The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ozziex9, 2021-09-06 10:48:25

Setetes Bening Air Komplit

Setetes Bening Air Komplit

Kata Pengantar

Assalamu ‘alaikum ww.

Bismillah, Alhamdulillah, was-sholatu was-salamu ‘ala Rosulillah.
Ilahiy Anta Maqshudiy wa Ridloka Mathluubiy.

Buku yang kini ada di tangan pembaca ini, adalah merupakan
kumpulan “artikel pilihan” kami yang pernah dimuat di Majalah ‘bulanan’
Kalimosodo (PP. Suryabuana, Magelang) dari tahun 2005 sampai 2008.
Majalah Kalimosodo sendiri, adalah suatu majalah yang diterbitkan khusus
bagi ikhwan-ikhwan thariqat (TQN) asuhan Waliy Mursyid Abah Anom
yang setiap bulannya bergabung di PP. Suryabuana Magelang mengadakan
Majlis Manaqib, Majlis Pengajian dan Majlis dzikir.

Artikel-artikel kami yang pernah termuat di Majalah tersebut, kami pilih
12 saja kemudian kami perbaiki seperlunya, kemudian kami sajikan kepada
para pembaca dalam bentuk buku yang kemudian kami beri judul SETETES
BENING AIR LAAILAAHA-ILLALLOH. Buku ini kami beri judul demikian,
adalah karena setiap artikel yang kami masukkan di sini, berkait erat dengan
amalan maupun pancaran Laailaaha-illalloh, suatu amalan dan pancaran cahaya
paling tinggi dalam islam. Selain itu, antara satu artikel dengan yang lain, juga
saling berkait erat. Kumpulan artikel yang semula kami khususkan bagi para
pengamal TQN (Thariqat Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah) asuhan Abah
Anom khususnya yang berdomisili di wilayah Jawa Tengah ini, kini setelah
kami susun menjadi sebuah buku, kami coba ketengahkan kepada masyarakat
umum, baik masyarakat yang telah berthariqat (thariqat apa saja) maupun yang
belum, terutama kepada para “pencari kebenaran”, dengan harapan semoga,

ii

setelah membaca keseluruhan buku ini, cekrawala baru kehidupan terbuka bagi
seluruh dada mereka.

Meski isi dan metodologi penulisannya terbilang “biasa-biasa” saja,
namun kami berharap semoga buku ini bisa menjadi ‘pengantar’ bagi
perjalanan mereka menuju setidak-tidaknya “pintu gerbang kebenaran”.

Apabila pada buku ini ada tulisan yang tidak sesuai dengan hati
nurani, maka itu muncul dari kepekatan kami. Jika tulisan ini terasa ‘sreg’
di hati nurani, maka ia adalah sepercik air bening saja dari “Telaga Laailaaha-
illalloh”.

Wassalamu ‘alaikum ww.
Suryabuana, Magelang 29 Desember 2008
Penulis
Sirrulloh

iii

DAFTAR ISI

1. Iblis Raksasa................................................................................ 1
2. Kepada Siapa Kita Bergabung.................................................. 21
3. Wahai Ikhwan Benteng-Nya Untukmu.................................. 45
4. Geliat Alam.................................................................................. 69
5. Seriuskah Dia Kita Tuju............................................................. 83
6. Bersatu Dibawah Panji Laailaaha-Illalloh............................... 105
7. Target Dzikir............................................................................... 129
8. Ilmu Sedot Adalah Ilmu Laten................................................. 145
9. Alloh Tempat Masuk Dan Keluar............................................ 163
10. Para Perampok Berkeliaran Di Muka Bumi........................... 173
11. Sepercik Kilau Nur Muhammad.............................................. 197
12. Selamat Datang Wahai Kekasih-Ku......................................... 217

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Iblis Raksasa

Wahai manusia, ingatlah bahwa zaman sekarang adalah
‘zaman edan’, zaman di mana kitab hawa nafsu dan kitab syetan laris
terjual di pasaran dunia. Zaman edan adalah zaman di mana neraka
abadi menjadi ajang rebutan masyarakat dunia. Zaman edan adalah
zaman di mana mayoritas manusia penghuni bumi tidak punya
kiblat selain kegelapan, fatamorgana, kehampaan, ilusi, dan lain-lain
yang berujung kepada lembah petaka. Sedikit sekali orang di zaman
sekarang mengarahkan segala potensinya demi meraih kesejatian,
cahaya, kebahagiaan hakiki, dan lain-lain. Zaman edan adalah zaman
di mana “ubun-ubun” mayoritas penduduk dunia, ada di bawah
genggaman tangan besi seorang penguasa dari negeri kegelapan. Jadi
apa yang kini sedang laris di pasaran dunia, tak lain adalah PERAHU
KHAYAL yang tidak bisa berjalan selain ikuti arus sungai syetan dan
sungai hawa nafsu yang berujung ke samudera jahannam.

Ingatlah, bahwa di zaman sekarang ini, IBLIS RAKSASA benar-
benarlah sedang menggiring manusia seisi jagad menuju neraka. Tak
ada satu negara pun di dunia ini yang tidak sedang terpikat oleh
rayuan Iblis. Mayoritas penduduk di tiap-tiap negara, tidak ada yang
tidak sedang menelan program-program hidup tawaran iblis. Sehingga
apa yang menjadi cita-cita tertinggi dari program ketata-negaraan

1

Iblis Raksasa

dari hampir setiap negara, adalah semata kemakmuran hidup di alam
dunia yang sekejap lagi fana ini saja (lupa akan cita kemakmuran
alam akhirat). Apa yang mereka harapkan dari kerajaan (kenegaraan)-
nya dari kemakmuran yang diinginkannya, adalah kembali kepada
memanfaatkan kemakmuran tersebut ke arah kebuntuan, kegelapan,
ilusi, fatamorgana, dan lain-lain. Lingkaran Syetan telah mengungkung
setiap lapisan kesadaran para tokoh dunianya. Apa yang dimaksud
dengan ‘hakikat hidup’ adalah ‘hidup di dunia’ ini saja. Bagi mereka,
‘kampung sejati’ adalah kehidupan dunia. Jika mereka mengatakan
percaya ‘alam akhirat’ atau sesekali berbicara agama, kenyataannya
mereka tidak sedang berjalan ke arah sana; terlihat dari kandungan
jiwa serta prilaku (yang bertentangan dengan nurani maupun agama
itu sendiri). Agama hanya sebagai topeng luar pembungkus kitab
nafsu ke ‘Fir’aun’ annya. Maka mudah dimengerti mengapa seluruh
usia hidup hampir seluruh manusia terus terisi program dan upaya
demi peraihan kesenangan dan kebahagiaan semu alam dunia. Inilah
kebahagiaan hakiki ‘versi iblis’ yang harus kita jauhi sejak saat ini.

Masih adakah kita jumpai suatu negara atau kerajaan di
permukaan bumi ini memprogramkan dirinya demi peraihan kebahagiaan
universal yang paripurna (lahir dan bathin, dunia sampai akhirat) bagi
seluruh rakyatnya? Kalau memang sulit ditemui, jangan khawatir,
sebab Alloh telah menyediakan kerajaan sejati bagi tiap-tiap individu
manusia beriman, yaitu kerajaan surgawi.

Wahai ikhwan tercinta, ketahuilah bahwa Iblis tak lain adalah
nama lain dari makhluk yang suka berilusi, suka menjauh dari
kesejatian menuju kemayaan. Siapa saja yang suka menjadikan sesuatu
yang tidak ada sebagai sesuatu yang ada, maka ketahuilah bahwa alam

2

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

pikir mereka adalah telah terkurung kabut Iblis. Maka mampukah
seluruh negara adidaya dunia menjadikan sesuatu yang tidak ada
menjadi ada, merubah dari 1+1=2 menjadi 1+1=0? Mampukah mereka
merubah kekekalan menjadi kefanaan (memfanakan sesuatu yang
kekal), merubah kefanaan menjadi kekekalan (mengekalkan sesuatu
yang fana), merubah kesejatian menjadi kesemuan, dan lain-lain? Jika
ada yang mampu, maka ketahuilah bahwa itu adalah hanya sebatas
khayalan (ilusi). 1+1=0 hanya ada dalam ilusi, bukan dalam fakta.
Anehnya, hampir 97 persen umat manusia sedunia telah terbius virus
ilusi dalam otaknya.

Ciri lain dari Iblis adalah mengajak seluruh manusia menjauh
dari terang menuju kegelapan, menjauh dari ada menuju tidak ada.
Adakah seluruh negara super power dunia beserta sekutunya
mampu merubah sesuatu yang ada menjadi tidak ada, merubah terang
menjadi gelap, mengalihkan keberadaan kampung sejati (alam akhirat)
ke kampung sekejap alam dunia, merubah kekekalan surga akhirat
menjadi keabadian surga dunia? Mampukah mereka merubah 1+1=0
menjadi 1+1=2? Kalaupun mereka meyakini mampu mengerjakannya,
maka ketahuilah bahwa yang mereka yakini adalah ilusi, seakan-akan
ada tapi nihil dalam fakta. Anehnya, hampir mayoritas umat manusia
sedunia nafasnya telah menyatu dengan desah nafas Iblis yang tak
mampu berbuat apapun selain memasukkan virus ilusi lebih banyak
lagi ke dalam sel saraf otak dirinya dan orang lain.

Ketahuilah wahai ikhwan bahwa seluruh instink fitri setiap
manusia adalah ingin lari dari ketiadaan menuju kepada sesuatu yang
diyakininya sebagai ‘ada’. Dan ketahuilah bahwa seluruh instink hawa
nafsu setiap manusia, adalah selalu ingin menuruti ajakan Iblis yang

3

Iblis Raksasa

suka membikin ilusi. Iblis akan membuat khayalan ke benak manusia
bahwa ‘yang tidak ada’ adalah ‘ada’, yang ‘tidak abadi’ adalah ‘abadi’, atau
sebaliknya.

Nabi kita Adam AS pernah mengikuti anjuran Iblis untuk
memakan buah ‘pohon’ yang dilarang oleh Alloh mendekatnya. Pohon
yang dimaksud, oleh Iblis dinamai pohon keabadian, supaya Adam
mau mendekat dan memakan buahnya. “Jika kalian berdua (Adam dan
Hawa) mau memakan buah ini, maka kalian akan abadi di surga”, demikian
bujuk Iblis. Sebelumnya Alloh telah berfirman; “Jangan kalian dekati
(makan buah) pohon itu, kalian akan rugi”. Satu sisi Alloh menyuruh
Adam AS untuk tinggal kekal dalam surga-Nya dengan syarat jangan
menginginkan ‘ketidak abadian’. Satu sisi Iblis ingin Adam keluar
dari surga-Nya (karena iri) dengan membuat ilusi kepada Adam
supaya mau memakan ‘pohon keabadian’. “Jika kalian makan pohon
keabadian, kalian akan abadi..!”, demikian tipu daya iblis. Satu sisi Alloh
memberitahukan; “Wahai Adam, di alam keabadian tidak ada kemusnahan,
maka janganlah kau mengharap keabadian di alam keabadian”. Satu sisi Iblis
menghasut Adam; “Wahai Adam, Alloh melarangmu mendekat kepada
pohon itu. Ketahuilah bahwa pohon itu adalah ‘pohon keabadian’ yang jika
kau mendekat dan memakan buahnya tentu kau akan abadi di surga-Nya”.
Karena mengikuti instink nafsu maka menjadilah Adam AS mengikuti
bujukan Iblis.

Dalam kisah selanjutnya, Adam AS beserta Hawa terusir dari
surga abadi ke alam dunia fana karena mengikuti rayuan Iblis. Iblis dalam
hal ini telah berhasil membuat Adam terbujuk ilusi, yang membuat akal
sehat Adam terbalik pola pikirnya; menginginkan putih di lautan putih,
atau menginginkan keabadian di laut keabadian. Setelah tiba-tiba terusir
dari surga dan merasa tidak nyaman hidup di dunia (yang terbatas

4

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

lagi sempit) maka kembali sadarlah Adam akan dosanya ketika tidak
mengindahkan seruan Alloh sewaktu di alam surga dulu. Dari sini
instink fitriy Adam AS muncul kembali untuk mengikuti akal sehat
sehingga dia bertaubat kepada Alloh ingin kembali ke kampung sejatinya
dahulu, surga. Maka di alam dunia yang tidak abadi, adalah masuk akal
bagi Adam kini untuk menginginkan keabadian surga di kemudian hari
(setelah matinya). Dan menjadi masuk akal bagi Adam AS mengapa
tidak mengharapkan keabadian dan kesejatian hidup ketika berada di alam
dunia yang semu ini. Seandainya saja Adam AS mencari kebahagiaan sejati
dan keabadian yang menurutnya bisa ternikmati di alam dunia, menjadilah
Adam AS terjebak Iblis untuk ke dua kalinya.

Dalam tiap pribadi manusia, Alloh telah memberikan dua
jalan pilihan untuk dilalui setiap jiwa, jalan ke surga atau jalan ke
neraka; fa alhamahaa fujuurohaa wa taqwaahaa. Siapapun yang sedang
mengarah ke surga, adalah sedang melintasi jalur kesejatian. Siapapun
yang sedang mengarah ke neraka, adalah sedang tenggelam di arus
ilusi (khayalan).

Ketahuilah wahai ikhwan, bahwa tidak ada satu manusiapun
(baik sadar maupun tidak) yang tidak sedang menggeliat atau
bergerak maju, baik melalui jalur surga maupun jalur neraka. Tidak
ada satupun manusia yang tidak sedang brontak untuk menghindar
dari kesemuan menuju kesejatian, dari ketiadaan menuju ke apa yang
mereka yakini sebagai sesuatu yang benar-benar ‘ada’, baik melalui
arus perintah Alloh ataupun ikuti alir rayu Iblis. Miskin, sakit, sengsara,
gelap, kehinaan, kehancuran, dan lain-lain adalah sesuatu yang ‘tidak
ada’ dalam konsep (hasrat) setiap jiwa. Jika ada dalam konsep, maka
adanya hanya ilusi. Karena ‘tidak ada’, seluruh manusia menjadi

5

Iblis Raksasa

berusaha mencari cara untuk menghindarinya demi menuju sesuatu
yang mereka yakini sebagai ‘ada’ atau ‘sejati’. Secara fitrah, kaya,
sehat, bahagia, cahaya, kemuliaan, keutuhan, dan lain sebagainya adalah
sesuatu yang mereka yakini sebagai sesuatu ‘yang ada’ dan ‘sejati’.
Semua manusia tak ada yang tak ingin mencarinya.

Wahai ikhwan, maka carilah apa ‘yang ada’ dan jangan
cari apa ‘yang tidak ada’ menurut ukuran Alloh, sebab Iblis pun
sedang tidak henti menciptakan ilusi untuk seluruh manusia
mengenai ‘yang tidak ada’ sebagai ‘ada’ atau ‘yang ada’ sebagai
‘yang tidak ada’. Mintalah kepada Alloh, yang menampakkan
‘yang ada’ bukan sebagai ‘yang tidak ada’, yang menampakkan
‘yang tidak ada’ bukan sebagai ‘yang ada’; yang ‘haqq’ sebagai
‘haqq’ yang ‘bathil’ sebagai ‘bathil’. Mintalah perlindungan dari-
Nya dari godaan Iblis yang suka membolak-balikkan fakta.

Alam surga, adalah alam yang keberadaannya adalah haqq,
merupakan kebenaran, benar-benar ‘ada’. Apa-apa yang yang
keberadaannya berada di Sisi-Nya, maka kekal adanya. Maa ‘indakum
yanfadzu, maa ‘indallohi baaq. Surga, adalah sesuatu yang keberadaanya
berada di Sisi Yang Maha Ada, terliput oleh Cahaya Wujud-Nya
Sendiri. Karena syarat untuk bertemu Alloh adalah di alam surga,
maka keberadaan surga mestilah benar-benar ada, dan mestilah
berperan sebagai gudang segala sesuatu ‘yang ada’, yaitu ‘ada’ dalam
konsep dan hasrat orang-orang beriman.

Di alam surga, sesuatu ‘yang tidak ada’ benar-benar ‘tidak ada’.
Miskin, cacat, bodoh, hina, lemah, sakit, tuli, iri, dengki, kepunahan,
dan lain sebagainya adalah sesuatu yang ‘tidak ada’. Karena ‘tidak

6

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

ada’, maka di surga tidak terdapatlah itu semua. Sebaliknya, di surga
adalah merupakan gudang bagi segala sesuatu ‘yang ada’ (karena
terliputi oleh ‘Yang Maha Ada’). Di dalamnya ‘yang ada’ adalah istana,
kekayaan, kesempurnaan, kekuatan, kesehatan, keselamatan, kerukunan,
kasih sayang, keabadian, dan lain-lain dari apa-apa yang terkonsep
dalam hasrat jiwa mukminin. Melihat kenyataan ini maka tak satupun
manusia di dunia yang tidak tergiur meraih surga sebagai tempat serba
ada. Bagi yang buta mata hatinya, karena mengabaikan konsep ‘ada’
menurut ukuran Alloh, mereka mengejar surga sesuai kehendak
hawa nafsunya sendiri atas petunjuk Iblis.

Surga akhirat, yang harus tergapai melalui amal nyata dan
rahmatulloh, dikhayalkan dapat mereka raih secara ‘pasti’ meski
dengan penyimpangan terhadap perintah-Nya. Karena mereka
meyakini saja (atas bujukan Iblis) dirinya sebagai ahli surga (tanpa
upaya), surga hakiki (di akhirat) akhirnya menjadi sesuatu yang tidak
harus mereka kejar dan raih dengan segenap daya. Mereka berkata
dalam hati; “Untuk apa kami repot-repot mengejar sesuatu yang sudah
pasti bagi diri kami masuk ke dalamnya?” Maka menjadilah mereka
menghabiskan seluruh potensi diri mengejar ‘surga dunia’ ciptaan
Iblis (dengan mengabaikan upaya pencarian Surga Alloh dengan
cara-cara sesuai ukuran-Nya). Maka dari sinilah Alloh menyediakan
di alam akhirat neraka abadi, sebagai tempat kembali bagi orang-
orang yang mengejar “kepunahan, kesemuan, permainan, ketiadaan, dan
lain sebagainya”. “Wa maa Allohu bi dzollaamin lil ‘abiid” (Alloh tidak
menganiaya hamba-Nya). Artinya, bagi siapa yang menginginkan
neraka sejati (alam tempat ketiadaan) maka Alloh menurutinya. Bagi
siapa yang menginginkan surga sejati (alam tempat segala hasrat ‘ada’)
maka Alloh menurutinya.

7

Iblis Raksasa

Neraka sebagai alam tempat ketiadaan, yang kami maksudkan
adalah bahwa di dalamnya apa yang dulu (ketika di dunia)
digambarkan sebagai ‘sesuatu yang ada’, tidak benar-benar terdapat di
dalamnya. Kekayaan, kemuliaan, kebahagiaan, kesehatan, kesentosaan, dan
lain-lain yang mereka yakini sebagai sesuatu ‘yang ada’ (yang mesti
mereka kejar dan raih dalam hidupnya), tidak mereka jumpai lagi
di alam neraka. Maka tinggallah tersisa di alam neraka sesuatu ‘yang
tidak ada’ dalam hasrat jiwanya (konsep pikirnya) berupa kemiskinan,
kesengsaraan, kehinaan, dan lain-lain.

Kemiskinan, kesengsaraan, kehinaan, dan lain sebagainya
adalah sesuatu yang ‘tidak ada’ dalam konsep setiap manusia. Jika
memang ‘ada’ dalam konsep, maka mereka sendiri tentulah bersedia
terkurung oleh sesuatu yang ‘tidak ada’. Jika sudah ada salah satu
manusia merasa senang terkurung oleh kemiskinan, kesengsaraan,
kehinaan, dan seterusnya, barulah boleh diyakini bahwa ‘ketiadaan’
adalah bisa termaktub dalam konsep jiwanya. Sekali lagi jika ‘ketiadaan’
adalah merupakan sesuatu yang bisa ada dalam konsep, maka
ketahuilah bahwa keberadaannya adalah sebatas ilusi. Maka alangkah
malang dan sengsaranya manusia yang telah terkungkung di bawah
kolong ‘ketiadaan’ (neraka) untuk selama-lamanya. Bagaimana tidak
sengsara mereka mencari kebahagiaan sejati di neraka tetapi tidak
terdapat di dalamnya sementara mau ke luar mencari ‘sesuatu yang
ada’ menurut konsep hasrat jiwanya (kebahagiaan sejati) sudah tidak
diijinkan lagi baginya? “Neraka bukanlah tempat bersenang-senang,
maka jangan kalian cari kesenangan di dalam neraka. Alam dunia bukanlah
kampung hidup sejati, maka jangan menjadikannya sebagai tempat bagi
kebahagian sejati!”.

8

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Bagi siapa saja yang segala daya-upaya telah mereka habiskan
demi pengejaran kebahagiaan hakiki versi Iblis berupa kebahagiaan
duniawi, maka ketahuilah bahwa mereka telah terjebak meyakini
kampung dunia sebagai kampung hakiki. ‘Kampung hakiki’ mestilah secara
naluri teryakini sebagai kampung tempat berbahagia dan bersenang-senang.
Jika alam dunia sudah terpatri dalam keyakinan sebagai kampung
hakiki, sebagai konsekwensinya maka di alam dunialah mereka akan
kuraskan umur untuk bersenang-senang pula. Karena kebahagiaan
hakiki teryakini ‘ada’ terdapat di dunia (sehingga terus mereka kejar
dengan segenap curahan jiwa-raga), maka (karena kebahagiaan hakiki
alam dunia merupakan ‘ketiadaan’), menjadilah Alloh menuruti mereka
yang menginginkan dirinya mendapatkannya, yaitu mendapatkan
ketiadaan. Maka Alloh menuruti keinginan mereka untuk masuk
neraka, tempat di mana ‘ketiadaan’ ada di dalamnya, yaitu ‘ketiada-
bahagiaan, ketiada-muliaan, ketiada-sentosaan, ketiada-nikmatan, dan lain-
lain.’

Adapun bagi orang-orang beriman, karena kampung akhirat
adalah kampung hidup sejati, maka menjadilah bagi mereka alam dunia
ini sebagai ladang perjuangan dan bertanam saja bagi kehidupan
yang menyenangkan hati nanti di kampung sejati, surga abadi. Alloh
menuruti keinginan mereka yang menginginkan surga sebagai tempat
kembali. Bagi mereka, apa yang dulu telah terkonsep ‘ada’ ketika di
dunia, yang selalu ingin lari mengejarnya, akan sebenar dipenuhi oleh
Alloh di alam surgawi dengan apa-apa yang benar-benar ‘ada’ berupa
kerajaan, kesehatan, kekayaan, kesempurnaan, kebahagiaan, kenikmatan,
dan lain-lain. Bagi penghuni surga ‘ada’ kah nanti merasakan dirinya

9

Iblis Raksasa

sebagai miskin, sakit, hina, menderita,jelek, cacat, dan lain-lain? Maka
berbahagialah sekalian manusia yang tidak terjebak tipu daya Iblis.

Wahai saudara-saudaraku, wahai sekalian muslimin, ingat
dan waspadalah bahwa di bawah kaki kalian semua telah tergelar kain
seluas permukaan bumi bertuliskan ‘kebahagiaan sejati’ karya Iblis. Maka
carilah tulisan ‘kebahagiaan sejati’ karya para Nabi dan Wali pada lembar
kain seluas langit yang bersembunyi di bawah lembaran milik Iblis,
maka kalian akan selamat.

Sungguh malang mayoritas manusia meskipun di alam dunia
telah mendapatkan kebahagiaan duniawi namun setelah mati tidak
membawa serta satupun harta kekayaan serta istana dunianya selain
tergantikan kesengsaraan abadi dalam istana neraka. Lebih malang
lagi, hidup di alam dunia sudah dirundung kemiskinan sementara di
alam akhirat tak mendapatkan ganti rugi selain neraka. Merekalah
orang-orang yang mengingkari kebenaran ‘Yang Maha Ada’ serta
mengingkari segala sesuatu ‘yang benar-benar ada’ di Sisi Yang Maha
Ada (janji-janji-Nya).

Apa yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada
umat untuk melaksanakannya, adalah datang dari Alloh Yang Maha
Ada, dan apa yang diperintahkan oleh beliau SAW adalah benar-
benar sebagai kebenaran bebas ilusi untuk mendapatkan apa-apa yang
‘pasti ada’ menurut konsep hasrat jiwa umatnya maupun menurut
penilaian (Ilmu) Nya Sendiri. Maka ambillah dengan keyakinan apa
yang datang dari Utusan-Nya (para Nabi).

10

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Melaksanakan perintah Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa, Haji
(bagi yang mampu), serta perintah-perintah-Nya yang lain, berarti
sedang melaksanakan apa yang benar-benar ‘ada’, yaitu ada dalam
kehendak-Nya. Apa yang telah Alloh perintahkan (melalui para Nabi)
kepada hamba untuk melaksanakannya, hakikatnya Alloh tidak
sedang menggiringnya menuju kegelapan, ketiadaan, kehampaan, kesia-
siaan, keilusian, kebuntuan, kemungkaran, penderitaan, kepura-puraan,
kemubadziran usia, dan lain-lain. Bahkan Alloh sedang menuntun
mereka menuju cahaya, penemuan hasrat jiwa, kebahagiaan, kemanfaatan,
kesejatian, jalan terang, kebajikan, kenikmatan, keseriusan, dan segala
‘yang ada’ lainnya yang ada di Sisi-Nya. Maa ‘indallohi baaq, wa maa
‘indakum yanfadz.

Jika tidak mengindahkan perintah Alloh (Sholat, Puasa, Amal
Sholih, dan lain-lain), baginya berarti sedang menganggap bahwa
Alloh tidak sedang serius dengan Kehendak-Nya, atau Alloh sedang
main-main dengan kehendak-Nya Sendiri. Apabila seluruh Nabi dan
Wali Pilihan melakukan disiplin Sholat Syariat dituduh sebagai
sedang bermain-main dengan (berpura-pura di hadapan) umat awam,
bagi penuduh berarti menihilkan kehendak-Nya, atau mengkanak-
kanakkan Alloh (yang memerintahkan para Nabi dan Kekasih-Nya
bertenggelam dalam permainan anak-anak). Jika demikian, baginya
berarti menganggap bahwa Isi Al-Qur’an (Sholat, Puasa, dan lain-
lain) adalah batil (ketiadaan). Maka hakikatnya dia (penuduh) sedang
terjebak dalam ilusi Iblis yang menganggap bahwa Alloh tidak pernah
punya kehendak kepada umatnya untuk melaksanakan kehendak-
Nya Sendiri (yang tertuang dalam al-Qur’an). Jika demikian berarti
mereka (para penuduh) meyakini bahwa Alloh tidak bersifat Irodrat

11

Iblis Raksasa

(Berkehendak). Jika mereka akhirnya tidak melaksanakan Sholat,
Puasa, Zakat, dan lain-lain serta tidak meninggalkan arak, judi, zina,
riba, dan lain-lain maka ketahuilah bahwa pada hakikatnya mereka
sedang mencari ‘ketiadaan’, yaitu sesuatu yang ‘tidak ada’ dalam
kehendak-Nya. Meninggalkan Sholat berarti meninggalkan sesuatu
yang benar-benar ‘ada’, yaitu ‘ada’ dalam kehendak-Nya. Melakukan
perjudian, minum arak, perzinaan, dan lain-lain berarti sedang
mengejar sesuatu yang ‘tidak ada’, yaitu ‘tidak ada’ dalam kehendak-
Nya. Maka yang sebenarnya terjadi adalah bahwasanya dalam situasi
seperti itu, mereka sedang terbujuk logika Iblis; sehingga apa yang
‘ada’ menurut kehendak hawa nafsu (atas hasutan Iblis) dianggap
‘sebenar ada’ sehingga diturutinya, sementara apa yang ‘ada’ menurut
kehendak-Nya dianggap sebagai ‘ketiadaan’ sehingga ditinggalkannya.
Maka bagi mereka akan mendapatkan ‘ketiadaan’ dari apa yang dicita
dan diupayakannya. Barang siapa tidak menuruti kehendak-Nya (karena
tidak ada dalam hasrat jiwanya) maka bagi mereka akan mendapatkan
kehendak-Nya (yang tidak ada dalam hasrat jiwanya), berupa adzab yang
pedih dalam neraka abadi. Barang siapa tidak menuruti kehendak Iblis, bagi
mereka akan mendapatkan apa yang bukan menjadi kehendak Iblis, berupa
kenikmatan abadi dalam surga-Nya.

Dan ingat, orang yang tidak sholat syariat karena malas
(namun masih meyakini bahwa tidak sholat merupakan dosa)
berbeda jauh kadar dosanya dengan orang yang meninggalkan
sholat karena keyakinannya bahwa meninggalkan sholat adalah
halal. Bagi yang terakhir ini, lebih berat siksa-Nya. Ingatlah ketika
Iblis menjelma dalam bentuk Cahaya yang mengaku dirinya sebagai
Alloh kemudian berkata kepada syeikh Abdul Qodir; “Wahai kekasih-
Ku, sekarang telah Aku halalkan apa yang dulu pernah Kuharamkan padamu

12

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

(karena kau kini telah memasuki dunia hakikat).” Karena Syeikh Abdul
Qodir mendapat kasih sayang Alloh (berupa ilmu haqq), menjadilah
beliau bisa membedakan mana Alloh dan mana Iblis. Bagi Beliau, tak
mungkin meyakini bahwa Alloh merubah peraturan-Nya Sendiri.
Laa tabdiila li sunnatillahi tahwiila. Bagi Syeikh Abdul Qodir, tak
mungkin meninggalkan apa yang telah menjadi kehendak-Nya yang
benar-benar ‘ada’ demi mengikuti bujuk Iblis untuk menemukan apa
‘yang tidak ada’ dalam kehendak-Nya. Bagi Syeikh Abdul Qodir, tak
mungkin dirinya mengikuti anjuran Iblis untuk meninggalkan Sholat,
memakan daging babi, meminum arak, dan lain-lain. Ketika Beliau sedang
melakukan Syariat-Nya, tidaklah Beliau sedang berpura-pura di
hadapan orang awam (demi menuntun mereka menyembah Alloh),
bahkan Beliaupun ketika melaksanakan syari’at, hakikatnya sedang
sungguh-sunguh melaksanakan apa ‘yang ada’ dalam kehendak-Nya.
Fafham..!!!

Jika Alloh tidak menemukan ‘konsep makhluk’ atau ‘konsep
hamba’ dalam Ilmu-Nya, barulah boleh bagi siapapun meninggalkan
Sholat maupun melanggar larangan-Nya. Jika seorang Sufi tenggelam
dalam Rasa Alloh kemudian tidak melaksanakan Syariat-Nya,
maka ketertenggelamannya tersebut adalah dusta, sebab Alloh
menemukan dalam Diri-Nya ‘konsep makhluk atau hamba’. Jika Alloh
hanya bersifat Bathin, selamanya berada di alam ‘Kuntu Kanzan
Makhfiyyan’, barulah seorang ahli hakikat boleh meninggalkan Syari’at.
Tapi ini mustahil, sebab Alloh adalah bersifat Awwal dan Akhir, Dhahir
dan bathin. Maka wajar sekali bagi para Rosul, para Nabi, Wali-wali
Agung-Nya (bukan Wali Gadungan) tetap melaksanakan Syari’at-
Nya. Meskipun bagi para Rosul, para Nabi dan Wali-wali Agung-
Nya pemahaman hakikat wujud dan ilmu tauhid nya telah sampai ke

13

Iblis Raksasa

peringkat tertinggi dibanding sekalian makhluk, mereka tetap saja
(bahkan merupakan keharusan; menuruti naluri diri yang cahayawi)
melaksanakan Syariat-Nya, sebagai pentajallian Sifat Alloh Yang
Maha Sempurna. Bagi mereka yang telah sampai keperingkat Kamil-
Mukammil, ‘meniadakan’ sesuatu ‘yang ada’ adalah pekerjaan Iblis
yang tak mungkin mereka melakukannya. Tak mungkin bagi mereka
‘meniadakan’ Sifat Dhahir-Nya yang ‘benar-benar ada’. Mereka tak mau
terjebak rayuan Iblis.

Iblis, dalam dunia hakikat adalah merupakan simbol ‘ketiadaan’
yang ‘ada’ dalam konsep Ilmu-Nya. Barang siapa terjerat Iblis, akan
dilemparkan oleh Alloh ke lembah tempat ‘ketiadaan’ berdomisili.
Yaitu berdomisilnya “ketiada-bahagiaan, ketiada-muliaan, ketiada-
sentosaan, ketiada-nikmatan, dan lain-lain.” Neraka adalah adalah
simbol ‘ketiadaan’ dalam kehendak-Nya. Maka Alloh tidak berkehendak
memasukkan hamba-Nya ke dalam kemiskinan dan neraka. Alloh tidak
menghendaki hamba-Nya meninggalkan kehendak-Nya (Sholat,
zakat dan lain-lain). Inilah sebagian dari maksud Alloh ketika
berfirman; “Dan Alloh menghendaki kalian keluar dari kegelapan menuju
cahaya”. Alloh menghendaki kalian keluar dari ‘ketiadaan’ menuju
‘kenyataan’. Jika ada hamba-Nya atas hasutan Iblis meminta kepada
Alloh masuk ke lembah ‘ketiadaan’, ke jurang ‘kegelapan’, ke dasar
‘neraka’, kemudian Alloh memenuhinya, maka Alloh tidaklah telah
berbuat dzalim kepada hamba-Nya. Alloh hanya menuruti apa yang
menjadi kehendak hambanya. Bukankah Alloh telah memberikan
kepadanya ‘akal’?

Untuk mengisi kehidupan ini, maka baiklah kita meniadakan
konsep ‘yang ada’ yang tertuang dari kitab hawa nafsu maupun kitab

14

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

syetan. Carilah petunjuk Alloh melalui kalam Rosul dan Pewarisnya
mengenai sesuatu yang benar-benar ‘ada’ untuk kita cita dan kejar.
Salah satunya, mari kita ikuti petunjuk Rosul untuk mengisi kehidupan
ini dengan dipakai untuk berdzikir, bersyukur serta haturkan kebaikan
penyembahan kepada-Nya.

***********

Dzikir kepada Alloh, adalah alat pengingat bagi orang yang
lupa kepada-Nya, alat pencarian bagi yang telah lama kehilangan-
Nya, alat pendekat bagi yang merasa jauh dari-Nya, alat kembali
bagi orang yang telah lama pergi meninggalkan-Nya, dan lain-
lain. Dzikir, bagi orang tertentu juga sebagai bukti kewarasan akal,
bukti cinta, bukti kehidupannya, dan lain-lain. Apa yang sedang
dialami orang yang sedang berdzikir kepada Alloh, hakikatnya
sedang tenggelam dalam sesuatu ‘yang ada’, yaitu ‘ada’ dalam
kehendak-Nya. Bagi orang berdzikir, akan menemukan ‘Yang Maha
ada’ serta menemukan segala sesuatu yang ‘ada’ di Sisi Yang Maha
Ada. Itulah sebabnya bagi orang berdzikir, budaya ilusi dan khayal
semakin terkikis dari jiwanya. Itulah sebabnya, Iblis kepayahan
menghadapi orang yang berdzikir sepenuh rasa.

Bersyukur kepada Alloh, adalah sebagai salah satu buah dari
keberhasilan dzikrulloh. Syukur tidak akan terjadi jika seorang pedzikir
tidak menemukan Alloh beserta apa-apa yang Dia karuniakan. Jika
dzikir tidak dilakukan di bawah pengawasan seoarng Wali Mursyid
yang mumpuni, dzikir akan mandul sampai ke tingkatan keterserapan
rasa diri ke dalam Rasa Alloh saja. Jika terus terserap dalam Rasa

15

Iblis Raksasa

Alloh, tak mungkin dia akan bisa menyuguhkan ungkapan syukur
kepada-Nya, sebab tak ada komunikasi antara ‘aku’ dan ‘Engkau’.
Jika dzikir terus dilakukan sesuai hasrat Wali Mursyid yang Kamil
Mukammil, akan menghantarkannya ke maqom syukur, yaitu suatu
peringkat yang tercapai manakala pedzikir telah kembali turun dari
mi’rojnya menuju rasa kehambaannya (yang telah merasa tercelup
dalam Samudera Cahaya-Nya). Di sinilah terjadi penglihatan secara
jelas oleh sang hamba mengenai Alloh sebagai ‘Engkau’. Dari sinilah
seseorang bisa bersyukur kepada-Nya dengan sebenar syukur, yaitu
syukur yang terasakan tak seimbang dibanding dengan karunia-Nya.
Bersyukur kepada Alloh, juga sebagai ungkapan rasa dari penemuan
terhadap sesuatu ‘Yang Ada’. Orang yang tidak menemukan sesuatu
‘Yang Ada’, baginya tidak ada rasa syukur dalam jiwanya. Menemukan
Alloh Yang Maha Ada serta menemukan apa-apa yang ‘ada’ di Sisi Yang
Maha Ada, adalah sebenar penemuan. Bagi yang bersyukur, Alloh
akan menambahkan baginya karunia-Nya. Jika sudah demikian,
maka tidak ada yang meliputinya selain segala sesuatu ‘yang ada’.
Kekayaan, adalah selimutnya. Kemiskinan (ilusi) yang dijanjikan Iblis,
Alloh jauhkan darinya.

Kebaikan penyembahan kepada-Nya, penyembahan dengan
ilmu (adab), adalah kelanjutan dari rasa syukur seseorang karena
penemuannya, yaitu penemuan diri sebagai hamba-Nya dan penemuan
Alloh sebagai sesembahannya. Fa ainamaa tuwallu fa tsamma wajhulloh.
Dalam ayat ini terkandung dua oknum, yaitu ‘kalian’ yang melihat, dan
‘wajah Alloh’ sebagai obyek yang kalian lihat. Jika tidak demikian, apa
mungkin kalian akan beribadah tanpa mengetahui (melihat) siapa yang
akan disembah? Kemanapun kalian palingkan wajah kalian, pertama
yang kalian lihat adalah Alloh. Kalian akan tidak bisa melihat sesuatu

16

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

tanpa melihat Alloh sebelumnya. Kalian akan merasa sebagai sesuatu
yang tercelup dalam Samudera Wujud-Nya, selamanya. Maka Inna
a’thoinaaka al-kautsar, fa sholli lirobbika wa inhar.

Ungkapan syukur tidak boleh hanya terucap dalam lisan dan
terasakan dalam jiwa. Selama badan masih mampu digerakkan,
ungkapan rasa syukur mestilah juga dengan seluruh anggota badan, demi
menyuguhkan bentuk penyembahan paling sempurna kepada-Nya.
Setelah menunaikan Sholat dengan segenap jasad, ungkapan syukur
mestilahmengembang.Sholatjasadimestilahmemancarsampaiketataran
sholat horisontal, berupa amal sosial. Sungguh Aku telah berikan kepadamu
(hai Muhammad) karunia melimpah, maka Sholat dan berkurbanlah..! Wahai
kekasih, wahai sekalian ikhwan, contohlah Muhammad SAW yang tetap
melakukan sholat dan berakhlaqul karimah. Sholat dan Pengurbanan
Muhammad SAW adalah penggambaran tegaknya Wujud Alloh
beserta segala Sifat-Nya. Penyembahan kepada Alloh dengan segenap
jiwa dan raga, menandakan penemuannya akan Alloh Yang Sempurna
Ada-Nya, Yang Lahir dan Yang Bathin, Yang Awwal dan Yang Akhir.
Jika manusia tidak menyembah Alloh Yang Maha Ada dengan segenap
jiwa dan raga, mengisyaratkan kegagalannya menemukan Hakikat ‘Yang
Maha Ada’. Penyembahan secara hakikat (dengan jiwa), membahasakan
penemuannya akan Alloh yang bersifat Bathin. Penyembahan secara
Syariat (dengan raga), membahasakan penemuannya akan Alloh yang
bersifat Dhahir. Jika tidak melakukan keduanya, menunjukkan ketidak
sempurnaan ilmunya. Menafikan Yang Dhahir, berarti meyakini Alloh
semata bersifat Bathin, dan ini mustahil (ilusi). Bukan golonganku orang
yang membenci sunnahku. Gabungan lahir dan bathin, adalah sebuah
kesempurnaan bebas ilusi. Siapa yang beribadah kepada Alloh, dia
adalah sedang meng ‘af’al’ kan sesuatu ‘yang ada’. Siapa yang tidak mau

17

Iblis Raksasa

beribadah kepada Alloh (secara lahir dan bathin), berarti dia sedang
mengilusikan ‘af’al’ yang ‘ada’ sebagai ‘tidak ada’. Membuat sama antara
diam dan bergerak, adalah sesuatu yang mustahil. Menyamakan 0+0=1
dengan 1+1=2, adalah pekerjaan yang sia-sia, ilusi. Fafham...!!!

Bagi ahli isyarat, cukuplah urutan dzkir, syukur, kemudian
kebaikan ibadah seperti anjuran Nabi SAW, sebagai bahan amat
berharga untuk direnungi dan dinikmati pelaksanaannya dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi ahli ahli hakikat, apapun yang Alloh
perintahkan bagi hamba untuk melaksanakannya, adalah wujud
kehendak-Nya yang ‘benar-benar ada’, wujud dari kehendak-Nya yang
sedang menggiring hamba-Nya dari kegelapan menuju cahaya, dari
neraka menuju surga.

Wahai segenap ikhwan tercinta, ingatlah bahwa apa-apa yang
telah, sedang atau sebentar lagi akan melanda dirimu, keluargamu,
masyarakatmu, negaramu dan duniamu berupa sesuatu yang tidak
menyenangkan (musibah) adalah hikmah berharga bagi kita semua.
Apa yang mesti kita pegangi, adalah Kitab Suci dari Dzat Yang Maha
Ada. Mari kita pegangi dengan keyakinan yang tangguh mengenai
Kalam-Nya; “Jika saja penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, pasti
Aku telah bukakan bagi mereka keberkahan langit dan bumi.” Pernahkah
pintu langit dan bumi terlongok oleh setiap mata kita? Jadi apa
yang sekarang sedang kita rasakan bersama dari keadaan rumah
tangga, atau kampung, atau keadaan negara, atau dunia, menunjukkan
kebenaran dari apa yang telah Alloh isyaratkan itu. Jika Raksasa Iblis
tidak mencengkeram dunia, iman dan taqwa akan tumbuh subur.
Sehingga subur pula barokah langit dan bumi. Jika panas dada (langit)
dan kerusakan laku jasad (bumi) telah menyebar ke setiap lapisan

18

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

masyarakat dunia, ketahuilah bahwa kiamat akan segera tiba; kiamat
diri, kiamat rumah tangga, kiamat lingkungan, kiamat negara, atau kiamat
dunia. Kiamat adalah hancurnya langit dan bumi, musnahnya jiwa dan
raga dari peredaran kehidupan dunia.

Memang benar, jika digambarkan secara terang, akan terlihat
bahwa mayoritas penduduk dunia saat ini hakikatnya sedang diosak-
asik oleh Iblis laknatulloh untuk digiring ke lembah petaka. Coba lihat ke
manapun kalian bisa melihat, akan terjumpai sedikit sekali kelompok
yang sedang tertata rapi menuju Cahaya Ilahiy. Coba lihat ke manapun
kalian mampu langkahkan kaki, akan kalian jumpai kebanyakan
kelompok manusia berbondong-bondong mencari kebahagiaan semu
(ketiadaan) cetakan Iblis dan sekutunya. Tidak ada satu perbuatan
manusia pun yang tidak tertuntun oleh kitab panduannya, baik kitab
hawa nafsu, kitab syetan, ataupun kitabulloh. Maka saksikanlah apa yang
sedang akan digerakkan oleh pemimpin dunia, Iblis Raksasa, dengan
kitab Iblis dan kitab hawa nafsu sebagai panduannya. Saksikanlah apa
yang akan mereka kejar, dunia semu ataukah surga abadi. Saksikanlah
apa yang akan mereka panen, laknat lil alamin ataukah rahmat lil
alamin. Sesudah itu, longoklah ke kedalaman hasrat jiwa kita masing-
masing; jalan mana yang sedang kita lewati saat ini, atau penguasa siapa
yang sedang mencengkeram ubun-ubun kita saat ini, atau budaya dan
pola pikir mana yang sedang merasuk ke otak kita ini..!! Demi Alloh,
dunia sedang berjalan menuju kiamat.


Wahai saudara senasib seiman, ayo isi kehidupan sesaat ini
dengan dzikrulloh, bersyukur, berbaik ibadah kepada-Nya serta perbuatan-
perbuatan lain yang Dia perintahkan, pasti akan menuai sesuatu yang
‘benar-benar ada’ berupa kebahagiaan sejati di saat mayoritas manusia

19

Iblis Raksasa

menuai celaka, pasti kita menuai senyum di saat kebanyakan manusia
menuai tangis.

Ciptakanlah komunitas dzikrulloh di manapun kita berada, demi
Alloh, nama kita pasti akan Dia harumkan ke antero jagad, dari alam
dunia sampai akhirat. Dan yang jelas, keberadaan kita akan menjadi
‘rahmatan lil ‘alamin’. Jika kita tinggal diam, maka virus laknatan lil
‘alamin karya Iblis Raksasa akan segera menguasai negara kita dalam
tempo yang sesingkat-singkatnya.

Al-haqqu min Robbika, fa laa takuunanna minal mumtariin;
kebenaran datang dari Tuhanmu, maka jangan kalian tergolong
orang yang ragu-ragu. Walhamdulillahi robbil ‘alamiin.




20

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Kepada Siapa Kita
Bergabung?

Wa ittabi’ sabiila man anaaba ilayya. Alloh berperintah;
“Ikutilah jalan orang yang telah kembali kepada-Ku”. Orang yang telah
kembali kepada Alloh jumlahnya amat banyak. Di antara yang paling
jelas (telah pasti) berhasil kembali kepada Alloh adalah para Rosul dan
para Nabi. Siapapun yang meragukan kebenaran kenyataan telah
kembalinya mereka kepada Alloh, maka kafir hukumnya. Kembali
kepada Alloh yang dimaksud bukanlah berarti kematiannya, melainkan
kondisi hati mereka yang telah merasakan berjumpa dengan Alloh (bi
laa kaifa) ketika mereka masih hidup di alam dunia. Dalam bahasa
sufi digambarkan dengan istilah ‘mati sebelum mati’.

Belum pernah tersaksikan dalam sejarah bahwa Alloh
menurunkan Nabi-Nya yang telah ‘mati’ (berbentuk mayat) ke
permukaan bumi untuk menuntun umatnya. Meskipun masih
hidup (belum wafat), oleh Alloh para Nabi dikatakan telah sampai
(kembali) kepada Diri-Nya. Tak mungkin Alloh menyuruh seluruh
manusia meneladani seseorang yang belum sampai kepada Diri-
Nya, supaya terpastikan oleh seluruh hati manusia bahwa jalan yang
hendak ditempuhnya, yaitu jalan para Nabi, adalah benar dan sebenar
menyampaikan penempuhnya wusul ilalloh.

21

Kepada Siapa Kita Bergabung?

Ihdina al-shirot al-mustaqiim. Shirot alladziina an’amta ‘alaihim.
Alloh memerintahkan kita berdo’a dalam setiap sholat (membaca al-
fatihah); Ya Alloh tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus, yaitu jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat. Kelompok yang telah pasti
diberi nikmat oleh Alloh adalah para Rosul dan Nabi. Seluruh muslim
akan menjadi kafir jika meragukan bahwa di antara sekian milyar
manusia Alloh tidak telah menetapkan kenikmatan kepada sebagian
di antara mereka. Sebagian di antara mereka (penerima nikmat) yang
dimaksud, adalah pasti para Rosul dan Nabi. Jika mereka tidak kita
yakini telah mendapat kenikmatan dari-Nya, untuk apa Alloh bersifat
Arohman, Al-Rohim, Al-Lathif, Al-Hadi, dan seterusnya? Jika para Rosul
dan Nabi tidak diberi kenikmatan lebih awal, kepada siapa Alloh
memberikan kenikmatan-Nya? Tak mungkin kenikmatan-Nya Alloh
berikan kepada para sahabat (umat) sebelum Dia berikan lebih dulu
kepada para utusan-Nya. Dalam ayat tersebut Alloh menandaskan
bahwa jalan yang telah dilalui oleh penerima kenikmatan (para Nabi
dan Rosul), adalah benar dan lurus (mustaqim). Siapa saja menapaki
jalan tersebut, akan sampailah kepada Alloh. Dalam surat Al-fatihah,
kenikmatan yang dimaksud adalah mengandung sari-sari berupa
hidayah dan keridlaan-Nya, sebuah kenikmatan yang hanya diberikan
kepada penempuh jalan lurus.

Para Rosul dan para Nabi adalah penerima hidayah paling
awal dibanding manusia yang lain. Dengan hidayah-Nya, mereka
menapaki jalan lurus. Keyakinan mutlak terhadap kebenaran sang
penerima hidayah (para Rosul dan Nabi), menjadi syarat mutlak
bagi seluruh muslim yang akan mengikuti jalan mereka. Bagaimana
akan mengikuti jalan mereka jika umat islam meragukan kebenaran
mereka? Keyakinan mutlak terhadap para Rosul dan Nabi, merupakan
kemestian bagi para penempuh jalan kebenaran (calon ahli surga).

22

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Alloh adalah Al-Haqq (Maha Benar). Para Rosul dan Nabi
adalah haqq (benar-benar pesuruh Alloh). Kitab Suci yang dibawa
para utusan-Nya adalah haqq (benar-benar sebagai penuntun ke jalan
kebenaran). Wusul (telah sampainya) mereka kepada Alloh adalah juga
haqq (suatu kebenaran). Jalan-jalan yang telah mereka lewati adalah
haqq (benar-benar lurus dan menghantarkan penempuhnya wusul
ilalloh). Surga adalah juga haqq (benar-benar merupakan Istana Maha
Luas tempat ahli surga bertatap muka dengan Alloh dan tempat Alloh
mencurahkan seluruh karunia hakikinya kepada penghuninya).

Siapa saja yang telah sampai kepada Alloh, akan mendapatkan
(berjumpa) Wajah-Nya, mendapatkan Rasa-Nya, mendapatkan Kasih
Sayang-Nya, mendapatkan Ridlo-Nya, serta mendapatkan Surga dan
berbagai karunia dari-Nya Yang Maha Kaya. Adapun kebahagiaan
yang dirasakan washilin, muniibiin, muqorrobiin, ‘arifin, maupun gelar-
gelar serupa yang bermakna telah sampai kepada Alloh, secara lahiriah
mereka hanya mengungkapkan kode-kode atau rumus-rumusnya saja.
Mereka sendiri sulit untuk mengungkapkan rasa kebahagiaannya.
Man lam yadzuq lam ya’rif (Siapa yang tidak merasakannya sendiri,
tidak akan pernah mengetahuinya).

Sahabat-sahabat setia setiap Nabi, entah sahabat Nabi Adam, sahabat
Nabi Daud, sahabat Nabi Musa, dan seterusnya hingga sahabat Nabi
Muhammad, masing-masing telah yakin secara mutlak bahwa Nabinya
adalah telah sampai kepada Alloh. Kebahagiaan para Nabi bersama Alloh,
telah sebenar sahabat ketahui dari pancaran wajah Nabinya. Meskipun
tidak seluruh rasa dari wushul ilalloh para Nabi ungkapkan kepada
para sahabatnya, para sahabatnya tidak ragu (melalui penyaksian
pancaran sinar wajahnya) bahwa Nabinya benar-benar telah sampai
dan bersama Alloh.

23

Kepada Siapa Kita Bergabung?

Keyakinan mutlak para sahabat setia terhadap Nabinya inilah, menjadi
kunci kemantapan mereka untuk secepatnya melintasi jalan yang telah
ditempuh oleh Nabi-Nya. Tanpa tengok kanan dan kiri, para sahabat
Nabi dengan mantap melintasi jalan Nabinya. Dari beberapa jengkal
saja jalan Nabi berhasil dibuktikan (dilalui) oleh para sahabat, telah
membuat mereka semakin membenarkan dan merasakan sendiri apa
yang diwartakan Nabinya. Ini membuat mereka semakin bergelora
menapaki jalan Nabinya sampai batas kematian dirinya. Maka masuk
akal kenapa “zaman keemasan” pastilah diraih zaman sahabat Nabi. Nabi
Muhammad SAW sendiri pernah bersabda bahwa umat yang paling
baik adalah umat di zamanku (para sahabat), kemudian orang-orang yang
mengikuti sahabatku, kemudian orang-orang yang mengikuti orang-orang
yang mengikuti sahabatku, dan seterusnya.

Kunci kesuksesan sahabat Nabi meraih zaman paling
gemilang, adalah kecepatannya dalam menempuh jalan Nabinya. Bagi
yang ‘meragukan’ jalan Nabi, akan melangkah melintasinya sambil
tengok kanan-kiri, atau kadang maju dan kadang mundur, atau
berjalan seenaknya, atau kadang memilih jalur lain yang ada di kanan
kirinya, atau kadang memilih pulang tidak meneruskan perjalanan,
dan seterusnya. Bagi sahabat Nabi, mereka mengetahui benar bahwa
Nabinya adalah orang yang paling dapat dipercaya di antara manusia
seisi dunia.

Kedekatan mereka dengan Nabi yang haqq itulah, membuat mereka tak ada
keraguan untuk meneladani Nabinya menapaki jalan lurus. Keraguan
mereka terhadap Nabi sama sekali hilang oleh sebab pancaran
cahaya kebenaran dari Nabinya berhasil menembus jantung hati
para sahabatnya secara akurat. Tak ada satupun orang yang sezaman
dengan Nabi, yang tidak merasakan manisnya madu (jalan Nabi)
kecuali lidah orang sezaman yang sakit. Tak ada satupun orang yang

24

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

sezaman dengan Nabi yang menolak cahaya Nabi, kecuali hati orang
sezaman yang tidak waras. Seluruh manusia yang sezaman dengan
Nabi yang hatinya merasa puas (ridlo) dengan Cahaya Alloh yang
Nabi pancarkan ke dalam dada mereka, merekalah yang kemudian
menyandang gelar ‘sahabat’. Maka meski sezaman dengan Nabi, jika
ia tidak mau menerima cahaya Nabi, bukan disebut ‘sahabat’.

Zaman sahabat adalah zaman paling gemilang. Kegemilangan
zaman berhasil tergapai oleh para sahabat, adalah karena diri mereka
sendiri (sadar maupun tidak) merupakan ‘wahana’ arus cahaya Alloh
paling bersih yang melalui merekalah Nabi memancarkan cahaya
Tuhannya ke seluruh manusia dan alam.

Alloh adalah Cahaya. Dia memancarkan Cahaya-Nya kepada
Nabi-Nya. Nabi sendiri, oleh Alloh juga disebut sebagai cahaya. Nabi
adalah orang yang paling dekat dengan Sumber Cahaya. Maka kepada
siapa Nabi memancarkan cahaya-Nya, mereka itulah merupakan
umat yang paling gemilang memancarkan Cahaya Alloh dan cahaya
Nabinya ke semesta alam.

Kalau kita perhatikan, perintah Alloh kepada seluruh hamba
untuk melintasi jalan lurus (penyampai penempuhnya kepada wusul
ilalloh) adalah berlaku untuk sepanjang zaman, tidak hanya berlaku di
zaman ketika Nabi diturunkan saja. Jalan lurus yang dimaksud, adalah
pasti telah terlintasi lebih dulu oleh para utusan-Nya.

Di zaman sekarang ini, meski utusan-Nya (Nabi) telah meninggal
dunia, kita tetap terperintah untuk mengikuti jalan orang yang telah
sampai kepada-Nya. Di sini kita akan sulit membayangkan bahwa selain
kepada para Nabi, Alloh tidak memberikan hidayah-Nya kepada
siapa yang Dia Kehendaki. Apabila selain Nabi tidak ada orang

25

Kepada Siapa Kita Bergabung?

yang mendapatkan hidayah-Nya, berarti para Nabi gagal dalam
dakwahnya, dan ini mustahil. Maka terpastikan oleh logika kita bahwa
ada sebagian manusia (selain Nabi) yang berhasil mencerap Cahaya
Nabi yang menyebabkan mereka mendapatkan hidayah-Nya untuk
melintasi jalan lurus dan sampai kepada-Nya. Paling tidak, mereka
yang dimaksud, adalah para sahabat Nabi. Dari sini, Nabi bersabda
kurang lebih artinya bahwa para sahabatku adalah laksana bintang, barang
siapa mengikuti salah satu dari mereka maka tidak akan tersesat. Kepastian
bahwa selain Nabi ada sebagian yang telah sampai kepada Alloh adalah
adanya sabda Nabi SAW bahwa sepuluh sahabatnya terpastikan masuk
surga (meskipun mereka belum wafat waktu itu). Jika dijamin masuk
surga, pastilah sepuluh sahabat Nabi tersebut tidak akan melintasi jalan
sesat, dan merekapun telah masuk dalam Frman Alloh wa iitabi’ sabiila
man anaaba ilayya, yang kita tidak tersesat jalan jika mengikuti satu di
antara mereka.

Sabda Nabi yang memastikan sepuluh sahabatnya masuk
surga, bukan tanpa maksud. Satu di antara hikmahnya adalah bahwa
Alloh adalah bersifat Al-Hadi (Sang Pemberi Hidayah). Hidayah
Alloh pastilah sampai juga ke hati sebagian manusia yang bukan
Nabi (tidak semata kepada Nabi-Nya). Kalau tidak demikian, untuk
apa Alloh mengutus Nabi SAW kepada seluruh manusia? Tidak
adakah sebagian saja dari keseluruhan manusia tersebut mendapatkan
hidayah-Nya? Meski untuk seluruh manusia, hanya orang tertentu
saja yang memenuhi syarat, mendapatkan pancaran Sinar Kebenaran
dari Nabinya. Adapun hikmah lain dari pemastian sabda Nabi tentang
sepuluh sahabatnya masuk surga, adalah supaya umat manusia
sepanjang zaman (sepeninggal Nabi) berani memastikan bahwa selain
Nabi, ada orang-orang tertentu yang manusia wajib mencari dan
mengikutinya. Masuk akalkah jika orang yang pasti masuk surga dari
Umat Muhammad SAW hanya berjumlah sepuluh orang?

26

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Adalah tak masuk akal jika Nabi tidak berani memastikan di
antara sebagian sahabatnya masuk surga (sebagai pembenar bahwa
ajaran yang dibawanya adalah benar). Adalah juga tak masuk akal jika
seluruh sahabatnya dinyatakan pasti masuk surga. Apa yang dilakukan
Nabi dengan hanya memastikan secara eksplisit sepuluh sahabatnya
(meskipun ratusan ribu sahabat lainnya juga masuk surga tanpa
harus dipastikan secara lisan) adalah demi umatnya sepanjang zaman
mau memakai akalnya untuk memilah-milah mana orang-orang yang
telah diberi hidayah oleh-Nya selain sepuluh sahabat Nabi. Siapa orang
sezaman yang telah menempuh jalan lurus dan sampai kepada Alloh,
orang-orang sezaman selainnya (dengan akalnya) harus mencari dan
mengikuti langkahnya.

Sabda Nabi; “Umat yang paling baik adalah umat di zamanku
(para sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti sahabatku, kemudian
orang-orang yang mengikuti orang-orang yang mengikuti sahabatku,
dan seterusnya”, juga Sabda Nabi: “Ulama adalah pewaris para Nabi”,
juga sabda Nabi “Selalu ada dari sebagian umatku sampai hari kiamat
sebagai pemegang kebenaran”, dan lain-lain, mengisyaratkan bahwa
Nabi hakikatnya memerintahkan kepada kita untuk MENCARI,
BERGABUNG DAN MENGIKUTI jalan-jalan mereka. Mereka yang
dimaksud, pasti dapat dijumpai di sepanjang zaman. Kita, adalah
disuruh oleh Alloh untuk mencarinya sampai ketemu.

Adanya Firman Alloh dzaalika al-kitaabu la roiba fiih hudan li al-muttaqiin,
mengharuskan akal kita bekerja mencari siapa di antara orang yang
sezaman dengan kita yang telah berhasil meraih gelar al-muttaqqiin
tersebut. Al-muttaqiin (orang-orang bertaqwa), sifatnya global; tidak
hanya Nabi dan sahabatnya. Sampai akhir zaman tetap saja ada
orang muttaqqin yang jika kita ikuti jejaknya tidak akan menyesatkan
kita. Juga adanya Firman Alloh wa kun ma’a al-shoodiqiin sangat jelas

27

Kepada Siapa Kita Bergabung?

mengisyaratkan bahwa di setiap zaman Alloh menyimpan kekasih-
kekasih-Nya (shodiqiin) di setiap daerah untuk dicari dan diikuti
orang sezamannya. Jika Alloh wartakan secara terbuka kepada
seluruh manusia tentang seluruh nama dan alamat orang yang bergelar
muttaqiin atau shodiqiin, maka akal manusia (yang berfungsi untuk
memilah-milah) menjadi beku; harga sebuah kebenaran menjadi
merosot. Jika ada sebagian manusia (dengan kekuatan akalnya atau
atas petunjuk Alloh) menemukan orang sezaman yang bergelar
shodiqqiin, muttaqiin, muqorrobiin, washiliin, munibiin, ‘arifiin, atau
gelar-gelar serupa, diharapkan bahwa khalayak ramai (orang awam)
menjadi mengikuti sebagian orang yang telah diberi kepastian oleh
Alloh tentang keberadaan orang yang Alloh rahasiakan tersebut. Dengan
kekuatan akal ala kadarnya, orang awam akan menjadi tahu ke mana
sebagian orang berakal yang lebih tinggi darinya (atau orang yang
telah Alloh beri kepastian) melangkahkan kaki menggabungkan
dirinya. Jika mereka menuju Barat bergabung dengan si A, maka orang
awam akan membututi mereka bergabung dengan si A di Barat yang
diisyaratkan Alloh sebagai shodiqiin. Setelah orang awam mampu
mengetahui dengan akalnya, menjadilah mereka mengikuti dan ikut
menikmati jalan lurus. Dengan demikian, dengan kadar kekuatan
akal yang berbeda-beda, semua akal manusia sebenarnya bisa bekerja
mencari kebenaran. Hanya jika telah tersibak sebuah kebenaran oleh
seluruh manusia namun di antara mereka tidak mau mengikuti
petunjuk dari apa yang telah akalnya sendiri ketahui, maka tidak ada
salahnya jika Alloh mencampakkan mereka ke dalam neraka.

Ketidak pastian orang zaman sekarang dalam menentukan
siapa yang Alloh kehendaki sebagai orang yang harus diikuti,
menyebabkan hancurnya tatanan hidup kemanusiaan di manapun
berada. Orang-orang yang mengaku intelektual di zaman sekarang,
yang hanya mau berguru kepada Nabi, yang menyatakan selain Nabi

28

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

tidak maksum, yang menyatakan manusia anak zaman (orang sezaman
yang dipilih Alloh) sebagai tidak ada (tidak harus diikuti), membuat
orang-orang awam bertaqlid mengikuti pola pikir tokoh-tokoh yang
mengaku intelektual tersebut. Padahal di kalangan masyarakat
awam, masing-masing intelektual mengaku paling benar dalam
mengikuti Nabinya. Akibatnya, orang awam jadi semakin bingung
menentukan mana satu atau beberapa tokoh intelektual yang benar-
benar mengikuti Nabi dan mendapat Ridlo-Nya.
Kesombongan tokoh intelektual (bukan berkarakter Uways
Al-Qorniy) yang berani menyatakan bisa mendapat petunjuk secara
langsung dari Nabi (tanpa perantara), pada hakikatnya adalah akibat
“kejumudan akalnya” sendiri yang tak mampu menemukan para
“pewaris nabi” di zamannya.

Memang benar bahwa Nabi adalah sosok manusia paling
benar (paling pas diikuti). Tapi tidak mungkin bagi Nabi ketika
menginstruksikan umatnya mengikuti para pewarisnya yang tergelar
di sepanjang zaman, adalah demi kesesatan umatnya. Nabi paham
benar bahwa di setiap zaman terdapat sebagian orang yang pasti
benar dalam mengikuti dirinya SAW, sehingga bahkan Nabi pun
menyebutnya sebagai pewaris para Nabi. Adalah mustahil bagi Nabi
memerintahkan umatnya mengikuti seorang terpilih yang tidak
mengikuti dirinya SAW.

Jika orang-orang (setelah zaman Nabi) berbondong-
bondong mengikuti para pewaris Nabinya (ahli kebenaran), adalah
sudah tentu telah terpatri dalam akal mereka bahwa yang mereka
ikuti tersebut bukanlah seorang Nabi. Meskipun bukan Nabi, mereka
tetap yakin bahwa tokoh idolanya pasti mengikuti Nabinya secara benar.
Bagaimanapun besarnya mereka mengagungkan dan mengelu-elukan
tokoh idolanya, bagi mereka telah Alloh beri kepahaman (cahaya

29

Kepada Siapa Kita Bergabung?

pembeda) mengenai mana seorang Nabi dan mana pewaris Nabinya,
sehingga tidak menyebabkan mereka terjatuh dalam keyakinan
bahwa pewarisnya lebih agung kepribadiannya dari pada Nabinya.
Merekapun tidak akan terjerumus dalam pengkultusan, sebab, Alloh
telah memberikan cahaya pembeda kepada mereka mengenai siapa
Tuhan dan siapa selain Tuhan.

Ketidak pedulian umat di setiap zaman terhadap keberadaan
anak zaman (pewaris Nabi atau kelompok kebenaran) karena keyakinan
akan kemampuan diri mereka untuk secara langsung berguru kepada
Nabi, justru membuat umat secara ekstrim berjalan sendiri-sendiri.
Dan ini sebenarnya adalah merupakan ‘petaka’ zaman.

Di zaman sekarang ini, kebanyakan tokoh umatnya tidak
mau kalau tidak dianggap paling benar dalam memahami islam
(mengikuti Nabi). Tapi kalau dilihat secara fakta, umat islam dan
kondisi zaman sekarang justru mengalami kemerosotan di segala
bidang. Ini pasti ada ketidak-beresan di dalamnya.
Umat lapisan terbawah (kaum awam), adalah penggerak
misi ajaran para tokohnya. Apa yang dilakukan oleh lapisan terbawah,
merupakan cerminan dari apa yang dipancarkan dari jenis ajaran
para tokohnya. Jika ternyata apa yang dilakukan secara bergelora
oleh lapisan terbawah (dari apa yang dikonsepkan para tokohnya)
tidak juga membuat zaman menjadi cerah, pastilah kesalahan ada
pada fihak para tokohnya itu sendiri. Atau kemungkinan lain adalah
para umatnya salah dalam menggabungkan diri ke dalam apa yang
mereka yakini sebagai kelompok kebenaran; kelompok kebenaran ada
di Timur (misalnya) tetapi umat menggabungkan dirinya di Selatan.
Atau kemungkinan lain umatnya telah benar berada di lingkungan
(bergabung dengan) tokoh pewaris Nabi, tetapi karakter umatnya

30

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

seperti keadaan mayoritas umat bani israil tempo dulu yang mendustai
para Nabinya. Atau kemugkinan lain, umat terpisah (tidak bergabung)
dengan kelompok ahli kebenaran. Kemungkinan-kemungkinan inilah
yang menjadi biang kemunduran umat islam setiap zaman.

Kunci dari suatu zaman bisa mencapai kembali zaman
pencerahan, adalah menimba pelajaran dari apa yang telah terjadi pada
zaman sahabat Nabi, sebab, merekalah umat Rosululloh yang paling
cemerlang. Zaman sekarang yang sudah sangat berantakan, jika ingin
mencapai kembali “zaman keemasan” (meski kadarnya sederajat lebih
rendah dari zaman sahabat) tidak boleh tidak harus mencari rahasia-
rahasia penyebab kecerlangan zaman sahabat. Beberapa sebabnya
antara lain:

1. Kesatuan (ketidak-pisahan) Nabi dengan para sahabatnya.
2. Keberadaan Nabi sebagai utusan Alloh, dipastikan kebenarannya

oleh para sahabatnya.
3. Ajaran yang dibawa Nabi, dibuktikan para sahabat membawa

rahmat bagi diri, masyarakatnya dan lingkungan alamnya.
4. Seluruh apa yang dilakukan Nabi, diyakini kebenarannya oleh para

sahabatnya.
5. Tidak ada keraguan bagi para sahabatnya mengikuti Nabinya.
6. Satu irama di bawah komando Nabi.
7. Dan lain-lain.

Apabila syarat-syarat ini terpenuhi lagi di zaman sekarang
ini, dipastikan Umat Islam akan kembali terang mendekati terangnya
zaman para sahabat. Artinya, jika umat sekarang bisa bersahabat dengan
pewaris Nabi dan setidaknya memenuhi beberapa kondisi seperti di
atas, umat islam akan memancarkan rahmatan lil ‘alamin.

31

Kepada Siapa Kita Bergabung?

Orang-orang di negeri Yaman, Mesir, Persia, dan lain-lain
pengikut Nabi Muihammad (di zaman Nabi) yang tidak bisa secara
langsung bergabung dengan Nabi di Madinah, pasti bergabung
dengan DUTA NABI di negerinya sendiri-sendiri waktu itu.
Antara duta yang satu dengan yang lain saling rukun dan kompak
mewartakan kehendak Nabi. Meski secara fisik terpisah dari Nabi
(tetapi mau bergabung dengan Duta Nabinya), secara hakiki tetap
saja mereka sebagai pengikut sejati Nabi. Jika tidak demikian (tidak
bergabung dengan Nabi ataupun agennya), mereka akan mustahil
mencerap cahaya kebenaran. Kecuali saja jika mayoritas manusia
punya kemampuan sekaliber Uways (dari daerah Qorn) yang jauh
dari Madinah, yang bisa mendapatkan ajaran Nabi dari jarak jauh.

Uways Al-Qorny adalah salah satu sahabat yang belum pernah
berjumpa secara fisik dengan Nabi tetapi Nabi sendiri menyatakan
bahwa Uways adalah sebagai ahli kebenaran yang mendapatkan
pengajaran dari dirinya dari jarak jauh. Meskipun cara pengambilan
kebenaran antara jenis Uways dan jenis Abu Bakar berbeda, namun
antara mereka tidak terjadi saling pertentangan dalam menyikapi
ajaran Nabi.

Jika di zaman Nabi ada orang seperti Uways, maka tak
heran jika sebenarnya pada setiap zaman terdapat orang semacam
Uways yang bisa secara langsung mendapatkan pelajaran dari Nabi
(lintas ruang dan waktu) maupun mendapat pelajaran dari pewaris
Nabinya (yang sezaman) dari jarak jauh (lintas ruang). Maka oleh
karena sulitnya mencari sosok jenis Uways di setiap zamannya, umat
menjadi tidak diwajibkan bergabung dengannya. Umat disuruh
mencari ahli kebenaran (pewaris Nabi) yang wajar, yang kasat mata
dan tidak nyleneh. Jika umat telah bergabung dengan sebenar pewaris
Nabi, umat dipastikan akan mencapai zaman keemasan, cepat atau

32

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

lambat. Siapa saja yang bergabung dengan Duta-duta Nabi di setiap
zamannya (yang oleh Nabi dikatakan sebagai pewaris Nabi-nabi atau
kelompok pemegang kebenaran), hakikatnya mereka berada dalam satu
kesatuan komando dengan Nabi itu sendiri.

Jika umat Islam Indonesia, Singapura, Malaysia, Persia,
Mesir, dan lain-lain bergabung dengan pewaris (ulama) gadungan, atau
umat terpisah dari pewaris (ulama) sejati, menjadi ciri bahwa umat
Islam akan menelurkan zaman kegelapan.

Di zaman sahabat, adalah tidak masuk akal apabila orang-orang
Persia, Yordan, Mesir, dan lain-lain (yang tidak berkarakter Uways) berani
mengaku mendapat kebenaran dari Nabi, jika tak mau bergabung secara
langsung dengan Nabi atau bergabung dengan Duta Nabi di negerinya
sendiri-sendiri. Juga tidak masuk akal di zaman sekarang tokoh-tokoh
agama Indonesia, Singapura, Arab Saudi, dan lain-lain (yang bukan
berkarakter Uways) mengaku bisa secara langsung mendapatkan ajaran
dari Nabi tanpa mau bergabung dan mengikuti para pewaris Nabinya.
Adalah juga sangat keliru jika orang-orang yang telah Alloh gabungkan
dengan para pewaris Nabi-Nya diyakini oleh tokoh intelektual sebagai
tidak mengikuti satu kesatuan komando Nabi.

Siapakah para pewaris Nabi (kelompok pemegang kebenaran) yang
umat tidak akan sesat mengikutinya? Karena merupakan pewaris, sedikit
banyak akan menyerupai Nabi-nabi dalam karakternya. Buah jatuh tidak
jauh dari pohonnya. Beberapa ciri pewaris Nabi yang sangat vital tapi sering
diabaikan oleh para tokoh intelektual zaman sekarang adalah;

1. Sebagaimana akan kelahiran Nabi Muhammad, Nabi-nabi
sebelumnya (orang-orang tertentu, ahli kitab) telah diberitahu
oleh Alloh lebih dulu, maka akan kelahiran para pewaris Nabi
33

Kepada Siapa Kita Bergabung?

Muhammad seperti misalnya Syeikh Abdul Qodir Jailany, wali-
wali zaman dua ratus atau tiga ratus tahun sebelumnya, adalah
telah diberitahu oleh Alloh juga akan lahirnya Syeikh Abdul Qodir
Jailany tersebut. Maka di setiap zaman, selalu saja ada seorang
pewaris Nabi, yang mengenai ‘kelahirannya’, telah diketahui
oleh sebagian hamba yang dikehaendaki-Nya jauh hari sebelum
kelahirannya.

2. Sebagaimana Nabi SAW bisa berkomunikasi dengan Nabi-nabi
sebelumnya [lihat sejarah isro’ mi’roj, atau ayat wa is-al man arsalnaaka
min qoblika min rosulinaa] maka pewaris nabi yang dimaksud juga
bisa (pernah) berkomunikasi dengan wali-wali sebelumnya atau
Nabi Muhammad atau Nabi-nabi sebelum Beliau SAW. [Lihat
kisah-kisah Sufi].

3. Sebagaimana dakwah Nabi juga untuk kalangan umat jin, maka
dakwah pewaris Nabi juga diikuti oleh umat manusia dan umat
jin.

4. Sebagaimana keberadaan Nabi dan ciri-cirinya (bahwa ia adalah
Nabi) diketahui oleh orang-orang tertentu yang sezaman (oleh
ahli kitab, atau oleh Uways misalnya) maka pewaris Nabi yang
dimaksud, adalah juga diketahui keberadaan dan kebenarannya
(bahwa ia adalah ‘pewaris’ Nabi) oleh wali-wali sezaman lainnya
atau oleh orang tertentu yang diberi petunjuk langit oleh Alloh.

5. Sebagaimana Nabi mendapatkan wahyu, maka bagi para
pewarisnya mendapatkan ilham (ilmu ladunniy).

6. Sebagaimana Nabi pernah ‘nyantri’ dengan-Nya secara langsung
di Alam Lahut (Hadlrotul Qudsiyyah), para pewarisnya juga
demikian. [Baca Sirrul Asror].
34

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

7. Sebagaimana Nabi pernah menyendiri (berkhalwat), para
pewarisnya juga demikian.

8. Sebagaimana Nabi mempunyai mu’jizat, maka pewarisnya diberi
karomah (berbeda dengan ilmu kesaktian).

9. Sebagaimana Nabi mengetahui masa depan zaman (setelah
kematiannya) atau masa lampau zaman (sebelum kelahirannya)
atas ijin Alloh, maka para pewarisnya sedikit-banyak juga
Alloh beritahu tentang kejadian masa depan zaman
(setelah kematiannya) dan masa lampau zaman (sebelum
kelahirannya).

10. Sebagaimana Nabi mempunyai ilmu lahir dan ilmu bathin, maka
para pewarisnya juga memiliki ilmu lahir dan ilmu bathin.

11. Sebagaimana Nabi pernah berhubungan dengan Nabi Khidlir,
para pewarisnya juga demikian.

12. Sebagaimana Nabi SAW mampu memberi pelajaran kepada
Uways (dari jarak jauh), para pewarisnya juga demikian kepada
murid-murid tertentunya.

13. Sebagaimana Nabi selalu bersama Alloh, para pewaris juga
demikian. Alloh menyifati pewaris Nabi-Nya dengan “dia berkata
dengan lisan-Ku, dia melihat dengan mata-Ku, dia mendengar dengan
telinga-Ku, dia memegang dengan tangan-Ku, dst”.

14. Sebagaimana tugas utama Nabi adalah menyebarkan dan
menjaga keimanan umat, para pewaris Nabi juga demikian.

35

Kepada Siapa Kita Bergabung?

15. Apa yang diajarkan oleh para pewaris Nabi, bisa diterima oleh
akal dan nurani, serta membawa kemanfaatan bagi keselamatan
diri dan masyarakatnya.

16. ApayangdibawaolehparapewarisNabi,adalahtidakbertentangan
dengan dan bersumber dari Al-qur’an dan Al-Sunnah.

17. Setiap Nabi pernah dianggap gila, ahli sihir, tukang pemecah
belah kesatuan masyarakat, dan lain-lain oleh sebagian umatnya.
Para pewaris Nabi juga demikian.

18. Setiap Nabi, Alloh menjadikan musuh untuk mereka. Demikian
pula untuk pewaris Nabi.

19. Dan lain-lain.

Perbedaan mencolok antara pewaris Nabi dengan orang
berjenis Uways (meski kemampuan dan karakter di antara mereka
hampir tidak berbeda, meski keduanya merupakan pencerap cahaya
Nabi), adalah bahwa pewaris Nabi, keberadaannya adalah bersama
dengan komunitas yang dibawahinya. Sementara pewaris jenis Uways,
keberadaannya adalah mengikuti (bergabung) dengan pewaris Nabi
yang sezaman. Meski sebagai pengikut, sosok pewaris Uways kekuatan
spiritualnya hampir seimbang dengan pewaris Nabi sezaman yang
diikutinya. Karena itulah umat tidak diharuskan mengikuti sosok
pewaris jenis Uways oleh sebab dia sendiri mengikuti pewaris Nabi
yang sezaman. Dengan “pewaris Nabi” siapa orang-orang penerus Uways
bergabung, merupakan pertanda bahwa pewaris Nabi yang digabunginya,
adalah ‘benar’. Kepada PEWARIS NABI semacam inilah, kita semua
disuruh oleh Alloh untuk mencari, bergabung dan mengikutinya.

36

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Kedekatan umat islam bersama para pewaris Nabi, merupakan
kemestian bagi Kebangkitan Islam, sebagaimana kedekatan para sahabat
dengan Nabinya. Posisi pewaris Nabi di tengah kaumnya, sama seperti
posisi Nabi di tengah para sahabatnya. Hanya saja tidak ada Nabi baru
sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Kedekatan umat dengan sebenar
pewaris Nabi, membuat keberadaan umat menjadi terang oleh pancaran
cahaya pewaris Nabi yang tercahayai oleh cahaya Nabi yang tercahayai oleh
Cahaya Alloh. Umat (yang bersahabat dengannya) akan menjadi saluran
jernih tanpa hijab bagi cahaya-cahaya yang ada di atasnya. Kedekatan
dengan pewaris Nabi, memastikan umat menjadi laksana taburan bintang
yang memancarkan cahaya (dari sumbernya) ke seluruh manusia dan
semesta alam dan menjadilah umat mencapai zaman kegemilangan.

Adalah keliru jika meyakini tidak ada pewaris Nabi pada
setiap zamannya. Adalah keliru jika menyatakan sesat kepada para
pengikut pewaris Nabi. Jika telah dipastikan oleh akal sehat tentang
adanya pewaris Nabi di setiap zamannya tetapi zaman mengalami
kemunduran (banyak perjudian, korupsi, perampokan, pembunuhan,
perzinaan, mabuk-mabukan, kebingungan, stress, panik, bencana
alam, musim hujan tak menentu, ekonomi tak menentu, dan lain-lain),
tentu karena keterpisahan umat dengan pewaris Nabinya. Meskipun
jumlah ulama dan tokoh intelektual islam semakin menjamur di satu
sisi tapi di sisi lain kenyataannya kondisi agama dan negara semakin
semrawut, dipastikan karena keulamaan mereka tidak seperti yang
dikehendaki Nabi. Bahkan seribu tahun silam, di zaman Imam Ghozali
sudah ada pembeda antara ulama dunia dengan ulama akhirat. Maka
meskipun jumlah ulama semakin membengkak sementara kejahatan
umat semakin merajalela, pasti ribuan ulama yang dimaksud adalah
ulama duniawi. Jika jutaan umat benar-benar bergabung dan mengikuti
ulama akhirat (sebenar pewaris Nabi), umat akan mencapai zaman
kemakmuran dan zaman kecerahan.

37

Kepada Siapa Kita Bergabung?

Nabi Muhammad SAW tidaklah ngawur ketika bersabda
bahwa ulama adalah pewaris para Nabi. Karena yang mengatakan
demikian adalah Nabi SAW sendiri, tentu Beliau SAW berani menjamin
bahwa para pewarisnya ada di jalan lurus (sebagai orang benar). Nabi
SAW pasti mengetahui bahwa siapapun umatnya yang mengikuti
para pewaris Nabinya, tidak akan sesat jalan. Jika berjuta umat telah
bergabung dengan para ulama tetapi zaman semakin mengalami
kemunduran, maka ulama yang mereka gabungi pastilah bukan
sebenar pewaris Nabi. Jadi, awal kerusakan zaman, adalah disebabkan
oleh keterpisahan umat dengan para pewaris Nabi-Nya. Umat islam sepi
bergabung dengan pewaris Nabi, umat islam justru ramai-ramai
mengerumuni ulama duniawi; memastikan umat islam jauh dari cahaya
kenabian. Akibatnya, umat islam akan menjadi bulan-bulanan pasukan
kegelapan, umat islam akan dikuasai (dipegang ubun-ubunnya) oleh
pasukan kegelapan. Meskipun umat islam jumlahnya amat besar,
pasukan kegelapan tidak akan merasa takut dengan mereka. Umat
islam akan bagaikan macan ompong. Umat islam bagaikan buih di
permukaan laut (ke sana ke mari ikuti alunan ombak). Umat islam
akan bagaikan hidangan makanan yang disantap ramai-ramai oleh
pasukan kegelapan. Yang jelas, umat islam pasti menuju kegelapan
dan kehancuran.

SebagaimanadizamanNabiadaorangmengakusebagaiNabi
(Nabi palsu), maka di setiap zaman ada juga “pengaku” pewaris Nabi.
Jika umat terpisah dengan sebenar pewaris Nabi atau bersatu dengan
pewaris nabi gadungan, menandakan kecelakaan umat. Keterpisahan
umat dengan ulama sejati, atau kedekatan umat dengan ulama gadungan,
dapat dilihat dari apa yang dipancarkan (dihasilkan) oleh umatnya;
kegelapan, kemudlaratan, kebingungan, kejahatan, penyimpangan,
kesempitan, kesemrawutan, kemak­siyatan, kekacauan, dan lain-lain.

38

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Untuk menemukan pewaris Nabi (demi kebangkitan diri
dan kebangkitan zaman), kita harus memeras akal, atau kalau perlu
minta petunjuk kepada Alloh (sholat istikhoroh) mengenai siapa para
pewaris yang harus diikuti, jika kita memang sejati pencari kebenaran,
bukan gadungan. Adalah tak masuk akal dari sekian milyar manusia
tidak ditemukan sebenar ahli Laailaaha illalloh beserta kelompoknya di
zamannya. Adalah tak mungkin bagi kita langsung berguru kepada
Nabi tanpa bantuan pewarisnya. Peragaan ibadah (vertikal maupun
horisontal) dari orang yang masih berjasad (sezaman) adalah sangat
diperlukan bagi kita. Lebih-lebih masalah Tauhid (jalan menuju
Tuhan). Para Sufi sepakat; siapa yang tak punya guru maka gurunya
adalah iblis.

Mengenai hari, tanggal dan tempat lahir kita, kita sama sekali
tidak mengetahui. Jika orang tua kita tidak kita percayai pemberitaannya
mengenai tempat dan waktu kelahiran kita, sama sekali kita akan ragu
mengenai hari, tanggal dan tempat kelahiran kita sendiri. Mengapa kita
bisa percaya seratus persen kepada pemberitaan orang tua mengenai
kelahiran kita? Kebiasaan kita berkumpul dengan orang tua, lebih lanjut
bisa membuat kita paham akan sifat-sifatnya. Dari pemahaman itu,
membuat kita yakin bahwa orang tua kita adalah sebenar orang tua kita.
Bahkan ketika kita bayi, ketika orang tua kita sendiri belum kita kenali,
mereka selalu menolong kita demi pertumbuhan dan keselamatan kita
tanpa sepengetahuan kita. Setelah kita dewasa seperti sekarang ini, kita
menjadi yakin bahwa ada fihak luar yang sangat cinta kepada kita sebelum
kita (saat bayi) sempat mengenal pecinta kita (yaitu orang tua kandung
kita). Adakah fihak luar sezaman yang selama ini belum kita ketahui di
mana ia lebih cinta kepada kita daripada cinta orang tua kepada kita?
Dialah para pewaris nabi. Mereka tidak rela bahkan jika kita masuk neraka.
Mereka sangat mengharapkan kita supaya memahami jati diri mereka.
Mereka sangat merindukan kita. Kasih sayang mereka kepada kita demi

39

Kepada Siapa Kita Bergabung?

keselamatan kita, akan kita pahami setelah kita menggabungkan diri
dengan mereka. Di manakah mereka berada?

Dari kedekatan kita dengan sosok pewaris Nabi, akan semakin
dipahamai apa yang menjadi kehendak-Nya melalui ucapan atau
prilaku pewaris Nabi tersebut. Tanpa kedekatan dengan sang pewaris,
akan sulit memahami apa yang menjadi kehendak-Nya berkaitan
dengan situasi diri dan situasi zaman. Di antara sifat pewaris Nabi
adalah seperti yang difirmankan oleh-Nya Sendiri; “dia berkata dengan
lisan-Ku, dia melihat dengan mata-Ku, dia mendengar dengan telinga-Ku, dia
memegang dengan tangan-Ku, dst”. Atau jika dikaitkan dengan firman-
Nya; “Wa maa romaita idz romaita waakinnalloh romaa”, maka Alloh akan
berkata dengan lisannya, Alloh akan melihat dengan matanya, Alloh akan
melempar dengan tangannya, dst. Setiap pewaris Nabi, sedikit-banyak
mewarisi keberadaan Nabi, di antaranya yaitu menjadi ajang saluran
kehendak-Nya (kekasih-Nya sebagai pemenuh kehendak Alloh),
atau Alloh yang menjadi ajang saluran kehendak kekasih-Nya (Alloh
sebagai pemenuh kehendak kekasih-Nya). Keterpisahan umat dengan
pewaris Nabi seperti yang Alloh sifatkan ini, jelas-jelas membuat umat
jauh dari Alloh serta jauh dari memahami apa yang menjadi kehendak-
Nya. Akibatnya, umat berjalan dengan kehendak hawa nafsunya sendiri-
sendiri, atau dengan kehendak syetan (baik syetan jenis iblis maupun
syetan jenis manusia). Al-qur’an secara gamblang menerangkan akibat
dari ketundukan umat menuruti ajakan hawa nafsunya maupun syetan.
Apabila mayoritas penduduk negeri sudah berjalan bukan dengan
kehendak-Nya, jadilah negeri beserta penduduknya mengalami
kehancuran.

Meskipun apa yang diajarkan ulama duniawi bersifat
qur’aniy (masuk akal dan hati nurani), kedekatan umat dengan
mereka belumlah mencukupi sebuah syarat kebangkitan zaman.

40

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Menerangkan Kota Mekkah atau Madinah oleh orang yang belum
pernah pergi ke sana, berbeda dengan oleh orang yang telah pergi ke
sana. Para pendengarnya akan menerima kepahaman secara lebih kuat
jika menerima keterangan dari yang pernah pergi ke sana. Menerima
gambaran gempa Jogjakarta dari TV, akan beda pengaruhnya
dibanding melihat langsung ke medannya. Mengingat mati di sebuah
pasar, akan beda pengaruhnya dengan datang langsung ke kuburan.
Menerima keterangan mengenai hakikat Tauhid dari orang yang
telah kembali kepada Alloh (para pewaris Nabi), berbeda pengaruh
(bagi pendengar) jika yang menjelaskan adalah ulama duniawi
meskipun materi yang diwartakannya sama. Sama-sama menyebut
Laa ilaaha illalloh, berbeda pengaruh (bagi masyarakat) antara yang
keluar dari lisan Ulama Sejati dengan yang keluar dari lisan Ulama
Duniawi. Maka keyakinan umat akan keberadaan Alloh yang ditangkap
dari Ulama Sejati, pasti lebih kuat dari yang didengar melalui lisan
Ulama Duniawi. Keyakinan umat yang kuat inilah yang menjadi motor
penggerak pergerakan kehendak-kehendak-Nya untuk dijalankan di
muka bumi.

Jika kita perhatikan, maka pergerakan umat di zaman
sekarang ini akan terbaca melalui apa yang dipancarkan dari karya
(tingkah lakunya). Jika yang dipancarkan adalah zaman kegelapan;
merajalelanya pencurian, perzinaan, korupsi, suap, perjudian, dan
lain-lain maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas umatnya terpisah
dari pewaris Nabi. Kitab penuntun yang terbaca dalam hati umat
(meskipun lisannya membaca kitabulloh), pastilah kitab karangan
hawa nafsu atau karangan iblis. Kerusakan di darat maupun di laut,
adalah akibat ulah manusia. Ulah manusia yang berbuat kerusakan,
adalah akibat kitab panduan yang umat pegangi terlihat oleh ahli
kasyf sebagai kitab syetan atau kitab hawa nafsu. Banyaknya Ulama

41

Kepada Siapa Kita Bergabung?

dan Umat Islam di Indonesia, tidak menjamin bahwa mereka sedang
memperagakan (memancarkan) kehendak-kehendak-Nya.
Mampukah seluruh manusia di zaman sekarang mengikuti
jalan lurus yang telah Nabi lalui tanpa mengikuti orang-orang sezaman
yang telah Alloh beri hidayah (yakni para pewaris Nabi)? Adakah
seseorang pengaku penemu kebenaran berani mengatakan kepada
orang lain bahwa dirinya mampu secara langsung mencerap petunjuk
(pelajaran) dari Nabinya tanpa pernah punya seorang guru (lahiriah)
pun? Mampukah setiap manusia berjalan melewati jalan lurus Nabinya
tanpa penuntun dari orang sezaman (sebagai prototip zaman kerasulan)?
Bisakah jutaan kitab suci Al-Qur’an membuat masyarakat non islam
dengan sendirinya memahami keberadaan Alloh serta melaksanakan
ibadah secara islam tanpa adanya orang ahli menerangkan maksud
isi Al-qur’an tersebut? Bisakah hanya dengan menjatuhkan mushaf
Al-Qur’an dari pesawat ke daratan Amerika, tiba-tiba membuat
penduduk Amerika mahir melaksanakan kehendak-kehendak-Nya?
Adakah Kitab-kitab Suci Dia turunkan secara langsung dari langit
tanpa menyertakan Nabi sebagai pembawa dan juru penerangnya?
Adakah ratusan juta Kitab Al-Qur’an mampu mencahayai umat tanpa
Dia mengirimkan pewarisnya Nabi-Nya?

Sekali lagi, syarat “kebangkitan umat” (baik secara vertikal
maupun secara horisontal), adalah bergabung dengan para ‘pewaris’
Nabi.

Pertanyaannya, mengapa meski telah kita saksikan berjuta-
juta orang telah bergabung dengan para ‘pewaris’ Nabi, namun
kenyataannya zaman masih saja gelap? Apakah ia yang orang-orang
gabungi bukan sebenar ‘pewaris’ Nabi? Jawabnya adalah bukannya
ia bukan pewaris Nabi; ia benar-benar pewaris Nabi (dengan ciri-ciri

42

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

seperti telah kami terangkan). Jawabnya adalah bahwa kesalahan ada
pada pihak orang-orang yang bergabung dengannya.

Wattabi’ sabiila man anaaba ilayya (ikutilah jalan orang yang
telah sampai kepada-Ku). Firman Alloh ini, mengisyaratkan supaya
kita ber-ittiba’. Kata ittiba’, di dalamnya mengandung makna yang
amat dalam.

Sebagian ciri bahwa seseorang telah berittiba’ kepada
jalannya pewaris Nabi, adalah bahwa ia akan memiliki (sedikit atau
banyak) cara rasa, cara pandang dan cara gerak para pewaris Nabi yang
diikutinya. Para pewaris Nabi, karena mereka mewarisi (sedikit atau
banyak) sifat-sifat Nabi, memiliki cara rasa, cara pandang dan cara
gerak Nabinya, terhadap obyek yang dihadapinya (sesuai situasi dan
kondisi).
Maka mari lihatlah, sudahkah berjuta-juta orang yang sudah
‘bergabung’ dengan para ‘pewaris’ Nabi tersebut, ber-ittiba’ kepada
mereka? Sudahkah berjuta-juta orang tersebut mempunyai kesamaan
cara rasa, cara pandang dan cara gerak dengan pewaris Nabi yang
diikutinya, sebagi bukti bahwa kedua kakinya telah benar-benar
melintasi jalan lurus yang dilalui pewaris Nabi-Nya?

Maka meski yang bergabung dengan pewaris Nabi semakin
banyak di satu sisi tapi di sisi lain tidak ber-ittiba’, ditambah lagi
bahwa mayoritas yang bergabung dengannya tersebut semata-mata
mencari “berkah duniawi”, maka tetap saja zaman tidak akan menjadi
‘kegemilangan’.

Ingat, bahwa kepentingan kita bergabung dengan ‘pewaris’
Nabi, tidaklah semata-mata demi kebangkitan zaman. Keselamatan

43

Kepada Siapa Kita Bergabung?

‘pribadi’-pun amat berkait dengannya. Bisakah sahabat-sahabat ‘besar’
seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan lain-lain selamat dari api
neraka dan dari kebodohan tanpa mengikuti Nabinya? Setelah Nabi
meninggal, bisakah kita mengikuti Nabi tanpa mengikuti pewarisnya,
demi keselamatan kita dari ‘kegelapan’?

44

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Wahai Ikhwan
“Benteng-Nya”
adalah untukmu

Wahai Ikhwan sekalian, marilah kita semua masuki BENTENG
ALLOH (Laailaaha-illalloh) dengan langkah pasti. Jangan ragukan
langkah kita ini. Apa yang kita lakukan ini, yakni mewiridkan
Laailaaha-illalloh, adalah ‘benar’ menurut Yang Maha Benar. Alloh
berfirman dalam hadits qudsiy; Laailaaha-illalloh hishniy. Man dakhola
hishniy amina min ‘adzabiy (Laailaaha-illalloh adalah benteng-Ku.
Siapa yang masuk ke dalam benteng-Ku maka ia akan selamat dari
adzab-Ku).

Oleh karena itu setiap kita seharusnyalah menyeringkan
berdzikir dengan kalimah Laailaaha-illalloh ini. Kita tidak usah
ragukan lagi mengenai MANFAAT dan PAHALA yang akan Alloh
berikan kepada kita yang mengucapkan kalimah Laailaaha-illaloh
ini. Alloh pasti mengaruniai kita manfaat dan pahala yang ‘amat
besar’. Dan ketahuilah wahai ikhwan, bahwa PEMAKNAAN maupun
PENGHAYATAN LAAILAAHA-ILLALLOH oleh orang yang hanya
membacanya sembilan kali saja dalam sehari semalam (misalnya),
pasti tidak akan lebih luas dibanding pemaknaan maupun penghayatan
oleh orang yang sama yang membacanya seribu kali dalam sehari
semalam. Manfaat dan pahala baginya apabila ia mau ‘memperbanyak’

45


Click to View FlipBook Version