The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by masjiddarussalam18, 2022-05-08 10:07:15

Hukum gadai syariah

Hukum gadai syariah

HUKUM GADAl SYARIAH

PERHATIAN
KECELAHAAN BAG1ORANG-ORANGYANG CURANG

(QSAl-Muthaffifin Ayat 1)

Para pembajak, penyalur, penjual, pengedar, dan. PEMBELI BUKU
BAJAKAN adalah bersekongkol dalam alam perbuatan CLIRANG.
Kelompok genk ini sating membantu memberi peluang hancurnya
citra bangsa, 'merampas" dan 'memakan" hak orang lain dengan
cara yang bathil dan kotor. Kelompok 'makhluk" ini semua ikut
berdosa, hidup dan kehidupannya tidak akan diridhoi dan
dipqsempit rizkinya oleh ALLAH SWT.

(Pesandari Penerbit ,&f&cr&

HUKUM GADAl SYARIAH

A D R ~ ~SUNTEDI, S.H, M.H. .

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
Dilarang keras memperbanyak, memfotokopi sebagian
atau seluruh isi buku ini, serta memperjualbelikannya

tanpa mendapatizin tertulis dari Penerbit.

O 2011, Penerbit Alfabeta, Bandung
Ban03 (x + 230) 16 x 24.cm

Judul Buku : HUKUM GADAl SYARIAH

Penulis : Adrian Sutedi, S.H., M.H.

Penerbit : ALFABETA, cv

Telp. (022) 200 8822 Fax. (022) 2020 373

Website: www.cvalfabeta.com

EmaCI: alfabetabdg@yahoo.co.id

Cetakan Kesatu :,Desember 2011

ISBN : 978-602-9328-18-9

Anggota lkatan Penerbit Indonesia (IKAPI)

KATA PENGANTAR

Adanya. pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, para pelaku
ekonomi baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun
badan hukum memer1u)can dana yang besar. Seiring dengan kegiatan
ekonomi tersebut, kebutuhan akan pendanaan pun akan semakin meningkat.
Kebutuhan pendanaan tersebut sebagian besar dapat dipenuhi melalui
kegiatan pinjam meminjam.

Kegiatan pinjam meminjam ini dilakukan oleh perseorangan atau
badan hokum dengan suatu lembaga, baik lembaga informal maupun formal.
Indonesia yang sebagian masyarakatnya masih berada di garis kemiskinan
cenderung memilih melakukan kegiatan pinjarn rneminjam kepada lembaga
informal seperti misalnya rentenir. Kecenderungan ini dilakukan karena
mudahnya persyaratan yang hams dipenuhi, mudah diakses dan dapat
dilakukan dengan waktu yang relatif singkat. Namun di balik kemudahan
tersebut, rentenir atau sejenisnya menekan masyarakat dengan tingginya
bunga.

Jika masyarakat mau melihat keadaan lembaga formal yang dapat
dipergunakan untuk melakukan pinjam meminjam, mungkin masyarakat
akan cenderung memilih lembaga fonnal tersebut untuk memenuhi kebu-
tuhan dananya. Lembaga formal tersebut dibagi menjadi dua yaitu lembiaga
bank dan lembaga nonbank. Saat ini, masih terdapat kesan pada masyarakat
bahwa meminjam ke bank adalah suatu ha1 yang lebih rnembanggakan
dibandingkan dengan lembaga formal lain, padahal dalam prosesnya memer-
lukan waktu yang relatif lama dengan persyaratan yang cukup rumit. Pada-
hal, pemerintah telah memfasilitasi masyarakat dengan suatu perusahaan
umum (perum) yang melakukan kegiatan pegadaian yaitu Perum Pegadaian
yang menawarkan akses yang lebih mudah, proses yang jauh lebih singkat
dan persyaratan yang relatif sederhana dan mempermudah masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan dana.

Namun ternyata tidak hanya sampai di situ fasilitas yang diberikan -

oleh pemerintah. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia adalah
penganut agama Islam, maka Perum Pegadaian meluncurkan sebuah produk

gadai yang berbasiskan prinsip-prinsip syariah sehingga masyarakat menda-
pat beberapa keuntungan yaitu .cepat, praktis dan menentramkan. Cepat
karena hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk prosesnya, praktis karena
persyaratannya mudah, jangka waktu fleksibel dan terdapat kemudahan lain,
serta menentramkan karena sumber dana berasal dari sumber yang sesuai
dengan syariah begitu pun dengan proses gadai yang diberlakukan. Produk
yang dimaksud di atas adalah produk Gadai Syariah.

Namun, pertanyaan yang kini muncul adalah sejauh mana kesinam-
bungan antara teori dan prinsip-prinsip syariah mengenai gadai syariah
dengan aplikasi yang diterapkan oleh Perum Pegadaian? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, maka perlu dianalisis dengan cari membandingkan
antara teori dan aplikasi di dunia riil.

Pegadaian adalah suah hak yang diperoleh seseorang yang mem-
punyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserah-
kan kepada orang yang berpiu&ng oleh seorang yang mempunyai utang atau
oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang
berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang
untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi
utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada
saat jatuh tempo.

Sedangkan gadai adalah suatu hak yang diperoleh d e h orang yang
berpiutang atas suatu' benda bergerak yang diberikan oleh orang yang ber-
piutang sebagai suatu jaminan dan barang tersebut bisa dijual jika orang
yang berpiutang tidak marnpu melunasi utangnya pada saat jatuh tempo.

Syariat pegadaian ini rnerup& salah satu bukti bahwa Islam tqlah
memiliki sistem perekonomian yang lengkap dan sempurna, sebagaimana
syariat Islam senantiasa memberikan jaminan ekonomis yang adil bagi
seluruh pihak yang terkait dalam setiap transaksi. Penerima piutang dapat
memenuhi kebutuhannya, dan pernberi piutang mendapat jaminan keamanan
bagi uangnya, selain mendapat pahala dari Allah atas pertolongannya kepada
orang lain.

Gadai dalam perspektif Islam disebut dengan istilah rahn, yaitu
suatu perjanjian untuk rnerfahan sesuatu barang sebagai jaminan atau tang-
gungan utang. Kata rahn secara etimologi berarti "tetap", "berlangsung" dan

"menahan". Maka, dari segi ba!!asa rahn bisa diartikan sebagai menahan

sesuatu dengan tetap. Ar-Rahn adalah rnenahan salah satu harta rnilik si

peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya rahn merupakan '
suatu akad utang piutang dengaw menjadikan barang yang mempunyai nilai
harta menurut pandangan syara' sebagai jaminan, hingga orang yang ber- !.
sangkutan boleh mengambil utang.

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 10Tahun 1990dapat
dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu ha1 yang perlu
dicermati bahwa PPlO menegaskan misi yang hams diemban oleh Pegadaian
untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya
Peraturan Pemerintah ~ h m o r103 Tahun 2000 yang dijadikan sebagai lan-
dasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekkang.

Berkat Rahmat Allah Swt.ban setelah melalui kajian panjang, akhir-
nya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai
langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha
syariah. Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem adminis-
trasi modem yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaras-
kan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri
dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian ~ y a r i a hU~n' it Layanan
Gadai Syariah XULGS) sebagai satu' unit organisasi di bawah biiaan Divisi
Usaha Lain PerurLna? Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang
secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional.

Akad pegadaian ialah suatu akad yang berupa penahanan suatu
barang sebagai jarninan atas suatu piutang. Penahanan barang ini bertujuan
agar pemberi piutang merasa arnan atas haknya. Dengan demikian, barang
yang ditahan haruslah merniliki nilai jual, agar pemberi piutang dapat
menjual barang gadaian. apabila orang yang b e r u k g tidak rnampu melunasi
piutangnya pada tempo yang telah disepakati.

Bila akad pegadaian telah dihukumi sah menurut syariat, maka akan
akad pegadaian memiliki beberapa konsekuensi hukum. Berikut ini adalah
hukum-hukum yang harus kita indahkan bila kita telah menggadaikan suatu
barang

Hukum pertama: barang gadai adalah amanah Sebagaimana telah
diketahui dari penjabaran di ata's, bahwa gadai berfungsi sebagai jaminan
atas hak pernilik uang. Dengan demikian, status barang gadai selama berada
di tangan pemilik uang adalah sebagai arnanah yang. hams ia jaga sebaik-
baiknya. Sebagai salah satu konsekuensi amanah adalah, bila terjadi keru-
sakan yang tidak disengaja dan tanpa ada kesalahan prosedur dalam

vii

perawatan, maka pemilik uang tidak berkewajiban untuk mengganti
kerugian.

Hukum kedua: pemilik uang krhak untuk membatalkan pegadaian.
Akad pegadaian adalah salah satu akad yang mengikat salah satu pihak saja,
yaitu pihak orang yang berutang. Dengan dernikian, ia tidak dapat memba-
talkan akad pegadaian, melainkan atas kerelaan pemilik uang. Adapun
pemilik uang, maka ia merniliki wewenang sepenuhnya untuk membatalkan
akad, karena pegadaian disyariatkan untuk menjamin haknya. Oleh karena
itu, bila ia rela haknya terutang tanpa' ada jaminan, &a tidak mengapa.

Hukum ketiga: pemilik uang tidak dibenarkan untuk memanfaatkan

barang gadaian Sebelum dan setelah digadaikan, barang gadai adalah rnilik

orang yang berutang, sehingga pemanfaatannya menjadi milik pihak orang

yang berutang, sepenuhnya. Adapun pemilik uang, maka ia hanya berhak,

untuk menahan barang tersebut, sebagai jaminan atas uangnya yang dipin-

jam sebagai utahg oleh pegnilik barang. Dengan demikian, pemilik uang

tidak dibenarkan untuk memanfaatkan barang gadaian, baik dengan izin

pemilik barang a$u tanpa seizin darinya. Bila ja memanfaatkan tanpa izin,

maka itu nyata-nyata haram, dan bila ia memanfaatkan dengan izin pemilik

barang, maka itu adalah riba. Bahkan, banyak ulama menfatwakan bahwa

persyaratan tersebut menjadikan akad utang-piutang beserta pegadaiannya

batal dan tidak sah. --,

Perusahaan Umum Pegadaian adalah iuatu badan usaha di Indonesia

yang secara resrni mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga

keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat

atas dasar hukum gadai.

Selain itu, Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermi-
ripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konven-
sional, Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman bengan jaminan
barang bergerak.

Penulis

viii

DAFTAR IS1

DKAAFTTAAPRENISG1A.N...T...A...R...................................................................................................................................................................

BAB 1 *
TINJAUAN
U M U M GADAI SYARIAH ...................................................
A. Tinjauan Umum Tentang Gadai Konvensional Gadai ...........................
1. Pengertian Gadai................................................................................
2. Sifat-sifat Gadai ...............................................................................
3. Obyek Gadai .....................................................................................
4. Terjadinya Gadai ..............................................................................
5. Hak dan Kewajiban PemegangGadai.................................................
6. Hak dan KewajibanPeniberi Gadai..................................................
7 Hapusnya Gadai ...............................................................................
B. Urgensi Lembaga Gadai Syariah dalam Sistem Jaminan.......................
C. Ruang Lingkup Gadai Syariah (Rahn)...................................................
1. Pengertian Gadai Syariah (Rahn).....................................................
2. Sifat Gadai Syariah...........................................................................
3. Rukun Gadai Syariah........................................................................
4. Hakikat dan Fungsi Gadai Syariah ...................................................
5. Syarat Sah Gadai Syariah .................................................................
6. Perlakuan Bunga dan Riba dalam Perjanjian Gadai .........................
7. Ketentuan Gadai dalam Islam.................;.........................................
8. Hak dan Kewajiban Para Pihak Gadai Syariah.................................
. D. Prospek Gadai Syariah ..........................................................................
E. ManfaaVKeuntunganGadai Syairah ......................................................
F. Perbedaan dan Persamaan Gadai Konvensional dan Gadai Syariah ......

ABPEA. RBAS2eNjaLraEhMPeBgAadGaAianPE...G...A...D..A...I..A..N....S..Y...A...R..I..A...H.....................................................................................

B. Sejarah Berdirinya Pegadaian Syariah ...................................................
1. Dasar Hukum BerdirinyaPegadian Syariah.....................................
2. Aspek Legal Pendirian Gadai Syariah.............;..............:.................
3. Tujuan Pendirian Pegadaian Syariah................................................
4. Tugas Pokok Pegadaian Syariah.......................................................

5. Fungsi Pegadaian Syariah.................................................................

6. Struktur Organisasi Pegadaian Syariah.............................................
C. Penggunaan Dana Gadai Syariah ..........................................................
D. Beberapa Masalah OperasionalPegadaian Syariah................................

BAB 3

OPELLEAHKLSEAMNBAAAGNAGPAEDGAAIDSYAAIARNIA..H...........................................................

A. Produk Unit Layanan pada Pegadaian Syariah ......................................
B. Barang Jaminan Gadai Syariah ..............................................i...............
C. Pemanfaatan Dana Pinjaman..........;........................................................
D. Akad yang Digunakan............................................................................
E. Batas Waktu Pinjaman dan Tarif Simpanan...........................................
F. Pelelangan Barang Jaminan Gadai.Syariah............................................
G. Mekanisme dan Prosedur ~en~o~erasionaGladnai Syariah.................
H. Peranan Gadai Syariah dalam Pembangunan .........................................

BAB 4

............PENYELESAIANSENGKETA JAMINAN GADAI SYARLAH

A. Dasar Hukum Gadai Syariah..................................................................

.B Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak dalam Pelaksanaan

Gadai Syariah ........................................................................................

C. Pelelangan Benda Jaminan Gadai Syariah .............................................
D. Pelelangan Benda Jaminan Gadai pada Pegadaian Syariah ...................
.E Penyelesaian Sengketa Gadai Syariah Melalui Arbitrase Syariah..........
.F Penyelesaian Sengketa Gadai Syariah Melalui Litigasi Pengadilan.......

DTAENFIT'AARNGPUPSETNAUKLAIS.....................................................................................................................................................................

. A BAB 1
TINJAUAN UNPUM GADAI SYARIAH

A. Tinjauan Umum tentang Gadai Konvensional Gadai

I

1. Pengertian Gadai

Pegadaian menurut Susilo (1999) adalah suatu hak yang diperoleli
oleh seorang yang mcmpunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang
bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang
yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mem-
punyai utang. Seorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan pada
orang lain yang berpiutang untuk' rnenggunakan barang bergerak yang telali
diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat
melunasi kewajibannya pada saatjatuh tempo.

Gadai.adalah suatu hak yalig diperoleh oleh orang yang orang yang
berpiutang atas suatu barang yang bergerak yang diserahkan oleh orang yang
berpiutang sebagai jaminan utangnya dan barang tersebut dapat dijual oleh
yang berpiutang bila yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya'pada
saat jatuh tempo. Sedangkan BUMN hanya berfungsi memberikan pembia-
yaan dalam bentuk penyaluran dana kredit kepada masyarakat atas dasal-
hukum gadai.

Gadai ini diatur dalam Buku I1 it el' 20 Pasal 1 150 sampai dengan

Pasal 1 161 KUHPerdata. Menurut Pasal 1 150 KUHPerdata pengertian dari
gadai adalah Suatu hak yang diperoleh seorang kreditor atas suatu barang
bergerak yang bertubuh maupun tidak bertubuh yang diberikan kepadanya
oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang, dan
yang memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelu-
nasan dari barang tersebut lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya
terkecuali biaya-biayil i~ntuknielelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk niemelihara benda itu, biaya-biaya mana hal-us didahu-
lukan.

Dari definisi gadai tersebut terkandung adanya beberapa unsur
pokok, yaitu:

1. Gadai lahir karena perjanjian penyerahan kekuasaan atas barang gadai
kepada kreditor pemegang gadai;

Tinjauan Umum Gadai Syariah 1

2. Penyerahan itu dapatldilakukan oleh debitor atau orang lain atas nama
debitor;

3. Barang yang menjadi obyek gadai hanya barang bergerak, baik bertubuh
maupun tidak bertubuh;

4. Kreditor pemegang gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang
gadai lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya.'

2. Sifat-sifat Gadai '' '

a. Gadai adalah Hak Kebendaan

Dalam Pasal 1150 KlJHPerdata tidak disebutkan sifat ini, namun demikian
sifat kebendaan ini dapat diketahui dari Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata
yang mengatakan bahwa: "Pemegang gadai mempunyai hak revindikasi dari
Pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata apabila barang gadai hilang atau dicuri."
Oleh karena hak gadai mengandung hak revindikasi, maka hak gadai
merupakan hak kebendaan sebdb revindikasi merupakan ciri khas dari hak
kebendaan.

Hak kebendaan dari hak gadai bukanlah hak untuk menikmati suatu
benda seperti eigendom, hak bezit, hak pakai dan sebagainya. Memang
benda gadai harus dis'erahkan kepada kreditor tetapi tidak untuk dinikmati,
melainkan untuk menjamin piutangnya dengan mengambil, penggantian dari
benda tersebut guna membayar piutangnya.2

b. Hak Gadai BersifAtAccessoir

Hak gadai hanya merupakan tambahan saja dari perjanjian pokoknya, yalig
berupa perjanjian pinjam uang. Sehingga boleh dikatakan bahwa seseorang
akan mempunyai hak gadai apabila ia mempunyai piutang, dan tidak mung-
kin seseorang dapat mempunyai hak gadai tanpa mempunyai piutang. Jadi
hak gadai merupakan hak tambahan atau accessoir, yang ada dan tidaknya
tergantung dari ada dan tidaknya piutang yang merupakan perjanjian pokok-
nya. Dengan demikian hak gadai aka11hapusjika perjanjian pokoknya hapus.

Beralihnya piutang membawa serta beralihnya hak gadai, hak gadai
berpindah kepada orang lain bersama-sama dengan piutang yang dijamin
dengan hak gadai tersebut, sehingga hak gadai tidak mempunyai kedudukan
yang berdiri sendiri melainkan accessoir terhadap perjanjian pokoknya."

' Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Fakultas Hukurn Undip, 2003. hal. 13

Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, Edisi Revisi dengan UUHT. Fakultas Hukurn Undip.

' 2005, hal. 13-14
Purwahid Patrik dan Kashadi. Hukum Jaminun, Edisi Revisi dengan UUHT. Fakultas Hukurn Undip.
2005, hal. 14

2 HukumGodoiSyariah

c. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi

Karena hak gadai tidak dapat dibagbbagi, maka dengan dibayarnya sebagian
utang tidak akan membebaskan sebagian dari benda gadai. Hak gadai tetap
membebani benda gadai secara keseluruhan.

Dalam Pasal 1 160 KUHPerdata disebutkan bahwa: "Tak dapatnya
hak gadai dan bagi-bagi dalam ha1 kreditor, atau debiti~rmeninggal dunia
dengan meninggalkan beberapa ahli waris." Ketentuan ini tidak merupakan
ketentuan hukum memaksa, sehingga para pihak dapat menentukan
sebaliknya atau dengan perkataan lain sifat tidak dapat dibagi-bagi dalam
gadai ini dapat disimpangi apabila telah diperjanjikati lebih dahuIu oleh para
pihak.

d. Hak gadai adalah hak yang didahulukan

Hak gadai adalah hak yang didahulukan. Ini dapat diketahui dari ketentuan
Pasal 1 133 dan 1150 KUHPerdata. Karena piutang dengan hak gadai mem-
punyai hak untuk didahulukan daripada piutang-piutang lainnya, maka
kreditor pemegang gadai mempunyai hak mendahulu (droit de preference).

e. Benda yang menjadi obyek gadai adalah benda bergerak baik yang
bertubuh maupun tidak bertubuh

f. Hak gadai adalah hak yang kuat dan mudah penyitaannya4

Menurut Pasat 1134 ayat (2) KUHPerdata dinyatakan bahwa "Hak gadai dan
hipotik lebih diutamakan daripada privilege, kecuali jika undang-undang
menentukan sebaliknya". Dari bunyi pasal tersebut jelas bahwa hak gadai
mempunyai kedbdukan yang kuat.

Di samping itu kreditor pemegang gadai adalah termasuk kreditor
separatis. Selaku separatis, pemegang gadai tidak terpengaruh oleh adanya
kepailitan si debitor.

Kemudian apabila si debitor wanprestasi, pemegang gadai dapat dengan
mudah menjual benda gadai tanpa memerlukan perantaraan hakim, asalkan
penjualan benda gadai dilakukan di muka umum dengan lelang dan menurut
kebiasaan setempat dan harus memberitahukan secara tertulis lebih dahulu
akan maksud-maksud yang akan dilakukan oleh pemegang gadai apabila
tidak ditebus (Pasal 1155 juncto 1158 ayat (2) KUHPerdata). Jadi di sini
acara penyitaan Iewat juru sita dengan ketentuan-ketentuan menurut Hukum
Acara Perdata tidak berlaku bagi gadai.

Ibid, hal. 15-16 3

Tinjauan Urnum Gadai Syariah

3. Obyek Gadai

Obyek gadai adalah segala benda bergerak, baik yang bertubuh ~naupun
tidak bertubuh. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1 150juncties 1 153 ayat (I),
1152 bis, dan 1153 KUHPerdata. Namun benda bergerak yang tidak dapat
dipindahtangankan tidak dapat digadaikan.

Dalam Pasal 1152 ayat (1) KUHPerdata disebutkan tentang hak
gadai atas surat-surat bawa dan seterusnya, demikian juga dalam Pasal 1153
bis KUHPerdata dikatakan bahwa untuk meletakkan hak gadai atas surat-
surat tunjuk diper1ukan endorsemen dan penyerahan suratnya. Penyebutan
untuk surat-surat ini dapat nlenimbulkan kesan yang keliru mengenai obyek
gadai adalah piutang-piutng dibuktilan dengan surat-surat t e r s e b ~ ~ t . ~

4. Terjadinya Gadai ..

Untuk terjadinya gadai harus dipenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentu-

kan sesuai dengan jenis benda yang digadaikan Adapun cara-cara terjadi~iya

gadai dalah sebagai berikut:

1. Cara te&dinya gadai pada benda bergerak bertubuh

a. Perjanjian gadai

. -- -d3alcim ha1 ini antara debitor dengan kreditor mengadakan perjanjian

pinjam uang (kredit) dengan janji sanggup memberikan benda ber-
gerak sebagai jaminan gadai atau perjanjian untuk memberikan hak
gadai (perjanjian gadai).

Perjanjian ini bersifat konsensual dan obligatoir. Dalam Pasal 1 151
KUHPerdata disebutkan bahwa "Perjanjian gadai dapat dibuktikan
dengan segala alat yang diperbolehkan bagi pembuktian perjanjian
pokok". Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa bentuk perjanjian
gadai tidak terikat pada formalitas tertentu (bentuknya bebas),

sehingga dapat dibuat secara tertulis maupun isa an.^

b. Penyerahan benda gadai

Dalam Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata disebutkan: "Tidak ada hak
gadai atas benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan debitor atas
kemauan kreditor." Dengan demikian hak gadai terjadi dengan
dibawanya barang gadai ke luar dari kekuasaan di debitor pemberi
gadai. Syarat bahwa.barang gadai harus dibawa keluar dari kekuasaan

Ibid,hal, 17
~ a r t i nMi uljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai, Dan Hiporek. Prenada Media, Jakarta,
2005, hal. hal. 74-75

4 HukumGadaiSyariah

si pemberi gadai ini merupakan syarat hbezitstelling"Inbezitstelling
adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam gadai.

Barang dikatakan dibawa ke luar dan kekuasaan pemberi gadai jika
barang gadai diserahkan oleh pemberi gadai kepada kreditor atau
pihak ketiga (sebagai pemegang gadai) yang disetujui oleh kreditor.
Mengingat benda gadai harus dibawa keluar dari kekuasaan pemberi
gadai maka diperlukan suatu penyerahan. Penyerahan benda gadai
dapat dilakukan secara nyata, simbolis, traditto brevt manu ataupun
traditio longa manu. Panyerahan secara constituturn possessorium
tidak menimbulkan hak gadai karena tidak memenuhi syarat
irzbezitstelling.

2. Cara terjadinya gadai pada piutang atas bawa (atas tunjuk atau
aantoonder)

a. Perjanjian gadai

Antara debitor dengan kreditor dibuat perjanjian untuk memberikan
hak gadai. Perjanjian ini bersifat konsensual, obligator dan bentuknya
bebas.

b. Penyerahan surat buktinya

Pasal 1152 ayat (1) KUHPerdata mengatakan bahwa "Gadai surat atas
bawa terjadi, dengan menyerahkan surat itu ke dalarn tangan peme-
gang gadai atau pihak ketiga yang disetujui kedua belah pihak." Perlu
diketahui bahwa piutang atas bawa (atas tunjuk) selalu ada surat bukti-
nya, surat bukti ini mewakili piutang. Surat (piutang) atas bawa (atas
tunjuk) adalah surat yang dibuat debitor, dimana diterangkan bahwa ia
berutang sejumlah uang tertentu kepada pemegang surat, surat mana
diserahkannya ke dalam tangan pemegang. Pemegang berhak menagih
pembayaran dari debitor, dengan mengembalikan surat atas bawa itu
kepada debitor.

Contoh gadai suratlpiutang atas bawa (atas tunjuk) misalnya sertifikat
deposito. Menurut Bank Indonesia sertifikat deposito adalah bukti

- surat utang yang dikeluarkan oleh bank atas sejumlah uang yang

dipercayakan kepadanya untuk jangka waktu. tertentu. Sertifikat .
deposito dikeluarkan atas bawa, dapat diperjualbelikan sewaktu-waktu
dan dijaminkan untuk s u m kredit dari bank.

- Bank Dagang Negara melakukan pengikatan gadai dengan menahan
asli sertifikat deposito yang dijaminkan sampai fasilitas kreditnya
lunas. Dalam hal ini tidak diperlukan surat kuasa, namuh untuk

Btjmma h u m L d a i Syariah 5

membuktikan bahwa bank menahan sertifikat deposit0 tersebut skcara
sah, maka nasabah harus menandatangani "Surat Kuasa Pencairan
~e~osito"?
Sedang contoh lain piutang atas bawa adalah obligasi, saham tidak
atas nama.
3. Cara terjadinya gadai pada piutang atas order (aanorder)
a. Perjanjian gadai
Antara kreditor dan debitor membuat perjanjian gadai yang bersifat
konsensual, obligator dan bentuknya bebas.
b. Adanya endosemen yang diikuti dengan penyerahan suratnya Pasal
1152 bis KUHPerdata. menyebutkan bahwa: "Untuk mengadakan hak
gadai piutang atas tunjuk, diperlukan adanya endosemen pada surat
utangnya dan diserahkannya surat utang kepada pemegang gadai."
Piutang atas tunjuk ini juga selalu ada surat buktinya, di mana surat
bukti ini mewakili piutang. Endosemen adalah pernyataan penyerahan
piutang yang ditandatangani kreditor (endosen) yang bertindak
sebagai pemberi gadai dan hams memuat nama pemegang gadai
(geendmseerde). Bentuk gadai piutang atas order misalnya wesel.
Wesel adalah surat yang mengandung perintah dari penerbit (trekker)
kepada tersangkut (betraWren) untuk membayar sejumlah uang kepada
pemegang (houder). Hak yang timbul dari wesel itu, oleh pemegang
wesel dapat diletakkan sebagaijaminan kredit kepada pemberi kredit.
4. Cara terjadinya gadai pada piutang atas nama (opnaam)
a. Perjanjian kredit
Debitor dengan kreditor membuat perjanjian gadai. Perjanjian ini
bersifat konsensual, obligator dan bentuknya bebas.
b. Adanya pemberitahuan kepada debitor dari piutang yang digadaikan.
Pasal 1153 KUHPerdata menyebutkan bahwa: "Hak gadai piutang atas
nama diadakan dengan memberitahukan akan penggadaiannya
(perjanjian gadainya) kepada debitor."

Dalam memberitahukan ini debitor dapat meminta bukti tertulis
perihal penggadaiannya dan persetujuan dari pemberi gadai. Setelah
itu debitor hanya dapat membayar utangnya kepada pemegang gadai.

' Mariam Darus Badrul'iamanBab-bab fentangCredietverband,gadai danfidusia, Alumni, Bandung.

hal. 97

6 HukurnGadaiSyariah

Bentuk pemberitahuan ini dapat dilakukan baik secara terteptu mau-
pun secara lisan.

Pemberitahuan dengan perantaraan j uru sita perlu di lakukan
apabila si debitor tidak bersedia memberikan keterangan tertulis
tentang persetujuan pemberian gadai itu.

Dalam gadai piutang atas nama tersai~gkuttiga pihak seperti
penyerahan piutang atas nama (cessie). Gadai piutang atas nama juga
dinamakan cessie,, karena di sini yang digadaikan adalah piutang atas
nama, sedang penyerahan piutang atas nama di lakukan dengan cessie.'

5. Hak dan Kewajiban Pemegang Gadai

Selama berlangsungnya gadai, pemegang gadai mempunydi beberapa hak
dan kewajiban yang harus dipenuhi, baik pada gadai benda bergerak ber-
tubuh rnaupun pada gadai atas piutang (benda bergerak tidak bertubuh).

Hak-hak pemegang gadai adalah sebagai berikut:

a. Hak untuk menjual benda gadai atas kekuasaan sendiri atau mengekse-
kusi benda gadai (parate executie)

Dalam Pasal 1155 KUH Perdata disebutkan bahwa: " ~ p a b i l aoleh para
pihak tidak telah diperjanjikan lain, jika si berutang atau si pemberi gadai
wanprestasi, maka si kreditor berhak menjual barang gadai dengan
maksud untuk mengambil pelunasan piutang pokok, bunga dan biaya dari
pendapatan penjualan tersebut."

b. Hak untuk menahan benda gadai (hak retentie)

Pasal 1 159 ayat (1) KUHPerdata menyatakan Dalam ha1 pemegang gadai
tidak menyalahgunakan benda gadai, maka si berutang tidak berkuasa
untuk menuntut pengembaliannya, sebelum ia membayar sepenuhnya
baik utang pokok, maupun bunga dan biaya utangnya yang untuk men-
jaminnya barang gadai telah diberikai, beserta segala biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkan barang gadai.

Ketentuan ini memberi wewenang kepada pemegang gadai untuk
menahan benda gadai sela~nadebitor belum melunasi utangnya.

c. Hak Kompensasi

Hak ini erat hubungannya dengan utang kedua sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1159 ayat (2) KUHPerdata apabila guna melunasi piutang
pertama si kreditor telah mengeksekusi benda gadai, maka dari hasil

Purwahid Patrik dan Kashadi, Op. Cir ,hat. 20-21 7:

Tinjouon Umum Gadoi Syoriah

pendapatan lelang kreditor dapat ~nengambillebih d a h ~ ~sle~jiurmlah uang
yang sama banyaknya dengan piutang pertama yang dijarnin dengan
gadai. Jika ada sisa, maka diserahkan kepada debitor. Apabila sisa ter-
sebut tidak diserahkan kepada debitor, maka kreditor berutang kepada
debitor. Dalam Pasal 1425 disebutkan bahwa: ".lika dua orang saling
berutang satu kepada yang lain, maka terjadilah antara ~nerekas ~ l a t ~ ~
perjumpaan utang, dengan rnana utang-utang antara kedua orang tersebut
dihapuskan." Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pemegang gadai
dapat mengkompensasikan piutangnya yang kedua dengan utangnya (sisa
penjualan lelang benda gadai) kepada debitor.

d. Hak untuk mendapatkan ganti rugi atas biaya uang telah dikeluarkan
untuk menyelamatkan benda

Pasal 1157 ayat (2) KUHPerdata menentukan bahwa yang harus diganti
oleh debitor adalah biaya-biaya yang berguna dan perlu yang telah dike-
luarkan guna keselamatan barang gadai. Selama biaya-biaya itu belum
dibayar, maka si kreditor tidak diwajibkan untuk mengembalikan barang
gadai kepada debitor. Di sini kreditor mempunyai hak retensi juga.

e. Hak untuk menjual dalam kepailitan debitor

Jika debitor pailit, maka kreditor pemegang gadai dapat melaksanakan
hak-haknya, seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Dengan demikian llak
kreditor untuk melakukan parade eksekusi berkurang dengan terjadinya
kepailitan debitor. Hak untuk menjual barang gadai harus dilakukan
dalam jangka waktu 2 (dua) bulan setelah debitor dinyatakan pailit,
kecuali jika. tenggang waktu tersebut diperpanjangoleh hakim.

f. Hak preferensi

Kreditor pemegang gadai mempunyai hak untuk didahulukan dala~n
pelunasan piutangnya daripada kreditor-kreditor yang lain.

g. Atasiziti hakim tetap mengi~asaibenda gadai

Pemegang gadai dapat menuntut agar benda gadai akan tetap pada perne-
gang gadai untuk suatu jumlah yang akan ditetapkan dalam vonis hingga
sebesar utangnya beserta bunga dan biaya (Pasal 1156 ayat (1)
KUHPerdata). Hal ini berarti bahwa barang gadai dibeli oleh kreditor
dengan harga pantas menurut pendapat hakim.

h. Hak untuk menjual benda gadai dengan perantaraan hakim Penjualan
henda gadai untuk mengambil pelunasan piutang dapat juga terjadi jika si
berpiutang menuntut di muka hakim supaya barang gadai dijual menurut
cara-cara yang ditentukan oleh hakim untuk melunasi utang pokok

8 HukumGodoiSyorioh

beserta bunga dan biaya. Hal ini biasanya terjadi jika benda gadai beri~pa
benda antik.

i. Hak untuk menerima bunga piutang gadai

Hak ini berdasarkan Pasal 1158 KUHPerdata yang menentukan bahwa:
"Pemegang gadai dari suatu piutang yang menghasilkan bunga, berhak
menerima bunga itu, dengan kewajiban memperhitungkan dengan bunga
piutang yang harus dibayarkan kepadanya."

j. Hak untuk menagih piutang gadai

Hak ini dilakukan dengan cara pemberian kuasa yang tidak dapat dicabut
kembali dari pemberi gadai kepada pemegang gadai ~ ~ n t umkenagih dan
menerima pembayaran dari debitor yang utang-utangnya digadaikan.
Pemberian kuasa ini dicantumkan dalam perjanj'ian gadai.

Adapun kewajiban-kewajiban dari pemegang gadai adalah sebagai
berikut:

a. Kewajiban memberitahukan kepada pemberi gadai jika barang gadai
dijual.

Pemberitahuan dengan telegraf atau surat tercatat berlaku sebagai
pemberitahuan yang sah (Pasal 1156 ayat (3) KUHPerdata)

b. Kewajiban memelihara benda gadai

Kewajiban memelihara benda gadai ini dapat disimpulkan dari bunyi
Pasal 1 157 ayat (I) dan Pasal 1 159 ayat ( I ) KUHPerdata.

Dalam Pasal 1 157 ayat (1) KUHPerdata ditentukan bahwa "Pemegang
gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya barang gadai,
sekedar itu telah terjadi karena kelalaiannya."

Begitu juga pemegang gadai tidak boleh menyalahgunakan benda gadai
(Pasal 1 159 ayat ( I ) KUHPerdata).

c. Kewajiban untuk memberikan perhitungan antara hasil penjualan barang
gadai dengan ebsarnya piutang kepada pemberi gadai.

d. Kewajiban untuk mengembali kan barang gadai

Kewajiban ini dapat diketahui dari bunyi Pasal 1159 ayat ( 1 )
KUHPerdata, yaitu apabila:

1) Kreditor telah menyalahgunakan barang gadai;
2) Debitor telah melunasi sepenuhnya, baik utang pokok, bunga dan

biaya utangnya serta biaya untuk menyelamatkan barang gadai
e. Kewajiban untuk memperhitungkan hasil penagihan bunga pilltang gadai

dengan besarnya bunga piutangnya kepada debitor.

Tinjauan Umum Gadai Syariah 9

f. Kewajiban untuk mengembalikan sisa hasil penagihan piutang gadai
kepada pemberi gadai.

6. Hak dan Kewajiban Pemberi Gadai

Hak-hak pemberi gadai:

a. Hak untuk menerima sisa hasil pendapatan penjualan benda gadai setelah
dikurangi dengan piutang pokok, bunga dan biaya dari pemegang gadai

b. Hak untuk menerima penggantian benda gadai apabila benda gadai telah
hilang dari kekuasaan si pemegang gadai.

Kewajiban-kewajiban pemberi gadai:

a. ~ e mkieselamatan benda gadai dari bencana alamlforce majeure di dalam
praktik sering pemberi gadai diwajibkan untuk mengasuransikan benda
gadai. Kewajiban ini memang efisien untuk kredit dalam jumlah besar.

b. Apabila yang digadaikan adalah piutang, maka selama piutang itu
digadaikan pemberi gadai tidak boleh melakukan penagihan atau mene-
rima pembayaran dari debitornya (debitor piutang gadai). Jika debitor
piu-tang gadai telah membayar utangnya kepada pemberi gadai, rnaka
pembayaran itu tidak sah dan kewajibannya untuk membayar kepada
pemegang gadai tetap m ~ ~ i k a t . ~

7. Hapusnya Gadai

Hak Gadai menjadi hapus karena beberapa alasan:

a. Karena hapusnya perikatan pokok

Hak gadai adalah hak accessoir, maka dengan hapusnya perikatan pokok
membawa serta hapusnya hak gadai.

b. Karena benda gadai keluar dari kekuasaan pemegang gadai

Pasal 1152 ayat (3) KUHPerdata menentukan bahwa: "Hak gadai hapus

apabila barang gadai keluar dari kebiasaan si pemegang gadai".

Namun demikian hak gadai tidak menjadi hapus apabila pemegang gadai
kehilangan kekuasaan atas barang gadai tidak dengan suka rela (karena
hilang atau dicuri). Dalam ha1 ini jika ia memperoleh kembali barang
gadai tersebut, maka hak gadai dianggap tidak pernah hilang.
c. Karena musnahnya benda gadai

Tidak adanya obyek gadai mengakibatkan tidak adanya hak kebendaan
yang semula membebani benda gadai, yaitu hak gadai.

' Purwahid Patrik dan Kashadj, Op. Cit,hal. 29 HukumGodai Syariah
10

d. Karena penyalahgunaan benda gadai Pasal, 1 159 ayat ( I ) KUHPerdata
menyebutkan bahwa: "Apabila kreditor menyalahgunakan benda gadai,
pemberi gadai berhak menuntut pengembalian benda gadai."

Dengan dituntutnya kembali benda gadai oleh petnberi gadai Inaka hak
gada yang dipunyai pemegang gadai menjadi hapus, apabila pemegang
gadai menyalahgunakan benda gadai.

5. Karena pelaksanaan benda gadai

Dengan ditaksanakannya eksekusi terhadap benda gadai, maka benda
gadai berpindah ke tangan orang lain. Oleh karena itu Inaka hak gadai
menjadi hapus.

6. Karena kreditor melepaskan benda gadai secara sukarela

Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata menyebutkan bahwa. "Tak ada hak
gadai apabila barang gadai kembali dalam kekuasaan pemberi gadai."

7. Karena percampuran

Percarhpuran terjadi apabila piutang yang dijamin dengan hak gadai dan
benda gadai berada dalam tangan satu orang. Dalam ha1 ini terjadi
percampuran, maka hak gadai menjadi hapus. Orang tidak lnungkin
mempunyai hak gadai atas benda miliknya sendiri.I0

B. Urgensi Lembaga Gadai Syariah dalam Sistem Jaminan

Telah dikemukakan diatas bahwa sejarah Pegadaian dimulai pada saat
Pemerintah Belanda (VOC) mendirikan Bank Van Leening yaitu lembaga
keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, lembaga ini pertama
kali didirikan di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746. Pegadaian sudah
beberapa kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak I
Januari 1961 kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1969
menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN) selanjutnya berdasarkan Perattlran
Pemerintah No. 10 Tahun 1990, yang diperbaharui dengan Peraturan
Pemerintah No. 103 Tahun 2000, berubah lagi menjadi Perusahaan urnurn."
Dalam perkembangannya kemudian Perum Pegadaian mengembangkan
gadai dengan sistem syariah. Bagi Perum Pegadaian, bisnis syariah
merupakan peluang yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Apalagi, mayu-
ritas warga Indonesia yang memanfaatkan jasa pegadaian adalah Muslim.
Sistem gadai syariah diberlakukan mulai Januari 2003 lalu. Diharapkan,

I" J. Satrio. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti. Bandung, 2002, ha1.132
I' Wikipedia Indonesia.com

Tinjouan Umum Gadai Syariah 11

sistern ini akan rnernberikan ketenangan bagi ~nasyarakatdalam rnelnperoleh
pinjarnan tanpa bunga dan halal.

Ini berarti.ratusan tahun sudah ekonorni dunia di dolninasi oleh
sistern bunga. Harnpir semua perjanjian di bidang ekonorni dikaitkan dengan
bunga. Banyak negara yang telah dapat rnencapai kernakrnurannya dengan
sistern bunga ini di atas kerniskinan negara lain sehingga terus-rnenerus ter-
jadi kesenjangan. Pengalarnan di bawah dominasi perekonomian dengan
sistem bunga selama ratusan tahun membuktikan ketidakmarnpuannya untuk
menjembatani kesenjangan ini. Di dunia, diantara negara,rnaju dan negara
berkembang kesenjangan itu semakin lebar sedang di dalan~negara berkern-
bang, kesenjangan itu 'pun sernakin dalam.

Dalam kaitan dengan kesenjangan ekonomi yang terjadi, para ahli
ekonomi tidak melihat sistem bunga sebagai biang keladinya, karena luput
dari pengarnatan, Pemerintah di negara manapun dibikin repot dengan ulah
sistem bunga yang build-in concept nya rnernang bersifat kapitalistik dan
diskriminalistik. Karena ketidaksadaran akan besarnya kelernahan sistern
bunga, Pemerintah di negara-negara itu 'rnenjadi sibuk menarnbalnya dengan
berbagai kebijaksanaan dan peraturan yang rnemaksa para pelaku ekonomi
yang diuntungkan sistem bunga agar menaruh peduli kepada pelaku ekonorni
yang dirugikan sistem bunga itu. Tetapi para pelaku ekonorni yang diuntung-
kan sistern bunga dan telah menjadi konglornerat itu kebanyakan lebih
rnerasakannya sebagai paksaan daripada kewajiban, sebaliknya para penyan-
dang gelar ekonorni lemah (PEGEL) korban sistem bunga lebih rnerasakan-
nya sebagai belas kasihan dari pada hak. Dan pemasaran tapi sayangnya
sistem bunga yang berlaku secara otomatis rnenjaga jarak tetap diantara
keduanya.

Namun di Indonesia, kita patut bersyukur bahwa sejak diundang-
kannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dengan sernua ketentuan
pelaksanaannya baik berupa Peraturan Pemerintah, Keputusali Menteri
Keuangan, dan Edaran Bank Indonesia, Pemerintah telah rnernberi peluang
berdirinya lembaga-lembaga keuangan syariah berdasarkan sistern bagi
hasil.

Sebagian umat Islam di Indonesia yang rnarnpil rnensyukuri nik~nat
Allah itu rnulai rnernanfaatkan peluang tersebut dengan rnendukung ber-
dirinya bank syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah dalarn bentuk
rnenjadi pernegang saham, menjadi penabung dan nasabah, rnenjadi
pernegang polis, rnenjadi investor, dan sebagainya. Lebih dari itu banyak
pula yang secara kreatif mengernbangkan ide untuk berdirinya lernbaga-

12 HukumGodoiSyorioh

lembaga keuangan syariah bukan bank lainnya seperti: modal ventu~*a,
leasing, dan pegadaian.

Aktivitas gadai sekarang ini, sudah jauh berbeda dengan jaman
Rasulullah Saw. Sebab dewasa ini aktivitas gadai sudah tidak lagi bersifat
perorangan, namun sudah berupa lembaga keuangan formal ~ a n gt.elah
diakui oleh pemerintah. Mengenai fungsi dari lembaga pegadaian tersebut
tentu sudah sangat jauh berbeda, yaitu bukan lagi bersifat sosial, namun
sudah bersifat komersial. Pada suatu kenyataan, bahwa dengan fungsi gadai
tersebut tentu akan berakibat pula pada perubahan sistem operasionalnya.
Artinya dalam aktivitasnya lembaga tersebut harus memperoleh pendapatan
guna mengganti biaya-biaya yang telah dikeluarkannya. Untuk menutupi
biaya-biaya yang telah dikeluarkan, maka lembaga tersebut mewajibkan
menambahkan sejumlah uang atau prosentase tertentu dari pokok utang pada
waktu membayar utang kepada penggadai sebagai imbalan jasa. Hal ini lebih
lazim disebut dengan "bunga gadai". Praktik semacam ini jelas akan sangat
memberatkan dan merugikan pihak penggadai. Sebab pembayaran bunga
gadai tersebut harus dilakukan setiap 15 hari sekali, dan setiap kali terjadi
keterlambatan satu hari bunga tersebut akan naik menjadi dua kali lipat."

Islani membenarkan adanya praktik pegadaian yang di lakukan
dengan cara-cara dan tujuan yang tidak merugikan orang lain. Pegadaian
dibolehkan dengan syarat rukun yang bebas dari unsur-unsur yang dilarang
dan merusak perjanjian gadai. Pegadaian yang berlaku saat ini di masya-
rakat, masih terdapat satu di antara banyak unsur yang dilarang oleh syuru ',
yaitu dalam upaya meraih keuntungan (laba) pegadaian tersebut memungut
sewa modal atau lebih lazim disebut dengan bunga. Lahirnya pegadaian
syariah diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat beragama Islam
terlebih lagi dengan diterbitkannya fatwa MU1 tentang pengharaman bunga.
Meski didirikan dengan landasan syariah Islam, pegadaian syariah tidak
secara eksklusif diperuntukkan untuk masyarakat yang beragama Islam saja,
dengan konsep ini diharapkan pegadaian syariah dapat menjadi alternatif
utama bagi masyarakat yang ingin memperoleh dana segar secara aman dan
cepat serta memberi berkah bagi keseluruhan umat.

Perkembangan perekonomian dan dunia bisnis akan selalu diikuti
oleh perkembangan kebutu han akan kredit. dan pe~nberianfasil itas kredil
yang selalu memdrlukan jaminan, ha1 ini demi keamanan pe~nberiankredil

Ibid, hal. 3 1. 13

Tinjouan h u m Godoi Syoriah

tersebut dalam arti piutang yang meminjamkan akan terjamin dengan adanya
jaminan. Dalam konteks inilah letak pentingnya lembagajaminan itu.

Bentuk lembaga jaminan, sebagian besar mempunyai ciri-ciri inter-
nasional yang dikenal hampir di semua negara dan perundangundangan
modern, yaitu bersifat menunjang perkembangan ekonomi dan perkreditan
serta memenuhi kebutuhan masyarakat akan fasilitas modal.

Lembaga jaminan, tergolong bidang hukum yang bersifat netral,
karena tidak mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan spiritual dan
budaya bangsa. Sehingga terhadap bidang hukum yang demikian, tidak ada
keberatannya untuk diatur dengan segera. Karena'jika dilihat, peraturan-
peraturan hukum yang bertalian d-engan lembaga jaminan tersebut di
Indonesia pada umurnnya sudah usang. Sedikit sekali peraturan yang Ineng-
alarni perubahan sejak pembentukannya sebagaimana dikenal dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan peraturan-peraturan khusus lainnya,
misalnya hipotik dan crediet verband.

Gadai merupakan lembaga jaminan yang telah sangat dikenal dan
dalam kehidupan masyarakat, dalam upayanya untuk mendapatkan dana
guna berbagai kebutuhan. Pegadaian adalah sebuah BUMN di lndonesia
yang usaha intinya adalah bidang jasa penyaluran kreditlpinjaman kepada
masyarakat atas dasar hukum gadai.

C. Ruang Lingkup Gadai Syariah (Rahn)
1. Pengertian Gadai Syariah (Rahn)

Dalamfiqh muamalah dikenal dengan kata pinjaman dengan jaminan yang

\

disebut ar-rahn, yaitu menyimpan suatu barang sebagai tanggungan utang.
Ar-rahn (gadai) menurut bahasa bkrarti al-tsubut dan al-hubs yaitu
penetapan dan penahanan. Dan ada pula yang menjelaskan bahwa ruhn
adalah terkurung atau terjerat, di samping it11 rahn diartikan pula secara
bahasa dengan tetap, kekal, dan jaminan.I3

Menurut Zainuddin dan Jamhari, gadai adalah menyerahkan benda
berharga dari seseorang kepada orang lain sebagai penguat atau tanggungan
dalam utang piutang. Borg adalah benda yang dijadikan jaminan. Benda
sebagai borg ini akan diambil kembali setelah utangnya terbayar. Jika waktu
pembayaran telah ditentukan telah tiba dan utang belum dibayar, maka borg

' H. Hendi Suhendi, F~qhMuamalah (Cet I, Jakarta PT. Raja Grafindo Persada. 2002). ha1 105

14 Hukum GadaiSyarlah

ini digunakan sebagai ganti yaiti~dengall cara dijual sebagai bayaran dan jika
ada kelebihan dikembalikan kepada orang yang berutang.I4

Menurut istilah syara' ar-rahn terdapat beberapa pengertian di
antaranya:

1. Gadai adalah akad perjanjian pinjam memilljam dengall ~iienyeralikan
barang sebagai tanggiingan utang.

2. Gadai adalah suatu barang yang dijadikan peneguhan atail penguat
kepercayaan dalam utang piutang.

3. Akad yang obyeknya menahan hargalerhadap sesuati~hak yang mi~ngkin
diperoleh bayaran dengan sempurna darinya.I5

sedang menilrut pendapat Syafe'i Antonio, Ar-rahn (Gadai) adalah
menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya.I6

Menurut beberapa mazhab, rahn berarti perjanjian penyerahan harta
yang oleh pemil iknya dijadikan jaminan utang yang naiitinya dapat dijadikan
sebagai pembayar hak piutang tersebut, baik seluruhnya maupun sebagainya.
Penyerahan jaminan tersebut tidak harus bersifat aktual (benvujud), namun
yang terlebih penting penyerahan itu bersifat legal, misalnya beri~papenye-
rahan sertifikat atau surat bukti kepemilikan yang sah silatu hartajaminan."

%

Dalam ha1 gadai Ghufron A. Mas'adi, mengemukakan bahwa yang
dimaksud ar-rahn (gadai) adalah sebuah akad utang piutang yang disertai
dengan jaminan (atau agunan).I8 Sedangkan di dalam syariah, ar-rahn itu
berarti memegang sesuatu yang mempunyai nilai, bila pemberian it11
dilakukan pada waktu terjadinya utang.I9

Dalam Fiqh Sunnah, menurut bahasa Rahn adalah tetap dan lestari.
seperti juga dinamai a/-habsu artinya penahanan, seperti dikatakan:

Ni 'matun Rahinah, artinya karunia yang tetap dan ~estari.~'

Sedangkan menurut syara' apabila seseorang ingin berutang kepada
orang lain, ia menjadikan barang miliknya baik berupa barang tak bergerak

' A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari. Al-lslum 2. Muumuluh dan Akhluq (Czt. I; Bandung: I'uslal;~

Setia. 1999).hal. 21

I". Hendi Suhendi. op.cif.. hal. 105-106
If' Muh. Syafei Anto~~ioB,ank Syuriuh dun Duri Teori Ke Prukfik (Cet. I: Jakarta: (jema Insnni Prcss.

2003). hal. 128

" Hassan Sadily, Ensiklopedi Islam. Jilid V (Jakarta: PT. lchtiar van Hoove. 2000).hal. 1480

111 Ghution A.M. As'adi. Fiqh M~~umuluKlionfeksfuul (Cet. I: Jakarta: PT. Raia Gratindo I'ersada.

2002). hal. 175-176
I" A. Rahman I. Doi, M~iamulalSi yuriah 111(Cet. 1: Jakarta: PT. Raja Gratindo Persada. 1996).hal. 72
20 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 12 (Cet. I: Bandung: PT. Al-Ma'arif. 1987), hal. 150

Tinjouon Umm Godoi Syariah 15

atau berupa ternak berada di bawah kekuasaannya (pernberi pinjaman) -
sampai ia melunasi utangnya.*'
I
Rahn dalam hukum lslam dilakukan secara sukarela atas dasar
tolong menolong dan tidak untuk mencari keuntungan. Sedangkan gadai
dalam hukum perdata, di samping berprinsip tolong menolong juga menarik
keuntungan melalui sistem bunga atau sewa modal yang ditetapkan di muka.
Dalam hukum lslam tidak dikenal "bunga uang", dengan demikian dala~n
transaksi rahn (gadai syari'ah) pemberi gadai tidak dikenakan tambahan
pembayaran atas pinjaman yang diterimanya. Namun demikian masih
dimungkinkan bagi penerima gadai untuk memperoleh imbalan berupa sewa
tempat penyimpanan marhun (barang jaminanlagunan).**

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpul-
kan bahwa ar-rahn (gadai) ialah suatu sistem muamalah dimana pihak yang
satu memberikan pinjaman dan pihak yang lain menyimpan barang berharga
atau bernilai sebagai jaminan atas pinjaman terhadap orang yang menerirna
gadai.

Secara tegas m-rahn (gadai; adalah memberikan suatu barang untuk
ditahan atau dijadikan sebagai jaminanlpegangan manakala salah si pem in-
jam tidak dapat mengembalikan pinjamannya sesuai dengan waktu yang
disepakati dan juga sebagai pengikat kepercayaan di antara keduanya, agar si
pemberi pinjaman tidak ragu atas pengembalian barang yang dipinjarnnya.

Ar-rahn merupakan mashdar dari rahana-yarhanu-rahnun; bentuk
pluralnya rihdn[un], ruhtin[un] dan ruhun[un]. Secara bahasa artinya adalah
ats-tsubiit wu ad-dawdm (tetap dan langgeng); juga berarti ol-buhs
(penahanan).2"

Secara syar'i, ar-rahn (agunan) adalah harta yang dijadikan jaminan
utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan harganya oleh pihak yang wajib
membayarnya, jika dia gagal (berhalangan) menunaikannya.

Gadai dalam Bahasa Arab diistilahkan dengan rahn dan dapat juga
dinamai dengan al-hasbu. Secara etimologis rahn berarti "tetap atau lestari"
sedangkan al-hasbu berarti "penahanan".24 Menurut bahasa, "ruhn"berarti
pemenjaraan. Misa lnya perkataan rnereka (orang Arab), "rahunusysyui-u"

'I Ihid., hal. I50
Perum Pegiidaian. Munuul Oyerusi Ilnir hyunan (iadai Syuriah, hal. I dari 2

23 Lihat: Ibn Muflih al-Hanbali, a/-Mubdi'. IVD13, at-Maktab al-lslami. Reir~~1t.400 : Muhammad hin
Ahmad ar-Ramli al-Anshari. Ghrjah al-Baydn Syarh Zabidi ihn Rustin. 11193. Liar al-Ma'rifah.

'' Beirut. tt; Abu Abdillah al-Maghribi, Mmvihib 01-Jalil, VD. Dar al-Fikr. Bein~tc. et. ii. 1398.
Rachmat Syafe'i. Fiqh Muumulah, Pustaka Setia, Bandung, 2000, hal. 159

16 HukumGodoiSyariah

artinya apabila sesuatu itu terus menerus dan menetap. Rahn, dala~nbahasa
Arab, memiliki pengertian "tetap dan k ~ n t i n ~ u " . ~ '

Dalam bahasa Arab dikatakan bahwa' bWI bgl apabila tidak

mengalir, dan kata %31jbermakna nikmat yang tidak putus. Ada yang

menyatakan, kata "rahn" bermakna "tertahan", dengan dasar firman Allah,

Artinya:

"Tiap-tiap diri bertanggung jawab (tertahan) atm perbuutan yung telah
dikerjakannya. " (Qs. Al-Muddatstsir: 38).

Pada ayat tersebut; kata "rahinah" bermakna "tertahan". Pengertian
kedua ini hampir sama dengan yang pertama, karena yang tertahan itu tetap
di tempatnya.26

Ibnu Faris menyatakan, "Huruf ra', ha', dan nun adalah asal kata
yang menunjukkan tetapnya sesuatu yang diambil dengan hak atau tidak.
Dari kata ini terbentuk kata 'ar-rahn', yaitu sesuatu yang digadaikan."27

Adapun definisi rahn dalam istilah syariat, dijelaskan para ulama
dengan ungkapan, "Menjadikan harta benda sebagai jaminan utang, agar
utang bisa dilunasi dengan jaminan tersebut, ketika si peminjam tidak
mampu melunasi utangnya". 28 Atau harta benda yang dijadikan jaminan
utang untuk melunasi (utang tersebut) dari nilai barang jaminan tersebut,
apabila si peminjam tidak mampu melunasi ~ t a n ~ n ~ a . " . ~ ~

"Memberikan harta sebagai jaminan utang agar digunakan sebagai
pelunasan utang dengan harta atau nilai harta tersebut, bila pihak berutang

''tidak mampu melunasinya."

Sedangkan Syekh al-Basaam mendefinisikan ar-rahn sebagai
jaminan utang dengan barang yang memungkinkan pelunasan utang dengan

l5 Lihat: Kitab Taudhih al-Ahhm min Buhrgh al-Maram, Syekh Abdullah Al Bassam, cetakan kelima.

'" tahun 1423. Maktabahal-Asadi, Makkah. KSA, 41460.
Lisan al-Arab. karya lbnu Mandzur pada kata "rahana". dinukil dari kitah AI-Fiqh at-Muyassar,

Qislnul Mu'amalah. Prof Dr Abdullah bin Muhammad ath-Thayar. Prot Dr. Abdullali bin
Muhammad al-Muthliq. dan Dr. Muhammad bin lbrahim Alu Musa cetalian pzrtama. tahun IJ25t1.
Madar al-Wathani lin Nasyr. Riyadh. KSA. hal. 1 15.
27 Mu(iam Maquyis 01-Lzighah: 21452. dinukil dari Ahhats Hai'at Kihar al-IJlama hi1 Ma~nlaltahal-

Arahiyah as-Su'udiyah. disusun oleh al-Amanah al-'Amah Lihai'at Kibar al-lllaiiia. celakan pertarnil.

'' tahun 1422 H. 61102.
Lihat: Al-Majmu' Syarhul Muhackab. Imam Nawawi. dengan penyempurnaan Muhamma Najich al-

" Muthi'i. cetakan tahun 1419 H. Dar lhya at-Turats al-'Arahi. Bein~t.121299-300.
Lihat: M~rghni,lbnu Qudamah, tahqiq Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin at-Turki dan Abdul Fatali
Muhammadal-Hulwu. cctakan kedua. tahun 1412 H, penerbit Hajar. Kairo. Mzsir. 61443.
'I' Lihat: AI- Wajiz,fi Fiqkis Sunnah ival Kitab al-'Aziz.

Tinjouan Umurn Godoi Syorioh 17

barang tersebut atau dari nilai barang tersebut, apabila orang yang berutang
tidak lnampu ~ n e l u n a s i n ~ a . ~ '

Pengertian "tetap" dan "kekal" dimaksud, mel-upakan makna yang
tercakup dalam kata al-habsu, yang berarti menahan. Kata ini merupakan
makna yang bersifat materiil. Karena itu, secara bahasa kata ur-rahn berarti

"menjadikan sesuatu barang yang bersifat materi sebagai pengikat tan^".^'

Tolong-menolong dalam bentuk pinjaman, hukum Islarn mengajar-
kan agar kepentingan kreditur jangan sampai dirugikan. Oleh karena itu,
harus ada jaminan barang dari debitur atas pinjaman yang diberikan oleh
kreditur. Sehingga apabila debitur tidak mampu melunasi pi~~jamannya,
barang jaminan itu dapat dijual sebagai penebus pinjaman. Konsep inilah
dalam Fiqih Islam dikenal dengan istilah rahn atau gadai.3"

Secara etimologi rahn berarti (tetap dan lama) yakni tetap atau
berarti (pengekangan dan keharusan), sedangkan menurut ter~ninologi
syara'rahn artinya "Penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga
dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut".

Pengertian gadai (rahn) secara bahasa seperti diitngkapkan di atas
adalah tetap, kekal, dan jaminan, sedangkan dalam pengertian istilah adalah
menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan
dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus. Namun,
pengertian gadai yang terungkap dalam Pasal 1 150 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai
piutang atas suatu barang bergerak, yaitu barang bergerak tersebut diserah-
kan kepada orang yang berpiutang oleh orang yang mempunyai utang ata~t
orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Karena itu, makna gadai
(rahn) dalam bahasa hukum perundang-undangan disebut sebagai barang
jaminan, agunan, dan rungguhan. Sedangkan pengertian gadai (rahn) dalam
hukum Islam (syara') adalah menjadikan suatu barang yang mempitnyai
nilai harta dalam pandangan syara' sebagai jaminan utang, yang memitng-
kinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari barang tersebut.""

Jadi menurut istilah syara', yang dimaksud dengan ruhn ialah men-
jadikan suatu benda bernilai menurut pandangan ,syuru ' sebagai tanggungan
utang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan i~ L Isclitrit1 atau

"' Taudhih ul-Ahkam Syarah Bulugh aCMaram: 41460.
Zainuddin Ali. Hukum Gadai Syariuh, Sinar Grafika. Jakarta. 2008. ha1 I
"' Heri Soedarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi Dan Ilustrasi. Ekonisia, 2004. hal.

156.

" Ibid, hal. 2.

18 HukumGadoi Syorioh

sebagian utang dapat diterima." Dalam istilah syaru', kata ruhri ialah
memperlakukan harta sebagai jaminan atas utang yang dipinjam, supaya
dianggap sebagai pembayaran manakala yang berutang tidak sanggup melu-
nasi ~ t a n ~ n ~ a . ~ ~

Gadai dalaln hukum Islam disebut dengan Rahn yang berarti tetup,
kekal dan jaminan. Rahn dalam hukum positif Indonesia disebut dengan
barang jaminan, aguian, dan rungguhan. Dalam Islam ruhn merupakan
sarana saling tolong menolong bagi umat lslam tanpa adanya imbalanjasa.

Definisi rahn ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama
fiqh. Ulama madzhab Maliki mendefinisikan dengan "hurtayang dijudikan
pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat." Ulama madzhab
Hanafi mendefinisikan dengan "Menjadikan sesuutu (barang) sebugai
jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai penzbuyur
hak (piutang)tersebut, baik seluruhnya maupun sebugian".

Ulama madzhab Syafii dan Hanbali mendefinisikan rahn dalam arti
akad, "menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang yang dapul
dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak dapat
membayar utangnya".

Rahn d i tangan murtahin (pemberi utang, kreditor) hanya berfungsi
sebagaijaminan utang rahin (orang yang berutang, debitor). Barangjaminan
itu baru bisa dijualldihargai apabila dalam waktu yang disetiuui kedua belah
pihak, utang tidak bisa dilunasi oleh debitor. Oleh karena itu, hak kreditor
hanya terkait dengan barang jaminan apabila debitor melunasi utangnya.
Ulama fiqh mengemukakan bahwa akad rahn dibolehkan dala~nlsla~n
berdasarkan al-Qur'an (QS. A l Baqoroh,2:283) dan sunah Rasulullah.

UlamaJigh sepakat bahwa rahn bisa dilakukan dalam perjalanan dan
dalam keadaan hadir ditempat asal barang jaminan tersebut bisa langsung
dipegang (al-qobd) secara hukum oleh kreditor. Maksudnya, karena tidak
semua barang jaminan tidak dapat dipeganddikuasai oleh kreditor secara
langsung, maka paling tidak ada semacam pegangan yang dapat menjamin
bahwa barang dalam status ul-marhun (barang gadai). Misalnya, apabila
barangjaminan itu berbentuk sebidang tanah, maka yang dikuasai (at-qohd)
adalah sertifikat tanah tersebut.

Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah
atau rahin sebagai barang jaminan atau marhun atas utandpinjaman atau

"'" Hendi Suhendi, Fiqih MuamaluhhP, T Raia Grafindo Persada, 2002. hal. 105.
Fathul Bari V: 140 dan Manarus Sabil I. hal. 35 1

Tinjauan Umum Gadai Syariah 19

marhun bih yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis.
Dengan demikian, pihak yang menahan atau peneri~nagadai atau lnurtuhin
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil ke~nbaliseluruh atau sebagian

Menurut A.A. Basyir, rahn adalah perjanjian menahan sesuatu
barang sebagai tanggungan utang, atau menjadikan sesuatu benda bernilai
menurut pandangan syara' sebagai tanggungan marhun bih, sehingga
dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian i~tangdapat
diterima.'*

Menurut lmam Abu Zakariya Al Anshari,'rahn adalah menjadikan
benda yang bersifat harta untuk kepercayaan dari suatu marhun bih yang
dapat dibayarkan dari (harga) benda marhun itu apabila marhun bih tidak
d ibayar.39

Sedangkan Imam Taqiyyuddin Abu Bakar Al Husaini mendefinisi-
kan rahn sebagai akad/perjanjian utang-piutang dengan menjadikan marhun
sebagai kepercayaadpenguat marhun bih dan murtahin berhak menjual/
melelang barang yang digadaikan itu pada saat ia menuntut haknya. Barang
yang dapat dijadikan jaminan utang adalah semua barang yang dapat diper-
jualbel ikan,'artinya semua barang yang dapat dijual itu dapat digadaikan.

Berdasarkan definisi di atas, disimpulkan baliwa rahn itu merupakan
suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang memiliki nilai
harta menurut pandangan syara ' sebagai jaminan marhun bih, sehingga
rahin boleh mengambil marhun bih.

Pinjaman dengan menggadaikan marhun sebagai jaminan morhun
bih dalam bentuk rahn itu dibolehkan4', dengan ketentuan bahwa murtahin,
dalam ha1 ini Pegadaian syariah, mempunyai hak menahan marhun sampai
semua marhun bih dilunasi. Marhun dan manfaatnya tetap me~ijadimilik
rahin, yang pada prinsipnya tidak boleh dimanfaatkan murtahin, kecuali
dengan seizin rahin, tanpa mengurangi nilainya, serta sekedar sebagai peng-
ganti biaya pemeliharaan dan perawatannya. Biaya pemeliharaan dan pera-
watan marhun adalah kewajiban rahin, yang tidak boleh ditentukan berda-
sarkan jumlah marhun bih. Apabila marhun bih telah jatuh tempo, maka
murtahin memperingatkan rahin untuk segera melunasi marhun hih, jika

" Muhammad Syafi'i Antonio. Bank Syariali dari 'I'eori ke Praktik. Cetakati I. lieriasa~iia(iernl Ir~sil~ii :.. ,

Press dengan Tazkia Institute, U P . Jakarta: 2001. hal. 128.

"LX A.A. Basyir, Hukum Islam Tentang Riba. Utang-Piutang Gadai. Al-Ma'arif. Handung: 1983..lial. 50.
Chuziamah T. Yanggo dan Hafiz Anshari. Problematika Hukum lslani Kontemporer. Edisi 3.L.SIK.

Jakarta: 1997. hal. 60.
I" Fatwa DSN Nomor: 25lDSN-MU1/111/2002 tentang Rahn

20' HukumGodoiSyorioh

tidak dapat rnelunasi marhun bih, rnaka marhun dijual paksa ~nelaluilelang
sesuai syariah dan hasilnya digunakan untuk rnelunasi marhun bih, biaya
pemeliharaan dan penyimpanan marhun yang belurn dibayar, serta biaya
pelelangan. Kelebihan hasil pelelangan menjadi rnilik rahin dan kekurangan-
nya menjad i kewajiban rahin. "

Perjanjian gadai hanya dirnaksudkan agar kreditur percaya penuh
kepada debitur, rnisalnya tidak ada kernampuan untuk ~nembayarpersoalan
dapat diselesaikan. Selqin itu pernberi gadai secara tidak langsung masih
ingin rnemelihara pem i likan atas benda yang diserah kan. Dengan perjanjian
gadai 2 (dua) kepentingan sekaligus dapat terayorni, untuk kreditur akan ada
kepastian pelunasan utang akan tetapi jangan sarnpai ada indikasi untuk
rnenguasai objek gadai tersebut. Sedangkan untuk debitur ketika seseorang
mernbutuhkan uang atau barang tidak sampai rnenjual barangnya dengan
harga yang kurang.

Transaksi hukurn gadai dalarn fikih Islam disebut ar-rahn. Ar-rahn
adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tang-
gungan utang. Pengertian ar-rahn dalarn bahasa Arab adalah atstsubut wu
ad-dawam, yang berarti "tetap" dan "kekal", seperti dalarn kalimat maun
rahin, yang berarti air yang tenang. Hal itu, berdasarkan firman Allah Swt.
dalam QS. Al-Muddatstsir (74) ayat (38) yaitu "Setiap orang bertangpng
jawub atas apayang telah diperbuatnya." 42

Selain pengertian gadai (ruhn) yang dikemukakan di atas, Zainuddin
Al i lebih lanjut mengungkapkan pengertian gadai (rahn) yang diberikan oleh
para ahli hukum lslam sebagai berikut:

1. Ulama syafi'iyah mendefinisi kan sebagai berikut:

Rahn adalah menjadikan suatu barang yang biasa dijual sebagai jarninan
utang dipenuhi dari harganya, bila yang berutang tidak sanggup mem-
bayar utangnya

2. Ulama Hanabilah mengungkapkan sebagai berikut:

Rahn adalah suatu benda yang dijadikan kepercayaan suatu utang. untuk
dipenuhi dari harganya, bi la yang berharga tidak sanggup rnembayar
utangnya

' HB. Tamam Ali. dkk (Ed.). Ekonomi Syariah dalam Sorotan. Kerjasama Yayasan Amanah. MES.

dan PNM.Yayasan Amanah. Jakarta:2003. hal. 205.

" Rahmat Syafei. "Konsep Gadai: Ar-Rahn dalam Fikih lslam antara Nilai Sosial dan Nilai
Komersial". dalam Huzaimah T. Yanggo, Problernarika Hukum Islam Konremnporer Ill, (Jakarta:

Lembaga Studi lslam dan Kemasyarakatan, 1995, cet. 11, hal. 59.

Tinjauan h u m Gadai Sywiah 21

3. Ulama Malikiyah mendefinisikan sebagai berikut:

Rahn adalah sesuatu yang bernilai hartu (mutamawwal) yang diambil dari
pemiliknya untuk dijadikan pengikat atas utang yang tetap (mengikat).

4. Ahmad Azhar Basyir

Rahn adalah perjanjian rnenahan sesuatu barang sebagai tanggungan
utang atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara'
sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan
utang seluruh atau sebagian utang dapat diterirna.

5. Muhammad Syafi'I Antonio

Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabali
(rahin) sebagai barang jaminan (marhum) atas utangllpinjaman (murhz~n
bih) yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan
demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai (murtahin) memper-
oleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya.43

Berdasarkan pengertian gadai yang dikemukakan oleh para ahli
hukum Islam di atas, dapat diketahui bahwa gadai (rahn) adalah rnenahan
barat jaminan yang bersifat materi milik si peminjam (rahin) sebagai
jaminan atau pinjarnan yang diterimanya, dan barang yang diterima tersebut
bernilai ekonorni sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperolch
jarninan untuk mengarnbil kernbali seluruh atau sebagian utangnya dari
barang gadai dimaksud bila pihak yang menggadaikan tidak dapat menibayar
utang pada waktu yang telah ditentukan. Karena itu, tampak bahwa gadai
syariah merupakan perjanjian antara seseorang untuk menyerahkan harta
benda berupa emaslperhiasanl kendaraan danfatau harta benda lainnya seba-
gai jaminan danlatau agunan kepada seseorang danlatau lembaga pegadaian
syariah berdasarkan hukum gadai syariah; sedangkan pihak lembaga
pegadaian syariah menyerahkan uang sebagai tanda terima dengan jumlali
maksimal 90% dari nilai taksir terhadap barang yang diserahkan oleh
penggadai Gadai dimaksud, ditandai dengan mengisi dan menandatangani
Surat Bukti Gadai (Ruhn).

Jika memperhatikan pengertian gadai (rahn) di atas, niaka ta~npwk
bahwa fungsi dari akad perjanjian antara pihak peminjam dengan pihali yang
rneminjam uang adalah untuk memberikan ketenangan bagi pemilik uang
danlatau jamin keamanan uang yang dipinjamkan. Karena itu, ruhn pada

I' Muhammad Syati'i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Pruktik, Jakarta. tienla Ijisani Press. 2001.
hal. 128.

22 HukumGodoi Syorioh

prinsipnya merupakan suatu kegiatan utang piutang yang murni berfungsi
sosial, sehingga dalam buku Jigh rnu'amalah akad ini merupakan akad
tabarru 'atau akad derma yang tidak mewajibkan imbalan.

Ada yang menyatakan kata Rahn bermakna tertahan dengan dasar
firman Allah yakni "Tiap-tiap diri bertanggung jawab (tertahan) atas apa
yang telah diperbuatnya" (QS. 74:38) kata Rahienah bermakna tertahan.
Pengertian kedua ini hampir sama dengan yang pertama karena yang ter-
tahan itu tetap di tempatnya. lbnu Faaris menyatakan: Huruf Raa, Haa', dan
Nun adalah asal kata yang menunjukkan tetapnya sesuatu yang diambil
dengan hak atau tidak. Dari kata ini adalah kata Al Rahn yaitu sesuatu yang
digadaikan.

Adapun definisi Rahn dalam istilah Syari'at, dijelaskan para ulama
dengan ungkapgn menjadikan harta benda sebagai jaminan utang untuk
dilunasi dengan jaminan tersebut ketika tidak mampu melunasinya, Atau
harta benda yang dijadikan jaminan utang untuk dilunasi (utang tersebut)
dari nilai barang jaminan tersebut apabila tidak mampu melunasinya dari
orang yang berutang. memberikan harta sebagai jaminan utang agar diguna-
kan sebagai pelunasan utang dengan harta atau nilai harta tersebut bila pihak
berutang tidak mampu melunasinya.

Sedangkan Syeikh Al Basaam mendefinisikan, Al Rahn sebagai
jaminan utang dengan barang yang memungkinkan pelunasan utang dengan
barang tersebut atau dari nilai barang tersebut apabila orang yang berutang
tidak mampu rnelunasinya.

Ulamafzqh berbeda pendapat dalam mendefinisikan rahn (gadai):

1. Menurut ulama Syafi'iyah

"Menjadikan suatu benda sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan
pembayar ketika berhalangan dalam membayar utang".

2. Menurut ulama Hanabilah:

"Harta yang dijadikan jaminan utang sebagai pembayar harga (nilai)
utang ketika yang berutang berhalangan (tak mampu) rnenibayar utang-
nya kepada pemberi pinjaman".

Berdasarkan definisi-definisi di atas, terdapat kesatnaa~iyaiti~seba-
gai jaminan utang. Ada penekanan bahwa tidak dapat berbentuk manfaat
karena suatu manfaat bisa hilang dan sukar memberi nilai yang pasti
sehingga tidak dapat dijadikan jaminan utang. Hal ini tentu sedikit berbeda
dengan apa yang digagas oleh Malikiyah yang memperkenalkan agunan
dengan manfaat atau prestasi.

Tinjauan Umum Gadai Sywiah 23

2. Sifat Gadai Syarib

Secara umum rahn (gadai) dikategorikan sebagai akad yang bersi'fat derma
sebab apa yang diberikan penggadai (rahin) kepada penerima gadai
(murtahin) tidak ditukar dengan sesuatu. Yang diberikan murtahin kepada
rahin adalah utang, bukan penukar atas barang yang digadaikan.

Rahn juga termasuk akad ainiyah, yaitu dikatakan sempurna sesudah
menyerahkan benda yang dijadikan akad, seperti hibah, pinjam-meminjam,
titipan dan qirad. Semua termasuk akad tabarru (derma) yang dikatakan
sempurna setelah memegang (al-qabdu), sesuai kaidah (tidak sempurna
tabarru, kecuali setelah pemegangan).

3. Rukun Gadai Syariah

Kesepakatan tentang perjanjian penggadaian suatu barang sangat terkait
dengan akad sebelumnya, yakni akad utang piutang (al-Dain), karena tidak
akan terjadi gadai dan tidak akan mungkin seseorang menggadaikan benda
atau barangnya kalau tidak ada utang yang dimilikinya.

Utang piutang itu sendiri adalah hukumnya mubah bagi yang ber-
utang dan sunnah bagi yang mengutangi karena sifatnya menolong sesama.
Hukum ini bisa menjadi wajib rnanakala orang yang berutang benar-benar
sangat m e m b ~ t u h k a n n ~ a . ~ ~

Meskipun hukumnya adalah mubah, namun persoalan ini sangaf
rentan dengan perselisihan, karena seringkali seseorang yang telah memin-
jam suatu benda atau uang tidak mengembalikan tepat waktu atau bahkan
meninggalkan kesepakatan pengembalian dengan sembunyi atau pergi jauh
menghilang entah kemana sehingga si pemberi utang pun merasa ditipu dan
dirugikan.

Karena pertimbangan di atas, ataupun pertimbangan lain yang belum
dapat diketahui oleh umat manusia, maka sangat relevan sekali jika Allah
melalui wahyu-Nya rnenganjurkan agar akad utang piutang tersebut ditulis,
dengan menyebutkan nama keduanya, tanggal, serta perjanjian pengem-
balian yang menyertainya, penulisan tersebut dianjurkan lagi untuk
dipersaksikan kepada orang lain, agar apabila terjadi kesalahan di kemudian
hari ada saksi yang meluruskan, dan tentunya saksi tersebut harus adil.
Dalam penerapannya saaf ini, penulisan tersebut biasanya dikuatkan pula
dengan materai agar mempunyai kekuatan hukum, atau bahkan disahkan
melalui seorang notaris.

* Zainuddin dan Muhammad Jamhari, op.cit..,hd. 18 HukmGadai Syoriah

24

Selain itu pula, Allah juga menganjurkan (sunnah)untuk memberi-
kan barang yang bernilai untuk dijadikan sebagai jaminan (gadai) bagi si
pemberi pinjaman. Kemudian dituliskan segala kesepakatan yang diambil
sebelum melakukan pinjam meminjam dengan gadai. Barang yang dijadikan
sebagai gadai (iaminan) tersebut hams senilai dengan pinjaman atau bahkan
nilainya lebih dari nilai besarnya pinjaman, barang tersebut dipegang oleh
yang berpiutang. Ayat tersebut sebagaimana yang telah dikutip sebelumnya,
yakni:

Terjemahnya:

"Jika kamu dalam perjalanan ( d m bermu'amalah tidak' secara tunai) '
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggunganyang dipegang (olih yang berpiutang). Akan tetapijika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) don hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu @ara sahi)
menyembunyikan persahian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya.
maka sesung&nya ia adalah orangyang berdosa hatinya; dan Allah Maha
Mengetahui apayang kamu keijakan".45

. Menurut tinjauan Islam berdasarkan ayat tersebut bahwa dasar
hukum gadai adalahjaiz (boleh) menurut al-kitab, as-sunnah dan ijma.46

+Kata pada ayat tersebut di atas secara lughat berarti perjalanan,

namun secara maknawi berarti perjalanan yang di dalamnya terjadi

muamalah tidak secara tunai.

- Adapun kata i r e L -e secara lughat hendaklah ada

barang tanggungan yang dipegang. Barang tanggungan yang dimaksud

adalah gadai yang harus dipegang oleh orang yang berpiutang. Kemudian

jika kamu tidak percaya, artinya jika kamu satu sarna lain tidak percaya

mempercayai sedang kamu berada dalam safar dan tidak ada penulis, maka

1s DeparternenAgarna RI, 1oc.ci1.
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnuh I2 (Cet. I; Bandung: PT. Al-Ma'arif. 1987), hal. 150
'

Tinjouon Umwn Godoi Syorioh 25

hendaklah yang berutang mqmberikan barang (gadai) sebagai jaminan, maka
hendaklah yang berutang memberikan barang sebagai jaminan, bahwa dia
benar-benar berutang dan akan membayar utangnya.

Ayat ini tidak mensahkan hukum yang menyuruh membuat surat

utang di waktu tidak saling mempercayai, karena membuat s~lratketerangan

utang diwajibkan agama kecuali di kala safar tidak ada penulis, maka

hendaklah yang berutang memberikan barang sebagai jaminan. berarti

Dan kata i ~ ~ d l l 4 5 >j YJ~I l & S 4j $i

didasarkan dosa kepada hati (jiwa) adalah karena menyembunyikan

kesaksian adalah perbuatan hati, dan perbuatan hati itu sekali-kali tidak

tersembunyi bagi ~ l l a h . ~ ~

Dalil dari as-sunnah, salah satu hadis Rasul saw. disebutkan:

Artinya:

"Dari Aisyah r.a berkata: Bahwa Rasul saw pernah membeli bahan
makanan dari seorang Yahudi secara mengutang kemudian beliau mening-
galkan (menggadaikan) baju besi belim sebagaijaminan utangnya".48

Para ulama telah sepakat bahwagadai itu boleh, mereka tidak pernah
rnempertentangkan kebilehannya. Demikian pula landasan hukurnnya.
~ u m h u rherpendapqt bahwa gadai.itu disyafigtkan pada waktu tidak beper-
gian dan waktu beypergian. Hal ini berorientasi terhadap perbuatan Rasul
saw. yang dilakukan terhadap orang Yahudi di Madinah.

Mujahid, Adh Dqhhak dan semya penganutnyalpengikutnya Mazhab

Az-Zahiri berpendapat, bahwa rahnun itu tidak diisyaratkan kecuali pada

saat bqpergian. Ini juga berdali! kepada landasan hukum dalam al-Qur'an

pada surah a l - ~ a ~ a r aahyat 283, sebagaimana telah disebutkan sebelum-
nya.49

Keteykaitan antara utang piutang dengan gadai, adalah ketika di
antara perninjam dan yang memberikan pinjaman tidak terjadi saling

perGaya, atau kepercayaan tersebut disertai dengan syarat, atau untuk
menguatkan kepercayaan diantara keduanya, maka di situlah fungsi dari
gadai. Jadi, selama keduanya masih saling percaya, maka gadai tersebut
tidak merupakan dianjurkan, dalam artian akad pinjam meminjam tersebut
tetap sah, meskipun tanpa disertai dengan barang gadai.

" Hashi AshShiddieqy. IbBir a/-Bayan.(Jakarta: Bulan Bintang. 1984). hal. 278
' V a y y i d Sabiq. op. cit.. hal. 140.

'' /bid., ha!. I41

26 HukwnGodaiSyariah

Berdasarkan keterangan ayat dan penjelasan di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa hukum gadai adalah sunnah yang sangat dianjurkan
(sunnah muakkadah), karena keberadaannya sangat besar pengaruh terliadap
kepercayaan antara kedua belah pihak, menghindari adanya penipuan dan
adanya pihak yang dirugikan.

Dalam menjalankan pegadaian syariah, pegadaian harus memenuhi
rukun gadai syariah. Rukun gadai tersebut antara lain5':

1 . Ar-Rahin (yang menggadaikan)

Orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang
yang digadaikan.

2. Al-Murtahin (yang menerima gadai)

Orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan
modal dengan jaminan barang (gadai).

3. Al-Marhdrahn (barang yang digadaikan)
Barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapat-
kan utang.

4 . A/-Marhun bih (Utang)

Sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya
tafsiran marhun.

5 . Shighat, Ijab dan Q a b d

Kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan transaksi
gadai. Padg dasarnya pegadaian syariah berjalan di atas dua akad transaksi
yaitu:

1. Akad Rahn. Yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Dalam akad gadai syariah disebutkan bila jarlgka waktu akad
tidak diperpa~jang maka penggadai menyetujui agunan (tvurhun)
miliknya dijual oleh murtahin.

Jadi Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang
menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau

" Heri Sudanono. Bank dun Lembaga Kercungan Syariah Deskripsi dun Ilrrsrrrsi. Ekonisi;~.
Yogyakatta 2003, hal. 160

Tijoun Qmm Godai Sydoh 27

sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian rnenahan barang
bergerak sebagaijarninan atas utang nasabah.

2. Akad Ijarah rnerupakan akad pemindahan hak guna atas barang dan atau
jasa melalui pernbayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barangnya sendiri. Melalui akad ini dirnungkinkan bagi
pegadaian untuk menarik sewa atas penyirnpanan barang bergerak milik
nasabah yang telah melakukan akad.
Akad Ijarah. Yaitu akad pernindahan hak guna atas barang dan atau jasa
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepernilikan atas barangnya sendiri.
Menurut Sayyid Sabiq, bahwa gadai itu baru dianggap sah apabila

memenuhi empat syarat yaitu:
1. orangnya sudah dewasa
2. berfikiran sehat
3. barang yang digadaikan sudah ada saat terjadi aqad gadai
4. barang gadaian dapat diserahkan atau dipegang oleh penggadai barang

atau benda yang dijadikan jarninan itu dapat berupa emas, berlian dan
benda bergerak lainnya dan dapat pula berupa surat-surat berharga (surat
tanah, rumah)

Jika semua ketentuan tadi terpenuhi, sesuai dengan ketentuan
syariah, dan dilakukan ol'eh orang yang layak rnelakukan tasharruf, rnaka
akad ar-rahn tersebut-sah.

Harta yang diagunkan disebut al-marhtin (yang diagunkan). Harta
agunan itu hams diserahterimakan oleh ar-rdhin kepada a!-murtahin pada
saat dilangsungkan akad rahn tersebut. Dengan serah terima itu, agunan
akan berada di bawah kekuasaan al-murtahin. Jika harta agunan itu terrnasuk
harta yang bisa dipindah-pindah seperti TV dan barang elektronik, perhiasan,
dan sernisalnya, maka serah terimanya adalah dengan rnelepaskan barang
agunan tersebut kepada penerima agunan (al-murtahin). Bisa juga yang
diserahterimakan adalah sesuatu dari harta itu, yang rnenandakan berpin-
dahnya kekuasaan atas harta itu ke tangan al-murtahin, jika harta tersebut
merupakan barang tak bergerak, seperti rurnah, tanah dan lain-lain.

Harta agunan itu haruslah harta yang secara syar'i boleh dan sah
dijual. Karenanya tidak boleh mengagunkan khamr, patung, babi, dan
sebagainya. Harta hasil curian dan gasab juga tidak boleh dijadikan agunan.
Begitu pula harta yang bukan atau belum rnenjadi rnilik ar-rdhin karena

28 HukumGodoiSyorioh

Rasul saw. telah melarang untuk menjual sesuatu yang bukan atau belum '

menjadi milik kits.''

Dalam akad jual-beli kredit, barang yang dibeli dengan kredit
tersebut tidak boleh dijadikan agunan. Tetapi, yang harus dijadikan agunan
adalah barang lain, selain bar ang yang dibeli (al-mabi? tadi.

Akad ar-rahn (agunan) merupakan tawtsiq bi ad-dbn, yaitu agar al-
murtahin percaya untuk memberikan utang (pinjaman) atau bermuamalah
secara tidak tunai dengin ar-rdhin. Tentu saja itu dilakukan pada saat akad
utang (pinjaman) atau muamalah kredit. Jika utang sudah diberikan dan
muamalah kredit sudah dilakukan, baru dilakukan ar-rahn, maka tidak lagi
memenuhi makna tawtsiq itu. Dengan demikian, ar-rahn dalam kondisi ini
secara syar'i tidak ada maknanya lagi.

Pada masa Jahiliah, jika ar-rdhin tidak bisa membayar utang
(pinjaman) atau harga barang yang dikredit pada waktunya, maka barang
agunan langsung menjadi milik al-murtahin. Lalu praktik Jahiliah itu
dibatalkan oleh Islam. Rasul saw. bersabda:

((c&-, a '&>&-y\*L S G J I '&y))

Artinya:

"Agunan itu tidak boleh dihalangi dari pemiliknya yang telah
mengagunkannya. la berhak atas kelebihan (manfaat)-nya dan wajib
menanggung kerugian @enyusutan)-nya ". (HR as-Syafii, al-Baihaqi, al-
Hakim, Ibn Hibban dan ad-Daraquthni)

Karena itu, syariat Islam menetapkan, al-murtahi4 boleh menjual
barang agunan dan mengambil haknya (utang atau harga kredit yang belum
dibayar oleh ar-rdhin) dari hasil penjualan tersebut. Lalu kelebihannya harus
dikembalikan kepada pem i liknya, yakni ar-rdhin. Sebaliknya, j ika masih
kurang, kekurangan itu menjadi kewajiban ar-rdhin. Hanya saja, Imam al-
Ghazali, menegaskan bahwa hak al-murtahin untuk menjual tersebut harus
dikembalikan kepada hakim, atau izin ar-rbhin, tidak serta-merta boleh
langsung menjualnya, begitu ar-rcihin gagal membayar utang pada saat jatuh
temponya.'*

Atas dasar ini, muamalah kredit motor, mobil. rumah, barang
elelctronik, dan sebagainya saat ini, yang jika pembeli (debitor) tidak bisa
melunasinya, lalu motor, mobil, rumah atau barang itu diambil begitu saja

' Reul bersabda "Ld tabi'ma laysa .indaka (Jangan engkaujual apa yang bukan milikmu) (HR Ahu

Dawud, an-Nasai, Ibn Majah, at-Tirmidzi. Ahmad dan at-Baihaqi).
Abu H m i d al-Ghazali, al-Wasith, 1111520, Dar as-balm, Kairo. 1417 H.

oleh pemberi kredit (biasanya perusahaan pembiayaan, bank atau yang lain),
jelas menyalahi syariah.-~uamalahyang.demikian adalall batil, karenanya
tidak boleh dilakukan.

4. Hakikat dan Fungsi Gadai Syariah

Islam membawa pemahaman yang membentuk pandangan hidup tertenti~
dan garis hukum yang global. Karenanya, guna menjawab setiap nasala ah
yang timbul, peran hukum Islam dalam konteks kekinian diperlukan.
Kompleksitas masalah umat seiring dengan berkembangnya zaman membuat
hukum Islam harus menampakkan sifat elastisitas dan fleksibelitasnya guna
memberi manfaat terbaik, dan dapat memberikan kemaslahatan kepada umat
Islam khususnya dan ~nanusiaumumnya tanpa meninggalkan prinsip yang

ditetapkan syariat slam.^^

Mendasarkan kemaslahatan itu, Islam mengajarkan kepada umatnya
untuk hidup membantu, yang kaya membantu yang miskin. Bentuk saling
membantu ini, dapat berupa pemberian tanpa ada penge~nbalian(berfungsi
sosial), seperti zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS) ataupun berupa pinjaman,
yang harus dikembalikan kepada pemberi pinjaman, minimal mengem-
balikan pokok pinjamannya.

Berbicara mengenai pinjam-meminjam ini, Islam membolehkan baik
melalui individu maupun lembaga keuangan. Salah satu lembaga itu, berupa
lembaga keuangan syariah (LKS), Pegadaian Syariah. Salah satu produk
LKS adalah 'pembiayaan', dalam hukum Isla'm kepentingan kreditur itu
sangat diperhatikan, jangan sampai dirugikan. Karenanya, dibolehkan
meminta 'barang' dari debitur sebagai jaminan utangnya. Dalam dunia
finansial, barang jaminan ini biasa dikenal dengan objek koleteral atau
barang gadai dalam Gadai Syariah.

Gadai sebagai salah satu kategori dari perjan-jian utang-piutang,
untuk suatu kepercayaan dari kreditur, maka debitur menggadaikan barang-
nya sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Barang jaminan tetap ~nilik
penggadai, namun dikuasai penerima gadai. Praktik seperti ini telah ada
sejak zaman Rasulullah Saw, dan pernah melakukannya pula. Seperti
sabdanya "Nabi Saw pernah menggadaikan baju besinya kepada orang
Yahudi untuk ditukar dengan gandum. Lalu orang Yahudi itu berhtu:
"Sungguh Muhammad ingin membawa lari hartaku", Rasulullah Suw.
kemudian menjawab: "Bohong!Sesungguhnya Aku. orang yang jujur di atus

'' Muhammad dan Sholikhul Hadi. Pegadaian Syariah: S1tahr Altrrnoi~/'Kon.~/nrks.Yiis/etn Pegudaiun

Nusionul. Edisi 1, Salemba Diniyah. Jakarta: 2003, hal. 2.

30 HukumGadaiSyoriah

bumi ini dun di langit. Jika kamu berikan amanut kepadaku, pasti Aku
tunaikan. Pergilah kalian dengan bnju besiku rner~emuin~c~."~~

Mengenai teknis Gadai Syariah, maka secara teknis mekanisme
operasional dapat dilakukan lembaga tersendiri, seperti Pegadaian Syariah,
baik sebagai lembaga gadai swasta maupun pemerintah. Hadirnya Pegadaian
Syariah ini sebagai sebuah lembaga keuangan formal berbentuk unit dari
Perum Pegadaian, bertugas menyalurkan pembiayaan dalam bentuk pem-
berian pinjaman kepada masyarakat membutuhkan berdasarkan hukum gadai
syariah perlu mendapatkan sambutan positif. Dalam gadai syariah yang
terpenting dapat memberikan kemaslahatan sesuai dengan harapan
masyarakat dan menjauhkan diri dari praktik riba', qimar (spekulasi),
maupun gharar (ketidaktransfaranan) yang berakibat adanya ketidakadilan
dan kedzaliman pada masyarakat dan nasabah.

Saat ini, Pegadaian Syariah sudah beroperasi selama dari 2 tahun.
BMI berbentuk aliansi dan kerjasama (musyarakah) pembiayaan dengan
Perum Pegadaian, di mana BMI sebagai penyandang dana, sedangkan Perurn
Pegadaian sebagai pelaksana ~~erasionaln~aK.o'~ndisi demikian dikarena-
kan belum adanya regulasi yang membolehkan, selain Perum Pegadaian
membuka kantor gadai syariah. Secara jaringan, jumlah kantor Pegadaian
syariah saat ini terdapat di 9 kantor wilayah dan 22 PULS, terutama di kota
besar di ~ndonesia,'~dan 15 oficer gadai syariah. Ke-22 PULS itu,
berbentuk aliansi sinergi antara BMI dan Perum Pegadaian, dan direncana-
kan akan dibuka lagi jaringan kantor 40 PULS, yang mengkonversi cabang
konvensional ke'gadai syariah di Indonesia. Artinya jumlah tersebut baru 2,9

B% s ja, apabila dibandingkan dengan total jaringan kantor Perum Pegadaian

yang berjumlah 739 cabang, yang tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan
22 PULS yang telah beroperasi setahun ini, laba kotor yang dihasilkan
selama tahun 2003 sebesar Rp 3.5 miliar dan dana yang telah disalurkan
untuk pembiayaan (omzet) sebesar Rp 40 mi liar."

Dalam operasionalnya, sebenarnya LKS gadai syariah dapat
digunakan sebagai fungsi sosial (bersifat konsumtif), yang sifatnya mende-
sak, di samping fungsi komersil (bersifat produktif).58Namun, implel-nen-

'' Sabiq, Sayyid, FiqhStnnah. Jilid 12, Al Ma'arif. Bandung: 1996, hal. 139.
'' Sasli Rais. Membangunkan Gadai Syariah yang Berpihak Ekonomi Lemah. Artikci, beluln

dipublikasikan, Jakarta:Nopember 2003.
Y' Berdasarkan data yangdiperoleh darii Bagian Divisi Syariah Perum Pegadaian Pusat Jakarta.

'' Republika, Kamis. 08 Januari 2004.
'' ~uharnmadAkram Khan. Economic Teaching ofpropher Muhammad: A Select A n r h o l o ~qt'H~~dith

Li1eramrc;on Economics. diterjernahkan Team Bank Muamalat Jakarta: IWh. hal. 179-184.

Tinjauan h u m Gadai Syariah 31

tasinya, ads indjkasj gadai syariah masih didominasi sifatnya fiingsi
komersil-produktif, meskipun apabila mengkaji latarbelakang skim gadai ini,
baik secara implisit maupun eksplisit berpihak dan tertuju kepentingan
fungsi sosial (kebutuhan sehari-hari).

Karena dasarnya Islam memandang bahwa manusia itu sebagai
individu memiliki kebutuhan hidup asasifprimer, berupa pangan, sandang,
dan papan yang membutuhkan pemenuhan yang tidak dapat ditunda ~ a g i . ' ~
Sebagaimana dijelaskan dalam hadits diriwayatkan Bukhari, Ahmad Nasa'i
dan Ibnu Majah "DariAisyah r.a. bahwa Rasulullah Saw. rnembeli makanun
dari seorang Yahudi dun 'menjaminkan'kepadanya baju besi "

~ e m i k i a npula halnya dengan hadits yang diriwayatkan Bukhari,
Ahmad Nasa'i dan lbnu Majah, bahwasannya "Dari Anus r.a. berkata:
'Rasulullah 'menggadaikan' baju besinya kepaQa seorang Yahudi di
Madinah dun mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau ".

Berdasarkan hadits di atas, maka fungsi sosial-konsumtif itu jelas
tersirat dan tersurat, artinya gadai syariah dasarnya untuk kepentingan yang
sifatnya mendesak, seperti keperluan hidup sehari-hari (konsumsi, pendi-
dikan, dan kesehatan) yang sangat dibutuhkan masyarakat strata sosial
ekonominya dalam golongan berpendapatan menengah-bawah dan bersifat
mendesak, bukan yang sifatnya untuk usaha yang sifatnya komersil-
produktif, yang notabene ha1 itu relatif untuk orang yang masuk golongan

berpendapatan menengah ke atas. -

Dalam mekanisme operasionalnya gadai syariah juga masih relatif
ada kecenderungan berpihak kepentingan golongan berpendapatan mene-
ngah ke atas tersebut. Pegadaian Syariah sendiri masih mau menerima gadai,
apabila barang jaminannya berupa emas dan sejenisnya, yang kemungkinan
masyarakat golongan ekonomi bawah mampu memilikinya.

Padahal dalam konsep ekonomi Islam, semua barang, baik itu
bergerak maupun tidak bergerak yang memiliki 'nilai ekonomis' dapat
dijadikan barangjaminan, ketika melakukan akad rahn.

Tidak seperti bank syariah, BPRS maupiln BM'T, maka keberadaaii
Pegadaian Syariah masih terbatas, sehingga apabila gadai syariah dalain
operasionalnya masih melaksanakan dengan model seperti itu, maka sebe-
narnya gadai syariah seakan melenceng dari tujuan didirikannya Pegadaiaii
sendiri yang berusaha mengeliminir keberadaan rentenir, pengijon, dan gadai

" ' A b d u m h m a n Maliki. As-Siyasalu ul-lqlishadiyulri a/-Mutsla.diterjemahkan Ibnu Sholah. C'etakan
Pertarna. Al-lzzah. Bangil: 2001. ha]. vi.

32 HukumGadoi Syorioh

illegal, dimana kemampuan ~nereka membaca kebutuhan masyarakat
ekonomi lelnah untuk lnendapatkan dana cepat dan tanpa janiinan, nieskipun
dikenakan biaya bunga terkadang di luar nalar pe~nikiranjernili, yang
kemungkinan kesulitan pengembaliannya akan berjalan lancar, semua it11
jauh dari prinsip syariah.

Oleh karena itu, mungkin kita tidak dapat menyalahkan masyarakat,
apabila mereka kembali kepada rentenir, pengijon dan gadai ilegal tersebut.
Apabila gadai syariah maiz belum mampu meng-cover kepentingan
masyarakat golongan sosial ekonomi yang berpendapatan rendah tersebut,
dan tetap memberikan ketentuan hanya 'emas dan sejenisnya' yang masih
diperbolehkan dijadikan barang gadai.

Padahal Perum Pegadaian sendiri, mengapa ~nasihbelum berkei-
nginan mengubah statusnya dari Perum menjadi Persero, karena
komitmennya yang masih tinggi terhadap kepentingan golongan ekonolni
lemah tersebut, sebagai pangsa sasaran dari awal didirikan, dan tetap
memperhatikan sebab mengapa suatu 'Pegadaian' didirikan, yang masih
memberikan pinjaman kepada nasabahnya dalam jumlah Rp20.000 dan
menerima barang gadai lain di luar 'emas'.60

~ e s k i p u nPerum Pegadaian masih tetap menerapkan kebijakan
seperti itu, namun masih memiliki risiko kredit macet atau non performing
loan (NPL) kecil, hanya 1%. Kecilnya kerugian di Pegadaian tersebut,
dikarenakan dalam operasionalnya, Pegadaian memperoleh pendapat dari
biaya administrasi dan jasa-jasa lain, seperti jasa taksiran barang (tidak
hanya berupa ems), jasa penyimpanan barang, dan lainnya, serta pelelangan
barang gadai, sehingga adanya barang jaminan ini sangat membantu
mendapatkan kembali pinjaman tersebut.

Dalam perekonomian Indonesia, dikenal lembaga pembiayaan yalig
dapat digunakan alternatif sumber dana, yaitu gadai syariah. Gadai syariah
sebagai lembaga pinjaman langsung di bawah P e r ~ ~ mPegadaian, dengan
pengawasan Depkeu dan DSN-MUI, menyalurkan dananya atas dasar
hukum gadai syariah, meneriina jaminan barang bergerak. Persyaratan
ringan, prosedur sederhana, dan pelayanan cepat sebagai cirinya gadai
syariah.

Sesuai tujuan awal Pegadaian memberantas lintah darat, renteiiir,
praktik gadai gelap, yang memberatkan masyarakat kecil, sehingga peng-
guna jasa gadai syariah sebagian besar masyarakat yang ~nemilikisosial

- --

'* Kompas, I l Oktober2003.

Tinjauan Umum Gadai Syariah 33

ekonomi kecil, biasanya digunakan sifatnya sosial-konsumtif. Namun,
realitanya masih banyak dimanfaatkan masyarakat golongan menengall ke
atas, yang bersifat komersil-produktif. Hal ini dilihat dari besarnya markun
berupa emas dan berlian yang hanya diterima gadai syariah, meskipun Islam
memandang semua barang bergerak dan tidak bergerak yang memiliki nilai
ekonomis dapat sebagai barang jaminan, dan Perum Pegadaian sendiri
menetapkan barang yang boleh digadaikan banyak macamnya, seperti elek-
tronik, alat rumahtangga, kendaraan, dan sebagainya.

Akad yang digunakan gadai syariah, masih menggunakan akad
qardhul hasan dan ijarah untuk sebagian besar transaksi gadai, apakah
kepentingan sosial-konsunitif maupun komersil, produktif. Meski sebenar-
nya akad bagi hasil, baik akad rahn, mudharabah maupun ba 'i muqayyadah
dapat digunakan alternatif transaksi gadai syariah, terutama apabila
pemanfaatan digunakan sesuatu yang sifatnya produktif. Berdasarkan latar
belakang itu, maka rumusan permasalahan penelitian ini adalah bagaimana
praktik syariah di Pegadaian Syariah.

Dalarn sehari-hari, uang selalu dibutuhkan membayar berbagai
keperluan. Masalahnya, terkadang kebutuhan yang ingin dibeli tidak dapat
dicukupi dengan uang dimilikinya. Namun, keperluan sangat penting, maka
harus dipenuhi dengan berbagai cara, seperti meminjam dari berbagai
sumber dana yang ada.

Apabila jumlah kebutuhan dana itu cukup besar, maka dalam jangka
pendek sulit dipenuhi, apalagi harus dipenuhi lewat bank. Namun, j ika dana
yang dibutuhkan relatif kecil, relatif tidak jadi masalah, karena banyak
tersedia sumber dana murah dan cepat, mulai dari pinjam tetangga, tukang
ijon, dan sebagainya.

Memang Allah Swt. menciptakan manusia kondisi seimbang dalam
memberikan rizki-Nya, ada kecukupan (kaya) dan ada kekurangan (miskin).
Penciptaan kdndisi itu, diharapkan agar manusia memfungsikan dirinya
sebagai makhluk sosial. Islam mengajarkan hidup saling menolong, jamin-
menjamin dan tanggung-menanggung dalam bermasyarakat, ditegakkan
nilai-nilai keadilan dan dihindarkan praktik penindasan dan pemerasan
(berlaku dzalim).

Contoh ajaran Islam, hak milik berfungsi sosial. Hak milik individu
tidak mutlak, tetapi terkait kewajiban bermasyarakat. Pernilik tidak bebas
perlakukan harta miliknya. Dalarn usaha rnengembangkan harta, Islam
melarang cara mengandung unsur penindasan, pernerasan orang lain.
termasuk memberi pinjaman orang lain yang butuh, tetapi dibebani

34 HukumGadaiSyariah

kewajiban tambahan dalam membayar kembali sebagai imbangan valz~t!of
time, akan beratkan peminjam. Karena itu, bagi pemil ik barang berharga,
kesulitan dana segera dipenuhi dengan cara menjual barang berharga itu,
hingga jumlah uang yang diingini terpenuhi. Risikonya, barang yang dijual
akan hilang dan sulit kembali. Agar kebutuhan dana dapat dipenuhi tanpa
kehilangan barang berharga itu, peminjam menaruh barangnya sebagai
jaminan sampai waktu tertentu dapat ditebus kembali setelah dilunasi
pinjamannya, ha1 ini dinamakan 'lembaga gadai'. Adanya gadai ini,
masyarakat tidak periu takut kehilangan barang berharganya dan jumlah
uang diinginkan dapat disesuaikan dengan harga barang yang dijaminkan.

Pegadaian adalah lembaga yang unik, di satu pihak Pegadaian dapat
memberikan pinjamanlpembiayaan pada siapapun yang butuh, sedang di
pihak lain, Pegadaian tidak diperkenankan menghimpun dana masyarakat,
seperti tabungan, giro, deposito, seperti bank. Demikian juga halnya
operasional Pegadaian Syariah. Masyarakat yang biasa berhubungan
dengan Pegadaian disebut nasabah. Nasabah itu memiliki kondisi sosial
ekonomi dengan karakteristik yang berbeda, yang berpengaruh terhadap
kelancaran pembayaran pinjaman. Sebagaimana kesimpulan penelitian
Kities .tentarrg Profil Nasabah Pegadaian, bahwa nasabah yang meman-
faatkan pinjaman untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga (44%), yang
berarti fungsi sosial gadai terpenuhi sangat dominan. xiv Kesimpulan
penelitian Mardiani di Perum Pegadaian Jawa Tengah tahun 1988-1992
bahwa barang jaminan memiliki jenis lebih banyak, barangnya bergerak dan
memiliki nilai ekonomis, serta kesimpulan penelitian Woeriyanto bahwa
pengguna dana gadai banyak digunakan golongan sosial ekonomi menengah
kebawah dan Pegadaian memiliki kredit macet yang kecil (NPL), hanya
1%.6'

Guna mempelajari praktik syariah di Pegadaian Syariah, berdasar
latar belakang gadai syariah lebih bersifat fungsi sosial. Dengan
perkembangan ekonomi saat ini, furigsi sosial itu tidak harus diganti jadi
fungsi komersil. Karena kedua fungsi itu, dapat berjalan beriringan dalam
operasionalnya, terpenting dapat memilah akad apa yang tepat digunakan
untuk kedua fungsi tersebut.

"' Wcxriyanto. Financial Ana!vsis and irs Relarionship b the Performance qj'Perum Peguduiun. '1'11csis

Institute of Management. IElJ. Jakarta: 1993. dalam lin Endang Mardiani. Analisis E'aktor I'enrntu
Perkembangan Pegadaian di Jawa Tengah. Tesis Program Pascasarjana Universitas Indo~lesia.
Jakarta:1994. hal. 46.

Timjauan bun Godai Syoriah 35

Karena gadai syariah itu pinjaman atau pembiayaan, ~nakayang
sesuai dengan konsep utang piutang ini adalah akad qardhul hasan (bersifat
adaministrasi) dan ijarah (biaya jasa simpanan) yang sifatnya sosial-
konsumtif dan akad bagi hasil (PLS), akad rahn, mudharabah (musyarakah)
dan ba'i mugclyyadah yang sifatnya komersil produktif maupun konsumtif.

Perninjam di gadai syariah biasanya untuk fungsi sosial-konsumtif
ini bagi rnasyarakat ekonomi bawah, wajib dilunasi waktu jatuh tempo tanpa
ada tambahan apapun yang disyaratkan (kembali pokok pinjaman). Pemin-
jam hanya menanggung biaya nyata terjadi, seperti biaya administrasi
(materai, akte notaris, dan lain-lain), biaya penyimpanan, dan sebagainya,
serta dibayarkan dalam bentuk uang, ' bukan prosentase seperti akad
mudharabah (musyarakah). Namun, peminjam waktu jatuh tempo tanpa
ikatan syarat apapun boleh ~nenambahkansecara sukarela pengembalian
utangnya. Sedangkan penggunaan akad bagi hasil, akad rahn, mudharabah
(musymakah) dan akad ba'i magayyadah apabila digunakan untuk sifatnya
produktif (rnembuka atau meningkatkan usaha nasabah).

Narnun, bila perninjam mernilih perjanjian bagi hasil, terlebih
dahulu disepakati porsi bagi hasil, dirnana posisi peminjam dana sebagai
mudharib (pengelola pinjaman), hingga secara tidak langsung Pegadaian
sebagai penyandang dana (shahibul maul) membantu kegiatan ekonomi dan
usaha urnat.

Dalarn al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 283 dijelaskan bahwa gadai
pada hakikatnya merupakan saiah satu bentuk dari konsep rnuumaluh,
dirnana sikap menolong dan sikap amanah sangat ditonjolkan. Begitu juga
dalam hadits Rasulullah Saw. dari Ummul Mu'minin 'Aisyah ra. yang
diriwayatkan Abu Hurairah, di sana nampak sikap menolong antara
Rasulullah Saw. dengan orang Yahudi saat Rasulullah Saw menggadaikan
baju besinya kepada orang Yahudi tersebut.

Maka pada dasarnya, hakikat dan fungsi Pegadaian dalam Isla~n
adalah semata-mata untuk memberikan pertolongan kepada orang yang
membutuhkan dengan bentuk marhun sebagai jaminan, dan bukan i~ntuk
kepentingan komersil dengan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya
tanpa menghiraukan kemampuan orang lain.62

Produk rahn disediakan untuk membantu nasabah dalam pembia-
yaan kegiatan multiguna. Rahn sebagai produk pinjaman, berarti Pegadaian
syariah hanya memperoleh imbalan atas biaya administrasi, penyimpanan.

-- -

" Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. cit. hal. 63.

36 HukumGadoiSyoriah

pemeliharaan, dan asuransi marhun, maka produk rahn ini biasanya hanyn
digunakan bagi keperluan fungsi sosial-konsumtif, seperti kebutuhan hidup,
pendidikan dan k e ~ e h a t a n .S~e~dangkan rahn sebagai produk pembiayaan,
berarti Pegadaian syariah memperoleh bagi hasil dari usaha rahin yang
dibiayainya.

5. .Syarat Sah Gadai Syariah

Sebelum dilakuan rahn, terlebih dahulu dilakukan akad. Akad lnenilri~t
Mustafa a z - ~ a r ~ aad'a~lah~ ikatan secara hukum yang dilakukan oleh 2
pihak atau beberapa pihak yang berkeinginan untuk mengikatkan diri.
Kehendak pihak y,mg mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dala~nhati.
Karena itu, untuk menyatakan keinginan masing-masing diungkapkan dalam
suatu akad.

Lllama fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan n ~ k u n rahn.
Menurutjumhur ulama, rukun rahn itu ada 4 (empat), yaitu:

1. Shigat (lafadz ijab dan qabul);
2. Orang yang berakad (rahin dan murtahin);
3. Harta yang dijad ikan marhzm; dan
4. Utang (marhum bih).

Ulama Hanafiyah berpendapat, rukun rahn itu hanya ijah
(pernyataan menyerahkan barang sebagaijaminan pemilik barang) dan qubul
(pernyataan kesediaan memberi utang dan menerima barang jaminan itu).
Menurut Ulama Hanafiyah, agar lebih sempurna dan mengikat akad rahn,
maka diperlukan qabdh (penguasaan barang) oleh pemberi utang. Adapun
rahin, murtahin, marhun, dan marhun bih itu termasuk syarat-syarat rahn,
bukan r u k i ~ n n ~ a . ~ ~

a. ~ a h i n d a nMurtahin

Pihak-pihak yang melakukan perjanjian rahn, yakni ruhin dan murtuhin

harus mengikuti syarat-syarat berikut kemampuan, yaitu berakal sehai

Kemampuan j uga berarti kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi

pemilikan. I

Syarat yang terkait dengan orang yang berakad, adalah cakap
bertindak hukum (baligh dan berakal). Ulama Hanafiyah hanya mensyarat-

""adi Janwari dan H.A. Iljajuli. 1.elnbaga-LembagaPerekonomian IJnlst:Sehual~Pengcnalan. Etlisi

I . Cetakan I . PT. Rajatiratindo Persada. Jakarta: 2002. hal. 80.
#,MIustafa az-Zarqa' dalam M. Ali Hasan. Berbagai Macam 'ltansaksi dalam Islan~.Cetilka~I~'rrtiln~i~.

"' PI'.Rajafiratindo Persada. Jakarta: 2003, hal. 102-103.
Nasrun Flaroen. Fiqh M~mniuluhC. etakan Pertama. Ciaya Media Pratama. Jakarla: 2000. Ilal.. 254.

Tinjauan Umm Gadai Syariah 37

kan cukup berakal saja. Karenanya, anak kecil yang mumayyiz (dapat
membedakan antara yang baik baik dan buruk) boleh melakukan akad rahn,
dengan syarat mendapatkan persetujuan dari walinya. Menurut Hendi
Suhendi, syarat bagi yang berakad adalah ahli tasharuJ; artiriya rnampu
membelanjakan harta dan dalam ha1 ini memahami persoalan yang berkaitan
dengan rahnPG6
b. Syarat Sight (Lafadz)
Ulama Hanafiyah mengatakan dalam akad itu tidak boleli dikaitkan dengan
syarat tertentu atau dengan masa yang akan datang, karena akad rahn itu
sama dengan akad jual-beli. Apabila akad itu dibarengi dengan, maka syarat-
nya batal, sedangkan akadnya sah. Misalnya, rahin mensyaratkan apabila
tenggang waktu marhun bih telah habis dan marhun bzh belum terbayar,
maka rahn itu diperpanjang 1 bulan, mensyaratkan marhun itu boleh
murtahin manfaatkan. Ulama Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah menga-
takan apabila syarat itu adalah syarat yang mendukung kelancaran akad itu,
maka syarat itu dibolehkan, namun apabila syarat itu bertentangan dengan
tabiat akad rahn, maka syaratnya batal. Kedua syarat datam contoh tersebut,
termasuk syarat yang tidak sesuai dengan tabiat rahn, karenanya syarat itu
dinyatakan batal. Syarat yang dibolehkan itu, misalnya, untuk sahnya rahn
itu, pihak murtahin minta agar akad itu disaksikan oleh 2 orang saksi,
sedangkan syarat yang batal, misalnya, disyaratkan bahwa marhun itu tidak
boleh dijual ketika rahn itu jatuh tempo, dan rahin tidak mampu
membayarnya.67

Sedangkan Hendi Suhendi menambahkan, dalam.akad dapat dilaku-
kan dengan lafadz. seperti penggadai rahin berkata; 'Aku gadaikan mejaku
ini dengan harga Rp 20.000' dan murtahin menjawab; 'Aku terima gadai
mejamu seharga Rp 20.000'. Namun, dapat pula dilakukan sepertkdengan
surat, isyarat atau lainnya yang tidak bertentangan dengan akad r ~ h n . ~ ~

Sighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan
suatu waktu di masa depan. Selain itu, Rahn mempunyai sisi pelepasan
barang dan pemberian utang seperti halnya akad jual beli. Maka tidak boleh
diikat dengan syarat tertentu atau dengan suatu waktu di masa depan.

" Hendi Suhendi. Fiqh Muamalalt: Membahas Ekonomi Islam. Cetakan Pertama. PT. Rajaikatindo
"' Persada. Jakarta: 2002. hat.. 107.

Nasrun Haroen. Op. cit. hal.. 255.

'* [bid. ha!. 107.

38 HukumGodaiSyorioh

c. Mnrhun Bilz (Utang)

Dalam ha1 ini ~ ~ n t uakdanya marhun bih h a r ~ ~msemenuhi syarat
sebagai syarat sahnya Gadai Syariah, yakni:

I . Harus merupakan hak wajib yang diberikanldiserahkan kepada pemilik-
nya (murtahin).

2. Marhun bih itu boleh dilunasi dengan marhull itu;
3. Marhun bih itu jelasltetap dan tertentu. 69
4. Memungkinkan pemanfaatan. Bila sesuatu me~ijadi utang tidak bisa

dimanfaatkan, maka tidak sah.
5. Harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlalinya. Bila tidak dapat

diukur atau tidak dikualifikasi rahn ini tidak sah.

d. Mnrhun (Benda Jaminan Gadai)

Hanafiyah mensyaratkan marhun sebagai berikut: dapat diperjualbelikan,
bermanfaat, jelas, milik rahin, bisa diserahkan, tidak bersatu dengan harts
marhun seperti persyaratan barang dala~njual beli. Sedangkan ulama lain
berpendapat bahwa marhun harus dipegang (dikuasai) oleh ralzin, harta yang
tetap atau dapat dipindahkan. Ulama Syafi'iyali dan Hanabilah berpendapat
bahwa sela~namarhun berada di tangan murtahin, jika ada kerusakan ~naka
murtahin tidak menanggung risiko apapun.

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa murtahin menanggung risiko
sebesar harga barang yang minimum, dihitung mulai waktu diserahkannya
sa~npahi ari rusak atau h i ~ a n ~ . ~ '

Secara umum barang gadai harus memenuhi beberapa syarat, anlard lain:

I . Harus bisa diperjualbelikan, Murhun itu boleh di-jual dan nilainya
seimbang dengan marhun bih;

2. Harus berupa harta yang bernilai.
3. Marhun harus bisa di~nanfaatkansecara syari'ah.
4. Harus diketahui keadaan fisiknya, maka piutang tidak sah ~untukdigadai-

kan harus berupa barang yang diterima secara langsung.
5. Harus dimiliki oleh rahin (peminjam atau penggadai) setidaknya harus

seizin pemiliknya.
6 . Mnrhun itu tidak terkait dengan hak orang lain:
7. Mwhun itu merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam bebcrapa

tempat; dan
8. M u r h n itu boleh diserahkan, baik materinya maupun r n a n f a a t ~ i ~ a . ~ '

"" Ntarun Haroen. Op. cit. hal. 255. 164
Kacllmat Syati'i, Fiqih Muu~nalatP, ustaka Setia 2001. hal.
'"

Tinjauan Umum Gadai Syariah 39


Click to View FlipBook Version