KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
dipimpin Hasan Basry. Usai revolusi, Idham diangkat menjadi
anggota Parlemen Sementara RI mewakili Kalimantan. Pada
1950 ia terpilih menjadi anggota DPRS mewakili Masyumi.
Ketika NU memisahkan diri dari Masyumi, tahun 1952, Idham
memilih bergabung dengan Partai Nahdlatul Ulama dan
terlibat aktif dalam konsolidasi internal ke daerah-daerah.
Pada 1952 ia diangkat sebagai ketua PB Ma’arif, organisasi
sayap NU yang bergerak di bidang pendidikan. Pada tahun
yang sama ia juga diangkat menjadi sekretaris jenderal partai,
dan dua tahun kemudian menjadi wakil ketua. Selama masa
kampanye Pemilu 1955 Idham menjadi ketua Lajnah
Pemilihan Umum NU. Idham Chalid menjabat presiden PPP
hingga 1989.
Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono. Pendiri Partai Katholik
Indonesia, Menteri Muda Kemakmuran (Kabinet Amir
Sjarifudin1947-1949), Menteri Persediaan Makanan Rakyat
(Kabinet Hatta I dan Hatta II), Menteri dalam kabinet
Soesanto Tirtodiprojo dan Menteri Perdagangan (Kabinet
Burhanuddin Harahap). Lahir di Yogyakarta 10 April 1900 dan
meninggal di Jakarta, 1 Agustus 1986. Ia adalah anak kedua
dari sebelas bersaudara. Orangtuanya adalah Dalikem dan
Ronosentika, seorang prajurit Keraton Yogyakarta, dan
seorang tokoh yang memperjuangkan hak-hak anak jajahan.
Setelah lulus dari Bumi Putra Gading, Kasimo masuk sekolah
di Muntilan yang didirikan oleh Romo van Lith. Kasimo saat
88
NATION BUILDING (1951-1998)
itu tinggal di asrama kemudian tertarik untuk belajar agama
Katolik. Pada hari raya Paskah April 1913 Kasimo dibaptis
secara Katolik dan mendapat nama Ignatius Joseph. Setelah
dewasa, ia menjadi guru pertanian sekaligus mengajarkan
agama di Tegal dan Surakarta. Ketika di Bogor, Kasimo
bergabung dengan Tri Koro Darmo yang kemudian berganti
menjadi Jong Java. Selain itu, Kasimo pernah menjadi ketua
perkumpulan siswa MLS, Ceres. Pada masa pergerakan
nasional, Kasimo juga aktif berpolitik. Kasimo menjadi
anggota Volksraad. Selain itu, Kasimo juga pernah menjadi
anggota Komisi Sentral Petisi Soetarjo. Setelah Indonesia
meraih kemerdekaan, Kasimo diangkat menjadi anggota KNIP
(Komite Nasional Indonesia Pusat).
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Organisasi yang
menghimpun para cendekiawan muslim di Indonesia yang
dibentuk pada 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan
kaum cendekiawan muslim di Kota Malang pada tanggal 6 - 8
Desember 1990. Berawal dari pertemuan cendekiawan
muslim pertama pada 1984 yang diselenggarakan oleh
Majelis Ulama Indonesia, Universitas Islam, empat lembaga
swadaya masyarakat, dan dimotori oleh Lembaga Studi
Agama dan Filsafat. Dilanjutkan oleh pertemuan kedua
cendekiawan muslim di kampus Universitas Djuanda, Bogor
pada 1987 yang mencetuskan gagasan pembentukan ikatan
cendewiawan muslim. Kedua gagasan tersebut kemudian
89
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
menjadi cikal bakal adanya pertemuan di Malang pada 1990
yang menjadikan B. J. Habibie sebagai ketua Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia serta mengawali berdirinya
organisasi tersebut. Tujuan pendirian ICMI yaitu
meningkatkan kemampuan umat Islam dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, tujuan ini didasari oleh
perkembangan iptek yang juga menjadi penentu suksesnya
pembangunan Indonesia di abad ke-21. ICMI terdiri atas
organisasi satuan dengan lingkup kecamatan, organisasi
daerah untuk lingkup kapubaten/kota, Organisai Wilayah
(Orwil) untuk tingkat provinsi dan organisasi pusat yang
berskala nasional. ICMI menghimpun cendekiawan muslin
dari berbagai kalangan masyarakat untuk memelihara dan
melestarikan persatuan dan kesatuan bangsa dengan
melakukan kerja sama dengan pemerintah, organisasi
cendekiawan lain, ormas-ormas dan berbagai unsur kalangan
masyarakat.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Adalah organisasi
mahasiswa muslim yang berafiliasi dengan oraganisasi Islam
Muhammadiyah. IMM didirikan di Yogyakarta pada 14 Maret
1964. Pendirian IMM diinisiasi karena kekecewaan generasi
muda Muhammadiyah terhadap HMI yang kurang konsisten
terhadap ideologi modernisnya. Faktor sosiologis lain yang
mendorong pendirian IMM adalah kinginnan untuk
melengkapi keberadaan organisasi generasi muda
90
NATION BUILDING (1951-1998)
Muhammadiyah yang sebelumnya sudah berdiri, seperti,
Nasyi’atul Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Pelajar
Muhammadiyah, dan Ikatan Remaja Muhammadiyah.
Beberapa tokoh di balik pendirian HMI adalah Mohammad
Djazman, M. Amien Rais dan A. Rosyad Soleh.
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). Partai Ikatan
Pendukung Kemerdekaan Indonesia, lebih dikenal dengan
nama IPKI merupakan partai politik di Indonesia yang
didirikan di Bogor, 12 September 1954. Tokoh pendiri IPKI
yaitu Kolonel AH. Nasution, Kolonel Gatot Subroto, dan
Kolonel Aziz Saleh.
Indonesia Raya, Surat Kabar. Adalah surat kabar terkenal dengan
berita yang langsung tepat sasaran dan berisi kritik-kritik
tajam terhadap keadaan atau kondisi yang ada saat itu. Surat
kabar ini dikenal juga dengan sebutan “personal journalism”,
karena surat kabar ini sangat identik dengan pemimpin
redaksinya, yaitu Mochtar Lubis. Indonesia Raya untuk
pertama kalinya diterbitkan pada 29 Desember 1949. Surat
kabar ini pernah mengalami vakum pada 2 Januari 1959. Pada
awal terbitnya Indonesia Raya tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh tentara. Pada awal nya pemimpin redaksinya
dipegang oleh Hilmawan Darmaputra dan Mochtar Lubis.
Tujuan awal penerbitannya adalah untuk menyebarkan
semangat perlawanan terhadap Belanda yang saat itu masih
91
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
ada di Indonesia. Dengan demikian surat kabar ini sering
diidentikan dengan surat kabar tentara karena adanya timbal
balik dari tentara yang melindungi surat kabar tersebut.
Oplah maksimal yang pernah dicapai terjadi pada 1957
sampai pertengahan 1958, yaitu mencapai rata-rata 47.500
eksemplar. Setelah itu turun drastis karena ada 6 kali
pembredelan sehingga berdampak pada kesulitan finansial.
Menurut David Hill, ada lima isu pokok dalam surat kabar
Indonesia Raya pada periode pertama yaitu: peristiwa 17
Oktober 1952, penahanan Ruslan Abdul Ghani, Pergerakan di
Luar Jawa, Pernikahan Sukarno dengan Hartini dan Ekses dari
penyelenggaraan KAA. Periode kedua Indonesia Raya
diterbitkan pada 30 Oktober 1968 sampai akhirnya berhenti
pada 21 Januari 1974. PAda periode kedua, Indonesia Raya
mendapatkan bantuan dari pihak swasta, sehingga secara
finansial mereka lebih terjamain.ISu yang dibahas pada
periode kedua ini antara lain: Pemberitaan seputar proyek
TMII, Pemberitaan seputar korupsi dan manipulasi,
pemberitaan tentang pemuda dan mahasiswa, pemberitaan
tentang keadaan politik nasional, pemberitaan tentang
pemodal Jepang di Indonesia.
Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Adalah bentuk perguruan
tinggi Islam negeri di Indonesia yang menyelenggarakan
pendidikan akademik dalam disiplin ilmu
keaagaman Islam. IAIN merupakan salah satu bentuk
92
NATION BUILDING (1951-1998)
perguruan tinggi Islam negeri selain universitas Islam
negeri (UIN) dan sekolah tinggi agama Islam negeri (STAIN).
Rintisan berdirinya IAIN ialah menjadikan Fakultas Agama
Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai Perguruan Tinggi
Agama Islam Negeri (PTAIN) yang diresmikan pada 26
September 1951. Hampir sepuluh tahun sejak peresmian
tersebut, pada 1960, pemerintah menetapkan PTAIN melalui
Peraturan Presiden Nomor 11 tanggal 9 Mei 1960 dengan
nama Al-Jami’ah al-islamiyah yang bertempat di Yogyakarta.
Kemudian pada 1963 IAIN membuka cabang yang bertempat
di Jakarta. Sejak saat itu, IAIN Yogyakarta berganti nama
menjadi IAIN Sunan Kalijaga sementara cabang Jakarta
berganti dengan nama IAIN Syarif Hidayatullah. Pendirian
IAIN sebagai lembaga pendidikan yang berada di bawah
Departemen Agama bertujuan menghasilkan intelektual
muslim yang terdidik dan berkomitmen dengan berlandaskan
Islam. Oleh karena itu pembentukan IAIN adalah memberikan
pengajaran yang menjadi pusat untuk mengembangkan dan
memperdalam ilmu pengetahuan tentang agama Islam.
Selama 40 tahun, Indonesia telah memiliki lebih dari sepuluh
IAIN yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Pada 2002,
terjadi perubahan kelembagaan pendidikan tinggi Islam yaitu
adanya perubahan bentuk dari Institur Agama Islam Negeri
menjadi Universitas Islam Negeri (UIN. Saat ini terdapat 11
IAIN yang berubah menjadi UIN.
93
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
Integrasi Timor Timur 1976. Adalah proses penyatuan wilayah Timor-
Timur ke dalam bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Integrasi wilayah Timor Timur ke dalam bagian
NKRI ditetapkan setelah ditandatanganinya UU No. 7 Tahun
1976 yang mensahkan penyatuan Timor Timur ke dalam NKRI
dan Pembentukan Provinsi/Daerah Tingkat I Timor Timur
pada 12 Juli 1976. Dengan demikian Timor Timur secara
resmi telah menjadi salah satu daerah Indonesia, yaitu
menjadi daerah Provinsi Daerah Tingkat I yang ke-27.
Integrasi wilayah Timor Timur ke dalam bagian NKRI melalui
proses yang cukup panjang. Pada 31 Mei 1977, DPRD Timor
Timur melangsungkan sidang paripurna terbuka yang
menghasilkan beberapa poin kesepakatan, yakni,
mempercepat proses integrasi Timor Timur dengan Republik
Indonesia, usaha membuat rancangan naskah petisi integrasi
dan mempercayakan kepada ketua sidang untuk menentukan
calon delegasi yang akan menemi pemerintah Indonesia.
Petisi disampaikan pada 7 Juli 1976 dan diterima oleh
Presiden Soeharto. Pada 23 Juni 1976, Presiden Soeharto
telah mengutus delegasi ke Timor Timur yang dipimpin oleh
Menteri Dalam Negeri Amir Machmud untuk meninjau secara
langsung kondisi Timor Timur. Pada 29 Juni 1976 setelah
mendengarkan laporan dari Menteri Dalam Negeri
dilangsungkanlah sidang paripurna yang menyatakan
keputusan Pemerintah Indonesia untuk menerima keputusan
rakyat Timor Timur berintegrasi dengan Republik Indonesia.
94
NATION BUILDING (1951-1998)
Pada 3 Agustus 1976 Menteri Dalam Negeri melantik
Gubernur Timor Timur beserta wakil di Dili serta melantik 36
DPRD Tingkat I beserta 36 anggotanya.
Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI). Adalah suatu
kelompok yang dibentuk oleh Belanda pada 1967 dengan
tujuan untuk mengkoordinasikan dana bantuan multilateral
kepada Indonesia. Hal yang menjadi konsen utama dari IGGI
adalah memberikan bantuan dalam hal perekonomian.
Anggota IGGI selaain Belanda yaitu Bank Pembangunan Asia,
UNDP, Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, Australia,
Belgia, Kanada, Britania Raya, Perancis, Italia, Jepang, Jerman,
Selandia BAru, Amerika Serikat dan Swiss. Pertemuan
pertama Indonesia dengan IGGI diselenggarakan di
Amsterdam pada 20 Februari 1967. Pada saat itu Indonesia
diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Pertemuan
rutin IGGI dengan Indonesia selalau dilaksanakan dua kali
dalam setahun mulai dari 1967 sampai 1974. Namun
semenjak 1975 pertemuannya hanya dilaksanakan satu kali
dalam satu tahun karena keadaan perekonomian Indonesia
sudah dianggap membaik. Penyerapan dana bantuan dari
IGGI pada masa awalnya sebesar 60% diserap dalam
penyusunan Program Repelita 1969-1973. Dari awal
pembentukan sampai tahun 1991 akhir IGGI masih dikuasai
oleh Belanda, sehingga pada tahun 1992 Indonesia
mengumumkan bahwa bantuan dari IGGI akan ditolak apabila
95
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
Belanda masih menguasai IGGI tersebut. Dengan demikina
IGGI berganti nama menjadi CGI (Consultative Group on
Indonesia). Keputusan ini juga merupakan dampak dari
ancaman Jan Pronnk (Ketua IGGI) yang menyatakan
pengecamannya terhadap tindakan Indonesia yang akan
membunuh para pengunjuk rasa di Timor Timur
(Pembantaian Santa Cruz atau Insiden Dili) pada 1991. CGI
adalah kelanjutan dari IGGI yang berpusat di Den Haag.
Anggota-anggota CGI yaitu negara-negara yang sebelumnya
menjadi anggota IGGI kecuali Belanda dan lembaga
Internasional, yaitu Australia, Belgia, Kanada, Perancis, Italia,
Jepang, Jerman, Selandia Baru, Amerika Serikat, Swiss, Korea
Selatan, Inggris, Denmark, Austria, Spanyol, Firlandia, Swedia,
Norwegia, Word Bank, UNDP, ADB, FAO, WHO, UNFPA, WFP,
UNHCR, UNESCO, UNIDO, ILO, IAEA, IFAD, NIB, UNICEF, IDB,
Kuwaid Fund, dan Saudi Fund.
International Monetary Fund (IMF). Didirikan pada 27 September
1945 dengan tujuan untuk mengatur sistem keuangan
internasional dan menyediakan pinjaman kepada Negara-
negara yang membutuhkannya. Lembaga ini pada awalnya
didirikan sebagai bagian dari usaha memperbaiki kerusakan
perekonomian internasional akibat Perang Dunia II. Namun,
seiring dengan peradaban manusia yang semakin maju dan
semakin kompleks terutama permasalahan perekonomian
dunia, maka tujuan utama organisasi ini pun bertambah yaitu
96
NATION BUILDING (1951-1998)
:(1) Membantu memperlancar kerja sama melalui
perundingan-perundingan dalam bidang keuangan, (2)
Membantu memperlancar perdagangan internasional, (3)
Membantu memecahkan permasalahan perekonomian
Negara anggota sehingga dapat memperluas kesempatan
kerja, (4) Membantu Negara anggota untuk memperbaiki dan
mengatasi kesulitan pembayaran luar negeri melalui
pemberian pinjaman, (5) Mengusahakan tercapainya
stabilitas nilai uang (valuta) dan mewujudkan system
pembayaran internasional sehingga dapat mengurangi
hambatan perdagangan antarnegara, (6) Membantu
mengatasi ketidakseimbangan struktur neraca pembayaran
negara-negara anggota.
Ismail Marzuki. Maestro Musik kelahiran Kwitang, Senen 11 Mei
1914. Darah seni Ismail mengalir dari ayahnya, Marzuki, yang
saat itu merupakan pegawai di perusahaan Ford Reparatieer
TIO. Ma'ing disekolahkan ayahnya ke sebuah sekolah Kristen
HIS Idenburg, Menteng. Ma'ing lalu dipindahkan ke Madrasah
Unwanul-Falah di Kwitang. Setiap naik kelas Ma'ing diberi
hadiah harmonika, mandolin, dan gitar. Setelah lulus, Ma'ing
masuk sekolah MULO dan membentuk grup musik sendiri. Ia
memainkan alat musik banyo dan memainkan lagu-lagu gaya
Dixieland serta lagu-lagu Barat yang digandrungi pada masa
itu. Setelah tamat MULO, Ma'ing bekerja di Socony Service
Station sebagai kasir. Ia pindah pekerjaan sebagai verkoper
97
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
(penjual) piringan hitam produksi Columbia dan Polydor yang
berkantor di Jalan Noordwijk (sekarang Jalan Ir. H. Juanda)
Jakarta. Selama bekerja sebagai penjual piringan hitam,
Ma'ing banyak berkenalan dengan artis pentas, film, musik
dan penyanyi, di antaranya Zahirdin, Yahya, Kartolo, dan
Roekiah (orangtua Rachmat Kartolo). Pada 1936, Ma'ing
memasuki perkumpulan orkes musik Lief Jawa sebagai
pemain gitar, saksofon, dan harmonium pompa. Pada 1934
Belanda membentuk Nederlands Indische Radio Omroep
Maatshappij (NIROM) dan orkes musik Lief Java mendapat
kesempatan untuk mengisi acara siaran musik. Kemudian
menciptakan lagu-lagu sendiri yaitu "Ali Baba Rumba", "Ohle
le di Kotaraja", dan "Ya Aini". Orkes musiknya punya sebuah
lagu pembukaan yang mereka namakan Sweet Jaya Islander.
Lagu tersebut tanpa pemberitahuan maupun basa-basi
dijadikan lagu pembukaan siaran radio NIROM, sehingga grup
musik Ma'ing mengajukan protes, namun protes mereka
tidak digubris oleh direktur NIROM. Pada periode 1936-1937,
Ma'ing mulai mempelajari berbagai jenis lagu tradisional dan
lagu Barat. Beberapa ciptaannya dalam periode tersebut,
"My Hula-hula Girl", "Bunga Mawar dari Mayangan" dan
"Duduk Termenung" (dijadikan tema lagu untuk film "Terang
Bulan"). Ketika Ma'ing membentuk organisasi Perikatan Radio
Ketimuran (PRK), pihak Belanda memintanya untuk
memimpin orkes studio ketimuran yang berlokasi di Bandung
(Tegal-Lega). Orkesnya membawakan lagu-lagu Barat. Pada
98
NATION BUILDING (1951-1998)
periode ini dia banyak mempelajari bentuk-bentuk lagu
Barat, yang digubahnya dan kemudian diterjemahkannya ke
dalam nada-nada Indonesia. Sebuah lagu Rusia ciptaan R.
Karsov diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda menjadi
"Panon Hideung". Sebuah lagu ciptaannya berbahasa Belanda
tapi memiliki intonasi Timur yakni lagu "Als de orchideen
bloeien". Lagu ini kemudian direkam oleh perusahaan
piringan hitam His Master Voice (HMV). Lagu ini
diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Indonesia dengan judul
"Bila Anggrek Mulai Berbunga". Masa pendudukan Jepang
Ma'ing mulai memasuki periode menciptakan lagu-lagu
perjuangan. Mula-mula syair lagunya masih berbentuk puitis
seperti "Kalau Melati Mekar Setangkai", "Kembang Rampai
dari Bali". Pada periode 1943-1944, Ma'ing menciptakan lagu
yang mulai mengarah pada lagu-lagu perjuangan, antara lain
"Rayuan Pulau Kelapa", "Bisikan Tanah Air", "Gagah Perwira",
dan "Indonesia Tanah Pusaka". Kepala bagian propaganda
Jepang, Sumitsu, mencurigai lagu-lagu tersebut lalu
melaporkannya ke pihak Kempeitai sehingga Ma'ing sempat
diancam. Pada 1945 lahir lagu "Selamat Jalan Pahlawan
Muda". Setelah Perang Dunia II, ciptaan Ma'ing terus
mengalir, antara lain "Jauh di Mata di Hati Jangan" (1947) dan
"Halo-halo Bandung" (1948). Ketika itu Ma'ing dan istrinya
pindah ke Bandung. Ketika berada di Bandung selatan, ayah
Ma'ing di Jakarta meninggal. Ma'ing terlambat menerima
berita. Ketika dia tiba di Jakarta, ayahnya telah beberapa hari
99
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
dimakamkan. Kembang-kembang yang menghiasi makam
ayahnya dan telah layu, mengilhaminya untuk menciptakan
lagu "Gugur Bunga". Lagu ciptaannya yang ke-103 tidak
sempat diberi judul dan syair, hingga Ma'ing menutup
meninggal pada 25 Mei 1958.
Ismail Saleh. Menteri Kehakiman (1984-1993) dan Jaksa Agung
(1981-1984) kelahiran Sukolilo, Pati, Jawa Tengah, 7
September 1926 dan meninggal di Jakarta, 21 Oktober 2008.
Ismail mengawali kariernya sebagai anggota Intel Tentara
Divisi III, Yogyakarta, anggota Pasukan Ronggolawe Divisi V di
Pati dan Wonosobo (1948-1949), Direktorat Kehakiman
Angkatan Darat (1952), Perwira Penasihat Hukum Resimen
16, Kediri (1957-1958), Jaksa Tentara di Surabaya (1959-
1960), Jaksa Tentara Pengadilan Tentara Daerah
Pertempuran Indonesia Timur dan Manado (1960-1962),
Oditur Direktorat Kehakiman AD (1962), dan Perwira
Menengah Inspektorat Kehakiman AD (1964-1965).
-J-
J. C. T. Simorangkir. Adalah salah seorang tokoh Partai Kristen
Indonesia (Parkindo) yang sangat menonjol peranannya pada
masa rezim Sukarno. Ia merupakan wakil dari fraksi Perkindo
pada saat pertemuan kelompok Parkindo dan Katolik pada 20
November 1957 dalam rangka mempertahankan Pancasila
100
NATION BUILDING (1951-1998)
sebagai dasar negara Republik Indonesia. Simorangkir juga
merupakan ketua dewan redaksi di surat kabar Sinar
Harapan. Pada 19 Desember 1963 Persatuan Inteligensia
Kristen Indonesia (PIKI) pertama kali dibentuk di Sekretariat
Universitas Kristen Indonesia (UKI) di Jl. Diponegoro, Jakarta
dan salah satu pendirinya adalah Simorangkir sekaligus
menjadi Pembantu umum dalam jajaran piminan sementara
PIKI. Setelah diselenggarakannya Musyawarah Kerja Pertama
PIKI, merumuskan dan menetapkan Dewan Pimpinan Pusat
yang salah satu bagiannya adalah J. C. T. Simorangkir.
Jakarta Informal Meeting. Upaya Indonesia dan negara-negara Asia
Tenggara lainnya dalam menyelesaikan permasalahan konflik
politik antar faksi-faksi di Kamboja (rekonsiliasi). Jakarta
Informal Meeting berlangsung di Bogor pada 25-28 Juli 1988.
Pertemuan ini dihadiri oleh negara anggota ASEAN, di
antaranya, Indonesia, Malaysia, Brunie Darussalam,
Singapura dan Thailand. Selain itu pertemuan juga di hadiri
oleh Laos, Vietnam dan empat faksi di Kamboja, yakni PRK
(People Republic of Kampuchea) pimpinan Hun Sen, DK
(Democratic Kampuchea) pimpinan Khieu Samphan, KPNLF
pimpinan Son San dan FUNCINPEC pimpinan Renariddh.
Dalam Jakarta Informal Meeting dicapai beberapa
kesepakana, di antaranya; (1) segera menghentikan
penderitaan rakyat Kamboja, (2) membentuk negara Kamboja
101
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
yang bebas dan berdaulat, netral dan nonblok, (3)
membentuk Pemerintahan Rekonsiliasi Nasional.
Javasche Bank. Adalah bank yang didirikan oleh pemerintah Hindia
Belanda pada 24 Januari 1828 sebagai bank sirkulasi dengan
Kerajaan Belanda sebagai penguasa keuangan hingga
kedatangan Jepang kemudian menghentikan seluruh kegiatan
perbankan. Pada masa revolusi, Javansche Bank terbagi
menjadi dua, untuk kegiatan bank-bank Belanda dan menjadi
bank Indonesia dengan nama “Jajasan Poesat Bank
Indonesia”. Setelah Konferensi Meja Bundar pada 1948 yang
mengakhiri perseteruan antara Indonesia dan Belanda dan
menetapkan Javasche Bank sebagai bank sentral bagi
Republik Indonesia Serikat. Status ini bertahan hingga masa
kembalinya Republik Indonesia dalam negara kesatuan. Sejak
1 Juli 1953, Javasche Bank mengalami nasionalisasi oleh
pemerintah Republik Indonesia dan mengubahnya menjadi
Bank Indonesia dan menjadi bank sentral bagi Republik
Indonesia.
Jawaharal Nehru. Negarawan dan Perdana Mentri India terlama
(1947-1964). Lahir 14 November 1889 dan meninggal 27 Mei
1964.
Johannes Leimena. Pahlawan Nasional, Wakil Perdana Menteri,
Wakil Menteri Pertama, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial.
102
NATION BUILDING (1951-1998)
Lahir di Ambon, Maluku, 6 Maret 1905 dan meninggal di
Jakarta, 29 Maret 1977. Leimena masuk ke dalam 18 kabinet
yang berbeda, sejak Kabinet Sjahrir II (1946) sampai Kabinet
Dwikora II (1966). Selain itu Leimena juga menyandang
pangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL ketika ia
menjadi anggota dari KOTI (Komando Operasi Tertinggi)
dalam rangka Trikora. Leimena meneruskan studinya di ELS
(Europeesch Lagere School), namun beberapa bulan
kemudian pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool
(kini PSKD Kwitang). Ia melanjutkan pendidikannya ke MULO
Kristen, kemudian melanjutkan pendidikan kedokterannya
STOVIA. Ia melanjutkan pendidikan di Geneeskunde
Hogeschool (GHS - Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta yang
diselesaikannya pada tahun 1939. Ia juga dikenal sebagai
salah satu pendiri Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia
(GMKI). Pada 1926, Leimena ditugaskan untuk
mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen di Bandung.
Konferensi ini adalah perwujudan pertama Organisasi
Oikumene di kalangan pemuda Kristen. Setelah lulus studi
kedokteran STOVIA, Leimena terus mengikuti perkembangan
CSV (cikal bakal Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) yang
didirikannya saat ia duduk pada tahun ke 4 di bangku kuliah.
Ia aktifan di Jong Ambon dan ikut mempersiapkan Kongres
Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928. Ia terpilih sebagai ketua
umum Parkindo 1950-1957. Selain di Parkindo, Leimena juga
berperan dalam pembentukan DGI (Dewan Gereja-gereja di
103
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
Indonesia, kini PGI), 1950. Ia menjadi anggota DPA (Dewan
Pertimbangan Agung) hingga tahun 1973. Usai aktif di DPA, ia
kembali melibatkan diri di lembaga-lembaga Kristen yang
pernah ikut dibesarkannya seperti Parkindo, DGI, UKI, STT,
dan lain-lain. Ketika Parkindo berfusi dalam PDI (Partai
Demokrasi Indonesia, kini PDI-P), Leimena diangkat menjadi
anggota DEPERPU (Dewan Pertimbangan Pusat) PDI, dan
pernah pula menjabat Direktur Rumah Sakit DGI Cikini.
John Kotelawala. Perdana Mentri Sri Lanka ke-3 dan Salah satu
tokoh Pemrakarsa KAA 1955 di Bandung. Lahir 4 April
1897 dan meninggal 2 Oktober 1980.
Jusuf Hasyim. Adalah tokoh Nahdathul Ulama (NU) yang dihormati. Ia
adalah anak bungsu dari KH. Hasyim Asy’ari, mantan
pimpinan Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Jusyuf
Hasyim adalah seorang ulama yang terjun di dunia politik
Nasional. Ia juga seorang purnawirawan TNI. Jusuf Hasyim
lahir di Jombang, 3 Agusuts 1929. Karier Politiknya dimulai
dengan masuk di partai NU, hingga membentuk PPP sebagai
fusi partai Islam. Ia pernah menjabat sebagai angora DPR RI,
wakil ketua MPP, ketua umum D,PP PPP periode 1988-1994
serta menjadi Ketua Umum Kebangkitan Umat (PKU) yang
dibentuknya sendiri. Setelah pemilu 1999, ia menjadi
pengelola dan pengembang Pondok Tebuireng Jombang.
Jusuf Hasyim meninggal pada 2007.
104
NATION BUILDING (1951-1998)
Jusuf Wibisono. Menteri Keuangan (kabinet Sukiman-Suwirjo1951-
1952/kabinet Ali Sastroamidjojo II 1956-1957). Lahir 1909
dan meninggal 15 Juni 1982. Lulus tahun 1928 di Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan melanjutkan
ke Algemeene Middelbare School (AMS) Bandung dan lulus
1931. Melanjutkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Hukum
(Rechtscoogeschool te Batavia) di Jakarta. Tahun 1937
melanjutkan pendidikan di tempat yang sama dan
mendapatkan gelar Mr. (Meester in de Rechten) pada tahun
1941. Kebijakan yang dilakukannya sebagai Menteri
Keuangan adalah menasionalisasi De Javasche Bank menjadi
Bank Sirkulasi. Pada 6 Desember 1951 disahkan Undang-
undang (UU) mengenai Nasionalisasi dan De Javasche Bank
resmi menjadi milik Indonesia. Organisasi pemuda yang
pertama diikutinya adalah Jong Islamieten Bond (JIB). Dalam
kaitannya dengan masalah kemunduran ekspor yang terjadi
sejak 1956, Jusuf mengusulkan kepada Dewan Moneter agar
member insetif kepada kaum eksportir. Pada awalnya, atas
usul Jusuf, premi itu diberikan langsung dalam bentuk valuta
asing yang bisa dijual dengan bebas. Namun sebagian
anggota Dewan Moneter tidak setuju karena hal tersebut
akan mengakibatkan pengurangan jumlah valuta asing yang
sebenarnya harus bertambah. Akhirnya disetujui suatu
peraturan baru Bukti Pendorong Ekspor (BPE) yang mengatur
bahwa Eksportir yang menerima sertifikat BPE berhak
membeli valuta asing, namun apabila pengeluaran itu dapat
105
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
merangsang penerimaan valuta asing lebih banyak tentunya
hal itu akan menguntungkan.
-K-
Kabinet Ali Sastroamijoyo I. Kabinet ini merupakan kabinet yang
dibangun oleh dua koalisi PNI dan partai NU serta partai-
partai kecil lainnya. Sementara itu Masyumi dan PSI berada di
luar pemerintahan. Dalam menjalankan program kerjanya,
yang paling menonjol dari Kabinet Ali I ini adalah
diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika di Bandung pada
18-25 April 1955. Dalam konferensi tersebut selain agenda
utamanya adalah mendukung kemerdekaan bangsa-bangsa
Asia Afrika yang masih terjajah dan Indonesia pada saat itu
memiliki kepentingan untuk penuntasan masalah Irian Barat.
Selain itu, program kerja Kabinet Ali Sastroamijoyo yang
lainnya antara lain adalah program pengindonesiaan
perekonomian dan memberi kesempatan kepada pengusaha
pribumi dan pelaksanaan system perekonomian Ali Baba
yaitu kerjasama antara pengusaha pribumi dengan
pengusaha keturunan Tionghua dalam bidang prekonomian
di Indonesia. Kabinet ini berakhir pada tanggal 24 Juli 1955
ditandai dengan pengembalian mandatnya kepada Presiden.
Pengembalian mandat tersebut dilatarbelakangi oleh adanya
penggantian KSAD (Komando Staf Angkatan Darat) yang
masih berkaitan dengan peristiwa 17 Oktober 1952. Kabinet
106
NATION BUILDING (1951-1998)
Ali maunya KSAD tersebut adalah orang yang anti peristiwa
17 Oktober 1952 yaitu Bambang Utoyo namun petinggi TNI
menolak dengan alasan bahwa tradisi TNI pengangkatan
KSAD didasarkan pada senioritas dan kecakapan.
Kabinet Ali Sastroamijoyo II. Kabinet Ali Sastroamijoyo II merupakan
kabinet yang terbentuk dari hasil Pemilu 1955. Kabinet ini
merupakan kabinet yang didukung oleh partai-partai
pemenang pemiu 1955 kecuali PKI yang tidak ikut bergabung
kedalam kabinet tersebut. Kabinet Ali Sastroamijoyo II
memiliki Rencana Lima Tahun dengan agenda sebagai
berikut: Perjuangan merebut Irian Barat, Pembentukan
daerah-daerah otonom, Pemilihan anggota DPRD, Perbaikan
nasib buruh dan pegawai, Menyehatkan keuangan Negara,
Pergantian ekonomi kolonial menjadi nasional. Meskipun
kabinet ini didukung oleh banyak partai pemenang pemilu
1955, namun dalam melaksanakan jalannya kabinet, Ali
Sastroamijoyo menghadapi tantangan yang cukup besar dari
dalam dan dari luar. Diantaranya muncul ketidakpuasan
daerah-daerah yang semakin meningkat karena didukung
oleh panglima militer di daerah sehingga muncul dewan-
dewan di daerah (terutama Sumatra dan Sulawesi). Selain itu
timbul pula gerakan anti Cina di masyarakat dan hubungan
yang semakin memburuk antara Indonesia dan pemerintah
Belanda karena pemerintah Indonesia mengingkari
persetujuan hutang-hutang Indonesia yang dibuat dalam
107
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
kesepakatan KMB. Untuk menangani meredam gnjang-
ganjing politik, Sukarno menawarkan konsepsi Demokrasi
Terpimpin. Ide Sukarno tersebut justru mendapatkan
penentangan kera dari daerah terutama daerah-daerah luar
Jawa. Krisis politik ini semakin memuncak dengan
pengunduran diri Abinet Ali Sastroamijoyo II. Sebelum
mengembalikan mandatnya ke Presiden Sukarno, Ali
Sastroamijoyo menandatangani dekrit yang menyatakan
“Negara dalam keadaan darurat untuk semua wilayah” SOB
(State of Siegel).
Kabinet Ali Wongso. Kabinet Ali Wongso lebih dikenal dengan
Kabinet Ali 1. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi dengan
tulang punggungnya adalah PNI (Mr. Ali Sastroamijoyo), PIR
dan NU (KH Zainul Arifin). Mr. Ali Sastro sebagai perdana
menteri sedangkan Wongsonegoro dan KH Zainul Arifin
sebagai wakil perdana menteri. Kabinet ini terbentuk setelah
Kabinet Wilopo demisioner pada 3 Juni 1953. Kabinet ini
memiliki program-program untuuk dalam dan luar negeri.
Program untuk dalam negri diantaranya menangani masalah
keamanan, Pemilihan umum, kemakmuran dan keuangan,
Kemakmuran negara, Perburuhan, dan perundang-undangan
dan penyelesaian masalah Irian Barat. Meskipun pada masa
Kabinet Ali 1 ini belum berhasil melaksanakan pemilu, namun
kabinet ini sudah mampu selangkah lebih maju, yaitu
berhasil membentuk panitia pemilihan umum pada 28
108
NATION BUILDING (1951-1998)
Oktober 1953 dengan ketua pelaksananya S. Hadikusuma.
Adapun program untuk politik luar negri yaitu menjalankan
politik luar negeri yang bebas aktif, merubah hubungan
Indonesia-Belanda atas dasar Statuta Uni menjadi hubungan
internasional biasa, mempercepat peninjauan kembali
perjanjian KMB dan menghapus perjanjian yang merugikan
negara. Dari sekian banyak program kerja ada tiga hal yang
merupakan keberhasilan kabinet ini, yaitu pertama,
keberhasilan mengadakan perundingan dengan Belanda
untuk menghapus Uni Indonesia-Belanda. Perundingan
tersebut berhasil dilaksanakan pada 29 Juli 1954 dengan
wakil dari Indonesia adalah Mr. Sunaryo dan dari Belanda
Yoseph Luns. Kedua, berhasil menyelengarakan Konferensi
Asia-Afrika di Bandung (18 April 1955-24 April 1955) yang
dihadiri oleh kepala pemerintahan dari 5 negara yaitu
Indonesia (PM Mr. Ali Sastroamijoyoo, India (PM Jawaharlhal
Nehru, Pakistan (PM Muhammad Ali, Brima (PM Unu) dan
Srilangka (PM John Kotelawala). Konferensi Asia-Afrika
tersebut menghasilkan Dasa Sila Bandung. Kabinet Ali harus
demisioner pada 24 Juli 1955, namun masih harus tetap
bekerja sampai Kabinet Burhanudin HArahap dilantik pada 12
Agustus 1955. Jatuhnya Kabinet Ali Wongso ini
dilatarbelakangi oleh permasalahan angkatan darat. Hal yang
menyangkut Bambang Utoyo sebagai KSAD yang baru dimana
hal ini ditentang oleh Zulkifli Lubis. Pertentangan ini
disebabkan karena ia menganggap bahwa jabatan ituu
109
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
harusnya diserahkan pada ia karena saat itu jabatannya
adalah wakil KSAD. Zulkifli akhirnya memboikot pelantikan
Bambang Utoyo pada 27 Juni 1955 sehingga pelantikan
tersebut gagal dan hal inilah yang menyebabkan jatuhnya
Kabinet Ali 1.
Kabinet Ampera. Setelah dibubarkannya Kabinet Dwikora pada 25
Juli 1966 oleh Presiden Sukarno maka dibentuklah Kabinet
Ampera. Kabinet ini dibentuk berdasarkan Tap MPRS No. XII
Tahun 1966. Presiden Sukarno menugaskan pembentukan
Kabinet Ampera Kepada Letnan Jendral Soharto sebagai
Pengemban TAP MPRS No. IX tahun 1966. Kabinet Ampera
terdiri dari tiga unsur Pemimpin yaitu Presiden Pembantu
Pimpinan yang terdiri dari lima orang Menteri Utama yang
secara bersamaan merupakan Presidium dengan Letnan
Jendral Soeharto, Menteri Utama Bidang Hankam, sebagai
Ketua Presidium Anggota-anggota kabinet yang terdiri dari 24
orang Mentri yang masing-masing memimpin departemen di
bawah koordinasi Presidium Kabinet. Dalam melaksanakan
tugasnya Kabinet Ampera diatur berdasarkan Tap MPRS No.
XIII Tahun 1966, yang dikenal sebagai Dwidarma. Tugas
pokoknya tersebut adalah mewujudkan stabilitas politik dan
stabilitas ekonomi. Tugas pokok tersebut dijabarkan kedalam
empat program yang dikenal dengan istilah Catur Karya yaitu:
(1) Memperbaiki peri kehidupan rakyat terutama sandang
dan pangan, (2) Melaksanakan pemilihan umum dalam batas
110
NATION BUILDING (1951-1998)
waktuseperti yang dicantukan dalam ketetapan MPRS No.
XI/MPRS/1966, (3) Melaksanakan politik luar negeri yang
bebas aktif untuk kepentingan nasional sesuai dengan
ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966, (4) Melanjutkan
perjuangan anti imperialism dan kolonialisme dalam segala
bentuk manifestasinya. Langkah yang diambil untuk
mewejudkan stabilitas politik diantaranya adalah dengan
melakukan penumpasan kepada PKI sampai ke daerah-
daerah, pembekuan hubungan dengan RRC, membuka
kembali hubungan diplomatik dengan Malaysia (11 Agustus
1966), Indonesia aktif kembali di PBB (28 September 1966)
dan Indonesia mendirikan ASEAN (8 Agustus 1967) bersama
dengan Negara-negara Asia Tenggara lainnya. Sedangkan
untuk mewujudkan stabilitas ekonomi adalah dengan
membentuk Dewan Stabilitas Nasional dan Pemberantasan
korupsi.
Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi) 1955-1956. Setelah
Kabinet Ali Sasroamijoyo II menyerahkan mandatnya, maka
tanggal 12 Agustus 1955 berdirilah Kabinet Burhanuddin
Harahap. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi antara
Masyumi (inti), PSI, dan Partai NU. Salah satu program
Kabinet Burhanuddin Harahap adalah mengembalikan
kewibawaan (gezag) moral pemerintah, dalam hal ini
kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat terhadap
pemerintah. Program kerja Kabinet Burhanuddin Harahap
111
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
yaitu Pemilihan Umum, Desentralisasi, Masalah Inflasi,
Pemberantasan Korupsi, Perjuangan Irian Barat dan Politik
Kerja sama Asia-Afrika berdasarkan politik bebas aktif.
Keberhasilan Kabinet Burhanuddin Harahap adalah telah
berhasil melaksanakan Pemilihan Umum yang pertama kali
sejak Indonesia Merdeka. Pemilu 1955 dilaksanakan dua kali,
yaitu 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan 15
Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. Kabinet
ini berakhir pada 1 Maret 1956 seiring dengan
diumumkannya hasil pemilihan umum pertama di Indonesia.
Dengan terlaksananya Pemilu 1955, maka tugas kabinet
Burhanuddin Harahap dianggap selesai dan perlu dibentuk
kabinet baru hasil Pemilu 1955.
Kabinet Djuanda (Zaken Kabinet) 1957-1959. Kabinet Djuanda
dibentuk pada saat kondisi bangsa Indonesia sedang dalam
suasana tidak stabil. Presiden Sukarno mengumumkan bahwa
Negara sedang dalam keadaan bahaya. Bahaya tersebut
datang dari sejumlah partai politik yang melakukan “Politik
Dagang Sapi”. Fenomena yang marak terjadi pada saat itu
adalah pembentukan dewan-dewan seperti Dewan Banteng
di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatra Utara, Dewan
Garuda di Sumatera Selatan dan Dewan Manguni di Sulawesi.
Kabinet Djuanda dipimpin oleh Perdana Mentri Djuanda.
Kabinet ini dikenal dengan Kabinet Karya (Zaken Kabinet)
yaitu kabinet yang dipilih berdasarkan keahlian dalam
112
NATION BUILDING (1951-1998)
bidangnya. Kabinet ini memiliki program-program yang cukup
bagus dalam membangun bangsa Indonesia. Pencapaian
terbesar Kabinet Djuanda bagi Indonesia adalah diadakannya
Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957. Deklarasi
tersebut merupakan deklarasi yang menyatakan kepada
dunia bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di
antara dan di dalam Kepulauan Indonesia menjadi satu
kesatuan wilayah NKRI. Sebelum Deklarasi Djuanda, wilayah
NKRI mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda yaitu
Territoriale Zee Maritieme Kringen Ordonantie tahun 1939.
Dalam ordonansi tersebut pulau-pulau di wilayah Nusantara
dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya
mempunyai laut di sekelilingnya sejau 3 mil dari garis pantai.
Hal ini berartu kapal asing akan dengan bebas melayari laut
yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Deklarasi Djuanda
meyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip
Negara kepulauan (Archipelagic State). Dengan adanya
Deklarasi Djuanda maka batas wilayah laut Indonesia adalah
12 mil diukur dari titik terluar pulau.
Kabinet Karya. Adalah nama lain dari Kabinet Djuanda. Masa bakti
kabinet ini dimulai pada 9 April 1957 sampai 10 Juli 1959.
Program Kabinet Djuanda dikenal dengan nama Pancakarya
yaitu membentuk Dewan Nasional, normalisasi keadaan
politik, pembatalan perjanjian Konferensi Meja Bundar
(KMB), perjuangan Irian Barat dan menggiatkan
113
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
pembangunan. Program pertama yang dilakukan oleh
Kabinet Djuanda adalah dengan pembentukan Dewan
Nasional yang menandai bermulanya Demokrasi Terpimpin di
Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan program yang
kedua yaitu normalisasi keadaan Republik Indonesia dengan
menyelesaikan konflik antar pusat dan daerah. Keadaan
Negara yang semakin kacau ditambah dengan adanya usaha
percobaan pembunuhan terhadap Presiden Sukarno yang
disusul dengan adanya gerakan-gerakan yang bersifat anarki
seperti demonstrasi dan pengambilalihan milik Belanda.
Keadaan yang rumit tersebut membuat perekonomian
semakin terganggu, ditambah dengan dibawanya masalah
Irian Barat ke forum PBB sebagai konsekwensi pelaksanaan
program kabinet. Dalam upaya mewujudkan terlaksanannya
program pembebasan Irian Barat maka pemerintah Indonesia
membentuk Fron Nasional Pembebasan Irian Barat (FNPIB)
pada 10 Februari 1958. Meskipun demikian, sampai
berakhirnya Kabinet Karya ini, perjuangan membebaskan
Irian Barat belum berhasil diwujudkan. Tantangan kerja
Kabinet Karya ini, ditambah bebannya dengan adanya
pemberontakan PRRI-Permesta, akan tetapi pemberontakan
tersebut mampu dipadamkan oleh TNI dan ini merupakan
salah satu prestasi yang membanggakan bagi Kabinet Karya
dalam melaksanakan tugasnya.
114
NATION BUILDING (1951-1998)
Kabinet Natsir 1950-1951. Kabinet Natsir memiliki masa bakti dari 6
September 1950-27 April 1951. Kabinet Natsir dilantik pada 7
September 1950. Kabinet ini merupakan Zaken Kabinet
karena terdiri dari tokoh-tokoh yang memiliki keahlian
dibidangnya masing-masing seperti Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, Mr. Assaat, Ir. Djuanda, dan Soemitro
Djojohadikoesoemo. Keberhasilan yang dicapai pada masa
Kabinet Natsir diantaranya dalam bidang ekonomi, yaitu
adanya Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial
menjadi ekonomi nasional, dalam bidang politik yaitu
masuknya Indonesia kedalam PBB, dan berhasil
melaksanakan perundingan antara Indonesia-Belanda untuk
pertama kalinya terkait masalah Irian Barat. Dalam
menjalankan pemerintahannya Kainet Natsir mengalami
beberapa kendala atau permasalahan diantaranya yaitu
adanya penyelewengan bantuan yang dicanankan dalam
program Sumitro Plan. Penyelewengan itu dilakukan oleh
pengusaha nasional. Bantuan kredit yang diberikan
diselewengkan pengunaannya sehingga tidak mencapai
sasaran. Dalam bidang politik terutama masalah Irian Barat
masih mengalami jalan buntu. Dan yang terakhihr karna
adanya kekacauan keamanan dalam negri yaitu terjadinya
pemberontakan-pemberontakan yang terjadi hamper
diseluruh wilayah Indonesia, seperti hanlnya Gerakan DI/TII,
Gerakan Andi Aziz, Gerakan APRA dan Gerakan RMS. Faktor
lainnya yang menjadi penyebab jatuhnya Kabinet Natsir ini
115
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
yaitu terlalu seringnya mengeluarkan Undang Undang
Darurat sehingga memicu kritikan dari partai oposisi. Adapun
hal yang dianggap paling utama yang menjatuhkan Kabinet
Natsir adalah kegagalan Kabinet Natsir dalam menyelesaikan
masalah Irian Barat dan adanya mosi tidak percaya dari PNI
terutama menyangkut pencabutan Peraaturan Pemerintah
mengenai DPRD dan DPRDS. PNI beranggapan bahwa
Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 1950 tersebut terlalu
menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen
sehingga Kabinet Natsir harus mengembalikan mandatnya
kepada Presiden.
Kabinet Pembangunan I. Merupakan kabinet pertama yang dibentuk
pada masa pemerintahan Presiden Soeharto atau dikenal
juga sebagai pemerintahan Orde Baru. Kabinet Pembangunan
I terbentuk pada 6 Juni 1968 berdasarkan keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 183/M Tahun 1968 dan dilantik pada
10 Juni 1968. Dalam upaya melaksanakan pembanguan
dibidang ekonomi pemerintah Orde Baru melaksanakannya
melalui Rencana Pembanguan Lima Tahun (Repelita). Bidang
sasaran pembangunan dalam Repelita, antara lain bidang
pangan, sandang, perbaikan prasarana, rumah rakyat,
perluasan lapangan kerja dan kesejahteraan rohani. Dalam
melaksanakan pembanguan ekonomi di Pelita 1
pemerintahan Orde Baru mengarahkannya ke sektor
pertanian. Latar belakang pengabilan keputusan ini
116
NATION BUILDING (1951-1998)
dikarenakan kurang lebih 55% dari produksi nasional berasal
dari sektor peertanian. Selain itu latar belakang penduduk
Indonesia pun menjadi salah satu pertimbangan karena 75%
penduduk Indonesia pada saat itu bekerja di sektor
pertanian.
Kabinet Sukiman 1951-1952. Merupakan kabinet yang berhasil
diformulasikan oleh dua orang formatur yaitu Sidik
Joyosukarto (PNI) dan DR. Sukiman (Masyumi). Setelah
proses perundingan maka diumumkanlah susunan kabinet
baru dibawah pimpinan Sukiman Wirjosanjoyo (Masyumi)
dan Suwiryo (PNI) pada 26 April 1951. Kabinet Sukiman
memiliki beberapa program kerja yaitu: merencanakan
kemakmuran nasional, menyelesaikan persiapan
pembentukan Dewan Konstituante, mempersiapkan pemilu
dan mempercepat terlaksananya otonomi daerah,
menyiapkan Undang-Undang pengakuan serikat buruh,
menjalankan politik bebas aktif dan memasukan Irian Barat
ke dalam wilayah Republik Indonesia. Jatuh bangun kabinet
pada masa Demokrasi Liberal merupakan pemandangan yang
lumrah terjadi pada masa itu. Setiap kabinet yang terbentuk
dapat dipastikan tidak akan berumur panjang. Begitupun
yang dialami oleh Kabinet Sukiman. Kabinet ini mengalami
kendala utama yang menjadi penyebab utama jatuhnya
Kabinet Sukiman adalah adanya pertukaran nota antara
Menteri Luar Negeri, Ahmad Subarjo dan Duta Besar
117
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
Amerika, Marle Cochran. Nota tersebut berisi tentang
kesepakatan akan adanya pemberian bantuan ekonomi dan
militer dari Pemerintah Amerika Serikat kepada pemerintah
Indonesia berdasarkan Mutual Security Act (MSA) atau
disebut juga dengan Undang-Undang kerjasama keamanan.
Adanya Nota tersebut dianggap menciderai politik luar negeri
bebas aktif yang dianut oleh Indonesia. Sukiman dituduh
sebagai antek Blok Barat. Dengan kasus tersebut maka DPR
menggugat kebijakan Sukiman dan akhirnya Kabinet Sukiman
pun jatuh dan harus mengembalikan mandatnya kepada
presiden.
Kabinet Wilopo (PNI) 1952-1953. Kabinet ini resmi dibentuk pada 1
April 1952 berdasarkan Keputusan Presiden nomor 85 Tahun
1952. Program kabinet ini ditunjukan pada persiapan
pelaksanaan pemilihan umum untuk konstituante, DPR dan
DPRD, kemakmuran, pendidikan rakyat, dan keamanan.
Adapun untuk program luar negri kabinet ini memfokuskan
diri pada penyelesaian masalah hubungan Indonesia –
Belanda dan pengambilan Irian Barat ke Indonesia serta
menjalankan politik luar negri bebas aktif demi perdamaian
dunia. Kabinet Wilopo dikenal juga dengan zaken kabinet
(kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam
bidangnya). Tantangan yang muncul pada masa Kabinet
Wilopo diantaranya krisis ekonomi yang semakin memburuk,
hal ini disebabkan kemampuan eksport Indonesia menurun
118
NATION BUILDING (1951-1998)
sedangkan kebutuhan terhadap kebutuhan impor terus
meningkat. Dampak dari hal tersebut adalah terjadinya
deficit kas Negara karena penerimaan negara yang berkurang
terlebih setelah terjadi penurunan hasil panen sehingga
membutuhkan biaya besar untuk mengiimpor beras. Kondisi
diperparah dengan adanya gerakan separatis dan sikap
provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa.
Tantangan Kabinet Wilopo yang lainnya yaitu peristiwa 17
Oktober 1952, peristiwa ini muncul karena adanya upaya
pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil
sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik
sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya.
Puncak peristiwa ini adalah saat diarahkannya moncong
Meriam ke Istana Negara dengan menuntut dibubarkannya
parlemen. Latar belakang peristiwa ini adalah reformasi dan
reorganisasi Angkatan Perang yang dilakukan parlemen
sehingga ada pemangkasan anggaran untuk TNI. Dan yang
terakhir adalah adanya peristiwa Tanjung Morawa yaitu
terjadinya bentrokan antara apparat kepolisisan dengan para
petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di
Sumatera Timur (Deli) karena sesuai dengan perjanjian KMB
pemerintah mengizinkan penguasa asing untuk kembali ke
Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Akibat
peristiwa Tanjung Morawa munculah mosi tidak percaya dari
Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet wilopo. Sehingga
Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
119
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
Kanun Asasi, NII. Negara Islam Indonesia (NII) muncul pada saat
situasi dan kondisi Republik Indonesia dalam keadaan
vacuum of power. Pada 10 Februari 1948, diadakan
konferensi di Cisayong yang menghasilkan keputusan untuk
membentuk Majelis Islam dan mengangkat Kartosuwirjo
sebagai Panglima Tinggi Darul Islam/Tentara Islam Indonesia
(DI/TII). Pada 20 Desember 1948, dikumandangkan jihad suci
melawan penjajah Belanda dengan dikeluarkan Maklumat
Imam yang menyatakan bahwa situasi negara dalam keadaan
perang dan diberlakukan hukum Islam dalam keadaan
perang. Setelah Sembilan bulan seruan jihad suci, maka pada
7 Agustus 1949 diproklamirkan berdirinya Negara Islam
Indonesia. Pendirian NII mengacu pada Negara Madinah di
zaman Rasulullah saw. Maka Negara Islam Indonesia pun
membuat konstitunsinya (Kanun Asasi) yakni Bab 1 Pasal 1,
menegaskan bahwa : (1) Negara Islam Indoesia adalah
Negara Karunia Allah subhanahu wa ta’ala kepada bangsa
Indonesia, (2) Sifat Negara itu jumhuryah (republic) dengan
system pemerintahan federal, (3) Negara menjamin
berlakunya syari’at Islam di dalam kelangan kaum muslimin.
Negara memberi keleluasaan kepada pemeluk agama lainnya
dalam melakukan ibadah. Selanjutnya, Pasal 2 Kanun Asasi
tersebut menyebutkan bahwa, (1) Dasar dan hokum yang
berlaku di Negara Islam Indonesia adalah Islam, (2) Hukum
yang tertinggi adalalh Al-Qur’an dan Hadist sahih.
120
NATION BUILDING (1951-1998)
Karel Satsuit Tubun. Pahlawan Nasional dan Korban G30S. Lahir di
Maluku Tenggara, 14 Oktober 1928 dan meninggal di Jakarta,
1 Oktober 1965. Ketika telah dewasa ia memutuskan untuk
masuk menjadi anggota POLRI. Ia pun diterima, lalu
mengikuti Pendidikan Polisi, setelah lulus, ia ditempatkan di
Kesatuan Brimob Ambon dengan Pangkat Agen Polisi Kelas
Dua atau sekarang Bhayangkara Dua Polisi. Ia pun ditarik ke
Jakarta dan memiliki pangkat Agen Polisi Kelas Satu atau
sekarang Bhayangkara Satu Polisi. Setelah Irian Barat berhasil
dikembalikan, ia diberi tugas untuk mengawal kediaman
Wakil Perdana Menteri, Dr. J. Leimena di Jakarta. Ia
dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Karena dia adalah
korban Gerakan 30 September, maka dia diangkat menjadi
seorang Pahlawan Revolusi. Selain itu, pangkatnya dinaikkan
menjadi Ajun Inspektur Dua Polisi. Namanya digunakan untuk
sebuah Kapal Perang Republik Indonesia dari fregat kelas
Ahmad Yani dengan nama KRI Karel Satsuitubun. Pemerintah
melalui Keppres No.114/KOTI/1965 memutuskan K.S Tubun
sebagai Pahlawan Revolusi. Selain itu namanya juga mrnjadi
nama pangkalan udara yaitu Bandar Udara Karel Satsuit
Tubun di Pelabuhan Ratu.
Kelompok Belajar (Kejar). Program pengenalan huruf dan angka bagi
kelompok masyarakat buta huruf berusia 10-45 tahun.
Tujuan dari program ini adalah agar bisa membaca serta
menulis huruf dan angka latin. Tutor atau pembimbing setiap
121
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
kelompok ialah siapa saja yang berpendidikan minimal
sekolah dasar. Salah satu keberhasilan program KEJAR
terlihat pada semakin menurunnya angka statistik penduduk
buta huruf.
Kemal Idris. Adalah salah satu pendukung Kelompok Petisi 50. Ia
pernah menjabat sebagai Pangkostrad pada 1967. Letjen TNI
(Purn) Ahmad Kemal Idris lahir di Singaraja, Bali, 10 Februari
1923. Karier militernya diawali dengan menjadi Seinendan
pada zaman penjajahan Jepang. Lalu menjadi bagian dari
Divisi Siliwangi dalam satuan militer Jawa Barat. Kemal Idris
dikenal juga lewat kejadian seorang perwira muda yang
mengarahkan moncong meriam tanknya ke istana presiden,
pada saat kelompok perwira Angkatan Darat berkonfrontasi
dengan Presiden Sukarno. Karena kejadian tersebut muncul
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang ditujukan
kepada Letnan Jenderal Soeharto. Surat itulah yang membuat
Soeharto langsung membubarkan PKI dan seluruh organisasi
“mantel”nya. Pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto
pun Kemal Idris bersama Kelompok Petisi 50-nya
“mengarahkan moncong meriamnya” kepada presiden
Soeharto. Rabu, 28 Juli 2010 pukul 03.30 dinihari, Letnan
Jenderal Purnawirawan Kemal Idris meninggal dunia pada
usia 87 tahun. Kepergian Letnan Jenderal Kemal Idris ini
menjadi kepergian terakhir yang melengkapi kepergian tiga
jenderal idealis perjuangan 1966.
122
NATION BUILDING (1951-1998)
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD). Jabatan ini pertama kali
dibentuk pada masa Perdana Menteri Mohammad Hatta.
Salah satu program yang dijalankan adalah program
Reorganisasi dan Rasionalisasi (ReRa) Tentara Nasional
Indonesia. Sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan
Hatta menunjuk Djatikusumo sebagai KSAD berdasarkan
Penetapan Presiden No. 14 Tahun 1948 pada 14 Mei 1948.
Penetapan tersebut berisi tentang Peraturan Organisasi
Angkatan Darat, Penetapan pejabat-pejabat Angkatan Darat
yang berada di bawah Kementerian Pertahanan yang
bermarkas di Yogyakarta.
Kerusuhan Mei 1998. Adalah kerusuhan yang diawali oleh peristiwa
tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti hingga tewas
pada 12 Mei 1998. Kerusuhan ini terus berlanjut dengan
banyaknya toko etnis Tionghoa yang dijarah dan dibakar.
Kerusuhan Mei 1998 menghancurkan pusat-pusat bisnis
perkantoran, khususnya di kalangan investor keturunan Cina.
Kerusuhan terjadi di beberapa kota besar seperti di Jakarta,
Medan dan Surakarta.
Kerusuhan Tasikmalaya. Peristiwa yang dipicu penganiayaan
Mahmud Farid seorang tokoh Pondok Pesantren Condong
oleh oknum aparat Polres Tasikmalaya. Kabar burung
mengenai meninggalnya Mahmud Farid karena penganiayaan
oleh aparat, sontak menimbulkan kegeraman di kalangan
123
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
masyarakat muslim Tasikmalaya yang kemudian mendatangi
Mapolres Tasikmalaya. Peristiwa tersebut semakin meluas
dan masa yang datang semakin tidak dapat dikendalikan.
Kumpulan masa kemudian melampiaskan kemarahanya
dengan melakukan pengerusakan di kota dengan
menghancurkan seluruh kantor milik kepolisian. Masa juga
merusak dan membakar toko, bank, pabrik, show room
mobil, rumah tinggal, kendaraan, dan gereja. Jumlah kerugian
ditaksir mencapai Rp 85 miliar. [Nursam: kerusuhannya
kapan? Harap disebutkan.
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indoesia (KAMMI). Adalah
organisasi yang menghimpun seluruh mahasiswa Islam di
Indonesia. Organisasi ini didirikan pada 29 Maret 1998 saat
penyelenggaraan Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah
Kampus (FSLDK) di Malang. Forum ini membentuk sebuah
lembaga alternatif bagi mahasiswa yang diberi nama
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Keputusan ini akhirnya tertuang tertuang dalam naskah
pendirian yang disebut Deklarasi Malang. Beberapa faktor
yang melatarbelakangi berdirinya KAMMI adalah (1) adanya
indikasi yang mematikan potensi bangsa; (2) urgensi sebuah
tuntutan informasi; (3) adanya kepentingan umat Islam untuk
segera berbuat; (4) aksi demontrasi dan mimbar bebas
semakin menjamur; (5) mahasiswa Islam merupakan elemen
124
NATION BUILDING (1951-1998)
sosial; (6) suara umat Islam mulai terabaikan; (8) depolitisasi
kampus memandulkan peran mahasiswa.
Kirdjomulyo. Sastrawan yang lahir di Yogyakarta pada tahun 1930
dan meninggal di Yogyakarta 19 Januari 2000. Mengawali
kariernya sebagai penulis sejak tahun 1950. Namanya
tercatat sebagai sastrawan angkatan 1966 dalam buku
Antologi Sastra Indonesia Angkatan 1966 karya H.B. Jassin.
Dia dikenal melalui karya-karyanya dalam bentuk puisi, seni
rupa, prosa, dan naskah drama. Kirdjomulyo dikenal sebagai
seniman serba bisa. Pada 1950-an, ia dikenal sangat produktif
dalam menulis puisi dan lakon. Buku puisi ciptaannya antara
lain; Romansa Perjalanan I dan Lembah Batu Pualam.
Karyanya berupa manuskrip yaitu Romansa Perjalanan II,
Romansa Perjalanan III, Prelude, Daun Permulaan Musim,
Angin di Antara Musim serta Kawan dan Karibmu. Sejumlah
puisinya juga ada di dalam Antologi Sastra Indonesia
Angkatan 1966 susunan H.B. Jassin. Sedangkan naskah lakon
karyanya antara lain Nona Maryam, Penggali Kapur, Penggali
Intan, Bui, Dia Amat Kesunyian, Tujuh Orang Tahanan, Laki-
laki Jaga Malam, Senja Dengan Sepasang Kelelawar, Jauh di
Rantau, dan lain-lain. Sekitar dua puluhan naskah kumpulan
sajak dan naskah dramanya tersimpan di Pusat Dokumentasi
Sastra H.B. Jassin, Jakarta. Kirdjomulyo dikenal juga sebagai
seorang pelukis dan pelaku teater. Bergabung dengan
Sanggar Bambu dan menciptakan hymne untuk sanggar
125
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
tersebut. Ketrampilan Kirdjomulyo dalam seni
mengantarkannya sebagai seniman paling produktif pada
masanya. Kirdjomuljo juga pernah menjadi redaktur majalah
kebudayaan BUDAYA dan Medan Sastera yang terbit antara
1952 sampai 1962. Kirdjomuljo juga salah satu motor
penggerak kelompok latar Indonesia. Pada 1952 atas inisiatif
Kirdjo berdirilah perkumpulan teater di Yogyakarta, semua
seniman yang tidak punya wadah yang dikelola Usmar Ismail
dan Asrul Sani dalam kelompok teater ini. Kelompok ini
berkembang menjadi wadah kesenian yang cukup disegani,
tater ini merupakan cikal bakal teater modern di Yogyakarta.
Bersama teater ini pula drama-drama Kirdjo dipentaskan
pada 1963 sampai dengan 1965.
Komando Ganyang Malaysia (Kogam). Adalah istilah yang diucapkan
oleh Presiden Sukarno pada saat terjadinya konfrontasi
antara Indonesia-Malaysia. Kogam tersebut dipicu oleh
langkah Malaysia yang berkeinginan untuk menggabungkan
beberapa wilayah bekas jajahan Inggris sehingga Sukarno
menganggap bahwa itu akan menjadi gerakan penjajahan
gaya baru. Dengan begitu Suekarno menginstruksikan bahwa
semua rakyat Indonesia harus melawan Malaysia. Instruksi
tersebut dinamakan sebagai Komando Ganyang Malaysia.
Keberanian Sukarno menyuarakan untuk mengganyang
Malaysia karna dilihat dari segi persenjataan maka Indonesia
dianggap lebih kuat bahkan pada saat itu Indonesia
126
NATION BUILDING (1951-1998)
merupakan negara yang terkua secara militer dikawasan Asia
Selatan. Angkatan bersenjata Indonesia mendapatkan
dukungan penuh dari Rusia. Selain itu Indonesai memiliki
kapal selam yang cukup banyak dan juga persenjataan yang
dimiliki pun bisa dikatakan cukup moderen pada masa itu.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Adalah sebuah
lembaga mandiri di Indonesia yang kedudukannya setingkat
dengan lembaga negara lainnya dengan fungsi melaksanakan
kajian, perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan,
investigasi, dan mediasi terhadap persoalan-persoalan hak
asasi manusia. Komisi ini berdiri sejak 1993 berdasarkan
keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993 tentang Komisi
Nasional Hak Asisi Manusia. Sejak 1999, keberadaan Komnas
HAM didasarkan pada Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999
yang juga menetapkan keberadaan, tujuan, fungsi,
keanggotaan, asas, kelengkapan serta tugas, dan wewenang
Komnas HAM. Hingga hari ini Komnas HAM merupakan
lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan
lemabga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan
pengkajian, penelitian, penyeluhun, pemantauan, dan
mediasi hak asasi manusia. Tujuan Komnas HAM adalah
mengembangkan kondisi yang kondisuf bagi pelaksanaan hak
asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan
Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia serta
meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi
127
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia
seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai .
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Adalah Badan yang
bertugas sebagai Pembantu Presiden, yang keanggotaannya
terdiri dari pemuka-pemuka masyarakat dari berbagai
golongan dan daerah-daerah termasuk mantan anggota
Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia. KNIP dibentuk
berdasarkan Pasal IV, Aturan Peralihan, Undang-Undang
Dasar 1945, dan dilantik serta mulai bertugas sejak 29
Agustus 1945 sampai dengan Februari 1950. KNIP ini diakui
sebagai cikal bakal badan legislative di Indonesia, sehingga
tanggal pembentukannya diresmikan sebagai Hari Jadi Dean
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Ketua KNIP yang
pertama adalah Kasman Singodimejo dam memiliki anggota
sebanyak 135 orang. Dalam siding pertamanya pada 16
Oktober 1945, komite ini memperoleh kekuasaan legislative
dan ikut menentukan Garis-garis Besar Haluan Negara atau
GBHN.
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Adalah organisasi
pemuda yang didirikan pada 23 Juli 1973 di Jakarta. KNPI
dibentuk lewat suatu deklarasi pemuda yang dihadiri
sejumlah pimpinan organiasi kemahasiswaan intrakampus
yang berjumlah 13 organisasi, di antaranya Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional
128
NATION BUILDING (1951-1998)
Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katholik
Republik Indonesia, Gerakan Mahasiwa Kristen Indonesia
(GMKI), Gerakan Pemuda Anshor, Pemuda Muhammadiyah,
Pemuda Muslimin Indonesia, Pemuda Katholik, Gerakan
Angkatan Muda Kristen (GAMKI), Gerakan Pemuda Islam,
Gerakan Pemuda Marhaen (GPM), dan Koordinasi Pemuda-
Mahasiswa Golongan Karya.
Konferensi Asia Afrika. Kawasan benua Asia dan Benua Afrika
merupakan kawasan dunia ketiga. Kawasan ini pada masa
sebelum Perang Dunia II merupakan daerah jajahan, namun
setelah berakhirnya Perah Dunia II pada Agustus 1945,
negara-negara di kawasan Asia dan Afrika mulai bangkit dan
semakin meningkatkan perjuangan mereka untuk
memperoleh kemerdekaan. Kondisi keamanan dunia pasca
berakhirnya Perang Dunia II masih belum stabil dan
diperparah dengan munculnya Perang DIngin antara dua blok
yang saling besebrangan ideologi, yaitu Blok Barat yang
dipimpin oleh Amerika Serikat, dan Blok Timur yang dipimpin
oleh Uni Soviet. Perang Dingin tersebut membuat situasi
dunia pada saat itu selalu diliputi oleh kecemasan dan
kekhawatiran akan terjadinya perang nuklir. Kondisi
tersebutlah yang mendorong negara-negara yang baru
merdeka di kawasan Asia dan Afrika untuk menggalang
persatuan dan mencari jalan keluar demi meredakan
ketegangan dunia dan memelihara perdamaian. Sebelum
129
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
Konferensi diselenggarakan diadakan dua kali pertemuan
pendahuluan di Colombo pada 28 April 1954-2 Mei 1954 dan
pertemuan selanjutkan diadakan di Bogor pada 28-31
Desember 1954. Konferensi Asia Afrika dilaksanakan di
Bandung pada 18-25 April 1955. Konferensi ini berlangsung di
Gedung Merdeka, Bandung. Konferensi ini dibuka secara
resmi oleh Presiden Sukarno pada 18 April 1955 dan dihadiri
oleh 29 negara. Negara-negara yang hadir dalam Konferensi
Asia Afrika tersebut antara lain, Afganistan, Yordanis, Saudi
Arabia, Burma, Kamboja, Srilangka, Jepang, Laos, Sudan,
Ethiopia, Libanon, Suriah, Filipina, Liberia, Turki, Ghana,
Libya, Vietnam Selatan, India, Thailand, Vietnam Utara,
Indonesia, Mesir, Yaman, Irak, Nepal, Pakistan, Iran, dan RRC.
Hasil konferensi Asia Afrika yang paling penting adalah telah
terjadinya suatu kerjasama di antara negara-negara Asia
Afrika dan juga konferensi tersebut telah berhasil
merumuskan sepuluh asas yang tercantum dalam Dasasila
Bandung. Makna terpenting dari Dasasila Bandung tersebut
adalah tercerminya penghargaan terhadap hak asasi
manusia, kedaulatan semua bangsa, dan perdamaian dunia.
Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI). Konferensi
Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI) merupakan konferensi
yang diselenggarakan di Jakarta pada 1-7 Maret 1964.
Konferensi ini diselenggarakan oleh sastrawan yang beraliran
demokrat untuk menandingi merajalelanya sastrawan Lekra
130
NATION BUILDING (1951-1998)
dalam bidang sosial politik. Dalam konferensi ini dihadiri oleh
540 sastrawan dan budayawan seluruh Indonesia. Dalam
konferensi terebut dihasilkan Ikrar Pengarang Indonesia. Isi
dari Ikrar Pengarang Indonesia adalah sebagai berikut: (1)
Kami pengarang Indonesia dengan tegas dan menyeluruh
mengintegrasikan diri dengan Revolusi Indonesia, (2) Kami
pengarang Indonesia bertekad untuk terus menerus berjuang
beserta seluruh rakyat untuk mencapai tujuan Revolusi
Indonesia berlandaskan Pancasila dan berhaluan
Manipol/USDEK, (3) Kami pengarang Indonesia taat ke garis
Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, Bung Karno, (4) Sesuai
dengan itu, kami pengarang Indonesia akan terus menerus
mengarang dan mencipta untuk menyumbangkan pikiran-
pikiran, kreasi-kreasi, dan konsep-konsep baru, khususnya
untuk melaksanakan Revolusi di bidang mental, (5) Sesuai
dengan itu pula, kami pengarang Indonesia akan terus
menerus berjuang menentang imperialisme dalam segala
bentuknya terutama di bidang kebudayaan dan membantu
usaha melindungi serta menjamin berkembangnya
Kebudayaan Nasional yang kreatif.
Konferensi Meja Bundar (KMB). KMB diselenggarakan pada 23
Agustus 1949 sampai 2 November 1949. Konferensi ini
dilaksanakan di Den Haag, Belanda. Konferensi Meja Bundar
bertujuan untuk memperjuangkan kedaulatan penuh atas
Indonesia yang sebelumnya sangat ditentang pihak Belanda.
131
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
Delegasi yang dikirimkan oleh Indonesia terdiri dari
Mohammad Hatta (Ketua). Moh. Roem, Supomo, Leitnena,
Ali Sastroamidjojo, Djuanda, Sukiman, Suyono Hadinoto, Dr.
Sumitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo,
Kolonel T. B. Simatupang dan Muwardi. Delegasi BFO
dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Adapun hasil
dari Konferensi Meja Bundar tersebut sebagai berikut: (1)
Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai
negara yang merdeka dan berdaulat, (2) Status Keresidenan
Irian Barat diselesaikan dalam waktu setahun, sesudah
pengakuan kedaulatan, (3) Akan dibentuk Uni Indonesia-
Belanda berdasarkan kerjasama suka rela dan sederajat, (4)
Republik Indonesia Serikat Mengembalikan hak milik Belanda
dan memberikan hak-hak konsesi dan izin baru untuk
perusahaan-perusahaan Belanda, (5) Republik Indonesia
Serikat harus membayar semua utang Belanda yang ada
sekak 1942. Konferensi Meja Bundar ini ditandatangani oleh
pihak Indonesia dan pihak Belanda pada 27 Desember 1949.
Dengan ditandatanganinya kesepakatan tersebut maka
Belanda mulai mengakui kedaulatan Indonesia. Penyerahan
kedaulatan yang dilakukan dinegeri Belanda bertempat di
ruang takhta Amsterdam, Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr.
Willem Drees, Menteri Sebrang Lautan A.M.J.A. Sasseu, dan
Drs. Moh. Hatta melakukan penandatangan akta penyerahan
kedaulatan. Pada saat yang sama di Jakarta, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi MAshkota Belanda,
132
NATION BUILDING (1951-1998)
A.H.S. Lovink dalam suatu upacara di Istana Merdeka
menandatangani naskah penyerahan kedaulatan. Dengan
adanya penyerahan kedaulatan ini, maka secara formal
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia dan mengakui
kekuasaan negara Indonesia di seluruh bekas wilayah Hindia
Belanda, kecuali Irian Barat yang rencananya baru akan
diserahkan setahun kemudian.
Kongres Bahasa Indonesia di Medan (28 Oktober–2 November
1954). Adalah Kongres Bahasa Indonesia kedua. Kongres ini
dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Sumpah
Pemuda. Medan dipilih sebagai tuan rumah penyelenggaraan
Kongres Bahasa Indonesia ini bukan karena sarana dan
prasarana Medan lebih mumpuni sebagai penyelenggara
namun karena alasan pengunaan Bahasa sehari-hari
masyarakat Kota Medan itu identik dengan Bahasa Indonesia.
Dilek yang digunakan oleh masyarakat Kota Medan
menggunakan dialek dan ejaan sesuai dengan kaidah-kaidah
yang terdapat di dalam tata Bahasa Indonesia itu sendiri.
Peserta Kongres Bahasa Indonesia yang pertama itu ialah
tokoh-tokoh Bahasa Indonesia, para sastrawan, para
budayawan, dan tokoh-tokoh masyarakat. Diantara tokoh
Bahasa dan sastrawan yang hadir dalam konres tersebut ialah
Muhammad Yamin. Pada saat itu Muhammad Yamin
menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran,
133
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
Kebudayaan (PP dan K) pada masa Kabinet Ali I dan Kabinet
Ali II. Keputusan yang dihasilkan dari kongres Bahasa
Indonesia ialah saran agar bentuk badan yang kompeten yang
bertugas untuk menyempurnakan Bahasa Indonesia
terutama yang bersangkutan dengan ejaan. Kongres ini juga
memberikan perhatian pada penggunaan Bahasa dalam
undang-undang dan administrasi. Kongres ini pula
menyarankan supaya bangsa Indonesia mampu menggali
potensi Bahasa daerah untuk bisa menjadi Bahasa Nasional.
Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Adalah organisasi wanita
bersifat ferderatif yang didirikan sejak diadakannnya Kongres
Perempuan Indonesia pada 22 Desember 1928. Kegiatan
KOWANI meliputi kegiatanpolitik, ekonomi, sosial, budaya
bahkan hubungan antar bangsa. Pada masa awal berdirinya,
kegiatan politik KOWANI dimulai dengan penyelenggaraan
simposium yang berusaha untuk menilai kembali seberapa
jauh peran serta yang dapat dilakukan oleh Pergerakan
Wanita Indonesia (PWI).
Konsepsi Presiden 1957. Merupakan cikal bakal dari Dekrit Presiden 5
Juli 1959. Konsepsi ini merupakan kritikan pedas Sukarno
terhadap Demokrasi Liberal yang selalu dihiasi dengan jatuh
bangun kabinet. Kondisi tersebut dianggap membawa akibat
yang tidak menguntungkan bagi stabilitas politik di Indonesia.
Berbagai konflik yang muncul baik yang ideologis ataupun
134
NATION BUILDING (1951-1998)
konflik kedaerahan sampai kepentingan antara partai politik.
Latar belakang itulah yang mendorong Sukarno untuk
merumuskan Konsepsi Presiden yang diumumkan pada 21
Februari 1957. Adapun isi dari konsepsi presiden tersebut
yaitu: (1) Penerapann sistem Demokrasi Parlementer secara
Barat tidak cocok dengan kepribadian Indonesia, sehingga
system tersebut harus diganti dengan Demokrasi Terpimpin,
(2) Membentuk Kabinet Gotong Royong yang beranggotakan
semua partai politik atau dikenal dengan istilah kabinet
berkaki empat (Masyumi, PNI, NU dan PKI), (3) Segera
dibentuk Dewan Nasional.
Konstitusi RIS. Konstitusi Republik Indonesia Serikat diberlakukan
setelah penandatanganan pengakuan kedaulatan tanggal 29
Desember 1949. Republik Indonesia Serikat yang dibentuk
pasca kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den
Haag. Dalam konferensi tersebut Belanda akhirnya bersedia
mengakui kedaulatan Indonesia meski pun dengan syarat
bahwa Negara Indonesia tidak boleh berbentuk negara
kesatuan, namun harus berbentuk negara serikat.
Konvensi Hukum Laut PBB. Adalah suatu konferensi yang membahas
mengenai hukum internasional tentang hukum laut.
Konferensi ini berdasarkan resolusi Majelis Umum PBB pada
21 Februari 1958. Resolusi Majelis Umum diambil
berdasarakan International Law Commision yang menyarakan
135
KAMUS SEJARAH INDONESIA
JILID II
perlunya diadakan suatu konferensi internasional yang
membahas tentang hukum laut. Bagi Indonesia konferensi ini
merupaan sebuah perjuangan untuk memperjuangkan
konsepsi Negara Kepulauan. Dalam konferensi yang pertama
Delegasi Indonesia diketuai oleh Subardjo. Hal yang
diperjuangkan oleh Mr. Subardjo adalah konsepsi negara
kepulauan supaya mendapatkan pengakuan internasional.
Konsepsi negara kepulaun khiususnya Indonesia pada ssat itu
tidak mendapatkan respon yang positif, khususnya negara-
negara besar seperti Amerika Serikat yang didukung oleh
negara-negara maritim lainnya.
Dalam Konferensi Hukum Laut PBB yang pertama,
belum ada kesepakatan mengenai lebar laut territorial
seperti yang diperjuangkan Indonesia melalui Deklarasi
Juanda, tetapi konferensi ini telah menghasilkan empat buah
konvensi, yaitu : (1) Konvensi Mengenai Laut Teritorial dan
Jalur Tambahan (Convention On The Teritorrial Sea And
Contiguous Zone), (2) Konvensi Mengenai Laut Lepas atau
Laut Bebas (Convention on The High Seas), (3) Konvensi
Mengenai Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati di
Laut Lepas (Convention on Fishing and Conservation of Living
Resources of The High Seas), (4) Konvensi Tentang Landas
Kontinen (Convention on The Continental Shelf). Keempat
konvensi tersebut sudah diratifikasi Indonesia dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1961, akan tetapi
Indonesia melakukan reservasi pada konvensi tentang laut
136
NATION BUILDING (1951-1998)
teritorial dan jalur tambahan karena perjuanagn Indonesia
tentang negara kepulauan belum mendapat pengakuan
internasional. Penentuan lebar laut teriteorial di negara-
negara kepulauan masih terdapat perbedaan pendapat,
dengan demikian diperlukan konferensi penentuan hukum
internasional berikutnya yang khusus membahas laut
territorial. Maka dengan demikian diselenggarakanlah
konferensi lanjutan pada tahun 1960 di Jenewa (UNCLOS II).
Koperasi Unit Desa (KUD)/ Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Koprasi
Unit Desa (KUD) awal pembentukannya diawali oleh Koperta
(Koperasi Pertanian) dan BUUD (Badan Usaha Unit Desa).
Pada awalnya pemerintah memprakarsai pembentukan
Koperta pada tahun 1963 khususnya dikalangan petanni.
Tujuan utama dari Koperta adalah untuk memenuhi
kebutuhan bahan makanan pokok terutama Padi. Pada tahun
1966-1967 mulai dikembangkan BUUD (Badan Usaha Unit
Desa). BUUD merupakan penggabungan antara Koperasi
Pertanian dan Koperasi Desa yang ada dalam satu unit desa.
Tugas utama BUUD adalah untuk membantu para petani
produsen dalam mengatasi masalah proses industry
(termasuk kredit dan keentuan bagi hasil), penyediaan sarana
produksi, serta pengolahan dan pemasaran hasil produksi.
Dalam rangka tugas inilah BUUD melakukan pembelian
gabah, menggiling, dan menyetorkan beras ke Dolog, dan
137