Seperti halnya Plato dan Aristoteles tujuan pendidikan yang diinginkan oleh
Thomas Aquinas adalah sebagai “usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam
individu agar menjadi aktualitas” aktif dan nyata. Tingkat aktif dan nyata yang timbul
ini bergantung dari kesadaran-kesadaran yang dimiliki oleh tiap-tiap individu. Dalam
hal ini peranan guru mengajar dan member bantuan pada anak didik untuk
mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya. Aquinas juga mengakui potensi
martabat manusia sebagai makhluk intelek sekaligus sebagai makhlik susila. Manusia
dapar melakukan reflektif thinking tetapi juga manusia tak mungkin menolak dogma
sebagai divine truth yang tidak rasional, melainkan supernasional.
5. Sayyed Hossein Nasr
Sayyed Hossein Nasr adalah seorang filsuf dan mistikus yang dilahirkan pada
tahun 1933 di Teheran, ia dikenal sebagai salah satu cendekiawan muslim yang
mempunyai wawasan sangat kaya tantang khasanah islam. Karyanya yang sangat
terkenal adalah “Science and Civilization in islam”, sebuah buku yang diangkat dari
disertasinya tentang sejarah sains. Nasr mengatakan bahwa filsafat perenial adalah
pengetahuan yang selalu ada dan akan ada yang bersifat universal. “Ada” yang
dimaksud adalah berada pada setiap jaman dan setiap jaman dan setiap tempat karena
prinsipnya yang universal. Pengetahuan yang diperoleh melalui intelektualitas ini
terdapat dalam inti semua agama dan tradisi. Realisasi dan pencapaiannya hanya
mungkin dilakukan melalui metodemetode, ritus-ritus, simbol-simbol, gambar-
gambar dan sarana-sarana lain yang disucikan oleh asal ilahiah atau (divine original)
yang menciptakan setiap tradisi.
Ketertarikannya kepada tradisi mulai muncul, ketika ia bertemu sejarawan sains
Giogio de Santillana, yang kemudian memperkenalkannya kepada literatur tentang
Hinduisme karya Rene Guenon. Dari Guenon, jalan ke para tradisionalis lain terbuka:
Coomaraswamy, Schuon, dan sebagainya. Di Taheran ia menjumpai fukaha yang
menganggap filsafat sebagai ilmu kafir. Di saat inilah ia memutuskan untuk belajar
ilmu-ilmu tradisional Islam di madrasah. Ia menjalani pendidikan ini selama 10
tahun, di bawah bimbingan beberapa ulama terkenal, di antaranya Allamah
Thabathaba’i. Hingga tahun 1978, belasan buku ditulisnya. Di antaranya yang telah
diterjemahkan ke bahasa Indonesia adalah Sains dan Peradaban dalam Islam, Tiga
Pemikir Islam, dan Tasawuf Dulu dan Sekarang.
Dalam masa 20 tahun, karirnya pun menanjak cepat. Buku-buku monumental
seperti 2 jilid Islamic Spirituality dan History of Islamic Philosophy, serta ratusan
artikel lain telah ditulisnya. Tak ketinggalan adalah kaset dan CD pembacaan puisi-
puisi Rumi. Hingga akhirnya, puncak pengakuan akan capaian filsafat Profesor
Kajian Islam di Universitas GeorgeWashington ini diperolehnya sebagai tokoh dalam
The Library of Living Philosophers.
Tokoh-tokoh yang disebut diatas adalah tokoh-tokoh yang memiliki corak pemikiran
sejalan dengan filsafat perenial atau perenialisme. Sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa Perenialisme bukan merupakan suatu aliran baru dalam filsafat,
dalam arti perenialisme bukanlah merupakan suatu bangunan pengetahuan yang
menyususn filsafat baru, yang berbeda dengan filsafat yang telah ada. Secara maknawi
teori perenialisme sudah ada sejak zaman filosof abad kuno dan pertengahan. Seperti
halnya dalam bidang pendidikan, konsep perenialisme dalam pendidikan dilatar
belakangi oleh filsafat-filsafat Plato sebagai bapak idealisme klasik, filsafat Aristoteles
sebagai bapak realism klasik, dan filsafat Thomas Aquinas yang mencoba memadukan
antara filsafat Aristoteles dengan ajaran (filsafat) Gereja Katolik yang tumbuh pada
zamannya (abad pertengahan).
Tokoh aliran perenialisme dalam filsafat pendidikan :
1. Robert Maynard Hutchins
Robert Maynard Hutchins seorang tokoh yang hidup pada masa 1899-1977.
Mengemukakan pendapatnya bahwa “Pendidikan mengimplikasikan pengajaran.
Pengajaran mengimplikasikan pengetahuan. Pengetahuan adalah kebenaran.
Kebenaran dimana pun dan kapan pun adalah sama. Karena itu kapan pun dan dimana
pun pendidikan adalah sama”. Selain itu, pendidikan dipandang sebagai suatu
persiapan untuk hidup, bukan hidup itu sendiri.
Tujuan aliran ini menurutnya tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan
anak didik ke arah kematangan. Matang dalam artian hidup akalnya. Jadi akal inilah
yang perlu mendapat tuntutan, sekolah rendah memberikan pendidikan dan
pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan tradisional seperti membaca, menulis,
dan berhitung, peserta didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan yang lain.
Dan pendidikan yang ideal menurutnya adalah pendidikan yang mengembangkan
daya intelektual. Robert Maynard Hutchins mengembangkan kurikulum berdasarkan
penelitian terhadap “Great Book” atau buku besar bersejarah dan pembahasan buku-
buku klasik.
2. Ortimer Adler
Ortimer Adler adalah seorang tokoh yang hidup dari tahun 1902-2001. Dan
mempunyai pandangan bahwa manusia adalah makhluk rasional yang mempunyai
kemampuan intelektual yang tampak dalam kapasitasnya sebagai subyek yang aktif
dan dapat melakukan tindakan-tindakan sendiri seperti membaca, menulis, berbicara,
mendengarkan, dan serta berfikir.
Karakteristik-karakteristik manusia tidak lain adalah rasionalitas. Rasionalitas ini
merupakan sifat manusia yang bersifat hakiki, dengan dasar ini pula maka aliran ini
berpendapat bahwa jika sesungguhnya pendidikan atau ilmu pengetahuan adalah
sebagai produk dan presentasi manusia dimana pun dan kapan pun akan selalu sama,
karena memang bersumber dari hakikat yang sama. Manusia adalah makhluk yang
rasional, yang memiliki kemampuan intelektual yang tampak dalam kapasitasnya
sebagai subyek yang aktif dan dapat melakukan tindakan-tindakan seni, membaca,
mendengar, menulis, berbicara, dan berfikir. Namun, mengingat manusia adalah
makhluk sosial maka kehidupan intelektual juga hidup di tengah-tengah komunitas
yang akan menjadi eksis melalui komunikasi.
Perenialisme berasal dari kata “perennial” yang berarti abadi atau kekal atau bersifat
lestari. Perenialisme muncul atau berkembang sebagai reaksi dan solusi yang diajukan
atas terjadinya suatu keadaan yang mereka sebut sebagai krisis kebudayaan dalam
masyarakat modern. Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir
pada abad kedua puluh.
Seperti dikutip Muhammad Noor Syam (1984) ia mengemukakan pandangan bahwa
pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal
yang telah teruji dan tangguh. Tugas utama pendidikan adalah mencerdaskan anak didik.
Salah satu cara untuk mencerdaskan anak didik adalah dengan mempersiapkan diri anak
mulai dasar. Persiapan dasar ini diperoleh dari pengetahuan tradisional seperti membaca,
menulis dan berhitung. Di samping mendapatkan pengetahuan dasar, anak didik juga
diharapkan memiliki etika atau moral atau budi pekerti yang mulia yang sesuai dengan
agama atau kepercayaan masing-masing. Dimana setiap agama akan memerintahkan
hidup mulia, hidup dengan berprilaku baik terhadap sesama, masyarakat, guru maupun
orang tua.
Akan tetapi dewasa ini telah terjadi krisis moral yang luar biasa yang menyebabkan
anak didik berjalan semaunya sendiri tanpa melihat dasar-dasar atau prinsip-prinsip moral
yang berlandaskan ajaran agama masing-masing. Dengan melihat kondisi ini maka kita
perlu belajar ke masa lalu dimana para anak didik dengan hormatnya dan penuh rasa
tanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing. Prinsip inilah yang diinginkan oleh
perenialisme. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan sekarang kepada masa lampau yang memiliki kebudayaan ideal.
B. Pandangan Aliran Perenialisme
1. Pandangan Ontologi Perenialisme
Ontologi perenialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda
individual, esensi, aksiden dan substansi. Perenialisme membedakan suatu realita
dalam aspek-aspek perwujudannya menurut istilah ini. Benda individual disini adalah
benda sebagaimana nampak dihadapan manusia dan yang ditangkap dengan panca
indera seperti batu, lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna dan aktifitas
tertentu.
Misalnya bila manusia ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir. Adapun
aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan yang sifatnya
kurang penting dibandingkan dengan esensial, misalnya orang suka bermain sepatu
roda, atau suka berpakaian bagus, sedangkan substansi adalah kesatuan dari tiap-tiap
individu, misalnya partikular dan uni versal, material dan spiritual.
Jadi segala yang ada di alam semesta ini seperti halnya manusia, batu bangunan
dasar, hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya menampakan hal yang logis dalam
karakternya.
2. Pandangan Epistemologis Perennialisme
Perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan
merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran
adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian cara pikir dengan benda-benda. Benda-
benda disini maksudnya adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-prinsip
keabadian. lni berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah perhatian
mengenai esensi dari sesuatu. Kepercayaan terhadap kebenaran itu akan terlindung
apabila segala sesuatu dapat diketahui dan nyata. Jelaslah bahwa pengetahuan itu
merupakan hal yang sangat penting karena ia merupakan pengolahan akal pikiran
yang konsekuen.
Menurut perenialisme filsafat yang tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab
science sebagai ilmu pengetahuan menggunakan metode induktif yang bersifat
analisa empiris kebenarannya terbatas, relatif atau kebenaran probability. Tetapi
filsafat dengan metode deduktif bersifat anological analysis, kebenaran yang
dihasilkannya bersifat self evidence universal, hakiki dan berjalan dengan hukum-
hukum berpikir sendiri yang berpangkal pada hukum pertama, bahwa kesimpulannya
bersifat mutlak asasi.
3. Pandangan Aksiologi Perenialisme
Perenialisme memandang masalah nilai berdasarkan asas-asas supernatural,
yakni menerima universal yang abadi. Dengan asas seperti itu, tidak hanya ontologi
dan epistemologi yang didasarkan atas prinsip teologi dan supernatural, melainkan
juga aksiologi. Khususnya dalam tingkah laku manusia, maka manusia sebagai
subyek telah memiliki potensi-potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping
itu adapula kecenderungan-kecenderungan dan dorongan-dorongan kearah yang tidak
baik.
Masalah nilai itu merupakan hal yang utama dalam perenialisme, karena ia
berdasarkan pada asas-asas supernatural yaitu menerima universal yang abadi,
khususnya tingkah laku manusia. Jadi hakikat manusia itu yang pertama-tama adalah
pada jiwanya. Oleh karena itulah hakikat manusia itu juga menentukan hakikat
perbuatan-perbuatannya, dan persoalan nilai adalah persoalan spiritual. Dalam
aksiologi, prinsip pikiran itu bertahan dan tetap berlaku. Secara etika, tindakan itu
ialah yang bersesuaian dengan sifat rasional seorang manusia, karena manusia itu
secara alamiah condong kepada kebaikan.
Jadi manusia sebagai subyek dalam bertingkah laku, telah memiliki potensi
kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping adapula kecenderungan-
kecenderungan dan dorongan-dorongan kearah yang tidak baik. Tindakan yang baik
adalah yang bersesuaian dengan sifat rasional (pikiran) manusia. Kodrat wujud
manusia yang pertama-tama adalah cerminan dari jiwa dan pikirannya yang disebut
dengan kekuatan potensial yang membimbing tindakan manusia menuju pada Tuhan
atau menjauhi Tuhan, dengan kata lain melakukan kebaikan atau kejahatan. Kebaikan
tertinggi adalah mendekatkan diri pada Tuhan sesudah tingkatan ini baru kehidupan
berpikir rasional.
Pandangan umum aliran perenialisme, antara lain :
1. Kehidupan manusia saat ini penuh dengan kekacauan, baik dalam hal moral, sosial,
maupun intelektual.
Akibat tidak adanya kepastian, tidak ada yang dapat dipakai sebagai pegangan
untuk menghadapi dunia yang selalu berubah
Aliran ini mengakui adanya perubahan tetapi menghendaki agar dalam
menghadapi perubahan itu manusia mempunyai pegangan kuat sehingga tidak
terombang-ambing oleh kondisi dan tuntutan lingkungan.
2. Aliran perenialisme menempuh pendekatan regresif, yaitu mencari pegangan dari
masa lalu.
Apa yang menjadi pegangan hidup orang-orang pada zaman dulu masih berfungsi
sebagai pegangan hidup orang-orang dikehidupan sekarang.
Yang dimaksud dengan masa lalu adalah masa lalunya masyarakat eropa, yaitu
masa kebesaran para filosof terkenal oada zaman sebelum masehi atau
berkembangnya agama-agama besar.
3. Ada dua macam pegangan yang diperlukan manusia sejak dulu sampai sekarang,
Kepercayaan yang bersumber dari Tuhan dan kepercayaan hasil rasio.
4. Pandangan perenialisme tentang kebenaran
Kebenaran merupakan perpaduan antara kebenaran hasil pikiran, kebenaran yang
melekat pada objek, dan keyakinan adanya kesesuaian antara hasil berpikir dan
kondisi objek.
5. Kebenaran berpikir diperoleh dengan menggunakan hukum-hukum logika.
6. Pandangan perenialisme tentang nilai atau norma sesuai dengan orientasinya pada
abad pertengahan yaitu:
Memandang norma sebagai persoalan kejiwaan.
Dasar nilai bersifat teologis dan ukuran baik buruk berasal dari Tuhan.
C. Aliran Perenialisme tentang Pendidikan
1. Pendidikan
Perenialisme memandang education as cultural regression yaitu, pendidikan
sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti
dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan yang ideal.
Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kebenaran yang
pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa lampau yang
dipandang kebudayaan ideal tersebut.
Sejalan dengan hal diatas, perenialist percaya bahwa prinsip-prinsip
pendidikan juga bersifat universal dan abadi. Robert M. Hutchins mengemukakan
“Pendidikan mengimplikasikan pengajaran. Pengajaran mengimplikasikan
pengetahuan. Pengetahuan adalah kebenaran. Kebenaran dimana pun dan kapan pun
adalah sama”. Selain itu, pendidikan dipandang sebagai suatu persiapan untuk hidup,
bukan hidup itu sendiri. Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap
pendidikan.
1. Menurut plato pendidikan adalah yang ideal harus didasarkan didasarkan paham,
atas nafsu, kemauan, dan akal.
2. Menurut Aritoteles pendidikan perkembangan budi merupakan titik pusat
perhatian dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya.
3. Menurut Thomas Aquina pendidikan adalah menuntut kemampuan-kemampuan
yang masih tidur agar menjadi aktif.
Pendidikan perenialisme mempunyai empat prinsip dalam pembelajaran secara umum
yang mesti dimiliki manusia, yaitu :
1. Kebenaran bersifat universal dan tidak tergantung pada tempat, waktu, dan orang
2. Pendidikan yang baik melibatkan pencarian pemahaman atas kebenaran
3. Kebenaran dapat ditemukan dalam karya – karya agung
4. Pendidikan adalah kegiatan liberal untuk mengembangkan nalar.
2. Tujuan Pendidikan
Bagi perenialist, bahwa nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan abadi, inilah
yang harus menjadi tujuan pendidikan yang sejati. Sebab itu, tujuan pendidikan
adalah membantu peserta didik menyingkapkan dan menginternalisasikan nilai-nilai
kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.
Kebenaran yang abadi dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui :
1. Latihan intelektual secara cermat untuk melatih pikiran, dan
2. Latihan karakter sebagai suatu cara mengembangkan manusia spiritual.
Tujuan pendidikan menurut para tokoh dalam aliran perenialisme sebagai berikut :
1. Menurut Plato, tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar
akan asas normatif dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan.
2. Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan adalah membentuk kebiasaan pada tingkat
pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral.
3. Menurut Thomas Aquinas, tujuan pendidikan adalah menuntun kemampuan-
kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran
tiap-tiap individu.
3. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan bersifat subject centered berpusat pada materi pelajaran.
Materi pelajaran harus bersifat uniform, universal, dan abadi, selain itu, materi
pelajaran terutama harus terarah kepada pembentukan rasionalitas manusia, sebab
demikianlah hakikat manusia. Mata pelajaran yang mempunyai status tertinggi adalah
mata pelajaran yang mempunyai “rational content” yang lebih besar. Titik berat isi
kurikulum diletakkan pada pelajaran sastra, matematika, bahasa, dan humaniora
termasuk sejarah (liberal arts).
4. Metode Pendidikan
Metode pendidikan atau metode belajar utama yang digunakan oleh perenialist
adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan mendiskusikan karya-karya besar
yang tertuang dalam “The Greats Books” dalam rangka mendisiplinkan pikiran.
Penganut perenialisme sepakat bahwa latihan dan pembinaan berpikir (mental
discipline) adalah salah satu kewajiban tertinggi dalam belajar. Teori dasar dalam
belajar menurut perenialisme terutama:
1. Mental disiplin sebagai teori dasar
Penganut perenialisme sependapat latihan dan pembinaan berpikir adalah salah
satu kewajiban tertinggi dalam belajar, atau keutamaan dalam proses belajar.
Karena program pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan
berpikir.
2. Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan
Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas
berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan
pendidikan hendaknya membantu manusia untuk dirinya sendiri yang
membedakannya dari makhluk yang lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi
tujuan itu, yaitu aktualisasi diri manusia sebagai makhluk rasional yang bersifat
merdeka.
3. Leraning to Reason (belajar untuk berpikir)
Bagaimana tugas berat ini dapat dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu
berpikir. Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam
permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung
merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to
reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan
tinggi.
4. Belajar sebagai persiapan hidup
Belajar untuk mampu berpikir bukanlah semata – mata tujuan kebajikan moral
dan kebajikan intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar untuk
berpikir berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik etika, sosial
politik, ilmu dan seni.
Belajar adalah persoalan latihan dan disiplin mental. Yang penting adalah
pengembangan kemampuan dasar. Alat nya adalah materi ajar. Bila kemampuan
dasarnya tersebut telah berkembang dengan sendirinya manusia akan dapat
menghadapi dan memecahkan segala masalah yang dia hadapi. Ada belajar yang
terjadi dalam bentuk pengajaran dan ada juga belajar yang berupa penemuan sendiri
oleh peserta didik.
5. Peranan Guru dan Peserta Didik
Peran guru bukan sebagai perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan
guru juga sebagai “murid” yang mengalami proses belajar serta mengajar. Guru
mengembangkan potensi-potensi self discovery, dan ia melakukan moral authority
(otoritas moral) atas murid-muridnya karena ia seorang profesional yang qualifict dan
superior dibandingkan muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih dan
pengetahuan yang sempurna.
D. Implikasi Aliran Perenialisme bagi Pendidikan
Pandangan – pandangan kurikulum menurut aliran perenialisme yang mempengaruhi
praktik pendidikan.
1. Pendidikan Dasar dan Menengah
a. Pendidikan sebagai persiapan
Perbedaan Progresivisme dengan Perenialisme terutama pada sikapnya tentang
“education as preparation”. Dewey dan tokoh – tokoh Progresivisme yang lain
menolak pandangan bahwa sekolah (pendidikan) adalah persiapan untuk
kehidupan. Tetapi Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan adalah persiapan
bagi kehidupan di dalam masyarakat. Dasar pandangan ini berpangkal pada
ontologi, bahwa anak ada dalam fase potensialitas menuju aktualitas, menuju
kematangan.
b. Kurikulum Sekolah Menengah
Prinsip kurikulum pendidikan dasar, bahwa pendidikan sebagai persiapan, berlaku
pula bagi pendidikan menengah. Perenialisme membedakan kurikulum
pendidikan menengah antara program, “general education” dan pendidikan
kejuruan, yang terbuka bagi anak 12-20 tahun.
2. Pendidikan Tinggi dan Adult Education
a. Kurikulum Universitas
Program “general education” dipersiapkan untuk pendidikan tinggi dan adult
education. Pendidikan tinggi sebagai lanjutan pendidikan menengah dengan
program general education yang telah selesai disiapkan, bagi umur 21 tahun sebab
dianggap telah cukup mempunyai kemampuan melaksanakan program pendidikan
tinggi. Pendidikan tinggi pada prinsipnya diarahkan untuk mencapai tujuan
kebajikan intelektual yang disebut “The intellectual love of good”.
b. Kurikulum Pendidikan Orang Dewasa
Tujuan pendidikan orang dewasa ialah meningkatkan pengetahuan yang telah
dimilikinya dalam pendidikan lama sebelum itu, menetralisir pengaruh –
pengaruh jelek yang ada. Nilai utama pendidikan orang dewasa secara filosofis
ialah mengembangkan sikap bijaksana, guna merenorganisasi pendidikan anak –
anaknya, dan membina kebudayaannya. Malahan Hutchins mengatakan,
pendidikan orang dewasa adalah jalan menyelamatkan kehidupan bangsa –
bangsa.
Perenialisme merupakan filsafat yang sangat tua usianya yang menekankan pada nilai
keabadian dan mengarah apa tujuan kesempurnaan hidup. Nilai-nilai filsafat perenialisme
bersifat abadi dan universal dapat diterapkan dalam berbagai kontek kehidupan, social,
politik, budaya dan juga pendidikan. Dalam konteks pendidikan filsafat perenialisme
sangat diperlukan untuk menjaga dan sebagai konservasi terhadap nilai-nilai luhur
manusia dalam kehidupan. Metode pembelajaran yang digunakan oleh para kaum
perenialis adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan mendiskusikan karya-karya
yang termashur dalam rangka mendisplinkan pikiran.
Anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
a. Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan
oleh orang-orang besar.
b. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karya¬-karya tokoh tersebut
untuk diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-
20. Perenialisme lahir suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme
memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, terutama dalam
kehidupan moral, intelektual, dan sosiokultural
Tentang pendidikan kaum Perenialisme memandang education as cultural
regression : pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan
manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai
kebudayaan ideal. Tujuan pendidikan menurut tokoh-tokoh dalam aliran perenialisme
sebagai berikut :
1. Menurut Plato, tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan
asas normatif dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupa
2. Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan adalah membentuk kebiasaan pada tingkat
pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral.
3. Menurut Thomas Aquinas Thomas, tujuan pendidikan adalah menuntun kemampuan-
kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran
tiap-tiap individu.
Perenialisme terutama pada sikapnya tentang “education as preparation”.
Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan adalah persiapan bagi kehidupan di dalam
masyarakat. Dasar pandangan ini berpangkal pada ontologi, bahwa anak ada dalam fase
potensialitas menuju aktualitas, menuju kematangan.
B. Saran
1. Bagi pemerintah
Diharapakan pemerintah khususnya kementerian bidang pendidikan dan kebudayaan
hendaknya dengan bijaksana meletakkan kurikulum pembelajaran sesuai dengan
landasan budaya bangsa Indonesia dan mengupayakan pengembangan SDM
pendidikan dan peningkatan sarana dan prasarana penunjang kemajuan pendidikan
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang sempurna dan berkarakter.
2. Bagi Guru
Diharapkan bagi guru untuk senantiasa memotivasi diri dan mengupayakan
pengembangan kompetensinya agar pendidikan di indonesia semakin berkualitas, dan
diharapkan guru memahami filsafat pendidikan dan mampu mengambil nilai esensi
guna melandasi proses pembelajaran yang sesuai dengan kebijaksanaan nilai sosial
budaya.
DAFTAR PUSTAKA
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/penerapan-filsafat-perenialisme-dalam-
pembelajaran-2/
https://blogmadyawati.wordpress.com/2013/11/28/aliran-perenialisme/
https://yahanu87.blogspot.com/2017/03/makalah-filsafat-pendidikan-perenialisme.html
MAKALAH
ALIRAN EKSISTENSIALISME
MATA KULIAH FILSAFAT DAN NILAI BUDAYA PENDIDIKAN
DOSEN PEMBIMBING: Dr. AHMAD HARIYADI, S.Sos.I,S.Pd, M.Pd
DISUSUN OLEH:
1. ANNISA HERNANDHA PUTRI (202033186)
2. FRINDY PUTRI RAHMAWATI (202033181)
3. MUTIARA DEVY ZAHRATUNNISA (202033170)
4. NAILAL MUNA (202033190)
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................... 3
BAB I...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 4
B. RUMUSAN MASALAH............................................................................................................ 5
C. TUJUAN ..................................................................................................................................... 5
BAB II .................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 6
B. Konsep Pendidikan Dalam Pandangan Filsafat Eksistensialisme ............................................... 7
BAB III.................................................................................................................................................10
PENUTUP............................................................................................................................................ 10
1. KESIMPULAN.........................................................................................................................10
2. SARAN .....................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................11
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Aliran
Eksistensialisme” ini tapat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dr. AHMAD
HARIYADI, S.Sos.I,S.Pd, M.Pd pada Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Aliran Eksistensialisme bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. AHMAD HARIYADI, S.Sos.I,S.Pd,
M.Pd, selaku dosen Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca dan juga penulis. Saya
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Pati, 25 September 2020
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kata eksistensi berasal dari kata Latin existere, dari ex keluar sitere membuat berdiri.
Artinya apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa saja yang dialami. Konsep ini
menekankan bahwa sesuatu itu ada. Eksistensi berbeda dengan pengertian esensi. Jika esensi
lebih menekan “apanya” sesuatu sedangkan eksistensi menekankan “apanya” sesuatu yang
sempurna. Dengn kesempurnaan ini sesuatu itu menjadi suatu eksisten.
Selain itu, konsep eksistensi ini tidak sama dengan apa yang dapat kita tangkap dengan
panca indra. Soal ini sering menjadi perdebatan pada masyarakat zaman praSokratik.
Kelompok materialisme yang diwakili Empedokles. Anaxagoras Demokritos berpendapat
bahwa satu-satunya hal yang ada adalah apa yang dapat disentuh dengan tangan manusia.
Tetapi tatkala munculnya Sokrates kemudian Plato, membantah ajaran ini. Plato menekankan
bahwa apa yang disentuh dengan tangan itu semata-mata wakil dari ide-ide. Filsuf ini
menggabungkan dua ajaran di atas. Konsep eksistensi juga tidak sepaham dengan pemikiran
pluralisme dan filsafat nilai modern.
Eksistensi diartikan manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya.
Manusia sadar bahwa dirinya ada. Ia dapat meragukan segala sesuatu, tapi satu hal yang
pasti, yaitu bahwa dirinya ada. Dirinya itu disebut “aku”. Segala sesuatu di sekitarnya
dihubungkan dengan dirinya contoh mejaku, kursiku, temanku, dan sebagainya. Di dalam
dunia manusia menentukan keadaanya dengan perbuatan-perbuatannya. Ia mengalami dirinya
sebagai pribadi. Ia menemukan pribadinya dengan seolah-olah keluar dari diriya sendiri dan
menyibukkan diri dengan apa yang di luar dirinya. Ia menggunakan benda-benda
disekitarnya. Dengan kesibukannya itulah ia menemukan dirinya sendiri. Ia berdiri sebagai
diri sendiri dengan keluar dari dirinya dan sibuk dengan dunia luarnya. Demikianlah manusia
bereksistensi.
Sedangkan filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara
berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dalam dunia, ia menyadari
dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan mengerti yang
dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di antaranya ialah ia
mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa manusia sebagai subjek. Subjek
artinya yang menyadari, yang sadar. Barang-barang yang disadarinya disebut objek.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas ,dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa pengertian filsafat eksistensialisme menurut para tokoh?
2. Bagaimana pandangan aliran eksistensialisme?
3. Apa saja eksistensialisme tentang pendidikan?
4. Bagaimana implikasi aliran eksistensialisme bagi pendidikan?
5. Bagaimana implikasi eksistensialisme bagi kebudayaan?
C. TUJUAN
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan.
2. Untuk mengetahui pengertian filsafat eksistensialisme menurut para tokoh.
3. Untuk mengetahui eksistensialisme tentang pendidikan.
4. Untuk mengetahui aliran eksistensialisme bagi pendidikan.
5. Untuk mengetahui aliran eksistensialisme bagi kebudayaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Eksistensialisme menurut para tokoh:
1.Soren Aabye Kierkegaar
Soren A.Kierkegaard (1813-1855) lahir di kopenhagen,Denmark. Menurut Soren
Eksistensialisme adalah bahwa manusia bukanlah sesuatu yang kaku dan statis,tetapi
senantiasa terbentuk,manusia juga senantiasa melakukan upaya dari sebuah hal yang sifatnya
hanya sebagai spekulasi menuju suatu yang nyata dan pasti,seperti upaya mereka untuk
menggapai cita-citanya pada masa depan.
2.Friedrich Nietzsche
Friedrich Nietzsche (1844-1900) lahir tanggal 15 oktober di
Reocken,Prusia,Jerman.Eksistensialisme menurut beliau, manusia yang mempunyai
keinginan untuk berkuasa(will to power),dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia
super dan yang mempunyai mental majikan bukan mental budak supaya manusia tidak diam
dengan kenyamanan saja.
3.Karl Jaspers
Karl Jaspers (1883-1969) lahir di Oldenburg-Jerman utara. Menurut beliau ,ditandai
dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi
pengetahuan obyektif sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri dan memandang filsafat
bertujuan mengembalikan manusia kepada jati dirinya kembali.Ada dua fokus pemikiran
Jasper,yaitu eksistensi dan transendensi.
4.Martin Heidegger
Martin Heidegger (1889-1976) lahir di Banten,Jerman.Menurut beliau inti pemikirannya
adalah memusatkan semua hal kepada manusia dan mengembalikan semua masalah apapun
ujung-ujungnya adalah manusia sebagai subjek atau objek dari masalah tersebut.
5.Gabriel Marcel
Gabriel Marcel (1889-1973) lahir di Paris.Menurut beliau,Dia berpandangan bahwa aliran
ini yang berhubungan dengan wujud dan tema yang sesuai dengan filsafatnya yaitu
kedudukan yang sulit dijawab oleh manusia tentang pertanyaan mengenai Siapa Aku?dan
Siapa Wujudku.
6.Jean Paul Sartre
Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris.Menurut beliau,ia pernah
mengajar filsafat di beberapa tempat.Ia dikenal orang melalui novel,drama tulisan dan dalam
bidan filsafat.Menurutnya aliran Eksistensialisme yaitu eksitensi dulu sebelum esensi.
B. Konsep Pendidikan Dalam Pandangan Filsafat Eksistensialisme
Karena pusat pembicaraan eksistensialisme adalah keberadaan manusia,dan pendidikan
itu sendiri hanya bisa dilakukan oleh manusia,maka tampaklah jelas bahwa terdapat
hubungan antara eksistensialisme dengan pendidikan. Pendidikan dan eksistensialisme
bersinggungan satu sama lain dalam masalah-masalah yang sama,yakni manusia. Dalam
hubungannya dengan pendidikan,filsafat eksistensialisme dapat ditinjau dari berbagai
implikasinya,yaitu terhadap:
1. Tujuan Pendidikan
2. Pendidikan dan Sekolah
3. Peranan Pendidik/Guru
4. Tugas Anak Didik
5. Kurikulum,dan
6. Materi Pembelajaran
C. Eksistensialisme Tentang Pendidikan
Menurut penjelasan di atas eksistensialisme adalah paham yang berkaitan
tentang individu atau diri pribadi seseorang, untuk eksis/bisa menjadi seorang
manusia. Gerakan eksistensialis dalam pendidikan berangkat dari aliran filsafat yang
menamakan dirinya eksistensialisme, yang para tokohnya antara lain Kierkegaard ,
Nietzsche dan Jean Paul Sartre. Pendidikan seyogyanya menekankan refleksi yang
mendalam terhadap komitmen dan pilihan sendiri.
Manusia adalah pencipta esensi dirinya. Dalam kelas guru berperan sebagai
fasilitator untuk membiarkan siswa berkembang menjadi dirinya. Karena perasaan
tidak terlepas dari nalar, maka kaum eksistensialis menganjurkan pendidikan sebagai
cara membentuk manusia secara utuh, bukan hanya sebagai pembangunan nalar.
Eksistensialisme pada hakikatnya adalah merupakan aliran filsafat yang bertujuan
mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan hidup asasi yang
dimiliki dan dihadapinya. Secara singkat Kierkegaard memberikan pengertian
eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis
atau tidak ilmiah. Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutkan rasional. Dengan
demikian aliran ini hendak memadukan hidup yang dimiliki dengan pengalaman, dan
situasi sejarah yang ia alami, dan tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak
serta spekulatif.
D. Implikasi Aliran Eksistensialisme bagi Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan
Menurut eksistensialisme setiap orang itu adalah individu sendiri-sendiri yang tak akan
mampu berkomunikasi murni dengan individu lainnya, oleh sebab itu tujuan pendidikan
dalam pandangan eksistensialisme adalah menumpuk kemampuan individu menjadi diri
sendiri yang sebaik-baiknya walaupun tak mungkin terbina hubungan murni dalam
komunikasi sesama manusia , dan untuk mendorong setiap individu agar mampu
mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri, serta memberikan bekal
pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk kehidupan.
b. Pendidikan dan Sekolah.
Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses.
Pendidikan klasik menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum subjek
akademis,yaitu suatu kurikulum yang bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta
melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses «penelitian», melalui metode
ekspositori dan inkuiri.Sekolah sebagai lembaga sosial harus melayani pendidikan umum
untuk semua anak.membiarkan seseorang berkembang memikirkan kebenaran untuk dirinya,
bukan kebenaran yang abstrak tapi yang hakiki.
c. Peranan Pendidik/Guru
Seorang guru yang eksistensialis akan mendorong siswa-siswanya untuk bertanggung
jawab dan dapat mengatasi dampak dari semua tindakan yang dilakukan mereka. Berani
berbuat berarti berani menerima konsekuensinya. Siswa harus menerima bahwa konsekuensi
tersebut adalah pilihannya. Namun di waktu yang sama sang murid tidak boleh menerima
begitu saja sebagai sesuatu yang tidak bisa diubah. Kebebasan itu tidak akan ada habisnya,
dan setiap konsekuensi membutuhkan pemikiran selanjutnya .
d. Teori anak didik
Kita adalah diri yang kita pilih, yang tercipta dengan membentuk identitas diri sendiri.
Karenanya, esensi yang kita buat adalah hasil pilihan kita, yang tentu saja akan bervariasi
pada setiap orang. Dalam eksistensialisme para siswa disarankan untuk bebas memilih apa
yang mereka pelajari dan bagaimana mempelajarinya. Siswa harus aktif dalam mencari
pengetahuan, dengan tidak menutup pikiran dan hatinya, dan dengan selalu mencari
kebenaran secara mendalam dari sesuatu yang sudah dimiliki .
e. Kurikulum
Karena setiap individu dipandang memiliki kebutuhan dan dan perhatian yang spesifik
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dirinya, maka dalam menentukan kurikulum tidak
ada kurikulum yang pasti dan yang ditentukan berlaku secara umum. Pengembangan
kurikulum yang berlandaskan eksistensialisme akan menekankan pada individu sebagai
sumber pengetahuan tentang hidup dan makna dan untuk memahami kehidupan seseorang
mesti memahami dirinya sendiri. Eksistensialisme mengutamakan kurikulum liberal, yang
merupakan landasan bagi kebebasan manusia. Kebebasan memiliki aturan–aturan.
E. Implikasi Aliran Eksistensialisme bagi Kebudayaan
Eksistensialisme merupakan filsafat pendidikan tradisional yang memandang nilai-
nilai pendidikan hendaknya bertumpu pada nilai-nilai yang jelas dan tahan lama, sehingga
memiliki kestabilan dan arah yang jelas. Esensialisme didasari atas pandangan hterhadap
hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan materialistik, sekuler dan gersang
dari nilai-nilai kemanusiaan. Selain itu juga dipengaruhi oleh pandangan-pandangan dari
paham penganut aliran idealisme dan realisme.
Aliran esensialisme menekankan pada tujuan pewarisan nilai-nilai kultural historis
kepada peserta didik melalui pendidikan yang akumulatif dan terbukti dapat bertahan lama
serta bernilai untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini dilaksanakan dengam
memberikan skill, sikap dan nilai-nilai yang tepat, yang merupakan bagian esensi dari unsur-
unsur pendidikan.
Tujuan umum esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia dunia dan akhirat. Isi
pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian, dan segala hal yang mampu
menggerakkan kehendak manusia.15 Kurikulum dipusatkan pada penguasaan materi
pelajaran (subject-centered), dan karenanya fokus pendidikan selama masa sekolah dasar
adalah keterampilan membaca, menulis dan berhitung; sementara pada sekolah menengah,
hal tersebut diperluas dengan memasukkan pelajaran matematika, sains, humaniora, bahasa
dan sastra.umanisme yang merupakan reaksi.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Apa yang ada, apa yang memiliki aktualitas, apa saja yang dialami. Jika esensi lebih
menekan «apanya» sesuatu sedangkan eksistensi menekankan «apanya» sesuatu yang
sempurna. Yang memandang bahwa filsafat pada masa Yunani ketika itu seperti protes
terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang pemikiran dalam secara
teori tentang manusia.
Dengan demikian filsafat adalah perjalanan dari satu krisis ke krisis yang lain.
Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi dan kondisi di dunia Eropa Barat
yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada waktu itu keadaan dunia tidak menentu.
2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/abdulmuchith/54f7c4b8a33311641e8b4a99/aliran-
eksistensialisme-dalam-
filsafat#:~:text=Eksistensialisme%20merupakan%20suatu%20aliran%20filsafat,pandangan%
20tentang%20spekulatif%20tentang%20manusia
http://popiamalia21.blogspot.com/2015/10/makalah-eksistensialisme.html#:~:text=B.-
,Latar%20Belakang%20Lahirnya%20Eksistensialisme,krisis%20ke%20krisis%20yang%20la
in
%20NILAI%20BUDAYA%20PENDIDIKAN/ALIRAN_EKSISTENSIALISME_DALAM_
PANDANGAN_FILSAFAT_P.pdf
https://core.ac.uk/download/pdf/298085966.pdf
ALIRAN REKONSTRUKSIONALISME
Disusununtukmemenuhi salah satutugas pada matakuliah
“Filsafat dan Nilai Budaya Pendidikan”
DosenPengampu :
Dr.Ahmad Hariyadi, S.Sos.I, S.Pd. M.Pd.
Disusunoleh :
Nova Kharisma - 202033165
Nor Ilma - 202033172
Tiara VasyaArtamevia - 202033163
Radhisya Adristi Kusuma- 202033173
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
FakultasKeguruan danIlmu Pendidikan
2020/2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Rekonstruksionismeberasaldaribahasainggris Reconstruct yang berartimenyusunkembali.
Dalamkonteksfilsafatpendidikanaliranrekonstruksionismeadalahsuatualiran yang berusahamerombak
tata susunan lama dan membangun tata susunanhidupkebudayaan yang bercorak modern.[1]
Aliranrekonstruksionismemerupakanalirandalamfilsafatpendidikan yang
berawaldariadanyakrisiskebudayaan modern yang dipelopori oleh tokohbernama George Count dan
Harold pada tahun 1930-an. Aliranrekonstruksionismemerupakanaliran yang berusahamerombak tata
susunan lama dalampendidikan dan membangun tata susunanhidupkebudayaan yang bercorak
modern.
Pada
dasarnyaaliranrekonstruksionismesepahamdenganaliranperenialismebahwaadakebutuhananammendes
akuntukkejelasan dan kepastianbagikebudayaan zaman modern sekarang
(hendakmenyatakankrisiskebudayaan modern), yang sekarangmengalamiketakutan, kebimbangan dan
kebingungan. Tetapialiranrekonstruksionismetidaksependapatdengancara dan jalanpemencahan yang
ditempuhfilsafatperenialisme.
Aliranperenialisemmemilihjalankembalikealamkebudayaanabadpertengahan.
Sementaraitualliranrekonstruksionismeberusahamembinasuatukonsensus yang paling luas dan paling
mungkintentangtujuanutama dan tertinggidalamkehidupanmanusia.[2]
B. RumusanMasalah
Dalammakalahini kami akanmembahastentang :
1. Pengertian dan sejarah munculnya aliran rekonstruksionisme?
2. Latarbelakanglahirnyaaliranrekonstruksionisme?
3. Siapasajatokohdarialiranrekonstruksionisme ?
4. Pandangan rekonstruskionisme dan penerapannya dibidang pendidikan ?
5. Teoripendidikanrekonstruksionisme ?
C. Tujuan
Makalahini di tulisbertujuanuntuk :
1. MemenuhitugasmatakuliahFilsafat dan Nilai Budaya Pendidikan
2. Untukmengetahuisecaralengkaptentangaliranrekonstruksionisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dan Sejarah Munculnya Aliran Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme berasal dari kata reconstruct yang memiliki arti
“menyusun kembali”. Rekonstruksionisme merupakan satu paham filsafat yang
bertujuan melanjutkan gerakan progresivisme. Dalam Aliran Rekonstruksionisme
berusaha mengganti tata susunan lama dan membangun kebudayaan yang bercorak
modern.Aliran Rekonstruksionisme sepaham dengan aliran perenialisme, bahwa ada
suatu kebutuhan mendesak untuk kejelasan, kepastian, bagi kebudayaan zaman
modern. Aliran Rekonstruksionisme mempunyai kelebihan yaitu membimbing suatu
konsensus yang sangat luas dan mungkin memiliki tujuan tinggi dalam kehidupan
manusia. adapun kekurangannya yaitu Rekonstruksionisme sangat teoritik dan
cenderung tidak realistic.
Filsafat rekonstruksionisme pada dasarnya hampir sepaham dengan
perenialisme yang hendak mencoba mengatasi krisis kehidupan modern. Hanya saja,
jalan yang ditempuh memiliki perbedaan, perenialisme memilih untuk kembali ke
kebudayaan lama yang sudah teruji dan terbukti mampu mengatasi krisis, sedangkan
rekonstruksionisme mencoba membina konsensus secara luas yaitu dengan mencari
kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama.
Filsafat rekonstruksionisme juga merupakan elaborasi lanjutan dari gerakan
progresivisme. Para kaum rekonstruksionis meyakini bahwa peradaban manusia masa
depan sangat ditekankan. Mereka juga menekankan tentang perbedaan terhadap
individual seperti kaum progresif, akan tetapi rekonstruksionisme lebih menekankan
terhadap pemecahan masalah, berpikir kritis dan sejenisnya.
Kaum rekonstruksionis juga memiliki pandangan bahwa masa depan suatu
bangsa merupakan sebuah dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara
demokratis, bukan dunia yang diatur atau dikuasai oleh golongan-golongan tertentu.
Menurut mereka, cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya dalam teori,
tetapi harus diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga dapat meningkatkan kualitas
kesehatan, kesejahteraan, kemakmuran, serta keamanan di tengah masyarakat, tanpa
ada pembedaan terhadap warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan)
dan masyarakat yang bersangkutan.
Sejarah adanya aliran rekonstruksionalisme pada mulanya rekonstruksionsime
muncul dikarenakan terbitnya karya John Dewey yang berujudul Reconstruction in
Philosophy pada tahun 1920. Ulusan tersebut mendapat perhatian oleh George Counts
dan Harold Rugg untuk membuat gerakan sekitar tahun 1930-an, melalui keinginan
George Counts dan Harold Rugg untuk menjadikan lembaga pendidikan sebagai suatu
media yang bertujuan menkonstruksi masyarakat. George Count dalam tulisannya
yang berjudul Dare the School Build a New Social Order? mencoba mencari tau
bagaimana sistem sosial dan ekonomi pada masa itu telah menjadi masalah yang
mendasar bagi masyarakat. George Count berpandangan bahwa pendidikan harus
menjadi suatu agen perubahan untuk rekonstruksi sosial. Ia juga mengkritik model
pendidikan progresivisme yang dianggap telah gagal dalam mengembangkan teori
kesejahteraan sosial dan bahkan dengan tegas bahwa pendidikan yang berpusat
terhadap anak (the child centered approach) tidak memiliki jaminan untuk
menciptakan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam menghadapi abad
ke-20.
B. Latar Belakang Lahirnya Aliran Rekonstruksionisme
Jauh pada tahun 1930-an, dunia mengalami krisis yang sangat hebat, yaitu
krisis ekonomi yang tidak hentinya terus merongrong perekonomian dunia. Sistem
ekonomi kapitalis telah meningkatkan sikap egosentris masyarakat dunia. Masa krisis
dunia bukan hanya terjadi pada era modern seperti saat ini, yang tengah gencarnya
menghantui setiap penjuru dunia. Terutama yang cukup menghebohkan para penghuni
bumi adalah krisis ekonomi yang tidak hentinya terus merongrong perekonomian
dunia. Tidak ubahnya dengan sebuah politik, dalam ekonomi kapitalis tidak lagi
mengenal siapa teman sejati dan siapa musuh yang sejati. Sistem kapitalis telah
menumbuhkan sikap kesombongan negara-negara yang merasa memiliki sistem
perekonomian di atas atau yang disebut dengan negara-negara maju. Kesombongan-
kesombongan itu antara lain adalah kesombongan sikap dari sebuah negara yang
notabene dianggap sebagai polisi dunia yaitu Amerika Serikat. Amerika merasa
sanggup hidup dengan perekonomian sendiri, hingga akhirnya defisit perdagangan
Amerika mulai terasa sejak menjadi elemen penting ekonomi dunia pada awal abad
ke-17. Antara tahun 1990 sampai tahun 2000 defisit perdagangan Amerika dari 100
miliar naik menjadi 450 miliar.
Krisis yang terjadi di Amerika tersebut secara otomatis juga telah menjadi
krisis bagi dunia. Sedangkan krisis yang terjadi pada tahun 1930-an pada saat itu juga
merupakan sebuah krisis ekonomi dunia yang menyebabkan terjadinya depresi dunia
yang menyebabkan lumpuhnya bangsa-bangsa kapitalis secara ekonomi. Adanya
krisis ini akhirnya berdampak pula kepada pendidikan. Krisis inilah yang
melatarbelakangi munculnya aliran rekonstruksionisme yang bertujuan untuk dapat
berusaha merombak tata susunan lama dalam pendidikan dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Dari pengertian tetang rekonstruksionisme, maka untuk dapat mencapai
tujuannya, aliran rekonstruksionisme berusaha mencari sebuah formula yang dapat
dijadikan sebagai perombak tata susunan pendidikan yang lama dengan tata susunan
pendidikan yang baru dengan berbagai ketentuan dan peraturan yang benar-benar
dapat mengatasi krisis kehidupan modern pada abad ke-21 saat ini.
Dari jalan pikiran dan upaya yang berusaha ditempuh oleh aliran rekonstruksionisme
ini, maka dapat dilihat bahwa prinsip pemikiran aliran rekonstruksionisme tidak
terlepas dari paham perenialisme yang menunjukkan keprihatinannya terhadap
kehidupan dunia modern, selain itu juga tidak terlepas dari prinsip pemikiran aliran
progresifisme yang mengarah kepada tuntutan kehidupan modern. Usaha
rekonstruksionisme sosial yang diupayakan Brammeld didasarkan atas suatu asumsi
bahwa kita telah beralih dari masyarakat agraris pedesaan kemasyarakat urban yang
berteknologi tinggi namun masih terdapat suatu kelambatan budaya yang serius yaitu
dalam kemampuan manusia menyesuaikan diri terhadap masyarakat teknologi. Hal
tersebut sesuai dengan pandangan Count bahwa apa yang diperlukan pada masyarakat
yang memiliki perkembangan teknologi yang cepat adalah rekonstruksi masyarakat
dan pembentukan serta perubahan tata dunia baru.
Menurut aliran rekonstruksionisme, kehidupan modern yang telah mengubah
kehidupan agraris menjadi kehidupan teknologi telah banyak meninggalkan
kebudayaan-kebudayaan sehingga terdapat suatu kelambatan budaya yang serius yaitu
dalam kemampuan manusia menyesuaikan diri terhadap masyarakat teknologi.Pada
prinsipnya, aliran rekonstruksionisme merupakan reaksi dan kelanjutan dari gerakan
progresivme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif
hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada
pada saat sekarang ini. Selain itu, keprihatinan oleh kaum rekonstruksionis sepaham
dengan para kaum perenialis yaitu yang menyetakan bahwa kehidupan modern saat
ini telah mengalami kebobrokan, kerusakan, kebingungan, dan tidak menentunya
prinsip manusia, sehingga manusia modern sudah banyak kehilangan jati diri mereka.
C. Tokoh - Tokokh Aliran Rekonstruksionisme
Adapun pendapat para tokoh beserta pemikirannya, yaitu:
1. Caroline Pratt
Pendapatnya mengenai nilai. Nilai disini yang dimaksud adalah mengenai nilai
yang ada pada sekolah tersebut. Bahwa nilai ini merupakan hasil berfikir efektif
peserta didik. Nilai ini diharapkan agar dapat merubah dunia pendidikan lebih
berkembang menjadi baik. Nilai juga perlu dilihat dari proses belajar dari peserta
didik dan juga perkembangannya yang didapat dari pelajaran tersebut dan juga pola
pikir dari peserta didik tersebut agar dapat selalu berfikir dengan baik.
2. George Count
Beliau seorang pendidik dari Amerika dan juga seorang ahli teori pendidikan.
Beliau sangat menekuni pembelajarannya dalam bidang sosiologi. Beliau mempunyai
suatu keinginan yaitu ingin menjadikan atau mendirikan sebuah lembaga pendidikan
sebagai sarana belajar bagi masyarakat.
3. Paulo Freire
Menurut Paulo mengenai pemikirannya yang berhubungan dengan pendidikan ini,
ia berkeinginan agar pemerintah merubah sistem pendidikan. Menurut Paulo sistem
pendidikan saat ini sangat menindas masyarakat, dan menurutnya agar dapat diganti
dengan sistem pendidikan yang baru yaitu sebuah sistem pendidikan yang dalam
prosesnya terdapat kebebasan bagi masyarakat, dengan cara memanusiakan manusia
bukan dengan cara menekan ataupun penindasan terhadap masyarakat.
D. Pandangan Rekonstruksionalisme Dan Penerapan Di Bidang Pendidikan
E. Teori Pendidikan Rekonstruksionalisme
Teori pendidikan rekonstruksionisme yang dikemukakan oleh brameld terdiri dari
Enam tesis,yaitu :
1. Pendidikan harus dilaksanakan disini dan sekarang dalam rangka menciptakan
tata sosial baru yang akan mengisi nilai- nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan
yang mendasari kekuatan–kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
sekarang peradaban menghadapi kemungkinan penghancuran diri. Pendidikan harus
meseponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia.oleh karena itu, kekuatan
tehnologi yang sangat kuat harus dimamfaatkan untuk membangun ummat manusia
,bukan untuk menghancurkannya. Masyarakat harus diubah bukan melalui tidakan
politik, melainkan dengan cara yang sangat mendasar, yaitu melalui pendidikan bagi
warganya, menuju suatu pandangan baru tentang hidup dan kehidupan mereka
bersama.
2. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, dimana sumber
dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.semua yang
mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat seperti, sandang, pangan, papan,
kesehatan, industri dan sebagainya, semuanya akan menjadi tanggung jawab rakyat,
melalui wakil-wakil yang dipilih. Masyarakat ideal adalah masyarakat yang
demokrasi. struktur, tujuan, dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan tata
aturan baru harus diakui merupakan bagian dari pendapat masyarakat.
3. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya
dan sosial. Menurut rekonstruksionisme, hidup beradap adalah hidup berkelompok,
sehingga kelompok akan memainkan peran yang penting disekolah. Pendidikan
merupakan realisasi dari sosial (social self realization). Melalui pendidikan indifidu
tidak hanya mengembangkan aspek-aspek sifat sosialnya melaikan juga belajar
bagaimana keterlibatannya dalam perencanaan sosial. Sehingga dari sini kita bisa lihat
bahwa rekontruksi tidak mengabaikan masyarakat yang sangat berperan dalam
membentuk individu.
4. Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara
bijaksana yaitu dengan memperhatikan prosedur yang demokratis.guru harus
mengadakan pengujian secara terbuka terhadap fakta- fakta, walaupun bertentangan
dengan pandangannya. Guru mendatangkan beberapa pemecahan alternative dengan
jelas, dan ia memperkenankan siswa-siswanya untuk memprtahankan pandangan-
pandangan mereka sendiri.
5. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk
menemukan kebutuhan –kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini,
dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial. Yang penting dari sains
sosial adalah mendorong kita untuk menemukan nilai- nilai, dimana manusia peercaya
atau tidak bahwa nilai- nilai itu bersifat universal.
6. Kita harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isis pelajaran, metode
yang dipakai,struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.semua itu harus
dibangun kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia
secara rasional dan ilmiah. Kita harus menyusun kurikulum dimana pokok- pokok dan
bagiannya dihubungkan secara integral, tidak disajikan sebagai suatu sekuensi
komponen pengetahuan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Rekonstruksinisme berasal dari bahasa inggris yakni reconstruct yang berarti
menyusun kembali. Dalam bahasa Indonesia rekonstruksi biasa diartikan
pengembalian sebagaimana semula. Rekonstruksionisme dalam filsafat pendidikan
selalu diartikan sebagai sebuah aliran yang berupa merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Rekonstruksionisme timbul sebagai reaksi terhadap perubahan tata kehidupan
masyarakat Amerika pada umumnya dan masyarakat Negara industry pada umumnya
yang semakin jauh dari apa yang diidamkan. Rekontruksionalisme dipelopori oleh
Count dan Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat
yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini yaitu : Carroline Pratt, Georg
Count, dan Harold Rugg.
Dalam konteks pendidikan aliran rekonstruksionalisme merupakan suatu
aliran yang berusaha merombak tata susunan itu lama dengan membangun tata
susunan baru yang bercorak modern. Aliran rekontruksionalisme pada dasarnya
sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan
modern. Kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan
zaman yang memiliki kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan
kesimpangsiuran.
Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para
peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat
manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-
keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Sekolah-sekolah
rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial,
ekonomi dan politik dalam masyarakat.
B. Saran
Setelah mempelajari aliran rekonstruksionisme, maka sebagai calon guru
seharusnya mampu memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan
suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis sehingga
perubahan-perubahan untuk mencapai suatu tujuan yang lebih baik akan selalu
diadakan dan dijadikan realita, dan bukan dunia yang dikuasai golongan
tertentu(orang-orang tertentu), sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan
potensi-potensi teknologi, yang mampu meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan,
kesejahteraan, dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan
warna kulit, keturunan, agama dan masyarakat yang bersangkutan, akan tetapi
perubahan yang digunakan untuk kepentingan bersama dan kelak mampu
menerapkannya.
Seorang guru harus mampu menyadarkan peserta didik terhadap masalah-
masalah yang dihadapi, seorang guru harus membantu peserta didik mengidentifikasi
masalah-masalah untuk dipecahkan. Guru juga harus mampu mendorong peserta didik
untuk dapat berpikir tentang alternatif-alternatif dalam memecahkan masalah di
kehidupan modern ini. Jadi, untuk makalah selanjutkan yang bertemakan
rekonstruksionisme untuk bisa lebih melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada
dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/umiqoimatulhusna/5ebe6102097f363afa66bfd2/pengertia
n-filsafat-pendidikan-rekonstruksionisme-dan-tokoh-tokoh-pemikirannya
https://id.wikipedia.org/wiki/Rekonstruksionisme
http://oemam-sumberilmu.blogspot.com/2012/04/aliran-filsafat-rekontruksionisme.html
http://dheanurulagustina.blogspot.com/2011/12/teori-pendidikan-
rekonstruksionisme.html#:~:text=Pandangan%20aliran%20Rekonstruksionisme%2C
%20memandang%20bahwa,nilai%20dan%20norma%20yang%20benar
http://rekonstruksionisme.blogspot.com/2015/05/makalah-rekonstruksionisme.html
MAKALAH
ALIRAN BEHAVIORISME
Disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran filsafat dan nilai budaya
Pendidikan
Dosen pembimbing :
Dr. Ahmad Hariyadi, S.Sos.l, S.pd,M.pd
Disusun Oleh;
Adika Fitra Sugiyanto - 202033155
Ajitama Ardha Maulana - 202033191
Annisa Qutrun Nada - 202033175
Sri Indah Yani – 202033179
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Aliran Behaviorisme ini
tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
pelajaran filsafat nilai budaya Pendidikan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Aliran Behaviorisme bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada , selaku Dr. Ahmad Hariyadi, S.Sos.l,
S.pd,M.pd mata kuliah Filsafat nilai budaya pendidikan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Demak, 20 0ktober 2020
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, perilaku dan, proses
mental, dalam Psikologi ada beberapa macam aliran salah satunya ialah aliran
behaviourisme dalam aliran ini penelitian difokuskan pada tingkah laku
manusia, dengan asumsi bahwa tingkah laku manusia merupakan wujud dari
kejiwaan manusia maupun hewan lainnya.
Alasan kita mempelajari tentang Psikologi Behaviorisme adalah agar kita
mengetahui mengenai makna dari psikologi dan behavioristik itu sendiri. Kita
juga akan menjadi tahu hal-hal yang mungkin belum kita ketahui dalam
Psikolgi Behaviorisme tersebut, karena dengan kita mempelajarinya
bertambahlah wawasan kita mengenai ilmu Psikologi Behaviorisme itu.Selain
itu kita dapat mengetahui pendapat-pendapat mengenai Psikologi Behaviorisme
ini dari para tokoh-tokoh, dan lain-lain.
1.2 Tujuan
- Untuk mengetahui makna dari Psikologi Behaviourisme
- Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang mengemukakannya
- Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari teori behaviorisme.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan teori Behaviourisme?
2. Uraikan sejarah Psikologi Behaviourisme
3. Siapa saja tokoh yang mengemukakannya?
BAB II
ISI(TEORI DAN PEMBAHASAN)
2.1 Pengertian Teori Behaviorisme
Peletak dasar aliran behaviorisme ialah Ivan Petrovich Pavlov (1849-
1936) dan Wiliam Mc Dougall (1871 -1938) Pavlov adalah seorang sarjana
ilmu faal yang fanatic dan sangat anti terhadap psikologi yang dianggap kurang
ilmiah. Ia mempunyai peran penting dalam psikologi behaviorisme karena
studinya mengenai refleks didasari aliran ini. Ia terkenal dengan eksperimen
mengenai refleks bersyarat atau refleks terkondisi yang dilakukan terhadap
anjing yang mengeluarkan air liurnya. Menurutnya, segala aktifitas kejiwaan
pada hakikatnya merupakan rangkaian refleks 1[1]
Selain Pavlov, pembangun aliran behaviorisme adalah Mc dougal. Melalui teori
tentang insting, ia berpendapat bahwa insting adalah kecenderungan bertingkah
laku tertentu dalam situasi tertentu sebagai hasil pembawaan sejak lahir dan
tidak dipelajari sebelumnya. Ahmad fauzi menjelaskan bahwa menurut Dougal
,semua tingkah laku manusia dapat dikembalikan pada insting yang
mendasarinya, misalnya : emosi takut dasarnya dasarnya adalah insting
melarikan diri, emosi heran dasarnya adalah insting ingin tahu, dan emosi kasih
saying dasarnya adalah insting orangtua (instinct parental)
Pada akhir abad ke-19, Ivan Petrovic Pavlov memulai eksperimen psikologi
yang mencapai puncaknya pada tahun 1940-1950-an. Jika yang dimaksud
dengan psikologi adalah ilmu jiwa, “jiwa” bukan materi sehingga tidak dapat
diteliti secara langsung. Penelitian difokuskan pada tingkah laku manusia
merupakan wujud dari kejiwaan manusia maupun hewan lainnya.
1[1] Ahmad fauzi, 2004 :28
Aliran behaviourisme memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus)
yang dapat dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning).
Sikap yang diinginkan dilatih terus menerus sehingga menimbulkan
maladaptive behavior atau perilaku menyimpang . jika manusia maupun hewan
diatih terus menerus dengan sesuatu yang lazim maupun tidak lazim, keduannya
akan berperilaku sama. Pengondisian perilaku tersebut dibentuk melalui
berbagai eksperimen, seperti eksperimen Pavlov. Ia melakukan eksperimen
terhadap seekor anjing yang sedang lapar. Ketika seorang anjing yang sedang
dalam keadaan lapar, Pavlov menyalakan lampu, untuk mengetahui apakah
anjing tersebut berliur apa tidak? Ternyata, anjing yang lapar tidak
mengeluarkan air liurnya akan tetapi, ketika dihadapan aning itu diletakkan
sepotong roti, ia mengeluarkan air liurnya .
Pavlov secara terus menerus menyalakan lampu sebelum menyodorkan
sepotong roti di hadapan anjing yang lapar. Selanjutnya , Pavlov menyalakan
lampu meskipun ia tidak menyodorkan sepotong roti. Ternyata, anjing tersebut
mengeluarkan air liurnya. Hal tersebut karena berdasarkan kebiasaan yang
tertanan dalam jiwanya bahwa kalu ada nyala lampu berarti aka nada sepotong
roti. Eksperimen itu menunjukkan bahwa air liur anjing menjadi conditioned
response dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus.dengan demikian,
“kebiasaan” telah membentuk perilaku “bodoh” seekor anjing. Ini yang
kemudian dipersepsikan bahwa tingkah laku manusia maupun binatang dapat
dibentuk, sehingga aliran ini dicap sebagai aliran yang memosisikan manusia
seperti robot yang mudah dibentuk mengikuti orang yang membentuknya.
Contoh lainya adalah tindakan menakut nakuti anak yang merengek minta jajan,
lalu ibunya menakut nakutinya bahwa “itu bukan penjual makanan”, tetapi
orang “gila”.cara tersebut dilakukan berulang ulang setiap kali anaknya minta
jajan jika melihat penjual jajanan. Akhirnya, anak itu merasa takut kalau
melihat pedagang yang lewat, karena ia berpikir bahwa penjual tersebut adalah
orang gila. Lalu, bagaimana apabila ayahnya sendiri seorang pedagang asongan
, bisa saja ia akan mengatakan bahwa ayahnya orang gila. Eksperimen yang
dilakukan penganut behaviourisme sama sekali tidak ada yang keliru, tetapi
perlu dianalis lebih mendalam bahwa percobaan yang dilakukan kepada seekor
anjing dan seorang manusia dalam kasus serupa tidak akan berjalan abadi,
karena seekor anjing hanya mengandalkan instingnya, tanpa akal dan tidak
berusaha mengembangkan kebiasaanya, sedangkan manusia bergerak dinamis
dan dengan akalnya, ia dapat merekayasa dan meninggalkan kebiasaan. Kalau
insting diartikan sebagai pembawaan dan fitrah, unsur kesamaan manusia
dengan binatang, seperti anjing,btidak berbeda, misalnya fitrah untuk
mempertahankan hidupnya,fitrah untuk mengambil segala sesuatu yang
bermanfaat dan menghindar dari madharat. Fitrah ini sama. Di luar fitrah
merupakan kerja akal manusia. Sebab, terbukti tidak ada anjing yang mampu
menjadi pelatih. Jadi adanya perubahan kecerdasan anjing karena adanya
kecerdasan manusia, tetapi keberadaan kecerdasan manusia bukan oleh adanya
kecerdasan anjing.
Pemahaman terhadap segala sesuatu yang diperoleh seorang anak dari orangtua,
sekolah, dan lingkungannyatidak dapat berlaku abadi. Sebagai contoh, ketika
seorang anak diberi uang oleh pamannya, lalu ia menerimannya dengan tangan
kiri, ibunya berkata dalam bahasa sunda, “Ngangge panangan sae atuh, teu
kenging panangan kenca, eta mah awon teu sopan”(pakai tangan yang baik
dong,tidak boleh pakai tangan jelek, tidak sopan). Yang dimaksud dengan
tangan jelek adalah tangan kiri, sedangkan tangan yang baik adalah tangan
kanan. Lalu , apakah seorang anak mengerti dengan konsep “tangan kiri yang
jelek” atau “tangan kanan yang baik”?
Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh cara membimbing anak seperti itu
jika dibiasakan? Apakah anak itu akan terus memiirkan tangan kirinya yang
jelek, kemudian, ia akan memotongnya karena malu mempunyai tangan jelek,
padahal ia masih sangat membutuhkannya. Bingunglah si anak itu , bagaimana
kelanjutan ceritanya?
Hal-hal yang lazim diterapkan dalam membentuk perilaku manusia pada masa
lalu kini tidak lagi dianggap lazim. Oleh karena itu, terbentuknya perilaku
mengikuti perkembangan zaman dan persepsi manusia sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan inteligensinya. Akan tetapi, hal itu tidak
berlaku pada binatang. Sejak dulu sampai sekarang, binatang akan bertambah
pengalaman hidupnya sesuai dengan instingnya, dan bentuk perilakunya serupa
dengan sesame habitat dan komunitasnya. Jika binatang dilatih terus menerus,
yang ia bisa hanya yang diperolehnya dari latihan.
Melalui aliran Behaviourisme, ditemukanlah asas-asas perubahan perilaku yang
banyak digunakan dalam bidang pendidikan , terutama psikoterapi dalam
metode modifikasi perilaku. Asas-asas dalam teori perilaku terangkum dalam
hukum penguatan atau law of inforcement, yakni:
a. Classical conditioning: suatu rangsangan akan menimbulkan pola reaksi
tertentu apabila rangsangan tersebut saring diberikan bersamaan dengan
rangsangan lain yang secara alamiah menimbulkan pola reaksi tersebut.
Misalnya bunyi peluit sebagai pertanda tibanya saat makan pagi maka semua
prajurit segera berbaris menuju ruang makan , meskipun tidak ada makan pagi.
Hal itu terjadi karena adanya asosiasi antara kedua rangsangan tersebut, yakni
bunyi peluit dan makan pagi. Jadi, wajar kalau aliran ini dipandang telah
melakukan dehumanisasi, yang memosisikan manusia sebagai robot.
b. law of effect: perilaku yang menimbulkan akibat-akibat yang memuaskan
akan cenderung diulang, dan sebaliknya perilaku yang menimbulkan akibat-
akibat yang menyakitkan cenderung dihentikan.
c. Operant conditioning: suatu pola perilaku akan menjadi mantap apabila
dengan perilaku tersebut berhasil diperoleh hal-hal yang diinginkan oleh pelaku
(penguat positif), atau mengakibatkan hilangnya hal-hal yang diinginkan
(penguatan negatif).
d. Modelling : munculnya perubahan perilaku karena proses dan peneladanan
terhadap perilaku orang lain yang disenangi(model).
Keempat asas perubahan perilaku tersebut berkaitan dengan proses belajar,
yaitu berubahnya perilaku tertentu menjadi perilaku baru.
Dalam paham behaviourisme, objek psikologi adalah perilaku yang
fenomologis, artinya perilaku indrawi, tampak dan nyata, bukan perilaku yang
metafisik yang tidak tampak atau ghaib.jadi yang paling kuat adalah perilaku
“bawaan lahir”.adapun perilaku lainnya dapat berubah –ubah karena berada
dalam kesadaran yang tidak konstan.
Dengan uraian di atas, dapat dipahami bahwa aliran behaviourisme adalah
aliran psikologi tentang tingkah laku yang sifatnya radikal, yaitu ketika
menyamakan tingkah laku yang sifatnya radikal, yaitu ketika menyamakan
tingkah laku manusia dengan binatang dari insting atau bawaannya, sehingga
tingkah laku keduannya dapat dikondisikan. Aliran ini menolak berbagai bentuk
pengalaman dalam kesadaran atau pengalaman batiniah yang bukan termasuk
tingkah laku yang absolut. Sebab, tingkah laku yang sesunguhnya adalah
alamiah dan sudah ada sejak dilahirkan .jadi, semuanya bersifat alamiah dan
harus diteliti dengan pendekatan alamiah pula.
Aliran behaviourisme memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus)
yang dapat dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning).
Sikap yang diinginka dilatih terus menerus sehinnga menimbulkan maladaptive
behavior atau perilaku menyimpang.
2.2 SEJARAH BEHAVIOURISME
Awal mula adanya Psikologi Behaviorisme yaitu pada abad ke-20 di
Amerika. Dan gerakan ini secara formal diawali oleh seorang psikolog Amerika
bernama John Broadus Watson (1878-1958) dengan makalahnya berjudul
“Psychology as the Behaviorist Views It” dan dipublikasikan pada tahun
1913.Watson mengusulkan peralihan dari pemikiran radikal yang membahas
perkembangan psikologi bedasarkan kesadaran dan proses mental. Watson
mendukung perilaku tampak yang dapat diamati sebagai satu-satunya subjek
pembahasan yang masuk akal bagi ilmu pengetahuan psikologi.Sistem Watson
yang memfokuskan pada kemampuan adaptasi perilaku terhadap stimuli
lingkungan, menawarkan ilmu psikologi yang positif dan objektif dan pada
tahun 1930 behaviorisme menjadi sistem dominan dalam psikologi Amerika
Psikologi behaviorisme sebagai disiplin empiris yang mempelajari
perilaku sebagai adaptasi terhadap stimuli lingkungan.Inti utama behaviorisme
adalah bahwa organisme mempelajari adaptasi perilaku dan pembelajaran
tersebut dikendalikan oleh prinsip-prinsip asosiasi.Pendekatan empiris
berdasarkan pengkajian asosiasi dalam psikologi behavioristikyang secara
umum mengikuti pendapat para filsuf inggris dan juga konsep locke tentang
kepasifan mental yang bermakna bahwa isi pikiran bergantung pada lingkungan.
Psikologi behaviorisme juga berfundamental pada refleksiologi.Meskipun
penelitian tentang perolehan refleks dilakukan sebelum diterbitkannya tulisan-
tulisan Watson, karena penelitian ini sebagian besar dilakukan oleh peneliti
berkebangsaan Rusia seperti Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936).Tetapi
kelompok ilmuwan Rusia tersebut memberikan dampak besar bagi
behaviorisme setelah publikasi tulisan-tulisan Watson dan berperan sebagai
kekuatan untuk memperluas formulasi aslinya.
Dalam penelitian yang cukup pararel pada tahun-tahun pertama abad ke-20,
sekelompok fisiolog Rusia meneliti dasar fisiologis proses-proses behavioural.
Meskipun penelitian Sherrington mungkin lebih signifikan dan memang para
ilmuwan berikutnyalah yang mengkaji implikasi-implikasi penuh
neurofisiologi. Sherrington bagi psikologi behaviouristik penelitian fisiolog
Rusia memiliki arah praktis yang dengan mudah diambil dalam behaviourisme
sebagai mekanisme dasar pembelajaran. Meskipun demikian, para peneliti
Rusia tersebut adalah fisiolog bukan psikolog, dan reduksi proses-proses
psikologis menjadi mekanisme fisiolog menjadi ciri penelitian mereka. Mereka
bukan filsuf yang berusaha mengartikulasi ilmu pengetahuan baru psikologi.
Namun, mereka ingin memperluas pengetahuan fisiologi yang sudah ada untuk
mencakup proses-proses yang selama ini dianggap psikologis. Sesuai dengan
hal itu, mereka tidak banyak memeberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan baru
psikologi. Tradisi ini berlanjut hingga kini di Rusia dan Eropa Timur, di mana
penelitian-penelitian terhadap proses-proses seperti pembelajaran, pengindraan,
dan persepsi sering kali dimasukkan dalam studi neurobiology daripada dalam
psikologi.
2.3 TOKOH-TOKOH BEHAVIOURISME
Beberapa tokoh behaviourisme yang terkenal adalah sebagai berikut.
1. JOHN WATSON
John Watson lahir pada tahun 1878 dan meninggal tahun 1958. Setelah
memperoleh gelar master dalam bidang bahasa (Latin dan Yunani), matematika,
dan filsafat di tahun 1900, ia menempuh pendidikan di University of Chicago.
Minat awalnya adalah pada filsafat, sebelum beralih ke psikologi karena
pengaruh Angell. Akhirnya ia memutuskan menulis disertasi dalam bidang
psikologi eksperimen dan melakukan studi-studi dengan tikus percobaan. Tahun
1903 ia menyelesaikan disertasinya. Tahun 1908 ia pindah ke John Hopkins
University dan menjadi direktur lab psi di sana. Pada tahun 1912 ia menulis
karya utamanya yang dikenal sebagai ‘behaviorist’s manifesto’, yaitu
“Psychology as the Behaviorists Views it”.
Dalam karyanya ini Watson menetapkan dasar konsep utama dari aliran
behaviorisme:
a. Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural science.
Posisinya setara dengan ilmu kimia dan fisika sehingga introspeksi tidak punya
tempat di dalamnya.
b. Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya membuktikan jati diri sebagai
natural science.
Salah satu halangannya adalah keputusan untuk menjadikan bidang kesadaran
sebagai obyek psikologi. Oleh karenanya kesadaran atau mind harus dihapus
dari ruang lingkup psikologi.
c.Obyek studi psikologi yang sebenarnya adalah perilaku nyata.
Pandangan Utama Watson
1.Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology)
Yang dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan,
termasuk juga perubahan jaringan dalam tubuh. Respon adalah apapun yang
dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus, mulai dari tingkat sederhana
hingga tingkat tinggi, juga termasuk pengeluaran kelenjar. Respon ada yang
overt dan covert, learned dan unlearned.
2.Tidak mempercayai unsur herediter (keturunan) sebagai penentu
perilaku
Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat
penting2[2] . Dengan demikian pandangan Watson bersifat deterministik,
perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal, bukan berdasarkan free will.
3. Dalam kerangka mind-body, pandangan Watson sederhana saja
Baginya, mind mungkin saja ada, tetapi bukan sesuatu yang dipelajari
ataupun akan dijelaskan melalui pendekatan ilmiah. Jadi, bukan berarti bahwa
Watson menolak mind secara total. Ia hanya mengakui body sebagai obyek
studi ilmiah. Penolakan dari consciousness, soul atau mind ini adalah ciri utama
behaviorisme dan kelak dipegang kuat oleh para tokoh aliran ini, meskipun
dalam derajat yang berbeda-beda. Pada titik ini sejarah psikologi mencatat
pertama kalinya sejak jaman filsafat Yunani terjadi penolakan total terhadap
konsep soul dan mind. Tidak heran bila pandangan ini di awal mendapat banyak
reaksi keras, namun dengan berjalannya waktu behaviorisme justru menjadi
populer.
2[2] Lundin,1991:137