The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by halizashofiya, 2020-12-16 01:59:23

Makalah filsafat

Makalah filsafat

MAKALAH FILSAFAT
PENGERTIAN FILSAFAT DAN NILAI BUDAYA PENDIDIKAN

Laporan ini Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr.AHMAD HARIYADIS.Sos.I, S.Pd, M.Pd

Disusun oleh :

1. Dwi Inayatul Maula (202033161)

2. Suci Laila Amalia Azizah (202033162)

3. Rikza Nur Falalul Muttaqin (202033197)

KELAS D
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2020/2021

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Filsafat pendidikan merupakan ilmu filsafat yang mempelajari hakikat pelaksanaan dan

pendidikan. Filsafat dan pendidikan sebenarnya adalah dua istilah yang mempunyai makna
sendiri. Akan tetapi ketika digabungkan akan menjadi sebuah tema yang baru dan
khusus. Filsafat pendidikan memandang kegiatan pendidikan sebagai objek yang dikaji, baik
secara Ontologis, Epistemologis, maupun Aksiologis.

Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu budh berarti budi atau akal,
kemudiaan berkembang menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk), sehingga
kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Dalam disiplin ilmu
antropologi budaya, kebudayaan dan budaya itu diartikan sama (Koentjaraningrat,
1980:195).
Hubungan filsafat dengan pendidikan adapun definisinya menurut para ahli sebagai berikut:
1. Taylor, budaya adalah suatu keseluruhan komplek yang meliputi pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang
lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari
dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan
diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
3. Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, milik dari manusia dengan belajar.

Pentingnya kebudayaan untuk mengembangkan suatu pendidikan dalam budaya
nasional, mengupayakan, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya dan pranata
sosial dalam menunjang proses pengembangan dan pembangunan nasional serta
melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Hubungan pendidikan dengan kebudayaan adalah hubungan nilai demokrasi. Dimana
fungsi pendidikan sebagai proses perkembangan kebudayaan mempunyai tujuan yang lebih
utama yaitu untuk membina kepribadian manusia agar lebih kreatif dan produktif yakni
mampu menciptakan kebudayaan.

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari latar belakang di atas tersebut adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian filsafat pendidikan dan kebudayaan?
2. Bagaimana hubungan filsafat pendidikan dan kebudayaan menurut para ahli?
3. Bagaimana pendidikan kebudayaan menurut pandangan filsafat?

1.3 Tujuan dan Manfaat
Tujuan makalah adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat dan nilai budaya pendidikan.
2. Untuk mengetahui hubungan filsafat pendidikan dan kebudayaan menurut para ahli.
3. Untuk mengetahui pendidikan kebudayaan menurut pandangan filsafat.

1.4 Manfaat makalah
Manfaat makalah adalah sebagai berikut :
1. Untuk menambah wawasan mahasiswa tentang filsafat dan nilai budaya pendidikan.
2. Sebagai bahan referensi dalam mata kuliah filsafat.
3. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat Pendidikan dan Kebudayaan
a. Pengertian Filsafat Pendidikan
Pengertian filsafat secara bahasa (etimologi). Filsafat berasal dari beberapa
bahasa, yaitu bahasa Inggris dan Yunani. Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy,
sedangkan dalam bahasa Yunani, filsafat merupakan gabungan dua kata, yaitu philein
yang berarti cinta atau philos yang berarti mencintai, menghormati, menikmati, dan
sophia atau sofein yang artinya kehikmatan, kebenaran, kebaikan, kebijaksanaan, atau
kejernihan. Secara etimologi, berfilsafat atau filsafat berarti mencintai, menikmati
kebijaksanaan atau kebenaran. ( Sutardjo: 2007,10)
Filsafat pendidikan merupakan ilmu filsafat yang mempelajari hakikat
pelaksanaan dan pendidikan. Bahan yang dipelajari meliputi tujuan, latar belakang, cara,
hasil, dan hakikat pendidikan. Metode yang dilakuknganalisis secara kritis struktur dan
manfaat pendidikan.
Filsafat dan pendidikan sebenarnya adalah dua istilah yang mempunyai makna
sendiri. Akan tetapi ketika digabungkan akan menjadi sebuah tema yang baru dan
khusus. Filsafat pendidikan tidak dapat dipisahkan dari ilmu filsafat secara
umum. Filsafat pendidikan memandang kegiatan pendidikan sebagai objek yang dikaji,
baik secara Ontologis, Epistemologis, maupun Aksiologis.
Ada banyak definisi mengenai filsafat pendidikan tetapi akhirnya semua
mengatakan dan mengajukan soal kaidah-kaidah berpikir filsafat dalam rangka
menyelesaikan permasalahan pendidikan. Upaya ini kemudian menghasilan teori dan
metode pendidikan untuk menentukan gerak semua aktivitas pendidikan.

b. Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu budh berarti budi atau akal,

kemudiaan berkembang menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk), sehingga
kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Adapun menurut

para ahli berpendapat bahwa "Kebudayaan = Cultuur (Bahasa Belanda) = Culture
(Bahasa Inggris) = Tsaqafah (Bahasa Arab), berasal dari perkataan latin : "Colere" yang
artinya mengolah, mengerjakan, menyubrka dan mengembangkan. terutama mengolah
tanah atau bertani, dari segi ini berkembanglah arti Culture sebagai segala daya dan
aktivitas manusia untuk mengolah dan mengolah alam. Dalam disiplin ilmu antropologi
budaya, kebudayaan dan budaya itu diartikan sama (Koentjaraningrat, 1980:195).

2.2 Hubungan Filsafat Pendidikan dengan kebudayaan
Hubungan filsafat pendidikan dengan kebudayaan menurut para ahli sebagai berikut :
1. Taylor, budaya adalah suatu keseluruhan komplek yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain
serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan
hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan
oleh anggota masyarakat lainnya.
3. Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan, milik dari manusia dengan belajar.
4. Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh
manusia.
5. Dr .hendry s. lucas, dalam buku “a short history of civilazation menyatakan kebudayaan
suatu cara umum bagamana manusia hidup berpikir dan bertindak.

Kebudayaan adalah suatu cara umum bagaimana manusia hidup berpikir dan bertindak.
pendidikan adalah proses perkembangan kebudayaan, aspek lain dari fungsi pendidikan
adalah mengolah kebudayaan itu menjadi sikap mental, tingkah laku, bahkan menjadi
kepribadian anak didik. Jadi hubungan pendidikan dengan kebudayaan adalah hubungan nilai
demokrasi. Dimana fungsi pendidikan sebagai proses perkembangan kebudayaan mempunyai
tujuan yang lebih utama yaitu untuk membina kepribadian manusia agar lebih kreatif dan
produktif yakni mampu menciptakan kebudayaan.

Pendidikan mempunyai fungsi rangkap untuk kebudayaan :

a. Menciptakan yang belum ada melalui pembinaan manusia yang kreatif.

b. Mengoperkan kebudayaan yang sudah ada kepada generasi ke generasi dalam rangka
proses sosialisasi pribadi manusia.

Pendidikan dan kebudayaan adalah proses perkembangan kebudayaan dalam arti
membudayakan manusia, fungsi pendidikan adalah mengolah kebudayaan itu menjadi sikap
bernilai tingkah laku bahkan menjadi kepribadian anak didik. Hubungan pendidikan dengan
kebudayaan adalah hubungan nilai demokrasi, maka prinsip kebebasan Self Respect

individualitas dan self realisasi akan selalu di utamakan. Pentingnya kebudayaan untuk
mengembangkan suatu pendidikan dalam budaya nasional, mengupayakan, melestarikan dan
mengembangkan nilai-nilai budaya dan pranata sosial dalam menunjang proses
pengembangan dan pembangunan nasional serta melestarikan nilai-nilai luhur budaya
bangsa. Manusia merupakan makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia dapat
mengembangkan kebudayaan. Kebudayaan memberikan aturan bagi manusia dalam
mengolah lingkungan dengan teknologi hasil ciptaannya. Oleh karena itu, dengan adanya
filsafat, kita dapat mengetahui tentang hasil karya manusia yang akan menimbulkan
teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi manusia terhadap alam
lingkungannya. Pandangan filsafat pendidikan sama halnya dengan landasan filosofis yang
menjiwai seluruh kebijaksanaan dalam pelaksanaan pendidikan. Antara filsafat dan
pendidikan terdapat kaitan yang sangat erat, filsafat mencoba merumuskan citra tentang
manusia dan masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra tersebut.

2.3 Pendidikan Kebudayaan menurut Pandangan Filsafat
Kebudayaan adalah semua ciptaan manusia yang berlangsung dalam kehidupan.

Pendidikan dan kehidupan adalah suatu hubungan antara proses dengan isi, yaitu pendidikan
adalah proses pengembangan kebudayaan dalam arti membudayakan manusia aspek lain dari
fungsi pendidikan adalah mengolah kebudayaan itu menjadi sikap mental, tingkah laku,
bahkan menjadi kepribadian anak didik. Jadi hubungan pendidikan dengan kebudayaan
adalah juga hubungan nilai demokrasi. Dimana fungsi pendidikan sebagai pengoper
kebudayaan mempunyai tujuan yang lebih utama yaitu untuk membina kepribadian manusia
agar lebih kreatif dan produktif yakni mampu menciptakan kebudayaan. Apabila
dibandingkan definisi kebudayaan dan definisi filsafat, bertemu dalam hal berfikir.

Filsafat ialah cara atau metode berfikir sistematik dan universal yang berujung pada
setiap jiwa, sedangkaan kebudayaan adalah salah satu hasil berfilsafat yang termaniferstasi
pada cipta, rasa, dan karsa. Sikap hidup dan pandangan hidup (Gazalba) dengan demikian,
jelaslah filsafat mengendalikan cara berfikir kebudayaan. Di balik kebudayaan ditemukan
filsafat. Perbedaan kebudayaan dikembalikan kepada perbedaan filsafat. Tuhan menentukan
nilai melalui agama. Manusia menentukan nilai melalui filsafat. Kebudayaan berpangkal
pada manusia, maka yang menentukan kebudayaan adalah filsafat. (Mustopo, 1983 : 71-72).

Kebudayaan mempunyai fungsi yang besar bagi manusia dan masyarakat, berbagai
macam kekuatan harus dihadapi seperti kekuatan alam dan kekuatan lain. Selain itu manusia
dan masyarakat memerlukan kepuasan baik secara spritual maupun materil. Manusia
merupakan makhluk yang berbudaya, melalui akalnya manusia dapat mengembangkan
kebudayaan. Begitu pula manusia hidup dan tergantung dari kebudayaan sebagai hasil
ciptaanya. Kebudayaan memberikan aturan bagi manusia dalam mengolah lingkungan
dengan teknologi hasil ciptaannya. Dan kebudayaan juga diharapkan, dengan pendidikan
yang akan mengembangkan dan membangkitkan budaya-budaya zaman dulu, agar tidak
punah dan terjaga untuk selamanya.

Kebudayaan masyarakat tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayan yang
bersumber pada masyarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau
kebudayan yang mempunyai kegunaan utama dalam melindungi masyarakat terhadap
lingkungan di dalamnya. Perlu disadari bahwa manusia sebagai pribadi, masyarakat, bangsa
dan negara hidup dalam suatu sosial budaya. Maka membutuhkan pewarisan dan
pengambangan sosial budaya yang dilakukan melalui pendidikan. Agar pendidikan berjalan
dengan baik. Maka membutuhkan filosofis dan ilmiah berbagai sifat normatif dan pedoman
pelaksanaannya. Karena pendidikan harus secara fungsamental yang berazas filosofis yang
menjamin tujuan untuk meningkatkan perkembangan sosial budaya, martabat bangsawan,
kewibawaan dan kejayaan negara.

Pentingnya kebudayaan untuk mengembangkan suatu pendidikan dalam budaya nasional
mengupayakan, melestarikan dan mengembangkan nilai budaya-budaya dan pranata sosial
dalam menunjang proses pengembangan dan pembangunan nasional serta melestarikan nilai-
nilai luruh budaya bangsa. Merencanakan kegairahan masyarakat untuk menumbuhkan
kreaktivitas ke arah pembaharuan dalam usaha pendidikan yang tanpa kepribadian bangsa.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan kebudayaan dari pandangan filsafat adalah filsafat pendidikan mempunyai

peranan yang amat penting dalam sistem pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah
dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan
kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan. Maka dari itu pendidikan kebudayaan di pandang
sangat penting untuk meningkatkan kemajuan dalam sistem pendidikan. Jika ditinjau dari
seberapa pentingnya pendidikan kebudayaan untuk kemajuan bangsa, itu sangatlah penting.
Karena pendidikan kebudayaan bukan hanya sebatas pendidikan formal dan nonformal saja,
akan tetapi memiliki peran andil dalam kemajuan dan perbaiakan bangsa ke depannya.
Pendidikan kebudayaan memiliki beberapa fungsi untuk karakter bangsa yaitu :
a. Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku

baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan
budaya dan karakter bangsa.
b. Perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat.
c. Penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

3.2 Saran

Filsapat Ilmu menjadi penting karena dengan adanya filsapat ilmu apa yang kita pelajari,
akan memiliki nilai dan manfaat dan dengan pemahaman yang benar akan ilmu pengetahuan
itu sendiri perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa yang akan datang juga
diharapkan itu akan sesuai dan sejalan dengan cita – cita ilmu pengetahuan itu sendiri.

Daftar Pustaka

http://ulin-linna.blogspot.com/2013/03/filsafat-pendidikan-dan-kebudayaan.html?m=1
http://saiyidahtulaela.blogspot.com/2017/01/pendidikan-kebudayaan-dari-pandangan.html?m=1
http://www.academia.edu/19491986/FILSAFAT_DAN_NILAI_BUDAYA_PENDIDIKAN
http://fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/3.4_Filsafat-Pendidikan.pdf
https://afidburhanuddin-wordpress-
com.cdn.ampproject.org/v/s/afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/07/pengertian-dan-ruang-
lingkup-filsafat-ilmu-
7/amp/?usqp=mq331AQQKAGYAdnptKKtjIb8TrABIA%3D%3D&amp_js_v=a2&amp_gsa=1#
referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&ampshare=https%3A%2F%2Fafidburhanuddin.w
ordpress.com%2F2014%2F05%2F07%2Fpengertian-dan-ruang-lingkup-filsafat-ilmu-7%2F

MAKALAH KONSEP FILSAFAT PENDIDIKAN (ONTOLOGI)

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
“ Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan “

DISUSUN OLEH : 202033195
1. RIBHAN HASAN 202033188
2. JAUHAROTUN NAFISAH 202033187
3. NIA DITTA ASTARI

UNIVERSITAS MURIA KUDUS
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

TAHUN AJAR
2020/2021

i

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………..… i
DAFTAR ISI …………………………………………….…………………………… ii
KATA PENGANTAR ……….………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………. 1

 A. Latar Belakang …………………………………………………………………………. 1
 B. Rumusan Masalah …………………………………………..…………………………1
 C. Tujuan Penulisan …………………………………………………………………….…1
 D. Manfaat Penulisan …………………………………………………………………... 1
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………. 2

 A. Pengertian Ontologi…………………………………………….………………….. 2
 B. Aspek Ontologi ………………………………..……………….……………………. 3
 C. Aliran Ontologi ………………………………………………….…………….…….. 4
 D. Kedudukan Ontologi ……………………………………….…………………….. 7
 E. Metode Ontologi…………………………………………….……………………... 7
 F. Hubungan Ontologi dan Ilmu Komunikasi…….………………………. 8
BAB III PENUTUP ……………………………….……………………………… 10

 A. Simpulan …………………………………..……………………..…………………… 10
 B. Saran ……………………………………..………………………..…………………… 10
DAFTAR PUSTAKA ………………………..…………………………….……… 11

ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “KOSEP FILSAFAT PENDIDIKAN
(ONTOLOGI)” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dr. AHMAD
HARIYADI, S.Sos.I,S.Pd, M.Pd pada Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang KONSEP FILSAFAT PENDIDIKAN (ONTOLOGI)bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. AHMAD HARIYADI, S.Sos.I,S.Pd, M.Pd, selaku
dosen Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi pembaca dan juga penulis. kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Kudus, 15 September 2020

Penulis

iii

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis
karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat
Filsafat seperti yang kita ketahui memiliki tiga cabang yaitu, Ontologi, Epistemologi, Aksiologi.
Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang
lingkup dan pembahasannya.
Ketiga teori diatas sebenarnya sama-sama membahas tentang ilmu, hanya saja mencakup hal dan tujuan
yang berbeda. Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki
dan hubungannya dengan daya pikir, Epistemologi membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan,
bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain, sedangkan Aksiologi membahas
tentang guna pengetahuan, klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.
Akan tetapi untuk sekarang ini kami akan menitik-beratkan pembahasannya kepada masalah ontologi
yang mana membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan
hubungannya dengan daya pikir.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian ontologi?
2. Bagaimana sudut pandang dan aliran-aliran ontologi?
3. Apa saja metode ontologi?
4. Apa hubungan antara ontologi dan komunikasi?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar pembaca mengetahui apa yang dimaksud konsep filsafat pendidikan
2. Agar mendapat tambahan pengetahuan dari makalah tersebut.
3. Agar

D. Manfaat makalah
1. Agar mudah dipahami konsep dasar penulisan makalah .
2. pembaca dapat mengetahui dan memahami makalah dan ciri-ciri serta syarat-syarat dalam
makalah .
3. pembaca dapat mengimplementasikan teori, konsep dan langkah-langkah penulisan makalah dan
unsur-unsurnya.

1

BAB II
PEMBAHASAAN
A. Pengertian Ontologi
Secara etimologis, istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata: ontos
yang berarti ada atau keberadaaan dan logos yang berarti studi atau ilmu. Sedangkan menurut istilah,
ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik
yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai
teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi
metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan
sebagai istilah lain dari ontologi. Namun pada kenyataannya, ontologi hanya merupakan bagian pertama
metafisika, yakni teori mengenai yang ada, yang berada secara terbatas sebagaimana adanya dan apa yang
secara hakiki dan secara langsung termasuk ada tersebut.
Adapun mengenai objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada
terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada
sesudah kematian maupun sumber segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas,
bagi pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya menjadi telaah monism,
paralerisme atau plurarisme.

Beberapa karekteristik ontologi antara lain dapat disederhanakan sebagai berikut:

a) Ontologi adalah study tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam
dirinya sendirinya, menurut bentuknya yang paling abstrak.

b) Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas
mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti: ada atau menjadi, aktualitas atau
potensialitas, nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu,
perubahan, dan sebagainya.

c) Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu yang
satu, yang absolute, bentuk abadi, sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung
kepada-nya.

d) Cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu
nyata, dan sebagainya.

2

B. Aspek Ontologi: Hakikat Jenis Ilmu Pengetahuan

Ontologi, dalam bahasa inggris ‘ontology’, berakar dari bahasa Yunani ‘on’ berarti ada, dan
‘logos’ berarti keberadaan. Sedangkan ‘logos’ berarti pemikiran (Lorens Bagus: 2000). Jadi, ontologi
adalah pemikiran mengenai yang ada dan keberadaannya. Selanjutnya, menurut A.R. Lacey, ontologi
diartikan sebagai “a central part of metaphisics”(bagian sentral dari metafisika).

Beberapa karakteristik ontologi, seperti diungkapkan oleh Bagus, antara lain dapat
disederhanakan sebagai berikut:

Ontologi adalah studi tentang arti “ada” dan “berada”, tentang ciri-ciri esensial dari yang ada
dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak.

Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas
mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti: ada atau menjadi, aktualisasi atau
potensialisasi, nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan
dan sebagainya.

Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu Yang
Satu, Yang Absolut, Bentuk Abadi, Sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung
kepada-nya.

Cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran
itu nyata, dan sebagainya.

Seperti yang telah diungkapkan di atas, hakikat abstrak atau jenis menentukan kesatuan
(kesamaan) dari berbagai macam jenis, bentuk dan sifat hal-hal atau barang-barang yang berbeda-beda
dan terpisah-pisah. Perbedaan dan keterpisahan dari orang-orang bernama Socrates, Plato, Aristoteles,
dan sebagainya, terkait dalam satu kesamaan sebagai manusia. Manusia, binatang, tumbuhan, dan benda-
benda lain yang berbeda-beda dan terpisah-pisah, tersatukan dengan kesamaan jenis sebagai makhluk.
Jadi, hakikat jenis dapat dipahami sebagai titik sifat abstrak tertinggi daripada sesuatu hal. Dalam filsafat,
studi mengenai hakikat jenis atau hakikat abstrak ini masuk ke dalam bidang metafisika umum atau
ontologi.

Oleh sebab itu, pembahasan tentang hakikat jenis ilmu pengetahuan berarti membahas ilmu
pengetahuan secara ontologis. Persoalannya adalah sejauh mana fakta perbedaan dan keterpisahan ilmu
pengetahuan ini merupakan kesungguhan (actus) atau kemungkinan (potency), dalam arti seharusnya ilmu
pengetahuan itu memang pluralistik atau monistik?

Secara Ontologis, artinya secara metafisis umum, objek materi yang dipelajari di dalam pluralitas
ilmu pengetahuan, bersifat monistik pada tingkat yang paling abstrak. Seluruh objek materi pluralitas
ilmu pengetahuan, seperti manusia, binatang, tumbuhan, dan zat kebendaan berada pada tingkat abstrak
tertinggi, yaitu dalam kesatuan dan kesamaannya sebagai makhluk. kenyataannya itu mendasari dan
menentukan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, pluralitas kata lain, pluralitas ilmu
pengetahuan berhakikat satu, yaitu dalam kesatuan objek materinya.

3

Di samping objek materi, keberadaan ilmu pengetahuan juga lebih ditentukan oleh objek forma.
Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik pandang (point of view), yang selanjutnya
menentukan ruang lingkup studi (scope of the study). Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya
ilmu pengetahuan berkembang menjadi plura, berbeda-beda dan cenderung saling terpisah antara satu
dengan yang lain.

Berdasarkan hukum kodrat (ontologis), jika mempertimbangkan proses terbentuknya objek forma,
maka dapat dinilai bahwa bagaimanapun perkembangan ilmu pengetahuan menjadi plural, tetapi hanya
terbatas pada perbedaan, bukan keterpisahan.

Di samping pendekatan kuantitatif menurut objek materi dan objek forma terhadap pemecahan
masalah hakikat ilmu pengetahuan, secara ontologis masih ada pendekatan kualitatif. Melalui pendekatan
kualitatif, persoalan yang sama, yaitu aspek ontoogi ilmu pengetahuan dengan persoalan hakikat
keberadaan pluralitas ilmu pengetahuan, dapat digolongkan ke dalam tingkat-tingkat abstrak universal,
teoretis potensial dan konkret fungsional.

C. Aliran-aliran ontologi

1. MONOISME
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak
mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi ataupun
berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Istilah monisme oleh
Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terebagi ke dalam dua aliran:
a. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering juga
disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri
sendiri. Jiwa dan ruh merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan dengan salah satu cara
tertentu.
Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan hakikat
adalah:
• Pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan kebenaran
terakhir.
• Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang abstrak.
• Penemuan-penemuan menunjukan betapa bergantungnya jiwa pada badan.

4

Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani. Jasmani lebih menonjol
dalam peristiwa ini. Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda seperti pada padi. Dewi
Sri dan Tuhan muncul dari situ. Kesemuanya itu memperkuat dugaan bahwa yang merupakan haklekat
adalah benda.

b. Idealisme

Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme bderarti serba cita sedang spiritualisme berarti
serba ruh. Idealisme diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan
bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis
dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu
jenis dari pada penjelmaan ruhani. Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani,
spirit atau sebangsanya adalah:

• Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupoan manusia. Ruh
itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya bayangan atau
penjelmaan.

• Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.

• Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu saja.

• Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran plato (428-348 SM) dengan teori idenya.
Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam
nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi idealah yang
menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.

2. DUALISME

Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling bertentangan,
yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme materi maupun ruh sama-sama merupakan
hakikat. Materi muncul bukan karena adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Tetapi
dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki masalah dalam menghubungkan dan
menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas. Sebuah analogi dapat kita ambil misalnya tentang jika jiwa
sedang sehat, maka badan pun akan sehat kelihatannya. Sebaliknya jika jiwa seseorang sedang penuh
dengan duka dan kesedihan biasanya badanpun ikut sedih, terlihat dari murungnya wajah orang tersebut.

3. PLURALISME

Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme
bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme
dalam Dictonary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa
kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas.

5

Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan
bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh
modern aliran ini adalah William

James (1842-1910 M). Kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof
Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth James mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak,
yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.

4. Aliran Nihilisme dalam Filsafat
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak
mengaku ivaliditas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan olehIvan Turgeniev pada
tahun1862 di Rusia. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zamanYunani Kuno,yaitu
pada pandangan Gorgias (485-36SM) yang memberikan tiga proposes itentang realitas.
Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui.
Ketiga,sekalipun realitas itu dapat kita ketahui,ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka
untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi diarah kan pada suatu dunia di
belakang atau di atas dunia di mana ia hidup.

5. Aliran Agnostisis medalam Filsafat
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat

materi maupun hakikat rohani. Kata agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos, yang berarti
unknown. Artinya not, gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang
mengenaldanmampumenerangkansecarakonkretakanadanyakenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita
kenal.

Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren
Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang
menyatakan bahwa manusia itu tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual
yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan kedalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat
Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang adaituialahmanusia,
karenahanyamanusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya adalah, Jean Paul Sartre
(1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan
entre (ada), melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham
pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik materi
maupun rohani.

6

D. Kedudukan Ontologi

Ontologi ini merupakan ‘ilmu pengetahuhan’ yang paling universal dan paling menyeluruh
penyelidikannya meliputi segala pertanyaan dan penelitian lainya yang lebih bersifat’ bagian’. Ia
merupakan konteks untuk semua konteks lainnya, cakrawala yang merangkum semua cakrawala lainnya,
pendirian yang meliputi segala pendirian lainya. Ontologi berhubungan dengan yang namanya
metafisika. Oleh karena sifat englobant (marcel) atau umgreifen (jasper) itu, maka ontologi meneliti
pengkadar pengada. Sedangkan mengada itu merupakan sekaligus hal yang paling terkenal, dan hal yang
paling sukar diekspresikan. Oleh karen meneliti dasar paling umum untuk segala-gala nya, ontologi itu
disebut filsafat’pertama’ . namun ontologi telah mengandaikan semua bagian filsafat lainya.

Tentu dalam suatu pengantar didaktis dapat saja ontologi sebagai pemikiran paling umum, diuraikan pada
awal seluruh penyelidikan filosofi (demikianlah);tetapi menurut ukuran itu belum cukyp dicakup
pengalaman konkret mengenai manusia-dunia-tuhan. Besarlah bahaya bahwa ontologi sedemikian itu
menjadi suatu kumpulan atau sistem konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang melulu formalitas dan
kosong belaka ( menurut tuduhan kant) , tanpa hubungan dengan kenyataan yang benar. Oleh karena itu
kiranya paling baik ontologi dikembalikan kedudukannya semula, yaoitu ditempatkan pada akhir filsafat
sistematis. Jadi ontologi disebut filsafat’pertama’, tetapi juga filsafat’ultima’

E. Metode ontologi

Pertanyaan tentang’mengada’ ini muncul dari pemahaman tentang kenyataan kongkret. Dengan demikian
ontologi menanyakan sesuatu yang tidak serba terkenal. Andaikan sama sekali tidak terkenal, mustahillah
pernah akan dapat ditanyakan. Maka telah ada semacam vorwissen (pra pengetahuhan) ; sudah ada suatu
pemahaman, namun yang belum tahu pula. Pemahamam itu senada dengan keinsafan manusia akan
dirinya sendiri sebelum melaksanakan antropologi metafisik; -bahkan merupakan lanjutan sebelum
melaksanakan antropologi meta fisik;- filsafat lalu menjurus ke suatu refleksi terakhir, yang ingin
mengeksplitasikan dan mentematisasikan vorwissen tersebut. tetapi, walaupun terbuka untuk
perkembangan selanjutnya, vorwissen itu jugatelah menentukan cakrawala prisipal, ataupun telah
memasang suatu apriori mutlak. Segala perkembangan pengertian telah termuat dalam batas-batas
prapemahaman itu, dan tidak pernah akan dapat melampuinya. Yang ada di luarnya tidakakan dan tidak
dapat dipertanyakan, karena tidak dipandang sebagai’mengada’

Dengan demikan ontologi bergerak di anatara dua kutub,yaitu anatara pengalaman akankenyataan
konkret dan prapengertian ‘mengada’ yang paling umum. Dalam refleksi ontologi kedua kutub itu saling
menjelaskan. Atas dasar pengalaman tentang kenyataan akan semakin disadari dan di eksplisitasikan arti
dan hakikat ‘mengada’. Tetapi sebaliknya prapemahaman tentang cakrawala ‘mengada’ akan semakin
menyoroti pengalaman konkret itu , dan membuatnya terpahami sungguh-sungguh. Jadi refleksi ontologis
berbentuk suatu lingkaran hermeneutis anatara pengalaman dan’mengada’ tanpa mampu dikatakan man
yang lebih dahulu.

Metode ontologi ini tidak dapat dipertanggungjawabkan lebih lanjut dulu. Akan menjadi lebih jelas
sambil berjalan, dan sahnya akan tampak dalam uraian ontologis sendiri tidaklah mungkin bertitik
pangkal dari rumus-rumus tepat mengenai ‘mengada’ dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya
oleh karena dua alasan.

7

Pertama, rumus sedemikian itu belum diberikan dasar mutlak dan kepastian ultima. Dengan menentukan
rumus sedemikan tanpa jaminan definitif, ada bahaya bahwa telah ditentukan batas batas yang terlalu
sempit dan kurang supel, sehingga secara apriori telah akan tertutup jalan-jalan pemikiran yang tertentu.
Kedua, suatu definisi selalu memakai suatu pengertian lain yang diandaikan telah diketahuhi lebih dahulu
dan lebih jelas dari’mengada’ itu. Oleh kedua alasan ini rumus rumus dalam ontologi hanya mungkin
terjadi sebagai kesimpulan kesimpulan uraian.

F. Hubungan Ontologi dan Ilmu Komunikasi

Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dalam
ilmu komunikasi, ontologi berperan mengkaji hakikat komunikasi, yakni mengkaji apa yang dimaksud
dengan komunikasi. Ilmu komunikasi adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk mentransfer ide dari
satu individu ataupun grup ke individu atau grup yang lain. Ilmu komunikasi dipahami melalui objek
material dan objek formal:

a. Objek material dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling abstrak atau
yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai makhluk atau benda. Serta apa yang
dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan, yaitu gejala “manusia di dunia yang
mengembara menuju akhirat”. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan
akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat
tentang akhirat (teologi-filsafat ketuhanan; kata “akhirat” dalam konteks hidup beriman dapat dengan
mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi, dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah,
saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain.
Juga pembicaraan filsafat tentang akhirat atau Tuhan hanya sejauh yang dikenal manusia dalam dunianya.

b. Sementara objek formal melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu sudut pandang (point of view),
yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi itu sendiri. Obyek formal adalah cara pendekatan yang
dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang
kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah
sistem filsafat.

Contoh relevan aspek ontologis Ilmu Komunikasi adalah sejarah ilmu Komunikasi, Founding
Father, Teori Komunikasi, Tradisi Ilmu Komunikasi, Komunikasi Manusia. Dalam hal ini menyangkut
yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi.
Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat
diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap hal-
hal yang gaib seperti soal surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu keagamaan.

Dalam kajian berita infotainment, bahasan secara ontologis tertuju pada keberadaan berita infotainment
dalam ruang publik. Fenomena tentang berita infotainment bukan gejala baru di dunia jurnalisme.

8

Misalnya saja, berita Kasus Kopi Sianida yang menyebabkan tewasnya Wayan Mirna Salihin yang
diadakan sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini bermula saat Jessica berteman dan
berkuliah dengan Mirna, Boon Juwita alias Hani (Saksi Hani), dan Vera Rusli (Saksi Vera) di Kampus
Billy Blue College Of Desain di Sidney, Australia. Sekitar pertengahan tahun 2015, Mirna mengetahui
permasalahan dalam hubungan percintaan antara Jessica dengan pacarnya. Sehingga korban Mirna
menasehati terdakwa agar putus saja dengan pacarnya yang suka kasar dan pemakai narkoba, dengan
menyatakan buat apa pacaran dengan orang yang tidak baik dan tidak modal. Ucapan Mirna tersebut,
ternyata membuat Jessica marah serta sakit hati sehingga Jessica memutuskan komunikasi dengan Mirna.
Untuk membalas sakit hatinya tersebut, Jessica kemudian membuat suatu rencana untuk menghilangkan
nyawa Mirna. Jessica yang sempat memutus komunikasi kembali menjalin komunikasi dengan Mirna
guna melancarkan niatnya tersebut. (Muhyiddin, 2016)

Fenomena jurnalisme infotainment kembali mencuat ketika terjadi berita hebohnya Seleb
Instagram Karin Novilda alias Awkarin mulai ramai dibahas. Di Indonesia, fenomena ini juga bukan
terbilang baru. Sejak zaman Harmoko (Menteri Penerangan pada saat itu) banyak surat kabar-surat kabar
kuning muncul & diwarnai dengan antusias masyarakat. Bahkan ketika Arswendo Atmowiloto
menerbitkan Monitor semakin membuat semarak “Jurnalisme kuning di Indonesia”. Pasca Orde Baru
ketika kebebasan pers dibuka lebar-lebar semakin banyak media baru bermunculan, ada yang memiliki
kualitas tetapi ada juga yang mengabaikan kualitas dengan mengandalkan sensasional, gosip, skandal dan
lain-lain. Ketika tayangan Cek & Ricek dan Kabar Kabari berhasil di RCTI, TV lainnya juga ikut-ikut
menayangkan acara gosip. Darisinilah cikal bakal infotainment marak di TV kita. Fenomena infotainment
merupakan hal yang tidak bisa terhindarkan dari dunia jurnalisme kita. Pada realitasnya ini banyak
disukai oleh masyarakat dengan bukti rating tinggi (public share tinggi).

Pada hakikatnya, komunikasi yaitu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan. Jika yang kita sampaikan bukan pesan maka itu bukan kajian ilmu komunikasi. Misalnya ada
dua orang yang berdiri di pinggir jalan untuk menunggu bus, namun diantar mereka berdiam diri saja,
tidak ada pesan yang di sampaikan kepada satu sama lain, maka diantara keduanya tidak ada dan tidak
terjadi komunikasi. Misalkan kedua orang itu pria tampan dan gadis cantik. Si pria ingin sekali
berkenalan dengan si gadis namun ia tidak menyampaikan pesan itu kepada si gadis tentang
ketertarikannya, maka di antara mereka bukan komunikasi antar pribadi yang terjadi melainkan
komunikasi interpribadi.

9

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ontologi adalah bagian dari filsafat yang paling umum ; kerap juga disebut metafisika umum.

Baru setelah menjelajahi segala bidang utama dalam ilmu filsafat, seperti filsfata manusia, filsafat alam-
dunia, pengetahuhan, ketuhanan, moral dan sosial, dapat disusun suatu uraian ontologi. Maka ontologi
sulit dipahami lepas dari bagian-bagian dan bidang-bidang filsafat lainya, dan adalah bidang filsafat yang
paling sukar.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori
tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi
metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Ontologi mempunyai aliran-aliran
yaitu :
1. monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak
mungkin dua. Monoisme memiliki 2 aliran yaitu, materialisme dan idealisme.
2. dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling bertentangan
3. pluralisme

Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan
4. aliran nihil isme dalam filsafat
yaitu pada pandangan Gorgias (485-36SM) yang memberikan tiga proposes itentang realitas. Pertama,
tidak ada sesuatupun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun
realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Dalam ilmu
komunikasi, ontologi berperan mengkaji hakikat komunikasi, yakni mengkaji apa yang dimaksud dengan
komunikasi melalui objek material dan objek formal.

B. Saran

10

DAFTAR PUSTAKA
Zaprulkhan.2004.filsafat ilmu sebuah analisis kopntenporer.Jakarta:Pustaka Grafindo
S. Praja, Juhaya. 2003. aliran-aliran filsafat komunikasi & etika. Jakarta: Kencana.
Suhartono, Suparlan. 2005. Filsafat Ilmu Pengetahuan.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Bakker annton.1992.ontologi metafisika umum filsafat pengada dan dasar-dasar kenyataan .yogyakarta:
penerbit kanisius

11

DIMENSI EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan

Dr.Ahmad Hariyadi, S.Sos.I.,S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh :

1. Ulfatun Nafi’ah ( 202033189 )

2. Siti Nur Faizah ( 202033193 )

3. Diah Putri Anggraeni ( 202033198 )

Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Tahun Ajaran 2020 / 2021

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna yang

dianugrahi akal dan pikiran. Manusia memiliki potensi kemampuan
memahami berbagai macam ilmu, karena manusia dibekali akal yang
digunakan berpikir dan mengolah berbagai macam ilmu pengetahuan.
Dengan dibekali pikiran manusia bisa membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk. Hal tersebut merupakan kemampuan yang tidak dimiliki
makhluk lainnya.

Manusia memiliki sifat keingintahuan yang sangat tinggi. Dia tidak
pernah puas dengan pengetahuan ilmu yang sudah didapatkan, tetapi selalu
mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan metode
apapun. Salah satunya dengan bertanya – tanya dengan orang yang sudah
paham atau disebut dengan pakarnya. Tidak sampai disitu saja, manusia
melakukan pengujian secara ilmiah yang dapat diukur kebenerannya.

Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat seperti sekarang
ini, maka sangat penting kita mempelajari filsafat. Kita memang tidak
asing lagi mendengar kata “ filsafat ”, baik itu diucapkan seseorang
maupun kita melihat sendiri kata tersebut dalam berbagai media. Namun,
kemungkinan besar kita baru mempelajari tentang filsafat ketika
memasuki perguruan tinggi. Mempelajari filsafat sangatlah penting, untuk
kita dapat berpikir kritis menghadapi realita kehidupan. Lantas ,apa
sebenarnya filsafat itu ?

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan
pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.
Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan
percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis,
mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat
untuk solusi tertentu.

Jika mempelajari filsafat ilmu, kita pasti menjumpai istilah
“Epistemologi”.Yang merupakan salah satu cabang ilmu filsafat. Karena
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan)
yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas dan
metode, dan kebenaran pengetahuan. sehingga dalam kesempatan kali ini
akan dibahas lebih lanjut mengenai sumber-sumber epistemologi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan epistemologi pendidikan?
2. Apa saja objek kajian epistemologi?
3. Bagaimana keterkaitan antara epistemologi dengan pendidikan?

C. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui arti epistemologi pendidikan.
2. Untuk mengetahui objek kajian epistemologi.
3. Untuk mengetahui keterkaitan antara epistemologi.

BAB III

PEMBAHASAN

1. Pengertian Epistemologi Pendidikan

Secara etimologi, epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme
dan logos. Episteme artinya pengetahuan; logos biasanya dipakai untuk
menunjuk pengetahuan sistmatik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
epistemologi adalah pengetahuan sistematik tentang pengetahuan.

Menurut Jujun S. Suriasumantri (1985, hlm. 34-35), Epistemologi adalah
cabang filsafat yang membicarakan tentang asal muasal, sumber, metode,
struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam kaitan dengan ilmu,
landasan epistemologi mempertanyakan bagaimana proses yang memungkinkan
ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal
apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar apa
yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara atau teknik atau
sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa
ilmu?

Secara singkat epistemologi adalah bidang filsafat nilai yang secara khusus
mempersoalkan pengetahuan tentang nilai ”kebenaran” dan otomatis juga
mempersoalkan tentang bagaimana “cara” mendapatkannya. Jadi jika diterapkan
pada pendidikan berate yang menjadi persoalan pokoknya adalah pengetahuan
yang benar tentang pendidikan atau kebenaran pendidikan, dan sekaligus
bagaimana ‘cara’ penyelenggaraannya secara benar.

Pemahaman aspek epistemologi pendidikan berfungsi sebagai landasan
dasar pengembangan potensi intelektual, sehingga pada waktunya dapat
membuahkan ‘kematangan inteligensia’. Kematangan inteligensia ini berposisi
sentral dan karenanya juga bernilai guna di dalam dan begi kelangsungan hidup
sehari- hari. Karena sepanjang kehidupan sehari – hari, diperlukan keahlian
khusus, kecakapan dan keterampilan untuk memastikan bawhwa sesuatu hal bisa
dikerjakan atau tidak. Jika menurut perhitungan dapat membuahkan hasil dan
bisa mencukupi kebutuhan sehari – hari maka harus dilakukan, dan jika tidak,
harus tidak dilakukan. Karena sasar epistemologi pendidikan adalah keahlian
dan keterampilan, maka pendidikan lebih menjadi tanggung jawab institusional
persekolahan.

B. Objek Kajian Epistemologi

Objek kajian epistimologi : Persoalan epistemologi juga berpusat
pada apakah yang ada didalamnya problem asal pengetahuan(origin)
meliputi apakah sumber sumber pengetahuan, dari mana pengetahuan
yang benar, dan dengan cara apa kita dapat mengetahui. Problem
penampilan(appearance) yang meliputi apakah yang menjadi karakteristik
pengetahuan, apakah dunia ini riil diluar akal, apakakah dunia dapat
diketahui. Problem mencoba kebenaran(verification) yang meliputi apakah
pengetahuan kita itu benar, bagaimana membedakan kebenaran dan
kekeliruan.

Aliran epistimologi :

1. Aliran Rasionalisme, yaitu tahan yang beranggapan bahwa sumber
pengetahuan manusia adalah akal(rasio) . Menurut Rene Descartes yang
mendirikan aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan
yang dapat dipercaya adalah akal .hanya pengetahuan yang di dapat dari
akal yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan
ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode
deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu pasti.

2. Empirisme. Yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan yang
bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat Indra(empiri), dan
empirilah satu- satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir
dengan nama empirisme.

3. Kritisisme, Aliran ini muncul pada abad ke-18. Dimana pada zaman itu
ada pertentangan antara pemikiran rasionalisme dengan
empirisme. Zaman ini disebut zaman pencerahan. Setelah diadakannya
penyelidikan (kritik) terhadap peran pengetahuan akal. Setelah itu
manusia bebas dari otoritas yang sayangnya dari luar manusia,. Jadi
metode ini dinamakan metode berfikir kritis. Walaupun ia mendasari
diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya
persialan- persoalan yang melampaui akal. Sehingga akal dapat
mengenal batas batasnya.

4. Fenomenologi, aliran yang punya anggapan bahwa objek/ benda harus
diberi kesempatan untuk berbicara, yaitu dengan cara deskriptif
fenomologis yang didukung oleh metode deduktif. Tujuannya untuk
melihat hakikat gejala - gejala secara intuitif.

5. Positivisme, aliran yang didalamnya tampak seperti apa adanya. Yang
menyatakan bahwa pengetahuan tang autentik hanta pengalaman yang
berdasarkan pengalaman yang nyata .

C. Keterkaitan antara Epistemologi dengan Pendidikan
Hubungan epistemologi dengan pendidikan adalah untuk

mengembangkan ilmu secara produktif, dan bertanggung jawab serta
memberikan suatu gambaran – gambaran umum mengenai keenaan yang
diajarakan dalam proses pendidikan. Epistemologi membahas : sumber,
proses, syarat, batas fasilitas dan hakikat pengetahuan yang memberikan
kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran
kepada murid – muridnya. (M. Noor Syam,1986:32)

Contoh : guru harus menentukan apa yang benar mengenai muatan
yang akan diajarkan, kemudian guru harus memutuskan alat yang paling
tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Epistemologi yang
merupakan salah satu aspek dari filsafat apabila dapat dipahami oleh guru
atau pendidik diharapkan dapat membantu para pendidik dalam
mengoptimalisasikan tugas kependidikannya. Sehingga dalam
melaksanakan tugasnya tersebut didasarkan pada pijakan atau landasan
filosofis yang jelas.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Epistemologi adalah bidang filsafat nilai yang secara khusus
mempersoalkan pengetahuan tentang nilai ”kebenaran” dan otomatis
juga mempersoalkan tentang bagaimana “cara” mendapatkannya.
2. Objek kajian epistimologi :Persoalan epistemologi juga berpusat pada
apakah yang ada didalamnya problem asal pengetahuan(origin)
meliputi apakah sumber sumber pengetahuan, dari mana
pengetahuan yang benar, dan dengan cara apa kita dapat
mengetahui.
3. Hubungan epistemologi dengan pendidikan adalah untuk
mengembangkan ilmu secara produktif, dan bertanggung jawab serta
memberikan suatu gambaran – gambaran umum mengenai keenaan
yang diajarakan dalam proses pendidikan.

B. Saran
Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap
dari yang telah ditetapkan atau seharusnya. Apalagi dalam kegiatan
menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis harapkan dari pembaca, mohon
kritik dan sarannya guna perbaikkan penyusunan selanjutnya.

Daftar Pustaka

Suhartono, suparlan. 2006. Filsafat pendidikan.jogja: Ar-Ruzz.

(https://dosen.ikipsiliwangi.ac.id/wp-content/uploads/sites/6/2018/03/MODUL-
EPISTEMOLOGI.pdf)

https://www.kompasiana.com/uswawawa/5db5361f097f367e9159d402/obj
ek-kajian-dan-aliran
epistimologi#:~:text=Epistimologi%20berasal%20dari%20kata%20Yunan
i,pengetahuan%20dari%20objek%20yang%20dipikirkan.)

DIMENSI AKSIOLOGI

MATA KULIAH FILSAFAT DAN NILAI BUDAYA PENDIDIKAN
Dr. AHMAD HARIYADI, S.Sos.I, S.Pd, M.Pd

DISUSUN OLEH :

1. DINAR AFLIH NUGRAHENI 202033167
2. HIBRAM FADEL AKBARI 202033363
3. HIDAYANTI FITA ANJANI 202033178
4. LUTHFIANA IZATURROHMAH 202033183

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia
yang diberikan sehingga Makalah Dimensi Aksiologi ini bisa terselesaikan dengan baik. Adapun
tujuan disusunnya laporan ini adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas.

Tersusunnya makalah ini tentu bukan karena buah kerja keras kami semata, melainkan
juga atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami ucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu terselesaikannya makalah ini, diantaranya :

1. Bapak Dr. AHMAD HARIYADI, S.Sos.I, S.Pd, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing
2. Orang tua yang selalu mendukung kami dalam penggarapan makalah ini.
3. Topik inti,rancangan mata kuliah dan silabus MKDK.
Kami selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini belum lah dikatakan sempurna.
Untuk itu, Kami dengan sangat terbuka menerima kritik dan saran dari pembaca sekalian.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.

Kudus, September 2020

Penyusun
i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2
1.3. Tujuan................................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat.................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 3
2.1. Pengertian Aksiologi ........................................................................................................... 3
2.2. Objek-objek Aksiologi ........................................................................................................ 5
2.3 . keterkaitan aksiologi dengan pendidikan. ........................................................................... 7
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 8
3.1. Kesimpulan........................................................................................................................... 8
3.2. Saran.................................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 9

ii

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang mempunyai beberapa kelebihan dari
makhluk-makhluk ciptaan yang lainnya,karena manusia diberikan akal untuk berfikir
dan hati untuk mengatur emosi kita. Pada saat manusia tumbuh berkembang dari
anak-anak sampai dewasa mencari tempat yang baik untuk dirinya maupun anak-
anaknya baik pendidikan formal dari SD sampai tingkat lanjutan atas dan perguruan
tinggi maupun pendidikan non formal yang lainnya. Usaha untuk mendapatkan
pendidikan yang baik inilah yang menjadi usaha untuk mendapatkan ilmu.

Menurut Jujun S.Suriasumantri,2010 berpendapat bahwa ilmu merupakan
pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan
dan perguruan tinggi. Sehingga ilmu yang kita dapat setelah melalui tahapan
pendidikan menjadi alat untuk memperbaharui hidup,mencapai suatu keinginan dan
membawa ke tujuan hidup yaitu kebahagiaan.

Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah
polemik baru karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa disebut
sebagai netralis pengetahuan(value free). Bagian dari filsafat pengetahuan
membicarakan tentang ontologis,epistomologis,dan aksiologis.

1

Pembahasan aksiologis menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Artinya, pada
tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus di sesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan
moral suatu masyarakat,sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh
masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama,bukan malahan
menimbulkan bencana.
1.2. Rumusan Masalah
2. Apa pengertian aksiologi?
3. Apa objek-objek aksiologi?
4. Apa keterkaitan aksiologi dengan pendidikan?
1.3. Tujuan
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan:
1. Dapat mengetahui pengertian aksiologi
2. Dapat mengetahui objek-objek aksiologi
3. Dapat mengetahui tentang keterkaitan aksiologi dengan pendidikan
1.4. Manfaat

1. memahami tentang pengertian aksiologi
2. memahami objek- objek aksiologi
3. memahami tentang keterkaitan aksiologi dengan pendidikan

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu, “Axios” yang berarti

sesuai atau wajar. Sedangkan “logos” yang berarti ilmu. Jadi Aksiologi adalah “terori
tentang nilai”. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada perasalahan etika dan
estetika. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.

Secara istilah, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakikat nilai
yang ditinjau dari sudut kefilsafatan.

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya. .Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini
terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai
yang khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan dengan
masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika
bersangkutan dengan masalah keindahan.

Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia
kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di
jalan yang baik pula.

3

Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas
nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai
budaya dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan
oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya
malahan menimbulkan bencana.

Objek kajian aksiologi adalah menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu karena ilmu
harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral sehingga nilai kegunaan ilmu itu
dapat dirasakan oleh masyarakat. Aksiologi disebut teori tentang nilai yang menaruh
perhatian baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tata cara
dan tujuan (mean and ends).

Pengertian Aksiologi menurut para ahli yaitu :

1. John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu
system seperti politik, sosial dan agama. System mempunyai rancangan bagaimana
tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu
intruksi dapat terwujud.

2. jujun s. suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.

3. Sarwan mengatakan bahwa aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi,
realitas, dan arti dari nilai-nilai ( kebaikan, keindahan, dan kebenaran )

4. suriasumantri aksiologi adalh teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh

5. kamus bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai atau etika.
4

6. wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral
sebagai dasar normative penelitian dan penggalian serta penerapan ilmu

7. Menurut jalaluddin aksiologi adalah suatu pendidikan yang menguji dan
menginteraksikan semua nilai tersebut kedalam kehidupan manusia dan
menjaganya, membinanya, didalam kepribadian peserta didik

8. Menurut bramel aksiologi dibagi menjadi tiga bagian :
a. Moral conduct, tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu
etika
b. Estheric expression, ekspresi keindahan yang melahirkan estetika.
c. Socio-polotical life. Kehidupan sosio-politik, bidang ini melahirkan ilmu filsafat
sosio-politik

2.2. Objek-objek Aksiologi
Objek Aksiologi adalah cabang filsafat umum atau ilmu yang mempertanyakan

bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Jadi, yang ingin dicapai oleh aksiologi
adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam pengetahuan.

Pada Aksiologi, ada dua penilaian yang umum digunakan, yaitu :

a) Etika
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan

atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep individu atau
kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang telah
dilakukan.

5

Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-
masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia.
Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua.

Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggung-
jawabkan apa yang ia lakukan. Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia
menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung
jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap
tuhan sebagai sang pencipta

b) Estetika
Estetika adalah cabang ilmu yang membahas masalah keindahan. Bagaimana

keindahan bisa tercipta dan bagaimana orang bisa merasakannya dan memberi penilaian
terhadap keindahan tersebut. Maka filsafat estetika akan selalu berkaitan dengan baik dan
buruk, indah dan jelek. Bukan berbicara tentang salah dan benar seperti dalam
epistemologi. Secara etimologi, estetika diambil dari bahasa Yunani, aisthetike yang
berarti segala sesuatu yang dapat dicerna oleh indra.

Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai
keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-
unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh
menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat
selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.

6

2.3. keterkaitan aksiologi dengan pendidikan.
Aksiologi mempelajari mengenai manfaat apa yang diperoleh dari ilmu pengetahuan

menyelidiki hakikat nilai,serta berisi mengenai etika dan estetika,penerapan aksiologi
dalam pendidikan misalnya saja adalah dengan adanya mata pelajaran ilmu sosial dan
kewarganegaraan yang mengajarkan bagaimanakah etika atau sikap yang baik itu,selain
itu adalah mata pelajaran kesenian yang mengajarkan mengenai estetika atau keindahan
dan sebuah karya manusia.

Dasar aksiologi pendidikan adalah kemanfaatkan teori pendidikan tidak hanya perlu
sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-
baiknya bagi pendidikan sebagai sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses
pembudayaan manusia secara beradap.

7

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan anak yang pendek tetapi merupakan

masa yang sangat penting bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi
yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.

3.2. Saran
Setelah membaca makalah ini kami sebagai penyusun menyarankan dan mengharapkan

terutama kepada teman-teman calon guru SD untuk mengembangkan keterampilannya dalam
mengekspresikan dan mengembangkan karya siswa dengan disertai contoh konkrit dari
gurunya dalam kehidupan sehari-hari serta dapat memahami dan memfasilitasi apa yang
dibutuhkan oleh siswa dalam mengembangkan keterampilan yang dimiliki setiap siswa.

8

DAFTAR PUSTAKA

http://leninuraziza.blogspot.com/2016/07/pengertian-objek-dan-ruang-lingkup.html
(diakses tanggal 28 september 2020)
https://desiputriyanti.wordpress.com/2016/02/24/hubungan-ontologiepistemologi-dan-
aksiologi-dengan-pendidikan/ (diakses tanggal 28 september 2020)
https://www.slideshare.net/Ndoksm/per-11-dimensi-kajian-ilmu-aksiologi (diakses
tanggal 28 september 2020)
https://www.slideshare.net/metagunawan/aksiologi-ilmu-pendidikan-56000465 (diakses
tanggal 28 september 2020)

9

MAKALAH FILSAFAT DAN NILAI BUDAYA PENDIDIKAN
ALIRAN IDEALISME

Dosen Pengampu:
Dr.AHMAD HARIYADIS.Sos.I,S.Pd, M.Pd

Disusun Oeh:

Tika Novitasari (202033177)

Nia Oktaviana Choirunnisa (202033154)

Vera Fitriana (202033201)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt,karena dengan rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Aliran
Idealisme”.Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat dan
nilai budaya pendidikan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembibing kami yaitu Dr.Ahmad
Hariyadi Sos I,S.Pd,M.Pd. yang telah memberikan pengarahan dan penjelasan
tentang bagaimana pembuatan makalah ini dan kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga makalah ini dapat
kami selesaikan tepat pada waktunya .Makalah ini belum pantas bila dikatakan
sempurna.Oleh karena itu, kami selaku penyusun makalah ini akan sangat
menerima kritik dan saran yang bersifat membantu ,karena dengan adanya kritik
dan saran dari pembaca sangat berguna bagi kami untuk memperbaiki kesalahan
dalam menyempurnakan makalah kami,semonga dengan dibuatnya makalah ini
dapat meberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan meningkatkan ilmu pemgetahuan bagi kita semua.

Pati 23,September 2020
Ketua kelompok,

(Tika Novitasari)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philosophos”, philo berarti cinta

dan sophos berarti kebijasanaan. Jadi, filsafat adalah cinta kebijasanaan atau
kebenaran. Menurut bentuk kata, seorang philosophos adalah seorang
pecinta kebijasanaan. Filsafat sering pula diartikan sebagai pandangan
hidup. Filsafat merupaan induk atau sumber dari segala ilmu karena filsafat
mencakup segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.

Sesuai dengan pengertian di atas maka kita selaku masyarakat ilmiah
harus berfilsafat. Berfilsafat tidak sama dengan berpikir. Orang yang
berpikir belum tentu berfilsafat, tetapi orang yang berfilsafat sudah pasti
berpikir. Berfilsafat merupakan kegiatan berpikir yang disertai dengan
analisis menggunakan rasio dalam menemukan sebuah kebenaran sedangkan
berpikir hanya merupakan kegiatan memikirkan hal-hal tertentu yang belum
tentu berakhir dengan penemuan sebuah kebenaran.
Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran seseorang atau beberapa ahli filsafat
tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan suatu masalah
terdapat perbedaan di dalam penggunaan cara pendekatan,hal ini melahirkan
kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula, walaupun masalah yang
dihadapi sama. Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh faktor-faktor lain
seperti latar belakang pribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman, kondisi
dan alam pikiran manusia di suatu tempat. Ajaran filsafat yang berbeda-beda
tersebut, oleh para peneliti disusun dalam suatu sistematika dengan kategori
tertentu, sehingga menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir apa
yang disebut aliran filsafat. Aliran-aliran tersebut antara lain adalah aliran
materialisme, yang mengajarkan bahwa hakikat realitas kesemestaan
termasuk makhluk hidup dan manusia ialah materi. Aliran
idealisme/spiritualisme, yang mengajaran bahwa idea tau spirit manusia
yang menentukan hidup dan pengertian manusia. Dan aliran realism yang
menggambarkan bahwa ajaran materialis dan idealism yang bertentangan
itu, tidak sesuai dengan kenyataan. Sesungguhnya, realitas kesemestaan,

terutama kehidupan bukanlah benda ( materi) semata-mata. Realitas adalah
perpaduan benda materi dan jasmaniah dengan yang nonmateri (spiritual,
jiwa, dan rohani).

Perbedaan dari bebagai aliran tersebut jangan dijadian sebagai objek
pertikaian atas kesalahpahaman tetapi dapat kita jadikansebagai pilihan
dalam menyikapi berbagai permasalahan yang kita hadapi dalam kehidupan.
Kebijakan kitalah yang kembali mengambil tindakan dalam memanfaakan
aliran-aliran tersebut sesuai dengan fungsi dan tujuanya masing-masing.
Oleh karena perbedaan tersebutlah maka penulis membuat makalah ini yang
membahas uraian mengenai salah satu aliran filsafat, yaitu filsafat idealisme.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang kami sampai, rumusan masalahnya adalah:
a. Apakah pengertian aliran idealisme?
b. Siapakah tokoh aliran idealisme dan bagaimana pandangan mereka?
c. Adakah pembagian aliran dalam filsafat idealisme?
d. Apa saja konsep filsafat menurut aliran idealisme?

1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah kami sampaikan, tujuan dari

pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui pengertian aliran idealisme.
2. Mengetahui tokoh aliran idealisme.
3. Mengetahui pembagian aliran dalam filsafat idealisme.

4. Mengetahui konsep filsafat menurut aliran idealisme

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Aliran Idealisme

Aliran idealisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa
pengetahuan dan kebenaran ialah ide. Aliran ini merupakan lawan dari
realisme. Dimana idealisme menganggap bahwa segala bentuk realita
adalah manifestasi ide. Secara pentingnya filsafat idealisme dalam
pendidikan karena peserta didik dapat meningatkan kemampuan atau bakat
terpendamnya melalui akal atau ide yang kemudian direalisasikan.
Keberadaan ide tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang
asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan
idealisme adalah gambaran idealisme adalah gambaran dari dunia ide,
sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimasud dengan ide
adalah hakikat murni dan asli. Keberadaanya sangat absolut dan
kesempurnaanya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada
kenyataanya, ide digambarkan dengan dunia yang tidak bertubuh yang
dikatakan dunia idea.
2.2 Tokoh Aliran Idealisme:
1. Plato

Konsep ilmu pengetahuan menurut plato dibedakan menjadi dua
macam, yaitu indrawi dan kejiwaan. Indrawi ini sifatnya tidak tetap artinya
berubah –ubah dan hanya sementara. Sedangkan kejiwaan yang
menghasilkan nilai yang tidak berubah dan kebijasanaan.

2. Aristoteles (384 – 322 SM).
Aristoteles menyatakan bahwa mahluk-mahluk hidup didunia ini terdiri atas dua
prinsip :
1. Prinsip formal, yakni bentuk atau hakekat adalah apa yang mewujudkan mahluk
hidup tertentu dan menentukan tujuannya.
2. Prinsip material, yakni materi adalah apa yang merupaakn dasar semua mahluk.
Sesudah mengetahui sesuatu hal menurut kedua prinsip intern itu pengetahuan
tentang hal itu perlu dilengkapi dengan memandang dua prinsip lain, yang berada
diluar hal itu sendiri, akan tetapi menentukan adanya juga. Prinsip ekstern yang
pertama adalah sebab yang membuat, yakni sesuatu yang menggerakan hal untuk
mendapat bentuknya. Prinsip ekstern yang kedua adalah sebab yang merupakan
tujuan, yakni sesuatu hal yang menarik hal kearah tertentu. Misalnya api adalah


Click to View FlipBook Version