Tulus Berdedikasi
begitu besar. Saya percaya, keajaiban Tuhan itu ada. TPSDP
adalah wujud nyatanya. Meski disinyalir, kami juga dihadang
dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan. Apakah
ITP mampu untuk mengemban amanah yang telah diberikan
melalui proyek ini untuk meningkatkan kualitas lulusannya
dengan keadaan jumlah dosen yang terbatas dan masih dalam
usia yang relatif muda?
Lantas, cibiran yang dilontarkan, sama sekali tidak 283
membuat kami bergeming, bahkan semakin optimis menata
skenario ITP di masa depan. Dimana, fasilitas seperti gedung
kuliah akan berdiri gagah, berlantai tiga seluas 1302 m2,
ditambah dengan ruang workshop mesin seluas 264 m2.
Bangunan-bangunan ini direncanakan selesai pada akhir
tahun 2003. Mengingat semua proyek TPSDP kontrak
kerjanya berakhir di tahun 2003 tersebut.
Benar, TPSDP adalah rahmat Tuhan yang tidak dapat
didustai. Sungguh, tiada kata yang mampu melukiskan rasa
syukur saya ketika itu. Bukan bermaksud berlebih-lebihan,
memang tingkat kepercayaan diri kami semakin menjadi.
Alangkah bahagia memiliki gedung sendiri. Megah lagi. Di
dalamnya bernaung insan-insan mulia yang suatu saat nanti
akan menjadi orang penting di negeri ini. Saya mematut-
matut diri, mungkin ini yang namanya muara dari kesabaran,
ZULFA EFF ULI RAS; Titik Arsitektural Perjalananku
perjuangan dan ketulusan yang pada akhirnya memperoleh
hasil yang tidak pernah diprasangkakan.
Maraknya pembangunan gedung-gedung kuliah dan
bangunan fisik lain, agaknya ada hal yang juga tidak kalah
penting dari itu. Yakni keberadaan seorang pimpinan. Era
baru ITP, mesti dimotori oleh seorang pimpinan yang baru
pula. Baginya disematkan harapan untuk membawa ITP
berlari, terbang menjulang tinggi. Sejurus dengan itu,
pemilihan rektor dilangsungkan. Saya sebagai Pejabat Rektor
ITP membentangkan karpet merah bagi siapapun yang
memiliki kompetensi, kualifikasi, dedikasi, dan kecintaan
284 untuk membangun ITP ke depan.
Adalah Yulman Munaf, seorang pakar beton jebolan
University of Tokyo terpilih menjadi Rektor ITP defenitif.
Bagi saya, ia seorang yang memiliki tingkat intelektual yang
mapan. Ia termasuk ilmuan yang jenius. Sekiranya, dari segi
kemampuan akademis, ia tidak diragukan sama sekali. Civitas
akademika ITP menaruh harapan besar dipundaknya.
Rupanya, pintar saja tidak cukup untuk menjadi
seorang pemimpin. Semuanya mesti seimbang. Antara
kecerdasan rasional dan kemampuan mengendalikan
emosional harus selaras. Barangkali ini yang tidak tampak
pada diri Yulman. Masa ini ITP sempat goyah. Bahkan sempat
Tulus Berdedikasi
timbul gejolak, dengan adanya beberapa orang dosen yang
memilih untuk mengundurkan diri. Saya telah memprediksi
bahwa hal ini akan terjadi. Sudah terpikir, orang jenius dapat
mengaktualisasikan dirinya pada orang yang jenius pula. Ia
menginginkan perubahan dapat berlangsung cepat. Lagi pula,
ITP belum memiliki kemampuan sumber daya yang sama rata.
Untuk melangkahkan kaki serentak bersama 285
diperlukan seni memimpin yang dinamis. Sebab manusia
bukan benda mati yang bisa diukur detail dengan pola juga
rumus yang sama. Ada yang cepat dan ada yang lamban,
bahkan ada yang tertatih-tatih untuk mengimbangi yang
lain. Maka, untuk mensiasatinya, adalah dengan secara
perlahan. Pelan-pelan, namun tetap konsisten melakukan
perbaikan dari waktu ke waktu.
Selama membangun kampus ini, saya mencoba untuk
menerapkan tipe kepemimpinan dengan pola kekeluargaan-
profesional. Saya memposisikan bahwa karyawan adalah
bagian dari keluarga. Suasana keakraban dan harmoni mesti
terbina. Saya tidak menganggap mereka sama sekali sebagai
bawahan, melainkan adalah mitra. Saling bekerjasama untuk
bersama-sama membangun kampus. Sudah barang tentu,
tidak ada posisi yang di bawah dan di atas. Bedanya, saya
mempunyai tanggungjawab lebih.
ZULFA EFF ULI RAS; Titik Arsitektural Perjalananku
Saya percaya dan telah membuktikan, apabila hal
demikian sudah tercipta, maka dengan mudahnya sikap
profesional akan mengemuka. Apapun pekerjaannya akan
diselesaikan dengan kesadaran komitmen dan tanggungjawab
masing-masing. Bukan tidak mungkin, perubahan besar dapat
akan terjadi. Entah. Saya senang untuk melihat kami semua
dapat tumbuh bersama. Membangun nuansa positif di
lingkungan kerja. Ada semacam dorongan kuat dalam diri
saya untuk selalu bisa melecut diri dan orang lain agar
berhasil juga di setiap langkahnya.
Seiring dengan keterlibatan saya dalam memangku
286 beragam posisi struktural, mulai dari menjadi Wakil Direktur
III ATP, Direktur ATP, Ketua STTP, Rektor ITP, Wakil Ketua
Yayasan, hingga saat ini dipercaya sebagai Ketua Yayasan,
saya selalu belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik. ITP
ibarat denyut nadi yang membuat saya tetap hidup. Betapa,
tiada terbilang hari yang saya tempuh. Puluhan tahun. Bagi
saya ITP menjadi wadah pembelajaran yang abadi. Hingga
kini, di usia yang semakin senja, saya terus diberi kepercayaan
untuk memegang amanah besar ini. Lelah. Saya berkomitmen
dengan apa yang saya jalani. Saya tulus mengabdi di sini.
Mungkin suara hati ini yang terdengar, meski tidak pernah
saya dengungkan sama sekali.
Tulus Berdedikasi
Harapannya, saya dapat menularkan semangat
demikian kepada generasi muda. Generasi setelah saya.
Pemimpin hebat itu adalah mereka yang bisa mempersiapkan
regenerasinya. Hendri Novrianto, termasuk salah satu figur
yang sedang dipersiapkan. Keberaniannya menyala, berkobar
bak api. Ia pantas untuk diberikan peluang yang lebih. Salah
satu indikator pemimpin telah dimilikinya, berani!
Meski ia sempat menolak untuk menjadi Rektor ITP 287
saat itu, namun kepercayaan yang saya berikan dianggapnya
sebagai pembuktian diri. Teringat, di saat kali pertama saya
diminta oleh Bapak Achmad SB, Masri Usman, dan Jalius
Jama, untuk membaktikan diri untuk kemajuan kampus ini.
“Orang yang memimpin ITP adalah ia yang tahu dengan ITP.
Jiwanya berada di sini.” Barangkali, kata-kata ini jualah yang
saya wariskan kepada Hendri Novrianto dan pada generasi
setelahnya.
Saya pikir, Hendri tidak lagi susah untuk
mengembangkan ITP. Mengingat, ITP telah memiliki sistem
yang baik. Barangkali, tugas Hendri tinggal
mengembangkannya saja. Secara lugas saya sampaikan,
bahwasanya ada lima indikator yang dapat dijadikan sebagai
ukuran dalam melihat keberhasilan seorang rektor. Pertama,
dengan melihat peningkatan jumlah mahasiswa disertai
ZULFA EFF ULI RAS; Titik Arsitektural Perjalananku
kualitas lulusannya. Kedua, suasana belajar dan atmosfer
akademik yang memuncak. Ketiga, peningkatan akreditasi.
Keempat, mengembangkan aset supaya menghasilkan pundi-
pundi yang berujung kemandirian lembaga perguruan tinggi.
Kelima, kesejahteraan, baik pegawai dan seluruh sivitas
akademika meningkat.
Maka, pada tahun 2011, Hendri Novrianto terpilih
sebagai Rektor. Meski sebelumnya juga diwarnai sedikit
gejolak dan riak-riak pro kontra. Beruntung, ketika itu pihak-
pihak yang kontra, mereka dapat dirangkul dan diajak duduk
bersama. Jajaran kepemimpinan kali ini, dipenuhi dengan
288 mereka yang masih muda. Anak muda mesti diberi ruang dan
wadah bagi mereka untuk berproses, berpikir untuk
kemajuan.
Mereka juga dibina untuk terus meningkatkan
kompetensi. Menimba ilmu pada kampus terkemuka, baik
dalam maupun luar negeri. Semisal Jepang, Belanda, dan
kampus top dunia lainnya. Bayangan saya, apabila hal ini
konsisten dilakukan, saya yakin ITP di masa depan akan
berada di tempat terhormat sebagai perguruan tinggi pilihan.
ITP menjadi kampus World Class University bukanlah
hanya sebatas angan. Bagi saya, tiada yang tidak mungkin.
Asal, perjuangan dan niat tulus berjalan selaras. Terus terpatri
Tulus Berdedikasi
di hati. World Class University menjadi arah ITP dalam
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
memperkaya ilmu, pengetahuan dan penelitian dengan
standar internasional. Tentunya hal ini didukung oleh tenaga
pengajar atau dosen yang profesional sesuai bidang
keilmuannya masing-masing. Hal ini juga diimbangi dengan
fasilitas kampus yang lengkap dan modern.
Sungguh, semangat ini masih sama seperti dahulu. 289
Dahulu di saat ITP seperti bunga yang masih kuncup
kelopaknya. Kini, ITP menjelma menjadi perguruan tinggi
swasta tersohor. Kendati demikian, kita patut bersyukur atas
apa yang telah diraih. Bagi saya, perjalanan ini masih panjang.
Kita tidak boleh berhenti. Apalagi menyudahi perjuangan ini.
Hingga detik ini, hampir saya tidak pernah berucap lelah.
Tiada kata letih untuk tetap berdedikasi.
Kendati saya sebagai manusia biasa, tanpa dipungkiri,
penat itu pasti tiba. Kepenatan fisik sebagai sabda alam.
Apalagi badan ini sudah mulai ringkih. Sejurus dengan
pertambahan usia yang sudah tidak muda lagi. Tapi, mulut ini
seakan terkunci untuk berujar “aku letih.” Kecuali, di waktu
sepertiga malam. Hanya kepada Sang Pencipta bibir ini berani
mengadu. Lantang untuk mengungkapkan isi hati.
Mengutarakan isi hati yang paling bijaksana itu memang
ZULFA EFF ULI RAS; Titik Arsitektural Perjalananku
kepada-Nya. Semoga, saya selalu dituntun untuk melakukan
kerja-kerja baik. Berkarya untuk kepentingan orang banyak.
Pastinya, dapat membawa ITP terus berada di depan.
Melampaui ruang dan sekat yang kadang kala turut
membelenggu.
Justru, saya melihat kini tantangan itu semakin berat.
Dahulu kita hanya dipersoalkan dengan soal keuangan,
jumlah mahasiswa, kualitas dosen dan permasalahan
administratif lainnya. Namun, dewasa ini kita berperang
dengan kemajuan zaman. ITP dituntut untuk bergerak
dinamis. Saya melihat tantangan ini justru disambut sebagai
290 peluang. Kesempatan untuk terus beradaptasi dengan
kemajuan teknologi. Kebetulan, rumpun ilmu yang menjadi
konsentrasi lulusan ITP, sangat menunjang untuk bisa
bersaing di pasar global. Tentunya, lulusan yang dihasilkan
memiliki kualitas yang mumpuni.
Demi melahirkan lulusan yang bernas, sejatinya
segenap pemangku kepentingan dan sivitas akademika ITP
telah berjibaku dengan sangat. Disinyalir, pengelolaan PTS
begitu berbeda dengan PTN. Bahwasanya, perguruan tinggi
negeri jelas berada di bawah pemerintah. Satu tangan.
Namun, berbeda dengan perguruan tinggi swasta. Di mana
pimpinan PTS dibawahi oleh dua pucuk kepemimpinan
Tulus Berdedikasi
sekaligus. Yakni pimpinan perguruan tinggi dan pimpinan
yayasan. Sudah barang tentu, pola pikirnya tidak sama.
Kendati dihadapkan dengan kenyataan demikian, bagi 291
saya ini bukanlah sebuah rintangan. Malahan saya anggap
sebagai kelebihan. Mengingat lembaga ini dikelola oleh dua
pimpinan sekaligus. Mestinya, lebih memudahkan dalam
banyak hal. Bagi saya, yayasan hanyalah payung, yang
menaungi lembaga. Sementara, setiap keputusan atau
kreatifitas yang tercipta, diserahkan sepenuhnya kepada
Rektor. Yayasan sama sekali tidak pernah ikut campur dan
tidak sekalipun mengintervensi setiap kegiatan. Rektor
diberikan kewajiban penuh dan memiliki hak mutlak untuk
menentukan laju dan perkembangan perguruan tinggi.
Agaknya, cara saya memimpin yayasan semenjak tahun
2010, yang saat ini telah dipercaya untuk periode kedua, telah
mewujudkan bentuk kepemimpinan yang cukup berbeda.
Pastinya tercipta ruang dialog yang lebih harmoni,
kekeluargaan dan tetap mengemukakan nilai-nilai yang
santun. Teringat, di saat awal pertama kali ITP didirikan.
Saya dihantarkan dengan cerita yang sungguh
memprihatinkan. Keresahan hati melihat generasi muda yang
terlunta-lunta. Tatkala itu, tepat di masa 1970-an tidak
ditemui perguruan tinggi khusus teknik di Sumatera Barat.
ZULFA EFF ULI RAS; Titik Arsitektural Perjalananku
Mereka mesti hijrah ke Pulau Jawa sana, jika ingin mendalami
ilmu engineering ini. Seperti yang juga telah saya ceritakan di
bahagian sebelumnya.
Oleh karenanya, tidak ada unsur bisnis yang terpikir.
Sama sekali tidak. Mindset para pebisnis berbeda dengan
mereka yang berjiwa pendidik. Ibarat sebuah benda, apabila
ia ditanam, maka seorang guru atau pendidik akan berpikir
jauh ke depan. Apa yang dihasilkan apabila ia telah menanam.
Jika sudah tumbuh besar, yang ditanam akan menjadi seperti
apa.
Hal ini jelas berbeda dengan cara berpikir pebisnis.
292
Setelah menanam, pebisnis akan berpikir apa untungnya yang
akan dia dapat. Berapa ia mendapatkan keuntungan. Yah,
Tidak lebih dari sekedar mencari laba. Artinya, dunia
pendidikan akan bermuara kepada dampak. Berupa
kompetensi dan kualitas sumber daya. Hal yang tidak bisa
kita peroleh hasilnya dalam waktu dekat. Bisa terlihat dalam
waktu sepuluh, duapuluh tahun setelah itu. Sedangkan dunia
bisnis, lebih kepada berapa hasil dan untung yang didapat.
Hasil yang dapat dirasakan dalam jangka waktu relatif
singkat.
Tulus Berdedikasi
Hitungan laba rugi sama sekali tidak cocok untuk
sebuah lembaga pendidikan. Jika hanya untung yang dikejar,
maka dirikanlah perusahaan. Jelas. Tujuannya hanya untuk
menumpuk kekayaan. Lain halnya dengan lembaga perguruan
tinggi, semisal yayasan. Yayasan sifatnya hibah. Didirikan,
berangkat dari masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Termaktub dalam undang-undang, yayasan adalah 293
badan sosial, yang dilahirkan dari sekelompok orang yang
dengan sukarela menyisihkan sebagian hartanya untuk
kepentingan sosial. Menyisihkan di sini bukan berarti
menanamkan modal. Melainkan, memberi dengan sukarela,
dan tidak bisa diminta kembali. Kalaupun pada akhirnya
tidak menguntungkan. Bukanlah menjadi soal. Sesuai dengan
tujuan awal, hanya untuk kepentingan bersama dan untuk
dimiliki secara bersama.
Sebut misalnya, ketika saya membangun kantin
kampus. Yayasan menggelontorkan uang sebanyak 800 juta.
Sengaja dibuat dengan megah, lengkap dengan aula terbuka.
Tidak lain tujuannya adalah untuk memberikan fasilitas
terbaik dan kenyamanan untuk semua warga ITP, terutama
mahasiswa sebagai pengguna utama. Saya tidak terlalu
menghiraukan dengan uang sebanyak itu, berapa keuntungan
ZULFA EFF ULI RAS; Titik Arsitektural Perjalananku
yang bisa didapatkan. Kapan uang 800 juta tersebut bisa
kembali?
Saya melihat dari sisi yang berbeda. Sekarang dapat
kita saksikan. Sembari makan, mahasiswa dapat dengan
leluasa mengerjakan tugas-tugas kuliah. Mereka asyik dengan
laptop masing-masing. Ruang-ruang diskusi telah kembali
hangat. Mengingat, telah ada prasarana memadai untuk
menunjang kegiatan. Iklim akademis seperti inilah yang ingin
terus saya ciptakan. Terbiasa dengan rutinitas seperti
demikian, bukan tidak mungkin, mutu dan kualitas menjadi
meningkat. Jika dihitung, ini manfaatnya tidak sebanding
294 dengan uang yang dikeluarkan. Akan jauh lebih besar
dikemudian hari.
SMK Nusatama, Benih Cita-cita Anak Bangsa
Seminar nasional “Pengembangan Program Diploma
pada Universitas” di UGM Yogyakarta baru saja selesai.
Tahun 1995 baru berjalan menutup trimester pertama. Sampai
di Padang, saya dihubungi oleh Drs. Muliyansyah. Beliau guru
SMA 2 Padang yang enerjik. Pembicaraan sore itu mengatur
pertemuan keesokan harinya di sebuah gedung milik
Departemen Kesehatan di bilangan Khatib Sulaiman,
diseberang Masjid Raya Sumatera Barat sekarang.
Tulus Berdedikasi
Siang itu, di tempat yang dijanjikan, saya, Drs.
Muliyansyah dan Drs. Dian Wijaya bertatap muka. Dian
Wijaya aktif sebagai guru di STM. Setelah saling bertanya
kabar masing-masing, Muliyansyah membuka cerita. “Kami
saat ini mengelola Yayasan Pendidikan Nusatama yang
menyelenggarakan Politeknik Nusatama, program Diploma 2
dengan konsentrasi Pariwisata,” demikian Muliyansyah.
“Kami telah banyak mendengar tentang Pak Zulfa 295
dalam mengelola akademi hingga menjadi sekolah tinggi.
Kami perlu tangan dingin Bapak untuk besarkan yayasan,”
sambut Dian Wijaya menarik muka serius disertai anggukan
persetujuan Muliansyah. Saya cukup terkejut atas permintaan
kedua anak muda ini. Beberapa saat setelah itu, saya diajak
berkeliling melihat lebih dekat proses belajar mengajar
disana.
Pada kesempatan itu, saya meminta waktu kepada
mereka berdua. Tentu perlu pertimbangan matang dan tidak
boleh asal-asalan dalam menerima tugas pendidikan tersebut.
Selain itu, yayasan tentu membutuhkan dana yang tidak
sedikit untuk mengurus segala sesuatunya.
Beberapa hari setelah itu kami bertemu lagi dengan
satu kata bulat, “Oke!” kata saya. Terkait struktur dan sistem
kerja yayasan segera dirampungkan untuk memudahkan
ZULFA EFF ULI RAS; Titik Arsitektural Perjalananku
penyelenggaraan pendidikan disana. Saya pun segera
menunaikan kewajiban sebagai salah seorang pengurus
yayasan yang baru ditunjuk. “Dana yang ambo masukkan ke
yayasan bukan saham, tapi hibah. Saya minta agar ini dapat
dipahami oleh kita bersama,” kata saya lugas.
Pada rally rapat berikutnya, saya menyampaikan
pandangan saya terkait penyelenggaraan pendidikan dibawah
naungan yayasan ini. Saya melihat bahwa untuk
mengembangkan politeknik itu memerlukan perizinan yang
cukup rumit dan lama di Depdikbud. “Menghadang tahun
ajaran baru 1996/1997, kita perlu sikap tegas atas bentuk
296 penyelenggaraan pendidikan yang akan ditawarkan kepada
masyarakat. Saya menilai SMK lebih tepat. SMK Nusatama!”
terang saya serius.
Tanpa harus menghilangkan aspek vokasi dalam
pendidikan, SMK justru memiliki titik start yang lebih awal
pada peserta didik. Gagasan ini mampu diterima oleh
Muliansyah dan Dian Wijaya tanpa ada sanggahan apapun.
Setelah visi bersama disetujui, kami mendaftarkan diri ke
Notaris dengan formasi pengurus yayasan: Ketua, saya
sendiri; Sekretaris, Muliansyah; Bendahara: Dian Wijaya.
Tahun ajaran 1996/1997 SMK Nusatama pertama kali
menerima murid. Lokasi sekolah kami berada di Jalan
Tulus Berdedikasi
Sudirman No. 9A, tepat depan RRI, di sudut Jalan Ratulangi.
Sebuah rumah tua yang masih layak pakai dan memiliki ruang
luas didepan dan sampingnya. Cukup untuk anak-anak
melaksanakan upacara bendera dan parkir kendaraan wali
murid.
Memasuki tahun kedua perjalanan sekolah ini, kami
diterpa badai krisis. Kepercayaan masyarakat yang mulai
tumbuh ternyata memberikan godaan bagi pengurus yayasan
yang lain. Selain itu, kondisi perekonomian nasional, bahkan
beberapa Negara di Asia dihantam krisis moneter. Nilai tukar
rupiah anjlok, rencana pembangunan mentok.
Deposito untuk gaji karyawan dan guru segera 297
dicairkan. Bersifat sementara untuk menanggulangi
kepayahan hidup. Suasana darurat demikian memaksa saya
berpikir keras. Rapat yayasan digelar mendadak. Setelah
lengkap segala berkas yang diperlukan, saya menyampaikan
secara gamblang situasinya, “Bahwa dalam struktur yayasan
kita perlu penyegaran. Krisis ekonomi yang dirasakan sejak
tengah tahun 1997 nampaknya belum ada tanda-tanda akan
mengalami perbaikan. Kas yayasan sudah defisit dengan
beberapa hutang yang sudah jatuh tempo.”
Setelah saya uraikan beberapa hal yang menjadi
persoalan penting tentang struktur yayasan, saya utarakan
ZULFA EFF ULI RAS; Titik Arsitektural Perjalananku
dalam rapat, “Saya sudah tidak satu visi dengan Pak Dian
Wijaya. Ambo keluar atau Dian keluar?!” ujar saya dengan
nada bicara mulai meninggi.
Kedua rekan saya terdiam sejak pertama kali saya
bicara soal kondisi yayasan yang sesungguhnya. Dengan arif,
Dian menyampaikan rasa terima kasihnya kepada kami. Dan,
dengan hati lapang, ia bersedia mengundurkan diri dari
struktur yayasan sebagai bendahara. Dua jenis krisis ini tiba
dalam waktu berdekatan. Tantangan SMK Nusatama diuji
pada tiga tahun pertama sejak beroperasi.
Memasuki tahun ajaran 1998/1999, manajemen
298 diperkuat oleh Ismendri, seorang pengusaha muda yang
cakap dan memiliki ambisi untuk mengembangkan
pendidikan di SMK Nusatama. Ia punya perusahaan
kontraktor, PT. Deriella. Performa pertamanya tampak pada
caranya mengatur keuangan yayasan keluar dari krisis.
SMK Nusatama perlahan berpindah kuadran dari
defisit menuju surplus. Ismendri ini punya kelihaian dalam
loby. Ia mampu meyakinkan pihak ketiga yang akan
melakukan kerjasama dengan SMK dengan baik. Situasi yang
menunjukkan kurva peningkatan eksponensial hingga tahun
2005. Gambaran masa depan yang cemerlang terbentang
Tulus Berdedikasi
dihadapan. Tepat sebelum satu peristiwa membuat segalanya
hampir sia-sia.
Menjelang kuartal akhir tahun ajaran 2005/2006,
Ismendri menjadi pribadi yang berbeda. Saya melihat gelagat
yang tidak biasa di hari-hari itu. Hingga satu waktu ia
menghilang. Benar-benar putus kontak. Saya cek langsung ke
rumahnya. Kami menemukan tangis tak berujung dari pihak
keluarganya. Dari cerita yang kami himpun, Ismendri terjerat
rentenir untuk pengembangan bisnisnya.
Audit internal kami lakukan dalam waktu sebulan. 299
Uang yayasan lebih kurang 80 juta rupiah raib. Uang pribadi
saya yang berada di yayasan juga ikut serta senilai 230 juta.
Shock! Saya tak bisa tidur memikirkan persoalan ini. Ismal,
anak saya mencoba menenangkan keadaan. Ia memohon
dengan sangat kepada saya agar mendoakan juga ikhlaskan
kerugian tersebut.
Ini salah satu fase yang berat yang mesti kami lalui.
Saya benar-benar diuji lahir batin. Pada malam-malam setelah
itu, saya bermunajat kepada Tuhan. Muhasabah¸menghitung
kesalahan seraya memohon ampunan Allah. Sesuatu yang tak
sanggup saya pecahkan jika hanya mengandalkan akal
ZULFA EFF ULI RAS; Titik Arsitektural Perjalananku
pikiran. Kesenjangan dunia perlahan menunjukkan dirinya
kepada saya.
Anak muda potensial, terjebak pada potensi kekayaan
semu. Hilang kepercayaan orang, hilang nama baik, hilang
kehangatan keluarga padanya. Saya kasihan. Seseorang yang
mengorbankan dirinya pada sesuatu yang dilarang.
Belum hilang persoalan yang membelenggu psikologis
saya, di tahun 2007, kami kembali diuji. Kali ini tersangka
utamanya adalah kepala sekolah yang berani memalsukan
tanda tangan dan penggelapan dana bantuan pemerintah
untuk SMK Nusatama. Hikmah kami peroleh atas kejadian
300 tersebut. Pembenahan manajemen sekolah menjadi prioritas.
Gagasan kepala sekolah yang baru kami sokong
sepenuhnya. Dalam satu rapat guru, karyawan dengan
yayasan, ia mengusulkan sedekah untuk murid yang
kekurangan. Saya menyahuti ide ini dengan antusias. “Jika per
jam guru mendapat honor 20 ribu, bagaimana kalau dibuat
menjadi 21 ribu. Yang seribu rupiah untuk sedekah. Tidak
mengurangi hak dari para guru dan karyawan,” sambut saya
spontan.
Peserta rapat satu suara soal ini. Mereka menilai
kesepakatan rapat itu adalah kebijakan yang penuh
Tulus Berdedikasi
kebijaksanaan, memuat unsur keberkahan yang perlu
diterapkan segera dan konsisten. Dan, sejak saat itu program
sedekah menjadi agenda rutin sistem penggajian disana.
Allah memberikan rahmatnya langsung. Kapasitas
keuangan yayasan telah cukup dan mampu membeli tanah di
Belanti, tepat di belakang kampus AKBP seluas tiga kapling,
hampir seribu meter ketika itu. Sesuatu yang sulit diterima
oleh akal, tetapi terjadi. Tanah yang kami miliki beberapa saat
sebelum gempa besar mengguncang pesisir barat Sumatera di
2009.
Tugas yayasan memayungi SMK Nusatama dipenuhi 301
berkah Tuhan. Pengurus yayasan dan sekolah dimudahkan
urusannya dengan Dinas Pendidikan Sumatera Barat. Untuk
lokal baru, pemerintah bersedia membantu setengah dari
anggaran yang dibutuhkan. Kelas-kelas SMK Nusatama
berdiri satu persatu di atas tanah milik sendiri. Hingga awal
2016, tiga lantai ruang belajar telah selesai dan siap
diresmikan pada 1 Juli 2016.
Sebelah kiri dan kanan lahan tercatat luas masing-
masing 600 meter persegi. Hingga tahun 2021 ini, telah berdiri
gedung tiga lantai di atas luas lahan 1500 m2, dengan total
murid ± 1000 orang. Semangat mereka menimba ilmu
akuntasi, administrasi perkantoran, perhotelan, pariwisata,
ZULFA EFF ULI RAS; Titik Arsitektural Perjalananku
dan tata boga di SMK Nusatama adalah kebahagiaan bagi
kami. Atas kepercayaan masyarakat menitipkan anak mereka
di sekolah ini.
Sebagai Ketua Yayasan, saya memiliki prinsip bahwa
fungsi yayasan seyogianya menjadi payung yang melindungi
institusi pendidikan dibawahnya. Bukan seperti ember yang
menampung, bukan untuk cari kekayaan. Saya melaksanakan
itu selaras dengan pepatah Minang lawas, “Jan sampai pitaruah
dihunian” Jika kita telah percaya maka serahkan sepenuhnya
pada mereka yang kita percayai. Jangan pula diinterogasi
terus sepanjang hari.
302
Hubungan yayasan dengan kepala sekolah adalah
mitra kerja, bukan sebagai atasan bawahan. Kepala sekolah
mesti diberikan kepercayaan penuh untuk mengembangkan
pendidikan di sekolah sebaik-baiknya. Fungsi yayasan
utamanya mengontrol, monitor, dan komunikasi. Hak-hak
guru dan karyawan diutamakan.
Program beasiswa juga kami berikan kepada para
siswa SMK Nusatama. Sebagai motivasi belajar dan
membantu meringankan yang tidak mampu. Pendidikan
mesti menjadi alat pembebasan dari keterbelakangan dan
Tulus Berdedikasi
kebodohan. Saya pertaruhkan segala sesuatunya di dunia
pendidikan ini.
Belakangan, jika ada orang mengeluh kekurangan
siswa, Alhamdulillah, SMK Nusatama masih menerima diatas
rata-rata. Sesuatu yang saya nilai sebagai sebuah keberkahan
dalam dunia pendidikan. Di mana benih cita-cita anak bangsa
kita tanam dan perjuangkan.
***
303