untuk membakar, jadi membakar merupakan prinsip final dari api. Ternyata
pandangan tentang prisnip ekstern keuda ini diambil dari hidup manusia, dimana
orang bertindak karena dipengaruhi oleh tujuan tertentu, pandangan ini diterapkan
pada semau mahluk alam. Seperti semua mahluk manusia terdiri atas dua prinsip,
yaitu materi dan bentuk.
Materi adalah badan, karena badan material itu manusia harus mati, yang
memberikan bentuk kepada materi adalah jiwa. Jiwa manusia mempunyai
beberapa fungsi yaitu memberikan hidup vegetatif (seperti jiwa tumbuh-
tumbuhan), lalu memberikan hidup sensitif (seperti jiwa binatang) akhirnya
membentuk hidup intelektif. Oleh karena itu jiwa intelektif manusia mempunyai
hubungan baik dengan dunia materi maupun dengan dunia rohani, maka
3. William R. Dennes. (Filsuf Modern)
Beberapa pandangan pandangannya menyatakan bahwa:
a. Kejadian dianggap sebagai ketegori pokok, bahwa kejadian merupakan hakekat
terdalam dari kenyataan, artinya apapun yang bersifat nyata pasti termasuk dalam
kategori alam
b. Yang nyata ada pasti bereksistensi, sesuatu yang dianggap terdapat diluar ruang
dan waktu tidak mungkin merupakan kenyataan dan apapun yang dianggap tidak
mungkin ditangani dengan menggunakan metode-metode yang digunakan dalam
ilmu-ilmu alam tidak mungkin merupakan kenyataan
c. Analisa terhadap kejadian-kejadian, bahwa faktor-faktor penyusun seganap
kejadian ialah proses, kualitas, dan relasi
d. Masalah hakekat terdalam merupakan masalah ilmu, bahwa segenap kejadian
baik kerohanian, kepribadian, dan sebagainya dapat dilukiskan berdasarkan
kategorikategori proses, kualitas dan relasi
e.. Pengetahuan ialah memahami kejadian-kejadian yang saling berhubungan,
pemahaman suatu kejadian, atau bahkan kenyataan, manakala telah mengetahui
kualitasnya, seginya, susunanya, satuan penyusunnya, sebabnya, serta akibat-
akibatnya.
4. J.G. Fichte (1762-1814 M)
Johan Gottlieb Fichte adalah filosof Jerman. Ia belajar teologi di Jena
pada tahun 1780-1788. Filsafat menurut Fichte haruslah dideduksi dari
satu prinsip. Ini sudah mencukupi untuk memenuhi tuntutan pemikiran,
moral, bahkan seluruh kebutuhan manusia. Prinsip yang dimaksud ada di
dalam etika. Bukan teori, melainkan prakteklah yang menjadi pusat yang
disekitarnya kehidupan diatue. Unsure esensial dalam pengalaman adalah
tindakan, bukan fakta.
Menurut Fichte, dasar kepribadian adalah kemauan bukan kemauan
irasional seperti pada Schopenhauer, melainkan kemauan yang dikontrol
oleh kesadaran bahwa kebebasan diperoleh hanya dengan melalui
kepatuhan pada peraturan. kehidupan moral adalah usaha. Manusia
dihadapkan kepada rintangan-rintangan, dan manusia digerakkan oleh rasa
wajib bahwa ia berutang pada aturan moral umum yang
memungkinkannya mampu memilih yang baik. Idealisme etis Fichte
diringkaskan dalam pernyataan bahwa dunia actual hanya dapat dipahami
sebagai bahan dari tugas-tugas ita. Oleh karena itu, filsafat bagi Fichte
adalah filsafat hidup yang terletak pada pemilihan antara moral idealisme
dan moral materialisme. Substansi materialisme menurut Fichte ialah
naluri, kenikmatan tak bertanggung jawab, bergantung pada keadaan,
sedangkan idealism ialah kehidupan yang bergantung pada diri sendiri.
5. F.W.J. Shelling (1775-1854 M)
Friedrich Wilhelm Joseph Schelling sudah mencapai kematangan sebagai
filosof pada waktu ia masih amat muda. Pada tahun 1789, ketia usiannya
baru 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Universitas Jena. Sampai
akhir hidupnya pemikiranyya selalu berkembang.
Seperti Fichte, Scelling mula-mula berusaha menggambarkan jalan
dilalui intelek dalam proses mengetahui, semacam epistemology. Fichte
memandang alam semesta sebagai lapangan tugas manusia dan sebagai
basis kebebasan moral. Schelling membahas realitas lebih objektif dan
menyiapkan jalan bagi idealisme absolute Hegel. Dalam pandangan
Schelling, realitas adalah proses rasional evolusi dunia menuju realisasinya
berupa suatu ekspresi kebenaran terakhir. Kita dapat mengetahui dunia
sempurna dengan cara melacak proses logis perubahan sifat dan sejarah
masa lalu. Tujuan proses itu adalah suatu keadaan kesadaran diri yang
sempurna. Schelling menyebut proses ini identitas absolute, Hegel
menyebut ideal.
Idealisme Schelling agak lebih objektif, karena menurut dia bukan-aku
(objek) ini sungguh-sungguh ada. Objek ini bukan hanya pertentangan
belaka, melainkan mempunyai nilai yang positif. Bagi Schelling, yang
menjadi dasar kesungguhan dan bepikir itu ialah aku. Dunia ini muncul
daripada aku: dunia yang tak terbatas itu sebabnya tidak lain daripada
produksi dan reproduksi dari ciptaan aku.
2.3 Jenis Aliran Idealisme
Idealisme mempunyai 2 aliran, yaitu idealism subjektif dan idealisme
objektif.
a. Idealisme Subjetif
Idealisme subjetif adalah filsafat yang berpandang idealis dan bertitik
tolak pada ide manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini
tercipta dari ide manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi dialam
atau dimasyarakat adalah hasil atau karena ciptaan ide manusia atau
idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan masyarakat hanyalah
sebuah ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide manusia. Seorang idealis
subjetif akan mengatakan bahwa akal, jiwa, dan persepsi-persepsinya
atau ide-idenya merupakan segala yang ada. Objek pengalaman
bukanlah benda material; objek pengalaman adalah persepsi. Oleh
karena itu benda-benda seperti bangunan dan perpohonan itu ada, tetapi
hanya ada dalam akal mempersepsianya.
Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini adalah seorang uskup inggris
yang bernama George Berkeley(1684-1753 M), menurut Berkeley
segala sesuatu yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu bukanlah
materi yang rill dan ada secara obyektif.
Pandangan-pandangan idealisme subyektif dapat kita lihat dalam
kehidupan sehari-hari misalnya tidak jarang kita temui perkataan-
perkataan seperti ini;
1. “Baik buruknya keadaan masyarakat sekarang tergantung pada
orang yang menerimanya,ialah baik bagi mereka yang
mengganggapnya bai dan buruk bagi mereka yang menganggapnya
buruk.
2. “kekacauan sekarang timbul karena orang yang duduk
dipemerintahan tidak jujur, kalau mereka diganti dengan orang-
orang yang jujur maka keadaan akan menjadi baik.”
3. “aku bisa,kau harus bisa juga,”dsb.
b. Idealisme Objektif
Idealisme objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar
ide manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan
apa yang sudah terdapat dalam susunan alam.
Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam alam atau
masyarakat adalah hasil dari ciptaaan ide universal. Padangan filsafat
seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi, yang
ada secara abadi diluar manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada
sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala
pikiran dan perasaanya.
Pikiran filsafat idealisme obyektif ini dapat kita jumpai dalam
jehidupan sehari-hari dengan berbagai macam bentu. Perwujudan
paling umum antara lain adalah formalisme dan doktriner-isme.
2.4 konsep filsafat menurut aliran idealisme
1. Metafisik-idealisme
Secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan
rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat
fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan rphaniah yang lebih dapat berperan.
2. Humanologi-idealisme
Jiwa dikaruniai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan adanya
kemampuan memilih.
3. Epistemologi-idealisme
Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan
kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai
oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang
sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat berpendapat,dan
4.Aksiologi-idealisme
Kehidupan manusia diatur oleh kewajiiban-kewajiban moral yang
diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau metafisika.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat memeti esimpulan sebagai beriut:
a. Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang bahwa akal dan nilai
spiritual adalah hal yang fundenmental yang ada didunia ini. Ia adalah
suatu suatu eseluruhan dari duinia itu sendiri. Idealisme memandang
ide itu primer kedudukannya, sedangkan materi seunder. Ide itu timbul
atau ada lebih dahulu, baru kemudian materi. Segala sesuatu yang ada
initimbul sebagai hasil yang diciptaan oleh ide atau pikiran, karena idea
tau pikiran itu timbul lebih dulu, baru kemudian sesuatu itu ada.
b. Tokoh-tokoh aliran idealism antara lain Plato, Aristoteles (384 – 322
SM), J.G. Fichte (1762-1814 M), F.W.J. Shelling (1775-1857 M)
c. Idealisme mempunyai dua aliran, yaitu idealisme subjektif yaitu filsafat
yang berpandang idealis dan bertitik tolak pada ide manusia atau ide
sendiri dan idealisme objetif yaitu idealisme yang bertiti tolak pada ide
diluar ide manusia.
d. Konsep filsafat terdiri dari, Metafisik-idealisme, Humanologi-
idealisme, Epistemologi-idealisme, dan Aksiologi-idealisme.
3.2 Saran
Setelah kita memiliki pemahaman mengenai filsafat idealisme
dan juga filsafat lain yang berkaitan dengan aktivitas
berfilsafat atau aktivitas dalam menemukan kebenaran, maka
kita harus bisa menggunakan atau memanfaatkan filsafat
tersebut dalam kehidupan kita agar kita bisa menjadi individu
yang berpengetahuan dan dapat menemukan suatu kebenaran
sesuai kenyataan, bukan kebenaran dari mulut ke mulut yang
masih diragukan kepastiannya. Perbedaan aliran-aliran filsafat
tersebut jangan kita jadikan sebagai bahan pertikaian yang
memicu perselisihan dan saling merendahkan yang aan
menimbulkan perpecahan. Sebagai individu berpendidikan
mari kita gunakan perbedaan sebagai jalan persatuan dam
saling menghargai karena tanpa perbedaan hidup ini tidak
berwarna.
DAFTAR PUSTAKA
kan-dan--filsafat-https://www-kompasiana-
com.cdn.ampproject.org/v/s/www.kompasiana.com/amp/denishabwi0135/5e86bc3
471d6960bed1149e2/pengertian-idealisme-pada-filsafat-pendidikan-dan-tokoh-
filosofi-tokoh-filsafat-
idealisme?amp_js_v=a2&_gsa=1&usqp=mq331AQFKAGwASA%3D#aoh=1
6009310555179&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&_tf=Dari%2
0%251%24s&share=https%3A%2F%2Fwww.kompasiana.com%2Fdenishabw
i0135%2F5e86bc3471d6960bed1149e2%2Fpengertian-idealisme-pada-filsafat-
pendidi tokoh-filosofi-tokohidealisme
MAKALAH ALIRAN REALISME
FILSAFAT DAN NILAI BUDAYA PENDIDIKAN
Dr. AHMAD HARIYADIS.Sos I, SPd, M.Or
DisusunOleh:
1.FikaYuniaMiranti 202033157
2.PutriIstiqomah 202033156
3. VikiMarlinaKusumawati 202033196
4. Ummi Nihayatul Fadlilah 202033364
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2020/2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A.LatarBelakang
Filsafatmerupakansebuahstudi yang membahassegalafenomena yang
adadalamkehidupandanpemikiranmanusiasecarakritisdan skeptic denganmendalamisebab-
sebabterdalam,
laludijabarkansecarateoritisdanmendasar.Filsafatadalahalamberpikirataualampikiran,
makaberfilsafatadalahberpikir.Adanyapemikiranfilsafattentuberawaldaritokoh- tokohfilsuf,
salahsatufilsuf yang akuketahui “Aristoteles”yangmerupakanmasalahdari Plato yang lahir di
stageira, yunaniutara.Dalampemikirannyatidakmemakailogika,
tetapimemakaiistilahanalitika.Istilahlogikapertama kali munculpadaabadpertamamasehi,
inilahmenjadisebuahawalpermulaansehinggaAristotelesdijulukisebagaiBapakLogika.
Realismeadalahpahamatauajaran yang selalubertolakdarikenyataan yang
berartianggapanbahwaobyekinderakitaadalah real, benda- bendaada,
adanyaituterlepasdarikenyataanbahwabendaitukitaketahuiatauadahubungannyadenganpikiran
kita. PemikiranPahamrealismeAristotelesyang dikemukakanyadidasarkanpadaprinsipbahwa
ide ide (ataubentuk) bias adatanpamasalah, tidakpeduli bias eksistanpabentukberdasarpada
yang konkret.
B. RumusanMasalah
1. Apaartirealisme?
2.Apajenisjenisdarialiranrealisme?
3.Apasajaciri- cirikelompokrealisme?
4. Apakelebihandankekuranganrealisme?
C. Tujuan
1. Untukmengetahuiartirealisme
2. Untukmengetahuijenisjenisaliranrealisme
3.Untukmengetahuiciri-cirikelompokrealisme
4. Untukmengetahuikelebihandankekuranganrealisme
BAB 2
PEMBAHASAN
1.PengertianRealisme
Realismeberasaldari kata real, atau yang nyata, dapatdiartikanjuga yang adasecarafakta,
tidakdibayangkanataudiperkirakan.Adapun kata faktadalambahasa Indonesia berartihal (keadaan,
peristiwa) yang merupakankenyataanatausesuatu yang benarbenaradadanterjadi.
Realismejugaberasaldari kata latinrealis yang berartinyata.
Realismeadalahcoraksenirupa yang menggambarkankenyataan yang benarbenarada, artinya yang
ditekankanbukanlahobjektetapisuasanadarikenyataantersebut.Realismedalamsenirupaberartiusahamen
ampilkansubjekdalamsuatukaryasebagaimanatampildalamkehidupansehariharitanpatambahanembele
mbelatauinterpretasitertentu.
2 .Ciricirialiranrealisme
a. Mengangkatperistiwakeseharian yang dialamiolehkebanyakan orang
b. Menggambarkanmasyarakatdansituasikontemporer yang
nyatadankhasdenganlingkungankeadaansehariharinya
c. Karyarealismenggambarkanmanusiadarisemuakelasdalamsituasidankondisiaslinya
d. Realismetidaksetujuterhadapsubjekseni yang dibesarbesarkan (dramatis) alaromantisme
e. Memiliki detail gambar yang menyerupaiaslinya (natural) melaluitekniktinggi yang
dikuasaiolehpelukisnya
3.Jenisjenisaliranrealisme
`a. Kecenderungankepadamaterialismedalambentuknya yang modern
b. Kecenderunganterhadapidealisme .
c. Terdapatkelompokrealis yang
menganggapbahwarealitasituprulalistikdanterdiriatasbermacammacamjenis
4. Kelebihandankekuranganaliranrealisme
Kelebihan
aProgampendidikanterfokussehinggapesertadidikdapatmenyesuaikandirisecaratepatdalamhidup,
dandapatmelaksanakantanggungjawab social dalamhidupbermasyarakat.
b. Perananpesertadidikadalahpenguasaanpengetahuan yang
handalsehinggamampumengikutiperkembanganiptek.
c. Dalamhubungannyadengandisplin, tatacara yang baiksangatpentingdalambelajar.
Artinyabelajarterusdilakukansecarterpolaberdasarkanpadasuatupedoman.
d. Kurikulumkomprehensif yang berisisemuapengetahuan yang
bergunadalampenyesuaiandiridalmhidupdantanggungjawab social.
Kekurangan
a. Padatingkatpendidikan yang paling rendah, anakakanmenerimajenispendidikan yang
sama. Menurutnyapembawaandansifatmanusiasamapadasemua orang.
OlehKarenaitumetode, isi, dan proses pendidikanharusseragam.
Namuntidaksemuaitusamadalammenangkappelajarankarenakemampuansetiap orang
berbedasehinggaharusdisesuaikandalam proses pendidikan
b. Kekeliriuanmenilaipresepsi,
tidakadapenjelasanmengenaiobyekkhayalanatauhalusinasi,semuapersepsitergantungkonte
ks visual.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Aliranrealismeadalahaliranfilsafat yang
memandangbahwaduniameteridiluarkesadaranadasebagaisuatu yang
nyatadanpentinguntukkitakenaldenganmempergunakanintelegensi.Segala yang
diamatiolehpancainderakitaadalahsuatukebenaran.
B. Saran
Seorangpendidikharusmempunyaibekalfilsafatdanmemperkayadenganteoriteoripembelajaran.Pendi
dikandalamrealismekerapidentikkansebagaiupayapelaksaanpsikologi behavioristic
kedalamruangpengajarandantekanantekananhidup yang
terarahdalampengaturanpengaturansertaketeraturan yang bersiatmekanistik.
DAFTAR PUSTAKA
1. https:www .academia .edu/ 20422963/ FILSAFAT_ILMU_ALIRAN_REALISME
2. http://id.m.wikipedia .org/wiki/Portal: Filsafat
3. http://catatananakdakwah. Blogspot.com /2019/06/makalah-realisme –aristoteles-
filsafat.html?m=1
MAKALAH ALIRAN PRAGMATISME
MATA KULIAH FILSAFAT DAN NILAI BUDAYA PENDIDIKAN
Dr. Ahmad Haryadi S.Sos,
Disusun Oleh :
1. Farida Adilla (202033164)
2. Layyina Ayu Mawarda (202033184)
3. Daffa’ Dhiya’ulhaq Anggraini (202033199)
4. Alfinatus Sa’adah (202033176)
PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia
yang diberikan sehingga Makalah Aliran Pragmatisme ini bisa terselesaikan dengan baik.
Adapun tujuan disusunnya laporan ini adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas Ujian
Sekolah.
Tersusunnya makalah ini tentu bukan karena buah kerja keras kami semata,
melainkan juga atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami ucapkan terimakasih
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu terselesaikannya makalah ini,
diantaranya :
1. Bapak Dr. Ahmad Haryadi S.Sos, selaku Dosen Pembimbing
2. Orang tua yang selalu mendukung kami dalam penggarapan makalah ini.
3.
Kami selaku penyusun menyadari bahwa makalah ini belum lah dikatakan sempurna.
Untuk itu, Kami dengan sangat terbuka menerima kritik dan saran dari pembaca sekalian.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.
Kudus, September 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ........................................................................................................................................ 2
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 3
DAFTAR ISI................................................................................................................................. 6
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 7
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 7
1.2 Tujuan ..................................................................................................................... 7
1.3 Manfaat ................................................................................................................... 7
1.4 Rumusan Masalah................................................................................................... 8
BAB II ISI ................................................................................................................................ 9
2.1 Isi............................................................................................................................. 9
2.2 Pembahasan........................................................................................................... 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 12
3.2 Saran ..................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pragmatisme timbul akibat dari Pemberontakan melawan sistem idealisme yang
terlalu memperdepankan intelektual dan bersifat tertutup. Pragmatisme diperkenalkan
pertama kali oleh William James (1842-1910) di Amerika. Empiri Inggris dan Jerman
Modern mempengaruhi berdirinya pragmatisme, juga pengalaman sosial bangsa Amerika
pada abad XIX dalam perdagangan yang menekankan kerja keras dan kebijakan.
Sehingga, pragmatisme menjadi alat untuk menolong manusia dalam hidup sehari-hari.
Pelaksanaan atau praktik hiduplah yang penting dalam aliran pragmatisme, bukan
Cuma pendapat atau teori yang bersifat hipotesis. Kebenaran diartikan sebagai hal yang
dinamis yang mana kebenaran dibuat sambil berjalan atau melaksanakan konsep hidup,
karena kebenaran sifanya dinamis. John Dewey mengambarkan konsep hidup terdapat
dua unsur, yaitu kecerdasan atau intelaktual manusia dan pengalaman. Kecerdasan
manusia merupakan sesuatu yang bersifat kreatif, sedangkan pengalaman merupakan
unsur yang terpokok dalam segala pengetahuan.
Oleh karena itu, pentingnya pragmatisme dalam kehidupan manusia. penulis akan
sedikit mengulas tentang aliran pragmatisme dari pengertian pragmatisme, teori tentang
kebenaran, dan konsep hidup yang di kemukaan oleh filosofi Amerika John Dewey.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian pragmatisme.
2. Mengetahui latar belakang sejarah munculnya pragmatisme.
3. Mengetahui perkembangan pragmatisme di Amerika..
4. Mengetahui pendapat Jhon Dewey tentang pragmatisme.
5. Mengetahui implikasi pragmatisme Jhon Dewey terhadap pendidikan.
1.3 Manfaat
1. Dalam pelaksanaannya pendidikan pragmatisme mengarahkan agar subjek
didik saat belajar di sekolah tak berbeda ketika ia berada di luar
sekolah.
2. Oleh karenanya di sekolah selalu disadari sebagai bagian dari
pengalaman hidup, bukan bagian dari persiapan untuk menjalani hidup.
3. Di sini pengalaman belajar di sekolah tidak berbeda dengan
pengalaman saat ia belajar di luar sekolah.
4. Pelajar menghadapi problem yang menyebabkan lahirnya tindakan penuh
dari pemikiran yang relative.
5. Di sini kecerdasan disadari akan melahirkan pertumbuhan dan
pertumbuhan akan membawa mereka di dalam beradaptasi dengan dunia yang
berubah.
6. Ide gagasan yang berkembang menjadi sarana keberhasilan.
1.4 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pragmatisme?
2. Apa latar belakang sejarah munculnya pragmatisme?
3. Bagaimana perkembangan pragmatisme di Amerika?
4. Apa pendapat Jhon Dewey tentang pragmatisme?
5. Apa implikasi pragmatisme Jhon Dewey terhadap pendidikan?
BAB II
ISI
2.1 Pengertian dan Latar Belakang Sejarah Pragmatisme
Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan
(action) atau tindakan (practice). Isme di sini yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham.
Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu
menuruti tindakan. yaitu aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala
sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau
hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari
pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan
kepada individu-individu.
Pragmatisme juga bisa disebut dengan filsafat praktis atau filsafat aplikasi praktis
asal mula penamaan filsafat ini adalah oleh filsuf Amerika Charles Sanders Peirce (1839-
1914 M).
Pragmatisme adalah filsafat asli Amerika. Ketika anda mendengar kata
pragmatisme, maka akan terlintas di benak anda pemikiran tentang Amerika, karena
keduanya mempunyai keterkaitan antara sifat dan onyek yang disifati. Filsafat ini
menggambarkan masyarakat Amerika, dimana kedudukan individu bersatu bukan atas
dasar asal-usulnya, tapi atas dasar kerja dan produksi yang dilakukannya.
Filsafat kerja atau pragmatisme ini bukan barang baru yang terputus dari
historisitas masa lalu. Ilmuan paling masyhur dari filsafat ini adalah William James, yang
menyebutkan hal itu dalam salah satu bukunya bahwa filsafat pragmatisme adalah nama
baru untuk cara berpikir (episteme) lama.
Pragmatisme sebagai suatu gerakan dalam filsafat lahir pada akhir abad ke-19 di
Amerika. Pragmatisme dilahirkan dengan tujuan untuk menjebatani dua kecenderungan
berbeda yang ada pada saat itu. Kedua kecenderungan yang mau dijembatani itu yakni,
pertantangan yang terjadi antara “yang spekulatif” dan “yang praksis”. Tradisi pemikiran
yang spekulatif bersumber dari warisan filsafat rasionalistik Descartes dan berkembang
melalui idealisme kritis dari Kant, idealisme absolut Hegel serta sejumlah pemikir
rasionalistik lainnya. Akan tetapi, di pihak lain ada juga warisan pemikiran yang hanya
begitu menekankan pentingnya pemikiran yang bersifat praksis semata (empirisme). Bagi
kelompok ini, kerja rasio tidak terlalu ditekankan sehingga rasio kehilangan tempatnya.
Rasio kehilangan kreativitasnya sebagai instrumen khas manusiawi yang mampu
membentuk pemikiran dan mengarahkan sejarah. Hasil dari model pemikiran ini yakni
munculnya ilmu-ilmu terapan. Termasuk di dalamnya yakni Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK).
2.2 Perkembangan Pragmatisme di Amerika
Pragmatisme di Amerika secara garis besar berkembang melalui tiga tokoh
besarnya yaitu :
1. Charles Sandre Peirce (1839-1914 M)
Dalam konsepnya ia menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan berpengaruh bila
memang memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan yang lain ia juga menyatakan
bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori
kebenaran, melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan
masalah. Dari kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa,
pragmatisme tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk
berfilsafat serta mencari kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak pernah
memikirkan hakekat dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada
tataran ilmu praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.
2. William James (1842-1910 M)
William selain menamakan filsafatnya dengan “pragmatisme”, ia juga
menamainya “empirisme radikal”. Sedangkan empirisme radikal adalah suatu aliran yang
harus tidak menerima suatu unsur alam bentuk apa pun yang tidak dialami secara
langsung. Dalam bukunya The Meaning of The Truth, James mengemukakan tidak ada
kebenaran mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan
terlepas dari segala akal yang mengenal, melainkan yang ada hanya kebenaran-kebenaran
‘plural’. Yang dimaksud kebenaran-kebenaran plural adalah apa yang benar dalam
pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman
berikutnya.
3. John Dewey (1859-1952 M)
Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan
pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang
yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia
serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk
memenuhi kebutuhan manusiawi.
Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah
memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-
pemikiran metafisis yang kurang praktis dan tidak ada faedahnya.
Secara teoretis, gerakan pragmatisme berawal dari upaya formulasi yang
dilakukan oleh Charles Sanders Peirce meskipun kemudian pragmatisme dikembangkan
oleh William James. Secara metodologis, pragmatisme akhirnya berhasil diserap oleh
bidang-bidang kehidupan sehari-hari Amerika Serikat berkat kerja keras John Dewey.
Dewey memusatkan perhatiaanya pada masalah-masalah yang menyangkut etika,
pemikiran sosial dan pendidikan. Memang ada begitu banyak pandangan-pandangan para
filsuf yang berhubungan dengan bidang pragmatisme ini, akan tetapi ketiga tokoh di atas
yang populer dan banyak dibicarakan dalam pengembangan pragmatisme. Peirce
dipandang sebagai penggagas pragmatisme, James sebagai pengembangnya dan Dewey
sebagai orang yang menerapkan pragmatisme dalam pelbagai bidang kehidupan. [4]
2.3 Pendapat John Dewey
Dewey lahir di Baltimore dan kemudian menjadi guru besar dalam bidang filsafat
kemudian juga di bidang pendidikan Chicago (1894-1904) dan akhirnya di universitas
Columbia (1904-1929).
Dewey adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya
dengan istilah Instrumentalis. Menurutnya, tujuan filsafat adalah untuk mengatur
kehidupan dan aktivitas manusia secara lebih baik, untuk didunia dan sekarang.
Tegasnya, tugas fiilsafat yang utama ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi
perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam
pemikiran-pemikiran metafisis yang tiada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada
pengalaman (experience) , dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif
kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun suatu system norma-norma dan
nilai.
Instrumentalis adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan
tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam
bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran
itu berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalamn yang berdasarkan
konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Sehubungan hal diatas, menurut Dewey, penyelidikan adalah transformasi yang
terawasi atau terpimpin dari suatu keadaan yang tak menentu menjadi suatu keadaan yang
tertentu. Oleh karena itu, penyelidakan dengan penilainnya adalah alat (instrumental). jadi
yang di maksud dengan instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori
yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-
penyimpulandalam bentuknya yag bermacam-macam. Menurut Dewey, kita ini hidup
dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan
sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek yang kita namakan instrumentalisme. Pertama
kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada kemajuan gerak dan kemajuan nyata dalam
waktu. Kedua, kata “futurisme”, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak hari
kemarin. Ketiga, “milionarisme”, berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan
tenaga kita. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meniliti tiga
aspek dari yang kita namakan instrumentalisme.
a. Pertama, kata temporalisme yang berarti ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.
b. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari
kemarin.
c. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan tenaga kita.
Pandangan ini juga dianut oleh wiliam James.
Jhon dewey mengubah pragmatisme ini menjadi etika dan filsafat pendidikan
yang sangat mempengaruhi polese social Amerika khususnya bidang-bidang legal dan
pendidikan. Dewey mensintesiskan karya james Peirce dan menghasilkan ide
instrumentalis.
Dewey percaya bahwa Intelegensi, tingkah laku, dan pengetahuan dapat berubah,
dan bahwa akibatnya pendidikan merupakan hal yang sangat menentukan untuk
membentuk masyarakat. Pragmatisme empunyai pengaruh besar dalam bidang ini,
membela “problem solving” eksperimental dan pelajaran nondogmatik. Permasalahan
dengan pragmatisme adalah bahwa dengan mengatakan segalanya relatif, seperti
kebenaran, seseorang tidak pernah memutuskan apapun secara filosofis. Orang lain
mengatakan bahwa pragmatisme cocok sekali dengan kapitalisme industrial, yang tentu
saja disukai orang Amerika.
Karena itu kecerdasan merupakan suatu yang bersifat kreatif, dan pengalaman
merupakan unsur terpokok dalam segala pengetahuan. Misalnya, jika kita dihadapkan
pada masalah akan belajar ataukah menonton film, maka kita mungkin memikir-mikirkan
konsekuensi-konsekuensi yang akan timbil dari masing-masing tindakan tersebut.
Kemudian kita mengambil keputusan, pergi menonton flm, dan secara demikian kita
menentukan hari depan.
2.4 Implikasi Pragmatisme Jhon Dewey terhadap Pendidikan
Dewey juga menjadi sangat terkenal karena pandangan-pandanganya tentang
filsafat pendidikan. Pandangan yang dikemukakan banyak mempengaruhi perkembangan
pendidikan modern di Amerika. Ketika ia pertama kali memulai eksperimennya di
Universitas Chicago, ia telah mulai mengkritik tentang sistem pendidikan tradisional yang
bersifat determinasi. Sekarang ini, pandangannya tidak hanya digunakan di Amerika,
tetapi juga di banyak negara lainnya di seluruh dunia.
Dewey secara realistis mengkritik praktek pendidikan yang hanya menekankan
pentingnya peranan guru dan mengesampingkan para siswa dalam sistem pendidikan.
Jadi menurut Dewey pendidikan harus bersifat partisipatif, yaitu pendidikan yang dalam
prosesnya menekankan pada keterlibatan peserta didik dalam pendidikan. Pola
pendidikan partisipatif menuntut para peserta didik agar dapat melakukan pendidikan
secara aktif. Bukan hanya pasif, mendengar, mengikuti, mentaati, dan mencontoh guru.
Tanpa mengetahui apakah yang diikutinya baik atau buruk. Dalam pendidikan partisipatif
seorang pendidik lebih berperan sebagai tenaga fasilitator, sedangkan keaktivan lebih
dibebankan kepada peserta didik. Pendidikan partisipatif dapat diterapkan dengan cara
mengaktifkan peserta didik pada proses pembelajaran yang berlangsung. Siswa dituntut
untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional, keterampilan, kreatifitas. Dengan
cara melibatkan siswa secara langsung ke dalam proses belajar. Sehingga nantinya peserta
didik dapat secara mandiri mencari problem solving dari masalah yang ia hadapi.
Dewey meyakini bahwa pusat dari kurikulum seharusnya mencakup pengalaman
peserta didik. Jika kurikulum menjadi tujuan pendidikan, itu berarti peserta didik berhenti
berpikir, berhenti merenungkan pengalamannya, dan pada akhirnya kematian masyarakat
itu sendiri. Pendidikan harus membawa konsep mengenai perubahan dan perkembangan
masyarakat. Kurikulum harus mengabdi kepada peserta didik sehingga dengan bantuan
kurikulum peserta didik dapat merealisasikan dirinya, mewujudkan bakat-bakat, nilai,
sikap untuk hidup dalam masyarakat. Dengan kata lain, apa yang tersaji dalam kurikulum
adalah interaksi antar peserta didik serta interaksi guru dan murid. Bukan relasi
menguasai ataupun relasi subjek-objek di mana peserta didik adalah pihak yang harus
menerima tanpa bertanya. Interaksi ini bukan hanya persoalan interaksi fisik, tapi juga
bersifat sosiologis. Artinya, nilai, tujuan, sikap, makna telah termasuk di dalamnya.
Seringkali, hal-hal demikian disebut sebagai kurikulum tersembunyi.
Melalui penelitiannya terhadap pendidikan, Dewey melihat sekolah dan
kurikulumnya memisahkan aspek-aspek pengalaman peserta didik menjadi apa yang
disebutnya spesialisasi. Bagi Dewey, dengan pemisahan demikian peserta didik seolah-
olah dapat menjawab seluruh permasalahan. Dewey justru berpandangan sebaliknya.
Pemisahan ini akan membawa masalah serius di tataran praktis. Pengalaman si peserta
didik dikoyakkan dan diatur menurut sebuah prinsip tertentu. Dewey menyebutkan 3
akibat dari hal ini. Pertama, dunia pribadi peserta didik berhadapan dengan dunia
impersonal yang sempit namun karena ditata berdasarkan prinsip tertentu, peserta didik
seolah berhadapan dengan semua persoalannya. Kedua, keterpisahan integralitas hidup
peserta didik dan adanya spesialisasi dan pembagian dalam kurikulum. Ketiga, prinsip
klasifikasi yang logis berhadapan dengan ikatan yang utuh dari hidup peserta didik.
Ketiga hal ini mau mengatakan bahwa peserta didik dan kurikulum seperti dua aspek
yang sangat berbeda.
Tapi, pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah mengapa kurikulum tetap
diperlukan dalam pendidikan formal? Kurikulum tetap diperlukan lantaran kurikulum
adalah mediasi dalam pendidikan formal. Kurikulum bukanlah pengganti pengalaman
peserta didik. Kurikulum adalah sebuah peta yang mengarahkan peserta didik mencari jati
dirinya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah
segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-
akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis.
Pragmatisme muncul di Amerika diprakarsai oleh Charles Sandre
Peirce, Pragmatisme dilahirkan dengan tujuan untuk menjebatani dua kecenderungan
berbeda yang ada pada saat itu, antara “yang spekulatif” (rasionalsme) dan “yang praksis”
(empirisisme).
Pragmatisme di Amerika berkembang melalui tiga tokohnya, yaitu Charles
Sandre Peirce, William James, John Dewey. Peirce dipandang sebagai penggagas
pragmatisme, James sebagai pengembangnya dan Dewey sebagai orang yang menerapkan
pragmatisme dalam pelbagai bidang kehidupan.
Dewey menyebut pragmatisme dengan istilah instrumentalis yaitu suatu usaha
untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-
pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu
dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran itu berfungsi dalam penemuan-
penemuan yang berdasarkan pengalamn yang berdasarkan konsekuensi-konsekuensi di
masa depan.
Dewey secara realistis mengkritik praktek pendidikan yang hanya menekankan
pentingnya peranan guru dan mengesampingkan para siswa dalam sestem pendidikan.
Tak lepas dari kritikannya juga yakni sistem kurikulum yang hanya ditentukan dari atas
tanpa memperhatikan masukkan-masukkan dari bawah.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Isma’il, Fu’ad farid dan Abdul hamid mutawalli, 2012, Cara Mudah Belajar
FIlsafat, Yogyakarta : IRCiSoD.
Praja, Juyaha S, 2003, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Jakarta : Kencana.
Kattsoff , Louis O, 1987 Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Tiara Wacana.
Iman, Muis Sad, 2004, Pendidikan Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan
Progresivisme John Dewey,Yogyakarta: Safiria Insani Press & MSI UII.
Richard Osborne, Filsafat Untuk Pemula, Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
http://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/goresan-pena-
sahabatku-paul-kalkoy/pragmatisme-john-dewey/, di unduh pada 14 oktober 2013 pukul
08.59.
http://michelaurel.wordpress.com/2012/09/08/pendidikan-menurut-john-dewey/, di
unduh pada 14 oktober 2013, pukul 13.08
ALIRAN PROGRESIVISME
Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Filsafat dan Nilai Budaya
Pendidikan
Dosen Pengampu: Dr. Ahmad Hariyadi, S.Sos.I, S.Pd, M.Pd
Disusun oleh:
1. ALFINA NOOR AINI (202033182)
2. ELYSA FITRI ARUM SARI(202033166)
3. SYILFI FITA SARI (202033202)
PROGRAM SRUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat dan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul ”Aliran Progresivisme”
dengan baik dan tepat waktu tanpa suatu halangan apapun.
Tujuan pembuatan Makalah ini kami buat sebagai tugas mata kuliah Filsafat dan
Nilai Budaya Pendidikan. Saya menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini tidak dapat
terlaksana dengan baik tanpa bimbingan, saran, dan kerja sama dari berbagai pihak.
Dalam pembuatan makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kudus, 10 November 2020
(Penulis)
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................ 1
Prakata..................................................................................................... 2
Daftar Isi ................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
4
1.1 Latar Belakang..................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah................................................................ 5
1.3 Tujuan ..................................................................................
BAB II PEMBAHASAN 6
2.1 Pengertian dan Sifat-Sifat Aliran Progresivisme…………………. 7
2.3 Tokoh-Tokoh Aliran Progresivisme………………………………. 8
2.3 Perkembangan Aliran Progresivisme………………………………. 10
2.4 Filsafat Pendidikan Progresivisme…………………………………
BAB III PENUTUP 14
1. Kesimpulan.................................................................................... 14
2. Saran ............................................................................................. 15
Daftar Pustaka.........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.1 Latar Belakang
Filsafat pendidikan adalah filsafat terapan, yaitu hasil ketika cara pandang filsafat masuk
dan mengambil objek pendidikan, menjadi pandangan yang keliru, terutama jika ia dilihat
secara geneologis, terutama karena hal itu melahirkan kesan makna bahwa pendidikan adalah
sesuatu hal yang sepenuhnya terpisah dari filsafat atau ia berada diluar filsafat.
Dalam filsafat pendidikan moderen dikenal beberapa aliran, akan tetapi aliran yang akan
dijelaskan adalah aliran progresivisme. Aliran ini bukan merupakan suatu bangunan filsafat
atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumulan
yang didirikan pada tahun 1918.
Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di Amerika Serikat.
Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini, karena guru telah mempelajari dan
memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi terhadap filsafat lainnya. Kaum progresui sendiri
mengkritik filsafat Dewey. Perubahan masyarakat yang dilontarkan oleh Dewey adalah
perubahan secara evolusi, sedangkan kaum progresiv mengharapkan perubahan yang sangat
cepat, agar lebih cepat mencapai tujuan.
Gerakan progresiv terkenal luas karena reaksinya terhadap formalisme dan sekolah
tradisional yang membosankan,dan menekankan disiplin keras, belajar pasif dan banyak hal-
hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Lebih jauh gerakan ini dikenal karena
dengan himbauannya kepada guru-guru:’ kami mengharapkan perubahan, serta kemajuan
yang lebih cepat setelah perang dunia pertama”. Banyak guru yang mendukungnya, sebab
gerakan pendidikan progresivisme merupakan semacam kendaraan mutakhir untuk
digelarkan.
Dengan melandanya “adjusment” pada tahun tiga puluhan, progresivisme melancarkan
gerakannya dengan ide-ide perubahan sosial. Perubahan yang lebih diutamakan adalah
perkembangan individual yang mencakup berupa cita-cita, seperti cooperation, sharing, dan
adjusment, yaitu kerja sama dalam semua aspek kehidupan, turut ambil bagian dalam semua
kegiatan, dan memiliki daya fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan perubahan perubahan
yang terjadi. Untuk penjelasan lebih lanjut tentang aliran progresivisme akan dijelaskan pada
isi makalah dibawah ini.1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat menetapkan rumusan masalah sebagai
berikut:
4
1. Apa pengertian dan sifat dari aliran progresivisme?
2. Siapa tokoh-tokoh dari aliran progresivisme?
3. Bagaimana perkembangan aliran progresivisme?
4. Bagaimana filsafat pendidikan progresivisme?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan penulisan yang dapat ditetapkan penulia
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa pengertian dan sifat dari aliran progresivisme.
2. Untuk mengetahui siapa tokoh-tokoh dari aliran progresivisme.
3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan aliran progresivisme.
4. Untuk mengetahui bagaimana filsafat pendidikan progresivisme.
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Sifat-Sifat Aliran Progresivisme
a. Pengertian aliran progresivisme
Menurut Redja Mudyaharjo, progresivisme adalah gerakan pendidikan yang
mengutamakan penyelenggaraan pendidikan disekolah berpusat pada anak, sebagai reaksi
terhadap pelaksanaan pendidikan yang berpusat pada guru atau bahan pelajaran.1
Aliran progresivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat berpengaruh
dalam abad ke-20 ini, pengaruh itu terasa diseluruh dunia, terlebih-lebih di Amerika Serikat.
Usaha pembaharuan di dalam lapangan pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran
progresivisme ini.
Biasanya aliran progresivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup liberal “The
liberal road to culture”. Yang dimaksudkan dengan ini ialah pandangan hidup yang
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak
terikat oleh suatu dokrin tertentu), curious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan
open-minded (mempunyai hati terbuka).2
Penjelasan di atas menjelaskan bahwa aliran progresivisme merupakan aliran filsafat
pendidikan yang mempunyai pengaruh pada abad ke-20, dan pengaruh yang ditimbulkan oleh
aliran ini sangat besar, karena pengaruh yang dihasilkan dapat dirasakan diseluruh dunia,
selain itu pengaruh aliran progresivisme ini juga mempengaruhi Amerika Serikat.
Pengaruh yang ditimbulkan oleh aliran progresivisme, adalah mendorong untuk
melakukan usaha-usaha pembaharuan dalam lapangan pendidikan, sehingga aliran ini dapat
memajukan suatu lapangan pendidikan, agar menjadi lebih baik dan berguna bagi kita semua.
Aliran progresivisme ini biasanya dihubungan dengan liberal, sehingga dengan adanya
aliran ini, pandangan hidup seseorang akan menjadi lebih maju, misalnya tidak kaku dalam
menjalan kan suatu kehidupan, tidak menolak perubahan yang ada, meningkatkan rasa ingin
tahu seseorang dalam menjalani suatu kehidupannya, dan seseorang akan memiliki hati
terbuka dalam menjalankan kehidupannya.
Aliran progresivisme sangatlah penting, karena aliran ini dapat membantu dalam
memajukan dan membangun pendidikan kearah yang lebih baik, selain itu, aliran ini juga
dapat mempengaruhi pandangan hidup seseorang, agar memiliki sifat-sifat yang fleksibel,
curious, toleran dan open-minded.
b. Sifat-sifat Aliran Progresivisme
Sifat-sifat umum aliran progresivisme dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok : (a)
sifat-sifat negatif, dan (b) sifat-sifat positif.
6
Sifat itu dikatakan negatif dalam arti bahwa, progresivisme menolak otoritarisme dan
absolutisme, dalam segala bentuk seperti misalnya terdapat dalam agama, politik etika, dan
epistomologi. Positif dalam arti bahwa progresivisme menaruh kepercayaan terhadap
kekuatan alamiah dari manusia, kekuatan-kekuatan yang diwarisi oleh manusia dari alam
sejak ia lahir (man’s natural powers). Terutama yang dimaksud adalah kekuatan-kekuatan
manusia untuk terus-menerus melawan dan mengatasi kekuatan-kekuatan, takhayul-takhayul,
dan kegawatan yang timbul dari lingkungan hidup yang selamanya mengancam.
Progresivisme yakin bahwa manusia mempunyai kesanggupan-kesanggupan untuk
mengendalikan hubungannya dengan alam, sanggup meresapi rahasia-rahasia alam, dan
sanggup menguasai alam. Akan tetapi di samping keyakinan- keyakinan ini ada juga
kesangsian. Dapatkah manusia menggunakan kecakapannya dalam ilmu pengetahuan alam,
juga dalam ilmu pengetahuan sosial?, dalam hubungannya dengan sesama manusia?
Pragmatis dan progresivisme yakin bahwa manusia mempunyai kesanggupan itu, tetapi
apakah manusia dapat belajar bagaimana mempergunakan kesanggupan itu dalam hal ini,
disini timbul sedikit kesangsian, tetapi walau demikian progresivisme tetap bersikap optimis,
tetap percaya bahwa manusia dapat menguasai seluruh lingkungannya, lingkungan alam dan
lingkungan sosial.3
Penjelasan di atas menjelaskan bahwa aliran progresivisme memiliki sifat positif dan sifat
negatif, selain itu aliran progresivisme juga memiliki keyakinan bahwa setiap manusia
memiliki kemampuan atau stiap manusia sanggup dalam melakukan suatu hal, akan tetapi,
walaupun aliran ini begitu optimis tapi masih ada timbul sedikit kesansian dari aliran ini,
yaitu kesangsian akan apakah setiap manusia mampu dan sanggup dalam melakukan segala
hal tersebut.
2.2 Tokoh-Tokoh Aliran Progresivisme
Tokoh-tokoh aliran progresivisme adalah, antara lain: William James, John Dewey, dan
Hans Vaihinger.
1. William James
William James lahir di New York, 11 januari 1842, dan meninggal di Choruroa, New
Hemshire, 26 agustus 1910. Beliau adalah seorang psikolog dan filosof Amerika yang sangat
terkenal. Paham dan ajarannya, juga kepribadiannya sangat berpengaruh diberbagai negara
Eropa dan Amerika, selain sebagai penulis yang sangat brilian, dosen dan penceramah
dibidang filsafat, dia juga dikenal dengan pendiri aliran pragmatisme. James berkeyakinan
bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi
biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu
dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Disini
James berusaha membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis dan menempatkannya di
atas dasar ilmu perilaku.
7
Dalam karyanya, principles of psychology, terbit tahun 1890, ia membahas dan
mengembangkan ide-ide tersebut. Buku klasik inilah yang mengantar William James menjadi
filosof prsgmatisme dan empirisme radikal.
1. John Dewey
John Dewey lahir di Burlington, Vermont, pada 20 oktober 1859 dan meninggal di New
York, 1 januari 1952. Beliau juga termasuk sebagai salah satu pendiri aliran filsafat
pragmatisme. Dewey mengembangkan pragmatisme dalam bentuknya yang orisinil.
Meskipun demikian, namanya sering pula dihubungkan dengan pemikiran yang disebut
instrumentalisme. Ide filsafatnya yang utama berkisar dalam problema pendidikan yang
konkret, baik teori maupun praktik.
Reputasi internasionalnya terletak dalam sumbangan pemikirannya terhadap filsafat
pendidikan progresivisme Amerika. Dewey tidak hanya berpengaruh dikalangan ahli filsafat
profesional, tetapi juga karena perkembangan idenya yang fundamental dalam bidang
ekonomi, hukum, antropologi, teori politik, dan ilmu jiwa. Selain itu, dia adalah juru bicara
tentang cara-cara kehidupan demokratis yang sangat terkenal di Amerika Serikat.
2. Hans Vaihinger.
Menurut Hans Vaihinger, tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Pesesuaian dengan
objek tidak mungkin dibuktikan. Satu-satunya ukuran bagi berpikir adalah gunanya
(pragma = bahasa Yunani) untuk memengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian
itu sebenarnya buatan semata-mata, jika pengertian itu berguna untuk menguasai dunia,
bolehlah dianggap benar, asal orang tahu bahwa kebenaran itu tidak lain kecuali kekeliruan
yang berguna saja.1
2.3 Perkembangan Aliran Progresivisme
Aliran progresivisme lahir di Amerika, akhir abad -19 menjelang awal abad ke-20. Mula-
mula istilah ini bersifat sosiologi guna menyebut gerakan sosial politik di Amerika, ketika
proses industrialisasi dan urbanisasi menjadi gejala yang begitu masif.
Dalam ruang politik, gerakan-gerakan progresivisme ini diantaranya dipelopori dua
tokoh, yaitu Robert La Follere dan Woodrow Wilson yang sepanjang waktu keduanya terus
melakukan upaya-upaya pleasure pada kekuasaan-kekuasaan politik yang dipandang
kontraproduktif dengan kepentingan-kepentingan masyarakat umum. Sementara disisi yang
lain, gerakan ini berupaya pula menghilangkan monopoli-monopoli ekonomi, termasuk
berbagai pengupayaan pada hunian-hunian masyarakat pinggiran.
Dari itulah awal mula istilah lahirnya progresivisme. Dalam perkembangannya, istilah ini
kemudian digunakan pula dalam ruang pendidikan untuk menyebut aliran pendidikan yang
mencoba mengkritisi pendidikan tradisional.
8
John Dewey (1859-1952) adalah satu tokoh yang kerap dipandang menjadi pelopor
lahirnya aliran progresivisme. Sementara Dewey tidak lain adalah filsuf beraliran
pragmatisme. Dari itu bisa dikatakan bahwa pemikiran-pemikiran yang melandasi
progretivisme sangat dipengaruhi pemikiran aliran filsafat pragmatisme, sementara pemikir
lain yang mempengaruhi lahirrnya progresivisme antara lain sigmund freud.2
Meskipun pragmatisme-progresivisme sebagai aliran pikiran baru muncul dengan jelas
pada pertengahan abad ke-19, akan tetapi garis perkembangannya dapat ditarik jauh ke
belakang, sampai pada zaman yunani purba. Misalnya Heraclitus (lebih kurang 544- lebih
kurang 484), Socrates (469-399), Protagoras (480-410), dan Aristoteles mengemukakan
pendapat yang dapat dianggap sebagai unsur-unsur yang ikut menyebabkan terjadinya sikap
jiwa yang disebut pragmatisme dan progresivisme.
Heraclitus mengemukakan, bahwa sifat yang terutama dari realita adalah perubahan.
Tidak sesuatu yang tetap didunia ini. semuanya berubah-rubah kecuali asas perubahan itu
sendiri. Socrates berusaha mempersatukan, epistomologi dengan aksiologi. Ia mengajarkan
bahwa pengetahuan adalah kunci untuk kebajikan. Yang baik dapat dipelajari dengan
kekuatan intelek, dan pengetahuan yang menjadi pedoman bagi manusia untuk melakukan
kebajikan (perbuatan yang baik). Ia percaya bahwa manusia sanggup melakukan yang baik.
Protagoras seorang sophis, mengajarkan bahwa kebenaran dan norma atau nilai (value) tidak
bersifat mutlak, melainkan relatif yaitu bergantung kepada waktu dan tempat. Aristoteles
menyarankan moderasi dan kompromi (jalan tengah bukan jalan ekstrim) dalam kehidupan.
Dalam asas moderen sejak abad ke-16, francis bacon, john locke, Rousseau, Kant, dan
Hegel dapat disebut sebagai penyumbang-penyumbang pikiran dalam proses terjadinya aliran
pragmatisme-prograsivisme. Francis Bacon memberikan sumbangan dengan usahanya untuk
memperbaiki dan memperhalus metode experimentil (metode ilmiah dalam pengetahuan
alam). Locke dengan ajarannya kebebasan politik. Rousseau dengan keyakinannya bahwa
kebaikan berada di dalam manusia melulu karena kodrat yang baik dari para manusia.
Menurut Rousseau manusia lahir sebagai mahkluk yang baik. Kant memuliakan manusia,
menjunjung tinggi akan kepribadian manusia, memberi martabat manusia suatu kedudukan
yang tinggi. Hegel mengajarkan bahwa alam dan masyarakat bersifat dinamis, selamanya
berada dalam keadaan gerak, dalam proses perubahan dan penyesuaian yang tak ada
hentinya.
Dalam abad ke 19 dan ke 20 ini tokoh-tokoh pragmatisme terutama terdapat di Amerika
Serikat. Thomas Paine dan Thomas Jefferson memberikan sumbangan pada pragmatisme
karna kepercayaan mereka akan demokrasi dan penolakan terhadap sikap yang dogmatis,
terutama dalam agama. Charles S. Peirce mengemukakan teori tentang pikiran dan hal
berpikir: “pikiran itu hanya berguna atau berarti bagi manusia apabila pikiran itu “bekerja”,
yaitu memberikan pengalaman (hasil) baginya.
Fungsi berpikir tidak lain dari pada membiasakan manusia untuk berbuat. Peranan dan
gerak jasmaniah (perbuatan) adalah menifestasi-menifestasi yang khas dari aktivitas manusia
dan kedua hal itu tidak dapat dipisahkan dari kegiatan intelek (berfikir). Jika dipisahkan
perasaan dan perbuatan menjadi abstrak dan dapat menyesatkan manusia.3
9
Penjelasan di atas menjelaskan bahwa tokoh pelapor lahirnya aliran progresivisme adalah
Dewey, sedangkan dewey itu sendiri adalah filsuf aliran pragmatisme, hal inilah yang
menimbulkan dasar lahirnya aliran progresivisme berhubungan dengan aliran pragmatisme.
Oleh sebab itu, perkembangan aliran progresivisme sangat dipengaruhi oleh aliran
pragmatisme.
Sehingga sering disebutkan bahwa aliran progresivisme berkembang dari falsafah
pragmatisme,4 yang perkembangan aliran progresivisme ini berdasarkan dasar-dasar dari
aliran pragmatisme, karena dalam proses perkembangan aliran progresivisme ini,
mengandung dasar-dasar aliran pragmatisme didalamnya.
2.4 Filsafat Pendidikan Progresivisme
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam
semua realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup
dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegen si
manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan
kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran ini menyadari dan
mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan dinamakan
environmentalisme, karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi
pembinaan kepribadian.
Aliran progresivisme memiliki kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan meliputi: ilmu
hayat, bahwa manusia mengetahui semua masalah kehidupan; antropologi, bahwa manusia
mempunyai pengalaman, pencipta budaya, dengan demikian dapat mencari hal baru;
psikologi, bahwa manusia akan berpikkir tentang dirinya sendiri, lingkungan, pengalaman,
sifat-sifat alam, dapat menguasai dan mengatur alam.
Dalam pandangan ontologis, menurut aliran progresivisme, kenyataan alam semesta
merupakan kenyataan kehidupan manusia. Sementara secara epistomologi, pengetahuan
adalah informasi, fakta, hukum prinsip, proses, kebiasaan yang terakumulasi dalam pribadi
sebagai hasil proses interaksi dan pengalaman, dan secara aksiologis, menurut aliran ini, nilai
timbul karena manusia mempunyai bahasa, dan dari sinilah adanya pergaulan.
Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme ini, antara lain, Wiliam James, John Dewey,
dan Hans Vaihinger. Sebagian dari tokoh-tokoh ini dikenal sebagai pendiri pragmatis,
sehingga menurut John S. Brubacher, filsafat progresivisme bermuara pada aliran filsafat
pragmatisme yang diperkenalkan oleh Willian James dan John Dewey, yang menitik beratkan
pada segi manfaat bagi hidup praktis. Dan dalam banyak hal, progresivisme identik dengan
pragmatisme. Karena itu, apabila orang menyebut pragmatisme, berarti ia menyebut
progresivisme.
Penamaan filsafat progresivisme atau pragmatisme ini merupakan perwujudan dari ide
asal wataknya, artinya filsafat progresivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat
pragmatisme yang telah memberikan konsep dasar dengan asas yang utama, bahwa agar
10
manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup, manusia harus pragmatis dalam
memandang kehidupan.
Oleh karena itu, filsafat progresivisme tidak mengakui kemutlakan kehidupan, menolak
absolutisme, dan otoritarianisme dalam segala bentuknya. Filsafat progresivisme menjunjung
tinggi hak asasi individu dan menjunjung tinggi akan nilai demokratis. Tampaknya filsafat
progresivisme menuntut kepada para penganutnya untuk selalu maju (progress): bertindak
secara konstruktif, inovatif, reformatif, aktif dan dinamis. Namun demikian, filsafat
progresivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah manusia, kekuatan yang
diwarisi manusia sejak lahir. Dengan demikian, potensi-potensi yang dimiliki manusia
mempunyai kekuatan-kekuatan yang harus dikembangkan dan hal ini menjadi perhatian
progresivisme.
Aliran filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia
pendidikan pada abad ini. aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan
kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberi kebebasan baik secara fisik maupun cara
berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa
terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain.
a. Asas belajar
Filsafat progresivisme mempunyai konsep bahwa anak didik mempunyai akal dan
kecerdasan. Akal dan kecerdasan merupakan potensi kelebihan manusia dibanding dengan
makhluk lain. Dengan potensi yang bersifat kreatif dan dinamis tersebut, anak didik
mempunyai bekal untuk menghadapi dan memecahkan problema-problemanya. Dengan
potensi tersebut, anak didik berkembang dan menjadi individu yang aktif, kreatif, dan
dinamis dalam menghadapi lingkungannya.
Oleh karena itu, sebagaimana dikutip Wasty Soemanto dalam psikologi pendidikan:
landasan pemimpin pendidikan, John Dewey ingin mengubah hambatan dalam demokrasi
pendidikan dengan jalan:
1. Memberi kesempatan murid untuk belajar perorangan.
2. Memberikan kesempatan murid untuk belajar melalui pengalaman.
3. Memberi motivasi, dan bukan perintah.
4. Mengikutsertakan murid di dalam setiap aspek kegiatan belajar yang merupakan kebutuhan
pokok anak.
5. Menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis. Oleh karena itu, murid harus dihadapkan
dengan dunia yang selalu berubah dengan kemerdekaan beraktivitas, dengan orientasi
kehidupan masa kini.
Imam Barnadib, dalam filsafat pendidikan: sistem dan metode, mengemukakan
progresivisme menghendaki pendidikan yang progresif. Tujuan pendidikan hendaklah
diartikan sebagai rekontruksi pengalaman yang terus menerus. Pendidikan bukanlah hanya
menyampaikan pengetahuan kepada anak didik saja, melainkan terpenting adalah melatih
kemampuan berpikir secara ilmiah. Semua itu dilakukan oleh pendidikan agar orang dapat
11
dan mengalami kemajuan (progress). Dengan demikian, orang akan dapat bertindak dengan
intelegensi sesuai dengan tuntutan dari lingkungan.
Dari uraian di atas, dapatlah diambil suatu kongklusi bahwa asas progresivisme dalam
belajar bertitik tolak dari asumsi bahwa anak didik bukan manusia kecil, melainkan manusia
seutuhnya yang mempunyai potensi untuk berkembang, yang berbeda kemampuannya, aktif
kreatif dan dinamis serta punya motivasi untukmemenuhi kebutuhannya.
b. Pandangan kurikulum progresivisme.
Selain kemajuan, lingkungan dan pengalaman mendapatkan perhatian yang cukup dari
progresivisme. Untuk itu, filsafat progresivisme menunjukkan dengan konsep dasarnya
sejenis kurikulum yang program pengajarannya dapat mempengaruhi anak belajar secara
edukatif baik di lingkungan sekolah maupun di luar. Dalam hal ini tentunya dibutuhkan
sekolah yang baik dan kurikulum yang baik pula.
Sikap progresivisme, memandang segala sesuatu berasaskan fleksibelitas dan dinamis,
yang tercermin dalam pandangannya melalui kurikulum sebagai pengalaman yang edukatif,
bersifat eksperimental dan adanya rencana dan susunan yang teratur.
Penjelasan di atas dapat dianalisis bahwa filsafat progresivisme menghendaki sekolah
yang memiliki kurikulum yang bersifat fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak
terikat oleh doktrin tertentu), luas dan terbuka. Dengan berpijak dari prinsip tersebut, maka
kurikulum dapat direvisi dan dievaluasi setiap saat sesuai dengan kebutuhan setempat.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum
yang bersifat luwes dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan
zaman. Karena sekolah didirikan untuk mendidik anak dan masyarakat, maka kurikulum
edukatifnya harus dapat memenuhi dan mewadahi aspirasi anak, orang tua dan masyarakat.
Sifat kurikulumnya adalah bersifat eksperimental.
Kurikulum dipusatkan pada pengalaman (kurikulum eksperimental) yang didasarkan atas
kehidupan manusia dalam berinteraksi lingkungan yang kompleks. Untuk itu ia memerlukan
kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan demi kelestarian hidupnya. Hidupnya
bukan hanya untuk kelestarian pertumbuhan saja, melainkan juga untuk perkembangan
pribadinya. Oleh karena itu manusia harus belajar dari pengalaman.
Pengalaman-pengalaman itu diperoleh sebagai akibat dari belajar. Dengan demikian, core
currikulum mengandung ciri-ciri integratis curriculum, dengan mengutamakan metode
problem solving.
c. Pandangan progresivisme tentang budaya
Filsafat progresivisme menganggap bahwa pendidikan telah mampu mengubah dan
membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan
tantangan zaman, sekaligus menolong manusia menghadapi transisi zaman tradisional untuk
memasuki zaman modern.
Manusia sebagai makhluk berakal dan berbudaya selalu berupaya untuk mengadakan
perubahan-perubahan, dengan sifatnya yang kreatif dan dinamis, manusia terus berevolusi
meningkatkan kualitas hidup yang semakin terus maju.
Pada zaman purbakala, manusia hidup dipohon-pohon atau gua-gua. Dengan potensi
akalnya manusia telah membangun gedung-gedung yang menjulang tinggi, rumah-rumah
mewah dan apartemen-apartemen. Dengan ransangan-ransangan dari lingkungan, terutama
12
lewat pendidikan, potensi manusia untuk berpikir, berkreasi, berbudaya, berbudi dan
sebagainya akhirnya dapat berkembang.
Filsafat progresivisme, yang memiliki konsep manusia memiliki kemampuan-kemampuan
yang dapat memecahkan problematika hidupnya, telah mempengaruhi pendidikan dengan
pembaharuan-pembaharuan pendidikan untuk maju. Sehingga semakin tinggin tingkat
berpikirnya manusia, semakin tinggi pula tingkat budaya dan peradaban manusia. Akibatnya
anak-anak tumbuh menjadi dewasa, masyarakat yang sederhana dan terbelakang menjadi
masyarakat yang maju.1
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
aliran progresivisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang mempunyai pengaruh
pada abad ke-20, dan pengaruh yang ditimbulkan oleh aliran ini sangat besar, karena
pengaruh yang dihasilkan dapat dirasakan diseluruh dunia, selain itu pengaruh aliran
progresivisme ini juga mempengaruhi Amerika Serikat.
Sifat umum dari aliran progresivisme ada dua yaitu, sifat positif dan sifat negatif,
sedangkan perkembangan aliran progresivisme dipengaruhi oleh dasar-dasar aliran
pragmatisme. Aliran proresivisme sangat membantu dalam lapangan pendidikan, agar suatu
pendidikan menjadi lebih maju dan berkembang.
B. Saran
Semoga makalah ini bisa berguna bagi para pembaca nantinya, jika terdapat kesalahan
pada pengetikan atau terdapat kata yang kurang tepat kami berharap agar pembaca dapat
memberikan kritikan dan tanggapan terhadap makalah hasil diskusi dari kelompok kami. Dan
kami minta maaf atas kekurangan kelompok kami, karena kami hanyalah manusia biasa yang
tak luput dari kesalahan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Rachman, Filsafat Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011
Idi, Abdullah dan Jalaliddin, Filsafat Pendidikan, Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2012
Redja, Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006
Sadulloh, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2012
Wangsa Gandhi, Teguh, Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 200
15
ALIRAN ESENSIALISME
FILSAFAT DAN NILAI BUDAYA PENDIDIKAN
Dosen Pengampu: Dr. Ahmad Haryadi,M.Pd
Di susun Oleh:
Alfin Haykal Fasya ( 202033200 )
Putri Rahayuningtyas ( 202033285 )
Shofiya Nur Haliza ( 202033174 )
Tsania Nur Hayati ( 202033152 )
Prodi: Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas: Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
Tahun Ajaran: 2020/2021
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Seorang yang berfilsafat telah menunjukkan teknik ilmu filsafat, tetapi
semuanya mempunyai kelemahan tersendiri misalnya kelemahan dari teknik ilmu
filsafat yaitu tentang kritikan atau akan di revisi oleh seseorang yang berfilsafat.
Kurang lebih seperti itu karena aliran filsuf rata-rata akan ada, seperti aliran filsuf
yang sebelumnya. Esensialisme merupakan salah satu aliran dalam filsafat. Aliran
esensialisme memiliki pendapat jika pandangan yang mudah berubah, kurang
terarah dan tidak pasti, mudah goyah timbul karena pendidikan bertumpu pada
dasar pandangan yang fleksibilitas dalam segala bentuk. Maka dari itu, pijakan dari
pendidikan itu harus pada value yang stabil yang telah teruji oleh waktu.
2. Rumusan Masalah
A. Apa yangdimaksud filsafat pendidikan esensialisme?
B. Apa ciri-ciri dan prinsip –prinsip dari aliran esensialisme?
C. Bagaimana pandangan, sikap, dan penerapan esensailisme dalam bidang
pendidikan?
3. Tujuan dan manfaat
A. Untuk mengetahui definisi filsafat pendidikan esensialisme.
B. Untuk mengetahui ciri-ciri dan prinsisp- prinsip dari aliran esensialisme.
C. Untuk mengetahui pandangan, sikap dan penerapan esensialisme dalam bidang
pendidkan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Filsafat Pendidikan esensialisme
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti
cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Filsafat berarti cinta
kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya
disebut philosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf. Menurut
Kamus Besar bahasa Indonesia,Pendidikan berasal dari kata didik, lalu kata
ini mendapat awalan kata me sehingga menjadi mendidikbartinya
memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan
diperlukan adanya ajaran, tuntunan dan pimpinan mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran.
Menurut Prof Dr. Harun Nasution, Filsafat berasal dari kata
yunani yang tersusun dari dua kata philein dalam arti cinta dan saphos
dalam arti hikmat (wisdom). Orang arab memindahkan kata philosopia dari
Bahasa yunani kedalam Bahasa mereka dengan menyesuaikan, tabiat
susunan kata- kata arab yaitu falsafah dengan pola fa’ala, fa’lalah, dan
fa’lal.
Jadi, aliran esensialisme pendidikan adalah suatu filsafat
pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik
pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa
pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral
diantara kaum muda. Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan
kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat
manusia, yang muncul pada zaman renaissance dengan ciri-ciri utama yang
berbeda dengan progresifisme. Perbedaannya yang utama adalah
memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas,
dimana serta terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan
denga doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus
berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang
memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunya tata yang
jelas. Idealisme dan realisme sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi
tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada
dirinya masing-masing.
B. Ciri Ciri dan prinsip aliran esensialisme
1. Ciri- ciri aliran esensialisme
Menurut William C. Bagley ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme
adalah sebagai berikut :
A. Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering timbul dari upaya-
upaya belajar awal yang memikkat atau menarik perhatian bukan
karena dorongan dari dalam diri siswa
B. Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang dewasa melekat
dalam masa balita yang panjang atau ketergantungan yang khusus
pada spesies mansia.
C. Oleh karena kamampuan untunk kedisiplinan diri harus menjad
tujuan pendidikan.
D. Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh dan kuat tentang
pedidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya memberikan
sebuah teri lemah.
2. Prinsip- prinsip aliran esensialisme
Prinsip – prinsip pendidikan aliran Esensialisme antara lain :
A. Belajar pada dasarnya melibatkan kerja keras dan dapat
menimbulkan keseganan dan menekankan pentingnya prinsip
disiplin.
B. Inisiatif dalam pendidikan harus ditekankan pada pendidik bukan
pada anak didik.
C. Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek materi yang
telah ditentukan.
D. Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang
bertautan dengan disiplin mental
E. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
umum, karena dianggap tuntunan demokrasi yang nyata.
C. Pandangan, sikap dan penerapan esensialisme dalam bidang
pendidikan
1. Pandangan esensialisme mengenai belajar
Idealisme sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai
pribadi individu dengan menitikberatkan pada individu tersebut.
Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah
memahami dirinya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami
dunia obyektif. Dengan mengambil landasan fikir, belajar dapat
didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai
substansi spiritual yang jiwanya membina dan menciptakan diri sendiri.
Belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-
nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi
dan diteruskan kepada angkatan berikutnya. Dengan demikian
pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis, yaitu
determinasi mutlak dan determinasi terbatas.
2. Pandangan Esensialisme Mengenai Kurikulum
Sebab jika manusia mampu beberapa tokoh idealisme
memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan
idiil dan organisasi yang kuat. Kegiatan dalam pendidikan perlu
disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Sehingga kegiatan
dan keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejajar dengan
fundamen-fundamen yang telah ditentukan
D. . Pandangan dan sikap tentang aliran esensialisme
1. Pandangan secara Ontologi
Sifat yang menonjol dari ontology esensialisme adalah suatu
konsep bahwa dunia ini dikusai oleh tata yang tiada cela, yang
mengatur isinya dengan tiada ada pula. Tujuan umum aliran ini adalah
membentuk pribadi bahagia di dunia dan di akhirat yang isi
pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal
yang mampu menggerakkan kehendak manusia.
2. Pandangan secara Epistimologi
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan
untuk mengerti epistimologi esensialisme. Sebab jika manusia mampu
menyadari realita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka
manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya
mampu memikirkan kesemestinya.
3. Pandangan secara Aksiologi
Pandangan ontologi dan epistimologi sangan mempengaruhi
pandangan aksiologi. Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal, tergantung
pada pandangan-pandangan idealisme dan realisme sebab
esensialisme terbina oleh kedua syarat tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Aliran Esensialisme merupakan aliran yang ingin kembali kepada
kebudayaan-kebudayaan lama. Dasar dari aliran Esensialisme ini adalah
pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah
pada keduniawian yang ilmiah dan materialistik.tujuan dari pada pendidikan
yang hendak dicapai oleh para ahli adalah untuk mewujudkan agar anak didik
dapat hidup bahagia demi kebaikan hidupnya sendiri.
Tujuan umum alitran Esensialisme adalah membentuk pribadi
bahagia dumia dan akhirat, dan isi penndidikannya mencakup ilmu
pengetahuan, kesenian, dan segala hal yang mengrah pada kehendak manusia.
B. SARAN
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis
diberbagai bidang kehidupan manusia,terutama dalam bidang pendidikan.
Untuk itu kita harus memajukan sistem pendidikan, karena pendidikan
merupakan suatu modal penerapan dalam pengembangan ilmu bermanfaat
dalam kehidupan sehari-hari baik formal maupun informal,yang berperan aktif
menjadikan mutu pendidikan lebih maju.
C. DAFTAR PUSTAKA
1. https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/filsafat-esensialisme-
dalam-pendidikan/ diakses pada 23 September 2020 Jam 15.10 WIB
2. https://khaerulhuda.wordpress.com/2012/02/07/aliran-esensialisme/ diakses
pada 23 September 2020 Jam 15.10 WIB
3.Buku Filsafat pendidikan oleh: Drs. Prasetya, dibaca pada, 23 september
2020 jam 15.18
ALIRAN PERENIALISME
FILSAFAT dan NILAI BUDAYA
Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Hariyadi, S.Sos.I, S.Pd, M.Pd
Oleh : (202033158)
(202033159)
1. Marshindi Aulia Fatikhatul J (202033160)
2. Haya Maulilla Risqi F (202033180)
3. Azzalia Niken Puspaningrum
4. Muhammad Bahrul Ulum
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aliran perenialisme merupakan terapa dari filsafat umum. Filsafat pendidikan
pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari
filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.
Berikut ini aliran perenialisme dalam filsafat pendidikan.
Perenialisme diambil dari kata perenial, yang dalam Oxford Advanced Learner’s
Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing throughout the whole year”
atau “lasting for a very long time”-abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam
kata itu adalah aliran Perenialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang
pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi.
Perenialisme lahir pada tahun 1930-an sebagai suatu reaksi pendidikan progresif.
Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan
suatu yang baru. Perenialisme memandang situasi di dunia ini penuh kekacauan,
ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama pada kehidupan moral, intelektual, dan
sosial kultural. Maka perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan ini.
Berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha untuk
mengamankan lapangan moral, intelektual dan lingkungan sosial kultural yang lain.
Perenialisme mengambil jalan regresif, yakni kembali kepada prinsip umum yang telah
menjadi dasar tingkah laku dan perbuatan zaman Kuno dan Abad Pertengahan. Yakni
kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai pengetahuan, realita dan nilai dari
zaman-zaman tersebut
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aliran perenialisme menurut para tokoh?
2. Bagaimana pandangan aliran perenialisme?
3. Bagaimana aliran perenialisme tentang pendidikan?
4. Bagaimana implikasi aliran perenialisme bagi pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah yang kami tulis, dalam pembuatan makalah Aliran
Filsafat Pendidikan Perenialisme dengan perumusan masalah diatas adalah :
1. Menjelaskan pengertian aliran perenialisme menurut para tokoh.
2. Menjelaskan pandangan aliran perenialisme.
3. Menjelaskan aliran perenialisme tentang pendidikan.
4. Menjelaskan implikasi aliran perenialisme bagi pendidikan.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok sebagai bahan
diskusi dalam mata kuliah Filsafat dan Nilai Budaya. Serta menambah pengetahuan
tentang Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme yang diharapkan sangat bermanfaat bagi
banyak orang yang membaca makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perenialisme Menurut Para Tokoh
1. Plato
Plato dilahirkan di Athena pada tahun 427 SM. dan meninggal pada tahun 347
SM. dalam usia 80 tahun. Ia dibesarkan dalam keluarga bangsawan Athena yang kaya
raya, sebuah keluarga Aristokrasi yang turun temurun memegang peranan penting
dalam politik Athena (Hata, 1986: 80). Ayahnya Ariston mengaku keturunan raja
Athena, ibu Plato, Periction, adalah keturunan keluarga Solon. seorang pembuat
undang-undang, penyair, pemimpin militer dari kaum ningrat dan pendiri demokrasi
Athena yang terkemuka (Smith, 1986: 29).
Plato adalah filsuf idealis, ia memandang dunia ide sebagai dunia kenyataan.
Pokok pikiran plato tentang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai adalah manifestasi
daripada hukum universal yang abadi dan sempurna. Yakni idea, sehingga ketertiban
sosial hanya akan mungkin bila ide itu menjadi ukuran, asas normatif dalam tata
pemerintahan. Maka tujuan pendidikan adalah ”membina pemimpin yang sadar” dan
mempraktekkan asas-asas normatif itu dalam semua aspek kehidupan. Prinsip-prinsip
Plato dalam Pendidikan nampak pada pemikirannya tentang tujuan hidup adalah
untuk mencari kebenaran universal. Sehingga tujuan pendidikan adalah
mengembangkan daya pikiran individu yang bermuara pada penemuan kebenaran
bukan ketrampilan praktis. Pemikiran ini muncul karena Plato tidak sejalan dengan
mayoritas kaum sophis pada waktu yang –menganggap - pengajaran pada mahasiswa
kurang tepat (Smith, 1986: 29).
Menurut Plato, manusia secara kodrati memilki tiga potensi, yaitu nafsu, kemauan
dan pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada tiga potensi itu dan juga kepada
masyarakat. Agar supaya kebutuhan yang ada pada masyarakat dapat terpenuhi.
Ketiga potensi ini merupakan dasar kepribadian manusia. Karena itu struktur sosial
didasarkan atas dasar pandangan kepribadian ini. Dengan pertimbangan ketiga
potensi itu tidak sama pada setiap individu, berikut penjelasannya:
a. Manusia yang besar potensi rasionya, inilah manusia kelas pemimpin kelas sosial
tertinggi.
b. Manusia yang dominan potensi kemauannya, ialah manusia prajurit, kelas
menengah.
c. Manusia yang dominan potensi nafsunya, ialah rakyat jelata, kaum Pekerja
(Syam, 1998: 321).
2. Aristoteles
Aristoteles lahir di Stageira ,kota kecil di semenanjung Kalkidike di Trasia
(Balka) pada tahun 384 SM dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM. Bapaknya
bernama Nichomachus, seorang dokter istana yang merawat Amyintas II raja
Macedonia (Smith, 1986: 35). Sejak kecil ia mendapat asuhan dan keilmuan langsung
dari ayahnya sendiri sampai berumur 18 tahun. Setelah ayahnya meninggal ia pergi
ke Athena dan belajar pada Plato di Akademia selama 20 tahun. Ide-ide Plato
dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih mendekatkan pada dunia kenyataan.
Aristoteles terutama menitikberatkan pembinaan berfikir melaluyi media sciences.
Pandangan Aristoteles lebih realis dari pandangan Plato, hal ini dikarenakan cara
belajar kepada ayahnya yang lebih menekankan pada metode pengamatan. Aristoteles
menganggap pembinaan kebiasaan sebagai dasar. Terutama dalam pembinaan
kesadaran disiplin atau moral, harus melalui proses permulaan dengan kebiasaan di
waktu muda. Secara ontologis, ia menyatakan bahwa sifat atau watak anak lebih
banyak potensialitas sedang guru lebih banyak mempunyai aktualitas. Bagi aristoteles
tujuan pendidikan adalah kebahagiaan. Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, maka
aspek jasmani, emosi dan intelek harus dikembangkan secara seimbang (Hadiwijono,
1986: 104).
3. Augustino Steuco
Augustino Steuco lahir di kota pegunungan Umbrian di daerah Gubbio antara
tahun 1497 atau awal kelahirannya tahun 1512 atau 1513 dan menetap hingga tahun
1517. Selanjutnya pada tahun 1518-1552 sebagian waktunya digunakan untuk
mengikuti perkuliahan di Universitas Bologna. Di situlah ia mulai tertarik pada
bidang bahasa dengan banyak belajar bahasa Aram, Syiria, Arab dan Etiopia
disamping bahasa Yunani. Steuco adalah sarjana al Kitab dan seorang teolog. Dalam
banyak hal ia mewakili sayap liberal teolog Katolik dan studi skriptual abad XVI.
Karyakarya seperti Cosmopedia (1545) dan De Perenni Philosophia jelas
menunjukkan pandangan yang liberal, yang mencoba untuk mensejajarkan antara
berbagai tradisi filsafat pagan dengan tradisi ortodoks, akan tetapi disisi lain
pandangan konservatifnya juga tetap tampak dengan ketegarannya menolak ajaran
Calvin, terutama Martin Luther. Steuco menganggap ajaran tradisi agamaagama
pagan dan non Kristen lebih dapat diterima daripada ajaran pada pembaharu,
Lutherianisme. Karya paling termasyhur dari Steuco adalah De Perenni Philosophia,
karya yang mendapat sambutan hangat dikalangan pemikir hingga dua abad
kemudian.
Pada abad XVI buku tersebut mendapat penghargaan yang sedemikian tinggi
sehingga Kaspevon Barth (1587-1658) menyebutnya sebagai “A Golden Book” dan
Daniel George Marhof (1639-1691) merujuknya sebagai “Opus Admirable” namun
kemasyhuran itu berangsurangsur mulai dilupakan hingga kemudian Willman
menemukannya kembali pada akhir abad XIX. Kunci pemikiran filsafat Steuco
terlihat pada pandangannya bahwa terdapat “prinsip tunggal dari segala sesuatu” yang
satu dan selalu sama dalam pengetahuan manusia. Menurut Steuco agama merupakan
kemampuan alamiah manusia untuk mencapai kesejatian. Agama merupakan syarat
mutlak bagi manusia untuk menjadi manusia, dan merupakan vera philosophia
(fisafat sejati), yaitu filasafat yang mengarah kepada kesalehan dan kontemplasi pada
Tuhan. Filsafat dan agama yang sejati selalu mendorong untuk menjadi subyek Tuhan
melakukan apa yang Tuhan inginkan dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya,
hingga menjadi “seperti” Tuhan.
4. Thomas Aquinas
Thomas Aquinas atau Tomas dari Aquino (1224-1274 M) lahir di Rocca Sicca
dekat Napels, Italia. Lahir dari sebuah keluarga bangsawan. Ia mempelajari karya-
karya besar Aritoteles dan ikut serta dalam berbagai perbedaan. Thomas merupakan
seorang tokoh yang sebagian ajarannya menjadi penuntun perenialisme (Barnadib,
1997: 63). Karyanya yang utama adalah Suma Contra Gentiles dan Summa
Theologiae (Tafsir, 2005: 98).