telah menjadi sekolah sehat. Fenomena lambang UKS dan sekolah
berwawasan lingkungan menjadi santapan hangat di dunia pen-
didikan. Sekolah sehat menjadi program Kementerian Kesehatan,
sedangkan sekolah berwawasan lingkungan bentukan dari Ke-
menterian Lingkungan Hidup.
Pada suatu kesempatan, aku diminta memberikan les tam-
bahan pada siswa-siswa sekolah negeri yang berada di pinggir
kota. Jika dibandingkan dengan sekolah yang berada di kota,
pastilah sekolah pinggiran lebih sederhana. Beberapa fenomena
sekolah sehat terus datang di dalam hidupku. Di sekolah ping-
giran itu aku juga mendapati lambang-lambang UKS yang me-
nempel didinding sekolah. Sekolah itu tampak bersih dan tertata.
Dari luar memang terlihat bersih,namun ketika aku memasuki
kelas, tampak kondisinya sama dengan kelas-kelas biasanya.
Bedanya, di sekolah ini siswa-siswa cepat tanggap terhadap ke-
bersihan kelas. Beberapa orang siswa langsung meminta izin
kepadaku untuk menyapu terlebih dahulu.
Bukan menjadi isu global lagi, permasalahan tentang per-
ubahan lingkungan akan berimbas pada kesehatan manusia. Pro-
gram yang dijalankan oleh Kemenkes dan BLH (Badan Ling-
kungan Hidup) menjadi pemecahan masalah dalam keprihatinan
bangsa terhadap perubahan lingkungan.
Tak begitu lama setelah kejadian itu,kembali aku menerima
kesempatan mengajar. Lagi-lagi keherananku yang sempat ter-
abaikan, kembali muncul. Sekolah ini terletak di pegunungan
kapur yang tanahnya putih. Uniknya, sekolah ini hijau! Bukan
hanya warna cat temboknya yang hijau, tetapi pepohonan pun
tumbuh menghijau di tanah yang tidak rata. Tulisan “Adiwiyata”
selalu menyapa setiap orang yang datang memasuki sekolah.
“Pokoknya kita kerja keras,Mbak,untuk membuat semua ini.
Setiap orang sudah mendapatkan tugasnya!”
Aku hanya diam sambil melihat kiri-kanan dan setiap sudut
yang bisa kutangkap saat aku berdiri di depan ruang guru.
88 Eksotisme Gumuk Pasir
“Capek sih, Mbak! Tapi terbayar kok dengan hasil yang di-
peroleh,” kata seorang guru.
Tidak mudah memang menata dan meramu lingkungan hijau
di geografis yang susah ditumbuhi banyak pepohonan. Usaha
yang luar biasa! Aku yakin semua usaha yang dilakukan untuk
membentuk lingkungan seperti ini tidak mudah. Kini,sekolah
ini menjadi rumah kedua bagiku. Kebiasaan siswa di lingkungan
Adiwiyata dapat terlihatsecara fisik, sangat tertata rapi dan asri.
Bel masuk pun terdengar.
Aku buru-buru masuk ke kelas.Aku terkejut ketika banyak
potongan kertas bersebaran di lantai.
“Siapa yang mainan potongan kertas ini?” tanyaku pada
murid-murid yang saling menyalahkan teman di sebelahnya.
“Apa kalian nyaman belajar dengan kondisi kotor seperti
ini?” tanyaku lagi.
“Tidak, Bu,” jawab anak-anak serentak.
“Kalau tidak nyaman, ayo, dibersihkan!” perintahku pada
mereka. Beberapa anak mengambil sapu dan menyapu lantai
belakang kelas.
Baru saja aku diam, ada anak laki-laki yang tangannya ber-
gerak cepat sekali melempar kertas keluar jendela. Kebetulan,
anak laki-laki itu duduk paling dekat dengan jendela di kelas
bagian belakang.
“Alan, membuang apa kamu?” tanyaku
“Enggak buang apa-apa kok, Bu,” jawabnya lantang sambil
senyam-senyum.
“Tolong, apa yang kamu buang tadi diambil” pintaku lirih
ke Alan.
Anak itu menolak mengambil sampah yang ia lemparkan
keluar. Aku tetap membujuknya hingga ia mau mengambil kertas
yang ia jatuhkan ke luar jendela.
Jam pelajaran sudah habis, saatnya aku kembali ke ruang
guru. Perjalanan antara kelas ke ruang guru lumayan jauh dan
harus melewati beberapa kelas. Tak sengaja mataku menangkap
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 89
gerak-gerik salah seorangsiswa yang baru saja makan kue Leker,
lalu kertas pembungkusnya perlahan ditempelkan ke pagar
depan kelas. Di sudut lain, aku melihat botol kecil bekas air mineral
di lorong kelas. Banyak orang hilir-mudik di lorong tersebut,
namun tak ada seorang pun menyadari keberadaan botol kecil
itu.
Beberapa kejadian itu sangat berbanding terbalik ketika
sekolah akan kedatangan tamu dari luar. Sekolah rela memotong
jam pertama pelajaran untuk mengerahkan warga sekolah ber-
gotong–royong danbekerja bakti membersihkan lingkungan
sekolah demi tamu istimewa. Bahkan, ada sekolah yang rela
beberapa hari sebelum kedatangan tamu digunakan untuk mem-
bersihkan lingkungan sekolah. Siswa-siswa memang kelihatan
bersemangat membersihkan,tapi, tak jarang juga aku mendapati
siswa yang hanya mengganggu temannya atau duduk-duduk
saja.
Melihat kejadian-kejadian itu apakah kemenangan euforia
itu dapat dikatakan berhasil? Apakah penanaman kebiasaan
untuk hidup sehat dan cinta lingkungan berhasil?
Euforia perlombaan ini hanya terjadi di lingkungan pen-
didikan, sedangkan siswajuga tinggal di masyarakat. Dalam ke-
seharian, mereka menghabiskan kurang lebih lima jam saja di
sekolah. Sembilan belas jam sisanya, mereka habiskan di ling-
kungan keluarga, masyarakat, atau lingkungan sosial lainnya.
Tidak dipungkiri lagi bahwa tempat belajar untuk mendapatkan
nilai-nilai kehidupan dan ilmu, tidak hanya di sekolah saja.
Lingkungan memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan
anak didik (siswa).
Fenomena-fenomena yang terjadi dalam hidupku bukanlah
fenomena yang kebetulan. Beberapa fenomena itu menyatakan
bahwa keadaan lingkungan yang berbeda dapat menghasilkan
outputatau keluaran yang berbeda, walaupun kebiasaan yang
ditanamkan sama. Kehidupan yang semakin dekat dengan per-
kotaan memiliki peluang besar terhadap dampak ketidakpastian
90 Eksotisme Gumuk Pasir
zaman. Fenomena yang luar biasa, berawal dari paksaan ber-
harap menjadi kebiasaan bawah sadar siswa. Merekalah generasi
penerus bangsa yang akan melanjutkan kehidupan di dunia ini.
Pendidikan diyakini sebagai sasaran empuk untuk men-
transfer nilai dan kebiasaan baik, meskipun terkadang kebiasaan
yang tidak baik pun bisa terjadi. Lihat saja fenomena saat ini,
anak lebih hapal para pemain sinetron dibanding para pahlawan
bangsa. Anak lebih mengetahui alur sinetron dibanding sejarah
bangsanya. Bahkan, anak lebih suka meniru hal-hal yang dilaku-
kan tokoh idolanya;lagi-lagi tokoh idola mereka merupakan
seorang publik figur dalam sinetron dantak jarang mereka ber-
penampilan menyerupai tokoh idolanya. Hal itu saya alami sen-
diri saat pertama kali memasuki kelas untuk mengajar mereka.
Ketika aku menyuruh mereka memperkenalkan diri. Salah
seorang siswa menyeru,”Nama saya Boy, Bu!”
“Nama kamu beneran Boy?” tanyaku karena anak itu me-
nyeru dengan tenang.Namun, anak-anak yang lain tertawa. Per-
kenalan pun berlanjut, setelah melewati beberapa anak.
Kemudian,”Namaku Mondy,” kata anak lainnya.
Lagi-lagi itu bukan nama aslinya,tetapimerupakan nama
tokoh dalam salah satu sinetron yang sedang naik daun. Selanjut-
nya, banyak nama-nama tokoh yang mereka sebutkan sebelum
menyebutkan nama asli mereka. Terkadang siswa juga memberi
julukan kepada teman yang lain karena mukanya mirip dengan
tokoh di dalam suatu sinetron. Kejadian itu tidak hanya terjadi
di dalam satu kelas dan tidak hanya dalam satu sekolahan, nama-
nama itu kembali muncul. Mereka sangat luwes menyebutkan
nama-nama itu dengan karakter tokoh tersebut.
Tidak sedikit bukan, pengaruh di luar dunia pendidikan atau
sekolah? Anak-anak pun lebih cepat menangkapnya. Sepertinya
euforia ini perlu digalakkan di luar dunia pendidikan karena
ternyata dunia di luar pendidikan juga memiliki pengaruh besar
bagi siswa.
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 91
Menghadapai ketidak pastian zaman,dibutuhkan dukungan
untuk semua bidang kehidupan. Semesta mendukung,menunggu
jawaban atas keberhasilan euforia lingkungan. Bersinerginya
bagian-bagian kehidupan akan membentuk keharmonisan dan
keseimbangan hidup.
92 Eksotisme Gumuk Pasir
TAUBATAN NASUHA
SEPENGGAL KISAH
UNTUK IBU PERTIWI
Nining Umul Hidayati
SMP Muhammadiyah Sewon
Alkisah dari Timur Tengah, seorang permaisuri berkata
kepada Tuan Raja, “Duhai, Baginda Raja, kian hari buah hati
kita kian tumbuh menjadi seorang gadis remaja nan cantik jelita.
Sudah saatnya ia dicarikan dayang yang khusus merawat kec-
antikannya.” Bagai gayung bersambut, sang Raja pun mengiya-
kan permintaan sang Istri.
Keesokan harinya, Maha Patih dipanggil menghadap. Bagin-
da Raja berkata kepadanya, “Maha Patih, tahukah engkau untuk
apa kupanggil kemari?”
“Sama sekali tidak mengerti, Baginda. Sepertinya rakyat
dalam keadaan aman–aman saja.,”jawab Maha Patih.
“Baik,kalau begitu,”kata Sang Raja.
“Lalu mengapa Baginda memanggil hamba dengan tiba–
tiba?” tanya Maha Patih.
“Begini, Patih. Baginda perlu seorang perempuan ahli ke-
cantikan yang dapat merawat kecantikan putriku yang saat ini
sudah tumbuh remaja,” ujar Raja.
“Baiklah Baginda, untuk hal ini hamba akan mengumumkan
keseluruh negeri,” demikian Maha Patih menyanggupi perintah
Raja.
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 93
Rakyat pun menyambut gembira pengumuman itu.Mereka
berbondong–bondong dari seluruh pelosok negeri menuju istana
untuk mengikuti pemilihan pengawal atau pengasuh putri Raja.
Terpilihlah seorang yang bercadar bernama Nasuha. Ia
dengan piawai dapat meramu berbagai jamu dan minuman ke-
cantikan. Berbagai macam pekerjaan perempuan pun dapat ia
lakukan dengan sempurna. Memijat, melulur tubuh dan menyisir
rambut adalah pekerjaan sehari–hari yang dilakukan Nasuha
terhadap sang Putri. Betapa senang dan bangga hati Permaisuri
dan Baginda Raja melihat putri kesayangan mereka tumbuh de-
wasa menjadi putri nan jelita.
Suatu hari,sang Permaisuri yang biasanya ceria, tampak
murung dan lesu. Sang Raja curiga dan bertanya,”Apa gerangan
yang adinda pikirkan hingga tampak murung dan bersedih?”
Atas desakan baginda Raja, akhirnya sang Istri mau berterus
terang dengan mengatakan, “Semoga Baginda tak akan murka
bila mendengar keluhanku nanti,” kata Permaisuri sambil meng-
usap airmata yang berlinang membasahi kedua pipinya.
“Katakan sejujurnya, percayalah aku tak akan murka,” bujuk
sang Raja.
Akhirnya Permaisuripun mengatakan yang sebenarnya,
bahwa kotak perhiasan yang berisi emas dan permata raib dari
tempatnya. Begitu mendengar cerita itu, Baginda Raja pun naik
pitam. Dipanggilah Maha Patih dan para Menteri.Seluruh isi istana
menjadi heboh. Penjagaan di berbagai sudut tempat diperketat
sehingga tak ada lagi orang yang berani lalu-lalang.
Raja memerintahkan kepada Maha Patih memeriksa satu
persatu pegawai istana dengan dibantu petugas keamanan ke-
rajaan. Pemeriksaan pun dilakukan dengan lengkap, yaitu dari
ujung rambut hingga ujung kaki. Melihat keadaan itu, jantung
Nasuha berdegup kencang. Keringat dingin keluar.Di dalam
benaknya ia berkata, “Apa jadinya nanti jika aku diperiksa, ter-
nyata aku bukan seorang perempuan?Aku adalah laki–laki sejati
yangsangat mencintai pekerjaan perempuan.”
94 Eksotisme Gumuk Pasir
Sambil menunggu giliran diperiksa, Nasuha terus s berdoa,
“Ya Tuhan, tolonglah hamba-Mu ini.Hamba bertobat.Hamba tak
akan pernah lagi melakukan kecurangandalam hidup ini dan
berjanji kejujuran akan menjadi landasan hidup kami. Sekali lagi,
Tuhan, Nasuha bertobat.”
Ternyata Tuhan Yang Maha Baik mendengar doa Nasuha.
Saat Nasuha hendak diperiksa, tiba–tiba tersiar berita dari dalam
istana bahwa kotak perhiasan yang hilang sudah ditemukan
kembali. Betapa senang hati Nasuha karena tidak jadi diperiksa
oleh petugas keamanan istana yang amat garang.Bila sampai
diperiksa, tentu hukuman pancung yang akan ia hadapi. Meng-
ingat kesalahannya yang sangat besar terhadap keluarga istana,
terbayang dibenak Nasuha kilatan pedang dari algojo yang akan
menebas batang lehernya. Darah pasti bersimbahdan kepala
lepas dari badan.
Sesuai janji Nasuha kepada Tuhan, saat itu juga ia bertobat
dengan keluar dari pekerjaannya. Meskipun orang lain meman-
dang pekerjaannya terhormat,tetapi pada kenyataannya sangat
tidak bermartabatkarena menjamah perempuan yang bukan
muhrim sangat dilarang dalam agama.
Atas keputusan itu, pihak istana sangat terkejut. Mereka
mengira Nasuha menginginkantambahan gaji. Kepala rumah
tangga istanamengambilkebijakanmenaikkangaji Nasuha tujuh
kali lipat dari yang diberikan sebelumnya. Namun, Nasuha tetap
pada pendirian. Ia pergi meninggalkan gemerlapnya istana
karena ia berpegang pada janji dan tobatnya.
Bercermindari cerita ini, aku menjadi muak dengan para
petinggi negeri ini yang tidak mamegang amanah. Disaat men-
jelang pemilihan, mereka mengumbar janji. Atas nama rakyat,
atas nama negeri dan atas nama Ibu Pertiwi. Begitu menjadi
pejabat, banyak yang lupa diri, lupa hati,lupa akan janji yang
telah diucapkan. Hati mereka tertutup oleh suap mark updan
oleh upeti yang mengalir setiap hari.
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 95
Inilah negeri kami yang kata orang telah direformasi, meski-
pun korupsi semakin membumi seakan tak terbendung lagi.
Dulu, beberapa tahun silam, ada sebuah jargon yang ditayangkan
di televisi, “Katakan TIDAK, TIDAK, TIDAK DENGAN
KORUPSI!” Di benak hati saya mengatakan, “Wow, mantap!
Kalau pilih yang ini, pasti cling dan bersih.”
Ternyata hanya di mulut saja, janji tinggal janji yang tak
pernah ditepatidan malah dipungkiri. Sungguh malang nasibmu
Ibu Pertiwiyang berlinang air mata setiap hari. Melihat ulah para
pengemban amanah yang semakin bertingkah. Kapan pejabat
negeri ini bisa berubahuntuk bertindak dan berpikir dengan
nurani membela negeri, bukan untuk memperkaya diri pribadi?
Bila hal ini menjadi karakter setiap diri pribadi, makaegoisme,
individualisme atau watak serakah yang menjadi biang segala
kecurangan akan luluh. Benar juga dengan apa yang diprogram-
kan Presiden Jokowi tentang revolusi mental dan Pak Menteri
Pendidikan tentang pendidikan karakter. Keduanya adalah satu
paket yang tak terpisahkan. Revolusi mental disegala lini. Kita
samakan visi dan misi untuk kemaslahatan umat dan untuk ke-
jayaan bangsa,dimulai oleh masing–masing pribadi.
Untuk itu pendidikan karakter sangat penting,tidak hanya
disisipkan pada setiap mata pelajaran di sekolah, namun meliputi
semua aspek kehidupan. Sebagai contoh, pendidikan karakter
di dalam keluarga, maka sosok ayah dan ibu menjadi panutan
dan sumber inspirasi bagi anak–anaknya.Keluarga harus kuat
secara biologis, psikologis, material dan spiritual. Hal ini menjadi
penting karena didalam keluargalah awal dimulai tumbuhnya
sebuah generasi. Sejak dari bertemunya sperma dan sel telur
dalam rahim hingga mengalami proses kehidupan yang panjang
dan ahirnya kembali pulang masuk liang lahat, semuanya itu
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Sang Maha Pen-
cipta, Tuhan Yang Maha Esa. Harapan dari penulis suatu hari
nanti terlahir sebuah genersi yang lahir terhormat, kehidupannya
96 Eksotisme Gumuk Pasir
sehat bermartabat, akhir hayatnya pun terhormat karena sebuah
janji, yaitu “Rela mati untuk Ibu Pertiwi”.
Untuk itu kita perlu ”Taubatan Nasuha” atau tobat nasional
disegala bidang dan oleh semua orang. Tiada lagi suap yang
mengendap–endap. Hukum harus ditegakkan, bila perlu dilak-
sanakan hukuman mati. Sebuah pepatah mengatakan, “Biarpun
langit runtuh, tetapi hukum harus tetap tegak berdiri.”
Tentu itulah yang seharusnya menjadi pegangan para pe-
negak hukum. Penjara harus benar–benar membuat penghuninya
jera, bukan malah menjadi beban berat buat negara. Oknum
petugas lembaga pemasyarakatan malah bekerja samadan ber-
kolusi dengan orang–orang yang ada didalam bui. Astagfirullah,
mau jadi apa negri ini? Di berbagai sudut kota, penjara menjadi
over kapasitas, karena tidak memberikan efek jera. Dari sinilah
pendidikan karekter sangat diperlukan untuk menekan segala
permasalahan.
Dulu dimasa penjajahan, banyak pejuang, seperti Bung
Karno, Bung Hatta, K.H. Agus Salim dan tokoh-tokoh lainnya,
yang keluar masuk penjara tetapi dengan semangat perjuangan
yang tak pernah pudar. Mereka seakan ditempa untuk meng-
hasilkan pemikiran–pemikiran demi kemajuan bangsa. Lain hal-
nya dengan orang–orang di zaman sekarang,mereka mengalami
kemerdekaan dalam berbagai hal, namun hati dan pikirannya
terpenjaraoleh kepentingan pribadi dan kepentingan umat, se-
hingga kepentingan bangsa terabaikan. Menangislah Ibu Per-
tiwi bila melihat penjara menjadi sebuah istana megah, di mana
penghuninya dapat mengendalikan urusan dan kepentingannya
diluar sana.
Astagfirullah! Kutarik napas panjang yang kedua. Mau dike-
manakan negeri tercinta ini? Mari kita berbenah dan bekerja dengan
lebih amanah. Fungsikan kembali penjara menjadi tempat me-
nempa diri. Layaknya sebuah institusi menghasilkan alumni yang
siap berkarya dan bekerja membangun bangsa. Bukan malah se-
baliknya, ketika masuk penjara divonis sebagai pengguna narkoba,
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 97
saat keluar pangkatnyanaik menjadi bandar narkoba. Saat masuk
penjara sebagai angota teroris, begitu keluar menjadi gembong
teroris. Begitu seterusnya. Saat masuk bui sebagai pencopet kelas
teri, begitu keluar menjadi perampok kelas kakap. Termasuk juga
dengan koruptor, ketika masuk bui tingkatannya baru ratusan
juta, begitu keluar berganti formasi danstrategi penggelapan aset
negara dengan mengemplang pajak milyaran, bahkan triliunan
rupiah.Ujung-ujungnya lari keluar negeri. Ibu Pertiwi menangis
lagi untuk keskian kali.
Kita harus susun strategi.bagaimana membuat penjara harus
benar–benar menciutkan nyali.Pernah juga ada wacanatentang
penjara untuk bandar narkoba berada di sebuah pulau yang di-
kelilingi atau dijaga oleh buaya–buaya ganas. Itu adalah sebuah
gagasan yang patut diacungi jempol. Untuk koruptor pun hen-
daknya diperlakukan sama, yaitu dengan dimiskinkanatau di-
ambil kembali aset milik negara yang dikorupsi. Demikian juga
dengan penanganan teroris. Mengapa baru menjadi terduga
sudah dihabisi di lapangan? Banyak juga kasus teroris yang tidak
sampai kepengadilan. Keadilan menjadi barang langka di negeri
ini.Terorisme menyangkut sebuah paham dan keyakinan, maka
kita perlu kehati–hatian dalam penanganannya. Disinilah pen-
didikan karakter diperlukan, bagaimana memaknai jihad dari
seorangteroris menjadi jihad kepada negara dan bangsa.
Masih banyak lagi hal–hal yang harus kita benahi dan
perbaiki. Kesenjangan ekonomi semakin mengerikan, di mana
yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Me-
nurut data ekonomi, 40% kekayaan alam Indonesia dinikmati
oleh 1% jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan yang 60% hasil
kekayaan Indonesia dinikmati oleh 99% jumlah penduduk
Indonesia. Inilah sekilas gambaran pemerataan di bidang eko-
nomi yang masih jauh dari harapan. Kita harus mengupayakan
agar ekomomi dan tingkat kesejahteraan bangsa bisa merata
dengan cara menyuburkan koperasi, menghidupkan ekonomi
98 Eksotisme Gumuk Pasir
berbasis kerakyatan, menggerakkan zakat infak dan sedekah,
gerakan wajib menabung, serta menggiatkan pajak.
Beberapa bulan yang lalu Ibu Pertiwi menangis lagi. Petugas
penggiat pajak yang sedang bertugas terbunuh oleh ulah pe-
ngemplang pajak. Astagfirulah. Mengapa dunia ini dipenuhi
dengan kekerasan, ketidakadilan dan keserakahan? Bukannya
kita telah bertobat?Apa lagi yang dapat membuat negeri ini
berseri dan Ibu Pertiwi tersenyum sepanjang hari?
Mulailah dari diri sendiri dengan hati dan pikiran suci berjanji
kepada Illahi Robbi,berniat dengan tekad bulat untuk tidak sudi
disuap, apalagi menjilat. Apapun yang kita miliki berasaldari
hasil keringat sendiri, bukan dari memeras dan merampas. Itulah
komitmen yang harus dipegang oleh semua orang, apapun jabatan
dan profesinya, kita harus mengacu pada kepentingan bangsa
dan negara.
Apabila kita mengenang para pendahulu yang menjadi pe-
waris bangsa ini, kita akan mendapati pendidikan karakter yang
bisa diaplikasikan padamasa sekarang. Sebagai contoh K.H. Ahmad
Dahlan, yang kalaitu sebagai saudagar ulama dan pejuang,
menghabiskan harta kekayaannya untuk perjuangan, termasuk
perhiasan Nyi Ahmad Dahlan, ikut dipertaruhkan dalam per-
juangan.
Saatitu perjuangan belum usai tetapi keuangan sudah krisis.
Kyai memanggil para jemaah dan mengatakan, “Saudara–saudara,
perjuangan kita masih panjang, sedangkan keuangan kita telah
kosong. Maka saya bermaksud melelang seluruh barang di
rumah saya. Ada meja, kursi, almari.”Kemudian acara lelang
pun terjadi. Semua barang habis terjual dilelang oleh jemaah.
Setelah lelang selesai,tak seorangpun peserta lelang mau meng-
ambil barang yang mereka beli. Para jemaah bersepakat menitip-
kan barang–barang hasil lelang kepada Kyaidanuang yang
terkumpul dari hasil lelang digunakan untuk perjuangan.
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 99
Semoga cerita ini menjadi sebuah inspirasi mengelola hati
untuk Ibu Pertiwi. Kejujuran, keiklasan, rasa keadilan, serta cinta
tanah air harus kita junjung tinggi di tengah derasnya arus
individualisme, egoisme dan materialisme.
100 Eksotisme Gumuk Pasir
ELANG BIRU KEBANGGAANKU
Nurgiyanti
SMP Negeri 2 Imogiri
Anakmu bukan milikmu.
Mereka putera puteri Sang Hidup yang rindu pada diri sendiri.
Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau,
Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu
Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk
pikiranmu,
Sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri
Patut kauberikan rumah untuk raganya, tapi bukan untuk
jiwanya....
(Kahlil Gibran, Surgamu dari Sang Nabi)
Bila emas putih akan kelihatan bersih dan cemerlang, bila
emas tiruan akan kelihatan hitam dan kelam. Demikian pula
dengan kehidupan. Setiap yang terlahir pasti akan mengalami
metamorfosis dalam perjalanan hidupnya. Pada masa emas inilah
seseorang hendak menemukan jati dirinya secara maksimal.
Rona merah jambu kota Medan, kota heterogen dengan suku,
etnis, dan agama. Memecah hingar-bingar penuh haru beriring
tangis putra mahkota kebanggaan. Terlahir buah hatiku. Nama
panggilannya Endra. Di kota itulah dia tumbuh berkembang,
bahkan menamatkan SD dan SMP Angkasa Lanud Medan.
Ketika dia duduk di bangku kelas dua SMP, tingkahnya mulai
nyleneh, munculah dunia ABG-nya. Inilah waktu yang mengejut-
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 101
kan aku. Bapak gurunya menyampaikan berita kalau Endra se-
pulang sekolah sering merokok di gang belakang sekolah. Tanpa
pikir panjang, kami langsung menindaklanjuti.
“Mas, sudahkah kamu memiliki cita-cita setelah selesai
sekolah?” tanya ayahnya.
“Udah dong, Pa. Aku Ingin jadi brimob,” jawab Endra.
“Kalau ingin jadi brimob, harus sehat jasmani, rokhani, rajin
berolah raga dan makan bergizi. Tapi kenapa kamu malah me-
rokok? Itu merusak paru-paru dan kamu tidak akan bisa masuk
brimob. Jangan coba-coba merokok lagi, nanti kalau sudah kerja
silakan. Sekarang kamu pikirkan masa depanmu!”
Dari situlah dia mulai berpikir dan sadar, tidak pernah me-
rokok lagi, sampai bisa menyelesaikan sekolahnya.
Tanpa terasa tiga tahun terlewatkan di sekolah menengah
pertama. Setelah itu dia mengalami kebimbangan, kemanakah akan
melanjutkan pendidikan untuk mengejar impian?
Akhirnya dia minta pendapat, “Menurut Mama, Endra me-
lanjutkan ke SMA atau SMK?”
“Terserah Mas, inginnya kemana? Sudah kamu pikirkan,
tamat sekolah nanti mau ngapain? Kerja atau kuliah?” jawabku.
“Endra ingin kerja, Ma. Kuliahnya nanti sambil kerja saja,”
jawab Endra.
“Bagus dong. Mas inginnya melanjutkan kemana?” tanyaku.
Dia hanya bengong. Sepertinya dalam kebimbangan hendak
melanjutkan kemana.
Saya terinspirasi dari puisi Kahlil Gibran, “Anakmu Bukan
Milikmu”. Kita diberikan amanah dari Allah untuk melahirkan
dan membesarkan anak-anak, tetapi tidak boleh memaksakan
kehendak kepada anak. Biarkan anak berkembang dewasa sesuai
dengan keinginannya. Saya hanya memberikan gambaran-gam-
baran sebagai bahan pertimbangan agar anak bersekolah atas
dasar kemauannya, bukan terpaksa, tidak timbul penyesalan di
kemudian hari.
102 Eksotisme Gumuk Pasir
Endra saya antar ke SMA dan SMK untuk melihat-lihat kon-
disi sekolah tersebut.
“Setelah Mas lihat sendiri sekolah-sekolah tadi, sekarang
Mas sudah tahu sekolah mana yang kira-kira terjangkau dengan
NEM yang ada? Mau melanjutkan kemana?”
“Endra ke SMK saja ya, Ma,” jawab Endra.
“Kalau memang itu pilihan kamu, silakan besok mendaftar
sendiri,” jawabku.
Akhirnya ada titik terang yang dia inginkan. Hatinya terpaut
dan mantap melanjutkan sekolah di SMK Raksana Medan di
jurusan otomotif. Sekolah tersebut di samping memiliki gedung
yang lumayan bagus, prestasi banyak, juga memiliki tingkat ke-
disiplinan tinggi sesuai dengan harapan untuk meraih impiannya.
Setelah selesai ujian nasional, ayahnya memberikan infor-
masi. “Mas, ada pendaftaran secaba TNI AU. Mau ikutan nggak?”
“Kapan itu, Pa?” jawabnya.
“Ya sudah dimulai. Siapa tahu berminat, urus saja syarat-
syaratnya!” lanjut ayah.
“Kalau brimob kapan, Pa?” tanya Endra.
“Belum tahu, cek saja sendiri. Biasanya bersamaan,” jawab
ayahnya.
Namun dia tidak merespon untuk masuk TNI AU. Secara
diam-diam, dia mencari informasi mengenai pekerjaan yang
sesuai dengan keinginannya. Dia merasa kecewa, karena ada
satu persyaratan yang tidak terpenuhi. Umurnya belum cukup,
baru tujuh belas tahun lebih tujuh bulan. Padahal dalam per-
syaratan, umur antara 18 sampai 22 tahun, berarti harus tertunda
tahun berikutnya untuk bisa mewujudkan keinginannya.
Betapa murungnya dia setelah mengetahui persyaratan yang
ditentukan untuk pendaftaran di secaba polisi. Akhirnya dia
berpikir tentang tawaran ayahnya, mencoba mendaftar di Pang-
kalan TNI AU Medan, mencari pengalaman dari pada meng-
anggur, sambil menunggu waktu satu tahun lagi untuk mengejar
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 103
impian bisa mendaftar sebagai brimob. Akhirnya dia mencari
persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan masuk secaba TNI AU.
Setelah semua persyaratan lengkap, dia antarkan berkas
lamaran ke Lanud Medan, mendaftarkan diri. Tanpa disadari
ternyata pendaftarnya lumayan banyak, lebih dari seratus orang.
Walaupun semula ia tidak begitu senang mendaftar, tetapi setelah
melihat banyaknya peminat, muncul semangatnya.
Lima hari setelah pendaftaran, baru mendapatkan peng-
umuman hasil seleksi berkas. Ternyata dia bisa melanjutkan ke
tahapan berikutnya. Tahap selanjutnya berupa tes kesehatan
tahap pertama, kemudian psikotes, tes penelittian personil, dan
tes wawancara. Semua bisa dilalui dengan persaingan super ketat
sehingga peserta tes semakin sedikit.
Pada tes kesehatan tahap kedua, dia berkecil hati karena
giginya ada satu yang bermasalah. Dokter menganjurkan untuk
ditambal secepatnya agar tidak bermasalah, mau tidak mau,
langkah ini harus dilakukan.
Menunggu pengumuman kesehatan kedua, hatinya semakin
ciut. Meskipun begitu, ternyata Endra lulus dan melanjutkan ke
tes tahap berikutnya. Peserta semakin berkurang karena banyak
yang gugur. Tinggal 35 orang peserta tersisa untuk tes terakhir
sebagai penentuan.
Hatiku tak karuan melihat ketatnya persaingan, terlebih
Endra yang menanti pengumuman dengan harap-harap cemas.
Kebetulan ayahnya sedang bertugas ke luar kota. Dengan pena-
saran, aku coba mengintai bagaimana hasil akhirnya. Di pinggir
lapangan Mako TNI AU Medan ternyata telah hadir beberapa
orang tua yang ingin mengetahui hasil tes akhir putra-putranya.
Waktu hampir senja, langit di ufuk barat semburat jingga.
Tibalah saat yang dinantikan, pengumumam hasil akhir. Peserta
yang tinggal 35 orang dibariskan di lapangan. Suasana semakin
mendebarkan dan mencemaskan. Beberapa orang tentara berdiri
dengan sikap tegap, salah satu di antara mereka berbicara dengan
tegas, “Apabila disebut namanya, dimohon ke depan.”
104 Eksotisme Gumuk Pasir
“Siap!” serentak peserta calon-calon Bintara AU memberikan
jawaban.
Kami masih setia di pinggir lapangan dengan hati dag-dig-
dug penuh harap dan cemas.
Satu persatu para calon bintara dipanggil. Hatiku semakin
tak menentu karena nama Endra, buah hatiku, belum dipanggil.
“Mengapa anakku tidak dipanggil?” tanyaku dalam hati.
Pemanggilan nama terhenti karena petugas meninggalkan
lokasi. Tidak lama kemudian datang kembali. Aku pikir akan
melanjutkan panggilan berikutnya, ternyata tidak. Badanku lemas,
begitu juga para orang tua yang lain; rasa capek, kecewa, sedih
melebur jadi satu.
Dengan hati tak karuan, kami terus mendengar kalimat-
kalimat yang disampaikan oleh petugas, “Bagi para calon yang
dipanggil, boleh kembali ke rumah masing-masing, sedangkan
yang tidak dipanggil harap menunggu di lapangan beberapa
saat.”
“Siap!” jawab para calon bintara yang tesisa.
Ada orang tua peserta yang nyeletuk, “Berarti yang tidak
dipanggil mereka yang lulus….”
Ternyata benar, tinggal 16 orang yang tidak dipanggil dan
diberikan arahan kalau besok pagi akan diberangkatkan ke Solo
dengan Hercules pukul 06.00, mengikuti tes berikutnya di pusat.
Para calon bintara berkumpul di lapangan olahraga Mako Pang-
kalan TNI AU Medan pukul 05.00.
“Siap!” jawab kemenangan para calon bintara angkatan udara
secara serentak.
Akhirnya kami semua pulang dengan hati penuh syukur dan
bertemu kembali dengan Endra di rumah.
Keesokan harinya pukul 04.00 kami sudah bangun, bersiap-
siap agar tidak telat sampai di Mako Pangkalan TNI AU Medan.
Ketika mau berangkat, ternyata ban motor kami kempes, ter-
paksa dipompa dulu, ini menyebabkan kami terlambat, sehingga
Endra harus menerima hadiah dari panitia.
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 105
“Jam berapa sekarang?” ujar panitia.
“Siap, jam lima lebih,” jawab Endra.
“Mengapa terlambat?” lanjut panitia.
“Siap, ban kereta kempes,” jawab Endra.
“Push up dua puluh lima kali!” perintah panitia.
“Siap,” jawabnya langsung melakukan push up.
Sebagai seorang ibu, terasa sedih melihat hal itu, hanya gara-
gara ban motor, Endra harus mendapatkan hukuman. Namun
aku sadar hal itu merupakan pembelajaran dalam kehidupan.
Selesai push-up, dia menyatu dalam barisan mendengarkan
pengarahan panitia. Setelah itu, mereka naik bus TNI AU menuju
Pangkalan TNI AU Medan. Sebagian orang tua mengikuti sampai
ke Pangkalan TNI AU Medan. Para calon bintara langsung naik
Hercules TNI AU yang penuh penumpang. Tidak lama kemudian
pesawat take off, tinggal landas meninggalkan bandara Polonia
Medan. Elang biru yang gagah perkasa mengembangkan sayap-
nya mengudara di angkasa raya.
Selama dua minggu di Solo, calon TNI AU seluruh Indonesia
berkumpul, bersaing untuk mengikuti tahapan-tahapan tes se-
perti di Medan. Persaingannya lebih berat dan ketat.
Kami tidak tahu perkembangan buah hatiku, karena mereka
tidak diperkenankan membawa HP. Hanya salat malam dan doa
yang bisa kami mohonkan kepada Allah untuk buah hatiku.
Hingga pada suatu malam aku bermimpi ada helikopter mengi-
tari atas rumah kami, kemudian jatuh di samping rumah, aku
coba melihatnya, namun pesawat tersebut terbang lagi.
“Kenapa ya…kok mimpiku aneh. Apakah ini perlambang
tentang buah hatiku? Entahlah!”
Keesokan hari, ayahnya di telepon teman yang berada di
Solo kalau sudah panthukhir, sudah pengumuman, dan hasilnya
Endra dinyatakan lulus. Alhamdulillah! Kami langsung sujud
syukur setelah mendengar kabar bahagia tersebut. Peserta yang
dinyatakan lulus, langsung mengikuti pendidikan dasar di Solo
selama empat bulan.
106 Eksotisme Gumuk Pasir
Pada bulan Desember 2004, kami menerima undangan
menghadiri acara pelantikan buah hatiku. Lapangan Lanud Adi
Sumarmo Solo bagaikan samudra biru bertabur barisan baret
biru menutupi kepala botak, berpakaian kebesaran TNI AU
dengan gagah perkasa, mengharu biru para orang tua yang turut
memadati tribun-tribun lapangan hijau untuk menyambut “Elang
biru penghias cakrawala.”
Daftar Pustaka
Gibran, Kahlil. Surgamu dari Sang Nabi. Yogyakarta: Pustaka
Anggrek.
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 107
BUMIKU, JANGAN MENANGIS
Nuzul Nurjayanti
SMP Al Ma’arif Bantul
Merah, hijau, kuning dan biru adalah sebagian warna yang
menghiasai duniaku. Dunia yang penuh dengan bermacam–
macam keindahan. Duniaku yang sampai detik ini masih setia
menemani aku. Gunung, lautan, padang pasir, sungai, hutan
adalah bagian dari isi dari duniaku.
Sekejap aku berdiri melihat salah satu isi dunia yang dekat
dengan tanah kelahiranku. Hutan, gunung, dan sungai itu tidak
seperti yang dulu lagi. Tidak sama dengan lima belas tahun yang
lalu. Dulu, sungaiku jernih, tidak banyak sampah, bersih dan
anak-anak suka bermain di sungai. Tetapi sekarang, tidak ada
yang suka bermain di sungai lagi. Hanya sesekali saja. Malah
seringkali ibu-ibu rumah tangga yang datang ke sungai untuk
membuang sampah. Mereka tidak punya tempat dan tidak mau
halaman rumahmenjadi kotor karena sampah.
Lima belas tahun yang lalu, masih ingat betul di dalam
memoriku, setiap pulang sekolah aku dan teman–teman sering
bermain ke sungai. Bersih, jernih dan tidak banyak sampah yang
menggenangi sungai, tidak pula tercium bau busuk. Sekarang,
setiap kita melewati sungai, yang terlihat adalah tumpukan sam-
pah di pinggir sungai. Itulah mengapa sekarang sungai sering
menangis. Banyak sungai pada setiap musim penghujan meluap-
kan isinya dan menumpahkan ke daratan. Sebenarnya itu adalah
108 Eksotisme Gumuk Pasir
tangisan dari sungai–sungai yang meminta kita menyaadari
lingkungan. Persis isi lagu karya Ibu Sud.
Ibu Pertiwi
Kulihat Ibu Pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Mas intan yang kau kenang
Hutan, gunung, sawah, lautan
Simpanan kekayaan
Kini Ibu sedang lara
Merintih dan berdoa
Ya, lima belas tahun lalu, sungai yang sering aku tatap tidak
pernah meluapkan isinya. Sekarang, hampir setahun sekali, saat
musim hujan datang, kita menjadi cemas dan was–was, kalau-
kalau air akan meluap sampai ke halaman rumah kita. Air datang
secara tiba-tiba, tidak pernah pandang waktu apakah siang, pagi,
malam, subuh, bahkan tengah malam. Tidak hanya air yang
menggenangi pemukiman, tetapi berbagai sampah yang ikut
hanyut pun menjadi pemandangan yang tidak sedap.
Kerugian dari banjir itu tidak hanya rumah kotor, harta benda
hanyut, tetapi juga beban mental, menjadi trauma perkepanjang-
an. Mereka butuh waktu untuk menghilangkan rasa trauma ter-
sebut. Bagi anak–anak yang masih bersekolah, mereka terpaksa
tidak bersekolah dikarenakan banjir.
Kerugian yang diakibatkan banjir itu tidak sedikit, tidak
hanya rumah yang terendam, tetapi banyak anak–anak kecil dan
lansia yang kedinginan karena tempat mereka terendam air,
banyak penyakit yang kemudian bermunculan.
Gunung, lautan, sungai, hutan, bahkan padang pasir itu
adalah surga buat kita di dunia, seperti yang sering diceritan
oleh bapak guru agama di sekolah, kalau surga itu sangatlah
indah dan kita akan dimanjakan oleh isi surga. Kalau kita bisa
menjaga dan menyayangi isi dunia, maka kita pun akan dimanja-
kan oleh surga yang kita idam–idamkan.
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 109
Saat kita mendengarkan lagu dari Ebit G. Ade yang berjudul
“Berita kepada Kawan”, terasa ada sentuhan halus dari salah
satu saudara kita yang meminta untuk melindungi dan menya-
yangi dunia seisinya. Jangan sampai membuat alam marah karena
mereka pun juga punya hak yang sama dengan kita untuk mem-
peroleh kasih sayang dari sesama.
Di sungai, dulu banyak ikan kecil yang sering dicari oleh
anak–anak. Sekarang jumlah ikan di sungai terus menyusut
karena ikan-ikan takut hidup di sungai yang tercemar: airnya
dipenuhi sampah dan racun dari pabrik yang limbahnya dibuang
ke sungai. Sekarang tidak banyak orang melirik ke sungai karena
terlihat kumuh dan airnya kotor.
Banyak pihak ingin menyadarkan masyarakat agar melin-
dungi sungai supaya airnya tetap bersih dan bisa dimanfaatkan
bagi kehidupan sehari-hari, tetapi sampai detik ini masyarakat
belum sepenuhnya sadar akan lingkungan dan pentingnya men-
jaga sungai. Pembuatan poster, slogan, pamflet berisi ajakan
untuk tidak membuang sampah ke sungai, terkadang tidak men-
dapatkan perhatian dari masyarakat.
Suatu ketika saya memergoki seorang ibu yang hendak be-
kerja dan membawa sampah yang dibungkus plastik. Tidak ada
rasa sungkan, malu, bahkan tidak ada rasa kasihan, tangannya
langsung mengambil sampah yang digantung di sepeda motor
dan melemparkannya ke sungai. Saya langsung menghentikan
sepeda motor dan menanyai ibu itu, “Maaf Bu, apa Ibu tidak
bisa membaca tulisan yang ada di samping Ibu itu?”
Dengan muka begitu santai, ibu itu langsung tancap gas dan
bergegas meninggalkan saya. Di dalam hati, saya menangis,
kenapa ada orang yang begitu tega membuang sampah ke sungai.
Lebih miris lagi, jika dilihat sekilas, ibu itu adalah orang ber-
pendidikan. Sebaiknya mari kita mulai dari diri sendiri untuk
mencintai lingkungan agar bersih, sehat, dan kita terbebas dari
banjir.
110 Eksotisme Gumuk Pasir
Lihatlah kota Jakarta yang menjadi wilayah langganan banjir.
Sungai yang ada di Jakarta seakan beralih fungsi menjadi tempat
sampah. Gorong–gorong pun (yang seharusnya menjadi aliran
air) pun tidak luput dari tempat pembuangan sampah. Siapa ini
yang mau disalahkan? Pemerintah? Masyarakat? Atau siapa? Ya,
pertanyaan itu sering menjadi lingkaran setan yang tak berujung.
Pihak pemerintah terus berupaya mencari terobosan cara
menanggulangi banjir. Mulai dari membuat bendungan, waduk,
sampai membuat gorong–gorong yang mampu menampung air
dengan volume yang cukup besar. Kita baca di media masa akhir–
akhir ini, Gubernur DKI Jakarta, Ahok sudah bosan dengan pem-
beritaan banjir yang selalu melanda kota yang dipimpinnya.
Semua pejabat pemerintahan dikerahkan dan diajak berpikir me-
ngenai langkah-langkah agar banjir tidak lagi menggenangi kota
Jakarta.
Tidak hanya kota Jakarta yang terkena banjir, kota–kota
lain pun juga sering tergenang banjir. Banjir datang secara tiba–
tiba di saat musim penghujan datang. Sungai meluap meng-
genangi pemukiman. Untuk mengatasi agar hal itu tidak terjadi,
langkah sederhana dapat kita lakukan, yaitu dengan menjaga
kebersihan lingkungan. Kebersihan adalah sebagian dari iman.
Semua agama mengajarkan kita untuk saling mencintai dan
menyayangi, baik sesama manusia, hewan dan tumbuhan. Keber-
sihan menandakan bahwa kita sehat. Pertanyaannya adalah,
apakah kita sudah bersih, apakah lingkungan kita juga sudah
bersih?
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 111
BERPRESTASI MESKI TERBATASI
Rina Harwati
MTsN Piyungan
Julyant namanya, sepintas memang keren, semacam pemuda
parlente, borjuis, dan dinamis. Apakah arti sebuah nama? Nama
mencerminkan doa. Doa yang diturunkan ayah bunda dan sanak
saudara dari langit. Rapalan mantra terbungkus dan terhembus
pada acapkali mereka berpasrah dan beritirah dalam permohon-
an yang terlantun bersama sepertiga malam milik-Nya. Julyant
Reihan lahir di tengah kebersahajaan dan kebersyaratan makna.
Seorang remaja yang baru tumbuh dewasa masih akan ber-
juang dalam memaknai arti kata berusaha. Dalam kebersahajaan
kehidupannya yang sekedar ada. Aku mengenalnya. Remaja
dengan perawakan yang sedang dan cenderung tinggi, kulit putih
dan bersih, dengan potongan rambut cepak. Bukan karena tidak
mau bergaya seperti dandanan rekan sebaya, tapi untuk meng-
hemat biaya saja.
Jika pagi tiba semangatnya mulai membaja. Berbekal makan
secukupnya dari rumah dan minum secukupnya yang dibawanya
dalam sebuah botol, bukan botol bermerek, dikobarkannya
semangat. Jangankan botol bermerek, rupiah demi rupiah yang
oleh kebanyakan anak lain dihabiskan untuk jajan, ia tabung
dan kumpulkan sedikit demi sedikit. Terbayang olehnya gerbang
sekolah salah satu SMA favorit tak sekadar hanya jadi peman-
dangan, tetapi ia bertekad bisa melangkah masuk ke dalamnya,
112 Eksotisme Gumuk Pasir
bergelut dengan ilmu dan mengobarkan semangat cita-cita yang
dimilikinya sejak dulu. “Aku harus bisa,” pekiknya setiap hari.
Pekik perjuangan yang selalu dibawanya melangkah kemana saja.
Dibawanya berjalan, bahkan berlari, berburu cepat dalam waktu
yang semakin menggilas segala hal yang hanya dijalani secara
biasa. Waktu tak akan berpihak pada kemalasan. Begitu juga
Julyant, tak pernah menyerah oleh waktu. Jika sehari saja ia tak
sekolah, maka berhari-hari, bahkan berminggu-minggu penye-
salan ia rasakan. Berbagai cara ditempuhnya untuk mengejar
ketertinggalan.
Sekolah adalah kebutuhan, kebutuhan bagi siapa saja.
Sebagai suatu kebutuhan, sekolah bukan hanya sebuah rutinitas
seperti yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Di dalamnya
perlu sebuah konsekuensi. Berani bersekolah berarti harus
berani bercita-cita. Cita-cita Julyant ingin menjadi dokter, bukan-
lah hal yang mustahil terjadi. Tidak peduli dari keluarga seperti
apa dia berasal, memakai kendaraan apa ketika diantar dan di-
jemput, bahkan berapa persen uang pembayaran sekolah sudah
diserahkan. Bersekolah adalah anugerah baginya. Tekadnya
yang begitu besar mengalahkan segalanya. Kemalasan, kemis-
kinan, dan bahkan apalah namanya, dihadapinya. Seperti karang
yang berdiri kokoh di tengah lautan, tak pernah tergoyahkan
dan terpatahkan meski digoyang ombak badai menggila sekali
pun.
Potret seorang yang sederhana dan apa adanya adalah se-
orang Julyant. Hidupnya jauh dari gemerlap kesenangan. Meng-
hitung berapa banyak keuntungan yang diperoleh dari hasil
menjual krupuk adalah pekerjaan ayahnya. Sementara sang ibu
menunggu dengan setia kepulangan sang suami sambil bertahan
di rumah yang tampak seperti tempat tinggal tanpa penghuni.
Nyamuk betah bersarang di sekeliling rumahnya. Sampah men-
jadi pemandangan yang tak asing bagi setiap orang yang datang
bertandang. Berbekal tekad yang kuat, keluarga Julyant berpe-
rang melawan nasib. Demi mengabdi pada orang tua yang sakit-
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 113
sakitan dan pada akhirnya meninggal, ayah Julyant keluar dari
sebuah pekerjaan yang menjanjikan. Hingga terjunlah ia menjadi
penjual kerupuk keliling dari warung ke warung. Dengan situasi
seperti itu, maka berubahlah roda perekenomian keluarga Julyant.
Selektif dalam mengeluarkan uang adalah satu-satunya jalan yang
bisa ditempuh untuk mencukupi kebutuhan yang bermacam-
macam. Ada beberapa cerita yang bisa saya ungkap di sini.
Julyant lahir di tengah keluarga yang sangat beruntung
secara moral, meski harus kuat melawan kecemburuan teman-
teman yang mempunyai fasilitas lengkap secara material.
Semenjak ia dilahirkan sudah berpindah-pindah kontrakkan dari
rumah yang satu ke rumah yang lainnya. Ia memang bukan orang
berada. MTsN Piyungan, tempatnya bersekolah, telah berhasil
memberi warna bagi kehidupannya, meskipun MTsN Piyungan
bukan pilihannya yang pertama. Sejak awal diterima telah
dibulatkan tekadnya untuk menuntut ilmu hingga tak heran jika
prestasi demi prestasi diraihnya. Sang jawara kelas sejak duduk
di kelas VII, juara 1—3 selalu diraihnya. Namanya menjadi ter-
kenal, selain karena wajahnya yang lumayan ganteng juga karena
tidak sedikit prestasi yang berhasil ditorehkannya. Beberapa
kali menjadi wakil sekolah untuk maju dalam perlombaan catur
tingkat Bantul maupun DIY, ia selalu mendapat nomor. Keter-
batasannya secara ekonomi tidak menghalanginya berprestasi.
Pernah suatu ketika aku mendengar ceritanya. Tiap pagi
menjelang subuh ia selalu bangun membantu membungkus ke-
rupuk yang akan dijajakan oleh ayahnya ke warung-warung
seputaran kampus di daerah Yogyakarta. Sembari membungkus,
buku dibacanya, disandingkan dengan plastik serta tali rafia
yang digunakan untuk mengikat hasil bungkusan kerupuk. Tak
heran jika beberapa buku yang ia miliki terkena minyak. Saat
itu logika dan batinku berpadu. Bergejolak dan bertanya dalam
hati, apa yang bisa kuberikan? Ya, apa yang bisa kuberikan selaku
wali kelasnya. Belum lagi ketika jam istirahat tiba, jangankan
jajan, jika kebetulan ia memperoleh uang hadiah lomba, tak
114 Eksotisme Gumuk Pasir
pernah digunakannya untuk sekadar membeli siomai, bakso
tusuk, cimol, dan sebagainya. Baginya, sekali jajan, maka harapan
untuk melanjutkan sekolah ke SMA favorit akan terkikis.
Bayangkan saja, berapa rupiah yang harus ditanggung orang
tuanya untuk membayar sekolahnya kelak. Uang yang diperoleh
dari penghasilan menjual kerupuk tak cukup untuk membayar
uang sekolah tanpa kalkulasi yang rumit. Kadang kala, Julyant
memilih berpuasa untuk bisa mengukir impiannya agar kelak
menjadi kenyataan. Dengan berpuasa, jatah orang tua membeli
makan akan terkurangi.
Pernah pula saat kuboncengkan, Julyant becerita bahwa ia
berpuasa agar bisa menabung uang jatah makan atau jajannya
yang pas-pasan diberikan orang tuanya. “Uang tabunganku
sekarang sudah mencapai 300 ribu,” katanya. Ya, memang sering
aku melihatnya saat jam-jam istirahat, ia duduk sendiri di kursi
kelas. Ia membolak-balik buku untuk dibaca sambil menunggu
bel masuk kembali diperdengarkan. Padahal teman-temannya
yang lain berdesak-desakkan menunggu giliran dan kadang ada
yang saling berebut membeli makanan kesukaan di kantin
sekolah maupun warung-warung yang ada di kanan-kiri sekolah.
Seorang Julyant kadang harus mengekang keinginan-ke-
inginan dan kesenangannya, sementara teman lainnya bercerita
dengan enteng tentang merek motornya, mall-mall yang pernah
dikunjungi, membeli tas seharga sekian ratus ribu, membeli baju
dari model A sampai Z. Materi telah berhasil membungkus pikir-
an teman-temannya, bergaul memuaskan hawa nafsu duniawi
tanpa memikirkan bagaimana cara agar orang tua merasa bangga
karena anaknya berhasil membawa pulang angka-angka keber-
hasilan. Pernah pula seorang Julyant harus mengekang keingin-
annya bersenang-senang berkunjung ke kota Bandung, study tour,
agenda rutin sekolah. Seorang Julyant harus tetap tabah dan
tegar ketika orang tua tidak mampu membiayai untuk turut serta.
Bahkan, dua hari menjelang keberangkatan, orang tua tetap ber-
kata “tidak” demi kelanjutan nasib keluarga mereka.
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 115
Berbicara tentang Julyant adalah berbicara tentang ke-
kaguman. Kekaguman saya kepadanya sama halnya dengan se-
orang Birrul Qadriyah, mahasiswa Fakultas Kedokteran Uni-
versitas Gadjah Mada (UGM) yang bercerita tentang kesulitan-
nya melanjutkan kuliah saat masih duduk di SMA. Sebab, orang
tuanya “hanya” buruh tani dengan penghasilan 5 ribu rupiah
sekali ikut tanam padi. Cerita itu berhasil membuat Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menitikkan air mata. Mengetahui
kondisi ekonomi orang tuanya, gadis berusia 22 tahun ini berjanji
pada diri sendiri menjadi siswa berprestasi agar mendapat bea-
siswa. Untuk meneguhkan tekadnya, gadis mungil itu menulis
di dinding kamarnya tekad tersebut. Seorang anak desa yang
miskin bertekad menjadi dokter.
Versi lain yang serupa juga mengajarkan saya tentang ke-
teguhan. Seorang anak tukang becak bernama Raeni merupakan
wisudawan dari Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Eko-
nomi (FE), membuktikan prestasinya dengan memperoleh indeks
prestasi 4,00 sempurna. Meski hanya anak seorang tukang becak
dan berasal dari keluarga miskin dengan kondisi ekonomi yang
kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan
prestasinya.
Miskin dan kaya bukanlah sekadar antonim yang kita temui
dalam kehidupan. Seperti halnya besar dan kecil, pandai dan
bodoh, tajam dan tumpul, dan lain-lain. Perlawanan yang ada
adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditolak maupun di-
hindari. Sudah sewajarnya kaya berpasangan dengan miskin.
Tanpa ada orang miskin, maka tidak akan ada orang kaya, se-
hingga keberadaan Julyant sebagai orang yang kurang secara
materi adalah sebuah kewajaran. Bagaimana kita menyikapi ke-
wajaran tersebut? Sekiranya patut kita tengok di dalam Alquran,
ada sebuah ayat yang menyebutkan bahwa Alquran dan hadis
tidak menetapkan angka tertentu lagi pasti sebagai ukuran ke-
miskinan, sehingga yang dikemukakan di atas dapat saja berubah.
Namun yang pasti, Alquran menjadikan setiap orang yang me-
116 Eksotisme Gumuk Pasir
merlukan sesuatu sebagai fakir atau miskin yang harus dibantu.
Begitu halnya dengan seorang Julyant.
Di sisi lain ada juga seorang Yusuf Qardhawi, ulama kon-
temporer, menulis :
Menurut pandangan Islam, tidak dapat dibenarkan seseorang yang
hidup di tengah masyarakat Islam, sekali pun Ahl Al-Dzimmah
(warga negara non-Muslim), menderita lapar, tidak berpakaian,
menggelandang (tidak bertempat tinggal) dan membujang.
Di tempat lain, Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa biaya
pengobatan dan pendidikan pun termasuk kebutuhan primer
yang harus dipenuhi.
Hal yang patut dipikirkan, bagaimana keberadaan Julyant
agar diterima di tengah komunitas masyarakat berpendidikan,
dapat menyerap semua ilmu, menikmati fasilitas sekolah, dan
berdiri secara wajar mendapatkan perlakuan-perlakuan yang
sama dengan anak-anak yang lain?
Pernyataan Yusuf Qardhawi begitu mendalam, seolah me-
nyadarkan saya sebagai orang Islam. Seribu nasihat dan kalimat
penyemangat rasanya tak cukup mewakili bermacam rasa bangga
terhadapnya. Di sisi lain, masih banyak terlihat anak-anak ber-
gelimang harta, sehari berangkat sekolah sehari tidak, menerjang
norma-norma sekolah maupun masyarakat tanpa beban, meng-
hambur-hamburkan uang untuk kepentingan yang tak jelas man-
faatnya. Sekolah hanya sekedar ajang mencari teman, menunjuk-
kan popularitas, serta tidak mempedulikan berapa nilai yang
telah diperoleh atau berapa persen kebanggaan telah diper-
sembahkan untuk orang tuanya.
Bagaimanapun juga Julyant telah memberi warna bagi saya,
orang tua, dan pihak sekolah. Setidaknya, Julyant adalah cermin
yang tidak perlu saya cari jauh-jauh. Ia juga cermin bagi teman-
temannya yang selama ini terlalu enjoy dengan kekayaan harta
dan kemiskinan ilmu yang mereka miliki.
Gerbang SMA favorit tak hanya sekedar bayangan yang
menggantung di langit-langit impian seorang Julyant. Farrio
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 117
tidak hanya akan menatapnya, tetapi dengan sikap optimis akan
ia lewati dengan baik. Julyant tak hanya sekedar nama keren
seorang pelajar yang sekolah hanya sekedar mencari popularitas,
tetapi nama itu bermakna begitu dalam bagi potret pendidikan
kita.
Daftar Pustaka
Alvin, Silvanus dkk. 2014. “Kisah Raeni si Anak Tukang Becak
Kejar Ilmu
Hingga Inggris”. http://news.liputan6.com/read/2062384/
kisah-raeni-si-anak-tukang-becak-kejar-ilmu-hingga-inggris
(diakses 13 Juni 2014, 00:07 WIB).
Puspitarini, Margaret. 2014. “Demi Kuliah Ayah Birrul Kayuh
Sepeda dari Bantul
Klaten”. http://news.okezone.com/read/2014/02/27/373/
947258/demi-kuliah-ayah-birrul-kayuh-sepeda-dari-bantul-
klaten (diakses 27 Februari 2014 , 14:12 WIB).
Shihab, M. Quraish, M.A. 2012.Kemiskinan dalam Perspektif
Alquran. http://www.tongkronganislami.net/2012/10/
kemiskinan-dalam-perspektif-al-
quran.html#ixzz47WwLLMuE.
118 Eksotisme Gumuk Pasir
BUKAN SALAH ASUHAN JILID DUA
Rina Purwandari
SMP Negeri 2 Piyungan
Darah mengalir disekujur tangannya yang mungil. Jerit tangis
gadis kecil tak terbendung lagi. Isakan dan goncangan tubuhnya
menahan nyeri karena luka di tangannya. Sayatan tigasentimeter
di telapak tangannya terasa sangat sakit sekali. Luka itu terlihat
cukup dalam. Sontak seluruh isi ruangan segi empat yang hanya
ada beberapa penghuni itu kaget campur panik. Begitu juga salah
seorang guru yang keluar dari ruang VI bersamanya. Satu boks
tisu, seplastik kapas, dan sapu tangan dikeluarkan. Namun, semua
itu tak bisa membendung darah yang selalu keluar dari telapak
tangan mungilnya. Muka gadis kecil itu mulai pucat, ketakutan,
bersandar di bahuku. Melihat luka itu pun darahku seolahikut
mengalir merasakan betapa sakit dan perihnya.
Dengan sigap, seorang bapak guru mengambil mobilnya.
Kupapah gadis kecil itu perlahan menuju mobil. Darah masih saja
merembes dari kain kasa yang kami balutkan di lukanya. Kami
bawa gadis kecil itu menuju sebuah klinik yang tidak jauh dari
sekolah. Sepuluh menit kemudian,sampailah kami keklinik. Melihat
darah yang masih keluar, dokter jaga UGD segera menanganinya.
“Luka ini cukup dalam, sehingga harus dijahit,” kata dokter
yang menemui kami di ruang UGD setelah selesai menangani Anisa.
Setelah semuanya selesai, kami segera kembali ke sekolah.
Anisa masih ingin ikut menyelesaikan soal Pemantapan Per-
siapan Ujian (PPU) pagi itu. Sesekali Anisa meringis menahan
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 119
sakit di tangannya. Dengan susah payah dibantu pengawas ruang,
Annisa berusaha keras menyelesaikan soal IPA. Annisa tidak
mau melewatkan kesempatan untuk menguji kemampuannya se-
belum bergumul dengan soal Ujian Nasional.
Bel panjang tiga kali mengagetkan siswa yang masih asyik
dengan soal IPA yang lumayan sulit. Dengan rasa berat, mereka
lepaskan lembar jawaban dari hadapannya. Pengawas ruang
dengan sigap mengumpulkan hasil jerih payah siswa pagi itu.
Tak berapa lama, terlihat seorang siswa laki-laki berkulit hitam
digandeng salah seorang guru BK dan diajak ke ruangannya.
Tak ada rasa bersalah dari raut muka siswa itu. Bukannya me-
nunduk yang ia lakukan, dengan mata agak melotot dan muka
tidak menyenangkan, siswa itu bertanya kepada guru BK me-
ngapa ia dibawa. Udara yang tadi dingin berubah menjadi panas
hanya dengan satu kalimat saja. Kipas angin yang terpasang di
ruangan seolah tak berfungsi sama sekali.
Mendengar kata-kata keluar dari mulut yang sudah sangat
kenal rokok itu, guru BK pun marah. Bukan hanya merasakan
panas udara, namun juga panas di hati. Panas karena tidak punya
hati. Dengan suara keras dan lantang,ia kembali bertanya kepada
anak tersebut, “Apa hatimu sudah jadi batu?”
Guru lain yang melihat tingkah laku anak itu ikut kesal. Tidak
sedikit dari guru-guru itu ikut marah. Seolah-olah guru sudah
tidak punya harga diri lagi sehingga siswa sudah tidak punya
rasa hormat sedikitpun.
Seperti biasanya, guru BK memberi berbagai nasihat kepada
siswa tersebut. Seperti biasanya pula, nasihat itu hanya masuk
ke telinga kanan dan keluar dari telinga kiri, hanya dianggap angin
lalu. Siswa tersebut hampir tiap hari digelandang ke kantor BK
maupun kantor guru karena ulahnya. Namun hasilnya sama saja.
Pihak sekolah seolah sudah putus asa mendidik siswa yang “isti-
mewa” tersebut. Bukan karena pintar atau berprestasi, melainkan
karena perilakunya yang bisa dikatakan tidak mirip sebagai
pelajar. Setiap hari ada saja teman yang menjadi korban ke-
nakalannya.
120 Eksotisme Gumuk Pasir
Keesokan harinya, orang tua siswa tersebut dipanggil ke
sekolah. Seperti biasa, sekolah sudah hapal betul bagaimana
orang tuanya. Bapaknya seorang preman pasar dan pernah
masuk penjara, sedangkan ibunya merupakan ibu rumah tangga
biasa. Kebetulan saat itu yang datang adalah kedua orangtuanya.
Diberitahu apa yang dilakukan anak itu terhadap temannya,
sang bapak menjawab, “Lha siapa dulu bapaknya?”Hampir ber-
samaan, semua guru yang ada di ruangan terkejut. Sepertinya
aneh sekali. Kalau dirasakan seperti sebuah tamparan yang sangat
keras. Sang bapak justru dengan bangga menceritakan kisahnya
menjadi preman pasar. Bagaimana ia disegani dan ditakuti oleh
semua orang, bahkan terhadappolisi saja,iatidak takut. Ia bisa
mendapatkan uang berapa pun dari orang lain. Ironis sekali.
Bukankah orang tua adalah panutan anak-anaknya? Bukankah
orang tua berkewajiban membimbing anaknya sampai akhir hayat?
Pemandangan itu berbeda sekali dengan sang ibu yang duduk
terisak-isak disamping suaminya. Sang ibu kelihatan sedih se-
kali. Badannya yang kurus terlihat semakin layu memendam
kesedihan. Kesedihan akan buah hatinya yang tidak sesuai
dengan apa yang ia inginkan. Di sisi lain,ia merasa bahwaseorang
istri harus taat kepada suami. Namun disisi yang lain, ia seorang
ibu yang berkewajiban mendidik dan mengasuh anak-anaknya.
Sang Bapak pamit terlebih dahulu meninggalkan sekolah. Ada
telepon yang memintanya untuk segera datang ke pasar. Sang ibu
ditinggalkan begitu saja untuk menyelesaikan masalah dengan se-
kolah. Sepeninggal suaminya, ibu tersebut menangis sejadi-jadinya.
Sang Ibu mulai bercerita kepada kami bahwa antara ia dan
suaminya tidak pernah saling sejalan dalam mendidik putra se-
mata wayang mereka. Bapaknya terlalu memanjakan dan me-
nuruti semua kemauan anak. Bapaknya juga sering mengajak
anaknya bertemu dengan teman-temannya dan bahkan sering
diajak kerja. Mulai dari berbicara kotor layaknya preman, me-
rokok, bahkan mabuk-mabukan. Anaknya juga sering melihat
bagaimana bapaknya menghajar setiap orang yang membuat
kecewa. Sang Bapak merasa bangga bisa memperlihatkan semua
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 121
itu kepada anaknya, seolah ia adalah seorang penguasa yang
ditakuti dan disegani semua orang.
Mungkin ini yang disebut dengan salah asuhan. Berbeda
dengan seorang Hanafi yang jatuh cinta pada Qorrie, seorang
warga Belanda, dalam novel karya Abdul Muis. Di sini tokohnya
adalah seorang siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), anak
seorang preman yang setiap hari dididik dalam keluarga untuk
menjadi seseorang yang tidak takut kepada siapapun.
Apa yang ada dalam benak kita ketika melihat kejadian se-
macam itu? Seorang anak berumur belasan tahun,berbuat sesuatu
yang membuat sakit orang lain. Bagaimana ia tega melakukan
hal tersebut kepada teman-temannya di sekolah? Lalu bagaimana
dengan teman-temannya di rumah? Apakah ia sering melakukan
hal yang sama terhadap semua orang di sekitarnya?Siapa yang
bertanggung jawab terhadap perilaku anak itu?
Tentu kita sulit memberikan jawaban. Tidak ada pihak yang
bertanggung jawab penuh terhadap kesalahan ini. Semuanya
saling terkait, sebabseorang anak mendapat pendidikan dari
dalam keluarga, sekolah, danmasyarakat.
1. Pendidikan Keluarga
Kunci utama bagaimana perilaku dan karakter seorang anak
adalah keluarga,tempat di mana seorang anak dilahirkan. Ke-
luarga merupakan unit terkecil di dalam masyarakat yang terdiri
dari ayah, ibu, dan anak-anak. Sejak dilahirkan, orang tua ber-
tanggung jawab mengasuh dan mendidik anak. Seorang anak
akan meniru apa yang diajarkan oleh orang tuanya. Jika orang
tuanya mengajarkan hal-hal yang baik, maka anak akan cen-
derung bertingkah laku baik pula. Namun, jika orang tua meng-
ajarkan hal-hal yang tidak baik, maka anak juga condong me-
lakukan hal-hal yang tidak baik. Seorang anak yang diajarkan
untuk selalu hormat kepada orang tua, pasti akan berbeda
dengan anak yang diajarkan menjadi seorang preman.
Orang tua merupakan teladan bagi anak-anak. Anak suka
meniru perilaku orang tua, baik perkataan, sikap, maupun per-
122 Eksotisme Gumuk Pasir
buatan. Pendidikan dalam keluarga akan berhasil jikaorang tua
mendidik dengan menunjukkan keteladanan. Pendidikan ten-
tang penguasaan diri, nilai-nilai dan peran sosial, akan gagal
apabila orang tua tidak mampu menguasai diri, tidak memiliki
nilai-nilai yang diajarkan, dan tidak melaksanakan peran
sosialnya. Dalam pendidikan keluarga, orang tua tidak hanya
berperan sebagai pendidik, tetapi juga sebagai model mengenai
segala seuatu yang diajarkan. Seperti kata pepatah, “Satu kete-
ladanan lebih baik daripada seribu nasihat”. Anak kadang ragu
dengan apa yang kita jelaskan, namun anak tidak akan ragu
dengan apa yang kita contohkan.
Seperti halnya jika anak belajar matematika atau ilmu fisika.
Seorang guru bisa memberikan rumusnya, namun siswa tidak
akan mengerti penggunaan rumus tersebut jika guru tidak
memberikan contoh soal danpenyelesaiannya. Sama halnya
dengan seorang anak yang setiap saat melihat bapaknya bangga
melakukan hal-hal yang negatif,bisa kita tebak hasilnyaakan
seperti apa. Anak dengan mudah menyakiti orang-orang yang
ada di sekitarnya,tak peduli siapapun itu.
Ingatkah dengan kalimat yang ditulis Tere Liye dalam
“Amelia Serial Anak-anak Mamak?” Ia mengatakan bahwa,”
Bapak dan Mamak mereka sungguh-sungguh telah mewariskan
sifat-sifat baik pada empatnya. Di tengah kesederhanaan dan
keterbatasan, tersemat kasih sayang keluarga dan pengorbanan.
Sebuah pemahaman baik atas kehidupan yang akan terus melekat
hingga mereka tumbuh dewasa.”
2. Pendidikan Sekolah
Sekolah merupakan rumah kedua bagi siswa. Guru merupa-
kan orangtua kedua setelah orangtua kandung. Selama ini seolah-
olah sekolah merupakan penanggung jawab tunggal terhadap
perilaku anak. Sebagai contoh, jika terjadi suatu masalah yang
dilakukan oleh seorang anak, maka yang ditanya pertama adalah
ia sekolah dimana atau gurunya siapa. Sebegitu beratnya tang-
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 123
gung jawab yang harus dipikul oleh sebuah instansi pendidikan.
Padahal secara logika, seorang anak berada di sekolah paling
lama hanya tujuh atau delapan jam. Selebihnya,enam belas jam
dihabiskan di rumah dan menjadi tanggung jawab orang tua,
bukan sekolah.
Peranan sekolah adalahmendidik dan mengajar serta mem-
perbaiki/memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa
dari lingkungankeluarga. Pihak keluarga menyerahkan dan
mempercayakan anaknya kepada pihak sekolah untuk dididik
menjadi anak yang lebih baik. Peran seorang guru sebagai pen-
didik adalah memikul tanggung jawab yang telah diserahkan oleh
orang tua. Tentunya tugas ini bukan merupakan suatu hal yang
mudah bagi seorang guru.
Dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional,dikemukakan bahwa Pendidikan Indonesia
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar men-
jadi manusia yang (1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) sehat, (4) berilmu, (5) cakap,
(6) kreatif, (7) mandiri, (8) menjadi warga negara yang demo-
kratis, dan (9) bertanggung jawab. Membentuk perilaku yang
baik, merupakan hal besar yang menjadi tugas utama seorang
guru sebagai seorang pendidik.
3. Pendidikan di Masyarakat
Masyarakat merupakan lingkungan di luar keluarga dan
sekolah. Masyarakat merupakan tempat menerapkan apa yang
telah diperoleh dalam keluarga maupun sekolah. Masyarakat
juga dapat membentuk perilaku seorang anak,misalnya dari
pergaulan antarteman sebaya maupun kondisi yang terbentuk
dalam masyarakat tersebut. Masyarakat merupakan lembaga
pendidikan ketiga karena mempunyai sifat dan fungsi berbeda.
Ruang lingkup tanpa batasan yang jelas dengan keanekaragaman
bentuk kehidupan sosial serta berbagai jenis budayanya.
Pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat selamanya
harus seiring sejalan. Keluarga, sekolah, dan masyarakat tidak
124 Eksotisme Gumuk Pasir
dapat berdiri sendiri-sendiri karena antara satu dengan yang
lainnya bisa saling mengingatkan serta mengoreksi mengenai
bagaimana pribadi seorang anak terbentuk. Ketiganya merupa-
kan simbiosis mutualisme, bagaikan seekor kerbau dan burung
jalak yang mematuki kutu di punggungkerbau.
Dari ketiga unsur tersebut, pendidikan keluarga merupakan
unsur yang paling dominan. Hasil jajak pendapat yang diseleng-
garakan Kompas pada 22-24 April 2015 menunjukkan bahwa
mayoritas publik menyadari pentingnya peran orangtua dalam
pendidkan anak. Pengumpulan pendapat ini dilakukan terhadap
326 responden yang didalamkeluargamemilikianak usia sekolah.
Tak kurang dari 85%responden menyatakan bahwa orang tua
dan keluarga memiliki peran paling penting dalam proses pen-
didikan anak. Hanya 15%responden yang menilai peran ini ada
di tangan guru dan lingkungan di luar keluarga.
Daftar Pustaka
http://www.kompasiana.com/atonimeto/pentingnya-
pendidikan-dalam-keluarga_54f68f92a333117d028b510d
http://print.kompas.com/baca/2015/05/05/Pentingnya-
Partisipasi-Keluarga-dalam-Pendidikan-A
http://www.academia.edu/12604893/
Peran_Keluarga_Masyarakat_dan_ Sekolah_dalam_Pendidikan
http://afidburhanuddin.wordpress.com/Pengertian Fungsi,
dan Jenis Lingkungan Pendidikan
Undang-Undang Nomor 20 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 125
AYAHKU PEMABUK DAN
IBUKU SELINGKUH
Rini Widayati
SMP Mataram Kasihan Bantul
“Bu, ayahku mabuk-mabukan dan ibuku selingkuh,” kalimat
itu begitu ringan terucap dari mulutnya yang penuh kekesalan.
“Sungguh mengejutkan kata-katamu, Nak,” jauh di lubuk
hatiku mengatakan itu.
Anganku menerawang, menembus lorong kehidupanmu
dengan pertanyaan dan dugaan yang membingungkan. Sadarkah
kau tentang kata-katamu itu? Mengapa tiba-tiba kau katakan
itu? Bagaimana jika ayah dan ibumu mendengarnya?
Oke. Oke. Aku tak akan ikut campur tentang ayah dan ibu-
mu. Itu masalah pribadinya. Tidak etis jika aku masuk dalam
masalah keluargamu. Tapi aku juga tidak bisa diam membisu
tentang masalahmu karena aku terlanjur mendengar dan merasa-
kan desah napasmu yang berat dan panjang ketika aku berdiri
di sampingmu. Itu kata hatiku.
Suasana kelas setengah berisik dalam diskusi kelompok saat
itu. Kuperhatikan satu per satu anak-anak itu dengan berbagai
rona wajah yang berbeda-beda. Diam-diam pikiranku berputar
dan membayangkan kehidupan seorang anak yang sempat me-
lontarkan kalimat memprihatinkan itu.
Aku kembali ke kursiku dengan langkah berat, lalu kupan-
dangi “Rio”, nama yang tertulis di dada baju seragam pramuka-
nya. Anak itu sering melamun, menyendiri, sering tidak masuk
126 Eksotisme Gumuk Pasir
kelas, dan pendiam tanpa peduli dengan celotehan teman-teman-
nya. Entah apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan saat ini.
Apakah sedih, jengkel, jenuh atau rasa protes yang tak bisa di-
ungkapkan. Gejolak jiwa remajanya mungkin tak terbendung
oleh luapan kepedihan yang terpendam begitu dalam. Rasa putus
asa yang menyita banyak harapan dilalaikannya. Sementara di
balik keberadaanya dalam kebingungan, entah di mana orang
tuanya, di mana hatinya, dan di mana cintanya. Tak ada yang
tahu selain mereka sendiri. Padahal di sisi hati, anaknya men-
dambakan segala cinta yang dimiliki orang tuanya. Mata Rio
memerah setengah redup, dan tiba-tiba ia tertidur dibangku.
Aku biarkan waktu berjalan lima belas menit berlalu. Ku-
dekati dan kusentuh kapalanya. Rio pun terbangun dan menatap-
ku. Kami lama berpandangan, hanya bahasa mata yang bicara.
Aku tersenyum. Tanpa kuduga terucap kata lirih dimulutnya,
“Bu.” Kuusap kepalanya, lalu aku suruh dia cuci muka. Dia ber-
diri, lalu minta izin ke kamar mandi.
Tak lama kemudian Rio masuk kelas dan kembali duduk di
kursi sebelahku. Dalam diamnya aku bertanya, “Tadi pagi sudah
makan belum, Mas?”
“Makan apa, Bu? Sudah lima hari aku tidak pulang ke rumah.
Seragam dan buku aku bawa agar bisa tetap sekolah, Bu,” jawab-
nya.
Aku tanya, “Mengapa seperti itu?”
Rio tidak menjawab, dia diam seribu bahasa sambil memain-
kan kuku-kuku yang panjang di ujung jarinya.
Untuk sesaat kubiarkan kisah itu berlalu. Penuh pertanyaan
dibenakku, dengan jawaban tak tentu. Tapi yang kuingat, sebaris
kalimat yang Rio ucapkan seminggu lalu, “Ayahku pemabuk dan
ibuku seligkuh, Bu.”
Apakah Rio minggat dari rumah karena kesal dengan ke-
hidupan orang tuanya? Apakah Rio tidak mendapat kepedulian
dari orang tuanya? Padahal anak seusia Rio sangat membutuhkan
kasih sayang dan perhatian orang tua. Anak itu membutuhkan
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 127
semangat hidup dari orang-orang terdekatnya. Baginya, keper-
cayaan dan kasih sayang orang tua sangatlah penting untuk ke-
kuatan kehidupannya. Dia perlu kuat untuk melangkah menapaki
jenjang karir, untuk membangun segala cita-cita dengan penuh
keyakinan dan harapan. Namun dalam kenyataannya, ayahnya
sering mabuk-mabukan tak peduli dengan keadaan anaknya.
Sedangkan ibunya yang mendapatkan pacar baru, hanya me-
mikirkan kesenangan sendiri. Alhasil, sebagai kompensasinya
di sekolah, Rio menjadi anak yang cepat marah, emosional, dan
suka berkelahi.
Satu minggu kemudian, entah angin apa yang membawa
Rio melangkah ke ruangan guru mencariku. Setelah aku persila-
kan duduk, aku bertanya padanya, “Ada apa, Mas? Kenapa
matamu merah? Apakah kamu sakit?” Pertanyaan-pertanyaanku
memberondongnya. Dia hanya menggeleng. Kesunyian pun
menggelayut di ruanganku. Suara printer-ku memecah kesunyian
pagi itu. Sementara nyanyian di radio yang terletak di ujung
pintu, menambah sendunya suasana hati. Aku biarkan detik
demi detik berlalu. Aku biarkan Rio duduk di depanku dalam
diamnya. Karena aku tahu, ia ingin mengatakan sesuatu yang
mungkin sudah tak sanggup untuk ditanggungnya sendirian.
Waktu berjalan terus, aku tetap menunggu kata-katanya
terucap. Matanya yang memerah, seolah mengatakan, “Aku
lelah. Sangat lelah dengan masalah setiap hari.”
Aku pandangi wajahnya yang sayu dan bajunya yang lusuh.
Aku elus punggungnya untuk memberikan ketenangan di hati-
nya. Ternyata yang aku inginkan terjadi, akhirnya Rio angkat
bicara, “Saya pusing. Saya minta izin untuk pulang. Boleh tidak,
Bu?” tanyanya.
“Apakah kau sakit? Kenapa tiba-tiba ingin pulang? Pulang
kemana?” tanyaku.
Dengan berat hati aku beranikan untuk bertanya lebih jauh,
“Apakah kau mabuk? Apakah semalam kau minum lagi?”
Tanpa keraguan ia bilang, “Iya, aku mabuk, Bu!”
128 Eksotisme Gumuk Pasir
“Kenapa ikut-ikutan mabuk seperti ayahmu, Mas? Kenapa
kau seperti itu?” tanyaku dengan nada protes.
“Aku gak sengaja, Bu. Ketika aku haus ingin minum, aku
buka kulkas, banyak botol Sprite di situ. Lalu aku ambil satu
dan aku minum sampai habis. Tiba-tiba kepalaku terasa pusing.
Ternyata aku mabuk. Aku tidak tahu jika ayah menyimpan mi-
numan beralkohol di kulkas. Ibuku juga tidak bilang apa-apa
padaku. Ketika itu yang aku tahu, ayah dan ibu sedang ber-
tengkar karena ibu pulang malam dan berboncengan dengan
laki-laki yang tidak dikenal ayah. Aku tak tahu apa yang terjadi,
tiba-tiba ketika aku terbangun, hari sudah pagi. Keadaan rumah
sepi, tak ada siapa-siapa dan tak ada apa-apa, padahal aku lapar,
Bu. Tapi tak ada yang bisa dimakan. Aku langsung mandi dan
malas sekolah karena aku malas berpikir. Aku bosan hidup se-
perti ini, Bu. Ayah dan ibuku nggak memikirkan aku. Mereka
bersenang-senang sendiri. Sebaliknya, kalau aku yang melaku-
kan kesalahan, mereka marah-marah. Makanya aku males berada
di rumah.”
Aku menghela napas panjang dan dalam. Tenggorokanku
terasa kelu dan mengering, hingga terasa sakit. Remuk redam
hatiku. Nanar tatapanku. Tak jelas mataku menatapnya karena
penuh air mata, walaupun belum sempat terjatuh. Aku pun
menggangguk mengizinkan dia pergi menemui guru piket. Aku
memahami kesedihannya. Aku merasakan kehampaan hatinya
akan kasih sayang orang tuanya, sekaligus aku melihat harapan
di matanya. Aku melihat perjuangannya dalam bertahan dari
kegalauan dan nestapa hati yang begitu dalam. Aku tahu berat-
nya beban hatimu Rio, kataku dalam hati. Di tengah lamunanku,
Rio pamit pulang sebelum aku sempat mengatakan apa-apa. Aku
berharap, ada perasaan lega di hatinya setelah dia mengatakan
masalahnya padaku. Aku elus kepalanya sebelum ia pergi.
Dalam heningku, aku berdiri diam. Bergeming. Aku melihat
bayangan wajahku di dalam meja kaca. Kukatakan pada bayang-
an itu, “Kau tak berdaya.” Ingin kupeluk dan kubelai sosok ku-
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 129
rus yang semakin menjauh dari hadapanku. Ingin kukatakan,
bahwa masih ada yang menyayangimu. Masih ada yang peduli
padamu, dan masih ada yang bermimpi akan kesuksesanmu.
Ingin ukatakan semua itu, tapi bibirku terbungkam. Bibirku ber-
getar menahan rasa ketidakadilan seorang bocah yang tidak ber-
dosa. Bocah yang seharusnya bahagia dalam usianya yang masih
belasan tahun. Bocah yang bebas berpikir dan merespon segala
ilmu di bangku sekolah dengan nyaman. Bocah yang bebas dari
himpitan batin karena sikap ayah dan ibunya. Bocah yang se-
harusnya selalu tersenyum karena sanjungan orang tua akan
prestasinya.
Ah, betapa menderitanya Rio karena ketidakpedulian orang
tuanya. Apakah ini yang dikatakan oleh orang tua zaman dulu,
“Bapak polah anak kepradah,” orang tua yang bertingkah dan anak-
lah yang menerima segala akibatnya.
Astaghfirullahal adzim, keluhku pada Illahi Robbi. Mengapa
hal seperti ini terjadi pada anak didikku ya Allah? Cobaankah
ini baginya? Apa kesalahannnya sehingga Rio harus menerima
beban seberat ini? Bel istirahat pun berbunyi membangunkan
aku dari pertanyaan-pertanyaan yang mencuat karena peristiwa
pagi ini. Kupandangi wajah demi wajah yang keluar kelas.
Mereka tersenyum sambil merogoh uang saku menuju kantin.
Saling mendahului dan berlari agar mendapat antrian jajan lebih
awal. Lalu ada yang telah kembali dengan makanan di kedua
tangannya.
Sementara di tengah lapangan sekolah, ada sekelompok
anak bermain futsal. Ada yang berkejaran entah karena alasan
apa. Ada yang bercerita dan tersenyum riang. Hal yang aku tahu,
hati mereka saat itu dalam keadaan senang, sehingga mereka
tertawa ceria. Tidak seperti halnya dengan Rio. Anganku me-
layang pada keadaannya sekarang. Rio di mana? Rio sedang
apa? Rio sudah makan atau belum setelah pamit pulang? Apakah
keadaannya baik-baik saja? Ataukah terjadi sesuatu padanya?
Ah, aku sangat mengkhawatirkannya. Mungkin karena sikapnya
130 Eksotisme Gumuk Pasir
yang santun dan cukup dekat denganku. Aku ingat ketika ia
menyapaku, ketika mencariku hanya untuk cium tangan dan
mengatakan, “Aku masuk sekolah lho, Bu.” Juga ketika curhat
padaku.
Tanpa aku sadari, aku membandingkan kehidupan Rio dan
kehidupan teman-temannya. Membandingkan sikap Rio dan
sikap teman-temannya. Membandingkan sikap orang tua Rio
dan sikap orang tua teman-temannya. Gumamku dalam hati,
“Rio, kau sebenarnya anak baik, tapi orang tuamu seolah-olah
tak menghargai hidup dan menyia-nyiakan kehidupanmu.”
Mengapa ayah Rio mabuk-mabukan dalam usianya yang
sudah setengah tua? Apa yang didapat dari mabuk-mabukan
itu? Jujur saja aku katakan, jika dilihat dari kacamata kesehatan,
hal itu hanya akan merusak organ tubuh dan dapat menimbulkan
bermacam-macam penyakit. Jika dilihat dari kacamata agama,
hal itu merupakan perbuatan yang diharamkan Allah, merupa-
kan salah satu dosa besar. Jika dilihat dari kacamata sosial, per-
buatan itu tidak bermoral, membuat malu sang anak, dan me-
rupakan salah satu penyakit masyarakat yang sedang dibasmi
secara besar-besaran. Ternyata tidak ada kebaikan sama sekali
dalam mabuk-mabukan. Semua yang diperoleh hanya kerugian
besar. Begitu pula dengan selingkuh, memberikan beban moral
dan menimbulkan permusuhan berbagai pihak.
Seandainya ayah Rio tidak mabuk-mabukan dan ibunnya
tidak selingkuh, mungkin Rio akan menjadi anak baik-baik seperti
halnya anak-anak yang lain. Bukannya anak yang suka mabuk,
berkelahi, pemarah, pemalas, sering membolos, dan entah sikap
apalagi yang menjadi pelampiasan kekesalan dan kekecewaan
di dalam hatinya.
Jika orang tua bermasalah, biasanya anak yang menjadi kor-
ban dan menanggung akibatnya. Bukankah Rio lahir karena cinta,
tapi setelah remaja dan tahu tentang hal ikhwal kehidupan,
mengapa harus menderita karena perbuatan kedua orang tua-
nya? Setahuku, anak-anak merupakan buah hati kita, buah cinta
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 131
kita, amanah dari Allah untuk kita, menjadi tumpuhan harapan.
Mereka adalah sandaran kita di usia senja ketika kita tak mampu
melakukan apa-apa. Mereka pula yang akan mendoakan kita
ketika kita telah tiada. Karena anak adalah aset ketika kita telah
menghadap sang khaliq.
Sangat patutlah jika banyak orang tua yang mencintai anak-
anak mereka. Rio, saat ini tak banyak yang bisa aku lakukan
untukmu selain mendampingimu di sekolah. Aku hanya bisa
memberimu semangat hidup, meyakinkan harapanmu, memberi
teladan kepadamu dan mendoakanmu demi cita-cita dan masa
depanmu nanti. Meski aku tidak tahu apa yang akan terjadi se-
lanjutnya dalam kehidupanmu, namun setidaknya aku berharap
kau akan sukses dan berhasil untuk kebaikan hidupmu dan ke-
baikan kedua orang tuamu, sehingga membuka mata hati ayah
dan ibumu. Percayalah Rio, bahwa Allah Maha Pengasih dan
Penyayang, seperti yang tertulis dalam Alquran surat Al-Insyiroh
ayat 5-6, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada ke-
mudahan.”
Daftar Pustaka
Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Alquran. 1978.
Alquran dan
Terjemahnya. Jakarta: Pengadaan Kitab Suci Al Quraan
Departemen Agama RI.
132 Eksotisme Gumuk Pasir
DI BALIK PESONA ANDROID
Riyanti Puji Nurweni
SMP Negeri 1 Kasihan
“Perih hati ini,”itulah kalimat yang terucap,ketika suatu
petang diiringi kumandang azan, kuayunkan langkah menuju
masjid untuk menunaikan salat magrib. Di persimpangan jalan,
aku melihat tiga orang remaja,yaitu Erlin, Apris, dan Fadia yang
sedang asyik ber-androidria di teras rumah Erlin. Mereka seperti
terhipnotis oleh kotak ajaib yang ada di tangan. Hanya dengan
sedikit sentuhan, banyak hal,terutama informasi, bisa didapat-
kan. Namun sayang, mereka sama sekali tidak kenal waktu dan
tidak kenal tempat. Kumandang azan tidak mereka hiraukan,
tetap saja mereka teperdaya dengan kotak ajaib. Jika peristiwa
ini terjadi terus-menerus, sugguh memprihatinkan, karena banyak
orang yang mananti-nanti saat seperti itu untuk secepatnya me-
nunaikan ibadah memenuhi panggilan-Nya.
Pada kesempatan lain, ada seorang teman berkata kepada saya
bahwa di saat bertamu ke rumah seorang teman, dia mendapat-
kan perlakuan yang kurang sopan dari anak pemilik rumah. Re-
maja tersebut bernama Sinta yang menerima tamu dengan eks-
presi cuek dan tetap sambil bermain HP (handphone).
“Mbak, kemarin aku ke rumah Pak Roy, Kebetulan Pak Roy
tidak ada di rumah. Sinta yang membukakan pintu.” kata Mbak
Risti kepadaku.
“O, ya?”tanyaku.
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 133
“Sinta tidak menyuruhku masuk.Aku diperlakukan seperti
pengemis, Sinta hanya mengajakku bicara di depan pintu,” kata-
nya lagi.
“Aku disuruh menunggu di luar. Sinta kembali masuk rumah
dan terus saja bermain dengan android-nya.”
“Remaja sekarang tidakmengerti bagaimana cara menerima
tamu, apalagi cara menghargai tamu,” kata Mbak Risti.
“Android telah membuat Sinta menjadi remaja cuek, kurang
respect terhadap orang lain,” jawabku.
Sebenarnya saya sangat terkejut dengan peristiwa yang
dialami oleh Mbak Risti. Saya juga mengenal Sinta karenasering
diajak ke kantor oleh ayahnya,terlebih jika ayahnya harus menye-
lesaikan pekerjaan yang berurusan dengan teknologi informasi
atau TI. Pak Roy selalu minta bantuan karena Sinta memang
jagonya. Di hadapan teman-teman Pak Roy, Sinta dikenal sebagai
remaja yang sopan. Akan tetapi, ketika Mbak Risti bertamu ke
rumahnya, sikap Sinta berbalik seratus delapan puluh derajat.
Mengapa hal ini terjadi? Apa yang menyebabkan perilaku Sinta
berubah?
Pada era globalisasi,teknologi berkembang dengan pesat,
terutama teknologi komunikasi. Padaawalnya, manusia ber-
komunikasi menggunakan surat, lalu telepon, kemudian hand-
phone. Penggunaan handphonedi kalanganremajaberawal dari
yang manual, berlanjut ke layar sentuh (touch screen), dan se-
karang beralih ke jenisandroid.
Penggunaan HP manual yang paling dominanadalahuntuk
berkomunikasi berupa telepon atau mengirim SMS (short message
service). HP dapat juga digunakan sebagai alat bantu berhitung
(kalkulator) dan alat memotret (umumnya HP dilengkapi dengan
kamera belakang). Selain itu, ada fitur musik serta akses internet.
Demikian juga dengan HP touch screen dengan fasilitas yang tidak
berbeda dengan HP manual.Hal yang berbeda berkaitan dengan
cara pengoperasiannya. Fasilitas yang terdahsyat dan terlengkap
adalah fasilitas HP android. Dalam HP android terdapat fasilitas
134 Eksotisme Gumuk Pasir
Facebook, Blackberry Messanger (BBM), video call, Google, serta Whats
App(WA). Fasilitas yang terdapat dalam kotak ajaib tersebut
sangat memanjakan remaja.
Saat ini hampir semua remajadi Indonesia, dari kalangan
bawah sampai kalangan atas. sudahmemiliki dan menggunakan
HP android. Daya beli masyarakat (remaja) terhadap android
sungguh luar biasa. Android hadir dengan bermacam-macam
merek, sehingga harganya pun bervariasi, mulai dari harga paling
murah sampai yang paling mahal. Remaja tinggal melihat isi kan-
tong untuk membeli kotak ajaib yang diinginkannya. Kepemilik-
an android bak jamur yang tumbuh di musim hujan.
Sebagian remaja telah menggunakan HP android secara tepat.
Mereka menggunakannya untuk berkomunikasi. Selain itu, HP
android digunakan oleh remaja untuk mencari berbagai macam
informasi, baik berkaitan dengan tugas sekolah maupun yang sama
sekali tidak ada kaitannya dengan tugas sekolah,misalnya kuli-
ner, hiburan, wisata, transportasi, pembelian tiket, lowongan
pekerjaan,dan lain-lain. Dengan kata lain, melalui HP android,
berbagai macam informasi dan pengetahuan sangat mudah di-
dapatkan. Android dapat digunakan remaja untuk mengerjakan
tugas sekolah.
Tugas-tugas dari sekolah (guru) yang tidak dapat dikerjakan
dengan panduan buku paket, bisa dikerjakan dengan cara meng-
akses informasi yang mereka butuhkan melalui fasilitas internet,
yaitu Google. Google merupakan surga serta gudangya infor-
masi. Dengan Google, segala informasi yang dibutuhkan remaja
dengan mudah dan cepat didapat. Mereka tidak perlu ke luar rumah
dan tidak perlu ke warnet atau warung internet. Dengan HP
android,remaja dapat menyelesaikan tugas sekolah dengan efektif
dan efisien, mempermudah dan memperlancar remaja dalam me-
nyelesaikan tugas-tugas sekolah. Jadi, keberadaan HP android
sangat membantu remaja untuk mendapakan informasi dalam
menyelesaikan tugas sekolah yang diberikanoleh guru.
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 135
Selain itu, android dapat memotivasi remaja untuk menge-
tahui informasi yang terbaru (up to date). Remaja tidak memiliki
rasa khawatir akan ketinggalan informasi yang terjadi di se-
kitarnya, di dalam negeri maupun di luar negeri. Semua infor-
masi akan cepat berada dalam genggaman remajalewat HP
android.
Di sisilain, banyak juga remajayang menggunakan HP
androidsecara tidak tepat. Mereka menggunakan HP untuk meng-
akses informasi apa pun yangterkadang kurang sesuai dengan
kebutuhan. Remaja menggunakan HP android untuk sekedar ber-
main game, Facebook, WA, dan BBM. Tidak mengherankan jika
kemudian orang tua mereka mengeluh karena sang anak meng-
habiskan waktu berjam-jam hanya untuk bermain game, padahal
tidak semua content atau isi dalam game itu baik bagi dunia pen-
didikan; misalnya game yang berisi kekerasan dan pornografi
yang dapat membawa pengaruh negatif bagi remaja. Artinya,
remaja memerlukan bimbingan orang tua untuk memilih game
yang baik, yang tidak membahayakan perkembangan kejiwaan.
Remaja yang kecanduan game, cenderung mengabaikan kesehat-
an: lupa makan, lupa istirahat. Untukitu orang tua dan remaja
dapat memilih content game yang baik agar dapat membantu me-
ningkatkan keaktifan, kreativitas, serta motorik para remaja.
Fasilitas android berupa Blackberry Messenger (BBM) juga di-
senangi para remaja, bahkan mereka menggunakan BBM tanpa
kenal waktu, baik siangmaupun malam hari. Dengan adanya
BBM serta game, banyak remaja lupa denganaktivitas belajar.
Artinya, mereka kurang dapat mengatur waktu: kapan waktu
untuk belajar dan kapan waktu untuk bermain.
Kehadiran media sosial Facebook, di satusisi sangat membantu
dalam berkomunikasi, tetapi di sisi lain juga mememiliki dampak
negatif. Facebook dapat digunakan sebagai sarana menjalin per-
sahabatan dan silaturahmi. Namun, Facebook dapat digunakan
sebagai sarana untuk meluapkan rasa tidak senang terhadap se-
seorang yang memancing situasi salah paham, menyulut terjadi-
136 Eksotisme Gumuk Pasir
nya tawuran. Di sisi lain, Facebook sering dijadikan media per-
kenalan atau tindak kejahatan dengan munculnya berbagai kasus
penculikan dan penipuan yang bermula dari Facebook.
Remaja yang memiliki orang tua, saudaraatau sahabat yang
berjauhan di luar kota atau di luar negeri dapat berkomunikasi
seolah–olah saling berhadapan. Mereka dapat melihat dengan
jelas wajah serta suasana di sekeliling dengan menggunakan fasi-
litas video call. Fasilitas videocall dapat mengobati kerinduan
kepada orang yang telah lama tidak bertemu. Bisa juga mengobati
kerinduan orang tua dan anak yang terpisah karena bepergian
agak lama.
Fasilitas lainnya dalam HP android adalah tersedianya kamera
di bagian depan dan di belakang. Bagi remaja yang duduk di
bangku sekolah, kamera dapat menghemat biaya foto kopi. Soal-
soal, gambar, dan informasi lainnya dapat difoto menggunakan
kamera dalam HP android. Bagi remaja yang memiliki hobi selfie
dapat memuaskan hobinyamelaluikotak ajaib ini.
Fasilitas WA dapat digunakan untuk menyampaikan infor-
masi yang sedang up to date, sharing berbagai masalah, menyam-
paikan pengumuman, menyampaikan undangan. WA dapat juga
digunakan sebagai sarana untuk berdiskusi, sehingga meng-
akrabkan satu sama lain.
Penggunaan HP androidsecara tidak tepat dapat menyebab-
kan remaja mengabaikan kesehatan. Mereka lupa bahwa tubuh
butuh istirahat atau butuh tidur. Kesehatan mata akan terganggu
apabila pengguna terlalu lama memakai HP. Penggunaan HP
android menyebabkan remaja tidak respek terhadap lingkungan-
nya, mereka kurang berinteraksi dengan orang atau saudara,
sehingga masyarakat banyak yang mengeluh bahwa saat ini sikap
sosial dan sikap saling peduli menjadi terkikis, muncul sikap
individualistik di kalangan remaja. HP android pada gilirannya
mampu menjadikan yang jauh menjadi dekat, yang dekat
menjadi jauh.
Antologi Esai Bengkel Bahasa dan Sastra Indonesia Guru SLTP Kabupaten Bantul 137