The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Disertasi ini dibuat oleh
Yayan Sudrajat
9902917009
S3 Teknologi Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by kang.iyan76, 2021-04-01 08:26:38

Pengembangan Model Pelatihan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga berbasis Motivasi

Disertasi ini dibuat oleh
Yayan Sudrajat
9902917009
S3 Teknologi Pendidikan
Universitas Negeri Jakarta

Keywords: Model Pelatihan SPIRIT

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN PENGELOLAAN
SAMPAH RUMAH TANGGA BERBASIS MOTIVASI

Yayan Sudrajat
9902917009

Disertasi yang Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk
Mendapatkan Gelar Doktor

Promotor
Dr. Moch. Sukardjo, M. Pd.
Dr. Robinson Situmorang, M. Pd.

PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2021

i

PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING
DIPERSYARATKAN UNTUK SEMINAR KELAYAKAN

Promotor, Co-Promotor

Dr. Moch. Sukardjo, M.Pd. Dr. Robinson Situmorang, M.Pd.
Tanggal : Tanggal :

Mengetahui
Koordinator Program Studi S-3 Teknologi Pendidikan

PPS UNJ,

Dr. Moch. Sukardjo
195807201958031003

Nama : Yayan Sudrajat
Nomor Registrasi : 9902917009

Angkatan : 2017

i

iiç

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH
BERBASIS MOTIVASI

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Lengkap : Yayan Sudrajat

NIM : 9902917009

Tempat/Tanggal Lahir: Jakarta, 17 Januari 1976

Program : Doktor

Program Studi : Teknologi Pendidikan

Dengan ini menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Pengembangan Model Pelatihan
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Motivasi” merupakan karya saya sendiri,
tidak mengandung unsur plagiat dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah
saya nyatakan dengan benar.

Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa ada unsur paksaan dari
siapapun. Apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam
pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

Jakarta, Februari 2021

Materai 6000

Yayan Sudrajat
NIM : 990291009

ii

iii ç

PERNYATAAN PUBLIKASI

Saya yang tertanda tangan di bawah ini:

Nama Lengkap : Yayan Sudrajat
NIM : 9902917009

Menyatakan bahwa saya telah mempublikasikan hasil penelitian Disertasi Doktor
saya sebagai berikut:

1. How to Design a Household Waste Management Training Curriculum,
International Journal of Advanced Science and Technology, Vol. 29, No. 4s,
(2020), pp. 1601-1611

Jakarta, Februari 2021

Materai 6000

Yayan Sudrajat

iii

iv
ç

PERNYATAAN HKI

Saya yang tertanda tangan di bawah ini:

Nama Lengkap : Yayan Sudrajat
NIM : 9902917009

Menyatakan bahwa saya telah memiliki HKI hasil penelitian Disertasi Doktor saya
berupa buku kurikulum dengan judul sebgai berikut:

1. Kurikulum Pelatihan “SPIRIT” dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
berbasis Motivasi. Nomor EC00202112121, 19 Februari 2021.

Jakarta, Februari 2021

Materai 6000

Yayan Sudrajat

iv



KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan
segala rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian Disertasi dengan judul
“Pengembangan Model Pelatihan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga berbasis Motivasi”
guna memenuhi sebagian persyaratan Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan yang ada sehingga dalam
menyelesaikan penelitian ini dan memerlukan bantuan dari berbagai pihak, dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Nadiroh Azizah, M.P.d selaku Direktur Pascasarjana yang telah memberikan

kelancaran pelayanan dalam urusan Akademik.
2. Prof. Dr. Ivan Hanafi, M.Pd. selaku Wakil Direktur I Pascasarjana yang telah

memberikan kelancaran pelayanan dalam urusan Akademik.
3. Prof. Dr. Moch. Syarif Sumantri, M.P.d selaku Wakil Direktur II Pascasarjana yang telah

memberikan kelancaran pelayanan dalam urusan Akademik.
4. Prof. Dr. Endry Boeriswati, M.P.d selaku Wakil Direktur III Pascasarjana yang telah

memberikan kelancaran pelayanan dalam urusan Akademik.
5. Dr. Moch Sukardjo., M.P.d selaku Koordinator Program Studi Doktor Teknologi

Pendidikan (S3-TP) yang telah memberikan dukungan dan kelancaran pelayanan dan
urusan akademik sekaligus sebagai Promor yang telah memberikan waktu bimbingan dan
arahan selama penyusunan proposal disertasi ini
6. Dr. Robinson Situmorang, M.Pd. selaku co-Promotor yang telah memberikan waktu
bimbingan dan arahan selama penyusunan proposal disertasi ini
7. Keluarga yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian
ini.
8. Rekan-rekan seperjuangan Pascasarjana S3 Teknologi Pendidikan terutama rekan-rekan
tercinta angkatan 2017.

Penulis menyadari bahwa Penelitian ini masih memiliki kekurangan baik isi maupun
susunannya. Semoga penelitian ini dapat diterima.

Jakarta, Februari 2021

Peneliti

v

vi
ç
ACKNOWLEDGMENT
Alhamdulillah all praise and thanks be to Allah SWT, because of his love and grace I was
able to finish this dissertation. The dissertation was written to fulfill one of the requirements
for obtaining a Doctorate degree in the Postgraduate Educational Technology Study
Program at Universitas Negeri Jakarta, entitled Development of a training model for
household waste management Motivational Base.
The dissertation can be completed with the support and assistance of various parties,
therefore on this occasion the authors express their gratitude to all parties, both directly
and indirectly for contributing to the completion of the dissertation.
Specifically on this occasion the author would like to thanks Dr. Moch. Sukardjo, M.Pd. as
a Promotor and Dr. Robinson Situmorang, M.Pd. as co Promotor who attentively cared for
and carefully gruided and directed the writer during the preparation of this dissertation
from the beginning to the dissertation.
Jakarta, Februari 2021
Yayan Sudrajat

vi

viiç

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH
RUMAH TANGGA BERBASIS MOTIVASI
Yayan Sudrajat

Doktoral Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pelatihan berbasis motivasi untuk calon
trainer pengelolaan sampah rumah tangga di Akademi Kompos Jakarta yang dapat
digunakan secara mandiri. Penelitian ini menggunakan kombinasi 3 model pengembangan
yaitu model Borg dan Gall, model Dick and Carey, dan model ARCS. Model pelatihan ini
bernama “SPIRIT”
Validasi produk dilakukan oleh pakar desain pembelajaran, pakar kurikulum, pakar materi,
dan pakar media pembelajaran. Kemudian produk tersebut diujicobakan kepada beberapa
calon trainer melalui uji coba satu-satu, uji coba kelompok kecil berjumlah 9 orang, dan 13
orang untuk uji coba lapangan.
Hasil penelitian menunjukkan nilai pakar desain pembelajaran menilai bahwa bahan
pelatihan ini sudah memenuhi kebutuhan belajar peserta pelatihan, pakar kurikulum, pakar
materi, dan pakar media pembelajaran adalah sangat baik. Kurikulum yang dibuat
sistematis, memiliki struktur program, dan memiliki tujuan umum diklat dan tujuan khusus
diklat. Pakar materi menilai bahan pelatihan sudah lengkap, jelas, dan konsisten dan pakar
media menyebutkan media yang digunakan pada bahan pelatihan ini dinilai baik dalam
bentuk buku kurikulum dan modul pelatihan.

Kata Kunci : Model Pelatihan, Model Borg dan Gall, model Dick and Carey, dan model
ARCS, Kurikulum pelatihan, Modul pelatihan. Model Spirit.

vii

viiçi

Development of a training model for household waste management
Motivational Base.

Yayan Sudrajat
Universitas Negeri Jakarta Doctoral Educational Technology

Abstract
This study aims to produce a motivation-based training model for trainer candidates for
household waste management at the Jakarta Compost Academy that can be used
independently. This study uses a combination of 3 development models, namely the Borg
and Gall model, the Dick and Carey model, and the ARCS model. This training model is
called "SPIRIT"
Product validation is carried out by learning design experts, curriculum experts, material
experts, and learning media experts. Then the product was tried out by several prospective
trainers through one-on-one trials, 9 people for small group trials, and 13 people for field
trials.
The results showed that the value of instructional design experts assessed that this training
material had met the learning needs of training participants, curriculum experts, material
experts, and instructional media experts. The curriculum is made systematically, has a
program structure, and has a general purpose of education and training and a special
purpose of education and training. Material experts assessed that the training materials
were complete, clear, and consistent and media experts said that the media used in this
training material was considered both in the form of curriculum books and training modules.

Keywords: Training Model, Borg and Gall Model, Dick and Carey model, and ARCS model,
training curriculum, training module. Spirit Model.

viii

DAFTAR ISI çix

HALAMAN JUDUL Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ii
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ILMIAH iii
KATA PENGANTAR iv
ACKNOWLEDGEMENT v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN xii
1
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi Masalah Penelitian 8
C. Batasan Penelitian 9
D. Rumusan Masalah Penelitian 9
E. Tujuan Penelitian 10
F. Signifikansi Penelitian 10
G. Kebaruan Penelitian 10

BAB II KAJIAN TEORETIK………………………………………………. 14

A. Konsep Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 14

1. Sampah Rumah Tangga 14

2. Jenis dan Sumber Sampah 17

3. Dampak Sampah Rumah Tangga 20

4. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 23

B.Konsep Pengembangan Model 29

1. Model-model Pengembangan……………………………… 29

b. Konsep Model Pelatihan yang dikembangkan 48

C.Penelitian Relevan 55

D.Kerangka Teoretik 70

viixii

E. Rancangan Model Pelatihan yang dikembangkan çx

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 75
A. Tempat dan Waktu Penelitian
B. Karakteristik Model Pelatihan 77
C. Pendekatan dan Metode Penelitian 77
D. Langkah-langkah Pengembangan Model 78
E. Teknik Pengumpulan Data 78
F. Teknik Pengukuran Kualitas Produk 79
G. Penyusunan Instrumen Penelitian 93
H. Validitas dan Relibilitas 93
95
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 108
A.Hasil Pelaksanaan
1. Kondisi Model Pelatihan 109
2. Hasil Wawancaara 109
B. .Hasil Pelaksanaan 109
1. Modifikasi Model Pelatihan 111
2. Mampu menganalisis 109
3.. Modifikasi Model Pelatihan 109
4. Menuliskan Tujuan Khusus Diklat (TKD) 112
6. Pengembangan 109
C. .Hasil Pelaksanaan 112
1. Hasil Validasi Kelaukan Model
2. Revisi Produk berdasarkan telah kurikulum 117
3. Hasil Uji Satu-satu 117
4. Hasil Uji Kelompok Kecil 112
5. Hasil Uji Kelompok Besar 124
D. Kelayakan Model Pelatihan 124
E. Efektivitas Model Pelatihan 124
127
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI 129
1. Kesimpulan
2. Implikasi 131
x 131
132

3. Rekomendasi xi ç
133
DAFTAR PUSTAKA ……………………….
xxx
LAMPIRAN ……………………………………. xxx
xxx
DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………….

xi

xçii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Pengembangan Hannafin and Peck
Gambar 2.2 Model Pengembangan ARCS
Gambar 2.3 Model Pengembangan ADDIE
Gambar 2.4 Model Pengembangan ASSURE
Gambar 2.5 Model Pengembangan Derek Rowntree
Gambar 2.6 Model Pengembangan Dick and Carey
Gambar 2.7 Model Pengembangan Borg and Gall
Gambar 2.8 Pendekatan Sistem
Gambar 2.9 Kerangka Teoretik
Gambar 2.10 Rancangan Model Pelatihan SPIRIT
Gambar 2.11 Model Konseptual Pelatihan SPIRIT
Gambar 2.12 Model Prosedural Pelatihan SPIRIT
Gambar 3.1 Tahap Penelitian & Pengembangan Model Pelatihan SPIRIT
Gambar 3.2 Tahap Penelitian Awal
Gambar 3.3 Mata Diklat Pelatihan Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Gambar 3.4 Kondisi Emrpirik
Gambar 3.5 Syntak Instrumen Penilaian
Gambar 3.6 Isi Modul Diklat
Gambar 4.1 Rekapitulasi Uji Pakar
Gambar 4.2 Rekapitulasi Pakar Desain Pembelajaran
Gambar 4.3 Rekapitulasi Pakar Kurikulum
Gambar 4.4 Rekapitulasi Pakar Materi
Gambar 4.5 Rekapitulasi Pakar Media Pembelajaran
Gambar 4.6 QR Code uji satu-satu
Gambar 4.7 QR Code hasil uji satu-satu
Gambar 4.8 QR Code uji small group
Gambar 4.9 QR Code uji small group
Gambar 4.10 QR Code Hasil uji small group
Gambar 4.11 QR Code uji Lapangan
Gambar 4.12 QR Code Hasil uji Lapangan

xii

xiçii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Proyeksi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin
Tabel 1.2 Perbandingan Penelitian
Tabel 2.1 Survey Komposisi Limbah Tahun 2008
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Model-model Pengembangan
Tabel 2.5 Hasil Penelitian Yang Relevan
Tabel 3.1 Rencana Penelitian dan Progres Tahun I
Tabel 3.2 Rencana Penelitian dan Progres Tahun II
Tabel 3.3 Analisis Kebutuhan Model Pelatihan
Tabel 3.4 Mata Diklat Prasyarat
Tabel 3.5 Tujuan Umum Diklat dan Tujuan Khusus Diklat
Tabel 3.6 ARCS Kategori
Tabel 3.7 Daftar Pakar
Tabel 3.8 Pedoman Skor
Tabel 3.9 Kriteria Kepraktisan Modul
Tabel 3.10 Kriteria Efektivitas Modul
Tabel 3.11 Validasi Instrumen Pakar
Tabel 3.12 Instrumen Penelitian
Tabel 4.1 Hasil Kuesioner Pelatih Akademi Kompos
Tabel 4.2 Tujuan Umum Diklat
Tabel 4.3 Penjabaran Tujuan Umum Diklat menjadi Tujuan Khusus Diklat
Tabel 4.4 Kriteria Penilaian Rerata Skor
Tabel 4.5 Rekapitulasi Penilaian Uji Pakar
Tabel 4.6 Rekapitulasi Pakar Desain Pembelajaran
Tabel 4.7 Rekapitulasi Penilaian Pakar Kurikulum
Tabel 4.8 Rekapitulasi Penilaian Pakar Materi
Tabel 4.9 Rekapitulasi Penilaian Pakar Media
Tabel 4.10 Saran Perbaikan dari Pakar Desain
Tabel 4.11 Saran Perbaikan dari Pakar Kurikulum
Tabel 4.12 Saran Perbaikan dari Pakar Materi
Tabel 4.13 Saran Perbaikan dari Pakar Media
Tabel 4.14 Rekapitulasi Penyajian ARCS dalam Diklat

xiii

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Penelitian Pendahuluan
Lampiran 2 Hasil Validasi Instrumen Validator
Lampiran 3 Hasil Uji Pakar
Lampiran 4 Hasil Uji Formatif

xiv

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus penduduk (SP2020) pada

September 2020 mencatat jumlah penduduk sebesar 270,20 juta jiwa. (BPS, 2020) dan
laju pertumbuhan industri yang semakin pesat memberikan dampak pada jumlah
sampah yang dihasilkan antara lain sampah plastik, kertas, produk kemasan yang
mengandung B3 (Bahan Beracun Berbahaya). Jumlah dan jenis sampah, sangat
tergantung dari gaya hidup dan jenis material yang kita konsumsi semakin meningkat
perekonomian dalam rumah tangga maka semakin bervariasi jumlah sampah yang
dihasilkan. Selain kondisi tersebut masih djumpai timbulan atau buangan sampah di
sungai sehingga memberikan dampak negatif pada lingkungan yang akhirnya
menganggu kesehatan manusia. Kehadiran sampah merupakan salah satu persoalan
yang dihadapi oleh masyarakat. Keberadaan sampah tidak diinginkan bila dihubungkan
dengan faktor kebersihan, kesehatan, kenyamanan dan keindahan (estetika).

Peningkatan jumlah sampah yang tidak diikuti oleh perbaikan dan peningkatan
sarana dan prasarana pengelolaan sampah mengakibatkan permasalahan sampah
menjadi komplek, antara lain sampah tidak terangkut dan terjadi pembuangan sampah
liar, sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit, kota kotor, bau tidak sedap,
mengurangi daya tampung sungai dan lain-lain. Contoh lain, ketika ban kendaraan yang
dibuang di tempat pembuangan mengumpulkan air memungkinkan nyamuk
berkembang biak, meningkatkan risiko penyakit seperti malaria atau demam berdarah.
Sedangkan Pembakaran sampah yang tidak terkendali di lokasi pembuangan sampah
akan melepaskan partikel-partikel halus yang akan menyebabkan kabut asap dan
menjadi penyebab utama penyakit yang berkaitan dengan pernapasan.

Timbunan sampah pada tempat pembuangan sampah sementara maupun tempa1t
pembuangan akhir akan menghasilkan lindi. Leachate/lindi adalah limbah cair yang
timbul akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan sampah, melarutkan dan
membilas materi-materi terlarut, termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi
biologis (Subekti, 2009:126). Dari sana dapat diramalkan bahwa kuantitas dan kualitas
lindi akan sangat bervariasi dan berfluktuasi. Leachate/lindi yang tidak ditangani
dengan baik yaitu tanpa melalui pengolahan dapat memberikan dampak negatif pada
lingkungan antara lain timbulnya bau sehingga menguranggi estetika, timbulnya

1

2

penyakit. Vektor atau pembawa penyakit yang ditimbulkan dari tempat sampah adalah
thypus, disentri dengan vector pembawa penyakit adalah lalat, kecoa, tikus dan lain
sebagainya (Subekti,2009:126)

Dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh volume sampah yang tinggi yang
tidak dikelola dengan baik adalah gangguan kesehatan, menurunkan kualitas
lingkungan, menurunkan estetika lingkungan dan terhambatnya pembangunan negara.
(Marliani, 2015:127)

Sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. (Undang-Undang Nomor 18, 2008). Sedangkan Sampah merupakan
limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap
tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan
melindungi investasi pembangunan (Subekti, 2009:129). Berdasarkan Pasal 1 angka
(20) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Sedangkan
limbah rumah tangga adalah limbah yang dihasilkan dari satu atau beberapa rumah
(Republik Indonesia, 2009). Sejalan dengan itu menurut Hasibuan (2016:42) sampah
adalah bahan buangan sebagai akibat dari aktivitas manusia yang merupakan bahan
yang sudah tidak dapat dipergunakan lagi.

Perkembangan produksi sampah rumah tangga khususnya mengalami
peningkatan yang cukup tajam setiap harinya salah satunya ukurannya adalah tidak
seimbangnya antara keterbatasan jumlah sarana tempat pengepul sampah dan
pengankutan sampah, serta sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan
pengelolaan sampah dengan jumlah sampah rumah tangga yang terus bertambah,
terlebih sampah rumah tangga yang diangkut oleh tenaga pengangkut sampah tidak
rutin setiap harinya. Masalah jangka pendek yang akan terjadi akibat peningkatan
jumlah sampah rumah tangga yang tidak dapat dibatasi adalah menumpuknya jumlah
sampah rumah tangga di lingkungan perumahan yang akan menimbulkan aroma tidak
sedap yang dapat menghambat pernapasan jika terus menerus. Sedangkan masalah
jangka panjang yang dapat dirasakan jika jumlah sampah rumah tangga tidak dapat
dilakukan pengelolaan sampah rumah tangga dengan baik adalah sempitnya lahan untuk
menampung sampah rumah tangga sehingga tempat penampungan sampah rumah
tangga juga dapat menimbulkan aroma tidak sedap yang juga dapat menimbulkan
kesempatan bertumbuhnya penyakit seperti sakit pernapasan dan sakit paru.

3

Masalah pengelolaan sampah rumah tangga adalah tantangan terbesar bagi
otoritas kota kecil dan besar di negara-negara berkembang. Hal ini terutama disebabkan
oleh meningkatnya timbunan limbah dan beban anggaran kota. Selain biaya tinggi,
pengelolaan limbah dikaitkan dengan kurangnya pemahaman tentang berbagai faktor
yang memengaruhi keseluruhan sistem penanganan.(Abdel-shafy & Mansour,
2018:1277)

Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat adalah suatu pendekatan
pengelolaan sampah yang didasarkan pada kebutuhan dan permintaan masyarakat,
direncanakan, dilaksanakan, dikontrol dan dievaluasi bersama masyarakat. Pemerintah
dan lembaga lainnya sebagai motivator dan fasilitator. Fungsi motivator adalah
memberikan dorongan agar masyarakat siap memikirkan dan mencari jalan keluar
terhadap persoalan sampah yang mereka hadapi. Tetapi jika masyarakat belum siap,
maka fungsi pemerintah atau lembaga lain adalah menyiapkan terlebih dahulu.
Misalnya dengan melakukan pelatihan, study banding dan memperlihatkan program
yang sukses.

Ada dua hal yang penting dalam konsep pengelolaan sampah yaitu partisipasi
masyarakat dan pengelolaan sampah mendekati rumah tangga. Dengan demikian
sampah yang akan terangkut menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan menjadi
berkurang sampai dengan tidak ada sama sekali, atau sering dikenal dengan istilah zero
waste.

Pemahaman masyarakat terhadap konsep 3R, yaitu reuse (memakai kembali
barang bekas yang masih bisa dipakai), reduce (berusaha mengurangi sampah) dan
recycle (mendaur ulang sampah agar dapat dimanfaatkan) juga masih rendah.
Akibatnya, produksi sampah yang dihasilkan oleh masyarakat semakin melimpah dan
menumpuk di mana-mana. TPA-TPA liar bermunculan dan menjamur dimana-mana.
Untuk itu peran serta masyarakat sangat penting untuk mengelola sampah yang dimulai
dari rumah tangga sehingga nantinya sampah yang di buang ke Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) sudah berkurang cukup banyak dan tidak menimbulkan timbunan yang
menggunung di lokasi TPA tersebut.

Pemilahan sampah yang dilakukan oleh pemulung sebagai pekerjaan mereka
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, Pemulung tidak dapat melakukan
pengelolaan maupun pengolahan sampah dengan baik karena memang mereka tidak
terdidik dan terlatih untuk mampu memiliki kompetensi mengelola sampah. Peneliti

4

melakukan observasi di beberapa tempat pembuangan sampah terakhir seperti Bantar
Gebang Jawa Barat dan Cipayung Depok Jawa Barat.

Salah satu kegiatan pengelolaan sampah rumah tangga adalah dengan melakukan
pemilahan sampah rumah tangga, terdapat 40% menyatakan bahwa kegiatan pemilahan
sampah merupakan ide yang bagus namun 60% menyatakan bahwa kegiatan pemilahan
sampah kegiatan membuang waktu dan pekerjaan kotor (Banga, 2011:28)

Kurangnya perencanaan pengelolaan sampah yang strategis, pengumpulan dan
pemilahan sampah, serta kerangka kerja peraturan keuangan pemerintah, merupakan
hambatan utama untuk mencapai pengelolaan sampah berkelanjutan yang efektif di
Indonesia. Kesadaran lingkungan yang terbatas dikombinasikan dengan motivasi yang
rendah telah menghambat inovasi dan adopsi teknologi baru yang dapat mengubah
pengelolaan sampah di Indonesia. Sikap ketidakpedulian masyarakat terhadap sampah
juga merupakan penghalang utama untuk meningkatkan pengelolaan sampah
berkelanjutan.

Setiap pengurangan sampah dapat merupakan hasil dari kebijakan pencegahan
sampah tetapi dapat juga merupakan akibat dari krisis ekonomi atau terjadi secara tidak
sengaja. (Bartl, 2014:4)

Inti dari visi untuk pengelolaan sampah di Indonesia adalah penggunaan sampah
sebagai sumber daya dengan peningkatan ekstraksi nilai, daur ulang, pemulihan, dan
penggunaan kembali. Tanpa regulasi dan penegakan yang jelas, perbaikan tidak akan
terjadi. Regulasi sampah yang kuat dapat mendorong inovasi. Sektor pengelolaan
sampah perlu memasukkan bisnis yang menarik dan menguntungkan dengan
persyaratan kinerja yang jelas yang diberlakukan dengan sanksi keuangan diterapkan
ketika layanan pengelolaan sampah tidak berfungsi secara efektif. Keuangan untuk
perusahaan pengelolaan sampah dan pendanaan untuk infrastruktur harus diperoleh dari
produsen sampah melalui pajak sampah.

Informasi tentang jumlah dan karakterisasi sampah di masa mendatang menjadi
hal yang sangat penting karena menentukan kesesuaian berbagai pilihan pengelolaan
dan pengelolaan sampah. Pengadaan peralatan dan kendaraan tingkat negara diperlukan
untuk pengumpulan sampah secara primer dan sekunder dengan sistem yang efektif
untuk memantau pengumpulan, perjalanan, dan pembuangan.

Perencanaan pengelolaan sampah jangka panjang membutuhkan pengembangan
proyek visioner oleh pemerintah dan lembaga swasta yang serius menciptakan kader
pengelola sampah yang professional melalui sebuah pelatihan pengelolaan sampah

5

rumah tangga. Peran dan tanggung jawab untuk memberikan sistem yang berkelanjutan
perlu didefinisikan dengan pemantauan dan evaluasi untuk melihat perkembangannya
dalam bentuk model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga berbasis motivasi.

Pengelolaan sampah rumah tangga harus dilakukan dengan serius dan benar
sehingga diperlukan sebuah perencanaan yang matang dalam bentuk sebuah kurikulum
pelatihan untuk menciptakan tenaga yang terdidik dan terampil dalam pengelolaan
sampah rumah tangga sehingga dapat menjadi sebuah hasil yang dapat menjadi nilai
tambah dalam kehidupan sehari-hari. Sampah apabila tidak dikelola dengan baik akan
menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya estetika, kesehatan, dan potensi
bencana lingkungan.

Berdasarkan Proyeksi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin
Tahun 2015-2019 (BPS 2017, 2017), maka akan dapat dihitung kebutuhan tenaga
terdidik dan terlatih dari sumber daya manusia untuk pengelola sampah rumah tangga
dengan menggunakan rumus yans, (Sudrajat et al., 2020:1603) sebagai berikut:
Y = rerata jumlah sampah perhari
S = total jumlah penduduk dalam usia 15-54
S1 = jumlah penduduk usia 14-19
S2 = jumlah penduduk usia 20-24
S3 = jumlah penduduk usia 25-29
S4 = jumlah penduduk usia 30-34
S5 = jumlah penduduk usia 35-39
S6 = jumlah penduduk usia 40-44
S7 = jumlah penduduk usia 45-49
S8 = jumlah penduduk usia 50-54
N = jumlah provinsi di Indonesia
B = kebutuhan tenaga terdidik pengelola sampah rumah tangga
B = (s1+s2+s3+s4+s5+s6+s7+s8 x N

Y
B = (22294,2+21917,6+21228,0+20582,2+20265,8+19366,7+17694,3+15438,1 X 34

7500 ton
B = 158786.9 X 34

7500 ton
B = 21 171 tenaga terdidik yang dibutuhkan di 34 provinsi Indonesia

6

Jadi, dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan tenaga terdidik dan terlatih sebanyak
21 171 tenaga terdidik yang dibutuhkan untuk dapat mengelola sampah rumah tangga
di 34 provinsi di Indonesia. Sedangkan berdasarkan data dari biro pusat statistik tahun

2017 tentang proyeksi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin baik laki-

laki maupun perempuan sebagai berikut:

Tabel 1.1

Proyeksi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin

Tahun 2015-2019

Indonesia Laki-laki dan perempuan

Umur Tahun

2014 2015 2016 2017 2018 2019

0-4 24 086,8 24 065,5 23 960,1 23 848,4 23 729,6 23 604,9

5-9 23 109,5 23 330,4 23 559,5 23 733,9 23 878,5 23 974,0

10-14 22 360,2 22 461,5 22 577,1 22 713,1 22 878,7 23 057,1

15-19 22 024,7 22 095,4 22 161,0 22 212,9 22 242,9 22 294,2

20-24 21 352,4 21 447,9 21 569,0 21 703,6 21 823,3 21 917,6

25-29 20 716,3 20 810,4 20 911,4 21 022,2 21 125,3 21 228,0

30-34 20 430,9 20 448,3 20 497,0 20 509,1 20 528,2 20 582,2

35-39 19 587,1 19 816,1 19 936,5 20 072,5 20 181,5 20 265,8

40-44 18 004,7 18 295,1 18 609,3 18 884,2 19 145,4 19 366,7

45-49 15 867,4 16 266,5 16 657,0 17 028,0 17 375,4 17 694,3

50-54 13 313,7 13 766,5 14 179,0 14 601,5 15 025,4 15 438,1

55-59 10 518,1 10 972,7 11 457,1 11 903,3 12 326,6 12 749,8

60-64 7 518,8 7 955,3 8 397,8 8 870,5 9 352,8 9 818,2

65-69 5 253,4 5 489,6 5 742,8 6 035,4 6 365,9 6 731,8

70-74 3 757,0 3 852,0 3 963,5 4 082,2 4 218,6 4 384,9

75+ 4 263,8 4 388,5 4 526,9 4 670,1 4 817,2 4 967,0

TOTAL 252 164,8 255 461,7 258 705,0 258705,0 265 015,3 268 074,6

Sumber : (BPS 2017, 2017)

Dari data dan perhitungan kebutuhan sumber daya manusia dalam pengelolaan
sampah rumah tangga di atas, dibutuhkan sebuah program pelatihan pengelolaan
sampah rumah tangga agar dapat menguasai keterampilan dan teknik pengelolaan
sampah rumah tangga dengan baik.

Secara pragmatis program pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga memiliki
dampak positif baik bagi individu maupun organisasi yang bertujuan untuk peningkatan
penguasaan keahlian atau keterampilan yang diterima individu, pelatihan memberi
penguatan bagi individu dengan memberi jaminan jobs security berdasarkan
penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan.

Penyusunan program pelatihan hendaknya dilakukan untuk mengatasi masalah
tertentu yang akan memberi kontribusi dalam mencapai tujuannya. Pelatihan bukanlah
sebuah program untuk menghabiskan dana yang telah dianggarkan atau bahkan untuk
sekedar menghibur peserta pelatihan sekalipun dalam pelatihan ada unsur hiburan.

7

Program pelatihan hendaknya merupakan suatu kegiatan yang testruktur yang harus
dapat memberi nilai tambah (adding value) bagi organisasi.

Fungsi model pelatihan adalah memberi the right skills at the right time sehingga
organisasi dapat mencapai tujuannya. Secara konseptual dapat dirumuskan bahwa
dalam program pelatihan setidaknya meliputi tiga tahapan yaitu analisis kebutuhan
pelatihan (training needs analysis), implementasi program pelatihan, dan evaluasi
pelatihan.(Kurniadi, 2007:12)

Analisis kebutuhan pelatihan dilakukan melalui sebuah proses tanya jawab
(asking questions getting answears). Pertanyaan diajukan kepada setiap calon trainer
dan kemudian membuat verifikasi dan dokumentasi tentang berbagai masalah dimana
akhirnya kebutuhan pelatihan diketahui untuk memecahkan masalah tersebut.

Untuk tercapainya tujuan diklat pengelolaan sampah rumah tangga, maka
diperlukan sebuah pengembangan model pelatihan. Dalam pengembangan model
pelatihan, perlu menggunakan beberapa prinsip yang dijadikan sebagai acuan agar
kurikulum pelatihan yang dihasilkan itu memenuhi harapan stakeholders yang meliputi
calon trainer, orang tua, masyarakat pengguna lulusan diklat, dan pemerintah. Prinsip
tersebut diantaranya adalah : prinsip berorientasi pada tujuan, prinsip relevansi, prinsip
efektivitas, prinsip efisiensi, prinsip kontinuitas, prinsip fleksibilitas, dan prinsip
integrasi.

Menyadari akan pentingnya peranan calon trainer sebagai agen pembelajaran
dalam implementasi pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga berbasis motivasi
maka peningkatan kompetensi pedagogik dan andragogik perlu diupayakan secara
maksimal melalui cara-cara yang mangkus dan sangkil. Di antara alternatifhya adalah
mengembangkan model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga. Pelatihan
pengelolaan sampah rumah tangga ini tetap didasarkan pada perilaku dari tujuan dan
proses pembelajaran yang berfokus pada hasil atau perilaku biasanya memandu
pembelajaran dan penilaian hasil yang terukur pada masing-masing tujuan diklat umum
mata diklat.

Model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga (PSRT) ini dirancang melalui
model penelitian Borg and Gall Langkah pertama, model pembelajaran sistem disck and
carey langkah 1 sampai dengan langkah ke 7. Namun dalam Langkah ke tujuh strategi
pembelajaran model pelatihan ini menggunakan model ARCS sehingga nantinya akan
dibuat metode sequence untuk dapat dilanjutkan ke model dick and carey. dengan
beberapa model untuk dipahami oleh calon trainer sehingga bisa relevan dengan

8

perkembangan zaman melalui buku kurikulum, modul diklat, dan video pembelajaran
berbasis motivasi. Model pelatihan ini bernama model pelatihan SPIRIT karena
menggunakan metode ARCS yang bertujuan untuk peningkatan motivasi calon trainer
dalam mengikuti kegiatan diklat Pengelolaan sampah rumah tangga (PSRT).

Peta wilayah potensial untuk membentuk model pelatihan PSRT ini dilakukan di
Akademi Kompos, Pesanggrahan Jakarta Selatan dan Yayasan Camik Indonesia Center,
Depok Jawa Barat. Tempat terpilih ini melalui penelitian pendahuluan dengan
menggunakan analisis kebutuhan pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga serta
kondisi awal calon trainer bahwa belum memiliki program pelatihan secara sistematis
seperti kurikulum, modul, dan video pembelajaran. sehingga peneliti menawarkan
model pelatihan yang cocok dilakukan di tempat tersebut. Dari beberapa latar belakang
di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengembangan model pelatihan
pengelolaan sampah rumah tangga berbasis motivasi sehingga peneliti melakukan
penelitian disertasi ini dengan judul “Pengembangan Model Pelatihan Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga berbasis Motivasi”

B. Identifikasi Masalah Penelitian
Dari banyaknya uraian latar belakang masalah di atas, peneliti mengidentifikasi

masalah sebagai berikut:
1. Permasalahan apa saja yang akan muncul ketika pengelolaan sampah tidak

dilakukan dengan baik?
2. Dampak apa yang akan terjadi jika pengelolaan sampah tidak dilakukan dengan

baik?
3. Apa yang akan terjadi jika pembakaran sampah tidak dilakukan dengan baik?
4. Apakah yang dimaksud dengan sampah rumah tangga?
5. Apa yang dimaksud dengan pengelolaan sampah rumah tangga?
6. Bagaimana cara mengelola sampah rumah tangga yang baik?
7. Apa yang dimaksud dengan pengelolaan sampah dengan konsep 3R?
8. Apakah jumlah pengelola sampah dengan jumlah sampah sudah sebanding dalam

upaya pengelolaan sampah rumah tangga?
9. Bagaimana cara menghitung SDM untuk pengelolaan sampah rumah tangga?
10. Apakah sudah ada kebutuhan untuk pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga?
11. Bagaimana cara menyusun program pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga?
12. Apakah fungsi model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga?

9

13. Bagaimana analisis kebutuhan model pelatihan pengelolaan sampah rumah
tangga?

14. Bagaimana pengembangan model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga
berbasis motivasi?

15. Bagaimana kelayakan model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga berbasis
motivasi?

16. Apakah rancangan model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga efektif
dilaksanakan?

17. Bagaimanakah efektivitas model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga
berbasis motivasi?

C. Batasan Penelitian / Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada pengembangan model pelatihan untuk meningkatkan

kemampuan pengelolaan sampah rumah tangga berbasis motivasi agar memudahkan
calon trainer mengikuti diklat dan mengajarkan kembali dilengkapi dengan bahan
belajar tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, sehingga mendukung tercapainya
kompetensi pengelolaan sampah rumah tangga berbasis motivasi. Batasan masalah
penelitian ini pada:
1. Pengembangan model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga berbasis

motivasi.
2. Kelayakan model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga berbasis motivasi.
3. Efektivitas model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga berbasis motivasi.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah dikemukakan

sebelumnya, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengembangkan model pelatihan pengelolaan sampah rumah

tangga berbasis motivasi?
2. Bagaimana kelayakan model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga berbasis

motivasi?
3. Bagaimana efektivitas model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga berbasis

motivasi?

10

E. Tujuan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan yang akan menghasilkan

pengembangan model pelatihan Pengelolaan sampah rumah tangga berbasis motivasi.
Secara rinci tujuan penelitian ini adalah:
1. Menghasilkan pengembangan model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga

berbasis motivasi.
2. Mengetahui kelayakan model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga berbasis

motivasi
3. Mengetahui efektivitas model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga berbasis

motivasi.

F. Signifikansi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat atau signifikansi antara

lain:
1. Menghasilkan pengembangan model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga

berbasis motivasi.
2. Mengetahui model pelatihan yang sesuai untuk kegiatan pelatihan pengelolaan

sampah rumah tangga berbasis motivasi
3. Merancang bahan ajar diklat yang sesuai dengan karakteristrik calon trainer dan

dapat memenuhi kebutuhan pengguna.

G. State of The Art

Tabel 1.2. Perbandingan Penelitian

No Tahun Penelitian Hasil

A. Penelitian Dari Artikel Jurnal Penelitian ini menunjukkan
(59,4%) rumah tangga di perkotaan
1 2011 Household Knowledge, Attitudes and Kampala terlibat dalam beberapa
bentuk pemisahan limbah padat.
Practices in Solid Waste Segregation and Hal ini sebagian besar dilakukan
untuk motif keuangan dan sebagian
Recycling: The Case of Urban Kampala, lagi tidak mampu melakukan
pengelolaan sampah rumah tangga
Zambia Social Science Journal: Vol. 2: dengan baik melainkan dengan
pembakaran sampah.
No. 1, Article 4 pp. 27-39 Hasil penelitian menunjukkan
perbandingan dan praktik model
(Banga, 2011:32) pembelajaran

2 2015 21st-Century Instructional Designers:
Bridging the Perceptual GGaps between
Identity, Practice, Impact and
Professional Development

11

3 2016 (Sharif & Cho, 2015:75) Hasil penelitian menyederhakan
4 2016 Afrakhrul Masub Bakhtiar, Arya Setya sepuluh langkah dari Borg & Gall
5 2016 Nugroho, Pengembangan Kurikulum (1983) menjadi tiga langkah yaitu;
6 2016 Pembelajaran Lingkungan, International 1) studi pendahuluan,
7 2017 Journal of Learning, Teaching and 2) perencanaan pengembangan
8 2018 Educational Research Vol. 15, No. 3, pp. model dan
9 2018 20-28, March 2016 3) tes dan revisi.
(Bakhtiar & Nugroho, 2016:22) Pelatihan Pengelolaan Sampah
Pelatihan Pengelolaan Sampah Rumah Rumah Tangga yang dilakukan
Tangga dalam memotivasi berwirausaha hanya untuk memotivasi ibu rumah
ibu rumah tangga. Journal of Nonformal tangga dalam berwirausaha dan
Education Vol. 2, No. 2 pp. 135-142, pelatihan tersebut tidak
Agustus 2016 menggunakan kurikulum pelatihan.
(Haryani & Joko Raharjo, 2016:141) Hasil penelitian ini adalah tentang
Analisis Dampak Lumbah/Sampah dampak sampah rumah tangga
Rumah Tangga terhadap Pencemaran terhadap pencemaran lingkungan
Lingkungan Hidup, Jurnal Ilmiah hidup dan hambatan dalam
“Advokasi” Vol. 04. No. 01. Maret 2016 pengelolaan sampah rumah tangga.
pp. 42-52
(Hasibuan, 2016:45) Hasil penelitian berupa analisis
Pengaruh Sampah Rumah Tangga keadaan sampah, upaya pelestarian
terhadap Pelestarian Lingkungan ditinjau lingkungan, Pengaruh Sampah
dari Aspek Biologi di Komplek Rumah Tangga Terhadap
Perumahan Graha Pertiwi. Cahaya Pelestarian Lingkungan, dan
Pendidikan, 2(1): 92-104 Juni 2016 Kendala Yang Dihadapi Dan
(R. D. Harahap, 2016:102) Upaya Penanggulangannya
Hasil penelitian menunjukkan
Challenges and opportunities associated Pertumbuhan kota besar di India
with waste management in India disertai dengan pertumbuhan
(Kumar et al., 2017:133) produksi sampah insdutri serta
Dzd, legislasi pengelolaan sampah
http://dx.doi.org/10.1098/rsos.160764 industri di India
Hasil penelitian menunjukkan
Sylabus and Matrials Design for Masalah sampah padat: sumber,
Vocational Student and Its Dissemination komposisi, pembuangan, daur
Using ulang, dan valorazasi
doi :10.1088/1742-6596/1114/1/012023 Tidak membuat silabusnya
IOP Publishing
(A. J. Harahap et al., 2003) Membahas Sumber, komposisi,
Review Solid waste issue: Sources, pembuangan, daur ulang, dan
composition, disposal, recycling, and penaikan jumlah sampah di mesir
valorization,
https://doi.org/10.1016/j.ejpe.2018.07.00
3
(Abdel-Shafy & Mansour, 2018)

12

10 2019 Knowledge and Practice in Household Penelitian ini menganalisis

Waste Management, National Public pengaruh pemberian intervensi dan

Health Journal. 2019; 13 (3): 112-116 pelatihan pengelolaan sampah

DOI:10.21109/kesmas.v13i3.2705 terhadap perubahan pengetahuan

(Widiyanto et al., 2019) dan praktik pengelolaan sampah

rumah tangga. Hasil penelitian

menunjukkan peningkatan yang

signifikan pada skor pengetahuan

dan praktik pengelolaan sampah

rumah tangga setelah diberi

intervensi (nilai p = 0,001; nilai p ≤

0,05)

Perbandingan dengan Penelitian ini

Dari hasil penelitian yang sudah dibahas di atas, disimpulkan bahwa pelatihan dan cara

penanganan sampah sudah ada, namun belum terdapat adanya penelitian yang membahas tentang

bagaimana model pelatihan yang sesuai dalam pengelolaan sampah rumah tangga sedangkan

penelitian yang saya lakukan adalah membuat model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga

yang merupakan gabungan dari beberapa model desain pembelajaran yaitu model Borg and Gall,

model Dick and Carey, model ARCS, dan melakukan sequence evaluasi kurikulum dengan model

Kirkpatrick yang dapat memfasilitasi pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga dengan

dilengkapi oleh kurikulum pelatihan dan modul diklat pengelolaan sampah rumah tangga berbasis

motivasi.

B. Hasil Penelitian Disertasi Doktor Teknologi Pendidikan

11 2019- (Indriyani, 2019); (Salenusa, 2019); Beberapa hasil penelitian disertasi

2020 (Herlina,2019); (Triono, 2019); program doktor Teknologi

(Rustisiani, 2019), (Jhoni, 2020), (Yusuf, Pendidikan juga telah

2020), (Sunyoto, 2020) menggunakan QR code dalam

bahan belajar yang dikembangkan,

namun media QR Code digunakan

setelah tahap perbaikan disertasi,

artinya bahwa dari awal mereka

belum berencana untuk

menggunakan media QR Code

kecuali Jhoni dan Yusuf, meneliti

pengembangan model

pembelajaran telah mempersiapkan

QR Code dalam bahan ajarnya.

Sedangkan Sunyoto melakukan

pengembangan model pelatihan

menggunakan model beckward dan

dick and carey.

Perbandingan dengan Penelitian ini

Mereka melakukan penelitian menggunakan QR code dalam bahan belajar yang dikembangkan,

namun media QR Code digunakan setelah tahap sebelum perbaikan maupun perbaikan disertasi,

dan tidak membuat model pelatihan sedangkan Penelitian dan pengembangan yang saya lakukan

untuk mengembangkan model pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga berbasis motivasi,

selain tetap menggunakan modul dan video pembelajaran media QR code juga menyediakan media

APK yang dapat diunduh model diklatnya di play store.

13

Berdasarkan perbandingan pada tabel 1.2, dapat disimpulkan bahwa
permasalahan yang akan diteliti peneliti terkait dengan model pelatihan, QR Code, dan
aplikasi play store sudah sejak awal direncanakan. Dari hasil penelitian yang sudah
dilakukan, belum pernah ada yang meneliti tentang Pengembangan model pelatihan
pengelolaan sampah rumah tangga berbasis motivasi menggunakan bahan ajar media
QR Code dan media APK yang dapat diunduh di play store, sehingga peneliti tertarik
melakukan penelitian ini.

14

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
1. Sampah Rumah Tangga
Konsumsi merupakan kegiatan mengurangi nilai sebuah barang yang
dilakukan oleh manusia dalam hal ini adalah konsumen. Kegiatan konsumsi yang
dimaksud seperti konsumsi nasi, sayuran, buah-buahan, gorengan untuk konsumsi
makan. Sedangkan kegiatan konsumsi lain misalnya konsumsi berpakaian, gawai,
sepeda motor, mobil. dsb.
Pada zaman serba digital saat ini membuat kegiatan konsumsi manusia menjadi
kebih mudah dan praktis dalam pemenuhan kebutuhannya, bukan hanya kampus saja
yang merdeka belajar namun konsumen juga merdeka belanja. Dengan
menggunakan sebuah gawai yang telah terisntall aplikasi belanja membuat manusia
menjadi lebih mudah untuk konsumsi barang yang diinginkan dan dibutuhkannya.
Misalnya konsumsi untuk pembelian bubur ayam, sayuran, sop kambing, tongseng,
buah-buahan, saat ini konsumen tidak direpotkan untuk keluar rumah, tinggal sentuh
saja aplikasinya kemudian pilih dan pesanan akan datang dalam hitungan menit.
Misalnya yang dipesan adalah bubur ayam, maka akan dikirimkan bubur ayam dalam
kemasan sterofom dan biasanya diberikan alas oleh daun pisang agar tidak langsung
bubur menyentuh sterofom dan dimasukkan dalam kemasan plastik kresek. Setelah
dimakan habis oleh konsumen sendok plastik, daun pisang, dan sterofom akan
menjadi sebuah sampah.
Peningkatan jumlah penduduk, sosial ekonomi, dan teknologi akan
memengaruhi perilaku/gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. Perubahan
tersebut akan berpengaruh pula pada volume, jenis, dan karakteristik sampah yang
dihasilkan. Pembangunan yang tidak merata antara pedesaan dan perkotaan inipun
akan memengaruhi pada terkonsentrasinya jumlah penduduk di suatu daerah yaitu
perkotaan, dan berakibat terkonsentrasinya sumber dan timbulan sampah di
perkotaan dan kota-kota penyangga.
Kehadiran dan keberadaan sampah rumah tangga merupakan salah satu
persoalan yang dihadapi oleh masyarakat terlebih jika dihubungkan dengan faktor
kebersihan, kesehatan, kenyamanan dan keindahan (estetika). Tingginya eskalasi
urbanisasi, menjadikan pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan pelayanan

14

15

yang maksimal dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat. Salah satu
pelayanannya adalah penanggulangan kebersihan lingkungan pemukiman. Akibat
tuntutan serta aspek pelayanan yang harus disediakan menjadikan pemerintah daerah
harus lebih serius terhadap masalah persampahan.

Persoalan sampah tidak habisnya untuk dibahas, karena berkaitan dengan pola
hidup serta budaya masyarakat itu sendiri. Oleh sebab itu penanggulangan sampah
bukan hanya urusan pemerintah semata akan tetapi penanganannya membutuhkan
partisipasi masyarakat secara luas. pertambahan penduduk dan perubahan pola
konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik
sampah yang semakin beragam.

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat yang terdiri atas sampah rumah tangga maupun sampah sejenis
sampah rumah tangga (Perda Bogor, 2012). Sejalan dengan itu menurut (Undang-
undang nomor 18, 2008) bab satu pasal 1 sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Secara umum masyarakat
mengenal sampah sebagai sesuatu benda yang dihasilkan dari berbagai benda yang
telah digunakan dan tidak diperlukan lagi oleh manusia.

Menurut (Slamet, 2002:73) sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi
dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Sejalan dengan pendapat tersebut,
pengertian sampah adalah hasil sisa dari produk atau sesuatu yang dihasilkan dari
sisa-sisa penggunaan yang manfaatnya lebih kecil dari pada produk yang digunakan
oleh penggunanya, sehingga hasil dari sisa ini dibuang atau tidak digunakan kembali
(Widawati et al., 2014:119). Sedangkan definisi lain dari sampah adalah bahan
buangan padat atau semi padat yang dihasilkan dari aktivitas manusia atau hewan
yang dibuang karena tidak diinginkan atau tidak digunakan kembali (Yustikarini et
al., 2017:178). Senada dengan beberapa pendapat di atas menurut Rizal (2011:157)
sampah merupakan semua jenis benda atau barang bangunan/kotoran manusia,
hewan atau tumbuh-tumbuhan atau yang berasal dari aktivitas kehidupan manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang dapat menimbulkan dan atau
mengakibatkan pengotoran terhadap air, tanah dan udara sehingga dapat
menimbulkan pengrusakan lingkungan hidup manusia.

Sedangkan definisi antara sampah dengan limbah terdapat perbedaan, menurut
KBBI diakses pada tanggal 03/02/2021 pada pukul 02/30 di laman
https://kbbi.web.id/sampah, sampah memiliki definisi barang atau benda yang

16

dibuang karena tidak terpakai lagi dan sebagainya; kotoran seperti daun, kertas.
Sedangkan limbah memiliki 3 (tiga) definisi yaitu:
a. Sisa proses produksi
b. Bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau

utama dalam pembuatan atau pemakaian: -- pabrik mencemarkan air di daerah
sekitarnya;
c. Barang rusak atau cacat dalam proses produksi.

Senada dengan itu pengertian limbah dalam modul materi pelatihan untuk
tingkat staf teknis proyek PLP sektor persampahan (1986, Bab II:1) merupakan
suatu benda yang saat itu dianggap tidak berguna lagi, kehadirannya tidak diinginkan
dan tidak disenangi, harus segera disingkirkan, merupakan benda buangan yang
timbul dari lingkungan masyarakat normal berbentuk padat, cair dan gas.

Sampah organik atau sampah yang mudah terurai biasanya merupakan
bagian terbesar dari sampah rumah tangga. Perilaku dan kesadaran masyarakat serta
keterbatasan pelayanan pembuangan sampah membuat sebagian toko, bengkel,
rumah tangga, hotel, perkantoran dan sumber sampah lainnya melakukan
pembuangan sampah pada tempat-tempat yang tidak semestinya seperti sungai, laut,
lahan-lahan kosong dipinggir-pinggir jalan dan sebagainya. dipinggir-pinggir jalan
dan sebagainya dipinggir-pinggir jalan dan sebagainya dipinggir-pinggir jalan dan
sebagainya. Selain itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 81 Tahun 2012
bahwa sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari
dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Senada dengan
itu, limbah rumah tangga adalah materi-materi yang tidak diinginkan (yang harus
dibuang), diproduksi di dapur atau oleh kegiatan lain rumah tangga atau rumah.
(Oghenejoboh et al., 2007:3).

Jumah persentase pada tabel di atas menunjukkan bahwa kebiasaan, tradisi,
budaya, sosial ekonomi ikut memengaruhi, tidak hanya dari kota ke kota tetapi di
dalam kota juga bisa terjadi seperti tabel 2.1 di berikut ini.

17

Tabel 2.1 Temuan Survey Komposisi Limbah Tahun 2018

Sumber: World Bank Group (World Bank Group., 2017)

M M B S S M YB B D P M P L R
J a a a u e e oe a e a a o a e
a k n li r m d g li t n d t n m r
k a a k a a a y t a p a a ti p a

Kategori/Kota a s d p b r n au m a n r a u t

Popok r s oaaa kn s ganna
Sampah Organik
Kaca dan Logam ta pyn ag a ma g
Botol Plastik
Gelas Plastik ar aag r r k
Kantong Plastik n t
Kemasan Plastik a
Plastik lainnya
12.9 23.7 26.4 7.7 31.1 10.2 14.9 0.4 16.3 15.9 11.9 0.8 8.7 12.8 9.5 13.5
% Plastik
52.1 29.9 50.4 55.4 33.3 54.2 57.9 60. 45.4 49.5 59.4 83.0 55.2 64.1 50.6 53.4
9
4.1
5.39 1.7 4.7 2.9 2.1 0.2 4.6 4.4 13.0 7.8 4.6 2.6 3.5 2.6 1.7 0.9
1.0
2.4 0.3 3.1 1.0 0.4 0.6 0.4 0.0 2.3 0.6 1.2 0.6 0.4 0.6 0.1 13.5
0.6 2.6 1.6 0.5 0.6 1.3 0.7 0.0 1.4 2.2 0.93 1.1 0.3 0.7 0.1 8.6
21.6 25.4 7.6 14.1 17.9 14.0 6.3 7.2 9.4 15.2 13.4 4.1 12.4 10.8 22.5 5.7
4.1 14.4 3.3 10.7 14.2 17.1 12.4 3.3.3 7.4 6.4 7.1 6.3 13.5 6.3 2.3
0.9 2.1 3.2 7.8 0.5 2.4 2.9 23. 4.8 2.5 1.7 1.6 6.0 2.2 22.9 29

8
29.5 44.7 18.5 38.8 33.5 35.3 22.7 39. 25.3 26.7 24.2 13.6 32.6 20.6 29.4

3

Dari berbagai pendapat tentang sampah maka peneliti menyimpulkan definisi

sampah merupakan nilai sisa dari sebuah benda/barang yang tidak memiliki manfaat

dan nilai kecuali jika dapat mengelola dan mengolahnya dengan baik dengan

membedakan mana sampah organik (sampah basah) dan sampah non organik

(sampah kering) menjadi barang yang bernilai. Senada dengan itu peneliti

menyimpulkan definisi sampah rumah tangga merupakan sampah yang berasal dari

keluarga yang tinggal di rumah-rumah penduduk berbentuk sampah organik seperti

: nasi, sayuran kulit buah, buah dan sayuran busuk, ampas teh / kopi, bangkai hewan,

dan kotoran hewan/manusia. Sedangkan contoh sampah non organik adalah kantong

kresek, botol air mineral, kaleng minuman, kabel casan gawai, bohlam/lampu, kaca,

besi, dan plastik.

Kemudian peneliti juga menyimpulkan definisi limbah merupakan sisa olahan

suatu produk yang sudah tidak dapat diolah kembali dan sudah harus dibuang karena

nilai pemanfaatan dari produk itu sudah tidak ada lagi. dapat menyebabkan dampak

negatif seperti sampah rumah tangga merupakan sampah yang dihasilkan oleh satu

atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang

terdapat di desa atau kota.

2. Jenis dan Sumber Sampah

a. Jenis Sampah

Jenis sampah dikenal beberapa pembagian. Pembagian atas dasar zat

pembentuknya yaitu sampah organik dan anorganik. Kemudian pembagian atas

18

dasar sifatnya yaitu sampah yang mudah membusuk, sampah yang mudah terbakar
dan sampah yang tidak mudah terbakar (Slamet, 2002:152)

Sampah yang terdapat di lingkungan sekitar kita berbagai macam jenisnya
seperti sampah pasar, sampah rumah sakit, sampah pertanian, sampah perkebunan,
sampah lembaga seperti sekolah dan perkantoran dan sebagainya. Berdasarkan
asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut :
1) Sampah Organik

Sampah organik memiliki persentase terbesar dalam keseluruhan produksi
sampah dibanding sampah anorganik maupun sampah yang mengandung limbah
berbahaya namun sampah organik dapat diolah dengan teknik pengomposan dan
tingginya persentase sampah organik disebabkan komposisi sumber sampah yang
didominasi oleh sampah rumah tangga sebesar 43,4% (Meidiana & Gamse,
2010:202)

Menurut Wahyuni, et.all. (2019:51) sampah Organik adalah barang yang
dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi
masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar. Celik, dkk
menambahkan dari hasil penelitiannya bahwa komponen sampah yang memerlukan
perhatian prioritas di Asia adalah organik dan kertas.(Celik et al., 2018:1).

Sejalan dengan itu hasil penelitian Miezah, dkk di negara Ghana menyatakan
bahwa tingginya sampah organik di aliran limbah Ghana bisa jadi disebabkan oleh
ketergantungannya yang tinggi pada produk pertanian. (Miezah et al., 2015:23)

Sedangkan Damanhuri menerangkan definisi sampah organik merupakan
sampah yang cepat terdegradasi (cepat membusuk), terutama yang berasal dari sisa
makanan. Sampah yang membusuk (garbage) adalah sampah yang dengan mudah
terdekomposisi karena aktivitas mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya
menghendaki kecepatan, baik dalam pengumpulan, pembuangan, maupun
pengangkutannya. Pembusukan sampah ini dapat menghasilkan bau tidak enak,
seperti ammoniak dan asam-asam volatil lainnya. Selain itu, dihasilkan pula gas-gas
hasil dekomposisi, seperti gas metan dan sejenisnya, yang dapat membahaykan
keselamatan bila tidak ditangani secara baik. Penumpukan sampah yang cepat
membusuk perlu dihindari. Sampah kelompok ini kadang dikenal sebagai sampah
basah, atau juga dikenal sebagai sampah organik. Kelompok inilah yang berpotensi
untuk diproses dengan bantuan mikroorganisme, misalnya dalam pengomposan atau
gasifikasi. (Damanhuri & Padmi, 2010:16).

19

Sejalan dengan itu Jefrey (2019:258) juga mendefinisikan sampah organik
adalah sampah sisa yang masih dapat diurai menjadi bahan yang layak dipakai lagi,
yang bisa diuraikan meskipun dibiarkan saja, sampah ini akan menghilang dengan
sendirinya. Contohnya seperti sisa makanan, kulit dari buah, sisa pembuangan dari
dapur. Pemanfaatannya bisa dijadikan pakan ternak, biogas dan lainnya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa sampah organik merupakan sampah basah
bersifat membusuk yang mengganggu keindahan, memperburuk sanitasi lingkungan,
dan meningkatkan gangguan pernafasan tetapi masih dapat diurai yang bersumber
dari rumah tangga berupa sisa makanan, sisa sayuran, kulit buah yang masih dapat
diolah menjadi bentuk lain untuk mendapatkan nilai tambah dari sampah basah
tersebut. Sampah basah juga dapat bersumber dari perkebunan seperti daun, ranting,
akar pohon, dll.
2) Sampah Nonorganik

Damanhuri & Padmi (2010:16) mendefinisikan Sampah anorganik adalah
sampah kering yang tidak membusuk atau refuse pada umumnya terdiri atas bahan-
bahan kertas, logam, plastik, gelas, kaca, dan lain-lain. Sampah kering (refuse)
sebaiknya didaur ulang, apabila tidak maka diperlukan proses lain untuk
memusnahkannya, seperti pembakaran. Namun pembakaran refuse ini juga
memerlukan penanganan lebih lanjut, dan berpotensi sebagai sumber pencemaran
udara yang bermasalah, khususnya bila mengandung plastik PVC.

Berbeda dengan pendapat di atas, Dermawan, et al., (2018:88) mendefinisikan
sampah anorganik adalah sampah termasuk di antaranya berbagai jenis sisa gelas,
logam, plastik dan sebagainya yang dapat dihancurkan dan yang tak dapat
dihancurkan oleh mikroorganisme termasuk sampah anorganik, misalnya sisa-sisa
mobil bekas, gelas, dan sebagainya.

Sampah anorganik merupakan sampah kering yang jenisnya beragam yaitu
kertas, plastik, besi, kaca dan kain. Kertas dapat meliputi kertas HVS putih, buram,
kertas karton, kardus, kertas berwarna (misal: brosur/leaflet). Begitu juga dengan
plastik dapat dibedakan contohnya yaitu plastik kresek, botol plastik dengan jenis
plastik yang berbeda-beda. Untuk sampah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya), yang
sering dihasilkan dalam rumah tangga adalah lampu bohlam/neon dan batu baterai.
(Widiarti, 2012:104)

Sejalan dengan itu Santoso et al., (2021:21) mendefinisikan sampah anorganik
merupakan sampah yang tidak diproduksi secara alami oleh makhluk hidup dan

20

memerlukan waktu yang lama atau bahkan tidak dapat terdegradasi secara alami
seperti: styrofoam, plastik, kaleng, dan bahan gelas atau beling. Salah satu
pemanfaatan sampah anorganik adalah dengan cara proses daur ulang (recycle).

Jadi dapat disimpulkan bahwa sampah anorganik merupakan sampah kering
yang tidak dapat terdegradasi secara alami namun masih dapat dimanfaatkan sebagai
nilai ekonomis dengan cara didaur ulang (recycle)
3. Dampak Sampah Rumah Tangga

Sampah berasal dari perumahan, kelembagaan, industri komersial, pertanian
atau bahkan industri sementara sampah kota telah muncul sebagai salah satu bahaya
terbesar yang ditimbulkan (Abur et al.,17: 2014)Bahaya yang disebabkan oleh
limbah akan mencemari tanah menyebabkan kontaminasi nitrit sebagai penyebab
gangguan saraf. (Nizar et al.,3:2018)

Sampah dapat menimbulkan pencemaran tanah, air dan udara. Sampah yang
sukar membusuk akan mengakibatkan pencemaran tanah, sedangkan sampah yang
dibakar akan menghasilkan gas-gas yang dapat mencemari udara dan air rembesan
hasil pembusukan sampah akan menyebabkan pencemaran air.

Sampah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan sekitar. Oleh
karena itu, sampah haruslah diolah atau di daur ulang dengan baik agar tidak
mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan manusia. Sampah yang selama
ini kita buang begitu saja, ternyata masih dapat diolah kembali antara lain dalam
bentuk kerajinan yang bernilai ekonomi, bercita rasa seni dan unik. Secara umum
pengelolaan sampah dilakukan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu : pengumpulan,
pengangkutan, dan pembuangan akhir/pengelolaan. Pada tahap pembuangan
akhir/pengelolaan , sampah akan mengalami proses-proses tertentu, baik secara fisik,
kimiawi, maupun biologis. (Sulistiyorini et al., 2015)

Sampah padat yang bertumpuk banyak tidak dapat teruraikan dalam waktu yang
lama akan mencemarkan tanah. Yang dikategorikan sampah disini adalah bahan
yang tidak dipakai lagi (refuse) karena telah diambil bagian utamanya dengan
pengolahan menjadi bagian yang tidak disukai dan secara ekonomi tidak ada
harganya. Sampah dapat berpengaruh pada kesehatan manusia baik langsung
maupun tidak langsung. Dampak langsung sampah pada kesehatan disebabkan
terjadinya kontak langsung dengan sampah tersebut misalnya sampah beracun,
sampah yang korosif terhadap tubuh, yang karsinogenik, teratogenik dan lainlain.
Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses pembusukan,

21

pembakaran dan pembuangan sampah. Dekomposisi sampah dapat terjadi secara
aerobik, dilanjutkan secara fakultatif dan secara anaerobik apabila oksigen habis.
Dekomposisi secara anaerobik akan menghasilkan cairan yang disebut Leachate
beserta gas. Leachate atau lindi adalah cairan yang mengandung zat padat yang
tersuspensi yang sangat halus dan hasil penguraian mikroba yang biasanya terdiri
atas Ca, Mg, Na, K, Fe, khlorida, Sulfat, fosfat, Zn, Ni, CO2, H2O, N2, NH3, H2S,
asam organik dan H2. Berdasarkan kualitas sampahnya leachate atau lindi bisa pula
didapat mikroba patogen, logam berat dan zat lainnya yang berbahaya. Menurut
(Gelbert, et.all.,1996) ada tiga dampak sampah terhadap manusia dan lingkungan
yaitu:
a. Dampak terhadap Kesehatan Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang

memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang
cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat
dan anjing yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang
dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
1). Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal

dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum.
Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan
cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
2). Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
3). Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya
adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini
sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui
makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
4). Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang
meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa
(Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang
memproduksi baterai dan akumulator.
b. Dampak terhadap Lingkungan Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam
drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan
dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan
berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke
dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana.
Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak.

22

c. Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi
1).Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang
kurang menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.
2).Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan
3).Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat
kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan
secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak
langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).
4). Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan
memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan,
drainase, dan lain-lain.
5). Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak
memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika
sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung
membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering
dibersihkan dan diperbaiki.
Selain memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, sampah juga bisa

mendatangkan keuntungan ekonomi yang besar jika dikelola dengan baik. Salah satu
contoh adalah daur ulang sampah menjadi kompos sehingga dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat. Menurut (Waddell,et.all.,17:2005), sampah mempunyai
konstribusi yang sangat besar terhadap pendapatan masyarakat apabila sampah
dikelola dengan benar. Sampah di TPA Bantar Gebang, Bekasi mampu memberikan
peluang bisnis bagi para pemulung, dimana putaran uang per hari mencapai angka
Rp 1,5 miliar per hari. Jika produksi kompos dari sampah dilakukan secara optimal
melalui sistim pabrikasi terpadu, maka usaha pengolahan sampah bisa menghasilkan
devisa sebesar Rp 7,62 miliar per hari. Dalam setahun bisnis ini bisa menghasilkan
2,78 triliun rupiah atau lebih 20% dari APBD DKI Jakarta. Selain itu lokasi
pembuangan sampah juga memberikan efek ganda dengan munculnya bisnis ojek,
angkutan bus, warung dan bahkan pedagang emas di lokasi penampungan sampah.

Pada bidang pertanian sampah dapat digunakan sebagai pupuk dan pestisida.
Sampah basah atau sampah organik dapat diolah menjadi kompos yang bisa
berfungsi sebagai penyubur tanah dan pestisida organik untuk racun serangga.

23

Menurut (Sudrajat,23:2006), hampir 23 juta ha lahan pertanian di dunia dikelola
menggunakan teknik pertanian organik. Rata-rata persentase lahnon organik
dibanding pertanian biasa sekitar 4% - 6%. Di Indonesia terdapat sekitar 40.000 ha
lahan pertanian organik, tetapi ada kecenderungan utnuk terus meningkat sesuai
kebutuhan pasar. Menurut (Purwendro,Nurhidayat,34:2007), sampah organik dapat
diolah menjadi pupuk organik cair dan pestisida organik cair. Maka masyarakat yang
bermatapencaharian bergerak di bidang pertanian, perikanan, peternakan dan
kehutanan dapat mempergunakan sampah organik dengan cara mengolah sampah
tersebut menjadi pupuk organik cair dan pestisida organik cair. Dengan demikian
ketergantungan petani terhadap pupuk kimia dapat dikurangi.
4. Pengelolaan Sampah rumah tangga

Fenomena sampah di Indonesia sangat sukar dihilangkan, tetapi hal ini tidak
akan menjadi lama jika setiap orang sadar dan mengerti akan dampak yang
ditimbulkan dari sampah. Sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga
pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir
agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi
lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Pengelolaan sampah selama
ini belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan
lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat
dan lingkungan. pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan
tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran
masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara
proporsional, mangku, dan sangkil.

Masalah utama seputar sampah adalah bahwa seseorang tidak dapat
mengelolanya, kecuali jika seseorang mengukurnya dengan tepat. Sampah harus
dikelola secara baik sampai sekecil mungkin agar tidak menganggu dan mengancam
kesehatan masyarakat. Pengelolaan sampah yang baik, bukan untuk kepentingan
kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan. Pengelolaan sampah
meliputi pengumpulan, pengangkutan, sampai dengan pemusnahan atau pengelolaan
sampah sedemikian rupa sehingga sampah tidak menganggu kesehatan masyarakat
dan lingkungan hidup.

Pengelolaan sampah merupakan suatu permasalahan yang cukup kompleks yang
melibatkan pelaku utamanya yaitu pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha.
Permasalahan yang timbul saling terkait sehingga diperlukan pendekatan secara

24

komprehensif dan melibatkat semua pelaku utamanya. Menurut Annihayah,
(2006;23), Penanganan masalah sampah tidaklah mudah karena sangat kompleks
mencakup aspek teknis, ekonomis, dan sosio-politis. Dari aspek teknis dapat
dijelaskan bahwa manajemen sampah meliputi 5 fase, yaitu:
a. Tahap Penampungan: Masyarakat menampung sampah masing-masing di tempat

sampah.
b. Tahap Pengumpulan Sampah: Pengumpulan sampah dari lingkungan penghasil

sampah, misalnya: lingkungan pemukiman, pasar, pusat perdagangan,
perkantoran/sekolah dan jalan protokol
c. Tahap Pemindahan Sampah: ada tiga cara pemindahan, yaitu Tempat
Penampungan Sementara (TPS), Kontainer, dan Transfer Depo.
d. Tahap Pengangkutan: Pengangkutan sampah dengan truk sampah dari bak
sementara ke TPA
e. Tahap Pembuangan Akhir (TPA): Tahap pemusnahan sampah di lokasi
pembuangan akhir.

Dari aspek ekonomis penjelasan permasalahan sampah berkaitan dengan
persoalan perbandingan antara input retribusi sampah yang diterapkan dengan output
yang dikeluarkan Pemda untuk mengelola sampah. Sedangkan dari aspek sosio-
politik pengelolaan sampah akan berkaitan dengan persoalan hubungan atau
kerjasama antar pemerintah daerah dalam menangani sampah, karena realistis
tidaklah mungkin pemerintah daerah menangani masalah sendiri tanpa kerjasama
dengan daerah lain.

Pengelolaan limbah padat adalah proses pengumpulan, penyimpanan,
pengolahan, dan pembuangan limbah padat sedemikian rupa sehingga tidak
berbahaya bagi manusia, tanaman, hewan, ekologi, dan lingkungan pada umumnya.
(Agwu, 2012)

Pengelolaan limbah sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak
hanya membantu mempertahankan kondisi lingkungan, tetapi juga menciptakan
lapangan kerja baru untuk masyarakat. Menurut (Nizar et al., 2018) kegiatan
pengelolaan limbah dapat dilakukan melalui suatu sistem yang dapat mengatur
berbagai macam jenis limbah dan untuk menciptakan lingkungan yang hijau.
Pengurangan limbah dapat dilakukan dengan kemasan hijau program. Konsumen
menginginkan produk yang bisa didaur ulang.

25

Cara pengelolaan limbah padat untuk berbagai jenis sektor adalah penting
karena sifat setiap industri atau sektor berbeda-beda. Sifat dinamis dari produk
konsumen/pengguna akhir, bahan kemasan, peraturan lingkungan dan sikap publik
telah membuat pengembangan strategi pengelolaan limbah padat menjadi tugas yang
semakin kompleks. (Sakai et al., 1996)

Penelitian ramon dan afriyanto di kota Bengkulu menyimpulkan bahwa Program
penyuluhan mengenai pengelolaan sampah hanya sebagian kecil yang
melakukannya dan hanya dilakukan di tingkat kelurahan saja. Pengembangan
teknonologi untuk pengurangan dan penangan sampah masih sangat kurang di Kota
Bengkulu. Fasilitas untuk pengelolaan sampah yang ada disetip RW/RT juga belum
memadai. Koordinasi antara masyarakat dan pemerintah mengenai pengelolaan
sampah belum optimal ini terlihat kurangnya sosialisasi pemerintah. Belum ada
norma yang berlaku tegas yang mengatur pengelolaan sampah hanya dalam bentuk
himbaun. Sanksi/hukuman atas pelanggaran pengelolaan sampah belum diterapkan
sesuai dengan undang-undang dan PERDA yang berlaku. Pembiayaan pengelolaan
sampah berasal dari swadaya masyarakat di Kota Bengkulu hanya untuk
pengangkutan sampah. Pengetahuan masyarakat tentang penge lolaan sampah sudah
baik. Sikap masyarakat tentang pengelolaan sampah sebagian besar setuju de ngan
sikap penanganan (pemilahan, pengum pulan, pengangkutan, pengolahan,
pemerosesan ak hir) dan setuju dengan sikap pengurangan (Reuse, Reduce, Recycle).
(Ramon & Afriyanto, 2017)

Diharapkan pada teknologi pengelolaan sampah yang akan terpilih dapat
memberikan keuntungan dari hasil pengolahan sampah tersebut dan tidak
membebani masyarakat karena masyarakat Banjarsari menggunakan biaya mandiri
untuk melakukan pengelolaan sampah. (Widawati et al., 2014)

Pengelolaan sampah berkelanjutan yang efektif merupakan tantangan utama di
kota-kota dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Indonesia memasuki
pembangunan berkelanjutan yang mengalami pertumbuhan populasi yang cepat dan
peningkatan standar hidup menjadi lebih sulit karena Indonesia merupakan negara
yang beragam dengan berbagai kelompok agama, budaya, dan tradisi.

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan kesediaan
masyarakat untuk membantu berhasilnya program pengembangan pengelolaan
sampah sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan
kepentingan diri sendiri. Tanpa adanya peran serta masyarakat semua program

26

pengelolaan persampahan yang direncanakan sia-sia. Salah satu pendekatan
masyarakat untuk dapat membantu program pemerintah dalam keberhasilan adalah
membiasakan masyarakat pada tingkah laku yang sesuai dengan program
persampahan yaitu merubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah
yang tertib, lancar dan merata, mengubah kebiasaan masyarakat dalam
pengelolaan sampah yang kurang baik dan faktor-faktor sosial, struktur, dan budaya
setempat.

Menurut (Sulistiyorini et al., 2015) langkah-langkah pengelolaan sampah rumah
tangga meliputi:
a. Pengumpulan dan pengangkutan sampah Pengumpulan sampah adalah menjadi

tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau industri yang
menghasilkan sampah. Oleh karena itu, mereka harus membangun atau
mengadakan tempat khusus kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan
sampah tersebut harus diangkut ke tempat penampungan sampah (TPS) dan
selanjutnya ke tempat penampungan akhir (TPA). Mekanisme sistem atau cara
pengangkutan untuk di derah perkotaan adalah tanggung jawab pemerintah
daerah setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat produksi sampah,
khususnya dalam hal pendanaan. Sedangkan untuk daerah pedesaan pada
umumnya dapat dikelola oleh masing-masing keluarga, tanpa memerluka TPS
maupun TPA. Sampah rumah tangga daerah pedesaan umumnya didaur ulang
menjadi pupuk.
b. Pemusnahan dan pengelolaan sampah
c. Pemusnahan dan atau pengelolaan sampah padat ini dapat dilakukan melalui
berbagai cara, antara lain:
1) Ditanam (landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat ladang di

tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.
2) Dibakar (inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar

di dalam tungku pembakaran (incenerator).
3) Dijadikan pupuk (composting), yaitu pengelolaan sampah menjadi pupuk

(kompos) khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan
sampah lain yang dapat membusuk. Di daerah pedesaan hal ini sudah biasa,
sedangkan di daerah perkotaan hal ini perlu dibudayakan. Apabila setiap
rumah tangga dibiasakan untuk memisahkan sampah organik dengan an-
organik, kemudian sampah organik diolah menjadi pupuk tanaman dapat

27

dijual atau dipakai sendiri. Sedangkan sampah an-organik dibuang dan akan
segera dipungut oleh pemulung. Dengan demikian maka masalah sampah
akan berkurang.
4) Penghancuran (pulverization) Beberapa kota besar di Indonesia telah
memiliki mobil pengumpul sampah yang dilengkapi alat pelumat sampah.
Sampah yang berasal dari bak-bak penampungan langsung dihancurkan
menjadi potongan-potongan kecil sehingga lebih ringkas. Sampah yang telah
dilumatkan dapat dimanfaatkan untuk menimpun permukaan tanah yang
rendah. Selain itu juga bisa dibuang ke laut tanpa menimbulkan pencemaran.
5) Makanan ternak ( hogfeeding ) Sampah organik seperti sayuran, ampas
tapioka, dan ampas tahu dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak.
Pemanfaatan ulang (recycling) Sampah-sampah yang sekiranya masih bisa
diolah, dipungut, dan dikumpulkan. Contohnya adalah kertas, pecahan kasa,
botol bekas, logam, dan plastik. Sampah-sampah semacam ini dapat dibuat
kembali menjadi karton, kardus pembungkus, alat-alat perangkat rumah
tangga dari plastik dan kaca. Tetapi perlu diingat jangan sampai sampah
demikian dimanfaatkan atau termanfaatkan lagi. Misalnya, kertas-kertas dari
tempat sampah dimanfaatkan begitu saja untuk membungkus kudapan atau
makanan. Hal ini membahayakan bagi kesehatan.
Menurut (Banga, 2011), pengelolaan limbah adalah masalah paling penting
yang dimulai dari penanganan dan . Limbah padat yang merupakan produk
sampingan dari aktivitas manusia dan hewan dan limbah paling umum di lingkungan
manusia bisa sangat berbahaya jika tidak diurus dengan benar. Sejalan dengan itu,
(Iriruaga, 2012) dari penelitiannya sendiri yang dilakukan pada proses pengelolaan
limbah padat mengidentifikasi masalah dan tantangan berikut terutama di negara-
negara berkembang:
a. Kurangnya kerangka hukum yang komprehensif dan penegakan peraturan yang
ada;
b. Investigasi infrastruktur yang rendah;
c. Kapasitas manusia yang tidak memadai dalam masalah administrasi dan teknis;
d. Sikap masyarakat yang salah terhadap pembuangan limbah padat;
e. Pemulihan biaya pembiayaan rendah di sebagian besar wilayah dan di beberapa
daerah tidak ada pendanaan;

28

f. Perencanaan yang buruk: manajemen data yang rendah dan urbanisasi yang tidak
terkendali, fungsi kelembagaan yang tidak terkoordinasi;

g. Penelitian akademik rendah dan hubungan industri.
h. Kurangnya kemauan politik yang dibutuhkan.

Dengan berbagai pemaparan tentang sampah di atas, pengelolaan sampah
sangat penting untuk kualitas lingkungan yang sehat dan bersih dengan mengelola
sampah dengan sebaik-baiknya.

B. Konsep Pengembangan Model
Model merupakan representasi yang akurat dari proses aktual yang

memungkinkan seseorang atau sekelompok orang untuk bertindak berdasarkan pijakan
yang direpresentasikan oleh model itu. Model juga dapat diartikan sebagai visualisasi
atau kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan
kegiatan, sehingga model dapat berwujud : (1) tipe atau desain; (2) deskripsi atau
analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi; dan (3) deskripsi dari
suatu sistem yang mungkin atau imajiner. Di samping itu, model juga memiliki tujuan
yang hendak dicapai dan memiliki prosedur atau langkah-langkah yang digunakan
untuk mencapai tujuan.

Pengajar yang kreatif akan selalu menciptakan ide-ide dalam merancang sistem
pembelajaran baru yang mampu membuat pembelajar dapat mencapai tujuan belajarnya
dengan penuh rasa puas. Untuk memeroleh sistem pembelajaran baru tersebut
diperlukan metode penelitian dan pengembangan sistem pembelajaran. Metode
pengembangan sistem pembelajaran tidak jauh berbeda dengan metode pengembangan
produk lainnya. Prosedur pengembangan lebih singkat karena produk yang dihasilkan
tidak terlalu berisiko dan dampak sistem terbatas pada pembelajar yang menjadi
sasaran. Tahap penelitian dan pengembangan sistem pembelajaran dapat dianalisis dari
serangkaian tugas pengajar dalam menjalankan tugas pokoknya yaitu mulai dari
merancang, melaksanakan sampai dengan mengevaluasi pembelajaran. Sistem
pembelajaran yang dikembangkan bermakna luas, karena sistem terdiri dari komponen
input, proses dan output. Komponen input pembelajaran terdiri dari karakteristik
pembelajar, karakteristik guru, dan sarana prasarana dan perangkat pendukung
pembelajaran. Komponen proses menitikberatkan pada strategi, model, dan metode
pembelajaran. Komponen output berupa hasil dan dampak pembelajaran. Model
penelitian dan pengembangan sistem pembelajaran dapat memilih salah satu dari

29

komponen sistem namun dalam penerapannya harus mempertimbangkan komponen
sistem yang lain.
1. Model-model Pengembangan

a. Model Hannafin and Peck
Model Hannafin dan Peck (1988, 165) adalah model desain pembelajaran

yang terdiri dari pada 3(tiga) fase:
1) Fase Need Assesment atau analisis kebutuhan merupakan fase pertama yang

diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan dalam mengembangkan suatu
media pembelajaran termasuk di dalamnya tujuan dan objektif media
pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh
kelompok diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan keperluan media
pembelajaran. Setelah semua keperluan diidentifikasi Hannafin dan Peck
menekankan untuk menjalankan penilaian terhadap hasil itu sebelum
diteruskan pembangunan ke fase desain.
2) Fase Design merupakan fase yang kedua dari model Hannafin dan Peck yang
berisikan informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk dokumen
yang akan menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran. Hannafin dan Peck
dalam fase ini desain bertujuan untuk mengidentifikasikan dan
mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan
media tersebut. Salah satu dokumen yang dihasilkan dalam fase ini ialah
dokumen storyboard yang mengikuti urutan aktivitas pengajaran berdasarkan
keperluan pelajaran dan objektif media pembelajaran seperti yang diperoleh
dalam fase analisis kebutuhan. Storyboard adalah scene, audio dan visualisasi
dengan keterangan mengenai content dan visualisasi yang digunakan untuk
produksi sebuah program. Seperti halnya pada fase pertama, penilaian perlu
dijalankan dalam fase ini sebelum dilanjutkan ke fase pengembangan dan
implementasi.
3) Fase Develop/Implementation Pengembangan dan Implementasi merupakan
fase ketiga dari model Hannafin dan Peck mengatakan aktivitas yang dilakukan
pada fase ini ialah penghasilan produk, serta penilaian formatif dan penilaian
sumatif. Dokumen storyboard akan dijadikan landasan bagi pembuatan
diagram alur yang dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran.
Model Hannafin dan Peck menekankan proses penilaian dan pengulangan
harus mengikutsertakan proses-proses pengujian dan penilaian media

30

pembelajaran yang melibatkan ketiga fase secara berkesinambungan. Lebih
lanjut Hannafin dan Peck menyebutkan dua jenis penilaian yaitu penilaian
formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif ialah penilaian yang
dilakukan sepanjang proses pengembangan media sedangkan penilaian sumatif
dilakukan setelah media telah selesai dikembangkan.
Model Hannafin dan Peck dalam sebuah gambar sebagai berikut:

Fase 1 STA Fase 1
Need Assesment RT
Develop/implemen
Fase 1
Design

Evaluate and
Revise

Gambar 2.1
Model Pengembangan Hannafin dan Peck

b. ARCS (Keller, 2010)
ARCS merupakan akronim dari: Attention, Relevance, Confidence,

Satisfaction. ARCS sebagai model desain pelatihan dikembangkan oleh Keller
sebagai jawaban pertanyaan “bagaimana merancang pembelajaran yang dapat
mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar”. Model ARCS sebuah
model desain pelatihan berbasis motivasi berakar pada banyak teori dan konsep
motivasi, khasnya adalah teori harapan-nilai (expectancy-value).

Gambar 2.2
Model Pengembangan ARCS

31

Ada empat konsep penting dalam desain model ARCS. Sebagai berikut:
1) Attention (perhatian): adalah bentuk pengarahan untuk memusatkan tenaga dan

energi psikis dalam menghadapi suatu obyek.
2) Relevance (relevansi): yaitu adanya hubungan yang ditunjukkan antara materi

pembelajaran, kebutuhan dan kondisi pesrta didik. Ada tiga strategi yang dapat
digunakan untuk menunjukkan relevansi dalam pembelajaran, yaitu:
a) Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai setelah mempelajari materi

pembelajaran.
b) Jelaskan manfaat pengetahuan/ketermpilan yang akan dipelajari.
c) Berikan contoh, latihan/tes yang langsung berhubungan dengan kondisi

pembelajar atau profesi tertentu. Relevansi menunjukkan adanya hubungan
antara materi yang dipelajari dengan kebutuhan kondisi pembelajar.
Pembelajar akan termotivasi bila mereka merasa bahwa apa yang akan
dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat bagi mereka.
3) Confidence (kepercayaan diri): yaitu merasa diri kompeten atau mampu
merupakan potensi untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan. Motivasi akan
meningkat sejalan dengan meningkatnya harapan untuk berhasil. Ada sejumlah
strategi untuk meningkatkan kepercayaan diri, yaitu sebagai berikut:
a) Meningkatkan harapan pembelajar untuk berhasil dengan memperbanyak
pengalaman.
b) Menyusun pembelajaran menjadi bagian yang lebih kecil, sehingga
pembelajar tidak di tuntut mempelajari banyak konsep sekaligus.
c) Meningkatkan harapan untuk berhasil dengan menggunakan persyaratan
untuk berhasil.
d) Menggunakan strategi yang memungkinkan kontrol keberhasilan di tangan
pembelajar.
e) Tumbuh kembangkan kepercayaan diri pembelajar dengan pernyataan-
pernyataan yang membangun.
f) Berikan umpan balik konstruktif selama pembelajaran, agar pembelajar
mengetahui sejauh mana pemahaman dan prestasi belajar mereka.
4) Satisfaction (kepuasan): adalah perasaan gembira, perasan ini dapat positif
yaitu timbul kalau orang mendapatkan penghargaan dalam dirinya. Perasaan
ini meningkat kepada perasaan harga diri kelak, membangkitkan semangat
belajar di antaranya dengan:

32

a) Mengucapkan baik, bagus dan memberikan senyum bila pembelajar
menjawab atau mengajukan pertanyaan.

b) Menunjukkan sikap non verbal positif pada saat menanggapi pertanyaan
atau jawaban pembelajar.

c) Memuji dan memberi dorongan dengan senyuman, anggukan dan
pandangan yang simpatik atas prestasi pembelajar.

d) Memberi tuntunan pada pembelajar agar dapat memberi jawaban yang
benar.

e) Memberi pengarahan sederhana agar pembelajar memberi jawaban yang
benar
Motivasi memiliki arti luas pada apa yang diinginkan orang yaitu tentang

apa yang mereka pilih, apa yang harus dilakukan, dan kenapa harus mereka
lakukan (Keller, 2010;3). Dengan kata lain, investigasi motivasi mencoba
menjelaskan empati yang mendalam tentang mengapa orang-orang melakukan
hal-hal yang dilakukan. Motivasi umumnya diartikan sebagai sesuatu yang
menjelaskan arah dan besarnya perilaku, atau dengan kata lain, menjelaskan apa
yang menjadi tujuan orang memilih untuk mengejar dan seberapa aktif atau
intensif mereka mengejarnya. Jika motivasi seseorang untuk mencapai suatu
tujuan cukup kuat maka akan sedikit halangan orang tersebut untuk bertahan
sampai tujuannya tercapai.
c. Model ADDIE
Salah satu model desain pelatihan yang lebih bersifat generik adalah model
ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul pada
tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda. Salah satu
fungsinya ADDIE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan
infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja
pelatihan itu sendiri. Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan yakni
seperti gambar dibawah ini :

Analyze Design

Develop Implementatio
n

Evaluation

Gambar 2.3
Model Pengembangan ADDIE

33

1) Analysis (analisa) Analysis (analisis) yaitu melakukan needs assessment
(analisis kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan
analisis tugas (task analysis). Tahap analisis merupakan suatu proses
mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh peserta belajar, yaitu melakukan
needs assessment (analisis kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan),
dan melakukan analisis tugas (task analysis). Oleh karena itu, output yang kita
hasilkan adalah berupa karakteristik atau profil calon peserta belajar,
identifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci
didasarkan atas kebutuhan.

2) Design (desain/perancangan) Tahap desain ini, merumuskan tujuan
pembelajaran yang SMART (Spesifik, Measurable, Applicable, Realistic, and
Timebound). Selanjutnya menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan
pada tujuan pembelajaran yag telah dirumuskan tadi. Kemudian tentukanlah
strategi pembelajaran media dan yang tepat harusnya seperti apa untuk
mencapai tujuan tersebut. Selain itu, dipertimbangkan pula sumber- sumber
pendukung lain, semisal sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang
seperti apa seharusnya, dan lain-lain. Semua itu tertuang dalam sautu dokumen
bernama blue-print yang jelas dan rinci.

3) Development (pengembangan) Pengembangan adalah proses mewujudkan
blue-print alias desain tadi menjadi kenyataan. Artinya, jika dalam desain
diperlukan suatu software berupa multimedia pembelajaran, maka multimedia
tersebut harus dikembangkan. Satu langkah penting dalam tahap
pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini
memang merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi.

4) Implementation (implementasi/eks ekusi) Implementasi adalah langkah nyata
untuk menerapkan sistem pembelajaran yang sedang kita buat. Artinya, pada
tahap ini semua yang telah dikembangkan diinstal atau diset sedemikian rupa
sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan.
Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah
keempat dari model desain sistem pembelajaran ADDIE.

5) Evaluation (evaluasi/ umpan balik) Evaluasi yaitu proses untuk melihat apakah
sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan
awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa terjadi pada setiap empat tahap
di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap empat tahap di atas itu dinamakan

34

evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi. Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari model desain sistem pembelajaran ADDIE.
Evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan nilai
terhadap program pembelajaran
d. Model ASSURE

Kata ASSURE merupakan akronim dari Analyze learner, State standards and
objectives; Select strategis technology, media and materials; Utilize technology,
media and materials; Requaire Learner Participation; Evaluate and Rivise.
Model ASSURE dirancang untuk membantu merencanakan pelatihan secara
efektif memadukan penggunaan teknologi dan media di ruang kelas (Smaldino,
Sharon E., Lowther, Deborah L., and Russel James D., 2011: 112). Model
ASSURE adalah salah satu model sangat logis dan sederhana dan diciptakan satu
pemandu prosedur untuk perencanaan dan menjalankan pembelajaran yang
menggabungkan media (Heinich, 1999: 31).

Langkah-langkah yang digunakan dalam model pembelajaran ASSURE
(Smaldino, 2011: 112-139) yaitu:
1) Analyze Learners, perlu diketahui bagaimana kebutuhan dan tingkat

kemampuan pembelajar. Ada tiga hal penting dapat dilakuan untuk mengenal
mereka, yaitu berdasarkan ciri-ciri umum, keterampilan awal khusus dan gaya
belajar.
2) States Objectives, menyatakan tujuan pembelajaran harus difokuskan kepada
pengetahuan, kemahiran, dan sikap yang baru untuk dipelajari.
3) Select Methods, Media, and Material, ada tiga hal penting dalam pemilihan
metode, bahan dan media yaitu menentukan metode yang sesuai dengan tugas
pembelajaran, dilanjutkan dengan memilih media yang sesuai untuk
melaksanakan media yang dipilih, dan langkah terakhir adalah memilih dan
atau mendesain media yang telah ditentukan.
4) Utilize Media and materials, ada lima langkah bagi penggunaan media yang
baik yaitu, preview bahan, sediakan bahan, sedikan persekitaran, pelajar dan
pengalaman pembelajaran.
5) Require Learner Participation, sebelum pelajar dinilai secara formal, pelajar
perlu dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran seperti memecahkan masalah,
simulasi, kuis atau presentasi.

35
6) Evaluate and Revise, penilaian yang dimaksud melibatkan beberapa aspek

diantaranya menilai pencapaian pelajar, pembelajaran yang dihasilkan,
memilih metode dan media, kualitas media, penggunaan guru dan penggunaan
pelajar (Smaldino, 2012:302).

Gambar 2.4
Model Pengembangan ASSURE

Model ini menekankan pengajaran kepada peserta didik dengan gaya belajar
yang berbeda, belajar dimana pembelajar diwajibkan untuk berinteraksi dengan
lingkungan mereka dan tidak secara pasif menerima informasi. Model ASSURE
ini juga merupakan rujukan bagi pendidik dalam membelajarkan pembelajar
dalam pembelajaran yang direncanakan dan disusun secara sistematis serta
berorientasi kelas dengan mengintegrasikan teknologi dan media sehingga
pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermakna bagi peserta didik. Namun
model ini belum melibatkan expert judges sehingga ada kemungkinan perangkat
pembelajaran yang dilaksanakan dan dihasilkan masih memiliki
kekurangan/kesalahan.
e. Rowntree

Rowntree (1993:5) mengembangkan model pengembangan bahan
pembelajaran yang ditujukan untuk pembelajaran terbuka, jarak jauh dan
fleksibel. Model ini dikhususkan untuk menghasilkan produk bahan pembelajaran
cetak dan non cetak. Menurut Rowntree dalam mengembangkan bahan


Click to View FlipBook Version