The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ozziex9, 2021-09-06 10:48:25

Setetes Bening Air Komplit

Setetes Bening Air Komplit

Ilmu Sedot adalah ilmu laten

Ketuhanan, Alam Akhirat (Surga dan Neraka) dan Alam Dunia, masing-
masing juga mempunyai ilmu sedot.

Isi dari alam-alam, masing-masing mempunyai ilmu sedot pula
yang dengannya mereka mampu menjadikan kaki kita melangkah
menuju mereka, bisa menjadikan wajah kita menghadap mereka,
menjadikan mata kita melihat mereka, bisa menjadikan hidung kita
mencium aroma mereka, bisa menjadikan telinga kita mendengar
kalam mereka, bisa menjadikan tangan kita memegangi mereka, bisa
menjadikan lisan kita memuji keindahan mereka, bisa menjadikan
akal kita memikirkan mereka, bisa menjadikan hati kita mengetahui
mereka, bisa menjadikan ruh kita mencintai mereka, bisa menjadikan
sirr kita tenggelam (terpana) dalam rasa mereka. Dengan ilmu sedot,
kita pun mampu menjadikan mereka tertuju kepada kita.

Para penghuni alam-alam, seperti Malaikat, Syetan, Jin, Hewan
dan Manusia, masing-masing juga mempunyai ilmu sedot yang
dengannya mampu menjadikan makhluk selainnya (termasuk kita)
memperhatikannya, atau sebaliknya.

Sang Penguasa alam Raya yaitu Alloh, juga mempunyai Ilmu
Sedot. Keesaan Dzatulloh, Keesaan Sifatulloh dan Keesaan Af’alulloh,
masing-masingnya pun memiliki daya Sedot. Tanpa Ilmu Sedot-Nya,
kita dan seluruh makhluk tak akan mema’rifati Af’al, Asma dan
Sifat serta Dzat-Nya. Dengan Ilmu Sedot-Nya, kita menjadi mampu
mengenali dan menyembah (atau kembali) kepada-Nya. Inna lillahi
wa inna ilaihi rooji’uun. Wa ilallohi turja’ul umuur.

Tanpa ilmu sedot, inti atom tak akan mampu membuat unsur
atom yang lain mengitari dirinya. Tanpa ilmu sedot, matahari tak
akan mampu menarik planet-planet di sekitarnya. Tanpa ilmu sedot,

146

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

bumi tak akan mampu menarik bulan mengitari dirinya. Tanpa ilmu
sedot (gravitasi), bumi tak akan menjadi tempat berpijak bagi kaki-
kaki kita. Tanpa ilmu sedot, seorang wanita tak akan dapat menarik
perhatian lelaki (dan sebaliknya). Tanpa ilmu sedot, hidung seluruh
manusia tak akan mampu menghisap udara (oksigen), tak akan pula
mampu mengisap bau surga. Dan seterusnya...

Dengan ilmu sedot ini, kupu-kupu bisa menghisab sari bunga.
Dengan ilmu sedot, tetumbuhan bisa mencerap sari-sari makanan
dari dalam bumi ke dalam dirinya. Dengan ilmu sedot, jet pump
akan mampu menghisap air dari dalam sumur. Dengan ilmu sedot,
bintang-bintang di langit akan menarik perhatian mata manusia. Dan
seterusnya...

Pada puncaknya, dengan ilmu sedot, masing-masing ‘dzat’
(sesuatu) menjadi mampu mewartakan kepada sesuatu di luar dirinya
tentang siapa ‘aku’-nya; aku yang yatim, atau aku yang tersesat, atau
aku yang lemah dan faqir, atau aku yang indah, atau aku yang gagah,
atau aku yang sempurna, dan seterusnya sampai aku yang hamba, atau
aku yang rosul, atau Aku Yang Tuhan.

Untuk menjadikan masing-masing dzat bisa menyedot sesuatu
yang lain, masing-masing mereka memiliki tentara-tentara yang
bekerja mempromosikan kepada fihak lain supaya memperhatikan
dan tertarik kepadanya. Masing-masing dzat ini adalah bagai raja-
raja yang menguasai para laskarnya dalam kerajaannya sendiri-
sendiri. Masing-masing laskar akan setia menuruti perintah rajanya
mentenarkan namanya, mengundang makhluk lain mendatangi
dan mencintainya, menarik makhluk lain memperhatikan dan
menyaksikannya, dan seterusnya. Demikian pula manusia, dia akan
dikasih oleh Alloh ilmu sedot (berikut laskar-laskar yang telah Alloh

147

Ilmu Sedot adalah ilmu laten

tundukkan baginya) yang dengannya mampu menarik manusia atau
fihak lain mendatangi dirinya untuk melihat keindahan (keislaman
dan kesaliman)-nya maupun melihat kejelekan (ketersesatannya).
Demikian pula Alloh Sendiri sebagai Raja-Nya Alam Semesta, Dia
akan mengutus para laskar penyedot bagi-Nya yang diutus kepada
terutama seluruh jin dan manusia supaya mengenali dan merasakan-
Nya. Jika Dia berkehendak menyedot jin dan manusia memperhatikan
dan merasakan Keindahan-Nya maka diutuslah laskar-laskar berupa
Nabi-nabi dan Rosul. Jika berkehendak menyedot mereka mengenal
dan merasakan ‘Galak’-Nya maka diutuslah kepada mereka laskar-
laskar berupa Iblis, syetan dan bala tentaranya. Dan seterusnya.

Ilmu sedot, pada puncaknya akan menjadikan seluruh maujud
terserap kepada Inti Wujud (Dzat) Yang Satu, Yang Ada dengan
Sendiri-Nya tanpa permulaan dan penghabisan, baik tersedot secara
langsung oleh-Nya melalui ayat “Laailaaha-illa Anaa fa’budniy” sehingga
ada yang kemudian menjadi menyembah-Nya maupun sebagian
lagi mengingkari-Nya (setelah mengenal-Nya), maupun secara tidak
langsung melalui ayat “Faianamaa tuwalluu fatsamma wajhulloh.” Di
alam surga, seluruh penghuninya akan melihat kanan kirinya sebagai
tajalliyyat Keindahan-Nya. Di alam neraka, seluruh penghuninya
akan melihat kanan kirinya sebagai tajalliyyat Keperkasaan-Nya.
Semua akan melihat dan merasakan-Nya baik secara langsung “Tiada
tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku” maupun secara tidak langsung
melalui “Kemanapun kalian memandang, di situlah (tampak) Wajah Alloh.”
Ayat “Laailaaha-illa Anaa Fa’budniy” maupun ayat “Faianamaa
tuwalluu fatsamma Wajhulloh” akan terus abadi sepanjang masa
tanpa penghabisan.

Sumber ilmu sedot adalah dari Alloh. Sebelum menciptakan
makhluk, potensi ilmu sedot telah ada dalam Diri-Nya Sendiri. Barulah

148

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

setelah Dia menciptakan makhluk, Ilmu Sedot-Nya teraktualisasikan.
Dia berfirman; “Semula Aku adalah Perbendaharaan Tersembunyi. Maka
Aku ingin Diri-Ku dikenal. Maka Kuciptakanlah makhluk, demi mereka
mengenali-Ku.” Dalam situasi dan kondisi bagaimanapun, tidak ada
satu makhlukpun yang tidak mengenali-Nya, baik secara disadari
maupun tidak. Dan nanti pada gilirannya, setelah mati atau kiamat,
seluruh manusia (termasuk yang ketika masih hidup di alam dunia
kerap melupakan-Nya) menjadi benar-benar mengenali-Nya secara
sadar. Nabi bersabda; “Annaasu niyaamun faidzaa maatuu intabahuu.”
(Manusia itu tertidur. Apabila mereka telah mati, barulah mereka
terjaga (tersadar). Setelah kematiannya, sebagian manusia akan
mengenali Tuhan yang akan menyiksanya dalam neraka. Sebagian lagi
mengenali Tuhan yang akan memasukkannya ke dalam surga-Nya
untuk diberi karunia-Nya. Sebagian lagi akan mengenali Tuhannya
sebagai Dzat yang paling mereka cintai yang mereka merasa tidak
berbahagia selain berdampingan dengan-Nya.

Ilmu sedot yang paling kuat berikutnya, adalah yang dimiliki
para Rosul. Mereka diberi kemampuan oleh Alloh untuk menjadikan
seluruh manusia terpana dan terpaku untuk mendengarkan
seruannya untuk bersyahadat Laailaaha-illalloh. Adapun mereka mau
mengucapkan atau tidak, itu urusan Alloh.

Secara umum, seluruh maujudat adalah utusan (penerjemah)
dari Wujud-Nya. Setiap mereka juga mempunyai sirr kerasulan.
Dengan sirr kerasulan ini, menjadikan masing-masing mereka
mempunyai daya tarik untuk dilihat makhluk lainnya sehingga
(bagi yang bermata hati) akan menemukan Wujud Tuhan melalui
penampilannya. Banyak keanehan alam yang dapat kita saksikan.
Ada buah semangka bertulisan Alloh. Ada ikan bertulisan Alloh.
Ada batu bertulisan Alloh. Ada segerombolan pohon membentuk

149

Ilmu Sedot adalah ilmu laten

tulisan Laailaaha-illalloh. Ada awan bertulisan Alloh. Dan seterusnya.
Jika mereka mempunyai lisan sebagaimana manusia, mereka akan
mengatakan kepada siapapun yang punya telinga; “Lihatlah aku.
Siapa yang mampu melihat ‘hakikatku’, tentu kalian akan menemukan
dan melihat-Nya.” Ilmu sedot ini tak akan mampu dipraktekkan oleh
alam jika masing-masingnya tidak ada SIRRULLOH di dalamnya.
Padahal, tak satupun partikel alam yang tidak terkandung Sirrulloh
di dalamnya. Dari seluruh makhluk (alam semesta) tidak ada yang
paling kuat pengaruh ilmu sedotnya selain yang dimiliki manusia.
Hanya dengan melihat manusia, melihat wajahnya saja misalnya,
bagi penyaksi yang peka mata-hatinya, tentu akan mendapatkan dan
melihat wajahnya sebagai Tajalliyat Wajah-Nya, baik Wajah ‘Galak’
maupun Wajah ‘Lembut’ maupun Wajah ‘Sempurna’-Nya. Melalui
raut wajah seorang ibu, seorang anak akan melihat dan merasakan
Dia Yang Lembut. Melalui wajah Fir’aun, rakyat akan melihat dan
merasakan Dia Yang Galak. Melalui wajah para Kekasih-Nya, umat
akan melihat dan merasakan Dia Yang Sempurna.

Di antara manusia (selain Nabi), yang paling kuat
mempertampakkan Wajah-Nya, adalah para Waliy-Nya. Jika kita
melihat dan merasakan seorang Waliy cinta dan ridlo kepada kita,
kita akan merasa amat bahagia, lebih bahagia daripada menerima
hadiah milyaran rupiah dari seorang presiden. Jika kita melihat dan
merasakan wajah seorang Waliy tampak benci dan murka kepada kita
(meski tidak tampak hendak membunuh), kita akan merasa hancur
dan teramat sedih, lebih sedih tinimbang dihajar Fir’aun. Melalui
semata wajah seorang Waliy, terlihatlah Wajah-Nya. Melalui Wajah-
Nya, terlihatlah isyarat Bathin-Nya Yang Maha Sempurna.

Inilah ilmu sedot yang dimiliki alam (terutama manusia).
Masing-masingnya, kepada makhluk lainnya akan menyedot mereka

150

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

supaya mau memperhatikan dirinya bahwa dalam kediriannya
tersimpan Sirrulloh yang melaluinya akan mereka temukan Alloh.
Faianamaa tuwalluw fatsamma wajhulloh. Innalloha ma’akum ainamaa
kuntum.

Ilmu sedot, pada ujungnya akan melarikan makhluk (terutama
manusia) yang terkena sedotannya menjadi mengenali Tuhannya,
baik secara langsung maupun tak langsung. Innaniy ana Alloh laailaaha-
illa Anaa fa’budniy. Udzkuruuniy adzkurkum. Dari Hasrat-Nya yang
demikian ini, makhluk akan tersedot untuk munajat kepada-Nya;
IYYAKA NA’BUDU. Ini adalah jenis sedotan-Nya demi pengenalan
kepada-Nya, jenis sedotan mana adalah secara langsung. Adapun
yang secara tidak langsung, Alloh meneteskan ilmu sedot-Nya (untuk
menarik seluruh makhluk kepada Diri-Nya) melalui penampakan setiap
makhluk. Melalui antar penglihatan satu dengan makhluk yang lain,
menjadilah mereka menemukan Tuhan. Ini adalah oleh sebab seluruh
makhluk, pada hakikatnya merupakan wujud yang diutus oleh-Nya
untuk menerangkan Wujud Hakiki-Nya yaitu Alloh. Jika seorang Ayah,
atau Guru atau Waliy atau Nabi sudah terbaca oleh kita bahwa dia
memelihara kita dengan cinta dan ridlonya, maka kita (yang peka) akan
secara otomatis berkata kepadanya; “Akan aku taati engkau.”

Ilmu sedot yang lain, adalah ilmu sedot bertenaga WA IYYAKA
NASTA’IN. Munajat ini disampaikan kepada tuhan, adalah karena
pada asasnya setiap makhluk merasakan; “Inniy laa amliku linafsin
naf’an wa dlorran wa laa mautan wa laa hayaatan...”. Ilmu sedot jenis
ini Alloh hunjamkan ke lubuk setiap makhluk yang dengannya
mereka merasa mampu menyedot perhatian Tuhan dengan harapan
Dia bersedia menolong apa yang menjadi kebutuhannya. Kebutuhan
pertama Sirr Makhluk terhadap Tuhannya, adalah keinginan supaya
Tuhan mau mengenali jati dirinya; “Ya Alloh, lihatlah aku. Aku tak lain

151

Ilmu Sedot adalah ilmu laten

adalah hamba-Mu.” Keinginan kedua adalah; “Ya Alloh, lihatilah aku
yang tak bisa apa-apa tanpa kehadiran-Mu. Aku sangat membutuhkan-Mu.”
Keinginan ke tiga adalah; “Ya Alloh, lihatilah aku. Aku tak akan menjadi
hidup jika aku tak menujukan seluruh himmahku semata kepada Ketuhanan-
Mu.” Keinginan ke empat adalah; “Ya Alloh, lihatilah aku. Aku butuh
menyembah-Mu karena ketuhanan-Mu dan butuh menyembah-Mu karena
seluruh karunia (yang menjadikan tubuh dinginku hangat) adalah berasal
dari-Mu.” Pada tataran gila, sebagian mereka akan berkata; “Ya Alloh,
lihatlah aku. Aku tak lain adalah Kau.” Dan seterusnya. Ini adalah yang
secara langsung. Adapun yang secara tidak langsung, dengan ilmu
sedot bertenaga wa iyyaka nasta’iin ini, setiap diri bisa menyedot
perhatian sesama makhluk (yang merupakan tajalliyat-Nya) yang
dipandang sebagai sedang lebih gagah dan atau lebih indah dan
atau lebih sempurna dari dirinya, demi meminta kepada mereka
bantuannya untuk memenuhi kebutuhan dirinya. “Pak Poslisi, lihat
lah aku, aku sedang teraniaya, bantulah aku. Pak dokter, lihatlah aku, aku
sedang sakit, tolong obati aku. Ayah, lihatlah aku, aku miskin, tolong beri
aku uang. Ibu, lihatlah aku, aku lapar, berilah aku susu. Wahai kekasih,
lihatlah aku, aku tak kuat hidup sepi sendiri, berilah aku cinta dan kasih
sayangmu, sudilah kau menjadi pakaian bagiku. Pak guru, lihatlah aku, aku
bodoh, ajari aku ilmu. Wahai Waliyalloh, aku adalah ‘al-faqir’, ikatlah aku
dengan wujudmu, kepada engkaulah aku ikut dan kepada engkaulah aku
minta tarbiyyah. Dan seterusnya.”

Lihat, tidak ada satu dari isi alam pun yang tidak mempunyai
ilmu sedot yang dengannya mereka menjadi merasa diperhatikan
baik secara langsung oleh Tuhannya maupun secara tidak langsung
melalui Tajalliyyat-Nya.

Setiap makhluk mempunyai ilmu sedot jenis ini. Dan yang
paling kuat, adalah ilmu sedot yang dipraktekkan oleh manusia.

152

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Di antara manusia, yang paling kuat ilmu sedotnya adalah yang
paling mampu merasakan ‘sirr kehambaannya’. “Lihatlah aku. Aku
tak lain adalah hamba.” Ia menampakkan gairah kehambaannya
kepada Tuhannya sampai ke tingkatan yang amat dalam. Ia benar-
benar merasa mampu menyedot perhatian Tuhan yang karenanya
Tuhan menjadi amat mencintainya. Setelah Tuhan mencintainya,
Tuhan pun menyedot para malaikat dan mengumumkan bahwa
Diri-Nya mencintai hamba-Nya dan mengajak serta mereka untuk
mencintainya. Para malaikat pun mengumumkan kepada penduduk
bumi untuk mencintai hamba-Nya yang sedang lebur dalam sirr
kehambaannya. Dengan ilmu sedot jenis ini, maka tak seorang pun
yang menyendiri di sebuah goa selain justru menjadikannya terkenal,
minimal terkenal di Mata Tuhan dan para malaikatnya. Jika ia benar-
benar memakai ilmu sedot yang murni yaitu bertenaga wa iyyaka
nasta’iin, Tuhan dan Malaikat akan mengerumuninya dengan cinta
dan kasih sayang. Bahkan manusia di sekitarnya pun akan diberi
pengumuman oleh malaikat bahwa di goa tersebut ada seorang
hamba yang dicintai-Nya, yang karena pengumuman itu manusia
pada berbondong mencarinya untuk menjadikannya tidak merasa sepi
dan atau bahkan tidak sedikit yang berbondong datang kepadanya
demi menyedot berkah darinya.

Di antara murid seorang Waliy Mursyid, yang paling kuat
ilmu sedotnya adalah ia yang paling benar dzikirnya, yang mampu
menghantarkannya larut ke maqom ‘keabdian’ Muhammad. Siapa dari
murid yang paling merasa hancur saat tertindih kalimah Laailaaha-
illalloh, yang menjadikannya sepi dari sifat sombong dan segala penyakit
hati lainnya, yang menjadikannya hanya bergantung pada Alloh
(ketika larut dalam sirrul-abdi), yang menjadikannya memancarkan
akhlak mulia (ketika larut dalam sirrur-rosul), dialah yang paling kuat
ilmu sedotnya. Maka bagi seorang murid yang ingin dirinya terkenal dan

153

Ilmu Sedot adalah ilmu laten

dikerumuni banyak orang (baik untuk membantunya maupun minta
barokahnya), adalah dengan cara menghilangkan rasa ingin terkenal
itu sendiri dan selanjutnya, larut dalam dzikir. Dengan dzikir yang
benar (sesuai petunjuk Waliy Mursyid), akan diketahui dan dirasakan
sirr kehambaannya sendiri. Dengan dirasakannya sirr kehambaannya
sendiri, akan terkuaklah Sirrulloh di depannya, di belakannya atau di
kedalamannya sendiri. Dengan menenggelamkan diri dalam liputan
Sirrulloh, menjadi terang dan terkenallah ia, keterkenalan mana selalu
bersama Alloh dan Rosul-Nya, bukan bersama semata dirinya sendiri.

Seluruh makhluk, antara satu dengan yang lain, ketika
berkomunikasi, sebenarnya adalah sedang saling menebarkan ilmu
sedotnya, dengan harapan bisa saling mengenali satu sama lainnya
tentang siapa ‘aku’-nya.

Seonggok mayat, pada dirinya juga masih ber-keakuan, yang
karenanya masih bisa menjalin komunikasi ‘tingkat tinggi’ kepada
terutama ‘ruh’ sesama manusia. “Kemarilah. Lihatlah aku. Kenalilah
aku; aku sudah tidak berdaya.” Maka berbondonglah orang-orang untuk
mensholati jenazahnya. Sholat jenazah yang dilakukan saudara-
saudaranya yang masih hidup, pahalanya atau pengaruhnya sangat
dibutuhkan oleh si mayat, yang telah menyatakan kepada mereka
ketidak-berdayaannya. “Lihatlah aku. Aku banyak dosa. Aku butuh sekali
kasih sayang-Nya. Wahai saudara, bantulah aku.” Maka orang-orang
pun berdo’a kepada Alloh untuk si mayat; “Allohumma ighfir lahu wa
irhamhu wa ‘aafihi wa’fu ‘anhu.”

Ketika si mayat telah dikubur dan ruhnya telah kembali kepada
Alloh, ‘tubuh’-nya juga masih mempunyai ke-aku-an yang karenanya
mampu menyedot makhluk lain demi membantu kebutuhan dirinya;
“Datanglah kemari wahai bakteri. Aku ingin memperkenalkan kepada

154

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

semuanya bahwa aku adalah makhluk yang fana, supaya mereka tahu
bahwa Alloh saja yang kekal. Kemarilah, hai bakteteri, busukkanlah aku,
hancurkanlah aku, akupun ingin juga kembali kepada Tuhanku.” Akhirnya
jasadpun hancur; “Terima kasih hai bakteri, kau telah menolongku kembali
pada-Nya.”

Pada kasus jasad mayat berkualitas tinggi, ke-aku-annya
amatlah cerlang. Ia punya ke-aku-an yang berkecerdasan tinggi.
“Selamat datang hai bakteri kekasihku, kau adalah utusan Tuhan yang
datang kemari untuk menghancurkanku. Kemarilah, laksanakanlah perintah
Tuhan. Doakan semoga aku tergolong jasad yang bersabar.” Dan ketika
bakteri hendak menyerang, tiba-tiba mereka dilarang oleh Alloh
karena ke-aku-an jasadnya telah fana fillah (merasa telah mati sebelum
mati sebelum sempat diserang), sama seperti kasus Nabi Ismail yang
tidak jadi disembelih ayahnya (Nabi Ibrahim), yang karenanya akan
dihidupkan kedua kalinya dalam liputan Tuhannya. Menjadilah
jasadnya tidak membusuk sampai kiamat alias tetap hidup (dalam
liputan hayat-Nya). Inilah jasad para Nabi dan kekasih-kekasih-Nya
yang lain. “Terima kasih hai bakteri, yang tidak jadi menghancurkanku.
Terima kasih hai bakteri, yang telah mengenal ‘aku’ yang sedang Dia
perankan sebagai simbol bahwa apa-apa yang ada di sisi-Nya adalah kekal.”
Dan seterusnya...

Jadi, antara satu dengan yang lain, masing-masing makhluk
saling mengenalkan siapa ‘aku’-nya.

Jika A sedang memanggil B, maka yang sebenarnya terjadi
adalah bahwa si A sedang menyedot B untuk mau memperhatikannya
tentang siapa ‘aku’-nya si A. Ketika B menolak panggilan A, pada
hakikatnya bukan menjadi soal bagi si A. Penolakan oleh B atas
panggilan si A ini, sebenarnya secara tidak langsung adalah juga atas

155

Ilmu Sedot adalah ilmu laten

berkah pengenalan B kepada si A tentang siapa ‘aku’-nya A. Artinya,
jika B tidak telah mengenali ‘aku’-nya A, B pun akhirnya tak kuasa
untuk menjadi menolak panggilan A. Demikian pula apalagi jika B mau
memenuhi panggilan si A, ini jelas-jelas adalah karena pengetahuan B
tentang ‘aku’-nya A.

Di sisi lain, ketika A sedang menyedot (memanggil) B, jangan
dibilang bahwa pada kepasifan B (yang tampak tidur menunggu
panggilan A) ia tidak sedang menebarkan ilmu sedotnya pula kepada
A. Jika dalam kepasifan B tidak terjadi proses penebaran ilmu sedot oleh
B, tentu si A tak akan kuasa untuk menjadi memanggil B. Subhanalloh.
Si A memangil B, adalah oleh sebab pengenalan A akan ‘aku’-nya B
terlebih dulu. Jika demikian, siapa yang menyedot duluan, A yang
memanggil B ataukah B yang dipanggil A?

Demikianlah yang terjadi pada makhluk ketika mereka sedang
menjalin komunikasi. Dalam kesehariannya, seorang manusia bisa
berkomunikasi dengan seorang manusia lainnya atau dengan sebuah
komunitas (lebih dari seorang manusia). ‘Aku’ bisa berkomunikasi
dengan ‘kau’ atau ‘kalian’, atau bahkan pada tataran yang lebih tinggi,
‘aku’ bisa berkomunikasi dengan ‘dia’ atau ‘mereka’. Dengan ilmu
sedot, seorang manusia juga bisa menjalin komunikasi dengan debu,
batu, pohon, hewan, bumi, matahari, galaksi, dan seterusnya. Dengan
ilmu sedot pula, sebutir debu (atau sekelompok debu) bisa menjalin
komunikasi dengan sesama debu, dengan batu, dengan pohon,
dengan sampah, dengan lalat, dengan air, dengan seorang manusia
atau dengan segerombolan manusia, dan seterusnya. Masing-masing
makhluk, dengan demikian ingin sekali mengenali siapa ‘aku’-nya
sendiri melalui makhluk lain dengan cara mengenalkan ‘aku’-nya
kepada mereka, dan di saat yang sama ingin pula mengenali siapa

156

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

‘aku’-nya makhluk lain, yang ia pandang sebagai ‘kau’ atau ‘kalian’
atau (yang lebih tinggi) sebagai ‘dia’ atau ‘mereka’.

Pada hakikatnya, setiap dzat daripada makhluk kelak akan
memahami bahwa dirinya adalah bagai seorang raja dalam ‘dunia’-nya
sendiri. Apabila tidak ada komunikasi satu makhluk dengan yang
lain, maka masing-masingnya tidak akan mengetahui bahwa dirinya
adalah raja.

Pada gilirannya, setiap dzat daripada makhluk terhadap sesama
makhluk yang lain, ketika menjalin komunikasi, karena ia seorang
raja, adalah sedang menyaring-nyaring (dari lawan komunikasinya)
tentang siapa yang menjadi ‘musuh’-nya, siapa yang menjadi ‘rakyat’-
nya, siapa yang menjadi ‘tamu’-nya, siapa yang menjadi ‘laskar’-nya,
siapa yang menjadi ‘keluarga’-nya, dan siapa yang menjadi ‘kekasih’-
nya.

Secara horisontal, tampilan yang paling kuat dan terang oleh
berbagai jenis makhluk untuk mengarahkan setiap maujudat yang
melihatnya sampai ke HAKIKAT WUJUD YANG SATU, adalah yang
disuguhkan oleh seorang manusia yang sedang menjalin komunikasi
dengan seorang manusia lainnya. Yang lebih kuat lagi dari ini, adalah
jika komunikasi itu ditampilkan oleh seorang lelaki dengan seorang
(beberapa) perempuan yang menjadi kekasihnya.

Pada puncaknya, ketika seorang lelaki telah menjalin hubungan
dengan kekasih perempuannya pasca penyaringan-penyaringan, sang
lelaki akan sangat menjadi terang mengenali siapa ‘aku’-nya sendiri.
Di saat sang lelaki menyedot (memanggil) kekasihnya yang kemudian
kekasihnya menjadi memperhatikan dan mendatanginya, maka
ketika itu sang lelaki sebenarnya sedang hendak mengenali ‘aku’-

157

Ilmu Sedot adalah ilmu laten

nya sendiri (melalui perhatian kekasihnya terhadapnya) sekaligus
kemudian memperkenalkan ‘aku’-nya kepada kekasihnya.

Dan di sisi lain, ketika kekasih perempuannya sedang
disedot (dipanggil) oleh si lelaki, pada hakikatnya sang kekasih
perempuannya adalah sedang menyedot pula (melalui penampilannya)
kepada sang lelaki. Jika tidak mempraktekkan ilmu sedotnya (yang
menjadikan lelaki itu memperhatikannya), tentu si lelaki tidak akan
menjadi memperhatikan kemudian memanggilnya. Dan apabila
pada diri kekasih perempuannya tidak ada ‘aku’-nya yang dikenali
oleh si lelaki, tentu si lelaki tidak akan memperhatikan kemudian
menyedot (memanggil) nya. Demikian pula apabila pada diri kekasih
perempuannya tidak ada ‘aku’-nya yang dikenali oleh si lelaki, tentu
ia tak akan mampu menyedot perhatian lelaki dan yang kemudian
membuat dirinya rela tersedot memenuhi panggilan si lelaki tersebut.
Jika saja si lelaki tidak punya ke-aku-an yang dikenali kekasihnya,
tentu kekasihnya tidak akan merelakan dirinya tersedot oleh panggilan
si lelaki. Dengan demikian, sebuah komunikasi hanya akan bisa
berjalan manakala satu fihak dengan fihak yang lain saling mengenali
‘aku’-nya masing-masing. Dan ini hanya bisa berjalan jika masing-
masingnya mempunyai ilmu sedot.

Ketika seorang lelaki bernama A menjalin interaksi dengan
kekasih perempuannya bernama B, sebenarnya yang hendak mereka
inginkan adalah ‘aku’-nya masing-masing. Ketika lisan A memanggil
B yang berpakaian indah dan berparas cantik, sebenarnya yang
memanggil adalah ‘aku’-nya A (bukan lisan-nya A). Yang dipanggil
pun bukan pakaian indah dan wajah cantik-nya B, melainkan ‘aku’-nya
B. Ketika B mendatangi A, yang mendatangi pun bukan pakaian
maupun wajah cantiknya, melainkan ‘aku’-nya. Yang B datangi juga
bukan ‘lisan’ atau ‘tubuh’-A yang memanggil, melainkan ‘aku’-nya A.

158

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Sebenarnya jika diteliti secara seksama, bukan hanya ilmu sedot
saja yang Alloh berikan kepada setiap makhluk, melainkan juga ilmu
sembur. Jika kita perhatikan secara seksama pula hubungan A dan B
pada contoh di atas, masing-masing ternyata tidak akan bisa menjalin
komunikasi hanya dengan ilmu sedot saja, tapi harus menyertakan
ilmu sembur.

Berikutnya, ketika hubungan asmara A dan B telah saling akrab
dan saling telah mengenali ‘aku’-nya masing-masing, maka A akan
mengatakan kepada B; “Kakimu yang kau pakai berjalan mengangkat
tubuhmu untuk mendatangi tubuhku (diri A) ini adalah kakiku. Atau
tanganmu yang kau pakai memegangi tanganku ini adalah tanganku. Atau
matamu yang kau pakai melihati mataku ini adalah mataku. Atau kupingmu
yang kau pakai mendengar ucapan lisanku ini adalah kupingku. Cepat
kemarilah sayangku.”

Pada peringkat yang lebih intim, A akan mengatakan kepada
B; “Kakimu yang kau pakai berjalan mengangkat tubuhmu untuk
mendatangi tubuhmu (tubuh A) ini adalah kakiku. Atau tanganmu yang
kau pakai memegangi tanganmu ini adalah tanganku. Atau matamu yang
kau pakai melihati matamu ini adalah mataku. Atau kupingmu yang kau
pakai mendengar ucapan lisanmu ini adalah kupingku. Cepat kemarilah
sayangku.”

Pada peringkat yang lebih intim lagi, A akan mengatakan
kepada B; “Kakimu yang kau pakai berjalan mengangkat tubuhmu
untuk mendatangi tubuhmu (tubuh A) ini adalah kakiku juga (di samping
merupakan kaki melikmu). Atau tanganmu yang kau pakai memegangi
tanganmu ini adalah tanganku juga (di samping merupakan tanganmu).
Atau matamu yang kau pakai melihati matamu ini adalah mataku juga (di
samping merupakan matamu). Atau kupingmu yang kau pakai mendengar

159

Ilmu Sedot adalah ilmu laten

ucapan lisanmu ini adalah kupingku juga (di samping merupakan kupingmu.
Cepat mendekatlah sayangku. Dekaplah aku.”

Pada puncaknya, A akan mengatakan kepada B; “Kau adalah
aku. Aku adalah kau. Kau dan aku adalah satu yang tak terpisahkan
selamanya. Cepat masuklah sayangku, ke dalam dadaku. Dan seterusnya.”
Demikian pula apa yang dikatakan oleh B kepada A; sama seperti
yang telah dikatakan A kepada B. Jadi, dengan ilmu sedot pemberian
Alloh ini, bisa menghantarkan dzat makhluk yang satu dengan dzat
makhluk yang lain (yang sedang menjalin interaksi) mengenali ‘aku’-
nya masing-masing yang (pada taran puncak) tak lain adalah; “Kau
adalah aku dan aku adalah kau. Kau dan aku satu. Aku dan kau satu.”

Ketika keduanya mulai berpisah (karena urusan tertentu), A
kembali akan mengatakan kepada B; “Tubuhmu yang kau pakai untuk
menjauhiku adalah tubuhku juga.”

Pada tataran yang lebih jauh, A akan mengatakan kepada B;
“Tubuhmu yang kau pakai untuk menjauhiku adalah tubuhku.”

Pada tataran yang lebih jauh lagi, A akan mengatakan kepada
B; “Tubuhmu yang kau pakai untuk menjauhiku adalah tubuhmu sendiri.”

Ketika B telah tidak menempel pada tubuh A, A akan melihat
B seperti sedia kala yaitu tampak dari kejauhan berpakaian indah
dan berparas cantik. Dari kejauhan A akan mengatakan kepada B;
“Kau adalah kekasihku.” Demikian pula sebaliknya. Ketika keduanya
telah berpisah agak jauh, A akan mengatakan kepada B; “Aku rindu
padamu.” Demikian pula sebaliknya. Ketika A sedang mengutarakan
kepada C tentang keindahan B, A akan mengatakan kepada C; “Aku
rindu sekali bertemu dengannya.” Dalam situasi yang terakhir ini, pada

160

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

tataran yang lebih tinggi A akan mengatakan kepada C; “Ia adalah
aku. Aku adalah ia. Ia dan aku adalah satu.” Tataran yang lebih tinggi
lagi, adalah ketika A sedang berada sendirian (tidak dengan C) dan
berkata; “Tidak ada aku selain dia.” Tataran yang paling tinggi, adalah
ketika A sedang berada sendirian (tidak dengan C) dan berkata;
“Tidak ada dia selain dia.”

Dari percontohan di atas, kita akan bisa mengembangkannya
sendiri, kaitannya dengan ilmu sedot. Mengenai ilmu sembur (yang
sebenarnya tak bisa terpisahkan dari ilmu sedot), kita pun bisa
menguraikannya sendiri (setelah mengerti hakikat ilmu sedot).
Dengan percontohan di atas, kita akan bisa mengarahkannya sendiri
kepada maksud tertinggi dari urgensi ilmu sedot dan ilmu sembur, yaitu
kepada makna dan rasa “AHAD” atau “WAHID” atau “TAUHID”.
Apapun yang dilakukan oleh seluruh makhluk ketika mereka menjalin
hubungan antara satu dengan yang lain, adalah menggambarkan
hubungan cinta asmara antara ALLOH dengan MUHAMMAD dan
sebaliknya atau hubungan antara ALLOH dengan MUHAMMAD
berikut SELURUH MAKHLUK dan sebaliknya.

Adapun secara vertikal, tampilan paling kuat dan terang oleh
berbagai jenis makhluk untuk mengarahkan setiap maujudat yang
melihatnya sampai ke HAKIKAT WUJUD YANG SATU, adalah yang
disuguhkan oleh seorang manusia yang sedang menjalin komunikasi
secara umum dengan Tuhan itu Sendiri. Yang lebih kuat lagi dari ini,
adalah jika komunikasi itu ditampilkan oleh seorang lelaki (sebagai
imam) dengan diikuti para makmum laki-laki kemudian di belakangnya
lagi para makmum perempuan dalam bentuk sholat jamaah. Dan dalam
sholat jamaah ini yang lebih terang lagi adalah saat seluruh mereka
mengikuti sang imam bersujud kepada Alloh. Nabi menerangkan
bahwa saat paling dekat dengan Alloh bagi seorang hamba adalah

161

Ilmu Sedot adalah ilmu laten

ketika bersujud. Pada waktu hamba-Nya bersujud kepada-Nya
inilah, Ilmu Sedot-nya Alloh sedang tampak paling terang.

Ilmu sedot dan ilmu sembur yang ada pada manusia (makhluk)
adalah terambil dari sari; “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin.” Adapun
ilmu sedot dan ilmu pancar yang ada pada Tuhan, adalah terambil
dari sari; “Udzkuruuniy adzkurkum.”

Ilmu sedot dan ilmu sembur, adalah merupakan satu jenis
ilmu yang datang secara langsung dari Sisi Alloh. Setiap makhluk
telah Alloh beri jenis ilmu yang satu ini, tanpa usaha. Besar kecilnya
pengaruh ilmu sedot maupun ilmu pancar, amat tergantung kepada
seberapa besar masing-masing makhluk merasakan eksistensi dan
atau essensi dirinya sendiri. Semakin besar dan kuat pancaran dzikir
yang murid amalkan dari seorang Waliy Mursyid, akan menjadikan
si murid merasa semakin eksis dengan eksistensi dan atau essensi
dirinya sendiri. Siapa di antara murid yang dzikirnya paling banyak
dan paling kualitas, dialah murid yang paling akan memahami
jati diri dan Jati Tuhannya. Maka dia pula yang ilmu sedot dan ilmu
semburnya paling kuat dibanding murid-murid yang lain. Dialah yang
akan paling banyak diikuti orang (makhluk) dan paling banyak pula
rahmatulloh terpancar ke alam semesta melaluinya.

162

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Alloh, Tempat
Masuk-Keluar

Robbi adkhilniy mudkhola shidqin wa akhrijniy mukhroja shidqin... Ya Robb,
masukkanlah aku ke Tempat Masuk Yang Baik dan keluarkanlah aku
ke Tempat Keluar Yang Baik pula...

Bagi umat Islam pada umumnya, sebagai pembelajaran ke arah
ke’abdi’an sejati, kerapkali Alloh menyuruh mereka, pada awalnya,
bergantung pada amal (yang ikhlas) seperti misalnya; “Udzkurullooha
katsiiron la’allakum tuflihuun”, atau seperti sabda SAW, “Man qoola
laailaaha illalloh khoolishon dakholal jannah” dll. yang berarti menyuruh
bergantung pada amalan dzikir, amalan laailaahaillalloh, amalan sholat,
puasa, zakat, shodaqoh, haji, dsb. Dengan kata lain, para hamba disuruh
melakukan syarat-syarat berupa amal yang dengannya janji-janji
Alloh akan Dia berikan. Di sini hamba akan berkata dalam hati; “Jika
aku beramal, Alloh akan memberikan padaku janji-janji-Nya.”

Namun di saat mereka sudah tidak bergantung kepada amalnya
sendiri (demi meraih segala sesuatu dari-Nya), pada langit berikutnya
mereka akan menemukan lorong ‘keabdian’ yang di situ diri mereka
merasa tidak layak apabila tidak bergantung pada Dzat (Ketuhanan) Alloh

163

Alloh, Tempat Masuk-Keluar

semata (bukan kepada apa-apa yang ada di sisi-Nya, apalagi amalnya
sendiri). Di sini, seorang mukmin akan menyaksikannya sendiri bahwa
rasa bergantung pada semata Alloh (yang juga telah Nabi Muhammad
SAW rasakan), merupakan sifat keabdian yang Alloh lekatkan pada
setiap makhluk khususnya manusia paripurna. Rasa kebergantungan
semacam inilah yang mesti diburu oleh setiap manusia, sehingga
nantinya akan tercerabut ke sebuah maqom ubudiyyah di mana hanya
Alloh saja yang mereka saksikan dan tanggapi, tidak selain-Nya.
Laailaaha-illalloh. Ruh mereka tercerabut dari alam bawah sehingga
di alam tertingginya ia kemudian cinta maupun takut hanya kepada
Maqom Alloh (Dzat-Nya) saja. Di sini ia akan berlindung kepada Alloh
dari Alloh, di mana sebelum ini (di langit bawahnya), mereka minta
perlindungan kepada ridlo-Nya dari kemarahan-Nya (bergantung pada
Sifat-Nya) di mana sebelum ini mereka berlindung kepada rahmat-
Nya dari neraka-Nya (bergantung pada Af’al-Nya).

Ruh mereka juga tercerabut sehingga terpaku hanya kepada
Maqom Alloh saja. Takut, optimis, cinta, malu, rindu, dst. kepada semata
Maqom Alloh inilah yang merupakan rasa ke’abdi’an paling murni.
Mereka sebagai ‘abdi’ sangat bergantung kepada pertolongan Alloh
berupa Alloh, bukan bergantung kepada, pada tataran di bawahnya,
ridlo maupun rahmat-Nya, apalagi bergantung, pada tataran paling
bawah, kepada kekuatan diri berupa perasaan memiliki kekuatan untuk
beramal (meski amal cahayawi secara ikhlas).

Dengan, pada tahap pertama, melaksanakan (bergantung
kepada) amal kehambaannya sendiri baik amal lahiri maupun bathini
(berkendaraan ilmu dan kekuatan dari-Nya), seorang hamba berarti
sudah menghargai pemberian istimewa-Nya berupa karunia wujud.
Pada tahap ini, dengan cahayawinya sendiri, ia bisa terlepas dari
pekerjaan syetan (amal kegelapan). Pada tahap ke dua, dengan

164

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

bergantung kepada rahmat-Nya, bukan lagi kepada amalnya sendiri
yang cahayawi, ia berarti sudah terlepas dari neraka-Nya. Pada
tahap ke tiga, dengan bergantung kepada keridlaan-Nya, ia berarti
sudah terlepas dari kemurkaan-Nya. Pada tahap terakhir, dengan
bergantung kepada ke-Dia-an-Nya saja, ia berarti telah terlepas dari-
Nya (dan terpeluk kembali oleh-Nya).

“Ketika aku haus, Engkaulah yang memberiku minum ke dalam
perutku”, ini adalah peringkat keabdian pada tataran af’al. “Ketika aku
haus, Engkaulah yang memberiku minuman Sifat-sifat dan Nama-nama—
Mu ke dalam qalbuku” adalah peringkat keabdian pada tataran sifat
dan asma. “Ketika aku haus, Engkaulah yang memberiku Diri-Mu ke dalam
sirrku” adalah peringkat keabdian pada tataran dzat. Di sini yang
tersaksikan adalah semata Engkau (Alloh), bukan media-medianya
(berupa gelaran Sifat, Nama maupun Af’al-Nya)..

Dalam bahasa lainnya, keabdian pada tataran af’al juga dapat
dimisalkan dalam munajat seorang hamba; “Ketika aku haus, minuman
yang Kau berikan inilah yang melepaskan dahagaku.” Tataran asma dan
sifat-nya adalah; “Ketika aku haus, sifat da nama pada minuman yang Kau
berikan padaku inilah yang melepaskan dahagaku.” Pada tataran dzat-nya
adalah; “Ketika aku haus, dzat (ke’aku’an) pada minuman yang Kau berikan
padaku inilah yang melepaskan dahagaku.” Pada tataran dzat ini, tak ada
yang ada di balik sirr minuman (sirr makhluk) selain ‘Aku’.

Dalam bahasa lainnya, keabdian pada tataran af’al juga dapat
dimisalkan dalam munajat seorang hamba; “Ketika aku haus, minuman
yang memancar dari mata air yang Kau semburkan Sifat-Mu ke dalamnya
inilah yang melepaskan dahagaku.” Tataran asma dan sifat-nya adalah;
“Ketika aku haus, minuman yang memancar dari Sifat dan Nama yang Kau
semburkan Dzat-Mu ke dalamnya inilah yang melepaskan dahagaku.” Pada

165

Alloh, Tempat Masuk-Keluar

tataran dzat-nya adalah; “Ketika aku haus, minuman yang memancar dari
Dzat-Mu inilah yang melepaskan dahagaku.”

Dalam bahasa lainnya, keabdian pada tataran af’al juga dapat
dimisalkan dalam munajat seorang hamba; “Ketika aku haus, minuman
yang kuminum melalui tanganku yang Kau gerakkan melalui malaikat-Mu
inilah yang melepaskan dahagaku.” Tataran asma dan sifat-nya adalah;
“Ketika aku haus, minuman yang kuminum melalui tangan malaikat yang
Kau perintahkan inilah yang melepaskan dahagaku.” Pada tataran dzat-nya
adalah; “Ketika aku haus, minuman yang Kau minumkan Sendiri padaku
inilah yang melepaskan dahagaku.”

Apa yang baru saja kami terangkan secara global di atas,
adalah perjalanan naik oleh rasa keabdian seorang hamba yang sedang
menuju semata Alloh melalui lintasan Iyyaka na’budu. Dengan melintasi
langit Af’al, Sifat, Asma dan terakhir Dzat, berarti seorang hamba
telah masuk (naik) menemukan Alloh sebagai tempat kembali. Jika pada
setiap langitnya seorang hamba tak menemukan Af’al, Sifat, Asma
dan kemudian Dzat-Nya, maka mata bathinnya sendirilah yang buta.
“Fa innahaa laa ta’mal abshor, wa lakin ta’mal qulubu allatiy fis-shudur.”
Mereka yang buta, akan menyikapi segala sesuatu secara salah. Terang
dikira gelap, gelap dikira terang. Maka masuk akal jika mereka hanya
mampu memandang segala sesuatu tampak sebagai kulit luarnya saja
(tidak mampu menguak di baliknya). Menurut mereka, kulit adalah
isinya (maka perlu ditelan) sementara isi adalah kulitnya (maka perlu
dicampakkan). Mengenai ini Alloh berfirman; “Ya’lamuuna dhohiron
minal hayatid-dunya, wa hum ‘anil akhiroti hum ghofilun.” Mereka hanya
mengetahui kulitnya saja dari apa yang bisa terindera secara dekat
(alam dunia). Terhadap alam di baliknya (kenyataan akhir), mereka
melupakannya.


166

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Perjalanan naik yang dimulai dari ufuk ke-masyriq-annya
dengan lintasan Iyyaka na’budu ini telah berkali-kali Nabi Muhammad
lalui ketika bagi umatnya baru terlintasinya pertama kali. “Kepada-
Mu lah aku tenggelam, ke Dalam-Mu lah aku terengkuh.” Di sini, Alloh
menyedot kembali seluruh gradasi wujud kehambaannya. “Innaa
lillah wa innaa ilahi roji’un (sesungguhnya kami milik Alloh dan akan
kembali kepada-Nya)”. “Wa ilallohi turja’ul umur (kepada Alloh
dikembalikan segala amr).”

Setelah seorang hamba ghurub ke dalam Keakuan-Nya, dari
Sana jugalah ia memulai ber-isyroq (terbit) ke Alam Luar mengemban
rasa keakuan dirinya sendiri (yang telah dilegalisasi oleh-Nya dengan
stempel ‘kekasih’). Dari titik keberangkatan ini, ia keluar membawa rasa
keabdiannya sendiri yang amat murni. Di saat ia menyadari kefaqirannya
pada lintasan wa iyyaka nasta’in, Alloh kemudian menyelimutinya dari
Luar dengan Dzat, Sifat, Asma, dan Af’al (penampakan-penampakan
dari Sifat-sifat Dhahir-Nya). Alam yajidka yatiiman fa aawaa, wa wajadaka
dloolan fa hadaa, wa wajadaka aailan fa aghnaa. Dari titik keberangkatan
awal (dari masyriqnya sendiri) inilah ia sudah memulai merasa
menemukan Alloh. Dan pada finis perjalanannya sampai lapisan
terluar, ia telah menemukan seluruh wujudnya terasakan terpeluk oleh
Alloh. Genaplah kini baginya terliput oleh Alloh (masuk menemukan
Alloh, ke luar pun menemukan Alloh). Menjadilah kini ia wujud
dengan Wujud-Nya, satu dengan Satunya, hidup dengan Hidup-Nya,
berkehendak dengan Kehendak-Nya, berkuasa dengan Kekuasaan-
Nya, mengetahui dengan Pengetahuan-Nya, melihat dengan Mata-
Nya, mendengar dengan telinga-Nya, bergerak dengan Af’al-Nya,
memakan makanan Surga-Nya, memandang pemandangan surga-
Nya, berjalan-jalan di Taman surga-Nya, dan seterusnya.

167

Alloh, Tempat Masuk-Keluar

Persoalannya sekarang adalah, bagaimana supaya kita bisa
masuk maupun kemudian keluar menemukan Alloh di Sana ?
Bagaimana supaya pejam atau buka mata hanya menemukan Alloh
? Bagimana supaya kita bisa terbang dan menyatu dalam Cakrawala
Tak Terbatas, atau berenang dan menyatu dalam Samudera Cahaya-
Nya ?

Wa ij’al liy min ladunka Sulthonan Nashiron. Ya Alloh, jadikanlah
untukku dari Sisi-Mu Sulthan Penolong, yang melontarkan kami
naik (masuk) menemukan-Mu dan menarik kami turun (keluar)
menemukan-Mu juga.

Sulthan Penolong, bukanlah raja formal suatu wilayah. Bukan
pula seorang Presiden suatu negara. Di antara kitapun telah hidup
sezaman dengan raja-raja atau beberapa Presiden dari suatu negara.
Tapi kita sendiri menjadi saksi bahwa mereka tidak menuntun kita
masuk maupun keluar menjadi menemukan Alloh. Keberadaan dan
kepentingan mereka bagi kita, hanyalah secuil dibanding peran
Sulthan Penolong.

Sulthan Penolong, adalah ia yang menuntun kita menemukan
Alloh dalam segala. Pada sampah, pada ranting kering, pada udara,
laut, gunung, lapar, kenyang, sakit, sehat, kulit, isi, langit, bumi, air, api
dan seterusnya, Shulthan Penolong akan menuntun kita menemukan
Alloh di dalamnya. Dialah SULTAN AGUNG yang Alloh turunkan
kepada kita dari Sisi-Nya Sendiri. Kami memakai kata ‘Agung’
menyertai kata ‘Sulthan’ di sini, adalah sebagai pembeda dari Sulthan
Dholim. Kata ‘Agung’ adalah meminjam salah satu Sifat Tuhan (Al-
‘Adhim) yang memang pas dipakaikan kepada seorang Sulthan
yang benar-benar merupakan kiriman dari Sisi-Nya. Itulah sebabnya
mengapa di Kerajaan Mataram Yogyakarta ada seorang raja yang

168

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

menyengajakan diri bergelar Sultan Agung, sebagai simbolisasi dari
kehendak-Nya ketika menjanjikan Sulthon Nashir kepada siapapun
abdi yang mampu merasakan jati keabdiannya sendiri.

Keberadaan Sulthan Agung sebenarnya tidak jauh dari posisi
kita. Bahkan liputan kasih-sayangnya selalu menyelimuti kita semua
dan (ironisnya) kerap berada di luar pengawasan kita. Namun, hanya
beberapa saja di antara kita yang mampu menikmati secara sadar
keberadaan dan pentarbiyahan Sulthan Agung tersebut.

Adalah jika kita mau menyisihkan sebagian malam hari (yaitu
energi spiritual) untuk bangkit melacak kebenaran kemudian memohon
kepada-Nya pertolongan-Nya, Alloh akan mengirim ke sisi kita
Sulthan Agung dari sisi-Nya. Jika seluruh energi spiritual (yaitu
heningnya malam) selalu kita kuraskan demi pencarian pada selain
Al-Haqq, meski dari lahir sampai mati kita berada satu rumah dengan
Sulthan Agung, niscayalah tetap saja kita tidak mampu menikmati
liputan pertolongan (tarbiyah) nya sama sekali. Wa minallaili fa tahajjad
bihi naafilatan laka. ‘Asaa an yab’atsaka Robbuka maqoman mahmudan.

Apabila telah kita teliti dan rasakan berkali-kali ruh kita
ternyata memiliki hasrat kuat menemukan Alloh kemudian (dalam
ketidak-berdayaan dan kebingungannya) selalu memohon petunjuk-
Nya, Alloh akan mengirimkan kepada kita Sulthan Agung dari Sisi-
Nya yang akan menolong kita menemukan-Nya Sendiri. Siapa di
antara kita yang benar-benar berhasrat menemukan Alloh kemudian
mendapati seorang Waliy Mursyid, maka Alloh telah memenuhi
permintaannya. Dialah yang akan setia menuntun kita terbang arungi
Samudera Cakrawala bermandikan Cahaya-Nya, selamanya.

169

Alloh, Tempat Masuk-Keluar

Maqom mahmud, adalah peringkat tertinggi yang bisa diraih
oleh seorang hamba. Puncak maqom mahmud, hanya bisa diduduki
oleh Nabi kita, yaitu Muhammad. Dan yang bisa menduduki
Maqom Muhammad, tak lain hanya Nabi kita sendiri yang bernama
Muhammad. Adapun bagi selain Muhammad SAW, ia hanya berhak
mendapat gelar Mahmud saja. Secara umum, mahmud maupun
muhammad merupakan istilah arab yang bermakna ‘terpuji’. Dan kata
muhammad, menunjukkan ke-sangat-annya dalam keterpujiannya.

Maqom mahmud, adalah sebuah maqom yang di dalamnya
seorang hamba dieksiskan oleh Alloh sebagai wujud mandiri pasca
pertapaannya di Alam Sirrulloh. Barang siapa dijinkan memasuki
maqom mahmud, ia akan mendapat tetesan sirr ‘keabdian’ Muhammad
maupun sirr ‘kerasulan’ Muhammad. Baik pewaris sirr ‘keabdian’
maupun lebih-lebih sekaligus pewaris sirr ‘kerasulan’ Muhammad,
keduanya adalah Ahlulloh. Dan tidak bisa mewarisi keduanya kecuali
setelah ia terlempar ke maqom keabdian. Dari maqom keabdian ini
seorang ‘kekasih’ (Waliy, Ahlulloh) akan memerankan diri sebagai
‘Abid kaitannya dengan Yang Di Atas saja, atau (jika ia seorang yang
agung) akan diberi kemampuan tambahan berupa gelar Kholifatulloh
(pewaris sirr kerasulan) kaitannya dengan sesama makhluk. Wa
asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuluhu.

Saat mereka (ahlulloh) larut dalam sirr keabdiannya, mereka
akan menemukan hakikat diri di saat mawas ke dalam dan akan
menemukan Hakikat Tuhan saat mawas ke luar.

Ada juga sebagian mereka saat mawas ke dalam mereka
menemukan hakikat diri yang karenanya kemudian menemukan
Hakikat Tuhan, dan saat mawas ke luar mereka menemukan Hakikat
Tuhan yang karenanya kemudian menemukan hakikat diri.

Ada juga sebagain mereka saat mawas ke dalam maupun keluar

170

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

hanya menemukan Hakikat Tuhan. Robbi adkhilniy mudkhola shidqin wa
akhrijniy mukhroja shidqin.

Inilah beberapa rasa yang bisa kami paparkan ke sidang
pembaca, yang diemban oleh Ahlulloh berkelas ‘abid.

Sebagain dari elit ahlulloh, ada yang diberi tambahan berupa
sirr ‘kerasulan’ setelah terbiasa larut dalam sirr ‘keabdian’. Mereka
adalah kholifatulloh.

Saat seorang kholifatulloh merasakan sirr keabdiannya sendiri, ia
akan memohon kepada Alloh supaya ia tidak masuk maupun keluar
selain menemukan Alloh.

Saat seorang kholifatulloh larut dalam sirr ‘kerasulan’, ia akan
terkadang menemukan hakikat diri saat mawas ke dalam dan akan
menemukan Hakikat Alloh saat mawas ke luar.

Atau terkadang (pada tingkatan yang lebih tinggi), akan
menemukan Hakikat Diri (Aku) saat mawas ke Dalam dan menemukan
hakikat makhluk saat mawas ke luar.

Atau terkadang (pada tingkatan yang lebih tinggi), akan
menemukan Hakikat Diri (Aku) saat mawas ke Dalam dan menemukan
hakikat dirinya sendiri yang berkumpul bersama-sama makhluk
lainnya saat mawas ke luar.

Atau terkadang (pada tingkatan lebih tinggi), akan mampu
menemukan hakikat diri saat mawas ke belakang, menemukan Hakikat
Alloh saat mawas ke dalam, dan menemukan hakikat makhluk saat
mawas ke depan.

171

Alloh, Tempat Masuk-Keluar

Atau terkadang (pada tingkatan lebih tinggi), akan mampu
menemukan Hakikat Alloh saat mawas ke belakang, menemukan
hakikat diri saat mawas ke dalam, dan menemukan hakikat makhluk
saat mawas ke depan.

Atau terkadang (pada tingkatan lebih tinggi lainnya), akan
mampu menemukan Hakikat Alloh, hakikat diri, dan hakikat makhluk saat
mawas ke Dalam. Dan menemukan hakikat diri maupun makhluk
saja saat mawas ke luar.

Atau terkadang (pada tingkatan lebih tinggi lainnya), akan
mampu menemukan Hakikat Tuhan, hakikat diri, dan hakikat makhluk
saat mawas ke Dalam. Dan juga menemukan Hakikat Tuhan, hakikat
diri dan makhluk saat mawas ke luar.

Atau terkadang (pada tingkatan lebih tinggi lainnya), akan
mampu menemukan Hakikat Tuhan dan hakikat diri saat mawas ke
Belakang. Dan juga menemukan hakikat sirr ke-rasul-an diri saat
mawas ke dalam. Dan juga menemukan hakikat makhluk saat mawas
ke depan.

Atau terkadang (pada tingkatan lebih tinggi lainnya), akan
mampu menemukan Hakikat Tuhan dan hakikat diri saat mawas ke
Belakang, menemukan hakikat sirr ke-rasul-an diri saat mawas ke
dalam, dan menemukan hakikat makhluk saat mawas ke depan, yang
ketiga penemuannya ini terangkum dalam satu kesatuan pandangan
yang ia saksikan sebagai ANAA atau ANTA atau HUWA. Inilah
beberapa rasa yang diemban oleh seorang KHOLIFATULLOH.
Sebenarnya masih banyak rasa lagi yang lebih tinggi yang diemban
oleh seorang kholifatulloh. Hanya Alloh dan Muhammad SAW yang
lebih tahu.

172

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

PARA PERAMPOK
BERKELIARAN DI MUKA

BUMI

[ Sebuah kajian mistis-filosofis ]

Dari dulu hingga kini, terutama di lingkungan masyarakat Jawa,
istilah ‘molimo’ sudahlah amat populer. Maklum, istilah ini memang
berasal dari masyarakat Jawa. Ketika penulis masih duduk di bangku
Sekolah Dasar (1980 an), masih tercetak kuat di kalangan masyarakat
Jawa suatu kesan bahwa pelaku molimo adalah merupakan orang
yang paling hina, orang yang paling bodoh, orang yang paling nekat,
orang yang paling brutal, dan seterusnya. Pelakunya, setidaknya
akan menjadi bahan perbincangan dan cemoohan warga masyarakat.
Betapa tidak? Sebab, molimo adalah laku kejahatan yang barang siapa
melakukannya kemudian ketahuan masyarakat, dia akan selalu
diawasi dan dikutuk oleh masyarakat di manapun dia berada. “Hati-
hati kawan, orang yang ada di hadapanmu itu pernah melakukan molimo!”
Demikianlah kurang lebih pesan masyarakat terhadap siapapun
yang mendapati pelaku molimo berada di sekitarnya. Molimo (lima
M) adalah singkatan dari;

173

Para Perampok Berkeliaran Di Muka Bumi

1) Mabuk (meminum minuman memabukkan)
2) Main (berjudi)
3) Madon (berzina)
4) Maling (mencuri milik orang lain)
5) Mateni (membunuh orang).

Ketika kami duduk di bangku SD, jumlah pelaku molimo masih bagaikan
setitik warna hitam di atas kertas putih. Di zaman sekarang, pelaku
molimo sudah berkeliaran di setiap lapisan masyarakat. Ya, bahkan dapat
kita temui di hampir seluruh penjuru tanah air, dari kota sampai pelosok
desa, dari lapisan masyarakat kelas jembel sampai kelas VIP, dari ujung
Timur sampai ujung Barat. Jadi jangan heran jika kini atau beberapa
tahun mendatang, kertas putih tersebut akan segera dipenuhi titik-titik
hitam. Molimo yang dahulu merupakan sesuatu yang tabu, kini menjadi
suatu kewajaran, bahkan kebutuhan. Benarlah apa yang dikatakan para
pujangga tempo doeloe bahwa di zaman akhir akan terjadi zaman edan;
nek ora ngedan ora kumanan (jika seseorang tidak menggilakan diri, tidak
mendapatkan bagian apapun).

Wahai ikhwan semua, ayo ELING lan WASPODO, sebab kabut hitam
tebal yang akan memayungi antero jagad telah mulai menyelimuti
Wilayah Nusantara. Cahya Mentari sudah mulai tak mau sunggingkan
senyum, membuat wajah ayu Indonesia kian memucat, membuat
ruang dada kian menggelap, membuat prilaku bangsa kian tersesat,
membuat arah perjalanan negara kian tak berkiblat, membuat alam
kian tak mau bersahabat. Jika kita tidak ELING lan WASPODO,
Indonesia pun tak lama lagi pasti kelam berkarat seperti negara-
negara lain yang telah berpayung kabut iblis nan pekat.

Salah satu dari molimo yang kita harus tetap WASPODO adalah
prilaku ‘maling’ atau mencuri, baik yang dilakukan oleh diri kita

174

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

maupun oleh orang (kelompok) lain terhadap fihak lain. Janganlah
hendaknya ‘maling’ ini menjadi tabiat bangsa kita. Kita harus ikut
ambil bagian membantu Pak Polisi melenyapkan budaya ‘maling’ dari
kehidupan berbangsa dan bertanah air.

‘Maling’ adalah mengambil sesuatu tanpa sepengetahuan dan seizin
pemilikinya. Kalau ketahuan oleh para saksi bahwa seseorang telah
mencuri, seorang hakim akan menjatuhkan hukum potong tangan
kepadanya. Inilah peraturan tuhan (hukum islam), yang kini mulai
dipinjam (kalau tak boleh dibilang dicuri) oleh negara komunis
maupun negara sekuler, di saat negara islam sendiri sedang mulai
menjauh dari hukum tuhan. Bahkan, karena tidak berdasarkan ilmu,
demi negaranya segera aman dari maling-maling, negara anti tuhan
dan negara sekuler tersebut berani menjatuhkan hukuman mati (tidak
hanya potong tangan) kepada para pencuri kelas kakap. Rupaya
menjatuhkan hukuman kepada rakyatnya berdasarkan dorongan
hawa nafsu (namun masih bersesuaian dengan hukum tuhan) ternyata
masih lebih menjamin negaranya aman dibanding menjatuhkan
hukuman berdasarkan naluri suci (namun tampak sekali bertentangan
dengan kehendak dan hukum tuhan). Maling-maling kelas kakap
(para koruptor) di negara seperti Cina, Rusia, Singapura, Thailand,
Taiwan, dan lain-lain, harus bersiap-siap mendapat keputusan hukum
mati dari negaranya jika sewaktu-waktu laku malingnya ketahuan
oleh para inteljen negara.

ELING lan WASPODO hai kawan, maling-maling sudah berkeliaran
di mana-mana. Mereka telah berada di setiap lingkup, dari lingkup
dada, lingkup keluarga sampai lingkup negara bahkan lingkup dunia.
Merekapun bertingkat, dari maling kelas teri sampai maling kelas
paus, dari kelas pencuri ayam milik saudara kandungnya sampai
kelas pencuri (pencaplok) wilayah negara milik penguasa lain beserta

175

Para Perampok Berkeliaran Di Muka Bumi

penduduk berikut kekayaan alamnya. Merekapun bervariasi, dari
kelas pencuri jasad dan atau jiwa berupa pemerkosaan, pembantaian,
pendudukan, dan lain-lain, sampai kelas pencuri isi jiwa (iman dan
atau ideologinya) berupa pemurtadan agama maupun pemurtadan
ideologi tanpa sepengetahuan pemilik (penguasa) dan keluarga
(rakyat) nya.

Jika kita menyaksikan di sekitar kita si Kancil menjotos si Siput, maka
yang sebenarnya terjadi adalah si Siput telah mencuri sesuatu (atau
dituduh mencuri) milik Si Kancil atau milik temannya. Atau kalau tidak,
si Kancil lah yang sebenarnya sedang mencuri (atau sedang menuduh si
Siput mencuri) sesuatu milik si Kancil atau milik teman si Kancil. Jika si
Kancil membela orang lain yang tercuri oleh si Siput sebagai membela
temannya sendiri, maka memang begitulah fitrah yang sebenarnya,
sebab, bagi si Kancil, kebenaran adalah temannya sendiri (atau bahkan
sebagai bagian dari dirinya sendiri). Meski yang kita saksikan adalah
adu jotos, perzinaan, pemerkosaan, pertengkaran, pembunuhan, atau
tindak kriminal yang lain, bukan secara terang-terangan terlihat sebagai
kasus pencurian, namun yang sering terjadi adalah karena tersirat unsur
pencurian atau perampokan di dalamnya.

Demikian pula jika kita menyaksikan di layar TV seorang suami
menjotos suami orang atau istri menjotos istri orang, seorang Kyai
menjotos Kyai yang lain, Partai satu menjotos Partai yang lain, seorang
calon Presiden, Bupati, Lurah, ketua RT menjotos calon yang lain,
seorang suami menggugat istri atau istri menggugat suaminya, murid
menghujat kyai atau kyai menindas muridnya, rakyat mendemo
penguasa atau penguasa menganiaya rakyatnya, dan lain-lain, hal
yang sebenarnya sedang terjadi adalah ada kasus pencurian sesuatu di
dalamnya tanpa sepengetahuan dan seizin pemiliknya, atau bahkan
perampokan. Wahai ikhwan, dari sini akan kalian ketahui hakikat

176

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

yang sebenarnya mengapa kalian menganiaya rakyat atau rakyat
menganiaya kalian, atau mengapa Amerika dibenci Irak atau Irak
dibenci Amerika. Bisa saja Amerika membantai Irak karena Irak telah
mencuri sesuatu milik Amerika, atau kalau tidak, bisa jadi bersamaan
dengan pembantaian Irak oleh Amerika, Amerika sebenarnya sedang
atau akan mencuri sesuatu milik Irak.

Memang lucu sekali melihat sandiwara kehidupan manusia di pentas
dunia ini. Benar-benarlah karena kebodohan mereka semua, menjadi
tersaksikan oleh para arifin sifat keangkuhan mereka yang memaksa
diri mereka sendiri untuk lebih memilih terpaku dalam sifat kekanak-
kanakan mereka. Sebenarnya kalau disederhanakan, dari pencuri ayam
sampai pencuri wilayah negara, hanyalah semisal memperebutkan
sebuah permen, bahkan lebih hina dari permen. Jika saja mereka yakin
benar bahwa dirinya akan mati dan tidak membawa serta permen
tersebut (bahkan tak membawa apapun dari barang dunia), pastilah
mereka semua akan lebih memilih bersifat dewasa, dan seterusnya
perdamaian keluarga, perdamaian masyarakat, perdamaian negara
sampai perdamaian dunia pun, pasti akan lebih terjamin.

Namun yang sekarang masih terjadi, adalah jika mereka dari seorang
atheis yang tak percaya Tuhan dan alam akhirat, mengapa masih saja
di antara mereka memaksa diri mencuri sesuatu milik fihak lain?
Bukankah sama saja bagi mereka bahwa apa yang mereka ingin miliki
dengan cara tak merugikan fihak lain maupun dengan cara mencuri tak
dapat mengekalkannya hidup di alam dunia? Bukankah alangkah
lebih baiknya jika mengambil tindakan yang tidak merugikan diri
dan orang lain saja? Tapi memang begitulah manusia. Lebih banyak
memilihkan untuk dirinya sendiri tetap bodoh. Jika saja mereka selalu
sadar bahwa dirinya tidak akan kekal hidup di dunia dan sesuatu
yang dicuri pun tak mampu mengekalkannya, tentulah ia tak akan

177

Para Perampok Berkeliaran Di Muka Bumi

yakin bahwa dirinya telah merampok sesuatu milik Tuhan. Hanya saja
karena mereka tetap berambisi mencuri sesuatu demi kekekalan dirinya,
demikian praduganya, tampaklah bahwa mereka telah mencuri
sesuatu milik Tuhan (tanpa sepengetahuan dirinya) berupa Sifat
Al-Baqi (Yang Kekal). Aneh. Mereka tak pernah luput menemukan
Tuhan namun tak mau yakin telah menemukan Tuhannya.

Jika mereka dari golongan orang beragama yang percaya Tuhan dan
alam akhirat, mengapa juga masih saja di antara mereka memaksa
diri mencuri sesuatu milik fihak lain? Bukankah sama saja bagi
mereka memiliki sesuatu dari barang halal maupun dari barang haram
jika akhirnya mereka akan mati dan tidak memiliki serta membawa
apapun barang dunia setelahnya? Bukankah alangkah indahnya
jika mereka tak merugikan diri dan orang lain saja? Bukankah tanpa
mencuri sesuatu, pun sebenarnya mereka bahkan telah mendapatkah
Tuhan yang mencipta dan memiliki segala sesuatu? Adakah bagi
orang yang mengaku beragama sesuatu yang lebih berharga selain
Tuhannya?

Mencuri, adalah mengambil sesuatu milik fihak lain tanpa sepengetahuan
dan seizin pemiliknya, baik dilakukan oleh seorang individu maupun
oleh sekelompok orang maupun oleh persekutuan partai-partai maupun
bahkan oleh Persekongkolan Bangsa-Bangsa, baik dilakukan dengan
benar-benar tak diketahui oleh pemiliknya maupun dengan cara menipu
atau mengelabuhi pemiliknya, untuk kemudian diklaim menjadi milkinya
sendiri dan atau sekutunya, dengan catatan bahwa, mereka sendiri secara
asasi mengetahui bahwa sesuatu yang mereka kini merasakannya
menjadi miliknya sendiri adalah bukan sebenar miliknya sendiri, dan,
fihak lain yang sesuatunya dicuri, merasa terdzalimi atau dirugikan. Jika
misalnya saja ada sekelompok orang atau sekelompok negara membuat
sensasi-sensasi di Wilayah Aceh supaya mata seluruh rakyat Indonesia

178

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

terpaku ke Wilayah Aceh saja demi wilayah Irian Jaya tercaplok dengan
mudah oleh mereka yang mengkhayalkan dapat hidup kekal di dunia,
maka inilah yang kami maksud dengan pengelabuhan. Baik mencuri debu
sekecil atom maupun sampai mencaplok wilayah sebesar negara, yang
dicuri tetaplah sama, yaitu sesuatu; baik sesuatu yang bersifat batiniah
spiritualiah maupun sesuatu yang bersifat lahiriah materialiah. Apa
yang dirasakan oleh si pemilik sesuatu yang kemudian tercuri, adalah
sama dengan rasa si pencuri ketika sesuatu miliknya sendiri sedang atau
pernah tercuri; teraniaya. Adakah sesuatu yang menarik pada sesuatu?

Wahai ikhwan sekalian di manapun berada, betapa kejinya tindakan
mencuri dan betapa tidak ada manfaatnya sama sekali tindakan
mencuri itu, baik di tingkat keluarga maupun sampai di tingkat
makro. Namun sayang, sang penguasa dada, sang penguasa keluarga,
sang penguasa RT, sang penguasa masyarakat, sang penguasa sebuah
negara, sampai yang mengaku dirinya sang Penguasa Bangsa-
Bangsa, tidak begitu serius menangkapi para pencuri. Andai mampu
menangkap para pencuri, mayoritas yang telah mereka tangkap
adalah para pencuri kelas teri atau seseorang atau kelompok atau
negara yang sengaja distempeli ‘pencuri’ oleh penangkapnya (padahal
ia tidak pencuri). Mereka hampir tak mengarahkan sorot matanya
mengawasi kemudian menangkap sejati para pencuri.

Seberapa banyakkah sejati para pencuri yang berkeliaran di atas bumi
ini sehingga perlu mendapatkan penanganan lebih serius dibanding
penanganan terhadap pencuri kelas teri? Wahai seluruh ikhwan yang
punya mata hati, ketahuilah bahwa jumlah sejati pencuri yang
bergentayangan di muka bumi ini hampir sama (kalau tak boleh
dibilang sama) dengan jumlah penduduk dunia ini sendiri, yaitu
sekitar enam milyar orang. Ya, benar, jumlah sejati pencuri hampir
sama dengan jumlah orangnya, sekitar enam milyar pencuri. Maka

179

Para Perampok Berkeliaran Di Muka Bumi

siapakah yang akan merasa aman hidup di alam yang setiap orang
mesti berhadapan dengan minimal satu orang pencuri yang setiap
saatnya selalu dan tak bosan mencuri sesuatu milik kita? Sungguh
ini sudah sangat ngeri. Padahal kalau kalian mau tahu wahai ikhwan
sekalian, yang sekarang sedang terjadi di atas bumi ini adalah telah
naik kelasnya sejati para pencuri ke jenjang paling VIP, yaitu ke kelas
‘perampok’. Dengan demikian, jumlah ‘perampok’ pun hampir sama
dengan jumlah sejati para pencuri. Maklum saja, sejati para pencuri
hampir tidak ada yang tidak naik kelas. Maklum saja, mereka semua
hampir tidak ada yang tidak cerdas. Maklum saja, guru mereka adalah
Iblis Raksasa. Menghadapi sejati para pencuri saja sudah kerepotan
maka betapa lagi menghadapi sejati para perampok? Laa hawlaa walaa
quwwata illa billah…

Merampok adalah lebih sadis daripada mencuri. Merampok, adalah
mengambil sesuatu milik orang lain secara aniaya di hadapan
atau sepengetahuan pemiliknya, kemudian ingin sang perampok
memilikinya tanpa mendapat ridlo dari pemiliknya. Biasanya
perampokan menyertakan unsur pengancaman atau bahkan
pembunuhan di dalamnya demi termilikinya sesuatu yang menjadi
milik fihak lain tersebut.

Yang menjadi keanehan sekarang adalah, ada rahasia apakah mereka
semua selalu memaksa diri memiliki sesuatu milik fihak lain (baik
dengan cara benar maupun salah) meski akhirnya diketahui oleh
mereka sendiri bahwa diri mereka kelak tak akan memiliki apapun
setelah kematiannya, bahkan ketika ia tertidur? Ada apakah dengan
mereka yang terus memaksa diri memiliki sesuatu milik orang lain?
Ada apakah dengan sesuatu? Ada misteri apakah pada orang lain?
Adakah sesuatu yang istimewa pada (dalam) sesuatu dan orang lain?

180

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Semoga para ikhwan segera mendapatkan jawabannya dengan cara-
Nya sendiri.

Wahai ikhwan sekalian, ketahuilah bahwa pada diri manusia
terdapat qalbu (akal) yang dengannya manusia menjadi berbeda
dengan makhluk yang lain. Alloh berfirman; “Inniy jaa’ilun fil
ardli kholiifah” (Sesungguhnya akan Aku jadikan di muka bumi
kholifah). Kholifatulloh, adalah wakil Alloh yang berjalan-jalan di
atas bumi. Apapun yang ada pada manusia baik dari keberadaan
wujudnya maupun sampai tingkah laku dan karyanya, adalah
menggambarkan Terang Keberadaan-Nya. Apa yang ada pada manusia
dari dzat sampai af’alnya, adalah mencerminkan Eksistensi Alloh
(Dzat, Sifat, Asma dan Af’al-Nya). Itulah sebabnya tak ada seorang
manusiapun, dalam arti luas, yang tidak sebagai kholifatulloh,
pengemban Sifat-sifat Ketuhanan. Hanya saja karena tidak banyak
orang mau belajar tentang agama demi memahami Kehendak-Nya,
menjadilah mayoritas manusia tidak memahami dan menyadari
peran kekhalifahannya. Pada akhirnya, mereka menggunakan Sifat-sifat
Ketuhanan-Nya tidak pada tempatnya. Akibatnya, terjadilah banyak
kerusakan dan pertumpahan darah di muka bumi seperti yang dapat
kita saksikan setiap harinya. Adapun makhluk selain manusia, meski
perwujudannya telah membahasakan (mewakili) adanya Alloh,
namun tidaklah sesempurna manusia. Maka dalam arti luas, hanya
manusia saja yang dapat disebut kholifatulloh.

Karena peran manusia adalah secara khusus dicetak sebagai
kholifatulloh (pengganti atau wakil Alloh) di muka bumi, maka
merupakan kemestian jika seluruh manusia telah dibekali sifat-sifat
ketuhanan pada dirinya, sebagai bukti bahwa manusia adalah benar-

181

Para Perampok Berkeliaran Di Muka Bumi

benar wakil-Nya. Firman Alloh; “Kholaqtu Adam ka shuurotiy”
(Aku ciptakan Adam seperti citra-Ku). Firman-Nya lagi; “Fainamaa
tuwalluu fa tsamma wajhulloh” (ke manapun kalian menghadap,
di situlah Wajah Alloh). Dari isyarat kedua firman-Nya ini dapat
difahami bahwa melalui penyaksian hanya terhadap benda-benda
dan makhluk hidup (selain manusia) saja, sudah dapat kita temukan
Wajah-Nya, apalagi melihat terhadap sesama manusia yang memang
telah Alloh cetak secara khusus sebagai kholifatulloh (wakil Alloh).
Melihat kepada sesama manusia saja kita mampu menangkap sinyal-
sinyal ketuhanan pada (di dalam) nya, apalagi kita melihat dan
merasakan sendiri apa yang terjadi pada kemanusiaan diri kita sendiri.

Jika kita melihat gunung meletus, bumi memuntahkan gas beracunnya,
air samudera berekspansi ke tengah daratan, dan lain-lain, maka akan
kita cerap dari alam tersebut Sifat-sifat Alloh seperti Al-Qohhar, Al-
’Adlu, Al-Qodir, dan lain sebagainya. Jika kita melihat buah kelapa
jatuh menimpa kepala manusia kemudian mati, ular memangsa tikus,
tawon menyengat manusia, dan lain-lain, maka akan dapat kita cerap
dari benda atau binatang tersebut Sifat-sifat Alloh seperti Al-Mumit,
Al-Qohhar, Al-Aziz, dan lain sebagainya.

Jikakitamelihat seorang ibu menyusui anaknya, melihat seorang bapak
mencari nafkah untuk keluarganya, melihat seorang anak membantu
ayahnya menanam jagung, dan lain-lain, akan dapat kita cerap pada
mereka Sifat-sifat Alloh seperti Ar-Rohman, Ar-Rozzaq, Al-Muhyi,
dan lain sebagainya. Jika kita melihat seorang manusia memimpin
anak-anak dan istrinya, seorang guru mendidik anak-anak didiknya,
dan lain-lain, akan dapat kita cerap juga dari mereka Sifat-sifat Alloh
seperti Al-Malik, Al-Rosyid, Al-‘Alim, dan lain sebagainya.
Hanya saja, karena mereka tidak menyadari bahwa diri mereka

182

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

sedang mengemban sifat-sifat ketuhanan ini, menjadilah pangkat
kholifatulloh (dengan makna khusus) menjauh dari mereka. Artinya,
meski secara umum seluruh manusia bergelar kholifatulloh, namun
tidak semua orang mampu mengemban sebenar pangkat kholifatulloh
sesuai kehendak dan ridlo-Nya. Apa yang kami contohkan di atas, pada
hakikatnya adalah apa yang biasa terjadi pada kehidupan sehari-hari
semua manusia baik kafir maupun muslim. Hanya saja pada orang
islam, melalui kesinambungannya mencari ilmu ma’rifatulloh, mereka
akan berkesempatan menikmati gelar kholifatulloh sebagaimana
yang Dia ridloi. Dengan ilmu ma’rifatulloh, apa yang ada pada diri
mereka berupa dzat, asma, sifat dan af’al, akan diketahui dan dirasakan
merupakan cerminan tuhan. Orang islam yang telah sampai ke tataran
Tauhid Af’al saja, sebenarnya sudah memasuki istana kekholifahan
ini, meski belum sampai tataran Tauhid Asma, Tauhid Sifat maupun
Tauhid Dzat. Kaitannya dengan tema yang kami paparkan, maka
siapapun yang tidak menyadari bahwa apa saja yang ada pada diri
mereka merupakan pemberian (pinjaman) Tuhan atau cerminan
Tuhan, maka merekalah secara hakikat yang kami maksud dengan
sebenar pencuri atau perampok. Itulah sebabnya makna perampok
bisa kita tinjau secara syariat maupun secara hakikat. Baik secara syariat
maupun hakikat, keduanya tidak Alloh ridloi.

Pencuri maupun perampok, secara hakikat, adalah seseorang yang
mengaku dirinya sebagai tuhan (baik ia sadari maupun tanpa ia sendiri
sadari ketuhanannya) kemudian mengambil seenaknya sesuatu milik
orang lain atau bahkan mengambil sesuatu sebenar milik Tuhan
yang, di luar kesadaran pelakunya, dianggap merupakan milik dan
ciptaannya sendiri. “Semuanya adalah milik dan ciptaanku, karena itu
semuanya harus tunduk dan kembali padaku.” Demikianlah kurang
lebih apa yang bisa kita tangkap dari suara bathin para pencuri dan

183

Para Perampok Berkeliaran Di Muka Bumi

perampok. Perbedaan pencuri dan perampok adalah, pada pencuri,
ia mengambil tanpa sepengetahuan pemiliknya, sementara pada
perampok, ia mengambil dengan sepengetahuan pemiliknya. Baik
dicuri maupun dirampok, pemiliknya merasa dirugikan (teraniaya,
tidak ridlo). Namun, apakah bisa mencuri sesuatu milik Tuhan tanpa
sepengetahuan Tuhan? Maka di sinilah perbedaan mencuri milik
sesama makhluk dengan mencuri milik Alloh, Alloh Maha Tahu. Para
pencuri sesuatu milik Alloh, mereka akan berpura-pura yakin bahwa
Alloh tidak mengetahui. Para perampok sesuatu milik Alloh, mereka
akan berpura-pura yakin bahwa Alloh maha lemah.

Pada pencurian maupun perampokan, di dalamnya termuat rasa
ketuhanan yang tidak pada tempatnya oleh sang pencuri maupun
perampok. Fir’aun misalnya, ia secara terang-terangan menyatakan
kepada rakyatnya bahwa dirinya adalah tuhan kemudian bertindak
sewenang-wenang termasuk merampok hak milik rakyat, bahkan
tanpa hak membunuh rakyat yang tak berdosa. Dalam banyak kasus,
banyak orang (terutama penguasa atau raja-raja) merasa seakan-akan
dirinya tuhan kemudian melakukan parampasan. Meski tidak ia sadari
dan tidak secara terang-terangan seperti pada kasus Fir’aun, tetapi
terasa benar oleh para arifin bahwa dia sedang berkata; “Lihatlah aku,
aku adalah tuhan. Tidak ada yang lebih mulia selain aku, tidak ada
yang lebih perkasa selain aku, tidak ada yang terkenal selain aku,
tidak ada yang kekal selain aku, tidak ada penguasa dunia selain
aku, dan lain lain” yang terejawantahkan dalam bentuk makar,
penindasan, penjajahan, dan lain-lain terhadap fihak atau wilayah
negara lain. Jelas sekali tersaksikan oleh yang bermata hati bahwa di
dalamnya ada unsur pencurian atau perampokan terhadap wilayah
milik fihak lain. Orang-orang yang termasuk dalam golongan yang

184

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

terakhir kami sebut ini, yaitu yang menyembunyikan identitas ke-
Fir’aun-an dirinya, kini telah bergentayangan hampir di seluruh
penjuru bumi. Ngati-ati!

Pada kasus yang kami sebutkan di atas, secara tersembunyi terkandung
isyarat bahwa pada kenyataannya, mayoritas manusia benar-benar
telah terjebak merasa bahwa diri mereka seakan sebagai layaknya
tuhan. Pada para petinju yang sedang akan bertanding saja misalnya,
amat jelas terlihat unsur ketuhanan yang ada pada mereka meski
tanpa mereka sendiri sadari. Terhadap lawan tandingnya, minimal ia
akan berkata; “Kau adalah ciptaanku. Kau harus tunduk kepadaku.
Akulah yang akan mematikanmu, kau harus mati di tanganku, tidak di
tangan yang lain Akulah yang punya sifat membunuh.” Apalagi pada
para penguasa, amat nyata terlihat oleh ahli ma’rifat sifat mereka yang
sok sebagai tuhan; “Kalian adalah ciptaanku. Sesuatu yang kalian
miliki, adalah juga ciptaanku yang aku pinjamkan kepada kalian.
Aku ingin kalian melihat keperkasaanku. Maka kembalikanlah kini
sesuatu yang ada pada kalian itu kepadaku, baik secara terpaksa
maupun secara sukarela. Kalau kalian tak mau mengembalikannya,
lihatlah, aku akan membunuh kalian semua. Akulah yang memiliki
dan menciptakan sesuatu yang kalian miliki beserta kalian yang
memiliki.” Sekali lagi, inilah sifat ketuhanan pada makhluk bernama
manusia yang tidak diterapkan pada tempatnya. Akibatnya, terjadilah
perampokan terhadap sesuatu yang menjadi hak milik fihak lain, bahkan,
perampokan terhadap sesuatu yang menjadi sebenar hak milik Tuhan,
baik hak milik-Nya berupa sesuatu yang Tuhan ciptakan maupun hak
milik Tuhan berupa Sifat Ketuhanannya itu sendiri. Afaroaita man
ittakhodza ilaahahu hawaah.

185

Para Perampok Berkeliaran Di Muka Bumi

Wahai ikhwan sekalian, jika kita telah memahami keterangan ini,
maka kita akan menjadi faham mengapa di permukaan bumi ini terjadi
banyak kerusakan dan pertumpahan darah. Dari keterangan ini pula
kita menjadi faham terhadap isyarat ketika para malaikat bertanya
kepada Tuhannya; “Apakah Engkau (Ya Alloh) akan menjadikan
di atas bumi, manusia yang suka membuat kerusakan dan suka
menumpahkan darah?” Meski demikian, ada sesuatu yang ketika itu
para malaikat belum dapat menjangkau apa yang menjadi Ilmu Tuhan
ketika berkehendak menciptakan kholifatulloh (para Pengganti Diri-
Nya) yang berada di atas bumi. Demi inilah Dia kemudian menurunkan
Kitab-kitab Suci beserta para Rosul yang mewartakannya; supaya
manusia tergiring atau memilih (kalau memang menjadi pilihannya)
menjadi sebenar kholifatulloh (sesuai kehendak dan ridlo-Nya),
yaitu yang bisa menempatkan sifat ketuhanan yang diembannya
pada kaidah-kaidah yang telah Dia gariskan. Jadi karena faktor
pilihan dari fihak manusianya sendiri, menjadilah segolongan di
antara mereka memilih menjadi sejati kholifatulloh dan sebagian
lagi memilih menjadi kholifatulloh gadungan. Tuhan menjual dua
jenis gelar kholifatulloh ini, yaitu sejati kholifatulloh (yang Dia ridloi)
dan kholifatulloh gadungan (yang tidak Dia ridloi). Ternyata, gelar
kholifatulloh gadungan inilah yang dari dulu hingga nanti, tetap laku
keras di pasaran dunia dibanding barang jualan lainnya. Bahkan
tidak ada sesuatu di atas dunia ini yang lebih laris dibanding barang
dagangan yang satu ini. Untuk membeli barang dagangan-Nya
berupa gelar kholifatulloh sejati, sesorang haruslah membayar dengan
uang berstempel ‘ilmu ma’rifatulloh’, sementara, untuk membeli
gelar kholifatulloh gadungan seseorang harus membayar dengan
uang berstempel ‘kedunguan’. Karena alasan inilah kita kini menjadi
tahu mengapa mayoritas manusia lebih memilih membeli gelar yang

186

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

terakhir kami sebut ini dibanding yang pertama. Aneh memang. Ada
rahasia apakah sehingga mayoritas manusia lebih memilih menjadi
kholifatulloh gadungan dengan tiket ‘kedunguannya’? Ada rahasia
apakah, meski sama-sama bergelar kholifatulloh, mayoritas manusia
tidak memilih menjadi sejati kholifatulloh?

Innal insaana kaana dzoluman jahuulan. Sesungguhnya, manusia
itu kebanyakan menganiaya dirinya sendiri lagi bodoh.

Wahai ikhwan sekalian, maka kini lihatlah ke manapun kalian bisa
melihat, akan kalian saksikan betapa lucunya tingkah manusia seisi jagad
ini. Dari Timur sampai Barat, dari Amerika sampai Ameriki, dari suku
bangsa A sampai Z, dari partai gurem sampai partai kingkong, dari raja
bernama Sekul Rames sampai raja bernama Ngge The Bush, dan seterusnya,
ternyata lebih banyak memilihkan bagi dirinya untuk masuk ke dalam
neraka tinimbang surga. Kalian mungkin kini tak lagi heran mengapa
mereka memilih menganiayakan dirinya tinimbang membahagiakan
dirinya. Sungguh, manusia itu kebanyakan angkuh dan bersikukuh
untuk mengukuhkan keangkuhannya tetap terpatri kukuh pada dirinya
yang rapuh. Sungguh, kebanyakan manusia itu mengangkuhi dirinya
sendiri dengan mengukuhkan kedunguan bagi dirinya.

Jika seorang manusia telah meyakini benar bahwa dirinya adalah
seorang yang secara asasiah merupakan makhluk teramat miskin
kemudian mengumumkan kepada dirinya bahwa dirinya sendiri
adalah seorang yang kaya raya, tidakkah ini berarti memperkosa
diri dengan memaksakan keyakinan barunya kepada dirinya sendiri?
Tidakkah ini yang disebut bahwa diri orang tersebut membebankan
kepada dirinya sendiri sesuatu yang tidak sesuai dengan ukuran atau

187

Para Perampok Berkeliaran Di Muka Bumi

kapasitasnya, yang membuat dirinya tergoncang dan menderita?
Tidakkah keyakinan yang salah ini (yang dipaksa-tancapkan ke dalam
jiwanya) kelak akan menjadikan diri mereka memaksakan diri untuk
meraih kekayaan secara ngawur demi keyakinan palsunya (bahwa
dirinya kaya raya) terabsahkan oleh dirinya sendiri? Bukankah jika
kemudian tetap miskin (tak mendapatkan harta rampokan) ia akan
murung (susah, stress, tidak bahagia, dll.), sebagai bukti bahwa
keyakinan yang ia paksa tanamkan ke dalam jiwanya adalah palsu
(tidak sesuai dengan fitrah nuraninya)? Bukankah setiap jiwa selalu
bernaluri untuk menderita jika dijejali sesuatu yang palsu? Bukankah
seorang manusia yang bernaluri menyadari kemanusiaannya
sendiri kemudian disebut-sebut oleh dirinya sendiri bahwa dirinya
adalah iblis, jiwanya akan menangis? Bukankah ini yang namanya
menganiaya dirinya sendiri? Itulah manusia. Jangankan disebut-
sebut oleh dirinya sendiri bahwa dirinya adalah sebagai pengkhianat
misalnya, disebut-sebut oleh orang lain bahwa dirinya adalah seorang
pengkhianat saja, jiwanya akan menderita dan berontak. Tetapi itulah
kenyataan mayoritas manusia, lebih memilih menganiaya dirinya
sendiri; dengan harapan dirinya kelak (atau sejak kini) selalu termaki-
maki dan mendapat kutukan dari dirinya sendiri. Jika ada seorang
presiden yang merasakan dirinya sebagai presiden nomer satu di
dunia melakukan tindakan perampokan terhadap rakyatnya sendiri
atau perampokan terhadap wilayah negara-negara lain (supaya
seluruh wilayah dirasakan seakan menjadi miliknya sendiri), tahulah
kita bahwa presiden tersebut hakikatnya sedang memilihkan bagi
dirinya mendapatkan kutukan dari dirinya sendiri dan dari semua
pengutuk. Secara lahiri presiden tersebut memang dipandang oleh
mayoritas manusia sebagai presiden paling jaya dan perkasa, namun
secara hakikat ternyata tahulah kita bahwa ia merupakan manusia

188

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

paling menderita dan paling dungu sejagad, sejak kini sampai waktu
yang tak terbatas. Sungguh alangkah lucunya manusia.

Jika kita jumpai seorang manusia yang secara asasiah berkesadaran
bahwa dirinya sebagai makhluk lemah kemudian memaksakan
kepada jiwanya sendiri berkalungkan ideologi yang bertentangan
dengan nuraninya (mengumumkan kepada jiwanya sendiri bahwa
ia adalah sebagai orang terkuat), bukankah ini berarti menganiaya
dirinya sendiri dengan membebani jiwa sesuatu yang bukan
merupakan ukurannya? Bukankah merampok sifat ketuhanan (Maha
Kuat) milik-Nya kemudian dipakaikan kepada dirinya merupakan
tindak kebodohan?

Wahai ikhwan sekalian, tetaplah WASPODO, sebab di sekitar kita
kini telah berkeliaran orang-orang yang menjadikan hawanya (dirinya
sendiri) sebagai tuhan. Mereka akan berlagak seperti layaknya
tuhan yang memancarkan sifat ketuhanannya secara ngawur. Alloh
berfirman; “Inna al-muluuka idzaa dakholuu qoryatan afsaduuhaa
wa ja’aluu a’izzata ahlihaa adzillah” (Sesungguhnya raja-raja,
apabila memasuki suatu negeri, mereka membinasakannya, dan
menjadikan penduduknya yang semula mulia menjadi hina). Karena
berlagak sebagai Al-Malik, yang memancarkan sifat kemalikannya tidak
berdasarkan ilmu yang benar, sebagai akibatnya, mereka berkeliaran
di muka bumi untuk membuat kerusakan di wilayah manapun yang
dapat mereka injak. Mereka juga akan membuat penduduk yang
mereka lewati terhinakan (terjajah).

Wahai ikhwan di manapun berada, ayo tetap ELING lan WASPODO,
sebab bisa jadi mereka (para kholifatulloh atau raja-raja gadungan)

189

Para Perampok Berkeliaran Di Muka Bumi

tanpa sepengetahuan kita telah lama mencengkeramkan cakar-
cakar kakinya di wilayah kita, dengan tujuan membuat kerusakan,
pencurian, perampokan, dan seterusnya, yang ujung-ujungnya
adalah penjajahan (mencaplok wilayah kita; wilayah dada, wilayah
jasad, wilayah lingkungan, maupun wilayah negara kita). Maha benar
Alloh dengan segala Firman-Nya.

Jika misalnya kita dapati di lingkungan kita seorang teman mencuri
atau merampok sesuatu milik orang lain, maka yang sebenarnya terjadi
adalah, secara syariat, ia benar-benar sedang merampas sesuatu milik
orang lain secara aniaya dan, secara hakikat, ia benar-benar sedang
merampok sesuatu milik Tuhan (berupa sifat ketuhanan). Setelah
merasakan dirinya sebagai tuhan al-malik, ia menjadi merasa paling
layak memiliki sesuatu yang hendak dimilikinya. Maka dicurinyalah
sesuatu tersebut dari tangan fihak lain. “Akulah yang memiliki
segala sesuatu. Maka tidaklah salah jika aku mengambil kembali
sesuatu milikku sendiri.” Jika fihak lain tidak ridlo sesuatu miliknya
terambil secara aniaya, maka ia kemudian mengancam; “Akulah
yang membuatmu hidup. Akulah yang memberimu kehidupan.
Berikan sesuatu milikku yang aku pinjamkan kepadamu itu! Jika
tidak, suatu saat kau akan kubunuh.” Jika sang pemilik sesuatu tidak
takut ancamannya, maka sang pencuri akan mencuri atau merampok
Sifat Tuhan yang lain berupa al-mumit. Dari sini dengan sadisnya
ia akan membunuh si pemilik sesuatu yang hendak diambil dan
dimilikinya.

Jika kita lihat spionase (mata-mata) luar negeri berkeliaran di bumi
pertiwi dengan seijin (atau atas perintah) para tokoh negara kita misalnya,
maka yang sebenarnya terjadi adalah mereka semua telah bersekongkol
memasukkan diri mereka dalam neraka. Yang tampak paling perkasa di

190

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

antara mereka memberi pengumuman kepada yang lain; “Ayo tangan
kita semua kita ikat sendiri-sendiri. Ayo ikatkan tali-tali di tangan kita
dengan tugu raksasa di tengah neraka. Ayo, sekali-kali jangan keluar
dari kubangan api neraka ini. Jika ketahuan kalian lari melepaskan diri
dari persatuan ini, akan aku bunuh kalian. Ayo tetap tinggallah di sini,
di dasar neraka, untuk selamanya.” Meski secara hakikat mereka tidak
berkeliaran ke penjuru bumi (terpaku dalam neraka), namun secara
syariat kini mereka terus berkeliaran membuat kerusakan di manapun
negara yang dapat mereka injak. Mereka adalah para perampok kelas
iblis raksasa. Aneh memang, untuk menggiring anggota sekutunya
sendiri masuk dalam neraka saja sang pemimpin harus marampok dulu
Sifat-sifat milik Tuhan seperti al-malik, al-qohhar, al-mumit, dan lain
sebagainya. ELING lan WASPODO, mereka pasti akan merampas apa
saja isi negara milik kita.

Jika misalnya kita dapati di wilayah negara kita para tokoh yang,
karena merasa diri mereka sebagai supermen, berani membenarkan
atau menghalalkan perjudian, perzinaan, perampokan, mabuk-
mabukan, dan lain sebagainya, maka ketahuilah bahwa pada
hakikatnya mereka telah merampok sesuatu dari Tuhannya berupa
minimal Sifat-Nya Al-Hakim. Karena telah memposisikan dirinya
sebagai tuhan al-hakim (tanpa ilmu), ia berani menetapkan suatu
hukum bahwa judi, zina, mencuri, mabuk, perampokan, dan lain-lain
adalah halal. “Kami memang merasa malu jika tidak dipandang oleh
seluruh rakyat sebagai supermen yang anti perjudian, perzinaan,
mabuk-mabukan, perampokan, dan seterusnya. Namun ketahuilah
wahai rakyat sekalian, dalam jiwa kami yang paling dalam kami para
superman sangat setuju jika perjudian, perzinaan, mabuk-mabukan
dan perampokan tetap semarak di negeri ini. Kami ingin melihat

191

Para Perampok Berkeliaran Di Muka Bumi

negara ini hancur atau menjadi milik penguasa negara lain. Karena
itu lihatlah kami, kami (anggota supermen) tidak akan memberantas
kasino-kasino, kami enggan melenyapkan lokalisasi dan hotel-hotel
permesuman, kami tak mau menutup pabrik produksi minuman keras,
dan kami tak sudi memberantas perampok-perampok harta negara.“
Dengan berpakaian Sifat Al-Hakim hasil rampokan dari Tuhan,
mereka berani merubah Hasil Keputusan (baca, Hukum) Tuhan
apalagi hasil keputusan para pahlawan tempo doeloe. Akibatnya,
kondisi negara selalu dan semakin tambah kacau. Bahkan alam pun
kian kacau.

Jika misalnya kita dapati di wilayah negara kita para tokoh yang,
karena merasa diri mereka sebagai supermen, berani mengharamkan
Umat A melaksanakan anjuran-anjuran dari ajaran agama A seperti
misalnya mengenakan jilbab (untuk anak sekolah atau karyawati),
berpoligami (bagi PNS maupun ABRI), melaksanakan sholat (bagi
karyawan pabrik atau bagi militer yang sedang bertugas penting),
dan seterusnya, maka ketahuilah bahwa pada hakikatnya mereka
telah merampok sesuatu dari Tuhannya berupa Sifat-Nya Al-
Hakim, Al-Qohhar, Al-Jabbar, Al-Mudlil, dan lain-lain. Karena
telah memposisikan dirinya sebagai layaknya tuhan, mereka berani
menetapkan dan memaksakan suatu hukum yang berkebalikan dari
Hukum Tuhan kepada sebagian rakyatnya. “Kami memang tidak
mengharamkan apa yang hendak kalian lakukan dari anjuran-anjuran
agama kalian. Apa yang kami lakukan hanyalah ‘mempersulit’ kalian
saja. Kami tidak mengharamkan, namun kami hanya ingin ‘memecat’
siapapun yang melanggar keputusan kami ini saja. Kami tidak akan
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia.
Yang kami lakukan hanyalah memaksa kalian menjauh dari Hukum

192

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Tuhan ‘sedikit demi sedikit’. Kami tidak akan menghambat kalian
memperoleh kepuasan bathin. Yang kami lakukan hanyalah supaya
kalian terus mengikuti Hukum Tuhan ‘yang telah kami othak-athik’,
yang telah teruji berpuluh-puluh tahun telah menjadikan negara ini
semakin kacau dengan ramainya perzinaan, pemerkosaan, perjudian,
perampokan, dan jenis kerusakan yang lain. Kamipun hanya ingin
kalian tidak kembali mengikuti Undang-Undang Hidup dari yang
menciptakan kalian dan alam semesta. Kamipun hanya ingin kalian
tetap setia mengikuti kehendak kami yang kami sendiri belum pernah
meyakini telah menciptakan sesuatupun selain ‘undang-undang selera
nafsu kami’ ini. Kami tidak ingin kalian menjadi damai sejahtera
karena mengikuti Aturan Hidup dari Sang Pencipta. Kami hanya
ingin melihat bahwa kalian telah takluk dan setia mengikuti ajakan
kami ke lembah kesesatan, sebab, kesesatan adalah pilihan kami.“

“Wa qod fashshola lakum maa harroma ‘alaikum…” (Dan Alloh
telah memerincikan untuk kalian apa saja yang Dia haramkan bagi
kalian…).

“Yaa ayyuhalladziina aamanuu laa tuharrimuu thoyyibaati maa
ahalla Allohu lakum…” (Hai orang-orang beriman, janganlah kamu
mengharamkan yang baik-baik dari sesuatu yang telah Alloh halalkan
buat kalian…).

Nabi Muhammad menyampaikan Firman-Nya; “Ittakhodzuuu
ahbaarohum wa ruhbaanahum arbaaban min duunillah…” (Mereka
telah menjadikan para pastur dan pendetanya sebagai tuhan-tuhan
selain Alloh…), kemudian ‘Adi bin Hatim berkata kepada Rosululloh;

193

Para Perampok Berkeliaran Di Muka Bumi

“Ya Rosulalloh, sesungguhnya mereka itu tidak menyembah kepada para
pastur dan pendetanya.” Nabi Muhammad menjawab; “Betul, tetapi
mereka (para pastur dan pendeta) itu telah menetapkan haram
terhadap sesuatu yang halal, kemudian mereka mengikutinya. Yang
demikian itulah bentuk penyembahannya kepada mereka.”

Wahai ikhwan, tetaplah ELING lan WASPODO, Tuhan kita tetaplah
satu, yaitu Tuhan Yang Menciptakan alam semesta. Mumpung kita
hidup di zaman di mana HAM sedang digalakkan, ayo pancarkan
sekuat daya naluri kita untuk mengikuti dan menyembah Tuhan
Yang Satu, Tuhan Yang Menciptakan Segala Sesuatu. HAM adalah
Hak Asasi Manusia, bukan Hak Arogansi Manusia.

Jika kita menyaksikan orang-orang di zaman sekarang ini, memang
sudahlah amat ngeri. Para perampok sudah berserakan bagaikan
kabut tebal yang terbang berkeliaran di punggung bumi. Mereka telah,
sedang dan terus merusak serta mencaplok negara-negara yang ada
di permukaan bumi ini beserta penghuninya. Tidak akan mereka
giring penghuni bumi ini selain ke lembah neraka. Kasihan sekali,
baik yang teraniaya maupun yang menganiaya. Bagi yang teraniaya,
mereka telah dirugikan dengan hilangnya harta benda, kehormatan,
bahkan nyawa dan keyakinannya. Bagi yang menganiaya, mereka
juga menderita kerugian, yaitu rugi telah menganiaya dirinya sendiri
karena kebodohannya.

Sungguh, sebagai orang islam yang normal, kita akan tidak tega
melihat mereka yang teraniaya maupun yang menganiaya diri
mereka sendiri (dengan cara-cara yang telah mereka tampilkan di
pentas sandiwara dunia ini). Kita akan tergolong menganiaya diri

194

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

kita sendiri jika kita tidak memancarkan kasih sayang kepada mereka
dengan cara apa saja yang kita mampu untuk dapat menolong mereka.
Bahkan, kita akan tergolong sebagai penganiaya secara sadis terhadap
diri kita masing-masing jika kita tidak mencurigai diri kita mengenai
apakah kita termasuk perampok yang sedang kita perbincangkan
ini atau tidak. Bahkan kita akan mendapat kutukan dari kita sendiri
jika kita lebih mengutamakan mencuri informasi mengenai berita
buruk (aib) orang lain tinimbang meneliti keadaan diri kita sendiri-
sendiri. Sejahat apapun Fir’aun-Fir’aun dunia, kita tidak akan ikut
menanggung penderitaan mereka kelak di alam jahannam. Sekecil
apapun kesalahan kita, kita sendirilah nanti yang akan merasakan
sesal dan deritanya.

Bagaimana supaya kita dapat menghentikan pencurian dan perampokan
terhadap sesuatu milik Tuhan Yang Maha Tahu lagi Maha Perkasa?

Bagaimana kita akan menangkap ‘sejati pencuri dan perampok’ sementara
kita sendiri kerap kali memposisikan diri sebagai sejati pencuri dan perampok
yang hendak kita tangkap itu sendiri?

Wahai penduduk dunia, ayo kita tangkap ramai-ramai sejati pencuri
dan perampok. Kini keberadaan mereka telah dapat kita saksikan di
mana posisinya. Mereka adalah tak lain diri kita masing-masing, yang
sering menjadikan dirinya sendiri sebagai tuhannya.

Wahai penduduk dunia, cobalah penggal leher ‘keakuan’ kita yang
suka meng-aku-aku ini dengan pedang Laa ilaaha illa Alloh. Kalau tidak
mampu, karena pedangnya dari plastik atau dari karet, gantilah
dengan pedang baja Laa ilaaha illa Alloh yang kita ambil dari seorang

195


Click to View FlipBook Version