair.
Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, ISSN 2085-8817.
Kholidah, N. F. (2018). Polystyrene P lastic Waste Conversion into Liquid Fuel with
Catalytic Cracking Process Using Al2O3 as Catalyst. . Science & Technology
Indonesia, 3, 1-6.
Lewandowski, M. (2016). Designing the Business Models for Circular Economy—Towards
the Conceptual Framework. MDPI Journal, 1-28.
Mathews JA, T. H. (2016). Circular economy: Lessons from China. The country consumes
the most resources in the world and produces the most waste — but it also has the
most advanced solutions. Nature 531 (No.7595), 440-442.
Mujiarto, I. (2005). Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif. Jurnal Traksi
Vol.3, No.2, AMNI Semarang.
Mulyadi, E. (2010). Kinetika Reaksi Katalitik Dekomposisi Gambut. Semnas Hasil
Penelitian Balitbang prov Jatim.
Nasution, R. (2015). Berbagai Cara Penanggulangan Limbah Plastik. Journal of Islamic
Science and Technology Vol. 1,No.1,, 97-104.
Norsujiyanto, T. (2014). Konversi Limbah Plastik Menjadi Minyak Sebagai Bahan Bakar
Energi Baru Terbarukan. Jurnal Element, Vol.1, No.1, Politeknik Negeri Tanah Laut.
Ofundu, O. d. (2011). Conversion of Waste Plastics (Polyethylene) to Fuelby Means of
Pyrolysis. (IJAEST) International Journal of Advanced Engineering Sciences and
Technologies,Vol. No. 4, Issue No. 1, 21-24.
Pandam Eko Prihatmoyo, D. D. (2018). Rancang Bangun Mesin Destilator Pengubah
Limbah Plastik Menjadi Minyak. Proceedings Conference on Design Manufacture
Engineering and its Application Program Studi D4 Teknik Desain dan Manufaktur –
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, 105-110.
Permana, T. J. ( 2010). Kajian Pengadaan dan Penerapan Tempat Pengolahan Sampah
Terpadu (TPST) di TPA Km.14 Kota Palangka Raya. Prosiding Seminar Nasional
Manajemen Teknologi XI Institut Sepuluh Nopember.
Ramadhan, A. (2012). Pengolahan Sampah Plastik Menjadi Minyak Menggunakan Proses
Pirolisis. Jawa Timur,Prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan,Universitas Pembangunan Nasional.
Sariatli, F. (2017). Linear Economy versus Circular Economy: A comparative and analyzer
study for Optimization . Visegrad Journal on Bioeconomy and Sustainable
Development, 31-34.
Surono, U. (2013). Berbagai Metode Konversi Sampah Plastik Menjadi Bahan Bakar
Minyak. Jurnal Teknik Vol.3 No.1, ISSN 2088-3676.
Syamsiro, M. S. (2013). Fuel Oil Production from Municipal Plastic Wastes in Sequential
Pyrolysis and Catalytic Reforming Reactors. . Energy Procedia.
Syukur, A. (2009). Penelitian Rancang Bangun Alat Cetak Plastik Limah Untuk
Pembuatan Biji Tasbih. Semarang, DIPA Polines.
The Ellen MacArthur Foundation. (2013). TOWARDS THE CIRCULAR ECONOMY -
Economic and business rationale . 1-96.
Trihadiningrum, Y. W. (2006). Reduction capacity of plastic component in municipal solid
waste of Surabaya City, Indonesia. Environmental Technology and Management
Conference 2006., 7-8.
Valavanidis, A. (2018). Concept and Practice of the Circular Economy-Turning goods at
the end of their service life into resources, closing loops in industrial ecosystems
and minimizing waste. SCIENTIFIC REVIEWS, 1-29.
.
H a l | 111
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 103 - 112
Hal | 112
Penerapan circular economy pada limbah kertas dan kardus ….Dwiza Rayona, et al.
Penerapan circular economy pada limbah kertas dan kardus menjadi
penyerap sisa fluida cair dalam dunia industri
Application of circular economy on paper waste become fluid absorbant in industry
Dwiza Rayonaa, Gita Pratiwia, Zahra Debrian Putria,*, Herizalb
a Balai Riset dan Standardisasi Industri Padang
Jl. Raya LIK Ulu Gadut No. 23 Limau Manis Sel, Kec. Pauh, Padang 25164
b Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh
Jl. Cut Nya Dhien No. 377 Lamtaumen Timur, Kec. Jaya Baru, Banda Aceh 23232
*[email protected]
ABSTRAK
Sebanyak 65 juta ton sampah perhari dihasilkan di Indonesia, mayoritas didominasi
oleh sampah plastik sebesar 16% dan sampah kertas sebesar 10%. Limbah kertas
merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan manusia, dimana komponen
penyumbang terbesar berasal dari sektor perkantoran, rumah tangga dan sekolah.
Berdasarkan proses penguraiannya limbah kertas dapat dikategorikan sebagai limbah
organik kering, sehingga mudah diuraikan oleh tanah. Keberadaan limbah kertas yang
sangat banyak menyebabkan naiknya kebutuhan ruang penampungan. Salah satu solusi
yang dapat diaplikasikan yaitu dengan mengolah limbah kertas menjadi penyerap sisa
fluida cair. Usaha mendaur ulang sampah merupakan salah satu model circular economy
terhadap sampah kertas. Circular economy merupakan upaya dalam mengurangi dan
memaksimalkan sampah menjadi suatu produk yang bernilai. Dari beberapa jurnal yang
telah direview dapat diketahui beberapa hal, diantaranya : Waktu optimum penyerapan
absorbent pillow dari campuran cacahan kertas dan kardus yang divariasikan
komposisinya, dari tiga sampel yang diujikan yaitu : air, oli (minyak pelumas) dan crude
(minyak mentah) juga diketahui daya serap optimum pada waktu dan komposisi berapa
campuran kertas dan kardus yang paling baik digunakan serta pengaruh kekentalan
cairan pada daya serap.
Kata Kunci : circular economy, daur ulang, fluida cair, limbah kertas, absorbent pillow
ABSTRACT
As much as 65 million tons of waste per day are generated in Indonesia, dominated
by plastic waste at 16% and paper waste at 10%. Paper waste is the most waste
produced by humans, where the largest contributor component comes from the office,
household and school sectors. Based on the decomposition process, paper can be
categorized as dry organic waste, so it is easily decomposed by the soil. The existence of
a lot of paper waste causes an increase in the need for storage space. One solution that
can be applied is to process paper waste into an absorbent for the rest of the liquid. The
business of recycling waste is one of the circular economy models for paper waste.
Circular economy is an effort to reduce and maximize waste into a viable product. From
several journals that have been reviewed, several things can be known, including: The
optimum time for absorption of absorbent pillow from a mixture of shredded paper and
cardboard with varied compositions, from the three samples tested, namely: water, oil
(lubricating oil) and crude (crude oil). Optimum absorption at the time and composition of
the best mix of paper and cardboard used and the effect of liquid viscosity on absorption.
Keywords : circular economy, recycling, liquid fluids, paper waste, absorbent pillow
I. PENDAHULUAN
Sebanyak 65 juta ton sampah perhari dihasilkan di Indonesia, mayoritas didominasi
oleh sampah plastik sebesar 16% dan sampah kertas sebesar 10%. Limbah kertas dapat
H a l | 113
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 113 - 124
dihasilkan oleh rumah tangga, industri, sekolah, dan perkantoran. Kegiatan industri dan
sisa limbahnya merupakan salah satu penghasil limbah kertas dan kardus bekas yang
cukup tinggi, terlebih pada perusahaan besar seperti industri minyak dan gas, manufaktur
serta industri lainnya. Karena didalam kegiatan industri kertas sudah menjadi kebutuhan
pokok, meskipun media elektronik juga sudah dimanfaatkan namun kertas tetap
diperlukan dalam kegiatan sehari-hari seperti print out atau hardcopy untuk keperluan
administrasi dan lain sebagainya. Salah satu masalah lingkungan yang serius disebabkan
oleh keberadaan limbah kertas. Jika tidak ditangani dengan tepat maka akan
memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Salah satu langkah penanganannya yaitu
dengan melakukan pemanfaatan kembali limbah sisa kertas dan kardus menjadi
penyerap sisa fluida cair dalam dunia industri.
Proses pengelolaan secara berkelanjutan terhadap limbah kertas berpotensi
membuka peluang dan kesempatan ekonomi baru untuk mewujudkan circular economy.
Menurut Ernawan (2018), penerapan pengelolaan sampah berbasis economy circular
yang merupakan sistem ramah lingkungan perlu mendapatkan dukungan dari berbagai
pihak seperti masyarakat, sektor privat dan pemerintah sehingga permasalahan sampah
kertas dapat diatasi dengan baik.
Circular Economy (ekonomi sirkular) merupakan konsep yang tidak hanya
mengelola sampah menjadi barang-barang yang dapat didaur ulang namun juga
menekankan pada perubahan masyarakat dalam memutuskan membeli barang,
bagaimana penggunaannya hingga ketika barang tersebut diputuskan menjadi tidak
digunakan sesuai fungsi awalnya. Keberadaan limbah kertas di Indonesia yang tidak
dapat ditanggulangi dan sudah berdampak pada lingkungan maka dibutuhkan langkah-
langkah yang dapat mengatasi permasalahan tersebut salah satunya melalui circular
economy.
Prinsip utama dalam konsep circular economy ialah recycle, reduce, reuse, rethink
dan recovery/repair, atau dikenal dengan prinsip 5R yang dapat diaplikasikan melalui
optimalisasi penggunaan material hasil daur ulang (recycle), pengurangan material ari
alam (reduce), material yang dapat digunakan kembali (reuse), proses perolehan kembali
(recovery) atau dengan perbaikan (repair). Konsep ini sebagaimana yang diungkapkan
oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian
Perindustrian, Ngakan Timur Antara. Hal tersebut menunjukkan dorongan Kemenperin
terhadap circular economy melalui program industri Hijau (Saputra, 2018).
Hal ini sesuai dengan arahan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita,
agar pembangunan industri selaras dengan kelestarian lingkungan hidup dan
memberikan kemanfaatan terhadap masyarakat maka industri harus mengupayakan
efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya secara berkelanjutan (Jati,
2020). Sebagai aplikasi dari solusi yang bisa diterapkan terhadap keberadaan limbah
kertas dan kardus, maka diambil Judul tentang “Penerapan Circular Economy pada
Limbah Kertas dan Kardus menjadi Penyerap Sisa Fluida Cair dalam dunia Industri”.
Secara spesifik dari review jurnal penelitian ini akan diketahui beberapa hal, diantaranya:
waktu optimum penyerapan absorbent pillow dari campuran cacahan kertas dan kardus
yang divariasikan komposisinya, dari tiga sampel yang diujikan yaitu: air, oli (minyak
pelumas) dan crude (minyak mentah) juga dapat diketahui daya serap optimum dengan
waktu dan pada komposisi berapa campuran kertas dan kardus yang paling baik
digunakan serta apakah kekentalan cairan berpengaruh pada daya serap.
II. KEBERADAAN DAN POTENSI LIMBAH KERTAS
Kertas merupakan bahan yang dihasilkan dengan kompresi serat (mengandung
selulosa dan hemiselulosa) yang berasal dari pulp. Untuk menghasilkan kertas yang kuat
dan halus biasanya dilakukan proses penggabungan antara serat panjang dan serat
pendek (Tarigan et al., 2006). Sebagai bahan yang selalu digunakan dalam keperluan
Hal | 114
Penerapan circular economy pada limbah kertas dan kardus ….Dwiza Rayona, et al.
manusia sehari-hari seperti dunia pendidikan, perkantoran dan pengemasan sehingga
dapat dikatakan sebagai kebutuhan primer (Sukaryono, 2018).
Secara umum kertas dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu kertas Industri
dan kertas budaya. Kertas Industri diantaranya pembungkus buah, kertas bangunan,
kertas minyak, karton, pembungkus sayuran dan kertas isolasi elektris. Kertas budaya
diantaranya kertas tulis dan kertas-kertas cetak seperti kertas amplop, koran, kitab, buku,
dll (Ayunda et al., 2013)
Kertas merupakan limbah organik kering dengan karakteristik memiliki pori lebar
yang menyebabkan ia mudah menyerap air dengan cepat dan mudah hancur (Welianto,
2021). Daya kapilaritas (daya serap) pada kertas berbeda-beda, perbedaan daya serap
tersebut ditentukan oleh selulosa yang terkandung di dalamnya. Tingginya daya serap
kertas menunjukkan keberadaan selulosa yang terkandung semakin besar.
Permasalahan lingkungan seperti keberadaan sampah, penebangan pohon di hutan
secara besar-besaran, pencemaran udara dan air merupakan akibat dari produksi industri
kertas guna memenuhi besarnya kebutuhan kertas (Permatasari, 2018).
Berdasarkan proses penguraiannya limbah kertas (Gambar 1) dapat dikategorikan
sebagai limbah organik kering, sehingga mudah diuraikan oleh tanah. Keberadaan limbah
kertas yang sangat banyak menyebabkan naiknya kebutuhan ruang penampungan,
meskipun terkesan tidak berbahaya namun dapat menimbulkan masalah serius terhadap
lingkungan. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan mendaur ulang limbah
kertas. Mendaur ulang limbah kertas memiliki dampak positif, diantaranya: meminimalisir
efek global warming, mengurangi limbah lingkungan dan menambah pendapatan serta
menghemat energi (Arfah, 2017).
Gambar 1. Sampah Kertas
Sebelum kertas di daur ulang, dijadikan sebagai produk cendra mata, maka
dilakukan pemilihan kertas. Penerapan daur ulang kertas merupakan alternatif terciptanya
lapangan kerja baru dan wirausaha keluarga selain dapat mengendalikan dampak yang
ditimbulkan terhadap lingkungan yang menjadi tujuan utama (Sanchez et al., 2014).
Selain pelaku usaha (produsen) yang berkewajiban untuk mengurangi dan
mengelola limbah, upaya pencegahan juga sudah dilakukan oleh berbagai komponen
diantaranya pemerintah daerah, pemerintah pusat melalui gaya hidup minim sampah
beserta regulasinya dan juga dilakukan oleh masyarakat. Jika upaya ini dilakukan secara
berkelanjutan maka pengurangan limbah akan teralisasi dengan baik, terlebih jika
dibangun dengan pendekatan ekonomi sirkular (Husaini, 2021).
Limbah kertas dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk memproduksi produk
kreatif yang akan menghasilkan nilai tambah ekonomi (Wahyudi et al., 2021). Berbagai
pemanfaatan sampah kertas saat ini, selain menjadi art paper biasanya juga dijadikan
sebagai produk kerajinan tangan seperti tas, keranjang sampah, vas bunga, tempat
pensil, kartu ucapan dan lain sebagainya (Gambar 2) (Seprianto et al., 2018).
H a l | 115
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 113 - 124
Gambar 2. Contoh Pengelolaan Limbah Kertas Menjadi Kerajinan Tangan
Data pertumbuhan ekonomi Indonesia dari Badan Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan bahwa potensi waste to resourch atau pendekatan pengelolaan sampah
menjadi sumber daya melalui pendekatan ekonomi sirkular sangat besar dan bisa
menyasar banyak sektor baik industri energi maupun energi, ini diangkat menjadi isu
utama dalam perayaan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021. Melalui kegiatan
tersebut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ingin menunjukkan
potensi untuk menjadikan sampah di Indonesia sebagai bahan baku bagi industri daur
ulang masih membutuhkan eksplorasi yang baik dan optimal.
Data pertumbuhan ekonomi ini mengungkap bahwa sektor industri Pengadaan Air,
Pengelolaaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang mengalami kenaikan sebesar 4,56
persen. Angka ini lebih besar dibandingkan kenaikan sebesar 2,19 persen dari sektor
Informasi dan Komunikasi; Jasa Kesehatab dan Kegiatan Sosial; serta Pertanian,
Kehutanan dan Perikanan. Dengan regulasi baru yang dikeluarkan KLHK melalui
Peraturan Menteri Nomor 75 Tahun 2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh
produsen diharapkan mampu mendorong potensi daur ulang secara maksimal (Kosasih,
2021).
III. PENERAPAN CIRCULAR ECONOMY PADA LIMBAH KERTAS DAN KARDUS
MENJADI PENYERAP SISA FLUIDA CAIR DALAM DUNIA INDUSTRI
Sistem ekonomi dimana produk dan jasa diperdagangkan (sistem siklus tertutup)
yang didesain untuk mempertahankan nilai tertinggi dari suatu produk, hasil samping, dan
material lainnya merupakan definisi dari circular economy. Dimana memiliki tujuan
besarnya "bagaimana menciptakan pertumbuhan ekonomi dengan tetap
mempertahankan nilai suatu sumber daya (menciptakan suatu daur hidup yang lebih
panjang, pemanfaatan kembali secara optimal, pembaharuan kembali, dan mendaur
ulang suatu produk dan material) (Kraaijenhagen, 2016).
Sebuah upaya yang bertujuan untuk mereduksi jumlah limbah yang dihasilkan
sekaligus mengoptimalkan sumber daya yang tersedia merupakan prinsip utama yang
ditekankan dalam sistem circular economy. Sistem ini juga berorientasi pada
pengurangan kegiatan eksploitasi dengan cara pemeliharaan produk, inovasi desain,
penggunaan berulang, produksi kembali dari bahan baku bekas, dan memperlama umur
produk, sehingga akan menurunkan produksi sampah, emisi, polusi, pemakaian sumber
daya dan energi, sekaligus meminimalisir ketergantungan pada siklus produksi-konsumsi
(CAP, nd.).
Konsep circular economy berkaitan erat dengan kebijakan yang baru-baru ini
digulirkan Kemenperin yaitu Industri Hijau. Implementasi melalui upaya efektivitas dan
efisiensi pada sumber daya secara berkelanjutan. Ini merupakan sebuah langkah
strategis sebagai wujud penerapan konsep circular economy yang dinilai berpotensi
Hal | 116
Penerapan circular economy pada limbah kertas dan kardus ….Dwiza Rayona, et al.
meningkatkan subtitusi impor di sektor industri, dari langkah tersebut diharapkan mampu
meningkatkan pertumbuhan dan daya saing manufaktur nasional (Kemenperin, 2021).
Permasalahan serius mengenai sampah kertas yang secara nyata muncul perlu
diatasi bersama secara bijak. Kesuksesan penerapan circular economy sebagai salah
satu solusi mengatasi masalah limbah kertas sangat dipengaruhi oleh tindakan dan
kesadaran kolektif dari semua pihak, mulai dari masyarakat, industri, pemerintah, dunia
usaha, importir, dan retail. Usaha mendorong partisipasi aktif dari para pihak yang
berkepentingan (stakeholders) menjadi kunci penting dalam upaya terciptanya budaya
mendaur ulang sampah kertas sebagai salah satu model circular economy. Proses daur
ulang melibatkan banyak pihak seperti pemulung, pengepul, hingga industri besar yang
terhubung secara sistematis dalam rantai produksi sehingga memiliki efek yang signifikan
dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat (KLHK, 2019).
Begitu juga demi terciptanya keberlanjutan produk kertas, konsep circular economy
dapat diaplikasikan lewat pendekatan recycling guna meningkatkan nilai ekonomi kertas
menjadi produk kerajinan yang bernilai tinggi (CAP, nd.).
Dunia industri sangat erat kaitannya dengan penggunaan fluida. Fluida ialah suatu
materi yang berfasa cair (liquid) dan gas (Ghurri, 2014). Fluida dikenal sebagai zat yang
dapat mudah berubah bentuk secara kontinu ketika dikenai gaya geser atau tekanan.
Meskipun fluida identik dengan proses mengalir, namun tidak semua fluida berbentuk
cair. Secara umum, bentuk fluida dapat dikategorikan menjadi dua yakni fluida minyak
dan fluida gas (Klikmro, 2020).
Menurut Sarana Ilmu (2019), Fluida merupakan segala jenis benda atau zat yang
dapat mengalir. Semua cairan baik berbentuk gas maupun berbentuk air tetap disebut
dengan fluida. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemui fluida dalam berbagai
bentuk, fluida terbagi dua, yaitu :
a. Fluida diam (fluida statis)
Fluida statis atau fluida diam adalah fluida dalam keadaan tidak bergerak dan diam,
seperti : air di dalam gelas, air laut, air waduk, air di dalam kolam, air dalam sumur
dan lain-lain. Dari fluida statis inilah para ilmuwan menemukan hukum-hukum dasar
fisika, antara lain: hukum archimedes, hukum boyle, hukum pascal, teori tekanan
hidrostatik dan lain-lain.
b. Fluida bergerak (fluida dinamis)
Fluida dinamis adalah fluida dalam keadaan bergerak atau dalam keadaan mengalir,
seperti : angin, air terjun, aliran air dan lain-lain. Selain dapat direkayasa guna
keberlangsungan hidup dan kesejahteraan, dari fluida dinamis juga ditemukan energi
potensial yang dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik, antara lain : PLT angin,
PLT air dapat dijadikan umber energi listrik dapat ditemukan berkat adanya fluida
dinamis. Contohnya yaitu PLT angin, PLT air.
Berbagai jenis fluida sangat sering dijumpai pada mesin industri dan berbagai jenis
perkakas, namun umumnya fluida cair lebih sering digunakan dalam dunia industri. Hal ini
menyebabkan tingginya jumlah limbah fluida cair berupa tumpahan minyak. Tumpahan
minyak sendiri dapat didefinisikan sebagai salah satu bentuk polusi berupa hasil samping
pelepasan hidrokarbon cair atau minyak bumi akibat aktivitas manusia ke lingkungan.
Berbagai insiden kecelakaan pada berbagai aktivitas manusia yang melibatkan kapal
tanker, kilang, tongkang, jaringan pipa, dan fasilitas penyimpanan saat sedang
mengangkut minyak adalah kejadian yang seringkali menimbulkan terjadinya tumpahan
minyak (Utami, 2020).
Tumpahan minyak yang dibiarkan atau tidak ditangani dengan baik maka dapat
mencemari lingkungan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menangani
tumpahan minyak yaitu dengan menggunakan oil absorbent. Oil absorbent sendiri bekerja
cukup efektif dalam menyerap tumpahan oli, bensin, solar dan minyak pada skala besar di
lingkungan pabrik, bahkan pada kondisi tumpahan oli/bensin yang bercampur dengan air
(Portonews, 2017).
H a l | 117
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 113 - 124
3.1. Jenis - jenis oil absorbent
Menurut PT Slickbar Indonesia (2018), penyerap tumpahan minyak memiliki jenis jenis
sesuai dengan penggunaannya. Berikut adalah jenis jenis penyerap tumpahan minyak (oil
absorbent):
a. Oil absorbent roll
Gambar 3. Oil Absorbent Roll
Oil absorbent roll (Gambar 3) merupakan jenis oil absorbent yang cocok digunakan di
area industri yang mengutamakan efisiensi, yang memiliki fungsi untuk membersihkan
kotoran oli, dan segala jenis kotoran yang menempel pada mesin, peralatan, suku
cadang, kunci pada produksi.
b. Oil absorbent quarter fold
Gambar 4. Oil Absorbent Quarter Fold
Oil absorbent quarter fold (Gambar 4) dapat memudahkan dalam perbersihan skala kecil
dan cocok untuk membersihkan kotoran pada mesin, peralatan, suku cadang pada proses
produksi.
c. Oil absorbent pad
Gambar 5. Oil Absorbent Pad
Oil absorbent pad (Gambar 5) terbuat dari Polyprophelene yang efektif dapat digunakan
untuk menyerap tumpahan oli, solar, dan minyak.
Hal | 118
Penerapan circular economy pada limbah kertas dan kardus ….Dwiza Rayona, et al.
d. Oil absorbent socks
Gambar 6. Oil Absorbent Socks
Oil absorbent socks (Gambar 6) terbuat dari Polyprophelene (PP) yang berfungsi untuk
membendung, menghalau, dan menyerap, tumpahan oli, bensin, solar dan jenis minyak
lainnya pada permukaan lantai atau air dengan maksimal tanpa menyerap airnya.
e. Oil absorbent pillow
Gambar 7. Oil Absorbent Pillow
Oil absorbent pillow (Gambar 7) berfungsi untuk menyerap tumpahan dan kebocoran oli,
minyak, solar, gemuk dengan cepat dengan daya serap yang sangat tinggi. Menurut
Admin (2021), oil absorbent pillow berfungsi untuk menampung tetesan overhaul mesin
sehingga tidak rembes kebawah.
Absorbents pillow pada umumnya digunakan di pembangkit listrik, toko mesin,
pabrik industri, pemadam kebakaran, unit tanggap darurat, unit keselamatan jalan raya
dan bandara (PT Slickbar Indonesia, 2018).
Dalam beberapa jurnal yang telah di-review, peneliti menggunakan metode cobbx.
Metoda cobbx adalah jumlah gram air yang diserap oleh satu meter persegi lembaran
kertas atau karton dalam waktu penyerapan selama x detik, diukur pada kondisi standar.
Kondisi standar yaitu kondisi ruang pengujian lembaran pulp, kertas dan karton dengan
suhu 23°C 1°C dan RH 50%. kelembapan relatif (RH) yaitu perbandingan antara
kandungan uap air dalam udara pada suhu dan tekanan tertentu, dinyatakan dalam
persen. Daya serap air (cobbx) dihitung menurut persamaan berikut :
Cobbx = ((a-b))/c x F (g/m2 )………(1)
Keterangan :
A= massa kertas sesudah dibasahi (g)
B= massa kertas sebelum dibasahi (g)
C= luas daerah uji (cm2)
F= faktor konversi dalam satuan luas
Cobbx adalah daya serap air yang terjadi selama waktu penyerapan x detik (g/m2)
(Seprianto, et.al).
H a l | 119
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 113 - 124
IV. PEMBAHASAN
Pada riset yang dilakukan oleh Seprianto et al. (2018) absorbent pillow dibuat
dengan 5 (lima) variasi komposisi antara kertas dan kardus yang kemudian diujikan pada
air, oli (minyak pelumas) dan crude (minyak mentah) dengan perlakuan waktu 5 menit, 10
menit dan 15 menit. Untuk variasi komposisi absorbent pillow dapat dilihat pada Tabel 1
berikut :
Tabel 1. Perbandingan Komposisi Berat Campuran Bahan pada Pembuatan Absorbent
Pillow
No Absorbent Pillow Persentase Campuran Keterangan
Kertas Kardus
Campuran cacahan kertas dan kardus pada
1 A. Pillow 1 90% 10% Absorbent Pillow 1 adalah 90% VS 10% dari
berat total Absorbent Pillow
Campuran cacahan kertas dan kardus pada
2 A. Pillow 2 80% 20% Absorbent Pillow 2 adalah 80% VS 20% dari
berat total Absorbent Pillow
Campuran cacahan kertas dan kardus pada
3 A. Pillow 3 70% 30% Absorbent Pillow 3 adalah 70% VS 30% dari
berat total Absorbent Pillow
Campuran cacahan kertas dan kardus pada
4 A.Pillow 4 60% 40% Absorbent Pillow 4 adalah 60% VS 40% dari
berat total Absorbent Pillow
Campuran cacahan kertas dan kardus pada
5 A. Pillow 5 50% 50% Absorbent Pillow 5 adalah 50% VS 50% dari
berat total Absorbent Pillow
Setiap Komposisi yang divariasikan menjadi 5 (lima) diujikan masing-masingnya
pada tumpahan air, oli (minyak pelumas) dan crude (minyak Mentah) de gan perlakuan
waktu yang beragam, yaitu : 5 menit, 10 menit dan 10 menit. Hasil Pengujian dapat dilihat
pada Gambar 8-10 berikut :
Gambar 8. Grafik Derajat Swelling dengan Waktu 5 (Lima) Menit
Hal | 120
Penerapan circular economy pada limbah kertas dan kardus ….Dwiza Rayona, et al.
Gambar 9 . Grafik Derajat Swelling dengan Waktu 10 (Sepuluh) Menit
Gambar 10. Grafik Derajat Swelling dengan Waktu 15 (Lima Belas) Menit
Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa hasil uji daya serap absorbent pillow
beragam komposisi terhadap 3 (tiga) sampel berupa air, oli (minyak pelumas) dan crude
(minyak mentah) pada perlakuan tiga waktu berbeda. Pengujian dilakukan dengan uji
swelling, lalu dianalisa untuk mengetahui seberapa besar penyerapan limbah kertas dan
kardus terhadap fluida cair, serta yang paling optimal penyerapannya.
Pada Gambar 8 dengan waktu pengujian selama 5 menit, terlihat hasil daya serap
pada sampel air cenderung tidak terlalu besar pada masing-masing A.Pillow (A.Pillow 1,
2, 3, 4 dan 5) dengan angka tertinggi oleh A.Pillow 1 (90% kertas + 10% kardus), pada
sampel oli (minyak pelumas) daya serap setiap komposisi lebih beragam dengan daya
serap tertinggi oleh A.Pillow 3 (70% kertas + 30% kardus), dan pada sampel crude
(minyak mentah) daya serap tertinggi oleh A.Pillow 3 (70% kertas + 30% kardus).
Pada Gambar 9 dengan waktu pengujian selama 10 menit, terlihat daya serap pada
sampel air setiap komposisi cenderung sama, pada sampel oli daya serap cenderung
beragam dengan penyerapan tertinggi oleh A.Pillow 4 (60% kertas + 40% kardus), pada
sampel crude daya serap tertinggi oleh A.Pillow 1 (90% kertas + 10% kardus).
H a l | 121
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 113 - 124
Gambar 10 menggambarkan waktu pengujian daya serap dengan waktu 15 menit.
Tampak pada sampel air daya serap juga menunjukkan perbedaan yang signifikan oleh
komposisi absorbent pillow yang digunakan, pada sampel oli penyerapan tertinggi oleh A.
Pillow 3 (70% kertas + 30% kardus), sementara pada sampel crude daya serap juga tidak
menunjukkan perbedaan siginifikan antar komposisi namun penyerapan tertinggi ada
pada A. Pillow 4 (60% kertas + 40% kardus).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil review yang dilakukan terhadap analisis pemanfaatan limbah kertas dan
kardus untuk penyerapan sisa fluida cair pada industri, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Waktu optimum penyerapan absorbent pillow dari campuran cacahan kertas dan
kardus adalah selama 10 menit.
2. Semakin lama perendaman absorbent pillow akan membuat selulosa semakin terurai
yang berakibat pada menurunnya daya kapilaritas dari kertas/ kertas.
3. Dari tiga sampel yang diujikan yaitu : air, oli (minyak pelumas) dan crude (minyak
mentah) memiliki daya serap optimum dengan komposisi absorbent pillow yang
berbeda-beda. Pada sampel air dan minyak mentah yang paling baik digunakan
adalah A. Pillow 1 (90% kertas + 10% kardus), sementara pada sampel oli (minyak
pelumas) yang paling baik digunakan adalah A. Pillow 4 (60% kertas + 40% kardus)
4. Semakin besar nilai kekentalan suatu cairan juga berpengaruh pada daya serap yang
besar.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. (2021). Pengertian oil absorbent dan jenisnya. Retrieved from https://swipe-
all.com/2021/02/18/pengertian-oil-absorbent-dan-jenisnya/
Arfah, M. (2017). Pemanfaatan limbah kertas menjadi kertas daur ulang bernilai tambah
oleh mahasiswa. Medan: Universitas Islam Sumatera Utara. Buletin Utama Teknik
vol. 13, No.1. Retrieved from
https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/but/article/view/257/271
Ayunda, V., Humaidi, S., & Barus, D. A. (2013). Pembuatan dan karakterisasi kertas dari
daun nanas dan eceng gondok. Medan: Universitas Sumatera Utara. Retrivied from
https://media.neliti.com/media/publications/221257-pembuatan-dan-karakterisasi-
kertas-dari.pdf
Chandra Asri Petrochemical. (n.d.). Circular economy-our way to promote waste
management. Retrieved from https://www.chandra-
asri.com/files/attachments/others/WMBooklet_Final.pdf
Ernawan, R. (2018). Dorong circular economy melalui pemanfaatan sampah plastik
berkelanjutan. Retrieved from http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/1402
Ghurri, A. (2014). Dasar-dasar mekanika fluida. Bali: Universitas Udhayana
Husaini, A. (2021). Tanggap pengelolaan sampah, danone & greeneration foundation
edukasi ekonomi sirkular. Jakarta: Kontan.co.id. Retrieved from
https://industri.kontan.co.id/news/tanggap-pengelolaan-sampah-danone-
greeneration-foundation-edukasi-ekonomi-sirkular
Jati, Y. W. (2020). Kemenperin dorong industri hijau & circular economy. Retrieved from
https://ekonomi.bisnis.com/read/20201206/257/1326916/kemenperin-dorong-
industri-hijau-circular-economy
Kemenperin. (2021). Penerapan circular economy berpotensi dorong substitusi impor
sektor industri. Retrieved from https://kemenperin.go.id/artikel/22260/Penerapan-
Circular-Economy-Berpotensi-Dorong-Substitusi-Impor-Sektor-Industri
KLHK. (2019). Kelola sampah plastik, KLHK, Kedutaan Belanda, IDLO dan ICEL bahas
pendekatan circular economy. Retrieved from https://icel.or.id/berita/siaran-
Hal | 122
Penerapan circular economy pada limbah kertas dan kardus ….Dwiza Rayona, et al.
pers/siaran-pers-kelola-sampah-plastik-klhk-kedutaan-belanda-idlo-dan-icel-bahas-
pendekatan-circular-economy/
Klikmro. (2020). Apa itu fluida dan bagaimana penerapannya pada mesin maupun
perkakas?. Retrieved from https://blog.klikmro.com/apa-itu-fluida-dan-bagaimana-
penerapannya-pada-mesin-maupun-perkakas/
Kosasih, D. (2021). Gali potensi industri daur ulang sampah dalam negeri. Retrieved from
https://www.greeners.co/berita/hspn-2021-potensi-daur-ulang-sampah/
Kraaijenhagen. (2016). Circular bussiness “collaborate and circulate”. Swiss: Innobost.
Permatasari, D. (2018). Penelitian daya serap air terhadap kertas laporan penelitian.
Retrieved from https://www.academia.edu/12158126/swelling
Portonews. (2017). Tumpahan minyak, dampak dan upaya penanggulangannya.
Retrieved from https://www.portonews.com/2017/oil-and-chemical-spill/tumpahan-
minyak-dampak-dan-upaya-penanggulangannya/
PT Slickbar Indonesia. (2018). Absorbent pillow. Retrieved from
http://www.slickbar.co.id/id/produk/detail/absorbent-pillow
Sanchez, B., Wirosoedarmo, R. & Suharto, B. (2014). Analisis finansial sampah kertas
di Universitas Brawijaya. Malang: Universitas Brawijaya. Jurnal Sumberdaya Alam
dan Lingkungan. Retrieved From https://jsal.ub.ac.id/index.php/jsal/article/view/133
Saputra, E. H. (2018). Kemenperin dorong circular economy lewat industri hijau.
Retrieved from https://mediaindonesia.com/ekonomi/166662/Kemenperin-dorong-
circular-economy-lewat-industri-hijau
Sarana Ilmu. (2019). Fluida : pengertian, contoh, dan jenisnya terlengkap. Retrieved from
https://www.weschool.id/fluida-pengertian-contoh-dan-jenis-jenisnya-terlengkap/
Seprianto, D., Yunus, M., Zamheri, A., Endra, D., Yusuf, M., & Burhanuddin, A. Y. H.
(2018). Analisis pemanfaatan limbah kertas dan kardus untuk penyerapan sisa
fluida cair pada industri. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya. Jurnal Austernit
vol. 10 no.2. Retrieved from
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=1532821&val=4007&title=
ANALISIS%20PEMANFAATAN%20LIMBAH%20KERTAS%20DAN%20KARDUS%
20UNTUK%20PENYERAPAN%20SISA%20FLUIDA%20CAIR%20PADA%20INDU
STRI%20STUDI%20KASUS%20di%20PT%20XYZ
Sukaryono, I. D., & Loupatty, V. D. (2018). Karakteristik kertas berbahan kertas bekas dan
limbah rumput laut eucheuma cottonii. Ambon: Balai Riset dan Standardisasi
Industri Ambon. Majalah BIAM 14 (02) Desember 2018 (81-85). Retrieved from
http://ejournal.kemenperin.go.id/bp/biam
Tarigan, D. F. B., Sembiring, M., & Sinuhaji, P. (2006). pembuatan dan karakterisasi
kertas dengan bahan baku tandan kosong kelapa sawit. Medan: Universitas
Sumatera Utara. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/221390-
pembuatan-dan-karakterisasi-kertas-denga.pdf
Utami, E. (2020). Penanganan tumpahan minyak bahaya tumpahan minyak. Retrieved
from https://petrotrainingasia.com/penanganan-bahaya-tumpahan-minyak/
Wahyudi, D., Muhammad, A., Tunggal, D. H., & Hermanto. (2021). Pemanfaatan limbah
kertas sebagai imun ekonomi di era pandemi Kecamatan Kanigaran Kota
Probolinggo. Jawa Timur: Universitas Panca Marga. Integritas: Jurnal Pengabdian
vo. 5 No.1 Juli 2021. Retrieved from
https://unars.ac.id/ojs/index.php/integritas/article/view/918/734
Welianto, A. (2021). Kerajinan dari bahan limbah kertas. Retrieved from
https://www.kompas.com/skola/read/2021/01/06/190000369/kerajinan-dari-bahan-
limbah-kertas?page=all
H a l | 123
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 113 - 124
Hal | 124
ENERGI BARU DAN TERBARUKAN
Kultivasi Botryococcus braunii dengan optimasi intensitas cahaya …….Kartika Inderiani, et al.
Review
Kultivasi Botryococcus braunii dengan optimasi intensitas cahaya untuk
meningkatkan biomassa dan produksi hidrokarbon
Review cultivation of Botryococcus braunii with optimization of light intensity to
increase biomass and hydrocarbon production
Kartika Inderiania,, Moch. Fathi Rizqullaha, Muhammad Khalish Hafizha*, Mujir Syah
Danib
a Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru
Jl. Panglima Batur Barat No. 2, Banjarbaru, Indonesia
b Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh
Jl. Cut Nyak Dhien No. 377, Banda Aceh, Indonesia
*[email protected]
ABSTRAK
Sumber daya energi selalu menjadi salah satu inti permasalahan di zaman modern.
Mulai dari kekhawatiran habisnya sumber daya dan isu kerusakan lingkungan yang
diakibatkan selalu menjadi objek pembicaraan dan penelitian. Upaya yang telah
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah penggunaan sumber
daya alternatif yang renewable dan ramah lingkungan. Botryococcus braunii merupakan
spesies mikroalga yang memiliki potensi besar di masa depan sebagai penghasil biofuel
karena kemampuannya memproduksi hidrokarbon dalam jumlah besar. Meski demikian,
laju pertumbuhannya yang lambat dibandingkan dengan mikroalga lain menjadi
hambatan komersialisasi B. braunii di industri energi. Tujuan dari telaah ini adalah
mengetahui intensitas cahaya yang optimal untuk meningkatkan produksi biomassa dan
hidrokarbon pada Botryococcus braunii. Cahaya pada intensitas tertentu mampu
mengoptimalkan produktivitas biomassa dan hidrokarbon dari B. braunii. Optimasi
intensitas cahaya di lingkungan kultur B. braunii dapat meningkatkan pertumbuhan dan
biomassa yang dihasilkan sehingga akan mendorong terwujudnya komersialisasi B.
braunii di bidang industri energi. Intensitas cahaya yang optimal untuk meningkatkan
biomassa dan produksi hidrokarbon B. braunii terletak pada kisaran 100–150 μmol m−2
s−1.
Kata Kunci: botryococcus braunii, optimasi, intensitas cahaya, biomassa, hidrokarbon
ABSTRACT
Energy resources have always been one of the core issues in modern times.
Starting from the concern of running out of resources and the issue of environmental
damage have always been the object of discussion and research. Efforts have been made
to overcome these problems, one of which is the use of alternative renewable and
environmentally friendly resources. Botryococcus braunii is a microalgae species that has
great potential in the future as a producer of biofuels because of its ability to produce large
amounts of hydrocarbons. However, its slow growth rate compared to other microalgae is
an obstacle to the commercialization of B. braunii in the energy industry. Light at a certain
intensity is able to optimize the productivity of biomass and hydrocarbons from B. braunii.
The aim of this review is to figure out the optimal light intensity to increase biomass and
hydrocarbon production of Botryococcus braunii. Optimization of light intensity in the
B. braunii culture environment can increase growth and the resulting biomass so that it will
encourage the realization of the commercialization of B. braunii in the energy industry.
The optimal light intensity for increasing biomass and hydrocarbon production of B. braunii
lies in the range of 100–150 μmol m−2 s−1.
Keywords: botryococcus braunii, optimization, light intensity, biomass, hydrocarbons
H a l | 125
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 125 - 134
I. PENDAHULUAN
Isu kelangkaan energi, perubahan iklim dunia dan pemanasan global menjadi
sorotan masyarakat luas, hal ini menjadi stimulus bagi dunia untuk mulai berlomba-lomba
menyuarakan tentang penyelamatan lingkungan. Penggunaan bahan bakar fosil dan efek
rumah kaca seperti chlorofluorocarbon, CH4, dan N2O mendorong terjadinya pemanasan
global. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya masalah lingkungan dan sosial ekonomi
(Munday et al., 2012; Schreffan & Battaglini, 2011). Serangkaian upaya dilakukan untuk
mengurangi efek gas rumah kaca. Mulai dari mengurangi penggunaan bahan bakar fosil,
dekarbonisasi, penyerapan karbon (Abbasi & Abbasi, 2011; Vijayavenkataraman et al.,
2012) dan penggunaan sumber daya alternatif terbarukan yang ramah lingkungan
(Panwar et al., 2011).
Peningkatan penggunaan dan pemanfaatan energi terbarukan berperan penting
untuk mengurangi emisi karbon guna mengatasi krisis perubahan iklim. Tingginya emisi
karbon dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup yang ada di bumi. Dengan
memanfaatkan salah satu energi terbarukan, yaitu bahan bakar hayati (biofuel) yang
tidak menghasilkan emisi dan polusi. Bahan bakar hayati atau biofuel adalah setiap
bahan bakar baik padatan, cairan ataupun gas yang dihasilkan dari bahan-bahan yang
bersifat organik.
Biofuel dihasilkan secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari
limbah industri, komersial, domestik dan pertanian. Ada tiga cara untuk menghasilkan
bahan bakar hayati (biofuel) antara lain, pembakaran limbah organik kering, fermentasi
limbah basah tanpa oksigen untuk menghasilkan biogas, fermentasi untuk menghasilkan
alkohol ester, dan energi dari hutan.
Penggunaan bahan bakar hayati atau biofuel ini dapat mengurangi emisi karbon,
karena memproduksi energi tanpa membuang kadar karbon ke atmosfer. Selain itu,
berbagai bahan dari tanaman yang digunakan untuk memproduksi biofuel dapat
mengikat kadar karbondioksida di atmosfer, tidak seperti bahan bakar fosil yang
membuang karbon yang tersimpan di bawah permukaan tanah selama jutaan tahun ke
atmosfer. Sehingga, biofuel lebih bersifat carbon neutral dan sedikit meningkatkan
konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Penggunaan biofuel mengurangi pula
ketergantungan pada minyak bumi serta meningkatkan keamanan energi.
Salah satu mikroorganisme yang menjadi bahan penghasil biofuel adalah mikroalga
Botryococcus braunii. Mikroalga adalah mikroba tumbuhan air yang berperan penting
dalam ekosistem sebagai penghasil makanan primer, selain bakteri dan fungi/spora yang
ada disekeliling kita. Beberapa mikroalga bersifat fotosintetik, yaitu mempunyai klorofil
untuk menangkap energi matahari dan karbondioksida yang diubah menjadi karbon
organik yang berguna sebagai sumber energi bagi kehidupan konsumer seperti
kopepoda, larva moluska, dan lain-lain. Selain perannya sebagai produsen primer, hasil
sisa fotosintesis mikroalga yaitu oksigen juga berperan bagi respirasi untuk biota di
sekitarnya. Biomassa yang dihasilkan oleh mikroalga mengandung kadar lemak yang
cukup tinggi untuk dapat dikonversikan menjadi biofuel. Mikroalga memiliki tingkat
produktivitas yang relatif tinggi, biaya produksi yang relatif rendah dan tidak kompetitif
dalam mencari bahan pangan (Rahmat et al., 2013).
Botryococcus braunii merupakan mikroalga uniseluler yang termasuk ke dalam
golongan alga hijau. Alga jenis ini bersifat fotosintetik atau mikroalga yang dapat
berfotosintesis. Botryococcus braunii tersusun atas protein, karbohidrat, lemak dan asam
nukleat. Botryococcus braunii menghasilkan hidrokarbon dalam jumlah besar dengan
rantai panjang yang unik (C23-C40), seperti residu yang ditemukan dalam minyak bumi,
dan beberapa ahli menyebutkan bahwa mikroalga ini adalah salah satu sumber penghasil
minyak fosil (Nugroho, 2021). B. braunii mampu memproduksi hidrokarbon dalam jumlah
besar dibandingkan mikroalga lain, yaitu sebesar 25-80% dari berat keringnya dan sekitar
95% hidrokarbon pada B. brauni disimpan pada luar sel dinding (Venkatesan et al.,
Hal | 126
Kultivasi Botryococcus braunii dengan optimasi intensitas cahaya …….Kartika Inderiani, et al.
2013). Oleh karena itu, B. braunii lebih banyak dipilih untuk diteliti sebagai mikroalga
penghasil hidrokarbon yang potensial. Hidrokarbon tersebut diekskresikan dari dalam sel
dan ditahan di lingkungan ekstraseluler untuk mempertahankan daya apung koloni. Lebih
lanjut, lipid intraseluler (terutama triasilgliserol yang membawa asam lemak) dapat
diekstraksi langsung dari sel hidup B. braunii dengan pelarut organik yang sesuai (Lee-
Chang et al., 2020).
B. braunii telah diakui sebagai salah satu kemungkinan sumber energi terbarukan
yang memiliki potensi yang signifikan (Thurakit et al., 2018). Meskipun begitu, B. braunii
masih belum digunakan dalam pembudidayaan massal untuk produksi biomassa yang
lebih besar karena laju pertumbuhan B. braunii tergolong lambat dibandingkan dengan
mikroalga lain, sehingga dibutuhkan pengoptimalan (Asma et al., 2015). Optimasi
intensitas cahaya di lingkungan kultur B. braunii merupakan salah satu alternatif yang
diajukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Oleh karena itu, review ini bermaksud
membahas tentang pengaruh optimasi intensitas cahaya di lingkungan kultur B. braunii
dan intensitas cahaya yang optimal untuk meningkatkan biomassa dan produksi
hidrokarbon B. braunii.
II. KARAKTERISTIK BOTRYOCOCCUS BRAUNII
Mikroalga adalah makhluk hidup berukuran mikroskopis (diameter antara 3-30 µm)
yang hidup berkoloni atau sel tunggal di perairan tawar maupun laut (Widyastuti & Dewi,
2014). Mikroalga merupakan organisme fotosintetik yang memiliki potensi besar sebagai
sumber biofuel. Mikroalga dapat menghasilkan berbagai macam produk sampingan
secara komersial seperti minyak, lemak, gula, dan senyawa bioaktif fungsional. Jenis
mikroalga yang digunakan dan merupakan prospek terbaik untuk biofuel antara lain
Phaeodactylum tricornutum, Nannochoropsis oculata, Botryococcus braunii,
Scenedesmus dimorphus, dan Chlorella protothecoides.
Botryococcus braunii adalah mikroalga autotrof, bersel tunggal, berbentuk piramida,
berkoloni, dan termasuk ke dalam golongan alga hijau (Chlorophyta) yang dapat
ditemukan pada air tawar di hampir seluruh dunia. Mikroalga ini banyak digunakan dalam
produksi lipid berbentuk hidrokarbon karena kandungan lipid pada biomassa B. braunii
dapat mencapai 25-80% dari berat keringnya dan sekitar 95% hidrokarbon pada B.
brauni disimpan pada luar sel dinding (Venkatesan et al., 2013). Botryiococcus braunii
memiliki klorofil a, b, dan c mencapai ±1,5 - 2,8 % , sehingga tampak berwarna hijau-
kekuningan di permukaan perairan. Berikut adalah klasifikasi Botryococcus braunii
(Silvia, 2016):
Kingdom : Protista
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Genus : Botryococcus
Spesies : Botryococcus braunii
Botryococcus adalah satu-satunya genus mikroalga yang dapat secara langsung
menyintesis hidrokarbon dan merupakan kandidat potensial untuk produksi biodiesel
komersial di masa depan (Raj et al., 2016). B. braunii mampu memproduksi hidrokarbon
dalam jumlah besar. Hidrokarbon tersebut diekskresikan dari dalam sel dan ditahan di
lingkungan ekstraseluler untuk mempertahankan daya apung koloni. Lebih lanjut, lipid
intraseluler (terutama triasilgliserol yang membawa asam lemak) dapat diekstraksi
langsung dari sel hidup B. braunii dengan pelarut organik yang sesuai (Lee-Chang et al.,
2020). Berdasarkan jenis hidrokarbon yang dihasilkan, B. braunii diklasifikasikan menjadi
3 ras utama yaitu A, B, dan L. Ras B merupakan yang paling menarik perhatian sebagai
alternatif petroleum karena kandungan hidrokarbonnya yang tinggi daripada ras lainnya
dan komponen hidrokarbonnya, botryococcene dan methylsqualene, dimana keduanya
dapat dengan mudah diubah menjadi biofuel (Suzuki et al., 2013).
H a l | 127
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 125 - 134
Optimasi kondisi kultur B. braunii sangat penting untuk pengembangan produksi
energi alternatif secara komersial yang hemat biaya dan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan, biomassa, dan produksi lipid mikroalga. Kondisi kultur yang optimum
bergantung pada jenis mikroalga yang dikultivasi. Cahaya merupakan salah satu faktor
yang memengaruhi pertumbuhan dan penyimpanan hasil metabolisme mikroalga.
Mikroalga memanfaatkan cahaya sebagai sumber energinya untuk berfotosintesis,
sehingga intensitas cahaya, kualitas cahaya, dan fotoperiodisitas memiliki peran penting
untuk meningkatkan produktivitas biomassa mikroalga (Tanabe et al., 2015).
III. MACAM METODE KULTIVASI
Metode kultivasi mikroalga khususnya Botryococcus braunii merupakan faktor yang
sangat penting dan menjadi salah satu tantangan utama dalam pengembangan teknologi
sumber daya terbarukan (Chen et al., 2015). Tingkat keberhasilan Botryococcus braunii
sebagai sumber energi alternatif terbarukan sangat bergantung pada tingkat
pertumbuhan, produksi hidrokarbon dan efisiensi bahan bakar yang dihasilkan. Maka dari
itu dibutuhkan metode kultivasi yang tepat untuk memperbesar tingkat pertumbuhan dan
kandungan biomassanya.
Ada 4 metode utama kultivasi mikroalga yaitu secara autotrof, heterotrof, mixotrof,
dan fotoheterotrof. Secara autotrof mikroalga menghasilkan materi organik dan energi
melalui fiksasi karbon anorganik yang berasal dari CO2 sebagai sumber karbon dan
cahaya matahari sebagai sumber energi (Cheng et al., 2013; Zhan et al., 2017). Metode
autotrof adalah metode paling awal dalam kultivasi mikroalga dan metode ini terbagi lagi
menjadi 2 macam sistem yaitu open pond system dan closed photo bioreactor system.
Kelebihan dari open pond system adalah kemudahan dalam memperoleh sumber dan
metodenya yang sederhana. Kekurangannya adalah metode ini relatif mahal untuk
produksi biodiesel, mudah terkontaminasi oleh bakteri dan mikroorganisme lain, serta
adanya pergantian siang dan malam membuat adanya perbedaan temperatur yang tinggi
sehingga menjadi tidak optimal dalam produksi mikroalga berskala besar (Zhan et al.,
2017). Untuk mengatasi beberapa kelemahan pada open pond system maka dibuatlah
sistem tertutup yaitu closed photo bioreactor system (Zhang et al., 2014). Namun
kelemahan metode ini ternyata biaya operasinya malah lebih besar daripada open pond
system. Sehingga dapat disimpulkan kelemahan utama dari metode autotrof adalah
mahalnya biaya operasi apabila dilakukan dalam skala industri besar (Zhan et al.,
2017).
Pada metode kultivasi secara heterotrof, mikroalga memperoleh karbon dari
sumber karbon organik (Liu et al., 2012) dan tidak membutuhkan cahaya. Sumber karbon
yang biasanya digunakan adalah glukosa. Namun karena harga glukosa yang mahal,
beberapa penelitian mencoba untuk menggunakan sumber karbon lain salah satunya
adalah limbah pabrik dan limbah rumah tangga (Zhan et al., 2017). Kelebihan dari
metode ini adalah mempunyai tingkat pertumbuhan, dan akumulasi biomassa yang lebih
baik jika dibandingkan dengan metode autotrof (Venkata Mohan et al., 2015).
Kekurangannya adalah metode ini mudah terkontaminasi oleh Escherichia coli dan
bakteri lainnya (Chen et al., 2011).
Metode mixotrof adalah metode yang menumbuhkan mikroalga di bawah cahaya
dengan sumber karbon organik dan anorganik. Dengan menggunakan metode mixotrof,
mikroalgae tidak hanya mengkonsumsi karbon organik untuk meningkatkan pertumbuhan
dan akumulasi biomassa dan lipid tetapi juga mengkonsumsi CO2 dan menghasilkan
oksigen melalui fotosintesis sehingga emisi CO2 yang dihasilkan juga lebih kecil (Zhan et
al., 2017).
Metode fotoheterotrof adalah metode yang menggunakan cahaya ketika
mengkonsumsi sumber karbon organik. Perbedaan antara fotoheterotrof dan mixotrof
adalah pada fotoheterotrof biasanya organisme yang digunakan tidak bisa menggunakan
Hal | 128
Kultivasi Botryococcus braunii dengan optimasi intensitas cahaya …….Kartika Inderiani, et al.
karbon anorganik seperti CO2 sebagai sumber karbon (Chen et al., 2011). Pada
beberapa penelitian antara mixotrof dan fotoheterotrof tidak terlalu dibedakan karena
perbedaannya hanya terletak pada penggunaan CO2 (Zhan et al., 2017).
Pada riset yang dilakukan oleh Cheng et al. (2018) medium yang digunakan untuk
menumbuhkan Botryococcus braunii adalah medium Chu 13. Medium Chu 13 adalah
medium yang tidak mengandung sumber karbon sehingga mikroorganisme yang
ditumbuhkan akan mengambil C dari CO2 di udara. Sedangkan pada riset yang dilakukan
oleh Al-Hothaly et al. (2016) medium yang digunakan adalah BG 11. Medium BG 11
adalah medium yang mengandung sumber karbon sehingga riset yang dilakukan oleh Al-
Hothaly et al. (2016) metode yang digunakan termasuk metode mixotrof. Botryococcus
braunii pada medium-medium tersebut diberikan perlakuan intensitas cahaya yang
berbeda-beda dengan tujuan untuk mengetahui intensitas cahaya yang paling baik dalam
meningkatkan pertumbuhan dan biomassa dari Botryococcus braunii.
IV. OPTIMASI INTENSITAS CAHAYA UNTUK MENINGKATKAN BIOMASSA DAN
PRODUKSI HIDROKARBON BOTRYOCOCCUS BRAUNII
Peningkatan biomassa dan produksi hidrokarbon B. braunii merupakan salah satu
faktor penting agar B. braunii dapat menjadi sumber bahan bakar hayati terbarukan
berskala industri. Optimasi intensitas cahaya di lingkungan kultur merupakan salah satu
alternatif yang diajukan untuk mengatasi hambatan komersialisasi B. braunii di industri
energi. Kondisi cahaya secara langsung memengaruhi laju pertumbuhan mikroalga
(Singh & Singh, 2015). Riset-riset yang telah dipublikasikan membuktikan bahwa
optimasi intensitas cahaya dapat meningkatkan biomassa dan produksi hidrokarbon B.
braunii.
H a l | 129
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 125 - 134
Gambar 1. Efek fotoperiodisitas dan intensitas cahaya pada 54 (a, b), 81 (c, d) dan 135
(e, f) μ mol foton m-2 s-1 pada berat kering (g l-1) B. braunii strain Kossou-4
dan Overjuyo-3 (n = 3). Bilah kesalahan merepresentasikan standar deviasi
ulangan sampel. L merujuk pada terang, D merujuk pada gelap (Al-Hothaly et
al., 2016).
Hal | 130
Kultivasi Botryococcus braunii dengan optimasi intensitas cahaya …….Kartika Inderiani, et al.
Tabel 1. Produksi minyak pada hari ke-40 B. braunii strain Kossou-4 dan Overjuyo-3
pada berbagai intensitas cahaya (n = 3)
Treatments Culture Condition Kossou-4 Overjuyo-3
Oil weight (g 10 l−1) Oil weight (g 10 l−1)
12 h L/12 h D 0.442 (±0.033) 0.384 (±0.024)
54 16 h L/12 h D 0.884 (±0.021) 0.624 (±0.035)
Light intensity 24 h L/12 h D 2.561 (±0.040) 2.138 (±0.027)
(μmol photons 0.607 (±0.022) 0.431 (±0.031)
m−2 s−1) and 81 12 h L/12 h D 0.917 (±0.034) 0.711 (±0.040)
16 h L/12 h D 2.596 (±0.041) 2.182 (±0.026)
Photoperiod (h) 24 h L/12 h D 0.903 (±0.044) 0.694 (±0.036)
12 h L/12 h D
135 16 h L/12 h D 2.642 (±0.041) 2.206 (±0.034)
24 h L/12 h D 2.248 (±0.037) 2.039 (±0.025)
Sumber : Al-Hothaly et al. (2016)
Berdasarkan hasil riset al-Hothaly et al. (2016) yang menggunakan cool white
fluorescent sebagai sumber cahaya, disimpulkan bahwa intensitas cahaya yang optimal
untuk B. braunii strain Kossou-4 dan Overjuyo-3 adalah 135 μ mol foton m-2 s-1 dengan
fotoperiodisitas 16 jam terang/8 jam gelap. Biomassa dan produksi minyak tertinggi
dilaporkan diperoleh pada intensitas cahaya dan fotoperiodisitas tersebut,
mengindikasikan bahwa kondisi tersebut merupakan kondisi ideal untuk kultur kedua
strain tersebut.
Tabel 2. Efek intensitas cahaya pada pertumbuhan dan akumulasi hidrokarbon B. braunii
SAG 807-1 dengan biakan melekat
Light intensity 10 20 40 60 80 100 150 200 250
(μmolm−2 s−1)
Biomass 1.16 ± 1.94 ± 4.42 ± 5.44 ± 6.14 ± 6.61 ± 7.74 ± 7.55 ± 7.35 ±
0.08 0.07 0.14 0.18 0.24 0.22 0.29 0.36 0.58
productivity
(g−2 day−1) 24.69 26.34 31.68 36.44 41.68 43.74 49.26 51.04 54.1 ±
± 0.54 ± 0.52 ± 1.01 ± 0.49 ± 0.92 ± 0.66 ± 1.21 ± 0.67 0.85
Hydrocarbon
0.29 ± 0.51 ± 1.40 ± 1.98 ± 2.56 ± 2.89 ± 3.81 ± 3.85 ± 3.98 ±
content (%) 0.16 0.04 0.24 0.11 0.46 0.37 0.51 0.39 0.41
Hydrocarbon Sumber : Cheng et al. (2018)
productivity
(g−2 day−1)
Selain itu, hasil riset Cheng et al. (2018) yang menggunakan lampu cold white
fluorescent sebagai sumber cahaya, menyimpulkan bahwa intensitas cahaya yang
optimal untuk B. braunii SAG 807-1 yang ditumbuhkan dengan sistem biakan melekat
(attached culture) adalah sekitar 100–150 μmol m−2 s−1. Pertumbuhan dan produktivitas
biomassa B. braunii menunjukkan peningkatan ketika perlakuan intensitas cahaya
ditingkatkan hingga 150 μmol m−2 s−1, namun menunjukkan penurunan ketika perlakuan
intensitas cahaya ditingkatkan lebih dari 150 μmol m−2 s−1. Di sisi lain, intensitas cahaya
rendah mencegah akumulasi hidrokarbon pada B. braunii. Ketika intensitas cahaya
ditingkatkan, kandungan hidrokarbon juga meningkat. Hal tersebut kemungkinan karena
cahaya yang kuat menginduksi sintesis dan akumulasi hidrokarbon.
Hasil-hasil riset tersebut mengindikasikan bahwa optimasi intensitas cahaya dapat
meningkatkan biomassa dan produksi hidrokarbon B. braunii. Intensitas cahaya yang
optimal untuk meningkatkan biomassa dan produksi hidrokarbon B. braunii terletak pada
H a l | 131
Prosiding Seminar Industri Hijau Vol. I, No.1, 2021: 125 - 134
kisaran 100–150 μmol m−2 s−1. Oleh karena itu, optimasi intensitas cahaya di lingkungan
kultur B. braunii dapat dilakukan pada kisaran intensitas cahaya tersebut.
V. KESIMPULAN
Botryococcus braunii merupakan kandidat potensial untuk produksi biodiesel
komersial di masa depan karena kemampuannya yang dapat secara langsung
menyintesis hidrokarbon dalam jumlah besar. Meski demikian, laju pertumbuhannya yang
lambat dibandingkan dengan mikroalga lain menjadi hambatan komersialisasi B. braunii
di industri energi. Salah satu alternatif mengatasi hambatan tersebut adalah melalui
optimasi intensitas cahaya di lingkungan kultur B. braunii. Intensitas cahaya yang optimal
untuk meningkatkan biomassa dan produksi hidrokarbon B. braunii terletak pada kisaran
100–150 μmol m−2 s−1.
DAFTAR PUSTAKA
Abbasi, T., & Abbasi, S. A. (2011). Decarbonization of fossil fuels as a strategy to control
global warming. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 15(4), 1828–1834.
https://doi.org/10.1016/j.rser.2010.11.049
Al-Hothaly, K. A., Taha, M., May, B. H., Stylianou, S., Ball, A. S., & Adetutu, E. M. (2016).
The effect of nutrients and environmental conditions on biomass and oil production in
Botryococcus braunii Race B strains. European Journal of Phycology, 51(1), 1–10.
https://doi.org/10.1080/09670262.2015.1071875
Asma, J., Yusoff, F., & Srikanth, R. (2015). Growth rate assessment of high lipid
producing microalga Botryococcus braunii in different culture media. Iranian Journal
of Fisheries Sciences, 14(2), 436–445.
Chen, C. Y., Yeh, K. L., Aisyah, R., Lee, D. J., & Chang, J. S. (2011). Cultivation,
photobioreactor design and harvesting of microalgae for biodiesel production: A
critical review. Bioresource Technology, 102(1), 71–81.
https://doi.org/10.1016/j.biortech.2010.06.159
Chen, H., Qiu, T., Rong, J., He, C., & Wang, Q. (2015). Microalgal biofuel revisited: An
informat
ics-based analysis of developments to date and future prospects. Applied Energy,
155, 585–598. https://doi.org/10.1016/j.apenergy.2015.06.055
Cheng, H., Tian, G., & Liu, J. (2013). Enhancement of biomass productivity and nutrients
removal from pretreated piggery wastewater by mixotrophic cultivation of
Desmodesmus sp. CHX1. Desalination and Water Treatment, 51(37–39), 7004–
7011. https://doi.org/10.1080/19443994.2013.769917
Cheng, P., Wang, Y., Osei-Wusu, D., Liu, T., and Liu, D. (2018). Effects of seed age,
inoculum density, and culture conditions on growth and hydrocarbon accumulation of
Botryococcus braunii SAG807-1 with attached culture. Bioresources and
Bioprocessing, 5(1). https://doi.org/10.1186/s40643-018-0198-4
Lee-Chang, K. J., Albinsson, E., Clementson, L., Revill, A. T., Jameson, I., & Blackburn,
S. I. (2020). Australian strains of botryococcus braunii examined for potential
hydrocarbon and carotenoid pigment production and the effect of brackish water.
Energies, 13(24), 1–14. https://doi.org/10.3390/en13246644
Liu, K., Li, J., Qiao, H., Lin, A., & Wang, G. (2012). Immobilization of Chlorella sorokiniana
GXNN 01 in alginate for removal of N and P from synthetic wastewater. Bioresource
Technology, 114, 26–32. https://doi.org/10.1016/j.biortech.2012.02.003
Munday, P. L., Mccormick, M. I., & Nilsson, G. E. (2012). Impact of global warming and
rising CO 2 levels on coral reef fishes : what hope for the future ? The Journal of
Experimental Biology, 215(22), 3865–3873. https://doi.org/10.1242/jeb.074765
Panwar, N. L., Kaushik, S. C., & Kothari, S. (2011). Role of renewable energy sources in
Hal | 132