The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by senduirene, 2024-05-29 23:08:31

Modul KAK

Modul KAK

195 analis kebijakan untuk melakukan konsultasi publik dan advokasi kebijakan. C. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti pembelajaran pada mata ajar ini diharapkan peserta diklat diharapkan mendokumentasi saran kebijakan, yang dinilai dari kemampuan peserta dalam: 1. menjelaskan bentuk-bentuk hasil analisis kebijakan 2. mengkategorikan bentuk-bentuk saran kebijakan 3. menyusun kembali hasil analisis kebijakan dalam bentuk saran kebijakan 4. memahami dan menerapkan strategi komunikasi kebijakan berdasarkan pertimbangan pesan kebijakan, waktu, target pengguna infomasi kebijakan. D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok Materi dan sub materi pokok yang akan dibahas dalam modul ini adalah sebagai berikut: 1. Bentuk Dokumentasi Saran Kebijakan a. Indikator Hasil Belajar b. Dokumentasi Saran Kebijakan c. Policy Paper d. Policy Brief e. Memo Kebijakan f. Persamaan dan Perbedaan Bentuk Dokumentasi Saran Kebijakan g. Menggunakan Infografis Dalam Dokumentasi Kebijakan h. Latihan


196 2. Strategi Komunikasi Dan Advokasi Saran Kebijakan a. Indikator Hasil Belajar b. Strategi Komunikasi c. Memahami Audiens d. Komunikasi Lisan e. Media Komunitas Sebagai Alternatif f. Latihan 3. Penutup a. Kesimpulan b. Tindak Lanjut


197 BAB II BENTUK DOKUMENTASI SARAN KEBIJAKAN A. Indikator Hasil Belajar Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan dapat: 1. mampu menjelaskan bentuk-bentuk hasil analisis kebijakan; 2. mampu mengkategorikan bentuk-bentuk saran kebijakan; 3. mampu menyusun kembali hasil analisis kebijakan dalam bentuk saran kebijakan. B. Dokumentasi Saran Kebijakan Dokumentasi saran kebijakan adalah penyajian saran kebijakan secara terstruktur dalam berbagai bentuk dokumen kebijakan. Dokumentasi kebijakan yang umum dijumpai disusun dalam bentuk policy paper, policy brief, atau memo kebijakan. Dokumen kebijakan bersifat persuasif dengan tulisan yang terstruktur dan didasarkan pada bukti-bukti. Berbagai bentuk dokumen kebijakan ini dapat digunakan untuk mengkomunikasikan informasi yang penting untuk melakukan perubahan-perubahan kebijakan kepada para pengambil keputusan maupun pimpinan di instansi pemerintah dan komunitas kebijakan lainnya. Penyampaian dokumen kebijakan dapat menjadi salah satu cara untuk memengaruhi pengambilan keputusan dalam kebijakan publik. Karena pembuat kebijakan memerlukan informasi yang akurat tentang konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang tersedia, maka para analis kebijakan diharapkan dapat menyediakan lima macam informasi (Fatimah dan Prasojo, 2015): 1. Kondisi obyektif apa yang ada di seputar bidang perhatian pengambil kebijakan? Penjelasan deskriptif memerlukan dukungan data statistik yang memerlukan keahlian tertentu untuk memperolehnya.


198 2. Bagaimana menjelaskan perbedaan dari kondisi obyektif tertentu? Seberapa jauh suatu kondisi mengalami perubahan jika tidak dilakukan perubahan kebijakan? 3. Apa akibat dari suatu kebijakan tertentu terhadap kondisi obyektif yang menjadi perhatian pengambil kebijakan? 4. Perubahan-perubahan kebijakan potensial apa yang lebih unggul dibanding dengan perubahan-perubahan yang diusulkan oleh pihakpihak lainnya? Salah satu tugas analis kebijakan, memberikan wawasan yang lebih kepada pengambil kebijakan tentang berbagai alternatif yang tersedia, sehingga lebih siap menghadapi alternatif solusi yang diajukan oleh pihak-pihak lainnya. Untuk memberikan saran-saran demikian, diperlukan kemampuan analisis yang tinggi. 5. Ada pandangan dari ahli-ahli lain tentang masalah yang sama? Informasi demikian diperlukan jika seorang pengambil kebijakan harus bernegosiasi dengan pengambil keputusan lain yang didukung oleh seorang ahli pula. Pengambil kebijakan akan mengikuti nasehat dari penasehatnya, tetapi dapat juga mengambil keputusan lain, jika ia memandang alternatif yang diajukan penasehatnya akan gagal dipertahankan dalam bernegosiasi dengan pengambil kebijakan lainnya. Selain informasi tersebut di atas, dokumen saran kebijakan juga perlu memberikan informasi tentang keterkaitan proposal kebijkan dengan kebijakan lainnya, informasi yang memperlihatkan bahwa saran kebijakan yang direkomendasikan akan mencapai tujuan, antisipasi terhadap masalah-masalah dalam implementasinya. Dokumentasi kebijakan tidak saja ditujukan untuk para pengambil keputusan, namun juga dapat ditargetkan bagi berbagai pihak yang tertarik dengan isu kebijakan, pihak-pihak yang tertarik dengan upaya memengaruhi pilihan-pilihan kebijakan. Dokumen kebijakan juga dapat digunakan dalam rangka edukasi kebijakan kepada publik dan aktor-aktor


199 di luar pemerintah. Namun demikian tentu bentuk dan cara penyampaiannya perlu disesuaikan untuk berbagai macam audiens dan tujuan yang berbeda. Format policy memo cenderung dimanfaatkan dalam internal pemerintah. Namun untuk policy brief dan policy paper dapat ditargetkan untuk para pengambil keputusan maupun kepada pihak-pihak lain. Dokumen kebijakan dapat digunakan dalam tahapan manapun dalam proses kebijakan. Dalam dokumen kebijakan tersebut dapat disampaikan berbagai data, informasi, dan evidence, serta memberikan pandangan yang dapat digunakan dalam berbagai tahapan proses kebijakan. Dokumen kebijakan juga dapat disusun secara khusus untuk tahapan tertentu dalam proses kebijakan. Sebagai contoh, policy paper dapat disusun untuk memberikan rekomendasi alternatif kebijakan, untuk memberikan rekomendasi untuk memperbaiki implementasi kebijakan, ataupun berisi tentang hasil evaluasi kebijakan yang telah diterapkan. Analis kebijakan bukan satu-satunya pihak yang dapat menghasilkan saran kebijakan. Meskipun pemerintah dapat secara langsung meminta analis kebijakan atau lembaga think tank pemerintah untuk menghasilkan rekomendasi, namun pemerintah juga dapat mengadopsi rekomendasi kebijakan yang disampaikan oleh pihak-pihak lain di luar pemerintah. Berbagai stakeholder juga dapat memiliki peran dan berupaya untuk melakukan advokasi kebijakan terhadap pilihan-pilihan tertentu. Stakeholder di luar pemerintah meminta informasi tentang respon pemerintah terhadap isu kebijakan tertentu. Oleh karena itu tujuan dokumentasi saran kebijakan dapat bervariasi dan memiliki audiens yang berbeda. Meskipun terdapat berbagai perbedaan dalam penyusunan dokumentasi kebijakan, unsur persuasi dalam dokumentasi tersebut sangat kuat dan pemanfaatannya cenderung lebih sesuai untuk diarahkan pada advokasi kebijakan.


200 C. Policy Paper Policy paper merupakan bentuk dokumentasi saran kebijakan yang berupa makalah riset kebijakan yang menjawab pertanyaan riset yang relevan dengan kebijakan. Audiens dari policy paper tidak hanya para pembuat kebijakan, tetapi dapat diperluas ke stakeholder yang berasal dari institusi pendidikan tinggi, peneliti dan masyarakat akademik lainnya, sedangkan masyarakat umum tidak menjadi target utama dalam policy paper ini. Policy paper menuangkan hasil riset yang menjawab pertanyaan riset yang relevan dengan kebijakan publik. Terdapat beberapa teknik khusus dalam penulisan policy paper, antara lain seperti yang direkomendasikan oleh Herman (2013), yaitu: 1. Mendefinisikan masalah atau isu kebijakan. Mencermati dan menggarisbawahi urgensi dan temuan signifikan terkait masalah atau isu kebijakan, dengan berbasiskan pada data. Sehingga pendefinisian masalah ini bersifat objektif. 2. Analisis data, bukan sekedar menyajikan data. Pada tahap ini perlu ditunjukkan bagaimana penulisan policy paper sampai pada temuan atau rekomendasi melalui analisis data kualitatif dan kuantitatif. Penarikan kesimpulan harus dilakukan seara hati-hati agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan interpretasi. 3. Meringkas temuan atau rekomendasi. Menyajikan rekomendasi secara spesifik kepada masalah yang juga spesifik, dan hindari generalisasi. 4. Merumuskan kriteria untuk mengevaluasi data. Hal ini penting untuk menjelaskan asumsi kunci dan metodologi yang mendukung analisis, dengan memprioritaskan kriteria yang digunakan. 5. Dalam rekomendasi, seyogyanya disertai dengan mengembangkan teori perubahan dan menganalisis opsi-opsi serta trade-offs berdasarkan metodologi dan juga dinilai kelayakannya. Identifikasi desain-desain pro dan kontra, mana yang layak dimunculkan serta outcome yang diperkirakan akan muncul.


201 6. Jika memungkinkan disajikan argument yang berseberangan, caveats/limitations, interpretasi alternatif dan temuan atau rekomendasi yang dihasilkan. Kredibilitas analis kebijakan dalam penulisan policy paper akan tergantung pada kemampuan menyajikan counter argument. 7. Menyarankan tahapan selanjutnya serta implikasi dari temuan atau rekomendasi. Dalam tulisan juga dapat secara ringkas disampaikan kelayakan dari langkah selanjutnya atau mengeksplorasi implikasi dari analisis yang disajikan. 8. Menyajikan secara ringkas kesimpulan dan mengingatkan para pengambil keputusan mengenai gambaran utuh, tujuan utama dan urgensi dari sebuah aksi. Sebagaimana diulas pada modul Calon Analis Kebijakan, antara policy paper (makalah kebijakan) dan policy brief (risalah kebijakan) terdapat banyak kesamaan, terutama dalam elemen-elemen yang harus terkandung didalamnya, namun para pakar memberi definisi yang barvariasi. Menurut Scotten (2011), makalah kebijakan adalah “a research piece focusing on a specific policy issue that provides clear recommendations for policy makers.” Sementara itu, Young and Quin (2002) mendefinisikan makalah kebijakan sebagai berikut : “Policy paper is a problem-oriented and value-driven communication tool. As such, whether targeting other policy specialists or decision-makers, the purpose of the policy paper is: to provide a comprehensive and persuasive argument justitifying the policy recommendations presented in the paper and therefore, to act as a decision-making tool and a call to action for the target audience.” Menurut Scotten (2011), policy paper memuat 4 (empat) unsur utama, yakni ringkasan eksekutif, batang tubuh, kesimpulan dan lampiran. Batang tubuh sebagai bagian utama policy paper sendiri berisi latar belakang,


202 analisis, pilihan kebijakan, serta rekomendasi. Selengkapnya policy paper menurut Scotten adalah sebagai berikut: 1. Executive Summary/Purpose Statement 2. Body a. Background (what is the current policy? Why is it being conducted this way?); b. Analysis (why is the policy not working? Why is it necessary to find an alternative?); c. Policy options (discuss a few alternatives and their implications); d. Recommendation (provide your recommendation and how it can be implemented); e. Conclusion (summarize analysis and recommendation); f. Appendix (relevant figures, maps, graphics) Sedangkan model policy paper menurut Dunn, sebagamana dikutip oleh Nugroho (2009) dapat dilihat dibawah ini. Surat Pengiriman Ringkasan Eksekutif Bab I Latar Belakang Maslah A. Deskripsi Situasi Masalah B. Hasil Sebelum Usaha Pemecahan Masalah Bab II Lingkup dan Ragam Masalah A. Penilaian Kinerja Kebijakan Masa Lalu B. Pentingnya Situasi Masalah C. Kebutuhan untuk Analisis


203 Bab III Pernyataan Masalah A. Definisi Masalah B. Pelaku Utama C. Tujuan dan Sasaran D. Ukuran Efektivitas E. Solusi yang Tersedia Bab IV Alternatif Kebijakan A. Deskripsi Alternatif B. Perbandingan Konsekuensi Kebijakan C. Dampak Ganda dan Eksternalitas D. Hambatan dan Fisibilitas Politik Bab V Rekomendasi Kebijakan A. Kriteria Alternatif Rekomendasi B. Deskripsi Alternatif yang Dipilih C. Kerangka Strategi Implementasi D. Penyediaan Pemantauan dan Evaluasi E. Keterbatasan dan Konsekuensi yang Tidak Terantisipasi Referensi Lampiran


204 Apabila analis kebijakan berhadapan dengan kendala waktu, kepada mereka disarankan untuk menggunakan model yang lebih ringkas, sebagai berikut: Ringkasan Eksekutif Bab I Analisis Situasi, yang berisi analisis tentang isu kebijakan, dengan focus pada alasan mengapa isu tersebut diangkat sebagai isu kebijakan, khususnya berkenaan dengan pembenaran terhadap isu tersebut. Pada bagian ini disampaikan tiga alternatif kebijakan yang dapat diambil. Bab II Rekomendasi Pertama, yang berisi analisis tentang isu kebijakan terhadap rekomendasi pertama Bab III Rekomendasi Kedua, yang berisi analisis tentang isu kebijakan terhadap rekomendasi kedua Bab IV Rekomendasi Ketiga, yang berisi analisis tentang isukebijakan terhadap rekomendasi ketiga Bab V Matriks Antar-Rekomendasi, yang berisi perbandingan antar-rekomendasi Bab VI Rekomendasi Terpilih dan Strategi Implementasi, berisi pilihan rekomedasi dan rekomendasi lanjutan apa yang harus dilakukan sebagai tindak lanjutnya


205 Bab VII Penutup, berisi kesimpulan dari naskah kebijakan Lampiran Data dan perhitungan Simulasi kebijakan: Perumusan, Implementasi, Evaluasi Kepustakaan D. Policy Brief Policy brief memiliki kesamaan karakteristik dengan policy paper, terutama dalam menyajikan analisis terkait suatu masalah atau isu kebijakan. Perbedaan mendasarnya bahwa policy brief hanya ditujukan untuk para pembuat keputusan. Isinya lebih singkat dan langsung pada poin-poin yang dianggap penting. Sesuai dengan definisi Policy Brief menurut Laura ffrench-Constant (dikembangkan dari deskripsi Young dan Quinn) adalah document which outlines the rationale for choosing a particular policy alternative or course of action in current policy debate (dokumen ringkas yang memaparkan alasan/rasional pemilihan alternatif kebijakan tertentu yang ada pada tataran perdebatan kebijakan). Policy brief juga dapat berupa dokumen ringkas dan netral yang fokus pada isu tertentu yang membutuhkan perhatian pengambil kebijakan. Dengan menggunakan policy brief penulis berupaya menjelaskan dan menyakinkan urgensi isu terkait, menyajikan rekomendasi kebijakan, dan juga memberikan bukti yang mendukung rekomendasi tersebut. Sementara itu, IDRC (International Development Research Center, tanpa tahun) di Kanada menyebutkan policy brief sebagai berikut:


206 a. A short document that presents the findings and recommendations of a research project to a non-specialized audience; b. A medium for exploring an issue and distilling lessons learned from the research; c. A vehicle for providing policy advice Dari definisi diatas terlihat bahwa policy brief maupun policy paper dapat digunakan untuk menyampaikan saran rekomendasi kebijakan. Namun demikian sebagaimana dikemukakan oleh Tsai (2004), policy brief lebih diperuntukkan bagi pembaca yang tidak memiliki waktu banyak namun membutuhkannya untuk dapat mengambil keputusan secara praktis. Dengan karakter tersebut, maka policy brief pada umumnya lebih singkat dan disajikan dengan bahasa yang lebih umum dibandingkan policy paper yang lebih komprehensif. Policy brief berfungsi sebagai jembatan antara peneliti kebijakan atau analis kebijakan, dengan pengambil kebijakan. Aktivitas yang dilakukan analis kebijakan seperti melakukan analisis stakeholder, analisis lingkungan kebijakan, analisis kinerja kebijakan dan seterusnya hingga menghasilkan alternatif kebijakan dan mengajukan kebijakan sebagai agenda kebijakan, hasilnya dapat disampaikan kepada para pengambil kebijakan. Policy brief dapat segera dibuat pada saat dibutuhkan, tanpa menunggu hasil riset selesai sehingga bisa disampaikan pada saat yang tepat. Terdapat beberapa pendekatan penulisan policy brief. Policy brief sering disusun sebagai respon dari permintaan langsung pengambil kebijakan atau dari internal organisasi untuk mengadvokasikan pilihan tertentu yang ditawarkan dalam dokumen tersebut. Terdapat policy brief yang isinya lebih diarahkan untuk kepentingan advokasi, baik sebagai respon dari permintaan pengambil kebijakan maupun atau bukan. Bentuk ini memberikan argumentasi terhadap tindakan-tindakan yang direkomendasikan. Namun tujuan penulisan policy brief bisa juga tergantung dari peran penulis atau organisasi yang menghasilkan dokumen


207 tersebut. Bisa saja dokumen tersebut bersifat lebih netral, hanya memaparkan berbagai alternatif tanpa memperlihatkan argumentasi atau posisi terhadap plihan tertentu dari berbagai alternatif tersebut. Pendekatan lain lebih bersifat sebagai ringkasan hasil penelitian. Bentuk ini memberikan ringkasan hasil penelitian. Pendekatan lain lebih bersifat opini editorial. Meskipun terdapat berbagai bentuk pendekatan dalam penyusunan policy brief, namun policy brief memiliki orientasi yang sangat kuat kepada audiens, sehingga sebaiknya dirancang secara spesifik memenuhi kebutuhan informasi dari audiens tersebut. Sebagaimana dikatakan oleh Young dan Quinn yang dikembangkan oleh Laura ffrench-Constant (tanpa tahun), policy brief bertujuan untuk meyakinkan audiens (khususnya pengambil kebijakan) tentang urgensi dari sebuah permasalahan dan untuk menentukan pilihan untuk mengatasi masalah tersebut melalui aksi nyata. Untuk dapat memenuhi tujuan tersebut, maka policy brief yang baik harus memenuhi karakter khas yang menjadi unggulannya. Sesuai dengan kelebihan yang dimiliki, sebuah policy brief yang baik memiliki karakter sebagai berikut (Laura ffrench-Constant, tanpa tahun): a. Focused, artinya seluruh aspek dalam policy brief harus fokus pada pencapaian tujuan untuk memuaskan target audiens. b. Professional, not academic, artinya audiens policy brief lebih berkepentingan terhadap perspektif penulis tentang masalah dan solusi yang berbasis pada bukti-bukti baru, dari pada terhadap prosedur ilmiah yang diterapkan dalam proses pengumpulan data-data c. Evidenced Based, artinya bahwa yang diharapkan audiens dari policy brief, selain argument yang rasional, juga dukungan bukti adanya permasalahan dan konsekuensi dari pemilihan terhadap solusi tertentu d. Limited, artinya karena factor ruang yang terbatas, policy brief mesti difokuskan hanya pada satu masalah tertentu saja.


208 e. Succinct, artinya policy brief tidak memerlukan banyak halaman, cukup 6-8 halaman yang memuat sekitar 3000 kata a. Understandable, artinya policy brief mesti mudah dipahami, baik dari segi kejelasan dan kesederhanaan bahasa, maupun dari penjelasan dan alasan yang dikembangkan di dalamnya. Logika kebijakan sebaiknya disampaikan secara mudah dipahami (masalah kebijakan, sebab munculnya masalah, dan pilihan tindakan yang tersedia). f. Accessible, artinya, dokumen policy brief mesti mudah digunakan oleh target audiens g. Promotional, artinya tampilan dokumen policy brief harus mengesankan dan menarik minat target audiensi untuk membacanya h. Practical and Feasible, artinya argumen yang dikembangkan dalam policy brief harus didasarkan pada hal-hal yang benar-benar terjadi. Selain itu, rekomendasi yang ditawarkan juga mudah diterapkan oleh target audiens. Adapun komponen-komponen yang umum terdapat dalam policy brief, yaitu: a. Judul Bagaimana merumuskan judul sebuah policy brief? Rumuskan sehingga “berhasil memunculkan minat pembacanya”. Karena itu, Judul : 1) Harus singkat (kurang dari 12 kata), tetapi informatif; 2) Dapat dipecah menjadi “judul utama” dan “sub judul”; 3) Judul dalam bentuk pertanyaan akan sangat memikat pembacanya. Rumuskan sedemikian rupa sehingga pembaca menjadi bersemangat untuk membaca dan memahami policy brief tersebut.


209 b. Daftar isi Pembaca cerdas akan langsung menuju daftar isi, agar dapat segera menangkap intisari sebuah buku. Karenanya: daftar Isi harus detail dan informatif tetapi tetap ringkas sehingga pembacanya segera dapat: 1) memahami rincian garis besar substansi Policy Brief, 2) Memahami keterkaitan antar kom-ponen dari Policy Brief, 3) Memudahkan pembaca untuk melom-pat ke tiap komponen Policy Brief. c. Ringkasan (Eksekutif) Bagian ini dapat difokuskan untuk hanya memuat jawaban: Apa, mengapa, Bagaimana dan Oleh siapa? 1) Apa akar masalahnya? 2) Mengapa dinilai sebagai masalah penting dan strategis? 3) Bagaimana solusinya? 4) Oleh siapa solusi tersebut akan dilaksanakan? d. Pendahuluan Isi pendahuluan harus: berhasil meningkatkan minat dan semangat pembaca untuk secara seksama mempelajari keseluruhan isi dari Policy Brief tersebut. Uraian di Pendahuluan dapat berisi jawaban dari pertanyaan berikut: 1) Topik (spesifik) apakah yang dibahas dalam Policy Brief ini? 2) Mengapa substansi yang ada pada Policy Brief ini penting dan strategis? 3) Mengapa pembacanya harus segera mengambil langkah tindak lanjut yang disarankan dalam Policy Brief ini? e. Deskripsi masalah Permasalahan harus dapat dijelaskan secara spesifik dan terukur. Bila ternyata deskripsinya masih memunculkan pemahaman yang berbeda, maka deskripsi masalah tersebut masih kurang spesifik.


210 Beberapa pertanyaan yang dapat dipakai untuk mengarahkan adalah sebagai berikut: 1) Apakah permasalahannya dan mengapa penting? 2) Dimana dan siapa yang terkait dengan permasalahan tersebut? 3) Mengapa permasalahan itu terjadi? Beri bukti-bukti dan contohnya 4) Apa efek dari permasalahan tersebut? Beri bukti dan contohnya f. Rekomendasi kebijakan Kualitas rekomendasi kebijakan sangat menetukan kualitas sebuah Policy Brief Pada bagian ini, sebutkan dan jelaskan secara specific dan terukur: 1) Alternatif kebijakan yang dipilih (rekomendasikan), 2) Alternatif kebijakan lainnya. Bukan hanya kebijakan yang direkomendasikan, tetapi juga beberapa alternatif-altrenatif lainnya, 3) Sebutkan juga metode (cara) penentuan dan pemiliham alternatif kebijakannya. g. Kesimpulan Pada bagian ini, deskripsikan dan uraikan secara spesifik kesimpulan dan rekomendasi dari Policy Brief tersebut. Deskripsikan dengan kalimat persuasif, singkat, dan jelas. Atur kalimatnya agar pembaca memahami bahwa dengan Policy Brief tersebut, kita sedang menjauhi pain, dan atau mendekati gain. h. Apendiks atau lampiran (bila harus ada) Policy Brief harus dibangun dari data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Bila tidak dapat disajikan dalam badan policy brief, beberapa data dan informasi pendukung dapat disajikan secara menarik pada lampiran. Tetapi lampiran hanya dicantumkan jika sangat diperlukan.


211 i. Daftar Pustaka Keberadaan daftar pustaka akan me-ningkatkan keyakinan pembaca terhadap substansi policy brief tersebut. Karenanya cantumkan 2-4 daftar referensi kunci yang digunakan dalam penyusunan policy brief tersebut. Dan ditambahkan juga 2-3 daftar bacaan lanjutan (further reading) untuk peminat substansi policy brief tersebut. E. Memo Kebijakan Policy Memo relatif sama dalam hal kepentingan, tujuan, dan struktur isinya dengan policy paper, namun dikerjakan dalam waktu yang sangat pendek, bahkan kadang dalam hitungan jam ataupun menit. Memo kebijakan dibuat untuk memberikan rekomendasi kebijakan yang bersifat sangat segera dari klien, biasanya eksekutif pemerintahan seperti Presiden dan Menteri. Memo kebijakan merupakan rekomendasi singkat akan satu isu kebijakan untuk landasan pembuatan keputusan kebijakan yang bersifat terbatas. Misalnya untuk menetapkan kondisi darurat yang harus diputus dengan segera, seorang pejabat publik meminta analis kebijakan menyiapkan memo kebijakan yang akan dipergunakan sebagai pembenaran dari kebijakan yang diambil. Memo kebijakan bersifat praktis teknis, dan biasanya terdapat kombinasi pilihan kebijakan. Sebuah memo dikatakan efektif jika pembaca memahami poin- poin utama setelah satu kali membaca cepat atau bahkan setelah membaca hanya kalimat pertama dari setiap bagian. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk memastikan bahwa memo mendapatkan hasil yang diharapkan:


212 1. Konten Konten, tentu saja, adalah penentu paling penting dari sebuah memo kebijakan yang baik. Apabila ide yang disajikan lemah dan tidak logis, tidak peduli seberapa baik-disajikan tidak akan memberikan informasi yang tepat. Oleh karena itu, memo harus memberikan informasi yang akurat dan relevan, argumentasi yang kuat, namun juga mengakui keterbatasan rekomendasi atau analisis tertentu. Setiap rekomendasi harus mencakup alternatif, jujur dan realistis. 2. Struktur Struktur berarti bagaimana memo terlihat. Header dapat digunakan pada bagian awal memo. Dengan header, pembaca akan tahu kepada siapa memo ditujukan dan pesan yang paling penting dari memo itu. Di bawah header, memo umumnya mencakup ringkasan eksekutif, satu paragraf yang merangkum seluruh memo. Setelah membaca memo itu sekali, pembaca dapat memahami isi memo. Ringkasan eksekutif dapat berdiri sendiri dan memungkinkan pembaca untuk melihat paragraf pertama dan mengidentifikasi titik-titik utama dari seluruh memo. 3. Pilihan kata Pilihan kata memainkan peran penting dalam membuat sebuah memo yang jelas dan ringkas. Pertimbangkan untuk menghilangkan kata teoritis, kabur, istilah tertentu dan menggantinya dengan yang lebih konkret. 4. Kejelasan Memo kebijakan harus jelas dan langsung sehingga pembaca dapat memahami poin utama dengan cepat. Jika penulis memo telah berfokus pada membangun konten yang kuat yang terorganisir dengan baik, dan jika tulisan pameran yang dipilih bahasa, maka hasilnya adalah argumen yang jelas.


213 Rincian isi memo kebijakan adalah: 1. Pendahuluan (maksimal 10 baris) 2. Isi kebijakan yang diangkat (maksimal 10 baris) 3. Alternatif kebijakan, dapat mempertimbangkan tiga alternatif, yaitu: a. status quo, b. perubahan kecil, c. perubahan mendasar. F. Persamaan dan Perbedaan Bentuk Dokumentasi Saran Kebijakan54 Beckman (Ukeles, 1977) menjelaskan bahwa dokumentasi saran kebijakan terbagi menjadi tiga bentuk yakni policy paper, policy brief, dan policy memo. Tiap bentuk saran kebijakan memiliki karakter yang berbeda, dilihat dari perbedaan pada aspek pembaca, fokus masalah, konteks penggunaan dan metodologi. Pada tabel di bawah ini, akan terlihat perbedaan masing-masing makalah kebijakan. Tabel 2.1 Perbedaan Komponen pada Beberapa Bentuk Saran Kebijakan Komponen Makalah Kebijakan (Policy Paper) Makalah Kebijakan Ringkas (Policy Brief) Memo kebijakan (Policy Memo) Audiens / kelompok sasaran Beragam stakeholders, Spesialis kebijakan Pembuat keputusan Pembuat keputusan Fokus Value-driven: Rekomendasi umum dan analisis isu-isu kebijakan Audience-driven: pesan kebijakan khusus untuk pemerintah, pengambil kebijakan, stakeholder yang berkaitan dengan upaya pempengeruhi kebijakan Audience-driven: Pesan kebijakan untuk stakeholder kunci dlam pembuatan keputusan Konteks Isu Diseminasi dan debat mengenai hasil-hasil penelitian kebijakan Cenderung digunakan untuk tujuan advokasi dan lobi, dapat pula bersifat netral Digunakan untuk tujuan advokasi dan lobi Metodologi Dapat memuat penelitian primer Jarang memuat penelitian primer Jarang memuat penelitian primer 54 Diadaptasi dari Fatimah dan Prasojo (2015)


214 Bahasa Sangat akademis/teknis Harus jelas Harus jelas Panjang Maksimum 60 halaman Antara 2 – 4 halaman Maksimum 2 halaman Model dari saran kebijakan mempunyai karakteristik sendiri yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Berikut beberapa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing model saran kebijakan: a. Policy Paper dapat memberikan informasi kepada para pembuat kebijakan pada setiap tahap proses pembuatan kebijakan, namun dapat pula hanya difokuskan pada satu atau beberapa tahap tertentu dalam proses pembuatan kebijakan, misalnya makalah kebijakan khusus hanya berfokus pada memberikan alternatif kebijakan dan merekomendasikan pilihan kebijakan, untuk mempromosikan desain implementasi kebijakan tertentu, untuk mengevaluasi pilihan kebijakan yang dipilih. b. Policy Brief lebih bersifat profesional karena diperuntukan bagi pembaca yang tidak memiliki waktu banyak namun membutuhkannya untuk dapat mengambil keputusan secara praktis. Sedangkan policy paper lebih bersifat akademik dan sangat dibutuhkan oleh kalangan ilmiah yang sangat mementingkan soal logika dan argumentasi akademik. Dengan karakter tersebut, maka policy brief pada umumnya lebih singkat dan disajikan dengan bahasa yang lebih umum dibandingkan policy paper yang lebih komprehensif. c. Policy Paper sebagai sebuah dokumen hasil analisis kebijakan mempunyai kelemahan yaitu kurang mampu menjadi media komunikasi dengan policy maker, sehingga banyak sekali hasil riset kebijakan dan makalah kebijakan yang tidak dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan (policy making).


215 G. Menggunakan Infografis dalam Dokumentasi Kebijakan Infografis adalah representasi visual dari data untuk menarik perhatian audiens sekaligus membuat informasi lebih mudah dipahami dan diingat. Penggunaan gambar bisa sangat membantu, tetapi tidak untuk semua hal dapat dituangkan dalam gambar. Esensi dari infografis adalah bahwa data yang ditampilkan harus dapat bercerita. Adapun gambar-gambarnya hanya merupakan pelengkap untuk lebih mudah dipahami dan diingat. Untuk menyampaikan pesan yang lebih mudah dipahami dengan menggunakan gambar, beberapa hal berikut perlu diperhatikan. a. Penggunaan bullet points dan grafik Penggunaan bullet points bisa membantu mempermudah pemahaman dan menarik minat untuk membaca bagi pembaca yang tidak memiliki banyak waktu untuk membaca laporan secara utuh. Namun demikian poin-poin yang diberikan harus jelas. Penggunaan grafik-grafik yang menarik bisa sangat membantu tetapi perlu dipahami bahwa tidak semua pejabat bisa langsung memahami informasi yang ada dalam grafik tersebut b. Sampaikan data dengan sederhana Apabila pembaca dijejali dengan data-data yang membuatnya harus berusaha keras memahami maknanya, hal ini akan membuat enggan untuk membaca. Tidak perlu juga menuliskan angka dalam ejaan kata. Mulai dengan statistik yang penting dan menarik perhatian. c. Sampaikan informasi yang relevan dengan pekerjaan audiens d. Gunakan heading untuk membuat lebih mudah dibaca Untuk memudahkan dalam mencerna informasi, headlines, headings, dan subheadings digunakan dengan efektif, dengan kalimat yang tegas, singkat, padat dalam urutan structur yang koheren. Sebaiknya singkatan tidak digunakan dalam heading.


216 e. Infografis yang baik adalah yang simpel meskipun padat infomasinya, namun tidak memuat terlalu banyak data. Selain itu juga mudah bagi pembaca untuk menemukan informasi kunci. f. Pastikan bahwa grafik dan gambar yang ditampilkan tidak mengandung kebohongan. g. Jelaskan data dalam grafik yang ditampilkan dan perhatikan penulisan label dalam grafik. Hindari grafik yang terlalu kekanak-kanakan atau grafik dengan gambar-gambar yang tidak pantas dan mengganggu.


217 Gambar 2.1 Contoh Penuangan Policy Brief Ke Dalam Infografis Sumber : WHO


218 Gambar 2.2 Contoh Penuangan Policy Brief Ke Dalam Infografis Sumber :http:interactions.eldis.org/urbanisation-and-health


219 H. Latihan Bekerja dalam kelompok: 1. Memilih kasus tertentu untuk dijadikan isu kebijakan. 2. Menganalisis kebutuhan dokumen kebijakan untuk penyelesaian kasus tersebut. 3. Menguraikan persamaan dan perbedaan antara pendokumentasian saran kebijakan dalam bentuk policy paper, policy brief, policy memo berdasarkan kasus tersebut . 4. Membuat contoh dokumen kebijakannya.


220 BAB III STRATEGI KOMUNIKASI DAN ADVOKASI SARAN KEBIJAKAN A. Indikator Hasil Belajar Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan mampu memahami dan menerapkan strategi komunikasi kebijakan berdasarkan pertimbangan pesan kebijakan, waktu, target pengguna infomasi kebijakan. B. Strategi Komunikasi Komunikasi merupakan hal yang penting dalam pekerjaan analis kebijakan, baik dalam proses analisis kebijakan, maupun dalam upaya menyampaikqn hasil analisis dan saran kebijakan. Mengkomunikasikan kebijakan merupakan salah satu mata rantai proses kebijakan agar pemangku kepentingan yang terkait maupun masyarakat secara umum menyadari dan mengetahui adanya suatu kebijakan yang diberlakukan. Sehingga komunikasi merupakan salah satu penunjang keberhasilan kebijakan. Namun sebelum analis melakukan komunikasi, harus jelas apa yang ingin dicapai dengan komunikasi tersebut. Seorang analis dapat melakukan komunikasi kebijakan bagi audience yang berbeda-beda. Misalnya komunikasi kepada pihak-pihak yang akan menggunakan hasil analisisnya, dan dapat pula mengkomunikasikan kebijakan yang diambil para pengambil keputusan kepada pihak-pihak lain. Selain menentukan audience, analis perlu menentukan bagaimana komunikasi akan dilakukan, apa yang akan dikomunikaikan, dan kapan saat yang tepat untuk melakukan komunikasi kebijakan. Tujuan komunikasi juga dapat bervariasi menurut tahapan kebijakan. Sebuah dokumen kebijakan dapat ditulis untuk membangun dukungan terhadap sebuah ide kebijakan tertentu, atau dapat pula ditulis sedemikian rupa sehingga


221 terkesan netral, namun sesungguhnya mendorong untuk adanya perdebatan dan diskursus kebijakan lebih lanjut. Untuk itu diperlukan strategi komunikasi kebijakan yang tepat sasaran, tepat waktu dan efisien. Seringkali strategi komunikasi yang diperlukan akan memerlukan berbagai bentuk komunikasi. Strategi komunikasi pada dasarnya merupakan paduan perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi guna mencapai tujuan tertentu (Effendy, 2003). Dengan demikian strategi komunikasi kebijakan merupakan perencanaan dan manajemen komunikasi kebijakan guna menunjang pencapaian tujuan-tujuan kebijakan. Namun demikian Komunikasi Kebijakan bukan hanya proses pemberitahuan hasil kebijakan semata kepada stakeholder, tetapi termasuk juga proses pengkomunikasian alur kebijakan mulai dari awal. Ilustrasi berikut menjelaskan proses komunikasi kebijakan berdasarkan alur kebijakan mulai dari pengetahuan, pengembangan materi, komunikasi interaktif, utilisasi dan analisis kebijakan.


222 Diagram 3.1 Proses Komunikasi Kebijakan Berdasarkan Alur Kebijakan Dalam menjalankan strategi komunikasi kebijakan, maka diperlukan pemenuhan unsur strategi komunikasi kebijakan dengan meminjam strategi komunikasi secara umum yang menjadi model komunikasi Lasswell (1948), yaitu: 1. Who (siapa yang menjadi komunikator kebijakan) Menjelaskan siapa yang menjadi komunikator dari kebijakan. Kebijakan yang bersifat umum bisa disampaikan oleh insititusi manapun dari pemerintah pusat, institusi pendidikan, atau peran komunikator dipusatkan di satu institusi yang menyenlenggarakan fungsi kehumasan. Untuk kebijakan yang bersifat khusus atau sektoral, maka komunikator akan lebih banyak diperankan oleh sektornya masingmasing. 2. Says what (isi atau pesan kebijakan) Hal ini terkait dengan isi atau pesan kebijakan yang akan dikomunikasikan. Isi kebijakan juga mengindikasikan beberapa hal,


223 selain sektor atau urusan yang spesifik, isi kebijakan dapat mendefinisikan dan mengarahkan pada sasaran atau target kebijakan. Isi atau pesan kebijakan juga terkait dengan bentuk dokumentasi kebijakan yang akan dikomunikasikan. Mengkomunikasikan sebuah policy paper dengan policy memo tentu akan berbeda, baik dari sisi target maupun caranya. Policy paper yang ditargetkan pada audiens yang umum akan lebih baik dikomunikasikan melalui saluran-saluran yang dapat diakses oleh publik secara umum. 3. In which channel (media yang digunakan) Pilihan media menjadi sangat penting dalam mengkomunikasikan sebuah kebijakan. Sasaran komunikasi bisa juga menentukan media apa yang paling tepat dalam mengkomunikasikan sebuah kebijakan. 4. To Whom (sasaran komunikasi) Menjelaskan siapa yang menjadi target atau sasaran komunikasi kebijakan. Setiap kebijakan mempunyai target yang spesifik dan menyasar segmen tertentu yang relevan denga nisi kebijakan, walaupun juga terdapat kebijakan yang mempunyai cakupan target yang lebih heterogen. 5. With what effect (efek yang diharapkan) Dengan dilakukannya komunikasi kebijakan, maka diharapkan akan terjadi perubahan perilaku dari masyarakat penerima kebijakan, atau setidaknya terdapat tumbuhnya kesadaran masyarakat akan adanya sebuah kebijakan. Matriks berikut menjelaskan contoh secara umum model komunikasi yang dapat digunakan untuk setiap jenis dokumen kebijakan:


224 Tabel 3.1 Komunikasi Kebijakan Mengadopsi Model Lasswell No Dokumen Kebijakan Who What Media Whom Effect 1 Policy paper Akademisi, peneliti, think-tank Analisis ilmiah dan mendalam terkait isu kebijakan tertentu Media ilmiah, media massa Masyarakat umum, akademisi, stakeholder Tidak langsung 2 Policy brief Akademisi, peneliti, think-tank Analisis singkat terkait isu kebijakan tertentu Leaflet, media massa Pengambil kebijakan Tidak langsung 3 Policy memo Thinktank, Pengambil kebijakan Reasoning, poin-poin isu dan rekomendasi Pesan singkat, tertulis Pengambil kebijakan strategis Langsung Sumber: Diolah dari berbagai sumber Lebih lanjut, terdapat 4 hal penting yang perlu diperhatikan dalam menyusun strategi komunikasi (kebijakan), seperti yang dijelaskan Effendy (2003) dalam strategi komunikasi secara umum sebagai berikut: 1. Mengenal khalayak atau target penerima pesan kebijakan (audience), agar antara komunikator dan komunikan atau penerima pesan terjadi komunikasi yang interaktif. Policy paper mempunyai bidikan pembaca yang terutama berasal dari kalangan akademisi yang memerlukan kompetensi dan tingkat intelektualitas yang cukup serta segmen pembaca mempunyai ketertarikan dan kepentingan akan isu yang terdapat dalam policy paper dimaksud. Sementara policy brief mempunyai segmen pembaca yang lebih sempit, yaitu pada para


225 pengambil keputusan strategis yang memerlukan analisis data dan informasi yang singkat, namun perlu segera diambil keputusannya. Adapun memo kebijakan menyasar pada pembuat kebijakan strategis dalam lingkup yang lebih kecil. 2. Menyusun pesan, terkait materi yang disiapkan, yaitu bagaimana agar pesan kebijakan yang disampaikan dapat membangkitkan perhatian dan kesadaran masyarakat. 3. Menetapkan metode penyampaian, yang di dalamnya terdapat pilihan metode, yaitu (1) redundancy atau repetition dan canalizing, atau (2) informative, persuasive, edukatif dan koersif. Metode yang pertama terkait dengan pendekatan yang memanfaatkan kekuatan media guna mengulang sesering mungkin penyampaian pesan kebijakan atau dilakukannya saluran-saluran khusus untuk menyasar masyarakat tertentu. Sedangkan metode kedua merupakan gradasi kekuatan penyampaian pesan, dari yang hanya pada level informative yang menarik perhatian, atau persuasif yang mendorong dan merangsang perubahan perilaku, edukatif yang memberikan unsur pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat, serta yang terakhir yaitu koersif, di mana penyampaian dilakukan secara paksa, tanpa sukarela. 4. Pemilihan media komunikasi, yaitu media apa saja yang tersedia dan memungkinkan dilakukan komunikasi kebijakan dengan masyarakat yang disasarnya. Media online barangkali masih lebih tepat untuk menyasar masyarakat urban atau perkotaan, di mana infrastruktur teknologi informasi memungkinkan mereka untuk mengakses informasi kebijakan. Sementara pertemuan atau kunjungan bisa menjadi media yang efektif untuk menjangkau masyarakat pedesaan.


226 Secara umum strategi komunikasi kebijakan harus memperhatikan langkah-langkah atau tahapan strategi komunikasi sebagai berikut: 1. Analisis program/masalah Tahap ini merupakan permulaan bagaimana komunikasi kebijakan harus dilakukan. Permasalahan kebijakan yang dianggap penting akan menjadi prioritas dalam komunikasi kebijakan. 2. Analisis situasi Analisis situasi menjelaskan bagaimana kondisi riil yang akan dihadapi ketika komunikasi kebijakan akan dilakukan. Ada saat di mana situasi sangat kondusif untuk sosialisasi sebuah kebijakan, tetapi ada juga saat-saat di mana komunikasi kebijakan tidak memungkinkan dilakukan. 3. Analisis khalayak Menganalisis siapa saja yang akan dijadikan target komunikasi kebijakan, sehingga pesan kebijakan dapat sampai pada para pemangku kepentingan yang tepat dan menghindari salah sasaran. 4. Tujuan komunikasi Tujuan komunikasi ditetapkan agar proses komunikasi dapat terarah sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan ini juga akan memagari sekiranya dalam proses komunikasi terjadi hal-hal yang menyimpang dari tujuan utama penyampaian kebijakan. 5. Strategi komunikasi Strategi komunikasi ini terkait dengan rencana-rencana pemilihan pesan kebijakan, sasaran kebijakan serta media yang akan digunakan, termasuk timing kapan kebijakan tersebut akan didokumentasikan. 6. Perencanaan kegiatan pengembangan media Pengembangan media menjadi penting, karena akan membantu menyasar target kebijakan yang lebih tepat.


227 7. Produksi dan ujicoba media 8. Penggunaan media 9. Media monitoring dan sistem pengelolaan informasi 10. Evaluasi dan analisis masalah Selanjutnya, meminjam model komunikasi massa dari Denis McQuail (1997), terdapat dua model komunikasi kebijakan yang dapat dikembangkan: 1. Model komunikasi interaktif. Pengirim pesan kebijakan publik dan penerima pesan berinteraksi langsung dalam suatu proses timbali balik. 2. Model komunikasi transaksional. Komunikator dengan komunikan memposisikan diri sebagai pihak yang terus berganti peran. Dalam hal ini pemerintah tidak selalu memerankan diri sebagai komunikator, tetapi dapat dilakukan oleh unsur organisasi kemasyarakatan, sector privat atau media massa, yang berkolaborasi dengan pemerintah selaku fasilitator dan regulator. Model ini lebih transformatif dan egaliter ketimbang model pertama. Adapun berdasarkan pengalaman analis kebijakan yang bekerja pada lingkungan birokrasi pemerintah Amerika, terdapat beberapa bentuk komunikasi yang dapat digunakan oleh analis kebijakan di lingkungan birokrasi (Meltsner, 1967), antara lain: 1. Formal Briefing 2. Formal report 3. Pengiriman memo, nota dinas 4. Sirkulasi draft paper di kalangan elit birokrasi 5. Secret advocate


228 C. Memahami Audiens Dalam proses komunikasi dokumentasi saran kebijakan, perlu dipahami kepada siapa dokumentasi saran kebijakan tersebut ditujukan (audience). Kotak 3.1 Pentingnya Kepercayaan (Trust) dalam Komunikasi Komunikasi bukan hanya sekedar menyampaikan informasi, namun juga dapat menjadi sarana meningkatkan kepercayaan antara analis kebijakan dan pengambil keputusan atau pengguna hasil analisis. Tanpa kepercayaan dan penghargaan dari kedua belah pihak, komunikasi yang efektif akan sulit terjalin. Kepercayaan bisa terbangun dari hubungan kerja yang dekat. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan mendorong keterlibatan pengambil keputusan atau pengguna hasil analisis dari awal pelaksanaan analisis kebijakan dan menjaga ketertarikannya terhadap analisis yang dilakukan. Kepercayaan juga dapat terbagun dengan adanya kesamaan nilai (value). Kepercayaan juga terbangun dari adanya saling ketergantungan (mutual dependance). Apa yang bisa dilakukan analis untuk meningkatkan kepercayaan? Selain menunjukkan loyalitas, analis juga harus benar. Analis harus akurat dan dapat memastikan bahwa argumen dalam dokumen yang disampaikan dapat dipertahankan. Banyaknya kesalahan dalam dokumen yang terlihat akan dapat menurunkan keyakinan dan juga kepercayaan terhadap hasil analisis. Kepercayaan juga dapat terbangun dengan usaha analis untuk bersikap obyektif. Selain itu analis juga harus paham letak analisis dalam proses perumusan kebijakan dengan memahami timing, serta kapan pengguna analisis atau pengambil keputusan memerlukan informasi dari hasil analisis tersebut. Hal lain yang penting dalam membangun kepercayaan adalah kredibilitas seorang analis. (disarikan dari Arnold J.Meltsner, 1976, Policy Analyst in the Bureaucracy)


229 Analis perlu memahami tipikal atau preferensi audiens yang akan membaca dokumen rekomendasi kebijakan yang disampaikan. Untuk memahami audiens, analis perlu terlebih dahulu menentukan tujuan dari dokumentasi saran kebijakan. Tujuan dari sebuah policy brief, dapat bervariasi, dari sekedar meningkatkan awareness terhadap suatu isu kebijakan, dapat pula sebagai upaya untuk merubah kebijakan. Meskipun terdapat berbagai tujuan penggunaannya, namun karakter yang sangat kuat dari dokumentasi saran kebijakan adalah persuasi. Pertimbangan tujuan tersebut akan menentukan siapakah aktor kebijakan yang menjadi target audiens. Pengetahuan terhadap persepsi audiens juga menjadi hal yang penting dipahami oleh analis kebijakan. Aktor kebijakan membutuhkan solusi yang relevan. Untuk memahami apa yang dibutuhkan aktor kebijkan dari dokumen yang akan disampaikan, analis dapat membayangkan dirinya dalam posisi aktor kebijakan tersebut. Kemampuan untuk memahami persepsi dan harapan dari audiens dapat membantu analis menghasilkan dokumen kebijakan yang lebih menarik. Selain itu perlu juga dipahami apakah informasi yang diperlukan audiens tersebut bersifat teknis atau non-teknis. Pertimbangan lain perlu memperhatikan apakah dokumentasi saran kebijakan ditujukan bagi pengambil keputusan langsung atau pihak-pihak yang menjadi penasehat dari pengambil keputusan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah apakah audiens-nya tunggal (single audience) atau meliputi berbagai pihak (multiple audience). Dokumentasi saran kebijakan dapat ditujukan bagi audiens yang bisa berasal dari pihak legislatif, judisial, atau eksekutif. Audiens juga dapat dibedakan antara audiens yang berasal dari internal organisasi atau pihak ekternal organisasi yang memproduksi dokumen saran kebijakan tersebut. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat memengaruhi gaya penulisan dan


230 juga informasi yang disajikan dalam dokumen saran kebijakan yang disampaikan. Dalam matriks berikut, dapat kita lihat metode penyampaian yang dapat dilakukan agar pesan dalam dokumen kebijakan bisa sampai ke target yang dibidik. Model ini menjelaskan bahwa pesan kebijakan bisa secara efektif sampai kepada penerima pesan apabila dilakukan sesuai dengan karakteristik komunikan atau penerima pesan kebijakan tersebut. Tabel 3.2 Metode Penyampaian Dokumen Kebijakan No Metode Dokumen Kebijakan Keterangan Policy paper Policy brief Policy memo 1 Repetisi V V X Repetisi untuk membangun kesadaran 2 Kanalisasi X V V Kanalisasi untuk menyasar segmen tertentu 3 Informatif V V X Dokumen kebijakan sebagai sarana informasi kebijakan bagi target yang terbuka 4 Persuasif V V X Dokumen kebijakan untuk memengaruhi target audiens tertentu 5 Edukatif V V X Dokumen kebijakan untuk memberi edukasi 6 Koersif X X V Dokumen kebijakan yang bersifat memaksa agar dipatuhi dan dilaksanakan Sumber: Diolah dan diadaptasi dari Effendy (2003) Dalam lingkungan pemerintahan, struktur organisasi juga dapat memengaruhi metode komunikasi. Channel komunikasi dapat bersifat formal maupun informal. Namun dalam lingkungan birokrasi, strategi komunikasi seringkali perlu memperhatikan aturan-aturan yang berkaitan dengan prosedur formal komunikasi dan hirarki dalam organisasi. Hirarki


231 dalam organisasi juga dapat memengaruhi pesan yang disampaikan dalam dokumentasi saran kebijakan. D. Komunikasi Lisan Setelah dokumentasi saran kebijakan selesai dipersiapkan, perlu dikomunikasikan secara lisan dengan metode yang tepat. Dokumentasi saran kebijakan tidak saja perlu dibaca, namun harus didiskusikan dan dimengerti. Dengan memperhatikan pesan yang ingin disampaikan, target audiens, berbagai metode komunikasi dapat ditempuh misalnya melalui presentasi, rapat, diskusi terbuka, media dialog, press release, dan sebagainya. Sebaliknya, dalam berbagai komunikasi lisan seperti dalam rapat, pidato, konferensi pers, dan sebagainya, dokumentasi saran kebijakan yang ringkas dapat dibagikan untuk memberikan informasi yang lebih jelas kepada berbagai pihak yang mendengarkan informasi lisan yang sedang disampaikan. E. Media Komunitas dan Sosial Media Sebagai Alternatif Media komunitas berakar kuat pada teori demokratisasi penyiaran dan fakta obyektif tidak memadainya peran media komersial dalam mengagregasi aspirasi warga sipil. Media penyiaran komunitas sebagai ruang komunikasi baru merupakan derivasi dari konsep diversitas (diversity) kepemilikan dan penguasaan frekuensi, diversitas bentuk dan isi siaran dan proses lokalisme atau otonomisasi khalayak (Dominick, 2001). Karena mendahulukan pemenuhan aspirasi komunitas, media komunitas berpeluang mendorong proses demokrasi lokal.


232 Adapun tujuan media komunitas menurut Denis McQuail (1994) adalah 1. memberikan pelayanan informasi isu-isu dan problem universal, tidak sektoral dan primordial 2. pengembangan budaya interaksi yang pluralistik, 3. penguatan eksistensi kelompok minoritas dalam masyarakat, 4. bentuk fasilitasi atas proses menyelesaikan masalah menurut cara pandang lokal (McQuail, 1994). Di negara kepulauan seperti Indonesia, ia dipandang paling berpeluang untuk memenuhi semua tujuan tersebut. Singkatnya, media komunitas paling memenuhi syarat bagi model komunikasi transaksional yang tepat digunakan untuk strategi sosialisasi kebijakan publik. Media komunitas dibedakan dengan radio lain atas dua karakteristik: 1. Segenap olah siarnya tidak bermaksud mencari keuntungan finansial sebagaimana radio komersial 2. Media komunitas muncul atas inisiatif komunitas berdasarkan kebutuhan setempat sedangkan media komersial dapat didirikan oleh individu yang mampu secara finansial. Media komunitas berperan strategis dalam pemberdayaan perempuan di negara yang sedang dilanda bencana alam, mengingat posisi perempuan yang terbelakang secara pendidikan dan akses informasi kebutuhan sehari-hari. Dalam era digital saat ini, media sosial dapat menjadi sarana untuk mengembangkan network dalam kontak yang sifatnya informal dengan berbagai kalangan komunitas kebijakan. Membangun eksistensi dalam media sosial juga diperlukan akan meningkatkan aksesibilitas terhadap pengambil keputusan dan komunitas kebijakan publik lainnya. Media sosial dan komunikasi online juga dapat menjadi jembatan antara riset dan kebijakan publik. Dokumentasi kebijakan dapat diunggah ke dalam website yang dapat dibagikan melalui media sosial. Analis dapat mempopulerkan risalah


233 kebijakan, infografis, atau argumentasi terhadap pilihan kebijakan melalui media sosial. Analis juga dapat menulis rekomendasi kebijakan atau hasil temuan riset ke dalam blog. Namun demikian, gaya komunikasi dan pesan yang disampaikan tentu saja perlu mempertimbangkan target audiens dan kaidah-kaidah dalam berkomunikasi secara online. F. Penggunaan Dokumentasi Kebijakan dalam Advokasi Kebijakan 1. Advokasi Kebijakan Advokasi dalam arti yang lebih umum dapat diartikan sebagai sebuah upaya memajukan, menciptakan atau bahkan mengubah sesuatu secara sistematis dan terorganisir demi tujuan tertentu. Dalam konteks kebijakan publik, Young dan Quinn (2002) mengemukakan definisi advokasi yakni sebuah proses yang melibatkan seperangkat tindakan politis yang dilakukan oleh warga negara yang terorganisasi untuk mentransformasikan hubungan-hubungan kekuasaan. Topatimasang (2005) mengungkapkan bahwa advokasi merupakan upaya untuk memperbaiki atau mengubah suatu kebijakan publik sesuai dengan kehendak atau kepentingan mereka yang mendesakkan terjadinya perbaikan atau perubahan tersebut. Dari definisi tersebut, secara sederhana advokasi kebijakan dipahami sebagai aksi kolektif yang terencana untuk mengubah iklim politik yang melibatkan semua pengemban kepentingan (stakeholder) yang diarahkan untuk mengatasi isu-isu dan problem-problem spesifik melalui kebijakan publik. Penggagas dan pelaksana advokasi ini dapat muncul dari berbagai pihak, umumnya LSM, organisasi tertentu, aktivis maupun para pembuat kebijakan itu sendiri. Dengan kata lain, kegiatan advokasi merupakan salah satu alat demokrasi yang digunakan untuk terus memantau penyelenggara negara supaya melahirkan kebijakan-kebijakan yang memihak pada masyarakat.


234 Apabila pemerintah mengeluarkan kebijakan yang kemudian dinilai tidak memihak masyarakat, maka disinilah peran advokasi kebijakan diperlukan. Dalam hal ini, kegiatan advokasi sangat penting karena merupakan salah satu upaya untuk mengingatkan dan mendesak negara dan pemerintah untuk selalu bertanggung jawab melindungi dan mensejahterakan seluruh warganya. Ini berarti sebuah tanggung jawab para pelaksana advokasi untuk ikut berperan serta dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan negara. Advokasi bisa juga dimaknai ketika negara tidak mampu mengidentifikasi kemunculan sebuah isu dan masalah kebijakan; atau bahkan ketika negara tidak bersedia mendefinisikan sebuah isu sebagai masalah kebijakan karena dirasa tidak menguntungkan secara politik, maka fungsi advokasi bisa membantu dan atau memaksa negara mendefinisikan sebuah isu sebagai masalah kebijakan. Setidaknya ada empat unsur penting yang terdapat dalam proses advokasi. Pertama, yakni kebijakan publik yang menjadi target atau sasaran advokasi (policies/ regulations). Tujuan dari kegiatan advokasi adalah untuk mencapai perubahan kebijakan tertentu yang bermanfaat bagi masyarakat yang terlibat dalam proses tersebut. Advokasi yang efektif dilakukan sesuai dengan rencana strategis dan dalam kerangka waktu yang masuk akal. Penentuan kebijakan yang akan diubah tidak bisa sembarangan, perlu dilakukan riset dan bukti yang mendukung argumen bahwa kebijakan/ isu tersebut perlu diangkat. Proses penentuan prioritas isu/ kebijakan akan dideskripsikan di sub-bab berikutnya. Kedua, adanya upaya untuk memengaruhi (influencing) para pembuat kebijakan yang sifatnya bertahap-maju (incremental). Kegiatan memengaruhi ini tidak selamanya berkonotasi negatif seperti memprovokasi, namun justru dapat diartikan sebagai ilmu dan seni (The Policy Project, 1999), dimana advokasi sebagai ilmu diartikan sebagai proses memengaruhi yang hanya akan efektif apabila direncanakan dan


235 diekseskusi secara sistematis, mampu membingkai isu, menentukan target yang terukur, mengidentifikasi sumber dukungan dan pertentangan, dimana setiap tahapan tersebut memerlukan pengetahuan yang cukup untuk memastikan proses advokasi berjalan dengan efektif. Advokasi sebagai seni karena para pelaku advokasi memerlukan keahlian bernegosiasi, lobi, dan kemampuan berkomunikasi dalam memengaruhi dan menyadarkan audiens bahwa kebijakan tertentu penting diangkat dan diubah. Kemampuan-kemampuan inilah yang bahkan sulit diajarkan melalui workshop dan training. Ketiga, upaya yang disengaja dan tidak tergesa-gesa (deliberating) yang melibatkan langkah-langkah sistematis yang meniscayakan identifikasi terhadap aktor yang akan berusaha dipengaruhi serta isu/ kebijakan yang diusahakan untuk diubah. Dan keempat, adalah para aktor (stakeholder) yang terlibat dalam proses ini yakni pihak yang melakukan advokasi dan pihak yang diadvokasi (subyek sasaran kegiatan advokasi), yaitu pembuat kebijakan (policy makers), tidak hanya pemerintah sebagai pembuat kebijakan di ranah publik saja, melainkan juga di ranah privat seperti organsiasi swasta atau perusahaan. Identifikasi mengenai aktor dalam proses advokasi ini bahkan menurut Suharto (2008) merupakan faktor penentu keberhasilan proses advokasi, disamping juga diperlukan pengetahuan mengenai perangkat kelembagaan apa saja yang terlibat dalam proses advokasi ini. 2. Langkah-langkah dalam Advokasi Kebijakan Misi dari advokasi kebijakan sangat jelas dan sederhana: jika ada perubahan sosial maupun kebijakan yang sekiranya perlu diubah, maka masyarakat harus ikut menentukan arah perubahan itu. Untuk sampai pada tahapan mengubah atau memengaruhi pembuatan kebijakan publik, sebagaimana tujuan awal dari advokasi, dalam prosesnya, advokasi kebijakan perlu memikirkan langkah-langkah dan strategi yang tepat


236 untuk memperkuat posisi tawar (bargaining position) para pelaku advokasi. Diagram 3.2 Langkah-langkah dalam Advokasi Kebijakan Pertama, tentu saja tidak semua kebijakan atau isu perlu diadvokasi. Ada alasan-alasan khusus mengapa organisasi-organisasi internasional memilih mengangkat isu kemanusiaan dan perlindungan terhadap wanita dan anak; ataupun isu krisis pangan dan kelaparan; maupun isu kerusakan lingkungan dalam agenda mereka. Ada proses panjang dibalik penentuan isu prioritas tersebut. Begitu pula dengan yang akan diangkat dalam proses advokasi, ada pertimbangan-pertimbangan tertentu mengapa sebuah kebijakan sebaiknya diadvokasi untuk diubah. Terdapat beberapa faktor yang membuat isu layak diangkat untuk diadvokasi, berkaitan dengan tingkat kepentingan dari isu tersebut, atau apakah isu merupakan aspirasi masyarakat atau kebutuhan masyarakat. Selain itu isu layak diangkat jika dampaknya positif bagi perubahan kebijakan publik lainnya dan sejalan dengan visi dan agenda perubahan sosial yang lebih besar. Hal yang perlu diingat adalah bahwa perubahan yang dikehendaki oleh proses advokasi hanya pada tataran kebijakan tertentu yang dinilai memang urgen untuk diubah/ di advokasi. Jadi, jelaslah bahwa tidak


237 semua isu layak untuk diadvokasikan. Hal ini sesuai dengan prinsip yang diungkapkan oleh Topatimasang (2005), bahwa advokasi yang baik yakni advokasi yang terfokus hanya pada satu masalah atau isu strategis kebijakan publik tertentu. Kedua, menentukan target yang ingin dicapai. Sasaran utama dalam kegiatan advokasi adalah mendorong terwujudnya perubahan atas sebuah kondisi yang tidak atau belum ideal menjadi sesuai yang diharapkan, dalam hal ini adalah perubahan terhadap kebijakan yang umumnya menyangkut kepentingan umum. Bisa jadi hasil (objectives/ outcomes) yang diharapkan dari masing-masing kegiatan advokasi berbeda-beda: ada yang menginginkan pencabutan/ pemberhentian pada peraturan tertentu, ada yang menginginkan peraturan tersebut direvisi atau diganti sama sekali, lebih jauh lagi, ada yang mengajukan usul-usul perubahan dengan mengajukan konsep tandingan dari kebijakan tersebut. Namun pada dasarnya, esensi dari tujuan advokasi adalah sama, yakni memperbaiki atau mengubah suatu kebijakan publik kearah yang dikehendaki lebih baik. Oleh karenanya, para aktor yang melakukan advokasi ini hendaklah benar-benar memahami tujuan apa yang ingin dicapai supaya jelas dalam menentukan langkah selanjutnya Ketiga, keberhasilan advokasi tidak terlepas dari kegiatan pengumpulan data dan informasi sebanyak-banyakya terkait dengan kebijakan yang ingin diadvokasikan/ diubah. Oleh karenanya, keberadaan data dan informasi merupakan tools yang penting dalam proses persiapan advokasi sehingga akan menghasilkan advokasi yang berbasis bukti dan bukan hanya sekadar idealisme semata. Prasyarat mengenai bukti hasil pengumpulan informasi dan atau kegiatan riset antara lain adalah availability (ketersediaan data terkait dengan kebijakan/ isu yang relevan), accuracy (menggambarkan kondisi yang sebenarnya dan tidak ada rekayasa), objectivity (objektif dan tidak memihak), serta reliability (dapat dipertanggungjawabkan). Untuk mendapatkan data-data


238 demikian, beberapa upaya perlu ditempuh, antara lain: 1) memahami secara detail mengenai kebijakan yang diadvokasi; 2) melakukan penelitian terkait dengan kebijakan yang akan diadvokasi terkait dengan penerimaan masyarakat terhadap kebijakan tersebut, identifikasi aktoraktor yang memiliki kepentingan di isu tersebut, dan sebagainya. Riset advokasi agak sedikit berbeda dari riset akademis dimana riset untuk advokasi lebih mementingkan manfaat praktis dari semua data dan informasi yang dihasilkannya. Data dan informasi hasil dari riset untuk advokasi nantinya akan menjadi bahan untuk mendukung kegiatankegiatan lain dalam proses advokasi, misal dalam rangka memilih isu strategis, bahan proses legislasi, keperluan lobbi dan kampanye, dan sebagainya. Keempat, memahami sistem kebijakan. Hal ini sangat penting mengingat tujuan ataupun sasaran kegiatan advokasi adalah perubahan kebijakan publik. Kelima, melakukan stakeholder mapping dan atau membangun koalisi. Kegiatan ini penting untuk mengidentifikasi aktor-aktor mana saja yang berkepentingan dan yang terdampak dalam proses advokasi ini. Kegiatan advokasi harus memperhatikan adanya pendukung dan penentang dari isu yang akan diadvokasi, sehingga pemetaan stakeholders, keberpihakan, konflik yang rentan muncul dapat teridentifikasi, karena biar bagaimanapun usulan kebijakan yang baik sekalipun belum tentu diterima tanpa dukungan politis yang kuat. Penggunaan dokumen kebijakan untuk keperluan advokasi perlu disesuaikan dengan tujuannya dalam melakukan advokasi kebijakan. Isi dokumen yang digunakan untuk advokasi bisa saja berbeda dari dokumen yang digunakan untuk edukasi kebijakan. Dalam advokasi informasi faktual yang disampaikan sudah memperlihatkan value judgement terhadap isu yang diangkat, dapat berupa pernyataan dukungan ataupun sebaliknya.


239 Dokumen saran kebijakan dapat dimanfaatkan untuk mendukung aktifitas advokasi, seperti diskusi, rapat, presentasi, konferensi pers, termasuk juga untuk kepentingan melakukan lobi. Policy brief banyak digunakan untuk mendukung advokasi. Biasanya ditujukan bagi audiens yang sudah memiliki informasi tentang isu yang dibahas didalamnya, namun cenderung bukan ahli dalam bidang tersebut, yakni orang yang sudah berkecimpung dalam isu yang dibicarakan, namun seringkali tidak melakukan riset atau membaca analisis yang detil. Karena bentuknya pendek, policy brief saja tidak cukup untuk meyakinkan audiens untuk melakukan pilihan kebijakan yang ditawarkan di dalamnya. Namun demikian, policy brief diperlukan untuk mendorong audiens agar tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang analisis yang disampaikan. Efektivitas dari advokasi kebijakan juga ditentukan oleh reliabilitas informasi yang dipresentasikan. Untuk itu, beberapa hal berikut perlu menjadi perhatian: a. Harus ada evidence terhadap permasalahan yang diangkat yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya. b. Apabila diarahkan untuk perubahan kebijakan, perlu dipastikan apakah kebijakan yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat adalah kebijakan yang baru? Jika sudah ada sebelumnya, maka analis perlu memperhatikan apa yang menjadi gap antara kebijakan yang sudah ada dan kebijakan yang direkomendasikan. c. Perlu diperlihatkan evidence dari sumber yang terpercaya yang dapat memperlihatkan bahwa kebijakan yang direkomendasikan efektif d. Berkaitan dengan pengambil keputusan yang menjadi target advokasi, perlu diperhatikan sejauh mana otoritasnya dalam bidang kebijakan tersebut dan apakah sebelumnya yang bersangkutan pernah menyampaikan pernyataan yang serupa dengan apa yang disampaikan dalam advokasi tersebut.


240 G. Latihan Bekerja dalam kelompok: 1. Memilih kasus tertentu untuk dijadikan isu kebijakan 2. Menganalisis kebutuhan dokumen kebijakan untuk penyelesaian kasus tersebut 3. Membuat contoh dokumen kebijakannya. 4. Menentukan strategi komunikasi dokumen kebijakan di maksud. 5. Paparkan dalam bentuk presentasi.


241 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dokumen kebijakan dapat digunakan dalam tahapan manapun dalam proses kebijakan. Dalam dokumen kebijakan tersebut dapat disampaikan berbagai data, informasi, dan evidence, serta memberikan pandangan yang dapat digunakan dalam berbagai tahapan proses kebijakan. Dokumen kebijakan juga dapat disusun secara khusus untuk tahapan tertentu dalam proses kebijakan. Dokumentasi saran kebijakan disajikan secara terstruktur dalam berbagai bentuk dokumen kebijakan. Dokumentasi kebijakan yang umum dijumpai disusun dalam bentuk policy paper, policy brief, atau memo kebijakan. Dokumen kebijakan bersifat persuasif dengan tulisan yang terstruktur dan didasarkan pada bukti-bukti. Berbagai bentuk dokumen kebijakan ini dapat digunakan untuk mengkomunikasikan informasi yang penting untuk melakukan perubahan-perubahan kebijakan kepada para pengambil keputusan maupun pimpinan di instansi pemerintah dan pihak lain yang tertarik dengan upaya memengaruhi perubahan kebijakan. Penyampaian dokumen kebijakan dapat menjadi salah satu cara untuk memengaruhi pengambilan keputusan dalam kebijakan publik. Meskipun gaya penulisan, tujuan, dan target audiens dokumen saran kebijakan bisa saja berbeda, namun berbagai dokumen saran kebijakan memiliki orientasi yang sangat kuat kepada audiens, sehingga sebaiknya dirancang secara spesifik memenuhi kebutuhan informasi dari audiens tersebut. Selain itu dokumen juga cenderung bersifat persuasi dan banyak digunakan dalam proses advokasi kebijakan. Seorang analis dapat melakukan komunikasi kebijakan bagi audience yang berbeda-beda. Selain menentukan audience, analis perlu menentukan


242 bagaimana komunikasi akan dilakukan, apa yang akan dikomunikaikan, dan kapan saat yang tepat untuk melakukan komunikasi kebijakan. Tujuan komunikasi juga dapat bervariasi menurut tahapan kebijakan. Untuk itu diperlukan strategi komunikasi kebijakan yang tepat sasaran, tepat waktu dan efisien. Seringkali strategi komunikasi yang diperlukan akan memerlukan berbagai bentuk komunikasi. B. Tindak Lanjut Dokumentasi saran kebijakan merupakan kegiatan yang penting dalam analisis kebijakan. Hasil analisis kebijakan tidak akan bermanfaat apabila tidak dapat dikomunikasikan secara efektif. Untuk dapat menyampaikan saran kebijakan secara efektif, kemampuan menulis yang baik tentu sangat diperlukan. Namun demikian kemampuan menulis saja tentu tidak cukup. Analis kebijakan perlu memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Kemampuan ini tentu saja memutuhkan pengalaman. Untuk itu diperlukan banyak paraktek dalam penyusunan policy paper, policy brief, dan policy memo. Untuk memperkaya wawasan dan lebih familiar dengan berbagai bentuk pendokumentasian saran kebijakan, analis kebijakan dapat mengerjakan latihan dan mengunjungi berbagai sumber yang menyediakan referensi berkaitan dengan dokumentasi saran kebijakan, komunikasi dan advokasi kebijakan publik.


243 DAFTAR PUSTAKA Byers, André,2014,Presenting Research To Decision Makers For Action And Result: A Resource Guide For Advocates 2014, the Howard University Center on Race and Wealth Constant, Laura Ffrench, How to Plan, Write, and Communicate An Effective Policy Brief, Research to action Daniel Start and Ingie Hovland, 2004,Tools for Policy Impact A Handbook for Researchers, Overseas Development Institute Dominick, Yoseph, 2001, Broadcasting, Cable, The Internet and Beyond, An Introduction to the Modern Electronic Media, Singapore: Mcgrawhill Book & Co Dunn, William, 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik (terjemahan). Yogyakarta: Gajah Mada University Press Effendy, Onong Uchana, 2003, Ilmu, Teori, dan Filasafat Komunikasi, Bandung : Citra Adiyta Bakti Fatimah, Elly dan Prasojo, Eko, 2015, Dokumentasi Saran Kebijakan, dalam Modul Analis Kebijakan, Jakarta :Lembaga Administrasi Negara Garnett, James L. dan Kouzmin, Alexander (eds), 1997, Handbook of Administrative Communication, New York : Marcel Dekker Inc GRIPS, 2014,Determining a Policy Paper Topic, diunduh dari http://www.grips.ac.jp/cms/wpcontent/uploads/2014/10/LMP_Determining_a_Policy_Paper_Topic2014 .pdf Herman, Luciana, 2013, Tips for Writing Policy Papers, A Policy Lab Communications Workshop, diunduh dari https://wwwcdn.law.stanford.edu/wp-content/uploads/2015/04/White-PapersGuidelines.pdf Herman, Luciana, Policy Memo, diunduh dari https://wwwcdn.law.stanford.edu/wp-content/uploads/2015/04/Policy-MemoGuidelines-2.pdf IDRC , How to Write Policy Brief, International Development Research Center, Kanada, diunduh dari https://www.idrc.ca/sites/default/files/idrcpolicybrieftoolkit.pdf Lasswell, H.D, 1948, The structure and function of communication in society. dalam L.Bryson (E.), Communication of ideas (pp.37-51) New York: Harper &Row


244 McQuail, Denis, 1997, Audience Analysis, London: SAGE Publication Meltsner, Arnold J., 1976, Policy Analyst in the Bureacucracy, California: University of California Press Nugroho, Riant D. 2009. Public Policy, Jakarta: Elex Media Komputindo Policy Project, 1999, Networking for Policy Change Advocacy Training Manual . Washington, DC: Futures Group, POLICY Project, diunduh dari http://www.policyproject.com/pubs/AdvocacyManual.cfm Scotten, Ali G., 2011, Writing Effective Policy Paper :Tranlating academic Knowledge into Policy Solution, diunduh dari https://cmes.arizona.edu/sites/cmes.arizona.edu/files/Effective%20Pol icy%20Paper%20Writing.pdf Topatimasang, Roem, et. Al. (eds), 2005, Sehat Itu Hak: Panduan Advokasi Masalah Kesehatan Masyarakat, Jakarta; Koalisi untuk Indonesia SehatINSIST Tsai, 2006, Guidelines for Writing a Policy Brief, diunduh dari http://jhunix.hcf.jhu.edu/~ktsai/policybrief.html Young, EÓin dan Quinn, Lisa, 2002, Writing Effective Public Policy Papers: A Guide for Policy Advisers in Central and Eastern Europe, Local Government Public Service Reform Initiative


Click to View FlipBook Version