The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Kamus Sejarah Indonesia Jilid II Nation Building (1951-1998) by Budi Harjo Sayoga, Dirga Fawakih, Isak Purba, Martina Safitry, Raisye Soleh Haghia (z-lib.org)

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by muhnasirpariusamahu, 2021-08-11 01:48:50

Kamus Sejarah Indonesia Jilid II

Kamus Sejarah Indonesia Jilid II Nation Building (1951-1998) by Budi Harjo Sayoga, Dirga Fawakih, Isak Purba, Martina Safitry, Raisye Soleh Haghia (z-lib.org)

Keywords: KAMUS,SEJARAH INDONESIA,JILID II

KAMUS SEJARAH INDONESIA
NATION FORMATION
JILID I



KAMUS SEJARAH INDONOESIA
NATION FORMATION
JILID I

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
2017

KAMUS SEJARAH INDONOESIA JILID II
NATION BUILDING

PENGARAH
Hilmar Farid (Direktur Jenderal Kebudayaan)

Triana Wulandari (Direktur Sejarah)

NARASUMBER
Suharja, Amurwani Dwi Lestariningsih, Abdurahman, Didik Pradjoko

EDITOR
Susanto Zuhdi, Nursam

PEMBACA UTAMA
Taufik Abdullah

PENULIS
Budi Harjo Sayoga, Dirga Fawakih

Isak Purba, Martina Safitry
Raisye Soleh Haghia

TATA LETAK DAN GRAFIS
M. Abduh, Kurniawan

SEKRETARIAT DAN PRODUKSI
Tirmizi, Isak Purba, Bariyo, Haryanto, Maemunah, Dwi Artiningsih
Budi Harjo Sayoga, Esti Warastika, Martina Safitry, Dirga Fawakih

PENERBIT
Direktorat Sejarah
Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jalan Jenderal Sudirman, Senayan Jakarta 10270
Tlp/Fax: 021-5725042017

ISBN 978-602-1289-77-8

KATA PENGANTAR

DIREKTUR SEJARAH

Kesulitan yang seringkali ditemukan guru sejarah dalam proses
pembelajaran adalah munculnya istilah-istilah kesejarahan
yang sulit dan tidak ditemukan penjelasannya dalam buku teks
pelajaran sejarah. Ketiadaan penjelasan atau penjelasan yang
tidak komprehensif dalam buku teks menjadi salah satu
penghambat bagi guru dalam proses belajar mengajar. Oleh
karena itu, diperlukan buku kamus yang memuat daftar
informasi kesejarahan yang dapat memudahkan guru
khususnya dan umumnya masyarakat luas dalam mencari
istilah-istilah sulit yang kerap ditemukan dalam pembelajaran
sejarah.

Berangkat dari permasalahan tersebut, Direktorat
Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menggagas penyusunan kamus
sejarah Indonesia. Penyusunan kamus ini bertujuan untuk
memudahkan akses informasi kesejarahan sulit yang kerap
muncul dalam teks-teks buku pelajaran sejarah, sehingga dapat
menunjang kegiatan pembelajaran di dalam kelas khususnya.

Kamus sejarah ini terdiri dari dua jilid buku, masing-
masing jilid memuat informasi kesejarahan yang meliputi nama
tokoh, peristiwa dan istilah yang disusun secara alfabetis,
ringkas dan padat. Jilid I memuat daftar informasi kesejarahan
pada kurun waktu 1900 – 1950, yakni pada masa pembentukan
negara (nation formation). Jilid II memuat daftar informasi
kesejarahan pada kurun waktu 1951 – 1998, yakni pada masa
pembangunan negara (nation building).

Dengan buku ini guru sejarah khususnya, dan
masyarakat luas pada umumnya diharapkan dapat mengakses
berbagai informasi kesejarahan dengan mudah, cepat dan
tepat. Selain itu, buku ini berperan sebagai pintu gerbang
penyaji informasi awal dalam memahami sejarah Indonesia.

Penyusunan buku ini tidak lepas dari berbagai
kesilapan. Oleh karena itu, saran dan masukan dari para
pembaca sangat membantu dalam proses penulisan yang lebih
baik kedepannya. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih
kepada seluruh elemen yang terlibat dalam penyusunan kamus
sejarah Indonesia Jilid I dan II ini. Kepada tim penulis, tim
editor dan tim sekretariat yang tidak lelah dalam menyajikan
penulisan sejarah yang baik. Kami berharap buku ini dapat
memudahkan para guru sejarah dalam peroses pembelajaran
di sekolah. Dan lebih luas lagi, kami berharap buku ini

bermanfaat bagi masyarakat luas sebagai bahan acuan awal
dalam mempelajari sejarah Indonesia.

Direktur Sejarah

Triana Wulandari

KATA PENGANTAR

DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN

Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru saja naik
tahta menegaskan dalam pidato pembukaan parlemen Belanda
bahwa pemerintah kolonial Belanda mempunyai panggilan
moral dan hutang budi terhadap bangsa bumiputera di Hindia
Belanda. Ratu Wilhelmina mengejawantahkan panggilan moral
tersebut ke dalam kebijakan politik etis yang kemudian
diwujudkan dalam program Trias van Deventer yang meliputi
irigasi, imigrasi dan edukasi.

Selama masa pembentukan dan pembangunan bangsa,
muncul banyak tokoh bangsa yang berjasa besar dalam
mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka. Berbagai peristiwa
besar dilewati oleh bangsa yang sedang menjajaki
kemapanannya. Hal inilah yang bukan saja penting untuk
diingat, tapi juga penting untuk dicatat dalam historiografi
nasional, agar kemudian generasi masa kini dan akan datang
memahami bahwa bangsa ini dibentuk dan dibangun tidak

secara serta merta, namun dengan pengorbanan panjang yang
menguras tenaga, pikiran dan materi.

Oleh karena itu, pemahaman terhadap sejarah bangsa
berperan penting sebagai pemantik tumbuhnya kesadaran
nasional yang akan terwujud dalam sikap cinta tanah air.
Penyusunan dua jilid kamus ini bukan saja sebagai upaya
pengarsipan sejarah nasional, namun lebih dari itu, dengan
kamus ini diharapkan guru, siswa dan masayarakat luas dapat
memetik pelajaran dari sejarah perjalanan bangsa yang pada
akhirnya berimplikasi pada terbentuknya generasi yang tidak
hanya cerdas tapi juga berkarakter.

Direktur Jenderal Kebudayaan

Hilmar Farid



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DIREKTUR SEJARAH.............................. i

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN .... iv

DAFTAR ISI .......................................................................... vii

A.......................................................................................... 1
B .......................................................................................... 39
C .......................................................................................... 49
D.......................................................................................... 53
E .......................................................................................... 62
F .......................................................................................... 65
G.......................................................................................... 69
H.......................................................................................... 75
I ........................................................................................... 85
J........................................................................................... 100
K .......................................................................................... 106
L .......................................................................................... 140
M......................................................................................... 151
N.......................................................................................... 187
O.......................................................................................... 193
P,Q ...................................................................................... 200
R .......................................................................................... 250
S .......................................................................................... 260
T .......................................................................................... 298
U.......................................................................................... 309
V.......................................................................................... 314
W......................................................................................... 315
X .......................................................................................... 323
Y .......................................................................................... 324
Z .......................................................................................... 326

DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 327



NATION BUILDING (1951-1998)

-A-

Abdoel Gaffar Pringgodigdo. Menteri Kehakiman Indonesia dari 21
Januari-6 September 1950, lahir di Bojonegoro, 21 Agustus
1904 dan wafat 1988. Pendidikannya dilalui di Europeech
Lagere School (1911-1918), Hogere Burger Shool (selesai
1923), dan melanjutkan ke Leiden. Abdoel Gaffar lulus pada
1927 sebagai sarjana hukum dengan gelar Meester in de
Rechten (Mr.). Ketika kembali dari sekolah di negeri Belanda,
ia bekerja di tanah air sebagai juru tulis, menjadi wedana
Karang Kober di bagian timur Kabupaten Purbalinga.
Menjelang akhir masa pendudukan Belanda di Indonesia,
Pringgodingdo menjadi sekretaris Badan Penyelidik Badan
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Rajiman
Wedyonigrat, Ketua BPUPKI). A.G Pringgodingdo menjadi
anggota panitia lima, yang bertanggung jawab atas
perumusan Pancasila. Setelah kemerdekaan, Pringgodingdo
bertugas sebagai sekretaris negara di bawah Presiden
Sukarno sampai Januari 1950. Ketika Agresi Militer Belanda II,
Pringodingdo juga ditanggap dan dibuang bersama pemimpin
Indonesia lainnya. Menjadi menteri kehakiman dari (21
Januari-6 September 1960) mewakili Masyumi. Setelah
pensiun dari politik, Pringgodigdo menjadi pengajar. Dia
mulai sebagai dosen besar luar biasa di Universitas Gadjah
Mada, mengajar ilmu hukum. Lalu pindah ke Surabaya dan
mengajar di Universitas Airlangga, dan akhirnya menjadi

1

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

dekan pertama dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga,
(1953-1954). Dia lalu menjabat sebagai Presiden Universitas
Airlangga (November 1954-September 1961). Ia bertugas
sebagai Rektor Universitas Airlangga dalam waktu yang tak
lama karena pindah ke Universitas Hasanuddin Makassar. Di
kampus baru ini, ia pun menjabat sebagai Rektor Universitas
Hasanuddin. Selesai menjalankan tugas selama satu periode
sebagai Presiden Universitas Hasanuddin, Pringgodigdo
kembali ke Surabaya dan mengajar di IKIP Surabaya.
Pringgodigdo juga merupakan pendiri Sekolah Tinggi Ilmu
Hukum bersama Kho Siok Hie dan Oey Pek Hong.
Pringgodigdo meninggal pada 1988 dalam usia antara 83-84
tahun. Karya Pringodingdo yang dipakai mahasiswa sejarah
adalah, Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia.

Abdul Ghafur. Lahir di Halmahera, Maluku Utara. Ia seorang dokter
lulusan Universitas Indonesia. Karier pekerjaannya pernah
bekerja di rumah sakit Angkatan Malang, dokter AURI,
pernah bekerja sebagai dokter di RSAU Surabaya, kemudian
menjadi anggota DPR RI dari fraksi TNI, juga anggota MPR
(1972-2004). Juga menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga
(1983-1988), anggota DPA RI (1988-1997). Setelah lulus SMA,
ia kemudian kuliah di Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia (selesai 1966). Abdul Ghafur juga menulis buku,
Soeharto, Pandangan dan Harapannya (1988). Empat tahun
kemudian, ia menerbitkan Siti Hartina, Ibu Utama Indonesia

2

NATION BUILDING (1951-1998)

(1992). Abdul Ghafur juga pernah menjadi Pemimpin Umum
Harian Pelita yang terbit di Jakarta pada Mei 1988. Karier
profesional Abdul Ghafur sebagai pengelola lembaga sosial
dimulai dari Program MT Dompet Dhuafa Republika tahun
2005. Ghafur menjadi peserta MT yang dinamai Zakat
Eksekutif Development Program. Kemudian Ghafur ditunjuk
sebagai Kepala Fundraising Komunitas, Kepala Fundraising
Corporate, Kepala Fundraising Retail dan Banking Channel,
Pimpinan Cabang Hong Kong yang bertugas membentuk
aliansi strategis, kelembagaan, fundraising serta program
ekonomi, sosial pemberdayaan dan kesehatan. Sejak sekolah
di Halmahera, Maluku Utara, Abdul Ghafur senang
bersosialisasi. Dia aktifis IPPI di Ternate dan ketua umum
pelajar SMA 3B. Ketika kuliah, ia menjadi anggota HMI, wakil
Ketua Dewan Mahasiswa UI, Ketua Presidium KMI UI, wakil
kordinator pemuda Golkar, wakil Presiden Majelis Pemuda
se-Dunia/ wakil Presiden Dewan pemuda Asia. Pernah
menjadi Ketua KNPI, Ketua DPP partai Golkar, Ketua umum
Jamiyatul muslimin Indonesia, dan lain-lain.

Abdul Ghofur, K.H. Masa kecil K.H. Abdul Ghofur dilalui dengan
perjuangan. Beliau bukanlah termasuk dari keturunan
keluarga kaya, tetapi kemauan dan kerja keras beliau untuk
mendalami ilmu keagamaan. Pendidikan tingkat kanak-kanak
(TK) di TK Tarbiyatut Tholabah Kranji selama 2 tahun,
dilanjutkan Sekolah Dasar (SD) di Kranji pada waktu pagi hari,

3

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

dan sorenya Di MI Kranji. Setelah tamat SD dan MI beliau
melanjutkan ke jenjang Madrasah Tsanawiyah Di pondok
Tarbiyatut Tholabah yang diasuh oleh K.H. Baqir Adlan.
Setelah lulus, melanjutkan ke Madrasah Aliyah Denayar
Jombang. Setelah lulus SMA, beliau nyantri di pondok
Keramat dan Sidogiri pada (1965-1969). Kemudian beliau
mendalami Ilmu Alat (ilmu Nahwu Shorof) dan kajian fiqih di
Pondok Sarang Jawa Tengah yang diasuh oleh K.H. Zuber
selama satu tahun. Beliau juga pernah nyantri (mondok) di
Pesantren Lirboyo Kediri, Pondok Tretek (K.H. Ma’ruf
Zuwaeni) dan Pesantren Roudlotul Qur’an (K.H. Asy’ari) Kediri
(1970-1975). Di beberapa Pesantren yang berada di Kediri
inilah beliau mempelajari ilmu pengobatan dan ilmu bela
diri.Setelah dari nyantri (mondok) di berbagai pesantren,
beliau pulang dan mulai mengajar di Madrasah Aliyah Pondok
Pesantren Tarbiyatut Tholabah Kranji. Selain menjadi
pengajar ilmu agama, aktif dalam kegiatan kemasyarakatan
dan keagamaan. Beliau juga menekuni dunia politik, budaya,
program perbaikan lingkungan baik darat dan laut, dan juga
ikut andil dalam pemberdayaan perekonomian kerakyatan
terutama pada peningkatan hidup kaum petani, buruh dan
nelayan. Cita-cita beliau yang paling berat adalah
“mendirikan kembali pondok pesantren Sunan Drajat yang
sudah lama terkubur.” Dengan berbagai halangan, hinaan,
serta rintangan dari masyarakat, ia tetap bertekad
mendirikan Pesantren Sunan Drajat. Dengan melalui

4

NATION BUILDING (1951-1998)

pendekatan seni, putra H. Marthokan ini mengajak
masyarakat agar mau kembali menegakkan syari’at Islam.
Lebih-lebih dari kalangan pemuda, beliau mendirikan club
sepak bola, group musik, serta perguruan ilmu bela diri yang
dibeli nama GASPI (Gabungan Silat Pemuda Islam). Disinilah
beliau mulai menanamkan kembali ajaran-ajaran Islam pada
kaum muda. Di sela-sela mengajar ilmu bela diri beliau
memberikan pengajian dan pengarahan pada murid-
muridnya. Setiap selesai latihan bela diri, para murid diajak
untuk mengambil pasir dari laut untuk membangun kembali
Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pondok Pesantren Sunan
Drajat Berdiri kembali pada 1977. Untuk menopang
perekonomian pondok pesantren, ia mendirikan berbagai
usaha di lingkungan pesantren. Antara lain: juice “Mengkudu
Sunan”, perkebunan mengkudu, industri pupuk, pembuatan
air minum mineral “Aidrat”, perternakan sapi,
pembudidayaan ikan lele, usaha pengrajin kayu, pembutan
madu asma “Tawon Bunga”, pembuatan minyak kayu putih,
usaha bordir dan konveksi kain dan masih banyak usaha-
usaha lainnya. Beliau juga mendirikan Radio Persada FM
97,20 MHz yang diresmikan oleh Presiden Hj. Megawati pada
2002. Pada 12 Juni 2006, K.H. Abdul Ghofur menjadi tamu
kehormatan di Istana Negara untuk menerima “Piala
Kalpataru” sebagai pembina lingkungan terbaik, yang
langsung diberi perhagaan dari Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Berkat jasa beliau melopori dalam penghutanan

5

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

lahan kritis dengan tanaman mengkudu. Dalam pidato
penyambutan “Bpk. Presiden terkesan dengan usaha K.H.
Abdul Ghofur yang notabennya sebagai kiai adalah mengurusi
pondok pesantren tetapi berbeda dengan kiai yang satu ini
bisa memelopori melestarikan lingkungan. Buktinya, di empat
kecamatan di Lamongan, hijau dengan tanaman mengkudu,
yaitu di Kecamatan Mantup, Paciran, Ngimbang, dan Sugio. Di
sela-sela kesibukannya, menyempatkan mengajar para
santrinya untuk melestarikan tradisi pesantren dan ajaran
Wali Songo. Setiap pagi hari beliau mengajar Kitab
Ihya’ulumuddin karangan Imam Ghozali dan Kitab Syamsul
Ma’arif, yang dikhususkan untuk santri yang sudah tamat
tingkatan MA/SMA. Pengajian setiap pagi ini bisa
didengarkan langsung di Radio Persada, atau lewat
streeming. Sedangkan untuk pengajian santri yang bersifat
umum dilaksanakan pada setiap jum’at pagi.

Abdul Kahar Muzakkar. Pendiri Tentara Islam Indonesia (TII) di
Sulawesi. Lahir di Lanipa, Kabupaten Luwu, Sulawesi 24
Maret 1921 dan meninggal di Sulawesi Selatan, 3 Februari
1965.

Abdul Moeis. Sastrawan sekaligus juga pejuang dan wartawan yang
lahir pada 3 Juni 1883 di Bukittinggi, Sumatra Barat dan
meninggal dunia di Bandung pada 17 Juni 1959. Jenazahnya
dimakamkan di Taman Pahlawan Cikutra, Bandung. Ia adalah

6

NATION BUILDING (1951-1998)

putra Datuk Tumenggung Lareh, Sungai Puar. Abdul Muis
pernah bersekolah di Eur. Lagere School (ELS), dan Stovia
(1900-1902). Namun, karena sakit, ia keluar dan sekolah
kedokteran tersebut. Meskipun hanya berijazah ujian
ambtenar kecil (klein ambtenaars examen) dan ELS, Abdul
Muis memiliki kemampuan berbahasa Belanda yang baik.
Bahkan, menurut orang Belanda, kemampuan Abdul Muis
dalam berbahasa Belanda dianggap melebihi rata-rata orang
Belanda.

Setelah keluar dari Stovia, ia diangkat menjadi kierk
pribumi pertama oleh Mr. Abendanon, Directeur Onderwzjs
(Direktur Pendidikan) di Departement van Onderwijs en
Eredienst yang membawahi Stovia. pada tahun 1905 ia keluar
dari departemen itu setelah bekerja selama dua setengah
tahun (1903-1905). Pada 1905 ia diterima sebagai anggota
dewan redaksi majalah Bintang Hindia, sebuah majalah yang
banyak memuat berita politik di Bandung. Karena pada
1907 Bintang Hindia dilarang terbit, Abdul Muis pindah kerja
ke Bandungsche Afdeelingsbank sebagai mantri lumbung.
Pekerjaan itu ditekuninya selama lima tahun, sebelum ia
diberhentikan dengan hormat (karena cekcok dengan
controleur) pada 1912. Ia kemudian bekerja di De Prianger
Bode sebagai korektor. Dalam tempo tiga bulan, ia diangkat
menjadi hoofdcorrector (korektor kepala) karena mempunyai
kemampuan bahasa Belanda yang baik namun keluar pada
1913.

7

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

Pada tahun yang sama ia mulai tertarik pada dunia
politik dan masuk ke Serikat Islam (SI). Bersama dengan A. H.
Wignyadisastra, Ia dipercaya memimpin Kaum Muda, salah
satu surat kabar milik SI yang terbit di Bandung. Pada tahun
itu, atas inisiatif dr. Cipto Mangunkusumo, Abdul Muis
bersama dengan Wignyadisastra dan Suwardi Suryaningrat
membentuk Komite Bumi Putra untuk mengadakan
perlawanan terhadap perayaan besar-besaran seratus tahun
kemerdekaan Belanda, serta mendesak Ratu Belanda agar
memberikan kebebasan bagi bangsa Indonesia dalam
berpolitik dan bernegara.

Pada masa pergerakan, bersama dengan H.O.S.
Cokroaminoto, Abdul Muis memimpin Serikat Islam. Pada
1917 ia dipercaya sebagai utusan SI pergi ke Belanda untuk
mempropagandakan Comite Indie Weerbaar. Pada 1918,
sekembalinya dari Belanda, Abdul Muis bekerja di
harian Neraca karena Kaum Muda telah diambil alih oleh
Politiek Economische Bond, sebuah gerakan politik Belanda di
bawah pimpinan Residen Engelenberg. Pada 1918 Abdul
Muis menjadi anggota Volksraad. Pada 1922, ia memimpin
anak buahnya yang tergabung dalain PPPB (Perkumpulan
Pegawal Pegadaian Bumiputra) mengadakan pemogokan di
Yogyakarta. Setahun kemudian, ia memimpin sebuah
gerakan memprotes aturan landrentestelsel (Undang-Undang
Pengawasan Tanah) yang akan diberlakukan oleh Belanda di
Sumatra Barat. Protes tersebut berhasil dan

8

NATION BUILDING (1951-1998)

Landrentestelsel tidak diberlakukan. Di samping itu, ia masih
memimpin harian Utusan Melayu dan Perobahan. Ia
mendirikan harian Kaum Kita di Bandung dan Mimbar
Rakyat di Garut. Namun, kedua surat kabar tersebut tidak
lama hidupnya. Pada 1926 Serikat Islam
mencalonkannya menjadi anggota Regentschapsraad Garut.
Enam tahun kemudian (1932) ia diangkat menjadi
Regentschapsraad Gontroleur. Jabatan itu diembannya
hingga 1942. Di masa pendudukan Jepang, Abdul Muis masih
bekerja meski penyakit darah tinggi mulai meñggerogotinya.
Jepang mengangkatnya sebagai pegawai sociale zaken. Pada
1944 Abdul Muis berhenti bekerja.

Pascaproklamasi, ia aktif kembali dan ikut bergabung
dalam Majelis Persatuan Perjuangan Priangan. Dengan
menggunakan inisial nama A.M., ia sempat menulis, salah
satunya, Surapati. Sebelum diterbitkan sebagai buku, roman
tersebut dimuat sebagai cerita bersambung di harian Kaum
Muda. Selain itu, ia menghasilkan empat novel/roman dan
beberapa karya terjemahan. Karya besarnya, Salah Asuhan,
dianggap sebagal corak baru penulisan prosa pada saat itu.

Abdul Rauf Soehoed. Tokoh yang berperan penting dalam
membangun industri dasar alumunium di Indonesia. Ia lahir
di Batavia, 2 Maret 1920 dan meninggal dunia pada 7 Juni
2014 di usia 94 tahun. Soehoed mengawali karier
pendidikannya di Technische Hoogeschool (TH) Bandung

9

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

pada 1939 dan memperoleh gelar insinyur pada 1951.
Kiprahnya diawali ketika ia dipercaya sebagai ketua Tim
Negosisasi Proyek Asahan.

Berkat kecemerlangannya, ia berhasil menangani
negosisasi yang cukup rumit. Keberhasilannya itulah yang
kemudian mengantarkannya menjadi ketua Otorita Asahan
sejak 1976 sampai 1999. Kemudian jabatannya sebagai
Menteri Perindustrian dalam Kabinet Pembangunan III
berlangsung selama 1978-1983. Ia juga pernah menjabat
sebagai Direksi/Komisaris di beberapa perusahan besar
seperti PT Aneka Tambang, Pertamina, Indonesia Finance
Cooperation dan pernah menjadi konsultan teknik PT
Freeport.

Kariernya kembali gemilang saat bertugas sebagai
anggota Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) dengan
pangkat terakhir Mayor Udara. Selain sebagai seorang
tehnokrat, Soehoed juga aktif menulis, beberapa karya yang
dihasilkan diantaranya, Asahan: Peluang yang Bisa Terbuang:
Refleksi untuk Negosiasi 2010, Banjir Ibukota: Tinjauan
Historis dan Pandangan Ke Depan: Serangkaian Pemikiran
Strategi Terpadu Jangka Panjang, Asahan: Jalan Panjang
Membangun Industri Dasar Aluminium, Sejarah
Pengembangan Pertambangan PT Freeport Indonesia Di
Provinsi Papua, dan Industrial Development During Pelita III.

10

NATION BUILDING (1951-1998)

Abdul Wahid Hasjim, K. H. Pahlawan Nasional, Menteri Agama
(Kabinet Hatta, Natsir, dan Sukiman). Lahir di Jombang, Jawa
Timur, 1 Juni 1914 dan meninggal di Cimahi, Jawa Barat, 19
April 1953. Ayah dari presiden keempat Indonesia,
Abdurrahman Wahid dan anak dari Hasyim Asy'arie, salah
satu pahlawan nasional Indonesia. Pada 24 Oktober 1943 ia
ditunjuk menjadi Ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi) menggantikan MIAI. Selaku pemimpin Masyumi ia
merintis pembentukan Barisan Hizbullah. Pada 1944 ia
mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang
pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir.
Menjelang kemerdekaan tahun 1945 ia menjadi anggota
BPUPKI dan PPKI.

Abu Bakar Ba’asyir. Seorang ulama dan salah satu tokoh pendiri
Pondok Pesantren Al Mu’min Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah
kelahiran Jombang, 17 Agustus 1938. Semasa mudanya, Abu
Bakar Ba’asyir aktif dalam Himpunan Mahasiswa Islam,
Pemuda Al Irsyad, Gerakan Pemuda Islam Indonesia, dan
Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam. Pada 1972 ia memimpin
Pondok Pesantren Al Mu’min. Pada 1983, Abu Bakar Ba’asyir
ditangkap karena dituduh melakukan penghasutan dan
menolak Pancasila sebagai asas tunggal. Pada 1985, Abu
Bakar Ba’asyir yang dikenai tahanan rumah melarikan diri ke
Malaysia. Ia kembali pada 1999, kemudian pada 2002
menjadi Ketua Organisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).

11

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

Abu Bakar Ba’asyir dituduh menjadi salah satu pemimpin
gerakan Jamaah Islamiyah yang dianggap memiliki hubungan
dengan Al Qaeda. Ia dijatuhi hukuman penjara pada 2005 dan
2011 atas tuduhan terlibat dalam kegiatan teror.

Achmad Soebardjo. Tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia,
diplomat, dan menteri luar negeri Indonesia yang pertama.
Achmad Soebardjo memiliki gelar Meester in de Rechten
(Mr.) yang diperoleh dari Universitas Leiden, Belanda pada
1933. Achmad Soebardjo dilahirkan di Teluk
Jambe, Karawang, Jawa Barat pada 23 Maret 1896. Ayahnya
bernama Teuku Muhammad Yusuf, masih keturunan
bangsawan Aceh dan Pidie. Beliau bekerja sebagai mantri
polisi. Ibu Ahmad Soebardjo bernama Wardinah yang
memiliki darah Jawa-Bugis. Dalam perkawinannya Teuku
Karim mempunyai 5 (lima) orang anak yaitu: Teuku Jusuf
anak sulung ayah, Ahmad Subarjo adik-adiknya adalah Ismail,
Mujenal, Muchsan dan Sidua. Ahmad Soebardjo menamatkan
pendidikan HBS Koning Willem III (KW III) pada 1917. Pada
tahun itu juga Soebardjo bergabung dengan Tri Koro Darmo
organsiasi pemuda di bawah naungan Boedi Utomo. Semasa
menjadi mahasiswa, Soebardjo aktif memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia melalui beberapa organisasi, seperti
Jong Jawa dan Persatuan Mahasiswa Indonesia di Belanda.
Pada Februari 1927, ia menjadi wakil Hindia Belanda bersama
Mohammad Hatta dan Semaun (PKI) dalam persidangan

12

NATION BUILDING (1951-1998)

antar bangsa “Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan
Penjajah” yang pertama di Brussels, Belgia. Kongres ini
membahas bagaimana cara melawan kekuatan imperial dan
kolonialisme. Pada bulan itu telah tiba di Brussel utusan dari
21 negara dari Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. Para utusan
mewakili pelbagai organisasi politik, ekonomi, buruh. Kongres
ini berlangsung selama lima hari dari 5-10 Februari 1927. Dari
daerah jajahan Inggris hadir Jawaharlal Nehru (India), Nafez
Ramadan Bey (Mesir), Mashur Baqaf Sakri (Syria) dari jajahan
Perancis hadir Chodli Ben Mustafa. Hasil pokok dari kongres
ini terbentuknya League Againts Imperialism and For
National Independence (Liga Anti Imperialisme untuk
Kemerdekaan Nasional). Kongres juga membentuk
sekretariat tetap di Berlin. Setelah menyelesaikan kuliah dan
kembali ke Indonesia, ia aktif menjadi anggota Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Saat terjadi Peristiwa Rengasdenklok, Achmad
Soebardjo yang mewakili golongan tua berhasil meyakinkan
golongan muda yang diwakili Wikana untuk
menjemput kembali Sukarno-Hatta ke Jakarta dan tidak
tergesa-gesa memproklamirkan kemerdekan. Setelah
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, Achmad
Soebardjo dilantik sebagai menteri luar negeri pada Kabinet
Presidensial, kabinet Indonesia yang pertama, dan kembali
menjabat posisi yang sama pada 1951–1952. Selain itu, ia
juga menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Swiss selama

13

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

1957–1961. Di bidang pendidikan, beliau merupakan
professor dalam bidang Sejarah Perlembagaan dan Diplomasi
Republik Indonesia di Fakultas Sastra (saat itu), Universitas
Indonesia.

Adam Malik. Pernah menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Anak dari
pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis.
Adam malik sempat bersekolah di Hollandsch-Inlandsche
School Pematangsiantar, dan Sekolah Agama namun tidak
selesai. Ketika usianya masih belasan tahun, ia pernah
ditahan polisi Dinas Intel Politik di Sipirok 1934 dan dihukum
dua bulan penjara karena melanggar larangan berkumpul.
Adam Malik pada usia 17 tahun telah menjadi ketua Partindo
di Pematang Siantar (1934- 1935) Pada 1937, ia bersama
dengan Soemanang, Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim,
dan Pandu Kartawiguna mendirikan Kantor Berita Antara di JI.
Pinangsia 38 Jakarta Kota. Dengan modal satu meja tulis, satu
mesin tulis, dan satu mesin roneo, mereka menyuplai berita
ke berbagai surat kabar. Di zaman Jepang, Adam Malik aktif
dalam gerakan pemuda. Menjelang 17 Agustus 1945,
bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, Adam Malik
melarikan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok
untuk memaksa mereka memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Ia adalah salah satu penggerak rakyat untuk
berkumpul di lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok
pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi,

14

NATION BUILDING (1951-1998)

terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat
(1945-1947). Selain itu, Adam Malik adalah pendiri dan
anggota Partai Rakyat, pendiri Partai Murba, dan anggota
parlemen. Akhir tahun lima puluhan, atas penunjukan
Sukarno, Adam Malik masuk ke pemerintahan menjadi duta
besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk Uni Soviet dan
Polandia. Karena kemampuan diplomasinya, Adam Malik
kemudian menjadi ketua Delegasi RI dalam perundingan
Indonesia-Belanda, untuk penyerahan Irian Barat di tahun
1962. Selesai perjuangan Irian Barat, Adam Malik memegang
jabatan Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin. Pada 1966
sampai 1977 ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II /
Menlu ad Interim dan Menlu RI. Adam Malik juga pernah
ditunjuk untuk memulihkan keanggotaan Indonesia di
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1967. Selain itu, ia
juga tercatat sebagai salah seorang pemrakarsa berdirinya
ASEAN (Association of South East Asia Nations) pada 9
Agustus 1967. Pada 1974 ia terpilih sebagai Ketua Majelis
Umum PBB ke-26. Pada 1977, ia terpilih menjadi Ketua
DPR/MPR. Kemudian tiga bulan berikutnya, dalam Sidang
Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi Wakil Presiden
Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan
Hamengku Buwono IX. Adam Malik meninggal di Bandung
pada 5 September 1984 karena kanker lever. Jenazahnya
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Pemerintah Indonesia menganugerahi gelar kehormatan

15

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

Pahlawan Nasional kepada Adam Malik pada 1990.
Departemen Luar Negeri memberikan "Penghargaan Adam
Malik" kepada media massa yang dinilai terbaik dalam
menyajikan masalah-masalah luar negeri. Nama "Adam
Malik" sengaja dipilih sebagai penghargaan dan kenangan
atas jasa-jasa tokoh media massa nasional yang juga sekaligus
tokoh diplomasi.

Adnan Buyung Nasution. Adalah pendiri Lembaga Bantuan Hukum
Jakarta (YLBHI). Seorang pengacara kelahiran Jakarta, 20 Juli
1934 dengan nama asli Adnan Bahrum Nasution. Mengawali
karier sebagai pengacara setelah menyelesaikan kuliahnya
dari Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan
Universitas Indonesia. Sejak mahasiswa ia mengikuti
organisasi kemahasiswaan seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia (KAMI). Selesai kuliah, bekerja sebagai jaksa di
Kejaksaan Negeri Istimewa Jakarta dan membuka kantor
pengacara (advokat) pada 28 Oktober 1970 setelah
mendapat persetujuan dan dukungan dari pemerintah.
Lembaga tersebut menjadi kantor pengacara terbaik di
Indonesia yang dikenal dengan YLBHI. Pernah memasuki
dunia politik dengan menjadi anggota DPR/MPR. Ia
meninggal dunia pada 23 September 2015 saat berusia 81
tahun.

16

NATION BUILDING (1951-1998)

Ahmad Kemal Idris. Duta Besar dan Pangkostrd (1967), lahir di
Singaraja, Bali 10 Februari 1923 dan meninggal di Jakarta, 28
Juli 2010. Karier militernya dimulai dengan menjadi
Seinendan. Kemudian, ia bergabung dalam satuan militer
Jawa Barat, Divisi Siliwangi. Kemal Idris juga mengajak
bergabung Poncke Princen, opsir Belanda untuk bergabung
dengan Indonesia. Puncak karier militernya dicapai dengan
menjadi Pangkostrad pada tahun 1967, selama menjadi
Pangkostrad ia berperan besar dalam mendukung gerakan
mahasiswa yang menentang Orde Lama. Kemudian ia
menjabat panglima Komando Antar daerah untuk Kawasan
Indonesia Timur. Karier terakhir Kemal di militer adalah
panglima Komando Wilayah Pertahanan (Pangkowilhan)
dengan pangkat letnan jenderal. Setelah pensiun dari karier
militer, pada September 1972 ia ditugaskan untuk menjadi
duta besar Indonesia untuk Yugoslavia merangkap untuk
Yunani. Ia menjadi pengusaha dan dijuluki "Jenderal
Sampah", karena mengelola usaha penanggulangan sampah.
Kemal Idris juga aktif di Barisan Nasional (Barnas). ‘Bertarung
dalam Revolusi’ merupakan judul buku memoar Kemal Idris.

Ahmad Yani. Pahlawan Revolusi dan Jenderal TNI kelahiran
Purworejo, 19 Juni 1922 dan wafat di Lubang Buaya, 1
Oktober 1965. Pendidikan formal diawalinya di HIS Bogor
dan selsai pada 1935. Kemudian ia melanjutkan sekolah ke
MULO kelas B Afd. Bogor tamat pada 1938, selanjutnya ia

17

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

masuk ke AMS bagian B Afd. Jakarta. Sekolah ini dijalaninya
hanya sampai kelas dua, sehubungan dengan adanya milisi
yang diumumkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Achmad
Yani kemudian mengikuti pendidikan militer Dinas Topografi
Militer di Malang dan secara lebih intensif di Bogor.
Mengawali karier militernya dengan pangkat Sersan. Pada
1942 ia mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan
selanjutnya masuk tentara PETA di Bogor. Achmad Yani
berhasil menyita senjata Jepang di Magelang. Setelah Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia diangkat menjadi
Komandan TKR Purwokerto. Ketika Agresi Militer Pertama
Belanda terjadi, pasukan Ahmad Yani yang beroperasi di
daerah Pingit berhasil menahan serangan Belanda. Maka saat
Agresi Militer Kedua Belanda terjadi, ia dipercayakan
memegang jabatan sebagai Komandan Wehrkreise II yang
meliputi daerah pertahanan Kedu. Setelah Indonesia
mendapat pengakuan kedaulatan, ia diserahi tugas untuk
melawan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) di
daerah Jawa Tengah. Seusai penumpasan DI/TII, ia kembali ke
Staf Angkatan Darat. Pada 1955 Ahmad Yani diberangkatkan
ke Amerika untuk menempuh pendidikan di Command and
General Staff College di Fort Leaven Worth, Kansas selama
sembilan bulan. Setahun kemudian ia melanjutkan sekolah
militer selama dua bulan di Inggris dengan spesialisasi Spesial
Warfre Course. Ketika terjadi pemberontakan PRRI di
Sumatra Barat 1958, Ahmad Yani yang saat itu berpangkat

18

NATION BUILDING (1951-1998)

Kolonel didaulat menjadi Komandan Komando Operasi 17
Agustus. Karena jasa dan prestasinya, pada 1962 Ahmad Yani
diangkat oleh Presiden Sukarno menjadi Menteri/Panglima
Angkatan Darat. Ahmad Yani menolak keinginan PKI untuk
membentuk Angkatan Kelima. Ia menjadi salah satu target
penculikan tujuh petinggi Angkatan Darat saat peristiwa
G30S.

Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri). Pada 16
Desember 1965 seluruh Akademi Angkatan (AMN, AAL, AAU
dan AAK) diintegrasikan menjadi Akademi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Pada 29 Januari
1967 AKABRI Bagian Umum diresmikan. Peresmian AKABRI
bagian umum tersebut merupakan permulaan tahun akademi
dan sekaligus merupakan integrasi tahap pertama di antara
akademi-akademi ABRI yang sebelumnya berdiri sendiri-
sendiri. AKABRI bagian umum merupakan lembaga
pendidikan awal bagi taruna-taruna AKABRI bagian-bagian
Darat, Laut, Udara dan Kepolisian pada tahun pertama
akademi. Pada tahun kedua hingga keempat, para taruna
kemudian belajar di akademi masing-masing. Menjelang
masa pelantikan, para taruna yang lulus disatukan kembali
dalam satu program Integrasi Taruna Wreda atau Sitarda,
yaitu suatu program pengabdian kepada masyarakat. AKABRI
Umum dan Akabri Bagian Darat berpusat di Magelang,

19

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

AKABRI Bagian Laut di Surabaya, AKABRI Bagian Udara di
Yogyakarta dan AKABRI Bagian Kepolisian di Sukabumi.

Alamsyah Ratu Perwira Negara. Adalah Menteri Agama (1978-1983)
pada masa Kabinet Pembangunan III. Letnan Jendral TNI yang
lahir di Kota Bumi, 25 Desember 1925nii menjalani
pendidikan Perwira Gyugun di Pagar Alam Sumateri 1943.
Setelah mengikuti pendidikan perwira, diangkat menjadi
Letda (Gyu-gun) pada masa pendudukan Jepang. Dalam
Karier militer terakhir adalah Letnan Jenderal sebagai Duta
Besar Kerajaan Belanda tahun 1972-1974. Sejak saat itu,
karier politiknya dimulai dengan diangkat menjadi Wakil
Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Pada saat menjadi
wakil Ketua SPA, ia ikut memantau menghadapi ketegangan
Sidang MPR 1978 mengenai kepercayaan terhadap Tuhan
yang Maha Esa. Pada saat Kabinet Pembangunan III, Alamsjah
diangkat sebagai Menteri Agama (1978-1983) dan
mengeluarkan SK 70 dan SK77 tahun 1978 mengenai Tata
Cara Penyebaran Agama. Dalam Kabinet Pembangun IV
(1983-1988) menjadi Menteri Koordinator bidang
Kesejahteraan. Alamsjah meninggal di usia 72 tahun, pada 8
Januari 1998.

Alex Evert Kawilarang. Wakil Gubernur Militer PDRI, lahir di Jakarta
23 Februari 1920 dan meninggal di Jakarta 6 Juni 2000.
Sepupu dari Pahlawan Nasional Daan Mogot. Alex

20

NATION BUILDING (1951-1998)

menempuh pendidikan dasarnya di sebuah Europeesche
Lagere School (ELS), mula-mula di Candi, Semarang dan
kemudian di Cimahi, Jawa Barat. Kemudian ia melanjutkan ke
Hoogere Burgerschool te Bandoeng selama 5 tahun.
Kemudian Alex mengikuti pendidikan militer, mula-mula di
Corps Opleiding Reserve Officeren (CORO/Korps Pendidikan
Perwira Cadangan KNIL, 1940), lalu dilanjutkannya ke
Koninklijk Militaire Academie (Akademi Militer
Kerajaan/KMA, 1940-1942) darurat di Bandung dan Garut
Jawa Barat. Ia juga sempat mengikuti pendidikan di Sekolah
Staf dan Komando AD (SSKAD) di Jakarta.

Kawilarang mengawali kariernya sebagai Komandan
Pleton Kadet KNIL di Magelang (1941-1942). Pada 11
Desember 1945 ia menjadi perwira penghubung dengan
pasukan Inggris di Jakarta dengan pangkat Mayor. Pada
Januari 1946 ia menjabat sebagai Kepala Staf Resimen
Infanteri Bogor Divisi II Jawa Barat, dengan pangkat Letnan
Kolonel. Tiga bulan setelah itu, pada April-Mei 1946, ia
diangkat menjadi Komandan Resimen Infanteri Bogor, dan
Agustus 1946-1947 ia diberi kepercayaan sebagai Komandan
Brigade II/Suryakencana - Divisi Siliwangi di Sukabumi, Bogor
dan Cianjur. Pada 1948-1949, Kawilarang menjabat sebagai
Komandan Brigade I Divisi Siliwangi di Yogyakarta, dan pada
28 November 1948 ia juga menjabat sebagai Komandan Sub
Teritorium VII/Tapanuli, Sumatera Timur bagian selatan, lalu
pada 1 Januari 1949 pada masa PDRI ia dipercaya sebagai

21

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

Wakil Gubernur Militer PDRI untuk wilayah Tapanuli dan
Sumatera Timur bagian selatan. Pada 28 Desember 1949 ia
menjabat sebagai Gubernur Militer wilayah Aceh dan
Sumatera Utara merangkap Wakil Koordinator Keamanan
dengan pangkat Kolonel. Pada 21 Februari 1950, ia
mendapatkan kepercayaan tambahan sebagai Panglima
Tentara dan Territorium I/Bukit Barisan di Medan. Pada 1951-
1956, Kawilarang diangkat sebagai Panglima Komando
Tentara dan Territorium VII/Indonesia Timur (TTIT) di
Makassar dan pada November tahun yang sama menjadi
Panglima TT III/Siliwangi.

Sebelumnya 15 April 1950 ia telah diangkat sebagai
Panglima Operasi Pasukan Ekspedisi. Dalam kedudukannya
itu, Kawilarang memimpin Pasukan Ekspedisi dalam Operasi
Penumpasan Pemberontakan Andi Azis di Makassar,
pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku,
dan Pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan.
Pada April 1951, ia merintis pembentukan komando pasukan
khusus TNI dengan nama Kesatuan Komando Territorium III
(Kesko TT-III/cikal bakal Kopassus) Siliwang di Batujajar, Jawa
Barat. Pada 10 November 1951 hingga 14 Agustus 1956,
Kawilarang diangkat menjadi Panglima Komando Tentara dan
Territorium III/Siliwangi yang berkedudukan di Bandung.
Pada 17 Oktober 1952, Kawilarang bersama-sama dengan
sejumlah tokoh militer lainnya terlibat dalam Peristiwa 17
Oktober. Pada 6 Juni 2000, Kawilarang meninggal dunia

22

NATION BUILDING (1951-1998)

akibat komplikasi beberapa penyakit di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo dan dimakamkan dua hari kemudian di
Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.

Ali Moertopo. Menteri Penerangan pada masa Pemerintahan Orde
Baru (1978-1984). Lahir di Blora, 23 September 1924, karier
beliau bermula sebagai Asisten Kepala Staf CADUAD
(Cadangan Umum Angkatan Darat). Sebelum menjabat
Menteri Penerangan, Ali Moertopo berkarier di Badan
Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) yang merupakan cikal
bakal Badan Intelijen Negara (BIN) 1969-1978. Pada 1973, Ali
Moertopo melalui operasi intelijennya menyederhanakan 10
partai politik yang ikut pemilu 1971 menjadi hanya 3 partai:
PPP, Golkar, dan PDI. Ali Moertopo merupakan bagian dari
salah satu anggota 12 Asisten Pribadi Presiden (Aspri). Ali
pernah membangun hubungan diplomatik diam-diam dengan
Malaysia. Ali Moertopo juga membina kelompok Islam
radikal. Ia mengajukan BM Diah sebagai ketua Persatuan
Wartawan Indonesia dengan menyingkirkan Rosihan Anwar.

Ali Sastroamidjojo. Perdana Menteri Indonesia yang menjabat pada
tahun 1953-1955 dan 1956-1957. Lahir di Grabag, Jawa
Tengah, 21 Mei 1903, wafat di Jakarta, 13 Maret 1976. Ali
juga menjabat sebagai Wakil Menteri Penerangan pada
Kabinet Presidensial, Menteri Pengajaran pada Kabinet Amir
Sjarifuddin I, Kabinet Amir Sjarifuddin II, serta Kabinet Hatta I,

23

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

dan Wakil Ketua MPRS pada Kabinet Kerja III, Kabinet Kerja
IV, Kabinet Dwikora I, dan Kabinet Dwikora II. Ali
Sastroamidjojo aktif di Jong Java (1918-1922) dan
Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda (1923-1928). Ia
pernah ditahan oleh Belanda pada tahun 1927. Pada 1928, ia
membuka kantor pengacara, dan menerbitkan majalah
Djanget di Solo. Ali pernah bergabung dengan Partai
Nasionalis Indonesia (PNI), lalu aktif di Gerindo saat PNI
dibubarkan.

Setelah Perang Dunia II, ia tergabung dalam delegasi
Indonesia yang dikirim untuk mengikuti Konferensi Antar-
Hubungan Asia di New Delhi pada 1947. Ali juga menjabat
sebagai wakil ketua delegasi Republik Indonesia dalam
perundingan dengan Belanda (Februari 1948) dan menjadi
anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan
Konferensi Meja Bundar. Setelah pengakuan kedaulatan
Republik Indonesia, Ali diangkat menjadi Duta Besar
Indonesia di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko (1950-
1955). Ali juga menjabat ketua umum Konferensi Asia Afrika
di Bandung pada 1955, wakil tetap Indonesia di Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) periode 1957-1960, dan menjadi ketua
umum PNI (1960-1966).

Ali Alatas. Menteri Luar Negeri Indonesia yang menjabat pada tahun
1988 - 1999. Ali Alatas dilahirkan di Jakarta pada 4 November
1932 dan meninggal di Singapura pada 11 Desember 2008.

24

NATION BUILDING (1951-1998)

Selama masa tugasnya, Ali Alatas pernah menjadi salah satu
ketua dalam Konferensi Paris untuk menyelesaikan konflik
Kamboja. Setelah Suharto mundur, Ali Alatas tetap
menduduki posisi Menteri Luar Negeri pada masa
kepresidenan Habibie. Pada periode ini Ali Alatas terlibat aktif
dalam negosiasi dalam penyelenggaran Referendum Timor
Timur. Setelah pemerintahan Habibie berakhir, Ali Alatas
ditunjuk sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri pada masa
pemerintahan Gus Dur dan Penasehat Presiden untuk urusan
Luar negeri pada masa pemerintahan Megawati. Pada masa
pemerintahan SBY ia ditunjuk sebagai Ketua Dewan
Pertimbangan Presiden.

Ali Wardhana. Adalah tokoh perekonomian yang lahir di Solo pada 6
Mei 1928. Ia adalah Menteri Keuangan Indonesia yang
menjabat selama 15 tahun sejak 1968 hingga 1983. Karier di
dunia ekonomi dimulainya dengan menyeleseikan pendidikan
S1 di Fakultas Ekonomi UI pada 1958. Kemudian melanjutkan
studi ke Universitas of California pada 1962 dan setahun
kemudian menyelesaikan pendidikan doktralnya di
universitas yang sama. Setelah menyelesaikan pendidikannya
Ali Wardhanan menjadi Menteri Koordinator Bidang
Ekonomi, Keuangan, Industri dan Pengawasan Pembangunan
pada 1983 hingga 1968. Dedikasinya tidak hanya pada bidang
politik dan pemerintahan, namun juga dalam dunia
pendidikan. Ali Wardana selama 10 tahun menjadi Dekan

25

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

FEUI sejak 1967-1978. Ali Wardhana kemudian meninggal
pada 14 September 2015.

Alimin Prawirodirdjo. Tokoh pergerakan kemerdekaan serta tokoh
komunis Indonesia. Lahir di Solo, 1889, wafat di Jakarta, 24
Juni 1964. Berdasarkan SK Presiden No. 163 26 Juni 1964,
Alimin tercatat sebagai salah satu Pahlawan Nasional
Indonesia. Ia pernah menjadi anggota Budi Utomo, Sarekat
Islam, Insulinde, sebelum bergabung dengan PKI dan akhirnya
menjadi pimpinan organisasi tersebut. Ia juga adalah salah
seorang pendiri Sarekat Buruh Pelabuhan (Sarekat Pegawai
Pelabuhan dan Lautan). Sempat menjadi anggota
konstituante di era pemerintahan Soekarno.

Amien Rais. Tokoh reformasi yang pernah menjabat sebagai ketua
Majlis Permusyawaratan Rakyat pada tahun 1999. Amien Rais
merupakan politisi dan pendiri Partai Amanat Nasional. Lahir
di Surakarta pada 26 April 1944. Ia mengawali karier sebagai
dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik, Universitas
Gadjah Mada. Di samping kesibukannya di dunia akademik,
Amin Rais juga aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Ia
terpilih menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada
1995. Amien Rais dikenal sebagai salah satu tokoh penggerak
reformasi. Setelah Suharto mundur, Amien Rais melepaskan
jabatan sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan
membentuk Partai Amanat Nasional. Pada 1999, Amien Rais

26

NATION BUILDING (1951-1998)

diangkat menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pada pemilihan presiden 2004 Amien Rais ikut mencalonkan
diri sebagai presiden meski tidak berhasil memenangkan
suara terbanyak.

Amir Machmud. Menteri Dalam Negeri pada masa Orde Baru. Lahir
pada tanggal 21 Februari 1923 di Cimahi, Jawa Barat. Anak
kedua dari lima bersaudara. Ia seorang Jenderal Militer
Indonesia yang merupakan saksi mata penandatanganan
Supersemar. Amir machmud menikah dengan Siti Hadidjah
dan memiliki dua anak, Anon Badariah dan Bambang Permadi
Amir machmud. Ketika Siti meninggal, dia menikah lagi
dengan Sri Hardhani Sadat Siswojo. Amir machmud
bergabung dengan PETA dan menjadi komandan peleton.
Amir machmud memimpin BKR di Lembang, Jawa Barat
(diintegrasikan ke Kodam VI/Siliwangi). Amir machmud
kemudian dipindahkan ke Bandung Utara, pasukannya turut
dalam pertempuran melawan sekutu dan Belanda. Pada
1950, Amir machmud juga terlibat dalam penumpasan
terhadap Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Amir machmud
sempat menjabat sebagai Panglima Batalyon di Tasikmalaya
dan Garut sebelum diangkat menjadi Kepala Staf Resimen di
Bogor. Setelah mengabdi di Bogor, Amirmachmud menjabat
sebagai Kepala Staf Panglima KODAM VI/Siliwangi. Pada
1958, Amir machmud dipindahkan ke Jakarta sebagai anggota
staf di markas besar Angkatan Darat selama dua tahun. Pada

27

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

1960, Amir machmud dikirim ke Bandung untuk menghadiri
Seskoad. Setelah menyelesaikan kursus Seskoad-nya, Amir
machmud diangkat menjadi Wakil Kepala Staf CADUAD.
Ketika Soeharto diangkat menjadi komandan lapangan pada
operasi pembebasan Irian Barat 1962, ia menunjuk Amir
machmud sebagai Kepala Staf Operasional. Pada 1962, ia
diangkat sebagai Panglima KODAM X/Lambung Mangkurat
Kalimantan Selatan. Pada Desember 1965, Amir machmud
diangkat menjadi Panglima KODAM V/Jaya.

Amir Sjarifoeddin. Perdana Menteri serta Menteri Penerangan dan
Menteri Pertahanan pada masa pemerintahan Soekarno.
Lahir di Medan 27 April 1907. Amir Syarifuddin menikmati
pendidikan di ELS, atau sekolah dasar Belanda, di Medan
pada 1914 hingga 1921. Ia dididik di Haarlem dan Leiden
Belanda sebelum memperoleh gelar sarjana hukum di
Batavia. Ayahnya, Djamin gelar Baginda Soripada (1885-
1949), seorang jaksa di Medan. Ibunya, Basunu Siregar (1890-
1931), dari keluarga Batak yang telah membaur dengan
masyarakat Melayu-Islam di Deli. Ayahnya keturunan
keluarga kepala adat dari Pasar Matanggor di Padang Lawas,
Tapanuli. Amir menikmati pendidikan di ELS atau sekolah
dasar Belanda di Medan pada tahun 1914 hingga selesai
Agustus 1921. Seorang politikus sosialis dan salah satu
pemimpin awal Republik Indonesia. Pada Kongres Pemuda II
1928, Amir mewakili Jong Bataks Bond dan menjabat

28

NATION BUILDING (1951-1998)

bendahara panitia. Ia pernah aktif sebagai editor dalam
buletin Indonesia Raja milik Perhimpunan Pelajar Indonesia di
negeri Belanda. Ia juga pernah menjadi editor pada buletin
Banteng milik Partai Indonesia cabang Batavia. Karena
memimpin gerakan bawah tanah yang dibiayai Van der Plass,
ia ditangkap Jepang pada Januari 1943 dan dijatuhi hukuman
mati. Namun, berkat campur tangan Sukarno dan Hatta,
hukuman itu tidak pernah dilaksanakan. Sebagai Perdana
Menteri, Amir menandatangani Perjanjian Renville, 17
Januari 1948. Akibat perjanjian itu, Amir ditinggalkan oleh
partai-partai pendukungnya, Masyumi dan Partai Nasional
Indonesia. Amir memutuskan keluar dari jabatan Perdana
Menteri. Sejak itu Amir, melalui partainya, Partai Sosialis,
menjadi oposan. Pada 1948, ia dieksekusi mati oleh
pemerintah karena terlibat dalam pemberontakan komunis.

Anak Agung Gde Agung. Ia pernah menjabat Menteri Urusan Sosial
pada masa Presiden Abdurrahman Wahid dan menjadi
Anggota MPR. Anak Agung Gde Agung Putra sulung dari
Dr.Ida Anak Agung Gde Agung, seorang Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Luar Negeri pada masa pemerintahan
Presiden pertama RI Ir.Sukarno. Anak Agung Gde Agung
merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Dr. Ida
Anak Agung Gde Agung, tokoh yang pernah menjabat sebagai
Menteri Dalam Negeri dan Luar Negeri pada masa
pemerintahan presiden pertama Indonesia, Ir. Sukarno.

29

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

Secara hirarki, dirinya merupakan pewaris langsung tahta
Kerajaan Gianyar meskipun dirinya lebih senang disebut
sebagai ‘kepala keluarga’ ketimbang raja. Selain mendapat
gelar Doktor dari Universitas Leiden, Anak Agung juga pernah
mengenyam pendidikan di Universitas Harvard (USA) dan The
Fletcher School of Law and Diplomacy (USA). Di samping itu,
dirinya juga pernah menjadi Menteri Urusan Sosial semasa
era Presiden Abdurrahman Wahid dan anggota MPR-RI
periode 1999-2004.

Di Universitas Leiden, Anak Agung berhasil
mendapatkan gelar doktoral di bidang konservasi biokultural
dan pengembangan masyarakat dengan disertasi doktoralnya
yang berjudul “Bali Paradise Lost: Tri Hita Karana and the
Conservation of the Islands Biocultural Diversity” propranolol
generic online. Tidak hanya itu, disertasi tersebut bahkan
dinobatkan sebagai pelopor dalam dunia akademik karena
metode baru yang berhasil diterapkan di dalam risetnya. Ida
Anak Agung Gde Agung adalah ahli sejarah dan tokoh politik
Indonesia. Di Bali, beliau menjabat sebagai Raja Gianyar,
menggantikan ayahnya, Anak Agung Ngurah Agung.

Andi Abdul Aziz. Lahir di Simpangbinangal, kabupaten Barru,
Sulawesi Selatan 19 September 1924. Pada 1935 ia memasuki
Leger School dan tamat 1938 lalu meneruskan ke Lyceum
sampai 1944. Kemudian Andi Azis memasuki Koninklijk Leger
dan bertugas sebagai tim pertempuran bawah tanah

30

NATION BUILDING (1951-1998)

melawan Nazi. Di Inggris, ia mengikuti latihan pasukan
komando di sebuah Kamp sekitar 70 kilometer di luar
London. Andi Azis lulus dengan pujian sebagai prajurit
komando. Selanjutnya pada 1945 ia mengikuti pendidikan
Sekolah calon Bintara di Inggris dan menjadi sersan kadet.
Pada Agustus 1945, karena SEAC sedang dalam usaha
mengalahkan Jepang di front timur, mereka memerlukan
anggota tentara yang dapat berbahasa Indonesia, maka Andi
Abdul Azis kemudian ditempatkan di komando Perang Sekutu
di India, berpindah-pindah ke Colombo dan akhirnya ke
Calcutta dengan pangkat Sersan. Pada pertengahan 1947 ia
dipanggil kembali untuk masuk KNIL dan diberi pangkat
Letnan Dua. Selanjutnya ia menjadi Ajudan Senior Sukowati
(Presiden NIT). Jabatan ini dijalaninya hampir satu setengah
tahun, kemudian ia ditugaskan sebagai salah seorang
instruktur di Bandung-Cimahi pada pasukan SSOP-sekolah
pasukan payung milik KNIL bernama School tot Opleiding voor
Parachusten-(Baret Merah KNIL) 1948. Pada 1948 Andi Azis
dikirim kembali ke Makasar dan diangkat sebagai Komandan
kompi berpangkat Letnan Satu dengan 125 orang anak buah
(KNIL) yang berpengalaman dan kemudian masuk TNI
kemudian mendalangi peristiwa pemberontakan Andi Aziz.
Dari hasil pemeriksaan Aziz dalam sidang militer yang digelar
tiga tahun kemudian (1953), saksi mantan Presiden NIT
Sukawati dan Let.Kol Mokoginta tidak banyak meringankan
terdakwa yang pada ahirnya dihukum penjara selama 14

31

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

tahun. Dalam persidangan tersebut terdakwa mengaku
bersalah.

Andi Mattalata. Tokoh pejuang kemerdekaan asal Bugis, tokoh
olahraga Indonesia terutama dalam olahraga renang, ski air
dan tinju. Ia satu-satunya pribumi yang direstui bergabung
menjadi anggota Sport Stait Spieren (SSS) yang didirikan
untuk anak-anak Belanda. Lahir di Barru, Sulawesi Selatan, 1
September 1920, meninggal di Makassar, 16 Oktober 2004.
Pada 1932 ia menyisihkan atlet-atlet keturunan Belanda
dalam renang gaya dada memperebutkan piala Ratu
Wilhelmina der Nederlanden van Oranje Nassau di Makassar.
Pada 1952, Andi Mattalatta memprakarsai pembangunan
Stadion Mattoanging yang dilengkapi gedung olahraga, kolam
renang, serta fasilitas olahraga lainnya di Makassar. Ia juga
menjadi tokoh penyelenggara Pekan Olahraga Nasional (PON)
IV pada 1957 di Kota Makassar. Pada 1954, ia mendirikan
Persatuan Olahraga Perahu Motor dan Ski Air (POPSA) di
Makassar dan membangun rumah klub di depan Fort
Rotterdam. Ia juga merupakan ayah dari penyanyi Indonesia,
Andi Meriem Mattalata. Atas jasa-jasanya namanya
diabadikan sebagai nama stadion di Makassar. Panglima
pertama Komando Daerah Militer Raja Gowa ke-16, dilantik 1
Juni 1957 oleh Kasad Mayjen TNI AH Nasution. Sebelum
meninggal dunia, Andi Mattalatta telah membukukan kisah

32

NATION BUILDING (1951-1998)

perjuangannya yang ditulis sendiri setebal 644 halaman
berjudul Meniti Siri dan Harga Diri.

Angkatan 45. Adalah istilah yang diperkenalkan oleh Chairil Anwar
pada 1948 untuk menamakan generasi sastrawan pasca
kemerdekaan. Angkatan ini sebelumnya dikenal dengan
nama “Angkatan Sesudah Perang”, “Angkatan Chairil Anwar”
dan “Angkatan Kemerdekaan”. Konsep “angkatan” dalam
sejarah sastra Indonesia dilakukan tanpa konsep dan arti
yang jelas. Angkatan dalam hal ini lebih dikenal dengan
“generasi”.

Angkatan 66. Adalah istilah atau penamaan generasi sastrawan
Indonesia. Istilah penamaan Angkatan 66 muncul pertama
kali dalam Simposium “Kebangkitan Semangat 66:
Mendjelajah Teracee Baru” yang berlangsung di Unversitas
Indonesia pada 6-9 Mei 1966. Nama “Angkatan 66” pertama
kali diangkat oleh H.B. Jassin dalam artikelnya “Angkatan 66:
Bangkitnya Satu Generasi” yang dimuat dalam Majalah
Horison, No. 2 Tahun I Agustus 1966. Menurut H.B. Jassin,
pengarang-pengarang Angkatan 66 adalah para sastrawan
yang pada tahun 1945 berusia 6 tahun. Dengan dasar
pemikiran tersebut, H.B. Jassin memasukan nama Motinggo
Boesje, Sapardi Djoko Damono, Taufik Ismail, Umar Kayam,
Arifin C. Noer, Ramadhan KH, Rendra, Ajip Risidi dan

33

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

beberapa nama-nama lainnya dalam kategori sastrawan
Angkatan 66.

Arnaldo Dos Reis Araujo. Gubernur Timor Timur Pertama (1976-
1978), lahir di Ainaro, Timor Portugis, 14 Mei 1913 dan
meninggal di Dili, Timor Timur, 24 Januari 1988. Pendiri dan
Ketua Umum Partai Apodeti.

ASEAN Regional Forum (ARF). Forum yang dibentuk oleh negara-
negara ASEAN pada 1994 sebagai sebuah wadah dialog dan
konsultasi dalam berbagai aspek, seperti politik, keamanan
dan sebagai sarana untuk membangun hubungan kerjasama
dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik. ARF pertama
kali diselenggarakan di Bangkok, 25 Juli 1994. ARF adalah
satu-satunya forum di level pemerintahan yang dihadiri oleh
seluruh negara-negara kuat di kawasan Asia Pasifik dan
kawasan lain seperti Amerika Serikat, RRC, Jepang, Rusia DAN
Uni Eropa. ARF menyepakati bahwa konsep keamanan
menyeluruh (comprehensive security) tidak hanya mencakup
aspek-aspek militer dan isu keamanan tradisional namun juga
terkait dengan aspek politik, ekonomi, sosial, dan isu lainnya
seperti isu keamanan non-tradisional.

Asian Pasific Economic Coorporation (APEC). Organisasi
kerjasama ekonomi regional di kawasan Asia
Pasifik. APEC pertama kali dibentuk pada tahun 1989, saat

34

NATION BUILDING (1951-1998)

pertemuan tingkat menteri negara-negara Asia Pasifik
diadakan di Canberra, Australia. Tujuan didirikannya APEC
untuk mengukuhkan pertumbuhan ekonomi dan mempererat
komunitas negara-negara di Asia Pasifik. Pada masa awal
berdirinya, organisasi ini terdiri atas 12 negara dan hingga
tahun 2013 APEC memiliki 21 anggota. Kerjasama APEC
meliputi perdagangan investasi dan bidang ekonomi lainnya
secara menyeluruh. Kerja sama di APEC merupakan kerja
sama yang bersifat non-politis, ditandai dengan ikut
bergabungnya Hong Kong dan Taiwan yang memiliki masalah
politik dan Tiongkok. Oleh karena itu, APEC menggunakan
istilah ekonomi anggota, bukan negara anggota.

Asmara Hadi. Adalah nama pena dari Abdul Hadi. Asmara Hadi
adalah jurnalis dan sastrawan angkatan Pujangga Baru. Ia
lahir di Bengkulu, di sebuah desa kecil bernama Ulu Talo pada
8 September 1914. Ia menyelesaikan pendidikan di MULO
Taman Siswa Bandung. Selain Asmara Hadi, ada pula nama
pena lain seperti ipih atau H.R singkatan Hadi dan Ratna.
Nama Asmara Hadi hingga kini masih tercatat dalam sejarah
di Gedoeng Juang 45, dan merupakan penyair pada 1930-an.
Pengalamanya di bidang jurnalistik diawali dari menjadi kader
partai politik yang digembleng Sukarno. Ketika Sukarno pada
1932 menerbitkan Pikiran Rakjat, Asmara Hadi menjadi
tangan kanannya. Pernah menjadi pemimpin redaksi Pikiran
Rakjat tahun 1938-1940, pemimpin majalah Pelopor Gerindo

35

KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II

(1937-1938), pemimpin redaksi majalah Toedjoean Rakjat
(1938-1941), dan pengelola tetap majalah Pudjangga Baru.
Asmara Hadi sempat menjadi anggota konstituante dan
anggota MPRS pada 1966. Pada usia 62 tahun, Asmara Hadi
meninggal dunia di rumahnya, Jalan Cilantah No. 24 Bandung,
hari Jumat, 3 September 1976. Jenazahnya kemudian
dimakamkan di Pemakaman Muslimin Sirnaraga, Jawa Barat.

Asnawi Said, Kiai. Nasionalis dan Anti Penjajah, keturunan ke-14
Sunan Kudus (Syekh Jafar Shodiq). Beliau juga pernah
menggunakan nama Ilyas untuk berangkat haji dan belajar di
Makkah. Lahir di Damaran, Kudus pada 1281 H/1861 M.
Putra dari pasangan H. Abdullah Husnin dan R Sarbinah,
keduanya adalah pedagang konveksi yang cukup besar di
kota Kudus. Beliau terkenal sebagai ahli ilmu agama. Pernah
belajar mengaji kepada KH. Irsyad Naib, di Mayong. Pada
1916, Kiai Asnawi mendirikan Madrasah Qudsiyyah di
kawasan Menara Kudus. Beliau bersama teman-temannya
membangun masjid Menara. Asnawi Said pernah bergabung
dengan pergerakan Sarekat Islam (SI), sebagai komisaris di
Makkah. Sepulang dari Makkah, Kiai Asnawi dipercaya
sebagai penasihat SI Kudus pada 1918. Pada masa
pendudukan Jepang, Kiai Asnawi pernah dituduh menyimpan
senjata api, sehingga rumah dan pondok dikepung oleh
tentara Jepang, beliau juga dibawa ke markas Kempeitai di
Pati. Kiai Asnawi juga menjadi sosok kiai yang turut

36

NATION BUILDING (1951-1998)

mendirikan Nahdlatul Ulama bersama Kiai Hasyim Asy’arie,
Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Bisri Syansurie dan beberapa kiai
lain pada 1926. Beliau mempopulerkan shalawat, yang
kemudian dikenal sebagai “Shalawat Asnawiyyah”.

Assaat, Datuk Mudo. Pejabat Presiden Republik Indonesia pada
pemerintahan Republik di Yogyakarta. Lahir di Dusun
Pincuran Landai, Kubang Putiah, Banuhampu, Agam,
Sumatera Barat, 18 September 1904, meninggal di Jakarta, 16
Juni 1976. Ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Dalam
Negeri Indonesia. Assaat menikah dengan Roesiah dari Sungai
Puar, Agam di Rumah Gadang Kapalo Koto pada 12 Juni 1949.
Assaat pernah belajar di Perguruan Adabiah dan MULO
Padang, selanjutnya ke School tot Opleiding van Inlandsche
Artsen (STOVIA) Jakarta. Merasa tidak cocok menjadi seorang
dokter, dia keluar dari STOVIA dan melanjutkan ke AMS (SMU
sekarang). Dari AMS, Assaat melanjutkan studinya ke
Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum) di
Jakarta. Ketika menjadi mahasiswa RHS ia giat dalam
organisasi pemuda Jong Sumatranen Bond. Karier politiknya
makin menanjak dan berhasil menjadi Pengurus Besar
Perhimpunan Pemuda Indonesia. Ketika Perhimpunan
Pemuda Indonesia mempersatukan diri dalam Indonesia
Muda ia terpilih menjadi Bendahara Komisaris Besar
Indonesia Muda. Dia memperoleh gelar Meester in de
Rechten (Mr) atau Sarjana Hukum di Belanda. Pada tahun

37


Click to View FlipBook Version