The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by masjiddarussalam18, 2022-05-08 10:07:15

Hukum gadai syariah

Hukum gadai syariah

Perusahaan gadai syariah membawa misi syiar Islam, oleh karena itu
harus dapat diyakini bahwa seluruh proses operasional dilakukan tidak
menyimpang dari prinsip syariat Islam. Proses operasional mulai dari
mobilisasi dana untuk modal dasar sampai kepada penyalurannya kepada
masyarakat tidak boleh mengandung unsur-unsur riba.

Usaha-usaha yang akan dibiayai dari pinjaman gadai syariah adalah
usaha-usaha yang tidak dilarang dalam agama Islam. Untuk ~neyakini
tidak adanya penyimpangan terhadap ketentuan syariah diperlukan
adanya suatu dewan pengawas yang lazimnya disebut Dewan Pengawas
Syariah yang selalu memonitor kegiatan perusahaan. Oleh karena itu
organisasi perusahaan gadai syariah sangat unik karena harus melibatkan
unsur ulama yang cukup dikenal oleh masyarakat setempat.

e. Aspek Sistem dan Prosedur

Sistem dan prosedur gadai syariah harus sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah, di mana keberadaannya menekankan akan pentingnya gadai
syariah. Oleh karena itu, gadai syariah merupakan representasi dari suatu
masyarakat di mana-gadai itu berada maka sistem dan prosedural gadai
syariah berlaku fleksibel asal sesuai dengan prinsip gadai syariah.

Menyandang nama syariah pada kegiatan utang piutang gadai
- membawa konsekuensi harus efektif dan efisiensinya kegiatan operasio-

nal perusahaan gadai syariah. Oleh karena itu, sistem dan prosedur harus
dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menyulitkan calm nasabah yang
akan meminjamkan uang baik datam perjanjian utang piutang gadai
dalam bentuk al-qardhul hmsan maupun utang-piutang gadai dalam
bentuk almudharabah.

Loket-loket dipisahkan antara yang ingin meniasuki perjanjian utang
piutang gada-i dalam bentuk a!-qardhul hassan dan yang ingin memasuki
perjanjian utang piutang gadai dalam bentuk al-mudharabah, namun
harus dibuat fleksibel sedemikian rupa sehingga terhindar adanya antrian
panjang. Biasanya mereka yang ingin memasuki perjanjian utang piutang
gadai dalam bentuk al-mudharubah-adalah peminjam dalam ju~nlah
besar.

f. Aspek Pengawasan

Aspek-pengawasan dari suatu perusahaau gadai syariah adalah sangat
penting karena dalam pengertian pengawasan itu termasuk di dalamnya
pengawasan oleh Yang Maha Kuasa melalui malaikat-Nya. Oleh karena

.- - HukumGadaiSyarioh

90

itu, organ pengawasan internal perusahaan yang disebut Satuan
Pengawasan Intern (SPI) adalah merupakan pelaksanaan amanah.

Tanggung jawab organ pengawasan termasuk para pimpinan unit
tidak hanya kepada Dewan Komisaris dan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) tetapi juga harus dapat mempertanggungjawabkannyadi
hadapan Allah Swt. di hari akhir kelak. Termasuk dalam organ
pengawasan adalah Dewan Pengawasan Syariah yang terdiri dari para
ulama yang cukup dikenal masyarakat.

Untuk menjaga jangan sampai gadai syariah menyalahi prinsip
syariah maka gadai syariah hams diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah.
Dewan' Pengawas Syariah bertugas mengawasi operasionalisasi gadai
syariah supaya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

3. Tujuan Pendiriaa Pegadaian Syariah

Sebagai lembaga ke~iangannon bank milik pemerintah yang berhak membe-
rikan pinjaman kredit kepada masyarakat atas dasar hukum gadai yang
bertujuan agar masyarakat tidak dirugikan oleh lembaga keuangan non
formal yang cenderung memanfaatkankebutuhan dan mendesak dari masya-
rakat, maka pada dasarnya lembaga pegadaian tersebut mempunyai fungsi
yaitu:

1. Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan
cara mudah, cepat, aman dan hemat.

2. Menciptakan dan mengembangkan usaha-usaha lain yang menguntung-
kan bagi pegadaian maupun rnasyarakat.

3. Mengelola keuangan, perlengkapan, kepegawaian, pendidikan dan
pelatihan.

4. Mengelola organisasi, tata kerja dan tata laksana pegadaian.
5. Melakukan penelitian dan pengembangan serta mengawasi pengelolaan

pegadaian.

Pegadaiansyariah sebagai lembaga keuangan syariah non bank yang
berdiri di tengah-tengah masyarakat diharapkan mampu menyelesaika~i
segala jenis masalah yang muncul dalam masyarakat tersebut terutama
masalah ekonomi. Adapun tujuan berdirinya pegadaian syariah adalah:

a. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan mene-
ngah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai, d a ~jai sa
d i bidang ekonomi laipnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan
lainnya.

Peran Lembaga Pegadaian Syariah 91

b. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, ijon, praktik riba, dan pin-
jaman tidak wajar lainnya. Pegadaian syariah juga memegang nilai-nilai
prinsip dasar dalam pengelolaan usaha, yaitu kejijuran, keadilan, dan
kesesuaian dengan syariah.

4. Tugas Pokok Pegadaian Syariah

Unit Layanan Gadai Syariah dibentuk sebagai unit bisnis yang mandiri
dengan maksud untuk menjawab tantangan kebutuhan masyarakat yang
mengharapkan adanya pelayanan pinjam meminjam yang bebas dari unsur
riba yang dilarang menurut syari7atIslam. Dalam kenyataannya di lapangan,
sudah ada institusi lain yang menjawab tantangar! ini dengan mengeluarkan
produk gadai berprinsip syariah (rahn).

Dengan demikian tidak ada pilihan lain bagi pegadaian, apabila
ingin tetap eksis di mata masyarakat luas terutama terhadap penduduk
muslim, maka harus mampu menjawab tuntutan kebutuhan pasar ini.
Menyingkap perkembangan keadaan tersebut, maka dibentuklah Unit
Layanan Gadai Syariah sebagai cikal bakal anak perusahaan yang di
kemudian hari diharapkan menjadi institusi Layanan Syari7ahmandiri yang
terpisah dari pegadaian. Oleh karena itu, dibentuknya Unit Layanan Gadai
Syariah ini adalah untuk mengemban tugas pokok melayani kegiatan pem-
berian kredit kepada masyarakat luas atas penerapan prinsip-prinsip gadai
yang dibenarkan secara Syariah Islam.

5. Fungsi Pegadaian Syariah

Untuk dapat menjalankan tugas pokok tersebut, maka Unit Layanan Gadai
Syari'ah mempunyai fungsi sebagai unit organisasi Perum Pegadaian yang
bertanggungjawab mengelola usaha kredit gadai secara syariah agar mampu
berkembang menjadi institusi yang mandiri dan menjadi pilihan utama
masyarakat yang membutuhkan pelayanan gadai secara syari'ah. U ntuk
dapat mewujudkan tercapainya tugas pokok dan fungsi tersebut, maka
dibentuk struktur kepemimpinan dari pusat hingga ke Cabang Layanan
Syariah.

6. Struktur Organisasi Pegadaian Syariah

Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 03 tahun
2000, tentang Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian, bahwa "Perum
Pegadaian dipimpin oleh seorang Direktur, yaitu Direktur Operasi dan
Pengembangan, Direktur Keuangan. serta Direktur Umum yang seluruhnya
berfungsi sebagai Staf Direktur Utama.

92 HukumGadaiSyariah

Selanjutnya dalam melaksanakan tugas teknis operasional penya-
luran uang pinjaman kepada masyarakat, dilakukan hubungan strukti~ral
teknis operasional dengan para Pimpinan Wilayah, serta Pimpinan Wilayah
melakukan hubungan struktural teknis operasional dengan para Manajer
Kantor Cabang.

Sesuai dengan struktural organisasi tersebut, bentuk organisasi
Perum Pegadaian adalah bentuk Line dan Staff dengan tata kerja sebagai
berikut:

a. Setiap Manajer Kantor Cabang dalam melaksanakan tugas operasional-
nya bertanggungjawab langsung kepada Pimpinan Wilayah.

b. Setiap Pimpinan Wilayah dalam melaksanakan tugasnya bertanggung
jawab langsung kepada Direktur Utama.

c. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari Direktur Utama dibantu oleh
para Direktur yang berfungsi sebagai Staf Direktur Utama.

d. Setiap Pimpinan Wilayah dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari
dibantu oleh para Manajer serta lnspektur Wilayah yang seluruhnya
berfungsi sebagai Staf Pimpinan Wilayah.

e. Setiap Manajer Kantor Cabang dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari
dibamtu oieh para Asisten Manajernya.

Unit layanan Gadai Syariah merupakan suatu unit cabang dari
Perum Pegadaian yang berada di bawah binaan Divisi Usaha Lain. Unit ini
merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelo-
laannya dari usaha gadai secara konvensional. Dengan adanya pemisallan
ini, maka konsekuensinya perlu dibentuk Kantor Cabang yang terpisah dan
mandiri dari usaha gadai secara konvensional, namun masih dalam binaan
Pimpinan Wilayah Pegadaian sesuai dengan tempat kedudukan Kantor
Cabang tersebut.

Dewan Pengawas Syariah (DPS) yaitu badan independen yang
ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional, yang terdiri dari ahli di bidang
fiqih muamalah dan memiliki pengetahuan dalam bidang perbankan.
Adapun persyaratan anggota ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional. dan
dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti t'atwa Dewan
Syariah Nasional yang merupakan otoritas tertinggi dalam mengeluarkan
fatwa produk dan jasa.

Fungsi Dewan Pengawas Syariah Nasional antara lain adalah
sebagai berikut:

Peran Lernbaga Pegadaian Syariah 93

1. Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada Direksi Unit Usaha Syariah
dan Pimpinan Kantor Cabang Syariah mengenai hal-ha1 yang berkaitan
dengan syariah.

2. Sebagai mediator antara bank dan Dewan Syariah Nasional dalam
mengkomunikasikan usul dan saran untuk pengembangan unit usaha
syariah yang diawasinya.

3. Sebagai perwakilan Dewan Syariah Nasional yang ditempatkan pada unit
usaha syariah dan wajib rnelaporkan kegiatan usaha Bagian Gudang
Penaksiran Kasir Keamanan serta perkembangan unit usaha syariah yang
diawasinya ke Dewan Syariah Nasional-MUI.

Sedangkan Fungsi Direksi antara lain adalah sebagai berikut:

1 . Sebagai penanggungjawab keberhasilan seluruh unit usaha bisnis perusa-
haan, baik usaha inti maupun usaha non inti.

2. Sebagai penentu kebutuhan strategis sekaligus mengendalikan kegiatan
bisnis agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan.

Fungsi General Manager usaha lain dalam pernbinaan Unit layanan
Gadai Syariah adalah sebagai pengatur kebijakan umum operasional gadai
syariah dan' mengintegrasikan kegiatan Unit layanan Gadai Syariah dengan
unit bisnis lain sehingga rnembentuk sinergi menguntungkan perusahaan.

Fungsi Pimpinan Wilayah dalam pernbinaan Unit Layanan Gadai
Syariah adalah bertanggung jawab dari rnulai merintis pernbukaan Kantor
Cabang Unit layanan Gadai Syariah, pembinaan operasional sehari-hari
maupun penanganan administrasi keuangan seluruh Kantor Cabang Gadai
Syariah di wilayah masing-masing.
Fungsi Manajer Unit Layanan Gadai Syariah Pusat adalah:
1. Sebagai koordinator teknis pengoperasian Unit Layanan Gadai Syariah

hingga sampai pembuatan laporan keuangan Unit Layanan Gadai Syariah
konsolidasi se Indonesia.
2. Bertanggung jawab terhadap seluruh operasional Unit Layanan Gadai
Syariah agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan maupun
rencana jangka panjang.
3. Membuat kebijaksanaan serta petunjuk operasional yang wajib ditaati
oleh Pimpinan Cabang Unit Layanan Gadai Syariah.

94 Hukum.GadaiSywiah

Fungsi Manajer Kantor Cabang Unit Layanan Gadai Syariah adalah sebagai

berikut:

1. Sebagai pimpinan pelaksanaan teknis dari perusahaan yang berhubungan

langsung dengan masyarakat. Secara organisatoris Manajer Kantor

Cabang Unit Layanan Gadai Syariah bertanggung jawab langsung kepada

pimpinan wilayah, selanjutnya Pimpinan Wilayah akan melaporkan hasil

kegiatan binaannya kepada Direksi. Sedangkan Direksi akan lnembuat

kebijakan pengelolaan Unit Layanan Gadai Syariah dan memberikan

respon atau tindak lanjut atas laporan Pimpinan Wilayah dengan dibantu

oleh Jendral Manajer Usaha Lain dan Manajer Unit layanan Gadai

.Syariah Pusat. Dalam melaksanakan fungsi tersebut di atas Manajer

Kantor Cabang mengkoordinasi kegiatan pelayanan peminjaman uang

menggunakan prinsip atau akad rahn (gadai syariah), ijaroh (sewa

tempat) untuk penyimpanan barang jaminan (agunan).

2. Membantu kelancaran pelaksanaan tugas di Kantor Cabang Unit Layanan

Gadai Syariah Pimpinan Cabang dibantu sejumlah pegawai dengan

masing-masing bagian sebagai berikut: ..

a. Penaksir; bertugas menaksir barang jaminan untuk menentulgan mutu

dan nilai barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam,%fingka

mewujudkan penetapan taksiran dan uang pinjaman yang wajanwrta

citra baik perusahaan.

b. Kasir bertugas melakukan tugas penerimaan, penyimpanan dan pem-

bayaran serta pembelian sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk

kelancaran pelaksanaan operasional Kantor Cabang unit Layanan

Gadai Syariah.

c. Bagian Gudang bertugas melakukan pemeriksaan, ' penyimpanan,

pemeliharaan dan pengeluaran serta pembukuan m a r h n selain barang

kantor sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam rangka ketetapan

dan keamanan serta keutuhan marhun.

C. Penggunaan Dana Gadai Syariah

Dana yang telah berhasil dihimpun, kemudian digunakan mendanai usaha
gadai syariah. Dana tersebut antara lain digunakan untuk hal-ha1 berikut:

I. Uang Kas dan Dana Likuid Lain

Lembaga gadai syariah rnemerlukan dana likuid - yang siap digunakan
untuk berbagai macam kebuiuhan, seperti kewajiban yang telah jatuh
tempo, penyaluran dana untuk pembiayaan syariah, biaya operasional
yang harus segera dikeluarkan, pembayaran pajak, dan lain-lain,

Perm Lembaga Pegadaian Symiah - 95

2. Pembelian dan pengadaan berbagai macam bentuk aktiva tetap dan inven-
taris kantor gadai syariah. Aktiva tetap berupa tanah dan bangunan, serta
inventaris ini tidak secara langsung dapat menghasilkan peneri~naanbagi
lembaga gadai syariah, namun sangat penting agar usahanya dapat
dijalankan dengan baik. Aktiva tetap dan peralatan ini, berupa tanah,
kantorlbangunan, komputer, kendaraan, meubel, brankas, dan lain-lain.

3. Pendanaan Kegiatan Operasional
Kegiatan operasional gadai syariah memerlukan dana yang tidak kecil.
Dana ini digunakan gaji pegawai, honor, perawatan, peralatan, dan lain-
lain;

4. Penyaluran Dana
Penggunaan dana yang utama disalurkan untuk pembiayaan atas dasar
hukum gadai syariah. Lebih dari 50 % dana yang telah dihimpun gadai
syariah, tertanam dalam bentuk ini, karena memang ini kegiatan utama-
nya.
Penyaluran dana ini diharapkan akan dapat menghasilkan penerimaan
dari biaya jasa yang dibayarkan nasabah. Usaha ini merupakan pene-
rimaan utama bagi gadai syariah dalam menghasilkan keuntungan,
meskipun tetap dimungkinkan mendapatkan penerimaan dari sumber lain,
seperti investasi surat berharga syariah dan pelelangan marhun, dan lain-
lain.

5. lnvestasi lain
Kelebihan dana atau idleafind, yang belum diperlukan untuk niendanai
kegiatan operasional maupun belum dapat disalurkan kepada masyarakat.
dan menengah. lnvestasi ini dapat menghasilkan penerimaan bagi leni-
baga gadai syariah, namun penerimaan ini bukan merupakan peneri~naan
utama yang diharapkan gadai syariah. Sebagai contoh, gadai syariah
dapat memanfaatkan dananya untuk investasi di bidang properti, seperti:
kantor dan toko. Pelaksanaan investasi ini biasanya bekerja sama dengan
pihak ketiga, seperti: developer, kontraktor, dan lain-lain.5

' Susilo, Y. Sri; Sigit 'rriandaru; dan A. Totok Budi Sanlosc). Op. cit. hJ. 182.

96 HukumGodoiSyorioh

D. Beberapa Masalah OperasionalPegadaian Syariah

Pegadaian syariah telah satu tahun berjalan (beroperasi). Berbagai keber-
hasilan, kekurangan, dan kelemahannya seharusnya selalu terus kita perhati-
kan perkembangannya, agar tidak 'kembali ke asal' seperti pegadaian
'konvensional' dalam operasionalnya.

Salah satu keberhasilan yang telah ditunjukkan oleh lembaga gadai
syariah dalam setahun beroperasinya adalah telah mampu membuka 1 1
(sebelas) jaringan kantor Pegadaian Unit Layanan Syariah (PULS) dan itu
terdapat di kota-kota besar di Indonesia, seperti Kanwil Utama Jakarta di
PULS Dewi Sartika Jaktim, Kanwil Padang di PULS Batam Center-Batam,
Kanwil Makasar di PULS Pasar Sentral Makasar, Kanwil Yogyakarta di
PULS Kusumanegara Yogyakarta, Kanwil Syrabaya di PULS Joko Tole
Pamekasan-Madura, Kanwil Surakarta di PULS Solo Baru-Sukoharjo,
Kanwil Medan di PULS Aceh, Lhoksumawe, Langsa, Kudasimpang, dan
Kanwil Semarang di PULS Majapahit Semarang.

Meskipun jumlah kantor jaringan yang demikian itu, sebenarnya
masih belum signifikan apabila dibandingkan dengan jumlah kantor jaringan
pegadaian konvensional 'Perum Pegadaian' yang hampir berjumlah 739
cabang, yang tersebar di seluruh Indonesia. Sedangkan di Jakarta sendiri,
dari 60 kantor cabang gadai konvensional direncanakan dikonversi ke gadai
syariah 5 kantor cabang. Berdasarkan I I kantor gadai syariah yang telah
beroperasi tersebut, laba kotor yang dihasilkan selama tahun 2003 sebesar
Rp 3.5 miliar dan dana yang telah disalurkan untuk pembiayaan (unzrr)
sebesar Rp 40 miliar.

Namun, sebenarnya yang hams menjadi perhatian kita adalah bukan
berapa jumlah jaringan yang ada ataupun berapa jumlah nasabah ataupun
berapa jumlah asset dan keuntungan yang diperoleh PULS. meskipun ha1 itu
tidak dapat diabaikan begitu saja. Karena yang harus mendapatkan perhatian
dari kita adalah apakah PULS yang telah beroperasi itu sesuai dengan
syariah atau tidak. Apabila yang menjadi perhatian hanya label 'gadai
syariah', maka ha1 demikian tidak jauh berbeda dengan gadai konvensional
yang telah ada. Jadi bukan gadai syariah sebagai satu solusi men.jaga
likuiditas seperti yang dikatakan BS Sayuto (Republika, Senin, 12 April
2004)- yang harus menjadi perhatian karena masalah likuiditas itu bukan lagi
sebagai persoalan yang esensial bagi gadai syariah. Karena ha1 itu telah
dapat dilakukan dengan baik oleh gadai konvensional, mestinya demikian
juga dengan gadai syariah. Justru yang menjadi sebagai nilai tambah dari
lembaga gadai syariah, itu adalah 'nilai syariahY-nyaitu sendiri.

Sehingga apabila kita lihat dari perkembangan dan beroperasinya
lembaga gadai syariah yang telah ada sekarang, maka ada beberapa keku-
rangan dan kelemahan yang harus menjadi perhatian kita semua, terutama
kalangan pemerhati "Ekonomi dan Keuangan Syariah", yaitu Pertama,
marhun atau barang jaminan yang diterima, masih berupa 'emas dan
sejenisnya', bukan komputer (barang elektronik), mobil seperti yang dikata-
kan BS. Sayuto, bahkan sertifikat tanah yang sebenarnya harganya relatif
lebih mahal sekalipun. Meskipun dalam brosur-brosur PULS sendiri, barang-
barang tersebut sebenarnya dibolehkan digunakan sebagai marhun, sehingga
secara langsung terjadi unsur gharar di dalamnya. Sedangkan dalam sistem
gadai syariah sendiri, semua barang yang memiliki nilai ekonomis dapat
dijadikan barang jaminan (m-arhun). Namun, PULS lebih berpikiran seder-
hana saja. PULS ingin cepat mendapatkan dana yang lebih likuid (dengan
marhun berupa emas dan sejenisnya) apabila nasabah nantinya mendapatkan
halangan untuk membayar dana pinjaman atau pembiayaan dibandingkan
dengan komputer, mobil dan sebagainya, sehingga memungkinkan lebih
cepat untuk dijual dalam pelelangan barangjaminan (marhun).

Kedua, dalam ha1 pelelangan barang jaminan apabila penggadai
(rahin) tidak mampu lagi membayar atau mengembalikan pinjamannya,
maka lembaga gadai syariah atau PULS (inurtahin) tidak melakukannya
Secara terbuka, tetapi hanya memilih beberapa orang yang memang khusus
dipilih untuk mengikuti pelelangan. Hal demikian dilakukan karena kuatir
terjadinya 'kesepakatan bersama' beberapa orang untuk menurunkan harga
jual marhun apabila dilakukan pelelangin secara terbuka. Padahal tidak
demikian jika mengikuti mekanisme pelelangan gadai syariah, yang harus
dilakukan secara terbuka kepada semua masyarakat yang berkeinginan untuk
ikut mekanisme pelelangan barang-barangjaminan gadai syariah.

Ketiga, penggunaan akad qardhul hasan dan ijarah dalam semua ha1
pemanfaatan dana pinjaman oleh peminjam atau penggadai (rahin). Padahal
sebagai salah satu lembaga pembiayaan, mestinya lembaga gadai syariah
tidak lagi bertumpu tanpa ada perubahan seperti mekanisme operasional di
gadai konvensiona~,yang hanya menerapkan model seperti skim qardhul
hasan dan ijarah saja (hanya dibedakan pakai bunga atau tidak pakai bunga).
Hal demikian dikarenakan salah satu ciri 'khusus' dalam lembaga pembia-
yaan syariah adalah-skim 'bagi hasil' atau proJt 1o.w shuring, karenanya
gadai syariah mestinya harus betul-betul dapat memilah-memilah pemanfa-
atan dana pinjaman itu oleh pihak penggadai (rahin). Sebagaimana menurut
Muhammad (2003: 46) bahwa dalam akad qardhul hasun dan akad yurah
dilakukan untuk nasabah yang menginginkan menggadaikan barangnya

98 HukumGodoiSyorioh

untuk keperluan konsumtif, termasuk kebutuhan hidup sehari-hari, biaya
pendidikan dan biaya kesehatan. Dengan demikian, rahin akan memberikan
biaya administrasi dan biaya upah atau fee kepada murtahin, karena
murtahin telah menjaga atau merawat marhun (barang yang digadaikan).
Sedangkan apabila nasabah menginginkan menggadaikan barang jaminan-
nya (marhun) itu untuk menambah modal usaha (pembiayaan investasi atau
modal kerja, maka akad yang lebih tepat digunakan adalah akad bagi hasil
(mudharabah) dengan profzt loss sharing. Hal demikian tidak saja akan
menghidupkan lembaga pembiayaan sistem ekonomi syariah dengan 'bagi
hasil', namun akan juga mendidik umat Islam khususnya untuk memiliki
tanggung jawab dalam ha1 kesuksesan usahanya dan menjadi pengusaha-
pengusaha yang handal dan ulet, tetapi juga jujur dan bertanggungjawab.

Keempat, belum adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang lang-
sung berada dalam lembaga gadai syariah. DPS gadai syariah masih
'nimbrung' dalam DPS Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai partner
(syirkah) lembaga gadai syariah. Meskipun ha1 demikian tidak ada larangan,
tetapi keoptimalan dalam melakukan tugas pengawasan pelaksanaan gadai
syariah akan mengalami ketidakoptimalan. Karena DPS harus berbagi peran
dan kerjanya dengan BMI yang menjadi tugas utamanya. Hal den~ikiantentu
saja akan memberikan dampak terhadap kelancaran berjalannya operasional
gadai syariah. Di satu sisi mungkin akan memberikan keuntungan terhadap
lembaga gadai syariah, dikarenakan tidak memerlukan biaya dan waktu
untuk mencari orang-orang yangduduk di DPS. Namun, di sisi lainnya akan
memberikan sesuatu yang negatifjuga, dikarenakan kelancaran-menyangkut
waktu pengambilan keputusan-apabila diperlukan adanya pengambi Ian
keputusan yang relatif cepat oleh gadai syariah, karena bagaimanapun
lembaga gadai syariah hams melalui pertimbangan terlebih dahulu kepada
BMI., sehingga keputusan itu akan sedikit terhambat didapatkan hasilnya.
Hal demikian akan berbeda apabila DPS itu langsung berada dalam lembaga
gadai syariah sendiri.

Dan kelima, belum aha aturan perundang-undangan yang khusus
diperuntukkan untuk lembaga gadai syariah. Sampai saat ini regulasinya
masih mengikuti regulasi UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan
operasionalnya mengikuti Perum Pegadaian. Adanya perundangan yang
khusus tentang lembaga gadai syariah dimungkinkan untuk diusulkan agar
dibolehkan selain Perum Pegadaian (pihak swasta) untuk membuka juga
lembaga gadai syariah, sehingga pelaku-pelaku gadai syariah, baik milik
pemerintah maupun milik swasta dapat melakukan kompetisi yang sehat da11

Peran Lernboga Pegodoion Syariah 99

profesional serta menjadi lembaga pembiayaan yang diperhitungkan oleh
umat, termasuk umat agama lain.

Dari uraian diatas, kiranya lembaga gadai syariah yang telah
beroperasi ini, tidak hanya berpikiran praktis dan realistis, namun juga harus
tetap memegang rambu-rambu 'ekonomi syariah' (gadai syariah) dalam
menjalankan operasionalnya.

BAB 3

PELAKSANAAN GADAI SYARTAH
OLEH LEMBAGA PEGADAIAN

A. Produk Unit Layanan pada Pegadaian Syariah

1. KCA (Kredit Cepat Aman)
KCA atau Kredit Cepat Aman adalah pinjaman berdasarkan hukum gadai
dengan prosedur pelayanan yang mudah, aman, cepat. Barang jaminan yang
menjadi agunan meliputi perhiasan emas/permata, kendaraan bermotor
(mobil, sepeda motor), elektronik, kain, dan alat rumah tangga.

2. Jasa Talcsiran
Jasa Taksiraq adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat yang ingin
mengetahui seberapa besar nilai sesungguhnya dari barang yang dimiliki
seperti emas, berlian, batu permata dan lain-lain.

3. Jasa Titipan
Jasa Titipan adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat yang ingin
menitipkan barang-barang atau surat berharga yang dimiliki terutama bagi
orang-orang yang akan pergi meninggalkan rumah dalam waktu lama, misal-
nya menunaikan ibadah haji, pergi keluar kota atau mahasiswa yang sedang
berlibur.

4. Kreasi
Kreasi atau Kredit Angsuran Fidusia merupakan pemberian pinjaman kepada
para pengusaha mikro-kecil (dalam rangka pengembangan usaha) dengan
kontruksi pinjaman secara fidusia dan pengembalian pinjamannya dilakukan
melalui angsuran. Kredit Kreasi merupakan modifikasi dari produk lama
yang sebelumnya dikenal dengan nama Kredit Kelayakan Usaha Pegadaian.

5. Krasida
Krasida atau Kredit Angsuran Sistem Gadai merypakan pemberian pinjaman
kepada para penguasa mikro-kecil (dalam rangka pengembangan usaha) atas
dasar gadai yanglpengambilanpinjamannya dilakukan melalui angsuran.

Peloksanoon Godai @onah oleh Lemboga Pegadoion 101

6. Kresna
Kresna atau Kredit Serba Guna merupakan pemberian pinjaman kepada
pegawai/karyawan dalam rangka kegiatan produkif/konsumtif dengan
pengembalian secara angsuran. Kredit Kresna merupakan modifikasi dari
produk lama yaitu kredit untuk pegawai (Golongan E).

7. Jasa Lelang
Perum Pegadaian memiliki satu anak perusahaan PT. Balai Lelang Artha
Gasia dengan komposisi kepemilikan saham 99,99% (Perum Pegadaian) dan
0,01% (Deddy Kusdedi). PT. Balai Lelang Artha Gasia bergerak di bidang
jasa lelang dengan maksud menyelenggarakan penjualan dimuka umum
secara lelang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

B. Barang Jaminan Gadai Syariah

Pegadaian di Indonesia telah memiliki sejarah yang panjang, misi Pegadaian
sebagai suatu lembaga yang ikut meningkatkan perekonomian masyarakat
dengan cara memberikan uang pinjaman berdasarkan hukum gadai kepada
masyarakat .kecil, agar terhindar dari praktik pinjaman uang dengan bunga
yang tidak wajar ditegaskan dalarn keputusan Menteri Keuangan No. Kep-
39/MW6/1/1971 tanggal 20 Januari 1970 dengan tugas pokok sebagai
berikut:
1. Membina perekonomian rakyat kecil dengan menyalurkan kredit atas

dasar hukum gadai kepada:

Para petani, nelayan, pedagang kecil, industri kecil, yang bersifat
produktif;
Kaum buruhlpegawai negeri yang ekonomi lemah dan bersifat
konsumtif
2. Ikut serta mencegah adanya pemberian pinjaman yang tidak wajar, ijon.
pegadaian gelap, dan praktik riba lainnya.
3. Disamping menyalurkan kredit, daupun usaha-usaha lainnya yang
bermanfaat terutama bagi pemerintah dan masyarakat.
4. Membina pola perkreditan supaya benar-benar terarah dan bermanfaat
dan bila perlu memperluas daerah operasinya.

Dengan seiring perubahan status perusahaan dari Perjan menjadi
Perum pernyataan misi perusahaan dirumuskan kembali dengan pertim-
bangan jangan sampai misi perusahaan itu justru membatasi ruang gerak
perusahaan dan sasaran pasar tidak hanya masyarakat kecil dan golongan

lo2 HukmGadaiSyariah

menengah saja maka terciptalah misi perusahaan Perum Pegadaian yaitu
"ikut membantu program pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejah-
teraan masyarakat golongan menengah ke bawah melalui kegiatan utama
berupa penyaluran kredit gadai dan melakukan usaha lain yang menguntung-
kan". Bertolak dari misi Pegadaian tersebut dapat dikatakan bahwa sebenar-
nya Pegadaian adalah sebuah lembaga di bidang keuangan yang mempunyai
.. visi dan misi bagaimana masyarakat mendapat perlakuan dan kesempatan
yang adil dalam perekonomian.

Kebutuhan akan dana untuk berbagai kepentingan dalam lalu lintas
perekonomian masyarakat merupakan ha1 yang biasa kita temukan dalam
kehidupan sehari-hari, masyarakat senantiasa berkembang dan bergerak
dengan dinamis dan tidak bisa terlepas dari aspek perekonomian. Dalam
konteks ini keberadaan lembaga pembiayaan atau perbankan menjadi sangat
signifikan. Perum Pegadaian merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dengan bentuk Perusahaan Umum, yang bergerak dalam bidang
usaha peminjaman uang kepada masyarakat dengan memakai lembaga
jaminan gadai. Pegadaian dan Gadai merupakan lembaga dan perbuatan
hukum yang sudah tidak asing lagi dalam praktik perekonomian di
Indonesia. Masyarakat sudah sangat familiar dengan ha1 tersebut di atas.
Pegadaian sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan
dana untuk berbagai keperluan, khususnya dalam pengamatan penulis untuk
memenuhi kebutuhan pengguna jasa pegadaian dalam skala menengah dan
mikro.

Pelaksanaan gadai yang berlangsung selama ini di Perum Pegadaian
merupakan gadai sebagaimana dimaksud dalam KUH Perdata, yang merupa-
kan lembaga jaminan dimana obyek jaminan berada dalam penguasaan
kreditor. Dan atas peminjaman dana dengan sistem gadai ini kreditor menda-
patkan keuntungan dalam bentuk bunga. Namun dalam perkembangannya
Perum Pegadaian telah meluncurkan produk yang disebut dengan Gadai
Syariah. Penggunaan kata Syariah di sini telah dapat dipahami bahwa siste~n
gadai yang dimaksud tersebut merupakan suatu sistem yang berdasarkan
Syariah Islam atau Hukum Islam.

Penggunaan sistem gadai syariah nampaknya merupakan salah satu
upaya untuk mengembangkan berbagai konsep perekonomian berbasiskan
Islam. Fenomena ini merupakan suatu ha1 yang wajar mengingat Indonesia
merupakan negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Dan untuk
memberikan alternatif produk lembaga keuangan yang lebih Islami tersebut

Pelaksanaan Gadai Syariah oleh Lembaga Pegadaian 103

telah kita kenal dalam kegiatan perekonomian hadirnya Bank-bank Syariah
dan kemudian disusul dengan Gadai Syariah.

Bisnis gadai syariah yang dijalankan Perum Pegadaian dapat dikata-
kan terus berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dari target keuntungan
sebesar Rp70 miliar yang dipatok sepanjang tahun 2007. Hingga semester 1
2007, laba bersih yang sudah dicatatkanjenis usaha itu telah mencapai Rp 45
miliar. Perkembangan kinerja gadai syariah itu disampaikan Direktur Utama
Perum Pegadaian Deddy Kusdedi. Laba bersih Gadai Syariah telah mencapai
Rp 45 miliar dari target sepanjangtahun yang sudah ditetapkan sebesar Rp70
miliar.

Selama semester I ini, Gadai Syariah berhasil membukukan pembia-
yaan sebesar Rp 300 miliar yang didapat dari 45 cabang syariah. Sementara
target pembiayaan sepanjang 2007 ditetapkan sebesar Rp 500 miliar. Dengan
perkembangan positif yang signifikan itu, diprediksikan pembiayaan di akhir
tahunnya bisa tembus Rp 600 miliar. Oleh karena itu, manajemen berniat
menambah cabang syariahnya. hingga akhir tahun nanti ditargetkan total
cabang syariah di seluruh Indonesia itu bisa bertambah menjadi 50 kantor
cabang. Pembukaan kantor cabang itu untuk mendukung target pertumbuhan
20 persen yahg sudah dipatok manajemen di awal tahun lalu.'

Gadai Syariah (Rahn)adalah produk jasa gadai yang berlandaskan
pada prinsip-prinsip Syariah, dimana nasabah hanya akan dibebani biaya
administrasi dan biaya jasa simpan dan pemeliharaan barang jaminan
(ijarah).

Pegadaian Syariah dalam perspektif Perum Pegadaian hadir untuk
menjawab kebutuhan transaksi gadai sesuai Syariah, untuk solusi pendanaan
yang cepat, praktis, dan menentramkan. Oleh karena hanya dalam waktu I5
menit kebutuhan masyarakat yang memerlukan dana akan terpenuhi, tanpa
memerlukan membuka rekening ataupun prosedur lain yang memberatkan.
Customer Perum Pegadaian cukup membawa barang-barang berharga
miliknya, dan saat itu juga akan mendapatkan dana yang dibutuhkan dengan
jangka waktu hingga 120 hari dan dapat dilunasi sewaktu-waktu. Jika masa
jatuh tempo tiba dan nasabah masih memerlukan dana pinjaman tersebut.
maka pinjaman tersebut dapat diperpanjang hanya dengan membayar sewa
simpan dan pemeliharaan serta biaya administrasi.

Pemberian gadai syariah dapat menentramkan dalam pengertian
sumber dana Perum Pegadaian berasal dari sumber yang sesuai dengan

' Sumber Perum Pegadaian Hukum Gadai Syariah

104

Syariah, proses gadai berlandaskan prinsip Syariah, serta didukung ole11
petugaspetugas ndan outlet dengan nuansa lslarni sehingga lebih syar7i dan
menentramkan. Menentramkan karena sumber dana yang dimiliki oleh pega-
daian syariah didapat dari sumber dana yang halal dan sesuai dengan prinsip
syariah. Produk dan layanan pencairan kredit pada kantor pegadaian syariah
pada umurnnya hanya menggunakan produk layanan rahn dan ijarah saja.
Padahal, sebuah lernbaga pegadaian idealnya tidak hanya melayani dua
model jasa.

Praktik Pegadaian Syariah, dalarn ha1 marhun seperti 'pads

'marktingpaper' adalah barang bergerak, berupa (a) Emas danaberlian; (b)
Mobil dan motor; (c) Barang elektronik dan alat rumah tangga. Namun,
realisasinya hanya berupa marhun emas dan berlian saja yang dapat diterima
seseorangjadi nasabah.

Sedangkan dalarn Pegadaian konvensional, menurut ~ a r z u kpia~da
dasarnya semua barang bergerak dapat dijadikan barang jaminan. Namun
ada beberap* barang bergerak yang tidak dapat dijadikan barang jarninan
dikarenakan:

I. Keterbatasan ternpat penyimpanan;
2. SDM ~e'gadsian;
3. Perlunya rneminimalkan risiko atau peluang; dan
4. Mernperhatikan UU yang berlaku.

Pendapat Marzuki itu sama dengan Dahlan, prinsipnya hanya barang
bergerak saja dapat digunakan barang jamir~an.S~edang rnenurut Kasmir
lebih urnum, dengan menyebut barang berharga tertentu4 Artinya dapat
barang bergerak maupun barang tidak bergerak.

Penentuanjaminan barang dernikian, menurut Bahsan dikarenakan:

I . Berdasarkan kebijakan tertulis dari direksi, sehingga pemohon gadai
hanya dapat mengajukan jenis-jenis jaminan tertentu saja;

2. Dikhawatirkan menimbulkan adanya kesulitan dikernudian hari;
3. Kesulitan dalarn penilaian, pengawasan, dan ketidakstabilan harganya

pada saat dieksekusi (dilelang);
4. Memerlukan perawatan dan perneliharaan yang khusus dan mahal;
5. Kemungkinan penurunan kualitas dan kuantitas secara rnudah: dan

' Marzuki, Manajemen Lemhaga Keuangan. CV. Intermedia. Jakarta: 1995. hat. 360.
Dahlan Siamat, Manajemen kmhaga Keuangun. Edisi 2. Cetakan 2. Lembaga Fakultas Ekotlotn~

' Universitas Indonesia, Jakarta: 2001, hal. 503.

Kasmir, Bunk dun Lemhaga Keuangan Lmnnya. Edisi 6. Cetakan 6. PT. RajaGratindo Persada.
Jakarta: 2002, hal. 250.

Pekksanaan Gadai Syariah oleh Lembaga Pegadaian 105

6. Prospek pelelangannya tidak baik, antara lain karena pembelinya
terbata~.~

Sedang dalam teori gadai syariah, menurut ulama Syafi'iyyah,
barang yang dapat dijadikan marhun, semua barang yang dapat dijual-
belikan; dengan syarat:

1. Barang yang mau dijadikan barang jaminan itu, berupa barang berwujud
di depan mata, karena barang nyata itu dapat diserahterimakan secara
langsung;

2. Barang yang mau dijadikan barang jaminan tersebut menjadi milik,
karena sebelum tetap barang tersebut tidak dapat digadaikan; dan

3. Barang yang mau dijadikan marhun itu, hams berstatus piutang bagi
murtahin.

Sedangkan Basyir menyebutkan semua jenis barang bergerak dan
tidak bergerak dapat dijadikan sebagai barang jaminan, dengan syarat
sebagai berikut;

1. Benda yang dijadikan marhun memil iki nilai ekonomis menurut syara ';
2. Benda yang dijadikan marhun itu berwujud pada waktu perjanjian terjadi;

dan
3. Benda ya"g dijadikan marhun itu diserahkan seketika kepada murtahin.'

Sedangkan menurut para pakar fiqh, marhun hams memenuhi syarat
sebagai berikut:

1. Barangjaminan itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan utangnya;
2. Barangjaminan itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan (halal);
3. Barangjaminan itu jelas dan tertentu;
4. Barangjaminan itu milik sah orang yang berutang;
5. Barangjaminan itu tidak terkait dengan hak orang lain;
6. Barang jaminan itu harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa

tempat;
7. Barang jaminan itu boleh diserahkan, baik materinya maupun

manfaatnya.'

Sebenarnya Pegadaian mempunyai kebebasan menetapkan barang
apa saja yang boleh dan tidak boleh dijadikan m a h n , seperti Pegadaian

M. Bahsan, Penilaian Jaminan Kredit Perhankan Indonesia. Rejeki Agung. Jakarta: 2002. hal. 15-

" 16.
Imam Taqiyyudin. Kafayatul Akhyr.fii Halli ghayati al-lkhtisar. Alih Bahasa Achmad Zaidun dan
A. Ma'ruf Asmri. Jilid 2. PT.Bina Ilmu, Surabaya: 1997, hal. 59.
A. A. Basyir, Hukum Islam TentangRiha, Utang-Piutang Gadai. Al-Ma'arif Bandung: 1983. ha1 52.
NasrunHaroen. Fiqh Mumalah, Cetakan I , PT.Gaya Media PratamaJakarta: 2000. hal. 255.

106 HukunGadaiSyariah

konvensional maupun teori Pegadaian Syariah. Namun, kondisi saat ini
(praktik), teridentifikasi tidak adanya kejujuran atau keterbukaan dari pihak
Pegadaian Syariah dalam barang yang diterimanya. Hal ini dapat dilihat dari
'paper marketing atau brosur' yang ada sudah jelas ditentukan barang apa
saja yang diterima, yaitu Emas, berlian; Mobil, sepeda motor; dan Barang
elekktronik dan alat rumah tangga.

Hal itu terlihat, ketika ada calon nasabah membawa selain barang
jaminan berupa 'emas dan berlian', Pegadaian menolaknya. Padahal dari
penelitian, penulis dapatkan ada calon nasabah membawa marhun selain
'emas dan berlian' tersebut, seperti elektronik, motor, dan sertifikat. Melihat
kondisi itu, dalam jangka panjang dikuatirkan Pegadaian Syariah dapat
image negatif masyarakat, terutama masyarakat Islam sendiri. Padahal
menurut Ahmad, Islam perintahkan semua transaksi bisnis dilakukan dengan
jujur dan terus terang, tidak akan beri koridor dan ruang penipuan, bohong
dan eksploitasi dalam segalg bentuknya.'

Apabila kondisi image negatif masyarakat itu berlanjut, tidak saja
akan berpengaruh negatif Pegadaian Syariah sendiri, namun LKS lainnya,
sehingga dimungkinkan LKS secara keseluruhan tidak lagi mendapatkan
kepercayaan masyarakat, utamanya masyarakat Islam. Karena itu, alangkah
lebih baik apabila 'paper marketing' yang sudah ada itu diadakan perubahan
guna meminimalisir adanya multiplier dan konsekuensi negatif masyarakat
atau pemberian informasi yang transfaran tentang barangjaminan yang dapat
diterima untuk saat ini. Karena itu, Pegadaian Syariah perlu memikirkan
upaya menerima marhun, baik barang bergerak maupun tidak bergerak,
terpenting marhun itu memiliki persyaratan seperti yang dipaparkan Basyir.
ulama Syafi'iyyah, dan parafikaha:

1. Barang jaminan itu berwujud dan utuh atau pun bagian dari harta itu
sendiri, seperti sertifikat tanah, mobil, toko dan lainnya pada saat digadai-
kan dan menjadi milik sendiri penuh;

2. Barang jaminan itu diserahterimakan langsung saat transaksi gadai
terjadi;

3. Barang jaminan itu bernilai ekonomis dan dapat diperjualbelikan untuk
dijadikan pembayaran marhun bih;

Mustaq Ahmad. Op. cit. hlm. 103. Namun saat ini. Pegadaian Syarirh sudah memherikan 'Inhel.
tamhahan sebagai infonnasi buat calon nasabah bahwa untuk sementam hanya harrng jaminan
b p a emas dan herlian aja yang dapat diterima oleh Lembaga Pegadaian Syarirh. Sedangkan
ditempat lain Pegadaian Syariah belum penulis dapatkan informasinya.

Peloksanoan'hdai Syoriah oleh Lembago Pegadman 107

4. Barang jaminan itu tidak terkait dengan hak milik orang lain, seperti juga
apabila marhun itu milik pemerintah;

5. Barangjaminan itu seimbangdengan marhun bih;
6. Barangjaminan itu sebagai piutang bagi. yang memberi murtahin;
7. Barang jaminan itu dapat dimanfaatkan murtahin dengan kesepakatan

rahin.

C. Pemanfaatan Dana ,Pinjaman

Pemanfaatan marhun bih oleh nasabah ~egadaianSyariah pada dasarnya
diadakan identifikasi saat calon nasabah mengajukan pinjaman (diberi
selembar kertas agar diisi, digunakan apa pinjamannya), berupa keperluan
perdagangan, pendidikan, pertanian, perumahan, kesehatan, dan industri,
namun ha1 itu hanya sebatas identifikasi saja (untuk dilaporkan di Depar-
temen Keuangan), dan tidak berpengaruh pada diterima atau tidaknya calon
nasabah itu atau pun menentbkan akad apa yang digunakan (qardhul hasan,
*ah atau skim bagi hasil). Jadi tidak sampai dikondisikan dengan realitas
penggunaan marhun bih oleh nasabah jdi lapangan, sehingga hakikatnya
~ e ~ a d a i aSnyariah tidak memperdulikan untuk apa nantinya dana marhun
bih itu digunakan oleh rahin. '

Demikian juga Pegadaian konvensional yang tidak mementingkan
untuk apa uang pinjhman digunakan. terpenting setiap peminjaman harus
dengan jaminan barang tertentu dan dapat mengembalikan pinjamannya,'O
hingga hakikatnya antara praktik Pegadaian -Syariah dengan Pegadaian
konvensional memiliki kesamaan, terutama dimanfaatkan untuk perda-
gangan (usaha modal), biaya pendidikan, kesehatan (biaya pengobatan), dan
kebutuhan konsumsi sehari-hari.

Sedang dalam teori gadai syariah sendiri, tidak jelas dan ketal
penggunaan marhun bih itu harus digunakan untuk apa, hanya saja
mensyaratkan:

1. Dana pinjaman itu wajib dikembalikan kepada orang/lembagayang meni-
berikan dana pinjaman sebagai tempat berutang;

2. Dana pinjaman itu boleh dilunasi dengan marhun itu setelah dilakukan
penjualan/pelelangan;

3. Dana marhun bih itu jelas dan tertentu."

"' Kasmir, Op. cit. hal. 252. HukumGadai Syoriah

" Nasrun Harwn, Op. cit, hal. 255.

108

Dengan perkembangan lembaga keuangan, baik konvensional mau-
pun LKS, maka Pegadaian Syariah sudah saatnya melakukan seleksi yang
ketat untuk apa dana marhun bih itu dimanfaatkan nasabah (seperti yang ada
dalam kertas isian pada saat calon nasabah datang ke Pegadaian Syariah),
yaitu berisi keperluan perdagangan, pendidikan, pertanian, perumahan,
kesehatan, dan industri. Dalam ha1 ini, Pegadaian Syariah dapat memilah
terhadap pemanfaatan dana marhun bih oleh nasabah. Apakah digunakan
untuk yang sifatnya konsumtif, seperti biaya kesehatan, biaya makan sehari-
hari, biaya sekolahlkuliah yang sifatnya mendesak dan bersifat penting atau
kebutuhan yang sifatnya. primer. Ataukah dipergynakan yang sifatnya
produktif, seperti membuka ataupun menambah modal usaha. Hal ini
menurut Syaltut dalam Z.A. Alawy dalam rangka membina ekonomi ummat,
sehingga ekonomi muslim dapat terus hidup dan berkehbang.l2

Di samping itu, adanya seleksi ketat, maka akan dapat diele~ninir
adanya pemanfaatan dana tidak sesuai usulan pengajuannya, apalagi
digunakan hal-ha1 yang dilarang syariah, seperti buat berjudi, beli minuman
keras, narkoba, maupun usaha yang dilarang, seperti berjualan minuman
keras.

D. Akad yang Digunakan

1. Akad Qardhul Hasan

Praktik syariah di Pegadaian Syariah menggunakan akad yang hampir salna
dengan akad Pegadaian konvensional yaitu akad qardhul hasun (bea
administrasi, biaya surat hilang, biaya penjualan) dan akad ijarah (simpanan)
untuk semua pemanfaatan dana pinjaman (marhun bih) nasabah, baik keper-
luan sif$nya sosial (kebutuhan hidup sehari-hari, pendidikan, dan kesehatan)
maupun sifatnya produktiflpenambahan modal (perdagangan wiraswasta).

Demi kemaslahatan, menurut az-zarqa,I3 akad dalam Islam akan
memberi ikatan secara hukum apabila akad itu telah penuhi syarat, sesuai
ketentuan syara'. Berdasar adanya akad yang akan mengikat secara hukum
itu, menurut Muhammad, Pegadaian Syariah dapat gunakan akad yang sifat-
nya sosial, terutama yang digunakan dana marhun hih untuk sifatnya
konsumtif yang mendesak dan relatif kecil keperluannya (akad qurdhul
hasan dan ijarah) dan akad yang sifatnya produktif guna membuka usaha

I2 Zainal Abidin Alawy, Op. cit. hal. 21 I .
" Mustafa Ahmd az-Zarqa dalam Nasrun Haroen. Fiqh Mumalah, Cetakan I. Pf. Ciaya Media

Pratama, Jakarta: 2000, hal. 98.

Peloksonoon Godoi Syorioh oleh Lembogo Pegadoion 109

atau mengembangkan usahanya, yang dari usaha ini nasabah dapat meng-
hasilkan keuntungan dan dapat pula menghasilkan kerugian (akad
rnudharabah, musyarakah, ba 'i rnuqayyadh, dan rahn).

Demikian juga ~ h a n ,g'a~dai syariah sebagai konsep utang piutang
yang sesuai dengan syariah, karenanya bentuk yang lebih tepat adalah skim
qardhul hasan, disebabkan kegunaannya keperluan sifatnya sosial. Dana
pinjaman itu diberikan gadai syariah untuk tujuan kesejahteraan, seperti
pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan darurat lainnya, utama diberikan
membantu meringankan beban ekonomi para kaum dhuafa atau orang yang
berhak menerima zakat (rn~tahiq).'~

Dalam bentuk akad qardhul hasan ini, utang yhng terjadi wajib
dilunasi pada waktu pinjamannya jatuh tempo tanpa ada tambahan apapun
yang disyaratkan (kembali pokok). Peminjam hanya menanggung biaya yang
secara nyata terjadi, seperti biaya administrasi, biaya penyimpanan dan
dibayarkan dalam bentuk uang, bukan prosentase. Peminjam pada waktu
pinjamannya jatuh tempo tanpa ikatan syarat apapun .boleh menambahkan
secara sukarela pengembalian utangnya.I6

Di samping itu, rnurtahin juga dibolehkan mengenakan biaya
administrasi kepada rahin.I7 Murtahin/shahibul maul harus berupaya
memproduktiflcan modalnya, dan bagi yang tidak mampu menjalankan usaha
atau untuk tujuan sifatnya produktif, Islam menyediakan bisnis alternatif
dengan sistem bagi hasil."

Pemanfaatan rnarhun bih akan berpengaruh terhadap akad yang
digunakan, terutama apabila nasabah itu sebagai kelompok masyarakat yang
tingkat sosial ekonominya berada dalam kelompok bawah, yang selama ini
sebagai nasabah dominan Pegadaian Syariah, tetap terlayani dengan cara
sebagai berikut:

1. Memanfaatkan dana yang berasal dari sumber dana Pegadaian Syariah
sendiri;

2. Memanfaatkan dana yang berasal dari sisa penjualan rnarhun di
Pegadaian Syariah yang tidak diambil nasabah; dan

3. Memanfaatkan dana sosial yang diperoleh Pegadaian Syariah, baik
melalui perorangan maupun lembaga, baik yang berasal dari L,KS

" Muhammad Akram Khan. Op.cit, hal. 181-1 83.

'"I' Dahlan Siarnat, Op.cit. hal. 202.
Muhammad, Op. cit. ha15.
" Markum Sumitro. Asas-Asas Perlianhn Islam dan Lemhagu-Lemhagu lerkuit: R M I dun Ibkalicl Ji

'* Indonesia. Edisi 1. Cetakan 3, PI'. RajaGrafindo Persada Jakarta: 2002. hal. 39.
Rustmm Efendi. Op. cit, hal. 64.

.-

110 HukumGodaiSyarioh

maupun lembaga konvensional, yang berasal dari bentuk ZIS, atau dari
pendapatan non halal.

Sedang menghidupkan skim bagi hmil dapat diterapkan pada
nasabah yang manfaatkan dana marhun bih untuk kepentingan sifatnya
produktif atau usaha mendapatkan return. Sumber dana skim bagi hasil ini,
dapat dari dana intern Pegadaian maupun mengadakan sinergi dengan LKS
lainnya, baik itu lembaga bank ataupun non bank syariah yang sepakat
menerima skim bagi hasil sesuai dengan syariat Islam. Sedangkan bagi
Pegadaian Syariah, dapat memanfaatkan patnernya, yaitu BM1 dengan cara
apabila skim yang ditawarkan adalah bagi hasil, ~nakapendanaannya BMI,
seperti sistem bagi hasil yang 'diterapkan di BMl sendiri, sedangkan
penanggungjawab opersionalnya adalah Pegadaian Syariah.

2. Akad Rahn

Akad rahn, apabila marhun dapat dimanfaatkan murtahin, .seperti sebuah

ruko yang digadaikan dapat disewakan atau buat tempat usaha murtahin

yang hasilnya nanti dapat dibagihasilkan dengan yang punya barangjaminan

itu. Demikian juga 'dengan marhun lainnya seperti mobil, rumah dan

sebagainya, yangtentu saja diperhitungan juga risiko yang mungkin akan

ditanggung; :,

Dalam teknis pelaksanaannya nasabah (rahin) tidak perlu mengada-
kan akad dua kali. Sebab, 1 (satu) lembar SBR yang ditandatangani oleh
nasabah (rahin) sudah mencakup kedua akad dimaksud.

Pada Akad Rahn, nasabah (rahin) menyepakati untuk menyimpan .

barangnya (marhun) kepada murtahin di Kantor Pegadaian Syariah sehingga
nasabah (rahin) akan membayar sejumlah ongkos kepada murtahin atas
biaya perawatan d m penjagaanterhadap marhun.

Pelaksanaan Akad Rahn ini dapat dijeMkansebagai berikut:

1. Nasabah (rahin) mendatangi murtahin (kantor pegadaian) untuk meminta
fasilitas pembiayaan dengan membawa marhun yang akan diserahkan
kepada murtahin;

2. Murtahin melakukan pemeriksaantermasuk menaksir harga marhun yang
diberikan oleh nasabah (rahin) sebagaijaminan utangnya:

3. Setelah semua persyaratan terpenuhi, maka murtahin dan nasabah (ruhin) *
akan melakukan akad;

4. Setelah akad dilakukan, rnaka murtahin akan memberikan sejumlah
marhun bih (pinjaman) yang dinginkan oleh nasabah (rahin) dimana

Pelaksanoan Gadai Syariah oleh Lembaga Pegadoion 111

jumlahnya disesuaikan dengan nilai taksir barang (di bawah nilai .
jaminan);
5. Sebagai pengganti biaya administrasi dan biaya perawatan, maka pada
saat melunasi marhun bih (pinjaman), maka nasabah (rahin) akan
memberikan sejumlah ongkos kepada murtahin.

Apabila menggunakan Akad Rahn, maka nasabah (rahin) hanya
berkewajiban untuk mengembalikan modal pinjaman dan menggunakan
transaksi berdasarkan prinsip biaya administrasi. Untuk menghindari praktik
riba, maka pengenaan biaya administrasi pada pinjaman dengan cara sebagai
berikut:

1 . Harus dinyatakan dalam nominal, bukan persentase;
2. Sifatnya harus nyata, jelas, pasti, serta terbatas pada hal-ha1 yang mutlak

diperlukan untuk terjadinya kontrak.

Kategori marhun dalam akad ini adalah barang-barang yang tidak
dapat dimanfaatkadd ikelola, kecuali dengan cara menjualnya. Karena itu,
termasuk berupa barang bergerak saja, seperti emas, barang elektronik, dan
sebagainya. Selain itu, tidak ada bagi hasil yang harus dibagikan, sebab akad
ini hanya akad yang berfungsi sosial. Namun dalam akad ini mengharuskan
sejumlah ongkos yang harus dibayarkan oleh pihak nasabah (rahin) kepada
mutarhin sebagai pengganti biaya administrasi yang dikeluarkan oleh
mutarhin.

Ulama Syafi'iyyah berpendapat bahwa rahn dianggap sah apabila
telah memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu:

1. Bempa barang, karena utang tidak dapat digadaikan;
2. Penetapan kepemilikan penggadaian atas marhun tidak terhalang, seperti

mush$ Namun lmam Malik membolehkan menggadaikan mushaj; tetapi
murtahin dilarang membacanya; dan
3. Baranggadai dapat dijual manakala sudah tiba masa pelunasan utang.

lmam Malik berpendapat bahwa menggadaikan apa yang tidak boleh
dijual pada waktu pegadaian dibolehkan, seperti buah-buahan yang belum
nampak kebaikannya.I9

Oleh karena dalam gadai syariah dalam menjalankan operasinya
minimal harus dapat menutupi seluruh biaya operasionalnya. Namun Islam
rnengajarkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemaslahatan agar terhin-
dar dari riba', dengan demikian maka manusia akan terhindar dari

" Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. cif ha!. 85. HukwnGodoiSyorioh
112

ketidakadilan dan kedhaliman. Karenanya, dalam akad gadai, Islam mengan-
jurkan supaya kedua pihak rahin dan murtahin tidak ada yang merasa
dirugikan.

Oleh karena itu, Pegadaian syariah hendaknya melakukan bisnisnya
pada usaha yang menguntungkan, untuk itu memerlukan 3 elemen dasar,
yaitu:

1. Mengetahui investasi yang paling baik, terutama dalam rangka mencari
ridha Allah Swt. (QS. At-Taubah: 72);

2. Membuat keputusan yang logis, bijaksana, dan hati-hati; dan
3. Mengikuti perilaku yang baik (shidiq, amanah,fathanah, dan t ~ b l i ~ h ) . ~ '

Dalam akad rahn ini, selama rahin memberikan izin, maka murtahin
dapat memanfaatkan marhun.yang diserahkan rahin untuk memperoleh pen-
dapatan (laba) dari usahanya. Namun, bukan berarti murtahin boleh
mengambil seluruh hasil dari marhun tersebut. Karena marhun tersebut
bukan miliknya secara sempurna. Oleh karena itu, murtahin harus membagi
laba kepada rahin sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat oleh rahin
dan murtahin. Begitu juga dengan rahin, apabila rahin telah mendapatkan
izin dari murtahin untuk mengambil manfaat marhun, maka rahin juga boleh
mengambil manfaat dari marhun tersebut, dan hams dibagi pendapatnnya

"dengan murtahin. Karena marhun berada di bawah kekuasaannya.

Ketentuan ini hanya dapat dijalankan pada semua marhun yang
dapat dimanfaatkan dan ada labanya. Sedangkan berkenaan dengan siapa
yang berhak marhun adalah disesuaikan kesepakatan pada saat akad terjadi.
Dalam ha1 ini, antara rahin dan murtahin diberikan kebebasan untuk
menentukan mengenai siapa yang sebaiknya mengelola marhun tersebut.
Mengenai porsi bagi hasil yang akan diberikan tergantung pada akad pula,
namun sebaiknya bagi yang mengelola marhun tersebut harus mendapatkan
porsi yang lebih besar, karena dia telah bertanggung jawab dalam penge-
lolaan marhun tersebut. Dengan demikian, kedua belah pihak tidak ada yang
merasa dirugikan nantinya.

Adapun tentang dibolehkannya murtahin mengambil manfaat adalah
mengikuti pendapat Rahmad Syafi'i dalam Yanggo dan Anshary.
Mekanisme Pelaksanaan Akad Rahn.

"' Mustaq Ahmad, Business Ethics in Islam. Alih Bahasa Samson Rahman. Cetakan Kedua, Pustaka Al-

Kautsar, Jakarta: 2003hlm. 38-43. Adiwarman A. Karim, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, Jurnul

' Dirosah Islarnjrrh, Volume I, Nomor 2 tahun 2003, hal. 9.
Muhammad, Kebijakan Moneter dm Fiskal dalam Ekonomi Islam, Edisi Pertama. Salemba Empat,
Jakarta: 2002, hal. 117.

PelaksanaanGadai Syorii oleh Lembaga Pegadoian 113

Kategori marhun adalah semua jenis marhun yang dapat dimanfa-
atkan, baik itu barang bergerak muapun tidak bergerak. Barang bergerak,
misalnya kendaraan, barang elektronik dan sebagainya. Sedangkan barang
tidak bergerak, seperti tanah dan pekarangan.

Bagi hasil yang dibagikan dalam akad ini adalah dari laba bersih
pihak yang diamanati untuk marhun. Artinya, bahwa laba tersebut setelah
dikurangi biaya pengelolaan. Sedangkan mengenai ketentuan nisbah adalah
sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Apabila marhun dikelola
rahin, maka nisbah yang dibagikan, misalnya 75% untuk rahin dan 25%
untuk murtahin.

Hal ini ditempuh karena pihak rahin adalah pemilik marhun yang
sah. Sedangkan murtahin, jumlah persentasenya dapat digunakan untuk
menjaga terjadinya inflasi atau kerugian lain atas uang yang dipinjam-
kannya. Adapun apabila yang mengelola menilai marhun adalah murtahin,
maka persentase yang dibagikan, misalnya 35 % untuk murtahin dan 65 %
rahin. Bagi hasil yang diterima murtahin sebagai upah dari pengelolaan dan
pengganti biaya administrasi, serta cadangan adanya risiko kerugian.
Adapun bagi rahin adalah pemilik marhun yang sah.

~ a l hka1 Prosedur Penaksiran Marhun, penyaluran marhun bih
atas dasar hukum gadai syariah mensyaratkan adanya penyerahan barang
sebagai jaminan utang. Khusus akad rahn, marhzm-nya adalah melipitti
semua jenis barang bergerak dan tidak bergerak. Besar kecilnya jumlah
pinjaman yang diberikan kepada rahin, tergantung nilai taksir barang setelah
petugas penaksir menilai marhun tersebut. Petugas penaksir sebaiknya orang
yang sudah memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam melakukan
penaksiran ntarhn.

Adapun pedoman penaksiran marhun yang dibagi menjadi 2
kategori, yaitu barang bergerak dan barang tidak bergerak.Sedangkan lebih
jelasnya adalah sebagai berikut:

I) Barang Bergerak
r, f, :;. Murtahinlpetugas penaksir melihat Harga Pasar Pusat yang telah
, : t ' berlaku (standar harga yang berlaku);

Murtahinlpetugas penaksir melihat Harga Pasar Setempat dari barang.
Harga pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan
dengan perkembangan harga yang terjadi;

I I;

b Murtahinlpetugas penaksir melakukan pengujian kualitas murhun;
Murtahinlpetugas penaksir menentukan nilai taksir.

I,/,

h

$114 HukumGodoiSyarioh

2) Barang Tak Bergerak

Mzlrtahinlpetugas penaksir dapat meminta sertifikat tanahlpekarangan

kepada nasabah untuk mengetahui gambaran umum marhun;
Murtahinlpetugas penaksir dapat melihat langsung atau tidak langsung

kondisi marhun ke lapangan;
Murtahinlpetugas penaksir dapat melakukan pengujian kualitas
menilai marhun;
Murtahinlpetugas penaksir dapat menentukan nilai taksir.

3) Sedangkan lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

Murtahinlpetugas penaksir melihat I4arga Pasar Pusat yang telah

berlaku (standar harga yang berlaku);
Murtahinlpetugas penaksir melihat Harga Pasar Setempat dari barang.

Harga pedoman untuk penaksiran ini selalu disesuaikan dengan
perkembangan h'arga yang terjadi; .
Murtahin penaksir melakukan pengujian kualitas marhun;
Murtahinlpetugas penaksir menentukan nilai taksir.

Prosedur untuk memperoleh dana pinjaman marhun bib bagi masya-

rakat yang membutuhkan akan sangat sederhana dan cepit 'di ~gkadaian
* j"
Syariah,tidak sesulit memperoleh dana pinjaman di bank.
I.

Mengenai Prosedur mendapatkan dana marhun adalah sebagai

berikut:

Calon rahin datang ke murtahin dan menyerahkan murhuh dengan
menunjukkan surat bukti diri, seperti KTP atau surat kuasa apabila
pemilik barang tidak dapat datang sendiri;
Marhun diteliti kualitasnya untuk menaksir dan menetapkan harganya.

Berdasarkan hasil taksiran, maka ditetapkan marhun bih yang dapat
diterima rahin. Besarnya nilai marhun bih yang diberikan lebih kecil
daripada nilai pasar.

Hal ini ditempuh guna mencegah adanya kerugian;

Setelah rahin mendapatkan murhun bih, maka untuk mengarahkan ruhin
berhasil dalam usahanya, maka murtahin akan memantau, baik secara
langsung maupun tidak langsung usaha yang dilakukan nasabah:
Pembayaran uang pinjaman kepada murtuhin tanpa ada potongan biaya
apapun.

Mengenai Prosedur Pelunasan Marhun Bih dapat dikemukakan
sebagai berikut. Dalam akad ruhn, rahin juga mempunyai kewajiban 11nti1k
melakukan pelunasan marhun bih yang telah diterima. Rahin dapat melunasi

Pe. laks.anaan Gadai Syariah oleh Lembaga Pegadaion 115

kewajibannya sebelum pada waktu yang telah ditentukan (jatuh tempo).
Pelunasan marhun bih nasabah prosedurnya adalah sebagai berikut.:

1. Nasabah membayarkan kepada murtahin disertai dengan bu kti surat
gadai;

2. Barang gadai akan dikeluarkan murtahin;
3. Marhun dikembalikan murtahin kepada rahin.

Mengenai Prosedur Pelelangan Marhun dapat dikemukakan sebagai
berikut. Apabila rahin tidak dapat melunasi marhun bih-nya kepada
murtahin, maka murtahin berhak untuk melelanghpenjual marhun pada saat
jatuh tempo. Ini dibolehkan dengan ketentuan, sebagai berikut:

1. Penerima gadai harus terlebih dahulu mencari tahu keadaan rahin (penye-
bab belum lunasnya utang);

2. Dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran;
3. Apabila murtahin butuh uang dan rahin belum melunasi utangnya, maka

murtahin boleh memindahkan barang gadai kepada rnurtahin lain dengan
seizin rahin;
4. Apabila tidak terpenuhi, murtahin boleh menjual marhun dan kelebihan
uangnya dikembalikan kepada r ~ h i n . ~ ~
5. Pelelangkn marhun harus dilakukan di depan umum dan sebelum
penjualan dilakukan biasanya hal'itu harus diberitahukan lebih dahulu
kepada r ~ h i n . ~ ~

3. Akad Ijarah

Akad Jarah rnerupakan penggunaan.manfaat atau jasa penggantian kompen-
sasi, yaitu pemilik yang menyewakan manfaat disebut muutjir sedangkan
penyewa atau nasabah disebut dengan mustajir. Sesuatu yang diambil
manfaatnya (tempat penitipan) disebut majur dengan kompensasi atau balas
jasa yang disebut dengan ajran atau ujrah. Karena itu, nasabah (ruhin)akan
memberikan biaya kepada muajjir karena telah menitipkan barangnya untuk
dijaga dan dirawat oleh mutarhin. Untuk menghindari riba, pengenaan biaya
jasa pada barang simpanan rahin mempunyai ketentuan, yaitu:

1. Harus dinyatakan dalam nominal, bukan persentase;
2. Sifatnya harus nyata, jelas, pasti, serta terbatas pada hal-ha1 yang mutlak

diperlukan untuk terjadinya kontrak;
3. Tidak terdapat tambahan biaya yang tidak disebutkan dalam akad awal.

"" Muhammad dan Sholikhul Hadi, Op. cit, hal. 114-1 19. HukmGadai Syariah

M: AIi Hasan, Op. cit. ha). 254.
116

Menurut Hanafiyah bahwa +ah adalah akad untuk membolehkan '
pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa
dengan imbalan. Syaikh Syihab al-Din dan Syaikkh Umairah mendefinisikan
*ah sebagai akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk

memberi dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika it^^^, dan

Hashbi Ash-Shddiqie memberikan arti ijarah sebagai akad yang obyeknya
adalah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat
dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.83 Berdasarkan definisi di
atas, bahwa ycirah adalah akad menukar sesuatu dengan ada imbalannya,
yang diketahui dan disengaja untuk masa tertentu.

Dalam gadai syariah, murtahin misalnya dapat menyewakan tempat
penyimpanan barang (defosit box) kepada nasabahnya. Barang titipan dapat
berupa barang yang menghasilkan (dimanfaatkan) maupun barang yang
tidak menghasilkan (tidak dapat dimanfaatkan).

Kontrak ijarah merupakan penggunaan manfaat atau jasa dengan
ganti kompensasi. Pemilik menyewakan manfaat di sebut muajiir, sementara
penyewa (nasabah) disebut mustajir, serta sesuatu yang diambil manfaatnya
(tempat penitipan) disebut majur dengan kompensasi atau balas jasa yang
disebut ajran'atau ujrah. Dengan demikian nasabah akan memberikan biaya
jasa atau fee kepada murtahin, karena nasabah telah menitipkan barangnya
kepada murtahin untuk menjaga atau merawat marhun.

Oleh karena itu, melalui penggunaan akad ijarah ini, berarti nasabah
hanya akan memberikan fee kepada murtahin, apabila masa akad ijarah telah
berakhir dan murtahin mengembalikan marhun kepada rakin, karenanya
Pegadaian syariah ini media yang tepat untuk dimanfaatkan dan difungsi-
kannya, karena dengan gadai syariah ini, Pegadaian syariah sebagai media
pengaman barang nasabah.

Untuk menghindari dari riba', maka pengenaan biaya jasa pada
barang simpanan nasabah dengan cara sebagai berikut:

1. Harus dinyatakan dalam nominal, bukan persentase;
2. Sifanya harus nyata, jelas dan pasti, serta terbatas pada hal-ha1 yang

mutlak diperlukan untuk terjadinya kontrak; dan
3. Tidak terdapat tambahan biaya, yang tidak disebutkan dalam akad awal.

Dalam Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah: Membahas Ekonomi Islam. Cetakar~ Pertanla. P'I'
RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2002. hal. 114.

Pelaksonoan Gadai Syarioh oleh Lembaga Pegadaion 117

Dalam akad ini, marhun dapat di kategori menjadi berupa barang
yang tidak dapat dimanfaatkan mupun yang dapat dimanfaatkan, berupa
barang bergerak saja, misalnya emas, barang elektronik dan sebagainya.

Mengenai bagi hasil marhun dapat dikemukakan sebagai berikut.
Pada akad ini, tidak ada bagi hasil yang harus dibagikan. Namun, ada
sejumlah fee yang biasanya diberikan pihak rahin sebagai pengganti biaya
jaminan simpanan yang telah dikeluarkan oleh murtahin. Ketentuan besar-
nya fee yang diberikan rahin kepada murtahin dapat ditentukan saat akad
berlangsung.

Mengenai Prosedur Penaksiran Marhun dapat dikemukakan sebagai
berikut. Jenis akad ijarah, marhun hanya meliputi semua jenis barang ber-
gerak. Besar kecilnya jumlah fee yang diberikan kepada murtahin,
tergantung nilai taksir barang setelah petugas penaksir menilai marhun
tersebut. Petugas penaksir sebaiknya orang yang sudah memiliki keahlian
dan pengalaman khusus dalam melakukan penaksiran n-whun. Sedangkan
lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

1. Murtahinlpetugas penaksir melihat Harga Pasar Pusat yang telah berlaku
(standar harga yang berlaku);

2. ~ u r t a h i n j ~ e t u ~peansaksir melihat Harga Pasar Setempat dari barang.
Harga pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan dengan
perkembangan'harga yang terjadi;

3. Murtahinlpetugas penaksir melakukan pengujian kualitas marhun;
4. Murtahinlpetugas penaksir menentukan nilai taksir.

Mengenai Prosedur Simpan Marhun dapat dikemukakan sebagai
berikut. Untuk memperoleh defosit box bagi masyarakat di Pegadaian
syariah sangat sederhana dan cepat, tidak sesulit di bank Sedangkan prosedur
mendapatkan kesepakatan akad ijarah dari gadai syariah adalah sebagai
berikut:

1. Calon nasabah datang langsung ke murtahin dan menyerahkan murhun
dengan menunjukkan surat bukti diri, seperti KTP atau surat kuasa
apabila pemilik barang tidak dapat datang sendiri;

2. Marhun diteliti kualitasnya untuk menaksir dan menetapkan harganya.
Berdasarkan taksiran yang dibuat murtahin, maka ditetapkan besarnya
biaya jasa yang harus dibayarkan oleh rahin. Hal ini ditempuh guna men-
cegah adanya kerugian;

3. Setelah nasabah mendapatkan fasilitas, maka murtuhin. mengarahkan
agar rahin memberikan tanggungjawab dan tenang;

4. Selanjutnya, pembayaran uang jasa dilakukan rahin.

118 HukumGadaiSyariah

Dalam akad ijarah, nasabah berkewajiban melakukan pelunasan
biaya simpanan. Dalam akad ini, rahin dapat melunasi kewajibannya sebe-
lum pada waktu yang telah ditentukan (jatuh tempo). Pelunasan biaya
simpanan rahin prosedurnya adalah sebagai berikut.:

1. Rahin membayarkan uang biaya simpanan kepada murtahin disertai
dengan bukti surat gadai;

2. Barang akan dikeluarkan oleh murtahin;
3. Marhun dikembalikan oleh penerima gadai kepada nasabah.

Mengenai Prosedur Pelunasan dapat dikemukakan sebagai berikut.
Dalam akad ijarah, nasabah berkewajiban melakukan pelunasan biaya sim-
panan. Dalam akad ini, rahin dapat melunasi kewajibannya sebelum pada
waktu yang telah ditentukan (jatuh tempo). Pelunasan biaya simpanan rahin
prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. Rahin membayarkan uang biaya simpanan kepada murtahin disertai
dengan bukti surat gadai;

2. Barang akan dikeluarkan oleh murtahin;
3. Marhun dikembalikan oleh penerima gadai kepada nasabah. .

4. Akad Qardhul Hasan

Berdasarkan pemanfaatan marhun bih' untuk yang sifatnya. konsumtif,
Pegadaian syariah tidak dapat memungut tambahan biaya atau diluar biaya
yang jelas terjadi. Dalam ha1 ini, Maulana Maududi dalam Mustaq Ah'mad,
menolak keras adanya anggapan bahwa motif mendapat keuntungan adalah
sesuatu yang esensial untuk adanya sebuah pinjaman, yang sama sekali tidak
memiliki relasi dengan pengalaman praktik.25,Karenanya,gadai yang bersifat
fungsi sosial ini, akad yang tepat adalah akad qardhul hasan69 d m akad
i j ~ r a Ah k~ad~ Qardhul Hasan diterapkan untuk nasabah yang menginginkan
untuk keperluan konsumtif. Barang jaminannya hanya dapat berupa barang
yang tidak menghasilkan (tidak dimanfaatkan). Dengan demikian rahin akan
memberikan biaya upah atau fee kepada murtahin (sebagai bagian dari
pendapatan Pegadaian syariah), karena murtahin telah menjaga atau merawat
m~rhun.~D'i samping itu, Pegadaian syariah juga dibolehkan mengenakan
biaya administrasi kepada orang yang menggadaikan.28

" Mustaq Ahmad, Loc. cit, hal. 80.
I" Anonim. Tentang PegadaianSyariah. Warta Pegadaian. No. 107 Tahun XV 2003. hal. 7.

Muhammaddan Sholikhul Hadi. Op. cit, hal. 1 13.
Markum Sumitro,, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-LembagaTerkait: BMI dan Takahl di

Indonesia Edisi I,Cetakan 3, PT.RajaGrafindo Persada Jakarta: 2002, hal. 39.

PelaksanoonGodai SIprhh oleh Lembago Pegodaian 119

Menurut Muhammad Akram Khan, bahwa pengeluaran akad
qardhul hasan itu dalam rangka memenuhi kewajiban moral dan tidak ada
balasan untuk itu. Menolong orang miskin dan membutuhkan (mustahiq)
menjadi sebuah nilai keutamaan dalam semua masyarakat beradab di seluruh
sejarah k e m a n ~ s i a a nU. ~ta~manya bagi keluarga yang kekurangan dana, baik
dikarenakan munculnya kebutuhan untuk pendidikan, kesehatan, kebutuhan
darurat yang mendadak dan tidak diperhitungkan, seperti sakit atau kewa-
jiban bayar ganti rugi yang timbul mendadak, akibat lonjakan harga
kebutuhan primer yang tidak dapat diimbangi dengan tambahan pendapatan,
maupun nasabah fMdng yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak
dapat menarik dananya secara cepat, seperti deposito, gaji bulanan, dan lain-
lain:' sehingga untuk menanggulangi kekslrangan dana itu, salah satunya
melalui utang kepada lembaga yang memberikan kemudahan aturan dan
terbebas dari bunga," seperti Pegadaian syariah.

Oleh karena itu, melalui penggunaan akad qardhul hasan ini, rahin
hanya mengembalikan modal pinjaman dan menggunakan transaksi berda-
sarkan prinsip biaya administrasi (biaya materai, notaris, peninjauan
feasibility proyek, biaya pegawai bank dan lain-lain)?*

Dalam sebuah konteks menyelurubapalagi gadai syariah-apabila
anggota masyarakat tidak mampu untuk memberikan qardhul hasan kepada
anggota masyarakat yang memerlukan, maka negara memiliki tanggung
jawab untuk mengambil alih untuk memberikan fasilitas tersebut, sehingga
tidak ada orang membutuhkan yang dieksploitasi oleh yang lain, karena
tidak tersedianya qardhul hasan ini. Dan Pegadaian syariah ini media yang
tepat untuk dimanfaatkan dan difungsikannya, karena dengan gadai syariah
ini, rahin masih menimbulkan kehormatan dirinya-karena rahin memberi-
kan marhun sebagai alat penjamin, apabila suatu saat apabila marhun bih
jatuh tempo dan rahin tak sanggup mengkembalikannya, maka bagi
murtahin ha1 itu sebagai pengaman marhun bik?' dan meninggalkan

*' Muhammad Akram Khan, Op. cif hat. 182-183.

Dahlan Siamat, Op. cit. hal. 198.
" Husein Syahatah, Iqiishadil Baiill Muslim ji Dau'isy Syari'aiil-lslrrmryrJ1. Darut-Thaba'ah

wannasyru al-lslamiyah, Ditejemahkan Dudung Rahmat Hidayat dan ldhoh Anas. Cetakan I , (iema
lnsani Press. Jakarta: 1998, hlm. 107-1 12. Islam menganjurkan umamya saling meminjam dengan

cam yang baik, karena ha1 ini akan dapat mewujudkan rasa saling menyayangi, mengasihi. dan

menghonnati di antara sesama kaum muslimin. Berarti harusjauh dari sistem riba' ( 0 s . AI-Baqarah
ayat 276), karena dengan riba'dapat menimbulkan dampak negatif. di antaranya biologis, psikologis.

' sosiologis,dan ekonomis.
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, Cetakan 2. U11 Press, Yogyakarta:

" 2001, hal. 41.

M. Bahsan, Op. cit hal. 2.

120 HukunGadaiSyariah

dorongan dalam dirinya untuk menghidupkan perjuangan dan usaha kembali,
apabila dibandingkan dengan infaq yang memang tidak diharapkan lagi uang
yang dipinjam akan kembali.

~ k qaardhul hasan dapat berasal dari bagian modal Pegadaian
syariah, laba yang disisihkan atau lembaga lain atau individu yang
mempercayakan penyaluran infak-nya (ZIS) ke Pegadaian ~ ~ a r i a h ? ~

Untuk menghindari riba ', maka pengenaan biaya administrasi pada
pinjaman dengan cara sebagai berikut:

1. Harus dinyatakan dalam nominal, bukan prosentase;
2. Sifanya hams nyata, jelas dan pasti, serta terbatas pada hal-ha1 yang

mutlak diperlukan untuk terjadinya kontrak?'

Kategori marhun dalarh akad ini adalah hanya berupa barang yang
tidak dapat dimanfaatkan/dikelola, kecuali dengan jangan menjualnya dan
berupa barang bergerak saja, misalnya emas, barang elektronik dan sebagai-
nya.

Pada akad ini, tidak ada bagi hasil yang harus dibagikan, karena
akad ini hanya merupakan akad yang berfungsi sosial. Namun, dalam akad
ini ada sejumlahfee yang biasanya diberikan pihak rahin sebagai pengganti
biaya adhinistrasi yang telah dikeluarkan murtahin. Ketentuan besarnyafee
yang dibenkan rahin kepada

murtahin tidak ditentukan, artinya rahin diberi kebeb,asan untuk
menentukan besarnyafee yang hams diberikan. Pemberianfee rahin kepada
murtahinjuga tidak ada unsur paksaan.

Mengenai Prosedur Penaksiran h r h u n dapat dikemukakan sebagai
berikut. Penyaluran marhun bih atas dasar hukum gadai syariah mensyarat-
kan adanya penyerahan marhun. Namun, khusus untuk gadai syariah, jenis
akad qardhul hasan, barangjaminannya marhun hanya meliputi jenis barang
bergerak. Besar kecilnya jumlah marhun bih yang diberikan kepada rahin,
tergantung nilai taksir barang. Petugas penaksir sebaiknya orang-orang yang
sudah memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam melakukan penak-
siran marhun. Sedangkan lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

1. Murtahinlpetugas penaksir melihat Harga Pasar Pusat yang telah berlaku
(standar harga yang berlaku);

" HB. Tamam Ali. et.al. Ekonomi Syariah dalam Sorotan. Kerjasarna Yayasan Amanah, MES. dan
' PNM,Yay&an Amanah, Jakarta: 2003, hal. 172.

Markurn Sumitro, Op. cit, him. 40; Muhammad, Op. cit, hal. 43.

Pelaksanaan Gadai Syorbh oleh Lembaga Pegadoion 121

2. Murtahinlpetugas penaksir melihat Harga Pasar Setempat dari barang.
Harga pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan dengan
perkembangan harga yang terjadi;

3. Murtahinlpetugas penaksir melakukan pengujian kualitas marhun;
4. Murtahinlpetugas penaksir menentukan nilai taksir.

Prosedur untuk memperoleh marhun bih tidak sesulit memperoleh
dana pinjarnan di bank, dan untuk memperoleh marhun bih bagi masyarakat
yang membutuhkan akan sangat sederhana dan cepat. Sedangkan prosedur
mendapatkan marhun bih dari gadai syariah adalah sebagai berikut:

1. Calon nasabah datang langsung ke murtahin dan menyerahkan marhun
yang akan dijadikan jaminan dengan menunjukkan surat bukti diri,
seperti KTP atau surat kuasa apabila pemilik marhun tidak dapat datang
sendiri;

2. Barangjaminan tersebut diteliti kualitasnya untuk menaksir dan menetap-
kan harganya. Berdasarkan taksiran yang dibuat murtahin, maka ditetap-
kan besarnya marhun bih yang dapat diterima nasabah. Besarnya nilai
marhun bih yang diberikan biasanya lebih kecil daripada nilai pasar dari
marhun. Hal ini ditempuh guna mencegah adanya kerugian;

3. setelah riasabah mendapatkan fasilitas pinjaman, maka untuk mengarah-
kan agar rahin berhasil dalam usahanya, murtahin akan memantau, baik
secara langsung maupun tidak langsung kepada usaha yang dilakukan
oleh rahin;

4. Selanjutnya, pembayaran marhun bih dilakukan murtahin tanpa ada
potongan biaya apapun.

Mengenai Prosedur Pelunasan Marhun Bih dapat dikemukakan seba-
gai berikut. Dalam akad qardhul hasan, nasabah berkewajiban melakukan
pelunasan marhun bih yang telah diterima. Dalam akad ini, rian dapat
melunasi kewajibannya sebelum pada waktu yang telah ditentukan (jatuh
tempo). Pelunasan marhun bih nasabah prosedurnya adalah sbb.:

1. Rahin membayarkan marhun bih kepada murtahin disertai dengan bukti
surat gadai;

2. Barangakan dikeluarkan oleh murtahin;
3. Marhun dikembalikan murtahin kepada nasabah.

Mengenai Prosedur Pelelangan Marhun, apabila nasabah tidak dapat
melunasi utangnya kepada murtahin, maka murtahin berhak untuk
melelangl menjual marhun pada saat jatuh tempo. Ini dibolehkan dengan
ketentuan, sebagai berikut:

122 HukwnGodoiSyorioh

a. Murtahin harus terlebih dahulu mencari tahu keadaan nasabah,
penyebab belum lunasnya utang;

b. Dapat memperpanjangtenggang waktu pembayaran;
c. Apabila murtahin benar-benar butuh uang dan rahin belum melunasi

utangnya, maka murtahin boleh memindahkan marhun kepada
murtahin lain dengan seizin rahin;
d. Apabila ketentuan di atas tidak terpenuhi, maka murtahin boleh
menjual marhun dan kelebjhan uangnya dikembalikan kepada kepada
r~hin-3~
e. Pelelanganlpenjualan marhin harus dilakukan di depan umum dan
sebelum penjualan dilakukan biasanya ha1 itu harus diberitahukan
lebih dahulu kepada rahim3'

5. Akad Mudharabah

Apabila nasabah mengguaakan dana marhun bih untuk modal usaha, misal

membuka 'counter pulsa', setelah dilakukan perhitungan matang, pihak

murtahin dapat memberikan pinjaman kepada nasabgh. . Keqntun,.ga. n...da. ri
hasil counter pulsa itu, setelah dilakukan perhitungan, pendapptan dan

dikurangibi&a yang nyita, makit dilakukan bagi hasil menudkeiepakatan

a i d . &baliknya . iiabila menderita kerugian, ' akah ditanggung'beiiipia.
Karena'itu, pihak ~ e g d a i a nSyariah seharusnya mefakukqn studi kelaiakan

usaha secia detail dan teliti, sehingga kemungkinan risiko kerug& dap&

dieliminir dan tetap menganut prudential, termasuk mencari .nasa.bah jujur
dan am&h.
.. .

,. . >.

Bebas dari adanya moral hazard. Karena kunci keberhgilan d a d

mudharbbah denganb. a. gi hasil ini sangat ter&tung pa.d. a karakter nasabah.

Dalam akad mudharabah ini, Pegadaian syariah sebagai shohibul
maul (penyandang dana) dan rahin sebagai mudharib (pengelola dana).

Akad mudharabah hanya dapat diterapkan pada rahin yang menginginkan

gadai barang untuk keperluan produktif, artinya dengan menggadaikan

barangnya, rahin tersebut mengharapkan adanya modal kerja. Marhun yang

dijaminkan adalah barang yang dapat dimanfaatkan atau tid+ dapat

dimanfaatkan (dikelola) oleh rahin dan murtahin. Rahin akan memberikan

bagi hasil (profit loss sharing) berdasarkan keuntungan usaha yang

"' Muhammaddan Sholikhul Hadi, Op. ci& hal. 1 14-119. 123
" M. Ali Hasan, Op. cit. hal. 254.
Peloksanaon Gadd Syarioh oleh Lemboga Pegodaian

diperolehnya kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan sampai modal
yang dipinjam ter~unasi.~'

Selanjutnya,jika marhun dapat dimanfaatkan, maka dapat diadakan
kesepakatan baru (akad lain) mengenai pemanfaatan marhun, dan jenis
akadnya disesuaikan dengan jenis barangnya. Jika rahin tidak berkehendak
memanfaatkan marhun dan diserahkan sepenuhnya kepada murtahin, maka
murtahin berhak mengelola marhun dan memungut hasilnya. Sedangkan dari
sebagian hasilnya harus diberikan kepada rahin, karena rahin merupakan
pemilik marhun. Begitu juga sebaliknya, apabila murtahin tidak mau diberi
amanat untuk mengelola marhun, maka rahin-lah yang harus mengelola
mwhun, dan akan memberikan bagi hasil kepada murtahin sesuai dengan
kesepakatan.

Kernudian Kategori m a r h dalam akad ini adalah semua jenis
barang yang dapat dimanfaatkan, baik itu berupa barang bergerak maupun
tidak bergerak. Sedangkan barang bergerak, misalnya kendaraan, barang
elektronik dan sebagainya. Adapun jenis barang yang tidak bergerak adalah
tanah dan pekarangan.

Dalam akad ini, dari keuntungan bersih pihak yang diarnanati untuk
mengelola usaha rahin yang sesuai dengan permohonannya. Artinya, keun-
tungan tersebut setelah dikurangi biaya pengelolaan. Mengenai ketentuan
persentase bagi hasil dari hasil usaha adalah sesuai dengan kesepakatan
kedua belah pihak.

Apabila yang mengelola pihak rahin, maka adalah 70% untuk rahin
dan nisbah 30% untuk murtahin. Hal ini ditempuh oleh karena pihak ruhin
adalah pihak pengelola usaha. Sedangkan bagi murtahin adalah pihak
penyandang dana. SeJain bagi hasil dari usaha nasabah yang telah didanai
oleh murtahin, kedua belah pihak tersebut juga masih akan mendapatkan
bagi hasil dari pernanfaatan/pengelolaan marhun. Mengenai siapa yang
berhak mengelola marhun tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak.
Adapun apabila yang mengelola marhun tersebut adalah murtahin, maka
nisbah yang dibagikan, misalnya 30% untuk murtahin dan 70% untuk rahin.
Bagi hasil yang diterima murtahin merupakan upah dari pengelolaan dan
pengganti biaya administrasi, serta cadangan adanya kerugian. Sedangkan
bagi rahin adalah pemilik barang yang sah. Sedangkan apabila yang rnenge-
lola barang jaminan tersebut adalah nasabah, maka bagi hasilnya 85% untuk
nasabah dan 15% murtahin. Oleh karena itu, seiain murtahin mendapatkan

'' Muhammad dan Solikhkul Hadi, Loc.cit, hat. 104. , . HukumGadaiSyariah

124

bagi hasil dari pemanfaatan barang, murtahin juga masih mendapatkan bagi
hasil dari usaha yang nasabah biayainya. Ketentuan bagi hasil tersebut, tidak
mutlak dan bergantung kesepakatan kedua belah pihak.

Penyaluran uang pinjaman atas dasar bukum gadai syariah mensya-
ratkan adanya penyerahan barang. Namun, khusus akad ini, jenis marhun
meliputi semua jenis barang, baik bergerak maupun tidak bergerak. Besar
kecilnya jumlah pinjaman yang diberikan kepada rahin, tergantung nilai
taksir m a r k setelah petugas penaksir menilai marhn. Petugas penaksir
sebaiknya orang yang sudah memiliki keahlian dan pengalaman khusus
dalam melakukan penaksiran mwhun. Adapun pedoman penaksiran marhun
dibagi menjadi 2 kategori, yaitu barang bergerak dan barang tidak bergerak.
Sedangkan lebihjelasnya adalah sebagai berikut:

1. Barang Bergerak

Murtahinlpetugas penaksir melihat Harga Pasar Pusat yang telah
berlaku (standar harga yang berlaku);
Murtahinlpetugas penaksir melihat Harga Pasar Setempat dari barang.
Harga peddman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan
dengan perkembangan harga yang terjadi;
~urtah'in/~enaksmirelakukan uji kualitas marhun;
Murtahinlpetugas penaksir menentukan nilai taksir.

2. Barang Tak Bergerak

Murtahinl penaksir dapat minta sertifikat tanah pada nasabah untuk
mengetahui gambaran umum marhun;
Murtahinlpetugas penaksir dapat melihat langsung atau tidak langsung
kondisi marhun ke lapangan;
Murtahinlpenaksir melakukan uji kualitas marhun;
Murtahinlpenaksir dapat menentukan nilai taksir.

Prosedur untuk memperoleh dana marhun bih bagi masyarakat yang
membutuhkan akan sangat sederhana dan cepat di Pegadaian syariah, tidak
sesulit memperoleh dana pinjaman di bank. Prosedur mendapatkan marhun
bih dari gadai syariah adalah sebagai berikut:

I . Calon rahin datang ke rnurtahin dan menyerahkan marhun dengan

menunjukkan surat bukti diri, seperti KTP atau surat kuasa apabila

pemilik barang tidak dapat datang sendiri;
2. Marhun diteliti kualitasnya untuk menaksir dan menetapkan harganya.

Berdasarkan hasil taksiran, maka ditetapkan besamya marhun bih yang
diterima nasabah. Besarnya nilai marhun bih yang diberikan lebih kecil
daripada nilai pasar marhun. Hal ini ditempuh guna mencegah kerugian;

Pelaksanwn Gadai SyaFioh oleh Lewhgo Pegadaian 125

3. Setelah nasabah mendapatkan fasilitas marhun bih, maka untuk
mengarahkan agar nasabah berhasil dalam usahanya, murtahin akan
memantau, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada usaha
yang dilakukan oleh rahin;

4. Selanjutnya, pembayaran marhun bih dilakukan murtahin tanpa ada
potongan biaya apapun. Prosedur pemberian pembiayaan dalam akad ini
dapat dilihat pada gambar

, Dalam akad mudharubah, nasabah berkewajiban melakukan pelu-
nasan marhun bih yang telah diterima. Dalam akad ini, nasabah dapat melu-
nasi kewajibannya sebelum pada waktu yang telah ditentukan atau harus
menunggu saat jatvh tempo pelunasan. Pelunasan marhun bih oleh nasabah
prosedurnya adalah sbb.:

1. Rahin membayarkan marhun bih kepada murtahin disertai dengan bukti
surat gadai;

2. Barang akan dikeluarkan oleh murtahin;
3. Marhun dikembalikan oleh murtahin kepada nasabah.

Apabila marhun tidak dapat melunasi utangnya kepada murtahin.
maka murtahin berhak untuk melelang/minjual pada saat jatuh tempo. Ini
dibolehkan dengan ketentuan, sebagai berikut:

1. Penerima gadai harus terlebih dahulu mencari tahu keadaan nasabah
(penyebab belum lunasnya utang);

2. Dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran;
3. Apabila murtahin benar butuh uang dan rahin belum melunasi marhun

bih, maka murtahin boleh memindahkan marhun kepada murtahin lain
dengan seizin rahin;
4. Apabila tidak terpenuhi, maka murtahin boleh menjual murhun dan
kelebihan uangnya dikembalikan pada rahin.j9

6. Akad Ba'i Muqayyadah

Apabila nasabah menggunakan dana marhun bih untuk menambah modal
usaha, misal membeli 'komputer' guna membuka rental internet'dan penge-
tikan, maka rahin akan memberikan fee (pendapatan) kepada murtahin
melalui ma+ up harga barang modal komputer tersebut dari harga dasar
belinya. Akad ba 'i muqayyadah ini hampir mirip dengan akad murabahah,
yang biasa dilakukan bank. Hanya saja pada akad ba'i muqayyadah di gadai
syariah, marhun apabila dapat dimanfaatkan murtahin dan rahin memberi-

'' Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. cit, hal. 104-1 12. HukmGadaiSyariah

126

kan izin bagi murtahin untuk mengelolanya, ha1 ini dapat dijadikan sebagai
media pendapatan Pegadaian Syariah. Karena itu, pihak murtahin seharus-
nya melakukan studi kelayakan usaha secara detail dan teliti, sehingga
kemungkinan risiko kerugian itu dapat dieliminir dan tetap menganut
prudential, termasuk mencari nasabah jujur dan amanah. Karena kunci
keberhasilan akad ba'i muqayyadah ini tergantung pada karakter nasabah.

Akad ba 'i muqayyadah diterapkan pada nasabah yang menginginkan
rahn untuk keperluan produktif, artinya dalam menggadaikan marhun,
nasabah tersebut menginginkan modal kerja berupa pembelian barang.
Marhun yang dapat dijaminkan untuk akad ini adalah barang yang dapat
dimanfaatkan atau tidak dapat dimanfaatkan. Dengan demikian, murtahin
akan membelikan barang yang sesuai dengan keinginan nasabah, dan pihak
rahin akan memberikan mark up kepada murtahin sesuai dengan kesepa-
katan pada saat akad berlangsung dan sampai batas waktu yang telah
ditentukan .40

Selanjutnya, jika marhun dapat dimanfaatkan, maka dapat diadakan
kesepakatan baru (akad lain) mengenai pemanfaatan marhun, dan jenis akad-
nya disesuaikan dengan jenis barangnya. Apabila nasabah tidak ingin
memanfaatkaii marhun dan diserahkan sepenuhnya kepada murtahin, maka
murtahin berhak mengelola marhun dan memungut hasilnya. Sedangkan
sebagian hasilnya harus diberikan kepada nasabah, karena nasabah merupa-
kan pemilik marhun yang sebenamya. Sebaliknya, apabila murtahin tidak
ingin diberi amanat untuk mengelola marhun, maka nasabah-lah yang harus
mengelola, dan akan memberikan bagi hasil kepada murtahin sesuai dengan
kesepakatan.

Kategori marhun dalam akad ini adalah semua jenis barang yalig
dapat dimanfaatkan ataupun tidak dapat dimanfaatkan, baik itu berupa
barang bergerak maupun tidak bergerak. Barang bergerak, misalnya kenda-
raan, barang elektronik dan sebagainya. Adapun jenis barang yang tidak
bergerak adalah tanah dan pekarangan.

Dalam akad ini adalah dari keuntungan bersih pihak yang diamanati
untuk mengelola marhun yang sesuai dengan kesepakatan. Artinya, keun-
tungan tersebut setelah dikurangi biaya pengelolaan. Ketentuan persentase
bagi hasil dari pengelolaan usaha adalah sesuai dengan kesepakatan kedua
belah pihak.

"' Ibid, hal. 46. 127
Pelaksanaan Gadai Syariah oleh Lembaga Pegadaian .

Apabila yang mengelola pihak rahin, maka adalah 80% untuk rahin
dan nisbah 20% untuk murtahin. Hal ini ditempuh oleh karena pihak rahin
adalah pihak pemilik barang gadai yang sah. Sedangkan bagi murtuhin,
jumlah persentasenya dapat digunakan untuk menjaga terjadinya inflasi atau
kerugian lain atakuang yang dipinjamkan. Selain itu, murtahin juga telah
mendapatkan mark up dari hasil pembelian barang yang diinginkan oleh
rahin.

Adapun apabila yang mengelola marhun tersebut adalah murtahin,
maka nisbah yang dibagikan, misalnya 30% untuk murtahin dan 70% untuk
rahin. Bagi hasil yang diterima murtahin sebagai upah dari pengelolaan dan
pengganti biaya administrasi, serta cadangan adanya kerugian. Ketentuan
bagi hasil tersebut, tidak mutlak dan bergantung pada kesepakatan kedua
belah pihak.

Penyaluran marhun bih mensyaratkan adanya penyerahan barang.
Namun, khusus akad jenis ba'i muqayyadah, maka marhun meliputi semua
jenis barang, baik bergerak maupun tidak bergerak. Besar kecilnya jumlah
marhun bih yang diberikan kepada rahin, tergantung nilai taksir barang
setelah petugas penaksir menilai marhun. Penaksir sebaiknya orang yang
sudah memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam melakukan
penaksiran marhun. Adapun pedoman penaksiran marhun dibagi menjadi
dua kategori, yaitu barang bergerak dan barang tidak bergerak. Sedangkan
lebihjelasnya adalah sbb.:

Barang Bergerak,
Murtahinlpetugas penaksir melihat Harga Pasar Pusat yang telah
berlaku (standar harga yang berlaku);
3. Murtahin/penaksir melihat Harga Pasar Setempat dari barang. Harga
pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan perkem-
bangan harga yang terjadi;
4. Murtahinl penaksir melakukan uji kualitas marhun;
5. Murtahinlpetugas penaksir menentukan nilai taksir;
6. Barang Tak Bergerak;
7. Murtahinlpenaksir meminta sertifikat tanah kepada rahin untuk menge-
tahui gambaran umum marhun;
8. Murtahinlpenaksir dapat melihat langsung atau tidak langsung kondisi
marhun ke lapangan;
9. Murtahinlpenaksirmelakukan uji kualitas murhun;
10. Murtahinlpenaksirdapat menentukan nilai taksir.

128 HukunGadoiSyorioh

Prosedur untuk memperoleh marhun bih bagi masyarakat yang
membutuhkan sangat sederhana dan cepat di Pegadaian syariah, tidak sesulit
memperoleh dana pinjaman di bank. Prosedur mendapatkan marhun bih
dengan menggunakan akad ba 'imuqayyadahadalah sebagai berikut:

1. Rahin datang ke murtahin dan menyerahkan marhun dengan menunjuk-
kan surat bukti diri, seperti KTP atau surat kuasa apabila pemilik barang
tidak dapat datang sendiri;

2. Marhun diteliti kualitasnya untuk menaksir dan menetapkan harganya.
Berdasarkan hasil taksiran, maka ditetapkan besarnya marhun bih yang
dapat diterima rahin. Besarnya nilai marhun bih yang diberikan lebih
kecil daripada nilai pasar. Hal ini ditempuh guna mencegah adanya
kerugian;

3. Setelah rahin mendapatkan marhun bih, maka untuk mengarahkan agar
rahin berhasil dalam usahanya, murtahin akan memantau, baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada usaha yang dilakukan oleh
rahin; dan

4. Pembayaran marhun bih dilakukan murtahin tanpa ada potongan biaya
apapun. Prosedur pemberian marhun bih

Dalam akad mudharubah, nasabah berkewajiban melakukan pelu-
nasan marhun bih yang telah diterima. Rahin dapat melunasi marhun bih
sebelum pada waktu yang telah ditentukan (jatuh tempo). Pelunasan marhun
bih oleh rahin prosedurnya sebagai berikut:

1. Rahin membayarkan marhun bih kepada murtahin disertai dengan bukti
surat gadai;

2. Barang akan dikeluarkan oleh murtahin;
3. Marhun dikembalikan oleh murtahin kepada rahin.
4. Apabila rahin tidak dapat melunasi utangnya kepada murtahin, maka

murtahin berhak untuk melelang/menjual marhun pada saat jatuh tempo.
Ini dibolehkan dengan ketentuan, sebagai beriikut:
5. Murtahin harus terlebih dahulu mencari tahu keadaan rahin (penyebab
belum lunasnya utang);
6. Dapat memperpanjang tenggang waktu pembayaran;
7. Apabila murtahin butuh uang dan rahin belum melunasi utangnya, maka
murtahin boleh memindahkan marhun kepada murtahin lain dengan
seizin rahin;

Pelaksanaan Gadai Sgariah oleh Lembaga Pegadaian 129

8. Apabila tidak terpenuhi, maka murtahin boleh menji~almarhun dan
kelebihan uangnya dikembalikan pada r ~ h i n . ~ '

7. Akad Musyarakah

Seperti kerjasama antara Pegadaian dengan BMI, dimana Pegadaian sebagai
operasionalnya (mudharib), sedang BMI sebagai penyandang dana. Keun-
tungan dibagi bersama antara Pegadaian dengan BMI dengan bagi hasil
50%: 509'0, cara pembayarannya dapat bulanan, triwulan, semester, tahunan,
atau sampai &ad berakhir.

Akad musyarakah dapat dilanjutkan dengan pembaharuan lagi akad
musyarahh-nya, mungkin nisbah dapat berubch, intinya sesuai dengan
kesepakatan Pegadaian dan BMI. Apabila ha1 ini dilaksanakan, tidak hanya
akan memberikan keuntungan Pegadaian Syariah, namun akan lebih
menguatkan LKS yang ada di Indonesia secara umumnya.

8. Akad Musyarakah Amwal Al-'Inan

Seperti kerjasama antara Pegadaian dengan BMI, dimana Pegadaian sebagai
operasionalnya (mudharib), sedang BMI sebagai penyandang dana.
Keuntungan dibagi bersama antara Pegadaian dengan BMI dengan bag; hasil
50% : 50%, cara pembayarannya dapat bulanan, triwulan, semester, tahunan,
atau sampai akad berakhir.

Pola musyarakah adalah perkongsian antara 2 pihak atau lebih untuk
berbagi hasil atau pro@ loss sharing (PLS), berbagi kontribusi, berbagi
kepemilikan dan berbagi risiko dalam sebuah usaha (karena manusia tidak
mengetahui apakah usahanya nanti mendapatkan laba atau rugi, lihat Q.S.
Luqman: 34). Dalam pola musyarakah ini banyak sekali potensi kecurangan
yang dapat dihindari jika pelaku utamanya adalah orang shaleh penjaga
amanah (al-Qur'an Surat Shaad: 24) dan al-Hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Daud dan ~ a k i m . ~ ~
"Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yung bersyarikat itu
sebagian mereka berbuat zhalim, kecuali orang-orang yang herimun dun
mengerjakan amal shaleh".

'' Muhammad dan Sholikhul Hadi, Op. c i t hd. 95-104.

" Muhammad Gunawan Yasni, Musyarakah Pendorong lnvestasi Bersarna. Paper Kuliah Teori
Ekonomi Islam, Program Pascasarjana Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam (PSKTTI)
Kekhususan Ekonomi dan Keuangan Syariah, Universitas Indonesia.

130 HukmGodoiSyorioh

"Dari Abu Hurairah, Rasulullah Muhammad Saw..berkata; Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla ber$rr?lan: 'Aku adalah pihak ketiga dari dua orang
yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya".

Pola musyarakah ini akan mendorong terjadinya investasi bersama
antara pihak yang mempunyai modal minimum, namun kemampuan ber-
usaha cukup optimalb dengan pihak yang mempunyai modal besar yang
cenderung dianggurkan (masih belum dioptimalkan). Dikarenakan Islam
sangat mendorong umatnya untuk berinvestasi dan selalu produktif, sehingga
kapital yang ada tidak boleh dianggurkan atau tidak dimanfaatkanl
dioptimalkan.

Pegadaian syaiiah juga -memperoleh laba dari usahanya dalam
penghimpunan dana Vunding product), yaitu mela lui penerapan akad
musyarakah (partnership, project financing participation), yang berarti
Pegadaian syariah dapat mengadakan bentuk akad kerjasama dengan LKS
lain (dua pihak atau lebih) untuk suatu modal, usaha, dan k e ~ n t u n ~ a n ~ ~
tertentu, dimana setiap pihak memberikan kontribusi modal atau expertise
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.@

Modal yang disetor, dapat berupa uang, property, equipment ataupun
intangible asset (seperti hak paten dan goodwill) dan barang lainnya yang
dapat dinilai dengan uang. Semua modal dicampur untuk dijadikan modal
musyarakah dan dikelola bersama. Setiap pemilik modal berhak untuk turut
serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana
musyarakah.

Pemilik modal yang dipercaya untuk menjalankan musyarakuh tidak
boleh melakukan tindakan, seperti:

1. Menggabungkan dana musyarakuh dengan harta pribadi;
2. Musyarakuh dengan pihak lain tanpa izin dari pemilik modal lainnya;
3. Memberikan pinjaman kepada pihak lain.

Oleh karena itu, untuk meminimalisir adanya potensi kecurangan
itu, maka diperlukan kejelasan dalam perjanjian yang dibuat dan mekanisme
jalanya pola usaha musyarakuh ini, yaitu sebagai berikut:

' Abdullah Al-Muslih dan Ash-Shawi. Ma La Yasa'ul TqjimJahluhu. Dar Al-Muslim. Riyadh KSA.

DiterjemahkanAbu Umar Basyir, Cetakan 1, Darul Haq, Jakarta: 2004, hal. 148.
" Muhammad Syafi'i Antonio, Op. cit. hal. 90.

Pelaksanaan Godai Syorioh oleh Lernbaga Pegadaian 131

1. Diperjanjikan dengan jelas nisbah hasil usaha, kontribusi usaha, bagian
setoran kepemilikan dan bagian risiko dalam suatu akte perjanjian di
bawah hukum yang tidak bertentangan dengan ketentuan syarizih;

2. Diperjanjikan dengan jelas jenis usahanya;
3. Ada perwakilan yang jelas antara berkongsi kepada siapa diberikan

mandat melakukan transaksi dengan pihak lain di luar perusahaan;
4. Para pemilik modal dan perwakilannya hams mengerti hukum; dan
5. Modalnya harus tunai bersamaan pada saat pola musyarakah di~e~akati.4'

Pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan pihak

lain. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila menarik

diri dari kesepakatan atau membatalkan kapan saja dia kehendaki maupun
modalnya telah selesai diputar atau musyarakah telah berakhir,46 yaitu
setelah modal tersebut diputar dan kembali menjadi uang kontan agar dapat
mencegah bahaya terhadap pihak lain atas terjadinya keputusan mendadak
setelah usaha baru dimulai!'

Akad musyarakah ini yang tepat untuk kondisi Pegadaian syariah

adalah berupa akad musyarakah jenis keuangan amwal-al'inan, y a i t k

kontrak antara 2 orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari
keselumha; dana d m berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam

keuntungan dan kerugian yang disepakati di antara mereka. Namun, porsi

kedua pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama

dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka, meskipun terdapat akad yang
hampir mirip atau serupa, yaitu akad musyarakah al-mufawadhah, yaitu

kontrak kerjasama antara 2 orang atau lebih, di mana setiap pihak memberi-

kan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap

pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian,

syarat utama dari jenis musyarakah ini adalah kesarnaan dana yang diberi-

kan, kerja, tangunggjawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing

pihak.48 Namun, menurut Adiwarman, akad musyarakah amwal ul-'inun

lebih tepat untuk yang ha1 yang sifatnya penyertaan Seperti yang

saat ini diterapkan antara gadai syariah dengan patnership-nya, Bank

Muamalat Indonesia, yang menerapkan musyarakah al-'inan.

"" Muhammad Gunawan Yasni. Op. cit.
Muhammad Syafi'i Antonio, Loc. cit hal. 196.
" Abdullah AI-Muslih dan Ash-Shawi, Op. Cit. ha1 154.
" ~ u h m m a dSyafi'i Antonio, Loc.Cit. hal. 92.
'9 Adiwarmari A. Karim. Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, Cetakan Pertama, Gerna.lnsani

Press, Jakarta: 2001, hal. 81.

132 HukumGodaiSyorioh

Akad ini dapat diterapkan pada patner yang menginginkan kerja
sama dalam gadai syariah untuk keperluan produktif, artinya dalam akad
patner tersebut menginginkan kerjasama dengan Pegadaian syariah untuk
berbagi keuntungan dan kerugian bersama-sama. Sedangkan yang diakadkan
adalah dana dan kerja' yang dapat dikelola sesuai dengan kesepakatan pada
saat akad berlangsung dan sampai batas waktu yang telah ditentukanl
disepakati.

Kategori modal yang digunakan dalam akad ini adalah semua jenis
modal, baik berupa uang maupun barang yang dapat dikelola Idimanfaatkan,
baik itu berupa barang bergerak maupun tidak bergerak.

Dalam akad ini, keuntungan bersih pihak yang diamanati untuk
mengelola usaha (Pegadaian syariah) yang sesuai dengan permohonannya.
Artinya, keuntungan tersebut setelah dikurangi biaya pengelolaan. Ketentuan
persentase bagi hasil dari pengelolaan usaha adalah sesuai dengan kesepa-
katan kedua belah pihak. Jadi ketentuan bagi hasil tersebut, tidak mutlak dan
bergantung pada kesepakatan kedua belah pihak.

Prosedur untuk memperoleh modal gadai syariah menggunakan akad
musyarakahamwd al'inan adalah sebagai berikut:

I. Pegadaian gwriah dapat datang langsung maupun tak langsung ke
pemodal (patner), melalui bank syariah, lembaga non perbankan syariah,
menerbitkan obligasi syarih,dan lain-lain.;

2. Kemudian dilakukan akad musyarakuh dengan pengaturannya sekaligus,
meliputi bagi risiko kerugian maupun bagi keuntungan atau bagi hasil;

3. Setelah terjadi kesepakatan antara pegadai& syariah dengan patner-nya,
maka untuk mengarahkan agar murtahin berhasil dalam usahanya, pihak
pafner berhak memantau, baik secara langsung maupun tidak langsung
kepada usaha yang dilakukan oleh murtahin;

Dalam akad musyarakah amwal al-'inan ini, maka pihak Pegadaian
Syariah dapat memberikan bagi hasilnya sesuai dengan kesepakatan,
misalnya bulanan, triwulan, semesteran, tahunan ataupun menanti akhir dari
kesepakatan antara pihak Pegadaian Syariah dengan patner-nya. Penyerahan
bagi hasil kepada pihak patner-nya melalui prosedurnya adalah sbb.:

1. Murtahin membayarkan uang bagi hasil kepada pafner disertai dengan
buktinya;

2. Apabila bagi hasil itu tidak diberikan sekaligus (bulanan, tahunan), maka
diberikan hanya uang bagi hasilnya saja;

3. Apabila bagi hasil itu diberikan sekaligus sampai habis kontraknya, maka
yang diberikan adalah uang modal awal ditambah total bagi hasi lnya:

Peloksanaan Gadoi Syorioh oleh Lembqgo Pegodman 133

4. Dan dilakukan akad ulang, apabila modal itu diserahkan oleh patner dan
dikelola kembali oleh Pegadaian Syariah.

Demikian juga, Pegadaian Syariah sebagai alternatif pembiayaan
dapat dibuktikan untuk dimanfaatkan masyarakat umum, terutama masya-
rakat yang memiliki usaha-usaha kecil yang berprospek baik. Di samping
itu, sebagai 'skim yarzg khasJ yang dimiliki LKS, skim bagi hasil akan
merupakan skim yang sangat diminati masyarakat usaha kecil nantinya,
apabila skim bagi hasil ini sudah memasyarakat dan LKS sendiri sudah
sangat dipercaya oleh masyarakat, sehingga motto Pegadaian Syariah:
"Mengatasi Mmalah Sesuai Syariah" memang dapat dibuktikan, bukan
hanya slogan semata-mata.

Perlu mendapatkan perhatian Pegadaian Syariah bahwa adanya
pemasyarakatan skim bagi hasil ini, Pegadaian dapat memanfaatkan ha1 itu
sebagai media pembinaan nasabahnya, melalui customer empowerman
program, yang mungkin menjadi kendala dalam program ini adalah adanya
kekurangan SDM yang dimiliki Pegadaian Syariah. Karena itu, mengantisi-
pasinya, salah satunya memanfaatkan mahasiswa/masyarakat.yang memiliki
antusias terhadap program ini untuk diajak bersama melakukannya. Dengan
adanya kerjasama ini, terdapat kemanfaatan ganda, bagi Pegadaian Syariah
dapat menutupi SDM yang diperlukan dan bagi mahasiswdmpsyarakat, ha1
ini dapat dijadika~i media pembelajaran sebelum nantinya terjun di
masyarakat. Sedangkan masalahfee yang harus diterimanya, dapat dilakukan
musyarawah saling menguntungkan antara pihak Pegadaian. Syariah,
nasabah, dan mahasiswdmasyarakat sendiri.

E. Batas Waktu Pinjaman dan Tarif Simpanan

,I

Masing-masing pihak yang berakad, pihak penggadai dan pemberi gadai
punya kebebasan tentukan syarat, seperti penentuan batas waktu pembayaran
pinjaman dan tarif simpanan yang dalam akad rahn ini hanya mengikat salah
satu pihak yang berakad;' yaitu pihak nasabah. Demikian menurut jumhur
ulama fiqh, termasuk ulama Hanabilah dan Malikiyah, selama tidak ada
larangan al-Qur'an dan al-Hadist, sedang ulama Hanafiyah dan Syafi'iyyah
menambah syarat itu 'tidak bertentangan dengan hakikat akud itu sendiri'."

Praktik gadai yang ada di Pegadaian Syariah dalam tetapkan batas
waktu pembayaran pinjaman selama 4 bulan dan dapat diperpanjang lagi

" Nasroen Harun, Op. cit, hal. 106. ..
" Ibid, hat, 105.
HukumGadaiSyoriah
134

selama mampu dan mau bayar jasa biaya administrasi dan simpanan, atau
perbaharui akad gadai. Sedang penerapan biaya tarif simpanan yang dilak-
sanakan gadai syariah seperti yang saat ini, dengan penetapan waktu per I0
hari, sehingga apabila nasabah mampu dalam waktu kurang 10 hari (misal 2
hari), maka tetap dihitung 10 hari (2 hari = 10 hari), dengan tarif Rp
90lRp10.000 dari nilai taksiran barang jaminan.

Dalam gadai konvensional, menurut , Susilo, dkk.,S2 Pegadaian
menggunakan jasa titipan barang sebagai produk tersendiri, karena tarif
biaya dalam Pegadaian konvensional bentuknya berupa sewa modal1
pinjaman, berupa 'bunga'. Nasabah hams membayarnya per 15 hari sekali,
apabila lebih dari itu, maka dihitung 15 hari lagi (kelebiban 1 hari = 15 hari),
yang berarti b'unganya akan mengalami peningkatan, begitu seterusnya
apabila nasabah mengalami keterlambatan.

- Dalam teori gadai syariah, dalam penentuan tarif simpanan, sebenar-

nya Belem ditemukan seberapa besar tarif yang tepat. Namun, menurut
Yusuf, minimal bebas dari 'ha1yang merusak dun menyalahi norma dan

etika bisnis m slam'?^ Viyolina, rnenjauhkan dari unsur yang mendatangkan

ha1 yang bersifat negatif (kemadharatan).54 Muhammad, agar terhindar dari
kedhaliman dan praktik ketidakadilan (tidak ada yang merasa dirugikan)?'

Menurut az-Zu haili, mensyaratkan tidak termasuk kategori riba ',
termasuk kelebihan uang dengan menggunakan tenggang waktu. Sedang
menurut Ridha, mensyaratkan yang tidak diharamkan karena merugikan
salah seorang tanpa sebab, dikarenakan kecuali 'keterpaksuan'. Sedang
Afialurrahman (1996) dalam Muhammad dan Solikhul Hadi, memberikan
pedoman agar terhindar dari riba', (1) Kelebihan dari pokok pinjaman; (2)
Kelebihan pembayaran sebagai imbalan tempo pembayaran; (3) Sejumlah
tambahan yang disyaratkan dalam transaksi.

Adanya pembatasan tarif simpanan, baik Pegadaian Syariah, teori
Pegadaian konvensional, maupun teori gadai syariah tidak ada yang mem-
permasalahkan selama ha1 itu disepakati kedua belah pihak, yaitu nasabah
dan Pegadaian Syariah. Demikian juga dengan besarnya tarif ijarah,
meskipun antara gadai syariah dengan teori gadai konvensional 'adu

52 Susilo, Triandaru. dan Santoso. Bank don Lembaga Keuungun Lain. Cetakan Pertama. Salemba

'' Empat, Jakarta: 2000, hal. 181.
Muhammad Yusuf, Pegadoian KonvensionaldolamPerspektifHukum Islam, Skripsi, Sekolah Tinggi
llmu Syari'ah (STIS). Yogyakarta:2000, hal. 64.
si Viyolina, Sistem Bunga dalam Gadoi, Ditinjau dari Hukum Islam. Skripsi. Sekolah Tinggi llmu

Syari'ah (STIS), Yogyakarta: 2000, hal. 65.
" Muhammad dan Sholikhul Hadi, Op. cit, hal. 86.

. 135

Peloksonoon Godoi Syorioh oleh Lembogo Pegodoion

perbedaan' dalam penentuan besarnya tarif simpanan tersebut, sedangkan
teori gadai syaiiah tidak menentukan besarnya tarif tersebut, yang penting
sesuai dengan kewajaran dan biaya itu benar-benar terjadi.

1. Perbedaan penentuan tarif gadai konvensional berdasar bunga menurut
besar 'pinjaman', sedang gadai syariah berdasar biaya ijarah nilai
'marhun' ;

2. Persaqaannya, batas waktu pembayaran, apabila Pegadaian konvensional
samakan waktu I hari=15 hari, Pegadaian Syairah samakan 1 hari= I0
hari.

Karenanya menurut ulama Mazhab Syafi'i memberi syarat amat
ketat, yaitu apabila orang menyewakan tempat untuk simpan barang selama
4 bulan dengan tarif Rp 9 0 R p 10.000110 hari, maka akad ini batal dikarena-
kan dalam akad yang semacam ini diperlukan pengulangan akad baru setiap
per 10 harinya dengan sewa baru juga. Menurut ulama Mazhab Syafi'i ini,
akad yang demikian itu menjadikan tenggang waktu menjadi tidak jelas,
apakah waktunya 5, 10, 15 hari atau 4 bulan. Meskipun Jumhur Ulama
mengatakan, bahwa akad yang demikian tetap sah dan bersifat mengikat,
yang penting pihak yang berakad saling rela membayar biaya ijarah dan
menerima Rp 901 RplO.OOO per 10 hari, karena kerelaan ini dianggap
kesepakatan bersama sebagaimana bay' al-mu'athah, yaitu jual beli tanpa
ijab dan qabul, tetap cukup dengan membayar uang dan mengambil barang
yang dibeli.

Namun, yang hams mendapatkan perhatian dalam Pegadaian
Syariah adalah mempersamakan antara waktu yang berbeda, misalnya waktu ,
1 hari sama dengan waktu 10 hari. Maka apabila dilihat dari pendapat di
atas, secara tersirat adanya unsur riba' (tambahan yang didapat secara
za1im)xlviii di dalamnya, yaitu perbedaan waktu 10 hari.

Menurut Abu Saud, dalam Didin Hafiduddin meskipun dalam Islam
mengakui profit motive danpeedom of enterprise, namun dalam situasi dan
kondisi demikian adalah mengandung adanya ketidakadilan dan merugikan
salah satu pihak (nasabah) karena menerima ha1 itu secara terpaksa. Karena
itu, untuk menjaga ke-maslahatan-nya, mungkin lebih baik pihak Pegadaian
Syariah mengkaji lagi penentuan dan kebijakan penentuan tarif simpanan
dan batas waktunya tersebut, melalui opsi berikut:

I. Batas waktu biaya simpanan tetap 4 bulan (misal biaya simpanan yang
harus dibayar Rp.400.000), namun apabila sebelum 4 bulan, misalnya 3
bulan sudah mampu mengembalikan, maka Pegadaian Syariah dapat
mengambil suatu kebijakan menjadikan sisa pembayaran 1 bulan

136 HukumGodaiSyorioh

RplOO.OOO sebagai bonus bagi nasabah. Jadi yang dibayarkan nasabah
Rp300.000 saja;
2. Batas waktu biaya simpanan tetap 4 bulan (misal biaya simpanan yang
hams dibayar Rp 400.000), namun perhitungan pembayarannya adalah

'harian', maka apabila perhitungannya 'harian', berarti 1 hari biaya

pembayarannya Rp3.333, maka apabila sebelum 4 bulan, misalnya 3
bulan sudah mampu mengembalikan marhun bih-nya, maka nasabah
hanya membayar Rp 3.333 dikalikan 3 bulan (90 hari) saja atau
Rp300.000 saja. Apalagi saat ini era teknologi, dimana dengan kompu-
terisasi akuntansi keuangan, maka perhitungan batas waktu pengembalian
dan besarnya tarif simpanan ini apabila digunakan dalam hitungan
'harian', bukan merupakan ha1 yang sulit, sehingga dengan keberadaan
gadai syariah sebagai bagian dari 'media' terlaksananya maqashid
syariah dapat terwujudkan.

F. Pelelangan Barang Jaminan Gadai Syariah
1. Pengertian Lelang

Berdasarkan Kep. Menteri Keuangan R1 No. 337KMK. 0112000 Bab. 1, Ps.
1. yang dimaksud dengan lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di
muka umum termasuk melalui media elektronik dengan cara penawaran
lisan dengan harga yang semakin meningka't atau harga yang semakin
menurun dan atau dengan penawaran harga secara tertulis yang didahului
dengan usaha mengumpulkan para peminat.s6

Pengertian di muka umum menyangkut masyarakat luas maka
umumnya pemerintah ikut campur dalam urusan lelang dan memungut pajak
atau bea lelang. Aturan lelang harus dilaksanakan di muka juru lelang yang
telah ditunjuk baik melalui pemerintah maupun badan-badan tertentu. Lebih
jelasnya lelang menurut pengertian di atas adalah suatu bentuk penjualan
barang di depan umum kepada penawar tertinggi. Lelang dapat berupa pena-
waran barang tertentu kepada penawar yang pada mulanya membuka lelang
dengan harga rendah, kemudian semakin naik sampai akhirnya diberikan
kepada calon pembeli dengan harga tertinggi, sebagaimana lelang ala
Belanda (Dutch Auction) dan disebut (lelang naik) yang biasa di lakukan di
pegadaian konvensional. Lelang juga dapat berupa penawaran barang, yang
pada mulanya membuka lelang dengan harga tinggi, kemudian semakin
turun sampai akhimya diberikan kepada calon pembeli dengan tawaran

" Sibarani,Jumal Hukum Nasional No.Z,III, 2001

Pelaksanaon Gadai Syariah oleh Lembaga Pegadaian 137

tertinggi yang disepakati penjual, dan biasanya ditandai dengan ketukan
(disebut lelang turun) yang selanjutnya dijadikan pola lelang di pegadaian
syariah. Harga penawaran pertama (harga tinggi) disebut sebagai Harga
Penawaran Lelang (HPL): :bisa berupa Harga Pasar Pusat (HPP), Harga
Pasar Daerah (HPD) dan Harga Pasar Setempat dengan memperhitungkan
kualitas/kondisi barang, daya tarik (model dan kekhasan serta animo pembeli
pada marhun lelang tersebut pada saat lelang.

Penjualan marhun adalah upaya pengembalian uang pinjaman
(Marhun Bih) beserta jasa simpan, yang tidak dilunasi sampai batas waktu
yang ditent~kan.'~Usaha ini dilakukan dengan menjual marhun tersebut
kepada umum dengan harga yang dianggap wajar oleh ULGS.

2. Dasar Hukum Lelang

Di dalam Al-Qur'an tidak ada aturan pasti yang mengatur tentang lelang,
begitu juga dengan hadits. Berdasarkan definisi lelang, dapat disamakan
(diqiyaskan) dengan jual beli di mana ada pihak penjual dan pembeli. Di
mana pegadaian dalam ha1 ini sebagai pihak penjual dan masyarakat yang
hadir dalam pelelangan tersebut sebagai pihak pembeli. Jual beli termaktub
dalam Q.S Al Baqarah 275 dan 282.'8

Q.S Al Baqarah 275 Allah berfirman yang artinya "Orung-orang
yang memakan (mengambil) riba itu tidak dapat berdiri betul melainkan
seperti berdirinya orang yang dirasuk Syaitan dengan terhuyung-hayang
kerana sentuhan (Syaitan) itu. Yang demikian disebabkan mereka mengata-
kan: "Bahwa sesungguhnya berniaga itu sama sahaja seperti riba". Padahal
Allah telah menghalalk& berjuaI-beli (berniaga) dun mengharamkan riba.
Oleh itu sesiapa yang telah sampai kepadanya peringatan (larangan) dari
Tuhannya lalu ia berhenti (dari mengambil riba), maka apa yang telah
diambilnya dahulu (sebeiumpengharaman itu) adalah menjadi haknyai dun
perkaranya terserahlah kepada Allah. Dan sesiapa yang mengulangi lagi
(perbuatan mengambil riba itu) maka itulah ahli neraka, mereka kekal di
dalamnya". (QS. A1 baqarah: 275).

Q.S A1 Baqarah 282 Allah berfirman yang artinya " Wahui orang-

orang yang beriman! Apabila kamu menjalankan sesuatu urusan dengun
utang piutang yang diberi tempo hingga ke suatu masa yung tertentu muka
hendaklah kamu menulis (utang dun masa bayarannya) itu dun henduklah

'' Sistem dan Prosedur Akuntansi Pegadaian Syariah

'"Departemen Agama Republik Indonesia. A1 Qur'an dan Terjemuhannya.CV 'Toha Putra ,Semarang.
1989, hal. 69-70

138 HukumGodoi Syariah

seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan adil (benar) dun
janganlah seseorang penulis enggan menulis sebagaimana Allah telah
mengajarkannya. Oleh itu, hendaklah ia menulis dun hendaklah orang yang
berutang itu merencanakan (isi surat utang itu dengan jelas). Dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dun janganlah ia mengu-
rangkan sesuatu pun dari utang itu.

Kemudian jika orang yang berutang itu bodoh atau lemah atau ia
sendiri tidak dapat hendak merencanakan (isi itu), maka hendaklah diren-
canakan oleh walinya dengan adil benar); dun hendaklah kamu
mengadakan dua orang saksi lelaki dari kalangan kamu Kemudian kalau
tidak ada saksi dua orang lelaki, maka bolehlah, seorang lelaki dun dua
orang perempuan dari orang-orang yang kamu setujui menjadi saksi,
supayajika yang seorang lupa dari saksi-saksi perempuan yang berdua itu
maka dapat diingatkan oleh yang seorang lagi. Dan jangan saksi-saksi itu
enggan apabila mereka dipanggil menjadi saksi Dan janganlah kamujemu
menulis perkara utang yang bertempo mmanya itu, sama ada kecil atau
besar jumlahnya. Yang demikian itu, lebih adiI di sisi Allah dan Iebih
membetulkan (menguatkan) keterangan saksi, dunjuga lebih hampir kepada
tidak menimbulkan keraguan kamu. Kecuali perkara itu mengenai pernia-
gaan tunai yang kamu edarkan sesama sendiri, maka tiadalah saluh j i b
kamu tidak menulisnya. Dan adakanlah saksi apabila kamu berjual-heli.
Dan janganlah mana-manajuru tulis dun saksi itu disusahkan. Dan kalau
kamu melakukan (apa yang dilarang itu), maka sesungguhnya yang
demikian adalah perbuatan fmik (derhaka) yang ada pada kamu. Oleh itu
hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah; dun (ingatlah), Allah (dengan
keterangan ini) mengajar kamu; dun Allah sentima Mengetahui akan tiap-
tiap sesuatu. (QS. A1 baqarah: 282).

Di dalam jual beli harus ada rukun dan syarat agar akad yang
dilakukan sah. Rukunnya meliputiS9:

a. Ba 'i(penjual)
b. Mustari (pembeli)
c. Shigat (ijab dan qabul)
d. Ma 'qud alaih (benda atau barang)

Suatu jual beli yang dilakukan oleh pihak penjual dan pembeli sah,
haruslah dipenuhi syarat-syaratsebagai berikut:

"' Rachmat Syafi'i, Fiqih Muamala~P, ustakaSetia, 2001, ha1 76. 139

Peloksonaan Godoi Syorioh oleh Lembogo Pegadoion


Click to View FlipBook Version