The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by ozziex9, 2021-09-06 10:48:25

Setetes Bening Air Komplit

Setetes Bening Air Komplit

Para Perampok Berkeliaran Di Muka Bumi

Waliy Mursyid. Pasti, kita akan kembali ke titik NOL. Dari situlah kita
akan memulai masuk ke alam keluasan, ke alam tanpa batas, ke alam
indah yang telah diterangkan oleh seluruh sufi maupun oleh orang
yang masih berlagak sufi. Dari situ pulalah akan terlahir ribuan sejati
kholifatulloh yang siap memakmurkan bumi. Jika kita tidak lakukakan
ini, WASPADAO, perampokan sadis besar-besaran akan segera
membumi hanguskan bola bumi beserta isinya. Sekian.

*******

196

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Sepercik Kilau Nur
Muhammad

Sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW, tidak ada satu
umat pun dari setiap Nabi melainkan ada kelompok pendukung (setia
mengikuti ajarannya, Mukmin) dan kelompok penentang ajarannya
(Kafir). Dan tidak juga ada satu pun kelompok umat dari setiap Nabi
yang semula pengikut setia ajarannya, melainkan sebagian ada yang
akhirnya Murtad (keluar dari lingkungan para pengikut setia).

Muqorrobin (para Nabi dan Wali Agung) adalah suatu Kaum
yang sejak awal telah melihat dengan kedua matanya akan Cahaya
Besar (Sumber Cahaya) ketika mereka sedang mandi dalam lautan
miliknya sendiri, yaitu lautan Cahaya. Jika kedua matanya ketika itu
tercetak sehat (yang tak pernah sakit) maka selamanya akan kerasan
dan nikmat melihat Sumber Cahaya saat mandi dalam lautan Cahaya,
seperti yang terjadi pada seluruh Nabi.

Jika kedua matanya tercetak sehat (namun terkadang sakit) maka
terkadang ia jadi khilaf melihat atau mengintip Sumber Cahaya
dari kejauhan melalui ketegaklurusan dengan lautan Api. Setelah ia
melihat api (yang ternyata tidak seindah melihat Cahaya), ia ingin

197

Sepercik Kilau Nur Muhammad

masuk ke dalam lautan Cahaya kembali dengan cepat. Maka seberapa
kecilnya, ia akan pernah berbuat dosa kecil dan segera ditaubati,
seperti kasus sebagian kecil Wali Agung yang ada di posisi terdepan,
seperti misalnya Syekh Abdul Qodir Al-Jailaniy QS.

Jika tercetak sehat sejak azali kedua matanya namun posisi awalnya
berada di lautan Api, maka segera loncat menuju lautan cahaya dengan
cepat. Ini adalah perjalanan Wali Agung yang awalnya bergelimang
dosa besar (karena kejahiliahannya), seperti kasus Wali Agung mantan
bajingan atau mantan pentolan kafir, seperti kasus Umar Bin Al-Khothob
(Muallaf Besar) yang tidak langsung menerima Muhammad di awal
dakwahnya (berbeda dengan kasus Abu Bakar atau Utsman dan Ali
KW). Jika tercetak sehat sejak azali kedua matanya namun posisi awalnya
berada di kejauhan dari lautan Cahaya (bukan awalnya di lautan Api),
maka akan dengan cepat memasuki dan mandi dalam lautan Cahaya
seperti teman-teman lain yang lebih dahulu mandi. Inilah perjalanan
Wali Agung yang merangkak dari maqom awal (maqom awam)
sampai maqom puncak, seperti terjadi pada mayoritas Wali Agung
semisal Imam Al-Ghozali.

Jika kedua matanya tercetak sakit (namun terkadang sesekali
sehat, bagi sebagian kecil wali) maka ketika kembali ke keadaan
semula yaitu sakit mata (sejak azali), maka akan murtad dari komunitas
penghuni lautan Cahaya, kembali ke kampung yang sebenarnya yaitu
lautan Api dan akan lebih kerasan dan nikmat tinggal selamanya di
lautan ini. Jika dia mati dalam kondisi ini (sebelum teringat kembali
nikmatnya sehat sehingga berusaha minta bantuan dokter untuk
menyembuhkan matanya meski sehat sebentar dan ingin mati dalam
lautan Cahaya) maka selamanya akan masuk lautan Api, seperti kasus
Pendeta Agung Basisra di zaman Musa AS yang secara berurutan
akhirnya berbuat zina, membunuh dan berlanjut mati gantung diri. Jika

198

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

sebagian darinya ada yang ingin sembuh kedua matanya (meski sebentar)
dengan tak gengsi bersimpuh minta bimbingan dari seorang Wali
Mursyid atau minta tuntunan Ulama Syariat yang terbimbing Jibril
(Akal), kemungkinan besar dia akan mati di saat kedua matanya dalam
kondisi sedang sehat tersebut (dalam lautan Cahaya) seperti kasus
Syekh Son’aniy yang tak gengsi minta bantuan bahkan kepada murid-
muridnya sendiri. Syekh Son’aniy tercetak sakit kedua matanya dengan
bukti kesombongannya terhadap Syekh Abdul Qodir.

Ashabul Yamin. Ada suatu Kaum yang dari kejauhan melihat
Sumber Cahaya yang terhalangi oleh lautan Cahaya dan lautan Api.
Ketika Cahaya Besar (Sumber Cahaya) tegak lurus dengan Lautan
Cahaya dan juga dengan kedua mata sehatnya, lautan Cahaya tampak
semakin bercahaya. Ketika Sumber Cahaya tegak lurus dengan
lautan Api dan juga dengan kedua mata sehatnya, Sumber Cahaya
tampak sebagai Api. Ada sekelompok orang (Kaum) mau menuruti
bimbingan Jibril (Akal) dan bergabung dengan Wali Mursyid, maka
Kaum ini digambarkan sebagai telah bersusah payah berjuang untuk
bisa mendekati tepian lautan Cahaya untuk menyaksikan sebenar
Sumber Cahaya ini. Ada yang mampu mencapai satu mil dari lautan
Cahaya, ada yang seratus meter, ada yang satu meter, ada yang sempat
mencelupkan kakinya, dst. Inilah yang disebut dengan Ashabul
Yamin. Dalam lingkungan ini pun ada saja situasi konversi (murtadnya
kaum Muslim Awam maupun mualafnya Kafir Awam).

Ashabus Syimal, adalah suatu Kaum yang mirip dengan
Ashabul Yamin, namun kedua matanya silau (tak mampu) melihat
terangnya pancaran Cahaya (karena sakit) sehingga memilih melihat
Sumber Cahaya dari jauh yang tegak lurus dengan lautan Api
sehingga terlihatlah Sumber Cahaya oleh kedua mata sakitnya sebagai
Api, dan merasa nikmat dengan pemandangannya. Mereka akhirnya

199

Sepercik Kilau Nur Muhammad

mendekat pada tepian lautan Api; ada yang mencapai seratus meter,
ada yang mencapai satu meter, ada yang sampai mencelupkan tumit
kakinya ke lautan Api, dst.

Pentolan Kafirin, adalah kaum yang tidak menyadari sakitnya
mata (padahal sakit) sehingga sejak awal sampai akhir akan terus
meyakini bahwa praduganya sendiri (yang salah) adalah sebagai
keyakinan yang benar (yang oleh Alloh disebut penyimpangan). Mereka
sebenarnya telah mandi dalam lautan Api tetapi diyakini sendiri telah
mandi dalam lautan Cahaya. Hal ini bisa terjadi, karena Kalbu mereka
tak mau menerima bimbingan Jibril (atas perintah Alloh), dan lebih
memilih dikuasai oleh Nafsunya sendiri (yang diyakini sebagai Jibril
atau Akal).

Musyrikin, adalah kaum yang telah menemukan lautan Cahaya
(Putih) dan (karena tidak puas) masih mencari lautan Cahaya yang lain;
barangkali masih ada lautan Cahaya Putih pada selain lautan Cahaya yang
Putih. Ketika mereka putus asa tidak menemukan sesuatu pun yang
Putih, akhirnya mereka menemukan cahaya warna Merah pada lautan
Api dan puas dengannya. Mereka berkeyakinan bahwa Api adalah
juga merupakan lautan Cahaya selain lautan Cahaya warna Putih. Bagi
mereka, akhirnya ada dua lautan Cahaya secara mandiri dan tidak
tahu kalau di ujung terjauh, Sumber Cahaya adalah Satu. Mereka
terbimbing oleh Nafsu dan bisikan para jin kafir. Bagi Muqorrobin,
Sumber Cahaya adalah Satu. Yang Satu menampilkan dua lautan
(lautan Cahaya dan lautan Api).

Murtad, adalah ketertolakan seseorang dari memasuki
komunitas keselamatan, oleh sebab ketidakberdayaannya dalam
mencerap keseluruhan Asma Alloh Al-Bathin yang telah terlahirlkan
oleh Citra Kesejatian Muhammad SAW yang terwakili oleh seluruh

200

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Wali dan Nabi termasuk oleh yang paling pas (yaitu Muhammad
SAW sendiri).

Seluruh Kehendak Alloh Yang Batin yang telah terkandung
dalam keseluruhan Nur Muhammad yang masih batin tersebut,
semakin tampak jelas ketika Alloh membungkusnya dalam sosok
Adam AS. Menjadi semakin tambah jelas Nur Muhammad tersebut
ketika secara gradasi Alloh mengirim para Nabi-Nya ke permukaan
bumi (sebagai pembungkus sekaligus penerjemah Nur Muhammad
yang tersembunyi). Ketika Sosok Muhammad SAW sebagai Utusan
terakhir Alloh tampilkan ke pentas alam kasat indra, maka tak ada
yang paling pas dan sempurna dalam mengejawantahkan atau
membahasakan seluruh kandungan ‘Nama Alloh’ dalam potensi Nur
Muhammad selain Utusan Alloh terakhir ini sendiri, Muhammad
SAW.

Murtad, adalah kedunguan seseorang akibat terjebak dalam
pola pikirnya sendiri yang dianggap sebagai berasal dari Nur padahal
kenyataannya pola pikir tersebut berasal dari Nar. Siapa pun yang
hatinya keras, merasa mampu melebihi Muhammad, merasa lebih suci
dari Muhammad, merasa lebih pandai dari Muhammad, atau merasa
tidak puas dengan Muhammad, dll. maka hakikatnya pola pikir yang
terpatri dalam dirinya tersebut berasal dari Nar, bukan Nur. Siapa pun
yang pola pikirnya tersebut mengkristal menjadi sebuah keyakinan,
inilah yang disebut telah memasuki gerbang kemurtadan. Keyakinan
yang telah terbentuk tersebut, hakikatnya adalah ilusi karya iblis, dan
iblis tak lain adalah Api (Nar), dan Api (Nar) tak lain adalah hawa
nafsunya sendiri.

Adapun pola pikir yang terbentuk dari Nur, maka itulah yang
berarti mendapatkan ilham dari Jibril, dan Jibril atas perintah Alloh.

201

Sepercik Kilau Nur Muhammad

Pola pikir yang seperti ini adalah pola pikir yang selalu tertanam dan
pasti cocok bagi jiwa-jiwa suci, selalu mendapatkan ilham Jibril setiap
saat. Jibril adalah tak lain Akal itu sendiri. Akal tak lain adalah akalnya
sendiri. Maka siapa pun yang mampu membuka akalnya untuk dipakai
menyibak seluruh Asma Alloh yang terwakili oleh seluruh prilaku
Nabi-Nabi, itu berarti selalu mendapat bimbingan Jibril atas perintah
Alloh. Jibril tercipta dari Akal Muhammad. Iblis tercipta dari Nafsu
Muhammad. Maka siapa pun yang mengaku berakal tetapi tidak puas
dengan penampilan seluruh Nabi yang sangat terang (Nur) sebagai
juru bahasa dari seluruh Asma Alloh, berarti sebenarnya tidak berakal.
Al-Qur’an menyatakannya “mengapa engkau tidak mau memakai
akalnya ?” . Jika mereka dituduh tidak berakal, mereka menyangkal.
Jika dituduh telah berbuat kerusakan di muka bumi oleh Alloh,
mereka menyatakan telah berbuat kebajikan. Itulah prilaku dari orang
yang mengaku berakal tetapi hakikatnya terselimuti api nafsu atau
mengaku ma’rifat tetapi tersesat, tetapi mereka tidak menyadarinya
(wa hum laa yasy’urun).

Kafir adalah nama lain dari ingkar. Ingkar adalah hasil dari
kepatuhan terhadap Nafsunya sendiri yang dibenarkan oleh iblis
dalam dirinya. Nafsunya sendiri adalah minyak bahan api yang telah
tampak berkobar meski belum tersulut api. Orang yang bakal ingkar
adalah orang yang meyakini bahwa apa yang mereka lihat adalah
sebagai minyak zaitun (akal, minyak bahan cahaya) padahal sejatinya
yang mereka saksikan adalah minyak bahan Nar atau api. Jika telah
tersulut api (pembenaran dari setan), maka minyak bahan api akan
berkobar dengan sebenar kobaran, dan inilah yang dimaksud dengan
‘kafir”.

Orang-orang berbondong memasuki majelis keselamatan
dalam benteng Muhammad. Majelis ini mayoritas setia mengikuti

202

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

ajarannya sampai mati. Namun ketika sebagian dari mereka tidak
mampu memahami bahwa keseluruhan penampilan Muhammad
SAW atau Adam AS adalah Nur (sehingga mereka menganggapnya
ada sebagian dari prilaku Beliau adalah Nar), maka dia akan lari dari
Nur menuju Nar yang ditampilkan oleh iblis yang merasa lebih benar
dari Adam. Bahkan ketika iblis berani mengaku lebih benar dari
Alloh saat Dia berkehendak memerintahkan iblis sujud pada Adam
AS (yang ternyata lebih suka menyembah-Nya secara langsung tanpa
bimbingan Adam As sehingga Alloh tolak), orang yang mewarisi
iblis pun akan bersikap sama sehingga mengaku lebih tinggi dari
orang yang terutus Wali Mursyid untuk ditaati para muridnya
(dalam lingkungan tharikat) atau mengaku lebih tinggi dari Nabi
yang Alloh utus untuk segala umat. Karena ternyata penglihatannya
tidak sempurna, maka ada sebagian kecil saja prilaku Utusan Alloh
yang tampak suram oleh mata mereka, akhirnya menjadikan mereka
murtad.

Untuk itulah Alloh hendak memastikan sebagian manusia
masuk neraka dengan menciptakan Nafsu Muhammad sebagai bahan
kejadian iblis (setan) yang bertugas mengajak orang lari dari Nur
menuju Nar. Hanya satu kesalahan yang dipandang kecil saja, hanya
ingkar kepada isro’ mi’roj nya Muhammad saja misalnya, sudah akan
memastikan keseluruhan amal baiknya maupun pembenaran akan
penampilan-penampilan Muhammad yang lain sebelumnya (selain
isro’ mi’roj), mampu membakar seluruh keyakinan (agama) mereka
dari awal sampai akhir, jika tidak bertaubat. Hanya satu kesalahan
saja, mampu membakar dirinya dalam neraka meskipun sebelumnya
merupakan orang yang paling suci. Hanya satu dari 6666 ayat Al-
Qur’an yang mereka dustai dan ingkari, sudah memastikan dirinya
menuju Nar. Inilah yang disebut murtad. Yaitu orang-orang yang
setia mengikuti ajaran Muhammad pada awalnya, namun ketika

203

Sepercik Kilau Nur Muhammad

terbentur oleh sesuatu yang tidak bisa akal mereka mencerapnya
karena dominasi api dalam dirinya, mengakibatkan mereka tertolak dan
kembali menuju apa yang mereka kehendaki sendiri, yaitu Nar. Jika
mereka menghendaki Nar, maka Alloh mengabulkannya, jika mereka
menghendaki Nur maka Alloh melindunginya dari kemurtadan.

Murtad adalah calon ahli neraka yang memasuki majelis ahli
surga kemudian kembali ke habitatnya semula, yaitu komunitas ahli
neraka. Keseluruhan orang murtad berakar pada prilaku protesnya.
Yaitu protes terhadap Nur Muhammad yang dipersaksikan melalui
penampilan prilaku Muhammad maupun para penerusnya (para wali
mursyid sampai akhir zaman). Prilaku protes, berakar dari satu titik
inti, yaitu keapian atau kesombongan. Benarlah Wali Mursyid Agung
yaitu Syekh Abdul Qodir yang mengatakan “Jika ada sesuatu yang tak
kau pahami dari prilaku wali-wali (sebelum diketahui makna sebenarnya)
maka benarkanlah atau diamlah. Tapi jika engkau mengingkari (protes) maka
dikhawatirkan engkau akan mati dalam kemurtadan (kafir)”. Jika protesisasi
terhadap prerogatif seorang Wali Mursyid dalam menampilkan
sebagian kecil Af’al Alloh Yang Batin (sebagai sebenar Nur) saja
menyebabkan kemurtadan, apalagi protes terhadap semua prilaku
Wali Mursyid dalam menampilkan sebagian besar Af’al, Asma, Sifat
dan Dzat Alloh. Maka apalagi mengingkari prilaku Muhammad SAW
yang keseluruhannya telah menampilkan keseluruhan Kesempurnaan
Asma Alloh yang telah tercetak dalam lembaran Lauh Akbar dari Nur
Muhammad.

Prilaku murtad, sebenarnya telah tertampilkan oleh banyak
kisah dalam sejarah masa lampau, supaya orang-orang di kemudian
hari tidak terkungkung dalam ilusi (yang diyakini sebagai kebenaran
dan ma’rifat). Pola pikir yang dibentuk oleh Jibril (dalam tampilan
akal sehat) akan membimbing pelakunya menuju majelis keselamatan

204

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

manakala mau menuruti bimbingan tersebut. Di satu sisi, iblis juga
bersaing membentuk pola pikir khayali supaya diyakini oleh pelakunya
sebagai telah masuk lingkungan ahli kebenaran atau ma’rifat. Orang
yang masih belum tuntas melintasi pertarungan Jibril dan Iblis dalam
dirinya (sehingga selanjutnya mengikuti arus pola pikir Jibril saja),
jangan sesekali mengklaim dirinya sebagai telah memasuki majelis
kebenaran.

Protesisasi iblis mengapa Alloh tidak memerintahkan dirinya
langsung menyembah Alloh saja, mengapa harus bersujud kepada
Adam AS sebagai syarat dikabulkannya seluruh ubudiyyah
iblis kepada Alloh, adalah awal kemurtadan iblis dari lingkaran
keselamatan.

Protesisasi bani israil kepada Alloh mengapa tidak mengutus
malaikat sebagai juru dakwah, mengapa mengutus Nabi yang punya
perut, kelamin, tangan, kaki, dll. (makhluk berjasad) sebagai utusan
Alloh kepada umat manusia, adalah salah satu jenis akar kemurtadan.

Protesisasi sebagian bani israil kepada Alloh mengapa mengutus
Isa AS setelah Musa AS (sehingga mereka tidak mau mengikuti Isa
AS), atau protesisasi sebagian bani israil di zaman Isa AS mengapa
Alloh mengutus Muhammad SAW sebagai Utusan terakhir (sehingga
mereka bersikukuh hanya mau mengikuti Isa AS), adalah bentuk dari
kemurtadan yang nyata.

Protesisasi sebagian Umat Muhammad SAW (Umat akhir zaman)
mengapa Alloh menurunkan Muhammad SAW yang dipandang
sebagai akar pemecah belah suku Quraisy, atau protesisasi mereka
terhadap sebagian penampilan Muhammad SAW yang menjelaskan
Ajaran Tauhid (yang menggiring mereka bersikukuh untuk kembali

205

Sepercik Kilau Nur Muhammad

menyembah berhala atau kembali puas dengan keberadaan syariat
Isa AS, Musa AS, Daud AS dst)., atau protesisasi terhadap sebagian
prilaku Muhammad yang dipandang bid’ah (karena tidak ada dalam
prilaku yang ditampilkan Nabi-nabi sebelumnya), atau protesisasi
terhadap sebagian penampilan Muhammad SAW yang akal mereka
tak mau dipakai untuk mencerapnya (sehingga tak memahami),
adalah jenis lain dari sebenar akar kemurtadan.

Sebagaimana dalam keterangan pertama, kemurtadan ini
akan terus berlangsung sampai kiamat. Setelah Muhammad SAW
dipanggil oleh Alloh, dalam lingkungan Wali-Wali Mursyid (sebagai
pewaris para Nabi, sebagai penerus penerjemah Nur Alloh) juga
merupakan sunnatulloh kalau terjadi kemurtadan pada sebagian
murid-muridnya.

Para Wali adalah pewaris Nabi-nabi. Keseluruhan tampilan
Nabi-nabi (dari Adam AS sampai Muhammad SAW) yang makro
ini kemudian dilanjutkan oleh tampilan keseluruhan Wali-wali yang
mikro di zaman setelah zaman Sahabat Muhammad SAW sampai
berakhirnya alam dunia. Ada pewaris Nabi-nabi yang tidak sekaligus
Rasul. Ada yang mewarisi Nabi-nabi yang juga Rasul. Ada yang
mewarisi Nabi (yang Rasul) bukan Ulul ‘Azmi, ada yang mewarisi
Ulul ‘Azmi. Dari yang Ulul ‘Azmi ini, ada yang mewarisi Adam AS,
ada yang mewarisi Nuh AS, dst. Dan Wali teragung adalah wali
yang mewarisi penampilan Muhammad SAW, yaitu yang mampu
bertengger dalam Lathifah Al-Muntaha (Lathifah Al-Akhfa).

Seluruh Nabi dan Rasul, adalah makhluk berjasad (terbungkus
jasmani). Alloh ingin Diri-Nya dikenal. Alloh kemudian menciptakan
Malaikat dari Nur (Akal) Muhammad. Cara penyembahan Malaikat
kepada Alloh belumlah sempurna akibat pengenalannya pada

206

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Alloh yang juga belum sempurna. Demikian pula Iblis, tidak bisa
mengenali dan menyembah Alloh secara sempurna. Meskipun telah
beribu-ribu tahun mereka mengunjukkan penyembahannya kepada
Alloh, belum juga bisa mewakili Kehendak Alloh untuk dikenal dan
disembah secara sempurna. Alloh kemudian menciptakan Jin. Cara
pengenalan maupun penyembahan yang Jin tampilkan pun belum
memuaskan Kehendak Alloh yang Agung. Maka diciptakanlah oleh
Alloh Manusia.

Nur Muhammad tercipta dari Cahaya Wajah Alloh. Dalam
keseluruhan Nur Muhammad terkandung seluruh bibit penciptaan
bagi seluruh makhluk lahir maupun makhluk bathin. Nur Muhammad
bagi ahli kasyf tergambarkan sebagai sosok manusia. Manusia yang di
maksud adalah Muhammad SAW. Di dalam Citra Muhammad sendiri,
secara berurutan terkandung Sirr, Ruh, Qalbu, Akal, Nafsu dan
Surah. Di dalam Surah tergambar dada, kepala, wajah, mata, telinga,
kaki, kulit, bulu, keringat, dll. Dari keseluruhan Nur Muhammad ini,
terciptalah seluruh makhluk.

Secara lahiriah, dari bahan Sirr, akan tercipta seluruh air, dari Ruh
akan tercipta seluruh angin dan lapisan langit, dari Akal, terciptalah
seluruh cahaya, dari Nafsu, terciptalah seluruh api, dari Qalbu,
terciptalah isi (daging) bintang dan tata surya termasuk bumi (daging
seluruh benda yang dapat di indra), dari Surah, terciptalah seluruh
permukaan (kulit) bintang dan tata surya termasuk bumi dan segala
sesuatu yang bisa di indra (yang bisa di indra adalah permukaannya,
kulitnya).

Secara batiniah, dari bahan Sirr akan terciptakan seluruh
rasa, dari Ruh akan tercipta seluruh penglihatan, dari Akal tercipta
seluruh ilmu dan pengetahuan, dari Nafsu terciptalah keberanian dan

207

Sepercik Kilau Nur Muhammad

kekuatan, dari Qalbu tercipta pembeda dan ingatan, dari perpaduan
Akal dan Nafsu terbentuklah prasangka, khayal dan ilusi, dari Surah
terbentuklah amalan nyata. Keseluruhan Nur Muhammad, akan
secara utuh bisa ditampilkan oleh makhluk yang bernama manusia.

Secara lebih mendalam, dari Sirr akan tercipta wujud, dari Sirr
dan Ruh terciptalah seluruh arwah yang mampu merasa dan melihat
(baik arwah benda hidup maupun benda mati), dari Sirr, Ruh dan
Akal tercipta Malaikat, dari Sirr, Ruh dan Nafsu tercipta Iblis (setan),
dari perpaduan Sirr, Ruh, Akal, Qalbu dengan Sirr, Ruh, Nafsu yang
diikat dengan jasad dalam bentuk Api (Api dari pancaran Surah
Muhammad, bukan dari Nafsu) terciptalah Jin, dari perpaduan Sirr,
Ruh, Akal, Qalbu dengan Sirr, Ruh, Nafsu yang diikat dengan jasad
tanah (dari pancaran surah Muhammad sampai ke tataran terluar,
terciptanya Planet Bumi) maka terciptalah Adam (Manusia).

Pada awalnya Nur Muhammad baru menampilkan Sirr. Sirr
adalah inti dari bibit kejadian. Di alam hakiki, Sirr adalah Rasa. Dalam
alam mitsal, Sirr akan tampak sebagai air. “Wa kaana ‘Arsyuhu ‘alal
Maa”. Ketika emanasi baru sampai ke tataran Sirr (dan Sirr ini nantinya
akan dimiliki oleh seluruh makhluk) maka tak ada penampakan
(perwujudan) apapun ketika itu selain Rasa. Semua Rasa di kala itu,
mengucapkan kata yang satu yaitu “Aku...Aku...Aku...”.

Di bilik kanan Sirr kemudian diselimuti (dijasadi) oleh Ruh. Ruh
adalah emanasi dari Sirr. Seluruh Sirr (usai terselaputi Ruh) saat
itu mengucapkan kata yang satu “Kau...Kau...Kau...”. Sirr dan Ruh
kemudian dibungkus dengan Akal. Seluruh Sirr sampai tahapan ini
mengucapkan kata yang sama yaitu “Al-Lathif...Al-Lathif...Al-Lathif...
atau Al-Jamal...Al-Jamal...Al-Jamal...”. Maka jadilah makhluk bernama
Malaikat.

208

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Di bilik kiri Sirr di balut dengan Ruh. Ruh di balut dengan
Nafsu. Seluruh Sirr sampai di sini mengatakan kata yang satu yaitu
“Al-Qohhar...Al-Qohhar...Al-Qohhar... atau Al-Jalal...Al-Jalal...Al-Jalal...”.
Maka jadilah makhluk bernama Iblis.

Antara bilik kanan dan kiri, ada barzah (penyekat kedua bilik).
Inilah yang dimaksud dengan firman-Nya “Bainahuma Barzahun
laa yabghiyaan”. Jin adalah makhluk yang berada di bilik tengah
(keseimbangan). Jin adalah Pembalut (dari bahan lidah Api) yang
membungkus dua bilik tersebut. Bilik kanan: Ruh, Sirr dan Akal, bilik
kiri: Ruh, Sirr dan Nafsu, keduanya diikat dengan Pembalut dari
Lidah Api dalam satu lingkaran. Perumpamaannya seperti samudra
yang diikat (dikelilingi) oleh pantai (dari pasir). Seluruh Sirr pada
tahapan ini menyenandungkan kata yang satu yaitu “Ya Jamal – Ya
Jalal... Ya Jamal – Ya Jalal... Ya Jamal – Ya Jalal...”. Masih di bilik tengah,
kemudian keseluruhan jin yang mengemban sayap kanan dan kiri
tersebut terselimuti lagi oleh Surah. Seluruh Sirr pada tahapan terakhir
ini menyenandungkan lagu yang sama yaitu “Ya Kamal...Ya Kamal...
Ya Kamal...(Ya Awal Ya Akhir... Ya Dhahir Ya Batin)”. Maka jadilah
makhluk bernama Manusia. Perumpamaannya seperti sebuah Pulau
Akbar yang mengikat seluruh lingkaran pantai dari sebuah samudra
dengan tanah, yang samudranya ada dalam Pulau tersebut. Seperti
layaknya danau, Jin merupakan pantainya dan Manusia merupakan
Pulaunya.

Dalam kandungan Ruh (pada Nur Muhammad) yang
membungkus Sirr pun ada bermacam-macam yang secara berurutan
adalah Ruh Quddus, Ruh Sulthoni, Ruh Ruhani dan Ruh Jismani. Jika
Sirr dibalut dengan Ruh Ruhani dan Ruh Jismani, kemudian dibalut dengan
Nafsu dan Surah, maka jadilah hewan. Jika Sirr dibalut dengan Ruh
Ruhani dan Ruh Jismani, kemudian langsung dibalut dengan Surah, maka

209

Sepercik Kilau Nur Muhammad

jadilah tetumbuhan. Jika Sirr dibalut dengan Ruh Jismani kemudian Surah,
maka jadilah seluruh bintang dan tata surya termasuk semua benda
mati yang lain. Jika sebuah batu tiba-tiba menjadi emas asli, maka ada
peran malaikat (akal) yang tiba-tiba menyelinap dalam batu tersebut.
Jika yang menyelinap adalah Iblis (nafsu) maka batu akan berubah
menjadi emas palsu.

Universalitas Nur Muhammad, dengan demikian hanya
akan bisa diejawantahkan oleh makhluk yang bernama Manusia.
Seluruh prilaku manusia, akhirnya akan mampu secara utuh
menerjemahkan seluruh kandungan Nur Muhammad. Inti (awal)
seluruh Nur Muhammad adalah Sirr. Melalui media Sirr dalam
potensi Nur Muhammad, Nur Muhammad akhirnya merupakan
awal dari penampakan Alloh Yang Batin (menjadi Dhahir), yang telah
mengandung seluruh potensi Kesempurnaan Seluruh Asma-Nya.

Dengan jembatan Sirr, seluruh Kehendak Alloh (termasuk
Kehendak untuk dikenal), akan tercetak dalam Lauh Akbar dalam
liputan Nur Muhammad. Jika tersaksikan oleh jin dan manusia huruf N
sebagai Nar dari kalimat KUN, maka berarti mereka telah menyetujui
bujukan Iblis (Nafsu) dan membantah ajakan Akal (Jibril), maka
berarti Alloh hendak memasukkan hamba-Nya ke neraka (Nar). Jika
tersaksikan oleh Jin dan Manusia huruf N dari kalimat KUN sebagai
Nur, berarti mereka membantah tipu daya Iblis dan menyetujui
bimbingan Jibril, maka berarti Alloh hendak memasukkan hamba-
Nya ke dalam surga (Nur).

Dengan jembatan Sirr, seluruh Nabi akan menyalurkan seluruh
Kehendak Alloh yang ada pada setiap dari keseluruhan Asma-
Nya, untuk dipersaksikan kepada seluruh Jin dan Manusia. Semua
tampilan Wali-wali penerus para Nabi, pada hakikatnya juga tak

210

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

lain penerjemah dari apa yang dikehendaki para Nabi dan para Nabi
sendiri menerjemahkan apa yang terkandung dalam Nur Muhammad
dan Nur Muhammad sendiri menerjemahkan ke bentuk Dhahir akan
seluruh Dzat, Asma, Sifat dan Af’al Alloh yang ingin diperkenalkan,
sebagai maksud dari Kehendak Alloh yang mengingini untuk dikenali
dan disembah.

Apa yang Alloh telah memerintahkan umatnya meniru
melakukan prilaku Muhammad SAW (saat melakukan perintah-Nya)
dan umat meniru melaksanakannya, berarti umat tersebut benar-
benar mengerti akan apa yang menjadi Kehendak Alloh. Jika Alloh
memerintahkan umatnya untuk meniru prilaku Muhammad SAW
(saat meninggalkan larangan-Nya) dan meniru meninggalkannya ,
maka umat tersebut benar-benar mengerti apa yang bukan menjadi
Kehendak Alloh. Maka barang siapa yang berprasangka buruk pada
sebagian prilaku Muhammad saat melakukan perintah maupun saat
meninggalkan larangan-Nya sehingga menyebabkan murtad, maka
berarti mereka benar-benar tidak memahami bahwa keseluruhan
tampilan Muhammad adalah Nur, yang berarti mereka tidak paham
akan apa yang menjadi Kehendak Alloh pada Af’al-Nya. Akhirnya
merekamenyangka apa yang dikehendaki olehAllohsebagaiKehendak-
Nya, sebagai bukan sebenar Kehendak-Nya. Apabila Muhammad SAW
menikahi wanita dan sebagian umatnya memprotes mengapa tidak
meninggalkan menikah (membujang) saja seperti para pastur, maka
benar-benar mereka tidak kuat melihat terangnya Nur Kehendak Alloh
karena sakitnya mata sejak awal. Ketika Muhammad SAW berperang
dan diprotes mengapa tidak seperti zaman Isa AS yang tidak pernah
berperang, berarti benar-benar tidak faham juga akan Kehendak Alloh.
Ketika Ibrahim AS hendak menyembelih Ismail AS (anak kandungnya)
dan diprotes mengapa tidak seperti Nuh AS yang tidak melakukan

211

Sepercik Kilau Nur Muhammad

tindakan serupa, berarti meragukan kejelasan pancaran Nur Muhammad
sebagai pengejawantah Kehendak Alloh.

Demi Alloh, keseluruhan prilaku Nabi dari Adam AS sampai
Muhammad SAW (yang paling terang) adalah hendak menerjemahkan
perintah Alloh Yang Ingin Memperkenalkan Diri-Nya Yang Lengkap dan
Sempurna seluruh Asma-Nya, supaya bentuk penyembahan umat (lahir
dan batin) akhirnya sesuai dengan apa yang Alloh Kehendaki Sendiri.
Sosok manusia lah yang mampu paling sempurna menghaturkan
bentuk pengenalan dan penyembahannya kepada Alloh. Meski
diridloi, bentuk penyembahan malaikat belumlah sempurna (terbukti
seluruh malaikat diperintahkan belajar seluruh Asma, kalau mampu,
kepada Adam AS). Adapun pengenalan iblis beserta penyembahannya
kepada Alloh, teramat menyimpang (bukan belum sempurna) terbukti
keengganannya bersujud kepada Adam AS (akhirnya selamanya
tak mengetahui seluruh Asma-Nya yang Kamal yang hendak
dipersaksikan sebagai sebenar Asma-Nya yang dikehendaki untuk
diketahui secara semestinya). Maka Murka Alloh tertaqdir untuk iblis
dan para pewarisnya. Adapun para penerus Nabi, yaitu Wali-wali,
ada yang tidak harus menampilkan Nur Muhammad (pewaris Nabi,
Wali-wali kecil) dan ada juga yang harus menampilkan Nur tersebut
(pewaris Nabi yang juga Rosul, Wali-wali Agung) kepada masyarakat
melalui jalur kerasulan (bukan jalur kenabian atau kewalian itu
sendiri).

Perbedaan mereka dengan para Nabi yang maksum, para Wali
adalah makhfudh (terjaga dari dosa besar, tidak dari dosa kecil). Dosa
kecil yang dialami (terlihat) pada Wali-wali Agung, adalah tindakan
mereka melakukan sesuatu yang berlawanan dengan syari’at (bukan
pokok). Adapun tindakan mereka ketika sedang melakukan prilaku
yang tertuang dalam syariat (ketika bersesuaian dengan Syariat) saat

212

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

fana dalam Rosul (yang bukan merupakan tindakan dosa), maka bagi
siapa saja yang memprotes akan menerima kemungkinan murtad.

Karena Wali-wali Agung hakikatnya adalah sebagai penerus
Nabi (yang juga Rosul) maka di saat mereka fana dalam kenabian atau
kewalian (bukan dalam Rosul) maka sesekali mereka akan melakukan
af’al yang dipandang bertentangan dengan prilaku syari’at (seperti
kasus Khidlir AS) yang pada hakikatnya secara kedalaman tidaklah
bertentangan dengan maksud syari’at. Untuk maksud inilah Syekh
Abdul Qodir melarang umat islam memprotes prilaku Wali Agung
(saat fana dalam Nabi) yang akal mereka belum bisa memahaminya,
supaya lebih baik diam dan atau menyepakatinya (tidak protes) demi
tidak terjatuh dalam kemurtadan.

Adapun kesalahan yang terjadi pada Wali Agung saat
mengekspresikan Nabi (dari Nabi yang juga Rosul), adalah kesalahan
jenis batin yang hanya bisa terdeteksi oleh Wali lain yang sejajar atau
lebih tinggi. Berbeda dengan di saat mereka sedang mengekspresikan
Rosul (dari Rosul yang juga Nabi) yang bisa terlihat oleh semua masyarakat,
yaitu melanggar syari’at yang bukan pokok (hanya ranting atau dosa
kecil). Bagi Wali Agung jenis ini, akan lebih banyak menampilkan
dirinya sebagai penerus Rosul. Bahkan bagi Wali Agung kelas tinggi
penerus Rosul (Nabi yang juga Rosul), sering kali mentaubati prilaku
nylenehnya sendiri meski sebenarnya tidak merupakan dosa. Maka
secara keseluruhan, apa yang dipersaksikan oleh Wali Agung jenis ini
kepada masyarakat adalah bersesuaian dengan syari’at. Oleh karena
itu jika kebetulan Wali jenis ini telah bertindak menikahi tiga istri atau
lebih sebagaimana yang ditampilkan Muhammad SAW kemudian
sebagian muridnya protes mengapa tidak dua saja sebagaimana
Ibrahim AS atau mengapa tidak satu saja seperti Adam As atau
mengapa tidak bujangan saja seperti para pastur, maka tunggulah

213

Sepercik Kilau Nur Muhammad

kemungkinan besar terjadi kemurtadan pada diri mereka. Ketidakpuasan
mereka akan dapat mengalihkan konsentrasinya untuk memilih
pembimbing yang ternyata pasti lebih rendah dari sebelumnya atau
bisa jadi seperti murid setan yang tak mau berguru selain kepada
dirinya sendiri yang sombong. Kecuali saja jika Wali Agung tersebut
menampilkan atau mewarisi Rosul Adam AS (misalnya) kemudian
muridnya tidak puas dan berpindah kepada Wali Agung yang lebih
tinggi sebagai penerus Rosul yang lebih tinggi dari Adam AS, maka
tentu Wali tersebut mengizinkan atau bahkan memerintahkan
untuk pindah pembimbingan kepada Wali yang lebih tinggi setelah
wadahnya sepenuhnya terpenuhi air ma’rifat melalui pentarbiyahan
Wali pertama. Jika Wali pertama memerintahkan untuk pindah
pembimbingan sebelum wadah murid sepenuhnya terpenuhi, maka
Wali ke dua akan menerimanya. Jika wadah murid belum terpenuhi
dan murid tersebut memaksakan diri pindah pembimbingan, maka
sudah barang tentu wali ke dua tidak akan menerimanya. Jika
Wali ke dua mengambil murid dari Wali pertama sebelum wadah
murid terpenuhi, maka tentu Wali pertama dengan senang hati akan
mengizinkan muridnya. Hanya saja jika ada sebagian murid ingin
pindah pembimbingan dari Guru Pertama (yang ternyata merupakan
pewaris Muhammad SAW) kemudian tidak puas dengan penampilan
prilaku Gurunya (karena matanya sendiri yang sakit yang diyakini
sehat) kemudian berniat pindah kepada Guru lain (yang pewaris Isa
AS, misalnya) atau berniat membimbing dirinya sendiri oleh dirinya
sendiri (karena dirinya dianggap paling suci dan benar), maka tunggu
saja kehancurannya, murtad. Jadi, ternyata semua prilaku Wali-wali
atau murid- murid seperti ini, telah terpampang dengan jelas pada
kasus Nabi-nabi beserta umatnya pada zaman dahulu, sebagai kiasan
prilaku Wali-wali beserta para muridnya di zaman sekarang sampai
kiamat.

214

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Rahasia seluruh prilaku lahir dan batin dari seluruh Wali
Agung maupun Wali Kecil (penerus Nabi yang bukan Rosul), amatlah
banyak. Mereka semua merupakan insan kamil penerjemah jiwa saja
dan atau sekaligus jasad Muhammad secara gamblang. Jika mereka
penerjemah jiwa Muhammad saja, maka merekalah Wali Kecil penerus
Nabi (yang bukan Rosul). Jika mereka penerjemah jiwa dan sekaligus
jasad Muhammad, maka merekalah Wali Agung penerus Nabi (yang
juga Rosul). Jika mereka penerjemah jasad Muhammad saja, maka
merekalah ulama ahli syariat yang tulus. Dalam penampakan
maujudat (lahir-batin) ini, tak ada yang lebih terang selain jiwa dan
jasad Muhammad yang Alloh ciptakan seperti Citra Dirinya. Jiwa dan
Jasad Muhammad SAW sendiri (saat diutus sebagai Rosul), merupakan
penerjemah paling sempurna akan kejelasan Nur Muhammad. Di
alam yang bisa disaksikan baik oleh indra maupun ruh, tak ada
yang lebih terang selain Nur Muhammad. Maka di alam yang paling
hakiki, tak ada yang paling terang disaksikan oleh Seluruh Sirr selain
Nur, yaitu Allohu Nurus Samawati wal Ardli. Maka siapa yang merasa
dan mampu melihat Nur sebagai Nur, maka baginya Surga derajat
dan Surga Qurbah. Dan barang siapa melihat Nur sebagai Nar, maka
Nerakalah tempatnya.

Adapun maksud dari penampilan seluruh Nabi dan wali dalam
menerjemahkan Nur Muhammad, adalah demi pendidikan dan
pengajakan seluruh umat Jin dan Manusia supaya sampai kepada
kejelasan pengetahuan akan seluruh Asma Alloh. Dengan demikian,
tercapailah maksud penciptaan, yaitu Kehendak Alloh untuk disembah
secara sempurna sesuai yang Dia Kehendaki Sendiri. Dan tak ada satu
pun yang bisa mengenal Alloh sendiri selain Dia Sendiri.

Penampilan seluruh Nabi dan Wali-wali, adalah merupakan
Sunnatulloh. Artinya, sudah menjadi Kehendak-Nya untuk mengutus

215

Sepercik Kilau Nur Muhammad

mereka ke pentas Alam Dhahir, supaya akhirnya jelas apa yang
terkandung dalam Kehendak-Nya Yang Batin,Yang Azali, tentang
siapa yang akan masuk golongan Muqorrobin, atau Ashabul Yamin,
atau Ashabus Syimal (Kafirin, Munafiqin, Musyrikin dan Murtaddin).
Tanpa kehadiran Nabi-nabi dan Wali-wali, tak akan menjadi tampak
siapa yang menghendaki masuk Neraka dan siapa yang menghendaki
masuk Surga. Jika telah terlaksana Kehendak Alloh bahwa calon ahli
Surga (golongan Manusia, Malaikat dan Jin) telah seluruhnya masuk
Surga, calon ahli Neraka (golongan Manusia, Malaikat dan Jin) telah
seluruhnya masuk Neraka, maka genap sudahlah bahwa Alloh
telah Mengetahui dan Menyaksikan Kehendak-Nya Sendiri untuk
menyatakan Seluruh Asma-Nya kepada Diri-Nya Sendiri, dan Alloh
Bangga dengan Tampilan Diri-Nya Sendiri (Yang Awal - Yang Akhir,
Yang Batin - Yang Dhahir) untuk dirasakan dan disaksikan oleh-Nya
Sendiri.

Allohu Nurus Samawati wal Ardli. Huwal Awwalu wal Akhiru wad-
Dhohiru wal Batinu. Innalloha Lathifun bi ‘Ibadihi yarzuqu man Yasya’ wa
Yahdi bihi man Yasya’. Fa Ya Khofiyal Luthfiy adrikniyy bi Lithfikal Khofiyy,
Abadan-abada, bihaqqi Laailaaha illalloh Muhammadun Rosululloh.

216

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

SELAMAT DATANG WAHAI
KEKASIH-KU

Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah seorang Abdi sekaligus
seorang Rosul-Nya.

Maqom keabdian adalah suatu peringkat dalam perjalanan ruhani
yang di dalamnya pelakunya merasa menemukan hakikat dan rasa
dirinya sendiri yang tak lain adalah sebagai Abdulloh atau hamba Alloh.
Kehambaan yang dimaksud adalah berbeda dengan makna ‘hamba’
secara umum (yaitu kehambaan ketika semua manusia belum atau
sedang beranjak menuju Tuhan-Nya). Kehambaan yang dimaksud di
sini adalah kehambaan yang diperoleh pasca Fana fillah.

Semua orang (atau bahkan seluruh makhluk), secara umum
adalah disebut sebagai hamba-Nya, baik yang kafir maupun yang islam.
Setelah diadakan penyaringan, maka makna ‘hamba’ lebih ditujukan
kepada orang-orang yang telah bersyahadat (masuk islam), yaitu orang-
orang yang merasa telah mengakui Alloh sebagai Tuhannya. Yang
lebih tinggi dari ini adalah, setelah bersyahadat, ia berusaha untuk
terus menjalin komunikasi kepada Alloh sebagai tempat bergantung,
baik menggantungkan diri pada-Nya demi urusan dunia maupun

217

Selamat Datang Wahai Kekasih-Ku

akhirat. Yang lebih tinggi dari ini, adalah ia yang menjadikan Alloh
sebagai tujuan satu-satunya dalam safari spiritualnya. Yaitu ia yang
bergantung kepada Alloh pada Ketuhanan-Nya, bukan pada harapan
akan jalan keluar dari-Nya bagi keruwatannya, baik keruwetan
masalah dunia maupun keruwetannya jika ia masuk neraka. Mereka,
baik yang hanya bersyahadat saja maupun yang telah beranjak
untuk bergantung pada Tuhannya, secara khusus dikatakan sebagai
Hamba-Nya. Dan bagi mereka yang tidak sekedar bersyahadat, karena
kesediannya menjalin komunikasi dengan Alloh, mendapat gelar
tambahan yaitu sebagai Tamu-tamu Alloh. Dan di antara Tamu-tamu-
Nya ini ada yang kelak Dia angkat menjadi keluarga-Nya, yaitu mereka
yang beranjak menuju Alloh semata memenuhi hak Ketuhanan-Nya
(bukan demi sesuatu yang ada di Sisi-Nya). Jika perjalanan bagi
kelompok yang terakhir ini bisa melewati Pintu Gerbang Khusus-
Nya, mereka itulah yang kami sebut sebagai Ahlulloh.

Masih disebut sebagai Ahlulloh, bahkan ini merupakan kelompok
yang lebih sempurna dari kelompok sebelumnya, adalah mereka yang
berniat menuju Alloh demi memenuhi hak Ketuhanan-Nya sekaligus
memenuhi hak “kehambaannya” sendiri dengan meminta kepada-
Nya pertolongan-Nya, baik untuk kebutuhan duniawi maupun
ukhrowi maupun kebutuhan bagi perjalanan berikutnya menuju
semata Tuhannya (maupun berikut ingin karunia-Nya). Kelompok
yang terakhir kami sebut ini, biasanya sering diabaikan (tidak masuk
dalam lintasan pikir) kebanyakan para pedamba kebenaran sehingga
mereka tidak berhasrat memasuki peringkat yang satu ini. Padahal,
ini justru merupakan maqom yang teramat tinggi. Sedikit sekali dari
para pedamba kebenaran mengerti tentang hal ini. Kebanyakan mereka
biasanya hanya butuh semata Tuhan dengan menafikan apa-apa yang
ada di Sisi-Nya. Kita belum pernah mendengar dari Nabi tertinggi
(Muhammad SAW) menafikan karunia-Nya.

218

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin. Ihdinash-shiroothol mustaqiim.
Shirootol-ladziina an’amta ‘alaihim…

Allohumma Anta Robbiy Laailaaha-illa Anta, Kholaqtaniy wa anaa
‘abduka, wa anaa ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika maa istatho’tu, wa a’uudzubika
min syarri maa shona’tu, wa abuu-u laka bi ni’matika ‘alayya, wa abuu-u
laka bi dzanbiy faghfirliy dzanbiy fainnahu laa yaghfirudz-dzunuuba illa
Anta.

Dengan dzikir Laailaaha-illalloh dan Alloh…Alloh yang diambil
dari Waliy Mursyid, akan menjadikan para calon Ahli-Nya segera
benar-benar menjadi Ahli-Nya. Bahkan bagi mereka yang sekedar
berposisi sebagai Tamu-Nya, terkadang (berkah dzikrulloh melalui
bimbingan Waliy Mursyid) menjadikan dirinya terlontar naik sehingga
berposisi sebagai calon Ahlulloh.

Para Tamu Alloh dalam kehidupan sehari-hari bisa kita kiaskan
dengan para tamu yang datang menghadap seorang raja. Oleh
sang raja, para tamu khusus biasanya akan ditempatkan di ruang
besar di dalam istananya. Selebihnya, yaitu para tamu umum, akan
ditempatkan di luar istana di sekitar taman-taman. Meski berada
di atas taman-taman dan meski berada di luar gedung istana, mereka
masih beruntung karena bisa berada di dalam Benteng Besar milik
rajanya. Seluruh tamunya, akan merasa senang berada di dalamnya.

Adapun yang berada di luar benteng besar istananya, selama
mereka mengakui sang raja sebagai penguasa negerinya, mereka pun
masih mendapat perlindungan dari rajanya untuk tetap tinggal di
dalam negeri (milik rajanya) serta mendapatkan aneka kenikmatan
yang dihasilkan dari tanah negerinya. Adapun bagi mereka yang
tak mau mengakui sang raja sebagai penguasanya, bahkan berani

219

Selamat Datang Wahai Kekasih-Ku

menentangnya, mereka akan diusir dari negeri aman sentosanya
menuju sebuah pulau (masih milik sang raja) yang penuh dengan
binatang buas, sebagai hukuman atas keengganannya mengakui sang
raja sebagai satu-satunya penguasa.

Bagi rakyat yang tidak pernah bisa masuk ke dalam istananya,
untuk melihat sang raja mereka harus menunggu moment penting
yang membuat raja keluar dari istananya menemui rakyatnya.
Adapun bagi para tamunya yang berada di dalam benteng istananya,
mereka akan lebih kerap melihat sang raja tinimbang rakyat biasa.

Di antara para tamu khususnya, yang berada di dalam benteng
besar istananya, yang bisa masuk ke ruang tamu besar, ada sebagian
yang diluluskan untuk menghadap sang raja di kamar-kamar yang
lebih khusus (selain kamar tamu umum). Mereka ini pasti para tamu
istimewa, yang oleh raja dirasakannya sebagai layaknya keluarga (ahli)
raja sendiri. Dan di antara kelompok yang terakhir ini, ada sebagian
yang mendapat perintah raja untuk keluar-masuk kamar-kamar khusus
yang mereka kehendaki. Mereka itulah para tamu raja yang setelah
diadakan penyaringan bisa lolos dan memperoleh gelar sebagai
ahlinya.

Di antara para ahli raja ini, ada sebagain yang lebih diistimewakan
lagi, yaitu empat orang yang diperintah untuk memasuki kamar-kamar
khusus di antara kamar-kamar khusus yang ada. Mereka, adalah
para Pengantin Raja. Kepada mereka inilah sang raja merasa perlu
menuangkan berbagai rahasia pribadi, suatu rahasia yang kepada
selain ke empat orang ini raja tetap merahasiakannya. Kepada
keempat orang ini raja sering menyatakan; “Kalian memang benar-
benar kekasihku.” Di antara mereka ada satu yang paling istimewa,

220

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

yaitu Pengantin Raja yang paling diistimewakan. Kepadanya, sang
raja sering mengungkapkan; “Kau adalah aku dan aku adalah kau.” Sang
permaisuri pun menjadi tak risih menyatakan serupa kepada rajanya;
“Kau adalah aku dan aku adalah kau. Kau dan aku adalah senyawa. Kau dan
aku adalah satu.”

Demikianlah kurang lebih gambaran mengenai orang-orang
yang bergelar Tamu Alloh maupun Ahlulloh. Para Tamu Alloh yang
berada di Ruang Tamu Besar-Nya, akan berbeda dengan para Ahli-Nya
(yang merupakan kekasih-Nya), yang diijinkan memasuki kamar-kamar
khusus yang khas diperuntukkan bagi Para Ahli-Nya. Kepada yang
terakhir ini, Alloh lebih banyak menemui mereka untuk ungkapkan
Rahasia Diri dan Rahasia Kerajaan-Nya tinimbang kepada yang lain.

Karena Suatu Urusan, yaitu kehendak Sang Maharaja untuk
lebih memahami lagi Siapa Aku-Nya, maka setelah mereka semua
berada di Alam Ketinggian dengan posisinya masing-masing [ada yang
berdomisili di pulau terpencil penuh derita karena tak kenal raja-Nya,
ada yang di dalam negeri aman sentosa, ada yang berdomisili di luar
istana besar-Nya, ada yang berada di kamar tamu-Nya (dalam istana-
Nya), ada yang berada di kamar khusus, dan ada yang di kamar
paling khusus], mereka semua secara serentak kemudian diturunkan
oleh Alloh ke Asfala Saafiliin, ke Alam Kerendahan. Dengan cara ini
seakan-akan Alloh hendak menyendiri untuk memahami siapa Diri-
Nya, dengan cara melemparkan (memisahkan) semua Musuh, Tamu
dan Kekasih-Nya ke Alam Kerendahan.

Ketika semua orang di Alam Kerendahan ini menjerit
kebingungan, Tuhan merasa bangga.

221

Selamat Datang Wahai Kekasih-Ku

Ketika sebagian orang merasa hampir putus asa (ada juga yang
sudah putus asa), Tuhan merasa bangga.

Ketika Tuhan menyinarkan kepada mereka Cahaya-Nya yang
mereka pandang sebagai Tuhan, yang karenanya mereka semua
menjadi gembira, Tuhan merasa bangga.

Ketika Tuhan menampakkan kepada mereka Rahmat-Nya,
yang karenanya mereka merasa membutuhkan Rahmat-Nya, Tuhan
merasa bangga.

Ketika Tuhan mendatangi mereka dengan Pakaian Kebesaran-
Nya, yang karenanya sebagian mereka merasa takut kepada Tuhan,
Tuhan merasa bangga.

Ketika Tuhan mendatangi mereka dengan Pakaian Keindahan-
Nya, yang karenanya sebagian mereka merasa cinta kepada Tuhan
saja, Tuhan merasa bangga.

Ketika Tuhan mendatangi mereka dengan Pakaian Kesempurnaan-
Nya, yang karenanya mereka merasa bergantung kepada semata
Tuhan sekaligus mengharapkan Ridlo dan Rahmat dari-Nya, Tuhan
merasa bangga.

Ketika Tuhan mendatangi mereka dengan Pakaian Kebesaran
atau Pakaian Keindahan atau Pakaian Kesempurnaan-Nya kemudian
menyampaikan firman-firman-Nya yang menunjukkan keridlaan-
Nya kepada mereka yang karenanya mereka teramat bahagia, Tuhan
merasa bangga.

222

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Ketika Tuhan mendatangi mereka dengan Pakaian Kebesaran
atau Pakaian Keindahan atau Pakaian Kesempurnaan-Nya kemudian
menyampaikan firman-firman-Nya yang menunjukkan keridlaan-Nya
kepada mereka kemudian memberikan karunia-Nya yang karenanya
mereka amat bahagia, Tuhan merasa bangga.

Ketika Tuhan mendatangi mereka dengan Pakaian Kebesaran
atau Pakaian keindahan atau Pakaian Kesempurnaan-Nya kemudian
membisikkan kata-kata rahasia yang menunjukkan cinta-Nya kepada
mereka kemudian memberikan karunia dan sesuatu yang teramat
rahasia yang karenanya mereka teramat bahagia, Tuhan merasa
bangga. Begitulah seterusnya.

Tuhan menjadi sedemikian bangga, adalah karena Tuhan
kini secara hakikat telah lebih menemukan Jati Diri-Nya dibanding
sebelum Dia melemparkan semua orang ke Asfala Saafiliin.

Seluruh manusia, sebelum terlemparkan ke Asfala Saafiliin, dulu
telah pada memposisikan diri di hadapan Tuhannya sesuai pilihan
mereka. Di kala itu, jika seseorang ingin memilih berkedudukan tinggi
di Sisi Tuhan, ia harus mau tenggelam ke dalam sumur kehambaan
yang dalam pula. Semakin ia memilih untuk terus mencari dan
menghayati rasa kehambaan sampai tingkatan dasar, maka di kala
itu ia merupakan manusia yang berkedudukan tinggi di Sisi Tuhan
sampai ke tingkatan puncak. Di alam sebelum keterlemparannya ini,
tidak ada yang paling merasa sebagai hamba (sampai tingkatan paling
dasar) selain Muhammad SAW. Karena itulah Beliau dahulu kala (di
Alam Ketinggian) merupakan manusia tertinggi dan terpilih. Setelah

223

Selamat Datang Wahai Kekasih-Ku

Muhammad SAW, deretan di bawahnya adalah Nabi-nabi yang lain,
deretan di bawahnya lagi adalah para Waliy, deretan di bawahnya lagi
adalah mukminiin, dan deretan di bawahnya lagi kafiriin. Di kelasnya
masing-masing, semua mereka mempunyai persepsi tentang Tuhan
secara berbeda-beda (sesuai dengan kelasnya).

Setelah mereka semua di kumpulkan di atas lapangan besar,
Tuhan memberi pengumuman; “Alastu birobbikum?” (Bukankah Aku
ini Tuhan kalian), yang kemudian dijawab serentak; “Balaa syahidnaa”
(Benar, kami menyaksikan). Kesaksian mereka kepada Tuhannya saat
itu, tergantung kepada di posisi mana mereka berada. Jika mereka
sebelum ini merupakan Pengantin-pengantin-Nya (yang dulu pernah
masuk di istana-Nya dan diijinkan masuk ke kamar-kamar yang
‘paling khusus’), tentu setelah semuanya di giring ke luar (ke lapangan
besar ini) mereka akan berada di paling dekat dengan-Nya (di saat
ia mengumumkan; “Alastu birobbikum?”). Jika mereka merupakan
Ahli-ahli-Nya, di lapangan besar ini mereka akan berada dekat di
Sisi-Nya setelah para kekasih-Nya. Demikian seterusnya. Kesaksian
tersempurna tentang Tuhan di kala ‘Dekrit’ itu Dia kalamkan, tentu
hanya dirasakan oleh mereka yang berada paling dekat dengan
Tuhannya. Di lapangan besar ini, adalah Tuhan sendiri yang akan
memposisikan mereka pada kelasnya. Jika mereka adalah musuh-
Nya, mereka akan ditempatkan di sudut paling jauh dari lapangan
besar dalam kurungan yang sempit. Jika mereka adalah Rakyat-
Nya, mereka akan di posisikan di barisan paling jauh (bukan dalam
kurungan). Jika mereka adalah Tamu-Nya, mereka akan diposisikan
agak ke depan (mendekati para Ahli-Nya). Dan seterusnya. Seorang
permaisuri tercinta, ia adalah yang telah bisa masuk ke kamar raja yang
paling dalam. Ketika sang raja hendak memberikan pengumuman

224

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

yang harus didengarkan oleh seluruh penghuni kerajaan, maka sang
permaisuri pun harus ikut keluar dari istana menuju lapangan besar.
Meski ikut beramai-ramai berkumpul di lapangan besar, karena ia
permaisuri raja, tentu ia akan disuruh oleh raja berada paling dekat
(bersanding) dengan rajanya.

Pema’rifatan masing-masing mereka akan Tuhannya di
lapangan besar (ketika menyatakan; “Balaa syahidnaa”) ini, tergantung
kepada ‘daya rekam’ mereka akan Tuhannya ketika ia dulu pernah
memposisikan diri di hadapan Tuhannya saat sebelum berkumpul di
lapangan besar. Jika mereka dulu adalah Tamu-tamu Alloh, maka kini
di lapangan besar ini tentu apa yang dapat mereka ma’rifati tentang
Tuhan tidaklah secerlang oleh mereka yang dulu memposisikan diri
sebagai Ahli-ahli-Nya. Dan setelah mereka semua mendengarkan
‘Dekrit’ dari-Nya dan mereka pun meng-iya-kan Ketuhanan-Nya,
barulah mereka semua secara serentak Dia lemparkan ke Asfala
Saafiliin.

Ketika awal keterlemparan ke Asfala Safiliin ini, hampir
seluruh manusia mengalami ‘kelupaan’ total mengenai Tuhan yang
dulu pernah mereka saksikan dan ma’rifati. Hanya beberapa saja
dari mereka yang secara samar-samar masih mampu mengingati-
Nya. Nabi Muhammad SAW, saat ia lahir dari kandungan ibunya,
Beliau langsung berposisi ‘sujud’, mengingatkan kita bahwa Beliau
masih (meski secara samar) mampu menyaksikan dan mema’rifati
Tuhannya. Nabi Isa AS, saat terlahir dari perut ibunya, ia langsung
‘berbicara kebenaran’. Syeikh Abdul Qodir, ketika lahir dari kandungan
ibunya, ia langsung ‘berpuasa’. Jika saja mereka mampu secara utuh
mengingati apa yang ia pernah saksikan dan ma’rifati ketika berada

225

Selamat Datang Wahai Kekasih-Ku

di Alam Ketinggian, tentu begitu lahir dari ibu, mereka (yang telah
kami sebut ini) akan tiba-tiba berdiri, kemudian bersyahadat,
kemudian sholat secara lengkap, kemudian berpuasa, kemudian
berzakat, kemudian berhaji, dan seterusnya. Namun secara umum,
di alam Asfala Saafiliin ini mereka semua mengalami kelupaan secara
merata. Menyikapi ini, barulah Tuhan mengirimkan Malaikat Jibril
AS kepada Nabi Muhammad. Nabi Muhammad SAW sendiri (dan
Nabi-nabi sebelumnya) kemudian Dia kirimkan ke seluruh manusia
di lapangan Asfala Saafiliin untuk memberitahukan bahwa Tiada
Tuhan Selain Alloh dan Muhammad adalah Utusan Alloh.

Dari pemberitahuan Nabinya tentang Tuhannya ini, masing-
masing manusia yang sebelumnya merasa galau di alam Asfala
Saafiliin, kini semakin mengingati kembali Tuhan yang dulu pernah
mereka saksikan dan ma’rifati. Begitu mereka teringat Tuhan meski
masih samar-samar, rasa kehambaan mereka kini mulai semakin
menjadi-jadi. Kini mereka larut di Alam Kehambaannya masing-masing.
Mereka semakin menemukan dirinya tak berdaya tanpa kehadiran
Tuhannya.

Seukur dengan rasanya masing-masing kaitannya dengan
Rajanya ketika semua manusia dulu pernah memposisikan diri di
hadapan Rajanya; ada yang sebagai permaisauri, ada yang sebagai
ahli, ada yang sebagai tamu, ada yang sebagai rakyat, dan ada yang
sebagai musuh, maka kini setelah mereka diungsikan oleh Raja ke luar
negeri, yang paling merasa susah dengan keterpisahan itu adalah tentu
kekasih tercintanya. Kemudian peringkat berikutnya dan berikutnya.
Semua mereka merasa sedih.

226

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Dulu kebanyakan mereka mengenali dan menikmati karunia
Rajanya sebagai sesuatu yang indah, menyenangkan, menenteramkan,
mendamaikan, menyentosakan, dan lain-lain. Dengan menyaksikan
dan menikmati karunia Rajanya mereka menjadi mengenali betapa
Sempurna Raja yang memberikan karunianya tersebut. Kini setelah
terpisahkan dengan-Nya, mereka merasa haus, lapar, tak berdaya,
dan seterusnya. Ia begitu ingin mendapatkan lagi karunianya, yang
tanpanya ia merasa terus haus dan lapar. Ia merasa sedih.

Dulu sebagian mereka mengenali Rajanya sebagai yang adil,
penyayang, lembut, bijaksana, penyabar, dan lain-lain. Kini setelah
terpisahkan dengan Rajanya, ia merasa begitu terpukul, terasing,
faqir, terkapar, dzolim, dan seterusnya. Mereka begitu rindu untuk
segera bertemu dengan Rajanya. Ia merasa begitu meronta.

Dulu sebagian mereka mengenali Rajanya sebagai yang adil,
penyayang, lembut, bijaksana, penyabar, perkasa, indah, sempurna
dan lain-lain plus mengenali Rajanya sebagai yang menyintai diri
mereka lebih daripada kepada selain mereka. Kini setelah terpisahkan
dengan-Nya, mereka merasa begitu kehilangan segala-galanya. Rindu
mereka untuk bertemu dengan Rajanya begitu membara. Ia merasa
terkapar di padang sepi tak bertepi. Ia merasa kekeringan di padang
sahara bertahun-tahun lamanya tanpa teman dan tanpa air. Ia merasa
sedih yang tiada seorangpun mampu menanggung (apalagi melebihi)
kesedihannya.

Selain yang telah kami sebutkan, ada satu kelompok lagi yang
ketika Alloh melemparkannya ke Asfala Safilin mereka justru merasa
senang. Mereka adalah orang-orang kafir. Dulu di Alam Ketinggian,

227

Selamat Datang Wahai Kekasih-Ku

ketika ia sombong untuk mengakui dan menghambakan diri pada
Rajanya yang kemudian dihukum oleh Utusan Raja yang begitu
kejam, mereka menjadi mengenali betapa lebih kejamnya Rajanya.
Kini di alam Asfala Saafiliin, dengan cara melupakan ingatan akan
Rajanya yang akan menghukum dengan kekejamannya, mereka
menjadi semakin terobati rasa sedihnya. Dengan cara lari sejauh-
jauhnya dari Sang Raja, mereka merasa aman dan bahagia. Semakin
jauh dari Rajanya, semakin bahagialah mereka.

Siapa yang paling banyak lapar di dunia, ia-lah yang paling
kenyang di akhirat. Siapa yang paling banyak sedih di dunia, ia yang
paling bahagia di akhirat. Siapa yang paling faqir di dunia, ia yang
paling kaya di akhirat. Siapa yang merasa paling sedih berpisah
dengan Alloh, ia yang paling bahagia saat perjumpaan dengan-Nya.
Siapa yang paling banyak tangis di dunia, ia yang paling banyak
tersenyum bahagia di akhirat. Sebaliknya, siapa yang paling bahagia
atas kelupaan dan kejauhannya dari Tuhannya ketika di dunia, ia
yang paling menderita di alam akhirat. Siapa yang paling sombong
(tak mau mengakui Alloh sebagai Tuhannya) ketika di dunia, ia yang
paling hancur di alam akhirat.

Ketika semua mereka terlempar ke Asfala Saafiliin dalam
keadaan masih belum menentu (bingung secara massal) di alam pekat,
secara umum mereka bisa disebut sebagai hamba. Tapi setelah sebagian
mereka mendengar kabar dari Nabinya yang memberitahukan
Keberadaan Tuhan yang dulu pernah mereka kenali, yang karenanya
mereka mulai beranjak menuju Tuhannya, mereka itulah secara
khusus yang kami sebut sebagai hamba-Nya.

228

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Kini (sebagai hamba-Nya) secara berramai-ramai mereka
beranjak menuju Tuhannya. Siapa yang paling disusahkan oleh
keterpisahan dengan Tuhannya, dialah tentu yang dahulu paling
banyak mema’rifati Tuhannya. Maka kini dia pula yang paling rindu
untuk segera bertemu Tuhannya. “Selamat datang para tamu-Ku, selamat
datang ahli-ahli-Ku, selamat datang kekasih-Ku.”

Setelah mereka (terutama Shahabat Nabi) melakukan ubudiyyah
sesuai petunjuk Nabinya, mereka semua secara cepat bisa terserap
(pulang) ke Alam Ketuhanan. Sepeninggal Nabi, selama umat islam
tetap mengambil Laailaaha-illalloh dan bersahabat dengan sebenar
Pewaris Nabi, akan cepat pula terserap di Alam Ketuhanan. Waliy
Mursyid adalah salah seorang Pewaris Nabi. Orang-orang yang
mengambil bibit Laailaaha-illalloh darinya, akan berarti sama dengan
mengambil bibit Laailaaha-illalloh yang dahulu pernah diambil oleh
para Shahabat Nabi dari Nabinya.

Dengan Laailaaha-illalloh yang dihunjamkan oleh Waliy
Mursyid, para hamba bisa segera memposisikan dirinya di hadapan
Tuhannya sesuai dengan kadar kehambaannya. Ada yang sebagai
Tamu-Nya, ada yang sebagai Ahli-Nya dan ada yang sebagai Kekasih-
Nya.

“Selamat datang para tamu-Ku. Kemarilah. Masuklah ke ruang tamu
yang Ku sediakan. Terimalah hidangan lezat yang Ku sediakan khusus untuk
kalian.”

“Selamat datang para Ahli-Ku, Kemarilah. Masuklah ke kamar-
kamar khusus yang telah Aku tentukan untuk kalian, sebagai tanda bahwa

229

Selamat Datang Wahai Kekasih-Ku

kalian adalah Ahli-Ku. Kemarilah. Aku ingin bercengkerama dengan kalian.
Kemarilah, Aku hendak mewariskan sesuatu kepada kalian. Kemarilah. Aku
telah menyajikan aneka hidangan yang paling kalian sukai.”

“Selamat datang kekasih-Ku, Kemarilah. Masuklah ke kamar khusus di
antara yang khusus yang tak satupun layak memasukinya selainmu, sebagai
tanda bahwa kau adalah Kekasih-Ku. Kemarilah. Aku ingin bercengkerama
denganmu. Kemarilah. Aku hendak membisikkan kata cinta kepadamu.
Kemarilah. Aku hendak memberikan Diri-u padamu. Kemarilah. Aku hendak
mengijinkanmu mengatakan pada-Ku ‘Kau adalah aku dan aku adalah
Kau’. Kemarilah, Aku hendak mewariskan sesuatu kepadamu. Kemarilah.
Aku telah menyajikan aneka hidangan yang Aku paling suka jika kau mau
memakannya.”

Ketika semua hamba telah memasuki kelasnya masing-masing,
maka hanya kelas Ahli dan Kekasih-Nya saja yang bisa terserap dalam
Keakuan-Nya Al-Bathin. Mereka kini mengemban Sirrulloh. Bagi
kelompok ini, setelah beberapa saat bertapa di Bilik Sirrulloh, mereka
semua Dia lemparkan kembali sampai ke Alam Terluar yaitu “alam
kehambaan” mereka sendiri. Alam kehambaan pada maqom terakhir
inilah, yang merupakan maqom keabdian, yang khas diperuntukkan
bagi Ahli dan Kekasih-Nya. Di lorong kehambaan yang satu ini, mereka
terbagi menjadi dua golongan yaitu pertama semata memandang ke
Atas (Abid) dan ke dua bisa memandang ke Samping selain juga ke
Atas (Kholifatulloh). Melalui Ahlulloh kelas ‘Abid, umat islam bisa
berkesempatan meneladani ubudiyyahnya kepada Tuhannya. Umat
islam bisa meneladani rasa kehambaannya. Melalui Ahlulloh kelas
Kholifatulloh, umat islam bisa meneladani cara dakwahnya kepada
umatnya. Umat islam bisa meneladani rasa perjuangannya dalam
memancarkan Asma-Nya.

230

Setetes Bening Air
LAAILAAHA-ILLALLOH

Meski orang-orang yang bergelar Ahlulloh tampak oleh kasat
mata sebagai orang yang paling berbahagia, tapi ingatlah bahwa
di kedalaman bathin mereka justru terpendam rasa kesedihan yang
lebih mendalam (sebagai seorang hamba) dibanding rasa sedih oleh
hamba-hamba yang belum bergelar Ahlulloh. Tiada yang paling
merasa sedih selain orang yang paling dekat dengan Tuhannya. Nabi
bersabda: ‘Jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui, maka kalian akan
sedikit tawa dan akan banyak tangisnya.”

Maka melalui penampilan Ahlulloh inilah, umat islam yang
bergairah tinggi bisa meneladaninya demi kebangkitan islam secara
hakiki. Apa yang telah diamalkan Ahlulloh serta jalan apa yang
telah dilalui Ahlulloh, patut ditiru bersama, supaya secara bersama
bisa berkejar-kejaran menggapai posisi Ahlulloh pada angkatan
berikutnya. Jika Ahlulloh telah banyak bermunculan di muka
bumi dalam satu ikatan, tak usah banyak teori, Rahmatulloh pasti
terpancarkan (melalui mereka) ke semesta alam.

Siapa yang paling banyak lapar di dunia, ia lah yang paling kenyang
di akhirat. Siapa yang paling banyak sedih di dunia, ia yang paling bahagia
di akhirat. Siapa yang paling faqir di dunia, ia yang paling kaya di akhirat.
Siapa yang merasa paling sedih berpisah dengan Alloh, ia yang paling bahagia
saat perjumpaan dengan-Nya. Siapa yang paling banyak tangis di dunia, ia
yang paling banyak tersenyum bahagia di akhirat. Ini adalah pekerjaan para
Ahli dan Kekasih-nya.

Sebaliknya, siapa yang paling bahagia atas kelupaan dan kejauhannya
dari Tuhannya ketika di dunia, ia yang paling menderita di alam akhirat.
Siapa yang mengakui dirinya berkuasa tanpa kehadiran (bantuan) Tuhannya

231

Selamat Datang Wahai Kekasih-Ku

ketika di dunia, ia yang paling sengsara di alam akhirat. Siapa yang paling
sombong (tak mau mengakui Alloh sebagai Tuhannya) ketika di dunia, ia
yang paling hancur di alam akhirat.

[NB: Dalam karyanya, “Sirrul Asror”, Syekh Abdul Qodir
berkata bahwa orang-orang ‘arif adalah “habibulloh”, “mahram”-
Nya dan “’arus”-Nya (pengantin-Nya). Maha Suci Alloh dari
mengambil seseorang sebagai ‘Arus-Nya (Pengantin-Nya). Maka apa
yang dikatakan oleh orang-orang Sufi mengenai hal itu, adalah hanya
kiasan saja, sebagai ungkapan ‘kedekatan’ mereka dengan Tuhannya].

232


Click to View FlipBook Version