The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by amierkl, 2019-07-19 22:06:37

10-FalsafahHidup-OCR-Mono-75

10-FalsafahHidup-OCR-Mono-75

FALSAFAH HIDUP



FALSAFAH

HIDUP

Oleh

PROF. DR. HAMKA

PENERBITAN PUSTAKA ANTARA
KUALA LUMPUR

Penerbitan Pustaka Antara 1964
Jalan Tuanku Abdul Rahman 1967
1977
Kuala Lumpur. 1980

-Hak pengarang terpelihara-

Cetakan pertama
Cetakan kedua
Cetakan ketiga
Cetakan keempat

Dicetak oleh
Percetakan Polygraphic Sdn. Bhd.,

No.2, Jalan 202,
Petaling J aya, Selangor.

ISINYA

Bab halaman

Guruku A. R. St. Mansur 1
Falsafah Hidup 7

I. HIDUP 19

- hidup (21) - Akal untuk Manusia (24) - Menyu-
sun Kerja (27) - Akal (30)"'- Alamat (32) - Tim-
bangan Orang Berakal (34) - Memperhalus Akal (37)
- Tanda Orang Berakal (42) - Guna Akal (47) -

II. ILMU DAN AKAL 49
- Tujuan Akal yang Sejati (53) - Tingkatan Makrifat
(58) - Akal dan Hawa Nafsu (63) - Perjuangan Akal

dan Hawa Nafsu (64) - Jahil (66) - Keutamaan Ilmu

(68) -

III. UNDANG-UNDANG ALAM .. 73
- Keutamaan (80) - Cinta (84) - Buah Keutamaan
Budi (88) - Didikan Keutamaan (91) .-- Keutamaan
dan Kewajiban (94) - Perangai Utama (95) --

IV. '\ADAB KESOPANAN 98

,t- Adab Diri terhadap Makhluk (101) - Beberapa

Contoh daripada Kesopanan dalam Islam (103) - Tali

Persaudaraan (123) - Kesopanan terhadap Rasulullali
s.a.w. (132) - Kesopanan kepada Tuhan (137) -
Kemenangan(142) -

v

v. SEDERHANA 147

- Sederhana tentang Niat dan Tuiuan (150) - Seder-
hana dalam Berpikir (151) - Sederhana Mengeluar-
lean Perasaan -(159) - Sederhana pada Keperluan
Hidup (163) - Sederhana pada Perasaan Sukaeita
(167) - Sederhana pada Harta Benda (172)-Seder-
hana Meneari Nama (180) _. Sederhana Meneari
Pangkat(192) - Pendidikan Kesederhanaan (196)-

VI. BERANI 203
- Keberanian Kesopanan (208) - Buah Keberanian 256
(214) - Dengan Keberanian Meneapai Kemerdekaan
(217)- Kemuliaan (223)- Maruah (233)- Tinggi
Cita-eita (245) - Perea.va kepada Diri Sendiri (249) -

VII. KEADILAN
- Berpisahkah Agama dengan Negara? (269)':"'- Ke-
merdekaan Hak Milik (274) - Agama dan Kesakitan
(284) - Hikmat dan.Keadilan (287) - Keadilan dan
Pemegang Pemerintahan (290) - Bagaimana Supaya
Kita Merdeka?(294)-

VIII. PERSAHABATAN 303
- Meneari Sahabat (306) - Persahabatan dan Perem-
puan ( 3.11) -

IX. ISLAM SEBAGAI PEMBENTUK HIDUP .. .. 315

vi

GURUKU A. R. ST. MANSUR

BEBERAPA ternan-ternan pernbaca Falsafah Hidup ini, baik di zaman pen-
jajahan dulu, atau eli zaman rnerdeka sekarang ada yang rnenanyakan ke-
padaku, siapa benarkah guru A. R. S. Mansur itu, maka saya menjadikan
kitabku Falsafan Hidup ini sebagai tanda honnat kepada beliau.

Sesungguhnya adalah beberapa guru yang amat mempengaruhi pi-
kiranku dalam agama, sehingga saya dapat menciptakan buah pikiran,
buku-buku, syair, roman dan lain-lain. Saya tidak dapat melupakan nama-
nama sebagai alrnarhum H. Fachroedin, yang meskipun hanya sekali saya
dapat berternu dengan beliau, di kongres Muhammadiah ke 18 di Solo da-
lam tahun 1929. Keberanian dan ketegasan sikapnya, menjadi pendorong
bagi saya untuk berani dan tegas pula. Saya tidak dapat melupakan K. H.
Mas Mansur, yang rupanya suka sekali rnemperdalam selidiknya kepada fal-
safat Islam sehingga sela1u yang menarik hati saya datang ke kongres Mu-
hanunadiah ialah hendak rnendengarkan kupasannya tentang tarikh Islam
dan perjalanan sejarahnya, sehingga itu pula yang mendorong saya buat
menyelidiki tarikh Islam.

Saya tidak dapat rnelupakan almarhum H.D.S. Tjokroaminoto yang
mulai menunjukkan pandangan Islam dari segi ilmu pengetahuan Barat,
ketika beliau mengajarkan 'Islam dan Sosialisma' kepada kami ketika saya
datang ke Djokja di taboo 1924.

Saya tidak dapat melupakan perkenalan saya deugan guru A. Hasan
Bandong dan M. Natsir eli tahun 1929 di Bandung. Saya diterimamereka
rnenjadi penulis dalam rnajalah Pembela Islam. Waktu itu mulailah saya
menulis tentang Islam dan ciptaan renungan saya sendiri.

Tetapi dasar yang saya dapat, ialah dari dua orang besar, yang seorang
telah dikenal kerana hidupnya yang mulia dan matinya yang mulia, yaitu
ayah saya Dr. H.A. Karim Amrullah. Kehidupan agama yang meliputi dan
melingkungi saya dari keeil, di rumah beliau, eli waktu sangat hangatnya

pertentangan kaum muda yang beliau menjadi peolopornya mempertahan-
kan susunan berpikir eara lama, telah menimbulkan tanda-tanda besar di
hatiku di waktu keeil.

Tetapi entah bagaimana sebabnya, dari umur sepuluh tahun, telah nam-
pak di jiwa saya melawan beliau. Ahli pendidlkan mengatakan memang
jiwa anak laki-laki tidak dekat dengan ayahnya.

Jiwa beliau adalah jiwa diktator. Pada sinar matanya adalah terbayang
jiwa memerintah. Orang tabu beliau keras, dan apa pendirian yang telah di-
pilihnya, dia akan pertabankan itu dengan segenap ilmu, pengalaman, pe-
nyelidikan yang ada padanya. Buat ini semuanya dia berani menanggung ri-
siko. (Riwayat hidup dan perjuangan beliau saya susun dalam buku yang
saya beri nama Ayahku.)

Kalau sekiranya eara beliau mendidik itu sajalah, maulah saya terbuang,
menjadi anak yang tidak berguna. Saya tidak mau pulang ke rumah, saya
tidak mau mengaji, saya bosan mendengar kitab fiqh yang diajarkan di
Thawalib oleh guru Abdul Hamid Tuanku Mudo. Yang agak pandai mendi-
dik saya hanya almarhum Zainuddin Labai eli Sekolah Diniyah. Tetapi
beliau meninggal di tahun 1924, waktu umur saya 14 tahun. Saya lari ke
tanah Jawa di tahun itu juga, kerana bosan atau kerana dorongan lain da-
lam jiwa yang mendorongkan saya buat menjadi saya yang sekarang.

Ketika itu saya singgah ke Djokja dan terns ke Pekalongan, di situ
tinggal A. R. St. Mansur. Isterinya adalah kakak kandung saya.

Di sana saya mulai mendapati orang yang hidup tidak bercerai dengan
dua buah buku, pertama Quran, kedua kitab Fathur Rahman, pencari ayat
Quran.

Ketika itu beliau baru saja memasuki pergerakan Muhammadiah dan
telah dapat bersua dengan mujadidul Islam K.H.A. Dahlan. Maka di Peka-
longan itulah mulai beliau meninggalkan perniagaannya yang telah mulai
hampir maju, lalu memberikan segenap dirinya untuk khadam dati kedua
kitab yang senantiasa tidak bercerai dati dekatnya itu. Beberapa orang
priyai, sebagai R. Ranuwihardjo, R. Tjitrosumamo dan beberapa orang pe-
muda sebagai R. Usman Pudjotomo dan adiknya Mohammad Rum (Mr.
Mohd. Rum sekarang), adalah menjadi muridnya dan mendengarkan fatwa-
fatwanya. Demikian juga saudagar-saudagar anak Minangkabau yang ber-
niaga di Pekalongan seumpama St. Maradjo, St. Mahmud. , 01. Madjolelo
dan Abdullahadi anak Pekalongan sejati. Pemimpin Irsyad (bangsa Arab),
sebagai tuan Munif.

Di situlah saya mulai mendengar kata-kata yang .belum pernah saya

2

dengar tentang agama dari mulut beliau. Misalnya: Betullah ada Engkau,
ya Tuhan!

Atau: Muhammad itu adalah Nabiku, dia adalah Nabiku, hai kawan-
kawan! Betul dia Nabi. Lalu dibawanya Quran yang dipegang-pegangnya
tadi ke dalam pangkuannya laksana memeluk anaknya dengan sangat cinta-
nya. .

Aku ketika itu baru berusia lima belas tahun. Kata hatiku, bagaimana-
kah kakandaku ini, gila dia agaknya. Padahal Tuhan -Allah memang ada,
cukup dengan mempelajari Sifat Dua Puluh saja, sudah dapat kita menge-
tahui Tuhan. Katanya Nabi Muhammad Nabiku, Nabiku, apakah selama ini
dia tidak tahu? Padahal dia murid yang terpandai dari ayahku?

Di tahun 1925 dia diutus Muhammadiah ke Sumatera Barat. Dia telah
membawa satu pandangan baru dalam Islam, ke dalam masyarakat Minang-
kabau yang bergelar 'Serambi Makkah' itu. Dia telah menggoncangkan ma-
syarakat Minang. Ayah saya sendiri pernah menuduhnya gila. Tetapi siapa
yang mendengar dia menerangkan agama, mesti 'lekat', terutama dalam go-
longan pemuda.

Quran suci itu rupanya telah mere sap ke dalam segenap urat nadinya,
ke seluruh pembuluh darahnya, Murid-muridnya bangsa Arab di Peka-
longan membelikarmya berpuluh-puluh buku buat ditelaahnya, tetapi
tidaklah sepenting perhatiannya kepada Quran itu buku yang banyak tadi,
Malahan hadis sendiri, tidak begitu jadi perhatiannya.

Di Minangkabau beberapa pemuda sebaya saya telah tergila-gila pula ke-
pada guru itu. Di antaranya Abdul Kamil, yang pernah ditangkap atas pe-
rintah Ibnu Saud di Mekah, kerana dituduh komunis. Dan memang dia
komunis, tetapi setelah mendengar ajaran beliau, terns menjadi seorang
Muslim sejati, yang tidak pula bercerai dengan Quran lagi. M. Zain Djam-
bek, yang sampai sekarang terkenal sebagai seorang pemuda yang taat.
Marzuki Yatim, yang sampai ke zaman perjuangan mendirikan Republik di
Sumatera Barat, tennasyhur karena teguh pend irian agamanya dan dihor-
mati oleh lawan dan kawan.

Di pertengahan tahun 1941 ada konfrensi konsul-konsul Muhammadiah
di Bengkulu. Ketika itu Bung Kamo diasingkan Belanda di sana. Sinar A.R.
St. Mansurpun telah menembus ke hati Sukarno. Sampai sekarang da-
pat kita dengarkan bila Sukarno menerangkan agama, di dalamnya terda-
pat juga pengaruh St. Mansur. Hingga ketika beliau berpidato di tanah la-
pang Kantin Bukit Tinggi menerangkan kehidupan Muhammad s.a.w. ada
kawan yang berkata: St. Mansur!

3

Sebetulnya banyaklah orang berpendapat bahwa orang yang masih
hidup, jangan dahulu ditulis riwayatnya, tetapi saya telah melanggar pen-
dapat itu. Sebab saya tidak akan memandang guru saya itu sebagai dewa.
Saya jelaskan di sini segi kebesarannya, dan tentu orang akan mengetahui
pula bahwa ada pula segi kelemahannya sebagai manusia. Saya karangkan
kehidupan orang besar itu, sebagai penunjuk jalan bagi penyelidik di bela-
kang orang besar itu, dan tentu orang akan mengetahui pula bahwa ada
pula segi kelemahannya sebagai manusia. Saya karangkan kehidupan orang
besar itu, sebagai penunjuk jalan bagi penyelidik di belakang untuk menu-
lisnya lebih lengkap. Mana tahu entah saya lebih dahulu dati beliau mati
nanti.

Ulama-ulama seluruh Minangkabau yang sejak tahun 1908 telah berpe-
eah kerana selisih paham, dialah yang menyatukan. Badannya hanya lemah
penyakitan, tetapi jiwanya eukup bersinar, kerana sinar kedua kitab yang
tidak lepas dari tangannya itu.

Perserikatan yang dipimpinnya telah maju. "Barangkali dialah orang yang
kedua mengapi-apikan jiwa Muharnmadiah di Indonesia ini sesudah K.H,
A. Dahlan. Kalau terjadi perselisihan-perselisihan tetek-bengek di antara
Pengurus Besar Muhanunadiah, dapat reda kembali kalau St. Mansur da-
tang ke Djokja. K.H. Mas Mansur, yang lebih luas ilmunya daripada beliau,
ketika akan diangkat menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiah,
meminta nasihat lebih dahulu kepada beliau. M.J. Anies ,Tonggak Muham-
madiah' yang terkenal itu, senantiasa ingat tatkala dia duduk di keliling
beliau.

Sebab itu maka kaum Muhammadiah yang menjadi pengikut di Sumate-
ra itu dituduh orang fanatik atau terlalu disiplinair. Sebetulnya tidak!
Melainkan jiwa A.R. St. Mansur itulah yang mengikut mereka. Ada juga-
tentu ada-muridnya itu yang jiwanya kurang bagus, lalu mengingkari pe-
ngaruh beliau atas dirinya. Tetapi murid nakal begini hanya rnenimbulkan
tertawa orang.

Suara yang dibawanya ialah suara perdamaian Quran. Dr. Cobee, sema-
sa menjadi Adviseur Inlandsehe Zaken, terpaku hening di tempat duduk-
nya ketika beliau menerangkan perdamaian dunia dari segi pandangannya
dengan kitab keeil yang dikepit-kepitnya itu, dan menyatakan ingin ber-
temu dengan beliau sesudah beliau pidato dan menyatakan penghargaan
yang timbul dari setulus hati.

Jika dia membaea Quran, dibacanya dengan lagunya sendiri lagu yang
timbul dari hati sanubari, yang tidak dapat ditiru oleh yang lain. Dengan

4

mendengar bacaan itu saja, jiwa kita sudah diketuknya. Jiwanya yang ber-
lagu.

Ketika dia datang ke Binjai, ulama-ulama yang masyhur kerana tafsir-
nya, yaitu Ustaz Abdul Halim Hasan, Zainal Arifin Abbas dan A. Rahim
Haitami turut mendengar. Sejak itu ulama-ulama itu menyatakan diri men-
jadi pengikut beliau.

Pendidik yang terkenal M. Syafei ketika diusulkan orang kepadanya su-
paya mernasukkan didikan ajaran Islam dalam sekolah I.N.S.nya, menya-
takan bahwa dia belum berniat buat itu, kecuali kalau A.R. St. Mansur
yang menjadi gurunya. Kerana beliau tidak ingin pengajaran Islam. Beliau
hanya ingin pendidikan Islam.

Untuk mengetahui kelemahannya sebagai manusia, perlu juga saya te-
rangkan bahwa meskipun beliau Wakil P.B. Muhammadiah eli Sumatera,
bukanlah beliau yang menyusun organisasi perserikatan besar itu. Beliau
tidak ahli tentang itu. Kalau diserahkan organisasi kepada beliau, mesti
kucar-kacir. Tetapi jiwanya meliputi kaum Muhammadiah sejak dati Djok-
ja sampai ke ranting-ranting yang jauh.

Setelah tentera Jepun masuk ke Sumatera Barat, Fron rakyat disatukan,
M. Syafei dikemukakan, kerana sernuanya sarna mengerti bahaya 'Yajuj
dan Majuj' ini. Di sanalah baru kaum cerdik pandai Sumatera Barat dapat
bergaul dekat dengan beliau, seperti Mr. Nasrun, Mr. Nazaruddin, Mr. St.
M. Rasjid, Mr. Haron Al-Rasyid, 01. Madjo Urang, almarhum Khatib Sulai-
man, almarhum Aziz Khan dan lain-lain. Barulah merasai nikmat jiwa A.R.
S1. Mansur. Sampai pada masa ini, orang-orang itu meletakkan figuur St.
Mansur dalam jiwa mereka. 'Pandangan yang luas tentang hidup, pengaruh
sari agama dalam perjuangan, khidmat dan tawaduh dan merasa kekurang-
an pengetahuan tentang soal-soal keduniaan,' itulah A.R. St. Mansur.

Yah, ... apa boleh buat. Orang besar tumbuh dalam masyarakat ren-
dah, hingga pengikutnya sendiri banyak yang tidak kenaI kepadanya. Tum-
buh di zaman jajahan, tertekan oleh suasana berkeliling.

Pada masa hebatnya revolusi, A.R. St. Mansur itu tidak dapat dibawa ke
tengah dan tidak sanggup ke tengah, kerana tidak ada kepandaiannya
dalam urusan itu. Dicoba orang membawanya ke dalam lapangan yang
bukan lapangannya, diperjuangkan orang jadi anggota K.N.I.P., tidak ada
kelebihannya dari yang lain. Diangkat oleh WakU Presiden Mohammad
Hatta jadi Mayor Jenderal Titulair sebagai penasihat agama di ketenteraan,

tidak dapat diselenggarakannya. Sebab besarnya bukan di situ.

Sampai pada saat ini kekayaannya hanya kedua kitab yang didapatnya

5

di Pekalongan di tahun 1924 itu jugalah-Quran dan Fathur Rahman pen-

cari ayat Quran. Hasil usahanya ialah beberapa orang pemuka dalam Islam

dan beratus-ratus sekolah, mesjid dan madrasah. Tetapi kekayaan yang di-

sebut oleh orang dunia, selama hidupnya belum pernah dia mengecapnya,

sampai sekarang!

Bung Kamo pernah mengajaknya pindah ke Djokja, akan diangkat

menjadi Profesor dari Sekolah Tinggi Islam. .

Umur beliau sekarang (1950) sudah kira-kira 56 tahun. Sampai hari ini

dia hidup dalam kekayaan dan kemewahan jiwa tiada taranya, melihat ke-

majuan murid-muridnya. Tetapi tidak kurang kejadian, anak dan isterinya

menyatakan beras belum ada.

Dati segi yang lain dapat kita lihat bah", ~t. Mansur seorang yang

'bodoh', Dia tidak kenaI apa yang bernama uang. Bertemu dengan orang

kesusahan, jika ada uang dalam tangannya, diberikannya saja, padahal

beberapa saat kemudian isterinya menyatakan beras tidak ada. Satu raasa

di Padang Panjang telah diberi orang beliau sedekah pekayuan rumah yang

lengkap, tetapi datang seorang menyatakan anak-anaknya kematian ibu

dan periu mendirikan rumah, segenap pekayuannya itu diberikannya pula

kepada orang tadi. 'Kebodoban' begini banyak bertemu pada orang besar-

besar. H. Agus Salim juga begitu!

***

Socrates sedianya tidak akan dikenal orang kalau tidak Plato membuka
riwayatnya, bahkan buah pikirannya sendiri, Republik dikatakannya juga
buah pikiran Socrates. Said Djamaluddin Afghani tidak berapa dikenal
orang, kalau bukan Muhanunad Abduh mengupas ajarannya. Dan Muham-
mad Abduh sendiri, baru dikenal dunia setelah ajaran-ajarannya dikupas
oleh muridnya Said Rasyid Ridha 40 tahun lamanya.

Saya bersyukur, beberapa kemajuan dalam hidup telah saya capai, mes-
kipun masih amat sedikit jika dilihat jauh lagi yang akan ditempuh. Dan
dalam semuanya itu guru saya A.R. St. Mansur banyak memberikan tun-
tunan kepada saya.

6

FALSAFAH HIDUP

SEJAK. zaman kemajuan yang dicapai oleh Yunani lebih kurang 2000
tahun yang telah laIu, kenallah orang akan kalimat fa/safah atau filsafat
atau Philosophy. Kalimat itu terdiri dati dua kalimat yang dijadikan satu,
yaitu pilos dan solos; pilos ertinya penggemar, dan solos ertinya hikmat
atau ilmu. Dan hikmat itu bahasa Arab, yang dalam bahasa Indonesia
boleh diertikan rahasia,

Banyak rahasia dalam aIam Ini, Kita tidak tahu, tetapi kita ingin tabu.
Langit lazuardi yang indah hijau, bintang-bintang yang ada dalam cakrawa-
la, dengan matahari dan bulannya, angin yang bertiup sepoi-sepoi basa,
nampak semuanya di hadapan kita ketika kita menengadah ke atas. Lalu
kita tolehkan pandang ke bawah, nampaklah dunia, lautan dan daratan, gu-
nung-gunung dan padang pasir. Hujan turun membasahi bumi, maka hidup-
lah bumi sesudah matinya; kelihatan burung-burungterbang dari dahan ke
dahan, demikian juga binatang, margastwa yang hidup di dalamnya. Lalu
terlihat pula bangsa manusia sendiri, hidup bermasyarakat berpuak-puak,
ibu menyusukan anak, ayah mencarikan makan. Maka terlihat pula diri
sendiri, dengan keajaiban dan keindahannya.

Tercengang, takjub, heran dan terasa bahwa diri kita sendiri dipenga-
ruhi, dipesona oleh tanda-tanda tanya, seribu, semiliun atau SATU tanda
tanya.

Apakah inti-Dart manakah datangnya?-Ke manakah kesudahannya?
Rahasia dan penuh rabasia....
Tiba-tiba sedang rnemikirkan hendak menyelidiki, hendak tabu, apakah
rabasia itu, kembali segala tanya yang sulit tadi kepada yang bertanya tadi,
mengapa saya bertanya? Siapa saya?
Rahasia . . . .
Semua orang ingin memecahkan rahasia-rahasia besar itu. Sebab itu
dapatlah dipastikan bahwa semua orang pada hakikatnya ialah kandidat
fllosof, meskipun hanya sedikit sekali yang lanjut jadi fllosof,
Tanah Yunani adalah sumber pertama daripada orang-orang yang meng-
hadapkan perhatian penuh kepada rahasia-rabasia itu, meskipun terdahulu
daripadanya, tanah Mesir telah meninggalkan bengkalai-bengkalai yang
bar us disudahkan, tentang soal-soal fllsafat yang belum sudah,
Mula-mula filsafat Yunani itu masih menengadah ke atas, hendak me-
ngetahui rabasia kejadian. Laksana hujan dari gunung, titik setitis demi
setitis berupa gambaran perasaan halus di dalarn syair dan dongeng, belum
terpisah di antara agama, dongeng, syair dan ilmu. Sebab itu dikenal orang-
lah bahwa syair-syair dongeng Homerus adalah permulaan bayangan dari
filsafat.
Di Miletos di Asia Minor, tempat perantauan orang Greek, di sanalah
timbul filsafat Greek yang mula-mula. Di sanalah timbulnya Thales,
Anaximandras dan Anaximenes. Perhatian yang mula-mula sekali terhadap
ialah kepada Alarn. Dari mana terjadinya alam ini, itulah a,a! mula per-
soalan. Hampir 200 taboo lamanya, sejak zaman Thales (625-345 Sebelum
Masehi), sampai ke zaman Demokritos (460-360) S.M.), edaran perbin-
cangan fllosof-filosof itu ialah tentang alam, dari mana asal kejadiannya,
sampai kepada terjadi sendirinyakah dia atau ADA yang menjadikan. Maka
ada yang mengatakan asal kejadian alarn ini ialah air, ada yang menga-
takan api, ada yang mengatakan wap, ada yang mengatakan api, angin, air

dan tanah. Ada yang mengatakan atom, a =tidak, tom =terbahagi (jau-

harul fard]. Dan tentang kejadiannya, ada yang mempunyai pendapat
bahwa dia terjadi sendirinya, dan ada yang berpendapat bahwa ada yang
menjadikan.

Setelah puas mencari rahasia itu, baharulah timbul seorang fllosof luar-
biasa, yang tidak lagi hendak menengadah ke atas itu, tetapi mengajak se-
samanya ftlosof mengupas satu soal yang lebih besar dari segala soal itu,
yaitu 'Kit a ini siapa?'

Siapakah kita, makanya kita hendak mengetahui rahasia alam? Siapa-

8

kah makhluk: keeil ini, yang menengadah gunung, merenung langit, membi-
lang bintang dan hendak mengetahui rahasia yang ada di dalamnya? Dari
mana kita datang, ke mana kita akan pergi? Mengapa kita hidup, dan apa
ertinya hidup itu? Apa perbedaan hidup kita dengan kehidupan makhluk
melata yang lain? Mengapa ada mati? Apa ertinya mati? Ke mana perginya
yang berkata dan berpikir kelmarin? Aku ada! Apa ertinya Aku dan apa
ertinya A do?

Lebih hebat rupanya soal ini daripada soa1 alam yang dilihat oleh Thales
dan oleh failosof-failosof yang sesudahnya. Nyatalah setelah diselidiki ber-
lama-lama bahwa sifat-sifat rahasia yang ada pada insan, tidak kurang pen-
tingnya daripada yang ada pada alam. Maka keluarlah sari filsafat: 'Insan
adalah alam yang keeil, dan alam adalah insan yang besar.'

Filosof yang mula-mula membawa soal dari langit ke bumi, atau dari
alarn ke insan itu ialah Socrates!

Dan beliau pula yang mula-mula menggelari dirinya 'fllosof', dengan
maksud yang bersahaja, yaitu 'penggemar hikmat'.

Itulah sebabnya maka ahli fllsafat berkata: 'Beberapa lamanya filosofi
tergantung di langit, maka datang Socrates mengaitnya dan diturunkannya
ke bumi.'

Pada makbad Delvi beliau bertemu sebuah tulisan: 'Kenallah dirimu.'
Lalu beliau jadikanlah tulisan itu menjadi semboyan dari filsafatnya.

Panjang dan berbelit-belit pulalah soal yang timbul bila mengaji diri itu.
Apa yang wajib dikerjakan, apa yang wajib dijauhi, apa yang baik, apa
yang buruk. Maka timbullah satu cabang filsafat yang bernama Ethica (AI-
Akhlak, budi). Bagaimana hubungan diri dengan masyarakat, timbul ilmu
masyarakat (sosiologi), bagaimana mengatur supaya masyarakat bersama
dan kepentingan bersama jangan beradu dan bertumbuk:, dan bagaimana
pimpinannya. Maka timbullah ilmu politik.

Demikianlah hal diri manusia yang mula disuruh mengenalnya oleh

Socrates, telah diperpanjang oleh muridnya Plato, dan diperlanjut lagi oleh
muridnya Aristo, berpanjang-panjang berlarut-larut, hingga Iskandar
Macedonie berperang menaklukkan negeri Mesir, Parsi dan Hindi. Sedang
beliau adalah murid dari Aristo.

Di tanah-tanah Timur telah ada kepercayaan agama; Agama Yahudi,

dan lain-lain telah menunggu di Timur. Agama mengemukakan hati dan fd-
safat adalah latihan otak. Dati bekas pengembaraan Iskandar, bertemulah
'otak' dan 'hati' di pantai Iskandariah, di tepi lautan merah itu. Maka
timbullah mazhab filsafat yang terkenal Neo-Platonisrn.

9

Demikianlah terus menerus, filsafat tidak akan berhenti-henti, selama
manusia masih berpikir, selama manusia masih bertanya, selama batin
manusia masih merasa juga adanya rabasia itu. Dati Griekenland ke Iskan-
dariah, pindah ke negeri Rumawi, pindah ke tanah Arab di zaman kejaya-
an Daulat Islamiah, sampai gurub cahayanya, sampai datang zaman Re-
nesanse di benua Eropa, sampai zaman sekarang ini.

Beratus-ratus 'bintang' pikiran telah timbul, berbagai-bagai soal dibica-
rakan, dan tidak hendak putus-putus. Satu cabang dari rahasia yang di-
bongkar itu ialah soal hidup dan hakikatnya. Socrates yang memulai, sam..
pai kepada Schopenhaur, sampai kepada Descartes, Tolstoy dan lain-lain.
'Hidup' tegak laksana gunung yang tinggi, mereka memandang dari tempat
tegaknya masing-masing, sebahagian rabasianya diperdapat oleh yang se-
orang dan sebahagiannya diperdapat oleh yang lain, menjadi mata-mata
rantai untuk mernbentuk jalan pikiran manusia dan kemanusiaan seluruh..
nya,

Kadang-kadang bersimpanglah di antara filsafat dengan agama. Maka
timbullah filsafat yang hanya menilik alam dan tabiat yang lahir sahaja
(materialism) dan kadang-kadang tibalah dia di satu perbatasan jalan. Ada
rupanya eli balik perhentian dan perbatasan itu, tetapi pikiran tak sanggup
lagi menyeberang ke sana. Itulah yang bemama mawaraath-thabi'ah atau
metafisika; maka setengahnya sampai di sana, dia tunduk dan merasa telah
berhasil maksudnya. "Tidak berhasil itulah yang sebenamya kehasilan'. Di
sanalah KESATUANNYA segala rahasia yang berbelit itu. Itulah awal yang
tidak berpermulaan, akhir yang tidak berkesudahan, jauh yang tidak ber ..
satu, dan dekat yangtidak berantara, yang tidak dikandung zaman, dan
tidak dikandung tempat, yang tetap ADA! Yang pikiran tak dapat menge-
tahui APAnya, tetapi hanya dapat percaya ADAnya.

Orang yang berpikir materialistis, yang hanya memperedarkan fllsafat
pikirannya terhadap benda, dan memandang bahwa segala sesuatu ini
hanya benda belaka, yang berpendapat KEKUATAN yangjelas itu bukan-
lah menguasai perjalanan benda, tetapi bendalah yang menghasilkan ke-
kuatan. Golongan ini pada hakikatnyapun pemah bertemu dengan perhen-
tian dan perbatasan yang kita sebutkan itu, sebab merekapun manusia, ber-
pikir sebagai'ahli pikir yang lain itu pula. Tetapi mereka tidak berani, Ialu
mereka pulang sahaja dengan hampa tangan seraya berkata, 'Biarkanlah ba-
rang yang di balik tabir alarn itu dengan halnya. Kita tidak akan lanjutkan
perjalanan kita ke sana.' Tetapi orang-orang ini tidaklah sepengecut mate..
rialis yang lain, yang senantiasa berkata, yang dikatakan ADA itu sebe..

10

narnya adalah TIDAK ADA! 'Demi tiap-tiap pikirannya akan bertemu
dengan keadaan itu, diapun membelok dan berkata dengan suara serak,
'DIA TIDAK ADA.'-Kalau ada, mana alasannya. Semua hanya benda, lain
tidak! Percaya akan yang ada itu hanyalah kepercayaan yang dipaksa, ke-
percayaan dari rasa tidak puas, itulah dogma.

Bukan YANG ADA itu tidak ada. Melainkan merekalah yang tidak ber-
temu, atau mengelak jika telah bertemu, kerana kurang berani, atau kerana
pikiran tidak merdeka, kerana diikat oleh yang telah terbiasa, walaupun
golongan ini kadang-kadang menamai dirinya golongan yang merdeka ber-
pikir (free thinker).

Suatu masa, dalam kalangan kaum Muslimin sendiri timbul golongan
yang tiada menyetujui pemakaian filsafat untuk tuntunan berpikir.
Memang ada juga bahayanya kalau hanya fllsafat yang dipentingkan ,
dengan tidak memperkuat dasar lebih dahulu. Orang yang tidak terlebih
dahulu mempunyai dasar hidup dan kepercayaan, memang boleh sesat di
dalam jalan-jalan yang berbelit-belit bersimpang siur itu. Dicoba pendapat
Socrates enak! Didengar pendapat Spinoza, lemak pula; diturutkan Gothe,
kesudahannya tidak ada yang benar lain dari dia. Dibaca historis-material-
isma Karl Marx dan methode berpikir dialektikanya, maka timbul pula ke-
simpulan, Marx paling jempol! Filsafat yang lain hanya dongeng; agama
hanya dogma! Tidak ada ideal kalau tidak beres ekonomi. Malahan dalam
kalangan kaum Muslimin sendiri, lebih kurang 700 tahun, terbenam ke-
pada taklid buta, .kerana hanya berpedoman kepada pendirian AI-Ghazali
tentang filsafat.

Pendirian mencari kebenaran, thalabul haq, perseimbangan di antara
kerja otak, tempat filsafat bermain, dengan kerja hati, tempat agama ber-
urat; kerjasama di antara pikiran, cita-cita dan perasaan halus, dengan itu-
lah kita mencoba berjalan-jalan di tepi pematangnya filsafat.

Agama Islam daripada sumbernya yang asli, yaitu Al-Quran, adalah
pembela filsafat. Bagaimana akan dimungkiri, padahal di dalam kitab suci
itu senantiasa disesali orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. 'Ti-
dakkah kamu akali?' 'Tidakkah kamu pikirkan?' 'Ambil perbandinganlah,
hai orang-orang yang mempunyai pandangan.' Dan lain-lain Iagi, beratus-
ratus ayat, untuk mengetuk pintu kesedaran pikiran.

Orang yang membaca Quran dengan penuh minat, orang yang member-
sihkan jiwanya untuk mencari kebenaran, sendirlnya, dengan tidak setahu-

nya, akaaberjalan menuju filsafat.
'Apakan mereka tidak me.Ji,ho.{ kepada unta, betapa ia diiadikan; Dan

11

kepada langit, betapa ia diangkatkan: dan kepada bukit-bukit. betapa ia di-
tancapkan; dan kepada bumi, betapa ill dihamparkan. ' (Quran 88:17-20). '

Amat menarik perhatian, apa yang tersebut di dalam surat 3 (AI-Imran)
ayat 190:

'Sesungguhnya pada kejadian semua langit dan bumi, dan pergantian
malam dengan siang, adalah menjadi bukti bag; orang yang mempunyai sari
pikiran. '

Dengan tuntunan sebagai tersebut di dalam ayat ini, menerawanglah pi-
kiran manusia di dalam cakrawala luas ini, berpuluh-puluh, beratus dan
beribu taboo, sampai ia bertemu dengan hakikat itu, di sana pikiran ter-
henti dan tunduk, maka timbullah ingatan kepadaNya:

(191): 'Yangingat mereka akan Allah, waktu tegak dan waktu duduk:
Ya Tuhanku! Tidaklah engkau jadikan semua ini dengan sia-sialA mat suci-
lah Engkau, peliharakanlah kami daripada siksa neraka. '

Nabi Muhammad s.a.w, sendiri, pada suatu hari terlambat pergi sembah-
yang subuh daripada biasa, padahal sahabat Bila1 telah bang (azan), beliau
belum juga datang. Maka cemaslah Bilal, kalau-kalau beliau kurang sehat.
Lalu dia datang ke kamar beliau eli samping mesjid dan memohon izin ke-
pada Aishah hendak bertemu dengan beliau.

'Masuklah, beliau ada di dalam,' jawab ibu kita Aishah.
Bilalpun masuk, didapatinya beliau sudah lama bangun, tetapi dilihat-
nya bekas menangis di mata beliau. Dengan terharu, Bilal berkata: 'Apakah
sebab engkau menangis, ya pesuruh Tuhan, padahal jika adapun kesalahan
paduka, yang dahulu atau yang terkemudian, semuanya telah diampuni
Allah.'
Beliaupun bersabda: 'Tadi malam datang Jibril kepadaku membawa
wahyu "sesungguhnya pada kejadian semua langit dan bumi"* , (lalu beliau
baca ayat itu seterusnya), Akhirnya beliau berkata, sambil melangkahkan
kakinya menuju mesjid: 'Celaka orang yang membaca ayat ini, hanya se-
mata-mata membaca, dengan tidak memperhatikan kandungan di dalam-
nya.'
Bila kita baca pula surat Az-zariaat (51) , ayat 20, 21 dan 22, jelas ter-
bentang tiga pokok tempat beredar filsafat, bumi tempat manusia hidup,
manusia sendiri, dan langit.
'Dan padakami, adalah bukti bagi orang-orangyang yakin (20).
'Dan pada dirimu sendiri, apakah tidak kamu pandang! (21).

* Ayat 190 dan seterusnya surah 3 itu.

12

'Dan pada langit rezekimu dan apa yangdijanjikan buat kamu.' (22)
Dengan jiwa fllsafat, ketika membaca ayat-ayat ini terbayang usaha ke-
manusiaan dan pikiran manusia, dari zaman ke zaman, hendak mengetahui
rahasia. Dengan hati yang tafakkur, jauh daripada sombong dan takbur, se-
hingga berpadulah eli antara keinginan manusia hendak tahu itu, dengan
tuntunan dari kekuasaan besar itu, selaraslah jalan fllsafat dengan agama,
atau tidak berpisah lagi. Berhenti pikiran di mana patut ia berhenti, laIu
menyerah dan memohon ilham, sebagai dinyatakan oleh Ibnu Sina.
Dengan membaca ayat itu, terbayang Thales memikirkan asal alam, ter-
bayang Socrates menyuruh mengenal diri. Terbayang pula suatu lukisan
tangan Rafael di gereja Vatican, yang menggambarkan Plato sedang me-
nunjuk ke langit, isyarat kepada alam cita-cita yang diingini oleh kemanu-
siaan, sedang di sampingnya berdiri muridnya Aristo, menunjuk ke bumi,
mengisyaratkan bahwa eli bumilah, eli dalam budi yangmulia (etik), dan di
dalam masyarakat yang teratur (politik), tempatnya cita-cita itu.
Alangkah luas lapangnya anjuran Quran di dalam mencari kebenaran
itu. Sampai dinyatakan sifat-sifat orang yang utama, yaitu 'yang mende-
ngar mereka akan kata, laIu mereka ikut mana yang lebih baik' (39:18).
Sebab 'kebenaran itu adalah dari Allah' (2:147). Dan semua ahli-ah1i
hikmat sedunia itu adalah mencari kebenaran, maka mendapatlah mereka
sedikit orang. Betapa tidak? Bukankah usia manusia itu sangatlah pendek,
sedang rabasia itu meliputi langit dan bumi,-yang panjang tidak hujungnya,
dan luas tiada tepinya.
Dapat hikmat itu barang sedikit, sudah syukur. Dan itu-kata Tuhan-
bukanlah sedikit, tetapi sudah banyak: 'Diberi Allah hikmat kepada ba-
rangsiapa yang dikehendakinya, dan barangsiapa yang diberi hikmat, se-
sungguhnya dia telah dianugerahi kebaikan yang banyak. Dan tidaklah
akan ingat, melainkan orang yang mempunyai sari pikiran [ua.' (2 :269).
Dan aIangkah luasnya pula pada Islam seketika Pesuruh Tuhan bersab-
da: 'Hikmat itu adalah harta kaum beriman yang hilang. Maka hendaklah
dipungut di mana juapun bertemunya.'
Oleh sebab itu, setelah kaum Muslimin mencapai tamaddunnya yang
tinggi, sejak zaman al-Mansur, Harun Al-Rasyid dan Al-Makmun, dengan
percaya akan ketinggian agama Islam, disalin orang kitab-kitab fllsafat
Greek ke dalam babasa Arab. Demikian juga dad bahasa-bahasa yang lain,
dengan tidak memandang dati agama apa juapun, hingga menjadi kekayaan
yang gilang-gemilang, bagi membentuk kebudayaan Islam.
Sampai timbul bintang-bintang fllsafat Islam yang besar-besar seumpa-

13

rna Razi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Baithur, Jabir bin Hayyan,
Ibnu ThufaiI, Ibnu Khaldun dan lain-lain.

Sampai suatu masa, Aristoteles digelari orang 'Muallim'-Mahaguru yang
pertama-dan Alfarabi, 'Mahaguru yang kedua.'

Sebagai kita katakan tadi, beratus tahun kaum Muslimin memandang
filsafat sebagai 'momok' yang berbahaya. Lalu diturutkan methode berpi-
kir cara Al-Asy'ari dan AI-Maturidiy, padahal keduanvapun kebanyakan
memakai methode Aristo juga. Maka kelarnlah pikitan dan jumudlah kera-
na tidak menurut perubahan dan aliran zaman, Dalam pada itu di benua

Barat orang bertambahan maju jaya, hinsga timbul 'great thinkers'-ahli-

ahli pikir besar, sebagai Descartes yang berkata: 'Aku berpikir sebab itu
aku ada.' Schopenhauer, Spinoza, Gothe, Emanuel Kant, Hegel dan lain-
lain, sedang di tanah Islam terhenti jalannya,

Syukurlah di pertengahan abad ke 19 yang lalu, timbul perubahan besar
cara berpikir, dengan dibuka jalannya oleh 'Failasof el Islam el Azim'
Said Jamaluddin Al-Afghani, yang sezaman dengan Arnst Renan di Peran-
cis dan Herbert Spencer di Inggetis.

Baru mulai waktu itu kaum Muslimin berkenalan kembali dengan filsa-
fat. Yang tentu sahaja bukan sedikit menderita kesulitan.

Sesudah itu baharulah timbul bintang-bintang Muhammad Abduh,
Ferid Wajdi, Thanthawi Jauhari. Baharu yang tersebut di akhir itu memulai
mentafsirkan 30 Juz Al-Quran dengan memakai fllsafat, Kemudian timbul-
lah Doktor-doktor dan intelektuil Islam yang beroleh gelar Doktor dad hal
fllsafat dari Universiti Eropa, dari Paris, Sorburne dan Bonn, dan dati Arne-
rika, seurnpama Dr. ThaIha Husain, Dr. Husain Haikal, Dr. Mansur Fahrni,
Dr. Zaki Mubarak. (disertasi tahun 1924 tentang 'Ethika menurut Pandang-
an Gazali'), Dr. Mahrnud Galab (yang banyak sekali mengarang dan
mengupas darihal filsafat Islam). Dan rektor dari Fuad I Universiti,
Muhammad Luthfi Said Pasya.

Di negeri India amat masyhurnya nama Failasof dan ahli syair Dr. Mu-
hammad Iqbal dan Maulana Abdul Kalam Azad, orang alim politikus dan
failasof, sahabat Gandhi dan Menteri Pengajaran di dalam kabinet Pandit
Jawaharlal Nehru.

***
Adapun di tanah air kita Indonesia ini, satu tanah air yang di masa

dahulu telah pernah mencapai kemajuan tinggi, sejak zaman Seriwijaya,

14

Melaka, Majapahit, Mataram, Aeeh Darus-Salam dan Pagarruyung, Mustahil
akan sampai ke darjah setinggi itu kalau kemajuan filsafat belum ada. Pada
permainan wayang nampak filsafat yang telah meningkat tinggi. Demikian
juga pada kesanggupan menyadur Ramayana dan Mahabharata ke dalam
Bahasa Jawa. Arjuna Wiwaha buah tangan Failasof Jawa Empu Kanwa,
menunjukkan sudah sampai ke mana ketinggian fllsafat bangsa kita. Pa-
tung-patung dan eandi, terutama Borobudur, menunjukkan kesenian lukis
dan ketinggian harga 'yang indah', salah satu eabang fllsafat di dalam pan-
dangan nenek moyang kita, Demikian juga pepatah dan bidal Melayu yang
dalam-dalam ertinya itu, semuanya adalah bekas ketinggian filsafat bangsa,
ada hubungan ilmu surat Melayu dengan Parsi dan Jawa, dengan Hindu
yang amat erato Kalilah dan Daminan buah tangan Baidabah Failasof
Hindi, telah disalin oleh pujangga Melayu Abdullah bin Abdul Kadir
Munsyi ke dalam bahasa Melayu, induk bahasa Indonesia sekarang, Dan
meskipun bagaimana, namun sesudah Iskandar Zulkarnain menaklukkan
Parsi dan Hindi, peradaban Yunani, buah pikiran Aristo, banyak atau se-

dikitnya telah menjalar juga ke dalam cara berpikir kedua bangsa itu, Dan

dari Parsi itulah timbulnya pula dua ahli pikir yang berpengaruh. Omar
Khayam dengan 'Rubayat'nya dan Firdausi dengan 'Syahnamah'nya. Ke-
susasteraan Melayu di istana Melaka dan Johor, terpengaruh oleh Parsi dan
Hindi. Bahkan di negeri Pasai Aeeh terdapat ulama-ulama Parsi. Maka
tiadalah kita patut hairan, jika Raja-raja Melayu membangsakan dirinya ke-
pada Sultan Iskandar Zulkarnain, dan kadang-kadang kepada Anu Syirwan
Al-Adil.

Sudah panjang lebar dua orang ulama berbincang tentang filsafat Ketu-
hanan di awal abad ke 17 eli negeri Aceh masa pemerintahan Sultan Iskan-
dar Muda Mahkota Alam. Yaitu di antara Abdul Rauf di satu pihak dan
Hamzah di pihak yang lain. Tandanya di samping penaklukan negeri dan
perjuangan, Seri Sultan memupuk pula ketinggian mutu pikiran eli istana
Aceh Darus Salam.

Tetapi apa boleh buat, kelanjutan kemajuan pikiran bangsa Indonesia
patah, lantaran patahnya kekuasaan Ampu Kanwa tidak bersambung lagi,
Tun Sed Lanang tidak berganti. Bangsa-bangsa yang menjajah kita, meski-
pun menyelidiki kebudayaan dan filsafat kita, itu hanya untuk kepenting-
an mereka, bukan untuk kepentingan kita. Sungguhpun demikian, sekali-
sekali dikirim Tuhan juga orang-orang besar, untuk menunjukkan api itu
belum mati. Seumpama Ranggawarsita ahli sastera Jawa, Abdullah bin

Abdul Kadir Munsyi ahIisastera Melayu dan Raden Saleh, ahli lukis.

15

Bagaimana akan dapat berpikir tinggi, bangsa yang hidupnya hanya se-
gobang sehari. Bangsa yang tinggal celana pendek sehelaipun masih berla-
ba, kerana jiwanya sudah semestinya tidak ada di badannya lagi, kerana
melaratnya.

Bertahun-tahun kita gelap dari pimpinan filsafat. Golongan yang ber-
pikir telah terbagi dua, kaum santri dan kaum intelek. Kaum santri menu-
rut pengaruh zaman kemunduran Islam-anti dan benci kepada segala yang
berbau filsafat, sedang kaum intelek didikan cara Barat, menurut pengeta-
huan ala Barat, sebanyak-banyaknya, tetapi dengan tujuan untuk kehidup-
an jasmani yang materialistis.

Bagaimana akan dapat menumpahkan pikiran, kalau bahasa sendiri

tidak dapat dikuasai? Cobalah baca kitab-kitab karangan ah1i agama 40

atau 50 tahun yang lalu. Tidakkah kita tertawa geli melihat susunan ka-
rangan itu? Tetapi itu jauh lebih baik daripada kaum intelektuil yang tidak
ada samasekali hubungannya dengan bahasa dan jiwa bangsanya.

Demikianlah keadaan kita bertahun-tahun,
Kesedaran bangsa Indonesia akan nasibnya yang mula-mula tumbuh se-
jak awal abad ke 19 ini, di dalam segala lapangan dan kebangunan bahasa
Indonesia, sejak sepuluh tahun sebelum proklamasi kemerdekaan, dan ke-
sedaran bahasa tentu sahaja timbul daripada kenaikan pikiran, semuanya
itu menyebabkan mulai timbul perhatian kepada filsafat.
Kaum cerdik pandai kita, yang terkurung oleh keadaan sekeliling, da-
patlah mencari kebebasan jiwa dengan memasuki alam filsafat. Drs.
Muhammad Hatta mulailah menulis bukunya Alam Pikiran Yunani tat-
kala ia diasingkan di Digul dan di B. Neira (1941). St. Takdir Alisjahbana
mulai menyusun 'rintisannya' ke dalam alam fllsafat di zaman jiwa rasa ter-

kungkung eli zaman kezaliman Jepun. Demikian juga Dr. Abu Hanifah, Se-

belum itu M. Natsir telah mulai pula membuat rencana-rencana berturut
tentang filsafat failasof-failasof Islam.

Sekarang Indonesia telah merdeka. Filsafat tidak lagi akan menjadi obat
hati daripada orang yang merasa terkurung, laksana tasauf menjadi tempat
lari dari orang yang tidak mendapat bahagian daripada perebutan dunia.
Kemerdekaan bangsa, kemerdekaan politik, sendirinya akan membawa ke-

merdekaan berpikir dan kemerdekaan menyatakan pikiran. Kemerdekaan

bangsa menimbulkan kegembiraan hidup di dalam segala lapangan. Jamin-
an negara atas hidup warganya dan usaha mempertinggi ukurannya, me-
nyebabkan akan timbulnya faiIasof-faiIasof Indonesia yang di samping
orang memikirkanyang di hadapan mata, dia memikirkan yang seribu ta-

16

hun lagi. Dan jika pendapatan itu 'ganjil' didengar orang awam, dia tidak
akan gentar menjelaskannya, kerana keamanan dirinya terjamin.

Adapun dalam agama Islam, filsafat akan menjadi alat mencapai ke-
kuatan iman. Seketika mendirikan 'Sekolah Tinggi Islam', pendirinya Drs.
Muhammad Hatta merasa amat perlu dua ilmu diajarkan di sekolah itu,
yaitu fllsafat dan sosiologi! Dengan itu baharu penganut Islam dapat me-
nuju pikiran dan masyarakat orang lain, di dalam memegang keyakinan
agamanya. Kewajiban beliau yang lebih besar di zaman ini, menyebabkan
pimpinan atas 'Sekolah Tinggi Islam' itu tidak clapat beliau lanjutkan.
Hingga cita-cita itu di masa ini masih menjadi suatu bengkalai yang belum
sudah. Moga-moga dapatlah cita-cita itu tercapai, hingga kelak tirnbul di
Indonesia orang-orang yang ada minatnya kepada filosof dan fllosof-fllo-
sof Indonesia sendiri, dari gabungan pikiran Barat dan Timur, Leiden dan
Azhar, dari segala allran, terutama dari aliran Islam.

***

Dari uraian yang sudah agak panjang itu, dapatlah tuan-tuan ketahui,

filsafat itu amat panjang. Untuk melangkah permulaan sabaja, dipakai
orang berbagai methode, ada dengan cara mengetahui tingkat-tingkatnya,
dan ada pula dengan mengetahui kehidupan failasoof yang besar-besar
serta buah pikirannya, sampai kepada yang balus-halus, hingga kadang-
kadang menjadikan otak penat. Lalu dipelajari pula ilmu-ilmu yang menja-
di pecahan filsafat, seumpama ilmu alam, iIrnu hitung, ilrnu tubuh, ilmu
jiwa, ilmu budi, ilmu masyarakat, ilmu keindaban, dan kimia. Yang ber-
tambah dalam tiap-tiap ilmu itu, bertambah tepat dan dalam kita dapat
menyelami filsafat.

Saya karangkan buku Filsafah Hidup, sudahkah itu boleh dikatakan me-
muaskan?

Belum-Sudah!
Belum, sebab-sebagai saya katakan tadi, filsafat itu amat luas, seluas pi-
kiran manusia sejak ia pandai berpikir.
Belum, sebab pengarang buku itu sudah terlalu pondik dan sombong, di
dalam usia masih muda, dengan pengetahuan amat picik, berani memakai
perkataan besar, terhadap buku yang belum ada harga. Buku filsafat siapa
yang telah dibaca? Bahasa .apa yang baharu dikatahui! Belum! tetapi su-
dah!
Sudah, sebab fllsafat itu bukan hanya haknya beberapa orang, tetapi ke-

17

punyaan bersama. Tiap-tiap yang gemar melanjutkan pikirannya, telah ber-
pikir, dan pikirannya hanya sekadar senaganya. Walaupun failasof yang
mana, dia hanya berpikir seleadar tenaganya, dan tidak pula buat seluruh
soal. Dan iapun memandang perkara, dari seginya. Falsafah Hidup, saya
lihat rahasia hidup dari pandangan hidup saya, sebagai seorang Muslim, laIu

saya ketengahkan. Sudah, sebab di hadapan sayaada terbentang kitab suci,

Quran dan Hadis Nabi, terang dan nyata; terbentang pula tarikh Nabi, serta
perjalanannya. Beliau diutus Tuhan ke dunia untuk menuntun hidup.
Timbul keinginanku hendak mengetahui rahasia itu, amat sedikit telah ku-
ketahui. Apakah salahnya menyatakan pendapat yang sedikit itu, bagi pe-
nambah yang bany.ak?

Memang fllsafat membuat orang takut. Padahal ertinya telah dipermu-
dan oleh Socrates sendiri-failasof ertinya 'penggemar hlkmat'. Saya gemar
akan hidmat, tetapi saya belum berani bergelar failasof.

Pepatah yang terkenal 'kalau leail panjang sejengkal,jangan laut hendak
diduga' tidak dapat dipakai di sini. Bahkan dengan kail yang panjang se-
jengkal saya bukan menduga laut, saya hanya memancing ikan yang ada eli
dalamnya. Sebab tiap-tiap orang yang memancing saya lihat-berkat ya-
kin-membawa ikan juga pulang. Atau sebagai orang mencari lokan di pan-
tai-sebagai ujar failasof Henri Foincare-didapatnya lokan-lokan yang di-
hempaskan ombak ke tepi, dengan gembira, padahal masih banyak, dan
tidak terhitung, lokan dan mutiara yang masih tersirnpan d1 dasar laut....
Lokan-Iokan yang sampai ke pantai itulah baharu yang diperebutkan oleh
manusia dati zaman ke zaman....

Pengarang

18

I. HIDUP

TIDAKLAH akan didapat dua manusia yang sarna jalan kehidupannya dan
tidak pula sarna kekuatan badan dan akalnya. Tiap orang mempunyai ke-
kuatan sendiri, berlainan warna akalnya sebagaimana berlainan bentuk ba-
dannya. Bukanlah pada muka, pada suara dan pada langkah kaki sahaja
orang dapat mengenal orang, bahkan sejak dari masa eli dalam rahim ibu
sudah nyata berlainan aliran hidup itu. Tiap-tiap anak lahir ke dunia men-
eueut jarinya, tetapi bentuknya telah dapat dibedakan dengan anak yang
lain. Tentu sahaja otaknyapun demikian pula. Di dalam otak. itu terdapat
tidak kurang dan 180,000 miliun sel halus yang tak dapat dilihat satu-sa-
tunya kalau tidak dengan mikroskop. Tiap-tiapnya terbagi. kepada bebera-
pa tumpukan berhubung dengan tumpukan yang lain. Dia mempunyai
sentral pertemuan yang tidak ubalmya dengan alat pendengar menerima
suara yang ada di dalam talipon. Ada satu bahagian yang menerima per-
hubungan dati telinga, dari mata, dad hidung dan kaki, tangan dan lain-
lain. Sedang yang jadi pusatnya ialah benak itu.

Dia bekerja keras terus menerus, tidak berhenti-henti, mulai sejak kita
dilahirkan, disudahi setelah kita mati, padanyalah berdiri kehidupan kita.
Kalau kejadian dan pekerjaan otak itu telah kita perhatikan, kita selidiki
pula kehidupan dan pengalaman yang sela1u ditempuh manusia di dalam
1 hidupnya, dapatlah kita pahamkan apa sebabnya hal yang lama dapat kita
banding, kerana telah ada simpanan di dalam perbendaharaan yang berna-
ma benak atau otak., atau kepala itu.

Orang yang menyelidiki otak manusia di dalam iImu tabib telah mem-
perdapat bahwasanya susunan otak itu sangat rapi dan teguh. Jalan peker-

jaan yang dilakukannya amat sulit dan sukar menyelidiki lebih dalam, se-
bab d1a bukan sebagai mesin yang dapat diketahui rahasianya oleh montir

yang pandai, tetapi bahwa otak itu pekerjaan mereka tak syak lagi, sebagai-

19

mana tidak syaknya atas adanya pekerjaan matahari di pertengahan siang.
Susunan itu dan pekerjaannya adalah bertaIi dan berhubung, aka! adalah
meniadi asasnya. Menurut penyelidikan, maka otak anak-anak sejak dari

mulai lahimya sampai masanya berjuang menuju dewasa, yang dinamai
zaman pancaroba, kelihatan bahwa otak itu bertambah besar dan susunan-
nya bertambah sulit. Bertambah besar otak itu dan bertambah bekunya,
bertambah luaslah daerah usahanya eli dalam hidupnya. Tetapi jika di
dalam menuju kebesarannya pada suatu kali tiba-tiba ditimpa oleh suatu
penyakit, maka jalan otaknya itupun tertahan. Di dalam kalangan keluarga
kami ada terdapat seorang anak muda yang dari turunan orang yang 'encer
otak' dan mempunyai budi pekerti baik, tetapi ilmu-ilmu yangberkehen-
dak kepada berpikir tidak didapatnya punten yang bagus. IImu hitung
memusingkan kepalanya, ilmu yang mesti dihafal menyebabkan dia sakit.
Temyata bahwa seketika berumur empat tahun dia terjatuh dan tempu-
rung kepalanya terkimpus yang sampai dewasa bekas kimpus itu masih ke-
lihatan. Dia mengerti akan segala perkara bila ditunjukkan tetapi sukar
memikirkan. Menurut penyelidikan ahli kalau penyakit itu mengenai
sebahagian otak sahaja misalnya, maka sebahagian itulah pula yang lemah
bekerjanya. Sebab itu bukan sedikit bekas penyakit kepada akal dan harus
dijaga benar kesehatan otak itu supaya sehat pula jalan akainya.

Walaupun negeri kita masih miskin tentang dokter-dokter spesialis per-
kara otak, tetapi di negeri lain telah ada dokter yang sanggup mengobat pe-
nyakit yang ada dalam otak itu atau menyama-ratakan perjalanan sebaha-
gian otak yang Iemah dibandingkan dengan bahagian yang lain. Sehingga
seorang anak yang lemah akal, yang idiot dapat diobat sehingga menjadi se-
orang yang boleh berpikir. Nyatalah bahwa otak itu alat yang hidup sendiri
di dalam kehidupan manusia. Kekuatan di otak itulah yang menimbulkan
angan-angan, pikiran dan kehendak, ingatan cita-cita dan lain-lain yang
timbul daripada aka! dan nafsu. Kehidupan otak itu timbul dari kekuatan
zat oksigen, yaitu zat yang disebut zat membakar. Kalau sekiranya berhen-
ti oksigen itu dari pekerjaannya, berhentilah otak dari bekerja, sebagaima-
na berhentinya api yang tiada mendapat hawa udara, Itulah sebabnya rna-
ka ahli ilmu tabib tidak mahu mengatakan bahwasanya kekuatan otak itu
timbul daripada perta1ian zat benda dengan roo. Akan tetapi aka!atau ruh
itu ialah bekas daripada perjalanan otak yang sehat laksana gejala api itu

timbul daripada lilin yang sedang terbakar. Tegasnya kalau sekiranya otak

itu kembali kepada anasimya yang tersendin, ditinggalkan oleh kekuatan
bakaran oksigen, maka berhentilah otak bekerja. Ertinya berhentilah yang

20

dinamai akal itu, Demikian keyakinan ah1i kesehatan dengan mikroskop
dan laboratoriumnya. Itulah sebabnya pada masa yang akhir ini terutama
semenjak ada Prof. Freud, ilmu tabib moden mempunyai keyakinan bahwa
penyakit jiwa itupun dapat diobat dan boleh diselidiki dari mana sebab
timbulnya, misalnya dari turunan atau penyakit ketika·kecil dan lain seba-
gainya. Rub itu menurut setengah keyakinan mereka berjalannya ialah
pada otak. Perjalanan anggota ini hanya dari sana, tak dapat dipisahkan.

Tetapi ah1i ilmu yang suka menyelidiki rahasia stof atau maddah dan
persambungannya dengan kekuatan, tidaklah suka menerima sahaja akan
penyelidikan ahli ilmu tabib itu. Menurut mereka otak itu adalah suatu zat
kasar yang menjadi perkakas daripada kekuatan yang batin, yaitu rub.
Adapun ruh itu-kata niereka- kekuatan yang batin, yaitu rub. Adapun
ruh itu-kata mereka-berbeda di antara satu sarna lain, laksana perbedaan
suara musik pada gitar yang sedang dibunyikan. Pendapatan ini adalah lak-
sana menjadj tafsir daripada iktikad ulama rohani, kerana ahli rohani itu
beriktikad bahwa ruh atau akal itu datang daripada alam lain yang tiada eli-
kenal, hinggap kepada jasmani manusia, lalu terjadilah hidup. Maka tubuh
itulah yang diambiInya menjadi sarang sampai kepada suatu waktu yang
telah tertentu. Setelah itupun dieeraikannya dan ditinggalkannya. Waktu
itu terjadiIah maut, dan iapun kembalilah ke alam yang tiada dikenal tadi.

Di sini nyatalah perbedaan di antara kedua pendapatan tadi. Ahli yang
hanya memperhatikan kehidupan dari segi kebendaan mendahulukan tu-
.buh dan Win daripada roo dan nyala. Dan ah1i yang memperhatikan hidup
dari jihat rohani mendahulukan rull dan nyala daripada tubuh dan lilin.

****

HIDUP

Kehidupan itu ialah laksana tenunan yang selalu bersambung, sekalian
makhluk di muka bumi ini seakan-akan tidak kelihatan di dalam tenunan
ini kerana sangat keeil. Maka tenunan hayat yang kita lihat ini adalah
ujung daripada pangkal kain yang telah lalu, yang bersambung, tiada putus,
sejak dati awal yang tiada diketahui bilakah sampai kepada akhir yang
belum diketahui bilakah.

Dan setelah waktu yang telah ditentukan itu dilaluinya maka kehidupan
itupun berhentilah pada suatuperhentian yang bernama 'el maut', yaitu
berhentinya perjalanan darah yang mengandung oksigen mengelilingi ba-

21

dan; bersamaan dengan itu maka sel yang kecil-kecil tadipun berhentilah
perjalanannya dengan tidak diharap akan kembali lagi....

Menurut penyelidikan ahli ilmu tabib kadang-kadang sesudah otak mati
bekerja, jantung masih bergerak, sampai dua jam di belakangnya atau le-
bib. Kadang-kadang ada dieobakan orang mengambil jantung mayat itu, di-
eobanya menghidupkan kembali dengan perkakas, ertinya hidup menurut
kehendak 'ilmu', maka iapun hiduplah, serupa semasa dia masih di dalam
yang punya, yang telah masuk kubur itu. Urat-urat yang di dalamnya ke-
lihatan hidup, sampai 40 jam di belakang. Sel yang kita katakan tadipun
telah dieoba juga oleh tablb-tabib itu memisahkannya daripada tubuh yang
telah mati, diberinya tempat yang spesial di dalam laboratorium. Padahal
tubuh itu sendiri telah di dalam tanah.

Kematian itu datang tidaklah pula sebagai kedatangan kilat, tetapi
berangsur-angsur, adakalanya sebagai lampu dinding yang kehabisan
minyak, Atau laksana sebuah negeri yang ditimpa kelaparan, penduduknya
habis mati, tetapi bukan sekaligus, melainkan hanya yang lemah juga yang
dahulu, berturut-turut sampai kepada yang lebih kuat menahan lapar. Ra-
hasia kejadian itu ialah sebab asas kehidupan memberi manusia bekal
dengan beberapa alat yang perlu sebagai udara, air dan makanan untuk
pemeliharakan hidup. Itulah pendirian orang yang memperhatikan kehi-
dupan manusia dari segi yang lahir. Mereka berpendapatan bahwa manusia
perlu kepada makanan. Jika makan teratur, maka pikiranpun terbuka, bila
makanan sehat, akal bertambah. Kalau oksigen tidak. bekerja mematikan
otak, maka buah pendapatan akal yang waras tidak akan keluar. Manusia
perlu kepada vitamin makanan supaya dia cergas. Kekurangan akal anak.
Indonesia bergantung kepada kehidupan mereka yang amat morat marlt.
Oleh sebab itu maka kehidupan akal itu tidak dapat dipisahkan dengan
stof-stof atau bekal hidupnya.

Baharu satu abad manusia beroleh pendapatan bahwasanya asal manusia
ini ialah daripada 'telur putih' yang ada eli dalam mani. Mani itu ada masa
hidupnya dan ada masa matinya, sehingga sudah dapat ditentukan orang,
bila masa dia 'menetas', yaitu terkumpul menjadi 'bekal anak' yang kemu-
dian akan menjadi seorang laki-laki atau perempuan. Orang tidak habis
heran bagaimana telur laki-laki yang mempunyai belalai halus, menyatukan
diri dengan telur perempuan pada suatu waktu di dalam rahim kemudian
menjadi satu dan lama-lama jadi darah, dari darah menjadi daging lalu
berupa dan berbentuk, Orang tidak habis heran memikirkan masa yang di-
tempuhnya itu, masa yang sulit dan penuh kekayaan Tuhan; mulanya

22

hanya sel yang teramat keen lagi putih, hampir tidak kelihatan di dalam
teropong ketika di lihat. l..antas diberi berbentuk.

~., ,J
~ .. ~/~~ f!I .,.,!

Dialah yang telah membentukmu di dalam rahim.
Setelah kelak ia menjadi tubuh maka di dalam tubuh itupun terdapatlah
bermiliurn-miliun, bahkan berbiliun sel halus tadi. Kelihatan dia bertum-
puk-tumpuk beribu-ribu, menjadi sebesar hujung jarum, dan pada sesudah
itu kelihatan persediaan yang akan ditempuhnya, yang akan menjadi da-
ging, menjadi tulang, menjadi darah, menjadi kulit dan lain-lain, yang kum-
pulan semuanya suatu tubuh yang hidup pula. Jadi terdapatlah bermiliun
kehidupan di dalam suatu kehidupan laksana bermiliun-miliun manusia hi-
dup di atas satu bumi!
Sampai kepada soal yang lebih keeil sebagai sebab telinga mendengar
dan mata melihat, di dalanmya kelihatan pula sel tadi, yang masih akan
lahir dan yang telah mulai mati, dan setengahnya sedang berjalan. Sehingga .
lantaran melihat itu timbullah pikiran awak bahwasanya manusia ini tiap
hari lahir dan tiap hari mati, sampai datang mati yang besar itu. Dan tiap
hari pula kelihatan semangat kehidupan atau kekusutan hidup, bekerja
baik atau jahat, Bagaimanakah akal kita akan dapat memutuskan perkara
heran ini? Bagaimana dari satu makhluk yang amat halus dan hidup dapat
jadi satu manusia, berakal dan berpikir? Orang bertanya: Apakah namanya
yang meniupkan hidup kepada tubuh halus itu? Kata setengah ulama, itu-
lah al-atsier, 'ether' atau bekas, dialah yang menyuruh menempuh evolusi
dari kecilnya kepada besarnya. Tetapi ether itu sendiri tidak pula dapat di-
putuskan orang apakah ia sebetulnya.
Maka teori lama telah berganti dengan teori baharu. Sesudah bertemu
dengan sel halus yang ada menaruh hidup itu, orang bertemu dengan ether,
maka ether itupun hanya dapat diberi nama sekadar nama itu sahaja. Di
sana terhenti perkara ini dan belum juga bertemu hujungnya, yaitu ether
dari mana datangnya dan dari mana asalnya atau pokok kejadiannya. Kita-
pun tibalah di pintu setengah terkunci pada kebingungan yang sangat,
kerana dia tidak bertemu lagi dan pintu itu teguh buat selama-lamanya,
Waktu itulah kita mendapat bahwasanya ada lagi suatu kekuasaan yang
mengatur segala sesuatu itu dengan bijaksana. Siapa benarkah dia? Kita

23

tidak. tahu dan tidak dapat mengetahui apa zatnya, coma kita dapat me-

ngetahui bekas perbuatannya: Kita tidak tabu, kita tidak mendapat. 'Se-
bab kita tidak mendapat itu, maka telah mendapatlah kita ....'

Nyatalah kita manusia sejak dati petemuan telur ibu dengan telur ayah,
dierami oleh ibu di dalam perutnya sampai menetas, sampaijadi anak, dan
manusia, sampai hidup, berjuang dan ... mati; semuanya melalui lebuh
yang telah terentang.

Demikianlah tenunan hidup yang kita lihat itu, dan demikian pulalah
hidup pada yang lain menurut takdir dan ketentuannya masing-masing
pula.

AKAL UNTUK MANUSIA

Manusia itu sejenis hewan juga, tetapi dilebihkan dia dengan akal, Kepa-
da akal itulah bersandar segala perkara yang wajib dia lakukan atau wajib
dia tinggalkan. Adapun hewan jenis yang lain, yang dirasainya hanyalah
sernata-mata kelazatan perasaan kasar. Dikejarnya kelazatan itu dengan
tidak menimbang dan memikir lebih dahulu. Sedang bagi manusia, akal
itulah menjadi penjaganya dan yang menguasainya. Meskipun suatu perka-
ra dipandangnya lazat untuk badannya, belum tentu dia mahu mengerja-
kan itu kalau belwn mendapat persetujuan daripada akalnya. Nampak
oIehnya harta orang lain yang amat bagus, tetapi akainya melarang meng-
ambit dan mengganggu hak orang itu. login dia kepada seorang perempuan
cantik, tetapi sebab menurut pertimbangan akalnya, mendekati perempuan
itu kalau tidak dengan jalannya akan menjatuhkan martabatnya, maka rasa
lazat yang diingininya itu ditahannya sahaja. Dia tidak mahu hilang hijab
malu daripada dirinya. Kecuali orang yang akalnya telah lemah dan nafsu-
nya serta syahwatnya lebih kuat yang telah tuli telinganya daripada men-
dengar seruan batin dan akalnya. Orang yang begini mudahlah terperosok,
dan mudahlah memikul malu.

Dengan adanya rasa malu itu pada orang yang berakal, terbukti bahwa-
sanya memperturutkan kelazatan badan itu tidaklah mendatangkan ke-
untungan- bagi manusia: Insan yang kamil, manusia yang hendak mening-
kat kesempurnaan selalu memandang hina akan perkara yang memang pan-
tas dihinakan dan seialu pula memuliakan barang yang patut dimuliakan,
yang patut ditimbang, yang patut dimalui. Makannya ialah untuk melang-
kahi hidupnya, bukan kerana hendak buncit perut dan menurut enak
selera.

24

Dengan akal itulah manusia dapat memikirkan besarnya nikrnat yang di-
terimanya daripada Tuhan, nikmat kemuliaan dan ketinggian yang tiada
ternilai, sehingga dia terlepas darlpada kehinaan. Dengan akal itulah jenis
manusia dilebihkan daripada jenis yang lain. Dan akal tiap orang itu ber-
beda-beda pula sebagaimana berbeda badan kasarnya satu sarna lain. Ber-
lain warna kulitnya, berlain bentuk badannya. Maka sebab akal itu berlain
pula keinginannya, tujuan hidupnya, pertimbangannya dan perasaannya,
berlain pula garls yang dilalui masing-masing.-Semuanya buat rnencukup-
kan hidup.

Tetapi sebab bukan akal sahaja yang dianugerahkan Allah, bahkan di
samping itu ada pula nafsu-sebab kita manusia termasuk jenis binatang
pula-maka tidaklah kita terlepas daripada garis sebagai manusia-tidaklah
ia sunyi daripada kesalahan, keteledoran, kesilapan, dan kegagalan. Sebab
itu kita tidak boleh memaksa diri di atas dari kesanggupan manusia, atau
mendakwakan barang yang sebenarnya tidak ada pada kesanggupan kita.
Kita hanya menjaga langkah, mengawasi dan menimbang.

Sebagaimana terpandang hina dan terpencil dari masyarakat orang yang
meninggalkan bahasa ibunya atau bahasa tanah aimya yang dengan dia
lidahnya lebih sanggup menerangkan segala perasaan hatinya, lalu memin-
jam .bahasa dan logat orang lain semata-mata kerana hendak menjadi
megah, padahal bahasa asing itu tidak diketahuinya sarnpai kepada dasar-
nya; maka lebih terpandang hina lagi manusia yang melebihi daripada ke-
kuatan dan kesanggupannya, atau memilih yang sebenarnya bukan pakai-
annya.

Akal itulah yang menyuruh manusia menjaga dirinya dan mengatur peri
kehidupannya, jangan meniru orang lain sebelum dipikirkan apakah yang
ditiru itu cocok dengan dirinya. Yang lebih utama menurut akal ialah
rnengukur bayang-bayang diri, mengenal siapa diri, dan berusaha memper-
baiki mana yang telah rusak. Seorang bintang filem, seorang pemain tonil,
berkali-kali mengadakan repetisi untuk menyesuaikan dirinya dengan 1a-
konan yang akan dijalankannya. Maka kita seluruh manusia ini lebihlah
berhak untuk merepetisi diri kita supaya menjalankan lakon yang akan
kita jalani pula di dalam lakonan hidup dan tonil hayat. .

Ekonomi ada orangnya, perniagaan ada orangnya, ulama ada orangnya,
pedang panjang eli lapangan perang ada pahlawannya, pedang keeil di la-
pangan kertas yang bernama pena ada pula panglimanya. Semuanya tidak-
lab perkara mudah. Semuanya hams menempuh perjuangan dan pereoba-
an. Siapa awas teruslah dia maju dan menang, tetapi ada pula yang jatuh

2S

lalu tegak, dan jatuh lagi, tetapi tegak pula kembali. Kejatuhan pertama di-
jadikannya pelajaran untuk menempuh kesulitan yang kedua. Dan ada pula
yang jatuh tetapi ia tak bangun lagi selama-Iamanya.... Perjuangan demi-
kian tidak ada pada binatang, hanyalah pada insan, pada manusia, dan itu-
lah kekuatan yang mereka rasai.

Selain dari hal ihwal manusia yang umum atau yang khusus itu, ada lagi
hal yang ketiga, nasib yang ketiga, nasib yang laksana jalan terentang yang
akan dilalui dan cara mereka melaluinya. Maka mahkota dan mahligai,
pangkat dan kehormatan, kekayaan atau kemiskinan, dan yang lain seba-
gainya, hanyalah barang pinjaman yang tak kekal adanya. Berganti-ganti
datangnya sebagaimana pergantian hari, tidak ada yang dapat menangkap
kakinya. Tetapi yang tak akan terpisah daripada manusia, yang ditanggung
tidak akan meninggalkan manusia atau ditinggalkan ialah sifat batin dan
kekayaan batin. Walaupun uang pergi dan datang, pangkat naik atau jatuh,
namun kekayaan jiwa itu tidaklah akan rneninggalkan diri. Umpamanya ia-
lah ilmu, hikmat, budi, bahasa, insaf dan sadar.

Biasanya ranting mewarisi dahan, dahan mempusakai pokok, akan teta-
pi ada pula buah yang terbit dari jambu cangkukan lebih sedap dari buah
jambu asalnya. Dengan lain jalan, pernah juga jalan yang dilalui anak kita
sarna dengan jalan yang dilalui si ayah dahulunya. Semuanya itu terjadi
adalah kerana perbedaan kesangggupan, tegasnya perbedaan akal, Sebalik-
nya lagi, bila kelihatan berkumpul orang jahat yang dukana, maka mata
orang akan dapat juga memperbedakan mana penjahat yang asal usulnya
jahat dan mana penjahat yang ada juga mempunyai asal usul baik. Semua-
nya ini harus kita perhatikan untuk memperbedakan kekuatan akal manu-
sia.

Maka sebelum kita maju dalam menentukan tujuan hidup, hendaklah
kita pandai memilih mana yang cocok buat diri, jangan mana yang disukai
sahaja. Anak muda kerapkali tidak insaf akan hal ini, kerana darahnya
masih muda dan panas. Ada anak muda melihat orang lain senang makan
gaji, dia hendak makan gaji pula, padahal yang lebih cocok dengan dia
bukan makan gaji, tetapi berniaga. Ada pula yang melihat orang jadi jurna-
lis atau pengarang, dia hendak jadi pengarang pula, padahal lebih sesuai
dengan dirinya jika ia jadi orang tam. Ada pula pemuda yang hendak 'di-
perbuat' oleh ayahnya menurut mahunya sahaja, bukan menurut kela-

yakan yang cocok dengan anak itu. Ada pula yang kena angin orang lain

sehingga hilang timbangannya.
Tetapi ada lagi golongan ketiga yang mempelajari pekerjaan sebelwn di..

26

tempuhnya, menimbang sebelum berjalan dengan kemerdekaan pendapat-
an dan akal, memakai baju yang sesuai dengan tubuhnya. lnilah yang
paling benar, tetapi ini pu1a yang belum bertemu di negeri kita. Oleh sebab
itu maka kaum kita belumlah merasai benar kelazatan akal itu.

MENYUSUN KERJA

Amat jarang orang yang memikirkan kepentingan mengatur pekerjaan
yang akan dihadapinya, sehingga berkacau bilau1ah pekerjaan setiap hari.
Kadang-kadang orang yang cerdik cendekia sendiripun tidak lepas dari
penyakit ini. Kalau sekiranya orang memperbuat rancangan daripada pe-
kerjaan yang akan dihadapinya tiap han, serta setia ia mengikuti keputusan
yang telah diperbuatnya sendiri itu, maka kelembikan dan kelemahan kita
tidaklah akan sebagai sekarang ini. Kerana susunan rancangan pekerjaan itu
di dalam hidup kita adalah memudahkan jalan buat menuju kemenangan

dan keberuntungan yang sekarang dinamai orang success. Hati kita tetap

dan langkah tidak gentar menuju ke muka.
Hendaklah rancangan pekerjaan yang kita hadapi itu kita kerjakan

dengan segenap persediaan yang disanggupi badan. Selama kita memakai
semboyan 'tidak melebihi dari kekuatan diri, serta sudi menyesuaikan pe-
kerjaan dengan apa yang cocok dengan tabiat kemanusiaan', maka selama
itu pula kita wajib menjaga segala pekerjaan supaya bersesuai dengan ke-
kuatan. Dan pekerjaan hendaklah tidak berlawanan dengan kewajiban,

Untuk mencapai itu hendaklah kita perhatikan benar keadaan diri sen-
diri dan budi pekerti sendiri. Kita hitung langkah kita dan kita tilik di rna-
nakah hujung perhentian yang cocok buat kita, Orang yang akan beroleh
kemenangan eli dalam suatu pekerjaan ialah orang yang mengukur bajunya
sesuai dengan tubuhnya. Seorang yang kecenderungan dirinya jadi jumalis
misalnya, maka tidaklah ia akan jaya kalau ia masuk ke medan perang. Di
medan perang itu ia tidak akan terhitung orang yang di muka, dia hanya
jadi pengikut, kerana sebenarnya bukan di sana medan perjuangannya. Me-
dannya bukan lapangan hijau berumput berbatu-batu, tetapi medannya
ialah lapangan kertas yang putih bersih. Meskipun dia ke medan perang, se-
tingginya hanya jurnalis perang, dalam bahagian pertadbiran. Segala ~­
kerjaan itu tidak ada rendah atau hina. Hinanya pekerjaan atau mata pen-
carlan ialah sebab hinanya perangai seketika mengerjakannya. Sudah per-
nah kejadian seorang bekerja di dalam memimpin suatu pergerakan, di sana
dia tak dapat maju ke muka benar. Dia selalu di barisan kedua, bukan di

27

barisan pertama. Dia tak dapat diikat oleh disiplin persyarikatan, sebab ia
selalu hendak merdeka di dalarn pabamnya sendiri. Disiplin persyarikatan
amat berlawan dengan itu. SyukurIah ia insaf, laiu Iari dari persyarikatan
itu ke dunia yang eocok dengan jiwanya, yaitu dunia pengarang. Di situlah
dia baharu beroleh jaya, Maka alangkah ruginya masyarakat kalau sekira-
nya dia tidak lekas insaf, tentu akan tersembunyi suatu kekuatan yang
pada hakikatnya memang perIu.

Sebab itu apa sahaja macam pekerjaan di dunia adalah bagus, berfaedah,
kerana masyarakat itu lemah sendirinya kalau sekiranya hati orang hanya
terhadap kepada suatu tujuan sabaja. Cuma yang harus dijaga ialah budi
seketika menghadapinya. Tetapi janganlah lupa bahwa manusia itu kadang-
kadang salah dan silap, sebab manusia itu memang selaIu ditentang oleh ke-
salahan. Coba pilih dan tunjukkan mana manusia di dunia ini yang tak per-
nab salah? Sedangkan para nabi lagi menjadi khi'af ulama, apakah mereka
suei dari kesalahan selama-Iamanya sebab mereka dipilih Tuhan buat men-
jadi utusan? Atau adakah pernah juga ia silap sebab dia hanya manusia?
Hal itu sekarang tidak usah kita putuskan, sebab kita sekarang membieara-
kan pertalian akal dengan kehidupan, bukan membongkar sebab perselisih-
an ahli Ilmul Kalam. Cuma kewajiban kita sebagai manusia iaIah meng-
ingat benar-benar di tentang mana kaki kita tergelincir dan di mana kita

terjatuh tempoh hari, di lubang mana dan sebab apa. Maka bila tiba di tem-

pat itu sekali lagi, menyingkirlah kepada jihat yang lain, jangan di situ juga.
Kalau tertumbuk langkah kita, sudah ada pepatah: 'tertumbuk biduk

dibelokkan, tertumbuk kata dipikiri',
Kelazatan akal telah menentukan kewajiban kita menurut umur. Se-

masa keeil, khidmatilah ayah dan bunda. Dalam sekolah khidmatilah guru.
Di waktu muda honnatilah orang tua. Penuturan orang yang banyak pe-
ngalaman dan penderitaan dengarkanlah dengan saksama. Sedang badan
muda tahanlah syahwat dan nafsu, supaya jangan habis kekuatan sebelum
badan tua. Ikut perangai ayah mana yang baik. Warisnya yang berupa harta
tidak ada harganya, lekas habis, tetapi warisnya yang berupa budi boleh
berlipat ganda banyaknya setelah dia meninggal.

Orang tua, bersenang diri1ah! Kurangi pekerjaan berate Tilik pemuda da-
ri jauh, berl pimpinan dengan balk, jangan jadi batu penarung, hendak me-
minta pemuda kini supaya serupa dengan pemuda di zaman beliau masih

muda, 40 tahun yang lalu, Tua itu bukan ertinya tidak terpakai lagi, tetapi
si tua adalah tulang belakang. Jadi ganjil perangai pemuda yang tidak dico-
coki, jangan ditilik kepada perangainya sahaja, tembuslah sampai kepada

28

darahnya. Menghambat pemuda dalam geloranya, serupa dengan mengikat

kaki tangan anak keeil berumur empat bulan supaya jangan bergerak atau
mengurung anak berumur lima tahun supaya jangan berlari. Kalau hendak
dibuat begitu juga lebih baik doakan anak-anak itu lekas sakit supaya dia
'elok laku' sahaja di rumah, serupa neneknya. Kalau di waktu masihmuda
diminta supaya dia serupa orang tua pula, maka di waktu tuanya esok se-

rupa siapakah dia????
Orang tua yang begitu biasa dinamai 'tua nyinyir' tua gatal mulut, tUB

renta. Ada pula orang yang telah tua, merasa muda juga, sebab akalnya me-
mang agak perlu 'dioperasi', diperbaiki sadikit. Orang tua begini biasa di-
gelari 'orang tua tarung asam', hal us di luar tetapi di dalam, asam. Tua
yang berguna ialah kelapa, makin tua Makin berminyak! Tua yang begini
perhiasannya ialah kebesarannya dan gensinya. Janggutnya lebih mahal da-
ripada dasi pemuda. Tongkatnya menjadi dalll bahwa di dalam alam ini ada
pula kehebatan. Tahu hendaknya memakai pakaian masing-masing, demi-

kianlah hidupnya orang yang berakal. Hakim atau orang yang menjalankan

perintah negeri hendaklah insaf bahwa orang yang akan diakui orang yang
berakal hanyalah budinya, bukan pangkatnya. Celakalah orang yang dise-
gani orang kerana zalimnya.

Orang yang merantau ke kampung. orang, jan~an~~puri urusan orang
dalam kampungnya, sebagairnana seorang mertua tidak boleh eampur
tangan kalau anak dan menantu sedang__berkelahi di dalam rumahnya.

Demikienlah hidupnya orang yang berakal, tegak di garis masing-ma-

sing, menjaga hak sendiri dan menghormati orang lain di dalam haknya

pula. Bersama-sama berkhidmat kepada keadilan dan peraturan.
Pikirlah bagairnana orang dahulu menghukum dan bagaimana pula

orang sekarang. Dahulukala kalau sekiranya timbul satu kesalahan pada
perkataan atau perbuatan, hukumnya lekat sekali. Cemburu dan cenderung
mata masyarakat lekatlah kepadanya. Sekarang orang selami lubuk akal-
nya, lubuk jiwanya.

Gerak-geri di dalam sopan, duduk tegak di dalam adab, pikir dahulu ba-
haru amal, jangan terdorong-dorong sahaja. Bukan hidup sembarang
hidup, babi di hutan hidup juga, tetapi dari harta orang; anjing di kandang
hidup juga, tetapi dari lebih-lebih tulang; kuching di rumah hidup juga, te-
tapi hid up makan sisa. Hidup insan lain letaknya. Lazatnya akal sempurna
basa, mulia hati lautan paham, penuh melaut kira-kira. Putaran dua perka-
ra, pertama Iman, kedua Islam. Begitulah hidup orang berakal.

29

AKAL

Apakah yang dikatakan akal?-akal diambil daripada kata asli yang erti-
nya: 'ikatan'. Nama ini telah cocok betul dengan tempat pengambilan,
kerana ibarat tali mengikat akan unta, maka aka! itu mengikat akan manu-
sia.

Dalam pepatah Melayupun telah ada: 'Mengikat binatang dengan tali,
mengikat manusia dengan akalnya.'

Jadi sebagaimana tali mengikat unta supaya jangan lari, aka! manusia
mengikatnya pula supaya jangan lepas lalas sanaja mengikuti bawa nafsu-
nya,

Amir bin Abdul Kuddus berkata:
Pada istilah, ertinya makna yang dimaksud dengan -'akat' setalah dipin-
dahkan daripada maknanya yang asli menurut bahasa itu, ialah 'pengeta-
husn akan perkara yang mesti diketahui'. Diapun terbagi dua: pertama di-
perdapat dengan pancaindera. Yang kedua permulaannya dati dalam diri
sendiri.
Yang diperdapat dengan pendapatan pancaindera, ialah seumpama ben-
tuk yang terlihat dengan mata,. sehingga dapat ditentukan merah atau
putihnya, besar atau kecilnya. Atau suara yang didengar oleh telinga, mer-
du atau badaknya, jauh atau hampirnya. Demikian juga perasaan lidah,
asin manis atau asanmya. Atau bau yang diperdapat hidung, harum atau
busuknya. Perasaan kulit, kesat atau lunaknya.
Adapun akal yang permulaannya dari dalam diri sendiri itu, adalah se-
umpama pendapatan bahwa suatu perkara ada atau tidak ada, atau suatu
benda qadim dan hadis, bahwasanya gerak dan diam tidak bisa berkumpul,
atau bahwa satu itu kurang dari dua. Hal yang begini tidaklah akan sunyi
daripada orang yang berakal. Asal sahaja sudah tahu dia hal yang mesti-
mesti itu (dharury], sudah boleh dia dinamai sempurna akal,
Makna yang demikian tidaklah bersalahan dengan ilmu moden. Akal
dengan ilmu itu satu adanya. Kerana menurut ilmu pengetahuan akal itu
ialah kwnpulan daripada pendapatan pancaindera, kemahuan (iradah) dan
pikiran.
Ada juga' yang mengatakan bahwa akal itu pendapatan yang diusahakan,
yang menyebabkan manusia dapat mengatur pekerjaannya dengan beres
dan mengetahui akibat atau laba dan ruginya.
Suatu kaum pula berkata, bahwa dengan begitu sahaja belumlah dapat
dia dihitung seorang berakal. Orang yang berakal ialah orang yang cerdik

30

cendekia, arif bijaksana, tahu mengagak mengagihkan. Seorang Hukama'
berkata: 'Penderitaan menyebabkan putih perasaannya yang hitam, penga-
laman membasuh jantungnya, kejadian selalu hari yang dilihat didengar-
nya memupuk jiwanya. Kerana percobaannya, kenallah dia akan awal dan
akhir, pangkal dan akibat. Orang beginilahyang patut disebut berakal, ada-
lah dia di dalam kaumnya, mengarah-arahi nabi di dalam umatnya, menjadi
pilihan Tuhan buat menghirit merentangkan, berjalan di barisan sebelah
muka. Maka mengalirlah dari sumber ketangkasannya dan dari kecerdikan
akalnya serta lautan ilmunya, segala perkara yang clapat ditiru diteladan,
dijadikan orang pedoman di dalam tujuan hidup.'

Maka orang yang berakal demikian rupa adalah orang yang telah menda-
pat inayat dari Allah. Barangsiapa yang mendapat inayat demikian lebih
kaya dia daripada millioner. Sebab dari batinnya itulah mernancar cahaya
hidayah rabbaniyah. Hatinya penuh dengan kebijaksanaan, sangkanya
baik, pengharapannya besar. Orang yang lain hanya melihat sesuatu dati
kulitnya, sedang dia sampai ke dalam isinya. Sukar dia tergelincir dengan
sengaja.

Menurut pendapatan ahli-ahli ilmu jiwa, akal itu bukanlah suatu sifat
yang berdiri sendiri, tetapi hasil daripada tiga sifat jiwa, yaitu pikiran, ke-
mahuan dan perasaan (al-fikr, al-iradah, al wijdaan],

Pancaindera yang lima adalah alat-alat buat menangkap segala sesuatu
yang maujud, untuk dimasukkan ke dalam pikiran. Timbulnya pikiran di-
ikuti oleh kemahuan hendak menyelidiki, dan perasaan yang timbul, baik
senang atau sakit, gembira atau sedih ketika melihatnya, sernuanya menim-
bulkan pengetahuan atas yang dilihat itu. Maka itulah yang bernama akal,
Ketiga-tiganya itu bekerjasama menghadapi soal-soal yang tengah dihadapi,
lantaran dibawa oleh pancaindera itu.

Misalnya seseorang tengah berjalan di suatu tempat yang sepi, alam ke-
1ihatan indah, maka timbullah padanya perasaan, ada kalanya hati-iba me-
1ihat keindahan, ketakjuban ada kesepian kerana tidak ada ternan seorang
jua. Me1ihat keindahan itu, timbullah kemahuannya (iradah) hendak
mengetahui sebab dan musabab daripada segala keindahan itu. Maka mulai-
lah bergerak [alan pikirannya. Kumpulan kerjasama ketiganya itu bernama
akal. Di sana timbullah makrifat (pengetahuan). Kian lama orang hidup,
klan besarlah soal-soal yang akan memperhalus pikiran, memperteguh
kamahuan d\D mendorong untuk mempergunakan pikiran.

Di tiap-tiap manusia tidaklah sarna kuat atau lemahnya ketiga sifat itu.
Tetapi tidak pula ada orang yang hanya ada padanya salah satu sahaja. Ada

31

orang yang amat halus perasaannya, sehingga dia menjadi seorang ahli seni

yang ternama. Tetapi di dalam menciptakan seninya, selalu dipakainya
juga pikiran dan kemahuan. Ada failasof yang amat dalam pikirannya, te-
tapi di dalam menciptakan pikiran yang besar itu, dia tidak dapat mele-
paskan alat kemahuan dan perasaan dari dirinya. Danada pula seorang ke-
pala perang yang keras kemahuan, atau seorang ahli negara yang mempu-

nyai kemahuan teguh hendak memerdekakan negaranya daripada penjajah-

an asing, tetapi kemahuannya yang keras itu, asal mulanya adalah kerana

ditekan oleh perasaan sedih melihat nasib bangsanya, atau murka melihat

kezaliman penjajahan asing, lalu dipergunakannya segenap pikirannya

untuk mencapai kemahuannya itu.
Maka pengetahuan tentang susunan syair dan roman yang indah dari se-

orang pujangga, adalah basil dari rasa keindahan yang disokong oleh pikir-
an dan perasaan balus. Pengetahuan tentang satu fllsafat pikiran yang ting-

gi, adalah hasil daripada suatu pikiran besar, disokong oleh perasaan dan

pikiran. Dan ilmu peperangan dan perjuangan adalah basil daripada kema-

huan yang teguh, disokong oleh pikiran yang sehat dan perasaan yang men-

desak. '

Kadang-kadang ada juga ahli ilmu jiwa yang mengatakan bahwa yang
pertama sekali, bukanlah pikiran, melainkan pengetahuan. Pengetahuan itu

datang lebih dahulu setelah 'diirnpot' oleh kelima pancaindera ke dalam

diri. Tetapi pengetahuan (ma'rifat) pada rasa kita tidaklah mungkin, sebe-

Ium pikiran berjalan. Sebab kerap kali meskipun mata kita mengembang

luas dan telinga kita mendengar nyaring kerana perhatian kita tidak terha-

dap ke sana (shu'ur), maka tidaklah ada pengetahuan kita tentangnya. Se-

orang yang berjalan seorang diri tengah memikirkan suatu soaI, dengan

sangat tekun (bukrah) tidaklah dia sadar seketika ditegur oleh orang

yang bertemu olehnya di jalan. Sudah melangkah jauh, baharu dia sadar

kembali setelah pikirannya terhadap kepada siapa yang menyapanya itu,

padahal telinganya bukan tidak mendengar orang itu lalu.

Inilah rabasia akal, menurut pendapat ahli-ahli ilmu jiwa zaman
sekarang.

ALAMAT

Banyak benar tanda bukti atas akal orang. Tanda bukti demikian
hampir serupalah dengan firasat, tetapi lebih dapat ditanggung kebenaran-
nya daripada firasat.

32

Setelah Hukama' telah ditanyai orang: 'Apakah bukti orang berakal?'
Pantangnya mengerjakan pekerjaan yang rendah rnenurut timbangan budi-
man, biar perutnya lapar, tak mahu membuat rnalu, walaupun akan diejek-
kane

Setelah Hukarna' telah ditanyai orang: 'Apakah bukti orang berakal?'
Jawab beliau: 'Perkataannya tak banyak yang tak berguna.' Orang berta-
nya pula: 'Kalau kita tak dengar perkataannya, hanya dati jauh sahaja ter-
dengar namanya, bagaimana pulakah tandanya.' . Dijawab beliau: 'Dengan
tiga perkara: pertama dengan mengenal utusannya, kedua rnembaca tulis-
annya, ketiga rnenunjukkan timbangan. Maka lebih kurang tiga perkara itu,
adalah ukuran orangnya.'

Kata Hukama' pula: 'Yang sebesar-besar saksi atas aka! orang, ialah ca-

ranya rnenghadapi orang lain.'
Kejadian tiap haripun sudah cukup rnenjadi tanda bukti kepada kita.

Sekali sahaja kita bertemu dengan orang, sudah dapat kita ketahui adakah
dia mempunyai tarikan atau tidak.

Oleh sebab itu dengan semata-mata melihat gagah pakaian tidaklah
menjadi bukti tentang 'isi'. Ilmu bukan di dasi, aka} bukan di baju, bijak
bukan di sepatu. Orang yang sempurna aka! bukanlah disediakan buat
menjadi 'bintang fllem', sebab itu tidaklah tiap yang putih sudah boleh di-
sebut lilin.

AI Asma'y: 'Saya lihat di negeri Basrah, seorang tua, bajunya indah,
sikapnya tangkas dan banyak pengiringnya. Sebab itu terniatlah oleh saya
hendak rnenguji akalnya, lalu saya tanyai: "Siapakah gelar beliau?" Dia

menjawab: "Gelarku: Abu Abdurralunanir Rahim Maliki Yaumid Din!'"

Maka kata AI Asma'y: 'Saya tertawa dan tahulah saya tingkat akalnya dan

bodohnya, tak dapat dipertahankan oleh baju dan pengiring.'

Tak ubah dengan orang memberi nama anak si Sutorno, Sukarno, Tjok-
ro dan Abdul Muis, tetapi tidak diberinya didikan. Sehingga nama itu ter-
letak di perlimbahan. Ada juga yang sengaja mengubah narnanya supaya
amat bagus: 'Umar ibn Abdul Aziz As Sumathrawy gelar Sultan Jurnalis'.

Di sebuah kampung ada seorang perernpuan menamai anaknya 'Mustafa
Kamal' kerana citanya jika anak itu besar kelak akan rnenyerupai Mustafa
Kamal pula. Akan tetapi setelah agak besar bukan diserahkannya anak itu
ke sekolah supaya agak setuju dengan namanya, bahkan disuruhnya meng-
gembalakan sapi, Pada suatu hari ketika sapi itu masuk ke dalarn ladang

orang lain, ibunya itu telah memanggil keras-keras: 'Mustafa Kamal!!!

Mustafa Kamal!!!' Orang yang laIu lintas tentu sahaja menaruh hormat

33

mendengar nama yang besar itu. Setelah dipanggil berulang-ulang barulah
anak itu menjawab: 'Apa?!' sekeras-kerasnya. Ibunya menjawab pula:
'Sapimu telah masuk ke dalam ladang orang!'

Jadi walaupun diberi nama siapa, tidaklah nama itu yang mujarab mem-
perbaiki diri, tetapi dirilah yang akan memperbaiki nama.

Kerana cerita itu kita teringat pula suatu cerita lain yang kita dengar
dari mulut seorang-orang too, bahwasanya pada suatu hari seorang telah
menumpang keretapi dari Padang ke Padang Panjang dengan pakaian yang
amat gagah, lebih gagah daripada yang dipakai orang biasa, memakai dua
dasi panjang dan dasi pendek, bergigi emas, baju wol, bersepatu, memakai
baju huian walaupun hari panas, dan di tangannya... sebuah lampu suluh
meskipun hari siang terang benderang. Penumpang yang gagahitu memba-
ca suratkabar dengan asyiknya, ditentangnya dengan kacamata yang ber-
pinggir emas itu, tetapi suratkabar Itu . . . terbalik!!!!

Kepada sebuah kantor pos telah datang seorang setengah tua bersam-
ping kain Bugis, bertongkat semambu, berkacamata, dan dua batang pensil
bersama sebuah notes terletak di sakunya sebelah atas. Kedatangannya lee
pos itu ialah hendak menjeniput wang kiriman yang mesti diterimanya. Pe-
gawai pos belum mahu menyerahkannya sebelum dia membubuhi tanda
tangannya. Mulanya dicobanya meminta tolong, tetapi pegawai pos mem-
beritahukan bahwa mesti tandatangannya sendiri. Katanya: 'Pena saya
telah habis tintanya.' Pegawai pos: 'Ini ada tinta.'

Waktu itulah ketahuan bahwa beliau tidak pandai menulis, sehingga ter-
paksa tangannya diletakkan ke tinta hitam buat mengambil cap jarinya.

Sebab itu sebagai kita katakan tadi, dengan semata-mata pakaian elok
tidaklah dapat diukur dalam dangkalnya akal budi manusia. Kadang-ka-
dang orang yang ah1i tidak sanggup mencukur rambutnya dan tidak ada
tempoh buat memperhatikan perkisaran mode.

TIMBANGAN ORANGBERAKAL

Adalah seorang hukama di zaman dahulu kala yang tinggi peradaban

dan Iuas: ikaI budinya, termasyhur namanya ke mana-mana. Maka terde-

ngarlah kabar kemasyhuran hakim itu kepada raja die negerinya, laIu bagin-
da suruh panggil mengadap, kerana hanya raja yang berakal budijuga yang

kenaI akan faedah mengumpulkan orang berakal budi di dalam majIisnya.
Setelah budiman itu hadir di hadapan baginda, lalu baginda bersabda: 'Wa-

34

hai budiman yang masyhur, yang berpikiran tinggi dan berakal cergas, yang
beradab lengkap bersopan sant un, yang pengalamannya lebih daripada
pengalaman orang dan ilmunya meliputi akan seluruh tubuhnya, yang tahu
menimbang madarat dan manfaat, yang berpikir sebelwn bekerja, kami
hendak bertanya, mengapa sebanyak. itu ilmu tuan, seluas itu akal tuan,
maka tuan mengazab-azab diri, memencil di tempat yang sunyi, menjauh-
kan diri daripada kami? Padahal tuan tabu bagaimana kecintaan kami ke-
pada ahli ilmu, dan kerinduan kami kepada ahli akal, sebab hasilnya
hendak kami ambil dan buahnya hendak kami petik?'

Budiman itu menjawab: 'Jikalau sekiranya maksud raja dengan perkata-
annya itu hendak' menilik jawab patik mencari dam apa sebab patik ber-
jauh diri, sehingga patik lebih suka terpencil di tempat jauh, tidak menge-
cap nikmat kurnia baginda, maka tidaklah akan tersembunyi sebab itu oleh
orang yang sempurna akal. Orang budiman akan arif bahwa tidaklah ada
manfaat yang akan patik perdapat lantaran mendekatkan diri kepada raja.
Tetapi jika pertanyaan raja itu sengaja hendak mengalirkan hikmat yang
tersembunyi di dalam sanubari, supaya terhambur daripada lidah yang me-
ngandung intan dan podi, supaya kelak intan dan podi itu baginda pilih
satu persatu dan baginda susun menjadi kalung pemalut lehernya di dalam
mengerjakan perbuatannya, atau akan jadi perisai bertatah emas untuk
penangkis panah zaman, maka pertanyaan raja itu adalah pertanyaan yang
mulia raya, keluar daripada lidah orang yang mulia, penguatkan urat kema-
nusiaan, penerangkan nurcahaya akal, sehingga teranglah oleh baginda
jaIan mana yang akan baginda tempuh.'

Raja bersabda: 'Kalau demikian jawabnya, hai budiman, teranglah bah-

wa kita kedua-duanya mempunyai uzur yang patut dimaafkan, pantujuan

yang sarna terang. Oleh sebab itu bolehlah engkau nyatakan terus terang
apa sebab selama ini engkau keberatan. Sehabis itu kelak hendaklah eng-
kau iringi dengan kata hikmatmu yang dalam, bush hasil akalmu yang lak-
sana lautan sukar diajuk itu.'

Budiman itu berdatang sembah pula: 'Bahwasanya baginda raja telah
membukakan pintu keizinan kepada manusia supaya mendekatinya, dan
terhadap diri patik sendiri baginda telah menyediakan tempat yang tersen-
diri. Diluaskan hamparan buat patik duduk, dilapangkan tampat patik
tegak, dan baginda kecewa mengapa kesempatan dan peluang itu patik
biarkan laIu, patik serupa orang lengah, padahal tidaklah boleh kumia raja
diabaikan dan pemberian baginda dilengahkan, dan tidaklah boleh bamba
rakyat ragu hati, Maka eli sini hendak patik jawab terus terang kepada

35

baginda apa sebab patik undur, apa sebab patik cukupkan sahaja keadaan
patik yang serba kekurangan, tidak mengharapkan yang banyak.

'Patik jauhkan diri dari pangkat tinggi, patik enggan masuk kepada pin-

tu kemuliaan yang sedang terbuka. Makanya patik berbuat begitu, ialah se-

bab telah patik timbang bahwa dengan berbuat demikian akan lebih sento-
salah bati patik dan akan lebih amanlah jiwa patik. Patik tak usah syak
wasangka kepada orang lain di dalam keadaan patik sekarang. Tak ada
orang lain yang akan patik benci, dan tidak pula patik ragu akan disakiti
orang. Sebab sudah barang maklum bahwa di dalam mencari pangkat ting-
gi dan berdekat dengan raja itu banyak sekali orang berebut-rebut dan ta-
mak, yang seorang hendak lebih daripada yang lain, sehingga terbitlah
hasad dengki lantaran bawa nafsu, semuanya hendak bertambah pangkat
dan bertambah harta, sebingga tiada segan yang seorang menjatuhkan yang
lain. Maka gelaplah akallantaran nafsu. Hilanglah hikmat lantaran basad,
kasih sayangpunmusnah, rasa benci memenuhi bati. Untuk menyenangkan
hati raja mereka perlihatkan yang bagus-bagusnya sahaja kepada baginda,
yang buruknya mereka sembunyikan. Kadang-kadang mereka dinding mata
raja daripada hakikatnya, dan orang yang mendekatkan diri kepada raja itu
bertambah-tambah tidak mengenal lagi. akan kata-kata adil, kata hikmat,
tertutup kebenarannya lantaran harta. Kalau sekiranya raja orang yang
bijak bestari, dan baginda insaf akan kecurangan mereka, tentu baginda
akan segera mengambil sikap yang keras, orang itu baginda usir, baginda
hapus jejaknya dad dalam istana, sehingga mereka pulang kepada orang
banyak, lebih bina daripada yang dahulu. Dan kalau sekiranya raja itu
hanya raja kerana pangkat dan turunan, yang lemah hati dan budinya, di-
dengamya fitnah orang yang pandai mengambil muka, padahal budiman
yang sejati itu selalu bertentangan jiwanya dengan orang yang suka
mengambiI muka, Maka bersihlah istana daripada orang ikhlas, tinggallah
orang yang sebenarnya menjadi beban berat kepada raja. Dan kalau sebab
itu kerajaan jatuh kepada bahaya, tidaklah dapat raja atau mereka sendiri
mempertahankan nanti. Maka itulah sebabnya patik menjauhkan diri. Ke-
rana berjauh diri itulah yang lebih selamat. Sebab sudah ada pepatah:
"Tamak akan harta adalah menyuburkan tipuan dan menanggalkan baju
budi bahasa.?'

•*••

36

MEMPERHALUS AKAL

Tidak boleh dicukupkan akal itu hingga yang ada sahaja. Orang pelajari
ilmu mantik ialah untuk memperhalus timbangan akaI. Bertambah tinggi
timbangan akal itu bertambahlah pula martabat seseorang di dalam per-
gaulan hidup. Maka oleh .ahli akal telah dibagi-bagi sebab kehalusan akal
itu kepada tiga bahagian:

1. Kias, membandingkan sebab kepada pangkal sebab.
2. Menyelidiki bahagian untuk menghukum semuanya.
3. Menetapkan hukum pada sebahagian kerana terdapat di bahagian

lain.

Yang pertama kias, yaitu perbandingan, mencari dalil adanya sesuatu
kerana melihat bekasnya. Misalnya, pernah kejadian seorang Arnirdiiring-
kan oleh pengiringnya di dalam sesuatu peperangan. Mereka terdesak oleh
musuh. Sedang mereka berhenti berkatalah seorang pengiring: 'Tuanku,
lebih baik kita berangkat sekarang juga, musuh telah dekat.' 'Apa sebab?'
tanya' Amir itu. 'Padahal tidak tampak tanda-tanda musuh akan datang?'
Jawab pengiring itu: 'Jangan bertanya dahulu, mesti lekas kita berangkat.
Kalau tidak kena susuI.' Mendengar itu amir tersebut lekas memerintahkan
bersiap cepat berangkat. Syukur mereka lekas lari, kerana berapa saat
kemudian nampaklah dari jauh kuda musuh mengejar.

'Apa sebab engkau tahu?' tanya Arnir kepada pengiring itu.
'Tatkala hamba lihat binatang-binatang liar telah berlari ke dekai
perhentian kita padahal binatang liar itu selamanya hanya lari dari kita,
tahulah saya bahwa ada yang ditakutinya, yaitu suatu tentera besar yang
sedang mengejar. Kalau tidak, tidaklah binatang itu akan terkejut.'
Di dalam hikayat orang tua terdapat suatu cerita perumpamaan bahwa
seekor singa mengajak seekor lembu berziarah ke sarangnya kerana dia
bermaksud hendak menjamu tetamunya itu, yaitu bangkai seekor kam-
bing. Demi setelah sampai ke dekat tempat itu dilihatnya unggun yang
disediakan singa terialu besar tidak sepadan dengan seekor kambing, tetapi
sepadan dengan seekor lembu. Dia laiu mengundurkan diri,
'Mengapa engkau mengundurkan diri?' tanya singa.
'Saya lihat unggunan terlalu besar, jadi rupanya bukan kambing yang
akan tuan hamba potong tetapi yang lebih besar daripada kambing,'
demikian jawab lembu itu.
Menurut riwayat daripada Ibnul Juzy ketika akan terjadi peperangan

37

Badar, di tengah jalan telah ditangkap dua orang laki-laki, seorang orang
Kuresh, dan seorang budak belian kepunyaan 'Aqabah ibn Abi Mu'ith.
Orang Kuresh itu meloloskan diri, tetapi budak itu tidak. Seketika ditanya-
kan kepadanya berapa banyaknya bilangan tentera Kuresh, dia tidak mahu
menjawab, cuma dijawabnya sahaja bahwa tentera itu terlalu banyak dan
kuat. Lalu Rasulullah bertanya: 'Berapa ekor mereka memotong unta
dalam sehari?' Dia menjawab: 'Sepuluh ekor dalam sehari!'

Lalu sabda Rasulullah: 'Kaum itu seribu banyaknya, kerana seekor unta
makanan orang seratus.'

*****

Ketika Ahmad ibn Thulun menjadi raja di Mesir kelihatan olehnya se-
orang pemuda memikul sebuah peti, tetapi dia gementar memikul itu. Raja
heran apa sebab dia gementar. Akan dikatakan sebab peti itu berat, kepa-
lanya tidak tertekan, jadi bukan kerana berat. Sampai di muka orang
banyak dia bertambah gementar. Raja Ahmad ibn Thulun meinerintahkan
menangkap pemuda itu dan membuka peti yang dipikulnya. Maka keda-
patanlah isinya yang menyebabkan pemuda itu gementar, yaitu mayat se-
orang perempuan muda yang mati dibunuh.

***

Boleh juga diambil bukti adanya sesuatu kerana menyalahi adat ter-
biasa, atau mengganjil daripada mesti. AI-Kisaisalah seorang di antara qari
yang bertujuh adalah menjadi guru daripada anak raja-raja. Di antara mu-
ridnya ialah AI-Amin anak Harun AI-Rashid. Menurut kebiasaanjika murid
itu salah membaca suatu ayat, maka AI-Kisaimengetuklantai dengan tong-
katnya supaya bacaan itu diulang kembali. Pada suatu hari sampailah baca-
an AI-Amin kepada ayat:

Hai orang yang beriman! Apa sebab kamu katakan perkara yang tidak
akan kamu kerjakan?

38

Tiba-tiba diketuk pula lantai oleh Al-Kisai dengan tongkatnya. Sebab
itu maka diulang membaea sekali lag! oleh AI-Amin. Setelah selesai dike-
tuknya pula lantai, sehingga sampai tiga kali dan tidak ditunjukkannya di
mana salahnya. Kerana hormatnya kepada guru, tidaklah dia bertanya eli
tentang mana salahnya, cuma sampai di hadapan ayahanda baginda diceri-
takannya kejadian itu, laIu dia bertanya adakah ayahandanya berjanji
dengan gurunya yang tidak dia tepati? Mendengar itu insaflah Harun Al-
Rashid bahwa memang pernah dia membuat suatu janji akan memberi anu-
gerah kepada Al-Kisai, tetapi dia telah lupa. Lalu dipanggilnya Al-Kisai dan
diberikannya anugerah menurut kadar kebesarannya.

Atau mengganjil daripada yang mesti. Sebagai pernah kejadian, seorang
laki-laki memberitahu isterinya bahwa dia hendak membawa tetamu ke ru-
mahnya besok. Isterinya telah bersedia. Ditumbuknya tepung akan pem-
buat roti. Besok paginya seketika akan memasak roti, didapatinya tepung
itu bekas dijilat anjing sehingga maIu dia menghidangkan kepada tetamu.
Lalu diambilnya tepung dan dibawanya ke pasar hendak dipertukarkannya
dengan beras yang belum ditumbuk. Seorang ahli akal yang hadir eli sana
berkata kepada temannya: 'Kalau tidak ada sesuatu sebab yang penting, ti-
daklah perempuan itu akan suka mempertukarkan tepung yang telah lunak
dengan beras yang belum ditumbuk.'

Dalam pepatah Melayupun terdapat misal yang demikian, yaitu tentang
kesukaan burung tempua, Burung tempua itu bersarang di pohon yang
tinggi, dia tidak suka bersarang rendah, kalau sekiranya di puncak pohon
itu tidak ada musuhnya yang menganeam, misalnya ular yang suka mencu-
ri telur. Atau laba yang diharapnya, misalnya padi di sawah yang sedang
masak. Maka kalau tidak ada sebab bahwa di atas atau laba di bawah ttdak-
lab tempua bersarang rendah. Di dalam pepatah selalu tersebut: 'Kalau
tidak berada-ada, tidak tempua bersarang rendah.'

Nenek moyang zaman dahulu, terutama di tempat yang kita ketahui,
Minangkabau, disuruh benar mengetahui hal yang serupa ini di dalam
membuktikan suatu kesalahan. Ada pepatah seumpama: 'Berjejak bak
bakik, bersurih bak sipasin . .. berbau bak ambaeang, tertangkap tangan
kecendorongan mata orang banyak' dan lain-lain.

Yang keduamenyelidiki bahagian supaya dapat meletakkan hukum ke-
pada seluruhnya. MisaInya sebagaimana yang pernah dihikayatkan oleh Al-
Asma'y daripada lsa ibn Umar. Katanya pernah Abul Jalun huzaifah da-
tang mengadap kepada Mu'awiyah. Mu'awiyah telah memegang pemerin-
tahan eli negeri Syam, Seketika Abul Jalun hendak pergi, berkatalah

39

Mu'awiyah: 'Derni Allah, saya mengaku bahwa engkau memang ada mem-
punyai kelebihan, seorang mulia dan patut menerirna pemberian, lagi ada
juga perhubungan kerabat dengan Nabi, tetapi oleh kerana beberapa tang-
gungan kami yang berat, maka inilah saya berikan kepadamu wang banyak-
nya 100 ribu dirham, terimalah dan beri maaflah saya jika pemberian itu
sedikit.' Maka wang itupun diterimalah oleh Abu! Jalun dengan rasa
kurang senang seraya berkata di dalam hatinya: 'Apalah yang hendak saya
katakan kepadanya, padahal Mu'awiyah seorang yang telahjauh dari kam-
pung halamannya, sehingga telah memindah kepadanya budi pekerti orang
Syam yang kesat itu.'

Demi tatkala Mu'awiyah telah mangkat dan naik anaknya Yazid meng-
gantikannya datang pula Abul Jahm mengadap. Lama eliaberdiam eli Syam
menunggu titah. 'Pada suatu hari berkatalah Yazid kepadaku,' katanya
'''Hai Abul Jahm, saya tahu kemuliaan engkau dan tabu pula perkariban
engkau dengan Rasulullah. Tetapi sayang, eli batik hak yang mesti saya ba-
yarkan kepada engkau, ada pula beberapa beban berat yang hendak saya
pikul. Maka menurut keinginanku engkaulah yang lebih utama akan mem-
beri maafkekurangan ini, sebab itu terimalab ini 50 ribu dirham dan bawa-
lab pulang.'" Lalu kataku dalam hatiku: 'Satu anak yang masih muda
bella, besar eli negeri yang bukan negerinya, apakah kebaikan yang eliharap
daripadanya.'

Demi tatkala Abdullah bin Zubir mendakwakan dirinya menjadi khali-
fah di Mekah, terlintaslah dipikiranku: 'Inilah satu-satunya tinggal darah
Kuresh yang sejati.' Lalu saya berangkat ke Mekah, saya berdiam di sana ..
beberapa hari lamanya. Pada suatu hari berkatalah dia kepadaku: 'Hai
Abu! Jahm, meskipun bagaimanalah agaknya jahilku, tidaklah sekali-kall
aku jahil tentang kemulia an , perkariban dan hak engkau. Cuma saja ada
terlalu berat pikulan yang tersandang eli pundakku, dan pekerjaan yang tak
usah kunyatakan panjang lebar, kerana engkau sendiri lebih maklum. Sung-
guhpun demikian tidaklah aku akan membiarkan perjalananmu ini kosong
sahaja dan maksud engkau tidak berhasil. lnilah kuberi kepadamu wang
banyaknya 1000 dirham. Ambillah wang ini untuk belanjamu.' Wang itu
kuambil segera, lalu saya melompat ke hadapannya dan saya pegang ta-
ngannya seraya kata saya: 'Ya Amiral Mukminin! Barang dipanjangkan
Allah sebutan orang Kuresh untuk selama-Iamanya dan panjanglah hendak-
nya usiamu. Janganlah hendaknya kami ditimpa bala kalau sekiranya tuan
meninggal. Demi Allah! Selama tuan masih hidup, saya sungguh percaya
bahwa kaum Kuresh akan masih tetap memegang.kemuliaannya.' Baginda

40

tercengang mendengar pujian saya itu laIu dia berkata: 'Allah memberi
ganjaran kepadamu dengan baik. Demi Allah! Perkataan yang begitu mulia
tiada pernah engkau ucapkan di hadapan Mu'awiyah sendiri, padahaI 100
ribu dirham engkau diberinya. Lalu jawabku: 'Benarlah demikian, ya
Amiral Mukminin, itulah sebab perkataan demikian kuucapkan di hadapan
tuan, Kerana melihat pemberian Mu'awiyah, kemudian pemberian Yazid,
yang paling akhir pemberian tuan, timbullah keyakinan saya bahwa jika
tuan mati pula kelak tidaklah ada yang akan mengatur dan mengepalai pe-
kerjaan orang banyak, kecuali babi-babi liar semuanya.... '

Dalam dan pahitnyajawab Abul Jahm itu!

*****

Yang ketiga: Perbandingan,yaitu menetapkan hukum pada suatu baha-
gian kerana bertemu sebabnya menyerupai dengan yang ada pada bahagian
yang lain. Ialah sebagai pepatah setengah budiman: 'Kalau ada orang yang
suka sekali membuka aib orang lain di hadapanmu, tandanya dia suka pula
membuka aibmu di hadapan orang lain. Orang yang suka memaparkan ke-
salahan seseorang di hadapan engkau, tandanya kesalahan engkau akan di-
paparkannya di hadapan orang lain.'

Berkata Saidina Ali .karrama 'Ilahu wajahah: 'Suatu perkara yang sullt
hendaklah diambil iktibar akhirnya daripada awalnya.' Pepatah Melayu:
'Kusut di hujung tali, tiliklah di pangkal tali.'

Itu benar, sebab natijah ialah buah mukaddimah, suatu sebab datang
dari musabbab.

Di dalam surat Saidina Ali kepada Haris al Hamdani tersebut demikian:
'Ambil iktibarlah dunia yang tinggal dengan dunia yang telah lampau, per-
sambungkanlah hujung dengan pangkal, janganlah engkau termasuk ke da-
lam golongan yang tidak mampan kepadanya pengajaran melainkan dengan
pukulan yang sakit.'

***

Memang di dalam pepatah orang tua-tua telah bertemu hikayat bagai-
mana memandang hujung dengan pangkal itu. Pada suatu hari sang kancil
laIu di hadapan gua tempat seekor singa yang telah tua, yang tiada kuat
lagi mencari makanan, hanya menunggu mangsanya dengan memperguna-
kan segenap kecerdikan. Demi setelah kelihatan oleh singa tua itu sang

41

kaneil berjalan tiada berapa jauh dari pintu guanya, lalu dengan mulut ma-
nis dia berkata: 'Silakan masuk ke dalam teratak. burukku, wahai tuan
Syekh Alim Di rimba. Janganlah segan-segan dan malu-malu.'

Dengan sudut mata yang tajam sang kaneil melihat ke pintu gua sambil
tersenyum.

'Silakan masuk, jangan segan-segan, ya Syekh!'
'Terimakasih banyak-banyak, segala titah patik junjung, daulat Tuanku
Raja Rimba. Harap diampun, tiadalah dapat patik masuk menjunjung
dull, inelainkan patik akan segera pergi.'
'Apakah sebabnya demikian?' tanya singa tua itu.
'Sebab patik lihat di muka pintu istana terlalu amat banyak jejak orang-
orang yang masuk ke dalam, tetapi tidak sebuahjuajejak yang menghadap
keluar. Selamat tinggal, tuanku!'

TANDA ORANG BERAKAL

Orang yang berakal, luas pemandangannya kepada barang yang akan
menyakiti atau akan menyenangkan. Dia tahu memilih perkara yang mem-
beri manfaat dan menjauhi yang akan menyakiti. Dia memilih mana yang
lebih kekal walaupun sullt jalannya. Sebab itu mereka pandang keutama-
an akhirat, lebih daripada utama dunia. Lebih mereka utamakan kegem-
biraan kesopanan daripada kegembiraan hawa nafsu. Mereka menimbang
biarlah susah menempuh suatu perkara yang sullt asal akibatnya baik, dati-
pada perkara yang mudah tetapi akibatnya buruk. Oleh sebab itu mereka
tetap mengharap dan tetap takut. Tetapi tidaklah ketakutannya itu pada
perkara yang bukan-bukan, tidak pula harapannya itu kepada hal yang ti-
dak-tidak. Pemandangannya luas, ditimbangnya sebelum: dikerjakan. Se-
bab mengharap keutamaan dengan tidak mempergunakan pemandangan
adalah pekerjaan sia-sia.

Orang yang berakal selalu menaksir harga dirinya. Menaksir harga diri
ialah dengan menilik bari-hari yang telah, dilalui, adakah dipergunakan ke-
pada perbuatan-perbuatan yang utama, dan hari yang masih tinggal ke
manakah pula akan dipergunakan. Kerana mahal atau murah harga diri rna-
nusia, baik waktu hidupnya, apa lagi setelah matinya ialah menurut jasa
yang telah diperbuatnya pada setiap hari yang dllaluinya itu. Dia insaf
bahwa hari yang telah habis terbelanjakan untuk yang tidak perlu, tidak-
lah akan dapat ditebus lagi. Oleh sebab itu dilihatnya tahun berganti, bulan
bersilih dan hari berlalu, dihitungnya baik-baik ke manakah dia telah pergi,

42

apakah bekas kerjanya buat kemaslahatan dirinya sekurang-kurangnya,
atau kemaslahatan kepada masyarakatnya.

Yang kedua, orang berakal itu selalu berbantah dengan dirinya, sebab
semata-mata diri sahaja selalu mendorong kepada kejahatan. Segala kesa-

lahannya yang lampau hendak dibelanya dan dia menggantungkan peng-

harapan sahaja kepada perkara-perkara yang akan datang.
Yang ketiga, orang berakal itu selalu menghukum dirinya. Kalau diri itu

bermaksud menempuh yang jahat hendaklah dihukumkan bahwa kejahat-
an itu berbahaya, merugikan dan mencelakakan. Dan kalau diri itu ada
mengingat-ingat yang baik, hendaklah dihukumkan bahwa kebaikan itu
menguntungkan, membawa kemenangan dan memberi laba. Lantaran hu-
kuman yang demikian maka mudahlah diri mengingat yang baik-baik itu
dan buah hasilnya, sehingga mudah menunjukkannya ke sana. Dan bila
akan menghadap kejahatan itu mudah pula dia mengingat bahayanya dan
celakanya, gementar badannya, dan tirnbul takutnya akan rnelampaui ba-
tas itu.

Hendaklah orang yang berakal mengingat sifat-sifat kekurangannya,
kalau perlu tuliskan di dalam suatu buku peringatan sehari-hari, baik keku-
rangan padaagama, atau pada akhlak dan kesopanan. Hendaklah peringat-
art itu diulang-ulang dan buku itu kerapkali dilihat untuk direnungi dan di-
ikhtiarkan mengangsur-angsur rnerobah segala kekurangan itu, baik. dalam
berhari atau berbulan, atau bermusim sekalipun. Kalau perlu bila telah da-
pat satu macam sifat kekurangan itu diubahi, hendaklah dicoreng dari
notes tadi dengan tinta rnerah. Setelah dicoreng gernbirakan hati, sebab
telah menang di dalarn suatu perjuangan yang amat hebat. Dan pandangi
pula dengan hati hiba dan sedih segala sisa-sisayang rnasih ketinggalan.

Lihat pula kebaikan budi pekerti orang lain, puji di dalam hati sendiri
dan timbulkan cita-cita hendak menirunya, seraya diangsur pula rnenela-
dan dari selangkah ke selangkah.

Kalau hendak rnencari ternan, mencari handai taulan dan sahabat, hen-
daklah .orang yang berakal Itu rnemilih orang yang ada mempunyai kele-
bihan, baik dalam perkara agama atau ilmu atau budi kesopanan. Hendak-
nya berlebihan dari kita supaya dapat kita tiru teladan. Atau cari ternan
yang sarna tingkatan supaya dapat kuat menguatkan. Kerana suatu budi
pekerti yang baik dan adat yang terpuji tidaklah akan subur tumbuhnya di
dalam diri kalau tidak bertolong-tolongan menggembirakan dengan taulan.
Tidak ada karib atau kerabat yang lebih setia daripada seorang ternan yang
menyokong dan membantu mernbesarkan hati dan rnemberanikan kita di

43

dalam menempuh suatu perbuatan baik. Hati kita yang tadinya kurang
kuat menjadi kuat dan bertambah kuat kerana digosok kawan. Itulah se-
babnya maka budiman mengeluarkan pepatah bahwasanya berkawan
dengan orang yang tidak berilmu tetapi hidup di dalam kalangan orang-
orang yang berilmu lebih baik daripada berkawan dengan orang yang ber-
ilmu tetapi hidup di dalam kalangan orang yang bodoh-bodoh.

Orang yang berakal tidaklah berdukacita sebab ada cita-citanya di dunia
yang tidak sampai atau nikmat yang meninggalkannya. Diterimanya apa
yang terjadi atas dirinya dengan tidak merasa kecewa dan tidak putus-
putusnya berusaha. Jika rugi tidaklah cemas, dan jika berlaba tidaklah
bangga. Kerana cemas merendahkan himmah dan bangga menghilangkan
timbangan.

Orang yang berakal enggan menjauhi orang yang berakal pula. Kerana
dengan sendirinya akan lemahlab dia, dan dengan bersama akan dapat dia
membanding di mana kekurangan dan di mana kelebihannya.

Empat saat yang selalu diawasi oleh orang yang berakal. Biar lengah dia
daripada yang lain, tetapi tidak lalai dia menjaga yang empat saat itu.

1. Saat untuk menyembahkan hajatnya kepada Tuhannya
2. Saat untuk menilik dirinya sendiri.
3. Saat untuk rnembukakan rabasia dirinya kepada sababatnya yang se-

tia, rnenyatakan aib-aib dan celanya supaya dapat ditegur dan ditun-
jukkan oleh ternan setia itu dengan terus terang.
4. Saat dia bersunyi-sunyi diri, duduk bersoaljawab dengan dirinya me-
nanyakan mana yang halal dan mana yang indah, mana yang setuju
dan mana yang tidak.
Maka saat yang keempat ini adalah saat yang sepenting-pentingnya di
antara keempat saat itu. Kerana jiwa istirabat juga, dan hati mesti dipose-
kane
Orang yang berakalhanyalah merindui akan tiga perkara:
Pertama: menyediakan bekal untuk pulang.

Kedua: mencari kelazatan buat jiwa.
Ketiga: menyelidiki erti hidup.
Orang yang berakal tabu membedakan manusia, tiada canggung ke ma-
napun dia bergaul. Manusia dibaginya dua. Pertama orang awam, perkata-

annya di sana dijaganya, tiap-tiap kalimat yang keluar dari mulutnya diba-
tasnya. Kerana hanyajauhari mengenal manikam!

Kedua ialah orang khawas, di sanalah dia merasai lazat i1mu, kepada
yang lebih dari dia, dia menyauk. Kepada yang sarna dengan dia, dia mem-
banding. Tempoh tidak ada yang terbuang.

44


Click to View FlipBook Version