145 tingkat mana mekreka yang terdamapk itu dapat menerima regulasi yang diusulkan. Mengaplikasikan RIA untuk Regulasi yang sudah ada maupun yang baru RIA sama bergunanya bagi analisis regulasi yang telah ada maupun yang hendak diajukan. Lebih jauh analisis atas regulasi yang telah ada melibatkan lebih sedikit masalah pada data, sehingga kualitas yang dihasilkan berpotensi lebih tinggi. Secara konsisten menerapkan RIA pada regulasi yang telah ada merupakan kunci prioritas. Struktur regulasi level apapan, bisa dilakukan analisis RIA. RIA tidak hanya relavan untuk regulasi pemerintah tunggal, namun RIA juga dapat diaplikasikan untuk regulasi yang bersifat lintas, misalnya mengenai jaringan industri atau jaringan pemasaran. I. Contoh Pemanfaatan RIA Telah cukup banyak publikasi yang menunjukkan pemanfaatan RIA di Indonesia. Pemerintah Kota Yogyakarta telah memprakatekan RIA ini untuk beberapa regulasi yang dihasilkan32. Asia Foundation telah memerkenalkan metode RIA melalui penyediaan bantuan dan pendampingan teknis kepada setidaknya 38 pemerintah lokal di 11 propinsi di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi. 33 Selain Asia Foundation, USAID juga banyak memperkenalkan RIA dan melakukan pendampingan RIA di beberapa propinsi, diantaranya di Sulawesi dan Lombok34. Berikut diberikan contoh aplikasi RIA yang 32 Regulatory Impact Assessment Statement (Rias) Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 6 Tahun 1992 Tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kota Yogyakarta Pada Pihak Ketiga 33 Lihat diatas 34 Tim RIA Lombok Barat, 2012, Laporan Akhir Regulatory Impact Analysis, Raperda Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Kabupaten Lompok Barat, Lombok Barat
146 dilakukan di Lombok Barat yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan dalam asistensi USAID dan MAP UGM. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Barat merasa resah dengan kerusakan lingkungan yang terjadi di kawasan pesisir. Pelanggaran garis pantai baik oleh penduduk lokal yang bermukim, usaha hotel dan restoran di sepanjang pantai maupun pemukiman yang dibangun oleh penduduk asing juga pertambangan yang berlokasi di kawasan pantai telah mulai menghasilkan dampak pada kerusakan ekosistem sepanjang pantai. Di kawasan laut, perusahaan kerang mutiara menebar usaha mereka sehingga banyak berbenturan dengan nelayan yang wilayah tangkapannya atau jalur melautnya tertutup. Keresahan itu mendorong pemerintah Lombok Barat untuk menyusun naskah akademik yang diajukan ke Dewan untuk diadakan regulasi pemanfaatan kawasan pesisir. Pengajuan ini sangat cukup kuat sebab terdapat UU mengenai pengeloaan kawasan pesisir yakni UU nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan kawasan Pesisir. Namun demikian Dinas Perikanan dan Kelautan harus kecewa sebab pengajuan ini tidak mendapat respon hingga lebih dari 5 tahun. Tahun 2012 USAID bekerjasama dengan MAP, mulai melakukan review atas nakah akademik yang telah diajukan. Ternyata memang naskah akademik yang diusulkan memiliki kualitas yang rendah. Hasil review tersebut menjadi penyemangat bagi Dinas Perikanan dan Kelautan untuk melakukan perbaikan. Untuk itu maka dimulailah proses RIA dengan harapan menghasilkan peraturan mengenai pengelolaan kawasan pesisir. Tahap Pra RIA dilakukan oleh tim dari Dinas Kelautan dan Perikanan. Hasil dari analisis Pra RIA berupa analisis stakeholder dan regulatory mapping. Dari analisis stakeholder teridentifikasi pihak pihak yang berkaitan dengan regulasi yang hendak disusun mulai dari nelayan, pemilik hotel dan restoran, penduduk yang bermukim baik
147 penduduk lokal maupun penduduk asing, pengusaha tambang, buruh tambang, Dinas yang terakit dengan pertambangan, Dinas yang terakit dengan pemukiman juga Dinas yang terakit dengan pemberian ijin usaha. Di laut terkait dengan perusahaan penanam kerang mutiara yang sebagian besar adalah PMA dengan ijin dari pemerintah pusat. Dari perspektif regulasi, terpetakan puluhan peraturan yang berkaitan dengan regulasi yang hendak diajukan, mulai dari peraturan mengenai kawasan pantai hingga peraturan mengenai penanaman modal dan pengelolaan lingkungan hidup. Analisis Pre RIA ini sepenuhnya dilakukan oleh Tim Dinas Keluatan didampingi oleh USAID dan akademisi. Tahapan Pelaksanaan RIA dimulai dari analisis permasalahan yang dihadapi di kawasan pesisir. Pada tahap ini, tidak hanya dilakukan oleh Tim Dinas Keluatan, melainkan mulai dilibatkan berbagai stakeholder. Bahkan pada tahap ini secara informal tim terkadang mengundang anggota parleman untuk ikut berproses dalam kegiatan yang dilakukan. Pelibatan berbagai pihak ini terus dilakukan hingga pencarian alternatif solusi yang dikehendaki untuk menjaga kawasan pesisir. Pelibatan stakeholder dilakukan dengan jalan mengundang wakil wakil dari berbagai kelompok stakeholder yang telah diidentifikasi. Proses yang terus berjalan akhirnya menghasilkan dokumen RIA, tidak hanya laporan yang tebal, namun juga menghasilkan brosur yang disebarkan ke masyarakat mengenai pentingnya melakukan pengelolaan kawasan pesisir. Hasil perhitungan CBA nilai kerusakan lingkungan menjadi focus dari komunikasi yang dilakukan. Pelibatan stakeholder yang dilakukan dalam tahapan tahapan pelaksanaan RIA ternyata tidak hanya menghasilkan data yang akurat dan solusi yang tepat bagi semua pihak, tetapi juga menciptakan dukungan penuh dari mereka. Pada public hearing pertama yang
148 dilakukan masyarakat sangat antusias untuk mendengarkan diskusi yang terjadi. Bahkan berbagai kelompok masyarakat yang hadir membuat pernyataan “jika peraturan ini tidak segera di proses Dewan, maka kami akan demo ke dewan”, sebuah pernyataan dukungan yang sangat luar biasa. Selesainya dokumentasi RIA, dilakukan penyusunan proposal dan draf peraturan daerah pengelolaan kawasan pesisir untuk diajukan ke dewan. Tidak perlu menunggu terlalu lama, ternyata kurang dari 6 bulan sejak draf diajukan, draf tersebut telah masuk ke prolegda. Seluruh proses yang terjadi menjadi pembelajaran penting bagi seluruh tim bahwa proses di dewan akan lancar ketika: 1. Data dan informasi lengkap dan akurat 2. Dikomunikasikan sejak awal 3. Dokumen yang diajukan lengkap dan informatif Seluruh syarat untuk mendapatkan ke tiga point tersebut ada dalam RIA yang dilakukan dengan baik dengan melibatkan stakeholder. J. Latihan 1. pilih salah satu kasus 2. lakukan analisis stakeholder terhadap kasus tersebut 3. lakukan Pemetaan Regulasi (Regulatory Mapping) 4. lakukan Regulatory Impact Analysis 5. susun informasi pokok laporan RIA atas kasus yang dipilih
149 BAB V KONSEP DASAR ANALISIS BIAYA MANFAAT (COST BENEFIT ANALYSIS/CBA) A. Indikator Hasil Belajar Setelah mempelajari bab ini, peserta diharapkan dapat: 1. mampu menghitung manfaat analisis kebijakan (aspek ekonomi, politik, sosial dan lainnya); 2. mampu menjelaskan berbagai teknik dalam analisis kebijakan; 3. mampu memahami pemanfaatan Cost Benefit Analysis (CBA) untuk analisis kebijakan publik; 4. mampu memahami penggunaan metode Pendekatan Valuasi Ekonomi; 5. mampu memahami berbagai kriteria ekonomi pengambilan keputusan; 6. mampu memahami kerangka waktu analisis CBA; 7. mampu melaksanakan CBA. B. Pengertian CBA CBA pada dasarnya hanyalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk bahan pertimbangan pengambilan keputusan publik. CBA sebagai sebuah alat cukup spesifik karena CBA berbasis pada nilai uang. Artinya dalam CBA, kebijakan 35 yang diambil harus dinilai dan evaluasi apa biaya dan manfaatnya, dan biaya dan manfaat itu harus dalam bentuk nilai ekuivalen uang. Penilaian dalam bentuk uang ini memberikan kesempatan kepada analisis untuk dapat menjumlahkan dan membandingkan biaya maupun manfaat dari sebuah kebijakan secara mudah. Dari penilaian tersebut maka 35 Kebijakan diartikan sebagai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah (Dunn, 2009). Implementasi dari kebijakan dapat berupa peraturan, program maupun kegiatan atau tidak melakukan apa apa. Sebagai pengganti kata proyek yang biasa digunakan dalam istilah CBA, naskah ini menggunakan kata kebijakan.
150 dapat dilakukan penilaian perbandingan antara biaya dan manfaatnya, dengan demikian dapat diambil keputusan diambilnya kebijakan atau tidak. Kebijakan yang membawa lebih sedikit manfaat dibandingkan dengan biayanya adalah kegiatan yang secara umum tidak akan dijalankan. Namun demikian terdapat pengecualian untuk beberapa kasus. Sebagai contoh pengelolaan sampah sebuah kota menghasilkan rasio manfaat dan biaya lebih kecil 1, yakni dari 0,3, namun kegiatan ini tetap dijalankan sebab ketika tidak dijalankan, maka rasio manfaat terhadap biaya yang terjadi menjadi jauh lebih kecil lagi misalnya 0,00001. Kebijakan yang dapat dievaluasi oleh CBA tidak hanya kegiatan fisik, seperti pembangunan gedung atau jalan dan jembatan, pengelolaan sampah, namun kegiatan non fisikpun, misalnya pelatihan atau pendidikan dapat dilakukan dengan analisis CBA. Saat ini CBA sudah digunakan secara luas untuk berbagai analisis kebijakan. Penerapan CBA dapat diterapkan dalam semua bidang investasi sektor publik termasuk berkaitan dengan kesehatan, perumahan/tata wilayah, jaringan lalu lintas, penggunaan lahan dan isu-isu tentang pembangunan darah lainnya. Mulai dari yang sangat sederhana, misalnya pembangunan pembangkit tenaga listrik di desa hingga analisis atas kerusakan lingkungan akibat global warming. Secara spesifik CBA yang diaplikasikan pada aspek lingkungan yang direpresentasikan dalam dokumen AMDAL berkontribusi pada aspek aspek berikut: 1. mengevaluasi kelayakan program (CBA digunakan untuk menentukan apakah proyek dilanjutkan atau tidak) 2. Analisis pengaruh regulasi (untuk melihat pengaruh atau resiko kebijakan terhadap kualitas lingkungan seingga dapat mengurangi resiko melalui intervensi sebagai hasil dari analisis CBA). 3. Menentukan program investasi (menentukan apakah suatu investasi atau program yang dikeluarkan pemerintah memberikan efisiensi dalam penggunaan uang/anggaran). 4. Pemotongan biaya (dalam perencanaan modal CBA digunakan untuk menerapkan biaya
151 yang efektif dalam perencanaan modal). 5. Perhitungan biaya tak terduga (biaya tak terduga merupakan salah satu konsekuensi dari suatu proyek atau kebijakan untuk menekan biaya, penggunaan CBA sangat dibutuhkan untuk menekan pengeluaran yang dapat menyebabkan inefisiensi anggaran) 6. Upaya pertanggungjawaban sektor publik (output dari CBA dapat digunakan sebagai upaya pertanggungjawaban pemerintah terhadap masyarakat), hasil dari analisis CBA merupakan kumpulan informasi dari beberapa aspek sehingga diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan.36 Pengembangan model CBA telah digunakan di berbagai departemen pemerintahan untuk mengukur prestasi dimana output/hasil akan selalu dipantau yang antara lain meliputi kesejahteraan masyarakat termasuk manfaat ekonomi, sosial dan dampak fiskal yang ditimbulkan. Adanya penerapan CBA oleh pemerintah tidak lain adalah untuk meningkatkan pelayanan publik karena metode CBA untuk menilai dan mengevaluasi program yang dikeluarkan oleh pemerintah sehingga pada akhirnya dapat mendukung pengambilan keputusan. CBA dapat digunakan sebagai evaluasi untuk menghasilkan informasi terhadap tingkat dampak fiskal dan nilai publik yang dihasilkan yang kemudian dapat menginformasikan keputusan masa depan. 37 Pelayanan yang dimaksud adalah keinginan publik untuk mendapatkan kepuasan yang maksimal oleh karena pelayanan yang diberikan pemerintah melalui programnya dimana tenaga kerja dan modal dialokasikan dengan cara yang akan memaksimalkan keuntungan, dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu analisis CBA sangat bermanfaat untuk 1. membandingkan program yang berbeda untuk permasalahan yang sama; 36 www.environment.gov.za , dalam website ini membahas tentang apa itu CBA, dimana dan kapan mengaplikasikannya, dan mengapa menggunakan metode CBA. 37 dalam upaya peningkatan pelayanan publik pengguna CBA sangat dianjurkan untuk menilai guna mendesain ulang suatu layanan publik guna mendukung kebijakan yang lebih baik. www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/300214/cost_benefit_anal ysis_guidance_for_local_partnerships.pdf
152 2. membandingkan program yang berbeda dengan melihat kondisi demografis tertentu; dan 3. membandingkan program yang berbeda dengan permasalahan yang berbeda.38 Sebagai sebuah alat yang berkarakter ekonomi, maka CBA sangat kental dengan warna dan pendekatan ekonomi. Modul ini dirancang dalam kerangka untuk memperkenalkan alat yang cukup kompleks dan detail itu bagi mereka yang tidak memiliki latar belakang ekonomi. Untuk itu modul disajikan secara sangat sederhana dan hanya menyajikan konsep dasar dari CBA beserta contoh-contoh sederhananya. Untuk penjelasan lebih detail, pembaca dapat melakukan eksplorasi pada buku buku yang disajikan dalam referensi modul ini. Modul ini terdiri atas beberapa sub bahasan yang meliputi Sejarah pemanfaatan CBA dalam kebijakan publik; Pendekatan yang digunakan dalam analisis CBA; Identifikasi Manfaat dan Biaya, Jangka waktu dalam analisis CBA; Tahapan dalam analisis CBA dan Tantangan penggunaan CBA dalam kegiatan publik juga Masa Depan RIA. C. Sejarah Pemanfaatan CBA dalam Kegiatan Publik Sebagai sebuah alat untuk pengambilan keputusan publik, CBA bukanlah alat yang baru. Ide dasar CBA sudah mulai sejak tahun 1848 ketika artikel Jules Dupuit yang berisi ide mengenai penilaian biaya dan manfaat dari sebuah kebijakan dimuat dalam sebuah jurnal ilmiah. Ide Dupuit itu dilanjutkan oleh Alfred Marshal yang mencoba memformulasikan beberapa konsep formal sehingga menjadi konsep dasar CBA. Konsep itu baru diimplementasikan tahun 1930-an di Amerika Serikat39. Tahun 1927 dan 1928 River and Harbor Acts memberikan otorisasi kepada the Amy Corps of Engineers untuk melakukan survey menyeluruh 38 www.environment.gov.za/sites/default/files/docs/series8_costbenefit_analysis.pdf 39 Buku buku CBA untuk kegiatan publik selalu memberikan pengantar sejarah pemanfaatan CAB ini, diantaranya dapat ditelusuri dari buku karya Fuguit, Diana and Shanton J Wilcox, 1999, Cost Benefit Analysis for Public Sector Decision Makers, Qourum Books
153 atas daerah aliran sungai yang didalamnya termasuk estimasi biaya untuk proyek pengendali banjir yang akan diajukan. Namun, pertanyaan yang muncul kemudian adalah manfaat apa yang akan diperoleh oleh pembayar pajak jika kegiatan itu dilakukan. Pertanyaan ini dijawab oleh kongres dengan Flood Control Act pada tahun 1936. Peraturan ini secara spesifik menyebutkan bahwa suatu kebijakan secara ekonomi layak dilakukan “jika manfaat bagi masyarakat melebihi biaya yang ditimbulkan”. Selanjutnya kongres menunjuk Departemen Pertanian untuk menghitung manfaat dari adanya proyek pengendali banjir itu. Manfaat dari proyek itu dihitung dari tidak terjadinya banjir yang membuat nilai property meningkat, peningkatan produksi pertanian, dan berbagai kerugian yang dapat dihindari jika tidak terjadi banjir. Kejadian ini menandai awal dari penggunaan konsep CBA dalam kebijakan publik. Pemanfaatan CBA sebagai alat untuk pengembailan keputusan publik terus meluas. Tahun 1939, U.S. Reclamation Project Act, kembali menggunakan CBA untuk kegiatan yang terkait dengan pengelolaan air. Pada kebijakan ini yang dicatat sebagai benefit dari pengelolaan air diantaranya adalah jaringan transportasi, kegiatan rekreasi dan, pembangkit listrik. Tahun 1950-an, CBA dimanfaatkan secara fenomental ketika dilakukan analisis efektivitas biaya untuk kegiatan militer dan sektor kesehatan di Amerika. Mendeteksi manfaat kegiatan militer secara teori dilihat dari tingkat keamanan nasional, namun pengukurannya sulit dibuktikan. Untuk itu maka lebih bermanfaat untuk mendekati dengan obyek fisik, misalnya jumlah kapal asing yang mampu dihalau, dibandingkan dengan jumlah halauan yang sama untuk alternatif pengeluaran yang lain. Masih di tahun yang sama CBA digunakan untuk melakukan analisis bidang kesehatan. Tahun 1970, analisis CBA bidang kesehatan telah melibatkan nilai kehidupan ketika suatu bentuk kehidupan dapat dipertahankan. Pendekatan cost of illness mendekati nilai kehidupan dengan kontribusi
154 individu pada pembentukan PDB melalui peningkatan produktivitas yang tenaga kerja. Sementara CBA menilai dari outcome kesehatan, misalnya angka harapan hidup. Kedua pendekatan ini hingga saat ini masih menjadi perdebatan, untuk itu analisis CBA publik masih harus mempelajari lebih jauh mengenai nilai dari kehidupan itu. Tahun 1960-an, CBA telah banyak digunakan untuk pengambilan keputusan publik di berbagai area USA. Pemanfaatan CBA tidak hanya meluas ke berbagai area, tetapi juga meluas ke luar dari USA. CBA pertama kali diterapkan di Inggris ketika pemerintah mempertimbangkan pembangunan London Birmingham Motorway pada tahun 1960, dilanjutkan dengan beberapa kegiatan transportasi lainnya. Tahun 1960-an adalah juga mulainya pemanfaatan CBA untuk kegiatan kegiatan yang terkait dengan lingkungan hidup. Tahun 1970, USA mengeluarkan Clean Air Act yang didalamnya melibatkan pertimbangan analisis biaya manfaat. Masih di tahun 1970-an, di Inggris terjadi kontroversi mengenai lokasi pembangunan airport. Perdebatan berkisar pada nilai dari kebisingan yang ditimbulkan dari aktivitas penerbangan bagi masyarakat. Sejak saat itu perdebatan mengenai nilai lingkungan terus menjadi perdebatan. Sementara perdebatan terus berlangsung, analisis CBA telah menyebar luas ke Negara berkembang. Donor dari Negara maju membawa analisis CBA untuk memastikan bahwa investasi yang mereka lakukan memberikan manfaat bagi negara tujuan. Terdapat lebih banyak kontroversi ketika perhitungan CBA ini diaplikasikan di Negara Berkembang. Sumber dari kontroversi itu adalah harga pasar di Negara Berkembang seringkali tidak mampu mencerminkan penilaian CBA karena besarnya intervensi pemerintah pada pasar. Kontroversi lainnya pemanfaatan CBA di Negara Berkembang berkaitan dengan resiko dan ketidakpastian yang tinggi akibat dari tingginya pengaruh perubahan politik pada perekonomian dan tingginya ketidak merataan pendapatan. Menghadapi persoalan ini
155 akademisi menemukan konsep “shadow price” untuk melakukan penilaian terhadap biaya dan manfaat. Pemanfaatan CBA untuk pengambilan kebijakan publik semakin hari semakin meluas. Tahun 1978, presiden Charter mengeluarkan regulasi yang mengharuskan setiap lembaga untuk melakukan perhitungan benefit dan cost dari setiap regulasi yang mereka buat. Sekalipun masih dengan catatan bahwa cukup banyak kebijakan yang manfaat dan biayanya sulit dihitung dan diukur. Tahun 1981, Reagan mulai dengan pemanfaatan Regulatory Impact Analisys (RIA) yang didalamnya menggunakan CBA sebagai dasar pengambilan keputusannya. Tahun 1990, di USA, analisis CBA difokuskan pada proses regulasi. Saat ini sangat banyak bidang yang menggunakan konsep dasar CBA ini untuk bahan pengambilan keputusan, atau setidaknya menjadi bahan masukan bagi pengambil kebijakan. Bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur bahkan bidang lingkungan hidup banyak menggunakan konsep ini adalah USA dan Negara Negara Eropa yang hingga saat ini tetap konsisten menggunakan dalam pengambilan keputusannya. Bahkan di negara-negara ini lembaga pemerintah sampai menerbitkan panduan meraka untuk melakukan analisis CBA. Menggunakan asumsi asumsi yang ketat CBA mampu menghasilkan angka-angka yang pasti bahkan dengan menggunakan konsep nilai uang dalam jangka panjang. Pemanfaatan CBA dari yang sangat sederhana hingga yang sangat kompleks telah banyak dilakukan40. D. Pendekatan dalam CBA CBA publik berbeda dengan CBA untuk kegiatan privat. Penggunaan CBA pada sektor privat dihubungkan untuk mengetahui seberapa besar 40 Salah satu referensi penting dalam menelusuri pemanfaatan CBA untuk kebijakanpublik adalah European Commission, Directorate General Regional Policy, 2008, Guide to Cost Benefit Analysis of investment projects Structural Funds, Cohesion Fund and Instrument for Pre-Accession.
156 keuntungan dengan melihat aspek ekonomi sebagai indikator dalam keberhasilan sektor privat. Sedangkan dalam CBA publik, obyek dari kegiatan berdimensi publik yang artinya dimensi dari kegiatan itu sangat luas. Namun demikian sebagai kegiatan publik dimensi yang luas itu tetap harus dipertimbangkan. Demikian pula dengan dimensi ekonomi yang sangat rigit juga harus dipertimbangkan. Untuk itu maka dalam melakukan CBA publik membutuhkan pendekatan yang komprehensif. Cukup banyak pendekatan yang ditawarkan oleh setiap akademisi atau penulis, namun setidaknya pendekatan berikut menjadi pertimbangan penting41: a. Menghitung seluruh biaya dan manfaat yang terlibat dalam aktivitas yang sedang di CBA. Biaya dan manfaat suatu aktivitas dapat muncul dari sisi sektor privat atau sektor publik dan sosial, bisa bersifat langsung dan tidak langsung, bisa tangible atau intangible. Seluruh biaya dan manfaat itu harus diidentifikasi dan dimasukkan ke dalam perhitungan. Itulah sebabnya penting untuk menjadi catatan bahwa CBA sebaiknya dapat dilakukan untuk suatu area studi yang spesifik. Artinya ruang lingkup kasus yang hendak dianalisis menggunakan CBA harus diberikan batasan yang jelas dan masuk akal. Batasan yang jelas itu penting untuk menghindari terjadinya perhitungan ganda (Double Counting). Kotak 5.1 menyajikan sebuah contoh yang cukup luas untuk memberikan batasan obyek analisis CBA. Kotak 5.1. Menilai Jasa Ekosistem Penilaian atas jasa ekosistem sangat penting dikaitkan dengan penghitungan PDB yang hanya mendasarkan pada nilai pasar barang dan jasa yang diproduksi. Sebagai contoh, hutan ketika hanya dinilai dari barang dan jasa yang dihasilkan dari hutan maka nilai produksinya rata rata hanya meliputi 4% dari PDB. Dengan nilai sekecil itu maka sangatlah tidak visible untuk menjaga hutan dengan biaya yang sangat 41 Buku buku CBA menyajikan pendekatan CBA dalam berbagai bentuk, naskah ini terutama mengacu pada dua buku berikut: Brent J Robert, 2006, Applied Cost–Benefit Analysis, Second Edition, Edward Elgar Publishing Limited dan European Comission, 2008, Guide to Cost Benefit analisys of Investment Project.
157 tinggi. Namun demikian sesungguhnya hutan memiliki fungsi yang jauh lebih luas dari produksi itu, yang tanpa jasa hutan ini maka produksi lainnya tidak akan dapat diperoleh. Misalnya sektor pertanian tidak akan muncul ketika tidak tersedia air yang pada dasarnya berasal dari hutan yang lestari. Untuk itu diperlukan penilaian atas jasa lingkungan dari hutan. Untuk melakukan penilaian atas jasa lingkungan hutan, yang pertama dilakukan adalah mendefinisikan makna dari ekosistem hutan itu sendiri. Ekosistem adalah asset yang memproduksi aliran benefit barang dan jasa sepanjang waktu. Melalui definisi itu maka dapat diidentifikasi fungsi hutan dalam kaitannya dengan ekosistem itu sehingga dapat diidentifikasi manfaat dari hutan itu, sebagaimana disajikan oleh tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1. Beberapa Jasa yang Dihasilkan Oleh Ekosistem Melalui Fungsi Pengaturan Lingkungan dan Fungsi Habitat. Fungsi ekosistem Proses dan komponen ekosistem Jasa ekosistem (Benefit) Fungsi pengaturan lingkungan Pengaturan gas Peran ekosistem dalam proses biogeochemical • Proteksi terhadap Ultraviolet-B • Maintenance kualitas udara • Memengaruhi iklim Pengaturan iklim Pengaruh penutupan lahan terhadap proses mediasi biologi Maintenance suhu udara dan peresapan air ke tanah Pencegahan terhadap gangguan Pengaruh sistem struktur terhadap gangguan lingkungan • Proteksi terhadap badai • Mitigasi banjir Pengaturan air Peran penutupan lahan dalam mengatur aliran air, inflitrasi dan pengikisan aliran sungai • Drainase dan irigasi natural • Mitigasi banjir • Penyediaan air bawah tanah Daya serap tanah Peran akar matriks vegetasi dan biota tanah terhadap struktur tanah • Maintenance kesuburan lahan • Pencegahan dari erosi Formasi tanah Akumulasi pelapukan batuan dan unsur organik Maintenance produktivitas pada lahan yang subur
158 Pengaturan nutrisi Peranan biota dalam sirkulasi dan penyimpanan nutrisi Maintenance produktivitas ekosistem Perawatan air Pemindahan atau peluruhan nutrisi dan senyawanya Pengendalian polusi dan peluruhan racun Fungsi Habitat Ceruk dan perlindungan Tempat hidup yang tepat bagi flora dan fauna • Maintenance biodiversity • Maintenance spesies langka Pembibitan dan penangkaran Habitat tepat untuk reproduksi dan area penangkaran • Maintenance biodiversity • Maintenance spesies langka Sumber: Hanly, N and Edwrad B, 2009 b. Menggunakan standar ekonomi kesejahteraan. CBA mengharuskan perhitungan dalam bentuk ekuivalen nilai uang, untuk itu maka ketika melakukan konversi nilai CBA harus mendasarkan diri pada konsep kesejahteraan. Dalam pasar yang tidak terdistorsi harga pasar dapat menjadi ukuran kesejahteraan, namun demikian dalam pasar yang banyak terdistorsi, harga pasar tidak dapat mencerminkan kesejahteraan. Salah satu cara untuk mendekati harga pasar menggunakan shadow price. Salah satu cara untuk mendapatkan shadow price adalah melalui konsep willingness to pay dan willingness to accept. Secara konseptual willingness to accept (WTA) adalah jumlah uang minimum yang orang bersedia menerima untuk mengabaikan sesuatu yang baik atau buruk terjadi. Misalnya dalam hal polusi, orang ditanya berapa uang yang diminta untuk diterima agar dia mau meneria tingkat polusi tertentu terjadi. Ini secara konsep ekonomi setara dengan jumlah minimal uang yang dibutuhkan untuk menjual barang atau akuisisi sesuatu yang tidak diharapkan untuk dapat diterima oleh seseorang. Sebaliknya willingness to pay (WTP) adalah jumlah maksimum yang individu bersedia berkorban untuk mengadakan suatu barang atau
159 menghindari sesuatu yang tidak diharapkan. Misal polusi tadi, orang ditanya berapa dia bersedia membayar untuk memeprtahankan agar wilayahnya tidak terkena plusi. Harga atas suatu barang atau jasa yang ditransaksikan secara teoritis ekonomi akanberada pada kisaran antara WTP pembeli dan WTA penjual. Harga akan terjadi sekitar perbedaan netto antara WTP dan WTA, itulah social surplus yang terjadi dari suatu transaksi. Terdapat banyak metode untuk melakukan valuasi ekonomi atas biaya dan manfaat. Kotak 5.2 menyajikan beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan valuasi ekonomi dalam CBA. Kotak 5.2. Beberapa Pendekatan yang Dapat Digunakan dalam Melakukan Valuasi Ekonomi Biaya dan manfaat kegiatan publik yang sangat luas dan kompleks itu tidak seluruhnya dalam bentuk uang. Terdapat cukup banyak biaya dan manfaat yang tidak dapat langsung dinilai dalam bentuk uang, misalnya contoh dalam Box 1, nilai ekosistem itu. Untuk itu maka diperlukan cara untuk melakukan konversi ukuran non moneter itu ke dalam ukuran monter. Terdapat cukup banyak metode yang diperkenalkan untuk melakukan valuasi ekonomi. Berikut disajikan beberapa valuasi yang telah disarikan. Masing masing metode valuasi itu memiliki kelebihan dan kekurangan, itulah sebabnya maka diberikan catatan atas metode metode tersebut. Tabel 5.2. Beberapa Metode Pendekatan Valuasi Ekonomi Metode Definisi (keterangan) Catatan Analisis surplus sosial Menghitung perubahan jumlah atau harga barang privat yang diperdagangkan di pasar Menghitung perubahan jumlah atau harga sumber daya yang diperdagangkan di pasar Memerlukan estimasi empiris atas permintaan dan penawaran barang atau sumber daya yang menjadi obyek Diperlukan pula perhitungan biaya opportunity dari barang atau jasa yang diperbincangkan Model Computablegeneral equilibrium Menghitung perubahan jumlah dan harga dari barang barang dan jasa Memerlukan asumsi mengenai uteliti konsumen dan teknologi
160 yang diperdagangkan secara bersamaan produksi yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa juga dibutuhkan untuk melakukan kajian atas kebijakan perdagangan yang terkait Metode Travel cost Menghitung perubahan jumlah dan harga barang privat yang tidak diperdagangkan melalui biaya akses untuk mendapatkannya Harga yang dibayar oleh pengguna didekati dengan biaya perjalanan menuju fasilitas yang menjadi tujuan, misalnya biaya untuk mencapai tempat rekreasi atau fasilitas kesehatan, fasilitas kesehatan Avoided cost method Menghitung perubahan jumlah eksternalitas yang teridentifikasi sebagai dimensi kerugian Contoh: Biaya yang harus dikeluarkan untuk menghindari terjadinya pencurian mobil Biaya yang harus dikeluarkan untuk menghindari terjadinya banjir Hedonic methods Menghitung perubahan barang privat yang relevan yang tidak diperdagangkan ke pasar lainnya Perubahan jumlah eksternalitas yang dikapitalisasi dalam nilai lahan Contoh: nilai kehidupan yang didekati dari nilai upah dan resiko Contoh: biaya kebisingan yang didasarkan pada nilai lahan dan tingkat kebisingan Contingent valuation Perubahan barang privat yang tidak diperdagangkan Perubahan jumlah barang publik murni Contoh: biaya waktu pulang pergi (commuting) sebagai proksi tingkat upah Contoh lain: nilai keberadaan dan nilai pilihan (biodiversity) dari lingkungan hidup Sumber: David L. Weimer Aidan R. Vining, 2009 c. Menggunakan social discount rate dalam menghitung aliran biaya dan manfaat. Sebagian besar proyek publik (baik barang maupun jasa) berjangka panjang. Pembangunan sarana dan prasarana publik,
161 pelayanan kesehatan ataupun pendidikan adalah beberapa kegiatan publik yang hasilnya akan mengalir dalam jangka panjang. Sebagaimana diketahui nilai uang besok akan lebih rendah dibandingkan hari ini, itulah sebabnya analisis untuk kegiatan jangka panjang harus melibatkan penilaian aliran kas dari periode ke periode. Mekanisme yang biasa digunakan dalam ekonomi untuk menjembatani harga uang saat ini dan masa yang akan datang adalah discount rate. Namun demikian karena yang dibahas adalah kegiatan publik, discount rate yang digunakan adalah discount rate sosial. Nilai discount rate sosial harus melibatkan biaya opportunity dari kegiatan yang dilakukan. Itulah sebabnya tidak mudah untuk menetapkan nilai discount rate CBA publik. Kotak 5.3 menyajikan penjelasan singkat mengenai penetapan social discount rate. Kotak 5.3. Sosial Discount Rate Social discount rate (SDR) – harus merefleksikan pandangan sosial masa yang akan datang atas manfaat dan biaya. Ini berbeda dengan financial rate of return sebab SDR tidak memiliki harga pasar. Terdapat 3 pendekatan penilaian SDR: (1). Nilai SDR sama dengan return proyek privat, agar privat dapat menjalankan proyek publik. (2). Nilai SDR didekati dengan tingkat pertumbuhan ekonomi jangka panjang. (3). Nilai SDR didekati dengan tingkat return variable sepanjang waktu. Pendekatan ke tiga ini melibatkan penurunan marginal discount rate sepanjang waktu dan didesain dengan bobot lebih berat untuk generasai yang akan datang. Pendekatan pendekatan teoritis di atas mensyaratkan kemampuan matematis prediksi jangka panjang yang rumit. Untuk itu dicoba dicari solusi alternatif yang praktis dengan cara mempertimbangkan suatu tingkat discount rate standard. Tujuan dari penetapan standar ini adalah menentukan return yang secara umum menjadi tujuan dari perencana. Pendekatan lain yang masih dalam kesepakatan adalah pendekatan social time preference rate (STPR). Pendekatan ini mendasarkan diri pada tingkat pertumbuhan jangka panjang perekonomian dengan mempertimbangkan preferensi manfaat sepanjang waktu, memasukkan ekspektasi peningkatan pendapatan atau konsumsi atau pengeluaran publik. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut: r = eg + p, dimana r adalah SDR riil yang dinyatakan dalam satuan mata uang. g adalah pertumbuhan pengeluaran publik dan e adalah elastisitas marginal social welfareterhadap pengeluaran publik dan p adalah tingkat preferensi waktu.
162 d. Menggunakan kriteria ekonomi untuk pengambilan keputusan. CBA pada dasarnya merupakan alat analisis ekonomi, untuk itu maka pengambilan keputusan melibatkan keputusan ekonomi. Metode perhitungan ekonomi dasar yang biasanya digunakan meliputi rasio biaya manfaat, perhitungan tingkat “keuntungan” dari kebijakan dan analisis tingkat pengembalian serta analisis perubahan lingkungan yang memengaruhi proyek. Agar keputusan benar-benar kuat maka analisis CBA atas proyek juga harus melibatkan perbandingan with (ada) dan without (tidak ada) proyek atau membandingkan minimal dua proyek. Perbandingan ini penting agar dapat diketahui berbagai pilihan yang mungkin dari sebuah solusi untuk permasalahan. Kotak 5.4 menyajikan uraian ringkas kriteria-kriteria ekonomi yang biasa digunakan dalam pengambilan keputusan dalam CBA. Kotak 5.4. Kriteria Ekonomi Pengambilan Keputusan Terdapat 4 dasar kriteria pengambilan keputusan ekonomi yakni: (1). Analisis rasio biaya manfaat (2). Analisis internal Rate of Return (IRR) (3). Analisis Payback Period (PP) dan (4). Analisis sensitivitas. Tabel berikut menyajikan uraian masing masing kriteria tersebut. Tabel 5.3. Kriteria Ekonomi Pengambilan Keputusan Kriteria Definisi Keputusan Catatan Net Present Value Benefit Cost Rasio Net Present Value adalah suatu angka yang menunjukkan jumlah keuntungan yang akan diterima di masa yang akan datang yang dinilai dengan nilai uang pada saat ini. 1. B/C Rasio NVP lebih besar dari nol maka kebijakan dapat diteruskan karena manfaat masih lebih besar dari biaya yang ditanggungkebijaka n . 2. B/C Rasio NVP bernilai lebih kecil dari 1 maka sebaiknya kebijakan dihentikan. Terdapat proyek yang mungkin nilai B/C rasionya lebih kecil dari 1, tetapi tetap dilanjutkan sebab ketika dibandingkan dengan tanpa proyek B/C rasio yang diperoleh jauh lebih kecil lagi.
163 Rasio NPV manfaat biaya adalah perbandingan antara manfaat dan biaya seluruh aliran kegiatan yang telah di seragamkan nilai aliran kasnya menggunakan discount factor Misalnya proyek pengelolaan sampah ketika batasan analisissempit sangat mungkin B/C rasio yang diperoleh akan kecil, tetapi proyek ini tetap layak sebab tanpa proyek B/C rasio yang diperoleh lebih kecil lagi Internal rate of return (IRR) Tingkat pengembalian keuntungan (discount factor) pada saat NPV bernilai nol dibandingkan dengan biaya modal yang harus dibayar. IRR juga dapat dianggap sebagai tingkat keuntungan dari investasi bersih suatu proyek. Jika nilai IRR sama atau lebih besar dari nilai suku bunga maka suatu proyek dinyatakan layak. Jika nilai IRR lebih kecil atau kurang dari tingkat bunga maka proyek tersebut tidak layak untuk dikerjakan Penetapan discount factor sosial memerlukan penghitungan yang cukup rumit Payback Period Digunakan untuk mengestimasi waktu yang dibutuhkan oleh suatu proyek untuk mengembalikan investasi modal yang ditanam. Semakin pendek waktuyang dibutuhkan maka semakin baik proyek yang bersangkutan. Proyek publik pada umumnya berjangka sangat panjang agar diperoleh fairness yang cukup. Contoh: penghitungan
164 CBA atas proyek pengembangan kebun kelapa sawit secara ekonomi akan menghasilkan keuntungan yang terus lebih tinggi jika analisis dalam jangka 25 tahun misalnya, tetapi jika analisis dilakukan dalam jangka yang lebih panjang misalnya 50 tahun maka aspek kerusakan lingkungan akan menjadi pembobot besar dalam biaya proyek. Analisis sensitivitas Menilai apa yang terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat 1. Analisis pasca criteria investasi yang digunakan Semakin sensitive proyek maka semakin hati hati pertimbangan keputusan dilakukan, sebab proyek melibatkan banyak stakeholder Dalam analisis CBA yang kompleks diperlukan sejumlah batasan (asumsi) dan prediksi agar perhitungan dapat dilakukan secara pasti. Kenyataan dapat berubah sewaktu waktu, untuk itu diperlukan
165 untuk melihat apa yang akan terjadi dengan kondisi kriteria penilaian ekonomi dan hasil analisisbisnis jika terjadi perubahan atau ketidaktepatan dalam penetapan asumsi asumsi yang digunakan dalam perhitungan analisis perhitungan, apa yang akan terjadi ketika ada perubahan terhadap asumsi yang digunakan. Misalnya jika terjadi perubahan harga apa yang akan terjadi dengan perhitungan perhitungan ekonomi yang dilakukan Sumber: disarikan dari berbagai buku, lihat buku Referensi Ada pembenaran secara ekonomi suatu kebijakan dapat terus untuk dilakukan jika manfaat yang dihasilkan melebihi biaya yang dikeluarkan untuk mendukung kebijakan tersebut. Kriteria ekonomi CBA itu saat ini berkembang dalam bentuk spesifik yang lain misalnya EIA (environmrntal impact assessment) atau AMDAL, CEA (cost effectivnees analysis), RBA (Risk benefit analysis), COBA (cost benefit analysis). a. Analisis EIA (environmrntal impact assessment) atau bisa disebut AMDAL perlu untuk diperhatikan untuk mengidntifikasi implikasiatau dampak lingkungan yang dihasilkan oleh kebijakan atau program tertentu.terdapat beberapa karakteristik yang berhubungan dengan analisis AMDAL yaitu ukuran proyek, penggunaan sumber daya alam, limbah yang dihasilkan, pencemaran, resiko kecelakaan, dan juga harus memperhitungkan teknologi yang digunakan. Dari karakteristik tersebut juga harus mempertimbangan sejauh mana jumlah penduduk yang terkena dampak (area geografis),
166 kompleksitas dampak, probabilitas dampak, dan reversibilitas dampak. b. Analisis efektivitas biaya (CEA) adalah bentuk analisis ekonomi yang membandingkan biaya relatif dan hasil (efek) dari berbagai tindakan yang berbeda. c. RBA atau bisa disebut sebagai analisis manfaat risiko merupakan bentuk spesifik dari CBA dimana RBA dianggap sebagai alat pengambilan keputusan rasional, karena tidak hanya mempertimbangkan biaya dan manfaat, tetapi juga risiko yang terkait dengan terjadinya biaya dan manfaat tersebut. d. COBA (cost benefit analysis) merupakan bentuk analisis biaya manfaat yang dapat digunakan oleh departemen trasportasi. COBA berfokus untuk mengidentifikasi manfaat utama dalam hal penghematan waktu dijalan, penghematan biaya operasi kendaraan dan jumlah kecelakaan. 42 E. Jangka Waktu Analisis CBA Jangka waktu analisis CBA sangat berpengaruh terhadap keseluruhan analisis (Massimo Florio and Silvia Vignetti, 2013)43. Jangka waktu dalam CBA mengacu pada jumlah tahun aliran biaya manfaat berlangsung. Meskipun jangka waktu analisis sangat mungkin tidak terbatas, dalam suatu analisis proyek perlu dipertimbangkan suatu batasan waktu spesifik kapan seluruh aliran biaya manfaat itu dipertimbangkan keberhasilan atau kegagalannya. Pemilihan jangka waktu analisis tergantung dari karakter alamiah dari kegiatan yang dianalisis. Sebagai contoh jaringan kereta api atau pengolahan limbah disarankan berjangka 30 tahun, sementara untuk 42 Website ini memfasilitasi pelatihan untuk memulai melakukan analisis CBA, mulai dari pengertian dasar beserta kosakata yang terkait dengan CBA sampai pada cara membandingkan program satu dengan lainnya. http://www.cbabuilder.co.uk/Results3.html 43 Massimo Florio And Silvia Vignetti, The Use Of Ex Post Cost-Benefit Analysis To Assess The Long-Term Effects Of Major Infrastructure Projects, Working Paper N. 02/2013,
167 proyek industri berkisar pada angka 10 tahun. Jangka waktu ini menjadi sangat penting ketika CBA publik dilakukan, mengingat bahwa kegiatan publik selalu berjangka panjang. CBA sebagai alat analisis dapat dilakukan di awal (ex-ante or perspective CBA) kegiatan, akhir (ex-post or retrospective CBA) kegiatan maupun di tengah-tengah(in medias res CBA) kegiatan sedang berlangsung. Analisis CBA yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan dikenal dengan analisis studi kelayakan, yakni sebuah studi untuk menilai sebuah kegiatan layak untuk dilakukan atau tidak. CBA di tengah periode dalam istilah perencanaan dikenal dengan kegiatan monitoring, yakni kegiatan untuk mengetahui capaian kegiatan. Tujuan dari monitoring tentunya untuk mengarahkan jika kegiatan tidak sesuai dengan perencanaan. Kegiatan CBA di akhir kegiatan sejalan dengan istilah evaluasi dalam konsep perencanaan. Tabel berikut menyajikan kerangka waktu analisis CBA. Tabel 5.4. Kerangka Waktu Analisis CBA Aspek penilaian Waktu Ex ante In medias res Ex post Keputusan alokasi sumber daya Baik, menghindari alokasi yang salah Lihat sunk cost yang terjadi Terlambat proyek telah berakhir Pembelajaran nilai aktual suatu proyek Estimasi sangat lemah, ketidakpastian tinggi Lebih baik, ketidakpastian dapat dikurangi Sangat baik, tetapi selalu ada peluang kesalahan Pembelajaran nilai aktual bagi proyek sejenis Sangat sedikit kontribusinya Besar, proyek sejenis dapat belajar dari monitoring atas proyek yang sedang berjalan Sangat bermanfaat, dapat mengatahu peluang kesalahan mungkin terjadi Sumber: Boardman et al. Kerangka waktu yang berbeda dalam CBA memiliki implikasi yang berbeda pula. CBA yang dilakukan di awal periode dapat menghindarkan keputusan alokasi anggaran yang salah. Tetapi CBA di awal periode ini
168 memiliki kelemahan yakni bahwa penentuan biaya manfaat berdasar estimasi, sehingga ketidakpastian pergitungan benefit dan cost-nya cukup tinggi. Dengan ketidakpastian yang tinggi itu maka CBA diawal periode hanya memiliki sedikit kontribusi pada pembelajaran proyek sejenis di masa yang akan datang. CBA yang dilakukan diakhir periode (ex-post CBA)berfungsi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dengan memberikan bukti terhadap efektivitas investasi yang dilakukan. Keunggulan utama dari CBA di akhir periode adalah bahwa data mengenai biaya dan manfaat adalah data riil, dengan demikian maka CBA ex ante dapat menjadi pembelajaran yang sangat baik bagi proyek sejenis di masa yang akan datang. Namun demikian analisis CBA yang dilakukan di akhir periode memiliki kelemahan, yakni jika proyek ternyata salah, biaya yang telah diinvestasikan terlanjur besar dan tidak mungkin untuk dikembalikan. Artinya CBA di akhir proyek tidak mampu menghindarkan alokasi sumber daya yang salah. CBA untuk sektor publik berjangka panjang, untuk itu sangat mungkin dilakukan evaluasi atau penilaian kembali di tengah tengah implementasi dari poyek yang sedang berlangsung. Penilaian yang dilakukan di tengah kegiatan bersifat lebih spesifik dalam cakupannya. CBA ini umumnya dilakukan sebagai aktivitas monitoring dalam me-review biaya, estimasi jangka waktu dan ketepatan kegiatan dibandingkan dengan persyaratan teknik. Keuntungan CBA di tengah kegiatan adalah bahwa dapat dilakukan penyesuaian jika terdapat hal yang berbeda dari tujuan proyek. Namun demikian, jika proyek telah berjalan maka sangat mungkin terdapat salah alokasi sumber daya. Kesalahan alokasi sumber daya ini dapat dinilai dari sunk cost (biaya yang hilang) dari aktivitas yang telah dilakukan.
169 F. Tahapan CBA Konsep yang diperkenalkan di atas telah menjelaskan betapa luas dan komplek melakukan CBA publik. Untuk itu dalam melakukan CBA publik para ahli menyarankan tahapan-tahapan yang harus dilakukan44. Satu buku dengan lainnya memiliki jumlah tahapan yang berbeda beda, namun demikian pada dasarnya tahapan CBA meliputi 4 tahapan yakni (1). Identifikasi kegiatan atau kebijakan (2). Mengidentifikasi dampak, (3). Mengkonversi dampak ke dalam satuan moneter (4). Mengambil keputusan. Untuk mempermudah penjelasan tahap demi tahap digunakan sebuah contoh perhitungan nilai manfaat dari kawasan pantai.45 Contoh ini berlatar belakang kerusakan pantai yang terjadi akibat penambangan pasir di wilayah Kepualuan Riau yang hasilnya dijual ke Singapura. Penjualan pasir ke Singapura sepintas menghasilkan manfaat yang tinggi baik bagi pengusaha, pekerja yang bekerja juga pemerintah yang menerima PAD dari aktivitas tersebut. Namun demikian dibalik manfaat itu terdapat kerugian yang muncul dari kerusakan kawasan pantai akibat penambangan pasir di laut. Kerugian itu adalah abrasi pantai, hilangnya kawasan mangrove dan rusaknya ekosistem laut. Kerugian ini harusnya diperhitungkan dalam aktivitas penambangan pasir agar diketahui pasti biaya dan manfaat dari penambangan pasir laut itu. a. Menentukan dan mendefinisikan kegiatan atau kebijakan Mendefinisikan kegiatan merupakan tahapan yang akan menentukan ketepatan analisis selanjutnya. Dalam mendefinisikan kegiatan setidaknya ada tiga pertanyaan kunci yang harus dijawab, yakni apa, siapa, dan berapa lama. Apa adalah proses mendefinisikan batasan asumsi yang digunakan untuk menetapkan kegiatan. Siapaadalah 44 Semua buku yang di cantumkan dalam Referensi menyajikan tahapan dalam menjalankan suatu CBA dengan pendekatan masing masing 45 Haris Djoko Nugroho, 2008, menghitung nilai kerusakan lingkungan pesisir dan laut akibat penambangan pasir
170 identifikasi pihak-pihak yang terkena dampak. Berapa lama berkaitan dengan nilai atau umur ekonomis dari kegiatan yang sedang dilakukan. Terkait dengan pernyataan diatas maka dibawah ini terdapat contoh (Kotak 5.5) untuk menjawab ketiga pertanyaan dasar diatas. b. Mengidentifikasi dampak Setiap kegiatan publik berimplikasi pada alokasi sumber daya.Sekali dampak diidentifikasi dan dikuantifikasi pertanyaan selanjutnya adalah mengidentifikasi mana yang relevan dalam analisis CBA. Pada dasarnya semua yang berdampak pada kualitas dan kuantitas sumber daya atau harga sumber daya itu, atau dapat dikatakan selama dapat dilacak keterkaitannya dengan kesejahteraan (utility) populasi, maka dampak itu harus dihitung. Dalam kasus perhitungan nilai manfaat kawasan pesisir itu maka penulis ini mendekati dengan pendekatan total economic value46, yakni dengan melakukan identifikasi manfaat baik langsung maupun tidak langsung. Kotak 4.6 berikut adalah identifikasi manfaat kawasan pesisir itu. 46 Salah satu buku yang membahas mengenai Total Economic Value salah satunya adalah Maurizio Merlo, Lelia Croituru. 2005. Valuing Mediterranean Forests: Towards Total Economic Value. Kotak 5.5. Identifikasi Kerugian Kerusakan Kawasan Pesisir Apa: penghitungan nilai ekonomi kawasan pantai Siapa: kegiatan penangkapan ikan, kegiatan pariwisata, penanggulangan bencana Berapa lama: analisis yang dilakukan dalam kasus ini hanya satu periode pada saat melakukan perhitungan
171 Kotak 5.6. Identifikasi Manfaat Kawasan Pesisir Nilai manfaat atau nilai kegunaan kawasan pesisir dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Nilai manfaat langsung Direct use value (DUV) adalah, output (barang dan jasa) yang terkandung dalam suatu sumberdaya alam yang secara langsung dapat dimanfaatkan. Manfaat langsung lingkungan pesisir dan laut diidentifikasi terdiri dari : nilai ekosisitem mangrove, nilai ekosistem terumbu karang, dan nilai ekosisitem padang lamun (sea grass). Tiga manfaat langsung yang dapat diperoleh dari ekosistem tersebut adalah kayu mangrove, tangkapan ikandan habitat hewan liar 2. Nilai manfaat tidak langsung Indirect use value (IUV)adalah, barang dan jasa yang ada karena keberadaan suatu sumberdaya yang tidak secara langsung dapat diambil dari sumberdaya alam tersebut.Manfaat tidak langsung ditujukan pada nilai lingkungan pesisir dan laut antara lain : pilihan (biodiversity), nilai keberadaan (existence value), penelitian, nilai fisik (pelindung pantai) dan nilai pariwisata. c. Melakukan penilaian ekonomi atas dampak Salah satu ciri khas dari CBA adalah bahwa semua dampak yang relevan harus dinyatakan dalam satuan moneter sehingga nantinya dapat diagregasi. Prinsip umum untuk mem-valuasi dampak ke dalam satuan moneter adalah melakukan valuasi dampak ke dalam konsep marginal sosial cost atau marginal sosial benefit. Makna dari sosial adalah “evaluasi mempertimbangkan ekonomi secara keseluruhan”. Sebagai perbandingan dalam CBA privat penilaian biayadan manfaat suatu kegiatan hanyalah mempertimbangkan kepentingan perusahaan dan stakeholder-nya. Informasi marginal sosial benefit dan costdalam kondisi tertentu dapat diperoleh dari harga pasar. Harga pasar berisi informasi dari kedua sisi baik sisi produksi (biaya produksi) maupun sisi permintaan (harga produk). Namun demikian tidak semua barang atau jasa memiliki harga pasar, sebagaimana diuraikan di atas pendekatan shadow price dengan berbagai metode itu dapat digunakan. Dalam contoh penilaian kawasan pantai sebagian menggunakan harga pasar
172 sebagian lain menggunakan shadow price. Kotak 5.7 menyajikan metode valuasi ekonomi yang dilakukan dalam penilaian kawasan pantai. Kotak 5.7. Valuasi Ekonomi Kawasan Pantai 1. Manfaat langsung kayu mangrove, tangkapan ikan dan habitat hewan liar didekati dengan nilai pasar: perkiraan jumlah produksi kayu, ikan, dan hewan liar per tahun dikalikan dengan harga pasarnya. 2. Manfaat tidak langsung pada nilai lingkungan pesisir untuk pilihan (biodiversity), nilai keberadaan (existence value), penelitian, nilai fisik (pelindung pantai) dan nilai pariwisata didekati dengan beberapa metode. Untuk nilai fisik didekati dengan biaya opportunity, untuk nilai keberadaan dan penelitian digunakan pendekatan willingness to pay. 3. Dari penilaian yang dilakukan pada saat itu (2008), dengan basis harga berkisar tahun 1998-2001 ditemukan nilai kawasan pesisir adalah RP 392.958.076,6 per ha per tahun. Sebagai perbandingan, penilaian kawasan pesisir yang dilakukan Pemerintah Lombok Barat tahun 2010 menghasilkan angka sekitar Rp 1 milyard per ha pe tahun47. d. Menggunakan kriteria ekonomi untuk pengambilan keputusan Perhitungan dengan asumsi yang ketat dapat menghasilkan perkiraan nilai suatu kebijakan atau kegiatan secara makro. Dengan penilaian kuantitatif tersebut sangat memungkinkan bagi analis untuk melakukan evaluasi ekonomi sebagai bahan pengambilan keputusan. Mengambil contoh diatas penulis tidak melakukan perhitungan analisis ekonomi lebih jauh sebab tujuannya memang hanya untuk menghitung nilai kawasan pesisir yang dapat menjadi nilai biaya dari penambangan pasir laut itu. 47 Referensi Lombok barat: http://ccdp-ifad.org/mis2/alam/rendes/81.pdf
173 G. Tantangan dan Peluang CBA dalam Pengambilan Keputusan Publik CBA memang sebuah alat pengambilan keputusan yang sangat baik, namun demikian sebagaimana diuraikan di atas alat ini memiliki sejumlah tantangan dalam pemanfaatannya. Tantangan itu setidaknya berkaitan dengan beberapa aspek berikut (Hanley, 2009)48: (1). Peran CBA dalam pengambilan keputusan publik saat ini. (2). Tantangan pemanfaatan CBA. (3). Tantangan dan peluang utama di masa yang akan datang dalam pemanfaatan CBA. Peran CBA dalam Pengambilan Keputusan Publik Peran utama CBA dalam pengambilan keputusan publik adalah kemampuannya dalam menyediakan data komprehensif, sehingga konsep pengambilan keputusan berbasis “evidence” terdukung secarabaik dengan analisis CBA ini. CBA memperjelas pilihan keputusan yang dihadapai pengambil kebijakan. Sebagai contoh melalui CBA pengambil keputusan dengan tegas antara memilih memperluas penggunan enargi terbarukan atau membeli listrik dari penyedia. Memilih antara membangun jalan atau membangun rumah sakit. Pengambilan keputusan itu menjadi sangat bermakan ketika pertimbangan pertimbangan berikut benar benar diperhitungkan: 1. Perhitungan (analisis) CBA konsisten dengan kriteria Kaldor–Hicks49. Konsistensi itu menjamin bahwa kebijakan yang diambil berkontribusi pada peningkatan rata rata kesejahteraan seluruh penduduk. 2. Jika kita percaya bahwa kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah berdasar pada preferensi pemilih, maka CBA menyediakan cara untuk mengukur dan merepresentasikan hal ini. Ingat bahwa dalam melakukan valuasi ekonomi, konsep dasar yang digunakan adalah 48 Hanley, Nick and Edward B Barbier, 2009, Cost Benefit Analysis and Environmental Policy, Edward Elgar 49 Kaldor-Hicks kriteria menyatakan bahwa suatu transaksi dikatakan adil pemenang dapatmemberikan kompensasi kepada si kalah dengan hasil yang masih lebih baik.
174 willingness to pay dan willingness to accept yang mencerminkan preferensi masyarakat. 3. Aplikasi CBA pada pengambilan keputusan dapat meningkatakan efektivitasnya. Sebagai contoh ketika perencanana pemerintah menyatakan bahwa “analisis CBA yang ketat merekomendasikan bahwa proyek pengelolaan sampah model bank lebih efisien untuk dijalankan dibandingkan model dumping”, maka keputusan itu dibuat dengan dasar perhitungan yang jelas. 4. Jika nilai standar (lihat penilaian lingkungan pesisir) diadopsi sebagai parameter kunci dalam CBA, CBA dapat menjamin konsistensinya dengan pengambilan keputusan. 5. CBA mampu mengidentifikasi perubahan nilai (switching values) untuk pilihan tertentu. Dalam CBA dilakukan analisis sensitivitas untuk menampung kemungkinan terjadinya perubahan dalam lingkungan yang memengaruhi analisis CBA. 6. CBA merupakan cara untuk mendorong orang berfikir, mendeskripsikan kemudian mengukur dampak ganda dari kebijakan dalam cara yang konsisten. Ketika hal tersebut dilakukan secara transparan mendorong orang untuk mendiskusikan berbagai parameter yang tepat untuk setiap dampak yang timbul dari kebijakan. 7. Proses CBA mampu mengungkap informasi penting yang menjadi dampak dari kebijakan baru yang masih belum terungkap. Atas dampak yang belum terungkap itu juga dapat digali tingkat sensitifitasnya, sehingga rekomendasi yang dibuat benar benar dapat membawa manfaat bagi masyarakat. Namun demikian tidak mungkin mengharapkan CBA menjadi satu satunya informasi untuk pengambilan kebijakan publik. CBA merupakan sumber informasi penting mengenai suatu aspek dari pilihan kebijakan terkait dengan efisiensinya sepanjang waktu. Namun demikian kriteria
175 lainnya tentu juga penting seperti aspek distribusi atau kebijakan politik. Dengan demikian CBA menyediakan salah satu sudut pandang tetapi bukan pengambilan keputusan itu sendiri. Oleh karenanya Negara-Negara yang telah menerapkan CBA terus menerus memperbaikan cara penyediaan informasi untuk pengambilan keputusan itu. Negara seperti USA maupuan Eropa menerbitkan guidelines untuk melakukan RIA agar tidak hanya pertimbangan ekonomi yang masuk dalam basis informasi tetapi juga aspek lingkungan dan sosial serta bagaimana segala dampak yang muncul tersebar ke berbagai kelompok masyarakat. Tantangan Pemanfaatan CBA Pemanfaatan CBA dalam pengambilan kebijakan publik memiliki keunggulan dalam kuantifikasi dampak, sehingga pengambil kebijakan dapat sangat tegas membandingkan antar kebijakan yang harus dipilih, untuk dipilih yang memiliki dampak netto paling tinggi bagi masyarakat. Namun demikian terdapat beberapa aspek yang menjadi catatan penting dan masih banyak menjadi bahan perdebatan sehingga menjadi tantangan bagi analis CBA untuk menemukan solusinya. Problems penilaian lingkungan Kesulitan utama pada penilaian lingkungan adalah dampak yang tidak memiliki nilai pasar. Sekalipun analis telah menemukan beberapa pendekatan untuk menilai dampak yang tidak ada harga pasarnya, namun demikian pendekatan pendekatan itu mengandung kelemahan kelemahan sendiri. Kelemahan yang paling dasar dari berbagai pendekatan itu adalah bahwa seluruh pendekatan itu mengasumsikan bahwa seluruh masyarakat bersikap dan berperilakukan “rasional”. Selanjutnya rasionalitas itu diberikan penilaian sehingga dapat digeneralisasikan. Ini tantangan pertama yang harus dipecahkan oleh analis CBA, bagaimana cara terbaik
176 untuk membeikan penilaian terhadap lingkungan yang secara riil memiliki fungsi yang tidak tergantikan. Perilaku resiko Resiko merupakan aspek penting dalam analisis CBA, namun demikian resiko bisa bersifat subyektif terhadap resiko itu. Pada sisi lain CBA, sebagaimana dokumen teknokratis lainnya, menghendaki cara berfikir yang obyektif. Pada umumnya orang ditanya mengenai persepsi atas sesuatu mereka cenderung bersikap konservatif atau alarmist. Mereka cenderung memikirkan yang terburuk dan mengharapkan yang terbaik. Cara berfikir semacam ini kadang menimbulkan over-investdalam kasus terburuk dibandingkan menyeimbangkan manfaat dan biaya dari berbagai alternatif yang ada. Orang sering berperilaku anomali ketika berhadapan dengan resiko yakni bahwa orang tidak berfikir mengenai kesempatan dan konsekuwensinya secara simultan, namun mereka cenderung memisahkan keduanya dan memilih mengambil keputusan berdasar pertimbangn yang lebih menguntungkan. Cara pandang melihat resiko semacam ini akan memengaruhi reveal preference konsumen. Discount sosial rate Pemilihan nilai discount rate sangat menentukan keseluruhan penilaian dalam CBA. Penetapan nilai SDR yang terlalu rendah akan menyebabkan penilaian manfaat condong jatuh ke masa yang akan datang dan biaya akan condong jatuh ke masa sekarang. Selanjutnya ketika manfaat dan biaya condog dijatuhkan ke masa yang akan datang, akan muncul implikasi etis dalam pemilihan nilai DSR. Hingga saat ini belum ada kesepakatan untuk menentukan SDR, namun demikian beberapa Negara yang banyak menggunakan CBA dalam pengambilan keputusan publik mulai membuat panduan umum atau ketetapan umum dalam menentukan SDR.
177 Prinsip dasar dari dalam mempertimbangkan dampak kesejahteraan netto yang diterima masayarakat adalah prinsip Kaldor-Hicks yang prinsipnya disarakan pada satu pertanyaan: apakah pemenang dapat memberikan kompensasi kepada si kalah dengan hasil yang masih lebih baik? Dalam CBA kriteria penilaian adalah rasio manfaat dan biaya harus lebih besar dari 1, artinya simenang (manfaat) bisa memberikan kompensasi kepada si kalah (biaya). Menjadi masalah kemudian adalah bagaimana cara menentukan manfaat dalam konteks kesejahteraan sosial. Sebagai contoh ketika suatu masyarakat menolak menerima kompensasi berapapun agar hutan mereka dapat dikonversi menjadi bandara, maka menentukan manfaat menjadi problematis dan hampir tidak mungkin dilakukan. Dalam konteks seperti ini maka analisis CBA tidak mungkin lagi dilakukan, selain menerima fakta bahwa pembangunan bandara tidak mungkin dilakukan di lokasi tersebut. Persoalan kedua berkaitan dengan konsep penjumlahan manfaat dan biaya. Manfaat dan biaya dalam perhitungan CBA sebagian didasarkan pada konsep preferensi konsumen, sementara preferensi itu dalam teori ekonomi bersumber dari konsep utelity. Konsep utelity merupakan dasar dari teori perilaku konsumen, meskipun teori permintaan konsumen telah mapan namun demikian konsep utelity masih menjadi bahan perdebatan. Demikian juga dalam teori ekonomi telah dibuktikan bahwa hampir tidak mungkin menjumlahkan preferensi konsumen. Kesultian menjumlahkan pereferensi itu bersumber dari kenyataan bahwa utelity suatu barang atau jasa berbeda antara individu (setip individu bersifat unik) yang satu dengan yang lain sehingga preferensi merekapun mnejadi berbeda. Persoalan lain adalah persoalan etika. Apakah etis menggunakan CBA ketika mengambil keputusan untuk penyelamatan nyawa satu dua manusia yang terjebak dalam lorong tambang tua? Apakah etis menggunakan CBA untuk penggunaan pekerja anak di perusahaan? Analisis menyarankan untuk pengambilan keputusan yang bersifat human right, proteksi
178 lingkungan, keselamatan dan kesehatan seperti ini tidak menggunakan CBA melainkan harus menggunakan kriteria lainnya. Penerapan CBA juga memiliki tantangan secara teknis yang harus disikapi dalam upaya perbaikan pelayanan kepada masyarakat, tantangan yang dimaksut diantaranya adalah terkait dalam 1. penyiapan sistem data harus mempunyai analisis statistik maupun fiskal yang kuat. Analisis ini diperlukan agar supaya informasi yang mendukung dalam peneran CBA dapat memperlancar atau dapat mendukung keberhasilan CBA. Untuk memastikan bahwa hasil yang akurat, CBA harus didasarkan pada buktibukti yang kuat sehingga para pembuat keputusan dapat mengambil keputusan untuk menentukan alternatif yang lain untuk mencapai kuntungan yang tinggi dengan biaya yang dikeluarkan lebih rendah 2. kurangnya perhatian pemimpin untuk melakukan CBA hanya akan membuat suatu program yang berjalan akan terhenti karena pada dasarnya adanya keyakinan pejabat publik dalam penerapan CBA akan memicu komunikasi aktif antar aktor sehingga diharapkan mendapatkan informasi yang lebih banyak, karena pada dasrnya rendahnya keyakinan dan juga keterbatasan sumberdaya data seringkali menjadi hambatan untuk menilai seluruh biaya dan manfaat kebijakan. Penggunaan CBA juga dapat memberikan peluang bagi pelaksana kebijakan untuk saling koordinasi dalam upaya analisis dari pengumpulan data informasi untuk berbagi analisis hasil dalam upaya membangun komitmen pembuatan kebijakan untuk menggunakan temuan CBA. 50 50 (http://www.evidencecollaborative.org/toolkits/cost-benefit-analysis)
179 H. Sebuah Contoh Sederhana Tantangan tantangan pemanfaatan CBA mendorong analis kebijkan untuk memikirkan cara praktis dalam menggunakan CBA. Pertama, yang harus diingat bagaimana dan kapan CBA diaplikaikan secara proporsional terhadap ukuran atau biaya inisiatif kebijakan. Selanjutnya tekanan waktu juga menjadi batasan bagi pengambil keputusan untuk menjalankan CBA. Ini berarti analis harus menerima kenyataan untuk menerima “quick n dirty” CBA dan membangun kerangka jaringan yang luas untuk mendapatkan gambaran penilaian dari berbagai perspektif. Terlebih penerapan CBA seharusnya ditempatkan diawal dalam proses pengambilan keputusan sehingga diharapkan akan menekan kegagalan pelaksanaan program. 51 Berikut diberikan sebuah contoh analisis CBA yang dilakukan atas sebuah kebijakan publik. Kasus ini adalah analisis CBA dari pemindahan pasar satwa dari daerah tengah kota ke pinggiran kota sehingga pasar satwa ini menyatu dengan pasar tanaman hias yang telah ada. Saat ini pasar baru itu dikenal dengan mana Pasar Satwa dan Tanaman hias Yogyakarta (PASTY). Analisis yang dilakukan merupkan analisis ex post atau semacam kajian evaluasi kebijakan52. Dalam kajian yang dilakukan atas perpindahan pasar Satwa itu dilakukan analisis Biaya-Manfaat. Ruang lingkup kajian adalah menilai biaya dan manfaat dari pemindahan pasar satwa itu bagi para stakeholder yang terlibat, dalam hal ini adalah pemerintah, pedagang dan masyarakat sekitar pasar. Aspek terdampak lain tidak menjadi bahan perhitungan kerena dinilai tidak terdampak secara signifikan. Tabel 5.5 berikut 51 (https://openknowledge.worldbank.org) 52 Herwanto, Trisno Sakti, 2015, Analisis Investasi Publik di Era Otonomi Daerah : Pembangunan Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta, Tesis, UGM
180 menyajikan identifikasi biaya dan manfaat yang dibayar dan diterima oleh stakeholder yang terlibat. Tabel 5.5. Identifikasi Biaya dan Manfaat Kebijakan Relokasi PASTY Kebijakan: Relokasi Pembangunan Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY) Tujuan: kesejahteraan masyarakat, diperlukan langkah evaluasi komprehensif yang diarahkan untuk menjelaskan efektivitas dampakkesejahteraan investasi pembangunan PASTY. Unsur Biaya Manfaat Pemerintah belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Penerimaan retribusi dari aktivitas PASTY terdiri dari penerimaan retribusi kios, los dan lapak, retribusi toilet, retribusi listrik, retribusi jasa parkir dan retribusi pemanfaatan atau sewa lahan. Komunitas pedagang biaya produksi dan biaya modal. kenyamanan lingkungan fisik pasar yang sebelumnya tidak dirasakan di pasar ngasem sebelum direlokasi. Masyarakat sekitar pasar Biaya operasional PASTY untuk pembelian seragam serta perlengkapan kerja. pembentukan paguyuban untuk mengelola jasa parkir kendaraan pengunjung. Sumber: Herwanto, Trisno Sakti. 201653 Analisis dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun. Pendekatan penilaian dilakukan dengan memisahkan biaya dan manfaat langsung dan tidak langsung yang diterima oleh masing masing pihak. Untuk biaya langsung seluruhnya dapat didekati dengan nilai rupiah yang dikeluarkan. Sementara untuk biaya dan manfaat tidak langsung ada yang dapat dinilai dengan rupiah tetapi ada yang besifat kualitatif, misalnya rasa aman dan nyaman. Pendekatan konversi konsep kualitatif ke ukuran kuantitatif dilakukan 53 Herwanto, Trisno Sakti, 2015, Analisis Investasi Publik di Era Otonomi Daerah : Pembangunan Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta, Tesis, UGM
181 dengan konsep willingness to pay. Analisis juga menghitung net present value dari seluruh nilai yang diperoleh. Dari seluruh analisis yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa selama masa analisis 5 tahun tersebut stakeholder yang terlibat yakni pemerintah, pedagang dan masyarakat sekitarnya menikmati nilai NPV yang positif. Nilai positif itu diperoleh dari nilai manfaat bersih yang tinggi dari pedagang dan masyarakat sekitar tetapi pemerintah mengalami manfaat bersih yang negatif. Studi ini juga mencatat bahwa manfaat bersih yang diterima pedagang satwa terus mengalami penurunan sedangkan bagi masyarakat mengalami manfaat bersih yang terus meningkat. Contoh ini memberikan informasi yang tegas bahwa meskipun memiliki berbagai keterbatasan, bukan tidak mungkin CBA dapat digunakan untuk memberikan penilaian yang jelas dan tegas pada kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Memang, analis harus memiliki kejelian untuk setiap detail dari kebijakan dan dampaknya, menetapkan asumsi asumsi sebagai pembatas analisis juga melakukan konversi nilai secera lebih akurat. I. Latihan 1. Pilih salah satu kasus 2. Pilih metode pendekatan valuasi ekonomi untuk menilai biaya dan manfaat 3. Lakukan analisis kriteria ekonomi pengambilan keputusan
182 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Tidak semua masalah dapat menjadi masalah publik, dan tidak semua masalah publik dapat menjadi issu, dan tidak semua issu dapat menjadi agenda pemerintah. Perumusan masalah merupakan langkah awal dalam proses pembuatan kebijakan publik, dan karenanya sangat menentukan proses kebijakan berikutnya. Dengan kata lain, kebijakan publik disusun dan diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan sehingga permasalahan tersebut dapat diantisipasi dan mencapai tujuan yang diharapkan. Penetapan kebijakan memerlukan analisis yang mendalam untuk dapat menghasilkan kebijakan publik yang tepat dan memberikan manfaat serta mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan publik. Terdapat sejumlah metode untuk menganalisa permasalahan publik dan melakukan analisis kebijakan. Terdapat cukup banyak analisis yang dapat digunakan untuk menganalisa kebijakan. Regulatory Impact Analysis (RIA) merupakan sebuah proses yang sistematis yang digunakan untuk menguji dan mengukur kemungkinan dampak dari kebijakan yang diajukan dengan menggunakan metode analisis yang sistimatis seperti CBA. RIA dilakukan dengan tujuan untuk membantu pengambil kebijakan mencapai tujuan kebijakan publik secara lebih efektif dan efisien. Regulasi dikatakan efektif ketika regulasi itu dapat membawa arah kepada tujuan yang telah ditetapkan. Pilihan alternatif solusi untuk memecahkan permasalahan dan mencapai tujuan mestinya menjamin efisiensi bagi seluruh masyarakat. Analisis CBA banyak digunakan dan direkomendasikan untuk digunakan dalam Analisis RIA. Namun demikian sesungguhnya terdapat cukup banyak analisis yang dapat digunakan untuk menilai biaya dan manfaat ini. CBA merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk bahan pertimbangan
183 pengambilan keputusan publik. Dalam CBA, kebijakan yang diambil dinilai dan evaluasi apa biaya dan manfaatnya, dan biaya dan manfaat itu harus dalam bentuk nilai ekuivalen uang. Penilaian dalam bentuk uang ini memberikan kesempatan kepada analisis untuk dapat menjumlahkan dan membandingkan biaya maupun manfaat dari sebuah kebijakan secara mudah. Dari penilaian tersebut maka dapat dilakukan penilaian perbandingan antara biaya dan manfaatnya, dengan demikian dapat diambil keputusan diambilnya kebijakan atau tidak. B. Tindak Lanjut Dalam modul ini telah diajarkan perumusan masalah dan beberapa tehnik analisis kebijakan publik. Regulatory Impact Analysis dan CBA merupakan mtode yang penting untuk dikuasai para analis kebijakan. Dalam materi ini peserta diklat telah diajarkan tehnik analisis kebijakan tersebut. Dalam prakteknya analis perlu memperhatikan tujuan dan karakteristik pemanfaatan tehnik analisis tersebut. Materi ini juga berkaitan dengan materi konsep dan studi kebijakan serta dokumentasi saran kebijakan. Setelah memahami tehnik analisis kebijakan, analis perlu memiliki kemampuan untuk mendokumentasikan hasil analisis tersebut dalam dokumentasi saran kebijakan. Masih banyak tehnik analisis kebijakan lain yang perlu dipahami analis kebijakan. Untuk itu disarankan bagi peserta diklat untuk memperdalam pengetahuan tentang tehnik analisis kebijakan lainnya.
184 DAFTAR PUSTAKA Agrita, Morina. 2010. Peran Stakeholder dalam Kebijakan Keluarga Berencana di Kota Yogyakarta. Tesis: Universitas Gadjah Mada Allen, Rachel. 2008. Stakeholder Analysis dalam www.stakeholdermagazine.com Ann Seidman, Robert. B Seidman and Nalin Abeysekere. 2002. Assessing Legislation: A Manual for Legislators, (Indonesian Version, 2d edition), ELIPS II National Library, Jakarta, 2002, page 85-123 Asia Foundation. 2010. “Analisis Dampak Regulasi (Regulatory Impact Assesment)”. Policy Brief. Jakarta: Asia Foundation Arrow, J Kenneth. 1996. Benefit Cost Analysis in Environmental, Health and Safety Regulation, A Statement of Principles, …. Brent, J Robert, 2006, Applied Cost Benefit Analysis, … Biro Hukum Bappenas. 2011. Kajian Ringkas Pengembangan Dan Implementasi Metode Regulatory Impact Analysis (RIA) Untuk Menilai Kebijakan (Peraturan Dan Non Peraturan) Di Kementerian Ppn/Bappenas, Bappenas Clarkson MBE. 1995. A Stakeholder Framework for Analyzig and Evaluating Corporate Social Performance. Academy of Management Review 20(1): 92- 117 Colin Kirkpatrick, David Parker, Yin-Fang Zhang, 2004, Regulatory Impact Analysis in Developing and Transition Economies: A Survey of Current Practice, Centre on Regulation and Competition, Institute fer Development Policy and Management Darwin. 1995. Implementasi Kebijakan. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM Dunn, William N. 2004. Public Policy Analysis: An Introduction, Pearson Prentice Hall Dunn, William N. 2005. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, edisi ke dua, Gadjah Mada University Press Dunn, William N. 2005 (1994). Public Policy Analysis: An Introduction, New Jersey: Pearson Education. Edisi bahasa Indonesia diterjemahkan dari edisi kedua (1994) diterbitkan sejak 1999 dengan judul Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Dye, Thomas R. 1978. Understanding Public Policy, Prentice Hall, N.J: Englewood Cliffs Eden, C. and Ackermann, F. 1998. Making Strategy: The Journey of Strategic Management. London: Sage Publications Emirzon, Joni. 2005. “Perda Penghambat Investasi” (Local Regulation: Restrain Investment), http://www.suaramerdeka.com/harian/0504/25/opi4.htm, November 10, 2007.
185 Gary, Dessler. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Edisi Kesepuluh Jilid Dua PT Indeks. Floria, Massiomo and Silvia Vignetti, 2013, The Uses of Ex Post CBA to Assess the Long Term Effect of Major Infrastructur Project, Working Paper Fuguit, Diana and Shanton, J Wilcox, 1999, Cost Benefit Analysis for Public Sectors Decision Making Hanley, N and Barbier, Edward B. 2009. Pricing Nature, Cost-Benefits Analysis and Environmental Policy. Nick Hanley. Edward Wlgar Publishing Limited.UK Herwanto, Trisno Sakti. 2016. Efektivitas investasi publik di era otonomi daerah: studi kasus pembangunan PASTY. JIAP Vol. 2, No. 1, pp 74-90 Hill, Michael J. 2005. The Policy Process: A Reader (Second Edition), London: Prentice Hall Ishikawa, Kaoru. 1968. Guide to Quality Control (Japanese): Gemba No QC Shuho (1968). Tokyo: JUSE Press, Ltd. Jones, Charles. 1984. An Introduction to the study of Public Policy. Terjemahan. Jakarta. Kemendagri, daftar perda/perkada dan peraturan menteri dalam negeri yang dibatalkan/ direvisi, 2016 3143 Layard, Ricard and Stephen Glaister. 1994. Cost and Banefit Analysis, Cambrige0 Marston, Greg and Rob Watts. 2003. Tampering with Evidence A Critical Appraisal of Evidence-Based Policy Making, the Drawing Board: An Australian Review of Public Affairs. School of Economics and Political Science, University of Sydney, Vol 3, Number 3 March 2003 Rajawali. Mehrizi, MHR; Ghasemzadeh, Fereidoun; Gallart JM, 2009, Stakeholder Mapping as an Assessment Framework for Policy Implementation. Vol 15(4): 427– 444 Mishan, E J and Euston Quah, 2007, Cost Benefit Analysis, Routledge New Zeland Government. 2013. Regulatory Impact Analysis Handbook, Crown Nugroho, Riant. 2009. Public Policy (edisi revisi) , PT Elex Media Komputindo, Jakarta, OECD, 1995, The 1995 Recommendation of the Council of the OECD on Improving the Quality of Government Regulation, Paris: OECD OECD, 2008, Introductory Handbook for Undertaking RIA, OECD OECD, 2008a. Introductory Handbook for Undertaking Regulatory Impact Analysis (RIA). Washington D.C.: OECD OECD, 2008a. Introductory Handbook for Undertaking Regulatory Impact Analysis (RIA). Washington D.C.: OECD OECD, 2008b. Building an Institutional Framework for Regulatory Impact Analysis (RIA): Guidance for Policy Makers. Washington D.C.: OECD. OECD, 2008b. Building an Institutional Framework for Regulatory Impact Analysis (RIA): Guidance for Policy Makers. Washington D.C.: OECD.
186 OEDC, 1997, Regulatory Impact Analysis: Best Practices in OECD Countries, OECD Pangea, 2012, Regulatory Mapping, Wrap your Arms Around Your Global Compliance and Identity the Gaps Between Policies and Complex Regulation, Pangea. Permendagri nomor 54 tahun 2010 Permenpan No.45 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan dan Angka Kreditnya Quade, Edward S. 1989. Analysis for Public Decisions, 1989, The Rand Corporation, Santa Monica California Regulatory Impact Assessment Statement (Rias) Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 6 Tahun 1992 Tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kota Yogyakarta Pada Pihak Ketiga Retnandari, 2013, Pengantar Ekonomi untuk Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar Rodrigo, Delia, 2005, Regulatory Impact Analysis in OECD Countries: Challenges for Developing Countries: OEDC Stigliz, E.J, 2007, Economic of the Public Sector, Norton & Company Scarvada, A.J., Tatiana Bouz dine-Chameeva, Susan Meyer Goldstein, Julie M. Hays, Arthur V. Hill. 2004. A Review of the Causal Mapping Practice and Research Literature. Second World Conference on POM and 15 th Annual POM Conference, Cancun, Mexico, April 30 -May 3, 2004. Tim RIA Lombok Barat, 2012, Laporan Akhir Regulatory Impact Analysis, Raperda Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Kabupaten Lompok Barat, Lombok Barat Weimer, L David and Aidan R Vining. 2009. Investing in the Disadvantage Assessing the Benefit and Cost of Social Policy, … Widodo, Joko. 2007. Analisa Kebijakan Publik. Malang: Bayu Media Publishing WEBSITE YANG BISA DIPELAJARI TERKAIT ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK: http://ccdp-ifad.org/mis2/alam/rendes/81.pdf http://cpps.ugm.ac.id/ http://dinamikakebijakanpublik.blogspot.co.id/2011/10/tahap-tahappembuatan-kebijakan-publik.html http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewjournal&journal=2289 https://journal.ugm.ac.id/jkap http://kebijakan-publik.dalam-negeri.web.id/ http://kebijakanpublik12.blogspot.co.id/ http://kskkp.tripod.com/ http://lib.ugm.ac.id/ind/?page_id=194
187 http://publicspendingcode.per.gov.ie/wp-content/uploads/2012/08/D03- Guide-to-economic-appraisal-CBA-16-July.pdf https://openknowledge.worldbank.org http://www.academia.edu/4651751/KEBIJAKAN_PUBLIK_- _Perumusan_Masalah_Isu_Publik_Masalah_Publik_Kapan_masalah_jadi_m asalah_publik_masalah_publik_jadi_isu_isu_jadi_kebijakan_publik_Tahapa n_Perumusan_Kebijakan http://www.cbabuilder.co.uk/Results3.html http://www.e-jurnal.com/2013/09/jurnal-penelitian-administrasinegara.html http://www.environment.gov.za/sites/default/files/docs/series8_costbenefit _analysis.pdf http://www.evidencecollaborative.org/toolkits/cost-benefit-analysis http://www.seputarilmu.com/2016/03/pengertian-macam-macam-ciri-ciridan-4_5.html https://www.enotes.com/research-starters/cost-benefit-analysis-decisionmaking-public
188 DAFTAR ISTILAH Permasalahan Ketika ada gap (kesenjangan) antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya terjadi, atau dalam bahasa sederhana, ada kesenjangan antara aspek normatif dan aspek positif. Masalah Publik Masalah yang harus diformulasikan dalam sebuah kebijakan publik. Regulatory Impact Analysis (RIA) Sebuah proses yang sistematis yang digunakan untuk menguji dan mengukur kemungkinan dampak dari kebijakan yang diajukan dengan menggunakan metode analisis yang sistimatis seperti CBA Stakeholder Orang atau kelompok yang memiliki hak atau klaim terhadap suatu kepentingan. Subjects Pihak yang mempunyai kepentingan yang tinggi terhadap kegiatan organisasi tetapi tidak memiliki kekuasaan dalam memengaruhi peraturan ataupun perencanaan terkait kegiatan organisasi. Players Pihak yang memiliki kepentingan dan kekuasaan yang tinggi untuk memengaruhi peraturan ataupun perencanaan terkait kegiatan organisasi. Context setters Pihak yang memiliki kekuasaan yang tinggi untuk memengaruhi peraturan atau perencanaan kegiatan organisasi tetapi tidak memiliki kepentingan langsung terhadap kegiatan. Crowd Pihak-pihak yang memiliki kepentingan maupun pengaruh yang rendah terhadap kegiatan organisasi.
189 Regulatory Mapping (Pemetaan Peraturan) Suatu upaya yang ditujukan untuk memahami konteks suatu peraturan atau tindakan kebijakan diantara berbagai produk peraturan yang relevan. Cost Benefit Analysis /CBA salah satu alat yang dapat digunakan untuk bahan pertimbangan pengambilan keputusan publik. Dalam CBA, kebijakan yang diambil harus dinilai dan evaluasi apa biaya dan manfaatnya, dan biaya dan manfaat itu harus dalam bentuk nilai ekuivalen uang.
190 Modul III: DOKUMENTASI SARAN KEBIJAKAN LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA 2017
191 DAFTAR ISI MODUL III DAFTAR ISI ..................................................................................................... 191 DAFTAR TABEL ............................................................................................ 192 DAFTAR DIAGRAM ...................................................................................... 192 DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ 192 DAFTAR KOTAK ........................................................................................... 192 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 193 A. Latar Belakang..................................................................................... 193 B. Deskripsi Singkat ............................................................................... 194 C. Tujuan Pembelajaran ....................................................................... 195 D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ......................................... 195 BAB II BENTUK DOKUMENTASI SARAN KEBIJAKAN ....................... 197 A. Indikator Hasil Belajar...................................................................... 197 B. Dokumentasi Saran Kebijakan ..................................................... 197 C. Policy Paper .......................................................................................... 200 D. Policy Brief ............................................................................................ 205 E. Memo Kebijakan ................................................................................. 211 F. Persamaan dan Perbedaan Bentuk Dokumentasi Saran Kebijakan............................................................................................... 213 G. Menggunakan Infografis dalam Dokumentasi Kebijakan .. 215 H. Latihan.................................................................................................... 219 BAB III STRATEGI KOMUNIKASI DAN ADVOKASI KEBIJAKAN...... 220 A. Indikator Hasil Belajar...................................................................... 220 B. Strategi Komunikasi ......................................................................... 220 C. Memahami Audiens........................................................................... 228 D. Komunikasi Lisan............................................................................... 231 E. Media Komunitas dan Sosial Media Sebagai Alternatif ....... 231 F. Penggunaan Dokumentasi Kebijakan dalam Advokasi Kebijakan............................................................................................... 233 I. Latihan.................................................................................................... 240 BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 241 A. Simpulan................................................................................................ 241 B. Tindak Lanjut....................................................................................... 242 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 243 DAFTAR ISTILAH .......................................................................................... 245
192 DAFTAR TABEL MODUL III Tabel 2.1 Perbedaan Komponen pada Beberapa Bentuk Saran Kebijakan .................................................................................................................... 213 Tabel 3.1 Komunikasi Kebijakan Mengadopsi Model Lasswell ............ Komunikasi Verbal.................................................................................................. 224 Tabel 3.2 Metode Penyampaian Dokumen Kebijakan .............................. 230 DAFTAR DIAGRAM MODUL III Diagram 3.1 Proses Komunikasi Kebijakan Berdasarkan Alur Kebijakan ......................................................................................................................................... 223 Diagram 3.2 Langkah-langkah dalam Advokasi Kebijakan................ 236 DAFTAR GAMBAR MODUL III Gambar 2.1 Contoh Penuangan Policy Brief Ke Dalam Infografis ....... 217 Gambar 2.2 Contoh Penuangan Policy Brief Ke Dalam Infografis......... 218 DAFTAR KOTAK MODUL III Kotak 3.1 Pentingnya Kepercayaan (Trust) dalam Komunikasi ........... 228
193 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil analisis kebijakan tidak akan bermanfaat apabila tidak dapat dikomunikasikan secara efektif. Bentuk komunikasi hasil analisis kebijakan yang umum dilakukan adalah melalui pendokumentasian secara tertulis. Namun untuk dapat menyampaikan saran kebijakan secara efektif, kemampuan menulis saja tentu tidak cukup. Upaya pendokumentasian saran kebijakan perlu dilakukan sebagai bagian dari strategi komunikasi untuk menyampaikan saran kebijakan kepada khalayak tertentu yang ditargetkan. Dokumen saran kebijakan dapat menjadi alat yang digunakan untuk berbagai tujuan dalam proses kebijakan. Dokumen kebijakan seperti policy brief dan policy paper tidak saja dapat digunakan untuk menyampaikan saran kebijakan bagi para pengambil keputusan, namun juga dapat disebarluaskan dengan target komunitas kebijakan lainnya dalam rangka menyampaikan informasi dan memengaruhi audiens. Dengan berbagai tujuan dan audiens yang berbeda, pendokumentasian saran kebijakan perlu disusun dengan memperhatikan kebutuhan audiens dan tujuan dari komunikasi kebijakan yang dilakukan. Modul ini diharapkan dapat membantu analis kebijakan dalam menjalankan salah satu perannya untuk memberikan saran kebijakan kepada pembuat kebijakan untuk memecahkan permasalahan publik, maupun dalam perannya melakukan advokasi dan edukasi kebijakan. Selain itu, modul ini disusun untuk memberikan panduan bagi para analis kebijakan dalam mendokumentasikan hasil analisis kebijakan dan menyusun saran kebijakan agar mudah digunakan oleh pembuat kebijakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Dokumentasi saran kebijakan ini selanjutnya dapat menjadi bahan bagi analis kebijakan untuk melakukan advokasi kebijakan.
194 B. Deskripsi Singkat Kegiatan analisis kebijakan ditujukan untuk menghasilkan saran/rekomendasi kebijakan yang dibutuhkan oleh pembuat kebijakan dalam memecahkan masalah-masalah publik. Terdapat berbagai bentuk rekomendasi kebijakan dan produk lain terkait dengan kegiatan analisis kebijakan. Analisis kebijakan perlu memiliki kemampuan untuk mendokumentasikan proses perumusan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik ( LAN, 2015). Modul ini ditujukan untuk memberikan pembelajaran kepada peserta pelatihan untuk memahami metode penyusunan hasil analisis kebijakan ke dalam bentuk dokumentasi kebijakan. Modul ini disusun untuk memberikan panduan bagi para analis kebijakan dalam menuangkan hasil analisis kebijakan dan menyusun saran kebijakan sehingga mudah dipahami oleh pembuat kebijakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Keberhasilan peserta dinilai dari kemampuannya untuk memahami dan mempraktekkan proses dokumentasi kebijakan dalam bentuk saran kebijakan yang efektif. Lebih dari itu modul ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai penggunaan berbagai bentuk dokumentasi kebijakan dalam komunikasi kebijakan publik dan advokasi kebijakan publik. Dengan modul ini peserta diklat dilatih untuk mengetahui dan memahami bentuk-bentuk dokumentasi hasil analisis kebijakan, hasil analisis kebijakan dan perannya dalam proses pembuatan kebijakan, penyusunan hasil analisis kebijakan menjadi saran kebijakan, mengkategorikan saran kebijakan berupa policy paper, policy brief, dan policy memo serta menganalisis dan mengevaluasi persamaan dan perbedaan dari berbagai model saran kebijakan tersebut. Lebih lanjut, peserta juga diharapkan untuk mampu menyusun strategi komunikasinya. Dokumentasi saran kebijakan ini selanjutnya dapat menjadi bahan bagi